PENGAWASAN F.O.K.U.S
Tegas dan Mandiri
Nomor 25 Tahun VII Triwulan I 2010
Evaluasi Program Kerja 100 Hari Kementerian Agama: “Capaian dan Tantangan”
ISSN 1978-7634
Diterbitkan Oleh: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI
Daftar Isi
Fokus FokusPengawasan Pengawasan
a. Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2010
2
Dewan Penyunting: Pembina : Mundzier Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhaya Achmad Ghufron Burhanuddin Achmad Zaenuddin Dewan Redaksi: Penanggung jawab: Maman Taufiqurohman Ketua : Sukarma Sekretaris: Budi Setyo Hartoto Anggota : O. Sholehuddin, Kusoy Maman Saepulloh Anshori, Nur Arifin Nugraha Stiawan Noer Alya Fitra Miftahul Huda Redaksi : Nurul Badruttamam Ali Ghozi Sirkulasi : Miftahul Hidayat Produksi : Hariyono
DAFTAR ISI Surat Pembaca - [3] Dari Redaksi - [4]
Fokus Utama ■■
Peran Pengawasan Intern Dalam Mewujudkan SBK - [5]
■■
Konkretisasi Peran Aparat Pengawasan - [12]
■■
Strategi Kemenag Menuju WTP - [16]
■■
Peran Itjen Menuju SBK - [23]
■■
Ijtihad dan Jihad Birokratik - [27]
■■
Arah Baru Reformasi Birokrasi - [32]
■■
Optimalisasi Pengawasan Menuju Good
Pengawasan Governance - [36] ■■
Peran Pengawasan di Lingkungan Kementerian Agama - [42]
■■
Upaya Preventif Penyimpangan Anggaran Melalui Audit Perencanaan - [48]
■■
Upaya Peningkatan Kualitas Madrasah - [54]
■■
Pentingnya Formulir Pengendalian Dalam
Opini Audit - [59] ■■
Pengaruh Perencanaan Audit - [63]
■■
Refleksi Pasca Ramadhan dan ‘Idul Fitri - [68]
■■
Training of Trainers (ToT) PPA - [72]
■■
Pelaksanaan Hari-Hari Libur Nasional dan
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jalan RS. Fatmawati Nomor 33A Cipete Jakarta Selatan 12420 PO. BOX 3867, Telp. (021) 75916038, 7697853, Fax. (021) 7692112 e-mail:
[email protected]
Hikmah
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam bentuk soft copy.
Resensi Buku
Jurnal Kegiatan Randang Cuti Bersama Tahun 2010 - [76] ■■
Rencana Kinerja Tahun 2010 - [78]
■■
Pedoman Audit Tujuan Tertentu - [79]
Surat Pembaca Peraturan Per-UU-an Kementerian Agama Assalamu’alaikum Wr. Wb. Dewan Redaksi yang terhormat. Sebagai salah satu bentuk sosialisasi yang efektif atas terbitnya peraturan perundangundangan yang baru baik di lingkungan Kementerian Agama RI maupun Pemerintah yang berkaitan dengan Kemenag RI, mohon kiranya dalam setiap terbitnya peraturan perundang-undangan yang baru tersebut ditampilkan di halaman Randang sebagai referensi masyarakat luas. Hanya secara singkat dengan mencantumkan Nomor, Tahun dan Judul Undang-undang tersebut. Terima kasih dan sukses. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Agus Eko Susanto, Gaten CC - Depok Sleman - Yogyakarta Redaksi: Usulan yang menarik, karena dengan itu terbitnya Undang-undang yang baru dapat tersebar luas. Akan kami pertimbangkan untuk tampil di edisi-edisi selanjutnya. Salam sukses selalu. Amin. Rekam Jejak Program Itjen Kementerian Agama Selain menampilkan tulisan dengan satu tema khusus dalam setiap penerbitannya, mohon kiranya Majalah FP mengulas program-program yang sudah dan tengah berjalan di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian AgamaRI. Semisal Sejarah Perjalanan Program Pengawasan melalui Pendekatan Agama (PPA). Terima kasih atas perhatiannya. Faokhah Nailul Muna, Jombang Jatim
Redaksi: Sampai hari ini kami terus mengumpulkan program-program yang pernah diluncurkan di lingkungan Itjen Kementerian Agama RI. Untuk itu, semoga dalam waktu dekat permohonan Saudara dapat kami realisasikan. Terima kasih. Profil Pejabat Assalamu’alaikum Wr. Wb Redaksi yang terhormat, Untuk lebih fresh, menarik jika Majalah Fokus Pengawasan dalam setiap edisinya menampilkan profil pejabat Eselon I, II dan III Itjen sejak berdirinya. Tentu dengan ini kami akan lebih mengenal Itjen. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Ria Wuri Andriyanti, Meulaboh Aceh Redaksi: Di website Itjen memang yang baru tampil adalah profil singkat pejabat Eselon I di Itjen. Namun ini usul menarik, akan kami pertimbangkan sebagai rubrik baru di Majalah Fokus Pengawasan. Selamat membaca dan sukses selalu. Amin.
Redaksi memohon maaf, tidak semua surat pembaca dapat ditampilkan, karena keterbatasan tempat. Saran dan kritik dari para pembaca sangat kami harapkan!
3
Dari Redaksi
S
4
yukur alhamdulillah, Majalah Fokus Pengawasan (FP) Itjen Kemenag Edisi 27 Tahun VII Triwulan III 2010 telah terbit. Penerbitan kali ini menjadi momen penting tersendiri manakala tema yang diangkat menyoal pada upaya-upaya peningkatan ke status satuan kerja yang bebas korupsi (SBK) di lingkungan Kementerian Agama. Untuk itu peran auditor untuk berkontribusi pada edisi kali ini dengan sendirinya menjadi sebuah keharusan. Seperti kita ketahui, auditor menjadi kunci utama dalam upaya pemberantasan korupsi di semua satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama. Dan berbagai pengalaman mereka dalam memeriksa bisa dijadikan sebuah insipirasi dengan menuangkannya dalam tulisan di edisi kali ini. Forum Fokus yang berbahagia, Tema yang diangkat dalam edisi kali ini yaitu “Optimalisasi Peran Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama menuju Satuan Kerja Bebas Korupsi (SBK)”. Tema ini selaras dengan orientasi Kementerian Agama yang tengah giatgiatnya dalam membenahi semua satuan kerja yang dinaunginya menuju pencapaian status Satuan Kerja Bebas Korupsi (SBK). Fokus Utama edisi kali ini membahas tentang bagaimana peran pengawasan dapat terus ditingkatkan demi mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan umum sebagaimana yang telah ditetapkan yaitu menuju good governance dalam pengelolaan pemerintahan. Good governance menjadi tema sentral
semenjak periode reformasi digulirkan dimana tuntutan atas penyelenggaran pemerintahan yang lebih akuntabel menjadi sebuah karakteristik mengapa era tersebut digulirkan. Sedangkan tujuan-tujuan khusus sebagaimana yang telah ditetapkan diantaranya yaitu menuju laporan keuangan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), menuju Satuan Kerja Bebas Korupsi (SBK) hingga upaya menuju Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi merupakan ikon semua institusi pemerintahan, inovasi dan berbagai upaya pembenahan terus dilakukan demi efektifitas pencapaiannya. Tujuan reformasi birokrasi di Kementerian Agama yaitu menjadikan kinerja birokrasi Kementerian Agama lebih efektif dan efisien melalui pendekatan yang sistematik. Kesemua tema ini dibahas tuntas dalam 6 judul dalam Fokus Utama edisi kali ini. Pembaca Fokus yang budiman, Pembahasan mengenai upaya preventif penyimpangan anggaran melalui audit perencanaan juga menjadi perhatian kami. Audit perencanaan merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran akibat perencanaan yang tidak sempurna. Dan hal ini selaras dengan tekad Kementerian Agama untuk meningkatkan opini laporan keuangan dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Akhirnya, kami ucapkan selamat membaca. Saran dan kritik demi terwujudnya majalah FP yang lebih baik sangat kami harapkan. [ ]
Fokus Utama PERAN PENGAWASAN INTERN DALAM MEWUJUDKAN SATKER BEBAS KORUPSI (SBK) Oleh: Akso
Pelantikan Sekretaris Baru Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Drs. H. Maman Taufiqurohman, M.Pd. pada Rabu 25 Agustus 2010
P
engawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengawasan yang dilakukan lembaga pengawasan internal pemerintah merupakan bagian dari fungsi manajemen pemerintahan. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Presiden memegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar”. Sebagai bagian
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
5
Fokus Utama dari proses manajemen pemerintahan negara, presiden tidak dapat sendiri melaksanakan urusan penyelengaraan pemerintahan umum, sehingga dalam pengawasan diperlukan lembaga yang bertanggung jawab kepada presiden untuk menjamin semua proses manajemen penyelenggaraan pemerintahan negara, yang kemudian dibentuk badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP). Keberadaan BPKP sebagai lembaga internal pemerintah hakikatnya ditujukan pada tugasnya untuk mengendalikan dan mengawasi jalannya manajemen pemerintahan negara secara umum. Peraturan pemerintah yang merupakan operasionalisasi dari pasal 58 (1) undang-undang Nomor 1/2004 tentang perbendaharaan negara adalah jawaban terhadap tidak adanya instrumen kontrol Presiden terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan negara termasuk revitalisasi peran BPKP. Upaya untuk menerbitkan peraturan pemerintah tersebut membutuhkan waktu yang sangat penjang selama bertahuntahun karena banyaknya resistansi terhadap eksistensi BPKP dan kepentingan untuk membubarkan BPKP. Diterbitkannya peraturan pemerintah Nomor 60/2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah merupakan suatu terobosan (creative destruction) untuk menguatkan kembali peran pengawasan intern sebagai pilar akuntabilitas keuangan negara yang menjadi mandat presiden yang pada gilirannya akan memperkuat sistem presidensial. Mengingat ruang lingkup pengawasan akuntabilitas keuangan negara sangat luas dan memiliki kompleksitas
6
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
yang tinggi, serta mengingat kewenangan pengelolaan keuangan negara baik financial maupun non financial sudah terfragmentasi, penguatan institusi BPKP sangat dibutuhkan demi mendukung terselenggaranya kegiatan pemerintahan yang efisien dan efektif, serta mengeliminasi praktik-praktik KKN. Terlebih lagi BPKP, dalam Pemerintah Pemerintah Nomor 60/2008, diberikan kewajiban untuk melakukan pembinaan sistem pengendalian intern di seluruh instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan nomenclatur dan tugasnya, adalah instansi pemerintah yang melakukan pengawasan intern di bidang keuangan dan kegiatan pembangunan. Pengelolaan uang sebagai instrumen pembangunan perlu diawasi dan diyakinkan bahwa telah digunakan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan bangsa dan negara. Pengawasan oleh BPKP fokusnya adalah pada pencegahan (preventif) melalui audit, evaluasi dan review atas pengelolaan keuangan negara dan pembinaan sistem pengendalian intern dalam rangka mendukung peningkatan kinerja pemerintah secara berkesinambungan dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Dengan adanya PP Nomor 60/2008 tentang sistem pengendalian intern pemerintah, tugas BPKP lebih dipertajam dengan fokus pada akuntabilitas keuangan negara melalui kegiatan pengawasan lintas sektoral, penugasan menteri keuangan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN), dan penugasan dari presiden. Maksud diterapkannya sistem
Fokus Utama pengendalian internal adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Sedangkan tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah terdiri dari 5 (lima) unsur dan penerapan unsur-unsur SPIP tersebut dilaksanakan menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah. Kelima unsur tersebut antara lain adalah lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan. Pertama, lingkungan pengendalian. Unsur sistem pengendalian intern yang pertama adalah lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian diwujudkan melalui: penegakan integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat
pengawasan intern pemerintah yang efektif, dan hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait. Kedua, penilaian risiko. Unsur pengendalian intern yang kedua adalah penilaian risiko. Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Instansi Pemerintah yang jelas dan konsisten baik pada tingkat instansi maupun pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi. Terhadap risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Pimpinan Instansi Pemerintah merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko. Pimpinan Instansi Pemerintah atau evaluator harus berkonsentrasi pada penetapan tujuan instansi, pengidentifikasian dan analisis risiko serta pengelolaan risiko pada saat terjadi perubahan. Ketiga, kegiatan pengendalian. Unsur sistem pengendalian intern yang ketiga adalah kegiatan pengendalian. Kegiatan pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang dapat membantu memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan Instansi Pemerintah untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Daftar uji berikut ini dimaksudkan untuk menilai tercapai tidaknya suatu lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian Intern dan manajemen Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
7
Fokus Utama yang sehat. Kegiatan pengendalian yang eksternal serta internal. Informasi tersebut diterapkan dalam suatu Instansi Pemerintah harus direkam dan dikomunikasikan dapat berbeda dengan yang diterapkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pada Instansi Pemerintah lain. Perbedaan lainnya di seluruh Instansi Pemerintah yang penerapan ini antara lain disebabkan oleh memerlukannya dalam bentuk serta dalam perbedaan: (1) visi, misi, dan tujuan, (2) kerangka waktu, yang memungkinkan yang lingkungan dan cara beroperasi, (3) tingkat bersangkutan melaksanakan pengendalian kerumitan organisasi, (4) sejarah atau latar intern dan tanggung jawab operasional. Kelima, pemantauan. Pemantauan belakang serta budaya, dan (5) risiko yang dihadapi. Kegiatan pengendalian terdiri merupakan unsur pengendalian intern atas: reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang kelima atau terakhir. Pemantauan yang bersangkutan, pembinaan sumber Sistem Pengendalian Intern dilaksanakan melalui pemantauan daya manusia, berkelanjutan, pengendalian evaluasi terpisah, atas pengelolaan Berbuatlah sesuatu, karena hanya dan tindak lanjut sistem informasi, dengan begitu kita dapat membuat rekomendasi hasil pengendalian fisik kemungkinan atas sesuatu audit dan reviu atas aset, penetapan yang tidak mungkin. lainnya. Pemantauan dan reviu atas berkelanjutan indikator dan ukuran “Do something so we can make diselenggarakan kinerja, pemisahan possibilities instead of impossibilities” melalui kegiatan fungsi, otorisasi pengelolaan atas transaksi dan rutin, supervisi, kejadian yang penting, pencatatan yang akurat dan tepat waktu pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan atas transaksi dan kejadian, pembatasan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. akses atas sumber daya dan pencatatannya, Evaluasi terpisah diselenggarakan melalui akuntabilitas terhadap sumber daya dan penilaian sendiri, reviu, dan pengujian pencatatannya, dan dokumentasi yang efektivitas Sistem Pengendalian Intern yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta dapat dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal transaksi dan kejadian penting. Keempat, informasi dan komunikasi. pemerintah dengan menggunakan daftar Unsur pengendalian intern keempat, uji pengendalian intern. Tindak lanjut adalah informasi dan komunikasi. Instansi rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya Pemerintah harus memiliki informasi yang harus segera diselesaikan dan dilaksanakan relevan dan dapat diandalkan baik informasi sesuai dengan mekanisme penyelesaian keuangan maupun non-keuangan, yang rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang ditetapkan.
8
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Fokus Utama Peran dan Fungsi Pengawasan Intern Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern dapat dilakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan Intern atas Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pelaksanaan pengawasan intern oleh aparat pengawasan intern pemerintah dilakukan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Aparat pengawasan intern pemerintah yang melakukan pengawasan terdiri atas BPKP, Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota. BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Inspektorat Provinsi melakukan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. Sedangkan Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan internal pemerintah terdiri atas audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu. Audit kinerja merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang terdiri atas aspek kehematan, efisiensi, dan efektivitas. Sedangkan audit dengan tujuan tertentu mencakup audit yang tidak termasuk dalam audit kinerja. Audit yang termasuk dalam kategori audit dengan tujuantertentu antara lian adalah Audit atas Tugas dan Fungsi, Audit SDM (Kepegawaian), Audit Keuangan, dan Audit atas Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat-syarat kompetensi keahlian yang harus dimiliki oleh auditor dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Kebijakan yang berkaitan dengan program sertifikasi ditetapkan oleh instansi pembina jabatan fungsional sesuai Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
9
Fokus Utama peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, seorang auditor yang akan menjalankan tugas pengawasan telah lulus pendidikan dan mendapatkan sertifikat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang dilaksanakan dibawah bimbingan dan koordinasi BPKP. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern melakukan reviu atas laporan keuangan kementerian negara/ lembaga sebelum disampaikan menteri/ pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan. Inspektorat Provinsi melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah provinsi sebelum disampaikan gubernur kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Inspektorat Kabupaten/ Kota melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disampaikan bupati/walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Sistem Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern. Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek biaya dan manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan secara komprehensif. Indikator Kinerja Utama Inspektorat Jenderal Indikator Kinerja Utama Inspektorat Jederal Kementerian Agama merupakan indikator kinerja yang mewakili pelaksanaan tugas dan fungsi Itjen Kementerian Agama
10
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
dalam menghadapi permasalahan dan tantangan ke depan. Indikator Kinerja Utama ini ditentukan dengan mempertimbangkan visi dan misi Itjen Kementerian Agama. Indikator Kinerja Utama Itjen Kementerian Agama terdiri dari 3 (tiga) indikator sebagai berikut. Pertama, Meningkatnya ketaatan aparatur Kementerian Agama terhadap peraturan per-UndangUndangan. Hal ini dapat diukur dengan: menurunnya prosentase jumlah temuan audit yang diperkirakan pada tahun 2010 sebesar 50% dan diharapkan pada tahun 2014 akan mencapai 10%, menurunnya jumlah kerugian negara, menurunnya jumlah pengaduan masyarakat, dan tercapainya opini WTP dari BPK terhadap LK Kementerian Agama pada tahun 2012. Kedua, meningkatnya mutu kinerja aparatur dan satuan organisasi/satuan kerja Kementerian Agama. Indikator ini tercantum dalam laporan kinerja triwulanan dan tahunan yang diukur dengan: meningkatnya efektivitas capaian kinerja, meningkatnya efisiensi capaian kinerja, dan meningkatnya capaian kinerja yang ekonomis. Ketiga, meningkatnya akuntabilitas kinerja satuan organisasi/satuan kerja Kementerian Agama. Indikator ini diukur dengan: meningkatnya transparansi tata kelola kepemerintahan, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan, meningkatnya partisipasi stakeholders dalam pelaksanaan tugas, meningkatnya pertanggungjawaban kinerja (performance accountability) kegiatan, anggaran, sumber daya dan waktu pelaksanaan.
Fokus Utama Inisiatif Anti Korupsi Kementerian Agama Rapat Kordinasi Kebijakan Pengawasan PIAK merupakan alat ukur untuk (Rakorjakwas), dan Penegakan Hukuman menilai kemajuan suatu instansi publik dalam disiplin PNS secara Konsisten. mengembangkan upaya pemberantasan Peran Inspektorat Jenderal dalam korupsi di instansi terkait. Setidaknya ada Pelaksanaan PIAK antara lain adalah: sebagai tiga tujuan dilaksanakannya PIAK, yaitu koordinator pelaksanaan PIAK di Kementerian sebagai upaya Pencegahan Tindak Pidana masing-masing, mensosialisasikan program Korupsi, memetakan seberapa jauh inisiatif PIAK kepada unit kerja utama/eselon I instansi pemerintah dalam mengupayakan kementerian masing-masing, menetapkan kegiatan pencegahan korupsi di instansi 3 (tiga) unit utama yang menjadi target masing-masing, dan memberikan gambaran untuk mewakili dalam pelaskanaan PIAK obyektif mengenai inisiatif atau upaya nyata 2010, menjadi penghubung antara KPK pemberantasan korupsi dan peningkatan dengan unit utama terutama dalam tahap pelayanan yang dilakukan oleh instansi pengisian kuesioner, konfirmasi jawaban dan pemerintah pemenuhan bukti untuk penilaian, melakukan PIAK harus dilakukan karena inisiatif verifikasi atas pengisian kuesioner dari unit internal suatu instansi/lembaga merupakan utama peserta PIAK 2010, dan meneruskan salah satu kunci penting keberhasilan upaya isian kuesioner peserta PIAK ke KPK disertai pemberantasan korupsi. Beberapa inisiatif bukti pendukungnya. seperti pembuatan dan penegakan kode etik, pengawasan atas pengadaan barang dan jasa, DAFTAR PUSTAKA serta transparansi dalam rekrutmen pegawai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor merupakan upaya yang dianggap mampu 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Intern Pemerintah (SPIP). Kementerian Agama telah Keputusan Inspektur Jenderal melaksanakan beberapa inisiatif dalam rangka Kementerian Agama Nomor 814 tahun mengembangkan pemberantasan korupsi di 2010 tentang Rencana Strategis (Renstra) seluruh jajaran kementeriannya. Inisiatif yang Kementerian Agama tahun 2010 – 2014. telah dilaksanakan oleh Kementerian Agama Danesjvara, Andhika. Beberapa antara lain adalah: Penerbitan KMA Nomor Masalah dalam Reformasi Birokrasi dan 421 tentang Kode Etik PNS Kementerian Kelembagaan di Indonesia, makalah Seminar Agama, Peraturan Inspektur Jenderal “Reformasi Birokrasi Indonesia”, UI-Depok, 16 Departeman Agama Nomor 219 tahun 2009, September 2009. Pengawasan dengan Pendekatan Agama Kasim, Azhar. Sistem Pengawasan (PPA), Pemantauan Kehadiran, Kordinasi Internal dalam Administrasi Negara Indonesia, dengan Pihak penegak Hukum (KPK, POLRI, makalah Seminar Nasional “Pengawasan dan Kejaksaan), Penyusunan Buku Budaya Nasional dalam Sistem Pemerintahan Kerja, Penyiapan bahan Reformasi Birokrasi, Presidensial, FHUI, 21 Juli 2009. Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
11
Fokus Utama Konkretisasi Peran Aparat Pengawasan Menuju Satuan Kerja Bebas Korupsi (SBK) Oleh: Yulis Setia Tri Wahyuni
P
Panitia dan Peserta pada Acara Training of Trainers (ToT) PPA Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
engawasan
merupakan sebuah aktivitas yang dengan sendirinya melekat pada sebuah tugas instansi. Ini merupakan konsekuensi bahwa keberlangsungan tugas-tugas instansi tersebut ditopang oleh penggunaan dana yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seperti kita ketahui, penggunaan dana yang bersumber dari APBN tentu harus dipertanggungjawabkan oleh para penggunanya dengan maksimal. Di setiap institusi, terdapat aparat pengawasan atau dalam nomenklatur biasa disebut sebagai Inspektorat yang bertugas mengawasi keberlangsungan kinerja yang dijalankan oleh institusi yang bersangkutan serta oleh semua satuan kerja yang dinaunginya. Hasil dari pengawasan yang dijalankan oleh
12
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
petugas pemeriksa di masing-masing instansi mencerminkan pula wajah petugas pemeriksa di instansi tersebut. Untuk itu, diperlukan sebuah upaya yang komprehensif menuju optimalisasi peran pengawasan, tentu ini dimaksudkan tak lain sebagai upaya menuju penggunaan anggaran negara yang lebih akuntabel. Indikator SBK Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi di butir kelima dengannya menginstruksikan kepada : 1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; 2. Jaksa Agung Republik Indonesia; 3. Panglima Tentara
Fokus Utama Nasional Indonesia; 4. Kepala Kepolisian penilaian apakah suatu instansi dapat Negara Republik Indonesia; 5. Para Kepala ditetapkan sebagai SBK atau belum. Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Para Gubernur; 7. Para Bupati dan Walikota. Komitmen Pimpinan untuk Memberantas Untuk: Menetapkan program dan wilayah KKN, dengan Pakta Integritas yang menjadi lingkup tugas, wewenang SBK dan Pakta Integritas adalah satu dan tanggung jawabnya sebagai program dan kesatuan utuh. Pakta Integritas merupakan wilayah bebas korupsi. suatu janji pribadi untuk tidak melakukan tindak Untuk mewujudkan wilayah bebas pidana korupsi, yang didokumentasikan secara korupsi/satuan kerja bebas korupsi (SBK) tertulis serta diikrarkan di hadapan publik. sebagaimana yang diamanatkan dalam Untuk mengakselerasi SBK, tentu pejabat unit Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tersebut tentu pengawasan di sebuah instansi harus berani diperlukan langkahberkomitmen dengan langkah yang terarah dibuktikan adanya dan terencana agar MoU antara pejabat Hidup adalah mempersembahkan capaiannya memenuhi unit pengawasan yang terbaik, yang bermakna target sebagaimana dengan pejabat bagi dunia dan berarti bagi akhirat. yang telah dicanangkan di atasnya di unit sebelumnya. Dalam yang bersangkutan. Hidup merupakan satu seri pengalaman. beberapa referensi Komitmen tersebut dipaparkan, bagi Setiap pengalaman diharapkan membuat tentu menuangkan unit kerja yang ingin segala janji untuk kita lebih besar. mendapatkan status menghindari segala (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) SBK, setidaknya aparat bentuk korupsi di pengawasan di instansi lingkungan yang yang bersangkutan menjadi wilayah perlu mengupayakan aktivitas konkrit berikut tugasnya. Komitmen ini diperlukan mengingat ini: Pertama, Komitmen Pimpinan untuk sebelum pejabat unit pengawasan tersebut Memberantas KKN, dengan Pakta Integritas. mendorong satuan kerja dibawahnya untuk Kedua, menjalankan tugas dan fungsi (tusi) menghindari korupsi, maka yang harus dengan tepat. Ketiga, menerapkan Sistem dilakukan terlebih dahulu adalah komitmen Pengendalian Intern (SPI) secara melekat. pribadinya untuk juga melakukan hal yang sama Keempat, menindaklanjuti Temuan Laporan yang dibuktikan dengan penandatanganan Hasil Pemeriksaan (TLHP) Aparat Pemeriksa kedua belah pihak sebagaimana dipaparkan Fungsional dengan tepat waktu. Kelima, di atas tersebut. secara mandiri menciptakan inovasi aksi Selanjutnya, komitmen antara pejabat pemberantasan tindak pidana korupsi di unit pengawasan dengan pejabat di semua lingkup kerjanya, baik yang bersifat preventif satuan kerja di bawahnya. Ini merupakan hal maupun represif. terpenting mengingat penggelontoran dana Kelima hal ini dapat dikatakan pula di sebuah instansi banyak terdistribusi ke sebagai indikator yang akan menjadi patokan semua satuan kerja yang dinaunginya. Agar Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
13
Fokus Utama penggunaan dana yang bersumber dari APBN tersebut bisa dipertanggungjawabkan secara maksimal, maka diperlukan langkah konkrit sebagai bentuk pencegahan dari terjadinya tindak korupsi. Dan Pakta Integritas setidaknya diyakini dapat mencegah terjadinya hal tersebut.
inisiatif khusus, maka bisa dipastikan kegiatan tersebut jauh melenceng dari tusinya. Hal-hal yang seperti ini tentu harus dikawal secara massif karena penyalahgunaan kegiatan tentu merupakan penyalahgunaan penggunaan anggaran itu sendiri.
Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Menjalankan Tugas dan Fungsi (Tusi) dengan (SPI) Secara Melekat Tepat Sebagaimana yang tertuang dalam Tugas dan fungsi (Tusi) merupakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia acuan yang mengikat unit dan pegawai di Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem sebuah instansi untuk Pengendalian Intern menjalankan tugasnya Pemerintah (SPIP), sesuai tusinya dinyatakan bahwa Cintailah dan cita-citakanlah tersebut. MasingSistem Pengendalian kebenaran, karena kebenaran itu masing unit telah Intern adalah proses adalah teman yang baik dan diberikan tusi yang yang integral pada jelas yang dengannya tindakan dan kegiatan mengantarkan manusia pada menjadi kewajiban yang dilakukan keselamatan. bagi unit tersebut secara terus menerus untuk menjalankan oleh pimpinan dan Cintailah apa yang kamu miliki, tusinya dengan secara seluruh pegawai tapi jangan miliki apa yang kamu cintai maksimal. Dengan untuk memberikan tusi tersebut, maka keyakinan memadai menjadi mudah atas tercapainya untuk menyatakan tujuan organisasi apakah satu unit telah menjalankan tugasnya melalui kegiatan yang efektif dan efisien, dengan baik atau belum karena di sana jelas keandalan pelaporan keuangan, pengamanan dipaparkan output yang didasarkan pada aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan tusinya masing-masing. Jika output tidak perundang-undangan. terpenuhi di akhir periode, maka dimungkinkan Dengan ini maka jelas bahwa sebuah terdapat suatu bentuk kesalahan atau bahkan instansi diharapkan mampu menunjukkan penyalahgunaan. performa yang baik serta bertanggungjawab, Yang banyak ditemui dari tindak korupsi tidak hanya sekedar menyelenggarakan yaitu salah satunya adalah penyelenggaraan kegiatan utamanya namun juga pada skill tugas dan fungsi yang dengan tidak sesuai bagaimana mereka mampu mengendalikan perencanaan. Adanya unit yang melakukan segala proses kegiatan yang dijalankannya kegiatan yang tidak berdasar pada tusi hingga tidak keluar dari rel yang sudah sebagaimana yang diamanatkan padanya. dicanangkan. Sebuah instansi diharapkan Kalaupun kegiatan tersebut dinyatakan sebuah mampu menjaga keberlangsungan kerja-kerja 14
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Fokus Utama di instansinya secara lebih baik. Dengan menerapkan sistem pengendalian intern, maka segala bentuk penyalahgunaan dapat diidentifikasi sedini mungkin. Dengan ini maka segala bentuk upaya-upaya korupsi dapat dihindari. Dengan menerapkan pengendalian intern maka yang sedang dilakukan instansi sebenarnya adalah mereka tengah mencegah terjadinya penggerogotan berbagai kebocoran yang dilakukan oleh para oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Menindaklanjuti Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (TLHP) Aparat Pemeriksa Fungsional dengan Tepat Waktu Menindaklanjuti Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (TLHP) Aparat Pemeriksa Fungsional dengan tepat waktu merupakan kunci bagi penegakan tugas dan fungsi aparat pengawasan. Dengan menindaklanjuti temuan tepat waktu maka akan menghindari segala bentuk penyalahgunaan lebih lanjut atas suatu kasus yang sudah dinyatakan perlu ditindaklanjuti. Banyak kasus korupsi berlangsung sebagai akibat tidak tegasnya aparat pengawasan yang mengawasi keberlangsungan penggunaan anggaran di unit dan wilayah yang menjadi satuan kerjanya. Bisa dibayangkan jika temuan laporan yang diendapkan adalah temuan yang mengakibatkan kebocoran keuangan negara tidak sedikit, tentu ini menjadi dampak yang sangat merugikan. Menunda eksekusi bagi hasil pemeriksaan yang perlu ditindaklanjuti hanya akan membuat pelaku-pelaku korupsi di sebuah unit seolah mendapat izin untuk leluasa menyalahgunakan wewenangnya tersebut. Untuk itu, para aparat pengawasan hendaknya sesegera mungkin menindaklanjuti
berbagai temuan laporan hasil pemeriksaan yang masuk. Ini dilakukan juga sebagai upaya menghindari terjadinya penumpukan karena tentu aparat pemeriksa fungsional melaksanakan tugas regulernya dengan jarak waktu memeriksa yang saling berdekatan. Secara mandiri menciptakan inovasi aksi pemberantasan tindak pidana korupsi di lingkup kerjanya, baik yang bersifat preventif maupun represif. Unit kerja pengawasan perlu menciptakan inisiasi-inisiasi sebagai bentuk upaya pencegahan atas perilaku korupsi di lingkungan kerjanya. Seyogyanya jangan hanya menunggu inisiasi itu datangnya dari instansi pemberantasan korupsi saja. Inisiasi mandiri di lingkungan kerja diperlukan sebagai bentuk upaya preventif. Seperti kita ketahui, upaya preventif tentu lebih baik dibanding upaya represif. Dengan preventif, maka kita tengah mencegah untuk terjadinya kerugian negara. Sedangkan represif maka kita melakukan upaya penghukuman atas kerugian negara yang sudah terjadi. Penilaian dan Pemantauan dalam Penetapan SBK Yang juga penting untuk dilakukan demi tercapainya satuan kerja bebas korupsi (SBK) yaitu dengan membentuk tim SBK dimana mereka bekerja untuk menilai dan memantau dengan berdasar pada beberapa pertimbangan. Tim SBK ini nantinya juga akan menjadi kunci bagi keberhasilan penetapan SBK karena biar bagaimanapun suatu upaya bisa mencapai target jika di dalamnya terdapat penilaian yang fair. Tentu penilaian ini bisa dikatakan pula sebagai evaluasi yang hasilnya bisa menjadi semacam referensi untuk peningkatan ke depannya. [Yulis Setia Tri Wahyuni] Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
15
Fokus Utama Strategi Kementerian Agama Menuju Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Tahun 2011 Oleh: M. Noer Alya Fitra
S
Acara Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (K2TLHP) Medan, 27-30 Juli 2010
esuai dengan tugas dan fungsinya, setiap tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) memberikan opini sebagai pernyataan profesional pemeriksa atas pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan atas penyelenggaraan keuangan lembaga negara/kementerian. Hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LK) Kementerian Agama Tahun 2009, BPK RI memberikan pendapat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Pemeriksaan yang telah dilakukan meliputi, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memberikan opini atau pendapat atas kewajaran Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun Anggaran 2009 16
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
dengan memperhatikan 4 (empat) hal, yaitu: kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan efektifitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) sesuai dengan Peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yaitu pertama, Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat – TMP (disclaimer of opinion); pernyataan menolak memberikan opini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa
Fokus Utama tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Kedua, Opini Tidak Wajar - TW (adverse opinion); opini tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Ketiga, Opini Wajar Dengan Pengecualian – WDP (qualified opinion); opini wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Keempat, Opini WTP (unqualified opinion); opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Pada tahun 2010 Kementerian Agama mendapatkan opini WDP dari BPK-RI untuk Laporan Keuangan Tahun 2009, hal ini merupakan prestasi yang diperoleh sebagai hasil kerja keras seluruh aparat Kementerian Agama. Selama 4 (empat) tahun berturut-turut, yaitu sejak tahun 2006-2009 Kementerian Agama memperoleh opini disclaimer atau tidak memberikan pendapat atas laporan
keuangannya. Peningkatan ini perlu dihargai sebagai hasil kerja keras Kementerian Agama dalam memperbaiki akuntabilitas keuangan negara. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, terdapat dua pengecualian yaitu terhadap Pengelolaan PNBP dan Penggunaan Bagan Akun Standar (BAS). Berdasarkan kesalahan tersebut, seluruh satuan kerja/satuan organisasi harus memiliki kesamaan pandangan dan langkah. Peningkatan prestasi yang telah diraih pada tahun 2010 ini, harus dapat ditingkatkan lagi pada tahun mendatang menjadi Wajar Tanpa Pengecualian. Hal ini selain bertujuan meningkatkan kinerja organisasi juga dapat menjawab tantangan selama ini yang mencitrakan Kementerian Agama merupakan lembaga terkorup. Sebagai salah satu dari 5 besar pengelola anggaran terbesar di republik ini, mengharuskan kita untuk senantiasa berhati-hati dalam mengelola keuangan negara. Besarnya anggaran tersebut jangan sampai membuat kita terlena untuk melaksanakan program kerja tanpa mengindahkan aturan dan kaidah hukumnya, namun justru kita harus secara cermat dalam mengimplementasikan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Target yang telah ditetapkan oleh Menteri Agama untuk Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun 2011 adalah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hal ini merupakan tugas berat yang harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh seluruh jajaran Kementerian Agama, sehingga diperlukan strategi dan rencana aksi (action plan) untuk mewujudkannya.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
17
Fokus Utama Strategi Menuju Opini Wajar Tanpa Pengecualian Secara umum strategi menuju opini laporan keuangan Kementerian Agama yang WTP dilaksanakan berdasarkan deteksi atas kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pengelolaan anggaran tahun lalu. Selain dengan segera memperbaiki dan melaksanakan tindak lanjut atas temuan hasil pemeriksaan BPK RI tersebut, upaya dan kerja keras tersebut perlu dirancang dan diimplementasikan secara konsisten oleh seluruh satuan kerja. Apabila melihat proses pengelolaan keuangan negara, perbaikan laporan keuangan dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan anggaran, pelaporan, termasuk sumber daya manusia yang terlibat mekanisme, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dalam penyusunan strategi menuju opini WTP, lebih dititiktekankan kepada unsur-unsur tersebut. Sekretariat Jenderal Kementerian Agama yang di dalamnya terdapat unsur perencanaan, keuangan, kepegawaian, dan organisasi tata laksana, menjadi pelaksana utama perbaikan. Penyamaan strategi tersebut perlu dikoordinasikan untuk mewujudkan sinergi dalam peningkatan kinerja organisasi. Adapun strategi tersebut adalah: Pertama, aspek perencanaan. Aspek perencanaan anggaran yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan opini WTP atas Laporan Keuangan Kementerian Agama Tahun 2011 adalah: (a) Membangun komitmen pimpinan seluruh satuan kerja untuk melaksanakan pengelolaan anggaran secara akuntabel melalui peningkatan pengendalian dan pelaporan program sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang
18
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pelaksanaan Pembangunan. (b) Meningkatkan sistem pengendalian internal pemerintah. Peningkatan SPIP dapat dilakukan melalui penerapan reward and punishment dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja. Bagi satuan kerja yang secara efektif dalam melaksanakan anggaran sesuai dengan rencana yang telah dibuat, perlu diberikan penghargaan. Namun bagi satuan kerja yang terlambat dan terdapat penyimpangan dalam melaksanakan anggaran dibandingkan dengan perencanaannya, maka sanksi yang tegas dapat diberikan sebagai efek jera dan pendidikan agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi. (c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia perencana melalui diklat penjenjangan fungsional perencana. Peningkatan kualitas SDM ini dapat dilakukan secara terpadu antara Biro Perencanaan, Pusdiklat Pegawai, dan Bappennas untuk mencetak tenaga perencana yang akuntabel dengan melibatkan seluruh tenaga perencana, baik di satker pusat maupun daerah. (d) Meningkatkan telaah dokumen perencanaan dan revieu. Pada masing-masing satuan kerja agar senantiasa melakukan telaah terhadap DIPA tahun 2010 yang sedang berjalan dan mencermati penyusunan anggaran tahun 2011. Penelaahan ini dalam kaitannya agar tidak terjadi lagi kesalahan pelaksanaan mata anggaran yang diakibatkan karena kesalahan dalam penempatan anggaran, utamanya belanja barang, belanja modal, dan belanja sosial. Ke depan, perlunya peran Inspektorat Jenderal melakukan audit terhadap perencanaan anggaran untuk menjamin bahwa anggaran tahun depan telah
Fokus Utama memadai dan sesuai dengan Bagan Akun bagi satuan kerja yang mengusulkan adanya Standar (BAS). (e) Meningkatkan kualitas perubahan. Selain tugas koordinatif, tugas data dukung perencanaan. Kesalahan yang ini bersifat konsultatif bila terdapat satuan seringkali terjadi dalam perencanaan anggaran kerja yang membutuhkan bimbingan dalam adalah data yang digunakan sebagai bahan perencanaan dengan tenaga perencana yang baku perencanaan, tidak valid. Akibatnya berkualitas; (h) Menyamakan persepsi dan adalah pada dokumen perencanaan anggaran, menyiapkan pedoman perencanaan dan jumlahnya seringkali melebihi atau justru penganggaran berdasarkan restrukturisasi kurang dari realisasi yang seharusnya dicairkan. program. Kebijakan pemerintah melakukan Sebagai contoh jumlah pegawai, seringkali restrukturisasi anggaran sesuai dengan mencantumkan estimasi yang terlalu banyak, bidang yang menjadi tugas dan fungsinya, perlu mendapatkan sehingga anggaran sambutan yang tersebut harus disetor Berusahalah lebih bijaksana, daripada positif. Pola ke kas negara tanpa orang lain apabila engkau dapat penyusunan bisa dimanfaatkan program yang lalu melakukannya, tetapi jangan katakan kepada kegiatan lain masih bersifat global, kepada mereka bahwa engkau lebih yang lebih prioritas. belum terinci ke bijaksana dari mereka. Untuk itu ke depan, dalam anggaran masing-masing satuan tugas dan fungsinya. “Be wiser than other people if you can, kerja harus memiliki Penyusunan program but do not tell them so” data yang valid tahun 2011, telah agar kemungkinan menggunakan pola kelebihan atau satu bidang satu kekurangan anggaran anggaran, satu unit eselon 1 mendapatkan 1 dapat diminalisir; (f) Meningkatkan sosialisasi sistem program. Sebagai contoh Direktorat Jenderal perencanaan dan penganggaran. Biro Pendidikan Islam akan mendapatkan satu Perencanaan dan Biro Keuangan & BMN program, yaitu pendidikan Islam yang Sekretariat Jenderal diharapkan mampu mengelola dan mengawasi anggaran tersebut merealisasikan sosialisasi sistem ini, tidak mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah. hanya kepada para level operator saja, Sudah barang tentu pola baru ini perlu dibuat namun juga para pengelola anggaran lainnya pedoman penyusunan sehingga menjadi (KPA dan PPK) sehingga merekapun juga panduan sekaligus menyamakan persepsi mengetahui resiko dan tingkat kesulitan dalam kepada seluruh satuan kerja terhadap pola perencanaan dan pelaksanaan anggaran; (g) penganggaran Kementerian/Lembaga. Kedua. Aspek Pelaksanaan Anggaran Meningkatkan layanan revisi DIPA. Terkait dengan masih banyaknya kesalahan dalam dan Pelaporan Keuangan. Strategi serupa juga pengalokasian anggaran, diharapkan Biro harus dipersiapkan di bidang pelaksanaan dan pelaporan keuangan Perencanaan melakukan layanan revisi DIPA anggaran
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
19
Fokus Utama Kementerian Agama. Strategi tersebut sebagai berikut: (a) Perbaikan Pengelolaan Kas. Pentingnya perbaikan pengelolaan kas dikarenakan masih banyak satker yang belum membuat/menyelenggarakan BKU dan buku pembantu lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, Kuasa Pengguna Anggaran tidak melakukan pengawasan karena tidak memahami pengelolaan keuangan, pada tanggal 31 Desember masih terdapat Uang Persediaan yang belum dikembalikan ke Kas Negara dan SDM yang belum memadai untuk mengelola kas. Solusinya dilakukan berupa sosialisasi secara intensif kepada pengelola BKU dan KPA untuk secara sungguh-sungguh mentaati aturan penyusunan BKU. (b) Perbaikan Pengelolaan Persediaan. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah. Pengelolaan persediaan harus diperbaiki karena masih ada pengelola barang yang tidak memanfaatkan aplikasi persediaan dan masih banyak satuan kerja yang melaksanakan pengadaan barang persediaan tidak terpusat/satu pintu. Solusinya dilakukan pendampingan secara intensif terhadap pengelola BMN dan persediaan agar mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran, baik pengadaan asset maupun persediaan. (c) Perbaikan Pengelolaan PNBP. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Pengelolaan PNBP harus diperbaiki karena masih terdapat PNBP yang tidak disetor ke kas Negara atau digunakan langsung. Begitu juga pada perguruan tinggi yang sudah BLU, masih terdapat penerimaan dan pengeluaran yang
20
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
belum dilaporkan dan direkonsiliasi secara internal laporan keuangan BLU. Solusinya perlu dilakukan penandatanganan komitmen oleh para KPA untuk mentaati Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. (d) Perbaikan Penggunaan Bagan Akun Standar (BAS). Masih terdapat kesalahan dalam penggunaan BAS. Kesalahan ini terjadi pada saat penyusunan rencana anggaran dengan menempatkan belanja pada mata anggaran yang salah. Kelemahan ini cukup banyak terjadi, sehingga diperlukan sosialisasi dan pendampingan secara intensif pada saat perencanaan anggaran hingga penyusunan laporan keuangan. (e) Perbaikan Pengelolaan Barang Milik Negara. Barang milik negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan BMN harus diperbaiki karena masih banyak aset yang dikuasai pihak ketiga, tanah tidak bersertifikat, bukti kepemilikan kendaraan dinas yang tidak jelas, lambatnya proses penghapusan BMN, yang menyebabkan nilai asset Kementerian Agama tidak dapat diyakini kebenarannya. Solusinya diperlukan upaya inventarisasi asset, memperjelas status dan dokumen kepemilikan, serta melakukan entry terhadap setiap penambahan dan pengurangan asset. (f) Perbaikan Penyusunan Laporan Keuangan. Laporan keuangan dibuat setiap semester dan akhir tahun. Penyusunan laporan keuangan juga harus diperbaiki karena masih lambatnya penyampaian laporan realisasi keuangan dari satker ke UAPPA-W maupun ke UAPA serta SDM di tingkat madrasah yang belum memadai. Upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas dan
Fokus Utama efisiensi waktu penyusunan laporan keuangan tugas dan fungsi penyusunan rencana dan dari tingkat terbawah hingga pusat. (g) anggaran terutama yang berhubungan Peningkatan Koordinasi dengan Instansi dan dengan keuangan negara, memperjelas Unit Terkait. Koordinasi dengan instansi dan tugas dan fungsi pelaksanaan anggaran dan unit terkait merupakan salah satu langkah fungsi perbendaharaan, memposisikan tugas penting untuk memberikan kontribusi dalam verifikasi secara independen, dan memperjelas perbaikan pemberian opini atas laporan tugas pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan. Koordinasi dengan instansi internal keuangan. (c) Penyusunan Uraian Jabatan. dan eksternal harus ditingkatkan karena Menyusun rincian tugas secara jelas, tepat, pelaksanaan selama ini masih belum optimal. tajam, ringkas, dan padat tentang pelaksanaan (h) Peningkatan Komitmen Kuasa Pengguna anggaran dan perbendaharaan, pelaksanaan Anggaran. Komitmen Kuasa Pengguna verifikasi, dan Pelaksanaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Anggaran (KPA) (d) Penyusunan perlu ditingkatkan Apabila Anda ingin jujur kepada orang Standar Operasional karena masih ada lain, jujurlah lebih dahulu kepada diri Prosedur (SOP). pimpinan satker tidak Penyusunan SOP bersedia menjadi KPA. sendiri. dimaksudkan untuk Penandatanganan melakukan Identifikasi “Be honest to yourself komitmen dari seluruh SOP yang berkaitan KPA sangat diperlukan before giving honesty to the others” dengan berkaitan untuk memberikan dengan perencanaan, tanggung jawab yang (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) pelaksanaan anggaran, jelas dalam mengelola dan penyusunan keuangan negara. laporan keuangan. Ketiga. Aspek Organisasi, Tata Laksana, dan Sumber Daya Penyusunan SOP dengan prinsip SMART Manusia. Pembenahan struktur organisasi, (Specific, Measurable, Attainable, Relevant, tata laksana, serta penguatan sumber daya Timebond), dan melakukan penyempurnaan manusia perlu dilakukan secara serius dalam dan/atau evaluasi SOP secara periodik rangka mendukung upaya Kementerian Agama dan berkelanjutan. (e) Penetapan Standar mewujudkan opini WTP. Strategi yang harus Kompetensi. Penetapan standar kompetensi diambil sebagai berikut: (a) Penataan Organisasi. bagi para pengelola anggaran yang disesuaikan Penataan organisasi yang dilakukan dengan dengan latar belakang dan track record dari cara penyempurnaan organisasi di lingkungan pengelola anggaran. Penetapan standar kantor pusat, penataan ulang instansi vertikal, kompetensi dapat dimulai dengan mengenali dan penataan ulang unit pelaksana teknis penelusuran motif, identifikasi sifat bawaan, (UPT). (b) Penajaman Rumusan Tugas dan peningkatan pengetahuan akademik, dan Fungsi. Penajaman Rumusan Tugas dan pembekalan skill yang memadai.(f) Penetapan Fungsi dilakukan dengan cara memperjelas Kebutuhan Diklat. Penetapan kebutuhan
