Edisi 20 Tahun V Triwulan IV 2008
Fokus Pengawasan
OPTIMALISASI PERENCANAAN AUDIT GUNA PENINGKATAN KINERJA di LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA
TIDAK Nomor 20DIPERJUALBELIKAN Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus
Pengaw asan Pengawasan
1
Daftar Isi
Fokus asan Pengawasan Fokus Pengaw Pengaw asan Pengawasan
SURAT PEMBACA .......................3
Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2008
FOKUS UTAMA:
Dewan Penyunting: Pembina : M. Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Burhanuddin, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Abdul Karim Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : M. Ali Irfan, Khairunnas, Agus Irfani, Kusoy, Maman Saepulloh, Ahmad Jauhari, O. Sholehuddin, Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan Redaksi : Iing Muslihin, Miftahul Huda Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
Arah Perkembangan Strategi .........13
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
DARI REDAKSI .............................4
Upaya Pencegahan Korupsi ........... 5
Perencanaan Indikator Kinerja ...... 16 Perencanaan Audit ........................ 20 Tantangan Reformasi Birokrasi..... 24 Upaya Mengatasi LHA Krupuk........ 28
PENGAWASAN: Wajib Belajar Bagi PNS ............... 32 Sistem Pengendalian Intern........... 36 Pedoman Audit .............................. 40 OPINI: Urgensi Reformasi Birokrasi.......... 44 TP/TGR ......................................... 48 HIKMAH: Belajar Dari Peristiwa Masa Lalu .. 52
AGENDA KEGIATAN: Lokakarya Pengawasan 2008 ....... 56 RANDANG: PP Nomor 65 Tahun 2008 ............. 59
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
TEKNOLOGI INFORMASI: Pentingnya Website ...................... 63 RELAKSASI:.................................. 67 SEREMONIAL:.............................. 71
2
Fokus Pengaw asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan
Surat Pembaca Groups Mailing FP Masukan untuk Majalah Fokus Pengawasan, untuk mempermudah Sharing data tentang berita dan informasi pengawasan perlu adanya komunitas terutama dalam bentuk Millis/ group mailing bagi para pembaca setia Fokus Pengawasan, sehingga naskah yang tidak tertampung dalam majalah dapat diakomodir lebih lanjut. Ari Purwanto Reny Jaya FP: Terima kasih atas saran saudara, semoga dapat kami penuhi Majalah FP di Situs Depag Masukan untuk Majalah Fokus Pengawasan, sebagai Pegawai Negeri Sipil di daerah, saya termasuk orang yang belum menerima Majalah Fokus Pengawasan secara pribadi. Majalah yang sampai ke daerah saya hanya beberapa buah sehingga tidak bisa dibagikan sampai ke level pelaksana, lalu saya mencoba membuka Situs Departemen Agama www.depag.go.id tetapi saya tidak menemukan Majalah tersebut, mohon kiranya Majalah Fokus Pengawasan ini dimasukkan ke Situs Departemen Agama agar saya yang tidak mendapatkan majalah bisa ikut membacanya.
Amelia Saraswaty Tasikmalaya FP: Terima kasih atas saran saudara, dan untuk edisi berikutnya akan kami usahakan FP Versi Web Blog Sebelumnya saya sampaikan apresiasi dan salut terhadap perkembangan Majalah Fokus Pengawasan dewasa ini karena materi-materi yang diangkat FP semakin aktual dan berkualitas. untuk itu saya sarankan, bahwa untuk membuka ruang diskusi mengenai topik-topik terkini, saya mengharapkan FP dapat diterbitkan dalam versi Web Blog, sehingga dapat diakses lebih luas dan dapat mengembangkan diskusi yang konstruktif. Buswin Wiryawan Serpong FP: Terima kasih atas saran saudara, dan untuk edisi berikutnya akan kami usahakan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
3
Dari Redaksi Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tak akan dapat berjalan. Tujuan dibuatnya perencanaan adalah, pertama, untuk memberikan pengarahan baik untuk pimpinan maupun bawahan. Dengan rencana, kita dapat mengetahui apa yang harus di capai, dengan siapa harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, kedua, untuk mengurangi ketidakpastian, Ketika seorang pimpinan membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya, Ketiga, untuk meminimalisir pemborosan, dengan rencana, seorang pimpinan juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam organisasi, tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai salah satu satuan kerja di lingkungan Departemen Agama yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan lingkup Departemen Agama juga membutuhkan Perencanaan terhadap Program
4
kerja pengawasan berupa perencanaan audit, oleh karena itu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menyusun Perencanaan Audit agar hasilnya bisa optimal dalam menunjang tugas dan fungsi Departemen Agama Yaitu pertama, Sasaran/tujuan, Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan, Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional, yaitu pimpinan puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi subtujuan yang lebih terperinci. Pendekatan kedua disebut dengan Management by objective . Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh pimpinan puncak saja, tetapi juga oleh bawahan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai, kedua, Rencana adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi. Mudah-mudahan Perencanaan Audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama dapat berjalan dengan optimal.
Fokus Pengaw asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan
Fokus Utama Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Departemen Agama Oleh : Mundzier Suparta A. Pendahuluan Hari Selasa, 9 Desember 2008 masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia memperingati hari Anti Korupsi se dunia. Berbagai bentuk dan cara yang dilakukan untuk memperingatinya, ada apel bendera, konferensi nasional, deklarasi, pawai, dsb. Di jajaran Departemen Agama pusat dan daerah serta perguruan tinggi agama juga diselenggarakan apel memperingati hari anti korupsi se dunia. Di dalam acara apel tersebut selain dibacakan sambutan Menteri Agama yang menekankan pemberantasan korupsi juga dibacakan “Pakta Integritas”. Dalam kesempatan apel tersebut Menteri Agama menekankan bahwa Peringatan Hari Anti Korupsi Se Dunia ini merupakan momentum penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik good governance dan peningkatan kinerja birokrasi, sehingga mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya pelayanan publik yang optimal, yang diharapkan dapat menekan tingkat penyalahgunaan dan penyimpangan serta perilaku koruptif lainnya seminimal mungkin. Dalam waktu yang bersamaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengadakan kegiatan penting, yaitu Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK). Konferensi yang dibuka oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dikuti Lembaga-lembaga negara/pemerintahan, LSM, dan Lembaga Kemasyarakatan, Asosiasi Bisnis dan Profesi, Media Massa da-
lam dan luar negeri, dan lembaga-lembaga donor serta dari kalangan perguruan tinggi. Ada 10 penyaji dari kalangan instansi pemerintah, salah satunya adalah Departemen Agama RI. Semangat, tekad, komitmen pemerintah untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan keniscayaan. Komitmen pemerintah untuk melakukan pemberantasan KKN perlu direspon secara baik dan serius, dan ini merupakan bagian dari tanggung jawab semua pihak, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, dan bahkan semua elemen bangsa Indonesia. Komitmen tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi secara terus menerus harus digelorakan. Sejalan dengan visi dan misi tersebut serta upaya pencegahan tindak menyimpang melalui perencanaan dan pelaksanaan program yang benar dan baik serta melibatkan berbagai elemen masyarakat tersebut. Program kerja dan berbagai bentuk layanan adalah sebagai berikut : Peningkatan Kualitas Pemahaman dan Pengamalan Agama Masih rendahnya kualitas pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai agama menjadi salah satu masalah penting yang dihadapi dalam pembangunan bidang agama. Indikasi yang menggambarkan fenomena tersebut antara lain adalah gejala negatif seperti pe-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
5
Fokus Utama rilaku asusila, narkoba, pornografi, pornoaksi, prostitusi, perjudian, suburnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, dan berbagai perilaku lainnya yang melanggar norma. Meskipun berbagai gejala negatif tersebut tidak sepenuhnya sebagai masalah pembangunan agama, tetapi ditengarai dan diyakini bahwa faktor agama menjadi faktor dominan yang sangat menentukan perilaku setiap pribadi dan masyarakat dalam merespon perubahan yang terjadi. Sejalan dengan tuntutan perkembangan di atas, maka upaya yang dilakukan Departemen Agama dalam mendorong umat beragama agar tidak menyimpang dari norma-norma agama dan aturan kenegaraan, antara lain: a) Peningkatan kualitas bimbingan keagamaan dalam berbagai bentuk, baik dalam skala regional maupun nasional, baik melalui ceramah, khutbah, maupun berbagai bentuk kegiatan serimonial lainnya, b) Peningkatan pembinaan terhadap para penyuluh agama, juru penerang agama, dan dai, melalui workshop, pertemuan dan konsultasi forum komunikasi lembaga dakwah (FKLD), dan lembaga penelitian dan pengamalan agama (LP2A) se Indonesia, c) Penyelenggaraan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat nasional dan internasional, Musabaqah Qiratil Kutub (MQK), Pesparawi, Utsawa Dharma Gita, serta Festival Seni Baca Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka, d) Pengadaan dan penyebaran kitab-kitab suci dan buku-buku keagamaan secara cuma-cuma kepada masyarakat pemeluk agama, e) Pemberdayaan dan pengembangan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan upaya meningkatkan peran tokoh-tokoh aga-
6
ma dan pimpinan ormas kegamaan dalam mengoptimalkan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilainilai agama, f) Mendorong dan mempersiapkan lahirnya Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, tanggal 30 Oktober 2008 dan melakukan sosialisasi, g) Optimalisasi pemanfaatan media massa bagi pembinaan keagamaan, pembangunan sistem dan jaringan informasi keagamaan, dan berbagai usaha lain yang sejenis. Memperkokoh Kerukunan Umat Beragama Kehidupan harmonis di dalam masyarakat Indonesia sampai saat ini belum dapat diwujudkan secara ideal, antara lain karena terkait dengan berbagai faktor sosial yang memunculkan berbagai ketegangan dan sering berakhir dengan konflik intern dan antar umat beragama. Sejumlah kegiatan yang dilakukan terkait dengan permasalahan ini, antara lain: a) Dialog pengembangan wawasan multikultural antar pemuka agama, b) Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, c) Pembentukan dan penyempurnaan forum silaturrahim tokoh-tokoh agama, d) Penyediaan fasilitas Wadah Musyawarah umat beragama di berbagai daerah, e) Penyediaan bimbingan bagi korban pasca kerusuhan dan konflik sosial, f) Peningkatan kerjasama kelembagaan intern dan antar umat bergama, g) Penetapan dan sosialisasi
Fokus Pengaw asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan
Fokus Utama Surat Keputusan Bersama Menteri Agama No. 3/2008, Jaksa Agung, No. Kep.-033/A/ JA/6/2008, dan Menteri Dalam Negeri No. 199/2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, h) Sosialisasi rekomendasi Kongres I Pemuka Agama dan persiapan Kongres II yang tanggal 21-23 Desember 2008 dengan tema “Dalam Rangka Menghadapi Tantangan Global, Kita Wujudkan Bangsa yang Kuat, Maju, sejahtera, dan Bermartabat Melalui Pengembangan Multikultural Solidaritas dan Kerjasama Umat”, i) Optimalisasi riset dan pengembangan untuk peningkatan kualitas kebijakan di bidang kerukunan umat beragama, j) Reharmonisasi kehidupan sosial keagamaan daerah konflik, k) Antisipasi disharmonisasi sosial pada daerah rawan konflik melalui pendekatan agama berbasis multikultural, l) Penguatan nilai-nilai kearifan lokal, pengembangan pemahaman keagamaan inklusif, m) Penguatan peran tokoh-tokoh agama dan ormas keagamaan dalam menjaga kerukunan umat, n) Penguatan kualitas dan kapasitas forum-forum komunikasi lintas agama, o) Penyeleng-garaan diklat dan orientasi tentang kerukunan bagi para penyuluh agama, dai, dan sejenisnya, p) Pemberian secara cuma-cuma buku-buku tentang kerukunan. Berbagai usaha tersebut telah memberikan kontribusi signifikan bagi upaya rekonstruksi dan reharmonisasi kehidupan beragama pada masyarakat pasca konflik, membangun sikap siaga dini terhadap ancaman disintegrasi sosial berlatar belakang agama, memberikan ruang komunikasi dan
musyawarah yang terbuka terhadap berbagai perbedaan, memberikan jaminan kepastian hukum dalam soal pendirian rumah ibadah, dan memberikan akses pemahaman terhadap pengembangan budaya agama yang inklusif. Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama dan Keagamaan Kualitas pendidikan agama dan keagamaan yang menjadi tanggung jawab Departemen Agama secara bertahap terlihat ada peningkatan. Namun berbagai sisi masih dirasakan banyak kelemahan dan kekurangan, baik terkait dengan SDM, kurikulum, sarana dan prasarana, partisipasi masyarakat, perhatian terhadap lembaga pendidikan agama dan kegamanaan swasta, dan lain-lain. Untuk itu Departemen Agama telah melakukan berbagai upaya guna meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, antara lain: a) Peningkatan kualitas SDM, terutama melalui peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidik dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, b) Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan, baik negeri maupun swasta, c) Peningkatan kerjasama di berbagai bidang dengan para pihak dalam dan luar negeri, d) Peningkatan peran dan kepedulian masyarakat terhadap kualitas pendidikan agama dan keagamaan, e) Peningkatan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, f) Secara bersamasama dengan instansi terkait dalam memperjuangkan peningkatan anggaran sektor pendidikan. Sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa anggaran sektor pendidikan untuk tahun 2009 telah ditetapkan sebesar 20% dari APBN, g) Penyeleng-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
7
Fokus Utama garaan berbagai diklat peningkatan kemampuan guru dan dosen, h) Penguatan manajemen, kurikulum, dan aspek partisipasi masyarakat, i) Penyediaan beasiswa dan bantuan lainnya bagi peserta didik. Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Haji Penyelenggaraan ibadah haji bagi umat Islam merupakan pelaksanaan rukun Islam dan merupakan perwujudan kualitas keimanan. Sekalipun demikian penyelenggaraan haji yang terkesan merupakan kegiatan rutin tiap tahun, namun permasalahannya silih berganti bermunculan. Karena itu, Departemen Agama secara terus menerus dan seoptimal mungkin berupaya melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji. Beberapa upaya yang dilakukan, antara lain : a) Mendorong dan mempersiapkan lahirnya Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan haji yang baru, sebagai pengganti Undang-Undang No. 17 Tahun 1999. Perubahan yang mendasar pada Undang-Undang tersebut, antara lain adalah pelibatan peran masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan haji, keuangan hasil efisiensi dari biaya penyelenggaraan ibadah haji yang dijadikan sebagai Dana Abadi Umat (DAU), dan semakin menguatnya perlindungan jamaah haji dan umroh, b) Menyiapkan draft dan melaksanakan PP-RI Nomor 4 Tahun 2008 tentang Badan Pengelolaan Dana Abadi Umat (DAU), tgl 26 Januari 2008, c) Pengembangan sistem penyelenggaraan haji secara lebih efektif dan efisien, d) Peningkatan pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) secara efek-
8
tif, efisien, dan akuntabel melalui penataan kebijakan seperti penetapan setoran awal sepanjang tahun, e) Peningkatan mutu dan perluasan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT), f) Peningkatan mutu bimbingan untuk kemandirian jamaah, mutu petugas dengan memperketat kriteria, sistem penilaian dan pola pelatihan, g) Peningkatan mutu transportasi, akomodasi dan katering dan mutu layanan kesehatan jamaah haji, h) Peningkatan mutu layanan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK), i) Optimalisasi riset dan pengembangan bagi peningkatan mutu pelayanan haji, j) Melakukan kajian dasar syar’i tentang Perluasan Mas’a, Jamarat, dan Mabit di luar Mina, k) Penjaminan kepastian berangkat bagi calon haji dan pengamanan paspor, l) Peningkatan nasionalisme jamaah dan peningkatan kontribusi pemerintah melalui APBN, m) Penyiapan petugas haji yang dilakukan antara lain melalui penguatan struktur pelayanan kloter, penguatan sistem rekrutmen petugas, pelatihan petugas, dan komposisi serta penempatan petugas secara benar; Peningkatan Tata Kelola Kepemerintahan yang Akuntabel Terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang bersih merupakan salah satu prasyarat mutlak bagi tercapainya lembaga birokrasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Sejumlah langkah yang ditempuh dalam penguatan tata kelola kepemerintahan di lingkungan Departemen Agama, antara lain sebagai berikut: a) Implementasi penataan organisasi di pusat dengan terbitnya PP No. 9 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Lak-
Fokus Pengaw asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan
Fokus Utama sana Kementerian Negara Republik Indonesia, b) Penyesuaian organisasi Instansi Vertikal Departemen Agama Daerah (menunggu keluarnya Peraturan Presiden), c) Pembentukan Kantor Departemen Agama di daerah sebagai konsekuensi dari pemekaran wilayah, d) Peningkatan status lembaga-lembaga pendidikan, e) Optimalisasi perencanaan dan pengelolaan anggaran, melalui penyusunan program dan anggaran berorientasi pada asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas, f) Pengelolaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bertujuan mewujudkan peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas, g) Peningkatan layanan informasi publik melalui: penyelenggaraan kegiatan peningkatan SDM aparatur, pengembangan sistem jaringan dan aplikasi, optimalisasi supervisi dan monitoring, h) Peningkatan dan pengembangan kerjasama luar negeri, bertujuan meningkatkan hubungan persahabatan antar bangsa dan negara, menggalang dan memanfaatkan potensi internasional dalam rangka mendorong peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pemberdayaan lembaga-lembaga keagamaan, i) Optimalisasi pengawasan pelaksanaan anggaran dan kinerja, melalui: pelaksanaan kerja audit tahunan (PKAT), audit investigasi, pemantauan/monitoring pengiriman bantuan, temu wicara pengawasan, dan penerapan pakta integritas. Di samping itu Departemen Agama telah melakukan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) melalui pendekatan agama.
B. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan KKN Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), perioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan aparatur Departemen Agama. Sasarannya adalah mempercepat terwujudnya aparatur negara yang profesional, produktif, bertanggung jawab, dan bebas KKN, terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, kualitas SDM aparatur, dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif. Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan KKN dilakukan, antara lain: 1. Penyusunan instrumen audit kependidikan, Sejalan dengan fokus program Departemen Agama terkait dengan amanat konstitusi di mana anggaran pendidikan ditetapkan sebesar 20% dari APBN, maka dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan dan pengendalian anggaran secara efektif dan efisien, Inspektorat Jenderal menyiapkan instrumen audit kependidikan yang pelaksanannya akan dimulai pada tahun anggaran 2009. Audit ini dirasa sangat penting dan mendesak mengingat tujuan dan fungsi utama kegiatan lembaga pendidikan adalah untuk mempersiapkan anak didik yang bermartabat, berakhlak mulia, dan berilmu pengetahuan, mampu berkompetisi serta berguna bagi diri, masyarakat, dan bangsanya, 2. Penyusunan ins-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
9
Fokus Utama trumen dan uji coba audit kinerja, Memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP Inspektorat Jenderal telah menyusun pedoman dan sistem audit kinerja yang pelaksanaannya akan dimulai tahun 2009. 3. Mempercepat penyelesaian tindak lanjut hasil audit, antara lain dengan cara memanggil pimpinan satker/auditee, Dalam rangka melaksanakan upaya percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan Inspektorat Jenderal, BPKP, BPK RI, maupun pengaduan masyarakat, selama tahun 2008 telah dilaksanakan upaya sebagai berikut: 1. Melakukan desk audit atas berkas penyelesaian tindak lanjut yang dikirimkan dari daerah, 2. Memberikan surat teguran dari Irjen kepada pimpinan auditee/satker untuk segera menyelesaikan tindak lanjut. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sekjen dan para Dirjen dengan menegur pimpinan unit kerja bersangkutan, 3. Menugaskan tim pemantauan tindak lanjut hasil audit guna mengetahui tingkat perkembangan tindak lanjut penyelesaian, mengetahui kendala pelaksanaan tindak lanjut, serta memberikan jalan keluar bagi penyelesaian tindak lanjut, 4. Melakukan pemutakhiran data dengan BPK-RI, BPKP Pusat, BPKP Perwakilan, dan auditee. Itjen bertindak sebagai mediator, 5. Melakukan pertemuan yang bersifat insidental dalam rangka melakukan pembahasan penyelesaian tindak lanjut hasil audit, 6. Implementasi Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 2006 tentang Penetapan Koordinator Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di Lingkungan Dep. Agama, yang menetapkan: a) Kepala Bagian Tata Usaha di lingkungan Kanwil, b) Kepala Biro AUK/AUAK/
Kabag Tata Usaha di lingkungan PTAN. Untuk melaksanakan tugas mengkoordinasikan langkah-langkah percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan dan/atau dumas, melakukan pemutakhiran data temuan hasil pengawasan dengan Inspektorat Jenderal, BPK RI, BPKP, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, serta melaporkan hasilnya kepada Inspektur Jenderal, 7. Peningkatkan kerjasama dengan instansi pengawasan dan penegak hukum lainnya dalam pelaksanaan audit dan penyelesaian tindak lanjut hasil audit. Kerjasama ini sangat penting dilakukan mengingat penyimpangan dan korupsi itu harus dicegah dan diberantas secara bersama. Pencegahan, pemberantasan, dan penindakan tidak mungkin berjalan dengan baik bila tidak ada kerjasama antar instansi pengawasan dan penegak hukum lainnya, 8. Penerapan sanksi bagi pimpinan satker/auditee yang tidak menindaklanjuti hasil audit sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006. Di antara problem sulitnya penegakkan hukum adalah masih banyaknya pimpinan satker yang tidak melakukan tindakan hukum terhadap pelanggar sesuai dengan aturan. Mereka tidak ingin repot dan direpotkan, sikap ewuh-perkewuh, masa bodoh, dan sifat kasihan. Akibat dari sifat dan sikap seperti ini bukan saja perilaku menyipang tidak dapat dihentikan, tetapi justru membiarkan berkembang. Ini berarti perintah agama untuk beramar ma’ruf dan nahi munkar tidak ditaati, 9. Menyusun buku budaya kerja reformasi birokrasi yang berorientasi pada nilai-nilai: Jujur dan memiliki integritas serta beretos kerja tinggi, beretika dan berakhlak mulia, menghormati hukum dan per-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 10 Fokus Pengaw
Fokus Utama aturan perundang-undangan, bertanggungjawab dan akuntabel, menghormati hak dan tidak mudah menyalahkan orang lain, mencintai dan mau bekerja keras, meningkatkan transparansi dan koordinasi, disiplin, dan hidup bersahaja. Sejatinya budaya kerja seperti ini bukan saja merupakan sifat dan sikap yang sudah mengakar di masyarakat kita, tetapi juga sejalan dengan ajaran agama. Namun dalam implementasinya, budaya seperti ini sering kali dikalahkan oleh budaya serba instan dan konsumtif, sehingga hal-hal yang tidak memberikan keuntungan cepat pada dirinya tidak dipedulikan, 10. Menyusun buku pedoman dan sosialisasi reformasi birokrasi, 11. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dan sesuai tuntutan reformasi, Departemen Agama telah melakukan berbagai upaya dalam rangka reformasi birokrasi, salah satunya melakukan penyusunan buku pedoman dan sosialisasi reformasi birokrasi, 12. Melaksanakan Program Kerja Audit Tahunan (PKAT), audit khusus, dan audit investigasi. Berdasarkan Renstra dan Renja Inspektorat Jenderal telah dilakukan berbagai jenis kegiatan audit yaitu : a) Program Kerja Audit Tahunan (PKAT), Pelaksanaan PKAT tahun 2007 telah dilaksanakan pada 467 auditee dan pada tahun 2008 sampai dengan November 2008 telah dilaksanakan pada 1098 auditee, b) Program Audit Khusus, Audit khusus Tahun 2008 telah dilaksanakan terhadap pembangunan dan pendistribusian bantuan dana dari pusat ke daerah serta bantuan Blockgrant Sertifikasi dan Kualifikasi Perguruan Tinggi pada 33 perguruan tinggi, c) Program Audit Investigasi (Kasus), Audit kasus (investigasi) di-
laksanakan terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur Departemen Agama yang dapat mengakibatkan penurunan citra departemen dan berdampak pada kerugian negara. Pelaksanaan audit investigasi telah dilaksanakan pada 43 unit kerja, 13. Melakukan monitoring dan evaluasi, dalam rangka efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja Departemen Agama, telah dilakukan monitoring dan evaluasi yang didasarkan pada Review atas laporan keuangan Departemen Agama, tindak lanjut hasil audit Itjen Dep. Agama, BPKP, BPKRI, dan pengaduan masyarakat, pelayanan pada KUA Kecamatan, operasional pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji pada 12 Embarkasi dan Debarkasi, pendistribusian barang dan uang kiriman dari pusat, pelayanan pendidikan pada lembaga pendidikan (manajerial, laboratorium, dan perpustakaan), peningkatan kualitas seleksi calon petugas haji (TPHI dan TPIHI), dan pelaksanaan diklat petugas haji yang menyertai jamaah, petugas kloter dan non kloter pusat dan daerah, 14. Melaksanakan temu wicara pengawasan (Murawas), Kegiatan ini menjadi sarana konsultasi antara auditor dengan auditee tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi Melalui Pendekatan Agama, Pola Pengawasan Departemen Agama, dan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Tahun 2008 telah dilaksanakan pada dua Kantor Wi-la-yah Dep. Agama Provinsi, yaitu Provinsi Lampung, dan Kalimantan Tengah, 15. Melaksanakan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) melalui pendekatan agama, tindak lanjut Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Ko-
asan 11 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama rupsi, disusunnya program Rencana Aksi Na-sional Pemberantasan Korupsi (RANPK) oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dengan melakukan perumusan serangkaian kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemberantasan korupsi melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Departemen Agama sebagai salah satu lembaga yang membantu tugas-tugas presiden memiliki tugas pelayanan kepada masyarakat di bidang keagamaan mensinergikan RAN-PK dengan program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Hasil perpaduan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Ta-hun 2006 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Departemen Agama. Inspektorat Jenderal telah melaksanakan sosialisasi RAN-PK dengan Pendekatan Agama, Tahun 2008 pada 11 lokasi, yaitu Kota Denpasar, Kota Cilegon, Kab. Sleman, Kota Cimahi, Kab. Semarang, Kota Tidore, Kab. Sumba Timur, Kota Bitung, Kab. Ogan omiring Ulu, Kota Sorong dan Kota Jakarta Timur, 16. Monitoring Pelaksanaan Pakta Integritas, Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Gover-nance) pada lingkup pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha telah dilaksanakan penandatanganan Pakta Integritas sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan SE MENPAN Nomor: SE/06/ M.PAN/04/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas, 17. Kerjasama kemitraan Indonesia-Australia di bidang pengawasan, Kerjasama kemitraan Indonesia-Australia di bidang pengawasan dilakukan dalam rangka
monioring dan evaluasi rekonstruksi dan pengembangan pendidikan tingkat dasar. Salah satu hasil kerjasama ini telah disusun instrumen pengawasan berupa juklak, juknis dan tatacara, 18. Penyempurnaan Kode Etik Auditor, Menindaklanjuti Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI. Nomor : PER/04/M.PAN/03/2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Nomor : PER/05/M.PAN/03/ 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, telah disempurnakan Kode Etik Auditor di lingkungan Departemen agama. Penyempurnaan kode etik auditor ini dimaksudkan agar para auditor memiliki kompetensi, kualifikasi, dedikasi, integriti, moral dalam menjalankan tugas audit. Penutup Tanggal 3 Januari 2009 Departemen Agama RI sudah berusia 63 tahun, usia yang sudah cukup tua. Berbagai upaya untuk memberikan layanan kepada umat telah dilakukan dan pembenahan terhadap berbagai sisi dan lini juga telah di galakkan, tak terkecuali persoalan korupsi yang masih memprihatinkan kita. Memang dalam batasbatas tertentu upaya pencegahan dan pemberantasan KKN di lingkungan Departemen Agama telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Maka masukan dan saran serta dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkan Departemen Agama yang bersih dan bebas KKN dapat segera terwujud. Selamat berulang tahun, selamat berkarya dan berjuang, semoga yang kita lakukan bermanfaat bagi kepentingan umat dan bangsa Indonesia. Amin.
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 12 Fokus Pengaw
Fokus Utama Arah Perkembangan Strategi Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama Oleh: Nur Arifin Mengacu pada teori manajemen yang ditulis oleh George Terry, POAC, controlling merupakan salah satu dari fungsi manajemen. Controlling atau dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan istilah pengawasan memegang peranan pengendalian terhadap keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan PMA Nomor 3 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama disebutkan bahwa tugas Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah menyelenggarakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Agama berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku Jenis pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal selama ini antara lain: audit operasional/komprehensif (PKPT), audit kasus (investigasi), audit financial (Review Laporan Keuangan), audit khusus (special audit), dan monev (Monitoring dan Evaluasi). Audit bidang Strategi audit yang dilaksanakan Inspektorat Jenderal mengalami be-
berapa perkembangan. Pada awal berdirinya, Inspektorat Jenderal konsentrasi melakukan pengawasan yang waktu itu masih disebut dengan istilah pemeriksaan di bidang pemeriksaan aparatur dan keuangan. Kemudian berkembang ke 5 bidang, yaitu: pemeriksaan bidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan, tugas pokok dan fungsi, dan bidang pembangunan. Pada tahun 2001 dengan terbitnya KMA Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen Agama, strategi pengawasan Itjen mengalami perubahan. Pembagian Inspektur diubah berdasarkan regional, yaitu menjadi Inspektur Regional (Irreg) I, Irreg II, Irreg III, Irreg IV, dan Irreg V. Sebelumnya pembagian Inspektur berdasarkan bidang, yaitu Inspektur Bidang Kepegawaian, Inspektur Bidang Keuangan, Inspektur Bidang Perlengkapan, Inspektur Bidang Tugas Pokok dan Fungsi, dan Inspektur Pembangunan. Perubahan pembagian Inspektur dari bidang ke regional ini berdampak pada strategi audit para auditor. Sebelumnya dengan pembagian ‘bidang’, para auditor diklasifikasikan berdasar-
asan 13 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama kan bidang yang berarti setiap auditor memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya. Namun setelah Inspektur dibagi berdasarkan regional, hal ini berdampak pada klasifikasi auditor. Masing-masing auditor tidak lagi hanya menguasasi satu bidang, namun diharapkan setiap auditor menguasai seluruh bidang audit. Audit komphrehensif Perubahan klasifikasi auditor dari bidang ke regional ini dilatarbelakangi oleh penilaian terhadap hasil audit yang terjadi sebelumnya yang cenderung bersifat parsial, karena auditor hanya konsentrasi pada bidangnya saja. Oleh karena itu audit diarahkan menjadi audit komprehensif, tidak menekankan pada bidang. Laporan Hasil Audit pun harus bersifat komprehensif, bukan per bidang. Namun setelah menjadi regional, ternyata hal yang diharapkan terhadap auditor agar menguasai seluruh bidang, tidak dapat terwujud secara baik. Yang terjadi justru sebaliknya, para auditor tidak menguasasi seluruh bidang, terutama para auditor baru. Mereka hanya me-
mahami masing-masing bidang secara setengah-setengah. Hal inilah yang kemudian menyebabkan lahir strategi audit baru berdasarkan PMA Nomer 3 Tahun 2006. Berdasarkan PMA ini klasifikasi auditor didasarkan pada wilayah yang sebenarnya hanya ganti istilah dengan regional. Nama Inspektur berubah dari Inspektur Regional menjadi Inspektur Wilayah. Audit yang dilaksanakan bernama audit komprehensif, dan mulai diarahkan kepada audit kinerja. Namun terjadi pembagian kelompok auditor per bidang pada masing-masing Inspektur Wilayah. Bidang-bidang yang harus ada disetiap kelompok auditor di lingkungan Inspektur Wilayah meliputi: Bidang Perencanaan Ortala dan Kepegawaian, Bidang Keuangan dan BMN, Bidang Pendidikan Agama dan Litdik (Penelitian dan Diklat), dan Bidang Investigasi. Klasifikasi auditor per bidang namun dalam bingkai Inspektur Wilayah ini merupakan jawaban terhadap masalah yang muncul sebelumnya. Ketika klasifikasi inspektur dan auditor perbidang dulu terjadi kelemahan, yaitu
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 14 Fokus Pengaw
Fokus Utama laporan hasil audit cenderung parsial. Kemudian setelah klasifikasi inspektur dan auditor diubah menjadi berdasarkan regional ternyata juga muncul kelemahan, yaitu para auditor tidak mampu menguasai semua bidang, yang terjadi justru para audiotor terutama yang baru kesulitan untuk dapat menguasai bidang audit. Dengan PMA 3/2006 diharapkan auditor dapat menguasai audit sesuai bidangnya, namun mau peduli (memahami) bidang audit yang lain, dalam rangka persiapan audit kinerja yang laporannya tidak didasarkan pada bidang melainkan pada kinerja auditan. Audit kinerja Strategi audit pada tahun 2009 rencananya akan terjadi perubahan. Jenis audit yang dilakukan adalah audit kinerja. Selama ini audit yang dilakukan (audit operasional/komprehensif) lebih diarahkan pada audit kepatuhan, yaitu melihat tingkat kepatuhan auditan dalam melaksanakan tugas fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan audit kinerja dilakukan bukan hanya diarahkan pada audit kepatuhan melainkan yang lebih utama adalah audit dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan kinerja auditan. Oleh karena itu audit ki-
nerja dilakukan dengan berpedoman pada penetapan kinerja (penkin) yang dibuat berdasarkan kegiatan yang ada di DIPA RKAKL. Penkin harus disusun oleh setiap auditan berdasarkan SE Men PAN Nomor 31 Tahun 2004. Audit kinerja ini perlu segera dilakukan dalam rangka menindaklanjuti kebijakan pemerintah yang menggunakan Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) atau Performance Based Budgeting (PBB). Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sebelum melakukan audit, para auditor melakukan kesepakatan penetapan indikator kinerja masing-masing kegiatan dengan auditan yang tergabung dalam ’fokus group’. Dengan audit kinerja akan diketahui tingkat keberhasilan kinerja setiap kegiatan, baik input, output, maupun outcomesnya. Oleh karena itu audit kinerja melahirkan kesimpulan tentang tingkat kinerja auditan diukur dari tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomisnya tentang pencapaian sasaran melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan.
