Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
FOKUS PENGAWASAN
Evaluasi Program Kerja 100 Hari Kementerian Agama: “Capaian dan Tantangan”
TIDAK DIPERJUALBELIKAN
Daftar Isi
Fokus Pengawasan Fokus Pengawasan a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2010
2
Dewan Penyunting: Pembina : Mundzier Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Burhanuddin, Achmad Zaenuddin. Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Abdul Karim Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : O. Sholehuddin, Kusoy, Maman Saepulloh, Anshori, Sukarma, Nur Arifin, Nugraha Stiawan, Noer Alya Fitra. Redaksi : Miftahul Huda, Ali Ghozi. Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected] Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
SURAT PEMBACA ............................... 3 DARI REDAKSI .................................... 4 FOKUS UTAMA: Pidato Program 100 Hari Menag.......... 5 Evaluasi Kinerja 100 Hari Menag ...... 14 Proteksi Dini Korupsi ......................... 20 Evaluasi Kinerja Petugas Haji ............. 27 PENGAWASAN: Disiplin PNS ....................................... 32 Strategi Peningkatan .......................... 42 Resiko Audit ........................................48 Hak-Hak Purna Tugas ..........................54 OPINI: Peran Strategis Itjen ........................... 58 Arah Baru Reformasi .......................... 65 RANDANG: PMA No.1 Tahun 2010 ....................... 68 RESENSI BUKU: .................................. 70
Surat Pembaca Program Kerja 100 Hari Kementerian Agama Salam hangat, Redaksi majalah FP, saya mau bertanya, dan pertanyaan saya ini juga menjadi pertanyaan beberapa teman di kantor. Selama ini saya kurang menda patkan informasi tentang gebrakan 100 hari Kementerian Agama. Sementara be berapa Kementerian yang lain menun jukkan target dan pencapaian kinerja 100 hari. Pertanyaan saya, adakah program kerja 100 hari Kementerian Agama, apa saja programnya dan bagaimana pencapai annya? Terimakasih Sofyan Tsuri, Medan Redaksi: Kementerian Agama seperti kementerian yang lain juga mempunyai program kerja 100 hari. Program kerja 100 hari Kementerian Agama dan evaluasi pelaksanaannya akan menjadi fokus utama majalah FP edisi ini. Selamat membaca. Mekanisme tindak lanjut Assalamu ’alaikum Wr. Wb. Dewan redaksi majalah FP yang saya hormati. Sebagai majalah yang di terbitkan oleh Itjen, saya mengusulkan hendaknya majalah ini juga memuat ar tikel yang membahas tentang temuan hasil pengawasan serta tata cara bagai mana temuan yang ada tersebut dapat diselesaikan. Mekanisme apa dan bagai mana untuk menyelesaikan tindak lanjut hasil pengawasan tersebut. Terima kasih Wassalamualaikum Wr. Wb.
M. Irsan, Sawangan, Kota Depok Redaksi: terima kasih atas usulan saudara. Kami akan menindaklanjuti usulan tersebut, penanganan hasil pengawasan dikelola oleh Bagian III di Itjen, yaitu Bagian Analisis Hasil Pengawasan. Pada edisi berikutnya, insyaallah kami akan menghadirkan artikel tentang hasil pengawasan dan mekanisme tindak lanjut hasil pengawasan. Tugas dan fungsi Itjen Assalamu’alaikum Wr.Wb Redaksi yang terhormat, mohon di jelaskan tugas dan fungsi Itjen dalam me nunjang kinerja Kementereian Agama. Juga apa visi dan misi Itjen untuk mendukung tugas tersebut. Terima kasih. Wassalamualaikum Nung, Warakas, Tanjung Priok. Redaksi: Alhamdulillah, permintaan sudara dapat kami realisasikan dalam edisi kali ini. Untuk mengetahui tugas dan fungsi Itjen Kemenag, serta visi dan misi silahkan anda membaca artikel yang berjudul:”Peran Strategis Itjen sebagai Penjamin dan Pengendali Mutu Kinerja Kementerian Agama”.
3
Dari Redaksi
4
Alhamdulillah Majalah Fokus Pengawasan (FP) edisi ke 25 Triwulan I Tahun 2010 dapat terwujud sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sesuai dengan rekomendasi hasil rapat pengelola Majalah FP pada hari Jum’at, 5 Februari 2010 bahwa penerbitan ma jalah harus lebih ditingkatkan frekwensi kontributor, ketetapan jadwal terbit serta mengangkat tema aktual yang telah dan sedang terjadi. Satu hal lagi hendak kami sampaikan kepada para pembaca FP bahwa pada edisi ini kami tampil dengan perwajahan design sampul yang baru! Silakan Cek cover di halaman depan. Forum Fokus yang berbahagia, Tema yang diangkat dalam edisi kali ini adalah: Evaluasi Program Kerja 100 Hari Kementerian Agama: Capaian dan Tantangan”. Fokus Utama edisi kali ini membahas tentang Program Kerja 100 Hari yang dilaksanakan di lingkungan Kementerian Agama. Pidato Menteri Agama yang bertajuk Rencana Kerja 100 Hari dan Target Capaian 5 Tahun Menteri Agama RI 2009-2014 menjadi pijakan dalam pemilihan tema yang diambil. Beberapa artikel dalam edisi ini melakukan evaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh Menteri Agama selama 100 hari pertama melaksanakan tugasnya dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Program mana yang telah dicapai dan hambatan yang dihadapi dalam melaksanakannya
serta mencoba memberikan saran, kri tik dan masukan untuk mencapai hasil yang lebih baik masa pengabdian yang masih panjang. Peran strategis Itjen denagan visi dan misi barunya sebagai penjamin dan pengendali mutu Kementerian Agama perlu disosialisasikan untuk diketahui publik secara umum, dan khususnya ke pada para pegawai dilingkungan Kemen terian Agama baik yang ada di daerah maupun di pusat. Peran serta Kemen terian Agama dalam proses reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik, juga mendapatkan porsi tersendiri. mau kemana sasaran, arah dan tujuan reformasi di Lingkungan Kementerian Agama. Pembaca Fokus yang budiman, Pembahasan mengenai disiplin pegawai di lingkungan Itjen juga menjadi perhatian kami. Upaya peningkatan di siplin perlu ditingkatkan dengan mela kukan revisi atas PP 30/1980, kalau me mungkinkan perlu diberlakukan suatu Sistem Informasi Manajemen Pengen dalian Intern Itjen Kementerian Agama sebagai pelaksanaan sistem kontrol terhadap kinerja dan produktifitas pegawai. Aturan mengenai hak purna PNS setelah pensiun, juga perlu disosialisasikan. Akhirnya, kami ucapkan selamat membaca, saran dan kritik untuk ter wujudnya majalah FP yang lebih baik sangat kami harapkan.
Fokus Utama
RENCANA KERJA 100 HARI MENTERI AGAMA RI 2009-2014 (disampaikan pada acara Rakorjakwas 2009)
Serah Terima Jabatan Menteri Agama Muhammad M. Basyuni Kepada Menteri Agama yang baru Suryadarma Ali
Pendahuluan Pembangunan bidang agama merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil, demokratis dan sejahtera. Pembangunan bidang agama adalah upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat yang dijamin oleh konstitusi Sesuai amanat konstitusi, Negara dan Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan ber ibadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitasi dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga tersebut. Dengan demikian, aspek perlindungan, pemajuan, penegakan Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
5
Fokus Utama dan pemenuhan hak beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara menjadi landasan pokok dalam pembangunan bidang agama. Menteri Agama bertugas membantu presiden dalam menyelenggarakan se bagian urusan pemerintahan di bidang keagamaan. Maka, atas dasar tugas tersebut, disusunlah Program Kerja 100 Hari Menteri Agama sesuai dengan Kebijakan Presiden RI. Program Kerja 100 Hari sepenuhnya didasarkan pada tugas dan fungsi kelembagaan yang dilakukan sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Karena itu, program ini merupakan bagian tak terpisahkan dari tugas Departemen Agama se bagaimana telah ditetapkan dalam peraturan dan perundang-undangan Setidaknya terdapat 5 (lima) hal pokok yang menjadi tanggung jawab De partemen Agama dalam penyelenggaraan pembangunan bidang agama; (1) pening katan kualitas kehidupan beragama, (2) peningkatan kerukunan umat beragama, (3) peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, (4) peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan (5) penciptaan tata kelola kepemerintah¬an yang bersih dan berwibawa. Di bidang kualitas kehidupan beragama, masalah utama yang dihadapi antara lain: masih rendahnya tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama yang berakhlak mulia dan beretika, masih rendahnya pemahaman dan pe rilaku keagamaan umat yang seimbang, moderat dan inklusif, belum optimalnya motivasi dan partisipasi umat beragama dalam membangun jati diri bangsa yang bermartabat, pembangunan nasional dan pembangunan harmoni antar peradaban, belum optimalnya pemberdayaan potensi ekonomi keagamaan, belum optimalnya pembinaan keluarga sejahtera (sakinah/sukinah/dan sejenisnya); masih munculnya aliran sempalan dan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama; masih rendahnya pengelolaan dan pemberdayaan lembaga sosial keagamaan; masih ter batasnya aparatur dan sarana-prasarana pelayanan keagamaan. Dalam pada itu, pe ningkatan kualitas kehidupan beragama juga menghadapi tantangan yang semakin kompleks seiring dengan berbagai perubahan lingkungan strategis, seperti makin gencarnya dampak negatif arus globalisasi dan modernisasi. Di bidang kerukunan umat beragama, masalah utama yang dihadapi antara lain: belum optimalnya dialog dan kerjasama antar umat beragama dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, belum optimalnya peran Indonesia dalam dialog lintas agama di dunia Internasional, masih terjadi disharmoni intern dan antar umat beragama, belum berdirinya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap Kabupaten/Kota, belum berkembangnya pemahaman keagamaan masyarakat berwawasan multikultural, gender, dan HAM, masih terdapat gejala atau kecenderungan eksklusivisme dalam beragama pada sebagian masyarakat, belum optimalnya pemberdayaan kearifan lokal sebagai sistem perekat sosial; dan belum terbangunnya sistem antisipasi dini dan pencegahan konflik.
6
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama Di bidang kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, masalah utama yang dihadapi antara lain: masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan pen didikan anak usia dini berbasis keagamaan yang bermutu, masih rendahnya kualitas Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Pesatren Salafiyah ‘Ula dan Wustha dalam memberikan layanan pendidikan dasar, masih rendahnya mutu dan daya saing Madrasah Aliyah, belum optimalnya layanan pendidikan agama, masih terbatasnya mutu dan daya saing perguruan tinggi agama, belum terintegrasinya pendidikan agama dan pendidikan umum pada perguruan tinggi agama, masih rendahnya kuali fikasi, profesionalitas dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, belum optimalnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, masih adanya kesen jangan kualitas lembaga pendidikan negeri dan swasta, dan masih rendahnya mutu lulusan lembaga pendidikan agma dan keagamaan, serta rendahnya mutu pengelolaan pendidikan agma dan pendidikan keagamaan. Disamping itu pengelolaan pendidikan agama dan keagamaan masih mengalami hambatan dalam koordinasi dan sinergi de ngan Pemerintah Daerah. Di bidang penyelenggaraan ibadah haji, masalah utama yang dihadapi ada lah masih belum terpenuhinya standar pelayanan akomodasi dan transportasi ser ta konsumsi yang sesuai dengan standar pelayanan minimum yang diharapkan; ter batasnya jaringan Sistem Informasi Haji Terpadu (SISKOHAT) di tingkat Kabupaten/ Kota; terbatasnya kualitas petugas; belum optimalnya pembinaan calon jemaah haji; masih rendahnya sistem manajemen mutu penyelenggaraan ibadah haji sesuai ISO 9000-2001, terbatasnya organisasi penyelenggara haji di Arab Saudi; dan belum sempurnanya regulasi yang mendorong terjadinya peningkatan kualitas pelayanan haji dan belum optimalnya pengelolaan dana haji dalam rangka optimalisasi dan pe manfaatan dana secara akuntabel. Di bidang tata kelola kepemerintahan, masalah utama yang dihadapi antara lain: terbatasnya kualitas sumberdaya manusia; masih lemahnya ketaatan dan kepa tuhan kepada peraturan perundangan; masih lemahnya sistem pengendalian internal; belum terwujudnya laporan keuangan Departemen Agama dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); belum sinkronnya struktur organisasi instansi vertikal dengan instansi pusat; masih adanya hasil temuan pemeriksaan BPK, BPKP dan Itjen yang belum diselesaiakan; dan masih rendahnya etos kerja dan kinerja kelembagaan. Untuk mengatasi berbagai permasalahan diatas, Departemen Agama telah menetapkan visi, misi dan Target Capaian 5 Tahun (2009-2014) yang akan dituangkan dalam bentuk Rencana Strategis Departemen Agama Tahun 2010-2014. Visi dan Misi Berdasarkan PP No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, yang telah di sempurnakan dengan PP No. 62 Tahun 2005 Pasal 63, Departemen Agama mempunyai Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
7
Fokus Utama tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang keagamaan. Untuk menjalankan tugas tersebut Departemen Agama mempunyai visi yaitu: terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas serta saling menghormati antar pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun Misi yang diemban, meliputi: 1)meningkatkan kualitas kehidupan beragama, 2)meningkatkan kerukunan umat beragama, 3)meningkatkan kualitas pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, 4)meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan 5)menciptakan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. Program 100 Hari Sesuai dengan tugas, visi dan misi serta target capaian 5 tahun yang telah di tetapkan, maka Departemen Agama menetapkan program kerja 100 hari sebagai be rikut: Pertama, Menyiapkan kebijakan yang lebih efektif bagi pengelolaan ibadah haji. Dalam rangka menyiapkan kebijakan pengelolaan haji yang lebih efektif, dilakukan kegiatan antara lain: a. Sukses penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1430H/2009M dengan indikator utama: 1)seluruh jamah haji dapat berangkat ke Arab Saudi, men jalankan kewajiban haji, ziarah ke Madinah, dan kembali ke tanah air, 2)seluruh ja maah haji memperoleh layanan transportasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan, dan keamanan sesuai dengan standar pelayanan minimum, dan 3)Penguatan pengen dalian dan pengawasan terhadap seluruh aspek operasional penyelenggaraan haji di Tanah Air dan Arab Saudi, b. Penyiapan Draft Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji sejalan dengan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji de ngan indikator utama: 1)tersedianya draft final Peraturan Pemerintah tentang Pe nyelenggaraan Ibadah Haji, dan 2)tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama antara lain tentang Pendaftaran Jamaah Haji, Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, Bimbingan Ibadah Haji, Sistem Akuntansi dan Pengelolaan BPIH, c. Pengembangan Sistem Manajemen Mutu Penyelenggaraan Ibadah Haji dengan indikator utama: 1) tersedianya dokumen standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji, dan 2)Tersosialisasikannya standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, menyiapkan kebijakan pendidikan di pesantren dan madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, dalam rangka menyiapkan kebijakan integ rasi pendidikan di Pesantren dan Madrasah dengan sistem pendidikan nasional yang bermutu, dilakukan kegiatan antara lain: a. Penyiapan kebijakan pengelolaan pendidikan di Pesantren dengan indikator: 1)tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang syarat dan prosedur pendirian pondok pesantren dan pen didikan diniyah, dan 2)Tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang
8
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama standardisasi pondok pesantren dan pendidikan diniyah, b. Penyiapan kebijakan pengelolaan pendidikan di Madrasah sebagai satuan pendidikan umum berciri khas agama dengan indikator: 1)tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang penyelenggaraan madrasah, 2)tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama ten tang penyelenggaraan madrasah bertaraf internasional, c. penyiapan kebijakan pe ngelolaan pendidikan di pesantren dan madrasah secara terintegrasi dengan pen didikan di sekolah dan pendidikan agama dalam kontek otonomi daerah, dengan in dikator: 1)tersedianya draft final peraturan bersama Menag, Mendiknas, Mendagri tentang pengelolaan pendidikan pondok pesantren dan madrasah, 2)tersedianya draft final peraturan Menteri Agama tentang pendidikan agama pada sekolah, dan 3)tersedianya draft final peraturan bersama Menag, Mendiknas, Mendagri tentang pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah. Ketiga, Menyiapkan kebijakan tata kelola kepemerintahan yang efektif, efisien dan akuntabel, dalam rangka menyiapkan kebijakan tata kelola kepemerintahan yang lebih efektif, efisien dan akuntabel dilakukan kegiatan antara lain: a. Penyusunan Ren stra Departemen Agama 2010-2014 dengan indikator: 1)tersedianya dokumen hasil analisis sistuasi pembangunan bidang agama, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, dan 2)tersusunnya draft final Renstra Departemen Agama 2010-2014, b. Penyiapan kebijakan reformasi birokasi Departemen Agama dengan indikator: 1) Tersusunnya pedoman dan instrumen survey pendataan organisasi dan beban kerja, 2)Sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi, dan 3)Terlaksananya survey pendataan organisasi dan beban kerja, c. Finalisasi Struktur Organisasi Instansi Vertikal Depar temen Agama dengan indikator: 1)tersusunnya draft final struktur organisasi instansi vertikal Departemen Agama, dan 2)tersosialisasikannya draft final struktur organisasi instansi vertikal Departemen Agama, d. Penyiapan action plan menuju laporan ke uangan Departemen Agama dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan indikator: 1)tersedianya dokumen action plan, pedoman dan instrumen peningkatan kualitas laporan keuangan Departemen Agama, 2)tersosialisasikannya dokumen action plan, pedoman dan instrumen peningkatan kualitas laporan keuangan De partemen Agama, dan 3)terbentuknya tim pendampingan dan tim review laporan keuangan, e. Pelaksanaan gerakan peningkatan disiplin pegawai dengan indikator: 1)meningkatnya kehadiran pegawai, dan 2)meningkatnya penegakkan sanksi hu kuman disiplin pegawai, f. Penyelesaian pembentukan 21 Kantor Departemen Aga ma Kabupaten/Kota daerah pemekaran dengan indikator terbitnya Peraturan Men teri Agama tentang pembentukan 21 Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota daerah pemekaran, dan g. Penyiapan kebijakan percepatan penyelesaian hasil te muan pemeriksaan BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal dengan indikator: 1)terso sialisasinya kebijakan percepatan penyelesaian temuan hasil pemeriksaan BPK, BPKP dan ITJEN, dan 2)pemantauan dan investigasi penyelesaian tindak lanjut oleh Ins pektorat Jenderal. Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
9
Fokus Utama Matrik Program 100 Hari Menteri Agama
No 1
Agenda Kerja Menyiapkan
Kegiatan •
Sukses
Indikator •
Seluruh jamaah haji dapat
kebijakan yang
penyelenggaraan
berangkat ke Arab Saudi,
lebih efektif bagi
Ibadah Haji tahun
menjalankan kewajiban haji,
pengelolaan
1430H/2009M
ziarah ke Madinah, dan kembali ke tanah air.
ibadah haji •
Seluruh jamaah haji memperoleh layanan transportasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan, dan keamanan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
•
Penguatan pengendalian dan pengawasan terhadap seluruh aspek operasional penyelenggaraan haji di Tanah Air dan Arab Saudi.
•
Penyiapan
• Tersedianya draft final
Draft Peraturan
Peraturan Pemerintah tentang
Pemerintah dan
Penyelenggaraan Ibadah Haji
Peraturan Menteri
• Tersedianya draft final Peraturan
Agama dalam
Menteri Agama antara lain
rangka peningkatan
tentang Pendaftaran Jamaah
kualitas
Haji, Penyelenggaraan Ibadah
penyelenggaraan
Haji Khusus, Bimbingan Ibadah
ibadah haji sejalan
Haji, Sistem Akuntansi dan
dengan UU No. 13
Pengelolaan BPIH.
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
10
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama •
Pengembangan Sistem Manajemen Mutu Penyelenggaraan Ibadah Haji
• Tersedianya dokumen standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji. • Tersosialisasikannya standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji.
2
Menyiapkan
•
Penyiapan
• Tersedianya draft final Peraturan
kebijakan
kebijakan
Menteri Agama tentang syarat
pendidikan
pengelolaan
dan prosedur pendirian pondok
di pesantren
pendidikan di
pesantren dan pendidikan
dan madrasah
Pesantren
diniyah. • Tersedianya draft final Peraturan
sebagai bagian
Menteri Agama tentang
dari sistem pendidikan
standardisasi pondok pesantren
nasional
dan pendidikan diniyah •
Penyiapan
• Tersedianya draft final Peraturan
kebijakan
Menteri Agama tentang
pengelolaan
penyelenggaraan madrasah.
pendidikan di
• Tersedianya draft final Peraturan
Madrasah sebagai
Menteri Agama tentang
satuan pendidikan
penyelenggaraan madrasah
umum berciri khas
bertaraf internasional.
agama •
Penyiapan
• Tersedianya draft final peraturan
kebijakan
bersama Menag, Mendiknas,
pengelolaan
Mendagri tentang pengelolaan
pendidikan di
pendidikan pondok pesantren
pesantren dan
dan madrasah.
madrasah secara terintegrasi
• Tersedianya draft final peraturan Menteri Agama
dengan pendidikan
tentang pendidikan agama pada
di sekolah dan
sekolah.
pendidikan agama
• Tersedianya draft final peraturan
dalam konteks
bersama Menag, Mendiknas,
otonomi daerah
Mendagri tentang pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
11
Fokus Utama 3
Menyiapkan
•
Penyusunan
• Tersedianya dokumen hasil
Renstra
kebijakan
analisis situasi pembangunan
tata kelola
Departemen
bidang agama, pendidikan
kepemerintahan
Agama 2010-2014
agama dan pendidikan keagamaan.
yang efektif,
• Tersusunnya draft final Renstra
efisien dan
Departemen Agama 2010-2014.
akuntabel •
Penyiapan
• Tersusunnya pedoman dan instrumen survey pendataan
kebijakan
organisasi dan beban kerja.
reformasi birokasi Departemen Agama
•
Sosialisasi kebijakan reformasi birokrasi.
