Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007
Fokus Pengawasan PENGAWASAN dengan Pendekatan Agama
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan TIDAK DIPERJUALBELIKAN
1
Daftar Isi
Fokus Pengaw asan Pengawasan Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2007 Dewan Penyunting: Pembina: A. Qodri A. Azizy Pengarah: Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Chamdi Pamudji, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Ali Hadiyanto Ketua: Maman Taufiqurrohman Sekretaris: Ali Rokhmad Anggota: M. Ali Irfan, Khairunnas, Arif Nurrawi, Agus Irfani, Kusoy Pelaksana: Tamriyanto, Miftahul Huda, Sarmin Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
Surat Pembaca ................................... 3 Dari Redaksi ....................................... 4 Fokus Utama Pengawasan dengan PPA masih diperlukan..... ........................................ 5 Pengembangan PPA.. ........................... 7 Agama sebagai Psikoterapi Pencegahan Perilaku Korupsi ................................... 9 Strategi Pengawasan Depag ............... 11 Penyiapan Fasilitator Sosialisasi Program RAN-PK ....................................... 13 Etika Pegawai Depag dalam PPA ....... 15 Opini Pemberantasan Korupsi dalam Tinjauan Islam ................................................... 17 Aplikasi Nilai-nilai Agama dalam Pemberantasan Korupsi ...................... 21 Pelaksanaan Pakta Integritas ............. 24 Urgensi Audit Block Grant .................. 26 Usaha Pemberantasan Gratifikasi........28 Kebijakan Strategis Inspektorat Jenderal Departemen Agama............................31 Strategi Pengawasan Menuju Depag yang Bersih dan Bebas dari KKN ................36 SAP Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 02 .............................. 41 Sirandang Inpres Nomor 5 Tahun 2004 ................ 46 Amo SPPN ................................................. 50 Teknologi Informasi Internet Plus-Minus ............................. 53 Hikmah Kunci Rumah Tangga Sakinah ............ 57 Renungan Cinta Dunia Adalah Akar Korupsi ........ 59 Relaksasi ........................................... 62
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, diutamakan dalam bentuk soft copy.
Cover Belakang: Para Inspektur Wilayah dalam acara Workshop Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) di Hotel Millennium Jakarta, 8-9 Juni 2007.
2
Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Surat Pembaca Diklat dapat didownload di situs www.bpkp.go.id), Perwakilan BPKP setempat, Badan Diklat setempat, Bawasda yang telah menerapkan JFA, Organisasi Profesi Pengawasan. Di samping itu dapat juga dilakukan penugasan pengawasan secara gabungan dengan melibatkan auditor di lingkungan Perwakilan BPKP.
Lulus Ujian Sertifikasi
Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER 1275/K/2006
Saya telah menerima hasil kelulusan ujian sertifikasi pembentukan auditor ahli periode Juli 2007. Pertanyaan saya adalah : 1. Apakah setelah lulus mengikuti ujian sertifikasi di atas, saya akan menerima sertifikat kelulusan pembentukan auditor ahli? 2. Langkah langkah apa yang sebaiknya saya tempuh untuk meningkatkan kompetensi di bidang pengawasan ?
Hanafi. SE Belitung Timur
FP: 1. Peserta yang dinyatakan lulus berhak mendapatkan Sertifikat Lulus/STTPP, yang akan diterbitkan terhitung 6 (enam) minggu setelah tanggal pengumuman. 2. Peningkatan kompetensi SDM pengawasan dapat dilakukan melalui: Diklat Sertifikasi JFA;Diklat Teknis Substansi Pengawasan;Seminar, Workshop, Bimbingan Teknis dan Lokakarya di bidang pengawasan; dan Membaca buku, artikel, kajian, dan berbagai tulisan di bidang pengawasan. Informasi kegiatan tersebut dapat diperoleh di Pusdiklatwas BPKP (kalender
Mohon dapat diberikan informasi selengkapnya mengenai Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER 1275/K/2006. Terima kasih. Bayu, Inspektorat Lembaga Sandi Negara FP: 1. Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER 1275/K/JF/2006 dapat anda download di situs www.bpkp.go.id pada laman Pusat Pembinaan JFA menu Ketentuan JFA. 2. Dalam waktu dekat Pusbin JFA akan menerbitkan kodifikasi peraturan termasuk di dalamnya adalah Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER 1275/K/JF/ 2006 dan mendistribusikannya ke unit kerja di lingkungan APIP.
Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca. Redaksi
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
3
Dari Redaksi PPA, MASIH PERLUKAH? Oleh: Iing Muslihin Ketika Inpres Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi diluncurkan, Departemen Agama menyambut baik dengan harapan agar image masyarakat yang kurang baik terhadap Dep. Agama, menyadari bahwa ternyata tuduhannya tidak benar dan tidak berdasar. Sambutan dimaksud berupa Instruksi Menteri Agama (INMA) Nomor 3/2006 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK). INMA yang diterbitkan bukanlah sekedar basa basi sebagai suatu formalitas yang menurut Gus Mus diistilahkan dengan daging untuk membuat program dan kegiatan guna menutupi celah yang selalu disoroti masyarakat. Tahun-tahun sebelumnya Itjen Depag telah melakukan sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama. Kegiatan Pengawasan dengan Pendekatan Agama yang populer dengan sebutan PPA merupakan program unggulan dan salah satu program pengawasan preventif Itjen Depag dalam upaya pencegahan perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme. Guna memantapkan Rencana Aksi Nasional dimaksud, pada Juni 2007 Itjen Depag menyelenggarakan workshop PPA tahun 2007 dengan tema Aktualisasi Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi dengan Pendekatan Agama melalui Evaluasi dan Monitoring yang Efektif. Workshop yang diselenggarakan bertujuan untuk
4
mewujudkan rumusan formula baru sebagai acuan dalam pelaksanaan sosialisasi program RAN-PK dengan pendekatan agama. Selain itu juga dimaksudkan agar ada konsep monitoring dan evaluasi program RAN-PK melalui pendekatan agama yang efektif sehingga tingkat keberhasilannya dapat diukur dengan jelas guna perbaikan berikutnya. Workshop yang diikuti antara lain oleh seluruh Sekretaris unit eselon I Departemen Agama Pusat, para auditor di lingkungan Itjen Depag, serta auditor dari berbagai departemen tersebut juga membuat format action plan dan garis-garis besar pengembangan materi sosialisasi RAN-PK dengan pendekatan agama. Memang, kegiatan di Hotel Millenium Jakarta pada 8-9 Juni 2007 tersebut bukanlah sekedar pelaksanaan program dari anggaran yang harus dicairkan, namun merupakan kegigihan dari aparat pengawasan di jajaran Depag yang ingin mengimplementasikan statement Menteri Agama RI bahwa Depag adalah pelopor dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, PPA yang sudah lama dikenal di lingkungan Depag dan beberapa instansi pemerintah lainnya perlu lebih digalakkan pelaksa-naannya melalui modus baru yaitu (a) model sosialisasi, dan (b) panduan monitoring dan evaluasi RAN-PK dengan pendekatan agama. Semoga hasil yang dicapai memenuhi harapan masyarakat.(red)
Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama Pengawasan dengan Pendekatan Agama Masih Diperlukan Oleh: Ali Hadiyanto* Korupsi di Indonesia sudah menjadi fenomena yang sangat mencemaskan. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan. Ketidakberhasilan pemerintah dalam memberantas korupsi juga semakin melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat. Masyarakat mulai tidak percaya kepada pemerintah, tidak patuh terhadap hukum, dan jumlah angka kemiskinan absolut di masyarakat bertambah. Jika tak ada perbaikan yang berarti, kondisi tersebut akan membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa. Di mata internasional, tak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Pandangan ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh berbagai entitas asing misalnya Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Penelitian yang dilakukan oleh PERC dan diumumkan pada Maret 2002 menempatkan Indonesia dengan skor 9,92 berdasarkan skala penilaian 0-10. Menurut Transparency International Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk Indonesia tahun 2003 menempati posisi cukup memprihatinkan yaitu 1,9 dengan peringkat 122 dari 133 negara yang disurvai. Semakin rendah IPK, semakin parah tingkat korupsinya. Pada tahun 2004, IPK Indonesia meningkat menjadi 2,0 dan menduduki peringkat 137 dari 146 negara yang disurvai. Sedangkan pada tahun 2005 meningkat menjadi 2,2. Kondisi IPK yang rendah mempersulit kinerja politik luar negeri Indonesia dalam melindungi dan memajukan kepentingan nasional. Peraturan perundang-undangan mengenai korupsi yang dibuat sejak tahun
1957 cukup banyak. Hal tersebut memperlihatkan bahwa niat bangsa Indonesia untuk memberantas korupsi sangat besar, baik dari sisi hukum pidana material maupun hukum pidana formal (hukum acara pidana). Walau demikian, masih saja ada celah yang dapat disalahgunakan oleh tersangka untuk melepaskan diri dari jeratan hukum. Terlepas dari jumlah peraturan perundangan-undangan yang dihasilkan, instrumen normatif ternyata belum cukup untuk memberantas korupsi. Permasalahan utama pemberantasan korupsi juga berhubungan erat dengan sikap dan perilaku. Struktur dan sistem politik yang korup telah melahirkan apatisme dan sikap yang cenderung toleran terhadap perilaku korupsi. Akibatnya sistem sosial yang terbentuk dalam masyarakat telah melahirkan sikap dan perilaku yang permisif dan menganggap korupsi sebagai suatu hal yang wajar dan normal. Langkah-langkah untuk menemukenali hambatan dalam pemberantasan korupsi telah dilakukan dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Tingkat Nasional di Bali pada Desember 2002 yang menyepakati bahwa penanganan korupsi selama ini menghadapi berbagai hambatan serius. Hambatan tersebut antara lain adalah hambatan manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari pengabaian penerapan prinsip-prinsip manajemen yang baik. Akibatnya penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Termasuk dalam hambatan manajemen adalah (a) komitmen manajemen dalam menindaklanjuti hasil pengawasan kurang; (b) koordinasi antar aparat pengawasan dan antara aparat pengawasan dengan aparat penegak
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
5
Fokus Utama hukum lemah; (c) dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan kurang; (d) organisasi pengawasan tidak independen; (e) profesionalisme sebagian besar aparat pengawasan kurang; (f) dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam penanganan korupsi kurang; dan (g) sistem kepegawaian tidak memadai, seperti sistem rekrutmen, sistem penggajian, penilaian kinerja, dan reward and punishment. Kelemahan pelaksanaan pengawasan ini disinyalir sebagai salah satu faktor yang sangat kuat yang dapat mendorong perilaku korupsi. Hal ini karena telah terjadi disorientasi pengawasan. Pengawasan tidak lagi merupakan proses pengamatan seluruh aktivitas organisasi untuk menjamin agar semua tugas berjalan sesuai dengan rencana, namun lebih berorientasi pada penemuan kesalahan ketika kegiatan audit berakhir. Untuk itulah dikeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Sebagai salah satu penjabarannya, diterbitkan program Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) yang ditugaskan kepada Bappenas, dan program Koordinasi, Monitoring, dan Evaluasi (Kormonev) yang ditugaskan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Fungsi pengawasan sebagai detektor dini (preventif) terhadap penyimpangan sebagai alat kontrol kebijakan program dan kegiatan belum dilaksanakan dengan baik. Sesungguhnya pengawasan merupakan cara yang relatif lebih efektif dan efisien untuk mencegah berbagai bentuk penyimpangan termasuk korupsi. Tugas pengawasan dini yang disebutkan dalam pengawasan melekat (waskat) adalah inherent pada tugas pimpinan atau atasan langsung suatu institusi, sehingga relatif tidak memerlukan biaya ekstra. Disamping itu lembaga pengawasan, apapun namanya,
6
pada awal pendiriannya selalu diberikan tugas, fungsi, dan beberapa kewenangan. Hal ini berarti lembaga pengawasan telah memiliki legitimasi formal baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturanperaturan lainnya untuk melaksanakan tugas pengaswasan. Di sisi lain pengawasan masih dianggap momok oleh pelaku kebijakan dan program, sehingga dianggap sebagai ancaman yang tidak diharapkan kehadirannya. Dengan kenyataan seperti itu kita perlu menggali kembali kekayaan internal kita, yakni agama. Sebagai masyarakat yang religius, kita perlu memberdayakan keyakinan atau akidah kita. Untuk melandasi dan memberi arah dalam kehidupan sehari-hari guna mempertanggungjawabkan tugas dan jabatan, agama harus dijadikan patokan. Dengan berpatokan kepada ajaran agama, segala tindakan penyimpangan termasuk korupsi dapat dicegah. Untuk menjawab tantangan sekaligus memberikan solusi bagi permasalahan tersebut, Itjen Depag melakukan kajian khusus antara lain membuat program berupa sosialisasi RAN-PK dengan pendekatan agama yang diselenggarakan di berbagai daerah. Sosialisasi ini merupakan gabungan antara RAN-PK dengan Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Pelaksanaan PPA yang didasarkan atas berbagai ajaran agama dinilai efektif karena lebih dapat menyentuh nurani setiap orang. Penilaian positif tentang efektivitas PPA bukan hanya datang dari pihak Departemen Agama, namun juga dari instansi luar seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Pemda, dan peserta sosialisasi PPA yang berasal dari berbagai institusi. Dengan demikian gabungan RAN-PK dengan PPA dapat mewujudkan Departemen Agama yang bersih dan bebas dari korupsi. (Penulis adalah Sekretaris Itjen Depag)
Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama PENGEMBANGAN PPA Oleh: Dra. H. Mudjimah, MM* Pengawasan melalui jalur agama Pada November 1984 Wakil Presiden RI memprakarsai Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan. Kebijakan tersebut direspon dengan penyusunan paket penerangan bersama oleh Menteri Penerangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Kepala BP-7 pada September 1985. Paket yang disusun dimaksudkan sebagai rintisan awal bagi pedoman umum dalam menyebarluaskan pengawasan melalui berbagai jalur yang dapat dimanfaatkan dalam pembudayaan pengawasan, baik pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, maupun pengawasan melekat. Salah satu jalur yang ditetapkan dalam paket tersebut adalah jalur agama yang pelaksanaanya diserahkan kepada Departemen Agama. Pada November 1986 Wakil Presiden menyetujui penerbitan Petunjuk Pelaksanaan Penyebarluasan Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama (PPKPMJA). Dengan petunjuk pelaksanaan tersebut, diselenggarakan penyuluhan PPKPMJA di berbagai provinsi. Pengawasan dengan Pendekatan agama Meski upaya penyuluhan akan kesadaran pengawasan melalui jalur agama yang berindikasi pada kesadaran bahwa melalui agama yang dipeluk dapat menggiring seseorang untuk tidak melakukan penyimpangan, namun kondisi keterpurukan bangsa pada percaturan masyarakat global belum juga terangkat. Bahkan perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menggurita tak tersurutkan oleh berbagai jenis pengawasan yang ada,
seperti pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan yustisial, pengawasan legislatif, dan pengawasan oleh masyarakat. Untuk itu dirasa perlu penajaman penggarapan sasaran dari penyebarluasan pemahaman dan kesadaran pengawasan yang merupakan ranah kognitif dan afektif kepada pengawasan dengan pendekatan agama yang menitikberatkan kepada penyusunan dan pelaksanaan aksi (ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik). Berdasarkan hasil evaluasi dan berbagai masukan melalui workshop dan lokakarya, sejak 2003 materi dalam PPKPMJA yang materinya tidak terikat dikembangkan sistem modul dalam Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Pencanangan program PPA dimaksudkan agar kesadaran pengawasan yang dilandasi dengan nilai agama menjadi perilaku yang melekat, membudaya, dan menjadi kebutuhan dalam kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian setiap aparatur negara diharapkan dapat terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pengembangan PPA Jangkauan sasaran dan target waktu penggarapan PPA ditetapkan dalam 3 tahap, yaitu jangka pendek (aparatur Departemen Agama), menengah (aparatur pemerintah), dan panjang (aparatur negara). Materi dikembangkan dalam bentuk modul, yaitu (a) pengenalan program PPA, (b)hakekat PPA, (c) etika aparatur negara dalam PPA, (d) kecenderungan penyimpangan, penanggulangannya, dan penegakan hukum dalam PPA, dan (e) aktualisasi program PPA. Tahap berikutnya diterbitkan modul PPA untuk penyuluh
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
7
Fokus Utama agama, guru, widyaiswara, dan dosen. Berbagai buku modul didistribusikan ke seluruh instansi Departemen Agama, majlis agama, serta instansi di luar Departemen Agama. Pelaksanaan sosialisasi PPA dipandu oleh fasilitator dan nara sumber. Karena itu Itjen Depag juga menyelenggarakan pelatihan bagi para fasilitator guna mengantisipasi frekuensi sosialisasi PPA yang dilakukan di berbagai provinsi dan kabupaten/kota, termasuk sosialisasi yang diselenggarakan oleh instansi lain. Setiap pelaksanaan sosialiasi PPA disertai dengan pembuatan action plan dari para peserta yang menghasilkan efek bola salju, masingmasing peserta mengembangkan penularan dan penalaran model PPA di lingkungan masing-masing. Hambatan PPA Evaluasi terhadap pelaksanaan sosialisasi PPA menunjukkan berbagai kendala terutama dalam pencapaian target sasaran, output, dan outcome baik terkait dengan metode penyampaian, bentuk penyelenggaraan, pemilihan peserta, maupun pendanaan. Problem utama penyelenggaraan sosialisasi PPA adalah tidak terlaksananya rencana aksi (action plan) secara optimal sesuai dengan target yang ditetapkan. Metode ceramah dan diskusi seolah hanya santapan ratio/logika yang mungkin kurang menyentuh ranah hati nurani sebagai pusat kebajikan, sehingga mungkin diperlukan metode yang dapat menguak tabir hati nurani peserta sosialisasi. Dalam
8
penyelenggaraan, mereka yang menangani secara kompeten perlu dilatih sesuai dengan bidangnya, baik para narasumber, fasilitator, penyelenggara, maupun petugas monitoring dan evaluasi. Demikian pula dalam penetapan peserta yang melibatkan ormas, guru, dosen, pejabat/pegawai instansi lain, penegak hukum, utusan LSM, dan sebagian pejabat/pegawai instansi Departemen Agama ternyata kurang memenuhi target. Padahal sasaran jangka pendek adalah aparatur Departemen Agama. Hal ini berakibat rencana aksi yang dibuat oleh peserta sosialisasi kurang selaras dengan pelaksanaan yang menjadi tanggung jawab pihak Departemen Agama. Adapun pendanaan yang cukup besar menyebabkan kegiatan Itjen Depag cukup banyak, sehingga kekurangan tenaga yang kompeten dalam memfokuskan penggarapan PPA. Harapan Melalui pemahaman terhadap makna pengawasan dengan landasan nilai-nilai agama dan dengan melakukan antisipasi terhadap hambatan pelaksanaan sosialisasi PPA, serta penajaman program PPA diharapkan terwujud tata kepemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih di lingkungan Departemen Agama, aparatur pemerintah, dan aparatur negara lainnya. Dengan demikian tujuan akhir PPA yaitu aparatur negara yang terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat terwujud. (* Penulis adalah Auditor pada Inspektur Wilayah IV Itjen Depag)
Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama AGAMA SEBAGAI PSIKOTERAPI PENCEGAHAN PERILAKU KORUPSI Dan sesungguhnya Tuhanmu mengetahui apa-apa yang terkandung dalam dada (hati) mereka dan apa-apa yang mereka nyatakan. Firman Allah swt dalam surat anNaml ayat 74 yang artinya disebutkan dalam awal tulisan ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah swt Maha Mengetahui dan Maha Melihat; bahkan mengetahui segala yang terkandung dalam hati dan pikiran manusia meskipun belum dikemukakan, dan melihat amal perbuatan manusia apabila niat dalam hati dan pikiran itu dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan (religiusitas) seseorang yang tercantum dalam rukun iman dan pengamalannya dalam rukun islam. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat religiusitas seseorang, beberapa pakar mencoba membuat alat ukur atau skala dimensi religi (Hunt, 1968; King, et.al., 1972); Hatta Syachron, 1998). Sementara itu berdasarkan pengalaman empiris dalam praktek psikiatri, Hawari, D. (2001) juga telah membuat alat ukur (skala) dimensi religi bagi seseorang yang beragama Islam. Sebagai catatan dapat dikemukakan di sini, sebagaimana dengan skala dimensi religi yang pernah dibuat oleh para pakar sebelumnya bahwa skala dimensi religi Hawari, D. ini belumlah sesuatu yang sempurna dan baku. Meskipun demikian setidak-tidaknya diharapkan skala dimensi dimaksud dapat dijadikan pegangan bagi pengukuran tingkat religiusitas seseorang.