asan 15 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Perencanaan Indikator Kinerja yang Tepat Merupakan Syarat Mutlak Keberhasilan Audit Kinerja Oleh: Budi Rahardjo Kata Kunci Unsur keberhasilan Audit Kinerja meliputi ketepatan penetapan Indikator Kinerja, akurasi pengukuran capaian kinerja, analisis capaian kinerja, identifikasi kelemahan dan rekomendasi perbaikan kinerja. Pengertian dan Urgensi Audit Kinerja Audit Kinerja (Performance Audit) adalah proses yang sistematis untuk menilai pencapaian kinerja instansi sektor publik dan membandingkannya dengan kriteria yang ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Perkembangan dunia auditing saat ini berkembang pesat. Audit berkembang mulai dari audit keuangan, audit operasional, audit khusus dan audit dengan tujuan tertentu. Beberapa jenis audit tersebut belum ada yang mengakomodasi kepentingan penilaian capaian kinerja satuan organisasi/unit kerja sehingga dapat diketahui apakah target kinerja yang ditetapkan sebelumnya tercapai atau tidak. Untuk sempurnanya kinerja pengawasan serta kelengkapan sistem pengawasan di
lingkungan Departemen Agama yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama, maka sistem pengawasan perlu dilengkapi dengan audit yang dapat mengukur dan menilai capaian kinerja sekaligus memberikan rekomendasi perbaikan kinerja sehingga diharapkan pada masa yang akan datang satuan organisasi/unit kerja di lingkungan Departemen Agama kinerjanya akan menjadi lebih baik. Keberhasilan pengawasan di lingkungan Departemen Agama oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama tidak akan mencapai hasil yang optimal tanpa disertai dengan sistem yang memadai serta kemampuan dan keahlian teknis auditor dalam pelaksanaan audit. Karena itu sistem dan sumber daya manusia merupakan satu kesatuan perangkat pengawasan yang harus dirancang dan dilaksanakan dengan baik, karena apabila tidak, maka hasil kegiatan pengawasan tidak akan banyak memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja satuan organisasi/unit kerja di Lingkungan Departemen Agama. Kondisi optimal ini akan tercapai apabila penyelenggaraan negara dalam hal ini Departemen Agama dapat menghasilkan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 16 Fokus Pengaw
Fokus Utama kinerja dengan baik. Untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa kinerja Departemen Agama telah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsinya atau target kinerja yang ditetapkan, perlu dilakukan audit dan audit yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah Audit Kinerja. Tujuan Audit Kinerja Tujuan Audit Kinerja adalah untuk memperoleh keyakinan yang memadai terhadap capaian kinerja instansi pemerintah dengan melakukan pengujian informasi kinerja dan bukti-bukti capaian kinerja, memberikan informasi kelemahan atau penyimpangan untuk memperbaiki kinerja dan memfasilitasi pembuatan keputusan oleh manajemen, dan memberikan rekomendasi berupa langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja instansi dalam rangka meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan keekonomisan pelaksanaan tugas dan fungsi sektor publik yang pada akhirnya meningkatkan kinerja secara berkesinambungan. Penetapan Indikator Kinerja Sebagai Bagian Penting Perencanaan Kinerja Pada dasarnya, perumusan indikator kinerja adalah tanggung jawab auditan, akan tetapi dapat juga dirumus-
kan berdasarkan kesepakatan bersama antara auditor dengan auditan dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang dianggap berkepentingan atau juga dengan memperhatikan indikator yang sudah pernah digunakan (Best Practice) sebagai pembanding. Dalam hal indikator kinerja telah dibuat auditan, auditor berkewajiban menilai apakah indikator kinerja yang disusun telah sesuai dengan syarat-syarat indikator kinerja yang layak dan tepat (Appropriate Performance Indicator). Indikator kinerja dimaksud adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan, yang berfungsi memberikan informasi yang jelas tentang tolok ukur keberhasilan berupa target pencapaian kinerja, berapa jumlahnya ,dan kapan waktunya suatu kegiatan dilakukan, sehingga apabila target Indikator Kinerja yang sudah ditetapkan tersebut tercapai maka sasaran atau tujuan akan berhasil. Oleh karena itu ketepatan Indikator Kinerja akan menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan dan dalam pengukuran kinerja, serta membangun dasar bagi analisis capaian kinerja, identifikasi kelemahan dan rekomendasi perbaikan kinerja. Indikator kinerja dapat
asan 17 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama meliputi Input (masukan), Output (Keluaran), Outcome (Hasil) , Benefit (Manfaat) dan Impact (Dampak yang ditimbulkan). Dengan ditetapkannya indikator kinerja tersebut akan dapat diidentifikasikan secara jelas gap atau perbedaan antara capaian kinerja dengan targetnya dengan melakukan serangkaian pengujian bukti untuk mendukung keberadaan gap tersebut serta dapat diidentifikan kelemahan atau penyimpangan kegiatan yang pada akhirnya dapat diberikan suatu simpilan audit serta rekomendasi dengan tepat . Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, audit kinerja merupakan salah satu kewajiban Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yaitu Inspektorat Jenderal Departemen, inspektorat LPND, Inspektorat wilayah Provinsi/kabupaten/ kota atau BPKP. Dalam hal instansi tidak memiliki ukuran keberhasilan kinerja, atau ukuran keberhasilan kinerja yang digunakan disimpulkan tidak memenuhi kriteria yang cukup, maka harus dibuat kesepakatan antara auditor dengan auditan untuk menetapkan seperangkat Indikator Kinerja yang dapat menggambarkan keberhasilan pencapaian tujuan instansi.
Kriteria Penetapan Indikator Kinerja Agar penetapan Indikator Kinerja tidak bias dan tetap pada koridornya, perlu ditetapkan batasan bahwa suatu Indikator Kinerja dikatakan baik apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat-syarat indikator kinerja adalah: a. Relevan, indikator kinerja harus relevan dengan kebutuhan dan kondisi stakeholders/pemakai. Indikator kinerja harus memungkinkan untuk menilai kinerja tugas dan fungsi suatu sektor publik, dalam mencapai maksud dan tujuan, b. Layak dan Valid, indikator seharusnya menunjukkan aspek utama kinerja tugas dan fungsi sektor publik yang dapat menjamin hasil/outcome yang dihasilkan, c. Wajar (Fair), indikator yang dipilih harus wajar dan mencerminkan faktor yang dapat dikendalikan manajemen, d. Obyektif, indikator dikatakan obyektif, apabila dilakukan pengujian oleh pihak lain yang kompeten akan menghasilkan simpulan yang sama, e. Bebas dari Bias, informasi kinerja seharusnya diperoleh secara independen, tanpa memihak, demikian juga pelaporannya. Hal ini memungkinkan pemakai untuk menilai kinerja yang telah dicapai. Pemakai harus yakin bahwa informasinya akurat dan andal, f. Jelas, indikator harus jelas dan mudah dipahami. Indikator yang terlalu rumit, akan membingungkan dan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 18 Fokus Pengaw
Fokus Utama bahkan kemungkinan tidak membantu para pengambil keputusan, g. Dapat dikuantifikasi, indikator kinerja harus dapat merefleksikan semua aspek yang diukur, sehingga dapat menunjukkan seberapa jauh hasil yang diinginkan telah dicapai, h. Dapat diverifikasi, indikator kinerja harus berdasarkan data yang andal dalam berbagai kondisi. Informasi yang diperoleh tidak bervariasi secara signifikan dan tersedia dari sumber data yang mempunyai reputasi. Indikator harus dapat dipertanggungjawabkan untuk penerapan prosedur standar, dalam rangka pengumpulan data atau perhitungan hasil, sehingga memperoleh hasil yang sama bila situasinya sama. Informasi yang menjadi dasar indikator harus diperoleh, dicatat dan dianalisis dengan cara seperti verifikasi pihak independen, i. Biaya dan Waktu, informasi harus mempertimbangkan efisiensi biaya dalam pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaannya. Selain itu waktu pengumpulan informasi juga harus menjadi dasar pertimbangan. Kesimpulan Proses perencanaan audit kinerja dimulai dengan penetapan target Indikator Kinerja. Matriks diatas memperlihatkan berbagai rencana kegiatan yang sifatnya administratif, operasional
maupun pembinaan auditor yang sifatnya saling menunjang. Proses ini merupakan bagian dari unsur sistem dan prosedur yaitu perencanaan. Sistem dan prosedur yang tidak ditunjang oleh auditor yang kompeten maka tujuan inspektorat tidak akan berhasil, sebaliknya auditor yang kompeten apabila tidak didukung oleh sistem dan prosedur yang memadai tidak akan mencapai kinerja yang optimal. Penetapan target Indikator Kinerja yang tepat sebenarnya merupakan bagian dari sistem dan prosedur yang kuat dan akan menjadi dasar bagi auditor dalam mengukur dan menganalisis capaian kinerja juga secara tepat. Kondisi seperti itu akan menghasilkan harmonisasi hubungan antara target Indikator Kinerja dengan hasil yang diharapkan. Apabila sudah diketahui dengan tepat apa tugas, fungsi dan kegiatan inspektorat yang akan diukur dengan tepat, maka dengan menggunakan program logic akan dapat diketahui Output serta Outcome-nya dengan tepat, lebih baik lagi apabila dapat mencapai Benefit dan Impact. Proses selanjutnya adalah melengkapi masing-masing indikator kinerja dengan besaran kuantitatif sehingga berdasarkan target indikator yang sudah ditetapkan itulah dilakukan pengukuran terhadap realisasinya pada akhir tahun.
asan 19 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Perencanaan Audit Mendorong Peningkatkan Kinerja Departemen Agama Oleh: Pramono Pendahuluan. Kendala dan hambatan tugas pengawasan di era globalisasi dan informasi yang semakin canggih dan semakin bervariasi tingkat kejahatan dan tindak kriminalitas serta semakin canggihnya metode atau modus operandi yang dijalankan sangat ditentukan oleh komitmen dari profesionalisme aparat pengawasan intern pemerintah. Komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN pada berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dimandatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Tap MPR No. XI/ MPR/1998 dan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN merupakan agenda yang harus dilaksanakan guna tercapainya transparansi dan akuntabilitas publik. Transparansi dan Akuntabilitas publik dapat terwujud apabila pimpinan mempunyai komitmen bersama untuk tercapainya tujuan yang kita harapkan. Tugas pengawasan atau yang dikenal dengan tugas audit merupakan aktivitas strategis, karena dibebani tanggungjawab pengelolaan SDM yang
harus direncanakan secara cermat. Setiap manajer puncak pada suatu organisasi harus menyusun rencana yang melibatkan para manajer lain. Keberhasilan suatu rencana tergantung pada komitmen manajer selaku penanggung jawab pelaksanaannya. Perencanaan audit intern merupakan tanggung jawab manajer puncak unit pengawasan intern dan harus konsisten dengan kaidah dan tujuan organisasi. Agar perencanaan dan pengendalian lebih efektif perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Rencana, 2. Pelaksanaan, 3. Pemantauan, 4. Reviu. Perencanaan penugasan audit adalah suatu proses identifikasi apa yang harus dikerjakan dalam suatu audit, oleh siapa, kapan atau berapa lama dan berapa biayanya. Tujuan Perencanaan Penugasan audit adalah untuk memenuhi persyaratan standar profesional yang termuat dalam standar audit, sehingga para pengguna jasa audit dapat memperoleh layanan yang bermutu. Standar pelaksanaan audit dalam standar audit APFP menyebutkan bahwa pekerjaan audit harus direncanakan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 20 Fokus Pengaw
Fokus Utama sebaik-baiknya dan apabila digunakan tenaga asistensi harus diawasi. Perencanaan penugasan audit harus dirancang sedemikian rupa sehingga hasil akhir berupa LHA dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi pengguna jasa, pemberi tugas dan pihak-pihak terkait lainnya. Hasil audit akan diperoleh secara efektif dan efisien, dalam me-rancang perencanaan penugasan audit fokus utamanya adalah jenis dan karateristik kebutuhan informasi. Sejak awal aspek kritis yang mungkin ditemukan dalam audit harus dipertimbangkan untuk merencanakan ruang lingkup audit. Perencanaan penugasan audit yang baik dapat menghindarkan beberapa hal penting dan kritis dalam audit terlewatkan atau tidak tersentuh oleh auditor. Ruang lingkup Perencanaan Audit. Perencanaan audit pada unit pengawasan intern merupakan bagian dari kegiatan manajerial pengawasan.
Perencanaan pengawasan diharapkan menghasilkan perencanaan jangka panjang yang dituangkan dalam suatu rencana induk pengawasan dan perencanaan operasional tahunan yang dituangkan dalam suatu program kerja pengawasan tahunan. Penyusunan RIP (Rencana Induk Pengawasan) harus memperhatikan standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah tentang koordinasi dan kendali mutu, antara lain menyatakan bahwa RIP harus disusun oleh setiap aparat pengawasan intern pemerintah dengan memperhatikan RPJM dan kebijakan pengawasan nasional. RIP merupakan suatu rumusan strategi umum yang disusun dengan tujuan untuk mengarahkan tugas-tugas pengawasan APIP guna mendukung pencapaian arah program, atau sasaran pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu perumusan strategi umum bertujuan untuk mengarahkan tugas-tugas pengawasan agar
asan 21 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama sesuai dengan perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang di duga akan terjadi dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Faktor – Faktor Persiapan Perencanaan Penugasan Audit.
Pertama, Dasar hukum dan profesionalisme, dasar hukum aktivitas audit harus mendapat pertimbangan dari pengendali teknis atau pimpinan dalam mempersiapkan rencana penugasan. Selain itu auditor perlu meyakinkan bahwa dalam perencanaannya termasuk prosedur-prosedur audit yang terkait dengan tindakan pelanggaran hukum. Standar audit dan kode etik yang ditetapkan oleh badan yang berwenang harus pula diperhatikan agar
audit memenuhi praktek profesional yang baik. Kedua, Penetapan waktu, pengendali teknis atau pimpinan harus selalu memperhatikan objek pemeriksaan pada PKPT yang menjadi tugas pokok dan tanggung jawabnya sehingga dapat merencanakan suatu penugasan audit sedini mungkin. Dalam praktek terdapat kondisi-kondisi yang memaksa sehingga apa yang telah direncanakan dalam PKPT harus disesuaikan. Ketiga, pada setiap penugasan audit harus disusun rencana/ anggaran waktu untuk masing-masing auditor (Ketua dan anggota tim) dengan satuan hari audit. rencana/anggaran waktu setiap penugasan audit perlu dipersiapkan dengan memperhatikan tahapan sebagai berikut : a) Persiapan audit, pengendali teknis harus mampu memprediksi waktu untuk pembicaraan pendahuluan dengan auditan, berapa waktu yang diperlukan untuk pengumpulan infor-masi umum dan peraturan perundang-undangan beserta penelaahannya, peninjauan kegiatan operasional di lapangan,
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 22 Fokus Pengaw
Fokus Utama menyusun ikhtisar hasil persiapan audit, dan penyusunan program audit. b) Pelaksanaan audit, pada audit operasional biasanya diawali dengan audit pendahuluan, oleh karena itu pengendali teknis harus dapat merencanakan waktu untuk audit pendahuluan pengujian terbatas sistem pengendalian intern dan mengikhtisarkan temuan hasil pengujiannya, selanjutnya disusun program audit lanjutan, c) Penyelesaian audit, pada tahap penyelesaian audit pengendali teknis atau pimpinan harus mampu memprediksi waktu untuk penelaahan kelengkapan KKA (Kertas Kerja Audit), pembahasan intern antara ketua tim, anggota tim dan pengendali teknis, penyusunan konsep LHA beserta lampiran-lampirannya sekaligus dengan revieu oleh pengendali teknis dan pengendali mutu. Indikator Kinerja. Indikator Kinerja merupakan standar yang harus ada dalam menilai tingkat keberhasilan maupun kegagalan auditan, yang harus disusun secara bertahap, hati-hati, jelas, didasarkan pada perkiraan yang realistis.
Dalam KMA Nomor 507 tahun 2003 dijelaskan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang ditetapkan. Indikator Kinerja hendaknya spesifik dan jelas, dapat diukur secara obyektif, relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin di capai, dan tidak bias. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan audit terhadap peningkatan kinerja Departemen Agama sangat terkait satu dengan yang lain, hal ini tidak terlepas dari kebijakan pimpinan dalam menerapkan dan melaksanakan komitmen bersama guna mendukung keberhasilan perencanaan audit, di mana auditor harus memahami dan mengerti serta melaksanakan tugas yang cukup berat dan cukup riskan apabila mengalami hambatan dan tantangan di lapangan yang tidak disangka-sangka dan diduga terjadi, seperti terjadi musibah sakit, kecelakaan yang merengut nyawa, sedangkan kita sebagai auditor belum diasuransikan oleh pemerintah atau negara dalam hal ini Inspektorat Jenderal Departemen Agama.
Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya; hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang. Einstein
asan 23 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Tantangan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama Oleh: M. Fahri Pendahuluan Dalam rangka mendorong teraktualisasinya komitmen Menteri Agama untuk membersihkan Departemen Agama dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka implementasi reformasi birokrasi perlu segera diwujudkan dan dilaksanakan. Reformasi birokrasi yang perlu dan segera dilaksanakan terutama di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama dengan cara rekruitmen pegawai yang akan menjadi tenaga fungsional auditor. Tuntutan reformasi terhadap rekruitmen auditor sangat diperlukan dan harus dilaksanakan seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi yang semakin canggih, di mana kejahatan dan kecurangan (fraud) yang terjadi semakin sulit terdeteksi dan dapat terungkap dengan cepat dan akurat. Kejahatan yang selama ini terjadi bukan disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) akan tetapi kesalahan yang terjadinya disebabkan oleh kondisi yang telah terstruktur dibangun oleh budaya organisasi yang mementingkan salah satu kelompok atau golongan tertentu yang berharap akan selalu eksis disepanjang zaman dan masa seperti tidak ubahnya terjadi
di era beberapa tahun yang lalu, di mana kekuasaan didominasi oleh golongan atau kelompok tertentu sehingga mengakibatkan syarat terjadinya kolusi korupsi dan nepotisme yang berdampak pada krisis ekonomi (krisis moneter) yang berkepanjangan. Kolusi korupsi dan nepotisme terjadi bukan karena para pimpinan atau pejabat tidak mengetahui aturan atau pun hukum serta peraturan perundang undangan, akan tetapi kondisi seperti ini telah membudaya dan mengakar keseluruh lapisan masyarakat bawah sekalipun. Hal ini terjadi disebabkan oleh kebijakan yang dibuat oleh pimpinan atau pejabat bertentangan atau meanggar aturan main yang telah digariskan oleh undang-undang atau hukum yang berlaku. Kesalahan atas suatu kebijakan yang terstruktur biasanya sulit untuk terdeteksi oleh seorang auditor, oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dari para pimpinan dan para pejabat di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama, yakni melakukan pembinaan dan bimbingan para auditor atau calon tenaga fungsional auditor secara intensif dan berkesinambungan, de-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 24 Fokus Pengaw
Fokus Utama ngan mengikut sertakan pelatihan-pelatihan teknis seperti Diklat JFA (Jabatan Fungsional Auditor) yang dilaksanakan oleh BPKP, Diklat Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa, Diklat Akuntansi Keuangan Negara, Diklat penyelidikan, Diklat penyidikan, Diklat investigasi dan diklat-diklat lain yang menunjang profesionalitas para auditor. Untuk Diklat Penyelidikan dan Diklat Penyidikan merupakan suatu kewajiban bagi para auditor untuk mengikuti dan mengetahui, hal ini secara umum dikatakan bahwa kecurangan atau penipuan yang disengaja adalah suatu strategi untuk mencapai sasaran individu atau organisasi atau untuk memuaskan kebutuhan manusiawi. Padahal untuk mencapai sasaran atau kebutuhan tersebut, mungkin dapat dipenuhi dengan cara yang jujur tanpa menggunakan cara yang tidak jujur. Dengan demikian timbul pertanyaan, apa yang mendorong atau yang menjadi motivasi seseorang untuk memilih cara yang tidak jujur dan bukan cara yang jujur untuk memenuhi sasaran atau kebutuhan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan, semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang berkerja di dalam suatu organisasi yang pengendalian internnya lemah, maka mo-
tivasinya untuk melakukan kecurangan semakin kuat. Pada dasarnya terdapat (4) empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, sebagaimana yang diungkapkan dalam teori GONE yaitu Greed (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Kebutuhan) dan exposure (Pengungkapan). Adapun faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan, atau disebut sebagai faktor individu, sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan, atau disebut sebagai faktor generik. Pembahasan. Reformasi birokrasi memiliki makna startegis untuk membangun praktik govermance karena memiliki dampak yang sangat luas terhadap praktik penyelenggaraan pelayanan pemerintah dapat menjadi lokomotif upaya perubahan menuju good governance. Keberhasilan mewujudkan praktik good governance dalam ranah pengawasan dapat meningkatkan dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Mereka akan percaya bahwa membangun praktik good
asan 25 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama governance dapat diwujudkan secara nyata, untuk mewujudkan hal ini maka diperlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan 3 aspek yang harus dilakukan dalam meningkatkan SDM yaitu: profesionalitas, etika dan moral serta budaya kerja. Sumber daya manusia (auditor) yang professional yaitu manusia (auditor) yang dengan segala kemampuannya dan segala keahliannya di dalam menjalankan tugas selalu mengutamakan kepentingan organisasinya daripada kepentingan pribadi atau golongan, sedangkan etika dan moral merupakan kepribadian seorang auditor dituntut untuk selalu berpenampilan menarik, baik tingkah laku, ucapan, perbuatan dan perkataannya harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga di dalam menjalankan tugas baik di pusat maupun di daerah selalu mengutamakan sifat sopan dan santun, tidak arogan dan semena-mena terhadap auditi, serta auditor dituntut untuk mempunyai budaya kerja yang positif, yang selalu mengutamakan kejujuran, kekompakan, kerukunan, kerjasama yang baik, amanah, kesetiakawanan antar auditor, Di samping itu untuk mewujudkan good governance diperlukan langkah yang strategis dan mendasar, meliputi transparansi, pertanggungjawaban yang jelas, dan partisipasi
masyarakat. Transparansi akan membuat para penyelenggara selalu berada dalam pengawasan rakyat, sehingga tidak berani melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh rakyat. Reformasi Birokrasi yang selama ini dilakukan Inspektorat Jenderal Departemen Agama masih berjalan di tempat belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, hal ini terbukti masih banyaknya tenaga-tenaga fungsional auditor yang diangkat tidak memiliki kualifikasi yang memadai, sehingga pada saat melakukan audit atau pemeriksaan terkesan bingung dan harus bagaimana, dan dari mana memulainya. Padahal untuk memulai suatu pekerjaan atau melakukan audit diperlukan teknik audit yang sangat jitu dan tepat. Sering kali terjadi rekomendasi atau vonis terhadap auditi yang di anggap salah dan melanggar disiplin pegawai serta melanggar peraturan perundangan undangan maupun melanggar etika serta perbuatan amoral dan telah mendapat keputusan dari Menteri Agama, sehingga orang tersebut divonis dan ‘dinonjobkan’ atau diberhentikan dengan tidak hormat. Namun setelah diteliti dan di kaji tentang kriteria yang di buat oleh seorang auditor ternyata tidak benar dan kurang pas kemudian pegawai tersebut me-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 26 Fokus Pengaw
Fokus Utama lakukan banding terhadap keputusan dari Menteri Agama R.I atau di PTUN kan, dan ternyata pegawai tersebut memang tidak bersalah, maka pegawai tersebut berhak mendapatkan rehabilitasi nama baik serta dapat diaktifkan kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, Sebaliknya orang orang yang telah direkomendasikan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama dikarenakan terbukti dan dinyatakan melakukan kesalahan dan pelanggaran serta telah divonis dan telah mendapat surat keputusan dari Menteri Agama kemudian dikenakan hukuman disiplin pegawai, namun realita yang ada tidak mendapatkan sanksi apapun sampai saat ini, dan bahkan dipromosikan sebagai pejabat di lingkungan Departemen Agama, Ironis bukan? Afalaa ta’qiluun? Kesimpulan. Rekruitmen pegawai atau pejabat fungsional auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama hendaknya orang-orang yang mempunyai kompetensi dan intelektualitas yang tinggi, berakhlakul karimah, punya integritas yang tinggi, independensi yang kuat, serta bertanggung
jawab dengan tugas dan kewajibannya, tidak ada unsur Kolusi Korupsi dan Nepotisme yang dapat menghambat kelancaran tugas yang telah diembannya demi berkesinambungan kehidupan bangsa ini. Rekruitmen pegawai terutama rekruitmen para calon auditor hendaknya orang-orang yang memang mempunyai moral yang baik, punya sopan santun, punya keahlian yang standar yang telah teruji kemampuannya dan semangat untuk memberantas KKN dalam menjalankan reformasi birokrasi yang selama ini tersumbat oleh kebijakan sekelompok atau golongan tertentu yang tidak menginginkan reformasi birokrasi berjalan dengan baik. Hal ini sangat mendukung kelancaran tugas dan fungsi para auditor apabila tidak ada unsur tersebut, sehingga dalam melaksanakan tugas tidak ada perasaan ewuh pakewuh, merasa risih dan merasa ada tekanan dari siapapun, independent, dan bertanggung jawab, Tugas auditor di samping dituntut oleh masyarakat, bangsa dan negara, perlu diingat bahwa tugas auditor dituntut pula oleh zat pengatur seluruh jagad raya ini yang menciptakan makhluk di muka bumi dengan nama Allah.
Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. Khalifah ‘Umar
asan 27 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama Perencanaan Audit: Upaya Mengatasi LHA “Kerupuk” Oleh: Khalilurrahman punyai lima fungsi yang salah satu fu-
Prolog Dalam rangka memberikan arah
ngsinya adalah penyusunan laporan ha-
dan tujuan yang jelas serta menjadi pe-
sil pengawasan, hal ini sebagaimana
doman dalam pelaksanaan audit, perlu
yang ditetapkan dalam Bab XI Pasal 721
dilakukan perencanaan audit. Peren-
huruf e PMA 3 Tahun 2006 tentang Or-
canaan (planning) merupakan bagian
ganisasi dan Tata Kerja Departemen
dari manajemen yang mempunyai peran
Agama. Dalam rangka melaksanakan
strategis dalam mencapai sasaran dan
fungsi penyusunan laporan hasil peng-
tujuan organisasi. Sebaik, sebesar dan
awasan tersebut, perlu disusun peren-
sebagus apapun suatu lembaga, in-
canaan audit, khususnya terkait dengan
stansi, organisasi, program dan kegiat-
penyusunan laporan, agar kualitas la-
an, tanpa didasari perencanaan yang
poran hasil audit baik audit operasional
matang dan optimal maka dapat dipasti-
maupun audit khusus terhindar dari la-
kan lembaga, organisasi, program dan
poran hasil audit yang kualitas nilainya
kegiatan yang akan dilaksanakan akan
masih dianggap “Kerupuk”.
berakhir dengan kegagalan dan hasil yang dicapai tidak akan memuaskan.
Urgensi Perencanaan Audit
Mengingat betapa pentingnya peren-
Dalam Peraturan Menteri Agama
canaan, sehingga lahirlah sebuah ung-
Nomor 81 Tahun 2008 tentang Petunjuk
kapan kalam hikmah yang cukup popular
Pelaksanaan Pengawasan Melekat di
dikalangan ulama dan sastrawan arab,
Lingkungan Departemen Agama di-
yaitu ungkapan “Alhaqqu bilâ nizhâm
nyatakan bahwa perencanaan merupa-
ghalabahu al-bathil binizhâm” (kebe-
kan suatu proses penetapan tujuan serta
naran yang tidak terorganisir, akan di-
langkah-langkah kegiatan yang akan
kalahkan dengan kebathilan yang ter-
dilakukan pada masa mendatang de-
organisir).
ngan sumber daya yang diperlukan da-
Inspektorat Jenderal Depar-
lam rangka mewujudkan pencapaian tu-
temen Agama sebagai Aparat Peng-
juan organisasi. Dalam rangka men-
awasan Internal Pemerintah (APIP) di
capai kualitas perencanaan yang baik
lingkungan Departemen Agama mem-
dan membantu terciptanya pengendali-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 28 Fokus Pengaw
Fokus Utama an secara otomatis, perlu diperhatikan
menekan tanggung jawab hukum se-
prinsip–prinsip dalam penyusunan ren-
minimal mungkin dan mempertahankan
cana yang baik antara lain adalah ren-
reputasi yang baik dalam meminimalisir
cana harus memberikan kejelasan ten-
resiko audit. Secara yuridis, bukti yang
tang tujuan dan sasaran organisasi,
ditandatangani oleh pimipinan auditee,
mencerminkan penjabaran tugas fungsi
tertera tanggal, distempel, bermaterai,
organisasi, serta memuat indikator ke-
dilampiri tanda persetujuan lebih kom-
berhasilan serta dampaknya. Di sam-
peten dari bukti yang tidak memenuhi
ping itu, rencana kerja harus diikuti oleh
syarat yuridis formal. Auditor yang men-
pelaksananaan kegiatan nyata dengan
dapatkan bukti asli dari pihak auditee
memperhatikan segala sumber daya ya-
memiliki tingkat konfidensi yang tinggi
ng telah tersedia maupun sumber daya
daripada bukti fotokopiannya.
potensial, secara efisien dan efektif.
Dengan menekan biaya audit
Perencanaan merupakan salah
dalam batas yang wajar, efisiensi pe-
satu aktifitas audit internal yang secara
laksanaan audit dapat tercapai. Se-
konseptual dapat mengarahkan dan me-
mentara itu, menghindari salah peng-
nunjukkan langkah-langkah yang tepat
ertian dengan auditee adalah penting
dan strategis bagi auditor dalam pelak-
untuk menjaga hubungan baik antara
sanaan audit. Ada tiga alasan penting
auditor dengan auditee dan untuk me-
yang menjadi alasan mengapa auditor
mudahkan pelaksanaan audit yang efek-
harus merencanakan penugasannya
tif dan efisien. Untuk menghindari salah
dengan baik. Pertama, untuk mem-
pengertian itulah, seorang auditor harus
peroleh bahan bukti kompeten yang
memiliki kecakapan dalam berkomuni-
mencukupi dalam situasi situasi saat itu,
kasi. Dalam istilah audit, seorang auditor
kedua, untuk membantu menekan biaya
harus menguasai teknik komunikasi au-
audit, dan ketiga, untuk menghindari sa-
dit yang secara garis besar meliputi ko-
lah pengertian dengan auditee.
munikasi internal dan eksternal, ko-
Ketiga alasan tersebut di atas,
munikasi antar personal, komunikasi ke-
secara implisit memiliki relevansi secara
lompok dan komunikasi massa. Dalam
langsung dan tidak langsung terhadap
memperoleh data ataupun fakta, auditor
hasil audit yang dirumuskan dalam la-
juga harus menguasai teknik wawancara
poran hasil audit (LHA). Mendapatkan
yang efektif yang dapat memperoleh
bahan bukti kompeten yang cukup me-
informasi, pendapat, keyakinan, moti-
rupakan hal penting jika auditor ingin
vasi, perasaan ataupun tanggapan au-
asan 29 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Utama ditee tentang materi dan obyek audit. Terpenuhinya tiga aspek di atas, target dan tujuan audit dapat tercapai secara obyektif, valid, akurat, efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis formal. Indikator LHA “Kerupuk” Penyusunan laporan hasil audit (LHA) merupakan tahapan akhir dalam pelaksanaan audit. LHA merupakan sarana penyampaian informasi hasil audit kepada pimpinan selaku pejabat pemberi tugas dan pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor berkewajiban menyediakan informasi yang berguna dan tepat waktu (aktual) mengenai persoalan-persoalan penting yang ditemukan dalam pelaksanaan audit serta menyarankan perbaikan. Pada umumnya, isi LHA memuat informasi umum, tanggapan dan rekomendasi. Informasi umum berisikan informasi penting bagi pembaca laporan mengenai dasar hukum, tujuan audit, ruang lingkup audit, data auditee, organisasi dan personalia, tindak lanjut hasil audit, kegiatan dan program dan fungsi yang diaudit, sifat dan waktu pelaksanaan audit. dan temuan. Bagian selanjutnya dari LHA adalah temuan dan rekomendasi. Bagian temuan hasil audit merupakan informasi penting dan inti dari laporan hasil audit yang hendak disampaikan auditor kepada pihak yang berke-
pentingan. Namun, pada kenyataannya, akhir-akhir ini, bobot dan kualitas laporan hasil audit masih bernilai rendah, bahkan disebut sebagai LHA “kerupuk” sebagai suatu istilah yang mencerminkan laporan hasil audit tidak memiliki bobot, mutu dan kualitas nilai yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan tingkat obyektifitas, akurasi, validitas data dan informasi yang disajikan. Setidaknya, ada dua sudut pandang dan indikator untuk menyebut kualitas laporan hasil audit tidak bermutu atau bernilai “kerupuk”. Pertama, dari sudut pandang substansi laporan, dan kedua dari sudut pandang format penulisan laporan. Dari sudut pandang substansi laporan ada beberapa indikator untuk menilai rendahnya kualitas laporan, Pertama, temuan hasil audit terkesan mendata, yaitu hanya menampilkan data kuantitatif berupa angka-angka, persentase,dan jumlah, sementara analisa temuan berdasarkan data kualitatif tersebut kurang mendalam, bahkan tidak ada, Kedua, penyebab temuan, jika dikaji secara mendalam, sesungguhnya merupakan kondisi yang sebenarnya terjadi pada auditee. Dalam hal ini auditor kurang teliti dalam mencermati kondisi yang ada, sehingga terjebak dan keliru dalam memposisikan penyebab, yang merupakan kondisi auditee bukan penyebab, Ketiga, auditor kurang tepat dalam menempatkan aki-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 30 Fokus Pengaw
Fokus Utama bat yang ditimbulkan adanya perbedaan antara kondisi dan kriteria, padahal sesungguhnya jika ditelusuri dan dikaji secara mendalam, akibat tersebut sesungguhnya merupakan penyebab terjadinya perbedaan antara kondisi dan kriteria, Keempat, kondisi yang diungkap dalam temuan, tidak atau kurang didukung fakta pembuktian yang kuat. Hal ini boleh jadi, komunikasi dalam bentuk wawancara yang dilaksanakan auditor dalam memperoleh data dan informasi kurang efektif dan gagal dalam mengungkap fakta yang sebenarnya, Kelima, akibat yang ditimbulkan dari kondisi yang diungkap dalam laporan tidak jelas nampak atau kurang bernilai secara material dan akibat tersebut belum pasti, masih bersifat potensial, Keenam, kriteria atau peraturan-peraturan yang dipergunakan auditor dalam laporan hasil audit tidak atau kurang relevan dengan kondisi yang terjadi. Hal ini dapat disebabkan, peraturan yang digunakan auditor sudah kadaluarsa, sementara peraturan yang baru belum diketahui dan dimiliki auditor yang bersangkutan, Ketujuh, rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil audit tidak sesuai atau relevan dengan kondisi atau penyebab yang terjadi atau bahkan terdapat temuan, namun tidak ada rekomendasinya, Kedelapan, rekomendasi tidak jelas kepada siapa ditujukan dan tidak realistis sehingga menyulitkan
auditee untuk menindaklanjuti temuan hasil audit. Di samping itu, rekomendasi yang disampaikan tidak memperbaiki kelemahan yang ada pada auditee (menghilangkan penyebab) tetapi justru menambah penyebab. Sedangkan dari sudut pandang format penulisan laporan,LHA kurang bermutu atau bernilai “kerupuk”, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pengetahuan teknis auditor dalam penggunaan tata bahasa dan EYD masih belum memadai. Kedua, pedoman penulisan LHA yang ada interpretable, khususnya format LHA dalam bentuk BAB yang menimbulkan perbedaan persepsi dalam pikiran penyusun laporan. Ketiga, peraturan terkait dengan penulisan laporan belum sepenuhnya ditaati dan dijadikan pedoman dalam penulisan laporan, khusunya teknik penulisan laporan sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2006 tentang Tata Persuratan Dinas di Lingkungan Departemen Agama. Keempat, terjadi perbedaan persepsi dalam pemilihan kata dan kalimat yang secara substansi, sesungguhnya memiliki maksud dan arti yang sama. Kelima, motivasi yang kuat untuk memperbaiki dan menyeragamkan format dan teknis penulisan laporan masih perlu ditingkatkan secara kolektif dan berkesinambungan.
asan 31 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Wajib, Tugas dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil Oleh: Achmad Ghufron Adanya wajib belajar manakala persyaratan pendidikan minimal yang ditentukan belum tercapai, pemberian tugas belajar manakala formasi yang tersedia belum terpenuhi, dan upaya izin belajar merupakan kesadaran diri, bersifat serba mandiri dengan maksud meningkatkan kemampuan yang mumpuni, dengan harapan kinerja yang diinginkan akan terlampaui Pendahuluan Upaya untuk meningkatkan pengetahuan diri, harus didahului dengan belajar/pendidikan atau Diklat. Dengan memperbanyak pendidikan/belajar baik lisan maupun tulisan, baik formal maupun nonformal/informal, teori maupun praktek (latihan), maka akan menambah wawasan, menambah ilmu pengetahuan, menambah keahlian dalam semua urusan, tenang dalam menghadapi segala permasalahan. Dengan pengetahuan dan keahlian yang tinggi, kelincahan yang alami, dengan semangat yang agamis, usaha yang tak pernah berhenti, yang dilandasi perilaku akhlak yang terkendali, diharapkan akan membentuk tenaga/anak bangsa yang berbudi, professional dan tangguh, jauh dari penyimpangan, jauh dari kemaksiatan, jauh dari pelanggaran apalagi kejahatan. Upaya pemerintah untuk menjadikan warganya mandiri dan maju tersebut telah ditempuh langkah-langkah, antara lain: Pengelolaan dana APBN 20% untuk pendidikan, adanya ketentuan wajib belajar 9 tahun (dari SD/MI sampai SMP/MTs), mem-
perbanyak sarana pendidikan dan sebagainya. Bagi Pegawai Negeri Sipil diwajibkan menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi atau setara, atau pendidikan nonformal berupa Diklat, apabila pegawai yang bersangkutan pendidikannya masih belum mencapai minimal pendidikan/Diklat yang dibutuhkan. Tugas belajar diberikan kepada PNS untuk mencapai minimal pendidikan atau Diklat yang disyaratkan dikaitkan dengan formasi yang dibutuhkan. Tugas belajar yang lebih dari waktu yang ditentukan, maka dibebaskan sementara dari jabatannya agar bisa terkonsentrasi dalam belajar. Lama/ waktu penyelesaian tugas belajar pun dibatasi sesuai dengan kebutuhan waktu yang ditentukan. Segala biaya dan keperluan tugas belajar dibebankan kepada Negara, oleh karena itu harus selektif agar dapat di-selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Berbeda dengan tugas belajar, izin belajar diberikan kepada PNS yang dengan kesadaran diri, dengan upaya dan inisiatif
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 32 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan pribadi, biaya sendiri, segala fasilitas dan keperluan lainnya serba mandiri. Izin belajar diberikan apabila tidak mengganggu tugas sehari-hari sebagai Pegawai Negeri Sipil/dilaksanakan di luar jam kerja, oleh karena itu waktu penyelesaiannya tidak dibatasi, kecuali pembatasan berlakunya surat izin belajar, bukan lamanya penyelesaian pendidikan. Surat izin belajar terasa dibutuhkan manakala adanya kenaikan pangkat untuk penyesuaian ijazah, atau pengakuan pendidikan yang sudah dilakoni oleh Negara melalui persetujuan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Wajib Belajar Ketentuan adanya kewajiban untuk belajar, mencari ilmu, menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan bisa dilihat dari segi Agama, dari segi hukum Negara/Pemerintah sebagai warga Negara, dan dari segi kedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan tertentu. Dalam agama Islam, bagi setiap Muslim/Muslimat bahwa mencari ilmu/belajar/meningkatkan kemampuan diwajibkan sejak dilahirkan sampai ajal menjemputnya, mencari ilmu/belajar tidak terbatas pada pengetahuan agama, tetapi pengetahuan umum lainnya yang tidak dilarang agama. Bagi warga Negara RI kewajiban mencari ilmu/belajar secara gamblang telah diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, yang dikeluarkan/ditetapkan tanggal 4 Juli 2008.