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
21
Fokus Utama diklat, hal-hal perlu dilakukan antar lain adalah pemenuhan Sumber Saya Manusia (SDM) akuntansi terlatih yang berbasis akrual dan pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM) pranata komputer yang terlatih. (g) Penuntasan Tindak Lanjut Temuan. Penuntasan tindak lanjut temuan melalui monitoring dan evaluasi di lapangan antara lain dilakukan dengan cara: bertindak lugas, tegas, dalam menyelesaikan temuan, memberikan reward and punishment terhadap auditan yang memiliki komitmen untuk melaksanakan tindak lanjut dengan yang tidak ada itikad baik, proaktif memonitor penyelesaian temuan, updating database temuan secara berkesinambungan dan berkelanjutan, dan berkoordinasi dengan unit-unit terkait dalam penyelesaian temuan. (h) Rekruitmen Calon Pengawai Negeri Sipil (CPNS) yang Berlatar Belakang Sarjana Akuntansi. Pengelolaan anggaran dan laporan keuangan mengggunakan Sistem Akuntansi modern merupakan salah satu ilmu pengetahuan tersendiri yang dipelajari secara spesifik dalam lembaga pendidikan. Dalam rangka memenuhi pengelolaan akuntansi yang benar dan akuntabel, dibutuhkan tenaga akuntan yang jumlahnya memadai dan terdapat pada setiap satuan kerja Kementerian Agama. Hal tersebut antara lain dapat diwujudkan dengan melakukan rekruitmen Calon Pengawai Negeri Sipil (CPNS) formasi Sarjana Akuntansi. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka mempercepat upaya perbaikan pengelolaan laporan keuangan. (i) Pembentukan Tenaga Pengelola Keuangan Yang Handal. Upaya ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan secara intensif kepada pegawai
22
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Kementerian Agama yang memiliki latar belakang akuntansi. Kepada mereka diberikan pemahaman tentang pengelolaan keuangan mulai dari perencanaan hingga penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip dan sistem akuntansi pemerintah. Dengan penempatan mereka sesuai dengan bidangnya pada satuan kerja masing-masing, diharapkan akan dapat memdorong peningkatan kualitas laporan keuangan. (j) Peningkatan Disiplin Pejabat Pengelola Anggaran Satuan Kerja. Komitmen dan ketaatan para Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi pemerintah sangatlah diperlukan. Berdasarkan temuan hasil pengawasan satuan kerja oleh BPK-RI maupun Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, akan dapat diketahui dan dievaluasi tingkat ketaatan mereka pada komitmen yang telah ditandatangani. Kepada KPA dan pengelola anggaran lainnya yang melakukan penyimpangan, akan dikenakan sanksi dan tindakan administratif kepegawaian. Dengan pemetaan dan pengenalan terhadap kelemahan metode kerja, sistem, sumber daya manusia, dan sarana yang kita miliki, diharapkan strategi di atas dapat bersama-sama dilaksanakan secara sinergis dan koordinatif. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Agama adalah sesuatu yang mungkin diraih, apabila kita memiliki komitmen tinggi dalam perbaikan kinerja. [M. Noer Alya Fitra]
Fokus Utama Peran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Menuju Satuan Kerja Bebas Korupsi (SBK)
T
Oleh: Ilman
idak bisa dipungkiri, bahwa saat ini masyarakat Indonesia mempunyai opini yang kurang baik terhadap Kementerian Agama, hal ini dikarenakan adanya anggapan oknum pegawai Kementerian Agama diduga melakukan perbuatan melawan hukum, mulai dari korupsi, pungutan liar, pemotongan anggaran, penyalahgunaan wewenang, tindakan asusila dan sebagainya. Bukan tanpa alasan jika opini tersebut berkembang, melihat data tiga tahun terakhir pengaduan masyarakat (Dumas) yang masuk ke Inspektorat Jenderal melalui Tromol Pos (TP) 5000 maupun Non Tromol Pos (Non TP) 5000 setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2008 ada 168 surat, tahun 2009 ada 157 surat, dan tahun 2010 sampai triwulan kedua berjumlah 145 pengaduan masyarakat. Data pengaduan tersebut meliputi seluruh satuan kerja kementerian Agama baik dari Pusat, Kanwil, UIN, IAIN, IHDN, STAIN, STAKN dan Balai Diklat. Di tengah-tengah berkembangnya opini masyarakat muncul sebuah wacana bahwa Kementerian Agama merupakan Ustadznya Kementerian yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan pegawai-pegawai yang berada dibawah naungan Kementerian Agama diangap lebih bisa, lebih paham dan lebih mampu menjalankan ajaran agamanya dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga aparatur Kementerian Agama bisa menjadi contoh atau teladan yang baik dan penjaga moral bangsa, makanya ketika ada oknum
yang melanggar kode etik lantas menjadi sorotan publik, ibarat sebuah kertas putih bersih yang terkena goresan tinta, apapun warnanya terlihat jelas seperti aslinya. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama merupakan sebuah lembaga internal Kementerian Agama yang mempunyai tugas sebagaimana tercermin dalam visinya yaitu: menjadi pengendali dan penjamin mutu kinerja Kementerian Agama. Makna dari pengendali mutu bahwa Inspektorat Jenderal diharapkan mampu mengendalikan tugas dan fungsi seluruh satuan organisasi/kerja melalui peran pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan menjadi penjamin mutu kinerja memiliki pengertian bahwa Inspektorat Jenderal diharapkan mampu melakukan pengawasan dalam rangka memastikan bahwa seluruh satuan kerja/organisasi pada Kementerian Agama dapat mewujudkan kinerja yang tinggi sesuai tugas dan fungsinya. Pengawasan internal yang dilakukan Inspektorat Jenderal mempunyai peran sentral dan strategis dalam upaya mewujudkan percepatan satuan kerja bebas korupsi, sehubungan dengan tugas dan fungsinya sebagai pemantau, pengawas, sekaligus mengevaluasi kinerja Kementerian Agama dan semua pelaksanaan program dan kegiatan unit-unit kerja baik dari sisi anggaran maupun kinerja dan aspek ketaatan pada perundang-undangan selalu dalam rentang kendali Inspektorat Jenderal. Tetapi, melihat kenyataan dan fakta yang terjadi, korupsi di
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
23
Fokus Utama satuan kerja tetap saja berlangsung, bahkan kecenderungannya meningkat, seiring dengan penambahan anggaran negara yang dikelola masing-masing satuan kerja. Kenapa hal itu bisa terjadi? untuk mengatasi hal tersebut, Inspektorat Jenderal harus melakukan langkah-langkah yang tegas, mendasar, dan secepatnya, jika tidak maka pemberantasan korupsi di satuan kerja, hanyalah slogan dan retorika bahkan semakin menambah pemborosan, dan kerugian anggaran atau keuangan negara. Secara umum penyebab terjadinya korupsi bisa disebabkan oleh Sumber daya manusia (SDM) dan system yang berlaku di instansi tersebut. Karenanya, dibutuhkan langkah sistematik dalam rangka mencegah terjadinya korupsi di satuan kerja Kementerian Agama. Ada dua langkah dalam upaya pemberantasan korupsi, yaitu bisa dilaksanakan melalui tindakan preventif (pencegahan) dan tindakan represif (sanksi atau hukuman). Tindakan preventif dilakukan melalui: audit kinerja, monitoring, evaluasi, reviu, konsultasi, sosialisasi dan asistensi (bimbingan teknis). Tindak lanjut atas rekomendasi kegiatan pengawasan ini merupakan langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Kegiatan konsultasi, sosialisasi dan asistensi bertujuan meningkatkan kapasitas obyek pengawasan dalam pelaksanaan tugas, terutama dalam hal yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan dan administrasi keuangan. Sedangkan Tindakan represif, dilaksanakan melalui pemberian rekomendasi kepada pimpinan satuan kerja, berupa sanksi sehubungan dengan adanya temuan terjadinya tindak pidana korupsi
24
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
atau kerugian negara melalui audit. Selain itu rekomendasi juga bisa berupa pelimpahan hasil audit kepada aparat penegak hukum apabila terjadi tindak pidana korupsi. Selain dua langkah di atas, Inspektorat Jenderal dapat melakukan upaya-upaya lain guna mewujudkan percepatan satuan kerja bebas korupsi, adapun langkah tersebut adalah : Pertama, pembinaan mental spiritual aparatur. Aspek moralitas dari para aparatur Kementerian Agama merupakan kunci sukses (key success factor) dari pencegahan korupsi. Karena, sebaik apapun sistem yang dimiliki, jika moral dari para aparat pelaksananya tidak baik, maka sistem tersebut tidak akan bisa berjalan secara efektif. Dalam rangka ini Inspektorat Jenderal mempunyai program pengawasan dengan pendekatan agama (PPA). Pengertian PPA adalah kegiatan pembudayaan pengawasan dengan menyampaikan pesan-pesan moral yang dilandasi nilai agama sehingga bermanfaat dalam pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat dalam rangka mencapai keberhasilan dan ketepatan pembangunan nasional. Hasil yang diharapkan dari kegiatan PPA ini adalah tumbuhnya kesadaran pada setiap aparatur Negara bahwa segala gerak dan tingkah lakunya selalu diawasi oleh Tuhan yang Maha kuasa, apapun yang dikerjakan akan diperhitungkan dan dipertangungjawabkan dihari kiamat. Inspektur Jenderal Kementerian Agama dalam arahannya menjelaskan bahwa tujuan dari PPA adalah perwujudan pemahaman terhadap makna dan arti penting pengawasan dengan landasan nilai-nilai agama
Fokus Utama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan perwujudan prakarsa serta peran aktif pengawasan khususnya oleh aparatur negara. Hasil akhir yang diharapkan adalah tumbuhnya kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi sehingga melahirkan kesadaran penuh bahwa bekerja merupakan bagian dari pengabdian kepada nusa dan bangsa serta bagian dari ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman dan ketaatan setiap aparatur terhadap ajaran agamanya menjadi modal utama dan sangat penting dalam menghindari tindakan melawan hukum. Dengan terbentuknya mental dan karakter yang baik pada diri aparatur maka diharapkan mampu bertugas dengan semangat pengabdian dan loyalitas pada Negara serta mampu memberikan layanan prima kepada masyarakat diiringi tekad untuk selalu berjuang menegakkan kejujuran, keikhlasan, kedisiplinan, keterbukaan, kebersamaan, kerukunan, dan persaudaraan yang merupakan bagian dari perilaku budaya kerja Kementerian Agama. Kedua, rasionalisasi gaji PNS. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini pendapatan resmi (gaji pokok & tunjangan) yang diterima oleh pegawai Negeri sipil dapat dikatakan ‘kurang’ untuk dapat hidup secara layak dan wajar. Kondisi ini pada akhirnya menciptakan ‘justifikasi’ untuk melakukan korupsi, pungutan liar dan tindakan melawan hukum lainnya. Dengan Keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum (BLU) maka
diharapkan menambah pendapatan bagi para pegawai sesuai dengan beban kerja unit kerja tersebut, dengan sistem ini diharapkan dapat mengurangi perilaku untuk melakukan korupsi. Peran Inspektorat Jenderal untuk mendorong percepatan penerapan Permenkeu tersebut di Kementerian Agama untuk mengoptimalkan pengawasan dan penegakan hukum bagi siapa saja yang melanggar peraturan yang ada. Remunerasi sebagaimana pada pasal 2 Permenkeu Nomor 10/PMK.02/2006 merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan /atau pensiun. Adapun besaran gaji yang diterima diatur pasal 3 dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (a) Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU) serta tingkat pelayanan; (b) Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis; (c) Kepatutan, yaitu menyesuaikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan; (d) Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga sekurangkurangnya mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat. Ketiga, melakukan penindakan atas penyimpangan secara adil dan konsisten. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan di berbagai organisasi baik swasta maupun negeri, pelangaran terhadap peraturan merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dipungkiri. Peraturan yang dibuat agar dapat berfungsi secara efesien dan efektif perlu ditegakkan dengan cara melakukan
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
25
Fokus Utama tindakan-tindakan dalam upaya pendisiplinan Keterbukaan Informasi Pubik, oleh Dewan pegawai. Dalam aplikasinya tindakan Perwakilan Rakyat (DPR) maka diharapkan pendisiplinan dilakukan dalam rangka menjadi dasar hukum dan langkah konkrit pembinaan dan bukannya penghukuman. bagi setiap pihak dalam mengambil Serta yang terpenting adalah bagaimana keputusan guna mempercepat bebasnya menegakkan peraturan dan sanksi tersebut satuan kerja dari korupsi. Dengan adanya keterbukaan diterapkan kepada semua pelanggar tanpa publik, maka mendorong membeda-bedakan orang dan tebang pilih. informasi partisipasi masyarakat dalam mengawal Untuk terhindar dari sebuah penyimpangan dan bisa mencapai hasil yang optimal dalam rencana pemerintaah membuat kebijakan meningkatkan kepatuhan, ketaatan, loyalitas publik, program kebijakan publik, dan proses pegawai dalam menjalankan tugas dan pengambilan keputusan publik, serta alasan fungsinya maka dibutuhkan sebuah upaya pengambilan suatu keputusan publik, hal ini akan mewujudkan yang konsisten dan penyelenggaraan tanpa lelah dari negara yang baik berbagai pihak yang Memberi contoh dengan perbuatan yaitu yang transparan, terkait. adalah lebih baik, efektif, efisien, dan Tindakan daripada memberi contoh dengan akuntabel pendisiplinan perkataan. Kelima, menjaga dapat dilakukan independensi. dengan menerapkan “Action is better than words” Sebagai pengawas, progressive discipline. Inspektorat Jenderal Prinsipnya adalah (a) harus mampu hukuman pertama menjaga independensinya, hal ini penting lebih ringan dari pengulang pelanggaran, (b) hukuman untuk pelangar kecil lebih ringan untuk menjaga kredebilitas instansi. Dalam dari pelanggar berat. Adapun cara-cara yang pengambil keputusan Itjen harus terlepas dapat diterapkan melalui konseling (diskusi dari campur tangan dan berbagai kepentingan informal), teguran lisan, teguran tertulis, pihak lain, tidak malakukan kerjasama negatif dengan pihak yang diperiksa, dan mutasi dan pemberhentian kerja. Keempat, keterbukaan informasi tetap konsisten pada visi dan misinya publik. Dalam rangka mempercepat sebagai konsultan dan katalisator. Dengan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme demikian harapan mewujudkan terciftanya (KKN) yang dilakukan oleh lembaga penegak satuan kerja yang bebas dari korupsi bukan hukum, keberadaan masyarakat umum hal yang mustahil, dan target Kementerian (LSM/NGO) sangat penting untuk menunjang Agama mendapat predikat opini wajar tanpa tekad pemerintah tersebut. Dengan telah pengecualian (WTP) pada tahun 2011 akan disahkannya Undang-Undang Republik menjadi kenyataan. [Ilman] Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang
26
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Fokus Utama Ijtihad dan Jihad Birokratik; Optimalisasi Pencegahan Korupsi Menuju Satker Bebas Korupsi (SBK) Oleh: Muhibuddin
S
alah satu agenda Kabinet Indonesia Bersatu I dan II di bawah kepemimpinan Presiden Dr. H. Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah percepatan pemberantasan korupsi dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Agenda yang sangat mulia yang selalu menjadi sorotan dan harapan publik ini senyata-nyatanya bukanlah dapat dikatakan mudah dalam proses implementasinya. Berbagai program dan strategi (baca: Ijtihad dan Jihad) telah dilakukan oleh pemerintah dengan kesungguhan tekad yang membaja, akan tetapi kritik dan opini protes masyarakat luas tetap mengumandang, masyarakat merasa ’kurang puas’ dengan kinerja yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam upaya pemberantasan KKN dan perbaikan tata pemerintahan tersebut. Kritik yang konstruktif tentunya perlu mendapatkan sambutan yang positif pula dengan mengoptimalkan program-program aksi dan strategi pelaksanaannya yang telah dibuat dan dilaksanakan, dengan sekaligus melakukan evaluasi pada setiap tahapan akhir program, sehingga dapat ditemukan sisi-sisi kelemahan sekaligus problem solvingnya untuk menjadi bahan perbaikan dan penyempurnaan dalam kelanjutan program berikutnya. Pemerintah telah banyak membuat program terobosan inovatif yang dapat menyentuh lansung kepada masyarakat, yang diharap mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, peningkatan ekonomi
mikro, stabilitas keamanan dan investasi, pelayanan birokrasi yang cepat dan murah dan lain sebagainya. Kementerian Agama yang berkedudukan sebagai salah satu unsur pelaksana pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Menteri dan bertanggungjawab kepada Presiden memiliki tugas utama yaitu membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang keagamaan. Meskipun begitu, kementerian Agama tentu juga harus mengambil peran strategisnya dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, dan bersih. Oleh sebab itu, Kementerian Agama menganggap penting untuk melakukan perumusan dan penataan kebijakan birokrasi yang menjadi prasyarat mutlak bagi keberhasilan penyelenggaraan sistem pemerintahan yang diharapkan, yakni suatu sistem yang dilaksanakan dengan konsisten dan diawasi dengan baik sebagai langkah pencegahan terjadinya berbagai penyimpangan (fraud) kewenangan yang salah satunya adalah korupsi. Berikut adalah beberapa langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Agama dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik, efektif, dan bersih tersebut antara lain: Pertama, merumuskan kinerja efektif, mulai dan konsep, proses dan hasil. Kinerja efektif merupakan suatu sistem pengukuran hasil kerja serta pengukuran efisiensi dan pelaksanaan program atau pelayanan yang dilaksanakan secara berkala dengan prosedur Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
27
Fokus Utama yang baku. Telah dibuatnya sistem pengukuran kinerja yang bisa menginformasikan kepada masyarakat mengenai tingkat keberhasilan atau kegagalan kinerja. Mengoperasionalkan sistem perencanaan anggaran berbasis kinerja (ABK) agar dana yang dialokasikan tergantung pada hasil yang diharapkan. Ukuran keberhasilan sampai pada output dan outcome, juga benefit dan impact. Kedua, meningkatkan profesionalisme aparatur dalam menjalankan tugas sebagai abdi bangsa dan negara. Hal ini dilakukan dengan diawali pada proses pengadaan pegawai, pembinaan dengan programprogram yang berbentuk sosialisasi dan diklat, pengembangan budaya kerja aparatur melalui interaksi antara institusi/sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur. Ketiga, melakukan peningkatan pelayanan menuju pemerintahan yang baik dengan melakukan beberapa langkah antara lain dengan: (a) Mengefektifkan sistem akuntabilitas kinerja; (b) membenahi administrasi, manajemen dan penyelenggaraan haji menuju pelayanan optimal; dan (c) meningkatkan kualitas sistem pengawasan dan peningkatan kualitas serta kuantitas aparat pengawasan.