Butir-butir (items) skala dimensi religi versi Dadang Hawari merujuk pada ajaran agama Islam berdasarkan al-Quran dan al-Hadits. Butir-butir tersebut dikelompokkan menjadi 3, yaitu (a) rukun iman dengan 6 subkelompok rincian rukun iman, (b)rukun islam dengan 5 subkelompok rincian rukun islam, dan (c)pengamalan dengan 5 subkelompok terdiri atas keimanan, keilmuan, pengendalian diri, kekeluargaan, dan pergaulan sosial. Setiap butir diukur dengan 3 macam jawaban, yaitu Y=ya, R=raguragu, atau T=tidak. Sebenarnya amat sulit melakukan penilaian angka (scoring) dan peringkat (rating) secara obyektif dalam mengukur tingkat religiusitas atau keimanan seseorang apakah lemah, sedang, atau kuat. Hanya Allah lah Yang Maha Tahu, dan dirinya sendiri yang mengetahui berdasarkan hati nurani atau qalbu secara self assessment.
Prof. Dr. Dadang Hawari dalam acara Workshop Pengawasan dengan Pendekatan Agama
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
9
Fokus Utama Beberapa contoh butir-butir skala dimensi religi versi Dadang Hawari yang direspon dengan Y, R, atau T adalah: (1) Hati saya menjadi tenang dan tenteram apabila saya mengingat Allah; (2) Saya percaya bahwa ada 2 malaikat yang mengawasi dan mencatat perbuatan saya, di sisi kanan mengawasi dan mencatat amal kebaikan, sedangkan di sisi kiri mengawasi dan mencatat perbuatan buruk saya; (3) Saya percaya bahwa Nabi Muhammad saw adalah utusan Allah yang terakhir bagi umat manusia, yang merupakan suri teladan bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah; (4) Saya percaya bahwa al-Quran adalah petunjuk dan penawar (penyembuh) bagi orang-orang yang beriman; (5) Saya percaya bahwa hari kiamat merupakan hari perhitungan dan peradilan Allah (hari pembalasan); (6) Saya percaya bahwa meskipun saya telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan saya di jalan yang benar, namun Allah swt yang menentukan keberhasilannya; (7) Saya berikrar bahwa sesungguhnya salat saya, ibadah saya, hidup saya, dan mati saya hanyalah untuk Allah swt, Tuhan seru sekalian alam; (8) Saya percaya bahwa dengan menjalankan salat yang benar dan hanya karena Allah semata, maka saya
akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar; (9) Selain zakat untuk membersihkan harta yang saya peroleh secara halal, saya juga mengeluarkan infak, sedekah (sumbangan amal sosial keagamaan/amal jariah); (10)Saya merasa lebih sehat secara fisik, psikologik, sosial, dan spiritual setelah menjalankan ibadah puasa; (11) Saya akan mencari rizki dengan cara yang halal dan membelanjakannya dengan cara yang halal pula; (12) Saya secara teratur membaca al-Quran; (13) Bila saya diberi amanah, saya menjaga amanah itu sebaik-baiknya; (14)Saya berusaha menciptakan keluarga sakinah; (14) Saya tidak akan melakukan perbuatan tercela menurut adat istiadat, hukum, dan etika moral agama. Contoh skala dimensi religi di atas belum menjadi alat ukur tingkat religiusitas seseorang yang sempurna dan baku. Paling tidak, jika model skala dimensi religi tersebut direspon secara jujur dengan tiga macam jawaban Y, R, atau T oleh seseorang, maka ia akan mengetahui tingkat religiusitasnya, lemah, sedang, atau kuat. Meski seseorang bisa saja memberi jawaban tidak sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya, karena model tersebut merupakan self assessment, namun Allah mengetahui yang sesungguhnya terkandung dalam hati dan yang dinyatakan. (Disadur oleh M. Huda dari makalah Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari)
10 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama STRATEGI PENGAWASAN DI DEPAG SOSIALISASI RAN-PK DENGAN PENDEKATAN AGAMA TAHUN 2007
Sebagai tindak lanjut dari TOT RAN-PK dengan Pendekatan Agama yang melibatkan 22 orang pejabat dari 11 Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Kota di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, pada medio Agustus 2007 sampai awal September 2007 diselenggarakan kegiatan sosialisasi RANPK. Kabupaten yang mendapat kesempatan untuk melaksanakan sosialisasi adalah Aceh Besar, Gresik, Magelang, Karawang, dan Simalungun. Adapun kota yang
mendapat giliran sebagai penyelenggara sosialisasi adalah Jambi, Bengkulu, Pekanbaru, Bandar Lampung, Pare-pare, dan Jakarta Barat. Sosialisasi dilakukan dengan metode ceramah melalui penanaman nilainilai agama dengan sentuhan hati nurani, dan metode brain-storming seperti Focus Group Discussion dan Pendidikan Orang Dewasa (POD). Dengan pembekalan tentang perilaku korupsi, strategi pencegahan perilaku korupsi, peran agama dalam pencegahan perilaku korupsi,
aktualisasi RAN-PK dengan pendekatan agama, serta pembangunan budaya anti korupsi melalui pakta integritas, yang dibahas dalam tiga hari, diharapkan para peserta dapat memenuhi harapan program yaitu meminimalisasi dan menghapus niat korupsi dan penyimpangan lainnya. Akan berhasilkah aplikasi program tersebut aplikasinya berhasil menghapus korupsi dan penyimpangan lain di lingkungan kantor masing-masing peserta? Kita perlu bersabar menunggu dengan indikator keberhasilan yang dapat dilihat dari hasil audit. Jika melihat nara sumber dan fasilitator dari setiap kegiatan, kita boleh berharap banyak. Nara sumber adalah para Inspektur yang sudah jelas kredibilitasnya, sedangkan fasilitator adalah para Kepala Bagian dan beberapa pejabat lain di Itjen Depag (semuanya eks auditor) yang menggeluti Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Pelaksanaan sosialisasi di 11 lokasi tersebut juga dipandu oleh moderator dan konsultan yang semuanya telah mengikuti pelatihan calon fasilitator RAN-PK. RAN-PK dengan Pendekatan Agama yang disambut baik oleh Bappenas diharapkan dapat disosialisasikan dengan mulus dan meraih hasil yang memuaskan. RAN-PK (tanpa tambahan dengan Pendekatan Agama) yang dilaksanakan oleh 92 unit organisasi berasal dari 18 Kementerian, 14 Lembaga Pemerintah Non Departemen, Komisi Pemberantasan
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
11
Fokus Utama Korupsi, Komisi Ombudsman, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Lembaga Non Pemerintah/ LSM secara garis besar meliputi 4 hal, yaitu (a) pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi; (b) penindakan terhadap perkara korupsi; (c) pencegahan dan penindakan korupsi dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Sumut; dan (d) monitoring dan evaluasi pelaksanaan RAN PK. Kegiatan yang dilakukan dalam menindaklanjuti RANPK adalah pelaksanaan konsultasi dan kampanye publik di berbagai daerah/provinsi yang ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi.(RAD-PK) Meskipun upaya pemerintah dalam menangani pemberantasan korupsi sudah optimal, toh masih ada pandangan negatif terhadap hasil yang dicapai. Firmansyah Arifin, Koordinator Konsursium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) misalnya, memandang bahwa dalam konteks pemberantasan korupsi Pemerintah belum berperan secara maksimal. Berbagai kebijakan pemerintah dianggap tidak berjalan dengan baik misalnya nasib RAN-PK tidak jelas padahal merupakan dokumen penting dalam pemberantasan korupsi. Oleh karena itu Konsultasi dan Kampanye Publik RAN-PK masih perlu terus digalakkan. Sebagian celah dari praktek penyimpangan adalah dalam pengadaan barang dan jasa. Kiat yang dilakukan antara lain (1) pengaturan proses pengadaan sebelum proses berjalan yaitu sudah
ditentukan pemenangnya karena perintah atasan atau intervensi pejabat lainnya, dan proses tender hanyalah formalitas; (2) sengaja menciptakan proses agar kontraktor yang menjadi pemenang misalnya dengan menambah persyaratan yang tidak perlu, sehingga membatasi jumlah peserta lelang, atau dengan menciptakan spesifikasi teknis yang mengarah kepada produk pengusaha tertentu; atau (3) pengumuman pengadaan tidak dilakukan dengan baik dan penentuan waktu tidak rasional Keberhasilan RAN-PK bukan sekedar memberikan persyaratan agar setiap pejabat memahami Kepres No.80/2003 serta Perpres No.8/2006 tentang prinsip prinsip dasar pengadaan barang dan jasa yang mencakup prinsip efisiensi, efektivitas, adil, dan non diskriminatif, serta mengedepankan prinsip agar setiap pengadaan dilakukan secara transparan serta akuntabel, namun perlu sentuhan agama. Islam mengajarkan bahwa manusia dalam hidupnya selalu diawasi oleh Allah. Konsep Kristiani mengajarkan bahwa mata Tuhan ada di segala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik. Ajaran Hindu menyatakan bahwa Tuhan tidak mungkin dikelabui, walaupun orang lain tidak mengetahuinya dan agama Budha meyakini tidak ada satu tempatpun di dunia ini untuk menghindarkan diri dari akibat perbuatan jahatnya.(Hendro Wibowo)
12 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama Penyiapan Fasilitator Sosialisasi Program RAN-PK dengan Pendekatan Agama
Pada medio 2007 Itjen Depag menyelenggarakan workshop Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) dengan Pendekatan Agama. Hasil yang didapatkan dari workshop tersebut antara lain adalah penyusunan action plan dan penambahan modus baru dalam sosialisasi pengawasan dengan pendekatan agama. Workshop yang diikuti oleh para Sekretaris unit eselon I Depag Pusat, para auditor dari berbagai departemen, serta para pejabat di lingkungan Itjen Depag tersebut mendorong tindak lanjut berupa penyelenggaraan latihan para instruktur sosialisasi program RAN-PK dengan pendekatan agama. Latihan para fasilitator yang lebih dikenal dengan TOT (Training of Trainers) memang sangat diperlukan, bukan saja untuk mereka yang berada di kantor pusat (Itjen Depag), tetapi juga untuk mereka yang akan menyelenggarakan kegiatan sosialisasi RAN-PK dengan pendekatan agama. Oleh karena itu pada Agustus 2007 diselenggarakan TOT dimaksud guna membentuk para fasilitator atau tutor pelaksanaan sosialisasi RAN-PK yang lebih profesional. Indikator profesionalisme mereka adalah ditinjau dari penguasaan dan penghayatan terhadap materi RAN-PK serta ditinjau dari penguasaan metodologi dalam penyampaian materi. Hal yang terakhir dimaksudkan agar peserta sosialisasi lebih aplikatif dan komunikatif, sehingga tujuan program dapat tercapai yaitu minimalisasi dan penghapusan niat melakukan penyimpangan di lingkungan Depag. Calon fasilitator yang dipersiapkan
untuk sosialisasi RAN-PK sebanyak 52 orang antara lain melibatkan 22 orang dari 11 Kandepag yang mendapatkan kesempatan untuk menyelenggarakan sosialisasi dimaksud, yaitu dari Sumatera (6 Kandepag), Jawa (4 Kandepag), dan Sulawesi (1 Kandepag). Wajah-wajah baru calon fasilitator dari Itjen Depag sebanyak 25 orang. Untuk memenuhi target agar calon fasilitator menguasai dan menghayati materi RAN-PK, beberapa hal yang perlu diketahui oleh mereka adalah tentang (1) Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi, (2) Usaha preventif pencegahan perilaku korupsi melalui pendekatan agama, dan (3) RANPK dengan pendekatan agama. Sedang untuk menguasai metodologi dalam penyampaian materi, hal yang dipelajari adalah metodologi penyampaian materi serta teknik penggunaan teknologi informasi dalam presentasi. Namun yang lebih penting dari semua materi yang harus dikuasai oleh para calon fasilitator tersebut adalah kesiapan diri untuk terlebih dulu bersih dari niat dan bersih dari berbagai perbuatan yang menyimpang. Sebab dengan kesiapan diri tersebut, seorang fasilitator akan menyampaikan sesuatu yang memang benar keberadaannya, dan bukan mengarang atau memikirkan apa yang kirakira pantas disampaikan. Dengan demikian, ketika mengikuti pelatihan, peserta tinggal mencocokkan kebenaran dalam materi yang disampaikan oleh dosen/instruktur dengan ajaran yang sudah terpatri dalam dirinya. RAN-PK merupakan dokumen
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
13
Fokus Utama rencana tindak kongkrit yang disusun oleh pemerintah, LSM, dan perguruan tinggi. Dokumen tersebut berisi langkah-langkah dan upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan (stake-holder) dalam melakukan perbaikan atau penyempurnaan kebijakan dan kelembagaan terkait dengan pelayanan publik yang bersih, transparan, dan bebas korupsi, kolusi, serta nepotisme. Dokumen RAN-PK merupakan living document, yaitu dokumen yang akan disesuaikan dalam kurun waktu tertentu, baik melalui revisi maupun penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. Pembahasan akhir RAN-PK 20042009 dilakukan bersama oleh 92 instansi pelaksana di Sekretariat Tim RAN-PK, Bappenas. RAN-PK merupakan upaya untuk mengidentifikasi kesenjangan antara pengaturan dalam The United Nations Conventions Against Corruption (yang
diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7/2006) dengan peraturan perundangundangan nasional guna mencegah dan memberantas korupsi. Karena RAN-PK dibuat sebelum meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi, maka perlu pengkajian kembali guna penyesuaian berbagai bidang yang tercantum dalam konvensi dimaksud. Mengapa RAN-PK dikaitkan dengan pengawasan dengan pendekatan agama (PPA)? Jika ditinjau dari konsep RAN-PK dan PPA, ternyata keduanya memiliki 3 kesamaan, yaitu (a) menginginkan perilaku yang jujur dan bertanggung jawab serta menghindari praktek penyimpangan dalam bentuk apapun, (b) memberikan sanksi bagi mereka yang melakukan penyimpangan sesuai hukum yang berlaku, dan (c) melaksanakan pengawasan internal maupun eksternal. (Edy Soebono)
14 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Fokus Utama Etika Pegawai Departemen Agama dalam PPA
Pegawai Departemen Agama yang merupakan bagian dari aparatur negara harus memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan keunggulan watak, keluhuran budi, dan landasan moral yang kuat sejalan dengan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam kaitannya dengan pengawasan dengan pendekatan agama (PPA). Bagi pegawai Departemen Agama kebajikan moral dan kebajikan intelektual merupakan asas pokok dalam setiap melaksanankan tugas dan merupakan ciri kualitas yang mutlak harus dimiliki. Ciri kualitas tersebut mencakup segi pemikiran (intelektual) maupun segi perwatakan (moral). Kebajikan moral bisa diperoleh dari nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama dan meliputi tiga hal yaitu iman kepada Tuhan, doa dan silaturahmi. Sedangkan kebajikan intelektual bisa diperoleh dari jangkauan pemikiran, keaktifan, kearifan, ketrampilan khusus dan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan. Dengan adanya kebajikan moral dan kebajikan intelektual, maka dalam mengembangkan tugas pegawai depag akan selalu mengacu dan berpatokan kepada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga tidak mudah tergoda oleh kekuasaan jabatan maupun terperosok kepada berbagai penyimpangan. Asas Etika pegawai Departemen Aga-ma dalam PPA Sebagai aparatur negara, untuk bisa memunculkan kebajikan moral dan intelektual dalam setiap diri pegawai
Departemen Agama harus berpedoman kepada enam asas aparatur negara, seperti: 1. Asas pertanggungjawaban, menyangkut hasrrat aparatur negara memikul kewajiban dan tanggung jawab penuh dalam pelaksanaan semua tugas yang dibebankannya. 2. Asas pengabdian, merupakan keinginan keras untuk menjalankan tugas dengan sepenuh tenaga dan pikiran, bersemangat dan tanpa pamrih. 3. Asas kesetiaan dan ketaatan, yang didasarkan atas kesadaran yang tulus dan patuh kepada tujuan bangsa, konstitusi negara dan peraturan perundangan. 4. Asas kepekaan, yang mencerminkan kemauan dan kemampuan dalam memperhatikan dan menaggapi berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi. 5. Asas persamaan, merupakan perlakuan sikap adil dan tidak pandang bulu dalam melayani kepentingan umum. 6. Asas kepantasan, merupakan sikap dan perilaku yang didasarkan atas pertimbangan keadilan dan dengan alasan yang benar dalam memandang kebutuhan masyarakat yang beragam. Selanjutnya, agar keenam asas etika yag harus dimiliki tersebut bisa terwujud maka kode etik menjadi sangat penting. Kode etik yang dimaksud adalah sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki setiap pegawai depag seperti jujur, disiplin, bekerja keras,
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
15
Fokus Utama ulet, percaya diri, inisiatif , kreatif, proaktif, teliti, komunikasit dan bertanggung jawab. Departemen Agama merupakan bagian dari pemerintah Repubik Indonesia yang dibentuk untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama seluruh rakyat Indonesia. Sebab itu, setiap pegawai Departemen Agama sudah selayaknya dalam berpikir, bersikap, berperilaku dan mengemban tugas sebagai aparatur negara selalu berpatokan kepada landasan, pedoman dan tuntutan yang dibuat dan diatur dalam Kep Menag No. 421 Tahun 2007 yang berbunyi sbb: Nilai agama merupakan landasan moral dan etika serta harus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia pada umumnya dan pegawai Depag pada khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Sejatinya, apapun etika yang dibuat bisa terwujud dengan satu syarat
yakni keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan selalu menyadari bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, harus mengabdikan diri kepada-Nya dan menjalankan ajaran agama, selalu menyadari bahwa hidup dan kehidupan manusia merupakan tugas serta wujud ibadah kepada Tuhan, selalu menyadari bahwa manusia mengemban amanah Tuhan untuk mensejahterakan umat manusia dan alam sekelilingnya, selalu menyadari bahwa segala perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, selalu menjaga kerukunan dan keharmonisan hidup beragama dan selalu menyadari bahwa pegawai Departemen Agama harus beragama dengan benar dan menjadi contoh, teladan dalam membina serta membimbing masyarakat.(Taslan S)
Karyawan Itjen Depag sedang mengikuti pembinaan mental keagamaan
16 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini Pemberantasan Korupsi Dalam Tinjauan Islam Hukum Islam disyariatkan Allah untuk kemaslahatan manusia. Di antara kemaslahatan yang hendak diwujudkan dengan persyaratan hukum tersebut ialah terpeliharanya harta dari hak milik melalui prosedur hukum dan dari pemanfaatannya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah SWT. Oleh karena itu, larangan mencuri merampas mencopet dan sebagainya adalah untuk memelihara keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah. Larangan menggunakan harta sebagai taruhan judi dan memberikannya kepada orang lain yang diyakini akan menggunakannya dalam berbuat maksiat, karena pemanfaatannya tidak sesuai dengan kehendak Allah Swt., menjadikan kemaslahatan yang dituju dengan harta itu tidak tercapai. Ulama fikih telah sepakat mengatakan bahwa perbuatan korupsi adalah haram (dilarang) karena bertentangan dengan “maqasid Asy-syari’ah (tujuan hukum Islam).1 Keharaman berbuat korupsi dapat ditinjau dari beberapa segi antara lain sebagai berikut: a. Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan negara (masyarakat) Allah Swt., memberi peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari seperti pada firman Allah dalam Q.S. alImran, 3: 161 sebagai berikut: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan
(pembalasan) setimpal sedang mereka tidak dianiaya”. Rasulullah SAW, telah menetapkan suatu peraturan bahwa setiap pulang dari penerapan setiap harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar jumlahnya harus dilaporkan dan dikumpulkan di depan pimpinan perang kemudian Rasululah SAW membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan itu untuk Allah SWT, Rasul, Kerabat Rasul, Anak Yatim, orang miskin dan ibnu sabil, sedangkan sisanya (4/5 lagi) diberikan kepada mereka yang ikut berperang (Q.S. al-Anfal, 8:41). Nabi Muhammad Saw., tidak pernah menggunakan jabatannya sebagai panglima perang untuk mengambil harta rampasan diluar dari ketentuan ayat itu. Dalam satu riwayat diterangkan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan hilangnya sehelai kain wol berwarna merah yang diperoleh dari rampasan perang. Setelah dicari, kain itu tidak dalam catatam inventaris harta rampasan, ada yang berkata “Mungkin Rasulullah Saw sendiri yang mengambil kain itu untuk beliau”. Agar tuduhan itu tidak meresahkan umat Islam, Allah SWT menurunkan ayat tersebut yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mungkin berlaku curang/korupsi dalam hal harta rampasan (HR. Abu Dawud, atTirmizi dari Ibnu Jarir). Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap perbuatan curang seperti korupsi akan diberi hukuman yang setimpal kelak di akhirat. Hal itu memberi peringatan agar setiap pejabat tidak terlibat dalam perbuatan korupsi. Dalam sejarah Islam tercatat peristiwa-peristiwa yang mengandung arti bahwa Islam melarang keras perbuatan
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
17
Opini korupsi, misalnya Pengawas perbendaharaan negara (Baitulmal) di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (63H/682M) memberikan sebuah kalung emas kepada putri khalifah, karena ia menganggap hal itu patut untuk menghargai pengorbanan Khalifah. Setelah mengetahui hal itu Umar bin Abdul Aziz marah dan memerintahkan agar saat itu juga kalung tersebut dikembalikan ke Baitulmal, karena kalung tersebut adalah milik negara dan hanya untuk negaralah harta tersebut boleh digunakan.
