Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
FOKUS PENGAWASAN
TIDAK DIPERJUALBELIKAN
Daftar Isi
Fokus Pengawasan Fokus Pengawasan a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2009
2
SURAT PEMBACA ................................... 3 DARI REDAKSI ......................................... 4 FOKUS UTAMA: Strategi Mewujudkan WTP .................. 5
Dewan Penyunting: Pembina : M. Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Burhanuddin, Achmad Zaenuddin Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Abdul Karim Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : O. Sholehuddin, Kusoy, Maman Saepulloh, Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan Redaksi : Iing Muslihin, Miftahul Huda Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
Efektivitas Lembaga Pangawasan ..... 10
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
Perpu Nomor 2 Tahun 2009 ................. 58
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
Efektivitas Pelayanan ............................. 16 Langkah Efektif Pengawasan .............. 22 PENGAWASAN: Memaksimalkan Pengawasan ............ 25 Netralitas PNS ........................................... 29 Sistem Pengendalian Intern ................ 33 Audit Pada Unit Pusat ............................ 37 OPINI: Penanggulangan Korupsi ..................... 41 AMO: Pengurusan Tanah .................................. 48 RANDANG:
RENUNGAN: Membaca Al-Qur’an ............................... 63 HIKMAH: Qolbu dan Pintu Syaitan ....................... 67 RELAKSASI To Have dan To be .................................... 71
Surat Pembaca Perwajahan Majalah Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. Kesan saya setelah melihat dan membaca beberapa edisi majalah Fokus Pengawasan adalah terlalu serius dan agak kaku. Desain dan ukurannya masih standar serta kurang menarik untuk dibaca. Agar terlihat lebih rame dan modis, kalau bisa saya mengusulkan ukur an majalah lebih besar dan setting layout lebih “berani” dan masalah yang dibahas juga tolong yang aktual, dan tolong porsi foto-foto kegiatan diperbanyak. Kalau perlu tambah karikatur yang bisa mem buat tertawa dan tidak mengerutkan dahi ketika membacanya. Terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Salma NQ, Cimanggis, Kota Depok.
singkat tentang tema yang akan dibahas. Terima kasih. Wassalam Moch. Afifudin, Mojokerto, Jatim
Redaksi: terima kasih atas kritik dan usulannya. Redaksi minta maaf atas ketidaknyamanan saudara. Karena keterbatasan tempat dan halaman yang tersedia redaksi melakukan pemotongan judul, ke depan kami akan melakukan perubahan ukuran dan lay out dan melakukan penyesuaian yang Redaksi: Terima kasih atas usulanya, diperlukan. kami akan membahas usulan anda dalam sidang redaksi. Kami memang Kirim tulisan/artikel. Assalamu alaikum Wr. Wb. sedang mengusahakan untuk melakukan Yth redaksi majalah FP, mohon beberapa perubahan dalam lay out dan setting majalah ini. Semoga edisi informasi bagaimana cara mengirim yang akan datang kami terbit dengan tulisan artikel/opini kepada rekdaksi. Trims. perwajahan yang baru. Wassalam M. Rofiq, Ciputat Tangerang, Daftar Isi Salam Redaksi: Tulisan artikel/opini Redaksi majalah Fokus Pengawasan yang terhormat, saya merasa kurang sreg ditulis dengan bahasa Indonesia yang dan tidak nyaman ketika membaca daftar baik dan benar sesuai EYD. Panjang isi majalah FP ini. Saya mengusulkan, judul tulisan 3-4 halaman kertas A4, spasi tulisan baik artikel atau opini dan yang 1, dicantumkan daftar pustaka. Dan lainnya ditulis lengkap tidak dipotong dikirimkan ke alamat redaksi atau email setengahnya. Lebih bagus lagi setelah ke:
[email protected] judul ditulis dikasih sedikit abstraksi
3
Dari Redaksi
4
Salah satu indikasi keberhasilan pemerintah dalam mempertanggung jawabkan pengelolaan anggaran adalah ketika memperoleh penilaian “Wajar Tanpa Pengecualian”. Dengan penilaian tersebut pemerintah dianggap telah memenuhi kapabilitas, aksebilitas, dan terutama akuntabilitas terhadap publik. Untuk mencapai predikat tersebut berbagai upaya telah dilakukan oleh lembaga pemerintahan dalam kerangka reformasi birokrasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Departemen Agama perlu ber cermin lebih serius dari hasil yang selama ini telah dicapai. Banyak perubahan dan perbaikan yang telah dilakukan dalam peningkatan pelayanan terhadap ma syarakat, pembenahan kelembagaan, pemberantasan korupsi, peningkatan ki nerja dan berbagai capaian-capaian lain yang sangat signifikan. Namun di sam ping banyak keberhasilan tersebut, di bidang pengelolaan anggaran Departe men Agama masih mendapat predikat penilaian ”Tidak Memberikan Pendapat” (Disclaimer Opinion) oleh BPK-RI. Suatu penilaian yang satu sisi menempatkan Departemen Agama pada posisi yang belum memuaskan namun sisi yang lain seharusnya memberikan gambaran bahwa masih banyak pembenahan dan perbaikan yang harus terus diupayakan secara lebih serius lagi. Dengan demikian pada tindak lan jutnya, penilaian ”Tidak Memberikan Pendapat” (Disclaimer Opinion) tersebut harus memotivasi Departemen Agama agar
senantiasa meningkatkan usaha-usaha terutama di bidang pengelolaan anggaran dan pembuatan laporan keuangan menuju Opini “Wajar Tanpa Pengecualian”. Usahausaha ini pun tidak terlepas dari efektifitas peran pengawasan internal yang dilakukan oleh inspektorat jenderal dalam mengawal perjalanan Departemen Agama agar te tap berjalan sesuai tujuannya dan tidak menyimpang atau menyalahi ketentuan yang berlaku. Pada dasarnya, perilaku menyim pang berkaitan erat dengan budaya atau karakter yang sudah berkembang pada aparat birokrasi. Karena itu selalu penting diupayakan agar semua aparat birokrasi menyadari tugas dan fungsi mereka sebagai abdi negara dan abdi masyarakat di samping kewajiban dan fungsi dirinya menjalani kehidupan di muka bumi ini sebagai hamba Tuhan Yang Maha Mengetahui. Di samping itu, dalam menjalankan proses birokrasi sangat penting untuk dilakukan pengawasan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan terealisasinya program dan pelayanan masyarakat yang bisa berwujud dalam peningkatan peran pengawasan dalam berbagai bentuknya untuk menjamin akuntabilitas jalannya pemerintahan. Semoga setelah belajar dari penilaian yang sudah diberikan oleh BPK-RI, Departemen Agama mampu meningkatkan diri menuju implementasi opini “Wajar Tanpa Pengecualian” dengan salah satu upaya peningkatan peran pengawasan yang efektif dan efisien.
Fokus Utama Strategi Mewujudkan Laporan Keuangan Menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualian di Lingkungan Departemen Agama Oleh: Maman Taufiqurrahman
Pendahuluan Pemer intah dengan segenap aparaturnya mempunyai kewajiban secara konstitusional untuk memper tanggungjawabkan penggunaan anggaran yang dikelolanya. Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang, di antaranya adal ah Undang-Undang No mor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Secara teknis pertanggungjawaban ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pe merintah Pusat. Pada pasal 3, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 disebutkan bah wa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dengan prinsipprinsip ini pada akhirnya bertujuan agar
terselenggaranya kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Departemen Agama telah berupaya secara maksimal agar Laporan Keuangan yang disampaikan dapat memenuhi ber bagai standar yang berpangkal pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan merujuk pada Sistem Akuntansi Umum (SAU) oleh Departemen Keuangan serta Sistem Akuntansi Instansi (SAI) oleh Kementerian Agama. Namun, dalam pelaksanannya ada berbagai macam kompleksitas kondisi obyektif di Departemen Agama yang mempengaruhi hasil akhir dari Laporan Keuangan yang disampaikan Departemen Agama sehingga dalam proses audit oleh BPK-RI masih mendapat opini disclaimer. Berangkat dari kondisi tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya yang efektif dalam mempercepat terwujudnya Laporan Keuangan di lingkungan Departemen Agama untuk menuju terbentuknya Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) secara terstruktur, terukur, dan sistematis. Dengan langkah-langkah ini, Laporan Keuangan yang nantinya akan disampaikan oleh Menteri Agama kepada Presiden me lalui Menteri Keuangan menjadi lebih
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
5
Fokus Utama berkualitas, akuntabel dan memenuhi standar pertanggungjawaban yang di tentukan dengan berusaha mematuhi segala perundang-undangan yang ber laku.
Pembahasan Dalam menentukan opini terha dap laporan keuangan, ada empat kriteria yang menjadi pertimbangan sebelum disimpulkan opini yang akan diberikan. Kriteria-kriteria tersebut adalah: Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; Efektifitas sistem pengendalian intern; Kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan; dan Pengungkapan yang memadai. Dalam sistem manajemen pe ngelolaan keuangan ada beberapa jenis opini yang nantinya dapat dijadikan kesimpulan dari proses audit yang di laksanakan oleh auditor, baik itu auditor internal Inspektorat Jenderal maupun au ditor Ekternal departemen terkait seperti BPK dan BPKP. Jenis-jenis opini tersebut antara lain adalah: Pertama, Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), opini ini dapat diberikan dengan kondisi: Keempat kreteria pertimbangan penentuan opini dapat terpenuhi; Semua koreksi yang dapat mempengaruhi ke wajaran penyajian Laporan Keuangan sudah dilakukan oleh auditee; Dapat melakukan reviu atas auditor lain yang melaksanakan pemeriksaan atas Laporan Keuangan entitas lain yang menjadi 6
bagian Laporan Keuangan yang diperiksa. Atau, tidak dapat mereviu pekerjaan auditor lain tersebut, tetapi dapat diyakini bahwa bagian tersebut tidak bersifat ma terial terhadap Laporan Keuangan yang diperiksa. Kedua, Pendapat Wajar dengan Pe ngecualian (Qualified Opinion), diberikan dengan kondisi: Pembatasan lingkup audit atas beberapa akun yang cukup material (bukan tidak material dan bukan sangat material); Tidak semua koreksi telah dilakukan oleh auditee; Tidak dapat mereviu pekerjaan auditor lain yang melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan yang diperiksa, akan tetapi jumlahnya sangat material. Ketiga, Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion), diberikan dengan kondisi: Terdapat dua kriteria yang tidak terpenuhi, yaitu ”kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan” dan ”Konsistensi Pelaksanaan SAP”; Terdapat koreksi yang sangat material yang tidak dilaksanakan oleh auditee. Keempat, Pendapat Tidak Memberi kan Pendapat (Disclaimer Opinion), di berikan pada saat auditor tidak dapat menyimpulkan bahwa penyajian Laporan Keuangan tersebut wajar atau tidak wajar, dengan kondisi: Keempat kriteria tersebut tidak dilaksanakan; Terdapat pembatasan lingkup audit atas akun-akun yang sangat material terhadap penyajian Laporan Keuangan; Prosedur alternatif untuk
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama meyakini kewajaran penyajian Laporan Keuangan tidak dapat dilaksanakan; Tidak dapat mereviu pekerjaan auditor lain yang melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan yang diperiksa, akan tetapi jumlahnya sangat material. Selain keempat opini diatas, ada satu pendapat lagi yang merupakan modifikasi dari pendapat Wajar Tanpa Pengecualian, yaitu Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan paragraf penjelasan (Unqualified Opinion with modified wording). Pendapat ini diberikan dengan kondisi: Keempat kriteria kecuali pembatasan lingkup audit telah terpenuhi; Terdapat koreksi material yang tidak dilaksanakan oleh auditee; Tidak dapat mereviu pekerjaan auditor lain yang melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan yang di periksa, akan tetapi jumlahnya material (bukan tidak material dan bukan sangat material). Dari beberapa opini yang telah disebutkan di atas, opini yang paling dih arapkan dan menjadi tujuan setiap depatemen dan lembaga pemerintah adalah adalah opini Wajar Tanpa Pe ngeculian (Unqualified Opinion) (WTP). Opini ini diberikan karena auditor me yakini, berdasar bukti-bukti audit yang dikumpulkan, laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang bersifat material. Opini terbaik kedua adalah Wajar
Dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Opini diberikan karena meskipun ada kek eliruan, namun kesalahan atau ke keliruan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Opini paling buruk adalah Tidak Wajar (Adverse Opinion). Opini diberikan karena auditor meyakini, berdasar buktibukti yang dikumpulkannya, bahwa la poran keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar. Opini Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion) tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan sudah benar atau salah. Opini diberikan karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar atau salah. Berdasarkan laporan Hasil Audit BPK-RI terhadap Laporan Keuangan De partemen Agama Tahun 2007 dan 2008 yang hasilnya, “tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan Departemen Aga ma Tahun 2007 dan 2008”, karena adanya kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
7
Fokus Utama Secara garis besar kelemahankelemahan yang ditemukan dari hasil pemeriksaan BPK-RI atas Laporan Ke uangan Depar temen Agama antara lain adalah sebagai berikut: Kas di Ben dahara Pengeluaran; Kas di Bendahara Penerimaan; Kas selain di Bendahara; Persediaan; Piutang; Aset Tetap; Cont’ Aset Tetap; Pendapatan; Belanja; Belanja Bantuan Sosial. Lalu, upaya atau langkah strategis apa yang dilakukan oleh Departemen Agama untuk meningkatkan opini laporan keuangan dari Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan Pendapat (Dis claimer Opinion) menjadi opini Wajar Tanpa Pengeculian (Unqualified Opinion) (WTP). Secara umum langkah-langkah yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah meningkatkan efektifitas pengawasan intern. Peningkatan efektifitas peng awasan ini guna memenuhi visi Ins pektorat Jenderal Departemen Agama yakni ”Terwujudnya sistem pengawasan untuk menjadikan Departemen Agama menjalankan kepemerintahan yang baik (good governance), menjadi ba gian pemerintah yang bersih (clean government), dan terhindar dari KKN dalam rangka membangun bangsa Indonesia yang sukses dan mempunyai integritas melalui agama dan pendidikan.” Adapun langkah-langkah strategis yang ditempuh oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama meliputi langkah 8
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Langkah-langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, Langkah Jangka Pendek, langkah ini di lakukan dalam bentuk program-program seperti: Memaksimalkan pelaksanaan reviu Laporan Keuangan (LK) Departemen Agama yang nantinya akan disampaikan kepada Presiden melalu Menteri Keuangan sehingga meyakinkan dan menjamin bah wa laporan keuangan yang telah dikelola benar-benar memenuhi ketentuan yang berlaku dan memberikan keyakinan akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan itu. Re viu sendiri adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Intern untuk memberi keyakinan terbatas bahwa ti dak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; dan Me minimalkan temuan-temuan kelemahan dan atau ketidaksesuaian sebagaimana yang sudah dikemukakan dalam hasil audit BPK-RI. Langkah ini dilakukan de ngan melakukan berbagai koordinasi, konsultasi, pemantauan, dan konfirmasikonfirmasi ke semua satuan kerja - satuan kerja secara berjenjang guna mendukung terwujudnya laporan keuangan yang ber kualitas dan akuntabel. Kedua, Langkah Jangka Menengah,
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama langkah ini dilakukan dalam bentuk: Pe metaan dan inventarisasi permasalahanpermasalahan yang terkait dengan temuantemuan yang disimpulkan dari hasil audit BPK-RI terhadap Laporan Keuangan (LK) Departemen Agama; Konsolidasi inter nal guna terwujudnya perencanaan dan program yang komprehensif untuk terwujudnya laporan keuangan (LK) De partemen Agama yang berkualitas dan akuntabel; Sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis pengelolaan keuangan negara; Monitoring dan pengendalian pelaksanaan pengelolaan keuangan negara; dan Pendampingan dan asistensi proses pengelolaan keuangan dan pelaporan keuangan. Ketiga, Langkah Jangka Panjang, langkah ini dilakukan dalam bentuk: Peningk atan kualitas perencanaan anggaran; Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM); Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan keuangan negara; Peningkatan komitmen dan moralitas pimpinan di semua jenjang; Peningkatan pemenuhan Sistem Akuntansi Intansi (SAI) dan Sistem Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN); Pembudayaan pengawasan dini/ upaya preventif melalui pendekatan agama; Perampingan struktur satuan kerja menjadi lebih proporsional; Pengelolaan PTAN dengan PPK BLU; dan Senantiasa berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal
yang bertugas menyusun laporan ke uangan.
