Daftar Isi
Fokus FokusPengawasan Pengawasan
a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2011
2
DAFTAR ISI Surat Pembaca - [3] Dari Redaksi - [4]
Dewan Penyunting: Pembina : Mundzier Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat Sukarma Burhanuddin Achmad Zaenuddin Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Maman Taufiqurohman Ketua : O. Sholehuddin Sekretaris: Budi Setyo Hartoto Anggota : Anshori, Nur Arifin Maman S, Kusoy Nugraha Stiawan Noer Alya Fitra Miftahul Huda Redaksi : Nurul Badruttamam Hakim Jamil, Ali Ghozi Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
Fokus Utama
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867, Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021) 7692112 e-mail:
[email protected]
■■ ■■ ■■
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
■■ ■■ ■■ ■■ ■■
Membangun Trust dan Pencitraan Kementerian Agama - [5] Audit Investigasi Antara Trust dan Political Will - [9] Trust dan Citra Kementerian Agama - [16] Kemenag: Membangun Citra, Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat - [24] Peran Public Relation dan Media Massa dalam Mengangkat Citra Kemenag - [28]
Pengawasan ■■ ■■ ■■ ■■ ■■
Revitalisasi Peran Kemenag - [34] Inisiatif Anti Korupsi (IAK) - [38] Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja [42] Pendidikan Karakter Sejak Dini - [47] Pengaruh Korupsi dan Sanksi Terhadap Koruptor - [57]
Opini ■■
Lemahnya Publikasi dan Sosialisasi di Lingkungan Kementerian Agama - [55] Sikap dan Kerjasama Kemenag - [59] Membangun Citra Kementerian Agama - [62] Akar Permasalahan Budaya Korupsi dan Solusinya - [68]
Hikmah ■■
Totalitas dalam Ibadah - [76]
■■
PP Nomor 11 Tahun 2011 tentang Peraturan Gaji PNS - [80]
Randang
Resensi Buku ■■ ■■
Audit Operasional - [82] Audit Pengelolaan Keuangan - [83]
Surat Pembaca Dapat Nilai WDP, Salut Buat Kemenag Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kinerja Kementerian Agama (Kemenag) RI layak diacungi jempol. Betapa tidak, Laporan Keuangan pada tahun 2010 ini mendapat penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Ini merupakan prestasi gemilang yang dicapai Kemenag yang patut diapresiasi. Karena setahu saya masih banyak kementerian lain yang laporan keuangannya mendapat penilaian disclaimer pada tahun ini. Rasa salut saya buat Kemenag, terutama pada kiprah Inspektorat Jenderal (Itjen) yang tentu ikut berjasa dalam pencapaian prestasi ini. Saya berharap pada tahun depan prestasi Kemenag bisa lebih meningkat hingga mencapai penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Gatot Adi Sucipto, Trenggalek Jatim Redaksi: Alhamdulillah, prestasi ini tentu tak lepas dari peran semua pihak di lingkungan Kementerian Agama RI yang samasama memiliki komitmen untuk memperbaiki kinerja. Tentu kami tidak akan berpuas diri dengan capaian yang ada dan akan terus memacu prestasi. Dengan dukungan semua pihak, kami berharap semoga pada tahuntahun mendatang Kementerian Agama RI bisa mencapai nilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI, Amin. Usul Rubrik Berita Umum Assalamu’alaikum Wr. Wb. Semangat pagi dan salam sukses untuk kita semua. Saya tertarik membaca Majalah Fokus Pengawasan. Saya pertama kali
mengenal majalah ini ketika berkunjung ke Kantor Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama RI kira-kira dua bulan lalu. Cover dan desainnya lumayan bagus. Namun, untuk memperkaya wawasan dan informasi, saya mengusulkan agar majalah intern Itjen ini ditambah dengan rubrik berita umum yang menyajikan berita umum yang tengah aktual dan jadi perbincangan publik. Berita umum ini, meski porsi pemberitaannya sedikit, mungkin bakal men jadi ‘bumbu penyedap’ agar media ini jadi lebih menarik selera pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Nelly Haryati, Depok Indah II, Beji Depok, Jawa Barat Redaksi: Terima kasih atas masukan dan usulan konstruktif dari Anda. Memang Redaksi berupaya melakukan perbaikanperbaikan sajian dan tampilan dari waktu ke waktu dengan segala keterbatasan. Usul Anda kami pertimbangkan nanti. Namun, Majalah Fokus sebagai media intern Itjen lebih concern pada soal pengawasan di lingkungan Kementerian Agama RI. Redaksi memohon maaf, tidak semua surat pembaca dapat ditampilkan, karena keterbatasan tempat. Saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan!
3
Dari Redaksi
S
yukur alhamdulillah, Majalah Fokus Pengawasan (FP) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Edisi 30 Triwulan II Tahun 2011 dengan mengambil tema: “Trust dan Citra Kementerian Agama” telah terbit. Penerbitan kali ini merupakan penerbitan kedua di tahun 2011. Pada edisi kedua ini, para penulis handal, muda dan enerjik akan mencoba menuangkan tulisan-tulisan yang cukup berbobot, tentunya dalam upaya terus menerus menciptakan optimalisasi penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) pegawai di lingkungan Kementerian Agama.
4
Forum Fokus yang terhormat, Tema besar yang didengungkan Kementerian Agama pada peringatan Hari Amal Bakti ke-65 pada tahun 2011, yaitu “Kerja Keras Mewujudkan Kementerian Agama yang Bersih dan Berwibawa”, maka sudah selayaknya seluruh jajaran aparatur Kementerian Agama baik di pusat maupun di daerah, untuk bekerja keras dan bersamasama memperkuat kesadaran kolektif untuk mengedepankan nilai-nilai kejujuran dan etika kerja yang sehat dan benar serta menjauhi segala macam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Tanggung jawab yang lebih besar masih menghadang di depan kita. Integritas aparatur Kementerian Agama yang bersih, jujur, profesional dan berwibawa. Kewibawaan akan hadir jika kita semua bekerja dengan bersih, jujur, dan profesional di atas landasan nilai-nilai keikhlasan. Di samping itu, mari kita mengedepankan
sifat melayani dan memberi teladan untuk mewujudkan pelayanan prima Kementerian Agama kepada masyarakat. Pembaca Fokus yang budiman, Pada kolom Fokus Utama edisi kali ini membahas tentang: Membangun Trust dan Pencitraan Kementerian Agama, Audit Investigasi antara Trust dan Political Will, Trust dan Citra Kementerian Agama, Kemenag: Membangun Citra, Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat dan diuraikan juga tentang Peran Public Relation dan Media Massa dalam Mengangkat Citra Kementerian Agama Dalam bidang pengawasan, edisi kali ini akan memuat 5 (lima) tulisan yaitu: Revitalisasi Peran Kementerian Agama dalam Meningkatkan Pelayanan Masyarakat, Inisiatif Anti Korupsi (IAK), Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja, Pendidikan Karakter Sejak Dini, Pengaruh Korupsi dan Sanksi Terhadap Koruptor. Pada kolom opini, menyoroti tentang Lemahnya Publikasi dan Sosialisasi di Lingkungan Kementerian Agama, Sikap dan Kerjasama Kemenag, Membangun Citra Kementerian Agama, dan dibahas juga Akar Permasalahan Budaya Korupsi dan Solusinya. Kolom Randang ditulis Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Peraturan PNS. Dan pada kolom terakhir yaitu kolom Resensi Buku, diulas 2 (dua) buku terbitan Itjen Kementerian Agama yaitu Audit Operasional dan Pengelolaan Keuangan. Selamat Membaca dan Sukses selalu. Amin. [ ]
Fokus Utama Membangun Trust dan Pencitraan Kementerian Agama Oleh: Feriantin Erlina Indrawati
Irjen Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Pembukaan Murawas Eselon I Pusat Tahun 2011 - Itjen Kementerian Agama RI Jakarta, 26-28 Mei 2011
B
elakangan ini muncul dua istilah yang ramai dibicarakan yaitu mengenai Trust Public dan Image Public. Dua istilah tersebut muncul berkenaan dengan geliat aktifitas politik para politisi yang bertujuan ingin meraih dukungan masyarakat. Trust Public (kepercayaan publik) merupakan istilah yang muncul karena kesadaraan akan pentingnya membangun suatu kepercayaan di mata publik. Sedangan image public (pencitraan publik) lebih kepada upaya untuk membangun citra yang baik di mata publik. Antara trust (kepercayaan) dan image (pencitraan) terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar. Trust public dibangun berdasarkan kinerja yang baik. Orang lain dan masyarakat memberikan kepercayaan karena memang orang tersebut punya dedikasi yang tinggi dalam menjalankan amanah (tugas) yang diembannya. Tugas yang diberikan ia jalankan dengan berpondasi pada kejujuran, ketulusan, dan kepedulian yang tinggi. Kinerjanya yang baik itu juga tidak sekedar “asal kerja” tapi membuahkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak. Sedangkan pencitraan adalah pandangan atau interpretasi orang atau masyarakat. Istilah ini bisa diartikan pencitraan terhadap diri sendiri agar terlihat berwibawa, kharismatik, Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
5
Fokus Utama dan tentunya baik, di mata orang atau secara pengawasan internal di lingkungan lebih luas di mata publik (baca: masyarakat). Kementerian Agama. Maka dari tugas ini kita Terkadang untuk membangun pencitraan bisa melihat, Itjen Kementerian Agama akan ini, seseorang tidak mempedulikan apakah berhubungan dengan dua elemen lain, yaitu pandangan baik yang ia dapatkan sesuai atau elemen lingkungan Kementerian Agama dan tidak dengan kenyataan dirinya. Popularitas, elemen masyarakat. adalah tujuan penting yang harus diperoleh Hubungan Itjen Kementerian dalam membangun image public. Agama dengan lingkungan Kementerian Trust dan pencitraan menjadi dua hal Agama adalah hubungan kerja dalam situasi yang sangat penting dalam menjalin hubungan auditing. Itjen bertugas untuk mengawasi yang baik antara satu pihak dengan pihak kinerja internal Kementerian Agama, mulai yang lain. Semakin tinggi tingkat kepercayaan dari kualitas kerja SDM, segala aktifitas atau dan semakin baik pencitraan, maka semakin porgram yang dilakukan, hingga pengaturan tinggi dan baik pula keuangan. suatu hubungan. Jika Kedua adalah Jangan tanya apa yang telah dibuat oleh negara hubungan bisa baik, hubungan Itjen untukmu, tapi tanyalah apa yang telah Anda maka kerja sama Kementerian Agama lakukan untuk negara. dan komunikasi akan dengan masyarakat. berjalan dengan Kondisi hubungan Kesuksesan bukan semata ditentukan oleh lancar. Kerja sama ini terjadi karena kecerdasan otak dan keterampilan, melainkan juga yang didasarkan masyarakat secara oleh kecerdasan sosial dan relasi sosial yang luas. Memutus relasi berarti merancang kegagalan. pada kepercayaan tidak langsung juga akan membuahkan ikut mengawasi dan kerja yang maksimal menilai lingkungan dengan hasil yang memuaskan. Begitupun Kementerian Agama. Masyarakat akan betapa pentingnya pencitraan, karena dari mencari tahu bagaimana kondisi kinerja pencitraan yang baik juga akan menumbuhkan Kementerian Agama dalam menjalankan kepercayaan bagi pihak lain. amanahnya. Misalkan, ketika muncul ada isu negatif terhadap Kementerian Agama, Image - Trust - Good Partmership - Good maka dari situ masyarakat akan menilai, Oh Jobs - Good Results ternyata seperti itu kondisi kementerian Pentingnya Trust and Image bagi Itjen agama. Kementerian Agama. Seperti yang tercantum Maka dari sini untuk membuktikan di dalam Peraturan Menteri Agama R.I. keadaan sebenarnya lingkungn Kementerian Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi agama, masyarakat akan menanyakannya dan Tata Kerja Kementerian Agama, bahwa kepada Itjen Kementerian Agama yang Inspektorat Jendral Kementerian Agama bertugas mengawasi lingkungan internal mempunyai tugas untuk melaksanakan Kementerian Agama. Saat itulah, mulai
6
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama dipertaruhkan, tingkat kepercayaan Itjen internal Kementerian Agama. Ini penting Kementerian Agama di mata masyarakat. karena lingkungan Kementerian menjadi Apakah Itjen mengawasi dengan profesional target objek dari tugas auditing Itjen. Jika dan penuh dedikasi atau sebaliknya. Jika lingkungan Kementerian sudah menaruh masyarakat tidak puas dengan laporan hasil kepercayaan yang tinggi, maka proses audit pengawasan Itjen, maka bisa jadi masyarakat akan berjalan dengan baik. Mereka akan pun akan hilang kepercayaannya kepada terbuka dan memberikan laporan yang sesuai Irjen. dengan kenyataan. Di sisi lain, terkadang dalam diri Di lingkungan ini, pencitraan juga Itjen sendiri muncul dilema ketika hasil menjadi hal yang penting. Pertanyaannya pengawasannya menunjukan kinerja adalah pencitraan seperti apa yang akan lingkungan Kementerian Agama yang buruk. dibangun di mata lingkungan Kementerian Dilemanya adalah, hilangnya kepercayaan Agama? Tentunya, Itjen harus dipandang masyarakat terhadap sebagai lembaga yang Kementerian Agama. tegas dan berwibawa. Bila Anda sedang benar, jangan terlalu berani. Jika masyarakat L i n g k u n g a n Bila Anda sedang salah jangan terlalu takut. m e m a n d a n g Kementerian tidak Karena keseimbangan sikap adalah penentu buruk terhadap boleh memandang ketepatan perjalanan kesuksessan Anda. Kementerian Agama, Itjen sebelah maka tidak menutup mata. Maka, image Gantungkancita-cita dan semangatmu setinggi kemungkinan kharismatik pihak bintang di langit dan rendahkan hatimu serendah hubungan baik antara Itjen harus dibangun mutiara di lautan. Itjen (sebagai auditor) di mata mereka. dengan lingkungan Bagaimana dengan Kementerian Agama elemen masyarakat? (sebagai auditi) akan retak. Itjen akan Elemen masyarakat juga harus menjadi disalahkan oleh lingkungan Kementerian perhatian penting pihak Itjen. Masyarakat Agama karena telah menjadi penyebab punya kekuatan yang besar untuk mengkritisi munculnya stigma buruk dari masyarakat. dan menjatuhkan. Jika mereka sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, Itjen - Kementerian Agama - Masyarakat maka masyarakat akan bergerak dengan Dari skema diatas, kita bisa melihat kekuatannya yang besar untuk melawan. Tapi timbal balik dari dua elemen lain yang jika mereka percaya penuh dan memandang berhubungan dengan Itjen Kementerian dengan image yang baik, maka dukungan Agama. Kemana dan seperti apa pentingnya dari mereka pun akan menjadi pondasi yang membangun trus dan pencitraan dari pihak kokoh untuk keberlangsungan pemerintah, Itjen Kementerian Agama. Pertama ia harus khususnya Irjen Kementerian Agama. membangunnya kepada pihak lingkungan Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
7
Fokus Utama Kedua, bahwa trust juga dipengaruhi Bagaimana Membangun dan dari hasil pencitraan yang dilakukan oleh Mempertahankan Trust dan Pencitraan Setelah menyadari pentingnya trust Itjen Kementerian Agama. Meski trust dan pencitraan, maka sudah saatnya kita dan pencitraan kadang punya tujuan dan memikirkan bagaimana membangun kedua disebabkan oleh hal yang berbeda, tetapi hal tersebut. Perlu diketahui bahwa untuk disinilah adanya kaitan erat keduanya. membangun keduanya, bukanlah hal yang Pencitraan bisa sangat mungkin memunculkan mudah. Perlu rencana yang matang dan kepercayaan. Pencitraan yang baik akan kerja keras yang berkesinambungan. Apalagi memunculkan kepercayaan yang tinggi. Lantas bagaimana membangun jika Itjen dan berbagai elemen terkait pernah mengalami kasus yang bisa mempengaruhi pencitraan? Maka, perlu juga Itjen Kemenag trust dan pencitraan diri Itjen itu sendiri. mempublikasikan kinerja mereka yang baik Tentunya akan memerlukan waktu yang lebih kepada dua elemen yang berhubungan dengan lama lagi dan kerja keras yang lebih besar mereka (lingkungan internal Kementerian agama dan masyarakat). Peran media massa lagi. Untuk membangun kepercayaan ada sangat penting untuk membantu proses pencitraan yang baik beberapa hal yang bagi lembaga Itjen harus diperhatikan. Tugas kita bukan menentukan hasil. Tugas kita Kemenag. Untuk P e r t a m a , adalah mencoba, karena dalam mencoba itulah perlunya kepercayaan itulah kita menemukan dan belajar membangun menjaga hubungan terbangun jika kesempatan untuk berhasil dan mengukir hikmah baik dengan media adanya kepuasan dari kehidupan. massa serta perlu berbagai pihak. Jika juga memikiran apa kedua pihak saling hal baik yang perlu memuaskan, maka otomatis akan muncul rasa saling percaya dipublisitaskan kepada media massa. Terlepas dari itu, ada dua hal penting dalam diri keduanya. Maka, Itjen perlu memperhatikan apakah selama ini sudah yang juga harus dilakukan oleh Itjen Kemenag. menghasilkan rasa puas baik dari elemen Pertama, perlu adanya peningkatan kinerja lingkungan internal Kementerian Agama dari bagian pengawasan tugas-tugas Itjen Kementerian Agama. Kedua, evaluasi adalah maupun dari elemen masyarakat. Kepuasaan erat kaitannya dengan keniscayaan yang harus terus dilakukan kemampuan (ability) dan kompetensi dalam oleh Itjen Kementerian Agama. Evaluasi ini menjalankan tugas-tugas/pekerjaan yang terkait dengan seberapa besar tingkat trust diembannya; kepedulian dan perhatian untuk dan pencitraan yang telah dibangun, trust melakukan sesuatu; dan integritas terhadap dan pencitraan dari lingkungan internal suatu keputusan yang diambil. Ini merupakan Kementerian Agama dan juga dari masyarakat. [Feriantin Erlina Indrawati] hal mendasar bagi lahirnya kepercayaan.
8
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama Audit Investigasi Antara Trust dan Political Will Oleh: Mohamad Fitri
Irjen Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Bersama para Narasumber pada Acara Murawas Eselon I Pusat Tahun 2011 Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
P
engawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yakni berperan dalam fungsi controling. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan
mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kepercayaan (trust) diberikan kepada Inspektorat Jenderal dari kementerian/ lembaga untuk dapat melakukan peran controling internal institusi, dalam bentuk audit, monitoring dan evaluasi. Overview Audit Investigasi Berdasarkan UU Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, Pasal Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
9
Fokus Utama 13 dinyatakan bahwa Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Definisi audit investigasi adalah adalah audit yang dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi, dilaksanakan berdasarkan adanya laporan dari pihak ketiga, mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai. Sementara pengertian audit menurut khairiansyah bahwa audit investigasi adalah audit yang berhubungan dengan tindakan fraud (kecurangan). Trust/kepercayaan diberikan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama untuk dapat melakukan peran pengawasannya bahkan diberikan wewenang yang luas untuk melakukan audit investigasi internal. Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 2010 Pasal 643 bahwa struktur Itjen mencakup Inspektorat Investigasi, dalam Pasal 679 disebutkan bahwa Inspektorat Investigasi bertugas melaksanakan audit investigasi dan mengoordinasikan pelaksanaan audit investigasi atas dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Kementerian Agama. Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kasus fraud yang dilaksanakan oleh
10
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
pegawai kaitannya dengan laporan keuangan dengan melakukan: penggelapan terhadap penerimaan dan pengeluaran kas, pencurian aktiva, mark-up harga, dan transaksi “tidak resmi”. Metodologi Audit Investigasi Menurut metodologi internal audit, seorang fraud auditor dapat melakukan pengujian atau pemeriksaan beberapa hal yang berkaitan dengan subyek auditnya atau prosedur kerja dan organisasi di mana kecurangan diduga terjadi dan orang yang bersangkutan. Karena menyangkut beberapa hal, termasuk teori penunjang, aturan main, wawancara, pengujian materi atau bahan bukti, peraturan normatif, seorang fraud auditor haruslah sangat cakap di bidangnya, mempunyai bekal pengetahuan yang cukup mengenai bidang apa yang akan dilakukan pengujian, yang menyangkut material atau uji forensik tersebut. Upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya akan terus berlanjut. Namun upaya itu harus dibarengi dengan upaya pencegahannya. Seperti menangani penyakit, lebih baik mencegah dari pada mengobati. Dari segi biaya, mencegah terjadinya fraud jauh lebih murah dibanding dengan kerugian yang diakibatkan fraud. Untuk mencegah fraud harus dihilangkan penyebabnya. Jika fraud disebabkan untuk memenuhi kebutuhan (by need) upaya mencegahnya adalah dengan meningkatkan kesejahteraan pegawai. Maraknya korupsi di kalangan pegawai negeri di Indonesia salah satunya disebabkan rendahnya gaji pegawai
Fokus Utama negeri. Untuk itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri. Terjadinya fraud juga tidak dapat dilepaskan dari kesempatan (by opportunity). Untuk itu tidak ada cara lain kecuali menutup setiap peluang dan kesempatan untuk melakukan fraud. Melalui pengendalian intern yang efektif diharapkan dapat mencegah dan mengurangi peluang dan kesempatan terjadi fraud, meskipun tidak menjamin 100% bebas fraud. Sebaik-baiknya sistem masih dapat ditembus jika terjadi kolusi antara dua atau lebih pelaku fraud. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia banyak terkendala oleh masalah pembuktian, terutama apabila kejadiannya sudah cukup lama. Di samping itu asas praduga tak bersalah menyulitkan aparat penegak hukum untuk membuktikan kasuskasus korupsi. Berbeda dengan di Hong Kong, misalnya, Independent Commision Against Corruption (semacam KPK di Indonesia) menciptakan preseden hukum bahwa dalam kasus korupsi seseorang dianggap bersalah sampai terbukti tidak bersalah (guilty until proven innnocent). Belum adanya lembaga perlindungan saksi ikut berperan pada kurang optimalnya upaya pemberantasan korupsi dan fraud pada umumnya. Saksi memegang peran penting dalam pengungkapan fraud. Tindakan fraud seperti penggelapan, salah saji laporan keuangan,pembakaran dengan sengaja properti untuk mendapatkan keuntungan (insurance fraud), pembangkrutan usaha dengan sengaja, kecurangan dalam investasi, kecurangan perbankan, komisi yang terselubung, markup proyek, penyuapan, kecurangan sangat
sulit ditemukan bukti pelanggarannya. Maka diperlukan pembuktian dua sisi (reverse proof) dengan mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan. Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud), adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi. Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya. Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan dibutuhkan adanya dasar kuat/prediksi yakni suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukkan adanya keyakinan kuat. Hasil investigasi diklarifikasi dengan auditi, agar dimengerti sejauh mana investigasi dan eksaminasi dilakukan dan hasil yang didapatkan. Teknik Audit Investigasi Teknik audit yang biasa diterapkan Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
11
Fokus Utama dalam audit umum seperti pemeriksaan fisik, aliran uang (follow the money). PPATK konfirmasi, memeriksa dokumen, review mengidentifikasi aliran uang mencurigakan analitikal, meminta penjelasan tertulis atau yang dilakukan melalui sistem perbankan atau lisan kepada auditi, menghitung kembali dan lembaga keuangan bukan bank. Pelaku fraud mengamati pada dasarnya dapat digunakan cenderung mencuci uang hasil kejahatan untuk audit investigatif. Hanya dalam audit melalui lembaga-lembaga keuangan dengan investigatif, teknik-teknik audit tersebut cara placement, layering dan integration. Beberapa teknik audit investigasi bersifat eksploratif, mencari “wilayah garapan”, atau pendalaman. Secara khusus yaitu: (1) Penyadapan, auditor APIP tidak Theodorus menekankan pentingnya review dapat melakukan menyadapan karena bukan analitikal. Ciri seorang auditor (investigator) pihak yang berwenang, hanya kewenangan yang tangguh adalah mampu berpikir KPK dan atas izin pengadilan; (2) Penyamaran, analitis. Kuasai gambaran besarnya lebih kita dapat melakukan teknik penyamaran untuk menggali dulu. Review analitikal informasi yang riil menekankan pada Celaka dan merugi orang yang mengambil dilapangan, dan kita penalaran, proses keuntungan dari mengatakan dan melakukan yang harus terjun langsung berpikirnya. Dengan tidak jujur kepada kita dan kepada mereka yang untuk mendapatkan penalaran yang baik kita cintai. Keuntungan yang didapat dari menipu bukti audit; (3) akan membawa dan culas hanyalah simpanan yang menjebak dan Teknik wawancara, pada seorang auditor membakar masa depan diri sendiri. wawancara dilakukan investigator pada (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) dengan sesorang gambaran mengenai yang menjadi sumber wajar, layak, atau informasi, hasil dan pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang materi wawancara harus dicantumkan dalam diperoleh secara global, menyeluruh. Review KKA; (4) Teknik merayu, dengan bahasa analitikal didasarkan atas perbandingan yang halus dan menyentuh dapat membuat antara apa yang dihadapi dengan apa client kita terbuka dan dengan sukarela yang layaknya harus terjadi. Jika terjadi menyampaikan informasi yang sebenarnya; kesenjangan harus dicari jawabannya (5) Membaca gerakan tubuh, auditor apakah karena fraud, kesalahan, atau salah selayaknya dapat mengerti gerakan tubuh, sikap seseorang bahwa dia berkata benar, merumuskan standar. Selain teknik audit yang biasa jujur atau tidak. Fraud auditor dapat melakukan digunakan dalam audit umum, net worth method dan expenditure method adalah pembacaan data atau penyitaan berkas yang teknik audit untuk menelusuri ketidakwajaran diduga mempunyai kaitan dengan fraud yang penghasilan dan atau pola konsumsi pelaku sedang diselidiki atau dengan memotret fraud. Teknik lain adalah dengan menelusuri ruangan atau benda yang diduga memiliki
12
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama kaitan dengan peristiwa. Pekerjaan fraud auditor mirip dengan pekerjaan penyelidikan atau penyidikan kepolisian, di mana penyidikan kepolisian dipakai untuk suatu projustisia, sedangkan fraud audit investigasi digunakan untuk keperluan internal. Seorang fraud auditor tidak boleh melakukan deal dengan auditi menyangkut hasil audit investigasi ataupun dengan orang lain yang berkepentingan dengan hasil audit. Integritas auditor syarat mutlak, tidak tergoda tawaran, di samping pekerjaannya penuh risiko ancaman dari pihak lain Untuk itu memang sangat diperlukan undang-undang proteksi bagi seorang auditor investigasi, termasuk perlindungan bagi saksi suatu perkara. Selayaknya imbalan atau gaji seorang auditor investigasi harus “sepadan” dengan risiko pekerjaannya karena sejarah mencatat di mana pun di dunia ini seorang fraud auditor selalu menghadapi risiko terhadap pekerjaannya, bergantung pada besar kecilnya suatu “pemeriksaan” yang dilakukannya. Audit investigasi berujung pada penegakan hukum. Audit investigasi pada dasarnya merupakan audit terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi, Sudah sepatutnya jika hasil audit investigasi yang dilakukan aparatur pengawas internal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal telah terbukti dengan sah dan meyakinkan berdasarkan bukti audit telah terjadi tindak pidana korupsi maka hasil audit tersebut dilaporkan kepada aparatur penegak hukum dan KPK/Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 41
bahwa dalam rangka meningkatkan efetifitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi masyarakat dapat berperan serta dalam memberikan informasi kepada penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi. Dalam Peraturan Menpan Nomor 05 Tahun 2008 mengenai standar audit APIP disebutkan bahwa auditor berkewajiban untuk melaporkan temuan tersebut melalui jalur yang telah ditetapkan dan wajib membantu aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus tersebut. Auditor harus melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses hukum. Disamping itu setelah kasus dilimpahkan ke Kejaksaan atau KPK, maka APlP harus memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi/perdata yang dilimpahkan kepada Kejaksaan atau KPK. Auditor harus melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan meneliti sebab-sebab tidak atau belum adanya proses hukum. Audit investigasi bermuara pada penegakan hukum maka audit investigasi dimaksudkan untuk mengumpulkan, menganalisis dan membuat ikhtisar buktibukti sebagai kelengkapan pembuktian di pengadilan. Oleh karena itu audit investigasi diarahkan agar sejalan dengan pembuktian menurut KUHAP. Kementerian yang telah menyerahkan kasus ke kepolisisan dan kejaksaan adalah kementerian keuangan, kementerian kesehatan, kementerian kehutanan melaporkan ke KPK kasus korupsi yang Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
13
Fokus Utama dilakukan pegawainya. Anwar Nasution mengatakan, sejak 2003 BPK telah melaporkan 210 kasus dugaan pidana kepada aparat berwenang. 139 diantaranya dilaporkan ke Kejaksaan Agung, 50 kasus dilaporkan ke KPK, dan 21 kasus dilaporkan ke Polri. Tiga lembaga inilah yang berhak melakukan penyidikan guna menindaklanjuti laporan BPK.