• Terlaksananya survey pendataan organisasi dan beban kerja. •
Finalisasi Struktur
• Tersusunnya draft final struktur
Organisasi
organisasi instansi vertikal
Instansi Vertikal
Departemen Agama.
Departemen Agama
• Tersosialisasikannya draft final struktur organisasi instansi vertikal Departemen Agama.
•
Penyiapan action
• Tersedianya dokumen action
plan menuju
plan, pedoman dan instrumen
laporan keuangan
peningkatan kualitas laporan
Departemen Agama
keuangan Departemen Agama.
dengan opini Wajar • Tersosialisasikannya dokumen Tanpa Pengecualian
action plan, pedoman dan
(WTP)
instrumen peningkatan kualitas laporan keuangan Departemen Agama. • Terbentuknya tim pendampingan dan tim review laporan keuangan.
12
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama •
Pelaksanaan
•
gerakan peningkatan
Meningkatnya kehadiran pegawai.
•
disiplin pegawai
Meningkatnya penegakkan sanksi hukuman disiplin pegawai.
•
Penyelesaian
• Terbitnya Peraturan Menteri
pembentukan 21
Agama tentang pembentukan
Kantor Departemen
21 Kantor Departemen Agama
Agama Kabupaten/
Kabupaten/Kota daerah
Kota daerah
pemekaran.
pemekaran •
Penyiapan
• Tersosialisasinya kebijakan
kebijakan
percepatan penyelesaian
percepatan
temuan hasil pemeriksaan BPK, BPKP dan ITJEN.
penyelesaian hasil temuan
•
Pemantauan dan investigasi
pemeriksaan
penyelesaian tindak lanjut oleh
BPK, BPKP dan
Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
13
Fokus Utama Evaluasi Kinerja 100 Hari Kementerian Agama: Catatan atas Pelaksanaan dan Capaiannya Oleh: Hakim Jamil Evaluasi atau Penilaian dapat di artikan sebagai suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, ter masuk tingkat ketidakhadiran. Fokusnya adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang pegawai dan apakah ia bisa bekerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga pegawai, organisasi, dan masyarakat se muanya memperoleh manfaat. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Ambar Teguh Sulistiyani menyata kan bahwa, kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari ha sil kerjanya. Sedangkan menurut John Whitmore yang dimaksud kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu per buatan, prestasi, dan pameran umum keterampikan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikon firmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi 14
yang diemban oleh organisasi untuk me ngetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Seratus (100) hari Kementerian Agama adalah program kerja triwulan pertama Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) yang dilaksanakan oleh Kemente rian Agama. Program kerja 100 hari yang disusun secara khusus untuk menun jukkan kinerja di awal masa pengabdian. Program Kerja 100 Hari sepenuhnya didasarkan pada tugas dan fungsi ke lembagaan yang dilakukan sesuai tan tangan yang dihadapi. Oleh karena itu, program ini merupakan bagian tak ter pisahkan dari tugas Kementerian Aga ma sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan dan perundang-undangan. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa evaluasi kinerja 100 hari Kementerian Agama me rupakan suatu metode yang ditujukan untuk mengevaluasi dan menghargai ki nerja yang telah dilakukan oleh Kemen terian Agama. Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberi penilaian terhadap pencapaian program kerja yang telah dicanangkan. Evaluasi kinerja juga me nitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses pengukuran sejauh mana hasil kerja Kementerian Agama dapat bermanfaat untuk mencapai tujuan yang
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama telah ditetapkan. Program Kerja 100 Hari Kemenag Setidaknya terdapat 5 (lima) hal pokok yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama dalam penyeleng garaan pembangunan bidang agama; (1)peningkatan kualitas kehidupan ber agama, (2)peningkatan kerukunan umat beragama, (3)peningkatan kualitas pen didikan agama dan pendidikan keaga maan, (4)peningkatan kualitas penye lenggaraan ibadah haji, dan (5)pencip taan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. Sesuai dengan tugas, visi dan misi serta target capaian 5 tahun yang telah ditetapkan, maka Kementerian Agama menetapkan program kerja 100 hari se bagai berikut: pertama, menyiapkan kebijakan yang lebih efektif bagi penge lolaan ibadah haji. Dalam rangka menyiap kan kebijakan pengelolaan haji yang lebih efektif, dilakukan kegiatan antara lain: penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1430H/2009M harus berjalan dengan sukses, penyiapan Draft Peraturan Pe merintah dan Peraturan Menteri Aga ma dalam rangka peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji sejalan dengan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pengem bangan Sistem Manajemen Mutu Penye lenggaraan Ibadah Haji. Kedua, menyiapkan kebijakan pendidikan di pesantren dan madrasah
sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Dalam rangka menyiapkan ke bijakan integrasi pendidikan di pesantren dan madrasah dengan sistem pendidikan nasional yang bermutu, dilakukan ke giatan antara lain: penyiapan kebijakan pengelolaan pendidikan di pesantren, penyiapan kebijakan pengelolaan pen didikan di madrasah sebagai satuan pendidikan umum berciri khas agama, penyiapan kebijakan pengelolaan pen didikan di pesantren dan madrasah se cara terintegrasi dengan pendidikan di sekolah dan pendidikan agama dalam kontek otonomi daerah. Ketiga, menyiapkan kebijakan tata kelola kepemerintahan yang efektif, efi sien dan akuntabel. Dalam rangka me nyiapkan kebijakan tata kelola kepeme rintahan yang lebih efektif, efisien dan akuntabel dilakukan kegiatan antara lain: penyusunan Renstra Kementerian Agama 2010-2014, penyiapan kebijakan reformasi birokasi Kementerian Agama, Finalisasi Struktur Organisasi Instansi Vertikal Kementerian Agama, penyiapan action plan menuju laporan keuangan Kementerian Agama dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Pelaksanaan gerakan peningkatan disiplin pegawai, penyelesaian pembentukan 21 Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota daerah pemekaran dengan indikator ter bitnya Peraturan Menteri Agama tentang pembentukan 21 Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota daerah pemekar
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
15
Fokus Utama an, dan Penyiapan kebijakan percepatan penyelesaian hasil temuan pemeriksaan BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal. Evaluasi Pelaksanaan Kinerja 100 Hari Kemenag Sebagaimana telah dijelaskan di atas evaluasi kinerja (performance app raisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada da lam organisasi. Evaluasi kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja yang telah dilakukan. Dengan me lakukan evaluasi kinerja akan didapatkan sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kele mahan yang terkait dari sebuah organi sasi. Secara teoritis tujuan evaluasi ki nerja dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat penilaian dan pengembangan, yang bersifat penilaian harus menye lesaikan tiga kategori, yaitu: 1)hasil pe nilaian digunakan sebagai dasar pem berian kompensasi, 2)hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision. 3) hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi. Sedang kan yang bersifat pengembangan peni lai harus menyelesaikan : 1)prestasi riil 16
yang dicapai individu, 2)kelemahan- ke lemahan individu yang menghambat kinerja, dan 3)prestasi-pestasi yang di kembangkan. Mensukseskan penyelenggaraan haji tahun 2009 M atau 1430 H, meram pungkan peraturan pendirian pendidikan madarasah dan pondok pesantren, dan pencarian akar konflik di masyarakat, adalah tiga program utama gebrakan 100 hari pertama Kementerian Agama dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. Di bidang penyelenggaraan haji tahun ini Kemenag berusaha agar pelaksanaan nya berjalan lancar dan sukses. Semua jemaah haji dapat diberangkatkan ke tanah suci dan selamat pula kembali ke tanah air. Sedangkan berbagai kendala akibat kebijakan pemerintah kerajaan Arab Saudi diusahakan untuk mengata sinya agar tidak banyak merugikan jema ah. Evaluasi terhadap kinerja 100 hari Kementerian Agama berdasarkan 3 (tiga) sasaran pokok program kerja yang dicanangkan dapat dikemukakan sebagai berikut: pertama, Menyiapkan kebijakan yang lebih efektif bagi pe ngelolaan ibadah haji. Banyak yang mengatakan bahwa penyelenggaraan haji tahun 1430 H/2009 menjadi tolok ukur kesuksesan program 100 hari Ke menterian Agama. Bahkan Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Kadir Karding menga takan penyelenggarakan haji tahun 1430H/2009M akan menjadi tolok ukur
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama DPR dalam melihat keberhasilan program 100 hari Menteri Agama Suryadharma Ali periode 2009-2014. Sesuai dengan Rencana Pengem bangan Jangka Menengah (RPJM) 2010–2014, khususnya bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, Ke menterian Agama dituntut untuk me laksanakan ibadah haji yang tertib dan lancar paling lambat pada 2010, me lalui beberapa langkah yang harus di tempuh, diantaranya: (a)peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji sesuai standar pelayanan minimal da lam rangka memperoleh sertifikat ISO 9000:2001; (b)pemantapan pe nerapan dan pemanfaatan sistem in formasi haji terpadu (Siskohat); (c)pe nyediaan jaringan Siskohat di seluruh kabupaten/kota; (d)peningkatan efi siensi, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji; (e)pe mantapan landasan peraturan perun dang-undangan tentang profesionalisme penyelenggaraan ibadah haji; dan (f)pe nyiapan draft undang-undang tentang pengelolaan dana haji. Evaluasi terhadap pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini yang juga menjadi prioritas program kerja 100 hari Kementerian Agama bisa dikatakan sukses, walaupun ada be berapa aspek yang perlu ditingkatkan untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun yang akan datang. Ke berhasilan penyelenggraan haji dapat
dilihat dari capaian yang telah dilak sanakan, antara lain adalah: Seluruh jamaah haji dapat berangkat ke Arab Saudi, menjalankan kewajiban haji, zia rah ke Madinah, dan kembali ke tanah air; Seluruh jamaah haji memperoleh layanan transportasi, akomodasi, kon sumsi, kesehatan, dan keamanan se suai dengan standar pelayanan mini mum; penguatan pengendalian dan pengawasan terhadap seluruh aspek operasional penyelenggaraan haji di Tanah Air dan Arab Saudi; tersedianya draft final Peraturan Pemerintah ten tang Penyelenggaraan Ibadah Haji; ter sedianya draft final Peraturan Menteri Agama antara lain tentang Pendaftaran Jamaah Haji, Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, Bimbingan Ibadah Haji, Sis tem Akuntansi dan Pengelolaan BPIH; tersedianya dokumen standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji; dan tersosialisasikannya standar prosedur operasional penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, menyiapkan kebijakan pendidikan di pesantren dan madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Bidang pendidikan Islam seperti madrasah dan pondok pesantren yang se lama ini kurang mendapatkan perhatian, kini mulai dilirik oleh pemerintah. Ini ter lihat dari pengalokasian anggaran yang digunakan untuk fungsi pendidikan, yai tu mencapai 20% dari seluruh anggaran yang diperuntukan bagi pendidikan se
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
17
Fokus Utama cara nasional. Sedangkan di Kemenag jumlahnya mencapai 85% dari seluruh anggarannya instansi tersebut. Melalui anggaran sebesar itu Ditjen Pendidikan Islam Kemenag melakukan berbagai tero bosan dalam rangka memanfaatkan dana tersebut. Misalnya, Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) diperuntukan bagi pendidikan di Madrasah Aliyah (MA), dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pengelolaan pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes). Sedangkan gebrakan 100 hari yang dilakukan Dit jen Pendidikan Islam dalam KIB-II ini difokuskan kepada program persiapan peraturan pendirian Madrasah dan Pon pes. Peraturan ini terkait dengan pe nyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007. Selama ini masyarakat masih me nilai mutu kelulusan sekolah Madrasah dan Ponpes Kemenag masih rendah dibanding sekolah dibawah Kementerian Pendidikan Nasional. Untuk itu Menteri Agama mencanangkan program pember dayaan lulusan untuk menolong para siswa, terutama bagi mereka yang putus sekolah. Caranya, sekolah di lingkungan Kemmenag diupayakan membuat kuriku lum yang berkesinambungan dengan pa saran kerja. Kementerian Agama mengucurkan dana sebesar Rp 213 miliar untuk mem bangun 500 madrasah sebagai imple mentasi dari program 100 hari kerja nya. Ratusan madrasah tersebut akan 18
dibangun di 27 kabupaten yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Pengucuran dana ini dalam rangka peningkatan kualitas mutu pen didikan agama. Pemberian block grant (bantuan langsung) sebesar Rp 213 mi liar. Bantuan dalam bentuk uang tunai itu diberikan tidak merata. Pemberian bantuan dikhususkan untuk merenovasi bangunan madrasah yang kondisinya kurang layak. Selain itu, terkait dengan program kerja 100 hari, Kementerian agama me nerbitkan dua buku pedoman pesan tren. Yaitu Pedoman Pondok Pesantren Salafiyah dan Pedoman Pengembangan Kurikulum Pesantren. Buku ini akan di sebarkan ke pesantren-pesantren sete lah turunnya Peraturan Menteri Agama (PMA) yang menjadi bagian dari Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu. Hasil evaluasi progam 100 hari Ke menterian Agama yang dilakukan terkait dengan peyiapan kebijakan pendidikan di pesantren dan madrasah sebagai ba gian dari sistem pendidikan nasional, dan dalam rangka menyiapkan kebijakan integrasi pendidikan di Pesantren dan Madrasah dengan sistem pendidikan na sional yang bermutu, Kementerian Aga ma telah melakukan penyempurnaan peraturan terkait dengan sasaran yang telah ditetapkan, beberapa hal yang te lah dicapai dalam bidang ini antara lain adalah: tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang syarat dan pro
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama sedur pendirian pondok pesantren dan pendidikan diniyah, tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang standardisasi pondok pesantren dan pendidikan diniyah, tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang penyelenggaraan madrasah, tersedianya draft final Peraturan Menteri Agama tentang penyelenggaraan madrasah ber taraf internasional, tersedianya draft final peraturan bersama Menag, Men diknas, Mendagri tentang pengelolaan pendidikan pondok pesantren dan mad rasah, tersedianya draft final peraturan Menteri Agama tentang pendidikan aga ma pada sekolah, dan tersedianya draft final peraturan bersama Menag, Men diknas, Mendagri tentang pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah. Ketiga, program kerja 100 hari Kementerian Agama dalam bidang pe nyiapan kebijakan tata kelola kepe merintahan yang efektif, efisien dan akuntabel. Kementerian agama telah melakukan beberapa kegiatan untuk mensukseskan program tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan terselesaikan nya beberapa sasaran yang telah di canangkan sebelumnya, antara lain adalah: tersedianya dokumen hasil analisis sistuasi pembangunan bidang agama, pendidikan agama dan pendi dikan keagamaan, tersusunnya draft fi nal Renstra Kementerian Agama 20102014, tersusunnya pedoman dan instru men survey pendataan organisasi dan
beban kerja, Sosialisasi kebijakan re formasi birokrasi, terlaksananya survey pendataan organisasi dan beban kerja, tersusunnya draft final struktur organisasi instansi vertikal Kementerian Agama, tersosialisasikannya draft final struktur organisasi instansi vertikal Kementerian Agama, tersedianya dokumen action plan, pedoman dan instrumen peningkatan kualitas laporan keuangan Kementerian Agama, tersosialisasikannya dokumen action plan, pedoman dan instrumen peningkatan kualitas laporan keuangan Kementerian Agama, terbentuknya tim pendampingan dan tim review laporan keuangan, meningkatnya kehadiran pe gawai, meningkatnya penegakkan sank si hukuman disiplin pegawai, tersosiali sasinya kebijakan percepatan penyele saian temuan hasil pemeriksaan BPK, BPKP dan ITJEN, dan pemantauan dan investigasi penyelesaian tindak lanjut oleh Inspektorat Jenderal. Penutup Pelaksanaan program kerja yang telah dilaksanakan di lingkungan Ke menterian Agama sebagaimana telah dikemukakan di atas, melibatkan banyak unsur satuan kerja organisasi/satuan kerja. Berhasil atau tidaknya program kerja yang telah dilakukan bersifat relatif, tergantung dari sisi dan perspektif mana kita melihatnya. Kelau memang masih belum terlaksana dengan baik, menjadi tugas bersama seluruh jajaran pegawai
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
19
Fokus Utama Proteksi Dini Penyakit Korupsi “Capaian dan Tantangan Kinerja Program 100 Kementerian Agama” Oleh: Ahmadun
Sulitnya Medan yang harus ditempuh tidak menyurutkan langkah para auditor Itjen Kemenag untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih di Lingkungan Kemenag
Setiap tahun bangsa kita diganjar ”penghargaan” memalukan dari lemba ga-lembaga internasional: juara korupsi. Prestasi ini terus pertahankan bahkan hingga era reformasi. Di era ini korupsi justru makin menggila dan liar. Para pelakunya kian beragam dari birokrat hingga akademisi, dari (mantan) men teri sampai aktivis demokrasi dan hak asasi manusia. Bangsa ini akan terus be rada dalam bahaya jika praktik busuk itu tetap terlanggengkan. Sesungguhnya ba nalisasi praktik korupsi telah terjadi dan malangnya publik terlihat amat permisif terhadap praktik kotor ini. Bukan sekadar naif secara moral, tetapi jelas ini melanggar etika jabatan yang sama sekali tidak memberi pe lajaran politik yang baik bagi generasi 20
