Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007
Fokus Pengawasan
STRATEGI PENGAWASAN DEPARTEMEN AGAMA
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan TIDAK DIPERJUALBELIKAN
1
Daftar Isi
Fokus Pengaw asan Pengawasan Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2007 Dewan Penyunting: Pembina: A. Qodri A. Azizy Pengarah: Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Chamdi Pamudji, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Ali Hadiyanto Ketua: Maman Taufiqurrohman Sekretaris: Ali Rokhmad Anggota: M. Ali Irfan, Khairunnas, Arif Nurrawi, Agus Irfani, Kusoy Pelaksana: Tamriyanto, Iing Muslihin, Sarmin Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
Surat Pembaca .............................. 3 Dari Redaksi .................................. 4 Fokus Utama Reformasi Administrasi ................... 5 Status PNS.....................................10 Strategi Memerangi Korupsi...........14 Gaji PNS, Korupsi ..........................17 Opini Kelaziman dan Dizolimi..................21 Pengawasan dan Pemeriksaan......24 Pelayanan Publik ........................... 30 Korupsi dan Gratifikasi....................31 Perjalanan Dinas Jabatan...............33 Pembinaan Aparatur Depag............36 Randang Perubahan PMK Nomor: 45/PMK.05/ 2007 .................................................... 38
Pengawasan Tata cara Audit Pemberian Dana Hibah ............................................. 41 SAP ............................................... 46 AMO Peran Konsultan Manajemen dalam Audit .............................................. 48 Tanya Jawab Jawaban Pertanyaan Auditor ......... 50 TI Penerapan e-goverment di Itjen .... 53 Hikmah Surga di Bawah ............................. 57 Renungan Menyenangkan Perjalanan ............ 60 Relaksasi ..................................... 62
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, diutamakan dalam bentuk soft copy.
Cover Belakang: Para Inspektur Wilayah dalam acara Lokakarya Pengawasan Tahun 2007 di Banten
2
Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Surat Pembaca
FP LEBIH OBJEKTIF Reformasi menuntut perubahan dalam segala hal, begitu juga dengan FP sebagai media intern pemerintah telah memaparkan berbagai artikel yang terbuka dan berani, Saran kami FP harus tampil beda dengan media-media intern pemerintah lainnya, misal lebih berani memaparkan berbagai kelemahan manajemen pemerintahan, sehingga bisa dijadikan bahan renungan oleh para pembaca. Demikian masukan buat FP, semoga FP semakin baik. Iqoh Magelang FP: Terimakasih atas sarannya, tentunya dengan etika-etika birokrasi yang berlaku, hal itu sudah kami terapkan.
PROFIL IRJEN Beberapa edisi FP yang saya baca, belum memuat ada rubrik yang memaparkan tentang profil Inspektur Jenderal, hal ini perlu sebab para pembaca dari daerah kebanyakan belum mengetahui siapa pemimpin yang menjabat waktu itu. Fadholi Jakarta FP: Dibeberapa edisi kami telah sedikit memaparkan profil walaupun tidak secara khusus kami tulis di kolom tertentu. Terimakasih atas masukannya.
DISTRIBUSI FP KURANG MERATA FP sebagai media pengawasan sangat dibutuhkan oleh para pegawai di lingkungan Departemen Agama di daerah. Salah satunya untuk mengetahui informasi pengawasan yang di lakukan oleh pemerintah pusat. Kami yang berada di luar Jawa, sangat sulit mendapatkan majalah FP. Mohon kepada redaksi, agar FP dapat didistribusikan secara menyeluruh. Terima kasih. Lahore NTB FP: Terimakasih atas sarannya, karena keterbatasan ruang dan waktu memang saat ini FP belum bisa kami distribusikan di setiap Kandepag-Kandepag secara keseluruhan.
LAY OUT FP Beberapa kali saya membaca edisi FP, dibandingkan dengan media lain FP jumlah halamannya kurang banyak, dan masih kurang inovatif dari segi Lay Outnya, misal diberbagi halaman belum ada gambargambar yang mendukung kurang kontras, tapi secara umum FP sebagai media cetak sudah baik. Wibowo Blora FP: Untuk jumlah halaman, memang kami sesuaikan dengan anggaran yang ada. Terimakasih atas masukan dalam segi lay out. Semoga hal ini bisa menjadi pertimbangan tim redaksi.
Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca.
Redaksi
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
3
Dari Redaksi Strategi Pengawasan Departemen Agama
Peningkatan kinerja dan terciptanya pemerintahan yang baik, mencakup diantaranya persyaratan bersih merupakan tuntutan yang harus dipenuhi bagi semua Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Tujuannya satu, menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN. Demikian pula di lingkungan Departemen Agama, sebagai bagian dari pemerintah yang membawa nama agama, Departemen Agama sudah seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberi contoh dalam mengelola kinerja keseluruhan yang baik, bersih dan bertanggung jawab. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Inspektorat Jenderal Departemen Agama, selaku lembaga pengawasan di Departemen Agama. Agar tercipta kepemerintahan yang baik, tercakup didalamnya persyaratan bersih, mau tidak mau Inspektorat Jenderal Departemen Agama mengkaji secara serius beberapa aspek strategis terutama yang mencakup aspek pengawasan sehingga tercipta suatu audit yang handal dan optimal. Sesuai dengan visi dan misi Inspektorat Jenderal Departemen Agama, kebijakan startegi pengawasan diarahkan untuk mewujudkan Departemen Agama yang good governance dan clean government. Kebijakan strategi pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama mencakup delapan hal. Yaitu: Pertama,
4
pengawasan diarahkan pada perannya sebagai quality assurance. Kedua, pengawasan dilaksanakan dalam rangka mendorong manajemen pemerintahan menerapkan sistem administrasi keuangan berdasar UU No.17 Tahun 2003 dan peraturan perundangan lain. Ketiga, pemantapam sistem pengawasan untuk mewujudkan good governance berdasar Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP). Keempat, pemantapan pelaksanaan pengawasan yang berorientasi pada out comes, tidak sekedar out put. Kelima, penajaman sasaran audit, Keenam, mendorong efektivitas pengawasan melekat dan peningkatan peran serta masyarakat dalam intensifikasi penanganan pengaduan. Ketujuh, ada beberapa penekanan mencakup laporan keuangan (mengarah ke SAP), pembenahan aset di tiap unit kerja dan pembenahan administrasi serta sistem evaluasi pelaksanaan Saran Tindak Lanjut (STL). Kedelapan, pengawasan dengan pendekatan Agama (PPA). Sejatinya, semua kebijakan strategis Inspektorat Jenderal selain untuk membangun citra Departemen Agama juga diarahkan untuk lebih memberdayakan fungsi Inspektrat Jenderal sebagai controling yang mampu berperan sebagai quality control dan quality assurance dan juga yang tak kalah penting mampu melakukan audit keuangan secara akuntabel.(red)
Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama REFORMASI ADMINISTRASI SEBAGAI STRATEGI PENGAWASAN DEPARTEMEN AGAMA Oleh Ahmadun* Sangat disadari oleh bangsa negara manapun di dunia bahwa birokrasi pemerintahan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Departemen Agama merupakan bagian dari pemerintah dimana fungsi pengawasan dijalankan oleh Inspektorat Jenderal akan sangat berpengaruh besar terhadap baik-buruknya, efektif tidaknya suatu pemerintahan (Departemen Agama). Sejak dekade 80-an berbagai negara maju maupun sedang berkembang telah menjalankan reformasi administrasi publik secara konsisten dan radikal. Reformasi tersebut telah merombak secara mendasar konsep dan praktek administrasi. Dibanding dengan model administrasi modern yang berkembang pertama kali pada abad 19, reformasi administrasi yang dilakukan lebih dari dua puluh tahun belakangan ini telah membawa perubahan yang bersifat revolusioner. Jika pada awalnya administrasi dianggap sebagai sarana penerapan kekuasaan negara yang bersifat monopolistik, tertutup dan otoriter telah bergeser menjadi administrasi yang kolaboratif dan lebih menekankan pada mutu pelayanan kepada masyarakat. Konsep reformasi adminsitrasi merupakan proses politik untuk mengubah struktur dan fungsi-fungsi administrasi dan melawan kemandegan (Mutahaba, 1989, 25). Menurut Caiden adminsitrasi dianggap sehat apabila ia mampu memenuhi tuntutan para stakeholdernya (auditan, masyarakat dan para pegawai di dalamnya). Jika kinerjanya terus menurun dari harapan para stakeholdernya maka suatu “usaha penye-
hatan” berupa kebijakan reformasi akan dilakukan. Jacques Chevalier (1994) memandang bahwa “administrasi yang sakit” disebabkan oleh penyakit yang ditimbulkan oleh model organisasi birokrasi yang menjadi dasar arsitektur dan cara kerja sistem administrasi. Berdasarkan pandangan ini maka inti dari reformasi adminsitrasi menurut Montgomery adalah : “Proses politik yang dilakukan untuk menyesuaikan hubungan antara birokrasi dan komponen komponen lain dalam masyarakat, atau untuk memperbaiki [kinerja] birokrasi itu sendiri (...) tujuan, dan alasan dalam reformasi tersebut bergantung pada keadaan politik yang ada” (G Caiden, 1969: 9) Mengapa penyehatan atau rasionalisasi birokrasi merupakan inti dari reformasi administrasi. Sebagaimana dipaparkan oleh Max Weber (1968), model organisasi birokrasi merupakan model ideal bagi negara dalam menjalankan kekuasaannya. Dalam praktek pemerintahan birokrasi memegang peran sentral tidak saja pelaksanaan kebijakan negara namun juga dalam perumusannya. Kata birokrasi sendiri berasal dari bureau yang artinya “kantor dimana urusan-urusan pemerintahan dilaksanakan”. Pada sidang paripurna Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) tanggal 22 Oktober 2004 dalam program kerja 100 hari diagendakan pembentukan Tim Reformasi Birokrasi dan pembuatan cetak biru (blue print) reformasi birokrasi. Presiden memahami betul bahwa inti reformasi administrasi adalah birokrasi yang sehat dan
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
5
Fokus Utama mempunyai kinerja sesuai dengan tuntutan masyarakat. Sebagian program reformasi birokrasi telah termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi khususnya dari sisi pencegahan korupsi. Secara umum dengan terbitnya Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 pada Bab 14 ditetapkan agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dalam rangka mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Hal tersebut telah memberikan tempat tersendiri khususnya lembaga pengawasan termasuk Inspektorat Jenderal Departemen Agama untuk turut serta mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik khususnya unit kerja di lingkungan Departemen Agama melalui reformasi administrasi. Elemen-elemen Reformasi Administrasi Kritik atas disfungsi atau patologi yang ditimbulkan oleh model organisasi pengawasan yang birokratik (Inspektorat Jenderal Departemen Agama) mendorong usaha perbaikan atas model tersebut. Dalam reformasi yang dijalankan, pola perbaikan model organisasi birokrasi diarahkan pada dimensi struktural dan fungsional. a. Dimensi struktural Pada dimensi ini usaha perbaikan ditujukan kepada pola sentralistik dan monopolistik lembaga pengawasan Departemen Agama yang menjadi ciri organisasi birokrasi yang tidak menjadi bagian organisasi yang diotonomikan. Reformasi adminsitrasi berupaya
6
mengadopsi model kelembagaan desentralisitik untuk mengatasi berbagai kelemahan yang muncul dari pola sentralisitik. Desentralisasi lembaga pengawasan Departemen Agama dilakukan dalam empat konteks. Pertama, secara teritorial, desentralisasi berarti membentuk lembaga perwakilan pengawasan disetiap wilayah/propinsi dengan memberikan sebagian kewenangan dari lembaga pengawasan pusat. Kedua, dalam konteks negara dan masyarakat desentralisasi pengawasan adalah pemberdayaan masyarakat dengan memberi peran yang lebih besar bagi masyarakat dan lembaga-lembaga non pemerintah (LSM/NGO) dalam proses implementasi program dan kegiatan di lingkungan Departemen Agama. Ketiga, dalam konteks hubungan antar lembaga pemerintahan, desentralisasi dalam hal ini diartikan sebagai usaha memberikan tanggung jawab lebih besar bagi lembaga perwakilan pengawasan di wilayah/propinsi dalam menjalankan misinya secara lebih efisien dan lebih mampu memberikan hasil-hasil pengawasan dan pelayanan yang berkualitas kepada auditan, masyarakat dan pegawai didalamnya. Desentralisasi pengawasan dibedakan menjadi dua yaitu desentralisasi secara vertikal dan horisontal. Sebagian kewenangan lembaga pengawasan pusat yang dilimpahkan kepada lembaga perwakilan propinsi merupakan koreksi selama ini dimana sumber daya dan pemanfaatannya biasanya desentralisir dalam departemen, sehingga diharapkan pengawasan lebih tepat sasaran, tepat guna, tepat waktu dan tepat jumlah. Keempat, desentralisasi dilakukan dalam konteks intern organisasi pemerintah.
Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama Koreksi kedua dalam aspek struktural lembaga pengawasan dialamatkan kepada pola monopolistik organisasi. Langkah yang ditempuh melalui reformasi administrasi adalah membuat lembaga perwakilan pengawasan disetiap propinsi dengan memberikan sebagian kewenangan lembaga pengawasan pusat. Istilah ini dipahami secara umum sebagai pengalihan kontrol sumber daya dan/atau operasional dari lembaga pengawasan pusat kepada lembaga pengawasan propinsi dan masyarakat. Kebijakan pengalihan sumber daya manusia dan know how dari lembaga pengawasan pusat kepada lembaga pengawasan propinsi merupakan kebijakan yang dikenal dengan praktek down sizing yaitu pengurangan tenaga pegawai pengawasan pusat yang dimaksud untuk merasionalisasi organisasi dan scope bidang pekerjaan pengawasan. b. Dimensi fungsional Dalam dimensi fungsional, reformasi adminsitrasi diarahkan kepada usaha untuk memperbaiki cara kerja lembaga pengawasan. Elemen elemen fungsional yang menjadi obyek perubahan adalah 1). Budaya instrumentalis vs managerialis. Elemen ini memberikan dasar dalam pola berpikir dan cara pandang pegawai pemerintah terhadap konsepsi diri dan lingkungannya. Menurut Chevalier dan Loschak: 1986) dalam model ideal organisasi birokrasi, para pegawai cenderung memiliki budaya bersifat instrumentalis, dimana pemenuhan kepada peraturan merupakan ukuran dari
2)
3)
keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Budaya ini hendak dirubah dengan budaya yang lebih bersifat manageralis. Yaitu orientasi nilai yang lebih mementingkan kepada efisiensi, inovasi dan mutu pelayanan kepada masyarakat. Metode pencapaian tujuan Berkaitan dengan perubahan budaya instrumentalis kepada budaya managerialis, metode pencapaian tujuan juga berubah dari yang berorientasi kepada pemenuhan peraturan kepada metode yang lebih berorientasi kepada masa depan dan penekanan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya. Hal ini terlihat dengan penyusunan visi, misi dan pola pertanggung jawaban yang lebih berorientasi kepada output dan outcome daripada input. Hubungan intern organisasi Sebagaimana banyak diungkap oleh kritik pendekatan organisasi di atas, organisasi lembaga pengawasan ditandai dengan pola hubungan bersifat hirarkis yang kaku dan top down. Dalam model ini kekuasaan yang terpusat kepada pimpinan dalam organisasi. Koreksi atas model ini adalah pengembangan hubungan intern organisasi yang lebih mementingkan partisipasi para staf dan auditor dalam pembuatan keputusan dan penekanan pada komitmen serta tanggung jawab individu. Bersamaan ini pola sentralistik diubah dengan pola memberikan sebagaian kewenangan lembaga pengawasan pusat kepada lembaga pengawasan daerah.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
7
Fokus Utama 4) Hubungan ekstern dengan masyarakat Adminsitrasi yang dibangun atas dasar organisasi pengawasan dalam hubungan dengan masyarakat dan auditan ditandai dengan ciri ketertutupan dan otoriter. Ketertutupan ini terlihat dari norma kerahasiaan dalam jabatan dan dokumen adminsitratif. Ketertutupan ini dibenarkan oleh prinsip imparsialitas dimana lembaga pengawasan harus netral tidak boleh berpihak kepada kepentingan kelompok atau privat. Siapapun pejabat yang menjalankan organisasi, lembaga pengawasan harus netral. Tapi kecenderungan ini menjadi eksesif sehingga menyulitkan pengguna layanan (para stakeholders: auditan, masyarakat dan pegawai didalamnya) dalam berkomunikasi dengan lembaga pengawasan. Untuk mengkoreksi ini, reformasi administrasi kebanyakan ditujukan untuk membuat lebih transparan. Obyek kedua dari reformasi ditujukan kepada pola otoriter birokrasi. Sebagai alat negara, lembaga pengawasan berhak memaksakan kehendaknya kepada auditan dan masyarakat. Inipun cenderung menjadi eksesif dimana kesempatan dialog dengan auditan dan masyarakat menjadi tertutup. Perubahan yang dilakukan untuk memperbaiki disfungsi ini adalah dengan memberikan kesempatan kepada auditan dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan yang dibuat oleh lembaga pengawasan.
8
Perbaikan ini secara luas dikembangkan melalui tema perbaikan mutu pelayanan publik (khususnya para stakeholders: auditan, masyarakat dan pegawai). Lembaga pengawasan diwajibkan untuk memahami aspirasi auditan, masyarakat dan pegawai yang akan menjadi obyek keputusannya. Dalam kaitan ini penanganan komplain, konsultasi juga dikembangkan misalnya dengan memberikan customer service online lewat telepon, internet dsb. Reformasi Adminsitrasi sebagai Strategi Pengawasan Kendati perbaikan birokrasi dan manajemen pemerintahan khususnya lembaga pengawasan, akhir-akhir ini mendapatkan perhatian khusus, secara serentak dilakukan di negara negara maju sejak dekade 1980 yang dikenal dengan munculnya new public management, namun reformasi administrasi yang bertujuan untuk “mengkoreksi” birokrasi telah lahir sejak abad 19. Reformasi administrasi di negara maju sejak awal kemunduran wellfare state dilakukan tahun 1970an dengan fokus utama melindungi kebebasan individu anggota masyarakat terhadap penggunaan dokumen administrasi. Hal ini berkaitan dengan perlindungan untuk tidak menggunakan sumber data informatik secara semena-mena oleh birokrasi. Demikian juga dengan jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap dokumen administrasi. Di tahun 1980, seiring dengan krisis ekonomi yang terakumulasi sejak tahun 1970an, pemerintah negara Eropa Barat dan Amerika Utara serta beberapa
Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama bagian dunia yang lain (Australia, New Zaeland), rasionalisasi birokrasi difokuskan pada tema “downsizing” penciutan sektor publik untuk menciptakan efisiensi. Ini dilakukan dengan jalan privatisasi: pengoperan produksi atau manajemen perusahaan-perusahaan negara kepada sektor swasta, pengurangan jumlah pegawai negeri. Sejalan dengan tema efisiensi, organisasi pemerintah mulai secara masif menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang diterapkan dalam sektor swasta. Dengan fokus pada efisiensi, pendekatan manajemen yang dipilih adalah lebih banyak dipakai pendekatan scientifique. Pendekatan yang dimaksud untuk menerapkan sistem pengukuran kinerja guna mengurangi pemborosan dan pada saat yang sama meningkatkan produktivitas kerja organisasi pemerintah banyak mendapat kritik. Orientasi lembaga pengawasan pada kuantitas implementasi audit menyebabkan dilupakannya aspek kualitas hasilhasil audit dan evaluasi pelaksanaan audit. Laporan hasil audit belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil pelaksanaan audit sehingga laporannya belum bisa digunakan pimpinan sebagai bahan pengambilan keputusan. Jumlah auditan yang dapat disembuhkan meningkat dan berkurangnya laporan pengaduan masyarakat dengan biaya yang semakin rendah. Namun konsekuensinya lebih banyak auditan yang harus dirawat di rumah sendiri atau tidak mendapatkan perawatan yang kurang baik karena pihak lembaga pengawasan ditekan untuk melakukan efisiensi biaya operasi. Konsep kualitas yang diadopsi adalah “konsep kualitas generasi pertama” (C Pollitt and J Boukaert 1995) sebagaimana diterapkan di sektor swasta tahun 1970. Pada intinya konsep tersebut adalah menerapkan prinsip “fitness for use” yang dibuat oleh produsen. Menginjak tahun 1990
pemerintah melakukan reorientasi strategi reformasi dengan menekankan pada kualitas total dengan menempatkan pemberi layanan dan pengguna layanan sebagai pusat dari reforme. Dalam konteks strategi pengawasan Departemen Agama bahwa kualitas pengawasan meliputi formulasi, implementasi dan evaluasi menjadi segalagalanya. Para stakeholders (auditan, masyarakat dan pegawai) harus dilibatkan dalam setiap penentuan kebijakan, sehingga kualitas hasil pengawasan dapat dijadikan bahan pertimbangan pimpinan dalam mengambil keputusan. Dari sisi internal lembaga pengawasan kalau tidak mau ketinggalan zaman, pegawai atau auditornya harus segera merubah pola pikir dari kuantitas implementasi audit ke pola pikir kualitas hasil audit sehingga diharapkan lembaga pengawasan mampu memberikan sumbang pemikiran terhadap perbaikan kinerja organisasi dilingkungan Departemen Agama. Disamping itu faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah usulan dibentuknya lembaga perwakilan pengawasan di daerah sebagai kepanjangan tangan lembaga pengawasan pusat. Hal ini dimungkinkan dengan memberikan sebagian kewenangan lembaga pengawasan pusat agar pengawasan lebih efektif dan efisien. Reformasi administrasi coba ditawarkan sebagai sebuah solusi dalam menjawab kebuntuan lembaga pengawasan yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan publik serta meningkatkan bargaining position dengan lembaga lainnya sehingga citra lembaga pengawasan semakin baik dan hail-hasil pengawasan menjadi rujukan utama pimpinan dalam setiap kali mengambil keputusan. (* Penulis adalah Auditor Ahli Pertama Inspektur Wilayah III Inspektorat Jenderal Departemen Agama)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
9
Fokus Utama Status PNS yang Menjadi Pejabat Negara Oleh Achmad Ghufron* Untuk mendapatkan hasil guna yang diharapkan, diperlukan konsentrasi pelaksanaan tugas dalam satu pekerjaan, dengan tugas/pekerjaan rangkap membuat terpecahnya konsentrasi sehingga hasil yang diinginkan tidak bisa optimal atau bahkan serba tanggung/ tidak ada yang selesai. Untuk itu setiap PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara diistirahatkan aktifitasnya sebagai PNS sehingga terfokus pada pekerjaannya. PNS mempunyai kedudukan sebagai Aparatur Negara, diamanahkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur dan adil, oleh karena itu UU No. 43 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan UU No. 8 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian pada prinsipnya tidak memperkenankan adanya rangkap jabatan (baik internal sebagai PNS yaitu jabatan struktural dan fungsional, maupun eksternal yang diangkat menjadi Pejabat Negara). Yang dimaksud Pejabat Negara menurut UU No. 43 Tahun 1999 pasal 11 ayat (1) adalah 1. Presiden dan Wakil Presiden, 2. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota MPR, 3. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR, 4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada MA, serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada Badan Peradilan, 5. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota BPK, 6. Menteri dan jabatan setingkat Menteri, 7. Duta Besar, 8. Gubernur dan Wakil Gubernur, 9. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota, dan 10. Pejabat lainnya yang ditentukan Undang-Undang. Bagi PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara harus diistirahatkan (diberhentikan dari jabatan Organik sesuai UU No. 43 Tahun 1999 pasal 11 ayat 2 atau diberhentikan dari jabatan Negeri sesuai dengan SE. Menpan No. SE/08/M.PAN/3/2005 jo Peraturan Kepala BKN No. 10 Tahun 2005), atau diberhentikan dengan hormat (PP. No.
