Edisi 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Fokus Pengawasan
Peran Pengawasan Menuju Reformasi Birokrasi TIDAK DIPERJUALBELIKAN Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Daftar Isi
Fokus FokusPengawasan Pengawasan Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2009
SURAT PEMBACA .......................3 DARI REDAKSI .............................4
Dewan Penyunting: Pembina : M. Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Burhanuddin, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Abdul Karim Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : O. Sholehuddin, Kusoy, Maman Saepulloh, Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan Redaksi : Iing Muslihin, Miftahul Huda Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
FOKUS UTAMA:
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
28
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
36
Peran Pengawasan ...................... 5 Konsep Dasar Review ................ 11 Peningkatan Akuntabilitas .......... 16 Strategi Perencanaan ................. 21 Reformasi Sistem ....................... 24 Kerangka Analisis ....................... PENGAWASAN: Hak Pegawai Akibat Dinas ....... 31 Perspektif Pengawasan ............. RANDANG: PP No. 65 Tahun 2008 ...............
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Surat Pembaca Permintaan Majalah Salam Sejahtera
Saya adalah Pegawai Negeri
Sipil Departemen Agama di Daerah Papua, Mohon kiranya Majalah Fokus Pengawasan dapat dikirim ke kantor Kami.
FP: Alaikumsalam Wr. Wb. Terimakasih, atas perhatian dan
Elisabeth
masukannya. Mudah-mudahan pada
Papua
Triwulan III kami dapat memenuhi,
FP: Terimakasih atas perhatian dan
Artikel Sertifikasi Guru
sarannya, memang yang kami kirim ke
Assalammualaikum Wr, Wb.
wilayah Papua masih terbatas, karena
keterbatasan biaya pengiriman, tetapi
pada sebuah Madrasah Ibtidaiyah di
kami akan terus berusaha memenuhi
Serang, saya mohon dimuat artikel
permintaan pembaca. semoga untuk
ten-tang sertifikasi Tenaga Guru untuk
ke depan kami lebih baik lagi.
me-nambah pengetahuan kami?
Saya Seorang Guru Agama,
Nurjannah Artikel Petugas Haji
Serang
Assalammualaikum Wr, Wb.
kepada Redaksi majalah FP,
FP: Alaikumsalam Wr. Wb.
mohon dimuat artikel Tentang Peman-
tauan rekruitmen Petugas Haji yang
sarannya, majalah FP memang belum
dilakukan Itjen Depag Musim Haji
pernah memuat artikel tentang Ser-
2009,
tifikasi Guru, Mudah-mudahan pada
Imam
Redaksi memohon maaf sebesarbesarnya bila surat pembaca anda tidak dapat dimuat karena keterbatasan tempat
(NAD)
Terimakasih atas perhatian dan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Dari Redaksi
P
roses reformasi yang sudah berjalan selama kurang lebih sebelas tahun telah membawa perubahan yang luar biasa terhadap pola pikir masyarakat. Perubahan itu membawa masyarakat ke arah proses pendewasaan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan masyarakat menjadi kritis atas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan. Kondisi ini mengharuskan pemerintah segera melakukan perubahan kebijakan yang langsung menyentuh pada ke-butuhan riil masyarakat. Perubahan di-maksud sekaligus menjadi jawaban atas tuntutan masyarakat terhadap per-wujudan birokrasi yang profesional, akuntabel, bersih, dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Perubahan yang mengakar terhadap tata kelola pemerintahan itulah yang disebut Reformasi Birokrasi. Diferensiasi struktur dan spesialisasi tugas dan fungsi kerja merupakan prasyarat bagi proses perumusan kebijakan hukum dan penyelenggaraan kebijakan dimaksud secara demokratis. Keberadaan lembaga pengawasan memainkan peranan penting untuk memastikan agar penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan le-galitas, seirama dengan kompetensi, dan sejalan dengan kepentingan ma-
syarakat. Reformasi birokrasi disegala bidang, seperti bidang keuangan dan peningkatan akuntabilitas melalui manajemen berbasis kinerja menjadi suatu keniscayaan yang harus segera dilaksanakan. Untuk mengawal menuju terwujudnya reformasi birokrasi tersebut secara otomatis menempatkan peranan lembaga pengawasan menjadi sangat penting, karena tanpa pengawasan, dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan peraturan-perundang-undangan dan kekuasaan. Secara ringkas, dibutuhkan strategi perencanaan pengawasan yang berorientasi pada keunggulan bagi setiap lembaga pengawasan dalam artian lembaga pengawasan harus menjadi teladan bagi lembaga lain sehingga dapat memaksimalkan peran pengawasan terhadap kinerja organisasi yang diwasinya, serta dapat memenuhi Harapan yang selalu menjadi cita cita dan keinginan insan pengawasan yaitu, bagaimana menjadikan suatu instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik, efektif, efisien, dan ekonomis. Semoga reformasi birokrasi di-seluruh instansi pemerintah dapat se-gera diwujudkan. Amiin.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Fokus Utama Peran Pengawasan Menuju Reformasi Birokrasi Oleh: Achmad Fahroji
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa negara menjamin terwujudnya seluruh masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, hal ini menjadi dasar bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi program prioritas utama pemerintah dan negara Indonesia. Berhasil tidaknya pemberantasan korupsi berarti akan menentukan upaya pengentasan ke-miskinan, pembangunan berkelanjutan, dan penguatan sendi-sendi demokrasi. Tap MPR-RI Nomor VI/2001 mengamanatkan agar Presiden membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih dan bertanggungjawab, serta dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi negara, contoh dan teladan bagi masyarakat. Pengantar umum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa “korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa.”
Dalam Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009, pemerintah setidaknya mengagendakan 2(dua) pokok pembangunan yang sifatnya segera, yaitu: percepatan pemberantasan korupsi dan penciptaan rasa aman, yang di yakini akan mampu mensejahterakan rakyat dan menempatkan kembali Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan di dunia internasional. Percepatan Pemberantasan korupsi yang diagendakan dalam RPJM 2004-2009 bisa terwujud dengan adanya reformasi seluruh birokrasi di Indonesia, dengan reformasi birokrasi dapat menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa melalui perubahan mind set dan culture set serta pengembangan budaya kerja birokrasi pemerintah. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, reformasi adalah perubahan radikal (mengakar) untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau agama) di suatu masyarakat atau negara. Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Dari pe-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama ngertian di atas Reformasi Birokrasi berarti perubahan yang mengakar ter-hadap sistem pemerintahan yang di-jalankan oleh pegawai pemerintah. Reformasi Birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi, antara lain kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Beberapa contoh reformasi, birokrasi, misalnya reformasi kelembagaan dan kepegawaian, keuangan, perbendaharaan, perencanaan dan penganggaran, keimigrasian, kepabeanan, perpajakan, pertanahan, dan penanaman modal. Hal yang penting dalam refor-masi birokrasi adalah perubahan mind-set dan cultureset serta pengembang-an budaya kerja. Reformasi Birokrasi diarahkan pada upaya-upaya men-cegah dan mempercepat pemberan-tasan korupsi, secara berkelanjutan, dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), pemerintah yang bersih (clean government), dan bebas KKN. Kondisi Birokrasi Indonesia Indonesia sebagai negara besar dengan sumber daya alam yang melimpah dan memiliki sejarah perjuangan yang diakui dunia, tenyata masih jauh tertinggal dalam segala bidang contohnya dengan negara Singapura
dan Malaysia. Indonesia terbelakang, lemah dan miskin karena perilaku rak-yatnya yang umumnya kurang baik dan kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidup-an. Akibatnya badai korupsi pun mener-jang Indonesia dan menjadi masalah utama yang belum teratasi secara tun-tas hingga saat ini. Berbicara mengenai kondisi birokrasi memang seharusnya kita memulai dari Awal kemerdekaan, tetapi ka-rena arus deras perubahan yang meng-akar terjadi pada tahun 1997 maka kita akan memulai dari kondisi birokrasi pa-da awal tahun 1997. Pada tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia, saat itu dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam upa-yanya mengentaskan bangsa ini bang-kit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
konteks negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat. Bahkan terkesan, ma-syarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik. Dunia usahapun ko-non semakin terperosok. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka reformasi menyeluruh perlu dilakukan, birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi, Pada tahun 1999 dimulailah program reformasi terhadap birokrasi, masa ini menjadi awal bangkitnya Indonesia dari keterpurukan yang disinyalir bahwa birokrasi yang korup memegang peranan besar dalam keter-purukan tersebut. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalam-nya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pemba-ngunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, re-formasi birokrasi juga merupakan ba-gian tak terpisahkan dalam upaya kon-solidasi demokrasi kita saat ini. Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sis-tem otoritarian ke sistem demokratik de-wasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas
birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah. Terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) merupakan kunci keberhasilan dalam menangkal tumbuhnya praktik-praktik korupsi. Untuk itu, diperlukan aparatur negara yang memiliki kapasitas dalam menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip good governance. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, meletakkan tujuh asas penyelenggaraan negara yang baik atau prinsip-prinsip good governance. Asas-asas ini meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabiltas. Tiga pilar utama good governance adalah partisipasi masyarakat (asas kepentingan umum), akuntabilitas, dan transparansi (asas keterbukaan). Tuntutan masyarakat yang telah mengalami perubahan mind-set and culture-set akibat arus reformasi menjadi penambah semangat birokrasi untuk segera merubah diri, Menurut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Negara Taufik Effendi, ada beberapa masalah yang dirasakan masyarakat terhadap birokrasi dan juga beberapa kelemahan birokrasi serta prasyarat pe-nyelesaian masalah antara birokrasi dan masyarakat yang disebabkan korupsi, antara lain: pertama, Masalah yang dihadapi: a. berbagai keluhan masyarakat ku-rang dires-pons apa-ratur; b. be-lum ada data awal yang pasti dan sama; c. tolok ukur keberhasilan belum jelas; dan c. belum ada analisis yang jelas mengapa
memanfaatkan teknologi informasi (e-government, e-procurement, informa-tion technology) dalam pemberantasan KKN; d. belum ada kesepakatan mene-rapkan SIN (single identification/identity number) tentang data kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak, ta-nah, imigrasi, bea cukai, dan yang ter-kait lainnya; e. masih banyak duplikasi, pertentangan,
pemberantasan korupsi sejak era Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wa-hid, dan Megawati Soekarnoputri, sam-pai Susilo Bambang Yudhoyono belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Kedua, kelemahan yang menonjol: a. lemahnya kehendak pemerintah atau political will/government will; b. belum ada kesamaan persepsi dan pemahaman tentang visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak jelas; c. kurang
dan ketidakwajaran per-aturan perundang-undang-an (ambiva-len dan multi interpreted); f. kelemahan dalam criminal justice system (sis-tem penanggulangan ke-jahatan); penanggulangan kejahatan belum efektif menggunakan media masa dan media elektronika, kurangnya partisipasi masyarakat, sanksi terlalu ringan dan tidak konsisten, dan criminal policy belum di-tuangkan secara jelas dalam bentuk re-presif (criminal justice system), pre-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
ventif (prevention without punishment), dan pencegahan dini (detektif); dan g. belum ada konsistensi yang didukung kesungguhan atau keseriusan pemerintah dalam pemberantasan KKN. ke-tiga, prasyarat keberhasilan pemberantasan korupsi: a. deregulasi per-aturan perundang-undangan yang memberi peluang KKN dan ada kehendak yang sungguh-sungguh dan serius untuk memberantas korupsi (Inpres 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan salah satu komitmen yang harus ditindaklanjuti de-ngan tindakan nyata); b. sistem dan me-kanisme pelayanan publik yang memanfaatkan teknologi informasi (e-government, e-procurement, e-office, e-business); c. penerapan dan pemanfaatan Single Identification/Identity Number (SIN) untuk setiap urusan masyarakat yang diharapkan mampu mengurangi peluang penyalahgunaan; d. peraturan perundang-undangan yang saling menunjang dan memperkuat; dan e. penataan atau pembaharuan Cri-minal Justice System (CJS) yang me-madai. Dari kondisi birokrasi Indonesia diatas maka yang perlu dikedepankan adalah peran pengawasan dalam pemberantasan korupsi menuju reformasi birokrasi. Peran Pengawasan menuju Reformasi Birokrasi
Peran pengawasan internal pe-merintah seharusnya berada pada ujung tombak pemberantasan korupsi di lembaga pemerintah menuju reformasi birokrasi. Sebenarnya, Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah secara konseptual memiliki peran yang vital. Paling tidak ada tiga fungsi utama yang seharusnya dimainkan oleh Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah, se-bagaimana dikutip dalam buku panduan berjudul “internal control” yang diterbikan oleh London Stock Exchange (1999), Pertama, Lembaga Pengawasan Inter-nal Pemerintah memainkan peran pen-ting di dalam organisasi pemerintah un-tuk memastikan bahwa tujuan-tujuan organisasi telah tercapai dengan maksimal. Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah juga dituntut untuk memberikan kontribusinya sebagai penyelamat atas aset publik yang dikelola oleh lembaga pemerintah. Kedua, Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah berfungsi untuk menfasilitasi efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan program pemerintah, membantu memastikan reliabilitas pelaporan lembaga pemerintah, baik ke dalam maupun ke luar, serta membantu badanba-dan pemerintah untuk mematuhi per-aturan yang berlaku dalam rangka pe-nerapan prinsip-prinsip good governance. Ketiga, Lembaga Pengawasan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Internal Pemerintah memastikan efektifitas kontrol finansial, termasuk didalamnya memelihara catatan keuangan yang layak. Lembaga Pengawasan Internal Pemerintah juga memiliki peran untuk mendorong penggunaan catatan keuangan yang benar, tepat dan up to date serta keterbukaan yang lebih luas atas informasi keuangan kepada masyarakat. Mereka juga memiliki peran untuk mendeteksi adanya kecurangan atau pelanggaran, sekaligus melakukan tindakan pencegahan. Pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan melalui tindakan preventif dan tindakan represif. Peran Aparat pengawasan pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditekankan kepada tindakan preventif, tanpa mengabaikan peran melalui tindakan represif. Tindakan preventif, dilaksanakan melalui : audit kinerja, monitoring, evaluasi, reviu, konsultasi, Sosialisasi dan asistensi (bimbingan teknis). Kegiatan ini menghasilkan rekomendasi kepada pimpinan instansi pemerintah dan unit kerja yang bersifat memperbaiki sistem pengendalian intern (organisasi, perencanaan, kebijakan, dan reviu intern), penyempurnaan metoda pelaksanaan kegiatan dan koreksi secara langsung atas penyimpangan yang dijumpai
dila-pangan. Tindak lanjut atas rekomen-dasi kegiatan pengawasan ini merupa-kan langkah yang efektif untuk men-cegah terjadinya tindak pidana korupsi. Kegiatan konsultasi, sosialisasi dan asistensi bertujuan meningkatkan kapasitas obyek pengawasan dalam pelaksanaan tugas, terutama dalam hal yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan dan administrasi keuangan. Tindakan represif, dilaksanakan melalui pemberian rekomendasi ke-pada pimpinan instansi pemerintah, be-rupa sanksi sehubungan dengan ada-nya temuan terjadinya tindak pidana ko-rupsi atau kerugian negara melalui au-dit. Selain itu rekomendasi kepada pim-pinan instansi pemerintah dapat berupa pelimpahan hasil audit kepada aparat penegak hukum apabila terjadi tindak pidana korupsi. Dari kesimpulan diatas, ada beberapa cara yang dapat dilakukan lembaga pengawasan menuju reformasi birokrasi, yaitu pencegahan korupsi dengan mereformasi layanan publik, mereformasi bidang pelaksanaan anggaran, mereformasi bidang perbendaharaan, dan sistem penerimaan dan pembayaran, mereformasi bidang pengelolaan kas, piutang, barang milik negara, dan kewajiban mereJangan hiraukan opini negatif Anda, bentuklah kebiasaanpemerintah, beraksi agresif
dan positif terhadap ancaman, masalah, dan kegagalan. Fokuskan diri Anda pada sasaran akhirnya terlepas apapun yang terjadi saat ini Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Konsep Dasar Review atas Laporan Keuangan Oleh: Maman Saepulloh
Pendahuluan Reformasi pengelolaan keuangan negara diawali dengan telah ditetapkannya tiga paket undangundang keuangan yang terdiri dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tang-gung Jawab Keuangan Negara. Salah satu hal penting yang diatur dalam paket ketentuan tersebut, adalah dalam Un-dang-undang Nomor 17 Tahun 2003 ya-itu adanya kewajiban Presiden menyu-sun dan menyampaikan rancangan un-dangundang tentang pertanggungja-waban pelaksanaan Anggaran Penda-patan dan Belanja Negara (APBN) ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berupa laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh BPK. Laporan keuangan pemerintah pusat tersebut terdiri dari laporan realisasi anggaran (LRA), Neraca, laporan arus kas (LAK), dan catatan atas laporan ke-uangan yang perlu dilampiri dengan la-poran keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Bentuk dan isi laporan keuang-
an tersebut harus disusun dan disajikan sesuai dengan standar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, sedangkan sistem akuntansi dan pelaporannya harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No-mor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah yang merupakan penyem-purnaan dari PMK No. 59/ PMK.06/2005. Dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang merupakan ketentuan lebih lanjut dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, diatur bahwa la-poran keuangan yang disusun oleh Menteri/Pimpinan lembaga harus disertai dengan adanya kewajiban proses review atas laporan keuangan oleh aparat pengawasan intern pemerintah pada kementerian negara/lembaga da-lam rangka meyakinkan kehandalan informasi yang disajikan di dalam laporan keuangan tersebut. Di samping itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007, apabila kementerian negara/lembaga belum
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama memiliki aparat pengawasan intern, maka Sekretaris Jenderal/pejabat setingkat pada ke-menterian negara/ lembaga mengang-kat beberapa orang pejabat di luar Biro/bidang Keuangan untuk melakukan re-view atas laporan keuangan. Demikian juga disebutkan bahwa review dilak-sanakan secara paralel dengan pelak-sanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Hasil dari review tersebut di-tuangkan dalam bentuk pernyataan te-lah dilakukan review oleh aparat peng-awasan intern pemerintah pada kemen-terian negara/lembaga penyusunan la-poran keuangan.