Penutup Demikian beberapa strategi dan Langk ah-Langk ah yang seharusnya dilakukan untuk mewujudkan Percepatan Laporan Keuangan Departemen Aga ma dengan Opini Wajar Tanpa Penge cualian. Partisipasi semua pihak menjadi penentu suksesnya realisasi strategistrategi yang direncanakan demi ter wujudnya kualitas Laporan Keuangan departemen Agama yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah dengan mengacu pada perundangan-undangan yang berlaku. Mudah-mudahan apa yang akan kita laksanakan menjadi kontribusi bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean government). Segenap upaya kita semoga mendapat tuntunan dan perlongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
9
Fokus Utama Efektivitas Keberadaan Lembaga Pengawasan Internal Oleh: Ida Farida Pengawasan secara umum diartikan sebagai upaya menjaga agar program/kegiatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana, efektif, efisien, dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dikenal terminologi pengawasan dengan pendekatan agama, pengawasan melekat, pengawasan intern, pengawasan ekstern, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat yang dapat digambarkan sebagai lapisan-lapisan unsur pengawasan nasional. Pengertian pengawasan dalam tulisan ini hanya dibatasi dan terfokus pada pengawasan intern dan pengawasan ekstern. Pengawasan intern dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Inspektorat Utama Kementerian/LPND dan Bawasda Provinsi, Kabupaten dan Kota, sedangkan pengawasan ekstern dilaksanakan oleh BPK-RI sebagai aparat pengawasan ekstern yang bebas mandiri dalam pelaksanaan fungsi pemeriksaan keuangan negara. Secara universal diakui bahwa pengawasan intern dan pengawasan ekstern berperan dalam mendorong perwujudan kepemerintahan 10
yang baik (good governance) melalui peningkatan akuntabilitas dan transparansi instansi pemerintah yang diawasi. Pengawasan intern pemerintah merupakan alat pengawasan eksekutif. Ruang lingkup pengawasan intern lebih luas daripada pengawasan ekstern yang hanya melakukan pengawasan melalui kegiatan audit. Pengawasan intern pemerintah merupakan salah satu un-sur manajemen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tujuan utama pengawasan intern adalah membantu pimpinan instansi pemerintah meningkatkan keberdayaan institusi pemerintah melalui kegiatan pengawasan yang mampu memberikan keyakinan/jaminan (quality assurance) yang memadai bagi pencapaian kinerja pemerintah yang telah ditetapkan, dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Pengawasan intern pemerintah dilaksanakan melalui berbagai bentuk kegiatan pengawasan yaitu audit, evaluasi, review, pemantauan, dan kegiatan-kegiatan asistensi, konsultasi serta sosialisasi tentang masalahmasalah yang berhubungan dengan sistem administrasi keuangan dan penyelenggaraan pemerintahan. Dalam
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama penyelenggaraan pengawasan intern, kegiatan-kegiatan di luar kegiatan audit mempunyai kedudukan dan manfaat yang sama pentingnya dengan kegiatan kegiatan audit, karena seluruh kegiatan tersebut bersifat membantu pimpinan instansi pemerintah dalam meningkatkan kinerja organisasi. Pengawasan intern mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengendalian intern karena pengawasan intern merupakan bagian dari pengendalian intern instansi pemerintah yang bersifat menyeluruh. Pengawasan intern diperlukan oleh pimpinan instansi pemerintah untuk memberikan keyakinan bahwa sistem pengendalian intern di dalam instansi yang dipimpinnya telah berjalan secara efektif. Lembaga pengawasan intern melakukan evaluasi secara berkala maupun sewaktu-waktu terhadap kehandalan dan efektivitas sistem pengendalian intern. Hasil evaluasi sistem pengendalian intern disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah serta unsur-unsur pimpinan lainnnya dalam instansi pemerintah yang dipandang perlu untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan pengawasan tersebut. Hasil pengawasan intern bermanfaat bagi pimpinan organisasi karena dapat memberikan penilaian yang bersifat independen dan obyektif tentang keandalan sistem pengendalian intern, tingkat pencapaian kinerja (efektivitas,
efisiensi, kehematan), hambatan, kelemahan dan penyimpangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan unit-unit kerja di bawahnya. Apabila hasil pengawasan mengidentifikasikan adanya temuantemuan tersebut, pimpinan organisasi dapat mengambil tindakan korektif untuk meyakinkan bahwa temuantemuan tersebut tidak terulang lagi. Dalam hal ini, pengawasan intern dapat berperan sebagai katalisator dalam hal peningkatan kinerja organisasi, pemberi rekomendasi yang berkesinambungan bagi perbaikan/peningkatan teknis pelaksanaan yang sedang berjalan, pemberi masukan tentang perlunya mengganti/ mengubah pendekatan dalam kegiatan yang sedang berjalan, yang terbukti kurang operasional atau sudah terlalu ketinggalan zaman (out dated). Agar lembaga pengawasan intern dapat berperan secara efektif dan efisien, terdapat dua faktor mendasar yang perlu dipenuhi yaitu: pertama, Adanya standar profesi kegiatan pengawasan intern yang diterima secara umum dan diakui secara meluas dalam dunia pengawasan intern, dan kedua, adanya lingkungan yang mendukung, yang meliputi : a)Dasar hukum yang memberikan batasan tentang sistem, prinsip,dan fungsi pengawasan intern, b)Sistem manajemen yang jelas dan berfungsi dengan baik pada obyek
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
11
Pembicara dan Moderator pada Acara Sosialisasi Peraturan-perundang-undangan terbaru
yang diawasi, c)Independensi yang cukup, d)Mandat pengawasan yang jelas meliputi ruang lingkup dan jenis kegiatan pengawasan, e)Supervisi atas pelaksanaan tugas pengawasan. Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pemeriksaan, Lembaga pengawasan ekstern (BPK) dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Untuk itu, laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK. Namun Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 memberikan batasan yang baku tentang aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk itu seyogyanya pengaturan hubungan antara BPK-RI sebagai aparat pengawasan ekstern dan APIP perlu dirumuskan lebih lanjut dalam 12
Undang-undang Sistem Pengawasan Nasional. Peran Inspektorat Jenderal Pada masa lalu, pengawasan kurang mendapat perhatian yang memadai baik dalam kerangka bahasan-bahasan teoritik maupun dalam kehidupan praktik pemerintahan. Dalam kebijakan praktik, pengawasan hanya menjadi pelengkap, diletakkan dalam posisi yang relatif lemah, tanpa ada kekuatan hukum yang berdampak serius pada perbaikan sistem. Di satu sisi, institusi pengawasan merupakan detektor dini apabila terjadi penyimpangan dalam implementasi kebijakan publik sehingga dapat segera dikontrol/dikendalikan. Di sisi lain, lembaga pengawasan dicurigai sebagai lembaga yang memata-matai pelaku
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama kebijakan publik sehingga dipandang sebagai ancaman yang tidak diharapkan kehadirannya. Dalam posisi tidak berdaya untuk menjalankan tugas dan fungsi idealnya, lembaga pengawasan cenderung hanya dianggap sebagai pelengkap dari perangkat manajemen kepemerintahan saja. Ketidakberdayaan lembaga pengawasan tersebut disebabkan oleh: a) kemampuan SDM aparatur pengawasan baik internal maupun eksternal yang kurang memadai, b)kedudukan akuntan pemerintah dalam struktur organisasi lembaga pengawasan internal relatif masih lemah, c)institusi pengawasan didudukkan pada posisi yang tidak sepenuhnya independen, d)kurangnya koordinasi antar lembaga pengawasan dalam melakukan tugas pemeriksaan, e)pengaturan kelembagaan yang lemah dan kurang jelas sehingga mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga audit seperti BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, dan Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota, f) kerangka hukum yang kurang jelas, g) lemah dalam pemahaman dan aplikasi standar dan praktik yang diakui secara internasional, dan h)dukungan eksternal yang pernah dilaksanakan hanya intermiten tanpa ada kerangka kerja perencanaan secara jangka panjang Salah satu amanat agenda reformasi adalah pemberantasan terhadap semua praktik-praktik KKN (Kolusi, Korupsi
dan Nepotisme). Dalam era reformasi, langkah awal untuk melakukan pemberantasan KKN telah ditetapkan dalam Tap MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) No. IV/MPR/1999 tentang GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara), yang antara lain mengamanatkan perlunya ”membersihkan penyelenggara negara dari praktik KKN dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral”. Semangat pemberantasan KKN ini kemudian juga ditegaskan dalam Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan upaya penerapan prinsipprinsip good governance. Peran pengawasan sangatlah penting untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan organisasi. Tujuan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya, apabila ditemukan penyimpangan segera diambil tindakan koreksi. Dalam kaitan ini, perlu dipahami bahwa pada dasarnya terdapat perbedaan pengertian pemeriksaan dan pengawasan. Dengan pengertian yang tepat, maka dapat membantu pema-
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
13
Fokus Utama haman atas perubahan paradigma pengawasan dalam reformasi birokrasi. Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, dinyatakan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, dan evaluasi yang dilakukan secara independent, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Undang-Undang ini secara tegas menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan oleh pihak yang independen. Dalam hubungan ini, Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) adalah lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas dan mandiri. Di sisi lain, pengawasan mengandung pengertian yang lebih luas, dan dalam konteks pengawasan internal pemerintah lebih berarti sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk membantu suatu manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan cara yang paling sejalan dengan kepentingan organisasi. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang tidak terpisah dari manajemen/organisasi birokrasi modern. Pengawasan juga berfungsi untuk meningkatkan kredibilitas informasi yang disampaikan oleh
14
manajemen. Fungsi pengawasan pada umumnya melekat secara administrasi dalam struktur organisasi, dengan posisi di bawah pimpinan organisasi tersebut. Hal ini berarti pengawasan dilakukan oleh pihak yang tidak independen. Dalam hubungan ini, aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) lebih berfungsi sebagai ’mata dan telinga’ instansi pemerintah. Sejalan dengan bergulirnya re formasi, paradigma pengawasan menem patkan peran APIP sebagai konsultan dan katalisator dalam membantu ma najemen birokrasi pemerintah mela kukan penilaian dan pengukuran ter hadap kinerja organisasi. Hal ini di lakukan dengan mengukur kinerja orga nisasi melalui, antara lain instrumen pemeriksaan operasional, performance audit, value for money audit, dan key performance indicators audit. Audit internal yang dilakukan Ins pektorat Jenderal pada dasarnya merupakan pemberian bantuan kepada manajemen dalam mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi terhadap terjadinya inefisiensi dan potensi penyimpangan serta kegagalan pencapaian tujuan organisasi. Artinya Inspektorat Jenderal adalah juga mitra manajemen dalam upaya mencapai kinerja yang diharapkan. Dengan demikian, ada dua peran utama audit internal yaitu sebagai watchdog dan sebagai
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama agent of change. Sebagai watchdog, berperan melakukan pemantauan kinerja untuk mendorong pencapaian rencana dan target yang ditetapkan. Sebagai agent of change, lebih berperan dan berfokus pada evaluasi governance, antara lain melalui sistem pengawasan interaktif yang dapat memberikan umpan depan (feedforward) untuk per ubahan perencanaan dan strategik organisasi. Dalam hal ini diperlukan pengawasan yang bersifat strategik yang tidak hanya menggunakan pendekatan single loop learning yang menekankan pada pengecekan atas kesesuaian pelaksanaan kebijakan dengan rencana, tetapi juga menggunakan pendekatan double loop learning yaitu di samping membandingkan realisasi dengan rencana, juga mengevaluasi kebijakan, program dan kegiatan dengan memperhatikan lingkungan strategiknya. Dengan demikian, paradigma pengawasan dalam reformasi birokrasi tidaklah hanya menekankan peran audit internal sebagai watchdog saja, tetapi juga menegaskan pentingnya peran audit internal sebagai agent of change yang meliputi kegiatan-kegiatan pemberian konsultasi/pembinaan dan sebagai katalis dalam perwujudan administrasi dan manajemen pemerintahan yang baik. Masalah Pengawasan Pengawasan fungsional
awasan intern dan pengawasan ekstern) yang dilaksanakan oleh aparat pengawasan ekstern pemerintah, yaitu BPK RI dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Kementerian/LPND (Inspektorat Utama/Inspektorat) serta Bawasda Provinsi, Kabupaten dan Kota. Menunjukkan bahwa jumlah lembaga pengawasan yang banyak tersebut tidak diikuti dengan kinerja yang diharapkan. Pengawasan tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, ditunjukkan dengan tetap terjadinya penyimpangan yang berulang-ulang, dalam bentuk kerugian negara, rendahnya keberhasilan dan efisiensi pelaksanaan kegiatan yang diawasi serta terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan pengawasan. Hal ini berarti bahwa peran dan fungsi pengawasan intern dan pengawasan ekstern belum dapat mendorong terwujudnya kepemerintahan yang baik. Pemecahan Masalah Masalah-masalah pengawasan tersebut di atas harus diatasi dengan baik sehingga pengawasan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: Bersambung
(peng-
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
15
Fokus Utama Efektivitas dan Akuntabilitas Pelayanan Publik Oleh: Hakim Jamil
Salah satu unsur yang dapat di-
Kata kunci pertama adalah efektifitas.
gunakan sebagai tolok ukur untuk menilai
Efektifitas adalah penilaian yang dibuat
berhasil atau tidaknya kinerja satuan
berkenaan dengan kinerja masing-masing
organisasi atau unit kerja adalah dengan
individu, kelompok dan organisasi atau
melalui efektifitas dan akuntabilitas
bisa dikatakan bahwa efektifitas adalah
pelayanan publik. Istilah efektifitas dan
efektif atau tidaknya seseorang, kelompok
akuntabiltas sering kita dengar dan
maupun suatu organisasi dilihat bagaimana
kita baca dalam berbagai media baik
kinerjanya. Kata efektifitas terkait dengan
cetak maupun elektronik. Kata-kata
kata efisiensi, yang berarti penggunaan
tersebut sangat familiar dikalangan lem-
sumber daya (bahan, dana, orang, waktu)
baga pemerintahan sejak era reformasi
seminimal mungkin untuk menghasilkan
seiring dengan tekad pemerintah untuk
volume output yang diinginkan. Definisi
mewujudkan tata kepemerintahan yang
lainnya menyebutkan bahwa efisiensi
baik. Dalam tulisan ini akan dibahas me-
adalah perbandingan atau rasio antara
ngenai apa sebenarnya yang dimaksud
output dengan input yang digunakan,
dengan efektifitas, akuntabilitas, dan
seperti perbandingan antara biaya yang
pelayanan publik.
dikeluarkan dengan hasil/manfaat yang diperoleh.
Pengertian Sebelum melangkah lebih jauh pada materi yang akan dibahas, ada baiknya kita memahami dan mengerti beberapa definisi atau pengertian beberapa kata kunci yang dipergunakan dalam pembahasan ini. Ada tiga kata kunci yang harus kita mengerti lebih dulu sebelum meneruskan membaca tulisan ini. Ketiga kata kunci tersebut adalah Efektifitas, Akuntabilitas dan Pelayanan Publik.
16
Kata kedua yang perlu dipahami adalah akuntabilitas. Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan accountability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Secara istilah, akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individuindividu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama untuk dapat menjawab hal-hal yang
digunakan yaitu pendekatan tujuan dan
menyangkut pertanggungjawabannya.
pendekatan sistem. Pertama, Pendekatan
Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen
Tujuan. Pendekatan tujuan menekankan
untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal
pada sejauh mana tujuan atau sasaran yang
pencapaian hasil pada pelayanan publik
telah ditetapkan dapat dicapai, artinya
dan menyampaikannya secara transparan
efektif atau tidaknya suatu organisasi atau
kepada masyarakat.
unit kerja dapat dilihat apakah tujuan atau
Kata ketiga yang perlu dipahami
sasaran yang telah ditetapkan tercapai
adalah pelayan publik. Pelayanan publik
atau tidak. Untuk dapat mengetahui
atau pelayanan umum dapat didefinisikan
efektifitas atau tidaknya suatu organisasi
sebagai segala bentuk jasa pelayanan,
atau unit kerja melalui pendekatan tujuan
baik dalam bentuk barang publik maupun
ini mutlak harus ada Sistem Akuntabilitas
jasa publik yang pada prinsipnya menjadi
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada
tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
setiap unit kerja sebagai sarana evaluasi.
Instansi Pemerintah di Pusat, di Da-
Ada beberapa kesulitan dalam
erah, dan di lingkungan Badan Usaha
m e n g u k u r e fe k t i f i t a s b e rd a s a r k a n
Milik Negara atau Badan Usaha Milik
pendekatan tujuan atau sasaran yakni
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
bagi organisasi atau unit kerja yang
kebutuhan masyarakat maupun dalam
memproduksi output atau outcome yang
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
tidak bersifat kuantitatif (nyata, jelas),
perundang-undangan.
termasuk sebagian out put atau outcome yang dihasilkan dilingkungan Departemen
Pembahasan Pertanyaan yang sering muncul dalam mewujudkan efektivitas dan akuntabilitas adalah bagaimana mengetahui efektif atau tidaknya suatu satuan organisasi atau unit kerja? Metode apa yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan akuntabilitas dalam pelayan publik sehingga dapat memuask an pelanggannya. Untuk menjawab per tanyaan tersebut, ada dua pendekatan yang dapat
Agama, artinya sebagian output atau outcome yang dihasilkan tidak dapat diukur secara kuantitaif. Untuk mengatasi kesulitan tersebut dapat ditempuh melalui pendekatan system. Kedua, Pendek atan Sistem. Pendekatan sistem ini menekankan pada sejauh mana organisasi atau unit kerja yang bersangkutan mampu memenuhi tuntutan eksternal atau masyarakat/ lingkungan sekitar Artinya apakah output/ keluaran atau hasil dan suatu kegiatan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
17
Fokus Utama berguna/bermanfaat atau tidak bagi
disini adalah sejauhmana organisasi/unit
masyarakat, kalau bermanfaat berarti
kerja yangbersangkutan mampu merespon
efektif, sebaliknya bila tidak bermanfaat
perubahan internal dalam organisasi/unit
berarti tidak efektif. Siklus ini terus berputar
kerja itu sendiri dan dan masyarakat atau
sebagai suatu system.
lingkungan sekitar, seperti perlu adanya
Untuk mengetahui efektifitas
transparansi dan akuntabilitas, pegawai/
atau tidaknya suatu organisasi atau unit
karyawan yang memiliki keterampilan
kerja yang memproduksi sebagian hasil/
tertentu, sarana kantor yang komputerais
outcome yang tidak jelas/kuantitatif,
dan semacamnya. Pengembangan, yaitu
dapat menggunakan lima kriteria yaitu
menekankan sejauhmana komitmen
produksi, effesiensi, kepuasan, adaptasi,
pimpinan organisasi/unit kerja
dan pengembangan. Produksi berkenaan
yangbersangkutan untuk memperluas
dengan kemampuan organisasi atau unit
kapasitas dan potensi untuk tumbuh dan
kerja yang bersangkutan mengahsilkan
berkembang, khususnya pengembangan
output baik jumlah maupun kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki.
yang dihasilkan mampu memenuhi
Artinya, suatu organisasi atau unit kerja
keinginan atau kebutuhan masyarakat
tidak boleh merasa puas terhadap kinerja
sebagai pengguna. Efisiensi berkenaan
yang telah dicapai, tetapi terus menerus
dengan bagaimana satuan organisasi
berusaha meningkatkan kualitas pelayanan
atau unit kerja yang bersangkutan
dan sumber daya.
menggunakan sumber daya yang ada.
