Daftar Isi
Fokus FokusPengawasan Pengawasan
a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2012
DAFTAR ISI Surat Pembaca - [3] Dari Redaksi - [4]
Fokus Utama
2
Dewan Penyunting: Pembina : Moch. Jasin Pengarah : Zaenal Abidin Suphi Hilmi Muhammadiyah Sukarma Achmad Zaenuddin Heffinur Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Maman Taufiqurohman Ketua : O. Sholehuddin Sekretaris: Nugraha Stiawan Anggota : Nur Arifin, Anshori Akhmad Hariyanto Ahmad Saubari M. Ali Zakiyuddin Ali Ghozi Hakim Jamil Redaksi : Nurul Badruttamam Moh. Anshari, A. Nida Abdur Rahman Saputra Produksi : Purnomo Mulyosaputro Sirkulasi : Sarto
■■
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867, Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021) 7692112 www.itjen.kemenag.go.id E-mail:
[email protected]
■■
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
■■ ■■ ■■
Rencana Pencegahan Korupsi pada Kementerian Agama (Moch. Jasin) - [5] Meneguhkan Sistem Pendidikan Moral untuk Membentuk Karakter Bangsa (Shaleh) - [18] Keteladanan Pemimpin dalam Pemberantasan Korupsi (Ali Machzumi) - [22] Relevansi Hukuman Mati di Negeri Darurat Korupsi (Moh. Anshari) - [27]
Pengawasan ■■ ■■
■■ ■■ ■■
Tantangan Independensi Auditor terhadap Kualitas Hasil Audit (Mukodas Arif Subekti) - [31] Peran Auditor Internal dalam Mencegah Terjadinya Fraud di Instansi Pemerintah (Hakim Jamil) - [35] Membangun SPIP yang Baik Tanggungjawab Setiap Unit Kerja (Darori) - [42] Pengendalian dari Hulu ke Hilir (Ahmad Nida) [46] Mengukur Keberhasilan Kinerja Government dengan Teori Manajemen Supervisi dan Evaluasi (Nasrullah, S.Th.I) - [48]
Opini ■■
■■
■■ ■■
Perpers Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barjas Pemerintah (Yulis Setia Tri Wahyuni) - [52] HAB Kemenag: Momentum untuk Meningkatkan Komitmen Pengabdian pada Umat (Ilman) - [55] Menciptakan Manajemen Pelayanan Publik yang Efisien, Efektif, dan Akuntabel (Agus Salim) - [59] Merebaknya Virus Korupsi di Indonesia (Nurul Badruttamam) - [64] Menegakkan Prinsip “Law Enforcement” dalam Menjerat Mafia Korupsi (Mudrik Zamzami) - [73]
Hikmah ■■ ■■
Tahun Baru, Semangat Baru (Mia Rahmiawati) [78] Menjadi Pribadi yang Pandai Bersyukur (Cecep Ibrohim) - [81]
Surat Pembaca Audit Kinerja Saat ini auditor turun ke lapangan sudah mempraktekkan audit dengan sistem audit kinerja, mohon ulasan utama audit kinerja agar pemahaman kami lebih komprehensif sebagai auditi. Ali Purnomo, Pemalang Jawa Tengah Jawaban: Ya dalam beberapa edisi sudah dimunculkan tulisan tema terkait, namun karena kami masih terus menyempurnakan audit tersebut tentu ke depan akan ada ulasan tema serupa. Terima kasih atas ulasannya.
Waktu Penerbitan Kami di daerah banyak membutuhkan informasi, salah satunya dengan hadirnya Fokus ini. Bisa kah waktu penerbitan menjadi sebulan sekali? M. Thohirin, Balikpapan Jawaban: Usulan yang sangat baik, namun memang kami perlu waktu 3 bulan untuk mengumpulkan semua tulisan dalam satu edisi, terlebih tulisan yang datang dari para auditor.
Profil Irjen Dengan adanya pergantian di institusi Itjen dalam hal ini pergantian Irjen, untuk itu kami mohon adanya ulasan profil Irjen yang baru. Terima kasih. Nikita Fatmawati, Medan Sumut Jawaban: Akan kami pertimbangkan namun telah terbit buku profil Irjen Kemenang, Bapak Moch. Jasin. Terima kasih atas sarannya.
Resensi Buku Pada resensi buku di majalah Fokus kami mohon redaksi mereview buku-buku pengawasan, kami memerlukan itu sebagai referensi khasanah pengawasan yang lebih baik. Siti Aisyah, Palembang Sumsel
Jawaban: Kami akan terus melakukan update atas produk-produk pengawasan terkini. Terima kasih atas saran konstruktifnya.
Penulis Fokus Apakah Majalah Fokus Pengawasan menerima tulisan dari pihak eksternal Itjen? Terim kasih. Muhammad Malaka, Makassar Jawaban: Tujuan lahirnya Fokus memang banyak diarahkan untuk pemberdayaan tulis menulis karyawan internal Itjen, terlebih bagi para auditor dimana mereka banyak inspirasi atas hasil audit mereka untuk bisa dituangkan dalam tulisan yang inspiratif. Terima kasih atas perhatiannya.
Distribusi Majalah Fokus Bagaimanakah sistem distribusi Majalah Fokus Pengawasan? Bonna Raika, Jayapura Jawaban: Dalam setiap edisi, Majalah Fokus didistribusikan ke seluruh Kab/Kota. Jadi memang pencetakan sudah sekaligus dengan pendistribusiannya. Semoga dengan ini membantu penyebaran informasi khususnya berita-berita pengawasan.
Redaksi memohon maaf, tidak semua surat pembaca dapat ditampilkan, karena keterbatasan tempat. Saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan!
3
Dari Redaksi Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb.
I
4
npres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi menjadi peraturan yang mendorong terciptanya inisiatif-inisiatif antikorupsi di negeri ini. Melalui Inpres ini Presiden RI mengamanatkan agar pelaksanaan birokrasi di lingkungan pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus bersih dari tindakan-tindakan yang berbau korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Salah satu bentuk dari inisiatif pemberantasan korupsi adalah melalui Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK). RAN-PK sendiri lebih menekankan kepada upaya pencegahan dan penindakan korupsi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi baik di pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya RAN-PK ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pemberantasan KKN sehingga menghasilkan strategi pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi seluruh stakeholder di negeri ini. Pembaca Fokus yang berbahagia, Mengingat gendering perang terhadap korupsi terus ditabuh hingga detik ini, kami merasa perlu mengulas secara lebih mendalam mengenai inisiatifinisiatif antikorupsi dalam majalah Fokus Pengawasan edisi 36 Triwulan IV Tahun 2012 dengan tema utama “Grand Design Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada Kementerian Agama”. Strategi Nasional RAN-PK tersebut ditujukan untuk melanjutkan, mengkonsolidasi, dan menyempurnakan berbagai upaya
dan kebijakan pemberantasan korupsi agar memberikan dampak yang konkrit menjadikan Indonesia bebas dari korupsi. Perkembangan yang menarik berkaitan dengan upaya pencegahan korupsi di Indonesia, terjadi baik pada tingkat kebijakan pemerintah, pembentukanm, dan konsolidasi kelembagaan hingga kian kritisnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberantasan korupsi. Pembaca Fokus yang terhormat, Pada edisi kali ini, rubrik Fokus Utama menampilkan empat artikel yang mengulas inisiatif antikorupsi. Keempat artikel tersebut akan mengulas lebih dalam tentang antikorupsi yakni mengenai Rencana Pencegahan Korupsi pada Kementerian Agama, Meneguhkan Sistem Pendidikan Moral untuk Membentuk Karakter Bangsa, Keteladanan Pemimpin dalam Pemberantasan Korupsi, dan Relevansi Hukuman Mati di Negeri Darurat Korupsi. Selain itu, kami juga menyajikan lima artikel mengenai pengawasan, yakni: Tantangan dan Independensi Auditor terhadap Kualitas Hasil Audit, Peran Auditor Internal dalam Mencegah Terjadinya Fraud di Instansi Pemerintah, Membangun SPIP yang Baik Merupakan Tanggung Jawab Setiap Unit Kerja, Pengendalian dari Hulu ke Hilir, dan Mengukur Keberhasilan Kinerja Government dengan Teori Manajemen Supervisi dan Evaluasi. Selain di rubrik Fokus Utama dan Pengawasan, kami juga melengkapi edisi ini dengan lima artikel di rubrik Opini dan dua artikel dalam rubrik Hikmah. Selamat Membaca. [Redaksi] Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Fokus Utama Rencana Aksi Pencegahan Korupsi pada Kementerian Agama Oleh: Moch. Jasin
Ucapan Selamat dan Terima Kasih atas Opini BPK - WTP DPP Kementerian Agama Dari Menag Suryadharma Ali kepada Irjen Kemenag Moch. Jasin
Subtansi Pokok Peraturan PerundangUndangan ertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, Undang-undang ini menegaskan posisi strategis dimana penyelenggaraan negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merusak sendi-sendi bangsa karena praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antarpenyelenggara negara melainkan juga antara
P
penyelenggaraan negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara. Kedua, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juneto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
5
Fokus Utama pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. Ketiga, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012. Dalam rangka mempercepat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dan sejalan dengan komitmen Pemerintah yang telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi Tahun 2003, disusun Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 dimaksudkan sebagai acuan langkah-langkah strategis Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk memastikan terwujudnya penyelenggaraan
6
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang selanjutnya disebut Stranas PPK adalah dokumen yang memuat visi, misi, sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025 dan jangka menengah tahun 2012-2014, serta peranti anti korupsi. Keempat, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004, Instruksi ini diarahkan untuk membentuk penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dengan melaporkana harta kekeyaannya kepada komisi pemberantasan korupsi dan membantu KPK dalam rangka penyelenggaraan pelaporan pendaftaran pengumuman dan pemeriksanaan LHKPN di lingkungannya. Instruksi ini juga mengharapkan pembuatan penetapan kinerja dengan Pejabat dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui transparansi dan standarisasi pelayanan. Menetapkan program dan wilayah bebas dari korupsi, melaksanakan Pengadaan Baran/Jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai macam kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan negara. Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi serta penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada keuangan negara.
Fokus Utama Kelima, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011. Instruksi ini memuat agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masingmasing dalam rangka percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2011, dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011. Langkah-langkah rencana aksi percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi, meliputi: Strategi Bidang Pencegahan, Strategi Bidang Penindakan, Strategi Bidang Harmonisasi Peraturan PerundangUndangan, Strategi Bidang Penyelamatan Aset Hasil Korupsi, Strategi Bidang Kerjasama Internasional, dan Strategi Bidang Mekanisme Pelaporan. Keenam, Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011. Dalam rangka percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2012 Inpres Nomor 17 Tahun 2011 mempertegas Inpres Nomor 9 Tahun 2011 di mana perlu diambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012 dengan berpedoman pada strategi-strategi yang meliputi: Strategi B i d a n g Pe n c e ga h a n , S t rate g i B i d a n g Penindakan, Strategi Bidang Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan, Strategi Bidang Penyelamatan Aset Hasil Korupsi, Strategi Bidang Kerjasama Internasional, dan Strategi Bidang Mekanisme Pelaporan.
Dengan memperluas cakupan Inpres ini tidak hanya para Menteri dan Kepala Lembaga tetapi ditujukan kepada: Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Sekretaris Jenderal pada Lembaga Tinggi Negara, Para Gubernur, Para Bupati/ Walikota. Ketujuh, Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006; (a) Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); (b) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik yang efisien, efektif, dan transparan; (c) Mengupayakan transparansi terhadap segala bentuk pelaksanaan kegiatan, program, pengadaan barang dan jasa, dan penggunaan anggaran; (d) Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab aparatur dalam melaksanakan tugasnya; (e) Meningkatkan pembinaan aparatur guna meniadakan perilaku korupsi; (f) Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun kehidupan pribadi; (g) Meningkatkan partisipasi dan kesdaran masyarakat dalam mencegah perilaku korupsi melalui pendekatan agama; (h) Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya penindakan bagi perilaku korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara; (i) Mengarahkan dan mendorong pimpinan satuan organisasi/ kerja agar membuat Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) dengan pendekatan agama dan melaporkan hasilnya Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
7
Fokus Utama secara berjenjang kepada Sekretaris Jenderal, setiap minggu pertama bulan Juli dan bulan Januari tahun berikutnya sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Kedelapan, Peraturan MENPAN dan RB Nomor 60 Tahun 2012. WBK hanya dapat diwujudkan melalui upaya-upaya pendahuluan berupa penegakan integritas sebagai wujud komitmen pemberantasan korupsi yang diimplementasikan dalam bentuk programprogram pencegahan korupsi yang bersifat konkret pada setiap instansi pemerintah (Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah). Implementasi program ini harus bersifat komprehensif dan dapat diukur tingkat keberhasilannya. Program ini merupakan tindak lanjut dari Aksi Penerapan Pakta Integritas yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 dan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Aksi ini merupakan implementasi Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang telah dilaksanakan mendahului terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 20122014. Strategi Pencegahan Korupsi Pertama, Sosialisasi dan Pendidikan Antikorupsi. Penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi memang penting, tetapi strategi yang hanya berfokus pada penegakan hukum tanpa terciptanya 8
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
lingkungan yang menolak perilaku korupsi akan sulit mencapai keberhasilan. Dalam rangka menjamin keberhasilan pemberantasan korupsi diperlukan partisipasi seluruh satuan kerja, dalam mengkampanyekan nilai-nilai antikorupsi di internal melalui sosialisasi antikorupsi dengan menggunakan berbagai media dan sarana yang ada. Kampanye untuk pihak eksternal juga diperlukan untuk membentuk kesepahaman antara penyelenggara negara dan publik terkait perilaku korupsi. Demikian pula pentingnya penanaman nilai-nilai anti korupsi melalui institusi pendidikan. Kedua, Kurikulum Pendidikan Anti Korupsi. Kurikulum mengandung dua hal sekaligus, yaitu (1) kurikulum dalam arti teknis pendidikan yang mencakup apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan, dan (2) kurikulum sebagai desain yang berorientasi pada upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan disiplin ilmu, atau mempersiapkan peserta didik yang selalu arif dalam menghadapi setiap fenomena kehidupan. Pada prinsipnya, kurikulum yang dikembangkan adalah bagai framework (kerangka) dan guidence (petunjuk) untuk mempermudah terjadinya transfer dan transmisi pengetahuan serta nilai-nilai kehidupan, maka kurikulum menjadi suatu fokus sekaligus ruh pendidikan yang ingin mengembangkan pada diri peserta didik apa yang sudah terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum tidak menempatkan peserta didik sebagai subjek yang sematamata mempersiapkan dirinya bagi kehidupan masa datang, tetapi harus mengikuti berbagai
Fokus Utama hal yang dianggap berguna berdasarkan nilai- etik. Pengertian “khusus” dalam hal ini adalah nilai budaya yang penting bagi masyarakat. kode etik yang disusun khusus yang berlaku Kurikulum pendidikan antikorupsi disusun di lingkungan Kementerian Agama dengan untuk menanamkan sejak dini nilai-nilai mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik anti korupsi melalui pengetahuan attitude Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang dan praktik-praktik antikorupsi seperti Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai praktik membiasakan kejujuran dalam proses Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah belajar mengajar, lingkungan keluarga, dan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 masyarakat. Kurikulum pendidikan anti tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kode etik korupsi dapat dilakukan terintegrasi dengan adalah refleksi dari apa yang disebut dengan materi kurikulum mata pelajaran lainnya atau “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan dapat berdiri sendiri. Ketiga, Pengembangan dan Penerapan masing-masing kelompok sosial (profesi)/ Kode Etik. Kode etik merupakan aturan tertulis organisasi. Beberapa tujuan disusunnya kode yang disusun secara sistematik yang berisikan etik khusus adalah meningkatkan disiplin pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan pegawai, menjamin terpeliharanya tata tertib, yang mengikat pegawai dalam melaksanakan menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan tugas pokok dan fungsinya serta dalam iklim kerja yang kondusif, menciptakan dan pergaulan sehari-hari. Kode etik berfungsi memelihara kondisi kerja serta perilaku yang sebagai alat untuk memberi sanksi terhadap profesional, dan meningkatkan citra dan tindakan yang dinilai menyimpang dari kode kinerja pegawai. Kode etik sebaiknya dapat
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. Saat Memberikan Arahan dan Pembinaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
9
Fokus Utama diubah, ditambah, dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan situasi yang ada. Hal ini dikarenakan suatu organisasi selalu mengalami perubahan dan perkembangan, yang menyebabkan hubungan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melaksanakan tugasnya dan menjalankan pergaulan hidup sehariharinya pun turut mengalami perubahan dan perkembangan. Setiap ketentuan yang terdapat dalam kode etik harus dapat mengakomodasi perubahan standar atau nilai yang terjadi dalam dinamika perubahan di organisasi. Keempat, Transparansi Manajemen SDM; (a) Rekrutmen; Proses rekrutmen PNS yang tidak transparan menjadi salah satu sebab munculnya bibit-bibit pelaku korupsi di Lembaga Pemerintah. Hal ini dikarenakan calon PNS yang diterima tidak memenuhi standar rekrutmen yang telah ditetapkan. Untuk menciptakan rekrutmen yang transparan, maka: 1) Rekrutmen CPNS oleh instansi harus berdasarkan formasi yang ditetapkan dengan cara transparan dan objektif; 2) Setiap masyarakat mendapatkan informasi yang terbuka terkait dengan rekrutmen yang di adakan; 3) terjaminnya objektifitas dan kualitas soal ujian yang diberikan; 4) Seleksi harus berlangsung secara transparan, akuntabel, non diskriminasi, bebas KKN; dan 5) Proses penilaian hasil ujian harus dilakukan transparan dengan melibatkan unsur pengawasan baik internal maupun eksternal pemerintahan. (b) Sistem Promosi, Saat ini umum berlaku bahwa penempatan jabatan struktural ditentukan oleh tingkat eselon jabatan dengan eselon 1 sebagai jabatan struktural tertinggi. Sedangkan kualifikasi
10
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
dari pegawai negeri yang menempati jabatan struktural ditentukan oleh ranking. Pada umumnya ranking ditentukan oleh kombinasi antara umur, tingkat pendidikan, lama masa bekerja, pengalaman, serta program sosialisasi yang telah diikuti. Pelaksanaan promosi yang ditujukan untuk peningkatan tingkat eselon, untuk kandidat jabatan dibawah eselon 1 akan dievaluasi oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), yang bertugas memberikan input kepada kepala instansi pemerintah pusat atau kepala Pemerintah Daerah. Sistem promosi ini dianggap tidak efektif dikarenakan penilaian kinerja hanya bersifat formalitas dan tidak berdasarkan kriteria kinerja serta sistem promosi dalam parktiknya lebih banyak ditentukan oleh senioritas dan kurang memperhitungkan syarat kompetensi (faktor pengalaman, kinerja, serta keterampilan, dan pendidikan). Melihat praktik promosi jabatan yang lebih menekankan pada senioritas serta dukungan dari atasan tanpa penilaian kinerja yang jelas, maka diperlukan suatu pendekatan baru dimana posisi lowong diumumkan secara internal. Dengan mekanisme ini pegawai didalam instansi yang memenuhi kriteria spesifikasi jabatan dapat mendaftar, sehingga terjadi persaingan yang kompetitif. Diharapkan dengan pendekatan baru ini dapat mengurangi pengaruh patronasi dan nepotisme dalam manajemen SDM. Untuk sistem penilaian kinerja pegawai negeri, selama ini masih hanya dikenal instrumen evaluasi tahunan yang dikenal dengan nama Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Dalam DP3 elemen yang dievaluasi adalah aspek perilaku, sikap, loyalitas, integritas, kemampuan untuk
Fokus Utama bekerja sama serta kualitas kepemimpinan. Dalam praktiknya instrumen ini tidak efektif karena hampir semua pegawai mendapatkan angka penilaian serupa sehingga hampir bisa dikatakan bahwa kenaikan pangkat dari pegawai negeri berlangsung secara otomatis, tanpa perhitungan kinerja mereka. Kebijakan promosi sebaiknya menggunakan indikator kinerja yang jelas. Instrumen DP3 yang selama ini digunakan tidak benarbenar mencerminkan indikator yang relevan dengan jabatan serta tugas yang diemban oleh pegawai negeri. DP3 lebih memberikan kesempatan bagi pimpinan untuk memberikan penilaian subjektif yang lebih menekankan pada perilaku dan sikap yang tentu saja rawan terhadap penyalahgunaan. Kelima, Gratifikasi; Penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara dari pihak yang memiliki hubungan afiliasi (misalnya: pemberi kerja-penerima kerja, atasanbawahan dan kedinasan) dapat memberikan pengaruh terhadap penyelenggara negara tersebut, dalam melakukan pengambilan keputusan. Pemberian tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pada pejabat yang bersangkutan. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan yang timbul karena gratifikasi tersebut, penyelenggara negara harus membuat suatu declaration of interest untuk memutus kepentingan pribadi yang timbul dalam hal penerimaan gratifikasi. Bentuk declaration of interest adalah dengan melaporkan gratifikasi yang diterimanya untuk kemudian ditetapkan status kepemilikan gratifikasi tersebut oleh KPK. Program pengendalian gratifikasi merupakan sekumpulan perangkat dan mekanisme
pengendalian praktik gratifikasi yang dibangun dan dikembangkan oleh satuan kerja secara berkesinambungan guna menjaga integritas pegawainya dari praktik penerimaan dan pemberian gratifikasi yang dianggap suap, yang terdiri dari perangkat ketentuan, perangkat SDM dan organisasi, mekanisme pemrosesan pelaporan penerimaan dan pemberian gratifikasi di lingkungan instansi/ satuan kerja. Keenam, LHKPN; Indikator transparansi penyelenggara negara adalah persentase pelaporan LHKPN. Pentingnya LHKPN dalam rangka pencegahan korupsi dikarenakan, LHKPN telah berkembang menjadi isu etika dan antikorupsi global, sehingga kewajiban laporan kekayaan diyakini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan lembaga publik. Mekanisme pelaporan harta kekayaan adalah media yang memungkinkan pengawasan ke j u j u ra n d a n d ete ks i ke m u n g k i n a n adanya situasi benturan kepentingan atau tindakan memperkaya diri secara ilegal oleh pejabat publik. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pemberantasan korupsi yang efektif. Kewajiban melaporkan harta kekayaan ini diarahkan kepada para pejabat publik yang ditetapkan secara spesifik dalam suatu peraturan, yaitu sebagai berikut: (a) Penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah , pejabat negara pada lembaga tinggi negara, Menteri, Gubernur, Hakim, Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, dan Pejabat lain yang memiliki Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
11
Fokus Utama
Irjen Kemenag Moch. Jasin Saat Memberikan Arahan pada Kegiatan Temu Wicara Pengawasan Itjen Kemenag
fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi: Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, Pimpinan Bank Indonesia, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri, Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa, Penyidik, Panitera Pengadilan, dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek. (b) Surat Edaran Nomor : SE/03/M. PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), yang juga mewajibkan untuk melaporkan LHKPN, yaitu: Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara, semua Kepala Kantor di lingkungan Kementerian Keuangan, 12
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Pemeriksa Bea dan Cukai, Pemeriksa Pajak, Auditor, Pejabat yang mengeluarkan perijinan, Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat, dan Pejabat pembuat regulasi. Selain itu untuk mendukung berjalannya pelaporan LHKPN ini maka Kementerian Agama menetapkan melalui Surat Keputusan tentang penetapan jabatan-jabatan yang rawan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan masingmasing instansi, pejabat-pejabat tersebut selanjutnya diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, sesuai dengan Surat Edaran Nomor: SE/05/M.PAN/04/2005. Ketujuh, LPSE; Kegiatan pengadaan barang dan jasa (procurement) merupakan proses dalam pemerintahan yang rawan manipulasi dan korupsi. Untuk mengatasinya, diperlukan pengadaan barang/jasa pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif bagi ketersediaan barang/jasa yang terjangkau
