Daftar Isi
Fokus FokusPengawasan Pengawasan
a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2011
2
Dewan Penyunting: Pembina : Mundzier Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat Sukarma Ahmad Zaenuddin Abdul Ghany Abubakar Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Maman Taufiqurohman Ketua : O. Sholehuddin Sekretaris: Budi Setyo Hartoto Anggota : Anshori, Nur Arifin Maman S, Kusoy Nugraha Stiawan Noer Alya Fitra Miftahul Huda Redaksi : Nurul Badruttamam Hakim Jamil, Ali Ghozi Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867, Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021) 7692112 e-mail:
[email protected] Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
DAFTAR ISI Surat Pembaca - [3] Dari Redaksi - [4] Fokus Utama ■■ Sambutan Menteri Agama Suryadharna Ali - [5] ■■ Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Menuju Opini WTP Kementerian Agama - [9] ■■ Target Opini WTP Bukan Sekedar Pencitraan - [19] ■■ Evaluasi Reviu Laporan Keuangan Menuju Opini WTP - [24] ■■ Kunci Meraih Sukses Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) - [29] Pengawasan ■■ Audit Forensik Sebagai Alat Mendeteksi Fraud - [35] ■■ Nomor Registrasi Guru (NGR) - [40] ■■ Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual di Kementerian Agama - [43] ■■ Teknik Menemukan Bukti - [48] ■■ Penyampaian Temuan Audit secara Efektif - [56] Opini ■■ Benarkah? Pelaku Korupsi Kaum Terdidik - [60] ■■ Profesionalisme Auditor dan Kepercayaan Masyarakat - [63] ■■ Penggunaan Analisa Jabatan Menuju Perbaikan Organisasi Kemenag - [67] ■■ Prosedur Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Berdasarkan Perpres 54/2010 - [73] Hikmah ■■ Melanjutkan Amalan Ramadhan - [79] Randang ■■ Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 - [82] Resensi Buku ■■ Uraian Jabatan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama - [83]
Surat Pembaca Mohon Terbitkan Buku Pedoman Akronim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kami pembaca setia Majalah Fokus Itjen Kemenag. Sudah beberapa edisi saya membaca sajian Majalah yang kian berkembang mekar dan menarik ini. Sayangnya, sebagai media intern yang menyajikan informasi dan wawasan seputar dunia pengawasan, Majalah Fokus banyak memberitakan dan menyitir pelbagai akronim, singkatan dan istilah yang dikenal dalam dunia pengawasan. Dengan kerendahan hati, kami mengusulkan agar Majalah Fokus bisa menambah rubrik khusus soal akronim-akronim dan istilah-istilah yang jumlahnya sangat banyak itu. Alternatif lainnya, saya mengusulkan agar Itjen Kemenag RI menerbitkan buku pedoman semacam kamus mini soal pelbagai akronim dan istilah dalam dunia pengawasan di Itjen Kemenag. Usulan tersebut penting agar bisa memudahkan kita semua dalam menghafal dan memahami sekian akronim tersebut. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Agus, Pamulang Ciputat Tangerang Selatan Redaksi: Terima kasih atas beberapa usul Anda. Sebagai bahan masukan, usul Anda akan dipertimbangkan. Mungkin saja, Redaksi mempertimbangkan untuk menambah rubrik semacam glosarium yang memuat pelbagai istilah dan akronim yang dikenal dalam dunia pengawasan di lingkungan Itjen Kemenag RI. Model Cover Majalah Assalamu’alaikum Wr. Wb. Supaya lebih fresh dan ada pembaharuan, saya mengusulkan agar model cover dan font-nya diubah, karena sudah
sekian edisi model cover dan bentuk tulisan “Fokus Pengawasan” terkesan kaku, kurang demonstratif dan kurang bernilai seni. Saya juga mengusulkan agar isi majalah ini diselingi dengan ilustrasi-ilustrasi dalam bentuk gambar semacam karikatur dan foto yang demonstratif supaya ilustrasinya tidak melulu monoton dalam bentuk foto-foto kegiatan. Ilustrasi ini bermanfaat untuk menghidupkan teks dan memudahkan pesan-pesan yang disampaikan teks tersebut. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Fathan Mun’im Pontianak, Kalimantan Barat Redaksi: Masukan Anda sangat kami hargai. Usulan tersebut merupakan bentuk atensi bagi Redaksi untuk terus memperbaiki tampilan Majalah Fokus Pengawasan agar memuaskan para pembaca. Terkait usulan ilustrasi gambar dalam bentuk visualisasi karikatur masih agak sulit direalisasikan lantaran keterbatasan SDM. Namun usulan mengganti cover dan selingan foto yang demonstratif tentu akan kami pertimbangkan.
Redaksi memohon maaf, tidak semua surat pembaca dapat ditampilkan, karena keterbatasan tempat. Saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan!
3
Dari Redaksi
S
yukur
alhamdulillah,
Pengawasan
(FP)
Majalah
Inspektorat
Fokus
lagi dipandang sebagai satu-satunya alat ukur oleh
Jenderal
BPK. Untuk itu ke depan target WTP harus kita jadikan
Kementerian Agama Edisi 31 Triwulan
sebagai target minimal, bukan target maksimal.
III Tahun 2011 dengan tema: “Strategi
Akuntabilitas pengelolaan anggaran dan
Kementerian Agama Menuju Wajar Tanpa Pengecualian
keuangan negara adalah sesuatu yang dinamis. Di
(WTP)” telah terbit. Penerbitan kali ini merupakan
samping itu kita perlu memiliki sudut pandang
penerbitan ketiga di tahun 2011.
yang komprehensif dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal organisasi, sehingga tidak ada
4
Forum Fokus yang terhormat,
persoalan sekecil apapun yang terabaikan dan luput
Sejalan dengan semangat reformasi yang
dari perbaikan. Setiap temuan hasil pengawasan
mengamanatkan pelaksanaan pemerintahan yang
harus ditindaklanjuti secara tuntas, karena semua
bersih dan bebas KKN, setiap instansi Pemerintah
temuan berpotensi untuk berkembang menjadi kasus
pusat maupun daerah dituntut untuk mampu
yang dapat mempengaruhi kredibilitas organisasi
menciptakan aparatur yang bersih dari segala bentuk
Kementerian Agama.
penyimpangan/pelanggaran
mulai
dari
tahap
perencanaan hingga pelaporan dan pertanggung
Pembaca Fokus yang budiman,
jawaban.
Pada kolom Fokus Utama edisi kali ini diawali
Untuk mencapai target opini Wajar Tanpa
dengan Sambutan Menag, Asas Umum Pengelolaan
Pengecualian (WTP), Kementerian Agama perlu
Keuangan Negara, Target Opini WTP, Evaluasi Reviu
terus menerus untuk melakukan perbaikan dalam
Laporan Keuangan, dan Kunci Meraih Sukses WTP.
penyusunan laporan keuangan. Kesalahan yang
perlu segera dibenahi, antara lain menyangkut
akan memuat 5 (lima) tulisan yaitu: Audit Forensik
peningkatan
perencanaan
Sebagai Alat Mendeteksi Fraud, NGR, Penerapan
anggaran, pengelolaan barang milik negara, dan
Standar Akuntansi Berbasis Akrual, Teknik Menemukan
penerimaan negara bukan pajak. Proses perencanaan
Bukti, dan Penyampaian Temuan Audit secara Efektif.
dapat diperbaiki dengan memberikan pemahaman
yang sejelas-jelasnya kepada para penyusun dan
seputar
pengelola anggaran tentang pemahaman bagan
Auditor, Analisa Jabatan, dan Prosedur Pengadaan
akun standar.
Barang/Jasa Pemerintah Berdasarkan Perpres 54/2010.
pemahaman
proses
Sementara itu segenap jajaran aparatur
Dalam bidang pengawasan, edisi kali ini
Pada kolom opini, menyoroti tentang permasalahan
korupsi,
Profesionalisme
Kolom Randang ditulis Instruksi Menteri
Kementerian Agama, terlebih aparatur pengawasan,
Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011
perlu melakukan pemutakhiran sudut pandang
tentang Antisipasi Terhadap Timbulnya Kerawanan/
terhadap
kinerja
Konflik Kerukunan Umat Beragama. Dan pada kolom
keuangan dan tata kelola organisasi. Sebagaimana
terakhir yaitu kolom Resensi Buku, diulas 1 (satu)
kita ketahui pencapaian predikat hasil audit Wajar
buku terbitan Itjen Kementerian Agama yaitu Uraian
Tanpa Pengecualian (WTP) yang merupakan salah
Jabatan (Urjab) Inspektorat Jenderal Kemenag.
satu ukuran kinerja pengelolaan keuangan dan tata
Selamat Membaca dan Sukses selalu. Amin. [ ]
evaluasi
dan
pengendalian
kelola organisasi yang baik (good governance), bukan
Fokus Utama Sambutan dan Arahan Menteri Agama RI Pada Acara Pembukaan Rapat Dinas Pimpinan PTAN dan Kakanwil Kementerian Agama
Pelantikan Pejabat Eselon II oleh Menteri Agama RI Suryadharma Ali Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Jakarta, 12 Juli 2011
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Wr. Wb. Yth. Para Pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama, Yth. Para Rektor UIN, IAIN dan IHDN, Yth. Para Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Negeri, Yth. Para Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Seluruh Indonesia, Hadirin hadirat yang berbahagia. Terlebih dahulu marilah kita memanjatkan puji dan syukur yang setinggi-tingginya ke hadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia dan rahmat-Nya kita dapat bersilaturrahim dan menghadiri Rapat Dinas Pimpinan Kementerian Agama Seluruh Indonesia pada hari ini. Suasana bulan suci Ramadhan diharapkan mempengaruhi suasana hati dan pikiran kita semua untuk dapat lebih jernih dan concern dalam memahami dan merespon berbagai dimensi persoalan internal dan eksternal yang menjadi tantangan tugas dan tuntutan peningkatan kinerja Kementerian Agama sekarang dan di masa mendatang. Saudara-saudara yang saya hormati, Saya memandang Rapat Dinas Pimpinan Kementerian Agama yang dilaksanakan pada hari ini sangat penting bagi kita semua. Secara berkala kita perlu duduk bersama untuk Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
5
Fokus Utama melakukan evaluasi kinerja, menyatukan langkah dan tindakan, serta mensinergikan berbagai kekuatan yang ada dalam usaha mendorong percepatan pembangunan nasional di bidang agama. Semakin berat dan kompleks tantangan tugas Kementerian Agama, menuntut perhatian dan energi yang kita curahkan lebih besar dibanding masa-masa sebelumnya. Untuk itu, para pejabat eselon I dan II yang baru mengemban tugasnya, saya harapkan segera beradaptasi dengan lingkungan tugas yang baru. Salah satu isu aktual terkait dengan perbaikan kinerja Kementerian Agama yang secara terus-menerus kita lakukan adalah menyangkut akuntabilitas pengelolaan keuangan dan anggaran. Pencapaian hasil audit dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada Laporan Keuangan Kementerian Agama tahun 2009 merupakan wujud kerja keras, komitmen dan kerjasama saudara-saudara dan semua pihak terkait dalam usaha memperbaiki kinerja organisasi. Pencapaian opini Wajar Dengan Pengecualian telah mendekatkan Kementerian Agama pada opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang mudah-mudahan dapat diraih pada tahun 2011 mendatang. Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada seluruh jajaran Kementerian Agama pusat dan daerah atas upaya dan kerja keras selama ini. Untuk mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), semua satuan kerja dituntut untuk terus meningkatkan kedisiplinan pengelolaan keuangan, kualitas kinerja, memperteguh komitmen dan integritas, meningkatkan disiplin pelaksanaan tugas dan fungsi, memperkuat pemahaman dan penguasaan teknis program dan pengelolaan anggaran, serta memperbaiki mutu laporan keuangan. Temuan BPK beberapa waktu lalu menjadi masukan penting bagi kita semua, sehingga ke depan kesalahan serupa tidak terulang kembali. Untuk itu, saya minta para pejabat terkait dapat mencermati kembali temuan BPK atas laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2009 yang lalu, terutama terhadap hal-hal yang dikecualikan, seperti pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang belum sesuai dengan ketentuan. Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Dalam pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), seluruh jajaran pimpinan di lingkungan Kementerian Agama, khususnya kepada para Rektor, Ketua PTAN, dan para Kakanwil Kementerian Agama provinsi, perlu lebih berhati-hati. PNBP bukan tidak boleh atau haram digunakan, tetapi proses dan tahapannya harus mengikuti tertib administrasi dan mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam kasus pengelolaan PNBP, terdapat dua temuan BPK yang menonjol, yaitu di Perguruan Tinggi BLU telah terjadi pencairan anggaran PNBP tanpa terlebih dahulu memperoleh pengesahan KPPN. Sementara di Perguran Tinggi Non-BLU terjadi kasus penggunaan PNBP langsung tanpa melalui mekanisme APBN.
6
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Fokus Utama Untuk memastikan pencapaian target opini WTP, saya telah berketetapan hati untuk tidak mentolerir siapapun yang mencoba menyalahi aturan main pengelolaan PNBP. Jika masih terjadi pelanggaran yang sama, saya menganggapnya bukan sebagai kelalaian atau kealpaan, melainkan kesengajaan untuk menghambat target pencapaian opini WTP pada tahun 2011. Para pimpinan di unit kerjanya masing-masing, perlu senantiasa meningkatkan komitmennya terhadap pencapaian target ini. Karena secara strategis, opini WTP merupakan indikator yang sangat penting bagi keberhasilan reformasi birokrasi. Jika kita gagal menghasilkan opni WTP tahun 2011 dapat dianggap bahwa reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama belum berjalan sebagaimana mestinya. Di luar PNBP, kita juga dituntut mampu meningkatkan kualitas sistem pengendalian internal. Temuan BPK menunjukkan bahwa sistem pengedalian kita terutama dalam hal penganggaran dan penatausahaan tergolong masing lemah. Saudara-saudara sekalian yang berbahagia, Dalam penganggaran, masih ditemukan kesalahan, seperti belanja bantuan sosial dan belanja modal direalisasikan untuk kegiatan instansi vertikal Kementerian Agama, belanja barang direalisasikan untuk kegiatan belanja modal, belanja barang dan belanja modal direalisasikan untuk belanja bantuan sosial, dan anggaran belanja bantuan sosial direalisasikan untuk kegiatan belanja barang dan belanja modal. Sementara itu, berkenaan dengan kelemahan penatausahaan terdapat kelemahan dalam pencatatan kas di Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran, pembukaan dan penggunaan rekening tanpa persetujuan Bendahara Umum Negara (Menteri Keuangan), dan kelemahan dalam penatausahaan barang persediaan. Berdasarkan berbagai hasil temuan BPK tersebut, Kementerian Agama telah menetapkan enam strategi umum pencapaian target opini WTP, yaitu: Pertama, menyetorkan PNBP ke kas negara dan membuat prosedur pengendalian atas transaksi pendapatan Perguruan Tinggai Agama Negeri. Kedua, berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Bappenas terkait upaya perbaikan perencanaan dan penganggaran kegiatan di Kementerian Agama. Ketiga, menginstruksikan kepada seluruh unit eselon I agar menertibkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan dan Barang Milik Negara secara berjenjang pada setiap satker, termasuk meningkatkan kompetensi SDM-nya. Keempat, merancang dan melaksanakan sistem pengendalian intern dalam perencanaan, penyaluran dan pertanggungjawaban kegiatan belanja bantuan sosial. Kelima, meminta pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menyelesaikan temuan kelebihan pembayaran, kekurangan volume fisik pekerjaan, dan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, untuk disetor ke kas negara dan kopi bukti setor disampaikan kepada BPK RI. Keenam, melanjutkan penertiban aset negara di lingkungan Kementerian Agama, serta melakukan tindakan hukum terhadap penguasaan, pemilikan dan pengelolaan aset oleh Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
7
Fokus Utama pihak-pihak yang tidak berhak. Saudara-saudara yang saya hormati, Memperhatikan laporan realisasi anggaran Kementerian Agama tahun ini, saya nilai masih mengkhawatirkan. Sampai dengan tanggal 5 Agustus 2010, kita baru mampu menyerap hanya sekitar 36% dari total anggaran Kementerian Agama sebesar Rp 30 trilyun lebih. Hal itu berarti bahwa satker Kementerian Agama, baik pusat maupun daerah, ratarata baru mampu menyerap 36% dari total angaran yang dikelola. Bahkan, di antara satker pusat, ada yang baru mampu menyerap 10,56%. Untuk satker daerah seluruhnya sudah di atas 30%, kecuali Kanwil Provinsi Sulawesi Selatan (28%) dan Kepulauan Riau (29%). Kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja karena waktu yang tersisa semakin terbatas. Kita semua tidak menginginkan kinerja Kementerian Agama dianggap menurun karena besarnya jumlah kegiatan yang tersisa dan anggaran yang tidak dapat diserap sampai akhir tahun 2010. Untuk itu, saya meminta komitmen bersama dalam melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam usaha meningkatkan daya serap anggaran. Saya minta agar seluruh satker pusat dan daerah dapat memanfaatkan waktu yang tersisa, lebih kurang empat bulan ke depan secara lebih efektif. Kinerja Kementerian Agama tidak boleh mengalami antiklimaks saat citra positif kelembagaan mulai terbangun dan kepercayaan masyarakat mulai membaik. Saudara-saudara yang berbahagia, Saya sangat berharap forum ini dapat menghasilkan sesuatu yang penting bagi upaya mengatasi berbagai permasalahan kelembagaan, terutama berkenaan dengan pencapaian target opini WTP pada tahun 2011, dan optimalisasi pelaksanaan program dan anggaran pada tahun 2010 ini. Sebelum menutup sambutan ini, kepada saudara-saudara semua yang beragama Islam perkenankan saya mengucapkan selamat mengisi bulan suci Ramadhan dengan ibadan dan amal kebaikan yang makin mendekatkan kita kepada keridhaan Allah SWT dan hidup yang bermanfaat bagi sesama manusia. Semoga pada bulan yang penuh berkah ini, kita diberi kesempatan untuk meningkatkan prestasi kerja sebaik-baiknya. Akhirnya, dengan mengaharap ridha Allah SWT. dan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahiim, Rapat Dinas Pimpinan Kementerian Agama saya nyatakan secara resmi dibuka. Semoga Allah SWT. menuntun kita semua di jalan yang lurus. Sekian dan terima kasih. Wallahul muwaffiq ila aqwamitthariq. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 26 Agustus 2010 Menteri Agama RI,
Suryadharma Ali
8
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Fokus Utama Asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara Menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualiaan (WTP) Kementerian Agama Oleh: Hakim Jamil
Irjen Kemenag Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Saat Memberikan Arahan pada Rapat Koordinasi dan Pembinaan Pengawasan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag. Jakarta, 7 September 2011
S
ebagaimana tertuang dalam Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa asas umum pengelolaan keuangan negara dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara professional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UndangUndang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23 C Undang-Undang Dasar, Undang-undang tentang Keuangan Negara telah menjabarkan
aturan pokok yang ditetapkan UndangUndang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan Negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialisasi maupun asasasas sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah, APBN bukan hanya Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
9
Fokus Utama menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Negara Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Definisi keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi objek, subjek, proses, dant uj uan.
