| Nomor 06 | Tahun 2004 | Rp6.750 |
DaftarIsi
2 2 3 3 4 14 16 17 18 24 26 27 28 29 30 31 32
Dari DariRedaksi Surat SuratSurat Inf oEksekutif Info Etalase F ok us okus Strategi HC StrategiHC Usaha HC UsahaHC Konsultasi HC HCTren Kolega Rest &Rileks Rest&Rileks Lif eStyle Life Kolom Kiat Perspektif Bur sa Bursa saKerja Rehal
FOKUS
MENYONGSONG
PENGADILAN
HI
UU tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang baru bakal berlaku mulai 14 Januari 2005. Itu berarti, P4D dan P4P ditiadakan dan diganti dengan Pengadilan Hubungan Industrial (HI). Hanya saja, implementasi UU itu dibayang-bayangi penundaan. Akankah kualitas penyelesaian perselisihan menjadi lebih baik?
SOLUSI TEKNOLOGI MANAJEMEN HR halaman
18
Perangkat teknologi informasi (TI) kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan human resources (HR). Tanpa dukungan teknologi niscaya manajemen HR sangat rumit dan inefisien. Selain mengharuskan orang-orang HR akrab dengan teknologi, pemilihan solusi sistem manajemen HR sangat menentukan keberhasilan pengelolaan HR.
Harijanto: “Seorang Direktur pun harusnya mau berkomunikasi langsung dengan karyawan ...,”
Andreas Chang: “Perusahaan-perusahaan sejak dulu terbiasa menyimpan data dengan berbentuk kertas,”
Martha D. Swissanto: “Dalam bekerja, saya selalu menetapkan target dan time line dan membuat check list ....”
halaman 10
halaman 20
halaman 24
Sabar Sianturi: “Jamsostek atau pesangon Rp5-Rp10 juta apa artinya kalau sekian waktu dia belum dapat pekerjaan.” halaman 10
2
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
D a r i Re d a k s i
K
MENYONGSONG ERA BARU
esibukan bangsa menyongsong Pemilihan Presiden putaran kedua tidak membuat perhatian sepenuhnya tersedot ke sana. Salah satu isu besar yang bakal menjadi perhatian berbagai kalangan ketenagakerjaan adalah akan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 2004 tentang Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) pada tanggal 14 Januari 2005. Itu berarti, hanya sekitar 3 bulan lagi UU itu sudah harus dilaksanakan. Berlakunya UU No. 2 Tahun 2004 menandai efektifnya tiga UU ketenagakerjaan yang baru bersama dengan UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketiga UU itu ibarat trisula, yang bergerak bersama-sama dan saling melengkapi. Sejatinya, berlakunya UU No, 2 Tahun 2004 itu masih menyimpan tanda tanya. Pertama, UU No. 13 Tahun 2003 diberlakukan pada bulan Mei 2004 tanpa didukung oleh UU tentang PPHI sehingga UU No. 13 Tahun 2003 tergolong cacat. Seharusnya, dua UU ini berjalan serentak karena keduanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Kedua, pemberlakuan UU No. 2 Tahun 2004 yang harusnya efektif sejak 14 Januari 2005 boleh jadi akan ditunda. Masalahnya, persiapan ke arah pelaksanaannya masih minim. Mulai dari personil mediator, konsiliator, arbiter, hakim ad-hoc hingga ketentuan teknis pendukungnya. UU memang telah menggariskan persyaratan dari profesiprofesi pendukung itu, tetapi bagaimana teknis seleksinya, berapa besar tunjangan mereka, dan banyak lagi masalah lainnya masih belum jelas. Mengharapkan pemerintah sekarang memikirkan soal yang crucial dalam bidang ketenagakerjaan ini rasanya kurang realistis. Mennakertrans Jacob Nuwa Wea sendiri pasti disibukkan dengan tugasnya sebagai fungsionaris PDIP dan pendukung Megawati. Hingga bulan Oktober mendatang, saat Kabinet baru dilantik, maka aktivitas Kabinet yang sekarang pasti menurun drastis. Otomatis, perhatian terhadap halhal di luar pemenangan Pemilu Presiden menjadi berkurang.
Situasi ini sangat dilematis bagi perusahaan maupun pekerja. Menunggu Mennakertrans atau Pemerintah jelas tidak realistis, sementara berjalan tanpa Pemerintah juga tidak mungkin. Maklum, UU ini sesuatu yang sangat baru dan membutuhkan keterlibatan suprastruktur hukum nasional dalam mewujudkannya. Pengusaha maupun pekerja pada dasarnya juga ikut berkontribusi terhadap penundaan pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 itu, kalau itu terjadi. Sebab, hingga kini – setelah hampir setahun UU itu disosialisasikan - baik pengusaha maupun pekerja juga belum mengajukan usulan nama-nama calon Hakim Ad-hoc di Pengadilan HI dan Mahkamah Agung kepada Ketua Mahkamah Agung. Mestinya pengusaha bisa lebih cepat mengajukan usulan nama tersebut karena bagaimanapun mereka memiliki organisasi yang lebih rapih dan solid. Jangankan mengusulkan nama-nama, APINDO masih harus mengumpulkan masukan dari perusahaan anggotanya tentang seleksi Hakim Ad-hoc untuk mewakili perusahaan. Setidaknya dari penyusunan standarisasi kualifikasi hingga mendapatkan usulan nama membutuhkan waktu 2-3 bulan pula. Bila APINDO saja seperti itu, bisa dibayangkan Serikat Pekerja (SP) lebih kedodoran lagi. Banyaknya organisasi SP yang tidak semuanya bersatu akan menambah keterlambatan SP mengajukan nama Hakim Ad-hoc. Edisi kali ini mencoba memaparkan seluk-beluk UU No. 2 Tahun 2004 dengan meminta pula pendapat para praktisi hukum ketenagakerjaan, pejabat pemerintah, pengusaha, pengurus organisasi pengusaha, dan praktisi ketenagakerjaan berbagai perusahaan. Pemaparan ini diharapkan memberikan tambahan kejelasan tentang Pengadilan HI dan hal-hal terkait dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pada gilirannya, semua pihak terkait (terutama pekerja dan pengusaha) benar-benar mempersiapkan diri menyambut era baru ini. Selamat membaca … ■
S u r a t S u r a t MASUKAN BAGI CAPRES (1) Kami tertarik dengan gagasan HC untuk meminta masukan kepada praktisi HR tentang bagaimana sebaiknya pengembangan human capital dilakukan di Indonesia bagi Pemerintahan mendatang. Menurut hemat kami, ada beberapa hal yang perlu secara holistik ditangani untuk pengembangan kualitas manusia Indonesia: 1. Penciptaan lapangan kerja melalui penyediaan iklim bisnis yang kondusif. Seperti telah banyak diungkap, tingkat pengangguran saat ini telah mencapai 40an juta orang dan ada sekitar 2,5 juta angkatan kerja baru yang masuk ke pasar kerja. Tanpa perbaikan ekonomi sulit mengharapkan terciptanya lapangan kerja baru yang memadai. 2. Meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan dan ketenagakerjaan sekaligus
meningkatkan efektifitas anggaran agar benar-benar sampai kepada sasaran yang dituju. Pemantauan terhadap penggunaan anggaran harus menjadi bagian integral dari setiap kegiatan pemerintah. 3. Memberikan insentif fiskal kepada perusahaan-perusahaan yang secara nyata peduli kepada pengembangan sumberdaya manusia, dalam hal ini karyawan mereka. Insentif ini dikaitkan dengan anggaran pengembangan manusia secara absolut maupun secara relatif terhadap jumlah karyawan. Terima kasih atas kesediaan HC memuat masukan kami ini. Semoga HC maju terus. Hormat kami, M. Nuryanto PT AAL Jakarta
KOK TERLAMBAT TERUS Saya orang baru dalam dunia HRD, banyak hal yang saya tidak mengerti tetapi ada beberapa hal diprioritaskan untuk saya tanyakan berhubungan dengan masalah pengunduran diri. 1. Apa yang didapat karyawan apabila mengundurkan diri? Apakah termasuk pesangon dan masa penghargaan? 2. Apabila berkenan, mohon dirinci apa yang menjadi hak karyawan yang bersangkutan? 3. Kenapa majalah HC sangat sukar didapat dan selalu telat? Padahal di edisi kedua Dari Redaksi, redaksi berkomitmen untuk memperbaiki masalah ketepatan waktu terbit. Namun hingga edisi ke-5 masih belum memuaskan. Terima kasih atas bantuan dan perhatiannya. Hormat saya,
Glein Sitto PT Daya Bangun Raya Jl. Gunung Sahari Raya No. 7, Jakarta Jawaban pertanyaan 1 dan 2 akan disajikan dalam rubrik Konsultansi Hokum Ketenagakerjaan edisi mendatang. Pertanyaan Anda akan kami sampaikan kepada pakar hukum yang mengasuh rubrik tersebut. Jawaban pertanyaan 3, kami akan terus berupaya memperbaiki jadwal terbit itu. Kadang-kadang, kualitas isi bagi media baru menjadi prioritas utama. Terima kasih. (Red.)
Pemimpin Umum: Farid Aidid Pemimpin Perusahaan: Iftida Yasar Pemimpin Redaksi: P. M. Rizal Redaktur Pelaksana: Malla Latif Redaktur: Ratri Suyani, Vriana Indriasari Kontributor: Indraria Djokomono Artistik: Joel Totok Apriyanto Fotografer: Adonk Sekretaris Redaksi: Rizma Maulina Administrasi: Afiantomi Penerbit: PT Bina Semesta Giartha Lestari Alamat Redaksi/Tata Usaha, Iklan&Promosi: Setiabudi Building 2, 3rd Floor. Suite 305 Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 62 Jakarta 12920 Telp. 021-5220575 Fax. 021-52901024 E-mail:
[email protected] Bank: a/ n PT. Bina Semesta Giartha Lestari, Citibank No. Rek. 800333494690 Pencetak: PT Temprint.
3
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
I n f o E k s e k u t i f
LANGKAH KUNCI MANAJEMEN SENIOR Cara berpikir konvensional meyakini bahwa komitmen karyawan sangat ditentukan oleh supervisornya langsung. Peran kepemimpinan senior tidak begitu penting terhadap komitmen karyawan tersebut. Beri setiap karyawan manajer yang bagus, menurut pikiran itu, dan karyawan akan bertahan dan menjadi produktif. Pemikiran semacam itu tidak tepat lagi saat ini. Peran manajer tetap penting, namun riset WatsonWyatt menemukan bahwa kepemimpinan senior menjadi komponen kunci dalam kepuasan karyawan. Adalah manajemen senior yang bisa membuat atau menghancurkan upaya transformasi perusahaan. Sedikitnya ada 2 alasan utama di balik kesimpulan riset tersebut, yaitu meningkatnya secara drastis kegiatan restruk-
turisasi modal (merger, akuisisi, spin-off, dan divestasi) dan luar biasa cepatnya gerak laju bisnis secara umum. Kedua hal itu menyebabkan manajemen senior lebih berperan dalam memberikan kepuasan kepada karyawan. Keputusan yang dibuat di level puncak memiliki dampak langsung – dan seketika – terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah perusahaan. Langkah kunci yang dilakukan manajemen senior sangat menentukan apakah pekerjaan karyawan akan tetap ada atau tidak; apakah akan ada peluang karir atau tidak; apakah ada kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan atau tidak. Sebuah keputusan yang dibuat manajemen senior, lajimnya beberapa tahun ke depan dampaknya akan terasa terhadap karyawan. Dewasa ini, perusahaan begitu mudahnya dijual, dibeli, dipreteli, go public, dan sejenisnya sehingga dampaknya terhadap
karyawan juga bersifat instan. Oleh sebab itu, karyawan secara alamiah lebih tertarik dengan strategi dan taktik perusahaan dalam skala yang lebih luas■
sesuai kesepakatan dengan Komisi VII DPRRI, tahun 2005 akan dilaksanakan kebijakan penggabungan anggaran pembangunan dan rutin menjadi satu anggaran sehingga akan ada penyederhanaan usulan program. Karena itu, Depnakertrans mengusulkan 10 program yang 4 di antaranya merupakan program utama. Ke-4 program tersebut adalah peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, pengembangan lembaga, perluasan dan pengembangan tenaga kerja, dan pembangunan daerah melalui program transmigrasi. Kemudian, program transmigrasi diarahkan pada terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kesenjangan antar wilayah dan keserasian pemanfaatan ruang, mendorong pengembangan wilayah tertinggal, kawasan terbatas dan pulau terpencil. Depnakertrans mengusulkan anggaran sebesar Rp544,266 triliun untuk program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja Rp688,381 miliar, serta perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja Rp256,306 miliar■
Menurut Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans I Gusti Made Arka, pihak KBRI di Kuala Lumpur dan KJRI di Malaysia telah membentuk tim dan satuan tugas untuk mempersiapkan secara teknis pelayanan dan fasilitas pemulangan sekitar 500 ribu TKI asal Malaysia. Kantor perwakilan Indonesia di Malaysia juga akan berkoordinasi dengan instansi terkait di negara tersebut, antara lain dengan Kementerian Ddalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri. Sedangkan persiapan dalam negeri, Balai Pelayanan Penempatan TKI di daerah tengah mempersiapkan penanganan penjemputan dan koordinasi dengan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota asal TKI. Berdasarkan laporan terakhir, TKI yang bekerja secara legal di Malaysia sebanyak 718.686 orang, sedangkan TKI ilegal diperkirakan 700.000-800.000 orang. Mereka yang bekerja secara ilegal umumnya bekerja di sector konstruksi dan perkebunan. Menurut Arka, masyarakat Indonesia juga perlu diberi penjelasan tentang fenomena pemulangan TKI ilegal secara massal yang hampir terjadi setiap periode tertentu dengan bulan yang sama yakni sekitar Agustus-September. Deportasi TKI illegal pertama dilakukan tahun 1996, kemudian disusul pada tahun 2002 dan 2004.
LEADERSHIP VS MANAGEMENT Most US corporations today are overmanaged and underled - John Kotter. Pada umumnya masyarakat tahu tentang kepemimpinan (leadership) dengan melihatnya. Masalahnya, hari-hari belakangan ini, karyawan sadar mereka tidak cukup melihat hal tersebut. John Kotter dari Harvard setuju dengan pandangan seperti itu. Profesor yang diakui otoritasnya dalam bidang kepemimpinan ini mengatakan bahwa permasalahan (kepemimpinan) kini semakin parah. “Setelah melakukan 14 studi formal dan
lebih dari seribu wawancara, secara langsung mengobservasi lusinan eksekutif dalam menjalankan tugasnya, dan kompilasi begitu banyak survei, saya sangat yakin bahwa kebanyakan organisasi saat ini kekurangan kepemimpinan. Dan, defisitnya seringkali sangat lebar. Saya tidak mengatakan defisit 10%, tetapi 200%, 400% atau lebih di setiap posisi atas-bawah hirarki.” Kotter yakin penekanan masalah ini terletak pada manajemen ketimbang kepemimpinan. Tujuan dari manajemen, katanya, adalah untuk menjaga sistem yang ada berjalan baik. Tujuan dari kepemimpinan adalah mengambil peran dalam perubahan. Kedua disiplin itu berbeda, namun saling melengkapi. “ Leadership works through people and culture. It’s soft and hot. Management works through hierarchy and systems. It’s harder and cooler,” tukasnya■
E t a l a s e
JAC Indonesia Adakan Seminar Kiat Menambah Uang Saku Divisi Business Center PT. JAC Indonesia, Sabtu 21 Agustus 2004, mengadakan seminar setengah hari, bertemakan “Kiat Sukses Menambah Penghasilan Dengan Bekerja Sambilan Sebagai Penerjemah Bahasa Jepang”. Penerjemah disini bukan dimaksud hanya penerjemah lisan tetapi juga tulisan. Profesi ini bisa menjadi pekerjaan yang menarik dan menyenangkan. Acara ini diisi oleh Helmi Nonaka, yang bertutur tentang pengalamannya selama 25 tahun berprofesi sebagai penerjemah lisan (interpreter). Pria berdarah Jepang-Indonesia ini menguasai bahasa Indonesia, Jepang dan Inggris dengan baik. Ia mengungkapkan kunci keberhasilannya sebagai interpreter, didukung dengan data statistik tentang komunitas Jepang di Indonesia serta kaitannya dengan peningkatan kebutuhan jasa penerjemah■
Depnakertrans Ajukan Anggaran Rp3,834 Triliun Untuk Tahun 2005 Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi merencanakan akan mengajukan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2005 sebesar RRP3,834 triliun. Mennakertrans Jacob Nuwa Wea dalam keterangannya menyampaikan, anggaran tersebut akan digunakan untuk membiayai 10 program, di antaranya adalah perluasan dan pengembangan tenaga kerja, peningkatan kualitas dan produktivitas kerja, pengembangan lembaga, dan pembangunan daerah melalui program transmigrasi. Dalam alokasi APBN 2004 lalu, dibutuhkan anggaran sebesar Rp1,337 triliun, terdiri dari anggaran pembangunan Rp947,4 miliar, anggaran rutin Rp182,5 miliar dan dana lain RP208 miliar. Namun
Deportas TKI Ilegal Direncanakan Bertahap Mulai Oktober 2004 Pemerintah Malaysia berencana mendeportasikan tenaga kerja Indonesia illegal secara bertahap pada bulan Oktober-November 2004 mendatang. Pemerintah Malaysia juga bersedia memulangkan TKI ilegal ke pelabuhan tujuan di Indonesia sesuai daerah asalnya dan melalui Nunukan, Kalimantan Timur. Pelabuhan yang dituju di Indonesia yakni Belawan (Sumatera Utara), Kuala Tungkal (Jambi), Dumai dan Batam (Kepulauan Riau), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Tanjung Priok (Jakar ta) dan Tannjung Perak (Jawa Timur).
Toyota Lincurkan Kijang Innova di Indonesia Generasi Terbaru Toyota Kijang yang LegendarisPT. TOYOTA MOTOR MANUFACTURING INDONESIA (TMMIN) dan PT. TOYOTA-ASTRA MOTOR (TAM) pada tanggal 1 September 2004 meluncurkan kendaraan terbaru Innovative International Multipurpose Vehicle (IMV), yang diberi nama Kijang Innova. Kijang Innova diproduksi di pabrik
TMMIN di Karawang, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 80.000 unit per tahun. Disamping memproduksi Kijang Innova, TMMIN setiap tahunnya juga memproduksi lebih dari 180.000 mesin bensin Kijang Innova. Selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, Kijang Innova dan mesin bensin tersebut juga akan diekspor ke pasar mancanegara dengan volume ekspor masing-masing sebesar 10.000 dan 130.000 unit per tahun. Peluncuran Kijang Innova dimaksudkan untuk memberi kontribusi lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, melalui investasi, penyediaan lapangan kerja dan ekspor. Kijang Innova merupakan hasil dari Global Quality Project (GQP), proyek revolusioner Toyota dalam hal pengembangan produk, produksi, teknologi dan layanan kepada konsumen. Ini merupakan salah satu upaya Toyota untuk menyediakan kendaraan multipurpose vehicle (MPV) berkualitas global, yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan konsumen di Indonesia, juga di mancanegara. Kijang Innova merupakan salah satu dari lima model IMV yang dikembangkan oleh Toyota. IMV akan diproduksi di Indonesia, Thailand, Argentina dan Afrika Selatan. Kijang Innova merupakan generasi terbaru dari MPV legendaries Toyota di Indonesia, yakni Toyota Kijang. MPV baru berkualitas global ini hadir dengan membawa revolusi dalam gaya, kenyamanan, performa, keamanan, value for maney, juga kualitas produksi, dalam penampilannya yang menawan■
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
4
F O K U S
MENYONGSONG
PENGADILAN HI
UU tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang baru bakal berlaku mulai 14 Januari 2005. Itu berarti, P4D dan P4P ditiadakan dan diganti dengan Pengadilan Hubungan Industrial (HI). Hanya saja, implementasi UU itu dibayang-bayangi penundaan. Akankah kualitas penyelesaian perselisihan menjadi lebih baik?
