Edisi 19 Tahun V Triwulan III 2008
Fokus Pengawasan
REFORMASI BIROKRASI
TIDAK Nomor 19DIPERJUALBELIKAN Tahun V Triwulan III 2008 Fokus
Pengaw asan Pengawasan
1
Daftar Isi
Fokus asan Pengawasan Fokus Pengaw Pengaw asan Pengawasan Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2008 Dewan Penyunting: Pembina : M. Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Burhanuddin, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Abdul Karim Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : M. Ali Irfan, Khairunnas, Agus Irfani, Kusoy, Maman Saepulloh, Ahmad Jauhari, O. Sholehuddin, Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan Redaksi : Iing Muslihin, Miftahul Huda Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
SURAT PEMBACA .......................3 DARI REDAKSI .............................4 FOKUS UTAMA: Sambutan Menteri Agama ............... 5 Bukan Reformasi Remunerasi ........ 9 Reformasi Birokrasi ........................13 Strategi Memerangi Korupsi .......... 17 Antara Dilema dan Etika ............... 21 Hukuman Mati ............................... 25
PENGAWASAN: Pembatasan Kegiatan Usaha ...... 29 Manajemen Pengawasan ............. 33 Harga Perkiraan Sendiri ................ 37 OPINI: Korupsi Berbaju Kebenaran .......... 41 Teori Perilaku Korupsi ....................45 Mendiagnosa Penghulu ..................49 Program Pembangunan ................52
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
AMO: Pentingnya Arsip .............................56 Demam Panggung .........................59 RANDANG: Cuti Bersama 2009 ........................63
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
AGENDA KEGIATAN: Seminar Pengawasan 2008 ..........66 RELAKSASI:..................................70 SEREMONIAL:..............................71
2
Fokus Pengaw asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan
Surat Pembaca FOTO PENULIS Saya melihat sudah banyak perubahan-perubahan yang dilakukan oleh majalah Fokus Pengawasan (FP) untuk memuaskan para pembacanya seperti menambah jumlah halaman, rubrik peraturan yang aktual, terdaftar dalam ISBN, dan masih banyak lagi, tetapi ada kalau saya boleh usul untuk lebih mengenal lebih dekat dengan para penulis dalam rubrik FP bagaimana kalau ditampilkan foto dari para penulis. Sukses selalu semoga dapat terus meningkatkan kualitasnya.
PROFIL SATKER Bagaimana kalau majalah Fokus Pengawasan (FP) memuat liputanliputan khusus yang memuat profil dari satker yang berprestasi agar dapat menjadi contoh bagi satker lainnya. Terima kasih. Nur Cileduk FP: Akan kami usahakan. Terima kasih.
Hafizhah Depok FP: Terima kasih atas saran saudara, dan untuk edisi berikutnya akan kami tampilkan foto dari para penulis. TAMBAH RUBRIK Bisa tidak majalah Fokus Pengawasan (FP) mengadakan rubrik untuk surat menyurat dari para pembaca FP untuk saling kenal mengenal dan bertukar informasi. Terimakasih atas perhatiannya, semoga dapat dipenuhi. Abiyyu Cilacap FP: Saran saudara menjadi bahan pemikiran untuk dapat menambah rubrik FP. Terimakasih.
FP Online Penerbitan Majalah Fokus Pengawasan cukup membantu kami di daerah dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang hak dan kewajiban kami sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Namun demikian jumlah eksemplar yang dicetak belum cukup untuk dibagikan kepada seluruh karyawan Depag, untuk itu kami berharap FP deterbitkan dalam versi online sehingga dapat menjangkau seluruh pelosok tanah air bahkan dunia. Wassalam Yenny NTB FP: Terimakasih atas apresiasinya, FP Online masih dalam tahap perencanaan semoga dapat online dalam waktu dekat.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
3
Dari Redaksi Kondisi Birokrasi pemerintah Indonesia sungguh memprihatinkan karena masih banyak terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan wewenang, fasilitas, program, dan dana negara. Kualitas pelayanan masyarakat yang diselenggarakan oleh birokrasi juga masih dinilai buruk, lama, berbelit-belit dan juga dikenal dengan istilah “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah”, seharusnya mental dari para birokrat adalah melayani masyarakat tetapi yang terjadi sebaliknya, para birokrat terkesan selalu ingin dilayani. Solusi dari buruknya penyelenggaraan birokrasi yang ada di negara ini adalah dengan melakukan reformasi birokrasi, langkah yang dapat ditempuh adalah melakukan pembenahan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat dan perbaikan terhadap kinerja aparatur pemerintah. Beberapa instansi pemerintah yang telah melaksanakan reformasi birokrasi adalah Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA). Ketiga instansi tersebut diharapkan dapat memperbaiki kinerjanya dan dapat meningkatkan pelayananannya kepada masyarakat. Pelaksanaan reformasi birokrasi pada ketiga instansi pemerintah tersebut juga ditunjang dengan adanya pelaksanaan re-munerasi.
4
Departemen Agama hendaknya perlu mencontoh ketiga instansi pemerintah yang telah melaksanakan reformasi birokrasi untuk memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh Departemen Agama antara lain pelayanan di bidang penyelenggaraan haji, pelayanan bidang keagamaan, dan pelayanan di bidang pendidikan merupakan suatu kemutlakan yang tidak dapat di tawar lagi. Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan mempunyai peran penting dalam mengawal terwujudnya reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama hingga terwujud pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance). Salah satu bentuk partisipasi Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam mewujudkan reformasi birokrasi adalah dengan telah diselenggarakannya seminar pengawasan dengan tema “Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Pengawasan” yang telah diselenggarakan di Hotel Arya Duta pada tanggal 14 Juli 2008. Semoga reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Agama dapat terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Amiin -red-
Fokus Pengaw asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan
Fokus Utama
SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL PENGAWASAN 2008 “Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Pengawasan” Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi Kita Semua Yang kami hormati Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara; Para Pejabat eselon I dan II di Lingkungan Departemen Agama Pusat; Para Rektor UIN/IAIN dan Ketua STAIN; Para Kepala Kantor Wilayah Dep. Agama Provinsi; Para Pejabat Pembuat Komitmen pada Unit Eselon I Pusat; Para Ketua Majelis Agama, dan Para Undangan, Peserta serta Panitia Seminar yang berbahagia. Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan hidayah-Nya sehingga kita dapat berkumpul pada acara Seminar Nasional Pengawasan dengan tema “Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Pengawasan”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya. Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia.. Tema seminar kali ini sangat menarik yaitu “Mewujudkan Reformasi Birokrasi dalam Perspektif Pengawasan” karena sangat terkait dengan amanah yang diberikan oleh Presiden R I dalam Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu agar kita mampu mewujudkan aparatur Departemen Agama yang bersih dan bebas dari KKN dan perbuatan tercela lainnya. Pada mulanya saya melihat hal ini sederhana dan mudah untuk dilakukan, akan tetapi di kemudian hari terasa berat dan perlu pengorbanan kita semua. asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
5
Fokus Utama Kita sadari bersama bahwa era reformasi telah memunculkan paradigma baru dalam ketatanegaraan dan pemerintahan serta perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menonjolnya supremasi hukum, demokratisasi, dan hak asasi manusia telah melahirkan perubahan persepsi masyarakat terhadap tugas dan fungsi suatu instansi. Dengan perkataan lain bahwa reformasi yang dilakukan oleh suatu departemen tidak dapat dipisahkan dari reformasi segenap tatanan kehidupan berbangsa, khususnya reformasi politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan. Reformasi birokrasi merupakan upaya menata ulang, merubah, menyempurnakan dan memperbaiki birokrasi agar menjadi lebih bersih, efisien, efektif dan produktif. Secara ringkas, visi reformasi birokrasi adalah menjadikan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Adapun misi reformasi birokrasi adalah membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menertibkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam menjalankan peranan dan fungsinya. Target dan sasaran reformasi birokrasi, adalah: 1. Terwujudnya birokrasi yang bersih yaitu birokrasi yang anti KKN dan berkurangnya perilaku koruptif pegawai negeri; 2. Terwujudnya Birokrasi yang efisien dan hemat dalam menggunakan sumber daya yang terbatas (man, money, material, methode, and machine); 3. Terwujudnya birokrasi yang transparan, yakni birokrasi yang seluruh kebijakan dan aktivitasnya diketahui masyarakat dan masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah; 4. Terwujudnya birokrasi yang melayani, yaitu birokrasi yang tidak minta dilayani, tetapi birokrasi yang melayani masyarakat; 5. Terwujudnya birokrasi yang terdesentralisasi, yaitu kewenangan pengambilan keputusan terdesentralisasi kepada pimpinan unit kerja terdepan. Birokrasi mempunyai peran yang signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan tidak bisa digantikan fungsinya oleh lembaga lainnya. Peran birokrasi di dalam pemerintahan adalah melakukan fungsi inspirasi terhadap aparatur pemerintah untuk melakukan kegiatan-kegiatan inovatif yang sifatnya non-rutin, dengan mengaktifkan sumber-sumber potensial, dan menciptakan potensi yang optimal dalam mencapai tujuan pemerintah. Namun, perkembangan saat ini menunjukkan bahwa peran birokrasi pemerintah justru dipertanyakan di hampir seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan. Telah melembaganya korupsi, kolusi dan
6
Fokus Pengaw asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan
Fokus Utama nepotisme pada hampir semua lembaga pemerintah, pelanggaran disiplin, penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan yang terjadi telah menyebabkan Indonesia sulit keluar dari krisis yang sedang terjadi. Rendahnya kualitas pelayanan prima telah menjadi hambatan birokrasi di tanah air. Rendahnya produktivitas, lemahnya daya saing dan tidak efisien merupakan sebagian potret dari rendahnya kapasitas dan kinerja manajemen publik. Khusus berkaitan dengan birokrat pemerintah, banyaknya persoalan yang timbul dalam pemerintahan selama ini pada dasarnya menunjukkan rendahnya kemampuan dan ketiadaan sikap dari aparatur untuk mencoba peduli dan membantu masyarakat serta pengguna jasa pemerintahan lainnya dalam memenuhi kebutuhannya. Di samping itu, kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS) telah menjadi isu yang mendasari pelayanan publik selama ini tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Dampak keseluruhan permasalahan dalam birokrasi pemerintah tersebut dapat menurunkan legitimasi pemerintah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi efektifitas pemerintahan yang ada. Berbagai permasalahan tersebut di atas, menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dewasa ini baik dari aspek kelembagaan, ketatalaksanan dan sumber daya aparatur. Mengingat magnitude permasalahan birokrasi yang dihadapi tersebut, diperlukan adanya grand strategy reformasi birokrasi. Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia .. Reformasi birokrasi merupakan salah satu alternatif untuk solusi atas rendahnya produktivitas, lemahnya daya saing dan buruknya pelayanan masyarakat, untuk itu dengan adanya penyelenggaraan “Seminar Nasional Pengawasan” ini diharapkan upaya Reformasi Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya di Lingkungan Departemen Agama dapat segera diwujudkan. Untuk mengetahui keberhasilan Departemen Agama dalam melaksanakan tugasnya, diperlukan pengukuran dan penilaian kinerja. Pengukuran dan penilaian kinerja di atas tidak dapat dilakukan apabila tidak ada standar kinerja. Oleh karena itu untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang berorientasi kinerja (hasil kerja) pada seluruh satuan organisasi/satuan kerja di lingkungan Departemen Agama diperlukan “standar indikator kinerja”. Hal ini juga berguna bagi pelaksanaan tugas
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
7
Fokus Utama pengawasan sebagai pedoman dalam pengukuran dan penilaian terhadap keberhasilan kinerja organisasi. Untuk mewujudkan indikator kinerja tersebut dibutuhkan koordinasi yang baik an-tara inspektorat jenderal dengan seluruh satuan organisasi/satuan kerja di ling-kungan Departemen Agama. Standar kinerja tersebut harus disepakati bersama dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Indikator Kinerja mutlak diperlukan karena penyebab umum yang sering menimbulkan ke-gagalan dan harus dihindarkan dalam mengembangkan sistem audit kinerja adalah tidak adanya standar indikator kinerja. Tanpa adanya indikator kinerja maka pengukuran kinerja tidak akan obyektif. Yang terjadi hanyalah penilaian yang bersifat subyektif dengan mengandalkan perkiraan dan perasaan. Indikator kinerja harus ditetapkan melalui proses analisa untuk menetapkan output dan outcome (hasil) yang diharapkan. Saudara-saudara para peserta seminar yang berbahagia .. Semoga dengan penyelenggaraan Seminar Nasional ini, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa konsep Reformasi Birokrasi di Lingkungan Departemen Agama. Akhirnya dengan senantiasa memohon ridho dari Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa, kegiatan Seminar Nasional Pengawasan dengan tema “Reformasi Birokrasi Dalam Persfektif Pengawasan Tahun 2008 secara resmi kami nyatakan dibuka dengan mengucapkan: Bismillahirrahmaanirrahiim Kepada seluruh peserta, saya ucapkan selamat mengikuti. Wabillahittaufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 14 Juli 2008 MENTERI AGAMA
MUHAMMAD M. BASYUNI
8
Fokus Pengaw asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan
Fokus Utama Reformasi Birokrasi Bukan Reformasi Remunerasi Oleh: Ikin Lukman Sadikin Sampai saat ini, pembicaraan mengenai reformasi birokrasi masih
formasi birokrasi sama dengan reformasi remunerasi, Sekali lagi bukan.
menjadi topik yang hangat, baik di kalangan internal aparatur pemerintah
Kata “reformasi birokrasi” telah didengungkan Presiden Susilo Bam-
yang terlibat secara langsung di dalam penyelenggaraan birokrasi, maupun pe-
bang Yudhoyono dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2007. Reformasi
merhati birokrasi pemerintah yang berada di luar lingkaran birokrasi itu sendiri.
birokrasi diawali di Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan,
Topik reformasi birokrasi menjadi lebih menarik tatkala dikaitkan dengan
dan Mahkamah Agung. Panitia Anggaran DPR pun telah menyetujui pe-
perbaikan penghasilan aparatur pemerintah, baik melalui kenaikan gaji dan
nyediaan anggaran. Reformasi birokrasi dianggap sebagai sesuatu yang men-
tunjangan, maupun melalui tambahan remunerasi (bayaran). Kata ‘remu-
desak dilakukan mengingat birokrasi pemerintah yang ada selama ini
nerasi’ nampaknya menjadi kata yang paling populer terkait dengan reformasi
terkesan berbelit-belit dan tidak lepas dari unsur suap. Istilah “kalau bisa di-
birokrasi. harus diakui bahwa mungkin remunerasi lah yang membuat refor-
persulit, mengapa harus dipermudah,” nampaknya telah dilekatkan oleh
masi birokrasi menjadi lebih enak diperbincangkan, baik di waktu serius mau-
masyarakat pada instansi pemerintah yang berurusan langsung dengan pe-
pun santai. Satu hal yang perlu diingat adalah
layanan publik terkait dengan sulitnya birokrasi yang harus ditempuh dalam
bahwa meskipun remunerasi merupakan salah satu unsur penting dalam re-
mengurus sesuatu. Karenanya, reformasi birokrasi diperlukan guna mem-
formasi birokrasi, di samping unsurunsur lainnya seperti restrukturisasi or-
bangun kembali birokrasi pemerintah dengan cara sedemikian rupa agar pe-
ganisasi dan peningkatan kualitas SDM, tetapi jangan sampai aparat pe-
layanan publik dapat berjalan secara lebih mudah dan tidak membebani pu-
merintah terjebak pada ide bahwa re-
ngutan illegal sekecil apapun kepada
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
9
Fokus Utama masyarakat yang dilayani. Stigma birokrasi pemerintahan yang selama ini
Remunerasi nampaknya menjadi bumbu penyedap yang menjadikan
umumnya sangat berbelit dan penuh dengan nuansa suap demi melan-
hidangan reformasi birokrasi layak ditunggu kehadirannya di setiap instansi
carkan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi seperti itu harus diubah ke arah
pemerintah. Hal ini mungkin terkait dengan keluhan dari aparatur
yang lebih baik. Reformasi birokrasi dilakukan untuk membangun
pemerintah bahwa penghasilan yang didapat tidak berjalan lurus dengan
pemerintahan yang lebih akuntabel, transparan dan terkontrol, karena
beban kerja yang dimiliki. Akronim PGPS (Pintar Goblok Pen-dapatan
struktur pemerintahan lama dinilai kurang tepat untuk melahirkan
Sama) kerap kali didengar. Atas dasar itu, perbaikan bi-rokrasi hendaknya
‘pemerintahan yang baik dan bersih`. Reformasi birokrasi harus menjadi
dilakukan dengan menaikkan gaji pegawai negeri sipil, agar sumber daya
gerakan nasional dalam mengembalikan citra pemerintahan.
manusia terbaik tertarik menjadi pelayan masyarakat, Kepala Lembaga
Demikian ungkap Prof. Eko Prasojo, salah seorang penasihat Menpan.
Administrasi Ne-gara (LAN), Sunarno mengatakan “(Kenaikan) gaji suatu
Reformasi birokrasi merupakan awal yang tepat untuk mencapai tujuan yang
keharusan. Bagaimana kinerja naik kalau dapur tidak `ngebul`,” . “Tingkat
lebih besar lagi, yaitu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan
gaji juga harus memenuhi eksistensi minimum,” tegas Prof. Eko Prasojo.
bersih. Reformasi birokrasi dilakukan melalui restrukturisasi organisasi,
Tujuannya, agar aparatur benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat dan
peningkatan kualitas SDM, dan perbaikan peng-hasilan melalui pola
negaranya, bukan untuk dirinya dan kelompoknya. Diingatkan, kecilnya gaji
penggajian yang menganut merit system, dimana tingkat gaji seorang
sering di-jadikan alasan untuk melakukan korupsi dalam tugas-tugas
pegawai didasarkan pada jabatan dan beban tugas yang diembannya.
birokrasi. Mungkin karena mengingat
Semakin besar beban tugas, akan semakin besarlah take-home pay yang
kelemahan dalam pola penggajian tidak mengenal merit system, maka
diperoleh.
remunerasi dimasukkan sebagai salah
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 10 Fokus Pengaw
Fokus Utama satu unsur penting demi suksesnya reformasi birokrasi. Setelah gaji dan
yang telah memproklamirkan sebagai instansi pemerintah yang telah me-
tunjangan dinaikkan, serta remunerasi pun diberikan, apakah reformasi bi-
lakukan reformasi birokrasi. selain itu, hal ini menunjukkan bahwa kenaikan
rokrasi akan berjalan mulus tanpa kendala yang berarti?.
gaji dan tunjangan serta pemberian remunerasi tidak semata-mata akan
Departemen Keuangan merupakan salah satu instansi pemerintah yang
mengubah orientasi seorang pegawai untuk tidak lagi menerima suap atau
telah memproklamirkan diri sebagai instansi yang telah melakukan
hal-hal lain yang tidak sesuai dengan tujuan dari reformasi birokrasi untuk
reformasi birokrasi. Instansi tersebut telah memulai reformasi birokrasi sejak
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat.