Fokus Utama dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Kondisi tersebut bisa diwujudkan di antaranya dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement) dan pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP). Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik ini bertujuan untuk : a) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas; b) Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat; c) Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan; d) Mendukung proses monitoring dan audit; e) Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Sedangkan tujuan pembentukan ULP adalah untuk: a) Membuat proses pengadaan barang /jasa pemerintah menjadi lebih terpadu, efektif, dan efisien; b) Meningkatkan efektivitas eselon I teknis/SKPD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya; c) Menjamin menjamin persamaan kesempatan, akses, dan hak bagi penyedia barang/jasa agar tercipta persaingan usaha yang sehat; d) Menjamin proses pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan oleh aparatur yang profesional. Pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, telah diatur tentang kewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan sistem e-procurement dan pembentukan Unit Layanan Pengadaan. Hal ini tercantum dalam pasal 130, bahwa ULP wajib dibentuk Kementerian/ Lembaga/SKPD/Institusi lainnya paling lambat pada tahun anggaran 2014, dan pasal 131 Kementerian/Lembaga/SKPD/Institusi lainnya wajib melaksanakan pengadaan barang/jasa
secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada tahun anggaran 2012. Selain pelaksanaan e-procruetment serta pembentukan Unit Layanan Pengadaan, juga diperlukan pengawasan proses pengadaan yang dilakukan oleh pihak di luar pelaksana/ panitia pengadaan barang atau jasa. Tujuannya adalah: 1) Agar kesalahan/kecurangan yang terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa bisa dideteksi lebih dini; 2) Permasalahan dan penyelesaiannya bisa ditemukan dan diselesaikan dengan lebih cepat dan akurat tanpa ada unsur kepentingan dari panitia pengadaan; 3) Kehati-hatian petugas dan peserta lebih tinggi dalam menjalankan pekerjaannya karena adanya pengawasan dari pihak di luar pelaksana/panitia pengadaan. Kedelapan, manajemen pengaduan masyarakat. Kementerian Agama harus memiliki mekanisme pengaduan (complaint system) yang efektif. Ketersediaan mekanisme pengaduan ini juga memungkinkan adanya supervisi yang optimum dan feed back dari pihak eksternal atas kinerja unit utama. Penanganan pengaduan sebaiknya dilakukan oleh staf yang kompeten karena pelapor pengaduan cenderung menuntut perhatian segera terhadap masalah yang diadukannya. Sistem pengaduan yang efektif harus memiliki beberapa sumberdaya pengaduan, yaitu: (a) Media pengaduan yang digunakan adalah suatu media yang mudah diakses oleh masyarakat umum; (b) Terdapat petugas atau bagian yang bertugas secara khusus untuk mengelola pengaduan tersebut; (c) Terdapat mekanisme tertulis tentang penanganan laporan pengaduan; (d) Setiap pengaduan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
13
Fokus Utama yang masuk harus diadministrasikan dengan baik, sehingga mudah diakses ketika sewaktuwaktu diperlukan; (e) Dilakukannya evaluasi terhadap mekanisme pengaduan masyarakat, ini disesuaikan dengan kondisi organisasi dan masyarakat yang cenderung berubah. Kesembilan, penguatan pengawasan. Penguatan pengawasan diarahkan sejauh mana satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama melaksanakan pengelolaan SDM, keuangan, sarana prasarana secara efisien, mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan meningkatkan akuntabilitas. Penguatan pengawasan juga diarahkan untuk memantau pelaksanakan rekomendasi KPK/BPK/APIP yang merupakan suatu bentuk upaya pencegahan korupsi yang bisa dilakukan oleh Kementerian Agama. Salah satu peran dari KPK/BPK/APIP selama ini adalah melakukan monitoring terhadap sistem yang ada di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. Dengan tugas tersebut KPK/BPK/APIP berwenang memberikan rekomendasi untuk perbaikan sistem kepada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah jika ditemukan adanya suatu kelemahan sistem yang berpotensi menimbulkan terjadinya penyelewengan. Rekomendasi yang diberikan tersebut merupakan suatu bentuk dorongan dari pihak eksternal untuk melakukan perbaikan sistem pada unit utama. Pelaksanaan dari rekomendasi tersebut membutuhkan inisiatif dan usaha dari masingmasing. Kesepuluh, kualitas dan transparansi layanan publik. Informasi merupakan kebutuhan pokok manusia maka memperoleh informasi adalah hak asasi manusia. Selain
14
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
itu keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis dan merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik. Pengelolaan informasi publik yang berkualitas dan transparan m e r u p a ka n s a l a h s a t u u p aya u n t u k mengembangkan masyarakat informasi. Keterbukaan informasi publik merupakan dasar dalam membangun tata pemerintahan yang baik (good governance). Keterbukaan informasi diupayakan adanya peningkatan akses publik dalam memperoleh informasi ditandai dengan adanya keterbukaan satuan kerja dalam menyebarluaskan informasi dan keaktifan satuan kerja dalam menyebarkan informasi. Dengan adanya transparansi atas setiap informasi publik akan memberi ruang pada masyarakat untuk memerankan fungsi kontrol setiap langkah dan kebijakan yang diambil aparatur pemerintah. Keterbukaan informasi ini juga dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam rangka mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan masyarakat, diperlukan adanya penilaian kinerja yang komprehensif dan berjenjang. Salah satu upaya untuk mewujudkan mutu pelayanan masyarakat yang baik, dilakukan dengan memberikan motivasi melalui penilaian secara selektif dan bagi unit pelayanan masyarakat dianugerahkan penghargaan Citra Pelayanan Prima. Dengan terciptanya tata pemerintahan yang baik, diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dalam sistem
Fokus Utama pemerintahan. Kesebelas, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terusmenerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Kedua Belas, penandatanganan Pakta Integritas; Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme. Pakta Integritas merupakan sistem extra yudicial (di luar hukum) namun masih dalam kerangka hukum yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun UU anti korupsi. Pakta Integritas diberlakukan untuk mencegah terjadinya korupsi di jajaran pemerintahan maupun perusahaan. Pakta Integritas merupakan
salah satu alat (tools) yang dikembangkan Transparency International (TI) pada tahun 1990-an. Tujuannya adalah untuk menyediakan sarana bagi pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat umum dalam mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme, terutama dalam kontrak-kontrak pemerintah (public contracting). Pakta Integritas pada hakekatnya adalah merupakan janji untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan yang berlaku. Penandatanganan Dokumen Pakta Integritas dilaksanakan oleh pimpinan dan seluruh pegawai K/L dan Pemda mengacu pada Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah. Ketiga Belas, pembangunan Zona Integritas menuju WBK. Zona Integritas (ZI) adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L dan Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi syarat indikator hasil WBK dan memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas nilai 75 pada ZI yang telah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangannya. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan K/L dan Pemda bahwa instansinya telah siap menjadi Instansi yang berpredikat Zona Integritas. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh K/L dan Pemda yang Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
15
Fokus Utama pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik dengan tujuan agar sungguh-sungguh menjadi Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Proses pembangunan ZI dilaksanakan melalui penerapan program pencegahan korupsi yang terdiri atas 20 kegiatan yang bersifat konkrit. Keempat Belas, penguatan dan pemanfaatan teknologi informasi. Melalui perangkat teknologi informasi dan komunikasi, kita bisa mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling bertukar informasi secara efisien dan efektif. Dengan demikian diharapkan dapat mengembangkan sikap inisiatif dan kemampuan belajar mandiri, sehingga kita dapat memutuskan dan mempertimbangkan sendiri kapan dan di mana penggunaan TI secara tepat dan optimal. Teknologi informasi mencakup dua aspek, yaitu: teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi merupakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke yang lainnya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas bisnis proses dan mekanisme kerja/prosedur dalam sistem manajemen
16
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
pemerintahan. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah: a) meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan manajemen pemerintahan; b) meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan. Kelima Belas, efisiensi pelaksanaan anggaran. Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, serta pelaksanaan anggaran agar dilaksanakan secara efisien. Analisis efisiensi anggaran yaitu evaluasi anggaran dengan cara membandingkan antara outputs dengan inputs, baik untuk rencana maupun realisasi yang didukung oleh data sehingga dapat diketahui tingkat efisiensinya. Setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Keenam Belas, pengembangan budaya hidup sederhana. Sederhana atau bersahaja dalam hidup memiliki arti menggunakan dan menikmati apa yang ada, tanpa memaksakan diri menuntut yang lebih dari kelaziman dan kemampuan. Lawan dari hidup bersahaja adalah keserakahan, ketamakan, dan hidup boros. Sikap serakah atau tamak menjadi awal kehancuran. Selain karena hidupnya terbelenggu oleh dominasi harta dan tahta, sering kali mereka yang serakah menghalalkan semua cara, tanpa mempedulikan apakah yang
Fokus Utama dilakukan merugikan dan menyengsarakan orang lain ataukah tidak. Kebersahajaan individu pada awalnya ditentukan oleh gaya hidup yang sederhana dan tidak memerlukan banyak hal. Terdapat beberapa perilaku yang menunjukkan sikap bersahaja, antara lain: a) Berkata dan berperilaku sewajarnya, tidak terlalu muluk-muluk melebihi kapasitas dan wewenang yang dimiliki; b) Berpakaian dan berpenampilan sewajarnya sesuai norma, etika agama, sosial, dan menggunakan fasilitas hidup sewajarnya. Ketujuh Belas, inovasi pencegahan korupsi; inovasi ini bersifat bebas dan dinilai secara kualitatif. Indikator ini disiapkan untuk mengantisipasi jika ternyata unit utama memiliki inovasi lain diluar indikator utama. Evaluasi dan Pelaporan M e l a ku ka n p e n i l a i a n e va l u a s i ditujukan untuk meyakini kebenaran material pelaksanaan pencegahan anti korupsi yang dilaksanakan oleh satuan kerja dan melakukan evaluasi atas data dan informasi lainnya yang berkembang setelah dilaksanakannnya aksi pencegahan anti korupsi pada satuan kerjanya. Untuk menjaga efektifnya pencegahan anti korupsi perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif. Kedua kegiatan tersebut dapat direncanakan dengan model (design), sebagai berikut : Pertama, pembinaan, meliputi: (a) Pembinaan terhadap satuan kerja dilakukan dengan cara memberikan asistensi perbaikan sistem dan prosedur, fasilitasi yang memadai, pelatihan teknis dengan tujuan untuk mempersempit peluang/kesempatan melakukan korupsi; (b) Pembinaan terhadap
pegawai lebih bertujuan memperbaiki niat untuk sanggup meninggalkan perbuatan yang tidak baik atau yang melanggar hukum, khususnya korupsi. Pembinaan terhadap pegawai ini dapat dilakukan dalam bentuk berbagai pelatihan anti korupsi, termasuk melalui pendekatan agama seperti Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA), atau pembinaan mental agama, dengan menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat usia (andragogi). Kedua, pengawasan, meliputi: (a) Terhadap satuan kerja dilakukan pengawasan dan pemantauan internal oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama; (b) Laporan hasil pengawasan atau pemantauan internal dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menilai komitmen pemimpin pada satuan kerja yang bersangkutan dan seluruh jajarannya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ketiga, pelaporan. Terhadap satuan kerja yang telah melakukan aksi pencegahan korupsi, melaporkan hasil pelaksanaannya kepada Menteri Agama. Laporan disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Pimpinan satuan kerja melaporkan hasil pelaksanaan program pencegahan korupsi ke Menteri Agama melalui Inspektur Jenderal pada setiap akhir tahun; (b) Inspektur Jenderal melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan internal di lingkungan Kementerian Agama. Laporan hasil pelaksanaan pencegahan korupsi meliputi: a) Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan Korupsi; b) Hambatan-hambatan yang terjadi; c) Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi hambatan yang terjadi. [Moch. Jasin] Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
17
Fokus Utama Meneguhkan Sistem Pendidikan Moral untuk Membentuk Karakter Bangsa Oleh: Shaleh
B
Ramah Tamah Irjen Kemenag Moch. Jasin - Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil Di Ruang Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama
erita tentang demoralisasi di berbagai bidang kehidupan dapat kita saksikan setiap saat pada media massa baik cetak maupun elektronika. Hampir setiap hari publik disuguhi dengan berita-berita penyimpangan baik di bidang politik, hukum, ekonomi, pemerintahan dan lain sebagainya. Di bidang politik, telah terjadi penyimpangan-penyimpangan atau demoralisasi politik yang ditandai dengan berbagai kasus korupsi, skandal moral dan politik uang yang melibatkan para elit di negeri ini. Sementara bidang hukum, masih segar di ingatan publik tentang kasus keterlibatan para aparat penegak hukum, kepolisian dan hakim dalam kasus skandal korupsi perpajakan oleh pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan, Juga kasus simulator SIM yang berujung “perseteruan” Polri-KPK yang sedang hangat 18
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
dibicarakan. Di bidang ekonomi/perbankan, kita tidak akan pernah lupa dengan kasus skandal Bank Century yang pernah menjadi tema theatrical paling menyebalkan di panggung politik senayan dan masih tetap menjadi benang kusut yang belum terurai. Belum lagi berbagai kasus yang menyeret para elit baru-baru ini seperti, kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputy Senior BI, kasus Hambalang kasus yang tak kunjung selesai. Di bidang sosial kemasyarakatan, masyarakat sudah terbiasa dengan aksi-aksi kekerasan, seperti tawuran pelajar/mahasiswa, tawuran antar kampung yang marak terjadi di berbagai daerah. Kondisi deperti ini seakan meneguhkan bahwa karakter bangsa kita sedang sakit parah dan membutuhkan ramuan yang dapat menghentikan laju penyebaran virusnya.
Fokus Utama dan kelompoknya? Menjawab pertanyaan Persoalan Hegemoni Budaya Global Dengan kepribadian yang tidak kokoh ini tentu kita harus melihat bagaimana dan cenderung mangambang, masyarakat proses kepribadian individu itu terbentuk. bangsa Indonesia yang memiliki budaya khas Dalam ilmu psikologi kita telah akrab ketimuran akan mudah terombang-ambing dengan John Lock (1632-1604) dengan teori oleh derasnya arus budaya global. Hal ini akan “tabula rasa” yang menekankan arti penting semakin memperlemah keteguhan moralitas pengalaman, lingkungan dan pendidikan bangsa. Masyarakat akan dengan mudah yang mempengaruhi perkembangan manusia menganggap bahwa tradisi-tradisi budaya dalam pembentukan kepribadiannya. Teori yang terbawa oleh arus globalisasi adalah ini kemudian disempurnakan oleh oleh sesuatu yang modern dan maju sehingga serta Louis William Stern (1871-1938) yang merta harus ditiru bila tidak ingin dibilang menggabungkan teori tersebut dengan teori ketinggalan jaman. Padahal belum tentu Nativisme Arthur Schopenhauer (1788-1860) budaya yang datang tersebut cocok dengan yang terkenal dengan aliran konvergensi budaya luhur bangsa yang telah dibangun (convergence), dimana perkembangan ratusan tahun silam oleh para pendahulu manusia dipengaruhi oleh faktor bawaan, dan lingkungan/pendidikan. kita. D a r i ko n s e ps i te rs e b u t , d a p at Seperti budaya pergaulan bebas, budaya serba instan, gaya hidup hedonis dipahami bahwa manusia yang memiliki dan materialistis serta mulai lunturnya tata potensi diri (bakat, kecerdasan, ketangkasan karma kini menjangkiti para remaja kita. Hal dan lain-lain) yang di bawa sejak lahir, dalam ini harus terus diwaspadai untuk menangkal berproses dan berkembang untuk mencapai gerusan arus imperialisasi budaya sebagai kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari gobalisasi. Pertanyaannya akumulasi pengalaman, lingkungan dan a d a l a h b a ga i m a n a m e m p e r ta h a n ka n pendidikannya. Dari sini jelas bahwa faktor kepribadian bangsa yang santun, menjunjung sistem pendidikan moral bangsa ini menjadi tinggi moralitas dan bermartabat di tengah sasaran yang harus dipertanyakan, adakah selama ini sistem pendidikan moral bangsa maraknya demoralisasi? Fakta demoralisari yang telah terjadi ini hanya dapat menghasilkan pribadi-pribadi dan bahkan mengakar pada berbagai bidang, yang menyimpang? Kemudian bagian mana jenjang dan wilayah di negeri ini dengan yang salah dari sistem ini?. melibatkan para pejabat publik sontak telah menimbulkan kegelisahan dan keprihatinan Eksistensi Pendidikan Moral Bicara tentang sistem pendidikan yang begitu mendalam. Sebagai makhluk yang cerdas, tentu kita bertanya-tanya apakah yang moral, tentu tidak bisa terlepas dari subsalah dengan bangsa ini sehingga tumbuh sub sistem pendidikan yang ada, antara subur jiwa-jiwa korup yang hanya mengejar lain: (1) pendidikan informal yang terdiri kepentingan sesaat, memikirkan diri sendiri dari: pendidikan keluarga dan pendidikan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
19
Fokus Utama lingkungan masyarakat, (2) pendidikan non formal, antara lain: lembaga kursus/ pelatihan, kelompok belajar, PKBM, Majelis ta’lim dan semacamnya, (3) pendidikan keagamaan, seperti: pesantren, diniyah, pasraman, pabhaja samanera dan sejenisnya dan (4) jaringan pendidikan formal setingkat SD-Universitas. Sub-sub sistem inilah yang perlu dikaji lebih jauh untuk menemukan titik lemah pendidikan moral bangsa ini. Ranah pendidikan yang ada di Negara berkembang tidak bisa dipisahkan dengan persoalan keterbelakangan ekonomi. Kondisi ini seolah memaksa masyarakat selalu sibuk memikirkan bagaimana mengatasi p e rs o a l a n e ko n o m i nya . L a m b at l a u n akumulasi dari kesulitan-kesulitan yang tidak diimbangi dengan keteguhan spritual ini dapat menumbuhkan kehausan akan materi yang ahirnya menumbuhkan sikap materialisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi seperti ini telah tumbuh sumbur di dalam paradigma kehidupan masyarakat. Contoh sederhana, masyarakat cenderung menerjemahkan “kesuksesan” seseorang adalah dengan menghitung seberapa banyak harta yang dimiliki. Hal ini kemudian menjadi input negatif bagi perkembangan anak-anak yang setiap saat dijejali dengan pikiran-pikiran materialistik yang dapat menumbuhkan kerakusan-kerakusan harta dunia bahkan dengan menghalalkan segala cara sekalipun. Kondisi seperti ini berkembang tidak hanya di lingkup keluarga, akan tetapi menyebar ke lingkungan masyarakat secara luas dan akhirnya menjadi bagian dari materi pendidikan informal yang kadang tidak disadari. Sedangkan lembaga-lembaga non 20
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
formal, seperti kursus dan pelatihan karena menganggap waktu yang dimiliki sangat terbatas, tergoda dengan gaya pendidikan instan dan terkesan mengabaikan muatanmuatan moralitas. Sementara pendidikan keagamaan, belum menampakkan peran optimalnya untuk memerangi nafsu angkara manusia dan justru larut dalam carut-marutnya sistem pendidikan moral yang ada. Sementara di sektor formal, materi pendidikan moral, seperti Pendidikan Moral Pancasila (pada rezim orde baru) yang sekarang dirubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan pendidikan agama yang di dalamnya syarat dengan nilai-nilai kesalehan hanya diberikan dengan sasaran kognitif belaka sehingga affektif dan psikomotorik kosong melompong. Inilah gambar sistem pendidikan moral kita yang akhirnya hanya bisa membentuk kepribadian yang “mengambang”, mengabaikan tatanan moral dan cenderung egois-materialistik. Idealisme pendidikan untuk membantuk generasi yang menguasai iptek dengan landasan imtak seakan hancur luluh tergerus oleh zaman. Pendidikan tidak akan dapat menjawab tantangan demoralisasi secara instan, melainkan memerlukan suatu proses dan waktu. Tantangan demoralisasi sudah sangat akut menggerogoti kehidupan bangsa ini, ia bagaikan sel kanker yang cepat menyebar dan merusak urat saraf kebudayan manusia. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan suatu perubahan strategi yang mendasar atas sistem pendidikan moral yang sudah ada. Ada beberapa langkah yang ditawarkan untuk meneguhkan kembali sistem pendidikan moral
Fokus Utama demi pembangunan generasi yang berkarakter, antara lain; Pertama, semua komponen dan sub sistem pendidikan sepakat bahwa nilai-nilai luhur bangsa seperti; kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kedermawanan dan kesopanan ditransformasi tidak hanya untuk mewarnai ranah kognitif saja, akan tetapi domain afektif dan psikomotoriknya. Di sini faktor keteladanan para orang tua, guru dan tokoh masyarakat akan menjadi bagian utama dalam pembentukan sikap mental anak-anak dan masyarakat di lingkungannya. Karena keteladanan akan merangsang anak-anak dan juga masyarakat untuk melakukan imitasi dan duplikasi pola prilaku sang teladan. Kedua, perlu dibangun pola komunikasi yang lebih intensif antara guru dan orang tua. Kegiatan pembelajaran oleh orang tua di rumah dan guru di sekolah harus terintegrasi dan dikomunikasikan. Setiap perkembangan yang terjadi pada peserta didik baik di rumah maupun di sekolah harus dipantau dan didiskusikan oleh dan antara orang tua dan guru, sehingga ketika terjadi deviasi prilaku akan mudah terdeteksi dan segera dicarikan solusinya. Kesibukan orang tua modern seperti sekarang ini barangkali menjadi kendala besar dalam mengimplementasikan langkah ini. Kondisi ini sebenarnya akan mengantar para orang tua pada pilihanpilihan model pendidikan yang paling sesuai dengan dengan situasi dan kondisi riil mereka. Misalnya, untuk prototipe orang tua yang banyak waktu, mereka tentu memiliki waktu untuk rajin berkunjung ke sekolah guna mengkomunikasikan perkembangan anaknya kepada wali kelas/guru conseling. Adapun
orang tua “supersibuk” dapat memilih model-model pendidikan pesantren atau sjenisnya, yang memiliki pola kontrol holistik terhadap perkembangan anak dan masih memiliki integritas dalam pembangunan karakter bangsa. Pilihan orang tua terhadap model pendidikan yang paling sesuai akan dapat membantu negara ini dalam upaya membangun karakter bangsanya yang luhur dan bermartabat. Ketiga, lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki basis sebagai penjaga moral, seperti masjid/pesantren, gereja, wihara dan pura harus lebih berdaya dalam ikut menyelenggarakan pendidikan moral dan memberikan kontrol dengan berperan sebagai penegak sanksi sosial atas penyimpangan moral yang terjadi. Sanksi sosial yang diberikan dapat disepakati oleh masyarakat setempat dengan memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai kepatutan yang berlaku dan tidak berbenturan dengan ketentuan hukum dan Hak Asasi Manusia. Langkah ini tentu memerlukan dukungan penuh dari stake holder lainnya, seperti pemegang kekuasaan di pemerintahan dari level yang paling bawah (pemerintahan desa) hingga pusat. Untuk memulai hal ini pejabat-pejabat publik harus dipilih dengan mempertimbangkan integritas moral selain faktor kecakapan, sehingga akan dapat berperan di depan sebagai tsuri tauladan (ing ngarso sung tulodho) kepada masyarakatnya. Membangun sebuah sistem pendidikan moral yang holistik dalam kerangka membangun karakter bangsa yang bermartabat memang memerlukan suatu proses yang tidak mudah namun patut untuk diperjuangkan. [Shaleh]
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
21
Fokus Utama Keteladanan Pemimpin dalam Pemberantasan Korupsi Oleh: Ali Machzumi
A
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin Saat Memberikan Arahan dan Pembinaan di STAIN Bangka Belitung
khir-akhir ini tentu kita merasa prihatin terhadap kasus-kasus korupsi yang secara bertubi-tubi mencuat di Indonesia. Ketika ada pemberitaan mengenai kasus-kasus korupsi di media massa, selalu muncul nama tokoh-tokoh penting dalam republik ini baik dari kalangan eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang dikaitkan dengan kasus tersebut. Mulai tokoh dari pimpinan partai politik, menteri, anggota DPR, penegak hukum, dan pejabat pada kementerian/lembaga. Kita bisa mengambil contoh pada kasus Hambalang, pengadaaan Kitab Suci, Simulator SIM, Wisma Atlet, penyuapan hakim Tipikor, kasus pajak dan lain sebagainya. Keprihatinan kita tentu karena kejadian kasus korupsi yang melanda bangsa ini tidak ada jeda dan hentinya. Para penyelenggara negara selalu saja menjadi pelaku utama dalam praktik-praktik tidak bermoral tersebut. Dalam benak kita sudah terprogram bahwa sosok pemimpin baik dalam lembaga eksekutif,
22
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
legislatif maupun yudikatif seharusnya menjadi garda depan dan mampu memberi teladan dalam memberantas korupsi. Idealnya seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan utama dalam pencegahan dan pemberantasan terjadinya praktik korupsi. Korupsi selalu saja dimulai dari menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan yang diembannya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Dalam sudut pandangan tersebut korupsi adalah sebuah perilaku buruk, penghianatan terhadap kepercayaan yang telah diberikan serta penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Perbuatan korupsi adalah perbuatan yang dilandasi ketidakjujuran dan mementingkan kepentingan pribadi atau golongan sehingga timbul penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang ada padanya yang berujung pada keuntungan pribadi dengan meninggalkan kepentingan masyarakat dan negara.