dimana-mana, mereka semua sangat fasih jika berdiskusi tentang tema ini, padahal belum tentu diantara mereka mengerti dan memahami secara baik apa substansi korupsi yang dibicarakan atau didiskusikan itu atau sebaliknya mereka sejatinya tengah membicarakan prilakunya sendiri. Memang, dapat dikatakan bahwa menyeruaknya wacana, pembicaraan dan pemberitaan tentang korupsi atau (yang sering dibaca dengan singkatan) KKN adalah ketika bergulirnya gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa pada tahun 1998 dengan eskalasi tergulingnya Presiden Soeharto, pemimpin rezim Orde Baru, dimana salah satu dari delapan tuntutan reformasi adalah pemberantasan KKN dan reformasi birokrasi. Pengertian korupsi dari segi kaidah hukum normatif, berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2 ayat 1) adalah “setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”. Yang secara implisit dan eksplisit, terkandung pengertian tentang Korupsi dan Ruang Lingkupnya keuangan atau kekayaan milik ‘negara’ atau Sebelum membahas lebih jauh ‘pemerintah’, ‘swasta’, maupun ‘masyarakat’, tentang perspektif optimalisasi pencegahan baik secara keseluruhan maupun sebagian, korupsi, perlu dijelaskan terlebih dahulu sebagai unsur pokok atau elemen yang tidak apa yang disebut korupsi dan apa saja ruang terpisahkan dari pengertian ‘negara’ atau lingkupnya. Sebab dapat dikatakan hampir ‘state’. Pengertian lain yang sering ditemui semua kalangan dari anak-anak hingga adalah ‘abuse of power’ atau penyalahgunaan orang dewasa, dari orang di perdesaan, di wewenang atau kekuasaan. Dalam praktek perkotaan, di gang-gang kecil, di pinggiran tindak pidana korupsi, penyalahgunaan jalan, di warung kopi, di perkantoran wewenang ini lebih sering ditemui, bahkan swasta, di perkantoran pemerintah, dan hampir 90% tindak pidana korupsi melibatkan
28
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Fokus Utama pejabat yang memegang jabatan publik. Korupsi dalam terminologi hukum pidana merupakan salah satu jenis fraud (kecurangan) yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang atau konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah atau illegal (illegal gratuities), penggelapan (embezzlement), komisi (commission), pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Dalam perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang akut, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu juga dapat dikategorikan kedalam perbuatan korupsi adalah setiap pemberian yang dikaitkan dengan kedudukan atau jabatan tertentu. UU Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa seseorang dianggap melakukan tindak pidana korupsi apabila: (1) Secara melawan hukum melakukan perbuatan atau memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan negara atau perekonomian Negara; (2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; (3) Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat sesuatu kekuasaan dan kewenangan yang melekat pada jabatan atau kedudukannya. Termasuk dalam hal ini adalah siapa saja yang tanpa alas an yang wajar, tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima suatu pemberian atau janji. Bahkan untuk mencegah terjadinya korupsi, usaha-usaha percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana tersebut diatas, sudah dianggap sebagai perbuatan korupsi. Tema tentang korupsi ini meskipun seolah-olah ramai ketika era reformasi, tetapi sesungguhnya telah dirumuskan pola pencegahannya sejak lama, misalnya saja adanya UU Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tetapi Undang-Undang hanya disahkan tanpa ada komitmen dan ketegasan penegakan hukum yang adil dan tak pandang bulu, maka tak akan mampu merubah kondisi. Terlebih di era reformasi hingga saat ini telah banyak peraturan yang diproduksi, dari Undang-undang, peraturan pemerintah, komisi-komisi Negara, hingga LSM/NGO yang konsen terhadap upaya pemberantasan korupsi. Bahkan di era Kabinet Indonesia Bersatu ada Inpres RI Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
29
Fokus Utama Hal ini menunjukkan kesungguhan semua pihak terutama pemerintah dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi ini. Pertanyaan yang mungkin masih menjadi renungan dan ‘PR’ besar kita bersama adalah megapa pergerakan grafik pemberantasan dan upaya pencegahan tindak pidana korupsi ini semakin naik dan tidak equivalen dengan tindak korupsi yang lebih cepat pergerakan grafiknya dan bukannya menjadi turun? Atau fakta ini merupakan akibat dari semakin meratanya kasus yang berbanding lurus dengan kebijakan otonomi daerah? Apakah program pemberantasan dan upaya pencegahan yang dicanangkan belum optimal? Apakah SDM aparatusnya lemah komitemen? Optimalisasi Pencegahan Korupsi Dalam ruang eksplorasi yang singkat ini penulis berekspektasi untuk hanya mengulas jawaban pertanyaan yang terakhir yakni bagaimana upaya ijtihad dan jihad birokratik dalam upaya optimalisasi pencegahan korupsi, terutamanya di lingkungan Kementerian Agama. Ada beberapa tawaran perspektif dalam kaitan tersebut, yaitu antara lain: (1) Penajaman Agenda Aksi. Dalam konteks penajaman agenda aksi (action agenda) ini hal utama yang perlu dilakukan (penulis yakin bahwa Kementerian Agama telah melakukannya) adalah dengan optimalisasi pelaksanaan kewenangan masing-masing satuan kerja, pemerian tugas pokok dan fungsi masingmasing satuan kerja, penetapan pola dan bentuk koordinasi dan sinergitas antar lini dan lembaga secara efektif serta pemantapan
30
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
sistem informasi pelaporan; (2) Sinergitas dengan Pengawasan Masyarakat dan Legislatif. Pelaksanaan fungsi pengawasan masyarakat dan legislatif tidak inheren dengan fungsi pemeriksaan, temuan hasil pengawasan masyarakat dan legislatif agar disalurkan melalui pengawasan fungsional dan atau penegak hukum untuk dilakukan pemeriksaan dan atau penyelidikan lebih lanjut; (3) Sinergitas Aparat Pengawasan Fungsional dengan Aparat Penegak Hukum. Kerjasama secara sinergis antara Aparat Pengawasan (APIP) dengan Aparat Penegeak Hukum adalah sebuah kemestian yang harus dibangun agar pelaksanaan program pencegahan korupsi dapat berjalan secara efektif. Apabila hanya dilakukan oleh APIP saja, maka dapat dimungkinkan terjadinya kemandegan proses pengawasan yang mungkin auditor malu mengaudit pejabat yang dahulu kala adalah atasannya, seniornya, rekan kerjanya, satu timnya, dan lain sebagainya. Begitu juga ketika memang ditemukan tindak pidana korupsi maka yang benar adalah diserahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, kepolisian, kejaksaan atau KPK; (4) Konsistensi Penerapan Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan. Konsistensi penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan adalah kemutlakan yang diperlukan dalam menjaga kewibawaan hukum. Utamanya oleh aparat pengawasan dan aparat penegak hukum. Sebab ketika aparat pengawasan dan aparat penegak hukum tidak konsisten maka hal itu akan menjatuhkan kewibawaan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, SDM aparat pengawasan dan aparat penegak hukum haruslah orang-orang
Fokus Utama yang terpilih dan memiliki kejujuran dan hati nurani, sehingga tidak goyah oleh rayuanrayuan yang dapat berpotensi membelokkan konsistensi mereka dalam menerapkan hukum dan peraturan perundang-undangan; (5) Pelatihan Perspektif Pendekatan Agama (PPA) Secara Kontinyu. Dapat diyakini bahwa semua aparatus pemerintahan adalah kaum beragama, tetapi sangatlah dibutuhkan media yang dapat secara kontinyu untuk memberikan penyegaran pemahaman agama yang sehingga muncul kesadaran spiritualitas dalam internal diri setiap pegawai/pejabat publik. Kesadaran kebergamaan yang harus terinternalisasi dan mengejawantah dalam tindakan dan prilaku semua pegawai/pejabat publik. jika begitu adanya, maka dapat dijamin semua akan berjalan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, pelatihan PPA secara kontinyu patut menjadi metode untuk mengingatkan kembali kepada para pegawai/pejabat publik bahwa status yang menempel pada dirinya adalah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT setiap amal perbuatan selalu diawasi dan akan ada imbalan serta konsekwesinya. Beberapa Perspektif Yang Dapat Dirumuskan Secara Lebih Operasional Berikut adalah beberapa perspektif yang patut dijadikan agenda aksi yang dirumuskan secara lebih operasional, sehingga mudah dan terukur dalam proses implementasinya: (a) Membangun format koordinasi dan sinergitas gerak yang efektif untuk mengeliminir kelemahan dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi; (b) Perlu ada pertukaran data dan informasi antara aparat pengawasan fungsional dan
aparat penegak hukum sesuai kebutuhan berdasarkan kewenangan dan tugas pokok masing-masing; (c) Perlu dibangun bentuk komunikasi secara berkala diantara Aparat pengawasan Fungsional dengan Aparat Penegak Hukum; (d) Perlu melakukan sosialisasi bersama terhadap agenda akasi pencegahan dan pemberantasan Korupsi; (e) Perlu ada persepsi yang sama terhadap ketentuan mengenai pelaksanaan TPTGR terkait tindak pidana korupsi; (f) Perlu dikembangkan suatu ekspose bersama atas hasil temuan Aparat pengawasan Fungsional; (g) Dugaan tindak pidana korupsi oleh Aparat yang sumbernya dari pengaduan masyarakat, lebih dulu diserahkan ke Aparat pengawasan Fungsional; (h) Merumuskan mekanisme perhitungan kerugian negara/daerah atas penyidikan kasus tindak pidana korupsi. Penutup Demikian tawaran diskursif sebagai upaya ijtihad dan jihad birokratik dalam upaya melakukan reformasi birokrasi menuju good dan clean government. Tentu, tanpa upaya keras dan komitmen yang tinggi semua pihak, maka dapat dipastikan cita-cita yang mulia ini akan sulit terwujud atau paling tidak akan berlarut-larut kondisinya. Sementara kepada internal aparat birokrasi, bahwa telah menjadi pilihan hidup untuk menjadi seorang abdi negara dengan segala hak dan kewajibannya, oleh karena itu sudah sepantasnyalah tetap memegang teguh sumpah yang telah diucapkan pada saat kita diangkat sebagai pegawai negeri dan saat pengambilan sumpah jabatan. Semoga! [Muhibuddin]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
31
Fokus Utama Arah Baru Reformasi Birokrasi Kementerian Agama (Lanjutan) Oleh: Heri Zaidal Bakri
Pejabat I, II, III dan IV Sedang Mengikuti Sosialisasi Internal Reformasi Birokrasi (RB) Senin, 9 Agustus 2010 di Auditorium Gedung Kementerian Agama
P
eran lain yang seharusnya dijalankan oleh birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, birokrasi harus dapat memfasilitasi kepentingan-kepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu keharusan. Aparatur pemerintah
32
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun latar belakangnya. Arah baru atau model reformasi birokrasi perlu dirancang untuk mendukung demokratisasi dan terbentuknya clean and good governance, yaitu tumbuhnya pemerintahan yang rasional, melakukan transparansi dalam berbagai urusan publik, memiliki sikap kompetisi antar kementerian dalam memberikan pelayanan, mendorong tegaknya hukum dan bersedia memberikan pertanggungjawaban terhadap publik (public accountibility) secara teratur. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan diatas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan dikawal pelaksanaannya, peningkatan pelayanan
Fokus Utama kepada masyarakat harus terusmenerus ditingkatkan dan diusahakan. Erry Riana Hardjapamekas, dalam sebuah tulisannya yang berjudul, Reformasi Birokrasi: Tantangan dan Peluang, menegaskan bahwa perlu ada usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Lebih jauh Erry meyebutkan bahwa ada dua langkah yang perlu dilakukan untuk menuju reformasi birokrasi, yaitu langkah internal dan eksternal. Ada tujuh langkah internal untuk mewujudkan reformasi birokrasi, antara lain adalah pertama, meluruskan orientasi. Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat. Kedua, memperkuat komitmen. Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar. Ketiga, membangun kultur baru. Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
Keempat, rasionalisasi struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahanperubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi. Kelima, memperkuat payung hukum. Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan. Keenam, peningkatan kualitas SDM. Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu, untuk mendapatkan SDM yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan. Ketujuh, reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan: pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Dan, untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas. Sedangkan langkah eksternal meliputi dua hal, yaitu: pertama, komitmen dan keteladanan elit politik. Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
33
Fokus Utama mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat. Kedua, pengawasan masyarakat. Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi. Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Agama Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkahlangkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi. Pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan syarat untuk mewujudkannya. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan reformasi birokrasi antara lain adalah: membutuhkan komitmen pimpinan, merupakan proses yang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit dan waktu yang tidak singkat, memerlukan tahapan aktivitas yang terstruktur (dengan perencanaan yangg matang, pengembangan sistem yang mendorong perubahan perilaku, implementasi sistem baru secara bertanggung
34
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
jawab, mengukur ada tidaknya perubahan perilaku), dan membutuhkan keberadaan unit pengendalian internal yang kuat dan independen. Dalam rangka mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa serta memenuhi tuntutan reformasi, sebagaimana tersebut dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008, Tanggal 10 Juli 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama telah melakukan berbagai upaya dalam rangka percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi. Menindaklanjuti Peraturan MENPAN tersebut, Menteri Agama Mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2008 tentang Percepatan Pelaksanaan Reformasi di Lingkungan Kementerian Agama. Terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang bersih merupakan salah satu sasaran reformasi birokrasi dan merupakan syarat mutlak bagi tercapainya lembaga birokrasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Kementerian Agama telah melakukan sejumlah langkah dalam peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) Penataan organisasi Kementerian Agama Pusat berkenaan dengan telah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Laksana Kementerian Negara Republik Indonesia, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008. (2) Pemrosesan perubahan struktur organisasi instansi vertikal Kementerian Agama di Pusat. (3) Peningkatan laporan keuangan
Fokus Utama Kementerian Agama yang benar dan akuntabel dalam lima tugas pokok tersebut, dimana melalui pendampingan penyusunan laporan empat merupakan substansi program dan keuangan dan reviu laporan keuangan pada satu lagi merupakan perbaikan tata kelola, masing-masing satuan kerja di daerah. (4) yaitu: pertama, peningkatan, pemahaman, Optimalisasi perencanaan dan pengelolaan dan pengamalan pembinaan umat beragama. anggaran melalui penyusunan program dan Kedua, peningkatan kualitas dan kerukunan anggaran berorientasi pada asas kepastian umat beragama. Ketiga, peningkatan hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, kualitas pendidikan di Kementerian Agama asas kepentingan umum, asas keterbukaan, yang terdiri dari: Pendidikan umum berciri asas proporsionalitas, asas professionalitas, khas agama, pendidikan keagamaan dan dan asas akuntabilitas. (5) Peningkatan pendidikan agama, yang merupakan program kualitas sumberdaya manusia yang bertujuan yang sama dengan Kemendiknas. Keempat, mewujudkan peningkatan professionalitas peningkatan kualitas pelayanan ibadah Haji. Saat ini struktur dan akuntabilitas. o r g a n i s a s i (6) peningkatan Keinginaan untuk melakukan sesuatu Kementerian Agama layanan informasi merupakan syarat utama untuk kesuksesan. telah disederhanakan publik melalui karena terkait dalam penyelenggaraan “Willing to do something pengkajian sistem k e g i a t a n is the good way to success” remunerasi yang pengembangan tidak mudah. Hal sistem jaringan dan (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) tersebut bagian dari aplikasi, optimalisasi reformasi birokrasi di supervisi dan monitoring, serta pembuatan data warehouse lingkungan Kementerian Agama yang telah dilakukan dalam 5 tahun terakhir. Pertanyaan keagamaan. Kemanakah arah reformasi birokrasi selanjutnya, sudahkan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama? dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama dengan peraturan perundang-undangan yang Bahrul Hayat, Ph.D. dalam kesempatan berlaku? Bagian mana yang telah tercapai dan membuka acara Konsultasi Koordinator mana yang masih harus disempurnakan? Ini Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (KTLHP) menjadi tanggungjawab bagi seluruh pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yang bekerja dibawah Kementerian Agama. Tahun 2009 yang diselenggarakan mulai Mau tidak mau, atau siap tidak siap kita harus tanggal 24-27 Juni 2009. Dalam kapasitasnya mau dan siap melaksanakan agenda reformasi mewakili Menteri Agama, menyatakan birokrasi untuk memberikan yang terbaik, bahwa Kementerian Agama mengemban sehingga lima sasaran reformasi demokrasi tugas yang berat, salah satunya terkait dalam dapat terlaksana demi mewujudkan tata reformasi birokrasi, yang terangkum dalam kelola kepemerintahan yang baik dan benar. lima tugas pokok Kementerian Agama. Di Semoga bermanfaat. [Heri Zaidal Bakri]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
35
Pengawasan Optimalisasi Pengawasan Menuju Good Governance Di Lingkungan Kementerian Agama Oleh: Irianto
P
engawasan pada dasarnya tertentu. diarahkan sepenuhnya untuk Dalam pengertian lain ditemukan menghindari adanya kemungkinan arti dari optimalisasi manfaat. Optimalisasi penyelewengan atau penyimpangan manfaat adalah keseimbangan manfaat atas tujuan yang akan dicapai. melalui lingkungan, manfaat sosial dan manfaat pengawasan diharapkan dapat membantu ekonomi secara lestari. melaksanakan kebijakan yang telah Kemudian pengertian pengawasan ditetapkan untuk mencapai tujuan yang adalah segala usaha atau kegiatan untuk telah direncanakan secara efektif dan efisien. mengetahui dan menilai kenyataan Bahkan, melalui yang sebenarnya pengawasan tercipta m e n g e n a i suatu aktivitas yang pelaksanaan tugas Kesuksesan berasal dari berkaitan erat dengan atau kegiatan, apakah kemauan dan kesungguhan hati. penentuan atau sesuai dengan yang “Success comes from strong desire” evaluasi mengenai semestinya atau s e j a u h m a n a tidak. Bekerja keras dan sungguh-sungguh pelaksanaan kerja Dari pengertian adalah jalan satu-satunya ke arah sukses. sudah dilaksanakan. diatas dapat “The only way to success is working Pengawasan juga diambil kesimpulan, hard and earnestly” dapat mendeteksi arti optimalisasi s e j a u h m a n a pengawasan adalah (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) kebijakan pimpinan usaha atau kegiatan dijalankan dan yang dilakukan sampai sejauhmana secara seimbang penyimpangan yang terjadi dalam dan mengambil manfaat untuk mengetahui pelaksanaan kerja tersebut. dan menilai kenyataan yang sesungguhnya Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan tidak ditemukan arti kata optimalisasi. Secara apakah sesuai dengan kenyataan atau tidak. umum optimalisasi, mengandung pengertian Terminologi good governance dalam yang berbeda-beda tergantung dari konteks bahasa dan pemahaman masyarakat dan terminologi bidang keilmuan yang akan disebagian elite politik sering rancu. membahasnya. Namun dapat juga diartikan Setidaknya ada tiga terminologi yang sering dengan, metode/cara untuk menemukan hal disebut-sebut yaitu Good Governance (tata yang terbaik pada suatu bidang keilmuan pemerintahan yang baik), Good Government
36
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Pengawasan (Pemerintahan yang baik), dan Clean Governance (pemerintahan yang bersih). Good Governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (The way state power is used in managing economic and social resources for development of society). Paradigma Pengawasan menuju Satuan Kerja Bebas KKN Melalui UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasann Tindak Pidana Korupsi. Disamping itu, saat ini juga telah terbit UU di bidang Keuangan Negara, yang meliputi UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Kesemua UU tersebut, telah mengakui keberadaan pengawasan intern pemerintah dan pengawasan ekstern pemerintah, baik pada tingkat pemerintah pusat maupun tingkat pemerintah daerah, sebagai salah satu alat pengawasan yang mutlak diperlukan serta tidak dapat saling menggantikan. Disamping itu juga, perturan perundangan-undangan telah menentukan beberapa alat-alat penting lainnya yang mutlak diperlukansebagai kriteria pengawasan yang efektif, antara lain: perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja/ prestasi kerja (Pengembangan Rencana Strategis dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah beserta Indokator Prestasi Kerja), Standar Pelayanan Minimal, Standar Analisa
Belanja, Standar Akuntansi Pemerintahan, Standar Audit Pemerintahan, Standar Alokasi Dana Perimbangan Keuangan Pusat ke Daerah, Tata Cara Penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Pembantuan dari Pemerintah Pusat ke Daerah, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya, semua upaya tersebut adalah dalam rangka menegakkan 3 pilar utama good governance, yaitu akuntabilitas, transparasi dan partisipasi masyarakat luas, yang telah menjadi komitmen pemerintah sejak dimulainya era reformasi hingga saat ini. Menurut J B Sumarlin (Mantan Ketua BPK), menyatakan bahwa dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasan akan semakin meningkat. Pengawasan itu perlu dilaksanakan secara optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta bermanfaat bagi auditi (organisasi, pemerintah dan negara) dalam merealisasikan tujuan atau program secara efektif, efisien dan ekonomis. Pengalaman menunjukkan bahwa banyaknya aparat pengawasan justru menimbulkan inefisiensi, karena timbulnya pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih diantara berbagai aparat pengawasan intern pemerintah dengan aparat ekstern pemerintah (BPK). Di samping itu, disinyalir juga bahwa pengawasan baru mencapai fungsinya yang bersifat korektif dan belum mencapai fungsinya yang bersifat preventif. Keberhasilan fungsi preventif pengawasan harus diperankan dan dilaksanakan oleh suatu sistem pengendalian intern memadai. Menjadi pertanyaan yang mendasar adalah
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
37
Pengawasan pengawasan internal sampai pengawasan yang berlapis sudah dijalankan. Namun penyelewengan anggaran, korupsi dan hal-hal yang bertentangan dengan perundang-undangan masih saja terjadi. Bagaimana langkah untuk mengoptimalkan pengawasan? Peran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Menuju Good Governance Idealnya ketika fungsi pengawasan intern bekerja efektif, aparat yang ada di lingkup pengawasannya bekerja efektif pula sehingga korupsi, penyelewengan anggaran dan perbuatan yang melanggar perundangundangan tidak terjadi lagi. Namun kenyataannya masih tetap eksis, padahal sudah ada berbagai bentuk pengawasan. Mulai dari intern pemerintah sampai dengan ekstern, seperti BPK, BPKP dan lain-lain. Artinya, pengawasan yang sudah dilakukan dan pengawasan yang berlapis, seharusnya memberikan solusi tidak adanya korupsi. Padahal tugas utama dari pengawasan itu adalah menjaga dan mendorong instansi pemerintah tersebut untuk menjadi bersih dan untuk mencapai tujuan dan visi misi organisasi tersebut. Tetapi, dengan adanya kasus-kasus korupsi yang muncul ke permukaan yang kita tangani, artinya fungsi ini tidah berjalan dengan optimal. Sebagaimana visi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama yaitu “Menjadi pengendali dan penjamin mutu kinerja Kementerian Agama”. Visi tersebut memiliki arti yang sangat luas dan mendalam karena Inspektorat Jenderal Kementerian Agama menjadi tolak ukur keberhasilan terciptanya
38
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
good governance dan finalisasi satuan kerja yang ada di lingkungan Kementerian Agama. Dilihat dari visi diatas, tugas utama Inspektorat Jenderal Kementerian Agama tidak ringan karena sebagai “penentu” baik atau buruknya instansi Kementerian Agama secara keseluruhan. Awal tahun 2010, ada pemberitaan yang baik dari BPK, opini Kementerian Agama yang semula disclaimer sekarang menjadi WDP (Wajar Dengan Pengecualian). Artinya tidak dipungkiri lagi bahwasanya kerja yang diperoleh tersebut tidak lepas dari peran dan kerja keras Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Dan tidak luput dengan kerja keras para auditor sebagai pejabat fungsional yang dibebani tugas untuk mengawasi dan menjadi konsultan serta katalisator aparat pengawasan. Peran Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dalam mewujudkan good governance masih terus berjalan sampai apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Kerja keras tersebut tidak lepas dari kinerja auditor yang melakukan strategi manajemen SDM yang akurat. Dalam menunjang kinerja para auditor secara professional dan independen di lingkungan Kementerian Agama kegiatan-kegiatan seperti pelatihan komputer, seminar-seminar, pelatihan di kantor sendiri dan lain-lain dilakukan demi memberikan stimulus-stimulus bagi auditor untuk menggali sumber daya manusia agar lebih kompeten di bidangnya. Sedikit berfokus pada upaya peningkatan kompetensi auditor APIP, dalam perkembangan pengetahuan tentang “internal auditing” sebenarnya sejak tahun
Pengawasan
Arahan Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Dr. H. Mundzier Suparta, MA.) pada Konsultasi Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan di Medan Sumatera Utara
2002 telah ada The Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) yang ditetapkan oleh The Institute of Internal Auditors dan mulai berlaku efektif sejak 1 januari 2002 yang merupakan revisi dari SPPIA tahun 1999. Apapun yang diterapkan, diharapkan APIP benar-benar dapat memenuhi kriteria menjadi fungsi pengawasan yang baik sehingga penetapan PP tentang SPIP tidak sia-sia. Kriteria fungsi pengawasan yang baik diantaranya dapat: (a) Memberikan jaminan keyakinan terhadap publik melalui sebuah pemeriksaan yang dilakukan oleh sebuah lembaga pemeriksa atau auditor eksternal dalam hal ini BPK dimana hasil pemeriksaannya akan diekspos secara umum untu publik, bahwa sebuah instansi yang di dalamnya terdapat fungsi pengawasan yang dimaksud telah terhindar dari segala macam penyimpangan - penyimpangan di dalamnya serta dengan kata lain telah berjalan ataupun patuh sesuai aturan yang berlaku; (b) Memberikan konsultasi terhadap
instansi yang bersangkutan sehingga proses operasionalnya dapat mencegah terjadinya segala macam kesalahan atau error; (c) Memberikan nilai tambah terhadap instansi sehingga output sebuah instansi pemerintah tidak hanya dalam bentuk pelayanan publik ataupun kepuasan masyarakat secara umum, namun juga dapat menjadi benchmarking ataupun contoh bagi instansi pemerintah negara lainnya. (d) Meningkatkan kinerja atas kegiatan operasional instansi yang bersangkutan. Sebenarnya pengawas internal secara konseptual memiliki peran vital. Paling tidak, ada tiga fungsi utama yang seharusnya dimainkan PI, sebagaimana dikutip dalam buku panduan berjudul Internal Control yang diterbitkan London Stock Exchange (1999). Pertama, pengawas internal memainkan peran penting dalam organisasi pemerintah untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan organisasi telah tercapai dengan maksimal. Pengawas internal juga dituntut memberikan kontribusi sebagai penyelamat atas aset Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
39
Pengawasan publik yang dikelola lembaga pemerintah. Kedua, pengawas internal berfungsi memfasilitasi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program pemerintah, membantu memastikan reliabilitas pelaporan lembaga pemerintah, baik ke dalam maupun ke luar, serta membantu badan-badan pemerintah untuk mematuhi peraturan yang berlaku dalam rangka penerapan prinsip-prinsip good governance. Ketiga, pengawas internal memastikan efektifvitas kontrol finansial, termasuk memelihara catatan keuangan yang layak. Pengawas internal juga memiliki peran untuk mendorong penggunaan catatan keuangan yang benar, tepat, dan up to date serta keterbukaan yang lebih luas atas informasi keuangan kepada masyarakat. Mereka juga memiliki peran untuk mendeteksi adanya kecurangan atau pelanggaran, sekaligus melakukan tindakan pencegahan. Berkaitan dengan Itjen Kemenag, pengawasan internal yang dilakukan bukan hanya sekedar percepatan reformasi birokrasi tetapi juga sebagai tugas pokok untuk menjadi pengendali mutu seperti dikutip dalam visi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Menjadi tugas berat bagi Kementerian Agama secara umum untuk mempertahankan dan meningkatkan penilaian dari opini BPK. Tidak menutup kemungkinan opini yang sudah ada, mampu dipertahankan atau malah menjadi “bumerang” bagi Kementerian Agama untuk menduduki klasemen disclaimer. Secara manajerial, pengawasan yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama mempunyai arti suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan
40
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Langkah Optimalisasi Pengawasan Terdapat 2 (dua) langkah besar yang harus dilakukan dalam pembenahan pengawasan ini agar menjadi optimal: Pertama, pembenahan tugas dan fungsi pengawasan intern (APIP). Melakukan perbaikan seluruh institusi pengawasan agar menghindari tumpang tindih dan bersifat sinergis (tidak ego sektoral), dapat bekerja secara efisiensi dan efektif, serta memberikan nilai tambah yang optimal dalam pencapaian visi misi dan tujuan organisasi (bukan sekedar watchdog), tetapi juga sebagai konsultan dan katalisator. Sebenarnya, tumpang tindih demikian tidak akan terjadi jika terdapat pengelompokan atas dasar kewenangan unit pengawas intern yang ada. Sebab, sesuai dengan struktur pengawasan yang dianut dalam ICW 1925, di mana pelaksanaan APBN didasarkan atas administratif beheer dan compatible beheer, maka pengawas intern akan membagi atas salah satu di antaranya atau kedua-duanya. Dengan tugas pemeriksaan yang dibedakan tersebut sebenarnya akan terdeskripsikan suatu pola pengawasan berjenjang. Pengawasan tersebut pada dasarnya dilakukan di mana, “…aparat pengawasan yang lebih tinggi tingkatnya secara hierarkis organisatoris melaksanakan tugas yang lebih luas pendekatannya atau lebih makro wawasannya daripada aparat
Pengawasan pengawasan yang lebih rendah. Dengan perkataan lain, sasaran pengawasan antaraparat pengawasan berbeda satu sama lain, tergantung mana yang lebih ekstern dan mana yang lebih intern.” Kedua, pembenahan standar pengendalian intern. Sesuai dengan Pasal 58 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Presiden akan mengatur dan menyelenggarakan system pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sedangkan dalam penjelasannya disebutkan bahwa Menteri Keuangan, Menteri Teknis mengatur lebih lanjut dan menyelenggarakan system pengendalian intern di bidang masingmasing. Realitanya belum mampu menjawab permasalahan yang ada dan belum dilaksanakan secara efektif, seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM), Standar Analisa Belanja (SAB), Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah, Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), Pengembangan Ukuran Kinerja, dan lainlain. Oleh karena itu, adlah tugas APIP untuk mendorong dan membantu percepatan implementasi standar-standar pengendalian intern, baik melalui law enforcement, maupun pembinaan secara aktif atau langsung melalui asistensi dan konsultasi. Demikian juga dalam penetapan standar-standar dalam system pengendalian intern secara menyeluruh, APIP harus terlibat aktif agar memudahkan pengawasan di masa datang. Dengan demikian pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama akan lebih maksimal dan bersifat preventif. Sehingga mampu menciptakan iklim kinerja yang kondusif,
terciptanya percepatan reformasi birokrasi dan terwujudnya good governance seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu sendiri. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control). Sehingga Inspektorat Jenderal Kementerian Agama mampu memberikan pembenahan koordinasi pengawasan internal, serta peningkatan mutu hasil pemeriksaan yang bukan sekedar watchdog (penyimpangan dari ketentuan) yang fokus pada prioritas atau program beresiko tinggi (risk based audit). Secara umum, Kementerian Agama akan memberikan kontribusi untuk menjawab tantangan good governance seperti yang dicita-citakan dalam era reformasi. [Irianto]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
41
Pengawasan Pengawasan Di Lingkungan Kementerian Agama Oleh: Endang Rizkiyah
P
engawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Pengawasan bertujuan untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Definisi lain menyatakanbahwa pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas/ pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang diberikan. Beberapa Gejala yang memerlukan Pengawasan diantaranya adalah terjadi penurunan pendapatan atau profit, namun tidak begitu jelas faktor penyebabnya, penurunan kualitas pelayanan (teridentifikasi dari adanya keluhan pelanggan), ketidakpuasan pegawai (teridentifikasi dari adanya keluhan pegawai, produktifitas kerja yang menurun, dan lain sebagainya), berkurangnya kas perusahaan, banyaknya pegawai atau pekerja yang menganggur, tidak terorganisasinya setiap pekerjaan dengan baik, biaya yang melebihi anggaran dan adanya penghamburan dan inefisiensi. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan.