37 Tahun 2004). Dalam Pasal 11 ayat 3 UU tersebut, PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu dibebaskan dari jabatan Organik. PNS Yang Diangkat Menjadi Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Sebelum diangkat menjadi Kepala Daerah, bagi PNS yang menjadi Calon Kepala Daerah (Gubernur/Wakil Gubernur atau Bupati/Waki Bupati, atau Walikota/ Wakil Walikota), wajib membuat surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan negeri apabila terpilih menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan wajib menjalani cuti/tidak aktif sementara dalam jabatan negeri (SE Menpan No. SE/ 08/M.PAN/2/2005 angka 1 huruf a dan b). Pemberhentian dari jabatan negeri tersebut berlaku sejak PNS yang bersangkutan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai calon Kepala Daerah/calon Wakil Kepala Daerah (Peraturan Kepala BKN No. 10 Tahun 2005 Pasal 2 ayat 4). Dalam Peraturan Kepala BKN No. 10 Tahun 2005 Pasal 3 ayat (1), (2), dan (4) dinyatakan bahwa PNS yang diberhentikan dari Jabatan Negeri diberikan penghasilan sebesar gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan pangan sampai PNS yang bersangkutan mencapai usia 56 tahun atau dilantik menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. PNS yang diberhentikan dari
10 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama jabatan negeri tidak dapat dinaikkan pangkatnya (Peraturan Kepala BKN No. 10 tahun 2005 Pasal 6 ayat (2). Pada Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa PNS yang diangkat menjadi pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya (Pasal 11 ayat 2), dan berdasarkan PP No. 98 Tahun 2000 pasal 17 ayat 1 antara lain dinyatakan bahwa PNS yang menjadi Pejabat Negara dan diberhentikan dari jabatan organiknya dapat dinaikkan pangkatnya. Bagi PNS yang menjadi Kepala Daerah (Pejabat Negara), apakah diberhentikan dari jabatan negeri (tidak dapat dinaikkan pangkatnya) atau diberhentikan dari jabatan organiknya (dapat diberikan kenaikan pangkat). Kalau dilihat dari Surat Edaran Menpan No. SE/08/M.PAN/3/2005 angka 1 huruf a seperti tersebut diatas maka PNS yang diangkat menjadi Kepala Daerah diberhentikan dari jabatan negeri, yang berarti tidak dapat dinaikkan pangkatnya. PNS Yang Menjadi Pimpinan/Anggota DPR/ DPRD Sebagai warga Negara atau bahkan sebagai PNS tidak ada aturan yang melarang untuk diangkat menjadi Pimpinan atau Anggota DPR/ DPRD. Sebelum diberlakukan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan UU No. 8 Tahun 1974 jo. PP No. 37 tahun 2004, PNS yang menjadi Pimpinan atau anggota DPR/DPRD yang nota-bene mewakili suatu partai tertentu tidak harus diberhentikan sebagai PNS, tetapi hanya diberhentikan dari jabatan organiknya yang berarti bisa dinaikkan pangkatnya. Setelah berlakunya UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (3), PNS dilarang menjadi anggota maupun pengurus partai politik (Parpol), untuk menjaga netralitas dalam bersikap. Sebagai relaisasi UU No.
43 Tahun 1999 tersebut telah ditetapkan PP No. 37 Tahun 2004 tentang larangan PNS menjadi anggota Partai Politik (Parpol). Bagi PNS yang akan menjadi anggota/pengurus Parpol harus mengundurkan diri sebagi PNS. Karena untuk menjadi Anggota/ Pimpinan DPR/DPRD harus mewakili dari salah satu Parpol, maka PNS yang menjadi Anggota/Pimpinan DPR/DPRD secara otomatis berhenti dari PNS. Sebelum diangkat menjadi Anggota atau Pimpinan DPR/DPRD yang bersangkutan harus sudah menerima SK pemberhentian sebagai PNS. Akibat dari pemberhentian yang bersangkutan bisa menerima gaji pensiun apabila telah berusia 56 tahun atau berusia 50 tahun dengan masa kerja minimal 20 tahun dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan lainnya, sebagaimana diatur dalam UU No. 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. PNS Yang Menjadi Kepala Desa atau Perangkat Desa Berdasarkan UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa, dibedakan antara Desa dengan Kelurahan. Dalam pasal 1 huruf a dan b UU No. 5 Tahun 1979 tersebut antara lain dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan Desa adalah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan Kelurahan adalah suatu wilayah ditempati sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi terendah dibawah camat. Selanjutnya dalam PP No. 55 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan menjadi PNS, antara lain dinyatakan bahwa yang
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
11
Fokus Utama dimaksud Kelurahan adalah kampung atau nama lain dari Ibukota Negara, Ibukota Propinsi, Ibu Kota Kabupaten (setingkat), sedangkan Perangkat Kelurahan adalah Sekretaris Kelurahan dan Kepala Urusan Kelurahan adalah Sekretaris Kelurahan dan Kepala Urusan Kelurahan (Pasal 1 huruf a dan b). Dalam UU No. 55 Tahun 1980 tersebut mengatur tentang ketentuan-ketentuan antara lain bahwa Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan yang memenuhi syarat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
penjelasan UU No. 43 Tahun 1999 pasal 11 ayat 3 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud Pejabat Negara Tertentu adalah: 1. Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada Badan Peradilan, 2. Ketua, wakil ketua dan anggota BPK yang berasal dari jabatan karier, 3. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh berasal dari Diplomat Karir, dan 4. Jabatan setingkat Menteri. Tidak diberhentikan dari jabatan organik bagi pejabat Negara tertentu karena jabatan tersebut melekat dengan PNS, sehingga tidak adanya rangkapan jabatan. Untuk kenaikkan pangkatnya tidak ada masalah karena sama dengan PNS lainnya, sebagaimana diatur dalam PP No. 99 Tahun 2000 disempurnakan dengan PP No. 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
(Pasal 2 ayat 1), sedangkan dalam pasal 8 dinyatakan bahwa PNS yang diangkat menjadi Kepala Desa atau Perangkat Desa dibebaskan sementara dari jabatan organiknya dan dapat dinaikkan pangkatnya selama dibebaskan dari jabatan organik tersebut. Selama dibebaskan dari jabatan organik (karena menjadi Kepala Desa/Perangkat Desa) berhak menerima gaji dari instansi induknya.
PNS Yang Diangkat MenjadiI Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sebagaimana dalam pasal 18 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD dinyatakan bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, antara lain adalah tidak sedang menduduki jabatan politik, jabatan struktural dan jabatan fungsional dalam negeri, serta bersedia bekerja sepenuh waktu. Dengan dasar Pasal 18 UU No. 12 Tahun 2003 tersebut dan menurut surat Kepala BKN No. K.26-30/V.148-8/47 tanggal 5 Desember 2003 antara lain disebutkan bahwa:
PNS Yang Menjadi Pejabat Negara Tertentu Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu, tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya. (UU No. 43 tahun 1999 Pasal 11 ayat 3). Dalam
12 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama 1. PNS yang menjadi anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, diberhentikan sementara dari jabatan organiknya tanpa kehilangan statusnya sebagai PNS, terhitung mulai tanggal yang bersangkutan diangkat menjadi anggota KPU. 2. Selama dibebaskan dari jabatan organik karena menjadi anggota KPU, yang bersangkutan: a. dapat diberikan kenaikan pangkat regular apabila memenuhi syaratsyarat yang ditentukan, sesuai PP No. 99 Tahun 2000 disempurnakan PP No. 12 Tahun 2002; b. gaji dan penghasilan sebagai PNS dihentikan (tidak dibayar), tetapi menerima penghasilan sebagai anggota KPU sesuai ketentuan yang berlaku. Kesimpulan 1. Pada prinsipnya PNS tidak dilarang menjadi Pejabat Negara, tetapi tidak diperkenankan dalam waktu yang sama merangkap jabatan, oleh karena itu perlu diistirahatkan sebagai PNS (diberhentikan dari jabatan organik atau diberhentikan dari jabatan negeri ) atau diberhentikan sebagai PNS. 2. PNS yang diangkat menjadi Kepala Daerah (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota) diberhentikan dari jabatan negeri (statusnya tetap sebagai PNS). Sebelum diangkat menjadi Kepala Daerah (masih menjadi calon Kepala Daerah) wajib mengajukan permohonan berhenti dari jabatan negeri dan wajib menjalani cuti. 3. PNS yang diangkat menjadi pimpinan/ anggota DPRD/DPRD, diberhentikan sebagai PNS, sebab mewakili Parpol, padahal PNS dilarang menjadi Anggota/ Pengurus Parpol.
4. PNS yang diangkat menjadi Kepala Desa atau Perangkat Desa diberhentikan dari Jabatan Organiknya (statusnya masih sebagai PNS). 5. PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara Tertentu, (misalnya Hakim, Anggota BPK dari jabatan karier, Duta Besar dari jabatan karier) tidak perlu dibebaskan dari jabatan organik/jabatan negeri, sebab jabatan Negara tersebut melekat sebagai PNS. 6. PNS yang diangkat menjadi anggota KPU pusat maupun daerah dibebaskan dari jabatan organik, dan gaji maupun penghasilan sebagai PNS diberhentikan selama menjadi anggota KPU. (*Penulis adalah Inspektur Wilayah III pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama) 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123
QUOTATION
Jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda.
Jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang.
(Gordon Van Sauter, Mantan Presiden CBS News) Uang merupakan hamba yang sangat baik, tetapi tuan yang sangat buruk. (P.T. Barnum, Anggota Pendiri Sirkus Barnum & Bailey)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
13
Fokus Utama Strategi Pemberantasan Korupsi Oleh M.A Arif Rahman* Banyak sekali definisi mengenai korupsi, namun demikian pengertian korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli mengklasifikasikan penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah (media online 2003), yaitu:
• Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek
•
•
manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan. Wilayah Sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan kerapuhan sebuah sistem memberi peluang terjadinya korupsi. Wilayah Irisan antara Individu dan Sistem, dikenal dengan aspek sosial budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji. Di samping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, dan ekonomi yang ada dalam masyarakat.
Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek. Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah a. rusaknya sistem tatanan masyarakat, b. ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi, c. munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat, d. penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum, e. yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak kontraproduktif terhadap pembangunan. Strategi Pemberantasan Korupsi Pengalaman Negara-negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi korupsi melalui cara-cara yang simultan. Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain: a memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi, b upaya pencegahan, investigasi, dan edukasi dilakukan secara bersamaan, c tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai elemen. Sebagaimana Hongkong dengan ICAC-nya, maka strategi yang perlu dikembangkan adalah strategi memerangi korupsi dengan pendekatan tiga pilar yaitu preventif, investigatif, dan edukatif. Strategi preventif adalah strategi upaya pencegahan korupsi melalui
14 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama perbaikan sistem dan prosedur dengan membangun budaya organisasi yang mengedepankan prinsip-prinsip transparency, accountability, participation & responsibility yang mampu mendorong setiap individu untuk mencegah segala bentuk korupsi. Upaya preventif sebagai usaha mencegah penyimpangan perilaku korupsi dilakukan dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor penyebab atau peluang.