Fokus Utama Pemimpin dan Kekuasaan Dewasa ini kondisi birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan menjadi sorotan utama, khususnya terkait dengan pelayanan. Prinsip yang seyogyanya dipegang oleh penyelenggara pemerintahan adalah siap melayani buka dilayani. Para pimpinan pada kementerian/lembaga seharusnya menjadi ujung tombak dalam mendorong pencegahan dan memberantas korupsi. Jangan sampai justru menjadi tempat berlindung bawahannya dalam melakukan praktik korupsi. Hal ini yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur yang harus dipegang oleh seorang pemimpin yaitu jujur, bersih, adil, terbuka, dan amanah. Upaya pemberantasan korupsi sangat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki political will dan kekuatan moral sebagai aparatur yang bersih dan berwibawa, sehingga mampu memberikan keteladanan dalam hal kejujuran, bersih, adil, amanah, dan akuntabilitas pada lingkungannya. Kepemimpinan merupakan aspek yang penting dalam menjaga kualitas sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila kepemimpinan kita kaitkan dengan empat pilar kebangsaan; Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, maka keberadaan pimpinan penyelenggara negara dalam posisi mengemban tugas ideologis melawan kekuasaan yang perlahan-lahan merusak tatanan nilai-nilai kebangsaan, yaitu praktik korupsi. Prinsip ini sudah seharusnya menjadi pegangan bagi para pemimpin negara dalam menjalankan roda pemerintahan. Sehingga dalam membuat kebijakan-kebijakan tidak lepas kontrol dan kendali serta masih dalam track cita-cita dan tujuan utama yang telah
digariskan oleh para pendiri bangsa ini yaitu menyejahterakan kehidupan bangsa dan masyarakat bukan memakmurkan kehidupan para pemimpinnya. Pe r b u ata n ko r u ps i m e r u p a ka n kejahatan yang luar biasa menggerogoti setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi semakin membuat kita kelelahan dan bingung sendiri bagaimana, dan dengan apa memberantasnya. Hadirnya Perundang-undangan Anti Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahkan pengadilan tipikor menjadi harapan masyarakat bagi pemberantasan korupsi. Tetapi pada kenyataannya tidak demikian, kejahatan korupsi semakin merajalela dari pusat sampai ke daerah. Korupsi menjelma menjadi sesuatu bentuk monster yang mengerikan yang dapat dirasakan tapi sulit dilihat kasat mata. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa korupsi sangat sulit diberantas? Barangkali jawabannya karena korupsi diawali oleh kekuasaan dan selalu dikaburkan pula dengan melalui kekuasaan. Dalam surat yang ditulis oleh Lord Acton kepada Uskup Mandell Creighton pada tahun 1887, yang menghubungkan korupsi dengan kekuasaan dalam kata-katanya yang terkenal “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Hal ini menjadi jelas bahwa erat sekali kaitannya antara korupsi dengan kekuasaan. Kaitan antara korupsi dengan kekuasaan itulah yang sekarang ini menjadi ujung pangkal terjadinya korupsi baik yang dipahami dalam masyarakat Indonesia maupun masyarakat Internasional. Untuk itulah bila korupsi hanya dijawab dengan sudah adanya lembaga Komisi Pemberantasan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
23
Fokus Utama Korupsi (KPK), UU Anti Korupsi, dan pengadilan tipikor rasanya upaya itu belumlah cukup. Jika korupsi selalu dilakukan karena bersinggungan dengan kekuasaan, maka untuk melawannya harus pula dengan mewujudkan kekuasaan yang antikorupsi. Kalau kita lihat dari sisi ketersediaan peraturan perundang-undangan, maka tidak ada lagi alasan untuk menyatakan bahwa Undang-Undang Anti Korupsi kurang efektif. Permasalahannya sekarang ini adalah bagaimana kemauan politik (political will) pimpinan pemerintahan dan aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi. Sebab, seperti ditegaskan pakar hukum Adnan Buyung Nasution, sistem hukum yang baik tanpa didukung pelaku-pelaku yang mempunyai watak dan integritas moral yang baik, hanya menjadi setumpuk peraturan yang tidak bermakna. Di sinilah menunjukkan betapa penting peran pemimpin dalam menggunakan kekuasaannya untuk memerangi kekuasaan yang korup. Upaya pemberantasan korupsi akan menjadi jargon yang kosong tanpa makna, bila tidak digerakkan oleh kepemimpinan yang mengabdi pada kedaulatan hukum dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Karena kondisi bisa jadi kekuasaan negara yang telah menjadi dirinya sendiri (state of its own), selalu saja ingin terlepas dari realitas di masyarakat. Apalagi dengan kurang berdayanya kekuatan alternatif yang mampu mengontrol penyelenggaraan kekuasaan akan berakibat buruk pada upaya pemberantasan korupsi. Maka harus ada didorong kekuatan dari dalam birokrasi pemerintahan untuk mewujudkan kondisi, mekanisme, dan
24
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
regulasi yang memungkinkan pemerintah membuka diri dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dari keterlibatan publik. Peran Keteladanan Pemimpin Masyarakat Indonesia tentunya masih ingat semboyan populer yang diungkapan oleh tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Hadayani”. Artinya, ketika berada di depan menjadi pemimpin harus mampu memberi keteladanan, ketika di tengah memberi semangat, ketika di belakang mampu memberi dorongan. Semboyan tersebut dalam konteks saat ini sangat tepat bila kita kaitkan dengan upaya bangsa Indonesia dalam menabuh genderang perang melawan korupsi. Idealnya seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi yang dipimpinnya, memberikan semangat bagi kolega-koleganya dan memberikan dorongan serta motivasi bagi masyarakat yang dipimpinnya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Semboyan tersebut dalam arti yang lebih luas juga memberikan makna yang mendalam bagi seorang pemimpin. Dia harus mampu mengendalikan sikap dan perilakunya karena segala perilaku dan sikapnya akan diamati dan dijadikan contoh bagi masyarakat. Dengan demikian seorang pemimpin itu sudah seharusnya bertindak bersih, jujur, sederhana, adil, dan amanah. Ketika seorang pemimpin tidak bisa bersikap tersebut maka dapat dipastikan masyarakat tidak akan mempercayainya dan kepemimpinannya akan sangat lemah dan tidak berwibawa. Pada saat-saat tertentu seorang pemimpin menjadi penunjuk jalan dan
Fokus Utama pelindung namun pada saat yang lain ia juga harus minta petunjuk dan mendengarkan aspirasi masyarakat yang dipimpinnya. Inilah yang disebut sebagai kepemimpinan yang transformatif. Upaya memberantas korupsi memerlukan sosok pemimpin yang memiliki kekuatan moral yang kuat, tegas dan cepat, serta tidak boleh setengah hati. Oleh karena itu dibutuhkan keberanian dan tidak boleh mempermainkan aspirasi yang berkembang di masyarakat agar persoalan korupsi tidak malah membesar apalagi melibatkan berbagai kepentingan. Saat ini bangsa Indonesia butuh keteladanan dari para pemimpin yang ada pada lembaga eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Pemimpin dalam birokrasi pemerintahan khususnya, harus memiliki karakter kuat sehingga menjadi salah satu cara untuk menanamkan ulang nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan pada bawahannya. Dengan kejujuran dan semangat pengabdian yang tinggi diharapakan praktik korupsi bisa dicegah. Keteladanan pimpinan harus ditunjukkan kepada bawahan dalam perilaku sehari-hari. Di sini menunjukkan betapa penting keteladanan pemimpin dalam menggunakan kekuasaannya untuk menggerakkan bawahannya memerangi kekuasaan yang korup. Pemberantasan korupsi harus digerakkan oleh kepemimpinan yang kuat dan berwibawa. Kemenag sebagai Teladan Pasca dilantik sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Agama yang baru (3/8/12), Moch. Jasin langsung mengadakan pertemuan silaturahmi dan forum dialog dengan jajaran pimpinan dan pegawai di
lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Yang menarik dalam forum tersebut adalah mantan wakil ketua KPK ini dengan bahasa yang lugas dan tegas berharap ke depan Kementerian Agama harus menjadi kementerian yang berada di garda terdepan dalam memberantas korupsi serta menjadi Kementerian yang bersih, akuntabel, terbuka sehingga menjadi contoh bagi Kementerian lain. Harapan tersebut tentu sesuatu yang biasa bagi penggiat anti korupsi apalagi disampaikan oleh mantan orang KPK. Akan tetapi menjadi sesuatu yang luar biasa karena diucapkan dalam konteks lingkungan Kementerian Agama yang selama ini sudah mendapatkan citra negatif sebagai Kementerian yang korup. Tentu akan menjadi kerjaan rumah tangga yang luar biasa ketika mampu mewujudkan harapan dan cita-cita tersebut. Alasan sederhana yang disampaikan oleh Irjen waktu itu adalah sudah seharusnya Kementerian yang mengerti aturan agama t e r ka i t d e n ga n h u ku m a n p e r b u a t a n menyimpang dan tindakan koruptif sudah seharusnya tidak melakukan tindakan yang dilarang oleh agama tersebut. Sosok Irjen Kemenag yang baru ini, memberi harapan besar bagi Kementerian Agama untuk menjadi Kementerian yang bersih, akuntabel, dan berwibawa. Dalam setiap kesempatan forum pertemuan dengan pimpinan dan pegawai di lingkungan Kementerian Agama, Irjen selalu memberikan nomor HP-nya. Hal ini menunjukkan bahwa Irjen selalu siap setiap saat untuk menerima masukan, kritik, unek-unek, dan saran dari mana saja tidak pandang bulu siapa dia. Sikap Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
25
Fokus Utama untuk selalu on line dan terbuka tersebut korup mesti melibatkan berbagai pihak dan merupakan tindakan yang sepele tetapi juga partisipasi masyarakat. Paling tidak jarang sekali dilakukan oleh para pemimpin hal itu harus dimulai dari semua pemimpin kementerian/lembaga di republik ini. Hanya pada lembaga eksekutif, legislatif, dan para pemimpin yang memiliki sikap jujur, yudikatif. Sudah semestinya kita tidak hanya bersih, terbuka, sederhana, tidak padang bulu, tajam dalam slogan antikorupsi, tapi juga dan siap bekerja yang berani on line tersebut, perlu langkah nyata dalam pencegahan dan karena kalau tidak hal ini akan menjadi pemberantasan korupsi. bomerang bagi dirinya sendiri. Dengan slogan yang sederhana, Sikap untuk selalu bergaya hidup kalau para pimpinan penyelenggara negara sederhana selalu ditekankan oleh Irjen Kemenag. masih memiliki sifat lebih banyak mengambil Walaupun negara sudah menyiapakan pagu daripada memberi, maka yang timbul adalah anggaran perjalanan dinas bagi pegawai sebisa sikap masa bodoh, apatis, dan akan berakibat mungkin digunakan sesuai dengan kebutuhan pada kesengsaraan masyarakat. Jika semua dan tidak boros dalam penggunaan anggaran kebijakan yang diambil oleh pimpinan hanya tersebut. Sebagai contoh dalam memilih berujung pada uang dan materi maka yang maskapai penerbangan dan hotel diusahakan terjadi adalah kedhaliman. Pemimpin tanpa memilih yang di bawah pagu anggaran. Setiap memiliki integritas moral adalah suatu melakukan perjalanan dinas ke satker/daerah bencana. Dalam pepatah Jawa menyatakan baik untuk audit, monev, pendampingan dan “Sabda Pandito Ratu”. Artinya, perkataan lainnya sebisa mungkin tidak merepotkan dan seorang raja atau pemimpin mestinya juga membebani satker daerah. Sikap dan prinsip perkataan seorang pandita (penjaga moral). tersebut tidak hanya “diwajibkan” bagi para Akhirnya, untuk melakukan pegawai di lingkungan Itjen Kemenag, tetapi pemberantasan korupsi di negeri ini hal juga juga “diwajibkan” bagi diri Irjen sendiri. yang sangat utama adalah keteladanan dari Sungguh, suatu keselarasan antara perbuatan para pemimpin negara yang berperilaku dengan nilai-nilai dan norma yang menjadi jujur, bersih, adil, sederhana dan amanah. pegangan. Sehingga sikap tersebut akan memberikan Dalam konteks yang lebih luas, efek domino bagi bawahan dan stakeholder keteladanan pemimpin yang antikorupsi untuk melakukan tindakan yang bersih dan tidak hanya dimaknai selesai pada figur emoh korupsi. Kalau sikap emoh korupsi pemimpin secara personal, tetapi lebih pada tersebut sudah menyebar dan dan menjadi kepemimpinan yang memberikan pedoman nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan dan keteladanan bagi bawahan dan masyarakat birokrasi, harapan ke depan Kementerian pada umumnya. Karena dalam aturan hukum Agama menjadi kementerian yang menjadi konstitusi negara kita tidak mengajarkan teladan bagi kementerian yang lain dan untuk berpikir dan berjuang sendiri. Lebih berada dalam garda depan pemberantasan dari itu, untuk melawan kekuasaan yang korupsi bisa diwujudkan. [Ali Machzumi]
26
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Fokus Utama Relevansi Hukuman Mati di Negeri Darurat Korupsi Oleh: Moh. Anshari
B
Peserta Orientasi SIM TLHP dan Dumas Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
elum lama ini, wacana pemberlakuan hukuman mati bagi koruptor menggema kembali dan sempat meramaikan arena perdebatan ruang publik. Kontroversi hukuman mati bagi koruptor di Indonesia mengkristal lagi setelah Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan fatwa hukuman mati kepada para garong duit negara, dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Cirebon, pada 15-17 September 2012. Dalam Munas tersebut, usulan rekomendasi hukuman mati bagi koruptor dihasilkan dalam sidang Komisi Masa’il alWaqi’iyyah. Di forum itu, sempat terjadi perdebatan alot. Ada pihak yang pro dan ada pula yang menolak hukuman mati. Namun, setelah dilakukan proses pengambilan suara, peserta Komisi justru lebih banyak yang setuju diberlakukan hukuman mati bagi koruptor.
Pro dan kontra seputar pemberlakuan hukuman mati kian gaduh di negeri ini, namun dalam konteks kasus yang berbeda. Kali ini yang paling mutakhir, bukan hukuman mati bagi koruptor melainkan bagi pelaku kasus narkoba. Kegaduhan tersebut menyusul keputusan kontroversial Hakim Agung, Imran yang mengganti hukuman mati kepada pemilik pabrik narkoba, Henky Gunawan, hanya dengan 12 tahun penjara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui grasinya juga melakukan hal yang sama, mengganti hukuman mati terhadap dua penjahat kakap narkoba, Deni Setia dan Meirika Franolia, dengan hukuman seumur hidup. Tulisan ini hanya memfokuskan pada ulasan soal relevansi hukuman mati bagi koruptor. Nampak nyata, saat ini korupsi sudah dirasakan amat mengancam keselamatan bangsa dan negara, sehingga banyak desakan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
27
Fokus Utama agar segera diambil tindakan tegas dan keras terhadap para koruptor. Korupsi yang makin menggurita belakangan ini terjadi bukan lagi disebabkan keterpaksaan lantaran himpitan ekonomi melainkan karena faktor sikap serakah dan tamak (by greed). Yang cukup memprihatinkan, penyakit kanker korupsi di negeri ini makin kronis dan mengancam masa depan bangsa, karena kini lahir fenomena baru dimana para pelaku dan terduga tindak pidana korupsi justru melibatkan tokoh-tokoh muda yang baru orbit di panggung nasional. Tak sedikit para politisi muda yang terseret dalam pusaran arus kasus korupsi. Ini artinya, pandemi penyakit kanker korupsi mulai ganas menjangkiti generasi muda yang semestinya menjadi tunas-tunas harapan masa depan bangsa. Melihat fakta ini, alangkah daruratnya negeri ini dari pandemi korupsi! Karena itu, untuk menyelamatkan bangsa dan negara, oleh konstitusi kita memang diizinkan melakukan tindakantindakan darurat, bahkan jika perlu dan terpaksa dengan cara mengabaikan aturanaturan formal konstitusional. Di sini, berlaku adagium klasik yang kerap menjadi dalil dalam penegakan konstitusi yang berbunyi: “Salus Populi Supreme Lex”. Artinya, keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Dalam konteks Indonesia, tujuan negara yang sekaligus menjadi fungsi pemerintahan yang pertama dan utama, sebagaimana dinyatakan dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Tugas utama dalam penyelenggaraan negara adalah menjaga keutuhan bangsa dan negara dari upaya
28
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
perusakan dalam bentuk apapun. Menurut Pasal 12 UUD 1945, Presiden bisa menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam pasal tersebut ada istilah “bahaya” dan “kegentingan”. Kedua keadaan, bahaya dan kegentingan, tersebut memberi wewenang kepada Presiden untuk melakukan langkah-langkah khusus, bahkan dengan cara yang tidak normal, guna menyelamatkan bangsa dan negara. Dalam pandangan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, pada saat ini ancaman yang tampak di depan mata kita bukanlah keadaan bahaya dan kegentingan seperti dipahami dari ketentuan Pasal 12 dan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Sekarang ini ada jenis ancaman bahaya dan kegentingan lain, yakni merajalelanya korupsi serta melemahnya penegakan hukum dan keadilan. Jika korupsi merajalela, hukum dan keadilan tidak tegak, dan negara tidak berdaya terhadapnya, maka ancaman kehancuran bagi bangsa dan negara menjadi nyata. (Koran Seputar Indonesia, 22/9/2012). Artinya, Indonesia saat ini benar-benar tengah mengalami fase darurat korupsi. Pendapat yang hampir serupa juga dikemukakan Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Masdar Farid Mas’udi. Menurutnya, kejahatan korupsi termasuk jenis kejahatan pembunuhan massal secara generasional alias kejahatan kemanusiaan. Al-Qur’an menyebut kejahatan ini hirabah dan ifsad fil ardl penghancuran masyarakat atau dalam bahasa HAM, kejahatan kemanusiaan. Tidak ada balasan lain untuk mereka (pelaku kejahatan kemanusiaan, koruptor) kecuali
Fokus Utama dihukum mati, disalib, atau dipotong tangan dan kakinya. (Kompas, 24/10/2012). Masdar seolah menepis tudingan bahwa hukuman mati bagi koruptor menabrak prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana selama ini nyaring disuarakan oleh sebagian kalangan penggiat HAM. Bagi Masdar, penghormatan kepada hak asasi hanya masuk akal untuk manusia yang punya setitik hati untuk menghormati hak asasi orang lain. Adalah absurd orang yang tidak peduli dengan hak asasi orang, tetapi menuntut orang lain dan masyarakat untuk menghormati hak asasinya. Yang wajib dicatat, penjahat kemanusiaan dengan korban yang begitu massif, seperti koruptor, tujuannya tidak lain: “Sebesar-besar keuntungan pribadi secara materi dengan sebesar dan seluasluasnya korban di pihak lain”. Sebenarnya, wacana penerapan hukuman mati telah lama, dan tampaknya akan tetap, menjadi topik debat klasik di antara para ilmuwan filsafat dan hukum. M a s i n g - m a s i n g ke l o m p o k , b a i k ya n g menentang (kelompok abolisionis) maupun yang mendukung hukuman mati (kelompok retensionis) mendasarkan pendapatnya pada argumen masing-masing. Kelompok retensionis mengajukan argumen yang dinilai cukupa kuat. Hukuman mati, menurut kelompok ini, memberi efek cegah terhadap pejabat publik yang akan melakukan korupsi. Bila menyadari akan dihukum mati, setidaknya pejabat publik yang berpotensi melakukan korupsi akan berpikir seribu kali untuk menggarong uang rakyat. Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak
menerapkan hukuman mati, Arab Saudi, yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati, memiliki tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime pada 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100 ribu orang. Bandingkan dengan Rusia sebesar 10,2; Finlandia yang sebesar 2,2; serta Belgia 1,7. Kaum retensionis juga menolak pendapat kelompok abolisionis yang mengatakan hukuman mati (terhadap koruptor) bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka berpendapat justru korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan. Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang melanggar hak hidup dan hak asasi manusia tidak hanya satu orang, melainkan jutaan manusia. Kelompok retensionis berpendapat, hukuman mati terhadap koruptor tidak melanggar konstitusi. Bahkan, di Amerika Serikat pun, hukuman mati dianggap tidak bertentangan dengan konstitusi Negeri Paman Sam itu. Dari berbagai argumen di atas, sesungguhnya dapat diambil kesimpulan tentang hukuman mati bagi koruptor di Indonesia. Dalam keadaan darurat korupsi seperti sekarang ini, ketika korupsi telah mengakibatkan kemiskinan yang luas dan karenanya membunuh hak hidup jutaan manusia, adalah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu orang koruptor. Jadi, pertimbangan utamanya adalah rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hukuman mati juga diterapkan untuk memberi peringatan keras bagi para pejabat publik untuk tidak melakukan korupsi. Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
29
Fokus Utama Tetapi hukuman mati hanya dijatuhkan pada bentuk korupsi yang paling jahat dan berdampak luas. Selain itu, hukuman mati harus sangat berhati-hati dijatuhkan. Sebab, hal ini sangat rawan disalahgunakan, misalnya terjadi politisasi kasus demi menjatuhkan lawan melalui perangkat hukuman mati. Dalam sistem peradilan pidana yang korup seperti sekarang ini, seseorang sangat mungkin menjadi korban peradilan sesat (miscarriage of justice). Di Amerika Serikat, 23 orang telah dihukum mati karena kekeliruan peradilan dalam periode 1900-1987. Jangan sampai terulang tragedi lama penumpasan gerakan komunis di Indonesia pada tahun 1965 yang diwarnai beberapa aksi pembunuhan lawan pribadi dengan tuduhan komunis. Jangan sampai terjadi kanibalisasi hukuman mati melalui peradilan sesat. Karena itu, untuk mencegah miscarriage of justice, terdakwa korupsi harus diberi hak melakukan upaya hukum yang adil. Apabila terdakwa pada akhirnya dipidana mati, ia pun masih memiliki kesempatan mengajukan grasi atau permintaan ampun. Setidaknya, ada dua opsi dalam hal ini. Pertama, ia mengajukan permintaan ampun kepada parlemen sebagai wakil rakyat yang telah dirugikan. Jika grasinya diterima, hukumannya diperingan. Peringanan hukuman hanya boleh diberikan menjadi minimal 20 tahun penjara. Namun, bila ditolak, ia masih memiliki kesempatan memohon grasi kepada presiden. Al-Qur’an juga masih memberikan kesempatan. Jika sebelum negara berhasil menghukum pelaku kejahatan korupsi itu ternyata yang bersangkutan ditemukan benarbenar telah bertobat dengan meninggalkan
30
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
seluruh bisnis haramnya dan dengan sukarela mengembalikan semua uang haram hasil kejahatan korupsinya, mereka pun berhak tak dihukum mati atau diampuni. Bila tidak, hukuman mati adalah yang terbaik bagi yang bersangkutan ataupun masyarakat dan negara. Kedua, terdakwa bisa mengajukan grasi kepada presiden yang sedang berkuasa. Tetapi, apabila grasinya ditolak, ia dapat mengajukan kepada presiden dari pemerintahan yang baru. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan hukuman mati oleh rezim korup yang ingin menyingkirkan lawan-lawan politiknya. Apabila Indonesia telah terbebas dari darurat korupsi dan kedaulatan hukum telah ditegakkan, hukuman mati terhadap koruptor sebaiknya dihapuskan. Dampak korupsi dalam keadaan “normal” tidaklah seburuk seperti dampak korupsi dalam keadaan darurat. Selain itu, meskipun kita telah mendesain sistem peradilan pidana dengan baik untuk mencegah miscarriage of justice, kemungkinan menghukum mati orang yang tidak sepantasnya dihukum mati tetap ada. Kita tidak ingin menghukum mati anak manusia yang tidak bersalah. Sebab, seperti yang dikatakan dinyatakan dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maidah ayat 32, yang artinya: “Oleh karena itu, Kami tetapkan bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”. Wallahu a’lam bis shawab. [Moh. Anshari]
Pengawasan Tantangan Independensi Auditor terhadap Kualitas Hasil Audit Oleh: Mukodas Arif Subekti
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. Saat Menyampaikan Materi Rencana Aksi Pencegahan Korupsi - Rapat Pimpinan Kementerian Agama
P
eran internal audit adalah suatu fungsi penilaian yang independen yang ada dalam suatu organisasi dengan tujuan memeriksa dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, internal auditor akan melakukan analisaanalisa, penilaian-penilaian, serta memberikan rekomendasi dan saran-saran, baik terhadap laporan keuangan organisasi, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan
pemerintah serta ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Profesi menjadi seorang auditor sangat dituntut akan kemampuannya dalam memberikan jasa yang terbaik sesuai dengan yang dibutuhkan dan diperintahkan oleh pucuk pimpinan (Inspektur Jenderal). Peningkatan pengawasan internal di dalam suatu organisasi tentunya menuntut tersedianya internal audit yang baik, agar tercapainya suatu proses pengawasan internal yang baik pula. Dengan adanya internal audit, maka akan diperoleh hasil proses audit yang biasanya berupa temuan audit. Temuan audit ini dihasilkan dari proses perbandingan antara ”apa yang Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
31
Pengawasan seharusnya terdapat” dan ”apa yang ternyata didapat”. Singkatnya, temuan audit adalah penyimpangan dari norma atau standar yang telah ditetapkan. Karena sering terdapat penyimpangan inilah, maka pengawasan harus dilakukan secara jeli dan teliti. Disisi lain seorang auditor juga harus mempunyai pengalaman serta daya analitis kritis yang tinggi, sehingga penyimpangan yang dilakukan dapat terdeteksi dan dapat diungkapkan dalam temuan audit. Oleh karena itu profesi internal auditor adalah profesi yang sangat unik dan menantang serta membutuhkan kejelian dan ketelitian dalam memeriksa. Syarat pengauditan pada Standar Auditing meliputi tiga hal, yaitu: pertama, Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup; kedua, Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor; ketiga, Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya (kompetensinya) dengan cermat dan seksama. Untuk meningkatkan kualitas peran internal auditor pada seluruh satuan organisasi atau satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dalam mengungkapkan hasil temuan audit, maka internal auditor memerlukan kemampuan profesional yaitu kemampuan individu dalam melaksanakan tugas, yang berarti kualifikasi personalia sesuai dengan bidang tugas internal audit dan berkaitan dengan kemampuan profesionalnya dalam bidang audit serta penguasaan atas bidang operasional terkait dengan kegiatan organisasi.
32
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Profesionalisme merupakan suatu kredibilitas yang harus dipunyai pada auditor. Selain itu profesionalisme merupakan salah satu kunci sukses dalam menjalankan sebuah organisasi. Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki. Profesionalisme akan meningkat dengan sendirinya seiring dengan perkembangan sikap mental dan internal auditor itu sendiri dalam melaksanakan tugasnya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kegiatan audit bertujuan untuk menilai layak dipercaya atau tidaknya suatu laporan pertanggungjawaban manajemen terhadap tanggung jawab yang diemban oleh organisasi. Penilaian yang baik adalah yang dilakukan secara objektif dan selektif oleh seorang auditor yang ahli dan berkompeten serta cermat dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menjamin objektivitas penilaian, pelaku audit (auditor) baik secara pribadi maupun institusi harus independen terhadap pihak yang diaudit (auditi), dan untuk menjamin kompetensinya, seorang auditor harus memiliki keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai bidang yang akan diauditnya. Sedangkan kecermatan dalam melaksanakan tugas ditunjukkan dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai standar dan kode etik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif terhadap tenaga yang digunakan dalam penugasan, dan
Pengawasan sebagainya. Kompetensi seorang auditor di bidang auditing ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Dari sisi pendidikan, idealnya seorang auditor di lingkungan Itjen Kementerian Agama memiliki latar belakang pendidikan (pendidikan formal dan diklat JFA) di bidang auditing. Sedangkan pengalaman, lazimnya ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan bekerja di bidang audit atau intensitasnya dalam melakukan audit. Jika Inspektur menugaskan auditor yang kurang atau belum berpengalaman, maka auditor tersebut harus dibimbing oleh seniornya yang berpengalaman. Jadi semakin lama seorang auditor bekerja maka ia akan semakin mempunyai banyak pengalaman sehingga kemampuannya dalam mengaudit menjadi semakin terasah. Kompetensi auditor mengenai bidang yang diauditnya juga ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Auditor yang mengaudit bidang keuangan sebaiknya memiliki latar belakang pendidikan dan memahami dengan baik proses penyusunan laporan keuangan dan standar akuntansi yang berlaku. Demikian pula dengan auditor yang melakukan audit di bidang Tugas Pokok dan Fungsi (Tusi), Barang Milik Negara (BMN), Keuangan, Kepegawaian, dan Sarana Prasarana dia (auditor) harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya, baik cara melaksanakannya, maupun kriteria yang digunakan untuk melakukan penilaian. Jika auditor kurang mampu atau tidak memiliki kemampuan tersebut, maka dia (auditor) wajib menggunakan tenaga ahli yang sesuai.