K
asus PHK ribuan karyawan PT Dirgantara Indonesia (DI) masih belum hilang dalam ingatan kita. Ribuan karyawan yang menolak di-PHK secara spartan melakukan berbagai perlawanan untuk memperjuangkan nasib mereka. Mereka gigih melakukan demo di Jakarta dan di kantor pusat PT DI di Bandung. Beberapa kali mereka dalam rombongan besar naik mobil dan motor serta tidur di taman kota Jakarta. Perjuangan para karyawan itu memang tidak sepenuhnya berhasil. Mereka harus menerima kenyataan untuk di-PHK, sebagian karena lelah dan sebagian karena keterdesakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk menerima uang pesangon. Perdebatan yang terjadi dalam kasus PT DI antara pihak perusahaan dengan karyawan adalah contoh klasik perselisihan ketenagakerjaan di Indonesia. Masingmasing pihak menyampaikan argumentasi sesuai dengan pemahaman dan aspirasi mereka. Perusahaan menilai mereka adalah karyawan yang tidak produktif dan bermasalah. Sementara, karyawan menilai perusahaan telah bertindak semena-mena.Upaya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea untuk menengahi kedua pihak juga tidak membuahkan hasil. Suprastruktur pemerintah menghadapi kasus-kasus perburuhan terbukti tidak bisa bekerja cukup adil di mata pihak-
pihak yang berselisih. Apalagi, bila perselisihan industrial itu terjadi di BUMN, di mana di satu sisi pemerintah bertindak sebagai regulator dan pembuat kebijakan di bidang ketenagekerjaan (Depnakertrans) dan di sisi lain bertindak sebagai pemegang saham perusahaan (Depkeu) dan pembina manajemen (Menneg BUMN). Situasi yang dilematis pun terjadi. Menyediakan pesangon yang terlalu besar akan
memberatkan pemerintah. Namun, memberi pesangon yang kecil dianggap tidak pro kepada rakyat kecil. Daya dukung pimpinan Depnakertrans terhadap perselisihan ketenagakerjaan di BUMN selama ini relatif terbatas. BUMN tidak tunduk pada sistem perundang-undangan tenaga kerja. Akibatnya, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) baik di tingkat daerah (P4D) maupun di tingkat pusat (P4P) tidak bisa menangani kasus-kasus perselisihan di lingkungan BUMN. “Pernah ada yang mengadu ke Depnakertrans, lantas kami dipanggil P4D. Setelah kami jawab bahwa Merpati sebagai BUMN tidak tunduk terhadap UU yang berlaku, sidang akhirnya ditutup. Kalau mau diajukan harus ke Pengadilan Umum,” tutur Tommy Djumars, SH., Human Resources Planning Officer Merpati Nusantara Airlines. UU yang menyebutkan, P4D dan P4P bisa menangani perselisihan sepanjang BUMN itu tunduk. Kenyataannya, kebijakan po-
5
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S litik pemerintah (Depnakertrans) sangat mewarnai keputusan yang diambil di P4D dan P4P selama ini. Upaya memenangkan karyawan dalam peradilan P4D dan P4P, misalnya, dinilai pengusaha hanya sebagai bagian dari kebijakan populis pemerintah. Kebijakan pemerintah bisa saja berubah bila tujuannya untuk menenangkan investor asing yang sudah berinvestasi maupun mengundang investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Itu sebabnya, Direktur PT Gema Muda Perantama Saiful S. Doeana, menilai Pemerintah berperan penting untuk mengawasi perusahaan dan tenaga kerja sehingga bisa menghasilkan kebijakan yang benar-benar adil. “Sebab, tidak selamanya perusahaan benar, dan tidak selamanya pula pekerja benar,” tambah pimpinan perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan konsultansi SDM itu. JALAN BERLIKU Mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan di Indonesia memiliki riwayat yang cukup berliku. Pada mulanya berlaku UU 22 Tahun 1957, yang menegaskan bahwa keputusan P4P bersifat final. Kalau ada hambatan dalam eksekusi keputusan P4P, maka Pengadilan Negeri akan memberikan viat eksekusi (persetujuan untuk melaksanakan keputusan P4P). Kemudian muncul UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. Karena banyak sekali perundangundangan dan peraturan yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman, maka lahirlah UU No.25 Tahun 1997 sebagai pengganti UU yang sebelumnya berlaku. Menurut Purbadi Hardjoprajitno, SH, salah satu tokoh pengacara ketenagakerjaan senior, kelahiran UU No. 25 itu mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan sehingga pelaksanaan UU itu ditunda dan harus diganti dengan UU yang baru. UU itu dikritik tidak membela kepentingan buruh, penuh kolusi, dan sebagainya. Dalam pada itu, lahirnya UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yaitu UU No. 5 tahun 1996 menyebabkan keputusan P4P tidak lagi bersifat final. Meskipun hakim P4P berjumlah 15 orang (masing-masing 5 orang mewakili pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja), dengan ketuanya berasal dari Depnakertrans, keputusan P4P tidak lagi bersifat final. Keputusan P4P dianggap keputusan pejabat negara, sehingga salah satu pihak yang tidak menerima keputusan P4P bisa menggugat di PTUN. Sabar Sianturi, Tim Asistensi Mennakertrans/Ketua P4P, mengatakan proses penyelesaian sengketa perburuhan menjadi panjang dengan adanya PTUN itu. Padahal, tuturnya, pasal-pasal UU tentang PTUN tidak menyebutkan keputusan P4P adalah keputusan pejabat negara. “Hal itu hanya ada di kolom penjelasan. Makanya, bisa digugat oleh pihak-pihak yang dirugikan.” Menurut pengalamannya, biasanya yang merasa dirugikan adalah pengusaha karena harus mengeluarkan uang untuk membayar karyawannya. Selanjutnya, bila PTUN memberikan sebuah keputusan, PTUN akan memerintahkan lagi P4P untuk membuat kepu-
JENIS-JENIS PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1. Perselisihan hak: perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB).
2. Perselisihan kepentingan: perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam PK, PP atau PKB. 3. Perselisihan PHK: perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK, yang dilakukan oleh salah satu pihak.
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja (SP)/Buruh (SB) hanya dalam satu perusahaan: perselisihan antara SP/ SB lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan Sumber: UU No. 2 Tahun 2004
tusan baru. Repotnya, P4P bisa saja tidak setuju dengan keputusan PTUN itu karena memiliki pertimbangan sendiri sehingga masalahnya jadi panjang dan makan waktu. Selain itu, ada beberapa kritik lain terhadap mekanisme penyelesaian P4D dan P4P. Pertama, karena P4D atau P4P itu menjadi organ di bawah Depnakertrans, maka sedikit-banyak keputusan-keputusan yang dihasilkan tergantung dari “selera” pemerintah. Sebagai contoh, era reformasi mengharuskan pemerintah untuk bertindak populis, sehingga bandul keberpihakan mengayun ke arah pekerja. Keberpihakan ini tidak menjadi soal bila pengusahanya yang nakal, namun akan menjadi masalah bagi perusahaan-perusahaan yang tergolong baik. Kedua, hakim P4D dan P4P cenderung masih amatiran, kurang independen, dan rendah integritas dirinya. Perbedaan kualitas pengetahuan tentang hukum sangat terasa antara hakim mewakili perusahaan dengan hakim yang mewakili pekerja. Hal ini tercermin pada argumentasi dalam persidangan. Rendahnya integritas diri membuat peluang untuk berkolusi menjadi terbuka. Beberapa sumber menyebutkan, para hakim bisa dibeli oleh yang berkepentingan. Atau mereka menawarkan jasanya kepada pihak perusahaan dengan imbalan
komisi (fee) tertentu dari jumlah kewajiban yang disepakati. Perusahaan yang baik tentu menolak praktik seperti ini, “Sehingga sering terjadi keputusan persidangan memberatkan perusahaan tersebut,” ungkap Iftida Yazar, Presiden Direktur PT Perkasa Perdana Elastindo, yang sempat bekerja di Citibank dan ABN Amro. Sabar Sianturi tidak mengelak tentang kemungkinan adanya hakim-hakim P4 yang nakal. “Sebagai Ketua, saya saja masih bisa dipepet,” ujarnya serius. Pendapat Sabar sebagai Ketua belum tentu didengar oleh 14 anggota hakim yang lain kalau mereka saling berkolusi. Oleh karenanya, Sabar menegaskan para hakim haruslah orang yang jujur, menguasai masalah, dan bertakwa. “Jangan sampai ia mengkhianati hati nurani, karena ini masalah peradilan.” Ketiga, dan ini sering dikeluhkan pengusaha, jumlah hakim yang diajukan perusahaan dalam P4 seringkali kurang dari 5 orang karena kesibukan mereka bekerja. Umumnya para hakim mewakili perusahaan adalah para pejabat dan staf bidang sumberdaya manusia perusahaan yang juga sibuk dalam kesehariannya. Akibatnya, ketika dilakukan voting, perusahaan seringkali kalah. Aneka fakta kelemahan P4 di atas menjadikan kredibilitas P4 sebagai lembaga peradilan ketenagakerjaan tidak begitu baik. Belum lagi waktu penyelesaiannya yang sangat lama. Terbukti para pengusaha cenderung menghindarkan diri dari P4D atau P4P. “Masalahnya jadi ruwet,” tukas Harijanto, Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia/CEO Dimention Footware Group. Ia sendiri lebih setuju untuk menyelesaikan permasalahan secara bipartit (pengusaha dan karyawan). “Makanya saya sedih kalau ada pimpinan perusahaan yang tidak mau mengenal Serikat Pekerja-nya. Sebab, itu yang menjadi penyebab terjadinya deadlock,” tambahnya serius. Hal senada diungkapkan Lusi Adrilina,
Employee and Industrial Relations Head Bank Danamon dan Tommy Djumarsa dari Merpati. “Kami berusaha untuk menyelesaikan masalah secara bipartit, tanpa harus ke pengadilan atau melibatkan orang luar. “Meski alot dan melelahkan, yang penting selesai,” tukas mereka di tempat terpisah. JALUR BARU: PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL KRITIK TERHADAP semua UU yang berlaku di bidang ketenagakerjaan – termasuk No. 25 Tahun 1997 - terjawab dengan lahirnya 3 UU baru sebagai penggantinya: UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). UU terakhir mengkoreksi berbagai hal terkait dengan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Salah satu hal yang drastis dari UU No. 2 Tahun 2004 adalah mendirikan Pengadilan Hubungan Industrial (HI) dengan menggabungkannya ke dalam sistem peradilan umum (dalam hal ini Pengadilan Negeri) sehingga secara organisasi berada di bawah Mahkamah Agung. Penggabungan ini lebih memberikan kepastian dan kekuatan hukum sehingga setiap keputusan yang diambil akan terlaksana secara efektif. Selain itu, penyelesaian persoalan perburuhan dibatasi maksimal 30 hari di tingkat Pengadilan Negeri maupun di tingkat MA. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) akan ditangani majelis hakim yang terdiri dari 3 Hakim, yaitu Hakim karir di Pengadilan Negeri (bertindak sebagai Ketua) dan 2 Hakim Ad-hoc (masing-masing 1 orang mewakili serikat pekerja dan perusahaan). Kombinasi antara Hakim karir dan Hakim Ad-hoc ini di mata Purbadi merupakan kombinasi yang baik. Hakim dari peradilan umum menguasai masalahmasalah hukum formal, dan para Hakim Adhoc dianggap mengerti dan memahami
6
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S hukum perburuhan dengan baik. Sebab, menurutnya, masalah perburuhan tidak hanya soal hukum an sich, tetapi melibatkan faktor sosiologis, ekonomi, politik, dan sebagainya. Hanya saja, apakah jumlah hakim yang 3 orang itu memadai untuk memutuskan perkara secara adil, memang masih menjadi persoalan besar. Mungkin akan lebih baik bila jumlah hakim menjadi 6 orang, terdiri dari 2 Hakim karir (Ketua dan Wakil Ketua sidang) dan masing-masing 2 Hakim Ad-hoc mewakili serikat pekerja dan perusahaan. Kendati penambahan hakim ini menyebabkan biaya tunjangan bertambah, tetapi hal ini akan menyebabkan jual-beli suara bisa dihindarkan sehingga keputusannya benarbenar credible. Ada sejumlah hal lain yang perlu dicermati dan dikritisi dari PPHI yang baru. Purbadi, misalnya, mempertanyakan mekanisme pelaksanaan dari proses peradilan mengingat kasus perburuhan bukan tergolong perkara biasa. Ia mencakup perkara perdata, yang mengharuskan karyawan mengerti pula hukum acara perdata. Belum lagi adanya unsur intimidasi dari salah satu pihak terhadap pihak lainnya dan kebutuhan pengamanan yang besar bila kasusnya melibatkan ratusan atau ribuan karyawan. “Hal ini tidak diantisipasi oleh konseptor UU tersebut,”ungkapnya. Kelemahan lain menyangkut ketentuan sita jaminan pada pasal 96. Di situ disebutkan, sita jaminan karena pengusaha tidak membayar uang skorsing dapat dikeluarkan oleh pengadilan tapi tidak boleh ada perlawanan dan upaya hukum yang lain. “Ini ‘kan aneh,” tukas Purbadi lagi. Bagaimana jadinya kalau asset yang disita itu adalah milik orang lain, misalnya agunan bank, bank akan kehilangan haknya. Ia menyimpulkan, UU ini tidak bisa dilaksanakan karena ada tabrakan dengan UU yang lain. Dari segi sistem, Sabar Sianturi menilai P4 jauh lebih bagus karena pemerintah berargumentasi dengan pihak-pihak yang berperkara. Juga dibedakan PHK perorangan atau per kelompok. “Sistem yang baru memang lebih singkat, namun murni bersikap hukum,” katanya. Sama seperti Purbadi, Sabar melihat unsur kemanusiaan pada sistem peradilan yang baru itu sangat kurang, khususnya untuk tenaga kerja level bawah. Mereka adalah orang susah, dan perusahaan langsung main PHK saja begitu ketahuan mencuri sedikit. “Memang pencurian itu melanggar peraturan perusahaan. Tetapi di P4P, kami masih menimbangnimbang dan bertanya apakah tidak ada uang kebijaksanaan. Di peradilan kelak, langsung pakai pasal-pasal saja.” Inilah konsekuensi lain dari keinginan untuk mengedepankan azas hukum dalam PPHI yang baru. Supaya tidak menjadi korban, para karyawan dituntut untuk menjaga tindakannya agar tidak di-PHK secara semena-mena. Padahal, kalau dipikir-pikir, para pimpinan perusahaan lebih sering dan banyak melakukan pencurian di perusahaan dibandingkan karyawan biasa. Namun karena prinsip bos bisa melakukan apa saja dan selalu benar, mereka sulit dijerat hukum.
PERSYARATAN MENJADI HAKIM AD-HOC z z z z z z z
z
warga negara Indonesia bertaqwa kepada Tuhan YME setia kepada Pancasila dan UUD RI Tahun 1945 berumur paling rendah 30 tahun berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela berpendidikan serendah-rendahnya S1, kecuali Hakim Ad-hoc pada Mahkamah Agung syarat pendidikan sarjana hukum berpengalaman di bidang hubungan industrial minimal 5 tahun tidak boleh merangkap jabatan: anggota lembaga tinggi negara, kepala daerah/wilayah, lembaga legislatif tingkat daerah, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pengurus partai politik, pengacara, mediator, konsiliator, arbiter, pengurus SP/SB atau pengurus organisasi pengusaha
BELUM SIAP SEHARUSNYA, UU No. 2 Tahun 2004 mulai berlaku pada tanggal 14 bulan Januari 2005. Itu berarti sekitar 3 bulan lagi. Dalam waktu yang singkat itu, persiapan-persiapan yang dilakukan berbagai pihak terkait terkesan masih minim. Pemerintah sendiri baru siap sebatas konsep. Implementasinya
memang masih gelap. Rasanya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan UU No. 2 Tahun 2004 mengendor mengingat belum pastinya pemerintahan mendatang. Lantas, bagaimana dengan Hakim Adhoc dari kalangan pengusaha dan serikat pekerja? “Kami baru akan bertemu dengan para anggota untuk merumuskan berbagai hal terkait dengan Hakim Ad-hoc dan sistem PPHI yang baru,” ungkap Stephen Z. Satyahadi, Ketua Komite Bank dan Asuransi Asosiasi Perusahaan Indonesia (APINDO). Ketua APINDO yang juga Ketua Tim Perumus RUU Ketenagakerjaan APINDO/ KADIN DR. H. Hasanuddin Rahman memperkirakan APINDO harus merekrut 150 orang Hakim Ad-hoc di seluruh Indonesia. Jumlah yang sama tentunya juga harus disediakan oleh kalangan serikat pekerja. Akan tetapi, pengurus dari beberapa serikat pekerja tingkat nasional mengaku masih bingung tentang rencana seleksi Hakim Ad-hoc untuk mewakili pekerja itu. Banyaknya organisasi yang mengaku mewakili serikat pekerja membuat penunjukan Hakim Ad-hoc versi pekerja itu sulit dan makan waktu, meski mereka selama ini dikoordinasikan oleh SPSI. “Kami harus konsolidasi dulu dengan pengurus serikat pekerja lainnya,” tutur seorang pengurus pusat SP sektor keuangan yang minta
namanya tidak disebutkan. Kunci keberhasilan dari sistem PPHI yang baru terletak pada kualitas hakim yang akan bertugas di Pengadilan HI. Selain memenuhi persyaratan dasar sesuai UU, para hakim itu harus memiliki kompetensi tinggi dalam hukum ketenagakerjaan. Oleh sebab itu, Iftida Yasar, pengurus APINDO, melihat perlunya dibuat standarisasi kualifikasi para Hakim Ad-hoc. “Syukur-syukur ada lembaga sertifikasi khusus untuk itu,” ungkapnya. Standarisasi itu akan membuat kualitas persidangan terjaga. Idealnya memang begitu. Masalahnya, sejauh mana para serikat pekerja dan pengusaha benar-benar berkomitmen untuk melahirkan sistem PPHI yang professional dengan membuat rencana aksi yang jelas dan berkualitas. Tanpa komitmen tersebut, Pengadilan HI tak akan banyak berbeda dengan P4 dan P4. Menurut Saiful S. Doeana, efektivitas Pengadilan HI sangat tergantung kepada individu pengelolanya dan komitmen pemerintah. “Selama individu pengelolanya baik, otomatis lembaga itu akan menjadi baik,” paparnya. Selain faktor kompetensi, standar moral para Hakim Ad-hoc juga harus tinggi. Mereka adalah figur-figur yang bisa melihat persoalan secara jernih, tidak bersikap membabibuta membela kepentingan pihaknya, dan tidak bisa dibeli. Keluhan terhadap para hakim di P4D dan P4P selama ini umumnya mencakup ketiga hal tersebut. Semua pihak menaruh harapan terhadap mekanisme PPHI yang baru. Harapan tersebut mungkin akan sulit terwujud bila melihat ketidaksiapan pemerintah menjalankan UU No. 2 Tahun 2004 itu. “Saya tidak akan terkejut bila pemerintah akhirnya menyatakan penundaan berlakunya UU itu,” tegas Kemalsyah Siregar, praktisi hukum ketenagakerjaan dari Kemalsyah Cembyn & Affriline Attorneys At Law. Penundaan ini akan melengkapi beberapa kejanggalan perundang-undangan tenaga kerja yang dibuat pemerintah sekarang. Contoh lain disampaikan Lusi Adrilina, Employee and Industrial Relations Head Bank Danamon. Ia menilai UU No. 13 Tahun 2003 juga cacat karena harus berlaku Mei 2004. Padahal, lembaga PPHI-nya belum ada. “Hal ini jelas merugikan pekerja dan perusahaan,” tukasnya ■
PERSYARATAN MEDIATOR, KONSILIATOR, DAN ARBITER MEDIATOR ● beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME ● warganegara Indonesia ● berbadan sehat menurut surat keterangan dokter ● menguasai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan ● berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela ● berpendidikan sekurangkurangnya S1 ● syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri (Tenaga Kerja dan Transmigrasi) KONSILIATOR beriman dan bertawa kepada Tuhan YME ● warga negara Indonesia ● berumur sekurang-kurangnya 45 tahun ● pendidikan minimal lulus S1 ● berbadan sehat menurut surat keterangan dokter ● berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela ● memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurangkurangnya 5 tahun ● menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan ● syarat lain yang ditetapkan Menteri (Tenaga Kerja dan Transmigrasi) ●
ARBITER beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME ● cakap melakukan tindakan hukum ● warga negara Indonesia ● pendidikan sekurangkurangnya S1 ● berumur sekurang-kurangnya 45 tahun ● berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter ● menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase ● memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurangkurangnya 5 tahun ●
Sumber; UU No. 2 Tahun 2004
7
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
JALAN DAMAI LEBIH BAIK? UU No. 2 tahun 2004 menyediakan serangkaian mekanisme untuk tercapainya penyelesaian perselisihan perburuhan hubungan industrial (PPHI), tidak mesti langsung ke Pengadilan Hubungan Industrial. Penyelesaian di luar pengadilan lebih disarankan. Bagaimana mekanismenya?
P
emutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah masalah yang paling membuat sakit kepala pengusaha. Tahun 2003 diperkirakan sekitar 2.500 perselisihan perburuhan masuk ke P4P, mayoritas berupa perselisihan PHK. Sebagian besar perusahaan melakukan PHK karena perusahaan kesulitan keuangan atau mengalami penurunan pendapatan. PHK seperti ini dominan terjadi di Indonesia terutama karena krisis ekonomi atau karena kalah bersaing. Sebagian kecil melakukan PHK secara perorangan karena pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan perusahaan. Magnitude permasalahan PHK per kelompok maupun perorangan mungkin saja, akan tetapi, ya itu tadi, tetap saja output-nya sama-sama bikin pusing kepala. Kalaupun PHK itu diterima, tetap saja pengusaha harus ke luar uang. Lebih gondok, sudahlah si karyawan merugikan perusahaan, harus bayar uang pesangon lagi. Bagi karyawan, PHK ibarat pukulan kehidupan yang mematikan. Itu berarti, mereka tidak lagi mendapatkan penghasilan dan harapan-harapan lain yang menyertainya. Karenanya, kendati harus menerima kepahitan itu, karyawan akan selalu berusaha maksimal untuk mendapatkan hak-haknya. Hanya itulah harapan terakhir milik mereka. Maka, begitu dua kepentingan yang berbeda itu bertemu di P4D atau P4P, yang terjadi adalah upaya saling mematahkan argumentasi pihak lawan. Pengusaha berjuang untuk mendapatkan keringanan kewajiban, sedangkan karyawan berjuang mendapatkan hak-haknya secara maksimal. Kalaupun P4P memutuskan untuk menganulir PHK oleh perusahaan itu, sangat
jarang perusahaan yang mau menerima keputusan tersebut, seperti yang terjadi pada kasus PHK karyawan Hotel Shangrila. Rupanya, maju ke medan pengadilan berarti bendera perang dikibarkan. Pilihan hasilnya hanya menang atau kalah. Nafas dari UU No. 2 tahun 2004, seperti termuat dalam Pasal 3, tetap mendahulukan upaya penyelesaian perundingan secara bipartit (perusahaan dan pekerja) dengan musyawarah untuk mencapai mufakat. Bahkan, musyawarah itu wajib sifatnya. Penyelesaian perselisihan melalui bipartit harus selesai paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Bilamana perundingan bipartit itu gagal, salah satu atau kedua pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi Depnakertrans setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Selanjutnya, Depnakertrans setempat menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Dalam 7 hari kerja, bila para pihak tetap tidak sepakat, maka Depnakertrans melimpahkan penyelesaian perselisihan melalui mediasi kepada mediator (Pasal 4). Mediasi Hubungan Industrial merupakan proses penyelesaian perselisihan hak, kepentingan, PHK,dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator adalah pegawai instansi Depnakertrans Kabupaten/Kota yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan. Mediator harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan. Konsiliasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, PHK, perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator. Konsiliator adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan tertentu dan ditetapkan oleh Menakertrans. Bertugas melakukan mediasi agar para pihak mencapai kesepakatan, konsiliator adalah mediator dari pihak swasta. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan, konsiliator mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk membuat kesepakatan penyelesaian. Konsiliator harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. Arbitrase Hubungan Industrial hanya menangani perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam satu perusahaan. Para pihak yang berselisih membuat kesepakatan tertulis untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter. Keputusan arbiter bersifat mengikat para pihak dan bersifat final. Keputusan itu harus ke luar dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbitrer yang ditetapkan oleh Menteri. Dengan demikian, selain Hakim Ad-hoc, mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang baru memperkenalkan sejumlah profesi pendukung: mediator, konsiliator,dan arbitrer. Profesi mediator dalam mekanisme penyelesaian perselisihan sebelumnya sudah ada, namun pengusaha mendapatkan kesan mediator yang ada kurang menguasai berbagai aspek hukum ketenagakerjaan. “Mereka main damai saja, padahal permasalahannya tidak sesederhana itu,” kata seorang pengusaha kesal. UU No. 2 Tahun 2004 mensyaratkan mediator menguasai peraturan perundangundangan ketenagakerjaan dan berpendidikan sekurang-kurangnya S1. Menurut Mennakertrans Jacob Nuwa Wea, kebutuhan mediator (tenaga perantara) dengan berlakunya UU yang baru ini mencapai 2.400 orang. Berdasarkan persyaratan untuk menjadi mediator diperkirakan hanya sebagian tenaga perantara yang ada bisa
LINGKUP WEWENANG PENANGANAN MEDIATOR ● Perselisihan hak ● Perselisihan kepentingan ● Perselisihan PHK ● Perselisihan antar SP/SB hanya dalam 1 perusahaan KONSILIATOR Perselisihan kepentingan ● Perselisihan PHK ● Perselisihan antar SP/SB hanya dalam 1 perusahaan ●
ARBITER Perselisihan kepentingan ● Perselisihan antar SP/SB hanya dalam 1 perusahaan ●
Sumber: UU No. 2 Tahun 2004
terus berprofesi sebagai mediator. Sebagian lagi tentu harus direkrut baru. Proses perekrutan mediator ini tidak akan sulit mengingat mereka adalah pegawai negeri di Depnakertrans. Yang belum jelas adalah penunjukan konsiliator dan arbiter. Misalnya lembaga mana yang menyeleksi dan memberikan training kompetensi terhadap mereka. Juga lembaga yang melakukan pembinaan dan pengujian profesi secara reguler. Mencermati UU yang baru, sebetulnya nuansa kemanusiaan masih sangat terasa di dalamnya, satu hal yang paling banyak dikhawatirkan oleh sejumlah pihak. Pengadilan HI adalah titik kulminasi proses penyelesaian perselisihan perburuhan setelah rangkaian proses musyawarah menemui kegagalan. Bila upaya damai mentok barulah maju ke Pengadilan HI. Lusi Adrilina dari Bank Danamon berpendapat, sebaiknya Indonesia meniru Thailand yang sangat jarang meratifikasi konvensi ILO namun memilih untuk meningkatkan hubungan bipartit. Maju ke Pengadilan HI berarti di antara pihak yang berperkara berseteru. “Pengaduan masalah selama ini lebih banyak dilakukan karyawan, karena perusahaan berpendapat buat apa ribut panjang. Hanya buang-buang waktu,” ucapnya, sambil menambahkan, “Bank akan melaporkan ke Pengadilan HI bila kesalahannya berat seperti melarikan uang dan menyalahgunakan wewenang.” Toh, tetap saja penyelesaian diprioritaskan secara bipartit. Kalau bisa diselesaikan di luar pengadilan, kenapa harus masuk pengadilan? ■
8
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
MENGUJI KONSEP PENGADILAN HI Hadirnya Pengadilan HI menandai babak baru penyelesaian perselisihan perburuhan di Indonesia. Adanya kepastian hukum dan waktu membuat penyelesaian perselisihan hubungan industrial bisa dilakukan dengan cepat, tepat, adil, dan murah.