pemerintahan. Review berbeda dengan audit, dimana review tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat seperti da-lam audit. Review tidak mencakup sua-tu pemahaman atas pengendalian in-tern, penetapan resiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi, dan peng-ujian atas respon terhadap permintaan keterangan dengan cara pemerolehan bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya, yang da-lam suatu audit lazim dilakukan. Se-bagai contoh, dalam hal pembelian ba-rang yang bersumber dari belanja mo-dal yang nilainya materil, proses review hanya meyakinkan bahwa pembelian Pengertian Beberapa Istilah Beberapa hal yang perlu di- barang telah dicatat dalam aktiva tetap, pahami dan dimengerti oleh para au- sedang dalam audit harus diuji bahwa ditor aparat pengawasan intern peme- prosedur pembelian barang tersebut terintah adalah tentang pengertian review lah dilakukan sesuai dengan prosedur yang secara inplisit dinyatakan dalam pengadaan barang dan jasa seperti tePeraturan Direktur Jenderal Perbenda- lah melalui prosedur lelang yang diatur haraan No. Per-44/PB/2006, menye- melalui Keppres No. 80 Tahun 2003, butkan bahwa review diartikan sebagai pembayaran kepada penyedia barang prosedur penelusuran angka-angka telah dilakukan berdasarkan kemajuan da-lam laporan keuangan, permintaan fisik pekerjaan atau didukung bukti seke-terangan, dan analitik yang harus rah terima barang/jasa. Catatan atas laporan keuangan men-jadi dasar memadai bagi aparat peng-awasan intern untuk memberi adalah bagian yang tidak terpisahkan keyakin-an terbatas bahwa tidak dari laporan keuangan yang menyajikan ada modifikasi material yang harus informasi tentang penjelasan atau dafdilakukan atas la-poran keuangan tar rinci atau analisis atas nilai suatu agar laporan keuang-an tersebut pos yang disajikan dalam laporan realisesuai dengan standar akuntansi sasi anggaran dan neraca dalam rangka pengungkapan yang memadai. Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Entitas akuntansi adalah unit pemerintah pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-un-
kemen-terian negara/lembaga atas pelaksana-an anggaran pendapatan dan belanja negara berupa laporan realisasi anggar-an, neraca dan catatan atas laporan ke-uangan. Laporan realisasi anggaran adalah laporan yang menyajikan infor-masi anggaran dan realisasi pendapat-an dan belanja kementerian negara/lembaga dalam suatu periode
dangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan, dan praktikpraktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan adalah sua-tu bentuk pertanggungjawaban
tertentu. Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang dibuat atas dasar laporan keuangan, materialitas tergantung pada hakikat atau besarnya pos atau kesa-lahan yang dipertimbangkan dari keada-an khusus dimana kekurangan atau salah saji terjadi.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Neraca adalah laporan yang menyajikan infomasi posisi keuangan pemerintah yaitu berupa aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Pengguna anggaran adalah pe-jabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/ lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama. Standar akuntansi pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Konsep Dasar Review Review secara paralel dilaksanakan dengan pelaksanaan angaran dan penyusunan laporan keuangan ke-menterian negara/lembaga, paralel da-pat diartikan bahwa APIP secara rutin mendapatkan soft copy atau hard copy laporan keuangan yang diterbitkan oleh unit akuntansi, periode bulanan, triwu-lanan, atau semesteran, tergantung banyaknya unit akuntansi. APIP dapat melakukan identifikasi (desk review) ter-hadap laporan yang diperoleh untuk me-ngetahui ada tidaknya hal-hal yang di-perlukan dan
segera menyampaikan-nya kepada unit akuntansi yang ber-sangkutan. Sementara penugasan pelaksanaan review laporan keuangan dapat dilakukan secara periodik (tahunan atau semesteran atau triwulanan) dengan surat tugas, tergantung pertimbangan APIP. Pada saat review periodik, para auditor melakukan review untuk meng-indentifikasi apakah masih terdapat pe-nyesuaian (modifikasi) yang harus di-laksanakan agar laporan keuangan se-suai SAP, termasuk harus meyakinkan bahwa permasalahan yang disampai-kan secara rutin apakah sudah dise-suaikan (diperbaiki). Untuk penentuan unit akuntansi mana yang akan dilakukan review, dapat diindentifikasi berdasarkan laporan keuangan yang secara rutin diperoleh APIP, penetapan unit akuntansi yang akan direview adalah berdasarkan judgement APIP sesuai dengan indentifikasi masalah dan informasi yang diperoleh. Review tertuju pada hal-hal pen-ting yang mempengaruhi laporan ke-uangan, namun tidak memberikan ke-yakinan akan semua hal penting yang akan terungkap melalui suatu audit. Re-view memberikan keyakinan bagi APIP bahwa tidak ada modifikasi (koreksi/pe-nyesuaian) material yang harus dilaku-kan atas laporan keuangan agar laporan keuangan yang
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
direview sesuai dengan SAP, baik segi pengakuan, penilaian, pengungkapan dan sebagainya. Dalam pelaksanaan review ti-dak memberikan dasar untuk menya-takan suatu pendapat (opini) seperti hal-nya dalam audit, karena dalam review tidak mencakup suatu pemahaman atas pengendalian intern, penetapan re-siko pengendalian, pengujian catatan akuntansi, pengujian atas respon ter-hadap permintaan keterangan dengan cara perolehan bahan bukti yang me-nguatkan melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi dan prosedur tertentu lainnya yang dapat dilakukan dalam suatu audit. Kemudian pelaksanaan review tidak dilakukan pengujian terhadap kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan barang dan jasa, bukti pembayaran kwi-tansi, dan berita acara fisik atas peng-adaan barang dan jasa serta berita acara serah terima barang. Adapun prosedur pelaksanaan review meliputi : Pertama, penelusuran angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan ke buku besar, buku pembantu, atau catatan lain yang digunakan oleh kementerian negara/lembaga untuk meyakini kebenaran angkaangka tersebut, Kedua, permintaan ke-terangan (wawancara/questionaire) ke-pada pihak manajemen (pengguna anggaran/penanggung jawab unit
akun-tansi), terkait dengan prinsip dan praktik akuntansi serta metode yang diterap-kan dalam penyusunan laporan keuang-an, prosedur akuntansi dan pengung-kapan dalam laporan keuangan, per-timbangan lain yang dianggap perlu an-tara lain: validasi data dan rekonsiliasi data, Ketiga, Prosedur analitis untuk mengindentifikasi adanya hubungan antar pos dan hal-hal yang tidak biasa guna mendapatkan keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan tidak terdapat penyimpangan bahwa laporan keuangan yang disajikan tidak terdapat penyimpangan yang material atau tidak disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Prosedur analitis yang digunakan antara lain mempelajari laporan keuangan apakah telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, membandingkan saldo awal neraca tahun berjalan dengan tahun sebelumnya, membandingkan data dokumen sumber tahun berjalan, analisis perbandingan antara laporan keuangan de-ngan hasil yang diantisipasi (anggaran), rekonsiliasi data dan perbandingan da-ta keuangan tahun berjalan dengan ta-hun sebelumnya. Pelaksanaan review atas laporan keuangan Kementerian Negara/ lembaga minimal dilaksanakan sekali dalam setahun atas laporan keuangan tahunan Kementerian Negara/Lemba-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Peningkatan Akuntabilitas Instansi Pemerintah Melalui Manajemen Berbasis Kinerja Oleh: Ikin M. Lukman Sadikin
Terjadinya krisis ekonomi di so-rotan masyarakat, terutama sejak In-donesia yang berkepanjangan tim-bulnya iklim yang lebih demokratis antara lain disebabkan oleh tatacara da-lam pemerintahan. Rakyat mulai penye-lenggaraan pemerintahan yang mem-pertanyakan akan nilai yang tidak di-kelola dan diatur dengan baik. mereka peroleh atas pelayanan yang Akibat-nya, timbul berbagai masalah dilakukan oleh instansi pemerintah. seperti korupsi, kolusi dan nepotisme Semangat reformasi di bidang (KKN) yang sulit diberantas, masalah politik, pemerintahan dan pembangunan pene-gakan hukum yang sulit berjalan, serta kemasyarakatan telah mewarnai mo-nopoli dalam kegiatan ekonomi, upaya pendayagunaan aparatur negara serta kualitas pelayanan kepada dengan tuntutan mewujudkan adminismasyarakat yang buruk. trasi negara yang mampu mendukung Munculnya reformasi seharus- kelancaran tugas dan fungsi penyelengnya menjadi momentum bagi perbaikan garaan pemerintahan dan pembangunIrjenberkurangnya Depag Mundzier Suparta sedang mekelembagaan dengan an dengan menerapkan prinsip-prinsip maparkan konsep Budaya Kerja Departemen atau bahkan hilangnya perilaku koruptif good governance. Terselenggaranya Agama dalam acara Workshop Pengembangan penyelenggara negara. Budaya NamunKerja padaDepartemen good governance Agama merupakan prasyarat kenyataannya, reformasi ternyata utama untuk dapat mewujudkan aspibe-lum mampu berhadapan dengan rasi masyarakat dalam mencapai tuju“me-kanisme” atau “sistem” koruptif an dan cita-citanya. Dalam rangka itu, yang telah berurat akar dibanyak diperlukan pengembangan dan penedepartemen dan badan pemerintah. rapan sistem pertanggungjawaban Masyarakat berharap agar yang tepat, jelas dan nyata sehingga pe-merintah memiliki perhatian yang penyelenggaraan pemerintahan dapat sungguh-sungguh dalam menang- dilakukan secara berdayaguna dan bergulangi korupsi, kolusi dan nepotisme hasilguna. Sistem pertanggungjawabagar mampu mewujudkan pemerin- an atas segala proses tindakan-tindaktahan yang bersih dan baik serta mam- an yang dibuat dalam rangka tata tertib pu menyediakan barang, jasa dan pe- menuju instrumen akuntabilitas pemelayanan yang optimal. Kinerja instansi rintah inilah yang merupakan bagian pemerintah akhir-akhir ini menjadi ter-penting untuk segera diwujudkan, Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang pada akhirnya menjadi instrumen good governance. Terbitnya Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi merupakan langkah awal dan salah satu wujud nyata keseriusan pemerintah untuk memerangi korupsi baik secara represif maupun preventif. Penanganan masalah pemberantasan korupsi tidak dapat lagi dilakukan secara sporadis, namun membutuhkan suatu penanganan secara sistematis. Penanganan tindak korupsi secara sistematis ini antara lain dilakukan dari segi preventif melalui perbaikan sistem ma-najemen pemerintahan yang mengede-pankan adanya transparansi dan akun-tabilitas. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas mengindikasikan bahwa Presiden menginginkan adanya kabinet dan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta berkinerja tinggi. Seluruh jajaran birokrasi pemerintahan diharapkan untuk dapat menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat apa yang sedang dan akan dilakukan serta secara proporsional mempertanggungjawabkan kinerja apa yang telah diberikan kepada rakyat selaku stakeholder utama bangsa ini. Salah satu kunci sukses dalam implementasi manajemen strategis adalah dengan menyiapkan pengukuran kinerja, yang mencakup penyusun-
an rencana strategis, pengukuran kinerja/penetapan indikator, implementasi, dan evaluasi kinerja. Maka, untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan suatu instansi pemerintah, maka seluruh aktivitas instansi harus dapat diukur, dan pengukuran tersebut tidak se-mata-mata kepada input (masukan) dari program akan tetapi lebih ditekankan kepada keluaran, proses, manfaat dan dampak. Namun permasalahannya adalah, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi hanya lebih ditekankan kepada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Suatu instansi dikatakan berhasil melaksanakan tugas pokok dan fungsinya apabila dapat menyerap seratus persen anggaran pemerintah, walaupun hasil maupun dampak dari pelaksanaan program tersebut masih jauh di bawah standar. Kesulitan untuk mengukur keberhasilan ataupun kegagalan instansi pemerintah, pada umumnya disebabkan karena instansi pemerintah belum memiliki pe-rumusan tujuan (goal) yang jelas, be-lum memiliki sasaran strategis yang spesifik, jelas, dan terukur, belum memiliki secara formal ukuran keberhasilan organisasi dalam mencapai sasar-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama an-sasaran strategisnya, belum berani menetapkan target-target kinerja sebagai bentuk komitmen organisasi bagi pencapaian kinerja yang optimal, dan belum memiliki sistem pengumpulan data kinerja. Bagi instansi pemerintah, terutama yang tugas dan fungsinya terkait langsung dengan pelayanan publik, reformasi pada bidang aparatur negara ini berimplikasi secara mendasar pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Instansi pemerintah harus berfokus pada “kinerja”, sejak tahap desain program dan kegiatan, implementasi, monitoring, evaluasi sampai dengan pelaporan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya, instansi pemerintah memerlukan suatu desain manajemen baru yang berfokus pada kinerja yang dikenal dengan performance management. Berdasarkan konsepsi performance management ini, kinerja yang dirancang instansi pemerintah dapat di-ketahui pencapaiannya jika lembaga tersebut memiliki indikator-indikator kinerja yang dapat digunakan sebagai to-lok ukur dalam pengukuran kinerja ins-tansi. Indikator kinerja merupakan ins-trumen yang sangat baik untuk meng-arahkan unsur-unsur dalam instansi agar bergerak menuju sasaran yang te-lah ditetapkan. Sistem pengukuran kinerja
yang merupakan elemen pokok dari manajemen kinerja akan mengubah paradigma pengukuran keberhasilan. Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari kemampuan instansi tersebut, berdasarkan sumber daya yang dikelolanya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan mempertimbangkan empat perspektif Balanced Scorecard (BSC) yaitu perspektif financial, customer/stakeholder, internal bu-siness/internal process dan learning and growth secara proporsional. Selain dengan menggunakan balance scorecard, Joko Widodo (2007) mengungkapkan beberapa metode lain yang da-pat digunakan dalam pengukuran ki-nerja kebijakan, yang antara lain meliputi input and output performance model dan basic production model. Pada model input and output performance, indikator kinerja kebijakan dibedakan menjadi enam macam, yaitu input, process, output, outcome, bene-fit, dan impact. Kemudian, basic pro-duction model lebih menekankan cost-effectiveness dalam mencapai tujuan kebijakan yang diketahui melalui efi-siensi dan efektivitas kebijakan. Efi-siensi diperoleh dengan membandingkan input dan output. Efektivitas dilihat dari bagaimana output, outcome, dan impact kebijakan. Indikator yang
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
digunakan adalah input, output, outcome, objective, dan goal. Dengan demikian, kinerja pemerintah seharusnya tidak hanya diukur dengan kinerja keuangan, tetapi juga kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat secara ekonomis, efisien, dan efektif. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses pencatatan dan pengukuran pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian sa-saran, tujuan sesuai dengan visimisi, dengan tiga komponen sebagai berikut: penetapan indikator kinerja, pencapaian kinerja, dan evaluasi kinerja. Penetapan kinerja merupakan tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan dicapai oleh para pejabat di setiap instansi pemerintah. Dengan demikian, penetapan kinerja ini menjadi kontrak kinerja yang harus diwujudkan oleh para pejabat tersebut sebagai penerima amanah dan pada akhir tahun nanti akan dijadikan sebagai dasar evaluasi kinerja dan penilaian terhadap pejabat tersebut. Dengan penetapan kinerja ini, diharapkan para pimpinan instansi tidak hanya pandai mendapatkan dan menghabiskan anggaran saja, tetapi juga harus mampu menunjukkan serta mempertanggungjawabkan kiner-janya kepada pimpinannya dan kepada masyarakat. Penetapan kinerja ini ha-rus dipandang sebagai
salah satu lang-kah sistematis yang diperlukan dalam rangka pencegahan tindak pidana ko-rupsi dan peningkatan kualitas pelayan-an publik. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/ Lembaga pada Penjelasan Umum menyatakan bahwa tahapan paling lanjut dalam rangkaian penyempurnaan penganggaran adalah menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan penekanan pertama-tama pada ketersediaan rencana kerja, yang benar-benar mencerminkan komitmen Kementerian Negara/Lembaga sebagai bagian dari proses penganggaran. Kementerian Negara/Lembaga dituntut memperkuat diri dengan kapasitas dalam mengembangkan indikator kinerja dan sistem pengukuran mereka sendiri dan dalam meningkatkan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai persyaratan untuk mendapatkan anggaran. Sejalan dengan tumbuhnya orientasi kinerja dan perbaikan informasi indikator kinerja, pendekatan yang lebih sistematik terhadap penganggaran berbasis kinerja akan terbentuk. Sebagai langkah antara sejumlah uji coba dapat dilakukan pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga, khususnya yang ber-kaitan langsung dengan pelayanan ma-syarakat. Selanjutnya, dalam Perpres No.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama 38 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 Pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa Kementerian Ne-gara/Lembaga membuat laporan kiner-ja triwulan dan tahunan atas pelaksana-an rencana kerja dan anggaran yang berisi uraian tentang keluaran kegiatan dan indikator kinerja masing-masing program. Evaluasi kinerja merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran kinerja dan pengembangan indi-kator kinerja; oleh karena itu dalam me-lakukan evaluasi kinerja harus berpe-doman pada ukuran-ukuran dan indi-kator yang telah disepakati dan ditetap-kan. Evaluasi kinerja dilakukan terhadap pencapaian setiap indikator kinerja da-lam rangka mendukung keberhasilan dan untuk mengetahui tingkat kegagalan dari pelaksanaan kegiatan. Evaluasi ki-nerja juga merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produk-tivitas dimasa mendatang. Sebagai suatu proses yang berkelanjutan, eva-luasi kinerja berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan kinerja suatu organisasi serta memberikan masukan untuk mengatasi persoalan yang ada. Sebagai salah satu fungsi manajemen, evaluasi berusaha mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana
sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pi-hak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung suatu rencana (Aji dan Sirait: 1990). Peraturan Menteri Negara Pen-dayagunaan Aparatur Negara No. PER/09/M.PAN/5/2007 Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa analisis dan eva-luasi kinerja dilakukan secara berkala dan sederhana dengan meneliti fakta-fakta yang ada baik berupa kendala, hambatan maupun informasi lainnya. Kesimpulan hasil evaluasi akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja instansi pemerintah. Kinerja instansi pemerintah dapat dinilai dengan skala pengukuran ordinal yang dibuat sesuai dengan pertimbangan masing-masing instansi pemerintah misalnya, seperti pada contoh berikut. Kategori Penilaian
Dengan demikian, jelas bahwa pengukuran dan evaluasi kinerja merupakan hal yang mutlak dilakukan guna menilai keberhasilan/kegagalan pelak-sanaan kegiatan sesuai dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Strategi Perencanaan Pengawasan Berorientasi Keunggulan Oleh: Nur Arifin
Strategi merupakan alat dalam mencapai tujuan. Menurut Chandler yang di kutip oleh Argyris strategi me-rupakan alat untuk mencapai tujuan da-lam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Penger-tian strategi tersebut lebih menekankan strategi sebagai tool yang dapat di-gunakan untuk meraih keberhasilan tu-juan jangka panjang dengan mengalo-kasikan sumber daya secara maksi-mal. Dengan demikian strategi meru-pakan peta jalan yang harus di tempuh dalam upaya mencapai tujuan yang di-inginkan. Kemudian Porter mengemukakan bahwa strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Dan menurut Hamel dan Prahalad, strategi merupakan tindakan yang bersifat inkremental dan terus menerus dalam mencapai harapan berdasarkan sudut pandang klien. Dalam hal ini pengertian strategi lebih cenderung berorientasi pada kepentingan kompetisi untuk mencapai keunggulan keberhasilan program organisasi suatu lembaga. Dengan demikian secara keseluruhan pengertian tentang strategi adalah perangkat manajemen yang digunakan untuk