42
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (das sein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan tersebut. Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Secara umum pengawasan bertujuan untuk: menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah (aturan yang berlaku), menertibkan kordinasi kegiatan, mencegah pemborosan dan penyimpangan, menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan dan membina kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Oleh karena itu, pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan.
Pengawasan Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk: mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak, memperbaiki kesalahankesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru, mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan, mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak dan mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard. Sementara itu, berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas (2004:337) mengemukakan bahwa tujuan pengawasan adalah mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan, memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguangangguan yang terjadi, mendapatkan solusi untuk mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah untuk membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-instruksi
yang telah dibuat, mengetahui ada tidaknya kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja dan mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif. Donnelly, et all. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut: pertama, pengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Kedua, pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi. Ketiga, pengawasan umpan balik (feedback control). Memusatkan perhatian
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
43
Pengawasan pada hasil-hasil akhir. Tindakan korektif dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Sementara pengawasan tidak ditujukan ke arah proses pembelian sumber langsung diartikan sebagai teknik daya atau operasi-operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta pengawasan yang dilakukan dengan menguji bahwa hasil-hasil historikal mempengaruhi dan meneliti laporan-laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung tindakan-tindakan masa mendatang. Berdasarkan uraian di atas, dapat ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan serta dapat mengambil tindakan yang tepat terhadap suatu aktivitas kerja dapat dilakukan untuk menghindarkan atau memperbaiki sebelumnya, sedang berjalan dan sesudah penyimpangan. B e r d a s a r k a n proses kegiatan pendapat beberapa berakhir. Dengan para ahli, Situmorang demikian, maka Kepercayaan kepada diri sendiri adalah dan Juhir (1994:27) sistem pengawasan rahasia utama untuk mencapai sukses. mengklasifikasikan harus dirancang “Self confidence is the way to success” teknik pengawasan sesuai dengan berdasarkan berbagai ke g i ata n - ke g i ata n Kemauan dan ketabahan adalah dasar utama yang dimiliki oleh orang yang hal, yaitu: pertama, tepat pada waktunya. mendapat kesuksesan. pengawasan langsung Te r d a p a t “A desire and patience are owned by dan pengawasan dua cara untuk someone who gets success” tidak langsung. m e m a s t i k a n Pengawasan langsung, pegawai merubah adalah pengawasan tindakan atau sikapnya yang telah mereka lakukan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya atau pengawas dengan mengamati, meneliti, pengawasan langsung (direct control) dan memeriksa, mengecek sendiri secara “on the pengawasan tidak langsung (indirect control). spot” di tempat pekerjaan, dan menerima Pengawasan langsung diartikan sebagai laporan-laporan secara langsung pula dari teknik pengawasan yang dirancang bangun pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi. untuk mengidentifikasi dan memperbaiki Sedangkan pengawasan tidak langsung, penyimpangan rencana. Dengan demikian diadakan dengan mempelajari laporanpada pengawasan langsung ini, pimpinan laporan yang diterima dari pelaksana baik organisasi mengadakan pengawasan secara lisan maupun tertulis, mempelajari pendapatlangsung terhadap kegiatan yang sedang pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, pengawasan “on the spot”. Kedua, pengawasan preventif dan meneliti, memeriksa dan mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan represif. pengawasan preventif, dilakukan tadi. tujuannya adalah agar penyimpangan- melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. penyimpangan terhadap rencana yang terjadi Misalnya dengan mengadakan pengawasan
44
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain. Sedangkan pengawasan represif, dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya. Ketiga, pengawasan internal dan pengawasan eksternal. pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Setiap pimpinan unit dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Pengawasan internal dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat oleh Itjen, Bawasda, BPKP. Pengawasan intern merupakan sebuah proses, yang diwujudkan oleh pimpinan organisasi maupun anggotanya, yang dirancang untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi. Pengawasan internal meliputi efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional, keandalan laporan keuangan, dan ketaatan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Beberapa kata kunci yang sering dipergunakan dalam “pengawasan internal“ adalah: pengawasan intern merupakan sebuah proses, yang menjadi suatu media menuju akhir, bukan berarti akhir itu sendiri, pengawasan intern dipengaruhi oleh personil. Hal tersebut bukanlah hanya suatu kebijakan yang berbentuk manual dan format tertulis, tetapi merupakan sekelompok individu pada tiap tingkat
organisasi. Pengawasan internal dapat diharapkan untuk memberikan kepastian yang sesuai, bukan kepastian yang absolut kepada keseluruhan tingkat manajemen dan pengawasan intern dimaksudkan untuk mempercepat tercapainya sasaran yang terpisah-pisah tetapi juga untuk keseluruhan tujuan organisasi. Manfaat pengawasan internal antara lain adalah menjembatani hubungan pimpinan tertinggi dengan para manajer dan staf dalam rangka memperkecil ketimpangan informasi, mendapatkan informasi keuangan dan penggunaan yang tepat dan dapat dipercaya, menghindari atau mengurangi risiko organisasi memenuhi standar yang memuaskan, mengetahui penerimaan atau ketaatan terhadap kebijakan dan prosedur internal, dan mengetahui efisiensi penggunaan sumber daya organisasi atau kepastian terwujudnya penghematan efektivitas pencapaian organisasi. Sedangkan Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan di bidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh aparatur negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah lain. Pengawasan eksternal dilakukan oleh orang atau badan yang ada di luar unit organisasi yang bersangkutan, yaitu BPK, KPK, ORI dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, maka teknik pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, semuanya tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang akan terjadi,
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
45
Pengawasan maupun yang sedang terjadi atau berkembang pada masing-masing organisasi. Penentuan salah satu teknik pengawasan ini adalah agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada tindakan yang telah dilakukan atau agar penyimpangan yang telah terjadi tidak berdampak yang lebih buruk, selain itu agar dapat ditentukan tindakan-tindakan masa depan yang harus dilakukan oleh organisasi. Manfaat pengawasan eksternal adalah untuk meningkatkan kredibilitas keberhasilan dan kemajuan organisasi. Pelaksana pengawasan eksternal dilakukan dengan prinsip kemitraan (partnership) antara pengawas dengan yang diawasi. Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah yang bersifat universal yakni: (1) mengukur hasil pekerjaan, (2) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan), dan (3) mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan. Sementara Koontz, et. al (dalam Hutauruk, 1986:197) menyebutkan bahwa proses dasar pengendalian, di manapun penerapannya atau apa saja yang diawasi, meliputi tiga langkah, yaitu (1) menetapkan standar, (2) mengukur prestasi kerja atau standar ini, dan (3) memperbaiki dan mengoreksi penyimpangan yang tak dikehendaki dari standar dan perencanaan. Sementara itu, William H. Newman (dalam Handoko, 1995:367) mengemukakan lima langkah dasar yang dapat diterapkan untuk memahami pengawasan sebagai suatu proses atau mekanisme kontrol dari suatu kegiatan, yaitu: (1) Merumuskan hasil yang diinginkan, (2) Menetapkan petunjuk/
46
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
prediktor hasil, (3) Menetapkan standar petunjuk dan hasil, (4) Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik, dan (5) Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh The Liang Gie (1972:90) bahwa: pengontrolan (controlling) adalah aktivitas dalam manajemen berupa pekerjaan memeriksa, mencocokkan dan mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana serta hasil yang dikehendaki. Pengontrolan ini merupakan salah satu fungsi manajer, di samping fungsi-fungsi lainnya, seperti perencanaan, pembuatan keputusan, pembimbingan, pengkoordinasian dan penyempurnaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan yang dimaksudkan untuk: menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban,
Pengawasan Dimensi ketiga dari hakikat mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, pengawasan yaitu dimensi challenge. Dimensi hambatan dan ketidaktertiban tersebut ini menunjuk pada hakikat pengawasan dan mencari cara-cara yang lebih baik atau yang dilakukan supervisor itu harus mampu membina yang telah baik untuk mencapai memberikan tantangan pengembangan tujuan dan melaksanakan tugas-tugas sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik organisasi. Hakikat pengawasan adalah menjadi mungkin agar dapat dan mampu dicapai baik dengan memperbaiki kesalahan agar oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi sesuai dengan aturan hukum, sehingga dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan administrasi pemerintahan berjalan demikian stakeholder tertantang untuk secara berkualitas dalam memberikan bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu layanan kepada sekolah. masyarakatnya. Dimensi keempat Dimensi pertama dari Kejujuran adalah makna keadilan itu dari hakikat hakikat pengawasan sesungguhnya. pengawasan yaitu yaitu dimensi support. “Fairness is what justice really is” dimensi networking Dimensi ini menunjuk Kejujuran mendekati kesalehan. and collaboration. pada hakikat kegiatan “Honesty is next to godliness” Dimensi ini pengawasan yang memnunjuk pada dilakukan oleh (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) hakikat kegiatan supervisor itu harus pengawasan yang mampu mendukung dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. supervisor itu harus mampu mengembangkan Oleh karena itu, supervisor bersama pihak jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, pendidikan dalam rangka meningkatkan kelemahan dan potensi serta peluang produktivitas, efektivitas, dan efisiensi sekolahnya untuk mendukung peningkatan pendidikan di sekolah. Fokus dari keempat dimensi hakikat dan pengembangan mutu pendidikan pada pengawasan itu dirumuskan dalam tiga sekolah di masa yang akan datang. Dimensi kedua dari hakikat aktivitas utama pengawasan yaitu negosiasi, pengawasan yaitu dimensi trust. Dimensi ini kolaborasi, dan networking. Negosisasi oleh supervisor terhadap menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan dilakukan yang dilakukan oleh supervisor itu harus stakeholder pendidikan dengan fokus mampu membina kepercayaan stakeholder pada substansi apa yang dapat dan perlu pendidikan dengan penggambaran profil dikembangkan atau ditingkatkan serta dinamika sekolah masa depan yang lebih bagaimana cara meningkatkannya. [Endang Rizkiyah] baik dan lebih menjanjikan.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
47
Pengawasan Upaya Preventif Penyimpangan Anggaran Melalui Audit Perencanaan Oleh: Hakim Jamil
D
alam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan tidak akan dapat berjalan. Setidaknya ada empat tujuan perencanaan. Pertama, adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua, adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya. Ketiga, untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Keempat, untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan
48
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan. Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan). Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi. Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan. Sedangkan Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Perencanaan merupakan tahapan awal dari pelaksanaan suatu kegiatan. Pada tahap ini ditetapkan tujuan atau sasaran, cara pelaksanaan, kebutuhan tenaga dan dana, waktu pelaksanaan, dan persyaratan serta peraturan yang harus ditaati. Dari definisi perencanaan ini, jelas terlihat perlunya dukungan penganggaran yang memadai. Penganggaran adalah salah satu aktivitas utama dari organisasi pemerintah, yang tidak saja meliputi metode dan sistematika pengalokasian sumber-sumber daya keuangan, tetapi juga meliputi proses politik yang kompleks sesuai dengan alasan-alasan kepentingan yang beraneka ragam. Sedangkan “anggaran“ sendiri pada dasarnya merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
Pengawasan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode tertentu. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan adanya pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dengan sistem anggaran, serta penerapan sistem anggaran berbasis kinerja. Hal itu mencerminkan adanya perubahan sistem anggaran dari model lama yang berdasarkan sistem incremental atau sistem line-item ke sistem penganggaran berbasis kinerja. Oleh karena itu, setiap unit organisasi pemerintah diminta untuk menyusun anggarannya berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Dengan pendekatan kinerja, maka anggaran disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Keterpaduan antara perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan menghasilkan adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti inilah yang disebut dengan anggaran berbasis kinerja (ABK). Untuk dapat terlaksananya ABK, perlu dibangun suatu sistem yang dapat menyediakan data dan informasi guna penyusunannya. Selain itu, untuk dapat membuat ABK, maka diperlukan adanya perencanaan stratejik (Renstra) yang disusun secara objektif dengan melibatkan seluruh komponen yang ada. ABK yang disusun haruslah didasarkan pada standar harga, tolok ukur, dan standar pelayanan minimal (SPM)
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Konsep Dasar Audit Perencanaan Audit atau pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Audit perencanaan kegiatan pada Unit Organisasi/Satker dimaksudkan untuk meyakini bahwa perencanaan kegiatan telah dilakukan secara efisien dan efektif. Hal ini mencakup penilaian bahwa semua proses perencanaan kegiatan yang terjadi benarbenar telah mendukung pencapaian tujuan satuan kerja/organisasi. Semua aktivitas telah diotorisasi secara tepat dan telah dipertanggungjawabkan secara benar. Audit intern pada dasarnya adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan pengendalian yang berbedabeda dalam organisasi untuk menentukan bahwa informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan, risiko yang dihadapi organisasi telah diidentifikasi dan diminimalisasi, peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah dipenuhi, kriteria operasi (kegiatan) yang memuaskan telah dipenuhi, sumberdaya telah digunakan secara efisien dan ekonomis. Audit internal akan menentukan juga bahwa tujuan organisasi telah dicapai secara efektif, semua kegiatan dilakukan
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
49
Pengawasan dengan tujuan untuk dikonsultasikan yang dilaksanakan, sistem serta prosedur dengan manajemen dan membantu untuk menjamin lancarnya perencanaan anggota organisasi dalam menjalankan setiap kegiatan dan pengalokasian dananya. Prosedur penentuan risiko (risk tanggungjawabnya secara efektif. Audit atas perencanaan, lebih menekankan pada assessment procedure) digunakan untuk ketaatan terhadap peraturan perundang- mendapat pemahaman atas entitas dan undangan, efisiensi dan efektivitas alokasi lingkungannya, termasuk pengendalian sumber dana dan risiko yang dihadapi internalnya. Metode yang digunakan adalah organisasi terkait perencanaan dan tanya jawab dengan manajemen, prosedur analitis, serta pengamatan dan inspeksi. penganggaran telah ditangani dengan baik. Efisiensi berhubungan dengan kegiatan Prosedur ini diperlukan antara lain untuk merencanakan alokasi dana secara hemat memaksimalkan keterbatasan waktu serta tanpa mengabaikan pencapaian tujuan, tenaga auditor. Pengujian dalam prosedur ini sedangkan efektivitas perencanaan dan lebih diutamakan pada segmen yang berisiko tinggi dibandingkan penggaran berkaitan dengan yang dengan penetapan risikonya rendah. kegiatan pencapaian Kita belajar Sejarah Uji pengendalian tujuan dengan bukan untuk menjadi lebih pandai, (test of controls) menggunakan dana tetapi untuk lebih bijaksana. merupakan prosedur sesuai target ataupun (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) menguji efektivitas sasaran yang telah pengendalian ditetapkan. operasi dalam Tujuan audit itu, akan dikembangkan lebih spesifik lagi pada mencegah, atau mendeteksi dan mengoreksi, tahap audit rinci yang mengarah pada temuan/ kelemahan sistem pengendalian intern simpulan atas perencanaan yang dilakukan terkait perencanaan. Pengujian ini diarahkan oleh auditi. Pelaksanaan audit sebaiknya kepada evaluasi efektivitas rancangan dan diawali dengan melakukan pemahaman implementasi pengendalian internal terkait mengenai satuan kerja yang diaudit (auditi). dengan perencanaan. Audit rinci dilakukan untuk memastikan Berdasarkan pemahaman terhadap entitas tersebut, auditor perlu melakukan prosedur apakah dampak dari kelemahan sistem penentuan segmen yang berisiko tinggi pengendalian intern (potensi temuan) dibandingkan dengan yang risikonya rendah. memang benar-benar terjadi. Hal ini Terhadap segmen yang dipilih perlu dilakukan dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti pengujian atas sistem pengendalian intern audit yang relevan, kompeten, cukup dan untuk menentukan luasnya audit rinci yang materil. Untuk meyakini bahwa perencanaan perlu dilakukan. Pemahaman terhadap telah dilakukan secara efisien dan efektif entitas dilaksanakan dengan melakukan serta seluruh risiko terkait perencanaan telah pemahaman terhadap berbagai kegiatan ditangani dengan baik, maka harus dilakukan
50
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Pengawasan audit atas perencanaan dengan ruang lingkup terkait seluruh aktivitas perencanaan. Proses audit perencanaan tidak berbeda dengan audit lainnya, yaitu meliputi langkah-langkah Perumusan Tujuan Audit (PTA), Penyusunan Program Kerja Audit (PKA), Pelaksanaan Program Kerja Audit (PPKA), Penyusunan Kertas Kerja Audit (KKA), Penyimpulan dan atau Penyusunan Laporan Hasil Audit (LHA). Audit Perencanaan akan memberikan manfaat yang sangat besar jika dilaksanakan dengan peruntukannya. Dengan dilakukannya audit perencanaan, diharapkan akan diperoleh manfaat antara lain adalah peningkatan efektivitas sistem pengendalian intern atas perencanaan, risiko atas perenanaan telah ditangani dengan baik, perenanaan dilakukan yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku, perencanaan yang efisien dan efektif. Komponen pengendalian yang diuji dalam audit perencanaan Sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, terdapat lima komponen dari sistem pengendalian intern yang diuji, sebagai berikut: Pertama, lingkungan pengendalian (control environment). Merupakan fondasi dari sistem pengendalian intern pemerintah, meliputi penciptaan kondisi dan situasi pengendalian dalam jajaran pejabat dan pegawai yang terlibat dalam kegiatan satuan organisasi/kerja, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi kesadaran mereka dalam organisasi untuk dapat mencapai tugas dan fungsi yang diharapkan. Lingkungan pengendalian mencakup unsur-unsur: Penegakan integritas dan etika, Komitmen atas kompetensi, Kepemimpinan yang kondusif, Pembentukan
struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, Penyusunan dan penerapan kebijakan serta praktik yang sehat mengenai pembinaan tugas dan fungsi serta Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Kedua, penilaian risiko (Risk Assessment). Melakukan identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko yang berkaitan dengan permasalahan keuangan dan non keuangan, sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Penaksiran risiko mencakup unsur-unsur: Tujuan dan sasaran (goals and objectives), baik untuk instansi pemerintah secara keseluruhan maupun pada tingkatan aktivitas, Identifikasi dan analisis risiko, Mengelola risiko selama perubahan (managing change). Ketiga, kegiatan pengendalian (Control Activities). Menciptakan kebijakan dan prosedur dalam rangka pengendalian untuk memberikan keyakinan bahwa terdapat kegiatan yang dapat meminimalkan risiko dalam mencapai tujuan satuan organisasi/ kerja atau tujuan program. Kegiatan pengendalian mencakup unsur-unsur: Reviu atas tugas dan fungsi, Pembinaan tugas dan fungsi, Pengendalian atas sistem informasi (controls over information system), Pengendalian fisik aset, Penetapan dan reviu atas indikator tugas dan fungsi, Pemisahan fungsi, Otorisasi transaksi, Pencatatan yang akurat dan tepat waktu, Pembatasan akses atas sumber daya dan catatan, Akuntabilitas atas sumber daya dan catatan, dan Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern dan transaksi/ kejadian penting.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
51
Pengawasan Keempat, informasi dan komunikasi. Informasi dan komunikasi diperlukan pimpinan satuan organisasi/kerja untuk melaksanakan pengendalian. Oleh karena itu, informasi harus direkam dan dikomunikasikan kepada pimpinan dan pejabat lain yang memerlukan guna menjalankan tanggung jawab operasionalnya. Pemrosesan informasi dan komunikasi mencakup unsur-unsur: Pencatatan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat, Mekanisme komunikasi internal dan eksternal yang efektif, Bentuk dan sarana komunikasi yang tepat, dan Penyempurnaan sistem informasi yang terus menerus. Kelima, pemantauan (monitoring). Pimpinan satuan organisasi/kerja wajib melakukan pemantauan atas sistem pengendalian intern. Pemantauan adalah proses penilaian mutu/tugas dan fungsi dari pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup unsur-unsur: Pelaksanaan pemantauan berkelanjutan, Evaluasi terpisah, dan Tindak lanjut rekomendasi hasil pengawasan. Sedangkan Teknik yang digunakan untuk menguji sistem pengendalian intern satuan organisasi/kerja adalah dengan melakukan survei, penelaahan dokumen dan pengamatan lapangan/wawancara untuk memperoleh informasi mengenai efektivitas dan manfaat pengendalian yang telah ditetapkan. Penjelasan dari masingmasing teknik tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Survei. Survei dilakukan dengan mengembangkan kuesioner yang akan disebarkan kepada sejumlah responden yang terdiri dari unsur pejabat dan pegawai yang terkait.