mengatur tahapan hukum acara pidana yaitu Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan di sidang pengadilan, Putusan Pengadilan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Dalam pemberitaan beberapa media Tahapan Proses Hukum massa bahwa kasus-kasus yang ditangani Bukti-bukti yang didapatkan auditor penegak hukum terutama selain KPK berjalan dalam audit investigasi belum dapat dijadikan sangat lamban, bahkan beberapa kasus tidak sebagai bukti dalam persidangan pengadilan, jelas status hukumnya, dari sekian banyak namun hanya dapat dijadikan bukti petunjuk laporan dan pengaduan hanya sebagian atau paling kuat kecil saja yang tuntas dapat dijadikan bukti penangananya, inilah Bila ada pelajaran yang harus segera kau awal pelaksanaan yang menyebabkan penyelidikan oleh tim perbaharui pengertiannya kepada sahabat ke p e rcaya a n penyidik. Bukti awal masyarakat kepada terdekat yang namanya dirimu itu, maka pelajaran untuk pembuatan penegak hukum itu adalah tentang keberanian, sebuah nama bagi BAP oleh kepolisian menurun. kesediaan untuk bertindak yang didasari oleh atau kejaksaan atau pengertian yang baik. bukti pendahuluan Butuh Political Will bagi Komisi Hasil audit investigasi Pemberantasan oleh tim Inspektorat Korupsi mengenai terjadinya kriminal Jenderal Kemenetrian Agama yang berkaitan korupsi. dengan dugaan tindak pidana korupsi maka Proses penyampaian laporan kasus dapat disampaikan ke pihak yang berwenang dugaan tindak pidana korupsi ke penegak seperti kejaksaan, kepolisian dan KPK. Hal ini hukum terlebih dahulu dengan paparan oleh dapat dilaksanakan jika ada political will dari tim audit kepada tim penyidik, kemudian pejabat yang berwenang, pertanyaannya penentuan status apakah butuh penelitian apakah kita sudah siap untuk menyerahkan atau langsung ke penyelidikan, dimungkinkan hasil audit kita kepada pihak kejaksaan atau dalam tahap penyelidikan auditor dapat KPK. masuk dalam anggota tim penyidik. Ketegasan mengambil keputusan Undang-undang Hukum Acara Pidana mutlak sangat menentukan efektif atau (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) tidaknya pelaksanaan audit investigasi,
14
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama audit investigasi akan terkesan tidak tajam manakala keputusan tidak tegas diambil baik klaim atas temuan kerugian negara yang harus disetor ke kas negara, mapun penjatuhan sanksi hukuman disiplin bagi pelaku pelanggaran. Namun ada pandangan bahwa kita sebagai internal control bagaikan satu tubuh, dalam satu organisasi kementerian/lembaga selayaknya dapat merasakan luka dan derita yang dirasakan oleh anggota tubuh yang lain, tidak patut jika tangan kita sakit kaki tidak mau mengantar ke dokter. Jika kita kaji lebih dalam pandangan tersebut merupakan analog dari konsepsi AlQur’an yang dikatakan oleh Allah SWT “Kalbunyan” bahwa sesama mu’min bagaikan satu bangunan/tubuh yang saling membantu atau hadits Nabi “Kal jasadil wahid” kehidupan sosial masyarakat mukmin itu bagaikan “satu tubuh”, yang apabila satu bagian merasa sakit maka semua akan merasa sakit. Setelah diteliti dari sisi penyebab turunya ayat tersebut adalah bukan pada konteks penegakan hukum namun pada konteks kehidupan sosial bermasyarakat. Adapun pada konteks penegakan hukum Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa “lau anna Fāthimata binta Muhammadin saroqot, la-qotho’tu yadahā” jika anaku Fatimah mencuri maka aku tegakkan hukuman potong tangannya. Demi penegakan hukum Nabi mengajarkan pada kita bahwa tidak ada tebang pilih, siapapun yang melanggar harus dihukum, baik internal keluarga maupun orang lain tetap hukum harus ditegakkan. Maka sepatutnya walaupun kita sebagai internal kontrol namun peraturan
perundang-undangan tetap harus ditegakkan untuk dipatuhi. Ada contoh nyata dalam sejarah penegakan hukum di negara kita bahwa Presiden berani tetap menegakkan hukum walaupun mertuanya sendiri terlibat berdasarkan hasil penyelidikan KPK dan akhirnya mertuanya divonis bersalah dan dipenjara. Contoh tersebut dapat kita teladani dalam penerapan hukum ketika pelaksanaan audit. Pertanyaan besar apakah kita mampu berbuat seperti itu? Jawabannya tetap ditentukan oleh integritas auditor dalam pelaksanaan tugas dan political will dari pimpinan. Antara Trust dan Political Will Dipundak Inspektorat Jenderal telah diamanatkan peran controling dalam kewenangan yang lebih luas melalui struktur Inspektorat Investigasi, itulah trust yang diberikan, namun efektif dan tidaknya, tajam dan tumpulnya hasil investigasi ditentukan oleh integritas auditor dan political will dari pimpinan. Kedua hal tersebut bagaikan 2 sisi mata uang yang saling menentukan. Oleh karena itu, jika integritas auditor telah begitu lama dibangun/ditempa dengan berbagai upaya sehingga mudah-mudahan dapat terwujud auditor yang profesional, tinggal political will yang mendukung integritas itu yang harus ada. Maka hasil kerja auditor tidak berada di persimpangan jalan, menggantung tidak menentu. Semoga Allah SWT menunjukan bagi kita yang benar dan kekuatan untuk mengikutinya, dan menunjukan bagi kita yang salah dan kekuatan untuk menghindarinya. [Mohamad Fitri] Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
15
Fokus Utama Trust dan Citra Kementerian Agama Oleh: Pramono
B
Gelar Pengawasan (Gerwas) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Di Hotel Royal Safari Garden Bogor Jawa Barat, 6-8 Juni 2011
angsa ini merupakan bangsa yang sangat besar, karena terdiri dari berbagai suku-suku dan bertempat tinggal di berbagai pulau, serta adat istiadat dan bahasa yang berbeda, tingkah laku dan pola pikir yang berbeda, membuat kita semakin sadar bahwa kehidupan yang majemuk ini perlu saling toleransi, baik toleransi beragama maupun toleransi berbangsa dan bernegara, saling menghargai, saling mengormati, saling cinta mencintai, saling percaya mempercayai, saling menjaga citra antara satu dengan lainnya. Atas dasar pemikiran inilah penulis ingin mencoba menguraikan permasalahan yang terjadi selama ini, permasalahan bangsa Indonesia yang tidak kunjung usai, manakala para pemimpin selaku decition maker (pembuat kebijakan) tidak berorientasi pada kepentingan rakyat,
16
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
mereka selalu berorientasi pada kepentingan kelompok atau golongan tertentu yang menghendaki kepemimpinannya kekal dan abadi selama lamanya. Mereka tidak sadar bahwa sebagai seorang pemimpin akan dimintakan pertanggungjawabannya terhadap kepemimpinannya, Mereka akan ditanya tentang bagaimana kebijakan yang telah dibuat atau dihasilkan, apakah telah berpihak kepada rakyatnya. Merekapun akan ditanya tentang bagaimana cara memperoleh harta bendanya dan untuk apa harta benda itu digunakan. Merekapun akan ditanya tentang bagaimana memanfaatkan usianya. Merekapun akan ditanya tentang bagaimana menjalankan tugas yang dipercayakan dan diamanatkan kepadanya. Kepercayaan dan citra Kementerian Agama akan terwujud manakala pimpinannya melaksanakan tabiat dan watak yang diajarkan
Fokus Utama oleh Rasullullah SAW, yakni: Pemimpin hendaknya bersifat Jujur, Amanah,Tablig, dan Siddiq. Bersifat jujur maksudnya adalah segala ucapan, perbuatan harus dapat diterapkan didalam kehidupan sehari-hari, harus dijadikan sebagai budaya organisasi yang dipimpinnya, mengingat sekarang ini kejujuran sudah sangat langka, dan bahkan cenderung menghilang ditelan masa. Manusia cenderung untuk bersifat tidak jujur. Untuk mengatakan jujur saat ini sungguh sangat sulit, karena berhadapan dengan orang –orang yang memang cenderung untuk tidak mau berbuat jujur. Hal ini dikarenakan konsekuensi orang yang bersifat jujur akan tereliminasi oleh kelompoknya, mereka bangga dengan sifat ketidakjujurannya. Televisi, media cetak dan media elektronika selalu menayangkan berita dan cerita tentang kejujuran dan bagaimana akhir ceritanya dalam kisah kisah yang diteladani oleh Rasullullah SAW, namun dampak dari cerita itu tidak ada pengaruhnya bagi sebagian kalangan yang tidak menginginkan kondisi ini. Ironis sekali bukan. Berbekal dari sifat kejujuran inilah, maka suatu organisasi harus diorganisir oleh pemimpin-pemimpin yang jujur dan berani melakukan perubahan serta sikap yang profesional dengan membuat kebijakan yang relevan dan berpijak pada rakyatnya. Sebab kalau tidak, maka akan tertinggal jauh oleh bangsa-bangsa lain yang selalu menghendaki perubahan yang cepat dan tidak meninggalkan budaya organisasi yang telah diembannya. Budaya organisasi pada dasarnya adalah bagaimana organisasi itu
menjadikan manusia itu sebagai makhluk yang mempunyai perasaan harga diri dan rasa ingin dihormati dan ingin dihargai sebagai manusia. Oleh karena itu, apabila organisasi sudah menerapkan budaya organisasi yang efektif dan efesien, maka secara otomatis budaya organisasi dan sistem yang diterapkan dalam organisasi akan berkembang dengan pesat. Pimpinan organisasi harus berani mengambil sikap dalam membuat kebijakan yang tepat melalui analisis kebijakan, pemantauaan hasil kebijakan dan evaluasi kebijakan. Sikap keteladan sebagai seorang pimpinan yang pernah dicanangkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana sabdanya mengatakan Lau kaana Fatimatu binta Rasulullah SAW syarokot la koto’na aidiyahuma yang artinya beliau mengatakan bahwa seandainya anakku Fatimah binti Rasullullah SAW mencuri, maka akan saya potong kedua tangannya. Ini menandakan bahwa Rasulullah SAW serius dan tidak main-main dengan kebijakan atau hukum Allah SWT dalam menerapkan dan mengamalkan. Dengan diberlakukannya kebijakan atau hukuman yang sangat berat ini, maka Fatimah sebagai seorang anak yang patuh dan taat serta menjadi anak yang sholehah tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Selanjutnya didalam hadist berbunyi Al Amaanatu tajlibu minnar rizqi artinya bahwa orang yang selalu menyampaikan amanat akan mendatangkan rezeki Pimpinan harus berani mengatakan tidak, kalau memang itu tidak sesuai dengan kebijakan, walaupun kebijakan yang dibuatnya Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
17
Fokus Utama itu merugikan sebagian orang. Kebijakan yang Untuk menjamin keseimbangan ini, harus diambil hendaknya kebijakan yang maka Inspektorat Jenderal Kementerian dapat mengakomodir seluruh komponen Agama hendaknya selalu melakukan organisasi yang diembannya, harus dapat inovasi dan terobosan terhadap kinerjanya, mengamankan aturan yang telah dibuat disamping itu tugas dari Inspektorat Jenderal oleh pendahulunya. Kebijakan yang diambil Kementerian Agama adalah sebagai penjamin hendaknya dapat merujuk pada kebijakan mutu untuk menghasilkan good governance yang di atasnya, bukan bertentangan dengan dan good government. kebijakan yang ada. Kebijakan yang selama ini Pimpinan hendaknya bersifat Amanah, dirasakan kurang mendukung adanya budaya maksudnya adalah seorang pemimpin organisasi yang kondusif. Kondisi ini perlu didalam menjalankan tugasnya harus amanah dilakukan perubahan, apabila organisasi yaitu menyampaikan seluruh kemampuannya terlambat untuk berubah, maka sangat besar baik pikiran, tenaga, jiwa dan raganya agar kemungkinan organisasi kinerjanya akan organisasi yang dipimpinnya berkembang mundur, bahkan dapat dan berjalan dengan punah. efisien efektif Bila anda mencari uang, Anda akan dipaksa Oleh karena dan ekonomis. mengupayakan pelayanan yang terbaik. itu, suatu hal yang Sebagaimana sabda Tetapi jika Anda mengutamakan harus dilakukan untuk Rasulullah SAW di pelayanan yang baik, tetap bertahan dan dalam Al Hadist maka Anda lah yang akan dicari uang. berkembang, ialah Kullukum Ro’in wa (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) dengan mempelajari kullukum mas’ulin perubahan lingkungan an roiyyatihi. Artinya strategis, dan segera beradaptasi pada bahwa kalian (pimpinan) adalah seorang perubahan itu. Dengan demikian perlu pengembala, maka akan ditanyakan tentang adanya strategi-strategi yang merupakan gembalaannya. Maksud dari hadist ini adalah konsep perencanaan komprehensif tentang seorang pemimpin didalam menjalankan bagaimana organisasi dapat mencapai visi, tugasnya selalu memberikan arahan dan misi dan tujuan serta sasaran. Rencana motivasi kepada bawahannya, melindungi strategis tersebut harus memilih berbagai bawahannya pada saat pelaksanaan audit kebijakan, yang menjadi pedoman luas, yang berlangsung apabila terjadi kasus yang perlu menghubungkan strategi dan implementasi. ditangani bersama, sehingga bawahannya Pada umumnya pimpinan organisasi merasa diperhatikan dan diberi semangat ingin mendapatkan keseimbangan antara untuk melakukan pekerjaannya, serta efisiensi dan efektifitas, dan hampir setiap memberikan teguran atau hukuman bagi orang setuju bahwa organisasi-organisasi bawahan yang tidak melakukan pekerjaan. modern harus berfokus pada kedua dimensi Karena bagaimanapun permasalahannya ini. pemimpin akan ditanya tentang
18
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama kepemimpinannya. secara tidak langsung amanat ini merupakan Contoh apabila seorang pegawai/ tugas dari Yang Maha Kuasa, Allah SWT. auditor yang tidak melaksanakan tugasnya Pimpinan hendaknya bersifat Tablig dengan baik, tidak disiplin dan tidak mentaati maksudnya menyampaikan seluruh visi misi aturan yang telah ditetapkan hendaknya organisasi dengan tujuan yang hendak dicapai seorang pemimpin harus memberikan melalui kerja efisien, efektif dan ekonomis, teguran atau hukuman. Misalkan seorang Bagaimana seorang pimpinan melaksanakan pejabat /pegawai/auditor yang melakukan tugas hendaknya didukung oleh staf/ perbuatan amoral atau bagi para auditor bawahannya dengan penuh semangat yang tidak mengumpulkan angka kredit, dan disiplin. Pimpinan tidak akan dapat padahal sudah mencapai batas waktu yang menjalankan visi, misi, program dan tujuan ditentukan, kemudian masuk dan pulang organisasi tanpa didukung oleh seluruh kantor tidak sesuai dengan ketentuan jam komponen organisasi yang ada yakni berupa kerja, agar dikenakan sanksi/hukuman yang MAN (manusia), MONEY (uang), METHODE sesuai dengan PP (cara), MAN (Manusia) Nomor 53 Tahun 2010 atau istilah sekarang Waktu mengubah semua hal, dan bagi auditor yang dikenal dengan kecuali kita. tidak mengumpulkan sumber daya manusia Kita mungkin menua dengan berjalanannya waktu, angka kredit melebihi adalah merupakan tetapi belum tentu membijak. Kita lah yang harus masa waktu yang k o m p o n e n mengubah diri kita sendiri. ditentukan dikenakan organisasi yang (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) sanksi/hukuman sangat vital, karena sesuai dengan merupakan pelaksana ketentuan yang berlaku. Namun bagi pejabat/ tunggal dalam menjalankan peranannya, pegawai/auditor yang telah melaksanakan mengendalikan laju organisasi, mengontrol tugasnya dengan baik dan telah mengabdi organisasi, mengevaluasi kegiatan organisasi, cukup lama, serta didalam melaksanakan memantau pelaksanaan kegiatan yang tugasnya telah dilaksanakan dengan baik dan telah dilakukan oleh suatu organisasi. Jadi disiplin, hendaknya pimpinan memberikan manusia merupakan komponen yang sangat rewards atau penghargaan terhadap diperlukan sekali dalam organisasi, baik pejabat/pegawai/auditor tersebut. Sehingga skala besar maupun skala kecil, karena tanpa pegawai merasa senang diperhatikan dan manusia, organisasi tidak akan berjalan, dihargai pekerjaannya, bukankah sebuah bahkan organisasi akan mati dengan hadist mengatakan bahwa berikanlah sendirinya. haknya (upahnya) seorang pekerja sebelum Selanjutnya pendukung organisasi keringatnya telah kering. Jadi Amanah seorang yang lain adalah berupa Money yaitu uang. pimpinan adalah merupakan kewajiban yang Tanpa adanya uang sebagai komponen yang harus dilaksanakan dan dijalankan karena mendukung kelancaran organisasi, maka Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
19
Fokus Utama organisasi akan mengalami hambatan dan Rasulullah SAW dalam melakoni kehidupan tantangan, sehingga sulit untuk berkembang, sehari-hari, maka dengan dasar inilah sebagai begitu pula komponen yang tidak kalah seorang pempinan akan selalu berhati hati pentingnya adalah Methode adalah menjalankan amanahnya. merupakan cara bagaimana menjalankan Dengan meneladani dan mengikuti organisasi agar lestari dan berkesinambungan jejak beliau tidak mustahil bahwa Kepercayaan serta berkembang dengan baik, perlu dan Citra Kementerian Agama akan dapat didukung oleh sistem atau methode yang terwujud dengan beberapa persyaratan akan kita pakai apakah efektif dan efesien yang perlu mendapat perhatian bagi para atau tidak, apabila dianggap sudah tidak pimpinan baik level eselon I sampai dengan relevan lagi, maka organisasi harus dilakukan eselon IV. Hal ini yang merupakan suatu perubahan, oleh karena itu sebagai seorang bagian yang tidak terlepaskan dari komponen pimpinan harus berani melakukan perubahan suatu organisasi, oleh karena itu maka agar yang mengarah pada Kepercayaan dan Citra perbaikan kinerja Kementerian Agama di Orang-orang yang minta gaji lebih biasanya tidak yang efisien dan mata masyarakat baik, mendapatkan lebih, tapi yang melakukan lebih efektif serta ekonomis, supaya melakukan dan berkualitas akan mendapat sesuatu yang melalui keteladanan terobosan dan inovasilebih. Jangan takar tenaga yang Anda keluarkan para pimpinan inovasi yang bersifat berdasarkan gaji yang Anda dapatkan tetapi dalam menjalankan membangun. berdasarkan hasil yang dapat Anda kontribusikan organisasi, sehingga bagi kelangsungan dan keuntungan perusahaan dan M e m b a n g u n visi misi sasaran Kepercayaan dan Citra lembaga Anda. dan tujuan yang Kementerian Agama diembannya dapat kepada masyarakat diaktualisasikan dengan baik. tidaklah mudah sebagaimana membalikkan Pimpinan hendaknya bersifat telapak tangan, banyak pekerjaan yang harus Siddiq artinya seorang pemimpin harus diselesaikan dalam jangka waktu yang cukup memiliki sifat ini yaitu dapat dipercaya dan lama. Sejak berdirinya Kementerian Agama dapat mempercayai orang lain, dengan tanggal 3 Januari 1946 sampai dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi sekarang 3 April 2011, berarti sudah berusia tersebut, apabila pimpinan organisasi tidak 65 Tahun 3 bulan, adalah merupakan usia percaya terhadap bawahannya, maka tidak yang sudah tidak muda lagi. Namun kendala mustahil visi dan misi yang diemban oleh dan rintangan masih banyak yang harus suatu organisasi akan mengalami kegagalan, kita benahi. Rintangan dan kendala yang dan bahkan kehancuran. kita hadapi sekarang ini adalah bagaimana Dari beberapa uraian diatas tentang kita dapat menjadikan prioritas pendidikan bagaimana sebagai seorang pemimpin harus agama sebagai amal sholih kita untuk bercermin pada sifat-sifat yang dimiliki oleh menjadikan madrasah sebagai madrasah
20
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama unggulan, bukan madrasah ugal-ugalan, bagaimana menjadikan madrasah sebagai tuntunan bukan tontonan, dan bagaimana madrasah kita jadikan sebagai madrasah model bukan madrasah gembel. Ini semua perlu kerjasama dan saling bahu membahu antara pimpinan elit di Pusat dan Daerah agar dapat terwujud citra Kementerian Agama dan mendapat kepercayaan dari masyarakat tentang keberadaannya. Prioritas yang pertama adalah bagaimana kita menjadikan perguruan tinggi /madrasah menjadi perguruan tinggi/ madrasah yang ideal yang menjadi idola masyarakat, ini diperlukan campur tangan pejabat pusat dan pejabat daerah untuk segera membenahi sistem rekruitmen pegawai dalam menerima cados – cados / guru-guru yang berakhlaqul karimah dan ahli di bidangnya, bukan sembarangan cados/ guru yang akhlaqnya tidak baik dan bahkan ada cados/guru yang baru jadi CPNS sudah tidak masuk kerja ber bulan bulan tanpa keterangan yang sah. Prioritas yang kedua adalah bagaimana kita jadikan pelayanan kepada masyarakat terutama dalam hal perkawinan sebagaimana PMA Nomor 11 Tahun 2007 agar lebih mudah dan murah biayanya, jangan sampai menyulitkan bagi masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan, prosedurnya harus dipermudah jangan dipersulit, sebagai pelayan terhadap masyarakat Kepala KUA hendaknya melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab dan disiplin baik datang maupun pulang, hal ini pernah terjadi di suatu daerah ada seorang kepala KUA mengikuti pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi, sehingga meninggalkan tugas kedinasannya, sementara ada calon pengantin ingin melangsungkan pernikahan pada hari kerja, ternyata Kepala KUA nya sedang mengikuti kuliah, tapi tanpa prosedur yang sah, maka kecewalah sang calon pengantin itu. Prioritas yang ketiga adalah bagaimana kita jadikan pelayanan haji menjadi prioritas yang ketiga dan tidak kalah pentingnya dengan pendidikan dan pelayanan perkawinan, sejak mulai dari pendaftaran haji sampai dengan pemulangan, sejak menjadi calon jamaah haji sampai dengan menjadi haji mabrur. Ini semua diperlukan campur tangan pimpinan organisasi level atas sampai level bawah tanpa terkecuali, ini semua adalah merupakan tugas kita sebagai pegawai Kementerian Agama terutama yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan haji. Prioritas yang dimaksud adalah bagaimana kita jadikan pelayanan haji ini menjadi pelayanan yang paripurna, haji yang aman, nyaman, serta para calon jamaah haji mendapatkan kemudahan- kemudahan di dalam melaksanakan ibadah haji, mulai pemberangkatan hingga pemulangan, walaupun kita sadari bersama bahwa setiap tahunnya masih banyak kendala dan hambatan, untuk tahun 2010 pelaksanaan ibadah haji cukup baik, terbukti dengan banyaknya kemajuan- kemajuan dan kemudahan-kemudahan yang didapatkan oleh jamaah haji, baik yang diberangkatkan pemerintah RI melalui Kementerian Agama dan penyelenggaraan haji swasta melalui BPIH Khusus, berjalan dengan lancar, sesuai jadual, meski ada beberapa masalah kecil. Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