me-rebut keunggulan keberhasilan pro-gram dalam mencapai tujuan organisasi. Strategi Perencanaan Pengawasan Itjen Strategi perencanaan pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah adalah perangkat ma-najemen yang diterapkan untuk me-rebut keunggulan keberhasilan program dalam mencapai tujuan lembaga Inspektorat Jenderal Departemen Aga-ma. Pemahaman yang jelas tentang konsep strategi mendorong pimpinan untuk menganalisis bagaimana pegawai dan para staf pegawai mencapai kepuasan, yang implikasinya adalah kualitas kontrol dan kinerja pegawainya mencapai prestasi yang optimal terhadap kapasitas organisasi Itjen Depag tersebut. Tentunya pimpinan lembaga Itjen Depag dalam melakukan pengelolaan organisasinya tidak hanya ber-orientasi pada konsep strategi saja, tetapi harus mempertimbangkan kon-sep-konsep lain dalam upaya mencapai tujuan program organisasi Itjen Depag, yang terkait dengan sasaran utama dalam misi, tujuan dan kebijakan program kerja pengawasan pegawai
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Departemen Agama. Konsep pendukung keberhasilan pengelolaan Itjen Konsep-konsep lain yang mendukung keberhasilan dalam pengelolaan organisasi Itjen Depag diantaranya adalah konsep: 1) distinctive competence atau kemampuan membedakan, yaitu tindakan pimpinan Itjen Departemen Agama dalam melakukan kegiatan yang lebih baik dibanding organisasi lain, 2) competitive advantage atau keuntungan/keunggulan kompetitif, yaitu pimpinan Itjen Departemen Agama secara spesifik melakukan ke-giatan organisasinya agar memiliki kua-litas lebih unggul dibandingkan dengan lembaga unit lainnya. Distinctive competence merupakan suatu konsep kebijakan organisasi Itjen Departemen Agama yang memiliki kekuatan yang tidak mudah ditiru oleh organisasi unit lain, dan kemampuan spesifik tersebut sebagai gambaran ke-mampuan pimpinan Itjen Depag dalam membuat konsep strategi, yang me-liputi: a) keahlian dan keterampilan pim-pinan, dalam hal ini pimpinan sebagai tenaga kerja yang terampil dan kom-peten di bidangnya dan memiliki ke-mampuan di atas rata-rata pimpinan lain, b) kemampuan SDM Itjen Departemen Agama, yaitu pimpinan dan staf yang dapat bekerja secara profesional
sesuai dengan tugas dan kewajibannya, dalam upaya mencapai tujuan or-ganisasi lembaga pengawasan Depar-temen Agama. Kedua faktor distinctive competence tersebut menyebabkan organisasi Itjen Depag lebih unggul dibanding dengan organisasi lain. Keahlian SDM pengawasan pegawai Depag yang tinggi akan muncul dari kemampuan membentuk fungsi khusus yang lebih efisien dan efektif dibanding dengan kompetiter lain, misalnya SDM pimpinan yang memiliki loyalitas tinggi memberikan ekstra waktu dalam membimbing pegawainya di luar jam kerja tanpa memperhitungkan imbalan, yang secara murni hanya memiliki motivasi dalam mengantarkan pegawainya berhasil dalam bekerja, jujur dan disiplin serta bertanggung jawab. Tentunya organisasi Itjen Depag yang dinamis akan mengetahui secara tepat keinginan para kliennya yaitu se-luruh pegawai Departemen Agama yang diawasinya, sehingga para pim-pinan di lingkungan Itjen beserta para stafnya dapat menyusun strategi kua-litas pengawasan pegawai Departemen Agama, lebih baik dibanding organisasi lain, dan semua kekuatan tersebut dapat diciptakan melalui pemanfaatan seluruh potensi sumber daya di lingkungan Itjen Departemen Agama. Dengan demikian ada dua hal
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang menarik dalam hal ini, kesan pegawai Itjen Depag dan SDM yang berkualitas, semua itu merupakan keunggulan yang dapat diciptakan untuk memperoleh nilai kualitas yang diinginkan dalam lembaga kepengawasan Itjen Depag. Sedangkan konsep competitive advantage, adalah konsep keunggulan kompetisi me-lalui pemilihan strategi yang dilakukan oleh organisasi Itjen Departemen Agama dalam mengawasi kinerja Departemen Agama. Dalam konsep keunggulan kompetisi tersebut terdapat tiga hal, yaitu a) cost leadership (biaya kepemimpinan), b) diferensiasi (perbedaan), dan c) fokus sasaran organisasi. Dengan cost leadership yang implikasinya dapat memberikan dorongan dan teladan dari pimpinan kepada bawahan (subordinate) yang lebih baik pada lingkungan organisasi Itjen Departemen Agama, maka diharapkan
organisasi pada Itjen Depag nantinya, dapat memiliki keunggulan kompetisi. Suatu penampilan dan penyuguhan sesuatu jasa yang berbeda akan memperoleh perhatian khusus dari anggota pegawai lainnya atau organisasi lainnya, lembaga organisasi yang memiliki kekhususan tentunya akan menarik perhatian seluruh para pegawai De-partemen Aga-ma. Oleh se-bab itu suatu penampilan yang berbeda akan memperoleh keunggulan dalam kompetisi, demikian pula dalam fokus sasaran organisasi Itjen De-partemen A g a m a membuat kebijakan yang mengarah pada program-program pengawasan bagi para pegawai Departemen Agama seluruh Indonesia, maka sasaran tersebut tentunya akan disesuaikan dengan karakteristik pegawai di masing-masing unit kerjanya, sehingga dapat menimbulkan image khusus nantinya.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Reformasi Sistem dan Perilaku Birokrasi Menuju Tata Kepemerintahan yang Baik Oleh: Bachroni
Sistem dan perilaku birokrasi pemerintah memang harus tertata dengan baik. Apalagi setelah reformasi, keharusan tersebut merupakan hal yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Selama ini sistem dan perilaku birokrasi pemerintah pada umumnya masih seperti sebelum reformasi. Membahas reformasi sama halnya dengan mengupayakan bagaimana melakukan restrukturisasi dan reposisi sistem dan perilaku birokrasi pemerintah menuju tata kepemerintahan yang baik (good governance) Setiap upaya melakukan perubahan signifikan, seperti melakukan restrukturisasi dan reposisi kelembagaan birokrasi publik yang seharusnya dilakukan dalam suasana reformasi ini, tak ubahnya sebagai suatu perjalanan yang melelahkan. James Champy (1997) dalam “Preparing for Organizational Change”, menyatakan bahwa perubahan organisasi itu ibarat suatu perjalanan. Bagi setiap pimpinan, apakah yang berada di birokrasi pemerintahan atau non pemerintahan, perjalanan tersebut merupakan perjalanan tanpa akhir. Perjalanan seperti ini sangat melelahkan (leaving them breathless). Akan
tetapi James Champy menasihati agar perjalanan tersebut menyenangkan, perlu berlatih bernapas dan mengantisipasi barangkali ada sesuatu yang menghalangi pernapasan kita. Untuk itu, agar tidak melelahkan, maka setiap upaya ke arah perubahan birokrasi publik harus senantiasa dimulai dengan menjelaskan tujuan dari perjalanan itu. (the journey’s destination). Ada tiga hal yang perlu diamati jika akan melakukan restrukturisasi dan reposisi birokrasi publik, yaitu: 1. Keinginan untuk menegakkan demokrasi secara utuh, 2. Perubahan sistem politik dari single majority ke multi partai, dan 3. Terjadinya proses perubahan paradigma manajemen pemerintahan dari goverment to governance. Birokrasi yang Demokratis Bekerja dalam negara yang demokratis merupakan cita-cita semua orang yang hidup di negara yang demokratis. Selama ini kita belum merasakan hal seperti itu. Saat ini pemerintah berkeinginan mengamalkan prinsip-prinsip demokrasi disegala bidang. Prinsip de-mokrasi yang paling urgent ialah me-letakan kekuasaan itu ditangan rakyat, bukannya di tangan penguasa. Semen-tara itu tidak adanya rasa takut
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
untuk memasuki suatu serikat atau perkum-pulan yang sesuai. Di dalam masyarakat demokratis yang kompleks hampir tidak dimungkinkan melakukan dan memperoleh kontrol yang sempurna. Akan te-tapi dapat menaruh suatu harapan ang-ka minim sekalipun dengan mengetengahkan suatu cara pemilih (election) yang dilaksanakan oleh rakyat terhadap pejabat-pejabat dalam birokrasi pemerintah. Pemilihan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pejabat-pejabat yang mewakilinya merupakan inti dari pelak-sanaan demokrasi dalam suatu ne-gara. Sekaligus juga mengingatkan ke-pada para pejabat untuk senantiasa melakukan akuntabiltas kepada rakyat (Thoha 1999) Dalam kelembagaan pemerintah dapat dikembangkan prinsip-prinsip demokrasi seperti itu. Kekuasaan ditangan rakyat artinya bahwa setiap upaya untuk merancang, membentuk, membubarkan ataupun menggabungkan suatu lembaga pemerintah keterlibatan rakyat amat diperlukan.Setidak-tidaknya rakyat mengetahui mengapa suatu suatu departemen itu dibubarkan atau diadakan departemen baru. Struktur kelembagaan pemerintah seharusnya tidak bisa dilepaskan dari kontrol rakyat. Peranan rakyat dalam pemerintah yang demokratis dilakukan ketika bentuk pemerintahan baik pusat mau-
pun daerah akan di susun. Wujud dari peranan ini ialah bahwa setiap bentuk dan susunan lembaga pemerintahan itu harus didasarkan pada undang-undang. Dalam undang-undang inilah rakyat terlibat dalam menetapkan kebi-jakan tentang macam dan bentuk lem-baga pemerintahan baik di pusat mau-pun di daerah. Jika dasar pembentukannya dikembalikan kepada Undang-undang, maka rakyat atau DPR ikut berperan dan mengontrolnya. Tidak bisa Presiden sekehendaknya membubarkan suatu departemen atau membuat departemen baru. Jika prinsip demokrasi ini dijalankan, karena kemauan pemerintah sudah bulat mau menjalankan demokrasi, maka di bidang pemerintahan ini harus dimulai keterlibatan rakyat atau DPR untuk merancang dan mengontrolnya. Cara semacam ini selain sesuai dengan prinsip demokrasi, juga se-suai dengan paradigma yang diikuti se-karang dalam birokrasi publik. Perubahan Sistem Politik Sistem politik yang dianut sekarang ini berbeda dengan sistem politik pada jaman pemerintahan orde baru. Sistem politik sekarang, seperti kita ketahui bersama terdiri dari banyak partai politik. Pemerintahan yang dihasilkan oleh sistem politik multi partai diperkira-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama kan tidak akan ada lagi single majority yang menguasai pemerintahan. Paling tidak akan terjadi pemerintahan koalisi atau gotong-royong di antara beberapa partai politik. Jika kita menginginkan untuk melakukan restrukturisasi dan reposisi birokrasi kita, maka kondisi perubahan sistem politik ini hendaknya perlu memperoleh pertimbangan. Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kelembagaan birokrasi pemerintah pusat maupun daerah ialah merubah mindset para pemimpin politik kita, dari mewarisi sikap dan perilaku orde baru. Perwujudan dari perubahan ini dalam kelembagaan pemerintahan disediakan dan dibedakan oleh akses politik dalam birokrasi pemerintah. Menurut teori liberal bahwa birokrasi pemerintah itu menjalankan kebijakan- kebijakan pemerintah yang mempunyai akses langsung kepada rakyat melalui mandat yang diperoleh dalam pemilihan. Dengan demikian, birokrasi pemerintah itu tidak hanya didominasi oleh para birokrat saja, melainkan ada bagian-bagian tertentu yang diduduki oleh pejabat politik (Carino,1994) Demikian pula sebaliknya bahwa di dalam birokrasi pemerintah itu bukan hanya dimiliki oleh pimpinan politik saja melainkan ada juga pimpinan birokrasi karier yang profesional. Ketika keinginan untuk memasukkan pejabat politik dalam birokrasi
pemerintah itu timbul, maka timbul pu-lalah suatu pertanyaan tentang hubung-an keduanya. Pertanyaan ini harus di-jernihkan dengan jawaban yang tepat. Hubungan antara pejabat politik dan birokrasi merupakan suatu hubungan yang ajeg antara fungsi kontrol dan do-minasi. Persoalan ini sebenarnya me-rupakan persoalan klasik sebagai per-wujudan dikotomi politik dan adminis-trasi.Teori dikotomi antara politik dan administrasi ini suatu doktrin yang pe-ngaruhnya dimulai sejak penemuan administrasi negara sebagai ilmu (Wil-son, 1987) Pemikiran tentang supre-masi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fung-si –fungsi politik atas administrasi. Ada asumsi tentang superioritas fungsi-fungsi politik atas administrasi. Di-kotomi antara politik dan administrasi ini akibat karena adanya kesalahan perubahan referensi dari fungsi ke struktur, dari perbedaan antara pembuatan kebijakan (policy-making) dan pelaksanaan (implementation), antara pejabat politik dan pejabat karier birokrasi (Kirwan, 1987). Adapun bureaucratic sublation didasarkan atas anggapan bahwa birokrasi pemerintah sesuatu negara bukanlan hanya berfungsi sebagai mesin pelaksana. Banyak contoh yang dapat kita lihat, bahwa dari hasil audit, umumnya pejabat yang instan,
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
banyak masalah yang timbul, dari yang ringan sampai yang berat, meskipun bukan jaminan pejabat karier semuanya dapat menjalankan organisasi dengan baik, dan birokrasi karier yang berjalan kurang baik umumnya karena terkontaminasi oleh politik. Pejabat birokrasi yang terlatih secara profesional mempunyai kekuatan tersendiri sebagai suatu pejabat permanen. Pejabat seperti ini sepertinya mempunyai catatan karir yang panjang jika dibandingkan dengan pimpinannya pejabat politik yang bukan spe-sialis. Dengan memperhatikan hal-hal seperti ini, maka birokrasi itu mempu-nyai kekuatan yang seimbang dengan pejabat politik. Oleh karena itu kedu-dukannya tidak sekedar sebagai sub-koordinasi dan mesin pelaksana, me-lainkan sebanding atau co-equality with the executive. Dengan demikian biro-krasi itu merupakan kekuatan yang a politic but highty politized. Birokrasi bu-kan merupakan partisan politik akan te-tapi karen keahliannya mempunyai ke-kuatan untuk membuat kebijakan yang profesional. Government to Governance Masalah yang ketiga yang harus dipertimbangkan dalam restrukturisasi dan reposisi birokrasi publik kita ialah perubahan paradigma pemerintahan dari goverment ke governance.
Dalam paradigma goverment orientasi kekuasaan masih kuat, partisipasi dan kontrol rakyat belum berjalan secara optimal. Dalam paradigma governance terdapat asumsi yang mendasar bahwa dalam masyarakat baru terdapat banyak “competing interest groups” kelompok-kelompok kepentingan rakyat yang saling kompetisi dalam proses politik manajemen pemerintahan. Peranan rakyat semakin besar. Oleh karena itu pemerintah harus menawarkan saluran akses-akses kepada rakyat untuk berpartisipasi. Manajemen pemerintahan di masa datang menurut paradigma governance harus juga mencairkan pemusatan kekuasaan baik vertikal maupun horisontal sehingga proses chek and balance dengan rakyat terlaksana dengan baik. Salah satu kemajuan zaman dan perubahan global ialah diperlakukannya cara kerja dalam suatu birokrasi dengan mempergunakan teknologi informasi. Cara kerja semacam ini akan menjadikan birokrasi tanpa ba-tas.Jika birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas itu diberlakukan maka tatanan organisasi yang vertically operated, akan berubah menjadi lebih pendek dan ramping organisasi yang ramping akan diharapkan bisa melakukan kerja yang cekatan, cepat dan responsif.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama Kerangka Analisis Strategi Perencanaan Pengawasan Oleh: Nur Arifin
Proses formulasi atau perencanaan strategi akan banyak menekankan penggunaan analisis. Oleh sebab itu dalam perencanaan strategis dalam tingkat departemen maupun or-ganisasi Itjen Depag banyak menggunakan analisis dalam menentukan keputusan strategis. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan kerangka analisis strategi yang jawabannya melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1) bagaimana organisasi menentukan alternatif strategis ?, 2) metode dan tool apa yang akan dipergunakan dalam mengidentifikasi serta mengevaluasi alternatif strategis di lingkungan organisasi Itjen Depag ?, 3) faktor-faktor apa yang mempengaruhi pilihan strategis tersebut?. Dalam menentukan alternatif strategi tentunya sudah memiliki beberapa alternatif melalui proses kompilasi data dan pengelolaan secara seksama. Data dan informasi tersebut dibuat prioritas alternative, strategi mana yang paling tepat menurut prediksi berdasarkan analisis ilmiah dan secara empiris dapat mendukung alternatif tersebut berdasarkan pengalaman dan ramalan atau prediksi yang rasional. Banyak metode dan tool dalam
penentuan pemilihan alternatif apakah dengan trees decision, apakah berdasarkan tendention ataupun regression dan lain sebagainya dapat membantu pimpinan Itjen Depag dalam menyajikan alternatif-alternatif penting yang dapat diprioritaskan sebagai alternatif strategis yang populer, sehinga akan memudahkan pengambilan keputusan strategis yang diharapkan dapat mencapai keberhasilan maksimal. Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan strategi dapat ditarik dari sumber-sumber potensi lingkungan internal maupun lingkungan eksternal dalam mencari keuntungan optimal dalam menentukan alternatif strategis. Tiga pertanyaan konsep kerangka analisis strategis tersebut semuanya menggambarkan bagaimana penalaran analisis dapat dioptimalkan melalui batasan kerangka yang tidak menyimpang dari tujuan penentuan ke-tepatan strategi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Herbert dalam kerangka analisis strategi dibatasi oleh tiga di-mensi utama, yaitu: a) proses peng-ambilan keputusan strategis, b) stra-tegi korporasi dan c) strategi fung-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
sional. Dalam proses pengambilan keputusan strategi yang relevan dengan organisasi Itjen Depag adalah strategi ditingkat top manajemen dimana pimpinan Itjen Depag dalam kegiatan unggul dan bermutu tinggi dan berbagai bagian kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan dan staf mampu dikelola secara integratif. Sehubungan dengan hal tersebut pimpinan Itjen Depag dalam kebijakannya harus mampu menjelaskan bahwa organisasi Itjen Depag memiliki misi dan strategi yang dapat menghasilkan produk pengawasan pegawai yang berkaitan dengan misi dan strateginya, dan lebih detailnya pimpinan Itjen Depag dapat menjabarkan strategi spesifik dalam menentukan produk pengawasan pegawai, yang akan dilakukan secara konsisten se-hingga mampu bersaing dengan orga-nisasi unit lainnya di lingkungan Depar-temen Agama. Dalam strategi korporasi pimpinan Itjen yang penting dapat mendistribusikan secara umum bagaimana kegiatan pimpinan dan staf secara ke-seluruhan untuk melakukan strategi induk dalam mencapai misi dan tujuan program-program pengawasan pegawai pada organisasi Itjen Depag, sedangkan strategi fungsional dirumuskan lebih spesifik. dImana pimpinan Ins-pektorat Jenderal Departemen
Agama, membuat unit-unit kegiatan yang didis-tribusikan secara langsung kepada pimpinan dan staf atas tanggung ja-wabnya. Strategi fungsional tersebut lebih bersifat operasional karena akan diimplementasikan secara langsung kepada fungsi-fungsi kegiatan dalam manajemen Itjen Depag, misalnya bidang administrasi, pengajaran dan lain sebagainya. Pada prinsipnya kerangka analisis strategi merupakan pilihan strategis yang dampaknya akan dapat me-ngetahui hasil dimasa datang sehingga kerangka analisis strategi akan mem-peroleh: 1) kemungkinan alternatif stra-tegi organisasi Itjen Depag, 2) efek-tifitas strategis, 3) ramalan perspektif strategis. Dengan kerangka analisis strategis kemungkinan alternatif strategis yang paling baik dapat dilokalisasi dan dapat menghemat tenaga dan biaya, dengan hadirnya kerangka analisis strategi, diharapkan pimpinan Itjen De-pag dapat mengukur efisiensi dan efektifitas strategi yang telah dijalankan dan menindak lanjuti serta mengkoreksi strateginya agar diperoleh hasil yang lebih optimal, dan dengan kerangka analisis strategi pimpinan Itjen dapat memprediksi secara perspektif apa yang akan terjadi dari kebijakan strategis yang diambilnya. Implementasi kerangka analisis strategi dalam tingkat korporate pim-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Fokus Utama pinan Itjen Depag dapat : 1) menganalisis portofolio organisasi Itjen secara keseluruhan yang ada kaitannya dengan kekuatan dan daya tarik organisasi Itjen Depag, 2) mengidentifikasi kinerja organisasi Itjen Depag tentang ketepatan pengelolaan dan pelaksanaan portofolio, 3) membandingkan kinerja yang diproyeksikan ke dalam kinerja saat ini, sehingga pimpinan Itjen Depag dapat mengenali kesen-jangannya, 4) mengi-dentifkasi alternatif portofolio berbagai kombinasi konsep strategi yang ada d a l a m o r g a nisasi Itjen Depag dan 5)
gawai, 2) menguji kemungkinan strategi dalam hasil pelaksanaan pengawasan pegawai, 3) membandingkan hasil pengawasan dengan alternatif tu-juan pengawasan dan mengukur penyimpangan yang ada, 4) mengidentifikasi alternatif strategi sehingga ke-senjangan dapat minimalkan, 5) meng-evaluasi berbagai alternatif strategi dan pilihan strategi secara operasional yang di-lakukan oleh pimpinan dan stafnya.