10
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh subjek yang memiliki/menguasai objek sebagaimana tersebut di atas, yaitu: pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/ daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Sektor Publik menjadi semakin signifikan. Dalam perkembangannya, APBN telah menjadi instrumen kebijakan multi fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara. Hal tersebut terutama terlihat dari komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, agar fungsi APBN dapat berjalan secara optimal, maka sistem anggaran dan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis. Sebagai sebuah sistem, pengelolaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Dengan keluarnya tiga paket perundang-
Fokus Utama undangan di bidang keuangan negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia terus berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undangundang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain: pertama, akuntabilitas. Setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, profesionalitas. Mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, Proporsionalitas. Mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. Keempat, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara. Membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara, dan kelima, pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri. BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam UU, atau pemeriksa berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.Kebebasan dalam tahap pelaksanaan meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Asas-asas umum tersebut diperlukan pula untuk menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang keuangan negara, UU No. 17/2003 bukan hanya menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, tetapi juga dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengawasan Pengelolaan Keuangan Negara Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
11
Fokus Utama negara tidak bisa dilepaskan dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Untuk mendukung terpenuhinya unsur akuntabilitas dan transparansi, negara telah menghasilkan berbagai produk perundangan yang juga merupakan wujud dari kehendak untuk melaksanakan reformasi di bidang keuangan negara sekaligus menuntut suatu transformasi dan perubahan mendasar di bidang pengelolaan keuangan negara. Produk perundangan terakhir di bidang pengawasan pengelolaan keuangan negara yang diundangkan pemerintah pada akhir Agustus lalu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Penyelenggaraan pemerintahan negara yang memenuhi kriteria good governance memerlukan pengawasan memadai baik yang dilakukan secara internal maupun secara eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di dalam lingkup organisasi yang bersangkutan, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh unit pengawasan di luar organisasi yang bersangkutan. Penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersih dan terbebas dari adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme akan tercapai melalui tertibnya penyelenggaraan keuangan negara. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam kegiatan pemerintahan,
12
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
keuangan negara diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang pelaksanaannya harus dilakukan secara tertata, terbuka dan bertanggung jawab. Guna menjamin dan mengarahkan agar supaya sistem pengelolaan keuangan negara berjalan secara optimal dan mengikuti aturan perundangan yang berlaku, maka perlu dilakukan pengawasan secara komprehensip terhadap penyelenggaraan keuangan negara yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah, baik di Pusat maupun di Provinsi/Kabupaten/ Kota. Dalam konteks pemerintahan negara Republik Indonesia, Pengawasan keuangan negara dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), yaitu BPKP, Inspektur Jenderal pada Kementerian, Inspektorat Utama atau Inspektorat pada Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota. Ruang lingkup pengawasan dari aparat pengawasan intern pemerintah BPKP mencakup pengawasan terhadap keuangan negara, sedangkan Inspektur Jendral pada departemen dan Inspektorat pada LPND mencakup pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara pada instansi masingmasing sesuai tugas pokok dan fungsinya, dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/ Kota mencakup pengawasan terhadap penyelenggaraan keuangan pemerintah daerah masing-masing. Di sisi lain, pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Undang-Undang Republik Indonesia
Fokus Utama Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sesuai dengan UU 15/2006 pasal 6 menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara, Pelaksanaan pemeriksaan BPK, dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dan Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang untuk: menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan; meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara; menetapkan jenis
Irjen Kemenag Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Saat memberikan Arahan kepada Para Peserta Sosialisasi PPA Tahun 2011 Kanwil Kemenag Kalimantan Barat
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
13
Fokus Utama dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK; menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; menggunakan tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK; membina jabatan fungsional Pemeriksa; memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah. Ada beberapa jenis pemeiksaan yang dilakukan oleh BPK, yaitu: pertama, Pemeriksaan laporan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Kedua, Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan dan untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah
14
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Ketiga, Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif. Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK atas laporan keuangan dinyatakan dalam bentuk opini yang menjadi ukuran tentang grade atau Peringkat Bagi Kementerian Atau Lembaga Negara Yang Menjadi Objek Pemeriksaannya. opini atas laporan keuangan yang diberikan oleh BPKantara lain adalah: pertama, Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified). Diberikan bila berdasarkan audit yang dilakukan, penyajian laporan keuangan diyakini telah disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU), konsisten dan mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai sehingga tidak menyesatkan pemakainya, serta tidak terdapat ketidakpastian yang luar biasa (material). Kedua, Wajar Dengan Pengecualian (qualified). Diberikan apabila pemeriksa menaruh keberatan atau pengecualian bersangkutan dengan kewajaran penyajian laporan keuangan atau dalam keadaan bahwa laporan keuangan tersebut secara keseluruhan adalah wajar, kecuali untuk hal-hal tertentu akibat faktor tertentu yang menyebabkan kualifikasi pendapat. Terdapat dua hal yang mengakibatkan opini WDP yaitu adanya pembatasan ruang lingkup dan salah
Fokus Utama saji karena pelanggaran PABU yang material. Ketiga, Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer). Diberikan apabila pemeriksa tidak yakin atau ragu akan kewajaran laporan keuangan karena pemeriksa tidak dapat melaksanakan audit sesuai standar sebagai akibat pembatasan ruang lingkup audit, pemeriksa berkedudukan tidak independen terhadap pihak yang diauditnya dan adanya ketidakpastian luar biasa yang sangat mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Dan, keempat, Tidak Wajar (adverse). Diberikan pemeriksa karena pengecualian atau kualifikasi terhadap kewajaran penyajian bersifat sangat material (yang dapat dilihat dari nilai yang terpengaruh, dan atau banyak akun yang tidak wajar, dan atau banyaknya laporan yang terpengaruh). Dalam memberikan opini BPK mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi kriteria penentuan opini yang diberikan kepaada Kementerian/Lembaga Negara. Pertimbangan tersebut antara lain: Kesesuaian penyajian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)/ PABU, Efektifitas Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan Kecukupan pengungkapan. Kewajaran Laporan Keuangan Kementerian/lembaga negara didasarkan pada: Keberadaan dan keterjadian (existence and occurance) dari suatu transaksi keuangan yang tercatat dalam laporan keuangan; kelengkapan (completeness), yang berarti bahwa semua kondisi/hal yang ada sudah tersaji dalam laporan keuangan; hak dan kewajiban (right and obligation), yaitu bahwa apa yang tersaji dalam laporan keuangan
benar-benar merupakan hak dan kewajiban entitas yang diperiksa; ketepatan penilaian dan pengalokasian (valuation and alocation), yaitu bahwa hal-hal yang tersaji dalam laporan keuangan telah dinilai secara wajar dan dibebankan dalam anggaran yang sesuai; penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure), yaitu bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi; dan ketaatan pada anggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perkembangan Opini Atas Laporan Keuangan Kementerian Agama Dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut, yaita tahun 2006 s.d. 2008 opini laporan keuangan Kementerian Agama memperoleh opini Disclaimer (tidak memberikan pendapat) dari BPK RI, dan pada dua tahun berikutnya yaitu kurun waktu 2009 dan 2010 Laporan Keuangan Kementerian Agama memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Berikut daftar perolehan opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Agama selama lima tahun terakhir Pertama, LK Tahun 2006 Disclaimer. BPK tidak dapat melakukan prosedur audit untuk meyakini kewajaran saldo akun Belanja, Pendapatan, Kas di Bendahara Penerimaan, Kas di Bendahara Pengeluaran, Piutang PNBP Pendidikan, Persediaan, dan Aset Tetap. Kedua, LK Tahun 2007 D i s c l a i m e r. Belanja Bantuan Sosial diberikan kepada satuan kerja vertikal di lingkungan Kementerian Agama, Bendahara penerimaan dan pengeluaran pada satker-satker di Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
15
Fokus Utama lingkungan Kemenag tidak mencatat dan melaporkan dana-dana PNBP yang belum disetorkan ke Kas Negara atau digunakan langsung serta tidak mencatat sisa dana-dana bantuan yang tidak disalurkan kepada satker penerima. Belum dilakukan Inventarisasi dan Penilaian kembali Aset Tetap, dan sistem pelaporan Aset Tetap belum berjalan. Ketiga, LK Tahun 2008 D i s c l a i m e r. Rekonsiliasi belanja antara SAI dan SAU belum berjalan optimal, pengendalian atas pencatatan dan pelaporan PNBP belum memadai serta penggunaan langsung PNBP, kesalahan penganggaran belanja, pengendalian kas oleh Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran masih lemah, dan metodologi IP Aset Tetap tidak dapat diyakini. Keempat, LK Tahun 2009 WDP. Penggunaan langsung PNBP oleh satker perguruan tinggi Non BLU dan kesalahan penganggaran. Kelima, LK Tahun 2010 WDP. Selisih kurang saldo Kas BLU yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang sah. Selain itu, ada beberapa permasalahan dalam pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan di lingkungan Kementerian Agama yang juga menjadi catatan dalam perolehan opini yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangannya, diantaranya adalah: Jumlah satuan kerja yang banyak dan lokasinya tersebar (untuk tahun 2010, terdapat 4,381 satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama, terbesar di Indonesia), Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh kementerian Agama yang memahami aspek-aspek
16
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
akuntansi, Asas dan prinsip pengelolaan keuangan negara belum dipahami sepenuhnya oleh pengelola anggaran pada tingkat satuan kerja, Pengawasan intern belum berjalan optimal, Tidak adanya dukungan Standard Operational Procedure (SOP) pada tingkat satuan kerja, baik dalam pelaksanaan anggaran maupun penyusunan laporan keuangan, Kuasa Pengguna Anggaran tidak secara optimal melaksanakan fungsi pengawasan melekat, dan Belum tersedianya data base pendidikan yang akurat sebagai dasar perencanaan anggaran pendidikan. Strategi Kementerian Agama dalam Mewujudkan WTP Untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Agama, perlu didukung oleh seluruh aparatur Kementerian Agama untuk berfikir kritis, kreatif, inovatif, dan transpormatif. Sisi lain juga harus secara terus menerus meningkatkan kompetensi, kemampuan, integritas, dan tanggung jawab. Kejujuran, kerja keras, disiplin, menyukasi pekerjaan, hormat pada aturan, transparan, kebersamaan, dan koordinasi yang kuat perlu ditingkatkan. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama melakukan beberapa kegiatan terkait dengan upaya dan strategi pengawasan untuk mewujudkan opini laporan keuangan wajar tanpa pengecualian (WTP) Kementerian Agama. Kagiatan-kgiatan tersebut antaralain adalah: Sosialisasi tentang peraturan perundangan di bidang pengelolaan keuangan negara bagi Kuasa Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Barang; Pelatihan
Fokus Utama Teknis penysunan laporan keuangan bagi antara lain adalah: pertama, melakukan Operator Penyusunan Keuangan dari seluruh peningkatan kualitas audit dengan tujuan Satker; Penertiban rekening liar dan telah tertentu. Audit dengan tujuan tertentu menyelesaikan sebanyak 215 rekening di dilakukan melalui Program Kerja Audit pusat dan daerah; Inventarisasi, revaluasi, Tahunan (PKAT) yang memiliki sasaran audit dan recovery aset Kementerian Agama, baik terhadap aspek tugas dan fungsi, keuangan, yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal kepegawaian, dan sarana prasarana. Audit maupun bekerjasama dengan Kementerian ini lebih mengacu kepada ketaatan dan Keuangan; Melakukan rekruitmen SDM kepatuhan aparatur negara terhadap dengan latar belakang Akuntansi yang peraturan perundang-undangan yang ditugaskan di Satker-Satker pusat dan daerah; berlaku. Mulai tahun 2010, audit operasional Mempercepat penyelesaian rekomendasi akan dilaksanakan berdasarkan analisis hasil pemeriksaan BPK-RI, BPK, dan Itjen, baik resiko satuan kerja. Inspektorat Jenderal terkait dengan penyelesaian administrasi telah memiliki peta wilayah atas kerawanan maupun keuangan; penyimpangan Menerapkan sistem pelaksanaan tugas Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pengelolaan keuangan di pusat maupun pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus pada Perguruan Tinggi di daerah. Satuan belajar, akan menjadi pemilik masa depan. Agama Islam Negeri kerja yang memiliki (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) (PTAIN) menjadi pola kerawanan tinggi, pengelolaan Badan akan menjadi prioritas Layanan Umum (BLU); audit operasional. Meningkatkan koordinasi, baik internal Kedua, melaksanakan audit kinerja. Kementerian Agama maupun eksternal Audit kinerja dilakukan untuk memperoleh dengan KPK, BKP-RI, dan BPKP serta keyakinan yang memadai tentang capaian pihak-pihak terkait lainnya; Meningkatkan kinerja instansi dengan melakukan pengujian kualitas dan sistem perencanaan program informasi kinerja dan bukti-bukti capaian dan anggaran dengan peerapan sistem kinerja, memberikan informasi kelemahan perencanaan dan penggunaan Bagan atau penyimpangan untuk memperbaiki Akun Standar (BAS) secara konsisten; dan kinerja, dan memberikan rekomendasi Melakukan pendampingan laporan keuangan perbaikan kinerja secara efektif, efisien, dan bagi semua Satker yang dipusatkan di ekonomis. Sasaran pelaksanaan audit kinerja setiap Kantor Wilayah Kementerian Agama. diutamakan unit kerja Kanwil Kemenag Pendampingan dilakukan oleh tim pusat Provinsi dengan sampling ke Kankemenag yang telah ditraining secara khusus di bidang dan madrasah, serta IAIN/UIN. pelaporan keuangan. Ketiga, melaksanakan review laporan Hal-hal yang dilakukan oleh keuangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama BPK-RI bahwa laporan keuangan Kementerian Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
17
Fokus Utama Agama mendapatkan opini disclaimer. Hasil tersebut antara lain disebabkan karena penyusunan laporan keuangan belum memenuhi aturan standar akuntansi, laporan barang milik negara belum masuk dalam Sistem Akuntansi Barang MIlik Negara, dan permasalahan PNBP. Terhadap penyebab SAI dan SA BMN, Inspektorat Jenderal telah mendidik 40 orang auditor dengan kedua materi tersebut. Program ke depan Inspektorat Jenderal akan melakukan pendampingan kepada para pengelola laporan keuangan di daerah dan melakukan review atas laporan keuangan Kementerian Agama Pusat. Upaya tersebut diharapkan akan banyak membantu pembenahan laporan keuangan Kementerian Agama. Keempat, melaksanakan audit kependidikan. Implementasi Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mendorong pemerintah untuk lebih bertanggungjawab (akuntable) dan transparan dalam setiap kebijakan, tindakan, dan kinerja atas pengelolaan pendidikan yang dihasilkan. Kewajiban melakukan pengukuran, pelaporan, dan penilaian kinerja kepada publik menjadi hal yang penting. Sasaran audit kepend. Madrasah dan Perguruan Tinggi Negeri. Kelima, Sosialisasi dan Penerapan PPA. Program PPA merupakan program preventif pencegahan KKN di lingkungan Kementerian Agama. Program tersebut memberikan pemahaman kepada pejabat dan pegawai Kemenag untuk senantiasa menghayati dan mengamalkan ajaran agama dlm setiap pola sikap, pikir, dan tindak sehingga akan timbul kesadaran diri untuk menjauhkan diri dari
18
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
penyimpangan. Penanaman kesadaran bahwa setiap perilaku manusia senantiasa tidak luput dari pengawasan Tuhan YME menjadi salah satu tujuan dari PPA. Pelaksanaan tahun 2011, akan lebih diintensifkan dengan perbaikan metode dan cara penyampaian sosialisasi PPA agar lebih mengena kepada sasaran. Penutup Tugas berat yang diamanatkan oleh Menteri Agama pada Inspektorat Jenderal untuk mengawal dan menjadi motor untuk mewujudkan opini laporan keuangan Kemenag tahun 2011 harus didukung oleh semua pihak. Perlu koordinasi yang solid antar semua satker baik yang ada di lingkungan Eselon I pusat maupun yang di daerah-daerah. Pelaksanaan pendampingan reviu laporan keuangan dan BMN yang dilakukan oleh para auditor Itjen harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh seluruh satker. Kedatanagn tim reviu LK dan BMN harus memberikan manfaat lebih untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan, sehingga ketika tim audit BPK turun kelapangan sudah tidak ada lagi temuan yang didapatkan. Jika hal ini dilaksanakan dengan benar dan penuh tanggungjawab, niscaya opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kemenag dapai dicapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh menteri yang disampaikan dalam berbagai kesempatan. Tanggungjawab kita bersama untuk mewujudkannya, laporan keuangan Kementerian Agama WTP Tahun 2011. [Hakim Jamil]
Fokus Utama Target Opini WTP Bukan Sekedar Pencitraan Oleh: Moh. Anshari
Menteri Agama Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si. Memberikan Ucapan Selamat kepada Pejabat Eselon II Itjen Kemenag yang Baru Dilantik Jakarta, 12 Juli 2011
D
alam dua tahun terakhir ini, Laporan Keuangan (LK) Kementerian Agama RI “naik kelas” dengan memperoleh penilaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Prestasi LK Kemenag pada 2009 dan 2010 ini membalikkan keadaan era sebelumnya dimana dalam tiga tahun secara berturutturut Laporan Keuangan Kemenag mendapat penilaian opini disclaimer atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP) dari BPK. Tentu saja, prestasi disclaimer saat itu membuat lembaga yang kala itu bernama Departemen Agama tersebut terkesan buruk citranya di mata publik.
Namun, trend positif Laporan Keuangan Kemenag dalam dua tahun terakhir ini yang ditunjukkan dengan capaian opini WDP dari BPK pada 2009 dan 2010 telah menjungkirbalikkan persepsi-persepsi negatif publik selama ini yang cenderung memandang miring Kemenag. Begitu miringnya kesan tentang laporan keuangan Kementerian Agama pada 2008 silam, sampai-sampai Ketua BPK kala itu, Anwar Nasution pernah menyindir dengan pedas agar Kementerian Agama tidak hanya pandai berdoa saja tapi diminta memperbaiki laporan keuangannya. Namun, cibiran negatif itu kini berbuah positif. Menteri Agama RI, Suryadharma Ali tidak hanya berhasil mengubah keadaan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
19
Fokus Utama menjadi lebih baik, ia pun mencanangkan memenuhi hasrat kepentingan pencitraan kementerian yang dipimpinnya bisa meraih semata dan menjadi tujuan akhir dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada segalanya. Bahkan, di beberapa daerah, Laporan Keuangan 2011 ini. Target tersebut, target WTP terkadang dijadikan sebagai bagi Menteri Agama, mutlak harus dicapai komoditas jualan politik oleh sejumlah dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, kepala daerah untuk mempertahankan kursi sebagai Menteri Agama, ia diberi target oleh kekuasaan. Jelas ini kebiasaan salah kaprah. Presiden agar tahun 2012 Kemenag bebas Sebab, sejatinya opini WTP diikhtiarkan untuk dari disclaimer dan memperoleh prestasi memastikan agenda reformasi birokrasi betulWTP. betul diupayakan dengan sungguh-sungguh. Opini WTP merupakan penghargaan Capaian opini WTP mesti berbanding lurus level tertinggi dan paling bergengsi yang dengan peningkatan pelayanan publik yang diberikan oleh BPK selaku pemegang otoritas kian membaik, tata kelola pemerintahan pemeriksa keuangan terhadap laporan yang bersih dan berwibawa yang mewujud keuangan yang dalam performa good dibuat oleh instansi governance dan clean Semua waktu adalah waktu yang tepat untuk melakukan pemerintahan, baik sesuatu yang baik. Jangan menjadi orangtua yang masih governance. BPK pusat maupun melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan saat muda. memberikan penilaian Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin. daerah. Pencapaian laporan keuangan opini inilah yang dengan empat ragam Dengan mencoba sesuatu yang tidak selalu diburu oleh opini hakikatnya mungkin, Anda akan bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin Anda capai. kepala pemerintahan harus diletakkan di setiap level dan sebagai “sasaran pimpinan lembaga antara” menuju tertib negara serta para menteri di semua administrasi dalam pengelolaan keuangan kementerian. Tak heran jika kemudian negara yang lebih akuntabel dan transparan. mereka berlomba-lomba untuk memburu Jangan pula muncul anggapan bahwa laporan cap WTP dari BPK. Prestasi WTP bagi semua keuangan yang mendapat opini WTP berarti kementerian di era Kabinet Indonesia Bersatu seratus persen bebas dari tindak korupsi atau (KIB) jilid II, mutlak harus diraih selambat- bebas dari mark up belanja dalam laporan lambatnya pada tahun 2011. Target ini keuangannya. Mengapa bisa demikian? termasuk salah satu bagian dari isi kontrak Sebab, kelemahan dari penilaian opini yang kinerja antara Presiden Susilo Bambang diberikan BPK yaitu tidak melihat apakah Yudhoyono (SBY) dengan para menteri KIB II. nilai pembelanjaan wajar atau tidak wajar. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut: Salah Kaprah Opini audit merupakan bentuk Kerap kali pencapaian opini WTP pernyataan tertulis auditor atas laporan diraih dengan sekuat tenaga sekadar untuk keuangan yang diperiksa. Opini audit
20
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Fokus Utama bertujuan untuk meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan sudah dibuat dan disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan bebas dari salah saji yang bersifat material. Yang dimaksud dengan “disusun berdasarkan standar yang berlaku” yaitu laporan tersebut disusun sesuai kaidah akuntansi umum, bukan disusun berdasarkan keinginan sendiri atau seenaknya. Jika misalnya ada pembelian laptop seharga Rp 25 juta, dan jika sesuai standar akuntansi pembelian tersebut harus dicatat sebagai belanja pembelian
keuangan yang tidak disampaikan. Manakala para pengambil keputusan mendasarkan keputusannya atas laporan keuangan tersebut, maka keputusan yang diambil dianggap benar. Di sini, informasi yang termasuk dalam laporan keuangan yang mendapatkan opini WTP masih mungkin mengandung celah kelemahan dan kesalahan. Karena itu, hal yang lebih penting dari target opini WTP adalah efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat. Jangan sampai anggaran lebih banyak dipakai
Irjen Kemenag Dr. H. Mundzier Suparta, MA. pada Acara Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (K2TLHP) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Bali, 13- 16 Juli 2011
laptop, maka sepanjang laporan keuangan pemerintah mencantumkan dalam bagian belanja pembelian laptop, opini audit WTP bisa diberikan. Padahal, anggaran pembelian laptop Rp 25 juta tentu kelewat mahal dan diindikasikan tidak wajar. Opini ini tidak melihat apakah nilai pembelanjaan tersebut wajar atau tidak wajar. Sehingga jika laporan keuangan tersebut benar penyajiannya secara material, berarti tidak ada informasi
untuk belanja aparatur dibandingkan belanja publik. Meski demikian, penilaian yang diberikan oleh BPK atas laporan keuangan bisa dijadikan sebagai parameter obyektif untuk mengukur dan menilai apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar atau tidak wajar, dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
21
Fokus Utama Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai opinion, Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan SAP. atau qualified opinion, Tidak Memberikan Keempat jenis opini yang bisa diberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer opinion oleh BPK tersebut dasar pertimbangan dan Tidak Wajar (TW) atau adverse opinion. utamanya adalah kewajaran penyajian posBerikut penjelasannya: Pertama, opini pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. WTP diberikan dengan kriteria sistem Kewajaran di sini bukan berarti kebenaran pengendalian internal memadai dan tidak ada atas suatu transaksi. Opini atas laporan salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan tidak mendasarkan apakah pada keuangan. Secara keseluruhan, laporan entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak. keuangan telah disajikan secara wajar sesuai Jika misalnya dalam pemeriksaan ditemukan dengan SAP. Kedua, opini WDP diberikan proses pengadaan barang atau jasa yang dengan kriteria sistem pengendalian internal menyimpang dari ketentuan, namun secara memadai, namun keuangan sudah terdapat salah saji dilaporkan sesuai Seseorang dihormati dan disegani bukan lantaran yang material pada dengan SAP, maka baik dan sempurna rupanya melainkan karena isi beberapa pos laporan laporan keuangan bisa otak yang dimiliki dan budi pekertinya yang baik. keuangan. Laporan memperoleh opini keuangan dengan WTP. Kebijaksanaan menjanjikan kejayaan dan opini WDP dapat Misalnya, entitas kebahagiaan. Tapi jika disalahgunakan akan diandalkan, tetapi pembelian mobil mewujudkan penderitaan. pemilik kepentingan yang secara kumulatif harus memperhatikan seharga Rp 15 miliar. beberapa permasalahan yang diungkapkan Sesuai aturan, harus dilaksanakan secara auditor atas pos yang dikecualikan tersebut tender. Jika entitas tersebut melakukan agar tidak mengalami kekeliruan dalam penunjukan langsung, jelas ini menyalahi pengambilan keputusan. aturan. Dalam laporan keuangan, entitas Ketiga, opini TMP diberikan melaporkan pembelian mobil tersebut manakala terdapat nilai yang secara material senilai Rp 15 miliar, kemudian mencatat yang tidak dapat diyakini auditor karena mobil tersebut dalam pos aktiva tetap. ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh Penyajian laporan keuangan oleh entitas manajemen, sehingga auditor tidak cukup atas pembelian mobil tersebut sudah sesuai bukti dan sistem pengendalian intern yang dengan SAP meskipun proses pengadaannya sangat lemah. Keempat, opini TW diberikan tidak sesuai dengan aturan. jika sistem pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak Butuh Kerja Ekstra pos laporan keuangan yang material. Dengan Setelah dua tahun berturut-turut demikian, secara keseluruhan laporan mendapat opini WDP, kini Kementerian
22
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Fokus Utama Agama tinggal satu step lagi untuk naik ke tangga predikat WTP dari BPK. Prestasi WDP dalam dua tahun berturut-turut sebelumnya merupakan konfirmasi nyata dari kerja keras jajaran Kemenag selama ini. Namun, prestasi “satu digit” di bawah WTP tersebut tidak boleh melenakan dan membuat jajaran kementerian di bawah komando Menag ini berpuas diri, sebab ada tantangan lebih keras berikutnya. Tantangan ini yang harus dijawab secara tuntas. Kunci jawabannya sudah tentu terletak pada kerja ekstra keras dari semua pihak untuk memberikan yang terbaik guna meraih predikat WTP. Yang perlu diantisipasi, jangan sampai opini WDP yang sudah disematkan BPK kepada Kemenag jadi “turun kelas” dan kembali ke opini disclaimer pada laporan keuangan mendatang. Karena itu, beberapa hal layak diperhatikan untuk memuluskan target meraih predikat WTP: Pertama, pastikan pengelolaan keuangan secara konsekuen memperhatikan prinsip proper (ketepatan) dan disiplin dengan peraturan, mengelola keuangan negara secara tertib, ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika hal ini diabaikan, bukan tidak mungkin prestasi opini WDP yang sudah diraih Kemenag malah turun lagi menjadi disclaimer. Kedua, target predikat WTP dapat tercapai karena beberapa faktor, terutama komitmen di level pimpinan untuk memperbaiki sistem administrasi dan laporan keuangan serta kualitas sumber daya manusia. Sebab itu, perlu disusun rencana aksi untuk menindaklanjuti seluruh hasil
temuan dan catatan yang ada dari BPK. Ketiga, proses pengadaan barang dan jasa mesti sesuai aturan. Selama ini, praktik korupsi mewabah terjadi di sektor pengadaan barang dan jasa serta belanja modal. Salah satu upaya untuk meminimalisir penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, sebaiknya digunakan fasilitas lelang secara elektronik melalui internet (e-procurement). Keempat, menyusun dan menyelenggarakan pengendalian intern yang efektif guna menjamin pencapaian tujuan sebagaimana mestinya, keselamatan/ keamanan kekayaan yang dikelola. Kelima, menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan keuangan negara secara tepat waktu. Dalam konteks ini, konon Kemenag nyaris mencapai target WTP pada 2010. Hanya lantaran ada persoalan kecil terkait keterlambatan laporan dari satuan kerja tertentu saja, target WTP lepas dari genggaman Kementerian Agama. Karenanya, ke depan kelemahan-kelemahan kecil semacam itu seyogyanya tidak perlu terjadi lagi, pun dengan kesalahan mata anggaran yang terjadi pada tahun lalu diharapkan tak terjadi lagi. [Moh. Anshari]
Memulai belajar sejak kecil seperti memahat di atas batu dan memulainya sesudah tua seperti menulis di air. Sebetulnya hidup ini sangat sederhana, tetapi kita merumitkannya dengan rencana yang tidak kita laksanakan, dengan janji yang tidak kita penuhi, dengan kewajiban yang kita lalaikan dan dengan larangan yang kita langgar..
