P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 12 Oktober 2011
Indeks 1. KPK Kalah dari Terdakwa Korupsi 2. Kasus Suap Kemenakertrans KPK periksa Plt Bupati Teluk Wondima 3. Nazaruddin Diperiksa Sebagai Tersangka Wisma Atlet 4. Dugaan Korupsi Eddie Widiono pernah ajukan penunjukan langsung 5. Majelis Hakim Tetap Yakin Jika Mochtar Tak Lakukan Korupsi Cetak.kompas.com
Rabu, 12 Oktober 2011
KPK Kalah dari Terdakwa Korupsi Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kali dikalahkan
terdakwa korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selasa (11/10), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung membebaskan Mochtar Muhammad, Wali Kota Bekasi (nonaktif), yang menjadi terdakwa korupsi. Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta menegaskan, KPK bakal melihat
kemungkinan terjadinya tindak pidana dalam persidangan di Pengadilan Tipikor
Bandung. Mochtar didakwa melakukan penyalahgunaan keuangan dan penyuapan. Ia
dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa dari KPK, I Ketut Sumadana. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Azharyadi.
Pengadilan Tipikor Bandung tiga kali membuat putusan bebas dalam kasus korupsi yang diduga melibatkan kepala daerah. Sebelum Mochtar, Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat dan Wakil Wali Kota Bogor (nonaktif) Ahmad Ru’yat juga dibebaskan. Keduanya didakwa kejaksaan.
Johan menilai, setiap perkara yang dilimpahkan ke pengadilan selalu disertai bukti
kuat. Putusan bebas untuk Mochtar itu menjadi sejarah karena pertama kalinya KPK kalah melawan terdakwa korupsi di Pengadilan Tipikor.
Wakil Ketua KPK M Jasin menyatakan, KPK prihatin atas putusan Pengadilan Tipikor Bandung. Namun, ia meminta agar putusan tersebut tidak dianggap sebagai bukti kegagalan KPK.
KPK akan mengajukan kasasi atas putusan itu. Ia juga meminta Komisi Yudisial memantau majelis hakim yang memutuskan bebas terhadap Mochtar. Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar di Jakarta, Selasa, menuturkan, KY akan mendalami
putusan bebas terhadap Mochtar. ”Ada tim khusus yang diturunkan ke sana,” ujarnya.
Ditambahkan oleh Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh, KY akan memanggil hakim
yang memeriksa perkara Mochtar jikalau data yang dimilikinya sudah lengkap. Data tersebut bisa berupa pengabaian fakta oleh majelis hakim. Dituntut 12 tahun Pengadilan Tipikor Bandung membebaskan Mochtar dalam sidang, Selasa. Putusan setebal 325 halaman ini dibacakan Azharyadi bersama hakim anggota Eka Saharta dan Ramlan Comel. Putusan bebas itu disambut sorak-sorai pendukung Mochtar. Jaksa I Ketut Sumadana menyatakan kasasi terhadap putusan tersebut. Penasihat hukum Mochtar, Sirra Prayuna, mengungkapkan, kliennya layak bebas. Dakwaan jaksa terkesan dipaksakan. Majelis hakim menolak dakwaan jaksa. Dakwaan tentang kegiatan fiktif oleh terdakwa sehingga negara dirugikan Rp 639 juta tidak terbukti karena saksi
mengakui kegiatan itu memang ada. Mochtar juga dinyatakan tak terbukti menyuap petugas Badan Pemeriksa Keuangan dan menyuap tim penilai Piala Adipura. (ELD/RAY/ANA)
Detik.com
Rabu, 12 Oktober 2011
Kasus Suap Kemenakertrans KPK Periksa Plt Bupati Teluk Wondama Jakarta - Setelah sempat absen, Plt Bupati Teluk Wondama, Papua Barat, Zeth
Barnabas, akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia akan diperiksa terkait kasus dugaan suap Kemenakertrans.