Juni 2007. Salah satu imbas dari reformasi birokrasi tersebut adalah me-
Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK, mengungkapkan bahwa
ningkatnya penghasilan para pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen
birokrasi kita kini masih sama dengan keadaan tahun 1970. Aneka keluhan
Keuangan yang belum bisa dinikmati oleh sebagian besar pegawai negeri
tentang gaji yang kecil, kinerja rendah, tidak profesional, tidak mengenai sistem
sipil lainnya, yang mungkin memiliki beban tugas yang sama. Namun apa yang
merit, kerjanya lamban, pelayanan tidak memuaskan, dan stigma jelek lainnya
terjadi setelah penghasilan diperbaiki? Diberi kulit, minta daging. Diberi gula,
melekat pada birokrasi kita. Sepertinya pada tahun 1970, birokrasi telah me-
minta madu. Sudah diberi tunjangan tambahan lebih besar daripada pe-
langkahkan kaki menaiki komedi putar. Tahun 2008, birokrasi turun dari komedi
gawai negeri sipil yang lain, tapi masih juga menerima suap. Itulah yang diduga
putar di tempat semula naik, tidak beranjak dari tempat semula meski telah
telah dilakukan oleh setidaknya empat Pejabat Fungsional Pemeriksa Do-
berputar dan berputar lama. Harus diakui bahwa reformasi birokrasi me-
kumen di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok.
rupakan sesuatu yang mutlak dilakukan oleh seluruh instansi pemerintah demi
Kasus tersebut menunjukkan bahwa reformasi birokrasi belum
meningkatkan kinerja aparat pemerintah dalam rangka meningkatkan pe-
sepenuhnya dilaksanakan oleh instansi
layanan kepada masyarakat.
asan 11 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Namun demikian, reformasi birokrasi yang dimaksudkan untuk
Mestinya ada perhatian yang lebih untuk mewujudkan `good gover-
mendorong agar birokrat atau pemerintah membenahi diri serta mampu
nance` melalui reformasi birokrasi seperti yang diharapkan mulai dari tingkat
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada publik tampaknya belum ber-
terendah hingga tertinggi, Menaikan gaji sah-sah saja tetapi pengawasan juga
jalan seperti yang diharapkan, meskipun tingkat penghasilan telah dinaikkan.
harus lebih ditingkatkan. Jika gaji tinggi sekali tetapi pengawasan lemah dan
Dengan demikian
ancaman sanksi maupun hukum
terbukti bahwa peningkatan
atas kesalahan yang dilakukan ma-
g a j i , tunjangan,
sih lemah maka tidak akan banyak
ditambah dengan re-
artinya dan hukum menjadi mati,
munerasi tinggi be-lum
lemahnya pengawasan tersebut
m a m - p u meng-ubah men-tal sebagi-an aparat
akan semakin menyuburkan penyim-pangan maupun
pemerintah kita untuk mensukses kan refor-masi birokrasi yang telah
korupsi karena pen-dapatan legal masuk tetapi pendapatan ilegal juga
dicanangkan oleh pemerintah. Memang, reformasi birokrasi di
tetap masuk. Dengan demikian dapat disimpul-
Indonesia tidak cukup hanya dengan menaikkan gaji karena keburukan ins-
kan bahwa remunerasi hanyalah merupakan salah satu instrumen pen-
titusi pelayanan masyarakat tersebut sudah sangat sistemik. Menaikkan gaji
dorong atau intensif agar mampu memotivasi para aparatur pemerintah un-
atau meningkatkan kesejahteraan saja bukan solusi untuk reformasi birokrasi
tuk memperbaiki kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada mas-
karena saat ini kondisi birokrasi di Indonesia baik penegak hukum maupun pe-
yarakat. Remunerasi, meskipun mutlak harus diberikan, bukanlah tujuan dari
merintahan sudah sedemikian parah.
reformasi birokrasi. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 12 Fokus Pengaw
Fokus Utama Reformasi Birokrasi Melalui Pengadaan PNS Oleh: Achmad Fachroji Pendahuluan Selama ini posisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sangatlah penting, salah satunya karena menjadi pelaksana keputusan politik pemerintah dan sebagai pelayan masyarakat. Karena posisi penting inilah, reformasi birokrasi secara umum perlu terus menerus dilakukan. Reformasi ini mencakup tentang aspek-aspek penguatan masyarakat sipil, supremasi hukum, pembangunan ekonomi, dan sosial politik. Aspek-aspek ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Kebijakan tentang pengadaan PNS tidak dapat dilepaskan dari proses pertarungan kekuatan-kekuatan politik yang ingin menggunakan kuantitas dan kualitas PNS untuk menunjang tujuan dan kekuatan politik itu sendiri. Sebagai contoh pernah terjadi pada era Orde Baru PNS dijadikan sebagai penopang dalam salah satu kekuatan politik tertentu. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 1974 yang ditandatangani oleh Bapak Amir Mahmud. Dalam konteksnya berisi “pengadaan PNS tidak semata-mata untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai PNS melainkan juga direkrut dan di seleksi untuk tujuan memperkokoh kekuatan partai politik yang berkuasa pada saat itu”. Gambaran tentang PNS dari waktu ke waktu Masa Pra Kemerdekaan Birokrasi pada zaman kolonial Belanda menjalankan praktek administrasinya antara lain melakukan praktek kerja kesekretariatan sehari-hari, meliputi proses surat-menyurat, pengarsipan, penyimpanan dokumen-dokumen, dan lain-lain Praktek semacam ini ber-beda dengan pengertian administrasi secara luas tentang kerja sama antara 2 (dua) orang atau lebih untuk mencapai satu tujuan tertentu yang telah di-tetapkan sebelumnya. Pada waktu itu posisi pegawai pemerintahan hanya dapat diduduki oleh orang-orang Belanda dan keturunannya saja. Pada tahun 1854 orang-orang pribumi mulai mendapat tempat dalam jajaran birok-rasi dengan nama sebutan “Pangreh Praja” istilahnya adalah pegawai-pegawai yang lebih rendah dalam struktur birokrasi pemerintah
asan 13 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama kolonial, dalam bahasa belanda adalah “Inlandsch Bestuur” (administrasi pribumi). Pada tanggal 30 Mei 1948 pemerintah RI menetapkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1948, tentang Pembentukan Kantor Urusan Pegawai (KUP) dengan tujuan menyelenggarakan urusan kepegawaian. Kegiatan KUP untuk mengatur urusan Pegawai Negeri Sipil di daerah-daerah yang dikuasai RI. Sedangkan daerahdaerah yang dikuasai Kolonial Belanda, urusan kepegawaiannya dilakukan oleh “Jawatan Umum Urusan Pegawai” yang berkedudukan di Jakarta sesuai aturan kolonial.
tidak lagi di dasarkan pada kecakapan serta DUK (Daftar Urut Kepangkatan), tetapi di dasarkan pada kartu anggota partai politik.
Era Orde Lama Pada awal kemerdekaan, pengadaan PNS dilakukan dengan lebih terbuka (transparan) dan memberikan kesempatan kepada masyarakat secara sama dengan kriteria yang lebih rasional. Pada periode ini bermunculan banyak partai politik, sehingga terjadi persaingan perebutan kekuatan politik, masing-masing partai politik menempatkan PNS yang menjadi anggotanya untuk menempati jabatan-jabatan penting dan strategis, sering kali melanggar norma-norma serta aturan kepegawaian. Pengangkatan dan penempatan PNS dalam suatu jabatan
Era Reformasi Dalam era reformasi, pemerintah memantapkan kebijakan “Zero Growth”, kebijakan ini tak lepas dari kebijakan kepegawaian pada masa sebelumnya sekitar tahun 1994. Pada masa reformasi sekarang ini di keluarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Adapun kedudukan pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
Era Orde Baru Dalam peralihan kekuasaan ke Era Orde Baru, upaya penataan kepegawaian kembali dilakukan, pada tahun 1974 diadakan Pendaftaran Ulang PNS (PUPNS) dari hasil tersebut dapat diketahui jumlah PNS dan komposisinya, baik kepangkatan umur, pendidikan, serta jabatan. Kondisi birokrasi di era Orde Baru tetap menyeret PNS ke dalam partai politik untuk menopang kekuatan partai yang berkuasa.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 14 Fokus Pengaw
Fokus Utama penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan. Pegawai negeri juga harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik manapun, untuk memperlancar pelayanan terhadap masyarakat, terutama pada pemerintah guna mencapai suatu tujuan yang akan dicapai. Kondisi Pengadaan dan Pelayanan CPNS Praktek yang sering terjadi dalam kondisi pengadaan CPNS adalah banyaknya masalah yang bermunculan, yaitu adanya pungutan liar (pungli). Masalah ini bisa muncul dalam tahap-tahap pengadaan CPNS, prak-tek ini menjadi salah satu modus ope-randi yang paling populer didapat dari tengah-tengah masyarakat, pungli di-lakukan oleh oknum aparat yang memiliki kewenangan langsung atau tidak langsung dalam pengadaan CPNS pada ruang lingkup tertentu. Sikap perilaku PNS saat ini adalah sering mempersulit pemberian pelayanan ataupun menunda-nunda pelayanan, melainkan harus berupaya untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan, perilaku yang kurang baik dan masih sering melakukan tindakan-tindakan korupsi. Dalam pelayanan terhadap masyarakat pada saat ini, bahwa
Kementerian PAN sedang memfokuskan pada penyelesaian beberapa undang-undang pelayanan publik, yang akan berdampak pada perbaikan kinerja dan citra aparatur negara. Undang-undang pelayanan publik diciptakan untuk mengubah predikat PNS yang selama ini mendapat citra kurang baik dalam pandangan masyarakat. Dengan adanya undang-undang pelayanan publik terhadap PNS diharapkan penyelenggara negara, penyelenggara ekonomi negara dan korporasi, penyelenggaraan pelayanan publik, serta lembaga independen yang dibentuk pemerintah, akan lebih hatihati untuk menjalankan deskresinya dan terdorong untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan tugasnya. Proses Reformasi Birokrasi Pada hakekatnya reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan karena adanya permasalahan/hambatan yang menyebabkan sistem tersebut tidak berjalan dengan baik dalam permasalahan kepegawaian. Pekerja-an ini tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan dan sudah kelihatan langsung hasilnya dalam waktu sesaat.
asan 15 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Apalagi yang berkaitan dengan pembaharuan mind set (pola pikir) dan cultural set (pola budaya), aparatur negara yang sudah lama tertanam sikap mental priyayi atau penguasa yang minta dilayani. Oleh karena itu misi reformasi birokrasi adalah mengembangkan cita dan citra birokrasi pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang menjadi suri tauladan dan panutan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pegawai negeri berkedudukan sebagai abdi masyarakat artinya berperan sebagai pelayan masyarakat. Sebagai pelayan, paling tidak harus dapat memuaskan orang yang dilayani atau majikan dan untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya secara profesional dan akuntabel. Dalam rangka pembaharu-an terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah tersebut dengan menggunakan pendekatan dan strategi antara lain: a. sistem Pola Pikir dan Pola Budaya, yaitu:1) pengembangan dan penerapan nilai-nilai budaya kerja setiap unit pelaksana pelayanan publik, 2) Internalisasi dan konkritisasi prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, b. Sistem Manajemen, yaitu: 1) Penciptaan pola dasar organisasi lembaga pemerintah (termasuk unit pelaksana pelayanan
publik), 2) Perubahan sistem manajemen kepegawaian dari manajemen ketatausahaan ke manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, 3) Simplikasi dan otomatisasi tatalaksana, sistem, prosedur, dan mekanisme pelayanan publik, 4) Perbaikan sistem pengelolaan asset/barang milik negara, 5) Pembaharuan sistem manajemen keuangan unit pelayanan publik, 6) Perbaikan sistem pengawasan dan akuntabilitas aparatur. Pada akhirnya keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi akan ditentukan oleh kemauan dan komitmen politik yang kuat dari seluruh jajaran pimpinan instansi, kesamaan persepsi, dukungan masyarakat dan tujuan bahwa reformasi birokasi harus dijalankan guna meningkatkan kualitas hidup aparatur dan kontinuitas dalam pelaksanaan, ketersediaan anggaran, dan teraplikasikan untuk peningkatan pelayanan masyarakat. Dengan demikian pemerintah akan terus berupaya untuk mengatasi setiap persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan PNS, termasuk persoalan perlindungan hukum bagi PNS yang sedang menjalankan tugasnya, dalam membangun seluruh sektor kehidupan, serta akan terus berusaha meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 16 Fokus Pengaw
Fokus Utama Strategi Memerangi Korupsi Oleh: M.A. Rachman Banyak definisi mengenai korupsi, namun demikian, korupsi menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan setiap orang baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Korupsi terjadi karena beberapa macam penyebab. Beberapa ahli mengklasifikasikan penyebab terjadinya korupsi. Salah satunya Boni Hargen, yang membagi penyebab terjadinya korupsi menjadi 3 wilayah yaitu: 1) Wilayah Individu, dikenal sebagai aspek manusia yang menyangkut moralitas personal serta kondisi situasional seperti peluang terjadinya korupsi termasuk di dalamnya adalah faktor kemiskinan, 2) Wilayah Sistem, dikenal sebagai aspek institusi/administrasi. Korupsi dianggap sebagai konsekuensi dari kerja sistem yang tidak efektif. Mekanisme kontrol yang lemah dan kerapuhan sebuah sis-tem yang memberi peluang terjadinya ko-rupsi. 3) Wilayah Irisan antara Individu dan
Sistem, dikenal dengan aspek so-sial budaya, yang meliputi hubungan antara politisi, unsur pemerintah dan organisasi non pemerintah. Selain itu meliputi juga kultur masyarakat yang cenderung permisif dan kurang perduli dengan hal-hal yang tidak terpuji, di samping itu terjadinya pergeseran nilai, logika, sosial, budaya dan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Adapun dampak dari korupsi bagi bangsa Indonesia sangat besar dan komplek. Menurut Soejono Karni, beberapa dampak korupsi adalah a) rusaknya sistem tatanan masyarakat, b) ekonomi biaya tinggi dan sulit melakukan efisiensi, c) munculnya berbagai masalah sosial di masyarakat, d) penderitaan sebagian besar masyarakat di sektor ekonomi, administrasi, politik, maupun hukum, e) yang pada akhirnya menimbulkan sikap frustasi, ketidakpercayaan, apatis terhadap pemerintah yang berdampak pada kontraproduktif terhadap pembangunan. Pemberantasan Korupsi Upaya memerangi korupsi bukanlah hal yang mudah. Dari pe-
asan 17 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama ngalaman Negara-negara lain yang dinilai sukses memerangi korupsi, segenap elemen bangsa dan masyarakat harus dilibatkan dalam upaya memerangi ko-rupsi melalui cara-cara yang simultan. Upaya pemberantasan korupsi meliputi beberapa prinsip, antara lain: a. memahami hal-hal yang menjadi penyebab korupsi, b. upaya pencegahan, investigasi, serta edukasi dilakukan secara bersamaan, c. tindakan diarahkan terhadap suatu kegiatan dari hulu sampai hilir (mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan aspek kuratifnya) dan meliputi berbagai elemen. Sebagaimana Hongkong dengan ICAC-nya, maka strategi yang perlu dikembangkan adalah strategi memerangi korupsi dengan pendekatan tiga pilar yaitu preventif, investigatif, dan edukatif. Strategi preventif adalah strategi upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan system dan prosedur dengan membangun budaya organisasi yang mengedepankan prinsip-prinsip transparency, accountability, participation & responsibility yang mampu mendorong setiap individu untuk mencegah segala bentuk korupsi. Upaya preventif sebagai usaha mencegah penyimpangan perilaku korupsi di-
lakukan dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor penyebab atau peluang. Prinsip transparansi untuk menumbuhkan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat dapat dilakukan melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Indikator keberhasilan transparansi adalah bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatkan partisipasi masyarakat dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Prinsip akuntabilitas diperlukan untuk mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Hal ini digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah secara obyektif, sehingga diperlukan adanya indikator yang jelas. Indikator keberhasilan akuntabilitas adalah meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, meningkatnya kesadaran masyarakat, dan berkurangnya kasuskasus KKN. Prinsip partisipasi berusaha mendorong setiap warga untuk mem-
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 18 Fokus Pengaw
Fokus Utama pergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tata pemerintahan harus diselenggarakan secara partisipatif. Penyelenggaraan pemerintahan yang eksklusif hanya melibatkan unsur pemerintah dan/atau legislatif akan membuat masyarakat tidak peduli pada pembangunan. Hal ini lebih lanjut akan menyebabkan keberlanjutan pembangunan menjadi sangat rapuh dan rentan. Indikator keberhasilan partisipasi adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, meningkatnya kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan. Prinsip daya tanggap adalah salah satu wujud dari sikap profesional dari para aparat pemerintah terhadap berbagai kebutuhan masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga dituntut mempunyai daya tanggap yang tinggi dalam memantau berbagai tindakan pemerintahan, sehingga informasi balik
yang diberikannya mempunyai ketepatan yang tinggi dan dapat efektif. Indikator keberhasilan daya tanggap adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah, tumbuhnya kesadaraan masyarakat, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya jumlah pengaduan. Strategi investigatif adalah upaya memerangi korupsi melalui deteksi, investigasi dan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi. Upaya ini merupakan serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi penyimpangan sebagai sarana memperoleh alat bukti yang cukup, relevan dan kompeten sebagai dasar pengambilan tindak lanjut, dengan berpegang teguh terhadap azas praduga tak bersalah. Investigasi memerlukan penerapan kecerdasan, pertimbangan yang sehat dan pengalaman, selain itu juga diperlukan pemahaman terhadap ketentuan perundangundangan dan prisip-prinsip investigasi guna pemecahan masalah yang dihadapi. Prinsip-prinsip tersebut memiliki peran sebagai berikut: a) Investigasi adalah tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan ber-dasarkan pada ketentuan
asan 19 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama perundang-undangan yang berlaku, b) Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan, c) Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperolehnya dapat memberikan kesimpulan sendiri (bahwa telah terjadi tindak kejahatan dan p e l a k u n y a teridentifikasi), d) Informasi merupakan inti dari investigasi sehingga investigator harus memper-timbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh informasi, e) Pengamatan, infor-masi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam investigasi, f) Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga akan merespon. Strategi edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong aparatur pemerintah dan masyarakat untuk berperan serta memerangi korupsi sesuai dengan kapasitas dan kewenangan masingmasing. Langkah edukatif kepada aparatur pemerintah dilakukan melalui
pendidikan moral dan penanaman pendidikan nilai-nilai ajaran agama, sehingga mampu meningkatkan ketahanan mental dalam menangkal berbagai godaan untuk melakukan korupsi dan malu berbuat menyimpang lainnya. Inspektorat Jenderal Departemen Agama mengembangkan program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) dalam rangka pelaksana-an peran konsultan sebagai upaya pre-ventif guna men-cegah perilaku KKN bagi seluruh aparatur Departemen Agama. PPA merupa-kan suatu pendekatan pengawasan dengan penanaman nilai-nilai ajaran agama yang diharapkan mampu meminimalisir “NIAT” aparatur negara dalam melakukan penyimpangan. Adapun langkah edukatif kepada masyarakat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai masalah korupsi dan mendorong masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang berwenang. Kepada masyarakat perlu ditanamkan nilai-nilai kejujuran serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 20 Fokus Pengaw
Ð
Fokus Utama Internal Auditor: Antara Dilema dan Etika Oleh : Ali Yuddin Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran, serta kinerja Departemen Agama ke arah lebih baik, tepat dan manfaat, maka peran pejabat fungsional makin dirasakan. Oleh karena itu pejabat fungsional yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan tugas agar dapat terwujud kinerja yang optimal. Tugas Inspektorat Jenderal Departemen Agama semakin berat oleh karena itu memerlukan sumber daya manusia yang cerdas, pintar, dan memiliki kompetensi yang tinggi serta sikap profesional da-lam mengemban tugas. Sikap profesionalisme dan kompetensi yang tinggi harus dimiliki oleh pejabat fungsional Auditor guna mewujudkan kinerja Departemen Agama yang lebih baik. Pejabat fungsional Auditor idealnya dapat mengemban tugas antara lain memberikan sumbangan wawasan, pengetahuan, dan solusi ter-hadap berbagai permasalahan. Tema tentang independensi dan etika dalam profesi auditor memiliki pemahaman yang sangat penting dan
hadap profesi auditor sangatlah besar
mendalam. Sorotan masyarakat ter-
keputusannya.