M
unculnya Pengadilan HI di Pengadilan Umum disambut penuh harap oleh pengusaha maupun pekerja. Keputusan yang dihasilkan oleh lembaga ini diharapkan lebih memenuhi aspirasi perusahaan dan pekerja. Selama ini, nasib pekerja dalam setiap perselisihan selalu dianggap lemah. Pengusaha, sebaliknya, merasa tidak terlindungi. “Masa orang yang menggelapkan uang harus diberi pesangon dan penghargaan masa kerja walau terbukti bersalah,” ungkap Purbadi Hardjoprajitno, SH., dari firma hukum Purbadi & Associates. UU No. 2 tahun 2004 menggariskan bahwa Pengadilan HI dibentuk di setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap ibukota propinsi dengan wilayah kerja meliputi propinsi bersangkutan. Pembentukan Pengadilan HI diprioritaskan di Kabupaten/Kota yang padat industrinya melalui Keputusan Presiden. Pengadilan HI pada Pengadilan Negeri terdiri dari 1 hakim karir sebagai Ketua
Majelis dan 2 orang Hakim Ad-hoc masing-masing 1 orang mewakili perusahaan dan pekerja; 1 Panitera Muda; dan 1 Panitera Pengganti. Hakim Ad-hoc diangkat dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua MA mengusulkan pemberhentian Hakim Ad-hoc HI kepada Presiden. Sedangkan susunan Pengadilan HI pada MA terdiri dari Hakim Agung, Hakim Adhoc, dan Panitera. Hakim Ad-hoc di Pengadilan HI setidaktidaknya sarjana S1 dari semua jurusan, namun Hakim Ad-hoc di MA harus bergelar sarjana hukum. Praktisi hukum tenaga kerja Kemalsyah Siregar mempertanyakan persyaratan Hakim Ad-hoc di Pengadilan HI yang tidak mesti bergelar sarjana hukum. “Dari pengalaman saya sebagai praktisi ketenagakerjaan, bukan satu hal yang mudah bagi seorang sarjana hukum untuk mempelajari, memahami, dan menghayati perundangundangan. Apalagi bagi yang bukan sarjana hukum.” Ia menambahkan, dalam mempelajari perselisihan ketenagakerjaan, tidak cukup hanya menguasai perundang-undangan ketenagakerjaan tetapi juga menguasai hukum perdata, hukum pidana, dan lainnya. Kalau Hakim Ad-hoc bukan sarjana hukum, sitirnya, berarti mereka harus belajar semua peraturan perundang-undangan tersebut. Apa yang disampaikan Kemalsyah merupakan tantangan bagi para Hakim Adhoc. Tanpa kemauan belajar yang tinggi sulit bagi Hakim Ad-hoc mengambil keputusan yang adil bagi para pihak yang berselisih. Masa tugas Hakim Ad-hoc berlangsung 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan lagi. Masa tugas itu menjadi lebih singkat bila Hakim Ad-hoc diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya. Pasal 70 ayat 2 UU No. 2 tahun 2004 menegaskan untuk pertama kalinya Hakim Ad-hoc Pengadilan HI pada Pengadilan Negeri paling sedikit 5 orang dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan 5 orang dari unsur Organisasi Pengusaha. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Organisasi Pengusaha dapat bertindak sebagai Kuasa Hukum untuk beracara di Pengadilan HI
untuk mewakili anggotanya. Untuk pertama kali pula, Panitera Muda dan Panitera Pengganti diangkat dari Pegawai Negeri Sipil Depnakertrans. Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan HI adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU No. 2 tahun 2004. Dalam proses beracara di Pengadilan HI, pihakpihak yang berperkara tidak dikenakan biaya (termasuk biaya eksekusi) yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000. Rencananya, para hakim tersebut mendapatkan tunjangan & hak lain yang besarnya diatur dengan Keputusan Presiden. Beberapa sumber menyebutkan, diperkirakan Hakim Ad-hoc mendapatkan penghasilan Rp 3 juta sebulan. Sebuah angka yang cukup menarik bagi mereka untuk berkomitmen penuh dalam menjalankan tugasnya. Selama ini, menurut Ketua P4P Depnakertrans Sabar Sianturi, Hakim P4 mendapat tunjangan Rp 1 juta per bulan. PEMERIKSAAN 2 JALUR Proses pemeriksaan di Pengadilan HI tersedia dalam 2 jalur acara: biasa dan cepat. Pemeriksaan dengan acara biasa disebutkan, dalam waktu paling lambat 7 hari kerja sejak Penetapan Majelis Hakim, maka Ketua Majelis harus sudah melakukan sidang pertama. Penundaan sidang bisa ditolerir hingga 2 kali. Apabila dalam sidang pertama secara nyata-nyata pihak Pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya, Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada Pengusaha untuk membayar upah & hak lain yang biasa diterima pekerja. Selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan putusan sela tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan sita jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan HI. Putusan sela dan penetapannya tidak dapat diajukan perlawanan atau tidak dapat digunakan upaya hukum. Pemeriksaan acara cepat bisa dilaksanakan apabila ada permohonan para pihak atau salah satu pihak kepada Pengadilan HI supaya pemeriksaan sengketa dipercepat karena terdapat kepentingan dari para pihak atau salah satu pihak
yang cukup mendesak. Dalam 7 hari kerja setelah permohonan diterima, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut. Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 hari kerja terhitung sejak sidang pertama. Panitera Pengganti dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak-pihak yang tidak hadir dalam sidang. Ketua Pengadilan HI dapat mengeluarkan putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan atau kasasi. Putusan Pengadilan HI mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. Sedangkan, Putusan Pengadilan HI mengenai perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada MA dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja. PROSES KASASI Kasasi hanya bisa dilakukan menyangkut perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja, tidak untuk bentukbentuk perselisihan hubungan industrial lainnya. Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan HI pada Pengadilan Negeri setempat. Selanjutnya, lembaga tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua MA. Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dilaksanakan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. Keputusan final kasasi sudah harus dikeluarkan selambatlambatnya 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi ■
9
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
APA KATA MEREKA?
Para praktisi hukum ketenagakerjaan dan praktisi bisnis menyambut positif UU No. 2 Tahun 2004, meski dengan sedikit catatan di sana-sini. Selengkapnya, apa kata mereka?
PURBADI HARDJOPRAJITNO, SH LAW FIRM PURBADI & ASSOCIATES
M
asih kurang memadainya kualifikasi Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) karena tidak melalui proses pendidikan hukum dan kurangnya pemahaman peraturan perburuhan membuat Purbadi Hardjoprajitno, SH, menganggap perlunya memasukkan permasalahan perburuhan ke dalam sistem peradilan umum. Karena itu, ia beranggapan pergantian P4P menjadi Hakim ad hoc merupakan penyelesaian yang tepat. “Apalagi biasanya dalam persidangan P4P, kadangkala ada di antara anggota P4P yang tidak hadir atau tidak selalu lengkap,” tukasnya. Padahal, keputusan P4P menentukan nasib manusia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan. “Makanya kami lebih senang jika masalah itu dimasukkan saja ke dalam sistem peradilan di peradilan umum,” kata Purbadi, dari Law Firm Purbadi & Associates. Purbadi menceritakan bahwa dalam hukum perburuhan, banyak sekali peraturan yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman. Maka, lahirlah UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang mencabut UU No. 14 Tahun 1969. lebih lanjut, Purbadi memaparkan, kelahiran UU tersebut mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan dan serikat buruh yang memberikan penilaian, antara lain adalah hal yang negatif dari UU itu, yaitu tidak membela kepentingan buruh, penuh kolusi dan sebagainya. Kemudian, akhirnya UU tersebut pelaksanaannya ditunda dan harus diganti dengan UU yang baru. Muatan dari UU tersebut disamping
hukum materil, juga ada hukum formil. Hukum formilnya, dalam penyelesaian perselisihan perburuhan dalam UU No. 22 Tahun 1957 tentang Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, juga harus diganti. Lahirlah UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Panitia Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
“Kenapa itu ada, karena selama ini itu semua dianggap PPHI melalui mekanisme UU No. 22 Tahun 1957 sudah tidak efektif. Sebab, putusan P4P berdasarkan Peradilan Tata Usaha Niaga (PTUN),” paparnya panjang lebar. Putusan P4P dianggap putusan pejabat PTUN, sehingga kalau salah satu pihak tidak bisa menerima, akan digugat di PTUN. “Kalau semula berdasarkan UU No. 22 Tahun 1957, putusan P4P adalah final. Kalau ada hambatan, pengadilan negeri memberikan viat eksekusi, artinya persetujuan untuk dilaksanakan putusan P4P.” Tapi, katanya lagi, dengan lahirnya UU PTUN, membuat putusan ini dapat digugat
lagi di PTUN. Sehingga timbul pemikiran, bagaimana jika anggota P4P tidak lagi amatiran dan ditunjuk oleh organisasi pengusaha dan serikat buruh. Upaya ini dilakukan agar anggota P4P betul-betul menguasai masalah hukum dan memahaminya dan anggotanya benar-benar berkualitas. “Makanya kami beranggapan apakah tidak lebih baik kalau sengketa itu masuk ke peradilan umum supaya putusan tidak lagi digugat di PTUN dan bobot keputusannya itu memang keputusan lembaga yudikatif,” ujar penggagas PPHI kala masih menjabat Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) periode 1998-2000 lalu. Dalam UU PPHI, disebutkan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 hakim, satu hakim karir dan dua hakim ad hoc. Hakim ad hoc adalah anggota majelis hakim yang ditunjuk dari organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Hakim ad hoc, sambungnya, dianggap orang yang mengerti dan memahami hukum perburuhan saat ini dengan baik. “Tujuannya, karena hukum perburuhan ini mempunyai sifat yang spesifik, maka,dibutuhkan orang-orang khusus yang mengerti permasalahan perburuhan. Masalah perburuhan kan tidak hukumansis, ada faktor social, ekonomi, politik, dan sebagainya,” tegasnya. Berbeda dengan hakim peradilan umum yang merupakan murni hukum. Namun, Purbadi sendiri tidak bisa memastikan apakah peradilan negeri itu bisa menyelesaikan permasalahan perburuhan. “Saya tidak tahu karena ini lepas dari konsep yang pernah saya buat waktu itu,” jawab Purbadi sambil mengangkat bahu. Menurutnya, anggota hakim yang hanya 3 orang, belum tentu bisa menyelesaikan kasus perburuhan dengan baik. “Bayangkan, jika ribuan buruh yang mogok atau di PHK hadir pada waktu pemeriksaan di peradilan. Pasti sangat ramai.” Ini jelas akan
ada penekanan-penekanan kepada anggota hakim. “Harusnya, para konseptor bisa mengantisipasi demikian. Jangan dianggap perkara sederhana. Beda dengan perkara perdata biasa. Perkara biasa saja kalau sudah menyangkut cost tertentu, pengamanan luar biasa,” ia mengomentari hal itu. Meski terkesan sederhana, tapi tidak bisa berhenti pada kata sederhana jika mengenai perburuhan. “Hakim ad hoc kan belum tentu tahu hukum acara atau hukum perdata.” Belum lagi selama ini banyak masalah perburuhan yang berlarut-larut karena kadangkala bobot penyelesaiannya masih kurang. “Nasib buruh dalam perselisihan dengan pengusaha selalu dianggap lemah. Padahal belum tentu. Bagaimana dengan pengusaha yang benar ?” ujarnya balik bertanya. “Masa orang yang menggelapkan uang harus diberi pesangon atau penghargaan masa kerja.” Bahkan pengusaha susah untuk mem-PHK walau karyawannya terbukti bersalah atau tidak produktif, tidak perform dan sebagainya.
HARIJANTO KETUA UMUM ASOSIASI PERSEPATUAN INDONESIA (APRISINDO), CEO DIMENSION FOOTWEAR GROUP, DIREKTUR PT UNI MITRA KARISMA
D
ari awal, Dimension Footwear Group, produsen sepatu Piero dan Starmon, sadar bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting mengingat jumlah karyawan pabrik biasanya mencapai minimal 5.000 orang, maka diperlukan sistem, kontrol, reward dan punishment yang jelas. Menurutnya, masalah tidak timbul jika komunikasi berbagai arah
10
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
bisa berjalan dengan baik. “Seorang Direktur pun harusnya mau berkomunikasi langsung dengan karyawan dan pimpinan serikat buruh secara reguler,” tutur Harijanto, Chief Executive Officer Dimension Footwear Group. Dengan komunikasi dan transparansi, keadaan dan posisi perusahaan setiap saat tidak hanya diketahui oleh jajaran manajemen saja, tapi juga sampai ke level bawah. “Karyawan dan serikat buruh sangat senang bila pimpinan mau berkomunikasi dengan mereka. Mereka akan merasa dihargai dan dianggap,” papar pria yang juga menjadi Direktur PT Uni Mitra Karisma yang memberikan waktu tatap muka dan komunikasi kepada seluruh karyawan yang bekerja di tempatnya minimal 5 kali dalam setahun. Ia pun mengintruksikan kepada semua jajaran direksi untuk tidak melakukan halhal yang sifatnya kebijakan perusahaan di bawah normatif, kepada karyawan. “Ini untuk menghindari konflik dan kesalahpahaman,” tuturnya. Dimension Footwear Group berusaha agar kebijakan yang ada dalam perusahaan berada di batas standar. “Di atas itu, boleh-boleh saja. Tapi ini akan menimbulkan kecemburuan pabrik lain,” katanya lagi. Maka itu, pihaknya mencoba untuk tenggang rasa dengan tetangga sekitar seperti pabrik-pabrik dari perusahaan lain. Hal lain yang tak kalah penting adalah komitmen Dimension Footwear Group terhadap keselamatan kerja karyawan dan pendidikan karyawan. “Kami mendirikan sekolah untuk karyawan yang masih lulusan SD dan SMP agar mereka bisa memiliki satu nilai tambah,” kata Harijanto. Sekolah ini juga diperuntukkan masyarakat kurang mampu yang tinggal di sekitar pabrik sepatu di kawasan Tangerang. Tujuannya, untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain. Menanggapi konflik antara pengusaha dan serikat buruh yang banyak terjadi belakangan ini, Harijanto menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, konflik itu justru membuat pengusaha dan serikat buruh malah mengalami “loose-loose”, bukan “win win” lagi. Perusahaan kehilangan produktivitas kerja, waktu kerja hilang, buyer
kurang percaya, karyawan kurang income. Bahkan jika karyawan masih tetap melakukan aksi mogok lebih dari 5 hari, maka karyawan akan terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK. “Susah kalau karyawan sudah emosional dan ketidakmauan pimpinan perusahaan untuk berkomunikasi langsung. Makanya mereka bisa konflik,” ungkapnya. Belum lagi jika pimpinan perusahaan adalah orang asing. Biasanya, pengusaha asing hambatannya jelas di komunikasi. “Mereka pakai penterjemah. Kadang, penterjemah itu melihatnya lain, menangkapnya lain, menginformasikannya lain. Makanya setiap komunikasi malah bentrok,” ujar Harijanto yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo). Banyak pengusaha yang takut menjelaskan bisnis mereka kepada karyawan sebatas takut karyawan akan menuntut penghasilan yang lebih. Pengusaha, lanjut Harijanto, harusnya jujur. Kalau untung bilang untung, kalau rugi bilang rugi. “Untung, karyawan juga harus kena dampaknya. Kalau rugi, kencangkan ikat pinggang,” tegas Harijanto. Jika pengusaha tidak mau terjun langsung berkomunikasi dan menjelaskan bisnis mereka kepada karyawan, hasilnya akan percuma. Bisa terjadi deadlock. Kalau pimpinan yang menjelaskan, semuanya akan lebih komprehensif. Hambatan lain adalah sikap serikat buruh yang terlalu militan sehingga membuat pengusaha enggan untuk bertemu. Dikatakan kembali, Kalaupun pengusaha mau bertemu serikat buruh, mereka hanya dimaki-maki, ditunjuk-tunjuk sehingga mereka merasa harga dirinya juga hilang. “Itu menimbulkan gab.” Gab tersebut makin lama makin membesar sehingga akhirnya muncul pemogokan. Sebetulnya sengketa itu bisa dihindari. Harusnya orang melihat kenapa ada pabrik yang bersengketa, kenapa ada yang tidak. Itu yang harus ditarik. Bagi Harijanto, apapun bentuk perselisihan, akan lebih baik jika diselesaikan secara bipatrit. “Kalau melibatkan pemerintah malah tambah ruwet.” Alasannya, petugas Depnaker belum tentu menguasai permasalahan perburuhan dan hubungan industrial.
SABAR SIANTURI TIM ASISTENSI MENTERI DEPNAKER/ KETUA P4P
P
ergantian Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) oleh hakim ad hoc yang akan diberlakukan tahun 2005 mendatang, disadari betul Sabar Sianturi, Ketua P4P Depnakertrans, akan menimbulkan konflik yang baru. Ini disebabkan proses peradilan kini tidak lagi melalui Peradilan Tata Usaha Niaga (PTUN) lagi, melainkan lewat peradilan negeri. Semua itu berdasarkan UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa dalam perseli-
sihan hubungan industrial nantinya tidak mengenal peradilan tinggi hubungan industrial. Proses peradilan hubungan industrial akan berada di peradilan negeri secara perdata dan proses pengadilan negeri tersebut akan langsung ke MA. Sehingga, masalah perselisihan tersebut tidak lagi berada di bawah Depnakertrans lagi, tapi sudah di bawah Depkeh HAM. Kalau dari segi sistem, Sabar malah beranggapan bahwa P4P jauh lebih bagus ketimbang hakim ad hoc. “Karena kita beragumentasi dengan pihak yang bersengketa. Di samping itu ada proses pementaraan, misalnya proses PHK perorangan atau kelompok, kemudian proses tersebut akan masuk ke P4D. Terus ada upaya banding di P4P sehingga masih ada proses pengambilan kata sepakat. Unsur tripartit, dengan anggota 15 orang, sangat berperan dalam hal ini. “Memang ada hal yang perlu disimak disini, karena P4P dianggap semacam peradilan semu, tidak bisa mengeksekusi sendiri masalah itu. Harus dieksekusikan di peradilan,” kata Sabar yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Menteri
Sabar melihat keuntungannya dari sistem peradilan sekarang yaitu masih diusahakan penyelesaian secara damai. “Kita masih tetap mengusahakan agar pihak yang bersengkata, tolong dong, bisa tidak diselesaikan dengan damai. Kan pengusaha dan buruh sama-sama membantu. Walaupun katakanlah yang dicuri sekian ribu rupiah, bisa tidak anda masih berpikir memberikan sesuatu,” Sabar mengutarakan. Walaupun pencurian merupakan kesalahan berat dan melanggar peraturan perusahaan, Sabar berharap pengusaha masih memiliki unsur kemanusiaan. Pesangon, dinilai Sabar, sangat penting bagi karyawan PHK, khususnya karyawan level bawah yang hanya mengandalkan Upah Minimum Regional (UMR). “Jangan dilihat dari buruh level tinggi dong ! Itu kan terlalu bermasalah, tapi lihat buruh bawah. Mereka susah dalam hidupnya. Jangan terlalu dibesar-besarkan sehingga bisa dimanfaatkan untuk mem-PHK buruh,” Sabar berujar. Inilah yang membedakan kedua peradilan tersebut. Jika di P4P, sesalah apapun
Depnakertrans. Sabar mengakui masih ada kekurangan dari P4P, yaitu dari segi waktu yang lama. Jika di UU yang baru, maka proses peradilan harus memakan waktu 140 hari, maka di P4P bisa lebih dari itu jika salah satu unsur tidak menyetujui. “Sebenarnya yang membuat panjang penyelesaian itu adalah berlakunya UU mengenai pra peradilan,” ujarnya. Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1996 tentang PTUN, putusan P4P itu menjadi putusan yang dapat digugat di PTUN. “Itu saja masalahnya. Sehingga masalahnya menjadi panjang.” Dalam pasalpasal di UU No. 5/1996, memang tidak disebutkan bahwa putusan P4P itu adalah putusan pejabat negara. Hal ini hanya ada di dalam kolom penjelasan sehingga putusan itu bisa digugat oleh pihak yang tidak setuju. Kalau PTUN memberikan keputusan, maka PTUN akan memerintahkan P4P untuk membuat putusan baru dengan persetujuan P4P.
seorang buruh atau karyawan, pihak P4P masih mempertimbangkan. “Kami masih bertanya, ada tidak uang kebijaksanaan seperti pesangon. Beda jika di peradilan negeri, pasalnya sekian bunyinya begini, ya sudah.” Menurut Sabar, penyelesaian secara kekeluargaan akan sangat baik, tidak hanya mengacu pada aturan-aturan semata. Meskipun dengan cara kekeluargaan itu, pengusaha yang melakukan tindakan benar secara hukum akan dirugikan, tapi ditambahkan Sabar, seharusnya pengusaha melihat karyawan yang di PHK adalah level bawah atau masyarakat ekonomi bawah. Apalagi di Indonesia sendiri tidak mengenal istilah un employeement benefit. Di negara maju, ada jaminan atau anggaran khusus untuk para pengangguran, sehingga pengangguran yang belum mendapat pekerjaan, masih bisa bertahan hidup dengan dana yang didapat dari pemerintah. “Jamsostek atau pesangon Rp5-Rp10 juta apa artinya kalau sekian waktu dia belum
11
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S dapat pekerjaan. Apalagi kalau umurnya sudah di atas 45 tahun, siapa yang mau menerima ? Itu yang harus dipikirkan,” tegas Sabar.