Seorang auditor harus bebas dari pengaruh (independen), baik terhadap manajemen yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan maupun terhadap para pengguna laporan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar auditor tersebut bebas dari pengaruh subjektivitas para pihak yang tekait, sehingga pelaksanaan dan hasil auditnya dapat diselenggarakan secara objektif. Independensi yang dimaksud meliputi independensi dalam kenyataan dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental yang tidak terpengaruh oleh pihak manapun yang akan melakukan intervensi. Sedangkan independensi dalam penampilan ditunjukkan oleh keadaan tampak luar yang dapat mempengaruhi pendapat orang lain terhadap independensi auditor. Contoh penampilan yang dapat mempengaruhi pendapat orang terhadap independensi auditor, apabila dia (auditor) sering tampak makan-makan atau belanja bersama-sama dengan dan dibayari oleh auditinya. Walaupun pada hakikatnya auditor tetap memelihara independensinya, kedekatan dalam penampilan itu dapat merusak citra independensinya dimata publik. Independensi tidak hanya dari sisi kelembagaan, tetapi juga dari sisi pekerjaan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor di lingkungan Itjen Kementerian Agama juga harus menggunakan keahliannya dengan cermat, direncanakan dengan baik, menggunakan pendekatan yang sesuai, serta memberikan pendapat berdasarkan bukti yang cukup dan ditelaah secara mendalam serta mendetail. Di samping itu, institusi audit harus melakukan pengendalian mutu yang Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
33
Pengawasan memadai, antara lain: organisasi yang tertata dengan baik, diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan, pelaksanaan kegiatannya disupervisi dengan baik, dan hasil pekerjaannya direviu secara detail. Kecermatan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam pelaksanaan tugasnya di lingkungan Kementerian Agama. Dengan kecermatan diharapkan kualitas audit dapat ditingkatkan. Karena hasil audit yang dilakukannya (auditor) akan menjadi acuan sebagai pertimbangan keputusan. Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan bahwa suatu saat dia akan mempertanggungjawabkan hasil auditnya, termasuk apabila dia tidak dapat menemukan kesalahan yang sebenarnya telah terjadi dalam laporan yang diauditnya, namun tidak berhasil diungkapnya. Profesi auditor seringkali dihadapkan pada situasi yang dilematis, dan hal tersebut pada dasarnya dapat melemahkan independensi. Independensi merupakan aspek terpenting bagi profesionalisme. Sikap profesionalisme yang tinggi diyakini akan dapat memberikan kontribusi positif yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan. Lemahnya independensi dan profesionalisme pada akhirnya berujung pada rendahnya kualitas audit yang dihasilkan. Hubungan antara sikap profesionalisme dan indepedensi pernah diteliti oleh Elfarini (2007), Widhi (2006), dan Harhinto (2004). Mereka sepakat menyatakan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Profesionalisme yang berpengaruh terhadap kualitas audit menunjukkan suatu fenomena bahwa suatu sikap auditor yang
34
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
profesional dalam melaksanakan tugasnya akan mampu memberikan nilai tambah untuk dapat meningkatkan kualitas audit. Selain profesional dan independen, seorang auditor juga harus mematuhi kode etik profesi. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya. Dengan adanya sikap profesionalisme yang handal, seorang auditor di lingkungan Itjen Kementerian Agama diharapkan dapat mengambil langkah untuk mengantisipasi setiap tindakan menyimpang yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dan mengungkapkannya dalam temuan audit. Saran dan sikap korektif dari auditor akan sangat membantu untuk mencegah kejadian penyimpangan terulang lagi dan menjadi bahan penindakan bagi pegawai atau karyawan yang melakukan penyimpangan di lingkungan Kementerian Agama. Selain itu, para auditor baik yang senior maupun junior diharapkan untuk terus belajar dan belajar dalam rangka meningkatkan kualitas profesionalitasnya sebagai auditor, sehingga mempunyai kecakapan profesional yang memadai. Apalagi tugas auditor sekarang bukan hanya sebagai watchdog, akan tetapi sebagai konsultan dan katalis yang menjadikan auditi sebagai mitra kerja untuk menuju Kementerian Agama yang lebih baik sehingga terbebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). [Mukodas Arif Subekti]
Pengawasan Peran Auditor Internal dalam Mencegah Terjadinya Fraud di Instansi Pemerintah Oleh: Hakim Jamil
P
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. pada Acara Pembinaan Pejabat dan Pegawai Di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali
engendalian internal dan metode pengolahan data merupakan hal yang mendasar dalam sistem akuntansi. Pengendalian internal (internal control) adalah kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva instansi pemerintah dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti. Tujuan pengendalian internal adalah memberikan jaminan yang wajar bahwa aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha. Pengendalian internal dapat melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak
tepat. Salah satu pelanggaran serius terhadap pengendalian internal adalah penggelapan oleh karyawan (employee fraud). pengendalian suatu instansi pemerintah mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian yang faktornya antara lain dipengaruhi oleh falsafah dan gaya operasi manajemen. Selain itu, struktur organisasi usaha yang merupakan kerangka dasar untuk perencanaan dan pengendalian operasi juga mempengaruhi lingkungan pengendalian. Kebijakan personalia meliputi perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan juga mempengaruhi lingkungan pengendalian. Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 ini adalah langkah konkrit untuk membentuk built in control artinya Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
35
Pengawasan pengawasan by system. Siapa pun pemegang amanah birokrasi pemerintahan, maka dengan sendirinya sistem yang akan melakukan pengawasan guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi dalam arti sempit dan mencapai visi, misi dan tujuan bernegara dalam arti seluas-luasnya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya. Ketika internal control system yang dijabarkan dalam SPIP bekerja secara otomatis melakukan fungsi pengawasan, maka setiap insan birokrasi pemerintah suka tidak suka akan bekerja “under control”. Selanjutnya, apabila kondisi ini dipertahankan maka terciptalah internal control culture. Artinya, sistem pengendalian intern menjadi bagian dari budaya organisasi pemerintahan di Indonesia. Upaya membudayakan SPIP tergambar dalam PP tentang SPIP antara lain, dalam hal hal sebagai berikut: Pertama, menjaring SDM yang capable dan berintegritas sebagai modal awal. Mengingat pentingnya SDM sebagai motor penggerak internal control, dalam pasal 10 PP ini kebijakan SDM sangat diperhatikan melalui penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang SDM dengan memperhatikan penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen serta supervisi yang memadai terhadap pegawai. Hal ini selaras dengan pandangan yang mengatakan pentingnya “the man behind the system”. Secanggih-canggihnya suatu sistem,
36
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
maka masih tergantung kepada siapa yang menjalankan sistem tersebut. Sistem yang handal bisa rusak oleh beberapa gelintir orang yang menjalankan sistem tersebut. Contoh sudah cukup banyak, salah satunya adalah pelelangan proyek-proyek pemerintah, yang notabene sudah dipayungi peraturan, sistem dan mekanisme kerja yang rinci, namun tetap saja terjadi “sandiwara lelang”, mark up, kualitas pekerjaan yang rendah, kebocoran di sana-sini, dan sebagainya oleh orang-orang dalam birokrasi pemerintahan sendiri. Upaya merekrut orang-orang yang berkemampuan baik dan memiliki integritas diharapkan mampu menjaring good man untuk menjalankan good system. Internal control culture hanya dapat tercipta oleh orang-orang yang memang memiliki integritas serta komitmen yang kuat terhadap pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Kedua, budaya pengendalian intern melalui awareness akan pentingnya berbagai risiko. PP ini menekankan pentingnya penilaian risiko yang disajikan dalam Pasal 13 s.d.pasal 17 tentang penilaian risiko yang mewajibkan pimpinan instansi pemerintah untuk melakukan penilaian risiko yang mencakup identifikasi dan analisis risiko. Sebagaimana diketahui krisis dunia yang mendera perekonomian global tentu saja berdampak pada perekonomian dan pemerintahan di Indonesia pada umumnya termasuk munculnya berbagai risiko dalam birokrasi pemerintahan. Langkah antisipatif sekaligus proaktif menyikapi dampak krisis harus diambil dengan menerapkan manajemen risiko dalam setiap pengambilan keputusan, jika tidak ingin gagal dalam menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan pasal ini,
Pengawasan setiap Kementerian/Lembaga (K/L) sudah Inilah perlunya pengawasan lintas sektoral harus mengidentifikasikan dan memetakan yang belum tersentuh selama ini serta perlunya berbagai risiko yang dihadapi, melakukan koordinasi integrasi, dan sinkronisasi antar analisis seberapa mungkin risiko tersebut K/L terkait. Diharapkan, pengawasan terpadu bakal terjadi, sekaligus melakukan action lintas sektoral ini semakin menyadarkan pada plan untuk mengatasi jika risiko tersebut pimpinan instansi pemerintah untuk tidak benar-benar terjadi. Kementerian Kehutanan, simplify permasalahan sehingga mengabaikan misalnya, sudah saatnya melakukan langkah- akar permasalahan secara nasional. Bisa langkah konkrit untuk mengatasi risiko jadi permasalahan yang muncul di suatu K/L kebakaran hutan, risiko pembalakan liar, risiko adalah fenomena “gunung es” yang ternyata perusakan hutan sebagai hutan lindung,dsb. muncul di seluruh K/L. Kualitas proses pengawasan yang Membudayakan manajemen risiko dalam manajemen pemerintahan adalah salah satu lebih baik secara langsung akan meningkatkan bagian membudayakan sistem pengendalian kualitas pengendalian intern dan pada gilirannya budaya pengendalian intern juga intern pemerintah di Indonesia. Ketiga, meningkatkan kualitas proses akan meningkat seiring dengan peningkatan pengawasan sebagai bagian dari upaya kesadaran birokrat pemerintah terhadap meningkatkan budaya pengendalian intern hadirnya pengawasan yang holistis, integral pengawasan lintas sektoral serta koordinasi dan bersinambungan. Pengawasan lintas antar instansi pemerintah. PP ini mengangkat sektoral yang efektif serta adanya koordinasi ide baru dalam mekanisme proses pengawasan yang baik akan membangkitkan internal control yakni pengawasan terhadap akuntabilitas culture di lingkungan instansi pemerintah. Spirit PP tentang SPIP untuk keuangan negara atas kegiatan yang bersifat lintas sektoral serta perlunya koordinasi antar meningkatkan kualitas proses pengawasan terjabar dalam Pasal 57, yakni masing-masing instansi pemerintah. Selama ini, pemeriksaan cenderung inspektorat baik di level Pemerintah Daerah “selesai” pada tataran sektoral artinya setelah maupun di tingkat K/L wajib melakukan review diaudit oleh inspektorat di level masing- secara internal sebelum diaudit oleh pihak masing dianggap permasalahan sudah auditor eksternal. Secara teoritis, ini baik selesai. Padahal beberapa permasalahan sekali untuk peningkatan laporan keuangan yang mengemuka di suatu K/L seringkali sekaligus pada gilirannya akan meningkatkan terkait dengan beberapa K/L yang lain. Sebagai internal control culture dalam birokrasi contoh permasalahan angka kemiskinan dan pemerintahan di Indonesia. Sebagai upaya “membumikan” SPIP, pengangguran yang belum kunjung surut merupakan permasalahan strategis nasional PP ini juga mewajibkan BPKP sebagai Auditor yang terkait dengan beberapa K/L. Belum Presiden untuk melakukan pembinaan lagi masalah ketahanan pangan tentu juga penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan melibatkan beberapa K/L yang saling terkait. pedoman teknis, sosialisasi, pendidikan dan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
37
Pengawasan
Ses Itjen Kemenag Drs. H. Maman Taufiqurrahman, M.Pd. Pada Acara Pembukaan Kegiatan Evaluasi Internal Pelaksanaaan Program PPA Tahun 2012 Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
pelatihan SPIP, termasuk pembimbingan dan konsultansi serta peningkatan kompetensi auditor APIP, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 59. SPIP yang baru terbit dan belum genap 6 bulan tersebut, tentunya perlu dilakukan sosialisasi/diseminasi tidak hanya ke dalam lingkungan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), namun juga ke seluruh komponen pelaku manajemen pemerintahan, tanpa terkecuali. Justru para key persons dalam penyelenggaraan pemerintahan harus “melek” SPIP untuk melindungi agar tidak terjerumus ke dalam salah urus manajemen atau bahkan “terpeleset” ke ranah Tindak Pidana Korupsi. Melalui komitmen dan upaya nyata menerapkan SPIP secara konsisten dan berkesinambungan, kiranya SPIP menjadi
38
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
suatu kebutuhan dan bahkan suatu budaya. Masing-masing pihak akan dengan senang hati menjalankan sistem pengendalian ini dan tunduk pada “built in control” yang ada di dalam sistem ini. Efektivitas SPIP sangat ditentukan oleh berhasil tidaknya SPIP menjelma menjadi internal control culture organisasi pemerintahan di Indonesia guna menciptakan good governance dan clean government. Auditor internal berfungsi membantu manajemen dalam pencegahan (prevention), pendeteksian (detection) dan penginvestigasian (investigation) kecurangan (fraud) yang terjadi di suatu instansi. Sesuai Interpretasi Standar Profesional Audit Internal (SPAI) – standar 120.2 tahun 2004, tentang pengetahuan mengenai kecurangan, dinyatakan bahwa auditor
Pengawasan internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi kecurangan. Selain itu, menurut Statement on Internal Auditing Standards (SIAS) Nomor 3, tentang Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud (1985), memberikan pedoman bagi auditor internal tentang bagaimana auditor internal melakukan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga menegaskan tanggung jawab auditor internal untuk membuat laporan audit tentang fraud. Salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah timbulnya fraud adalah melalui peningkatan sistem pengendalian intern (internal control system) selain melalui struktur/mekanisme pengendalian intern. Dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab atas pengendalian intern adalah pihak manajemen suatu organisasi. Dalam rangka pencegahan fraud, maka berbagai upaya harus dikerahkan untuk membuat para pelaku fraud tidak berani melakukan fraud. Apabila fraud terjadi, maka dampak (effect) yang timbul diharapkan dapat diminimalisir. Auditor internal bertanggungjawab u nt u k m e m b a nt u p e n c e ga h a n f r a u d dengan jalan melakukan pengujian (test) atas kecukupan dan keefektivan sistem pengendalian intern, dengan mengevaluasi seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah diidentifikasi. Dalam pelaksanaan audit reguler (rutin), misalnya audit kinerja (performance audit), audit keuangan (financial audit) maupun audit operasional (operational audit), auditor internal harus mengidentifikasi adanya gejala kecurangan (fraud symptom)
berupa red flag atau fraud indicator. Hal ini menjadi sangat penting, sehingga apabila terjadi fraud, maka memudahkan auditor internal melakukan audit investigasi. Deteksi fraud mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindaklanjut auditor internal untuk melakukan investigasi. Auditor internal perlu memiliki keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang memadai dalam mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. Auditor internal harus dapat mengetahui secara mendalam mengapa seseorang melakukan fraud termasuk penyebab fraud, jenis-jenis fraud, karakterisitik fraud, modus operandi (teknik-teknik) fraud yang biasa terjadi. Apabila diperlukan dapat menggunakan alat bantu (tool) berupa ilmu akuntansi forensik (forensic accounting) untuk memperoleh bukti audit (audit evidence) yang kuat dan valid. Forensic accounting merupakan suatu integrasi dari akuntansi (accounting), teknologi informasi (information technology) dan keahlian investigasi (investigation skill). Investigasi merupakan pelaksanaan prosedur lebih lanjut bagi auditor internal untuk mendapatkan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah fraud yang telah dapat diidentifikasi tersebut memang benar-benar terjadi. Pelaksanaan audit investigasi mengikuti work instruction serta ketentuan yang telah ditetapkan oleh Standar Profesi Audit Internal maupun organisasi Institute of Internal Auditor (IIA). Sistem informasi akuntansi merupakan perpaduan dari sistem informasi akuntansi keuangan dan sistem informasi akuntansi manajemen. Azhar (2002:112) mengungkapkan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
39
Pengawasan bahwa: “sistem informasi akuntansi adalah kumpulan dari sub-sub sistem yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan bekerjasama secara harmonis untuk mengolah data keuangan menjadi informasi keuangan yang diperoleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan dibidang keuangan”. Sistem informasi akuntansi keuangan menghasilkan informasi tentang prestasi instansi pemerintah untuk digunakan oleh pihak internal dan eksternal instansi pemerintah. Biasanya informasi ini disajikan dalam bentuk neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas. Laporan keuangan tersebut harus berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (generally accepted accounting principles/ GAAP) atau di Indonesia dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan sistem informasi akuntansi manajemen selain menghasilkan informasi keuangan, juga menghasilkan laporan-laporan, dan analisis-analisis yang lain, yang disusun sesuai dengan kebutuhan internal instansi pemerintah. Sistem informasi akuntansi manajemen ini tidak dibatasi oleh SAK. Setiap sistem, termasuk sistem informasi akuntansi, memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta pengendalian operasi. Pengendalian di dalam suatu instansi pemerintah dikenal dengan pengendalian internal. Agar pihak manajemen instansi pemerintah mempunyai keyakinan yang memadai bahwa pengendalian internal instansi pemerintah telah berjalan efektif dan efisien sebagaimana mestinya, maka perlu dilakukan suatu penilaian dan evaluasi yang 40
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
dikenal dengan kegiatan pemeriksaan (audit). Melalui audit, internal audit akan memberikan konsultasi internal sebagai nilai tambah (added value) atau masukan bagi manajemen. Internal audit akan memberi jaminan bahwa pengendalian instansi pemerintah telah berjalan dengan sebagaimana mestinya, menjelaskan mengapa pengendalian internal tidak berjalan, memaparkan risiko-risiko apa saja yang akan dihadapi instansi pemerintah jika pengendalian tidak berjalan, serta memberikan usulan perbaikan. Audit dalam lingkungan sistem informasi akuntansi dikenal dengan audit sistem informasi (atau juga disebut computer audit atau information technology audit). Di lingkungan sistem informasi akuntansi berbasis komputer terdapat dua jenis pengendalian i n t e r n a l , ya i t u p e n g e n d a l i a n u m u m (general control) dan pengendalian aplikasi (application control). Arens dkk. (2003:312), mengemukakan bahwa: “Pengendalian umum adalah pengendalian atas segala aktivitas dan sumber daya yang dipakai dalam pengembangan suatu sistem informasi, pelaksanaan proses dan fungsi-fungsi pendukung lainnya. Adapun pengendalian umum terdiri dari: pengendalian organisasi dan operasi, pengendalian pengembangan dan dokumentasi sistem, pengendalian hardware, dan pengendalian akses hardware serta data. Pengendalian aplikasi adalah pengendalian atas suatu aplikasi tertentu untuk menjamin bahwa seluruh transaksi telah terotorisasi, direkam dan diproses secara lengkap, akurat, dan tepat waktu, yang meliputi pengendalian input, proses, dan output”. Dalam pengendalian internal di
Pengawasan lingkungan sistem informasi akuntansi berbasis komputer terdapat suatu komponen yang penting, yaitu audit trail. McLeod dan Schell (2001:221) mengemukakan bahwa: “Salah satu komponen yang penting dalam Pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi adalah audit trail. Audit trail adalah suatu kronologis transaksi yang dapat ditelusuri dari akhir ke awal transaksi tersebut dimulai dan sebaliknya”. Dengan adanya pengendalian umum yang memadai, maka sistem informasi akuntansi dapat dirancang dan dibangun dengan suatu fasilitas audit trail yang memadai pula. Demikian pula dengan pengendalian aplikasi, suatu pengendalian aplikasi yang baik akan menyediakan fasilitas audit trail yang baik serta akan memberikan jaminan kelengkapan (completeness), keakuratan (accuracy), dan otorisasi (authorization) pada suatu transaksi. Audit trail tidak hanya digunakan oleh auditor pada saat pemeriksaan untuk memperoleh bukti (evidances), koreksi kesalahan yang terdeteksi, serta rekonstruksi arsip, namun manajemen juga berkepentingan terhadap audit trail. Porter dan Perry (1992:204) mengungkapkan bahwa: “Audit trail membantu manajemen untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan, pemasok, dan pemerintah atas status pembayaran, pengiriman, dan perpajakan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Kell dkk. (2001:325), yaitu: “Penting bagi manajemen untuk memiliki keyakinan bahwa sistem informasi akuntansi instansi pemerintah telah memiliki fasilitas audit trail yang memadai atas semua transaksi dan
investigasi dalam sistem informasi akuntansi, baik pada sistem informasi akuntansi manual terlebih lagi untuk sistem informasi akuntansi berbasis komputer”. Dalam sistem informasi akuntansi manual, audit trail meliputi dokumen sumber, jurnal, buku besar, kertas kerja, dan catatan lain. Sedangkan dalam sistem informasi akuntansi berbasis komputer audit trail berupa log dan listing yang mencatat semua usaha dalam menggunakan sistem yang biasanya mencatat antara lain: tanggal dan waktu, kode yang digunakan, tipe akses, aplikasi dan data yang digunakan. Kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi berpengaruh terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi. Besarnya sampel untuk mengadakan estimasi terhadap populasi harus diperhatikan dalam melaksanakan survai sampel. Terlalu besar berarti pemborosan tenaga dan uang, sedangkan sampel yang terlalu kecil dapat menjurus kepada besarnya “error”. Maka, metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simple random sampling, yang menurut Masri dan Sofian (1989:155), adalah: “Sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih” Pengaruh kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi bagi auditor internal pada 21 BUMN persero di kota Bandung yang telah menerapkan audit trail dalam sistem informasinya. [Hakim Jamil] Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
41
Pengawasan Membangun SPIP yang Baik Tanggung Jawab Setiap Unit Kerja Oleh: Darori
I
stilah pengendalian pemerintah dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh, yang ditetapkan dengan p e rat u ra n p e m e r i nta h . Ata s a m a n at undang-undang tersebut, lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sebagai landasan pelaksanaan dari reformasi di bidang keuangan negara dan juga ditujukan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah. Lebih lanjut Kementerian Agama sebagai bagian dari Pemerintah merespon dengan melahirkan Peraturan Menteri Agama nomor 24 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama. Munculnya Peraturan menteri ini atas pertimbangan untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efesien, transparan, dan akuntabel pada lingkungan Kementerian Agama. Dan targetnya adalah peningkatan status Opini Laporan Keuangan dari Wajar Dengan Pengecualian akan segera naik menjadi Wajar Tanpa Pengecualian.
42
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Dengan membangun SPIP secara berkelanjutan pada akhirnya ditujukan untuk menciptakan pelaporan keuangan pemerintah yang handal, kegiatan yang efektif dan efisien, taat pada peraturan, serta iklim yang kondusif untuk mencegah korupsi (clean government), memperkuat akuntabilitas yang akhirnya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Kementerian agama saat ini menurut data Biro Kepegawaian Kementerian Agama mempunyai 4474 satuan kerja di tingkat daerah adalah kementerian yang mempunyai unit kerja terbanyak dibandingkan kementerian yang lain. Artinya dalam pelaksanaan SPIP menjadi tantangan tersendiri karena melibatkan peran seluruh satuan kerja yang ada secara internal untuk mengendalikan. Pada tahun 2011 Menteri Agama pernah menargetkan agar Kementerian Agama memperoleh Opini Wajar tanpa Pengecualian dari BPK dalam laporan keuangannya. Ini adalah tantangan yang dulu dianggap berat, tetapi akan terasa lebih mudah jika dalam pelaksanaan SPIP ini benar-benar dapat terlaksana dengan baik dari tingkat pusat hingga daerah. Definisi Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Menteri Agama ini adalah proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
Pengawasan keyakinan memadai atas tercapaianya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Karena Sistem Pengendalian Intern Pemerintah adalah sebuah proses maka ada rangkaian unsur-unsur yang membentuk sistem ini yang harus berlangsung secara berkesinambungan. Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 dan PMA Nomor 24 Tahun 2011 terdapat lima unsur SPIP yang perlu diimplementasikan oleh seluruh pimpinan dan staf pada semua unit kerja pada jajaran Kementerian Agama,yaitu : Pertama, lingkungan pengendalian, adalah kondisi dalam unit/satuan kerja yang dapat membangun kesadaran semua personel akan pentingnya pengendalian dalam instansi untuk menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dapat meningkatkan efektivitas sistem pengendalian intern. Pimpinan unit/satuan kerja dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Kedua, penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran unit/satuan kerja yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan instansi. Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi baik dari luar maupun dari dalam.