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
23
Fokus Utama Evaluasi Reviu Laporan Keuangan Menuju Opini WTP Oleh: Khalilurrahman
Ses Itjen Kemenag Drs. H. Maman Taufiqurrohman, M.Pd. Saat Memberikan Sambutan pada Acara Pembukaan Diklat JFA Pembentukan Auditor Ahli Ciputat, 12 September 2011
B
adan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan hasil pemeriksaannya, menyebut laporan keuangan sejumlah kementerian masih jauh dari harapan. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas 32 Laporan Keuangan Tahun 2010 Kementerian Negara/Lembaga tersebut terdiri dari LHP yang memuat opini atas kewajaran laporan keuangan, LHP atas System Pengendalian Intern (SPI) dan LHP atas Kepatuhan terhadap peraturan perundangan. Dari hasil pemeriksaan tersebut diperoleh opini BPK atas Laporan Keuangan 22 Wajar Tanpa Pengecualian dan 10 Wajar Dengan Pengecualian. Penyerahan LHP yang dilakukan oleh Ketua BPK kepada para Menteri/
24
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pimpinan Lembaga yang dihadiri para pejabat dilingkungan BPK dan para pejabat di lingkungan kementerian Negara/lembaga Negara merupakan bagian dari LHP Laporan Keuangan Pemerintah pusat Tahun 2010, yang telah diserahkan ke DPR tanggal 31 Mei 2011 dan kepada Presiden tanggal 1 Juni 2011 serta kepada DPD tanggal 14 Juni 2011. Kementerian Agama berdasarkan hasil audit BPK atas laporan keuangan sebelum tahun 2010 mendapat opini Disclaimer (opini tidak memberikan pendapat). Hal ini terjadi disebabkan auditor BPK tidak dapat menyimpulkan penyajian laporan keuangan tersebut wajar atau tidak. Pada tahun 2010 Kementerian Agama memperoleh perbaikan opini laporan dari Disclaimer menjadi Wajar
Fokus Utama dengan Pengecualian (WDP). Menurut Menteri Agama, Suryadharma Ali, laporan keuangan Kementerian Agama tahun 2010 dari segi kualitas meningkat dibanding tahun sebelumnya cuma kelasnya belum naik WTP. Ia berharap berharap laporan keuangan Kementerian Agama dari BPK RI pada tahun 2011 meningkat lebih baik dari Wajar Dengan Pengecualian menjadi Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini dinyatakan Menag pada saat penandatangan pakta integritas dan penyerahan laporan hasil BPK RI atas laporan keuangan Kementerian Agama di Jakarta, Kamis 16 Juli 2010. Dalam rangka mewujudkan laporan keuangan Kementerian Agama sebagaimana yang diharapkan Menteri Agama, berbagai upaya kebijakan dan program telah ditempuh secara maksimal agar laporan keuangan memenuhi Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), Sistem Akuntansi Umum dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Menyusun laporan sesuai standar keuangan pemerintah merupakan kewajiban setiap kementerian dan lembaga/ instansi sebagai bentuk kepatuhan pada peraturan keuangan Negara sebagaimana yang dinyatakan dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 205 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Secara teknis implementasi penyusunan
laporan yang sesuai dengan standar akuntasi pemerintah, Menteri Keuangan mengatur Badan Akun Standar yang diatur dalam PMK Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Badan Akun Standar dan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan dan Keuangan Pemerintah Pusat. Peran Itjen sebagai Konsultan dan Penjamin Mutu LK Peran Inspektorat Jenderal dengan memperhatikan visi Itjen 2010-2011 sebagai pengendali dan penjamin mutu kinerja Kementerian Agama menjadi sangat strategis jika dikorelasikan dengan harapan Menteri Agama dalam menggapai laporan keuangan menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2011. Fungsi konsultan mengamanatkan Itjen untuk membantu satuan kerja yang diaudit dalam memecahkan suatu masalah melalui pengalaman audit dan pengetahuan yang diperoleh sesuai tugas fungsinya. Fungsi Penjamin dan pengendali mutu mengamanatkan Itjen untuk memastikan bahwa aktifitas manajemen sejak perencanaan sampai dengan pelaporan telah sesuai dengan kebenaran formal dan material dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan reviu laporan keuangan Kementerian Agama, peran Itjen sebagai konsultan diarahkan untuk memberikan solusi dan petunjuk kepada satker yang direviu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi satker yang terkait dengan penyajian laporan keuangan dan penyajian laporan SIMAK BMN. Dalam menjalankan fungsi sebagai penjamin Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
25
Fokus Utama mutu dalam kaitannya dengan reviu laporan keuangan Kementerian Agama, Itjen berperan memberikan kepastian dan jaminan bahwa laporan yang disajikan satker telah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan dan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dapat dinilai secara jelas oleh auditor internal dan eksternal. Sebagai upaya untuk mempercepat harapan Kementerian Agama menuju opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Inspektorat Jenderal telah menempuh berbagai program jangka pendek, menengah dan panjang di antaranya yaitu melakukan kegiatan reviu laporan keuangan pada seluruh satker di lingkungan Kementerian Agama. Kegiatan reviu merupakan prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Aparat Pengawasan Intern untuk memberi keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Kegiatan reviu ini merupakan kepatuhan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sebagai instansi pengawasan internal pemerintah dalam melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 33 yang menyatakan bahwa aparat pengawasan intern pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah melakukan reviu atas Laporan Keuangan dan Kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan
26
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga / Gubernur / Bupati / Walikota. Di samping itu juga implementasi Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 44/PB/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan KN/L sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 bahwa aparat Pengawasan Intern Kementerian Negara/Lembaga wajib melakukan reviu atas laporan keuangan. Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab secara formil dan materiil terhadap pelaksanaan APBN di kementerian/lembaga masing-masing. Mengingat luasnya rentang kendali yang berada dalam kewenangan seorang Menteri/Pimpinan Lembaga serta keterbatasan kemampuan teknis tentang laporan keuangan, maka perlu adanya reviu oleh aparat yang independen di lingkungan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Reviu dimaksud digunakan untuk membantu Menteri/Pimpinan Lembaga meyakini bahwa laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai SAP. Evaluasi reviu LK Kementerian Agama Salah satu program dan kegiatan yang ditempuh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dalam rangka menuju laporan keuangan Kementerian Agama yang beropini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) adalah kegiatan reviu laporan keuangan (LK). Mengingat tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan atas akurasi, keandalan, dan keabsahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan sebelum disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada presiden melalui Menteri
Fokus Utama Keuangan sementara hasil dari kegiatan reviu Permasalahan-permasalahan yang LK yang dilaksanakan dirasa belum maksimal dijumpai tersebut harus segera di atasi dan karena keterbatasan anggaran, sumber daya, dievaluasi secara integral dan komprehensif waktu dan kondisi di lapangan. Oleh karena dengan mengambil langkah-langkah sebagai itu perlu diambil langkah-langkah evaluatif berikut: Pertama, perlu kebijakan dan atas pelaksanaan kegiatan reviu laporan program yang memberikan penekanan keuangan yang dilaksanakan selama ini. pada pimpinan satker untuk memunjuk Berdasarkan hasil kegiatan reviu pengelola keuangan satker dan SIMAK BMN laporan keuangan satker ditemukan beberapa yang memiliki kualitas di bidang pengelolaan permasalahan di antaranya kesalahan keuangan dan SIMAK BMN. Kedua, Alokasi penganggaran, bantuan sosial kepada waktu reviu yang memadai bagi auditor. Hal Instansi vertikal, Saldo kas tidak dilaporkan, ini dianggap penting mengingat tugas reviu, pembukuan kas tidak tertib, atas langsung terlebih melaksanakan fungsi konsultan bendahara tidak melakukan pemeriksaan dan penjamin mutu, membutuhkan waktu kas, tidak dilakukan yang tidak singkat rekonsiliasi saldo kas sesuai dengan Kita dilahirkan dengan 2 buah telinga di kanan dan di kiri, dengan rekening koran kondisi permasalahan supaya kita dapat mendengarkan semuanya dari 2 buah dan catatan lainnya, di lapangan yang sisi. Untuk mengumpulkan pujian dan kritikan PNBP tidak disetor beraneka ragam dan dan memilih mana yang benar dan mana yang salah. ke Kas Negara dan kompleks meskipun digunakan langsung, ruang lingkup reviu PNBP belum/kurang sebatas penelaahan dicatat dan dilaporkan, persediaan belum/ laporan keuangan dan catatan akuntansi. kurang dicatat, tidak dibuatnya kartu Ketiga, Fokus pendalaman materi reviu LK. persediaan, keluar masuk barang persediaan Hal ini dilakukan baik kepada petugas reviu tidak dicatat secara tertib, tidak ada otorisasi dalam hal ini auditor maupun kepada satker pengeluaran barang, tidak dilakukan stock yang direviu. Bagi Auditor, fokus pendalaman opname, pengamanan atas persediaan tidak materi reviu diberikan dengan pertimbangan memadai, hasil inventarisasi dan penilaian dari segi pengalaman dan pengetahuan kembali aset tetap belum dicatat dalam auditor berbeda-beda dan tidak sedikit SIMAK BMN, aset tetap dilaporkan berbeda auditor yang belum pernah melakukan audit antara neraca dan laporan posisi BMN, di bidang keuangan dan BMN ditambah latar aset tetap tidak didukung dengan bukti belakang yang bukan dari bidang keuangan kepemilikan, aset tetap dikuasai pihak lain, sehingga secara kolektif tidak semua auditor aset tetap belum/kurang dicatat, kesalahan mempunyai kemampuan dan Pemahaman pengklasifikasian aset tetap dan beberapa akuntansi, Sistem Pengendalian Intern (SPI), kesalahan teknis lainnya yang ditemukan di Sistem Akuntansi Instansi (SPI), Standar lapangan. Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang memadai. Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
27
Fokus Utama Bagi satker yang direviu, fokus pendalaman materi reviu diberikan dengan pertimbangan tidak semua pengelola keuangan dan BMN di tingkat Kantor Wilayah Kementerian Agama dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ kota, menguasai dan mempunyai kemampuan teknis yang memadai di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Keempat, Komitmen pimpinan satker. Hal ini sangat penting disebabkan komitmen, kesungguhan dan keseriusan pimpinan satker menggerakkan dan mendorong bawahan dalam menyajikan laporan keuangan satker sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan sangat membantu mempercepat tugas tim reviu. Komitmen ini dapat ditunjukan dengan kesigapan dan kecepatan memberikan data dan dokumen yang dibutuhkan tim reviu di antaranya kemudahan dan keterbukaan dalam pemberian keterangan, ketersediaan Rekening Koran, Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu, Berita Acara Pemeriksaan Kas, Register Penutupan Kas, Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP)/ Surat Setoran Pajak (SSP), bukti-bukti pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan, daftar Barang Milik Negara, catatan ringkas Barang Milik Negara, bukti kepemilikan BMN, laporan Mutasi Aset Tetap dan Laporan Posisi Aset Tetap, Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), Berita Acara Rekonsilisasi, SPM, SP2D, dan dokumen pendukung lainnya. Kelima, Perubahan pola pikir dan pola budaya manajemen (cultural set and mindset), kompetensi, dan integritas dari seluruh pihak yang terlibat untuk menerapkan SAP yang konsisten dengan standar peraturan yang
28
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
ditetapkan pemerintah. Meskipun reviu tidak memberikan dasar bagi Aparat Pengawasan Intern untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan seperti dalam pelaksanaan audit namun dengan melakukan langkah-langkah evaluatifstratejik sejak dini atas pelaksanaan reviu yang telah dilaksanakan selama ini diyakini kualitas laporan Kementerian Agama pada tahun 2011 dapat meningkat dan apa yang menjadi harapan Menteri Agama dan seluruh aparatur di lingkungan Kementerian Agama menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat terwujud. Keberhasilan Kementerian Agama dalam mewujudkan laporan keuangan dengan opini Wajar tanpa Pengecualian (unqualified) merupakan cermin keberhasilan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II sebagaimana perjanjian kinerja antara Presiden dengan Menteri KIB II. Keberhasilan dalam mewujudkan laporan keuangan dengan opini Wajar tanpa Pengecualian (unqualified) juga merupakan komitmen kuat pemerintah dalam menghasilkan laporan keuangan yang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah dalam membangun Indonesia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban keuangan negara yang bersih, baik, transparan, dan akuntabel. [Khalillurrahman] Kita lahir dengan otak di dalam tengkorak kepala
kita. Semiskin apapun, kita tetap kaya. Karena tidak akan ada seorang pun yang dapat mencuri otak kita, pikiran kita dan ide kita. Apa yang anda pikirkan
dalam otak anda itu jauh lebih berharga daripada emas dan perhiasan.
Fokus Utama Kunci Meraih Sukses Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Oleh: Mohamad Ali Irfan
R
Foto Bersama Irjen Kemenag Dr. H. Mundzier Suparta, MA. dengan Peserta Sosialisasi PPA di Kanwil Kemenag Kalimantan Barat Pontianak, 28-30 Juli 2011
eformasi Birokrasi untuk dapat mewujudkan prinsip-prinsip good governance tersebut masih menemui berbagai kendala terkait dengan tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan. Demikian pula masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur Negara merupakan refleksi dari kondisi keinerja birokrasi yang masih jauh dari harapan. Permasalahan birokrasi tersebut belum sepenuhnya teratasi baik dari sisi internal dan eksternal birokrasi. Dari sisi internal birokrasi, berbagai permasalahan masih terus terjadi, pelanggaran disiplin, penyalahgunaan wewenang, banyak praktek KKN, rendahnya kinerja sumber daya manusia,
masih lemahnya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan. Sedangkan dari sisi eksternal birokrasi, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi juga akan mempengaruhi pencarian alternatifalternatif kebijakan dalam bidang aparatur Negara, dan banyaknya pihak yang memiliki kekuasaan politis masih banyak yang melakukan intervensi, baik berupa kebijakan dan financial yang berakibat lemahnya kinerja birokrasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005, Bahwa setiap Kementerian/Lembaga Negara memiliki tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah sesuai dengan bidangnya Kemneterian/Lembaga Negara sebagai berikut Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
29
Fokus Utama : (1) Melakukan perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di masing-masing bidang tugas Kementerian/ Lembaga Negara; (2) Melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya; (3) Mengelola barang milik Negara yang menjadi tanggungjawabnya; (4) Pengawasan atas peaksanaan tugas; (5) Menyampaikan laporan evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden RI. Sejalan dengan peraturan tersebut, tekad pemerintah untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat akan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, menjadi salah satu kebijakan prioritas. Penerbitan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi mengindikasikan bahwa pemerintah sangat serius untuk menyehatkan jajaran birokrasinya agar mampu melaksanakan tugasnya secara transparan, partisipatif, dan akuntabel sebagaimana prinsip-prinsip management modern. Instruksi Presiden tersebut tidak akan berjalan efektif apabila tidak adanya upaya untuk memperkuat kinerja lembaga-lembaga pengawasan intern maupun ekstern pemerintah. Pengawasan dengan melakukan audit yang ketat dengan disertai adanya pemberian sanksi yang tegas kepada pihak aparatur Negara yang melakukan tindakan indisipliner serta tindakan koruptif yang dilakukan oleh lembaga pengawasan intern pemerintah akan dapat menjaga proses Percepatan Pemberantasan Korupsi. Peran dari lembaga pengawasan ekstern pemerintah seperti pihak BPK RI bertugas untuk mengontrol realisasi
30
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
penggunaan anggaran APBN agar tidak terjadi kebocoran melalui penilaian atas Laporan Keuangan disetiap Kementerian/ Lembaga Negara. Untuk mengetahui sampai dimana tingkat optimalitas kinerja masingmasing Kementerian/Lembaga Negara maka BPK RI membuat opini hasil pengawasan atas Laporan Keuangan kepada pihak pimpinan Eksekutif dan Legislatif, dengan tingkat opini seperti adverse, disclaimer, Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pemberian opini dari BPK RI merupakan indikator kemajuan atau kemunduran atas reformasi di tubuh Birokrasi pemerintah, sehingga Pimpinan Eksekutif dalam hal ini Presiden RI dapat mengetahui secara jelas kinerja kabinet yang dipimpinnya sehingga kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh setiap menterinya, apabila penilaian opini dari BPK RI buruk seperti mendapat opini adverse atau disclaimer, maka presiden memiliki alasan kuat untuk merisafel kabinetnya, dan mengganti menteri-menteri yang dianggap tidak memiliki kecakapan dan kapabilitas dalam memimpin lembaganya dengan menteri yang lebih memiliki kualitas professional untuk membangun Negara dan opini tersebut juga dapat membantu pihak Legislatif dalam hal ini DPR RI yang juga berperan mengontrol jalannya kepemerintahan agar sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Untuk meraih penilaian opini dari pihak BPK RI dengan penilaian WDP maupun WTP tidaklah mudah, untuk mendapatkannya diperlukan adanya kerjasama dan tekad kuat yang kolektif dari seluruh jajaran di
Fokus Utama Kementerian/Lembaga Negara dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat Eselon tertinggi. Untuk memperoleh opini WTP dari BPK RI, ada kunci-kunci yang harus dijalani, yaitu : Pertama, Setiap pejabat yang terkait dengan posisi jabatan keuangan seperti Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penandatangan/Penguji SPM, dan Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerima, memahami secara baik Tugas Pokok dan Fungsinya serta peraturanperaturan yang terkait dengan tugasnya. Seringkali dalam menjalankan tugasnya pihak KPA tidak mengetahui substansi tugas pokoknya, seperti dalam pelaksanaan tugas melakukan pemeriksaan Buku Kas Umum, pihak KPA banyak tdak m engetahui bahwa hal tersebut adalah tugas pokoknya, akan tetapi selama ini pemeriksaan Buku Kas Umum diserahkan kepada pihak Pejabat Penguji SPM atau bahkan kepada pihak PPK, Kasus berikutnya adalah penandatangan dokumen kontrak dilakukan oleh KPA, yang seharusnya menurut aturan adalah PPK, atau bahkan banyak terjadi KPA merangkap PPK atau Pejabat Penguji SPM, bahkan berfungsi sebagai Bendahara dan melakukan Pejabat pengadaan Barang, kasus berikutnya adalah KPA tidak mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah atasan langsung bendahara, hal tersebut sangat terkait dengan dokumen-dokumen bukti administrasi realisasi keuangan. Dibanyak tempat seringkali terjadi PPK tidak mengetahui perannya dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga peran-perannya hanya dilaksanakan oleh pihak lain yang
bukan leading sector atas pekerjaan tersebut, ketika terjadi kesalahan prosedur di dalam proses pengadaan, PPK yang tidak pernah mengetahu perannya dan tidak dilibatkan dalam kegiatan tersebut, harus menanggung resiko hukum. Kasus berikutnya adalah peran Bendahara Pengeluaran dan Penerima hanya formalitas nama dalam SK pimpinan, akan tetapi kegiatan harian atas penginputan data transaksi tidak pernah dilaksanakan oleh pihak Bendahara, akan tetapi lebih banyak dikerjakan oleh staf lainnya bahkan dilakukan oleh pihak honorer (hal tersebut tidak diperkenankan), ketika terjadi kesalahan input transaksi dan terjadi selisih kurang yang bersifat material pihak Bendahara seringkali menyalahkan pihak staf yang mengerjakan penginputan, padahal dalam aturan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004, kesalahan tersebut tanggaungjawab pribadi Bendahara. Hal-hal tersebut banyak sekali ditemukan oleh Auditor Internal maupun Auditor Eksternal seperti pihak BPK RI, sehingga berakibat atas penilaian opini auditi. Kedua, diperlukan adanya perubahan struktur Organisasi antara struktur satker organisasi Pusat sampai kepada struktur satker organisasi tingkat Kabupaten dan kota, memiliki struktur organisasi yang sama, karena di satker tingkat kabupaten/ kota apabila memiliki tipelogi yang berbeda, maka akan berbeda strtuktur fungsi pada intern satker tersebut, hal tersebut berakibat ketika dalam penginputan pada program Sakpa dan Simak BMN, dan akan di transfer ke Satker tingkat Wilayah yang dimana Satker Tingkat Wilayah sebagai koordinator kompilasi laporan Keuangan, akan mengalami Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
31
Fokus Utama kesulitan dalam menginput Simak BMN nya pada barang persediaannya, terutama dalam hal Saldo awalnya, dan juga pada laporan Sakpanya, terkait dengan adanya multi DIPA, yang berdasarkan DIPA masing-masing unit eselon I, karena ketersediaan anggaran dalam DIPA pada masing-masing satker tingkat Kab/kota belum tentu tersedia akan struktur fungsi intern pada satker tersebut, hal tersebut akan terjadi penyimpangan realisasi anggaran tidak berdasarkan kode fungsi anggaran pada DIPA tersebut. Apabila hal tersebut dilakukan oleh pihak satker dan diketahui oleh pihak auditor BPK RI, maka dapat berakibat penilaian opini yang berakibat fatal. Ketiga, diperlukan Manajemen pengelolaan Aset Negara yang baik, seperti adanya proses pencatatan asset Negara berikut pengelompokan aset yang jelas, seperti: (a) Pengelompokan Aset tetap dengan Aset Lancar; (b) Setiap adanya transaksi barang persediaan harus segera diinput atau dicatat jangan sampai adanya penundaan pencatatan; (c) Setiap adanya
pengadaan barang harus melalui pihak yang menjadi leading sector pengadaan, seperti pada bagian umum agar memonitor setiap pengadaan relative lebih mudah; (d) Setiap penggunaan Aset Negara dengan disertai adanya penerbitan Surat Izin Penggunaan (SIP) agar adanya kejelasan pengalihan tanggung jawab atas penggunaan asset Negara; (e) Diperlukan adanya kejelasan status aset Negara, terutama aset tetap seperti tanah, diperlukan adanya kejelasan secara hukum kepemilikan tanah, apakah berupa sertifikat hak milik, sertifikat hak guna, atau sertifikat wakaf, agar ketika proses peng-inputan ke Simak BMN, akan lebih mempermudah mengelompokkan pada nilai aset, apakah penambahan nilai aset Negara, atau tidak; (f) Setiap proses pengadaan harus berdasarkan prosedur yang berlaku sebagaimana ketentuan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010, apakah prosedur Penunjukan Langsung, Pemilihan Langsung, atau Lelang Terbuka, tentunya hal tersebut harus berdasarkan atas besaran nilai pengadaannya; (g) Terhadap barang
Peserta Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (K2TLHP) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Bali, 13- 16 Juli 2011 32
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Fokus Utama yang telah rusak, pihak penanggungjawab wajib disertai dengan adanya Nota Resmi barang segera melakukan proses pengusulan Toko (Ber-KOP Toko); (c) Setiap Pengadaan penghapusan barang agar tidak menjadi barang yang bernilai Rp5.000.000,00 sampai beban anggaran Negara, dan tidak tercatat dengan Rp 10.000.000,00 harus disertai dengan dokumen SPK (Surat Perjanjian Kerja) terus menerus dalam Simak BMN. Keempat, menindaklanjuti segera antara panitia dengan pihak ketiga (rekanan). atas segala temuan kerugian keuangan Negara Dilengkapi dengan bukti setor pajak PPN dan maupun temuan pajak, baik yang berasal PPh. Keenam, merealisasikan Mata temuan yang dari hasil audit Inspektorat Anggaran sesuai dengan peruntukannya, Jenderal, BPKP maupun dari temuan BPK RI. Kelima, mengadakan penataan seperti: (a) Merealisasikan Akun 57 (Bantuan administrasi keuangan, dengan membuat: Sosial), secara aturan Bansos diperuntukkan (a) Buku Kas Umum Pengeluaran maupun kepada pihak Non PNS atau Non lembaga Penerimaan secara tertib, menggunakan Negara/pemerintah akan tetapi masih model Staffel sebagaimana dalam PerDirjen banyak merealisasikannya untuk pihak Perbendaharaan Kementerian Keuangan No. PNS, seperti bantuan beasiswa pendidikan 47 tahun 2009, Buku Kas Umum ditutup dan untuk para dosen atau guru swasta akan diperiksa setiap sebulan sekali oleh Kuasa tetapi realisasinya yang menerima adalah Pengguna Anggaran ditandatangani oleh dosen atau guru PNS, atau bantuan sosial Bendahara Pengeluaran/Penerimaan dan terhadap lembaga swasta akan tetapi tandatangan Kuasa Pengguna Anggaran. Buku pengurus lembaga tersebut adalah pihak PNS Kas Umum dilengkapi dengan adanya Buku , ataupun bantuan social untuk madrasah Pembantu, seperti Buku Pembantu Pajak, atau sekolah swasta akan tetapi bantuan Buku Pembantu Bank, Buku Pembantu UYHD, tersebut direalisasikan untuk madrasah Buku Pembantu per MAK; (b) Administrasi atau sekolah negeri, seringkali masalah ini keuangan penunjang, terkait dengan ditemukan oleh pihak BPK RI, dan menjadikan dokumen-dokumen transaksi seperti Kwitansi cacat penilaian atas lembaga tersebut; (b) harus ditandatangani oleh ketiga pihak, yaitu Merealisasikan Akun 52 (Belanja Barang) pihak penerima uang, Bendahara sebagai sesuai dengan akunnya, secara aturan Akun setuju lunas, Kuasa Pengguna Anggaran 52 peruntukannya adalah untuk pengadaan sebagai setuju bayar. Kwitansi juga harus barang yang bersifat harian atau yang dilengkapi dengan materai apabila nilai uang nilai pengadaan item barangnya senilai Rp dalam kwitansi bernilai Rp 250.000,00 sampai 300.000,00 kebawah atau yang memiliki dengan dibawah Rp 1.000.000,00 maka nilai klasifikasi barang persediaan. Sedangkan materainya senilai Rp 3.000,00 sedangkan Akun 53 (Belanja Modal) merupakan kegiatan apabila nilai uang pada kwitansi bernilai Rp pengadaan barang yang memiliki kriteria 1.000.000,00 keatas maka nilai materainya menjadi aset Negara atau bernilai diatas Rp senilai Rp 6.000,00. Kwitansi pengadaan 300.000,00, akan tetapi seringkali ditemukan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
33
Fokus Utama oleh pihak BPK RI Akun 52 digunakan untuk pengadaan barang yang masuk kriteria akun 53, atau sebaliknya pengadaan Akun 53 digunakan untuk pengadaan yang masuk kriteria Akun 52, hal tersebut berakibat sulitnya dalam proses penginputan Simak BMNnya terutama ketika proses Migrasi, yang akibatnya barang tersebut tidak dapat terangkut sehingga barang tersebut tidak Nampak dalam laporan realisasi anggaran (LRA), dan berdampak terjadi selisih antara nilai neraca Sakpa dan Simak BMNnya. Ketujuh, tidak membuka Rekening Bank untuk kepentingan kantor yang tidak berdasarkan izin kepada pihak Menteri Keuangan RI. Kedelapan, merealisasikan anggaran untuk belanja kegiatan dan belanja Perjalanan Dinas harus berdasarkan atas Standar Biaya Umum (SBU). Kesembilan, tidak boleh menyimpan uang dalam brankas melebihi aturan yang berlaku, maksimal dana yang dapat disimpan dalam brankas sebesar Rp.10.000.000,00. Kesepuluh, dalam melaksanakan perjalanan dinas harus memperhatikan kelengkapan dokumen sebagai pertanggungjawabannya, yaitu: Surat Undangan, Surat Tugas, SPPD yang ditandatangani oleh pejabat tempat yang dituju, Bukti Tiket Kendaraan Pulang Pergi, kalau dengan pesawat ada tiket, Bourding Pass, Bil Hotel. Kesebelas, dalam merealisasikan anggaran untuk sesuatu kegiatan maka diwajibkan panitia membuat Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan yang sesuai aturan yang berlaku seperti membuat, Proposal kegiatan (TOR), Laporan kegiatan
34
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
panitia, SK panitia, SK Narasumber, SK Penunjukan Peserta, Absensi kehadiran panitia, Absensi kehadiran Narasumber, Absensi kehadiran peserta, Rekapitulasi penggunaan anggaran, Bukti penerimaan Honor dan transport panitia, Bukti penerimaan Honor dan Transport Narasumber, Bukti penerimaan transport peserta, Biodata Narasumber, Biodata Peserta, Materi masing-masing Narasumber, Lampiran-lampiran berupa contoh sertifikat peserta, undangan untuk Narasumber, Kwitansi-kwitansi pengadaan, nota-nota Toko, Bukti setor Pajak (SSP/PPN dan PPh), Foto Kegiatan. Selama realisasi anggaran untuk kegiatan disertai dengan Laporan Pertanggunjawabannya dibuat maka kegiatan tersebut tidak akan dinilai fiktif oleh pihak auditor manapun khususnya pihak BPK RI yang memiliki hak penilaian opini terhadap satker. Keduabelas, tidak adanya overlapping penerimaan dana oleh satu pihak dalam satu kegiatan, yang menjadi double accounting, bahkan triple accounting, sehingga berakibat Kerugian Negara, dan harus disetorkan ke Kas Negara. Hal-hal tersebut diatas merupakan kegiatan yang harus dihindari oleh setiap Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penilai/Penguji SPM dan Bendahara, agar kunci-kunci sukses untuk mendapatkan opini Wajar Tampa Pengecualian tercapai. Hal tersebut akan lebih mudah tercapai apabila ada komitmen kuat secara kolektif dari seluruh jajaran, khususnya diberikan contoh tauladan dahulu oleh pihak Kuasa Pengguna Anggaran. Semoga sukses. [Mohamad Ali Irfan]
Pengawasan Audit Forensik Sebagai Alat Mendeteksi Fraud Oleh: Khairunas
Menag Suryadharma Ali Menyaksikan Penandatanganan Pakta Integritas oleh Sekjen Kemenag Bahrul Hayat dan Irjen Kemenag Mundzier Suparta
U
ntuk meningkatkan efektivitas pengungkapan kasus korupsi, salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah dengan menggunakan instrumen audit forensik. Audit forensik menerapkan teknik-teknik audit khusus untuk menemukan bukti finansial yang mendukung pembuktian ada tidaknya tindakan kejahatan. Audit forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum. Hasil audit forensik tersebut akan dapat bertahan menjadi barang bukti hukum di pengadilan. Audit Forensik dan Audit fraud berusaha
menjawab berbagai pertanyaan seputar fraud, pencegahan, pendeteksian, sampai kesimpulan yang disertai dengan barang bukti pengungkapan tindakan kejahatan dan atau kecurangan. Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit seorang auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Beban pembuktian dalam kasus fraud haruslah melampaui keraguan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
35
Pengawasan yang layak, artinya bahwa alat bukti yang Dari uraian diatas, dapat disimpulkan diperoleh dalam audit forensik harus relevan, bahwa Audit forensik dapat didefinisikan kompeten, materil dan cukup, sehingga sebagai aplikasi dari keterampilan audit dengan alat bukti itu membuat terang terhadap situasi yang memiliki konsekuensi suatu kejadian tindak pidana korupsi atau hukum melalui proses akuntansi. Forensik penyimpangan keuangan. (berasal dari bahasa Yunani Forensis yang Audit forensik merupaan spesialisasi berarti “debat” atau “perdebatan”) adalah praktek akuntansi yang menggambarkan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan hasil dari perselisihan aktual atau antisipasi untuk membantu proses penegakan keadilan atau litigasi (ligitation). Pelaksanaan audit melalui proses penerapan ilmu atau sains. forensik merupakan gabungan keahlian Dalam kelompok ilmu-ilmu forensik ini di bidang akuntansi, audit, dan hukum, dikenal antara lain ilmu fisika forensik, ilmu atau dengan istilah lain sebagai praktek kimia forensik, ilmu psikologi forensik, ilmu pemanfaatan akuntansi, audit, dan investigasi kedokteran forensik, ilmu toksikologi forensik, untuk membantu masalah-masalah hukum. ilmu psikiatri forensik, komputer forensik, Masalah hukum dan audit forensik. dalam hal ini tidak Ilmu forensik adalah Barangsiapa yang mencegah dirinya melakukan sepenuhnya berkaitan sebuah penerapan korupsi saat memiliki kesempatan untuk bertindak dengan pengadilan, dari berbagai koruptif, Tuhan akan melimpahkan rezeki yang halal sebagai pengganti dari yang haram. karena adakalanya ilmu pengetahuan bisa diselesaikan untuk menjawab Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) diluar pengadilan, p e r t a n y a a n seperti perdamaian pertanyaan yang antara pihak yang terkait. penting untuk sebuah sistem hukum yang Audit forensik tidak selalu berkaitan mana hal ini mungkin terkait dengan tindak dengan keuangan negara/pemerintah, pidana. Namun disamping keterkaitannya adakalanya terkait dengan dana perusahaan dengan sistem hukum, forensik umumnya (pihak ketiga) dengan pihak perbankan, atau lebih meliputi sesuatu atau metode-metode antar Bank, dan antar instansi/lembaga yang bersifat ilmiah (bersifat ilmu) dan juga swasta. Istilah pengadilan memberikan aturan-aturan yang dibentuk dari faktakesan bahwa akuntansi forensik semata- fakta berbagai kejadian, untuk melakukan mata berperkara di pengadilan atau disebut pengenalan terhadap bukti-bukti fisik. litigasi. Di samping proses litigasi ada proses Untuk pengertian yang lebih mudahnya, penyelesaian sengketa dimana jasa auditor ilmu Forensik adalah ilmu untuk melakukan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian fisik yang ditemukan di tempat kejadian sengketa lewat arbitrase dan alternatif perkara dan kemudian dihadirkan di dalam penyelesaian sengketa jenis lainnya. sidang pengadilan.