SAIFUL S. DOEANA DIRECTOR PT. GEMA MUDA PERANTAMA HR CONSULTING & SERVICES COMPANY
S
eorang konsultan SDM juga angkat bicara mengenai rencana penggantian P4D dan P4P dengan lembaga Arbiter PPHI. Selama keberadaanya P4D dan P4P, cukup mempengaruhi perkembangan perusahaan. “Yang namanya P4P dan P4D sangat berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan, apa lagi perusahaan multinasional. Yang dipikirkan pemerintah sekarang menghadirkan multinasional di sini dan membuatnya mereka nyaman,” kata Saiful S. Doeana, Director PT. Gema Muda Perantama, HR Consulting & Services Company. Namun menurut, Saiful, permasalahan yang terjadi pada P4P dan P4D condong pada persoalan individualnya. Dalam mengatasi permasalahan perburuhan kebanyakan anggota P4P dan P4D berpihak pada perusahaan. “Bukan berarti semua anggota P4P dan P4D seperti itu. Mengatasi permasalahan buruh melalui P4P dan P4D terus ke MA membutuhkan waktu yang lama, akhirnya-akhirnya lari hukum formal,” terangnya. Melihat permasalahan perburuhan semuanya tergantung pada individu yang akan menjalankan undang-undang yang berlaku. “Apa mau menjalankan undang tersebut atau tidak. Tidak ada yang mengikat,” tuturnya. “Misalnya, saya seorang karyawan yang mau dipecat oleh perusahaan. Terus saya mengadu ke P4P, P4P memutuskan saya tidak boleh dipecat. Terus naik di P4D, memutuskan saya boleh dipecat dengan syarat mendapat pesangon, terus saya tetap tidak terima perusahaan tetap akan memberhentikan,” tambahnya. Mengenai recana penggantian P4D dan P4P, masih menurut Saiful, alasan pergantian pasti dikarenakan ada suara yang mengatakan ada ketidakpastian hukum yang membuat lembaga ini harus diganti. “Saya sendiri tidak terlalu melihat apakah pergantian ini efektif atau tidak. Semuanya kembali pada individunya yang mengelola ini nanti. Selama yang mengola tidak baik lembaga tersebut otomatis tidak akan menjadi baik,” katanya pesimis. “Dan yang perlu dipikirkan bagaimana pihak yang berkuasa peduli akan hal ini. Karena kuncinya itu terletak pada mereka,” tambahnya. Namun ditambahkan Saiful bahwa undang-undang dibuat oleh Menteri Tenaga Kerja otomatis P4P dan P4D jajaran mereka juga mau tidak mau akan berpihak. Bila benar ada hakim Ad Hoc menggantikan P4P dan P4D mungkin akan lebih baik. Karena seorang hakim tidak akan menilai tidak melihat satu sisi saja. Dia melihat dari berbagai aspek. “Dan seandainya proses pemilihan hakim itu benar dilakukan, saya optimis kondisi karyawan akan lebih bagus,” tegasnya. Diharapkan orang-orang yang akan duduk menjadi hakim Ad Hoc adalah
orang yang mempunyai prinsip kebaikan sudah cukup layak untuk menyandang jabatan hakim Ad Hoc. Di Indonesia kondisi yang terjadi seringkali menyudutkan atau merugikan pihak karyawan. “Yang namanya perusahaan cenderung untuk ekploitasi dan tidak terbuka pada karyawan. Bila buruh tidak mempartanyakan hak perushaan tidak akan memberi tahu,” terang Saiful. “Contoh masalah gaji, perusahaan tidak memberi tahu tentang gaji seorang manager dan direktur. Kenapa ini tidak diberi tahu karena gaji antara direktur dangan karyawan jauh sekali. Sebenarnya tidak ada masalah bila satu perusahaan terbuka dan berterus terang pada karyawan,” tambah pria yang telah lama menggeluti bidang human resources ini ringan. Pada dasarnya masalah perburuhan tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara maju. “Sekarang ada industri nomaden, industri yang berpindahpindah dari satu negara ke negara lain. Awalnya berdiri di Eropa, setelah biaya di sana mahal pindah ke Amerika Latin, mahal biaya di Amerika Latin pindah ke Asia. Di Indonesia mulai mahal gaji buruh pindah ke Vietnam. Dan itu normal, apapun alasan yang dilakukan dalam rangka mencari keuntungan,” jelasnya. Seringkali perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pembelian bahan baku dan alat-alat dari luar dan hanya memakai buruh dalam negeri saja. Menurut Saiful keberadaan ekspatriat juga menambah masalah yang ada. “Saya bukannya anti investasi. Misalnya sebuah industri yang memiliki 3000 buruh terus ada tiga ekspatriat. Mungkin membayar buruh sama besarnya dengan gaji tiga ekspariat. Pemerintah melihat tidak permasalahan seperti itu? Sekarang berapa banyak ekspatriat, perijinannya bagaimana?,” terang Saiful. “Kadang-kadang level manager mayoritas ekspariat, pemerintah harus mengatur ini. Ini job untuk orang luar, ini pekerjaan untuk orang dalam,” tuturnya pasti. Saiful memberi gambaran bahwa peru-
sahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat menyatukan antara kepentingan perusahaan dengan karyawan. Keduanya sama-sama penting dan sejalan,” tuturnya. “Kebanyakan perusahaan hanya mencari untung tanpa memperdulikan efek samping dari kebijakan perusahaan tersebut. Di sinilah letak peranan pemerintah mengawasi perusahan dan mengawasi profesionalisme kerja,” jelasnya mengakhiri.
LUSI ADRILINA EMPLOYEE AND INDUSTRIAL RELATION HEAD BANK DANAMON
I
su rencana pergantian Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Daerah (P4P dan P4D) dengan sebuah lembaga arbiter dan pengadilan ketenagakerjaan yang disebut sebagai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) menjadi perhatian banyak pihak, baik dari pengusaha maupun karyawan. Hal ini dikarenakan keberadaan lembaga tersebut akan terkait dengan kedua pihak ini. Lusi Adrilina, Employee and Industrial Relation Head Bank Danamon, mengatakan bahwa ketika sebuah perselisihan perburuhan tidak bisa diselesaikan dengan cara bipartite, antara pengusaha dan karyawan, baru masalah ini diajukan ke P4D. Biasanya, masih menurut Lusi, masalah ini ada karena adanya pengaduan dari karyawan. “Hal ini terjadi bila ada perselisihan dan pengaduan karyawan,” terang Lusi. Dijelaskan Lusi bahwa proses ini memakan waktu yang tidak sebentar. “Pada awalnya melalui bipartite antara karyawan dengan pengusaha. Bila dalam bipartite tidak terpacapai, maka akan memakai perantara,” terangnya. Dalam tingkat perantara ini, keputusan bersifat anjuran. “Kalau anjuranya tidak diterima akan kembali ke bipartite. Kalau ini tidak bertemu juga solusinya walau telah melalui tripartite dan akan naik ke P4D dan dalam tingkat ini keputusannya bersifat
mengikat,” jelasnya lagi. Dikatakan Lusi, jikalau keputusan masih tidak dapat diterima dan naik banding ke P4P, akan memakan waktu sekitar 14 hari kerja. Jika di P4P masih terus ditolak, akan naik banding ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Proses di PTUN bukan lagi perusahaan dan karyawan yang dinilai tetapi lebih pada kenapa P4P memberikan keputusan tersebut. Jadi dalam tingkat PTUN yang disidang adalah P4P. Dari jika akan berlanjut, akan naik ke Mahkamah Agung (MA). Menurut Lusi, di sinilah yang memakan waktu paling lama. Jadi keberadaan hakim Ad Hoc pada lembaga PPHI ini bertujuan memperpendek proses penyelesaian tersebut. Jika berkaca pada masa lalu, keberpihakan P4P dan P4D selama ini tergantung kasus. “Pengalaman saya, sebaiknya menyelesaikan masalah melalui bipartite. Sedangkan jika ada kasus yang sampai ke P4D dan P4P, yang mengajukan ke P4P biasanya karyawan,” terang Lusi lagi. Dan diyakini Lusi bahwa pembentukkan PPHI bertujuan untuk adanya perbaikan. Karena PPHI sendiri memiliki kerangka kerja yang menurut Lusi justru lebih ringkas dari yang dulu. Melihat kasus perburuhan di Indonesia yang tidak pernah berakhir, Lusi menyarankan agar Indonesia mau berkaca pada Thailand. Negara ini jarang meratifikasi konvensi ILO, karena mereka berpikir bahwa hubungan bipartite itu yang harus mereka tingkatkan. Harus ada kepercayaan yang tinggi antara pengusaha dan karyawan dalam menjalankan hubungan kerjanya. “Jadi terkesan dengan membentuk lembaga ini karena kita memang yakin akan ada perseteruan. Seperti sudah tidak ada jalan keluar lagi antara pengusaha dan karyawan,” tuturnya. Sebagai pengecualian masalah yang sudah bersifat kriminal itu memang harus dilaporkan. “Kalau di Bank kan jelas kesalahannya seperti melarikan uang kemudian menyalahgunakan jabatannya itu bolehlah kalau sampai ke PPHI karena itu sudah benar-benar tindakan kriminal,” tegas lusi. Mengorek masalah perselisihan perburuhan yang terjadi di Bank Danamon, dikatakan Lusi bahwa masalah yang biasa timbul di bank adalah masalah integrity seperti pemalsuan surat keterangan gaji. “Jadi kita sebagai industrial relation dan HR harus strong, jadi kalau memang sudah peraturannya ya harus dipertahankan. Kita tuh persuasive saja dengan negotiation skill, kita minta dia resign, dari pada kita ke pengadilan makan waktu banyak,” katanya. Mengenai prosedur pemilihan hakim Ad Hoc, masih menurut Lusi, nanti pihak pengusaha diminta calonnya, dan suara para pengusaha ini disalurkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). “Tetapi secara sukarela juga kita juga bisa mengajukan,” tambahnya. “Dan ada memo dari Depnaker yang mengatakan bahwa hakim Ad Hoc tidak boleh mengganggu jam kerjanya,” tuturnya. Dalam pembenahan sistem ketenagakerjaan di Indonesia, dikatakan Lusi, yang penting itu menterinya yang harus strong dan mau membela siapaun yang benar, baik dari pihak pengusaha maupun karyawan.
12
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
A. KEMALSJAH SIREGAR KONSULTAN HOKUM KETENAGAKERJAAN
P
emberlakuan undang-undang ketenagakerjaan yang baru memunculkan isu baru. Isu yang dimaksud adalah tentang rencana pergantian P4D dan P4P dengan lembaga arbiter yaitu PPHI. Perdebatan tentang siapa yang akan duduk sebagai hakim dan bagaimana pelaksanaan sistem dari lembaga baru ini. Berikut Tanya jawab Human Capital dengan A. Kemalsjah Siregar, seorang konsultan hokum ketenagakerjaan.
1957 danUU No. 12/1964 dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka kelemahan itulah yang perlu diperkuat dan diperbaiki. Lalu Bagaimana Bang Kemal memandang pergantian ini? Menurut saya, adalah suatu hal yang bagus dan ideal apabila pemerintah benarbenar mau dan mampu membuat penyelesaian masalah perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Prinsip peradilan yang cepat, tepat, adil dan murah ini juga dianut dalam peradilan umum. Tapi apakah demikian prakteknya selama ini? Ternyata tidak. Saya seorang
hanya menguasai perundang-undangan ketenagakerjaan karena mereka harus juga menguasai hukum perdata, hukum pidana dll. Kalau mereka bukan SH maka berarti mereka harus belajar semua peraturan perundangan-undangan tersebut. Siapa saja yang berhak menjadi hakim Ad Hoc? Apa saja kualifikasinya? Bagaimana proses seleksinya? Berapa lama masa tugasnya dan berapa penghasilannya? Bagian Kedua UU No. 2/ 2004 mengatur mengenai persyaratan menjadi hakim ad hoc termasuk pengangkatan mereka oleh Ketua Mahkamah
Ada rencana bahwa P4P dan P4D akan digantikan dengan hakim ad hoc, menurut Bang Kemal, sejauh ini apa yang mendasari hal tersebut? Untuk mengetahui latar belakang sehubungan dengan akan digantikannya peranan P4 oleh Pengadilan Hubungan Industrial dimana para hakimnya terdiri dari 1 hakim karir dan 2 Hakim ad hoc maka kita perlu membaca butir 2 dan 3 dari bagian Menimbang dari UU No. 2/2004. Di butir 2 dikatakan bahwa dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Di butir 3 dikatakan bahwa UU No. 22/1957 danUU No. 12/1964 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Apakah penggantian P4P dan P4D menunjukkan bahwa lembaga ini masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan sehingga harus diganti dengan lembaga yang lebih baik? Dari pengalaman saya, kelemahan dalam penyelesaian perselisihan melalui P4D dan P4P selama ini adalah tidak adanya ketentuan yang mengatur batas waktu maksimal bagi P4D dan P4P untuk menyelesaikan perselisihan yang diajukan kepada mereka. Karenanya penyelesaian perselisihan bisa memakan waktu yang cuklup lama. Di sisi lain pada tingkat pemerantaraan (tripartite) pun pegawai perantara Depnakertrans atau Sudinakertrans atau Disnaker tidak pernah mentaati ketentuan bahwa penyelesaian di tingkat pemerantaraan (tripartite) harus sudah selesai dilaksanakan dalam waktu 30 hari sejak diterimanya pengaduan dari pekerja atau pengusaha. Selain dari masalah ketentuan batas waktu maksimal bagi P4D dan P4P untuk menyelesaikan suatu perselisihan yang diajukan kepada mereka, saya tidak melihat adanya kelemahan lain. Kelebihan P4D dan P4P dibandingkan hakim ad hoc adalah bahwa di P4D dan P4P terdapat 3 perwakilan dari pengusaha, Serikat Pekerja dan Pemerintah dimana masing-masing diwakili oleh 5 anggota. Salah satu unsur dari pemerintah adalah Depnaker. Umumnya wakil dari pengusaha adalah mereka yang menjabat sebagai manajer SDM. Jadi mereka cukup mempunyai pengalaman untuk memeriksa perselisihan yang diajukan. Nah, kalau memang ada hal-hal yang dalam UU No. 22/
optimis tapi mengenai masa depan dari penerapan UU No. 2/2004 tapi saya tidak berani mengatakan kapan prinsip tersebut benar-benar akan terwujud.
Agung. Masalah penggajian mereka akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang saya tidak tahu apakah sudah disiapkan dan akan segera selesai
Bagaimana dengan hakim ad hoc yang akan diberlakukan nanti? Apakah sudah bisa memberikan yang lebih baik ketimbang dengan P4P dan P4D? Soal apakah hakim ad hoc akan mampu memberikan pertimbangan hukum yang lebih baik ketimbang dengan P4P dan P4D adalah waktu yang akan membuktikannya. Kalau melihat persyaratan pengangkatan hakim ad hoc yaitu harus sarjana S 1, kecuali Hakim Ad hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung yang harus Sarjana Hukum, maka mereka yang bukan Sarjana Hukum berkesempatan menjadi hakim ad hoc. Pertanyaan saya adalah mengapa Hakim Ad hoc Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung harus Sarjana Hukum sedangkan di pengadilan hubungan industrial cukup SI dan tidak harus SH. Dengan segala hormat kepada mereka yang sarjana tapi bukan Sarjana Hukum, dari pengalaman saya sebagai praktisi ketenagakerjaan, bukan suatu hal yang mudah bagi seorang SH untuk mempelajari, mengerti dan memahami serta menghayati perundang-undangan apalagi bagi mereka yang bukan SH. Dalam mempelajari perselisihan ketenagakerjaan, tidak cukup
Sejauh mana kekuatan hukum putusan hakim ad hoc itu bisa diberlakukan? Apakah tidak jauh berbeda dengan P4P dan P4D atau ada perbedaan yang signifikan? Putusan pengadilan hubungan industrial adalah mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan dari peradilan lainnya. UU No. 2/2004 mengatur mengenai tatacara persidangan dan pelaksanaan dari putusan dari pengadilan hubungan industrial. Ada perbedaan cukup prinsipil antara putusan dari pengadilan hubungan industrial dan putusan P4P dan P4D. Berdasarkan UU No. 22/1957 apabila salah satu pihak menolak putusan P4P maka mereka dapat mengajukan permohonan pemeriksaan ulang (banding) ke P4P. Apabila salah satu pihak menolak putusan P4P maka mereka bisa mengajukan gugatan pembatalan ke PTTUN Jakarta dan apabila masih tidak puas dapat mengajukan kasasi ke MA. Hal ini tidak terjadi dengan putusan dari pengadilan hubungan industrial karena mereka yang tidak puas dapat langsung mengajukan kasasi ke MA. Secara mekanisme memang lebih cepat karena hanya ada dua tahapan pemeriksaan oleh lem-
baga peradilan. Tapi yang saya tidak yakin akan terjadi adalah ditepatinya semua batas waktu maksimal dalam setiap tahapan sebagaimana diatur dalam UU No. 2/2004 karena menurut saya penetuan batas waktu tersebut sangat tidak realistis. Kesannya pembatasan waktu tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa UU No. 2/2004 jauh lebih baik daripada UU No. 22/ 1957 dan UU No. 12/1964. Bagaimana dengan konseliator yang nanti akan dibentuk? (konsiliator sama dengan pegawai perantara, cuma konseliator dari pihak swasta, pegawai perantara dari pihak pemerintah) Permasalahan sangat besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah kurangnya orang-orang yang memang benarbenar berpengetahuan luas, berpengalaman dan karenanya mampu dan pantas serta cocok untuk memegang jabatan yang membutuhkan orang-orang yang berkemampuan tersebut. Yang ada adalah orangorang yang entah bagaimana bisa menduduki jabatan yang tidak selayaknya dijabatnya. Hal ini juga akan dialami di masalah penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan karena mengenai konsiliator persyaratan untuk menjadi konsiliator juga bukan suatu hal yang sulit untuk dipenuhi. Karenanya siapapun yang memenuhi persyaratan yang ringan tersebut akan dengan mudah diangkat sebagai konsiliator. Permasalahannya adalah berapa banyakkah orang yang benar-benar menguasai permasalahan ketenagakerjaan secara benar dan tepat dan mengetahui serta memahami dan menghayati semua peraturan hukum yang ada. Bukan asal-asalan. Harus disadari dan ini merupakan fakta bahwa gelar kesarjanaan sama sakali bukan jaminan mutu. Apa tolok ukur dari memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurangkurangnya 5 tahun? Tahun 2005 mendatang, UU No 2 Tahun 2004 tentang PPHI akan diberlakukan. namun dari beberapa pasal yang ada, jika terjadi persilisihan antara karyawan (Serikat buruh) dengan pihak pengusaha, maka akan terjadi benturan antara UU tersebut dengan UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Apakah menurut Bang Kemal UU yang baru ini harus ditunda, atau tetap diteruskan namun harus diperbaiki? Saya tidak mengetahui sudah sampai dimana kesiapan pemerintah mempersiapkan Pengadilan Hubungan Industrial dan semua perangkatnya sehingga benar-benar siap memulai pekerjaannya tepat 1 tahun sejak diundangkannya UU No. 2/2004 pada 14 Januari 2004. Adalah suatu hal yang tidak akan mengejutkan saya apabila karena tidak siapnya pemerintah maka pemerintah akan menyatakan penundaan berlakunya UU No. 2/2004. Pendapat Pak Sianturi memang benar dan kalau ini dibiarkan maka akan banyak bom waktu yang akan meledak. Menurut saya, UU No. 13/2003 pun banyak cacatnya karena ada beberapa hal yang saling bertentangan. Saya tidak tahu bagaimana dilakukannya pengawasan mutu atas pembuatan undangundang.