Prinsip transparansi untuk menumbuhkan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat dapat dilakukan melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Indikator keberhasilan transparansi adalalah bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatkan partisipasi masyarakat dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan. Prinsip akuntabilitas diperlukan untuk mempertanggungjawabkan hasil kerja
kepada masyarakat. Hal ini digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah secara obyektif, sehingga diperlukan adanya indikator yang jelas. Indikator keberhasilan akuntabilitas adalah meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, meningkatnya kesadaran masyarakat dan berkurangnya kasus-kasus KKN. Prinsip partisipasi berusaha mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tata pemerintahan harus diselenggarakan secara partisipatif. Penyelenggaraan pemerintahan yang eksklusif hanya melibatkan unsur pemerintah dan/atau legislatif akan membuat masyarakat tidak peduli pada pembangunan. Hal ini lebih lanjut akan menyebabkan keberlanjutan pembangunan menjadi sangat rapuh dan rentan. Indikator keberhasilan partisipasi adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, meningkatnya kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan. Prinsip daya tanggap adalah salah satu wujud dari sikap profesional dari para aparat pemerintah terhadap berbagai kebutuhan masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga dituntut mempunyai daya-tanggap
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
15
Fokus Utama yang tinggi dalam memantau berbagai tindakan pemerintahan, sehingga informasi balik yang diberikannya mempunyai ketepatan yang tinggi dan dapat efektif. Indikator keberhasilan daya tanggap adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah, tumbuhnya kesadaraan masyarakat, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya jumlah pengaduan masyarakat. Strategi investigatif adalah upaya memerangi korupsi melalui deteksi, investigasi dan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi. Upaya ini merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi penyimpangan sebagai sarana memperoleh alat bukti yang cukup, relevan dan kompeten sebagai dasar pengambilan tindak lanjut, dengan berpegang teguh terhadap azas praduga tak bersalah. Investigasi memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman, selain itu juga diperlukan pemahaman terhadap ketentuan perundangundangan dan prisip-prinsip investigasi guna pemecahan permasalahan yang dihadapi. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: - Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. - Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan. - Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan kesimpulan sendiri . - Informasi merupakan inti dari investigasi sehingga investigator harus memper-
timbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi. - Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigasi. - Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, maka mereka juga akan merespon sebagaimana manusia. Strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong aparatur pemerintah dan masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masingmasing. Langkah edukatif kepada aparatur pemerintah dilakukan melalui pendidikan moral dan penanaman pendidikan nilai-nilai ajaran agama, sehingga mampu meningkatkan ketahanan mental dalam menangkal berbagai godaan untuk melakukan korupsi dan malu berbuat menyimpang lainnya. Inspektorat Jenderal Departemen Agama mengembangkan program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) dalam rangka pelaksanaan peran konsultan sebagai upaya preventif guna mencegah perilaku KKN bagi seluruh aparatur Departemen Agama. PPA merupakan suatu pendekatan pengawasan dengan penanaman nilai-nilai ajaran agama yang diharapkan mampu meminimalisir “NIAT” aparatur negara dalam melakukan penyimpangan. Adapun langkah edukatif kepada masyarakat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang. Kepada masyarakat perlu ditanamkan nilai-nilai kejujuran (integrity) serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral. * (Penulis adalah Auditor Ahli Pertama pada Inspektur Wilayah V)
16 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama GAJI PNS, KORUPSI DAN PELAKSANAAN GOOD GOVERNANCE Oleh: Kusoy* Istilah gaji bukan saja dimiliki oleh PNS tetapi juga berlaku bagi seluruh pekerja atau pegawai karena menjadi sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertanyaannya apakah gaji yang diterima tersebut sudah memenuhi keperluan hidup?. Secara definisi, gaji adalah upah kerja atau balas jasa bagi pegawai atau karyawan sebagai penghargaan atas prestasi kerja. Oleh karena itu, gaji sangat dibutuhkan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan paling tidak harus berlandaskan pada setiap PNS berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan serta tanggung-jawabnya dan gaji yang diterima oleh PNS tersebut harus mampu memacu produktifitas dan menjamin kesejahteraannya. Berdasarkan dua landasan tersebut maka gaji yang diterima seorang PNS akan terdiri dari gaji pokok ditambah tunjangan lainnya, seperti tunjangan jabatan yang besarnya cukup menarik bagi setiap PNS yang memegang jabatan sesuai dengan tingkat pekerjaannya. Ada asumsi bahwa istilah adil dan layak dalam pemberian gaji PNS diperbandingkan antara gaji terendah yang diperoleh dengan gaji tertinggi, termasuk dalam tunjangan jabatan. Dari pengalaman yang ada, perkembangan gaji ini berkembang dari tahun ke tahun. Pada awal orde baru tahun 1967, rasio gaji itu sebesar 1 berbanding 14 artinya gaji seorang PNS yang tertinggi golongan IV/e dan menjabat esselon I a, besarnya 14 kali dari pegawai rendahan golongan I a dan tidak mempunyai jabatan struktural. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1977, rasio ini berubah menjadi 1 berbanding 20. Jadi yang terlihat semakin sejahtera kaum atasan dan kelompok bawah terpaksa harus gigit jari saja. Pada tahun 1985 per-
bandingan tersebut menurun menjadi 1 berbanding 13. Agaknya berbagai tuntutan yang semakin sering disuarakan dan pengetahuan masyarakat yang semakin bertambah, menumbuhkan kedewasaan untuk mengemukakan pendapat, meski tidak mungkin dinyatakan secara terbuka pada waktu itu. Tahun-tahun setelah itu, terus terjadi perbaikan rasio gaji terrendah dan tertinggi dalam birokrasi pemerintahan dengan PNS sebagai tiang penyangga utama menjadi 1 berbanding 7 pada tahun 1992 dan bahkan menjadi 1 berbanding 6 tahun 1993. Menjelang terjadinya krisis keuangan dan perbankan yang mengakibatkan krisis ekonomi dan krisis sosial yang berkepanjangan, pada tahun 1997, rasio gaji yang diterima seorang PNS terendah dengan seorang pejabat tinggi negara hanya 1 berbanding 6 saja. Namun semenjak reformasi bergulir dan pemerintahan yang lebih demokratis mulai berkuasa, justru jarak antara seorang PNS penerima gaji terkecil dengan pejabat tinggi kembali melebar. Pada tahun 2000, rasio perbandingan ini kembali menjadi 1 berbanding 13. Penyebab utamanya adalah besarnya tunjangan jabatan struktural yang mencapai 5 juta untuk esselon I a, bahkan pernah selama 2 bulan sebesar Rp. 9 juta untuk esselon I a dan Rp. 5 juta untuk esselon II pada masa pemerintahan presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Sementara saat ini rasio gaji golongan terendah dengan tertinggi mencapai 1 berbanding 10. Setelah dua masa kepemimpinan Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) telah 4 kali dinaikkan yaitu berdasarkan PP 26/2001, PP 111/2003, PP 66/2005 dan PP 9/2007 sementara untuk tahun 2008 kenaikan gaji
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
17
Fokus Utama 20 % dan sudah diumumkan oleh Presiden SBY di depan Sidang Paripurna DPR tanggal 16 Agustus 2007. Agar supaya dapat menjamin kesejahteraan PNS, tanpa perlu menghubungkan dengan peningkatan produktifitas lebih dahulu, memang skala pemberian gaji perlu ditinjau kembali. Kalau gaji terendah pada saat ini hanya berkisar 760.500,- untuk golongan I yang baru masuk perbulan dan untuk PNS golongan tertinggi Rp. 2.405.400,- memang agaknya untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas hanya berupa khayalan (lihat tabel gaji)
yang sangat rumit karena melibatkan instansi lain yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Gonjang-ganjing umur ini pun tidak diikuti dengan besarnya tunjangan, dalam dua kali kenaikan terakhir ini, jabatan struktural naiknya sudah dua kali yaitu berdasarkan Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2006 dan PP 26 tahun 2007 dengan kenaikan ratarata 50 % sementara jabatan fungsional hanya satu kali berdasarkan PP 60 tahun 2006 sebesar 15 %. saja. Tabel tunjangan fungsional auditor dengan tunjangan struktural terdapat perbandingan yang cukup mencolok, yaitu: PP No. 26 tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural Eselon I a Rp. 5.500.000,
Tunjangan jabatan struktural dan fungsional Secara umum tunjangan yang dikejar oleh PNS kebanyakan tunjangan struktural dibanding dengan tunjangan jabatan fungsional, kecuali pada jabatan fungsional tertentu seperti Jaksa dan hakim. Disamping tunjangan fungsionalnya sangat tinggi, untuk kedua jabatan fungsional tersebut gajinya pun dua kali lipat dari PNS biasa Lain halnya dengan tunjangan fungsional seperti dosen, guru, peneliti ataupun yang lainnya. Yang paling ironis adalah jabatan fungsional auditor yang “belum jelas”. Usia pensiun masih disamakan dengan PNS golongan I dan II atau III yang tidak mempunyai jabatan yaitu 56 tahun walau pun golongan auditor sudah IV c. Banyak auditor yang pensiun pada usia 56 tahun pada hal masih produktif bekerja, apalagi jabatan auditor termasuk jabatan langka karena melalui prosesnya
PP No. 60 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Auditor Ahli Utama Rp. 1.100.000,
Eselon I b
Rp. 4.374.000,
Ahli Madya
Rp. 797.500,
Eselon II a
Rp. 3.250.000,
Ahli Muda
Rp. 522.500,
Eselon II b
Rp. 2.025.000,
Ahli Pertama
Rp. 247.500,
Eselon III a
Rp. 1.260.000,
Penyelia
Rp. 385.000,
Eselon III b Eselon IV a Eselon IV b
Rp. 980.000, Rp. 540.000, Rp. 490.000,
Pelaksana Lan Pelaksana
Rp. 197.000, Rp. 220.000,
Eselon V a
Rp. 360.000,
Kembali kepada jabatan fungsional auditor, gaji PNS dan tunjangannya jika dibandingkan dengan tunjangan jabatan pada beberapa institusi seperti dengan Kejaksaan dan hakim sangat jauh. Penulis sempat berdiskusi dalam sebuah forum di Hotel Salak beberapa pekan yang lalu dengan Kapusbin Jabatan Fungsional Auditor BPKP Yth. Bapak Condro Imantoro sebagai nara sumbernya. Waktu itu menanyakan tunjangan jabatan auditor sangat kecil dan dapat angka kredit pun angat sulit, sehingga banyak auditor yuang naik pangkatnya terhambat. termasuk belum jelasnya usia pensiun bagi auditor. “Kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit”. Tanya penulis. Pak Condro mengemukakan bahwa “Auditor adalah setara dengan jabatan profesi seperti pengacara dan notaris atau akuntan. Sehingga prosesnya pun harus teruji. Tidak
18 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Fokus Utama ada perbedaan auditor yang ada di Departemen Agama dengan auditor di tempat lain seperti di BPKP, proses rekrutmennya sama dan diklatnya pun sama sehingga diperlakukan sama termasuk dalam memperoleh angka kredit. Sedangakan menyangkut tunjangan jabatan dan usia pensiun sudah dilkukan lobby dan usul ke Menpan namun sampai saat ini belum ada jawaban. Lalu pertanyaannya sampai kapankah kita harus menunggu? Melihat perbandingan antara gaji PNS dalam golongan yang sama dengan masa kerja yang sama antara auditor dengan jaksa dan hakim sangat jauh. Jika melihat dari tugas dan fungsinya menurut hemat penulis tidak jauh berbeda. Hakim sebagai alat negara dengan tugas mengadili sedangkan jaksa melakukan penuntutan, sementara auditor disamping harus menjalankan fungsi pengawasan dengan malakukan pemeriksaan juga dibebani untuk membuat rekomendasi terhadap sangsi yang akan dijatuhkan. Cuma bedanya kalau auditor tidak bisa melakukan penetapan hukum dan tidak melkaukan penuntutan tapi sifatnya memberikan rekomendasi. Kalau tugas hakim membuat satu perkara menjadi adil maka seorang auditor juga harus menempatkan bagaimana jika menemukan suatu masalah dan disitulah seorang auditor harus menunjukkan tingkat profesioanilismenya sebagai hakim yang adil. Begitu juga jika seorang jaksa melihat suatu perkara harus menuntut sesuai dengan tingkat keadilan hal ini juga sebanding dengan seorang auditor dalam menentukan atau memberikan rekomendasi untuk ditetapkannya hukuman yanga adil dan tidak menjadi dolim. Seorang aditor ketika menemukan masalah dia harus menggunakan judgmentnya dengan menggunakan tingkat profeslonalitasnya agar dirasakan keadilan yang menurut tingkat kesalahannya, sementara keadilan yang hakiki dan sempurna hanya keadilan nanti yang ditetapkan oleh Yang Maha
Kuasa sebagaimana dalam al-Quran bahwa bukanlah Alloh Swt itu seadil-adilnya hakim. Disinilah yang menurut penulis mempertanyakan kenapa tingkat kesejahteraan berupa gaji dan tunjangan auditor sangat jauh dibandfng dengan tunjangan jabatan hakim dan jaksa termasuk dengan jabatan struktural. Budaya Korupsi Di Indonesia, korupsi sudah menjadi lingkaran. Korupsi menjelma menjadi mata rantai yang memutar. Dimana kita akan mulai memotongnya? Sebagai bambaran kenyataan mengenai kesejahteraan dan keberadaan PNS memunculkan pertanyaan yang perlu direnungkan yaitu: seberapa jauh peluang korupsi, bahkan KKN, terjadi dalam lingkungan para PNS tersebut? Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut di atas perlu dilihat kilas balik upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan koruspsi. Di kalangan PNS, Kita umpamakan bahwa akar persoalan korupsi di birokrasi kita adalah karena gaji atau kesejahteraan pegawai yang kurang. Tokohtokoh agama mengatakan, mereka melakukan korupsi karena tidak kuat iman, etikanya rendah dan sebagainya. Demikian pula ahli-ahli sosial. Tapi hal itu susah dibuktikan. Sebab korupsi tidak tunggal. Mana yang paling menetukan, kita bisa berdebat. Pada satu kelompok atau satu orang, meskipun gajinya kecil, dia sanggup bertahan untuk tidak korupsi. Tapi di kelompok lain, kondisinya pun lain untuk tetap melakukan korupsi. Artinya, sepanjang kesejahteraan itu belum mencapai standar yang layak, korupsi akan menjadi faktor utama yang memicu orang untuk korupsi. Karena, ternyata ada tempat-tempat di mana gaji orang begitu minim, sehingga dia tidak punya jalan lain untuk dapat eksis dan survive unrtuk menghidupi dia dan keluarganya tanpa sedikit banyak melakukan korupsi. Apakah dalam bentuk waktu, uang atau pengadaan barang.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
19
Fokus Utama Memotong waktu kerja untuk mencari objekan atau menggunakan telepon kantor untuk obyekan (menyalahgunakan fasilitas untuk kepentingan pribadi) dengan harapan tidak mengganggu asset sendiri. Pada saat ini pegawai di jajaran Departemen Agama mendapat insentif sebesar Rp. 30.000,- setiap bulan, sementara pada departemen lain seperti di Departemen Keuangan ada tunjangan khusus yang berlipat-lipat dari gaji. Departemen Pekerjaan Umum ada insentif berupa tunjangan konpensasi karya, di lingkungan Pemda DKI ada juga insentif yang lebih dari Gaji dan tunjangan, begitu juga di Pemkot Depok dan beberapa instansi lain yang besarnya juga cukup untuk mendongkrak kekurangan kebutuhan. Namun, semua pemberian kesejahteraann itu menurut yang menerima tidak sebanding dengan tingkat kebutuhannya terutama di lingkungan kota metropolitan. Usaha meningkatkan kesejahteraan pegawai juga telah dilakukan sejak awal tahun 2006 dengan memberikan tunjangan umum bagi PNS yang tidak menerima tunjangan jabatan struktural atau fungsional, tunjangan gajiu ke 13 dan uang makan, namun usaha tersebut belum dapat menjawab sebagaimana yang diharapkan dalam menghilangkan budaya korupsi dan peningkatan good governance. Dari nilai gaji yang sedemikian, dalam jangka waktu tertentu dapat menurunkan semangat, etos kerja dan disiplin kerja terhadap pegawai yang produktif dan rajin. Budaya dan pola pikir memanfaatkan setiap kesempatan untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, asal dilaksanakan dengan hati-hati, tidak terlalu besar dan mencolok, serta dapat dipertanggungjawabkan bersama kepada pengawas hampir sudah menjadi hal birokratisasi biasa saat ini.
khalayak mentahbiskan gaji sebagai penunjang presatasi kerjanya. Penggajian belum tegas menimbang aspek tingkat pendidikan, prestasi, produktifitas dan kedisiplinan yang dituntut organisasi. Pada tingkat struktural yang sama, pegawai dengan produktifitas tinggi dan rajin dengan PNS yang malas dan tidak produktif dipastikan akan mendapat gaji sama jika masa golongan, masa kerja dan ruang pangkat yang sama. Untuk mensikapi kondisi itu, memberantas korupsi bisa dimulai dengan menaikkan gaji atau meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai dengan mengukur tingkat kesulitan dan beban kerja dan investasi jangka panjang dalam bentuk pendidikan moral sejak dini. Kesejahteraan, pendidikan, agama, peraturan perlu direvitalisasikan, disamping keteladanan pemimpin dan peran aktif masyarakat, serta adanya kesadaran kolektif. Kebijakan menaikkan gaji memang merupakan suatu hal yang perlu, tetapi tidak cukup itu saja. Pokok permasalahan adalah peningkatan integritas dan intelektualitas. Bila kedua sikap ini bisa ditumbuhkembangkan dalam lingkungan kehidupan PNS, sedikit demi sedikit praktek penyalahgunaan wewenang dan jabatan bisa dikurangi. Oleh karenanya justru sistim penerimaan pegawai perlu lebih awal diperbaiki. Karena proses ini merupakan entri piont bagi karir seorang PNS selama menjabat. Tidak hanya semata-mata dengan sistem seleksi terpusat atau menggunakan teknologi mutakhir saja, tetapi harus dicari suatu cara yang dapat menjaring calon PNS yang bersifat loyal memiliki moralitas dan integritas serta intelektualitas yang mampu mengembangkan kreatifitas. Kalau begitu memang bukan pekerjaan mudah untuk memperoleh PNS yang bersi, efisien dan produktif untuk terwujudnya pelaksanaan good governance.
Solusi Sistem gaji pegawai negeri sipil seringkali diperdebatkan karena saat ini
(*Penulis adalah Auditor Ahli Madya pada Inspektur Wilayah V Itjen Dep. Agama)
20 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini KELAZIMAN DAN DIZOLIMI Oleh Drs. Gede Eka Suryatmaja* Kasus dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (selanjutnya disebut Dana DKP) yang menyeret mantan menterinya (RD) sebagai tersangka kasus korupsi telah menimbulkan pro dan kontra. Yang pro memandang bahwa keberadaan dana non budgeter pada suatu departemen atau lembaga pemerintah non departemen (LPND) merupakan sesuatu yang lazim. Dengan demikian tidak perlu dipersoalkan apalagi sampai dituntut di depan pengadilan. Yang kontra berpendapat bahwa penyimpangan keuangan negara yang menguntungkan diri sendiri maupun orang lain nyata-nyata sebagai tindak pidana korupsi. Oleh karena hal tersebut merupakan sesuatu yang lazim, RD memandang bahwa dirinya merasa dizolimi yang menjadi korban tebang pilih. Masalahnya mungkin bukan soal tebang pilih, tetapi lebih pada tidak cukup bukti yang diperoleh penyidik dalam kasus yang lain. Tanpa dua alat bukti yang sah tentu tidak beralasan menjadikan seseorang sebagai tersangka. Air Mengalir Dalam suatu tanya-jawab dengan tajuk “Sudut Pandang” yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta beberapa hari yang lalu, mantan menteri tersebut antara lain menyatakan bahwa tidak mengetahui bahwa dana tersebut sebagai dana non budgeter karena beliau sibuk bekerja dan bekerja. Juga dinyatakan dalam jawabannya bahwa dana tersebut bak air mengalir begitu saja tanpa diperintahkan pembentukannya karena sudah lazim berlangsung di departemen tersebut. Mantan menteri
sebelumnya yang disebut-sebut juga (telah) melakukan hal yang sama dengan tegas membantah dan menyatakan bahwa hal tersebut tidak terjadi pada periode kepemimpinannya. Siapa yang kemudian divonis benar dan siapa yang salah akan kita ikuti perkembangannya dalam sidang kasus korupsi Dana DKP tersebut. Demikian pula siapa-siapa saja yang nantinya diajukan sebagai saksi-saksi. Apakah Dana DKP yang konon mengalir ke mana-mana tersebut kemudian akan menyeret tokohtokoh nasional yang disebut-sebut oleh RD juga akan menjadi tersangka? Lepas dari bagaimana perkembangan kasus tersebut, yang tidak lazim RD sebagai menteri ketika itu mengaku baru mengetahui bahwa Dana DKP tersebut sebagai dana non budgeter ketika diperiksa oleh penyidik. Dengan dalih tersebut RD tidak menghentikan “pembentukan” dana non budgeter tersebut mengingat sebagian besar digunakan untuk kesejahteraan nelayan yang dikira dengan anggaran yang sah. Yang mengalir ke pejabat politik, ekskutif, dan legislatif konon hanya sebagian kecil saja dari total dana tersebut. Sulit untuk bisa dipahami seorang menteri tidak menanyakan sumber anggaran kegiatannya; apakah tersedia dalam DIPA atau tidak? Jika memang belum tersedia anggarannya tentu harus diusulkan kegiatan tersebut dalam anggaran biaya tambahan (ABT) atau dalam APBN tahun benikutnya. Suatu kegiatan tidak bisa dilaksanakan serta merta tanpa proses penganggaran terlebih dahulu. Lain halnya jika uang tersebut dikeluarkan dari saku
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
21
Opini menterinya. Negara kita ini negara hukum bung! Dalam hal ini tampaknya mantan menteri tersebut mengesampingkan aspek hukum keuangan negara dengan sudut pandangnya sendiri dalam memimpin departemen hanya karena merasa sebagai anak nelayan sejati yang jujur dan konon adalah doktor pertama di Indonesia dalam bidang pemberdayaan nelayan. Kejujurannya pula dalam mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran Dana DKP tersebut
tahu, tetapi prinsip dasarnya harus (mau) tahu segera setelah dilantik Presiden. Kurang dan Lebih Pernyataan bahwa semua departemen dan LPND memiliki dana non budgeter tidak seluruhnya benar. Disebut demikian karena tidak tersediannya anggaran untuk suatu kegiatan bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan yang tidak menyimpang dari ketentuan perundangundangan. Pertama, memakai anggaran yang lain atas persetujuan pejabat yang