Wajib belajar merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara RI atas tanggung jawab Pemerintah (Pusat maupun daerah), dalam PP. No. 47 tahun 2008 tersebut, antara lain dinyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia yang berusia 7 tahun sampai 15 tahun usia wajib belajar, wajib mengikuti pendidikan/belajar 9 tahun dari SD/MI sampai SMP/MTs (pendidikan formal), atau pendidikan keluarga dan atau pendidikan lingkungan (pendidikan informal). Bagi orang tua yang mempunyai anak usia 7 tahun sampai 15 tahun tidak menye-kolahkan anaknya untuk belajar di ting-kat SD/MI sampai SMP/MTs, atau program paket A maupun program paket B, atau program wajib belajar, maka dikenai sanksi berupa: tindakan paksa agar anaknya mengikuti program wajib belajar, atau penghentian sementara atau penundaan pelayanan kepemerintahan (PP. No. 47 tahun 2008 pasal 7). Kawajiban menuntut ilmu, belajar, pendidikan, diberikan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memang pendidikannya (baik formal maupun non formal/Diklat) belum mencapai minimal pendidikan yang dibutuhkan. Terhadap PNS yang belum mencapai/belum memiliki pendidikan minimal yang dibutuhkan/ditentukan, maka harus mengikuti pendidikan tersebut sampai lulus dan memiliki ijazah/Surat Tanda Lulus pendidikan.
Tugas Belajar Apabila Instansi membutuhkan tenaga/pegawai yang ahli atau pegawai yang
asan 33 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan memiliki pendidikan tertentu sesuai dengan
dak lebih dari 6 bulan, tidak perlu dibebaskan
formasi yang tersedia, padahal pegawai
dari jabatannya. Dengan pembebasan dari
yang ada belum memiliki keahlian atau pen-
jabatannya berarti tidak menerima tunjangan
didikan tertentu yang dibutuhkan, maka perlu
jabatan.
memberikan tugas belajar selama waktu
Berdasarkan Keppres No. 57 tahun
maksimal 3 tahun (Perpres No. 12/1961
1986, terhadap Dosen yang memperoleh
pasal 1 ayat (2) atau 6 semester (KepMen-
tugas belajar pada 10 (sepuluh) Pergurunan
diknas No. 0211/U/1982). Berdasarkan SE
Tinggi di Indonesia, maka diberikan tunjang-
Sekjen Dep. Agama No.SJ/L/HK.007/2751/
an tugas belajar setelah dibebaskan dari ja-
1999, lamanya tugas belajar adalah: D2=4
batan fungsionalnya sebagai pengganti tun-
semester, D3=6 semester, S1=8 semester,
jangan jabatan. Adapun 10 (sepuluh) Per-
S2=4 semester, dan S3=6 semester.
guruan Tinggi dimaksud adalah: UI Jakarta,
Tugas belajar diberikan kepada PNS
UNJ (IKIP Jakarta), IPB, UNPAD, UPI (IKIP
untuk menuntut ilmu, mengikuti pendidikan
Bandung), ITB, UGM, UNAIR, UNM (IKIP
dan latihan (Diklat) baik dalam Negeri mau-
Malang) dan UNHAS Makasar.
pun Luar Negeri dengan biaya Negara, atau biaya dari sponsor (bukan biaya sendiri).
Terhadap PNS yang sudah melampaui masa tugas belajarnya harus
Sesuai dengan KMA No. 129 tahun
kembali melaksanakan tugas walaupun
1992 Pegawai Negeri Sipil bisa diberikan
studinya belum selesai. Apabila setelah
Surat Tugas Belajar dengan memenuhi
masa tugas belajar habis, tetapi tidak me-
syarat-syarat, antara lain: a. sudah diangkat
laksanakan tugas kedinasan, maka di-
menjadi PNS penuh dengan masa kerja
katagorikan meninggalkan tugas tanpa alas-
minimal 2 tahun, b. sehat jasmani/rohani,
an yang syah, yang sanksinya bisa diber-
c. DP 3 dalam 2 tahun terakhir minimal
hentikan berdasarkan PP. No. 32 tahun 1979
bernilai baik, d. usia maksimal 40 tahun
atau PP. No. 30 tahun 1980.
program S.2, dan 45 tahun program S.3, e.bidang studi yang diikuti terkait dengan tugas pekerjaan, f. selesai masa studi harus segera kembali ke Unit kerjanya.
Izin Belajar Sebagaimana dalam wajib belajar dan tugas belajar, izin belajar diberikan
Tugas belajar diberikan, apabila pa-
kepada PNS dalam upaya peningkatan ke-
da saat studi akan mengganggu tugas se-
mampuan sehingga hasil yang didapat akan
hari hari sebagai Pegawai Negeri, oleh ka-
lebih baik dan bermanfaat bagi organisasi.
rena itu pada bulan ketujuh harus dibebaskan
Akan tetapi dalam izin belajar pendorong
sementara dari jabatannya. Bagi Pegawai
yang dominan atau inisiatif berasal dari da-
Negeri Sipil yang mengikuti Pendidikan ti-
lam, dari diri sendiri, untuk keperluan/ke-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 34 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan butuhan yang bersangkutan sendiri, ke-
Kesimpulan
sadaran sendiri dengan siap menanggung
Pertama, Baik wajib belajar, tugas belajar
segala risiko (misalnya: biaya sendiri, ke-
maupun izin belajar diberikan dalam upaya
sibukan bertambah sebab tidak boleh lepas
peningkatan kemampuan bekerja yang ber-
dari pekerjaan sehari-hari sebagai Pegawai
kaitan dengan bidang tugasnya, sehingga
Negeri). Kenapa izin belajar diperlukan, pa-
kinerja akan meningkat dan pelaksanaan tu-
dahal tidak mengganggu tugas sehari-hari
gas pokok akan lebih lancar, Kedua, Tugas
sebagai PNS, Izin belajar diperlukan untuk
belajar diberikan, apabila: PNS telah mem-
mengarahkan apakah ada relevansinya de-
punyai masa kerja minimal 2 tahun, meng-
ngan tugasnya atau tidak, untuk mengendali-
ganggu tugas sehari-hari sebagai Pegawai
kan/memonitor agar pendidikannya tidak
Negeri oleh karena itu yang lebih dari 6 bulan
menyimpang dari tugas-tugas kantor, se-
dibebaskan sementara dari jabatannya,
hingga dalam proses pengajuan kenaikan
lamanya studi maksimal 3 tahun atau 6 se-
pangkat Penyesuaian Ijazah dapat diterima
mester (baik untuk S.2 maupun S.3), biaya
oleh BKN. Di samping itu pimpinanlah yang
ditanggung Negara/Sponsor, dan bidang
tahu, apakah dalam mengikuti pendidikan
studinya terkait dengan tugas pokok, Ketiga,
akan menurunkan kinerja, menurunkan/
Izin belajar diberikan, apabila: tidak meng-
mengganggu pelaksanaan tugas pokok, me-
ganggu tugas sehari-hari sebagai Pegawai
nurunkan produksi. Kalau akan berpengaruh
Negeri, sehingga tidak perlu dibebaskan dari
dalam kelancaran pelaksanaan tugas pokok,
jabatannya, lamanya pendidikan/studi tidak
maka permohonan izin perlu ditolak. Pim-
dibatasi, biaya yang berkaitan dengan studi
pinan Unit Kerja ybs. menyerahkan kepada
ditanggung sendiri, bidang studinya ada re-
PNS yang akan melanjutkan pendidikan de-
levansinya dengan tugas pokok, dan izin be-
ngan izin belajar, yaitu: relevansinya dengan
lajar dari pendidikan tingkat SLTP/MTs sam-
bidang tugasnya dan perguruan tinggi (PT)
pai dengan S.3, Keempat, Pemberian tugas
yang dituju adalah PTN atau PTS yang telah
belajar maupun izin belajar perlu selektif,
terakreditasi (SE Sekjen No.BII/2/KP.02.3/
kaitannya dengan bidang tugas pokok dan
48/1997 dan No. SJ/B.II/I-b/KP.08.2/1156/
perguruan penyelenggara pendidikan,
2008).
Kelima, KMA No. 129 tahun 1992 tentang Dalam izin belajar, waktu pendidik-
Tugas/Izin belajar perlu disempurnakan,
an tidak dibatasi, tidak perlu dibebaskan se-
perlu pelimpahan wewenang pemberian tu-
mentara dari jabatannya, segala pengeluar-
gas/izin belajar ke daerah (terutama Per-
an biaya untuk keperluan pendidikan dengan
guruan Tinggi).
izin belajar ditanggung sendiri.
asan 35 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Dalam Pelaksanaan Pengawasan Intern Oleh: Imron Fauzi Sejak ditetapkannya UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka terjadi berbagai perkembangan dan perubahan yang mendasar dalam pengelolaan keuangan negara. Sehingga untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan Sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam uraiannya “Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh” ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Maka baru-baru ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah Republik Indonesia berkeinginan agar Sistem Pe-
ngendalian Intern dapat diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Adapun dalam Sistem Pengendalian Intern ini meliputi: Lingkungan pengendalian, Penilaian risiko, Kegiatan pengendalian, Informasi dan Komunikasi dan Pemantauan. Untuk mensosialisasikan Peraturan Pemerintah ini Pusat Pendidikan dan Pelatihan Administrasi bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal Departemen Agama melaksanakan pendidikan dan latihan dengan jumlah peserta 30 orang auditor. Pelaksanaan pendidikan dan latihan diselenggarakan mulai tanggal 27 Oktober sampai dengan 1 November 2008 selama 6 hari bertempat di Pusdiklat jalan Ir. H. Juanda Ciputat. Dalam acara pendidikan dan pelatihan sebagai nara sumber diambil dari Pusdiklat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang meliputi Ketentuan Umum, Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Penguatan Efektivitas Penyelenggaraan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 36 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan SPIP dan Ketentuan Penutup, akan terus disosialisasikan mengingat pada masa-masa yang akan datang sangat diperlukan. Perlu diketahui bahwa Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Adapun Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintah-an yang baik. Sedangkan Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga. Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan bupati/ walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri atas: a. Lingkungan Pengendalian, b. Penilaian Risiko, c. Kegiatan Pengendalian, d. Informasi dan Komunikasi; dan e. Pemantauan Pengendalian Intern. Adapun penerapan unsur SPIP dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. Lingkungan Pengendalian Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian
asan 37 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui : a) penegakan integritas dan nilai etika, b) komitmen terhadap kompetensi, c) kepemimpinan yang kondusif, d) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, e) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, f) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, g) perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan h) hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Penilaian risiko Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko yang terdiri atas: identifikasi risiko dan analisis risiko. Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan: tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan pada tingkatan kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tujuan Instansi Pemerintah memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan terikat waktu sehingga wajib dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah, pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan : a. Strategi operasional yang konsisten dan b. Strategi mana-
jemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan sekurang-kurangnya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut: a) berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah, b) saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan lainnya, c) relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah, d) mengandung unsur kriteria pengukuran, e) didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup, dan f) melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya. Kegiatan Pengendalian. Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan. Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a) kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah, b) kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko, c) kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi Pemerintah, d) kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara ter-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 38 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan tulis, e) prosedur yang telah ditetapkan secara tertulis harus dilaksanakan dan f) kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Kegiatan pengendalian terdiri dari : a) reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan, b) pembinaan sumber daya manusia, c) pengendalian atas pengelolaan sistem informasi, d) pengendalian fiisik atas aset, e) penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja, f) pemisahan fungsi, g) otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting, h) pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian, i) pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya, j) akuntabilitas terhadap sumber daya manusia dan pencatatannya, dan k) dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan kejadian penting. Informasi dan Komunikasi Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi atas Informasi wajib diselenggarakan secara efektif. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif, pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya: a) menyediakan
dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan b) mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara terus menerus. Pemantauan Pengendalian Intern Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu dan pengujian efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal pemerintah, dan dapat dilakukan dengan menggunakan daftar uji pengendalian intern. Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya yang ditetapkan.
asan 39 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan Pedoman Audit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Oleh: Usup Rahman Hakim
Pengadaan barang dan jasa sebagian atau seluruhnya yang dibiayai negara (APBN/APBD) dalam pelaksanaannya harus mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah mengalami perubahan dan penyempurnaan, diantaranya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 8 Tahun 2006 dengan tujuan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan secara efisien, efektif, terbuka dan bersaing, tranparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Beberapa waktu lalu, terjadi perbedaan persepsi dua instansi pemerintah tentang proses pengadaan barang/jasa pemerintah, masing-masing berargumentasi dengan pemahaman masing-masing atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003, yang pada akhirnya pemerintah dalam hal ini Presiden tidak menyalahkan atas pemahaman kedua instansi tersebut. Keppres Nomor 80 tahun 2003 mewajibkan kepada setiap instansi pemerintahan untuk melakukan pengawasan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen dan Panitia/Pejabat Pengadaan di lingkungan instansi masingmasing, dan menugaskan Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/mengaudit sesuai ketentuan. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada masing-masing instansi wajib melakukan pengawasan kegiatan/proyek, menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, kemudian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Untuk meningkatkan efektivitas dan keseragaman dalam pelaksanaan pengawasan/pemeriksaan atas kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai pasal 7 ayat (1) Keppres Nomor 80 tahun 2003, dipandang perlu adanya pedoman bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dalam melakukan audit pengadaan barang/jasa. Pedoman audit pengadaan barang/jasa pemerintah oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas hasil audit atas pengadaan barang/jasa pemerintah, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi upaya peningkatan efektivitas, efi-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 40 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan siensi, dan kehematan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara nasional. Audit pengadaan barang/jasa adalah audit dengan tujuan tertentu, yaitu audit terhadap hal-hal lain di bidang keuangan dan audit investigatif, Tujuan audit pengadaan barang/jasa pemerintah, secara spesifik adalah: 1) Meyakinkan bahwa pengadaan barang/ jasa dilakukan sesuai kebutuhan, baik segi jumlah, kualitas dan waktu, 2) Meyakinkan bahwa prosedur pengadaan barang/jasa yang digariskan dalam Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa telah dipenuhi, 3) Meyakinkan bahwa kuantitas, kualitas dan harga barang/jasa yang diperoleh melalui proses pengadaan telah sesuai dengan ketentuan dalam kontrak serta diserahterimakan tepat waktu, 4) Meyakinkan bahwa barang yang diperoleh telah ditempatkan di lokasi yang tepat, dipertanggungjawabkan dengan benar, dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, 5) Meyakinkan bahwa jasa yang diperoleh telah dimanfaatkan sesuai tujuan, 6) Mengidentifikasi penyimpangan dalam pengadaan barang/ jasa, 7) Mengidentifikasi kelemahan system pengendalian intern atas pengadaan barang/jasa guna penyempurnaan system tersebut. Audit pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilakukan dengan
metodologi: 1) Desk audit, yaitu penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan atas audit yang dilakukan terhadap berbagai dokumen yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa, serta mengidentifikasikan kelemahan dalam system dan prosedur pengadaan barang/jada, 2) Field audit, yaitu pemeriksaan lapangan yang diutamakan untuk pengecekan langsung atas kebenaran jumlah, mutu dan penempatan, ketepatan waktu penyerahan dan pemanfaatan barang/jasa, antara lain melalui observasi/pengamatan, pengecekan/pemeriksaan fisik, dan permintaan keterangan, 3) Benchmarking, yaitu pembandingan harga kontrak dengan harga pasar yang wajar atau pedoman harga satuan yang telah ditetapkan instansi teknis, Pemerintah Daerah, 4) Penggunaan tenaga ahli dapat dilakukan untuk menilai kewajaran kualitas barang/jasa, 5) Audit Investigatif, dilakukan bilamana dalam penggunaan metode di atas ditemukan penyimpangan yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK). Output atas pelaksanaan audit pengadaan barang/jasa adalah laporan hasil audit pengadaan barang/jasa yang meyajikan informasi mengenai hasil penilaian atas kondisi pengadaan barang/ jasa yang diaudit ditinjau dari prinsipprinsip efisien, efektif, terbuka dan ber-
asan 41 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Pengaw asan Pengawasan saing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel, sedangkan Outcomenya adalah dimanfaatkannya laporan hasil audit untuk pengambilan keputusan oleh Pimpinan/Pemerintah Pusat dalam rangka memperbaiki perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan pengadaan barang/jasa agar lebih efisien, efektif, ter-
buka dan bersaing, transfaran, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Persiapan Audit Persiapan audit bertujuan untuk mendapatkan informasi umum mengenai kegiatan pengadaan barang/jasa yang akan diaudit. Informasi tersebut diperlukan agar auditor memperoleh pemahaman secara umum dan
menyeluruh mengenai kegiatan pengadaan barang/jasa yang akan diaudit sehingga memudahkan dalam melakukan langkah-langkah audit pada tahap berikutnya. Adapun tahapan persiapan audit meliputi: 1) Pembicaraan pendahuluan dengan pimpinan auditan, Pembicaraan pendahuluan hendaknya dipersiapkan dengan seksama dan dilakukan oleh pejabat/petugas dari pihak auditor dengan memperhatikan tingkat pejabat/pimpinan dari pihak auditan. Agar pimpinan auditan mendapat gambaran yang tepat tentang audit pengadaan barang/jasa, perlu dijelaskan oleh pihak auditor mengenai latar belakang, tujuan dan sasaran audit, lingkup audit, target waktu penyelesaian audit, serta pihak yang akan mendapat laporan hasil audit, 2) Pengumpulan informasi umum, Informasi umum mengenai kegiatan pengadaan barang/jasa yang diaudit diperlukan untuk memperoleh pemahaman awal secara umum dan menyeluruh mengenai kegiatan pengadaan, informasi ini digunakan sebagai bahan penyusunan program kerja pendahuluan dan analisis terhadap bagianbagian penting mengenai objek yang diaudit.