13
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
F O K U S
TEMMY DJUMARSA, SH HUMAN RESOURCES PLANNING OFFICER MERPATI NUSANTARA AIRLINES
P
ermasalahan perburuhan kerap kali menimpa perusahaan tanpa mengenal siapa dan sebesar perusahaan tersebut. Bahkan seringkali justru perusahaan besarlah yang mengalami masalah perburuhan. Banyak hal yang menjadi penyebab, terutama jumlah karyawan yang cukup banyak sehingga kemungkinan adanya kebijakan perusahaan yang kurang diterima oleh karyawan. Hal yang paling sering menjadi akar permasalahannya adalah masalah keuangan. Salah satu perusahaan penerbangan domestik terbesar di Indonesia, Merpati Nusantara Airlines pun tidak luput akan hal ini. Saat krisis ekonomi yang menimpa kawasan Asia termasuk Indonesia, Merpati terkena dampaknya juga. Meski demikian segala upaya dilakukan agar perusahaan ini dapat bertahan. Banyak perusahaan yang ketika mengalami krisis, langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut hanyalah dengan mengurangi jumlah karywan atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Berbeda dengan langkah yang diambil perusahaan lainnya, Merpati mencoba melakukannya dengan cara yang
berbeda. “Walau krisis ekonomi namun kita tetap mencoba untuk bertahan. Bertahan tetapi karyawan tidak di PHK,” ujar Temmy Djumarsa, SH, Human Resources Planning Officer Merpati Nusantara Airlines. Tahun 2002, Merpati mengambil langkah penting untuk mengatasi masalahnya dengan menawarkan pengunduran diri secara sukarela, tentunya dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, hingga akhirnya mencapai sekitar 700 orang karyawan yang disetujui pengunduran dirinya. “Mereka dari semua level dan bagian di Merpati,” terang Temmy. Bisa dikatakan pengurangan karyawan yang terjadi di perusahaan yang lebih banyak menyediakan penerbangan domestik ini, berjalan tanpa ada masalah yang berarti. “Kita melakukan rasionalisasi dengan cara menawarkan pada karyawan. Dengan syarat yang telah kita tentukan. Salah satu syaratnya adalah batas penghasilan,” jelasnya. “Persyaratan yang kita buat jangan sampai mengganggu unit kerja. Jangan sampai banyak ke luar kita sendiri akhirnya tidak jalan,” tambahnya. Namun keputusan ini, menurut Temmy, bukan dari satu pihak saja. Management Merpati menawarkan program ini pada semua karyawan langsung melalui pemimpin unitnya masing-masing. “Sebelum ini dilakukan kita juga telah memanggil serikat karyawan. Mereka menyambut baik. Semuanya atas persetujuan, harus dipikir-
pikir dan bicarakan dengan keluarga, jangan sampai keluarga ikut senggara,” tegasnya. Setelah itu diakui Temmy tidak ada lagi masalah karena semua tersebut berjalan tanpa adanya paksaan. Mengenai P4P dan P4D, selama keberadaannya, Merpati tidak pernah berhubungan dengan lembaga yang bertugas untuk menyelesaikan permasalah perburuhan yang terjadi. “Kami sangat jarang berhubungan P4P ataupun P4D, karena biasanya kami berusaha menyelesaikannya secara bipartit saja,” tukasnya. “Jadi tidak perlu ke pengadilan, meski itu alot tetapi ya selesai,” tambahnya. Hal ini dimungkinkan karena seperti diakui Temmy, saat itu undang-undang tenaga kerja bersifat tidak mengikat terutama bagi perusahaanperusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga ketika perusahaan BUMN tersebut sampai ke
pengadilan dan menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak tunduk pada undangundang, maka semua permasalahan tidak bisa diselesaikan di pengadilan tersebut. “Di undang-undang yang dulu itu bunyi sepanjang BUMN itu tunduk. Kalau kami tidak tunduk, maka P4D tidak berhak mengadili permasalahan buruh di sini,” tegasnya. “Pernah ada yang mengadu ke Depnaker, lalu kami dipanggil ke P4D-nya, lalu hakimnya nanya ke kami, Merpati tunduk tidak terhadap undang-undang, kami jawab tidak. Ya sudah sidang ditutup, kalau mau diajukan ke pengadilan umum,” jelas Temmy. Kini dengan undang-undang tenaga kerja yang baru, dimungkinkan mengikat semua pihak termasuk BUMN. “Namun Sekarang ini undang-undangnya kan baru, kalau yang dulu tidak mengikat pada BUMN,” akunya. Jadi diakui Temmy, karena Merpati sendiri jarang berinteraksi dengan P4P dan P4D, maka Merpati pun tidak begitu mengerti efek keberadaan P4P dan P4D tersebut selama ini. “Bagi kami kalau masih bisa diselesaikan di sini, kenapa harus sampai ke pengadilan. Masalah perburuhan itu biasanya timbul karena adanya ketidakpuasan dari pihak karyawan,” paparnya. Ketika ditanya mengenai profil hakim yang harus duduk di Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial(PPHI), menurut Temmy dalam undang-undang sudah ada kualifikasi untuk hakim itu ■
Formulir Berlangganan Pembaca yang terhormat, z Tabloid Human Capital ( HC ) merupakan media pertama di Indonesia yang berfokus pada berita dan informasi seputar Sumber Daya Manusia dan penyajian informasi sangat informatif serta disain tabloidnya sangat menarik. z HC ditujukan bagi berbagai kalangan dan terbuka bagi siapa saja yang tertarik pada sumber daya manusia. z Dengan ragam rubrikasi yang sangat menarik untuk pengembangan karir, kiat sukses, isu permasalahan dan alternatif solusi di bidang sumber daya serta rubrik lainnya. z HC merupakan media komunikasi potensial bagi para pengguna iklan untuk memasarkan produk maupun corporate image mengingat pembaca tabloid HC adalah kalangan menengah, menengah atas z Untuk itu, kami memberikan penawaran yang menarik & mudah kepada Anda guna mendapatkan Tabloid Human Capital (HC) setiap terbit / edisi dengan cara berlanggan. z Cukup dengan menghubungi nomor telepon telepon (62-2 1) 52205 75 - 5290 1022 atau mengirimkan (62-21) 5220575 52901 1) 5290 102 4. form langganan ke faksimili (62-2 (62-21) 52901 024. Kami pastikan Tabloid Human Capital (HC) akan hadir tepat waktu di alamat yang Anda kehendaki. Terima kasih.
Mohon dikirim tabloid HC HumanCapital, untuk dan atas nama kami : Nama : …………………………………….. Perusahaan / instansi : …………………………………….. Alamat : ……………………………….……. : ……………………………….……. Telp : …………………………………….. Alamat Rumah : ……………………………….……. : ……………………………….…….
Jabatan Kota Kode pos Faks
: ……………………………… : ……………………………… : ……………………………… : ………………………………
Kota Kode pos Faks
: ……………………………… : ……………………………… : ………………………………
Telp : ……………………………….…….. E-mail : ……………………………….…….. Pesanan tiap edisi: …………………… Eksemplar Mulai edisi : ……………….… s/d ……… Daftar Harga Langganan (per-eksemplar) Harga : Rp. 6.750,- / Eksemplar Periode 2 tahun (24 edisi) 1 tahun (12 edisi)
Harga Normal Rp. 162.000,Rp. 81.000,-
Diskont Harga Pelanggan 20% (Rp.32.400,-) Rp. 129.600,10% (Rp.8.100,-) Rp. 72.900,-
* Untuk Pelanggan di luar Jakarta tambah ongkos kirim Pembayaran :
………, ………………………………. 2004 Hormat kami,
Transfer a/n PT. Bina Semesta Giartha Lestari, Citibank No. Rek. 800333494690 (bukti transfer dikirim melalui faksimili) ( ………………………………)
PENAWARAN KHUSUS Lengkapi referensi Anda dengan Tabloid HC 1, 2, dan 3. Tiga edisi hanya Rp15.000,- (di luar ongkos kirim). Hubungi TOMY untuk pemesanan di telp. 021-5220575; fax. 021-52901024
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
S t r a t e g i H C
14
PermataBank MENUJU ORGANISASI BERKINERJA TINGGI Setelah setahun merger, PermataBank mencatat kemajuan yang mengesankan dalam membangun dan mengembangkan human capital. Proses integrasi sumberdaya manusia, sistem, dan operasional berhasil diwujudkan dalam kurun waktu lebih singkat. Dalam beberapa hal, PermataBank bahkan berada di depan bank lain yang sudah lebih dulu ada. Apa rahasianya?
I
stilah human capital tergolong baru dalam jagat bisnis. Adalah firma konsultan Accenture yang memelopori penggunaan dan penyebarluasan istilah tersebut. Menurut Accenture, manusia adalah asset utama dari seluruh jenis asset. “Human being are prime among all assets.” Sebagai bank yang relatif baru – diresmikan secara legal pada 30 September 2002 - PermataBank sejak awal mengadopsi konsep human capital itu dalam membangun cetak biru pengembangan organisasi dan kualitas manusia. Merger 5 bank (Bank Bali, Bank Universal, Bank Prima Express, Bank Media, dan Bank Patriot) membentuk PermataBank jelas bukan pekerjaan mudah, baik secara operasional maupun secara hukum. Bayangkan, 5 bank dengan sistem teknologi, budaya kerja, keahlian, kualitas Human Resources (HR), fokus bisnis, dan ukuran usaha berbeda digabung menjadi satu. Secara total jumlah karyawan ke-5 bank itu mencapai 8157 staf. Proses merger secara hukum berlangsung bulan September 2002 dan merger secara operasional diselesaikan bulan Desember 2002. Hanya dalam waktu 5,5 bulan, proses merger berhasil dituntaskan – sebuah prestasi merger yang cukup mencengangkan bila dibandingkan dengan jangka waktu merger bank-bank di bawah BPPN sebelumnya. Selain proses integrasi operasional, tantangan terberat yang harus dihadapi perusahaan hasil merger adalah integrasi HR sebagai bagian dari strategi human capital PermataBank. Perampingan karyawan menjadi tidak terelakkan. Salah satu manfaat utama dari merger adalah lahirnya efisiensi usaha yang lebih baik – antara lain karena jumlah karyawan yang lebih sedikit. Dalam perkembangan lebih lanjut, menurut Wakil Direktur Utama PermataBank Chandra Purnama, jumlah karyawan perlu dikurangi sebanyak 950 orang. Jumlah sebanyak itu diperoleh setelah melalui kajian mendalam oleh PermataBank maupun pihak Accenture sebagai konsultan merger, baik untuk tenaga staf tetap maupun kontrak. Selain itu, sebanyak 1031 orang mengundurkan diri secara sukarela. Proses ini dilaksanakan pada 2003 hingga awal 2004, sehingga jumlah karyawan PermataBank per Mei 2004 menjadi 6317
orang Kompleksitas HR akibat proses merger berhasil diatasi PermataBank berkat adanya program kerja prioritas dan rencana aksi yang jelas. Sepanjang 2003, misalnya, PermataBank memprioritaskan penataan dan pengembangan organisasi, reposisi dan pengaturan penempatan karyawan, penyelarasan sistem kompensasi dan benefit, konsolidasi dan pengembangan sistem HR, menyusun dasar-dasar manajemen kinerja, penyelarasan training, penyusunan Kontrak Kerja Bersama, job grading, dan penyusunan budaya perusahaan yang baru. Sebagian besar kegiatan tersebut berhasil dirampungkan tahun 2003. “Kami memang sangat fokus dalam strategi sumberdaya manusia,” tukas N. Krisbiyanto, GM Human Resources Group PermataBank. Setidaknya ada tiga kegiatan penting yang perlu mendapatkan catatan di sini. Pertama adalah kegiatan penyusunan visi, misi, dan strategi manajemen SDM, kedua kegiatan penyusunan penggolongan kepangkatan (job grading), dan ketiga penyusunan budaya perusahaan yang baru. Visi HR PermataBank adalah membantu mewujudkan organisasi berkinerja tinggi dengan budaya kerja terbaik dan hubungan karyawan yang prima. Misi HR mencakup upaya mengembangkan, mempertahankan dan mendapatkan orang-orang berkemampuan tinggi; membantu karyawan dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan perubahan bisnis dan membantu mereka untuk sukses menghadapi tantangan dan karir; mengembangkan budaya berbasis meritocracy; dan menyediakan layanan HR terbaik untuk seluruh karyawan. Kegiatan job grading harus dilakukan karena begitu bervariasinya istilah jabatan, kualifikasi, dan sistem kompensasi dari kelima bank peserta merger. Pada periode 6 bulan awal proses merger, PermataBank memutuskan untuk menerima semua karyawan berdasarkan jabatannya di bank sebelumnya. Pengelompokan jabatan dilakukan tetapi belum terlalu detil. Misalnya, ada bank yang menyebut jabatan Vice President dan ternyata setara dengan jabatan Assistant Vice President di bank lain. Mereka dikelompokkan menjadi satu. Hal seperti ini berjalan 6 bulan awal. Setelah organisasi mulai jalan, dan
15
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
S t r a t e g i H C
CHANDRA PURNAMA. Wakil Direktur Utama PermataBank beban serta kemampuan masing-masing orang mulai kelihatan, PermataBank mulai melakukan job grading. Kegiatan ini juga bertujuan menyusun sistem remunerasi yang baru. Proyek job grading ini dibantu oleh konsultan Hewitt sejak November 2003 dan selesai Maret 2004. “Pada bulan April 2004, barulah hasil job grading itu mulai diimplementasikan dan selesai bulan Agustus 2004,” ujar N. Krisbiyanto. Dari job grading itu disusun struktur organisasi baru, di mana berbagai jabatan dengan istilah beraneka ragam sebelumnya disusutkan dan dikelompokkan secara rapi. Karena kebijakan PermataBank tidak mengambil seluruh hal yang bagus (dalam hal remunerasi) dari bank peserta merger, termasuk soal gaji, maka variasi gaji pada setiap level jabatan masih cukup lebar. Untuk mengatasi hal ini, PermataBank menyusun standar gaji dengan cara membentuk skala gaji untuk setiap level jabatan – terendah hingga tertinggi. Penyusunan skala gaji ini dilakukan dengan memanfaatkan hasil survei gaji (total remunerasi) yang diselenggarakan Watson Wyatt ataupun Hay Management. Di antara 10 bank besar di Indonesia, lanjut Krisbiyanto, besarnya remunerasi PermataBank diposisikan bukan di barisan paling top. “Maklum, kami bank baru yang harus dikelola secara efisien. Posisi kami 50 percentile sampai dengan 75 percentile di beberapa posisi dari 10 bank besar di Indonesia,” tegas N. Krisbiyanto. Posisi ini naik 15% dibandingkan remunerasi PermataBank di awal merger. Membangun budaya perusahaan yang baru mendapatkan perhatian yang sangat besar dari manajemen PermataBank. Perusahaan-perusahaan yang unggul dikenal memiliki budaya yang kuat. Proses penyusunan budaya perusahaan dibantu oleh konsultan merger Accenture sebagai lembaga independen. Keterlibatan konsultan efektif untuk menggali dan menyaring nilai-nilai yang sebaiknya dipegang oleh seluruh jajaran PermataBank – orang-orang yang berhak mendapat predikat PermataBanker. Langkah penyusunan budaya perusahaan ini dimulai dengan menggali
pandangan manajemen puncak terhadap budaya perusahaan yang harus dikembangkan. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya tersusun budaya perusahaan PermataBank dengan nilai-nilai sebagai berikut: Kepercayaan (trust), Pelayanan (service), Kesempurnaan (excellence), Integritas (integrity), dan Profesionalisme (professionalism). Nilai-nilai tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku seluruh karyawan PermataBank yang: disiplin (disciplin), bertanggung jawab (responsible), cepat, tanggap dan berinisistif (proactive), ahli di bidangnya (competent), mampu bekerjasama (teamwork), efektif dalam berkomunikasi (communicative), peka dan peduli untuk kebaikan (care), dan tidak menyalahgunakan jabatan (no conflict of interest). Untuk membangkitkan kebanggaan dan
namun juga secara internasional. “Wilayah persaingan bisnis bank kini sudah sangat mengglobal, dan PermataBanker harus siap untuk itu,” tutur Direktur Utama PermataBank Agus Martowardoyo. Dimulai dengan workshop transformasi budaya kerja untuk manajemen puncak yang berlangsung di Bogor selama 2 hari penuh, program transformasi budaya kemudian dilaksanakan secara intensif ke seluruh jajaran PertamaBank melalui beraneka program. Program yang dibantu oleh perusahaan TASS Consulting ini selesai Agustus 2004. Chandra Purnama menilai, upaya membangun budaya perusahaan itu telah berlangsung dengan sukses. “Sekarang tidak ada lagi karyawan PermataBank yang menyebut dirinya dari eks bank peserta merger. Semuanya bangga menjadi PermataBanker,” ujarnya. Rencananya, PermataBank mengadakan survey menilai kesadaran dan pemahaman karyawan terhadap budaya perusahaan pada November 2004. Dilanjutkan dengan mengadakan Climate Survey pada Januari 2005. Kebanggaan tersebut tentu tidak bisa dipisahkan dari perbaikan sistem remunerasi PermataBank dan kinerja PermataBank yang cukup menjanjikan. Setelah merugi Rp 800-an miliar akhir 2002, PermataBank berhasil membalikkan keadaan dengan meraih laba Rp 558 miliar akhir 2003, jauh di atas target yang telah disusun. Berkat pencapaian laba itu, lanjut mantan Deputi Ketua BPPN tersebut, karyawan memperoleh bonus – pertama semenjak 1997. Tingginya perhatian manajemen PermataBank terhadap para karyawannya sangat berperan dalam mempercepat transformasi PermataBank menjadi organisasi bank yang tangguh. Sadar terhadap pentingnya kemampuan kepemimpinan bagi kesuk-
N. Krisbiyanto identitas diri, para bankir yang bekerja di PermataBank disebut sebagai PermataBanker. Yaitu, bankir yang memegang teguh nilai-nilai PermataBank dan berperilaku seperti disebut di atas. Bankir yang siap bersaing tidak hanya dalam skala lokal
sesan organisasi, training pertama yang diselenggarakan oleh PermataBank adalah tentang kepemimpinan. Program ini dibantu konsultan internasional OTI, berlangsung 8 gelombang dengan jumlah peserta 160-an orang pimpinan di PermataBank.
Penampilan PermataBanker tak luput dari perhatian manajemen. Seluruh karyawan, termasuk karyawan back office yang selama ini sering terabaikan, dibelikan beberapa set kemeja Arrow berwarna putih berlambang PermataBank dan dasi khusus PermataBank. Sebentar lagi, penampilan kantor cabang PermataBank juga akan terstandar dalam desain interior maupun eksterior, hasil studi banding direksi ke banyak bank di luar negeri dan bantuan konsultan identitas global ED International Design. Perubahan menjadi kata kunci di PermataBank, dimulai dari kesadaran dan komitmen penuh di level manajemen puncak. Untuk mempermulus proses perubahan, PermataBank memiliki Change Management yang berada di bawah GM Human Resources Group. “Kami sangat terbantu dengan sikap dan dukungan proaktif direksi sehingga proses perubahan lebih mudah dan cepat dilaksanakan,” kata Landy Kurniawan, Change Management Manager PermataBank senang. Meski bank yang relatif baru terbentuk, strategi pengembangan SDM PermataBank sangat komprehensif dan modern. PermataBank, misalnya, akan mulai mengimplementasikan metode Balanced Scorecard sebagai upaya menuju ke tahap kesempurnaan dalam pengelolaan SDM. Langkah PermataBank ini termasuk pionir dalam dataran perbankan nasional. Kepeloporan ditunjukkan pula dengan membangun Assessment Center modern sebagai perangkat penting manajemen kinerja karyawan. Pusat evaluasi perilaku karyawan ini berhasil diselesaikan dalam 4 bulan, lebih cepat beberapa bulan dari target. “Perwujudan semua target program di PermataBank memang kami pacu lebih cepat. Bayangkan, proses merger yang pada bank lain butuh waktu setahun lebih, di PermataBank bisa diselesaikan kurang dari 6 bulan,” tambah Chandra. Menyadari pentingnya pengelolaan SDM secara strategis, yang dapat membantu unit bisnis mencapai targetnya, PermataBank membangun organisasi Relationship Management (RM) di bawah grup SDM. Tugas utama RM adalah membantu unit bisnis PermataBank dalam hal penyusunan strategi SDM di masing-masing unit bisnis. Organisasi RM berada di kantor pusat, dan dewasa ini terdapat beberapa Relationship Manager yang ditugasi membantu berbagai unit bisnis di PermataBank. Sejauh ini, manajemen PermataBank bolehlah berbangga atas semua strategi pengembangan SDM dan bisnis yang telah dilakukan. Minat terhadap PermataBanker meningkat tajam dengan dibajaknya beberapa tenaga professional PermataBank oleh bank lain. Bukti lain, proses divestasi 51% saham PermataBank diminati oleh 10 konsorsium dalam dan luar negeri. Semuanya serius ingin memiliki PermataBank. Animo investor membeli PermataBank jauh lebih tinggi dibandingkan proses divestasi bank-bank milik BPPN sebelumnya. Tentu saja, semuanya ini baru langkah awal untuk mewujudkan organisasi berkinerja tinggi yang menjadi visi PermataBank ■
16
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
U s a h a H C
SASMITA WINATA
Managing Director King’s Safety Wear Indonesia
BUKAN HANYA KERAPIHAN TAPI JUGA KESELAMATAN KERJA Banyak orang menggunakan sepatu tetapi tidak terlalu memikirkan fungsi lain dari sepatu itu sendiri selain kerapihan. Padahal lebih dari sekedar kerapihan, sepatu juga ada yang memiliki fungsi untuk ikut menjaga keselamatan kerja, terutama bagi karyawan yang bekerja di lapangan dengan resiko kecelakaan yang cukup tinggi.