"Zeth Barnabas, Plt Bupati Teluk Wondama, diperiksa sebagai saksi kasus suap
Kemenakertrans," kata Kabag Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, ketika dihubungi wartawan, Rabu (12/10/2011).
Selain Zeth, KPK juga memanggil dua orang saksi bernama Maftukh dan Agus
Rasmanto. Zeth telah tiba di kantor KPK. Zeth yang mengenakan jas warna gelap tidak memberikan komentar kepada wartawan.
Pada Jumat 7 Oktober 2011, KPK sebelumnya telah memanggil Zeth Barnabas. Namun, yang bersangkutan tidak hadir. KPK juga sebelumnya telah memeriksa
sejumlah pejabat derah seperti Kepala Dinas Pekerjaan Umum Mimika Dominggus Robert Mayaut, dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Teluk Wondama Sanudju.
Teluk Wondama merupakan daerah penerima proyek PPID. Keterlibatan pejabat
daerah terungkap ketika tersangka membeberkan kepada penyidik KPK tentang peran mereka.
Tersangka Nyoman dan Dadong Irbarelawan pernah mengatakan pembahasan
program Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kawasan
Transmigrasi pada 9 Agustus lalu mengundang seluruh daerah penerima. Pertemuan
itu membahas teknis DPPID Transmigrasi untuk 19 kabupaten berbiaya Rp 500 miliar pada APBN-Perubahan 2011.
Daerah penerima DPPID Transmigrasi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan adalah Kabupaten Sarolangun (Rp 24,6 miliar (M)), Ogan IIir (Rp 10 M), Bengkulu Utara (Rp 76,7 M), Mesuji (Rp 57,89 M), Kapuas (Rp 17,2), Pulang Pisau (Rp 33 M), Paser (Rp 30,3 M), Buol (Rp 41,68 M), Tojo Una-Una (Rp 10 M), Pinrang (Rp 7 M), Takalar (Rp 18 M), Wajo (Rp 30 M), Muna (Rp 20 M), Bima (Rp 20 M),
Maluku Tengah (Rp 30 M), Mimika (Rp 15 M), Keerom (Rp 20 M), Manokwari (Rp 22
M), dan Teluk Wondama (Rp 16 M).
(fjr/aan)
Tempointeraktif.com Rabu, 12 Oktober 2011 Nazaruddin Diperiksa sebagai Tersangka Wisma Atlet TEMPO Interaktif, Jakarta - Keinginan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat,
Muhammad Nazaruddin, untuk kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi di kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games akhirnya terwujud. Komisi
antikorupsi kembali menjadwalkan pemeriksaan Nazar pada Rabu, 12 Oktober 2011. "Dia diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ini adalah pemeriksaan ketiga terhadap mantan anggota DPR dari fraksi Partai
Demokrat ini. Pada dua pemeriksaan sebelumnya, Nazaruddin memilih bungkam. Kala itu, dia berjanji akan membeberkan semua yang diketahuinya saat lokasi
penahanannya dipindahkan dari Rutan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok, ke Rutan Pondok Cipinang, Jakarta. Namun pemilik perusahaan Grup Permai ini belum sempat dipindahkan. Dia melalui
pengacaranya justru meminta agar kembali diperiksa. Bahkan Nazar berjanji bersedia membuka semua kasus ini ketika diperiksa lagi. Tapi janji itu belum dapat dipastikan oleh pengacaranya. "Kita lihat saja nanti," kata pengacara Nazar, Afrian Bonjol, yang dikonfirmasi ihwal janji Nazar yang membeberkan kasus ini ke penyidik KPK.
Pemeriksaan Nazar kali ini juga berbeda dengan keterangan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Bibit Samad Rianto. Dia yang dikonfirmasi di acara diskusi di rumah makan Bumbu Desa di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, pada Minggu lalu, mengatakan pemeriksaan terhadap Nazar sudah cukup oleh KPK.
Pada kasus wisma atlet di Palembang ini, KPK sudah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Nazaruddin; Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang; Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam; dan manajer pemasaran rekanan proyek, Muhammad El Idris.