36
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan Audit forensik pada awalnya adalah yang diajukan oleh jaksa dalam persidangan. perpaduan yang paling sederhana untuk Pada prakteknya, auditor forensik, akuntansi dan hukum. Audit forensik harus memahami tentang akuntansi forensik, dapat dilaksanakan oleh berbagai lembaga untuk memahami apa yang ada di balik pengawasan seperti BPK, KPK, Pusat laporan keuangan, apa yang dilakukan Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dibalik laporan hasil analisis yang disajikan, (PPATK), BPKP dan Auditor APIP. sehingga apa yang disajikan dalam laporan Audit forensik mengungkapakan keuangan dan alur transaksi keuangan dapat sebuah fakta yang berhubungan dengan dilakukan pendeteksian secara benar guna penyelewengan dana sebuah institusi/ menghindari risiko finansial. organisasi dan mengungkap modus serta akibat Dengan dilakukannya audit forensik, dari penyelewengan tersebut. Seorang auditor akan membuat terang suatu alur transaksi forensik dituntut sekurangnya memiliki 6 keuangan. Dari alur transaksi keuangan hal, yaitu: (1) Kreatif, adalah kemampuan tersebut akan diketahui tingkat akurasi nilai, untuk melihat sesuatu yang orang lain jenis transaksi, waktu terjadinya transaksi, menganggap situasi hubungan sebab akibat bisnis normal dan terjadinya transaksi, Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup mempertimbangkan kepatutan dan adalah membiarkan pikiran yang cemerlang interpretasi lain, rasionalitas transaksi menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah. yakni bahwa itu dan kesesuaian bukan situasi bisnis dengan peraturan (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) normal atau transaksi perundangan yang keuangan yang berlaku. Kalau normal; (2) Rasa ingin tahu, keinginan untuk hasil audit forensik ini terindikasi adanya menemukan apa yang sebenarnya terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dalam suatu rangkaian peristiwa atau suatu bisa dikategorikan sebagai fraud. situasi tertentu; (3) Tidak mudah menyerah, Fraud adalah suatu perbuatan adalah semangat yang ditunjukan untuk melawan atau melanggar hukum yang terus maju meskipun fakta tidak mendukung dilakukan oleh orang atau orang-orang dari dan bukti-bukti sulit diperoleh; (4) Akal sehat, dalam atau luar organisasi dengan maksud adalah kemampuan untuk mempertahankan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan perspektif dunia nyata; (5) Business sense, atau kelompoknya yang secara langsung atau adalah kemampuan untuk memahami tidak langsung merugikan pihak lain. bagaimana sebenarnya bisnis berjalan, bukan Dari definisi tersebut dapat sekedar memahami bagaimana transaksi dikelompokkan unsur-unsur fraud sebagai dicatat; (6) Percaya diri, adalah kemampuan berikut: (1) Adanya perbuatan melawan mempercayai diri dan temuan, sehingga atau melanggar hukum; (2) Dilakukan oleh dapat bertahan dari pertanyaan-pertanyaan orang-orang dari dalam atau luar organisasi; Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
37
Pengawasan (3) Untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya; (4) Langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dari unsur-unsur tersebut, perbuatan fraud tidak jauh berbeda dengan Tindak Pidana Korupsi. Dimana tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keungan negara atau perekonomian negara.
institusi, apakah telah terjadi penyimpangan dan atau apakah sudah sesuai dengan yang seharusnya melalui evaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistematis, analitis, kritis, dan selektif guna memberikan pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Audit forensik sangat terkait dengan audit fraud, terutama membantu dalam hal penghitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli di persidangan
Sekjen Kemenag Bahrul Hayat pada Acara Pembukaan K2TLHP Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Bali, 13 Juli 2011
(pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999). Dari definisi tersebut unsur-unsur tindak pidana korupsi meliputi perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri/orang lain/ korporasi, merugikan keungan negara atau perekonomian negara. Untuk mengungkap adanya fraud, perlu dilakukan “audit” yaitu untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan dari suatu
38
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
perkara tindak pidana korupsi. Setelah dilakukannya audit forensik, dengan semua jenis bukti forensik yang didapatkan untuk mendukung kesimpulan terjadinya penyimpangan arus transasksi keuangan yang kemudian disimpulkan bahwa itu adalah fraud, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan audit fraud. Fraud audit (audit kecurangan) menurut Thornill (1995) adalah sebagai
Pengawasan penerapan keahlian atau profesional auditor oleh pihak rekanan atau pemborong dalam finansial dan mentalitas investigasi untuk kaitan pelaksanaan proyek atau pengadaan memecahkan kasus-kasus penyimpangan barang dan jasa; (4) Fraud/kecurangan yang yang dilaksanakan dalam konteks ketentuan dilakukan oleh orang dalam organisasi dan bukti atau data yang kompeten, relefan, dan orang luar organisasi, yaitu kecurangan yang materil. Seorang auditor fraud harus memiliki dilakukan melalui kerjasama kolusi antara kemampuan yang unik. Disamping keahlian orang dalam dan luar organisasi untuk teknis, seorang auditor fraud yang sukses mendapatkan keuntungan secara bersama. mempunyai kemampuan mengumpulkan Hasil audit forensik yang dilakukan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, melalui mekanisme dan prosedur audit tidak memihak, sahih, dan akurat, serta forensik, yang menyimpulkan adanya mampu melaporkan fakta-fakta itu secara penyimpangan keuangan, yang merugikan akurat dan lengkap. para pihak, maka semua dokumen audit Istilah fraud lebih ditekankan pada forensik dan dokumen transasksi dapat bentuk kecurangan yang berkaitan dengan dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi konsekwensi hukum, adanya fraud. seperti korupsi, Dokumen bukti Gantungkan azam dan semangatmu kolusi, nepotisme, audit forensik dapat setinggi bintang di langit dan rendahkan hatimu serendah mutiara di lautan penyalahgunaan sekaligus sebagai Kalaulah anda tidak mampu untuk w e w e n a n g , bukti adanya fraud, menggembirakan orang lain, kecurangan dalam sehingga dengan janganlah pula anda menambah dukanya. pelaporan (laporan demikian audit fiktif), penggelapan forensik dapat dan lain-lain. sekaligus alat untuk mendeteksi adanya fraud. Fraud/kecurangan ditinjau dari sisi Setelah terbukti adanya fraud, maka kasus korban fraud, adalah pihak yang menjadi atau kejadian tersebut layak untuk dilakukan akibat atau korban dari perbuatan fraud. penuntutan oleh aparat penegak hukum. Fraud ditinjau dari sisi pelaku, dapat Salah satu contoh hasil audit forensik yang dikelompokan pada 4 hal, yaitu: (1) pernah terjadi di Indonesia adalah kasus Bank Kecurangan manajemen atau management Bali. Dimana terungkapnya penyimpangan fraud. Yaitu kecurangan yang dilakukan oleh keuangan Bank Bali dapat diketahui setelah pimpinan satuan organisasi; (2) Kecurangan diurai semua transaksi yang terjadi, yaitu karyawan, yaitu kecurangan dalam bentuk pengujian atas akurasi nilai, jenis transakasi, ketidak jujuran yang terjadi yang dilakukan waktu terjadinya transaksi, hubungan sebab oleh karyawan dengan bebagai kepentingan, akibat terjadinya transaksi, kepatutan dan modus operandi dan faktor pendorongnya; rasionalitas transaksi dan kesesuaian dengan (3) Kecurangan/fraud dari pihak luar peraturan perundangan yang berlaku. organisasi, yaitu kecurangan yang dilakukan [Khairunas] Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
39
Pengawasan Nomor Registrasi Guru (NGR) Oleh: Yanis Naini
S
Menag Suryadharma Ali didampingi Irjen Kemenag Mundzier Suparta pada Acara Pembukaan Kompetisi dan Expo Madrasah tingkat Nasional (Kemnas) II Jakarta, 20 Juli 2011
alah satu persyaratan bagi Guru untuk mendapatkan pembayaran tunjangan profesi adalah memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG). Bagaimana dengan Guru yang diangkat oleh Kementerian Agama dan telah memiliki sertifikat pendidik, bolehkah dibayarkan tunjangan profesinya? Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru yang ditetapkan tanggal 1 Desember 2008. Pasal 10 ayat (4) menyatakan bahwa “Sertifikat Pendidik sah berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai Guru setelah mendapat Nomor Registrasi Guru dari Departemen”. Pasal 10 ayat (5) menyatakan bahwa “Calon Guru
40
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu Nomor Registrasi Guru dari Departemen”. Maka NRG harus dimiliki guru sebagai syarat sah sertifikat pendidik yang dimilikinya dan Guru boleh memiliki lebih dari satu sertifikat pendidik tapi dengan satu NRG. Dalam Pasal 15 ayat (1), dijelaskan tunjangan profesi diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan, salah satunya memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi nomor registrasi Guru oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Sehingga tahapan yang harus dilalui adalah: (1) Proses Sertifikasi oleh Perguruan
Pengawasan Tinggi, setelah mendapatkan sertifikasi, mengajukan NRG ke Kementerian Pendidikan Nasional; (2) Atau NRG melekat ketika proses sertifikasi selesai. NRG harus dipenuhi sebagai syarat Guru menerima tunjangan profesi sejak PP 74 tahun 2008 ditetapkan yakni 1 Desember 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tun-jangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, ditetapkan tanggal 12 Mei 2010. Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa “Tunjangan Profesi diberikan mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah yang bersangkutan mendapat Sertifikat Pendidik yang telah diberi Nomor Registrasi Guru dan Dosen dari Kemen-terian Pendidikan Nasional atau Kementerian Agama.” Dalam PMK Nomor 101/PMK.05/2010 dijelaskan bahwa NRG dapat dikeluarkan oleh Kemen-terian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Pembayaran tunjangan profesi dapat dilakukan selama Guru memiliki NRG. Bagaimana apabila Guru yang telah memiliki Sertifikat Pendidik namun belum memiliki NRG, apakah tunjangan profesinya dapat tetap dibayarkan? Berdasarkan PMK Nomor 101/PMK.05/2010 Pasal 6 ayat (1), NRG adalah persyaratan pembayaran tunjangan profesi, maka bagi guru yang belum memiliki NRG baik NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional maupun dikeluarkan oleh Kementerian Agama, tunjangan profesinya tidak dapat
dibayarkan? Kapan mulai berlaku peraturan ini? Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni 12 Mei 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, ditetapkan tanggal 7 September 2010. Pasal 9 ayat (1) menyatakan “Tunjangan Profesi Guru diberikan terhitung mulai bulan Januari tahun berikutnya setelah yang bersangkutan mendapat Nomor Registrasi Guru dari Kementerian Pendidikan Nasional.” Pasal 9 ayat (2) menyatakan “Nomor Registrasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah yang bersangkutan mendapat sertifikat pendidik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.” Pasal 22 menyatakan “Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” Dalam PMK Nomor 164/PMK.05/2010 dijelaskan bahwa NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Pembayaran tunjangan profesi dapat dilakukan selama Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memiliki NRG. Bagaimana apabila Guru yang telah memiliki Sertifikat Pendidik namun memiliki NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama bukan Kementerian Pendidikan Nasional, apakah tunjangan profesinya dapat Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
41
Pengawasan tetap dibayarkan? Berdasarkan PMK Nomor 164/ PMK.05/2010 Pasal 9 ayat (1), NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional adalah persyaratan pembayaran tunjangan profesi, maka bagi guru yang belum memiliki NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional, tunjangan profesinya tidak dapat dibayarkan? Kapan mulai berlaku peraturan ini? Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni 7 September 2010. Kenyataan di lapangan, Guru-guru dalam binaan Kementerian Agama mayoritas belum memiliki NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional, namun telah dibayarkan tunjangan profesinya. Begitu singkatnya Peraturan Menteri Keuangan berganti hanya dalam jangka waktu kira-kira 4 (empat) bulan. PMK Nomor 101/PMK.05/2010 ditandatangani oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati pada tanggal 12 Mei 2010 dan PMK Nomor 164/PMK.05/2010 ditandatangani oleh Bapak Agus D.W. Martowadojo pada tanggal 7 September 2010, haruskah peraturan ikut berubah ketika Menterinya juga berganti. Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2011 Keputusan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembayaran Tunjangan Profesi dan Bantua Tunjangan Profesi Guru/Pengawas dalam Binaan Kementerian Agama, ditetapkan tanggal 5 Mei 2011. KMA Nomor 73 tahun 2011 Lampiran, Romawi II, Huruf B, angka 2, menyatakan “Persyaratan penerima
42
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
tunjangan funsional: memiliki Nomor Registrasi Guru (NRG) dari Kementerian Pendidikan Nasional”. Dalam KMA Nomor 73 tahun 2011 dijelaskan bahwa NRG dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Pembayaran tunjangan profesi dapat dilakukan selama Guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memiliki NRG. Keputusan Menteri Agama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni 5 Mei 2011. Berdasarkan PMK Nomor 101/PMK.05/2010 dan KMA Nomor 73 tahun 2011, dapat disimpul-kan bahwa pembayaran tunjangan profesi dibayarkan kepada Guru yang telah memiliki Sertifikat Pendidik dan memiliki NRG, maka akan timbul pengembalian ke kas negara atas pembayaran tunjangan profesi setelah peraturan-peraturan tersebut dikeluarkan dan Guru belum memiliki NRG yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Apabila Tunjangan Profesi sudah terlanjur dibayarkan kepada Guru binaan Kementerian Agama yang mayoritas belum memiliki NRG yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan Nasional, KPPN akan melakukan penghitungan atas pengembalian ke kas negara, namun akan mengacu kepada peraturan yang mana apakah PMK Nomor 101/PMK.05/2010 atau KMA Nomor 73 tahun 2011. Apabila mengacu pada PMK Nomor 101/PMK.05/2010 maka pengembalian ke kas negara setelah tanggal 7 September 2010, apabila mengacu pada KMA Nomor 73 tahun 2011 maka pengembalian ke kas negara setelah tanggal 5 Mei 2011. [Yanis Naini]
Pengawasan Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual di Kementerian Agama Oleh: Sutikno
P
Menag Suryadharma Ali Menyampaikan Sambutan pada Acara Peresmian Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Kemenag, di Auditorium Kemenag Jakarta, 19 Agustus 2011
emerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.” Dalam wacana akuntansi, secara konseptual akuntansi berbasis akrual dipercaya dapat menghasilkan informasi yang lebih akuntabel dan transparan dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. Akuntansi berbasis akrual mampu mendukung terlaksanakannya perhitungan biaya pelayanan publik dengan lebih wajar. Nilai yang dihasilkan mencakup seluruh beban yang terjadi, tidak hanya jumlah yang telah dibayarkan. Dengan memasukkan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar, akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
43
Pengawasan pengungkapan kewajiban di masa mendatang. Dalam rangka pengukuran kinerja, informasi berbasis akrual dapat menyediakan informasi mengenai penggunaan sumber daya ekonomi yang sebenarnya. Oleh karena itu, akuntansi berbasis akrual merupakan salah satu sarana pendukung yang diperlukan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Akuntansi berbasis akrual telah berhasil diterapkan di berbagai negara maju dan membawa manfaat. Manfaat akuntansi berbasis akrual antara lain: Mendukung manajemen kinerja, Menfasilitasi manajemen keuangan yang lebih baik, Memperbaiki pengertian akan biaya program, Memperluas dan meningkatkan informasi alokasi sumber daya, Meningkatkan pelaporan keuangan, dan Memfasilitasi dan meningkatkan manajemen aset (termasuk kas). Penerapan akuntansi berbasis akrual di negara-negara berkembang harus direncanakan secara realistis dan praktis sesuai dengan kemampuan sumber daya dan kapasitas yang tersedia. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mendukung keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual adalah strategi implementasi yang direncanakan dengan baik, komitmen, tujuan yang dikomunikasikan secara jelas, sumber daya manusia yang andal, dan sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Penerapan akuntansi berbasis akrual jika akan dilakukan harus dirancang secara hati-hati mengingat Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis kas menuju akrual (cash towards accrual) baru saja diterbitkan dan belum diimplementasikan sepenuhnya,
44
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Pada dasarnya, jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keberadaan pos piutang, aset tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual, meskipun hampir sepenuhnya merupakan suatu diskresionari. Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi transaksi atau kejadian, maka nilai lebih yang diperoleh dari penerapan akrual adalah tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan dalam akuntansi
Pengawasan pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan atas Kebijakan Akuntansi dan Catatan atas dalam bentuk Laporan Operasional atau Laporan Keuangan (accounting policies and Laporan Aktivitas atau Laporan Surplus/ notes to the financial statements). Defisit. Pemerintah Pusat Swedia merupakan Dengan demikian, perbedaan salah satu negara yang pertama kali kongkrit yang paling memerlukan perhatian menerapkan sistem akuntansi berbasis adalah jenis dan komponen laporan akrual, yaitu penerapan pada tingkat keuangan. Ada dua macam basis akuntansi kementerian pada tahun 1993 dan penerapan yang secara luas digunakan: basis akrual dan pada level konsolidasian setahun kemudian. basis kas. Dalam akuntansi berbasis akrual, Pengembangan dan penerapan sistem pengaruh dari suatu kejadian usaha langsung akuntansi berbasis akrual memakan waktu diamati pada saat terjadinya. Jika suatu beberapa tahun dan tergolong lancar karena usaha memberikan suatu jasa, melakukan tidak ada perdebatan besar di pemerintahan penjualan, atau menyelesaikan suatu beban, dan tidak ada penolakan dari kementerian. transaksi tersebut akan dicatat di dalam buku Standar akuntansi berbasis akrual tanpa memperhatikan yang diterapkan apakah uang kas Pemerintah Pusat Bila Anda belum menemukan pekerjaan yang sudah diterima atau Swedia mempunyai sesuai dengan bakat Anda, bakatilah apapun belum ataukah kas b e b e r a p a pekerjaan Anda sekarang. Anda akan tampil sudah dikeluarkan karakteristik: Standar secemerlang yang berbakat. atau belum. akuntansi berbasis (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) Sejauh ini, akrual mencakup komponen laporan pemerintah (secara keuangan pokok dalam penerapan akuntansi keseluruhan) dan kementerian/lembaga, akrual telah muncul dalam berbagai Standar akuntansi berbasis akrual yang nama atau istilah. Di dunia internasional, diterapkan dapat dikelompokkan sebagai laporan keuangan akrual yang paling umum relatively full accrual accounting. Pengecualian diterapkan dalam sektor publik adalah hanya terhadap perlakuan aset bersejarah laporan yang mengacu pada International (heritage asset) dan pajak, Penggunaan nilai Public Sector Accounting Standards (IPSAS). historis, dan Setiap kementerian/lembaga Menurut IPSAS, laporan keuangan versi akrual menyiapkan Laporan Operasional, Neraca, secara umum sekurang-kurangnya terdiri Laporan Dana dan Catatan atas Laporan dari: Neraca (statement of financial position); Keuangan. Laporan Kinerja Keuangan (statement of Sementara itu, dalam basis akuntansi financial performance); Laporan Perubahan kas menuju akrual sesuai dengan PP Nomor dalam Aset Bersih/Ekuitas (statement of 24 Tahun 2005 tentang SAP, laporan keuangan changes in net assets/equity); Laporan Arus terdiri atas: Laporan Realisasi Anggaran; Kas (cash flow statement); dan Catatan Neraca; Laporan Arus Kas; dan Catatan atas Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
45
Pengawasan Laporan Keuangan. Penyusunan SAP berbasis berbasis akrual sehingga hanya memerlukan akrual dapat dilakukan dengan 2 cara, penyesuaian beberapa PSAP berbasis akrual; yaitu: (1) menyusun PSAP berbasis akrual dan 4) Penerapan SAP berbasis akrual yang seluruhnya dari awal; dan (2) menyesuaikan disusun sesuai pola SAP berbasis kas menuju PSAP berbasis kas menuju akrual (sesuai PP akrual lebih mudah bagi para pengguna Nomor 24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis standar karena sudah disosialisasikan, dan akrual dengan referensi IPSAS, dengan para pengguna telah memiliki pemahaman mempertimbangkan praktek-praktek yang dan pengalaman terhadap SAP berbasis kas berlaku, administrasi pemerintahan yang ada menuju akrual. Strategi penerapam SAP Akrual yang dan kemampuan sumber daya manusia. Atas dua strategi tersebut, KSAP dilaksanakan oleh pemeritah Pusat dilakukan sepakat menggunakan strategi yang ke-2, selama 5 (lima) tahun ke depan, mulai dari dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) tahun 2010 dimulai dengan Penerbitan SAP berbasis kas menuju akrual telah disusun Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dan Sosialisasi dengan mengacu pada SAP berbasis akrual. beberapa referensi Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita Selanjutnya pada bertaraf internasional ketahui, kapan kah kita akan mendapat tahun 2011 dilakukan antara lain IPSAS, pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum Penyiapan aturan Governmental kita ketahui adalah pintu menuju pengetahuan. pelaksanaan dan Accounting Standards Perjalanan seribu batu bermula kebijakan akuntansi, Board (GASB), dan dari satu langkah. Pengembangan Government Finance Sistem Akuntansi Statistics (GFS), sehingga diharapkan SAP berbasis kas menuju dan TI bagian pertama (proses bisnis dan akrual yang akan disesuaikan menjadi akrual detail requirement), dan Pengembangan sudah dapat diterima umum; (2) Mengurangi kapasitas SDM. Pada tahun 2012, setelah resistensi dari para pengguna SAP (PP Nomor melakukan pengembangan SDM dilaksanakan 24 Tahun 2005) terhadap perubahan basis Pengembangan Sistem Akuntansi dan TI akuntansi. Pengguna PP Nomor 24 Tahun 2005 (lanjutan) dan Pengembangan kapasitas SDM masih dalam tahap pembelajaran dan perlu (lanjutan) serta Piloting beberapa KL dan BUN. waktu yang cukup lama untuk memahaminya Selanjutnya pada tahun 2013 dilaksanakan sehingga apabila SAP akrual berbeda jauh Reviu, Evaluasi dan Penyempurnaan Sistem dengan SAP berbasis kas menuju akrual dan melanjutkan program Pengembangan akan menimbulkan resistensi; 3) Penyusunan kapasitas SDM yang dimiliki oleh K/L Negara. SAP berbasis akrual relatif menjadi lebih Pada tahun 2014, dilaksanakan Parallel Run mudah karena sebagian dari PSAP berbasis dan Konsolidasi seluruh LK; Reviu, Evaluasi dan kas menuju akrual (PSAP Nomor 01, 05, Penyempurnaan Sistem; dan Pengembangan 06, 07, dan 08 dalam PP 24/2005) telah kapasitas SDM (lanjutan). Terkahir pada
46