termasuk masyarakat yang miskin dan buta huruf yang mereka peroleh dengan susah payah. Oleh karena itu amatlah dzalim seorang pejabat yang memperkaya dirinya dari harta masyarakat tersebut. Sehingga Allah Swt memasukkan mereka ke golongan yang celaka besar, sebagaimana dalam firman-Nya dalam Q.S Az-Zukhruf, 43: 65 adalah: “…kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang dzalim yakni siksaan hari yang pedih (kiamat)”.
b. Perbuatan korupsi yang disebut juga sebagai penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain adalah perbuatan mengkhianati amanah yang diberikan masyarakat kepadanya. Berkhianat terhadap amanah adalah perbuatan terlarang dan dosa seperti ditegaskan Allah Swt., dalam Q.S. AlAnfal, 8: 27 adalah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. Pada ayat lain Allah Swt memerintahkan untuk memelihara dan menyampaikan kepada yang berhak menerimanya Q.S.An-Nisa, 4: 58 yaitu: “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”. Kedua ayat ini mengandung pengertian bahwa mengianati amanat seperti perbuatan korupsi bagi pejabat adalah terlarang (haram).
d. Termasuk ke dalam kategori korupsi, perbuatan memberikan fasilitas negara kepada seseorang karena ia menerima suap dari yang menginginkan fasilitas tersebut. Perbuatan ini oleh Nabi Muhammad Saw., disebut laknat seperti dalam sabdanya “Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap”. (HR. Ahmad bin Hambal). Pada kesempatan ini Rasulullah Saw bersabda: “barang siapa yang telah aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan lalu kuberi gajinya maka sesuatu yang diambilnya di luar gaji itu adalah penipuan (haram) (HR. Abu Daud). Hukum memanfatkan hasil korupsi. Istilah memanfaatkan mempunyai arti luas, termasuk memakan, mengeluarkannya untuk kepentingan ibadah, sosial dan sebagainya. Memanfaatkan harta kekayaan yang dihasilkan dari tindakan pidana korupsi tidak berbeda dengan cara-cara illegal lainnya, karena dengan harta rampasan, curian, hasil judi dan sebagainya. Jika cara memperolehnya sama maka hukum memanfaatkan hasilnya pun sama. Dalam hal ini ulama fiqih sepakat bahwa memanfaatkan harta yang diperoleh dengan cara-cara illegal (terlarang) adalah haram, sebab pada
c. Perbuatan korupsi untuk memperkaya diri dari harta negara adalah perbuatan dzalim (aniaya) karena kekayaan negara adalah harta dipungut dari masyarakat
18 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini prinsipnya harta itu bukanlah milik yang sah melainkan milik orang lain yang diperoleh dengan cara terlarang. Dasar yang menguatkan pendapat ulama fiqih ini ialah firman Allah Swt dalam Q.S. AlBaqarah, 2: 188 berikut: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” Pada ayat ini terdapat larangan memakan harta orang lain yang diperolah dengan cara-cara yang batil termasuk di dalamnya mencuri, menipu dan korupsi. Harta kekayaan yang diperoleh dari tindakan pidana korupsi dapat juga dianalogikan dengan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara riba, karena kedua bentuk perbuatan itu sama-sama ilegal. Jika memakan harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan, maka harta hasil korupsi pun menjadi haram, seperti firman Allah dalam Q.S. Ali-Imran, 3: 130: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Alah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Di samping itu, ulama memakai kaedah fiqih yang menunjukkan keharaman memanfaatkan harta korupsi yaitu “ apa yang diharapkan mengambilnya, maka haram memberikannya/memanfaatkannya”. Oleh karena itu, seperti yang ditegaskan oleh Imam Ahmad bin Hambal, selama suatu perbuatan dipandang haram, maka selama itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu tidak lagi dipandang haram, maka hasilnya boleh
dimanfaatkan. Dan selama hasil perbuatan itu haramkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut untuk mengembalikannya kepada pemilikinya yang sah. Jika ulama fiqh sepakat mengharamkan pemanfaatan harta kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi maka mereka berbeda pendapat mengenai akibat hukum dari pemanfaatan hasil korupsi tersebut. Misalnya hukum salat atau haji yang dilaksanakan dengan menggunakan harta hasil korupsi. Mazhab Syafii, mazhab Maliki, dan Hanafi mengatakan bahwa salat dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang batil (menipu/korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai dengan syarat dan hukum yang ditetapkan. Meskipun demikian mereka tetap berpendapat bahwa memakainya adalah dosa, karena kain itu bukan miliknya yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang haji dengan uang yang diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah, meskipun ia berdosa menggunakan uang tersebut. Menurut mereka keabsahan amalan hanya ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud. Akan tetapi menurut Imam Ahmad bin Hambal, salat dengan menggunakan kain hasil korupsi tiak sah, menutup “aurat dengan bahan yang suci adalah salah satu syarat sah shalat. Menutup aurat dengan kain yang haram memakainya sama dengan salat memakai pakaian bernajis. Lagi pula salat merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Oleh karena itu, tidak pantas dilakukan dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang dilarang Allah Swt. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, Haji dilakukan dengan uang hasil korupsi tidak sah. Ia memperkuat pendapatnya dengan hadits yang menerangkan bahwa
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
19
Opini Allah Swt adalah baik, dan tidak menerima kecuali yang baik (HR. at-Tabrani). Pada kesempatan lain Nabi Muhammad Saw bersabda; “jika seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal maka ketika ia mulai membacakan talbiyah datang seruan dari langit: “Allah akan menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia. Perbekalanmu halal, kendaraanmu juga halal, maka hajimu diterima dan tidak dicampuri oleh dosa. Sebaliknya bila pergi dengan harta yang haram, lalu ia mengucapkan talbiah, maka datang seruan dari langit: “Tidak diterima kunjunganmu dan kamu tidak bahagia. Pembekalanmu haram, belanjamu dari yang haram, maka hajimu berdosa jauh dari pahala (tidak diterima)” (HR. Ar-Tabrani). Atas dasar logika dan hadits tersebutlah Imam Ahmad bin Hambal mengambil kesimpulan tentang tidak sahnya ibadah dengan menggunakan perlengkapan hasil korupsi. Ulama fiqih telah membagi tindakan pidana Islam kepada tiga kelompok yaitu tindakan pidana hudud, tindakan pidana pembunuhan dan tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman baik jenis, bentuk maupun jumlahnya didelegasikan syarak kepada hakim. Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor
seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syarak dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan sang koruptor, sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain. Mencermati tema-tema pemikiran para ulama di atas setidaknya dalam konteks masyarakat muslim di Indonesia dapat dijadikan inspirasi dalam program pemberantasan korupsi. Apalagi I s l a m sesungguhnya agama yang berpihak kepada keadilan, kesetaraan dan kemitrasejajaran. Salah satu konsep Islam untuk memberantas korupsi di Indonesia adalah memahami dengan sebaik-baiknya perilaku korup seseorang atau dalam bahasa psikologi disebut “behaviour any observable action of a person or animal”. Kerangka teori demikian dapat dikatakan bahwa pada saat manusia dilahirkan dia senantiasa berada dalam pengaruh orang lain. Pengaruh pertama datang dari ibu, keluarga, kemudian guru sekolah serta teman-teman sepermainan. Seluruh hidup manusia berada dalam pengaruh orang lain, khususnya dalam pengaruh kelompok dimana dia berada dan bagian darinya. Atas dasar kerangka teori demikian manusia bukanlah satu mesin atau robot yang dapat yang dapat digerakkan secara mistik. (Oleh Matroji disadur dari Esiklopedi Islam)
20 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini Aplikasi Nilai-Nilai Agama dalam Pencegahan Korupsi Pengantar Korupsi memang sudah berakar di Indonesia dan terjadi secara struktural, mulai puncak kekuasaan kenegaraan, mengalir ke departemen-departemen hingga di struktur pemerintahan paling bawah, kelurahan, bahkan sudah merembes sampai ke masyarakat di tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Beberapa penyebab dari budaya korupsi antara lain adalah budaya feodal yang materialistis, senang menggunakan jalan pintas, takut berbicara kebenaran, kurang kritis, serta tidak berani ambil resiko. Belum lagi pengaruh sistem perekonomian neoliberal yang didominasi paham kapitalisme dan globalisasi serta tata pemerintahan yang buruk (bad governance) menyebabkan ajaran agama tidak lagi digunakan sebagai pandangan hidup manusia. Agar dapat mengetahui aplikasi nilai-nilai agama dalam pencegahan korupsi, perlu ditelaah beberapa pemikiran dasarnya. Nilai-nilai agama dalam pencegahan korupsi Semakin kita sadari bahwa hidup kita sekarang sudah menjadi begitu lemah, karena tidak ditata lagi berdasarkan iman dan ajaran agama. Hidup tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai budaya dan cita-cita mulia kehidupan berbangsa. Hati nurani tidak dipergunakan, perilaku tidak lagi dipertanggungjawabkan kepada Allah, apalagi kepada sesama manusia. Perilaku lebih dikendalikan oleh kenikmatan duniawi dan yang menguntungkan sejauh perhitungan materi, uang, dan kedudukan di tengah masyarakat.