Dalam pelaksanannya ada beberapa
Kepuasan, Ar tinya pelayanan yang
kendala atau hambatan terwujudnya
diberikan tidak mengecewakan atau
efektifitas diantaranya adalah Kualitas
menimbulkan keluhan dan masyarakat
pegawai relatif masih rendah, kualitas
sebagai pengguna, ada dua faktor yang
perencanaan masih rendah, kurangnya
sangat menentukan tercapai atau tidaknya
kemauan pimpinan untuk mewujudkan
pelayanan prima ini , yaitu faktor SDM
efisiensi dan efektifitas.
baik kuantitas maupun kualitas sebagai
Berbicara mengenai akuntabilitas,
pelayan dan sarana prasarana yang ada
mau tidak mau harus dikaitkan dengan
sebagai tempat melayani masyarakat.
upaya mewujudkan tata kepemerintahan
Perlu adanya perubahan sikap
yang baik (Good Governance). Good
pegawai/pejabat dan yang dilayani menjadi
Governance memiliki beberapa atribut
pelayan atau yang melayani masyarakat.
kunci seperti efektif, partisipatif, transparan,
Adaptasi, Adaptasi yang dimaksudkan
akuntabel, produktif, dan sejajar serta
18
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama mampu mempromosikan penegakan
telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang
hukum. Di atas semua itu, atribut utama
telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
Good Governance adalah bagaimana
Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu
penggunaan kekuasaan dan otoritas dalam
dalam menyiapkan laporan, proses audit,
penyelesaian berbagai persoalan publik.
serta kualitas audit. Perhatian khusus
Dalam konteks itu, mekanisme kontrol
diberikan pada kinerja dan nilai uang serta
(check and balance) perlu ditegakkan
penegakan sanksi untuk mengantisipasi
sehingga tidak ada satu komponen pun
dan mengatasi penyalahgunaan, mis-
yang memegang kekuasaan absolut. Salah
manajemen, atau korupsi. Jika terdapat
satu mekanisme yang digunakan adalah
bantuan finansial eksternal, Ketiga, Akun-
dengan menegakkan akuntabilitas sistem,
tabilitas administratif, merujuk pada
struktur, organisasi dan staf atas apa yang
kewajiban untuk menjalankan tugas
menjadi tanggung jawab, fungsi, tugasnya
yang telah diberikan dan diterima dalam
yang antara lain terlihat dari perilaku atau
kerangka kerja otoritas dan sumber daya
budaya kerjanya.
yang tersedia. Dalam konsepsi yang
Ada tiga dimensi akuntabilitas
demikian, akuntabilitas administratif
yang sering dikaitkan dengan tata kelola
umumnya berkaitan dengan pelayan
pemerintahan. Pertama, Akuntabilitas
publik, khususnya para direktur, kepala
Politik, biasanya dihubungkan dengan
departemen, dinas, atau instansi, serta
proses dan mandat pemilu, yaitu mandat
para manajer perusahaan milik negara.
yang diberikan masyarakat kepada para
Selain itu, ada beberapa metode
politisi yang menduduki posisi legislatif
untuk menegak k k an akuntabilitas,
dan eksekutif dalam suatu pemerintahan.
diantaranya adalah: Kontrol Legislatif;
Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut
A k u n t a b i l i t a s Le g a l ; O m b u d s m a n ;
bersifat temporer karena mandat pemilut
Desentralisasi dan Partisipasi; Kontrol
sangat tergantung pada hasil pemilu yang
Administratif Internal; serta Media massa
dilakukan pada interval waktu tertentu.
dan Opini Publik.
Kedua, Akuntabilitas Finansial, fokus
Pelayanan publik atau pelayanan
utamanya adalah pelaporan yang akurat
umum dapat didefinisikan sebagai segala
dan tepat waktu tentang penggunaan
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
dana publik, yang biasanya dilakukan
barang publik maupun jasa publik yang
melalui laporan yang telah diaudit secara
pada prinsipnya menjadi tanggung
profesional. Tujuan utamanya adalah
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi
untuk memastikan bahwa dana publik
Pemerintah baik di tingkat Pusat, Daerah,
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
19
Fokus Utama maupun di lingkungan Badan Usaha
produk, baik keistimewaan langsung
Milik Negara atau Badan Usaha Milik
maupun keistimewaan atraktif yang
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
dapat memenuhi keinginan pelanggan
kebutuhan masyarakat maupun dalam
dan dengan demikian dapat memberikan
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
kepuasan dalam penggunaan produk
perundang-undangan.
itu. Kedua, Kualitas terdiri dari segala
B e rd a s a r k a n o rg a n i s a s i ya n g m e nye l e n g g a r a k a n ny a , p e l ay a n a n
sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
publik atau pelayanan umum dapat
Acuan dari kualitas seperti dije-
dibedakan menjadi dua, yaitu: Pelayanan
laskan diatas menunjukan bahwa kualitas
publik atau pelayanan umum yang
selalu berfokus pada kepentingan/ke-
diselenggarakan oleh organisasi privat,
puasan pelanggan (Customer Focused
adalah semua penyediaan barang atau
Quality), sehingga dengan demikian
jasa publik yang diselenggarakan oleh
produk-produk didesain, diproduksi, serta
swasta, seperti misalnya rumah sakit
pelayanan diberikan untuk memenuhi
swasta, PTS, perusahaan pengangkutan
keinginan pelanggan. Oleh karena itu,
milik swasta dan Pelayanan publik atau
kualitas mengacu pada segala sesuatu
pelayanan umum yang diselenggarakan
yang menentukan kepuasan pelanggan,
oleh organisasi publik.
suatu produk yang dihasilkan baru
Ada lima karakteristik yang dapat
dapat dikatakan berkualitas apabila
dipakai untuk membedakan ketiga jenis
sesuai dengan keinginan pelanggan,
penyelenggaraan pelayanan publik
dapat dimanfaatkan dengan baik serta
tersebut, yaitu: Adaptabilitas layanan;
didiproduksi dengan cara yang baik dan
Posisi tawar pengguna/klien; Type pasar;
benar.
Locus control; dan Sifat pelayanan.
Sejalan dengan hal tersebut di-
Pertanyaan selanjutnya adalah
atas, maka untuk memenuhi keinginan
bagaimana pelayanan publik yang
masyarakat (pelanggan), Menteri Negara
ada bisa memuaskan pelanggan? Ada
Pe n d a y a g u n a a n A p a r a t u r N e g a r a
beberapa konsep yang bisa dilakukan
(MENPAN) dalam keputusannya Nomor:
untuk memuaskan pelanggan. Salah
81/1995 menegaskan bahwa pelayanan
satu konsep dasar dalam memuaskan
yang berkualitas hendaknya sesuai
pelanggan, minimal mengacu pada
dengan sendi-sendi sebagai berikut :
dua hal, yaitu: Pertama, Keistimewaan
Kesederhanaan; Kejelasan dan kepastian;
yang terdiri dari sejumlah keistimewaan
Keamanan; Keterbukaan; Efisien; Ekonomis;
20
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama Keadilan yang merata; dan Ketepatan
pengetahuan teori dan dilaksanakan
waktu.
dalam praktek mustahil efektifitas dan akuntabilitas dapat diterapkan. Juga,
Penutup Demikianlah, untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima dengan mengedepankan efektifitas dan akuntabilitas perlu dilakukan upaya-upaya sadar bagi yang menjalankannya. Tanpa kesadaran yang diimbangi dengan
kerjasama antar masing-masing individu untuk melaksanakan efisiensi dalam melakukan pelayanan publik mutlak perlu dilakukan, kalau tidak jangan berharap efektifitas dan akuntabilitas publik dapat terlaksana dengan baik.
“Tidak akan masuk syurga engkau semua itu sehingga engkau semua beriman dan tidak akan dinamakan beriman engkau semua itu sehingga engkau semua saling cinta-mencintai. Tidakkah engkau semua suka kalau saya menunjukkan kepadamu semua pada sesuatu yang jikalau engkau semua melakukannya tentu engkau semua akan saling crnta-mencintai? Yaitu ratakanlah salam antara sesamamu semua!” (Riwayat Muslim) Mempertahankan kebiasaan buruk adalah seperti berdiri dalam semen basah. Semakin lama anda berdiri dalam semen basah, akan semakin sulit anda membebaskan diri. Dan mempertahankan kebiasaan buruk, adalah persisi berdiri dalam semen basah. Walaupun anda sudah berubah bentuk, cetakan semen itu mengumumkan bentuk anda sebelumnya sebagai bentuk asli anda. Itu sebabnya, dibutuhkan waktu yang cukum panjang untuk memperbaiki nama yang sempat rusak, karena cetakan reputasi buruk bias mengekang lebih kuat daripada semen yang telah mengeras. (kata-kata inspiratif Mario Teguh). Allah SWT memerintahkan kita untuk mau berpikir tentang penciptaan-Nya yang begitu menakjubkan, rumit, dan kompleks. Namun semua itu telah Allah SWT tundukan untuk kita. Ini sebagai tanda bahwa manusia memiliki kemampuan (dari Allah) untuk menundukan apa yang ada di langit dan di bumi. Dalam menghadapi perubahan dan untuk menjadi manusia unggul ada satu jalan yang tidak boleh tidak harus kita lakukan, yaitu selalu memperbaiki diri terus-menerus.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
21
Fokus Utama Langkah Efektif Peran Pengawasan Guna Mendukung Upaya Implementasi Menuju Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” Oleh: Nasrullah Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dituntut untuk memberik an kontribusi dan masukan dalam mendukung kelancaran tugas pemerintahan dalam mewujudkan pembangunan nasional sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan serta memenuhi asas efektif dan efisiensi. Begitu juga yang tidak kalah pentingnya adalah perencanaan dan pelaksanaannya, yang mempunyai kontribusi seimbang dalam mewujudkan tujuan instansi dan organisasi sebagai bahan pertimbangan penetapan program kerja, dengan adanya pengawasan seharusnya mampu mencegah penyimpangan, pemborosan, p e ny e l e w e n g a n , p e n y a l a h g u n a a n we we n a n g, d a n k e g a g a l a n d a l a m mencapai visi misi serta tujuan untuk mengimplementasikan suatu gerak efektif organisasi. Peran efektif pengawasan dapat menumbuhkan kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi, karena disamping bekerja merupakan bagian dari ibadah juga merupakan pengabdian kepada negara. Oleh karena itu, hasil pengawasan berfungsi sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan yang harus
22
dilaksanakan dengan benar, jujur, dan dijiwai oleh nilai-nilai agama serta sesuai dengan peraturan yang ada. Hasil pemeriksaan meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan dengan berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang sudah ditetapkan oleh BPK, yang harus dilaksanakan secara independen, obyektif, efektif, dan profesional agar dapat menilai kredibilitas dan keakuratan informasi yang dibutuhkan sebagai pertanggungjawaban kepada negara. Dalam hal pengawasan, ada beberapa kriteria dalam pemberian suatu opini yaitu: pertama, kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kedua, kecuk upan pengungk apan, ketiga, kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan,dan keempat, efektifitas sistem pengendalian intern
Jenis Opini dan Langkah Efektif Menuju Harapan Publik B a d a n Pe m e r i k s a K e u a n g - a n memberikan penilaian terhadap se mua instansi pemerintah, mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Dalam hal ini BPK pasti akan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Fokus Utama memberikan penilaian terhadap setiap pemeriksaan dan pengawasan dalam setiap tahunnya, ada 4 macam opini yang diberikan oleh BPK dalam menilai suatu pemeriksaan tersebut , yaitu:1)Opini Wajar Tanpa Pengecualian, 2)Opini Wajar Dengan Pengecualian, 3)Opini Tidak Wajar, dan 4) Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat/ Disclaimer. Untuk mewujudkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dibutuhkan pendampingan dan asistensi BPKP dalam rangka penataan, perbaikan, dan pengembangan sistem Managemen keuangan. Disamping hal tersebut, Setiap lembaga tentunya selalu akan berusaha untuk memperbaiki efektifitas kinerja dan pelaporan yang sesuai dengan prinsipprinsip pengawasan serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, agar sesuai dengan harapan semua pihak dan mencapai tujuan pengawasan yang efektif. Untuk mencapai hasil pengawasan dan pelaporan yang terbaik maka dibutuhkan langkah-langkah yang efektif, antara lain: pertama, Sistem pembukuan harus sesuai dengan yang diterapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan yang berlaku, kedua, Sistem aplikasi tekhnologi komputer yang bisa menjamin sinkronisasi dan intregrasi data keuangan, ketiga, inventarisasi aset, keempat, jadwal waktu penyusunan laporan keuangan, kelima, Pemeriksaan serta pertanggungjawaban anggaran, dan keenam, kualiatas asuransi
atas laporan keuangan departemen. Untuk menciptakan suatu laporan instansi yang sesuai dengan harapan, maka hal tersebut di atas harus dilaksanakan. Guna mendukung fungsi pengawasan di unit dan instansi pemerintah, BPK RI memberikan suatu dorongan percepatan perbaikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara dengan dua langkah yang perlu segera diterapkan, yaitu: 1)Mewajibkan semua instansi pemerintah membuat Management Representative Letter (MRL), hal ini menegaskan bahwa instansi yang bersangkutan bertanggung jawab atas kewajaran penyajian laporan keuangan yang disampaikan kepada BPK, 2)Mewajibkan semua instansi pemerintah menyusun action plan perbaikan laporan keuangannya. Hal ini meliputi: a)Sistem pembukuan, b)Sistem informasi, c) Penggunaan sistem perbendaharaan tunggal, d)Inventarisasi aset dan hutang, e)Pemenuhan jadwal laporan keuangan, f )Memperbaiki pengawas internal, dan g) meningkatkan kualitas SDM Untuk mewujudkan hal tersebut, pimpinan instansi agar lebih proaktif untuk mendorong terciptanya laporan keuangan pemerintah yang baik sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yaitu konsultasi dengan pihak BPK secara lebih intensif, penertiban berbagai pungutan di luar pajak, pertanggungjawaban secara berkala lebih ditekankan lagi. Dalam hal mengatasi kelemahan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
23
Fokus Utama sekaligus membangun sistem keuangan Negara yang transparan dan akuntabel agar lembaga Legislatif dalam hal ini DPR RI, DPD RI, dan DPRD membentuk panitia akuntabilitas publik guna mendorong pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK serta memantau pelaksanaan keuangan negara secara lebih efektif, efisien, dan profesional. Karena legislatif sebagai lembaga pemegang hak budget yang menyetujui pertanggungjawaban atas pelaksanaan keuangan Negara bisa berperan lebih
efektif sesuai dengan fungsi dan peraturan yang berlaku. Maka dari itu, Untuk mewujudkan tercapainya visi misi suatu instansi dalam mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi keuangan Negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan transparan, semua tidak akan lepas dari komitmen dan konsistensi dari seluruh unsur. Sehingga tanpa peranan dari semua pihak, hasil penilaian opini Wajar Tanpa Pengecualian akan sulit untuk kita capai.
Semakin jauh anda berjalan, semakin banyak yang akan anda lihat. Semakin banyak yang anda lihat, semakin banyak anda akan belajar. Semakin banyak anda belajar, semakin bijak anda berbuat dan bertindak. (Anonim) Anda bisa mencapai keberhasilan tanpa mengupayakan keberhasilan. Banyak orang menjadi gagal dalam upaya mencapai keberhasilan, dan menjadikan diri mer eka dikenal buruk; tanpa menyadari bahwa lebih banyak orang yang berhasil dalam upaya menjadikan diri mereka bernilai bagi orang lain. Mereka mencapai keberhasilan, bukan karena mereka mengupayakan keberhasilan bagi diri mereka sendiri; tetapi karena mengupayakan keberhasilan orang lain. (kata-kata inspiratif Mario Teguh). “Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati”. Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa 1/539, cet. Abdul Baqi Keanggunan adalah kualitas kebintangan, karena keanggunan adalah sebutan kita bagi ben tukan darikesetiaan pada sikap-sikap yang baik. Keanggunan adalah sikap penuh hormat yaitu kemampuan untuk meletakkan diri sendiri dan orang lain pada tempat-tempat yang baik.
24
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan Memaksimalkan Pengawasan Preventif: Upaya Implementasi Menuju Opini “Wajar Tanpa Pengecualian” Oleh: Ali Ghozi Secara prinsip yang dikehendaki setiap orang atau kumpulan orang dalam berbagai organisasi apapun adalah tercapainya segala tujuan dan kebaikan secara benar dan tanpa terjadi kesalahan atau penyimpangan. Namun menjadi suatu keniscayaan bahwa manusia adalah tempat salah dan kelalaian sebagai bentuk keterbatasan atau ketidaksempurnaannya. Oleh karena itu secara absolut Tuhan memberikan berbagai aturan yang termaktub dalam kitab suci agar manusia secara dini mengetahui batas-batas kebenaran jalan yang harus ditempuhnya menjalani kehidupan di samping secara potensi dibekali akal budi atau hati nurani mendampingi nafsu syahwat yang memungkinkan manusia terkontrol dalam progresifitas dan ambisinya. Selain itu dalam kehidupan sosial, manusia juga telah membentuk berbagai pranata maupun tata aturan yang menghendaki ketertiban dan keserasian proses-proses interaksi maupun terwujudnya tujuantujuan bersama dan capaian-capaian individunya. Dengan demikian, selayaknya seseorang tidak jatuh pada kesalahan ketika dia sejak dini mengetahui batasbatas kebenaran dan kesalahan dengan memahami dan menyadari aturan atau
rambu-rambu yang harus ditempuh. Namun pemahaman dan kesadaran yang sudah ada tersebut harus dijaga dan diawasi agar senantiasa tetap berjalan pada koridor yang semestinya. Sehingga, seseorang tidak harus selalu mengulangi kesalahan demi kesalahan, walaupun memungkinkan untuk melakukan perbaikan dan perubahan di masa yang akan datang. Namun alangkah baiknya, kesalahan dalam bentuk apapun diminimalkan sejak awal meskipun mungkin tidak bisa dihilangkan sama sekali sebagai konsekuensi ketidaksempurnaan manusia, dibanding harus mengupayakan penemuan kesalahan dan menuntut dilakukan pembenahan di waktu berikutnya, walaupun kedua hal tersebut sama-sama penting untuk selalu diusahakan. Organisasi pemerintahan juga memiliki tujuan tercapainya segala program dalam melakukan pengabdian kepada negara dan masyarakat sesuai dengan rencana dan tanpa menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini tidak terkecuali Departemen Agama yang menjadi penjaga gawang moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang mempunyai visi “ Ter wujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
25
Pengawasan menghormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pegawasan Preventif Pengawasan adalah “kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan” (Mufham Al-Amin), sehingga pengawasan mempunyai tujuan akhir pencapaian pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya dan tanpa penyimpangan dari ketentuan yang berlaku. Sedangkan preventif berarti mencegah atau menghalangi, sebuah kata dari Bahasa Inggris (preventive) yang telah diIndonesiakan. Dari sini kita bisa memberikan pemahaman bahwa pengawasan preventif adalah upaya pengawasan sejak dini untuk mencegah tidak tercapainya pelaksanaan tugas atau penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan preventif dilakukan bukan pada saat pelaksanaan kegiatan atau bahkan setelah selesai kegiatan saja, akan tetapi dilakukan sejak awal proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan kegiatan. Pengawasan preventif tersebut dilakukan dengan memberikan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya mentaati berbagai aturan, tata kerja dan standarstandar capaian yang hendak dituju sampai pada pertanggungjawabannya secara baik dan transparan sesuai dengan 26
ketentuan yang berlaku. Di samping itu, pengawasan preventif juga dilakukan dengan memberikan motivasi dan pendampingan agar auditan atau aparatur pelaksana tetap berada pada koridor yang ditentukan dan tetap terjaga etos kerja dan kinerjanya.