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 42 Fokus Pengaw
Pengaw asan Pengawasan Informasi yang harus diperoleh meliputi: 1) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai kegiatan/program yang diaudit, 2) Sejarah singkat, latar belakang, maksud dan tujuan kegiatan/program yang diaudit, 3) Kebijakan umum, yang ditentukan oleh perundang-undangan, peraturanperaturan, keputusan-keputusan pimpinan yang berlaku untuk kegiatan yang diaudit, 4) Bagan organisasi, job description, dan informasi tertulis lainnya mengenai organisasi auditan, 5) Data keuangan seperti penyediaan dana yang tercantum dalam DIPA, 6) Metode pelaksanaan kegiatan/program dan prosedur-prosedurnya, 7) Gambaran singkat mengenai masalah yang belum dapat dipecahkan oleh pimpinan auditan, yang terungkap pada waktu pembicaraan dengan pimpinan atau pejabat auditan. Pelaksanaan Audit Pelaksanaan audit merupakan tahapan utama, dari proses audit, yang mencakup langkah-langkah kerja yang dilakukan auditor dalam proses pembuktian, meliputi reviu/penelaahan, observasi, analisis, pengujian, konfirmasi, pengecekan fisik, permintaan keterangan dan penggunaan teknik audit lainnya. Tujuan tahapan pelaksanaan audit pengadaan barang/jasa adalah untuk
memperoleh pembuktian mengenai kondisi pelaksanaan pengadaan apakah telah sesuai dengan kriteria pengadaan yang efektif, efisien, dan ekonomis. Tahapan pelaksanaan audit meliputi: 1) Pengujian system pengendalian intern proses pengadaan barang/jasa, diarahkan pada pengujian ketaatan atas pelaksanaan pengadaan berdasarkan Keppres 80 Tahun 2003, 2) Pengujian lanjutan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan terhadap kelemahan-kelemahan yang diidentifikasikan pada tahap pengujian system pengendalian intern proses pengadaan barang/jasa, 3) Penyusunan ikhtisar hasil pelaksanaan audit yang berisi simpulan sementara hasil audit beserta rekomendasinya. Ikhtisar hasil pelaksanaan audit perlu dibahas secara matang di intern tim audit serta dilanjutkan dengan pembahasan dengan pengawas dan penanggungjawab audit, 4) Pembahasan hasil audit dengan pihak auditan. Hasil pembahasan dituangkan ke dalam Berita Acara Pembahasan Hasil Audit yang ditandatangani bersama antara pihak auditor dan pihak auditan. Berita acara tersebut menjadi lampiran laporan hasil audit. bersambung
asan 43 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Urgensi Reformasi Birokrasi Oleh : Endang Kusnadi
Nampaknya korupsi telah menjadi hal biasa dan sulit sekali untuk diberangus di bumi persada tanah air kita karena korupsi sudah sangat mengakar di tengah masyarakat. Dampak negatif lanjutannya korupsi secara besar-besaran tak terelakkan lagi. Absennya fungsi kontrol yang dilakukan parlemen dan masyarakat luas juga memberikan andil yang tak kecil terhadap makin lemahnya peran birokrasi. Munculnya berbagai kasus korupsi di tubuh birokrasi yang melibatkan para pejabat yang saat ini terkuak dan diungkap pihak kepolisian dan kejaksaan dapat dikatakan sebagai “buah” warisan birokrasi orde baru yang masih tumbuh subur dalam tubuh birokrasi. Masalah korupsi ini masih menjadi virus birokrasi yang mematikan. Komitmen dan janji dari pemerintahan SBY untuk memberantas korupsi akan sia-sia saja jika tidak diikuti oleh aparatur di bawahnya secara hirarki, juga kontrol dari masyarakat (LSM), pers dan mahasiswa sangat penting sebagai tanggung jawab bersama untuk memberantas korupsi tersebut hingga ke akar-akarnya. Kesadaran untuk tidak berbuat korupsi harus dimulai dari individu.
Salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk memberantas korupsi adalah dengan menetapkan kebijakan pada seluruh aparatur pemerintah dibawahnya dengan melaksanakan proyek birokrasi reformasi. Namun kenapa reformasi birokrasi sulit dilakukan? Sejalan dengan tuntutan reformasi, urgensi reformasi birokrasi menjadi mengemuka, apalagi ketika masyarakat masih dihadapkan kepada kinerja PNS yang jelek, beretos kerja rendah, santai, dan bersikap birokratis dalam melayani masyarakat. Pola kerja yang cenderung kaku (formalistik) sering menjadikan urusan birokrasi menjadi sulit dan membelit, sehingga wajar jika kemudian PNS dipandang jelek kinerjanya. Citra buruk yang terlanjur diberikan kepada lembaga birokrasi itu, lebih diperparah oleh sejumlah kasus-kasus penyimpangan yang bernama korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dilakukan PNS. Untuk itu reformasi birokrasi menjadi keharusan, karena secara luas diharapkan bisa membawa perubahan terhadap iklim pemerintahan, menciptakan birokrasi yang bersih dari praktik-praktik KKN. Substansi pemberantasan korupsi
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 44 Fokus Pengaw
Opini bukanlah pada penindakan. Tapi, pencegahan. Karena, penindakan dilakukan setelah adanya korupsi. Persis pemadam kebakaran. Sedangkan, pencegahan justru dilakukan di muka. Tujuannya untuk menutup peluang semaksimal mungkin bagi terjadinya korupsi. Reformasi birokrasi juga tidak hanya menyentuh aspek strukturalnya saja tapi juga harus menyentuh aspek budaya (birokrasi) dan personal, terutama budaya dan etos kerja birokrasi. Paradigma birokrasi yang harus diutamakan adalah birokasi siap melayani, bukan minta dilayani. Birokrasi yang modern memperlihatkan adalah birokrasi yang mempunyai struktur yang efektif tetapi efisien, meskipun sedikit struktur tetapi kaya fungsi. Untuk itu sebagai pilot project dan menunjukan keseriusan pemerintah, maka proyek reformasi birokrasi telah diterapkan terhadap tiga lembaga/instansi yaitu : Depertemen Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Lingkungan Mahkamah Agung. Proyek ini diharapkan akan menuai hasil dan perubahan ke arah yang lebih baik di ketiga lembaga tersebut yang pada akhirnya nanti akan diikuti oleh lembaga lain. Adapun yang menjadi penekanan pemerintah adalah persoalan: disiplin PNS, kinerja, transparansi keuangan dan Management lembaga bersangkutan. Kebijakan tersebut tentunya akan berhasil jika dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan kenaikan gaji dan tunjangan (remunerasi) sehingga terjadinya balance (keseimbangan), karena dengan adanya kebijakan tersebut, PNS tidak lagi sempat untuk mencari tambahan penghasilan plus (side job) untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dan hanya menggantungkan hidupnya dengan pendapatan gaji saja.
asan 45 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Namun usaha pemerintah tidak dapat dipandang sebelah mata saja. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap sebagai motor reformasi birokrasi diharapkan dapat mengungkap kasus-kasus KKN yang selama ini tidak tersentuh. KPK diberikan kewenangan luas oleh pemerintah untuk masuk kesetiap level birokrasi. Disisi lain, pemerintah telah banyak melakukan inisiatif untuk mereformasi birokrasi khususnya perbaikan sistem dan budaya kerja, pengukuran kinerja, penerapan disiplin, optimalisasi peningkatan pelayanan publik, upaya mengurangi korupsi dan peningkatan produktifitas kerja dan renumerasi yang memadai. Salah satu indikatornya yaitu terbongkarnya sejumlah kasus korupsi akhir-akhir ini yang ternyata berawal dari pembahasan anggaran di parlemen. Sejak masa reformasi, parlemen diberi hak untuk ikut terlibat dalam penyusunan anggaran hingga ke level sangat teknis. Ber-
beda dibandingkan masa Orde Baru. Saat itu, parlemen hanya dimintai persetujuan tentang programnya dan nilai anggarannya. Kini, parlemen ikut diberi hak untuk menolak atau menyetujui hingga ke level teknis. Pada saat itulah terjadi deal-deal di balik meja program disetujui, tapi si fulan atau partai fulan dapat jatah. Bentuknya bisa berupa persentase, bisa pula memasukan nama perusahaan yang akan memenangkan tender pada program tersebut. Kasus suap yang melibatkan anggota parlemen, salah satunya berada pada titik ini. Diharapkan masuknya KPK dalam forum pembahasan anggaran di parlemen tak hanya akan melahirkan rekomendasi bagi perbaikan praktik dan prosedur birokrasi. Tapi, juga untuk nguping dan sekaligus membangun aura rasa segan dan takut bagi anggota parlemen yang mulai pasang saham dalam rencana korupsi saat penyusunan anggaran tersebut.
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 46 Fokus Pengaw
Opini Secara umum, sampai saat ini gerak reformasi sudah berjalan satu dekade, reformasi birokrasi bergeraknya lambat. Birokrasi belum berperan dan berfungsi seperti halnya birokrasi di negara maju dan demokratis. Memang untuk melaksanakan reformasi birokrasi tidak mudah, di samping karena ada budaya birokrasi yang telah berkarat pada para birokrat kita, misalnya budaya panternalistik di lingkungan birokrasi, terutama di tingkat staf yang sangat sulit untuk membuka cakrawala mengembangkan kreativitas dan inovasi kinerjanya. Sementara itu di tingkat pejabat, terlanjur senang menikmati status quo, sehingga mereka lebih senang mencari selamat dengan menghindar dari perubahan demi menjaga kelestarian jabatannya. Birokrasi ideal yang menjadi obsesi dan keinginan bersama melalui cita-cita reformasi birokrasi, akhirnya seperti jalan di tempat. Usaha itu sering berbenturan dengan karakteristik birokrat yang masih mencintai status quo, karena selama ini mereka dimanjakan oleh kondisi yang menguntungkan. Budaya antikorupsi dapat ditumbuhkan melalui promosi dan penanaman nilai-nilai kejujuran, ke-
terbukaan, dan malu berbuat curang. Sumber pangkalnya bisa dari agama dan tradisi setempat. Jalurnya bisa melalui sekolah, keluarga, ataupun berbagai bentuk kampanye lainnya. Namun, tentu tak akan efektif tanpa keterlibatan seluruh lapisan masyarakat. Ia harus menjadi gerakan sosial dan masif. Namun, di manapun, peran pemerintah tetaplah yang paling sentral. Karena, di sana ada organisasi, sumber daya, dan dana. Kita harapkan dimasa yang akan datang akan lahirnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas KKN. Keinginan akan lahirnya birokrasi yang bersih dan sehat sangat logis, mengingat birokrasi di Indonesia sedang mengalami distorsi yang cukup parah setelah republik ini berdiri. 63 tahun sudah bangsa kita merdeka, namun sudahkah kita sejajar dengan bangsa lain? Mampukah kita menunjukan martabat bangsa ini di mata bangsa lain? Pertanyaan itu yang harus kita jawab dengan motivasi tinggi dan tindakan riil terutama menumbuh kembangkan kesadaran dan budaya anti korupsi di tiap individu pribadi (Ibda’ bi nafsika, mulailah dari dirimu dahulu baru kita bisa mengajak orang lain).
Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan. Ibnu Mas’ud
asan 47 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Oleh: Achmad Fachroji Diskripsi Singkat Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Kerugian Negara pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara. Disamping hak dan kewajiban negara Undang-undang tersebut di atas menjelaskan adanya prinsip-prinsip yang berlaku universal, bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud yang merupakan sebagai unsur pengendalian universal. Ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian kerugian negara antara lain tercantum dalam Indische Contabilitelt Wet (ICW) Stbl 1925 No. 448, IAR pasal 36 s.d. 39, Stbl. 1904 No. 241 pasal 2. Dalam ICW dan peraturan-peraturan pelaksanaanya ter-
dapat ketentuan yang dapat membebaskan atau meringankan kewajiban seseorang untuk mengganti kerugian negara. Penjabaran dalam prinsip tersebut ditegaskan dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 2004, pasal 1 angka 22 menjelaskan bahwa kerugian negara/daerah adalah “Kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan hukum, baik sengaja maupun lalai”. Oleh karena itu setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansinya telah terjadi kerugian negara. Pengenaan kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan pengenaan kerugian negara/daerah atas pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian dapat di kenakan sanksi admi-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 48 Fokus Pengaw
Opini nistratif atau sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran administrasi yang mengakibatkan kerugian negara. Pada saat ini sanksi untuk mengganti atau mengembalikan kerugian yang diderita oleh negara bagi bendahara, atasan langsung, pegawai negeri masih berpedoman pada Indische Comtabilitertswet (ICW) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 atau Undang-undang Perbendaharaan Indonesia. Namun demikian aturan pelaksanaan tentang penyelesaian kerugian yang baru berdasarkan undang-undang yang sudah dikemukakan di atas sampai saat ini belum ada. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan peralihan dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, maka tuntutan kerugian negara/daerah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau pemerintah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada sebelum berlakunya undang-undang baru. Tuntutan Perbendaharaan Tuntutan kepada bendahara yang menyebabkan kekurangan perbendaharaan negara. Yang berhak melakukan penuntutan kepada bendaharawan atas kekurangan perbendaharaan adalah Badan Pemeriksa Ke-
uangan (BPK). Tuntutan dimulai dengan terbitnya Surat Keputusan Batas Waktu untuk Menjawab yang lazim disebut sebagai SK Penetapan Batas Waktu. Hal ini sesuai dengan pasal 79 ayat (1) ICW yang meminta pertanggungjawaban yang terdapat dalam pengurusannya. Apabila bendaharawan meninggal dunia, di bawah pengampuan (ahli waris) atau melarikan diri, maka dalam pasal 66 UU No. 1 Tahun 2004 perhitungan bendaharawan sebagai pertanggung jawabannya dibuat secara exofficio oleh petugas yang telah ditunjuk oleh Menteri/Ketua LPND. Hasil perhitungan ini kemudian disampaikan kepada BPK oleh Menteri/Ketua LPND. Surat Keputusan Batas Waktu disampaikan kepada bendahara yang bersangkutan melalui Menteri/Ketua LPND dan harus dibuatkan tanda terima yang memuat tanggal dan tanda tangan yang bersangkutan dengan maksud untuk meminta pertanggung jawaban atas kekurangan perbendaharaan yang terjadi dan memberi kesempatan pada bendahara untuk mengajukan keberatan, dengan waktu yang diberikan atas keberatan tersebut adalah 14 hari sejak diterimanya SK Penetapan Batas Waktu oleh bendahara (pasal 22 ayat 2 UU No. 1 Tahun 2004). Perlu diperhatikan bahwa untuk meng-
asan 49 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Opini ajukan keberatan bendahara harus memberikan bukti-bukti yang dapat menguatkan bahwa yang bersangkutan bebas dari kesalahan, kelalaian atas peristiwa kejadian yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Jika bendahara telah membuat Surat Keputusan Tanggungjawab Mutlak (SKTM) untuk menyelesaikan kerugian negara, akan tetapi BPK masih berpendapat bahwa bendahara masih harus dilakukan tuntutan perbendaharaan, maka tuntutan tidak perlu dimulai dengan menerbitkan SK Penetapan Batas Waktu. Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan dalam tenggang waktu yang diberikan dalam SK Penetapan Batas Waktu, atau telah mengajukan keberatan tetapi tidak dapat memberikan bukti-bukti yang dapat membebaskan dari kesalahan atau kelalaian, sehingga keberatan tersebut tidak terima berdasalkan pasal 79 ayat (2) ICW BPK. Dalam keterangan SK
tersebut ditetapkan jumlah perhitungan yang menjadi tanggung jawab bendahara, apabila bendahara telah dibebani penggantian sementara berdasarkan pasal 82 ICW, maka perlu dinyatakan bahwa SK Pembebanan Penggantian Sementara (PPS) menjadi satu dengan SK Pembebanan dari BPK. Dalam pasal 59 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2004, menjelaskan bahwa SKTM tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, menteri/ pimpinan lembaga ybs segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada ybs. SK tersebut mempunyai kekuatan hukum untuk melaksanakan sita jaminan (conservatior beslaag) Bendahara yang tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk mengajukan keberatan dalam SK
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 50 Fokus Pengaw
Opini Penetapan Batas Waktu, maka ia tidak dapat mengajukan peninjauan kembali atau permohonan banding atas keputusan yang dijatuhkan kepadanya. Jadi kesempatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali atau banding hanya diberikan kepada bendahara yang pernah mengajukan keberatan atau pembelaan diri atas SK Penetapan Batas Waktu. Kesempatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali atas keputusan pembebanan ini berlaku dalam tenggang waktu 30 hari setelah yang bersangkutan menerima SK Pembebanan itu. Tuntutan Ganti Rugi Tuntutan ganti rugi adalah merupakan tuntutan kepada pegawai negeri bukan bendahara yang menyebabkan terjadinya kerugian negara. Oleh karena itu yang berwenang malakukan tuntutan ganti rugi kepada pegawai negeri bukan bendahara adalah Menteri/ Ketua LPND tembusannya disampaikan kepada Ketua BPK, Itjen Departemen/LPND, Sekjen Departemen/ LPND u.p. Kepala Biro Keuangan. Penuntutan dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Ganti Rugi (SPGR) oleh Menteri/Ketua LPND yang disampaikan kepada pegawai negeri bukan bendahara melalui kepala kantor.