masa depan bangsa. Sebagai anggota dewan, sejujurnya kita harus malu tat kala ditanya publik soal keluarnya kata kotor. Namun, biarlah sejarah mencatat dan masyarakat luas yang menilai. Ka rena, faktanya, tidak semua pejabat ne gara berwatak buruk dan jahat. Betapapun, dalam skala luas, ki ta sudah melihat perilaku politik para pejabat negara yang tidak elok dipan dang mata. Misalnya, mencuatnya kasus kriminalisasi, mafia hukum dan peradil an, makelar kasus, penyuapan, atau ko rupsi, seperti dalam drama “cicak ver sus buaya”, sel tahanan berbintang lima, dan seterusnya. Ironisnya, ini justru ter jadi dalam lingkaran institusi penegak hukum. Inilah sejatinya tantangan pem
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama bangunan bangsa yang amat besar di masa depan. Betapa tidak, jika pejabat negara bisa mencaci maki dengan kata kotor dalam ruang rapat dan secara ter buka disiarkan media massa, lalu mafia hukum dan peradilan terjadi dalam ins titusi penegak hukam itu sendiri, dapat dibayangkan betapa rusaknya tatanan politik kehidupan berbangsa dan berne gara di negeri ini. Dalam konteks inilah, sejatinya pe rilaku korupsi di kalangan para pejabat negara itu kian tumbuh subur, tanpa mengabaikan variabel-variabel lain yang turut membentuk karakter pejabat ne gara mental korup. Salah satu di anta ranya adalah sistem ketatanegaraan kita, khususnya supremasi hukum yang masih rapuh, kuatnya budaya feodalistik, dan tidak adanya kesadaran teologis bah wa korupsi dan berbagai bentuk penya lahgunaan kekuasaan lainnya itu haram dan dosa. Katakan Tidak, pada Korupsi Persoalan korupsi sebenarnya bu kan isu yang menarik, karena hampir dari waktu ke waktu korupsi selalu men jadi perbincangan, bukan hanya oleh kalangan penegak hukum, kalangan po litik tertentu, tetapi sudah merambah ke semua elemen dan kalangan masya rakat Indonesia semuanya terlibat da lam perbincangan. Karena selalu diper bincangkan, didiskusikan, dibicarakan maka seolah-olah persoalan korupsi
telah menjadi “basi” dan karena itu tidak menarik lagi. Bahkan sadar atau tidak. persoalan korupsi telah lekat de ngan keseharian kita kapan pun dan di manapun dari hal-hal yang kecil dan se derhana sampai ke persoalan besar dan kompleks. Meskipun korupsi bukan isu yang menarik, tetapi penting dan sangat penting untuk dilakukan tindakan-tin dakan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan di semua elemen masyarakat khususnya birokrasi pe merintahan, karena imbas korupsi sa ngat berpengaruh kepada hajat hidup orang banyak dan merugikan bangsa secara keseluruhan. Korupsi berakibat langsung pada semakin buruk dan bob roknya pelayanan birokrasi pemerin tahan kepada masyarakat dan berlang sungnya ketidakadilan karena hanya menguntungkan sedikit pihak yang me lakukannya. Korupsi berpengaruh pada kebocoran anggaran negara sehingga capaian pembangunan tidak sesuai stan dar yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada tidak ter capainya kesejahteraan masyarakat. Kesadaran tentang pentingnya pemberantasan korupsi harus terus di upayakan dan ditumbuhkan di segenap lapisan masyarakat, tidak sekedar slogan atau iklan belaka. Kesadaran tersebut harus bisa menggerakkan setiap individu masyarakat untuk melakukan tindakantindakan nyata dalam upaya pemberan
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
21
Fokus Utama tasan korupsi sesuai dengan tingkat ke mampuan masing-masing. Peringatan hari anti korupsi se dunia pada tanggal 9 Desember 2009 da lam berbagai bentuknya harus menjadi momentum penting dan landasan pijak dalam upaya pemberantasan korupsi. Unjuk rasa yang berlangsung tidak han ya di Jakarta yang melibatkan ribuan massa tetapi juga di kota-kota lain di se luruh Indonesia, di Medan, Semarang, Surabaya, Makassar, Denpasar, Ambon dan lain-lain merupakan bahagian dari keprihatinan elemen masyarakat terha dap maraknya korupsi di Indonesia. Peringatan hari anti korupsi sedunia juga melibatkan aparat pemerintahan atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukan upacara atau apel untuk me numbuhkan solidaritas dan kesadaran pemberantasan korupsi melalui upaya reformasi birokrasi dan peningkatan pe layanan publik dengan pelayanan prima serta upaya pencegahan tindak pidana korupsi dengan menumbuhkan kesadar an mulai dari diri sendiri. Upaya-upaya ini dilakukan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good gover nance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Meskipun korupsi bukan hal yang menarik karena seolah-olah te lah mendarah-daging dalam sendi ke hidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akan tetapi dampaknya sangat merugikan bagi keseluruhan elemen masyarakat saat ini maupun di masa22
masa yang akan datang, baik kerugian material maupun non-material. Karena itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka kita semua harus turut bertanggung ja wab dan berupaya agar praktik-praktik korupsi bisa diberantas sampai tuntas. Salah satu penyebab korupsi di In donesia menjadi sukar diberantas adalah karena baik pemerintah maupun anggota masyarakat kurang memahami dan me ngenali korupsi secara baik tentang je nis-jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan. Untuk itu, pemahaman akan pengertian korupsi, modus operandi, sanksi dan akibatnya sangat penting untuk dimiliki. Hakikat Fitrah Manusia, Menolak Kemunkaran “Korupsi” Manusia yang agung dan mulia adalah manusia yang masih menjaga kesucian fitrahnya dengan tidak me ngotorinya melalui perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme. Tentu saja pen jagaan kesucian fitrah itu harus diikuti oleh peningkatan kualitas insani beru pa peningkatan pengetahuan dan kete rampilan, agar semua potensi baik yang dianugerahkan oleh Tuhan dapat meng aktual dengan sempurna. Aktualitas po tensi baik manusia akan memperlemah aktualitas potensi buruknya, bahkan ia tidak mendapat kesempatan untuk tum buh dan berkembang. Fitrah manusia pada prinsipnya baik dan cenderung mencari dan membela kebenaran. Fitrah manusia mengarahkan pada aktualisasi potensi menuju pe
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama muliaan harkat dan martabatnya seba gai makhluk pemikul amanah di muka bumi. Kehormatan dan harga diri ma nusia sangat tergantung pada kesucian fitrahnya. Tindakan manusia yang meng arah pada kecurangan dan kezaliman akan mengikis kehormatan dirinya. Se baliknya, tindakan yang kreatif dan pro duktif dalam bentuk amal saleh akan mempertahankan eksistensi kesucian fitrahnya. Korupsi merupakan bagian peri laku zalim yang dapat merusak fitrah suci manusia, sebab siapapun, dari ka langan apa pun, dan berasal dari mana pun, dengan fitrah sucinya pasti akan menolak tindak korupsi ini. Korupsi menjadi bagian dari perilaku yang zalim dan menuju pada ketidakadilan. Selama individu masih memiliki hati nurani dan masih terjaga fitrahnya, maka ia akan menentang tindakan ini. Hati nurani menjadi filter terhadap perilaku yang ada. Agama dipandang sebagai kekuat an moral karena perannya sangat penting bagi pemeluknya. Agama dianggap mam pu memberikan tuntutan dan motivasi, sehingga manusia memiliki kesanggupan dan kesadaran untuk mengenal diri dan eksistensi Tuhan dalam perilaku keseha rian. Dengan demikian agama memiliki daya konstruktif, regulatif dan reformatif dalam membangun tatanan kehidupan di berbagai dimensi dan aktivitas ma nusia. Agama dijadikan salah satu mo del pendekatan berupa pengawasan
melekat, yaitu setiap individu dibangun kesadarannya, digugah nurani dan spiri tualnya. Setiap aktivitas yang dilakukan merupakan konsekuensi kontrak sosi alnya dan implementasi kontrak meta fisisnya dengan Tuhan. Namun perma salahan selanjutnya adalah cara/proses pemanfaatan agama dan instrumen yang diperlukan untuk melakukan inter nalisasi pada setiap individu, dalam hal ini aparatur negara khususnya yang ber tugas sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat. Pengawasan dengan pendekatan agama (PPA) yang selalu mempunyai pengertian sebagai “bentuk pengawasan dini melalui pemberdayaan nilai-nilai agama guna mendorong terwujudnya self control dan jati diri aparatur negara agar selalu merasa diawasi Tuhan, tidak memiliki niat berbuat menyimpang dan berkinerja secara maksimal.” Tujuan Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) dimaksudkan sebagai sarana kontrol diri dan akhirnya menjadi perilaku yang melekat, membudaya serta menjadi ke butuhan dalam kehidupan bangsa. Proteksi Dini Kejahatan Korupsi Pencegahan dan penanggulangan penyimpangan yang paling efektif dan berdampak nyata adalah melalui ke mauan dan kemampuan setiap orang untuk tidak melakukan penyimpangan dalam posisi, kedudukan, dan jabatan apapun yang diamanatkan kepadanya.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
23
Fokus Utama Penanggulangan secara konkrit untuk menghindari kemungkinan perilaku me nyimpang dilakukan dengan pendekat an agama terhadap individu, organisasi, maupun masyarakat melalui pengamalan ajaran agama yang dianut. Upaya-upaya proteksi dini tersebut dapat dilakukan melalui: Pertama, Upaya Individu, Pe nanggulangan penyimpangan dapat di lakukan dengan cara mendorong setiap manusia untuk: a)mengimani dan me nyadari sepenuhnya bahwa Tuhan meli hat semua perbuatan manusia baik se cara nampak maupun yang tersembunyi. Perilaku menyimpang sekecil apapun di lihat oleh Tuhan dan akan dibalas; b)ber perilaku sesuai hati nurani, c)menjalin keterpaduan antara ketaatan terhadap hukum dengan ketaatan terhadap norma susila. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan harus disertai dengan penerapan nilai-nilai akhlak mulia; d)selalu berusaha menghiasi di ri dengan sifat-sifat terpuji dan mem bersihkan diri dari sifat-sifat tercela serta mewujudkannya dalam kegiatan kehidupan termasuk kegiatan kerja; e) mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa KKN serta perilaku menyimpang lainnya adalah perbuatan dilarang yang bila dilakukan akan mengotori dan me rusak mental keluarga, merusak integ ritas diri, merugikan masyarakat, bang sa, dan negara; f)melakukan ajakan ke pada kebaikan dan mencegah kemung karan yang ditujukan kepada diri
24
sendiri, keluarga, dan masyarakat; g) mengembangkan budaya malu untuk melakukan penyimpangan dan takut akan akibat dosa yang dilakukan; dan h) menghayati dan mengamalkan kode etik pegawai negeri sipil (PNS). Kedua, Upaya Organisasi, target organisasi dalam rangka menanggulangi penyimpangan antara lain: a)setiap pe mimpin satuan organisasi harus mampu menempatkan dan menjadikan dirinya sebagai teladan bagi staf/bawahan; b) setiap pemimpin harus mengupayakan pembinaan karir yang jujur dan adil se hingga dapat diwujudkan prestasi kerja yang obyektif dan realistis sesuai kebu tuhan organisasi, antara lain dengan menerapkan prinsip pemberian peng hargaan dan hukuman secara obyektif; dan c)setiap pemimpin harus konsisten terhadap pelaksanaan sistem dan bu daya kerja dalam organisasi secara ber kesinambungan dengan tekad dan bu daya kerja bahwa kerja merupakan ba gian dari pengabdian kepada nusa, bang sa, dan negara sekaligus merupakan bagian dari ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketiga, Upaya Masyarakat, masya rakat adalah pelaku dari peraturan per undang-undangan, ajaran agama, nor ma adat dan sebagainya. Sebagai bagian dari masyarakat, setiap individu atau pun bagian organisasi hendaknya me nanggulangi penyimpangan dengan: a) menciptakan kondisi lingkungan yang
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama kondusif bagi aparatur negara untuk te tap menjalankan berbagai ketentuan, peraturan perundang-undangan, ajar an agama dan norma adat; b)tidak me lakukan hal-hal yang dapat menggoda aparatur negara baik pelaksana maupun pengawas untuk melakukan penyim pangan; dan c)menciptakan iklim sosial kontrol yang konstruktif. Keempat, upaya Penerapan Per aturan Perundang-undangan, kesadaran dalam penetapan peraturan perundangundangan dapat dimulai dengan pena naman kesadaran aturan, antara lain: a) mengembangkan perangkat peraturan perundang-undangan di bidang peng awasan yang terpadu dan menjamin ke pastian hukum; b)mengefektifkan sosia lisasi peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi dan pe nyimpangan lainnya, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pemberantasan praktik KKN; c) menerapkan sanksi terhadap pelanggar, menyelesaikan kasus secara tuntas, dan menindak teags sesuai dengan hukum; dan d)melakukan telaah terhadap ber bagai peraturan, mengevaluasi, dan me revisi perundang-undangan berkaitan dengan korupsi. Kelima, upaya penanggulangan dalam PPA, upaya yang dilakukan un tuk menanggulangi korupsi dan pe nyimpangan lainnya antara lain dengan mendorong aparat pengawasan dalam melaksanakan tugas senantiasa berpe
doman pada peraturan perundang-un dangan, kebenaran, dan keadilan. Me nurut agama, kegiatan pengawasan ada lah wujud mengajak kebaikan dan men jauhi kemungkaran, tidak bermaksud mencari-cari kesalahan atau prasangka buruk tanpa dasar. Para pengawas harus berorientasi pada tekad bekerja tanpa pamrih, teguh pada pendirian, jujur dan bijak serta mendorong orang lain untuk te tap berbuat baik dan menjauhi pe nyimpangan. Para pengawas perlu di ingatkan bahwa keberhasilan tugasnya tidak terlepas dari unsur keteladanan dirinya. Agama mengajarkan ”koreksilah dirimu sebelum mengoreksi orang lain”. Untuk mengatasi penyimpangan yang lebih efektif adalah dimulai dari pengawasan diri sendiri yang merupakan bentuk kesadaran moral bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Tuhan, sehingga malu untuk berbuat maksiat dan takut akan akibat dosa yang dilakukan. Kesa daran pengawasan Tuhan muncul jika seseorang memiliki kekuatan iman yang mampu menunjukkan hati sebagai peng awal setiap perbuatan di mana pun ia berada. Karena itu peranan mesjid, pem binaan mental, dan kegiatan keagamaan di lingkungan kerja perlu digalakkan un tuk menyuburkan iman dan takwa. Banyak cara untuk mewujudkan sikap kerja ini, antara lain melalui: Per tama, Mulai dari diri sendiri; dalam Islam ada ajaran berupa hadits nabi
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
25
Fokus Utama yang menyatakan “mulailah melaku kan sesuatu dari dirimu sendiri, ke mudian orang yang berada dalam tanggunganmu”. Kedua, mulai dari yang kecil; se suatu yang besar berawal dari hal-hal yang kecil. Demikian juga sikap korup, biasanya dimulai dari hal-hal kecil, oleh karenanya pemberantasan korupsi harus dimulai dari menghindari korupsi-korupsi kecil. Karena bila korupsi-korupsi kecil dilakukan akan merambat pada yang besar-besar. Untuk merubah kebiasaankebiasaan yang buruk yang dianggap be rat, cara merubahnya pun harus dimulai dari perubahan yang kecil-kecil dahulu, karena pada umumnya merubah secara drastis akan menemui kesulitan. Tuhan memberikan solusi dalam merubah ke biasaan dan perilaku buruk yang menurut agama terkadang disebut dosa, yaitu de ngan cara memperbanyak berbuat ke bajikan. Ketiga, mulai saat ini; semakin cepat sesuatu dimulai, maka akan se makin baik. Ketika ada niat perbaikan, segeralah dilakukan, sehingga tidak ter tunda dan akhirnya menjadi lupa dan hilang. Ketika pemberantasan korupsi tidak dilakukan sesegera mungkin, akan menjadi semakin mendarah daging dan mengakar dalam budaya masyarakat. Keempat, konsisten dalam pe rubahan; sikap konsisten digambarkan sebagai sosok manusia yang memiliki pendirian teguh dan tangguh dalam
26
menghadapi tantangan perubahan hi dup. Sikap teguh dalam menjalankan kebaikan, keyakinan, dan memiliki prin sip hidup untuk berubah, serta tidak melakukan hal yang meragukan, dan hal yang merugikan diri dan lingkungan. Harus kita akui bahwa korupsi adalah berbahaya dan mampu merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Krisis yang berkepanjangan yang diakibatkan korupsi telah kita ra sakan sehingga dibutuhkan komitmen kuat kita untuk memberantasnya walau tantangan dan hambatan semakin be rat. Namun kita tidak boleh mundur se langkahpun karena tahapan gerakan anti korupsi yang telah kita lakukan selama ini akan semakin kuat bila didukung de ngan pemahaman dan penghayatan kita akan nilai-nilai ajaran agama. Ancaman hukuman pidana dan sanksi materiil pada haikatnya adalah cambuk bagi para pelakunya, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita berupaya terus untuk mencegah peluang-peluang tin dakan korupsi. Pengawasan melalui ajar an agama yang tertanam dalam hati nu rani kita adalah langkah preventif yang perlu kita terus kita galakkan. Dengan melakukan langkah-langkah sederhana yang konsisten (istiqamah) dengan ber sandarkan pada ajaran-ajaran agama yang menuntun pada kebaikan dan kebe naran, maka kita masih layak berharap bahwa korupsi di negeri kita akan bisa dihapuskan pada masa-masa yang akan datang.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama Capaian 100 Hari: Evaluasi Kinerja Petugas Haji Oleh: Nurul Badruttamam
Seratus memang bukan waktu yang lama, dan terlalu singkat untuk melaksanakan pengukuran suatu pro gram, berjalan sukses atau tidak. Namun jangka waktu itu memiliki nilai psikologis besar untuk mendorong pencapaian ker ja secara terarah. Karena itu 100 Hari kementerian Agama RI merupakan mo mentum untuk berkomitmen menjalan kan program ke depan. Setidaknya ada empat pilar yang dituangkan kedalam program strategis oleh Menteri Agama terdahulu yang dapat ditindaklanjuti oleh Menteri Agama Suryadharma Ali, yang pertama adalah penciptaan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, kedua, ter wujudnya kerukunan intern dan antar umat beragama, ketiga, terlaksananya penyelenggaraan haji yang semakin baik dari sisi pelayanan kepada jamaah haji dan terakhir adalah Peningkatan mutu pendidikan agama dan keagamaan. Program yang ketiga lah yang akan menjadi bahan kajian evaluasi khusus terkait dengan kinerja Sumber Daya Ma nusia (SDM) Petugas Haji, sesuai dengan program prioritas evaluasi 100 Hari Per tama Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua, Mengelola dan menyelenggarakan iba dah haji lebih rumit dibanding menge lola dan menerjunkan pasukan tempur.
