REFLEKSI kerja 100 hari KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
I. PENDAHULUAN Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi sesungguhnya tidak mengenal agenda 100 hari. Namun, sangat disadari bahwa publik secara intensif terus mengikuti langkah-langkah kerja kabinet dan menginginkan adanya gambaran capaian Kabinet Kerja dalam 100 hari. Pada tanggal 3 Februari 2015, usia Kabinet Kerja ini genap 100 hari, setelah dilantik para Menteri Kabinet Kerja pada tanggal 27 Oktober 2014. Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan
hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan pusat dan daerah (inter-government relation).
1
Dengan
prinsip-prinsip
arahan
tersebut,
terdapat
tiga
peran
strategis
pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang meliputi : 1) menjaga luasan dan fungsi hutan yang akan mencukupi untuk menopang kehidupan (life support system) serta menyediakan hutan (produksi dan APL) untuk kegiatan sosial ekonomi rakyat, menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered species; 2) menjaga kualitas lingkungan hidup yang memberikan daya dukung (kualitas udara, air dan tanah), pengendalian pencemaran, pengelolaan daerah aliran sungai, keaneka-ragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim; dan 3) menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya alam untuk kelangsungan kehidupan seperti menjaga keseimbangan alam (hutan-flora-faunakeaneka-ragaman hayati) untuk keseimbangan alam dan kehidupan, menjaga daerah aliran sungai dan sumber mata air untuk ketersediaan air yang mencukupi bagi kelangsungan hidup serta menjaga daya dukung fisik ruang wilayah serta kualitasnya. Refleksi kerja 100 hari ini menggambarkan perjalanan kerja yang ditempuh dan potret perkembangan dalam waktu tersebut. Dari gambaran ini, juga akan terlihat arah gagasan besar serta apa yang sudah dimulai dan bagaimana langkah selanjutnya. Melalui kegiatan refleksi ini, maka diharapkan akan banyak masukan dan catatan kritis, konstruktif, dari audiens untuk bagaimana sesungguhnya maksud penyatuan dua kementerian ini menjadi berarti yang nyata bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang akan dijalankan oleh pemerintahan yang demokratis.
2
II. AKTUALISASI KERJA 100 HARI II. 1. Beres-beres Kelembagaan Struktur Organisasi Kementerian Yang terasa cukup mengkhawatirkan pada awalnya ialah persoalan penyatuan dua kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menjadi satu dalam wadah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di ruang publik cukup intens perdebatan tentang penyatuan dua kementerian ini dengan berbagai sudut pandang. Menghadapi hal ini, maka ditempuh jalan untuk rembug bersama semua unsur yang terlibat dalam aspek lingkungan dan kehutanan yang dilaksanakan selama pada awal Nopember 2014. Telah dihasilkan tidak kurang dari 25 issue strategis yang muncul dari diskusi bersama unsur-unsur politisi (eks menteri dan eks pimpinan
birokrasi,
anggota
DPR
dan
DPD),
unsur
pemda,
aktivis
lingkungan/kehutanan, LSM, dunia usaha dan mitra kerjasama luar negeri termasuk duta besar negara sahabat. Rangkuman issue menurut unsur-unsur sebagaimana tertera pada Gambar 1. HIGHLIGHT ISU STRATEGIS (HASIL DISKUSI KELEMBAGAAN NOVEMBER 2014)
Pembangunan Berkelanjutan Akses publik Keanekaragaman Hayati Kepastian hukum Manajemen perubahan Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi Kerakyatan Berbasis Sumberdaya
• • • • • • •
Perbaikan sistem perizinan Penyelesaian konfllik tenurial Kepastian hukum Keterbukaan Informasi dan Kolaborasi Kelembagaan
Akses masyarakat Penegakan hukum Perlindungan SDA Keterbukaan informasi Perencanaan LH dan KLHS Pemberdayaan Masyarakat Kolaborasi Stakeholders
Pakar LHK/Aktivis
Gambar 1. Rangkuman Issue strategis menurut unsur-usnur dalam lingkungan dan kehutanan 3
LSM
Pakar Konstitusi
• • • • • • •
• • • •
Dunia Usaha
PEMDA
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
• Hubungan Pusat-Daerah • Pembagian kewenangan • Pembangunan Berkelanjutan • Kapasitas Lembaga
• Green Constitution • Review/Transparansi/klarifikasi aspek legal • Pembangunan Berkelanjutan • SDA : faktor ekonomi atau nonekonomi • Penegakan Hukum (Sebagian fungsi yudikatif)
Transparansi/akses publik Perubahan Iklim Perbaikan tata kelola Pembangunan Berkelanjutan Harmonisasi Kepentingan Nasional dan Internasional
• • • • •
Crisis management SDA: rantai pangan/jasa LH Perubahan Iklim Pembangunan Berkelanjutan Pemberdayaan Masyarakat
Donor/ Bilateral
Mantan Menteri
• • • • •
Dari pendalaman bersama stakeholders, maka diperoleh gambaran skema penggabungan dua kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.
SKEMA PENGGABUNGAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP DAN URUSAN KEHUTANAN
KEHUTANAN
LINGKUNGAN HIDUP
• Pengelolaan Sampah B3 dan Limbah B3 • AMDAL / UKL-UPL / KLHS • Pengendalian Pencemaran • Ijin Lingkungan • • • • • • • • • • • •
Penegakan Hukum Konservasi Biodiversity Ekonomi Lingkungan Pengendalian DAS Perubahan Iklim Pengendalian Kebakaran Hutan Pemberdayaan Masyarakat Public campaign High Carbon Stock Values Pembinaan Dunia Usaha Peningkatan Kapasitas Lembaga
• • • • •
Penatagunaan Kws Htn Usaha Hutan Perbenihan Tnm Hutan Pemuliaan Pohon High Conservation Values Taman Nasional
Gambar 2. Skema Penggabungan urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dari penggabungan issue dan perspektif yang akan dibangun ke depan tentang lingkungan hidup dan kehutanan, maka telah memunculkan rantai nilai kompetensi utama kementerian baru, Kementerian Kehutanan
yang meliputi
Lingkungan
Hidup dan
fungsi lini lingkungan hidup dan kehutanan yang
meliputi perencanaan, pengendalian pencemaran, pengelolaan limbah, dan pengelolaan hutan produksi lestari.
4
Perencanaan
Pengelolaan Sampah, B3 dan Limbah B3
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Pengendalian Kerusaan DAS & Hutan Lindung Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan & Perubahan Iklim Konservasi SDA & Ekosistem
Penegakan Hukum
Pengendalian Pencemaran & Kerusakan
Penyuluhan, & Pemberdayaan Masyarakat
Service Fucntion : Inspektorat Jenderal
(semi) Service Function :Pengembangan Sumberdaya Manusia
Internalisasi, Efisien, Efektif, dan Berkeadilan
Service Function :Sekretariat Jenderal
• • •
Lingkungan yang baik dan sehat SDA untuk Kesejahteraan Rakyat Pembangunan Berkelanjutan (sustainability)
(smei) Service Fucntion : Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi
Gambar 3. Rantai Nilai Kerja Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dari rantai nilai ini kemudian dapat diformulasikan kedalam format usulan kelembagaan baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tanggal 21 Januari 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah ditetapkan tugas dan fungsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan Peraturan Presiden dimaksud, ditegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan, dengan fungsi : a.
Penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan lingkungan hidup berkelanjutan;
b. Pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya; c.
Peningkatan daya dukung aliran sungai dan hutan lindung;
d. Pengelolaan hutan produksi lestari; e.
Peningkatan daya saing industri primer hasil hutan;
f.
Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan;
g.
Pengendalian dampak perubahan iklim
h. Peningkatan kualitas fungsi lingkungan; 5
i.
Pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
j.
Perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;
k.
Penurunan gangguan, ancaman dan pelanggaran hukum bidang lingkungan hidup dan kehutanan;
l.
Pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan;
m. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan SDM di bidang lingkungan hidup dan kehutanan; n. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; o. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; p. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan q. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, ditetapkan struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai berikut : ( Gambar 4). a.
Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan; c.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;
d. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung; e.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari;
f.
Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan;
g.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya;
h. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim; i.
Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan; 6
j.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
k.
Inspektorat Jenderal;
l.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
m. Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi; n. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah; o. Staf Ahli Bidang Industri dan Perdagangan Internasional; p. Staf Ahli Bidang Energi; q. Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam; dan r.
Staf Ahli Bidang Pangan. Menteri LH & Kehutanan
Staf Ahli Menteri Hubungan Antar Lembaga, Pusat & Daerah II. Lingkungan Global III. Energi IV. Ekonomi SDA V. Lingkungan Sosial dan Masyarakat Hukum Adat I.
Inspektorat Jenderal
(1) Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan
(7)
(4)
(2)
(3)
Ditjen Konservasi SDA & Ekosistem
Ditjen Pengendalian DAS & Hutan Lindung
(8) Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim
Sekretariat Jenderal
Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan
(5)
Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
(9)
Ditjen Pengendalian Pencemaran & Kerusakan Lingkungan
(10)
Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(6)
Badan Penyuluhan Badan Pengembangan dan Pengembangan SDM SDM
Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3
(11) Badan Litbang dan Inovasi
Gambar 4. Struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sebagai catatan bahwa dengan kebijakan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan urusan, maka dengan hadirnya salah satu direktorat jenderal yang baru, yaitu Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahah Iklim, maka Peraturan Presiden yang mengatur tentang Badan Pengelola REDD+ dan Dewan Nasional Perubahan Iklim dinyatakan tidak berlaku karena semua tugas badan dan dewan telah dirangkum dalam Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
7
Memudahkan Perijinan Sejak awal dimulainya aktivitas Kabinet Kerja, kebijakan tentang perijinan telah ditegaskan oleh Presiden Jokowi, yaitu untuk disederhanakan dan disingkat waktunya (ringkas). Lebih lanjut ditegaskan bahwa pelaksanaannya akan berlangsung dalam sistem Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Kantor BKPM. Pada tanggal 26 Januari 2015, Presiden Jokowi telah meresmikan sistem perijinan terpadu ini di Kantor BKPM. Ide dasarnya ialah menyatukan seluruh perijinan dari kementerian dengan pelimpahan kewenangan perijinan termasuk dari Menteri LHK kepada Kepala BKPM.
Gambar 5. Skema Proses Perijinan PTSP BKPM 8
Dari Kementerian LHK, melalui Surat Keputusan Menteri LHK Nomor : P.97/Menhut-II/2014 telah dilimpahkan perijinan kepada BKPM sebanyak 35 jenis perijinan dalam lingkup pemanfaatan hasil hutan kayu/bukan kayu pada hutan produksi/hutan lindung (sebanyak 6 ijin); pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi/hutan lindung (sebanyak 5 ijin), bidang pemanfaatan kawasan pada hutan produksi, (sebanyak 2 ijin), bidang penggunaan kawasan hutan pada hutan produksi/lindung (sebanyak 3 ijin), bidang pengusahaan pariwisata alam (sebanyak 16 ijin), bidang pembenihan tanaman hutan (sebanyak 2 ijin), dan bidang lingkungan (sebanyak 1 ijin). Sampai dengan saat ini telah diselesaikan sebanyak 3 buat ijin investasi yaitu 1 ijin untuk pabrik semen dna 2 ijin tnetang energy atas usulan SKK MIgas.