Dalam kehidupan bersama terutama kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, manusia menjadi egoistik, konsumeristik, dan materialistik. Untuk memperoleh harta dan jabatan, orang sampai hati mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga martabat manusia diabaikan. Uang menjadi hal yang paling menentukan jalannya kehidupan. Karena itu Indonesia hampir selalu gagal untuk memiliki pemerintahan yang bersih dan baik, hukum tidak dapat ditegakkan, keadilan diperjualbelikan, korupsi dibiarkan merajalela, penyelenggaraan negara memboroskan uang rakyat. Semua ini membuat orang menjadi rakus dan kerakusan merusak kehidupan. Akibatnya orang tidak lagi memikirkan masa depan generasi yang akan datang. Korupsi Untuk melihat betapa korupsi telah menguasi kehidupan masyarakat di negara Indonesia, dapat digunakan tolok ukur misalnya hasil penelitian dari Lembaga Transparency International (organisasi non pemerintahan internasional untuk pemberantasan korupsi, berpusat di Berlin, Jerman) yang menyatakan bahwa diantara 146 negara yang diteliti pada tahun 2005, Indonesia berada di urutan ke 5 negara terkorup di dunia, naik satu tingkat lebih buruk dari tahun sebelumnya dan ada gejala akan meningkat lagi dari tahun ke tahun. Korupsi yang terjadi sekarang sudah berkembang menjadi korupsi politik dan politik korupsi. Korupsi tidak terbatas pada pencurian uang untuk memperkaya diri tetapi sudah menyangkut suatu pola korupsi yang berantai dan rakus. Untuk
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
21
Opini mencapai posisi politik atau jabatan tertentu, seorang calon harus terlebih dahulu membayar sejumlah uang yang tidak kecil jumlahnya dan untuk menjadi pegawai pun tanpa uang pelicin, jangan harap bisa diangkat menjadi pegawai tetap, apalagi mau naik pangkat. Setelah berhasil mencapai kedudukan atau jabatan, orang itu pertamatama akan mencari segala jalan untuk mendapatkan kembali uang yang telah dikeluarkan, termasuk perhitungan bunganya, belum lagi mengkalkulasikan keuntungan yang harus diperoleh. Pasti cara yang ditempuh adalah melalui pemanfaatan saranasarana yang digunakan untuk pelayanan publik dan bila perlu menyusun peraturan bahkan undang-undang yang baru dengan mengorbankan harga diri dan martabatnya. Telaah Biblis Dalam Kitab Perjanjian Lama disebutkan: Lalu Allah mengucapkan firman ini, Akulah Tuhan, Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku. Jangan mencuri, jangan mengingini rumah sesamamu, jangan mengingini isterinya atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan, atau lembunya atau
keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu. (Kel. 20: 1-3; 15-17) Meskipun istilah korupsi belum menjadi istilah yang ada dalam jaman pembebasan pada waktu itu, namun tindakan korupsi dapat diidentikkan dengan tindakan mencuri (ayat 15) maupun mengingini apapun yang dipunyai sesamamu (ayat 17) yang bukan milikmu. Kesepuluh perintah Allah inilah yang kemudian menjadi pedoman kehidupan umat beragama. Hidup beriman, hormat kepada sesama dan jujur menjadi pegangan hidup yang menuntun ke sikap dan perilaku yang baik, tidak korup, tidak mengambil hak sesama yang bukan menjadi miliknya. Korupsi pada masa sekarang atau mencuri pada masa Perjanjian Lama merupakan dosa yang memalukan, bahkan mengingini saja merupakan dosa. Sedangkan kalau korupsi pada jaman sekarang sudah secara terang-terangan mengambil paksa dengan cara yang kasar dan tidak terhormat. Dalam Kitab Perjanjian Baru disebutkan: Orang banyak bertanya kepadanya, Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat? Jawabnya, Barang siapa mempunyai dua helai baju hendaknya ia membaginya dengan yang tidak punya dan barang siapa mempunyai makanan hendaklah ia berbuat demikian. Ada datang juga pemungut-pemungut cukai untuk
22 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini dibabtis dan mereka bertanya, Guru, apakah yang harus kami perbuat? Jawabnya, Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu. Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya, Dan kami, apakah yang harus kami perbuat? Jawab Yohanes kepada mereka, Janganlah merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.(Luk 3:10-14) Begitu jelas jawaban yang telah disampaikan oleh Yohanes kepada orangorang dari berbagai kedudukan dan jabatan yang datang bertanya kepadanya, dan jawaban ini tetap masih relevan untuk masa sekarang. Berbagi kepada sesama manusia yang miskin, menderita, tersingkir, lemah, mengikuti aturan hukum yang ada, tidak melakukan pemerasan atau perampasan dan hidup apa adanya dan tidak berlebih akan membawa kita kepada hidup yang sejahtera. Implementasi Nilai-nilai agama Dalam kehidupan sehari-hari sering kali korupsi tidak lagi dianggap sebagai perbuatan yang tercela, dan meski orang atau pejabat mengetahui bahwa korupsi itu jahat, dosa, merugikan negara, tetapi tetap saja dilakukan. Bahkan mereka yang tidak ikut korupsi justru tersingkir dan dikalahkan oleh orang-orang yang korupsi. Tidak korupsi dianggap abnormal, bodoh, ataupun sok suci. Melawan korupsi tidak cukup hanya menangkap para pelakunya, tetapi diperlukan gerakan memberantas korupsi dengan membangun budaya anti korupsi yang dapat diwujudkan melalui kesadaran tentang: a. Korupsi adalah tindakan melawan kesejahteraan bersama. b. Korupsi adalah dosa berat melawan kehendak Tuhan sendiri. c. Korupsi adalah kepuasan sesaat yang
dipicu oleh konsumerisme, hedonisme, dan egoisme sebagai akar dosa sosial. d. Bertobat kembali kepada Allah adalah panggilan bagi kita semua yang berkehendak membangun negara menjadi lebih baik. e. Membangun budaya anti korupsi adalah membangun sistem baru yang lebih mewujudkan watak sosial dan religius yang mendahulukan solidaritas dan keadilan dari pada kepentingan diri sendiri atau keluarganya. f. Menanamkan budaya malu pada semua perbuatan yang merugikan seperti mencuri, merampas hak milik orang lain (antara lain korupsi), dan menjunjung tinggi budaya bangsa yaitu sebagai bangsa yang bermoral, beradab, dan bermartabat. Aksi untuk membangun budaya mencegah korupsi baru akan sungguhsungguh efektif apabila didukung oleh komunitas di kantor. Sering dialami bahwa mereka yang menolak korupsi justru disingkirkan karena tidak mau solider bersama teman sekerjanya yang korup. Dukungan komunitas terdekat khususnya di tingkat pekerjaan di kantor amat menentukan dan berpengaruh bagi pencegahan korupsi. Gerakan anti korupsi hendaknya dijadikan gerakan bersama yang tentunya harus dimulai dari atasan dan dilaksanakan beserta seluruh bawahannya. Gerakan mencegah korupsi pantas dipersembahkan kepada masyarakat luas dengan tidak melihat golongan, agama, suku maupun warna kulit. Ajarkan dengan jelas bahwa kesalahan bukan terletak pada seberapa banyak dosanya, berapa kali pergi ke tempat ibadah, tetapi bagaimana kiprah hidupnya sebagai umat beriman di tengah masyarakat. (Di kutip dari makalah Drs. Rudy Praktino, SH, oleh Ahmad J)
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
23
Opini PELAKSANAAN PAKTA INTEGRITAS
Tim Kormonev Nasional Untuk melaksanakan koordinasi, monitoring, dan evaluasi (kormonev) secara nasional telah dibentuk organisasi kormonev nasional dengan struktur: 1. Penanggung jawab (Meneg PAN); 2. Pelaksana Harian (Deputi Meneg PAN Bidang Pengawasan), dibantu oleh Tim Kormonev Nasional: a. Sekretariat Kormonev Nasional (struktural di Kementerian Negara PAN) yang mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah, dan menyiapkan data/informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan Inpres 5/2004 serta membantu Pelaksana Harian dalam melaksanakan kegiatan kormonev dan penyiapan laporan kepada Presiden RI; b. Kelompok Kerja Kormonev Nasional (terdiri para pejabat pemerintah lintas instansi dan unsur masyarakat, perguruan tinggi, serta dunia usaha) yang mempunyai tugas membahas bahan-bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan Inpres 5/2004 guna memonitor dan mengevaluasi program pemberantasan korupsi, penyusunan laporan kepada Presiden dan dipublikasikan kepada masyarakat; c. Satuan Tugas (Desk) yang menangani masalah-masalah aktual pemberantasan korupsi sebanyak 4 desk yaitu (1) Desk Pencegahan, (2) Desk Penegakan Hukum, (3) Desk Aparatur Negara, dan (4) Desk Pelayanan Publik. Seperti halnya Kormonev Nasional, setiap instansi pemerintah diharapkan membentuk organisasi kormonev instansi. Dengan mekanisme kormonev berjenjang,
kegiatan Kormonev Nasional difokuskan pada: 1. Penyusunan dan sosialisasi pedoman, juklak, modul, dan tool kits pemberantasan korupsi dalam rangka meningkatkan pemahaman instansi pemerintah tentang konsep pemberantasan korupsi serta cara-cara untuk memantau dan mengevaluasi pencapaiannya. 2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan, pemantauan, dan evaluasi program pemberantasan korupsi. 3. Pembangunan dan pengembangan sistem informasi pemantauan dan evaluasi pemberantasan korupsi dalam rangka memfasilitasi proses pembelajaran praktek terbaik pemberantasan korupsi. Survei pendapat masyarakat Agenda lain Kormonev Nasional adalah survai pendapat masyarakat sebagai instrumen untuk menampung segala aspirasi dan saran perbaikan dari masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan dan hasil program pemberantasan korupsi. Selain itu juga sebagai instrumen untuk mengukur apakah program pemberantasan korupsi berdampak pada perbaikan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Beberapa fakta penting yang terungkap dalam survai antara lain bahwa realisasi pembentukan organisasi kormonev oleh instansi masih rendah. Namun di sisi lain beragam inisiatif sudah muncul dari berbagai instansi pusat dan daerah untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Hal yang menggembirakan adalah masyarakat berupaya memantau perkembangan pro-
24 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini gram pemberantasan korupsi dengan berbagai cara, khususnya berkaitan dengan pungutan liar. Hal ini mendorong unit pelayanan publik instansi pemerintah untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat yang pada gilirannya mulai mengarah kepada penurunan tingkat korupsi (baca: pungutan liar) dalam pemberian pelayanan publik. Data hasil survai juga memperlihatkan masyarakat semakin menolak layanan yang tidak sesuai prosedur. Selain itu terdapat kemajuan dalam pengurangan penyimpangan pelayanan publik yang mengarah ke korupsi. Terakhir survai ini mencatat bahwa kepuasan masyarakat atas pelayanan instansi semakin tinggi. Pelaksanaan Pakta Integritas Perang melawan korupsi memerlukan komitmen tinggi dan terus menerus. Cara yang paling baik adalah dengan mencegah korupsi mulai dari instansi masing-masing. Penerapan Pakta Integritas merupakan upaya yang penting dalam pencegahan korupsi, khususnya di negara yang kinerja pemberantasan korupsinya sangat rendah seperti Indonesia. Di kalangan instansi pemerintah, penerapan Pakta Integritas dimulai di Kabupaten Solok dengan penandatanganan Pakta Integritas oleh para pejabat eksekutif, legislatif, dan asosiasi pemantau independen pada 10 November 2003. Kabupaten Solok banyak dikunjungi para pejabat instansi pemerintah yang ingin mempelajari kunci sukses pelaksanaan Pakta Integritas. Pada 9 Desember 2005 Menteri Negara PAN memprakarsai penerapan pakta integritas dengan berjanji bahwa Meneg PAN beserta seluruh jajarannya akan meningkatkan komitmen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh integritas. Pada 17
April 2006 seluruh pejabat eselon I dan II Kementerian Negara PAN menandatangani Pakta Integritas dan berjanji akan menerapkannya berdasarkan modul yang ditetapkan. Pada saat itu Modul Pakta Integritas Kementerian Negara PAN ditetapkan oleh Meneg PAN sebagai acuan pelaksanaan Pakta Integritas di Kementerian Negara PAN. Dalam modul Pakta Integritas ditetapkan target kuantitatif maupun kualitatif yang harus dicapai pada akhir tahun pertama, kedua, dan seterusnya. Penandatanganan Pakta Integritas juga dilakukan oleh para anggota Tim Pemantau Independen yang terdiri dari Indonesia Procurement Watch (IPW), Transparansi Intenasional Indonesia (TII), dan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Tim Pemantau Independen bertugas membantu keberhasilan penerapan Pakta Integritas di Kementerian Negara PAN. Pelaksanaan Pakta Integritas di Kementerian Negara PAN difokuskan pada: 1. Larangan menerima dan memberi sesuatu tidak sesuai dengan ketentuan; 2. Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bebas korupsi; 3. Pelaksanaan anggaran sesuai UU 17/ 2003 tentang Keuangan Negara; 4. Penegakan disiplin karyawan/karyawati. Sesuai Surat Edaran No. SE/06/ M.PAN/04/2006 tanggal 24 April 2006, Meneg PAN mengharapkan agar penerapan Pakta Integritas diikuti oleh semua instansi pemerintah sebagai wujud komitmen dalam pencegahan korupsi yang dimulai dari diri sendiri, sesuai dengan hakekat Inpres 5/ 2004. Penandatangan Pakta Integritas tidak hanya bersifat formalitas, namun sebagai pernyataan janji yang tulus yang harus dilaksanakan dengan sungguhsungguh dan konsisten. Hal ini dilakukan dalam upaya mewujudkan Kementerian Negara PAN menjadi suatu Pulau Integritas yang efektif di Indonesia.(Diasadur dari tulisan Dr. Lukman Sukarma oleh Sutikno)
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
25
Opini URGENSI AUDIT BLOCK-GRANT DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA Oleh : Arif Nurrawi* Pemerintah cq Departemen Agama senantiasa turut memperhatikan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Salah satu kebijakan yang saat ini tengah dan terus diimplementasikan untuk mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan nasional adalah adanya pengalokasian bantuan dana Block-Grant yang terfokus pada peserta didik, tenaga pengajar dan lembaga pendidikan. Adapun tujuan utama pemberian bantuan Block-Grant adalah membantu pada peserta didik, tenaga pengajar dan lembaga pendidikan tersebut dalam memanfaatkan seoptimal mungkin bantuan yang telah dialokasikan sesuai kebutuhan secara profesional dan proporsional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Urgensi audit Block-Grant Dana/anggaran yang digulirkan untuk bantuan Block-Grant ini dapat dikatakan cukup signifikan dari segi jumlah. Untuk itu, agar tujuan dan sasaran pemberian bantuan dana Block-Grant dapat terlaksana secara efektif dan efisien, serta dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan riil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perlu adanya suatu mekanisme pengawasan cq audit yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Untuk operasionalisasi audit telah dilaksanakan pada beberapa waktu
berselang dan hasilnya tengah dievaluasi. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa audit bantuan dana Block Grant sangat urgen. Fokus audit bantuan dana BlockGrant dimulai sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, sampai dengan penyelesaian tindak lanjut, sehingga pelaksanaan audit akan lebih terarah, objektif, berdaya guna, dan berhasil guna. Adapun sasaran audit bantuan dana Block-Grant adalah lembaga pendidikan formal (sekolah/madrasah/ perguruan tinggi) dan lembaga pendidikan non formal (yayasan, pondok pesantren). Untuk jenis bantuan dana BlockGrant pada tahun 2006 dari pos APBN dan pos APBN-P yang diaudit, antara lain : pengadaan buku pelajaran, rehab gedung, pengadaan laboratorium komputer/bahasa/ IPA, dan bantuan sarana perpustakaan. Untuk mendapat bantuan dana Block-Grant tersebut, setiap lembaga pendidikan penerima bantuan diharuskan mengajukan persyaratan (proposal) sesuai ketentuan yang ada, dan akan disurvey oleh Pemberi Bantuan (Departemen Agama Pusat). Setelah terpenuhi semua yang dipersyaratkan, maka dikeluarkan SK untuk pencairan dana Block-Grant. Disamping itu, setiap penerima bantuan berkewajiban : 1) Menggunakan bantuan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku; 2) Mengelola keuangan dengan baik; 3) Merealisasikan bantuan dengan tepat waktu, tepat guna, tepat sasaran, dan tepat jumlah; 4) Memenuhi ketentuan perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan 5) Melaporkan penggunaan bantuan yang diterima secara tertulis
26 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini kepada Pemberi Bantuan. Aspek-aspek yang menyangkut jenis bantuan (dari pos APBN dan pos APBN-P), persyaratan yang ditentukan, dan kewajiban penerima bantuan merupakan fokus audit bantuan dana Block-Grant oleh Tim Audit Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Mengingat adanya hal-hal khusus yang menyangkut pengalokasian bantuan dana Block-Grant tersebut, maka audit bantuan dana Block-Grant bersifat audit khusus dengan pendekatan audit kinerja yang bertujuan untuk menilai ketaatan, keekonomisan, daya guna, dan hasil guna suatu kegiatan.
Proyeksi audit Block-Grant Kegiatan audit khusus bantuan dana Block-Grant ini pada dasarnya juga diarahkan untuk menilai tentang mutu hasil pekerjaan pembangunan/pengadaan peralatan serta manfaat dari pembangunan/ pengadaan tersebut dengan memper-hatikan mekanisme dan prosedur serta standar pembangunan/pengadaan barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tentunya berbicara aspek mutu dan asas manfaat, maka audit ini tidak hanya memperhatikan sisi pentingnya an-sich,
akan tetapi juga bagaimana bantuan dana yang telah digulirkan tersebut telah sesuai dengan rencana, kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi secara riil, audit bantuan dana Block-Grant sebenarnya merupakan suatu kebijakan yang urgen dan mempunyai nilai yang cukup signifikan bagi kebijakan pengalokasian bantuan dana Block-Grant pada setiap lembaga pendidikan khususnya atau penerima bantuan. Dengan adanya audit khusus bantuan dana Block-Grant, diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan kepada pimpinan/penanggungjawab kegiatan dalam langkah-langkah penetapan kegiatan, memberikan saran perbaikan kepada pimpinan/ penanggung jawab kegiatan, agar pemanfataan bantuan dana Block-Grant dapat dilaksanakan dengan tertib, lan-car, efektif, efisien, dan ekonomis sesuai dengan peraturan perundangundangan. Akhirnya faktor yang paling urgen dari kebijakan pengalokasian bantuan dana Block Grant dan audit oleh Tim Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah peningkatan mutu pendidikan nasional yang semakin signifikan. Dengan demikian kiranya audit dana Block Grant ini dapat tetap dilanjutkan dan lebih optimal lagi, demi pemanfaatan anggaran negara untuk kepentingan pendidikan nasional. * Penulis adalah Auditor Ahli Irwil III Itjen Dep. Agama.
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
27
Opini Usaha Pemberantasan Gratifikasi Oleh: Siti Nurjannah Dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat penjelasan mengenai gratifikasi, sehingga dapat menghindari keragaman penafsiran hukum. Tindak pidana suap yang telah dijadikan tindak pidana korupsi mendapat formulasi yang lebih fokus melalui mekanisme wajib melapor dari penerima gratifikasi. Sebelum ada gratifikasi, pemberian-pemberian sulit dibuktikan sebagai suap serta statusnya diragukan, penilaiannya diserahkan kepada moralitas dan kepatutan. Dengan berlakunya ketentuan gratifikasi, maka berdasarkan hukum pemberian ini dilarang secara tegas. Si pelanggar yang semula hanya dikenai sanksi moral, kini diancam pidana yang cukup berat. Gratifikasi dirumuskan karena benteng moral ternyata tidak sepenuhnya mampu menjadi pencegah praktik suap di kalangan pegawai negeri atau penyelenggara negara. Malahan bentuk dan cara suap terus berkembang. Hal-hal yang termasuk gratifikasi adalah semua pemberian dalam arti luas jakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Semua pemberian tersebut termasuk yang diterima di dalam maupun di luar negeri. Pemberian itu juga termasuk yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tidak menggunakan elektronik. Jelaslah bahwa salah satu sumber ketimpangan yang membedakan satu aparat dengan yang lain adalah adanya
fasilitas dan kemudahan khusus tersebut di atas. Fasilitas tersebut sebenarnya dinilai secara moral tidak patut, tetapi oleh sebagian aparat yang menerima dianggap sebagai suatu kewajaran. Dijelaskan dalam UU No. 20 Th 2001 pasal 12B bahwa Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a) yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b) yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Sejak awal gratifikasi lebih banyak berkaitan dengan moralitas. Maka keberhasilan pelaksanaannya juga sangat tergantung pada kejujuran aparat, apakah dia melaporkan pemberian itu kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (dalam hal ini KPK) atau tidak, dan kalau dilaporkan apakah pelapornya benar atau tidak. Setelah KPK menelaah laporan dari penerima gratifikasi, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. Sebaliknya KPK seharusnya mengusut bila ada pejabat lain penerima gratifikasi yang sengaja tidak melaporkannya. Melihat luasnya tugas birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah, kemungkinan cukup banyak pejabat yang
28 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini menerima gratifikasi meskipun dalam jumlah besar atau kecil (tergantung urgensi/tingkat permasalahannya dan tingkat jabatannya). Mereka termasuk “beruntung” karena berbagai fasilitas serta kemudahan yang kemudian menjadikannya tampil berbeda dalam kehidupan sehari-hari, padahal moralitas dan hukum telah mengingatkannya. Mereka yang tidak melapor pada hakikatnya masih berpikir lama yaitu sebelum berlakunya UU No. 20 Th 2001 dan menganggap apa yang diterima sebagai suatu hak yang wajar dan bukan gratifikasi yang harus dilaporkan . Bahaya gratifikasi tidak berhenti sampai batas pemberian tersebut. Gratifikasi sering merupakan embrio/bibit dari suatu penyalahgunaan kewenangan, yang akhirnya dapat merugikan keuangan negara dengan nilai kerugian yang berlipat-lipat dari pada nilai gratifikasi itu sendiri. Oleh karena tidak hanya bertentangan dengan moral tetapi juga bertentangan dengan hukum, masyarakat punya alasan untuk membantu penegakannya melalui cara-cara yang bertanggung jawab, sehingga keraguan terhadap tingkat perbedaan sosial ekonomi yang ada terutama di kalangan aparat dapat terungkap secara transparan. Melihat begitu bahayanya gratifikasi yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi yang lebih besar serta adanya target untuk terciptanya aparatur yang bersih, maka UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberi ancaman saksi yang berat yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh tahun). Selain itu, pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Sanksi tersebut dikenakan jika penerima tidak melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi paling lambat 30 hari.
Permasalahannya adalah sebagaimana dengan tindak pidana suap yang merupakan kejahatan yang berpasangan, maka penertiban pegawai negeri atau penyelenggara negara penerima gratifikasi pun sulit. Kita dihadapkan dengan para pemberi gratifikasi yang cukup banyak dan ada di mana-mana. Mereka ini selalu memanfaatkan seluruh kesempatan dengan jalan mudah dan pintas melalui sarana gratifikasi atau suap. Budaya kita juga memberi hambatan terhadap penertiban gratifikasi, antara lain budaya menghormati seseorang yang berlebihan, atau dalih membantu dan memberi sumbangan di saat yang tepat. Dengan kondisi seperti ini, maka sangat sulit untuk menilai dengan cepat ada tidaknya suatu gratifikasi, karena pemberian ini mendekati perilaku yang bersifat kemanusian. Oleh karena itu, ukurannya ada pada hati nurani si pegawai negeri itu sendiri. Dalam kondisi demikian, sikap yang terpuji adalah menolak atau menerimanya tetapi segera dilaporkan, sampai Juli 2006 KPK baru menerima 43 laporan penerimaan gratifikasi dari penyelenggara negara. Angka ini tentu sangatlah kecil. Belum jelas apakah angka itu sudah termasuk yang dilaporkan dari pegawai negeri di luar penyelenggara negara. Melihat hal tersebut KPK seharusnya mengubah sikap, dari yang cenderung menunggu laporan dan mengembangkan setiap laporan gratifikasi yang masuk, juga secara tegas dan terbuka menindak kasus gratifikasi serta segera mengajukan mereka yang tidak melaporkan gratifikasi ke pengadilan. Memang masih ada hambatan penegakan hukum ini, terutama berkaitan dengan sikap jujur penerima gratifikasi dan dukungan masyarakat yang masih awam, meskipun
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
29
Opini seperti sudah membudaya sehingga menjadi karakter dalam masyarakat yang apatis terhadap pemerintah. Namun, tetap harus diakui bahwa proses gratifikasi dapat ikut membantu mencari jawaban tentang berbagai sebab kepincangan di antara aparatur dengan cara menyalurkan semua kecurigaan tersebut melalui jalur hukum. Nilai manfaat dan penting dari proses gratifikasi bukan hanya dilihat dari segi terciptanya aparat yang bersih dan dapat dipercaya tetapi juga diharapkan mampu memberi jalan keluar secara legal kecemburuan sosial dikarenakan adanya ketimpangan sosial. Kecurigaan terus menerus yang tidak tersalurkan, dapat mengkristal menjadi ketidakpercayaan tetapi juga secara bertahap dapat melahirkan satu masyarakat bangsa tanpa kepedulian, tanpa kebanggaan dan tanpa harapan/cita-cita.