S
alah satu merek sepatu yang peduli dengan keselamatan kerja, King’s, mulai mencoba membangun kesadaran akan perlunya keselamatan kerja. Keberadaan King’s di Indonesia, seperti dikatakan Sasmita Winata, Managing Director dari King’s Safety Wear Indonesia, berawal sebagai agen. “Jadi kami adalah supplier untuk barang-barang keselamatan kerja dan itu salah satunya adalah safety shoes”. Safety shoes, menurut Sasmita, bisa dibilang produk yang spesifik yang belum banyak dikenal oleh masyarakat. “Prospek di Indonesia itu bagus, tetapi kesadaran akan keselamatan kerja itu yang masih kurang. Sehingga jika kesadaran itu meningkat, maka prospek itu akan semakin jelas,” paparnya. “Pemakaian sepatu Safety di Indonesia itu masih kecil. Menurut data dan survey, kebutuhan Indonesia per tahun hanya sekitar 1,000.000 pasang, dibandingkan dengan jumlah potential tenaga kerja yang ada di negara kita!. Jadi masih banyak para tenaga kerja di Indonesia yang belum menggunakan safety Shoes” tambahnya lagi. Bertindak sebagai distributor, dengan mencoba memasarkan King’s, ternyata mendapat respon yang cukup baik meski juga menemui banyak kendala. “Kendala kami pada waktu itu adalah karena sepatu merupakan produk yang terdiri dari beberapa ukuran, beberapa model, jadi ada beberapa macam, sedangkan kebutuhan itu banyak variasinya, jadi kami harus punya stok yang sangat banyak,” tambah Sasmita. “Yang kedua adalah harga karena kami masih harus impor waktu itu,” jelasnya. Ditambah adanya peraturan pemerintah mengenai penggunaan produk dalam negeri. Peraturan ini mengharuskan perusahaanperusahaan besar terutama BUMN, untuk menggunakan produk-produk dalam negeri, jika memang sudah dapat diproduksi di dalam negeri sendiri. “Ini jadi kendala karena kami tidak bisa menjual ke perusahaan –perusahaan tersebut.” Kendala-kendala yang ada bukanlah sesuatu yang harus membuat seseorang mundur dari tujuannya. “Dengan kendalakendala tersebut kami bicarakan dengan
principal kami. Kami mencoba mempengaruhi principal kami di Singapura,” jelas Sasmita. Hasil dari pembicaraan tersebut menghasilkan respon yang cukup baik. Mereka sepakat untuk investasi di Indonesia dengan membuka pabrik KING’S. “Maka pada juli tahun 1997, kami sudah memproduksi, di Cikupa, Tangerang. Ternyata demand nya bagus, pada awal produksi kami sudah dapat menjual dengan mudah,” tuturnya. Mengenai bahan baku yang digunakan, jika bahan yang dimaksud tidak ada disini, maka King’s melakukan impor. Hal ini jelas menambah biaya produksi. “Nah kami harus juga survive sehingga bagaimana barang kami bisa diekspor juga,” jelas Sasmita. “Karena kualitas kami dari awal memang sesuai dengan yang ditentukan oleh principal, akhirnya hal ini direspon. Inilah sebenarnya titik balik kami,” tambahnya lagi. Respon yang diperoleh cukup baik. Pada saat krisis moneter kami menyadari kalau hanya menjual di dalam negeri menjadi sesuatu yang tidak mungkin karena ongkos produksi jadi mahal dan daya beli konsumen di Indonesia lemah sekali. “Akhirnya kami berorientasi ekspor,” tegasnya. Masih menurut Sasmita, karena dollar pada waktu itu tinggi, sehingga King’s dapat mensubsidi silang. “Jadi meski orientasi ekspor tetapi lokal tetap ada,” jelasnya. Saat krisis King’s
banyak mengekspor barang ke Singapura, Malaysia dan Philipina, Dubai dan Taiwan. “Sekarang kami sudah mendapat standar Eropa sehingga kami bisa ekspor ke Eropa juga,” tegas pria yang telah bekerjasama dengan King’s sejak tahun 1993. Target pasar King’s sendiri kini diarahkan pada daerah-daerah yang berhubungan dengan industri, pekerja di lapangan juga hotel, misalnya untuk yang bekerja di dapur. “Semua produk KING’S mempunyai sole yang “oil resistance”, jadi tidak licin bila terkena minyak,” jelas pria yang untuk kesuksesannya mengutamakan kerja keras dan kejujuran. “Kalau soal target market sekarang kami sedang kembangkan ke pusat-pusat daerah yang banyak sekali pegawai baik swasta maupun pegawai negeri sipil, yang meskipun mereka tidak bekerja di lapangan tapi mereka juga bisa menggunakan safety shoes ini. Jadi sepatu ini dapat digunakan untuk umum tanpa mengurangi kerapihan tapi disamping itu menambah keselamatan bagi pemakainya. Dan lagi pula dengan harga yang relatif terjangkau. Karena kecelakaan bisa terjadi dimana saja, Ini yang kami mau galakan,” terangnya. Berkaitan dengan ketahanan produk, Sasmita menjelaskan bahwa umur sepatu itu tergantung bahan. “Bahan yang kami pakai itu adalah polyurethane, sejenis kimia yang karakternya itu memiliki masa kadaluarsa, tapi anehnya kadaluarsa ini kalau tidak dipakai, sedangkan kalau dipakai itu malah tidak apa-apa. Kalau tidak dipakai dalam jangka waktu lebih dari 1 tahun, akan menjadi kropos,” terangnya. Meskipun diakui Sasmita, sudah ada sekitar delapan merk saingan, namun masing-masing memiliki standar sendiri. “Standar yang kami
miliki adalah dari Eropa EN 345, Australian Standard dan juga ANZI American standard, serta Malaysian dan Singapore standard. Untuk mendapatkan standar tersebut tidak hanya cukup mahal tapi juga kualitas produk yang diutamakan. Agar supaya standar-standar tersebut tetap valid kami harus konsisten menjaga mutu dari produk kami dan sering kali dari pihak berwenang entah itu Eropa atau Australia seringkali mereka melakukan kunjungan mendadak ke pabrik kami”. “Untuk meningkatkan brand image dari produk King’s dan juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya SAFETY, kami bekerja sama dengan departemen yang berwenang secra rutin melakukan pameran-pameran, seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan K3, keselamatan, kesehatan kerja.,” jelasnya lagi. Yang luar biasa adalah dipercayanya Indonesia untuk menjadi tuan rumah dalam acara Seminar APOSHO ke 21 (Asia Pacific Occupational Safety and Health Organization) yang akan diselenggarakan di Bali bulan September 2005, dan King’s dipercaya untuk menjadi sebagai Event Organizer untuk acara tersebut. Menurut Sasmita, memproduksi produk safety shoes itu ada tahapan-tahapan yang sifatnya mutlak, tidak bisa dikurangi. “Misalnya untuk memenuhi standar Eropa atau Australia, bahan kulit yang dipakai harus bebas bahan kimia yang tidak menyebabkan kanker kulit. Kalau tidak terpenuhi, maka sepatu tersebut akan langsung dimusnahkan. Itulah makanya kami harus yakin bahwa bahan yang digunakan juga yang sudah bersertifikasi dalam kualitas,” jelasnya. “Itulah kelebihan utama kami,” terangnya mengakhiri ■
17
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
Konsultasi jaan S t r a t eHukum g i H Ketenagaker C
Diasuh oleh: A. Kemalsjah Siregar
Seputar UU No. 2/2004 UU NO. 2/2004 ( I ) Bapak Kemal Yth Dengan diundangkannya UU No. 2/2004 pada 14 Januari 2004 dan akan berlaku 1 tahun setelah diundangkannya UU No. 2/ 2004 tersebut maka penyelesaian setiap perselisihan di bidang ketenagakerjaan akan diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Peradilan Hubungan Industrial berdasarkan UU No. 2/ 2004. Pertanyaan kami adalah bagaimanakah kelanjutan penyelesaian atas kasus-kasus yang sedang ditangani oleh P4D dan P4P pada saat berlakunya UU No. 2/ 2004? Bagaimana mekanisme? Wiwin H CPT International Jakarta Jawab Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 124 (2) UU No. 2/2004 maka penyelesaian atas kasus-kasus yang sedang ditangani oleh P4D dan P4P pada saat berlakunya UU No. 2/ 2004 akan ditangani apakah oleh Pengadilan Hubungan Industrial atau Mahkamah Agung, disesuaikan dengan tingkat penyelesaiannya saat terakhir apakah di P4D atau
di P4P. Mengenai mekanismenya sendiri saya tidak bisa membayangkan bagaimana mekanisme dan berapa lama akan dilakukan pengalihan kasus-kasus terseut dari P4D ke Pengadilan Hubungan Industrial dan dari ke P4P ke Mahkamah Agung. Mungkin saja nantinya Mahkamah Agung akan segera mengeluarkan petunjuk dalam bentuk surat edaran. UU NO. 2/2004 ( II ) Bapak Kemal Yth Melihat dari jangka waktu yang tercantum dalam UU No. 2/2004 untuk setiap tahapan penyelesaian maka kelihatannya UU No. 2/ 2004 cukup menjanjikan penyelesaian perselisihan yang cepat. Pertanyaan saya adalah apakah dengan adanya perubahan dari bentuk P4D dan P4P menjadi Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung maka penyelesaian perselisihan industrial akan lebih baik? Stephanus T PT MI, Jl. Sudirman Jakarta Jawab Sesuai dengan apa yang tercantum pada
butir b bagian Menimbang dari UU No. 2/ 2004 maka tujuan diundangkannya UU No. 2/2004 adalah untuk membuat mekanisme penyelesaian perselisihan industrial yang cepat, tepat, adil dan murah. Keempat hal ini adalah hal-hal yang sangat ideal dan karenanya sangat didambakan oleh para pencari keadilan. Walaupun bukan suatu hal yang mudah untuk mewujudkannya namun menurut saya marilah kita berikan kepada para hakim di Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung untuk membuktikannya. UU NO. 2/2004 ( III ) Bapak Kemal Yth Apakah perbedaan nyata atau mendasar dalam mekanisme penyelesaian perselisihan industrial antara UU No. 2/2004 dan UU No. 22/1957 dan UU No. 12/1964? Bintang A PT Olojuan Corp. Jawab Ada beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai perbedaan nyata atau mendasar dalam mekanisme penyelesaian perselisihan industrial antara UU No. 2/2004 dan UU
No. 22/1957 dan UU No. 12/1964 yaitu dari sisi lembaga penyelesaian perselisihan industrial dan jangka waktu penyelesaian perselisihan industrial. Dengan berlakunya UU No. 2/2004 maka tidak ada lagi lembaga yang bernama P4D dan P4P, dan adanya pengaturan jangka waktu penyelesaian penanganan setiap permasalahan dari tingkat bipartite hingga kasasi di Mahkamah Agung yang mana hal ini tidak ada di dalam UU No. 22/1957 dan UU No. 12/1964. Dalam UU No. 22/1957 dan UU No. 12/ 1964 tidak dipersyaratkan adanya gelar kesarjanaan Strata 1 bagi para anggota P4D dan P4P sedangkan hal ini dipersyaratkan dalam UU No. 2/2004. Untuk lebih jelasnya silahkan anda mempelajari UU No. 2/2004 dengan teliti dan seksama sehingga akan bisa mengetahui dan memahami isinya yang akan sangat penting dalam menerapkan UU No. 2/2004 tersebut. Kirimkan pertanyaan Anda ke Redaksi Human Capital
A. Kemalsjah Siregar Partner Kemalsjah Cembyn & Affriline Attorneys At Law
18
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
SOLUSI TEKNOLOGI MANAJEMEN HR Perangkat teknologi informasi (TI) kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengelolaan human resources (HR). Tanpa dukungan teknologi niscaya manajemen HR sangat rumit dan inefisien. Selain mengharuskan orang-orang HR akrab dengan teknologi, pemilihan solusi sistem manajemen HR sangat menentukan keberhasilan pengelolaan HR.
P
using ..., begitulah berulangkali terdengar keluhan Herlina Susanto, kepala bagian HR sebuah perusahaan dengan karyawan 65 orang. Herlina – ini nama samaran – tentu tidak bermaksud meniru ucapan yang dipopulerkan artis Peggy Melatisukma itu. Karena kenyataannya dia memang pusing berat mengurusi karyawan dengan aneka polah dan masalah. Bagaimana jadinya kalau harus mengurus karyawan ribuan atau puluhan
ribu ya?, katanya sambil bergumam. Merujuk pada masalah berat yang dihadapi Herlina, kita jadi berpikir bagaimana pejabat HR di perusahaan sekelas PT Astra International Tbk. yang memiliki sekitar 100.000 karyawan atau Bank Mandiri dengan puluhan ribu karyawannya mengelola bidangnya? Apalagi persoalan HR tidak hanya sekedar membayar gaji dan mengelola absen, tetapi mencakup berbagai aspek yang sangat luas: dari rekrutmen
hingga program pensiun. Tanpa dukungan teknologi, mereka tidak mungkin mengelola pekerjaannya dengan baik. “Teknologi kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen HR,” tukas Julius Aslan, Chief HR Grup Astra. Orang-orang HR memang dipaksa atau terpaksa memahami dan menguasai teknologi agar mereka bisa menjalankan perangkat yang ada secara baik. Dalam istilah populer, orang HR tidak boleh gatek (gagap teknologi). Meski untuk itu mereka harus terus belajar, pada akhirnya pemahaman terhadap cara sistem teknologi bekerja dan cara pengoperasiannya sangat bermanfaat bagi pengembangan karir orangorang HR. Solusi teknologi manajemen HR cukup beragam tersedia di pasar. Dari solusi yang sangat sederhana hingga yang paling komprehensif end-to-end; dari solusi buatan perusahaan lokal hingga buatan perusahaan
global. Persoalan bujet dan lemahnya visi eksekutif seringkali menghambat perusahaan dalam mengimplementasikan solusi yang komprehensif. Keputusan implementasi teknologi memang sangat tergantung dari komitmen penuh eksekutif perusahaan. Akibatnya, orang-orang HR bersama-sama dengan bagian teknologi harus bisa meyakinkan pimpinan terlebih dahulu tentang pentingnya implementasi sistem teknologi ini bagi perusahaan. Upaya tersebut harus dilengkapi manfaat kualitatif dan kuantitatif dari kegiatan ini, termasuk benefit/cost analysis. Sebelum bisa meyakinkan eksekutif perusahaan, otomatis orang HR juga harus memahami penuh kebutuhan perusahaan dan solusi yang akan dipilih. Keterbatasan bujet menyebabkan perusahaan cenderung mengimplementasikan otomasi manajemen HR secara terbatas. Misalnya, hanya payroll saja. Secara
19
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n
bertahap langkah otomasi itu dikembangkan ke kebutuhan-kebutuhan manajemen HR lainnya. Cara seperti ini akan mubazir dalam jangka panjang bila modul-modul yang diterapkan tidak terbingkai dalam satu gambar besar program otomasi manajemen HR. Kalaupun harus mengimplementasikan solusi secara ketengan, faktor kompatibilitas antar berbagai solusi atau modul harus diperhatikan sekali. Sehingga, ketika satu demi satu modul itu jadi, mereka membentuk sebuah sistem yang terintegrasi. Persoalan utama yang dihadapi karena memanfaatkan solusi parsial adalah faktor scalability-nya yang terbatas. Kemampuan sistem mengikuti perkembangan perusahaan tidak begitu bagus. Begitu perusahaan berkembang, solusi yang ada tidak lagi memadai dan harus segera diganti. Itu sebabnya, perusahaan besar ataupun perusahaan di mana eksekutifnya begitu peduli terhadap upaya memajukan perusahaan akhirnya memilih solusi yang bersifat end-to-end. Kebanyakan sistem manajemen HR semacam ini dibuat oleh vendor-vendor global, seperti PeopleSoft, Oracle, SAP, IBS,
dan sebagainya. Dari sejumlah vendor tersebut, SAP dan Oracle paling banyak dipergunakan di Indonesia. Belakangan setelah mengakuisisi JD Edward di Amerika, PeopleSoft semakin kencang menggarap pasar, termasuk di Indonesia melalui agennya PT Berca Hardaya Perkasa. Salah satu perusahaan besar yang memutuskan memakai solusi PeopleSoft adalah PT Bogasari Flour Mills. Menurut Sutanto Tanudidjaja, Senior VP MIS/Deputy CFO Bogasari, perusahaannya memanfaatkan solusi Human Capital Management dari PeopleSoft sejak 6 bulan lalu. “Saat ini kami fokus dulu kepada inti dari sistem manajemen HR, setelah itu baru kami kembangkan ke modul-modul lain,” ujarnya. Ada 3 sasaran yang hendak dicapai oleh Bogasari dengan memanfaatkan solusi di bidang HR ini. Pertama, untuk pengembangan organisasi, yaitu mengembangkan struktur organisasi dengan model kompetensi, insentif berbasis keahlian, dan perencanaan HR. Kedua, pengembangan karyawan melalui manajemen talenta berbasis kinerja, pengembangan manajemen kompetensi,
bersangkutan. Dalam praktiknya, hal tersebut bisa dibantu oleh konsultan dari Berca. “Kami ikut terlibat dalam mengimplementasikan solusi. Sebetulnya, lebih banyak mengkonfigurasi karena banyak konten yang sudah standar,” tambah Wendra.
dan perencanaan pengembangan individual. Ketiga, integrasi manajemen HR dengan mengintegrasikan seluruh SDM ke dalam sistem manajemen HR. PeopleSoft Human Resources, menurut Zemy K. dan Wendra W. dari PT Berca Hardaya Perkasa, merupakan solusi terintegrasi sistem manajemen HR. Solusi ini dibuat dengan keyakinan bahwa setiap perusahaan harus tangguh dalam bersaing. Produk ini dilengkapi dengan sejumlah teknologi mutakhir macam Pure Internet Architecture, integrasi penuh, workflow, dan online analytical processing. Integrasi tersebut mencakup seluruh inti dari sistem manajemen HR dan meliputi 16 modul yang fungsional, antara lain, Global Workforce Management, Recruitment, Competency Management, Training Administration, Career and Succession Planning, dan Labor Relations Management. Solusi yang ditawarkan oleh PeopleSoft HR bersifat global, yang dibutuhkan oleh setiap organisasi baik beroperasi di satu negara ataupun banyak negara. Uniknya, solusi ini juga memasukkan regulasi dan sistem pelaporan nasional dari negara yang
EBAGAI SALAH satu penyedia solusi yang unggul di pasar, Oracle juga memiliki Oracle HR untuk melayani kebutuhan inti dari sistem manajemen HR perusahaan. Walaupun selama ini sangat terkenal sebagai vendor database, solusi manajemen HR dari Oracle juga sangat bagus. “Dari sisi flexibility, availability, dan scalability, solusi kami sangat unggul,” ungkap Adi J. Rusli, Managing Director Oracle Indonesia, mantap. Salah satu kelebihan Oracle HR adalah, produk ini sangat mudah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan ekternal dan internal perusahaan. Langkah Oracle ini menjawab kenyataan yang ada di pasar: “Ada software yang begitu bagus, tetapi tidak bisa mengakomodasikan
jabatan orang-orang di Cisco, serta posisi atau jabatan apa yang sedang kosong. “Kalau saya mau cari posisi baru, saya tinggal akses saja, lowongan apa saja yang dibutuhkan.” Semua karyawan Cisco yang masuk ke aplikasi HR, lanjutnya, juga bisa tahu jumlah karyawan Cisco di Indonesia. Dikatakan Irfan, salah satu yang menarik dari aplikasi HR adalah fungsi HR itu sendiri. Ibarat direktori karyawan. “Seluruh orang Cisco bisa tahu nama saya, saya report ke siapa dan sebagainya,” tambahnya. Semua fungsi aplikasi HR ini menurutnya bisa dipakai semua perusahaan. Namun, akan lebih efektif jika digunakan perusahaan besar dan menengah, tidak perusahaan kecil. “Penggunaan aplikasi HR akan lebih bermanfaat bagi perusahaan menengah dan besar ketimbang perusahaan kecil karena biasanya perusahaan-perusahaan besar tidak hanya berpusat di satu tempat atau negara saja, bisa di berbagai tempat dan negara,” tukasnya. Perusahaan akan mengeluarkan biaya yang besar jika ada masalah di kantor pusat atau di cabang dan harus melakukan komunikasi via telepon atau tatap muka. Cuma yang paling esensial terutama basis atau fundamental perusahaan yang akan menggunakan aplikasi HR akan seperti apa. Biasanya, orang-orang personalia di banyak perusahaan adalah orang yang tertutup dan penuh rahasia. Sebab, bila si personalia membuka mulut tentang rahasia persusahaan, maka akan fatal akibatnya. “Jika menggunakan aplikasi HR, saya bisa melihat data tentang anak buah saya, tapi tidak tentang atasan saya. Itu tidak bisa diakses.” Berbeda jika hal ini masih dilakukan secara manual lewat kertas
karena bisa saja kertas tersebut tercecer dan dilihat karyawan. “Human error, kesilapan-kesilapan, akan bisa terjadi jika masih menggunakan manual,” Irfan kembali menjelaskan. Irfan menegaskan, sistem cuti, gaji, naik pangkat, simpan data, administrasi dan sebagainya bisa ditangani dengan mudah dengan otomatisasi, sehingga orang SDM bisa lebih fokus untuk pengembangan karyawan dan sebagainya. “Makanya sistem HR penting sekali untuk perusahaan besar. Kalau tidak, misalnya perusahaan hanya punya 100 orang, maka nanti personalia akan melakukan pekerjaan yang tidak bermutu,” kata Irfannya lagi. Dengan adanya sistem ini, maka Cisco termasuk “ramping” dalam karyawan, dengan jumlah 30.000 karyawan yang tersebar di seluruh dunia. Cisco sudah diakui di dunia sebagai perusahaan yang productivity paling baik. Productivity dinilai dari j perbandingan umlah penjualan dan jumlah orang. Menurut Irfan, pada kuartal I lalu jumlah penjualan Cisco mencapai US$5,9 miliar. “Kita punya productivity level di atas US$500 ribu per karyawan,” ujar Irfan tanpa bermaksud menyombongkan diri. Ia menolak jika Cisco dikatakan sebagai perusahaan yang melakukan eefisiensi dari segi karyawan. “Kami bisa sih tambah orang, tapi jumlah penjualan juga harus naik lagi.” Dengan tegas, ia menambahkan, jika perusahaan ini “memaksa” menambah jumlah pekerja, tapi tidak diimbangi dengan peningkakan produktivitas, maka hal itu tidak akan dilakukan. “Kalaupun memberi nilai tambah, kami harus membatasi diri. Kan ada perusahaan yang jumlah sales dengan non sales-nya, lebih banyak non sales-nya. Kami tidak mau seperti itu.”■
S
ORANG SDM LEBIH FOKUS TERHADAP PENGEMBANGAN KARYAWAN
S
ebagai perusahaan yang bergerak di bidang wireless atau jaringan tanpa kabel, PT Cisco Systems Indonesia, memanfaatkan software dan aplikasi Human Resource (HR) di perusahaan yang berbasis di USA ini, untuk memudahkan lalu lintas yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) di Cisco. “Aplikasi kami ada di USA, tapi kami dengan mudah bisa mengakses lewat internet terutama untuk urusan SDM,” papar Irfan Setiaputra, Managing Director PT Cisco Systems Indonesia. Cisco sendiri menggunakan aplikasi HR yang dikeluarkan oleh beberapa perusahaan software HR, diantaranya adalah Oracle dan SAP. Berbagai aplikasi HR yang ada di Cisco seperti rekrutmen, manajemen kompetensi, salary planning, absence management, cuti, naik pangkat, dan lowongan kerja, diakui Irfan memudahkan dan mempercepat proses administrasi dan personalia. Sebagai contoh, jika salah seorang karyawan Cisco mengajukan aplikasi cuti, maka dengan mudah ia tinggal mengakses di internet. Jika dalam setahun setiap karyawan mendapat jatah cuti sebanyak 12 hari, maka dengan sendirinya jumlah cuti akan berkurang jika karyawan tersebut melakukan proses aplikasi cuti. “Jika jatah cutinya sudah tidak ada, maka aksesnya akan ditolak oleh komputer. Jika tanpa aplikasi HR, siapa yang mengontrol, mana saja yang perlu dan mengecek jatah cuti karyawan. Ini repot. Kalau dengan sistem ini, maka terlihat di komputer jatah cuti tinggal berapa dan akan dikalkulasikan atau jatah cutinya berkurang dan sebagainya,” ujarnya. Bahkan, lanjut Irfan, ia pun dengan mudah bisa mengecek siapa saja karyawan yang cuti setiap akhir bulan