Ketiga, kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.. Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi. Keempat, informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi unit/satuan kerja. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan pimpinan satuan kerja melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya. Kelima, Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti Dalam implementasinya, lingkup p e nye l e n g ga ra a n ke l i m a u n s u r ya n g
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
43
Pengawasan disebutkan di atas dapat berlaku pada tingkat unit kerja secara keseluruhan atau hanya berlaku pada aktivitas atau fungsi tertentu saja dalam satu instansi. Sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008, tiap-tiap unsur tersebut dirinci lagi kedalam sub unsur-sub unsur yang lebih detail dan bersifat teknis. Misalnya unsur pertama dirinci kedalam delapan sub unsur yang harus diterapkan, unsur kedua sebanyak dua sub unsur, unsur ketiga terdiri dari 11 sub unsur, unsur keempat sebanyak dua sub unsur dan unsur kelima dirinci kedalam tiga sub unsur yang harus diterapkan. Semua unsur saling terkait dan terintegrasi dalam satu sistem, yaitu sistem pengendalian intern. Implementasi SPIP di Kemenag Mengingat begitu penting dan strategisnya penerapan SPIP dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka Kemenag telah berkomitmen dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan SPIP tersebut, agar mempercepat terciptanya good governance and clean government di Kemenag. Untuk memperkuat dan menunjang e fe k t i v i t a s p e ny e l e n g ga ra a n S i s t e m Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja. Dan dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan SPIP, Inspektorat Jenderal Kemenag melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan SPIP pada unit kerja mandiri. Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. 44
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas SPIP maka PP No. 60 tahun 2008, dalam lampirannya menyajikan Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah. Berdasarkan daftar uji ini, sebagaimana tertuang dalam pasal 45 ayat 3, maka setiap Instansi Pemerintah harus segera melakukan pengujian atas kualitas SPIP. Pengujian kualitas pengendalian intern harus dilakukan dalam tingkatan umum yaitu untuk tingkatan organisasi instansi pemerintah secara keseluruhan, maupun dalam tingkatan yang lebih rendah atau khusus seperti pengendalian intern untuk suatu unit, fungsi, atau proses yang ada atau berjalan dalam Instansi Pemerintah tersebut. Peningkatan kualitas pengendalian intern di setiap instansi pemerintah, seharusnya menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan perubahan dan pembaharuan manajemen pemerintahan yang sedang dijalankan dalam kerangka reformasi birokrasi. Dengan kualitas pengendalian intern yang semakin baik maka keinginan dan kesempatan untuk melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan diyakini akan semakin kecil. Sehingga integritas pejabat dan pegawai pemerintahan akan semakin meningkat dan pada akhirnya wibawa pemerintahan di mata masyarakat akan semakin baik. Secara umum prosedur pengendalian yang baik terdiri dari: (1). Penggunaan wewenang secara tepat untuk melakukan suatu kegiatan atau transaksi; (2). Pembagian tugas; (3).Pembuatan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai; (4). Keamanan yang memadai terhadap aset dan catatan; (5). Pengecekan independen terhadap kinerja.
Pengawasan Penggunaan Wewenang Secara Tepat Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Dengan adanya pembagian wewenang ini akan mempermudah jika akan dilakukan audit trail, karena otorisasi membatasi aktivitas transaksi hanya pada orang-orang yang terpilih. Otorisasi mencegah terjadinya penyelewengan transaksi kepada orang lain. Pembagian Tugas Pembagian tugas memisahkan fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi (pencatatan). Dan suatu fungsi tidak boleh melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Dengan pemisahan fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi pencatatan, catatan akuntansi yang disiapkan dapat mencerminkan transaksi yang sesungguhnya terjadi pada fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Jika semua fungsi disatukan, akan membuka kemungkinan terjadinya pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi, sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan tidak dapat dipercaya kebenarannya, dan sebagai akibatnya kekayaan organisasi tidak terjamin keamanannya. Dokumen dan Catatan yang Memadai Prosedur harus mencakup perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu meyakinkan adanya pencatatan transaksi dan kejadian
secara memadai. Selanjutnya dokumen dan catatan yang memadai akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan dan biaya suatu organisasi. Biasanya dilakukan berdampingan dengan penggunaan wewenang secara tepat. Keamanan yang Memadai terhadap Aset dan Catatan. Keamanan yang memadai meliputi pembatasan akses ke tempat penyimpanan a s e t d a n catata n p e r u s a h a a n u nt u k menghindari terjadinya pencurian aset dan data/informasi perusahaan. Pengecekan Independen terhadap Kinerja Semua catatan mengenai aktiva yang ada harus dibandingkan secara periodik dengan aktiva yang ada secara fisik. Pengecekan ini harus dilakukan oleh suatu unit organisasi yang independen (selain unit fungsi penyimpanan, unit fungsi operasi dan unit fungsi pencatatan) untuk menjaga objektivitas pemeriksaan. Dengan pengendalian intern yang baik dengan sendirinya target kementerian agama dalam peningkatan status Opini Wajar Tanpa Pengecualian akan tercapai dengan lebih mudah. Karena pelaksanaan unsur-unsur SPIP bukan hanya dilaksakan oleh pimpinan satker melainkan oleh semua termasuk staf satuan kerja. Kinerja secara sistem terkendali oleh masing unit kerja secara integral pada setiap kegiatan-kegiatan atau program yang dijalankan. [Darori]
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
45
Pengawasan Pengendalian dari Hulu ke Hilir Oleh: Ahmad Nida
I
nstansi pemerintah saat ini sedang mendapatkan gunjingan dari masyarakat mengenai integritas dan kredibilitas kinerja yang dijalankan, buruknya moral para aparatur menjadikan kementerian atau lembaga mendapat predikat buruk dari berbagai kalangan. Hal ini banyak disebabkan dari beberapa faktor pengendalian yang kurang berjalan efektif dan sistematis, pengendalian merupakan suatu alat fungsi manajemen untuk berjalannya sebuah organisasi atau lembaga baik swasta maupun pemerintah. Dalam intansi pemerintah pengendalian bisa dilakukan dalam dua sisi yaitu internal dan eksternal, untuk wilayah eksternal dibutuhkan peran masyarakat yang kooperatif untuk mengontrol melalui pengamatan-pengamatan dan pengaduan yang disampaikan ke suatu kementerian atau lembaga. Pengendalian internal merupakan suatu cara yang paling signifikan dalam alat kontrol dari lembaga atau pemerintah, adanya unit organisasi seperti inspektorat sangat mempengaruhi bagaimana sistem pengendalian itu berjalan dengan efektif. Sistem pengendalian internal yang biasa disingkat SPI adalah sebuah rencana, metode, prosedur, dan kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efektivitas operasional lembaga atau kementerian, kehandalan pelaporan keuangan, pengamanan terhadap aset lembaga atau kemeterian, ketaatan atau kepatuhan terhadap
46
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
undang-undang, kebijakan dan peraturan lain. Manajemen dan pegawai seharusnya mempunyai komitmen dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap pengendalian internal dan kesungguhan manajemen. Kunci lingkungan pengendalian adalah integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, struktur organisasi, pendelagasian wewenang dan tanggung jawab, praktik dan kebijakan sumber daya manusia yang baik. Dari beberapa kunci lingkungan pengendalian tersebut merupakan komponen mutlak yang harus dimiliki oleh inspektorat sebagai garda terdepan dalam mengawasi kementerian atau lembaga. Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Penyalahgunaan wewenang dan kebijakan merupakan hal yang selalu menjadi dampak terjadinya kesalahan baik berupa korupsi, kolusi maupun nepotisme. Hal tersebut menjadi asal dari penyimpangan yang sekarang marak berada di lembaga atau kementerian. Disinilah pentingnya pengendalian dari mulai hulu, istilah ini sebenarnya merupakan sebuah pengendalian
Pengawasan awal yang biasanya dimulai dari faktor sumber daya manusia kemudian berlanjut ke sebuah sistem yang ada di lingkungan sekitar sumber daya manusianya tersebut. Pengendalian dari sumber daya manusia terletak pada etika dan akhlak para aparaturnya, baik dari tingkatan para pejabat maupun sampai tataran pelaksana. Dalam hal ini Inspektorat Jenderal Kementerian Agama telah memiliki formula untuk mengatasi etika dan moral para apraturnya, yaitu dengan Pengawasan dengan Pendekatan Agama atau yang biasa disebut PPA. Disinilah fungsi Itjen dijalankan selain dengan pengawasan berbagai bidang, tetapi Itjen Kemenag mempunyai pengendalian para pegawai seluruh Kementerian Agama melalui pemahaman masalah etika dan moral yang sesuai dengan ajaran agama dan aturan-aturan mengenai pegawai dan yang mendukung tugas fungsinya di unit kerja masing-masing. Untuk pengendalian sistem yang ada bisa dilakukan dengan cara penerapan perencanaan yang berbasis kinerja atau dengan penyusunan rencana kinerja yang matang. Setelah itu pengawalan terhadap proses berjalannya rencana tersebut harus di barengi dengan evaluasi-evaluasi setiap triwulan, karena faktor evaluasi dalam waktu berjalannya sistem dan kinerja itu sangat efektif. Hal ini bisa juga dilakukan dengan penerapan sebuah sistem yang ada seperti analisis jabatan, analisis beban kerja, SOP dalam setiap bagian dan subbagian atau seluruh sebuah organisasi atau satuan kerja. Karena pembenahan sistem hal seperti analisis jabatan dan analisis beban kerja sangat penting dalam sebuah organisasi atau
unit kerja demi berjalannya pekerjaan sesuai dengan tugas fungsinya masing-masing dan tidak ada istilah dalam seorang pegawai tidak ada tumpang tindih pekerjaan dan kosongnya pekerjaan dalam suatu bagian atau unit kerja. Pengendalian hilir dilakukan dengan cara pengendalian di akhir, baik dari sistem mapun pengukuran dari target perencanaan yang telah dicapai bisa juga disebut capaian kinerja. Dalam kementerian atau lembaga biasanya capaian kinerja diukur dengan hasil output dan outcome yang di hasilkan pada rumusan rencana pada awal tahun. Hal ini bisa di koreksi melalui hasil outcome yang telah dicapai, Karena dari beberapa lembaga atau kementerian lebih mementingkan output yang dihasilkan dari pada outcome. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika banyaknya pekerjaan demi satu tujuan pencapaian target kinerja itu mengakibatkan pengabaian hasil outcome yang dihasilkan, oleh karena itu disinilah di fungsikan pengendalian dengan cara evaluasi dan pembandingan hasil capaian saat ini dengan capaian yang telah di tempuh selama dua tahun terakhir sangat efektif di laksanakan di sebuah organisasi pemerintahan maupun swasta. Akhirnya pengendalian dari hulu sampai hilir yang dianggap biasa oleh para aparatur negara yang seharusnya dilaksanakan dengan semestinya, akan tetapi jika tidak dijalankan maka kesempatan-kesempatan untuk penyalahgunaan wewenang dan kebijakan akan terus bergulir sampai sekarang dan terciptanya good gavernance yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak akan terwujud dan terlaksana. [Ahmad Nida] Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
47
Pengawasan Mengukur Keberhasilan Kinerja Government dengan Teori Manajemen Supervisi dan Evaluasi Oleh: Nasrullah, S.Th.I
K
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. Saat Sidak di Siskohat Ditjen PHU Kementerian Agama
risis kepercayaan publik/masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah akhir-akhir ini semakin santer disuarakan. Dan menjadi semakin “booming” ketika berbagai media massa menjadikan headline dalam sajian beritanya. Hal ini akan semakin terpuruk terhadap kredibilitas/integritas instansi pemerintah/ lembaga apabila krisis kepercayaan (public distrust) ini secepatnya tidak ditanggulangi atau dipulihkan. Memang, sangat beralasan ketika masyarakat “apriori” terhadap kinerja pemerintah/lembaga yang dianggap lambat, berbelit-belit, rumit, dan syarat dengan praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Hal itu tidak sesuai dengan prinsip ekonomis, efesien, dan efektif yang menjadi prinsip good governance. 48
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Salah satu indikator dari dampak public disturst tersebut adalah keengganan masyarakat untuk berurusan dengan birokrasi, karena mereka beranggapan hanya menghabiskan uang dan waktu. Walhasil, mereka lebih sering menggunakan jasa orang ketiga (calo) dalam mengurusi hal-hal berkaitan dengan birokrasi karena dianggap lebih cepat dan biayanya tidak jauh beda atau ‘malah’ lebih murah dengan “berjibaku” sendiri. Akibat fungsi keterlibatan masyarakat secara langsung untuk melakukan kontrol/ sebagai stakeholder tidak berjalan sehingga jalannya roda organisasi pemerintah menjadi minim kontrol, yaitu tidak maksimalnya check and balance sebagai prasyarat terwujudnya prinsip good governance. Yang terjadi adalah jalannya sistem pemerintahan lambat, syarat
Pengawasan KKN, strutur organisasi yang gemuk, berkinerja buruk, inefesien, dan bermaindset out of date (kuno). Maka pemerintah terus-menerus mengalami kerugian dan menanggung b eb an b i aya APBN/APBD yan g h aru s ditanggungnya. Dari uraian di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa tingkat kecemasan/ kekhawatiran/stres/ketidakpuasan yang dihadapi masyarakat akibat krisis kepercayaan (public distrust) kaitannya dengan sektor birokrasi pelayanan publik adalah: Makin parahnya perilaku koruptif terhadap anggaran negara (keuangan negara), tidak berjalannya ro d a o rga n i s a s i s e s u a i p r i n s i p g o o d governance, akibat menurunnya/mandeknya keterlibatan aktif masyarakat, Beratnya beban tanggungan biaya APBN/APBD, berkurangnya subsidi pendidikan dan rakyat miskin karena anggaran “tersedot” pada pembiayaan gaji pegawai negeri/lembaga negara; dan makin terpuruknya masa depan keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia apabila hal ini berlangsung lama. Untuk melihat realitas problem yang terjadi dan konsep perumusan solusi dari problem tersebut, maka harus dilakukan proses evaluasi dari berbagai problem yang terjadi selama ini, supaya hasil evaluasi tersebut menjadi dasar rumusan untuk menciptakan solusi dari problem. sebab evaluasi bertujuan untuk terciptanya perbaikan, bisa dipertanggungjawabkan, dan pencerahan. Makna dari evaluasi itu sendiri Menurut Daniel dan Anthony adalah “The systematic assessment of the worth merit of the some obyect System: obyect, data, process,
measure , alternative, reported”. Atau dengan kata lain, suatu studi secara sistemik yang meliputi: designed, conducted, reported. Salah satu tahapan model/ design evaluasi yang saya lakukan dengan menggunakan metode Evaluation Content yang setidaknya dengan tahapan sebagai berikut: Pertama, menentukan masalah yang akan dievaluasi. Penentuan masalah merupakan proses perumusan masalah yang meliputi: pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification), dan pengenalan masalah (problem sensing). Adapun pokok masalah yang sudah/ mungkin akan menimpa masyarakat saat ini/ masa mendatang adalah “Terciptanya sistem pemerintahan yang buruk akibat public distrust dan dampaknya terhadap keberlangsungan masa depan bangsa dan negara”. Kedua, mendifinisikan masalah dan indikator. Salah satu cara mendefinisikan masalah dan menentukan indikatornya adalah dengan cara mengidentifikasi berbagai permasalahan yang terkait dengan pokok masalah yang dikaji. Hasil identifikasi berbagai permasalahan yang mungkin terjadi adalah: (a). Semakin parahnya krisis kepercayaan publik dalam waktu yang lama; (b). Tidak berjalannya roda organisasi pemerintahan (government), akibat menurunnya/mandeknya keterlibatan langsung masyarakat; (c). Beratnya beban APBN/APBD akibat menanggung biaya pengelolaan pemerintahan yang gemuk dan inefesien; (d). Berkurangnya subsidi pada sektor pendidikan dan rakyat miskin akibat terserapnya APBN ke dalam biaya pegawai; (e). Makin terpuruknya masa Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
49
Pengawasan depan keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia. Ketiga, menentukan tujuan dan sasaran. Sesuai dengan problem permasalahan yang ada, bahwa tujuan evaluasi ini adalah untuk menghasilkan solusi agar sistem pemerintahan sesuai prinsip good governance dengan sasaran adanya perbaikan kinerja, check and balance dan keterlibatan masyarakat dalam melakukan kontrol. Keempat, menentukan metode dan tipe. Metode adalah berbagai teknik yang dapat membantu analisis dalam kebijakan evaluasi baik dengan menggunakan pendekatan Pseudo-evaluation (evaluasi semu), formal evaluation (evaluasi formal), dan decision-theoretic evaluation (keputusan teori evaluasi). Seperti dengan menggunakan model teori structure of problems yaitu dengan cara menstrukturkan permasalahan seperti di atas, political and bereaucratic structure yaitu struktur politik dan birokrasi Indonesia, karena pemerintah Indonesia terus melakukan perbaikan dan penyesuaian dalam membenahi kekurangan birokrasi, dan interactions among stakehloders yaitu adanya peran aktif dari berbagai pihak dalam membenahi perbaikan sistem birokrasi pelayanan publik, baik dari intern pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kelima, menentukan standar. Standar evaluasi di atas haruslah bersifat useful (berguna) dalam mengatasi permasalah tentang perbaikan kinerja birokrasi publik dan korelasinya dalam pelayanan masyarakat/ kepuasan masyarakat, feasebel (mudah) karena struktur dan berbasis teori, dan ethical (beretika) dengan berpegang pada nilai dan etika bangsa Indonesia.
50
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Keenam, pihak-pihak yang terlibat dalam proses evaluasi adalah pemerintah, swasta, masyarakat dan stakeholder. Untuk mengatasi problem di atas, semua pihak harus saling membantu dan men-support untuk mengatasi krisis kepercayaan publik terhadap birokrasi pemerintah. Adapun indikator yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan instrumen yang digunakan dalam melakukan proses pemecahan masalah yang harus diuji. Indikator selanjutnya adalah proses pembuatan kebijakan. Dalam kaitan persoalan birokrasi publik yakni keberlangsung jalannya pemerintahan menuju sistem good governance dengan menerapkan konsep manajemen supervisi dan evaluasi. Hal ini mengacu pada sistem pemerintahan modern dengan mengedepankan peningkatan kualitas pelayanan publik secara terus menerus, dan melakukan total kalitas manajemen (exellent service). Langkah-langkah untuk memperoleh gambaran yang diharapkan dari evaluasi ini meliputi: pertama, Treatment (T)/pelayanan: dalam menyikapi persoalan jalannya birokrasi publik yang menyebabkan banyak korban di pihak masyarakat dan swasta akibat telah surutnya kepercayaan masyarakat dan berdampak langsung pada ketidakpuasan publik (public distrust) dan buruknya kinerja instansi pemerintah. Maka langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi persoalan tersebut adalah dengan cara melakukan perbaikan pelayanan (treatment) berprinsip efesien, nilai guna, dan ekonomis harus mampu memberikan prinsip customer satisfaction/
Pengawasan kepuasan publik agar mampu bersaing dengan “Principles and Techniques of Supervision in sektor swasta. Physical Education” menjelaskan bahwa di Kedua, measurement (M)/ukuran: Amerika yang dimaksud dengan supervisi standar ukuran/measurement yang harus ialah suatu usaha atau kegiatan yang hanya digunakan dalam menyikapi public distrust berurusan dengan inspeksi atau pemeriksaan. agar mampu mempertahankan eksistensi Dengan demikian supervisi hanya berpusat pemerintah untuk mewujudkan terciptanya pada pemeriksaan saja, khususnya terhadap konsep kemajuan (progress), profesionalisme, kegiatan pendidikan/guru. Namun, pada kepuasan (satisfaction), efesiensi dan perkembangannya, kegiatan supervisi diadopsi akuntabilitas terhadap input-process- output. tidak hanya untuk kegiatan belajar-mengajar Ketiga, performance (P)/kinerja: konsep saja, tetapi kegiatan lainnya. performa/kinerja yang harus dipegang instansi Fungsi supervisi ialah memberi pemerintah adalah dengan memegang prinsip- p e t u n j u k , m e n d o ro n g , m e n j e l a s ka n , prinsip kemajuan (progress), profesionalisme, membimbing, dan membantu meningkatkan kepuasan pelanggan (customer satisfaction), situasi dan iklim kerja, serta membantu para mutu/kualitas, efesiensi dan akuntabilitas pimpinan dan pegawai agar melaksanakan terhadap input-process-output agar tercipta kinerja lebih baik. Jadi supervisi adalah kinerja yang maksimal dan berkualitas. suatu proses yang merupakan bagian Sementara manajemen supervisi dari proses kegiatan/kinerja, juga sebagai adalah suatu usaha atau kegiatan pembinaan proses sosial yang demokratis, yang fungsi yang direncanakan untuk membantu kinerja utamanya menumbuhkan etos kepemimpinan pegawai lembaga/instansi lainnya dalam dan menstimulan kinerja baik, efektif dan melakukan pekerjaan mereka secara efektif efesien. dan efisien. Supervisi sebagai suatu bentuk Untuk mewujudkan kualitas kinerja pengawasan langsung biasanya dilakukan yang berorientasi pada pelayanan dan secara berhadap-hadapan. Supervisi termasuk kepuasan publik diperlukan kerjasama, baik kewajiban terpokok dalam administrasi intern pemerintah, swasta dan masyarakat dan merupakan pusat perhatian bagi ke arah yang profesional dengan menerapkan perkembangan para pegawai dan perbaikan prinsip-prinsip good and clean government. kinerja dengan segala aspek-aspeknya. Selain itu, peran check and balance/supervisi Istilah supervisi berasal dari Bahasa dan evaluasi dari pihak internal pemerintah, Inggris ialah supervision, yang artinya swasta, dan masyarakat akan menjaga kualitas pengawasan atau pengendalian. Supervisi kinerja dan netralitas jalannya pemerintahan. adalah kata benda, berasal dari kata “to [Nasrullah, S.Th.I] supervise” atau “to oversee in order to direct,” terjemahannya mengawasi atau mengendalikan. Pada awalnya, menurut Irwin dan Humphrey dalam bukunya yang berjudul Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
51
Opini Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Oleh: Yulis Setia Tri Wahyuni
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. Saat Memberikan Keterangan Kepada Sejumlah Wartawan Media Cetak dan Online
P
eraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 (selanjutnya Perpres 54/2010) telah direvisi Presiden, ada 2 (dua) hal yang melatarbelakangi revisi peraturan ini yaitu petunjuk Presiden terkait percepatan penyerapan APBN/APBD dan evaluasi pelaksanaan Perpres 54/2010. Latar belakang ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), metodologi dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari berbagai pelaksanaan pengadaan yang krusial selama 2010-2011. Selain informasi yang didapatkan dari berbagai pelaksanaan
52
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
pengadaan, juga adanya data sejak Agustus 2010 – Juli 2011 dari diskusi, advokasi PBJ, pertanyaan via surat resmi dan e-mail, konsultasi langsung, serta temuan di lapangan juga ikut melatarbelakangi revisi Perpres 54/2010 ini. Terakhir, metodologi didapatkan dengan pengumpulan 514 pertanyaan dari Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) dan penyedia barang/jasa yang diklasifikasi ke dalam 3 (tiga) isu yang paling menonjol. Revisi Perpres 54/2010 ini bertujuan mempercepat pelaksanaan APBN dan APBD; menghilangkan dan memperjelas multitafsir;
Opini dan memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan. Pertama, mempercepat pelaksanaan anggaran. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pendorong percepatan pelaksanaan anggaran yaitu: (a) Penyusunan Rencana Umum Pe n ga d a a n ( p r o c u r e m e n t p l a n ) d a n penyusunan rencana penarikan (disbursment plan). Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang baik berefek pada kerja-kerja pengadaan yang lebih terarah. Penyusunan RUP meliputi penyusunan identifikasi kebutuhan, anggaran, pemaketan, cara pengadaan, organisasi, Kerangka Acuan Kerja (KAK). Identifikasi kebutuhan harus sesuai kebutuhan operasional, instansi sehingga pengadaan barang tepat sasaran dan tidak sia-sia. Sementara anggaran pengadaan harus disusun serapi mungkin agar pelaksanaannya nanti tidak terkendala soal kecukupan dana, biaya pendukung (honorarium personil, penggandaan bahan) dan sebagainya. Terkait pemaketan ini penting dilakukan mengingat pemilahan paket pengadaan akan berdampak pada kerja pelaksanaan pengadaan yang lebih efektif. Pengadaan juga berhubungan dengan bagaimana cara pengadaan itu harus dilakukan, untuk itu harus sudah direncanakan dari awal mana pengadaan yang pelaksanaannya diswakelolakan dan mana pengadaan yang melalui penyedia Barang/Jasa. Untuk menjalankan kegiatan pengadaan diperlukan organisasi pengadaan, dengan membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebelum tahun anggaran maka akan mempercepat kerja-kerja pengadaan. Selain pembentukan ULP, juga dipersiapakan