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan tahun 2015 melaksanakan Implementasi dan penerapan standar akuntansi berbasis akrual secara Penuh diiringi dengan Pengembangan kapasitas SDM. Sistem akuntansi berbasis akrual mempunyai Kelebihan dan kekurangan yang mengiringinya. Keunggulan SAP Berbasis Akrual antara lain adlah menyajikan informasi keuangan secara lebih akurat dan lengkap sehingga dapat lah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mengenai: (1) Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Penyajian pendapatan, belanja dan pembiayaan secara akural memungkinkan pengukuran kinerja secara akurat, khususnya terkait pelayanan pemerintah yang diberikan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal itu memudahkan pengambil keputusan dalam menentukan pilihan dan pertimbangan ekonomi; (2) Aset dan Kewajiban. Penyajian aset dan kewajiban dapat menggambarkan potensi manfaat masa depan yang diperkirakan diperoleh dan pengorbanan sumber daya akibat masa lalu yang terjadi. Sedangkan Kelemahan SAP Berbasis Akrual, Kelemahan yang ada terkait dengan kompleksitas penerapan basis akrual yang terjadi karena ketidaksiapan sumber daya pemerintah baik sumber daya manusia maupun infrastruktur serta manfaat basis akrual yang belum dipahami oleh stakeholder. Dalam pelaksanaannya penerapan SAP Berbasis Akrual juga mempunyai beberapa kendala yang menyertainya, diantaranya: (1) Kompleksitas Laporan Keuangan. Laporan yang harus disiapkan oleh pemerintah menjadi bertambah yaitu enam
laporan dan satu CALK tanpa membedakan laporan pokok dan laporan pendukung. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan sistem akuntansi pemerintah yang pada akhirnya akan membuat alokasi anggaran menjadi cukup besar; (2) Kondisi Pemerintah. Kondisi pemerintah meliputi sumber daya manusia dan infrastruktur untuk menerapkan SAP berbasis akrual serta kualitas laporan keuangan pemerintahan yang disusun berdasarkan PP Nomor 24 tahun 2005 yang belum sepenuhnya sesuai dengan PP tersebut (masih banyak laporan keuangan yang mendapat opini disclaimer dari BPK RI), dan (3) Dampak Penerapan Sap Berbasis Akrual. Penerapan SAP berbasis akrual dapat berdampak jangka waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan serta dapat berpengaruh jangka waktu pemeriksaan BPK RI mengingat laporan yang harus disiapkan lebih banyak dibandingkan SAP sebelumnya sesuai PP Nomor 24 tahun 2005. Sistem akuntansi berbasis akrual merupakan sistem akuntansi modern yang banyak diterapkan di negara maju. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 merupakan implementasi Undang-Undang di bidang keuangan negara, walaupun untuk penerapannya dapat dilakukan secara bertahap. Dengan penerapan akuntansi berbasis akrual akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi pemerintah, masyarakat sebagai pengguna laporan keuangan, maupun bagi pengembangan profesi akuntansi, dibandingkan dengan akuntansi berbasis kas. [Sutikno]
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
47
Pengawasan Teknik Menemukan Bukti Oleh: Irianto
S
Pembinaan SDM dan Pelatihan Komputer Bagi CPNS Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Tahun 2011
uatu bukti dapat dinyatakan secara jelas (clear) tetapi mungkin juga sulit untuk dinyatakan dengan jelas karena sudah lepas dari pandangan (seen out of). Hal ini juga dipengaruhi oleh bagaimana kita melihatnya sehingga kita dapat menyatakan sesuatu hal sebagai bukti. Tetapi yang jelas bahwa bukti yang dimaksudkan dalam uraian-uraian berikut adalah fakta-fakta (facts) dan informasi (information). Fakta-Fakta dan Informasi Sebagai Bukti (Evidence) Bukti (evidence) adalah merupakan fakta-fakta atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menarik suatu kesimpulan (conclusion) sehubungan dengan 48
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
pemeriksaan (audit). Laporan pemeriksaan (audit report) beserta kesimpulan ataupun pendapat atas laporan tersebut belum dapat disajikan sebelum bukti-bukti lengkap untuk selanjutnya dianalisis. Selain itu juga perlu diperhatikan akan arti penting atau tidaknya setiap bukti. Karena bukti yang tidak relevan dan tidak punya arti akan tidak mendukung suatu kesimpulan atau pendapat atas hasil suatu pemeriksaan (audit). Pertama, bukti yang berkaitan dengan analisis. Setiap bukti harus ada kaitannya dengan kenyataan atau realita. Apapun bentuknya sepanjang bukti tersebut nantinya digunakan sebagai dasar untuk manarik kesimpulan atas hasil pemeriksaan (audit), bukti tersebut harus merupakan bagian dari kenyataan. Kesimpulan
Pengawasan (conclusion) atau pendapat (opinion) selalu didasarkan atas bukti-bukti objektif meskipun hal itu merupakan hasil pemikiran seseorang, akan tetapi semuanya itu selalu ada kaitannya dengan kenyataan atau realita yang dapat dijumpai dalam dunia ini. Buktibukti semacam ini sering disebut “analytical evidence” atau bukti yang berkaitan dengan analisis. Kedua, bukti langsung. Kesimpulan (conclusion) yang akan diambil terhadap hasil suatu audit ditentukan oleh jenis bukti-bukti yang dapat dikumpulkan. Bila seorang auditor ingin mengetahui legalitas pemilikan sebuah bangunan yang dipergunakan oleh suatu perusahaan, maka dia dapat menceknya ke suatu badan atau lembaga tertentu yang berwenang dalam hal ini. Auditor akan dapat menemukannya dalam akte atau piagam (“deed”) yang disimpan dalam badan atau lembaga tersebut. Akte atau piagam (“deed”) yang memuat tentang pemilikan suatu bangunan sering disebut sebagai “bukti langsung” (direct evidence). Meskipun bukti semacam ini tidak mungkin diperoleh auditor, namun hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penarikan kesimpulan atas hasil pemeriksaan. Contoh lain dari “bukti langsung” ini adalah menentukan biaya suatu pos (item) tertentu dengan melihat bukti pembelian atau pembayaran aslinya, kesaksian atau pembuktian seseorang yang mungkin masih dipertanyakan. Ketiga, bukti tidak langsung. Sering terjadi bahwa dari hasil pemeriksaan tertentu sudah dapat diperoleh suatu kesimpulan meskipun hanya berdasarkan bukti tidak langsung atau melalui pembuktian sepintas
lalu saja. Sebagai contoh adalah, untuk membuktikan bahwa sebuah mesin telah diperbaiki sepenuhnya sesuai dengan kerusakan yang ada sehingga perlu diadakan rekapitulasi (recapitalized) adalah sulit kalau hanya perbaikan tanpa adanya informasi yang menyatakan bahwa mesin tersebut diperbaiki sepenuhnya dan kembali pada kondisi yang siap digunakan untuk selama beberapa waktu tertentu. Auditor di sini hanya dapat menyimpulkan bahwa mesin tersebut telah diperbaiki dengan biaya sebesar yang tercantum dalam faktur pembayarannya. Akan tetapi dalam hal apakah mesin tersebut betul-betul sudah dalam kondisi yang telah siap dioperasikan dan perbaikan yang telah dilakukan telah memenuhi syarat akan sulit untuk dibuktikan oleh si pemeriksa. Dia hanya dapat membuktikan setelah memperoleh informasi mengenai hal tersebut melalui orang yang kompeten atau ahli dalam kasus seperti ini. Bila hal ini telah jelas dan diyakini oleh auditor, barulah auditor mempertimbangkan atau dapat menyarankan perlu adanya rekapitalisasi atas mesin tersebut dan dinyatakan dalam catatan atau pembukuan organisasi/instansi. Keempat, bukti utama dan bukti sekunder. Bukti Utama (best or primary evidence) adalah bukti-bukti yang dalam keadaan tertentu digunakan sebelum buktibukti lainnya tersedia. Sebagai contoh adalah, surat perjanjian atau kontrak adalah bukti utama atas suatu perjanjian atau kontrak itu sendiri. Atau, bukti konfirmasi dari bank adalah surat asli konfirmasi yang diterima dari bank itu sendiri. Jika seandainya dalam contoh Surat (perjanjian) Kontrak tadi aslinya tidak Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
49
Pengawasan ada tetapi hanya salinan atau copynya saja atau pihak penuntut lainnya yang dapat yang digunakan sebagai bukti, maka dalam hal memberikan pembuktian. bukti seperti ini bukan lagi merupakan bukti Dalam “Auditing” tidak diperlukan utama akan tetapi merupakan bukti sekunder. atau tidak mengenal adanya polisi, pengacara, Yang penting bagi si auditor apabila nantinya jaksa penuntut atau pembela, untuk bukti sekunder ini dipergunakan adalah mencari bukti-bukti yang diperlukan. Akan dalam hal isinya yaitu apakah betul sesuai tetapi auditor harus dapat menempatkan dengan aslinya. Yang dapat merepotkan dirinya baik sebagai polisi, pengacara, jaksa adalah bila asli Bukti Utama itu berada di penuntut umum atau sebagai pembela tangan orang luar yang juga isinya mungkin dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor. telah mengalami beberapa perubahan Dia harus mengumpulkan fakta-fakta seperti yang ditulis dengan pensil atau “ballpoint” halnya dilakukan oleh polisi dan dia harus tanpa merubah juga dalam tembusan dapat mempertimbangkan mana yang dapat atau copy yang disimpan sebagai arsip disetujui dan mana yang bukan, seperti hal organisasi/instansi. yang dilakukan oleh Kalau demikian seorang pengacara Kekuatan terbesar yang mampu halnya, maka sulitlah atau jaksa penuntut. mengalahkan stres adalah kemampuan bagi auditor untuk Dengan perkataan memilih pikiran yang tepat. Anda akan menggunakan bukti lain si auditor harus menjadi lebih damai apabila yang Anda sekunder tersebut dapat bertindak pikirkan adalah jalan keluar masalah. sebagai bukti. Keadaan sebagai juri yang adil, (Sahdunya Untaian Pujangga Hikmah) semacam ini hanya yang menimbang dapat diterima untuk suatu masalah dan pembuktian bila ada bukti penunjang lain memutuskan mana yang benar dan mana yang dapat digunakan sebagai pembanding yang salah tanpa memihak (independent). atau pencocokan. Juga bagi seorang auditor tidak mengenal istilah “tidak dapat diputuskan” Mutu dan Kebenaran Suatu Bukti (Quality ataupun tidak ada suatu hal atau aturan and Reliability of Evidence) yang mengarahkan ataupun yang membatasi Sebelum suatu keputusan dalam dirinya untuk memperoleh atau memilih suatu perkara di pengadilan disahkan atau bukti-bukti yang diperlukan. Dan tidak ada diumumkan harus ada suatu proses yang istilah atau keputusan apapun yang berlaku ditempuh dalam hal pembuktiannya yaitu untuk seorang pemeriksa (auditor) seperti, melalui peraturan-peraturan yang ada, “data atau bukti tidak berarti (immaterial), kesaksian atau pembuktian melalui saksi tidak relevan (irrelevant) dan tidak kompeten atau orang tertentu ataupun pembuktian (incompetent). Atau, bisa juga bahwa “data dalam bentuk fisik lainnya. Dalam hubungan tersebut hanya desas-desus saja” dan lain ini sering kita lihat peranan polisi, pengacara, sebagainya.
50
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan berdasarkan keempat mempunyai pegangan atau suatu konsep patokan atau dasar tersebut di atas dalam dalam melaksanakan tugasnya, apa yang menentukan dokumen-dokumen yang mana diakui sebagai bukti dan mana yang diperlukan atau dibutuhkan. Cara atau bentuk bukan. Ataupun, bukti-bukti apa saja yang lain untuk meyakinkan auditor untuk menilai diperlukan dan bukti-bukti mana yang apakah bukti-bukti yang dikumpulkan relevan, dianggap tidak perlu serta bukti-bukti lain cukup penting, kompeten dan cukup lengkap yang saling berhubungan atau berkaitan. adalah tergantung pada jawaban auditor Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa, atas pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: si auditor harus juga memiliki pegangan “Apakah informasi yang telah dikumpulkan ada atau konsep berdasarkan pengetahuan dan hubungannya dengan tujuan pemeriksaan pengalamannya untuk dapat membedakan (audit objective)? Apakah informasi tersebut apakah suatu bukti dapat dipercaya (reliable) cukup penting atau significant? Apakah atau tidak (unreliable). informasi yang dikumpulkan berasal dari Ada beberapa patokan atau dasar sumber yang benar atau layak dipercaya ? Bila yang dapat digunakan untuk menilai dapat pertanyaan-pertanyaan tersebut sepenuhnya tidaknya suatu bukti diterima serta benar dapat dijawab dengan “ya”, maka bukti atau atau tidak benarnya suatu bukti, yaitu: (1) informasi yang dikumpulkan oleh auditor Kerelevanan bukti (relevancy); (2) Nilai tersebut dapat diterima untuk mendukung pentingnya bukti (materiality); (3) Kesahan kesimpulan dan pendapat auditor atas hasil atau kompetentsi bukti (competency); audit yang dia lakukan”. (4) Kecukupan atau kelengkapan bukti Pertama, Kerelevanan Bukti (sufficiency). (relevancy). Pengertian “Kerelevanan Bukti” Bukti yang lengkap (sufficient) dan sah di sini adalah bahwa informasi yang digunakan (competent) adalah bukti yang cukup relevan sebagai bukti mempunyai hubungan yang (relevant) dan benar nilainya (material) untuk wajar dan logis terhadap kriteria yang mendukung kesimpulan (conclusion) dalam digunakan untuk tujuan audit. audit. Sebagai contoh adalah, bahwa ada Relevan dan besar nilainya berkaitan ketentuan dari Bagian Kendaraan dalam dengan mutu suatu bukti, sedangkan kesahan suatu organisasi yang menyatakan bahwa atau kompetensi berkaitan dengan dapat untuk pemakaian ban sampai dengan tidaknya dipercaya suatu bukti serta faktor 20.000 km harus sudah diganti dengan yang kecukupan berhubungan dengan masalah baru. Adalah tidak relevan kalau bukti yang jumlah bukti yang dengan sendirinya tidak diperoleh untuk ini menyatakan “ban radial lepas dari faktor mutu maupun kebenaran penggunannya lebih lama dibandingkan daripada bukti-bukti. dengan ban biasa”. Dengan demikian, secara Kedua, Nilai Pentingnya Bukti konsepsional auditor perlu (materiality). Besar tidaknya nilai suatu bukti Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
51
Pengawasan akan mempengaruhi sikap auditor dalam pengendalian intern yang lemah; (c) Bukti hal kesimpulan atau pendapat yang akan yang berhasil dikumpulkan oleh auditor dikemukakan dalam hubungannya dengan dengan cara pemeriksaan fisik, observasi, komputasi ataupun inspeksi adalah lebih audit. Sebagai contoh adalah, dari sejumlah terpercaya dibanding dengan bukti-bukti persediaan kertas tulis seharga Rp 10 juta yang diperoleh dengan cara tidak langsung; sebagian mengalami kerusakan seharga Rp (d) Bukti Asli (original documents) lebih dapat 5000,00 (lima ribu rupiah). Lima ribu rupiah dipercaya dibanding dengan tembusan atau (Rp5000,00) tidak besar artinya dibanding copynya. Keempat, Kecukupan atau dengan nilai Rp10 juta, sehingga dalam kasus seperti ini tidak akan banyak pengaruhnya Kelengkapan Bukti. Untuk mengukur cukup terhadap kesimpulan atau pendapat auditor atau sudah lengkapnya bukti-bukti yang dikumpulkan untuk menunjang kesimpulan dalam pemeriksaannya. Ketiga, Kesahan atau Kompetensi atau opini dalam audit adalah suatu hal yang Bukti (Competency of Evidence). Kesahan agak sulit untuk dinyatakan. Kapan dapat dikatakan bahwa atau kompetensi bukti-bukti sudah suatu bukti berkaitan Kekayaan bukanlah satu dosa dan cukup atau belum dengan sumber kecantikan bukanlah satu kesalahan. cukup? Hal ini tentu daripada butki itu Oleh itu jika anda memiliki kedua-duanya janganlah anda lupa dilihat dari sudut sendiri. Suatu bukti pada Yang Maha Berkuasa. pandangan auditor dinyatakan sah atau yang memerlukan kompeten apabila (Syahudnya Untaian Pujangga Hikmah) suatu pengetahuan bukti tersebut (know how) dan diperoleh dari sumber yang layak dipercaya dan yang berkompeten pengalaman dalam menetapkan bahwa bukti-bukti yang telah dikumpulkan sudah terhadap bukti tersebut. Ada beberapa faktor yang dapat cukup atau lengkap, baik untuk tujuan dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan pembuktian ataupun untuk menunjang sah atau tidaknya suatu bukti, yaitu: (a) Bukti kesimpulan (conclusion) dan pendapat yang diperoleh dari pihak yang independent (opinion) auditor sehubungan dengan tugas di luar organisasi yang merupakan objek audit yang dilakukannya. Ukuran mengenai “berapa banyak” audit adalah lebih terjamin kesahannya yang dibutuhkan sering dibanding dengan bukti yang diperoleh secara bukti-bukti langsung dari organisasi tersebut; (b) Bukti diistilahkan sebagai “Bobot atau beratnya yang diperoleh dari suatu organisasi yang bukti” (the weightof evidence). Dipandang dari segi hukum, ada 2 membina sistem pengendalian intern yang baik adalah lebih dipercaya dibandingkan (dua) kriteria yang dapat digunakan untuk dengan organisasi yang memiliki sistem mengukur “Bobot atau berat” dan “sampai
52
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan sejauh mana keraguan atau tingkat keyakinan bukti; (2) Apakah kenyataannya dalam dunia yang dapat diberikan oleh suatu bukti” ini memang sudah demikian ? (proof beyond a reasonable doubt). Yang Berdasarkan kedua hal ini, yang dimaksud dengan ”besarnya pengaruh bukti” dimasukkan sebagai bukti untuk tujuan audit dalam hal ini adalah bahwa bukti-bukti yang hanya yang diperoleh dari 3 (tiga) sumber tersedia adalah jelas dan dapat memberikan serta mempunyai kaitan dengan: (1) Apa yang keyakinan yang jauh lebih besar (outweighs) menurut persepsi atau pandangan auditor dibanding dengan pembuktian berdasarkan ada hubungannya dengan kenyataan dalam apa yang ada dalam pikiran orang yang dunia ini (observation evidence); (2) Apa akan memberikan kesimpulan (conclusion). yang menurut pandangan orang atau umum Sedangkan sampai sejauh mana keraguan ada hubungannya dengan kenyataan dalam atau tingkat keyakinan yang dapat diberikan dunia ini yang selanjutnya disampaikan oleh suatu bukti dimaksudkan bahwa kepada si pemeriksa (testimonial evidence); semua bukti harus jelas dan dapat memberi (3) Hal-hal khusus yang berhubungan dengan keyakinan terhadap orang/pihak lain (clearly kenyataan (reality) menurut pandangan atau and convincingly). Akan tetapi dari semua persepsi seseorang. Biasanya ini diperoleh hal ini, dalam kaitannya dengan audit, baik dalam bentuk tertulis (records evidence). pengaruh ataupun pengujian bukti itu berada Keterangan: Pertama, Records di tangan auditor, meskipun kadang-kadang Evidence. Secara umum sumber utama atas sering dialami oleh pemeriksa bahwa bukti fakta-fakta atau informasi yang dapat dipakai yang dapat memberi keyakinan, lebih berarti oleh pemeriksa (auditor) sebagai bukti adalah daripada jumlah bukti yang cukup banyak “catatan” (records). Pengertian Catatan di tetapi tidak dapat mempengaruhi keyakinan sini meliputi, informasi-informasi tertulis, pihak yang berkepentingan. catatan-catatan akuntansi, kontrak atau surat-surat perjanjian, akte atau dokumen Sumber Bukti-Bukti Untuk Pemeriksaan lain yang sejenis. Dalam hal pengumpulan Kesalahan atau kompetensi suatu bukti-bukti ini, yang penting bagi auditor bukti untuk tujuan audit juga dipengaruhi adalah kelengkapan dan kesahan daripada oleh sumber atau darimana bukti tersebut bukti-bukti. Copy atau tembusan suatu bukti diperoleh. Di lain pihak, sumber bukti yang dikumpulkan dapat berbeda dengan berhubungan dengan: (1) bagaimana aslinya. Untuk itu auditor harus yakin seseorang melihatnya sebagai bukti dan (2) bahwa isi tembusan (copy) informasi yang memang di dunia ini kenyataannya sudah dikumpulkan harus sama dengan aslinya. demikian. Untuk informasi-informasi tertentu Secara konseptional teknik yang diolah melalui komputer perlu juga pengumpulan bukti dihubungkan dengan 2 mendapat perhatian akan kesahan ataupun (dua) hal yaitu: (1) Bagaimana persepsi kita kompetensinya. Kompetensi (competency) atau cara kita memandangnya sebagai suatu suatu bukti atau informasi yang dihasilkan Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
53
Pengawasan oleh komputer tergantung pula pada “testimonial evidence” dalam hal ini tetapi tingkat pengendalian yang dibina dalam sebagai “records evidence”. Permintaan untuk “testimonial pengoperasian suatu sistem komputer. Bila dalam suatu sistem komputer telah dibina evidence” dapat dikelompokkan sebagai suatu sistem pengendalian intern yang baik, berikut: (a) Persoalan Interview Evidence. informasi yang dihasilkan oleh komputer Seorang auditor dapat memperoleh bukti yang paling dapat dipercaya melalui suatu cukup sah atau kompeten. Prosedur yang ditempuh dalam wawancara (interview) yang sangat mendalam mendapatkan bukti-bukti adalah penting terhadap seseorang yang memahami pokok diperhatikan untuk memberikan keyakinan permasalahan yang diperiksa. Tentu saja dalam hal ini auditor kepada pihak lain bahwa bukti-bukti tersebut tidak mengabaikan personality, kejujuran adalah sah atau kompeten. Salah satu cara untuk meyakinkan serta pengetahuan orang atau pihak yang pihak lain yang berkepentingan dalam diwawancarai. Dengan kata lain, si pemeriksa harus mengusahakan hal kesahan atau agar informasi yang kompetensi serta Hanya orang takut yang bisa berani, karena diperoleh bersumber kebenaran (reliability) keberanian adalah melakukan sesuatu yang dari orang yang suatu bukti adalah ditakutinya. Maka, apabila merasa takut, Anda layak dipercaya dan dengan cara akan punya kesempatan untuk bersikap berani. merupakan sumber menjelaskan prosedur yang asli dan bukan yang ditempuh dalam orang kedua atau mendapatkan bukti atau informasi tersebut dalam laporan berupa kabar angin. (b) Letter and Confirmation Evidence. pemeriksaannya. Kedua, Testimonial Evidence. Yang Informasi yang digunakan sebagai bukti dalam dimaksud dengan “testimonial evidence” laporan pemeriksaan (audit report) sering adalah informasi yang diperoleh dari pihak diperoleh melalui surat atau konfirmasi. Bila atau orang tertentu ataupun dari kita sendiri, informasi tertentu akan memperoleh melalui yang bertindak sebagai saksi atas permintaan surat, auditor harus menyatakan dalam secara langsung. Permintaaan suatu informasi bentuk pertanyaan yang jelas dan mudah bisa dalam bentuk tertulis, lisan atau bersifat dipahami sehingga pihak yang dimintakan konfirmasi tersebut tidak akan memberikan analitis (analytical). Sebagai contoh adalah, bentuk jawaban yang salah akan tetapi sesuai dengan standar atas jawaban konfirmasi mengenai yang dimaksudkan oleh auditor. (c) Analytical Evidence. Sering saldo bank yang disampaikan oleh bank atas permintaan secara tertulis dari kita. dilakukan bahwa perincian hasil pemeriksaan Sedang keterangan atau informasi yang dievaluasi atau dianalisis. Hasil analisis diperoleh dari arsip (file) bukan merupakan tersebut oleh auditor digunakan sebagai
54
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan bukti yaitu “bukti hasil analisis”. Yang berhubungan langsung dengan “bukti hasil analisis” ini adalah bukti yang diperoleh dari pihak lain yang menjadi saksi. (d) Observation Evidence. Auditor dapat juga memperoleh sejumlah buktibukti melalui pengamatan atau menurut perasaannya. Dia melakukan pengamatan atas tanah dan gedung milik suatu instansi, melihat dan mengikuti perhitungan uang kas secara fisik, menyaksikan perbaikan mesin ataupun pelaksanaan suatu training dalam ruangan kelas. Bukti hasil observasi (observations evidence) merupakan suatu hal yang penting dalam mencari informasi untuk ManagementAudits dan Program Audits (M & P – Audits). (e) Sampling for Audit Evidence. Banyak informasi yang digunakan sebagai bukti diperoleh melalui proses dengan cara sampling atas catatan-catatan (records), pembuktian/kesaksian (testimonies) atau diperoleh sebagai hasil observasi (observations). Metode sampling untuk tujuan pemeriksaan ini akan dibahas dalam bagian lain. Beberapa Pertimbangan dalam Hal Bukti (Evidence) Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh auditor dalam menetapkan bukti, yaitu: Pertama, dari segi hukum, kedua pihak (penuntut dan yang dituntut/terdakwa) mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mempertahankan kebenarannya atau membela dirinya, yang nantinya dinilai dan diputuskan oleh Hakim yang bersangkutan