Jika sudah seperti ini, maka konflik dianggap sebagai pemecah masalah. Gratifikasi hanya bagian kecil dari jalan keluar permasalahan, masih diperlukan strategi-strategi lain. Ketimpangan yang ada juga bukan hanya ditimbulkan karena praktik suap, ada berbagai sebab antara lain karena faktor kesempatan, pengawasan, sistem, dan kepastian hukum. Namun, penegakan aturan gratifikasi sebagai salah satu pemecah masalah dinilai dapat lebih mudah dilaksanakan dikarenakan antara lain mekanismenya yang sederhana, dapat dikembangkan ke kasus lain, pembuktian yang tidak sulit, dan dukungan masyarakat luas.
30 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini KEBIJAKAN STRATEGIS INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN AGAMA Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai aparatur pengawasan terhadap seluruh satuan kerja, diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan akuntabel. Pengembangan paradigma peran Inspektorat Jenderal bukan hanya sebagai “watchdog”, tetapi juga katalis dan konsultan adalah tuntutan perbaikan kinerja internal. Sebagai katalis diharapkan mampu mendorong terwujudnya good governance melalui kebijakan pengawasan berupa perbaikan manajemen organisasi dan memberikan keteladanan bagi pelaksanaan tugas. Inspektorat Jenderal Sebagai konsultan diharapkan dalam melaksanakan fungsi pengawasan tidak hanya mampu menyajikan temuan, namun juga melakukan penataan dan penyempurnaan sistem, struktur kelembagaan, dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan, dan memberikan bimbingan atas kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas aparatur. Kondisi pengawasan saat ini masih belum mendapat perhatian yang memadai baik dalam bahasan teoritik maupun dalam penyelenggaraan kepemerintahan. Dalam kebijakan praktis, pengawasan masih dipahami sebagai penunjang dan diletakkan dalam posisi yang relatif lemah. Hal tersebut terjadi karena institusi pengawasan diterima secara mendua di lingkungan aparat pemerintah itu sendiri. Satu sisi, aparat pengawasan dapat berfungsi sebagai detektor dini (preventive) terhadap penyimpangan yang implementasinya dapat mengontrol kebijakan program dan kegiatan agar tercapai kinerja yang lebih baik. Sisi
lain aparat pengawasan masih dicurigai sebagai lembaga yang memata-matai (mencari-cari kesalahan) pelaku kebijakan sehingga menjadi ancaman yang tidak diharapkan kehadirannya. Strategi kebijakan pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama diarahkan untuk membangun komitmen dalam rangka menciptakan Departemen Agama yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Di samping itu untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dilaksanakan dengan baik, efektif, dan efisian sehingga Departemen Agama dapat menjadi contoh bagi lembaga pemerintah lainnya. Dalam upaya memenuhi permintaan panitia sarasehan Departemen Agama dengan Wartawan, maka akan dipaparkan tentang Kebijakan Strategi pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Inspektorat Jenderal Departemen Agama telah menetapkan strategi untuk mewujudkan sistem pengawasan terhadap kinerja aparatur Departemen Agama secara keseluruhan baik dalam peran maupun tugasnya. Peran pengawasan yang sistematis ini diharapkan akan melahirkan berbagai kegiatan pelayanan keagamaan di lingkungan Departemen Agama yang mampu mewujudkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat. I.
Tugas dan Fungsi Inspektorat Jenderal A. Tugas
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
31
Opini Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara pada pasal 79, dinyatakan bahwa tugas Inspektorat Jenderal adalah “melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen” dalam PMA 3 Tahun 2006 tugas Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah menyelenggarakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Agama berdasarkan kebijakan Menteri. B. Fungsi Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Inspektorat Jenderal Departemen Agama menyelenggarakan fungsi: 1. perumusan visi, misi, dan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan departemen; 2. pelaksanaan pengawasan fungsional akuntabilitas kinerja aparatur; 3. pelaksanaan penyelenggaraan administrasi Inspektorat Jenderal; 4. pembinaan teknis terhadap kelompok jabatan fungsional Auditor; 5. penyusunan laporan hasil pengawasan. II. Kebijakan Pengawasan Departemen Agama Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai aparat pengawas intern Departemen Agama telah menetapkan kebijakan pengawasan, antara lain: A. Pengawasan diarahkan pada perannya sebagai quality assurance untuk mendukung manajemen Departemen
Agama dalam mencapai sasaransasaran strategis, terutama percepatan pemberantasan korupsi, peningkatan pelayanan publik, peningkatan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana APBN, peningkatan penerimaan negara, dan peningkatan efektivitas tindak lanjut hasil pengawasan. B. Pengawasan dilaksanakan dalam rangka mendorong manajemen pemerintahan menerapkan sistem administrasi keuangan berdasarkan Undangundang No. 17 Tahun 2003 dan peraturan pemerintah lainnya. C. Pemantapan sistem pengawasan untuk perwujudan Good governance berdasarkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Untuk meningkatkan kualitas SAKIP Inspektorat Jenderal telah mengeluarkan beberapa surat edaran dan saran kepada pihakpihak terkait. D. Pemantapan pelaksanaan pengawasan yang berorientasi pada outcomes, tidak sekedar output, serta mengarah pada pemanfaatan yang efektif dan efisien; E. Penajaman sasaran audit guna mewujudkan departemen yang bersih dan bebas dari KKN dalam rangka peningkataan citra Departemen Agama. Salah satu persiapan yang telah dilaksanakan adalah mewujudkan komitmen bersama antara auditor dan auditan yang telah disosialisasikan ke seluruh jajaran di lingkungan Departemen Agama. F. Mendorong efektivitas pengawasan melekat dan peningkatan peran serta masyarakat dalam intensifikasi penanganan pengaduan untuk
32 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini peningkatan kinerja apatur dan memacu pelayanan prima di segala bidang. Untuk ini, dalam struktur baru Inspektorat Jenderal telah dibentuk Sub bagian Penanganan Pengaduan Masyarakat. G. Pada pelaksanaan pengawasan tahun 2007, ada beberapa penekanan, yang mencakup laporan keuangan (mengarah pada SAP), pembenahan asset di tiaptiap unit kerja dan pembenahan administrasi. Penekanan lain lagi adalah diciptakannya sistem evaluasi pelaksanaan Saran Tindak Lanjut (STL) Inspektorat Jenderal ke unit-unit terkait. H. Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) dilaksanakan dalam rangka mendukung RAN-PK di lingkungan Departemen Agama. III.Kebijakan Strategis Inspektorat Jenderal Departemen Agama A. Objek Pengawasan Jangkauan obyek pengawasan pada Tahun 2006 dengan anggaran yang tersedia sebanyak 749 auditan atau 20,4% dari seluruh satuan kerja (3.663 satuan kerja) yang di lingkungan Departemen Agama. Pelaksanaan pengawasan ini belum menjangkau unit kerja KUA Kecamatan yang berjumlah lebih dar 4.711 KUA (sesuai KMA Nomor 39 Tahun 2005). Sampai saat ini KUA baru terbatas dijadikan sampling audit, belum masuk audit secara komprehensif. Obyek pengawasan dalam RKAT tahun 2007 sebanyak 1.286 auditan (14,75%). B. Tujuan dan Sasaran Pengawasan Tujuan pengawasan adalah:
1. memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada pimpinan Departemen Agama dalam penetapan kebijakan; 2. memberikan saran perbaikan kepada pimpinan satuan organisasi atau satuan kerja agar kinerja organisasi dan pelayanan masyarakat terus dapat ditingkatkan; 3. memberikan saran perbaikan kepada pimpinan satuan organisasi atau satuan kerja agar pengelolaan keuangan dan barang milik negara dilaksanakan dengan tertib, lancar, efektif, efisien, dan ekonomis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Sasaran pengawasan meliputi: 1. kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi, meliputi pemberian bimbingan, pembinaan, perijinan, dan pelayanan masyarakat lainnya serta pelaksanaan program bantuan dan kerjasama; 2. kegiatan aparatur pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan; 3. pengelolaan keuangan, pengelolaan aset atau barang milik negara, dan bantuan kegiatan kepada pihak ketiga, baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Non APBN; 4. penertiban pengelolaan barang milik negara. C. Mekanisme Pengawasan Mekanisme pengawasan di lingkungan Departemen Agama, terdiri dari: 1. Pengawasan Melekat Pengawasan Melekat atau Waskat adalah segala upaya dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan langsung satuan organisasi atau satuan kerja terhadap bawahannya
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
33
Opini dan sistem pengendalian intern untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien, dan ekonomis. 2. Pengawasan Fungsional Pengawasan Fungsional atau Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional, baik intern maupun ekstern pemerintah, terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan. 3. Pengawasan Masyarakat Pengawasan Masyarakat atau Wasmas adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau pengaduan yang bersifat membangun, baik secara langsung maupun melalui mass media. IV. Koordinasi dan Tindak Lanjut Pengawasan a. Koordinasi 1. Pelaksanaan sistem pengawasan melekat dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal. 2. Pelaksanaan pengawasan fungsional dan penanganan pengaduan masyarakat dikoordinasikan oleh Inspektur Jenderal. 3. Pelaksanaan pengawasan dan laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan eksternal, tindak lanjutnya dikoordinasikan oleh Inspektur Jenderal.
b. Tindak Lanjut Hasil pengawasan harus ditindaklanjuti agar dapat meningkatkan kinerja organisasi yang menjadi obyek audit dimana penyelesaiannya harus dilakukan dengan tertib baik penanganan maupun pengorganisasiannya sehingga menjadi bahan perbaikan kinerja dalam hal perencanaan, keorganisasian, dan kepemimpinan. Ruang lingkup penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan mengatur pelaksanaan TLHA Inspektorat Jenderal, BPK-RI, BPKP dan Dumas di lingkungan Departemen Agama yang dilakukan oleh pimpinan satuan organisasi/kerja, penanggung jawab obyek audit dan atasan langsung yang berwenang untuk melaksanakan saran/rekomendasi hasil pengawasan. Oleh karena itu, diperlukan data temuan untuk memantau perkembangan penyelesaian hasil audit yang meliputi unsurunsur temuan, jenis tindak lanjut dan data lain yang terkait dengan temuan. Sumber data berasal dari LHA Inspektorat Jenderal, BPK-RI BPKP, atau berasal dari data pengaduan masyarakat. Sumber data pencatatan tindak lanjut merupakan hasil analisis LHA yang telah dibahas dan dimutakhirkan data tindak lanjutnya oleh masing-masing satuan organisasi/kerja dimana pencatatan dan pelaporannya dilakukan oleh koordinator TLHA dan Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Pada pelaksanaan TLHA dilakukan perbandingan temuan dan tindak lanjutnya, untuk pelaksanaan hal tersebut perlu adanya pertemuan antara koordinator TLHA dengan auditor Inspektorat Jenderal untuk memutakhirkan data temuan yang belum ditindaklanjuti.
34 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini Inspektorat Jenderal melakukan upaya percepatan penyelesaian tindak lanjut dengan memfasilitasi/menjadi mediator antara koordinator TLHA dengan BPKP, BPKRI dan Kementerian PAN yang dilaksanakan di tingkat Pusat maupun Daerah. Keberhasilan tugas pengawasan selain dilihat dari kualitas hasil audit juga ditentukan oleh efektivitas penyelesaian tindak lanjut hasil audit. Indikator keberhasilan pelaksanaan pengawasan, antara lain berupa temuan hasil audit yang semakin berkurang dan tindak lanjut hasil audit yang tepat, cepat dan tuntas, sehingga dapat meningkatkan konstribusi kepada perbaikan manajemen auditan dan jajarannya baik vertikal maupun horisontal. Oleh karena itu perlu penertiban sanksi bagi pimpinan auditan yang lalai atau tidak menindaklanjuti/pelaksanaan saran tindak lanjut hasil audit Inspektorat Jenderal Departemen Agama/aparat pengawasan fungsional pemerintah lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 pasal 20, KMA 203 Tahun 2002 poin I huruf C nomor 13, dan Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE/02/-M.PAN/-01/ 2005. Dalam realisasinya nanti akan dibuat langkah-langkah strategis dalam percepatan saran tindak lanjut ini, baik terhadap hasil temuan Inspektorat Jenderal sendiri, temuan BPKP, maupun temuan BPK-RI. Jenisnya bisa diwujudkan beberapa macam, seperti teguran, koordinasi, pemantauan/ moinitoring, sampai pemeriksaan khusus atau investigasi. Inspektorat Jenderal sebagai pengawas internal Departemen Agama melakukan percepatan penyelesaian tindak lanjut ha-sil pengawasan dengan melakukan kegiatan koordinasi pemutakhiran data hasil pengawasan fungsional internal Departemen
Agama (Inspektorat Jenderal), eksternal (BPKP dan BPK-RI) maupun penanganan pengaduan masyarakat di lingkungan satuan organisasi/kerja Departemen Agama. Langkah-langkah yang telah ditempuh, antara lain membentuk Koordinator Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan sesuai KMA Nomor 581 Tahun 2006 yang ditindaklanjuti dengan Keputusan Inspektur Jenderal Nomor IJ/154/2006 tentang Prosedur dan Mekanisme Kerja Koordinator Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan. Koordinator tersebut mempunyai tugas: 1. Mengkoordinasikan penyelesaian saran tindak lanjut satuan organisasi/kerja di lingkungan Departemen Agama; 2. Melakukan pendataan dan konfirmasi saran tindak lanjut dengan bukti yang relevan, kompeten, material dan cukup; 3. Membuat dan menyampaikan laporan berkala atas hasil pelaksanaan penyelesaian saran tindak lanjut secara sistematis, singkat, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Inspektur Jenderal. V
Penutup Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai ujung tombak pengawasan Departemen Agama diharapkan lebih proaktif, kreatif, adaptif, dan responsif terhadap laju perubahan di berbagai sektor pengawasan, baik yang membawa dampak positif maupun negatif. Oleh karena itu Inspektorat Jenderal Departemen Agama dituntut mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi tercapainya tatanan kehidupan yang dicitacitakan masyarakat melalui program pengawasan.(Ahmadun)
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
35
Opini STRATEGI PENGAWASAN MENUJU DEPARTEMEN AGAMA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KKN Oleh M. Nailil Fijjar* Dalam menjalankan tugas dan fungsi Departemen Agama, perlu ditempuh beberapa strategi pengawasan agar Inspektorat Jenderal bisa mendukung citacita Menteri Agama dalam kepemimpinannya untuk menciptakan Departemen Agama yang bersih dan bebas dari KKN. Adapun strategi pengawasan tersebut antara lain: I.
Kebijakan Sebuah kebijakan sangat berperan walau keadaannya tidak kasat mata secara fisik, namun dampaknya bisa sangat terasa atau dirasakan oleh Pembuat kebijakan itu sendiri dan akan lebih terasa terhadap setiap individu yang terkena efek dari kebijakan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Kebijakan yang familier atau sering memihak kerakyatan atau membumi dimana era reformasi sekarang sangat digemari oleh pegawai secara umum, namun kebijakan tersebut biasanya kurang menguntungkan pihak Pejabat. Begitu sebaliknya apabila ada kebijakan yang memihak Pejabat maka akan disoroti oleh pihak media dan bisa menimbulkan polemik tersendiri. Kebijakan seimbang yang tidak memihak adalah solusinya, khususnya kebijakan dibidang pengawasan di lingkungan Departemen Agama. Kebijakan tersebut harus disepakati secara bersama oleh Pejabat maupun seluruh Pegawai Departemen Agama secara umum dan Pegawai Inspektorat Jenderal secara khususnya.
Kebijakan juga harus tersosialisasi dengan baik dan diketahui menyeluruh oleh pihak Auditan maupun Auditor. Kebijakan bisa berjalan baik apabila kebijakan yang ada bukan hanya kebijakan tertulis saja dan disepakati bersama, namun kebijakan berjalan pada jalur rel yang diharapan. Apabila kebijakan tersebut tidak berjalan demikian maka harus ada yang berkewajiban mendorong sehingga berjalan kembali atau apabila kebijakan berjalan tidak sesuai jalur relnya maka harus ada yang mengingatkan. Kebijakan itu semua harus didukung dan ada peran serta secara aktif seperti halnya mendorong dan mengingatkan seperti diatas baik dilakukan pegawai dan diutamakan oleh pembuat kebijakan itu sendiri. Metode Audit Pengawasan tidak bisa terlepas dari proses audit atau pemeriksaan, dimana proses audit lebih khusus dan lebih mendalam tidak sekedar mengawasi dan bisa memberikan hukuman secara langsung atas audit yang dilakukan di lapangan apabila ditemukan penyimpanganpenyimpangan yang tidak sesuai dengan peraturan maupun kebijakan yang telah disepakati. Pengawasan bisa berjalan efektif melalui metode audit yang efektif juga, antara lain Metode PraAudit, Metode PreAudit dan Metode PascaAudit: II.