21
Fokus Utama Begitu juga pelaksanaan ibadah haji bagi apabila harus menunggu lebih lama jamaah haji Indonesia, baik ketika di Makkah, lagi, bahkan sampai berjam-jam lamanya, Arafah, Mina, Muzdhalifah, dan juga di kota padahal untuk mengurus itu semua hanya suci Madinah berlangsung lancar tanpa memerlukan waktu paling lama 15 menit. Ini kendala. Hampir tidak ada kendala angkutan, perlu diantisipasi oleh pegawai/staf di pemondokan, dan juga konsumsi jamaah haji Kementerian Agama Kabupaten/Kota dalam selama di kota-kota itu. Kendala kecil yang hal ini pegawai pada staf/bagian urusan haji, terjadi pada saat pemulangan jamaah haji, sehingga tidak ada kesan yang kurang baik ada yang mengalami keterlambatan , namun bagi calon jamaah haji terhadap pelayanan semua jamaah haji bisa dipulangkan sesuai yang diberikan kepadanya. jadual. Hal ini menjadikan bahan evaluasi Kedua, bagaimana agar masyarakat kinerja kita khususnya dan Kementerian merasa dengan mudah mengetahui Agama pada umumnya, Kita harus mampu kapan dan dimana harus membayar meminimalisir hambatan dan rintangan biaya haji dengan mudah dan cepat tanpa yang mungkin harus m e n g a n t r i terjadi selama berlama-lama, maka Jika anda bekerja semata-mata untuk penyelenggaraan haji perlu dijelaskan uang, anda tidak akan menjadi kaya. berlangsung guna persyaratan apa saja Tetapi jika anda mencintai pekerjaan mencapai hasil yang yang harus dibawa yang anda lakukan itu, kejayaan akan maksimal, maka oleh calon jamaah haji, menjadi milik anda. diperlukan kiat- kiat sehingga merasa puas yang tidak sederhana dengan layanan yang (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) yakni: diberikanolehpegawai/ Pertama, staf yang menangani bagaimana agar masyarakat merasa terlayani masalah urusan haji pendaftaran. Apabila dengan baik dan cepat pada saat pendaftaran masyarakat merasa puas dan senang dengan di Kantor Kementerian Agama, oleh karena pelayanan yang prima, maka secara itu bagi pegawai/pejabat yang ada otomatis citra dan kepercayaan masyarakat di Kantor Kemenag supaya membuat SOP terhadap Kementerian Agama semakin (standar operasional prosedur) dengan meningkat. baik dan dapat dilaksanakan dengan waktu Ketiga, bagaimana agar masyarakat yang singkat dan tidak bertele-tele. karena dapat dengan mudah mengetahui kapan pada umumnya masyarakat yang hendak akan berangkat dan kloter berapa, dan menjalankan ibadah haji adalah orang-orang berapa jumlah calon jamaah haji yang harus yang sudah relatif tua dengan usia berkisar berangkat tahun ini, tahun depan, dan tahun antara 60 s.d 70 tahun, apabila prosedur berikutnya, ini merupakan pertanyaan yang dijalankan harus menunggu, maka yang harus dijawab oleh petugas/pegawai staf masyarakat akan merasa bosan dan kesal di urusan haji. Sebagai contoh apabila
22
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama di suatu Kantor Kementerian Agama (A) mempunyai quota/jatah calon jamaah haji yang akan berangkat setiap tahunnya 400 orang, sedangkan pendaftar di Kementerian Agama (A) yang mendapatkan porsi 2000 orang, dengan perhitungan sebagai berikut: Jumlah porsi dibagi dengan jumlah jatah/ quota ( 2000 : 400 = 5 ) maka orang yang mendaftar tersebut harus menunggu 5 tahun lagi kemudian bisa berangkat. Keempat, bagaimana agar masyarakat dapat dengan mudah mengetahui kapan akan pulang dan sebagainya. Ini merupakan pertanyaan yang sering dilontarkan oleh para calon jamaah haji dan keluarganya, agar mereka dengan mudah dapat mengetahui kapan keluarganya pulang. Dengan jawaban dan penjelasan yang diberikan oleh para petugas/staf urusan dengan senyuman yang manis, akan membuat masyarakat merasa senang dan dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Agama. Sebagai contoh seorang calon jamaah haji berangkat tanggal 20 Oktober 2011, maka Insya Allah kembali ke tanah air kira kira akhir November atau awal Desember 2011. Kelima, bagaimana agar masyarakat dalam menjalankan ibadah hajinya supaya lebih khusyu’. Ini merupakan pertanyaan yang paling mendasar yang selalu dikeluhkan oleh para calon jamaah haji. Oleh karena itu perlu agar di setiap KUA Kecamatan diadakan manasik yang sifatnya khusus yang dilakukan secara berkesinambungan dan waktu yang cukup dan tidak mendesak, selanjutnya dengan mendatangkan para tokoh-tokoh agama atau para m u b a l i g h
agar memberikan pengetahuan manasik hajinya secara menyeluruh, d a n dapat dipahami oleh setiap calon jamaah haji, sehingga dengan bekal ilmu yang cukup dapat menjalankan ibadahnya dengan tekun dan khusyu serta mutawari. Pada umumnya calon jamaah haji tidak merasa keberatan apabila diminta tambahan dana untuk kegiatan manasik haji, dengan berbekal ilmu yang cukup, calon jamaah haji dapat melaksanakan ibadahnya dengan khusyu” sehingga apabila ada tambahan dana untuk para mubalegh dan para ulama, calon jamaah haji tidak akan merasa keberatan bahkan merasa bersyukur dapat menjalankan ibadah hajinya yang dilaksanakan hanya sekali dalam seumur hidupnya karena itu merupakan wajibnya seorang muslim yang mampu. Keenam, bagaimana agar masyarakat dapat dengan mudah mengurus paspor dan visa, ini perlu dilakukan kordinasi yang sifatnya berkesinambungan dan menjalin hubungan yang erat melalui Rakor antara Kementerian Agama dengan Kementerian Luar Negeri secara rutin dan terprogram minimal setahun 2 kali, yakni dimulai pada saat pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji dan pada saat akhir pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan evaluasinya. [Pramono] Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisikal, tetapi ia datang dari semangat yang tidak pernah mengalah.
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
23
Fokus Utama Kemenag: Membangun Citra, Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat Oleh: Ilman
S
Ses Itjen Drs. H. Maman Taufiqurohman, M.Pd. pada Micro Teaching PPA Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Jakarta, 17-19 Maret 2011
iapkan sebuah instrumen penelitian, terjun ke masyarakat dan tanyakan kepada publik, sejauhmana peran Kementerian Agama selama ini dalam rangka pembinaan dan pembangunan keberagamaan masyarakat, bagaimana citra Kementerian Agama yang berkembang dimasyarakat, dan sejauh mana tingkat kepercayaan masyarakat kepada Kementerian Agama? Secara sampling, penulis pernah bertanya kepada beberapa orang kawan dan sejawat, ternyata citra Kemenag tidaklah menggembirakan. Yang terlontar dari kawan dan sejawat tersebut adalah banyaknya pungutan liar setiap mengurus dokumen
24
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
nikah, biaya nikah melebihi ketentuan, banyak oknum aparatur Kemenag yang jadi calo pelaksanaan CPNS, dan calo Haji. Secara keilmuan, “metode penelitian” tersebut tidaklah menjadi acuan dan kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan serta tidaklah mencerminkan wujud asli sebenarnya. Tetapi itu bisa menjadi sebuah gambaran kecil yang bisa diambil pelajaran berharga untuk membangun Kepercayaan publik kepada Kementerian Agama. Kepercayaan masyarakat kepada Kementerian Agama adalah sebuah akibat atau hasil dari kinerja aparatur Kementerian Agama itu sendiri. Dan hasil yang diperoleh seiring sejalan atau berbanding lurus dengan apa yang
Fokus Utama telah dilakukan. Jika para aparatur bekerja mempertanyakannya. Tetapi pertanyaan dengan baik, melayani dengan sepenuh hati, sederhana itu belum tentu bisa dijawab tidak terjadi pungutan liar, menghindari sesederhana pertanyaannya. dan penulis pola kepemimpinan yang arogan, otoriter, yakin tidak semua orang bisa menjawab maka akan tumbuh kepercayaan publik yang pertanyaan tersebut dengan jawaban yang baik dan akan tertanam image yang postif. meyakinkan orang. Kenapa demikian? Perlu Tetapi jika berlaku sebaliknya, maka jangan upaya lebih dari sekedar kata-kata untuk berharap besar Kementerian Agama akan menjawab pertanyaan tersebut. Kalau hanya sekedar menjawab semua pasti bisa, tapi dipercaya masyarakat. Pidato Menteri Agama pada saat masalah benar dan tidaknya perlu dibuktikan membuka Rapat Kerja Kementerian Agama terlebih dahulu. Menarik untuk mencermati pidato Riau di Pekanbaru hari Selasa, tanggal 4 Januari 2011 dengan tegas menyatakan bahwa Menteri Agama tersebut, mengingat kapasitas beliau sebagai “…..Kementerian pimpinan tertinggi Agama bukan sarang sebuah instansi, tentu Korupsi…”, Pernyataan Jadikan dirimu bagai pohon yang rindang tersebut banyak dimana insan dapat berteduh. Jangan seperti kita bisa menilai bahwa apapun diliput wartawan, pohon kering tempat sang pungguk melepas yang dikatakannya dan dipublikasikan rindu dan hanya layak dibuat kayu api. bisa menjadi diberbagai media sebuah rujukan, massa cetak (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) dan komentarmaupun elektronik. komentarnya bisa Diantara media menjadi sebuah isu massa online yang mempublikasikannya adalah “www. dan pertanyaan. Untuk apa bapak Menteri republika.co.id”, www.arrahmah.com, www. yang terhormat menegaskan bahwa rakyatmerdeka.co.id, www. Kompas. co.id, “Kementerian Agama bukanlah sarang www.antaranews.com, www. metrotvnews. korupsi” penulis yakin, sesuatu yang biasacom, dan banyak lagi situs internet lainnya biasa saja tentu tidak akan mejadi bahan yang menampilkan judul hampir sama pembicaraan seorang menteri, kecuali itu “Menag Bantah Kementriannya jadi Sarang sudah mengganggu. Sebagai bagian dari aparatur Korupsi.” Secara awam, bagi masyarakat Kementerian Agama, kita sepatutnya biasa sangat wajar jika pernyataan Menteri mendukung “fatwa” menteri tersebut dengan Agama tersebut diikuti dengan kata upaya konkrit dengan menunjukan kinerja “benarkah?”. “benarkah Kementerian Agama yang lebih baik. Menghindari perilaku korup, bukan sarang korupsi?” Sebuah pertanyaan mencegah terjadinya pungutan liar, dan yang sederhana, hampir setiap orang bisa menumbuhkan budaya melayani, dan bekerja Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
25
Fokus Utama dengan ikhlas. Hal ini guna menjaga citra dilakukan oleh pihak Kementerian Agama baik Kementerian Agama dan menumbuhkan untuk mengembalikan citra dan kepercayaan kepercayaan dimasyarakat. masyarakat tersebut? Hal ini senada dengan pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Mengoptimalkan Upaya Pencitraan Image Agama Bahrul Hayat yang mengatakan Positif pihaknya akan berusaha menjaga citra Peraturan Menteria Agama (PMA) Kementerian Agama, dengan membangun Nomor 10 tahun 2010 menjelaskan bahwa kepercayaan masyarakat. Namun demikian dalam tubuh Kementerian Agama ada satuan akan menindak tegas aparat yang sengaja kerja sebagai unsur pendukung yang salah melakukan kelalaian dan melakukan satu tugasnya membidangi upaya pencitraan penyelewengan, sebagaimana pidatonya dihadapan masyarakat yaitu Pusat Informasi pada saat mewakili Menteri Agama dan Hubungan Masyarakat. Organ ini Suryadharma Ali pada pembukaan Rapat mempunyai tugas melaksanakan perumusan Koordinasi Kebijakan dan pelaksanaan P e n g a w a s a n k e b i j a k a n , Pendidikan tahun standardisasi dan Pemimpin yang berjaya ialah orang yang 2010 di Jakarta, bimbingan teknis memelihara komunikasi dengan orang yang Senin 21 Desember serta evaluasi lebih di atasnya dan menjaga komunikasi 2010) “…..Siapa dibidang informasi dengan orang yang lebih bawah. pejabat yang terlibat dan hubungan (penyimpangan) masyarakat. (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) karena lalai, Belajar dari banyaknya tunjukkan. Saya antar pemberitaan media ke polisi. Membangun massa yang menyoroti kepercayaan ibarat bola salju, akan semakin dan mempublikasikan kinerja Kementerian membesar bila mendapat respon positif Agama yang tidak berimbang, maka sebuah dari masyarakat. Demikian sebaliknya keharusan Pusat Informasi dan Hubungan rasa ketidak-percayaan seperti bola salju, Masyarakat melakukan berbagai upaya menggelinding semakin membesar. Citra untuk pelurusan opini public, hal ini berfungsi bagi perusahaan segala-galanya, demikian sebagai langah counter opinion. juga bagi Kementerian Agama. Kalau ada Sebagaimana halnya pernyataan pemberitaan yang menyangkut Kementerian Sekretaris Jenderal di atas, menggalang opini Agama mohon diterima dengan tenang. Kalau public terkait mengembalikan lagi citra dan ada yang mengganggu kita sama bertindak,” kepercayaan masyarakat merupakan sebuah (www.umatonline.net). tugas mulia nan berat yang diemban oleh Jika image negative sudah tertanam Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, di benak masyarakat, lantas apa yang bisa tetapi itu tidaklah menjadi alasan untuk
26
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Fokus Utama surut dan mengendurkan tenaga dan pikiran untuk berbuat yang terbaik demi terciptanya kepercayaan masyarakat. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat terkait menyampaiakan informasi yang benar dan counter opinion ke publik. Di antara banyak langkah dimaksud adalah: melakukan sosialisasi berbagai peraturan atau keputusan Menteri Agama (PMA/KMA) yang pro public, diantaranya KMA No. 118 tahun 2010 tentang “Program percepatan melalui penyelenaggaraan program unggulan dilingkungan Kementerian Agama”, menerbitkan bulletin rutin yang bisa dibagikan secara gratis kepada masyarakat luas, membuat iklan layanan masyarakat dimedia massa (cetak atau elektronik), menyampaikan hak jawab kepada media massa jika ada pemberitaan yang tidak benar atau menyudutan Kementerian Agama, di samping itu bisa juga melakukan langahlangkah terobosan lainnya yang sejalan dengan tugas dan fungsi Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat guna bisa memulihkan image negative yang telah terpatri dikalangan masyarakat. Langkah di atas sangat perlu untuk ditindak lanjuti karena bagaimanapun citra/anggapan masyaraat memiliki kemampuan kuat untuk mempengaruhi persepsi publik terhadap program-program yang dijalankan Kementerian Agama. Optimalisasi Peran Inspektorat Jenderal Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenag merupakan aparatur yang berfungsi
sebagai APIP (Aparat Pengawas Intern Pemerintah), dan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.10 tahun 2010 Pasal 641 menjelaskan bahwa tugas Inspektorat Jenderal adalah melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agama. Sementara dalam pelaksanaan tugasnya Inspektorat Jenderal ketika menyelenggarakan fungsinya mengacu pada PMA 10 tahun 2010 pasal 642, diantaranya poin: a). penyiapkan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agama; b). pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Agama terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Dengan tugas dan fungsi yang dimiliki maka diharapan Inspektorat Jenderal bisa mengoptimalkan peran tersebut. Banyak masyarakat yang menaruh harapan besar kepada Inspektorat Jenderal, apalagi terkait dengan pengaduan masyarakat. Orang-orang yang terdzolimi sangat berharap Inspektorat Jenderal bisa membantu penyelesaian kasus yang dihadapinya. Dengan ‘kekuatan’ yang dimiliki, maka besar harapan Inspektoral Jenderal Kemenag selain bisa membantu berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat juga bisa mengembalikan citra dan kepercayaan masyarakat luas kepada Kementerian Agama RI. [Ilman]
Kecemerlangan adalah hasil daripada sikap yang ingin senantiasa melakukan yang terbaik.
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
27
Fokus Utama Peran Public Relation dan Media Massa dalam Mengangkat Citra Kementerian Agama Oleh: M. Arif Rahman
Menteri Agama Suryadharma Ali Saat Memberikan Arahan Pada Acara Penandatanganan Pakta Intergritas bagi Para Pejabat Eselon I Di Lingkungan Kementerian Agama
H
eadline media massa elektronik maupun cetak akhir-akhir ini banyak menayangkan masalah Ahmadiyah yang belum selesai, disusul masalah pembangunan rumah ibadah, dan yang paling akhir masalah hilangnya anggota keluarga yang dikabarkan mengalami pencucian otak oleh Negara Islam Indonesia (NII), belum lagi masalah klasik tentang pelayanan ibadah Haji, pelayanan pernikahan, dan korupsi yang terjadi.Hal ini sedikit banyak menimbulkan citra negatif pada Kementerian Agama, apabila hal ini tidak segera diatasi
28
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
maka dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Agama. Citra negatif sangat tidak mengenakkan apalagi jika persepsi publik sudah sedemikian melekat. Sering kali terjadi di sekitar kita, seseorang yang kebetulan memiliki wajah sangar bak penjahat belum apa-apa sudah dicurigai. Padahal belum tentu dia jahat. Bisa jadi orang yang bertampang sangar tersebut hendak melakukan tindakantindakan yang terpuji , namun publik sudah resisten, apatis bahkan menghindarinya.
Fokus Utama Citra Kementerian Agama Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: (1) kata benda: gambar, rupa, gambaran; (2) gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; (3) kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi; (4) data atau informasi dari potret udara untuk bahan evaluasi. FrankJefkins dalam bukunya Public Relations (2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini 5 (lima) jenis citra yang dikemukakan, yakni: (1). Citra bayangan (mirror image). Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi (biasanya adalah pemimpinnya) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya; (2). Citra yang berlaku (current image). Adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi; (3) Citra yang diharapkan (wish image). Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen; (4). Citra perusahaan (corporate image). Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya; (5). Citra majemuk (multiple image). Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan. Saat ini kalau kita membuka internet dan mencari citra Kementerian Agama misalnya melalui google, akan terlihat
ratusan ribu hasil. Dari sekian banyak hasil yang ditampilkan dapat dikategorikan ada dua macam yaitu yang ditulis oleh pihak internal meliputi berbagai satuan kerja pada Kementerian Agama dan karyawannya serta pihak eksternal yang terdiri dari tulisan pada media massa online maupun opini masyarakat. Berita yang ditulis pihak eksternal biasanya menuliskan tentang ketidakpuasan masyarakat akan kualitas pelayanan kementerian agama di berbagai bidang, sedangkan berita yang ditulis pihak internal banyak menulis tentang bagaimana mengangkat citra Kementerian Agama. Namun sampai saat ini belum dirasakan adanya peningkatan citra Kementerian Agama yang signifikan, karena masih banyak pihak yang menyalahkan baik Kementerian Agama secara langsung maupun tidak langsung atas berbagai masalah yang berkembang di masyarakat seperti yang diuraikan di atas. Peran Public Relation (PR) Soemirat dan Ardianto dalam buku Dasar-dasar Public Relations menjelaskan efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Public Relations atau humas digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
29
Fokus Utama diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Praktisi humas senantiasa dihadapkan pada tantangan dan harus menangani berbagai macam fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu hitam, putih, atau abu-abu. Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi untuk menutup-nutupi suatu fakta. Citra humas yang ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Itu berarti citra tidak seharusnya “dipoles agar lebih indah dari warna aslinya”, karena hal itu justru dapat mengacaukannya (Anggoro, 2002). Public Relations (PR) menurut Jefkins (2003) adalah suatu bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. PR menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives). Dalam mengejar suatu tujuan, semua hasil atau tingkat kemajuan yang telah dicapai harus bisa diukur secara jelas, mengingat PR merupakan kegiatan yang nyata. Kenyataan ini dengan jelas menyangkal anggapan keliru yang mengatakan bahwa PR merupakan kegiatan yang abstrak. Sedangkan British Institite Public Relations mendefinisikan PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good-will) dan saling pengertian
30
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Soemirat dan Ardianto (2004) mengklasifikasikan publik dalam PR menjadi beberapa kategori yaitu: Pertama, publik internal dan publik eksternal: Internal publik yaitu publik yang berada di dalam organisasi/perusahaan seperti supervisor, karyawan pelaksana, manajer, pemegang saham dan direksi perusahaan. Eksternal publik secara organik tidak berkaitan langsung dengan perusahaan seperti pers, pemerintah, pendidik/dosen, pelanggan, komunitas dan pemasok. Kedua, publik primer, sekunder, dan marginal. Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder adalah publik yang kurang begitu penting dan publik marginal adalah publik yang tidak begitu penting. Contoh, anggota Federal Reserve Board of Governor (dewan gubernur cadangan federal) yang ikut mengatur masalah perbankan, menjadi publik primer untuk sebuah bank yang menunggu rotasi secara teratur, di mana anggita legislatif dan masyarakat menjadi publik sekundernya. Ketiga, publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan pelanggan adalah publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial, dosen, dan pejabat pemerintah (madya) adalah publik masa depan. Keempat, proponent, opponent, dan uncommitted. Di antara publik terdapat kelompok yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommitted).