Pemurnian Birokrasi Pemerintah sebagai simpul negosiasi, membutuhkan kepercayaan publik agar dapat terwujud peran simpul tersebut. Persepsi publik yang berkembang dalam beberapa periode kabinet sebelumnya kepada Kementerian Kehutanan mengandung stigma kurang berpihak kepada small holders, bercirikan kewenangan silo serta lemah dalam supervisi lapangan. Di sisi lain, ciri yang muncul pada Kementerian Lingkungan Hidup, lebih bebas dan terbuka, namun juga membawa stigma keberpihakan. Kedua kementerian ini sebelumnya bisa jadi memperoleh perhatian publik karena memiliki kewenangan perijinan. Dalam
perkembangan kabinet baru, stigma tersebut ingin dihapuskan, dan
dilakukan pertukaran nilai (values) tentang substansi lingkungan hidup dan substansi kehutanan dengan paradiugma baru "keberpihakan pada small holders", dan hapuskan stigma "rezim perijinan". Birokrasi yang dikembangkan ialah birokrasi yang memegang prinsip-prinsip kehidupan publik (public life principles) yaitu : a) Tidak berpikir untuk sendiri (selflessness), kepentingan publik dan tidak 9
berbuat dalam rangka memperoleh keuntungan material; b) Integritas tidak terikat pada ikatan diluar kantor yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan kewajiban; c) Obyektif dalam melaksanakan urusan publik dan berdasarkan sistem merit; d) Accountability, akuntabel dalam keputusan serta langkah-langkah di lapangan dan kesiapan dalam menerima gugatan publik, e) Openness, terbuka tentang keputusan dan langkah yang diambil beserta alasan dalam memutuskan, f) Honesty, kejujuran, jujur
dalam mengambil langkah penyelesaian konflik
dengan selalu melindungi kepentingan publik. Dalam pengembangan kerja birokrasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mulai dikembangkan pola-pola kerja bersama di lingkungan birokrasi serta kesadaran posisi pemerintah sebagai simpul negosiasi yang dipercaya oleh publik. Birokrasi diorientasikan kembali kepada ciri utamanya yaitu pekerjaan administrasi, preparasi kebijakan publik dan artikulasi kepentingan dengan orientasi kepentingan publik. Atas dasar perkembangan tersebut, maka dalam sistem kerja yang baru, masih diorientasikan untuk interaksi dengan LSM dan small holders, belum interaksi kepada dunia usaha kecuali asosiasi yaitu APHI, APINDO, GAPKI. Interaksi dengan tingkat grass root dan LSM telah dilakukan diantaranya LSM HUMA, MPA LEI, Saka Wanabakti, National Strategic Center, Mahasiswa Universitas Surabaya, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, IAPI, ICW, Kalaweet, Seknas Jokowi, GK-Jkw, SDSN, AMAN, Greenpeace, CIFOR, Perspektif Baru, PH&H Public Policy Interest Group, Blacksmith Institute, WALHI, Mappala Unila, Kemitraan Partnership, WALHI dan lain-lain. Pertemuan-pertemuan juga di lakukan di tingkat lapangan pada saat kunjungan kerja lapangan ke daerah-daerah. Melibatkan civil society group dalam analisis persoalan dan preparasi kebijakan serta pemecahan masalah merupakan bagian
10
dari proses pemurnian fungsi birokrasi dalam mengartikulasikan kepentingan publik pada kerja-kerja birokrasi. Dalam proses ini, yang diharapkan ialah pemurnian kembali fungsi birokrasi sebagai policy adviser dan articulator kepentingan (publik), dengan keberpihakan yang dibutuhkan menurut kondisi dan realitas sosial yang ada. Kehadiran stakeholders tingkat grass root dinilai penting untuk memberikan pengaruh di tingkat awal, untuk mendapatkan gambaran nyata situasi keberpihakan yang selama ini dinilai menjadi masalah. Pertemuan dengan dunia usaha (pengusaha indvidual) masih belum dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa pemetaan persoalan lapangan perlu dicapai lebih dahulu untuk kepentingan merajut aspirasi dari semua elemen masyarakat. Satu hal yang selalu menjadi arahan Presiden Jokowi yaitu bahwa negara akan kuat bila diperoleh kebijakan publik yang baik dan kuat. Dan satu diantara ciri kebijakan publik yang kuat ialah kebijakan publik yang tidak mendikotomikan kepentingan antara dunia usaha dan masyarakat. Dalam kaitan itu, maka kepada pimpinan tinggi jajaran birokrasi telah dirintis untuk respons dan berada di lapangan menurut kebutuhan masyarakat, serta melakukan supervisi lapangan, dan harus melaksanakannya dalam mekanisme check and balance, yang berarti melakukan melakukan kontrol setelah memberikan ijin serta mengawasi pelaksanaan ijin-ijin yang diberikan secara kontinyu dan konsisten. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sesuai dengan visi dan misi pemerintahan melalui Kementerian ini akan menempatkan kebijakan publik dalam harmoni kepentingan unsur-unsur masyarakat yang terlibat dalam lingkungan hidup dan kehutanan.
11
II. 2. Blusukan, kerja operasional di lapangan Menjawab pesan singkat (sms) dari rakyat Salah satu upaya efektif dalam rangka memahami fenomena permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi di lapangan ataupun di masyarakat adalah melalui pengawasan masyarakat atau dumas berupa pesan singkat rakyat yang disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pesan singkat rakyat ini sebagai mediasi/sarana untuk menampung data dan informasi terhadap dugaan adanya penyimpangan-penyimpangan ataupun perlakuan ketidakadilan melalui mekanisme pengaduan yang transparan dan bertanggung jawab. Dalam rangka efektifitas penyelesaian tugas mendesak dan melaksanakan penanganan pengaduan masyarakat tersebut, maka Kementerian LHK telah membentuk TIM PENANGANAN PENGADUAN KASUS-KASUS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, dimana sebagai penanggung jawab adalah Menteri LHK dan panel pengarah merupakan perwakilan dari HuMa, WALHI, AMAN, SAJOGYO INSTITUTE, ECOSOC, EPISTEMA, GREEN PEACE INDONESIA, dan PH&H Public Policy Interest Group, serta pelaksana teknisnya dari birokrasi Kementerian LHK. Tugas Tim adalah menampung dan menganalisis kasus-kasus LHK yang dilaporkan oleh masyarakat, menyiapkan langkah-langkah penanganan, melakukan komunikasi dengan stake holders terkait, menghasilkan rumusan kerja dalam bentuk output langkahnya, regulasi, operasional dan rencana kerja penanganan kasus, serta melaporkan hasil kerja kepada Menteri LHK. Jumlah pengaduan masyarakat yang tercatat sampai saat ini adalah 31 pengaduan, dimana sejumlah 18 pengaduan telah tuntas ditidaklanjuti dan sejumlah 13 pengaduan masih dalam proses penanganan tindak lanjut.
12
Mekanisme penanganan pengaduan kasus-kasus terkait lingkungan hidup dan kehutanan ini sangat bermanfaat dalam rangka peningkatan pengawasan eksternal yang dilakukan masyarakat dan untuk peningkatan standar pelayanan publik, serta penyempurnaan kebijakan-kebijakan yang pro poor, pro job, pro growth dan pro environment di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tersumbatnya kanal komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya, membuat pemimpin berjarak dengan persoalan-persoalan yang dirasakan oleh rakyat. Selama ini rakyat merasakan jauh dari pemimpinnya. Akibatnya. pemimpin tidak tahu apa yang sebenarnya dihadapi dan dirasakan oleh rakyatnya. Untuk itu komunikasi ke rakyat harus dibuka guna mempercepat dan mengefektifkan penyelesaian soal-soal ditengah rakyat. Dalam 100 hari dilakukan langkah-langkah berikut ini : Kanal komunikasi langsung kepada rakyat melalui hand-phone nomor 0812 111 6061 dan email;
[email protected] . Kanal komunikasi sms dan email membangun jalur komunikasi langsung dengan rakyat 24 jam, 7 hari Seminggu. Menindaklanjuti secepatnya berbagai persoalan-persoalan yang disampaikan oleh rakyat, secara langsung dengan menerjunkan staf dilapangan maupun dengan bantuan pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam hal masalah dapat langsung ditangani. Selanjutnya menerima masukan balik atas tindakan lapangan yang dilakukan untuk menjawab persoalan yang disampaikan lewat sms dan email. Dalam hal diperlukan kerangka kerja konseptual, maka dilakukan pembahasan yang berarti tidak atau belum langsung ke lapangan. Selama 100 hari, sejak kanal komunikasi dibuka melalui sms dan email ke publik lebih 6.000 sms dan email masuk. Informasi yang masuk beragam, mulai dari persoalan lingkungan dan kehutanan di tengah rakyat, masukan untuk penguatan kelembagaan, hingga perilaku personil-personil di Kementerian.
13
Dari berbagai pengaduan melalui sms dan email yang masuk terutama menyangkut persoalan-persoalan ditengah rakyat, beberapa kasus yang telah ditangani secara langsung, sedangkan yang lain sedang dalam persiapan penangan seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Catatan Masalah dan Tindak Lanjut (Aspek Lingkungan) NO
Masalah
Tindak Lanjut Penanganan
1.
Pembuangan dan pengurukan limbah KLHK telah mengenakan Sanksi B3 dari Pulau Sambu ke Pulau Batam Administrasi Paksaan kepada Pemerintah dengan kapasitas 5000 Ton Kota Batam
2.
Penumpukan Sampah di Pasar Induk Dilakukan pembersihan sampah di lokasi Kramat Jati Jakarta Timur tersebut oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
3.
Penumpukan Sampah lokasi di Kota Batam
4.
Pencemaran air lindi dan sampah Dilakukan perbaikan TPSA Cilowong Kota Serang-Banten Kebersihan Kota Serang menyebabkan bau menyengat, sawah warga mati dan banyak warga terjangkit kusta
5.
Tabrakan kapal tanker Alyarmouk (Libia) muatan minyak mentah dengan kapal barang Sinar Kapuas di Wilayah Perairan Singapura, 11 mil dari batas Indonesia, 20 mil dari pantai Bintan Kepulauan Riau
Dibuat Tim Bersama dengan Perhubungan Laut untuk penanggulangan, hasil pemantauan sementara ceceran minyak tidak masuk di wilayah perairan Indonesia
6.
Pencemaran di anak sungai Sembilan, Kota Dumai, Riau akibat storage tanki PT Inti Benua Perkasatama menyebabkan biota air mati.
Perusahan telah melakukan pembersihan (clean up) minyak yang masuk parit dan laut atas perintah BLH Kota Dumai melalui koordinasi dengan Kantor PPE Sumatera
dibeberapa Dilakukan pembersihan sampah di lokasi tersebut oleh Dinas Kebersihan Kota Batam.