Itulah kiasan yang digunakan Menteri Agama Suryadharma Ali untuk meng gambarkan kompleksitas masalah pe nyelengggaraan haji Indonesia. Meski demikian, penyelenggaraan haji tahun ini telah berlangsung dengan baik sehingga layak disyukuri oleh semua pihak. Penyelenggaraan Ibadah Haji merupakan tugas nasional karena jum lah jemaah haji Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik dalam negeri mau pun luar negeri, dan berkaitan dengan berbagai aspek, antara lain bimbing an, transportasi, kesehatan, akomodasi, dan keamanan. Di samping itu, Penye lenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan di negara lain dalam waktu yang sangat terbatas yang menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi. Di sisi lain adanya upaya untuk melakukan pe ningkatan kualitas Penyelenggaraan Iba dah Haji merupakan tuntutan reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam setiap periode penyeleng garaan ibadah haji, hampir selalu dite mukan kekurangan. Meskipun persiapan dan perencanaan sudah cukup matang, masalah dan hambatan selalu muncul.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
27
Fokus Utama Ibarat kata pepatah populer, tiada gading yang tak retak. Namun demikian, seiring dengan komitmen Kementerian Agama RI untuk memperbaiki kinerja demi ke puasan jemaah, petugas haji pun tak henti bertekad melakukan peningkatan pelayanan. Setidak-tidaknya ada tiga acuan kriteria utama untuk mengukur sukses tidaknya sebuah pelayanan, hal ini ten tu ada kaitannya untuk memperoleh sertifikat ISO 9000-2001. Pertama, pro fesional, Kedua, mengacu pada standard operasional prosedur (SOP) yang telah ditetapkan, dan Ketiga, berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat khususnya jemaah haji. Bertugas dalam kegiatan pelayanan haji tidak lain dari beribadah dan menjalankan amanah, te tapi juga komitmen dan kesadaran untuk memberikan yang terbaik pelayanan ke pada umat. Ada beberapa hal yang menjadi komitmen layanan Petugas Haji 1430 Hijriah/2009 Masehi, yaitu: Pertama, yang harus dilaksanakan: a)melayani je maah dengan ikhlas, tanggung jawab, jujur, adil, sopan, santun dan bijaksana, b)melaksanakan tugas dengan penuh disiplin, teliti, cermat, sabar dan penuh hormat, c)membudayakan senyum, sa lam dan sapa, d)menghormati hak dan budaya jemaah, d)bekerja sama de ngan tim dan jemaah dalam menyele saikan berbagai persoalan yang muncul, d)bersikap proaktif, simpatik, empatik, 28
memberikan perlindungan dan kenya manan bagi jemaah, e)berpenampilan rapih dan percaya diri, dan f)menjalin komunikasi efektif dengan sesame petu gas dan jemaah haji. Kedua, yang harus dihindari: a) meminta imbalan dalam bentuk apa pun kepada jemaah, b)lambat dalam meres pon keluhan jemaah, arogan, emosional, tak acuh dan mementingkan diri sendiri, c)malas dan melalaikan tugas pelayanan, d)bersikap pilih kasih dan diskriminatif, e)ceroboh, menganggap remeh terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab, dan f)menunda pekerjaan dan saling menya lahkan sesama petugas. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) adalah sebuah organisasi pe layanan haji yang dibentuk pemerintah untuk mendukung kelancaran dan ke suksesan penyelenggaraan ibadah haji mulai dari tanah air, di tanah suci hing ga jemaah kembali ke tanah air. Dalam hubungan ini, kepemimpinan dan ba gaimana memimpin merupakan faktor yang berperan penting di dalam sebuah organisasi dan tugas yang terrorganisir dalam kerangka sebuah sistem. Persoalan petugas haji sendiri tidak jauh dari seputar struktur organisasi, perangkat pendukung penyiapan pe tugas haji dan rekrutmen petugas haji. Struktur organisasi PPIH Arab Saudi yang bersifat permanen misalnya, ma sih dipertanyakan soal kinerja para pe tugasnya yang kurang maksimal, walau
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama pelaksanaan rekrutmen petugas sudah sesuai prosedur. Selama ini pelaksanaan rekrutmen petugas haji dilakukan secara ketat dan berjenjang. Perekrutan petugas haji melalui beberapa tahapan, antara lain test pengetahuan umum, agama, bahasa Ing gris dan Arab, serta psikotest. Mereka yang mengikuti test harus memenuhi persyaratan tertentu, misalnya untuk pe tugas TPHI dan TPIHI, disyaratkan harus sudah haji. Selain itu harus berpendidikan minimal S1, harus mempunyai sertifikat kelulusan bahasa. Dari hasil keseluruhan rangkaian test akhirnya akan ditentukan siapa yang akan menjadi petugas haji yang akan datang. Kebijakan Kementerian Agama RI pada musim haji tahun 1430 Hijriah / 2009 Masehi melibatkan unsur masyarakat sebagai petugas haji di Arab Saudi se bagai hal yang positif. Keikutsertaan un sur masyarakat tersebut memberikan warna baru dalam aspek pelayanan haji. Petugas haji tahun 2009 terdiri dari unsur TNI, Polri, pramuka, pondok pesantren, perguruan tinggi dan organisasi sosial keagamaan Islam. Kebijakan tersebut untuk menjawab sorotan dari berba gai pihak yang mempertanyakan pro fesionalitas petugas haji. Selain itu juga sekaligus untuk menepis sistem rekrut men bagaikan sistim jatah. Jumlah total petugas haji tahun 1430 Hijriah/2009 Masehi berjumlah 3.803 orang dari empat unsur. Mereka
terdiri dari petugas operasional yang me nyertai jemaah berjumlah 2.378, yakni masing-masing 476 untuk TPHI dan TPIHI serta 1.426 orang TKHI (Tim Kesehatan Haji Indonesia). Sedangkan petugas PPIH di Arab Saudi sebanyak 836, terdiri dari bagian pelayanan umum dan ibadah (530 orang), pelayanan kesehatan (306 orang). Petugas KJRI dan TUH sebanyak 29 orang dan Temus (tenaga musiman) sebanyak 560 orang. Memperkokoh Manajemen Kepemimpin an Berbicara mengenai kepemimpin an dalam pelayanan haji, tidak da pat dilepaskan dari persepsi dan ke rangka konsepsional tentang teori kepemimpinan secara umum. Meski pada aspek-aspek tertentu terdapat ka rakteristik yang membedakan praktik kepemimpinan dalam pelayanan haji dengan kepemimpinan di dalam orga nisasi formal maupun bisnis. Konsep dan aplikasi kepemimpinan dalam pelayanan haji didasarkan pada pendekatan yang sifatnya situasional, kondisional, tem poral dan spasial. Dalam teori kepemimpinan, kese luruhan fungsi-fungsi kepemimpinan berangkat dan bermuara pada satu ti tik sentral, yaitu pengambilan keputus an. Kepemimpinan di mana saja selalu berintikan kemampuan untuk meng ambil keputusan. Pada sisi lain, kepe mimpinan di dalam sebuah team work
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
29
Fokus Utama haruslah berupaya untuk menumbuhkan lingkungan dan suasana agar setiap orang dalam team work mampu melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai ko mitmen yang kuat. Di dalam struktur organisasi PPIH, kategori keputusan dan kewenangan pengambilan keputusan: (a)Keputusan strategi kewenangan pe ngambilan keputusan adalah Menteri, (b)Keputusan yang bersifat taktis yaitu Dirjen, Direktur, Konjen, (c)Keputusan yang bersifat teknis yaitu Ka Daker, (d) Keputusan operasional yaitu Ka Sektor atau yang setingkat. Pelayanan haji dilakukan di tengah medan dan kondisi yang sewaktu-wak tu bisa dihadapkan dengan kondisi kri tis, crowded, dan luar biasa. Oleh ka rena itu, manajemen dan fungsi kepe mimpinan dalam pelayanan haji perlu mengantisipasi kondisi yang tidak ter duga dan tidak diinginkan sekali pun. Hal yang perlu diantisipasi dalam kondisi luar biasa ialah: (1)Pengambilan keputusan yang cepat dan tepat; (2) Koordinasi yang efektif di lapangan; (3)Komunikasi yang cepat; dan (4)Tanggungjawab individu dalam team work. Kepemimpinan dan Kinerja Pelayanan Sebagai bentuk komitmen untuk memberikan pelayanan prima kepada jemaah, Kementerian Agama RI cq. Di rektorat Pembinaan Haji memiliki pedo man penanganan jemaah sebagai acuan bagi para petugas haji. Pedoman yang 30
dimaksud adalah; petugas haji selalu memandang prinsip pelayanan publik, yakni terbuka terhadap kritik dan saran maupun keluhan; memperlakukan je maah haji sebagai pelanggan secara adil; mempermudah akses; menggu nakan sumber dana (haji) untuk me layani jemaah secara efisien dan efektif; melakukan pembaharuan dan penyem purnaan secara continue, dan mengupa yakan peningkatan kualitas pelayanan. Langkah yang harus ditempuh Kementerian Agama ke depan adalah pembinaan mental jangka panjang dan terus menerus, juga perlu dilakukan pe ngendalian dan pengawasan yang ketat terhadap petugas haji oleh tim pengen dali. Kita Menyadari untuk mengatur dan melayani 210 ribu orang jemaah yang memiliki latar belakang budaya, tingkatan sosial ekonomi, pendidikan dan wawasan yang amat beragam bu kan perkara mudah. Demi pencapaian pelayanan yang lebih optimal, ke depan peningkatan kualitas petugas haji diuta makan. Peningkatan kinerja organisasi PPIH tidak hanya dituntut pada level top manager saja, tetapi juga harus ada pada middle manager dan para bawah an. Jika hanya para top manager yang mempunyai kinerja tinggi, padahal ba wahannya tidak memiliki kinerja ting gi, maka kualitas pelayanan haji yang dirasakan oleh jemaah haji tetap akan rendah.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Fokus Utama Ukuran kinerja suatu organisasi tidak dapat diukur dari para pelaksana pelayanan, tetapi justru dari penerima layanan. Hal ini dikarenakan kinerja itu pada dasarnya adalah output dan bukan input. Pihak yang dapat merasakan out put bukanlah penyelenggara layanan tetapi pengguna jasa layanan (dalam hal ini jemaah haji). Oleh karena itulah da lam pengukuran suatu kinerja mau tidak mau harus melibatkan stakeholder. Untuk meningkatkan kinerja pela yanan haji, setiap pimpinan dan petugas pada semua level dan bagian organisasi PPIH harus memiliki pemahaman yang baik dan benar terhadap: (1)Tugas yang harus diselenggarakan di dalam orga nisasi; (2)Hubungan antara satu tugas dengan tugas yang lain; dan (3)Pene kanan pada pentingnya kaitan tugas yang diselenggarakan dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebe lumnya. Leader Pelayan Dhuyufur Rahman Pimpinan dalam sebuah team work harus memahami sifat pekerjaan dan tugas yang diembannya dan oleh anggotanya. Ia juga harus mengerti dan mendelegasikan seberapa besar tanggung jawab operasional kepada jajaran yang berada di bawahnya. Siapa mengerjakan apa, bagaimana caranya, dukungan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan bagaimana akuntabilitasnya. Salah satu faktor pe
nentu kesuksesan kepemimpinan dalam pelayanan haji kepada Dhuyufur Rah man adalah perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan psikologi kerja organisasi. Pimpinan dalam satuan kerja pelayanan haji sebagai sebuah kerja tim harus mampu membangun, memelihara dan mengembangkan kondisi-kondisi se bagai berikut: (1)Arahan, motivasi dan inspirasi kepada anggota; (2)Iklim saling percaya mempercayai; (3)Soliditas dan kekompakan team work; (4)Penghargaan terhadap ide anggota team work, dan (5) Perhatian pada kenyamanan kerja kolek tif. Pada akhirnya untuk kesuksesan tugas pelayanan haji diperlukan pem berdayaan fungsi manajemen dan kepe mimpinan yang mau memberi hati, pi kiran, tenaga bahkan segenap dedikasi secara ikhlas untuk membantu, memberi kemudahan, menuntun dan melindungi jemaah haji dalam rangka meraih haji Mabrur. Perlu disadari bahwa pelayanan haji adalah kerja kolaboratif, maka pres tasi kerja satu orang mempengaruhi prestasi kerja tim. Oleh karena itu, untuk menyukseskan kembali penyelenggaraan ibadah haji 1431 Hijriah ke depan diper lukan petugas haji bukan hanya sekadar penguasaan terhadap tugas dan fungsi di lapangan, tetapi juga komitmen dan kesadaran untuk memberikan yang ter baik kepada umat semata-mata untuk menggapai ridha Allah SWT.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
31
Pengawasan Peningkatan Upaya Disiplin Pegawai Dalam Kaitannya dengan RPP PP 30 Tahun 1980 dan Remunerasi Oleh: Abdul Karim Berdasarkan Peraturan Pemerin tah (PP) Nomor 30 tahun 1980, setiap pegawai negeri harus memiliki disiplin dalam melaksanakan kewajibannya se suai dengan tugas dan fungsinya. Disip lin yang dimaksud dalam PP 30/1980 tersebut yakni disiplin dalam ucapan, tulisan dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam kerja. Disiplin da lam Ucapan adalah setiap kata yang di ucapkan di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ce ramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya. Disiplin dalam Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dan lain-lain yang serupa de ngan itu. Sedangkan disiplin dalam Per buatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan. Disiplin PNS sebagaimana dimak sud dalam pasal 2, mencakup 26 Kewa jiban yang harus dijalankan dan ditaati oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). Se dangkan pada pasal 3, berisi 18 Larang an yang tidak boleh dilanggar oleh PNS. Salah satu contoh yang termasuk dalam pelanggaran disiplin adalah setiap per buatan memperbanyak mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, me 32
nawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas. Setiap pelanggaran disiplin oleh PNS dapat dikenakan sanksi sesuai besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan. Jenis pe langgaran dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan hukuman disiplin, yakni ringan, sedang dan berat. Sedangkan je nis hukuman atau sanksi bagi pelanggar disiplin juga disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan antara lain adalah teguran secara lisan, penundaan gaji, penurunan gaji, penurunan pangkat, pemberhentian dari jabatan, dan pem berhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat kedisiplinan PNS adalah dengan berdasarkan jam masuk dan jam pulang. Setiap instansi pemerintah mempunyai aturan jam kerja walaupun ada variasi yang berbeda pada setiap instansi. Penentuan jam kerja di linstansi atau lembaga pemerintah kurang lebih 7–8 jam perhari. Di lingkungan Kementerian Agama, jam kerja pegawai diformulasikan dengan istilah Delapan– kosong–empat
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan (8 0 4). Maksud dari formula tersebut adalah pegawai datang jam 8.00 pagi, istirahat satu jam di siang hari, dan pulang jam 4.00 di sore hari. Kontrol kedisiplinan pegawai dengan formula tersebut dapat menggunakan absen si, baik yang menggunakan perang kat elektonik berupa sidik jari maupun absensi manual tanda tangan di kertas absensi yang telah disediakan oleh ba gian kepegawaian. Memang mudah untuk mengukur tingkat kedisiplinan pegawai dengan menggunakan absensi jam datang dan jam pulang dengan segala kekurangan dan kelemahan yang ada. Dengan sistem absensi untuk mengukur kedisiplinan pegawai, pimpinan dapat memperoleh data kehadiran sebagai bukti kedisiplinan pegawai dengan merekapitulasi daftar absensi setiap akhir bulan. Pimpinan da pat memberikan reward bagi pegawai yang rajin dan tepat waktu datang dan pulang sebagai penghargaan bagi pe gawai yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya dengan menggunakan reka pitulasi absen pimpinan dapat mem berikan punishment bagi pegawai yang mengabaikan ketentuan jam kerja. Jika hal ini diterapkan, niscaya kedisiplinan pegawai dalam mentaati jam kerja akan dapat terpenuhi dengan baik. Namun permasalahan yang lebih penting disini adalah bukan hanya tingkat kedisiplinan pemenuhan ketentuan jam kerja, pro duktivitas yang dihasilkan oleh pegawai
dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja institusi selama be rada dalam rentang jam kerja harus lebih dimaksimalkan. Produktivitas mengandung pe ngertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berke naan dengan usaha atau kegiatan ma nusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pa da umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu ber usaha untuk meningkatkan mutu kehi dupan, keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerja sama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang rele van sebagai sistem. Dapat dikatakan bahwa produk tivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan pegawai dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills, abilities, atti tudes, dan behaviours dari para pegawai yang ada di dalam organisasi, sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi dasarnya. Produktivitas juga diartikan sebagai
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
33
Pengawasan suatu perbandingan ukuran harga bagi masukan serta hasil dan perbedaan an tara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan (unit) umum. Ukuran produktivitas yang paling terkenal berkaitan dengan pegawai yang dapat dihitung dengan membagi pengeluaran oleh jumlah yang digunakan atau jam kerja/orang. Untuk mengukur suatu produk tivitas sebuah instansi dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam kerja yang dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam yang tidak di gunakan untuk bekerja namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sa kit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produk tivitas pegawai kita memiliki unit yang diperlukan, yakni kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan pega wai. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan produktivitas kerja pe gawai, diantaranya: gaji, lingkungan kerja, dan kesempatan berprestasi. De ngan gaji, lingkungan kerja, dan kesem patan berprestasi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dan kete rampilan pegawai dalam melaksanakan tugas yang diberikan instansi. Produktivitas pegawai akan ber pengaruh terhadap meningkatnya kinerja 34
sebuah institusi. Dengan kinerja yang baik akan lebih mudah untuk memberikan penilaian kinerja. Kinerja didefinisikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalam pekerjaan itu. Prestasi yang dicapai dimaksud akan menghasilkan suatu kepuasan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada tingkat imbalan. Kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian an tara pekerjaan dan kemampuan. Kinerja individu sendiri dipengaruhi oleh ke puasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan individu terhadap pe kerjaannya. Perasaan ini berupa hasil penilaian mengenai seberapa jauh pe kerjaan secara keseluruhan mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu evaluasi, yang ke mudian dikenal dengan penilaian ki nerja. Penilaian kinerja merupakan me tode mengevaluasi dan menghargai kinerja yang paling umum digunakan. Dalam penilaian kinerja melibatkan ko munikasi dua arah, yaitu antara pengi rim pesan dengan penerima pesan se hingga komunikasi dapat berjalan de ngan baik. Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu pegawai apa yang diharapkan pengawas untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja menitikberatkan pada penilaian sebagai suatu proses
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan pengukuran sejauh mana kerja dari orang atau sekelompok orang dapat ber manfaat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Efektifitas dari penilaian kinerja di atas yang dikategorikan dari tujuan penilaian kinerja, tergantung dalam sasaran kerja strategis yang ingin di capai. Oleh sebab itu penilaian kiner ja diintegrasikan dengan sasaran stra tegis karena berbagai alasan yaitu: mensejajarkan tugas individu dengan tujuan organisasi adalah menambah kan deskripsi tindakan yang harus diper lihatkan pegawai dan hasil yang harus mereka capai agar suatu strategi dapat hidup; mengukur kontribusi masingmasing unit kerja dan masing-masing pegawai; evaluasi kinerja memberi kon tribusi kepada tindakan dan keputusan administratif yang mempertinggi dan mempermudah strategi; dan penilaian kinerja dapat menimbulkan potensi un tuk mengidentifikasi kebutuhan bagi strategi dan program baru. Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi pernah mengatakan bahwa produktivitas PNS sangat bervariasi. Perbedaan tersebut disebabkan adanya anggapan PNS yang tidak perlu mengedepankan kua litas karena apapun yang dilakukan akan mendapatkan penghasilan yang sama. Oleh karena itu, diperlukan per aturan yang dapat memberikan peni laian terhadap PNS. Kementerian Pem
berdayaan Aparatur Negara saat ini tengah mengajukan RUU Administrasi Pemerintahan untuk mengatur kewe nangan pejabat negara, sehingga ti dak bisa berbuat sewenang-wenang. Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara akan membuat kontrak kerja bagi PNS, di pusat maupun daerah. Hal tersebut akan dilakukan untuk me ningkatkan profesionalisme dan pro duktivitas pegawai. Kementerian PAN sedang menyiapkan PP mengenai pe nilaian prestasi kerja PNS yang di da lamnya terdapat peraturan mengenai Sasaran Kerja Individu (SKI). SKI adalah kesepakatan antara pemerintah dan PNS, semacam janji kesanggupan pe gawai untuk menyelesaikan pekerjaan masing-masing. Isinya, mengenai daftar target kerja yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh PNS dalam waktu ter tentu, kemudian dievaluasi dan dinilai apakah mencapai target atau tidak. Perubahan yang mendasar di da lam penilaian, adanya unsur SKI yang mewajibkan setiap PNS menyusun SKI berdasarkan Rencana Kerja Tahunan. SKI disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai yang memuat kegiatan tugas ja batan, bobot kegiatan, sasaran kerja dan target yang harus dicapai. SKI ber sifat nyata dan dapat diukur. Nilai bo bot kegiatan didasarkan pada tingkat kesulitan dan prioritas dengan jumlah bobot keseluruhan 100 yang ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
35
Pengawasan Penilaian prestasi kerja terdiri dari SKI dan perilaku kerja, dengan bobot nilai unsur, SKI sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar 40%, dan penilaian SKI meliputi aspek kuantitas; kualitas; waktu; dan/ atau biaya. Sedangkan penilaian perilaku kerja meliputi orientasi pelayanan, in tegritas, komitmen, disiplin, kerjasama, kepemimpinan dan kejujuran serta kre atifitas. Penilaian PNS selain tugas se bagaimana diuraikan di atas, juga ada penilaian terhadap tugas tambahan yang dibebankan kepada PNS yang ber sangkutan. Cara Penilaian PNS yang akan da tang, penilaian SKI dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target dari aspek kuantitas, kualitas, waktu dan/atau biaya, dikalikan dengan bobot kegiatan. Penilaian pe rilaku kerja dilakukan dengan cara pengamatan sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian prestasi kerja di lakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKI dengan penilaian perilaku kerja. Sudah saatnya pemerintah mem perbaiki dan memiliki program untuk meningkatkan profesionalitas dan pro duktivitas kinerja pegawai negeri sipil. Dalam perekrutan dan penyeleksian CPNS, pemerintah harus mempunyai standar baku yang mesti dinilai berda sarkan kompetensi, keahlian, serta pro fesionalitas sehingga menghasilkan PNS yang benar-benar dapat diandalkan. 36
Dalam era reformasi sekarang ini harus ditinjau ulang mengenai tugas PNS di setiap lembaga. Pemerintah harus me ninjau berapa PNS yang benar-benar dibutuhkan dalam setiap institusi, se hingga tidak ada lagi yang menganggur dan bekerja tidak sesuai dengan bidang/ profesinya. Selama ini pemerintah be lum menyelesaikan berbagai masalah yang muncul seputar birokrasi secara menyeluruh dan belum banyak mem perhatikan PNS. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa untuk meng atasi permasalahan seputar PNS dan untuk meningkatkan produktivitas dan profesionalitas harus dibuat peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah ter sebut tidak hanya berisi tentang peni laian prestasi kerja namun juga harus berisi tentang standar perekrutan dan penyeleksian. Tujuannya agar PNS dapat bekerja lebih profesional sesuai dengan kompetensi dan profesinya. Selain itu, pembinaan dan pengem bangan profesionalitas sumber daya ma nusia menjadi salah satu upaya yang te pat untuk menghadapi dan merespon segala tantangan yang berkaitan dengan perubahan lingkungan strategis. Sebagai upaya untuk mewujudkan tuntutan pro fesionalitas PNS, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 telah menetapkan bebe rapa perubahan dalam manajemen PNS. Perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap organisasi