Fokus Utama Perusahaan perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan. Kelima, silent majority dan vocal minority: Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tidak kelihatan suara atau pendapatnya. Greener (2002) mengemukakan bahwa PR tidak satu arah arus informasi, ia memiliki dua fungsi peran juga. Dapat, sebagai contoh, membantu membentuk organisasi anda dengan informasi manajemen yang diharapkan, pendapat-pendapat dan halhal yang berkaitan dengan masyarakat ini, dan menerangkan serta memberi nasehat tentang suatu tindakan yang konsekuen. Dalam perannya ini, PR benar-benar merupakan fungsi manajemen, bertugas dengan tanggungjawab menjaga reputasi suatu organisasi, membentuk, melindungi dan memperkenalkannya. Berkaitan dengan fungsi manajemen, Hutapea (2000) menjelaskan bahwa PR adalah fungsi manajemen untuk membantu menegakkan dan memelihara aturan bersama dalam komunikasi, demi terciptanya saling pengertian dan kerjasama antara lembaga/ perusahaan dengan publiknya, membantu manajemen dan menanggapi pendapat publiknya, mengatur dan menekankan tanggungjawab manajemen dalam melayani
kepentingan masyarakat, membantu manajemen dalam mengikuti, memonitor, bertindak sebagai suatu sistem tanda bahaya untuk membantu manajemen berjaga-jaga dalam menghadapi berbagai kemungkinan buruk, serta menggunakan penelitian dan teknik-teknik komunikasi yang efektif dan persuasif untuk mencapai semua itu. Dengan sedemikian luasnya fungsi PR, hendaknya beban kehumasan tidak hanya ditanggung oleh pranata humas semata namun oleh setiap pegawai Kementerian Agama. Untuk itu hendaknya setiap pegawai diberikan wawasan yang luas tentang masalah-masalah strategis yang menjadi sorotan masyarakat sehingga dapat memberikan jawaban atas segala masalah tersebut sesuai batas wewenangnya. Namun sering juga ditemui pegawai Kementerian Agama yang turut serta memperkeruh masalah yang ada dengan memberikan opini yang tidak bena. Hendaknya kepada pegawai yang mempunyai perilaku seperti ini segera ditindak tegas agar tidak diulangi dan ditiru oleh yang lain. Peran Media Massa Media massa atau Pers adalah suatu istilah tentang jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Menurut Wikipedia media massa dapat digolongkan menjadi Media massa tradisional dan Media massa modern. Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
31
Fokus Utama (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti: (1). Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan; (2). Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu; (3). Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima; (4). Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit. Media massa modern seperti internet dan telepon selular tumbuh seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti: (1). Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya); (2). Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual; (3). Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu; (4). Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam; (5). Penerima yang menentukan waktu interaksi. Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni: (a). Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi; (b). Sumber kekuatan–alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat; (c). L o k a s i ( f o r u m ) untuk menampilkan peristiwa masyarakat; (d). Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma; (e). Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
32
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Media massa sangat diperlukan untuk meningkatkan citra Kementrian Agama. Untuk itu diperlukan pemberitaan yang akurat dan selalu diperbarui tentang kegiatan Kementerian Agama yang bernilai positif, misalnya kegiatan MTQ, keberhasilan pencapaian kegiatan pendidikan, hasil audit BPK, hasil audit pelaksanaan haji, tanggapan resmi tentang kasus yang berkembang di masyarakat dan sebagainya. Dalam berhubungan dengan media massa tradisional yaitu koran dan televisi perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, selalu mengirim rilis. Apapun kegiatan dan info yang akan disampaikan lewat media massa, pengiriman rilis ini menjadi salah satu cara agar ada pemberitaan di media massa. Ini tentu terkait teknik penulisan rilis yang baik dan menarik. Pegawai yang ditugaskan membuat rilis harus terus mengasah kemampuan menulisnya, atau kalau perlu minta masukan kepada wartawan tentang bagaimana menulis suatu rilis. Hal ini tidak salah karena dalam sehari media massa (bagian sekretariat redaksi) bisa jadi menerima puluhan hingga ratusan pers release. Mana yang tidak menarik (dari segi isi dan tampilan), biasanya langsung dibuang ke tempat sampah. Kedua, mengundang pihak media (wartawan) dalam acara gathering atau kunjungan lain yang informal untuk mendapatkan sisi lain yang semakin memperkaya wawasan para wartawan tentang nara sumbernya. Melakukan pendekatan kepada para wartawan dengan perhatian yang baik jelas akan meningkatkan pemberitaan positif dari waktu ke waktu. Kalaupun jarang ada berita, paling tidak bisa
Fokus Utama dijaga pemberitaan akan selalu positif (tidak pernah negatif). Kalau ada kasak-kusuk yang berkembang di masyarakat, maka wartawan akan selalu melakukan klarifikasi dan konfirmasi kepada kita karena hubungan kita sudah akrab dan baik. Media massa modern seperti website resmi, blog pribadi yang banyak mengulas tentang Kementerian Agama, bahkan grup dalam jaringan sosial seperti facebook juga perlu diperhatikan. Saat ini peran media massa modern tidak bisa diabaikan, contohnya keberhasilan grup facebook dalam menggalang dana untuk Prita sampai pada kesuksesan Barrack Obama dalam menarik simpati massa. Namun sayang sekali banyak sekali website resmi dari berbagai satker Kementerian Agama yang tidak terurus dan jarang di update beritanya. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan berkunjung kembali. Untuk itu bagi pengelola website dan media cetak resmi Kementerian Agama perlu mendapat perhatian dari pimpinan agar isinya tidak monoton dan mampu menarik perhatian masyarakat. Kalau perlu direkrut pengelola profesional untuk mengelola media massa resmi Kementerian Agama. Sedangkan untuk media yang dikelola pribadi agar selalu dipantau dan disupport minimal dengan respon positif agar selalu memberikan timbal baik berupa berita positif pula. Kesimpulan Untuk mengangkat citra Kementerian Agama dan meraih Kepercayaan Masyarakat, perlu dilaksanakan langkah-langkah perbaikan secara serius dan terprogram. Selain
memperbaiki mutu pelaksanaan kegiatan Kementerian Agama, perlu juga peningkatan fungsi humas yang berfungsi untuk menyampaikan hasil kegiatan Kementerian Agama. Kegiatan kehumasan bukan hanya tanggung jawab pranata humas saja, tetapi seluruh komponen pegawai Kementerian Agama dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat. Apabila masyarakat merasa puas dengan pelayanan kementerian Agama secara langsung maupun kebutuhan akan informasi, niscaya kepercayaan masyarakat akan meningkat dengan sendirinya dan tentu saja mendongkrak citra Kementerian Agama. [M. Arif Rahman] Daftar Pustaka Anggoro, Linggar. 2002. Teori dan Profesi Kehumasan. Serta Aplikasinya di Indonesia. Cetakan Ketiga. Bumi Aksara, Jakarta. Ardianto, Elvinaro dan Sumirat, Soleh. 2004. Dasar-dasar Public Relations. Cetakan Ketiga.Remaja Rosdakarya, Bandung. Greener, Toni. 2002. Public Relations dan Pembentukan Citranya. Cetakan Ketiga. Bumi Aksara, Jakarta. Hutapea, EB. 2000. Public Relations sebagai Fungsi Manajemen. Majalah WIDYA Agustus 2000, No. 179 Tahun XVII. Jefkins, Frank. 2003. Public Relations. Edisi Kelima. Direvisi Oleh Daniel Yadin. Penerbit Erlangga, Jakarta. McQuail, Denis. 1987. Mass Communication Theory (Teori Komunikasi Massa). Erlangga.
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
33
Pengawasan Revitalisasi Peran Kemenag dalam Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat Oleh: Rusdi
K
Peserta Orientasi Pengawasan Lima Bidang bagi Calon Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Jakarta, 21-23 April 2011
ementerian Agama merupakan salah satu kementerian yang dibentuk oleh Presiden yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang keagamaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Agama dipimpin oleh Menteri Agama. Dalam melaksanakan tugasnya Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi untuk melakukan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan;
34
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama; pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah; pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. Tujuan pembentukan serta misi yang diemban oleh Kementerian Agama yang berdiri sebagai pelaksanaan amanat UndangUndang Dasar 1945. Kementerian Agama adalah instansi pemerintah yang menjalankan tugas pokok untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kehidupan
Pengawasan beragama kepada seluruh umat beragama di pendidikan selain Kementerian Pendidikan seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nasional sebagai penanggung jawab utama. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Bidang pendidikan yang digarap oleh Kementerian Agama memainkan peran Kementerian Agama lebih berkonsentrasi strategis dalam 4 (empat) hal, yaitu dalam pada pendidikan yang bersentuhan peningkatan pemahaman dan pengamalan dengan bidang agama. Kementrian agama agama, pembinaan kerukunan antar umat menangani pendidikan mulai dari tingkat beragama, peningkatan pendidikan agama dasar sampai perguruan tinggi yang tersebar dan pendidikan keagamaan, serta mengawal di seluruh nusantara. Penddikan dasar mulai akhlak dan moral bangsa. dari Pendidikan Anak Usia Dini mulai dari Banyak sekali persoalan-persoalan Raudlatul Athfal, Taman Kanan-kanak (RA/ yang dihadapi oleh Kementerian Agama dan TK) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Pendidikan menuntut untuk diselesaikan dengan segera. menengah setingkat SMP meliputi Madrasah Persoalan utama yang Tsanawiyah (MTs) dan dihadapi bangsa kita Madrasah Aliyah (MA). dewasa ini, adalah Serta Perguruan Tinggi Jangan menolak perubahan masalah kebodohan, Agama (PTA), meliputi hanya karena kita takut kehilangan pengangguran, UIN/IAIN, STAIN, yang telah dimiliki, karena dengannya kita kemiskinan, dan STHAN, STABN, dan merendahkan nilai yang bisa kita capai krisis akhlak yang STAKN. Kesemua jenis melalui perubahan itu. belakangan ini pendidikan dari mulai memprihatinkan kita tingkat paling bawah (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) semua. Juga yang sampai universitas baru-baru ini terjadi, merupakan bukti dari yaitu masalah kerukunan umat beragama, kepedulian Kementerian Agama yang peduli khususnya intern umat beragama. akan pendidikan dan partisipasinya untuk Melalui program pendidikan agama turut serta dalam mencerdaskan kehidupan dan keagamaan, Kementerian Agama juga bangsa. turut serta dalam upaya mencerdaskan Selanjutnya dalam upaya kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub menanggulangi masalah kemiskinan, dalam Pembukaan UUD 1945, yang menjadi Kementerian Agama turut berperan salah satu tujuan dibentuknya negara serta dan memberikan kontribusi melalui ini. Pemberdayaan lembaga pendidikan pemberdayaan lembaga-lembaga sosial agama dan peningkatan kualitas pendidikan keagamaan, seperti pemberdayaan rumah keagamaan telah mengalami banyak kemajuan ibadah sebagai pusat kegiatan sosial seiring dengan tuntutan perkembangan kemasyarakatan. Kementerian Agama zaman. Kementerian Agama merupakan salah bersama instansi terkait juga mengembangkan satu kementerian yang menangani bidang kebijakan di bidang pengelolaan zakat, infak, Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
35
Pengawasan
Pejabat Eselon I-II Kementerian Agama Sedang Mendengarkan Arahan Menteri Agama RI Suryadharma Ali Usai Penandatanganan Pakta Integritas
sedekah, wakaf serta dana sosial keagamaan di masa mendatang. Menyangkut kerukunan atau toleransi lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi masalah dalam kehidupan beragama, kita menyadari kemiskinan. Peranan pranata keagamaan bahwa kerukunan merupakan kondisi yang dalam pembangunan dan peningkatan penting diwujudkan dalam kehidupan kesejahteraan masyarakat perlu terus kita berbangsa dan bernegara. Tidak boleh dilupakan bahwa prinsip dasar kerukunan gerakkan di masa mendatang. Di samping peran dan kontribusi dan toleransi beragama sebenarnya telah sebagaimana disebutkan di atas, tertuang dalam Undang-Undang Dasar Kementerian Agama ke depan perlu lebih negara kita yang menjamin kemerdekaan mempertajam substansi dan efektivitas setiap penduduk untuk memeluk agama dan tugas pokok yang telah dilaksanakan selama beribadah menurut agama yang diyakininya. Peran Kementerian Agama ke depan ini. Pelaksanaan tugas Kementerian agama seperti penyelenggaraan ibadah haji sebagai semakin penting dan strategis, karena sesuai bagian dari tugas pelayanan kehidupan dengan rekomendasi National Summit 2009 beragama dari tahun ke tahun mengalami bahwa isu utama pembangunan agama peningkatan, baik dari sisi sistem, manajemen, setidaknya mencakup tiga hal, yaitu: Pertama, akuntabilitas maupun pelayanan kepada peningkatan wawasan keagamaan yang jemaah haji. Untuk itu, berbagai kemajuan dinamis. Kedua, penguatan peran agama dalam penyelenggaraan ibadah haji yang dalam pembentukan karakter dan peradaban telah dicapai terus dipelihara dan tingkatkan bangsa. Dan Ketiga, peningkatan kerukunan
36
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Pengawasan umat beragama dalam membangun sekarang ini, aparatur pemerintah di semua kerukunan nasional. tingkatan dituntut untuk melakukan sesuatu Terkait dengan peningkatan dengan benar dan melakukan sesuatu yang wawasan keagamaan yang dinamis, hasil benar. Untuk melakukan sesuatu dengan yang diharapkan adalah optimalisasi fungsi benar, seorang pimpinan dan staf harus agama sebagai landasan etik atau moral mempunyai kompetensi. Meski kompetensi bagi pembangunan, perlunya peningkatan itu tidak harus sampai harus ke soal-soal detil, pemahaman dan perilaku keagamaan yang namun, seorang pejabat wajib menguasai seimbang, moderat dan inklusif, perlunya logika besar dari target yang hendak dicapai. mewujudkan keshalihan sosial sejalan dengan Sedangkan melakukan sesuatu yang benar keshalihan ritual, perlunya peningkatan adalah kemampuan untuk menentukan mana motivasi dan partisipasi umat beragama yang benar dan salah, itu terkait dengan dalam pembangunan nasional, dan perlunya integritas. peningkatan ketahanan umat beragama Sesuai dengan tema peringatan Hari terhadap ekses negatif ideologi–ideologi dan Amal Bakti ke-65 pada tahun 2011, yaitu gerakan transnasional. “Kerja Keras Mewujudkan Kementerian Tentang penguatan peran agama Agama yang Bersih dan Berwibawa”, dalam pembentukan karakter dan peradaban sudah selayaknya seluruh jajaran aparatur bangsa, hasil yang diharapkan adalah Kementerian Agama baik di pusat maupun peningkatan kualitas pribadi umat beragama, di daerah, untuk bekerja keras dan bersamapeningkatan harkat dan martabat umat sama memperkuat kesadaran kolektif untuk beragama dalam membangun jati diri bangsa, mengedepankan nilai-nilai kejujuran dan peningkatan peran umat beragama dalam etika kerja yang sehat dan benar serta membangun harmoni antar peradaban, menjauhi segala macam praktik korupsi, penguatan peran lembaga sosial keagamaan, kolusi dan nepotisme. dan peningkatan peran agama dalam Tanggung jawab yang lebih besar pembangunan nasional. masih menghadang di depan kita, oleh karena Sedangkan mengenai peningkatan itu, marilah kita bersama-sama tegakkan kerukunan umat beragama dalam integritas aparatur Kementerian Agama yang membangun kerukunan nasional, output bersih, jujur, profesional dan berwibawa. yang diharapkan adalah peningkatan dialog Kewibawaan akan hadir jika kita semua dan kerjasama antar umat beragama, bekerja dengan bersih, jujur, dan profesional penguatan peraturan perundang-undangan di atas landasan nilai-nilai keikhlasan. Di terkait kehidupan keagamaan, peningkatan samping itu, mari kita mengedepankan peran Indonesia dalam dialog lintas agama di sifat melayani dan memberi teladan untuk dunia Internasional. mewujudkan pelayanan prima Kementerian Seiring dengan perkembangan Agama kepada masyarakat. [Rusdi] masyarakat dalam era keterbukaan informasi Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
37
Pengawasan Inisiatif Anti Korupsi (IAK) Oleh: Khairunnas
Trainer ESQ Samsul Rahman Saat Memberikan Materi Micro Teaching bagi Praktisi dan Fasilitator Sosialisasi PPA Tahun 2011 Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
I
nisiatif Anti Korupsi (IAK) adalah salah dipidana penjara dengan penjara seumur satu upaya pencegahan terjadinya hidup atau pidana penjara paling singkat korupsi. IAK merupakan salah satu 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua kunci penting keberhasilan upaya puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. pemberantasan korupsi. Tindak pidana 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan korupsi dirumuskan secara tegas sebagai paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu tindak pidana formil. Rumusan secara milyar rupiah) (UU Nomor 31 Tahun 1999 formil memberi arti bahwa meskipun hasil pasal 2 ayat (1). korupsi telah dikembalikan kepada negara, Menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan jo UU Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan ke pengadilan dan tetap dipidana. Tindak bahwa pengertian korupsi mencakup pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu perbuatan melawan hukum, memperkaya adanya tindak pidana korupsi cukup dengan diri orang/badan lain yang merugikan dipenuhinya unsur unsur perbuatan yang keuangan /perekonomian negara (pasal sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya 2); menyalahgunakan kewenangan karena akibat. Ancaman hukuman kepada pelaku jabatan/kedudukan yang dapat merugikan korupsi tergolong pada hukuman berat, yaitu keuangan/kedudukan yang dapat merugikan
38
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Pengawasan keuangan/perekonomian negara (pasal 3); penyuapan (pasal 5,6, dan 11); penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10); pemerasan dalam jabatan (pasal 12); dan gratifikasi (pasal 12B dan 12C). Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi harus dicegah dan harus diberantas, karena perbuatan korupsi sangat berdanpak pada perekonomian Negara dan kesejahteraan masyarakat. Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin maningkat, karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat. IAK diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka
mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. KPK selaku instansi yang bertugas melakukan pencegahan korupsi, memiliki instrument untuk mengukur inisiatif anti korupsi pada Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah. Instrument penilaian tersebut disebut Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK). KPK berupaya untuk mendorong dan mengupayakan munculnya inisiatif dari unit utama/instansi dalam melakukan langkah nyata pemberantasan korupsi di lingkungan internalnya. Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK telah menyusun instrumen untuk menilai inisiatif anti korupsi pada instansi pemerintah. Instrumen ini diharapkan mampu memetakan seberapa jauh inisiatif instansi pemerintah dalam mengupayakan kegiatan pencegahan korupsi di instansinya. PIAK adalah alat ukur dalam menilai kemajuan suatu instansi publik dalam mengembangkan upaya pemberantasan korupsi di instansinya. PIAK ditujukan untuk mengukur apakah suatu instansi telah menerapkan sistem dan mekanisme yang efektif untuk mencegah dan mengurangi korupsi di lingkungannnya. Tujuan dari PIAK adalah sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi, memetakan seberapa jauh inisiatif instansi pemerintah dalam mengupayakan kegiatan pencegahan korupsi di instansinya dan dari hasil PIAK akan dapat memberikan gambaran yang objektif mengenai inisiatif/upaya nyata pemberantasan korupsi dan peningkatan Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
39
Pengawasan layanan yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah. Hal terpenting dalam PIAK adalah indikator yang digunakan. Dasar penilaian dari PIAK adalah inisiatif, maka syarat penetapan indikator yang dinilai harus diyakini sebagai indikator yang implementasinya mampu mencegah upaya korupsi, dapat diaplikasikan ke semua unit yang terlibat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk menilai inisiatif ini, KPK telah menetapkan 2 variabel penialaian, yaitu variable utama dan variabel inovatif. Variabel Utama terdiri dari Indikator: Pertama, Kode Etik Khusus, indikator pengukurannya adalah: (a) Ketersediaan dan bentuk kode etik khusus; (b) Ketersediaan mekanisme penerapan dan pelembagaan kode etik; (c) Penegakan kode etik khusus. Pelaksanaan kode etik yang ketat termasuk tersedianya mekanisme kontrol, menjadi modal utama dalam upaya pencegahan korupsi di suatu unit utama. Jika suatu intansi terus menerus melakukan upaya internalisasi kode etik yang dibangun bersama dan menegakkan kode etik tersebut, maka integritas personilnya menjadi terjaga. Kedua, Transparansi Manajemen Sumber Daya manusia (SDM), indikator pengukurannya adalah: (a) Tersedianya proses rekrutmen yang terbuka dan transparan; (b) Tersedianya sistem penilaian kinerja yang objektif dan terukur; (c) Tersedianya proses promosi dan pengisian jabatan yang terbuka dan transparan. Ketiga, Transparansi Penyelenggara Negera, indikator pengukurannya adalah: (a) Ketentuan pelaporan Gratifikasi; (b)
40
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Kepatuhan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Kepatuhan LHKPN diukur dari persentase antara wajib lapor dan wajib lapor yang sudah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Wajib lapor adalah penyelenggara negara yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu pejabat negara yang menyelenggarakan fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan denganpenyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sub indikator mekanisme pelaporan gratifikasi menilai apakah terdapat mekanisme dalam unit utama yang membantu penyelenggara negara untuk dapat melaporkan gratifikasi yang diterimanya atau tidak, dan bukan mengenai tingkat pelaporan gratifikasinya. Keempat, Transparansi dalam Pengadaan, indikator pengukurannya adalah: (a) Penetapan pengaadaan secara elektronik; (b) Adanya mekanisme kontrol dari eksternal; Indikator transparansi dalam pengadaan memberikan gambaran tentang inisiatif yang dilakukan oleh unit-unit utama, yang terbagi pada implementasi e-procurement (lelang pengadaan secara elektronik) dan mekanisme kontrol eksternal (di luar Unit Layanan Pengadaan atau panitia pengadaan). Keberadaan ULP (Unit Layanan Pengadaan) di setiap instansi juga ikut dinilai dalam PIAK. Dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
Pengawasan dan Jasa Pemerintah, maka telah tersedia payung hukum lagi bagi instansi untuk membangun ULP di lingkungan instansinya. Adanya ULP dan pelaksanaan e-procurement diharapkan semakin mengurangi frekuensi tatap muka antara pengguna dan penyedia barang/jasa saat proses pengadaan yang akan meminimalkan potensi korupsi. Kelima, Mekanisme Pengaduan Masyarakat, indikator pengukurannya adalah: (a) Ketersediaan sumber daya penanganan pengaduan masyarakat;(b) Penanganan tinak lanjut pengaduan masyarakat. Keenam, Akses Publik dalam Memperoleh Informasi, indikator pengukurannya adalah: (a) Keterbukaan instansi/unit utama dalam menyebarkan informasi; (b) Tingkat keaktifan instansi/unit utama dalam menyebarkan informasi. Keterbukaan unit utama dalam menyebarluaskan informasi dan seberapa aktif suatu unit utama menyebarkannya merupakan faktor penentu dalam upaya menerapkan prinsip transparansi serta akuntabilitas. Ketujuh, Pelaksanaan Saran Perbaikan yang diberikan oleh BPK/APIP/KPK, indikator pengukurannya adalah: (a) Respon terhadap rekomendasi dari KPK/BPK/APIP; (b) Pelaksanaan rerekomendasi dari KPK/ BPK/APIP. Kedelapan, Promosi Anti Korupsi, indikator pengukurannya adalah: (a) Kegiatan promosi internal; (b) Kegiatan promosi eksternal. Kegiatan promosi anti korupsi merupakan salah satu upaya internalisasi kepada segenap pihak di unit utama terhadap pemahaman korupsi sehingga tercipta
perilaku anti korupsi. Kegiatan promosi anti korupsi idealnya dilakukan baik kepada pihak internal maupun pihak eksternal yang senantiasa berhubungan dengan unit utama karena pencegahan perilaku korupsi akan optimal bila semua pihak memiliki kesepahaman akan perilaku anti korupsi. Variabel Inovasi, adalah variabel yang menggambarkan upaya-upaya pencegahan korupsi yang dilakukan instansi/unit utama/ unit kerja di luar variabel utama. Indikator ini dinilai dengan pendekatan kualitatif. Laporan kualitatif ditujukan untuk memberikan gambaran lebih atas usaha dan upaya suatu instansi/institusi dalam meningkatkan upaya pencegahan korupsi di lingkungannya. Penilaian kualitatif dapat disusun untuk menjelaskan penjelasan dari penilaian kuantitatif. Apabila IAK ini dapat dikembangkan pada setiap satuan kerja pada semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, diharapkan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat yang menjadi citacita luhur bangsa ini bisa terujud. Cita-cita untuk menjadikan Satker Bebas Korupsi (SBK) bisa terujud apabila ada kemauan dan kesungguhan untuk melaksanakan PIAK ini. [Khairunnas]
Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi pencapaian kecemerlangan hidup yang diidamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan.