pengangkatan Pengelola Pengadaan (PPK, ULP, Bendahara, PPHP, dan lain-lain) yang tidak terikat tahun anggaran lagi. Yang juga tak kalah penting dari penyusunan RUP yaitu pembuatan (KAK), dengan menyusun KAK maka pengadaan selama 1 tahun anggaran ke depan akan semakin terarah sehingga menghindari kesalahan praktik nantinya. Selain penyusunan RUP juga perlu dijadwalkan rencana penarikan. Sebelum berbicara jadwal penarikan tentu sudah harus tersusun jadwal progress kerja pengadaan selama 1 tahun anggaran. (b) Mewajibkan proses pengadaan sebelum Dokumen Anggaran disahkan. Dengan memulai proses pengadaan lebih awal atau sebelum disahkannya Dokumen Anggaran akan berdampak pada percepatan pelaksanaan anggaran sehingga ketika tahun anggaran baru masuk pelaksanaan kontrak-kontrak pengadaan sudah bisa dijalankan. Mewajibkan proses pengadaan sebelum Dokumen Anggaran disahkan ini juga akan berdampak positif pada penyelesaian pekerjaan atas kontrak-kontrak yang membutuhkan waktu penyelesaian pekerjaan yang cukup lama. (c) Menaikkan nilai pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dari Rp.100 juta menjadi Rp.200 juta. Dalam rangka percepatan anggaran, maka ditingkatan nilai pengadaan langsung dari yang sebelumnya maksimal Rp. 100 juta menjadi Rp. 200 juta. (d) Menaikan threshold nilai pengadaan dengan lelang Sederhana/Pemilihan Langsung dari Rp.200 juta menjadi Rp.5 milyar. Kendala penyerapan juga terjadi sebagai akibat Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
53
Opini waktu pelelangan umum yang memakan waktu cukup lama, untuk itu threshold nilai pengadaan dengan lelang sederhana/ pemilihan langsung ditingkatkan sangat jauh menjadi Rp. 5 milyar (e) Pengecualian persyaratan sertifikat bagi PPK yang dijabat oleh Eselon I & II dan PA/KPA yang bertindak sebagai PPK dalam hal tidak terdapat pejabat yang memenuhi persyaratan. Kondisi di lapangan dimana sulit bagi mereka yang saat ini menjabat PPK untuk mengejar kelulusan karena faktor kesibukan rutinitas sehari-hari, maka dikecualikan persyaratan sertifikat bagi PPK yang dijabat oleh Eselon I & II dan PA/KPA yang bertindak sebagai PPK. (f) Penugasan menjawab sanggahan banding Pimpinan K/L/I dan Kepala Daerah kepada Pejabat dibawahnya. Agar proses pengadaan dapat berjalan sesuai jadwal maka diperlukan pendelegasian dalam menjawab sanggahan banding mengingat kesibukan Pimpinan K/L/I dan Kepala Daerah yang dapat berakibat jawaban sanggahan banding terkatung-katung. (g) Memperjelas persyaratan untuk Konsultan Internasional dengan menyesuaikan terhadap praktek bisnis di dunia internasional. A d a nya re a l i ta s p e l i b ata n ko n s u l ta n internasional membuat harus selektif dalam penyusunan persyaratannya. (h) Penambahan metode Pelelangan Terbatas untuk Pengadaan Barang. Adanya barang yang tidak selamanya bersifat umum, membuat diberlakukannya metode pelelangan terbatas pada pengadaan barang. Kedua,menghilangkan dan memperjelas multitafsir: (a) Sanggahan hanya untuk 54
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
peserta yang memasukan penawaran. Agar lebih dapat dipertanggungjawabkan, maka materi sanggahan hanya dapat disampaikan oleh penyedia barang/jasa yang memasukan penawaran; (b) Keberadaan ULP di daerah hanya 1 (satu) di masing-masing provinsi/ kabupaten/kota. Agar pengadaan dapat lebih terkonsentrasi, maka ULP hanya dibentuk di provinsi/kabupaten/kota. Selain itu tentu mereka yang diutus adalah personel yang lebih berkualitas. (c) Penanggung jawab proses pemilihan penyedia adalah Kelompok Kerja ULP. Agar lebih fokus dan dapat dipertanggungjawabkan maka beban pemilihan penyedia diserahkan kepada Kelompok Kerja ULP, pokja ini yang akan bekerja mulai dari penyiapan dokumen pengadaan hingga penetapan pemenang dan menjawab sanggahan. (d).Penyetaraan teknis dapat dilakukan untuk pelelangan metode dua tahap. Ketiga, memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan: (a) Lampiran Perpres dijadikan Keputusan Kepala (dengan persetujuan Menteri PPN); (b) Mempertegas adanya mainstream Regular Bidding dan Direct Purchasing; (c) Penambahan barang yang Direct Purchasing ditentukan oleh Kepala LKPP. [Yulis Setia Tri Wahyuni]
“Revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2010 ini bertujuan mempercepat pelaksanaan APBN dan APBD; menghilangkan dan memperjelas multitafsir; dan memperjelas arah reformasi kebijakan pengadaan”
Opini HAB Kemenag: Momentum Meningkatkan Komitmen Pengabdian pada Umat Oleh: Ilman
6
Peserta Orientasi SIM TLHP dan Dumas Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
6 tahun sudah berlalu, sebagai mengalami perubahan menjadi Kementerian t a n d a K e m e n t e r i a n A g a m a Agama melalui nomenkelatur Peraturan RI telah melewati fase panjang Menteri Agama (PMA) Nomor 1 Tahun 2010. mempertahankan dan mengisi “Kementerian Agama awalnya diusulkan oleh kemerdekaan Negara Kesatuan Republik utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Indonesia (NKRI). Visi dan misinya yang (KNID) Kepresidenan Banyumas (K.H. Abu profetik, merupakan bagian dari implementasi Dardiri, H.M. Saleh Suaidy dan M. Sukeso Wirya amanat Undang-Undang 1945, khususnya Saputra) pada sidang pleno Komite Nasional yang menyangkut pemenuhan hak-hak dasar Indonesia Pusat (KNIP) di Jakarta pada tanggal warga negara dalam bidang agama dan 24 s.d 28 November 1945. Usulan mereka disetujui oleh sidang, kemudian keputusan kehidupan beragama dan pendidikan. L a h i r ny a Ke m e n t e r i a n A ga m a sidang tersebut diproses. dan pada tanggal merupakan jawaban kongkret atas tuntutan 3 Januari 1946,pemerintah mengumumkan sejarah bangsa. Dan lebih dari itu hal ini berdirinya Kementerian Agama RI dengan merupakan jaminan atas pelaksanaan Menteri Agamanya yaitu H.M. Rasyidi, BA.” Pancasila dan UUD 1945, terutama sila Maka dari sejarah singkat itulah, tanggal 3 Ketuhanan dan pasal 29 dari UUD 1945. Januari diperingati sebagai Hari Amal Bhakti Keberadaan Kementerian Agama yang pada (HAB) Kementerian Agama. mulanya bernama Departemen Agama dan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
55
Opini Hari Amal Bhakti merupakan momentum penting melakukan evaluasi dan introspeksi untuk terus meningkatkan kinerja sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara sekaligus pelayanan bagi masyarakat. Hal ini selaras dengan tema HAB yang diusung pada tahun 2012, yaitu “Memperteguh Komitmen untuk Membangun Kemenag yang Bebas dari Korupsi” dan dengan moto yang sangat jelas dan tegas yaitu “ikhlas, integritas dan bersih”. Semangat dan harapan yang termaktub dalam tema HAB pada tahun 2012 harus dijaga dan dilaksanakan bersama-sama dengan sebaik-baiknya oleh segenap pegawai Kementerian Agama sebagai komitmen turut serta memajukan institusi tercinta. Seiring dengan perkembangan zaman, dewasa ini aparatur Kementerian Agama harus mempu menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diembannya, pegawai Kementerian Agama dituntut untuk lebih profesional, taat hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas yang tinggi dan menjungjung tinggi etika dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kementerian Agama merupakan sebuah institusi negara yang mempunyai tugas untuk mengawal mental dan moral bangsa. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Visi Kementerian Agama yang tercantum dalam KMA Nomor 2 tahun 2010: “ Terwujudnya masayarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, Mandiri dan sejahtera lahir batin” suatu cita-cita yang sangat mulia untuk diwujudkan dan bisa dirasakan oleh masyarakat. Akan tetapi, dibalik cita-cita yang
56
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
agung tersebut terselip sebuah fenomena yang tidak diinginkan. Dimana jika melihat perkembangan dewasa ini, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia mempunyai opini yang kurang baik terhadap Kementerian Agama, hal demikian terjadi karena adanya anggapan sebagian oknum pegawai Kementerian Agama diduga melakukan perbuatan melawan hukum, mulai dari korupsi, pungutan liar, pemotongan anggaran, penyalahgunaan wewenang, tindakan asusila dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut mengakibatkan berkembangnya opini buruk atau menurunnya citra Kemenag dimata publik. D a l a m ra n g ka m e n a g ka l a t a u menghilangkan stigma yang kurang baik maka diharapkan seluruh jajaran aparatur Kementerian Agama, baik di pusat maupun di daerah, untuk bekerja keras dan bersamasama memperkuat kesadaran kolektif untuk mengedepankan nilai-nilai kejujuran dan etika kerja yang sehat dan benar serta menjauhi segala macam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jika kita telaah, beban mental dan moral aparatur Kemenag mempunyai pressure yang lebih kuat jika dibandingkan dengan aparatur di Kementerian lain, hal ini dikarenakan adanya pretensi atau anggapan lebih masyarakat kepada aparatur Kemenag. Sebagai contoh, seorang aparatur Kemenag yang berlaku koruptif akan lebih dahsyat pemberitaan. Hal ini berbeda dibandingkan dengan oknum aparatur dari kementerian lain yang melakukan perilaku yang serupa. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan pegawaipegawai yang berada di bawah naungan Kementerian Agama diangap lebih bisa,
Opini lebih paham dan lebih mampu menjalankan ajaran agamanya dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga aparatur Kementerian Agama bisa menjadi contoh atau teladan yang baik dan penjaga moral bangsa, makanya ketika ada oknum yang melanggar kode etik lantas menjadi sorotan publik, ibarat sebuah kertas putih bersih yang terkena goresan tinta, apapun warnanya terlihat jelas seperti aslinya”. Dalam rangka menjaga performance Kementerian Agama supaya bisa dipercaya masyarakat dan bercitra positif, maka dibutuhkan sebuah kerja keras dan upaya yang terus menerus menampilkan kinerja yang optimal. tetapi permasalahan yang ada, tidak semua mental aparatur yang ada di bawah Kementerian Agama mempunyai komitmen untuk menjaga citra dan kinerja instansi. Saat ini masih ada oknum aparatur yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan atau kelompok. Hal ini tercermin dari adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat indisipliner, padahal di pundak Kemenag inilah harapan dan kepercayaan masyarakat bertumpu sebagai agen of change untuk memperbaiki mental dan moral bangsa. Langkah dan upaya mewujudkan kepercayaan masyarakat kepada Kementerian Agama, dan bukti dari komitmen Menteri Agama dalam melakukan reformasi birokrasi maka lahirlah Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 118 tahun 2010 tentang “Program Percepatan melalui Penyelenaggaraan Program Unggulan di Lingkungan Kementerian Agama”. Latar belakang lahirnya KMA ini dilandasi tugas dan fungsi Menteri Agama yang mempunyai kewajiban membantu
presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang keagamaan (Perpres Nomor 47 tahun 2010). Di antara tugas umum tersebut adalah peningatan kualitas kehidupan dan kerukunan umat beragama, peningkatan pendidikan agama dan pendidian keagamaan, serta peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Di samping hal tersebut, fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat mengharuskan ada sebuah upaya konkret guna mengatasi berbagai permasalah yang berkembang dimasyarakat. Dalam KMA ini ada 5 jenis layanan atau fokus yang dijadikan layanan unggulan dalam program percepatan, kelima program itu adalah: 1) pendaftaran haji, 2) Penerimaan CPNS, 3). Pencatatan Nikah, 4) Sertifiasi Guru dan Dosen, 5) Pemberian Beasiswa. Sebagaimana diketahui, kelima program tersebut merupakan tugas dan fungsi Kemenag yang langusng bersangkutan dengan masyarakat banyak. Pada program layanan inilah citra dan kepercayaan masyaraat Kementerian Agama dipertaruhkan. Bagaimana tidak, kasus pungutan liar bisa tumbuh subur terjadi pada program-program tersebut, dan dampak dari penyelewengan itu langsung dirasakan masyarakat. Maka sudah sepatutnya Kementerian Agama membuat sebuah terobosan program untuk mengembalikan tingkat kepercayaan khalayak ramai. Hal ini sesuai dengan maksud dan tujuan dari adanya program percepatan ini yang dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat yang memerlukannya dengan cara yang lebih baik, cepat, mudah, Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
57
Opini baru dan murah (better, faster, easier, newer and cheaper). Dan tujuannya adalah “untuk membangun kepercayaan masyarakat dalam waktu singkat terhadap citra Kemenag melalui penyelenggaraan layanan unggulan”. Adapun hasil yang ingin dicapai dari program ini adalah: Pertama, meningkatkan transparansi dengan memotong jalur birokrasi yang tidak perlu, melalui ketersediaan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku, jelas, dan didokumentasikan, yang pada akhirnya dapat memberikan jaminan kepastian kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan; kedua, meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih sederhana, singkat dan efesien; ketiga, meningkatkan perlindungan bagi masyarakat pengguna pelayanan, dengan menyediakan informasi yang jelas tentang prosedur dan alur pelayanan, jangka waktu, persyaratan, dan biaya yang diperlukan; keempat. Meningkatkan profesionalisme aparatur dalam memberikan pelayanan; dan kelima, menurunnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pelaksanaan pemberian layanan. Sebagai badan publik yang mempunyai tugas memberikan layanan kepada masyarakat, Kementerian Agama memperoleh perhatian luas dari berbagai pihak. Kondisi, kinerja, prestasi dan reputasi Kementerian Agama senantiasa menarik untuk diikuti dan menjadi sorotan publik. Dengan lahirnya KMA Nomor 118 tahun 2010, diharapkan semua masalah yang biasa dihadapi oleh Kementerian Agama seperti kasus seputar penyelenggaraan Haji, penerimaan CPNS, pencatatan nikah, bantuan beasiswa dan yang lainnya bisa terselesaikan.
58
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Kita berharap, semoga saja pemberitaan di berbagai media massa akhir-akhir ini menyusul release hasil survei tentang integritas yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak terulang lagi. Dimana hasil survei tersebut menempatkan posisi Kementerian Agama pada urutan bawah Kementerian/Lembaga yang berintegritas rendah, atau mengutip judul sebuah media cetak dikatakan “Kemenag Terkorup”. Secara emosional, apakah rela, institusi yang menaungi kita disebut demikian? Atau secara moralitas, apakah kita nyaman bekerja pada lembaga negara yang diberi label negatif oleh masyarakat luas? Hasil survei terhadap pengguna pelayanan itu menjadi masukan yang sangat berharga bagi segenap jajaran Kementerian Agama untuk terus melakukan pembenahan, perbaikan dan peningkatan kinerja. Persepsi dan kepuasan masyarakat sebagai pengguna terhadap pelayanan yang diberikan bukan hanya merupakan barometer kinerja Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah penyedia pelayanan publik, tetapi juga menjadi indikator penting tentang tata kelola kepemerintahan yang baik. Semoga upaya Kemenag memotong jalur birokrasi pelayanan masyarakat yang tidak perlu, diiringi dengan peningkatan profesionalisme aparatur Kementerian Agama serta adanya transparansi sebuah penyelenggaraan kegiatan mulai dari pagu anggaran biaya, tahap seleksi, tahap pelaksanaan, dan penanggung jawab kegiatan merupakan langkah awal .menghindari berbagai penyimpangan dan bisa menumbuhkan citra positif di masyarakat.[Ilman]
Opini Menciptakan Manajemen Pelayanan Publik yang Efesien, Efektif dan Accountable Oleh: Musthafa Kamal
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. saat Memberikan Arahan dan Pembinaan Bagi Pejabat dan Pegawai di Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur
P
elayanan publik/umum (public service) diartikan sebagai bagian dari segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik, pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. Hal ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Pelayanan Publik memberikan pengertian bahwa pelayanan
publik merupakan kegiatan/rangkaian kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundangundangan diperuntukkan bagi setiap warga negara/penduduk atas kebutuhan barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Adapun penyelenggara pelayanan publik atau penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, l e m b a ga i n d e p e n d e n ya n g d i b e nt u k berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
59
Opini yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Sementara, berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik/umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, pelayan an publik (public service) yang diselenggarakan oleh organisasi privat, yaitu; semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta. Ked u a , Pe l aya n a n p u b l i k ya n g diselenggarakan oleh organisasi publik. Pelayanan jenis kedua ini sesuai sifatnya dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu : (1). Bersifat primer yaitu mencakup semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara
dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan. (2). Bersifat sekunder yaitu segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan. Payung hukum peraturan pelayanan publik termaktub dalam Undang-Undang P e l a y a n a n P u b l i k N o m o r 2 5 Ta h u n 2009 mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Oleh karena itu, manfaat dari pelayanan publik yang dilakukan secara efektif dapat memperkuat iklim demokrasi dan penegakkan hak asasi manusia (HAM), menumbuhkan kemakmuran ekonomi, mempererat kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan
Irjen Kemenag (Dr. H. Moch Jasin, MM.) didampingi Rektor UIN Jakarta (Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA.) Acara Silaturrahmi dan Dialog bagi Dosen dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Opini p e r l i n d u n g a n l i n g k u n g a n ( e ko l o g i ) , adanya keseimbangan hak dan kewajiban, kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya keprofesionalan, partisipatif, persamaan dalam alam, memperdalam kepercayaan pada perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, pemerintahan dan administrasi publik. akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus Tuntutan era reformasi birokrasi, maka bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan setiap penyelenggara publik berkewajiban kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan melayani setiap warga negaranya untuk dan bertujuan (UU No. 25/2009 tentang memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya Pelayanan Publik). dalam kerangka pelayanan publik sebagai U nt u k m e n g u ku r h a s i l k i n e r j a amanat Undang-Undang Dasar Negara p e l aya n a n p u b l i k , p e m e r i nta h wa j i b Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja itu, membangun kepercayaan masyarakat penyelenggaraan pelayanan publik dengan atas pelayanan publik yang dilakukan mengumumkan kebijakan nasional tentang penyelenggara pelayanan publik merupakan pelayanan publik atas hasil pemantauan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan dan evaluasi kinerja (melakukan kegiatan harapan dan tuntutan seluruh warga negara pengawasan yang meliputi supervisi dan dan penduduk tentang peningkatan pelayanan evaluasi), serta menindaklanjuti hasil koordinasi, publik, sebagai upaya untuk mempertegas membuat peringkat kinerja penyelenggara hak dan kewajiban setiap warga negara dan s e c a r a b e r k a l a , s e r t a m e m b e r i k a n penduduk serta terwujudnya tanggung jawab penghargaan kepada penyelenggara yang negara dan korporasi dalam penyelenggaraan berhasil memberikan prestasi dan kepuasan pelayanan publik. (satisfaction) tentang pelayanan. Dalam melakukan pelayanan, standar Selain itu, penyelenggara dan seluruh pelayanan menjadi tolak ukur bagi pedoman bagian organisasi penyelenggara pelayanan penyelenggaraan pelayanan dan acuan publik juga harus bertanggung jawab atas penilaian kualitas yang menjadi kewajiban ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan dan janji penyelenggara terhadap masyarakat penyelenggaraan pelayanan. (Pasal 8 ayat 3 dalam rangka pelayanan yang berkualitas, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Publik) dan siap menerima sanksi atau teguran Diharapkan, maklumat pelayanan yang tegas karena keteledoran/penyelewengan tertuang dalam Undang-undang merupakan yang dilakukan. pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan Oleh karena itu, sistem administrasi rincian kewajiban dan janji yang terdapat publik (birokrasi publik) sebagai perwujudan dalam standar pelayanan harus ditaati oleh dari pelayanan publik harus mampu bekerja penyelenggara. Karena asas dari Undang- secara profesional, efektif dan efesien. undang pelayanan publik tertumpu pada Seperti yang dikemukakan oleh Ted Gabler kepentingan umum yang berisi adanya dan David Osborne dalam bukunya berjudul kepastian hukum, adanya kesamaan hak, “Reinventing Government” menyatakan bahwa Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
61
Opini administrasi publik harus dapat beroperasi layaknya organisasi bisnis yang mampu bersifat efisien, efektif dan menempatkan masyarakat sebagai stakeholder yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Dengan sistem dan kualitas pelayanan publik yang baik dan profesional, maka akan mempengaruhi minat para investor dalam menanamkan modalnya dalam membangun jasa-jasa pelayanan, baik pemerintahan maupun swasta. Oleh karena itu, pelayanan yang bagus (excellent service) harus menjadi acuan dalam mendesain struktur organisasi pada level instansi maupun swasta. Hal itu sesuai tuntutan dunia usaha yang menginginkan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan murah serta tarif yang jelas dan pasti secara hukum. Jadi, pemerintah selaku regulator wajib menyusun Standar Pelayanan/Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi setiap institusi/dinas dan swasta yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu untuk memberikan kepastian hukum dan teknis pelaksanaan, serta memberikan keuntungan/kepercayaan bersama (mutual t ru st ) ya n g m em b u at i nvesto r ata u pengguna layanan “betah” dan terpenuhi pelayanannya. Contohnya dalam hal perizinan atau pelayanan yang bersifat sosial, maka konsep perizinan/pelayanan harus didesain sedemikian rupa agar instansi pemerintah (pengusaha) serta masyarakat pengguna tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengurus izin/pelayanan yang dibutuhkan, sehingga tidak mengorbankan waktu dan biaya besar.
62
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Konsep deregulasi dan debirokratisasi mutlak harus terus menerus melakukan pembenahan dengan mengacu pada evaluasi kinerja dan kebijakan secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memberikan kepuasan (satisfaction) bagi masyarakat sesuai dengan amanat reformasi birokrasi pelayanan publik. Berdasarkan “mandat” konstitusi d i a t a s , t e r j a d i h u b u n ga n e ra t d a n resiprokal antara pemerintah (lembaga penyelenggara kebijakan publik) dengan rakyat. Karena pemerintah/penyelenggara publik adalah pelayan masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan publik yang berhubungan dengan seluruh kepentingan publik, dan masyarakat adalah konsumen sekaligus pengawas implementasi kebijakan publik. Masyarakat sebagai pengguna layanan berhak menilai, menyatakan kepuasannya atau kekecewaannya atas hasil implementasi dari semua kebijakan publik yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan dengan memberikan kritik dan masukan untuk ditindaklanjuti penyelenggara layanan yang ada. Maka dari itu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang ada merupakan indikator kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi dan memberikan kritik yang membangun sebagai dasar evaluasi kinerja agar menjadi lebih baik ke depannya sesuai dengan standar kepuasan maksimal. Standar kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik adalah indikator keberhasilan dan akuntabilitas pemerintah (lembaga penyelenggara) sebagai lembaga penyelenggara kebijakan publik.