IRFAN SETIAPUTRA. Managing Director PT Cisco Systems Indonesia atau akhir kwartal, jika ia tidak sedang berada di kantor. Contoh lain adalah usulan kenaikan gaji. “Atasan saya ada di Singapura. Bayangkan jika kami harus menggunakan manual atau people base. Surat saya setelah disetujui, kemudian harus dikirimkan ke atasan saya di USA. Di USA, mereka akan tanya apakah atasan saya sudah setuju atau belum, kok suratnya belum sampai-sampai. Kalaupun sudah setuju, pasti akan ditanya, mana dasarnya. Macam-macamlah. Jika gaji saya sudah naik, suatu hari ada yang tanya mana suratnya, repot lagi. Kalau sekarang, tinggal akses di internet, mudah,” ungkap Irfan panjang lebar. Bahkan jika karyawan Cisco ingin mencoba posisi atau jabatan lain di tempat yang sama, karyawan dengan mudah membuka file lowongan. Di file ini, setiap karyawan bisa melihat semua posisi dan
20
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
FOKUSKAN KE CORE HR MANAGEMENT SYSTEM
B
ogasari adalah produsen tepung terigu di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta ton per tahun, yang merupakan terbesar di dunia dalam satu lokasi. Sejarah Bogasari dimulai tanggal 29 November 1971, dengan peresmian pabrik pertama seluas 33 ha di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, diresmikan pabrik kedua seluas 13 ha di Tanjung Perak, Surabaya dioperasikan. Sedangkan untuk package terdapat di Citereup dengan depo yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali dan Sumatera. Bogasari kini memiliki fasilitas penggilingan (milling), penyimpanan (storage), dan dermaga/terminal (jetty) yang modern dan terpadu. Bogasari memiliki kapasitas giling 10,000 mt/hari dan 5,900 mt/hari. Sedangkan kapasitas pelletizing adalah 110 mt/jam untuk Jakarta dan 38 mt /jam untuk Surabaya. Menurut Sutanto Tanudidjaja, Senior Vice President MIS Bogasari Flour Mills, saat ini Bogasari memiliki 40.000 karyawan yang tersebar di Jakarta dan Surabaya. Dengan perkembangan Bogasari yang begitu pesat dan jumlah karyawannya yang tersebar di berbagai lokasi, Sutanto mengakui pihaknya membutuhkan akses informasi dan layanan yang berkualitas untuk pemberdayaan karyawan dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat. Maka itu, lanjutnya, Bogasari menganggap perlunya menggunakan solusi Enterprise human capital management (HCM) milik PeopleSoft, guna merampingkan proses sumber daya strategis Bogasari dalam mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas bisnis perusahaan. “Visi kami adalah menjadi industri pangan berbasis produk pertanian dan jasa terkait yang bertaraf dunia. Karena kami ingin jadi pemain dunia, makanya kami mencari solusi kelas dunia,” ujar Sutanto perihal ketertarikannya perusahaan Bogasari dalam memilih solusi human resource (HR). Tapi, sambungnya, perampingan tersebut bukanlah berarti pihak Bogasari akan melakukan pengurangan karyawan alias PHK. “Bukan itu maksudnya. Kami hanya ingin karyawan kami bisa lebih mendapat yang terbaik dalam bidang SDM.” Sutanto memaparkan, Bogasari fokus kepada core HR Management Sistem (MS) karena berdasarkan 3 sasaran Bogasari. Pertama, Pengembangan organisasi yaitu dengan mengembangkan struktur organisasi dengan cara kompetensi model, Keahlian insentif dan perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua, pengembang-
kebutuhan lokal maupun perusahaan itu sendiri,” tambahnya. Produk sistem manajemen Oracle HR terdiri dari 2 bagian besar, yaitu produk inti dan produk pendukung. Modul-modul pada produk inti, di antaranya, human resources, self-service HR, iRecruitment, iLearning, time & labor, advanced benefit, dan HR intelligence. Sedangkan modul pendukung adalah project resources management, in-
centive compensation, portal, dan self-service tutor. Faktor hukum, peraturan, dan kultur lokal sangat diperhatikan oleh produk Oracle. Misalnya dalam payroll. Oracle sebetulnya memiliki Oracle Payroll International Version, namun hanya bersifat basic. Di Indonesia, Oracle membuat solusi yang sudah dilokalisasikan dengan aturan perpajakan Indonesia (PPh 21) dan aturan
MANAGEMENT DOKUMEN SECARA DIGITAL
H
SUTANTO TANUDIDJAJA. Senior Vice President – MIS & Dy. Chief Financial kan karyawan yaitu dengan cara performance talent management, development competency management, dan individual development plan. “Sedangkan ketiga adalah administrasi SDM, maksudnya mengintegrasikan semua SDM dengan HR management system, rekrutmen dan performance,” kata Sutanto. Meski Bogasari hanya berfokus di core tersebut, Bogasari juga membeli modul e-recruitment dan e-performance milik PeopleSoft, yang nantinya akan dikembangkan dan digunakan di perusahaannya. “Kami masih ingin fokus dulu ke core HRMS. Jika core HRMS sudah baik, baru kami mengembangkan modulmodul tersebut di kemudian hari nanti,” ia berujar kembali. Sebelum menggunakan PeopleSoft Enterprise, Bogasari sudah menggunakan JD Edward 5, solusi milik JD Edwars yang kini telah diakuisisi PeopleSoft dan diubah menjadi PeopleSoft EnterpriseOne. Sutanto menambahkan, dengan akuisisi tersebut, Bogasari mendapatkan manfaat dari tawaran solusi lebih banyak. “Ini sesuatu yang advanted, kami dapat lebih banyak lagi,” paparnya seraya mengelak memaparkan anggaran yang dikeluarkan Bogasari untuk membeli solusi tersebut. Saat ini,Bogasari telah menjadi PeopleSoft EnterpriseOne dan memakai solusi EnterpriseOne Financial Management, distribusi dan manufaktur untuk tahap selanjutnya dalam perampingan bisnis Bogasari di seluruh lokasi pabrik. “Keputusan kami untuk memilih solusi ini berkat keunggulan produk dan pengalamannya dalam industri distribusi grosir dan juga solusinya yang fleksibel dan dapat diadaptasi,” ungkap Sutanto yang mengaku mulai menerapkan solusi HCM sekitar 7 bulan lalu■
uman Resources bukanlah suatu bidang yang bisa dianggap remeh. Jika melakukan suatu kesalahan, akan dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Sistem yang digunakan dalam menjalankan atau mengatur data human resources pada sebuah perusahaan juga harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada. Sistem teknologi yang kini marak berkembang adalah sistem komputerisasi dan digital. Namun hal itu juga harus menjamin keamanan dan kerapihan data yang diperlukan. Dalam bidang human resources semua data yang menyangkut karyawan dan kelangsungan hidup perusahaan harus ditata dengan rapi. Dalam era globalisasi yang kian canggih. Seiring menyambut datangnya era pasar bebas, perusahaan-perusahaan kini lebih memilih menggunakan teknologi canggih untuk mempermudah tercapainya tujuan bisnis. ELO Digital Office berusaha mensosialisasikan sebuah aplikasi yang akan mempermudah system penyimpanan data yang dianggap penting. “Perusahaanperusahaan sejak dulu terbiasa menyimpan data dengan berbentuk kertas,” tutur Andreas Chang, Marketing Director ELO Digital Office. “Padahal dengan menggunakan bentuk seperti itu dapat beresiko tinggi seperti kerusakan kertas dan kehilangan,” tambahnya lagi. Untuk itu perlu dicari solusi guna meminimalisasi
resiko yang ada. Aplikasi ELO menggunakan teknologi terbaru untuk mempermudah sistem pengarsipan perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. “Jadi tidak perlu menggunakan teknologi sistem pengarsipan yang biasa digunakan dengan kertas, film atau micro film yang menghabiskan biaya dan juga resiko kerusakan dan kehilangan yang cukup tinggi,” terangnya. Aplikasi ini adalah suatu sistem pengelolaan dokumen, sistem pengarsipan, sistem alur dokumen (work flow). “Biasanya di sebuah perusahaan itu banyak dokumen yang bersifat kertas, film, dan ini jelas memerlukan tempat yang sangat banyak, belum lagi tinta printer kertas itu sendiri,” jelas Andreas. Aplikasi ini terdiri dari tiga kelompok produk, yaitu ELO Office yang akan membantu sebuah perusahaan untuk mengatur informasi sehari-hari, ELO Profesional yang memungkinkan sebuah perusahaan menengah untuk mengatur dokumen dalam jumlah sampai dengan 1000 users, dan ELO Enterprise yang bisa digunakan hingga lebih dari 1000 users. Keefisienan, kerapian dan keteraturan dokumen perusahaan sehingga dapat menekan biaya dan juga waktu adalah sesuatu yang coba diberikan oleh aplikasi ini. “Karena kehilangan sebuah dokumen itu bisa merugikan perusahaan hingga ratusan dollar,” terangnya■
ANDREAS CHANG. Marketing Director ELO Digital Office
21
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n
pemerintah seperti perhitungan lembur. Menurut Adi Rusli, program lokalisasi itu dilakukan di sekitar 50 negara, termasuk Jepang dan China. Pengembangan aplikasi lokal untuk payroll itu dilakukan oleh mitra bisnis Oracle di setiap negara. Oracle memiliki 4 mitra bisnis untuk implementasi dan menjual lisensi aplikasi di Indonesia, yaitu Sigma Caraka, Mitra Integrasi Informatika, Jatis Solusindo, dan Asaba Computer Center. Perusahaan ini mempunyai tenaga konsultan untuk aplikasi HR, termasuk payroll. Selain mereka, masih ada beberapa perusahaan yang bisa menerapkan aplikasi, tetapi tidak bisa menjual lisensi. “Yang unik dan sangat membantu, Oracle HR dilengkapi fasilitas tutor,” tukas Adi Rusli lagi. Tutor adalah sebuah aplikasi yang membantu penggunanya. Misalnya seorang clerk, ia dibantu untuk mendeskripsikan lingkup pekerjaannya, apa yang harus dilakukannya, laporan apa yang harus dibuat, dan seterusnya. Kalau orang itu lupa, ia bisa minta bantuan tutor. Jadi bukan sekedar fasilitas help. Setiap modul dari Oracle HR, papar Adi, punya tutor sendiri-sendiri, walaupun juga ada fasilitas help. Tutor juga bisa dipakai untuk membuat peraturan perusahaan.
Lajimnya, orang membuat peraturan dengan konsep, kemudian diteruskan ke corporate secretary untuk mendapatkan persetujuan, baru diteruskan ke level berikutnya. Dengan solusi teknologi, tutor membantu proses otomatisasi dari pembuatan hingga persetujuan dan disseminasi peraturan melalui portal internal perusahaan. Lantas, benarkah solusi HR mahal harganya dan tidak terjangkau oleh perusahaan berskala kecil-menengah (UKM)? “Soal mahal saya kira relatif,” tukas Zemy K. dari Berca. Ia menolak menyebutkan kisaran biaya untuk implementasi aplikasi HR ini karena begitu banyak variabel yang menentukan besaran biaya itu. Jawaban yang lebih jelas dikemukakan oleh Adi Rusli. Biaya tergantung jumlah karyawan, tetapi untuk perusahaan besar bisa mencapai US$60.000 per karyawan. Oracle juga membuat sistem security yang berlapis sehingga sistem terlindungi dari orang-orang yang tidak berhak. Toh, Oracle juga memiliki solusi untuk UKM. Solusi tersebut sama persis dengan apa yang dipakai oleh perusahaan besar. Bedanya hanya soal kemasan dan harganya. Bila perusahaan besar membeli aplikasi keuangan, mereka mendapatkan seluruh solusi secara fisik. Mereka mau coba solusi
HR tidak masalah bagi Oracle, meski Oracle punya hak untuk melakukan audit kastemer. Untuk UKM, apa yang mereka beli hanya itu yang bisa dipakai. Mereka juga tidak bisa memasang sendiri. Harganya dipaket menjadi satu, mulai dari hardware hingga pelatihan dan implementasinya. Tergantung modulnya, menurut Adi, biayanya berkisar dari US$35.000 hingga US$100.000. “Kami menyebutnya sebagai milk market,” ungkapnya.
K
ECANGGIHAN solusi sistem manajemen HR telah menjadi tuntutan utama perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan dan semakin luas wilayah operasi perusahaan, maka sistem manajemen HR yang dibutuhkan semakin canggih. Teknologi memungkinkan karyawan untuk mengerjakan sendiri urusan kepegawaiannya. Ia bisa melakukannya dengan mengakses portal perusahaan. Hal ini ikut menekan biaya operasional sekaligus meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Lihatlah bagaimana efisiennya manajemen HR perusahaan raksasa Cisco, seperti diceritakan Irfan Setiaputra, Managing Director PT Cisco Systems Indonesia.
“Aplikasi HR Cisco di seluruh dunia ada di Amerika. Dengan basis Internet, semua karyawan bisa mengakses segala macam keperluannya dengan password tertentu. Juga posisi lowongan yang ada di Cisco. Semuanya dibuat transparan.” Tentunya, tetap ada batasan informasi yang bisa diperoleh setiap orang sesuai jabatannya. “Saya tidak bisa tahu segala hal terkait dengan bos saya, tetapi mengetahui informasi tentang anak buah saya,” katanya. Proses otomasi ini berdampak positif pula bagi orang-orang HR. “Mereka bisa lebih fokus pada hal-hal yang lebih strategis bagi perusahaan, karena waktu dan pikiran mereka tidak tersita lagi untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis,” tegas Karya Nababan dari Berca. Orang HR bisa fokus pada upaya-upaya penyelarasan manajemen HR dengan strategi bisnis perusahaan. Teknologi jelas tidak mungkin menggantikan sepenuhnya keterlibatan manusia, dalam hal ini orang-orang HR. Tetapi, teknologi sangat membantu mereka dalam menjalankan tugasnya secara lebih efisien dan akurat. Otomasi memberi jalan bagi orang-orang HR untuk berada di posisi strategis bagi kemajuan perusahaan■
SOLUSI HRMS
DENGAN 17 SERTIFIKAT KEAMANAN M eski berangkat dari dan dikenal sebagai vendor database, PT Oracle Indonesia juga memiliki solusi aplikasi untuk human resources, yaitu human resource management system (HRMS) kepada perusahaan yang ada di Indonesia. Oracle patut berbangga hati karena mampu memberikan pelayanan dan produk terbaik yang berhasil diciptakan Oracle selama beberapa tahun. Menurut Adi J. Rusli, Managing Director PT. Oracle Indonesia, kekuatan yang dimiliki Oracle terhadap solusi HRMS adalah fleksibilitas yang cukup tinggi dan solusi end to end yang handal. “Kadang ada software yang tidak fleksibel, tidak bisa beradaptasi dengan proses yang ada di perusahaan. Oracle mendapat rating cukup tinggi dari sisi teknologi, karena Oracle berangkat dari vendor database,” tutur Adi menjelaskan hal ini. Database Oracle selama ini dikenal dengan scalability, reliability liability, dan high availability. Itu menjadi satu jaminan terutama buat perusahaan yang menjalankan mission critical application. Oracle HRMS terdiri dari Human Resource, Self-Service HR, iRecruitment, Payroll standar lokal, Time and Labor, Advanced Benefits, iLearning, Training Administration dan HR Intelligence. Sedangkan untuk produk supporting yaitu Project Resource Management, Incentive Compensation, Portal, Tutor for Applications dan Self_Service Tutor. “Khusus untuk modul payroll, kami sudah lokalkan sehingga bisa digunakan
ADI J. RUSLI. Managing Director PT Oracle Indonesia untuk seluruh perusahaan yang ada di Indonesia.” Yang menjadi keunikan dari Oracle, kata Adi, Oracle memiliki modul Tutor dan iLearning. Tutor adalah suatu aplikasi yang menyediakan customizable prosedurprosedur yang digunakan untuk pembuatan dan pengelolaan dokumentasi bisnis proses, bahan-bahan pelatihan serta alat bantu untuk authoring dan publishing dokumen. Salah satu pengaplikasiannya adalah dalam pembuatan aturan perusahaan, otomatisasi proses dari pembuatan draft, otorisasi, sampai ke publikasi termasuk secara elektronik di internal corporate portal. Selain itu Tutor dapat pula dipakai untuk mengintegrasikan alur proses bisnis dengan
Oracle aplikasi dimana pembuatan dokumentasi untuk pengguna dan bahan-bahan pelatihan dapat disesuaikan dengan lingkup pekerjaan dan jabatan. “Saya yakin perusahaan lain belum memiliki produk seperti ini,” ungkap Adi sambil tersenyum. Sedangkan modul iLearning, adalah aplikasi yang memiliki kemampuan untuk mengkarakterisasi sistem manajemen pembelajaran - merancang, mengembangkan, membantun dan mengelola content; mendiagnosa, menyampaikan dan melacak proses pembelajaran; memonitor dan mengelola proses pembelajaran - selain juga menawarkan pendekatan yang inovatif terhadap proses pembelajaran dan pengawasan (administering). Oracle iLearning menyatukan siswa/learner, instruktur, content provider dan stakeholder pembelajaran (misalnya manager) bersama-sama duduk dalam suatu komunitas pembelajaran yang kolaboratif yang dapat dibentuk dengan cepat melalui model yang menggunakan Oracle iLearning. Untuk implementasi dan pengaplikasian di Indonesia, pihak Oracle bekerjasama dengan 4 perusahaan berbasis teknologi yaitu Sigma, Metrodata Mitra Integrasi Informatika, Jatis Piranti Solusindo, dan Asaba KComputer Center. Ke-4 perusahaan ini memiliki license untuk menjual produkproduk Oracle. “Mereka punya tenaga konsultan untuk aplikasi HR dan Payroll. Memang kami juga bekerjasama dengan beberapa perusahaan, namun mereka hanya sebatas implementasi saja, tidak
menjual license.” Salah satu customer Oracle yang menggunakan solusi HRMS, Tutor dan iLearning adalah Federal International Finance, anak perusahaan PT Astra Internatinal Tbk, yang bergerak di bidang jasa pembiayaaan. FIF melayani lebih dari 700,000 customers dan mengkontrol sekitar 57% persen pangsa pasar pembiayaan sepeda motor Honda di
22
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
Indonesia. Sebelum menggunakan Oracle HRMS, FIF tidak memiliki sistem untuk mengelola transaksi yang berhubungan dengan manajemen kepegawaian, termasuk administrasi penggajian, pengembangan karyawan dan proeses-proses berkenaan dengan pekerja lainnya. Data entry manual akan menimbulkan kesalahan, yang menyebabkan data tidak reliable. Untuk itu, pilihan bagi FIF saat itu adalah menambah lebih banyak orang di divisi HR atau membangun sebuah sistem yang mampu mengelola sumber daya dengan cara yang terpadu. FIF memilih yang kedua - membangun sistem teknologi informasi yang handal. Oracle HRMS dipilih karena rangkaian fiturnya yang lengkap untuk pengelolaan data dan fitur self service nya sesuai yang diinginkan oleh perusahaan, serta dapat beradaptasi dengan baik dan compatible dengan aplikasi lain di perusahaan. Hal ini
penting, mengingat piranti lunak aplikasi untuk HR harus dapat bekerja dengan sangat baik dengan aplikasi finansial perusahaan. Sayangnya, ungkapnya kembali, Oracle hingga kini masih belum banyak dikenal masyarakat luas. Selama ini Oracle hanya dikenal orang sebagai vendor database dan produk-produk Oracle tergolong mahal. “Itu tidak benar. Oracle mungkin dulu kelihatannya mahal, tapi ada alasannya,” kilah Adi. Menurutnya, waktu pertama kali Oracle masuk ke beberapa negara di dunia, kebanyakan perusahaan yang berniat akan membuka tender/penawaran. Perusahaan, Adi menambahkan, paling suka bila dibrikan diskon besar, 50% sampai 60%. Kala itu, seperti yang lazimnya oleh pemain dalam industri, Oracle melakukan penyesuaian harga hingga 1,6 kali dari harga internasional Oracle, belum termasuk diskon. Akibatnya, persepsi yang timbul adalah
produk Oracle sangat mahal ketimbang produk sejenis lainnya yang beredar di pasaran. “Menyadari praktek ini tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, mulai, tahun 1997 lalu, kami memutuskan untuk untuk tidak melakukan cara itu lagi,” tegas Adi. Kini, harga solusi HRMS Oracle sama di setiap negara. Dari sisi biaya, Oracle menghitung berdasarkan jumlah karyawan yang masuk dalam system payroll. Setiap perusahaan yang membeli solusi ini akan dikenakan biaya sebesar US$60 per karyawan. Harga ini sudah mencakup keseluruhan modul. Meski bermain di perusahaan besar, Oracle tetap berusaha memenuhi kebutuhan perusahaan menengah ke bawah — Oracle menyebutnya dengan nama Mid-Market— dengan memberikan solusi eBusiness Suite Special Edition (eBSSE) untuk segmentasi tersebut. “Pendekatan kami berbeda. Produk yang kami jual semuanya sama,
secara fisik maupun secara kualitas.” Yang berbeda adalah pengemasan dan harganya dimana industry template berupa konfigurasi dan setup sudah tersedia di dalam aplikasinya. “Dengan demikian biaya implementasi dan pelatihan dapat ditekan.” Untuk paket eBSSE, Oracle menjual dengan biaya US$35-100 ribu. Pengguna solusi HRMS tidak perlu khawatir dengan sistem keamanan yang dimiliki Oracle. Adi mengatakan babhwa Oracle sudah mempersiapkan keamanan di setiap layer dari akses aplikasi, user account yang dibuat berdasarkan role dan responsibility, pemrograman aplikasi, data encryption serta infrastruktur databasenya. Saat ini Oracle menjadi satu-satunya database vendor yang mempunyai 17 sertifikasi keamanan dari pihak independen. “Kompetitor yang terdekat sampai saat ini baru memiliki satu sertifikat keamanan,” papar Adi dengan bangga ■
SOLUSI HCM DIBUAT BERDASARKAN PENGALAMAN PERUSAHAAN TERKEMUKA DUNIA S