sebagai dampak beberapa kinerja instansi pemerintah terkait dengan pelayanan publiknya, Auditor seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkan auditor tidak dapat independen. Auditor diminta untuk tetap independen dari auditi. Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan auditi, sehingga menimbulkan konflik audit. Konflik audit tersebut akan berkembang menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang bertentang-an dengan independensi dan integritas-nya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau tekanan, di sisi lainnya. Auditor secara sosial juga bertanggungjawab kepada masyarakat dan profesinya daripada mengutama-kan kepentingan dan pertimbangan pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Situasi seperti hal tersebut di atas sangat sering dihadapi oleh auditor. Auditor seringkali dihadapkan kepada situasi dilema etika dalam pengambilan
asan 21 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Konflik Audit dan Dilema Etika Banyak pihak yang berkepentingan di dalam sebuah organisasi yang terkait dengan pelayanan publik. Kode etik yang digunakan oleh para profesional beranjak dari bentuk pertanggungjawaban profesi kepada masyarakat. Auditor sebagai sebuah profesi juga tidak terlepas dari pertanggung-jawaban kepada masyarakat. Auditor di dalam aktivitas auditnya mempunyai banyak hal yang harus dipertimbang-kan, karena dalam diri auditor mewakili banyak kepentingan yang melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Seringkali dalam pelaksanaan aktivitas auditing, seorang auditor be-rada dalam konflik audit. Konflik dalam sebuah audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi tetapi informasi tersebut oleh auditi tidak ingin dipublikasikan kepada satuan kerja/unit kerja di atasnya. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika Situasi dilema menurut Gunz, Gunz dan McCutcheon (2002) adalah “situations in which professional must choose between two or more relevant, but contradictory, ethical directives, or when every alternative results in an undesirable outcome for one or more persons”. Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karena auditor
berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor dihadapkan kepada pilihan keputusan etis dan tidak etis. Pengambilan Keputusan Etis (Ethical Decision Making) Keputusan etis (ethical decision) adalah sebuah keputusan yang baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas. Salah satu determinan penting perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu. Faktor-faktor individual tersebut meliputi variabel-variabel yang merupakan ciri pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan dan sebagainya). Sedangkan faktor-faktor lainnya adalah faktor organisasi, lingkungan kerja, profesi dan sebagainya. Penelitian tentang pengambilan keputusan etis, telah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan mulai dari psikologi sosial dan ekonomi. Penelitian
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 22 Fokus Pengaw
Fokus Utama dengan topik ini dapat digunakan antara lain: Pertama, untuk memahami tingkat kesadaran dan perkembangan moral auditor dan akan menambah pemahaman tentang bagaimana perilaku auditor dalam menghadapi konflik etika. Kedua, penelitian dalam wilayah ini akan lebih menjelaskan problematika proses yang terjadi dalam menghadapi berbagai pengambilan keputusan etis auditor yang berbeda-beda dalam situasi dilema etika. Ketiga, hasil penelitian ini akan dapat membawa dan menjadi arahan dalam tema etika dan dampaknya pada profesi auditor. Ada empat model pengambilan keputusan etis terdiri dari 4 (empat tahapan), yaitu pertama pemahaman tentang adanya isu moral dalam sebuah dilema etika (recognizing that moral issue exists). Dalam tahapan ini menggambarkan bagaimana tanggapan seseorang terhadap isu moral dalam sebuah dilema etika. Kedua adalah pengambilan keputusan etis (make a moral judgment), yaitu bagaimana seseorang membuat keputusan etis. Ketiga adalah moral intention yaitu bagaimana seseorang bertujuan atau bermaksud untuk berkelakuan etis atau tidak etis. Sedangkan keempat adalah moral behavior, yaitu bagaimana seseorang bertindak atau berperilaku etis atau tidak etis. Ada 3 unsur utama da-
lam pengambilan keputusan etis, yaitu pertama, moral issue, menyatakan seberapa jauh ketika seseorang melakukan tindakan, jika dia secara bebas melakukan tindakan itu, maka akan mengakibatkan kerugian (harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain. Dalam bahasa yang lain adalah bahwa suatu tindakan atau keputusan yang diambil akan mempunyai konsekuensi kepada orang lain. Kedua adalah moral agent, yaitu seseorang yang membuat keputusan moral (moral decision). Ketiga adalah keputusan etis (ethical decision) itu sendiri, yaitu sebuah keputusan yang secara legal dan moral dapat diterima oleh masyarakat luas. Perkembangan penalaran moral (cognitive moral development), sering disebut juga kesadaran moral (moral reasoning, moral judgment, moral thinking), merupakan faktor penentu yang melahirkan perilaku moral dalam pengambilan keputusan etis, sehingga untuk menemukan perilaku moral yang sebenarnya hanya dapat ditelusuri melalui penalarannya. Artinya, pengukuran moral yang benar tidak sekedar mengamati perilaku moral yang tampak, tetapi harus melihat pada kesadaran moral yang mendasari keputusan perilaku moral tersebut. Dengan mengukur tingkat kesadaran moral akan dapat mengetahui tinggi rendahnya moral tersebut.
asan 23 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Pembentukan pemahaman tentang moral issue tersebut akan tergantung kepada faktor individual (pengalaman, orientasi etika dan komitmen kepada profesi) dan faktor situasional (nilai etika organisasi). Faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan etis internal auditor ketika menghadapi dilema etika adalah faktor individual yaitu pengalaman, komitmen profesional serta orientasi etika auditor dan faktor situasional yaitu nilai etika organisasi. Analisis Konflik audit muncul ketika auditor internal menjalankan aktivitas auditing internal. Internal auditor sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya akan menjumpai masalah ketika harus melaporkan temuantemuan yang mungkin tidak menguntungkan dalam penilaian kinerja manajemen atau obyek audit yang dilakukannya. Konflik terjadi ketika auditor dan auditi tidak sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam keadaan tersebut, auditi dapat mempengaruhi proses audit yang dilakukan oleh auditor internal. Auditi dapat menekan auditor internal untuk melakukan tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Untuk itu auditor dihadapkan kepada pilihan-pilihan keputusan yang saling
berlawanan terkait dengan aktivitas pemeriksaan-nya. Karena auditor secara profesional dilandasi oleh kode etik profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor berada dalam sebuah dilema etika. Memenuhi tuntutan auditi berarti melanggar standar pemeriksaan dan kemungkinan mendapatkan imbalan manfaat, namun dengan tidak me-menuhi tuntutan auditi akan men-dapatkan tekanan, baik berupa peng-hentian penugasan, pemecatan dan kemungkinan sanksi lainnya. Kesimpulan Orientasi etika dan komitmen profesional secara individu maupun simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan etis internal auditor dalam situasi dilema etika. Nilai etika organisasi sebagai faktor situasional individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap orientasi etika internal auditor. Orientasi etika auditor mempunyai pengaruh yang positif terhadap komitmen profesi, dan kemudian secara bersama-sama keduanya mempunyai hubungan positif dengan pengambilan keputusan etis internal auditor dalam situasi dilema etika. Serta peran nilai etika organisasi dalam mempengaruhi idealisme dan profesionalisme internal auditor. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 24 Fokus Pengaw
Fokus Utama Telaah Hukuman Mati dalam Tindak Pidana Korupsi Oleh: Ade Supriadi “Beri saya 100 peti mati, maka saya akan mengubur 99 koruptor di negara ini, dan satu lagi akan saya pakai jika saya juga korupsi,” ujar zhu Rongzhi. Pernyataan tersebut mengisyaratkan sebuah political will yang kuat dari seorang pemimpin negara untuk membasmi korupsi. Dalam konstitusi China, tersangka kasus korupsi bisa diganjar dengan hukuman terberat yaitu hukuman mati. Bahkan dalam beberapa kasus, bisa menyeret satu keluarga sebagai tersangka. Ini dilakukan karena setelah ditelusuri, sang bapak bisa melakukan korupsi ternyata banyak yang didorong oleh keluarganya. Bukan hanya itu, seluruh harta koruptor pun disita untuk negara. Sebuah pilihan pahit yang harus diambil oleh pengambil kebijakan. Namun ibarat penyakit kronis, pilihan amputasi harus diambil jika ingin menyelamatkan bagian tubuh lain. Di Indonesia, pemberian vonis hukuman mati sebagai ancaman hukuman maksimal memang diberlakukan. Tercatat kasus pembunuhan berencana, penjahat Hak Asasi Manusia (HAM) (UU no. 26 tahun 2000 ten-
tang Peradilan HAM), ataupun kasus terorisme (UU no. 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme). Namun untuk kasus korupsi, hukuman maksimal yang di berikan hanya sebatas hukuman seumur hidup (pasal 12b, Ayat (2), UU no. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Padahal efek yang ditimbulkan oleh korupsi sangatlah besar. Sama bahayanya dengan terorisme, genosida, pembunuhan berencana, dan kasus-kasus lain yang ancaman hukumannya adalah mati. Mengutip pernyataan Mar’ie Muhammad, mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Pembangunan VI, yang sekarang menjabat sebagai Ketua Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), “Selain menimbulkan dampak ekonomi yang besar yakni turunnya nilai mata uang, korupsi juga membuat nilainilai dalam masyarakat terpuruk. Ini dikarenakan orang tidak lagi dapat membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, untuk memulihkan nilai-nilai tersebut dibutuhkan waktu hingga satu generasi.”
asan 25 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Selain masalah di atas, korupsi juga dapat menimbulkan demoralisasi. Akibat praktek korupsi yang berkepanjangan, rakyat sudah tidak mempercayai lagi kredibilitas aparat dan lembaga pemerintahan secara penuh. Persis yang dipaparkan oleh ahli politik Asia dari University of New York City yang menerangkan bahwa sifat korupsi bisa menimbulkan demoralisasi, merusak demokrasi, menimbulkan keresahan sosial dan menimbulkan keterasingan politik. Korupsi juga menggerogoti pembangunan dengan mengabaikan aturan hukum dan melemahkan landasan kelembagaan tempat pertumbuhan ekonomi bertumpu. Dampak ini terutama dirasakan oleh kaum miskin, kaum yang paling terpukul dengan penurunan ekonomi, yang paling bergantung pada layanan-layanan publik, dan yang paling tidak mampu membayar biaya ekstra yang berkaitan dengan suap, penyuapan dan berbagai penyalahgunaan keuntungan ekonomi lainnya. “Korupsi dalam rezim yang lalu diciptakan untuk membantu kerja kekuasaan dengan mensistematiskan korupsi yang melembaga. Rezim ini kemudian memiliki cukup kekuatan untuk melanggengkan kekuasaannya. Dengan korupsi birokratis tersebut, birokrasi menjadi membesar sehingga
ia menjadi penting dilihat dari kacamata pub-lik,” tandas Eep Saefullah Fatah, Wakil Kepala Laboratorium Politik UI. Birokrasi, baik sipil maupun militer merupakan kelompok yang paling rawan terhadap korupsi. Sebab, ditangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency Internasional (TI), lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi, dan berpotensi sebagai surga para koruptor. Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politis. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan sesuai dengan hukum, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Contoh, uang pelicin dalam pembuatan KTP, SIM, Akta Lahir, Paspor, Surat Nikah, Surat domisili dan lain-lain. Sementara jenis korupsi politis adalah kasus korupsi yang dilakukan karena ada pelanggaran hukum. Contoh uang damai yang diberikan pengendara kendaraan bermotor kepada aparat ketika si pengendara tersebut melanggar ketentuan.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 26 Fokus Pengaw
Fokus Utama Sementara untuk birokrasi militer, korupsi, baik uang maupun kekuasaan bisa timbul karena tidak adanya transparansi di tubuh militer itu sendiri. Selain itu faktor yang bisa terjadi karena ke-tidakberdayaan hukum ketika oknum militer berlindung dibalik privelesse institusi militer. Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipimpin oleh Dr. Indria Samego mencatat ada empat kerusakan yang timbul di dalam tubuh militer akibat korupsi. Pertama, secara formal material dana untuk militer yang sangat kecil menyebabkan militer mencari sumber lain di luar APBN, baik secara personal militer maupun secara institusional militer. Kedua, timbulnya hubungan militer dengan pengusaha menyebabkan timbulnya kolusi. Sehingga lebih memunculkan image bahwa militer adalah backing pengusaha. Ketiga, orientasi komersial para perwira militer pada gilirannya menyebabkan iri hati dan persaingan tidak sehat di tingkatan militer. Keempat, suka atau tidak suka orientasi komersial pada sebagian kalangan militer menyebabkan lunturnya semangat profesionalitas militer. Ahli ekonomi dari Jepang, Yoshihara Kunio menjelaskan, “Pembagian kekuasaan diantara elit militer menyebabkan penyalahgunaan kekuatan
politik dan ekonomi. Termasuk penciptaan kroni serta pemburu keuntungan. Hal ini bisa terjadi karena militer, terutama di Asia Tenggara dijadikan alat kediktatoran. Dan ini merupakan lahan subur bagi terciptanya korupsi.” “Ini semua bisa terjadi karena lemahnya mekanisme untuk mengawasi penggunaan kekuatan politik di bawah sistem tersebut,” lanjutnya. Begitu hebatnya efek korupsi, sehingga harus diracik formulasi jitu agar korupsi tidak semakin merajalela. Salah satu opsi yang berkembang adalah pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Opsi bisa menjadi solusi karena beberapa hal, salah satunya adalah efek psikologis yang ditawarkan oleh hukuman mati. Sangat jelas ketakutan massal yang akan terjadi diantara para koruptor. Bayangkan saja dalam sebuah instansi, ada salah seorang Dirjen dihukum mati, maka akan menimbulkan ketakutan massal baik untuk koruptor dalam satu departemen maupun beda departemen. Dalam psikologi dikenal efek terapi kejut. Dalam teori ini di kenal sebuah keadaan yang akan terjadi pada faal (reaksi badaniah) dan psikologi jika seseorang dikejutkan oleh sesuatu. Dalam penerapan hukuman mati ini bisa saja koruptor-koruptor lain berfikir ulang
asan 27 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama terhadap tindak korupsi yang dilakukan, diharapkan dengan adanya penegakkan hukum yang menyeluruh dan kontinyu akan mengurangi tindak pidana korupsi. Hukuman terberat di Indonesia yang membayangi para pesakitan tersebut hanyalah hukuman seumur hidup. Seperti yang tertera dalam Pasal 12B, Ayat B, UU no. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU no. 31 Tahun 1999, tentang Tipikor, “Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,-00 (satu miliar rupiah)”. Namun dibalik positivisme result maksimal yang dapat diambil jika hukuman mati diberlakukan kepada koruptor, timbul penolakan yang terhadap hal tersebut. Mereka yang beranggapan bahwa hukuman mati tidak layak diberikan kepada kasus korupsi dan kasus lainnya karena adanya anggapan bahwa hanya Tuhan yang berhak mengambil nyawa manusia. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa pelaksanaan hukuman mati bertentangan
dengan semangat dalam konstitusi kita yang menjamin dan menjunjung tinggi hak untuk hidup dalam keadaan apapun (non derogable rights). Secara tegas Pasal 28, Ayat 1, UUD 1945 menjelaskan, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Penolakan terhadap penolakan hukuman mati juga timbul dari Amnesti Internasional (AI). Atas dasar pertimbangan moral universal, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan jawabannya dengan mendukung penghapusan mati. Menurut AL, pelaksanaan hukuman mati melanggar Pasal V, Deklarasi HAM PBB, yang berbunyi, “Tak seorangpun boleh disiksa, diperlakukan, dan dihukum secara kejam. Hal ini karena perbuatan tersebut tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia”. Bagaimana dengan anda? memilih koruptor dihukum mati atau tidak?? Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 28 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan Pembatasan Kegiatan Usaha Bagi Pegawai Negeri Sipil Oleh : Achmad Ghufron Pembatasan usaha bukan berarti membelenggu hak asasi warga Negara (melanggar HAM), akan tetapi sebagai upaya bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan tugas yang diembannya agar dapat terfokus pada pekerjaannya (konsentrasi), sehingga hasil kerja yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Pendahuluan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur Negara/Pemerintah, agar dapat maksimal dalam menjalankan tugasnya (tidak terganggu), maka perlu adanya pembatasan kegiatan, pembatasan perangkapan jabatan, terutama kegiatan yang berpengaruh kepada kelancaran pelaksanaan tugas pokok. Oleh karena itu Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang adanya larangan pembatasan rangkap jabatan, pembatasan kegiatan usaha terutama yang mendatangkan keuntungan (bisnis) dan lain-lain. Tanpa adanya larangan/pembatasan tersebut di samping kekhawatiran terganggunya produktivitas, juga adanya kekhawatiran penggunaan fasilitas Negara terutama bagi Pegawai Negeri Sipil golongan tinggi yang menduduki jabatan strategis. Pembatasan kegiatan usaha diatur dalam PP No. 6 Tahun 1974 dan PP No. 30 Tahun 1980, yang pada inti-
nya bertujuan agar seluruh perhatian dan kemampuannya dicurahkan sepenuhnya pada pelaksanaan tugas, dan tidak menimbulkan citra yang kurang baik, yang menurunkan kewibawaan, bahkan istri pejabat/Pegawai Negeri Sipil golongan tertentu pun dikenai pembatasan usaha, sebab dikhawatirkan menyalahgunakan jabatan/kedudukan suaminya (penjelasan PP No. 6 Tahun 1974). Kegiatan usaha kaitannya dengan dagang/keuntungan, yang bukan perusahaan swasta, tetapi termasuk kegiatan menjadi perantara, sebagaimana dinyatakan dalam PP No. 6 Tahun 1974 pasal 1 huruf e. Untuk duduk dalam kepengurusan usaha sosial pun ada pembatasan terutama apabila menerima upah/gaji/ honorarium dari usaha sosial tersebut, tidak semua Pegawai Negeri Sipil diperbolehkan (PP No. 6 Tahun 1974 pasal 4).