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
41
Pengawasan Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja (Lanjutan) Oleh: Ahmadun
P
Peserta Gelar Pengawasan (Gerwas) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Bogor, 6-8 Juni 2011
emerintah dalam usaha mewujudkan akuntabilitas publik dalam mengelola keuangan negara menyusun APBN sebagai anggaran sektor publik dengan pendekatan kinerja. Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan; (2) Output (keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan; (3)
42
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Input (masukan) adalah besarnya sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan; (4) Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan output (keluaran). Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan disusun dengan pendekatan kinerja harus memuat hal-hal berikut: sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, bagian pendapatan APBN yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/ pembangunan.
Pengawasan Syarat lain dalam penerapan anggaran berbasis kinerja bahwa untuk mengukur kinerja keuangan harus dikembangkan halhal berikut: (a) Standar analisis belanja (SAB). Penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap kegiatan; (b) Tolok ukur kinerja. Ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi perangkat daerah; (c) Standar biaya. Harga satuan unit biaya yang berlaku nasional sesuai dengan ketentuan Menteri Keuangan. Standar Analisis Belanja (SAB) SAB merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan Anggaran dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu dan kewajaran biaya di unit kerja dalam satu tahun anggaran. Tujuan SAB diantaranya adalah untuk meningkatkan kemampuan unit kerja dalam menyusun anggaran berdasarkan skala prioritas anggaran, tugas pokok dan fungsi, tujuan, sasaran, serta indikator kinerja pada setiap program dan kegiatan yang direncanakan. Mencegah terjadinya duplikasi atau tumpang tindih kegiatan dan anggaran belanjanya pada tiap-tiap unit dan antar unit kerja. Menjamin kesesuaian antara kegiatan dan anggaran dengan arah, kebijakan, strategi, dan prioritas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik; mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan noninvestasi. Meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Manfaat Standar Analisis Belanja (SAB) di antaranya untuk menentukan kewajaran biaya untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan Tupoksinya, meminimalasi terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran, menghindari tumpang tindih (overlapping) antara pengeluaran rutin dan pembangunan, penentuan anggaran berdasarkan tolok ukur kinerja yang jelas, unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk menentukan anggarannya sendiri. Pendekatan Perencanaan Anggaran Reformasi manajemen keuangan dengan sistem pengelolaan keuangan dan sistem akuntansi pemerintahan yang baru memungkinkan pembuat keputusan memperoleh informasi yang memadai untuk membuat keputusan manajerial yang lebih rasional. Dengan demikian, memungkinkan penyelenggaraan pemerintah yang lebih efisien dan efektif serta memberdayakan segenap potensi dan masyarakat untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Proses legislatif menyusun pokokpokok pikiran mengenai arah dan kebijakan umum anggaran berdasarkan dua pendekatan, sedangkan pemerintah dalam menyusun pokokpokok pikiran mengenai arah dan kebijakan umum anggaran berdasarkan lima pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang penting adalah evaluasi kinerja masa lalu, rencana strategis, dan penjaringan aspirasi masyarakat.
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
43
Pengawasan Pendekatan yang kedua adalah anggaran adalah perumusan strategi dan pendekatan manajemen yang terintegrasi prioritas anggaran. Mekanisme perumusan dan strategis menuju keberhasilan strategi dan prioritas anggaran meliputi halorganisasi. Pendekatan terintegrasi ini hal berikut: (1) Identifikasi permasalahan sangat concern terhadap hal-hal berikut: dan isu-isu kritis untuk mencapai tujuan Perencanaan, komunikasi, input, output, dan yang ditetapkan dalam arah dan kebijakan outcome, pengukuran kinerja dan review, umum anggaran; (2) Perumusan berbagai Kepentingan customer dan stakeholder, alternatif strategi untuk menyelesaikan Sustainable development (pembangunan yg masalah dan isuisu kritis; (3) Identifikasi berkelanjutan), Etika (penghargaan individu, hambatan-hambatan untuk melaksanakan saling menghormati, prosedur yang tidak berbagai alternatif strategi; (4) Penentuan memihak dan transparan) prioritas strategi untuk penyelesaian masalah Sistem pengelolaan keuangan dan isu kritis dalam pencapaian arah dan yang baru menunjukkan adanya kewajiban kebijakan umum anggaran (4) Penentuan P e m e r i n t a h tindakan utama m e m b e r i k a n atas dasar sumberpertanggungjawaban sumber ekonomi yang Kita tidak akan berhasil menjadi yang meliputi tersedia. pribadi baru bila kita berkeras untuk m e n y a j i k a n , Dalam menentukan mempertahankan cara-cara lama kita. m e l a p o r k a n , strategi dan prioritas Kita akan disebut baru, mengungkapkan anggaran digunakan hanya bila cara-cara kita baru. segala aktivitas dan kriteria berikut: (1) (Syahudnya Untaian Pujangga Hikmah) kegiatan yang terkait Kemampuan fungsi dengan penerimaan dan program untuk dan penggunaan uang mencapai arah dan publik kepada yang berhak dan berwenang kebijakan umum anggaran; (2) Kemampuan meminta pertanggungjawaban. Mekanisme program untuk mencapai tujuan dan sasaran ini memungkinkan pihak terkait memperoleh yang diterapkan; (3) Kemampuan program informasi sebagai dasar evaluasi dan dalam memenuhi aspirasi masyarakat; (4) mengidentifikasi masalah kritis yang dihadapi Kemampuan program dalam pendanaan. dan memberi alternatif-alternatif pemecahan masalah. Mekanisme ini dapat menghasilkan Perubahan Pendekatan Anggaran Negara dan memberikan informasi sebagai dasar Reformasi sektor publik yang salah pembuatan keputusan yang rasional dan satunya ditandai dengan munculnya era New memungkinkan dilaksanakan pembangunan Public Management telah mendorong upaya yang berkesinambungan dalam jangka di berbagai negara untuk mengembangkan panjang. pendekatan yang lebih sistematis dalam Tahap kedua dalam penyusunan perencanaan anggaran negara. Seiring
44
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Pengawasan dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, antara lain: Pertama, Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting). Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan karena tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Pendekatan ini sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut, anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik analisis antara biaya dan manfaat. Sistem penganggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan. Kedua, Zero Based Budgeting (ZBB). Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
sistem anggaran tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep ZBB dapat menghilangkan kelemahan pada konsep incrementalism dan line item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB, seolaholah proses anggaran dimulai dari hal-hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru. Ketiga, lanning, Programming, and Budgeting System (PPBS). PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
45
Pengawasan sumber daya yang dimiliki pemerintah sangat terbatas jumlahnya, sedangkan tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan bernegara secara keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat pilihan tersebut. Pendekatan baru dalam sistem anggaran negara tersebut menurut Mardiasmo, dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik cenderung memiliki karakteristik sebagai berikut: komprehensif/ komparatif, terintegrasi dan lintas departemen, proses pengambilan keputusan yang rasional, berjangka panjang, spesifikasi tujuan dan urutan prioritas, analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost), berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar input, adanya pengawasan kinerja. Kesimpulan Anggaran berbasis kinerja merupakan anggaran yang penyusunannya menggunakan pendekatan “bottom-up budgeting”. Anggaran merupakan komitmen antara pimpinan dengan pelaksana. Dengan demikian, anggaran berbasis kinerja ini dapat memacu pelaksana untuk beraktivitas secara optimal dan atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan. Proses perencanaan anggaran dalam sistem anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu penjaringan aspirasi masyarakat dan perencanaan strategis. Sistem anggaran baru memberikan desentralisasi urusan anggaran dan
46
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
menggunakan pendekatan manajemen yang terpadu. Hal penting lainnya bahwa sistem ini memungkinkan pemerintah merumuskan visi, misi, tujuan, sasaran, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Sistem anggaran berbasis kinerja menuntut pemerintah kreatif untuk menggali dan memanfaatkan potensi secara optimal untuk kemajuan. Perencanaan strategis juga memungkinkan pemerintah menegakkan akuntabilitas (pengukuran kinerja), pelaksanaan rencana, pemantauan pelaksanaan, dan penyediaan umpan balik untuk masyarakat sehingga ada perubahan yang positif di berbagai bidang secara terusmenerus. Sistem anggaran ini diharapkan dapat mendorong tercapainya misi pengelolaan keuangan dalam hal efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya serta meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat Anggaran berbasis kinerja juga mengisyaratkan penggunaan dana yang tersedia dengan seoptimal mungkin untuk menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat. Pengendalian efektivitas dan efisiensi anggaran tersebut dapat tercapai dengan memperhatikan penetapan tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat yang jelas, serta kejelasan indikator kinerja. Oleh karena itu, untuk memotivasi pelaksana berperilaku efisien dan efektif, diperlukan penetapan prioritas kegiatan, perhitungan beban kerja, dan penetapan harga satuan yang rasional. [Ahamdun]
Pengawasan Pendidikan Karakter Sejak Dini Oleh: Kusoy
B
Menteri Agama Suryadharma Ali didampingi Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar Saat Mengunjungi Stand Pameran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Tingkat Nasional Banjarmasin Kalimantan Selatan, 4-11 Juni 2011
eberapa bulan terakhir ini, pendidikan sedang hangat memperbincangkan seputar Pendidikan Karakter. Isu yang berkembang tentang hal ini sejalan dengan program Kemendiknas tentang perlu dipertajamnya pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai suatu upaya terencana dan sistematis untuk menanamkan nilai-nilai positif kepada warga negara agar terbentuk karakter pribadi yang berkeadaban mulya. Perdebatan yang akhir-akhir ini menjadi wacana publik terkait soal pendidikan karakter, sebenarnya sudah diamanatkan oleh UU Sisdiknas tadi. Pendidikan inheren di dalamnya.
Pembentukan karakter. Sehingga, pendidikan karakter sejatinya bukanlah persoalan baru dan bukan pula sebagai mata pelajaran baru. Kegagalan pendidikan kerap dituding sebagai faktor determinan munculnya berbagai persoalan kemanusian, kebangsaan, dan kenegaraan. Pendidikan dianggap belum berkarakter dan belum mampu melahirkan generasi baru yang memiliki karakter warga negara yang baik dan bermanfaat bagi pembangunan. Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte. Tujuan pendidikan adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
47
Pengawasan kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya.
atas semua persoalan bangsa ini.
K. H. Asyari: Tidak Cukup Sekedar Pendidikan Karakter Mendidik Akhlak Mulia Lebih Sulit Yang diperlukan oleh kaum Muslim Daripada Membuat Murid Pintar! Semua guru diharapkan tidak hanya Indonesia bukan hanya menjadi seorang mentranformasikan ilmu yang dimilikinya yang berkarakter, tetapi harus menjadi namun juga membimbing dan mendidik seorang yang berkarakter dan beradab. akhlak anak didiknya dengan teladan dan Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari, contoh yang baik. Para guru adalah pewaris misalnya, dalam kitabnya, Ādabul Ālim walNabi yang berperan untuk mengajarkan Muta’allim, mengutip pendapat Imam alakhlakul karimah kepada manusia, Syafi’i yang menjelaskan begitu pentingnya sebagaimana amanat ini juga diemban oleh kedudukan adab dalam Islam. Bahkan, Sang Nabi Muhammad saw seperti yang telah diakui Imam menyatakan, beliau mengejar adab laksana seorang ibu oleh beliau sendiri,” yang mengejar anak Aku diutus untuk Kekuatan tidak datang satu-satunya yang menyempurnakan hilang. Lalu, Syaikh akhlakul karimah.” dari kemampuan fisikal, tetapi ia datang Hasyim Asy’ari Oleh sebab dari semangat yang tidak p ernah mengutip pendapat itu mendidik akhlak mengalah. sebagian ulama: ”atmulia jauh lebih (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) Tawhīdu yūjibul īmāna, utama dibanding faman lā īmāna lahū dengan membuat lā tawhīda lahū; walmurid “pintar ” secara kognitif. Orientasi pendidikan yang selama ini īmānu yūjibu al-syarī’ata, faman lā syarī’ata dianut oleh pemerintah dalam menentukan lahū, lā īmāna lahū wa lā tawhīda lahū; wa tujuan pendidikan nasional selalu merujuk al-syarī’atu yūjibu al-adaba, faman lā ādaba pada angka-angka, sementara aspek yang lahū, lā syarī’ata lahū wa lā īmāna lahū wa lā berhubungan dengan sikap afektif murid tawhīda lahū.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim hanya dijadikan sebagai pelengkap bukan wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats tujuan. Akibatnya adalah pendidikan di Islamiy, 1415 H). hal. 11). Jadi, secara umum, menurut Kyai Indonesia hanya menghasilkan jago-jago mark up data, jago manipulasi dan korupsi. Hasyim Asy’ari, Tauhid mewajibkan wujudnya mungkin saja, sekali lagi mungkin, kurikulum iman. Barangsiapa tidak beriman, maka berkarakter yang dihembuskan oleh dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan pemerintah merupakan bentuk ” taubatan syariat,maka barangsiapa yang tidak ada Nashuha” dari pemerintah atas dosa-dosa syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman masa lalunya dan sekaligus menjadi jawaban dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan
48
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Pengawasan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakekatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya. Jadi, betapa pentingnya kedudukan adab dalam ajaran Islam. Lalu, apa sebenarnya konsep adab? Uraian yang lebih rinci tentang konsep adab dalam Islam disampaikan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, pakar filsafat dan sejarah Melayu. Menurut Prof. Naquib al-Attas, adab adalah “pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan darjat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta.” Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. ”Keduanya sia-sia kerana yang satu mensifatkan keingkaran dan keangkuhan, dan yang satu lagi mensifatkan ketiadasedaran dan kejahilan,” demikian Prof. Naquib al-Attas. (SM Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (ISTAC, 2001). Begitu pentingnya masalah adab ini, maka bisa dikatakan, jatuh-bangunnya umat Islam, tergantung sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan konsep adab ini dalam kehidupan mereka. Manusia yang beradab terhadap orang lain akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya. Martabat ulama yang shalih beda dengan martabat orang fasik yang durhaka kepada Allah. Jika al-Quran menyebutkan, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa (QS 49:13), maka seorang yang beradab tidak akan lebih menghormat
kepada penguasa yang zalim ketimbang guru ngaji di kampung yang shalih. Dalam masyarakat yang beradab, antara lain: Seorang penghibur tidak akan lebih dihormati ketimbang pelajar yang memenangkan Olimpiade fisika. Seorang pelacur atau pezina ditempatkan pada tempatnya, yang seharusnya tidak lebih tinggi martabatnya dibandingkan muslimahmuslimah yang shalihah. Itulah adab kepada sesama manusia. Adab juga terkait dengan ketauhidan, sebab adab kepada Allah mengharuskan seorang manusia tidak menserikatkan Allah dengan yang lain. Tindakan menyamakan al-Khaliq dengan makhluk merupakan tindakan yang tidak beradab. Karena itulah, maka dalam alQuran disebutkan, Allah murka karena Nabi Isa a.s. diangkat derajatnya dengan alKhaliq, padahal dia adalah makhluk. Tauhid adalah konsep dasar bagi pembangunan manusia beradab. Menurut pandangan Islam, masyarakat beradab haruslah meletakkan alKhaliq pada tempat-Nya sebagai al-Khaliq, jangan disamakan dengan makhluq. Itulah adab kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah juga manusia. Tetapi, beliau berbeda dengan manusia lainnya, karena beliau adalah utusan Allah. Sesama manusia saja tidak diperlakukan sama. Seorang presiden dihormati, diberi pengawalan khusus, diberikan gaji yang lebih tinggi dari gaji guru ngaji, dan sering disanjung-sanjung, meskipun kadangkala keliru. Orang berebut untuk menjadi Presiden karena dianggap jika menjadi Presiden akan menjadi orang terhormat atau memiliki kekuasaan besar sehingga dapat melakukan perubahan. Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
49
Pengawasan Sebagai konsekuensi adab kepada akan yang sekedudukan engkau itu (majelis) Allah, maka adab kepada Rasul-Nya, tentu perhimpunan ilmu yang engkau muthalaah saja adalah dengan cara menghormati, akan dia. Supaya mengambil guna engkau mencintai, dan menjadikan Sang Nabi SAW daripada segala adab dan hikmah.” Karena itulah, sudah sepatutnya sebagai suri tauladan kehidupan (uswah hasanah). Setelah beradab kepada Nabi dunia pendidikan kita sangat menekankan Muhammad SAW, maka adab berikutnya proses ta’dib, sebuah proses pendidikan adalah adab kepada ulama. Ulama adalah yang mengarahkan para siswanya menjadi pewaris nabi. Maka, kewajiban kaum Muslim orang-orang yang beradab. Sebab, jika adalah mengenai, siapa ulama yang benar- adab hilang pada diri seseorang, maka akan benar menjalankan amanah risalah, dan mengakibatkan kezaliman, kebodohan dan siapa ulama ”palsu” atau ”ulama jahat (ulama menuruti hawa nafsu yang merusak. Karena su’). Ulama jahat harus dijauhi, sedangkan itu, adab mesti ditanamkan pada seluruh ulama yang baik harus dijadikan panutan dan manusia dalam berbagai lapisan, pada murid, dihormati sebagai ulama. Mereka tidak lebih guru, pemimpin rumah tangga, pemimpin rendah martabatnya dibandingkan dengan bisnis, pemimpin masyarakat dan lainnya. para umara. Maka, sangatlah keliru jika seorang Penutup Hakekat pendidikan menurut ulama merasa lebih rendah martabatnya dibandingkan dengan penguasa. Adab Islam, adalah mencetak manusia yang adalah kemampuan dan kemauan untuk baik, sebagaimana dirumuskan oleh Prof. mengenali segala sesuatu sesuai dengan S.M.Naquib al-Attas dalam bukunya, Islam martabatnya. Ulama harusnya dihormati and Secularism: “The purpose for seeking karena ilmunya dan ketaqwaannya, bukan knowledge in Islam is to inculcate goodness karena kepintaran bicara, kepandaian or justice in man as man and individual self. menghibur, dan banyaknya pengikut. Maka, The aim of education in Islam is therefore manusia beradab dalam pandangan Islam to produce a goodman… the fundamental adalah yang mampu mengenali siapa ulama element inherent in the Islamic concept of pewaris nabi dan siapa ulama yang palsu education is the inculcation of adab…”“Orang sehingga dia bisa meletakkan ulama sejati baik” atau good man, tentunya adalah manusia pada tempatnya sebagai tempat rujukan. yang berkarakter dan beradab. Tidak cukup Syekh Wan Ahmad al-Fathani dari Pattani, seorang memiliki berbagai nilai keutamaan Thailand Selatan, (1856-1908), dalam dalam dirinya, tetapi dia tidak ikhlas dalam kitabnya Hadiqatul Azhar war Rayahin (Terj. mencari ilmu, enggan menegakkan amar Oleh Wan Shaghir Abdullah), berpesan agar ma’ruf nahi munkar,. Pendidikan, menurut seseorang mempunyai adab, maka ia harus Islam, haruslah bertujuan membangun selalu dekat dengan majelis ilmu. Syekh karakter dan adab sekaligus. [Kusoy] Wan Ahmad menyatakan : “Jadikan olehmu
50
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Pengawasan Pengaruh Korupsi dan Sanksi Terhadap Koruptor Oleh: Erma Agustini
B
Peserta Orientasi Pengawasan Lima Bidang bagi Calon Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Jakarta, 21-23 April 2011
erbicara masalah korupsi tidak teratur serta suri tauladan para pemimpin ubahnya dengan membicarakan (laqod kaana lakum fi rasuulillahi uswatun sesuatu yang tidak ada ujung khasanah) dalam melakukan tindakan dapat pangkalnya, serta sulit untuk mendorong terwujudnya aturan dan tata diberantas dalam jangka waktu yang cepat. nilai yang dapat berfungsi untuk meredam Sebab masalah korupsi seperti halnya terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. menegakkan benang yang basah, seperti Hal ini tidak serta merta dapat onta yang dimasukkan kedalam lubang jarum terwujud dalam meredam terjadinya korupsi, (arti ayat ini tercantum didalam Al-Qur’an), kolusi dan nepotisme, apabila seluruh lapisan masalah korupsi ini tidak dapat dibasmi masyarakat, bangsa dan negara tidak saling secara instan, dan memerlukan waktu, biaya, bahu membahu dalam menanggulanginya. tenaga, serta segenap kemampuan bangsa Agama Islam (Inna diena inda melalui system dan mekanisme yang teratur, llahil islam) yang selama ini kita anut tidak berkesinambungan, kemudian didukung membenarkan adanya praktik praktik korupsi, oleh Kebijakan para pimpinan yang arif serta kolusi dan nepotisme, termasuk agama bijaksana dalam melihat dan menganalisa – agama lain yang ada dimuka bumi ini, permasalahan ini dengan baik dan benar. Dampak dari perbuatan akibat perilaku yang Kebijakan para pemimpin yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme dilandasi dengan etika dan moral serta bukan hanya merugikan masyarakat, bangsa, menerapkan sistem dan mekanisme yang dan negara, akan tetapi dampak yang paling Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
51
Pengawasan esensial adalah pada saat kita bertemu dengan sang khalik disaat hari – hari yang dinanti oleh setiap makhluk yaitu hari pembalasan/ kiamat. Walau kita hidup dalam dunia yang fana ini hanya sementara, namun akibat terjadinya korupsi membuat masyarakat menjadi menderita sengsara, dan bahkan mengalami depresi, stress, struck bahkan banyak yang menjadi gila serta banyak korban yang berjatuhan serta menurunnya tingkat kesejahteraan dan kesenangan, adapun korban selanjutnya adalah negara yang kita cintai ini, akibat dari kegagalan pimpinan kita meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yang selama ini menjanjikan akan mensejahterakan rakyatnya pada saat melakukan kampanye. Baru – baru ini kita dikejutkan dengan berita di Koran dan Media Massa bahwa, seorang pegawai golongan III/a Gayus Tambunan begitu leluasanya melakukan korupsi perpajakan hingga mencapai 25 Miliar. Kalau kita kaji lebih dalam bahwa korupsi tidak akan terjadi, apabila tidak ada para pemimpin yang memberikan kewenangan begitu luas serta kesempatan yang begitu banyak dan mudah, sehingga dengan sangat mudahnya pegawai yang baru 5 tahun sudah memiliki kekayaan yang sangat menakjubkan yaitu memiliki rumah seharga Rp.2 Miliar, memiliki apartemen di Singapura, memiliki mobil mewah, serta kehidupannya sangat glamor dan bahkan di Singapura menginap di hotel berbintang senilai Rp. 1,7 Juta / malam beserta istri dan anaknya. Kalau kita merenung kembali awal berdirinya bangsa ini, masalah korupsi ini
52
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