Atas dasar Surat Perintah Ganti Rugi (SPGR) yang diterima oleh pegawai negeri bukan bendahara maka ia dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 1) Mengakui kesalahan atau kelalaianya dan bersedia mengganti kerugian negara sekaligus mengangsur. Untuk itu yang bersangkutan harus membuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM), 2) Mengajukan pembelaan diri atau keberatan atas SPGR yang diterimanya dalam waktu tidak lebih 14 hari sejak menerima SPGR, 3) Tidak memberikan tanggapan atas SPGR yang diterimanya. Apabila pegawai negeri bukan bendahara mengajukan keberatan atau pembelaan diri, harus disampaikan secara tertulis kepada Menteri/Ketua LPND melalui Kepala Kantor/Satuan Kerja. Pembebanan ganti rugi akan diputuskan setelah surat keberatan dari pegawai bukan bendahara diterima oleh Menteri/LPND atau apabila dalam jangka waktu untuk menyampaikan keberatan telah lewat tanpa ada surat keberatan dan diterima, maka Menteri/Ketua LPND akan menerbitkan surat pemberitahuan kepada yang bersangkutan bahwa tidak akan dikenakan sanksi tuntutan ganti rugi.
asan 51 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Hikmah Belajar Dari Peristiwa Masa Lalu Oleh : Tb. Masykur Alam raya adalah sumber kehidupan bagi manusia, yang diciptakan Allah Swt. Tanpa alam, manusia tidak mungkin menjadi khalifah dan hamba yang ideal. Allah menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia dan sudah pasti mempunyai manfaat dan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Hanya di dalam memanfaatkannya manusia dituntut untuk berhati-hati, sesuai kapasitasnya sebagai khalifah di alam raya ini, manakala manusia menyimpang dari rel yang digariskan (shirath al-mustaqim), maka alam tidak akan menundukkan diri kepada manusia secara normal, bahkan bisa berbalik alam sendiri yang akan menghukum manusia sebelum manusia dihukum sang Pencipta. Cukup banyak kisah-kisah dalam Al-Qur,an memberikan isyarat yang jelas,seperti hujan yang tadinya pembawa rahmat (Q.S.al-An‘am/6:99), tibatiba menjadi sumber malapetaka banjir yang memusnahkan areal kehidupan (Q.S.al-Baqarah/2:590), gunung-gunung yang tadinya sebagai paku bumi (Q.S.an-Naba,/78:7) tiba-tiba memuntahkan debu, lahar panas dan debu beracun (Q.S. al-Mursalat/77:10), angin yang tadinya mendistribusikan awan
(Q.S. al-Baqarah/2:164), tiba-tiba tampil begitu ganas memporak-porandakan segala sesuatu yang dilewatinya (Q.S.Fushshilat/41:16), laut yang begitu pasrah melayani mobilitas manusia (Q.S. al-Haj/22:65), tiba-tiba mengamuk dan menggulung apa saja yang dilaluinya (Q:S.at-Takwir /18:6). Al-Qur’an telah menginformasikan kepada kita bahwa bencana alam seringkali diawali dengan terjadinya penyimpangan prilaku manusia di dalam kehidupan, dengan kata lain prilaku makrokosmos sering berbanding lurus dengan perilaku mikrokosmos, sebagai contoh, umat Nabi Syu,aib yang pe nuh dengan korupsi dan kecurangan (Q.S.al- A’raf/7:85 / Hud /11:84-85), dihancurkan dengan gempa yang menggelegar dan mematikan ( Q.S. Hud / 11:94), Umat Nabi Shaleh yang kufur dan dilanda hedonisme serta cinta dunia yang berlebihan (Q.S. Asy-Syu’ara/ 26: 146-149) dimusnahkan dengan keganasan virus yang mewabah dan gempa (Q.S.Hud/11: 67-68), umat Nabi Luth yang dilanda kemaksiatan dan penyimpangan seksual (Q.S.Hud/11: 7879), dihancurkan dengan gempa bumi dahsat (Q.S.Hud/11: 82), Raja Abrahah
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 52 Fokus Pengaw
Hikmah Penguasa Yaman , yang berambisi mengambil alih Ka’bah sebagai bagian dari ambisinya untuk memonopoli segala sumber ekonomi, juga dihancurkan dengan cara yang mengenaskan sebagimana dikisahkan dalam (Q.S AlFil/ 105: 1-5), Umat Nabi Nuh yang keras kepala dan melakukan berbagai kezaliman (Q.S. an-Najm/53:52), dihancurkan dengan banjir besar (Q.S. Hud/ 11: 40 Dari peristiwa yang terjadi pada masa lalu, yang diabadikan dalam Al-Qur’an tersebut, sebenarnya dapat dijadikan pelajaran dan contoh bagi bangsa kita yang sampai saat ini masih ditimpa berbagi musibah yang silih berganti. Mari kita renungkan sejenak peristiwa-peristiwa yang menimpa bangsa kita tiga tahun belakangan ini. diawali musibah tsunami yang menimpa Aceh Darusalam yang telah meluluh ratakan bagunan-bangunan
yang ada di tanah rencong itu , yang mengakibatkan kerugian baik harta benda, ribuan jiwa melayang bahkan hilang tidak ditemukan jenazahnya, tak lama kemudian banjir bandang di Bahoro Sumatra Utara yang telah menyapu perkampungan penduduk dan pohon-pohon besar tumbang dan hanyut, binatang ternak dan tidak sedikit jiwa yang tewas dan hilang di sapu banjir bandang tersebut. Belum hilang kesedihan dari aceh dan Medan sumatra utara tersebut, terjadi lagi longsor dan gempa di berbagai daerah seperti Padang Sumatera barat, Bandung Jawa Barat, di Banten juga ditimpa gempa dan banjir. Sungguh bangsa ini sudah menangis, ditambah lagi gunung merapi di Jogyakarta meletus mengeluarkan lahar panas yang sudah membuat panik warga yang berada disekitarnya yang
asan 53 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Hikmah terpaksa harus mengungsi ketempat yang aman. Tiba-tiba terjadi tsunami diiringi ombak bergulung menerjang perumahan dan penduduk di sekitar pantai Parang teritis yang tidak sedikit mengakibatkan korban baik harta maupun jiwa. Dalam waktu yang tak begitu lama Lumpur Lapindo Sidoarjo memacar dari perut bumi yang besar dan kencang sehingga dengan cepat menengelamkan ribuan rumah pemukiman penduduk ,dan kehidupannya yang sampai saat ini warganya masih banyak yang terkatung–katung nasibnya. Dari musibah yang begitu banyak telah meninpa bangsa kita tersebut, merupakan bukti peringatan Allah, dalam Al-Qur,an yang artinya. “Telah nampak kerusakan di daratan maupun di lautan adalah karena ulah tangan manusia” (Q.S.Ar-rum/23:71). dari ayat tersebut .dapat dipahami bahwa segala musibah yang menimpa bangsa kita adalah ada hubunganya dengan ulah perbuatan kita semua. Baik sebagai Umaro (Pemerintah), Ulama maupun rakyatnya. Dan kalau kita perhatikan dari berita, baik media cetak maupun elektronik sungguh sudah sangat keterlaluan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh anak bangsa ini, seperti Aborsi sering kita dengar terjadi di mana-mana, Penjambretan, pencurian, pembunuhan dan mutilasi yang se-
belumnya di perkosa atau disodomi sudah merupakan berita yang biasa. Ilegal Loging marak terjadi di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Irian dan Sulawei. PSK gentayangangan di mana-mana disertai pengedaran sabu-sabu, Narkoba dan miras, bahkan narkotika dapat di-temukan di lapas (penjara), sering terjadi. penipuan yang dilakukan sebagian masyarakat dan pelaku ekonomi dari kelas teri sampai kelas kakap hingga merugikan negara milyaran rupiah sering kita dengar. Pelaku korupsi masih juga sering terjadi yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat, yang membuat carut-marutnya ekonomi bangsa. Walaupun Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/ 06/M.PAN/04/2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas. Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa agung, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara dan lembaga Lainnya, Para Gubertnur, dan Para Bupati/ Walikota. Isi surat edaran tersebut menjelaskan bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kredibilitas Pemerintah Indonesia dalam pemberantasan korupsi . Pada
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 54 Fokus Pengaw
Hikmah tgl 9 Desember 2004 Presiden RI Mengeluarkan Intruksi Presiden No 5. Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pada hakekatnya, Inpres ini merupakan Instrumen untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, dimulai pencegahan terhadap praktek-praktek korupsi di lingkungan masing-masing. Agar pelaksanaan Inpres ini dilandasi dengan Integritas yang tinggi, setiap pimpinan Intasi Pemerintah perlu menegaskan komitmennya melalui pernyataan janji kepada masyarakat untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai Integritas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sudah tiba saatnya untuk segera mengevaluasi pola tindak perbuatan kita selama ini terhadap sesama manusia dan alam raya, apabila manusia melakukan pelanggaran, maka dampaknya akan dirasakan sendiri oleh manusia, seperti banjir,cuaca yang tidak menentu, pemanasan global dan hancurnya ekosistem yang berakibat fatal dalam kehidupan umat manusia. Pola realisasi yang ada selama ini sudah sangat keliru, karena menempatkan alam sebagai obyek sasaran bukan sebagai “mitra” kalau perlu sebagai sa-
habat kita. Itu tidak salah karena sesungguhnya alam juga adalah samasama makhluk ciptaan Tuhan. Dr, Masaru Emoto, dari Yokohama Jepang telah membuktikan penelitiannya “The Hidden Massages in Water” yang ditulis dalam buku “ best sellernya”, bahwa air yang diberi rangsangan berbagai jenis pesan, ungkapan, dan perasaan, tulisan, foto, musik, lalu disimpan di lemari pendingin dengan suhu 5 derajat celcius, lalu difoto dengan teknologi tinggi setelah mengkristal, maka subhanallah, kristal-kristal air itu bisa berubah. Jika diberi pesan positif, maka kristal air itu menjadi indah sekali bentuknya, sebaliknya jika tidak diberi pesan-pesan negatif, maka kristal air itu tampak tidak beraturan dan cenderung berpenampilan buruk, dan bukan rahasia lagi bahwa hewan peliharaan yang dipelihara dengan penuh cinta dan sayang akan loyal kepada tuannya. Ini semua membuktikan bahwa sugestisugesti positif yang kita berikan kepada alam raya akan direspon positif pula oleh mereka. Apalagi terhadap sesama manusia (sesama anak bangsa ) kita harus saling menghargai dan menghormati kalau mau bangsa ini selamat.
Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung. Einstein asan 55 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Agenda K Kegiatan egiatan Lokakarya pengawasan “peningkatan sistem dan Akuntabilitas kinerja pengawasan” Dua pengertian sederhana di Sistem adalah cara yang teratur untuk melakukan sesuatu, dari pe- atas diharapkan dapat memudahkan ngertian tersebut ada tiga kriteria dari pembaca dalam memaknai kegiatan su-atu sistem, yaitu ada metodelogi, yang menjadi rencana kinerja Inspekada kesepakatan, ada cita-cita, se- torat Jenderal Departemen Agama hingga sistem secara sederhana dapat Tahun 2008 yaitu Lokakarya Pengdikatakan sebagai kesepakatan yang awasan 2008 yang dilaksanakan pada tanggal 6 s.d terbentuk da8 November ri beberapa 2008, berpendapat tempat di Hoorang yang tel Le Dian Setergabung rang, Banten, dalam wadengan tema dah yang di“Peningkatan namakan orSistem dan ganisasi unAkuntabilitas tuk mewuSuasana Sidang Komisi A Kinerja Pengjudkan citaawasan”. cita yang seBentuk kegiatan Lokakarya harusnya untuk kemaslahatan umat Pengawasan kali ini adalah 1) Penyajian manusia. Sehingga Sistem Pengawasan materi/Paparan, 2) Sidang Komisi, PeItjen Departemen Agama adalah ke- laksanaan sidang komisi dibagi menjadi sepakatan yang terbentuk oleh aparatur 3 (tiga), yaitu: Komisi A, materi: Strategi Departemen Agama yang berkompeten Peningkatan Pengawasan Bidang, Kodi bidang pengawasan dan tergabung misi B, materi: Strategi Peningkatan Kidalam Inspektorat Jenderal Depar- nerja Pelayanan Administrasi Pengtemen Agama untuk mewujudkan cita- awasan, Komisi C, materi: Strategi Pecita Departemen Agama terhadap umat nerapan Audit Kinerja, 3) Pleno: Hasil sidang komisi A, B, dan C dibahas dalam manusia.
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 56 Fokus Pengaw
Agenda K egiatan Kegiatan sidang pleno, untuk selanjutSuasana Sidang Komisi B Suasana Sidang Komisi C nya dirumuskan menjadi Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Agama, 4) Perumusan Hasil Kegiatan. Dalam sambutannya, Inspektur Jenderal Departemen Agama H.M Suparta mengatakan bahwa Guna peningkatan terhadap sistem pengawasan yang telah ada di Inspektorat Jenderal De- pengawasan, serta peningkatan terpartemen Agama serta untuk pe- hadap akuntabilitas kinerja pengningkatan kinerja pengawasan Inspek- awasan pada Inspektorat Jenderal Detorat Jenderal Departemen Agama, perlu partemen Agama, sedangkan tujuan disusun suatu strategi pengawasan yang diadakannya kegiatan ini adalah 1) Terlebih terfokus dan lebih tajam terhadap wujudnya persamaan persepsi mebidang pengawasan terkait, sehingga di- ngenai peningkatan sistem pengawasharapkan dapat meningkatkan kualitas an Inspektorat Jenderal Departemen hasil dari pengawasan itu sendiri nanti- Agama, 2) Terwujudnya persamaan nya. Peningkatan terhadap akuntabilitas persepsi terhadap upaya peningkatan kinerja pengawasan Inspektorat Jenderal akuntabilitas kinerja pengawasan InsDepartemen Agama diharapkan juga da- pektorat Jenderal Departemen Agama, pat lebih meningkatkan kualitas dari hasil 3) Tersusunnya rumusan strategi pepengawasan yang dilakukan dan me- ningkatan pengawasan bidang, 4) Terningkatkan peran, tugas dan fungsi, serta susunnya rumusan strategi penerapan citra Inspektorat Jenderal Departemen audit kinerja di lingkungan Departemen Agama sebagai Quality Control dan Qu- Agama, 4) Tersusunnya rumusan straality Assurance di Lingkungan Depar- tegi peningkatan kinerja pelayanan administrasi pengawasan. temen Agama. Adapun peserta Lokakarya Irjen menambahkan bahwa maksud dilaksanakannya Lokakarya Peng- Pengawasan kali ini adalah sebanyak awasan adalah sebagai sarana me- 72 orang terdiri dari Pejabat Eselon II wujudkan peningkatan terhadap sistem Itjen Dep. Agama, Pejabat struktural Itjen asan 57 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Agenda K egiatan Kegiatan Departemen Agama, Auditor di lingkungan Departemen Agama, dan unsur terkait lainnya. Dalam pelaksanaan lokakarya tersebut menghadirkan pembicara dari dalam maupun luar Itjen Depag, yaitu: 1) Arahan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama, 2) Kepala Biro Kepegawaian, dengan materi: Peningkatan Kinerja dan Kualitas Hasil Pengawasan Sebagai Peningkatan Akuntabilitas dan Kualitas Aparat Pengawasan, 3) Para Inspektur Wilayah, dengan materi: a) Strategi Peningkatan Pengawasan Bidang Tugas dan Fungsi, oleh Irwil I, b) Strategi Peningkatan Pengawasan Bidang Keuangan, oleh Irwil II, c) Strategi Peningkatan Pengawasan Bidang Kepegawaian, oleh Irwil III, d) Strategi Peningkatan Pengawasan Bidang Barang Milik Negara, oleh Irwil IV, dan e) Strategi Peningkatan Pengawasan Bidang Investigasi, oleh Irwil V. 3) Sekretaris Itjen Depag, dengan materi: Strategi Peningkatan Kinerja Pelayanan Administrasi Pengawasan, dan 4) Budi Rahardjo dan Andilo Tampubolon (BPKP), dengan materi: Strategi Pelaksanaan Audit Kinerja di Lingkungan Departemen Agama. Masih dalam sambutannya, Irjen mengatakan tentang Sudah waktunya Itjen Departemen Agama Memantapkan Audit Kinerja sebagaimana
diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yaitu pentingnya Indikator Kinerja instansi pemerintah yang meliputi Input, Output dan Outcome dan penambahannya adalah manfaat dari Outcome. Dengan semakin beratnya tugas lembaga pengawasan pada saat ini, maka sebagai salah satu upaya Inspektorat Jenderal Departemen Agama ke depan yaitu: “mempercepat pemberantasan korupsi, meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kompetensi dan kualitas SDM pengawasan”, lanjutnya Untuk mendukung upaya tersebut juga perlu diwujudkan 9 budaya kerja sebagai aparatur negara yaitu: 1) Jujur dan integritas tinggi, 2) Beretika dan berakhlak mulia, 3) Menghormati hukum, 4) Bertanggung jawab, 5) Menghormati hak dan tidak mudah menyalahkan orang, 6) Mencintai pekerjaan, 7) Bekerja keras, 8) Disiplin, 9) Hidup bersahaja. Demikian beberapa hal-hal yang disampaikan dalam acara Lokakarya Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama Tahun 2008. “Berikan tongkat pada orang yang buta, berikan makanan bagi orang yang kelaparan, berikan payung pada orang yang kehujanan dan berikan pakaian bagi orang yang telanjang” Sunan Drajat
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 58 Fokus Pengaw
Randang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kelangsungan tugas tertentu, diperlukan perpanjangan batas usia pensiun bagi jabatan eselon I tertentu; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
asan 59 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Randang 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 1); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
Menetapkan :
MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal I Ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu. (2) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: 1. jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian; atau 2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: 1. jabatan struktural Eselon I; 2. jabatan struktural Eselon II;
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 60 Fokus Pengaw
Randang 3. jabatan Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri; 4. jabatan Pengawas Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak atau jabatan lain yang sederajat; atau 5. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: 1. jabatan Hakim pada Mahkamah Pelayaran; atau 2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. (3) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural Eselon I tertentu. (4) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut: a. memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi; b. memiliki kinerja yang baik; c. memiliki moral dan integritas yang baik; dan d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan Dokter. (5) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I.” Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