asan 29 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Izin Usaha Pegawai Negeri Sipil golongan I, II, dan III dan isteri dari Pegawai Negeri Sipil hanya diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dagang dengan syarat harus mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang (PP No. 6 Tahun 1974 pasal 2 ayat 3 dan PP No. 30 Tahun 1980 pasal 3 ayat 2). Untuk memperoleh izin tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permintaan izin secara tertulis dan tidak setiap permintaan izin akan dikabulkan oleh pejabat yang berwenang, tergantung dari berpengaruh atau tidaknya terhadap pelaksanaan tugas kedinasan. Oleh karena itu, berdasarkan PP No. 6 Tahun 1974 pasal 5 ayat (1) dan (2), antara lain dinyatakan, bahwa Pejabat yang berwenang memberikan izin usaha dapat menolak permintaan izin, apabila akan berakibat pada ketidaklancaran dalam pelaksanaan tugas atau dapat merusak citra/wibawa Pegawai Negeri Sipil. Waktu pemberian izin usahapun dibatasi selamalamanya 2 (dua) tahun, yang dapat diperpanjang setiap kali untuk waktu 2 (dua) tahun. Pemberian izin usaha tersebut dapat dicabut kembali, apabila akan menghambat kelancaran pelaksanaan tugas pokok. Kegiatan usaha yang dapat diberikan izin, sesuai dengan PP No. 6
Tahun 1974 pasal 2 ayat (1) dan (2), dan PP No. 30 Tahun 1980 pasal 3 ayat (1) huruf q dan ayat (2), adalah berupa: Pertama, Memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta, kedua, Menjadi direksi atau pengurus, pimpinan, komisaris atau pengawas perusahaan swasta, ketiga, Melakukan kegiatan usaha dagang baik resmi atau sambilan, Kegiatan usaha dagang adalah kegiatan membeli dan menjual kembali barang dan atau jasa dengan tujuan mencari keuntungan serta tidak ber bentuk “Perusahaan Swasta”, Menjadi perantara dari kegiatan usaha dagang, Perantara disini adalah sebagai makelar yang karena tugasnya mendapatkan upah. Pembatasan Usaha Bagi Pegawai Negeri Sipil golongan IV dan isteri dari pejabat Eselon I, berdasarkan PP No. 6 Tahun 1974 pasal 2 ayat (1) dan (2) dilarang: Pertama, memiliki seluruh atau sebagian perusahaan swasta, Kedua, memimpin atau duduk sebagai pengurus maupun pengawas dari Perusahaan swasta, Ketiga, melakukan kegiatan usaha dagang baik resmi atau sambilan. Pegawai Negeri Sipil golongan IV dan isteri dari Pejabat eselon I hanya
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 30 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan diperbolehkan dalam usaha: Pertama, pemilikan saham suatu perusahaan sepanjang jumlah dan sifat pemilikan itu tidak sedemikian rupa, sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan, Kedua, Mela kukan pekerjaan swasta yang mem punyai fungsi sosial, antara lain: dokter, bidan, mengajar sebagai guru dan lain lain yang sejenis, Ketiga, Isteri yang bekerja sebagai pegawai swasta atau perusahaan milik Negara yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan/jabatan suaminya. Selanjutnya dalam pasal 3 PP No. 6 Tahun 1974 antara lain dinyatakan, bahwa Pegawai Negeri Sipil dapat bekerja pada perusahaan milik Negara atau perusahaan swasta milik instansi resmi yang mempunyai fungsi sosial atas dasar penugasan dari Pejabat yang berwenang. Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan tersebut tidak boleh merangkap dengan jabatan di Pemerin tahan, kecuali penugasan sebagai Pengawas dari Perusahaan. Pembatasan Usaha Sosial Sebagaimana tercantum dalam PP No. 6 Tahun 1974 pasal 4 dan 5, diatur tentang pembatasan bagi Pegawai Negeri Sipil dalam usaha sosial, yaitu: Pegawai Negeri Sipil
golongan IV dilarang duduk sebagai Pengurus, Penasehat atau Pelindung dari badan sosial, apabila menerima upah/gaji/honorarium atau keuntungan dari kedudukan tersebut, yaitu: Per tama, Pegawai Negeri Sipil golongan IV bisa menjadi Pengurus, Penasehat atau Pelindung dari Badan Sosial apabila tidak menerima gaji/upah/ honorarium dan semacamnya, dan harus dengan izin pejabat yang ber wenang, Kedua, Isteri dari Pegawai Negeri Sipil golongan IV bisa diangkat menjadi Pengurus, Penasehat dan Pelindung dari Badan Sosial dan menerima upah/honorarium karena pekerjaannya tersebut, dengan syarat mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang, Ketiga, Pegawai Negeri Sipil golongan I, II, dan III yang menjadi Pengurus, Penasehat, Pelindung dari Badan Sosial dan menerima upah/gaji/honorarium karena pekerjaannya harus mendapat izin dari Pejabat yang berwenang, Keempat, Pejabat yang berwenang memberikan izin dapat menolak permintaan izin tersebut, apabila akan mengganggu tugas sehari-hari sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberian izin selama-lamanya 2 (dua) tahun, dan dapat diperpanjang untuk 2 (dua) tahun. Pemberian izin bisa dicabut, apabila mengganggu pelaksanaan tugas pokok Pegawai Negeri Sipil.
asan 31 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan tersebut diatas dan atasan dari Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran tersebut bisa dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Bentuk sanksi terhadap pejabat/Pegawai Negeri Sipil yang melanggar pembatasan usaha dimaksud belum diatur. Dalam KMA No. 203 Tahun 2002 tentang Standarisasi Hukuman Disiplin berdasarkan PP No. 30 Tahun 1980 di Lingkungan Departemen Agama, tidak mengaturnya, karena memang pelanggaran tersebut dianggap tidak signifikan. Apalagi kalau PNS yang golongan IV hanya menduduki jabatan fungsional seperti guru, pengawas, dosen yang penghasilannya tidak seberapa, padahal tidak sedikit PNS yang masih menanggung biaya anak-anaknya/keluarga. Oleh karena itu kalau sanksi mau diberikan hendaknya hanya sebatas pada tegoran moral, itupun dikenakan bagi PNS yang berpenghasilan berkecukupan dan dari keaktifannya/kegiatan usahanya mengganggu tugas sehari-hari sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kesimpulan Pertama, adanya pembatasan kegiatan usaha bagi Pegawai Negeri Sipil, yaitu: Pegawai Negeri Sipil golongan III/d kebawah yang akan
melakukan usaha dagang dan sejenisnya harus mendapat izin dari Pejabat yang berwenang, sedangkan untuk golongan IV/a ke atas dilarang melakukan kegiatan usaha yang bersifat bisnis, termasuk istri pejabat tertentu. Kedua, bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan tersebut diatas pada angka 1, dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketiga, pengenaan bentuk sanksi terhadap pelanggar belum diatur, apalagi pelanggaran tersebut belum tentu mengganggu kelancaran tugas pokok. Keempat, adanya pembatasan kegiatan usaha terhadap Pegawai Negeri Sipil dalam upaya mendayagunakan PNS, agar perhatian dan kemampuan sepenuhnya dicurahkan untuk melaksanakan tugas kedinasan yang diberikannya, dan dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas pokok, menurunkan citra yang kurang baik. Kelima, Dengan kondisi sekarang yang tidak menjamin bahwa golongan IV mempunyai penghasilan yang berkecukupan, maka menurut hemat Penulis ketentuan tersebut perlu ditinjau kembali, apalagi kegiatan usaha tersebut secara umum tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas pokok. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 32 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan Tipe Kontrol dalam Manajemen Pengawasan Sebuah Kajian Akademis Oleh: Nur Arifin Secara organisasi klasifikasi kontrol dibagi dalam tiga tipe, yaitu: preliminary, concurrent dan postaction. Preliminary sering pula disebut precontrol atau feed forward, yaitu masukan yang ditransformasi ke proses, untuk menjamin kemantapan kriteria masukan dan keberhasilan proses. Biasanya kontrol preliminary dalam organisasi melakukan peningkatan sumber daya dengan memberikan pelatihan pada pegawai dan staf. Dalam kontrol concurrent melakukan titik-titik pemeriksaan selama proses berlangsung, apakah perlu koreksi atau tidak tergantung dari pengamatan masalahnya. Ada istilah lain dari kontrol Councurrent, dan sering disebut dengan istilah kontrol screening, yaitu kegiatan yang dijalankan organisasi dan proses transformasi untuk menjamin berjalan sesuai dengan kriteria standar. Sedangkan postaction sering juga disebut kontrol umpan balik, yaitu proses keluaran dijamin sesuai dengan ketetapan kriteria standar. Sedangkan berdasarkan rangkaiannya tipe kontrol dibedakan dalam rangkaian terbuka
(open loop) dan rangkaian tertutup (close loop). Dalam rangkaian terbuka, proses masukan secara manual atau masukan dari luar sistem, disengaja atau tidak disengaja langsung digunakan untuk mengatur keluaran. Sedangkan rangkaian kontrol tertutup, yaitu kesalahan dari aktual keluaran digunakan sebagai bahan acuan koreksi untuk pengaturan kembali agar diperoleh keluaran yang stabil. Kemudian menurut Davis rangkaian kontrol digolongkan dalam: 1)rangkaian kontrol tertutup, sistem yang dipisahkan dari gangguan lingkungan kontrol dan 2)rangkaian kontrol terbuka, rangkaian dengan gangguan acak. Jadi secara keseluruhan jenis kontrol dapat dibedakan menurut tipe, macam dan golongan yang pada hakikatnya jenis kontrol didasari oleh fungsinya. Yang perlu diketahui di dalam pengendalian selalu terdapat umpan balik dari hasil pengukuran. Menurut Davis umpan balik dibagi dalam dua bagian, yaitu umpan balik negatif atau (negative feedback) dan umpan balik positif atau (positive feedback).
asan 33 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Umpan balik negatif, mempunyai tujuan untuk melunakkan dan mengurangi penyimpangan terhadap standar, dan umpan balik positif, tujuannya untuk menambah kekuatan arah gerak sistem sehingga menyebabkan sistem mengurangi atau memperbesar penyesuaian kegiatan. Sedangkan umpan balik positif bagaimana memprediksi untuk mengatur ramalan deviasi yang akan terjadi. Oleh sebab itu pada prinsipnya kontrol tidak dapat dilepaskan dengan peran, fungsi, dan umpan balik. Kegiatan Kontrol Organisasi Dalam organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Agama, kontrol merupakan perangkat manajemen yang memiliki peranan penting untuk menjaga kualitas pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas fung-si Departemen Agama. Secara teknik kegiatan kerja kontrol merupakan proses mengukur prestasi yang sedang berjalan dan menuntun ke arah tujuan pelayanan masyarakat sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kontrol menggerakkan tindakan korektif. Kontrol sebagai aktivitas yang dapat menemukan dan mengoreksi’ deviasi penting agar mencapai hasil
ke-giatan yang direncanakan. Aktivitas operasional sesuatu kontrol harus tetap terjaga dalam lingkupnya, dan salah satu bagian tugasnya adalah menetapkan rumusan berdasarkan kinerja. Implementasi kontrol Inspektorat Jenderal Departemen Agama terhadap kinerja aparatur Departemen Agama pada dasarnya merupakan kegiatan, mendeterminasikan, mengevaluasi kerjanya dan menekankan apa yang telah dan sedang dilaksanakan oleh mereka, dengan cara memeriksa, mengawasi, dan mengendalikan serta menerapkan tindakan korektif kesalahan aktivitas aparatur Departemen Agama sehingga dapat mencapai hasil yang sesuai dengan rencana dan visi Departemen Agama. Agar pelaksanaan sistem kontrol menjadi lancar, maka dalam kontrol organisasi memerlukan bentuk rencana kerja organisasi yang jelas, dan perlu memperhatikan bentuk-bentuk umum kontrol yang cocok untuk diimplementasikan. Bentuk kontrol organisasi yang sering digunakan dibagi dalam dua hal, yaitu pengendalian birokrasi dan kontrol marga. Pengendalian birokrasi artinya kegiatan organisasi yang bersifat formal, tidak kaku, dan direncanakan untuk kepatuhan aparaturnya. Sedangkan kontrol marga, yaitu aturan kegiatan
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 34 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan organisasi yang luwes dan tidak formal, direncanakan untuk aparatur yang memiliki komitmen sendiri. Kedua bentuk kontrol tersebut diperlukan dalam pelaksanaan organisasi Departemen Agama. Hal ini karena Departemen Agama memiliki organisasi yang komplex dan sangat relevan dengan kegiatan aparaturnya yang dalam menjalankan tugasnya sangat memerlukan keluwesan dan penegakan disiplin yang tinggi. Cara yang luwes dalam melakukan kontrol organisasi Departemen Agama adalah dengan melihat bagaimana keberhasilan dalam melaksanakan rencana program pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas fungsi Departemen Agama. Pengawasan terhadap realisasi program dapat dilihat mulai dari terwujudnya komitmen para pimpinan dan pegawainya dalam menetapkan rencana kinerja. Hal ini karena untuk memperoleh hasil yang optimal dalam merealisasikan rencana, keterlibatan unsur pimpinan dan karyawan secara bersama-sama dalam membangun komitmen kerja sangat dibutuhkan, yang paling efektif dalam pencapaian tujuan organisasi adalah para aparatur secara individu maupun kelompok kerja dapat mengendalikan diri sendiri dan
dapat mengatur pelaksanaan pekerjaan sendiri. Jadi implikasinya pimpinan dan seluruh pegawai dalam kedudukan sebagai individu atau kelompok sebaiknya mampu mengendalikan diri dan mengatur pelaksanaan kerjanya. Selain kontrol diri, pimpinan juga dituntut untuk mendalami fungsi kontrol dalam organisasi. Fungsi dasar kedudukan sistem kontrol dalam organisasi cukup strategik dan penting artinya bagi kelangsungan dan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas dan fungsi Departemen Agama. Di dalam sistem kontrol transformasi informasi terbagi dalam beberapa komponen. Komponen sistem kontrol yang diadaptasikan dalam suatu organisasi, terdiri dari: a)proses informasi, b)analisis dan peramalan, c)pengambilan keputusan, d)rencana dan kontrol. Dari seluruh hasil sistem kontrol tersebut dikembalikan pada kebijaksanaan perencanaan, organisasi penggerak, dan sistem kontrol informasi. Relevansinya kontrol dalam perilaku organisasi dikutip oleh Beach, yaitu banyak menggunakan model Gouldner. Menurut Beach suatu model yang digunakan tujuannya adalah untuk merangsang kerja melalui prosedur
asan 35 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan peraturan dalam rangka memperbaiki, meningkatkan dan adanya perhatian terhadap perilaku anggota organisasi.
ngan pegawai dan staf serta kepe-
Tannenbaum sebagaimana dikutip oleh
melaksanakan fungsi kendali, jika perlu
Beach mengatakan, model kontrol de-
pimpinan siap ikut campur tangan se-
ngan merumuskan teori lingkungan
cara konstruktif.
mimpinan lain untuk memastikan agar semua tingkat operasional dapat
tentang peningkatan atau penurunan
Dalam melaksanakan tugas kon-
kualitas kontrol organisasi dengan me-
trol, pimpinan pada dasarnya sangat
nentukan jumlah dan sistem distribusi
sibuk, tetapi kesibukan kegiatan pimpin-
berdasarkan eselon serta tingkat indi-
an sebagai sumber kekuasaan kendali
vidual, sehingga pekerjaan dapat
dalam organisasi tidak boleh melupa-
menempatkan kontrol sampai tingkat
kan tugas penting yang harus dijalan-
orga-nisasi paling bawah.
kan, yaitu: 1)menurut aturan organisasi,
Dengan demikian model kontrol
2)kesepakatan komite dewan orga-
yang penting untuk diperhatikan adalah
nisasi, dan 3)komando dalam melak-
bagaimana merumuskan jangkauan
sanakan organisasi.
kontrol terhadap semua perilaku
Dalam hal kerjasama di antara
organisasi, agar operasionalnya lebih
pim-pinan lembaga organisasi dengan
efektif.
mengikuti prosedur tersebut, diharap-
Dalam organisasi, efektifitas ke-
kan akan dapat memperlancar tugas
putusan operasionalnya berbentuk bia-
kontrol pimpinan. Dalam kegiatan
ya, kualitas, kuantitas dan waktu, da-
organisasi, model, metode dan sistem
lam proses internal inputnya ope-
kontrol harus dapat membantu me-
rasional kontrol dan keluarannya prog-
mecahkan: masalah, model, metode
ram operasional, bersifat sementara
dan sistem itu sendiri.
dalam mengalokasikan sumber-sum-
Khususnya dalam menggunakan
ber untuk mendapatkan keinginan hasil.
suatu metode kontrol harus mampu
Berbeda dengan kontrol individu, maka
mengantisipasi dan mencegah ma-
dalam organisasi perlu menyeleng-
salah, dengan demikian dalam me-
garakan sistem kontrol tertentu. Pim-
rancang dan mendeteksi potensi ma-
pinan tidak dapat melaksanakan se-
salah melalui sistim dan prosesnya,
luruh fungsi kontrol sendiri, tindakan
pimpinan dapat mencapai ketelitian
kontrol harus dilakukan bersama de-
tujuan organisasinya. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 36 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Oleh: H. Bachroni Pendahuluan Harga Perkiraan Sendiri atau yang sering kita kenal dengan sebutan HPS adalah kata-kata yang sering kita dengar sehari-hari di dunia audit. Namun masih banyak yang kurang memahami apa sebenarnya HPS itu sendiri dan bagaimana kaitannya dengan persoalan audit. HPS digunakan sebagai alat untuk menghitung kerugian negara, Tetapi terkadang HPS digunakan hanya sebagai Iangkah yang harus dilakukan belanja modal yang dilaksanakan tidak menyimpang. Sehingga HPS tersebut hanya sekedar sebagai alat menghindar dari jeratan pelanggaran hukum yang terkait dengan prosedur pengadaan. Sebelum kita berbicara Iebih jauh terkait dengan masalah HPS ini, seyogyanya kita mengenal beberapa istilah yang terkait yaitu: Pertama, Harga Perkiraan Sendiri, yaitu perkiraan harga pengadaan barang/jasa yang dikalkulasikan secara keahlian yang dibuat oleh panitia pengadaan dan disahkan oleh kepala kantor/satuan kerja/pimpinan proyek/pimpinan bagian proyek.