Opini Akuntabilitas ditegakkan dengan maksud untuk memastikan bahwa proses, prosedur, aktivitas, dan hasil dari kebijakan publik memenuhi capaian dan harapan bersama sesuai aturan kebijakan yang telah dirumuskan bersama. Akuntablitas adalah indikator untuk melihat sejauh mana aktifitas pemerintah (pelayanan publik) yang selama ini dilaksanakan telah memenuhi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Prinsip akuntabilitas merupakan amanat rakyat yang dimandatkan kepada pemerintah atau lembaga lainnya dalam menjalankan program-program pembangunan/ pelayanan yang berdampak langsung atau tidak langsung pada masyarakat. Akuntabilitas sangat erat hubunganya terutama dengan masalah pertanggung jawaban (akuntabilitas) perolehan dan penggunaan anggaran dan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga lainnya. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat luas/peran pengawasannya dalam proses penyusunan kebijakan publik (public policy) adalah prasyarat yang tidak boleh ditawartawar dalam rangka pembangunan yang memihak kepentingan umum. Hal itu sesuai prinsip ideal dan terbuka/transparansi atas suara berbagai elemen seperti masyarakat, praktisi, para ahli (experts), dan LSM (NGO) sebagai masukan dalam membuat kebijakan, teru ta ma ya n g b erh u b u n ga n d en ga n kepentingan publik. Pemerintahan yang terbuka/ transparan pada partisipasi masyarakat hanya bisa dilakukan manakala pemerintahan itu sendiri mulai mengupayakan perubahan nilai dan perilaku dari tata pemerintahan
(government) ke tata kelola (governance). Pemerintah bukannlah sekedar pengatur apalagi memerintah dengan menggunakan pola kebijakan top down dan pendekatan sentralistik. Namun, lebih merupakan seni mengelola (the art of management) dengan karakteristik yang tercermin dalam beberapa misi pemerintahan yang menjadi “grand desain pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah/lembaga penyelenggara layanan serta masyarakat dapat menggunakan beberapa pendekatan untuk mewujudkan pelayanan yang prima. Pertama, menggunakan pendekatan partisipatif antara pelakuk dan pengguna dalam konsolidasi good governance dengan prinsip pemerintahan yang demokratis dan toleran. Kedua, pendekatan kewargaan dalam menciptakan keterlibatan setiap orang dan kesadaran akan tanggungnya. Prasyarat bagi kewargaan yang bertanggung jawab adalah dengan mengkontruksi relasi baru antara pengelola dan yang dikelola atau dengan kata lain, membangun fondasi relasi yang setara antara dua pihak. Ketiga, pendekatan prinsip demokrasi sesuai dengan hak dan kewajiban masingmasing. Karena nilai-nilai demokrasi tidak dapat direduksi dengan kebijakan yang bersifat marjinal, otoriter, menang-kalah, kaya miskin dan sesuatu yang dapat menciderai nilainilai demokrasi (democrazy value). Prinsip demokrasi haruslah menjadi cerminan dari proses demokrasi yang sejati, tanpa kecurangan dan menjunjung tinggi hakhak kemanusian sesuai tuntutan reformasi birokrasi untuk kesetaraan dan kesejahteraan masyarakat. [Musthafa Kamal]
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
63
Opini Merebaknya Virus Korupsi di Indonesia Oleh: Nurul Badruttamam
Irjen Kemenag Dr. H. Moch. Jasin, MM. Saat Menjadi Narasumber Live di TVOne Terkait Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
K
orupsi adalah salah satu dari sekian banyak tantangan besar yang kini sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Tidak ada jalan pintas untuk memberantasnya dan tidak ada jawaban yang mudah. Korupsi, seperti yang sudah diketahui oleh seluruh masyarakat, tidak saja mengancam lingkungan hidup, hak asasi manusia, lembaga-lembaga demokrasi, dan hak-hak dasar kemerdekaan, tetapi juga menghambat pembangunan dan memperparah kemiskinan jutaan orang di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tingginya angka korupsi di Indonesia telah menyebabkan semua sistem dan sendi kehidupan bernegara rusak karena praktik korupsi telah berlangsung secara merata dan membuat larut hampir semua elite politik. Jika dibiarkan terus berlangsung dan tanpa
64
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
tindakan tegas, korupsi akan menggagalkan demokrasi dan membuat negara dalam bahaya kehancuran. Di tingkat regional Asia dan Asia Pasifik, Indonesia selalu menduduki peringkat teratas sebagai negara paling korup. Political and Economy Risk Consultancy (PERC), sebuah lembaga konsultan independen yang berbasis di Hongkong, menempatkan Indonesia pada posisi sebagai negara juara korupsi di Asia selama sepuluh tahun lebih secara berturutturut. Pada tahun 2006, Indonesia memiliki skor 8,16 yang berarti skor tertinggi yang mendekati angka sempurna sebagai negara paling korup di Asia. Data PERC menyebutkan bahwa selama 10 tahun lebih, sejak 1997-2006, dan hingga 2011, tingkat korupsi di Indonesia tidak mengalami perbaikan secara signifikan. Indonesia selalu berada pada peringkat teratas
Opini dalam praktek korupsi, sehingga selalu berada Yogyakarta (7,60), Batam (7,55), Pontianak di atas rata-rata korupsi negara-negara lain. (7,54), Gorontalo (7,45), Surakarta (7,43), Publik semakin yakin bahwa praktik Banjarbaru (7,43), dan Surabaya (7,42). korupsi benar-benar sudah merajalela di Berdasarkan data Kementerian Dalam Indonesia, ketika kasus-kasus korupsi yang Negeri disebutkan bahwa selama tahun 2004 cukup besar terungkap di berbagai media 2010, ada 155 Bupati / Walikota, 18 Gubernur massa. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ratusan anggota DPRD yang tersangkut sebagai salah satu lembaga yang mengungkap masalah hukum, dalam hal tindak pidana kasus korupsi, termasuk di antaranya adalah korupsi. Data KPK menyebut sejak 2004 telah saat menangkap basah sejumlah pelaku yang menerima lebih dari 50.000 pengaduan dari saat itu diduga terkait dengan tindak pidana masyarakat terkait dengan sejumlah kasus korupsi. Misalnya kasus Gayus H. Tambunan, korupsi. Dari sejumlah pengaduan itu, hingga yang menyeret banyak pihak, baik di lembaga kini hanya 10 % perkara korupsi yang berhasil Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan, ditangani oleh KPK. Kepolisian, Kejaksaan, hingga Lembaga Abdullah Dahlan, pegiat anti Peradilan. korupsi Indonesian Corruption Watch (ICW) Ada pula kasus cek pelawat pemilihan menyatakan bahwa data-data kasus korupsi Deputi Senior Bank Indonesia, Miranda S. seperti itu membuktikan bahwa praktik Gultom yang telah menyeret 24 anggota korupsi telah menyebar hingga ke daerahDPR RI. Paling akhir, terungkap kasus M. daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi Nazarudin, yang diduga menyeret banyak daerah. “Ini fenomena yang makin membuat pihak, baik pengusaha, pejabat pemerintahan, khawatir. Penyakit korupsi semakin massif anggota DPR RI maupun sejumlah petinggi penyebarannya.” partai politik. Salah satu imbasnya adalah Dalam praktiknya, korupsi sangat sukar terungkap pula kasus korupsi yang terjadi di bahkan hampir tidak mungkin diberantas. Kemenakertrans yang proses hukumnya masih Namun akibat dari tindakan korupsi tersebut berlangsung hingga saat ini. sangat kuat terasa bagi kehidupan berbangsa Kemudian jika kita lihat di Indonesia dan bernegara. Oleh karena itu akses sebagai negara yang menerapkan otonomi perbuatan korupsi yang merupakan bahaya daerah, Pemda dengan nilai integritas latent harus diwaspadai baik oleh pemerintah terendah ialah Pemerintah Kota (Pemkot) maupun oleh masyarakat itu sendiri, serta ada Metro, Provinsi Lampung, dengan nilai penanggulangan dan tindakan tegas terhadap indeks integritas sebesar 3,15. Sedangkan kasus korupsi tersebut, agar tercapainya Pemda dengan nilai integritas tertinggi ialah tujuan pembangunan nasional. Pemko Dumai, Provinsi Kepulauan Riau, dengan nilai indeks integritas sebesar 7,77. Merebaknya Virus Korupsi Posisi selanjutnya ditempati berturut-turut Korupsi merupakan bagian perilaku oleh Pemko Bukittinggi (7,67), Bitung (7,62), zalim yang dapat merusak fitrah suci manusia, Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
65
Opini sebab siapa pun, dari kalangan apa pun, dan berasal dari manapun, dengan fitrah sucinya pasti akan menolak tindak korupsi ini. Korupsi menjadi bagian dari perilaku yang zalim dan menuju pada ketidakadilan. Selama individu masih memiliki hati nurani dan masih terjaga fitrahnya, maka ia akan menentang tindakan ini. Hati nurani menjadi filter terhadap perilaku yang ada. Korupsi memiliki arti busuk, palsu, suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991). Korupsi berarti buruk, rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik negara atau perusahaan, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002). Kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (The Lexicon Webster Dictionary. 1978), atau penggelapan uang negara, perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Kamus Indonesia Kontemporer:2002). Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Sedang dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001: (a) Pada Pasal 2: setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; (b) Pasal 3: setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang
66
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; (c) Pasal 13: setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. U nt u k m e n u m b u h ke m b a n g ka n budaya kerja aparatur menuju pemerintah yang bersih dan berwibawa (good governance) perlu adanya keteladanan. Keteladananketeladanan tersebut tidak harus dimulai dari pimpinan atau atasan, akan tetapi harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan kita. B a hwa p ra k t i k- p ra k t i k s e p e r t i penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, masyarakat mengartikannya sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya walaupun usahausaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktek-praktek korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa salah satu penyebab utama yang merusak Indonesia dan telah menggiring bangsa ini ke lembah keterpurukan adalah korupsi. Dan sudah tidak dapat dipungkiri pula bahwa korupsi di negeri ini sudah menjadi penyakit kronis dan membudaya sejak dulu.
Opini Sehingga, logikanya, jika bangsa ini ingin selamat, berkembang, maju, dan beradab, praktik dan mentalitas korupsi harus lebih dulu diberantas. Logika tersebut digarisbawahi oleh Edgardo Buscoglia dan Maria Dakolias dalam tulisan mereka, An Analysis of the Causes Corruption in the Judiciary (1999), bahwa korupsi merupakan bagian tak terpisahkan dari berjalannya suatu pemerintahan negara dan perkembangan budayanya dan adalah mustahil memperbaiki negara tersebut ketika korupsi masih ada. Dengan demikian, perang melawan korupsi merupakan pusat masalah yang harus lebih dulu dipecahkan dalam proses perbaikan suatu negara. Dan untuk membasmi korupsi demi masa depan negara, harus dilakukan secara serius dan tidak boleh main-main. Pertanyaannya, apakah kita benarbenar serius memberantas korupsi atau terus bermain-main dengan korupsi dan tidak serius untuk memberantasnya? Apakah kita menginginkan bangsa dan negara ini semakin baik, maju, dan beradab, atau membiarkannya semakin terpuruk karena digerogoti wabah korupsi?
keuntungan, melanggar norma dan melakukan pelanggaran tugas serta kewajiban sebagai pejabat publik. Karakteristik korupsi tersebut mencerminkan betapa hebat dan besarnya jaringan yang terkait dalam tindak perilaku korupsi yang ada. Secara garis besar, korupsi dalam proses pengembangan perbuatannya dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu: (a) Tahap terbatas (limited stage), yaitu korupsi yang relatif tidak mempengaruhi wilayah kehidupan sosial yang luas dan tanpa beban publik, tahap korupsi tersebut hanya pada level pemerintahan serta bisnis besar atau raksasa saja, (b) Tahap merajalela (rampant stage), korupsi yang telah menembus di seluruh kehidupan masyarakat dari level manapun, dan (c) Tahap dinamika penghancuran diri (self mutilation stage), tingkat korupsi yang sudah berbalik membahayakan tingkat kehidupan masyarakat. Dalam tahap ketiga ini, terjadi kemerosotan ekonomi, sehingga pendapatan masyarakat terganggu, konsumsi menurun, investasi menurun, indeks pertumbuhan ekonomi dan kesehatan masyarakat merosot, kemiskinan bertambah dan lain-lain, yang secara keseluruhan masyarakat merasa lebih menderita dalam kehidupan bernegaranya. Dinamika Korupsi Korupsi bisa terjadi apabila didukung Korupsi biasanya dilakukan lebih oleh dua faktor utama, yakni adanya niat dari satu orang (berjamaah), merahasiakan dan kesempatan. Niat pada dasarnya lebih motif/serba rahasia, melibatkan keuntungan bersifat personal individual, ada dalam setiap timbal balik, berlindung di balik pembenaran masing-masing orang. Ada tidaknya niat atau hukum, mampu mempengaruhi keputusan, besar kecilnya niat turut menentukan dalam mengandung penipuan masyarakat umum, kemungkinan terjadinya tindakan korupsi melakukan pengkhianatan kepercayaan, fungsi di samping adanya kesempatan yang bisa ganda kontradiktif antara tugas dan peluang dimanfaatkan. Kesempatan dalam hal ini dari partner untuk bekerja sama memperoleh lebih sebagai keadaan eksternal di luar diri Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
67
Opini
Irjen Kemenag Moch Jasin saat Memberikan Keterangan kepada Sejumlah Wartawan
masing-masing orang yang memungkinkan suatu niat bisa terlaksana. Kedua hal ini, niat dan kesempatan harus mendapatkan perhatian secara seksama agar tidak terjadi kemungkinan tindakan korupsi. Secara lebih luas dalam Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) dinyatakan bahwa penyebab korupsi terdiri dari empat aspek, yaitu: Pertama, aspek individual manusia. Aspek individual manusia, yaitu faktorfaktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi karena sifat tamak, tidak kuat dalam menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup yang wajar, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras serta tidak mengamalkan ajaran agama secara konsisten. Kedua, aspek organisasi. Suatu organisasi dapat menjadi ajang praktik korupasi karena terbuka peluang atau kesempatan bagi pengurus dan anggota untuk melakukan 68
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
penyimpangan. Praktik penyimpangan tersebut dapat terjadi, karena: (a) Pimpinan satuan organisasi kurang memberikan teladan. (b) Pelaku pelanggaran belum diberi sanksi hukum dan tindakan yang tegas, (c) Pimpinan lambat dalam mengambil keputusan saat terjadi benturan kepentingan, (d) Sistem akuntabilitas atau pertanggungjawaban tugas kurang memadai, (e) Pengendahan intern tidak memberikan kewenangan untuk menyelidiki kegiatan pimpinan terutama berkaitan dengan pengeluaran dana yang besar, (f) Jajaran manajemen cenderung menutupi kasus penyimpangan yang terjadi, (g) Reward and punishment belum dilaksanakan secara efektif, dan (h) Tuntutan pimpinan di luar kemampuan organisiasi. Ketiga, aspek lingkungan. Aspek lingkungan, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat tempat individu/ dan masyarakat berada. Penyimpangan yang terjadi karena: (a) Nilai-nilai yang terjadi dan berlaku di lingkungan masyarakat cenderung mendukung terjadinya
Opini penyimpangan, (b) Kurang kesadaran bahwa yang paling dirugikan oleh setiap praktik KKN adalah masyarakat, (c) Kurang kesadaran bahwa masyarakat ikut terlibat dalam praktik KKN baik langsung maupun tidak, (d) Kurang kesadaran bahwa pencegahan praktik KKN hanya akan berhasil apabila masyarakat ikut berperan serta aktif melakukan upaya pencegahan, (e) Penyalahartian pengertian filosofi budaya bangsa Indonesia, misalnya pengertian kekeluargaan disalahartikan sebagai upaya menomorsatukan keluarga atau kerabatnya, dan (f) Kontrol sosial dari masyarakat lemah. Keempat, aspek peraturan perundangundangan. Aspek peraturan perundangundangan, yaitu penerbitan peraturan perundangan bersifat monopotistik yang hanya menguntungkan kerabat kroni penguasa negara. Kelemahan ini menjadi salah satu penyebab penyimpangan semakin banyak, yang diakibatkan antara lain: (a) Sosialisasi peraturan perundangan-undangan kurang efektif, (b) Penerapan sanksi tidak konsisten dan pemberlakuan sanksi oleh aparat yang berwenang tidak adil, (c) Penegakan hukum masih lemah dan sanksi yang diberikan terhadap para pelanggar masih terlalu ringan, (d) Sosialisasi, evaluasi, dan revisi perundangundangan masih lemah. Faktor niat sebagaimana disebutkan terdapat dalam aspek individu manusia sedangkan kesempatan dapat berwujud dalam aspek organisasi, lingkungan dan peraturan perundang-undangan. Pembenahan sistem birokrasi dan pengawasan yang efektif akan dapat menghilangkan faktor kesempatan. Sedangkan niat untuk korupsi bisa dieleminasi
dengan internalisasi nilai-nilai agama atau dengan pendekatan agama. Oleh karena itu, pengawasan dengan pendekatan agama akan berakibat pada pencegahan perilaku korupsi dan juga segala bentuk penyimpangan lainnya. Secercah Solusi Korupsi Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Thomas Koten, bahwa wabah korupsi di negeri ini sudah sangat gawat dan nasib bangsa ini benar-benar sudah jadi taruhannya sehingga sangat diperlukan penangananpenanganan yang sangat serius. Tetapi, ironisnya, para penegak hukum kita, seperti kepolisian dan kejaksaan tampak sekali bermain-main dengan korupsi dan tidak serius menjalankan panggilan tugas sebagai penegak hukum. Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Gunner Myrdal (dalam Andi Hamzah,2007) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
69
Opini perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, melaksanakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Andi Hamzah (2007:261) menyarankan pemberantasan korupsi yang dirumuskan dalam strategi pemberantasan korupsi berbentuk piramida yang pada puncaknya adalah prevensi (pencerahan),sedangkan di kedua sisinya masing-masing adalah pendidikan masyarakat (public education) dan pemidanaan (punishment) seperti pada negara-negara Afrika bagian selatan. Prosesnya yaitu dicari dulu penyebabnya, lalu penyebab tersebut dihilangkan dengan cara prevensi disusul dengan pendidikan (peningkatan kesadaran hukum) masyarakat disertai dengan tindakan represif (pemidanaan). Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, strategi pemberantasan korupsi yang dapat ditawarkan oleh kelompok penulis adalah sebagai berikut : Upaya Pencegahan Korupsi Korupsi tidak boleh dibiarkan berjalan dan merajalela di dalam masyarakat. Ajaran agama memerintahkan umatnya untuk melakukan berbagai tindakan dalam mengatasi penyakit korupsi tersebut. Upaya pencegahan tersebut menjadi sangat efektif dalam mengatasi
70
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
korupsi apabila upaya itu dilakukan melalui tahap-tahap berikut: Pertama, Pencegahan diri dan keluarga dari tindakan korupsi. Pencegahan korupsi harus dimulai dari diri sendiri dengan keyakinan bahwa korupsi adalah penyakit masyarakat yang berbahaya bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Orang tua dalam keluarga berkewajiban untuk mencegah dirinya dari tindakan korupsi. Komitmen menjauhkan diri dari tindakan itu harus dikembangkan pula kepada anggota keluarga yang lain dengan menanamkan sebuah komitmen bahwa korupsi adalah penyakit kehidupan. Kedua, Keteladanan pemimpin. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian, dan kebijakan. Apa yang dilakukan pemimpin, maka hal itu pula yang dilakukan oleh yang dipimpin. Yang dipimpin selalu meniru hal-hal yang dilakukan pemimpinnya. Seorang pemimpin haruslah orang yang mempunyai komitmen mencegah diri dari korupsi secara internal, dan menunjukkan sikap anti terhadap korupsi, serta melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya korupsi di dalam masyarakat. Jika pemimpin sudah menunjukkan keteladanan seperti itu, maka lambat laun korupsi yang kini merajalela itu dapat dicegah secara berangsurangsur. Ketiga, Perbaikan gaji bagi para pejabat dan PNS. Gaji merupakan imbalan yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa dari pengabdian terhadap pekerjaannya. Secara gamblang dapat kita ketahui tentang karakter diri seseorang dimana jika belum terpenuhinya kebutuhan maka secara otomatis seseorang
Opini akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Hal tersebut menyebabkan terpecahnya konsentrasi antara loyalitas pada pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan sehingga memunculkan peluang untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang. Ada beberapa hal yang telah dilakukan oleh pemerintah yang berkaitan dengan gaji sebagai wujud dari perlindungan untuk tidak terjadinya penyalahgunaan jabatan maupun pemanfaatan kesempatan seperti gaji yang tinggi pada bidang-bidang yang dianggap paling banyak mendapatkan godaan, contohnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pejabat maupun pegawai BI dan lainlain. Ke e m p a t , B u d aya p o l i t i k ya n g transparan. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. Sejak dini harus sudah ditanamkan budaya berpolitik yang transparan dan jelas sehingga fungsi kontrol atau pengawasan dapat berjalan dengan baik, dan ketika ada kesalahan dalam kegiatan politik tersebut, dapat langsung dipecahkan dan dicari solusi nya sehingga tindakan yang melenceng dan sewenangwenang dapat dihindari. Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. Dalam hal ini, harus ditumbuhkan rasa kepemilikan di kalangan
pejabat dan pegawai, agar mereka merasa bahwa perusahaan tersebut seperti rumah mereka sendiri,yang harus dijaga dengan baik, sehingga mereka akan memberikan yang terbaik bagi perusahaannya dengan ikhlas, tanpa terbebani, dan tindakan korupsi juga tidak diperlukan lagi . Upaya Pemulihan Korupsi Pertama, Penyitaan seluruh kekayaan. Dengan melakukan penyitaan seluruh kekayaan pegawai yang sudah terbukti melakukan korupsi agar menimbulkan efek jera bagi pegawai lain agar tidak melakukan korupsi. Selain itu,dengan dilakukannya penyitaan seluruh kekayaan pelaku tindak pidanan korupsi dapat menambah aset negara dan dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Kedua, Penegakan hukum yang seadil-adilnya. Dimana pejabat yang terbukti melakukan korupsi dihukum sesuai dengan UU No.20 Tahun 2000 tentang Pamberantasan Tindak Pidanan Korupsi. Diharapkan para penegak hukum juga benar-benar menjalankan tugasnya dengan tidak pandang bulu. Tindakan diskriminasi terhadap pelaku korupsi akan menimbulkan sikap apatis dari orang lain dalam ikut serta mencegah tindakan korupsi itu. Oleh karena itu, setiap pelaku korupsi harus ditindak tegas berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku, tanpa memandang bulu. Siapa pun yang melakukan tindakan demikian, termasuk pemimpin, penguasa, dan pelaksana serta penegak hukum harus ditindak tegas dan dihukum menurut hukum dan peraturan yang berlaku.
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
71
Opini Ketiga, Legalisasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal. Hal ini dikarenakan banyaknya pungutan liar yang terjadi dalam birokrasi pemerintahan Indonesia. Jika dilakukan legalisasi pungutan liar yang kemungkinan dilakukan privatisasi, maka pungutan liar oleh pejabat pemerintah akan dapat diberantas. Karena masyarakat tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi dalam mengeluarkan uang untuk mengakses pelayanan publik. Keempat, Perlu penayangan wajah koruptor di televisi. Salah satu tujuan penayangan para koruptor adalah mengajak masyarakat membantu pihak berwajib menangkap kembali para tersangka korupsi, jika masih dalam proses pencarian. Sekaligus dapat memberi efek jera bagi para koruptor dan mempersempit langkah para koruptor dalam menjalankan aksinya. Penutup Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Dampak negatif dari tindakan korupsi sangat membahayakan bagi kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, maupun dalam perkembangan generasi muda. Korupsi sangat jelas telah merugikan keuangan negara. Akibatnya, keuangan negara
72
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
yang seharusnya lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan rakyat menjadi semakin berkurang. Hal yang paling dirasakan oleh rakyat adalah kemampuan negara semakin terbatas dalam hal menyediakan anggaran demi kepentingan rakyat, khususnya yang dirasakan secara langsung. Antara lain, adalah perbaikan infrastruktur, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan transportasi dan pelayanan masalah kesejahteraan rakyat yang lainnya, seperti penanganan bencana, bantuan bagi keluarga miskin dan anak terlantar, dan lain-lain. Oleh karena itu perlu penanggulangan dan tindakan yang tepat untuk menekan tingginya tingkat tindak pidana korupsi di Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan dalam berbagai cara jika dikerjakan dengan baik dan maksimal. Upayaupaya tersebut secara umum dibagi dalam 2 bagian, yaitu tindakan preventif (pencegahan) dan represif (pemulihan). Disamping solusi-solusi yang diberikan dalam memberantas korupsi, perlu adanya lembaga yang khusus menangani tindak pidana tersebut. KPK sebagai lembaga negara dalam memberantas korupsi di Indonesia, diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. KPK seharusnya merupakan alat yang kuat bagi pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, karena telah memiliki payung hukum yang jelas dan bisa masuk ke seluruh tubuh pemerintahan. Untuk itu, tindakan yang tegas kiranya perlu dilakukan agar Indonesia bebas dari korupsi dan tercapainya tujuan nasional. [Nurul Badruttamam]
Opini Menegakkan Prinsip “Law Enforcement” dalam Menjerat Mafia Korupsi Oleh: Mudrik Zamzami
Temu Wicara Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
T
indak pidana korupsi di Indonesia dari tahun semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang semakin sistematis. Bahkan lingkupnya memasuki seluruh aspek dan lini kehidupan, tidak saja di lembaga eksekutif,yudikatif, tetapi juga di lembaga legistif, baik di pusat maupun di daerah. Hal itu menjadikan istilah korupsi “bak” model cantik yang selalu disebut orang, tidak mengenal kalangan usia dan pendidikan. Maka korupsi ibarat virus yang sudah menjalar
pada segala lini kehidupan. Perkataan “sinis”, hujatan dan cemoohan selalu menjadi saluran kekesalan masyarakat untuk melampiaskannya. Alasannya, mereka menganggap para pelaku korupsi banyak yang kebal hukum, hidup enak, dan bisa membeli apa saja dengan uang hasil korupsi. Tatkala koruptor dijerat hukum, toh, hukumannya ringan atau tidak sebanding dengan para pencuri kelas “teri” yang masuk penjara bertahun-tahun. Alangkah enaknya para koruptor ya? Pertanyaan ini banyak dilontarkan para pihak melihat gerak dan gelagat koruptor yang tidak pernah jera dalam mencuri uang rakyat Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
73
Opini atau memanipulasi kebijakan. Pertanyaan selanjutnya adalah dimana letak penegakkan hukum kita. Apakah aparat dan lembaga penegak hukum sudah mandul atau tidak berdaya menjerat para “mafioso korupsi” yang bergentanyangan di mana-mana. Akibatnya, masyarakat skeptis pada penegakkan hukum di negara kita. Pandangan masyarakat tersebut berdasar dan beralasan dengan melihat kondisi yang ada. Ekspektasi masyarakat terhadap lahirnya berbagai peraturan perundangundangan baru dan lembaga baru yang independen sangat tinggi. Tetapi ekspektasi masyarakat seringkali tidak sejalan dengan realitas yang ada. Kita sering mendengar banyak tersangka koruptor tetapi akhirnya masyarakat juga kurang puas dengan putusan akhirnya, yang banyak membebaskan koruptor/ meringankan pidana koruptor. Mengapa sering terjadi hakim membebaskan terdakwa atau setidak-tidaknya hukumannya sangat ringan. Sehingga spekulasi pertanyaan mulai muncul dari masyarakat dalam melihat perbedaan pemahaman fakta hukum di persidangan antara hakim dan Jaksa. Argumentasi hukum apa yang mereka pergunakan, adakah paradigma legalistik posifistik semata yang dipergunakan ataukah ada unsur lain yang ikut mempengaruhi adalah deretan pertanyaan publik yang belum ada akhirnya. Tatkala era reformasi dan dorongan berbagai elemen masyarakat untuk segera memutus urat nadi tindakan korupsi yang sudah sistemik, maka negara Indonesia pun tidak tinggal diam, hal itu ditandai dengan membentuk lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 74
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
merevitalisasi fungsi institusi penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Selain itu, payung hukum pemberantasan tindak pidana korupsi juga diperkuat dalam menjerat dan memenjarakan para mafioso korupsi. Walhasil, banyak para pejabat, kepala daerah, anggota DPR yang saat ini mengalami pesakitan dalam peradilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam menjerat para pelaku korupsi/ mafioso korupsi, maka penegakkan hukum (law enforcement) yang adil dan tanpa pandang bulu harus ditegakkan di negara kita. Atau istilah lain adalah melakukan penegakkan hukum yang akuntabel/bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu upaya pelaksanaan penegakan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, bangsa dan negara yang menyangkut atau berkaitan terhadap adanya kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat. Proses penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tidak dapat dipisahkan dengan sistem hukum itu sendiri. Adapun sistem hukum dapat diartikan merupakan bagian-bagian proses/tahapan yang saling bergantung yang harus dikerjakan atau dijalankan serta dipatuhi oleh Penegak Hukum dan Masyarakat yang menuju pada tegaknya kepastian hukum. Pada prinsipnya, jerat hukum bagi para koruptor dalam Undangundang anti korupsi kita sudah memadai dan kompleks. Namun, hal itu tidak akan bisa terwujud apabila tidak ada keinginan politik (political will) bagi para pemangku kebijakan untuk menjerat para koruptor yang ada.