14
oleh
Dinas
NO
Masalah
Tindak Lanjut Penanganan
7.
Laporan warga Dusun Kedungdowo Desa Campur Rejo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal tentang Dugaan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Galian C
Surat rekomendasi kepada Bupati Kendal untuk penghentian kegiatan penambangan pasir ilegal tanggal 6 Januari 2015
8.
Laporan kerusakan lingkungan di sepanjang garis pantai Jawa Barat Selatan akibat kegiatan eksploitasi tambang pasir besi
Gubernur Provinsi Jawa Barat telah mengeluarkan moratorium penghentian sementara penerbitan izin eksploitasi penambangan pasir besi di Jawa Barat
9.
Dugaan pembuangan air limbah oleh Pengenaan Sanksi Administrasi Paksaan PT. Multi Prawn Indonesia (MPI) yang Pemerintah menyebabkan kebauan
10.
Pengaduan warga RW 05 dan RW 06 Pengenaan Sanksi Administrasi Teguran Kenduruan, Kelurahan Panjunan, Tertulis pada tanggal 24 Desember 2014 Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon mengenai pencemaran udara berupa debu batubara akibat aktifitas bongkar muat batubara dan tempat penyimpanan (stockpile) batubara yang bersumber dari pelabuhan Kota Cirebon
11.
Pencemaran air di lokasi Bendung BPLHD Provinsi Jawa Barat telah Barugbug Kabupaten Karawang menjatuhkan sanksi administrasi Provinsi Jawa Barat terhadap 7 (tujuh) kegiatan dan/atau usaha yang berlokasi di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang.
12.
Pengerukan pasir tanpa ijin di Pulau Sedang dilakukan proses penyidikan oleh Sebesi, Lampung oleh Kapal Mandala Polda Lampung dengan dukungan PPNS KLHK
15
NO
Masalah
Tindak Lanjut Penanganan
13.
Penambangan galian C illegal di kaki KLHK telah meminta Provinsi Jawa Timur Gunung Lawu di wilayah Ngawi dan melakukan verifikasi pengaduan sesuai Magetan Jawa Timur dengan kewenangan pemberian izin
14.
Perambahan hutan mangrove oleh Proses pengumpulan bahan dan Perusahaan Penambangan Timah di keterangan untuk penyidikan oleh PPNS Bangka Barat, Bangka Belitung LH
15.
Pengembangan lokasi kawasan wisata Telah dilakukan koordinasi dengan BLH Pulau Bokor membabat habis hutan Provinsi Kepulauan Riau mangrove
16.
Pengaduan Pemanfaatan kars Watu Kelompok Masyarakat Gunem Putih oleh Pabrik Semen PT. Semen Kabupaten Rembang sejumlah 50 Indonesia oleh Kelompok Masyarakat orang telah diterima Ibu Menteri, Kabupaten Rembang Telah dilakukan pengumpulan dan data lapangan, serta pertemuan dengan instansi terkait
17.
Penjatuhan sanksi dan peninjauan KLHK meminta BLH Kabupaten Ketapang ulang izin PT Lintah Sejahtera di melakukan verifikasi pengaduan sesuai Kabupaten Ketapang Kalimantan dengan kewenangan pemberian ijin Barat dikarenakan menanam kelapa sawit di lahan gambut
18.
Pencemaran limbah pabrik PT Mulia Sawit Agro Lestari di Desa Bereng, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas Kuala Kurun, Provinsi Kalteng
Telah dilakukan verifikasi lapangan yang dilakukan oleh BLH Kabupaten Gunung Mas, dan saat ini sedang menunggu laporan lengkapnya
19.
Kerusakan perkebunan sawit dan pencemaran lingkungan akibat penambangan emas illegal di teluk kuantan
Telah dilakukan verifikasi lapangan oleh Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera bersama dengan BLH Kabupaten Kuantan Singingi pada tanggal 12 Januari 2015.
16
NO
Masalah
Tindak Lanjut Penanganan
20.
Pembalakan hutan lindung dan hutan taman buru di lokasi Pulau Pini seluas 41.250 Ha, Kecamatan Hibala, Kabupaten Nias Selatan oleh PT. Gunung Raya Utama Timber Industries
Telah dilakukan klarifikasi dengan tokoh masyarakat setempat (Pastor Mikael Sitenggang). Saat ini sedang menunggu informasi detail terhadap perizinan dan legalitas kedua perusahaan selanjutnya.
21.
Penambangan emas liar yang Telah dilakukan koordinasi dengan PPE dilakukan oleh masyarakat di Sulawesi Maluku, Kepala BLH Kabupaten sempadan sungai Moutong Parigi Moutong dan BLH Provinsi Sulawesi Tengah
22.
Permohonan pencabutan izin pengusahaan hutan tanaman industri (HTI) dari PT. Hutan Rindang Banua dan PT. Kirana Chatulistiwa serta perubahan penunjukan kawasan hutan di Kabupaten Tanah Bumbu
Telah dilakukan rapat koordinasi dengan NGO Walhi dan AMAN pada tanggal 22 januari 2015, dengan hasil akan melengkapi data pengaduan.
23.
Pengurugan rawa yang dirubah menjadi lahan komersil di lokasi komplek IPTN/ Habibie belakang Taman wiladatika Cibubur RT 10, RW 03 Kelurahan Hardjamukti, Kecamatan Cimanggis Depok
Telah dilakukan verifikasi lapangan pada tanggal 11 November 2014 bersama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota Depok dengan hasil verifikasi lapangan : 1. Bahwa pengaduan dimaksud bukan pengaduan lingkungan namun pengaduan sengketa tanah/lahan. 2. KLHK meminta kepada BLH Kota Depok untuk memfasilitasi pertemuan dengan pihak terkait dalam waktu yang secepatnya.
24.
Permohonan penjatuhan sanksi dan peninjauan ulang izin PT. Lintah Sejahtera di Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat dikarenakan melakukan penanaman kelapa sawit di lahan gambut
KLHK telah meminta kepada BLH Kabupaten Ketapang untuk melakukan verifikasi pengaduan sesuai dengan kewenangan pemberian izin.
17
NO
Masalah
Tindak Lanjut Penanganan
25.
Dugaan pembuangan limbah B3 di Telah melakukan rapat koordinasi Desa Sriamur, Tambun Utara, Kota penanganan pengaduan dengan BLH Bekasi Kabupaten Bekasi, Camat Babelan, Camat Tambun Selatan, Camat Tambelang, Camat Tarumajaya dan PT. Pertamina, dengan kesepakatan bahwa seluruh camat harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak menerima limbah sebagai bahan uruga dan melakukan pengawasan di wilayah masing-masing sehingga bisa diperoleh informasi pelaku pembuang limbah
26.
Dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir besi di wilayah pesisir Lampung Selatan
Sesuai dengan kesepakatan Penyidikan akan dilakukan oleh PolAir Lampung Selatan, KLHK memfasilitasi Ahli dan Laboratorium.
27.
Dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan akibat rencana kegiatan penambangan pasir besi oleh PT. Mikgro Metal Perdana di Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara
Telah melakukan verifikasi lapangan dan audit dokumen lingkungan PT. Mikro Metal Perdana dan melakukan pertemuan koordinasi dengan SKPD terkait di Provinsi Sulut dan Kabupaten Minahasa Utara,
Pelajaran penting dari dibuka kanal sms kepada publik adalah; (i) rakyat ingin berkomunikasi langsung dengan pemimpinya, (ii) memudahkan untuk mengetahui secara langsung persoalan yang ada ditengah rakyat, selama ini tidak terlihat atau ditutupi, (iii) masukan yang disampaikan rakyat ini benar adanya untuk itu perlu dilakukan respon secepatnya, agar tumbuh kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
18
Kebakaran Hutan Dan Lahan Pada tanggal 27-28 Nopember 2014 atas prakarsa/dorongan LSM Perspektif Baru, WALHI dan Greenpeace, Presiden Jokowi melaksanakan kunjungan kerja ke Provinsi Riau. Perintah Presiden agar pada tahun 2015 tidak lagi terjadi bencana asap, khususnya di lima provinsi (Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng). Dalam kunjungan kerja lapangan, dijumpai indikasi bahwa seharusnya kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap tidak perlu terjadi, apabila semua pihak yang bertanggung jawab dalam masing-masing tugasnya, melaksanakan dengan baik hal-hal yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Pada kesempatan itu juga Presiden Jokowi memberikan contoh pembuatan sekat kanal untuk membasahi gambut yang kering dan menjadi sumber api; dan langkah ini diikuti oleh petani di provinsi Riau. Langkah ini juga diinstruksikan melalui Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Gubernur di 9 (sembilan) provinsi yaitu : Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim dan Kalimantan Utara.
19
Gambar 6. Pemasangan sekat kanal, pembasah gambut
Dalam upaya melakukan pencegahan, juga ditempuh langkah-langkah penguatan kelembagaan di tingkat provinsi dan kabupaten, peningkatan keterlibatan dunia usaha untuk lebih nyata bertangung jawab serta
keterlibatan masyarakat.
Langkah yang telah dilakukan meliputi : Rakor pencegahan Karlahut Tingkat Provinsi yang diikuti semua instansi pusat, pemda Prov/Kab, unsur BNPB, dunia usaha HTI dan pengusaha kebun untuk Provinsi Riau, Sumsel dan Kalbar dan akan segera dilaksanakan untuk Jambi dan Kalteng. Selain itu juga rakor bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
20
Selama bulan Desember dan Januari dilakukan setiap hari monitor sebaran hotspots di seluruh Indonesia terutama di 5 provinsi dan penyampaian informasi hotspots. Telah disampaikan pula panduan kepada Gubernur dan Dinas Kehuatan serta UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Begitu pula, telah disampaikan panduan kerja kepada pengusaha HTI dan perkebunan. Dalam beberapa hari di bulan Januari telah dilakukan pemadaman pada hotspots yang muncul di Riau dengan luas kebakaran 1 sd 5 Ha yang dilakukan bersama-sama swasta, serta dorongan kepada Daops Manggala Agni untuk semangat, kerja keras dan waspada. Beberapa langkah yang dipersiapkan lebih lanjut meliputi : a) Menyusun Peraturan Men LHK tentang standar minimal SDM dan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan; b) Melanjutkan audit kepatuhan pencegahan Karlahut terhadap Pemda, pengelola hutan dan pemegang ijin (hutan dan kebun ) yang telah dilakukan oleh UKP4 dan BP-REDD ; c) Merencanakan untuk dibentuk Badan Koordinasi Pengendalian Asap sebagai tindak lanjut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Polution dan d) Merencanakan untuk membangun Operation Room Forest Fire Responce Centre.