52
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Kedua, Penelitian dokumen dan prosedur. Teknik ini dilakukan dengan mengambil uji petik dari dokumen yang tersedia, dinilai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Penelitian dokumen dilakukan untuk memperoleh bukti pengujian atas catatan dan dokumen satuan organisasi/ kerja yang di audit. Pengumpulan bukti yang berasal dari dokumen-dokumen harus dipersiapkan dan ditujukan dalam rangka memperoleh informasi yang mendukung simpulan atas efektivitas sistem pengendalian. Dokumen yang penting, signifikan atau kontroversial harus dibuat duplikasinya untuk disimpan dan dicatat sumbernya, sehingga dapat terhindar dari terjadinya polemik atas bukti pengujian yang berasal dari bahanbahan yang tertulis. Ketiga, pengamatan lapangan/ wawancara. Teknik ini dilakukan untuk mengukur dan menguji sejauhmana kegiatan pengendalian atas lima komponen pengendalian berjalan secara efektif. Teknik seperti ini membantu auditor memperoleh bukti kegiatan dan dapat membantu mengumpulkan bukti apakah pegawai telah memenuhi prosedur yang layak. Auditor dapat merumuskan informasi dari tangan pertama (key person) mengenai aktivitas atau perilaku melalui suatu kajian dari hasil observasi yang cermat. Peninjauan atas suatu proses tatkala proses tersebut beroperasi akan memberikan auditor suatu pemahaman dan kredibilitas yang memadai pada saat membahas isu-isu dengan satuan organisasi/ kerja yang diaudit. Audit perencanaan merupakan istilah bidang baru dalam bidang audit, dan belum dilaksanakan oleh satuankerja/
Pengawasan organisasi pemerintah. Inspektorat Jenderal Kementerian Agama melakukan terobosan inovatif untuk melakukan audit perencanaan. Audit yang dilaksanakan untuk memantau proses pelaksanaan penyusunan perencanaan penggunaan anggaran negara ini setidaknya meliputi lima aspek (bidang) dalam perencanaan, yaitu (1) Penyusunan Rencana Kinerja (Renja)/Penetapan Kinerja (Tapkin). Audit atas bidang ini bertujuan untuk: Meyakini bahwa Renja/Tapkin telah disusun yang merupakan penjabaran atau turunan dari Renstra, Meyakini bahwa kebijakan telah sesuai dengan renstra yang telah ditetapkan dan Meyakini bahwa indikator kinerja sasaran dan kegiatan dalam Renja/Tapkin telah sesuai dengan Tujuan organisasi. (2) Penyusunan Usulan Rencana Kegiatan Tahunan (URKT). Audit atas bidang ini bertujuan untuk: Meyakini bahwa Satker telah menyusun URKT dan sudah mengakomodir kebutuhan satker selama satu tahun, Meyakini bahwa seluruh kebutuhan satker pada URKT sudah didukung dengan anggaran yang memadai, Meyakini bahwa Satker telah menetapkan Indikator Kinerja pada masing-masing rencana kegiatan berdasarkan ABK. (3) Penyusunan Rencana Kegiatan dengan menggunakan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Audit atas bidang ini bertujuan untuk: Meyakini bahwa Satker telah menetapkan Indikator Kinerja pada masingmasing rencana kegiatan berdasarkan ABK dan Meyakini bahwa anggaran untuk setiap kegiatan telah disusun berdasarkan Standar Analisis Belanja (SAB). (4) Koordinasi Lintas Sektoral. Audit atas bidang ini bertujuan
untuk Meyakini bahwa usulan yang dibuat, disetujui untuk mendapatkan anggaran sesuai dengan kebutuhan yang diusulkan dan Meyakini bahwa usulan yang dibuat telah dibahas dengan unit kerja internal terkait. Dan Kelima, Pengawasan dalam Penyusunan URKT. Audit atas bidang ini bertujuan untuk Meyakini bahwa penyusunan usulan kegiatan diawasi oleh Tim yang telah dibentuk oleh pimpinan satker yang bersangkutan. Penutup Pelaksanaan audit perencanaan masih memerlukan pedoman untuk pelaksanaan dan implementasi di lapangan. Tim penyusunan buku Inspektorat Jenderal sedang menyusun buku Pedoman Audit Perencanaan yang akan disosialisasikan kepada para auditor internal di lingkungan Kementerian Agama, untuk selanjutnya akan dilaksanakan pada seluruh satuan kerja/organisasi dibawahnya. Kedepan, sesuai dengan fungsi peran dan fungsi auditor Inspektorat Jenderal sebagai katalis dan konsultan bagi satuan kerja/organisasi di lingkungan Kementerian Agama. Audit ini merupakan upaya yang dilakukan oleh Kementerian Agama untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik dan untuk mencegah terjadinya penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran akibat perencanaan yang tidak sempurna. Selain itu, selaras dengan tekad Kementerian Agama untuk meningkatkan opini laporan keuangan yang telah diraih tahun 2010 ini dengan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menuju Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2010. [Hakim Jamil]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
53
Pengawasan Upaya Peningkatan Kualitas Madrasah (Swasta) Tinjauan Dari Aspek Pengawasan Oleh: Agus Warcham
B
erbicara mengenai kualitas sumber lembaga pendidikan kita harus dilakukan daya manusia, tak dapat lepas dari secara terintegrasi, terencana, terarah, kualitas pendidikan. Peningkatan intensif, efektif, dan efisien, maka kedua kualitas pendidikan merupakan kementerian ini (Kementerian Pendidikan suatu proses yang terintegrasi dengan proses Nasional dan Kementerian Agama) harus peningkatan sumber daya manusia. Dalam berjalan bersama dan saling berkoordinasi kerangka pentingnya upaya peningkatan dalam pelaksanaannya. Sehingga akselerasi kualitas sumber daya manusia, pemerintah diantara kedua kantor kementerian dapat menggandeng pihak swasta yang saling dirasakan sebagai suatu ‘harmoni’ di tengahbahu membahu bekerja sama mewujudkan tengah kehidupan masyarakat. usaha pembangunan pendidikan, antara Dulu orang masih dapat melihat lain dengan pengembangan dan perbaikan adanya kesenjangan antara kondisi sekolah kurikulum serta sistem evaluasi, perbaikan umum dibandingkan dengan madrasah. sarana pendidikan, pengembangan dan Baik dari segi kualitas bangunan, sisi tenaga pengadaan mata ajar, serta pengembangan pengajar, maupun dari hasil ujian nasional dan peningkatan kualitas guru melalui (UN). Dan (saat itu) masih banyak masyarakat pelatihan-pelatihan. kita yang bila mendengar kata ‘madrasah’ Di tanah air, selain SD, SMP dan SMA masih memiliki rasa miris, prihatin, dan yang berada dalam binaan Kementerian sebagainya dikarenakan kondisi tersebut. Pendidikan Nasional, terdapat lembaga Suasana bangunan yang kumuh dan tidak pendidikan yang bernama madrasah dan terurus masih membayang dalam benak berada dalam binaan Kementerian Agama. sebagian masyarakat dan seolah terus Apabila dikaji secara histori, keberadaan melekat mengiringi setiap kali penyebutan madrasah di tanah air kita dapat dikatakan kata ‘madrasah’. sudah lebih dahulu hadir sebelum negeri Wajar saja bila persepsi masyarakat ini merdeka dibandingkan dengan sekolah demikian sehingga madrasah pada saat ini umum lainnya. Hanya saja, proses menjadikan belum menjadi tujuan bagi orang tua yang madrasah sebagai salah satu lembaga hendak menyekolahkan anaknya. Madrasah pendidikan formil yang (mungkin) sedikit dianggap sebagai lembaga pendidikan agak tertinggal. ‘akhirat’, sehingga mereka lebih memilih Mengingat upaya peningkatan sumber untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah daya manusia melalui peningkatan kualitas umum, ketimbang di madrasah. Menjadikan
54
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Pengawasan nomor dua dalam pilihan sama artinya dengan tidak mengutamakan atau dengan bahasa lain masih berharap dapat diterima di sekolah umum terlebih dahulu. Madrasah belum dapat berkompetisi dengan sekolah umum dalam hal kualitas. Masyarakat tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena mereka mengharapkan akan suatu kualitas pendidikan bagi putraputrinya. Dan berbicara kualitas akan berhubungan secara langsung dengan biaya. Kemampuan pengelola madrasah tingkat ibtidaiyah dan tsanawiyah (baik negeri maupun swasta) yang sepenuhnya telah membebaskan siswanya dari segala macam biaya adalah sangat terbatas bila harus menutup biaya operasional harian (alat tulis kantor), maupun bulanan (gaji guru, listrik, dan sebagainya). Belum lagi mencari dana untuk menambah lokal dengan membangun ruang kelas baru atau sekadar mencari biaya pemeliharaan gedung yang sudah ada. Nafas kehidupan madrasah swasta memang ibarat kembang-kempis, hidup segan matipun tak mau. Mereka harus pandai-pandai mengelola dana yang ada untuk mencukupi kebutuhan yang begitu besarnya. Bayangkan saja, saat ini masih ada madrasah yang hanya mampu menggaji gurunya dengan bayaran Rp. 1.700,- perjam. Bila dalam satu pekan mereka mengajar sebanyak 40 jam, maka uang lelah yang dibawa pulang adalah Rp. 48.000,- seminggu atau Rp. 272.000,- perbulan. Bagaimana mereka akan dapat mengajar mencurahkan ilmu kepada muridnya bila tuntutan kebutuhan minimal untuk dapurnya supaya bias sekadar ngebul saja belum tertutup. Bisa jadi guru yang dalam kondisi demikian belum
sempat memikirkan bagaimana peningkatan kualitas murid-muridnya agar dapat lulus dengan nilai terbaik terlebih lagi berupaya melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sejarah Madrasah Kata ‘madrasah’ dalam bahasa arab adalah bentuk kata keterangan tempat (zharaf makan), yaitu dari akar kata ‘darasa’. Secara harfiah madrasah dapat diartikan sebagai tempat belajar para pelajar atau tempat untuk memberikan pelajaran. Dahulu kata madrasah tidak begitu saja diartikan sekolah sebagaimana pemahaman pada umumnya. Namun lebih dikonotasikan sebagai sekolah agama, dimana siswa yang belajar di madrasah ‘hanya’ mendapatkan ilmu atau pelajaran agama. Sehingga kata madrasah itu sendiri tidak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, tetapi tetap diserap dalam kata aslinya dari bahasa Arab. Beda daerah, beda pula penyebutan untuk madrasah. Di daerah minang dulu dikenal dengan istilah pendidikan di surau, sementara di tanah jawa dikenal pondok pesantren yang merupakan cikal bakal munculnya madrasah di tengahtengah masyarakat. Saat itu sebagian besar masyarakat mempercayakan puteraputerinya untuk menimba ilmu di pondok pesantren. Tak ayal, pondok pesantren telah banyak memberikan kontribusi kepada para pendahulu negeri ini, sebab tak terhitung berapa banyak pendiri negeri ini adalah jebolan dari pondok pesantren. Sejak pemerintahan penjajah kolonial Belanda menguasai negeri ini selama lebih dari tiga setengah abad memang tidak
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
55
Pengawasan menghendaki adanya kemajuan bagi lembaga pendidikan madrasah yang notabene-nya sebagai wadah bagi para kiai dan pemuka agama memberi pemahaman akan perlunya berfikir meraih kemerdekaan melalui upaya perjuangan. Pondok pesantren semakin menunjukkan eksistensinya dalam kancah perjuangan dengan menceburkan diri dalam dunia politik praktis. Untuk itu pemerintah kolonial justeru mengeluarkan kebijakan dengan membesarkan lembaga pendidikan formil baik yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda maupun kaum pribumi.
dan sebagainya. Pelatihan-pelatihan yang ditujukan kepada upaya peningkatan mutu dan kualitas guru juga seringkali diadakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam sebagai unit yang membidangi pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Dan dalam perkembangannya kini, kurikulum madrasah tidak hanya dikembangkan atau diajarkan pelajaran agama saja namun juga pelajaran umum semisal matematika, fisika, kimia, dan lain sebagainya. Madrasah telah menjadi satu kesatuan dengan lembaga pendidikan lainnya, seiring masuknya Kondisi Madrasah madrasah kedalam Terkini Sistem Pendidikan Hanya satu cara bagi manusia untuk jujur Peningkatan Nasional. Dan sejak itu terhadap dirinya sendiri. Jika ia tidak kualitas madrasah kurikulum madrasah mengetahui apa yang baik, manusia merupakan salah mengalami perubahan tidak dapat jujur terhadap dirinya sendiri. satu syarat bagi yang cukup mendasar, keberhasilan kita dari formulasi 30% “There is only one way for a man to be true memasuki era pendidikan umum to himself. If he does not know what is good, globalisasi. Dan dan 70% pendidikan a man cannot be true to himself” keberadaan madrasah agama kini berbalik sebagai lembaga menjadi 70% pendidikan Islam tidak pendidikan umum akan lepas dari persaingan tersebut. Bila dan 30% pendidikan agama. Dengan madrasah tidak mengikuti perkembangan, demikian diharapkan terjadi peningkatan maka niscaya akan semakin ditinggal oleh mutu pendidikan madrasah. Namun masyarakat. sebagian masyarakat tetap mempertahankan Di sisi lain, pemerintah (dalam hal madrasah yang dalam kurikulumnya hanya ini Kementerian Agama) terus berupaya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan untuk meningkatkan kualitas dalam berbagai madrasah seperti ini kita menyebutnya aspek (kualitas bangunan, mutu tenaga dengan madrasah diniah. Namun dibalik pengajar, pembenahan dan perbaikan semua perubahan yang ada pada madrasah, kurikulum) agar nantinya kualitas madrasah keterbelakangan madrasah dibandingkan dapat disejajarkan dengan sekolah umum. dengan sekolah umum tetap saja terjadi, Diantaranya dengan menggulirkan program sehingga mengindikasikan perkembangan bantuan, semisal blockgrant, BOS, BOMM, madrasah ibarat jalan di tempat.
56
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Pengawasan Kementerian Agama sebagai instansi pembina dari kelembagaan madrasah terus berupaya melalui berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendidik (baca: guru) di lingkungan madrasah. Namun jangan lupa bahwa kualitas pendidik yang meningkat tanpa disertai dengan profesionalisme pengelola menjadikan secara kelembagaan organisasi madrasah menjadi tidak sehat. Sebagai wujud konkrit upaya pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat, pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I (ditahun terakhir, 2009) telah ditetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN. Hal ini secara langsung dapat meningkatkan kualitas madrasah baik negeri maupun swasta. Tidak sedikit anggaran yang dialokasikan untuk diberikan kepada madrasah swasta sebagai bantuan diantaranya untuk peningkatan kualitas bangunan, menambah ruang kelas baru atau peningkatan sarana dan prasarana sekolah. Dan efektifitas bantuan akan semakin baik bila dalam pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan dan sesuai dengan peruntukan. Untuk itu diperlukan peran aktif baik dari masyarakat maupun Inspektorat Jenderal Kementerian Agama selaku Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam rangka mengawal program-program yang telah dilaksanakan. Peran Pengawasan Dalam Peningkatan Mutu Apabila dilihat secara kasat mata, jelas terlihat bahwa hampir seluruh madrasah yang berada di tengah-tengah kita (khususnya madrasah swasta) umumnya dikelola dengan pola atau sistem kekeluargaan. Dalam satu
madrasah biasanya yang menjadi Kepala Madrasah, guru dan atau pengurus madrasah berasal dari satu keluarga, sementara orang tua mereka menjadi pimpinan yayasan yang menaungi madrasah tersebut. Pola pengelolaan yang demikian bukannya tidak baik, namun kecenderungan untuk saling berkompromi dalam berbagai hal sangat terbuka, mengingat mereka adalah satu keluarga secara biologis. Atau dalam banyak hal, penentuan dan penetapan sesuatu tidak didasarkan atas kemampuan atau kompetensinya, namun atas kedekatan dan kekerabatan diantara mereka. Belum lagi pengelola administrasi dan keuangan yang belum menerapkan manajemen secara profesional, maka yang terjadi adalah kesepakatan-kesepakatan diantara mereka. Dalam bahasa pengawasan, kondisi demikian memiliki potensial error yang cukup tinggi. Sebagai contoh sederhana, madrasah penerima bantuan rehab ruang kelas dananya tidak dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas bangunan sekolah tetapi digunakan untuk memperbaiki bangunan rumah pengurus. Dalam pengamatan penulis, apabila terdapat orang lain diluar garis keturunan atau keluarga, jarang sekali oleh pengurus yayasan diberikan kepercayaan untuk mengelola organisasi madrasah, selain mengajar sebagai tugas pokoknya. Pengelolaan organisasi madrasah yang tidak mengikutsertakan orang lain selain yang memiliki keterkaitan hubungan darah dengan pemilik yayasan dapat dikatakan bersifat tertutup. Disinilah peran Kementerian Agama c.q. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam begitu penting dalam proses pembinaan.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
57
Pengawasan Pembinaan dimaksudkan untuk memberikan menerima hanya Rp.85 juta. Pengungkapan kecurangan dalam pemahaman yang utuh mengenai bentuk kongkalikong berawal ketika dilakukan pengelolaan organisasi madrasah yang baik, sehingga terhindar dari berbagai macam cek fisik atas bantuan yang telah diberikan. bentuk kesalahan administrasi maupun Apabila dalam bentuk bantuan rehab senilai penyimpangan yang dilakukan secara sengaja Rp. 100 juta, maka auditor dapat melakukan maupun tidak disengaja oleh pengelola penilaian atas seluruh pekerjaan yang telah dilakukan. Apabila terdapat perbedaan akan madrasah dan atau pengurus yayasan. Sekalipun madrasah swasta bukan nilai pekerjaan, maka proses selanjutnya milik pemerintah, namun Itjen Kemenag adalah melakukan konfirmasi dan berusaha dapat memainkan perannya dalam kapasitas mendapatkan pengakuan akan kejadian melakukan audit atas segala macam bentuk sesungguhnya. Sebab bias jadi penerima bantuan yang diterima. Feedback atas audit bantuan telah melaksanakan pekerjaan yang dilakukan Itjen Kemenag pada lembaga senilai dana riil yang diterimanya. Ungkapanmadrasah swasta adalah dapat diketahuinya ungkapan seperti ‘ancaman’ bahwa bila potensi kerugian negara yang ditimbulkan tidak mengaku akan kita rekomendasikan bila terjadi penyimpangan pada salah satu untuk tidak diberi lagi bantuan selamanya atau kedua pihak, yaitu penerima bantuan sangat efektif untuk mengarahkan penerima bantuan member keterangan sesungguhnya dan pemberi bantuan. Dalam dunia pengawasan, mengenai ‘kesepakatan’ yang pernah ada penyimpangan sedikit lebih sulit untuk dapat dengan pemberi bantuan. Mengingat hal-hal seperti ini juga diungkapkan apabila terjadi ‘kesepakatan’ antara dua pihak, sampai adanya salah satu merupakan salah satu tindak pidana korupsi, saja pihak yang keluar dari ‘kesepakatan’. auditor harus mampu ‘bermain cantik’ di Namun dengan pengembangan metode audit lapangan karena terkadang berbagai pihak di lapangan, pengungkapan penyimpangan terkait sudah terlebih dahulu ‘mengunci akan dapat terungkap sesulit dan serapi mulut’ mereka rapat-rapat untuk tidak member informasi. Apabila pengungkapan di apapun. Sebagai contoh bila terdapat program satu lokasi terungkap, maka auditor tinggal bantuan dana peningkatan sarana prasarana mengakumulasi kerugian yang dialami berupa rehab bangunan atau ruang kelas negara atas tindak pidana korupsi tersebut dimana sebelumnya telah ada ‘kesepakatan’ bila dilakukan terhadap puluhan dan ratusan bahwa bila diberi bantuan Rp. 100 juta, madrasah. Disatu sisi kita berharap adanya maka terimanya Rp. 85 juta. Pihak penerima peningkatan terhadap madrasah yang kita bantuan merasa tidak masalah sekalipun miliki, disisi lain bila berbagai penyimpangan mendapat bantuan tidak lagi utuh, dan sudah yang ada di depan mata kita dibiarkan begitu dipotong sekian prosen dari seharusnya. Dan saja, maka harapan tersebut tinggallah mereka bersedia menandatangani bukti menjadi harapan tanpa perlu menunggu penyerahan sebesar Rp.100 juta, sekalipun menjadi suatu kenyataan. [Agus Warcham]
58
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Opini Pentingnya Formulir Pengendalian (FP) Dalam Audit Untuk Peningkatan Kualitas Pengawasan Oleh: Budi Rahardjo
Sekretaris Itjen (Maman Taufiqurohman) dan Irwil III (Achmad Ghufron) dalam Acara Sosialisasi PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Abstraksi Dalam proses reviu LHA seorang Pengendali Teknis (Dalnis) melakukan tanya jawab dengan Ketua Tim sebagai berikut: Dalnis: “Coba saudara jelaskan, bantuan untuk operasional madrasah kok digunakan untuk merehab ruangan, faktor penyebabnya apa, ini kan tidak sesuai ketentuan?” Ketua Tim: ”Ya Pak, menurut penjelasan kepala madrasah katanya ruangan madrasah mau runtuh, jadi harus segera direhab. Karena tidak ada dananya jadi pakai dana operasional ini” Dalnis: “ (???) Menurut penjelasan? Terus, apa saudara yakin bahwa dana itu betul-betul digunakan untuk merehab madrasah, apa bukti pendukungnya dan apa
sudah dicek secara fisik?” Ketua Tim: “Sudah saya cek fisik Pak, tapi karena sudah satu tahun yang lalu tidak terlihat lagi bekas rehabnya dan bukti pendukung sampai saat ini belum saya terima” Dalnis: “Hah?!! Kalau bukti pendukung rehab tidak ada ini kan pengeluaran fiktif dengan alasan rehab? Bagaimana kalau dana itu digunakan untuk kepentingan pribadi? Ini jelas ada indikasi TPK, kok tidak masuk dalam temuan LHA , kenapa tidak ditelusuri lebih lanjut, terus mana KKA nya?! Ketua Tim: “ Waduh KKA nya? Mohon maaf, belum sempat saya buat pak, tapi proses pencairan bantuan itu semua ada di kepala saya Pak. Mau menelusuri lebih lanjut waktu habis Pak! ” Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
59
Opini Dalnis:“(???) Hah! KKA tidak ada tetapi LHA nya jadi? Waktu habis? (Jadi, selama ini apa saja yang dikerjakan oleh Ketua Tim ini di lapangan? Wah, sudah parah ini, apakah ini yang dimaksud dengan Auditor KW3?). Alhasil, temuan penyelewengan dana bantuan operasional menjadi mentah karena tidak didukung dengan bukti yang kuat, dan pada akhirnya semua tenaga, waktu dan biaya yang sudah dikeluarkan menjadi tidak ada artinya dan merupakan pemborosan yang sangat merugikan. Laporan Hasil Audit (LHA) terbit tanpa menggambarkan kondisi auditan yang sebenarnya karena tidak ada komunikasi dan koordinasi antara Tim Audit dengan Pengendali Teknis (Dalnis) dan Pengendali Mutu (Daltu) dan tidak didukung dengan Kertas Kerja Audit (KKA) yang lengkap. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena tidak adanya unsur pengawasan pada pelaksanaan audit dan kalaupun ada pengawasan tidak didokumentasikan dalam bentuk baku melalui format pengendalian. Pada akhirnya tujuan Audit untuk memperbaiki kinerja auditan melalui rekomendasi terhadap kelemahan dan penyimpangan pada satker auditan tidak tercapai secara optimal. Kondisi seperti ini tidak akan terjadi apabila sebelum , selama dan sesudah pelaksanaan audit, para auditor mulai tingkat Daltu, Dalnis sampai Ketua Tim dibekali dengan media pengendalian berupa formulir yang selanjutnya kita sebut sebagai Formulir Pengendalian. Formulir Pengendalian Formulir Pengendalian merupakan suatu media untuk mengendalikan mutu
60
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
kinerja auditor yang berada dibawah tanggung jawabnya, sebagai pedoman atau prosedur pelaksanaan untuk memudahkan para auditor dalam pelaksanaan audit serta sebagai alat pemantauan sejauh mana pelaksanaan audit di lapangan. Formulir Pengendalian berfungsi juga untuk mengetahui apakah terdapat kendala baik dalam pelaksanaan auditnya maupun hambatan yang disebabkan adanya unsur kesengajaan dari auditan. Format formulir ini dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan dan tahapan auditnya. Format formulir terdiri dari formulir untuk perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian audit termasuk pelaporan. Dengan menggunakan Formulir Pengendalian, auditor akan berjalan lurus pada koridornya serta akan menapaki anak tangga yang sudah dipersiapkan satu persatu sehingga tidak ada prosedur audit yang akan terlewat. Dengan terlaksananya penggunaan Formulir Pengendalian, otomatis akan meningkatkan kualitas pengawasan karena disamping kinerja auditor akan terpantau secara detail juga substansi permasalahan pada auditan akan terkendali sehingga diharapkan tidak akan terjadi hambatan yang signifikan dalam proses auditnya. Peningkatan Kualitas Pengawasan Dalam rangka mencapai peningkatan kualitas pengawasan intern, Kementerian Agama menjalankan berbagai fungsi manajemen pemerintahan terrmasuk fungsi pengawasan intern. Sesuai pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, salah satu bentuk pengawasan intern
Opini yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal terkait dengan penetapan tujuan audit, Kementerian Agama adalah audit. Untuk ruang lingkup, pemilihan prosedur pengujian, menjaga mutu hasil audit disusun suatu pengumpulan bukti audit, dan penentuan standar audit yang disusun oleh organisasi simpulan hasil audit. profesi auditor, seperti Institute of Internal Dalam mengimplementasikan Auditor (IIA) atau Ikatan Akuntan Indonesia standar audit tersebut maka pekerjaan (IAI). Saat ini untuk Indonesia, telah ada auditor harus disupervisi secara memadai standar audit Aparat Pengawasan Instansi dan berjenjang. Pelaksanaan supervisi inipun Pemerintah (APIP) yang diterbitkan oleh harus tertuang dalam formulir pengendalian Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur dan didokumentasikan. Pekerjaan anggota Negara yang menggunakan standar audit tim harus direviu oleh ketua tim, pekerjaan dari IIA sebagai referensi. ketua tim direviu oleh pengendali teknis Peningkatan kualitas pengawasan dan pengendali mutu demikian seterusnya akan dapat terwujud melalui perubahan sampai laporan hasil audit diterbitkan. (sesuatu yang baru) dan penyempurnaan Demikian pula perkembangan pelaksanaan (memperbaiki yang sudah ada) sistem audit di lapangan, mulai dari perencanaan pengawasan pada Inspektorat Jenderal ,pelaksanaan sampai kepada pelaporan Kementerian Agama. Pengawasan intern audit akan terpantau tahap demi tahap, pemerintah merupakan salah satu unsur baik dari segi kinerja auditornya maupun manajemen pemerintahan yang penting. perkembangan pelaksanaan audit di lapangan Pemantauan kinerja dari seluruh satuan sampai kepada simpulan audit. Dengan kerja yang ada di Kementerian Agama demikian diharapkan kualitas pengawasan dalam mencapai tujuan harus dilakukan yang dilakukan melalui pelaksanaan audit sebagai bentuk pelaksanaan pengawasan akan meningkat. intern. Fungsi manajemen ini diemban oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Agama perlu mengembangkan tata kerja dan Dengan demikian keberhasilan pencapaian prosedur untuk memastikan dipenuhinya tujuan Kementerian Agama juga sangat standar audit yang menjamin kualitas hasil tergantung pada kualitas pengawasan audit tersebut. Saat ini, Inspektorat Jenderal yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama telah memiliki berbagai Kementerian Agama. pedoman audit, tata kerja, dan sistem Beberapa hal penting dalam standar operasi prosedur untuk pelaksanaan kegiatan audit tersebut yang perlu dijadikan acuan audit. Namun demikian, agar audit dapat dalam pengendalian kegiatan audit adalah: berjalan dengan efektif dan efisien semua Pertama, keharusan untuk menyusun pedoman tersebut masih perlu dilengkapi program pengembangan dan pengendalian dengan Formulir Pengendalian yang dapat kualitas audit digunakan untuk supervisi kinerja auditor Kedua, kecermatan profesional dan pengendalian kegiatan audit. Formulir dalam melaksanakan setiap penugasan Pengendalian ini berlaku untuk setiap