Rosa telah divonis bersalah oleh pengadilan dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara. Idris juga divonis dua tahun penjara. Adapun Wafid sedang menjalani
persidangan. Sedangkan berkas Nazar masih dirampungkan oleh penyidik KPK.
Kasus korupsi ini sendiri terbongkar ketika KPK mencokok Wafid, Idris, dan Rosa,
pada 21 April lalu bersama uang suap sebesar Rp 3,2 miliar. Ketiganya pun langsung ditetapkan tersangka oleh KPK. Belakangan, Nazar menyusul dijadikan tersangka. Komisi antikorupsi juga menjadwalkan pemeriksaan adik Nazar, Mujahidin Nur
Hasyim, dan Mindo Rosalina Manulang pada Rabu ini. "Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk Nazar," kata Priharsa. Rosa sudah berkali-kali diperiksa sebagai saksi untuk bosnya itu. Pada pemeriksaan sebelumnya, dia menyebut ada lima orang anggota DPR yang menerima uang dari wisma atlet. Dua di antaranya adalah Angelina Sondakh, anggota Komisi Olahraga dari Partai Demokrat, dan I Wayan Koster, anggota Badan Anggaran dari PDIPerjuangan. Keduanya yang pernah dikonfirmasi membantah tuduhan itu. RUSMAN PARAQBUEQ
Suarakarya-online.com
Rabu, 12 Oktober 2011 DUGAAN KORUPSI
Eddie Widiono Pernah Ajukan Penunjukan Langsung JAKARTA (Suara Karya): Mantan anggota Dewan Komisaris PT PLN Persero, Sofyan Djalil, mengungkapkan, terdakwa mantan Dirut PLN Eddie Widiono pernah
mengajukan permohonan penunjukan langsung untuk proyek outsourcing Customer
Information System-Rencana Induk Sistem Informasi Disjaya Tangerang tahun 20042006.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, Sofyan Djalil yang juga
mantan Menteri BUMN ini mengatakan permohonan untuk melakukan penunjukan
langsung tersebut berupa surat yang ditujuakan kepada dewan komisaris.
Isi surat tersebut, menurut Sofyan, permintaan persetujuan roll out sistem di PLN Disjaya Jakarta dan Tangerang sekaligus meminta dewan komisaris melakukan penunjukan langsung PT Netway Utama untuk melaksanakan proyek tersebut.
Permohonan tersebut, lanjut Sofyan, hingga tahun 2002 tidak terkabul karena itu
proyek belum juga berjalan. Dewan komisaris kala itu berpendapat proyek senilai Rp 700 miliar tersebut terlalu mahal.
"Terlebih lagi setelah dewan komisaris menerima surat dari Wakil Presiden Hamzah
Haz kala itu yang menanyakan proyek yang mulai menjadi perhatian publik tersebut, maka dewan komisaris semakin berhati-hati mengambil keputusan," ujar dia.
Sofyan menyebutkan alasan terdakwa waktu itu agar dewan komisaris mau
menyetujui proyek tersebut karena perusahaan yang diajukan ini merupakan pemilik intelectual property right dari program yang diajukan.
Mantan Dirut PLN Eddie Widiono didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi pada proyek outsourcing CIS-RISI PLN Disjaya Tangerang tahun 2004-2006, dan kerugian negara diperkirakan mencapai hingga Rp 46 miliar.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan tindakan mantan Dirut PLN ini dijerat dengan dengan dakwaan subsidairitas, yaitu
Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidananya maksimal hukuman 20 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar.
Sementara itu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yakni Timas Ginting segera disidangkan.
Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Selasa, mengatakan, berkas milik Timas
Ginting yang menjadi pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan PLTS
tersebut sudah lengkap bahkan sudah dikirimkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dapat disidangkan di Pengadilan Tipikor.