telah terjadi disegala lapisan masyarakat, terutama masyarakat jawa yang notabene hidupnya dijajah oleh bangsa Belanda beratus ratus tahun lamanya, sehingga pada saat itu disana sini banyak terjadi mulai dari penggelapan sampai suap atau sogokan, hal ini telah terjadi di zaman Gubernur Pantai Timur Laut Jawa, yang bernama Nicolaas Enggelhard dalam memorinya 15 April 1805. Berdasarkan pengisahan Dukut Imam Widodo, penulis buku Soerabaya Tempo Doeloe. Gubernur menjadi kaya raya karena mendapat sogokan atau upeti dari pribumi yang menginginkan jabatan, menginginkan pangkat dan status yang lebih baik, sebagai hulu balang, sebagai prajurit dan sebagai bala tentara perang yang mendapat jaminan hidup yang lebih layak dan lebih baik. Samuel P. Huntington, seorang futurulog mengaitkan hubungan antara budaya kita dan korupsi yang selama ini berlangsung tanpa sungkan dan malu – malu menyebutkan bangsa Indonesia. Menurut beliau diantara sekian negara yang paling terkorupsi adalah Negara Indonesia, Rusia, dan beberapa Negara Amerika Latin dan Afrika. Tapi Huntington mengecualikan Singapura sebagai Negara yang bersih sejajar dengan Denmark, Swedia, dan Finlandia “ Anomali Singapura adalah kepemimpinan Lee Kuan Yew. Di Indonesia ada keinginan yang kuat untuk segera membasmi dan memberantas tindakan korupsi,kolusi dan nepotisme, akan tetapi di satu sisi ada juga yang sebenarnya ingin tetap dipertahankan tata hubungan yang korup dan tidak ingin bangsa ini bebas dari korupsi, Namun kenyataannya kekuasaan
Pengawasan Orde Baru telah berakhir dengan adanya perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian lahirlah ketetapan MPR No.XI/1998 yang salah satunya meminta pengusutan terhadap koruptor dan mewajibkan penyelenggara negara melaporkan kekayaan para pejabat. Bahkan tidak luput pula para auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama khususnya dan auditor di kementerian lain juga harus melaporkan kekayaannya walaupun ada juga auditor yang hanya memiliki rumah sangat sederhana tipe 36/90, dengan harta kekayaan tidak lebih dari Rp. 100.000.000,00 seandainya ada auditor yang mempunyai kekayaan lebih dari itu, ini merupakan harta warisan dari orang tuanya, namun apabila jika dibandingkan dengan pegawai Ditjen Pajak yang baru baru ini terlibat kasus penggelapan pajak senilai Rp. 25.000.000.000,00 sangat fantastis perbandingannya yaitu 1 : 250. Apabila dibelanjakan kerupuk, dan harga 1 buah kerupuk sekarang @ Rp.5.000,00/ kaleng, maka jumlah kaleng yang ada di rumah Gayus Tambunan sebanyak : 25.000.000.000. : 5.000/kaleng = 5.000.000. kaleng kerupuk atau 5 Juta Kaleng. Dan seandainya kaleng itu disimpang di rumah Gayus Tambunan dengan ukuran = 5.000.000. X 3.00 cm ( luas kaleng kerupuk) = 1.500.000.000 cm = 15.000.000 m = 15.000 Km, Jadi kalau kita lari marathon jaraknya 42 Km, maka 15.000: 42 =…… ? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lahir sebagai anak kandung reformasi. Kehadiran KPK sangat diharapkan kiprahnya dan peran sertanya dalam menanggulangi bahaya korupsi kolusi dan nepotisme. KPK terlahir karena ada ketidakpercayaan
kepada lembaga penegak hukum yang selalu merongrong kewibawaan bangsa seperti kepolisian dan kejaksaan, KPK melakukan gebrakan dengan cara mengadili mantan Kapolri, ada politisi ketangkap basah, ada jaksa tertangkap tangan sedang memperdagangkan perkara, ada politisi ketangkap basah dengan seorang wanita yang bukan mukan makhromnya di sebuah hotel dan villa, serta kejadian kejadian yang selalu menghiasi mass media dan elektronik. Korupsi adalah perang yang belum mampu kita menangi. Ia telah menjadi sesuatu yang banal, sesuatu yang biasa. Tidak ada kondisi sosial yang cenderung melawan korupsi. Jika korupsi diterima sebagai budaya atau terkait dengan budaya, maka factor kepemimpinanlah yang akan menjawab tantangan dan yang dapat menentukan kearah manakah reformasi birokrasi berjalan. Salah satu wujud untuk melawan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah Kepemimpinan yang kokoh dan kondisi social yang melawan korupsi, serta masyarakat yang mendukung bisa menjadi bekal perang melawan korupsi Dalam catatan Litbang Kompas, selama tahun 2005 hingga 2009 saja terjadi kasus korupsi besar di 21 lembaga mulai dari lembaga Negara, seperti penegak hukum, BUMN, departemen, birokrasi, pemerintah daerah,partai politik, hingga para anggota parlemen. Sebenarnya apakah korupsi itu? Mengutip Amir Hamzah dalam buku yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kata Korupsi berasal dari kata corruption atau corruptus, lantas apa maknanya ? Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
53
Pengawasan Korup dalam kamus bahasa Indonesia (1991), berarti busuk, rusak,suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/ barang milik perusahaan atau Negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Bagi mereka yang memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dan dapat merugikan Negara diganjar penjara seumur hidup, penjara 1 tahun sampai maksimal 20 tahun, dan denda antara Rp. 50 Juta sampai Rp. 1 Miliar. Sedangkan mereka yang suka menyuap atau melakukan sogok kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara supaya berbuat yang melanggar kewajibannya bakal diganjar penjara minimal 1 tahun sampai 5 tahun, dengan denda antara Rp. 50 Juta sampai Rp. 250 Juta. Sedangkan bagi mereka yang menyuap atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, juga hakim yang menerima untuk mempengaruhi keputusan perkara, dikenakan hukuman penjara minimal 3 tahun sampai 15 tahun atau denda Rp. 150 Juta sampai Rp. 750 Juta. Pasal ini juga mengatur kontraktor nakal,yang melakukan atau menyerahkan bangunan secara curang , yang membahayakan jiwa dikenakan hukuman 2 tahun sampai 7 tahun atau denda Rp. 100 Juta sampai Rp. 350 Juta. Hukuman – hukuman itu berlaku juga bagi penerima suap, yang mengetahui dan mengambil, atau menerima hasil suap. Memperbaiki Moral Melawan Korupsi Franz Magniz Suseno, teolog dan Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, menyebut korupsi di Indonesia disebabkan gagalnya pendidikan etika dan agama. Menurutnya agama
54
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
gagal membendung moral bangsa dalam hal mencegah korupsi, padahal Indonesia memiliki masyarakat yang beragama. Pemeluk agama di mata Franz, masih memandang agama hanya berkutat pada urusan ibadah saja, sehingga agama nyaris tidak memainkan peran sosial yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia. Padahal agama memiliki kesempatan memainkan peran yang lebih besar dibanding ormas sekalipun. Sebab agama memiliki hubungan emosional dengan sesama pemeluknya’ Jika diterapkan dengan benar kekuatan hubungan emosional ini mampu menyadarkan umat, bahwa korupsi bisa membawa dampak buruk, baik di dunia maupun di akhirat. “Kata Franz Magniz Suseno”. Maka langkah pertama pemberantasan korupsi adalah memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Disinilah agama berperan , dengan cara para pemuka agama berupaya mempererat ikatan emosional antara agama dan pemeluknya. Para pemuka agama diberbagai kesempatan hendaknya menekankan bahwa korupsi adalah perbuatan yang bukan hanya tercela, akan tetapi juga dosa. Pemberantasan korupsi dimulai diantaranya dengan mengalihkan kesetiaan bukan kepada keluarga, golongan, suku, ras, agama,akan tetapi kepada bangsa. Langkah berikutnya adalah memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang mempunyai kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan. Sudahkan kita melakukannya ? sebab baik dan buruknya suatu bangsa, sangat ditentukan oleh pemimpinnya. [Erma Agustini]
Opini Lemahnya Publikasi dan Sosialisasi Di Lingkungan Kementerian Agama Oleh: Miftahul Huda
S
Stand Pameran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Tingkat Nasional Banjarmasin Kalimantan Selatan, 4-11 Juni 2011
ebagai diamanatkan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian agama dapat diringkas bahwa Tugas Kementerian Agama adalah Mendorong dan menfasilitasi warganegara untuk menjadi pemeluk agama yang baik (menjalankan ajaran agamanya), Mendorong terwujudnya keharmonisan warganegara pemeluk agama dalam kerangka NKRI, Menyediakan layanan pendidikan agama dan keagamaan dalam upaya meningkatkan keimanan dan kecerdasan kehidupan bangsa. Melihat hal ini begitu berat tugas kementerian agama, karena terkait dengan mental suatu bangsa. Berbeda dengan yang lain, Kementerian Agama mempunyai tugas
pokok Pendidikan dan peningkatan keimanan umat bergama dengan berbagai macam agama dan kulturnya. Namun ibarat kain putih, setitik noda yang ada pada kain tersebut orang akan selalu melihatnya negatif. Banyak sekali peristiwaperistiwa yang terjadi di Kementerian Agama namun masyarakat tidak mengetahui kejadian sebenarnya hanya melihat dari televisi sehingga mereka menjustifikasi bahwa Kementerian Agama adalah sarang korupsi. Hal ini juga dipertegas oleh Menteri Agama Suryadharma Ali pada pada salah satu acara, beliau menyatakan bahwa Kementerian Agama bukan sarang korupsi karena karyawan yang ada telah bekerja bersih. Menteri Agama Suryadharma Ali Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
55
Opini mengatakan, ada yang pihak yang menuduh Kemenag sarang korupsi. Pernyataan tak berdasar itu harus diwaspadai karena memang jajaran kementerian memberikan jawaban dengan kerja bersih. Karena itu, ia minta jajaran kementerian agama di pusat dan daerah dapat bekerja bersih, bekerja sesuai dengan koridor dan aturan yang berlaku. Seperti tercantum dalam lampiran UU Republik Indonesia Nomor 17/2007 Bab IV.1.2, huruf E angka 35, menyatakan: Pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. ini adalah salah satu paket undang-undang guna menuju reformasi birokrasi termasuk
di Kementerian Agama. Esensi reformasi birokrasi, yaitu menjalankan pemerintahan sesuai koridor, transparan, akuntabel dan berdasarkan aturan yang berlaku. Biasanya, masyarakat menilai birokrasi berkaitan erat dengan pelayanan. birokrasi pemerintahan dipahami sebagai sesuatu yang mudah menjadi sulit. Kalau ada pelayanan mudah, dibuat sulit. Biaya murah menjadi mahal. Mengingat pernyataan Menteri Agama dalam sebuah acara bahwa jajaran Kementerian Agama harus Kerja keras, kerja cerdas dan ikhlas harus dilandasi dengan hati bersih. Inilah salah satu program pemerintah juga Kementerian Agama tentunya guna peningkatan kualitas kinerja birokrasi. Selain tugas-tugas diatas kementerian agama mempunyai tugas yang selalu disorot oleh masyarakat karena terkait dengan pelayanan publik yaitu Penyelenggaraan ibadah haji yang menurut masyarakat
Irjen Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Saat Memberikan Arahan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama 56
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Opini masih banyak kekurangan serta pelayanan kita tahu banyak yang sudah dilakukan oleh pendidikan yang belum mengedepankan kementerian agama dalam membangun profesionalitas. Dari mulai masalah masalah bangsa mulai dari meningkatnya kualitas catering, penginapan yang dirasa jauh dari penyelenggaraan haji misal, semakin banyak Makkah serta bagaimana pengelolaan BPIH. prosentase jumlah penginapan jamaah haji Bahkan ada wacana dari berbagai kalangan yang dekat dengan Makkah, peningkatan untuk menswastakan penyelenggaraan haji, kualitas madrasah , misalnya semakin banyak kita ketahui bahwa sebagian permasalahan sekolah di bawah naungan kementerian penyelenggaraan haji sebagian besar terjadi di agama yang berlabel internasional, serta arab saudi yaitu berkaitan dengan peraturan dibentuknya SKB tiga Menteri terkait dengan pemerintahan kerajaan Saudi Arabia yang permasalahan Ahmadiyah. Meningkatnya kita tidak bisa merubahnya. Permasalahan kualitas pelaporan keuangan kementerian ini yang terjadi dalam penyelenggaraan agama yang semakin akuntabel dengan haji yang seharusnya opini wajar dengan dijelaskan oleh pengecualian (WDP) Seseorang yang menolak pemerintah kepada yang dikeluarkan oleh memperbaharui cara-cara kerjanya masyarakat sehingga BPK RI. Namun hal-hal yang tidak lagi menghasilkan, mereka paham diatas tidak banyak seperti orang yang terus memeras jerami dengan kejadian masyarakat yang untuk mendapatkan santan. sebenarnya, bukan tahu akan informasi hanya memfonis tersebut. dengan mendapatkan Disinlai sebenarnya info yang kurang akuntabel serta tidak bisa pentingnya peran publikasi dan sosialisasi dipertanggungjawabkan. Proses sertifikasi Kementerian Agama terhadap kebijakanbagi guru-guru, kurikulum yang dirasa kebijakan, program-program, maupun tumpang tindih serta rendahnya kualitas keberhasilan yang telah atau akan pendidikan di madrasah adalah beberapa dilaksanakan oleh Kementerian Agama. Hal permasalahan dalam penyelenggaraan ini penting dilaksanakan dikarenakan banyak pendidikan di lingkungan Kementerian sekali masyarakat kita yang tidak mengetahui Agama. dan memahami apa-apa saja yang telah Selama ini seolah-olah jajaran dilakukan oleh Kementerian Agama, atau kementerian agama membiarkan berita-berita kebijakan-kebijakan apa saja yang sedang dan dimedia massa bebas dalam memberitakan akan dilaksanakan oleh pemerintah khusunya mengenai kekurangan-kekurangan yang ada Kementerian Agama serta berbagai undangdi Kementerian Agama tanpa diimbangi undang atau peraturan yang telah dibuat. dengan berita yang baik. Tidak adanya Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan pembelaan ini lah yang menyebabkan citra suatu kondisi dimana masyarakat bertanyakementerian agama sangat buruk. Padahal tanya apa saja yang sudah diperbuat oleh Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
57
Opini Kementerian Agama? Atau akan muncul opini kepemimpinan Harmoko, sering sekali dalam masyarakat bahwa pemerintah dalam dilaksanakan pemutaran film Layar Tancap. hal ini Kementerian Agama tidak mengerjakan Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, apapun untuk masyarakatnya, karena media ini sangat efektif untuk memberikan memang sepertinya tidak ada pembelaan informasi atau pejelasan mengenai programatau jawaban yang signifikan yang diberikan program pemerintah. Melalui kegiatan ini, oleh jajaran kementerian agama sendiri pemerintah dapat menyisipkan Iklan Layanan baik melalui media cetak atau elektronik. Masyarakat tentang berbagai program dan Walaupun di beberapa waktu Kemenag juga kebijakan pemerintah yang penting diketahui sering mempublikasikan melalui televisi dan oleh masyarakat, di sela-sela pemutaran media masa, namun intensitasnya masih film-film populer. Hal ini dilakukan guna relatif kecil. Karena itulah, sosialisasi dan menarik masyarakat agar datang ke acara publikasi sangat diperlukan oleh Kementerian layar tancap. Seperti di perusahaan-perusahaan Agama guna memberikan penjelasan serta Swasta, Strategi informasi yang benar pemasaran seperti kepada masyarakat. Jangan menolak perubahan Publikasi dan Berbagai wadah dapat hanya karena Anda takut kehilangan Sosialisasi memang dipergunakan untuk diperlukan dana yang memberikan info yang telah dimiliki, sebab dengannya relatif besar. Namun kepada masyarakat. Anda merendahkan nilai yang bisa hal ini tentunya Seperti media massa Anda capai melalui perubahan itu. sebanding dengan (cetak dan elektronik), hasil penjualan peran tenaga-tenaga produk mereka. penyuluh yang langsun turun ke pelosok-pelosok daerah Demikian juga tentunya di Kementerian lebih diintensifkan lagi, dan berbagai sarana Agama, anggaran besar yang dikeluarkan lainnya. Dalam Penyelenggaraan ibadah haji untuk program publikasi dan sosialisasi ini misalnya perlu adanya forum konsultasi di tentunya tidak akan sia-sia, jika dilaksanakan website atau di media cetak yang membahas dengan baik dan tepat sasaran. Sehingga tentang berbagai permasalahan yang terjadi, tujuan akhirnya, bahwa masyarakat memiliki sehingga masyarakat tahu informasi yang pemahaman terhadap berbagai kebijakan sebenarnya. Semoga dengan program dan program Kementerian Agama, dapat reformasi birokrasi yang sedang dilakukan terwujud, dan akan memberikan umpan oleh Kementerian Agama hal ini segera balik untuk Kemenag dalam menentukan arah dan kebijakan selanjutnya. Kinerja yang terwujud. Masih ingat di pikiran kita pada bagus tanpa ada pencitraan adalah sesuatu waktu Era Orde baru, waktu jamannya yang kurang sempurna, inilah sebenarnya Departemen Penerangan masih ada dibawah yang harus dilakukan. [Miftahul Huda]
58
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Opini Sikap dan Kerjasama Kementerian Agama Oleh: Mukodas Arif Subekti
B
Disiplin Menjadi Salah Satu Budaya Kerja Pengawai Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
erdasarkan pencapaian pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, serta perkiraan pencapaian tahun 2011, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus ditangani dari sisi pemberantasan korupsi, antara lain: (a) budaya dan perilaku KKN masih banyak dijumpai di lingkungan birokrasi pemerintah, (b) peraturan perundang-undangan di bidang pemberantasan korupsi masih banyak yang belum sejalan dengan Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) tahun 2003 yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 2006, dan (c) upaya-upaya pemberantasan korupsi belum terintegrasi dengan baik. Pencegahan korupsi menjadi sangat prioritas untuk dilaksanakan, namun permasalahan yang dihadapi antara lain
belum tuntasnya berbagai landasan peraturan perundang-undangan, antara lain seperti; peraturan yang mengatur pengawasan nasional yakni RUU Pengendalian Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; kualitas pengelolaan keuangan negara belum sepenuhnya dikelola secara akuntabel dan transparan sesuai standar akuntansi pemerintah; praktek pengadaan barang dan jasa pemerintah masih diwarnai kecurangan dan penyimpangan sehingga mengakibatnya banyaknya pimpinan instansi pusat dan daerah yang terjerat tindak pidana korupsi; kualitas dan kompetensi aparat pengawas internal pemerintah belum memadai untuk mendukung pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Demikian pula halnya dengan penerapan sistem integritas di lingkungan instansi pemerintah masih cukup Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
59
Opini rendah, dan budaya kerja yang bersih belum satuan kerja, baik di pusat maupun di daerah, terinternalisasi dan terinstitusionalisasikan untuk mengaplikasikannya ke dalam kegiatan kedinasan sehari-hari. Sejalan dengan harapan secara baik. Terkait adanya kasus suap oleh Menteri Agama untuk memberantas Korupsi, seorang auditor Badan Pemeriksa Keuangan Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan (BPK) Jabar yang pernah tertangkap Kementerian Agama, salah satu upayanya KPK karena terlibat permainan uang adalah dengan meneguhkan pentingnya untuk memperoleh opini Wajar Tanpa perubahan sikap mental, budaya kerja, Pengecualian (WTP), menunjukkan bahwa dan peningkatan kinerja pegawai, melalui hasil pemeriksaan auditor yang memberikan pemahaman yang baik atas konsep reformasi pernyataan disclaimer belum terdapat tertib birokrasi di lingkungan Kementerian Agama, administrasi dalam pengelolaan keuangan. dan pentingnya pengendalian internal sebagai Dalam opini disclaimer, auditor tidak dapat upaya mewujudkan birokrasi yang bersih memberikan pendapat atas laporan keuangan dan bebas KKN. Guna mewujudkan harapan tersebut sudah barang yang disajikan. tentu diperlukan Alasannya karena ada Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi adanya koordinasi pembatasan ruang pencapaian kecemerlangan hidup yang diidamkan. dan kerjasama yang lingkup pemeriksaan Berhati-hatilah! baik, program kerja serta lemahnya sistem Karena beberapa kesenangan yang jelas, transparan, pengendalian internal, adalah cara gembira yang membuai akuntabel, serta sehingga auditor menuju kegagalan. dukungan pemerintah tidak mendapatkan (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) yang handal dan keyakinan mengenai profesional, sehingga substansi laporan siap dan mampu keuangan tersebut. Berbagai kelemahan tersebut di melaksanakan sistem penyelenggaraan atas, menunjukkan betapa kompleksnya birokrasi yang lebih baik. Kementerian Agama sebagai permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi pemerintah dewasa ini, baik dalam aspek lembaga pembantu Presiden memiliki tugas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber menjalankan tugas pemerintahan khususnya di bidang agama. Tugas tersebut merupakan daya aparatur negara. Dalam rangka meningkatkan opini tugas yang amat berat dan diharapkan memberikan dorongan dan laporan dari disclaimer menuju Wajar Tanpa mampu Pengecualian (WTP), sebagaimana telah teladan bagi terwujudnya penyelenggaraan ditargetkan oleh Bapak Menteri Agama negara yang bersih dan bebas KKN. Untuk RI, maka diperlukan adanya sikap dalam melaksanakan hal tersebut, Kementerian memaknai opini auditor. Selain itu juga Agama menjalankan program sebagai diperlukan persepsi yang sama di seluruh berikut: peningkatan kualitas kehidupan
60
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Opini beragama; peningkatan kerukunan umat beragama; peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan; peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; penciptaan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Mengingat beban berat yang harus dilaksanakan, diperlukan sumber daya aparatur Kementerian Agama yang bersih dari KKN, mampu menjalankan tugas dan fungsi secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu diperlukan kesungguhan aturan, pola pikir, dan pola kerja perlu diselaraskan dengan tuntutan layanan, bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja, dan melakukan pengawasan secara ketat, serta memberi contoh dalam kebaikan. Supaya semua itu bisa dilaksanakan, setiap aparat Kementerian Agama harus bisa memiliki dua spirit. Pertama komunikasi. Artinya, aparatur Kementerian Agama harus terus membina dan membangun komunikasi dengan staf dan juga dengan mitra strategisnya. Spirit kedua yang dapat dijadikan referensi adalah bersikap arif dan bijaksana. Kearifan tidak hanya mengandalkan intuisi atau logika saja. Kearifan memungkinkan kita menggunakan suara hati dan logika untuk menemukan opsi terbaik. Inilah spirit kita dalam memainkan peran kita masing-masing sebagai pemimpin. Begitu juga dengan peran pemerintah yang juga harus menyikapi secara objektif tentang opini disclaimer terhadap laporan keuangan. Ini adalah sebagai suatu bagian dari manajemen publik yang masih lemah. Namun, opini disclaimer jangan semata-
mata diartikan jalannya pemerintah tidak baik sehingga seolah-olah kredibilitas dan akuntabilitasnya hanya ditentukan dari lembar laporan hasil pemeriksaan. Upaya perbaikan yang signifikan harus tetap dilakukan agar setiap hasil laporan mendapatkan opini yang WTP. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sangat berperan penting dalam memperoleh “kasta” tertinggi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tugas dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agama adalah mengawasi jalannya birokrasi mulai dari pusat hingga daerah di lingkungan Kementerian Agama. Bila Inspektorat Jenderal Kementerian Agama berperan dengan baik dalam tugasnya, maka sistem pengendalian internal di lingkungan Kementerian Agama diterapkan dengan baik, sehingga aset-aset negara dapat terkelola dengan baik. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama harus selalu menjunjung tinggi integritas dan nilai etika dalam perannya sebagai pengawas ataupun pemeriksa di lingkungan Kementerian Agama. Tindakan tegas terhadap pelaku suap-menyuap setidaknya dapat menghilangkan persepsi negatif publik dan keraguan publik terhadap kinerja Kementerian Agama. Kedepannya, semoga hasil laporan dari auditor selalu memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan diikuti peningkatan kinerja yang lebih baik, sehingga Kementerian Agama bisa dianggap sebagai kementerian yang bersih dan bebas dari KKN. [Mukodas Arif Subekti]
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
61
Opini Membangun Citra Kementerian Agama Oleh: Mohamad Ali Irfan
P
Irjen Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Saat Memberikan Arahan Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) KPK - Unit Eselon I Kemenag Di Kantor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