Illegal Logging dan perusakan hutan Tujuan utama secara langsung kejahatan illegal logging ialah mencuri kayu. Sedangkan secara tidak langsung illegal logging terkait dengan pembukaan akses jalan di dalam dan area sekitar kawasan, pembukaan dan konversi kawasan hutan untuk penggunaan lain secara tidak prosedural, (perkebunan dan tambang ilegal), adanya permintaan dan harga terus yang terus meningkat, lemahnya penegakan hukum dalam kasus illegal logging dengan saksi yang tidak menimbulkan efek jera, permintaan kayu di pasar gelap yang terus meningkat, para pemodal
21
mempergunakan masyarakat lokal sebagai pelaku illegal logging, serta
kayu
sebagai sumber pendapatan daerah. Modus operandi dalam illegal logging meliputi penyuapan, penyalahgunaan wewenang, pemalsuan dokumen, penyelundupan dan perdagangan ilegal. Praktek illegal logging sekarang, dianggap telah bermetamorfosis dengan pola konsesi tambang, konsesi kebun sawit, dan perencanaan alih fungsi dalam rencana tata ruang. Pada wilayah perbatasan Kalimantan Barat, dijumpai sekitar 54 jalur jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di Serawak. Di waktu yang lalu (lk dalam 5-10 tahun) setiap hari tidak kurang dari 180 truk kayu yang mengangkut kayu ke Lubuk Antu melewati pos Badau. Informasi lain sekitar 200 truk/hari. Pada saat ini perkirakan 25 unit sawmill aktif yang masih beroperasi baik besar maupun kecil dengan 68 base camp/titik kegiatan yang masih aktif menghasilkan produksi kayu untuk memasok bahan baku sawmill yang ada disekitar Badau ataupun langsung dijual ke Malaysia dalam bentuk kayu persegi (square). Sampai saat ini kasus-kasus illegal logging masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan, yang meliputi lokasi–lokasi berikut ini : Taman Nasional Gunung Leuser (barang Bukti 200 batang kayu rimba), Taman Nasional Berbak Jambi, Pulau Seram (HP) Maluku Tenggara (barang Bukti 900 m3 kayu rimba campuran (dua kapal), penangkapan kapal di Lombok NTB, di Hutan Lindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur (barang Bukti berupa 6000 m3 kayu rimba campuran), di Hutan Produksi di Kec. Siding Kab. Sambas Kalimantan Barat (barang bukti berupa kayu rimba campuran, kampak, dan chain saw), di SM Buton Utara, Sulawesi Tenggara (barang bukti sebanyak 2.529 batang kayu rimba campuran). Informasi terakhir yang diperoleh dari laporan melalui sms dan telah dilakukan identifikasi lapangan seperti illegal logging di Sumatera Utara Simalungun dan 22
Nias, di Riau , di Kalimantan Barat (Ketapang, Kapuas Hulu), Kalimantan TimurUtara (Malinau, Paser Penajam, Nunukan, dll), di Jambi, Maluku, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat. Pendalaman terhadap spot-spot kejahatan illegal logging ini sedang terus didalami dan dipetakan dengan rinci untuk diambil langkahlangkah lanjut secara sistimatis. Gambar jalur peredaran illegal logging seperti tertera pada Gambar 7.
Gambar 7. Jalur peredaran kayu illegal logging
Moratorium ijin gambut dan hutan primer Lahirnya PP 71/2014, memperkuat perspektif konservasi gambut, tidak saja untuk pengawetan ekosistem gambut, tetapi juga untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan. PP 71/2014, menumbuhkan kepercayaan internasional dan diikuti Inpres 6 untuk menahan laju deforestasi hutan. Lahirnya PP gambut juga 23
menimbulkan reaksi di kalangan dunia usaha khususnya pengsuaha sawit (melalui GAPKI) yang berargumentasi atas beberapa muatan dalam PP 71/2014 untuk dapat dipertimbangkan ulang. Pada saat ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup telah menghimpun berbagai pandangan ilmiah tentang gambut untuk mendapatkan jalan keluar dalam mencapai trade-off atau pareto optimal dari kebijakan tentang moratorium gambut. Pembahasan masih terus dilakukan dengan batas waktu moratorium diproyeksikan Mei 2015. Argumentasi teknis sudah banyak dibahas dalam diskusi-diskusi dan masih akan dikembangkan argumentasi ekonomi dan perhitungan perdagangan internasional, mengingat bahwa reaksi terhadap posisi industri sawit Indonesia juga mendapat sorotan dari dunia internasional.
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Ekonomi tumbuh 5-8 % yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi adalah prasyarat untuk membangun kemandirian ekonomi Bangsa. Akan tetapi jalan pertumbuhan ekonomi yang dipilih, harus jelas keberpihakannya, tidak boleh mengorbankan kepentingan rakyat dan mengorbankan keberlanjutan dari pertumbuhan itu sendiri.
Rakyat harus merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi baik dari
kontribusi industri, jasa dan perdagangan memang bermanfaat bagi kehidupan mereka dan keberlanjutan Bangsa ini. Soal utama yang dihadapi dari pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan industri adalah dihasilkan limbah, baik B3 maupun non B3 dan emisi gas-gas pencemar dari pabrik. Dari sekitar 2.000 perusahaan, setahun paling tidak dihasilkan 206 juta ton limbah B3, dari jumlah ini baru 93 % terkelola, sisanya masih banyak terbuang kelingkungan. Ini harus dikendalikan serius agar tidak mencemari air sungai, laut, dan danau, tanah, dan udara. Kalau tidak dikelola dengan baik menyebabkan
24
gangguan kesehatan masyarakat, ketahanan air, dan hilangnya potensi ekonomi, serta daya saing bangsa. Disamping limbah industri, soal lainnya adalah jumlah sampah yang terus naik karena jumlah penduduk bertambah, dan standar hidup rakyat meningkat. Saat ini, paling tidak 64 juta ton sampah dihasilkan dari rumah, sekolah, perkantoran, dan pasar setahun. Dari jumlah ini baru 75 % yang terkelola, sisanya terbuang ke sungai dan lahan-lahan kosong. Sampah yang menumpuk dapat menebarkan bau, menggangu kesehatan, merusak keindahan kota bahkan menyebabkan bencana banjir. Soal limbah industri dan sampah harus jadi perhatian semua pihak. Agar efektif baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat harus kerja bersama. Agar limbah dari industri dan sampah yang dihasilkan terkelola maka; 1. Industri bersih-ramah lingkungan, program daur ulang, pemberian insentif dan keterbukaan informasi melalui PROPER, pengawasan dan penegakan hukum akan tetap menjadi program prioritas untuk mengendalian limbah dan emisi gas dari industri. 2. Gerakan masyarakat kelola sampah, Bank Sampah, kepemimpinan daerah melalui Adipura, hingga penyediaan sarana dan prasarana persampahan harus menjadi agenda prioritas agar Indonesia Bersih Sampah 2020 tercapai.
Monitoring Banjir Pada masa rawan musim penghujan, dikhawatirkan banjir Jakarta dari sungai Ciliwung. Untuk itu telah dilakukan pengamatan terhadap hulu sungai Ciliwung di Tugu dengan stasiun pengamatan tinggi muka air. Hingga saat ini masih terus dipantau data tinggi muka air sungai Ciliwung di Tugu Puncak, yang dikorelasikan
25
dengan tinggi muka air pada bendung Katulampa. Sebagai visualisasi kondisi hulu Sungai Ciliwung seperti tertera pada Gambar 8.
Gambar 8. Hulu Sungai Ciliwung dan Stasiun pengamatan muka air Sungai Ciliwung
26
Langkah-langkah dalam mengantisipasi banjir Ciliwung dilakukan dengan koordinasi bersama Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta; serta konsolidasi kerja-kerja teknis Dinas dan UPT di lingkungan DKI Jakarta dan Jawa Barat, termasuk unit-unit kerja tingkat kabupaten. Sejauh ini koordinasi terjalin baik. Penanganan banjir sungai Ciliwung diantisipasi pada bulan NopemberDesember 2014 dengan mengupayakan pengerukan sedimentasi pada drainase atau parit-parit di kota Jakarta dan di kabupaten-kabupaten sekitar Jakarta. Demikian pula, secara terbatas diupayakan dapat dibangun sumur resapan dan biopori. Sementara itu banjir akibat luapan Sungai Citarum, memiliki karakter yang berbeda dari Ciliwung. Di wilayah Citarum pada hulu Sungai Cisangkuy sangat jelas bahwa telah terjadi alih fungsi lahan yang sangat rentan, yaitu dengan telah menjadi tanaman sayuran (kentang, kubis dan wortel) yang sangat rentan dengan longsor dan erosi di wilayah lereng-kereng bukit. (Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9.) Penanganan banjir Citarum dilakukan dengan koordinasi bersama Gubernur Jawa Barat dan terjadi interaksi yang cukup baik. Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla telah mengkoordinasikan soal banjir Citarum dan dilakukan pembagian tugas penanganan banjir Citarum antara Pemda Jabar, Menteri PU dan Menteri LHK. Menteri PU akan menangani pekerjaan konstruksi seperti bendung besar di wilayah tengah ke hilir sedangkan Menteri LHK bertanggung jawab untuk penanganan wilayah Hulu sungai.
27
Gambar 9. Visualisasi kondisi hulu Sungai Citarum pada wilayah Cisangkuy 28
Kendali Kerusakan Ekosistem dan Kehati Bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan perubahan iklim tidak lepas dari kerusakan ekologis yang semakin parah akibat perilaku miring sebagian aparat dan masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Parahnya, kerusakan ekosistem dapat menghancurkan kekayaan kehati yang dimiliki bangsa Indonesia. Sebagai megadiversity country, Indonesia adalah rumah bagi 38.000 species flora dan 6.000 species fauna. Bagi Indonesia, kehati merupakan sumberdaya terpenting (bioresources) sebagai keunggulan komparatif Indonesia guna pengembangan ekonomi ke depan karena keunikan dan manfaatnya. Bila kerusakan ekosistem dibiarkan terus, maka akan menambah kesengsaran rakyat kini dan masa datang, karena kehilangan peluang ekonomi. Sebagai pemerintah yang hadir di tengah rakyat, maka upaya pengendalian kerusakan ekosistem essensial (karst, gambut dan mangrove), serta kehati menjadi prioritas KLHK. Keberhasilan pengendalian kerusakan ekosistem dan kehati yang didukung oleh pemanfaatan jasa ekosistem dan kehati merupakan kunci kemandirian ekonomi bangsa. Ini akan terwujud apabila semua pihak hadir dan bekerja bersama di tengah rakyat.
Restorasi DAS dan Sungai Kesehatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan badan Sungai menjadi kunci dari kesejahteraan rakyat, karena DAS dan Sungai penentuan ketersedian sumberdaya air untuk menunjang keseharian kehidupan masyarakat dan ekonomi yang produktif. Dari 16.958 DAS, 45 % mengalami kondisi kritis, dan 33 sungai utama sudah tercemar berat sampai sedang. Memburuknya kesehatan DAS dan Sungai ini mengancam kehidupan masyarakat, kemandirian ekonomi dan daya saing bangsa.