menjadikan beliau terperangkap sebagai tersangka korupsi dana non budgeter. Keuangan negara bukanlah air mengalir. Ketentuan keuangan negara diatur dengan jelas dalam UU (termasuk UU tentang APBN), Peraturan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan sejak perencanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam hal ini tidak Iayak seorang menteri tidak tahu aturan main tersebut. Detailnya mungkin benar tidak
berwenang untuk itu. Kedua, mengusulkan dalam ABT. Ketiga, menunda kegiatan tersebut dan mengusulkan anggarannya dalam APBN tahun berikutnya. Keempat, mengundang investor untuk investasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagaimana dengan kegiatan yang mendadak? Argumentasi mendadak tersebut yang sering dijadikan alasan pembenaran pembentukan dana non budgeter. Kegiatan yang mendadak jelas tidak tersedia anggarannya, padahal APBN kini sudah
22 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini harus berbasis kinerja yang sudah jelas program dan kegiatannya. Sudah harus jelas pula output dan outcome-nya. Walau departemen tersebut relatif baru juga tidak bisa berdalih belum punya pengalaman. Berbicara tentang seputar keuangan negara, tempat konsultasi dan solusinya jelas ke Departemen Keuangan. Sepanjang mendapat lampu hijau secara tertulis pasti OK punya. Yang unik dari dana DKP ini pada awalnya karena alasan kekurangan anggaran tetapi pada akhirnya berlebih dan mengalir sampai jauh ke masa pilpres/ wapres tahun 2004. Dan kenyataan tersebut penyebab utamanya bukan karena memang lazim memupuk dana non budgeter tetapi Iebih karena lazim memberi dan menerima sesuatu. Jika sudah tercukupi uangnya untuk kegiatan yang diklaim mendadak tersebut semestinya pemupukan dana non budgeter Iangsung dihentikan dan tidak ada dana berlebih yang disumbangkan ke sana-sini dengan dalih apapun juga. Artinya jumlah kerugian keuangan negaranya akan lebih kecil dan tidak sampai milyaran rupiah karena kegiatan mendadak hanya sekali tempo saja. Kegiatan yang sama di tempat berbeda atau berulang-ulang dengan mengubah judul kegiatan juga tidak bisa dinyatakan sebagai kegiatan yang mendadak. Pandai saja ternyata tidak cukup, kita harus pandai-pandai. Konon itu pula bedanya sekolah dan kehidupan di dunia. Di sekolah kita mendapat pelajaran kemudi-an diuji, dalam kehidupan kita diuji baru kemudian mendapat pelajaran. Lulus sekolah bukan berarti lulus dalam kehidupan, demikian pula sebaliknya. Guru besar kita tersandung oleh pembukuannya
yang transparan sekali. Walau bukan yang pertama dan juga bukan yang terakhir, kasus Dana DKP ini diharapkan menjadi awal reformasi birokrasi dan pintu masuk pemberantasan korupsi yang sejenis. Hentikan keberadaan dana non budgeter di manapun juga dan hentikan budaya memberi (dan menerima) sesuatu atas beban uang negara, kecuali dibiayai dan uang pribadi. Menurut UU, gratifikasi yang tidak dilaporkan termasuk delik korupsi. Sepandai-pandai tupai melompat sekali waktu jatuh juga. Pelajaran ini juga amat berharga bagi pejabat publik dari kalangan akademisi untuk Iebih hati-hati dalam mengemban amanat rakyat. Semoga. * (Penulis adalah Auditor AhIi Madya pada Inspektorat BPKP) 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123
QUOTATION
“Semulia-mulia manusia ialah siapa yang mempunyai adab, merendahkan diri ketika berkedudukan tinggi, memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap adil ketika kuat”. (Khalifah Abdul Malik bin Marwan) “Tak seorang pun sempurna. Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak. Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar meskipun terbukti salah” (Anonim)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
23
Opini Pengawasan dan Pemeriksaan Terhadap Pengadaan Barang/Jasa Oleh Betty Setyawati Pengawasan dan pemeriksaan (audit) merupakan hal yang selalu berkaitan dan bergandengan, atau dapat dikatakan bahwa pemeriksaan dan pengawasan bagaikan dua sisi mata uang, yaitu bahwa peng-awasan dapat dilakukan melalui suatu pemeriksaan dan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan. Pengawasan dalam pengadaan barang/jasa wajib dilakukan instansi pemerintah sebagai upaya mewujudkan keadilan, transparansi dan pertanggungjawaban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance). Pengawasan sebagai salah satu fungsi menajemen diartikan sebagai suatu kegiatan pengamatan dan penilaian secara berkesinambungan terhadap suatu obyek kegiatan dengan menggunakan metode, alat dan aturan tertentu untuk menjamin kesesuaian pelaksanaannya dengan rencana dan kebijakan yang telah ditetapkan. Sedangkan pemeriksaan yang berasal dan kata auditing adalah suatu proses pengumpulan dan evaluasi mengenai bukti atas informasi/data dan satuan usaha dalam rangka meyakinkan tingkat kesesuaian informasi yang disajikan dengan kriteria yang ditentukan, serta melaporkan hasil kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Beberapa istilah pengawasan yang biasanya kita dengar, antara lain pengawasan preventif, pengawasan represif, pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat. Pengawasan pengadaan barang/ jasa adalah pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan maksud agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana, prinsip dasar
pengadaan, prosedur dan aturan yang berlaku. Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, dan kegagalan, serta agar pengadaan dilaksanakan secara efisien, efektif, hemat dan tertib. Pengawasan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah merupakan tanggungjawab setiap pimpinan dalam instansi Pemerintah yang terkait dengan pengadaan. Maksud pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana diatur dengan ketentuan dalam Keppres 80 Tahun 2003, adalah: meningkatkan kinerja aparatur pemerintah, serta mewujudkan aparatur yang profesional, bersih, dan bertanggungjawab; memberantas penyalahgunaan wewenang dan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; dan menegakkan peraturan yang berlaku dan mengamankan keuangan negara. Unsur-unsur yang mempengaruhi keefektifan pengawasan yang akan dilakukan, antara lain: kebijakan dan prosedur yang ditetapkan untuk mengarahkan pelaksanaan kegiatannya sebagai unsur pengawasan preventif dan represif; cara/metode pengawasan yang digunakan dapat berupa pengawasan langsung, pengawasan melekat, pengawasan fungsional; alat pengawasan berupa sistem pengendalian manajemen, pencatatan & pelaporan, dokumen perencanaan; dan bentuk pengawasan yaitu pengawasan intern dan pengawasan ekstern; pelaku pengawasan antara lain pimpinan suatu organisasi, Itjen, masyarakat, legislatif, dll. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 47 dan 48 Keppres No. 80 Tahun 2003, bahwa Instansi Pemerintah bertanggung-jawab atas pengendalian pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
24 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini Dengan demikian wajib melakukan pengawasan terhadap pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa di lingkungan masing-masing, baik pengguna barang/jasa, maupun panitia/ pejabat pengadaan. Untuk dapat melakukan fungsi dimaksud, pimpinan instansi pemerintah berhak melakukan pemeriksaan melalui aparat pengawasan fungsional pada instansi tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam fungsi pengawasan, adalah: 1. Pimpinan instansi yang bersangkutan, pengawasan yang dilaksanakan bersifat pengawasan preventif dan represif, dengan cara: - menetapkan kebijakan dan juknis pelaksanaan pengadaan barang/ jasa, - menciptakan sistem pengendalian manajemen dalam rangka pengadaan barang/jasa, - menciptakan sistem pemantauan terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa, - mewajibkan kepada pengguna barang/jasa dan panitia/pejabat pengadaan untuk mendokumentasikan setiap proses pengadaan barang/jasa, serta menyimpannya sebagai alat pertanggungjawaban. 2. Pengguna barang/jasa melakukan pengawasan dengan cara: - membuat struktur organisasi yang memisahkan fungsi fungsi otorisasi, pelaksanaan dan pengendalian, dengan uraian tugas yang jelas (bila belum ada); - menyusun rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, serta sasaran yang harus dicapai; - menyusun prosedur pelaksanaan kegiatan secara tertulis agar bisa
dimengerti dan dilaksanakan, terutama yang terkait dengan pengadaan barang /jasa; - melaksanakan pencatatan dan pelaporan atas hasil kegiatan pengadaan barang/jasa; - menyimpan dan memelihara catatan, laporan serta dokumen lain yang berhubungan dengan pengadaan barang/jasa; - melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan pekerjaan yang sudah dan sedang dilaksanakan penyedia barang/jasa, bila diperlukan dapat memerintahkan pihak ketiga untuk melakukannya, seperti kantor konsukan, kantor akuntan atau BPKP. 3. Unit pengawasan intern dalam hal ini Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah suatu unit yang berada dalam suatu instansi dan independen terhadap unit lain, serta bertanggung jawab langsung terhadap pimpinan instansinya. Unit pengawasan intern merupakan “mata dan telinga” pimpinan, karena ia harus selalu awas terhadap pelaksanaan kegiatan yang menyimpang dan selalu mendengar ‘nada miring’ yang dikategorikan sebagai penyimpangan, kemudian mengujinya, serta melaporkan hasilnya langsung kepada pimpinan agar dapat diperbaiki. Unit pengawasan intern melakukan pengawasan dengan cara: - melakukan pengawasan langsung terhadap kegiatan/proyek yang dilaksanakan, - melakukan pemeriksaan terhadap proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai tupoksinya, - menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang terkait dengan permasalahan/ penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa,
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
25
Opini -
menyampaikan laporan berkala/ insidentil kepada pimpinan instansi yang bersangkutan dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
4. Masyarakat dapat menyampaikan informasi (pengaduan) mengenai proses/ pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai ketentuan, berupa: - adanya panitia/pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya. - adanya pelaksanaan pelelangan yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa. - terjadi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di antara peserta lelang dan/atau dengan panitia pejabat pengadaan. - adanya rekayasa pihak tertentu yang mengakibatkan pelelangan menjadi tidak adil/tidak sehat/tidak transparan. Pengawasan masyarakat berfungsi sebagai barometer untuk mengukur dan mengetahui kepercayaan publik terhadap kinerja aparatur pemerintah khususnya dalam pengadaan barang/jasa; memberikan koreksi secara mendasar atas kecenderungan sikap cara berfikir dan perilaku pejabat birokrasi yang menyimpang dalam pengadaan barang/jasa; serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat sekaligus mendinamisasi fungsi-fungsi perumusan kebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, laporan pertanggung jawaban dan pengawasan internal maupun fungsional (sebagai second opinion) dalam pengadaan barang/jasa. Pengaduan masyarakat harus ditindaklanjuti dengan baik oleh Unit
Pengawasan Intern, pengguna barang/jasa, maupun oleh pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan, bahkan aparat hukum terkait, bila ternyata ada indikasi pidana/ perdata yang berkiblat pada kerugian negara. Oleh karena itu, tindak lanjut pengaduan masyarakat harus dimanfaatkan untuk menegakkan hukum dan keadilan secara tertib dan proporsional bagi semua pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa; membangun citra aparat pemerintah yang bersih, profesional, dan bertanggungjawab; menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam kontrol sosial terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa; membangun sensitifitas fungsi-fungsi manajerial para pejabat pemerintah dalam pengadaan barang/jasa; memperbaiki kelemahankelemahan dalam pengorganisasian, metode kerja, dan ketatalaksanaan dalam pengadaan barang/jasa dan pelayanan masyarakat; menggiatkan dan mendinamisasi pelaksanaan aparat pengawasan fungsional. Sebagai upaya represif dalam rangka pengawasan, maka dalam Keppres No. 80 tahun 2003, diatur sanksi atas kesalahan/penyimpangan yang dilakukan dalam proses pengadaan barang/jasa, baik oleh panitia/ pejabat pengadaan, pengguna barang/jasa, bahkan penyedia barang/jasa. Sanksi yang dikenakan sesuai ketentuan dimaksud dapat berupa: sanksi administrasi, dituntut ganti rugi (TGR)/ digugat secara perdata, dan dilaporkan untuk diproses secara pidana. Pengenaan sanksi harus dilaporkan kepada pimpinan instansi pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, serta disarnpaikan kepada pihak/ pejabat yang berwenang mengenakan sanksi di luar instansi tersebut. Pihak yang mengenakan sanksi di luar instansi pemerintah antara lain pihak yang menerbitkan Surat Ijin Usaha (dagang, konstruksi), Ikatan Akuntan Indonesia (jasa
26 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini akuntan publik), dll. 1. Sanksi bagi panitia/pejabat pengadaan dan pengguna barang dan jasa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, yaitu a) apabila terbukti melakukan kecurangan dalam pengumuman lelang akan dikenakan sanksi administrasi, bila ternyata ada kerugian negara dapat dikenakan TGR, dan bila kerugian negara tersebut disebabkan adanya praktek KKN dapat diproses pidana b) apabila terbukti melakukan penetapan pemenang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan/ atau yang diatur dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa dan/atau merupakan suatu rekayasa, maka sanksi yang dikenakan adalah melakukan evaluasi ulang, jika penyimpa-ngan tersebut semata kelalaian manusiawi. Namun apabila penetapannya ada indikasi KKN, maka dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dan harus dibentuk lagi panitia/pejabat pengadaan baru. 2. Sanksi administrasi bagi penyedia barang dan jasa dari pembatalan sebagai pemenang sebelum kontrak ditandatangani; pemutusan kontrak (kontrak sudah ditandatangani dan/atau pelaksanaan pengadaan sedang berjalan); dimasukkan dalam daftar hitam, sesuai bidang usahanya, sehingga tidak dapat ikut pada proses pengadaan barang/ jasa selama kurun waktu tertentu.
Beberapa tindakan yang dilakukan penyedia barang/jasa dalam proses pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Keppres ini antara lain: a. Mempengaruhi panitia/pejabat pengadaan yang berwenang, dalam bentuk dan cara apapun baik secara langsung maupun yang tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan/ atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa sehingga rnengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan sehat atau merugikan pihak lain. Tindakan tersebut dikenakan sanksi yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sesuai Pasal 22 UU tersebut, penyedia barang/ jasa yang melakukan persekongkolan sebagaimana dimaksud di atas dikenakan hukuman minimal Rp 5 Milyar - Rp 25 Milyar, atau pidana kurungan pengganti selamalamanya 5 (lima) bulan. c. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
27
Opini yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/ jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan. Perbuatan atau tindakan ini dikenakan sanksi masuk dalam daftar hitam sehingga tidak boleh ikut pengadaan barang/ jasa selama 2 (dua) tahun. d. Mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan. e. Tidak bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak f. Perusahaan non usaha kecil termasuk non koperasi kecil yang merupakan tindak pidana kejahatan, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UndangUndang No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, khususnya pasal 34, 35 dan 36, yaitu: Siapapun yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum mengaku atau memakai nama usaha kecil, sehingga memperoleh fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa atau pemborongan pekerjaan pemerintah yang diperuntukkan/ dicadangkan bagi usaha kecil yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian bagi usaha kecil diancam pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 milyar; Bila yang melakukan perbuatan tersebut adalah suatu badan usaha, dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara/pencabutan tetap izin
usaha oleh instansi yang berwenang. 2. Sanksi bagi pihak lain yang telibat dalam pengadaan barang dan jasa, yaitu Konsultan Perencana dalam pekerjaan konstruksi/konsultansi yang lalai dalam pekerjaannya sehingga penyelesaian pekerjaan terlambat, dikenakan sanksi untuk menyusun kembali rencana penyelesaian pekerjaan dengan biaya sendiri dan/ atau dikenakan tuntutan ganti rugi. Sebagaimana telah didefinisikan sebelumnya, bahwa pemeriksaan atau yang lebih dikenal dengan auditing adalah pengumpulan bukti bahwa pelaksanaan kegiatan, khususnya pengadaan barang/ jasa telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria dimaksud adalah peraturan yang diberlakukan untuk kegiatan tersebut, berupa Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah, serta petunjuk/prosedur lain yang ditetapkan yang merupakan turunan dan peraturan perundang-undangan. Audit pengadaan barang/jasa dilakukan oleh 1) Pengguna barang/jasa, dalam hal meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam kontrak, yaitu sesuai dengan kebutuhan pengguna barang/jasa; 2) Aparat pengawasan intern instansi, dalam hal meyakinkan apakah proses pengadaan barang/jasa telah sesuai perencanaan pengadaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan selaku aparat pengawasan intern pemerintah (pusat), dalam hal penilaian kinerja pelaksanaan anggaran pemerintah (pusat) secara menyeluruh. Pelaksanaan audit, bisa dilakukan pada saat proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan/atau pada saat telah selesainya pekerjaan pengadaan barang/
28 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini jasa tersebut. Beberapa istilah audit yang banyak dikenal antara lain: 1. Audit Keuangan: audit untuk penyajian laporan keuangan sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, dengan tujuan pemberian “Pendapat/Opini” yang telah dibakukan. Audit ini biasa dilakukan pada perusahaan komersial, termasuk BUMN/BUMD, dan biasanya dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik, atau Badan lain yang ditunjuk, seperti BPKP 2. Audit Operasional: audit atas suatu kegiatan/operasional/aktivitas/program yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan kegiatan/ operasional/aktivitas/program yang diaudit telah dilaksanakan secara ekonomis, efisien, dan efektif sesuai dengan tujuan yang direncanakan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Audit Ketaatan: audit yang bertujuan untuk meyakinkan apakah pihak yang diaudit (auditan) telah mengikuti kebijakan/aturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya audit terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya 4. Audit Investigasi: audit yang dilakukan terhadap hal/kegiatan/aktivitas adanya
indikasi tindakan melawan hukum (tindak pidana korupsi/tuntutan perdata) yang menyebabkan kerugian (negara atau pihak lain). Audit pengadaan barang/jasa secara prinsip termasuk dalam jenis audit ketaatan. Namun demikian sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, audit operasional dapat dilakukan terhadap pengadaan barang/jasa untuk menunjang kegiatan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang dibantu dengan aparat pengawasan internnya. Audit operasional untuk pengadaan barang jasa dilakukan terhadap seluruh aspek, yaitu sejak dari perencanaan pengadaan barang/jasa, pemilihan penyedia barang/jasa sampai penetapan pemenang, penyusunan & penandatangan kontrak, pelaksanaan kontrak hingga penyelesaian kontrak, dan serah terima pekerjaan, hingga masa pemeliharaan. Dalam hal terjadi pelaksanaan/ proses pengadaan barang/jasa berindikasi KKN yang merupakan tindakan pidana, maka audit pengadaan barang/jasa dapat diarahkan kepada audit investigasi.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
29
Opini PELAYANAN PUBLIK PADA INSTANSI PEMERINTAH Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan kajian tentang konsep Pelayanan Publik pada Instansi Pemerintah. Kajian dilakukan melalui studi literatur dan berbagai laporan yang dipublikasikan. Juga dilakukan benchmark penyelenggaraan pelayanan publik pada tiga kabupaten yaitu Sragen (Jawa Tengah), Tabanan (Bali), dan Solok (Sumatera Barat). Konsep ini diharapkan memberikan suatu pemahaman dan peningkatan kepedulian aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Paradigma baru pelayanan publik saat ini telah berorientasi kepada pengguna layanan, yaitu warganegara atau masyarakat yang dilayani. Standar pelayanan disusun dan ditetapkan dengan mengakomodasi keperluan dan harapan pengguna layanan, sehingga ukuran keberhasilan pelayanan ditentukan juga oleh kepuasan pengguna layanan. Standar pelayanan, disebut sebagai citizen’s charter, merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan pengguna layanan. Karena itu harus dipublikasikan secara luas agar pengguna layanan mengetahui informasi yang terkait dengan pelayanan yang diperlukan. Penyelenggara layanan perlu membuat kode etik dengan cara menetapkan nilai yang dianut oleh instansi sebagai budaya instansi untuk selanjutnya dibuat sebagai aturan yang mengikat bagi seluruh penyelenggara pelayanan dalam berperilaku. Keberadaan citizen’s charter dan kode etik instansi diharapkan pemberian pelayanan dapat memuaskan sesuai dengan keperluan dan harapan pengguna
layanan. Itjen Depag pada tahun 1990-an pernah membuat kisi-kisi yang terkait dengan pemeriksaan terhadap obyek pemeriksaan (obrik). Karena jumlah obrik di lingkungan Depag sangat banyak (>8.000) dan keterbatasan dana, hanya unit utama di provinsi saja yang diberi, yaitu Kanwil Depag, IAIN, dan Pengadilan Tinggi Agama Negeri waktu itu. Dengan kisi-kisi tersebut, diharapkan masing-masing unit utama disamping tahu apa yang akan ditanyakan dan diperiksa oleh auditor ketika berlangsung audit, juga dapat menyebarluaskan informasi dimaksud kepada unit pada jajarannya. Hal ini menjadi fair, obrik tidak merasa selalu dipojokkan karena sudah diberitahu hal-hal yang akan ditanyakan dan diaudit. Hal yang masih perlu disosialisasikan baik kepada para auditor dan obrik adalah tentang temuan hasil audit, karena setiap obrik perlu mengetahui hakhaknya dan konfirmasi terhadap temuan yang harus ditindaklanjuti. Jika hal ini berjalan lancar, insyaallah semua pihak, terutama obrik akan merasa puas dengan hasil audit.(Red.AKH.)