siapa yang bersalah dan dihukum. Dalam “performance auditing”, salah satu yang merupakan tanggung jawab auditor adalah memberi keyakinan kepada kedua belah pihak di atas bahwa bukti yang mendukung kesimpulan (conclusion) yang diambil oleh auditor adalah wajar dan tidak memihak salah satu pihak. Auditor harus yakin akan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap kedua pihak. Kedua, seorang auditor yang memerlukan bukti-bukti untuk tujuan pemeriksaan (audit) harus mengerti dan menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang betul-betul pasti untuk tujuan tersebut. Auditor harus dapat menentukan seberapa bukti-bukti yang dapat memberi keputusan baginya, bagaimana mutu serta dapat dipercaya atau tidaknya suatu bukti. Ketiga, auditor harus mengakui bahwa tidak perlu dilakukan pembuktian yang berulang-ulang khususnya untuk hal-hal yang telah dibuktikan sebelumnya. Sebagai contoh misalnya, tidak perlu dibuktikan lagi bahwa hari kemerdekaan negara Republik Indonesia adalah tanggal 17 Agustus 1945. Keempat, bukti-bukti tertentu supaya dicatat dan diadakan evaluasi atau penilaian. Kelima, dalam laporan hasil pemeriksaan (audit) perlu dilampirkan bukti-bukti yang mendukung baik kesimpulan (conclusion) maupun pendapat (opinion) yang diberikan oleh auditor. [Irianto]
Sampan tidak akan dapat belayar di padang pasir betapa pun jua empuknya pasir itu. (Pepatah Arab)
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
55
Pengawasan Penyampaian Temuan Audit secara Efektif Oleh: M. Arif Rahman
Usai Raker dengan Komisi VIII DPR-RI, Menag Suryadharma Ali Berjabatan Tangan dengan Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Radityo Gambiro dan Anggota Lainnya, Gedung DPR-RI Senayan. Jakarta, 11 Juli 2011
M
enurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultansi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik.
56
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Kegiatan pengawasan internal dilakukan oleh auditor internal pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya mempunyai tugas pokok Auditor untuk melaksanakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan teknis, pengendalian, dan evaluasi pengawasan. Dalam lampiran 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara disebutkan bahwa: besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan
Pengawasan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan. Agar temuan hasil pemeriksaan dapat diterima dan ditindaklanjuti oleh auditan, auditor harus meminta tanggapan/ pendapat secara tertulis dari pejabat yang bertanggung jawab terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh pimpinan auditan. Komunikasi pada akhir pelaksanaan audit terutama bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dan persetujuan final dari pihak auditan atas seluruh temuan dan rekomendasi audit yang diperoleh yang nantinya akan dimuat di dalam laporan hasil audit. Tanggapan dan persetujuan final ini sangat penting untuk meyakinkan auditor bahwa seluruh temuan adalah obyektif dan semua rekomendasi layak dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Pelaksanaan komunikasi ini hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan
kemungkinan diperlukannya tambahan waktu untuk memeroleh bukti tambahan yang dibutuhkan sehingga perlu diusahakan agar tidak dilakukan pada waktu pelaksanaan audit benar-benar telah selesai. Untuk itu diperlukan teknik komunikasi audit yang efektif agar temuan audit dapat diterima dan dilaksanakan oleh auditan. Komunikasi adalah bagian integral dalam audit. Mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk menghasilkan yang terbaik. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan audit akan berjalan secara efektif dan efisien, (efektif dalam arti, audit dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan; efisien karena proses audit dapat dilaksanakan dengan lancar sehingga sumber daya audit benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan audit), dalam hal: Pertama, memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit. Audit dapat dipandang sebagai proses pengumpulan dan pengujian informasi untuk menghasilkan simpulan dan rekomendasi. Pemilik data dan informasi adalah auditan, jika perolehan data dan informasi tidak memadai, maka audit tidak akan mencapai hasil yang memuaskan. Kedua, mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan tim audit. Audit dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari individu-individu. Audit juga menjalankan aktivitas-aktivitas yang saling terkait. Komunikasi yang baik dalam tim akan membuat interaksi individu dan rangkaian Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
57
Pengawasan aktivitas dalam audit dapat berjalan dengan karena keberhasilan pelaksanaan audit baik. Masalah-masalah dapat diselesaikan memerlukan dukungan dan kerjasama dari bersama sehingga hambatan dalam proses auditan. Pengumpulan informasi terhambat jika auditan bersikap tertutup dan tidak mau audit dapat diminimalkan. Ketiga, meningkatkan mutu audit. bekerja sama. Komunikasi antara auditor Jika aktivitas-aktivitas dasar dalam audit, dengan auditan juga perlu untuk mengurangi seperti pengumpulan informasi, pengujian, kesan keliru bahwa auditor adalah pihak dan penyampaian hasil audit dapat berjalan yang “mencari-cari kesalahan semata” yang dengan lancar, maka konsentrasi tim audit menjadi sumber terjadinya sikap tertutup, dapat diarahkan pada usaha peningkatan menghindar, atau menghambat dari auditan. mutu audit. Misalnya, jika perolehan Komunikasi berdasarkan interaksi yang terjalin informasi menjadi mudah dan cepat, maka antara komunikator dengan komunikannya, tim audit dapat berkonsentrasi untuk memilih yaitu komunikasi efektif, komunikasi empatik, dan komunikasi persuasif. proses analisis yang lebih tepat. Komunikasi efektif Keempat, adalah komunikasi memperbaiki citra Tugas kita bukanlah untuk berhasil. yang bertujuan agar auditor internal. Tugas kita adalah untuk mencoba, komunikan dapat Selama ini, auditor karena didalam mencoba itulah kita memahami pesan telah dicitrakan secara menemukan dan belajar yang disampaikan keliru, sebagai sosok membangun kesempatan untuk berhasil oleh komunikator yang tidak ramah, (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) dan komunikan sibuk sendiri, bahkan memberikan umpan sering dianggap sewenang-wenang. Citra-citra tersebut balik yang sesuai dengan pesan. Umpan menyulitkan auditor dalam menjalin balik yang sesuai dengan pesan tidak kerjasama dengan auditan. Auditan yang selalu berupa persetujuan. Komunikan mempunyai citra yang keliru tentang auditor dapat saja memberikan umpan balik akan cenderung untuk tertutup, tidak mau berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, bekerjasama, menghindar, bahkan dapat yang terpenting adalah dimengertinya mendorong mereka untuk menghambat pesan dengan benar oleh komunikan dan pekerjaan auditor. Dengan keterampilan komunikator memeroleh umpan balik komunikasi antar pribadi, citra ini dapat yang menandakan bahwa pesannya telah dikurangi, kemudian dibangun citra auditor dimengerti oleh komunikan. Sebagai contoh, yang lebih terbuka, siap bekerja sama, dan auditor meminta data anggaran kepada memosisikan auditan sebagai mitra dalam auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan data pelaksanaan auditnya. Komunikasi antara auditor dengan tersebut, maka komunikasi yang terjadi telah auditan adalah hal yang tidak bisa diabaikan, efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun
58
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Pengawasan umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik. Agar komunikasi efektif terjadi perlu diperhatikan adanya keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan serta pelu meminimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi Empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya. Sebagai contoh, auditor meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan data secara lengkap. Setelah berkomunikasi, akhirnya auditan memahami kebutuhan auditor dan mengerti bahwa tanpa bantuannya, maka auditor akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas. Dalam kondisi ini, auditan telah berempati terhadap kebutuhan auditor. Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit sebagai pekerjaan caricari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan komunikasi empatik, maka diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan utama dari audit adalah agar auditan
dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara lebih efektif. Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan; sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan, sikap tenang; meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat; sikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan; sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran; sikap penuh pengertian. Komunikasi persuasif dapat dilihat sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif bertujuan untuk membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator. Pengertian persuasif sendiri adalah perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. Dalam audit, komunikasi persuasif banyak digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan untuk membantu kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan rekomendasi audit. Agar komunikasi persuasif terjadi, maka komunikator perlu mengembangkan komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan melalui kejelasan penyampaian pesan dan pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan. [M. Arif Rahman]
Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan. Tidak ada penghalang keberhasilan
apabila sikap Anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong apabila sikap Anda salah.
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
59
Opini Benarkah? Pelaku Korupsi Kaum Terdidik Oleh: Kusoy
Peserta Diklat JFA Pembentukan Auditor Ahli Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Di Kampus Pusdiklat Tenaga Administrasi. Ciputat, 12 September s.d. 3 Oktober 2011
D
alam sebuah penelitian pada tahun 1980 yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga kajian korupsi terkemuka di Amerika Serikat yang ditulis dalam sebuah majalah internasional corruption tentang pelaku korupsi terhadap berbagai kelompok, justru hasilnya lebih banyak dilakukan oleh kaum intelektual atau terdidik, kaum penganut agama yang rajin, para tokoh dan kaum bangsawan, orang-orang kaya serta yang berusia dewasa (umur 50 ke atas). Dari penelitian tersebut jika dikaitkan dengan konisi saat ini ternyata terbukti dilaksanakan oleh kelompok tersebut yang selama ini banyak tersangkut dengan adanya kasus per kasus yang menimpanya. Penelitian tersebut bisa menjadi populis sampai dimana-mana bahkan bisa jadi sampai kapanpun, walau istilah korupsi tidak 60
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
jelas sejak kapan munculnya dan dimulainya, siapa yang melakukannya serta dari negara mana asalnya. Namun istilah Korupsi ala transfarency international (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Bukan menjadi rahasia lagi bagi kalangan masyarakat di negeri ini, entah itu yang menghabiskan uang rakyat tanpa jelas akuntabilitasnya, penyimpangan yang dapat merugikan orang lain, atau mungkin masuk kerja selalu terlambat dan pulang kerja lebih
Opini cepat tanpa kejelasan, atau mangkir dari kerja tanpa izin atau mungkin juga mengeluarkan anggaran tidak tepat sasaran dan masih banyak bentuk-bentuk lainnya. Fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat mencemaskan, karena telah meluas dan merambah pada berbagai bidang kehidupan dan para pelakunya pada umumnya golongan masyarakat terdidik. Sehingga timbul lagi pertanyaan, benarkah pendidikan dapat mendukung budaya korupsi? Agaknya tidak adil jika tempat mendidik para peserta didik itu dipandang sebagai institusi yang banyak diwacanakan berkaitan dengan persoalan krisis akhlak atau moral, sementara sistem politik, masyarakat dan keluarga seolah-olah luput dari perhatian. Padahal, institusi-institusi tersebut memegangi peranan penting (paling pengaruh?) dalam perkembangan perilaku para peserta didik. Dalam kontek budaya (culture) dan gaya hidup (life style) kenyataan menunjukkan bahwa tantangan global tidak cukup tertanggulangi lewat pendidikan saja. Namun demikian dunia pendidikan harus menerima suatu kenyataan bahwa lulusan pendidikan tinggi dengan ilmu yang dimilikinya selama ini lebih banyak memiliki kesempatan untuk terlibat perbuatan korupsi dibanding yang berpendidikan rendah. Mungkin saja pendidikan tinggi kita selama ini memiliki kelemahan yang perlu diperbaiki diantaranya Keberhasilan pendidikan lebih banyak diukur dari keunggulan ranah kognitf dan kurang mengukur pada ranah afektif dan psikomotorik. Juga, Gelar adakalanya menjadi target pendidikan yang tidak disertai
tanggung jawab ilmiah. Terdapat beberapa titik lemah yang berimplikasi terhadap mentalitas pelaksana sistem pendidikan dan sekaligus para lulusannya, yang pada gilirannya, secara langsung atau tidak langsung, akan mendukung terhadap sikap dan tindak pidana korupsi. Masyarakat mempunyai alat untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, apabila tujuan yang telah ditetapkan sulit di dapat atau mengalami hambatan-hambatan nyata, akan muncul prilaku menyeleweng atau koruptif. Oleh karena itu, lembaga pendidikan (formal, nonformal, informal) haruslah pula mengimbangi pengembangan achievment motivation yang digariskan masyarakatnya sendiri. Dari sisi kebijakan, aspirasi dan tuntutan masyarakat dibahas dan diformulasikan, oleh badan legislatif pada tingkat kebijakan (policy level) kemudian direaliasikan oleh ekseskutif melalui organisasi dan peraturan-peraturan yang mendefinisikan bagaimana organisasi-organisasi pendidikan tersebut menjalankan fungsinya. Adapun peraturan-peraturan atau undang-undang yang mengkaitkan tingkat kebijakan dengan tingkat operasional inilah yang dinamakan institusional arrangement. Sementara pada tingkat operasional (operational level) terdapat unit-unit operasional (pendidikan) yang melayani langsung peserta didik. Cakupan pilihan dan pelaku-pelaku tingkat operasional ini didefinisikan oleh institusional arrangement, baik pada tingkat kebijakan umum maupun pada tingkat operasional. Hasil pada tingkat operasional merupakan produk yang akan diperoleh peserta didik. Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
61
Opini Apab ila hasil-hasil itu buruk akan ada reaksi kolektif melalui proses politik memperbaiki institutional arrangement pada tingkattingkat diatasnya. Input dari masyarakat akan diarahkan ke tingkat kebijakan untuk mencari konstelasi baru dari institusional. Betapa pun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pendidikan Anti Korupsi, jika tidak ditindak lanjuti dengan petunjuk teknis dan implementasinya pada pendidikan melalui mata kuliah baru atau intemalisasi pada mata kuliah yang sudah ada, maka apa yang diprogramkan tersebut sulit terwujud. Kementerian Agama punya peran dan tanggung jawab moral di dalam pemberantasan korupsi termasuk sektor pendidikan, apabila sungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi dari berbagai aspek kehidupan, bukan hanya pada tingkat lembaga atau organisai-organisasi yang besar tetapi juga pada tingkat interaksi sesama manusia termasuk dalam proses belajar-mengajar dari sejak dini. Karena korupsi adalah pelanggaran moral, oleh
sebab itu merupakan tanggung jawab moral seluruh komponen dalam memberantasnya tidak terkecuali melalui pendidikan. Karena itu proses pendidikan merupakan proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi telah merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka tanggung jawab moral dari pendidikan untuk membenahi pendidikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Karena korupsi merupakan penyimpangan yang terstruktur dan bahkan sudah melembaga sehingga penanganannya terjadi kesulitan. Untuk hal ini perlu dilakukan secara terorganisir dan terencana, kalau saja semua memiliki sent of belonging terhadap pemberantasan korupsi tentunya harus dimulai dari akarnya dahulu. Salah satu strategi yang dapat merubah dan berlari dari genggaman naluri korupsi adalah pendidikan anti korupsi dimulai dari sejak dini yang berkolaborasi dengan penerapan pendidikan berkarakter dilandasi akhlaqul karimah. [Kusoy]
Reviu Meeting - Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan bagi Para Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama 62
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Opini Profesionalisme Auditor dan Kepercayaan Masyarakat Oleh: Ilman
A
khir-akhir ini berkembang pengawas yang konsisten memegang teguh fenomena yang sangat pada kode etiknya, terlebih kasus terakhir mengganggu masyarakat, tertangkapnya pengawas/auditor Badan dimana banyaknya pejabat Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menerima dan aparatur Negara menjadi tersangka gratifikasi dari pejabat Kabupaten Temohon dalam kasus korupsi, kolusi dan nepotisme terkait ‘jual beli’ opini atas laporan keuangan (KKN). Mulai dari aparatur Negara dengan menjadi Wajar dengan Pengecualian (WDP). golongan rendah sampai pada pejabat Padahal dilihat dari peranan yang dimiliki, eselon, mencakup aparatur penegak hukum, keberadaan atau positioning auditor dan profesi pengawas keuangan (auditor). (internal dan eksternal) sangat penting dalam Sebagai contoh kasus terbaru adalah suap di mengawal keberlangsungan upaya penciftaan Kementerian Tenaga good goverment dan Kerja dan Transmigrasi clean goverment. Penderitaan, kemiskinan, kelaparan, kesedihan, ( Ke m e n a ke r t ra n s ) , kegagalan dan kegundahan hidup yang kita alami sebelumnya terjadi Peranan Aparat adalah anugerah Maha Pencipta kepada kita. suap di Kementerian Pengawas Internal Bayangkan, tanpa kesusahan itu kita tidak akan Pemuda dan Olahraga, pernah bisa merasakan kenikmatan. Kita tahu rasa Auditor (APIP) manis lantaran kita tahu rasa pahit. tertangkap tangannya Menurut Mulyadi kasus suap auditor (2002:29) auditor BPK di Bandung intern adalah auditor dan sederet kasus-kasus serupa yang terus yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan menrus tanpa henti. negara maupun perusahaan swasta) yang Hal ini menimbulkan pertanyaan tugas pokoknya adalah menentukan apakah di masyarakat terkait kredebilitas dan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan komitmen para aparatur Negara dalam oleh manajemen puncak telah dipatuhi, mengelola Negara ini; masihkah ada harapan menentukan baik atau tidaknya penjagaan bagi aparatur Negara untuk mengabdi pada terhadap kekayaan organisasi, menentukan kepentingan masyarakat? dan dimanakah efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan peran pengawas (baca: auditor) internal organisasi, serta menentukan keandalan (BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian, informasi yang dihasilkan oleh berbagai Unit Pengawasan LPND, dan Inspetorat bagian organisasi. Provinsi, Kabupaten dan Kota) atau Audit Internal juga merupakan bagian eksternal (BPK) terhadap kinerja Lembaga dari fungsi pemantauan dalam pengendalian dan Kementerian. Masihkan ada aparatur internal yang memeriksa dan mengevaluasi Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
63
Opini kecukupan serta efektivitas pengendalian lainnya. Menurut IIA (Institute of Internal Auditors) auditor internal merupakan aktivitas pemberian kekayaan serta konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Auditing Internal membantu organisasi mencapai tujuanya dengan memperkenalkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi serta meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan pengelolaan. Tujuan audit internal adalah untuk membantu anggota organisasi untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk mencapai tujuan ini, staf audit internal diharapkan dapat memenuhinya dengan analisis, penilaian, rekomendasi, konsultasi dan informasi tentang kegiatan yang dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor internal harus melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) Menganalisis dan menilai kebaikan, memadai tidaknya penerapan dari sistem pengendalian internal dan pengendalian operasional lainnya, serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal; (2) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen; (3) Memastikan barang milik Negara (BMN) dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan; (4) Memastikan bahwa pengolahan data yang dikembangkan dalam instansi dapat dipercaya; (5) Menilai mutu
64
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen; (6) Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Profesionalisme dan Citra Internal Auditor Tugas utama dari auditor adalah melakukan pengawasan atau pemeriksaan kepada setiap objek pemeriksaan (obrik) yang tersebar di seluruh wilayah Indoensia atau luar negeri (Jeddah dan Mekkah), baik pemeriksaan yang bersifat pengawasan rutin (PKPT), dan pemeriksaan khusus (investigasi) Bagi auditor yang telah melaksanakan tugas PKPT dari satuan kerja, maka kewajiban berikutnya adalah menyusun laporan hasil audit (LHA) bagi auditor di Inspektorat Jenderal Kementerian Agama atau Laporan hasil pemeriksaan (LHP) bagi auditor di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). LHA atau LHP merupakan bentuk komunikasi tertulis yang berisi pesan agar pembaca laporan (audite/satuan kerja) dapat mengerti dan menindaklanjuti temuan (sesuai rekomendasi yang terdapat di dalam laporan tersebut). Laporan audit seharusnya merupakan alat komunikasi yang efektif dan mempunyai dampak psikologis (positif maupun negatif) bagi auditor maupun auditi, terutama individu yang terlibat. Jika suatu rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh auditee atau pihak lain yang terkait, maka hal tersebut berarti komunikasi tertulis yang dilakukan oleh auditor tidak efektif. Laporan hasil audit yang disusun auditor mempunyai tujuan/ manfaat sebagai berikut : (a) Sebagai bukti pelaksanaan tugas
Opini yang telah dilakukan; (b) Sebagai sumber sedapat mungkin memaparkan rekomendasi referensi untuk perencanaan audit berikutnya; tindakan perbaikan yang dapat dilakukan (c) Sebagai alat pembuktian apabila ada untuk mengupayakan peningkatan operasi. sanggahan dari pihak yang terlibat; (d) dilakukan untuk mengupayakan peningkatan Sebagai media untuk mengkomunikasikan operasi; (5) Tepat waktu ,Laporan audit informasi–informasi penting yang diperoleh hanya dapat bermanfaat dengan maksimal selama pelaksanaan audit. bila laporan tersebut disajikan pada saat Untuk mencapai standar mutu dibutuhkan. Sehingga auditor harus mampu audit, maka dalam pembuatan laporan yang menyajikan laporan dengan tepat waktu. disampaikan haruslah memiliki kriteria Dalam pembuatan LHA di dalamnya sebagai berikut: (1) Objektif, Laporan tercantum temuan audit, bagian ini memuat yang disusun harus mengungkapkan fakta pesan pokok yang ingin disampaikan auditor dengan teliti berdasarkan data yang dapat ke pembaca laporan, dan merupakan alasan diuji kebenarannya. Menyampaikan dengan utama dibuatnya laporan tersebut. Temuan jelas tentang pokok pemeriksaan yang telah audit adalah kesimpulan akhir dari kegiatan dilakukan sehingga pemeriksaan, yaitu dapat diyakini auditor melakukan Kita lebih menghormati orang miskin yang berani kebenarannya; (2) pemeriksaan dengan daripada orang kaya yang penakut. Clear (jelas) Laporan mengumpulkan bahan Karena sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas disusun dengan bukti audit (audit masa depan yang akan mereka capai. menggunakan evidence collection) (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) bahasa yang jelas, kemudian melakukan tidak menimbulkan analisis/evaluasi kesalahpahaman bagi penggunanya. terhadap bahan bukti audit (audit evidence Menerangkan dengan jelas dan lengkap evaluation). Pengumpulan bahan bukti audit agar dapat dimengerti oleh pihak-pihak dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, yang menggunakannya; (3) Ringkas, Struktur yaitu antara lain: (a) Pengamatan (observasi, laporan yang baik melaporkan dengan ringkas observation); (b) Wawancara atau tanya pelaksanaan operasional, pengendalian dan jawab (interview); (c). Penelaahan/studi hasil kerja. Laporan tersebut harus terhindar dokumentasi (surat keputusan/surat edaran/ dari hal-hal yang tidak relevan, material seperti pedoman kerja/ tatalaksana kerja/risalah gagasan, temuan, kalimat dan sebagainya pertemuan/functional specification/system yang tidak menunjang tema pokok laporan, specification/program specification/user namun tetap menjaga kualitas informasi manual, dan sebagainya); (d) Penelusuran yang disampaikan melalui laporan tersebut transaksi dan dokumen sumber yang sehingga dapat memenuhi kebutuhan digunakan dalam kegiatan; (e) Tes atau pemakainya; (4) Konstruktif, Laporan yang pengujian terhadap suatu prosedur kerja atau bersifat membangun adalah laporan yang sistem aplikasi atau program dalam sistemnya Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