29
Kemandirian ekonomi serta ketahanan pangan yang dicanangkan Kabinet Kerja hanya akan terwujud apabila DAS dan Sungai mampu menyediakan sumberdaya air secara kontinyu dan bersih sehingga mendukung kehidupan rakyat, petani, dan industri. Kerja bersama untuk memulihkan kesehatan 15 DAS dan badan Sungai prioritas dilakukan melalui berbagai upaya, mulai dari rehabilitas lahan kritis, perlindungan mata air, pencegahan pencemaran, penguatan peran masyarakat.
Konflik Tenurial dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Selama masa penugasan sejak akhir Oktober, sangat banyak pengaduan tentang konflik pertanahan (agraria) terutama dalam kawasan hutan, yang merupakan konflik antara masyarakat dengan pemerintah maupun masyarakat dengan swasta. Dalam kaitan itu, maka Kementerian LHK telah membentuk Tim Pengaduan Masalah-masalah Lingkungan Kehutanan dimana tim ini terdiri dari pejabat struktural Kementerian serta para aktivis lingkungan dan akadmeisi (pakar ahli).
Diproyeksikan bahwa penanganan dalam konflik tenurial ini sekaligus
dikaitkan dengan persoalan perlindungan masyarakat hukum adat, serta sekaligus dikaitkan dengan upaya-upaya pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 berkenaan dengan pengukuhan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sampai saat ini tim terus bekerja dan melakukan penerimaan dan pengaduan kasus, dan direncanakan akan dibangun call-centre serta kejelasan dalam saluran pengaduan oleh masyarakat di Pemerintah (cq. Kemen LHK). Langkah yang telah dilakukan sejauh ini, ialah melakukan interaksi langsung pejabat Kementerian LHK (dan Menteri) untuk menerima dan berdiskusi langsung dengan masyarakat dalam kaitan dengan banyaknya persoalan-persoalan kawasan hutan, sekaligus sengketa lahan atau konflik tenurial. Dalam kaitan ini, juga telah dilakukan komunikasi bersama Dewan Kehutanan Nasional yang memiliki Tim Mediasi Konflik, dimana dengan keberadaan dua tim 30
yaitu penerimaan pengaduan (masalah kompleks) serta Tim Mediasi DKN, maka diharapkan dapat dikembangkan pemecahan masalah yang semakin baik dan terbuka bagi masyarakat. Dalam diskusi di lingkup Kementerian LHK berkenaan dengan konflik tenurial dan masyarakat hukum adat, maka content penting meliputi : a) Berkenaan dengan perlunya pedoman kerja penyelesaian konflik agraria dengan memperhatikan akar sengketa dan konflik agraria, subyek-subyek agraria yang terlibat, relasi kuasa antar subyek agraria yang berkonflik, serta intensitas dan eskalasi sengketa dan konflik yang terjadi b) Menyelesaikan konflik-konflik agraria yang timbul dengan menggunakan landasan
hukum
formal
dan
non-formal
(norma-norma
adat)
dan
memperhatikan resolusi konflik yang telah dan sedang dibangun; c) Menetapkan pedoman kerja dalam rangka pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya (hak ulayat) serta penyesuaian regulasi; d) Inventarisasi masyarakat hukum adat, wilayah hukum adat (hak ulayat) dan masalah-masalah tenurial terkait berikut dengan pemetaannya; e) Mendorong dan memfasilitasi penetapan identitas masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya (hak ulayat) dengan Peraturan Daerah; f) Memfasilitasi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan sumber-sumber agraria melalui resolusi konflik dan memfasilitasi pelaksanaan registrasi wilayah hukum adat (hak ulayat); g) Merancang prosedur kerja one map policy dalam rangka penetapan kebijakan yang berkaitan dengan penyelesaian konflik agraria dan pengakuan masyarakat hukum adat dan hak ulayat;
31
II. 3. Dukungan Kewilayahan dan Pertumbuhan Ekonomi Tata Ruang Wilayah Persoalan tata ruang wilayah sangat krusial terutama dikaitkan dengan kewenangan Menteri Kehutanan dalam melakukan alih fungsi lahan yang telah memberikan dampak persoalan hukum yang cukup serius misalnya di Riau dan Bogor. Beberapa rencana tata ruang atau RTRW Tingkat Provinsi seperti Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sultra dan Babel masih belum selesai atau final dalam rencana struktur ruang wilayah karena masih adanya persoalan terkait kawasan hutan. Untuk Provinsi Kepri, telah diterbitkan SK Menhut 463/Menhut-II/2013 tentang perubahan kawasan hutan Provinsi Kepri dan Gubernur Kepri mengusulkan perubahan peruntukan dari SK Menhut tersebut. Telah dilaksanakan Pertemuan Gubernur Kepri dan Menteri LHK, disepakati untuk menempuh penyelarasan secara parsial dengan memperhatikan daerah-daerah/kabupaten yang wilayahnya dinamis seperti Bintan. SK Menhut 463 tersebut digugat ke Ombudsman untuk wilayah Batam dan Ombudsman merekomendasikan agar diterbitkan Keputusan Menteri yang baru yang mengubah kawasan hutan sesuai dengan rekomendasi Tim Terpadu. Menteri LHK akan menyesuaikan SK untuk RTRW sesuai dengan rekomendasi Ombudsman RI. Sementara itu, untuk RTRW Kalimantan Tengah, telah diterbitkan SK Menhut 529/Menhut-II/2012
tentang
kawasan
hutan
Prov.
Kalteng;
Gubernur
mengusulkan agar Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan perubahan kawasan hutan sesuai dengan Perda No. 8 Tahun 2003 ;Proses ini sudah bertahuntahun tidak selesai dan mengalami kebuntuan, sulit dalam penyelesaian. Telah dilaksanakan rapat koordinasi Menteri LHK, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Mendagri dan Gubernur Kalteng serta Pimpinan DPRD Provinsi Kalteng. Disepakati arah penyelesaian untuk usulan Gubernur sesuai hasil kerja Pansus Tata Ruang 32
DPRD Provinsi Kalteng dengan menempuh instrumen PP Nomor 8 tahun 2013 berkenaan dengan pemetaan, Inpres
Nomor 8 Tahun 2013 dan Peraturan
Bersama 4 Kementerian/Lembaga tangggal 17 Oktober tahun 2014 berkenaan dengan kondisi eksisting di lapangan. Deputi Menteri Agraria dan Dirjen LHK akan menindak lanjuti secara teknis dan dalam waktu singkat akan selesai. Untuk RTRW Kalimantan Selatan, telah diterbitkan SK Menhut 435/MenhutII/2009 tentang kawasan hutan Provinsi Kalsel. Gubernur mengusulkan agar Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan perubahan kawasan hutan yang menambah luas areal penggunaan lain. Arah penyelesaian dengan untuk usulan Gubernur sesuai hasil kerja Pansus Tata Ruang DPRD Provinsi Kalteng dengan menempuh instrumen PP Nomor 8 tahun 2013 berkenaan dengan pemetaan, Inpres Nomor 8 tahun 2013 dan Peraturan Bersama 4 Kementerian/Lembaga tangggal 17 Oktober tahun 2014 berkenaan dengan kondisi eksisting di lapangan.
Penyiapan Lahan Pangan Kementerian LHK ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk mendukung penyiapan lahan dalam upaya swasembada pangan yang dipimpin pelaksanaannya oleh Menteri Pertanian. Dukungan penyediaan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk areal tanaman pangan dilakukan melalui penyediaan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk areal tanaman pangan seluas 1 juta hektar, dengan rincian: 500ribu ha untuk palawija dan 500ribu ha untuk tebu. Lokasi untuk tanaman pangan, maisng-mainsg di Kalteng: 119.000 ha, Kalbar: 117.000 ha, Inhutani: 100.000 ha dan KPH: 100.000 ha. Sementara itu untuk tanaman tebu disiapkan lokasi untuk tebu di Sulawesi Tenggara: 300.000 – 400.000 ha, di Gorontalo dan Sulteng: 100.000 – 200.000 ha. Sedang dipikirkan bila memungkinkan untuk lahan tebu dari Provinsi Lampung. Komitmen penyediaan
33
lahan untuk tanaman pangan antara Kementan dan Kemen LHK telah dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2015 Dukungan penyediaan lahan juga dilaksanakan untuk kedaulatan daging sapi. Peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap kedaulatan daging sapi melalui izin usaha pemanfaatan hutan silvopastura di Provinsi NTT, yang diusulkan oleh Rektor dan Tim Undana. Dukungan kedaulatan pangan juga dapat dilakukan melalui program tumpang sari di Perhutani. Peningkatan produktifitas tanaman pangan (padi) dengan pola PHBM pada tanaman jati dengan modifikasi jarak tanam 3x3m menjadi 2x8 m, kerjasama Fakultas Kehutanan UGM dan Perhutani. Produktifitas tanaman pangan meningkat, tanpa menurunkan produktifitas volume tebangan jati. Artinya pangan meningkat tanpa memarjinalkan sumber daya hutan. Dalam upaya peninjauan ke lapangan kepada Lembaga Masyarakat Hutan Desa di Ngawi, dalam pembahasan bersama petani, dijumpai permasalahan
petani berupa benih dan pupuk
bersubsidi, dan telah berhasil dimantapkan dukungan subsidi pupuk bagi LMDH melalui RDKK (Rencana Definitif Kegiatan Kelompok) dari Kementan. Dukungan peningkatan produktivitas pada lahan marjinal telah dilihat contohnya melalui observasi lapangan di lahan marjinal di Wanagama, Gunung Kidul. Dukungan
juga dilakukan melalui pembangunan sarana pendukung Waduk
Jatigede. Terbitnya izin prinsip penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan sarana pendukung Waduk Jatigede dengan SK Menteri LHK Nomor S.529/MenhutII/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sarana Pendukung Waduk Jatigede (Jalan dan Working Area) seluas ±73,01 ha atas nama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat Selain itu juga dukungan penyediaan areal agrokompleks bagi pengungsi erupsi Gunung Sinabung (dukungan kedaulatan pangan) seluas 447,86 ha. Terbitnya izin 34
prinsip penggunaan kawasan hutan untuk lahan pertanian korban erupsi Gunung Sinabung, Sumatera Utara. Terbit SK Menteri LHK Nomor S.533/Menhut-II/2014 tanggal 9 Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk Lahan Pertanian bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung seluas ±447,86 ha di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Dukungan kebijakan kedaulatan pangan juga dilakukan untuk Provinsi Lampung. Dukungan kebijakan tumpang sari di areal HTI seluas 117.000 ha, sesuai hasil pertemuan dengan Gubernur Lampung pada tanggal 12 Januari 2015. Dukungan kedaulatan pangan melalui konservasi tanah dan air. Terbitnya PP sebagai amanat UU 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (KTA). Sosialisasi UU 37/2014 tentang KTA. Tersusun draft RPP tentang Perencanaan KTA. Tersusun draft RPP tentang Penyelenggaraan KTA. Sosialisasi UU 37/2014 tentang KTA di 5 Provinsi.