Kedua, Owner Estimates (OE), yaitu perkiraan harga pengadaan barang/ jasa yang dikalkulasikan secara keahlian yang dibuat oleh panitia pengadaan dan disahkan oleh kepala kantor/ satuan kerja/pimpinan proyek/pimpinan bagian proyek. Ketiga, Enginer’s Estimate (EE), yaitu perkiraan harga pengadaan barang/jasa dari satuan kerja, proyek/bagian proyek yang dibuat oleh perencana. Keempat, Harga Satuan Dasar, yaitu harga komponen pembentuk suatu jenis pekerjaan/satuan tertentu. Kelima, Harga Satuan Pekerjaan, yaitu harga suatu jenis pekerjaan tertentu/satuannya. Keenam, Analisa Harga Satuan, yaitu analisa mengenai harga suatu jenis pekerjaan satuannya berdasarkan rincian komponen-komponen tentang kerja, bahan, peralatan yang diperlukan, dengan menggunakan harga satuan dasarnya. Ketujuh, Rencana Anggaran Biaya (RAB), yaitu perkiraan harga pengadaan barang/jasa yang dibuat oleh panitia pengadaan dan disahkan oleh kepala kantor/satuan kerja/pimpinan proyek/pimpinan bagian proyek. Terdapat tujuh hal penting terkait HPS, agar pengadaan barang/jasa ber-
asan 37 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan jalan dengan baik yaitu: Pertama,
penawaran telah ditutup pada acara
Pengguna barang/jasa wajib memiliki
pembukaan penawaran harga. Hal ini
HPS yang dikalkulasikan secara
untuk menguji keseriusan dan
keahlian dan ber-dasarkan data yang
kemampuan daya saing peserta lelang
dapat dipertanggungjawabkan, artinya
dan dari sistem tersebut akan diketahui
bahwa ada dasar yang kuat bahwa
kemampuan tenaga yang dimiliki oleh
HPS telah dibuat dengan iktikad balk
rekanan tersebut, dan dengan sistem
supaya pengadaan barang milik negara
tersebut pula dimaksudkan untuk mem-
tersebut benar-be-nar memenuhi
bina rekanan serta terwujudnya per-
syarat yang efisien, efek-tif dan
saingan harga penawaran yang sehat
ekonomis. Kedua, HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa, artinya bahwa dalam rangka mengurangi pemborosan keuangan negara, panitia pengadaan telah di pagari dengan ketentuan-ketentuan antara lain harus lulus sertifikasi peng-adaan barang dan jasa, menandatangani pakta integritas dan per-syaratanpersyaratan Iainnya yang dimaksudkan agar tidak masuk dalam jaringan kolusi, korupsi dan nepotisme. Penanggung
dari seluruh penawar. Keempat, OE/ HPS yang telah disahkan oleh penanggung jawab pelaksanaan anggaran disampaikan kepada panitia dalam amplop tertutup sebelum acara pembukaan penawaran dimulai, se-hingga persaingan secara kompetitif dapat dilaksanakan. Kelima, Pembuatan OE/ HPS setelah pembukaan penawaran tidak dapat dibenarkan, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi rekayasa penawaran. Keenam, HPS telah diper-
jawab pelaksanaan anggaran bertang-
hitungkan: a) Pajak pertam-bahan nilai
gung jawab baik fisik maupun keuangan
(Nilal PPN), b) Biaya umum & keun-
atas seluruh kegiatan di lingkungan
tungan (overhead cost and profit) yang
yang menjadi tanggung jawabnya
wajar bagi penyedia barang/jasa.
sebagaimana yang tercantum dalam
Ketujuh, HPS tidak boleh memper-
DIPA. Ketiga Nilai total HPS bersifat
hitungkan biaya tak terduga, biaya lain-
terbuka dan tidak rahasia, tetapi rincian
lain, Pajak penghasilan (PPh) penyedia
HPS bersifat rahasia sam-pai dengan
barang/jasa, dan juga dalam pengada-
panitia pengadaan barang dan jasa
an tersebut tidak boleh ada komponen
menyatakan bahwa acara pemasukan
biaya garansi, pengenalan alat.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 38 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan Fungsi Harga Perhitungan Sendiri (HPS) Terdapat beberapa masalah, mengapa dalam pengadaan tersebut perlu adanya apa yang disebut HPS yaitu: 1)Sebagai perkiraan harga
minimal yang menjamin pelaksanaan pekerjaan memenuhi persyaratan yang ditentukan dan dapat dipertanggungjawabkan, 2)Sebagai acuan panitia pengadaan untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya, namun tidak dapat dipakai untuk dasar menggugurkan penawaran,
3)Sebagai acuan dalam evaluasi penawaran, kiarifikasi dan atau negosiasi dengan calon penyedia barang terpilih. Bisa saja terjadi perbedaan HPS asal bisa dipertanggungjawabkan, 4)Sebagai acuan dalam menilai harga satuan pekerjaan yang timpang, 5)Sebagai acuan untuk menetapkan besar tambahan jaminan pelaksanaan untuk penawaran pekerjaan pemborongan yang dinilai terlalu rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyusun HPS, yaitu: a)Dana tersedia dalam DIPA, HPS dibuat sesuai dengan situasi harga pada saat HPS dibuat, b)Lay out proyek, untuk merancang kegiatan/ bangunan kita harus mengetahui tata letak bangunan/kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga HPS lebih realistis, c)Uraian belanja modal, dalam penyusunan HPS harus mengetahui rincian apa saja jenis, bentuk dan harga barang yang akan dibeli sehingga tidak mengalami kegagalan yang fatal dan merugikan, d)Lingkup pekerjaan, dalam menyusun HPS diupayakan serealistis mungkin, sehingga tidak dipermainkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab, e)Ren-
asan 39 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan cana penyelesaian. Kegiatan yang akan dilaksanakan dengan cermat memperhitungkan waktu secara cermat, f)Perhitungan HPS harus dilakukan, dengan Cermat, menggunakan data dasar dan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dimaksud. Data yang diperlukan sebagai dasar penyusunan HPS adalah 1)Dokumen Pengadaan, 2)Rencana kerja & syarat, gambar tehnik, Daftar jenis pekerjaan, perkiraan volume, Kondisi medan/topografi, vegetasi ketersediaan tenaga kerja dan bahan/material, iklim/ cuaca, 3)Metode kerja /pelaksanaan, 4)Network planning atau sejenisnya untuk mengetahui ketergantungan kegiatan, 5)Jadwal waktu pelaksanaan untuk mengetahui jangka waktu pelaksanaan, 6)Daftar dan jumlah alat yang akan digunakan. Tata cara penyusunan HPS/OE pengadaan jasa pemborongan, adalah sebagai berikut: a)Mempelajari dan memahami kerangka acuan kerja (KAC/TOR termasuk instruksi kepada penawar/syarat kontrak), b)Mempelajari dan mengumpulkan informasi/ data-data mengenai kondisi lokasi, EE/ RAB, pagu dana yang tersedia, hargaharga kontrak sebelumnya, c)Memilih dan menetapkan metode kerja dan me-
nyusun program dan jadwal pelaksanaan pekerjaan serta menyusun organisasi yang paling efisien, d)Menetapkan jumlah kualifikasi tenaga ahli, teknisi dan tenaga pendukung lainnya, jadwal penugasan masing-masing personil, fasilitas/peralatan yang diperlukan, e)Menghitung PPN sesuai ketentuan yang berlaku, f)Mengetahui & mempelajari gambaran proyek: DIPA, lay out, lingkup pekerjaan, g)Mengetahui & mempelajari Data Harga Satuan Dasar, meliputi: 1)Dokumen pengadaan, khusus spesifikasi teknis & gambaran teknis, 2)Metode Pelaksanaan, 3)Jangka Waktu pelaksanaan, 4)Lokasi Pekerjaan meliputi : Kondisi Medan/topograpi, vegetasi, ketersediaan tenaga kerja, bahan, material, iklim/cuaca pada saat pelaksanaan, 5)Harga pasar setempat saat penyusunan HPS, 6)Harga kontrak sejenis setempat hasil lelang sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan kenaikan harga, 7)Informasi Harga Satuan, 8)Daftar harga (Price List), 9)Engineer’s Cost Estimate, 10) Pagu Dana yang tersedia, 11)HPS telah memperhitungkan yang wajar PPn, Biaya Umum (Overhead) & Keuntung-an yang wajar bagi penyedia barang/jasa, 12)Daftar Harga (price list) yang dikeluarkan oleh Pabrik atau Agen Tunggal. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 40 Fokus Pengaw
Opini Korupsi Berbaju Kebenaran, Keadilan, dan Kemanusiaan Oleh: M. Abidzar Bahan baku kebenaran, keadilan dan kemanusian diturunkan kepada manusia melalui wahyu yang dibawa oleh para nabi/rasul/ pesuruh-pesuruh/ utusan-utusan Allah. Kebenaran sering tersamar di dalam liku-liku susunan kata-kata dusta penguasa, bahkan ulama, kyai, pendeta, biksu sekalipun yang termasuk orang yang berkompeten dalam bidang agama, dan dari manusia yang amoral, a-etika dan a-susila. Keadilan sering terselip dalam lipatan-lipatan “kertas bergambar” yang berlaku untuk membeli makanan/pakaian/kosmetik yang kita sebut rupiah akan tetapi juga sangat ampuh untuk membeli Hakim/Jaksa atau aparat penegak hukum. Kemanusian sering tersembunyi dibalik tindakan-tindakan yang tidak berprikemanusiaan dari seorang despot, tiran, monarch, sultan, kaisar, raja, godfather mafia, dan sebagainya. Jadi pada dasarnya kebenaran, keadilan dan kemanusian merupakan satu nafas dari tiga penggalan. Salah satu penggalan itu jatuh, maka dua penggalan yang lain akan ikut runtuh. Implikasi dari permusuhan terhadap kebenaran, keadilan dan kemanusian
mempunyai ribuan spektrum yang diterjemahkan dalam ribuan bentuk dan pernyataan. Terkadang manusia bisa khilaf apakah manusia sedang memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kemanusiaan ataukah dia sedang menginjak-injak dan berselingkuh dengan ketiganya. Dua hal itu sangat tipis lapisan pemisahannya sebab kwalitas manipulasinya sangat halus dan kwalitas manusia manipulatornya pun berilmu tinggi. Manipulasi demokrasi mencakup memanipulasi ketiga-tiganya dalam satu kali hentakkan dan terjerat dalam satu ikatan, Hukum tidak berdaya dalam alam manipulasi demokrasi, sama halnya dalam alam cengkraman dictator fasis militeristis. Di dalam keadilan bagi penguasa terkandung ketidakadilan, perampasan hak orang lain dengan semena-mena, pembodohan terhadap orang banyak dengan satu komplotan kelas elit, pemusnahan hati nurani, dan pagelaran kekerasan. Di dalam ketidakadilan bagi manusia-manusia tidak mampu/tidak berdaya terkandung makna dan isyarat bahwa mereka itu jujur tanpa menginginkan dalam pengharapan yang siasia, dan nanar oleh perjuangan yang
asan 41 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini mati hidup tanpa akhir. Dan bahwa centang prenangnya hidup individu tidak mampu/tidak berdaya itu adalah karena individu mampu dan berkuasa menahan haknya yang dititipkan Allah di dalam kekayaan individu mampu dan berkuasa. Kealpaan individu mampu dan berkuasa ini harus dipertangungjawabkan di depan sang pemberi kekayaan di kemudian hari dalam pengadilan Allah. Ini masalah hukum Allah, bukan persoalan nilai lebih. Oleh karena itu individu tidak mampu dan tidak berdaya memerlukan suatu kaum atau kelas masyarakat yang sadar hukum Allah untuk memperjuangkan nasib mereka dalam suatu barisan perjuangan yang teratur rapi dan memiliki kekuatan memaksa. Kekuatan pemaksa yang paling ampuh adalah kekuasaan Negara, yang memiliki perangkat hukum, penegak hukum, dan tentara. Sah semua penggunaan kekuatan pemaksa tersebut untuk memberi keadilan yang menjadi hak individu tidak mampu dan tidak berdaya (miskin). Kemanusian itu tidak perlu di loby sebab ia menjadi bagian dari kehidupan. Kerucut sungsang gelangsang tirani korupsi akan ditantang oleh kehidupan. Perang merupakan wujud nyata dari kehidupan, karena perang itu mutlak
apabila kebenaran dibobolkan oleh pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan penguasa dzolim tiran korupsi. Kedzoliman itu sendiri bagi kehidupan merupakan suatu berkah agar mata hati manusia dapat melihat kebenaran yang diperjuangkan oleh kehidupan. Tetapi kedzoliman itu wajib diberantas sampai tumbang ke akarakarnya. Keinginan berkorupsi merupakan suatu kedzoliman sebab ia akan mendatangkan bala bagi kemanusiaan dalam kegalauan yang sukar diperhitungkan. Hasil dari “berkeinginan” itu akan membangun kekacauan atau minimal menimbulkan teror bagi manusia. Ini pun terjadi berbagi rembuk rasa dalam melawan kedzoliman tiran korupsi tidak melemahkan bahkan menjadi virus T yang sangat cepat beradaptasi terhadap lawan-lawannya, mungkin lebih baik tidak perlu berbagi rembuk rasa untuk menghadapi tiran korupsi. Begitu pula terkagum-kagumnya umat manusia terhadap ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam kitab-kitab agama samawi yang terus menerus didengungkan dalam menghadapi kedzoliman tirani korupsi itu pun tidak bisa menjadi apa-apa untuk mencegah virus T tersebut karena mereka menjadi yang sama mengagumngagumi saja. Jadi berperang terhadap
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 42 Fokus Pengaw
Opini kedzoliman tirani korupsi hanya tinggal satu caranya kita bergerak dan bertindak dengan kaca mata kuda. Takaran dan timbangan sebagai awal mula bibit dan menjelma sebagai tiran korupsi. Inilah ayat-ayat peperangan terhadap “mereka”, yang berasal dan bersumber dari yang maha awal, yang maha akhir, yang maha dzahir, yang maha bathin, berdasarkan wahyu yang bertangga turun ketataran jiwa kemanusian. para kaum-kaum berperang berbicara mengenai neraca keadilan, takaran dan timbangan bukan atas dasar karangan para sindikat “berkeinginan”. Takaran dan timbangan menyangkut ukuran di dalam ukuran itu terkandung nilai-nilai, sikap jiwa, tanggungjawab intelektual, pedoman nalar, pedoman mengambil keputusan dan tindakan, ukuran buruk baik, ukuran adil dan tidak adil dan lain sebagainya. Dalam tataran kebijaksanaan kenegaraan dalam bidang ekonomi, takaran dan timbangan ini masuk ke tataran idiologi dalam 1001 bentuk tindakan yang pada titik akhirnya terlihat pada neraca keadilan, kebenaran dan kemanusian. Bagaimana takaran dan timbangan ini terlihat dalam hal kebijakan kredit perbankan di Indonesia. Pada masa pemerintahan orde baru, dan baru ketahuan pada periode
transisi bahwa takaran dan timbangan kucuran kredit bank-bank BUMN lebih berat untuk para konglomerat karbitan dibanding terhadap petani padi, petani palawija, candak-kulak, pengrajin tempe tahu, petani produsen komoditi eksport hasil pertanian dan perkebunan rakyat, rekanan pemerintah kelas C, KIK, KMKP, KUD dan sebagainya yang kalau dinyatakan satu demi satu tidak akan habis-habisnya dan inilah embrio ta-karan dan timbangan bagi kaum “berkeinginan”. Keputusan/policy yang berat sebelah ini pasti mendoyongkan neraca, baik ditinjau dari segi jurang pendapatan di antara golongan-golongan di dalam masyarakat maupun dari segi kesenjangan sosial. Sedihnya ialah setelah semua fasilitas empuk dan kakap dikucurkan habis-habisan kepada segelintir pengusaha-pengusaha ber kolusi suatu kelas happy few orde baru selama seperempat abad, lalu dilantunkanlah nyanyian kesenjangan sosial antara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah, proses embrio menjadi pondasi bagi kaum “berkeinginan”. Hasil korupsi dan pencurian disanjung-sanjung sebagai golongan ekonomi kuat yang kaya, punya mobil mewah, rumah mewah di beberapa lokasi ekslusif, anak sekolah harus di luar negeri, istri-istri kaum
asan 43 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini “berkeinginan” harus shoping keluar negeri dan ujung-ujung membentuk kelompok bangsawan baru, jelas takaran dan timbangan miring ke kiri kelewatan, Proses embrio menjadi bangunan korupsi setelah melalui fase pondasi. Kembali dicatatkan disini bahwa takaran dan timbangan bukan hanya menyangkut komoditi singkong/kopi/ lada/kacang-kacangan/sandang/harga gabah petani/plafon kredit bank BUMN/ yang sederet/sejenis dengan itu, kebijakan pemerintah dan wakil rakyat pun ditakar dan ditimbang jangan lupakan hal itu, moral dan mental pejabat negara pun ditakar dan di timbang jangan lupakan itu, moral dan mental aparat penegak hukum Polisi/Jaksa/Hakim/ Pengacara pun ditakar dan ditimbang jangan lupa itu. Begitu pula moral dan mental para waratsatul anbiya pun ditakar dan ditimbang dan jangan lupakan itu. Dan inilah ayat-ayat para kaum berperang di dalam Al-Qur’an yang menjadi kepercayaan dan pedoman atau pegangan kebenaran bagi kaum yang menganut melawan kaum “berkeinginan” yang telah lahir bersama-sama dengan kita di bumi pertiwi ciptaan
Yang Maha Kuasa dengan jumlah 17.000 pulau Indonesia dan menguasai kelompok mayoritas masyarakat yang disebut sebagai golongan ekonomi lemah : Pertama, Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Hud 85), Kedua, Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan (Assyuara 181), Ketiga, Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan (Asy-Syuara 183), Keempat, Kecelakaan yang besarlah bagi orangorang yang curang (Al-Muthaffifin 1). Mari kita hayati bersama dan laksanakan sebagai kaum berperang terhadap kaum dzolim tiran korupsi dalam wujud Pengawasan Dengan Pendekatan Agama (PPA) sebagai kaum yang bukan hanya sebatas mengagumi dan menceritakan betapa dahsyatnya ayat-ayat bagi kaum “berkeinginan”. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 44 Fokus Pengaw
Opini Teori Psikologi Sosial dalam Perilaku Korupsi Oleh: Miftahul Huda Perilaku korupsi, dari perspektif psikologi tidak lepas dari pengaruh aliran Behaviorisme. Tokoh berpengaruh dari aliran tersebut salah satunya adalah J.B Watson (18781958) yang terkenal dengan stimulus response theory. Ia mempelajari bahwa setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan atau balasan (response) terhadap rangsang (stimulus), karena itu rangsang sangat mempengaruhi tingkah laku manusia. Watson bahkan sampai pada kesimpulan bahwa setiap perilaku ditentukan dan diatur oleh rangsang. Perilaku korupsi tidak akan terjadi jika tidak ada stimulus dari luar. Stimulus dapat berupa rangsangan uang dan kesempatan untuk melakukan korupsi. Yang dimaksud dengan rangsang (stimulus) adalah peristiwa baik yang terjadi di luar maupun di dalam tubuh manusia yang memungkinkan tingkah laku terjadi. Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya rangsang itu yang disebut tingkah laku balas (response). Hubungan stimulus dengan response yang sudah sangat kuat akan menimbulkan reflex yaitu tingkah laku balas yang dengan sendirinya timbul
bila terjadi suatu rangsang tertentu. Reflex dalam teori rangsang balas merupakan dasar dari proses belajar. Teori Watson ini dikembangkan lebih jauh oleh B.F. Skinner (1904) dan C.L Hull (1884 - 1952). Istilah yang juga sering digunakan dalam teori-teori rangsang balas adalah dorongan (drive). Menurut kaum mediationist (Hull dkk) dorongan adalah semacam energi (daya) yang mengarahkan individu kepada pilihan tingkah laku tertentu. Pilihan-pilihan tingkah laku ini ditimbulkan oleh kebutuhan (need). Di era modern saat industrialisasi dan konsumerisme tumbuh subur, kebutuhan (need) menjadi meningkat sehingga pemenuhan kebutuhan seakan tidak mencapai pemuasan, sehingga merangsang orang melakukan korupsi untuk pemenuhan kebutuhan. Dengan demikian kebutuhan dan dorongan merupakan variabel atau faktor yang ada antara rangsangan dan tingkah laku balasnya. Seringkali kebutuhan dan dorongan sejalan searah misalkan seseorang memiliki kebutuhan terhadap barang-barang mewah dan ada kesempatan melakukan tindakan korupsi maka kemudian
asan 45 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini dia akan melakukannya. Tetapi ada kalanya dorongan tidak sejalan dengan kebutuhan. Misalkan meskipun ada kebutuhan tetapi gaji pas-pasan, namun jika tidak ada dorongan sekalipun ada kesempatan maka orang tidak akan melakukan tindakan korupsi. Dollard dan Miller (1941) sepaham dengan Hull tentang ada dua dorongan pada manusia, yaitu dorongan primer dan dorongan sekunder. Dorongan primer adalah dorongan bawaan seperti lapar, haus, sakit dan seksual. Dorongan sekunder adalah dorongan-dorongan yang bersifat sosial yang dipelajari, seperti misalnya dorongan untuk mendapatkan upah, pujian, penghargaan dan sebagainya. Namun demikian Skinner tidak menganggap penting konsep dorongan ini. Konsep ini menurut Skinner hanya menggambarkan kuat lemahnya suatu perilaku tertentu. Dorongan tidak mempunyai peranan penting dalam proses hubungan rangsang balas. Skinner mengemukakan tiga fungsi dari rangsang yang diistilahkan sebagai pembangkitan (elicition), diskriminasi (discrimination) dan penguat (reinforcement). Pembangkitan dimaksudkan adalah rangsang langsung yang menimbulkan tingkah laku balas, misalkan melihat uang atau makanan yang langsung membangkitkan air liur.