65
Opini berbasis komputer. Pengujian program dapat dilakukan dengan cara mengkaji diagram (data flow diagram/program flowchart/use case/entity relationship diagram) maupun terhadap source code. Pengujian juga dapat dilakukan cara membuat data tes (test data generation), yaitu data yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga auditor sudah dapat memperkirakan hasilnya dan dapat mengambil kesimpulan atas kondisi program yang diaudit. Audit dapat dilakukan dengan audit with the computer, audit arround the computer, dan audit through the computer; (f) Penjelasan ahli (misalnya penjelasan dari sistem analis atau pemrogram komputer); (g) Kuesioner (diisi oleh responden) atau checklist (daftar pertanyaan untuk panduan auditor bertanya). Laporan hasil audit yang memuat rekomendasi konstruktif besar sekali manfaatnya untuk mendorong perbaikan dalam pengelolaan program atau kegiatan. Selain itu laporan yang bercorak informatif atau pengungkapan yang mengkomunikasikan informasi yang bermanfaat dapat membantu pihak pemakai laporan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini berarti tujuan dari pekerjaan audit dapat tercapai. Rekomendasi dapat ditujukan kepada pemimpin objek audit atau atasan pemimpin objek audit atau pihak (pejabat) lain yang terkait. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap auditor, maka auditor wajib memberikan rekomendasi kepada atasan objek audit atau pejabat yang berwenang melakukan tindak lanjut. Laporan hasil audit harus memuat rekomendasi
66
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
yang sesuai atau usul mengenai alternatif tindakan, apabila hasil audit memberikan indikasi perlunya ada ketentuan atau tindakan perbaikan. Rekomendasi juga harus diajukan dalam hal tindakan korektif telah dijanjikan atau dimulai. Dalam hal ini auditor lebih baik menyatakan rekomendasi secara positif daripada hanya mengungkapkan tindakan yang dijanjikan atau sedang ditangani objek audit. Penutup Untuk mencapai mutu audit maka dalam penyusunan laporan hasil audit (LHA), seorang auditor berkewajiban memegang kode etik dan standar audit. Hal ini sangat penting dan berperan dalam upaya membangun kepercayaan masyarakat yang sudah teracuni oleh pemberitaan media massa yang sangat bombastis dalam pemberitaan kasus-kasus seperti halnya pada paragraph pembuka, yang pada akhirnya masyarakat terlanjur mempunyai opini yang kurang baik terhadap keberadaan aparatur pengawasan. Dipihak lain, butuh komitmen para auditee untuk saling menjaga ketaatan dan kepatuhan pada aturan yang berlaku, sehingga dalam pelaksanaan kerja setiap hari bisa sesuai dengan harapan banyak pihak. Kalaupun ada temuan yang dihasilkan oleh auditor, maka sudah menjadi kewajiban bagi auditi untuk menindak lanjuti saran tindak lanjut atau rekomendasi yang diberikan oleh APIP. Yaitu mengembalikan uang ke kas Negara untuk temuan keuangan dan BMN atau membenahi manajemen jika itu berkenaan dengan tugas dan fungsi. [Ilman]
Opini Penggunaan Analisa Jabatan Menuju Perbaikan Organisasi Kementerian Agama Oleh: Nurul Badruttamam
Menteri Agama Suryadharma Ali didamping Pejabat Eselon I dan II Kemenag Raker dengan Komisi III DPD RI Persiapan Penyelenggaraan Haji 1432 H dan Pandangan terhadap Rancangan UU Ormas, di Gedung DPD, Senayan Jakarta
U
ntuk bisa menerapkan motto “The Right Man on the Right Place at the Right Time” ada beberapa hal yang harus diketahui. Sering dijumpai adanya jabatan yang sama untuk jabatan-jabatan yang mempunyai tugas-tugas yang berbeda. Sebaliknya untuk tugas-tugas yang sama adakalanya diberikan nama jabatan yang berbeda pada perusahaan yang berbeda. Untuk mengatasi hal ini, bisa dilakukan Analisa Jabatan. Suatu studi yang secara sistematis dan teratur mengumpulkan semua informasi dan fakta yang berhubungan dengan suatu jabatan. Salah satu cara untuk menerapkan motto “orang yang benar di posisi dan saat yang benar” adalah dengan melaksanakan Analisis Jabatan (Anjab) sebagai sebuah
proses, metode dan teknik untuk mendapatkan data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan guna penyusunan kebijakan, program pembinaan/penataan lembaga, kepegawaian, ketatalaksanaan dan perencanaan kebutuhan diklat serta umpan balik bagi organisasi. Analisa jabatan adalah sebuah proses untuk memahami suatu jabatan dan kemudian menyadurnya ke dalam format yang memungkinkan orang lain untuk mengerti tentang jabatan tersebut. Ada 3 tahap penting dalam proses analisis jabatan, yaitu (1) mengumpulkan informasi, (2) menganalisis dan mengelola informasi jabatan, dan (3) menyusun informasi jabatan dalam suatu format yang baku. Analisis jabatan yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan uraian jabatan yang baik pula, dan kemudian Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
67
Opini dapat dijadikan bahan baku yang baik untuk proses pengelolaan SDM yang lain (evaluasi jabatan, rekrutmen dan seleksi, manajemen kinerja, penyusunan kompetensi, pelatihan). Definisi lain menyatakan bahwa Analisa jabatan adalah suatu kegiatan untuk mencatat, mempelajari dan menyimpulkan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang berhubungan dengan masing-masing jabatan secara sistematis dan teratur, yaitu: Apa yang dilakukan pekerja pada jabatan tersebut Apa wewenang dan tanggung jawabnya, Mengapa pekerjaan tersebut harus dilakukan, Bagaimana cara melakukannya, Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaannya, Besarnya upah dan lamanya jam bekerja, Pendidikan, pengalaman dan latihan yang dibutuhkan keterampilan, sikap dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Ada sejumlah prinsip penting yang harus dipegang dalam melakukan proses analisis jabatan. Pertama, proses analisis dilakukan untuk memahami apa tanggung jawab setiap jabatan dan kontribusi hasil jabatan tersebut terhadap pencapaian hasil atau tujuan organisasi. Dengan analisis ini, maka nantinya uraian jabatan akan menjadi daftar tanggung jawab, bukan daftar tugas atau aktivitas. Kedua, yang dianalisis adalah jabatan, bukan pemegang jabatan yang saat ini kebetulan sedang memangku jabatan tersebut. Ini penting untuk menghindari bias kita menganalisis jabatan berdasarkan kemampuan, kinerja, gaya atau metoda kerja dari pemegang jabatan saat ini. Yang perlu kita analisis adalah standar desain jabatan
68
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
tersebut berdasarkan struktur organisasi yang ada saat ini. Ketiga, kondisi jabatan yang dianalisis dan akan dituangkan dalam uraian jabatan adalah kondisi jabatan saat ini berdasarkan fakta yang ada sesuai rancangan strategi dan struktur organisasi. Prinsip-prinsip ini penting untuk dipahami karena sering terjadi di banyak organisasi, uraian jabatan dibuat berdasarkan “selera” masing-masing atasan, atau bahkan diserahkan untuk dibuat oleh pemegang jabatan. Ini membuat tidak adanya standar batasan jabatan yang sebenarnya diinginkan oleh organisasi. Jika hal ini terjadi, maka akan mudah untuk diperkirakan munculnya banyak masalah mengenai tumpang-tindih tanggung jawab antar jabatan, atau rangkapmerangkap tanggung jawab oleh karena ada beberapa tanggung jawab yang ternyata tidak tercakup di jabatan apapun. Juga akan dapat terjadi adanya jabatan yang beban tanggung jawabnya sangat besar/luas, sementara jabatan lain terlihat sangat sempit dan ringan, sehingga tidak ada perimbangan cakupan pekerjaan, yang dapat menimbulkan banyak masalah seperti kecemburuan dan demotivasi. Format isi uraian jabatan memang bisa sangat bervariasi dari satu organisasi ke organisasi yang lain. Namun, dengan kerangka berpikir bahwa uraian jabatan ini diperlukan sebagai bahan dasar informasi untuk proses pengelolaan SDM yang lainnya, maka dalam format uraian jabatan tersebut sebaiknya tersedia informasi minimum sebagai berikut: identitas jabatan, tujuan jabatan, tanggung jawab utama, indikator kinerja, dimensi/ ukuran jabatan, dan spesifikasi jabatan.
Opini Di luar itu, organisasi dapat memasukkan juga informasi tambahan lainnya, misalnya kewenangan, tantangan, hubungan kerja, dan struktur organisasi. Analisis jabatan pada dasarnya adalah suatu proses pengumpulan, penelitian, penguraian data jabatan yang tahapannya sebagai berikut: Pertama, Tahap persiapan dan perencanaan. Pada tahap ini beberapa kegiatan yang dilakukan adalah: Penegasan kembali struktur organisasi yang akan menjadi pegangan bagi proses selanjutnya termasuk nama-nama jabatan dan tempatnya, lnventarisasi jabatan yang ada di setiap unit kerja yang ada dan di susun berdasarkan hierarki dan di beri kode identifikasi, Menetapkan metode pengumpulan data yang akan digunakan dan menyiapkan alat dan sama yang diperlukan (formulir dan lainlain), Membentuk team pelaksana analisis dan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan, dan Komunikasi/penjelasan oleh pimpinan perusahaan kepada semua
pimpinan unit kerja dan semua karyawan tentang maksud dan tujuan analisis jabatan yang akan dilaksanakan. Hal ini dilaksanakan untuk mencegah terjadinya salah pengertian dan timbulnya persepsi dan harapan yang keliru. Kedua, Tahap Pengumpulan Data. Pengumpulan data jabatan dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara, antara lain: a) Metode Observasi dan Wawancara. Metode observasi berarti pelaksana analisis jabatan mengamati secara langsung di tempat bagaimana tugas pekerjaan dilaksanakan dan mencatatnya untuk di olahnya menjadi informasi. Sedangkan dalam metode wawancara petugas analisis mewawancarai langsung pemegang jabatan dengan mengajukan pertanyaan yang di siapkan lebih dulu dan mencatat jawabannya untuk diolah menjadi informasi yang di perlukan. b) Metode Kuesioner (Daftar Pertanyaan). Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran daftar pertanyaan kepada semua
Penyusunan Instrumen Satker Bebas dari Korupsi (SBK) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
69
Opini karyawan untuk di isi. Daftar pertanyaan itu bisa bersifat “terbuka” (open ended) artinya, penjawab harus memberikan jawaban menurut kehendaknya sendiri dengan caranya sendiri, tidak dibatasi. Bila daftar pertanyaan itu bersifat “tertutup” (closed), maka pertanyaan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga penjawab tinggal menjawab ya/tidak, atau benar/salah. c) Metode Studi Referensi. Metode ini mengandalkan pada pengetahuan dan “ahli”, rujukan yang ada dan perbandingan dengan organisasi lain. Metode ini jarang digunakan. d) Metode Kombinasi. Metode int berarti menggunakan beberapa metode di atas sekaligus. Metode observasi di tempat dapat diadakan untuk jabatan atau posisi yang khusus. Observasi dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diuraikan secara tertulis seperti kondisi kerja, arus kerja, proses, keterampilan yang dibutuhkan dan perajatan yang digunakan. Metode wawancara dilakukan mengingat tidak semua jabatan dapat dianalisis secara tertulis. Jabatan seperti: jabatan teknis, profesional, kepengawasan dan eksekutif sebaiknya dikaji melalui wawancara atas pemegang jabatan yang bersangkutan. Metode daftar pertanyaan pada umumnya kurang berhasil, karena tidak semua karyawan telah mengisi formulir atau dapat membaca dan menulis dengan baik. Setiap kategori karyawan harus diberi kuisioner tersendiri dengan gaya bahasa khusus guna mencegah kesalahpahaman dalam penafsiran. Metode studi referensi misalnya dapat dilakukan dengan menganalisis buku catatan harian untuk mendapatkan informasi tentang suatu jabatan atau posist. Tetapi metode ini agak
70
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
sulit dilakukan karena tidak semua catatan harian berguna, karena si penulis tidak merumuskan kegiatan yang sebenarnya. Juga masih banyak pekerjaan yang tidak membiasakan diri membuat catatan harian seperti pesuruh atau mekanik. Ketiga, Tahap Pengolahan Data. Setelah proses pengumpulan data selesai, dilakukan pengolahan data yaitu: Menentukan faktor-faktor dari penilaian jabatan; Menentukan bobot nilai dari setiap faktor; Analisa hasil interview dan kuisioner yang telah di isi; Analisa persyaratan jabatan; Menyusun uraian jabatan; Melakukan pola penilaian jabatan sebagai dasar dari penentuan sistem personalia lainnya; Mempersiapkan rekomendasi bagi perencanaan tenaga kerja, pola pengadaan, seleksi dan penempatan pegawai; penilaian karya pegawai ; sistem pemberian balas jasa ; pelatihan dan pengembangan pegawai, sistem dan prosedur administrasi kepegawaian. Peran Analisis Jabatan dalam manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu pengetahuan yang eksplisit dan terperinci mengenai setiap jabatan sangatlah diperlukan, antara lain untuk keperluan: Rekrutmen, seleksi dan penempatan tenaga kerja, Menentukan besarnya upah, Merancang jalur karir pekerja/pegawai, Menetapkan beban kerja yang pantas dan adil, Merancang program pendidikan dan pelatihan yang efektif. Selain memberikan manfaat bagi organisasi, analisa jabatan juga bermanfaat bagi pegawai untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya. Dengan ditempatkan pada jabatan yang sesuai dengan kualifikasi yang ia miliki,
Opini berarti para pegawai tersebut telah diberikan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan merealisasikan potensinya seoptimal mungkin. Informasi yang diperoleh dari Analisa Jabatan ini dapat digolongkan dalam beberapa butir berikut: (1) Nama jabatan, lokasi kerja, range upah; (2) Hubungan kerja dan posisi dalam organisasi; (3) Tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab yang dibebankan pada pemangku jabatan; (4) Peralatan dan bahan yang digunakan; (5) Kondisi lingkungan tempat kerja dan resiko kerja; (6) Persyaratan fisik, mental, pengetahuan, pendidikan dan lain-lain. Analisa jabatan dilakukan terutama untuk menyelidiki fungsi, peranan dan tanggung jawab sesuatu jabatan. Hasil Analisa Jabatan ini akan memberikan gambaran tentang tugas dan tanggung jawab setiap pekerja. Pemakaian atau kegunaan Analisa Jabatan pada umumnya digunakan untuk: Pertama, Kelembagaan (organisasi dan perancang jabatan). Informasi jabatan dipergunakan untuk melakukan Penyusunan organisasi baru, Penyempurnaan organisasi yang sekarang, Peninjauan kembali alokasi tugas, wewenang dan tanggungjawab tiap jabatan. Kedua, Kepegawaian. Informasi jabatan dipergunakan untuk: Rekrutmen seleksi/penempatan, Penilaian jabatan (Evaluasi jabatan), Penyusunan jenjang karir (career planning), Mutasi/promosi/rotasi, dan Program pelatihan. Ketiga, Ketatalaksanaan. Informasi jabatan dipergunakan untuk Tata laksana dan Tata kerja/prosedur. Jadi sebenarnya yang dimanfaatkan dari suatu kegiatan analisis jabatan untuk hal
atau kegiatan-kegiatan yang disebut dalam 1,2 dan 3 adalah hasil yang diperoleh dari proses analisis Jabatan. Hasil tersebut tiada lain dari data-data jabatan yang kemudian di susun secara sistematis dan terorganisir menjadi informasi jabatan. Uraian tentang informasi jabatan ini biasanya disebut uraian jabatan (job description). Analisis Jabatan mencakup 2 (dua) elemen, yaitu: Uraian Jabatan (job description) dan Spesifikasi Jabatan (job spesification) atau Persyaratan Jabatan (job requirement). Uraian Jabatan (job description). Uraian jabatan adalah suatu catatan yang sistematis tentang tugas dan tanggung jawab suatu jabatan tertentu, yang ditulis berdasarkan fakta-fakta yang ada. Penyusunan uraian jabatan ini adalah sangat penting, terutama untuk menghindarkan terjadinya perbedaan pengertian, untuk menghindari terjadinya pekerjaan rangkap, serta untuk mengetahui batas-batas tanggung jawab dan wewenang masing-masing jabatan. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam Uraian Jabatan pada umumnya meliputi: (1) Identifikasi Jabatan, yang berisi informasi tentang nama jabatan, bagian dan nomor kode jabatan dalam suatu perusahaan/ lembaga; (2) lkhtisar Jabatan, yang berisi penjelasan singkat tentang jabatan tersebut yang juga memberikan suatu definisi singkat yang berguna sebagai tambahan atas informasi pada identifikasi jabatan, apabila nama jabatan tidak cukup jelas; (3) Tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Bagian ini adalah merupakan inti dari Uraian Jahatan dan merupakan bagian yang paling sulit untuk dituliskan secara Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
71
Opini tepat. Untuk itu, bisa dimulai menyusunnya dengan mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan tentang apa dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan, dan bagaimana cara melaksanakannya; (4) Pengawasan yang harus dilakukan dan yang diterima. Bagian ini menjelaskan nama-nama jabatan yang ada diatas dan di bawah jabatan ini, dan tingkat pengawasan yang terlibat; (5) Hubungan dengan jabatan lain. Bagian ini menjelaskan hubungan vertikal dan horizontal jabatan ini dengan jabatan-jabatan lainnya dalam hubungannya dengan jalur promosi, aliran serta prosedur kerja; (6) Mesin, peralatan dan bahan-bahan yang digunakan; (7) Kondisi kerja, yang menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan kerja dari suatu jabatan. Misalnya panas, dingin, berdebu, ketal, bising dan lainlain terutama kondisi kerja yang berbahaya. Selain tujuh hak di atas, ada satu hal yang biasanya dipergunakan untuk melengkapi penjelasan di atas, yaitu Spesifikasi/Persyaratan Jabatan. Spesifikasi jabatan adalah persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh orang yang menduduki suatu jabatan, agar ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Spesifikasi jabatan ini dapat disusun secara bersama-sama dengan Uraian Jabatan, tetapi dapat juga di susun secara terpisah. Beberapa hal yang pada umumnya dimasukkan dalam Spesifikasi Jabatan adalah: Persyaratan pendidikan, latihan dan pengalaman kerja; Persyaratan pengetahuan dan keterampilan; Persyaratan fisik dan mental; Persyaratan umur dan jenis kelamin. Uraian Jabatan dan Spesifikasi Jabatan,
72
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
sebagai hasil dari Analisa Jabatan mempunyai banyak manfaat, antara lain: Sebagai dasar untuk melakukan Evaluasi Jabatan; Sebagai dasar untuk menentukan standard hasil kerja seseorang; Sebagai dasar untuk melakukan rekrutmen, seleksi dan penempatan pegawai baru; Sebagai dasar untuk merancang program pendidikan dan latihan; Sebagai dasar untuk menyusun jalur promosi; Untuk rnerencanakan perubahan-perubahan dalam organisasi dan penyederhanaan kerja; dan. Sebagai dasar untuk mengembangkan program kesehatan dan keselamatan kerja. Penutup Analisis jabatan adalah suatu kegiatan yang sangat berguna untuk berbagai keperluan perancang organisasi dan perancangan jabatan (job design) adalah suatu keharusan dan harus dilakukan sejak awal. Untuk organisasi yang masih baru dan strukturnya masih berkembang terus lebih baik menekankan pada perancang jabatan (job design) dan membuat Uraian Jabatan yang fleksibel sehingga bisa disesuaikan terus. Organisasi yang sudah mapan hendaknya melaksanakan Analisis Jabatan. Tetapi mengingat perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat, maka analisis jabatan harus diulangi paling lambat setiap 3 tahun sekali untuk mencek apakah informasi yang diperoleh masih benar. Semua personel manager harus menguasai Teknik Analisis Jabatan dan Perancangan Jabatan (job design) karena kegiatan ini merupakan basis kegiatan-kegiatan lain di bidang manajemen sumber daya manusia. [Nurul Badruttamam]
Opini Prosedur Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Berdasarkan Perpres 54/2010 Oleh: Musthafa Kamal
P
Suasana Diskusi Kelompok Peserta Diklat JFA Pembentukan Auditor Ahli Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Di Kampus Pusdiklat Tenaga Administrasi. Ciputat, 12 September s.d. 3 Oktober 2011
eraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagai pengganti Keppres Nomor 80 Tahun 2003 telah ditantatangani oleh presiden pada tanggal 6 Agustus 2010. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik.dengan ditandatangani Perpres pengganti tersebut semua proses dan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah harus berpedoman pada aturan yang terbaru. Perpres Nomor 54 Tahun 2010 secara hukum dinyatakan berlaku sejak
ditandatangani, namun oleh LKPP diberikan aturan peralihan dan pengecualian bagi Pengadaan Barang/Jasa serta KontrakKontrak yang sedang berjalan dan masih menggunakan aturan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dan perubahannya. Namun, peralihan ini tidak berlaku apabila proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan setelah penandatanganan dilaksanakan. Oleh sebab itu, penting bagi seluruh stakeholder untuk segera memiliki dan mempelajari Perpres Nomor 54 Tahun 2010 karena amat banyak perbedaan yang prinsip dengan Keppres No. 80 Tahun 2003. Beberapa perbedaan mendasar antara Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
73
Opini Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Beberapa perubahan besar yang terjadi antara lain adalah: Adanya Standar Dokumen Pengadaan yang merupakan bagian dari Perpres; Pembagian tugas yang lebih jelas antara PA/KPA, PPK, dan ULP; Ketentuan baru tentang Hibah Luar Negeri; Perubahan nama Jasa Pemborongan menjadi Pekerjaan Konstruksi; Penghapusan pengumuman di Surat Kabar; Penetapan Pemenang bukan lagi oleh PPK melainkan dilakukan oleh ULP; dan lain-lain. Tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip good governance and clean government, maka Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan
74
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menjadi dasar hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/ APBD. Selain itu, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpedoman pada Peraturan presiden ini ditujukan untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha kecil, serta menumbuhkan industri kreatif, inovasi, dan kemandirian bangsa dengan mengutamakan penggunaan industri strategis dalam negeri. Kebijakan umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang bertujuan untuk mensinergikan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dengan kebijakan-kebijakan di sektor lainnya. Langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dalam
Opini Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, meliputi: peningkatan penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan daya saing nasional; Peningkatan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik; Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa; Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa; Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan; Penumbuhkembangan peran usaha nasional; Penumbuhkembangan industri kreatif inovatif, budaya dan hasil penelitian laboratorium atau institusi pendidikan dalam negeri; Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri; Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; danPengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di masing-masing Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Organisasi Pemerintah Pusat maupun Daerah/Institusi lainnya kepada masyarakat luas. Hal-hal mendasar dalam ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/ jasa pemerintah, mencakup antara lain