Opini Oleh karena itu, didirikan KPK sebagai yang independen terdiri dari unsur-unsur lembaga independen/superbody pada tahun masyarakat luas yang cerdas yang bertujuan 2003 bertujuan untuk menanggulangi dan mengawasi proses penegakan hukum (law memberantas tindak pidana korupsi di enforcement) dimana lembaga tersebut Indonesia. KPK ini dibentuk atas dasar amanat nantinya berwenang merekomendasikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 agar diberikannya sanksi bagi para penegak Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana hukum yang melanggar moralitas hukum Korupsi. Jadi dapat dikatakan bahwa lembaga dan/ atau melanggar proses penegakan KPK ini merupakan lembaga pemberantasan hukum. (4). Perlu dilakukannya standarisasi korupsi terbaru yang masih bertahan hingga dan pemberian tambahan kesejahteraan saat ini. Sebelum sebenarnya sudah ada yang memadai khususnya bagi penegak lembaga-lembaga pemberantasan korupsi hukumagar profesionalisme mereka sebagai namun gaung dan gerakannya tidak seperti bagian terbesar penegak hukum di Indonesia KPK saat ini. diharapkan lebih fokus menegakkan hukum Harapannya, sesuai dari tujuan proses penegakkan hukum itu sendiri; “Dalam menjerat para pelaku korupsi hukum melalui (5) Dilakukannya atau mafioso korupsi, b e r b a ga i i n s t a n s i sosialisasi hukum dan penegak hukum perundang-undangan maka penegakkan hukum dengan KPK sebagai secara intensif kepada (law enforcement) pioner/inspirator masyarakat luas yang adil dan tanpa pandang bulu menjadi kenyataan sebagai konsekuensi harus ditegakkan di negara kita” yang ditunggu-tunggu. a s a s h u ku m ya n g Langkah-langkah mengatakan bahwa; untuk membangun “setiap masyarakat sistem penegakkan hukum (law enforcement) dianggap tahu hukum ”, sekalipun produk yang akuntabel bagi suatu negara atau hukum tersebut baru saja disahkan dan pemerintah daerah untuk masa yang diundangkan serta diumumkan dalam Berita akan datang dapat kita kemukakan antara Negara. (6). Membangun tekad (komitmen) lain : (1). Perlunya penyempurnaan atau bersama dalam para penegakan hukum (law memperbaharui serta melengkapi perangkat enforcement) yang konsisten. hukum dan perundang-undangan yang ada Oleh karena itu, peran Lembaga ; (2). Meningkatkan kualitas Sumber Daya Bantuan Hukum atau LBH-LBH dan LSM-LSM Manusia (SDM) penegak hukum baik dari segi atau lembaga yang sejenis sangat diperlukan moralitas dan intelektualitasnya, karena tidak terutama dalam melakukan “advokasi” agar sedikit penegak hukum yang ada saat ini, tidak hukum dan peraturan perundang-undangan paham betul idealisme hukum yang sedang dapat benar-benar disosialisasikan dan ditegakkannya; (3). Dibentuknya suatu lembaga dipatuhi oleh semua komponen yang ada di Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
75
Opini negeri ini demi tercapainya tujuan hukum itu Oleh karena itu, penegakan hukum sendiri. yang akuntabel merupakan dasar dan bukti Namun usul langkah-langkah di atas bahwa Indonesia benar-benar sebagai untuk membangun sistem penegakan hukum negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). yang akuntabel/law enforcement tentu tidak Rakyat harus diberitahu kriteria/ukuran dapat berjalan mulus tanpa ada dukungan yang dijadikan dasar untuk menilai suatu penuh dari Pemerintahan yang bersih (clean pertanggungjawaban penegakan hukum yang government), karena penegakan hukum (law akuntabel. Oleh karena itu dalam membangun enforcement’) adalah bagian dari sistem sistem penegakan hukum yang akuntabel hukum pemerintahan. Pemerintahan negara perlu ada sosialisasi hukum serta penyuluhan(lapuissance de executrice) harus menjamin penyuluhan hukum secara berkelanjutan kemandirian institusi penegak hukum yang kepada masyarakat agar penegakan hukum dibawahinya dalam hal ini institusi “Kejaksaan” yang akuntabel dapat diwujudkan oleh dan “Kepolisian,” karena sesungguhnya penegak hukum bersama-sama dengan terjaminnya institusi penegakan hukum masyarakat. (Drs. M. Sofyan Lubis, SH., merupakan platform dari politik hukum 2005) pemerintah yang berupaya mengkondisi Adapun Reformasi politik hukum, tata-prilaku masyarakat indonesia dalam menurut Indonesian Center for Environmental kehidupan berbangsa dan bernegara agar Law (ICEL), seharusnya dilakukan secara tata-prilaku masyarakat tersebut mendukung komprehensif dan terintegrasi serta mengarah tercapainya cita-cita bangsa Indoensia yang kepada perbaikan 6 (enam) hal, yaitu: a. merupakan tujuan negara Indonesia. Lembaga Perwakilan yang mampu menjalankan Menurut Adnan Topan Husodo, dalam fungsi kontrol yang efektif (effective Evaluasi dan Roadmap Penegakan Hukum representative system); b. Peradilan yang KPK 2012-2015 menyatakan bahwa Tujuan bebas dari campur tangan eksekutif, bersih dari penegakan hukum atas kasus korupsi (tidak korup), dan professional; c. Aparatur adalah lahirnya efek jera. Efek jera penting pemerintah (birokrasi)yang professional dan untuk mengontrol kejahatan korupsi supaya memiliki integritas yang kokoh; d. Masyarakat tidak berkembang menjadi tindak pidana yang sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan bersifat sistemik. Pasalnya, jika korupsi sudah fungsi public control (public watchdog) dan berada pada level sistemik, maka dampak yang penekanan (pressure); e. Desentralisasi dan ditimbulkan dari kejahatan ini menjadi lebih lembaga perwakilan Daerah yang kuat serta serius, karena bukan hanya menyebabkan didukung oleh local civil society yang juga kerugian negara yang besar, melainkan juga kuat (democratic decentralization); f. Adanya melahirkan kemiskinan, buruknya pelayanan mekanisme resolusi konflik. publik, dan merusak pondasi ekonomi Tu n t u t a n s e l u r u h m a sy a ra k a t negara. Indonesia untuk memberantas kasus-kasus korupsi (mafioso korupsi), baik di tingkat pusat
76
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Opini maupun daerah semakin tajam disuarakan. Hal ini disebabkan untuk men-support lembaga penegak hukum karena masih banyaknya indikasi korupsi di berbagai ruang pemerintahan baik pusat atau daerah yang menyebabkan terkurasnya uang Negara oleh koruptor. Ada beberapa tindakan sebagai langkah pencegahan atau penegakan hukum khususnya dalam hal pemberantasan korupsi. Dikarenakan ada beberapa alasan yang dapat menguatkan mengapa penegakan hukum kasus korupsi seakan masih belum beranjak maju kedepan. Pertama, memaksimalkan kinerja penegak hukum. Supaya aparat penegak hukum bertindak tegas dalam penyidikan kasus korupsi dan oknum yang terlibat praktek korupsi. Kedua, menegakkan fungsi lembaga peradilan dalam menjerat para koruptor. Ketiga, peran aktif dan keseriusan pemerintah (political will) dalam memberantas korupsi. Selain itu, langkah tepat untuk mengoptimalkan kinerja lembaga penyidikan seperti Kejaksaan dan Kepolisian dalam menyelesaikan kasus korupsi dengan membuka kran/kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi secara berkala mengenai perkembangan penanganan kasus korupsi dengan demikian masyarakat dapat mengetahui secara langsung apa saja yang sudah dilakukan oleh Kejaksaan d a l a m m e nye l e s a i ka n ka s u s ko r u p s i , serta memanfaatkan wishtleblower dan melindunginya. Menurut Mujahid (2000) dengan menyitir seorang tokoh reformis China yang hidup sekitar abad 11 mengemukakan, bahwa ada dua unsur yang selalu muncul dalam
pembicaraan masalah korupsi yaitu hukum yang lemah dan manusia yang tidak benar. Tidak mungkin menciptakan aparat yang bersih hanya semata-mata mendasarkan rule of law sebagai kekuatan pengontrol (social control). Ia berkesimpulan dalam memberantas korupsi dibutuhkan penguasa yang punya moral tinggi dan hukum yang rasional serta efisien. Oleh karena itu, penegakkan hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi tidak cukup dengan hanya mendasarkan instrumen normatif hukum yang ada, akan tetapi harus didukung oleh kemauan politik (political will) yang kuat dari semua cabang kekuasaan Negara (eksekeutif, legislatif dan yudikatif). Tidak dapat dipungkiri korupsi terjadi berkaitan erat dengan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh kekuatan politik seperti ungkapan Lord Acton bahwa “power tend to corrupt and absolutely power tends to corrupt absolutely.” Berbagai peraturan perundangundangan tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK) sebagai payung hukumnya, sebenarnya sudah menjadi intstrumen hukum yang sudah memadai saat ini, selain adanya dukungan dan pengawasan yang luas dari masyarakat, mestinya pemberantasaan KKN relatif lebih mudah dan lebih maju. Walhasil, penyelesaiannya sangat tergantung pada political will pemegang kebijakan. Pemberantasan korupsi hanya akan tercapai manakala kekuasaan politik dan penegak hukum dipegang oleh orang yang punya integritas moral dan keberanian serta independen terhadap kekuasaan apapun. [Mudrik Zamzami]
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
77
Hikmah Tahun Baru, Semangat Baru Oleh: Mia Rahmiawati
E
Silaturrahmi Irjen Kemenag dengan Seluruh Dosen dan Pegawai IAIN Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
ssensi dari perayaan tahun baru Hijriyah atau Hijrah adalah mengingatkan kembali umat Islam tentang peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW 15 abad silam. Peristiwa itu kental nuansa perjuangan yang diteladankan Nabi SAW. Perjuangan dalam hijrah Nabi ada dua hal yakni perjuangan mental dan iman. Pertama, perjuangan mental itu artinya umat Islam meninggalkan perbuatan buruk menuju perbuatan baik, meninggalkan hal yang kurang greget menuju lebih greget. Jadi ada semangat, ada etos kerja membangun umat. Yang kedua, Al-Quran sering menyebut hijrah bagian dari iman. Orang yang beriman itu berhijrah dan berjihad. Jadi, perayaan ini menguatkan iman. Sebuah iman yang kokoh tidak goyah, tidak frustasi ketika dihadapkan tantangan. Memang berat, tetapi tidak berat seperti pada zaman Nabi Muhammad SAW.
78
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Tahun baru 1434 Hijriah berlalu diam-diam. Di sejumlah daerah, mengiringi pergantian tahun tersebut, berlangsung acara doa dan dzikir bersama. Masyarakat berusaha menyatukan hati dan pikiran untuk memohon agar tahun mendatang menjadi lebih baik daripada tahun yang baru lewat. Namun sebagian yang lain belum menyadari bahwa tahun telah berganti, dan itu bermakna semakin berkurangnya kesempatan untuk berbuat kebaikan. Pergantian tahun dapat menjadi momentum bagi kita bersama untuk melakukan introspeksi dan berefleksi tentang apa yang telah kita perbuat. Refleksi semacam ini kian diperlukan agar kegiatan ritual tidak berjarak -- apalagi berjarak jauh -- dengan kegiatan sosial, yang notabene merupakan perwujudan dari pergulatan dalam batin kita. Adanya jarak menandakan bahwa kegiatan ritual tak memberi dampak positif yang berarti terhadap kegiatan sosial kita.
Hikmah Ap ab i l a men en go k sejarah nya, ‘’Apa yang sudah kita lakukan bagi kebaikan tampaklah bahwa tahun Hijriah dipancangkan bersama?’’ Dikaitkan dengan berbagai hal dan oleh Khalifah Umar ibn Khattab dengan peristiwa, berbagai waktu dan kesempatan, mengacu pada peristiwa hijrah. Momentum berbagai orang dan kalangan. Adakah titikitu dipilih sebagai tonggak tahun Islam titik dalam rentang waktu satu tahun yang dengan pertimbangan hijrah menandakan baru silam kita telah mengukir kebaikan, keteguhan sikap, kesabaran, optimisme, dan menyenangkan orang lain (dalam kebaikan), kebersamaan masyarakat Muslim dalam dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan itu menghadapi sejumlah masalah kala itu. Nabi mungkin akan mengusik kita, namun di saat Muhammad, dengan segala keterbatasan yang sama ia dapat menjadi pemicu bagi logistik, memimpin umat berhijrah dalam kita untuk lebih baik (lagi). Pergantian tahun rangka tetap menegakkan kebenaran. dapat menjadi momentum refleksi, dapat pula Kita, yang hidup di zaman sekarang, berlalu diam-diam tanpa arti. rasanya perlu terus menerus memperbarui semangat dengan belajar dari peristiwa Menyayangi Anak Yatim Sepenuh Hati hijrah tersebut. Penyegaran semangat itu, Siang itu, di salah satu sudut Kota di tengah suasana tahun baru ini, amat Madinah, sejumlah anak sedang asyik bermain. relevan untuk menghadapi dan menjawab Semuanya mengenakan pakaian baru dan persoalan-persoalan masa kini. Kita mungkin sangat gembira. Hari itu bertepatan dengan lebih maju dalam katagori ekonomis, namun Idul Fitri. Di belakangnya, seorang anak mengalami pemiskinan dalam katagori spirit tampak bersedih. ketuhanan dan kemanusiaan-sosial. Sisi yang Seorang lelaki dengan penuh saksama terakhir inilah yang seyogyanya memperoleh memerhatikan mereka, tak terkecuali anak pengasahan lebih serius dan terus menerus. yang bersedih itu. Lelaki ini pun mendekatinya, Ajakan untuk selalu memperbarui kemudian bertanya, “Wahai ananda, mengapa spirit ketuhanan dan kemanusiaan ini engkau tak bermain seperti teman-temanmu barangkali akan dianggap angin lalu untuk yang lainnya?” kemudian hilang di tengah padang pasir. Dengan berurai air mata, ia menjawab, Namun ia tetap bermakna untuk dinyatakan, “Wahai tuan, saya sangat sedih. Teman-teman agar kehidupan kita tidak berjalan tanpa jiwa. saya gembira memakai pakaian baru, dan Spirit tersebut dibutuhkan dalam upaya kita saya tak punya siapa-siapa untuk membeli menjawab perubahan zaman -- tatkala kita pakaian baru.” membutuhkan ketahanan diri, kesungguhan L e l a k i i n i ke m b a l i b e r ta nya , yang lebih tegar, optimisme yang realistis, “Kemanakah orang tuamu?” Anak kecil ini serta kebersamaan yang tidak timpang di menuturkan ayahnya telah syahid karena ikut antara sesama anggota masyarakat. berperang bersama Rasulullah. Sedangkan Di awal tahun baru 1434 Hijriah ini, ibunya menikah lagi, sedangkan semua harta pantaslah kita bertanya kepada diri sendiri: ayahnya dibawa serta, dan ayah tirinya telah Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
79
Hikmah mengusirnya dari rumah. Lelaki ini pun kemudian memeluk dan membelainya. “Wahai ananda, mau engkau kalau saya menjadi ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, dan Fatimah jadi saudarimu?” Anak kecil itu pun tampak sangat gembira. Lelaki itu lalu membawa anak itu ke rumahnya, dan memberikan pakaian yang layak untuknya. Beberapa saat kemudian, anak itu kembali menemui teman-temannya. Ia tampak sangat bahagia dengan pakaian yang lebih baru. Menyaksikan hal itu, teman-teman sebaya heran dan bertanya-tanya. “Kemarin aku lapar, haus, dan yatim. Tetapi sekarang aku bahagia, karena Rasulullah SAW menjadi ayahku. Aisyah ibuku, Ali adalah pamanku dan Fatimah saudariku. Bagaimana aku tak bahagia,” ujarnya. Setelah mendengarkan perubahan itu, giliran teman-temannya yang bersedih. Mereka iri dengan anak itu, karena kini lelaki yang membawanya telah menjadi orang tua asuhnya yang tak lain adalah Rasulullah SAW. Ketika Rasulullah SAW wafat, anak itu kembali menangis dan bersimpuh di atas pusara Rasul SAW dengan berlinang air mata. “Ya Allah, hari ini aku menjadi yatim yang sebenarnya. Ayahku yang sangat mencintaiku sudah tiada. Apakah aku harus hidup sebatangkara lagi?” Mendengar hal itu, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq menghampirinya sambil membujuk dan memeluknya. “Akulah yang akan menjadi pengganti ayahmu yang sudah tiada.” (Diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA). Kisah ini memberikan pelajaran bahwa menyantuni, memelihara, dan mengasuh 80
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
anak yatim merupakan tanggung jawab kita semua. Kita berkewajiban untuk memberinya makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak, serta pendidikan yang memadai hingga mereka dewasa. Rasulullah SAW adalah teladan umat manusia. Beliau sangat mengasihi dan menyayangi anak-anak yatim. Dalam salah satu sabdanya, Rasul menjelaskan, bahwa kedudukan orang yang memuliakan, menyantuni dan mengasihi anak yatim, akan mendapatkan surga yang jaraknya bagaikan jari telunjuk dan jari tengah. Rasul SAW sangat membenci orangorang yang menelantarkan anak yatim. Dalam Alquran, Allah SWT mengecam orang-orang yang suka menghardik anak yatim, dan enggan memberi makan fakir miskin. Allah menyebut mereka itu sebagai pendusta agama. (QS alMa’un [105]: 1-5). Tahun Baru Semangat Baru Melepaskan diri dari belenggu kegelapan untuk menggapai dan menari dalam cahaya Ilahi. Inilah makna hakiki dari hijrah. Mutiara akhlak yang harus dimiliki setiap pribadi Muslim. Hijrah yang berarti meninggalkan, berpindah atau berubah, adalah perbendaharaan umat yang paling berbinar. Hijrah adalah semangat perubahan yang tak kenal henti. Ia bagaikan ombak samudra yang terus-menerus menerpa pantai. Hijrah adalah etos kerja untuk meraih cita-cita dan kedudukan mulia Hijrah adalah pedang kelewang yang akan menebas segala kegelapan, kebodohan, kemiskinan, dan kebatilan. [Mia Rahmiawati]
Hikmah Menjadi Pribadi yang Pandai bersyukur Oleh: Cecep Ibrohim
Irjen Kemenag Moch. Jasin Saat Melakukan Monev Embarkasi Haji - Di Asrama Haji Nusa Tenggara Barat (NTB)
D
an (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami a ka n m e n a m b a h ( n i k m a t ) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim: 7) Dalam ayat di atas dengan jelas Allah SWT memberikan jaminan bagi siapa saja yang mampu mensyukuri nikmat dan karunia-Nya maka akan ditambah nikmat dan karunia tersebut. Sudahkah kita bersyukur? Sudahkah kita mendapat tambahan nikmat seperti yang telah dijanjikan Allah SWT?. Setidaknya ada dua manfaat yang bisa diperoleh ketika kita mampu bersyukur. Pertama, Pahala dari Allah SWT ketika kita mampu bersyukur dengan
sungguh-sungguh karena bersyukur adalah perintah dari Allah SWT. Kedua, Perasaan kita akan menjadi nyaman feeling good. Dengan bersyukur maka perasaaan kita menjadi nyaman dan tenang, dan dengan begitu kita akan mudah untuk merasakan kebahagiaan. Rasa syukur, merupakan satu jenis perasaan yang tidak bermukim permanen di dalam hati seseorang. Bahkan, kerap kali kita lupa dan alpa untuk bersyukur atas karunia dan nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Inilah tantangan bagi kita. Kalau kita kaitkan dengan firman Allah SWT di atas menjadi sangat benar apabila Allah SWT menjanjikan lebih bagi hamba-hambanya yang mau bersyukur. Syukur sendiri dapat kita wujudkan dalam tiga aspek; Pertama, Syukur dengan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
81
Hikmah hati, yaitu menyadari dan menyakini bahwa semua nikmat dan karunia yang diperoleh merupakan anugerah Allah dan berasal dariNya. Kedua, Syukur dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah SWT sebanyak-banyaknya atas karunia yang telah diberikan. Dan yang terakhir, syukur dengan perbuatan, yaitu taat beribadah kepada-Nya dan menggunakan karunia itu untuk kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang berbunyi; “Bukankah Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhan) hambahamba-Nya? ” (QS. Az Zumar: 36). Pada ayat ini Allah SWT memberikan penjelasan bahwa Dia yang mencukupi segala kebutuhan hamba dan makhluk-Nya. Tentu tingkat kecukupan antara hamba-hamba-Nya selalu disesuaikan dengan kadar kebutuhan dan kebaikan untuk masing-masing hambanya. Hal tersebut bisa juga akan berbanding lurus dengan tingkat rasa bersyukur kita. Makin tinggi rasa bersyukur maka tentu konsekuensinya makin tinggi pula rasa dan nikmat karunia yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Tetapi seringkali manusia lupa dengan kenikmatan dan karunia yang telah Allah SWT berikan kepadanya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an; “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS. Yunus: 12)
82
Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
Ketika kita bersukur maka manfaat yang muncul dalam diri kita adalah timbulnya perasaan feeling good (perasaan nyaman). Perasaan tersebut apabila ada dalam diri seseorang tentu akan membawa dampak positif. Semakin seseorang banyak bersyukur maka semakin banyak perasaan positif pada diri tersebut. Dengan kondisi tersebut, akan memunculkan dampak lain yaitu motivasi yang kuat dalam diri seseorang. Dengan bersyukur akan menciptakan emosi yang positif karena kita akan fokus pada hal-hal yang positif. Seseorang juga akan lebih mudah membiasakan diri untuk berpola fikir sukses dengan bersyukur, karena pikiran kita secara tidak sadar akan memberikan pola mendapatkan sehingga terbentuk pola pikir mudah meraih kesuksesan. Kita bisa memnyimpulkan dengan sederhana bahwa feeling good (perasaan nyaman) tersebut bisa jadi salah satu cara Allah SWT memberikan dorongan bagi tercapainya nikmat dan karunia tambahan lainnya kepada kita. Meningkatkan Rasa Syukur Setiap karunia yang telah Allah SWT berikan pada kita, wajib hukumnya kita mensyukurinya. Karena dengan begitu akan memudahkan kita untuk menjadi pribadi rendah hati, tidak sombong dan pandai berterima kasih. Memang tidak mudah untuk selalu menumbuhkan dalam hati kita untuk selalu bersyukur. Manusia seringkali lalai dan lupa akan karunia yang telah Allah SWT berikan, dan seringkali ketika nanti ada musibah atau cobaan baru sadar bahwa selama ini kita telah lalai atas karunia Allah
Hikmah SWT tersebut. nilai-nilai agama sudah seyogyanya mampu Sebagaimana dijelaskan dalam firman mengimplementasikan konsep bersyukur Allah SWT yang berbunyi; “Dan apabila tersebut. Kita bisa merenungkan betapa manusia itu ditimpa kemudharatan, dia sulitnya untuk masuk menjadi PNS. Berjutamemohon (pertolongan) kepada Tuhannya juta orang dari penduduk Indonesia berlombadengan kembali kepada-Nya; kemudian lomba untuk diangkat menjadi PNS dan hanya apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya sedikit yang dibutuhkan untuk mengisi formasi kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang tersedia. Ketika sudah masuk menjadi yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk PNS kita sudah seyogyanya bersyukur dengan (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia bersungguh-sungguh bekerja sesuai dengan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah tugas dan fungsi yang diemban oleh pegawai. untuk menyesatkan (manusia) dari jalan- Dengan demikian kita sudah meletakkan diri Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kita sebagai pribadi yang bersyukur. dengan kekafiranmu itu sementara waktu; Dengan menjadi pribadi yang pandai sesungguhnya kamu termasuk penghuni bersyukur atas karunia dan rezeki yang telah neraka.” (Q.S Az-Zumar : 8 ) Allah SWT berikan kepada kita, tentu hati dan Untuk itulah kita harus senantiasa perasaan kita akan belajar menjadi pribadi meningkatkan rasa syukur atas karunia yang selalu menerima atas karunia Allah SWT. yang telah diberikan kepada kita. Dalam Ketika sikap tersebut telah mendarah daging rangka meningkatkan rasa syukur, kita harus dalam diri, tentu orang tersebut tidak akan senantiasa jeli dan peka terhadap berbagai menggunakan segala cara dalam mengejar nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah kenikmatan duniawi. Sehingga dalam dunia SWT. Kurangnya kepekaan terhadap karunia kerja, kita senantiasa akan selalu ingat bahwa Allah SWT akan mengurangi syukur kita, karena Allah SWT akan menambah karunia-Nya kita akan merasa tidak ada karunia dan nikmat yang telah diberikan kepada kita kalau kita yang harus disyukuri. Meningkatkan kepekaan selalu bersyukur atasnya. Dan Allah SWT bisa dilakukan dengan melakukan perenungan akan selalu memberi kecukupan rezeki atas terhadap apa yang terjadi dalam kehidupan seluruh hamba-hamba-Nya sesuai dengan kita sehari-hari. Setiap detik kita mendapatkan kadar kebutuhan dan kebaikan untuk dirinya. karunia dari Allah SWT. satu detik yang telah [Cecep Ibrohim] lewat berarti kita telah mendapatkan karunia usia, kesehatan, dan nikmat indrawi lainnya. Ketika kita sibuk menghitung dan mensyukuri “Dalam rangka meningkatkan rasa syukur, karunia yang telah Allah SWT berikan, kita kita harus senantiasa jeli dan peka akan terhindar dari rasa iri dan dengki atas terhadap berbagai nikmat dan karunia nikmat dan karunia orang lain. Bagi pegawai Kementerian Agama yang telah diberikan Allah SWT” yang setiap saat selalu bersentuhan dengan Fokus Pengawasan Nomor 36 Tahun IX Triwulan IV 2012
83
Fokus Foto Itjen
Menag Mengucapkan Selamat dan Sukses Kemenag - Mendapatkan Opini BPK WTP DPP
Irjen Kemenag Moch Jasin Sidak Siskohat Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Irjen Kemenag Moch. Jasin Acara Silaturrahmi dan Dialog - UIN Syarif Hidayatullah
Irjen Kemenag beserta Jajaran Pejabat dan Pegawai Di Kanwil Kemenag Bangka Belitung
Irjen Kemenag Moch. Jasin Saat Memberikan Keterangan Pers - MetroTV
Irjen Kemenag Moch. Jasin Menjadi Narasumber di TVOne