30 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini KORUPSI VS GRATIFIKASI Korupsi mulai berkembang di Barat pada permulaan abad ke-19, bermula dari adanya revolusi Perancis, Inggris, dan Amerika. Pada saat itu adanya pemisahan antara keuangan umum dan keuangan pribadi mulai diterapkan. Penyalahgunaan wewenang/jabatan untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai korupsi. Secara Etimologi korupsi berasal dari kata latin corruptio atau corruptus. Dari bahasa latin inilah diadopsi kedalam bahasa Eropa, seperti Inggris, Perancis, Belanda. Dari bahasa Belanda Corruptie turun dalam bahasa Indonesia menjadi korupsi. Dalam Pasal 2 UU Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dapat ditarik pemahaman bahwa Korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. Indonesia dimana sebagian besar penduduknya adalah Muslim, sangatlah ironis dengan keadaan tingkat korupsi yang ada saat ini. Menurut laporan Transparancy International, tahun 2000 disebutkan bahwa dari 90 negara, Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara yang paling korup di dunia. Hal yang sama diungkapkan juga dalam laporan corrupstion’s perception index (CPI tahun 1998) bahwa sejumlah negara demokratis di Asia yang tercatat sebagai negara yang tingkat korupsinya tinggi adalah Indonesia. Dalam laporan tersebut posisi Indonesia menempati urutan 80, kemudian diikuti Philipina (urutan 57), Thailand (64) dan India (68). Sebaliknya negara yang tergolong demokrasinya rendah justru tingkat korupsinya juga rendah, seperti
Singapura (urutan 7), Malaysia (29) dan China (52). Hanya ada satu negara yang termasuk indeks demokrasinya tinggi yaitu Jepang (urutan 25) dengan tingkat korupsi yang rendah. Begitu juga dengan laporan Corruption Perceptions Index, periode tahun 2002 dan 2004 disebutkan bahwa dari 102 negara dengan deretan skor dari 10 (tingkat terbersih) hingga ke deretan nol (tingkat korupsi tertinggi), Indonesia menempati deretan ke-7, dengan skor 1.9, setelah Bangladesh, 1.2: Nigeria, 1.6; Paraguai, 1,7; Madagaskar, 1,7; Anggola, 1,7 dan Kenya. A,9 Negara yang terbersih Finlandia, peringkat pertama, 9,7; New Zealand, 9,6; Denmark, 9,5; Iceland, 9,5; Singapura, 9,3; Sweden, 9,2; dan Switzerland, 9,1. Di negara-negara Asia laporan Corruption Perceptions Index periode tahun 2004 Indonesia menempati posisi kedua terburuk tingkat korupsinya, setelah Myanmar; dan Singapura yang terbaik. Dari gambaran diatas kita patut prihatin dengan keadaan ini. Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah mengambil berbagai langkah diantaranya dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan masih banyak lagi usaha-usaha beliau untuk mewujudkan good governance dan clean governmnet. Berbicara masalah korupsi sangat erat kaitannya dengan istilah yang sedang marak saat ini, yaitu gratifikasi. Berdasarkan penjelasan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU nomor.20 tahun 2001, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalan dinas, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
31
Opini pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Ketika membahas gratifikasi, hal ini tentu terkait erat dengan aparat pemerintah (pegawai negeri sipil), dimana sebagai aparat pelayan masyarakat belum menjadi seperti yang masyarakat harapkan. Kenyataannya fasilitas pelayanan publik di negara kita masih sangat mem-prihatinkan. Bahkan kadang-kadang jangan harap kita akan mudah mendapat pelayanan terbaik apabila kita tidak menggunakan uang pelicin atau uang jasa. Gratifikasi berbeda dengan suap, dalam kamus hukum yang dimaksud dengan suap adalah uang sogok yang diberikan berhubungan dengan jabatan atau karena kewenangan tertentu. Seperti telah diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001 bahwa suap merupakan tindak pidana. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih rinci lagi menjelaskan bahwa Gratifikasi kepada pegawai negeri/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan/kedudukannya dianggap sebagai suap. Pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bu-kan suap dilakukan: a). Oleh penerima gratifikasi, bila nilai kasus Rp. 10 juta atau lebih atau, b) oleh penuntut umum, bila nilai kasus dibawah Rp.10 juta, Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantas Korupsi, selambatnya 30 hari sejak menerima gratifikasi tersebut. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah mewabah dalam semua sektor kehidupan. Dari jajak pendapat tentang korupsi dengan tema “Menunggu Vonis, Bukan Janji Berantas Korupsi” yang dilakukan oleh Kompas, beberapa saat yang lalu diperoleh data bahwa dari 60 persen
responden menganggap wajar jika memberi uang lebih sebagai tanda terima kasih kepada aparat birokrasi yang membantunya dalam menyelesaikan satu urusan. Memang, 38 persen responden lain menganggap memberi uang lebih kepada aparat merupakan tindakan di luar batas kewajaran karena, bagaimanapun, sudah menjadi kewajiban aparat birokrasi untuk menyelesaikan tugasnya. Hal ini mencerminkan gratifikasi akan bisa menjadi suap bila berhubungan dengan jabatan atau kedudukan yang pada akhirnya tentu akan berlanjut dalam tindak pidana korupsi. Masih menurut jajak pendapat kompas bahwa pengakuan separuh responden yang menyatakan pernah memberikan uang atau barang sebagai ungkapan tanda terima kasih kepada aparat menunjukkan bahwa praktikpraktik yang menjurus ke arah KKN bukan hal yang tabu. Kondisi semacam ini tercermin ketika munculnya pro dan kontra terhadap larangan pengiriman parsel Lebaran oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kebiasaan mengirim parcel lebaran sebagai ungkapan terima kasih, misalnya, menunjukkan bahwa nilai-nilai yang menjurus ke KKN telah tumbuh subur di masyarakat. Sudah saatnya masyarakat Indonesia bangkit, ketika bangsa lain berlomba-lomba dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, berlomba-lomba mensejahterakan rakyatnya, kita masih sibuk dengan diri kita sendiri, dan yang paling parah adalah kita sibuk mencari-cari kesalahan orang lain. Mari kita buktikan kepada masyarakat dan bangsa ini bahwa Pegawai Negeri Sipil tidak seperti yang mereka pikirkan, Dimulai dari kita sadar akan tugas dan tanggungjawab sebagai pelayan masyarakat dengan memberikan yang terbaik dan tidak mengharap gratifikasi yang bisa berindikasikan kearah suap, tentunya kita akan menjadi lebih baik. (red.MH)
32 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini PEMBERLAKUAN PERJALANAN DINAS DENGAN BIAYA AT COST
Menteri Keuangan pada April dan Juni 2007 mengeluarkan peraturan Nomor 45 dan 62/PMK.05/2007 dan diikuti dengan Peraturan Dirjen Nomor PER-34 dan 37/PB/2007 tentang pengaturan perjalanan dinas bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
Perjalanan dinas dalam peraturan tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu perjalanan luar negeri dan perjalanan dinas dalam negeri. Untuk perjalanan dinas dalam negeri, dikategorikan menjadi dua yaitu perjalanan dinas jabatan dan perjalanan dinas pindah. Pengaturan untuk perjalanan dinas pindah masih memakai Peraturan Menteri Keuangan yang lama yaitu Nomor 7/PMK/2003. Perjalanan dinas jabatan adalah perjalanan dinas dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju dan kembali ke tempat kedudukan semula. Kriteria perjalanan dinas adalah perjalanan dinas ke luar tempat kedudukan yang jaraknya sekurang-kurangnya 5 (lima) kilometer dari batas kota, dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk kepentingan negara atas perintah pejabat yang berwenang. Termasuk perjalanan dinas adalah detasering, ujian dinas/jabatan, majelis/dokter penguji kesehatan, mendapatkan pengobatan, pendidikan dinas, dan menjemput atau mengantar jenazah ke kota tempat pemakaman. Prinsip dasar dari perjalanan dinas adalah fokus terhadap pekerjaan, yaitu pindah tempat kerja dengan fasilitas yang memadai. Dengan demikian, perjalanan dinas
bukan sarana untuk menambah penghasilan. Biaya at Cost Ide Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut dilatarbelakangi bahwa indeks biaya perjalanan dinas saat ini dirasakan tidak sesuai dengan perkembangan harga, sementara dana perjalanan dinas tergolong cukup besar sehingga diperlukan mekanisme tertentu untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaannya. Biaya at cost yang dimunculkan adalah untuk mengantisipasi kebutuhan riil biaya transpor dan biaya penginapan. Biaya transpor dibayarkan sesuai dengan biaya riil sebagaimana tanda bukti yang sah, seperti tiket pesawat dyang dilampiri dengan boarding pass dan airport tax. Tarif transportasi sesuai dengan harga pasar terkini berdasarkan bukti pengeluaran. Demikian pula biaya hotel atau penginapan dibayar sesuai biaya riil sebagaimana tanda bukti penerimaan dari hotel atau tempat penginapan. Tarif penginapan menggunakan referensi yang telah dimutakhirkan. Uang penginapan diberikan sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tingkat perjalanan dinas.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
33
Opini Sementara untuk uang harian yang terdiri dari uang makan, uang saku, dan tranportasi lokal, disesuaikan dengan jumlah hari yang digunakan, dan nominalnya tidak dibedakan karena perbedaan pangkat atau jabatan dan disusun secara lebih rasional. Uang harian diberikan berdasarkan daerah tujuan. Tingkat perjalanan dinas Penentuan biaya transpor dan biaya penginapan disesuaikan dengan tingkat kedudukan pegawai yang m e l a k u k a n perjalanan dinas, yang dikelompokkan menjadi 6 tingkat. Untuk pejabat negara seperti Ketua, Wakil Ketua, anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri dan setingkat Menteri adalah tingkat A; sedangkan pejabat negara lainnya dan pejabat eselon I adalah tingkat B. Pejabat eselon II dikategorikan sebagai
Transportasi dengan pesawat udara kelas bisnis diperkenankan bagi Ketua,Wakil Ketua, dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri, setingkat Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, dan pejabat lainnya yang setara serta pejabat eselon I; sedangkan pejabat negara lainnya menggunakan kelas ekonomi. Jika Ketua.Wakil Ketua dan Anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri, dan setingkat Menteri menggunakan kapal laut dapat menggunakan Kelas VIP atau Kelas I-A, dan jika menggunakan kereta
12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234 12345678901234567890123456789012123456789012345678901234
“Biaya at cost yang dimun-
culkan adalah untuk mengantisipasi kebutuhan riil biaya transpor dan biaya penginapan. Biaya transpor dibayarkan sesuai dengan biaya riil sebagaimana tanda bukti yang sah, seperti tiket pesawat yang dilampiri dengan boarding pass dan airport tax. Tarif transportasi sesuai dengan harga pasar terkini berdasarkan bukti pengeluaran”
tingkat C, pejabat eselon III atau golongan IB tingkat D, pejabat eselon IV atau golongan III tingkat E, dan pegawai negeri sipil golongan I dan II adalah tingkat F. Menurut pengelompokan ini, pejabat negara mempunyai kriteria sendiri, dan tidak disamakan dengan pegawai negeri sipil.
api atau bus dapat menggunakan kelas spesial atau e k s e k u t i f . Sedangkan bagi Gubernur dan pejabat negara lainnya serta pejabat eselon I dan II dapat menggunakan tiket Kelas I-B untuk kapal laut dan tiket Eksekutif untuk kereta api atau bus. Pejabat eselon III, IV, dan noneselon dapat menggunakan transportasi kapal laut kelas II-A.
Apabila meng-gunakan alat transportasi lainnya, dibayarkan sesuai dengan kenyataan. Termasuk biaya transpor adalah perjalanan dari tempat kedudukan ke terminal bis/stasiun/ bandara/pelabuhan keberangkatan sampai tempat tujuan pergi pulang; serta pengeluaran retribusi dalam rangka
34 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini keberangkatan/kepulangan di terminal bis/stasiun/bandara/pelabuhan. Fasilitas penginapan Hotel atau penginapan di daerah diatur dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Bintang Lima (suite) bagi Ketua, Wakil Ketua, Anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri, dan setingkat Menteri. 2. Bintang Empat (deluxe) bagi Gubernur, Wakil Gubernur, dan pejabat yang setara, pejabat negara lainnya, pejabat eselon I dan II. 3. Bintang Tiga (standar) bagi pejabat eselon III atau golongan IV. 4. Bintang Dua (standar) bagi pejabat eselon IV atau golongan III. 5. Bintang Satu (standar) bagi pegawai negeri sipil golongan I dan II. Jika di suatu provinsi tidak terdapat hotel Bintang Lima, maka kepada pejabat negara dimaksud dapat diberikan tarif kamar hotel tertinggi yang ada di provinsi tersebut. Mekanisme pembayaran Pembayaran biaya perjalanan dinas dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama yaitu dengan uang persediaan dalam bentuk uang muka yang diberikan kepada orang yang akan melaksanakan perjalanan dinas. Cara kedua adalah pembayaran langsung yaitu kepada pihak ketiga dengan kontrak untuk transpor pegawai dan biaya penginapan serta kepada pegawai yang bersangkutan untuk perjalanan yang telah selesai dilaksanakan. Bukti pengerluaran yang sah untuk biaya transpor adalah (a) tiket transportasi dari tempat kedudukan ke
terminal bis/stasiun.bandara/pelabuhan pergi pulang; (b) tiket transportasi dari terminal bis/stasiun/bandara/pelabuhan ke tempat tujuan pergi pulang; (c) tiket pesawat dilampiri boarding pass, airport tax, tiker kereta api, tiket kapal laut, dan tiket bus; dan (d) bukti pembayaran modus transportasi lainnya. Jika hal tersebut sulit dan tidak dapat diperoleh, maka pejabat/pegawai yang bersangkutan membuat daftar pengeluaran riil yang diperlukan untuk biaya transportasi tersebut yang disetujui Pejabat Pembuat Komitmen disertai pernyataan tanggung jawab sepenuhnya atas spengeluaran sebagai pengganti bukti pengerluaran dimaksud. Bukti pengeluaran yang sah untuk biaya penginapan adalah kuitansi atau bukti pembayaran lainnya yang dikeluarkan oleh hotel tempat menginap. Jika di tempat menginap lainnya tidak dapat mengeluarkan kwitansi, maka pejabat/pegawai yang bersangkutan membuat daftar pengeluaran riil disertai pernyataan tanggung jawab sepenuhnya atas pengeluaran sebagai pengganti bukti pengerluaran dimaksud yang disetujui Pejabat Pembuat Komitmen. Kesesuaian dan kewajaran atas biaya yang tercantum dalam daftar pengeluaran riil dinilai oleh Pejabat Pembuat Komitmen. Masa pemberlakuan PMK Nomor 45 dan 62/PMK.05/ 2007 sebagaimana diuraikan diatas diberlakukan mulai 1 Agustus 2007. Dengan harapan berbagai kelemahan pembiayaan perjalanan di masa lalu dapat ditanggulangi dan asas akuntabilitas tetap dapat dipertahankan. (M. Hidayat)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
35
Opini PEMBINAAN APARATUR DEPAG DAN PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE Istilah pembinaan pegawai negeri sipil (PNS) sebagai diatur dalam Bab III Undang-undang Nomor 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah diubah menjadi Amanajemen PNS sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 43/1999 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 8/1974 tentang Pokokpokok Kepegawaian. Manajemen PNS bertujuan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pengelolaan manajemen PNS yang baik dan taat asas pada gilirannya akan menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance). Pada dasarnya peraturan perundangan mengenai kepegawaian sudah memadai untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Kondisi PNS di Depag Pengelolaan pegawai di Depag sangat kompleks karena beberapa hal antara lain: 1. Jumlah PNS Depag cukup besar karena merupakan instansi vertikal sampai tingkat kecamatan. Menurut data SIMPEG Depag, pada 7 Juni 2007 jumlah pegawai 201.092 orang dengan distribusi Pusat 1,38%, Kanwil/ Kandepag 91,56%, balai penelitian dan balai diklat 0,374%, dan perguruan tinggi 6,686%. Jumlah tersebut akan bertambah karena pada tahun 2006 ada rekrutmen pegawai baru sebanyak 13.004 orang. 2. Jenis ketenagaan banyak. Untuk jabatan struktural jenisnya tidak terlalu rumit dan relatif serupa dengan instansi pemerintah lainnya. Namun untuk jabatan fungsional cukup beragam seperti dosen, guru, penyuluh,
penghulu, pengelola zakat wakaf, analis kepegawaian, auditor, perencana, pranata humas, pranata komputer dan lain sebagainya. 3. Wilayah kerja menjangkau semua kecamatan di seluruh wilayah Indonesia. Sebaran wilayah yang luas menjadi lebih rumit karena infrastruktur di beberapa daerah kurang memadai, misal belum ada jaringan listrik atau telepon.
Upaya Perbaikan Renstra Depag Tahun 2005-2009 Bab V.B.3c. mengenai Program Pengelolaan Sumber Daya Aparatur mengamanatkan 6 kegiatan pokok yang bertujuan menciptakan aparatur negara yang profesional dan berkualitas. Kegiatan pokok tersebut adalah: 1. Menata kembali sumber daya aparatur sesuai dengan kebutuhan akan jumlah dan kompetensi serta perbaikan distribusi PNS. 2. Menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya aparatur terutama pada sistem karir dan remunerasi. 3. Meningkatkan kompetensi sumber daya aparatur dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya. 4. Menyempurnakan sistem dan kualitas materi penyelenggaraan diklat PNS. 5. Menyiapkan dan menyempurnakan berbagai peraturan dan kebijakan manajemen kepegawaian. 6. Mengembangkan profesionalisme pegawai negeri melalui penyempurnaan aturan etika dan mekanisme penegakan disiplin. Sebenarnya banyak peraturan di bidang kepegawaian yang bila dilaksanakan
36 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Opini dengan konsisten dapat mewujudkan PNS yang profesional. Renstra Depag di atas harus dilaksanakan dengan berpedoman kepada peraturan perundangan di bidang kepegawaian. Penataan kembali sumber daya aparatur berdasarkan kebutuhan riil memang harus dilakukan, diawali dengan pemetaan secara akurat keadaan pegawai. Tanpa mengetahui jumlah, sebaran, kompetensi, serta beban kerja riil pegawai akan sulit untuk menyatakan kekurangan atau kelebihan pegawai. Upaya ini memerlukan keberanian dan kejujuran, berani dan jujur dalam melihat kondisi kepegawaian di lingkungan masing-masing. Salah satu kelemahan manajemen PNS di lingkungan Depag adalah belum ditetapkan jumlah maksimum pegawai pada suatu unit. Penetapan jumlah maksimum harus didasarkan beban kerja nyata unit yang berkaitan. Tanpa penetapan jumlah maksimum pegawai, kemungkinan terjadi inefisiensi disebabkan kelebihan pegawai akibat penambahan pegawai yang terbuka setiap saat.
Menuju good governance Pengertian atau definisi good governance dapat diperdebatkan secara panjang lebar. Namun dengan cara sederhana dapat diketahui apakah good governance sudah terwujud atau belum. Caranya adalah mengukur tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara. Sebab hakekat pembentukan pemerintahan suatu negara adalah untuk melayani warga negaranya. Meskipun tingkat kepuasan sangat relatif dan terkadang subyektif, namun dari berbagai jajak pendapat dan pemberitaan media dapat disimpulkan bahwa pelayanan kepada masyarakat masih kurang. Itulah sebabnya pemerintah berupaya mendorong segera perwujudan good governance. Tata pemerintahan yang baik sebenarnya dapat diwujudkan dengan melaksanakan semua peraturan di bidang kepegawaian secara konsisten. Bila
dicermati, peraturan perundangan yang dimaksudkan untuk mendorong perwujudan tata pemerintahan yang baik tidak memuat substansi baru. Peraturan tersebut lebih mengatur tentang mekanisme penegakan hukum berdasarkan peraturan yang sudah ada. Sebagai contoh, Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi tidak mengubah Undang-Undang Anti Korupsi, KUHP, maupun peraturan lainnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Depag dalam upaya menciptakan tata pemerintahan yang baik. Salah satunya adalah percepatan pemberantasan korupsi dengan berpedoman pada Inpres Nomor 5 Tahun 2004 yang ditindaklanjuti dengan pelaksanaan pakta integritas. Penandatanganan Pakta Integritas oleh Menteri Agama dan diikuti oleh para pejabat eselon I serta para rektor telah dilaksanakan pada kesempatan Rakornas Depag awal tahun 2007. Setelah itu penandatanganan Pakta Integritas oleh pejabat lain. Namun penandatanganan saja tidak cukup, karena yang penting adalah pelaksanaan dan pengawalan dari hal yang tertuang dalam dokumen Pakta Integritas.
Saran Dari sekian banyak permasalahan di sekitar PNS di lingkungan Depag, kiranya penetapan jumlah maksimum pegawai yang diperlukan adalah hal yang mendesak untuk dilaksanakan. Memang sudah sering didengar tentang saran atau penetapan jumlah minimum pegawai di unit tertentu, tetapi jumlah maksimumnya belum ditetapkan. Dengan penetapan jumlah maksimum pegawai pada suatu unit akan diperoleh kepastian jumlah pegawai yang harus direkrut. Suatu saat, akan dikatakan bahwa Depag tidak akan merekrut pegawai baru jika jumlah maksimum tersebut terpenuhi, meski instansi lain melakukan perekrutan. (Disadur oleh M. Hanafi dari makalah Karopeg Depag)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
37
Randang
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESTA
SALINAN PER ATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 2 /PMKO5/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/ PMK.05/2007 TENTANG PERJALANAN DINAS JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP MENTERI KEUANGAN,
Menimbang
: a. Bahwa pengaturan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksaaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai Tidak Tetap, belum ditetapkan. b. Keuangan Nomor 45/PMK.O5/2607 tentang PerjaIanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Neara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai Tidak Tetap;
Mengingat
: 1. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45JPMK.05/ 2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Para Pegawai TidakTetap;
38 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Randang MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMKO5/2007 TENTANG PERJALANAN DINAS. JABATAN DALAM NEGERI BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI, DAN PEGAWAI TIDAK TETAP. Pasa lI
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22 (1) Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku untuk perjalanan dinas dalam negeri yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang belum diatur dengan ketentuan yang lebih tinggi dan Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Pengaturan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. (3) Selama pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, perjalanan dinas dalam negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, dapat dilaksanakan dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Pegawai Tidak Tetap. 2. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23 Dalam hal pengaturan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) telah ditetapkan, semua ketentuan yang menyangkut perjalanan dinas jabatan dalam negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap yang ada sebelum ditetapkannya
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
39
Randang Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan tidak berlaku lagi, dan untuk selanjutnya perjalanan dinas jabatan dalam negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini. Pasal ll Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 25 April 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Umum u.b Kepala Bagian TU Departemen
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Juni 2007 MENTERI KEUANGAN ttd
Antonius Suharto NIP.060041107
SRI MULYANI INDRAWATI
40 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan AUDIT PEMBERIAN DANA HIBAH Oleh Ali Hadiyanto Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan se-cara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kegiatan audit pemberian dana hibah dilaksanakan untuk memberi masukan dan bahan pertimbangan kepada pimpinan/ penanggungjawab kegiatan dalam langkahlangkah penetapan kegiatan, memberikan saran perbaikan kepada pimpinan/ penanggung jawab kegiatan agar pelaksanaan pembangunan MTs-PSA dan MTsPB dan pelayanan pendidikan pada masyarakat terus dapat ditingkatkan, memberikan saran perbaikan agar pelaksanaan proyek pembangunan dapat dilaksanakan dengan tertib, lancar, efektif, efisien, dan ekonomis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jenis Audit Jenis audit terdiri dari audit keuangan, operasional, kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu. Audit pemberian dana hibah menggunakan jenis audit kinerja dengan tujuan untuk menilai ketaatan, keekonomisan, daya guna, dan hasil guna. Kegiatan audit di arahkan untuk menilai tentang kualitas hasil pekerjaan pembangunan dan pengadaan peralatan serta manfaat dari pembangunan tersebut, dengan memperhatikan mekanisme dan prosedur serta standar pembangunan dan pengadaan barang yang ditetapkan oleh Donatur dan Departemen Agama.