Prinsip Kemaslahatan Dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa menolak atau menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik atau mendapatkan kebaikan/kemaslahatan. Suatu hal yang bisa kita pahami dari konsep ini adalah bahwa kemaslahatan minimal yakni tidak terjadinya kerusakan harus diupayakan terlebih dahulu sebelum kita mengupayakan kebaikan lebih lanjut. Pada konteks manajemen, kita bisa menarik pemahaman bahwa mencegah penyimpangan atau kesalahan dalam proses manajemen dalam fungsi perencanaan hingga pelaksanaan seyogyanya selalu diupayakan dengan maksimal agar tidak terlalu fokus pada tujuan akhir atau hasil perencanaan belaka. Karena apabila terlalu fokus dengan hasil dan kemudian terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam proses, maka hasil yang dicapai bisa dipastikan tidak sesuai atau kurang maksimal dari perencanaan yang ditetapkan. Akan tetapi apabila dalam proses tetap terjaga dan terhindar dari penyimpangan atau kesalahan maka bisa dijamin bahwa capaian hasil minimal sesuai dengan perencanaan (sesuai dengan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan standar minimal atau standar kuantitatif dari perencanaan). Dalam istilah lain disebutkan bahwa “mencegah lebih baik dar i pada mengobati ” yang berarti menjaga diri tetap sehat lebih baik daripada mengalami sakit kemudian melakukan pengobatan. Terkait dengan manajemen risiko, bila pengawasan preventif dilaksanakan, maka kemungkinan ancaman kegagalan akan jauh bisa dihindari dibanding tidak sama sekali melakukan antisipasi dini dengan pengawasan. Di samping itu secara efisiensi, apabila proses suatu kegiatan dapat terkawal dengan benar sejak awal, maka dapat dicegah berbagai pemborosan-pemborosan yang tidak perlu dibanding apabila kemudian harus dilakukan pengawasan represif un-tuk memeriksa dan atau menemukan penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan-kesalahan. Dengan demikian, pengawasan preventif menemukan lokus atau titik puncak keberartiannya bahwa dengan memaksimalkan peran pencegahan melalui pengawasan sangat memungkinkan proses-proses manajemen tetap pada rel yang seharusnya, sehingga memungkinkan kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Aplikasi Pengawasan Preventif Pengawasan preventif bisa dilakukan
Arahan Ses Itjen pada Micro Teaching Fasilitator PPA
dengan sesegera mungkin dimulai dari diri sendiri dan dari hal-hal kecil/sederhana. Kita sama mengetahui bahwa perilaku menyimpang (KKN) dalam birokrasi seolah sudah menjadi budaya yang berakar kuat dan mendarah daging dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu yang ke mudian harus dirubah adalah pola pikir dan perilaku setiap entitas masyarakat kita agar senantiasa mentaati berbagai ketentuan yang berlaku. Perubahan itu secara bertahap dimulai dari diri kita masing-masing, sebagai auditor maupun auditan. Secara individu seyogyanya kita menyadari hakikat keberadaan kita sebagai manusia di muka bumi ini yang mengemban titah untuk menjadi khalifah yang berkewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Beribadah dalam hal ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesamanya, bahwa apa-
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
27
Pengawasan pun tingkah kata dan tingkah laku yang kita perbuat akan dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan semesta alam. Di samping itu kita diberikan potensi awal kesucian atau fitrah yang harus selalu kita jaga dengan senantiasa menegakkan keadilan serta selalu saling bernasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Selain itu, sebagai makhluk sosial yang memiliki identitas dan profesi khususnya bagi abdi negara dan masyarakat kita semestinya memegang teguh dan mengamalkan berbagai kode etik yang menjadi kewajiban kita untuk selalu menjunjungnya. Setelah masing-masing individu telah secara sadar menginternalisasi berbagai perangkat nilai dimaksud, maka tahap berikutnya bisa dikembangkan pada kelompok yang lebih besar baik di masyarakat maupun di organisasi pemerintahan. Auditor khususnya yang masuk dalam Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mempunyai peran yang penting dalam proses pengawasan tersebut di samping juga masyarakat secara umum. Kompetensi dan kapasitas auditor juga menjadi tolok ukur bagi keberhasilan proses pengawasan yang dilakukan. Berbagai kompetensi tersebut meliputi motif, karakter, konsep diri (selfconcept), pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang ada pada seorang auditor. Penutup Pada akhirnya, penting untuk me
28
maksimalkan pelaksanaan pengawasan preventif guna terjaminnya pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Pencegahan penyimpangan ini jauh lebih berarti dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) dibanding hanya dengan melakukan pengawasan represif saja. Kelebihan pelaksanaan pengawasan preventif adalah: (1) dapat mencegah penyimpangan sejak dini, (2) terjaganya proses manajemen yang memungkinkan tercapainya hasil sesuai rencana, (3) lebih efisien karena tidak harus menunggu kegagalan atau penyimpangan terjadi, (4) lebih mendidik dan memberdayakan, (5) lebih sesuai dengan fungsi kemanusiaan yang harus cenderung pada kebaikan dengan menjaga tidak hanyut atau melakukan kesalahan untuk terwujudnya kemaslahatan. Ketika pengawasan preventif dapat terlaksana secara maksimal di samping pengawasan represif yang sudah berjalan, penilaian BPK terhadap Departemen Agama yang beberapa waktu terakhir ini memberikan opini ”Tidak Memberikan Pendapat” (Disclaimer Opinion) maka dapat diharapkan memenuhi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan Netralitas Pegawai Negeri Sipil Oleh : Achmad Ghufron Upaya untuk bisa melayani masyarakat secara adil, Pegawai Negeri Sipil harus netral dalam bersikap dan obyektif dalam menilai, oleh karena itu tidak boleh merangkap jabatan, tidak boleh menjadi anggota Parpol, tidakboleh terlibat dalam Pemilu, pembatasan berdagang yang berpengaruh pada pelaksanaan tugas Kita sadari bahwa Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai fungsi sebagai/ bagian dari lembaga eksekusi (pelaksana UU), mempunyai kedudukan amat penting sebagai abdi masyarakat, abdi negara, diberi amanat untuk melayani masyarakat, cinta tanah air, setia pada negara. Dalam melayani masyarakat tidak boleh pilahpilih, tidak boleh pandang bulu, adil, ketidak berpihakan pada satu golongan, keluarga, teman, dan sebagainya, harus dihindari, oleh karena itu harus independent, netral, sehingga baik dalam menilai maupun bertindak akan obyektif, adil, bijak, dan merata. Dalam sistem Perundang-undangan Kepegawaian, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Surat Edaran, dan lain-lain, telah mengatur keharusan netral (tersurat maupun tersirat) bagi Pegawai Negeri Sipil, antara lain; larangan menjadi anggota/pengurus Partai Politik, larangan rangkap jabatan, larangan terlibat dalam kepanitiaan atau keperpihakan dalam Pemilihan Umum, larangan berdagang untuk golongan
tertentu termasuk keluarganya, larangan melakukan kegiatan yang berpengaruh pada kinerja/tugas sehari-hari sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melanggar larangan tersebut diatas, akan dikenakan sanksi disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 dan ketentuan lainnya, dengan harapan akan dipatuhi, sehingga kenetralan dapat ditegakan/ diwujudkan, yang pada akhirnya dapat terfokus pada kedinasan untuk melayani seluruh masyarakat yang membutuhkan sesuai amanat yang diberikan, sesuai sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil, sesuai kode etik Pegawai Negeri Sipil, sesuai pakta integritas yang telah dibuatnya.
Larangan Rangkap Jabatan Larangan rangkap jabatan dimaksud kan disamping adanya konsentrasi dalam pekerjaan, juga akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kenetralan (misalnya Pegawai Negeri Sipil merangkap menjadi anggota legislatif ). Pertama, Pengecualian, Berdasarkan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
29
Pengawasan PP No. 100 Tahun 2000 disempurnakan PP No. 13 Tahun 2002, dan PP No. 29 Tahun 1997 disempurnakan PP No. 47 Tahun 205 Pegawai Negeri Sipil dilarang merangkap jabatan, antara struktural dengan struk tural, struktural dengan fungsional,.dan fungsional dengan fungsional lainnya, kecuali diangkat dan ditugaskan dalam jabatan Jaksa, Peneliti, dan Perancang. Ada beberapa jabatan yang memang harus dirangkap, misalnya Rektor, Dekan, Purek, Pudek, Kepala Madrasah, Kepala KUA, Ketua PA. Dilingkungan Perguruan Tinggi jabatan Rektor, Dekan, Purek, Pudek adalah dosen yang diberi tugas tambahan sebagai Rektor, Dekan, Purek, dan Pudek. Kepala Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala Madrasah/ Sekolah, Kepala KUA adalah pejabat pembuat akta nikah (PPN/Penghulu), ketua PA adalah hakim yang diberi tugas tambahan sebagai ketua Pengadilan Agama, dan sebagainya. Kedua, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Kepala Negara/Wakil. Anggota Dewan (DPR, DPD, DPRD), Ke pala Daerah dan Kepala Desa. Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan diangkat menjadi anggota/pimpinan Dewan (DPR,DPD,DPRD) sebelumnya ha rus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan mewakili Partai Politik (UU No. 10 Tahun 2008, SE Menpan No. 7 Tahun 2009). Pegawai Negeri Sipil dan diangkat menjadi Kepala Negara/Wakil (Presiden/ 30
Wakil Presiden) atau Kepala Daerah (Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati, Walikota/ Wakil), harus mengundurkan diri dari jabatan Negeri (SE menpan No. 7 Tahun 2009). Sedangkan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi Kepala Desa harus diberhentikan sementara dari jabatan organik (PP No. 55 tahun 1980). Ketiga, Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi KPU (Komisi Pemilihan Umum), berdasarkan surat Kepala BKN No. 26-30/V.53-9/99 tanggal 25 April 2008 bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat menjadi anggota KPU dibebaskan dari jabatan organik.
Netralitas Pegawai Negeri Sipil Ketentuan-ketentuan yang ter kait dengan netralitas PNS antara lain dinyatakan dengan larangan rangkap jabatan, mengundurkan diri sebagai PNS apabila menjadi anggota Dewan atau anggota Parpol,dilarang terlibat dalam Pemilu, mengundurkan diri dari Jabatan Negeri apabila diangkat menjadi kepala Negara/Wakil atau Kepala Daerah/ Wakil dan pembatasan usaha dagang. Adapun ketentuan-ketentuan di maksud antara lain : Pertama, pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan secara perorangan menjadi Anggota Dewan harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, sedangkan Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan secara perorangan menjadi Kepala Ne
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan gara/Wakil dan Kepala Daerah harus mengundurkan diri dari jabatan negeri. Kedua, pegawai Negeri Sipil yang menjadi calon Kepala Negara/Wakil (Presiden), dan Kepala Daerah (Gubernur/ Wakil, Bupati atau Walikota/Wakil). Dilarang: menggunakan APBN/APBD, menggunakan fasilitas yang terkait jabatannya, mengikut sertakan dalam kampanye. Ketiga, pegawai Negeri Sipil dilarang memberi dukungan kepada calon Kepala Negara/Wakil maupun Kepala Daerah, antara lain dengan cara: Ikut kampanye atau mengikutkan dalam kampanye, menggunakan sertifikasi untuk kampanye, melakukan kegiatan yang mengarah keberpihakan salah satu calon. Khusus untuk Pilkada Pegawai Negeri Sipil di samping dilarang sebagaimana tersebut diatas (ikut kampanye dan sebaginya) juga dilarang menjadi anggota PPK, PPS, KPPS tanpa seizin atasan langsung. Keempat, pegawai Negeri Sipil dilarang mendukung salah satu calon Anggota Dewan (DPR, DPD, DPRD) baik berupa kampanye, menyertakan kampanye atau bentuk dukungan lainnya. Kelima, pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota/pengurus Parpol (UU No. 43 Tahun 1999 dan PP No. 30 Tahun 1980). Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota Parpol harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Keenam, pegawai Negeri Sipil Go longan IV dilarang bisnis (PP No. 6 Tahun 1974, PP No. 30 Tahun 1980), Pegawai
Negeri Sipil Golongan III kebawah yang akan bisnis harus izin kepada pejabat yang berwenang. KEtujuh, terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melanggar larangan tersebut diatas pada angka 2, 3, 4, dan 5 dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 jo KMA No. 203 Tahun 2002.
Sanksi Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melanggar larangan tersebut diatas pada Nomor III angka 2, 3, 4, dan 5 dikenai sanksi sebagai berikut: Pertama, pegawai Negeri Sipil di kenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 pasal 6 ayat (4) huruf a berupa “penurunan pangkat setingkat lebih rendah paling lama 1 (satu) tahun”, apabila melibatkan Pegawai Negeri Sipil lainnya untuk memberikan dukungan dalam kampanye atau duduk dalam panitia pengawasan pemilihan tanpa izin dari pejabat pembina kepegawaian (Menag). Kedua, pegawai Negeri Sipil dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 30 Ta hun 1980 pasal 6 ayat (4) huruf c berupa “pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil”, apabila terlibat dalam kampanye dengan menggunakan atribut partai/ seragam, menggunakan fasilitas terkait dengan jabatannya untuk kampanye, menjadi anggota PPK/PPS/KPPS tanpa izin atasan langsung.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
31
Pengawasan Ketiga, pegawai Negeri Sipil dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 pasal 6 ayat (4) huruf d berupa “permberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil”, apabila menggunakan APBN/APBD dalam proses pemilu atau dalam Pilkada menggunakan fasilitas yang terkait dalam jabatannya dalam proses Pemilu atau Pilk ada, membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pihak. Keempat, Pegawai Negeri Sipil di kenai sanksi berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 pasal 6 ayat (4) huruf d berupa “pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil” apabila menjadi anggota/pengurus Parpol tanpa pengajuan permohonan berhenti.
diberhentikan sementara dari jabatan negeri atau dibebaskan sementara dari jabatan organik. Ketiga, pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota/pengurusan Parpol, dan bagi Pegawai Negeri Sipil yang dia ng kat menjadi anggota/pimpinan Dewan sebelumnya harus mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Keempat, bagi Pegawai Negeri Si pil yang melanggar ketentuan tersebut dikenai sanksi berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 jo KMA No. 203 Tahun 2002.
Daftar Bacaan : a. UU No.8 tahun 1974 tentang Pokok –Pokok Kepegawaian, yang disempurnakan dengan UU No. 43 tahun 1999. b. UU No. 27 tahun 29 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD.
Kesimpulan Pertama, agar Pegawai Negeri Sipil terkonsentrasi dalam pelaksanaan tugas untuk meningkatkan kinerja, maka harus tidak memihak, netral dan adil terhadap masyarakat yang dilayani, oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil tidak boleh merangkap jabatan, tidak boleh menjadi Anggota Dewan, tidak boleh terlibat dalam Pemilu/Pilkada untuk mendukung salah satu pihak, tidak menjadi anggota Parpol. Kedua, Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Kepala Negara/Wakil. Kepala Daerah/Wak il, Kepala Desa,
32
c. PP bNo. 06 tahun 1974 tentang Pembatasan Usaha Dagang. d. PP No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawaian Negeri Sipil. e. PP. No. 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural, disempurnakan PP N0. 13 tahun 2002. f.
PP No. 37 tahun 2004 tentsng larangan PNS menjadi anggota Parpol.
g. Peraturan BKN No. 10 tahun 2005 tentang PNS yang mencalonkan diri sebagai kepala Daerah. h. S E M e n p a n N o. 0 7 t a h u n 2 0 0 9 tentang Netralitas PNS Dalam Pemilu .