Pada rangsang diskriminasi hanya merupakan pertanda, misalkan suara penjaja makanan atau iming-iming penyuapan. Sedangkan rangsang penguat adalah untuk memperkuat atau memperlemah perilaku. Contohnya adalah pujian, dorongan lingkungan atau hukuman. Konsep-konsep lain yang sering dikemukakan dalam teori rangsangbalas adalah penyamarataan (generalization) dan diskriminasi (discrimination). Penyamarataan maksudnya adalah proses di mana suatu rangsang me-nimbulkan balas yang pernah dipelajari dari rangsang lain yang serupa atau hampir serupa, misalkan : seseorang melakukan pelanggaran, kemudian mempelajari bahwa dapat terhindar dari tilang dengan menyogok polisi dan be-berapa kali melakukakannya dapat melakukan generalisasi bahwa semua po-lisi dapat disuap. Konsep diskriminasi berlaku sebaliknya. Diskriminasi berarti timbulnya tingkah laku balas yang berbeda terhadap rangsangan yang berbeda-beda pula. Contohnya : kasus KPU yaitu penyuapan yang dilakukan anggota KPU kepada Auditor BPK misalnya, ternyata penyuapan tidak berhasil dalam semua kasus. Hal ini kemungkinan menimbulkan efek jera. untuk melakukan penyuapan terhadap auditor BPK.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 46 Fokus Pengaw
Opini Perilaku korupsi juga dapat dipelajari melalui prinsip-prinsip psikologi belajar yang dikemukakan Miller dan Dollard (1941). Ada empat prinsip belajar yaitu dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response) dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini sangat kait mengait dan dapat saling dipertukarkan.Dalam tindakan korupsi, juga melewati prinsip belajar ini yaitu ada dorongan baik internal misalnya kebutuhan (need) atau eksternal misalnya dari sesama pegawai publik atau atasan, kemudian ada isyarat atau kesempatan sehingga terjadi tindakan (respons). Perilaku ini dapat diperkuat dengan reward atau diperlemah dengan sistem punishment. Sedangkan fenomena korupsi di Indonesia dapat dipahami secara kultural melalui pendapat Huntington. Dia mengatakan bahwa korupsi memerlukan some recognition of the differences between public role and private interest (1968 : 60). Huntington memberi ilustrasi tentang peran publik dan kepentingan pribadi lewat peran seorang raja. Jika budaya politik yang berlaku tidak membedakan peran raja sebagai seorang pribadi dengan peran dia sebagai raja, maka tidak mungkin orang me-nuduh raja melakukan korupsi ketika dia menggunakan dana-dana publik.
Lebih lanjut menurut Hunttington mengatakan, some notion of this distiction, however, is necessary to reach any conclusion as to whether the action of the king are proper or corrupt (1968 : 60). Pejabat di Indonesia semestinya juga bisa membedakan ranah peran publik dan kepentingan pribadi. Tindakan salah seperti perilaku korupsi adalah penyalahgunaan wewenang sebagai pribadi sehingga jika dia memikirkan kepentingan masyarakat luas, idealnya adalah berani mengakui kesalahan dan menanggung resiko perbuatan. Hal ini masih sangat jarang kita jumpai pada pejabat publik di negara ini. Rekomendasi yang bisa diberikan dalam kerangka psikologi sosial adalah perlunya memperkuat reward and punishment dalam strategi pemberantasan korupsi. Meskipun UU Anti Korupsi telah dibuat beserta perangkat UU yang lengkap, namun sampai saat ini belum ada terapi kejut yang dapat membuat para koruptor jera misalnya hukuman mati bagi para pelaku korupsi. Selain itu perlu juga dipikirkan mekanisme reward atau penghargaan bagi para pejabat, masyarakat, tokoh agama, dan khususnya whistle blowers yang berani menolak dan berjasa memberantas tindakan korupsi. Ð
asan 47 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Mendiagnosa Penghulu Oleh: Kusoy Istilah diagnose saya ambil dari konsep yang dikembangkan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama Drs. H.M. Suparta, MA pada beberapa kesempatan. Terakhir, sebagai lembaga pengawasan dengan unit penyelenggara anggaran dalam tugasnya jika menemukan sesuatu diibaratkan sebuah penyakit yang harus diobati. Sebesar apa penyakit itu menjangkit harus tepat mendiagnosanya, jangan sampai salah memberi obat. Penyakit itu ada yang cukup diberi obat asal sesuai dosisnya, atau dengan cara harus disuntik, atau mungkin harus diamputansi bahkan jika pelru disuntik mati. Ini yang perlu menjadi perhatian, bahwa Itjen akan memberlakukan kebijakan itu dan seberat apapun permasalahan pasti ada penyelesaiannya, dan itu harus dilakukan yang tentunya dalam konteks untuk peningkatan kinerja yang baik. Penghulu adalah pejabat fungsional pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan nikah/ rujuk menurut agama Islam dan kegiatan kepenghuluan. Penghulu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan menjadi perhatian khusus,
namun sayangnya sampai saat ini masih belum menjadi objek audit dan baru sebatas dilakukan pemantauan sebagai sampling pelayanan masyarakat ketika mengaudit Kantor Departemen Agama kabupaten/kota. Padahal KUA, tempat para penghulu bertugas sangat perlu untuk dilakukan audit dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya yang sangat komplek, di samping karena KUA merupakan ujung tombak Departemen Agama atau ibarat tangan kanan Menteri Agama di daerah yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Dari sisi anggaran, KUA kecamatan telah mendapatkan perhatian khusus dari Menteri Agama walau masih dalam jumlah terbatas, adanya alokasi dana setiap bulan untuk biaya operasional sebagai pengganti bedolan dan adanya biaya pembinaan calon haji untuk tingkat kecamatan bahkan sedang diwacanakan biaya nikah tidak disetor ke rekening Menteri Agama akan tetapi langsung digunakan untuk biaya operasioanal KUA. Langkah atau kebijakan Menteri Agama ini dilakukan dalam rangka menekan dan meminimalisir serta menghilangkan kekurangtertiban atau lebih tegasnya “penyimpangan” pada KUA Kecamatan. Sekecil apapun kesalahan
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 48 Fokus Pengaw
Opini atau penyimpangan oleh penghulu akan langsung berpengaruh terhadap publik, karena langsung diketahui masyarakat luas. Modus Penyimpangan Terdapat kecenderungan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum penghulu dalam pelaksanaan tugasnya dengan berbagai modus, antara lain. 1) Melakukan pemungutan liar dengan memungut biaya nikah di luar ketentuan peraturan perundangundangan, memungut biaya sebagai wali hakim dan memanipulasi data usia calon pengantin dengan harapan mendapat imbalan serta memposisikan diri sebagai petugas penyetor biaya nikah ke bank dengan memungut biaya tambahan. 2) Pelanggaran peraturan perundang-undangan berupa menghadiri pernikahan di bawah tangan (nikah siri), menyuruh melakukan pernikahan di bawah tangan (nikah siri), menikahkan dan/atau menghadiri pelaksanaan kawin kontrak (mut’ah), menikahkan perkawinan poligami tanpa dilengkapi ijin dari Pengadilan Agama, menikahkan poligami calon pengantin pria tanpa mendapatkan ijin tertulis dari istri pertama, menikahkan seseorang yang masih terikat dalam suatu perkawinan yang sah dengan orang lain, dan menikahkan calon pengantin wanita tanpa wali yang sah serta memperjualbelikan buku nikah (model NA). 3) Pelanggaran prosedur dengan cara menikahkan
calon pengantin kurang dari 10 hari kerja terhitung dari saat pendaftaran tanpa dispensasi camat, menikahkan calon pengantin dari anggota TNI/Polri tanpa dilengkapi surat ijin dari kesatuannya, menikahkan calon pengantin wanita dari luar wilayahnya tanpa surat rekomendasi dari penghulu yang mewilayahi domisili calon pengantin wanita, melakukan pencatatan nikah terhadap pasangan nikah yang tidak melalui prosedur yang berlaku, menunda pencatatan peristiwa nikah dalam register, menunda penyerahan buku nikah, papan biaya nikah tidak dipasang di tempat yang mudah dibaca oleh masyarakat, dan papan pengumuman nikah (NC) tidak dipasang di tempat yang mudah dibaca serta stok formulir/buku nikah tidak diadministrasikan secara tertib. Seharusnya setiap penghulu hendaknya dapat memastikan bahwa perbuatan dan usaha yang dilakukan adalah halal dan bersih, bebas dari halhal yang dilarang oleh Allah SWT dan peraturan perundangan serta bersih dan bebas dari syubhat. Hal ini penting dijadikan dasar oleh karena berkah Allah SWT tidak akan datang atas perbuatan dan usaha yang haram dan terlarang. Hendaknya ia memahami hadist Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa Allah mengharamkan surga bagi orang yang makan atau diberi makanan haram.
asan 49 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Diagnosa Sesuai Dosis Agar tidak salah dalam memberikan obat, paling tidak ada dua hal yang harus dilakukan oleh seorang dokter ketika menemukan kasus yang menjadi tanggungannya. Pertama, dengan penanggulangan preventif dan penanggulangan refresif. Penanggulangan prefentif artinya bagaimana agar penyakit itu bisa dicegah atau dihalangi sehingga tidak terjadi. Salah satu karya unggulan Inspektorat Jenderal berupa Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) berupa kegiatan pembudayaan pengawasan dengan menyampaikan pesan-pesan moral yang dilandasi nilai-nilai agama sehingga bermanfaat dalam pelaksanaan pengawasan fungsional, pengawasan melekat, dan pengawasan masyarakat dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Sifat pencegahan lainnya juga dapat dilakukan dengan pembinaan atau pengawasan dari atasan langsungnya dalam hal ini Kepala Kandepag cq. Kepala Seksi Urais, antara lain dengan pemeriksaan KUA minimal 3 (tiga bulan sekali) yang dilakukan dengan berita acara pemeriksaan. Jika ini tidak dilakukan kesempatan penyimpangan akan lebih terbuka lebar, dan jika tidak dilakukan pembinaan dan pengawasan ini secara otomatis atasannya menjadi perhatian kita ketika melakukan audit. Selanjutnya, guna mencegah terjadinya penyimpangan
perlu dilakukan langkah-langkah berupa penanaman nilai-nilai ajaran agama Islam dalam setiap pelaksanaan kepenghuluan dengan penekanan bahwa setiap perbuatan dan tingkah laku manusia selalu diawasi Allah Swt, menanamkan kesadaran kepada penghulu bahwa memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah ibadah, hakikat sumpah yang telah diucapkan akan berdampak pada konsekwensi moril apabila diingkari akan mendapatkan azab atau siksa, dan mensosialisasikan Undang-undang Perkawinan serta melaksanakan tugas dan fungsi kepenghuluan secara benar sesuai dengan ketentuan. Kedua dilakukan ketika mengambil langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan atas penyimpangan yang telah dilakukan. Upaya ini dapat dilakukan bila upaya preventif telah dilakukan secara optimal namun masih juga terjadi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan dan prosedur. Jika ditemukan pelanggaran terhadap tugas dan fungsi penghulu, maka penerapan sanksi perlu dilakukan secara tegas, konsisten, berkeadilan dan tidak diskriminatif sesuai dengan tingkat pelanggarannya sehingga penyakit yang diderita mampu disembuhkan sesuai dengan dosis yang diberikan. Pemberian diagnose tidak selalu harus dengan mengamputasi atau mungkin dengan menyuntik mati tetapi
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 50 Fokus Pengaw
Opini bisa dilakukan hanya dengan memberi obat atau menyuntik sesuai dosis, bahkan bisa diminamilisir dengan melakukan pencegahan dini, karena sekecil apapun akan berdampak terhadap kondisi. Penyimpangan dalam bentuk apapun yang dilakukan penghulu akan menghilangkan kepercayaan dari masyarakat akan keberadaan penghulu dalam melakukan pelayanan prima dan juga berdampak kurang baik pada pencitraan Departemen Agama. Namun, Insepktur Jenderal Departemen Agama Drs.H.M.Suparta, MA, pernah menegaskan apabila terjadi penyelewengan di lingkungan Departemen Agama tidak akan menunda-nunda untuk menyelesaikannya, beliau berjanji akan segera menindaklanjutinya dan jika perlu dengan menggunakan “tangan besi” sebagaimana yang diinginkan oleh Menteri Agama. “Orang salah semestinya segera bertobat, jangan sudah salah tidak bertobat apalagi malah mengulanginya. Istilahnya jangan terperosok ke dalam lubang sama. Inilah bagiannya Inspektorat Jenderal untuk membereskan hal-hal yang demikian” Memberikan Reward and funishment Menteri Agama menekankan dengan keras kepada seluruh keluarga besar Departemen Agama untuk ber-
benah diri, dengan mengistilahkan membereskan dan membersihkan piring-piring kotor yang tidak lagi berserakan dimana-mana, jangan ada lagi perbuatan KKN, Menteri Agama meminta, hingga bulan Oktober 2008 sudah tidak ada lagi seorangpun di lingkungan departemennya yang melakukan penyelewengan dan semuanya itu harus bener-benar dibersihkan dan kepada mereka yang melakukan perbuatan KKN, Menteri Agama meminta untuk memecatnya sebagai pegawai negeri sipil. Bagi penghulu yang ternyata mempunyai tingkat disiplin dan produktifitas kinerja yang tinggi dan mampu melahirkan konsep-konsep yang dibutuhkan oleh lembaga serta senantiasa melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab sehingga benarbenar dirasakan kehadirannya bahkan masyarakat pun merasa terbimbing dan secara moralitas dibutuhkan keberadaannya, selayaknya mendapatkan penghargaan atau reward yang sesuai sebagai abdi negara. Bentuk penghargaan perlu diberikan kepada para penghulu yang berprestasi, antara lain dengan memberi kesempatan untuk menduduki jabatan atau mempermudah kenaikan pangkatnya. Ð
asan 51 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Reformasi Birokrasi dalam Program Pembangunan Pemerintah Oleh: Fadly Heready Berbagai upaya reformasi birokrasi yang telah dilakukan melalui kegiatan yang rasional dan realistis masih memerlukan berbagai penyempurnaan. Hal tersebut terkait dengan banyaknya permasalahan yang belum sepenuhnya teratasi. Dari sisi internal, berbagai faktor seperti demokrasi, desentralisasi dan internal birokrasi itu sendiri, berdampak pada tingkat kompleksitas permasalahan dan upaya mencari solusi ke depan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga berpengaruh kuat terhadap pencarian alternatif-alternatif kebijakan dalam bidang aparatur negara. Dari sisi internal, faktor demokratisasi dan desentralisasi telah membawa dampak pada proses pegambilan keputusan kebijakan publik. Dampak tersebut terkait dengan makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik; meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum, meningkatnya tuntutan dalam penyerahan tanggung
jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan. Permasalahan secara khusus dari sisi internal birokrasi tersebut antara lain adalah: pelanggaran disiplin, penyalahgunaan dan penyimpangan kewenangan, rendahnya kinerja sumberdaya aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan yang belum memadai, rendahnya efisiensi dan efektifitas kerja, rendahnya kualitas pelayanan umum, rendahnya kesejahteraan PNS, dan banyaknya peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Sedangkan dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi merupakan tantangan sendiri dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari mancanegara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan informasi dalam masyarakat (digital
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 52 Fokus Pengaw
Opini divide). Perubahan-perubahan ini, membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara baru dalam menghadapi tuntutan perubahan. Di samping itu aparatur negara harus mampu meningkatkan daya saing, dengan melakukan aliansi strategis untuk menjaga keutuhan bangsa. Pelaksanaan reformasi birokrasi saat ini masih dirasakan kurang berjalan sesuai dengan tuntutan reformasi, hal tersebut terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam upaya mencari solusi perbaikan. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur negara merupakan cerminan dari kondisi kinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam upaya mendorong peningkatan kinerja birokrasi aparatur negara. Tuntutan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel merupakan amanah reformasi dan tuntutan seluruh rakyat Indonesia. Sasaran Secara umum sasaran reformasi yaitu mewujudkan aparatur ne-
gara yang bersih, profesional dan bertanggungjawab serta dapatmenciptakan birokrasi yang efisien, efektif, dan dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada seluruh masyarakat. Secara khusus sasaran yang ingin dicapai adalah 1)Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas, 2)Terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa, 3)Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat, 4)Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik, 5)Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan peraturan dan perundangan di atasnya. Arah Kebijakan Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka kebijakan penyelengaraan negara 2005-2009 di arahkan untuk: Pertama, Menuntaskan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-praktik KKN dengan cara: a)Penerapan prinsip-prinsip tata
asan 53 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini pemerintahan yang baik (good gover-
Meningkatkan keberdayaan mas-
nance) pada semua tingkat/lini pe-
yarakat dalam penyelenggaraan
merintahan dan pada semua kegiatan,
pembangunan dengan: a)Peningkatan
b)Pemberian sanksi yang seberat-be-
kualitas pelayanan publik terutama pe-
ratnya bagi pelaku KKN sesuai ke-
layanan dasar, umum dan unggulan,
tentuan yang berlaku, c)Peningkatan
b)Peningkatan kapasitas masyarakat
efektivitas pengawasan aparatur ne-
untuk dapat mencukupi kebutuhan
gara melalui koordinasi dan sinergi
dirinya, berpartisipasi dalam proses
pengawasan internal, eksternal dan
pembangunan dan mengawasi jalan-
masyarakat, d)Peningkatan budaya
nya pemerintahan.