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
61
Opini penugasan dari berbagai jenis audit yang dilakukan di lingkungan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Seluruh prosedur dan mekanisme kerja dalam pedoman teknis ini harus diterapkan sejak tim audit menerima surat tugas audit hingga penyusunan laporan hasil audit (penugasan audit individual). Jenis Formulir Pengendalian (FP) Formulir Pengendalian ini dibuat sesuai dengan kebutuhan dan tahapan auditnya. Formulir Pengendalian ditandatangani oleh Ketua Tim, Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu, hal ini diperlukan untuk legalitas formal serta untuk membentuk komitmen mengenai siapa yang melakukan, apa yang harus dilakukan, kapan dan bertanggung jawab kepada siapa pelaksanan audit ini. Format formulir terdiri dari formulir yang dimulai dari format untuk perencanaan, pelaksanaan dan penyelesaian audit termasuk pelaporan.Sebagai gambaran Formulir Pengendalian (FP) yang dapat berfungsi sebagai alat pengendali adalah sebagai berikut: 1. FP -1 Anggaran Waktu Audit; 2. FP -2 Data Umum Penugasan; 3. FP -3 Program Kerja Audit; 4. FP -4 Kendali Tugas Mingguan; 5. FP -5 Format Supervisi Dalnis; 6. FP -6 Format Supervisi Daltu; 7. FP -7 Format Cek List; 8. FP -8 Reviu Sheet; 9. FP -9 Format Input Temuan ke SIM-HP; 10. FP -10 Call Sheet. Dalam tulisan ini tidak akan disajikan semua Formulir Pengendalian yang ada, namun sebagai gambaran awal disajikan formulir anggaran waktu. Formulir ini
62
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
memuat perencanaan audit di lapangan yang merupakan alat kendali bagi Daltu, Dalnis dan Ketua Tim untuk memantau apakah semua jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh Tim Audit sudah terlaksana atau belum, apa kendalanya, termasuk apakah waktunya cukup atau tidak. Dengan demikian sejak dini Daltu dan Dalnis dapat mengetahui permasalahan yang ditemukan oleh Tim di lapangan termasuk memberikan solusinya. Rincian dari masing-masing jenis kegiatan ini akan terlihat pada FP-3 Program Kerja Audit yang memuat langkah-langkah prosedur audit yang harus dilakukan secara rinci. Formulir FP-3 secara rinci tidak dapat dijelaskan dalam tulisan ini karena ruang penyajian yang terbatas. Semua Formulir mulai dari FP-1 sampai dengan FP10 mempunyai unsur pengendalian masingmasing, formulir ini saling berkaitan satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Konsep LHA akan terdukung dengan KKA yang merupakan output dari implementasi Formulir Pengendalian. Jadi, tidak mungkin terjadi lagi LHA terbit yang tidak didukung oleh kelengkapan KKA. Apabila Formulir Pengendalian ini dapat diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik, maka diharapkan kualitas pengawasan melalui audit ini akan meningkat secara signifikan dibanding pelaksanaan audit sebelumnya. Demikian tulisan singkat ini, mudahmudahan dapat bermanfaat khususnya bagi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dalam rangka peningkatan kualitas pengawasan di lingkungan Kementerian Agama. [Budi Rahardjo]
Opini Pengaruh Perencanaan Audit Terhadap Kinerja Kementerian Agama
K
Oleh: Erma Agustini
endala dan hambatan tugas pegawai untuk memberikan keyakinan pengawasan di era globalisasi memadai atas tercapainya tujuan organisasi dan informasi yang semakin melalui kegiatan yang efektif dan efisien, canggih dan semakin bervariasi keandalan pelaporan keuangan, pengamanan tingkat kejahatan dan tindakan kriminalitas, asset Negara, dan ketaatan terhdap peraturan serta semakin canggihnya metode atau perundang-undangan. modes operandi yang dijalankan sangat Untuk terwujudnya transparansi ditentukan oleh komitmen dari pimpinan dan akuntabilitas publik, maka pimpinan dan profesonalisme aparat pengawasan harus mempunyai komitmen bersama untuk intern pemerintah pimpinan terhadap tercapainya tujuan yang kita harapkan.Tugas pemberantasan KKN pada berbagai pengawasan atau yang dikenal dengan tugas aspek dalam pelaksanaan tugas umum audit merupakan aktivitas strategi, karena pemerintahan dan pembangunan yang dibebani tanggungjawab pengelolaan SDM dimandatkan oleh harus direncanakan dimana Majelis secara cermat. Setiap Ketika kamu sedang bekerja. Permusyawaratan manajer puncak pada Kerjakan dengan kemauan. Sampai Rakyat dan Ketetapan suatu organisasi harus mencapai puncak bukit yang tertinggi. MPR No.XI/MPR/1998 menyusun rencana dan UUD Nomor 28 “When you have a work to do biys. yang melibatkan Do it with a will. Those who reach tahun 1999 tentang para manajer the top boys. Fist must climb the hill” Penyelenggaraan lain. Keberhasilan Negara yang bersih suatu rencana dan bebas dari tergantung pada KKN dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 komitmen pimpinan atau manajer selaku Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian penanggungjawab pelaksanaannya. Intern Pemerintah yang menekankan Perencanaan audit merupakan terhadap pengendalian lingkungan suatu tanggungjawab pimpinan atau manajer organisasi pimpinan merupakan tone at puncak unit pengawasan intern dan harus the top yang dapat memberikan warna dan konsisten dengan kaidah dan tujuan gaya kepemimpinan dari suatu organisasi organisasi. tersebut. Agar perencanaan dan pengendalian Sistem Pengendalian Intern ini lebih efektif perlu melakukan langkah-langkah merupakan proses yang integral pada sebagai berikut: (1) Membuat perencanaan tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara yang matang; (2) Melaksanakan kegiatan terus menerus oleh pimpinan dan seluruh yang telah direncanakan dengan matang; Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
63
Opini (3) Melakukan tugas pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan; (4) Melakukan reviu terhadap hasil pemantauan. Perencanaan penugasan audit merupakan suatu proses identifikasi apa yang harus dikerjakan dalam suatu audit, oleh siapa, kapan atau berapa lama dan berapa biayanya, Dengan mengetahui terlebih dahulu perencanaan maka akan memudahkan seorang auditor melaksanakan langkah-langkah audit, dan pimpinan atau manajer juga mengetahui siapa yang harus melaksanakan audit dan kapan pelaksanaan audit dimulai serta berapa lama audit harus dilaksanakan, kemudian berapa biaya yang harus dikeluarkan. Tujuan Perencanaan Penugasan Audit adalah untuk memenuhi persyaratan standar professional yang termuat dalam standart audit, sehingga para penggunan jasa audit dapat memperoleh layanan yang bermutu. Standar pelaksanaan audit dalam standart audit APFP menyebutkan bahwa pekerjaan audit harus direncanakan sebaikbaiknya dan apabila digunakan tenaga asisten harus diawasi. Perencanaan penugasan audit harus dirancang sedemikaian rupa sehingga hasil akhir berupa LHA dapat dimanfaatkan sebagi sumber informasi bagi pengguna jasa tugas dan pihak-pihak terkait lainnya. Hasil audit akan diperoleh secara efektif dan efisien, apabila dalam merancang perencanaan penuugasan audit fokus utamanya adalah jenis dan karakteristik kebutuhan informasi. Sejak awal aspek kritis yang mungkin ditemukan dalam audit harus
64
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
dipertimbangkan untuk merencanakan ruang lingkup audit. Perencanaan penugasan audit yang baik dapat menghindarkan beberapa hal penting dan kritis dalam audit terlewatkan atau tidak tersentuh oleh auditor, kemudian perencanaan penugasan audit hendaklah dilakukan melalui rapat intern seluruh auditor dengan inspektur yang mewilayahinya, sehingga keadilan, sama rata, sama rasa dalam penugasan adalah merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan, tidak ada yang merasa timnya lebih hebat dari tim yang lain, dan tim yang lain merasa di dholimi, ada tim solid dan tim tidak solid, tim yang kompak dan tim yang tidak kompak. Oleh karena para inspektur yang mewilayahi hendaknya melakukan pengendalian, pembinaan, pengarahan, terhadap auditornya pada saat akan melaksanakan audit. Ruang Lingkup Perencanaan Audit Perencanaan audit pada audit pengawasan intern merupakan bagian dari kegiatan manajerial pengawasan, perencanaan pengawasan diharapkan menghasilkan perencanaan jangka panjang yang dituangkan dalam suatu rencana induk pengawasan dan perencanaan operasional tahunan yang dituangkan dalam suatu program kerja pengawasan tahunan. Penyusunan RIP (Rencana Induk Pengawasan) harus memperhatikan standar audit aparat pengawasan fungsional pemerintah tentang koordinasi dan kendali mutu, antara lain menyatakan bahwa RIP harus disusun oleh setiap aparat pengawasan intern pemerintah dengan memperhatikan GBHN dan kebijakan pengawasan nasional.
Opini
Kegiatan Penyempurnaan Peraturan Perundang-Undangan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI. Jum’at-Ahad, 20-22 Agustus 2010
RIP merupakan suatu rumus strategi umum yang disusun dengan tujuan untuk mengarahkan tugas-tugas pengawasan APIP guna mendukung pencapaian arah program, atau sasaran pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu perumusan strategi umum bertujuan untuk mengarahkan tugastugas pengawasan agar sesuai dengan perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang diduga akan terjadi dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Faktor-Faktor Persiapan Perencanaan Penugasan Audit Pertama, dasar hukum dan profesionalisme. Dasar hukum aktivitas audit harus mendapat pertimbangan dari pengendalian teknis atau pertimbangan dari pengendalian teknis atau pimpinan dalam mempersiapkan rencana penugasan. Selain itu auditor perlu meyakinkan bahwa dalam perencanaannya termasuk prosedurprosedur audit yang terkait dengan tindakkan
pelanggaran hukum. Standar audit dan kode etik yang ditetapkan oleh badan yang berwenang harus pula diperhatikan agar audit memenuhi praktek professional yang baik. Kedua, penetapan waktu. Pengendalian teknis atau pimpinan harus selalu memperhatikan auditee pada PKPT yang menjadi tugas pokok dan tanggungjawabnya sehingga dapat merencanakan suatu penugasan audit sedini mungkin. Dalam praktek terdapat kondisi-kondisi yang memaksa sehingga apa yang telah direncanakan dalam PKPT harus disesuaikan dengan jadual dan waktu pada saat berada dilapangan. Pada setiap penugasan audit harus disusun rencan/anggaran waktu untuk masing-masing auditor (Ketua dan anggota tim) dengan satuan hari audit rencana/ anggran waktu setiap penugasan audit perlu dipersiapkan dengan memperhatikan tahapan sebagai berikut: (1) Persiapan audit. Pengendalian teknis harus mampu Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
65
Opini memprediksi waktu untuk pembicaraan pada perkiraan yang realistis.Dengan adanya pendahuluan dengan auditi, berapa waktu indikator yang jelas dan realistis yang terjadi yang diperlukan untuk pengumpulan dilapangan, serta indikator kinerja yang telah informasi umum dan peraturan perundang- disepakati antara auditi dan auditor, maka undangan beserta penelaahannya, kita akan mudah membuat dan menentukan peninjauan kegiatan operasional dilapangan, standar apa saja yang ada dan diperlukan menyusn ikhtisar hasil persiapan audit dan pada saat melakukan audit. Dalam PMA Nomor 21 tahun 2006 penyusunan program audit. (2) Pelaksanaan audit. Pada audit operasional biasanya diawali dijelaskan bahwa indikator kinerja adalah dengan audit pendahuluan, oleh karena itu ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang pengendali teknis harus dapat meencanakan menggambarkan tingkat pencapaian suatu waktu untuk audit pendahuluan pengujian kegitan yang ditetapkan. Indikator Kinerja terbatas system pengendalian intern dan hendaknya spesifik dan jelas, dapat diukur secara obyektif, mengikhtisarkan relevan dengan temuan hasil tujuan dan sasaran pengujiannnya, Kebiasaan membuat semua hal yang ingin dicapai, selanjutnya disusun menjadi mudah. dan tidak bias. program audit lanjutan. “Custom makes all things easy” Dalam PP (3) Penyelesaian Berlatih secara terus menerus akan Nomor 60 tahun audit. Pada tahap mencapai kesempurnaan. BAB II pasal 35 ayat 1 penyelesaian audit “Practice makes perfect” dan 2 menyebutkan pengendalian teknis (Syahdunya Untaian Pujangga Hikmah) bahwa pimpinan atau pimpinan instansi pemerintah harus mampu wajib menetapkan memprediksi waktu dan mereviu indikator untuk penelahaan kelengkapan KKA (Kertas Kerja Audit), dan ukuran kinerja, mereviu dan melakukan pembahasan intern antara ketua tim, anggota validasi secara periodik atas ketetapan dan tim dan pengendalian teknis, penyusunan keandalan ukuran dan indikator kinerja, konsep LHA beserta lampiran-lampirannya mengevaluasi faktor penilaian pengukuran sekaligus dengan reviu oleh pengendalian kinerja, dan membandingkan secara terus menerus data pencapaian kinerja dengan teknis dan pengendalian mutu. sasaran yang ditetapkan dan selisihnya dianalisis lebih lanjut. Indikator Kinerja Tujuh kelemahan yang menonjol Indikator Kinerja merupakan standar yang harus ada dalam menilai tingkat antara lain sebagai berikut: (1) Lemahnya keberhasilan maupun kegagalan audit adanya kehendak pemerintah atau political will/ indikator yang jelas, yang harus disusun government will; kehendak saja tidak cukup; secara bertahap, hati-hati, jelas, didasarkan (2) Tidak atau belum ada kesamaan persepsi,
66
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Opini tujuan dan pola tindak yang tidak jelas; (3) Kurang memanfaatkan teknologi informasi. Pengawasan merupakan salah satu fungsi menejemen yang dituntut untuk memberikan kontribusi dan masukan dalam mendukung kelancaran tugas pemerintahan dalam mewujudkan pembangunan nasional sesuai dengan rencana dan peraturan perundang undangan serta memenuhi asas efektif dan efisien. Untuk mewujudkan fungsi tersebut, maka diperlukan adanya indikator yang menjadi dasar atau acuan dalam merealisasikan tujuan tersebut. Pengertian Indikator Kinerja adalah standar yang harus ada dalam menilai tingkat keberhasilan maupun kegagalan auditi, yang harus disusun secara bertahap, hati-hati, realistis, didasarkan pada perkiraan yang realistis, dimana suatu entitas didalam menyusun serta membuat ukuran capaian kinerja harus didasarkan pada kenyataan yang ada tanpa merekayasa hasil yang telah disepakati antara auditi dan auditor. Indikator Kinerja memuat beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian antara lain bagaimana kita menyusun suatu kegiatan atau proyek secara transparan, akuntabel, dan dapat menghasilkan sesuatu dengan lebih baik, kemudian bagaimana kita memprediksi anggaran atau biaya yang harus dikeluarkan dengan prinsip efisien, efektif, ekonomis dengan hasil yang memuaskan, serta bagaimana kita mengatur dan memilah-milah auditi yang akan kita periksa dengan cara memberikan score, atau memberikan penilaian terhadap auditi yang beresiko tinggi dan rentan terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme yang mengakibatkan
lemahnya sistem serta menurunnya peringkat dari Wajar Dengan Pengecualian menjadi Disclaimer Opinion. Hal ini disebabkan oleh bahayanya system KKN yang selama ini tidak dan sulit untuk diberantas. Selanjutnya bagaimana kita menempatkan para auditor agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas dan fungsinya secara tepat berdasarkan keahlian dan kualitas auditor serta partisipasi auditor secara aktif, sehingga pelaksanaan tugas auditor dapat menghasilkan tugas secara maksimal, Kemudian bagaimana auditor dapat melaksanakan tugasnya secara intensif dan sesuai dengan program kerja yang dituangkan dalam kertas kerja audit yang merupakan salah satu dokumen yang menjadi alat untuk menjadikan masalah ini menjadi terang benderang serta transparan sehingga menghasilkan temuan audit setelah mendapatkan konfirmasi dari auditi, oleh karena itu kita perlu menyusun dan memprogram para auditor dengan segala resikonya. Terkait dengan manajemen resiko, apabila pengawasan preventif dilaksanakan, maka kemungkinan ancaman kegagalan akan jauh bisa dihindari dibandingkan tidak sama sekali melakukan antisipasi dini dengan pengawasan. Dengan demikian pengawasan preventif menemukan lokus atau titik puncak keberartiannya bahwa dengan memaksimalkan peran pencegahan melalui pengawasan sangat memungkinkan proses proses manajemen tetap berjalan pada relnya. [Erma Agustini]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
67
Hikmah Refleksi Pasca Ramadhan dan ‘Idul Fitri 1431 H Latihlah Selalu Menjadi Orang Jujur Oleh: Nurul Badruttamam
H
Suasana Kegiatan Pembinaan Rohani Islam dan Pesantren Ramadhan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Jum’at, 3 September 2010
ari Raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan dan kebesaran umat Islam telah pergi meninggalkan kita semua. Setelah sebulan lamanya umat Islam ditempa dan diuji tingkat keimanan dan ketakwaan yang dibalas Allah SWT oleh pahala yang berlipat-lipat dan pengampunan dosa, kini bulan sejuta hikmah dan anugerah itu pun telah berlalu. Pertanyaannya, masihkah tingkat keimanan kita pada bulan-bulan berikutnya selevel dengan saat beribadah puasa pada bulan Ramadhan? Dalam tinjauan terminologi, kata “idul fitri” mengandung dua makna. Pertama, kembali kepada keadaan
68
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
umat Islam dihalalkan makan dan minum pada siang hari. Kedua, kembali kepada fitrah manusia yang suci setelah sebulan lamanya diuji iman dan takwanya. Ila al-fitroti min al-a’idin wa anil hawa wa as-syayatin min al-fi’zin. Artinya, kita kembali kepada fitrah (suci) dan kita telah menang dari hawa nafsu dan setan. Sesungguhnya hakikat hari raya ‘Idul Fitri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah berhasill menundukkan nafsu, kita dapat “kembali ke fitrah” (Idul Fitri). Kembali ke fitrah berarti kembali ke asal kejadian. Manusia terlahir tanpa beban kesalahan apa pun, melainkan sebagai
Hikmah manusia yang suci tanpa noda dan dosa. Idul Fitri ini juga populer dengan sebutan Lebaran. Lebaran berasal dari akar kata “lebar” yang maknanya tentu agar di hari raya kita harus berdada lebar (lapang dada) untuk meminta dan sekaligus memberi maaf (al-’afwu: menghapus, yakni menghapus kesalahan) kepada sesama. Hari Raya Idul Fitri mencerminkan tiga sikap yang mesti dimiliki setiap Muslim. Pertama, mempertahankan nilai-nilai kesucian yang diraih umat Islam pada hari fitri. Berlalunya momentum puasa hendaknya tidak dijadikan sebagai kembalinya manusia ke kebiasaan dan perilaku yang jauh dari perintah Allah atau malah dekat dengan segala larangan-Nya. Kedua, berharap bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa umat Islam yang telah lalu dan meminta selalu dibimbing agar dijauhkan dari perbuatan dosa pada kemudian hari. Allah akan mengampuni segala dosa kaum Muslim yang pada bulan Ramadhan melaksanakan ibadah puasa dan derivasinya secara bersungguh-sungguh. Ketiga, hendaknya melakukan evaluasi dan kontemplasi diri bahwa ibadah puasa kita sudah sesuai dengan apa yang diharapkan Allah SWT. Jangan sampai kita seperti yang disabdakan Nabi SAW, “Banyak sekali orang yang berpuasa, yang puasanya sekadar menahan lapar dan dahaga.” Dengan berakhirnya Ramadhan, bukan berarti kita mengendorkan kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah. Sebaliknya, “sekolah” Ramadhan yang telah berlalu sepatutnya dijadikan sebagai wahana pembelajaran untuk semakin meningkatkan
kadar ibadah kita. Mari, kita sama-sama meraih kemenangan Ramadhan pada Idul Fitri 1431 H. Isi lembaran baru dalam keseharian kita dengan identitas baru sebagai orang yang bertakwa. Kita bisa memulainya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. Seperti diriwayatkan Abu Aiyub al-Anshari, Nabi Muhammad SAW bersabda, “barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diiringi dengan enam hari bulan Syawal, seolaholah ia telah berpuasa sepanjang masa. Kita tentunya tak bisa menahan Ramadhan selalu bersama kita, tetapi semangat Ramadhan sudah semestinya terus kita pelihara.” Belajar Dari Kisah Idris Ada sebuah kisah, seorang ulama dari generasi tabi’in (pasca generasi sahabat) bernama Idris, seorang pemuda yang gemar mengembara untuk menuntut ilmu. Suatu ketika, ia beristirahat di tepi sungai. Ketika sedang, melepas lelah, ia melihat ada buah apel yang terbawa arus air. Dia pun kemudian memungut buah tersebut untuk dimakannya. Setelah menghabiskan kurang lebih setengahnya, pemuda itu tersentak. Ia merasa bahwa buah yang ia makan belum jelas statusnya; ia juga bertanya-tanya, apakah sang pemilik buah itu memang sengaja membuangnya ke sungai atau justru sebaliknya, sang pemilik merasa kehilangan buah tersebut. Karena terusik dengan status buah apel yang dimakannya, maka Idris memutuskan untuk menelusuri bantaran sungai guna mencari sang pemiliknya. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, tibalah Idris di sebuah kebun apel yang Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
69
Hikmah berada di tepi sungai. la cukup yakin bahwa apapun yang akan diminta, asal makanan buah apel yang telah dimakannya berasal yang terlanjur telah dimakan bisa halal. dari perkebunan tersebut. Alasannya, karena Melihat sikap sang pemuda, tentu saja sang jenis buah apel yang dia makan sama dengan pemilik kebun semakin kagum. Bagaimana jenis apel yang tumbuh di perkebumm tidak? Hanya untuk mencari halal separuh tersebut. Di samping itu, hanya kebun apel buah apel yang dimakai secara tidak sengaja, itu saja yang berada di tepi sungai. Setelah dia rela untuk melakukan apa saja. bertanya di mana rumah pemilik kebun apel, Sang pemilik kebunpun semakin Idrispun mendatangi kediamannya. Idris tertarik dengan kepribadian Idris dan semakin akhirnya menceritakan maksud dan tujuan ingin menguji, sejauh mana ia mampu kedatangannya kepada di pemilik kebun, bertahan dalam kondisi seperti itu. Maka yakni untuk meminta kerelaannya atas sang pemilik kebun memberitahui syarat buah apel yang telah yang harus dipenuhi dimakannya. sang pemuda. Idris Orang bijak adalah orang yang Tentu saja, diminta untuk sang pemilik kebun menikah dengan mengerti dan peka sangat kagum seorang perempuan akan lingkungan disekitarnya. dengan kejujuran yang buta, tuli, dan Setiap kali ada masalah, sang pemuda bisu. Memang sebuah dia merespons dengan sikap tenang yang bernama syarat yang sangat sambil berpikir mengenai jalan keluar Idris dan kehatiberat bagi seorang yang terbaik. hatiannya untuk Idris yang masih tidak mengkonsumsi memiliki masa depan makanan yang status yang sangat panjang. halalnya masih belum jelas. Padahal buah Karena dia harus merawat seorang istri yang apel yang dia makan adalah buah yang telah kondisinya tentu saja tidak diidamkan oleh jatuh dan terbawa arus air sungai. Wajar pemuda lajang kebanyakan, yakni seorang kalau sang pemilik kebun merasa sangat perempuan yang buta, tuli, dan bisu. Namun kagum dengan sifat jujur sang pemuda dengan sangat yakin, ldris menyanggupi, tersebut, sehingga, terbersit dalam hatinya persyaratan sang pemilik kebun demi untuk menguji lebih jauh kejujuran Idris. mendapatkan halal separuh buah apel yang Dalam rangka menguji Idris, sang telah berada di dalam rongga perutnya. pemilik kebun berkata bahwa dirinya tidak rela Mendengar kesanggupan Idris, terhadap buah apel yang telah dimakannya. sang pemilik kebun semakin mantap untuk Ia hanya ridla setelah sang pemuda mau menikahkan sang pemuda dengan gadis yang memenuhi permintaan yang akan ia ajukan. akan ia jodohkan. Ternyata gadis yang buta, Mendengar jawaban sang pemilik kebun, tali, serta bisa itu adalah putri kandungnya Idris pun langsung menyanggupi permintaan sendiri. Setelah dilakukan proses akad nikah,
70
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Hikmah Idris pun menjumpai istrinya yang telah menunggunya di dalam kamar. Alangkah tersentaknya Idris ketika menjumpai perempuan yang menunggunya, yang ternyata sangat cantik rupawan, tidak buta, dan bisa menjawab salam yang ia ucapkan ketika masuk kamar. Karena merasa bahwa perempuan yang dia nikahi tidak seperti ciri-ciri yang disebutkan pemilik kebun, Idris kembali keluar untuk menemui ayah mertuanya tersebut. la mengungkapkan bahwa perempuan yang dia temui di dalam kamar bukan seperti yang disebutkan ciri-cirinya. Pada saat itulah sang ayah mertua menjelaskan bahwa dia sengaja memilih Idris sebagai menantu karena kagum dengan sifat jujur dan wara’ yang dipegangnya dengan teguh. Karenanya, ia bermaksud untuk mengangkatnya sebagai menantu bagi putrinya. Kalaupun ia menyebutkan bahwa anak perempuan adalah buta, maka maksudnya tidak lain bahwa sejak kecil anak perempuannya itu dijaga untuk tidak melihat hal-hal yang diharamkan agama. Dengan kata lain, ia buta dari hal-hal yang dilarang Allah SWT. Kalau disebutkan bahwa anak perempuannya itu tuli, maka maksudnya adalah ia tidak pernah memperdengarkan beri atau cerita bohong kepada anaknya. Dengan kata lain, anak perempuan itu selalu dididik dalam suasana kejujuran. Kalau disebutkan bahwa anak perempuannya itu bisu, maka maksudnya adalah ia tidak pernah diajari untuk berkata bohong ataupun keji. Dengan kata lain, ia bisu untuk mengungkapkan halhal yang tidak diridlai Allah SWT.