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan Sistem Pengendalian Intern: Tujuan, Tugas dan Fungsi dalam Unit Kerja Oleh: Hakim Jamil Sistem Pengendalian Interrn adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terusmenerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan m e m a d a i a t a s te rc a p a i ny a t u j u a n organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 1). SPIP adalah sistem pengendalian intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (P 60/2008, Bab I Ps. 1 butir 2). Definisi lain menyebutkan bahwa pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi or ganisasi dalam rangka memberikan ke yakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Pemerintah meluncurkan Peraturan Pemerintah 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang
akan menjadi bukti nyata penyelenggaraan pemerintahan yang baik untuk menjamin akuntabilitas pemerintahan negara yang efektif dan efisien. Sistem Pengawasan Intern di ling kungan Departemen dibentuk dengan tujuan untuk membantu terselenggaranya pengawasan terhadap pelaksanaan tugas unit kerja di lingkungan Departemen di maksud. SPI mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan unit kerja. Sistem Pengawasan Intern melakukan kegiatan penelaahan dan penilaian kebaikan, memadai atau tidaknya penerapan dari sistem pe ngend alian terhadap : Procurement planing, prosedur permintaan droping dana kebutuhan proyek, pengadaan barang atau jasa di Site, pembelian barang untuk proyek, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang di Warehouse, pengendalian material proyek; Sistem Pengawasan Intern melaksanakan peme riksaan dengan tahapan-tahapan audit, yaitu : perencanaan/persiapan audit, pelaksanaan pemeriksaan, pemantauan tindak lanjut. Fungsi utama SPI adalah melakukan Penyusunan program pengawasan; Pengawasan kebijakan dan program;
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
33
Pengawasan Pengawasan pengelolaan kepegawaian, keuangan; dan barang milik negara; Pe mantauan dan pengkoordinasiaan tindak lanjut hasil pemeriksaan; Pelaksanaan evaluasi hasil pengawasan; Pelaksanaan review laporan keuangan; Pemberian saran dan rekomendasi; dan Penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Fungsi SPI secara terus menerus melakukan transformasi, seperti mengubah skill set, meningkatkan standar integritas dan kompetensi bagi seluruh auditor. Penerapan penyelenggaraan sistem pe ngendalian intern pemerintah atau SPIP ini penting, mengingat good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik dimintakan oleh masyarakat. SPIP menek ank an pentingnya komitmen dari Pimpinan Instansi Peme rintah. Selain itu, SPIP menjadi kunci baru bagi penyelenggaraan negara yang lebih baik dalam hal keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Pada Tahun 1992, The Committee of Sponsoring Organization of Treadway Commission (COSO) mempublikasikan sebuah konsep Sistem Pengendalian In ternal yang didefinisikan sebagai suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direktur, manajemen, dan staf yang di rancang untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap berlangsungnya penggunaan anggaran. Konsep ini diadopsi oleh pemerintah dalam menerbitkan 34
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008. keberadaan Sistem Pengendalian Intern ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, antara lain adalah: Efektivitas dan Efisiensi dari operasi organisasi, Ke andalan pelaporan keuangan, Ketaatan pada peraturan perundang-undangan. Sistem Sistem Pengendalian Intern berbasis COSO terdiri dari 5 unsur, yaitu: Lingkungan Pengendalian (Control Environment); Penilaian Resiko (Risk Assessment); Kegiatan Pengendalian (Con trol Activities); Informasi dan Komunikasi (Information and Communication); dan Pemantauan (Monitoring). Berikut ini uraian dari masing-masing unsur tersebut: Pertama, Lingkungan pengendalian. Kondisi dalam instansi pemerintah yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Pimpinan instansi pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan pe rilaku positif dan kondusif untuk pene rapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerjanya. Lingkungan pengen dalian merupakan pondasi bagi efektifitas penerapan komponen SPIP lainnya. Pimpinan dan pegawai Instansi Pemerintah memiliki sikap perilaku yang positif dan mendukung pengendalian intern dan manajemen bersih. Pimpinan Instansi Pemerintah harus menyampaikan pesan bahwa nilai-nilai integritas dan etis tidak boleh dikompromikan. Pimpinan Instansi Pemerintah menunjukkan suatu komitmen terhadap kompetensi/kemampuan pe
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan gawainya dan menggunakan kebijakan dan praktik pembinaan sumber daya manusia yang baik. Pimpinan Instansi Pemerintah memiliki kepemimpinan yang kondusif yang mendukung pengendalian intern yang efektif. Struktur organisasi Instansi Pemerintah dan metode pendele gasian wewenang dan tanggung jawab memberikan kontribusi terhadap efekti vitas pengendalian intern. Instansi Pe merintah memiliki hubungan kerja yang baik dengan badan legislatif serta auditor internal dan eksternal. Kedua, Penilaian risiko. Kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Penilaian risiko terdiri dari identifikasi risiko dan analisis risiko. Dalam penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah terlebih dahulu menetapkan tujuan instansi pe merintah dan tujuan pada tingkat kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pimpinan Instansi Pemerintah su dah menetapkan tujuan keseluruhan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsis ten serta tujuan tingkatan kegiatan yang mendukungnya. Pimpinan Instansi Pe merintah sudah melakukan identifikasi risiko secara menyeluruh, mulai dari sum ber internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pe merintah dalam mencapai tujuannya. Analisis risiko sudah dilaksanakan, dan Instansi Pemerintah sudah mengem
bangkan pendekatan yang memadai untuk mengelola risiko. Selain itu, sudah ada mekanisme untuk mengidentifikasi perubahan yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah ter sebut dalam mencapai visi, misi, dan tu juannya. Ketiga, Kegiatan pengendalian. Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian ditetapkan untuk membantu memastikan bahwa arahan pimpinan dilaksanakan dan membantu memastikan tindakan yang perlu, telah dilakukan untuk meminimalkan risiko dalam mencapai tujuan. Kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme pengendalian yang me madai sudah dikembangkan dan sudah diterapkan untuk memastikan adanya kepatuhan terhadap arahan yang sudah ditetapkan. Kegiatan pengendalian yang tepat sudah dikembangkan untuk se tiap kegiatan Instansi Pemerintah dan diterapkan sebagaimana mestinya. Keempat, Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses pe nyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang ter
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
35
Pengawasan tentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. Sistem informasi untuk mengiden tifikasi dan mencatat informasi operasi onal dan keuangan yang penting yang berhubungan dengan peristiwa internal dan eksternal telah ada dan di implementasikan. Informasi tersebut di komunikasikan kepada pimpinan dan pihak lain di lingkungan Instansi Pemerintah dalam bentuk yang memungkinkan pi hak tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efisien dan efektif. Pimpinan Instansi Pemerintah me mastikan bahwa komunikasi internal telah terjalin dengan efektif. Pimpinan Instansi Pemerintah juga harus memastikan bahwa komunikasi eksternal yang efektif juga terjalin de ngan kelompok- kelompok yang dapat mempengaruhi pencapaian visi, misi, dan tujuan Instansi Pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah menggunakan ber bagai bentuk komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya serta mengelola, mengembangkan, dan memperbaiki sistem informasinya dalam upaya meningkatkan komunikasi secara berkesinambungan. Kelima, Pemantauan Pengendalian Intern. Proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Pemantauan pengendalian intern dilaksanakan melalui pemantauan 36
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tin dak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan pengendalian intern menilai kualitas kinerja pengendalian intern Instansi Pemerintah secara terus-menerus sebagai bagian dari proses pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Selain itu, evaluasi terpisah terhadap pengendalian intern dilakukan secara berkala dan kelemahan yang ditemukan diteliti lebih lanjut. Sudah ada prosedur untuk memastikan bahwa seluruh temuan audit dan reviu lainnya segera dievaluasi, ditentukan tanggapan yang tepat, dan dilaksanakan tindakan perbaikannya. Dalam rangka meningkatkan peran Sistem Pengawas Internal (SPI), agar lebih professional maka Fungsi SPI juga dituntut harus mampu memberikan kontribusi kongk ret sesuai dengan tuntutan per kembangan. Langkah apa yang sedang dilakukan oleh SPI sekarang ? Saat sekarang ini Fungsi SPI sedang melakukan pembenahan ke dalam dengan melaksanakan reposisi peran yang mengarah pada best practice. Pembenahan ini telah menghasilkan road map, yang dikerjakan bersama konsultan. Fungsi SPI mengurangi fokus lama yang selama ini nyaman dij alaninya, yakni menemukan pelaku kecurangan dan mulai berani mencoba fokus baru yakni menjadi assurance (keyakinan) terhadap jalannya pengendalian, manajemen resiko, coorporate governance.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan Karakteristik Audit pada Unit Pusat Oleh: Bachroni Unit Pusat merupakan unit yang pelaksanaan auditnya relatif mempunyai faktor kesulitan-kesulitan yang lebih dibanding dengan unit lainnya, yang berada dilingkungan Departemen Agama, faktor-faktor ini secara kasat mata dapat dipahami, karena kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan kegiatan yang terkait tugas di lingkungan Departemen Agama menjadi tugas yang tidak bisa dilepaskan dari tugas unit pusat. Melakukan audit terkait dengan kebijakan, bukan merupakan hal yang mudah dan disini auditor dituntut untuk memahami, sehingga auditor tersebut tidak dikatakan sebagai auditor yang tidak memahami persoalan. Ada beberapa persoalan yang perlu diketahui auditor yaitu: Pertama, merancang kegiatan pada masa datang, bukan pekerjaan yang mudah, karena, banyak yang harus dipertimbangkan, mulai dari masalah bagaimana cara mengajukan anggaran yang bisa diterima di lingkungannya, di lingkungan Dirjen Anggaran sampai dengan di DPR kirakira ada 4 tahapan, belum memikirkan lika-liku yang terjadi dengan penyusunan anggaran itu sendiri, kedua, anggaran yang sudah ada yang akan dilaksanakan adalah rancangan tahun sebelumnya yang pada saat akan dilaksakan, masa telah berubah, sehingga anggaran yang ada tidak bisa dilaksanakan begitu saja,
ketiga, anggaran ada, tetapi kegiatannya tidak bisa dilaksanakan, karena kebijakan telah berubah, sementara untuk merubah peruntukan kegiatan/revisi juga bukan hal yang mudah, keempat, anggaran ada, kebijakan belum berubah, tetapi kegiatan tidak bisa dilaksanakan karena standar harga telah berubah, seperti akibat kenaikan harga BBM, sehingga jika harus dilaksanakan akan merubah volume, atau jika dipaksakan tanpa merubah volume akan berpengaruh pada kualitas, kelima, anggaran tersedia, kemudian terjadi resesi ekonomi, sehingga dana sangat tidak bisa dilaksanakan, meskipun biasanya ada kebijakan pemerintah, namun menyulitkan pelaksanaan kegiatan, keenam, anggaran politis, ada kegiatan yang pelaksanannya tidak bisa tidak berbau politik, maka ada anggaran bantuan berupa voucher bantuan (apalagi menjelang Pilpres). Dari berbagai masalah sebagaimana yang kami sampaikan diatas, perlu jadi pertimbangan atas temuan yang akan kita masalahkan. Dalam audit Unit Pusat memang perlu berpikir lebih, karena kegiatan yang dilaksanakan pada Unit Pusat ini, lebih menjangkau area yang lebih luas, sehingga wawasan auditpun juga perlu diperluas, mengapa hal tersebut perlu antara lain: Pertama, bahwa kegiatan pada Unit Pusat di samping banyak macam-macamnya
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
37
Pengawasan sesuai dengan unit masing-masing, namun kisaran kegiatan, pada umumnya berupa belanja Non fisik seperti: workshop, seminar, diklat, pelatihan dll. Belanja fisik non konstruksi seperti pengadaan mebelair, kendaraan, alat pengolah data, ATK dan konstruksi. Auditor harus memahami dan mengenalnya. Kedua, kegiatan pada Unit Pusat itu ada yang fisiknya memang berada di pusat, tetapi banyak yang kegiatannya berada pada unit di daerah bahkan berada di luar negeri. Ini dapat meliputi kegiatan/pengadaan non fisik, fisik non konstruksi, dan bahkan bangunan. Ketiga, kegiatan Pusat yang pelaksanannya pada unit daerah. Auditor akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan audit, sehingga perlu ada audit lanjutan berupa cek fisik kegiatan.
Karakteristik Temuan Audit Dalam melakukan audit keuangan terdapat banyak hal yang berpotensi merugikan keuangan negara, yaitu: Pertama, Kegiatan Non Fisik. Kegiatan ini sepintas terlihat aman-aman saja, tetapi jika dicermati terdapat banyak masalah, yaitu: a. apakah kepanitiaan kegiatan tersebut telah ditunjuk, dan apakah penunjukannya telah sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, dengan melibatkan unit–unit terkait yang di SK-kan dan pembayaran honornya sesuai PMK, b. sering kita temukan bahwa pembayaran kegiatan baik honor maupun belanja barang yang dijadikan acuan adalah DIPA/standard harga yang jadi acuan, 38
seharusnya bahwa yang disebutkan dalam DIPA/standar harga, adalah merupakan plafon tertinggi dana yang tersedia, dan besarnya biaya harus sesuai PMK dan harga yang paling mengutungkan negara. c. apakah kegiatan ini perlu konsultan, jika perlu apakah konsultan tersebut telah dibayar sesuai standar (lihat standar biaya konsultan yang dikeluarkan Bappenas) namun harus jeli dan hati-hati ada yang memang perencanaan dalam suatu kegiatan itu tugas melekat pejabat pada unit tersebut, ini perlu kajian khusus. d. pada prinsipnya, tidak boleh ada double acount, yaitu seseorang menerima 2 (dua) transport dalam satu kegiatan, tetapi masih dibolehkan terima honor beberapa kegiatan yang mempunyai tugas dan fungsi berbeda. e. seseorang juga tidak dibolehkan setelah menerima lumpsum, juga menerima dana yang lain, karena dalam uang lumpsum tersebut mengadung pengertian uang saku, uang lelah, uang makan, transport dll. f. dalam kegiatan non fisik ini banyak terjadi tumpang tindih kegiatan, pengurangan hari dan manipulasi data biaya akomodasi. Kedua, Kegiatan Fisik. Kegiatan ini banyak jenisnya antara lain: a. belanja fisik berupa pengadaan/penggandaan buku. Belanja jenis ini termasuk dalam kategori yang paling menguntungkan pelaksana kegiatan karena mudah pelaksanaannya dan menggunakan waktu yang relatif singkat. Dalam pelaksanaannya pelaksana yang kurang/tidak bertanggungjawab dapat mempermainkan mutu, jumlah dan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Pengawasan harga. Dalam pengadaan jenis ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengadaan dan penggandaan dengan pejelasan sebagai berikut: 1) Pengadaan Buku adalah pembelian buku yang didahului dengan rencana pengadaan buku. Dalam pengadaan buku seharusnya buku yang dipilih adalah buku yang mempunyai kualifikasi tertentu yaitu, sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas baik isi maupun bukunya dan juga kuantitasnya. Dalam pengadaan buku ini tingkat kerawanannya berkaitan dengan diskon, survey harga pasar dan tidak adanya kepastian diskon sehingga menyulitkan auditor, di samping itu adanya perubahan judul buku yang pada umumnya karena tidak tersedianya buku dan tidak ada diskon. 2) Penggandaan Buku adalah memperbanyak buku, baik buku tersebut sudah ada maupun buku baru. Jika buku tersebut sudah ada berarti hanya menilai, berapa harga yang wajar untuk menggandaan buku tersebut perexemplarnya, dan kecukupan jumlah serta keberadaan buku-buku tersebut. Jika buku tersebut buku baru, maka ada biaya pembuatannya, biasanya ada Tim penyusun buku tersebut, yang juga dinilai kewajaran biaya pembuatannya. Dalam penggandaan buku umumnya yang banyak masalah adalah dalam OE penggandaan dan perlu dicermati adalah pembelian per-plano. b. Pengadaan alat penggandaan, pengadaan ini umumnya alat-alat terkait dengan mesin ketik, komputer dll. Melihat fungsi atau anggaran yang ada dalam DIPA. Pada umumnya audit
terkait dengan ini tidak terlalu sulit, yaitu dengan mengenal alat-alat yang diadakan dan survey harga pasar. c. Pengadaan Alat Penyimpan, mebelair dan sejenisnya, umumnya tidak terlalu sulit, karena sudah mengenal barang-barang standar. Namun terhadap barang-barang yang non standar, memang cukup sulit, apalagi jenisnya banyak dengan corak ragamnya dan melihat jenis kayu yang digunakan. Faktor kesulitan pengungkapan temuan pada kemampuan menilai jenis barang dan kayu yang digunakan. d. Kegiatan Konstruksi Bangunan, dalam audit Jenis ini seorang auditor perlu memahami banyak aturan, Aturan Cipta Karya, membaca kontrak, melihat gambar jenis-jenis pembangunan, multy years, manajemen kostruksi, lumpsum price, viced price, sub kontrak dll. Kita juga harus mengetahui batasan tanggungjawab antara Konsultan Perencana, Pengawas dan pelaksana. Dalam kegiatan ini jelas bahwa kewajiban PPK adalah membayar sesuai prestasi sedangkan pihak rekanan menerima pembayaran sesuai kontrak, tetapi yang jadi masalah adalah jika terjadi kesalahan konsultan yaitu terjadi kesalahan dalam merancang serta salah menghitung, maka hal tersebut tanggungjawab siapa? Banyak kasus yang terkait dengan siapa yang harus bertanggungjawab. Disamping belanja fisik sebagaimana tersebut diatas, masih terdapat kegiatan yang relatif sulit untuk diaudit, yaitu pemeliharaan, seorang auditor harus mengenal jenis-jenis rincian kegiatan,
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
39
Pengawasan seperti sylent, waterprofing, pencucian gedung, dan juga pemeliharaan barangbarang inventaris kantor yang memang banyak jenis dan ragam kualifikasinya, maka tanpa mengetahui jenis-jenis dan kualifikasinya, sulit bagi auditor untuk bisa mengungk ap penyimpanganpenyimpangan yang terjadi. Dari beberapa jenis persoalan audit yang sering kita dapatkan akan berkembang sesuai dengan situasi di lapangan yang harus kita pertanggungjawabkan terhadap audit yang kita lakukan, manakala suatu saat kegiatan yang di audit bermasalah sampai Kejaksaan dan minimal menjadi saksi di Pengadilan. Dalam audit belanja modal yang pada umumnya berkisar sebagaimana yang saya sebutk an di atas sesuai ketentuan. Dalam kegiatan belanja modal pada prinsipnya dilaksanakan lelang kecuali ada beberapa hal yaitu: Pertama, Pekerjaan yang memerlukan penyelesaian secara cepat dalam rangka pengembalian kekayaan negara yang penanganannya dilakukan secara khusus berdasarkan perundang-undangan (Keppres Nomor 61 Tahun 2004 sebagai perubahan atas Keppres No.80 Tahun 2003. Kedua, Pengadaan yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu yaitu: a. penanganan darurat untuk pertahanan Negara, yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda atau harus dilaksanakan segera, termasuk penanganan darurat akibat bencana alam. Hati-hati dengan pengertian darurat ini karena habis waktu, atau tidak 40
cukup waktu, seperti pengadaan buku, maka itu tidak bisa dijadikan alasan untuk PL, b. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan & keamanan negara yang ditetapkan oleh Presiden, c. pekerjaan yang berskala kecil dengan nilai maksimal Rp.50.000.000,00 dengan ketentuan: 1) Untuk keperluan sendiri, 2) menggunakan teknologi sederhana, 3) beresiko kecil, 4) dilaksanakan penyedia barang/jasa usaha orang perseorangan dan /atau badan usaha kecil termasuk koperasi kecil, 5) pengadaan barang pendistribusian logistik tertentu seperti Pilkada s/d 2005. Banyak upaya dilakukan baik oleh pengelola proyek maupun oleh pihak rekanan supaya pengadaan itu dilakukan dengan PL ini, indikasinya pengadaan yang sejenis dibagi menjadi beberapa kontrak, dengan pemecahan kegiatan masing-masing bagian padahal pejabat pembuat komitmennya sama, maka yang harus dicermati adalah harga wajar dan fisik barangnya. d. Pengadaan dalam keadaan khusus adalah 1) pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan Pemerintah, 2) pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh suatu penyedia barang/jasa pemegang hak paten, 3) merupakan hasil produksi usaha kecil yang telah mempuyai pasar & harga relatif stabil 4) Pekerjaan yang komplek yang hanya dapat dilaksanakan dengan tehnologi khusus dan hanya ada satu penyedia barang/jasa yang bisa mengaplikasikannya. (Auditor Ahli Madya Irwil I)
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Opini Penanggulangan Korupsi melalui Pengembalian Jati Diri Oleh: Purnomo Mulyosaputro
Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu : corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, s e d a n g k a n m e n u r u t Tra n s p a re n c y International definisi Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Suatu perbuatan dapat dikatakan korupsi apabila telah memenuhi unsurunsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; m e r u gi k a n k e u a n g a n n e g a ra at a u perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut ser ta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara). Klimaks dari korupsi adalah terjadinya kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, kondisi ini merupak an titik kulminasi atas dari kebobrokan suatu pemerintahan didalamnya berpura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi dapat terjadi apabila didukung oleh kondisi seperti, 1)Konsentrasi k e k u a s a n b e ra d a p a d a p e n g a m b i l keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik, 2)Kurangnya transparansi pada pengambilan keputusan pemerintah, 3)Kampanye -kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal, 4) Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar, 5)Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”, 6)Lemahnya ketertiban hukum, 7)Lemahnya profesi hukum, 8) Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa, 9)Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil, 10)Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup kepada kondisi sosial, dan 11)Lemahnya kontrol dari pihak lembaga pengawasan. Dampak Negatif Korupsi Korupsi dapat mengakibatkan d a m p a k n e g at i f d i s e l u r u h s e k to r
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
41
Opini masyarakat. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan pada pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan keter tiban huk um; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi 42
ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan ya n g m e m i l i k i k o n e k s i d i l i n d u n gi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturanaturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanantekanan terhadap anggaran pemerintah. Korupsi dalam bentuk lain adalah Korupsi politis, Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberik an ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaanperusahaan kecil. Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Opini kepada kampanye pemilu mereka. Mengukur tingkat korupsi suatu negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Pada tahun 2001 Transparansi Internasional melakukan survey (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) terhadap 91 negara di dunia, secara berurutan terdapat sepuluh negara yang paling kurang korupsinya, hasilnya, Indonesia masih sejajar dengan negara Eritrea, Ethiopia, Guyana, Honduras, Libya, Mozambique dan Uganda dalam pemberantasan korupsi. Transparency International Indonesia (TII) juga telah melakukan survei Terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di 50 kota di Indonesia. Hasil survei tersebut telah dilansir di Jakarta pada hari Rabu, 21 Januari 2009. Survei dilaksanakan pada September hingga Desember 2008. Total sampel dari survei ini adalah 3.841 responden. Mereka adalah pelaku bisnis 2.371 responden, tokoh masyarakat 396 responden, dan pejabat publik 1.074 responden. Hasilnya kota Yogyakarta merupakan kota yang terbersih dari korupsi dan Kota Kupang merupakan kota yang menyandang gelar kota terkorup. Hasil ini juga diidentikkan dengan urutan pemda terkorup di Indonesia. Inilah urutan kota dari yang terbersih hingga yang terkorup :
Tabel : IPK Kota-kota di Indonesia
NO
PROPINSI
IPK
NO
PROVINSI
IPK
1
Yogyakarta
6,43
26.