erilaku koruptif (korupsi) sebenarnya telah terjadi sejak manusia diciptakan oleh Allah SWT, sebagaimana sejarah Nabi Adam ketika masih di alam surgawi, Nabi Adam AS dan Siti Hawa telah melakukan pelanggaran karena terbujuk rayu oleh Setan dengan memakan buah kuldi yang telah dilarang oleh Allah SWT (sebagai uji keta’atan) untuk dimakan, hal tersebut juga merupakan prilaku koruptif, sehingga usia perilaku korupsi sama tuanya dengan usia penciptaan manusia atau usianya syaithon. Perilaku korupsi dilakukan tidak hanya oleh manusia yang tidak memahami nilai-nilai agama saja akan tetapi juga digandrungi oleh manusia yang memahami nilai-nilai agama bahkan pula manusia yang memiliki pendidikan
62
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
formal syariah Islam atau syariah agama non Islam lainnya. Perilaku korupsi dilakukan tidak hanya dilakukan oleh banyak para pejabat dan para pengusaha akan tetapi juga diakukan oleh pihak rakyat kecil, perilaku korupsi yang dilakukan oleh rakyat kecil dikarenakan untuk mempertahankan hidupnya dari penderitaan yang berkepanjangan akibat perilaku korupsi besar yang dilakukan para penguasa, pejabat, politisi dan para pengusaha yang telah menguras habis sumber-sumber kehidupan rakyat kecil. Sedangkan perilaku korupsi para penguasa, pejabat dan pengusaha menggunakan beberapa pola atau bentuk dalam berkorupsi. Bentuk-bentuk korupsinya meliputi korupsi yang “halus” seperti penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Opini yang implikasinya menyebabkan kerugian Negara yang jumlahnya sampai milyaran rupiah. Sedangkan korupsi dalam bentuk “kasar” meliputi penggelapan uang Negara (uang rakyat) yang jumlahnya milyaran atau bahkan trilyunan rupiah dan dollar juga. Biasanya prilaku korupsi besar para penguasa, pejabat, politisi dan pengusaha dilakukan secara berkolusi antara para pejabat dengan pejabat atau pejabat dengan pengusaha dan juga politisi dengan pejabat serta pengusaha untuk memudahkan serta memuluskan proses penggelapan uang Negara tersebut. Perilaku korupsi telah meruntuhkan berbagai sendi-sendi kehidupan bangsa dan Negara, sehingga keuangan Negara menjadi runtuh, meningkatnya hutang Negara kepada luar negeri, melemahnya kesejahteraan rakyat, krisis moneter, krisis sosial serta meningkatnya krisis multi dimensional. Intinya prilaku korupsi banyak menyebabkan Negara runtuh ekonominya. Salah satu Negara yang hancur ekonominya adalah Indonesia, padahal Negara Indonesia adalah Negara terkaya sumber alamnya. Berdasarkan penelitian dari Lembaga Transparansi Indonesia, IPK (Indeks Persepsi Korupsi) pada tahun 2004 untuk Indonesia mendapat nilai IPK 2,2 dan peringkat Indonesia berada pada posisi 137 dari 146 negara. Daya hancur perilaku korupsi yang amat dasyat membuat banyak Negara tergugah untuk mengembangkan kebijakan atau peraturan sebagai sistem atau tools/ alat untuk mencegah dan memberantas prilaku korupsi yang diminati banyak pihak. Ternyata banyak Negara yang telah berhasil memberantas korupsi, seperti Negara
Perancis, New Zealand, Belanda, Cina, AS, Jepang dan Singapura serta Korea Selatan. Negara Indonesia telah berusaha berbenah diri dengan banyak membuat kebijakan bahkan banyak mendirikan lembagalembaga kontrol seperti berdirinya DPR, KPK, BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, Bawasda, Irwilprop, Irwilkab dan banyak lembaga pengawasan lainnya. Peran lembaga pengawasan telah berupaya secara maksimal untuk mengontrol jalannya lembaga birokrasi dari praktekpraktek korupsi, salah satunya adanya peran lembaga audit internal pemerintah seperti BPKP, beberapa waktu yang lalu BPKP telah mengumumkan temuan atau hasil audit yang berupa penyimpangan pengelolaan keuangan Negara yang besar, di berbagai Kementerian Negara salah satunya adalah Kementerian Agama. Dampak pengumuman BPKP tersebut di berbagai media elekronik dan media massa menyebabkan Kementerian Agama menjadi pusat pembicaraan masyarakat dibandingkan dengan Kementerian lainnya. Kenapa menjadi pusat pembicaraan masyarakat? Persepsi masyarakat kepada Kementerian Agama adalah prilaku korupsi di Kementerian Agama dilakukan oleh pejabat-pejabat dan karyawannya memiliki pendidikan formal syariat masing-masing agama yang baik, ternyata masih berminat untuk berprilaku korupsi. Sedangkan persepsi masyarakat kepada Kementerian yang lainnya dianggap suatu yang lumrah kalau pejabat dan karyawannya melakukan korupsi karena mereka tidak memiliki pendidikan formal syariat masing-masing agama. Walaupun itu merupakan persepsi yang salah kaprah Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
63
Opini juga. Apalagi Kementerian Agama memiliki kegiatan yang paling disoroti oleh masyarakat dan berbagai lembaga pengawasan yaitu kegiatan pelaksanaan Ibadah Haji dan Umrah. Bagaimana membangun citra Kementerian Agama ditengah-tengah masyarakat dan berbagai lembaga pengawasan adalah tidaklah mudah. Membangun citra Kementerian Agama akan bisa terwujud apabila adanya komitmen bersama dari suluruh pejabat dan karyawan untuk merubah sikap dari memiliki prilaku korupsi menjadi prilaku membangun (hijrah ma’nawi), terutama diberikan contoh terlebih dahulu dari Pimpinan Puncaknya yaitu Menteri Agama. Membangun citra akan dapat dipertahankan konsistensinya apabila memperhatikan beberapa hal yang paling mendasar dan menjadi pondasi membangun peradapan manajemen Kementerian Agama yang modern, yaitu berupa : Pertama, pimpinan satuan organisasi harus dapat memberikan tauladan. Apabila Kepemimpinan puncak seperti Menteri telah memberikan contoh lebih dahulu dengan membuat regulasi-regulasi yang merupakan kebijakan untuk membingkai secara hukum program pemberantasan korupsi di kementeriannya, maka langkah berikutnya adalah memilih pimpinan satuan organisasi dalam hal ini pejabat struktur satu tingkat dibawahnya yaitu eselon I dengan melibatkan lembaga seleksi yang independen untuk dapat memilih pimpinan satuan organisasi yang dapat memberikan contoh tauladan kepada jajarannya yang memiliki kemampuan, prilaku yang humanis
64
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
dan morality serta religious, sehingga pimpinan yang terpilih ketika bekerja untuk memimpin mampu memberikan contoh berkualitas dalam kerja dan memiliki pola hidup sederhana serta tidak pernah meminta fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya serta ketika mengeluarkan kebijakan pemberantasan korupsi dia tidak ragu untuk menerapkan sikap tegasnya kepada jajarannya yang melakukan penyimpangan, dan apabila ada dari pihak jajarannya mengalami suatu permasalahan pribadi maupun di lingkungan kerjanya yang membuat turunnya kinerja jajarannya maka pimpinan harus mampu untuk berfungsi sebagai pengayom atau membantu untuk menyelesaikan masalahnya. Kedua, pelaku pelanggaran harus diberikan sanksi hukum dan tindakan yang tegas. Untuk menjadikan Kementerian Agama sebagai Kementerian yang patut dijadikan panutan moral pegawai oleh kementerian lainnya diperlukan adanya kontrol ketat terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran indisipliner maupun pelanggaran yang dapat merugikan keuangan Negara, apabila didapati pelaku pelanggaran yang dilakukan pegawai atau bahkan pejabat tinggi maka pimpinan puncak Kementerian Agama harus berani bersikap memberikan sanksi hukum dan tindakan yang tegas agar menjadikan jera terhadap pegawai yang berani melakukan pelanggaran atau menjadikan pelajaran untuk pegawai yang mau mencoba melakukan pelanggaran, sebab di Negara Indonesia budaya malu belum menjadi tradisi yang tertanam dalam hati serta diamalkan disetiap perbuatan para
Opini pegawai dan para pejabat yang melakukan pelanggaran, budaya malu sudah tertanam tinggi di masyarakat jepang, bahkan di media nasional pernah memberitakan seorang Menteri Dalam Negeri Jepang mundur dari jabatan dikarenakan menerima uang dari pengusaha apabila di kurs kan ke mata uang rupiah hanya sebesar Rp. 15.000.000, Ketiga, pimpinan segera dalam mengambil keputusan saat terjadi benturan kepentingan. Kementerian Agama dalam membangun citranya sangat membutuhkan seorang pemimpin yang mampu segera menentukan sikap dalam mengambil keputusan saat terjadi benturan kepentingan, tentunya yang harus disikapi oleh pimpinan ketika akan mengambil keputusan harus melihat kepentingan Negara atau umat lebih diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi dan golongannya. Contohnya adalah ketika Kementerian Agama memiliki agenda kegiatan pengadaan mobil dinas untuk para pejabatnya, dan ternyata di salah satu propinsi terjadi bencana alam yang menghancurkan segala sarana perkantoran dan perekonomian serta tempat ibadah, maka pimpinan Kementerian Agama mengambil keputusan segera untuk menggagalkan pengadaan mobil dinas untuk para pejabatnya, dan dialihkan untuk membantu pembangunan sarana perkantoran Kementerian Agama di propinsi yang mengalami kehancuran dan sarana ibadah yang hancur pula karena bencana alam tersebut. Sikap pemimpin inilah yang sangat dibutuhkan untuk membangun citra Kementerian Agama.
Keempat, membangun sistem akuntabilitas atau pertanggungjawaban tugas yang memadai. Pengumuman atas hasil audit BPKP pada seluruh media elektronik dan media massa terhadap penyimpangan yang berakibat kerugian keuangan Negara yang besar pada setiap Kementerian Negara, salah satunya adalah penyimpangan yang terjadi di Kementerian Agama. Hal ini terjadi diakibatkan karena sistem akuntabilitas dan pertanggungjawaban tugas di Kementerian Agama sangatlah lemah, seperti lemah dalam pembuatan laporan SIMAK BMN DAN SAKPA. Permasalahan utama adalah banyaknya asset Negara di seluruh propinsi yang dikelola oleh Kementerian Agama tidak tercatat dalam laporan SIMAK BMN secara baik sehingga berakibat kerugian Negara yang besar, lalu permasalahan besar lainnya di Kementerian Agama adalah mayoritas pelaksana keuangan bukan berasal dari SDM yang berpendidikan keuangan akan tetapi berpendidikan agama sehingga tidak mampu menyajikan laporan akuntabilitas keuangan Negara yang baik. Kelima, pengendalian Intern mampu memberikan kewenangan untuk menyelidiki kegiatan pimpinan terutama berkaitan dengan pengeluaran dana yang besar. Untuk membangun citra Kementerian Agama diperlukan kekuatan lembaga pengendalian Internnya seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Menteri Agama memberikan kewenangan dan keleluasaan kepada Inspektorat Jenderal untuk menyelidiki kegiatan seluruh pimpinan yang berkaitan dengan pengeluaran dana yang besar, bahkan kewenangan tersebut tidak
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
65
Opini dalam menyelidiki proses realisasi anggaran Negara akan tetapi juga mengawasi proses pembuatan perencanaan anggarannya, sehingga antisipasi penyimpangan sejak dimulai dari pembuatan perencanaan anggarannya. Dengan kewenangan dan keleluasaan yang diberikan Menteri Agama kepada Inspektorat Jenderal akan dapat menekan penyimpangan kolektif yang dilakukan para pejabat di lingkungan Kementerian Agama RI. Keenam, jajaran Manajemen berupaya tidak penutupi kasus penyimpangan yang terjadi. Pada umumnya di tingkat Kementerian dan Lembaga Negara penyimpangan yang dilakukan para pejabat internal seringkali kasus penyimpangannya cenderung ditutupi oleh pihak manajemen bahkan pihak pelakunya diproteksi oleh pimpinannya, dengan alasan apabila kasus penyimpangan terungkap keluar dari lingkungan Kementerian maka citra Kementerian akan menjadi buruk. Dengan sikap pihak manajemen untuk menutupi kasus penyimpangan maka para pelaku tidak pernah jera untuk kembali melakukan penyimpangan, seringkali kasus yang melibatkan pejabat tinggi diselamatkan oleh pimpinan dengan cara merolling pejabat tersebut ke posisi jabatan yang tingkat eselonnya sama, agar pihak luar yang tidak mengetahui jenis hukuman di lingkungan kepemerintahan menilai bahwa pejabat tersebut telah diberikan hukuman. Untuk membangun citra Kementerian Agama maka sikap majemen harus mampu mempublikasikan tindakan tegas berupa memberhentikan dari Pengawai Negeri Sipil
66
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
(PNS) atau mencopot jabatannya bahkan ada yang diserahkan kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum, telah dilakukan oleh pimpinan puncak Kementerian Agama terhadap para pejabat dan pegawai yang melakukan penyimpangan, sehingga masyarakat menilai bahwa Kementerian Agama sedang mengadakan program pemberantasan korupsi di lingkungan internalnya, sehingga akan menumbuhkan rasa simpati masyarakat kepada Kementerian Agama. Sikap tegas dan tidak menutupi kasus yang terjadi menjadi sikap profesional dalam membangun citra Kementerian Agama, karena di negara-negara yang bersih dari korupsi seringkali mempublikasikan pejabat yang melakukan korupsi diberbagai media, ternyata terapi malu terhadap publik merupakan terapi yang sangat ampuh sehingga banyak pejabat yang sangat takut untuk melakukan korupsi, karena apabila terkena sangsi publikasi maka seluruh keluarganya akan mendapat malu karena dicemooh oleh masyarakat luas. Ketujuh, Reward and punishment dilaksanakan secara efektif. Upaya membangun citra Kementerian Agama tidak hanya membuat mekanisme kontrol yang ketat saja akan tetapi pimpinan Kementerian Agama juga membuat sistem Reward dan Punishment, dengan cara setiap pengangkatan pejabat harus menandatangani kontrak pencapaian target kerja, sehingga ketika pejabat yang telah menandatangani kontrak pencapaian target kerja telah berhasil melaksanakannya bahkan melewati target yang telah ditandatanganinya maka
Opini pejabat tersebut memiliki khans kuat untuk meningkatan kariernya pada jabatan yang lebih tinggi sedangkan apabila pejabat yang tidak mampu melaksanakan target kerja sebagaimana yang telah ditandatanganinya maka pejabat tersebut segera diganti dengan pejabat yang dinilai mampu untuk menggantikan posisinya, dengan sistem reward and punishment seperti itu para pejabat akan berlomba untuk meningkatkan kualitas kerja dan budaya kerja akan terbentuk di lingkungan Kementerian Agama, dan citra Kementerian Agama akan terbangun dengan sendirinya. Sistem reward and punishment telah diterapkan pada lingkungan perusahaan swasta dengan menerapkan pola pencapaian target sehingga karier pegawai berdasarkan kualitas kerja pegawai tidak berdasarkan atas DUK (Daftar Urut Kepangkatan) yang masih diperlakukan di lingkungan PNS, sehingga pegawai akan menjadi pejabat bukan karena kualitas tapi karena urut kepangkatannya. Kedelapan, tuntutan pimpinan sesuai dengan kemampuan Kementeriannya. Seorang pemimpin untuk membangun citra Kementerian Agama terlebih dahulu mengadakan analisa SWOT, seorang pemimpin harus mampu melihat kekuatan, nilai potensi yang dimiliki, kelemahan dan ancaman yang dimiliki Kementeriannya, dengan demikian tuntutan pimpinan dapat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Kementerian Agama, tuntutan pimpinan akan sukses dengan dukungan kekuatan SDM, sarana serta dana yang dimiliki Kementerian Agama disetiap propinsi, seperti tuntutan pimpinan untuk lebih meningkatkan
raport Kementerian Agama dari disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP) setelah tercapai pimpinan menuntut untuk raport harus naik lagi menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), padahal untuk memperoleh raport WDP saja dengan perjuangan yang terseok-seok dan nilai WDP yang sebenarnya belum bisa untuk naik raportnya, karena SDM, sarana dan dana didaerah sangatlah minim kualitasnya, sehingga untuk mempertahankan raportnya terasa sangat berat, apalagi kepemimpinan Kementerian Agama di tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota kurang memiliki keperhatian terhadap pekerjaan utama yang dapat menaikkan raport Kementerian Agama seperti pembuatan laporan SIMAK BMN dan SAKPA, seharusnya hal tersebut segara disikapi oleh pimpinan pusat Kementerian Agama untuk mengadakan penandatanganan kontrak target kerja jabatan terhadap seluruh pimpinan dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta setiap pimpinan satker, salah satu isi point kontrak target kerja jabatan adalah meningkatkan kualitas pembuatan laporan SIMAK BMN dan SAKPA, sehingga tuntutan pimpinan benar-benar memperhatikan kemampuan Kementeriannya. Apabila delapan hal pondasi dasar untuk membangun peradapan Kementerian Agama dilaksanakan oleh setiap pimpinan dan pegawai secara bersama-sama dan bersungguh-sungguh maka citra Kementerian Agama sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat dan umat akan terwujud. [Mohamad Ali Irfan]
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
67
Opini Akar Permasalahan Budaya Korupsi dan Solusinya Oleh: Nurul Badruttamam
K
Irjen Dr. H. Mundzier Suparta, MA. Saat Memberikan Arahan Bagi Para Auditor pada Kegiatan PKPT Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
orupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau
68
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah sangat rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
Opini yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Akar Masalah Korupsi Perkara Korupsi, Kol usi dan nepotisme yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum
dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus perkara korupsi yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara korupsi di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu citacita reformasi. Mundurnya presiden Soeharto dari kursi kekuasaannya selama 32 tahun menjadi langkah awal dari reformasi disegala bidang baik itu ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya serta yang terpenting adalah pintu demokrasi harus dibuka lebar-lebar dengan harapan bangsa ini akan memiliki masa depan yang lebih baik. Namun sayang impian itu tidak sepenuhnya terpenuhi, lamban bahkan sebagian kebobrokan itu menjadi meningkat drastis secara kualitas maupun kuantitasnya. Salahsatu bagian dari kebobrokan itu adalah praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Praktek KKN ini merupakan salahsatu penyakit akut yang terjadi dimasa orde baru yang mengakibatkan sistem ekonomi, politik, kekuasaan dan lapisan birokrasi berasaskan kekeluargaan yaitu kekuasaan hanya berputar pada kalangan terbatas saja yaitu anggota keluarga dan teman dekat saja. Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundanganundangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek Korupsi sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
69
Opini preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus korupsi dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang dipetieskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat. Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan (preventif). Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan
70
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
justru korupsi semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu. Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU No.28/1999 tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum. Di zaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat
Opini sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan. Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus matarantainya. Praktek korupsi seakan menjadi penyakit menular yang tidak ditakuti seperti halnya flu burung. Adakalanya disebabkan karena pemenuhan kebutuhan seperti yang dilakukan oleh pegawai rendahan, tapi ada juga yang karena pengaruh budaya materialistis menumpuk kekayaan seperti koruptor-koruptor dari kalangan pejabat tinggi yang kehidupannya sudah lebih dari “mewah”. Karena adanya pemerataan korupsi maka tidak salah kalau orang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Artinya pokok permasalahan dari korupsi adalah bagaimana pola pikir masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi ? Apakah
dilatarbelakangi budaya materi dengan menumpuk kekayaan atau secukupnya sesuai kebutuhan dan bila berlebih akan disalurkan bagi yang membutuhkan sebagaimana ajaran agama dan etika moral. Hal ini berarti bicara bagaimana pola tingkah laku, peresapan ajaran agama, moralitas dan hal-hal lain yang mempengaruhi mental seseorang. Begitu pula halnya dengan kolusi dan nepotisme yang akar permasalahannya terletak pada kekalahan dari idealisme sosial yang berisi nilainilai yang dapat menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Kolusi dan nepotisme telah menjadi kebiasaan dalam struktural masyarakat kita. Hal ini bisa kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan merupakan barang yang mahal saat ini. Tapi untuk sebagian orang yang melewati jalan belakang ini sangatlah mudah. Misalnya cukup dengan membayar sejumlah uang dalam jumlah besar atau dengan membawa surat sakti dari “orang kuat” atau melobi keluarga dekat yang berada dalam struktur lapangan kerja yang diinginkan. Bila ini diimbangi dengan kualitas yang bagus tidak masalah, walaupun rasa keadilan tetap masih ternodai. Tapi kalau kualitasnya jelek, ini sama saja dengan menempatkan orang yang bukan ahlinya yang kelak justru akan menambah pada kehancuran. Parahnya hal ini seakan telah menjadi prosedural bukan saja diinstitusi swasta tapi juga di pemerintahan. Pertanyaan berikutnya, apa ada jaminan pelaku tersebut dijerat oleh hukum? Atau justru lepas dan ia akan terus membina kondisi ini dan akan terjadi regenerasi terusmenerus. Lalu apakah masyarakat akan Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
71
Opini menentang jalur-jalur belakang ini atau justru lahir sikap pembiaran karena ternyata juga telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat saat ini. Jadi jelaslah bahwa upaya preventif dari pemberantasan KKN adalah dengan menciptakan tertib sosial dalam arti adanya tertib nilai-nilai yang harus diaplikasikan dalam struktur masyarakat. Kondisi Pendukung Korupsi Inilah sederet kondisi yang mendukung munculnya korupsi, di antaranya: Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezimrezim yang bukan demokratik; Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah; Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal; Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar; Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”; Lemahnya ketertiban hukum; Lemahnya profesi hukum; Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa; Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain “ pada umumnya orang menghubunghubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat.....” namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut
72
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul “Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa “di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan”. ( Sumber buku “Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007) Mengukur Korupsi Mengukur korupsi dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan
Opini survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi. Solusi Mengatasi Korupsi Kementerian Agama sebagai instansi pemerintah yang concern terhadap akuntablitas dan upaya pemberantasan korupsi, perlu terus mengedepankan transparansi pelayanan publik, mempermudah dan meningkatkan pelayanan sehingga lebih banyak masyarakat yang terlayani, dan menindaklanjuti keluhan dan masukan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Untuk menuju hal tersebut perlu diwujudkan teamwork yang handal, dibangun dan dijaganya korps bercitra baik dan diisinya SDM Kementerian Agama dengan personil yang berintegritas dan kompeten. Pengertian korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 merupakan tindakan melawan hukum, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/ orang lain/korporasi, yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara. Sumbersumber potensial terjadinya korupsi dan penyelewengan adalah : pembangunan fisik, proyek pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha dan kredit perbankan. Korupsi terjadi pada kegiatan yang berkisar pada kualitas, harga dan komisi.