Metode PraAudit dilaksanakan sebelum audit itu sendiri dilaksanakan di
36 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini lapangan guna menunjang keberhasilan pengawasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam PraAudit adalah Dokumen, Mental/ Phisis, Fisik/Kesehatan. Yang termasuk dalam dokumen yaitu mempersiapkan peraturan yang berhubungan dengan bidang yang akan diaudit, mempelajari dan memahami dokumen peraturan tersebut adalah salah satu kunci keberhasilan dalam Metode PraAudit. Kedua adalah mental/phisis, bekal tersebut harus disiapkan dengan baik karena hal-hal yang tidak dapat diperhitungkan atau diperkiran dalam menghadapi masalah yang timbul di tempat audit sangat dimungkinkan terjadi baik dengan Auditan ataupun sesama Auditor internal, oleh sebab itu mental yang tenang dan kuat dengan kepala dingin diperlukan dalam menghadapi masalah-masalah yang harus segera diselesaikan secara cepat dan tepat di tempat. Fisik/kesehatan adalah syarat ketiga dalam Pra Audit, karena kondisi atau medan tempat audit yang ditempuh biasanya relatif jauh-jauh keliling ke seluruh Indonesia menjangkau lokasi-lokasi pelosok sekalipun, sehingga dibutuhkan fisik/ kesehatan dalam kondisi fit/prima. Untuk mendapatkan kondisi badan yang berstamina optimal, maka harus seimbang antara konsumsi makan, minum, bekerja, istirahat dan berolahraga ringan, hal-hal tersebut harus diperhatikan dalam rangka keseimbangan tubuh untuk memperoleh kesehatan dan kekebalan tubuh. Metode PreAudit ditekankan pada komunikasi pada saat audit dilakukan. Komunikasi sangat berperan dalam hal menyampaikan maksud dan tujuan audit
baik secara verbal maupun body language (bahasa tubuh). Komunikasi timbal balik atau dua arah perlu dibangun, karena komunikasi yang hanya searah kebanyakan kurang mencapai sasaran, dengan komunikasi dua arah akan jauh efektif untuk menemukan titik temu pembicaraan mengarah kesepahaman dalam hal audit, sehingga tidak ditemukan kesalahpahaman atau kesulitan mengartikan komunikasi yang sedang terjadi. Dengan komunikasi yang tepat, maka audit akan jauh lebih cepat dan ringan dalam mewujudkan upaya pengawasan internal yang terbangun atas dasar kerelaan dan tidak atas dasar keterpaksaan. Metode terakhir adalah Metode Pasca Audit yaitu tindak lanjut atas segala temuan audit. Hal tersebut diperlukan sebagai shock terapi bagi Auditan yang melanggar peraturan atau kebijakan. Pengawalan tindak lanjut dari Saran Tindak Lanjut (STL) sampai dengan selesai (tuntas) merupakan wujud pengawasan yang mengikat Pihak Auditan untuk segera menyelesaikan kewajibannya dan segala permasalahan yang dilakukan Pihak Auditan. III. Auditor Tugas seorang Auditor tidak jauh berbeda dengan profesi guru yang mengajar di kelas, Auditor yang berperan sebagai guru yang mengajar di kelas (Departemen Agama) dan muridnya seluruh pegawai Departemen Agama di Indonesia. Tugas Auditor sangatlah dibutuhkan skill (keahlian) yaitu kemampuan khusus memahami peraturan yang berlaku yang bisa diterapkan untuk audit atau pengawasan secara menyeluruh.
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
37
Opini Seorang Auditor dituntut tidak hanya bisa menyalahkan, namun harus bisa memberikan solusi atau jalan keluar dan dituntut bisa memberikan contoh suri teladan dan cermin pegawai. Auditor juga manusia tidak lepas salah dan keliru, untuk meningkatkan kemampuan Auditor harus terus diasah dengan berbagai hal, antara lain diadakan diklat-diklat yang update sesuai pengawasan yang dicita-citakan. Selain secara intelektual ditingkatkan diperlukan juga penggemblengan moral dan integritas sesuai dengan amanat kode etik Auditor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : IJ / 65 / 2006 Tentang Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Rekruitmen Auditor juga memegang peranan keberhasilan pengawasan dimana dipersiapkan sejak dini dari Formasi CPNS telah ditentukan dan dipilih untuk memenuhi syarat-syarat kualifikasi, selain syarat akademik adalah syarat yang harus dipenuhi secara psikologis dan diikutsertakan dalam try out (pelatihan di lapangan) sebelum terjun sebagai Auditor independen. IV. Auditan Dalam rangka mewujudkan strategi pengawasan Auditan memegang peranan yang penting, maka perlu adanya pembinaan, pembimbingan dan kemitraan. Yang pertama adanya Pembinaan Auditan, karena banyak Auditan di daerah banyak yang belum mengetahui dan memahami peraturan yang harus dijalankan, ataupun sudah tahu peraturan namun belum melaksanakan peraturan tersebut. Apabila ditemukan adanya pelanggaran atau penyimpangan peraturan yang berlaku
maka tidak langsung dihukum namun dibina terlebih dahulu, apabila pelanggaraan atau penyimpangan tersebut dilakukan berulang kali maka penjatuhan hukuman barulah diterapkan secara tegas dan tidak pandang bulu. Kedua adalah melalui pembimbingan terhadap Auditan yang dilakukan oleh Auditor langsung di tempat audit, apabila ada kebuntuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta pembimbingan tersebut diperuntukkan untuk menemukan solusi langsung penyelesaian masalah atau dalam hal perencanaan kegiatan tugas dan fungsi yang akan dilaksanakan dikemudian hari. Terakhir adalah perlakuan Auditan jangan saja sebagai obyek audit namun sebagai patner (kemitraan) pengawasan, karena kalau diperlakukan sebagai obyek semata maka auditan hanya sebagai peran pasif, oleh akrena itu audita harus didudukkan sebagai mitra dalam pengawasan untuk mewujudkan keberhasilan pengawasan itu sendiri. Auditan sangat berperan penting dan harus berperan aktif menyampaikan kesulitan atau hal-hal yang dihadapi dalam proses birokrasi maupun perkembangan yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. V.
Hukuman dan Penghargaan
Hukuman dijatuhkan bertujuan memberikan efek jera, sehingga tidak diulangi lagi dilain waktu. Hukuman harus bersifat tegas dan jelas. Tegas dalam hal hukuman tersebut diterapkan kepada siapa saja dan kapan saja. Jelas berarti jenis hukuman yang dijatuhkan tidak menimbulkan penafsiran ganda baik dari segi waktu maupun materi atau kategori hukuman itu
38 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Opini sendiri seperti yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hukuman tidak hanya diterapkan atau diberlakukan pada Auditan yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan peraturan, namun juga terhadap Auditor yang melanggar atau menyimpang dari peraturan yang berlaku secara umum dan khususnya melanggar Kode Etik Auditor sesuai dengan amanat kode etik Auditor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor : IJ / 65 / 2006 Tentang Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Penghargaan juga harus diberikan, agar diperoleh keseimbangan antara adanya hukuman dengan penghargaan kepada siapa saja yang berprestasi atau memiliki inovasi dan kemampuan kreatifitas lebih dari yang lain. Penghargaan saat ini sangat penting untuk memicu semangat pengembangan diri baik untuk individu maupun untuk kepentingan bersama. Penghargaan diperlukan karena apabila semua pegawai atau pejabat diperlakukan sama maka baik Auditan maupun Auditor dalam bekerja akan berbuat biasa-biasa saja dan tidak berlomba-lomba untuk berprestasi karena tidak ada motivasi yang mendorong untuk mendapatkan penghargaan tersebut. Penghargaan juga bisa dijadikan alat ukur Baperjakat dalam menentukan atau pemilihan pengangkatan Pejabat baik di struktural atau fungsional. Penghargaan bisa diwujudkan dalam hal wujud yang langsung bisa dinikmati seperti materi (uang), study lanjutan (beasiswa), prioritas tugas luar daerah atau dalam bentuk tanda jasa yang akan dicatat dengan tinta emas di
dalam riwayat karir penerima penghargaan di bagian kepegawaian. VI. Infrastruktur Di zaman modern sekarang ini, perkembangan disegala bidang sangatlah cepat. Pengawasan bisa sukses tidak terlepas dari daya dukung infrastruktur yang handal antara lain penggunaan teknologi sebagai sarana pembantu utama untuk mempermudah pekerjaan pengawasan yaitu penggunaan notebook (laptop), flashdisc, alat bantu audit, internet dan email. Pekerjaan pengawasan yang mobile (berkeliling) ke seluruh pelosok Indonesia, memerlukan infrastruktur yang ringkas, praktis dan canggih contohnya notebook (laptop) dimana alat tersebut sangat diperlukan adanya dalam membikin laporan, menyimpan data, membuka dan mengirim email, dan lain-lain pekerjaan yang dulunya hanya bisa dikerjakan di Personal Computer (PC) yang besar dan sulit atau susah dibawa-bawa dan dipindah-pindah. Infrastruktur yang kedua adalah flashdisc, dimana alat tersbut sekarang telah menggeser fungsi disket yang dulunya hanya bisa menyimpan data sedikit sekitar 1,44 MB, dengan flashdisc dapat menyimpan data hingga kapasitas puluhan sampai ratusan GB. Dan flashdisc mudah dibawa karena bentuknya yang kecil dan fleksibel modelnya yang banyak dikombinasi dengan multimedia seperti Radio FM atu MP3 Player. Infrastruktur yang ketiga adalah alat bantu audit seperti alat pengukur ketebalan benton, alat pengukur komposisi campuran banguan dan alat-alat ukur teknis lainnya yang dapat membantu pekerjaan audit untuk memperoleh data-data yang akurat tanpa
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
39
Opini ada asumsi perkiraan-perkiraan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Infrastruktur selanjutnya adalah internet dan email, kedua alat tersebut lebih bersifat software dimana internet berfungsi untuk membantu pencarian informasi segala hal mengenai apa saja yang ingin kita ketahui, untuk itu perlu adanya area Hotspot sekitar kantor (Inspektorat Jenderal) yaitu area free (gratis) untuk dapat jaringan internet guna searching (mencari) informasi yang diperlukan yang pada saat ini sedang diusahakan pihak Sekretariat. Area Hotspot di kantor (Inspektorat Jenderal) diperlukan adanya sebab koneksi/hubungan internal secara langsung dan free (gratis) di seluruh gedung Inspektorat Jenderal bisa sangat membantu adanya perkembangan intelektual atau pemikiran dan ide-ide cemerlang sehabis searching (mencari) informasi di internet.
Infrastruktur yang terakhir adalah email. Email sekarang fungsinya telah menggusur fungsi ekspedisi pengiriman surat, dimana ekspedisi pengiriman tersebut masih terbatas oleh jarak dan waktu. Dengan email, kita bisa mengirim surat dengan murah, cepat dan praktis. Murah karena hanya cukup koneksi (terhubung) dengan internet, cepat karena detik itu juga sampai dengan tujuan email, praktis karena tidak perlu datang dan antri ke kantor pos atau kantor ekspedisi. Demikian 6 (enam) buah strategi pengawasan yang dijelaskan secara singkat, mudah-mudahan bisa bermanfaat memberikan pengetahuan baru bagi para pembaca. Terima kasih.
40 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
SAP STATEMENT OF GOVERNANCE ACCOUNTING STANDARD NUMBER 02 (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NOMOR 02)
Target of budgeting realization reporting is to give information about budgeting and realization entity side by side. The comparation between budget and realization show the level of getting the goals which have been agreed between legislative and executive as according to law and regulation. The information is good for all report consumers in evaluating decision about allocation of economic resources, accountability, and adherence the reporting entity to the budget by: a. providing information about sources, allocations, and the economic resources usage, with indication: 1) have been executed efficiently, effectively, and economically; 2) have been executed as according to the budget (APBN/APBD) 3) have been executed as according to law and regulation. b. providing information about budget realization totally which is useful in evaluating government performance in the case of efficiency and effectiveness of budget usage.
LAPORAN REALISASI ANGGARAN Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundangundangan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumbersumber daya ekonomi, akuntabilitas, dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: a. menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi, dengan indikasi: 1) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 2) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); 3) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. b. menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
STRUCTURE OF BUDGETING REALIZATION STATEMENT In Budgeting Realization Statement have to be identified clearly, and repeated in each page report, if it is assumed to need the following information: a. name of reporting entity or other identify tools; b. coverage of reporting entity; c. included period;
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu informasi berikut: a. nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; b. cakupan entitas pelaporan; c. periode yang dicakup; d. mata uang pelaporan;
BUDGETING REALIZATION STATEMENT
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
41
SAP d. reporting currency; e. set of the used number. FILL OF BUDGETING REALIZATION STATEMENT Budgeting Realization Statement includes the following posts at least: a. Earnings; b. Expenses; c. Transfers; d. Surplus or deficit e. Financing acceptances; f. Financing expenditures; g. Netto Financing; h. Remains of more/less of budget financing (SILPA/SIKPA). BUDGET ACCOUNTING Budget accounting carried out as according to structure of budget which consisted of budget earnings, expenses, and finances. Budget earnings consist of earnings estimation that formulated become allocation estimate earnings. Budget expenses consists of appropriation that formulated become budget credit authorization (allotment). Financing budget consists of finance acceptance and finance expenditure. Budget accounting carried out at the time of verification budget and the allocation budget. EARNINGS ACCOUNTING Earnings confessed at the time of accepted at Account of State/Area Public Cash. Earnings classified by earning types. Entering transfer is acceptance of money from other reporting entity, for example counter balance fund acceptance from central government and fund sharing holder from province government. Earnings accounting executed as according to bruto principality, by bookedly bruto acceptance, and do not the neto
e. satuan angka yang digunakan. ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN Laporan Realisasi Anggaran sekurangkurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut: a. Pendapatan; b. Belanja; c. Transfer; d. Surplus atau defisit; e. Penerimaan pembiayaan; f. Pengeluaran pembiayaan; g. Pembiayaan neto; h. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA). AKUNTANSI ANGGARAN Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran dialokasikan. AKUNTANSI PENDAPATAN Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
42 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
SAP amount (after compensated with expenditures). In the case of public service organizations, earnings confessed related to the law and regulation which arrange about public service organizations. Return which is normal and recurring to the earnings acceptance at the acceptance period and also at previous period booked as earnings less. Correction and the return which is not recurring to earnings acceptance that happened at acceptance period booked as earnings less at the same period. Correction and return which is not recurring to earnings acceptance that happened at the previous period booked as fund equity less at the period finding of the return and correction. EXPENSES ACCOUNTING Expenses confessed at the time of the expenditure happening from Account of State/Area Public Cash. Specified expenditures through treasurer expenditure the confession happened at the time of responsibility to the verification expenditure by the unit which have exchequer function. In the case of public service organizations, expenses confessed related to the law and regulation which arrange about public service organizations. Expenses classified by economic classifications (expense types), organizations, and functions. Exit transfer of exit is money expenditure from reporting entity to other reporting entity like counter balance fund expenditure by central government and fund of sharing holder by local government. Finance budget realization of Budget reported by fixed classifications in the budget documents.
Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. AKUNTANSI BELANJA Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
43
SAP Correction to the expenses expenditure (expenses reacceptance) that happened at financing expenditure period booked by less expense at the same period. If accepted at the next period, correction to the expenses expenditure booked at other earnings post. SURPLUS/DEFICIT ACCOUNTING Surplus is more difference between earnings and expenditures during one reporting period. Deficit is less difference between earnings and expenditures during one reporting period. Difference of more/less between earnings and expenditures during one reporting period is registered in the Surplus/ Deficit post.
Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain. AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit.
FINANCE ACCOUNTING Financing is all government finance transactions, acceptances, and also expenditures, that require to be paid or will be reaccepted, which is in government budgeting is especially meant to close deficit and or exploit budget surplus. Financing acceptances can come from loan, and divestation result. Whereas, financing expenditures are used to the fundamental reimbursement of loan to the other entity, and share the capital by government
AKUNTANSI PEMBIAYAAN Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup deficit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
ACCEPTANCE FINANCE ACCOUNTING Finance acceptance is all acceptances in Account of State/Area Public Cash that come from loan acceptances, governmental obligation sales, result of State/Area company privatization, loan reacceptances which is given to the third party, other permanent investment sale, and the fund liquefaction reserve. Financing acceptances confessed at the time of accepted at Account of State/ Area Public Cash.
AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/ Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan Negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
44 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
SAP Financing acceptance accounting executed as according to bruto principality, that is book the bruto acceptances, and do not note the neto amount (after compensation with expenditures) FINANCE EXPENDITURE ACCOUNTING Finance expenditure is all expenditures of Account of State/Area Public Cash for example giving of loan to third party, share in government capital, fundamental reimbursement of loan in period of certain annual budget, and the reserve fund forming. Finance expenditure confessed at the time of released from Account of State/Area Public Cash. Forming of Reserve Fund adds the reserve fund. The results that obtained from management of fund reserve in area government represents reserve fund adder. The result noted as earnings in the other area original earnings post. NETO FINANCE ACCOUNTING Neto finance is difference between acceptance expenditure after lessened by finance expenditure in period of certain annual budget. The difference of more/less between acceptance and finance expenditure during a reporting period registered in Neto Finance Post. REMAINS OF MORE/LESS BUDGET FINANCE ACCOUNTING (SILPA/SIKPA) Remains of more/less budget finance is the difference between more/less of acceptance and expenditure realization during one reporting period. Difference between more/less of acceptance and expenditure realization during one reporting period registered in SILPA/SIKPA Post.
Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN Pengeluaran Pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto. AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA/SIKPA) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SILPA/ SIKPA.(Oleh Yanis Naini, SE)
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
45
Randang
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini menginstruksikan: Kepada : 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 2. Jaksa Agung Republik Indonesia; 3. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 4. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 5. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Para Gubernur; 7. Para Bupati dan Walikota. Untuk Pertama
Kedua
Ketiga
Keempat
: : Kepada seluruh pejabat pemerintah yang termasuk dalam kategori penyelenggara negara sesuai Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang belum melaporkan harta kekayaannya untuk segera melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. : Membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rangka penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara di lingkungannya. : Membuat penetapan kinerja dengan pejabat di bawahnya secara berjenjang, yang bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat. : Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya
46 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Randang
Kelima
:
Keenam
:
Ketujuh
:
Kedelapan
:
Kesembilan
:
Kesepuluh
:
Kesebelas
:
yang harus dibayar oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan pungutan liar. Menetapkan program dan wilayah yang menjadi lingkup tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai program dan wilayah bebas korupsi. Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara konsisten untuk mencegah berbagai macam kebocoran dan pemborosan penggunaan keuangan negara baik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan maupun dalam kehidupan pribadi serta penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang berdampak langsung pada keuangan negara. Memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya penindakan korupsi yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan cara mempercepat pemberian informasi yang berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi dan mempercepat pemberian ijin pemeriksaan terhadap saksi/tersangka. Melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penelaahan dan pengkajian terhadap sistem-sistem yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi dalam ruang lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku korupsi di lingkungannya. Khusus kepada: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS melakukan kajian dan uji coba untuk pelaksanaan sistem e-procurement yang dapat dipergunakan bersama oleh instansi pemerintah. 2. Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai, penerimaan bukan pajak, dan anggaran untuk menghilangkan kebocoran dalam penerimaan keuangan negara, serta mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keuangan negara yang dapat membuka peluang terjadinya praktek korupsi, dan sekaligus menyiapkan rancangan peraturan perundangun-dangan penyempurnaannya. 3. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi tahun 2004-2009 berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah nondepartemen terkait dan unsur masyarakat serta Komisi Pemberantasan Korupsi. 4. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara:
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
47
Randang a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka penyusunan penetapan kinerja dari para pejabat pemerintahan. c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik pada pemerintah daerah, lembaga pemerintah nondepartemen, dan departemen. d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan sistem kepegawaian negara. e. Mengkoordinasikan, memonitor, dan mengevaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden ini. 5. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: a. Menyiapkan rumusan amandemen undang-undang dalam rangka sinkronisasi dan optimalisasi upaya pemberantasan korupsi. b. Menyiapkan rancangan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. 6. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara memberikan petunjuk dan mengimplementasikan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik pada badan usaha milik negara. 7. Menteri Pendidikan Nasional menyelenggarakan pendidikan yang berisikan substansi penanaman semangat dan perilaku anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan baik formal maupun nonformal. 8. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi menggerakkan dan mensosialiasikan pendidikan anti korupsi dan kampanye anti korupsi kepada masyarakat. 9. Jaksa Agung Republik Indonesia: a. Mengoptimalkan upayaupaya penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara. b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh jaksa/penuntut umum dalam rangka penegakan hukum. c. Meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan institusi negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. 10. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia: a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara.