Batam
4,44
2
Palangkaraya
6,10
27.
Sorong
4,39
3
Banda Aceh
5,87
28.
Tenggarong
4,38
4
Jambi
5,57
29.
Tanjung Pinang
4,35
5
Mataram
5,41
30.
Ambon
4,32
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
43
Opini 6.
Surakarta
5,35
31.
Surabaya
4,26
7.
Tasikmalaya
5,12
32.
Denpasar
4,25
8.
Banjarmasin
5,11
33.
Sibolga
4,25
9.
Samarinda
5,03
34.
Lhokseumawe
4,14
10.
Pangkal Pinang
5,03
35.
Mamuju
4,08
11.
Ternate
5,01
36.
Jakarta
4,06
12.
Jayapura
5,01
37.
Manado
3,98
13.
Malang
5,00
38.
Pematang Siantar
3,96
14.
Jember
4,96
39
Palembang
3,87
15.
Kediri
4,90
40.
Medan
3,84
16.
Balikpapan
4,83
41
Cirebon
3,82
17.
Gorontalo
4,83
42
Pontianak
3,81
18.
Makasar
4,70
43
Bandung
3,67
19.
Padang
4,64
44
Padang Sidempuan
3,66
20
Sampit
4,60
45
Pekanbaru
3,55
21
Semarang
4,58
46
Purwokerto
3,54
22
Bandar Lampung
4,58
47
Kendari
3,43
23
Serang
4,57
48
Manokwari
3,39
24
Palu
4,5
49
Tegal
3,32
25
Bengkulu
4,46
50
Kupang
2,97
Sumber: TII
44
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Opini Jati Diri yang Hilang Perkembangan zaman saat ini membawa kepada zaman yang telah berhasil menggilas budaya. Banyaknya ditemukan kekerdilan-kekerdilan cara berfikir segelintir orang dari bangsa kita, mereka berorientasi pada takut lapar dan takut miskin. Dengan rela menggadaikan jati diri ini dengan kesenangan dan kepentingan perut mereka yang sebenarnya akan habis sebelum mereka mati. Sebuah pepatah arif mengatakan ”Katakanlah benar apa yang benar, adil, jujur, dan budiman; dan jangan ragu mengakui sesuatu yang tidak mampu diperbuat, jika memang dirimu tak mampu melaksanakannya” atau dalam bahasa agama ”Katakanlah yang haq itu haq walaupun pahit akibatnya”. Kesanggupan mengatakan yang benar itu benar dan yang salah adalah salah diyakini banyak hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkarakter terpuji, dimana di dalam karakter ini tentu bukanlah orang yang gemar mengumbar janji, mementingkan diri sendiri atau kelompoknya, atau yang secara sadar merugikan bangsa lewat berbagai cara, sebaliknya ia adalah sosok manusia yang penuh keteladanan karena adanya pancaran dari kehidupan yang dilandasi iman dan taqwa, yaitu suatu kehidupan yang berdasarkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama yang dianut secara konsisten dan konsekuen.
Keteladanan semakin sulit dicari di negeri ini yang masih menganut paham paternalistik. Oleh karena itu proses pembentukan karakter merupakan ’never ending procces’ yang dilakukan secara bottom up secara mandiri dan individual. Setelah individu-individu berada pada fungsi dan perannya dalam masyarakat maka mereka akan menjadi panutan bagi orang lain (terbentuk pola top down) implementasi dua arah semacam ini di yakini akan mempercepat perbaikan karakter bangsa ini.
Mengembalikan Jati Diri Apakah jati diri itu? Jati diri secara bebas diartikan sebagai pribadi manusia yang sesungguhnya untuk mewujudkan kredibilitas, integritas atau harkat, dan martabat seseorang. Jati diri adalah sifat dasar manusia, yang dianugrahkan oleh Tuhan semesta alam. Sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan, tentu jati diri baik adanya. Masalahnya adalah soal ke relaan kita untuk menampilkan jati diri itu. Sebab ada kalanya manusia lebih me mentingkan penampilan luar dari pada penampilan pribadi yang sesungguhnya akibat munculnya kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Di Indonesia, yang namanya korupsi memang sudah beranak pinak dan ber metamorfosis dalam aneka bentuk, baik yang terekspos media maupun yang tidak muncul kepermukaan, baik yang dilakukan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
45
Opini oleh perorangan maupun berkelompok dan yang paling menakjubkan adalah bahwa budaya korupsi ini sudah merata disegala strata masyarakat. Hati mereka boleh dibilang su dah mati, tidak bisa lagi untuk melihat kebenaran. Jika sudah demikian, sebe narnya usailah hidup orang itu karena yang benar dikatakan salah dan yang sa lah dikatakan benar. Kata-kata, sikap dan perilaku mereka sudah tidak tulus dan lebih senang memilih hal-hal yang semu dan lebih senang memakai topeng atau kedok. Hati yang mati juga menyebabkan orang tak lagi punya empati terhadap orang lain, gagal mendata perasaan orang lain, sehingga kecerdasan emosionalnya menjadi terganggu. Orang yang meng alami gangguan dalam kecerdasan emosionalnya juga tidak akan mampu membedakan antara yang dikatakan seseorang lewat suatu reaksi dan penilaian tertentu. Hal yang tidak kalah pentingnya un tuk dicermati adalah kadar hidup beragama seseorang. Meski dapat dipastikan seluruh masyarakat kita beragama (dapat ditilik dari KTP), kenyataannya hanya sebagian yang mengetahui dan mengamalkan kehidupan beragamanya. Ada yang mengaku Islam tetapi tak pernah ke masjid, ada yang mengaku beragama Kristen tapi tak pernah ke gereja, ada yang mengaku beragama Hindu dan Budha tetapi tidak pernah mengamalkan
46
ajaran-ajaran agamanya. Maraknya pra ktik agama sebatas KTP harus diakui ikut mempengaruhi kehidupan manusia Indonesia sebab jiwa mereka menjadi kering. Lalu mengapa kita tidak menjadi seorang pejuang tangguh yang mampu mengembalikan jati diri ini sendirian. Wa laupun tidak harus di koordinir dengan instansi tertentu, Paling tidak kita ikut andil didalamnya. Dengan cara-cara yang paling bisa dan memungkinkan kita lakukan. Dengan memperbaiki diri kita, lingkungan kita, masyarakat kita, sosial dan budaya kita. Dan cara ”berpolitik” kita yang lebih arif. Harus diyakini ke utuhan bangsa ini dan wibawa bangsa ini akan terus terangkat apabila di mulai dari diri kita sendiri. Percuma kalau kita menyuruh orang lain untuk berubah, tapi kita sendiri sama sekali tidak ada perubahan. Mengembalikan jati diri ini harus kita mulai dari diri kita dan keluarga kita. Karena keluarga adalah negara kecil di dalam negara. Ketika baik setiap negara kecil itu maka negara besar yang menaunginya pun akan baik. Untuk menemukan jati diri, kita harus selalu ingat pada tiga komponen utama yang mewarnai jati diri, yaitu: sistem nilai (value system), sikap pandang (attitude) dan perilaku (behavior). Mem buruknya kondisi jati diri erat kaitannya dengan meremehkan ketulusan yang terkandung dalam tiga komponen diatas,
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Sumber: Karikatur.com
yang tercermin dari cara kita berpikir, berkata-kata, dan bertindak. Dalam ba hasa yang lebih populer kita harus dapat menyatukan Rasa (nilai), Cipta (Sikap), dan Karsa (perilaku) yaitu dengan mewujudkan nur akidah dalam bentuk rasa dan gaya gerak kehidupan itu sendiri. Jati diri bukan sekedar membedakan seseorang atau suatu bangsa secara fisik, tetapi lebih-lebih yang tersurat dan tersirat secara spiritual dan kultural. Sikap yang baik digambarkan oleh Allah SWT dalam kehidupan seekor bu rung walet, dimana burung walet dapat bersosialisasi dengan lingkungannya secara baik, tanpa kehilangan jati dirinya dan selalu kembali kepada keasliannya
(sarangnya) pada waktu dan tempat yang tepat, walet mencari makan dengan memakan embun atau buih dipantai, karena kegigihannya sarang burung walet dihargai mahal melebihi sarang burung yang lain, filosofi burung walet adalah ulet, tangguh, mandiri, tetapi selalu da lam kebersamaan, bekerja keras, loyal, dan memberikan kesejahteraan dalam kondisi aman. H. Sumarno Sudarsono dkk membuat akronim Walet sebagai “watak ulet dan tangguh”.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
47
AMO Pengurusan Tanah dan Permasalahannya Oleh: Akhmad Hariyanto
Terjadinya konflik atau sengketa atas tanah ternyata tidak sekedar menyangkut tanah yang belum terdaftar secara hukum dan belum memiliki sertifikat, namun juga terhadap tanah yang sudah didaftar dan mempunyai sertifikat, dengan pengertian bahwa dokumen resmi kepemilikan tanah berupa sertifikat pun belum menjamin kuatnya hak seseorang atau badan hukum atas tanah. Kondisi tersebut diatas dikuatkan dengan realitas yang terjadi bahwa ba nyak sekali satuan kerja dilingkungan pe merintahan (baca: Departemen Agama) ter nyata bukti-bukti kepemilikan/dokumen aset tetap tidak dimiliki atau masih atas nama pihak ketiga. Berdasarkan laporan hasil audit atau rekomendasi/saran tindak lanjut, oleh auditor sering ditemukan bahwa bidang tanah yang ditempati oleh auditan/satuan kerja belum bersertifikat sehingga direkomendasikan agar satker bersangkutan memproses sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan sah sebuah lembaga/institusi. Di samping kondisi di atas, ber dasarkan hasil pemeriksaan BPK RI di nyatakan bahwa salah satu penyumbang dan penyebab disclaimer Laporan Ke uangan (LK) Departemen Agama karena belum tertibnya pengelolaan dan pe 48
nertiban aset termasuk didalamnya aset tanah. Oleh karena itu, selain mempunyai sertifikat, maka pemegang hak atas ta nah hendaknya mengetahui hal ihwal pendaftaran tanah, dokumen pendaftaran tanah, dan hak & kewajiban pemegang hak atas tanah.
Pendaftaran Tanah Untuk mendapatk an jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, memerlukan perangkat hukum tertulis, lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ke tentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksud tersebut antara lain dapat dicapai melalui pendaftaran tanah. Pengertian Pendaftaran tanah adalah rang kaian kegiatan yang dilakukan oleh pe merintah (BPN) secara terus menerus, ber kesinambungan dan teratur yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah, satuan rumah susun, pemberian tanda bukti hak, hak milik atas satuan rumah susun, serta hak tertentu yang membebaninya.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
AMO Tujuan Pendaftaran Tanah Pertama, untuk memberikan ke pastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak, kedua, untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk melaksanakan fungsi informasi tersebut data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum, ketiga, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar. Tanah yang Dapat Didaftarkan/ Obyek Pendaftaran Tanah Dalam proses pendaftaran tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengatur mengenai obyek pen daftaran tanah meliputi: a)Bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai, b)Tanah hak pengelolaan, c) Tanah Wakaf, d)Hak milik atas satuan
rumah susun, e)Hak tanggungan, f )Tanah negara; pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.
Asas-Asas Pendaftaran Tanah Pertama, asas sederhana, yakni agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedurnya mudah dipahami oleh pihakpihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah, kedua, asas aman, menunjukkan pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah, ketiga, asas terjangkau, menunjuk pada keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi le mah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan, keempat, asas mutakhir, menunjuk pada kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus me nunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian hari, kelima, asas mutakhir/terbuka, menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus me nerus dan berkesinambungan, sehingga
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
49
AMO data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat mem peroleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
Proses dan Tahapan Pendaftaran Tanah Pertama, Mengajukan permohonan ke BPN untuk Penetapan lokasi oleh Menteri atas usul Kepala Kanwil, kedua, Penempatan batas oleh pemegang hak (pemilik): Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran berupa peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto, ketiga, Penetapan batas bidang tanah oleh BPN/panitia ajud ikasi, a)ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya, b)pembentukan panitia ajudikasi dan satuan tugas, keempat, penyelesaian permohonan yang ada pada saat mulainya pendaftaran tanah, kelima, penyuluhan wilayah, dalam rangka memberitahukan kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan bahwa di wilayah/desa/ kelurahan tersebut akan diselenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik, keenam, pengukuran dan pemetaan dalam peta dasar pendaftaran Pengumpulan data fisik meliputi penetapan batas, 50
pembuatan daftar tanah, dan pembuatan sura ukur, ketujuh, pembuktian dan pembukuan hak (pengumpulan dan penelitian data yuridis). Pe m b u k t i a n H a k a t a s t a n a h baru dibuktikan dengan: a)penetapan pemberian hak dari pejabat berwenang, b)asli akta PPAT, c)hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaaan oleh pejabat yang ber wenang, d)tanah wakaf dibuktikan dengan AIW (akta ikrar wakaf ), e)hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan, dan f )pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. Pembuktian hak atas tanah lama dibuktikan dengan: a) untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/ atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitia ajudikasi dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan pihak-pihak lain yang membebaninya, b)apabila tidak lengkap alat-alat pembuktian, dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara ber turut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulunya, dengan syarat: 1) penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
AMO dan dikuatkan dengan saksi yang dapat dipercaya, 2)Penguasaan tersebut se belum maupun selama pengumuman tidak dipermasalahkan oleh masyarakat di lingkungannya maupun pihak lain, dan 3) hasil penelitian alat-alat bukti dituangkan dalam suatu daftar isian. Kedelapan, pengumuman data fisik, data yuridis dan pengesahannya, kesem bilan, penegasan konversi, pengakuan hak, dan pemberian hak, Kesepuluh, pembukuan hak, kesebelas, penerbitan sertifikat, dan keduabelas, penyerahan hasil kegiatan
Pejabat Penyelenggara Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh BPN. Kantor Pertanahan adalah unit kerja BPN di wilayah kabupaten/ kota yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Dalam melaksanakan tugasnya, BPN dibantu oleh petugas PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta atas tanah. Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah Satuan wilayah tata usaha pendaf taran tanah adalah desa atau kelurahan. Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah negara, satuan wilayah pendaf
tarannya adalah Kabupaten/Kota.
Data dan Dokumen atas Tanah Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran tanah adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis bidang tanah bersangkutan. Dokumen pertanahan ter sebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas tanah tersebut. Oleh sebab itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui data fisik dan data yuridis atas tanah. Pertama, Data Fisik atas tanah adalah keterangan tanah mengenai: Letak, Batas, Luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar, dan Keterangan lainnya mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, kedua, Data Yuridis atas tanah adalah keterangan mengenai: Status hukum bidang tanah yang didaftar, Pemegang hak dan pihak lain, dan Bebanbeban lain yang membebani tanah tersebut. Ketiga, Dokumen-dokumen hukum atas tanah, meliputi: Sertifikat (surat tanda bukti hak atas tanah), Buku Tanah, Peta dasar pendaftaran, Peta pendaftaran, Daftar tanah, Surat ukur, dan Daftar nama.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
51
AMO Tabel Realitas Sertifikasi Tanah di Lingkungan Depag NO
LHA NO/THN
1
2
3
4
5
52
309A/2008
350/2008
323/2008
709/2006
349/2008
AUDITAN
TEMUAN
REKOMENDASI
KET
IAIN Mataram
Dua bidang Tanah seluas 10.000 m2 pengadaan th 2007 dan 2008 belum diproses sertifikasi
Memantau proses penyelesaian sertifikat tanah di BPN setempat.
Kandepag Kab. Lombok Baratt
Belum optimalnya pensertifikatan tanah wakaf, 64 lokasi seluas 30.456 m2 belum berAIW dan 63 lokasi seluas 70.451 m2 proses di BPN
Menuntaskan proses penyelesaian sertifikasi di BPN
Proses
04-08-08
Kandepag Kab. Lombok Tengah
Belum optimalnya pensertifikatan tanah wakaf Proses di BPN 129 bidang seluas 262.428 m2
Memproses sertifikat tanah wakaf secara terprogram kordinasi dengan BPN dan Pemda sesuai dengan anggaran yang tersedia
Selesai proses BPN 6 Bidang seluas 9.670 m2
10-10-06
MIN Raba NTB
Tanah MIN seluas 5.000,51 m2 belum bersertifikat
Menyelesaikan suratsurat tanah dan mengusulkan sertifikat ke BPN
MTSN Kediri, Lombok Barat NTB
Dokumen tanah berupa ikrar wakaf dan a.n. pihak lain luas 1544 m2
Menyelesaikan pensertifikatan tanah wakaf dan koordinasi dengan BPN
TGL
18-07-08
14-08-08
14-08-08
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Proses
AMO
6.
7.
8.
9.
10.
11.
183/2007
615/2008
535/2007
630/2007
637/2007
406/2008
MAN Sengkol Lombok NTB
Tanah MAN seluas 9.000 m2 masih AIW dan 1.100 m2 belum bersertifikat.
Memproses sertifikat tanah ke BPN
06-11-08
STAIN palangkaraya
1.Tanah seluas 8.000 m2 masih a.n Ditjen BIUH pemisahan sertifikat dalam proses 2. Tanah seluas 565.512 m2 perolehan tahun 2004 masih dalam proses di BPN
Berkordinasi dan menindaklanjti proses di BPN
25-07-07
Kandepag Kab. Kolaka Utara
Terdapat 38 lokasi seluas 79.578 m2 belum bersertifikat
Melakukan kordinasi dengan BPN untuk mengupayakan sertifikasi tanah wakaf.