Namun demikian ia tidak mengetahui jadwal pasti persidangan staf Kementerian yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar tersebut.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Direktorat Sarana Prasarana Kemenakertrans ini menjadi tersangka karena diduga telah menyelahgunakan kewenangan selaku
pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp 9,8 miliar dan merugikan negara sekitar Rp 3,8 miliar.
Sementara itu, untuk tersangka lain dari kasus dugaan korupsi pengadaan PLTS di Kemenakertrans yakni Neneng Sri Wahyuni yang merupakan istri dari tersangka
kasus dugaan suap proyek wisma atlet Jakabaring, M Nazaruddin, belum diketahui keberadaannya.
Neneng yang disebut-sebut berkaitan dengan PT Mahkota Negara diduga terlibat
karena menjadi penghubung antara PT Alfindo dan perusahaan subkontraknya yakni PT Sundaya Indonesia dan Anugerah Perkasa.
Suaminya yakni M Nazaruddin pernah menjadi pemegang saham dari PT Mahkota
Negara tersebut, namun sejak tahun 2009 lalu nama mantan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat ini sudah tidak tercantum sebagai pemegang saham.
Di Palembang, kemarin, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, menyatakan bahwa korupsi terjadi tergantung dari moralitas pejabat itu sendiri.
Menurut Sujanarko, bahwa bila moralitas pejabat baik maka korupsi tidak akan terjadi atau minimal berkurang. (Lerman Sipayung/Ant)
Detik.com
Rabu, 12 Oktober 2011
Majelis Hakim Tetap Yakin Jika Mochtar Tak Lakukan Korupsi Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri Bandung sudah menanyakan kepada majelis yang menyidangkan kasus Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar Mohammad mengenai
putusan bebas yang dikeluarkan. Hasilnya, majelis hakim tetap berkeyakinan jika Mochtar tak terbukti bersalah melakukan korupsi.
"Saya sebagai ketua sudah menanyakan kepada majelis, mereka mengatakan tidak ada (dakwaan) yang nyantol satupun. Hakim punya independensi sendiri yang tak boleh saya ubah," kata Ketua PN Bandung, Joko Siswanto kepada detikcom, Rabu (12/10/2011).
Joko mempertanyakan hal itu sebelum Majelis Hakim yang diketuai Azharyadi Pria Kusuma dengan hakim anggota Ramlan Comel dan Eka Saharta akhirnya benar-
benar memutus bebas Mochtar. Namun saat itu, lanjut Joko, dirinya tidak memiliki wewenang untuk mempengaruhi putusan yang telah mereka ambil.
"Ketua tidak bisa campur tangan, itu kewenangan total mereka," tegasnya. Joko juga menampik jika ada intervensi dari pihak luar terkait putusan ini.
Menurutnya, seluruh proses persidangan sudah dilakukan dengan terbuka. Mulai dari pembacaan dakwaan hingga pembacaan vonis, dapat ditonton oleh publik.
"Kan sudah diawasi, sampai direkam-rekam kaya gitu, apa nggak ngeri dipantau," tandasnya.
Mochtar didakwa empat kasus yakni, suap anggota DPRD Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan RAPBD menjadi APBD 2010, penyalahgunaan dana
anggaran makan minum sebesar Rp 639 juta, suap untuk mendapatkan piala
Adipura tahun 2010 senilai Rp 500 juta dan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 untuk mendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Namun majelis hakim membebaskan Mochtar dari segala tuntutan JPU. KPK
dipastikan akan mengajukan kasasi dalam sidang kasus ini setelah mempelajari
persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung. PDI Perjuangan, partai tempat Mochtar bernaung, mengapresiasi putusan bebas murni Pengadilan Tipikor Bandung atas Mochtar. PDIP menghormati keberanian hakim untuk memutuskan berdasarkan hati nurani.
"Kita harus apresiasi putusan bebas Mochtar. Hakim berani, walaupun menanggung risiko akan dihujat sebagai 'prokoruptor'. Kita tidak boleh langsung apriori sama
hakim, mereka berani memutuskan berdasarkan hati nurani," kata Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM DPP PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan. (mok/ndr)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.