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan pemerintah baik pusat maupun daerah harus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) PNS yang memenuhi persyaratan baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional. Sejalan dengan UU Nomor 43 Ta hun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Po kok Kepegawaian, sistem manajemen PNS menggunakan gabungan dari unified system dan separated system. PNS baik di pusat maupun di daerah diharapkan memiliki kualitas yang setara dan memi liki norma, standar, dan prosedur mana jemen kepegawaian yang sama. Sebagai bagian dari pembinaan PNS, program pendidikan dan latihan bagi pegawai perlu dilakukan dengan se baik-baiknya dengan berdasarkan pada perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi peluang bagi PNS ber prestasi tinggi dan meningkatkan ke mampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan harus didasarkan pada sistem prestasi kerja yang didasarkan atas penilaian obyektif terhadap pres tasi, kompetensi, dan pelatihan PNS. Dalam pembinaan kenaikan pangkat, di samping berdasarkan sistem prestasi kerja juga diperhatikan sistem karier. Seseorang yang tidak berhasil me laksanakan tugas pekerjaan, bukanlah
berarti ia tidak memiliki kompetensi, te tapi mungkin saja karena yang bersang kutan memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan pekerjaannya. Hal ter sebut sering kita jumpai di lingkungan instansi pemerintah bahwa seorang pe gawai memiliki kompetensi yang tidak sesuai dengan persyaratan kompetensi minimal yang dituntut oleh jabatannya. Pada hakikatnya tidak ada orang atau PNS yang sama sekali tidak memiliki kompetensi. Oleh karena itu agar PNS dapat mempunyai kompetensi yang diharapkan, maka diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan yakni dari pertama kali diangkat sebagai CPNS sampai menjelang pensiun. Tahapan per kembangan kompetensi dan masa kerja PNS antara lain tahap pengenalan tugas (0-2 tahun), pembentukan kompetensi teknis dan manajerial (3-16 tahun), pengembangan kompetensi (8-24 tahun) serta pengabdian (16 tahun ke atas). Pembinaan bagi PNS melalui pen didikan dan pelatihan (Diklat) meme gang peranan yang sangat penting da lam peningkatan kompetensi yang me liputi integritas, tanggung jawab, kepe mimpinan, kerja sama dan fleksibilitas dalam pelaksanaan tugas. Hendaknya pendidikan dan pelatihan yang dilaksa nakan, baik mandiri maupun terprogram dapat meningkatkan kompetensi pegawai sesuai dengan tugas fungsinya. Selama ini program peningkatan kompetensi
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
37
Pengawasan pegawai masih dijumpai belum sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pembinaan pegawai yang ma sih mengabaikan tugas dan fungsi ha rus segera dirubah dan disesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi secara umum dan tuntutan kinerja sa tuan organisasi/kerja (sator/satker), se hingga kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dapat sejalan dengan tuntutan perkembangan jaman. Kemajuan tekno logi informasi harus dimanfaatkan se maksimal mungkin. Karena dengan pe nguasaan teknologi informasi yang tepat akan sangat membantu pengerjaan tugas fungsi dan meningkatkan produktivitas pegawai. Keberadaan internet yang me nyediakan fasilitas email dapat mem percepat pengiriman data dan berita, sehingga dapat memangkas jarak tem puh dalam penyampaian informasi yang sifatnya urgent dan serba cepat. Minimal setiap pegawai harus mampu dalam mengoperasikan komputer untuk memperlancar tugas dan fungsinya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 menyatakan bahwa: 1) Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tin dakan dan kegiatan yang dilakukan se cara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan 38
yang efektif dan efisien, keandalan pe laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap per aturan perundang-undangan; 2) SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan daerah, dan pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan; 3) Kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan se suai dengan tolok ukur yang telah di tetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang seharusnya bertanggungjawab ter hadap efektifitas kerja belum sepenuhnya memenuhi harapan. Hal ini disebabkan karena kurang berfungsinya aparat peng awasan di lingkungan instansi tersebut dan kurangnya penekanan pada aspek internal masing-masing institusi dalam melaksanakan pengawasan intern yang dilaksanakan. Agar SPI dapat berjalan dengan efektif, perlu dilakukan langkahlangkah khusus untuk menerapkan per aturan tersebut dalam aktivitas ma sing-masing satker melalui sosialisasi dan pelatihan lanjutan dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan dikeluarkannya peraturan
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan tersebut. Terkait dengan reformasi birokrasi, ada lima sasaran reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Lima hal tersebut adalah pertama, Terwujudnya Birokrasi yang bersih dan berwibawa, dengan upaya yang difokuskan pada pencegahan KKN melalui pembenahan sistem pengelolaan anggaran, perbaikan kesejahteraan pegawai, peningkatan pengawasan dan penegakan aturan hu kum, di samping upaya penindakan; ke dua, Birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, kreatif dan inovatif, dengan mengurangi pemborosan keuangan ne gara melalui program-program peng hematan pembiayaan birokrasi. Peng hitungan beban belanja riil birokrasi merupakan fokus utama sebagai dasar untuk mengidentifikasi pengeluaran ne gara yang dapat dihemat. Pengurangan pemborosan terterkait dengan besaran organisasi, kualitas pegawai serta sistem dan mekanisme kerja pegawai dalam melaksanakan urusan pemerintahan; Ketiga ,Birokrasi yang transparan dan akuntabel, yang difokuskan agar praktek penyelenggaraan urusan peme rintahan dan pelayanan umum dapat diakses secara luas oleh masyarakat, sehingga dapat mempersempit pe luang KKN, serta dalam rangka member dayakan masyarakat; keempat, Birokrasi yang amanah melayani, yang dilakukan dengan mengubah orientasi dan para digma birokrasi yang primordial (minta
dilayani) menjadi melayani masyarakat. Selanjutnya dibangun sistem yang me mungkinkan birokrasi menjadi responsif terhadap berbagai keluhan dan kebu tuhan, serta penciptaan kondisi per ubahan ke arah lebih maju, berdaya saing tinggi yang benar dan tepat dari masyarakat; kelima, Birokrasi yang ter desentralisasi, dengan manajemen yang benar, dibuat aturan agar pimpinan lembaga mendelegasikan sebagian ke wenangan pengambilan keputusan kepada aparatur terdepan, sehingga pengambilan keputusan administrasi pemerintahan dan pelayanan publik da pat dipersingkat dan dipercepat, efektif, efisien, dan lebih produktif yakni well plan, well organize, well arrange, and well control. Reformasi birokrasi, sebuah ter minologi kata yang menjelaskan satu upaya untuk mewujudkan pelaksanaan kepemerintahan yang baik yang dilak sanakan secara integral. Secara pragmatis, Reformasi Birokrasi muncul setelah ma syarakat jenuh akan lemahnya kinerja bi rokrasi serta panjangnya prosedur yang harus dilewati jika berurusan dengan aparatur pemerintah. Fungsi organisasi pemerintah yang seharusnya berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat dise lewengkan, sehingga berorientasi pa da kesejahteraan aparat secara pribadi. Oleh karena, itu praktek KKN sangat erat kaitannya dengan lembaga peme rintahan.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
39
Pengawasan Birokrasi adalah sebuah organisasi besar yang menjalankan sebuah peme rintahan. Oleh karena itu mari kita per hatikan apa saja unsur-unsur organisasi itu. Pertama, adanya tujuan. Sebagai organisasi yang berorientasi kepada ke sejahteraan masyarakat, apakah tujuan birokrasi pemerintah sudah sesuai de ngan kebutuhan masyarakat. Ini yang perlu dipelajari kembali. Perlu adanya kajian yang sangat komperehensif untuk memahami kebutuhan masyarakat se bagai pertimbangan utama untuk mene tapkan tujuan. Kedua adalah sistem. Berbicara tentang sistem, tentunya tak lepas dari beberapa terminologi kata yaitu jaringan, prosedur, kegiatan dan tujuan. Sehingga jika didefinisikan se cara kasar sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur yang saling ber hubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran/ tujuan tertentu. Dalam mencapai tu juan tentunya membutuhkan sarana yang efektif dan efisien. Disamping akan menghemat waktu, biaya juga da pat ditekan. Sistem birokrasi sebagai sarana untuk mencapai tujuan negara hendaknya bersifat efektif, efisien, pro fesional, transparan dan akuntabel. Ke tiga adalah sumberdaya manusia. Saya kira unsur ini sudah jelas. SDM sebagai subyek pelaksana sistem pemerintahan harus mempunyai kualitas pemikiran yang tinggi diimbangi moral yang baik. 40
Kementerian Agama mengemban tugas yang berat, salah satunya yaitu terkait dalam Reformasi Birokrasi, yang terangkum dalam 5 tugas fung si Kementerian Agama. Di dalam 5 tugas fungsi tersebut, dimana 4 meru pakan substansi program dan 1 meru pakan perbaikan tata kelola, yaitu: per tama, peningkatan, pemahaman, dan pengamalan pembinaan umat beraga ma. Kedua, peningkatan kualitas dan kerukunan umat beragama. Ketiga, pe ningkatan kualitas pendidikan di Ke menterian Agama yang terdiri dari: pendidikan umum berciri khas agama, pendidikan agama dan pendidikan keaga maan, point a merupakan program yang sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Keempat, peningkatan kualitas pelayanan ibadah Haji. Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama mempunyai tiga sasaran utama: pertama, penertiban struktur organisasi. Saat ini struktur organisasi Kementerian Agama telah disederhanakan karena terkait dalam pengkajian sistem remunerasi yang tidak mudah. Hal tersebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi di Kementerian Agama yang telah dilakukan dalam 5 tahun ter akhir. Kedua, Tata kelola pemerintahan yang baik. Tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih perlu adanya pe nguatan dan peningkatan. Dalam me ningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, membutuhkan empat subs
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan tansi tata kelola yang dikhususkan, yak ni: terkait dengan anggaran, BMN, SDM dan pengelolaan program. Ketiga, Kese jahteraan Pegawai (Remunerasi). Remu nerasi merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan Instansi kepada pe gawai sebagai akibat dari prestasi yang telah diberikannya dalam rangka men capai tujuan instansi. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi instansi tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tu juan instansi. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan mau pun dari sisi kelangsungan hidup instansi. Besarnya tingkat remunerasi untuk ma sing-masing instansi adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh be berapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan pe nawaran pegawai, kemampuan instansi, kemampuan dan keterampilan pegawai, peranan instansi, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup. Dilihat dari sistemnya pembelian remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah kerja lembur. Seluruh pengelolaan instansi/ lembaga untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, setidaknya harus berdasarkan pada tiga hal, yai tu: pertama, kepatuhan terhadap sis
tem (system compliance), yang tun duk terhadap regulasi sistem yang ada. Kedua, Kinerja terhadap satker/unit di Kementerian Agama (system performan ce), ketiga, Akuntabilitas (Accuntability). Akuntabilitas akan tinggi apabila kepa tuhan (compliance) dan kinerja (perfor mance) telah berjalan dengan baik. Terkait dengan penggunaan Sis tem Informasi Manajemen Pengendalian Intern Itjen Kementerian Agama se bagai pelaksanaan sistem kontrol ter hadap kinerja dan produktifitas pega wai di lingkungan Kementerian Agama untuk mendukung pelaksanaan sistem pengawasan internal, perlu dilaku kan kajian lebih lanjut untuk mereali sasikannya. Hal ini perlu dilakukan karena sistem tersebut memerlukan sumberdaya yang memadai untuk ope rasional dan maintenance. Kelebihan dan kelemahan dari penggunaan sistem tersebut perlu dilakukan telaah lebih lanjut dan kalau memungkinkan per lu dilakukan studi banding untuk kela yakannya jika diterapkan di lingkungan Kementerian Agama. Akankah pengguna an Sistem Informasi Manajemen Pe ngendalian Intern tersebut dapat me ningkatkan kinerja pegawai atau akan menjadi bumerang bagi instansi yang menerapkannya. Karena penerapan sis tem tersebut diperlukan kesiapan sum berdaya dan perilaku pegawai instansi yang bersangkutan.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
41
Pengawasan Strategi Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Pengawasan dengan Penajaman Audit Bidang Tugas dan Fungsi
oleh : Mukhayat
Kata “strategi” adalah turunan dari kata dalam bahasa Yunani, strategos. Adapun strategos dapat diterjemahkan sebagai ‘komandan militer’ pada zaman demokrasi Athena. Dalam Kamus Be sar Bahasa Indonesia Arti strategi ada lah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu, sedangkan secara bebas arti strategi adalah siasat, atau rencana cer mat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus, sedangkan efisiensi di artikan dengan ketepatan cara kerja da lam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan bia ya, diartikan pula sebagai kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat. Adapun efektif diartikan sebagai ada efeknya, manjur atau mujarab, da pat membawa hasil, berhasil guna, me najamkan diartikan sebagai menjadikan tajam. Dengan demikian, dimaksudkan dengan judul makalah adalah: rencana cermat dalam mewujudkan audit tugas dan fungsi agar terlaksana secara efektif dan efisien melalui penajaman audit bidang tugas dan fungsi, atau rencana cermat dalam upaya meningkatkan pe 42
laksanaan pengawasan audit tugas dan fungsi agar (hasilnya) efektif dan efisien (berdaya guna dan berhasil guna). Identifikasi masalah Permasalahan yang dihadapi da lam audit bidang tugas dan fungsi (tusi) meliputi banyak hal, misalnya terkait dengan: (a)banyaknya Auditee yang tersebar disemua tingkatan, (b)Jenis bidang tugas tusi sangat bervariasi je nisnya (bimas agama, haji, pendidikan, SPI, ditambah penjabaran per-jenis as pek tusinya itu sendiri), (c)Kompleknya cakupan tusi termasuk di dalamnya SPI, (d)belum adanya rumusan yang tertulis dan disepakati tentang sasaran dan stra tegi audit bidang tusi, (e)jumlah SDM auditor secara kuantitatif maupun kua litatif sesuai cakupan dan beban kerja audit bidang/substansi audit Tusi, (f) sisi regulasi Tusi yang cukup banyak dan belum mengikuti perkembangan ter baru, dan terdapat pula yang belum di atur s.d. tingkat operasionalnya, (g)sisi TLHA yang tidak secepat temuan aspek lainnya, a.l. tidak ada risiko sanksi hukdis secara jelas (perlu buat sanksi), dan (h) tingkat responbility Auditee dan unit pembinanya yang cenderung kurang, dan banyak lagi aspek terkait lainnya.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan (menurut penilaian subjektif) hasilnya Strategi Peningkatan Efisiensi dan belum sebanding atau memadai, bahkan Efektifitas Pengawasan Tusi Strategi yang menjadi pembahasan bila dikaitkan dengan judul makalah, di dalam tulisan ini adalah tentang pening anggap inefiensi dan inefektivitas dan katan efisiensi dan efektifitas pengawas tentunya output-nya dianggap belum an bidang Tusi. Tulisan ini membahas berkualitas. Lalu, apa bukti atau fakta yang me sebuah rencana cermat tentang bagai nunjukkan bahwa audit tusi selama ini mana meningkatkan efisiensi dan efek tivitas dalam melaksanakan kegiatan tidak atau kurang efisien dan atau kurang pengawasan bidang tusi agar dalam pe efektif. Bila demikian tentunya kita perlu laksanaannya tidak mengakibatkan inef mencari tahu, faktor apa gerangan yang isiensi dan inefektivitas, dan pada goal menyebabkannya. Untuk menjawab ini, nya menjadi tidak berkualitas. Dengan kita bisa melihatnya paling tidak dari dua demikian, yang ditingkatkan adalah as sisi, terkait aspek intern auditornya dan pek efisiensi dan efektifitasnya atau daya sisi faktor eksternya (diluar diri auditor). guna dan hasil gunanya dari pengawasan (a) faktor intern auditor meliputi aspek : (1)kemampuan (kognitif), (2)aspek ke bidang Tusi. terampilan (skill), dan (3) aspek sikap (afektif). Strategi yang ditempuh Kalau kita cermati secara jujur, ter Strategi atau cara apa efisiensi dan efektivitas pengawasan bidang tusi hadap bagaimana sikap auditor terhadap ditingkatkan? Strategi atau cara yang kemauan mencari dan mendalami aturan dilakukan adalah melalui penajaman baru, terhadap bagaimana kesempatan audit bidang Tusi, dan aspek-aspek audit untuk diskusi, dan kurangnya kordinasi bidang tusi yang ditajamkan tersebut antar auditor tusi antar Irwil, belum adalah sasaran atau objek auditnya. adanya keseragaman tiap auditor ten Penajaman sasaran dilakukan dengan tang bagaimana pendekatan, strategi, pertimbangan karena selama ini pe metodologi dalam audit. Contoh audit laksanaan audit tusi kurang terlaksana di PTAN untuk meminta data seperti secara efektif dan efisien dalam arti hasil data jumlah dosen, jumlah mahasiswa, audit bidang Tusi telah berulang kali di data perkembangan perkuliahan, tatap laksanakan dengan memakan waktu muka, dan terkait data lainnya, cara yang cukup forsir, ful timer, dengan pula melakukannya ada yang dengan hanya mengerahkan/melibatkan banyak auditor menyebarkan form, kemudian menung dan dengan biaya audit yang cukup besar, gu pengisiannya dari auditee yang me dengan obrik yang cukup banyak, tetapi nangani data di subbag akademik dan Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
43
Pengawasan kemahasiswaan), ada juga yang secara terhadap bidang tugas tusi dan dalam aktif mendatangi auditee untuk kontrol TLHA-nya. pengisiaannya. Dengan belum efisiensi dan efek Dari sisi jumlah SDM auditor Tusi, tifnya pelaksanaan audit tusi tersebut, jumlah yang ada belum mencukupi di tentunya akan berakibat negative yang banding beban audit yang hadapi. Juga sisi kurang menguntungkan dari berbagai kualitas SDM, diakui ataupun tidak bah aspek/sisi, seperti dari sisi: organisasi, wa masih banyak belum menguasai sisi auditor, keuangan, akuntabilitas, serta substansi aspek Tusi, hasil placemen test opini pihak auditee dan pihak terkait belum melambangkan kondisi objektif lainnya. Hasil ataupun outputnya-pun keahlian auditor yang sebenarnya, ia le menjadi tidak seimbang antara uang (yang bih kepada mendeteksi bakat dasar, ke dikeluarkan), Sdm (yang dikerahkan), cenderungan dasarnya, sehingga ban dan pada gilirannya, menjadikan hasil yak diantara auditor yang belum siap audit kurang berkualitas. melaksanakan tugas audit sesuai hasil Cakupan audit bidang Tusi meli placemen test dimaksud. Dalam au puti banyak aspek, meliputi tugas fung dit, hasil pekerjaan auditor harus di si tentang: Pertama, Tugas fungsi Bimas pertanggungjawabkan, sedangkan pada Agama yang terdiri: a. Tugas urusan diri mereka belum siap baik aspek kog agama dengan semua rincian sub as nitif, aspek psychomotor, maupun aspek peknya (meliputi Islam, Kristen, Katolik, afektifnya. Terhadap kondisi objektif Hindu, dan Budha), b. Tugas urusan pe yang demikian, perlu dilakukan langkah- nerangan agama dengan semua rincian langkah penyesuaiannya melalui diklat sub aspeknya (meliputi Islam, Kristen, orientasi substansi tusi, kajian atau te Katolik, Hindu, dan Budha), dan c. Tugas laahan aturan tusi, penyusunan sasaran penyelenggaraan dan pembinaan haji dan strategi audit tus. dan umroh dengan semua rincian sub Faktor ekstern auditor, seperti aspeknya. Kedua, Tusi pendidikan terdiri aspek kebijakan, aspek waktu dibanding dari: a. Perguruan agama negeri/mad beban kerja audit tusi (lama/hp audit rasah tingkat dasar dan menengah, b. per-auditee, jangka waktu penerimaan Perguruan tinggi agama negeri baik pada surat tugas dengan tanggal harus mu IAIN, UIN, STAIN, STAHDN, STAKN, STAHN, lai audit), ketersediaan waktu untuk ta maupun STABN, c. Terkait dengan sistem hapan penyiapan perencanaan audit, as pengendalian internal (SPI). pek cakupan audit tusi, ketersediaan ins Ada beberapa strategi yang perlu trumen audit tusi, ketersediaan aturan/ dilakukan atau direncanakan secara cer kriteria audit, responsbility auditee mat dalam penajaman audit bidang Tusi, 44
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan meliputi: (a)Melakukan penajaman pada depag), b)Dari sisi potensial errornya aspek sasaran auditnya. Sasaran audit tiap auditee terkait. Informasi potensial mencakup aspek substansi tusi, dalam eror dapat didasarkan kepada ada ti arti aspek-aspek tusi yang telah ada dan daknya Dumas, dan terhadap dumas diatur dalam peraturan menteri tentang itupun harus dianalisis dari aspek bobot susunan organisasi dan tata kerja yang kecukupan bukti/keterangan yang ada seharusnya secara rutin dijadikan sasar di dumas dan dengan melihat hasil au an audit, di analisis, dipilah, dinilai bo dit investigasi yang baru dilakukan, c) botnya, akhirnya dilakukan penajaman, Mempertimbangkan pula dengan me mana yang harus dijadikan prioritas sa lihat hasil audit sebelumnya, d) Mem saran dan mana pula yang tidak urgent pertimbangkan kecukupan SDM dikait dijadikan sasaran audit, (b)Penajaman kan dengan formasi yang tersedia, untuk aspek auditee/obriknya. Auditee atau memperoleh informasi huruf (c), dan (d) satker di lingkungan Departemen Agama tersebut hanya diperoleh melalui me sangatlah banyak, yakni sekitar 4028 kanisme survey/audit pendahuluan, dan satker dengan lokasi tersebar sampai ke untuk huruf (b)dengan memintakan ke tingkat kecamatan, sebagian sampai ke bagian pelaporan dan dengan melihat desa (yaitu MIN) dengan sangat banyak hasil audit investagi sebelumnya, e) variasi tusinya. Jumlah 4028 belum ter Kegiatan tusi yang dialokasikan ang masuk KUA kecamatan. Untuk auditee, garannya dalam arti kegiatan yang tidak pertajamannya antara lain untuk MIN dianggarkan dalam DIPA, tidak perlu tidaklah menjadi auditee, (c) Tidak bisa menjadi sasaran audit Tusi, f)Kegiatan dilepaskan pula, penajaman audit tusi yang menjadi prioritas kebijakan pusat dikaitkan dengan sisi sdm pelaksananya, di bidang Bimas Agama maupun pen yaitu dengan auditor yang telah siap sisi didikan, g)Melihat urgensi pekerjaan tusi substansi, strategi,dan siap teknik au dimaksud, misalnya pelayanan NR pada ditnya, (d) langkah, strategi melakukan KUA kecamatan, karena merupakan la audit dari mulai kegiatan persiapan, pe yanan publik, h) kegiatan-kegiatan pokok laksanaan, dan pengendalian serta pe aspek SPI. laporan audit. Beberapa contoh bidang tusi Kriteria yang digunakan dalam yang harus diprioritaskan: Pertama, Tusi melakukan penajaman sasaran audit, Bimas Agama, misalnya tentang: (1) antara lain dengan mempertimbangkan, program/kegiatan pembinaan keluarga dan memperhatikan beberapa hal se sakinah (pengelompokkan kriteria ke perti: a) Dari sisi auditeenya (MIN tidak luarga: pra sakinah, sakinah I s.d. III dan menjadi obrik, MIN bebankan ke Kan program peningkatannya yang a.l. me Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
45