48 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Randang b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum. c. Meningkatkan kerjasama dengan Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan institusi negara yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. 11. Gubernur dan Bupati/Walikota: a. Menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintah daerah. b. Meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan liar dalam pelaksanaannya. c. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadi kebocoran keuangan negara baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Keduabelas
: Agar melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan hasilnya kepada Presiden.
Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Dikeluarkan di : Jakarta pada tanggal : 9 Desember 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
49
AMO SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (SPPN) Oleh: Ahmed* Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah diatur dalam Undang-undang Nomor 25/2004. Inti dari sistem dalam perencanaan pembangunan adalah sebagaimana uraian berikut. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang (RPJP), jangka menengah (RPJM), dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. RPJP merupakan dokumen perencanaan untuk periode 20 tahun, sedangkan RPJM untuk periode 5 tahun. RPJM untuk Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah dikenal dengan Rencana Strategis atau Renstra. Selain RPJP dan RPJM, ada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang merupakan Rencana Pembangunan Tahunan Nasional untuk periode 1 tahun. Sebutan Rencana Pembangunan Tahunan adalah Rencana Kerja (Renja), Beberapa istilah yang perlu dipahami dalam perencanaan antara lain adalah strategi, kebijakan, dan program. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi; dan kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan. Adapun program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. SPPN dimaksudkan untuk (a) mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (e) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Apa perbedaan antara RPJP, RPJM, dan RKP secara nasional? RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional. Sedangkan RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas
50 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
AMO pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/ Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Renstra vs Renja Renstra yang dibuat untuk waktu 5 tahun memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Perencanaan tahunan yang dikenal dengan Renja disusun dengan berpedoman pada Renstra, mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tahapan Tahapan yang harus dilalui dalam Perencanaan Pembangunan Nasional meliputi penyusunan rencana; penetapan rencana; pengendalian pelaksanaan rencana; dan evaluasi pelaksanaan rencana. Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan: (a) penyiapan rancangan awal rencana pembangunan; (b) musyawarah perencanaan pembangunan; dan (c) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Sedangkan penyusunan RPJM dan rencana kerja untuk 1 tahun dilakukan melalui urutan kegiatan: (a) penyiapan rancangan awal rencana pembangunan; (b) penyiapan rancangan rencana kerja; (c) musyawarah perencanaan pembangunan; dan (d) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Rancangan RPJP disiapkan oleh Menteri dan Kepala Bappeda yang akan menjadi bahan utama dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Pelaksanaan Musrenbang paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya periode RPJP yang sedang berjalan. Berdasarkan hasil Musrenbang, Menteri dan Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP yang akan ditetapkan dengan undang-undang untuk tingkat nasional, dan Peraturan Daerah untuk tingkat daerah. Rancangan awal RPJM sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden/Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan, kebijakan umum, program prioritas Presiden/ Kepala Daerah, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal untuk tingkat nasional dan arah kebijakan keuangan Daerah disiapkan oleh Menteri dan Kepala Bappeda. Berdasarkan rancangan awal RPJM dimaksud disusunlah rancangan Renstra sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Penyusunan RPJM dilakukan melalui Musrenbang yang diikuti oleh unsurunsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan masyarakat. Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Nasional adalah oleh Menteri (paling lambat 2 bulan setelah pelantikan Presiden) dan Musrenbang Jangka Menengah Daerah adalah Kepala Bappeda.(paling lambat 2 bulan setelah pelantikan Kepala Daerah). Hasil Musrenbang Jangka Menengah dijadikan bahan rancangan akhir RPJM. RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik sedangkan Renstra-KL ditetapkan dengan peraturan pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan RPJM Nasional. Adapun
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
51
AMO RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik, dan Renstra ditetapkan dengan peraturan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah setelah disesuaikan dengan RPJM Daerah. Rencana Pembangunan Tahunan Sebagai penjabaran dari RPJM, Menteri dan Kepala Bappeda menyiapkan rancangan awal RKP sebagai bahan acuan dalam penyiapan rancangan Renja. Rancangan RKP dijadikan bahan bagi Musrenbang yang dilaksanakan paling lambat bulan April, dan Musrenbang untuk RKPD paling lambat bulan Maret. Hasil dari Musrenbang dijadikan dasar dalam menyusun rancangan akhir RKP. Penetapan RKP dengan Perpres dan RKPD dengan Perda. Dari RKP dan RKPD inilah disusun RAPBN dan RAPBD. Pengendalian dan evaluasi Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing pimpinan Kementerian/
Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Selanjutnya Evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan periode sebelumnya.juga dilakukan oleh masingmasing pimpinan Kementerian/ Kelembagaan dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah. Hasil evaluasi tersebut menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan untuk periode berikutnya. Perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu melalui penggunaan sistem informasi berbasis komputer akan mempermudah dan mempercepat penyusunan SPPN, karena data dapat diakses tanpa batas ruang dan waktu. (* Penulis adalah Staf Ahli Menag RI)
52 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Teknologi Informasi Internet, Plus-Minus Oleh Kamalul Iman Billah*) Istilah “Dunia tak selebar daun kelor” tampaknya saat ini bisa berubah menjadi “Dunia hanya selebar layar monitor”. Ya, memang saat ini dunia bisa dijelajah oleh siapa saja melalui layar monitor komputer yang terhubung dengan internet. Layanan internet yang semakin hari semakin murah dengan akses yang semakin cepat, membuat semua orang bisa mengaksesnya di seluruh jagat raya dengan media yang beragam, dengan line telepon, GPRS (General Packet Radio Service, layanan akses data dengan menggunakan jaringan selular), satelit, maupun Wi-Fi (Wireless Fidelity). Koneksinya pun bisa dilakukan di rumah, kantor, warnet, maupun tempat umum, seperti bandara, mal, dan kafe yang menjamur dengan fasilitas internet melalui Wi-Fi. Kemajuan teknologi menjadikan akses wireless merupakan pilihan praktis untuk terhubung ke dunia maya. Saat ini sudah banyak penyedia jasa (provider) akses wireless yang mereka pasang di tempat-tempat umum, seperti bandara, mal, dan cafe, yang dikenal dengan istilah Hot Spot. Konsumen yang mau mengaksesnya tinggal membawa laptop, PDA, atau handphone yang memiliki fasilitas Wi-Fi. Ada yang berbayar, ada juga yang cumacuma, disediakan demi memanjakan konsumen. Pertanyaannya adalah apa kah internet dan koneksi internet? Sebagai hasil kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, apa saja plus-minusnya bagi kehidupan kita? Internet Internet secara singkat adalah jaringan komputer. Berbeda dengan jaringan
komputer yang terdapat dalam perkantoran yang terbatas, internet adalah bentuk jaringan komputer yang sangat luas, yang mencakup seluruh penjuru dunia, baik yang berada di kota dan negara besar, maupun yang berada di pelosok terpencil, di tempat yang jauh dari jangkauan manusia. Yang penting adalah ada sarana koneksi yang menghubungkannya. Koneksinya bisa melalui saluran telepon, kabel serat optik, gelombang radio, satelit, maupun yang lainnya. Menurut Onno W. Purbo, internet memiliki ciri khas: • Network of Networks atau sebuah jaringan dari jaringan-jaringan. • Di-backup oleh banyak volunteer atau sukarelawan yang berdedikasi. • Teknologi dikembangkan sendiri oleh Internet Engineering Task Force (IETF) • Teknologi diarahkan oleh Internet Engineering Steering Group (IESG). Adapun sejarah internet dapat diperiodisasi sebagai berikut: • Berawal dari ide/konsep di tahun 1962. • 1969 - Landmark terbentuknya ARPANET. • 1986 - National Science Foundation (NSF) Backbone dibentuk. • 1996 - Internet World Expo. Internet menjadi media komunikasi yang populer di Indonesia sejak akhir tahun 1990. Perkembangan jaringan internet di Indonesia dimulai pada pertengahan era 1990. Namun sejarah perkembangannya dapat diikuti sejak era 1970-an. Pada awal perkembangannya, internet dimulai dari kegiatan-kegiatan yang bersifat nonkomersial, seperti kegiatan-kegiatan berbasis hobi. Perkembangan selanjutnya kebanyakan diprakarsai oleh kelompok
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
53
Teknologi Informasi akademis/mahasiswa dan ilmuwan yang sebagian (pernah) terlibat dengan kegiatan berbasis hobi tersebut melalui upaya membangun infrastruktur telekomunikasi internet. Peranan Pemerintah Indonesia dalam perkembangan jaringan internet di Indonesia memang tidak banyak, namun juga tidak dapat dikesampingkan, walaupun peranan mereka tidak terlalu signifikan. Plus - Minus “Pak Ustaz, pakai internet nggak dosa, kan?”, tanya seorang murid madrasah kepada gurunya. Itu adalah sebuah pertanyaan polos yang ada dalam tayangan iklan “Internet Goes to School” dari sebuah penyedia jasa internet (ISP/Internet Service Provider), yang belakangan ini sering ditayangkan di televisi. Dalam tayangan iklan itu digambarkan bahwa betapa banyak masyarakat pedesaan di Indonesia yang belum tahu apakah wujud internet itu. Kita pun tidak dapat menutup mata, masih banyak kalangan terpelajar yang mungkin hanya baru dengar istilah internet, tetapi masih belum tahu persis apa manfaat dan bahayanya bagi masyarakat dan kehidupan. Internet ibarat pedang bermata dua, bisa memiliki manfaat yang besar, bisa memiliki bahaya yang besar juga. Tergantung bagaimana dan siapa yang memanfaatkannya, serta motif dan tujuannya. Bagi hacker dan orang yang memiliki motif negatif, internet bisa berakibat merugikan. Dunia perbankan bisa dijebol melalui internet. Bahkan jaringan komputer Pentagon, kantor pusat Departemen Pertahanan Amerika Serikat di Washington DC., yang konon menggunakan proteksi yang ketat sekali pun dapat dijebol oleh para hacker. Mungkin masih ada dalam ingatan kita bagaimana tampilan website Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia pada tahun 2004 dijebol oleh para tangan jail, yang
tidak lain adalah para hacker lokal, yang dengan kemampuannya dan keisengannya, mengubah lambang-lambang partai dengan gambar-gambar lain yang dapat mengundang senyum. Kasus tersebut menyentakkan berbagai kalangan, karena kemampuan hacker menembus jaringan database tidak selamanya bertujuan untuk keuntungan pribadi atau golongan. Bisa juga hanya untuk iseng semata, seperti yang terjadi pada kasus KPU tersebut. Mungkin kita juga masih ingat bagaimana website resmi Republik Indonesia dijebol oleh hacker dari Malaysia pada saat terjadi konflik perebutan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan. Selanjutnya para hacker Indonesia tak mau kalah dengan melakukan aksi yang sama terhadap website resmi negara jiran tersebut. Di sisi lain, banyak juga orang yang kecanduan internet karena hobi ber-game ria secara online dengan lawan main di dunia maya, untuk mengadu kemampuan dan keahlian memainkan game. Game-game online banyak disediakan oleh provider (penyedia jasa) game online, dengan hadiah yang menggiurkan. Lawan mainnya pun belum tentu dikenal. Ada juga yang kecanduan situs-situs dewasa yang kian bayak muncul di dunia maya. Bahkan karena banyaknya orang yang kecanduan situs-situs dewasa ini, keuntungan sektor bisnis ini mencapai jutaan dolar. Betapa tidak, karena semakin hari semakin banyak orang yang kecanduan, sehingga penyedia kontennya pun beragam. Dari hanya sekadar gambar syur, videophone, videochat, sampai ke fasilitas “kopi darat”, alias melakukan janji bertemu, bertransaksi, dan seterusnya. Ada banyak sebab yang mendorong hal ini bisa terjadi, seperti kondisi psikis yang stres, keuangan yang memadai, adanya kesempatan, dan karena mengisi waktu luang sehabis lelah bekerja. Motifnya
54 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Teknologi Informasi pun beragam. Ada yang memang sudah kecanduan, bisnis, iseng, bahkan ikutikutan, yang akhirnya menjadi ketagihan. Kondisi ini semakin berkembang dengan penyebaran informasi yang sangat cepat. Setiap kali ada isu yang berbau “dewasa”, baik berupa foto maupun video syur, pasti akan cepat beredar di internet. Bahkan ada mailing list yang khusus berisi pertukaran informasi tentang hal-hal “begituan”. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya keingintahuan, mencoba-coba, dan selanjutnya ketagihan. Bagi dunia bisnis, pendidikan, perkantoran, dan pemerintahan, internet merupakan sarana yang bisa dioptimalkan untuk menunjang efektivitas dan efisiensi kerja. Sebut saja misalnya sebuah bank yang memiliki cabang di seluruh negeri dan di luar negeri. Kalau komunikasi yang digunakan lewat telepon, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan dalam sebulan. Belum lagi berkaitan dengan pertukaran data yang membutuhkan waktu seketika alias real time. Dengan internet, biaya telepon bisa ditekan sampai dengan lebih dari 80%. Komunikasi jarak jauh atau internasional bisa dilakukan dengan internet phone, videophone atau video converence, yang jauh lebih hemat dan efektif. Komunikasi data bisa dilakukan seketika. Pengiriman data hanya membutuhkan waktu dalam hitungan detik. Dunia pendidikan saat ini sangat ditunjang oleh internet. Internet bisa dijadikan sumber referensi untuk segala bidang ilmu. Ada yang gratis, ada juga yang berbayar dengan sistem berlangganan. Sebagai contoh situs www.proquest.com merupakan situs database keilmuan yang banyak dijadikan tempat pencarian referensi untuk berbagai bidang ilmu dan menjadi langganan banyak perguruan tinggi. Sebagai catatan, untuk memasuki database situs ini kita harus
memasukkan “user id” dan “password” yang setiap bulan berganti. Keduanya bisa didapatkan dari perguruan tinggi yang berlangganan atau membuat perjanjian tertentu dengan pengelola situs tersebut. Bagi mereka yang mencintai dunia hobi dan kesenangan, banyak game dan program komputer dan handphone bertebaran di internet. Kita bisa mengunduh (download) secara gratis sepuasnya. Begitu juga kita dapat meng-upload hasil karya kita, berupa tulisan, program, dan banyak hal yang bisa dimanfaatkan oleh semua orang di jagat ini. Banyak situs yang mau menampungnya. Bagi yang masih menjomblo dan ingin berpetualang mencari pasangan, di internet pun banyak situs yang memfasilitasi. Tinggal bagaimana kita bisa memanfaatkannya. So What? Peribahasa “Bagai ayam mati kelaparan di lumbung padi” barangkali bisa dianalogikan dengan kita yang buta informasi pada saat informasi sangat mudah dan murah didapatkan. Internet sebagai lumbung informasi bila tidak kita manfaatkan seoptimal mungkin, memang tidak akan mati. Tetapi sebagai manusia yang hidup di era informasi, akan sulit bagi kita untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain yang lebih melek informasi. Informasi tidak hanya bisa dijadikan sebagai komoditas, tetapi bisa juga dijadikan sebagai alat untuk mengintimidasi, bahkan menjajah suatu negeri. Memang tidak seperti penjajahan masa lalu yang keras, kejam, menggunakan senjata, serta memakan korban nyawa, tetapi berupa penjajahan yang berjalan secara sangat perlahan, tanpa disadari oleh sasarannya. Tujuan dari “penjajah” tersebut bisa berupa perubahan perilaku, kebiasaan, gaya hidup, moralitas, dan sebagainya. Tentu saja motifnya adalah keuntungan yang akan “dipanen” oleh mereka dari para
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
55
Teknologi Informasi korbannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, material dan nonmaterial. Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan dan bimbingan terhadap unit lain di Departemen Agama akan sangat terbantu bila transformasi data bisa dilakukan melalui jaringan internet. Secara ideal dapat digambarkan, para auditor yang sedang bertugas di daerah akan sangat terbantu apabila dengan mudah dapat mengakses Sirandang atau Sistem Peraturan Perundang-undangan yang dimiliki
Inspektorat Jenderal Departemen Agama untuk referensi peraturan dalam melakukan tugas audit. Selain itu, Laporan Hasil Audit (LHA) dapat saja dibuat di daerah dan segera dikirim ke kantor melalui email. Di kantor, LHA tersebut diedit dan diolah oleh staf. Ketika auditor sampai di kantor tinggal memeriksa ulang dan diproses lebih lanjut. Bila prosedur ini berjalan lancar, tidak akan ada lagi LHA yang terlambat dibuat. Penugasan pun bisa lebih lancar, karena
auditor tidak punya “tunggakan” LHA ketika mau menjalankan tugas berikutnya. Selain itu, LHA yang dibuat di daerah akan lebih obyektif daripada yang dibuat di kantor, karena informasinya masih segar dan segala data dari auditan yang diperlukan dapat dengan mudah diperolah, karena auditor masih berada di daerah auditan. Manfaat lainnya, para stake holder atau masyarakat umum dapat secara langsung menyampaikan berbagai aspirasi kepada pimpinan Inspektorat Jenderal Departemen Agama melalui email. Selain masukan positif dan pengaduan, masyarakat pun akan lebih dapat mengenal dan mengetahui eksistensi Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai sebuah satuan kerja, sama seperti satuan kerja lainnya di Departemen Agama. Selama ini Inspektorat Jenderal Departemen Agama seakan masih jauh dari masyarakat, karena tidak pernah berinteraksi langsung dengan masyarakat. Interaksi yang terjadi hanya antara auditor dan para auditan, s e m e n t a r a masyarakat yang berhubungan hanyalah para PNS Departemen Agama yang bermasalah. So what? Mari kita tunggu kebijakan pimpinan Inspektorat Jenderal Departemen Agama selanjutnya, demi perbaikan, capacity building, image building, serta efektivitas dan efisiensi kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama di mata masyarakat. (*Penulis adalah staf pada Subbag Kepegawaian Inspektorat Jenderal Departemen Agama Jakarta).