Subyek pelaksana korupsi bukan hanya pegawai negeri, namun meliputi pengertian Setiap Orang, yaitu orang perseorangan (setiap orang siapa saja), korporasi (kumpulan orang atau kekayaan yang berorganisasi), dan Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud UU Kepegawaian, KUHP, dan sebagainya. Beberapa tindakan korupsi yang sering dilakukan antara lain adalah : penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan/kedudukan, percobaa/pembantuan/pemufakatan jahat untuk melakukan TPK, gratifikasi, suap, pemberian atau menjanjikan hadiah. Proses pengadaan barang/jasa di lingkungan instansi pemerintah termasuk kementerian/lembaga merupakan kasus yang paling dominan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini, dilanjutkan dengan penyuapan, penyalahgunaan anggaran, dan perizinan. Penyebab terjadinya korupsi dalam proses pengadaan barang/ jasa tersebut adalah : tidak adanya keterbukaan (pelelangan tidak terbuka), integritas di kementerian/lembaga yang rendah, kurangnya kompetensi SDM, tidak ada penghargaan kepada personil terkait, dan pelaksanaan pengadaan masih merupakan pekerjaan sampingan. Korupsi dapat terjadi pada berbagai tahap proses pengadaan sejak tahap perencanaan seperti penggelembungan/ mark-up harga barang, rencana pengadaan yang diarahkan, rencana pemaketan untuk KKN, dan jadwal pengadaan yang tidak realistis, hingga tahap penyerahan barang/ jasa, seperti volume dan mutu/kualitas barang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
73
Opini serta pembuatan contract change orderCCO. Solusi alternatif dalam pencegahan dan penindakan korupsi pada proses pengadaan barang/jasa adalah : transparansi pengadaan, tidak membatasi peserta, adil dan tidak berpihak, akuntabilitas, efektif dan efisien, supremasi hukum dan partisipasi masyarakat. Peraturan Presiden (Perpres) No.54 Tahun 2010 yang diterbitkan pada tanggal 6 Agustus 2010, dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik, sehingga penggunaan anggaran negara menjadi efektif dan efisien. Landasan Perpres No.54 Tahun 2010, salah satunya adalah PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, yang mengatur bahwa barang pemerintah harus dikelola dengan baik. Oleh karenanya satuan kerja perlu menganalisis kebutuhan barang dan jasa berdasarkan rencana kerja yang telah ditetapkan oleh instansi pemerintah dalam mendukung tugas pokok dan fungsi. Ketentuan lain yang diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 adalah pembagian kewenangan yang jelas antara PA/ KPA, PPK, serta Pejabat/Panitia Pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan (ULP). Dalam ketentuan tersebut, PA/KPA bertugas melakukan analisis kebutuhan barang/ jasa meliputi penentuan jumlah, jenis dan spesifikasi teknis secara umum, serta jadwal waktu kebutuhan dan penganggaran yang diperlukan. Selain itu PA/KPA berfungsi menetapkan organisasi dan pemaketan
74
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
pengadaan, serta menentukan kebijakan pengadaan. PPK berfungsi menjabarkan rencana umum pengadaan dari PA/KP ke dalam rencana teknis yang lebih rinci, serta menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS/ OE). Sedangkan Pejabat/Panitia Pengadaan berfungsi dalam menentukan metode pengadaan, melaksanakan proses pengadaan termasuk dalam penentuan/penetapan pemenang dan pelaksana pengadaan barang/jasa. Sesuai Perpres tersebut, ULP harus sudah terbentuk di instnasi pemerintah paling lambat tahun 2014. Untuk itu, Kemenag sudah memulai proses pembentukannya dengan status organisasi, jenjang karir, dan pemberian tunjangan dan anggaran operasional yang memadai. E-procurement adalah pengadaan secara elektronik atau pengadaan barang/ jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundangundangan, dengan ruang lingkup : proses pengumuman pengadaan barang/jasa sampai dengan penunjukan pemenang. Penerapan e-procurement di lingkungan instansi pemerintah memerlukan upaya lebih untuk dapat diselenggarakan secara memadai dan dimulai sesegera mungkit terkait berlakunya Keppres No.54 Tahun 2010. Berdasarkan pengalaman Kementerian PU, untuk membangun sistem e-procurement yang handal di seluruh Indonesia diperlukan waktu penyiapan cukup lama dan bertahap hingga 8-10 tahun. Namun demikian, sebaik apapun sistem dibangun, semuanya terpulang kepada SDM yang menjalankannya yang berintegritas,
Opini yang tetap mengedepankan kualitas dengan independen, dan kompeten. Dalam upaya pencegahan korupsi, terwujudnya peserta didik yang bermoral sejak dini sudah diperkuat pendidikan dan teguh dalam semangat kebangsaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karakter. Sebab Pendidikan karakter dinilai sebagai upaya sangat strategis saat ini untuk Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional membuka pintu bagi bangsa ini keluar dan (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional bangkit dari keterpurukan. Ketika bangsa (Harkitnas), Jumat (20/5/2011) malam, di ini lama mengabaikan pendidikan dan Hall D Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, pembangunan karakter bangsa, tidak ada menggarisbawahi lima hal dasar yang menjadi daya juang dan dorong dari dalam diri tujuan Gerakan Nasional Pendidikan Karakter. tiap anak bangsa yang mempersatukan Gerakan tersebut diharapkan menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang pemerintah dan rakyat. Pendidikan karakter mendesak ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelima hal dasar tersebut adalah: dikembangkan untuk menguatkan identitas bangsa. Sebab peran pendidikan dalam pertama, manusia Indonesia harus bermoral, pembentukan karakter bangsa semakin berahlak, dan berperilaku baik. Oleh karena sangat dibutuhkan ditengah berbagai gejolak itu masyarakat diimbau menjadi masyarakat permasalahan di tanah air yang cenderung religius yang anti kekerasan. Kedua, bangsa Indonesia kian mengaburkan semangat nasionalisme. Pendidikan masih merupakan sektor menjadi bangsa yang cerdas dan rasional. potensial yang mampu berpengaruh besar Berpengetahuan dan memiliki daya nalar dalam membentuk dan membina karater tinggi. Ketiga, bangsa Indonesia menjadi bangsa. Sebab, di sini melibatkan interaksi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan dari kalangan tenaga pendidik dengan peserta serta bekerja keras mengubah keadaan. didik secara intens, selain dari interaksi yang “Negara tak akan berubah kalau kita tak terjadi antara peserta didik dengan keluarga mengubahnya,” Keempat, memperkuat semangat di rumah. Selain itu, institusi pendidikan harus bisa. Seberat apapun masalah yang yang menampung banyak peserta didik dihadapi jawabannya selalu ada. Kelima, dari berbagai jenjang dan ragam latar manusia Indonesia harus menjadi patriot budaya, memungkinkan penyebaran nilai- sejati yang mencintai bangsa dan negara nilai berlangsung optimal bagi efektifitas serta tanah airnya. Semoga kita berharap pendidikan pembentukan dan pembinaan karakter karakter yang ditanamkan sejak dini akan bangsa. Dengan penguatan peran tenaga berdampak positif pada tahun-tahun pendidik terhadap peserta didik dalam mendatang, dengan muncul dan lahirnya upaya tersebut, diharapkan terjalin sinergi manusia Indonesia yang unggul yang bebas antara implementasi kegiatan transfer ilmu KKN. [Nurul Badruttamam] Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
75
Hikmah Totalitas dalam Ibadah Oleh: Abdillah
A
Audisi Calon Praktisi dan Fasilitator Sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) Tahun 2011 Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
llah SWT berfirman: Artinya hidup manusia harus dihiasi dengan ibadah “Dan aku tidak menciptakan jin kepada Allah SWT. Bukan sesuatu yang berat dan manusia melainkan supaya dan mustahildalam mengimplemantasikan mereka mengabdi kepada- ayat Allah di atas, karena banyak hadits Ku.”(QS. Al-Dzariyat: 56). Dalam tafsir Al- yang menggambarkan kemudahan dalam Qur’an Al-‘Adzim yang ditulis oleh Ibnu Katsir beramal kemudian amal tersebut dapat dijelaskan bahwa arti dari ayat tersebut di memiliki nilai ibadah selain ibadah-ibadah atas adalah “Aku menciptakan mereka hanya yang telah diwajibkan Allah SWT. Contohnya untuk Aku perintahkan menyembah-Ku, adalah dalam sebuah hadits Rasulullah SAW: bukan karena Aku memerlukan mereka.”Ali “Senyummu di hadapan saudaramu adalah ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu shodaqoh.” (HR. Tirmidzi). Mudah bukan Abbas ra tentang firman Allah SWT; “Dan untuk beribadah? Oleh karena itu dalam Aku tidak menciptakan jin dan manusia sebuah ayat, Allah SWT memerintahkan melainkan supaya mereka menyembah-Ku,” orang-orang yang beriman untuk masuk ke artinya, “Agar mereka mengakui-Ku dengan dalam Islam secara keseluruhan. Firman ibadah baik suka maupun terpaksa.”. Allah SWT, yang artinya: “Hai orang-orang Dari ayat dan penafsiran tersebut di yang beriman, masuklah kamu ke dalam atas tidak ada lagi nilai tawar bahwa seluruh Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
76
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Hikmah langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (AlBaqarah: 208) Dari dua ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bagi seorang mukmin ibadah menjadi orbit satu-satunya dalam kehidupan. Artinya tidak ada satu detik pun yang terlewatkan dalam kehidupan seorang mu’min kecuali dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Maka penulis merumuskan bahwa yang dapat kita jadikan pegangan adalah “Waktu adalah kehidupan, dan kehidupan adalah ibadah”. Memang tidak mudah untuk memberikan pemahaman kepada seseorang dalam mencapai tujuan yang Allah tetapkan, karena masih banyak yang berasumsi bahwa dirinya telah cukup melakukan ibadah kepada Allah hanya dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib seperti sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, membaca Al-Qur’an, menunaikan ibadah haji, dan lain-lain. Sebagai contoh marilah kita coba untuk mengkalkulasi ibadah-ibadah wajib yang sudahdilakukan oleh si Fulan. Fulan saat ini sudah berusia 35 tahun, jika Fulan aqil balighdiakhir usianya yang ke-15, maka Fulan sudah melaksanakan kewajibannya selama 20 tahun. Pertanyaannya adalah apakah waktu selama 20 tahun tersebut sepenuhnya atau minimal sebagaian besar sudah dipergunakan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT, atau sebaliknya justru banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia? Kalkulasinya adalah: Pertama, sholat wajib. Fulan melaksanakan sholat 5 waktu rata-rata menghabiskan waktu 10 menit untuk setiap waktunya. Berarti dalam kurun waktu 20
tahun waktu yang digunakan untuk sholat wajib adalah 365.000 menit atau 6.083 jam. Kedua, membaca Al-Qur’an. Fulan terbiasa membaca Al-Qur’an dalam sehari selama 30 menit yang dilakukan ba’da sholat subuh. Sehingga selama 20 tahun waktu yang dihabiskan untuk membaca Al-Qur’an oleh Fulan adalah 219.000 menit atau 3.650 jam. Ketiga, Fulan telah melaksanakan haji dan berada di tanah suci selama 38 hari. Selama 38 hari tersebut Fulan mengisi seluruh waktunya untuk beribadaah kepada Allah. Maka ibadah yang dilakukan Fulan selama melaksanakan ibadah haji adalah 912 jam. Keempat, Fulan telah melaksanakan puasa Ramadhan dan tidak pernah meninggalkannya seharipun selama 20 tahun. Jika setiap harinya Fulan berpuasa selama 14 jam maka selama 20 tahun Fulan telah puasa Ramadhan selama 8.400 jam. Dari uraian contoh di atas, Fulan telah melakukan ibadah-ibadah wajib dan ritual lainnya setelah aqil balighselama19.045 jam atau hanya mencapai 11% dari total 175.200 jam selama 20 tahun. Sementara aktivitas Fulan diluar ibadah wajib dan ritual lainnya sebanyak 89% atau 156.155 jam. Artinya Fulan telah menyia-nyiakan 89% waktunya selama 20 tahun jika ia tidak menggunakannya dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, ibadah yang dimaksud bukan hanya ibadah-ibadah wajib atau yang bersifat ritual saja akan tetapi ibadah yang mencakup seluruh kehidupan manusia atau disebut “Syumuliyyatul ‘Ibadah” (Totalitas untuk beribadah). Bagaimana kita dapat menghiasi waktu dengan nilai-nilai ibadah? Apakah Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
77
Hikmah kita bisa melakukannya? Tentunya sebagai seorang mukmin harus optimis dalam melakukan ibadah kepada Allah. Meluruskan niat untuk mencari ridha Allah SWT serta berani mengatakan pada diri sendiri dan kepada orang lain dengan ungkapan “Isyhaduu biannaa muslim” saksikanlah sesungguhnya kami adalah muslim. Dengan demikian kita siap mengambil langkahlangkah dalam mencari peluang menghiasi waktu dengan ibadah kepada Allah SWT. Peluang menghiasi waktu dengan ibadah kepada Allah SWT dapat diraih dalam beberapa cara, yaitu: Pertama, mencakup seluruh hukum agama. Secara singkat pelaksanaan hukum agama adalah wajib, sunnah, dan mubah. Wajib, adalah ibadah yang secara jelas Allah perintahkan, jika melakukannya mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan berdosa. Ibadah dalam katagori wajib ini termuat dalam butirbutir Rukun Islam yang 5 dan sebagaimana terdapatdalam Al-Qur’an. Butir-butir tersebut adalah syahadat, mendirikan sholat, puasa Ramadhan, menunaikan zakat, dan berangkat haji ke Baitullah.Ibadah-ibadah wajib selain yang ada dalam rukun Islambanyak juga disebut oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an diantaranya adalah mengenakan jilbab, berdakwah, mandi wajib, wudhu, berjihad, menuntut ilmu dan mengamalkannya,dan sebagainya. Adapun sunnah (anjuran) yaitu apabila dilaksanakan mendapat pahala dan apabila tidak dilaksanakan maka hilanglah kesempatan atau peluang mendapat pahala dari Allah SWT. Amalan sunnah lebih banyak dari yang Allah wajibkan,contohnya adalah
78
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
puasa Senin Kamis, puasa Dawud, puasa Ayyamulbidh, berqurban, shadaqah, berdzikir, berdo’a, silaturrahim, mengucapkan salam, berkata-kata baik, tidak menggunjing, menghormati tetangga, memuliakan tamu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Akan lebih banyak lagi peluang mendapatkan pahala apabila melakukan amalan-amalan yang mubah (boleh) dengan diiringi niat yang baik. Contohnya, sebelum tidur kita berdo’a dan meniatkan agar esok harinya dapat bekerja dengan baik.Makan dan minum diawali do’a dengan harapan makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh akan menambah stamina sehingga semangat untuk beribadah kepada Allah SWT. Pada saat kita lelah dalam perjalanan kemudian singgah dimasjid untuk beristirahat maka akan dihitung pahala jika kita ambil air wudhu dan niat untuk i’tikaf beberapa saat diringi dengan berdzikir kepada Allah dalam istirahat tersebut. Kedua, mencakup seluruh aspek kehidupan. Menghiasi hidup dengan ibadah yang mencakup seluruh aspek hidup diantaranya adalah: amal-amal insting, amalamal sosial amal-amal mencari penghidupan, dan lain sebagainya. Salah satu amal insting adalah menikah. Bahkan menikah disebut sebagai setengah agama. Karena menikah merupakan setengah agama maka perihal pemilihan pasangan dan tatacara pernikahanharus diperhatikan secara serius. Dari proses pernikahan ini saja apabila kita laksanakan sesuai Al-Qur’an dan Al-Hadits maka akan banyak sekali nilai ibadah yang dapat menjadi pahala, contoh: memilih pasangan yang sholih, meminang, akad nikah,
Hikmah resepsi pernikahan, memberikan mahar, mengundang tetangga dan kaum kerabat dalam resepsi pernikahan (nilai silaturahim dan ukhuwah) dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan dalam rangka membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Adapun amal-amal sosial dapat menjadi tonggak dalam melakukan da’wahditengah masyarakat dan sebagai ladang ibadah. Karena biasanya manusia akan taat kepada siapapun yang dapat memenuhi kebutuhnnya akan dua hal, yaitu makanan dan keamanan. Bahkan Allah menggunakan dua hal kebutuhan manusia tersebut pada saat memerintahkan untuk menyembah DiriNya. Mencari penghidupan (bekerja) merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Bahkan pada saat melakukan perjalanan ke tempat kerja pun dapat dinilai ibadah jika kita iringi dengan dzikir kepada Allah SWT. Sebagaimana yang dilakukan oleh seorang teman saat berangkat ke tempat kerja yang memakan waktu + 45 menit beliau memanfaatkan waktu perjalanan tersebut dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafalnya. Ketiga, mencakup seluruh keadaan manusia. Seluruh keadaan manusia yaitu amal hati, amal akal, dan amal anggota badan. Allah mem¬berikan ketiganya agar digunakan untuk kebaikan dan mencegahnya dari kemungkaran. Amal hati akan mempunyai porsi yang sangat besar dan strategis dalam memanfaatkan waktu untuk beribadah kepada Allah SWT. Di antara amal hati adalah ikhlash, husnuzhan, lapang dada, ridho, cinta dan benci karena Allah, takut kepada Allah,
sabar, tidak sombong, qona’ah, dan lain-lain. Tafakur terhadap penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang adalah bagian dari amal akal. Selain tafakur, menuntut ilmu dan memikirkan permasalahan umat juga bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Imam Ghazali berkata: “Orang yang di waktu malam memikirkan permasalahan umat lebih baik dari pada shalat sepenuh malam”. Kesempatan beribadah pada anggota badan meliputi: lisan, mata, kedua telinga, kedua tangan, dan kedua kaki. Amal-amal anggota badan meliputi: menampakkan rasa syukur dengan bebagai pujian kepadaNya, perkataan baik, diam, dzikir, memberi nasihat, menutupi aib yang dilihatnya pada diri seseorang, melihat ayat-ayat Allah SWT, menutupi aib yang didengarnya, mendengar ayat-ayat Al-Qur’an, menyingkirkan duri atau hal yang membahayakan dari jalan, bersalaman, menolong mengangkat beban, melangkahkan kaki ketempat yang baik, dan lain-lain. Imam Bukhari dan Muslim mengetengahkan sebuah riwayat dari Abi Hurairah RA, dia menerangkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “… Yang demikian dikarenakan apabila dia menyempurnakan wudhu lalu keluar pergi ke masjid melaksanakan shalat jamaah, maka setiap langkah kakinya akan menambah derajat (kebaikan) buatnya serta dileburlah semua kejelekannya…”. Dari hadits tersebut sangat jelas, bahkan setiap langkahpun mendapat nilai kebaikan dengan ditinggikan derajat dan dihapus dosa oleh Allah SWT apabila dilandasi dengan niat ibadah. Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
79
Randang
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KETIGABELAS ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, perlu mengubah gaji pokok Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2010 tentang Perubahan Keduabelas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Ketigabelas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah duabelas kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31); MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN KETIGABELAS ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1977 TENTANG PERATURAN GAJI PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Pasal I 1. Mengubah Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098) sebagaimana telah duabelas kali diubah dengan Peraturan Pemerintah:
80
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
Randang
a. Nomor 13 Tahun 1980 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3162); b. Nomor 15 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 21); c. Nomor 51 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 90); d. Nomor 15 Tahun 1993 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 21); e. Nomor 6 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 19); f. Nomor 26 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 49); g. Nomor 11 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 17); h. Nomor 66 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 151); i. Nomor 9 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 25); j. Nomor 10 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 23); k. Nomor 8 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 21); dan l. Nomor 25 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 31),
sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011. Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Februari 2011
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
81
Resensi Buku
Judul
: Audit Operasional Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2010 Penulis : Tim Penulis Itjen Penerbit : Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Terbit : September 2010 Tebal : 167 Halaman
B
u ku b a r u ka r ya t i m p e n u l i s Inspektorat Jenderal Kementerian A g a m a i n i b e r j u d u l “A u d i t Operasional” yang tentunya nanti akan menjadi rujukan, ajuan dan panduan bagi para auditor dalam menjalankan tugasnya, tentunya dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Audit Operasional tersebut bertujuan untuk menilai efektivitas, efisiensi dan keekonomisan pengelolaan keuangan suatu obyek audit. Hal ini sejalan dengan PMA Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengawasan di lingkungan Kemenag yang menegaskan bahwa audit sebagai bagian dari pengawasan merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai obyek yang diaudit. Isi buku ini, pada bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup pedoman dan sistematika pedoman. Selanjutnya pada Bab II Audit dengan Tujuan Tertentu, bab ini
82
Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
menguraikan secara garis besar mengenai pengertian, tujuan dan ruang lingkup Audit Dengan Tujuan Tertentu, Audit Pengelolaan Keuangan, Audit Kepegawaian, Audit atas BMN, dan Audit Tugas dan Fungsi sebagai bagian dari Audit Dengan Tujuan Tertentu, manfaat Audit Dengan Tujuan Tertentu, dan sistem pengendalian manajemen. Bab III Persiapan Audit (Audit Pendahuluan), menguraikan tentang dasar audit, tujuan, informasi yang harus diperoleh, pihak yang terkait, teknik dan metode, serta langkah-langkah pelaksanaan Audit Pengelolaan Keuangan, Audit Kepegawaian, Audit atas BMN dan Audit Tugas dan Fungsi. Bab IV Pelaksanaan Audit, memperjelas tentang Pengujian Sistem Pengendalian Intern yang meliputi, maksud dan tujuan, komponen pengendalian yang diuji serta teknik yang digunakan dan Audit Rinci atas aspek Pengelolaan Keuangan, Kepegawaian, BMN, Tugas dan Fungsi Selanjutnya pada Bab V Pelaporan Hasil Audit berisi tentang penyusunan Notisi Audit, proses penyusunan Laporan Hasil Audit dan saran tIndak lanjut, bentuk dan isi Laporan Hasil Audit serta pemantauan tindak lanjut. [Nurul Badruttamam]
Resensi Buku
Judul
: Audit Pengelolaan Keuangan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2010 Penulis : Tim Penulis Itjen Penerbit : Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Terbit : September 2010 Tebal : 62 Halaman
U
ntuk melaksanakan fungsi tersebut secara optimal, maka Inspektorat Jenderal Kementerian Agama menerbitkan buku “Audit Pengelolaan Keuangan” yang akan digunakan oleh para auditor untuk melakukan audit pada seluruh satuan organisasi/kerja di lingkungan Kementerian Agama. Dalam hal audit atas pengelolaan keuangan, ruang lingkup audit adalah pertanggungjawaban keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kehematan (keekonomisan), daya guna (efisiensi), serta hasil guna (efektifitas) dari program/kegiatan yang dilaksanakan. Buku ini dimaksudkan untuk memberikan panduan bagi para auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dalam rangka persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit. Tujuan dari pedoman ini adalah untuk memberikan persepsi yang sama di antara para auditor pada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama serta memudahkan dalam pelaksanaan audit serta diperoleh kesatuan arah dalam rangka meningkatkan kualitas hasil audit pada satuan organisasi/kerja di lingkungan Kemenag.
Buku setebal 62 halaman ini terdiri dari 5 (lima) bab. Pada bab I Pendahuluan dimulai dari latar belakang, dasar hukum, maksud dan tujuan, ruang lingkup pedoman dan sistematika pedoman. Bab II Audit Pengelolaan Keuangan Sebagai Bagian Dari Audit Dengan Tujuan Tertentu, yang di dalamnya menguraikan secara garis besar mengenai pengertian, tujuan dan ruang lingkup Audit dengan Tujuan Tertentu, Audit Pengelolaan Keuangan sebagai bagian dari Audit dengan Tujuan Tertentu, manfaat Audit dengan Tujuan Tertentu, dan sistem pengendalian intern. Bab III Persiapan Audit. Bab ini menguraikan tentang dasar audit, tujuan, informasi yang harus diperoleh, pihak yang terkait, teknik dan metode, serta langkahlangkah pelaksanaan audit atas pengelolaan keuangan. Bab IV tentang Pelaksanaan Audit dan pada bab V diterangkan tentang pelaporan Hasil Audit, yang menguraikan tentang penyusunan Lembar Temuan Audit , proses penyusunan Laporan Hasil Audit dan saran tIndak lanjut, bentuk dan isi Laporan Hasil Audit serta pemantauan tindak lanjut. [M. Rancah Dewa] Fokus Pengawasan Nomor 30 Tahun VIII Triwulan II 2011
83
Fokus Foto Itjen
Pembukaan Acara Temu Wicara Pengawasan Eselon I Pusat Kemenag Tahun 2011
Irjen Mundzier Suparta Memberikan Arahan Murawas Eselon I Pusat 2011 - Itjen Kemenag
Pembekalan bagi Auditor Itjen Kemenag Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
Audisi Tim Sosialisasi dan Micro Teaching PPA Tahun 2011 Itjen Kementerian Agama
Gelar Pengawasan (Gerwas) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Pemaparan Materi Para Inspektur Wilayah pada Acara Gerwas Itjen Kementerian Agama