asan 61 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Randang Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 141 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd Wisnu Setiawan
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 62 Fokus Pengaw
Teknologi Informasi Pentingnya Website! Oleh: Nailil Fijjar Web Site Disebut juga site, situs, situs web, atau portal. Merupakan kumpulan halaman web yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Halaman pertama sebuah web site adalah homepage. Sedangkan halaman demi halamannya secara mandiri disebut webpage, dengan kata lain Website adalah situs yang dapat diakses dan dilihat oleh para pengguna Internet di seluruh dunia. Adapun manfaat website adalah a) Website sebagai identitas unit kerja yang bersangkutan. seperti interaktif yang dapat dengan mudah di perbaharui isi maupun tampilannya, b) Website dapat meningkatkan Brand awarenes sebuah unit kerja pemerintah, c) Website sebagai media informasi dan promosi atas produk-produk yang dihasilkan, d) Website Sebagai media Komunikasi dan Pertukaran data. Saat ini, sudah tidak asing lagi istilah online terutama dalam “dunia maya” (internet) karena dunia sudah tidak terbatas lagi antara ruang dan waktu, begitu dekat dan cepatnya dalam berhubungan sehingga apabila bisa memanfaatkan teknologi tersebut (online-internet) maka bisa menghemat pengeluaran yang begitu besar untuk
sebuah komunikasi. Internet sebuah solusi terbaik untuk melakukan komunikasi baik tulisan, lisan maupun penukaran data informasi yang umum ataupun rahasia. Internet juga dapat dimanfaatkan dalam dunia pengawasan, seperti pengumpulan temuan, transfer tindak lanjut maupun pemantauan tindak lanjut bahkan bisa dimungkinkan adanya sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) baik berupa workshop atau seminar, semuanya dapat dilakukan di internet. Syarat untuk bisa masuk di dunia maya (internet) maka diperlukan sebuah media yang bisa mewadahinya yaitu melalui website. Website induk telah dimiliki oleh Departemen Agama yaitu http://www.depag.go.id maka Inspektorat Jenderal sebagai Unit Eselon I di lingkungan Departemen Agama seharusnya memiliki subdomainnya (http://www.depag-itjen.go.id atau http:/ /www.depag.go.id/itjen sehingga dapat dijadikan wadah untuk menunjukan keberadaan bidang pengawasan di lingkungan Departemen Agama. Untuk itu perlu adanya tim yang dibentuk khusus menangani kebutuhan ini, karena sangat diperlukan keberadaannya di za-
asan 63 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Teknologi Informasi man modern yang berteknologi canggih sekarang ini. Adapun perkembangan teknologi sebagai penunjang kinerja di dalam peran pegawai baik sebagai staf pelaksana, pejabat terlebih lagi auditor harus mau tak mau mengerti dan memahami teknologi yang kian canggih, dan ada kemauan keras untuk belajar apa yang sebelumnya tidak diketahui menjadi tahu dan dijadikan sarana pendukung kinerja dalam bidang pengawasan. Inspektorat Jenderal telah memiliki banyak sistem informasi manajemen internal yang dibuat dalam rangka membantu mempermudah kinerja pengawasan, untuk menaungi semua sistem yang telah terbangun diperlukan adanya kerjasama antar bagian dengan mengintegratsikan sistem tersebut sehingga dapat berjalan secara up to date dan online yang dinaungi di dalam subdomain website depag, sehingga baik auditor maupun auditan dapat mengakses selama 24 jam non stop informasi yang ada dalam subdomain tersebut apabila sudah terbangun kelak. Kenapa begitu pentingnya informasi sekarang? Karena apabila kita mendapat informasi yang salah maka pekerjaan kita akan sia-sia bahkan cenderung bisa salah dari awal, oleh karena itu informasi adalah gerbang awal
untuk menuju langkah-langkah selanjutnya. Untuk menciptakan informasi yang valid dan up to date perlu dibentuk tim khusus untuk menangani hal tersebut, kemudian tim membangun website subdomain dari Depag dan mengintegrasikan sistem yang ada untuk di upload ke dalamnya. Membangun adalah pekerjaan besar, namun lebih besar lagi untuk memeliharanya dan menjaganya agar tetap lestari itu sebenarnya tujuan website itu dibangun agar dapat memberikan sajian informasi yang cepat, tepat, dan valid. Selain berbagai informasi yang disampaikan dalam website yang perlu diperhatikan adalah sistem-sistem yang ada dapat diperankan, antara lain seperti SICAN (sistem informasi perencanaan) secara online dapat memberikan gambaran jadwal kegiatan Inspektorat Jenderal dalam satu tahun dan informasi yang up to date apabila ada perubahan jadwal kegiatan selama setahun tersebut, sehingga tepat sasaran. SIRANDANG (sistem informasi per-uu-an) juga perlu dionlinekan, karena peraturan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan tugas. Begitu juga SIPUS (sistem informasi perpustakaan) yang diperlukan keberadaaannya untuk dijadikan referensi. SIMHP (sistem informasi hasil peng-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 64 Fokus Pengaw
Teknologi Informasi awasan) baik Itjen, BPK atau BPKP, diperlukan dalam rangka tindak lanjut temuan-temuan yang di daerah agar cepat diselesaikan secara tuntas. Peran website berguna untuk pertukaran informasi yang cepat dan murah baik lewat email, voicemail maupun teleconfrends, itu semua dapat dilakukan di internet, yang bisa menekan biaya komunikasi dan ekspedisi apabila kita melakukannnya melalui telepon biasa maupun via pos. Oleh sebab itu seb e l u m semua itu dibangun perlu diadakan perencanaan yang matang, Apa saja yang harus dipersiapkan ? Te r lebih dahulu anda harus menentukan konsep dari website itu sendiri, kemudian menentukan site plan atau kerangka website, dilanjutkan dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan seperti Profile Unit Kerja, Agenda, dan Kegiatan atau Produk yang ditampilkan, portofolio dan lainnya.
Jika data-data telah terkumpul dan di periksa ulang, kini tinggal memilih desain atau tampilan website dengan memperhatikan kualitas konten website, konsep Content Profile Unit Kerja, ide-ide di website, Content di menu Home, Membuat website gallery image/ foto /photo gallery, Membuat website katalog produk (product catalog), Membuat website fotografi, Membuat web template untuk Profile Unit Kerja. Pembuatan website, jangan seenaknya akan berdampak negatif terhadap kenyamanan pengunjung web-site maupun besarnya beban pemakaian handwidth server kita. Karena itu perlu menerapkan standar berikut ini: Desain Situs, kesatu, Logo Depag harus tertera jelas pada tiap halaman di bagian kiri atas pada halaman website turunan Depag (Subdomain), dalam bentuk 2 dimensi flat (tidak diskew atau dialter dengan cara apapun). Hindari splash page maupun flash page yang berlebihan untuk menghemat pemakaian band-width. Tujuan kita adalah
asan 65 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Teknologi Informasi menyajikan informasi, bukan untuk membuat pengguna enggan mengakses situs, kedua, dalam melakukan disain web site, ProWeb memakai teknologi pemrograman PHP, HTML, Javascript, CMS, database MySQL, search engine friendly atau SEO (Search Engine Optimization), dan Company Profile CD, Pemprograman (PHP), Pemprograman ini penting dalam pengembangan web (web development), PHP adalah script untuk menghasilkan kode-kode HTML agar isi halaman web site bisa diubah sesuai keinginan kita, pemprograman sangat memudahkan kita mengimplementasikan Lebih dari 70% web site yang dihasilkan di dunia memakai teknologi ini, HTML, HTML adalah bahasa yang dipakai browser seperti Internet Explorer dan Mozilla untuk menampilkan informasi baik gambar maupun tulisan, ProWeb merancang setiap disain web dan pengembangan bisa dibaca dan ditampilkan dengan baik oleh Internet Explorer dan Mozilla, Javascript, Java-
script dipakai untuk melakukan pemprograman selama pengunjung melihat browser. Biasanya dipakai untuk validasi data yang dimasukkan pengunjung, CMS, ProWeb membuat sendiri CMS (Content Management System), dengan membuat sendiri CMSnya, maka setiap kebutuhan client dapat kita penuhi, Database MySQL, Database ini data yang paling tangguh dipakai dalam dunia web, ProWeb memakai database ini untuk menyimpan datadata halaman website. Database ini vital diperlukan dalam pengembangan CMS, Search Engine Friendly atau SEO (Search Engine Optimization), Website dirancang mudah ditemukan melalui search engine Google dengan keyword tertentu. Hal ini penting untuk kegiatan marketing, Company Profile CD, Website bisa disimpan ke dalam CD untuk kepentingan Company Profile CD, Product Catalog CD atau sebagai presentation tool bagi team sales.
Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezeki, tapi tidak menemukan rezeki yang lebih baik daripada sabar. Khalifah ‘Umar
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 66 Fokus Pengaw
Relaksasi Cinta dan Tipe Kepribadian Oleh: Ade Irma Solehah Dari zaman purbakala sampai sekarang, kita sering melihat pasangan yang selalu rukun dan mesra meskipun usia mereka sudah tidak muda. Benarkah cinta mereka sebegitu kuatnya?. Kita juga tidak jarang menyaksikan pemberitaan bahwa banyak pasangan muda yang sering ribut dan berakhir dengan perceraian. Apakah sudah tidak ada lagi cinta diantara mereka? Cinta memang dapat didefinisikan oleh siapa saja dengan cara yang berbeda. Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, sudah lama tertarik dengan konsep cinta (misalnya Eric Fromm dan Maslow) karena manusia satu-satunya makhluk yang dapat merasakan cinta. Sebagai sebuah konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara ilmiah. Dalam konteks hubungan antara dua orang, Seorang psikolog, Robert Sternberg (1988), sebagaimana dikutip Yamin Setiawan telah berusaha untuk menjabarkan konsep cinta. Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hu-
bungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan. Sternberg (1988) terkenal dengan teorinya tentang Triangular Theory of Love, yang mengatakan bahwa cinta mengandung tiga komponen, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment). Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Ciricirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu. Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual. Sedangkan komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
asan 67 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Relaksasi Menurut Sternberg (1988), setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya), disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya melalui perkawinan. Cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam konteks pacaran atau perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan, antara lain, 1) Nonlov: tak ada gairah yang timbul, biasanya hubungan dengan orang dalam lingkungan seharihari karena interaksinya hanya bersifat sepintas saja, tidak memiliki komponen gairah, keintiman dan komitmen, 2) Liking (persahabatan), sebagai salah satu komponen emosi yang ada adalah perasaan suka bukanlah cinta, hanya memiliki komponen keintiman, 3) Infatuation love (ketergila-gilaan), gairah yang timbul tanpa keintiman dan komitmen, biasanya cinta yang terjadi pada pandangan pertama, 4) Empty love (cinta
kosong), ada unsur komitmen tetapi kurang intim dan kurang gairah. Hubungan yang lama akan semakin membosankan, 5) Romantic love (cinta romantis), hubungan intim yang menggairahkan tetapi kurang komitmen sehingga pasangan yang jatuh cinta romantis ini terbawa secara fisik dan emosi, tetapi tidak mengharapkan hubungan jangka panjang, 6) Companionate love, hasil dari komponen keintiman dan komitmen tanpa adanya gairah cinta. Dalam perkawinan yang lama biasanya secara fisik tidak akan menggairahkan lagi, 7) Fatous love (cinta buta), mempunyai gairah dan komitmen tetapi kurang intim, di mana cinta ini sulit dipertahankan karena kurang adanya aspek emosi, 8) Consummate love (cinta yang sempurna), yaitu cinta yang tersusun atas komponen keintiman, gairah dan komitmen. Tipe Kepribadian Usaha-usaha untuk menyusun teori dalam psikologi kepribadian telah sejak lama dilakukan. Hasil-hasil dari usaha-usaha tersebut ada yang nilai ilmiahnya masih jauh dari memadai dan karenanya dapat disebut usaha-usaha yang masih bersifat prailmiah seperti chirologi (ilmu gurat tangan), astrologi (ilmu perbintangan), grafologi (ilmu tulisan tangan), phisiognomi (ilmu ten-
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 68 Fokus Pengaw
Relaksasi tang wajah), phrenologi (ilmu tentang tengkoran) dan onychologi (ilmu tentang kuku). Usaha-usaha yang lebih tinggi nilainya dilakukan oleh Hippocrates yang berpendapat bahwa diri seseorang terdapat 4 macam cairan tubuh yang mempengaruhi karakter seseorang yaitu: empedu kuning, empedu hitam, lendir dan darah merah. Galenus menyempurnakan teori Hippocrates ini. Teori Galenus ini dijabarkan kembali oleh Florence Littauer dalam bukunya Personality Plus tentang kholeris, melankholis, phlegmatis dan sanguinis. Taylor Hartman (2004) membagi tipe kepribadian menurut empat aspek dominan di dalam alam, api, tanah, air dan udara. Atas dasar ini kemudian ia membedakan empat tipe kepribadian orang menurut kode warna, yaitu tipe kepribadian merah, biru, putih dan kuning. Kepribadian merah merepresentasikan sifat-sifat api yang memiliki semangat yang membara dalam kehidupan, Kepribadian biru merepresentasikan sifat-sifat tanah yang kuat dan teguh dalam pendirian, Kepribadian putih merepresentasikan sifat-sifat dasar air yang mengalir dan mengikuti arus, kepribadian kuning merepresentasikan sifat-sifat angin yang bertiup kesana kemari.
Seseorang akan dapat menemukan perbedaan-perbedaan motif dasar, kebutuhan dan keinginan di antara empat tipe kepribadian, yakni merah, biru, putih dan kuning. Uraian 4 tipe kepribadian ini sangat panjang. Jika dikaitkan dengan urusan cinta, keempat tipe kepribadian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Kepribadian merah menjalani hidup dengan penuh kekuatan. Merah sangat berkomitmen pada tujuan dan bertekad untuk menyelesaikan apapun yang disodorkan kehidupan di hadapannya. Kepribadian merah begitu penuh tekad dan produktif sehingga keintiman diabaikan atau disangkal sebagai bukan hal penting. Kehidupan adalah rangkaian komitmen bagi biru. Berkomitmen pada hubungan mungkin merupakan kekuatan biru yang terbesar. Biru senang bersama orang lain dan dengan sukarela mengorbankan keuntungan pribadi demi memiliki hubungan yang akrab. Biru memberi diri dengan murah hati dalam hubungan bernilai. Karena kesediaan untuk komit dalam hubungan, biru menjalin persahabatan mendalam yang seringkali berlangsung seumur hidup. Biru sangat bisa diandalkan dan memandang janji verbal sama mengikatnya seperti kontrak tertulis manapun, bangga akan kemampuan mempertahankan hubungan jangka
asan 69 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Relaksasi panjang. Sifat mengagumkan ini memberi kredibilitas konsep bahwa biru biasanya menikmati hubungan yang jauh lebih kaya daripada tipe kepribadian manapun. Biru sepenuhnya setia pada orang. Biru tetap setia dalam masa senang dan susah. Ketika orang menyadari dalamnya komitmen biru, mudah dipahami mengapa cuaca baik dan buruk tidak banyak berdampak pada kesetiaan biru. Biru dan putih sama-sama mampu sangat komit pada satu sama lain. Biru dan putih menghargai rasa aman dan menemukan hubungan dalam komitmen sebagai cara paling alamiah untuk menikmati hidup. Biru cenderung merasakan komitmen emosional yang mendalam pada orang, sementara putih merasa mudah menerima dan mencintai orang-orang yang dijumpai. Putih toleran dan menerima orang lain. Putih komit tanpa banyak ribut dalam hubungan. Tidak ada kepribadian lain yang mengejar kesenangan seperti kuning. Kuning seringkali hidup untuk bermain. Ketika kuning tertekan ditempat kerja atau dirumah, hobi yang membangkitkan energi atau liburan singkat menggantikan wajah lusuh dengan semangat kemudaan. Kuning tidak mengerti mengapa ada yang mau komit pada sesuatu yang tidak me-
ngandung kesenangan didalamnya. Karena menyukai kesenangan dan tidak suka dikekang, kuning jarang mau terikat dalam suatu pernikahan. Berdasarkan analisa dari Hartman (2004) tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa: Tipe biru dan putih mempunyai komitmen paling tinggi dalam hubungan dengan pasangan. Biru cenderung merasakan komitmen emosional yang mendalam pada orang, sementara putih merasa mudah menerima dan mencintai orang-orang yang dijumpai. Putih toleran dan menerima orang lain. Putih komit tanpa banyak ribut dalam hubungan. Tipe kuning mempunyai kadar komitmen yang paling rendah, kuning menyukai kesenangan dan tidak suka dikekang, Tipe merah adalah tipe kepribadian yang paling rendah keintimannya karena kepribadian merah begitu penuh tekad dan produktif sehingga keintiman diabaikan atau disangkal sebagai bukan hal penting. Lalu bagaimana dengan tipe kepribadian dan intensitas cinta anda?
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 70 Fokus Pengaw
Ser emonial Seremonial
Seluruh Pimpinan dan Staf Inspektorat Jenderal Departemen Agama “Mengucapkan” Selamat Hari Ray Rayaa Idul A dha Adha 1429 H/2008 M Kullu ’aam W Waa antum Bikhair
asan 71 Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
Fokus Foto Inspektur Jenderal Departemen Agama di dampingi Sekretaris Inspektorat Jenderal Departemen Agama dan Kepala Biro Kepegawaian sedang memberikan arahan dalam Lokakarya Pengawasan 2008
Study Banding Kandepag Kabupaten Sleman ke Inspektorat Jenderal Departemen Agama
Jamaah Haji Embarkasi Solo Musim Haji 2008
Peserta Penyusunan Sistem Informasi Tata Usaha Inspektorat Jenderal Departemen Agama
Pembekalan Pemantauan Haji Arab Saudi musim Haji 2008
Pemantauan Haji Embarkasi Solo Musim Haji 2008
asan Nomor 20 Tahun V Triwulan IV 2008 Pengawasan 72 Fokus Pengaw