Obyek dan Sasaran Audit Obyek audit pemberian dana hibah adalah pekerjaan pembangunan yang dilaksanakan Komite Pembangunan Madrasah (KPM) yang meliputi pembangunan Madrasah Tsanawiyah Pesantren Satu Atap (MTs-PSA) dan Madrasah Tsanawiyah Pesantren Baru (MTs-PB). Sasaran Audit meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan. 1) Audit Perencanaan menilai proses, yang meliputi seleksi lembaga penerima pelaksana program MTs-PSA dan MTs-PB, dan kriteria khusus penetapan lokasi dan mekanismenya. 2) Audit Pelaksanaan meliputi: pekerjaan persiapan, pelaksanaan, pengawasan, perawatan selama jangka waktu pemeliharaan termasuk pembersihan umum pada waktu penyerahan pertama seperti bahan-bahan bangunan yang tidak terpakai, sampah, kerusakan atau hal-hal lain yang merupakan akibat pekerjaan, termasuk mengaudit tugas dan fungsi Construction Development Consultan (CDC). 3) Audit Pemanfaatan dimaksudkan untuk dapat memperoleh keyakinan bahwa pembangunan yang dilaksanakan telah memberikan manfaat yang signifikan terhadap kelancaran pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, meliputi: a) Peningkatan akses pendidikan dasar dalam rangka wajib belajar melalui pembangunan MTs-PSA dan MTs-PB.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
41
Pengaw asan Pengawasan b) Peningkatan mutu pendidikan dasar sesuai sistem pendidikan nasional. c) Peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. Nilai Anggaran Dalam pelaksanaan audit, auditor harus mengetahui nilai anggaran yang digunakan untuk: 1) Anggaran Operasional, yaitu biaya yang digunakan untuk membayar honor tenaga KPM-PSA/KPM-PB, kepala pelaksana dan biaya administrasi. Anggaran operasional dihitung berdasarkan ketentuan sebgai berikut: pertama Lama pelaksanaan pembangunan MTs-PSA dan MTs-PB dikalikan dengan jumlah tenaga dengan standar tertinggi honor bagi setiap posisi, kedua Anggaran Administrasi disesuaikan dengan kebutuhan untuk transport dan lainnya. 2) Anggaran Fisik, Anggaran pembangunan fisik adalah biaya yang digunakan untuk membangun fisik gedung. Pada tahap awal sebelum menghitung anggaran harus terlebih dahulu mempersiapkan: a) RKS/bestek b) Rencana Anggaran Biaya (RAB) c) Analisis Harga Satuan d) Harga Satuan dan Upah Kerja Susunan Tim Audit Dalam penyusunan Tim perlu mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain: kemampuan teknis audit, keekonomisan, dan kekompakan Tim dengan pemilihan personal auditor sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan, guna keberhasilan audit. Susunan Tim audit
ditetapkan dengan surat tu-gas Inspektur Jenderal. Personalia Tim Audit, 1) Supervisor (Inspektur Wilayah atau pejabat yang ditunjuk Inspektur Jenderal). 2) Ketua Tim, 3) Anggota Tim sebanyak 3 orang. Tugas dan Tanggung jawab Supervisor mempunyai tugas dan tanggung jawab: 1) Mengarahkan dan mensupervisi pelaksanaan tugas Tim Auditor dan meneliti konsep laporan hasil audit serta menyetujui laporan hasil audit. 2) Menyelesaikan permasalahan yang belum dapat diselesaikan oleh Tim Audit. 3) Mengusulkan kepada Inspektur Jenderal apabila dalam hasil audit terdapat indikasi praktik KKN untuk dilakukan audit lanjutan. Ketua Tim mempunyai tugas dan tanggung jawab: 1) Melaksanakan survei pendahuluan; 2) Menganalisis data untuk penyusunan audit pro-gram; 3) Mengkomunikasikan audit program; 4) Memberi tugas kepada Anggota Tim; 5) Mensupervisi Anggota Tim 6) Melakukan reviu atas realisasi audit dengan audit programnya yang dilakukan Anggota Tim; 7) Melakukan reviu atas KKA; 9) Membuat evaluasi mingguan terhadap pelaksanaan tugas audit; 10)Menyusun simpulan hasil audit; 11)Menyusun konsep Laporan Hasil Audit; 12) Melakukan evaluasi atas kinerja Anggota Tim. Anggota Tim mempunyai tugas dan tanggung jawab:
42 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan 1) Mempelajari audit program; 2) Membicarakan dan menerima penugasan dari Ketua Tim; 3) Melaksanakan audit sesuai dengan audit program; 4) Membuat PKA dan KKA; 5) Membuat simpulan audit yang menjadi tugasnya; 6) Membantu menyusun laporan audit. Waktu Pelaksanaan Audit Waktu audit ditetapkan atas dasar beban kerja meliputi: 1) Sasaran audit; 2) Jumlah auditan; 3) Jenis audit; 4) Jumlah pemberian dana hibah; 5) Lokasi/wilayah auditan. Program Kerja Audit Program Kerja Audit adalah langkah awal pelaksanaan audit yang disusun oleh anggota tim, direviu oleh ketua tim dan diketahui oleh supervisor. PKA me-muat nama auditan, landasan operasional, maksud dan tujuan, cara pendekatan, langkah kerja audit, jadwal audit, susunan tim audit, target pelaporan, instruksi khusus dan penutup. PKA disusun guna meng-arahkan pelaksanaan audit dan proses reviu untuk mengetahui realisasi PKA yang telah dilaksanakan atau tidak dilaksana-kan. Dalam penyusunan PKA auditor harus mempertimbangkan aspekaspek yang memiliki potensial error untuk diprioritaskan dalam pelaksanaan audit. Pelaksanaan Audit Entry Briefing Entry Briefing merupakan pertemuan awal antara tim audit dengan
auditan sebelum melakukan audit. Kegiatan ini dilakukan untuk menyampaikan maksud dan tujuan audit serta memperkenalkan tim audit kepada auditan. Adapun materi Entry Briefing yang perlu disampaikan adalah: 1) Kebijakan pengawasan Departemen Agama; 2) Tujuan, sasaran, dan ruang lingkup audit. 3) Jadwal audit; 4) Surat Tugas. Proses Audit Audit Pendahuluan Audit pendahuluan dilakukan untuk memperoleh data, infor-masi dan dokumen yang terkait dengan pelaksananan kegiatan sehingga dengan tepat dapat menentukan prioritas audit dan menentukan langkah pendalaman materi audit selanjutnya. Adapun Iangkah Audit Pendahuluan sebagai berikut: 1) Pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara, penelitian dokumen, dan observasi/peninjauan lapangan, adapun data/informasi yang dikumpulkan meliputi: a) Peraturan yang dipergunakan auditan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan. b) Hasil kegiatan pada satuan kerja. c) Data keuangan (proses pengajuan dana hibah, administrasi keuangan, dan pertanggungjawaban keuangan). d) Data status tanah dan bangunan, data guru, jumlah siswa, sarana, dan prasarana, profil auditan, dan status akreditasi madrasah. 2) Verifikasi data Verifikasi data dilaksanakan secara menyeluruh, baik yang mendukung keberhasilan kegiatan maupun yang mengakibatkan penyimpangan/pergeseran dari sasaran yang telah ditetapkan.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
43
Pengaw asan Pengawasan 3) Konfirmasi dengan pihak terkait Konfirmasi kepada pihak terkait dilakukan untuk mendapatkan data/ informasi yang diperlukan berkenaan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh auditan, sebagai bahan pengambilan keputusan tim. 4) Analisis data Data hasil audit dianalisis sebagai bahan audit lanjutan. Audit Lanjutan Audit lanjutan dilaksanakan untuk melengkapi data dan meyakinkan kebenaran data yang diperoleh dari audit pendahuluan pada setiap pekerjaan, sehingga mendapatkan kepastian tentang kondisi suatu temuan yang didukung bukti yang relevan, kompeten, material, dan cukup.
Langkahlangkah yang dilaku-kan tim sebagai berikut: 1) Mengumpulkan data tambahan dan mengembangkan kondisi temuan/ kelemahan melalui wawancara,
pengolahan dokumen pada penanggung jawab kegiatan/pekerjaan. 2) Melakukan pengujian bukti dokumen dan bukti fisik atas pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan mendapatkan keterangan lebih lanjut dari petugas lapang-an atau pihak yang diaudit. 3) Menganalisis/mengevluasi keberhasilan pelaksanaan kegiatan terhadap data yang sudah Iengkap dan penanggung jawab kegiatan/pekerjaan. Kertas Kerja Audit Adalah catatan yang dibuat auditor pada saat melaksanakan audit berdasarkan Program Kerja Audit (PKA) berupa data dan informasi yang didukung bukti. Pengisian KKA harus mencantumkan nomor, tanggal, dan paraf ketua serta anggota tim.
Reviu KKA Adalah penilaian secara cermat, kritis, dan sistematis dalam bentuk kumpulan catatan yang dibuat oleh auditor. Reviu KKA dilakukan oleh ketua tim untuk
44 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan mempertajam data dan informasi yang diperoleh auditor di lapangan. Temuan Hasil Audit Adalah informasi pengujian berdasarkan kondisi (sebenar-nya terjadi) dengan kriteria (seharusnya terjadi). Konfirmasi Temuan Adalah upaya auditor dalam rangka memperoleh kejelasan dan klarifikasi atas temuan dari pelaksana dan penanggungjawab sehingga mutu temuan menjadi valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanggapan dan Komitmen Tindak Lanjut Tanggapan adalah komentar dan penjelasan dari pelaksana dan penanggungjawab kegiatan yang menguatkan pengakuan kesahihan temuan atau penolakan temuan. Adapun komitmen tindak lanjut adalah kesanggupan pelaksana dan penanggungjawab kegiatan untuk menindaklanjuti dan melaksanakan rekomendasi temuan. Perumusan Hasil Audit Perumusan hasil audit dilakukan oleh Tim Audit. Adapun tata cara dan mekanisme perumusannya sebagai berikut: 1) Pembahasan temuan audit antara anggota dengan ketua tim; 2) Tim audit melakukan konfirmasi konsep Lembar Temuan Audit (LTA) kepada auditan; 3). Tim audit menyusun daftar temuan yang telah disepakati; 4) Tim audit menyampaikan LTA kepada auditan untuk memperoleh tanggapan. 5) LTA yang sudah mendapat tanggapan dari auditan diserahkan kepada ketua tim.
6) Ketua tim menghimpun LTA untuk dirumuskan menjadi ba-han expose dan membuat LHA/STL dibantu oleh anggota. Expose Kegiatan audit diakhiri dengan expose untuk menyampaikan hasil audit kepada penanggung jawab auditan dan pejabat terkait. Supervisor/ketua tim menyerahkan LTA kepada auditan untuk ditindaklanjuti. (Penulis adalah Sekretaris Itjen Depag) 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123
QUOTATION
Kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan, Pengakuan adalah motivasi terkuat. Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat "disisipkan" diantara pujian.
(May Kay Ash, Pendiri Kosmetik Mary Kay)
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. (Alexander Graham Bell, Penemu dan Mantan Presiden National Geographic Society)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
45
SAP SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT 1.
Dasar Hukum a. Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan APBN 1) Menteri/Pimpinan Lembaga wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban penggunaan dana yang dikuasainya berupa laporan realisasi anggaran dan neraca departemen/lembaga bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. 2) Menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota/ kepala satuan kerja yang menggunakan dana bagian anggaran yang dikuasai Menteri Keuangan wajib m e n y a m p a i k a n pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala BAKUN. b. Keputusan Menteri Keuangan No. 337/KMK.012/2003 Tanggal 18 Juli 2003 tentang Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat c. Keputusan Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara No. KEP-16/AK/2004 tanggal 24 Juni 2004 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara /Lembaga Tahun Anggaran 2004
2. Tanggung Jawab Fungsi Akuntansi Departemen/Lembaga a. Kakanwil mempunyai wewenang/ tanggungjawab terhadap akuntansi dan pelaporan keuangan yang meliputi seluruh kantor dan proyek di wilayahnya b. Sekjen, Dirjen dan Unit Eselon I lainnya mempunyai wewenang/ tanggungjawab terhadap seluruh kantor dan proyek dibawah kendalinya. Juga mempunyai tanggungjawab untuk penyusunan laporan konsolidasi atas seluruh kantor dan proyek yang di bawah kendali masing-masing Eselon I dimaksud c. Sekjen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan keuangan konsolidasi untuk tingkat departemen/lembaga 3. Keluaran Sistem Akuntansi Menurut Pusat PertanggungJawaban a. Pusat Pertanggungjawaban 1) Seluruh Pemerintah Pusat 2) Departemen/Lembaga 3) Eselon I 4) Propinsi 5) Satuan Kerja 6) Proyek b. Penanggung Jawab 1) Presiden 2) Menteri/Ketua Lembaga
46 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
SAP dengan allotment yang dirinci menurut tujuan dan klasifikasi belanja atau perbandingan realisasi pendapatan denganestimasi pendapatan b. Neraca 1) Neraca bertujuan untuk melaporkan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu 2) Neraca menginformasikan saldo perkiraan aset, hutang dan ekuitas dana pada akhir periode pelaporan
3) Sekjen/Irjen/Dirjen/Kepala 4) Kepala Kantor Wilayah 4. Kerangka Umum SAPP 5. Unit Pelaksana SAPP
7. Pemrosesan Data SAPP a. Buku Besar 1) Penerimaan/ pengeluaran Anggaran 2) Aktiva tetap 3) Hutang Jangka Panjang 4) Investasi Permanen b. Laporan 1) Laporan Realisasi Anggaran 2) Laporan Bulanan Inventaris, Laporan Mutasi Barang Triwulanan, Laporan Tahunan 3) Laporan Hutang Jangka Panjang 4) Laporan Investasi Permanen c. Pelaksanaan Penyusunan Neraca Departemen/Lembaga
a. Departemen Keuangan 1) BAKUN Pusat 2) Kantor Akuntansi Regional 3) Kantor Akuntansi Khusus b. Departemen/Lembaga 1) Unit Akuntansi Kantor Pusat Instansi (UAKPI) 2) Unit Akuntansi Eselon I (UAE I) 3) Unit Akuntansi Wilayah (UAW) 6.
Laporan Departemen/Lembaga a. Laporan Realisasi Anggaran 1) Laporan Realisasi Anggaran bertujuan untuk melaporkan Pelaksanaan anggaran selama periode tertentu 2) Laporan ini memperlihatkan perbandingan realisasi belanja
8.