Lahan untuk Infrastruktur dan Pembangunan Perbatasan Tugas penting lain yang diperinthakan Presiden Jokowi kepada Menteri LHK ialah kesiapan dalam dukungan lahan bagi keperluan pembangunan infrastruktur. Dalam kaitan perijinan pinjam pakai dan pemanfataan kawasan hutan, untuk keperluan infrastruktur energy, listerik, jalan, jalan tol, rel kerta api, waduk/dam, pelabuhan (selektif) serta kawasan industri (selektif), perlu diberikan prioritas. Sebagai catatan penting juga bahwa pelaksanaan pinjam pakai dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dapat beproses dengan tanpa menghambat pelaksanaan konstruksi, mengingat bahwa selama ini proses perijinan berlangsung dalam kurun waktu bertahun-tahun bahkan ada yang diatas 5-6 tahun. Oleh karena itu, jajaran birokrasi
Kementerian
LHK
harus
menyesuaikan
pola
kerja
dengan
memperhatikan ketaatan pada aturan, kekuatan informasi lapangan serta kebijakan yang sangat hati-hati bisa melakukan perintah tersebut. Dalam kaitan 35
ini, maka dilakukan penyesuaian regulasi teknis tanpa mengubah prinsip dasar konservasi sesuai UU. Beberapa gambaran penyelesaian dukungan infrastruktur yang dilakukan meliputi uraian berikut ini. Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur meliputi penerbitan IPPKH untuk pembangunan jalan menuju lokasi transmigrasi SP 1 Padang Tarok, Sumatera Barat Nomor: SK.26/Menhut-II/2015 tanggal 16 Januari 2015. Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan di provinsi Lampung
untuk
pembangunan jalan nasional lintas barat Sumatera yang melalui Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan pembahasan ruas jalan tol Bakauheni Trembanggi besar yang dibahas bersama Gubernur Lampung pada tanggal 12 Januari 2015. Dukungan penggunaan ruang/kawasan untuk pembangunan jalan tol Sumatera. Penyelesaian Usulan Menteri PU dan BUMN untuk jalan tol yang melalui Kawasan Hutan Produksi di Sumatera melalui pembahasan Tingkat Menteri PU, BUMN dan BPN/Agraria dan pembahasan Tingkat Pejabat Eselon I Kementerian PU dan LHK. Dukungan penggunaan ruang/kawasan untuk pembangunan jalan tol Kalimantan: Penyelesaian Usulan Menteri PU dan BUMN untuk jalan tol melalui Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Kalimantan melalui pembahasan Tingkat Menteri PU, BUMN dan BPN/Agraria dan pembahasan Tingkat Pejabat Eselon I Kementerian PU dan LHK Dukungan kebijakan/peraturan perundangan untuk pembangunan infrastruktur meliputi Revisi PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan. Revisi PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan, untuk diharmonisasi di Kemenkumham. (draft final), Revisi PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
36
Kawasan Hutan dan revisi PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (draft final). Penyiapan penyelesaian lahan untuk pembukaan jalan di perbatasan KalbarMalaysia terkait penyelesaian penggunaan kawasan Taman Nasional, hutan lindung dan hutan produksi pada ruas-ruas jalan perbatasan Provinsi Kalbar : - Temajuk – Simpang Tanjung - Simpang Tanjung – Batas Sanggau – Bengkayang - Gunjemak – Sontas - Sontas – Pesing - Pesing – Balai Karangan IV - Balai Karangan IV – Pintas Keladan - Pintas Keladan – Batas Ketungau Hulu - Batas Ketungau Hulu – Nanga Badau - Nanga Badau – Lanjak - Lanjak – Mataso (Benua Martinus) - Mataso (Benua Martinus) – Tanjung Kerja - Tanjung Kerja – Putussibau - Putussibau – Nangaera - Nangaera – Batas Kaltim
37
Gambar 10. Peta wilayah perbatasan Kalbar Penyiapan lahan infrastruktur yang lain ialah untuk pembangunan waduk atau dam yang pembangunannya menjadi tanggung jawab Kementerian PU dan Perumahan Rakyat. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan direncanakan akan dibangun sebanyak 49 unit waduk/dam dalam rangka peningtakatan produksi pangan menuju swasembada pangan, dimana setelah pembangunan waduk akan diiringi dengan pembangunan saluran irigasi oleh Kementerian Pertanian. Untuk itu telah terbit SK Menteri LHK Nomor S.529/Menhut-II/2014 Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sarana Pendukung Waduk Jatigede (Jalan dan Working Area) seluas ±73,01 ha atas nama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga telah diberikan dukungan oleh Kemen LHK berupa akselerasi Perizinan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Tenaga listrik. Data terakhir
menunjukkan
ijin
pinjam
pakai
kawasan
pembangunan energi listerik seperti terlihat pada Tabel 2. 38
untuk
keperluan
Tabel 2. Perijinan listrik di Kemen LHK No
Tahapan
Unit
1
Permohonan (Proses di Kemenhut)
3 Unit
2
Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
24 Unit
3
Izin Pinjam Pakai Kawasan hutan
13 Unit
II. 4. Bekerja Dengan Konsep Produksi hutan yang tertib dan baik dengan SILIN Silvikultur Intensif (SILIN) merupakan teknik silvikultur dari sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Dengan Silin produksi meningkat tanpa menambah luasan hutan alam, tanpa mengabaikan prinsipprinsip lingkungan dan sosial. Silin memperpendek daur tebangan karena riapnya menjadi 7,92 m³/Ha/tahun dibanding dengan TPTJ yang riapnya hanya 1 m³/Ha/tahun. Silin dapat menyerap dan menyimpan karbon jauh lebih besar daripada TPTI. Status lahan yang ditanami akan dapat pengakuan dari masyarakat hukum adat. Silin juga dapat menyerap tenaga kerja 4 X lebih besar dari sistem TPTI. Kendala : a) Masa investasi sangat lama (daur tebang 25 tahun); b) Perusahaan tetap membayar Dana Reboisasi (DR) karena menebang pohon di hutan alam.
39
40
41
Gambar 11. Visualisasi SILIN
Hutan untuk kesejahteraan rakyat, Keberpihakan pada Masyarakat Dalam rangka keberpihakan negara kepada rakyat, dengan prinsip bahwa hutan untuk kesejahteraan rakyat, maka dilakukan upaya-upaya membuka akses masyarakat kepada hutan. Dalam kaitan itu, maka perlu dilakukan revisi regulasi tingkat menteri menyangkut pengaturan tentang HKM, HD, HTR. Intinya, bahwa harus ada pengaturan akses masyarakat dalam satu peraturan sehingga tidak terjadi beda penafsiran pada tingkat operasional (Direktorat Jenderal/ Direktorat/ UPT). Pada periode 2010 -2014 Ditjen BPDS-PS hanya mampu mengeluarkan izin seluas 328.452 ha, yang dikeluarkan IUP dari Bupati seluas 93.000 ha, HTR telah terbit 195.000 ha.
42
Dalam tiga minggu terakhir telah selesai pencadangan areal kerja (PAK) HTR, dengan terbitnya SK Menteri LHK PAK 4 unit HTR seluas 7.380 HA di: Kep. Karimun: 325 ha; Kutai Timur: 4.510 ha; Lamandau: 725 ha dan Muna: 1.820 ha. Setelah itu juga keluar SK Penetapan areal kerja HKm 8 unit s eluas 15.124 Ha, di Kabupaten Sinjai: 1.845 ha, Majene: 1.575 ha, Luwu: 3.115 ha, Wajo: 1.695 ha, Seram Bagian Timur: 695 ha, Muaro Jambi: 2.764 ha, Gunung Mas: 1.885 ha dan Poso: 1.550 ha. Menyusul kemudian penetapan areal kerja HD seluas 28.795 di 11 desa, 8 kabupaten: Sambas: 5.855 ha; Gunung Mas: 2.190 ha; Tanah Bumbu: 5.360 ha; Kutai Timur: 9.475 ha; Luwu: 895 ha; Luwu: 895 ha dan Poso: 4.125 ha. Sesuai rencana diperkirakan akan dikembangkan hutan sosial yang meliputi HD, HKM dan HTR seluas 12, 7 juta ha dalam 5 tahun ke depan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat didalam dan di sekitar kawasan hutan. Data ini harus dibedakan dari luas kawasan yang menjadi kewajiban pengusaha untuk program kemitraan pada setiap koneksi perijinan masing-masing 20 %.
Minta komitmen dunia usaha Untuk membangun akses masyarakat kepada sumeber daya hutan, sesuai peraturan Menteri akan melibatkan dunia usaha dimana terdapat kewajiban pada setiap perijinan pinjam pakai atau pemanfaatan kawasan maka dikembangkan program kemitraan masyarakat pada seluas 20 % area. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian regulasi teknis untuk penegasan langkah-langkah tersebut. Dalam kaitan itu juga, langkah-langkah penjajakan sudah dilakukan melalui Asosiasi dan sambil berjalan komunikaai terus dilakukan bersama pengusaha dalam rangka pembinaan reguler oleh direktorat jenderal. Dalam kaitan ini, maka ditempuh langkah-langkah lebih lanjut untuk percepatan penyelesaian regulasi, identifikasi areal, identifikasi konflik (untuk bisa menjadikan instrumen ini sebagai solusi konflik juga), pengembangan format tanaman seperti 43
tanaman kehidupan (yang telah dialokasikan hanya direalisasi 9% saja dari tanaman unggulan). Tanaman unggulan (lokal) diminati oleh masyarakat dan tanaman kehidupan bisa dialokasi untuk kebutuhan 20%. Menurut Permenhut P.35 ada 235 jenis yang bisa dimasukan ke wilayah kayu dan non kayu. Selain itu dilakukan
penerapan
agroforestry
dan
tumpangsari
dalam
HTI
yang
mengharuskan ada pelibatan masyarakat. Dalam kaitan dengan kawasan yang dipergunakan untuk pemegang izin menjadi HTI energi harus terkait dengan ESDM dan diperlukan permen bersama LHK dengan ESDM.
Dukungan untuk Pembangunan Energi Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk peningkatan produksi migas antara lain dengan terbitnya izin prinsip IPPKH PT EMP Tonga; PT Petcon Borneo Ltd; PT Sele Daya; PT Tropic dan PT Dat Energy. Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk jaringan listrik berupa penerbitan Izin Prinsip IPPKH atas nama PT. PLN (Persero). Selain itu juga dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk Mikrohidro sebanyak 2 izin (PT Brantas Cakrawala Energi di TNKS dan PT Kanz Capital di TWA Gunung Baung, BKSDA Jatim). Untuk kemudahan dukungan sebagaimana dimaksud diperlukan adanya revisi PP 28 Tahun 2011, dan telah dibahas pada tanggal 22 Januari 2015. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya persoalan masih sulitnya perijinan dalam kawasan cagar alam. Untuk itu perlu didukung oleh langkah dan kebijakan atau aturan lain (compound) seperti evalausi fungsi cagar alam oleh Ditjen PHKA atau evaluasi oleh Tim Terpadu tentang kawasan dan peluang perubahan kawasan. Dukungan untuk energy juga dilakukan dengan kebijakan pembangunan HTI untuk Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi Terbarukan. Untuk ini sudah ada draft final Peraturan Menteri LHK tentang Kebijakan pembangunan HTI untuk Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi Terbarukan. Efisiensi penggunaan 44
energy juga dilakukan dengan pendekatan teknologi dan pengendalian pencemaran yang antara lain dilakukan melalui program PROPER Hijau dan Emas (sebanyak 173 perusahaan). Energi terbarukan juga dapat dikembangkan antara lain seperti wood pellet. Begitu pula dalam bentuk penggunaan teknologi mesin mekanik yang membuat gas dari kayu (tanaman Kaliandra).