kerja aparatur yang bermoral, profesional, produktif dan bertanggung jawab, e)Peningkatan pemberdayaan penyelenggaraan negara, dunia usaha dan masyarakat madani dalam pemberantasan KKN. Kedua, Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui: a)Penataan kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar lebih memadai, efektif, pro-
Program Penerapan Kepemerintahan yang baik Bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, responsif, dan bertanggungjawab. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain,meliputi: 1)membangun pemahaman, penghayatan dan pelaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, antara lain: keterbukaan, ke-
porsional, ramping, luwes dan res-
bertanggungjawaban atau akun-
ponsif, b)Peningkatan efektivitas dan
tabilitas, dan ketaatan hukum, serta
efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur
membuka partisipasi publik seluas-
pada semua tingkat dan lini pemerin-
luasnya pada semua kegiatan pem-
tahan, c)Penataan dan peningkatan ka-
bangunan; dan 2)menerapkan nilai-nilai
pasitas sumber daya aparatur agar le-
etika aparatur guna membangun bu-
bih profesional sesuai dengan tugas
daya kerja yang mendukung produk-
dan fungsinya untuk memberikan pe-
tifitas kerja yang tinggi dalam pe-
layanan yang terbaik bagi masyarakat;
laksanaan tugas dan fungsi penyeleng-
serta, d)Peningkatan kesejahteraan
garaan negara, khususnya dalam rang-
pegawai dan pemberlakuan sistem
ka pemberian pelayanan umum ke-
karier berdasarkan prestasi. Ketiga,
pada masyarakat.
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 54 Fokus Pengaw
Opini Program Peningkatan Pengawasan
dan meningkatkan sistem informasi
dan Akuntabilitas Aparatur Negara Bertujuan untuk menyempurna-
APFP dan perbaikan kualitas informasi hasil pengawasan, serta (9) Melakukan
kan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan audit serta sistem akun-
evaluasi berkala atas kinerja dan temuan hasil pengawasan.
tabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel,
Program Penataan Kelembagaan
dan bebas KKN. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi:
dan Ketatalaksanaan Bertujuan untuk menata dan me-
(1)Meningkatkan intensitas dan kualitas p e l a k s a n a a n
nyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan
pengawasan dan audit internal, eksternal, dan
pusat, pe-merintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/
p e n g a w a s a n m a s y a r a k a t ,
kota agar lebih proporsional, efisien dan efektif. Kegiatan
(2)Menata dan menyempurnakan
pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: (1)Me-
kebijakan sistem, struk-tur kelembagaan
nyempurnakan sistem kelembagaan yang efektif,
dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efi-
kan
sien, transparan dan terakunkan, (3)Meningkatkan tindak lanjut temuan
(2)Menyempurnakan sistem administrasi negara untuk menjaga keutuhan
pengawasan secara hukum, (4)Meningkatkan koordinasi pengawasan
NKRI dan mempercepat proses desentralisasi, (3)Menyempurnakan
yang lebih komprehensif, (5)Mengembangkan penerapan pengawasan
struktur jabatan negara dan jabatan negeri, (4) Menyempurnakan tata laksana
berbasis kinerja, (6)Mengembangkan tenaga pemeriksa yang profesional,
dan hubungan kerja antar lembaga di pusat dan antara pemerintah pusat,
(7)Mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja dan mendorong pe-
provinsi dan kabupaten/kota, serta (5) Menciptakan sistem administrasi pen-
ningkatan implementasinya pada seluruh instansi, (8)Mengembangkan
dukung dan kearsipan yang efektif dan
ramping, fleksibel berdasarprinsip good governance,
efisien. Ð
asan 55 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
AMO Pentingnya Pengelolaan Arsip Oleh: Suryati Asia Dewi
Tertib administrasi tidak akan tercapai seperti yang diharapkan apabila tidak dimulai dari tertibnya bidang kearsipan. Salah satu upaya untuk men-
masing-masing, sehingga akan mem-
capai tertib administrasi di suatu orga-
bantu dalam kelancaran kegiatan admi-
nisasi adalah melalui pengelolaan arsip
nistrasi, sistem tersebut meliputi sejak
secara baik, penuh kesungguhan,
arsip diciptakan, digunakan sampai de-
semangat, berinovasi, dan kreatif. Baik-
ngan disusutkan.
nya kearsipan suatu organisasi akan
Pengelolaan arsip yang dilak-
memudahkan aparatur suatu orga-
sanakan secara baik untuk dapat me-
nisasi dalam pengambilan keputusan
nunjang kegiatan administrasi se-
secara cepat dan tepat karena telah
ringkali diabaikan. hal tersebut di-
tersedianya informasi dan tersaji de-
sebabkan oleh alasan klasik yaitu ku-
ngan baik dan benar. Arsip dikatakan
rangnya tenaga arsiparis atau kurang-
baik dan benar apabila tersaji secara
nya sarana prasarana. Hal ini dialami
asli, dapat dipercaya utuh/lengkap serta
di sebagian besar instansi pemerintah
yang terpenting adalah dokumen
maupun lembaga swasta. Kenyataan
mudah diakses dengan cepat.
ini dapat kita lihat dalam berbagai ke-
Pengelolaan arsip yang dilakukan dengan baik dan benar mampu ber-
sempatan diskusi dan seminar bidang kearsipan.
peran dalam mendukung tata pe-
Selama ini telah terdapat image
merintahan yang baik, mengingat begitu
yang selalu menempatkan bidang ke-
pentingnya fungsi arsip, maka harus
arsipan sebagai bidang pinggiran di-
kita sikapi dengan serius terhadap ma-
antara aktifitas kerja lainnya. Ini menjadi
najemen arsip yang baik sejak di-
tantangan dan harapan “Akankah arsip
ciptakan sampai penyusutannya. Sis-
menjadi yang utama”?
tem kearsipan yang dirancang sesuai
Kondisi ini di tambah image
dengan kondisi dan keinginan instansi
seakan-akan petugas yang ditempat-
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 56 Fokus Pengaw
AMO kan di bagian arsip adalah orang
makna sebuah arsip, di antaranya
buangan, sehingga kurang peminatnya
adalah arsip merupakan simpul
ditambah lagi dengan tidak ada
pemersatu bangsa, pemerintah tanpa
kejelasan jenjang karir semakin
arsip ibarat tentara tanpa senjata,
membuat citra buruk bidang kearsipan.
petani tanpa benih, atau tukang tanpa
Karena kurang tertibnya admi-
alat, arsip adalah saksi bisu, tak
nistrasi atau pelaksanaan kearsipan
terpisahkan, handal dan abadi yang
dapat dapat berdampak pada timbulnya
memberikan kesaksian tentang
kerugian negara secara finansial mau-
keberhasilan, kegagalan, pertumbuhan,
pun non finansial, contoh apabila kita
dan kejayaan suatu bangsa bahkan
mengunjungi KUA kita menanyakan ar-
para pakar menganggap dunia tanpa
sip-arsip atau data mengenai catatan
arsip adalah dunia tanpa memori, tanpa
pernikahan di tahun sekian misalnya,
kepastian hukum, tanpa sejarah, tanpa
kita selalu diperlihatkan pada sudut ru-
kebudayaan, tanpa identitas kolektif
angan yang kurang terawat dan tidak
dan tanpa ilmu pengetahuan. Tentu
layak untuk menyimpan suatu do-
tidak bisa dengan sendirinya arsip akan
kumen negara. Akibatnya adalah hi-
menjadi memori, kebudayaan, jaminan
langnya data yang mengandung nilai
kepastian hukum, bahkan pembangun-
sejarah, bahkan mengandung suatu
an identitas kolektif suatu bangsa, apa-
nilai kekuatan hukum.
bila tidak diikuti dengan upaya pe-
Kenyataan di atas adalah salah
ngelolaan arsip dengan baik dan benar
satu bukti kurang perhatiannya kita
serta komitmen tinggi, memandang
yang memerlukan penanganan serius
dan menempatkan arsip sebagai sum-
untuk menyelamatkan dokumen
ber informasi lebih dari sekedar By Pro-
negara.
duct kegiatan organisasi, karena arsip bukan hanya sekedar hasil sampling
Pentingnya Arsip
dari kegiatan organisasi, tetapi arsip
Bila direnungkan, nilai penting-
diterima dan diciptakan oleh organisasi
nya arsip, kita sepakat mengatakan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan
bahwa arsip sangat penting, berbagai
yang disimpan sebagai bukti kebijakan
ungkapan sebagai pengejawantahan
dan aktifitasnya.
asan 57 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
AMO Fungsi Arsip Sebagai pengetahuan, kearsipan
didalam menunjang proses pengambilan keputusan, perencanaan,
harus memenuhi syarat-syarat uni-
pengorganisasian, pengawasan.
versalism, organized, disintersteted-
Arsip Sumber Informasi
ness dan communalism. Semua itu di-
Saat ini informasi menjadi ke-
kemukakan sebagai justifikasi terhadap
butuhan mutlak bagi setiap organisasi,
eksistensi kearsipan. Menurut undang-
hal ini menyebabkan menjadi bagian
undang No. 7 Tahun 1971, fungsi arsip
yang sangat penting dalam rangka
dibedakan menjadi dua yaitu arsip di-
mendukung proses kerja administrasi
namis dan arsip statis.
dan pelaksanaan fungsi manajemen
Arsip Dinamis adalah arsip yang
dari birokrasi di dalam menghadapi pe-
masih secara langsung digunakan da-
rubahan situasi dan kondisi yang ber-
lam kegiatan-kegiatan atau aktifitas
kembang dengan cepat.
organisasi, sejak perencanaan, pe-
Salah satu sumber informasi
laksanaan, dan evaluasi dalam bahasa
penting yang dapat menunjang proses
perundang-undangan kearsipan disebut
kegiatan administrasi dan birokrasi
sebagai arsip yang digunakan secara
adalah arsip. Informasi sebagai
langsung. Sedangkan arsip statis
rekaman
adalah arsip yang tidak digunakan lagi
organisasi, arsip berfungsi sebagai
di dalam fungsi-fungsi manajemen, te-
pusat ingatan alat bantu pengambilan
tapi dapat dimanfaatkan untuk kepen-
keputusan, dan sebagai bukti eksistensi
tingan pendidikan dan penelitian, arsip
suatu organisasi.
statis merupakan arsip yang memiliki nilai guna berkelanjutan.
dari
semua
aktifitas
Upaya untuk mewujudkan pelayanan informasi yang akurat, cepat
Bertitik tolak dari fungsi dan ke-
dan bisa dipercaya dan dipertanggung-
gunaan arsip, maka arsip sebagai salah
jawabkan adalah arsip, informasi
satu sumber informasi harus dikelola
merupakan pengertian generik me-
dalam suatu sistem manajemen se-
ngenai keberadaan data siap pakai,
hingga informasi arsip memungkinkan
sementara itu arsip merupakan pe-
untuk disajikan secara cepat dan tepat,
ngertian spesifik untuk informasi yang
dengan demikian informasi yang te-
keabsahannya dilihat dari isi informasi
rekam tersebut dapat digunakan
dan medium rekamannya. Ð
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 58 Fokus Pengaw
AMO Demam Panggung Oleh: Akhmad H Ilustrasi, Bicara Di depan Publik: Pertama, Tuan X, seorang manajer pemasaran yang cukup senior, mengangkat kedua tangannya: saya tidak tahu, apa yang terjadi pada diri saya, tetapi kalau harus bicara di depan public/umum, tiba-tiba saja saya terguncang”. Tahun lalu saya diminta menyampaikan presentasi kehormatan dalam sebuah acara makan malam, tetapi pada menit-menit terakhir saya harus membatalkannya. Lutut saya bergetar keras sehingga saya tidak bisa berjalan. Sulit menjelaskan betapa malunya saya ketika itu. Kedua, Tuan Y, seorang manajer penjualan, suatu hari saya diminta untuk memandu sejumlah tamu berkeliling/studi banding di instansi kami, ketika saatnya tiba, jantung saya tiba-tiba saja berdegup kencang, sehingga saya kehilangan kendali dan benar-benar kacau. Tentu saja lambat laun terdengar oleh atasan, hingga hilanglah kesempatan untuk menduduki jabatan sebagai manajer periklanan. Ketiga, sebagai seorang illustrator sebuah penerbitan selama 9 tahun, suatu hari Mrs. Z ditugaskan menghadiri sebuah seminar/konferensi, dan menemukan bahwa ternyata dia tidak
mampu berbicara. Di pertemuan itu, dia memikirkan sebuah konsep/gagasan yang hebat dan sangat ingin mengemukakan gagasan tersebut, tetapi tidak bisa. Rasanya mustahil, mengingat semua orang yang hadir di sana sangat dia kenal. Yang terjadi akhirnya hanya bisa diam. Kemudian seorang rekan lain mengemukakan gagasan/ide yang persis sama dengan yang dia pikirkan, dan orang-orang yang hadir memuji, menganggap gagasan tersebut sangat cemerlang dan visioner. Rasanya dia ingin menendang dirinya sendiri, karena kehilangan kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya pada atasan.” Ketiga gambaran di atas menunjukkan bahwa kita pun sering menghadapi kesulitan saat harus bicara di depan public. Dalam percakapan biasa (ngobrol/bicara lepas), seseorang mungkin dianggap sebagai pembicara yang pandai dan luwes, namun anehnya ketika tampil di depan public, mereka menjadi gugup. Kita sering mendengar dan mengikuti orang berceramah/ pidato dengan intonasi, dan sistematika yang bagus, akan tidak membuat jemu se-
asan 59 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
AMO hingga bisa jadi waktu beberapa jam penampilannya, waktu yang lama tersebut akan tidak terasa. Sebaliknya bagi yang kaku bicaranya, ceramah setengah jam saja atau kultum sekalipun akan terasa lama dan menjemukan. Demam panggung Terdapat pernyataan bahwa rasa takut untuk bicara di depan umum merupakan fobia nomor satu yang banyak diderita orang. Salah satu di antara fobia tersebut adalah grogi atau demam panggung. Demam panggung adalah kekhawatiran, ketakutan atau fobia yang berhubungan dengan penampilan di depan umum, penonton atau kamera. Bentuk ketakutan ini dapat mendahului atau menyertai penampilan di depan umum. Demam panggung sebenarnya tidak hanya dialami oleh orang yang berbicara di depan umum saja. Penyanyi, atlit, pemain band, musisi, penari, dan semua yang dilakukan didepan orang banyak pasti pernah merasakan sensasi ini. Artinya demam panggung memang bisa menghinggapi siapa saja, dari pemula sampai veteran. Diakui memang, orang yang biasa tampil dengan baik di depan umum/public seperti politisi, muballigh/dai, musisi, dsb. memperoleh kemampuan tersebut secara alami atau karena bakat. Meskipun kadang-kadang kita bertemu
dengan orang yang memiliki bakat alami untuk tampil di depan public, ternyata sebagian besar orang memperolehnya melalui kerja keras dan latihan, belajar mengendalikan perasaan, mengatasi ketidaknyamanan fisik, dan menghadapi pendengar dengan cara yang meyakinkan. Dengan kata lain demam panggung bisa diatasi dengan seringnya naik panggung/sering tampil/ seringnya latihan. Hal tersebut menunjukkan demam panggung hanyalah merupakan sebuah situasi psikologis yang muncul karena diciptakan sendiri oleh kita. Menurut sejumlah profesi, demam panggung ada hubungannya dengan mengambil keputusan. Takut salah, takut kalah, takut penonton/ audience mencemooh, dsb. Mengambil keputusan adalah tidak mudah, itu sebabnya harus dilalui dengan proses belajar. Adakalanya kita salah dalam mengambil keputusan dan dari situlah kita belajar untuk tidak mengulangi kesalahan, meskipun bisa saja terjadi lagi kesalahan. Seperti ungkapan pribahasa:” keledai tidak akan terjerumus ke dalam lobang yang sama”, apalagi kita, manusia. Gejala-Gejala Umum Sulit Berbicara di Depan Public Ada tiga gejala umum yang sering dilaporkan oleh mereka yang sulit bi-
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 60 Fokus Pengaw
AMO cara di depan publik, yaitu: Pertama, Gejala Fisik: gejala fisik bisa dirasakan jauh sebelum penampilan, dan muncul dalam bentuk ketegangan perut, sulit tidur. Pada saat presentasi berlangsung, gejala fisik ini bisa berbeda pada masing-masing orang, tetapi umumnya berupa: a)Detak jantung yang semakin cepat, b)Lutut gemetar, membuat sulit berdiri/ berjalan menuju mimbar, c)Suara yang bergetar, seringkali disertai dengan kram otot tenggorokan atau berkumpulnya lendir di tenggorokan, d)Perasaan mual, e)Kesulitan untuk bernafas. Kedua, Gejala Mental: Gejala ini terjadi ketika tampil, antara lain: a)Mengulang kata, kalimat atau pesan, b)Hilangnya kemampuan mengingat fakta dan angka secara tepat, serta melupakan hal-hal yang sangat penting, c)Tersumbatnya fikiran, yang membuat pembicara tidak tahu apa yang harus diucapkan selanjutnya, Ketiga, Gejala Emosional, Gejala fisik dan mental biasanya disertai atau diawali dengan sejumlah gejala emosional, termasuk: a)Rasa takut sebelum tampil, b)Rasa tidak mampu, c)Rasa kehilangan kendali, d)Rasa tidak berdaya, e)Rasa malu, dan f)panik. Ketiga gejala kelompok di atas bisa saling berinteraksi. Rasa ngeri yang muncul saat anda duduk me-
nunggu giliran untuk berbicara, bisa menyebabkan jantung anda berdecak cepat tanpa kendali. Akibatnya bertambah gugup, tenggorokan menegang, konsentrasi buyar dan hilang kendali dan seterusnya sehingga pembicaraan tidak fokus/ ngawur. Ketika anda berusaha dengan susah payah untuk menemukan katakata, mengulang kalimat, atau kehilangan ide, rasa malu dan rasa kehilangan kendali bisa muncul dengan sangat mudah. Gejala fisik berupa sikap gugup, meski hanya sesaat, bisa mempengaruhi seorang pembicara ulung sekalipun. Orang-orang yang biasanya mampu berbicara dengan teratur, bisa saja tiba-tiba diserang lupa ingatan. Tetapi seorang pembicara yang ulung dan berpengalaman, biasanya tahu bagaimana mengembalikan kontrol, mengatasi rasa gugup dan menutupi fakta bahwa ingatannya pernah hilang, walaupun sekejap. Tip mengatasi demam panggung Pertama, percaya diri adalah kunci utama mengatasi demam panggung/grogi, agar tetap percaya diri maka kita harus :a)Menguasai materi persiapkan setiap detail dari apa yang akan dilakukan di atas panggung/didepan umum, b)Menguasai ruangan
asan 61 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
AMO dan mata yang tertuju kepada anda, siasati agar demam panggung tidak sampai terekspresikan di depan audience, c)Jangan takut memulai, yakinlah kalau anda bisa. Jangan pedulikan takut dinilai jelek, karena mungkin
dengan ketidakpedulian anda menjadikan demam panggung hilang sedikit demi sedikit, d)perhatikan busana yang kita pakai (aspek penampilan) dan anggap seluruh audience adalah orangorang yang sudah dikenal/temen sendiri, e)Menjadi diri sendiri, tidak usah minder, tunjukkan auramu, ekspresikan gaya-aksimu, dan katakan....”saya paling ok”, Kedua, Apabila usaha-usaha tersebut di atas belum bisa mengatasi
demam panggung, maka: a)Lakukan peregangan otot apalagi ketika gugup, kaki dan tangan anda sudah terasa dingin, b)Tarik nafas dan atur nafas dengan tempo yang teratur, c)berdoa sebelum anda berbicara di depan umum agar lebih tenang PENUTUP Meskipun kemampuan berbicara dengan baik di depan publik sangat penting untuk sejumlah profesi, tetapi pada saat-saat khusus, kemampuan ini hampir selalu dibutuhkan dalam setiap jenis profesi, terutama kalau anda ingin karier anda terus menanjak. Ketidak mampuan berbicara di depan public, bukan saja memalukan, tetapi juga bisa menghambat promosi anda, dan menghilangkan kesempatan anda untuk menunjukkan keahlian. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi motivasi pengembangan diri karena kita seringkali menghadapi public baik langsung maupun tidak langsung, dalam rangka rapat kordinasi/ rapat kerja, sebagai moderator, dalam sidang komisi/pleno, menjadi dirigent, presenter/MC entry briefing audit, ekspose hasil audit, seminar, studi banding, mengisi kultum/ceramah agama, mewakili bos menyampaikan materi presentasi, dsb. Semoga!