Pengawasan lalui pembentukan desa binaan), (2) pemberdayaan zakat, (3) biaya nikah yang tidak boleh melebihi 30 ribu, prak tek masih ada yang memungut lebih, (4) pelaksanaan pernikahan yang kurang 10 hari tanpa rekomendasi camat, pengisian formulir model NB yang ban yak dilengkapi saat pelaksanaan ni kah (walau aman, tapi ini prosedur), penyimpanan buku akta nikah (model NA) dan pencatatannya dll). Kedua, Tusi Haji, antara lain seperti: perijinan KBIH, paspor haji (diteksi kemungkinan adanya penggantian data untuk jamaah batal berangkat). Ketiga, Kegiatan Tusi pembinaan dan pelayanan pendidikan meliputi se perti: (1) pembinaan dan pelayanan pendidikan pada Madrasah Negeri (MAN/MTsN) meliputi seperti: (1)tu gas managerial antara lain fungsi ke pala madrasah dalam mengajar, meren canakan, mengorganisasikan, mengawasi, mensupervisi dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di Madrasah, (2) proses kegiatan belajar mengajar, (3)Prosedur pelaksanaan pemberian sertifikasi guru, (4)perencanaan pembelajaran guru, (5) kecukupan jumlah jam kewajiban mi nimal per-minggu (24 jam/minggu), (6) evaluasi keberhasilan proses pembela jaran, (7)program peningkatan mutu madrasah sebagai tindak lanjut dari ha sil evaluasi pembelajaran, (8)kegiatan Ekstra kurikuler yang berfungsi untuk memperluas wawasan siswa dalam ke 46
giatan intra kurikuler dan mencatat ser ta mengevaluasi hasil yang diperoleh, (9)kegiatan adminstrasi pendidikan dan kurikulum, (10)pengelolaan sarana pe nunjang pendidikan, (11)pengelolaan lingkungan madrasah untuk pendidikan pada madrasah (seperti: data riil siswa terkait bantuan dana BOS (sering di gelembung kan untuk memperoleh ban tuan siswa), kewajiban mengajar 24 jam/ minggu, pelaksanaan pembayaran ke lebihan jam mengajar). Keempat, Kegiatan Tusi pendidikan pada Pendidikan Tinggi Agama Negeri, meliputi: (1)kebijaksanaan Rektor atau Ketua STAN tentang proses pendidikan dan pengajaran, (2)ketertiban penyu sunan rencana pendidikan dan penga jaran, sistim informasi dan administrasi pendidikan, evaluasi hasil belajar dan pendokumentasian hasil belajar, (3)ke bijakan fakultas dalam melaksanakan kebijaksanaan rektor tentang pen didikan dan pengajaran seperti pro gram pendidikan dan pembinaan ma hasiswa, (4)prosedur pemberian ser tifikasi dosen sehingga dosen harus: menyusun rencana proses pendidikan dan pengajaran, mengajar 12 SKS per minggu, melaksanakan evaluasi hasil perkuliahan dan pendokumentasian dan administrasi nilai, (5) penelitian yang meliputi penyusunan rencana dan program penelitian, administrasi pe nelitian, proses penelitian, jenis-jenis penelitian, pelaksanaan pelaporan, (6)
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan pusat pengabdian masyarakat yang me liputi penyusunan rencana dan program pengabdian masyarakat, administrasi pengabdian masyarakat, keterlibatan dosen dan mahasiswa, jenis kegiatan pengabdian masyarakat, pelaporan, (7) kewajiban tatap muka dosen dalam satu semester (16 kali tatap muka), (8) pelaksanaan tugas/ijin belajar, (9)peme nuhan kewajiban SKS), (10)pembukaan kelas jauh. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan audit Tusi tidak cukup hanya menajamkan sasar an auditnya, tetapi diperlukan pula pe menuhan dan atau dilaksanakannya faktor-faktor penunjang yang secara simultan merupakan bagian tidak ter pisahkan dalam pelaksanaan audit tusi. Hal tersebut terkait dengan seperti: (1) perencanaan audit, meliputi survay pendahuluan, pembuatan PKA, reviu PKA, (2)pelaksanaan audit, termasuk pembuatan KKA, reviu KKA, pengen dalian/supervisi oleh supervisor/pengen dali mutu, (3)pelakanaan laporan hasil audit (seperti pembuatan simpulan, re komendasi dan terkait lainnya), serta (4) tindak lanjut atas hasil audit (TLHA). Dari uraian di atas, dapat disim pulkan bahwa: (1)pelaksanaan peng awasan melalui audit bidang Tusi selama ini belum terlaksana secara efektif dan efisien, (2)belum efektif dan efisiennya tersebut disebabkan banyak faktor baik dari sisi intern auditornya maupun as
pek di luar auditornya, termasuk dari aspek instrumen, kebijakan, (3)untuk tercapainya efisiensi dan efektivitas di perlukan lanbkah penajaman audit bi dang tusi, (4) penajaman menyangkut aspek substansi auditnya meliputi sa saran auditnya, aspek auditeenya, dan terkait pula dengan cara, langkah, stra tegi dalam melakukan tugas audit, (5) efi siensi dan efektivitas audit pada ujung nya tercapainya kualitas audit, (6)untuk tercapainya kualitas audit diperlukan tenaga auditor yang handal, mandiri, profesional dan untuk itu peningkatan kualitas auditor melalui diklat substansi, pengkajian/sosialisasi peraturan audit, disusunnya sasaran dan strategi audit yang disepakati, dilaksanakannya pe ngendalian mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Tidak kalah penting adalah dalam penyelesaian tin dak lanjut hasil auditnya, serta perlu dipikirkan pemberian reward and punis mentnya. Insya Allah, (7)audit bidang tusi merupakan bagian tidak terpisahkan dengan bidang audit yang lainnya, karena itu harus disinergikan. Apa yang dikemukakan di atas han ya sebagai pemikiran garis besar, sebagai fakkor pemicu, dan karenanya perlu di lanjutkan dengan langkah-langkah kong krit s.d. ke tingkat pedoman dan tata cara. Semoga ada manfaatnya.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
47
Pengawasan Risiko Audit dan Peran Auditor Oleh: Maman Taufiqurrahman
Suatu instansi dalam menjalankan aktivitasnya adalah dalam rangka men capai tujuan yang telah ditetapkan. Da lam pencapaian tujuan tersebut suatu organisasi akan mendapatkan ham batan/risiko. Risiko ini sangat erat kai tannya dengan adanya tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, risiko mempunyai arti akibat yg kurang me nyenangkan (merugikan, membahaya kan) dari suatu perbuatan atau tinda kan. Dalam kaitannya dengan instan si, risiko dapat diartikan sebagai suatu kejadian/kondisi yang berkaitan de ngan hambatan dalam pencapaian tu juan. Apabila tidak ada tujuan yang di tetapkan maka tidak ada tindakan untuk pencapaian tujuan tersebut dan karena tidak ada tindakan, maka tidak ada risiko yang dihadapi organisasi. Dengan tidak adanya tindakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan, sudah dipastikan orga nisasi tidak memiliki eksistensi, karena itu risiko menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi yang aktif. Risiko dapat dikelola dengan baik melalui pengendalian interen. Oleh ka rena itu, setiap penugasan auditor harus mempertimbangkan seluruh risiko yang dihadapi oleh organisasi dalam men capai tujuannya. Apabila tujuan auditor intern adalah untuk membantu penca 48
paian tujuan yang telah ditetapkan or ganisasi/instansi, maka auditor intern harus mampu mengenali risiko yang dihadapi organisasi tersebut. Dengan melihat dan mengenali besar kecilnya permasalahan/risiko yang timbul dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, auditor intern dapat mem berikan masukan kepada auditi untuk dapat meminimalisasi dampak risiko. Perkembangan profesi internal auditing, dewasa ini melaju sangat cepat seiring dengan perkembangan jaman pa da era globalisasi. Keberadaan internal auditor ini telah diakui keberadaannya sebagai bagian dari organisasi perusaha an dan juga dalam birokrasi pemerintahan yang dapat membantu manajemen da lam meningkatkan kinerja terutama dari aspek pengendalian. Pada akhirnya, juga membawa perubahan paradigma terhadap profesi auditor internal dari paradigma lama yang masih berorientasi mencari kesalahan (watchdog) menuju paradigma baru yang mengedepankan peran sebagai konsultan dan katalis. Se lain itu juga telah terjadi pendekatan baru dalam internal audit yaitu risk based audit approach. Dalam hal ini, definisi/pengertian internal auditing juga mengalami per ubahan dari waktu ke waktu, seperti
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan Pengertian Internal Audit Menurut lolaan risiko meliputi identifikasi, analisis, Institute of internal Auditor, yakni: In assesment, penanganan, monitoring dan ternal audit adalah suatu aktivitas in komunikasi risiko. dependen, yang memberikan jamin an keyakinan serta konsultasi yang Peran Internal Auditor Adanya perubahan pandangan dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan ke terhadap auditor intern yang semula giatan operasi organisasi. Internal audi sebagai watchdog sejak tahun 1940-an, ting membantu organisasi dalam usaha berubah menjadi peran konsultan se mencapai tujuannya dengan cara mem kitar tahun 1970-an, dan sejak tahun berikan suatu pendekatan disiplin yang 1990 peran auditor intern berperan se sistematis untuk mengevaluasi dan me bagai katalis. Adapun perbedaannya ningkatkan keefektivan manajemen risiko adalah sebagai berikut: Pertama, peran pengendalian dan proses pengaturan watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, pengujian tran dan pengelolaan organisasi). Berdasarkan definisi tersebut saksi yang bertujuan untuk memastikan dapat dipahami bahwa internal auditing ketaatan/kepatuhan terhadap ketentuan, adalah suatu aktivitas independen dalam peraturan atau kebijakan yang telah menetapkan tujuan dan merancang ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah aktivitas konsultasi (consulting activity) audit kepatuhan (compliance audit) dan yang bernilai tambah (value added) apabila terdapat penyimpangan da dan meningkatkan operasi organisasi. pat dilakukan koreksi terhadap sistem Dengan demikian internal auditing pengendalian manajemen. Kedua, pe membantu organisasi dalam mencapai ran auditor intern sebagai konsultan di tujuan dengan cara pendekatan yang harapkan dapat memberikan manfaat be terarah dan sistematis untuk menilai dan rupa nasehat (advice) dalam pengelolaan mengevaluasi keefektifan manajemen sumber daya (resources) organisasi se risiko (risk management) melalui pe hingga dapat membantu tugas para pim ngendalian (control) dan proses tata ke pinan ditingkat operasional. Audit yang dilakukan adalah operational audit/ lola yang baik (governance processes). Pengertian risk management se performance audit, yaitu meyakinkan cara umum merupakan pengelolaan ri bahwa organisasi telah memanfaatkan siko-risiko yang terkait dengan aktivitas, sumber daya organisasi secara ekonomis, fungsi dan proses, sehingga suatu orga efisien dan efektif (3E) sehingga dapat nisasi dapat meminimalkan kerugian dan dinilai apakah manajemen telah men memaksimalkan kesempatan. Penge jalankan aktivitas organisasi yang meng Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
49
Pengawasan arah pada tujuannya. Rekomendasi yang dibuat oleh auditor biasanya bersifat jangka menengah, dan Ketiga, peran auditor intern sebagai katalis berkaitan dengan quality assurance, sehingga auditor intern diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi. Quality assurance bertujuan untuk meyakinkan bahwa aktivitas organisasi yang dijalankan telah menghasilkan keluaran yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dalam peran katalis, auditor intern bertindak sebagai fasilitator dan agen perubahan (agent of change). Impact dari peran katalis bersifat jangka panjang, karena fokus katalis adalah nilai jangka panjang (longterm values) dari organisasi, terutama berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan masyarakat (stake holder) . Perbedaan antara paradigma lama (pendekatan tradisional) dengan paradigma baru (pendekatan baru) dapat digambarkan sebagai berikut : URAIAN
PARADIGMA LAMA
PARADIGMA BARU
Peran
Watchdog
Konsultan & Katalis
Pendekatan
Detektif (mendeteksi masalah) Preventif (mencegah masalah) Subyek-obyek Subyek-subyek
Sikap
Seperti Polisi, kaku dan pasif
Sebagai mitra, aktif, fleksibel dan konstruktif
Ketaatan / kepatuhan
Semua policy / kebijakan
Hanya policy yang relevan
Fokus
Kelemahan / penyimpangan
Penyelesaian yang konstruktif
Komunikasi dengan manajemen
Terbatas
Reguler
Sifat Audit/Rekomendasi Post audit korektif
Post audit dan Pre audit Korektif, preventif dan prediktif
Jenjang karir
Berkembang luas (dapat berkarir di bagian/fungsi lain)
Sempit (hanya auditor)
Peran konsultan bagi auditor internal merupakan peran yang relatif baru, se hingga para auditor internal harus selalu meningkatkan pengetahuan tentang pro fesinya untuk dapat membantu manajemen dalam memecahkan suatu masalah, merekomendasikan pemecahan suatu masalah (problem solver). Pada saat ini ruang lingkup audit semakin luas, bukan hanya sekedar audit keuangan (financial audit) dan audit ketaatan (compliance audit), tetapi lebih di fokuskan pada semua aspek yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi dan
50
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan pengendalian manajemen serta memperhatikan aspek risiko manajemen. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Siatem Pengendali an Intern Pemerintah secara eksplisit disebutkan adanya 2 (dua) macam je nis audit, yakni audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu. Dalam audit dengan tujuan tertentu inilah, ber bagai jenis audit di luar audit kinerja mendapatkan salurannya, seperti audit keuangan, Sumber Daya Manusia, Ba rang Milik Negara, investigasi dan ber bagai jenis audit lainnya. Perubahan orientasi audit dari teknik-teknik pengendalian intern ke arah pengendalian manajemen yang didasarkan atas manajemen risiko (risk management) ini akan terus berjalan seiring dengan kebutuhan organiasi yang semakin kompleks di masa mendatang. Oleh karena itu, saat ini berkembang pendekatan teknik audit dalam internal auditing yang berbasiskan risiko (risk based internal auditing) Pendekatan dalam Audit Berpeduli Risiko Secara terminologi audit berpe duli risiko memiliki arti yang sama de ngan audit berbasis risiko (ABR). Pen dekatan audit berpeduli risiko bukan berarti menggantikan pendekatan audit konvensional yang dijalankan oleh lem baga audit intern yang sudah berjalan selama ini. Pendekatan ini merupakan
metode audit yang dapat dijalankan oleh auditor intern dalam pelaksanaan penugasan auditnya melalui pendekatan dan pemahaman atas risiko yang harus diantisipasi, dihadapi, atau dialihkan oleh manajemen guna mencapai tujuan. Perbedaan pendekatan audit ber peduli risiko dengan pendekatan audit konvensional adalah pada metodologi yang digunakan, yakni auditor mengu rangi perhatian pada pengujian tran saksi individual dan lebih berfokus pada pengujian atas sistem dan proses bagai mana manajemen mengatasi hambatan pencapaian tujuan, serta berusaha un tuk membantu manajemen mengatasi (mengalihkan) hambatan dikarenakan faktor risiko dalam pengambilan kepu tusan. Dalam penentuan dan ruang ling kup audit serta alokasi sumber daya in ternal auditor harus didasarkan pada prioritas tingkat risiko yang dihadapi organisasi. Dalam risk assessment terda pat 3 (tiga) konsep penting yaitu tujuan, risiko dan kontrol. Tujuan merupakan outcome yang diharapkan dapat dihasil kan oleh suatu proses. Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian/tindakan akan menggagalkan atau berpengaruh negatif terhadap kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan, sedangkan kon trol merupakan elemen-elemen orga nisasi yang mendukung manajemen dan karyawan dalam mencapai tujuan orga nisasi.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
51
Pengawasan Agar risk based audit dapat berhasil dengan baik diperlukan kerja sama antara internal auditor dengan manajemen dalam melakukan control self assessment. Control self assessment merupakan proses yang menempatkan manajemen melakukan self assessment terhadap pengendalian atas aktivitas pada unit operasional masing-masing dengan bimbingan internal auditor. Pendekatan risk based audit me merlukan keterlibatan internal auditor dalam risk assessment. Risk assessment menyoroti peran internal auditor dalam identifikasi dan analisis risiko-risiko bis nis yang dihadapi perusahaan. Oleh ka rena itu diperlukan sikap proaktif dari internal auditor dalam mengenali risikorisiko yang dihadapi manajemen dalam mencapai tujuan organisasinya. Adapun manfaat dari control self assessment oleh manajemen adalah ada nya kesadaran bahwa tanggungjawab untuk menilai risiko dan pengendalian aktivitas suatu organisasi berada di ta ngan manajemen sendiri sehingga dapat meningkatkan ownership of control. Aspek-aspek yang perlu dipahami auditor dalam melakukan pendekatan ABR adalah sebagai berikut: Pertama, dalam menerapkan ABR, auditor perlu mengidentifikasi wilayah/area yang me miliki risiko yang menghambat penca paian tujuan manajemen. Kedua, auditor dapat mengalokasikan sumber daya au ditnya berdasarkan hasil identifikasi atas 52
kemungkinan dan dampak terjadinya risiko. Wilayah berisiko rendah menjadi prioritas akhir alokasi sumber daya au dit. Oleh karena itu, dalam ABR, au ditor harus melakukan analisis dan pe naksiran risiko yang dihadapi auditi. Dalam melakukan analisis dan penak siran risiko, auditor perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, risi ko kegiatan dari auditi, yaitu risiko ter jadinya suatu kejadian yang dapat me mengaruhi pencapaian tujuan dan sa saran manajemen. Risiko yang dimaksud bukan hanya risiko atas salah saji laporan keuangan namun juga risiko tidak ter capainya sasaran/tujuan yang telah dite tapkan, Kedua, cara manajemen mengu rangi atau meminimalisasi risiko, dan Ketiga, wilayah/area yang mengandung risiko dan belum diidentifikasi oleh ma najemen secara memadai atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh ma najemen. Dalam proses audit, ada dua ke mungkinan kesalahan yang akan di temui oleh auditor, yaitu: Pertama, Kemungkinan adanya kesalahan yang material, dan Kedua, kemungkinan au ditor gagal menemukan kesalahan yang material yang sebenarnya ada. Adapun unsur-unsur dalam risiko audit ada tiga hal, yakni: Pertama, risiko Melekat atau Risiko Bawaan, merupakan risiko yang disebabkan oleh kerentanan suatu saldo akun atau kelompok transaksi
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan terhadap salah saji yang material tanpa ada kaitannya dengan kelemahan atau kuatnya Struktur Pengendalian Intern (SPM). Kedua, risiko Pengendalian ( Control Risk), merupakan risiko yang disebabkan lemahnya struktur pengendalian Interen/ pengendalian manajemen (SPIP). Kele mahan ini mengakibatkan terjadiya sa lah saji material tidak dapat dicegah atau tidak dapat dideteksi secara dini/tepat waktu. Bila risiko pengendalian lemah maka auditor harus merancang program kerja audit pengujian substantif dengan memperluas prosedur dan tehnik au ditnya atau memperbanyak sample bukti yang diuji agar risiko auditnya kecil, dan Ketiga, risiko Deteksi, merupakan risiko bahwa auditor gagal mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam asersi manajamen auditan. Risiko ini dapat ter jadi karena menggunakan tehnik sam pling maupun non sampling dan risiko ini merupakan salah satu risiko yang dapat dikontrol oleh auditor. Dengan demikian dalam peren canaan pemeriksaan, auditor harus mempertimbangkan risiko audit terse but. Risiko audit adalah risiko yang tim bul karena auditor, tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagai mana mestinya, atas suatu laporan ke uangan yang mengandung salah saji material. Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari
konsep keyakinan yang memadai. Se makin tinggi kepastian yang ingin diper oleh auditor dalam menyatakan pen dapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika 99% ke pastian diinginkan, maka risiko audit ada lah 1%, sementara Jika kepastian sebesar 95 % dianggap memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya pertimbangan profesional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai satu kebijakan. Kesimpulan Dari paparan di atas dapat diberi kan beberapa simpulan sebagai berikut: Pertama, Instansi yang eksis selalu me lakukan upaya pencapaian tujuan dengan mempertimbangkan risiko yang muncul guna tercapainya tujuan secara optimal, Kedua, dalam proses manajemen instansi tersebut, peran internal auditor sangat penting. Dalam hal ini, perlu ditingkatkan perannya menjadi konsultan dan katalis bagi manajemen, sehingga internal au ditor dapat menjadi mitra kerja bagi manajemen, dan Ketiga, pendekatan dalam melakukan audit perlu dilakukan perubahan dari pendekatan tradisional menuju risk based audit approach, se hingga pencapaian tujuan instansi men jadi lebih optimal. (diolah Dari beberapa sumber
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
53
Pengawasan Hak-Hak Purna Tugas Pegawai Negeri Sipil Oleh: Achmad Ghufron Hak-hak purna tugas tidak han Sudah menjadi hukum alam, takdir Allah, bahwa dalam kehidupan terjadi ya diberikan terhadap PNS yang diber peristiwa yang saling berlawanan, ada hentikan dengan hormat saja, tetapi bagi siang ada malam, ada lapar ada kenyang, PNS yang diberhentikan tidak dengan hor ada susah ada senang, ada awal ada akhir matpun masih diberikan sebagian dari dan sebagainya, yang kejadiannya tidak hak-hak kepegawaian tanpa hak pensiun bisa ditawar lagi. Begitu juga kondisi ke dan hak-hak kepegawaian lainnya yang hanya dibe hidupan, proses PNS, ada peng Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang purna tu- rikan kepada angkatan yang gas (berhenti) akan mendapatkan hak-hak kepe- PNS yang di diakhiri dengan gawaian apabila memenuhi syarat-syarat yang b e r h e n t i ka n berhenti, dika ditentukan, baik yang berhenti dengan hormat dengan hor renakan: men maupun tidak dengan hormat, baik yang ber- mat. Hak kepe capai batas usia henti atas permintaan sendiri (APS) maupun ka gawaian pur pensiun (BUP), rena mencapai batas usia pensiun (BUP), baik na tugas yang m e n g a j u k a n yang berhenti dengan normal maupun karena paling didam p e r m o h o n a n pelanggaran. Hak-hak kepegawaian purna tugas bakan adalah berhenti, diber yang paling didambakan adalah gaji pensiun, di hak pensiun, hentikan karena samping hak-hak lainnya seperti: Taspen, tun yang berarti ketentuan yang jangan cacat, uang duka (apabila meninggal du selama hidup nia), pengembalian uang pensiun. akan dijamin mengatur peri berupa gaji laku PNS dilang garnya. Bagi PNS berhenti bukan berarti pensiun, besar kecilnya gaji pensiun ter ikatan dengan pemerintah berakhir, te gantung dari pangkat/golongan, ruang tapi berhenti adalah kewajiban yang dan masa kerja, yang pada intinya setiap harus dilaksanakan sebagai PNS telah tahun besarnya 2,5% dari dasar pensiun berakhir (kecuali kewajiban menjadi dengan catatan minimal 40% dan mak peserta Askes, yang berarti membayar simal 75% dari dasar pensiun (UU No. 11 iuran setiap bulan), sedangkan hak gaji tahun 1969 pasal 11 ayat 1). Disamping hak pensiun, terhadap pensiun masih tetap dibayar selama hidup (berarti masih ada ikatan dengan purna tugas juga diberikan hak-hak ke pegawaian lainnya, antara lain: hak ta pemerintah yang menyangkut hak). 54
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan bungan asuransi pegawai negeri (Tas pen), hak pemeliharaan kesehatan, hak tunjangan cacat, hak pengembalian uang pensiun bagi yang berhenti tanpa hak pensiun, hak keluarganya menerima uang duka meninggal dunia (wafat atau tewas). Semua hak-hak kepegawaian tersebut diberikan apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Pemberhentian PNS Status menjadi Pegawai Negeri akan berakhir apabila diberhentikan se bagai PNS, baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat, tergantung dari masalah yang menjadi dasar pember hentikan. Pertama, Pemberhentian de ngan hormat, antara lain disebabkan: a)meninggal dunia atau hilang, b)telah mencapai batas usia pensiun, c)meng ajukan permohonan sendiri, d)melanggar sumpah/janji selain sumpah/janji yang menyangkut kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, serta jabatan, e)melakukan tindak pidana yang ancamannya kurang dari 4 tahun, f)meninggalkan tugas kurang dari 6 (enam) bulan terus-menerus, g)menjadi anggota Parpol dengan mengajukan per mohonan, h)menderita sakit sampai le bih dari 1 tahun 6 bulan belum sembuh, i)CPNS tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS penuh, dsbnya. Kedua, Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,