26-09-07
Kandepag kab. Kota Waringin Timur Kalteng
Terdapat 6 bidang tanah milik kandepag seluas 6.630 m2 belum bersertifikat
Meningkatkan kordinasi dengan BPN dan Pemda dalam proses sertifikasi tanah.
08-10-07
Kandepag Kab. Barito Utara Kalteng
Terdapat 5 bidang tanah belum bersertifikat
Mengusulkan sertifikat tanah wakaf
Kandepag Kab. Tapanuli Utara
Tanah seluas 3.800 untuk kandepag, rumah dinas dan 6 KUA belum bersertifikat
Memproses sertifikat tanah
13-02-07
08-09-08
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
53
AMO
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
54
122/2009
407/2008
193/2009
062/2008
019/2008
432/2007
119/2009
26-02-09
Kandepag Kab. Dairi
Tanah milik Depag seluas 1.500 m2 dan 8 KUA seluas 2.780 m2 belum bersertifikat
08-09-08
STAKPN Tarutung
3 bidang tanah seluas 14.265 m2 belum bersertifikat
Mengupayakan pensertifikatan tanah
Kandepag Kab. Nias
Tanah seluas 15.491 m2 untuk kandepag, sekolah dan 8 KUA belum bersertifikat
Memproses sertifikat tanah bekerjasama dengan BPN
13-03-08
Kandepag Kab. Asahan
Terdapat 14 bidang tanah gedung KUA belum bersertifikat
Memproes sertifikat tanah secara terprogram berkordinasi dengan BPN dan Pemda
04-03-08
MIN Simpang Empat Sumut
Tanah seluas 460 m2 dari wakaf belum bersertifikat
Memproses sertifikat Tanah berkordinasi dengan BPN dan menganggarkan dalam DIPA
MIN Aek Hitetoras Sumut
Tanah seluas 1.200 m2 dari wakaf dan seluas 3.750 m2 dari hibah belum bersertifikat.
Segera mengurus sertifikat tanah wakaf
MTsN 2 Medan
Tanah seluas 9.500 m2 dari hibah Pemda Prov. Sumut belum bersertifikat
Mengupayakan pensertifikatan tanah
30-03-09
11-06-07
26-02-09
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Mengusulkan dana untuk pensertifikatan tanah.
AMO
19.
20
21
22
23
018/2008
463/2007
106/2008
221/2009
-
MTsN Kisaran
Tanah seluas 17,946 m2 belum bersertifikat
Melanjutkan proses sertifikasi dengan berkordinasi dengan Kandepag dan BPN
11-06-07
MAN Aek Natas Sumut
Tanah seluas 412 m2 dari hibah imbal swadaya masyarakat belum bersertifikat
Segera mengurus sertifikat tanah
08-04-08
MAN Tanjung Morawa Sumut
Tanah seluas 2.755 diperoleh dari masyarakat belum bersertifikat
Mengupayakan sertifikat tanah
Kandepag Solok Selatan
1.Tanah KUA Koto Parik Gadang Diateh 300 m2 dan KUA Sangir 400 m2 yang berasal dari wakaf belum disertifikatkan 2. Terdapat 145 bidang tanah wakaf belum disertifikatkan
Memproses sertifikat tanah ke BPN
12 bidang tanah seluas 50.296 m2
Usul biaya sertifikasi tanah wakaf (surat Kakandepag Musi Rawas kepada Kakanwil Depag Prov. Sumsel No. Kd.06-05/7-b/ BA.03.2/398/2009 tgl 12 Mei 2009)
04-03-08
13-04-09
-
Kandepag Kab. Musi Rawas
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
55
AMO
24
DKI Jakarta
Terdapat 373 lokasi tanah wakaf yang belum didaftarakan untuk mendapatkan sertifikat.
Surat Itjen kepada Kakanwil DKI jakarta No: Set.IJ/3-a/ Ks.01.6/0674/2008 tgl 29 Oktober 2008
Sampel Atas Temuan Hasil Audit Itjen
Upaya yang Dilakukan Untuk mendapatkan jaminan, per lindungan, dan kepastian hukum atas bidang tanah, serta dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pe megang hak atas kepemilikan tanah, maka pengelolaan data fisik dan data yuridisnya harus teradministrasi dengan tertib. Terselenggaranya tertib administrasi aset tetap (SABMN) khususnya aset tanah, disamping setiap bidang tanah wajib didaftarkan juga harus dilakukan upaya 56
seperti: pertama, pendataan aset tanah dan bangunan (program audit tematik itjen) yaitu penugasan audit aset tanah dan bangunan, kedua, Memberikan saran dengan mengirimkan surat kepada satuan kerja agar: a)mengupayakan peningkatan anggaran pensertifikatan tanah (baik yang berasal dari pembelian/hibah maupun tanah wakaf ) melalui DIPA, b)membentuk tim koordinasi penyelesaian tanah wakaf, dan c)mengefektifkan kegiatan monitoring
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
AMO dan evaluasi tanah wakaf, sosialisasi UU Wakaf, dan pembinaan nadzir secara terencana sesuai alokasi anggaran yang tersedia, ketiga, melaksanakan komitmen hasil Konsultasi KTLHP tanggal 24-27 Juni 2009 antara lain tentang strategi dan rencana tindak menuju opini WTP (strategi menuju WDP) khusus inventarisasi dan sertifikasi aset tanah, meliputi kegiatan-kegiatan: a)menyelesaikan inventarisasi seluruh aset tetap, b)melanjutkan sertifikasi seluruh aset tanah, c)melakukan rekonsiliasi data dengan DJKN/KPKNL, d) melakukan cross check dengan data temuan auditor BPK-RI, dan e)melakukan updating basis data BMN yang sudah ada.
Penutup Pendaftaran atas bidang tanah dilakukan agar mendapatkan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah maupun pihak lain yang berkepentingan dengan tanah. Dengan telah melakukan pendaftaran dan mendapatkan sertifikat, pemegang hak atas tanah mempunyai bukti yang kuat atas tanah tersebut. Dalam sertifikat tercantum data fisik dan data yuridis tanah termasuk jenis haknya antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dsb. Dengan demikian sertifikat atas tanah sangat penting keberadaannya. Karena proses untuk mendapatkan dokumen sertifikat melalui proses yang panjang maka dalam penyampaian rekomendasi dalam laporan hasil audit mem pertimbangkan secara realistis. Seperti untuk tanah yang belum didaftarkan, sehingga ketika proses tindak lanjut hasil temuan audit, dapat diukur dengan jelas sejauh mana proses yang telah dilakukan. Referensi: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 2. Florianus SP Sangsun, Tata cara mengurus sertifikasi tanah, transmedia Pustaka, cet keempat Juni 2008 3. PermenAgra/Ka.BPN No. 3/1997 4. Surat Sekjen Dep. Agama Nomor SJ/B.III/3/Ku.00/1330/2008 5. Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan Kepala BPN No 422 Tahun 224 dan 3/SKB/ BPN/2004 tanggal 20 Agustus 2003. 6. Peraturan Kepala BKN Nomor 6 Tahun 2008 tentang Penyederhanaan dan Percepatan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan untuk Jenis Pelayanan Pertanahan Tertentu.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
57
Randang
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. Bahwa dengan adanya kewajiban bagi setiap jemaah haIndonesia untuk menggunakan paspor biasa mulai tahun 1430 Hijriyah, diperlukan upaya untuk menjamin agar penyelenggaraan ibadah haji dapat dilaksanakan; b. bahwa dalam rangka menjamin terlaksananya penyelenggaraan ibadah haji perlu melakukan perubahan ketentuan mengenai paspor haji bagi jemaah haji sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji; Mengingat
: 1. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Ne-gara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
58
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Randang Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845);
Menetapkan
:
MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI. “Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 angka 11 dihapus. 2. Ketentuan Pasal 7 huruf d diubah, sehingga Pasal 7 seluruhnya berbunyi sebagai berikut: “Pasal 7 Jemaah Haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi: a. pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi; b. pelayanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan yang memadai, baik di tanah air, selama di perjalanan, maupun di Arab Saudi; c. perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia; d. penggunaan paspor biasa dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pelaksanaan Ibadah Haji; dan e. pemberian kenyamanan transportasi dan pemondokan selama di tanah air, di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air.” 3. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
”Pasal 32 Setiap Warga Negara Indonesia yang menunaikan Ibadah Haji menggunakan paspor biasa yang dikeluarkan oleh menteri yang
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
59
Randang membidangi urusan keimigrasian.” 4. Ketentuan Pasal 40 huruf a diubah, sehingga Pasal 40 seluruhnya berbunyi sebagai berikut:
”Pasal 40 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. menerima pendaftaran dan melayani jemaah haji khusus yang telah terdaftar sebagai jemaah haji; b. memberikan bimbingan ibadah haji; c. memberikan layanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan secara khusus; dan d. memberangkatkan, memulangkan, melayani jemaah haji sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah haji.” Pasal II Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
60
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Randang Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 110 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
61
Randang PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI I. UMUM Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional mengingat jumlah jemaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai aspek, antara lain bimbingan, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan. Di samping itu, Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan di negara lain dalam waktu yang sangat terbatas yang menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa mulai tahun 1430 Hijriyah jemaah haji dari seluruh negara yang akan menunaikan ibadah haji harus menggunakan paspor biasa (ordinary passport) yang berlaku secara internasional. Jemaah haji Indonesia yang selama ini menggunakan paspor haji, juga harus mengikuti kebijakan dimaksud. Dalam rangka memenuhi kebijakan penggunaan paspor biasa bagi jemaah haji, Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya untuk menjamin agar Penyelenggaraan Ibadah Haji tetap dapat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah perlu melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai paspor bagi jemaah haji sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dengan mengubah ketentuan Pasal 1 angka 11, Pasal 7 huruf d, Pasal 32, dan Pasal 40 huruf a, yang terkait dengan penggunaan paspor haji. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5036 62
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Renungan Membaca Al-Qur’an: Keterampilan yang Kadang Terlewatkan Oleh: Ali Ghozi
Fenomena adanya pegawai De partemen Agama yang tidak bisa atau ku rang bisa membaca kitab suci al-Qur’an sebenarnya bukanlah sesuatu yang luar biasa, karena memang pada dasarnya keterampilan baca al-Qur’an tidak se cara langsung bersinggungan dengan kompetensi seorang pegawai Depag sebagaimana juga departemen yang lain kecuali di unit-unit yang menuntut kemampuan tersebut. Kita bisa menye butkan bahwa banyak pegawai yang direkrut berdasar kemampuan IT, kom puter, akuntansi, hukum, ekonomi yang tidak sama sekali bersinggungan dengan bidang keagamaan. Tentu dari sekian banyak pegawai yang berlatar belakang pendidikan non-keagamaan, ada yang sudah terampil membaca al-Qur’an, ada yang berkemampuan sedang, namun ada juga yang kurang terampil bahkan sama sekali tidak bisa membaca al-Qur’an. Te tapi yang luar biasa adalah apabila ada dari pegawai Depag yang dahulu berlatar belakang pendidikan keagamaan namun kurang terampil atau bahkan tidak bisa membaca al-Qur’an. Namun demikian, terlepas apakah biasa atau luar biasa bahwa pegawai Depag tidak bisa baca al-Qur’an, kita tidak bisa menghindari bahwa anggapan
(image) masyarakat umum terhadap Departemen Agama adalah tempat bagi orang-orang yang paham tentang per soalan agama tidak terkecuali bahwa masyarakat menganggap setiap orang Depag bisa menjadi imam shalat, bisa baca doa bahkan juga bisa memberi ceramah agama, mengurus jenazah dll. yang semuanya itu menuntut kemam puan, walaupun dalam skala minimal, keterampilan baca al-Qur’an. Bukan Standar Moral tetapi Kewajiban Minimal Keterampilan baca al-Qur’an bu kanlah ukuran moralitas seseorang baik atau jahat, lurus atau korup. Bahwa bisa dijamin kalau orang bisa baca alQur’an berarti orang baik dan tidak me nyimpang adalah menjadi persoalan tersendiri. Namun tentu kita akan mem berikan penilaian kepada orang yang bisa baca al-Qur’an pasti lebih baik di banding yang tidak bisa baca al-Qur’an, terlepas dari moralitas di masing-masing individu bersangkutan. Karena itu, kita pun tidak bisa memastikan bahwa orang yang bisa baca al-Qur’an adalah selalu orang yang baik, jujur, amanah, ikhlas dan berakhlak mulia, meskipun me mang seharusnya demikian, bahwa ni
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
63
Renungan lai-nilai atau ajaran yang termaktub dalam al-Qur’an menjadi hiasan pribadi seseorang. Akan tetapi, dalam kenyataan kita sering menyaksikan bahwa banyak orang yang mampu membaca al-Qur’an tetapi masih bersikap negatif, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama bahkan memanfaatkan atau menipu dengan menggunakan ayatayat al-Qur’an. Terlepas persoalan kesejajaran dan relasi keterampilan baca al-Qur’an dengan baik tidaknya moral seseorang, tetapi ada kewajiban bagi setiap orang Islam untuk mengusahakan dirinya bisa membaca al-Qur’an. Membaca dalam hal ini paling tidak bil-ghaib, dalam bentuk hafalan. Tuntutan kewajiban ini, karena berkait dengan kewajiban lain yang ti dak bisa tidak berhubungan dengan pembacaan al-Qur’an, yakni kewajiban shalat lima waktu. Dalam shalat minimal diwajibkan untuk membaca al-Fatihah dan tahiyat akhir sebagai bacaan yang harus dilafalkan di samping bacaan di setiap gerakan yang disunnahkan. Oleh karenanya, setiap muslim wajib ber usaha untuk memenuhi ketentuan itu, walaupun kalau memang benar-benar dia belum mampu membaca al-Qur’an (al-Fatihah/tahiyat akhir), disebutkan dalam beberapa kitab fiqih, ia bisa membaca terjemahannya. Meskipun demikian, kewajiban untuk terus berusaha dan belajar membaca alQur’an tidak gugur dari kewajibannya, 64
yakni selama ia belum bisa maka ia tetap harus belajar untuk bisa membaca alQur’an sampai bisa tanpa dibatasi waktu hingga sudah tidak memiliki waktu lagi (masuk liang lahat). Kewajiban minimal sebagai seorang muslim tersebut untuk bisa secara cukup membaca al-Qur’an sesuai tuntutan dalam shalat, layak bertambah ketika seorang muslim menyandang status se bagai pegawai Depag. Bukan kewajiban yang secara langsung menjadi tuntutan kewajiban agama akan tetapi kewajiban sebagai individu yang mengemban visi Depag “Terwujudnya masyarakat In donesia yang taat beragama, maju, se jahtera, dan cerdas serta saling meng hormati antar sesama pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, ber bangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Pengembanan misi ini merupakan bentuk pengabdian/ibadah kepada Allah SWT. dan karena itu pula selayaknya pegawai Depag berusaha untuk belajar dan terus belajar ketika ia dalam kondisi belum terampil membaca al-Qur’an. Secara lebih khusus, setiap orang Islam mempunyai kewajiban untuk me nyiarkan agama dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun. Sebagai insan yang bernaung di departemen yang membidangi agama, maka se layaknya kita memiliki kemampuan meskipun serba sedikit tentang ayatayat al-Qur’an, dari mulai pembacaan,
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Renungan pengertian, pemahaman, pengamalan dan internalisasi nilai-nilai yang ada da lamnya bahkan mungkin metode dan teknik penyampaiannya dalam bentuk dakwah dengan berbagai media. Bagi kita yang belum bisa, terus belajar dan bagi kita yang sudah bisa, menjaga dan mengembangkannya. Hal ini selain menjadi kewajiban yang dituntutkan oleh ajaran agama juga berkait dengan harapan dan tuntutan masyarakat yang beranggapan atau bahkan berkeyakinan orang Depag mengerti atau paham tentang agama tidak terkecuali dalam hal membaca al-Qur’an. Pembinaan Keterampilan Baca Al-Qur’an di Inspektorat Jenderal Departemen Agama Tidak bisa dipungkiri bahwa di Inspektorat Jenderal Depag masih ada beberapa pegawai yang belum terampil membaca al-Qur’an, meskipun bisa di pastikan bahwa semua sudah mengenal dan bisa dalam sekala minimal membaca al-Qur’an. Karena itu pula, dipandang penting untuk dilakukan pembinaan. Pembinaan baca al-Qur’an dalam hal ini ada beberapa bentuk, yakni: 1)secara rutin setiap hari Selasa dan Kamis, di musholla inspektorat dilaksanakan belajar bersama bagi pegawai-pe gawai yang ingin mengembangkan ke terampilan baca al-Qur’an, 2)secara temporal, semisal dalam bulan puasa, diselenggarakan tadarrus dan sima’an al-
Qur’an bagi seluruh pegawai inspektorat, 3)bagi calon pegawai sejak awal di deteksi keterampilan baca al-Qur’annya, sehingga dalam perkembangan be rikutnya dilibatkan dalam pembinaan keterampilan baca al-Qur’an sesuai dengan tingkat kemampuannya, 4)se cara terbatas bagi beberapa pegawai ditugaskan untuk secara mandiri belajar dan memperdalam kemampuan dan keterampilan baca al-Qur’an, 5)Bagi se genap pegawai selalu diberikan arahan dan motivasi untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baca alQur’an. Banyak manfaat yang bisa di petik dari pembinaan keterampilan baca al-Qur’an yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Depag, antara lain: 1)peningkatan kemampuan dan ke terampilan baca al-Qur’an para pegawai, 2)saling mengisi kekurangan dan sharing kemampuan antar pegawai bagi yang sudah bisa dengan yang belum bisa, 3) terwujudnya kebersamaan dan ikatan emosional yang terbentuk dari proses interaksi selama proses pembinaan, 4) terbentuknya kesadaran untuk selalu belajar dan belajar tanpa mengenal le lah sebagai kewajiban (ibadah) yang diembankan kepada setiap muslim, 5) peningkatan pengamalan keagamaan atau nilai-nilai al-Qur’an yang diharapkan menjadi kepribadian setiap pegawai, 6) peningkatan ketakwaan dan kesalehan para pegawai, dan 7)media atau wadah menyiarkan agama Islam.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
65
Renungan Belajar Modal Nekat Secara teknis kita tidak bisa mengesampingkan berbagai metode belajar baca al-Qur’an yang sudah berkembang luas seperti qira’aty atau iqra’, tetapi harus kita yakini bahwa yang utama dari proses belajar adalah Kegiatan Ramadhan Itjen Depag kemauan dari setiap masing-masing dan tersebut meskipun harus tertatih-tatih kemauan yang sangat kuat adalah ‘nekat’. atau terbata-bata. Soal umur tidak men Sebagaimana dalam pepatah Arab jadi persoalan, dari pegawai baru sampai dikatakan bahwa modal belajar itu ada yang sudah mau pensiun (kalau tidak kita enam yang meliputi, 1)kecerdasan dalam katakan dari yang muda sampai yang berbagai tingkatannya, 2)kemauan, 3) tua) sama-sama bersemangat dalam penalaran, 4)biaya, 5)petunjuk guru, dan proses tersebut. Dengan modal nekat, 6)waktu tertentu. Dari itu, kebisaan tidak yang belum lancar tetap terus belajar muncul dengan tiba-tiba didapat tanpa membaca ayat demi ayat sebisa-bisanya. melakukan usaha apapun, tetapi melalui Dengan modal nekat juga yang sudah proses dengan berbagai kondisinya yang lancar terus memperhatikan bacaan de ada. mi bacaan yang dilantunkan rekannya Fenomena yang sebenarnya luar yang belum bisa. Tentu dengan modal biasa adalah keinginan dan kemauan nekat, karena kalau tidak nekat maka para pegawai yang belum terampil baca yang belum bisa akan malu atau surut al-Qur’an untuk turut dalam pembinaan belajar dan yang sudah bisa malas atau keterampilan baca al-Qur’an. Hal ini enggan memperhatikan. bisa kita amati pada pembinaan setiap Dengan demikian, proses pem hari Selasa dan Kamis atau juga secara binaan bisa berjalan dengan sebaikmassif dalam kegiatan bulan puasa Ra baiknya. Kalau keadaan tetap bertahan madhan kemaren (Kamis-Jum’at, 10demikian, maka tujuan pembinaan dan 11 September 2009). Dalam kegiatan manfaat-manfaat yang menyertainya pembinaan pegawai yang sebagian ak akan didapat dengan maksimal. Kita tifitasnya adalah tadarrus dan sima’an patut berharap bahwa upaya ini akan al-Qur’an, kita menyaksikan bahwa terus diusahakan eksistensi dan pe para pegawai yang belum terampil baca ngembangannya. Semoga kegiatan ini al-Qur’an sangat antusias dan telaten berhasil guna dan bermanfaat. Wallahu turut dalam proses tadarrus dan sima’an A’lam Bish-Shawab. 66
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Hikmah Qolbu dan Pintu-Pintu Syaitan Makna Qolbu
itu, pasti ia tidak dapat menjaganya. Berarti
Qolbu, ada yang menyebut hati. Hati
qolbunya mudah dikuasai setan. Makanya
itu sendiri dapat dibedakan menjadi dua
kita harus memelihara qolbu dari bisikan
pengertian, yakni hati dalam arti daging
setan, menurut sebagian ulama sufi, hal
dan hati dalam arti sesuatu yang halus, ber
ini dianggap fardu ain bagi setiap mukallaf
sifat rabbaniyah (ketuhanan), hati dalam
sehingga mengetahui pintu-pintu serta tem
arti daging adalah sebuah organ tubuh kita
pat masuknya setan pun dianggap wajib.