mengevaluasi berbagai alternatif dan pilihan strategis yang telah dilakukan. Sedangkan implementasi kerangka analisis tingkat fungsional, pimpinan Itjen Depag dapat: 1) menganalisis hubungan antara posisi strategi organisasi pengawasan pegawai dan analisis kemungkinan hambatan yang terjadi dalam proses pengawasan pe-
Se-luruh pe-mahaman kerangka analisis strategi diharapkan akan dapat mem-bantu pimpinan Itjen Depag dalam me-nentukan strategi yang tepat baik, da-lam tingkat korporat maupun dalam unit fungsional kegiatan kerja pimpinan dan staf, dalam upaya mencapai tujuan pengawasan yang berkaitan dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Pengawasan Hak Pegawai Akibat Dinas Oleh : Achmad Ghufron
Bagi Pegawai Negeri yang sedang dinas mengalami kecelakaan, berakibat sakit yang perlu dirawat, atau cacat yang tidak bisa disembuhkan, atau meninggal dunia, diberikan hak-haknya berupa dirawat sampai sembuh, diberikan tunjangan cacat, atau keluarganya diberikan uang duka bagi yang meninggal dunia, dan kenaikan pangkat anumerta Pendahuluan Terhadap Pegawai Negeri yang 12 Tahun 1981 jo Surat Edaran Bersedang melakukan Tugas ternyata sama Menkes dengan Kepala BKN No. mendapat kecelakaan (bukan kelalaian- 368/Men-Kes/EB/VII/1981 dan No. 09/ nya) maka dikategorikan sebagai celaka SE/1981 tentang Perawatan, Tunjangakibat dinas. Dengan celaka akibat an Cacat dan Uang Duka PNS, dan PP di-nas, apabila berakibat luka/sakit No. 98 Tahun 2000 yang disempurnaberhak untuk dirawat sampai sembuh kan dengan PP No. 11 Tahun 2002 dengan gratis, apabila berakibat cacat ten-tang Pengadaan Pegawai Negeri (kelainan jasmani yang mengganggu Sipil. pekerjaan atau tidak bisa bekerja Kecelakaan adalah suatu perislagi) berhak atas tunjangan cacat tiwa yang mendadak akibat yang tidak di samping uang pen-siun apabila dikehendaki berakibat seseorang menberakibat meninggal dunia diberikan derita sakit atau menjadi cacat yang Kenaikan Pangkat Anumerta dan memerlukan pengobatan, perawatan Keluarganya berhak uang duka te-was. dan atau rehabilitasi, atau meninggal Hak bagi PNS/CPNS yang meng-alami dunia (PP No. 12 Tahun 1981 pasal 1 kecelakaan akibat dinas merupa-kan huruf a). Selanjutnya dalam pasal 1 husalah satu dari hak-hak pegawai negeri ruf b, antara lain dinyatakan, bahwa celainnya (gaji, cuti, pensiun) yang diatur laka karena/akibat dinas terjadi karena dalam pasal 7,8,9 dan 10 Un-dang- menjalankan tugas, atau yang ada huUndang No. 43 Tahun 1999 ten-tang bungannya dengan dinas, atau pemPerubahan atas Undang-Undang No. buatan anasir yang tidak bertanggung 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Po-kok jawab. Kalau kecelakaan tersebut terKepegawaian. Sebagai pelaksana- jadi karena kesalahan Pegawai Negeri an dari Undang-Undang tersebut sendiri walaupun sedang bertugas, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. maka tidak dapat dikatakan sebagai Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan akibat dinas, sebab salah satu syarat dinyatakan akibat dinas adalah surat keterangan Polisi yang mengatakan bahwa kecelakaan bukan kesalahan yang bersangkutan (SE Bersama Men-kes dengan Kep. BKN No. 368/ Men-Kes/EB/VII/1981 angka II No. 9, angka III No. 4, dan IV huruf g). Celaka akibat dinas dibedakan dengan celaka dalam dinas terutama mengenai hak-haknya. Kalau celaka akibat dinas/pasti dalam dinas, sedangkan celaka dalam dinas belum tentu aki-bat dinas (contoh: orang yang sedang bertugas meninggal dunia dikarenakan sakit jantung atau sakit lainnya yang tidak terkait dengan kecelakaan, atau mendapat kecelakaan saat berdinas di-karenakan kelalaian/ kesalahan sendiri). Hak bagi Pegawai Negeri yang mening-gal bukan akibat dinas, maka keluarga-nya menerima uang duka wafat, di samping yang bersangkutan diberikan Kenaikan Pangkat Anumerta. Istilah wafat dan tewas, sebagaimana ter-cantum dalam Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1981, Tewas adalah kon-disi Pegawai Negeri yang meninggal dunia akibat dinas, sedangkan wafat adalah Pegawai Negeri yang meninggal dunia bukan akibat dinas”. Pengobatan/Perawatan Terhadap Pegawai Negeri yang mengalami celaka karena/akibat dinas
untuk dapat diberikan pengobatan/perawatan atau rehabilitasi berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keputusan tersebut berdasarkan bukti-bukti sebagai berikut: pertama, berita acara atau surat keterangan tentang kecelakaan Pegawai Negeri yang bersangkutan, yang dibuat oleh pejabat yang berwajib (Polisi atau Pamong Praja setempat), kedua, surat pernyataan dari pimpinan (atasannya) serendah-rendahnya pejabat eselon IV, yang menyatakan bahwa Pegawai Ne-geri tersebut sedang melaksanakan tu-gas, ketiga, surat keterangan dokter Pemerintah setempat atau dokter swasta apabila tidak ada dokter Pemerintah yang mengatakan bahwa luka/ sakit tersebut sebagai akibat langsung dari kecelakaan, dan perlu dirawat/diobati atau direhabilitasi. Tanpa ketiga bukti-bukti tersebut, maka tidak bisa dibuatkan surat keputusan tentang Pengobatan/perawatan atau rehabilitasi de-ngan biaya negara. Pada dasarnya pengobatan/perawatan atau rehabilitasi dilakukan pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat. Apabila Puskesmas setempat tidak memiliki peralatan yang memadai, maka dilakukan pada rumah sakit Pemerintah terdekat atau rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah atau rumah sakit khusus. Yang dimaksud rumah sakit khusus,
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
mi-salnya rumah sakit jantung, rumah sakit mata, rumah sakit paru-paru, rumah sakit tulang, dan sebagainya. Apabila pengobatan/perawatan atau rehabilitasi perlu dilakukan di luar negeri perlu dibuatkan surat keterangan dokter yang dikeluarkan oleh Tim Khusus Pengujian Kesehatan yang menyatakan perlunya Pegawai Negeri tersebut perlu mendapat perawatan atau rehabilitasi di luar negeri. Di samping pengobatan/perawatan atau rehabilitasi gratis (dibiayai oleh Pemerintah), juga diberikan biaya perjalanan sesuai dengan peraturan tentang perjalanan di-nas yang berlaku. Perawatan/pengobatan terhadap Pegawai Negeri yang mengalami celaka akibat dinas dengan biaya Pemerintah sampai sembuh. Apabila berakibat penggantian salah satu organ tubuh (misalnya diperlukan tangan palsu, atau kaki palsu, atau kursi roda dan sebagainya) atau rehabilitasi, maka semua biaya diberikan oleh Pemerintah. Apabila setelah dirawat/diobati ternyata ada salah satu organ tubuh sama sekali tidak berfungsi/cacat maka kepada Pegawai Negeri yang mengalami celaka akibat dinas berhak menerima uang/ tunjangan cacat di samping pensiun. Tunjangan Cacat Terhadap Pegawai Negeri yang mengalami kecelakaan karena/akibat
dinas yang berakibat cacat berhak menerima tunjangan cacat di samping gaji pensiun yang bersangkutan. Untuk mendapatkan tunjangan cacat, perlu surat keputusan (SK) yang dikeluarkan/ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendapat persetujuan kepala BKN. Bukti-bukti yang diperlukan untuk persetujuan Kepala BKN adalah: pertama, berita Acara yang dibuat oleh Pejabat yang berwajib (Kepolisian setempat atau Pejabat lainnya), kedua, surat pernyataan dari pejabat yang ber-wenang. Yang menyatakan bahwa Pe-gawai Negeri yang mengalami kece-lakaan sedang berdinas/karena dinas, ketiga, surat keterangan dari Tim Peng-uji Kesehatan, yang menyatakan jenis cacat yang diderita oleh Pegawai Ne-geri yang bersangkutan, sehingga tidak dapat bekerja lagi untuk semua jabatan/pekerjaan. Terhadap Pegawai Negeri yang mengalami celaka akibat dinas yang menerima tunjangan cacat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tersebut di samping gaji pensiun se-besar pensiun tertinggi (75% dari gaji pokok). Pegawai Negeri yang cacat aki-bat dinas tetapi masih dapat bertugas dalam jabatan Negeri, maka tidak ber-hak atas tunjangan cacat. Pegawai Ne-geri yang bersangkutan hanya berhak pengobatan/perawatan atau rehabilitasi medis.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan Besarnya tunjangan bervariasi, tergantung besar kecilnya fungsi organ tubuh yang cacat. Tunjangan cacat ter-tinggi diberikan sebesar 70% dari gaji pokok terhadap Pegawai Negeri yang kehilangan fungsi: penglihatan pada kedua mata, atau pendengaran pada kedua telinga, atau kedua kaki dari pa-ha) lutut ke bawah. Tunjangan cacat terendah diberikan sebesar 30% dari gaji pokok, apabila kehilangan fungsi antara lain: penglihatan sebelah mata, salah satu pendengaran, salah satu pendengaran, salah satu tangan atau salah satu kaki. Apabila terjadi cacat beberapa organ tubuh tidak berfungsi, maka besarnya tunjangan cacat maksimal 100% kali gaji pokok. Uang Duka Terhadap Pegawai Negeri yang mendapat celaka karena dinas yang berakibat meninggal dunia, maka keluarganya berhak atas uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali penghasilan ber-sih sebulan. Untuk mendapatkan uang duka tewas berdasarkan surat keputusan yang ditetapkan oleh Menteri Agama setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala BKN. Untuk mendapatkan persetujuan Kepala BKN harus diajukan permohonan ke BKN oleh Biro Kepegawaian, dengan melampiri bukti-bukti sebagai berikut: pertama,
be-rita acara tentang kecelakaan yang di-buat oleh Pejabat yang berwajib (Polisi atau Pamong Praja setempat), kedua, surat pernyataan dari pimpinan/ atasan-nya, yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri yang mengalami kecelakaan sedang bertugas/celaka akibat dinas, ketiga, surat keterangan dokter (visum et repertum), yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri yang mengalami kece-lakaan berakibat meninggal dunia, atau meninggal dunia sebagai akibat kece-lakaan. Biaya pemakaman ditanggung oleh Negara, dan biaya penginapan un-tuk mengurus jenazah selama-lama-nya 10 hari. Terhadap Pegawai Negeri yang meninggal dunia bukan akibat dinas, maka keluarganya berhak menerima uang duka wafat sebesar 3 (tiga) kali penghasilan bersih sebulan. Uang duka wafat diberikan oleh Instansi tempat almarhum/almarhumah Pegawai Negeri bekerja. Oleh karena itu masingmasing instansi harus mengajukan anggaran untuk uang duka wafat tiap tahun (SE Bersama Menkes dengan Kep. BKN No. 368/Men-Kes/EB/ VII/1981, dan No. 09/SE/1981 angka IV Nomor 3 huruf d). Kenaikan Pangkat Terhadap Pegawai Negeri yang meninggal dunia akibat dinas (tewas),
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. Kenaikan pangkat anumerta berdasarkan surat keputusan (SK) Menteri Agama setelah mendapat persetujuan dari Kepala BKN. Kenaikan pangkat anumerta diajukan oleh Kepala Biro Kepegawaian ke Kepala BKN dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut: pertama, Berita acara yang dibuat oleh pejabat yang berwajib (Polisi atau Pamong Praja setempat), kedua, surat pernyataan dari Pejabat yang berwenang yang mengatakan bahwa Pegawai Negeri yang mengalami kecelakaan sedang bertugas/dinas, atau meninggal akibat dinas, ketiga, surat keterangan dokter (visum et repertum), yang mengatakan bahwa Pegawai Negeri yang meninggal dunia ada kaitannya dengan kecelakaan (meninggal dunia akibat dari kecelakaan). Terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengalami kecelakaan, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil penuh, terhitung mulai tanggal yang bersangkutan tewas dan diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. Keluarga dari CPNS yang meninggal akibat dinas diberikan uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali penghasilan bersih sebulan. Kesimpulan Pertama, Pegawai Negeri yang
sedang melakukan Tugas ternyata mendapat kecelakaan (bukan kelalaiannya) maka dikategorikan sebagai celaka akibat dinas. Kedua, Pegawai Negeri yang mengalami kecelakaan akibat dinas, apabila berakibat luka/sakit berhak untuk dirawat/diobati sampai sembuh dengan gratis, apabila berakibat cacat (kelainan jasmani yang mengganggu pekerjaan atau tidak bisa bekerja lagi) berhak atas tunjangan cacat disamping uang pensiun apabila berakibat meninggal dunia diberikan Kenaikan Pang-kat Anumerta dan Keluarganya berhak uang duka tewas. Ketiga, Pegawai Ne-geri yang mendapat celaka karena di-nas yang berakibat meninggal dunia, maka keluarganya berhak atas uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali penghasilan bersih sebulan. Keempat, Pegawai Negeri yang meninggal dunia bukan akibat dinas, maka keluarganya berhak menerima uang duka wafat se-besar 3 (tiga) kali penghasilan bersih sebulan. Kelima, Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengalami kece-lakaan, diangkat menjadi Pegawai Ne-geri Sipil penuh, apabila meninggal di-berikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi. Keluarga dari CPNS yang meninggal akibat dinas diberikan uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali penghasilan bersih sebulan. Keenam, setiap celaka/meninggal aki-bat dinas
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan Perspektif Pengawasan dan Gaya Kepemimpinan Modern Oleh: H. Pramono
Pendahuluan Perspektif pengawasan merupakan harapan bagi para auditor terhadap kinerja suatu instansi pemerintahan agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Harapan yang selalu menjadi cita cita dan keinginan insan pengawasan adalah bagaimana men-jadikan suatu instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik, efektif, efisien, dan ekono-mis. Kita sadari bersama bahwa era reformasi telah memunculkan paradigma baru dalam ketatanegaraan dan pemerintahan serta perilaku dalam ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Supremasi hukum, demokratisasi, dan hak asasi manusia te-lah melahirkan perubahan persepsi ma-syarakat terhadap tugas dan fungsi suatu instansi. Reformasi yang dilakukan oleh suatu departemen tidak dapat dipisahkan dari segenap tatanan kehidupan berbangsa, khususnya reformasi politik, ketatanegaraan dan pemerintahan. Buruknya kualitas birokrasi di Indonesia antara lain ditandai masih banyaknya pejabat negara dan pemerintah yang memanfaatkan posisi me-
reka untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Kajian Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menunjukan bahwa birokrasi yang buruk masih dihadapi oleh negara–negara di Asia. Kajian tersebut menempatkan kualitas birokrasi Indonesia pada peringkat di bawah rata–rata di Asia. Secara faktual fungsi birokrasi mengalami pergeseran sesuai dengan paradigma zaman dan konteks sosial politik. Di Indonesia birokrasi pada masa orde baru tidak bisa menjalankan fungsi pelayanan dengan baik, karena birokrasi lebih dijadikan sebagai alat atau mesin politik. Pergantian rezim politik tidak serta merta mengubah karakter birokrasi. Ini terjadi, karena pergantian rezim politik tidak bisa begitu saja secara langsung mengganti birokrat lama dengan birokrat baru. Padahal mind set lama para birokrat tentang fungsi biro-krasi sudah terlanjur mengakar. Akibat-nya politisasi birokrasi masih tetap ter-jadi dalam masa reformasi. Hanya mo-del dan pola politisasinya saja yang mengalami perubahan. Situasi dan kondisi yang tidak menentu serta perubahan kebijakan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
yang bersifat politis membuat kita selalu berfikir acuh tak acuh dan instant, se-hingga pola pikir kita kadang terpengaruh oleh situasi dan lingkungan disekitar. Pengaruh lingkungan sangat menentukan arah kebijakan yang akan diterapkan. Kebijakan pimpinan dalam membuat suatu model atau gaya yang akan diterapkan ini tergantung dari latar belakang kehidupan dan latar belakang pendidikan yang dilakoni selama ini. Konsep kepemimpinan dan kekuasaan menurut Miftah Thoha adalah sebagai terjemahan dari power yang menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran manajemen. Konsep kekuasaan amat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kekuasaan merupakan sarana bagi pemimpin untuk mempengaruhi perilaku pengikut–pengikutnya. Menurut Hersey, Blanchrad dan Natemeyer yang dikutip Miftah Thoha mengatakan bahwa dalam rangka memberikan ulasan tentang hubungan yang integral antara kepemimpinan dan kekuasaan hendaknya pemimpin tidak hanya menilai perilaku kepemimpinan mereka dalam mempengaruhi orang– orang lain, akan tetapi mereka seharusnya juga mengamati posisi mereka dan cara mengunakan kekuasaannya. Setiap gaya kepemimpinan di suatu instansi itu tidak sama dengan
gaya kepemimpinan pada instansi lain. Gaya kepemimpinan modern yang diterapkan disuatu instansi hendaknya mengacu pada kebijakan yang sifatnya manusiawi, sehingga kebijakan yang di-terapkan dapat dijalankan dengan baik. Dalam konteks organisasi, da-pat dipahami bahwa baik pimpinan di-tingkat puncak maupun pimpinan di tingkat pelaksana berfungsi sebagai alat untuk mencapai keberhasilan yang diemban bawahan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas secara keseluruhan organisasi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terwujud atau tidaknya pencapaian hasil kerja/tugas bawahan banyak ditentukan oleh pimpinan yang handal dan profesional. Pembahasan Belum lama ini Tim Inspektorat Jenderal telah melaksanakan Audit Ki-nerja pada unit Kanwil Dep. Agama Pro-vinsi Jawa Barat sebagai sampling de-ngan kisaran waktu antara 30 s.d 35 hari, dengan audit kinerja kita dapat me-nelusuri seluruh kegiatan yang telah dilaksanakanoleh auditi, baik menyang-kut sistem dan mekanisme kerja mau-pun prosedur yang akan diterapkan oleh pihak auditi. Hal ini merupakan ke-sepakatan antara auditi dengan auditor agar didalam melaksanakan audit tidak akan terlepas
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Pengawasan dari komitmen bersama. Namun audit kinerja yang baru kita lak-sanakan masih mencari pola dan ben-tuk serta sistem apa yang baik untuk diterapkan. Sementara SDM untuk audit kinerja masih sangat terbatas, dan sebagian auditor pada saat ini masih mengikuti diklat audit kinerja. Pengawasan yang telah dilakukan selama ini pada umumnya berjalan cukup baik, hubungan dan kerja sama antara Auditor dan Auditi cukup baik, Auditor tidak lagi dipandang sebagai suatu hal yang menakutkan, akan tetapi hubungan antara Auditor dan auditi sa-ling berinteraksi serta saling memberi-kan informasi dan masukan yang sa-ngat posisif terhadap tugas dan fung-si masing-masing. Begitu pula auditi saat ini dipandang sebagai mitra kerja Inspektorat Jenderal Dep. Agama, komunikasi antar para aparatur pengawasan fungsional pemerintah baik intern maupun ekstern juga berjalan dengan baik, baru baru ini KPK telah berhasil menangkap bebe-rapa orang pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Praktik korupsi dan kolusi, serta nepotisme telah merambah ke segala penjuru tanah air, mulai dari anggota dewan sampai dengan pejabat tingkat kelurahan, namun dengan semangat dan perjuangan yang tidak lelah Bapak