diperkenalkannya metode pelelangan/ seleksi sederhana, pengadaan langsung, dan kontes/sayembara dalam pemilihan penyedia barang/jasa selain metode pelelangan/ seleksi umum dan penunjukan langsung. Lebih lanjut, Peraturan Presiden tersebut juga mememuat pengaturan pengadaan melalui sistem elektronik (e-procurement). Dalam Peraturan Presiden ini juga diatur mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan persyaratan keikutsertaan perusahaan asing untuk meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri dan keberpihakan terhadap pengusaha nasional, pengaturan kontrak payung dan kontrak pembiayaan bersama (cofinancing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta peningkatan nilai pengadaan yang diadakan untuk menumbuhkembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Sebagai contoh, salah satu perubahan yang cukup besar pada Perpres 54/2010 adalah perubahan media pengumuman dari media cetak ke media elektronik. Pada Keppres 80/2003 pengumuman rencana pengadaan dan pengumuman pengadaan dilaksanakan melalui Surat Kabar, baik nasional atau propinsi. Pada Perpres 54/2010, penayangan pengumuman pengadaan di surat kabar menjadi hal yang opsional tergantung kebutuhan panitia. Media pengumuman untuk pemilihan penyedia barang/jasa sekurangkurangnya dilakukan melalui Website K/L/D/I, Papan pengumuman resmi untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE. Apabila pengadaan dilakukan secara elektronik atau e-procurement, maka media Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
75
Opini 1 dan ke 3 secara otomatis telah dilakukan, karena pelaksanaan e-procurement sudah menggunakan website LPSE yang melekat pada K/L/D/I serta sudah teragregasi secara nasional melalui website pengadaan nasional di inaproc.lkpp.go.id. Namun, apabila pelaksanaan dilakukan tidak secara elektronik, maka proses pemuatan pada website K/L/D/I harus dilakukan secara manual, dan pengelola website tersebut harus menginformasikan kepada LKPP agar dapat dimasukkan juga ke website pengadaan nasional. Satu informasi yang cukup penting pada Perpres 54/2010, khususnya pada aturan peralihan Pasal 132 Ayat (4) adalah “Penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa di surat kabar nasional dan/atau provinsi, tetap dilakukan oleh ULP/Pejabat Pengadaan di surat kabar nasional dan/ atau provinsi yang telah ditetapkan, sampai dengan berakhirnya perjanjian/Kontrak penayangan pengumuman Pengadaan Barang/Jasa.” Hal ini berarti, pengumuman di Koran Tempo untuk pengadaan yang bernilai di atas 2,5 M (Pekerjaan Non Kecil sesuai Perpres 54/2010) masih tetap dilaksanakan hingga 9 Juli 2011. Yang masih belum jelas adalah penayangan di surat kabar propinsi untuk paket pekerjaan yang bernilai di bawah 2,5 M apakah masih tetap dilaksanakan karena bergantung pada kontrak antara Gubernur dengan surat kabar yang bersangkutan. Namun apabila kontrak tersebut tidak ada, atau telah habis masa berlakunya, maka pengadaan yang bernilai di bawah 2,5 M tidak perlu ditayangkan di surat kabar manapun
76
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
dan tunduk pada aturan Perpres 54/2010 Pasal 73 Ayat (3). Ruang lingkup Peraturan Presiden ini meliputi dua hal, yaitu Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD dan Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Pengadaan Barang/Jasa yang dananya bersumber dari APBN/APBD tersebut, mencakup Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Berdasarkan Perpres 54/2010 tersebut, Pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan penyedia barang/jasa (pihak ketiga) dan/atau dengan cara swakelola (dikelola sendiri oleh institusi itu). Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini meliputi pengadaan Barang, Pekerjaan Konstruksi, Jasa Konsultansi, dan Jasa Lainnya. Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/ tidak diskriminatif, dan akuntabel. Organisasi atau para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa juga dibedakan sesuai dengan model dan bentuk pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan. Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas
Hikmah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (KA/KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan, dan Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Sedangkan Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Swakelola terdiri atas PA/ KPA, PPK, dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Sesuai dengan Pasal 6 Perpres 54/2010, Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa harus mematuhi etika sebagai berikut: melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa; bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa; tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak; menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/ Jasa; menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan negara; dan tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/ Jasa. Metode Penilaian kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu: Prakualifikasi, yaitu proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran dan Pascakualifikasi, merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpres 54/2010 ada beberapa bidang bentuk atau metode pemilihan penyedia barang/jasa untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya. metode-metode tersebut antara lain adalah: pertama, Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/ Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa. Kedua, Pelelangan Umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi /Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat. Ketiga, Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks. Keempat, Pelelangan Sederhana adalah metode pemilihan Penyedia Barang/ Jasa Lainnya untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Kelima, Pemilihan Langsung Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
77
Opini adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Keenam, Seleksi Umum adalah metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi syarat. Ketujuh, Seleksi Sederhana adalah metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi untuk Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Kedelapan, Sayembara adalah metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinal, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/ biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Dan, kesembilan, Kontes adalah metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan Barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Perpres 54/2010 juga mengatur tentang metode pemasukan/penyampaian Dokumen Penawaran terdiri atas: 1) metode satu sampul. Metode satu sampul digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana dan memiliki karakteristik sebagai berikut: Pengadaan Barang/Jasa yang standar harganya telah ditetapkan pemerintah, Pengadaan Jasa Konsultansi dengan KAK yang sederhana, atau Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifikasi teknis atau volumenya dapat dinyatakan secara jelas dalam Dokumen Pengadaan.metode satu sampul digunakan dalam Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung/Kontes/Sayembara. 2) metode
78
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
dua sampul. Metode dua sampul digunakan untuk: Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan evaluasi sistem nilai atau sistem biaya selama umur ekonomis dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) dibutuhkan penilaian yang terpisah antara persyaratan teknis dengan harga penawaran, agar penilaian harga tidak mempengaruhi penilaian teknis, atau (2) pekerjaan bersifat kompleks sehingga diperlukan evaluasi teknis yang lebih mendalam. 3) metode dua tahap. Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut: Pekerjaan bersifat kompleks, memenuhi kriteria kinerja tertentu dari keseluruhan sistem, termasuk pertimbangan kemudahan atau efisiensi pengoperasian dan pemeliharan peralatannya, dan/atau mempunyai beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan teknologi yang berbeda. Selain itu juga diatur tentang metode evaluasi untuk pengadaan barang/ pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya. Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: sistem gugur, sistem nilai, dan sistem penilaian biaya selama umur ekonomis. Sedangkan Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dapat dilakukan dengan menggunakan: metode evaluasi berdasarkan kualitas, metode evaluasi berdasarkan kualitas dan biaya, metode evaluasi berdasarkan Pagu Anggaran,atau metode evaluasi berdasarkan biaya terendah. [Musthafa Kamal]
Hikmah Melanjutkan Amalan Ibadah Ramadhan Oleh: Siti Marwati
B
ergulirnya waktu tak terasa telah menghantarkan kita di pengujung bulan suci Ramadhan. Tamu agung itu kini akan berpamitan meninggalkan kita dengan sejuta pelajaran dan kebaikan sebagai hadiah terbaik bagi kita semua. Deraian air mata kerinduan karena perpisahan dengan tamu agung ini dirasakan oleh umat Islam di seluruh dunia, sebagaimana para sahabat meneteskan air mata kesedihan karena takut tidak bisa bertemu kembali dengannya. Belum terlambat jika kita ingin mengevaluasi tentang kesuksesan Ramadhan yang baru dua pekan lebih meninggalkan kita ini. Di antara ukuran kesuksesan penempaan Ramadhan ada pada empat amalan berikut ini. Jika terjaga dan apalagi meningkat, insya Allah, sukseslah Ramadhannya. Dan, boleh jadi dialah yang paling berhak menyandang gelar muttaqiin, orang yang bertakwa. Pertama, tetap mau berpuasa. Karena kita berada pada bulan syawal, puasa yang dimaksud adalah puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Bulan yang menyimpan arti dan pesan luhur sebagai bulan peningkatan amal. Abu Ayyub al-Anshari RA meriwayatkan, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun.” (HR Muslim). Hadis tersebut tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang bilangan puasa yang hanya enam hari, tetapi juga dilihat
dari sudut pandang puasanya. Puasa Syawal merupakan salah satu bukti nyata amal saleh berupa puasa yang terus berlanjut, tidak menurun. Syawal adalah kelanjutan Ramadhan, baik dalam keterkaitan bulan-bulan Hijriah (Qamariah) maupun kelanjutan amal-amal saleh. Semangat kita dalam beramal saleh, baik itu yang sifatnya ibadah personal maupun sosial, tidak boleh kendur. Maka, amalan yang kedua sebagai ukuran kesuksesan Ramadhan adalah tradisi tadarus (membaca) Al-Qur’an. Kebiasaan membaca Al-Qur’an ini minimal harus terjaga, syukur-syukur meningkat. Membaca Alquran menunjukkan sikap kecintaan seorang Muslim kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan membaca Al-Qur’an, seorang Muslim berarti berkomunikasi dengan Allah. Selain itu, pembaca Al-Qur’an akan diberi reward (balasan) 10 kebaikan dari setiap satu huruf yang dibaca. Dari AlQur’an yang dibaca, maka pembacanya akan terbimbing oleh petunjuk-Nya, di antaranya berupa keadaan hati yang tenang, pikiran yang jernih, dan amalan yang terjaga. Apabila terbiasa membaca Al-Qur’an, pembicaraannya penuh hikmah sehingga orang mau mendengar. Jika berdoa, tidak ada penghalang. Melazimkan Al-Qur’an akan dapat syafa’at sakaratul maut, baik di alam kubur maupun di akhirat kelak. Amalan ketiga adalah shalat malam. Di bulan Ramadhan kita telah terbiasa shalat tarawih. Oleh karena itu, di bulan Syawal dan di bulan-bulan berikutnya tahajud bisa Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
79
Hikmah menjadi amalan primadona dan khas untuk aktivitas malam kita. “Pada malam hari, hendaklah kamu shalat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS al-Isra [7]: 79). “Seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunah di waktu malam.” (HR Muslim). “Sesungguhnya pada waktu malam ada satu waktu. Dan seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan di dunia maupun di akhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan, itu berlaku setiap malam.” (HR Muslim). Keempat, sedekah. Sedekah merupakan penolak bala, penyubur pahala, dan melipatgandakan rezeki; bagai sebutir benih yang ditanam akan menghasilkan tujuh cabang, yang pada tiap-tiap cabang itu terjurai seratus biji (QS al-Baqarah [2]: 261). Selain itu, seorang hamba akan mencapai hakikat kebaikan dengan sedekah (QS Ali Imran [3]: 92). Tujuan final (ghoyah) disyari’atkan ibadah puasa adalah untuk membentuk pribadi muttaqin yang memiliki sifat dan karakter seperti disinyalir Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 134-135 yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Alloh, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” 80
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
Dengan menghayati pesan ayat tersebut, maka segala aktifitas ibadah yang kita laksanakan hendaknya tidak hanya sekedar terjebak pada rutinitas ritual yang kering dari makna, akan tetapi amaliyah ibadah yang kita jalankan seharusnya mampu menangkap hikmah syariah di balik pelaksanaan ibadah kita, yaitu menata perilaku kita dari ketalehan menuju kesahihan, dari kekotoran menuju kesucian, dari kebrutalan menuju keramahan, dari kekikiran menuju kedermawanan, dari kedzaliman menuju keadilan dan seterusnya. Sebab seluruh amal ibadah yang disyari’atkan Islam sesungguhnya oleh dan untuk manusia itu sendiri. Hal lain yang perlu kita sadari dalam mengarungi samudera kehidupan ini, bahwa adalah merupakan sunnatulloh apabila hidup ini diwarnai dengan susah dan senang, tangis dan tawa, rahmah dan musibah, menang dan kalah, peluang dan tantangan yang acap kali menghiasi hidup kita. Orang bijak sering menyatakan: “Hidup ini laksana roda berputar.” Sekali waktu bertengger di atas, di waktu lain tergilas di bawah. Kemaren penguasa sekarang rakyat jelata, kemaren kaya sekarang jatuh miskin, bahkan kemaren kita sehat saat ini mungkin menderita sakit. Sebagai seorang mukmin, tidak ada celah untuk menyatakan frustasi dan menyerah dengan keadaan, akan tetapi kita harus tetap optimis, bekerja keras dan cerdas seraya tetap mengharap bimbingan Allah SWT. Karena sesungguhnya rahmat dan ma’unah-Nya senantiasa bersama hamba yang sabar dan teguh menghadapi ujian-Nya, sebagaimana orang mukmin tidak boleh hanyut dengan godaan dan glamornya kehidupan. Orang mukmin harus terus menerus berusaha mengobarkan
Hikmah obor kebajikan, menebarkan marhamah, menegakkan dakwah, merajut ukhuwah dan menjawab segala tantangan dengan penuh kearifan dan kesungguhan. Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghozali dalam karya Ihya Ulumuddin menggambarkan penghuni kehidupan dunia laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam proses perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua keresahan: antara mengingat perjalanan yang sudah dilewati dengan rintangan gelombang yang dahsyat dan antara menatap sisa-sisa perjalanan yang masih panjang dimana ujung rimbanya belum tentu mencapai keselamatan. Gambaran kehidupan ini hendak mengingatkan agar kita senantiasa memanfaatkan umur yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, usia yang masing-masing kita punyai akan menghadapi tantangan zaman dan selera kehidupan yang menggoda haruslah kita pergunakan secara optimal untuk memperbanyak belak guna meraih keselamatan dan kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Suatu saat Lukmanul Hakim pernah memberikan taushiyah kepada putranya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia ini laksana lautan yang dalam dan telah banyak manusia tenggelam di dalamnya, jadikanlah taqwa kepada Allah SWT sebagai kapal untuk mengarunginya, iman sebagai muatannya, tawakal sebagai layarnya, niscaya Engkau akan selamat sampai tujuan”. Melanjutkan Amalan Ibadah Ramadhan Sekali lagi, sudah saatnya kita budayakan hidup di bulan Ramadhan menjadi
budaya standar kita. Budaya bangun malam, misalnya yang sering kita gunakan untuk sahur, jangan pernah kita lepaskan untuk shalat malam. Shaum di bulan Syawal selama 6 hari, sebagai kelanjutan penyempurna Ramadhan teruskan dengan shaum SeninKamis. Budaya tilawah Al-Qur’an di bulan Ramadhan, kita biasakan membaca A l-Qur’an supaya jangan pernah terputus. Memang suasananya telah berbeda. Tapi, itu seperti di ces. Cerger kita sekuat-kuatnya dengan amalan-amalan yang membuat kokoh iman kita. Budaya rajin ke masjid sewaktu sholat tarawih sebulan Ramadhan, jadikan sholat tepat waktu berjama’ah. Begitupun, tiada hari tanpa sedekah terus kita terapkan di luar bulan suci tersebut. Semoga, kita keluar dari kepompong Ramadhan ini sebagaimana layaknya ulat yang baru berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah. Semoga kita telah bermetamorfosa dari lumpuran dosa menjadi pribadi yang fitri kembali, laksana seorang bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya. Semoga Allah SWT menyingkapkan tabir di hati kita, sehingga kegelapan di hati ini terganti dengan kejernihan hati yang bercahaya. Dan hari-hari kita yang tersisa menjadi hari-hari yang semakin akrab dengan kehangatan kasih-Nya, sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup dekat dengan Allah SWT. Momentum ‘Idul Fitri yang suci ini pula benar-benar mampu mengantarkan tatanan kehidupan baru masyarakat kita yang berlandaskan nilai-nilai agama, akhlakul karimah, kebersamaan dan kasih sayang guna mewujudkan masyarakat muslim Indonesia yang berharkat dan bermartabat, sejahtera dan berperadaban. [Siti Marwati] Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
81
Randang
INSTRUKSI MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG ANTISIPASI TERHADAP TIMBULNYA KERAWANAN/KONFLIK KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA Dalam rangka meningkatkan kerukunan umat beragama khususnya dan menjaga kesatuan dan persatuan Negara Republik lndonesia, dengan ini menginstruksikan : Kepada : 1. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi: dan 2. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, di seluruh Indonesia. Untuk : KESATU : Berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait, serta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di wilayah masing-masing: 1. melakukan pembinaan ‘gejolak umat beragama guna mengantisipasi timbulnya kerawanan kerukunan umat beragaria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. melakukan Sosialisasi Surat. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 3 Tahun 2008, Nomor: KEp-033/A/JA/2008, Nomor: 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah lndonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, baik kepada pengikut Jemaat Ahmadiyah, pemerintah, aparatur, dan masyarakat umum lainnya; dan 3. melakukan sosialisasi peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006, Nomor: 8 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan pendirian rumah ibadah. KEDUA : Bersama dengan tokoh masyarakat dan ulama melakukan pembinaan kepada warga Jemaat Ahmadiyah lndonesia. KETIGA : Mengambil langkah antisipatif terhadap gejala-gejala yang dapat mengarah kepada timbulnya konflik yang dapat mengganggu kerukunan umat beragama. KEEMPAT : Melaksanakan lnstruksi ini dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung-jawab serta melaporkan hasilnnya kepada Menteri Agama. KELIMA : Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 2011
SURYADHARMA ALI
82
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Resensi Buku
URAIAN JABATAN (URJAB) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Judul Penulis Penerbit Terbit Tebal
: Uraian Jabatan (Urjab) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2011 : Tim Penulis Itjen : Inspektorat Jenderal Kementerian Agama : September 2010 : 167 Halaman
Hasil Pengawasan, serta Bagian Umum. Sekretaris yang membawahi 4 bagian tersebut menjadi ‘dirijen’ yang memimpin kerja-kerja kesekretariatan dengan mendelegasikan tugas pada pejabat pelaksana yang bertugas di 4 bagian tersebut. Ketiga, uraian jabatan 3 Inspektorat a l a m K e p u t u s a n M e n t e r i Wilayah dan Inspektorat Investigasi. Bab ini Pendayagunaan Aparatur Negara menjelaskan tugas-tugas 3 Inspektorat Wilayah nomor 61 tahun 2004 disebutkan dan Inspektorat Investigasi berikut sub bagian bahwa setiap instansi Pemerintah tata usaha, pelaksana pengadministrasian umum, Pusat, Perwakilan Republik Indonesia di luar pelaksana pengadiministrasian teknis peyelesaian negeri, dan Pemda wajib menyusun peta jabatan LHA/STL , serta pelaksana pengoperasian dan uraian jabatan. Buku “Uraian Jabatan (Urjab)” komputer. ini diterbitkan Inspektorat Jenderal Kementerian Sebagai sebuah terobosan baru yang Agama RI merupakan jawaban atas kebutuhan memotret secara detail satu persatu uraian dan pemenuhan kewajiban tersebut. Buku setebal tugas setiap pejabat struktural, fungsional dan 809 ini akan menjadi panduan super lengkap yang pelaksana Itjen Kemenag, buku super tebal ini dapat membantu unit-unit organisasi di lingkungan layak diapresiasi. Tentu sebagai sebuah rintisan Inspektorat Jenderal Kemenag dengan uaraian awal, buku ini perlu dikembangkan lagi agar tugas-tugasnya secara sangat detail. Uraian jabatan lebih sempurna. Sebab, masih ada beberapa dibutuhkan agar masing-masing unit organisiasi item yang perlu dikembangkan dan dielaborasi di lingkungan Itjen Kemenag bisa memperoleh lebih jauh. Misalnya, dalam buku ini, aspek resiko kesamaan pengertian, bahasa dan penafsiran bahaya yang tertera dalam semua uraian jabatan dalam melaksanakan analisis jabatan dengan lebih hanya mencantumkan ancaman terkena radiasi efektif dan efisien. komputer. Secara garis besar, buku ini disusun Namun, secara umum, pelbagai uraian dalam tiga pembahasan pokok. Pertama, soal jabatan yang dirumuskan dalam buku ini sudah uraian jabatan Inspektur Jenderal (Irjen). Sebagai relatif sempurna. Karena sudah mencakup dan pimpinan tertinggi Itjen Kemenag RI, tugas dan memuat banyak hal, mulai tata cara pelaksanaan, kegiatan yang dimiliki Irjen sungguh sangat banyak. metode, syarat, sampai dengan bentuk umum Setidaknya, ada 91 tugas dan kegiatan Irjen. Pada hasil yang diinginkan. Uraian jabatan ini kiranya halaman 2, dijelaskan secara detail penjabaran dari layak dijadikan pijakan dalam melakukan berbagai 91 tugas dan kegiatan Irjen Kemenag. kegiatan manajemen di bidang kepegawaian, antara Kedua, Uraian Jabatan Sekretariat. Pada lain untuk menyusun speksifikasi atau persyaratan bab ini, dijelaskan uraian jabatan sekretaris dan 4 jabatan (job specification), peta jabatan (job map), bagian yang berada di bawah komando sekretaris. dan peringkat jabatan (job grading). Dengan itu, Keempat bagian tersebut meliputi: Bagian selanjutnya bisa disusun hasil analisis beban kerja Perencanaan dan Keuangan, Bagian Organisasi dan bisa menyusun jumlah kebutuhan pegawai per Tata Laksana dan Kepegawaian, Bagian Pengelolaan unit organisasi. [Moh. Anshari] INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN AGAMA RI
Jl. RS. Fatmawati No. 33 A Cipete Jakarta Selatan Telp. (021) 75916038, 7697853 Fax. (021) 7692112
D
Fokus Pengawasan Nomor 31 Tahun VIII Triwulan III 2011
83
Fokus Foto Itjen
Menag Suryadharma Ali didampingi Irjen Kemenag Mundzier Suparta pada Acara Pembukaan Kompetisi dan Expo Madrasah Tingkat Nasional
Menag Suryadharma Ali Saat Memberikan Keterangan Pers Hasil Kunjungannya Meninjau Persiapan Haji 1432H/2011 di Arab Saudi
Pembukaan Acara Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (K2TLHP) Itjen Kemenag Bali, 13 Juli 2011
Irjen Kemenag Mundzier Suparta Saat Memberikan Arahan Sosialisasi PPA Pontianak Kalbar, 28 Juli 2011
Sambutan Ses Itjen Maman Taufiqurrohman Diklat JFA Pembentukan Auditor Ahli
Kultum Ramadhan 1432 H Inspektorat Jenderal Kementerian Agama