antara lain disebabkan: a)meninggalkan tugas 5 bulan terus menerus, atau 250 hari tidak terus menerus, b)melakukan tindak pidana penipuan atau pemalsuan atau korupsi yang berkaitan dengan tu gas pokok, c)menggunakan ijazah palsu atau aspal (asli tapi palsu) untuk kenaikan pangkat sesudah berlakunya PP No. 3 ta hun 1980, atau untuk melamar CPNS se belum berlakunya PP No. 6 tahun 1976, d)menyalahgunakan wewenang atau memalsukan tanda tangan yang berkait an dengan kerugian negara, e)melebihi batas waktu tugas belajar 6 bulan lebih s/d 1 tahun tidak melaksanakan tugas, dsbnya. Ketiga, Pemberhentian tidak de ngan hormat, Pegawai Negeri Sipil di berhentikan tidak dengan hormat, di sebabkan antara lain: a)melanggar ke setiaan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah, dan melanggar jabatan, b)meninggalkan tugas selama 6 bulan berturut-turut atau lebih, c)PNS wanita yang menjadi isteri kedua, ketiga, atau keempat, d)melakukan tindak pi dana yang diancam hukuman 4 tahun atau lebih, e)menjadi anggota Parpol tanpa mengajukan permintaan berhenti sebagai PNS, f)melakukan perbuatan amoral, g)melakukan tindak pidana sub versif, h)menggunakan ijazah palsu atau aspal untuk melamar menjadi CPNS se sudah berlakunya PP No. 6 tahun 1976, i)PNS yang tugas belajar melebihi batas waktu sampai 1 tahun lebih tidak melak
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
55
Pengawasan sanakan tugas, dsbnya. Keempat, Pemberhentian dengan hak pensiun, PNS yang diberhentikan dengan hormat berhak pensiun, apabila: a)berusia 56 tahun masa kerja minimal 10 tahun, b)berusia 50 tahun masa ker ja minimal 20 tahun, c)berusia 50 tahun masa kerja minimal 10 tahun, tetapi me lalui proses uang tunggu, d)mempunyai masa kerja minimal 4 tahun karena setelah selesai cuti sakit (maksimal 1 tahun 6 bulan) belum sembuh, dan e) meninggal dunia atau tidak bisa bekerja lagi akibat dinas. Besarnya pensiun pegawai negeri adalah 2,5% dari dasar pensiun untuk ti ap-tiap tahun, sebanyak-banyak 75% dari dasar pensiun dan sekurang-kurangnya 40% dari dasar pensiun. Hak-Hak PNS yang Berhenti (Purna Tugas) Terhadap pegawai negeri yang di berhentikan baik dengan hormat maupun tidak dengan hormat diberikan hak-hak kepegawaian, yaitu: Pertama, menerima hak pensiun, apabila: a)telah mencapai batas usia pensiun dan masa kerja, b) diberhentikan dengan hormat, c)setelah cuti sakit 1 tahun 6 bulan belum sembuh dan masa kerja 4 tahun atau lebih dan d) meninggal dunia atau cacat akibat dinas. Kedua, menerima Taspen, terhadap PNS yang berhenti berhak menerima uang tabungan pensiun/tabungan dan asuran si pegawai negeri (Taspen) 56
Ketiga, menerima uang duka wa fat (meninggal bukan akibat dinas) atau uang duka tewas (meninggal dunia akibat dinas). Pegawai Negeri Sipil yang wafat/ meninggal dunia bukan akibat dinas maka keluarganya/ahli warisnya berhak menerima uang duka wafat sebesar 3 (tiga) kali penghasilan bersih sebulan. Uang duka wafat diberikan oleh Instansi tempat almarhum/almarhumah bekerja. Sedangkan bagi pegawai negeri yang te was/meninggal dunia akibat dinas maka keluarganya/ahli waris berhak menerima uang duka tewas sebesar 6 (enam) kali penghasilan bersih sebulan. Keempat, menerima tunjangan cacat, terhadap PNS yang mengalami kecelakaan akibat dinas yang berakibat cacat, berhak menerima tunjangan ca cat disamping gaji pensiun. Untuk men dapatkan tunjangan cacat perlu Surat Keputusan (SK) dari Menteri Agama se telah mendapat persetujuan Kepala BKN. Tunjangan cacat tertinggi 70% dari peng hasilan sebulan, dan paling rendah 30% dari penghasilan sebulan. Kelima, memperoleh pemeliharaan kesehatan dan/atau penggantian biaya dari pemerintah. Bagi penerima pen siun wajib menjadi peserta dari penye lenggara pemeliharaan kesehatan, setiap bulan wajib membayar iuran dan berhak atas pemeliharaan kesehatan beserta anggota keluarga. Keenam, pengembalian tabungan Bapertarum. Selama menjadi PNS apa
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Pengawasan Ketiga, pegawai Negeri Sipil diber bila belum pernah mengambil uang ta bungan Bapertarum, maka setelah ber hentikan, karena: mencapai batas usia henti bisa mengajukan permohonan pensiun, mengajukan permohonan sen diri/atas permohonan sendiri, melakukan uang tabungan Bapertarum. Ketujuh, pengembalian uang pen pelanggaran peraturan perundang-un siun, terhadap PNS yang berhenti tanpa dangan yang berlaku. hak pensiun (berhenti dengan hormat atau tidak dengan hormat) berhak atas Daftar Pustaka pengembalian uang pensiun. Pengajuan • UU No. 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pega permintaan pengembalian uang pensiun wai. disampaikan kepada PT. Taspen (Persero), • UU No. 43 tahun 1999 sebagai penyem purnaan UU No. 8 tahun 1974 tentang jika PNS telah meninggal dunia maka Pokok-Pokok Kepegawaian permintaan pengembalian diajukan oleh • PP No. 32 tahun 1979 tentang Pember hentian Pegawai Negeri Sipil keluarga/ahli waris. •
Kesimpulan Pertama, terhadap PNS yang ber akhir masa tugas (berhenti), memperoleh hak-hak kepegawaian, baik berhenti de ngan hormat maupun tidak dengan hor mat. Hak kepegawaian terhadap purna tugas yang paling didambakan adalah menerima gaji pensiun selama hidup, dengan syarat diberhentikan dengan hormat, memenuhi syarat usia dan ma sa kerja. Kedua, hak-hak kepegawaian lain nya bagi purna tugas, adalah: uang Taspen, tunjangan cacat disamping gaji pensiun, keluarganya menerima uang duka wafat/ tewas, beserta keluarganya menerima perawatan/pemeliharaan kesehatan dari pemerintah, pengembalian tabungan Bapertarum, dan bagi yang tidak berhak pensiun menerima pengembalian uang pensiun.
• •
•
• • • •
•
PP No. 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil PP No. 12 tahun 1981 tentang Perawatan, Tunjangan Cacat, dan Uang Duka Pegawai Negeri Sipil PP No. 22 tahun 1984 tentang Pemeli haraan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun Beserta Anggota Keluarganya PP No. 45 tahun 1990 sebagai penyem purnaan PP No. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil PP No. 37 tahun 2004 tentang Larangan PNS menjadi Anggota atau Pengurus Par pol KMA No. 203 tahun 2002 tentang Stan dardisasi Hukuman Disiplin di Lingkungan Kementerian Agama PERMENKU No. 71/PMK 02/2008 tentang Pengembalian Uang Pensiun Bagi PNS yang Berhenti Tanpa Hak Pensiun SE Kep. BKN No. 10/SE/1981 tentang Tindakan Administratif dan Hukuman Disiplin bagi PNS yang Menggunakan Ijazah Palsu atau Aspal SE Kep. BAPERTARUM PNS No. 07/ TAPERUM-PNS/SE/III/I/2010 tentang Layanan Tabungan Perumahan PNS
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
57
Opini Peran Strategis Inspektorat Jenderal sebagai Penjamin dan Pengendali Mutu Kementerian Agama Oleh: O. Sholehuddin Kementerian Agama yang memili pat disimpulkan bahwa, tugas utama ki tugas di bidang pembangunan agama, itjen adalah untuk memberikan jamin mempunyai agenda prioritas pemba an bahwa penyelenggaraann negara itu ngunan 5 (lima) tahun ke depan, meli berjalan dengan baik dan benar. Me puti: 1)peningkatan kualitas kehidupan mang ini tugas berat, karena, sebagai beragama; 2)peningkatan kualitas ke penjamin dan pengendali mutu mensi rukunan umat beragama; 3)pening ratkan makna strategis itjen, yaitu Baik katan kualitas pelayanan pendidikan atau buruknya penyelenggaraan tata agama dan pendidikan keagamaan; 4) kelola pemerintahan di lingkungan Ke peningkatan kualitas penyelenggaraan menterian Agama berada di tangan It ibadah haji; dan 5)peningkatan tata ke jen. lola kepemerintahan yang bersih dan Hasil pengawasan di lingkungan berwibawa. Kementerian Agama mengidentifikasikan Sebagai lembaga pengawasan bahwa bentuk penyimpangan, pelanggar fungsional, Inspektorat Jenderal (Itjen) an, dan inefisiensi pada hampir semua Kementerian Agama memiliki tugas dan sektor terjadi secara berulang tanpa tanggungjawab untuk mengawal Ke banyak perbaikan yang signifikan. Untuk menterian Agama mewujudkan kelima itu diperlukan upaya peningkatan sis agenda pembangunan di atas. Dalam tem pengawasan melalui penyusunan rangka mewujudkan arah kinerja peng strategi dan penajaman sasaran bidang awasan 5 tahun ke depan agar mampu pengawasan serta pembinaan kompe mengemban tugas dan fungsinya secara tensi auditor di lingkungan Kementerian optimal, maka perlu dirumuskan Rencana Agama. Strategis Tahun 2010-2014. Renstra Itjen Undang-undang Nomor 15 Tahun disusun dengan mengacu pada Renstra 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Kementerian Agama dan RPJMN sesuai dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dengan tugas dan fungsinya. menjelaskan bahwa ada beberapa jenis pemeriksaan, meliputi; pemeriksaaan Peran dan Fungsi Inspektorat Jenderal kinerja, reviu keuangan, pemeriksaan Kementerian Agama dengan tujuan tertentu. Berdasarkan Dalam PMA No.3 Tahun 2006 da Undang-Undang tersebut, pemerintah
58
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Opini menerbitkan Peraturan Pemerintah No ganisasi/kerja yang menginginkan agar mor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pe Program PPA tersebut disosialisasikan ngendalian Intern Pemerintah (SPIP). di wilayah kerjanya. PPA adalah bentuk Dalam peraturan itu dikemukakan bah pengawasan dini (preventif) melalui wa Inspektorat Jenderal sebagai lemba pemberdayaan nilai-nilai agama guna ga audit internal kementerian menye mendorong terwujudnya self control dan lenggarakan beberapa jenis pengawasan, jati diri aparatur negara agar selalu me yaitu: audit, reviu, evaluasi, pemantauan rasa diawasi Tuhan, tidak memiliki niat berbuat menyimpang dan berkinerja se dan kegiatan pengawasan lainnya. Itjen Kementerian Agama melak cara maksimal. Tuntutan peranan yang diharapkan sanakan jenis audit meliputi: Audit Ki nerja, dan audit dengan tujuan tertentu. dapat dilakukan oleh Itjen Kementerian Selama ini Itjen Kementerian Agama Agama melalui fungsi pengawasan ada telah menjalankan peran sebagai watch lah mampu mengendalikan dan meng dog, yaitu melaksanakan audit yang arahkan pelaksanaan tugas dan fungsi hasilnya berupa daftar temuan yang Kementerian Agama agar sesuai dengan harus ditindak lanjuti. Namun sejalan peraturan perundang-undangan yang dengan perubahan paradigma internal berlaku serta memastikan bahwa Ke auditor dan dinamika organisasi, perlu menterian Agama mampu menghasilkan dilakukan revitalisasi peran Itjen Kemen kinerja yang unggul dan berdaya saing. terian Agama. Oleh karena itu, peran Untuk mewujudkan peran tersebut It Itjen Kementerian Agama bukan hanya jen perlu memahami isu strategis yang sebagai watchdog melainkan juga se sedang terjadi terutama arah kebijakan bagai konsultan dan katalis dalam rangka pembangunan nasional. Setelah dilantik mewujudkan good governance dan clean menjadi Presiden RI Periode 2009-2014, government di lingkungan Kementerian Bapak Susilo Bambang Yudhoyono me nyampaikan pidato kenegaraan yang Agama. Salah satu langkah yang disusun isinya antara lain bahwa fokus prioritas untuk mendukung terwujudnya good pembangunan aparatur lima tahun ke governance dan clean government di depan adalah melanjutkan agenda per lingkungan Kementerian Agama tersebut, wujudan good governance, reformasi bi Itjen Kementerian Agama meluncurkan rokrasi, dan pemberantasan KKN. Berdasarkan fokus prioritas di atas, Program Pengawasan dengan Pendekat an Agama (PPA) yang mendapat sam ada beberapa isu strategis pengawasan butan antusias dari beberapa satuan or terhadap kinerja Kementerian Agama,
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
59
Opini diantaranya adalah: pertama, reformasi birokrasi. reformasi birokrasi merupakan upaya mengubah praktik-praktik biro krasi yang tidak efektif menuju ke arah praktik-praktik administrasi pemerin tah yang efektif. Visi reformasi biro krasi adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good gover nance), dengan membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan menertibkan birokrasi pemerintahan agar mampu dan komunikatif dalam men jalankan peran dan fungsinya. Reformasi birokrasi Kementerian Agama mengacu pada visi yang telah ditetapkan, yakni: “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir dan batin”, dengan misi sebagai berikut: 1)meningkatkan kualitas kehidupan beragama; 2)me ningkatkan kualitas kerukunan umat beragama; 3) meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan agama dan pen didikan keagamaan; 4) meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; 5) peningkatan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa. Reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama juga mengacu kepada Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Aparatur Negara, sebagai berikut: penataan kelembagaan aparatur Kementerian Aga ma; Penyederhanaan ketatalaksanaan harus mendorong kepada pelayanan terpadu, sistem, mekanisme, dan pro
60
sedur; Kepegawaian berbasis kinerja harus dibangun, meliputi perencanaan kepegawaian yang menyangkut formasi, analisis jabatan, organisasi dan beban kerja, nomenklatur jabatan fungsional, rekruitmen, seleksi, standar kompetensi, kompetitif, transparan, anti KKN, dan penempatan pegawai; menerapkan Sis tem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pe merintah, yang berisi tentang pelaporan, pemahaman, rencana strategis, rencana kinerja tahunan, penetapan indikator ki nerja, pengukuran, analisis, dan evaluasi kerja pelaporan kinerja, peningkatan komitmen pimpinan, dalam menerapkan SAKIP, penentuan indikator kinerja yang disepakati, dan penentuan target kinerja; pelayanan publik; kelembagaan pelayanan satu atap yang menyangkut landasan hukum, kewenangan dan me kanisme; pengembangan sistem peng awasan nasional, mekanisme kormonev (koordinasi, monitoring dan evaluasi) secara berjenjang dan pembentukan organisasi kormonev di masing-masing daerah dan koordinasi pengawasan yang komprehensip; pengembangan budaya kerja aparatur negara, perubahan mind set dan culture set Aparatur Negara, serta pemantapan karakter dan jati di ri aparat pemerintah menjadi aparat yang jujur, disiplin, transparan, akun tabel, profesional, netral, sejahtera, ber kinerja produktif dan berakhlak mulia; peningkatan koordinasi, integrasi, dan
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Opini sinkronisasi penyelenggaraan pemerin tah dan pembangunan sesuai dengan tugas, fungsi, peran, wewenang dan tanggung jawab masing-masing dengan mengubah perilaku penguasa ke pelayan masyarakat. Kedua, pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dalam rangka pemberantasan korupsi telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Ko rupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Namun sampai dengan tahun 2004 upaya pem berantasan KKN dirasa belum efektif. Menindaklanjuti kondisi tersebut, Pre siden RI mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Inpres ini me rupakan upaya pemerintah untuk mem percepat pemberantasan korupsi. Beberapa langkah yang telah dilak sanakan oleh Kementerian Agama dalam rangka mendukung upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi, an tara lain dengan melaksanakan Pakta Integritas dan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi dengan Pende katan Agama. Visi dan Misi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Visi Inspektorat Jenderal Kemen terian Agama) tahun 2010-2014 adalah: ”Menjadi Pengendali dan Penjamin Mutu
Kinerja Kementerian Agama”. Menjadi pengendali mutu kinerja memiliki arti bahwa Itjen Kementerian Agama di harapkan mampu mengendalikan pe laksanaan tugas dan fungsi seluruh sa tuan organisasi/kerja di lingkungan Ke menterian Agama agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ruang lingkup pengendalian dimulai dari tahap perencanaan, pelak sanaan, monitoring dan evaluasi, hingga pelaporan. Menjadi penjamin mutu kinerja memiliki pengertian bahwa Itjen Ke menterian Agama diharapkan mampu melakukan pengawasan dalam rangka memastikan bahwa seluruh satuan or ganisasi/kerja di lingkungan Kemente rian Agama dapat mewujudkan kinerja yang tinggi sesuai tugas dan fungsinya (quality assurance). Pencapaian kinerja yang tinggi tersebut adalah salah satu wujud dari akuntabilitas publik. Berdasarkan penjelasan visi di atas, Itjen Kementerian Agama diharap kan mampu mengendalikan dan meng arahkan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Agama melalui pengawasan fungsional agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bah wa Kementerian Agama mampu meng hasilkan kinerja yang tinggi dan pela yanan prima di bidang keagamaan. Sejalan dengan visi di atas, Itjen juga
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
61
Opini telah menetapkan misi untuk mendukung pelaksanaan dalam rangka mewujudkan visi tersebut. Itjen Kementerian Agama mengemban misi untuk: melakukan pengawasan fungsional secara profesi onal dan independen; melakukan pe nguatan sistem pengawasan yang efektif dan terintegrasi; meningkatkan kompetensi dan integritas moral apara tur pengawasan; meningkatkan peran konsultan dan katalisator aparat peng awasan; mendorong akselerasi penye lesaian tindak lanjut hasil pengawasan; menumbuhkembangkan pengawasan preventif melalui pengawasan dengan pendekatan agama (PPA); mewujudkan pelayanan administrasi pengawasan yang cepat, tepat, dan akurat berbasis teknologi informasi; dan meningkatkan koordinasi dan konsolidasi dengan ins tansi terkait dalam rangka peningkatan kualitas pengawasan Tujuan Strategis Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Tujuan strategis merupakan im plementasi pernyataan misi yang akan dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) ta hun. Dengan memformulasikan tujuan, Itjen Kementerian Agama dapat secara tepat mengetahui apa yang harus dilak sanakan selama 5 (lima) tahun ke depan. Perumusan tujuan harus mempertim bangkan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki serta perkembangan di
62
namika global. Perumusan tujuan strategis juga akan mengarahkan Itjen Kementerian Agama dalam upaya mencapai visi dan misi organisasi. Untuk itu, setiap tujuan strategis yang ditetapkan harus memiliki indikator kinerja (performance indicator) yang terukur. Rumusan tujuan yang menjadi sasaran Itjen dapat diuraikan sebagai berikut: pertama, Tujuan dari misi pertama adalah sebagai berikut: meningkatnya kualitas pengawasan; terwujudnya ketaatan aparatur Kemen terian Agama terhadap peraturan per undang-undangan yang berlaku; dan meningkatnya akuntabilitas kinerja satu an organisasi/kerja di lingkungan Ke menterian Agama. Kedua, tujuan dari misi kedua, adalah sebagai berikut: ter laksananya penyempurnaan kebijakan pengawasan internal dan terciptanya sistem dan prosedur pengawasan. Ke tiga, tujuan dari misi ketiga, adalah se bagai berikut: terwujudnya aparatur yang memiliki kompetensi memadai dan terwujudnya aparatur yang memiliki integritas dan moralitas yang tinggi. Ke empat, tujuan dari misi keempat, ada lah sebagai berikut: terwujudnya ke samaan persepsi tentang peraturan pelaksanaan tugas dan fungsi antara aparatur pengawasan dengan satuan organisasi/kerja dan terwujudnya perce patan menuju good governance dan clean government. Kelima, tujuan dari
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Opini misi kelima, adalah sebagai berikut: ter wujudnya kesamaan pemahaman lang kah-langkah penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan dan terwujudnya penyelesaian tindak lanjut hasil peng awasan. Keenam, tujuan dari misi keenam adalah sebagai berikut: terwujudnya sis tem pengendalian intern melalui pen dekatan agama dan terbangunnya ke sadaran aparatur tentang arti penting pengawasan diri. Ketujuh, tujuan dari misi ketujuh adalah sebagai berikut: ter wujudnya tatalaksana pelayanan admi nistrasi pengawasan yang tertib dan me ningkatnya kelancaran dan kenyamanan pelaksanaan tugas pengawasan. Dan Kedelapan, tujuan dari misi kedelapan, adalah meningkatnya keselarasan pelak sanaan tugas pengawasan dengan ins tansi terkait. Arah Kebijakan dan Strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Dalam rangka mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran serta bersinergi dengan arah kebijakan dan strategi Ke menterian Agama, maka kebijakan dan strategi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama diarahkan pada: peningkatan kua litas pengawasan fungsional; penguatan sistem pengawasan; peningkatan kom petensi dan integritas moral aparatur pengawasan; peningkatan peran Itjen sebagai watchdog, konsultan, dan kata lisator; percepatan penyelesaian tindak
lanjut hasil pengawasan; peningkatan pengawasan preventif melalui peng awasan dengan pendekatan agama (PPA); peningkatan pelayanan adminis trasi pengawasan; peningkatan koordi nasi dan konsolidasi dengan satker dan instansi terkait dalam rangka pening katan kualitas pengawasan; penyusunan standar kinerja jabatan fungsional dan standar kinerja Itjen; dan peningkatan peran serta masyarakat dalam mendu kung prinsip transparansi dan akuntabi litas. Adapun strategi untuk mereali sasikan kebijakan tersebut dituangkan dalam program Inspektorat Jenderal Ke menterian Agama, yaitu Program Peng awasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Negara. Outcomes program ini adalah terselenggaranya pengawasan yang efektif dalam rangka meningkatkan mutu kinerja Kementerian Agama. Indi kator outcomes-nya sebagai berikut: pertama, meningkatnya ketaatan apa ratur Kementerian Agama terhadap peraturan perundang-undangan, yang diukur melalui penurunan tingkat pe langgaran dan penyimpangan yang ber akibat pada kerugian negara. Kedua, me ningkatnya mutu kinerja aparatur dan Sator/Satker Kementerian Agama, yang ditandai dengan peningkatan 3E (efek tif, ekonomis, dan efisien). Tingkat mu tu kinerja aparatur dan Sator/Satker Kementerian Agama ditargetkan sebesar
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
63
Opini 70% pada tahun 2010 dan diharapkan akan meningkat menjadi sebesar 90% pada tahun 2014. Ketiga, meningkatnya akuntabilitas kinerja Sator/Satker Ke menterian Agama, yang diukur melalui penerapan asas akuntabilitas, meliputi: transparansi, partisipasi, dan akuntabel. Pada tahun 2010 diperkirakan baru dapat menerapkan asas akuntabilitas sebesar 70% dan menjadi 90% pada tahun 2014. Unit organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan progam ini ada lah Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang memiliki 6 kegiatan prioritas, yaitu: 1)kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya; 2)kegiatan pengawasan fungsional pada Inspektur Wilayah I dengan wilayah kerja pada 2 Unit Eselon I Pusat dan 6 Kantor Wilayah Provinsi; 3)kegiatan pengawasan fungsi onal pada Inspektur Wilayah II dengan wilayah kerja pada 2 Unit Eselon I Pu sat dan 6 Kantor Wilayah Provinsi; 4) kegiatan pengawasan fungsional pada Inspektur Wilayah III dengan wilayah kerja pada 2 Unit Eselon I Pusat dan 8 Kantor Wilayah Provinsi; 5) kegiatan pengawasan fungsional pada Inspektur Wilayah IV dengan wilayah kerja pada 2 Unit Eselon I Pusat dan 6 Kantor Wilayah Provinsi; dan 6) kegiatan pengawasan fungsional pada Inspektur Wilayah V de ngan wilayah kerja pada 2 Unit Eselon I Pusat dan 7 Kantor Wilayah Provinsi.