Presiden selalu mencanangkan dengan slogan “Stop Korupsi “ sehingga dapat menurunkan tingkat kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini juga berkat para pemimpin kita yang selalu men-jalankan amanah yang telah diemban-nya. Namun perlu kita sadari bersama bahwa masih banyak pekerjaan rumah kita yang belum selesai, kita ha-rus membersihkan rumah kita yang masih kotor, penuh dengan debu dan sampah yang berserakan, dimanamana masih banyak praktik – praktik yang menghalalkan segala cara. Pemimpin disamping harus memberikan keteladanan juga harus dapat melaksanakan amanah dan tanggungjawab, sebagaimana sabda Nabi “Kullukum ro’ in wa kullukum mas’uulun an ru’yatihi, fal imaamulladzi alannaasi rooin wahuwa mas’uulun an ru’yatihi, wa rojulun roiin ala ahli baitihi wahuwa mas’uulun an ru’yatihi ... dst yang artinya kalian semua adalah pengembala, maka kalian akan ditanya tentang gembalaan kalian dan adapun pemimpin yang diberi amanat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab akan diminta pertanggungjawabannya kelak. Bagaimana para pemimpin mengemban tugas dan mempertanggungjawabkannya, seperti contoh seorang Kepala Negara akan ditanya tentang bagaimana mengatur rakyatnya, se-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
orang menteri akan ditanya tentang tu-gas kementeriannya, seorang Dirjen akan ditanya tentang tugas kedirjenannya, seorang Irjen akan ditanya tentang tugas keirjenannya, seorang Sekjen akan ditanya tentang tugas kesekjenannya, seorang pejabat akan ditanya tentang tugas dan jabatannya, seorang auditor akan ditanya tentang tugas auditnya, seorang staf/pelaksana akan ditanya tentang tugas apa yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu kita sebagai bagian dari bangsa ini marilah kita selalu untuk introspeksi diri serta ma-was diri, selalu berusaha berbuat baik walaupun orang lain tidak tahu dan bah-kan tidak mau tahu, ingat bahwa Allah sekali kali tidak akan melupakan ke-pada orang yang berbuat kebaikan wa-laupun sebesar biji sawi. Firman Allah Dalam Al Qur’an: Wa man ya’mal mist-qoola jarrotin khoiro yarroh. Rumah yang kotor ini diibaratkan dengan organisasi Inspektorat Jenderal Dep. Agama dimana masih banyak problem atau masalah yang ada, baik masalah intern auditor maupun masalah ekstern auditor. Masalah internal auditor adalah pelanggaran disiplin kerja, rewards dan punishment yang tidak berjalan, kurangnya tanggungjawab auditor didalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu perlu kita bersihkan rumah yang kotor ini melalui
pembenahan sistem, rekruitmen yang transparan, SDM yang mempunyai mo-ral yang baik, integritas yang tinggi, punya rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan, serta mempunyai semangat untuk belajar dan belajar demi untuk meningkatkan kualitas. Kesimpulan Perspektif pengawasan kaitannya dengan gaya kepemimpinan modern adalah terletak pada hasil kinerja yang optimal dan mengutamakan kerjasama antar atasan dengan ba-wahan, tidak ada gap atau batasan an-tara bawahan dan atasan dalam hal pe-laksanaan tugas dan fungsi masingmasing, sehingga hasil yang dicapai merupakan hasil bersama. Pimpinan selaku pemegang kendali organisasi agar melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan amanat yang telah diberikan kepadanya, kita harus optimis bahwa bangsa kita akan terhindar dari krisis ekonomi melalui peningkatan kinerja yang optimal, peningkatan sumber daya manusia yang handal, melakukan efisiensi anggaran dan melaksanakan tugas secara efektif dan efisien guna terwujudnya good goverment, kita harus bersama sama saling bahu membahu, dan para pemimpin hendaknya memberi contoh dan teladan kepada kita semua melalui sikap, tingkah laku, perkataan dan perbuatan,
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Randang
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka menjamin kelangsungan tugas tertentu, diperlukan perpanjangan batas usia pensiun bagi jabatan eselon I tertentu; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pember-hentian Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indo-nesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Ne-gara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Ta-hun 1974 tentang PokokPokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tam-bahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pember-hentian Pegawai
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 1); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pember-hentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263); MEMUTUSKAN:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PE-GAWAI NEGERI SIPIL. Pasal I Ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Ta-hun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 No-mor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149) sebagaimana telah diubah dengan Per-aturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1994 (Lembaran Ne-gara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Si-pil yang memangku jabatan tertentu. (2) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud pada ayat (1) sampai dengan: a. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: 1. jabatan Peneliti Madya dan Peneliti Utama yang ditugaskan secara penuh di bidang pe-nelitian; atau 2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: 1. jabatan struktural Eselon I; 2. jabatan struktural Eselon II; 3. jabatan Dokter yang ditugaskan secara pe-nuh Menetapkan
:
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Randang pada unit pelayanan kesehatan negeri; 4. jabatan Pengawas Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak atau jabatan lain yang sederajat; atau 5. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden; c. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pegawai Ne-geri Sipil yang memangku: 1. jabatan Hakim pada Mahkamah Pelayaran; atau 2. jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. (3) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud pada ayat (1) sampai dengan 62 (enam pu-luh dua) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang me-mangku jabatan struktural Eselon I tertentu. (4) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut: a. memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi; b. memiliki kinerja yang baik; c. memiliki moral dan integritas yang baik; dan d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan Dokter. (5) Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana di-maksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga se-telah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian da-lam dan dari Jabatan Struktural Eselon I.” Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2008
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Opini Bela Negara
Oleh : Achmad Ghufron Sebagai warga Negara yang hidup dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka setia dan taat pada NKRI, setia dan taat pada Dasar Negara dan Pemimpin Negara/Pemerintah (Ulil Amri) yang syah hasil pemilihan langsung, selama tidak bertentangan dengan agama adalah suatu kewajiban yang harus dipertahankan. UMUM Negara merupakan organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara syah terhadap semua golongan kekuasaannya. Negara mempunyai dua tugas, ya-itu: pertama mengendalikan dan meng-atur gejala-gejala kekuasaan yang aso-sial, yang bertentangan satu sama lain; kedua mengorganisasikan dan mengin-tegrasikan kegiatan manusia dan go-longan-golongan ke arah tercapainya tu-juan-tujuan dari masyarakat seluruh-nya. Negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa. Oleh karena itu bangsa merasakan pentingnya keberadaan negara, sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya bela negara. Upaya ini dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya yang memotivasi keinginan untuk membela negara, bangsa yang berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya (Tuhan) yang di-
sebut Agama; bangsa yang mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang disebut ekonomi; bangsa yang mau berhubungan dengan kekuasaan yang disebut politik; bangsa yang mau hidup dengan aman, tentram dan sejahtera yang disebut pertahanan keamanan (S.Sumarsono dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, hal 10). Sebagai warga negara yang dilahirkan dan dibesarkan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah sepatutnya wajib mengenal dan membela negara termasuk kelengkapannya (Pancasila, UUD 1945 dan Pemerintah) dalam kondisi apapun sesuai dengan kemampuan yang dimiliki se-cara proporsional. Bela negara dari se-gala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk membela Negara didahului dengan kecintaan terhadap Negara, cinta timbul setelah mengenal Negara. Oleh karena itu perlu mempe-lajari kelahiran Negara Kesatuan RI yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, mengenal
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini Pancasila dan UUD 1945 yang telah ditetapkan sebagai Dasar Negara tanggal 18 Agus-tus 1945 oleh PPKI dan Pemerintah sah yang sedang berkuasa. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 dan pasal 30, warga negara wajib menjunjung tinggi hukum, pemerintahan dan bela negara. Pegawai negeri se-bagai aparatur negara wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Ne-gara dan Pemerintah (UU No.43 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan UU No.8 Tahun 1974 pasal 4, dan PP No. 30 ta-hun 1980 pasal 3). Sebagai umat Islam juga wajib taat kepada Allah, Rasul dan Pemerintah yang syah (Ulil Amri). Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia Menurut S.Sumarso dkk dalam bukunya “Pendidikan dan kewarganegaraan” halaman 11 dan 12 menguraikan tentang proses bangsa dan bernegara, antara lain sebagai berikut: Sekalipun pemerintah belum terbentuk, bahkan hukum dasarnyapun belum disyahkan, bangsa Indonesia beranggapan bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia sudah ada sejak kemerdekaannya diproklamirkan. Kalau dikaji pada rumusan alinea kedua Pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara
merupakan suatu proses atau rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan, yang dibagi dalam 3 (tiga) ta-hap yaitu: tahap proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan, dan tahap ke-adaan bernegara yang nilai-nilai dasar-nya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bangsa Indonesia merinci perkembangan teori kenegara-an tentang terjadinya NKRI adalah: 1. Terjadinya NKRI merupakan suatu pro-ses yang tidak sekedar dimulai dari pro-klamasi. Perjuangan kemerdekaan me-rupakan peran khusus dalam pemben-tukan ide-ide dasar yang dicita-citakan, 2. Proklamasi baru mengantar bangsa Indonesia sampai ke pintu gerbang ke-merdekaan. Adanya proklamasi tidak berarti bahwa kita telah selesai ber-negara, 3. Keadaan bernegara yang kita cita-citakan belum tercapai hanya de-ngan adanya pemerintahan, wilayah, dan bangsa, melainkan harus kita isi untuk menuju keadaan merdeka, ber-daulat, bersatu, adil dan makmur, 4. Terjadinya Negara adalah kehendak seluruh bangsa bukan sekedar keinginan golongan yang kaya dan yang pandai atau golongan ekonomi lemah yang menentang golongan ekonomi kuat seperti dalam teori kelas, 5. Religiusitas yang tampak pada terjadinya negara menunjukkan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan YME.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Proses bangsa yang menegara atau lahirnya NKRI diawali dengan adanya pengakuan yang sama atas kebenaran hakiki dan kesejarahan yang me-rupakan gambaran kebenaran secara faktual dan otentik. Pada saat dipro-klamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, belum memiliki dasar Negara dan pemerintahan belum terbentuk, maka tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI telah ditetapkan Pancasila sebagai Dasar falsafah dan Idiologi Negara, UUD 1945 sebagai Dasar Struktural dan Konstitusional Negara, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia yang per-tama. Pembukaan UUD 1945 yang berasal dari Piagam Jakarta setelah mengalami beberapa perubahan, adalah sebagai hasil dari Sidang I BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 s.d. tanggal 1 Juni 1945. Sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 adalah hasil dari sidang ke II BPUPKI tanggal 10 Juli 1945 s.d. 16 Juli 1945. Sejak tahun 1999 pada saat Sidang Umum MPR tanggal 14 sampai 21 Oktober 1999, telah diadakan perubahan (Penyempurnaan/amandemen) UUD 1945 sampai keempat ka li. Perubahan kedua pada sidang tahunan MPR tahun 2000 tanggal 7 sampai tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga pada sidang tahunan MPR tanggal 1 sampai 9 November
2001 dan Perubahan keempat pada si-dang tahunan MPR tanggal 1 sampai 11 Agustus 2002 Tantangan, Ancaman, Hambatan dan Gangguan. Ada beberapa tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perlu di-waspadai. H. AN. Sobana dalam buku-nya “Kewiraan dalam Konsepsi dan Implementasi”, membahas tentang tan-tangan, ancaman, hambatan dan gang-guan antara lain sebagai berikut: pertama, Tantangan adalah suatu hal/ upaya yang bersifat/bertujuan menggugah kemampuan dan bertujuan memberontak, mengubah, menghalangi, atau melemahkan pencapaian tujuan dan cita-cita Negara dan bangsa Indonesia baik dari luar maupun dari dalam negeri. Beberapa tantangan antara lain: a. Wilayah yang luas, penduduk yang banyak, kekayaan yang melimpah, b. Adanya keanekaragaman/ kebinekaan penduduk Indonesia, c. Po-sisi geografis pada persimpangan dua benua dan dua Samudera, d. Masih ter-dapat sekelompok yang berpandangan sempit dan fanatik pada agama yang dianutnya, dan lain sebagainya. Kedua, Ancaman adalah segala usaha secara konseptual yang ber-tujuan merombak atau mengubah ta-tanan dan kepentingan negara dan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini bangsa Indonesia, baik dari luar maupun dari dalam. a. Ancaman dari luar antara lain : a) adanya ekspansi idiologi asing, terutama aliran liberalisme dan komunisme, b) adanya tekanan politik asing terhadap politik bebas aktif, masuknya pola ekonomi asing berupa persaingan bebas yang mengancam pola ekonomi kekeluargaan, c) adanya subversi, globalisasi yang memaksakan peradaban luar masuk dan lain-lain. b. Ancaman dari dalam antara lain: adanya usaha penerapan idiologi tertentu (perlu diwaspadai kembalinya gerakan terselubung PKI), adanya usaha merubah Pancasila dan UUD 1945 dengan idiologi lain dan konstitusi lain, adanya pemberontakan bersenjata, adanya otonomi daerah yang kebablasan yang mengarah kepada pelepasan diri keluar dari NKRI dan sebagainya. Ketiga, Gangguan, adalah se-gala usaha yang tidak konseptual de-ngan tujuan mengubah atau menghalangi kebijakan Negara, baik melalui kegiatan idiologi, ekonomi, budaya mau-pun hankam. a. Gangguan dari Luar, an-tara lain : Pernyataan/isue atau kegiat-an politik asing yang menyerang kebi-jakan pemerintah, inflitrasi dan penye-lundupan senjata, teror, pelanggaran wilayah dan sebagainya, b. Gangguan dari dalam antara lain: Pernyataan/issue atau kegiatan politik secara in-konstitusional yang ekstrim, sisa-sisa G.30.S/PKI,
gerombolan senjata/Pem-berontakan, penyusupan pada aparat pemerintah, dan sebagainya. 4. Ham-batan adalah segala sesuatu yang da-pat menghalangi dan melemahkan usa-ha Negara dan bangsa Indonesia. Hambatan tersebut antara lain: akibat sampingan dari pembangunan nasional, ke-terbatasan kemampuan ekonomi, pe-nyebaran penduduk yang tidak merata, dan sebagainya. Setia dan Taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. UUD 1945 pasal 27 ayat (1), pasal 30 ayat (1) mengatur tentang ke-wajiban warga negara untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan, dan wajib dalam usaha bela ne-gara. Dalam UU No. 8 Tahun 1974 yang disempurnakan dengan UU No. 43 Ta-hun 1999 pasal 4, PP No. 30 Tahun 1980 pasal 2, dinyatakan bahwa salah satu kewajiban Pegawai Negeri adalah setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya pada penjelasan UU No. 8 Tahun 1974 pasal 4, bahwa yang dimaksud kesetiaan dan ketaatan adalah tekad dan kesanggupan untuk melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang disetiai dan di-taati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pegawai Negeri
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
se-bagai unsur Aparat Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat wajib setia dan taat pada Pancasila sebagai dasar fal-safah dan Idiologi Negara, setia dan taat pada UUD 1945 sebagai dasar struk-tural dan konstitusional Negara, setia dan taat pada Negara Kesatuan Repub-lik Indonesia (NKRI), setia dan taat ke-pada Pemerintah. Kewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan me-rupakan suatu kekuatan yang diharap-kan untuk bisa menangkal setiap ke-kuatan apapun baik dari dalam maupun dari luar Negeri yang ingin merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, merongrong untuk mengganti Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara, dan merongrong Pemerintah yang syah. Sebagai umat Islam untuk setia dan taat pada dasar Negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pada Pemerintah yang syah adalah suatu ke-harusan, suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebagai wujud dari kewajiban agama. Q.S An-Nisaa ayat 59 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(ba-gimu) dan lebih baik akibatnya. Q.S. Al-Anfaal ayat 46 “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang me-nyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar Oleh karena itu kepatuhan, kesetiaan dan ketaatan Umat Islam di Indonesia terhadap Pemerintah Indonesia yang syah merupakan kewajiban beragama, selama Pemerintah dapat memberikan tempat yang wajar bagi agama. Umat Islam di Indonesia dapat menerima Pancasila dan UUD 1945, NKRI dan Pemerintah yang syah sebagai konsensus nasional yang mempersatukan seluruh bangsa . Di Negara Pancasila, agama mendapat tempat yang terhormat dan sewajarnya, wa-laupun Negara Pancasila bukan Negara yang berdasarkan agama tertentu, te-tapi juga bukan Negara sekuler.