Waktu Penyampaian Laporan a. Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca , selambat-lambatnya disampaikan ke BAKUN pada akhir bulan bulan Maret tahun berikutnya. (Oleh Edi Sunanto)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
47
AMO Peran Konsultan Manajemen Dalam Audit Oleh : Arif Nurrawi * Seiring dengan kompleksitas permasalahan pengawasan/audit di lingkungan Departemen Agama, tentunya menuntut peran Auditor dalam realisasi tugas dan fungsinya untuk semakin profesional, proporsional dan akuntabel. Profesional bermakna, para Auditor harus terus meningkatkan kompetensinya/ keahliannya; proporsional artinya Auditor dapat mendudukkan suatu masalah/kasus sesuai dengan peraturan perundangundangan/kebijakan yang berlaku; dan akuntabel bermakna bahwa setiap tugas audit dapat dipertanggungjawabkan, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun pelaporannya. Kondisi demikian pada dasarnya juga merupakan kebutuhan bagi setiap Auditor pada saat bertugas di lapangan, karena antara aspek profesionalitas, proporsionalitas dan akuntabilitas sebenarnya merupakan satu kesatuan yang saling bersinergi. Hasilnya akan sangat bergantung pada setiap Auditor atau Tim Audit. Realita peran audit Selama ini, sampai dengan kurun waktu sebelum tahun 2000, memang sangat kental nuansa audit pada aspek peran sebagai watch-dog an sich, sedangkan peran sebagai pembina/katalisator mulai digalakkan tahun 2001 seiring dengan eksistensi KMA No. 1 Tahun 2001. Hasilnya sampai saat ini sudah dirasakan Auditan, dimana pada saat audit para Auditor tidak hanya konsentrasi pada adanya kesalahan semata yang dapat ditemukan, namun juga memberikan pembinaan terkait tugas dan fungsi satuan kerja. Peran Auditor dalam tugas-tugas audit juga semakin lengkap lagi dengan adanya paradigma baru sebagai konsultan manajemen, artinya para Auditor diharapkan
dapat memberikan advise/solusi alternatif/ saran/pendapat kepada Auditan sehubungan dengan semakin kompleksnya permasalah-an audit, baik dari aspek kualitas, kuantitas, maupun modus operandinya. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, peran sebagai konsultan manajemen mulai menunjukkan porsinya pada Auditan. Hal ini berkorelasi pula pada kinerja Auditan, artinya audit yang dilaksanakan pada tiap satuan kerja di lingkungan Departemen Agama diharapkan mempunyai kontribusi riil pada upaya peningkatan kinerja Auditan. Peran Konsultan Manajemen Secara hakiki, peran sebagai konsultan manajemen adalah pada saat ada permasalahan pada Auditan sehubungan dengan audit yang dilaksanakan dan masih dapat diupayakan perbaikan, maka adanya advise/saran/ pendapat dari Auditor sangat diharapkan. Di samping itu juga bila Auditan memerlukan adanya saran/input tertentu dari Auditor sehubungan dengan tugas dan fungsi satuan kerja di luar waktu audit. Auditor dalam hal ini jika hanya berkutat pada adanya temuan-temuan hasil audit, sebagai realisasi peran watch-dog, sementara aspek/peran pembinaan dan saran/pendapat (peran sebagai konsultan manajemen) porsinya kurang, maka tidak tertutup kemungkinan akan ada temuantemuan lagi (bahkan substansinya sama) pada saat audit selanjutnya. Untuk itu pada saat audit ditemukan suatu masalah/kasus, selain mengulas adanya temuan, Auditor juga menyampai-kan hal-hal urgen dengan maksud-maksud positif terkait aspek SDM, BMN, keuangan, dan tugas-fungsi. Bila
48 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
AMO diperlukan berikan kepada Auditan peraturan perundang-undangan/kebijakan yang baru, sehingga Auditan tidak ketinggalan informasi yang berharga. Selanjutnya setelah suatu temuan dapat diterima Auditan, dan Auditor memberikan pembinaan yang terkait dengan tugas-fungsi Auditan, maka perlu pula penjelasan dari Auditor terhadap adanya pertanyaan/pernyataan dari Auditan mengenai suatu masalah/kasus yang dihadapi. Tentunya peran sebagai konsultan manajemen ini tetap dalam koridor utama untuk membantu Auditan meningkatkan kinerjanya dan bukan ada kepentingan tertentu yang sifatnya subyektif. Adalah merupakan kewajiban bagi setiap Auditor saat ada permasalahan yang dihadapi Auditan untuk semaksimal mungkin membantu memecahkan masalah tersebut, karena bila tidak dapat diselesaikan akan dapat menganggu kinerja Auditan. Secara singkat manfaat riil peran konsultan manajemen dari setiap Auditor, baik sesuai keahliannya (bidang tugas dan fungsi, SDM, BMN dan keuangan) maupun atas nama Tim Audit, antara lain: 1. menjawab pertanyaan yang menjadi permasalahan Auditan, khususnya dalam realisasi tugas dan fungsi, apakah masalah tersebut ringan, sedang atau berat. 2. membantu memberikan solusi terhadap hal-hal yang mungkin mempengaruhi/ mengganggu/menghambat kinerja Auditan. 3. mendorong kinerja Auditan untuk lebih baik/optimal lagi di masa mendatang, khususnya dikaitkan dengan adanya temuan/catatan yang didapat Auditor dan
pada saat itu langsung dapat ditindaklanjuti. Secara riil memang peran sebagai konsultan manajemen pada diri setiap Auditor atau Tim Audit perlu terus mengikuti perkembangan aktual dan faktual dalam konteks pengawasan/auditing, sehingga tidak tertinggal dalam hal informasi urgen. Apa yang menjadi concern pada saat audit harus diupayakan dapat mengakomodir manfaat-manfaat tersebut secara proporsional. Sebenarnya realisasi peran sebagai konsultan manajemen akan sa-ling menguntungkan, baik bagi Auditor maupun Auditan. Auditor perlu untuk terus meningkatkan profesionalisme kerjanya, sedangkan Auditan perlu untuk dan dalam rangka menyelesaikan permasalahan audit. Jadi jelas peran sebagai konsultan manajemen akan semakin penting di masa yang akan datang seiring dengan semakin beratnya tugas dan fungsi Auditor. Untuk itu, Auditor harus senantiasa siap ketika mengaudit, khususnya pertanyaan/pernyataan yang substansial. Langkah yang harus ditempuh Auditor adalah terus meningkatkan mutu/ profesionalisme, baik melalui diklat/ pelatihan di kantor sendiri (DDTK), seminar, orientasi, dan lain-lain. Dengan niat utama untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja Auditan, maka peran sebagai konsultan manajemen ini diharapkan terus mempunyai porsi yang semakin baik dalam setiap realisasi audit. Semua berpulang pada setiap Auditor, khususnya untuk senantiasa siap sebagai konsultan manajemen dalam tugas audit. (*Penulis adalah Auditor Irwil III)
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
49
Tany ab anyaa Jaw Jawab TANYA JAWAB PENGAWASAN INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas perhatian para Pejabat Fungsional Auditor (PFA) di Iingkungan Itjen Departemen Agama yang turut peduli terhadap permasalahan seputar JFA dengan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Pusat Pembinaan JFA -BPKP. Dan juga tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada segenap redaktur Majalah Fokus dan Pejabat di Iingkungan Itjen Departemen Agama karena telah memberikan
mengembangkan wawasan dan pengetahuan untuk meningkatkan profesionalisme PFA. Selanjutnya menjawab pertanyaan dari rekan-rekan PFA pada Itjen Departemen Agama, secara garis besar pertanyaan yang disampaikan dapat dikelompokkan menjadi dua permasalahan yaitu mengenai sertifikasi dan Batas Usia Pensiun. Berkaitan dengan hal ini dapat kami sampaikan jawaban sebagai berikut:
Diklat Sertifikasi JFA Tingkat Ahli Tahun 2007 kesempatan dan ruang dalam rubrik tanya jawab pada Majalah Fokus ini. Melalui rubrik tanya jawab semacam ini semoga bisa menjadi media yang bermanfaat untuk pembinaan JFA dan bisa memberikan solusi atas permasalahan seputar JFA, Iebih dari itu bisa menjadi wadah komunikasi bagi auditor intern pemerintah dalam
A. Permasalahan Sertifikasi Peran 1. Jabatan fungsional PNS dibentuk dalam rangka pengembangan profesionalisme dan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil serta peningkatan mutu pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Salah satu upaya
50 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Tany ab anyaa Jaw Jawab untuk memelihara profesionalisme dalam JFA adalah dengan diklat sertifikasi peran auditor. Seperti telah kita ketahui, dalam jabatan Auditor Terampil terdapat 3 (tiga) jenjang jabatan yaitu Auditor Pelaksana, Auditor Pelaksana Lanjutan, dan Auditor Penyelia namun hanya ada satu peran yaitu Anggota Tim saja. Sedangkan dalam jabatan Auditor AhIi, terdapat 4 (empat) jenjang jabatan yaitu Auditor Pertama, Auditor Muda, Auditor Madya dan Auditor Utama dan setiap jenjang jabatan auditor tersebut memiliki peran, tanggung jawab dan kualifikasi profesional yang berbeda yaitu Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu. OIeh karena itu diperlukan kompetensi yang berbeda pula untuk menduduki tiaptiap jenjang jabatan tersebut, salah satunya ditempuh melalui diklat sertifikasi peran auditor. Jadi tidak tepat jika ada yang beranggapan bahwa sertifikasi peran auditor tidak penting, hanya menghambat kenaikan pangkat PFA saja. Maka dan itu, seharusnya sertifikasi peran bukan merupakan suatu kendala dalam kenaikan pangkat/jabatan bagi seorang auditor yang profesional sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. 2. Berdasarkan Pasal 24 Keputusan Menteri PAN Nomor: 19/1996, PNS yang diangkat untuk pertama kali dalam JFA harus memenuhi syarat antara lain “Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan
yang khusus diadakan untuk JFA dan memperoleh sertifikat tanda lulus.” 3. Dalam Pasal 8 Keputusan Bersama Kepala BAKN, Sekjen BPK dan Kepala BPKP Nomor: 10 Tahun 1996, Nomor: 491SK/S11996 dan Nomor: KEP386/K/i 996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya disebutkan pada butir (c) bahwa salah satu persyaratan kenaikan jabatan setiap kali dapat dipertimbangkan apabila memiliki/ mendapat sertifikat peran Auditor sebagai Ketua Tim/Pengendali Teknis/Pengendali Mutu. Dan dalam Keputusan Kepala BPKP Nomor: 13.00.00-125/K/1997 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan dan Pelaksanaan JFA dan Angka Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah angka Romawi IX. huruf E.1. syarat kenaikan jabatan antara lain memiliki/mendapat sertifikat peran Auditor sebagai Ketua Tim/ Pengendali Teknis/Pengendali Mutu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk kenaikan jabatan dari Auditor Ahli Pertama ke Auditor Ahli Muda harus mempunyai sertifikasi Ketua Tim, sedangkan untuk kenaikan jabatan dari Auditor Ahli Muda ke Auditor Ahli Madya harus mempunyai sertifikasi Pengendali Teknis, dan untuk kenaikan jabatan dan Auditor Ahli Madya ke Auditor Ahli Utama harus mempunyai sertifikasi Pengendali Mutu. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Keputusan Menteri PAN Nomor: 19/1 996.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
51
Tany ab anyaa Jaw Jawab 4. Berdasarkan Pasal 9 Keputusan Bersama tersebut di atas, Sertifikat peran auditor untuk BPKP dan instansi pemerintah lain penerbitannya diatur oleh BPKP. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Kepala BPKP Nomor: KEP06.04.00-847/ KIJF/1998 tanggal 11 November 1998 tentang Pola Diklat Auditor Bagi Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah, Bab X. angka 2 mengenai Evaluasi Keberhasilan Peserta Diklat Pembentukan Auditor dan Diklat Penjenjangan Auditor, dinyatakan bahwa: 1) Peserta dinyatakan LULUS apabila memenuhi persyaratan: a. Nilai setiap mata ajaran inti minimal 70; b. Nilai setiap mata ajaran penunjang minimal 60; 2) Peserta yang dinyatakan BELUM LULUS dapat mengikuti ujian ulangan untuk mata ajaran yang belum lulus sebanyakbanyaknya tiga kali ujian ulangan dalam waktu dua tahun sejak bulan diklat yang diikuti. 3) Peserta yang telah dinyatakan LULUS diberikan Sertifikat Auditor. Berdasarkan ketentuan tersebut, sertifikat Auditor diterbitkan hanya jika yang bersangkutan telah lulus semua mata pelajaran yang diujikan. B. Permasalahan Batas Usia Pensiun 1. Permasalahan perpanjangan BUP menjadi perhatian banyak pihak antara lain Forum Bersama lnspektorat Jenderal Departemen (FORBES), beberapa Bawasda dan para auditor pada kesempatan beberapa forum komunikasi yang
diadakan. Kami sudah melakukan kajian mengenai hal tersebut dan telah dibahas dengan pihak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Dan hasil pembahasan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Januari 2006), pada saat penyusunan konsep perpanjangan Batas Usia Pensiun dijelaskan bahwa: a. Dalam mengajukan perpanjangan Batas Usia Pensiun harus memper-timbangkan aspek kelangkaan, bakat minat, dan kompetensi. b. Saat ini tenaga auditor tidak lagi merupakan tenaga yang langka karena pendidikan yang diperlukan untuk mencetak tenaga auditor sudah tersedia di hampir seluruh universitas di seluruh Indonesia. Namun dari pembahasan tersebut disimpulkan kemungkinan perpanjangan Batas Usia Pensiun bagi jabatan tertentu seperti Auditor Ahli Madya dan Ahli Utama yang lebih memenuhi syarat langka dan selektif. c. Posisi terakhir mengenai konsep peraturan tentang perpanjangan Batas Usia Pensiun masih dalam perbaikan dan akan diproses lebih lanjut. Demikian jawaban kami, semoga bisa memberikan pemahaman yang seragam atas permasalahan ketentuan JFA yang disampaikan. Terima kasih dan selamat bekerja, tingkatkan terus profesionalisme auditor intern pemerintah. ( Oleh Fadli Hereyady)
52 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Teknologi Informasi Penerapan e-Government di Inspektorat Jenderal Departemen Agama Oleh Kamalul Iman Billah Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, yang dikenal dengan singkatan TIK atau ICT (Information and Communication Technology), begitu pesatnya, sehingga dapat mengubah banyak hal yang dulu dianggap mustahil menjadi tidak lagi. Sebagai contoh, saat ini, kita bisa melakukan komunikasi dengan sahabat atau keluarga di tempat yang jauh, di dalam maupun di luar negeri, bisa kita lakukan dengan tatap muka berkat adanya teknologi komunikasi generasi ketiga, atau dikenal dengan 3G. Memang kita harus mengambil saku lebih dalam, karena biayanya tentu berbeda dengan komunikasi suara. Tetapi kalau kita keberatan dengan biayanya, mau lebih hemat, kita bisa melakukan komunikasi tatap muka melalui fasilitas chatting yang bisa kita akses dengan PC (personal computer) yang dikoneksikan ke internet. Tentu saja untuk media tatap mukanya perlu dilengkapi dengan webcam, sebuah kamera mini yang dikoneksikan ke PC. Kita tetap bisa bertatap muka dengan lawan bicara, tetapi lebih hemat, karena tidak harus punya handphone berteknologi 3G. Cukup kita lakukan di warnet yang menyediakan fasilitas webcam, yang kini sudah menjamur. Selain contoh di atas, masih banyak lagi contoh lain dari kemajuan TIK yang sangat mencengangkan. Dalam dunia pemerintahan, kemajuan TIK telah mengubah paradigma dalam pengelolaan pemerintahan di negara-negara maju. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat berusaha seoptimal mungkin memanfaatkan teknologi yang ada, sehingga segala sesuatunya bisa dilakukan dengan serba otomatis, cepat, tepat waktu, hemat tenaga dan biaya. Pengelolaan pemerintahan dengan
memanfaatkan TIK saat ini dikenal dengan istilah e-Government. The World Bank Group mendefinisikan e-Government sebagai penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti Wide Area Network, Internet, dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis, dan pihak yang berkepentingan (www.worldbank.org). Pada intinya, EGovernment adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain. Secara ringkas tujuan yang ingin dicapai dengan implementasi e-Government adalah untuk menciptakan customer online dan bukan in-line. E-Government bertujuan memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu e-Government juga bertujuan untuk mendukung good governance. Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi, dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik. E-Government dapat memperluas partisipasi publik. Masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh pemerintah. EGovernment juga diharapkan dapat memperbaiki produktivitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adapun konsep dari e-Government adalah menciptakan interaksi yang ramah, nyaman, transparan dan murah antara pemerintah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2Bgovernment to business enterprises) dan
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
53
Teknologi Informasi hubungan antar pemerintah (G2G-interagency relationship). E-Government ini dapat diimplementasikan dalam berbagai cara. Sebagai contoh bisa disebutkan antara lain: • Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat kantor pemerintahan, dari kios info (info kiosk), atau pun dari Internet (yang dapat diakses oleh masyarakat di mana pun berada). • Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan informasi. • E-procurement, yaitu pemerintah dapat melakukan tender secara on-line dan transparan. E-Government ini membawa banyak manfaat, antara lain: • Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. • Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. • Adanya transparansi, sehingga diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari dan ke semua pihak. • Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. • Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi
pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video conferencing. E-Government di Indonesia Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah yang begitu luas dan berbentuk kepulauan, akan sangat besar manfaatnya apabila e-Government diterapkan secara efektif dan merata. Untuk halhal tertentu, tanya jawab, koordinasi, dan diskusi antar pimpinan daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, dapat dilakukan tanpa harus berada pada lokasi fisik yang sama. Kalau hanya untuk pertemuan satu-dua jam dan tidak mengharuskan pertemuan fisik, tidak lagi harus berkumpul di satu tempat. Namun banyak kendala yang dihadapi, antara lain masalah sumber daya manusia (SDM) dan pemerataan jaringan internet. Namun masalah yang lebih berat adalah kesiapan mental masyarakat dan aparat pemerintah, yang merupakan kendala budaya yang perlu dibenahi. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003, tanggal 9 Juni 2003, Penerapan e-Government menuntut aparat dan masyarakat untuk bisa menggunakan komputer dan memanfaatkan teknologi internet, sehingga pelayanan yang bersifat sederhana dan tidak mengharuskan secara fisik datang ke kantor, cukup dilakukan melalui internet, baik di kios info, warnet, maupun di rumah sendiri. Tuntutan kemampuan berkomputer dan berinternet secara langsung menuntut pemerintah untuk mengupgrade aparatnya yang masih belum menguasai operasional komputer dan mengkondisikan masyarakat untuk mampu dan terbiasa dengan pemanfaatan TIK. Pemerataan akses terhadap TIK merupakan kendala yang berbanding lurus dengan pemerataan pembangunan. Kebijakan pemerintah yang selama ini berjalan lebih
54 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Teknologi Informasi banyak menguntungkan masyarakat yang berada di kota-kota besar. Sementara di daerah yang jauh dari kota besar masih “belum saatnya” menikmati kemajuan dan peradaban, selama pemerataan pembangunan belum secara konsisten dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disyukuri, karena seperti yang diiklankan di televisi bahwa internet akan masuk desa. Bila ini benar-benar terwujud secara merata, maka penerapan eGovernment akan bisa efektif. Yang perlu diwaspadai adalah kesiapan mental masyarakat dan aparat pemerintah. Kesiapan mental dimaksud adalah kemauan meninggalkan kebiasaan praktik KKN yang berkontribusi pada kendala budaya dalam rangka pelaksanaan e-Government. Oknum-oknum yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi perlu dieliminasi. Selain hal tersebut di atas perlu juga dikaji kebijakan yang tepat dalam rangka pelaksanaan e-Government di Indonesia. Kebijakan dalam mengimplementasikan e-Government perlu adanya keseragaman dasar hukum dan landasan pelaksanaan yang jelas, termasuk penerapan cyber law, untuk menghindari praktik manipulasi TIK oleh oknum yang ingin menggangu atau mengambil keuntungan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. E-Government di Itjen Dep. Agama RI Sebenarnya, penerapan e-Government yang sederhana sudah banyak dilakukan, berupa otomatisasi pelayanan publik. Sebagai contoh saat ini telah banyak instansi pemerintah yang telah memiliki website, walaupun baru sebatas informasi singkat dan belum banyak menyediakan fitur-fitur pelayanan publik. Selain itu banyak juga instansi yang telah menerapkan absensi pegawai dengan menggunakan sidik jari (finger print), seperti yang telah berjalan di
Itjen Dep. Agama selama beberapa tahun belakangan. Melihat manfaat yang begitu banyak dari implementasi e-Government, seperti tersebut di atas, bagaimanakah konteks penerapan e-Government di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI? Itjen Dep. Agama sebagai se buah unit pemerintahan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Agama, secara langsung tidak berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Namun kinerja Itjen Dep. Agama akan sangat terbantu apabila eGovernment diterapkan secara efektif. EGovernment dapat diterapkan dalam bentuk transformasi data, baik berupa pemanfaatan jaringan di dalam kantor, maupun pemanfaatan teknologi internet. Patut diakui bahwa pemanfaatan jaringan di internal Itjen Dep. Agama sudah diterapkan sejak pemasangan fasilitas jaringan wireless (Wi-Fi) yang bertujuan memberikan kemudahan bagi para auditor untuk mengakses peraturan perundangundangan (Sirandang), sehingga memudahkan dalam pembuatan laporan hasil audit atau sekadar untuk menambah wawasan pengetahuan peraturan perundang-undangan. Namun masalahnya, sampai saat ini, walaupun sudah ada sosialisasi penggunaannya, agaknya hampir belum ada yang secara serius memanfaatkannya. Pertanyaannya adalah, apakah memang fasilitas tersebut kurang diminati atau minimnya kemampuan SDM untuk memanfaatkannya? Untuk menjawabnya, mungkin perlu ada evaluasi lebih lanjut. Yang menjadi harapan adalah, kalau saja Itjen Departemen Agama memiliki website sendiri dan di kantor dilengkapi dengan fasilitas internet, akan banyak manfaat yang dapat dipetik, baik
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
55
Teknologi Informasi oleh pimpinan Itjen Dep. Agama, para auditor, karyawan, auditan, dan masyarakat secara umum. Beberapa manfaat tersebut antara lain: • Jaringan database Sirandang ini dapat diakses tidak hanya di dalam lingkungan kantor Itjen Dep. Agama, tetapi bisa diakses oleh auditor yang sedang bertugas di daerah. • Para auditan juga bisa memanfaatkannya secara optimal, sehingga wawasan auditan mengenai peraturan perundang-undangan bisa di-upgrade dengan mengakses database Sirandang Itjen Dep. Agama. • Semua jajaran Departemen Agama di pusat dan daerah, yang notabene adalah auditan Itjen Dep. Agama, akan bisa menjadi lebih tahu peraturan perundang-undangan yang harus dijalankan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Bila ini terjadi, mestinya tugas auditor akan sangat terbantu. • Pengaduan masyarakat bisa disampaikan melalui email. Mungkin kekuatan hukumnya kurang, dan belum bisa dijadikan untuk bahan pemeriksaan khusus atas penyimpangan yang terjadi, tetapi secara umum, pimpinan dan para auditor Itjen Dep. Agama dapat melihat bagaimana wajah penyimpangan yang terjadi pada jajaran Departemen Agama. Kondisi ini dapat dijadikan bahan untuk membuat Renstra dan Renja Itjen Dep. Agama di masa yang akan datang.
•
Masyarakat pun akan merasakan bahwa mereka memiliki saluran lain untuk menyampaikan aspirasi sebagai masukan kepada Itjen Dep. Agama. • Para auditor dan karyawan bisa memanfaatkan internet untuk menambah wawasan pengetahuan, baik mengenai peraturan perundangundangan, yang dapat didownload dari berbagai situs yang ada di internet. • Problem virus komputer yang sering menyerang komputer Itjen Dep. Agama dapat teratasi, karena antivirus yang ada bisa selalu diupdate, sehingga bisa menangkal virus-virus yang seringkali merupakan “oleh-oleh” auditor setelah tugas di daerah, yang membuat masalah komputer di kantor, serta manfaat lain dalam rangka peningkatan SDM Itjen Dep. Agama. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa setiap perubahan pasti ada dampak positif dan negatifnya. Tetapi, untuk penerapan dan peningkatan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi di Itjen Dep. Agama, dampak positifnya akan sangat besar dalam rangka meningkatkan SDM dan menyejajarkan Itjen Dep. Agama dengan instansi lain yang telah menerapkan hal yang sama. Terlebih, biaya internet untuk perkantoran secara unlimited, kini jauh lebih murah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Semoga segera menjadi kenyataan.