yang tersimpan dan terlindungi oleh tulang belulang, tempatnya di dada sebelah kiri. Bentuknya seperti buah shanaubar, sehingga orang sering mengatakan hati sanubari.
Pintu-Pintu Jalan Masuknya Syetan Adapun tempat-tempat masuknya setan dan pintu-pintu yang dilaluinya ialah
Makna lain dari qalbu ialah meru
berupa sifat seseorang, ada dua sifat yang
pakan sesuatu yang halus. Rabbaniyah
terbesar yaitu marah dan nafsu sahwat. Jika
(ketuhanan), ruhaniyah (kerohanian) dan
qalbu lemah atau rusak, tentara qolbu yang
mempunyai keterkaitan dengan hati yang
menjaga pintu tersebut mudah diserang oleh
jasmaniah. Hati yang halus itulah hakekat
setan. Tentara qalbu ialah yakin bahwa Allah
manusia. Dialah yang mengetahui, mengerti
mengetahui dan menjaga kita.
dan yang mengenal diri sendiri. Dan dialah
Ketika
seseorang
marah,
setan
yang diajak bicara, disiksa, dicela dan di
mempermainkanya seperti halnya anak
tuntut oleh Tuhan-NYa. Karena itu menurut
kecil mempermainkan bola. Diterangkan
sabda Nabi Muhamad saw. Bahwa: Dalam
dalam sebuah riwayat, bahwa suatu ketika
diri manusia ada segumpal daging, apabila
Iblis menemui Nabi Musa AS. “ Wahai Musa,
segumpal daging itu baik maka baiklah
engkau telah dipilih oleh Allah dan diberi
seluruh anggota tubuhnya, yaitu hati.
risalahNya. Allah pernah bicara kepadamu
Setiap diri manusia memiliki qol
secara langsung. Aku ini adalah salah satu
bu, qolbu pada manusia ibarat benteng
dari sekian mahluknya yang berdosa dan
dan setan ibarat musuh yang ingin masuk
berbuat maksiat. Aku ingin bertaubat, tolong
kedalamnya. Jika ia berhasil masuk, pasti akan
aku, sampaikanlah kepada tuhanku agar dia
menguasainya. Adapun benteng memiliki
menerima taubatku!’ kata Iblis.
pintu-pintu, jika pintu-pintu itu tidak dijaga,
Nabi Musa menyampaikan pesan
setan akan masuk dan membinasakan.
Iblis itu. Ia mendaki gunung kemudian
Orang yang tidak mengetahui pintu-pintu
berseru kepada Allah, “Wahai tuhanku, Iblis
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
67
Hikmah bertaubat dan ingin agar Engkau menerima
memfitnahmu dan memfitnah wanita itu.
taubatnya.” Kata Tuhan, ”Wahai Musa, eng
(dengan syahwat). ”(Energi qalbu hal 82.
kau telah menunaikan amanat, sekarang
Mitrapress. 2008 )
sampaikan kepada Iblis, agar ia mau bersujud
Dalam sahibul hikayah dijumpai ke
di makam Adam AS hingga Allah menerima
terangan bahwa suatu ketika Iblis menjelaskan
taubatnya.”
kepada Pendeta Bani Israil. Lalu pendeta itu
Musa menemui Iblis dan menyampai
bertanya, ”Wahai Iblis, manakah budi pekerti
kan pesan dari Tuhan. Namun Iblis menjadi
manusia yang paling banyak menolongmu?
marah dan sombong. ”Ketika hidup saja aku
“Mudah marah. Sesungguhnya jika manusia
enggan bersujud, apalagi sudah berkalang
itu marah,aku akan mempermainkannya
tanah. Aku tak mau sujud di makam Adam”.
seperti anak kecil mempermainkan bola.”
Setelah diam sejenak, Iblis lalu
Nabi Muhammad SAW telah me
berkata kepada Musa dengan nada rendah,
ngingatkan kepada Umatnya untuk tidak
”Wahai Musa, engkau telah menolong
mudah marah, sebagaimana sabdanya: “Di
menyampaikan keinginanku kepada Tuhan
riwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa
mu. Aku berhutang budi. Karenanya, aku
ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi
akan mengatakan kepadamu tentang sebuah
SAW: Berilah aku nasehat. Maka baginda
rahasia. ”Rahasia apa yang kau maksudkan?”
menjawab: ”Jangan marah”. Maka orang itu
tanya Musa.
mengulangi lagi (permintaannya ) beberapa
Iblis lalu bekata, ”Ingatlah tentang
kali, dan lagi-lagi Nabi menjawab: ”jangan
tiga perkara. Pertama, ingatlah ketika engkau
marah!”. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam
marah. Sesungguhnya ruhku masuk ke dalam
Bukhari dalam kitab al-Adab, bab al-Haidar
qalbumu. Mataku berada pada matamu.
minal-Ghadhab, nomor 5765.( Hadits 16 hal.
Aku berjalan melalui aliran darahmu. Se
150. Syarah Arbain Nawawiyah Pokok-Pokok
sungguhnya apabila manusia marah, aku
ajaran Islam).
hembuskan sesuatu ke hidungnya. Maka ia
Al-Jurdani berkata: “Hadits ini me
tidak pernah sadar tentang perbuatannya.
rupakan Hadits yang sangat agung, dan
Kedua, ingatlah ketika engkau bertemu de
termasuk ucapan yang singkat dan padat.
ngan pasukan orang kafir. Sesungguhnya aku
Karena menjelaskan dua kebaikan sekaligus,
mendatangi manusia ketika ia berperang
yaitu kebaikan dunia dan kebaikan akhirat’.
dengan mereka. Kuingatkan tentang anak,
Dalam hadits di atas kita melihat bahwa
istri dan keluarganya. Sehingga ia berpaling
ketika dikatakan “Jangan marah” kepada si
dari perang jihad dan berkhianat, dan ketiga
penanya, maka ia pun memahami dan lang
takutlah ketika engkau duduk dengan wanita
sung menerima nasehat tersebut. Namun
yang bukan mahramnya. Karena aku selalu
ia mengulangi pertanyaannya kembali agar
68
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Hikmah diberi wasiat, seolah-olah ia mengira bahwa
terpuji”, yaitu janganlah engkau marah,
nasihat yang ditunjukan kepadanya hanyalah
meski kamu mampu untuk melampiaskan
sesuatu yang sederhana. Maka ia pun ingin
kemarahan itu”.
mendapatkan suatu tambahan yang lebih
Cepat marah merupakan tanda le
berharga, dan lebih bermanfaat, sehingga
mahnya seseorang, meski secara fisik ia me
ia bisa memperoleh apa yang diinginkannya,
miliki tangan yang kokoh dan badan yang
yaitu masuk surga, Namun Rasullullah ti
sehat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
dak menambahkan wasiat ”Jangan marah”
oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu
yang telah disebutkan, bahkan setiap kali
Hurairah r.a.: ia berkata bahwa Rasulallah
si penanya berkata “Berilah aku wasiat”,
bersabda ”Orang yang kuat bukanlah orang
setiap itu pula baginda mengulangi pesan
yang jagoan dalam gulat, namun orang yang
”Jangan Marah” hingga beberapa kali. Maka
kuat adalah orang yang mampu menguasai
hal ini mengesankan bahwa wasiat tersebut
dirinya”.
sudah cukup, jika si penanya benar-benar
Pintu-pintu atau jalan setan yang
memahami maksudnya dan mengamalkan
terbesar lainya ialah hasad (dengki) dan
segala hal yang berkaitan dengannya.
rakus. Hasad (dengki) digambarkan dalam
Setelah penegasan berulang-ulang,
hadits Nabi Muhammad saw yang artinya:
barulah si penanya menyadari tujuan dan
Hasad atau dengki akan memakan kebaikan
maksud Rasulullah saw. Sebagaimana yang
sebagaimana api memakan kayu bakar. Mak
termaktub
dalam riwayat Imam Ahmad,
sudnya ketika seseorang itu memiliki sifat
bahwa ternyata kemarahan meliputi se
hasad dan rakus kepada seseorang, apapun
luruh kejahatan. Artinya, jika tidak marah
yang dilakukannya walaupun orang itu baik
maka ia sebenarnya
telah meninggalkan
tetap akan tertutup oleh sifat hasad itu, jadi
semua kejahatan, dan barang siapa yang
orang hasad (dengki) tidak dapat melihat
meninggalkan semua kejahatan, maka ia
kebaikan orang lain. Demikian juga ketika
akan mendapatkan semua kebaikan. Karena
seseorang itu rakus terhadap sesuatu, pasti
itu, kita pantas memanjatkan shalawat ke
sifat itu akan membuatnya buta dan tuli.
pada Nabi Muhammad saw yang telah meng
Rasulullah bersabda, “Kecintaan terhadap
ajarkan manusia perihal akhlak terpuji dan
sesuatu itu membutakan dan menulikan”.
memberi peringatan tentang kunci semua kejahatan.
Buta
yang
dimaksudkan
ialah
tertutupnya hidayah atau jalan untuk men
Dalam sebuah hadits diriwayatkan
dapatkan kebenaran. Sedangkan tuli yang
bahwa seorang laki-laki bertanya kepada
dimaksudkan adalah tertutupnya hati un
Rasulullah saw. ”Perbuatan apa yang paling
tuk mendapatkan nasehat, petunjuk dan
utama? Rasulullah Menjawab: ”Akhlak yang
keadilan. Mata qalbu itu akan menjadi buta
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
69
Hikmah karena tertutup oleh sifat rakus dan dengki.
Sebab mengira semua makhluk kenyang
Di saat itu setan mendapatkan kesempatan
seperti dirinya, 3)Dapat membuat malas
untuk masuk melalui pintu-pintu yang tidak
dalam kepatuhan, 4)Jika mendengar kalimat
terjaga. Mata qalbu tidak dapat melihat
hikmah, tidak mampu melunakan jiwanya. 5)
setan yang mencuri kesempatan itu. Di samping itu, pintu terbesar la innya yang dilalui setan ialah makan ken
jika memberi nasihat, tidak akan membekas di hati orang yang dinasehati. 6)dapat mendatangkan berbagai penyakit.
yang meskipun yang dimakan itu halal.
Begitu pula suka tergesa-gesa ada
Sebab kenyang dapat membangkitkan dan
lah tabiat yang tidak baik. Ini termasuk jalan
menguatkan nafsu syahwat. Syahwat itu
yang dimanfaatkan setan untuk bisa sampai
senjata setan.
ke dalam qalbu. Rasulullah saw bersabda:
Dalam suatu riwayat bahwa ”Setan
yang artinya “Tergesa-gesa itu dari setan
mendatangi Nabi Yahya bin Zakaria as. Setan
dan pelahan-lahan itu dari Allah. Dalam Al-
menggantungkan daging di beberapa tempat.
quran Allah berfirman: yang artinya. ”Jangan
Nabi Yahya bertanya, ”Mengapa engkau
engkau tergesa-gesa tentang Al-qur’an
menggantungkan
sebelum disempurnakan mewahyukan kepa
daging
di
beberapa
tempat?”, “Ini adalah nafsu syahwat yang
damu. ( QS. Thaha 114).
digunakan mendatangkan bencana terhadap
Dari keterangan tersebut dapat
manusia”, “apakah di dalamnya juga ada
dipahami bahwa Islam membimbing umat
sesuatu untukku?” tanya Nabi Yahya. Setan
nya untuk tidak berbuat ceroboh melakukan
menjawab, ”Ketika engkau kenyang, lalu
sesuatu dengan tergesa-gesa, karena se
shalatmu dan dzikirmu menjadi malas, ”Nabi
suatu yang dikerjakan dengan cara tergesah-
Yahya bertanya kembali, ”Adakah selain itu?”,
gesah hasilnya kurang baik.
Setan menjawab,” Tidak ada”. Kemudian
Di antara sekian banyak pintu dan
Nabi Yahya berkata,” demi Allah, aku tidak
jalan setan, salah satunya ialah sikap fanatik
akan memenuhi perutku dari makanan untuk
dalam bermadzhab atau kelompok, dengki
selama-lamanya”.
terhadap musuh, memandang yang bukan
Demikian
juga
Nabi
bersabda:
semadzhab dan kelompoknya sebagai musuh,
“Jangan makan sebelum lapar dan apabila
memandang musuh dengan pandangan hina
makan jangan kenyang-kenyang”. Mengapa
dan rendah. Semua itu dapat merusak ma
nabi Muhammad saw melarang untuk makan
nusia dan menjadikan fasik.
kenyang-kenyang? Karena akibat banyak
makan kenyang dapat mendatangkan enam kerugian, di antaranya: 1) menghilangkan rasa takut kepada Allah SWT, 2)melenyapkan rasa belas kasihan kepada sesama mahkhluk. 70
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
Relaksasi To Be dan To Have Oleh: Imron Fauzi Ada dua kata yang sangat me nentukan corak hidup Anda. Kesalahan memilih kata yang dijadikan sebagai kendali hidup akan berujung pada ke hancuran. Sebaliknya, bila Anda tepat memilihnya, maka perjalanan hidup An da akan dipenuhi dengan prestasi dan kemuliaan hidup. Dua kata itu adalah To Be dan To Have. To Be adalah keinginan anda untuk “menjadi”. Keinginan itu dikaitkan dengan proses untuk mengejar prestasi dengan memanfaatkan kelebihan-kele bihan yang Anda miliki. Contoh dari To Be adalah keinginan untuk menjadi pejabat di pemerintahan yang mampu memimpin dan mempekerjakan karyawan atau keinginan menjadi manajer terbaik di perusahaan tempat bekerja. To Have adalah keinginan Anda untuk “memiliki” sesuatu. Keinginan ter sebut dikaitkan dengan proses meraih benda-benda materi atau hasil akhir dari sebuah usaha sebagai bentuk dorongan dari kesenangan duniawinya. Contoh dari To Have adalah keinginan untuk mendapatkan gaji, tunjangan, fasilitas, rumah, mobil, popularitas, status, dan pujian. Perbedaan To Be dan To Have terletak pada titik tujuan yang hendak dicapai, bukan pada kata-kata. Misalnya,
ketika Anda mengatakan ingin menjadi manajer atau pejabat yang terbaik, pernyataan itu bisa berarti To Be, bisa juga To Have. Ini sangat tergantung dari apa yang menjadi fokus pengejarannya. Bila yang Anda kejar adalah gaji manajer, fasilitas manajer, mendapatkan pengakuan dan pujian dari banyak orang, maka keinginan itu merupakan To Have. Tetapi kalau yang Anda kejar adalah ke sempatan berprestasi yang lebih besar dan tanggungjawab sebagai seorang manajer dengan mengerahkan semua kemampuan yang Anda miliki, maka ke inginan itu merupakan To Be. Kalau pikiran Anda dirasuki To Have, maka kecenderungannya adalah setiap apa yang Anda lakukan harus selalu mendapat balasan, terutama yang sifatnya lebih ke materi dan kesenangan duniawi. Akhirnya, potensi diri Anda stagnan dan tidak akan pernah berkembang. Ketika Anda mengejar To Have, seringkali Anda tergoda untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya Bila Anda ingin meraih sukses jangka panjang sekaligus kemuliaan hidup, jadikan To Be sebagai kemudi hidup Anda dan yakinlah To Have pasti akan mengikuti Anda.
Fokus Pengawasan Nomor 23 Tahun VI Triwulan III 2009
71
Fokus Foto
Paparan Para Kasubbag di Lingkungan Itjen Depag dalam Acara Verifikasi Perjalanan Dinas
Paparan Para Nara Sumber dalam acara Micro Teaching Fasilitator PPA
Peserta Micro Teaching Fasilitator PPA
Pengukuran Arah Kiblat Itjen Depag & Sekitarnya
Tim Evaluasi Hasil Sidak Cuti Bersama Lebaran
Peserta Verifikasi Perjalanan Dinas