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 62 Fokus Pengaw
Ð
Randang
asan 63 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Randang
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 64 Fokus Pengaw
Randang
asan 65 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Agenda K egiatan Kegiatan Seminar Nasional Pengawasan “Mewujudkan Reformasi Birokrasi” Reformasi birokrasi merupakan
dayagunaan Aparatur Negara sebagai
upaya menata ulang, merubah, me-
keynote speakers, sedangkan peserta
nyempurnakan dan memperbaiki birok-
seminar sebanyak 286 orang terdiri dari
rasi agar menjadi lebih bersih, efisien,
para Auditor di lingkungan Dep. Agama,
efektif dan produktif. Oleh karena se-
Pejabat Pembuat Komitmen di ling-
bagai langkah perwujudan reformasi
kungan Dep. Agama, Organisasi Ke-
birokrasi di lingkungan Departemen
agamaan, Kepala Kantor Wilayah,
Agama, pada tanggal 14 Juli Inspek-
Rektor, Ketua Sekolah Tinggi Agama
torat Jenderal menyelenggarakan hajat
Negeri dan unsur terkait lainnya.
besar yaitu melaksanakan seminar na-
Dalam pelaksanaan seminar
sional pengawasan dengan tema
tersebut menghadirkan pembicara
“Mewujudkan Reformasi Birokrasi
yang berkompeten dan mempunyai
Dalam Perspektif Pengawasan”. Se-
perhatian yang besar terhadap per-
minar tersebut dilaksanakan dalam dua
wujudan reformasi birokrasi; salah
tahap yaitu pada tanggal 14 Juli ber-
satunya adalah dari Komisi Pem-
tempat di Hotel Arya Duta Jakarta,
berantasan Korupsi (KPK). KPK me-
sedangkan pembahasan hasil seminar
maparkan tentang pemberantasan ko-
dilaksanakan pada tanggal 15 sampai
rupsi melalui reformasi birokrasi yang
dengan 16 Juli di Hotel Grand Djaya
disampaikan oleh wakil ketua KPK
Raya Bogor. Selain dalam bentuk la-
Bapak Moch. Jasin. Point yang bisa di-
poran penyelenggaraan seminar, pe-
ambil dari pemaparan KPK tersebut
laksanaan seminar juga direkam da-
menyoroti tentang budaya koruptif yang
lam sebuah buku prosiding yang di-
sudah mengakar di segala aspek ke-
harapkan dapat menjadi referensi/
hidupan masyarakat Indonesia se-
acuan dalam pelaksanaan reformasi di
hingga hal ini berdampak terhadap le-
lingkungan Dep. Agama. Seminar Na-
mahnya pelayanan publik yang di-
sional tersebut dibuka oleh Menteri
lakukan oleh aparatur negara. Selain
Agama serta Menteri Negara Pen-
dari KPK, pembicara lainnya adalah
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 66 Fokus Pengaw
Agenda K egiatan Kegiatan dari pihak legislatif DPR-RI dan BKP-
an reformasi birokrasi di lingkungan
RI sedangkan dari LSM menghadirkan
Departemen Agama. Menag mengata-
Transparansi Indonesia (TI) yang di-
kan bahwa secara ringkas, visi re-
hadiri Todung Mulya Lubis, dari lembaga
formasi birokrasi adalah menjadikan
keagamaan yaitu Nahdlatul Ulama (NU)
tata kepemerintahan yang baik (good
pembicara oleh Masdar Farid Mas’udi
governance). Adapun misi reformasi
dan PP Muhammadiyah oleh Yunahar
birokrasi adalah membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menertibkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam menjalankan peranan dan fungsinya. Lebih lanjut Menag mengatakan bahwa target dan sasaran reformasi
birokrasi,
adalah: a) Terwujudnya birokrasi yang bersih, yaitu Ilyas, sedangkan dari pihak intern De-
birokrasi yang anti KKN dan berkurang-
partemen Agama mengadirkan Sekjen
nya perilaku koruptif pegawai negeri;
Dep. Agama Bahrul Hayat dan ba-
b)Terwujudnya Birokrasi yang efisien
gaimana refomasi birokrasi di lihat dari
dan hemat dalam menggunakan sum-
tinjauan akademis?, seminar nasional
ber daya yang terbatas (man, money,
tersebut mengadirkan pembicara dari
material, methode, and time); c).
Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Terwujudnya birokrasi yang transparan,
oleh Ismail Mohammad Deputi Kajian
yakni birokrasi yang seluruh kebijakan
Manajemen Kebijakan dan Pelayanan.
dan aktivitasnya diketahui masyarakat
Dalam sambutannya Menteri
dan masyarakat dapat mengaksesnya
Agama menyatakan beberapa hal ten-
dengan mudah; d) Terwujudnya birok-
tang persiapan perwujudan pelaksana-
rasi yang melayani, yaitu birokrasi yang
asan 67 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Agenda K Kegiatan egiatan tidak minta dilayani, tetapi birokrasi yang
membantu masyarakat serta pengguna
melayani masyarakat; e)Terwujudnya
jasa pemerintahan lainnya dalam me-
birokrasi yang terdesentralisasi, yaitu
menuhi kebutuhannya.
kewenangan pengambilan keputusan
Kesejahteraan pegawai ne-geri
terdesentralisasi kepada pimpinan unit
sipil (PNS) telah menjadi isu yang
kerja terdepan.
mendasari pelayanan publik selama ini
Menag menambahkan bahwa
tidak sesuai dengan harapan dan
birokrasi mempunyai peran yang sig-
tuntutan mas-yarakat. Berbagai
nifikan dalam penyelenggaraan pe-
permasalahan tersebut di atas,
merintahan, dan tidak bisa digantikan
menunjukkan betapa kompleksnya
fungsinya oleh lembaga lainnya. Peran
permasalahan yang dihadapi oleh
birokrasi di dalam pemerintahan adalah
birokrasi pemerintah dewasa ini baik
melakukan fungsi inspirasi terhadap
dari aspek kelembagaan, ketata-
aparatur pe-merintah untuk melakukan
laksanan dan sumber daya aparatur.
ke-giatan-kegiatan inovatif yang
Mengingat magnitude permasalahan
sifatnya non rutin, dengan mengaktifkan
birokrasi yang dihadapi tersebut, Menag
sumber-sumber poten-sial, dan
menawarkan perlu adanya grand
menciptakan potensi yang optimal
strategy reformasi birokrasi.
dalam mencapai tujuan pemerintah.
Masih dalam sambutannya,
Rendahnya kualitas pelayanan prima
Menag mengatakan untuk mengetahui
telah menjadi hambatan birokrasi di
keberhasilan Departemen Agama da-
tanah air. Rendahnya produktivitas,
lam melaksanakan tugasnya, di-
lemahnya daya saing dan tidak efisien
perlukan pengukuran dan penilaian ki-
merupakan sebagian potret dari
nerja. Pengukuran dan penilaian kinerja
rendahnya ka-pasitas dan kinerja
di atas tidak dapat dilakukan apabila
manajemen publik. Khusus berkaitan
tidak ada standar kinerja. Oleh karena
dengan
itu untuk melaksanakan tugas dan
birokrat
pe-merintah,
banyaknya persoalan yang timbul dalam pemerintahan selama ini pada dasarnya menunjukkan rendah-nya kemampuan dan ketiadaan sikap dari aparatur untuk mencoba peduli dan
fungsi yang berorientasi kinerja (hasil kerja) pada seluruh satuan organisasi/ satuan kerja di lingkungan Departemen Agama diperlukan “standar indi-
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 68 Fokus Pengaw
Agenda K Kegiatan egiatan kator kinerja”. Hal ini juga berguna bagi
ukuran kinerja tidak akan obyektif. Yang
pelaksanaan tugas pengawasan se-
terjadi hanyalah penilaian yang bersifat
bagai pedoman dalam pengukuran dan
subyektif dengan mengandalkan per-
penilaian terhadap keberhasilan kinerja
kiraan dan perasaan. Indikator kinerja
organisasi. Untuk mewujudkan indikator
harus ditetapkan melalui proses analisa
kinerja ini dibutuhkan koordinasi yang
untuk menetapkan output atau outcome
baik antara Inspektorat Jenderal dengan
(hasil) yang diharapkan.
seluruh satuan organisasi/satuan kerja
Demikian beberapa hal-hal yang
di lingkungan Departemen Agama.
disampaikan oleh Menteri Agama da-
Standar kinerja tersebut harus di-
lam sambutan Seminar Nasional Pengawasan. Dari hasil seminar tersebut dapat kita tarik beberapa point ber-kenaan dengan reformasi birokrasi yaitu
bahwa
pelaksanaan
sasaran reformasi
birokrasi meliputi: kelembagaan/orga-nisasi (tepat fungsi dan tepat ukuran), budaya organisasi (birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi), ke-tatalaksanaan sepakati bersama dengan mengacu ke-
(sistem, proses, dan prosedur kerja yang
pada peraturan perundang-undangan
jelas, efektif, efisien, terukur, dan sesuai
yang berlaku. Indikator Kinerja mutlak
dengan
diperlukan karena penyebab umum
governance), regulasi dan deregulasi
yang sering menimbulkan kegagalan
birokrasi (regulasi yang tertib, tidak
dan harus dihindarkan dalam me-
tumpang tindih, berjalan secara
ngembangkan sistem audit kinerja
kondusif), dan sumber daya manusia
adalah tidak adanya standar indikator.
(memiliki integritas, kompeten, pro-
Tanpa adanya indikator maka peng-
fesional, produktif, dan sejahtera). –Red-
prinsip-prinsip
good
asan 69 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Relaksasi Jika Orang Anti Merokok Ketemu Perokok Anti Rokok berkata: Angka belanja rokok orang Indonesia setiap tahun tidak kurang dari 150 trilliun rupiah. Uang sebanyak itu, kalau semuanya adalah pecahan 50 ribuan yang disambung-sambung, maka akan sama dengan membuat untaian sepanjang jarak bumi-bulan 7 kali bolak-balik. Atau kalau dibelikan tusuk gigi dan kemudian dirangkai dan dilem bisa menghasilkan maket 7 keajaiban dunia dengan skala 1:20 sebanyak 300 buah. Atau bisa dibelikan sedan Mercedes terbaru sebanyak 300.000 unit. 80% perokok di Indonesia adalah orang-orang miskin yang mungkin bosan hidup dalam kemiskinan, sehingga memilih me-rokok untuk mempercepat kematian. Yang 15% adalah kalangan menengah yang stress dengan tanggung jawab di pekerjaannya. Dan 5% perokok disini adalah orang kaya yang kebingungan menghabiskan uangnya. Hebatnya lagi, ’orang-orang miskin’ itu, membelanjakan uangnya untuk membeli produk yang membuat 5 atau 6 orang menjadi bagian dari 10 orang terkaya di Indonesia. Dan 'orang-orang kaya' itu menjadi figur perokok yang dicontoh siapa saja. Peringatan tentang bahaya merokok yang sudah tercantum di setiap kemasan ternyata tidak berpengaruh banyak. Perokok 'miskin' kebanyakan tidak bisa baca dan tulis. Perokok 'menengah' ternyata terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak sempat membaca peringatan tersebut. Dan sisanya yang perokok 'kaya' tidak peduli sebab biaya berobat mereka
sudah terjamin 17 turunan. Pendukung Rokok berkata: Masa bodoh, lagian gue beli pake uang sendiri dari keringet sendiri. Masih mending nilai segitu sebagian buat makan puluhan ribu pegawai pabrik rokok, masih dipake bayar pajek yang bikin ente hidup rada nyaman di sini. Daripada koruptor yang uangnya dipake buat makan keluarganya yang cuma segelintir. Ngitung dari mana? Asal nulis nih. Apa dasarnya milih rokok buat mempercepat kematian. Kalo mau cepet mati ya loncat saja dari Monas atau panjat tiang listrik trus pegang kabelnya pas hujan. Pake logika dong. Dimana ada orang miskin pasti ada orang kaya. Masa mau kaya semua atau mau miskin semua. Waah semakin ngawur. Rokok bukan penyebab utama kematian dan bukan penyebab utama penyakit. Mau bukti? Lihat tuh di desa-desa, rata-rata penduduk usia lanjut disana rajin merokok dan sehat. Atau mau bukti lainnya? Tuh engkong gue sudah umur 70 tahun masih hidup, trus rokoknya 5 pak sehari. Sudah gitu dia masih segar bugar dan perkasa. Lusa malah dia mau kawin lagi. (www.Ketawa.com)
asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 70 Fokus Pengaw
Ser emonial Seremonial
Taqabbalallahu Minna wa Mink um T aqabbal Minkum Taqabbal yaa K ar iim Kar ariim taf uh Pim pinan dan S Selur Pimpinan St Seluruh at Jender al or Inspekt orat Jenderal Inspektor Depar t emen A gama Depart Ag Mengucapk an Mengucapkan Selamat Har aya Ra Harii R Idul F itr Fitr itrii 1429 H/2008 M Minal Aidin W al F aizin, Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin asan 71 Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
FOKUS FO TO FOT
Menteri Agama Mohammad M. Basyuni di sambut oleh Irjen Departemen Agama M. Suparta dalam Acara Seminar Nasional Pengawasan 2008
Meneg PAN Taufik Effendi Sebagai Keynote Speakers dalam acara Seminar Nasional Pengawasan 2008
Penabuhan Gong oleh Menteri Agama Mohammad M. Basyuni sebagai pertanda dimulainya Seminar Nasional Pengawasan
Inspektur Jenderal Departemen Agama M. Suparta memberikan sambutan dalam acara Seminar Nasional Pengawasan 2008
Pelantikan Ali Hadiyanto sebagai Kepala Pelantikan Bapak Burhanuddin (keempat dari Biro Kepegawaian dan Abdul Karim sebagai kiri) sebagai Inspektur Wilayah IV Sekretaris Itjen Depag Inspektorat Jenderal Departemen Agama asan Nomor 19 Tahun V Triwulan III 2008 Pengawasan 72 Fokus Pengaw