64
Penutup Perubahan Visi dan Misi Inspektorat Jenderal sebagai Penjamin dan Pengen dali Mutu Kementerian Agama men jadikan peran itjen semakin strategis. Salah satu peran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama adalah sebagai kon sultan. Dengan peran ini diharapkan ti dak hanya mampu menyajikan temuan, namun juga memberikan bimbingan atas kendala dan permasalahan yang se ring dihadapi dalam pelaksanaan tugas penyelangaraan dan pelaksaan peng gunaan anggaran selama dalam proses dan setelah proses kegiatan. Perubahan peran ini juga menuntut Itjen untuk ter libat secara langsung dalam mengawasi pelaksanaan penggunaan anggaran me lalui pendampingan mulai dari proses perencanaan, proses dan evaluasi pelak sanaan kegiatan. Memang ini tugas berat, akan te tapi kalau kita resapi makna formulasi singkat Visi dan Misi Itjen sebagai pen jamin dan pengendali mutu mensiratkan makna strategis itjen. Baik atau buruk nya penyelenggaraan kegiatan Kemen terian Agama ada di tangan Itjen. dan, sebagai pegawai Itjen harus siap untuk melaksanakan tugas negara dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Semoga Allah selalu Mem bimbing langkah kita. Amin.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Opini Arah Baru Reformasi Birokrasi Kementerian Agama Oleh: Heri Zaidal Bakri
Reformasi, seperti dikutip dari Wi kipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata reformasi umumnya merujuk ke pada gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan pre siden Soeharto atau era setelah Orde Baru. Kendati demikian, kata reformasi sendiri pertama-tama muncul dari ge rakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16, yang dipimpin oleh Martin Luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll. Reformasi birokrasi dapat diartikan sebagai perubahan secara mendasar, baik mind set, maupun culture set penye lenggara negara ini. Dari mentalitas, yang bersifat mengawasi, mengontrol dan menguasai masyarakat (colonial pa radigm), menjadikan penyelenggara ne gara (birokrasi) yang pro kepada good public services serta tata kelola peme rintahan yang dapat meminimalisir ter jadinya tindakan KKN baik pada tingkat suprastruktur dan infrastruktur penye lenggara negara, dan mendukung pene gakan supremasi hukum. Reformasi Birokrasi di Indonesia Pelaksanaan reformasi birokrasi
2008-2009 berjalan tersendat, hal ini disebabkan karena terjadinya disorien tasi konsepsi, yang lebih cenderung ber orientasi dan mengejar tunjangan kiner ja atau remunerasi. Upaya untuk mem perbaiki kesejahteraan PNS sekaligus memperbaiki kinerja birokrasi tersebut dimulai pertama kali oleh Kementerian Keuangan. Tanpa ada upaya evaluasi yang jelas dan proses monitoring terhadap perbaikan yang dilakukan, tunjangan se langit diberikan pada pegawai di Kemen terian Keuangan. Penyebab tersendatnya pelaksa naan reformasi birokrasi tersebut dise babkan belum adanya grand design dan roadmap yang jelas sebagai acuan se tiap kementerian/ lembaga/pemda da lam melaksanakan reformasi birokrasi. Lambatnya reformasi birokrasi juga ka rena pengorganisasian yang lemah dan mekanisme kerja tim yang kurang ber jalan dengan baik, serta sosialisasi yang kurang intens di berbagai instansi pe merintah. Untuk itu, ruang lingkup pe laksanaan reformasi birokrasi akan di tambah dengan monitoring dan evaluasi. Untuk monitoring, paling sedikit 6 bulan sekali harus dilakukan rapat Tim Pengarah Reformasi Birokrasi. Hal itu dimaksudkan untuk memantau kemajuan reformasi birokrasi baik di kementerian, lembaga
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
65
Opini ataupun pemda. Sedangkan untuk evaluasi perlu di lakukan setahun sekali, tujuannya selain untuk memantau kemajuan reformasi birokrasi, juga untuk melakukan langkahlangkah perbaikan dan pemberian sanksi (punishment) ataupun penghargaan (re ward). Hasil evaluasi individual pada ma sing-masing lembaga negara harus di tindaklanjuti dengan sanksi. Jika ternyata tidak mengalami kemajuan berarti, atau reward jika instansi tersebut mengalami kemajuan. Bentuk sanksinya bisa berupa penurunan tunjangan kinerja, jabatan sampai pemberhentian dari jabatan. Adapun rewardnya bisa berupa kenaikan tunjangan kinerja atau jabatan kepada yang bersprestasi. Pelaksanaan reformasi birokrasi untuk 2010, akan dilaksanakan di ling kungan Bappenas, BPKP dan Kemenko Perekonomian, menyusul Setneg yang sudah melaksanakan di 2009. Untuk saat ini, ada 6 kementerian/lembaga yang dokumen usulan dan persiapan pe laksanaannya sudah dinilai Tim Kerja Re formasi Birokrasi Nasional, yakni Kemen ko Kesra, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, Kemenko Polhukkam, Kementerian Perindustrian, dan BPPT. Pemberian reformasi birokrasi (baca remunerasi) tanpa adanya kejelasan sikap dan peng awasan dari pemerintah hanya akan berdampak pada iri dengki pada lem baga-lembaga pemerintahan yang lain yang tidak memperoleh remunerasi. Na 66
mun, mereka merasa telah melakukan perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan. Oleh karena itu idealnya pemerintah lebih jelas memberikan arahan bagaimana meningkatkan kinerja birokrasi tanah air, perlu adanya aturan baku yang dapat di jadikan sebagai acuan dan pedoman re formasi birokrasi sebagai payung hukum pelaksanaannya. Bila kita tilik sejarah ke belakang, buruknya mentalitas birokrasi kita saat ini, tidak terlepas dari warisan men talitas birokrasi kolonial, yang ber fungsi mengawasi dan mengontrol serta menguasai masyarakat, bukan melaksanakan dan menjalankan peme rintahan dengan baik dalam melayani dan melindungi masyarakat dari kese wenangan. Ini adalah fakta sosial feno mena birokrasi di Indonesia, birokrat di Indonesia memiliki kewenangan besar, sehingga hampir semua lini kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewe nangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai dari pada melayani ma syarakat. Akhirnya, wajar saja jika ke mudian birokrasi lebih dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat. Banyak model birokrasi yang dapat dikemukakan, misalnya birokrasi yang terlalu hirarkis, terlihat ketika ada
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Opini kebiasaan kerja bahwa setiap hal atau pekerjaan harus menunggu petunjuk, perintah dan persetujuan dari atasan. Akibatnya kreatifitas, inisiatif dan sikap kemandirian birokrasi menjadi berkurang. Kualitas pelayanan birokrasi dinilai bu ruk, lama, dan berbelit-belit. Hal itu berbeda sekali dengan birokrasi swasta yang memberikan pelayanan interaktif, kompetitif dan cepat. Jika tidak begitu, swasta khawatir akan ditinggalkan oleh pelanggannya. Pola birokrasi yang cen derung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat. Harus diciptakan sistem Birokrasi yang terbuka, profesional dan akuntabel. Berikut ini ada beberapa pelaya an birokrasi yang dapat dilakukan un tuk meningkatkan kinerja pegawai pe merintah. Berikut ini ada beberapa model pelayanan birokrasi, yaitu: per tama, birokrasi hendaknya bertindak profesional terhadap publik. Berperan menjadi pelayan masyarakat (public servant). Dalam memberikan pelayanan ada transparansi biaya dan tidak terjadi pungutan liar. PNS perlu memberikan informasi dan transparansi sebagai hak masyarakat dan bisa dimintai per tanggungjawabannya (public accountibi lity) lewat dengar pendapat (hearing) dengan legislatif atau kelompok ke pentingan yang datang. Melakukan
pemberdayaan publik dan mendukung terbangunnya proses demokratisasi. Kedua, birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kua litas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian. Ketiga, birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui seleksi fit and pro per test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi dan ne potisme. Keempat, birokrasi yang mem berikan reward merit system (mem berikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif, dis kriminatif dan kurang mendidik, pola reward dan punishment kurang berjalan). Dan, kelima, birokrasi yang bersikap net ralitas politik, tidak diskriminatif, tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk ke pentingan partai politik tertentu. Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan meng utamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem di mana terjadi mekanisme bi rokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif di an tara pemerintah, sektor swasta dan ma syarakat. (Bersambung)
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
67
Randang
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PENYEBUTAN DEPARTEMEN AGAMA MENJADI KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan Peraturan presiden Nomor 47 Ta hun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Perubahan Penyebutan Departemen Agama Menjadi Kementerian Agama;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2OO8 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama; 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2OO9 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama:
68
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Randang MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PERUBAHAN PENYE BUTAN DEPARTEMEN AGAMA MENJADI KEMENTERIAN AGA MA.
Pasal 1 Menetapkan perubahan penyebutan Departemen Agama menjadi Kementerian Agama. Pasal 2 Semua Peraturan, Keputusan dan/atau lnstruksi Menteri Agama atau pejabat lain di lingkungan Kementerian Agama yang sudah ada sebelum peraturan ini berlaku, yang menggunakan penyebutan Departemen Agama harus dibaca Kementerian Agama. Pasal 3 Semua penggunaan atribut seperti logo, lencana, badge, kop surat, stempel, papan nama, dan lain-lain yang menunjuk kepada Kementerian Agama yang menggunakan penyebutan Departemen Agama harus disesuaikan menjadi Kementerian Agama. Pasal 4 Peraturan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
69
Resensi Buku Judul Penulis Penerbit Tebal
: : : :
Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah H. Mundzier Suparta & Nurul Badruttamam Kencana Prenada Media Group 360 Halaman
Hadirnya buku ini merupakan hasil akumulatif dari perenungan perjalanan hidup ma nusia untuk mencari wisdom, kumpulan pengalaman dan pengetahuan pakar dan praktisi yang sudah dicatat oleh sejarah. Penulis mencoba memprovokasi pembaca untuk terinspirasi atas pengembangan diri melalui proses pembelajaran hidup. Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki orang lain dalam mencapai kesuksesan, walaupun diakui penting, tetapi hal lain yang lebih penting lagi adalah merefleksikan apa yang sudah diketahui dan dialami orang lain ke dalam diri kita, guna ditemukan format pemahaman yang mampu menggerakkan motivasi diri. Kata-kata mutiara bisa berarti hanya sekedar kata-kata, sebatas wacana, namun bisa menjadi sesuatu yang menjadi kata sakti dan sakral, tatkala kata-kata tersebut dijadikan pe doman sebagai motivasi dalam mengarungi kehidupan. Seberapa besar dan seberapa jauh kandungan kata-kata mutiara ini bagi perjuangan hidup dan ajakan kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran, tergantung sejauh mana kata-kata ini dimaknai dan dihayati. Boleh jadi bagi orang-orang tertentu kata-kata seperti ini tidak bermanfaat, namun tidak mustahil ungkapan-ungkapan ini memiliki daya tarik dan mampu membangkitkan semangat dalam mengarungi bahtera kehidupan serta menyadarkan diri dalam mengarungi bahtera ke hidupan serta menyadarkan diri dalam menghadapi persoalan dalam kehidupannya. Buku ini adalah kumpulan kearifan dan kebijakan orang suci, ulama, mubaligh, para pakar, dan orang-orang yang telah bergelimang pahit-manis kehidupan yang sudah terkenal dalam sejarah. Diungkap dalam kalimat-kalimat pendek, padat, dan dengan keindahan struktur yang tiada taranya. Sejarah banyak mencatat keampuhan kata-kata bijak yang mengandung hikmah untuk menggerakkan hati, memotivasi diri, mengoreksi kesalahan, bahkan meletupkan sebuah pe rubahan besar. Karena itu, benar adanya apabila ada orang yang mengatakan “sebuah kata bermanfaat, sebuah untaian berpaduan. Buku Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah ini sudah sepantasnya bisa dijadikan pe gangan bagi para pemegang kebijakan, auditor, aktivis dakwah, siswa, santri, guru, dosen, politisi, pengusaha atau pun siapa pun orangnya yang menginginkan suatu perubahan dalam hidupnya. Sebagai upaya memotivasi diri, membangkitkan kembali semangat hidup yang hilang untuk meraih kesuksesan hidup yang hakiki dan salah satu trik jitu untuk melejitkan potensi diri yang terpendam dalam diri kita. [] Akhmad Jauhari
70
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Resensi Buku Judul : Penulis : Penerbit : Tebal :
Manajemen Pengawasan (Refleksi Kesaksian Seorang Auditor) Mufham Al-Amin Kalam IndonesiaGroup 199 Halaman
Buku yang ditulis oleh Mufham Al-Amin, Auditor Ahli Madya Inspektorat Jenderal Ke menterian Agama RI ini sangat layak untuk dijadikan referensi khususnya berkaitan dengan masalah Manajemen Pengawasan. Hal ini tentu sangat ada kaitannya dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), prioritas pembangunan bidang pe nyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar mampu men ciptakan kond isi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatnya kualitas pelayanan masyarakat, dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Kementerian Agama RI. Sasarannya adalah mempercepat terwujudnya aparatur negara yang profesional, produktif, bertanggung jawab, dan bebas KKN, terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur, dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tujuan pengawasan adalah mencegah sedini mung kin terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan wewenang. Korupsi adalah salah satu bentuk kejahatan yang luar biasa merugikan bagi semua pihak. Korupsi pula yang belakangan ini, setidaknya sejak era reformasi, menjadi persoalan terbesar bangsa. Dengan pengawasan dimaksudkan agar roda organisasi pemerintahan dapat berjalan lancar tanpa penyimpangan, sekecil apa pun penyimpangan itu terjadi. Korupsi telah menjalar ke berbagai sektor dan merontokkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seseorang melakukan korupsi di lingkungan kantor (terutama di lingkungan birokrasi) seolaholah tanpa rasa takut. Dalam buku ini, penulis yang notabene merupakan praktisi pengawasan (auditor) dan alumni Pesantren Salafiyah Babussalam Cilacap, mengupas tuntas pikiran dan pengalamannya ihwal seluk-beluk manajemen pengawasan yang salah satu fungsinya adalah mengikis praktik korupsi. Buku ini datang dengan optimisme yang kuat, bahwa dengan makin efektif dan pro fesionalnya pengawasan, praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme, pemborosan anggaran, kesalahan prosedur, dan penyimpangan lain yang menjangkiti birokrasi, instansi pemerintah/ swasta, lembaga swadaya masyarakat, bahkan lembaga pendidikan, bisa berkurang secara signifikan. Buku Manajemen Pengawasan ini sangat penting dijadikan rujukan bagi para birokrat di lingkungan Kementerian Agama, instansi pemerintah/swasta, BUMN/D, auditor, pengambil keputusan, organisasi massa, mahasiswa dan mereka yang peduli dengan persoalan bangsa. [] Nurul Badruttamam
Fokus Pengawasan Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
71
Fokus Foto
Irjen Kemenag didampingi Ses Itjen saat memberikan Arahan pada acara Penyusunan Pedoman Audit dengan Tujuan Tertentu
Sekretaris Itjen Kemenag didampingi oleh Kabag Ortala & Kepegawaian saat memberikan Arahan dalam Rapat Majalah Penerbitan 2010
Para Narasumber dan Moderator dalam Acara Penyusunan Perencanaan Audit Berdasarkan Analisis Resiko
Peserta Penyusunan Buku Pedoman Audit dengan Tujuan Tertentu
Kabag Ortala & Kepegawaian yang juga merupakan Ketua Dewan Redaksi Majalah FP sedang me laporkan evaluasi penerbitan majalah tahun 2009
Peserta Penyusunan Perencanaan Audit Berdasarkan Analisis Resiko