Subhanallah, demikianlah untuk memberikan ganjaran bagi orang yang jujur, bergaya hidup sederhana, apa adanya, dan sabar. Kesabaran dan kesahajaan Idris telah diganjar oleh Allah SWT dengan memberinya seorang pasangan hidup yang shalihah. Dan dari pasangan inilah akhirnya terlahir seorang ulama besar dalam Islam, yang menjadi salah satu panutan madzhab fiqh, yakni Imam Syafi’i RA. Kalau melihat bagaimana seorang Syafi’i dilahirkan dan dibimbing oleh orang tua yang sangat memperhatikan ketakwaan dan kejujuran, maka sangat pantas kalau akhirnya Allah memberikan keutamaan kepadanya. Sebab bagaimanapun juga, masa depan dan keshalihan seorang anak sangat tergantung dengan pola bimbingan, pendidikan dan jenis makanan yang diberikan oleh orang tuanya kepadanya. Apabila orang tua sangat selektif dalam memberikan makanan kepada sang anak, yakni dengan memberinya makanan hanya dari barang-barang yang halal, niscaya Allah akan memberikan kelebihan dan keutamaan bagi anak dan keluarganya. Sumber rezeki sangatlah luas dan dalam. Seluas bentangan bumi dan kedalaman samudera. Sungguh, di setiap jengkal hamparan bumi dan laut terdapat rezeki yang bisa dikais. Permasalahannya, kerap kali manusia lebih berorientasi menunggu rezeki daripada menjemputnya. Lebih mementingkan selera pribadi dalam memilih sumber rezeki ketimbang merebut kesempatan di depan mata. Lebih mengutamakan cara yang cepat daripada berletih-letih dalam menggapainya. [Nurul Badruttamam] Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
71
Jurnal Kegiatan Training of Trainers (ToT) Pengawasan Dengan Pendekatan Agama (PPA)
Peserta Training of Trainers (ToT) Pengawasan Dengan Pendekatan Agama (PPA) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
I
nspektorat Jenderal Kementerian Agama pada tanggal 22-24 Juli 2010 telah sukses mengelar acara Training of Trainers (ToT) Fasilitator Sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Acara ini mengambil tema: Mewujudkan Fasilitator Sosialisasi PPA Tahun 2010 yang Kompeten” bertempat di Hotel Aryaduta Semanggi Jakarta, selama 3 (tiga) hari. Sesuai jadwal kegiatan, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama pada bulan S e p t e m b e r d a n O k t o b e r 2 0 1 0 a ka n mengadakan sosialisasi Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) ke 10 (sepuluh) wilayah yaitu: Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur,
72
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Gorontalo. Sebagaimana kita ketahui bersama. Tujuan reformasi birokrasi di Kementerian Agama: menjadikan kinerja birokrasi Kementerian Agama lebih efektif dan efisien melalui pendekatan yang sistematik untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik dan menciptakan aparatur negara yang bersih, profesional dan bertanggung jawab. Oleh karena itu Kementerian Agama yang merupakan bagian dari pemerintah Republik Indonesia yang dibentuk untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama kepada seluruh
Jurnal Kegiatan rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD Republik Indonesia 1945 guna mewujudkan masyarakat yang taat hukum, demokratis, adil, makmur, dan berakhlak mulia. Namun demikian persoalan yang dihadapi dalam pembangunan di bidang agama cukup berat karena berkaitan dengan program mewujudkan keadilan dan kemakmuran yang meliputi dimensi lahir, batin, material, dan spiritual. Realitas yang berkembang menunjukkan, perilaku aparatur negara masih menunjukkan kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai moral dan budaya kerja. Karenanya perlu dilakukan pengembangan budaya kerja, yakni nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, yang tecermin dalam sikap dan perilaku dan menjalankan aktifitasnya sebagai aparatur. Implementasi budaya kerja merupakan tugas berat yang harus dilakukan secara utuh, menyeluruh, dalam waktu yang panjang karena menyangkut proses pembangunan karakter, sikap, dan perilaku. Dalam konteks reformasi birokrasi di Kementerian Agama, pengembangan budaya kerja perlu dilakukan melalui proses sosialisasi, internalisasi, dan institusionalisasi. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memantapkan konsep diri, persepsi, perilaku sebagai abdi negara dan abdi masyarakat; pengembangan kerja sama melalui dinamika kelompok; perbaikan kebijakan publik, penerapan manajemen modern dan peningkatan pengawasan, evaluasi kinerja, dan penegakan disiplin pegawai secara konsisten. Sasaran akhir yang ingin dicapai adalah perubahan yang signifikan dalam pola pikir, dan perilaku kerja yang produktif dan inovatif guna peningkatan kinerja di lingkungan
Kementerian Agama. Saat ini paradigma pengawasan dalam birokrasi sudah semakin berkembang ke arah yang lebih luas. Pengawasan tidak hanya berfungsi menyelesaikan dan mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, melainkan juga diarahkan pada peran konsultasi dan katalis dalam penyelenggaraan pengawasan fungsional. I n s p e k t o ra t J e n d e ra l s e b a g a i penanggung jawab pengawasan fungsional di lingkungan Kementerian Agama RI mendapatkan peran sekaligus tantangan untuk memaksimalkan ketiga peran pengawasan sebagai watchdog, konsultan, dan katalis. Peran Inspektorat Jenderal sebagai watchdog adalah peran utama yang harus tetap melekat dalam rangka pencegahan dan penanganan atas penyimpangan yang terjadi, sedangkan kedua peran lainnya yakni peran sebagai konsultan dan katalis merupakan perluasan peran sebelumnya dimana paradigma pengawasan saat ini sudah mulai diarahkan kepada pengembangan budaya kerja yang positif dalam rangka mendukung kebijakan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan di seluruh instansi pemerintahan. Dalam konteks reformasi birokrasi Kementerian Agama, pengembangan nilainilai budaya kerja perlu dilakukan melalui proses perumusan dan kesepakatan nilai dasar, persepsi, sikap kerja, dan perilaku kerja yang sasaran akhirnya adalah terwujudnya integritas dan produktivitas kerja satuan organisasi di lingkungan Kementerian Agama. Oleh karena itu pengembangan budaya kerja memerlukan dukungan seluruh pihak terkait pada setiap level intitusi Kementerian Agama.
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
73
Jurnal Kegiatan
Suasana Simulasi Permainan Training of Trainers (ToT) PPA Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
H a s i l p e n ga w a s a n s e l a m a i n i menunjukkan bahwa penyebab temuan yang paling menonjol adalah perilaku aparatur/ Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memahami tugas dan fungsi sebagai pegawai negeri sipil dan kurang memperhatikan nilainilai moral dan budaya kerja. Dengan demikian, akar masalah berbagai bentuk penyimpangan/ temuan seperti korupsi adalah faktor moral dan akhlak yang substansinya berada di luar jangkauan sistem manajemen. Adapun pembentukan sikap dan perilaku aparatur Kementerian Agama dalam pengembangan nilai-nilai budaya kerja diarahkan pada usaha mewujudkan aparatur yang mampu melaksanakan tugas secara profesional dan bermoral. Sebab profesionalisme tanpa moral akan membuahkan sosok manusia yang cerdas secara intelektual tetapi tidak cerdas secara moral sehingga memiliki dampak pemikiran dan praktik negatif yang dapat merugikan 74
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
masyarakat dan negara. At a s d a s a r ko n d i s i d e m i k i a n , Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) menjadi salah satu instrumen yang penting dan strategis, karena PPA tidak hanya berfungsi sebagai program inisiatif pencegahan korupsi, tetapi juga merupakan sarana sosialisasi untuk mewujudkan internalisasi nilai-nilai budaya kerja yang pada akhirnya diharapkan bisa mendukung tercapainya tujuan reformasi birokrasi di Kementerian Agama. Acara sosialisasi PPA ini telah berjalan sejak tahun 2003 di lingkungan Kementerian Agama, terus dilakukan hingga saat ini dan telah mengalami beberapa perubahan signifikan terutama dalam aspek media komunikasi dan metode penyampaian yang lebih dinamis dan mengena. Hal ini mendapatkan respon positif dari satuan kerja yang mendapatkan sosialisasi PPA pada tahun 2009, terbukti dengan antusiasme dan komunikasi yang
Jurnal Kegiatan terjalin baik antara fasilitator dan peserta sosialisasi. Dengan demikian, program PPA yang kita miliki merupakan media yang sangat tepat dan efektif untuk menyosialisas ikan pengembangan budaya kerja. Tujuannya adalah agar aparatur Kementerian Agama di manapun bertugas akan selalu berjuang menegakkan ke jujuran, keikhlasan, kedisiplinan, keterbukaan, kebersamaan, kerukunan, dan persaudaraan yang merupakan bagian dari perilaku budaya kerja Kementerian Agama. P PA m e r u p a k a n p e n d e k a t a n pencegahan berbagai perilaku menyimpang seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, dengan penanaman nilai-nilai agama melalui sentuhan hati nurani guna mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan, merasa malu dan berdosa untuk melakukan penyimpangan yang dilandasi rasa jujur, tanggung jawab, dan taat terhadap peraturan perundang-undangan. Kegiatan utama PPA adalah melakukan sosialisasi kepada para aparatur Kementerian Agama yang dimaksudkan untuk menjadi sarana pendorong kesad aran bahwa pengawasan menjadi perilaku yang melekat, membudaya, dan menjadi kebutuhan dalam kehidupa n bernegara. Tujuan PPA adalah perwujudan pemahaman terhadap makna dan arti penting pengawasan dengan landasan nilai-nilai agama dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan perwujudan prakarsa serta peran aktif pengawasan khususnya oleh aparatur negara. Hasil akhir yang diharapkan adalah tumbuhnya kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi sehingga melahirkan kesadaran penuh bahwa bekerja merupakan bagian dari pengabdian kepada nusa dan bangsa serta
bagian dari ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sasaran program PPA adalah terbe basnya aparatur negara dan masyarakat dari praktik KKN dan bentuk penyimpangan lainnya. Khusus bagi aparatur Kementerian Agama sebagai ujung tombak pembenahan moral bangsa, diharapkan menjadi teladan dalam pemberantasan KKN bagi aparatur Negara, dalam rangka mewujudkan Kementerian Agama yang bersih, amanah, dan berwibawa, guna mendukung program pemerintah dalam mewujudkan good governance dan clean government. Program PPA adalah program unggulan Itjen Kemenag. Program ini merupakan instrumen inti dalam rangka mencegah penyimpangan penyelenggaraan pemerintahan, terutama perilaku korupsi. Ke depan Itjen Kementerian Agama akan terus memainkan peran strategis terutama dalam mengawal agenda besar reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agama. Kemudian pada tahuntahun mendatang akan memperluas cakupan Kanwil kita, tetapi tidak berarti Kanwil yang telah menjadi pilot project tersebut akan dibiarkan, tetapi tetap saja dilakukan monitoring dan pembinaan secara terus-menerus. Karena itu PPA merupakan alternatif model pengawasan dini yang pendekatannya menekankan pada pemberdayaan nilai-nilai agama, juga akan terjalin hubungan antara manajemen pemerintahan dengan nilainilai ketuhanan yang disuarakan dari dalam hati nurani, kemudian dipraktekkan dalam budaya kerja melalui permanen sistem dalam meningkatkan peran serta pemerintah untuk mewujudkan cita-cita clean government dan good governance. [Muhammad Yusuf]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
75
Randang
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN HARI-HARI LIBUR NASIONAL DAN CUTI BERSAMA TAHUN 2010 Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya bahwa untuk mengatur pelaksanaan hari-hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2010, pada tanggal 7 Agustus 2009 telah ditetapkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 1 Tahun 2009, SKB/13/M.PAN/8/2008, dan KEP.227/MEN.VIII/2009, tentang Pelaksanaan Hari-Hari Libur dan Cuti Bersama Tahun 2010. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Cuti bersama diperhitungkan dengan (mengurangi) hak cuti tahunan PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing instansi/lembaga. 2. Memperhatikan saran dan pendapat dari berbagai pihak baik Instansi Pemerintah, Swasta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat, maka Surat Keputusan Bersama tentang Pelaksanaan Hari-Hari Libur dan Cuti Bersama Tahun 2010 tidak menetapkan hari-hari kerja terjepit sebagai hari cuti bersama dan tidak menetapkan adanya pergeseran hari libur nasional. 3. Bagi instansi yang masih memberlakukan enam hari kerja, apabila ada hari kerja Sabtu yang diapit oleh hari libur nasional atau hari cuti bersama dan hari Minggu, maka hari Sabtu yang bersangkutan ditetapkan sebagai hari libur biasa dan jam kerja yang hilang diperhitungkan (diganti) dengan jam kerja pada hari kerja efektif minggu berikutnya untuk memenuhi ketentuan jumlah jam kerja efektif dalam seminggu yaitu 37.50 jam. 4. Sehubungan dengan butir 2 di atas, setiap pimpinan instansi diharapkan dapat lebih meningkatkan kedisiplinan pegawai dan menaati jam kerja terutama pada: a. Senin tanggal 15 Maret 2010, setelah pelaksanaan libur Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1932; b. Jum’at tanggal 14 Mei 2010, setelah pelaksanaan libur Kenaikan Yesus Kristus; c. Senin tanggal 16 Agustus 2010, sebelum pelaksanaan hari libur Kemerdekaan Republik
76
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Randang Indonesia; d. Rabu dan Selasa tanggal 8 dan 14 September 2010, sebelum dan sesudah pelaksanaan Cuti Bersama Idul Fitri 1431 Hijriyah; e. Senin dan Selasa tanggal 15 dan 16 November 2010, sebelum pelaksanaan libur Idul Adha 1431 Hijriyah; f. Senin tanggal 6 Desember 2010, sebelum pelaksanaan libur Tahun Baru 1432 Hijriyah; g. Kamis dan Senin tanggal 23 dan 28 Desember, sebelum dan setelah pelaksanaan libur dan Cuti Bersama Hari Raya Natal 2010. 5. Ketentuan cuti bersama pada Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tersebut tidak berlaku bagi PNS yang menjadi guru pada sekolah dan dosen pada perguruan tinggi yang telah mendapat liburan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil. 6. Bagi unit/satuan kerja organisasi yang berfungsi memberikan layanan langsung kepada masyarakat dan mencakup kepentingan masyarakat luas, antara lain: rumah sakit, puskesmas, telekomunikasi, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan, perhubungan dan unit kerja pelayanan lain yang sejenis, pimpinan unit kerja/satuan yang bersangkutan agar mengatur penugasan pegawai pada hari libur nasional dan cuti bersama yang ditetapkan, sehingga pemberian pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan sebagaimana mestinya. 7. Setiap pimpinan instansi pemerintah agar melakukan pengaturan dan pemantauan terhadap pelaksanaan hari libur nasional dan cuti bersama di lingkungan masing-masing dan apabila ada pegawai yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas setelah melaksanakan cuti bersama, hendaknya diambil langkah-langkah peningkatan disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas perhatian Saudara, kami sampaikan terima kasih.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal, 30 November 2009
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,
ttd
E. E. MANGINDAAN
Tembusan: 1. Presiden Republik Indonesia; 2. Wakil Presiden Republik Indonesia. Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
77
Resensi Buku
Judul
: Rencana Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI Tahun 2010 Penulis : Tim Penulis Itjen Penerbit : Inspekrorat Jenderal Kementerian Agama Terbit : Januari 2010 Tebal : 160 Halaman
B
uku ini disusun sebagai pedoman Rencana Strategik, yang akan dilaksanan oleh dan sarana pengendalian tugas instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan dan fungsi Inspektorat Jenderal tahunan. Di dalam rencana kinerja ditetapkan Kementerian Agama Tahun 2010, rencana capaian kinerja tahunan untuk seluruh berisi tentang sasaran, program dan kegiatan indikator kinerja yang dilakukan seiring beserta indikator kinerja pengawasan selama dengan agenda penyusunan dan kebijakan tahun 2010. Dalam Renja ini juga diuraikan anggaran, serta merupakan komitmen yang Kebijakan Pengawasan Kementerian Agama, ingin diwujudkan oleh pimpinan dan seluruh Rencana Audit Tahunan (RKAT) Tahun 2010, anggota satuan organisasi/kerja mencapainya Prioritas Program Tahun 2010 dan Agenda dalam tahun tertentu. Kegiatan/Anggaran Tahun 2010. Penyusunan Renja meliputi Visi baru Inspektorat Jenderal penyusunan sasaran (uraian, indikator dan Ke m e nte r i a n A ga m a a d a l a h m e n j a d i target) yang ingin dicapai dalam tahun yang pengendali dan penjamin mutu kinerja bersangkutan, program dan kegiatan (uraian, Kementerian Agama. Pernyataan visi tersebut indikator kinerja, sasaran, dan target). bisa menjadi pemicu bagi seluruh komponen Penyusunan Renja Inspektorat Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Jenderal Kementerian Agama 2010 bertujuan untuk bekerja secara profesional guna meraih untuk merumuskan kembali komitmen untuk hasil kerja yang semakin baik dari waktu ke melaksanakan program demi pencapaian waktu. sasaran yang telah dirumuskan di dalam Perencanaan kinerja merupakan Rencana Strategis, serta tugas pokok dan proses yang penting yang harus dilakukan fungsi Inspektorat Jenderal Kementerian oleh instansi agar tujuan dan sasaran yang Agama. telah ditetapkan dalam rencana statejik dapat Dengan hadirnya buku yang berjudul diwujudkan dan dipantau pencapaiannya. “Rencana Kinerja Inspektorat Jenderal Tahun Rencana Kinerja (Renja) adalah proses 2010” ini diharapkan dapat meningkatkan penetapan kegiatan tahunan dan indikator transparansi, partisipasi dan akuntabilitas kinerja berdasarkan program, kebijakan, kinerja pengawasan Inspektorat Jenderal dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Kementerian Agama. [Nurul Badruttamam]
78
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
Resensi Buku Judul Penulis Penerbit Terbit
: Pedoman Audit Dengan Tujuan Tertentu 1. Audit Operasional 2. Audit Investigasi 3. Audit Perencanaan 4. Audit Pengelolaan SDM 5. Audit Pengelolaan BMN 6. Audit Pengelolaan Keuangan : Tim Penulis Itjen : Inspektorat Jenderal Kementerian Agama : September 2010
H
adirnya buku baru karya tim penulis Inspektorat Jenderal Ke m e nte r i a n A ga m a ya n g b e r j u d u l “ Pe d o m a n A u d i t Dengan Tujuan Tertentu” ini akan menjadi rujukan, ajuan dan panduan bagi para auditor dalam menjalankan tugasnya, tentunya dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dalam melakukan audit pada seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian Agama. Buku ini masing-masing berisikan tentang konsep dasar audit, audit pendahuluan, perencanaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan hasil audit dan tindak lanjut, serta pemantauan tindak lanjut. Berdasarkan PMA Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengawasan di Lingkungan Departemen Agama dan Keputusan Inspektur Jenderal Nomor:IJ/067/2007 tentang Tata Cara Audit di Lingkungan Departemen Agama, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan intern terhadap seluruh kegiatan instansi.
Inspektorat Jenderal Kementerian Agama merupakan unit kerja pengawasan internal yang bertanggungjawab untuk melakukan audit terhadap unit kerja di lingkungan Kementerian Agama yang diantaranya adalah melaksanakan Audit Investigasi atas indikasi adanya tindak pidana korupsi dan tindak penyimpangan lainnya. Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama perlu menerbitkan Pedoman Audit Investigasi yang memuat tata cara melakukan Audit Investigasi yang secara spesifik memerlukan prosedur tersendiri, sehingga memudahkan auditor dalam melaksanakan tugasnya yang berkualitas. [Ali Ghozi]
Fokus Pengawasan Nomor 27 Tahun VII Triwulan III 2010
79
Fokus Foto Itjen
Menteri Agama Suryadharma Ali Memberikan Ucapan Selamat - Sekretaris Baru Itjen Kemenag Maman Taufiqurohman
Irjen Mundzier Suparta Saat Memberikan Paparan Reformasi Birokrasi Kementerian Agama
Pelantikan Pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama RI
Acara K2TLHP Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Evaluasi Realisasi Kinerja Triwulan II Inspektorat Jenderal Kementerian Agama
Kegiatan Penyempurnaan Peraturan Perundang-Undangan Inspektorat Jenderal Kementerian Agama