56 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Hikmah Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu Oleh Nurman Kholis* Setelah Nabi Adam as memperistri Siti Hawa, Allah memberikan dua perintah dan satu larangan kepada keduanya. Perintah untuk menempati surga dan memakan semua makanan serta larangan untuk mendekati sebuah pohon (AlBaqarah: 35). Nabi Adam as dan Siti Hawa kemudian menempati surga dan memakan makanan sesuai yang mereka suka. Iblis pun iri terhadap kenikmatan yang dirasakan Nabi Adam as dan Siti Hawa. Makhluk yang dikutuk Allah ini kemudian membuat tipu daya agar keduanya dikeluarkan dari surga. Tipu daya iblis ini dilakukan dengan cara agar keduanya tidak hanya mendekati juga memakan buah pohon tersebut. Dalam kitab Tafsir Ibn Katsir dan Misykat Al Mashaabih dijelaskan bahwa yang dibujuk terlebih dahulu oleh iblis adalah Nabi Adam as. Namun bujukan itu ditolak. Kemudian iblis mendekati Siti Hawa dan mengatakan: “Allah tidak melarang kalian berdua untuk memakan buah itu, kecuali kalian akan menjadi malaikat yang memiliki kekuatan dan bahkan akan tinggal di dalam surga selama-lamanya“. Siti Hawa pun terpikat dan memakan buah itu. Ia pun pergi menemui Nabi Adam as dan berkata: “Hai Adam, makanlah buah ini, karena aku telah memakannya dan tidak terjadi apa-apa pada diriku, sebagaimana yang engkau lihat sendiri.” Setelah dirayu Siti Hawa, Nabi Adam as pun memakan buah itu. Karena melakukan larangan Allah, Nabi Adam as dan Siti Hawa dikeluarkan dari surga. Namun setelah diturunkan ke dunia, penderitaan yang dialami keduanya tetap berlanjut. Hal ini semakin dirasakan ketika Qabil, anak laki-laki pertama keduanya beranjak dewasa. Ia berperangai buruk dan
memiliki sifat iri, salah satu sifat yang dimiliki iblis. Karena iri, ia tidak senang melihat kenikmatan yang diperoleh adiknya, Habil yang akhirnya ia bunuh. Qabil berperilaku buruk di asumsikan sebagai akibat buah pohon terlarang yang dimakan kedua orang tuanya saat di surga. Kisah di atas merupakan peringatan bagi seluruh keturunan Nabi Adam as dan Siti Hawa. Bila ingin kembali ke surga maka harus menaati perintah Allah, seperti mengkonsumsi makanan yang halal baik zat maupun cara mendapatkannya. Kisah tersebut juga mengingatkan para ibu agar tidak mengulangi perbuatan Siti Hawa. Sebab, Nabi Adam as ikut memakan buah pohon terlarang itu karena rayuannya yang menyebabkan pasangan suami-istri yang pertama ini dikeluarkan dari surga dan memiliki anak berperangai buruk hingga menjadi pembunuh. Karena itu, langkah-langkah para ibu berpotensi menentukan apakah anakanaknya akan masuk ke surga atau tidak. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Surga itu di bawah telapak-telapak kaki para ibu. Salah satu contoh seorang Ibu yang berhasil membawa aroma surgawi di dunia ini adalah menantu perempuan khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia dinikahi oleh salah seorang putra beliau bernama Ashim. Sebagaimana dijelaskan Khalid Muhammad Khalid dalam buku Khulafaur Rasul, kisah pernikahan sepasang sejoli ini bermula dari Khalifah Umar Ibn Khatab yang berkeliling sendirian pada suatu malam untuk mengetahui nasib rakyatnya. Saat istirahat, ia mendengar percakapan antara seorang ibu dan anak gadisnya dari sebuah gubuk. Si ibu meminta agar anaknya mencampur
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
57
Hikmah susu kambing dengan air yang akan dijual di pasar. Namun, anaknya mengatakan, Tidak boleh, bu. Amirul Mukminin melarang kita mencampur susu yang akan dijual dengan air “Jawab gadis itu“ Tetapi semua orang melakukan hal itu, nak. Campur sajalah! Toh Amirul Mukminin tidak melihat kita melakukannya“. Gadis itu pun menimpalinya: “Bu, sekalipun Amirul Mukminin tidak melihat kita, namun Rabb Amirul Mukminin pasti mengetahuinya“. Mendengar ucapan gadis tadi, air mata Amirul Mukminin Umar bin Khatab menetes tak kuasa menahan tangis saking haru dan gembiranya. Ia pun bergegas pulang ke rumahnya dan menyuruh puteranya, Ashim untuk menyelidiki keadaan mereka. Setelah Ashim pulang dan menceritakan keadaan penghuni gubuk itu, Amirul Mukminin berkata: “Lamarlah gadis itu untuk menjadi istrimu. Aku melihat bahwa ia akan memberi berkah kepadamu nanti. Mudahmudahan pula ia dapat melahirkan keturunan yang akan menjadi pemimpin umat!“. Ashim pun akhirnya menikahi gadis miskin tapi berhati suci itu. Sepasang suami-istri ini dikaruniai seorang puteri bernama Laila. Gadis tersebut kemudian diperistri Abdul Aziz bin Marwan yang kemudian dari keduanya lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Setelah beranjak dewasa, beliau dilantik menjadi khalifah pada tahun 99 Hijriah. Meskipun hanya memerintah selama dua setengah tahun, ia berhasil menghilangkan kemiskinan dan menciptakan kemakmuran bagi rakyatnya. Keberhasilan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam memakmurkan rakyatnya membuktikan benarnya pandangan mata hati Khalifah Umar Ibn Khatab saat beliau hidup. Bukti tersebut juga menunjukkan bahwa seorang ibu yang sejak kecil menjaga dari hal-hal yang
haram akan menciptakan surga dunia bukan saja bagi anak-cucunya tetapi juga kepada seluruh rakyat yang dipimpin oleh suami, anak, atau cucunya. Dengan demikian, para ibu yang sejak kecil menyantap makanan haram baik karena zat maupun cara mendapatkannya tentu akan menciptakan neraka dunia dan akan mengarahkan anakcucunya menuju neraka akhirat. Menurut Jamil Azzaini dalam artikelnya “Dicari Sosok Umar bin Abdul Aziz“ (Republika, 27 April 2007), Umar bin Abdul Aziz adalah sosok Khalifah (pemimpin dunia) yang mampu menghilangkan kemiskinan di negerinya. Bahkan petugas Baitul Maal (kas negara) kebingungan mencari orang-orang yang berhak menerima zakat. Semua rakyat telah hidup berkecukupan dan memiliki mental positif yang luar biasa sehingga malu bila harus menerima zakat atau dana bantuan lainnya. Umar bin Abdul Aziz dilantik menjadi Khalifah pada Shafar 99 H. Dalam jangka waktu 2 tahun lima bulan ia mampu membuat negara yang dipimpinnya mencapai kemakmuran dan kejayaan. Simaklah sekelumit sepak terjang yang pernah dilakukan oleh Umar bin Abdul Azis. Jabatan tidak dijadikan sebagai sarana memperkaya diri. Bahkan, kekayaan Umar bin Abdul Aziz justru berkurang setelah dia menjabat sebagai khalifah. Di awal masa jabatan, kekayaannya mencapai 40.000 dinar (sekitar Rp 160 miliar). Di akhir masa jabatan, kekayaannya justeru hanya 400 dinar (kurang lebih Rp 160 juta). Kesederhaan Umar bin Abdul Aziz juga ditularkan kepada anak dan istrinya. Sang istri bernama Fatimah, seorang anak pejabat pemerintah. Sang belahan jiwa memiliki banyak perhiasan pemberian orang tuanya. Sesaat setelah dilantik dia berkata kepada istrinya “Pilihlah olehmu, kau kembalikan harta perhiasan itu ke Baitul
58 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Hikmah Maal (kas negara) atau kau izinkan saya meninggalkanmu untuk selamanya”. Sebagai istri yang solehah, Fathimah menjawab, “Saya lebih memilih engkau daripada harta dan perhiasan ini, bahkan jika lebih dari itu pun saya tetap memilih engkau.“ Pun, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para pejabat negara dan meminta harta kekayaan yang pernah diperoleh ketika menjabat untuk segera dikembalikan ke Baitul Maal. Walau ditentang, Umar bin Abdul Aziz tak bergeming, tanpa ragu ia meneruskan kebijakan menyita harta para pejabat. Cara yang ditempuh Umar bin Abdul Aziz terbukti manjur. Para pejabat tak berani korup dan mereka layak dijadikan suri tauladan. Harta kekayaan tidak hanya beredar diantara orang kaya saja. Orangorang miskin mendapat akses bantuan dan modal ke Baitul Maal. Tidak terjadi kezaliman penguasa terhadap rakyat. Kepercayaan dan dukungan masyarakat kepada pemerintah semakin menguat. Keberhasilan Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan buah pertobatan dari perilaku buruknya sewaktu muda. Suprianto dalam tulisannya “Pemimpin yang Amanah“ (Republika, 15 Juni 2007) menjelaskan bahwa sebelum menjadi khalifah, beliau setiap hari mengganti pakaian lebih dari satu kali. Ia memiliki emas dan perak, pembantu dan istana, makanan dan minuman, serta segala yang ia inginkan dan harapkan berada dalam genggamannya. Namun, ketika ia memangku kekhalifahan dan menjadi penanggung jawab urusan kaum Muslimin, ia meninggalkan semua itu. Sebab, ia ingat malam pertama di dalam kubur. Umar bin Abdul Aziz berdiri di atas mimbar di hari Jumat. Ia kemudian menangis. Ia telah dibaiat oleh umat Islam sebagai pemimpin. Di sekelilingnya terdapat para pemimpin,
menteri, ulama, penyair, dan panglima pasukan. Ia berkata, “Cabutlah pembaiatan kalian!“ Mereka menjawab, “Kami tidak menginginkan selain Anda.“ Ia kemudian memangku jabatan itu. Tidak sampai satu minggu kemudian, kondisi tubuhnya sangat lemah dan air mukanya telah berubah. Bahkan, ia tidak mempunyai baju kecuali hanya satu. Orang-orang bertanya kepada istrinya tentang apa yang terjadi pada khalifah. Istrinya menjawab, “Demi Allah, ia tidak tidur semalaman. Demi Allah ia beranjak ke tempat tidurnya, membolak-balik tubuhnya seolah tidur di atas bara api. Ia mengatakan, “Aku memangku urusan umat Muhammad SAW, sedangkan pada hari kiamat aku akan dimintai tanggung jawab oleh fakir, miskin, anak-anak yatim, dan para janda.“ Dengan demikian, jika kita sudah terlanjur melakukan perbutan-perbuatan yang melanggar aturan Allah, maka kita dapat mencontoh Khalifah Umar bin Khatab dan buyutnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Keduanya semula memiliki perilaku buruk namun setelah sadar keduanya memperbaiki hingga dapat memperbaiki keadaan rakyatnya. Bagi Khalifah Umar, salah satu buah dari pertaubatannya adalah kemampuan beliau memilihkan seorang wanita yang saleh untuk dijadikan istri salah seorang puteranya. Pilihan beliau ternyata tepat. Karena di kemudian hari cucu dari pasangan tersebut berhasil membawa aroma surgawi di dunia ini. Oleh karena itu, maka hal yang wajar bila Khalifah Umar bin Khatab dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagai sahabat yang dijamin menjadi penghuni surga. W allahu a’lam bis-showab. *Penulis adalah Pegawai Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang & Diklat Departemen Agama dan mantan Staf Redaksi Majalah Fokus Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama.
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
59
Renungan MENGHITUNG SEBELUM DIHITUNG (Evaluasi Perjalanan Hidup) Oleh Agus Irfani* Siapapun orangnya, tentu selalu dan tak diangkat sebagai CPNS, lalu menjadi PNS pernah lepas dari kegiatan melakukan sebagai staf pada Itjen Departemen Agama, perjalanan. Perjalanan hidup, bukan saja kemudian mau belajar, berusaha dan berawal dari kelahiran seseorang dari berprestasi sehingga kemudian diangkat rakhim seorang ibu, bahkan lebih dari itu ia menjadi pejabat sruktural atau fungsional telah mengadakan transaksi kepada Tuhan semacam Auditor. Harus diakui bahwa yang membuat dalam menempuh hidup itu sendiri perjalanan yakni bersedia menuju kepada untuk beriman berprestasi, akan kepada-Nya. ditemukan banyak sekali tanDikatakan oleh tangan dan perseorang Ulama, saingan yang bahwa ada 3 dasar utama untuk dapat harus dituntasmenjadikan hidup kan. Dan ketika lebih bermakna, telah datang yaitumau mencari waktunya untuk kebutuhan hidup, memperoleh menambahkan jabatan yang bekal kembali dan ternyata jabatan bersenang-senang adalah amanah, dengan yang halal. perjalanan jabatan itupun Mau mencari harus dapat kita kebutuhan hidup, jaga dengan baik, artinya kita mau sebab bisa jadi berusaha untuk kalau kita tidak memperoleh keadaan yang lebih baik menjaganya baik dari keadaan sebe-lumnya atau bisa berakibat perjalanan itu harus terhenti berharap untuk mendapatkan hari depan tidak sampai pada titik tujuan yang yang lebih baik. Ketika kita sebagai seorang diharapkan. Diakui ataupun tidak, ternyata siswa SMP mau belajar, tentunya berharap perjalanan itu memang tak pernah berhenti, untuk dapat lulus dan melanjutkan ke disamping harus diperjuangkan dengan tingkat SMA. Dari siswa SMA, tentunya meningkatkan segala kegiatan perjalanan berharap untuk dapat lulus dan melanjutkan yang terhenti alias gagal, kita harus dapat menjadi Mahasiwa, begitu seterusnya. membangun kembali, dan kita harus berjalan lagi, meskipun dengan tertatih-tatih Begitu pula manakala kita sebagai atau mulai dari nol. seseorang yang sudah bekerja, mulanya
60 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Renungan Perjalanan tim auditor dalam menjalankan tugas audit ataupun monitoring keluar kota bahkan keluar pulau yang lamanya lebih dari setengah bulan setiap bulannya itu rupanya perlu pula memiliki triktrik tertentu sehingga perjalanan terasa lebih bermakna. Seperti kita memasuki bulan suci Ramadhan, tentunya bagi yang jarang sekali atau tidak pernah berpuasa sunat, berat sekali rasanya untuk memulai ibadah puasa itu walaupun harus tetap dijalani juga dan ternyata terselesaikan pula menjalani puasa selama satu bulan penuh. Menambahkan bekal kembali, maksudnya bahwa hidup ini tidak kekal dan kita akan kembali yakni kembali dari kita mulanya tidak ada di dunia sampai kita meninggalkan di dunia lagi alias meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Berbeda dengan makhluk lain, Saat kita sebagai manusia kembali kepada tidak ada lagi di dunia ini ternyata harus bertanggung jawab atau mengandung resiko atas apa yang kita lakukan dalam perjalanan hidup tersebut. Dikatakan bahwa dunia ini adalah tempatnya menanam sebuah biji amalan, maka akhirat adalah tempat memetik buahnya; manakala kita pandai mananam dengan biji-biji amalan kebaikan, niscaya kita yakin bahwa kita akan memetik buah dari amalan kebaikan yang kita tanam itu. Bersenang-senang dengan yang halal. Kita boleh berbuat apa saja, yang penting adalah halal, dalam arti perbuatan itu mendapat izin dan ridho dari Tuhan. Berpakaian, berpakaianlah yang bagus dan indah yang halal dan tidak dilarang, yakni berpakaian yang menutupi aurat dan sekalikali bukan pakaian yang bagaikan layanglayang putus, kekurangan bahan atau transparan jelas bentuk dan lekuk tubuh kita.Berolahraga berupa jalan kaki, lari atau permainan dengan atau tanpa net adalah
halal juga bahkan menyenangkan. Olahraga yang kurang jelas halalnya, adalah olah raga mulut dengan sarana asap berupa menyedot dan menghembus atau menarik dan melepas beban angin yang bercampur asap, merokok maksudnya; memang banyak larangan untuk berolah raga yang satu ini baik di seluruh pom bensin maupun di ruangruang tertutup yang ber-AC, tetapi bagi yang sudah hoby, maka olah raga ini adalah amat sangat dihalalkan. Olah raga yang bagus sebenarnya adalah olah raga shalat, beribadat sholat yang banyak rakaatnya selain mendapatkan pahala dari Tuhan, maka badan kita akan bertambah kuat tambah urat dan sendi menjadi lentur dan tidak mudah pegal-pegal. Bagaikan olah raga lari atau jalan kaki, shalat dapat juga dilakukan dengan sistem cepat atau lambat seperti shalat tasbih misalnya, meski hasilnya tentu saja berbeda, kita yang terbiasa dengan shalat yang banyak atau shalat lambat tentu akan cepat siap dan siaga manakala bangun tidur tengah malam atau menjelang fajar, demikian pula memiliki disiplin ingat waktu ketika telah tiba jadwal shalat tepat waktu walau saat-saat kita sedang sibuk dengan pekerjaan dunia. Nah, dengan memantapkan ketiga modal dasar diatas, manakala perjalanan hidup ini tiba-tiba harus berakhir, katanya tanpa begitu terasa telah tarcapailah perjalanan finish dengan predikat khusnul khotimah akan kita capai. Yakin akan hal ini, perlu kiranya kita membuat evaluasi atas perjalanan hidup kita sesuai dengan anjuran yaitu perhitungkanlah dirimu sebelum dirimu diperhitungkan! Selamat menjalani dan memperhitungkan perjalanan hidup anda, semoga sukses senantiasa, amin. *Penulis Adalah Auditor pada Inspektur Wilayah IV
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
61
Relaksasi JUNGLISH What is Junglish? Jungle English..like one mentioned below: Javelish.. The typical Javanese language: ‘lho’, ‘lha’, ‘tho’, ‘kok’, ‘ki’, etc -Lho, I already bought that book tha! -Kok, buying again? -I told you many times ‘tho! -Lha, I didn’t know ...how ki!? -Don’t be like that, ‘no....!? Jakartenglish ? Jakarte English is marked by the ‘sih’, ‘deh’, ‘dong’, ‘nih’, etc -That book is very good, deh. -Can you speak english?..yeah a little sih I can! -Use my money first nih.. -Give me more dong.. -How sih? Little little angry.. Other exclamation words of Java : ‘woo’, ‘wah’, ‘wee’, ‘jian’, and ‘jee’ - Whe lha, this book is mine jee! - Woo, only like that tho! - Wah, expensive, tho? - Jian, Paijem is so beautiful tenan. Sundanglish is also available such as ‘atuh’, ‘euy’, ‘mah’ - Well, if that kind, it pretty so-so atuh - It can’t be that way euy.. - I am mah, not like that... anything else? There are also abundant ‘sound effect’ in Javanesse language. - Suddenly, mak bedhengus den Tukiman appeared - My head feels pain, mak cleng! - Mak tlepok, I got a manggo ! - My chicken is suddenly dead, mak cekengkeng - Mak gedebug, Kampret fell down.
- Mak jegagik.... Oh, trondholo ! - my body is not delicious (lg gak enak badan nih..) - don’t be like that, lha... - plz donk ah ! - gw lg wind in (masuk angin ) - headache seven around (puyeng 7 keliling hihi) (Sumber: myQuran.org) JUDUL FILM VERSI JAWA/INDONESIA Enemy at the Gates = Mungsuhe Wis Tekan Gapuro ( MUsuhnya sudah sampe di Gapura ) Die Hard = Matine Angel (susah matinye) Die Hard II = Matine Angel Tenan ( Matinya susahhh bener ) X-men = wong Lanang sing Saru ( kl nih bahasa indonesianya apa yahh.. ) Silence of the Lamb = Weduse Mutung (kambingnya nesu, bhs indonesianya nesu opo yohh.. ) Planet of the Apes = Planete Wong Apes (Planetnya orang apes ) Lord of the Ring = Juragan Akik *akik* cincin Million dollar Baby = Bayi rego sakyuto (bayi harga sejuta) Deep Impact = Mlebune kejeron (Masuknya terlalu dalam ) Die Another Day = Modare ojo saiki (Mampusnya jangan sekarang ) (Sumber: myQuran.org)
LOGIKA PRIA Seorang Suami dan Istrinya tengah menghadiri sidang perceraiannya. Dalam sidang akan memutuskan siapa yang mendapat hak asuh anak. Sambil berteriak histeris dan melompat - lompat si istri berkata:
62 Fokus Pengaw asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Pengawasan
Relaksasi “Yang Mulia, saya yang mengandung, melahirkan bayi itu ke dunia dengan kesakitan dan kesabaran saya!! Anak itu harus menjadi hak asuh Saya!” Hakim lalu berkata kepada pihak suami: “Apa pembelaan Anda terhadap tuntutan istri Anda” Si Suami diam sebentar, dengan nada datar berkata: “Yang mulia. Jika saya memasukkan KOIN ke mesin minuman Coca-Cola, mesinnya BERGOYANG SEBENTAR, dan minumannya keluar. Menurut Pak Hakim ....... Minumannya milik Saya atau Mesinnya?”
PUNYA ANJING TIDAK GALAK Seorang pria melihat seekor anjing sedang berbaring di sebelah seorang tua yg sedang duduk membaca koran. “Apakah anjingmu galak?”, tanyanya
Hakim: !$#@%$^** “Tidak” (Sumber: KapanLagi.com) Tapi ketika si pria mencoba mengelusnya, si anjing dengan ganas menerkam tangannya dan mengigitnya hingga hampir putus” “Hei! Kamu bilang anjingmu tidak galak!” "Memang tidak. Itu bukan anjing saya"
asan Nomor 15 Tahun IV Triwulan III 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
63