Kesimpulan Pertama, Kepatuhan, kesetiaan kepada dasar negara, dan pemerintahan syah yang tidak merugikan agama adalah kewajiban sebagai warga ne-gara, sebagai umat beragama dan se-bagai Pegawai Negeri Sipil. Kedua, Aki-bat tidak patuh, kepada dasar negara dan pemerintahan yang syah, maka bagi warga negara bisa dipenjarakan, bagi umat beragama berarti berdosa, dan Pengawasan bagi PNS dapat Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus
Opini Internal Audit “Problematika dan Solusinya” (bagian 2) Oleh: H. Ahmad Zaenuddin
Berdasarkan pembahasan pada bagian 1 Edisi 21 kita telah mengetahui 6 identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan audit, pada pembahasan bagian kedua akan ditambahkan sedikit permasalahan yang ada dan akan membahas langkah-langkah so-lusinya Ketujuh, Sejak Tahun 2006 mulai dirasakan adanya keengganan aparat pusat maupun daerah ditunjuk menjadi pengelola pengadaan (Pimpro, PPK atau Panita Pengadaan) kehatihatian untuk menghindari kesalahan acapkali menjadikan pelaksanaan ke-giatan maupun pengadaan menjadi lamban dan pada akhirnya penyerapan anggaran menjadi rendah. Salah satu bukti sebagaimana telah dimuat Harian Kedaulatan rakyat tanggal 10 September 2008 berbunyi; “PNS di lingkungan Kab. Kulon Progo enggan untuk menjadi panitia pengadaan barang dan jasa, tidak mau mengikuti bimbingan tenis sertifikasi pengadaan barang dan jasa sehingga PNS yang dikirimkan untuk mengikuti bimtek memilih untuk tidak lulus dan tidak mendapatkan sertifikasi karena mereka memandang pengadaan barang sangat rentan terhadap per-masalahan yang bisa membawa ke da-lam pertanggungjawaban secara
hu-kum” ( KR 10 sept 2008) Kedelapan, Keseimbangan fungsi Watchdog dan pembinaan dalam internal audit. Inspektorat Jenderal selaku Internal audit Departemen mempunyai fungsi membantu menteri dalam penyelenggaraan pemerintahan masih dirasa belum begitu mengedepankan fungsi pembinaan, setara dengan fungsi watchdog di daerah. Apalagi Departemen Agama selaku institusi vertikal dan mempunyai satker yang banyak menuntut peran Inspektorat Jenderal untuk ikut aktif melakukan pembinaan daerah karena mempunyai cukup anggaran perjalanan sampai ke KUA selaku Unit Kerja terbawah, diban-ding pembinaan oleh ditjen-ditjen se-laku unit kerja yang membawahinya hanya terbatas dikota-kota Provinsi dan paling jauh hanya di tingkat Kabupaten, hal itupun waktunya sangat terbatas maka Itjen mempunyai anggaran yang memadai untuk menjangkau seluruh daerah terpencil selaku ujung tombak dan lebih menguasai permasalahanpermasalahan sebenarnya yang timbul sekaligus alternatif pemecahan untuk tindak lanjutnya. Menteri Agama dalam sambutan pembukaan Rakernas RANPK di Hotel Millenium tanggal 6 Juni 2007 meminta agar Inspekorat Jende-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
ral Dep. Agama disamping melakukan pemeriksaan juga ikut membantu melakukan pembinaan di daerah guna memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya guna mewujudkan good governance dan clean government dan men-jadikan Departemen agama yang be-bas KKN sesuai dengan salah satu point kontrak politiknya dengan Presiden. Inspektorat Jenderal sendiri sudah menposisikan diri sebagai katalisator dan konsultan disamping fungsi Watchdog. Bahkan pada periode sebelumnya juga memposisikan sebagai mitra kerja, seperti memberikan bimbingan cara pembukuan yang benar, koreksi dalam renstra dan laporan, pembenahan administrasi, merespon masukan daerah berupa keluhan atau-pun kendala kebijakan yang tidak apli-cable untuk disampaikan ke Pusat se-bagai feed back (umpan balik) guna mendapatkan prioritas penanganannya. Kesalahan adminstratif, prosedur yang seharusnya dapat diperbaiki di tempat ternyata masih tertuang dalam temuan sehingga belum membantu mengurangi permasalahan bahkan menjadikan beban hutang tindak lanjut yang semakin bertambah. Penyebabnya bisa jadi karena auditan pasif untuk bertanya, meminta penjelasan tentang aturan dan prosedur yang benar/harus diperbaiki, ataupun karena auditor kurang memberikan kesempatan untuk
bertanya ataupun menyampaikan tanggapan atas temuannya. Kesembilan, Audit lambat dalam menindaklanjuti STL. Permasalahan yang paling menonjol atas membengkaknya temuan yang belum ditindaklanjuti adalah kurang seriusnya auditan di dalam melaksanakan tindak lanjut yang direkomendasikan. Kordinator tindak lanjut yang dibentuk pada satuan kerja di daerah yang berkedudukan di tingkat Kanwil dan Perguruan Tinggi Agama belum dapat mereduksi secara signifikan atas jumlah temuan yang ada. Alasan yang disampaikan biasanya dikarenakan tidak adanya dana operasional untuk menyelesaikan di daerah yang jauh dari ibukota provinsi lebih memprihatinkan lagi auditan merasa bahwa temuan tersebut adalah temuan sebelum ia menjabat, sehingga beranggapan sebagai kesalahan pejabat yang lalu yang bukan menjadi tanggung jawabnya ia lupa bahwa dalam serah terima jabatan telah disampaikan memori akhir tugas pejabat ter-dahulu yang menyerahkan kegiatan yang belum terlaksana termasuk di dalamnya temuan hasil audit yang belum ditindaklanjuti Sedangkan setiap tahun diprogramkan PKAT. Bila tahun sebelumnya masih ada tunggakan yang belum diselesaikan tunggakan tersebut akan semakin menumpuk. Regulasi untuk mempercepat penyelesaian tin-
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini dak lanjut yaitu antara 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan setelah disampaikan-nya LHA dan STLnya dan diberlakukan-nya sanksi bagi yang tidak melaksana-kan STL dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang berbunyi ;”Setiap orang yang tidak menindaklanjuti hasil pemeriksaan dikenakan penjara 18 bulan atau denda Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”,namun belum menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Memang tidak mustahil banyak temuan yang sudah tidak bisa ditindaklanjuti seperti ; Pemborong yang pailit; yang bersangkutan meninggal; perusahaan bubar/bangkrut dsb. tetapi tindak lanjut tersebut belum dilengkapi dengan data pendukung, yaitu: keterangan dari instansi yang berwenang agar bisa dimasukkan dalam daftar TPTD (temuan pemeriksaan tidak dapat ditindak-lanjuti) untuk dihapuskan dalam daftar tunggakan. Kesepuluh, Adanya pengeluaran kegiatan diluar DIPA atau anggaran yang tidak mencukupi. Permasalahan yang klasik yang tidak terprogram tapi ada dan sulit dihindari yaitu pengeluaran seperti kegiatan ulang tahun Instansi, peringatan hari besar, pertandingan olah raga serta kegiatan sejenis telah dilarang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a.d.c Keppres 17 Tahun 2000, mendo-rong upaya mencari dana yang ber-buntut ditemukannya
penyalahgunaan anggaran hingga saat ini disinyalir ma-sih berjalan kendatipun relatif telah me-nurun. Masih adanya bentuk pungutan yang tidak resmi/ terselubung terkait dengan perizinan pengurusan keuang-an antar instansi yang sulit dilacak per-lu ada komitmen gerakan pemberan-tasan pungutan secara serempak an-tar maupun internal instansi baik se-cara vertikal horizontal maupun dia-gonal. Demikian juga masih terjadi ada-nya alokasi anggaran yang tidak mencukupi dalam suatu kegiatan sehingga pelaksana harus menutupi kekurangannya. Sebagai contoh keluhan para penghulu/KUA pasca dicabutnya be-dolan, kewajiban untuk mencatat/ me-nikahkan pada umumnya keluarga pengantin tidak mau menikahkan di kantor melainkan di rumah calon pengantin merupakan harga diri keluarga yang tidak mudah dihapus/ dilepaskan dari adat mendarah daging dalam suatu masyarakat, dilain pihak penghulu di-haruskan/dituntut memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, namun untuk di daerah terpencil medannya sulit dijangkau seperti pedalaman Kalimantan, Sumatera, Sulawesi yang tidak dapat ditempuh kendaraan mobil (ojek, perahu ketinting bahkan berjalan kaki) memerlukan waktu perjalanan berjam-jam bahkan sehari penuh dirasakan sangat membebani tugasnya
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
secara fisik dan financial . Sementara dalam DIPA, dihapuskannya bedolan hanya mendapat alokasi dana operasional Rp1.000.000,00/ bulan belum menyentuh secara eksplisit untuk operasional P3N yang notabene dapurnya tergantung pada bedolan, sehingga perlu dipertimbangkan kembali anggaran yang lebih proporsional disesuaikan dengan jauh dan beratnya medan ,wi-layah serta volume peristiwa nikah yang dilayani. Kesebelas, Belum optimalnya peran pembelaan organisasi internal. Selama ini lembaga yang menangani perlindungan terhadap Pegawai Negeri Sipil adalah KORPRI ( Korp Pegawai Republik Indonesia) namun dalam pelaksanaannya hanya terfokus kepada kesejahteraan Pegawai saja dalam bentuk material ataupun financial seperti perumahan, musibah, sakit dsb, sedangkan pembelaan terhadap adanya tuntutan hukum yaitu perlindungan dari jeratan hukum yang kadang-kadang masih dalam tahap “dugaan” atau “diindikasikan” belum berperan secara signifikan. Aturan yang dituangkan Keppres, Peraturan Menteri maupun Surat Edaran masih terlalu berat untuk dikuasai oleh seorang Pejabat Pembuat komitmen/ Pelaksana/ ataupun panitia lelang karena di samping mereka mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda, mereka juga seorang
pegawai/ pejabat yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan tu-gas rutinnya sehingga bila tanpa di-dampingi konsultan ahli dalam menangani tugas tersebut akan mengalami kesulitan untuk melepaskan dari jeratan hukum karena kurang memahami prosedur pengadaan ataupun spesifikasi teknis yang dipersyaratkan, karena kurangnya pengetahuan, pengalamannya harus berurusan dengan tuntutan ganti rugi/pengembalian ke Kas Negara. Sementara Konsultan pengawas yang selama ini dianggap le-bih mengetahui dan ahli atas spesifikasi teknis barang/perkerjaan/ kegiatan yang dipersyaratkan biasanya kurang tersentuh sanksi, hasil interview dengan beberapa pejabat pelaksana/ pembuat komitmen/panitya lelang baik di pusat maupun di daerah mengeluhkan hal ini . Beberapa satuan kerja lambat dalam penyerapan karena kesulitan menunjuk panitia pelaksana pengadaan/lelang , Hal ini kalau dibiarkan terus menerus akan menghambat pelak-sanaan tugas dan fungsi satuan kerja. Langkah–Langkah Solusi. Untuk menghindari kemungkinan terkenanya jeratan sanksi hukum atas hasil pemeriksaan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, harus diakui bahwa kebebasan pers merupakan bagian demokrasi dalam
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini bentuk kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya melalui berbagai media cetak maupun elektronik menuntut para pelaksana anggaran untuk mematuhi sepenuhnya ketentuan dan prosedur yang dipersyaratkan, hindarkan segala bentuk rekayasa dengan alasan apa-pun baik itu berupa titipan dari pihak ter-tentu maupun surat sakti/ ketebelece yang akan menjerumuskan ke penjara ataupun tuntutan ganti rugi, perlu diingat bahwa hal ini akan menjadi penderitaan/siksaan batin yang merusak harga diri keluarga, instansi, bahkan akan dikucil-kan dari teman sejawat dan masyara-kat. Kedua, bila aturan kurang dapat diaplikasikan/mengalami kendala agar dikonsultasikan ke pihak yang berwenang termasuk auditor dengan menyampaikan kesulitan-kesulitan di tingkat pelaksana sehingga aturan tersebut cepat mendapatkan tanggapan yang selanjutnya akan dievaluasi apakah kebijakan tersebut perlu disempurnakan atau perlu diganti dengan aturan baru yang applicable, sebagai contoh didistribusikannya beberapa alokasi anggaran untuk KUA-KUA Kecamatan pas-ca dihapuskannya dana bedolan me-rupakan respon dari keluhan tingkat pe-laksana paling bawah, hal inipun masih menjadi polemik karena jumlah pe-ristiwa nikah pada setiap KUA Kecamat-an berbeda sehingga
perlu alokasi yang proposional yang mengarah kepada azas ke-adilan. Intinya bahwa aturan/kebijakan akan lebih mudah dilaksana-kan bila ada kontribusi masukan dari pelaksana paling bawah (bottom up). Ketiga, terjadinya suap dimulai dari diri kita yang tidak mengikuti aturan serta menghindari resiko melalui jalan pintas yang selama ini membudaya se-bagai embrio terpuruknya bangsa; se-bagai contoh ketika kita takut ditangkap polisi saat berkendara dikarenakan ada aturan yang dilanggar seperti SIM atau STNK sudah tidak berlaku atau perleng-kapan spion tidak ada ( persyaratan dan prosedur tidak dipenuhi), akan tetapi bila persyaratan telah dipenuhi tidak ada yang perlu ditakutkan meskipun ra-zia dilakukan secara besar-besaran bahkan oleh aparat gabungan sekalipun karena aturan dan prosedur yang ber-laku telah terpenuhi. Keempat, Persiapkan diri sebagai PNS untuk bisa hidup dengan keterbatasan pendapatan yang diterima, terkait dengan sumpah PNS yang telah menjadikan Tuhan sebagai saksi untuk tidak menerima ataupun memberikan sesuatu yang karena jabatannya dapat diduga ataupun patut diduga merupakan suap. Hal ini dilakukan agar tidak berupaya mencari celah-celah tambahan dalam melaksanakan anggaran.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Bila tenyata dirasa masih kurang mencu-kupi, upaya lainnya hanya dapat dilaku-kan diluar jam kantor/ instansi seperti mengajar, konsultan, dan kegiatan lain-nya yang dibenarkan oleh aturan. Kelima, sebagai umat beragama PNS harus meyakini bahwa hasil suap di samping mengkhianati sumpah kepada Tuhan juga akan memberikan petaka apabila digunakan oleh diri, keluarga, seperti malas, nakal, narko-ba, sakit dsb. Karena orang yang ber-agama yakin bahwa harta yang diper-oleh dari cara yang tidak benar tidak akan memberikan berkah (manfaat) bagi kehidupannya didunia dan akhirat. Keenam, bila pelaksana anggaran mengalami kesulitan memahami aturan prosedur dalam melaksanakan pelelangan, guna menghindari terjadinya pelanggaran terutama yang menyangkut kemahalan harga yang berdampak pada tuntutan ganti rugi dapat berkonsultasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini berfungsi; Memfasilitasi Sertifikat Keahlian Pengadaan, Konsultasi dan advokasi Pengadaan serta Inisiatif penerapan E Procurement. Di samping fungsi tersebut lembaga ini dimaksudkan untuk mencegah pelanggaran hukum dalam pengadaan barang/jasa juga menjadi mediator penyelesaian perkara seputar pengadaan
barang dan jasa melalui hukum diluar pengadilan. Ketujuh, manfaatkan peran audior internal ketika melakukan audit di tempat kita bekerja, perlu diketahui bahwa Itjen mempunyai peran pembinaan dalam bentuk catalize dan konsultan, sehingga banyak hal-hal yang bisa diselesaikan pada saat audit (fungsi pembinaan) seperti segera menyetor pajakpajak, pembukuan yang belum selesai/ memperbaiki kesalahan dalam pembukuan, serta membimbing cara-cara membuat pelaporan yang benar/akuntabel, memberikan pedoman-pedoman peraturan yang belum dimiliki, perencanaan yang benar, dsb. Dengan kata lain auditan juga harus banyak bertanya yang men-jadi kendala permasalahan serta so-lusinya, tidak hanya menerima/menjawab pertanyaan dari auditor yang menjadi kewajibannya. Auditan harus yakin bahwa audit memang diperlukan karena merupakan bahagian dari fungsi management dalam suatu organisasi, seperti halnya setiap proses kenaikan kelas, pangkat, jabatan harus melalui ujian yang harus dilalui. Kedelapan, memilih konsultan pengawas yang ahli dibidangnya dan mempunyai sertifikat seperti dari PU untuk teknik bangunan sipil, atau dari PLN untuk instalasi listrik sehingga akan le-bih memberikan jaminan kualitas peker-jaan yang dilaksanakan.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini
Kesembilan, memberikan tanggapan yang jelas dan berdasar atas temuan audit, sedikit banyak akan dapat memberikan pertimbangan bagi auditor dalam menentukan rekomendasi, karena bisa jadi data/keterangan yang diperoleh auditor belum lengkap sehingga memberikan asumsi kesimpulan yang berbeda pula. Kesepuluh, bila memerlukan dana di luar APBN untuk kebutuhan Ulang Tahun Instansi dsb, tidak ada jalan kecuali melalui musyawarah yang mendapatkan persetujuan bersama selanjutnya dipertanggungjawabkan dengan benar untuk menghindari fitnah, namun disarankan untuk menghindari adanya pungutan, sebaiknya instansi ti-dak perlu memaksakan adanya suatu kegiatan diluar APBN sekiranya dana ti-dak tersedia, Kesebelas, Bila ada oknum yang meminta bantuan mengatasna-makan instansi tertentu atau lembaga tertentu yang kadang-kadang disertai ancaman
harus berani mengatakan de-ngan sebenarnya bahwa sudah saatnya di zaman reformasi tidak ada yang ditutupi, diakali, direkayasa untuk melakukan pemba-yaran diluar peruntuk-annya, selama telah me-lakukan sesuai dengan aturan dan prosedur tidak ada yang perlu ditakutkan, bila hal itu dilakukan ber-bagai sanksi akan me-ngenai pihak pelaksana anggaran. hal ini salah satu jalan untuk mewujudkan Good Goverment dan Clean gover-nance. Keduabelas, memotivasi profesionalisme Auditor untuk bekerja secara independen , tanpa beban, tidak dipengaruhi pihak manapun, berani menyampaikan yang positif sesuai dengan norma disiplin ilmunya bila memang baik dan berani mengungkap semua bentuk pelanggaran berdasarkan norma pemeriksaan bila memang ditemukan bertentangan dengan aturan dan prosedur yang berlaku. Ketigabelas, Instansi pusat agar lebih tanggap dan peka terhadap masukan dari daerah atas kebijakan yang dinilai belum applicable, untuk menyempurnakan, memperbaiki kebijakan-kebijakan baik yang disampaikan melalui hasil audit maupun melalui in-formasi lainnya demi kelancaran
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Peran Internal Auditor dalam Evaluasi Manajemen Risiko Oleh: Budi Rahardjo
Kata Kunci Penetapan tujuan, rencana kegiatan, identifikasi risiko, analisis risiko, pengendalian risiko dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan. Pengertian Risiko Sebagai ilustrasi, apabila seorang nelayan bermaksud akan menuju sebuah pulau dengan menyeberangi sungai, dimungkinkan terjadi risiko yaitu berbagai hambatan yang mengakibatkan gagalnya sang nelayan menyebrangi sungai sehingga tujuan tidak tercapai. Risiko yang mungkin terjadi adalah diganggu oleh sekawanan buaya, perahu bocor karena kurang dipersiapkan atau arus sungai deras sehingga perahu dapat tenggelam. Tentunya untuk dapat sampai keseberang sang nelayan harus mengantisipasi berbagai hambatan tersebut serta mencari faktor-faktor penyebab yang memungkinkan terjadinya risiko kegagalan. Salah satu antisipasinya adalah dengan mempersiapkan perahu yang kuat dan membawa senjata untuk menghadapi buaya sehingga risiko kecelakaan dapat dihindari. Nah, dengan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa dalam setiap pelaksanaan kegiatan dimung-
kinkan terjadi risiko dan sebenarnya ri-siko tersebut dapat diidentifikasi, diana-lisis dan pada akhirnya dapat dihindari. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Risiko adalah kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Menurut ASNZS 4360: 2004 dan Enterprise Risk Management (ERM) COSO 2004: Risiko dapat berupa suatu peluang (opportunity) maupun suatu ancaman (threats). Dalam perkembangan selanjutnya yang menjadi prioritas adalah risiko dalam artian ancaman (threat). Menurut Enterprise Risk Management (ERM) COSO 2004: Manajemen Risiko adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh Dewan Komisaris, Manajemen dan Personil suatu perusahaan yang dimulai sejak penyusunan strategi sampai seluruh proses dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa potensial yang dapat menimbulkan risiko serta mengelola risiko ter-sebut sesuai dengan risk appetite per-usahaan untuk menyediakan keyakin-an yang memadai sehubungan
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini dengan sasaran perusahaan. Pada prinsipnya yang dimaksud dengan risiko terdiri dari dua unsur pemenuhan risiko yaitu kemungkinan terjadi atau tidak terjadi dan apabila terjadi akan timbul kerugian. Mengidentifikasi risiko dimulai dengan penetapan tujuan organisasi yang didukung dengan ber-bagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya terhadap berbagai program dan kegiatan tersebut dilakukan identifikasi kemungkinan terjadinya risiko. Penetapan tujuan tersebut merupakan kondisi yang harus sudah ada terlebih dahulu dalam penilaian risiko. Kondisi dimaksud adalah bahwa tujuan harus sudah ada ter-lebih dahulu sebelum manajemen da-pat mengidentifikasi risiko-risiko dan mengambil langkah-langkah yang di-perlukan untuk mengendalikan risiko tersebut. Penetapan tujuan adalah bagian penting dalam proses manajemen, dan meskipun bukan komponen dari pengendalian intern namun ini adalah merupakan salah satu unsur tercapainya Sistem Pengendalian Intern yang baik. Kewajiban Pimpinan Instansi Pemerintah Pertama, Pimpinan Instansi Pe-merintah menetapkan tujuan keseluruhan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten serta tujuan tingkatan ke-giatan yang mendukungnya, kedua,
Pimpinan Instansi Pemerintah melakukan identifikasi risiko secara menyeluruh, mulai dari sumber internal mau-pun eksternal, yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah dalam mencapai tujuannya, ketiga, Analisis risiko dilaksanakan, dan Instansi Pemerintah sudah mengembangkan pendekatan yang memadai untuk mengelola risiko, keempat, Untuk menghindari risiko, dilakukan aktivitas pengendalian risiko yang dapat mempengaruhi kemampuan Instansi Pemerintah tersebut dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya. Identifikasi Risiko Identifikasi Risiko adalah suatu proses penetapan berbagai risiko dari suatu kegiatan yang merupakan antisipasi terhadap kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan risiko kegagalan atau tidak tercapainya pelaksanaan suatu kegiatan. Proses ini sifatnya berkesinambungan dan merupakan komponen yang penting dalam mencapai suatu efektivitas sistem pengendalian internal. Dalam hal ini manajemen harus bersikap konservativ dalam menghadapi risiko-risiko di semua ting-katan kegiatan baik dalam instansi maupun perusahaan dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya setelah ditemukan faktorfaktor penyebab terjadinya risiko tersebut.