Konservasi untuk menggali devisa Pegembangan konservasi untuk menghasilkan devisa sudah mulai dipikirkan melalui pengembangan kawasan Taman Nasional atau suaka yang potensial dan bernilai keunikan sebagai ekosistem. Untuk itu perlu diidentifikasi beberapa kawasan Taman Nasional atau Taman Wisata Alam yang bernilai tinggi untuk didorong pengembangannya secara konseptual. Tidak saja sebagai upaya jalan keluar dalam konflik ekowisata, tetapi juga menjadi upaya promosi ekowisata atas TN dan TWA . Telah dikaji pengembangan wisata alam dan TN, dan untuk membuat TN unggulan terdiri dari dua kelompok. Dua TN yang akan dikembangakan yaitu TN Baluran dan TN Alas Purwo, konektifitas CA Ijen dengan unggulan blue fire. Cluster kedua di Lombok, segitiga Rinjani (TN), Gunung Tunak dan Gunung Tampak (TWA). Cluster ketiga TN Way Kambas, CA Krakatau, TN Bukit Barisan Selatan (dekat dengan ibu kota). Tiga cluster ini akan dikembangkan. Lokasi yg diusulkan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Wakatobi, Alas Purwo. Hal-hal yang diperlukan meliputi aksesbilitas dan aktraksi nya (budaya dll), akomodasi, serta kesiapan masyarakat. Beberapa pengembangan lain seperti Jateng Park yang ternyata merupakan kawasan hutan lindung terindentifikasi status HL, yang untuk itu perlu dilakukan penyesuaian P.31/2012 tentang Lembaga Konservasi. Dalam kaitan itu Gubernur
45
Jateng mengusulkan untuk MoU dengan LHK, Perum Perhutani dalam proses yang cepat. Selain itu usulan Bupati Karang Anyar tentang ahli fungsi TWA Grojogan Sewu menjadi Tahura (Taman Hutan Raya), telah membuat draft MoU dalam rangka mengembangkan ekowisata di luar kawasan. Untuk penyelesaian kawasan Grojogan Sewu dipersiapkan tim independent alih fungsi TWA ke Tahura, dan opsi-opsi penyelesaiannya. Dari Taman Nasional, Tanaman dan Satwa Liar, maka diproyekiskan dapat diperoleh Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), berupa : Pungutan berasal dari Pusat dan UPT dan Pungutan, yang terdiri dari: a) Iuran Menangkap, Mengambil, Mengangkut TSL termasuk Sarang Burung Walet; b) Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam dan c) Pungutan Masuk Objek Wisata Alam. Selain itu juga untuk Iuran Hasil Usaha Pengusahaan Pariwisata Alam (IHUPA). Disamping PNBP, juga diproyeksikan perolehan Devisa dari Perdagangan TSL ke Luar Negeri dan Pemanfaatan kondisi lingkungan/kegiatan jasa lingkungan wisata alam. Proyeksi penerimaan PNBP 43,9 milyar dan proyeksi devisa senilai 6,284 triliun rupiah. (Tabel 3 dan Gambar 12)
Tabel 3. Proyeksi PNBP dan Devisa dari Kawasan konservasi Jenis No
Sumber Pemasukan
1 1
2 PNBP (Rp)
2
Devisa (Rp)
Tahun 2013
2014
2015
3 50.336.547.151,-
4 80.600.566.841,-
5 43.908.050.524,-
5.013.498.970.000,-
4.463.046.429.125-
6.283.950.118.914-
46
7,000,000,000,000 6,000,000,000,000 5,000,000,000,000 4,000,000,000,000 3,000,000,000,000 2,000,000,000,000 1,000,000,000,000 -
PNBP Devisa
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Gambar 12. Historgram PNBP dan Devisa dari Taman Nasional
Hiburan Rakyat, Re-Orientasi Mental Generasi Muda, Kebun Raya Di Indonesia di bawah binaan LIPI telah ada 4 Kebun Raya sejak zaman Belanda yaitu Kebun Raya Bogor 1817, Kebun Raya Cibodas-Cianjur 1862, Kebun Raya Purwodadi-Pasuruan 1941, Kebun Raya Eka Karya Bali 1959. Tahap pembangunan Kebun Raya Enrekang flora endemik Wallacea, Kebun Raya Samosir Danau Toba jenis pinus endemik, Kebun Raya Katingan, Kebun Raya Liwa Lampung Barat bagian dari TN Bukit Barisan Selatan, Kebun Raya Minahasa tumbuhan dataran tinggi Wallacea, Ecopark Cibinong mewakili 7 ekoregion : Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua, Kebun Raya Sambas Kalimantan Barat tumbuhan riparian dataran rendah, Kebun Raya Solok Sumatera Barat Danau Singkarak, Kebun Raya Danau Lait Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat keanekaragaman kawasan equator, Kebun Raya Batam tumbuhan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, Kebun Raya Baturaden Purwokerto flora pegunungan jawa, Kebun Raya Lombok di Hutan Lindung Lemor, Kebun Raya Pucak Kabupaten Maros Sulawesi Selatan untuk budidaya pangan, papan, sandang, obat dan hias, Kebun Raya Kuningan di TN Gunung Ciremai tumbuhan daerah berbatu dan tumbuhan khas Gunung Ciremai, Kebun Raya 47
Balikpapan tumbuhan berkayu Indonesia sudah diresmikan Menteri KIB II, Kebun Raya Sumatera Selatan untuk tanaman obat dan tumbuhan lahan basah khas Sumatera, Kebun Raya Jambi di Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo Hutan Wisata Bukit Sari, Kebun Raya Banua Kota Banjar Baru Kalimantan Selatan untuk tanaman obat berkhasiat, Kebun Raya Pare-Pare Selawesi Selatan di tengah Kota Pare-Pare. Keberlanjutan NKRI, dan Indonesia sebagai sebuah Bangsa sangat ditentukan oleh mental generasi muda Indonesia. Mental generasi muda ditentukan oleh pendidikan dan lingkungan yang ada. Ditengah dorongan “konsumerisme” dan “hedonisme” yang tumbuh di lingkungan kota-kota di Indonesia, dan disuburkan melalui mal-mal ataupun pusat perbelanjaan dan hiburan, maka diperlukan sarana alternatif untuk merubah ataupun melawan dorongan “konsumerisme” dan “hedonisme” yang menghantui generasi muda. Salah satu sarana alternatif yang perlu dibangun adalah Kebun Raya (Arboretum, Taman Kehati, Hutan Kota) di kota-kota besar di Indonesia. Keberadaan Kebun Raya sangat penting, karena dapat menjadi sarana alternatif untuk edukasi, sosialisasi, pengembangan ekonomi, sekaligus konservasi berbagai kekayaan Kehati Bangsa Indonesia. Keberadaan Kebun Raya akan mengeser orientasi anakanak, remaja, dan generasi muda dalam memilih sarana untuk edukasi, sosialisasi, dan rekreasi, termasuk bagi keluarga. Kebun Raya akan mampu menggantikan fungsi mal dan pusat perbelanjaan sebagai sarana rekreasi. Sosialisasi di Kebun Raya mampu menyatukan masyarakat tanpa sekat berdasarkan strata ekonomi. Cara lain untuk reorientasi mental generasi muda adalah dengan memperkuat sekolah hijau melalui program Adiwiyata. Generasi lingkungan dibangun melalui perubahan perilaku anak-anak didik dengan pembelajaran lingkungan Sekolah Adiwiyata. Paling tidak 6.000 sekolah telah telibat dalam program sekolah Adiwiyata dan 480 sekolah mampu mencapai Sekolah Adiwyata Mandiri/Nasional. 48
III. PEKERJAAN RUMAH Penataan Personil Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah diundangkan pada tanggal 23 Januari 2015. Dalam Perpres tersebut, terdapat 18 (delapan belas) jabatan pimpinan tinggi madya (setara Eselon I). Berdasarkan uraian tugas dalam Perpres tersebut, diperkirakan akan ada sekitar 91 (sembilan puluh satu) jabatan tinggi pratama (setara Eselon II). Pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT), sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), harus dilakukan secara terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan, integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan (Ps 108). Pengisian jabatan pimpinan tinggi Madya dilakukan secara terbuka untuk lingkup nasional, dan untuk jabatan tertentu dapat diisi oleh non PNS melalui Keputusan Presiden. Pengisian JPT Pratama (setara Eselon II) dilakukan secara terbuka untuk lingkup Kementerian LHK. Seleksi JPT akan dilakukan oleh panitia Seleksi (PANSEL) yang anggotanya terdiri dari 5 orang, 7 orang atau 9 orang dengan komposisi anggota dari dalam Kementerian LHK 45 persen dan anggota dari luar Kementerian LHK sebanyak 55 persen. Dalam melakukan seleksi, PANSEL dibantu oleh tenaga ahli / pakar dan assesor SDM yang kompeten dalam melakukan penilaian kompetensi. Dengan susunan PANSEL demikan diharapkan seleksi JPT akan lebih transparan dan akuntabel. Pada saat ini sedang dilakukan persiapan pengisian JPT Madya di lingkungan Kementerian LHK, yaitu: penyiapan peraturan Menteri tentang tata cara pengisian JPT; standar kompetensi (kompetensi manajerial dan kompetensi bidang); kualifikasi JPT; persiapan pengumuman. 49
Seleksi JPT akan dilakukan melalui tahapan seleksi administrasi, dilanjutkan dengan penilaian kompetensi manajerial, penilaian
kompetensi bidang,
penelusuran rekam jejak, dan ditambah skoring data ranking
dalam diklat
kepemimpinan serta wawancara akhir. Dengan metode seleksi seperti ini, maka diperlukan waktu pelaksanaan pengisian JPT Madya (Eselon I) mulai dari pengumuman sampai dengan hasil akhir diperkirakan akan selesai pada bulan Juni 2015. Sedangkan untuk seleksi JPT Pratama (Eselon II) diharapkan akan selesai paling lambat pada bulan Agustus 2015. Setelah pengisian JPT Madyadan JPT Pratama selesai, maka akan segera dilakukan pengisian Jabatan Administrasi yang terdiri dari Administrator (setara Eselon III), Pengawas (setara Eselon IV) dan Pelaksana (staf atau Jabatan Fungsional Umum). Pengisian jabatan Administrator dan Pengawas akan dilakukan melalui seleksi oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan pengalaman jabatan. Dengan bergabungnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, struktur yang baru diperkirakan jumlah JPT Madya (Eselon I) sebanyak 18 jabatan,
jumlah JPT Pratama (Eselon II) sekitar 91 jabatan. Jabatan