56 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Hikmah Kunci Rumah Tangga Sakinah Habib Abdullah Ibn Abdurrohman Maulahelah Ummu Salamah ra menggambarkan betapa berseri seri wajah Rasulullah ketika mendengar pinangan puteri Beliau yang dimohonkan oleh Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra., sebab sang calon menantu adalah seorang pemuda yang gagah berani, berilmu, dan berakhlak mulia, yang sejak kecil ada di bawah bimbingan dan didikan Beliau sebagai anak angkat, yang dari sulbinya akan lahir keturunan Rasulullah SAW yang disebut Ahlul Bait atau adz-Dzuriyah. Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kepadaku agar aku mengawinkan Fatimah dengan Ali.” HR. Tabrani. Perkawinan yang penuh berkah Prosesi akad nikah berjalan dengan khidmat dan penuh dengan nilai nilai kesakralan, walau maskawin yang diberikan oleh Sayyidina Ali hanya 400 dirham, atau senilai sebuah baju besi untuk berperang. Bahkan perjamuan walimatul ‘ursy hanyalah kurma dan kismis anggur yang dikeringkan. Sahabat Anas Ibn Malik ra. menuturkan bahwa setelah selesai upacara pernikahan Rasulullah SAW mendoakan kedua mempelai: “Semoga Allah SWT merukunkan kalian berdua, melimpahkan kebahagiaan dan memberkahi kalian berdua. Dan semoga pula akan memberikan keturuan yang baik dan banyak kepada kalian.” Kehidupan Sayyidina Ali dan Sayyidatina Fatimah sangat sederhana, bahkan Sayyidina Ali tidak mampu membayar gaji seorang pembantu untuk rumah tangganya. Karenanya, Sayyidatina Fatimah yang masih muda itu harus menanggung sendiri semua pekerjaan rumah tangganya. Ia harus menggiling gandum
sendiri, membakar roti sendiri, membersihkan rumah sendiri, mencuci sendiri, memasak sendiri, masih lagi harus merawat anak-anak sendiri. Coba bayangkan putri seorang nabi, yang juga kepala negara melakukan aktivitas rumah tangganya sendiri. Suatu ketika Rasulullah SAW. berkunjung ke rumah puteri Beliau, Sayyidatina Fatimah sedang menggiling tepung dengan air mata yang berlinang. Baju yang dikenakannya pun dari kain kasar. Menyaksikan hal itu, Rasulullah SAW haru dan air matanya pun meleleh, sambil menghibur: “Fatimah, terimalah kepahitan dunia untuk memperoleh kenikmatan di akhirat nanti.” Namun demikian, dengan segala kesederhanaan dan kehidupan yang serba kekurangan, rumah tangga mereka sangat harmonis, tenteram, damai, saling menghormati, saling mencintai, rukun dan penuh kasih sayang. Mereka tidak pernah mengeluh, semua dikerjakan bersama-sama dengan saling pengertian di posisi mereka masing masing. Kunci rumah tangga sakinah Dari cerita kehidupan di atas, kita memperoleh gambaran yang indah dari sebuah rumah tangga yang pondasi dan pilar-pilar kekuatannya dibangun dengan akhlak mulia. Dalam kehidupan rumah tangga, sesungguhnya suami isteri memiliki hak dan kewajiban yang seimbang sesuai kodrat masing-masing. Keduanya dituntut menjalankan tugasnya dengan sebaik baiknya. Dalam surat al-Baqarah ayat 228 Allah berfirman yang artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
57
Hikmah makruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Kewajiban suami kepada isteri adalah: Memberi nafkah lahir (sandang, pangan dan papan), dan batin (kebutuhan biologis), mempergauli dengan baik dan bersikap seperti yang ia inginkan, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, memberi pelajaran agama agar mentaati perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya, mendidik untuk berperilaku terpuji, dan menghindari tindakan kekerasan dan sewenang wenang. Adapun kewajiban isteri kepada suami adalah: Taat dan patuh kepada suami, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam, antara lain: tidak menolak apabila diajak untuk bersenggama, tidak bepergian tanpa izin suami tidak berpuasa sunnah tanpa izin suami tidak memasukkan seorang laki laki yang bukan mahramnya tanpa izin suami, senantiasa mencari kerelaan suami,
menjaga kehormatan suami, memelihara harta benda suami, mengatur urusan rumah tangga dan ikut serta mendidik anak-anak Suami dan isteri perlu mendasari perilaku kehidupan rumah tangga dengan dasar ketakwaan kepada Allah sehingga hubungan keduanya dapat terpelihara dengan baik. Masing-masing pihak perlu memahami ajaran agama dengan baik, dan ini adalah tanggung jawab dan kewajiban seorang suami. Dalam surat an-Nisa ayat 1 Allah swt berfirman yang artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah SWT menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah SWT yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubu-ngan silaturrahim. Sesungguhnya Allah SWT selalu menjaga dan mengawasi kamu.” Karena itu, mari kita ikut petunjuk berumah tangga sebagaimana digariskan dalam ajaran agama agar dapat mencapai rumah tangga yang sakinah. (Dikutip oleh Suparti)
58 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Renungan Cinta Dunia adalah Akar Korupsi Kita semua sudah anti korupsi, kecuali para koruptor itu sendiri. Kemudian, ada juga banyak orang yang ingin memecahkan problem korupsi, sepertinya berputar putar di situ saja. Kyai-kyai yang diharapkan menjadi pewaris nabi dengan kepahamannya atas segala macam, ternyata juga banyak yang belum paham. Apakah problem korupsi seolah lingkaran setan? Dari mana? Kenapa ada masalah korupsi, nepotisme, dan sejenisnya? Saya berpikir bahwa korupsi dan saudara-saudaranya itu jelas ada asal muasalnya. Menurut saya sumbernya adalah dunia itu sendiri. Kita sebenarnya sudah hafal dengan maqalah bahwa: Cinta dunia adalah pangkal segala malapetaka. Sayangnya, justru seringkali tanpa sadar kita amalkan juga. Nah, saya sangat percaya bahwa sumber malapetaka di negeri ini bermuara kepada cinta dunia yang belebihan, termasuk dalam soal korupsi ini. Jadi, kalau zaman Bung Karno panglimanya politik, zaman Pak Harto panglimanya politik ekonomi, zaman sekarang panglimanya kepentingan; kepentingan duniawi. Ada orang berkelahi, coba cari sumbernya, tentu kepentingan. Orang Islam dengan orang Islam berkelahi, itu tidak mungkin berebut surga, tapi sumbernya adalah kepentingan. Kita semua, dari kyai-kyai pendahulu kita diajarkan bahwa dunia ini hanya sekedar wasilah, bukan ghayah (tujuan). Bahwa hidup di dunia ini ibarat sekedar mampir minum. Tapi negara yang membangun ekonomi sejak Suharto meniru negara barat yang berorientasi dunia (material). Akhirnya masyarakatnya juga sama dengan masyarakat sana. Kalau sudah segalanya dunia, al-Quran dibaca beribu kali itu tidak akan berpengaruh, apalagi al-Quran hanya
dagingnya saja (dipahami simbolik saja). Dzikir atau istighatsah tidak akan ada gunanya, kalau cuma daging saja. Sama dengan dzikirnya Inul, daging saja. Karena itu, seperti apa yang saya katakan, bahwa sumber dari segala sumber itu adalah konsep dunianya kita sudah berubah jauh. Di bawah sadar, diam-diam kita sudah tidak lagi menganggap dunia sebagai perantara/ wasilah, tetapi sebagai tujuan. Jadi, karena orientasi inilah korupsi terjadi. Karena itu, meskipun ada kesempatan, namun tidak ada niat, korupsi tidak akan terjadi, dan niat ini melalui orientasi niat dia semata terhadap dunia. Orientasi dunia ini dipertebal dengan orientasi yang begitu simbolik atas keberagaman kita. Terlihat situasi sekarang yang berkembang bahwa kita beragama lebih bersifat simbolik, atau tidak substansial. Bahasa saya simbolik itu saya katakan daging. Negeri kita, Indonesia, mungkin sudah dapat dikatakan sebagai >negeri daging. Akhir-akhir ini simbol daging yang paling pernah terjadi pada ribut ribut fenomena Inul. Karena itu, lukisan yang saya buat menanggapi fenomena itu, saya beri judul “Dzikir bersama Inul”. Semua ini bagian kecil saja dari hal yang meliputi problem kita tentang korupsi. Tampaknya, keberagaman kita sudah jatuh pada yang sifatnya daging-daging saja. Saat ini, saya kira kita menyaksikan orang jihad fi sabilillah untuk mengegolkan pelajaran agama dimasukkan dalam sekolah sekolah formal, mulai TK sampai perguruan tinggi. Tetapi, mereka sama sekali tidak melihat pelajarannya itu seperti apa. Padahal, ujiannya hanya seperti menanyakan jumlah rukun salat. Kalau jawaban angkanya benar, lulus begitu saja,
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
59
Renungan entah soal paham makna salat atau tidak, tidak menjadi masalah. Jadi, daging semua. Sekarang ini, substansial/ruh itu sudah semakin jauh, karena kita sudah ke daging dan daging. Jadi, kalau kita ingin mengembangkan gerakan anti korupsi, kita tidak boleh terjebak pada gerakan anti korupsi yang sifatnya dagingnya saja. Sejak awal, kita juga harus mulai melihat dari akarnya, hingga menghentikan korupsi waktu dan lain sebagainya. Melihat kondisi yang sudah carut marut demikian, seringkali saya menaruh harapan pada yang muda. Memang, harapan saya tinggal anak-anak muda dan kyai-kyai yang muda juga. Kenapa demikian? Karena banyak yang tua-tua itu selama 30 tahun dididik dan terdidik dengan kecintaan dunia yang mungkin sebagian besar juga mengambil keteladanan Pak Harto. Kita ini sudah jauh dari nilai-nilai kita sendiri. Bagaimana kita mau melawan kebusukan kebusukan dan semua yang korup, kalau kita sendiri tidak tahu apakah kita ini busuk atau tidak. Jadi, harapan memang pada yang muda. Karena, yang muda-muda ini relatif belum tercemari model pendidikan hubb al dunya dan masih dapat menjaga diri mereka. Merekalah kini memang yang mengerti aturan itu, juga yang sebenarnya paham al-Quran. Selain modal sikap tidak serba dunia, penting pula mereka yang muda ini paham juga masalahnya, asal usul korupsi itu apa, dan kalau kita mau melawan dengan model seperti apa. Dari kalangan santri telah muncul gagasan, bahwa bahtsul masail pun bisa kita jadikan sarana untuk berjuang mengingatkan atau (bahkan) mem pressure orang. Musyawarah Nasional Ulama NU misalnya, telah mengeluarkan suatu keputusan mengenai koruptor yang mati tidak disalati, yang bisa menjadi awalan sanksi sosial yang berani untuk membangun gerakan anti korupsi dari
masyarakat atau rakyat yang selama ini paling banyak dirugikan tindak korupsi tersebut. Nah, di sini kita masih punya optimisme, bahwa mereka dapat mengurangi dan mencegah kecarutmarutan, termasuk yang sangat merusak bangsa seperti korupsi ini. Di atas sudah disebutkan bahwa sumber korupsi yang paling utama adalah dunia ini. Kita semua, dari kyai kyai pendahulu kita diajarkan bahwa dunia ini hanya wasilah, bukan ghayah, sekedar perantara, bukan tujuan. Kemudian dari pemahaman ini tergantung kita sendiri. Mereka yang di pemerintahan siap menerima masukan, kalau kalangan ulama tidak siap menyampaikan apa apa, ya tetap saja seperti itu. Sekarang ini kyai sedang menjadi primadona lagi di Indonesia. Tapi sekali lagi, karena kita juga murid-murid perdagingan itu semua, kyai-kyai sekarang ini mikirnya calon presiden, pilkada, dan yang sebangsa itu. Dukungan ini, itu, gitu thok. Itukan sama dengan orang bilang Allahu Akbar di jalan-jalan yang hanya gembar gembor daging. Saya mengharapkan supaya kyai-kyai muda tidak menduplikat model sebagian kyai-kyai lama yang sudah merasa puas dengan apa yang disebut dengan simbolik tadi. Kita mempunyai tanggung jawab yang besar, bukan hanya memandaikan masyarakat, tetapi juga mensejahterakan, membikin maslahah bagi masyarakat. Kalau masyarakat kacau karena keberadaan para koruptor, bagaimana kita harus menolong masyarakat dengan memperbaiki mereka yang korupsi. Dengan kata yang lebih singkat, kita harus menyadari bahwa tanggung jawab kita itu seberapa besar. Apakah tanggung jawab kyai hanya di pesantren saja ataukah ingin lebih dari itu? Sekarang yang diwarisi siapa? Kalau yang diwarisi adalah Nabi Muhammad SAW, kita tahu bahwa selain
60 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Renungan beliau nabi juga rasul. Jadi yang diwariskan adalah nubuwwah dan risalah. Bahkan, kyaikyai telah melaksanakan yang nubuwwah itu, tapi yang risalah sudah diwarisi atau belum? Istilah saya, ada kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Ternyata yang sosial itu sudah jarang disentuh. Kita perlu memikirkan bagaimana keagamaan kita hingga persoalan sosial ini dapat dimengerti akar, daging, dan juga kulitnya. Sementara ini, di kalangan santri mulai berkembang, misalnya bagaimana bisa ada fiqh tembakau, dulu ada fiqh tanah, nanti ada fiqh tebu. Tujuan berbagai macam fiqh itu bukan hanya membahas masalahnya, tetapi ada ikut ikutannya, ada tindak lanjut dan rekomendasi dari bahtsul masail itu. Ini tidak bisa dilakukan, kecuali kita memahami sejauh mana tanggung jawab kita yang sebenarnya. Di sini, kata orang Jakarta, kita perlu paradigma keagamaan yang bisa membangun pemberdayaan rakyat yang terpinggirkan. Atau istilah tadi, selain kesalehan ritual, kita perlu sekali membangun kesalehan sosial. Jadi, saya menaruh harapan bahwa reformasi di Indonesia (termasuk terhadap korupsi yang besar) tidak bisa dilakukan, kalau tidak ada reformasi keberagamaan. Reformasi keberagamaan juga tidak bisa
diharapkan, kecuali melalui kyai-kyai dan santri-santri yang masih segar dan jernih, yang belum terkontaminasi budaya berorientasi dunia. Tapi, kita juga perlu peta perhatian kyai itu apa saja dan apa yang kita bisa lakukan. Ini semua harus kita pahami. Kalau tidak kita akan menambah jumlah orang yang antikorupsi, tetapi tidak menyelesaikan apa-apa. Anti anti thok! Sekali lagi, saya mengharapkan kaum muda untuk betul-betul peduli secara menyeluruh terhadap persoalan persoalan yang kita hadapi, terutama terkait korupsi. Kemudian, keluarkan perbendaharaan Anda mengenai pedoman-pedoman peraturan keagamaan yang sudah Anda kuasai, bagaimana kita menyiasati itu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sudah Anda ketahui itu. Dengan demikian, Anda akan memberikan sumbangan yang luar biasa dan tidak hanya ilmiah saja, tetapi (lebih dari itu) juga sebagai sumbangsih pengkhidmatan kepada masyarakat.
(Disadur oleh Sarmin dari dari tulisan A. Mustofa Bisri pada pesantren. or.id.29.masterwebnet.com/ppssnh. malang/cgi-bin/content.cgi)
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
61
Relaksasi Amplop Kiai Begitu selesai pengajian, salah seorang panitia menyerahkan amplop kepada (sebut saja) kiai Fulan. Akan tetapi, karena tahu panitia membutuhkan dana untuk merehabilitasi masjid, sambil menerima amplop tersebut sang kiai berkata, “Amplop sudah saya terima. Terima kasih.” Dan sebelum benar-benar pergi, sang kiai melanjutkan kalimatnya, “Tapi, saya serahkan kembali kepada panitia sebagai amal jariyah saya.” Sumringah di wajah panitia itu tidak lagi dapat ditutupi. Ketika panitia menyodorkan kuitansi, kiai tersebut melihat angka yang tertera. Terkejutlah sang kiai Fulan. Sambil menandatangani kuitansi, kiai tersebut bilang, Buta Mata dan Buta Hati Gusmus
Suatu malam seorang lelaki melihat dengan heran seorang buta yang berjalan dengan membawa buyung tempat air di atas pundaknya dan lampu di tangannya. Lelaki itu pun menegurnya, “Pak, Sampeyan ini kan buta, malam
dan siang bagi Sampeyan kan sama saja; untuk apa Sampeyan bawa lampu ? “Orang usil,” jawab si buta ketus, “aku membawa lampu malammalam begini untuk orang yang buta hatinya seperti kamu, agar tidak menabrakku di kegelapan malam dan memecahkan buyungku!’# Doa Suami Yang Berpoligami Sebagai seorang suami beristri dua memang dituntut bersikap adil tidak hanya kepada istri pertama tapi juga pada istri keduanya. walau kadang-kadang sering disalahpahami dan dipahami secara salah oleh suami maupun istri. Begitulah kira-kira yang terjadi pada pak munir saat melakukan haji dengan kedua istrinya. Kebetulan istri pertamanya bernama Fatimah dan istri keduanya bernama khasanah. saat panas terik menyengat ketiganya bergegas menuju Multazam sebagai tempat yang mustajab untuk berdoa. Dengan khusyuknya Pak Munir dengan kedua istri di sebelahnya menengadahkan tangan berdoa
62 Fokus Pengaw asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Pengawasan
Relaksasi panjang lebar. untuk mengakhiri doanya pak Munir memimpin doa sapu jagat “robbana atina fiddunya khasanah wa fil akhiroti khasanah wa qina ....”belum selesai doa istri pertamanya menyela. “mas, kok hanya si Khasanah yang disebut sedang aku nggak,mentang-mentang dia istri muda. ini nggak adil namanya” kata Fatimah ketus Karena bingung bagaimana menjelaskannya akhirnya pak munir meralat doanya “robbana atina fiddunya khasanah wa fil akhiroti fatimah wa qina ‘adzabannar” Kaki Yang Kiri Tidak Berwudhu Suatu hari Joha berwudhu, dan ternyata air yang dipergunakannya untuk wudhu kurang, sehingga kaki kirinya tidak kebagian air dan tidak dibasuh. Maka Joha pun bersembahyang dengan mengangkat kaki kirinya. Ketika kemudian orang-orang bertanya, dia menjawab “Kakiku yang kiri tidak berwudhu!”.
Muallaf Menjawab Salam Belakangan ini banyak warga non muslim yang memutuskan masuk Islam. Salah seorang diantaranya adalah Erwin (bukan nama sebenarnya). Erwin pun giat belajar agama Islam dari para kyai dan ustadz. Banyak ajaran Islam yang dia pelajari, salah satunya tentang kewajiban menjawab salam dari sesama muslim. Perintah untuk menjawab salam ini ia hayati betul sebagai salah keagungan ajaran Islam yang menekankan hablum minannaas selain hablum minaLlah. Suatu ketika, si Erwin untuk pertama kalinya menunaikan shalat secara berjamaah. Ia sangat khusyuk mengikuti gerakangerakan shalat dari sang Imam. Setelah tahiyat pada rakaat terakhir, sang Imam pun mengakhiri shalatnya dengan membaca salam, “Assalamualaikum WarahmatuLlahi Wabarakatuh”. Dengan spontan si Erwin pun menjawab salam sang Iman, “Wa’alaikumussalam WarahmatuLlahi Wabarakatuh”
asan Nomor 14 Tahun IV Triwulan II 2007 Fokus Pengaw Pengawasan
63