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Keberhasilan tujuan suatu instansi dapat dipengaruhi oleh risiko-risiko internal maupun eksternal. Faktor-faktor ini cenderung akan mempengaruhi tujuan-tujuan, baik secara eksplisit maupun implisit. Risiko akan berubah atau meningkat sejalan dengan meningkatnya perbedaan tujuan-tujuan de-ngan kinerja sebelumnya. Contoh fak-tor eksternal adalah bahwa suatu ins-tansi pelayanan publik menganggap
meliputi faktor-faktor eksternal dan internal yang memberikan kontribusi terhadap risiko pada tingkat entitas adalah hal yang penting dalam penilaian ri-siko yang efektif. Sekali faktor-faktor yang memberikan kontribusi besar tersebut telah teridentifikasi, maka manajemen dapat mempertimbangkan antisipasinya. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Risiko
se-lama ini pelayanan kepada pelanggan sudah me-madai, na-mun dengan se-makin me-ningkatnya jumlah masyarakat yang dilayani, ada-nya kebutuhan pelanggan yang me-ningkat serta kemajuan teknologi, ma-ka pelayanan kepada pelanggan ter-sebut mungkin sudah tidak memadai lagi. Dengan demikian risiko pelanggan tidak terlayani akan meningkat, dan ri-siko yang lebih berat adalah citra instansi pelayanan masyarakat tersebut akan menurun. Dengan proses identifikasi yang
Pertama, perkembangan teknologi dapat mempengaruhi kondisi dan waktu un-tuk riset dan pe-ngembang-an, atau megarah-kan per-ubahan untuk kegiatan pengadaan, kedua, perubahan ke-butuhan pelanggan atau harapanharapan yang dapat mempengaruhi pengembangan produk, proses produksi, layanan pelanggan, harga dan ja-minan, ketiga, persaingan dapat mem-pengaruhi kegiatan pemasaran dan pe-layanan, keempat, regulasi baru dapat mendorong perubahan dalam kebijakan operasional dan strategi,
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini kelima, Faktor keadaan memaksa dapat mendorong perubahan dalam kegiatan operasi atau sistem informasi dan menekankan ke-butuhan akan rencana kontigensi, ke-enam, perkembangan perekonomian dapat berdampak pada keputusan-keputusan yang terkait dengan keuang-an, belanja modal dan ekspansi. Faktor-faktor Internal yang mempengaruhi risiko Pertama, adanya hambatan atau gangguan pada pemrosesan sistem informasi dapat berpengaruh buruk pada kegiatan operasional instansi, kedua, hambatan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan me-tode pelatihan dan motivasi dapat mempengaruhi derajat kepedulian terhadap sistem pengendalian intern, ketiga, adanya perubahan dalam tanggung jawab manajemen dapat mempengaruhi bagaimana pengendalian tertentu dijalankan. Peran Internal Auditor Peran Internal Auditor (APIP) dalam hal manajemen risiko menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 (Ps 60/2008 Ps 11 (b)) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah: Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah. Peran Internal Auditor lainnya adalah dalam mengidentifikasi risiko baik internal maupun eksternal adalah dalam menyusun perencanaan kegiatan audit. Risiko kegagalan audit dapat diantisipasi dengan melakukan identifikasi risiko terhadap proses pelaksanaan penugasan audit. Suatu penugasan audit akan berhasil apabila diketahui berapa besar dan kompleksitas obyek yang akan diaudit. Selanjutnya dengan mengetahui ruang lingkup yang akan di-audit, maka auditor dapat merencana-kan dan menetapkan banyaknya jumlah tim audit yang akan ditugaskan. Selan-jutnya berapa hari waktu yang dibutuh-kan untuk mengaudit obyek tersebut dan berapa besar biaya yang harus di-sediakan untuk penugasan audit terse-but untuk mendapatkan hasil yang op-timal. Semakin banyak dan semakin be-sar risiko yang diperkirakan akan ter-jadi, semakin cermat pengendalian atas risiko tersebut, dan melalui identifikasi risiko inilah suatu penyusunan perencanaan audit untuk menghindari risiko dapat diantisipasi. Potensi penyebab kegagalan audit dalam suatu penugasan untuk mencapai tujuan audit bervariasi dari sesuatu yang terlihat jelas sampai dengan yang tidak jelas, dari yang signifikan sampai dengan yang tidak signifi-
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
kan dari sisi potensi pengaruhnya. Na-mun demikian seharusnya dengan di-identifikasikannya risiko-risiko yang nyata-nyata berdampak signifikan pada keberhasilan audit. Untuk menghindari melihat risiko secara berlebihan, identifikasi yang baik adalah berdasarkan kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Memang pada kenyataannya terdapat keterbatasan-keterbatasan sehingga sulit menggambarkannya. Dengan ke-terbatasan SDM serta waktu yang ter-sedia , maka pada suatu audit keuang-an yang dilaksanakan secara sampling dimungkinkan terjadi bahwa korupsi ter-jadi pada bukti pengeluaran yang tidak disampling. Namun pada penugasan audit dengan tujuan tertentu atau audit investigasi risiko tersebut dapat dimini-malisir. Analisis Risiko Proses selanjutnya setelah manajemen telah melakukan identifikasi risiko pada tingkat entitas dan aktivitas, maka tahap berikutnya adalah melakukan analisis risiko. Metode untuk menganalisis risiko dapat bervariasi, kondisi ini disebabkan beberapa kasus karena sulitnya mengkuantifikasi risiko. Terdapat beberapa metode untuk dapat mengestimasi kerugian dari risiko yang teridentifikasi. Manajemen seharusnya peduli dengan hal tersebut dan menerapkannya bila diperlukan. Namun demikian, banyak risiko tidak dapat di-
tentukan berdasarkan ukurannya. Risiko-risiko ini sebaiknya dinyatakan da-lam berbagai ukuran mulai dari yang be-sar menegah sampai yang kecil. Proses analisis risiko baik secara formal atau kurang formal, meliputi: a. Estimasi signifikansi dari suatu risiko, b. Penilaian kemungkinan (frekuensi) terjadinya risiko, c. Pertimbangan bagaimana sebaiknya risiko dikendalikan yaitu langkah-langkah apa yang perlu dilakukan Pada analisis risiko, suatu risiko yang tidak berdampak signifikan dan kemungkinan terjadinya juga rendah, umumnya tidak menjadi perhatian serius. Sebaliknya, suatu risiko yang signifikan dengan kemungkinan terjadinya yang tinggi, biasanya memerlukan per-hatian yang khusus. Dalam analisis ri-siko kondisi yang berada di antara ke-dua titik ekstrim ini biasanya memerlukan pertimbangan yang sulit. Dalam kondisi ini yang penting adalah bahwa analisisnya harus rasional dan hatihati. Suatu analisis risiko pada dasarnya apabila kemungkinan terjadinya risiko telah diidentifikasi dan dianalisis, maka manajemen perlu mempertimbangkan bagaimana risiko dikendalikan. Ini meliputi pertimbangan berdasarkan asumsi-asumsi tentang risiko dan juga analisis biaya untuk mengurangi derajat risiko tersebut. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Opini menurunkan signifikansi dan kemungkinan terjadinya risiko meliputi keputusan-keputusan manajemen sehari-hari. Kadang-kadang langkah-langkah tersebut dapat mengurangi risiko atau menghilangkan dampaknya bila risiko tersebut benar-benar terjadi. Sejalan dengan langkah-langkah pengendalian risiko adalah penyusunan prosedur-prosedur yang memungkinkan manajemen menelusuri efektivitas implementasi langkah-langkah tersebut. Misalnya, sa-lah satu cara untuk mengantisipasi ke-rugian karena gangguan sistem kom-puter adalah dengan menciptakan disaster recovery plan (DRP). Prosedur-prosedur yang dibuat harus meyakinkan bahwa DRP didesain dan diimplementasikan dengan memadai. Prosedur-prosedur ini mencerminkan adanya aktivitas pengendalian yang merupakan kelanjutan dari proses ana-lisis risiko. Analisis risiko dapat meliputi analisis proses, seperti identifikasi ketergantungan dan signifikansi titik-titik kontrol dan penetapan tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Proses analisis yang efektif mengarah pada perhatian yang khusus terhadap keterkaitan antar unit dalam organisasi, misalnya identifikasi dimana data berasal, dimana disimpan, bagaimana data ter-sebut dikonversi menjadi informasi yang berguna dan siapa yang menggunakan informasi tersebut. Organi-
sasi-organisasi besar biasanya membutuhkan kewaspadaan tertentu dalam hal transaksi intern maupun ekstern. Proses-proses ini bisa dipengaruhi secara positif oleh kualitas program yang meliputi keterlibatan karyawan, dan da-pat menjadi unsur penting dalam meng-antisipasi risiko. Namun pada kenyataannya sungguh ironis bahwa kesadaran akan pentingnya analisis risiko sering datang terlambat, seperti dalam banyak kasuskasus yang berkaitan dengan keuangan. Berbagai level manajemen mulai top manajemen, middle manajemen sampai lower manajemen masih banyak yang mengatakan pada akhirnya setelah terjadi risiko bahwa mereka tidak menyangka akan terjadi risiko. Kondisi inilah yang harus dihindari atau diminimalisir dengan melakukan analisis risiko. Pengendalian Risiko Menurut PP No.60 Tahun 2008: Aktivitas Pengendalian-(Risiko) adalah tindakan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksana-an kebijakandan prosedur untuk me-mastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Proses selanjutnya setelah risiko dianalis adalah melakukan aktivitas pengendalian risiko. Pada umumnya kegiatan ini dilakukan setelah diketahui
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
faktor-faktor penyebab kemungkinan terjadinya risiko. Proses yang dilakukan adalah bagaimana menghilangkan atau setidaknya meminimalisir faktorfaktor penyebab terjadinya risiko. Penerapan umum aktivitas pengendalian meliputi: 1. kebijakan, prosedur, teknik dan mekanisme yang ada sesuai dengan masing-masing kegiatan instansi pemerintah, 2. kegiatan pengendalian yang dibutuhkan telah ada dan diterapkan, 3. kegiatan pengendalian dievaluasi secara periodik untuk meyakinkan bahwa aktivitas pengendalian masih tetap memadai dan bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Kategori umum aktivitas pengendalian meliputi: 1. Reviu pencapaian atas kinerja utama intansi pemerintah oleh jajaran pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan, 2. Pembinaan SDM untuk mencapai hasil yang diharapkan, 3. Pemrosesan Informasi- IP menerapkan berbagai aktivitas pengendalian yang sesuai dengan sistem pengolahan informasi untuk meyakinkan ketepatan dan kelengkapan, 4. Pengendalian fisik untuk menjaga dan mengamankan aset yang rawan (berisiko), 5. Penetapan dan pemantauan indikator dan ukuran kinerja, 6. Pemisahan tugas dan tanggung jawab yang penting dilakukan diantara pegawai yang berbeda untuk mengurangi risiko kesalahan, pemborosan atau kecurangan, 7. Pelaksanaan kegiatan ha-
rus berdasarkan otorisasi dan dilaksanakan oleh pegawai yang kompeten, 8. Pelaksanaan transaksi dan kejadian yang sesuai, 9. Kegiatan instansi yang penting telah diklasifikasikan dan dicatat sesuai ketentuan, 10. Pembatasan akses dan pertanggungjawaban atas sumber daya dan penyimpanan ditetapkan, 11. Pengendalian intern dan kejadian penting lainnya didokumentasikan dengan jelas, 12. Pelaksanaan pengawasan intern Kesimpulan Tingkat capaian keberhasilan manajemen dalam mengelola organisasi adalah tercapainya tujuan organisasi. Tujuan organisasi akan tercapai apabila semua kegiatan yang telah direncanakan dapat terlaksana seluruhnya. Namun dalam setiap pelaksanaan kegiatan dimungkinkan terjadi hambatan yang dapat mengakibatkan kegagalan pencapaian tujuan. Kondisi tersebut dapat diantisipasi dengan terlebih da-hulu melakukan identifikasi risiko atas hambatan yang mungkin timbul. Risiko dapat dihilangkan atau diminimalisir de-ngan menggunakan analisis risiko. Se-telah risiko dianalisis dengan mencari faktor-faktor penyebabnya, proses se-lanjutnya
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO Faktor yang Mempengaruhi Kebosanan dalam Bekerja Oleh: Fadly Heready
Abstraksi Peningkatan kinerja adalah suatu upaya yang terus menerus diupayakan oleh para pimpinan dalam mengelola organisasi/perusahaan yang dipim-pinnya. Hal ini merupakan salah satu dari tantangan bagi para pimpinan dan pengelola untuk mewujudkannya. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dan mempengaruhi tingkat kinerja dari pegawai/karyawan adalah masalah ke-bosanan dalam melakukan suatu pekerjaan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menelaah kebosanan kerja dari karyawan/pegawai yang ditandai dengan hilangnya minat dan se-mangat kerja, cenderung bercakapca-kap, dan cepat marah. Hal tersebut di-akibatkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kebosanan kerja karyawan/pegawai. Pendahuluan
Banyaknya permasalahan yang muncul di dalam dunia kerja, khususnya yang berkaitan dengan para tenaga ker-ja atau karyawan, merupakan suatu tantangan bagi para pihak terkait. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah kebosanan dalam bekerja. Pekerjaan apapun dapat menimbulkan re-aksi yang bersifat positif dan reaksi yang bersifat negatif. Rekasi positif mi-salnya senang, bergairah, merasa se-jahtera, dan lain-lain. Reaksi yang ber-sifat negatif misalnya bosan, acuh, tidak serius, dan sebagainya. Kebosanan kerja telah menjadi masalah yang semakin penting, dan kecenderungan ini diduga akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Penyebab yang menjadi kebosanan kerja bisa bermacam-macam, salah
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
satunya adalah rutinitas atau pekerjaan yang dirasakan monoton sebab selalu harus dikerjakan setiap hari dalam bentuk yang sama. Kebosanan memiliki dampak terhadap produktivitas atau kinerja karyawan, yang pada akhirnya juga merupakan masalah bagi perusahaan ataupun organisasi. Apabila tidak di-tanggulangi dengan segera, pada awal-nya kebosanan dapat mengurangi pro-duktivitas, tetapi lama-kelamaan juga dapat berpotensi mengakibatkan kece-lakaan kerja. Tinjauan Pustaka Ketidaknyamanan kerja dan tu-gas rutin berhubungan dengan kebo-sanan. Kebosanan yang terjadi di da-lam lingkup pekerjaan disebut juga de-ngan kebosanan kerja (simamora, 2004). Menurut Geiwitz (1996) kebosanan kerja merupakan hal yang kompleks dan individual sifatnya. Tidak semua individu dapat bertahan terhadap jenis pekerjaan yang berulang-ulang atau pada pekerjaan yang sama. Kebo-sanan kerja adalah suatu sumber frus-tasi fundamental bagi karyawan (Bard-wick, 1988). Karyawan atau pegawai yang merasa bosan terhadap suatu pekerjaan yang rutin dan sederhana akan berakibat karyawan tersebut melakukan kesalahan, lamban dalam bekerja, dan cenderung bercakap-cakap dalam bekerja (Porter dan Hackman, 1975).