Administrator (Eslon III) diperkirakan berjumlah 364 jabatan. Sedangkan jabatan Pengawas (Eselon IV) diperkirakan sejumlah 1.092 jabatan. Selain jabatan struktural, terdapat Jabatan Fungsional Umum (staf) dan Jabatan Fungsional Tertentu (JFT). JFT binaan Kementerian Kehutanan ada tiga jenis yaitu Penyuluh Kehutanan, Polisi Kehutanan dan Pengendali Ekosistem Hutan. Pejabat fungsional binaan Kementerian Kehutanan tersebut tersebar di UPT Kementerian Kehutanan di daerah (PEH, Polhut), instansi kehutanan daerah provinsi dan kabupaten (Polhut, PEH dan Penyuluh Kehutanan). Penyuluh Kehutanan tersebar di pusat (Pusat Penyuluhan Kehutanan), UPT Kehutanan Balai Besar KSDA, Balai KSDA, Balai Besar Taman nasional, dan Balai Taman, dan Penyuluh Kehutanan 50
yang berada pada badan yang menangani penyuluhan di provinsi (Badan Koordinasi Penyuluhan) dan kabupaten (Badan Pelaksana Penyuluhan) . Jabatan fungsional tertentu binaan Kementerian Lingkungan Hidup ada dua jabatan yaitu Pengawas Lingkungan Hidup dan Pengendali Dampak Lingkungan. Pejabat fungsional binaan Kementerian Lingkungan Hidup juga tersebar pada instansi lingkungan hidup di daerah. Jumlah SDM Kementerian LHK saat ini menjadi sekitar 17.911 orang. Jumlah tersebut berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak 1.231 orang dan berasal dari Kementerian Kehutanan sebanyak 16.680 orang. Sebaran pegawai yang berasal dari Kementerian Kehutanan sebanyak 3.411 orang (21,5 persen) bekerja di instansi Pusat, dan sebanyak 13.263 orang (79,5 persen) bekerja pada UPT Kehutanan di daerah. Jumlah dan komposisi SDM yang menduduki jabatan struktural pada Kementerian Kehutanan yaitu, eselon I 13 orang, eselon II 71 orang, eselon III 411 orang dan eselon IV 1.159 orang. Sedangkan jumlah SDM di Kementerian Lingkungan Hidup yang menduduki jabatan struktural adalah eselon I 13 orang, eselon II 39 orang, eselon III 118 orang dan eselon IV 250 orang. Kementerian LHK selama lima tahun ke depan (2015 sd. 2019)
mempunyai
beberapa target yang harus dicapai. Untuk itu diperlukan dukungan SDM. Perlu penyediaan basis data secara lengkap tentang SDM yang terkait dengan kegiatan tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap kegiatan. Informasi tentang SDM meliputi penyebaran tenaga pendamping lapangan, penyebaran masyarakat sasaran sebagai pengelola atau pelaksana kegiatan. Diperlukan penataan kembali terhadap SDM LHK untuk memperkuat instansi pelaksana kegiatan yang berada di lapangan. Sebagai contoh, mutasi pegawai UPT Kehutanan untuk memperkuat KPH-KPH di tingkat tapak; dan mutasi pegawai Pusat untuk memperkuat kantor Pusat Ekoregion dalam rangka penguatan koordinasi pembangunan LHK. 51
Diperlukan peningkatan kompetensi SDM yang pada saat ini masih belum sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan. Prioritas peningkatan kompetensi SDM aparatur terutama terhadap SDM pendamping kegiatan, dan penyuluhan terhadap masyarakat sasaran kegiatan. Peningkatan efektivitas pendampingan melalui penguatan jaringan pendamping kegiatan antara Penyuluh Kehutanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swadaya, Penyuluh Kehutanan Swasta dan LSM yang memiliki pengalaman dalam pendampingan masyarakat. Target-target kegiatan sebagaimana di atas banyak menyangkut kelompok-kelompok masyarakat sebagai pelaku utama kegiatan. Peningkatan pemahaman dan komitmen jajaran pimpinan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk keberhasilan pencapaian target kegiatan lima tahun ke depan. Oleh karena itu diperlukan komunikasi secara intensif dan berkelanjutan untuk menyampaikan program-program kerja yang telah disusun. Komunikasi diperlukan pada level pimpinan legislatif, dan eksekutif daerah, serta sosialisasi terhadap jajaran dinas-dinas teknis di daerah. Penyesuaian Regulasi (Deregulasi) Untuk kepentingan pengembangan berbagai agenda diperlukan disana-sini penyesuaian regulasi baik PP maupun Permenhut. Untuk itu telah dilakukan inventarisasi PP yang ada. Sudah ada 4 RPP yang telah disusun (RPP Perubahan Kedua PP 6/07, RPP Perubahan 44/04, RPP perubahan Kedua PP 35/02, RPP Perubahan kedua PP 10/10, RPP Perubahan kedua PP 24/10). Perubahan juga diperlukan pada Permenhut P.38/2014 terkait iuran bencana tarif nol persen untuk kasus bencana alam serta Permenhut P.52/2014 tentang pembayaran PSDH DR. Selain itu perlu revisi Permenhut P.16/2014 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Dan pada saat ini telah disiapkan Surat ke KemenKumham untuk
harmonisasi RPP Perubahan Kedua 10/10 dan RPP Perubahan Kedua 24/10. 52
Berkenaan dengan PP 44, akan disesuaikan kembali dengan mengacu pada UU 23/2014 tentang Pemda. Sementara itu untuk tindak lanjut UU 32/2009, menjadi prioritas untuk penyelesaian 3 RPP prioritas, (KLHS, Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, dan RPPLH). Beberapa aturan masih diteliti untuk disesuaikan menurut kenyataan empirik.
Illegal Loging Pekerjaan rumah yang mungkin justru paling besar ialah berkaitan dengan illegal logging dan segala asosiasi persoalannya mengingat proses illegal logging sudah ber-evolusi begitu rupa. menonjol lagi, namun
Pembalakan liar dalam skala besar seperti kurang kejahatan ini masih terjadi, terutama di Papua dan
Kalimantan. Hukuman untuk pelaku masih minimum (terutama orang lokal sebagai operator, bukan pemilik modal) sehingga tidak menimbulkan efek jera. Kapasitas SDM Penegak Hukum Kehutanan (Polhut dan PPNS) masih belum cukup kuat baik kuantitas maupun kualitas. Belum banyak kasus yang diungkap yang dikaitkan dengan tipikor dan TPPU, serta adanya sikap euforia reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah. Pada perkembangan lanjut illegal logging kemudian berasosiasi dengan persoalan ijin yang tumpang tindih dan tercampur baur antara ijin kebun, HTI dan ijin tambang, sehingga masalah menjadi lebih kompleks lagi.
Kendala yang muncul meliputi adanya perbedaan pemahaman terkait status legal (penunjukan dan penetapan) kawasan yang belum terpadu mengakibatkan pelanggaran terhadap penggunaan kawasan hutan (putusan MK 45 tahun 2012 mengenai
frasa
penunjukan
kawasan
hutan);
terselesaikannya penataan batas kawasan hutan
juga
persoalan
belum
dan adanya dua faktor
pendorong terjadinya konflik lahan: kemiskinan sekaligus pendidikan masyarakat yang masih rendah dan ketimpangan penguasaan lahan. 53
Untuk itu diperlukan langkah-langkah ke depan seperti melakukan represi atas kejadian illegal logging yang terorganisir. Perlunya peningkatan kapasitas SDM Polhut dan PPNS melalui diklat kedinasan dan profesi, penyempurnaan kelembagaan Polhut dan PPNS, pemingkatan koordinasi dan kerjasama dengan para
pihak
penegak
hukum
terkait,
menambah,
memperbaiki
dan
menyempurnakan peraturan dan kebijakan, meningkatkan kuantitas dan kualitas satgas operasional, meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan insentif terhadap Polhut dan PPNS, serta mengsulkan penyempurnaan sistem penganggaran, seperti penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK) untuk penyidikan Agenda internasional pengendalian perubahan iklim Lingkungan hidup dan kehutanan, saat ini telah menjadi agenda besar dunia, keberlangsungan peradaban manusia ke depan sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam penanganan persoalan lingkungan dan kehutanan bersama di tingkat lokal, nasional dan global. Kini, isu lingkungan hidup dan kehutanan telah mampu menyatukan berbagai pemimpin dunia yang berbeda ideologi dan orientasi ekonomi. Sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan kehati dan hutan tropis terbesar dunia, seharusnyalah Indonesia mengambil kepemimpinan dan peran utama dalam negoisasi terkait lingkungan hidup dan kehutanan ditingkat regional dan global sebagai bagian dari kebijakan total diplomasi Indonesia. Diplomasi ini harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional Bangsa Indonesia. Saat ini, berbagai kerja besar terkait dengan agenda internasional, yang harus menjadi perhatian bersama dari total diplomasi Indonesia, antara lain perubahan iklim, asap lintas batas, konservasi dan keanekaragaman hayati, serta perpindahan lintas batas bahan kimia dan limbah. Keberhasilan kepemimpinan Indonesia, 54
dalam diplomasi lingkungan ditingkat global perlu didukung para pihak; pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat madani (CSO) dan kebijakan berbasis sains yang kuat. Pemerintah akan tetap mempertahankan posisi high profile agenda peurbahan iklim di tingkat internasional. Oleh karena itu penguatan kelembagaan pengelola pengendalian perubahan iklim melalui Direktorat Jenderal Perubahan Iklim untuk dukungan operasional menjadi penting dan akan memperkuat langkah-langkah operasional agenda pengendalian perubahan iklim. Disisi lain keberadaan keahlian, (pakar) kemampuan ristek, pengembangan kapasitas masyarakat serta system data dasar dan system monitoring program direncanakan untuk mendampingi system kerja operasional dengan lembaga yang kuat (Direktorat Jenderal) baik dalam bentuk dewan atau badan panasehat, ahli dan independen, yang mana memberikan arahan-arahan dan jaminan kekuatan program dan agenda perubahan iklim. Yang dengan disepakatkan saat ini ialah program peralihan dengan inventarisasi dan menghimpun program dan agenda serta perangkat yang mungkin untuk disatukan dan dirangkum dalam system kerja bersama.
PENUTUP Bisa jadi masih banyak aktivitas yang belum tercatat dalam buku refleksi selama seratus hari ini. Menyangkut hal-hal yang konseptual serta langkah-langkah kerjaan rumah ke depan, pada kesempatan yang baik ini, sangat diharapkan berbagai catatan kritis dan konstruktif dari audiens. Kami sangat menghargai berbagai catatan tersebut. Terima kasih.
55