Seorang tenaga kerja yang merasa sangat bosan atau jenuh dengan pekerjaannya mungkin akan mengalami suatu ketegangan, rasa lemah, cepat marah, sulit berkonsentrasi maupun sulit bekerja secara efektif (anoraga, 1998). Banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang pekerja atau karyawan bersikap bosan, acuh, dan tidak bergairah melakukan pekerjaannya ini, antara lain tidak cocok dengan pekerja-annya, tidak tahu bagaimana melaku-kan pekerjaan yang baik, kurang insentif, lingkungan kerja yang tidak menye-nangkan dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003). Kebosanan dapat terjadi pada tenaga kerja yang bekerja secara mo-noton, berulang-ulang, serta pelaksana-an atau kegiatan yang tidak menarik. Namun ada kalanya kebosanan juga dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang se-mula dianggap menyenangkan (Anies, 2005). Anastasi (1989) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi ke-bosanan kerja meliputi faktor individu, faktor lingkungan kerja, dan faktor pe-kerjaan itu sendiri. Suatu pekerjaan agar tidak me-nimbulkan kebosanan, tidak hanya di-tentukan oleh kemampuan dan keterampilan yang dimilki oleh pekerja atau karyawan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja yang jelas, persyaratan jabatan yang jelas untuk mendukung uraian
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO jabatan tersebut, peralatan kerja yang tepat atau sesuai lingkungan kerja dan sebagainya (notoatmodjo 2003). Menurut Papu (2002) berbagai tindakan pencegahan kebosanan kerja yang banyak dilakukan untuk membuat para pekerja tidak merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan yang harus dilakukan sehari-hari, dengan cara melakukan rotasi kerja, melibatkan pekerja/karyawan dalam pengambilan keputusan, melaksanakan pertemuan semua karyawan, memberikan kesempatan untuk melakukan cuti dan masih banyak lagi hal lainnya. Semua kegiatan tersebut ber-tujuan untuk mencegah atau mengu-rangi kebosanan kerja pada karyawan. Pembahasan Terdapat 7 (tujuh) dimensi aspek kebosanan kerja yang dapat dieksplorasi. Ada 3 (tiga) dimensi tidak mendapatkan respon dari kedua unit yang dianalisis, yaitu menurunnya perhatian, lambat bekerja dan sulitnya bekerja se-cara efektif. Kedua unit analisis menun-jukkan gejala kebosanan yang sama un-tuk kelima dimensi lainnya. Kedua unit analisis pernah bosan dan tidak berse-mangat kerja, tidak pernah melakukan kesalahan fatal (meskipun unit analisis 1 pernah melakukan kesalahan kecil da-lam waktu yang sudah lama berlalu), saat bosan cenderung berbincang-bin-cang dan merokok, serta jika bosan menjadi
mudah marah. Adanya indikasi bahwa terdapat kebosanan kerja sering muncul, walaupun dampak atau aspek-aspeknya mungkin tidak sama terhadap tiap pegawai/karyawan namun sering terindikasi bahwa terdapat kebosanan kerja. Menurut Gray (1952) aspek-aspek dari kebosanan kerja adalah hilangnya minat dan semangat kerja, lamban dalam bekerja, melakukan kesalahan dan cenderung bercakap-cakap. Karyawan/ pe-gawai menjadi bosan dan kurang ber-semangat mungkin karena mereka te-lah bekerja bertahun-tahun pada peker-jaan tersebut yang membuat mereka merasa pekerjaan yang dilakukan ber-ulang-ulang (monoton) dan sifatnya se-hari-hari dilakukan secara berulang. Saat merasa bosan karyawan/ pegawai cenderung berbincang-bincang dengan sesama rekan kerja dan pegawai/karyawan pria menjadi aktif merokok. Sikap dan perilaku cepat marah dan tidak sabaran kadang disebabkan pekerjaan dan diri karyawan/pegawai itu masing-masing. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebosanan Kerja Ada 10 faktor penyebab kebosanan kerja yang dieksplorasi. Respon yang timbul terhadap faktor ketidakcocokan dengan pekerjaan dan faktor
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
lainnya, kecuali untuk faktor perhatian atas kesejahteraan karyawan dan kurangnya umpan balik serta imbalan kar-yawan seringkali menunjukkan kesa-maan. Pekerjaan yang tidak menarik atau kurang menantang, tidak adanya otonomi, kemungkinan untuk dipromo-sikan kecil, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, pekerjaan yang mo-noton, tidak ada kontak dengan rekan kerja, dan kurangnya motivasi dalam diri karyawan/pegawai merupakan fak-tor yang mempengaruhi kebosanan ker-ja. Keinginan atas adanya perubahan seringkali muncul dalam diri karyawan/pegawai. Faktor yang mempengaruhi ke-bosanan dapat dilihat dari 3 sudut pan-dang, yaitu faktor individu, lingkungan dan pekerjaan itu sendiri (Anastasi, 1989). Faktor yang menjadi penyebab individu yaitu tidak adanya kecocokan dengan pekerjaan dan kurangnya moti-vasi diri. Hal yang terkait dengan rasa puas dengan kemampuan yang diguna-kan dalam pekerjaan, selain disebab-kan oleh pekerjaan dapat pula ditentu-kan dari dalam diri karyawan itu masing-masing. Menurut notoatmodjo (2003) seorang pekerja/pegawai yang bersikap bosan, acuh, dan tidak bergairah mela-kukan pekerjaannya ini banyak faktor yang dapat menyebabkannya, antara lain tidak cocok dengan pekerjaannya. Penempatan yang tepat pada jenis pekerjaan sesuai dengan bakat,
keterampilan, keahlian dan sebagainya, sangat besar peranannya dalam mencegah timbulnya kebosanan atau kejenuhan dalam bekerja (anoraga, 1998). Karyawan/Pegawai yang merasa tidak cocok dengan pekerjaannya sedangkan karyawan tersebut merasa bahwa kemampuan yang dimilkinya tidak da-pat digunakan dengan semaksimal mungkin pada pekerjaannya. Motivasi kerja terasa berkurang. Kebosanan kerja dapat muncul karena adanya faktor-faktor yang mendukung, salah satunya adalah motivasi yang rendah (Pulat,1992). Motivasi dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti ling-kungan kerja, pekerjaan yang dilakukan, atau masalah terkait dengan insentif ataupun gaji. Lingkungan kerja dengan kondisinya akan mempengaruhi gairah kerja (Notoatmodjo, 2003). Faktor penyebab kebosanan kerja dari pekerjaan itu sendiri dapat dilihat dari pekerjaan yang tidak menarik/ menantang, tidak adanya otonomi, kemungkinan adanya promosi yang kecil, pekerjaan yang bersifat monoton, kurangnya perhatian atas kesejahteraan karyawan/pegawai, serta kurangnya umpan balik dan imbalan karyawan. Seringkali yang diinginkan adalah adanya perubahan atas pekerjaan yang sa-ma dan dilakukan berulang-ulang serta berada dalam lingkungan kerja yang relatif sama. Pekerjaan yang
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
AMO dianggap terlalu mudah atau tidak sesuai dengan tingkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dimilki oleh se-seorang juga akan cenderung mem-buat ia mengalami kebosanan. Keterbatasan karyawan dalam bekerja karena adanya pengawasan yang terlalu ketat dalam bekerja membuat karyawan mendambakan otonomi yang luas, memiliki tanggung jawab, fleksibel dalam melaksanakan pekerjaan, dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. Jika hal-hal seperti ini tidak didapat oleh kar-yawan/pegawai selama melakukan ak-tivitas kerjanya maka kemungkinan un-tuk menjadi bosan akan sangat terbuka. Kemungkinan promosi atau ke-naikan jabatan dirasakan kecil atau ti-dak baik, dan tidak jelas akan kriteria untuk mendapatkannya. Menurut Bardwick (1988) penyebab kebosanan atau kejenuhan kerja antara lain ke-mungkinan promosi yang sangat kecil. Pekerjaan yang dilakukan terasa monoton, hanya mengerjakan yang sama, pekerjaan dilakukan sehari-hari, hingga mengakibatkan jenuh atau bosan. Adanya perasaan diperlakukan dengan tidak adil di tempat kerja, selain disebabkan oleh pekerjaan juga ditentukan oleh diri karyawan itu masingmasing. Menurut Grensing-Pophal
(2006) terdapat sejumlah alasan me-ngenai timbulnya kebosanan antara lain kurangnya perhatian atas kesejahtera-an karyawan. Selain itu timbulnya kebosanan juga disebabkan oleh kurangnya umpan balik dan imbalan terhadap karyawan. Adanya perasaan tidak diberikan penghargaan yang sesuai dengan hasil ker-ja, seringkali terkait dengan insentif atau gaji yang diterima. Kesimpulan Secara umum beberapa aspek kebosanan kerja dapat teridentifikasi dari hilangnya minat dan semangat ker-ja, cenderung bercakap-cakap, atau bahkan menjadi perokok yang aktif, pe-rilaku cepat marah dan mudah terpan-cing emosinya serta kurangnya kesa-baran dalam menanggulangi suatu pe-kerjaan dan permasalahan. Beberapa faktor yang umumnya mempengaruhi kebosanan kerja karyawan adalah ketidakcocokan dengan pekerjaan, pekerjaan yang tidak menarik dan menantang, tidak memiliki otonomi, kemungkinan memperoleh promosi yang kecil, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan dan kondusif, pekerjaan yang monoton, kurangnya perhatian atas kesejahteraan kar-yawan, kurangnya umpan balik dan im-balan terhadap hasil kinerja
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
Agenda Kegiatan Kerjasama Penyusunan Petunjuk Teknis Audit Kinerja BOS di Lingkungan Departemen Agama Pada tanggal 29 Mei 2009 dilakukan penandatanganan kerjasama penyusunan Petunjuk Teknis Audit Kinerja Bantuan Operasional Sekolah di Lingkungan Departemen Agama. Penandatanganan kerjasama dilakukan oleh Inspektur Jenderal Departemen Agama M. Suparta dengan Deputi Ke-pala BPKP Imam Bastari. Adapun yang menjadi dasar kerjasama adalah se-bagai berikut: Undang-Undang Nomor 20 Tahun 3003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi warga miskin yang berusia 7-15 tahun agar dapat memperoleh kemudahan dalam pendidikan dasar melalui Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajar Dikdas 9 Tahun). Oleh karena itu, sejak Juli tahun 2005 pemerintahan RI telah melaksanakan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah setingkat SD/MI dan SMP/MTs, serta Pondok Pesantren dan sekolah keagamaan lainnya. Kemudian mulai tahun anggaran 2006, pemerintah menyediakan dana tambahan untuk pengadaan buku teks pelajaran kepada seluruh sekolah setingkat SD/ MI dan SMP/MTs di seluruh Propinsi di
Indonesia melalui program BOS Buku, sehingga program Wajar Dikdas 9 tahun yang bermutu dapat dicapai. Berkaitan dengan pelaksanaan program BOS ini , maka BPKP dan Itjen Departemen Agama sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah se-cara sinergi akan melakukan pengawasan interrn terhadap akuntabilitas program BOS. Pengawasan yang dilakukan dalam bentuk Joint audit yang bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas program, serta memastikan bahwa penyimpangan program ti-dak terjadi, terdeteksi secara dini sehingga dapat diambil langkah-langkah perbaikan terhadap program, maupun kebijakan yang lebih efektif. Dalam konteks pengawalan terhadap program BOS ini, kegiatan Joint audit yang dilakukan adalah audit kinerja yang difokuskan pada pengawalan dan penilaian atas keberhasilan dalam mencapai tu-juannya, meliputi evaluasi terhadap pe-laksanaannya di sekolah/madrasah pe-merintah maupun swasta. Untuk efektifitas pelaksanaan Joint audit ini, maka disusunlah Petunjuk Teknis audit kinerja yang merupakan acuan minimal dalam pelaksanaan audit atas program BOS yang memuat hal-hal penting dan mendasar.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Hikmah Antara Rajab dan Ramadhan Oleh: Abdillah
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, diantara-nya empat bulan haram. Itulah (kete-tapan) agama yang lurus, Maka ja-nganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 36) Dari Anas bin Malik berkata: Sesungguhnya Nabi SAW apabila memasuki bulan Rajab beliau berdo’a: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”. Kemudian be-liau berkata, “Pada malam jumatnya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan”. Pendahuluan Fenomena pergantian bulan di mata muslim adalah salah satu sarana untuk mengingat kekuasaan Allah SWT dan dalam rangka untuk mengambil ibrah dalam kehidupan juga sebagai sa-rana ibadah. Karena itu, pergantian bu-lan dalam bulan-bulan Hijrah kita di-sunnahkan untuk berdo’a, terutama
ke-tika melihat hilal atau bulan pada malam harinya. Do’a yang diajarkan oleh Bagin-da Rasulullah saw. adalah: “Ya Allah, Jadikanlah bulan ini kepada kami da-lam kondisi aman dan hati kami penuh dengan keimanan, dan jadikanlah pula bulan ini kepada kami dengan kondisi selamat dan hati kami penuh dengan keislaman. Rabb ku dan Rabb mu Allah. Bulan petunjuk dan bulan ke-baikan.” (HR. Turmudzi) Tidak terasa saat ini pergantian bulan itu sudah memasuki bulan Rajab, bulan dari empat bulan qomariah yang dimuliakan (diharamkan) Allah SWT. selain bulan Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Muharram. Dinamakan bulan haram karena setiap ibadah dan ketaatan yang dilakukan pada bulan ini dilipatgandakan kebaikan dan pahalanya, sehingga mulia disisi Allah swt. Dinamakan bulan haram juga karena di bulan ini haram hukumnya menumpahkan darah, berperang, dan melakukan kejahatan lainnya, sehingga kejahatan itu dilipatgandakan siksanya dan karenanya Allah swt. murka. Sebagai seorang muslim tentunya kita ingin mendapatkan keberkahan dan pahala yang berlipat dari setiap iba-dah yang kita lakukan pada bulan Rajab ini. Ibadah kepada-Nya dengan
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
mela-kukan sholat, puasa, shadaqoh, mau-pun do’a. Ibadah yang dilakukan se-bagai ladang persiapan kita untuk ber-benah, menyiapkan mental dan spiri-tual dalam menyambut bulan Rama-dhan yang penuh berkah, Rahmah, ke-muliaan dan ampunan. Dalam kitab Jam’atul-Fawaid wa Jawahirul-Qalaid disebutkan bahwa Bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan jika diibaratkan dengan pertanian, yaitu Rajab sebagai bulan menabur biji benih, Sya’ban sebagai bulan menyiram tanaman dan Ramadhan sebagai bulan menuai hasil tanaman itu. Jadi, siapa yang tidak menabur biji benih (dengan ketaatan dan kebaikan) pada bulan Ra-jab dan tidak menyiram (dengan meng-alirkan air mata kesalahan dan keinsaf-an) pada bulan Sya’ban, bagaimana dia dapat menuai dalam bulan Ramadhan? Menabur Biji Benih Kebaikan dan Merawatnya. Bulan Rajab merupakan proses awal untuk menghadapi bulan suci Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih. Ketika bulan ini menyapa, kita telah mengkondisikan jiwa dan hati dengan semangat dan tekad kuat untuk
ta’at. Sehingga ketika Allah SWT. mentakdirkan kita berjumpa dengan Ramadhan, kita akan panen, panen wara’, pa-nen tangisan karena takut kepada Allah swt, panen interaksi bersama Al Qur’an, panen kebaikan, panen am-punan Allah, panen kasih sayang ke-pada sesama, panen semua nilai ke-baikan yang pada akhirnya panen ke-taqwaan. Sebagaimana dijelaskan Allah swt dalam firmannya “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Diantara amal yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW saat memasuki bulan Rajab dalam rangka menebar biji benih kebaikan untuk dipanen saat Ra-madhan tiba, adalah: Pertama, Shaum (Puasa), shaum dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulanbulan mulia lainnya hukumnya sunnah. Diriwayat-kan dari Mujibah al-Bahiliyah, Ra-sulullah saw. Bersabda: “Puasalah pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad. Rasulullah saw. juga bersabda: “Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan” Puasa adalah ibadah paling banyak yang di-lakukan Rasulullah saw di bulan Sya’-ban. Sebagaimana dalam sebuah ha-dits, Aisyah ra. berkata, “Rasulullah
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Hikmah SAW berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban,” (HR Bukhari No. 1833, Mus-lim No. 1956). Tentu bukan tanpa alasan mengapa Nabi SAW memperbanyak puasanya di bulan Sya’ban. Usamah bin Zaid pernah bertanya, “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu bulan dari bulanbulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Beliau bersabda, “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Ia merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Saya suka untuk diangkat amalan saya sedangkan saya dalam keadaan berpuasa,” (HR Nasa’i, lihat Shahih Targhib wat Tarhib hlm. 425); Kedua, membaca Al-Qur’an, karena Rajab dan Sya’ban merupakan pendahuluan bagi Ramadhan, maka berlaku juga amalan di bulan Ramadhan, yaitu membaca al-Qur’an. Salamah bin Suhail mengatakan, “Bulan Sya’ban merupakan bulan para qurra’ (pembaca al-Qur’an).” Jika masuk bulan Sya’ban, Habib bin Abi Tsabit berkata, “Inilah bu-
lan para qurra’.” Jika bulan Sya’ban datang, Amr bin Qais al-Mula’i menutup tokonya dan meluangkan waktu (khusus) untuk membaca al-Qur’an; Ketiga, memperbanyak Sedekah, Rasulullah adalah orang yang paling banyak bersedekah terutama pada bulan Ramadhan. Begitupun para sahabat radhiallahu ‘anhum, mereka saling berlomba untuk memberikan harta terbaiknya un-tuk kepentingan Islam. Allah SWT men-janjikan pahala yang berlipat bagi ham-banya yang mau bersedekah dalam fir-man-NYA: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orangorang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah {2}: 261) Jika pada waktu-waktu biasa Allah menjanjikan pahala yang begitu besar dan berlipat ganda apalagi jika dilakukan pada waktu-waktu yang utama dan mempunyai fadhilah khusus seperti pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan; Kelima, memperbanyak Do’a. Do’a adalah silaahulmu’min yaitu senjatanya bagi orang beriman. Allah akan mengabulkan setiap permintaan hambanya, sebagaimana janji Allah SWT “Berdoalah kepada-Ku, niscaya
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009
akan Ku-perkenankan bagimu”. (Ghafir {40}: 60). Oleh karena itu saat memasuki bulan Rajab Rasulullah SAW memparbanyak do’a diantaranya adalah: “Ya Allah berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan”. Siapapun tidak akan tahu apa yang akan terjadi esok hari “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
kita. Oleh karena itu hendaknya kita berharap kepada Allah, mengharap kasih sayang-Nya dan do’a tersebut diijabah oleh Allah, sehingga Dia memanjangkan umur kita agar dapat merasakan kebersamaan Ramadhan di tahun ini untuk mendapatkan keutamaan yang ada di dalamnya. Paling tidak, jika Allah mentaqdirkan kita tidak bertemu Ramadhan tahun ini, kita sudah mempunyai niat yang kuat beribadah di da-lamnya dengan mempersiapkan diri di bulan Rajab dan Sya’ban ini.
dia akan mati”. (Luqman {31}: 34) Apakah Allah masih memberikan waktu kepada kita untuk merasakan keindahan Ramadhan pada tahun ini atau bahkan Ramadhan tahun lalu adalah Ramadhan terakhir buat
Allaahumma ballighnaa Ramadhaan (Ya Allah sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan). Aamiin.
Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009 Fokus Pengawasan
Arahan Menteri Agama Muhammad M. Basyuni pada Acara Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan 2009
Arahan Irjen Depag M. Suparta pada acara Sosialisasi Panduan Audit Kinerja BOS
Irjen Depag M. Suparta didampingi Ses. Itjen Depag Abdul Karim dalam Acara Rencana Kinerja Tahun 2010
Berurutan dari kanan Kabag Ortala & Kepegawaian, Kabag Pengolahan Hasil Pengawasan, Kasubbag Kepegawaian, Kabag Perencanaan & Kabag Umum dalam Acara Orientasi Aplikasi Audit BOS
Para Calon Auditor, Peserta Orientasi Aplikasi Audit Kinerja BOS
Arahan Irjen Depag di Sampaikan oleh Sekretaris Itjen Depag Abdul Karim kepada Peserta Evaluasi Kinerja Triwulan II
Fokus Pengawasan Nomor 22 Tahun VI Triwulan II 2009