ejak bisnis aplikasi piranti lunak hu man resource (HR) muncul, PeopleSoft sudah mengikuti alur tersebut mulai tahun 1987. menurut Wendra Halingkar, Executive Director Berca Hardayaperkasa – perusahaan yang menjadi distributor solusi HR PeopleSOft — HR pada masa lampau masih dianggap sebatas interaksi dengan manusia. Komputerisasi masih ada di sekitar administrasi. “Belakangan, karena masalah ini makin rumit, dibutuhkan solusi HR untuk mengatasi masalah tersebut,” papar Wendra. PeopleSoft diakui Wendra termasuk berani komputerisasi untuk hal yang berkaitan dengan dunia HR. “Apalagi dulu masih ada adjustment-adjustment manusia,” tuturnya. PeopleSoft memulai dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit sehingga solusi HR yang ditawarkan PeopleSoft lebih lengkap. “Kalau ada perusahaan berbasis teknologi informatika (TI) yang memakai PeopleSoft, mungkin akan lebih baik daripada harus mengembangkan piranti lunak mengikuti PeopleSoft yang sudah berjalan lama,” ujarnya. Tak heran jika solusi PeopleSoft banyak digunakan di industri perbankan, pemerintah dan perusahaan berbasis TI mengingat PeopleSoft sudah terjun di dunia HR sejak 10 tahun lalu. Bahkan, lanjutnya, di USA sendiri, dari 10 bank besar, 9 di antaranya menggunakan PeopleSoft. Solusi enterprise human capital management (HCM) yang ditawarkan PeopleSoft untuk manajemen HR terdapat 15 modul yang terdiri dari Global Workforce Management, Workforce Recruitment, Competency Management, Training Administration, Career and Succession Planning, Group Build, Salary Planning, Variable Compensation, Total Compensation, Company Car/Property, Absence Management, track Global Management, Regulatory Requirement,
WENDRA HALINGKAR. Executive Director Berca Hardayaperkasa Labor Ralations Management, Health and Safety, dan Base Benefit. “Keberhasilan akuisisi JD Edward oleh PeopleSoft memberikan manfaat kepada para pelanggan karena PeopleSoft mendapatkan perluasan tawaran solusi yang lebih banyak,” lontar Angus McDougall, Managing Director PeopleSoft South Asia. Solusi yang ditawarkan tersebut adalah PeopleSoft EntrepriseOne (dulu dikenal sebagai JD Edward 5) adalah aplikasi yang terintegrasi dan digunakan oleh perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, konstruksi, distribusi atau pengelolaan asset berupa bangunan fisik atau produk. Sedangkan PeopleSoft World (Dulu dikenal sebagai JD Edwards World) adalah aplikasi utama untuk platform IBM iSeries. Aplikasi tersebut datang secara berkala dan terpadu dengan sangat kuat pada sebuah database. Fungsi HR, diakui Karya Bakti Kaban, Knowlegde Management Manager Training, Recruitment & Employee Relations Manager Berca, sebenarnya secara umum sama dimanapun fungsi itu digunakan. Mulai
dari penerimaan karyawan, pelatihan, tentukan gaji, hingga akhirnya pensiun. “Ke15 modul sudah menangkap itu semua,” papar Karya. Misalnya, pekerjaan si X, untuk mencapai kompetensi A, B, C, dia harus diukur lagi. Setelah ditentukan kompetensinya, maka ditentukan pelatihan apa saja yang harus dijalani agar X bisa mendapat kompetensi yang diharapkan perusahaan. Secara system, semua sudah bisa dilakukan. “Peoplesoft sudah sangat pioneer sehingga setiap karyawan bisa diukur secara 360 derajat, baik oleh bawahan, atasan, maupun rekan si X.” Kesamaan fungsi HR ini membuat PeopleSoft memprogram modul HCM secara global. Kendati demikian, Business Development Manager Consulting Services Berca, Zemy Kustiawan, menegaskan bahwa PeopleSoft tetap memberikan modul solusi HCM yang spesifik jika ada perusahaan yang membutuhkannya. “Mungkin lebih kepada memberikan seperti alat untuk penambahan perubahan,” akunya. Keterlibatan Berca dalam solusi HCM
PeopleSoft adalah membantu perusahaan yang sedang atau akan menggunakan implementasi HCM milik PepleSoft. “Kami sebagai konsultan membantu perusahaan yang akan mengimplementasikan HCM. Mungkin lebih tepatnya mengkonfigurasikan saja mengingat sudah banyak content yang sudah standar di PepleSoft dan bisa menjadi benchmark bagi perusahaan. Jadi proses implementasinya singkat,” kata Wendra panjang lebar. Kendati demikian, adakala content dari skill set sebuah perusahaan belum ada yang baku. “Solusi ini dibuat dari pengalaman perusahaan kelas dunia yang sudah berhasil,” aku Karya. Solusi PeopleSoft dibuat berdasarkan pengalaman-pengalaman perusahaan yang terkemuka yang ada di dunia. “Kendalanya, mungkin ada perusahaan yang mau pakai solusi ini tapi belum standar HR-nya. Makanya harus di set sesuai dengan prinsip-prinsip pengalaman yang sudah berhasil tadi.” Kedua, lanjutnya, adalah skill set, apakah kemampuan orang HR itu sendiri. “Harusnya orang-orang HR sudah punya pengetahuan tentang HR secara keseluruhan,” jelasnya. Tapi hal itu tidak terlalu sulit jika orang HR mendapatkan pelatihan tentang HR. Kendala lain adalah orang HR yang malas belajar. Ada proses yang bagus tapi gengsi untuk belajar. Dengan adanya solusi HR ini, diakui Wendra membuat orang-orang yang berada di departemen HR bisa lebih konsentrasi untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM yang ada di perusahaan. “Dulu, jangankan memikirkan hal demikian. Mengurus HR saja sudah susah karena 90% waktunya sudah habis. Sekarang ini orang HR perlu waktu untuk hal-hal yang strategi karena semakin besar perusahaan, semakin kompleks masalah manajemen HR,” tukasnya■
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n
23
24
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
K o l e
g a
Martha D. Swissanto
B
Tidak Berhenti Belajar
elajar tampaknya merupakan kata kunci dalam kehidupan Martha D. Swissanto. Ibu dari Anargha (14 tahun) dan Nacitta (jalan11 tahun) yang senantiasa tampil chic dan dinamis ini memang selalu berupaya mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru dari tiap pekerjaan yang ia lakukan. “Dalam bekerja, saya selalu menetapkan target dan time line dan membuat check list agar saya bisa memastikan pencapaiannya. Namun lebih dari itu, yang utama bagi saya adalah pelajaran yang bisa saya dapatkan dari apapun yang saya kerjakan,” ujarnya. Martha kini adalah Senior Vice President Human Resource & Communication PT. Semen Andalas Indonesia, produsen semen yang berpabrik di propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan dimiliki oleh Lafarge, perusahaan multi national Perancis yang bergerak di bidang bahan bangunan. Kecintaan Martha pada belajar menjadikannya sangat peduli pada pendidikan. Sarjana Pertanian lulusan IPB tahun 1987 yang juga sempat mengambil short course di bidang Business & Marketing di USA serta Diploma Post Graduate bidang Business Administration di National University of Singapore ini, kini kerap meluangkan waktu untuk memberikan workshop “Persiapan Menghadapi Dunia Kerja” bagi para lulusan baru di beberapa universitas, antara lain IPB, UI, Perbanas, Trisakti dan Syiah Kuala, bekerja sama dengan Pusat Bimbingan Karir atau Organisasi Mahasiswa . “pada dasarnya saya berbagi pengalaman dan pengetahuan bagaimana memasuki bursa kerja dengan memanfaatkan pendekatan marketing (4P) serta cara menyiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja yang berbeda dengan dunia mahasiswa.,” “Memang tidak mudah bagi para fresh graduate untuk langsung terjun ke dunia kerja,” ucap Martha. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesenjangan antara kebutuhan kompetensi yang diinginkan perusahaan dengan yang dimiliki para calon tenaga kerja yang tersedia. “Ada baiknya bila ada komunikasi yang erat antara dunia kerja dan dunia pendidikan. Adanya pelatihan yang memberikan bekal persiapan ke dunia kerja penting sekali untuk membantu sarjana baru untuk memahami dunia kerja, antara lain belajar terbuka terhadap hal-hal baru termasuk budaya lain, bekerja sama dalam team, memecahkan masalah dan membuat keputusan, hingga berlatih teknik presentasi. Sulitnya, ada beberapa kompetensi yang tidak dapat dibangun dalam waktu singkat…. ”, tambahnya. Marketing di Consumer Goods adalah bidang kerja yang ditekuninya di awal perjalanan kariernya. Saat bekerja di Perusahaan Multinational produk toilettries bayi, Martha pertama kali menemukan ketertarikannya pada pendidikan dan customer service. “Saya merasa beruntung berkesempatan belajar banyak mengenai educational & marketing service, seperti membangun program edukasi bagi ibu-ibu
mengenai perawatan bayi. Saya juga belajar membina hubungan baik dengan customer utama untuk meningkatkan bisnis.” Tahun 1995 Martha meninggalkan dunia kerja sejenak, mengikuti suami pindah ke negeri jiran, Singapura. “Di situlah saya mengambil kesempatan ikut program Diploma Post Graduate di bidang Business Administration,” kata Martha. Tetapi ternyata bukan hanya belajar, ia juga membantu Saville & Holdsworth (SHL), sebuah konsultan sumber daya manusia asal Inggris yang berspesialisasi pada implementasi Occupational Psychological Assessments. Bermula dengan menyusun strategi bisnis pengembangan usaha SHL di Indonesia sebagai tugas akhir di sekolah, Martha mendapat tawaran untuk merealisasikan rencana bisnis yang ia buat untuk konsultan tersebut di Indonesia. . “Benar-benar dari awal. Mulai dari mencari lokasi kantor, mengurus izin, merekrut pegawai, membuat prosedur dan kebijakan, mempersiapkan produk dan jasa yang sesuai kebutuhan klien, memastikan klien mendapatkan solusi yang tepat, hingga menjaga delivery jasa senantiasa terpenuhi melalui produk, konsultansi maupun trainingnya. Tentunya semua itu dilakukan dalam framework dan policy perusahaan” ungkap Martha. “Proses belajar yang luar
biasa sekali lagi saya dapatkan di sini, termasuk juga ketahanan mental untuk jatuh bangunnya menjalankan bisnis konsultan dan ilmu Human Resources yang selama ini hanya saya dapatkan di sekolah.” Tujuh tahun ia berkiprah sebagai General Manager / Direktur dari SHL Indonesia sebelum kemudian ia hijrah ke Semen Andalas Indonesia. Ketika ditanya tentang apa yang dicapai dan dipelajari di pekerjaan yang menuntut
Kecintaan Martha pada dunia pendidikan, tampaknya akan senantiasa memberinya kesempatan untuk belajar. Bukankah dengan terlibat dalam proses pembelajaran berarti senantiasa terbuka bagi sesuatu yang baru.
banyak travel, termasuk ke Aceh, Senior VP Human Resources & Communication di Semen Andalas Indonesia itu mengatakan: “Terlalu dini untuk menyebut apa yang saya capai atau dapatkan di sini. Tapi di Semen Andalas Indonesia ini saya merasa mendapat amanat untuk melakukan sesuatu yang mudah-mudahan bermanfaat bagi orang banyak dan sekali lagi, proses belajarnya, terutama bagaimana berinteraksi dengan orang banyak di dalam dan di luar perusahaan betul betul memberikan manfaat untuk saya.” Apakah program edukasi masih diterapkan di tempat kerjanya sekarang? Martha mengangguk, “Dengan konteks yang sesuai, tentu saja. Di samping training untuk karyawan, kegiatan Community Development banyak menyentuh masalah pendidikan, antara lain beasiswa bagi putra-putri masyarakat di sekitar pabrik, workshop di Universitas setempat dan vocational training agar masyarakat terdorong berwirausaha, di samping juga pendidikan yang berkaitan dengan bidang kesehatan.” Jadi kesibukan bertambah Martha? Ia tertawa ringan, “Sebagaimanapun kerasnya kita bekerja, pekerjaan tidak akan ada habisnya. Pada dasarnya saya adalah orang yang sangat bergantung pada keluarga sehingga jika saya harus bepergian dan berpisah dengan keluarga, saya cenderung mengalihkannya ke pekerjaan,” katanya. Martha yang ketularan suaminya menyukai kegiatan kerajinan tangan mengaku belakangan memiliki hobby tambahan. “Saya cenderung merasa tidak nyaman naik pesawat terbang, tetapi tugas mengharuskan saya banyak travelling. Dulu saya berusaha mengalihkan perhatian dengan membuka lap top dan bekerja, tetapi tetapi lama-lama saya sadar bahwa itu bukan satusatunya cara. Belakangan ini saya beralih ke kegiatan menyulam jika di pesawat. Ternyata mengasyikan lho,” Martha tertawa lagi. Lantas bepergian terus sendirian bahkan ke daerah yang masih berpotensi konflik apa tidak menyeramkan? “Nah, kalau untuk rasa aman saya harus beri kreditnya 80% untuk suami saya yang begitu percaya dan mendukung saya. Kalau untuk kelancaran bekerja, sebagian besar kredit saya berikan pada team saya, yang siap berlari 150km/ jam dengan saya,” Martha tersenyum. Bagaimana rencana ke depan Martha? Apa yang diimpikannya? “Berkiprah di dunia pendidikan atau konsultan. Khususnya yang berhubungan dengan kualitas new comer di dunia kerja dan bidang Leadership,” demikian Martha. Kecintaan Martha pada dunia pendidikan, tampaknya akan senantiasa memberinya kesempatan untuk belajar. Bukankah dengan terlibat dalam proses pembelajaran berarti senantiasa terbuka bagi sesuatu yang baru , atau dengan kata lain, tidak berhenti belajar. Sukses selalu Martha!■
25
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
K o l e
g a
Alwi Syahri
Kejujuran, Modal Utama Dalam Bekerja
M
enjadi salah satu partner dari salah satu dari 4 perusahaan akuntan terbesar di dunia, Ernst & Young memang tidak mudah. Lika-liku dan pengalaman yang dimilikinya selama puluhan tahun di kantor akuntan besar di dunia membuatnya berhasil meraih kesuksesan tersebut. Menurut Alwi Syahri, dirinya sudah pernah bekerja di kantor akuntan Coopers & Libran sejak tahun 1981 hingga 1990, yang kemudian kantor tersebut berubah nama menjadi PriceWaterHouse. “Saya pernah juga di KTMG dan kini Ernst & Young,” jelas pria asli Pemalang kelahiran 16 Juni 1952, yang merasa nyaman menjadi seorang akuntan. Banyak suka dan duka yang dialami suami Tuti Sulistriani dan bapak tiga anak ini yang kini berada di divisi Assurance and Advisory Business Service (ABS). Menurutnya, pekerjaan akuntan di divisi tersebut adalah mengaudit laporan keuangan perusahaan setiap tahunnya. Repotnya, aku Alwi, jika ia mau mengaudit perusahaan yang berlokasi di Indonesia, tapi perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa USA. “Itu sulit, karena di USA peraturannya banyak sekali. Makanya kita harus koordinasi dengan Ernst & Young di USA,”
paparnya antusias. Atau dengan cara lain yaitu melakukan koordinasi dengan Ernst & Young yang berlokasi di Hong Kong atau Jepang, karena kedua negara tersebut memang khusus menangani seluruh perusahaan yang berada di kawasan Asia Pasifik. Pengalaman lain yang pernah ia rasakan adalah saat mengaudit sebuah perusahaan yang akan menjual sahamnya. “Direkturnya nakal dan minta saya menyetujui dan menandatangani data tersebut. Ternyata datanya ada yang digelembungkan sehingga saat saham itu akan dijual, harganya bisa lebih tinggi lagi,” Alwi menjelaskan. Maka itu, kejujuran menurutnya sangat penting dalam bekerja. “Kalau tidak kuat iman, bisa-bisa saya ikut KKN juga,” gelak Alwi mengutarakan pengalamannya tersebut. Kejujuran, buah yang berbekal saat ia belajar di pesantren, memang menjadi modal utamanya dalam bekerja. Pria yang nekat sekolah di SMU (dulu SMA, red) meski ditentang kedua orangtuanya saat masih berada di pesantren ini, dulunya lebih tertarik dengan hubungan internasional (HI) ketika ia mulai kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. “Dulu ingin ambil jurusan HI karena guru saya di SMU
ternyata dosen HI. Saya tertarik karena gajinya besar. Tapi pas kuliah, ternyata saya malah tidak sreg,” gelak Alwi mengenang masa kuliahnya dulu. Karena tidak puas, tahun berikutnya ia mendaftarkan diri di fakultas ekonomi jurusan akuntansi dengan universitas yang sama. “Dulu ada yang namanya tunjangan kalau kuliah di jurusan itu. Makanya enak,” senyum pria yang kecilnya bercita-cita menjadi dokter mengembang. Pria yang seangkatan dengan mantan Menteri Ke-
uangan, Bambang Sudibyo, ini berhasil menyelesaikan kuliah selama 5 tahun, masa kuliah yang tergolong singkat kala itu. “Waktu itu, akuntan lulusnya minimal 8 tahun. Saya malah bisa menyelesaikan 5 tahun saja,” ujar Alwi yang juga mengambil gelar pasca sarjananya di UGM, tanpa bermaksud menyombongkan diri. Sebelum lulus kuliah, ia diharuskan bekerja sebagai prasyarat lulus kuliah. Kebetulan, sambungnya kembali, ia diterima di PT Krakatau Steel tahun 1977 lalu sebagai tempat acuannya magang, hingga ia lulus kuliah. “Akuntan kala itu kalau mau kerja di kantor akuntan, harus wajib kerja sarjana,” tutur Alwi yang hanya bekerja di Krakatau Steel selama tiga setengah tahun. Bosan di tempat tersebut, akhirnya ia pindah di perusahaan swasta yang diakuinya lebih memberikan hasil yang baik. “Bagaimanapun, yang namanya bekerja di pemerintahan, hasilnya tidak akan berubah. Berbeda dengan swasta, yang biasanya hasilnya berdasarkan prestasi,” ungkapnya. Tak heran jika pemilik motto “Bermanfaat Bagi Semua Orang” ini menolak saat ditawari mantan Menteri Keuangan rekannya tersebut untuk bekerja di pemerintahan■
Luhur Budijarso B
Inovasi Tiada Henti
erbincang dengan Luhur Budijarso bisa seasyik minum orange juice dingin di hari panas. Pria kelahiran 17 Mei 1970 yang njawani dan humoris ini kerap membuat suasana obrolan jadi segar. Lulu, demikian ia biasa dipanggil teman dan kerabatnya memang sosok yang kreatif dan cerdas. Tidak heran karena Sarjana Pertanian dari IPB yang juga jebolan program AGMP dari Astra Management Development Institute (AMDI) ini adalah Senior Manager yang bertanggungjawab untuk Departemen Marketing Communication & Product Development Personal Line Asuransi Astra yang terkenal dengan produk andalannya Garda Oto. Harus senantiasa kreatif dan inovatif memang telah menjadi bagian dalam kehidupan ayah dari Dayita dan Dayendra ini. Mengawali karier formalnya menangani pemasaran produsen kosmetik dan toiletries serta marketing communication di perbankan, Lulu mengaku mendapatkan pengalaman berbeda sejak bergelut di industri asuransi kendaraan bermotor tempat ia berada saat ini. “Sejak bergabung dengan Asuransi Astra tahun 2000, secara professional saya banyak menemukan tantangan berbeda dari yang pernah saya hadapi di perjalanan sebelumnya. Secara pribadi tentu saja banyak sekali berkesempatan belajar buat saya, khususnya mengenai peranan brand (merek) sebagai
roh dari suatu produk yang harus secara konsisten menjiwai semua layanan dan komunikasi di titik kontak dengan pelanggan” ucapnya. Sebagai market leader di segmen asuransi kendaraan bermotor, Garda Oto tidak berhenti meluncurkan inovasi baik di sisi produk, layanan maupun pendekatan komunikasi. Lulu menyebutkan bahwa tiap kali Garda Oto harus ‘berkejar-kejaran’ dengan pelanggannya, dalam arti “brand promises harus diwujudkan melalui skema yang bisa dikontrol dan ditingkatkan. Bukan hanya memberikan aspek-aspek dasar
asuransi, seperti jaminan perlidungan, tetapi di tangga kedua produk dan layanan juga harus bisa memberikan nilai lebih dari yang diharapkan pelanggan untuk kenyamanan mereka. Di tangga selanjutnya adalah memberikan yang lebih lagi untuk menggembirakan nasabah, dan di tangga teratas kami juga ditantang bahkan untuk memberikan kelebihan yang tidak diduga oleh nasabah. Di tingkat ini kami berkejaran dengan nasabah karena standar kepuasan nasabah senantiasa meningkat setiap waktu.” Lulu mencontohkan dulu mungkin mobil derek jadi fasilitas yang melebihi
kebutuhan, tapi bisa jadi sekarang sudah jadi aspek dasar bagi pelanggan asuransi kendaraan bermotor mengingat semakin berkembangnya industri asuransi kendaraan bermotor. Menurut Lulu, aspek edukasi pelanggan merupakan salah satu tantangan besar di industri asuransi. Ini umumnya terjadi karena secara historis asuransi lebih banyak menggunakan pendekatan tradisional yang kurang memupuk kepercayaan pada brand melainkan lebih mengandalkan sales. Tantangan selanjutnya adalah mengkomunikasikan bahasa hukum agar mudah dipahami dan mengerti pelanggan mengingat asuransi adalah perjanjian hukum. Itu yang senantiasa dikembangkan di Garda Oto melalui pendekatan komunikasi bergaya ringan. Lalu bagaimana Lulu menghadapi tantangan dalam hidup Lulu sendiri? Ia tersenyum lebar. “Hidup saya lebih banyak mengalir. Saya penganut prinsip harmoni.” Maksudnya apa Lu? “Ya saya kerjakan bagian saya dengan sebaik-baiknya, yang lain nanti bisa datang sendiri sebagai hasilnya.” Begitu juga Lulu kalau sedang bermain golf dengan teman-teman sejawat? Ia tertawa, “kalau gof itu kumpul rameramenya yang saya suka. Seru!” ujar Lulu pemegang ban hitam karate yang juga gemar membaca ini. OK, Lulu… don’t worry be happy then…!■
26
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
R e s t & R i l e k s
FRANSISKUS EKA PUTRA Pengusaha Show Room Mobil Mewah T
Antara Usaha dan Hobi
idak pernah terbayangkan kesibukan yang harus dijalani oleh seorang pengusaha yang memiliki lebih dari satu tempat usaha. Bagaimana dia harus mengorganisasi semua usahanya agar tetap berjalan lancar bahkan terus menghasilkan keuntungan baik berbentuk materi maupun prestise. Fransiskus Eka Putra, seorang pengusaha Show Room mobil mewah, harus mengerti apa saja yang diperlukan untuk kemajuan perusahaannya. “Dalam mencari karyawan saya mencari manusia yang mempunyai skill yang bisa memahami kemauan konsumen dan pro aktif karena di sini dibutuhkan keahlian menjual,” ujarnya. Untuk itu, Frans melakukan program training dan briefing terutama ketika pasar tengah lemah. Di tengah kesibukannya, kemudian muncul pertanyaan bagaimana Fransiskus dapat menghilangkan kepenatan usai bekerja ?
“Pertama mengenal saya kira menyelam berbahaya setelah dipelajari ternyata tidak”. Lalu ia mencoba belajar menyelam di kawasan Ancol. “Lima kali belajar saya langsung bisa. Dua kali belajar teori, ketiganya saya sudah langsung menyelam,”
Ketika berbagi cerita dengan Fransiskus Eka Putra, keadaan tersebut di atas bisa dikatakan tidak terjadi. Meski memiliki lebih dari satu usaha, pria yang akrab disapa Frans ini selalu berusaha meluangkan waktu untuk bersantai. Dalam satu minggu, sulung dari tujuh bersaudara ini menyisakan hari Sabtu dan Minggu untuk berekreasi dengan keluarga. Rekreasi yang dimaksud, menurut Frans, bisa hanya jalan-jalan ke mall atau mengajarkan sesuatu yang baru pada ketiga anaknya. Ada suatu kegiatan yang menjadi kesukaan pria kelahiran tahun 1968 ini, yaitu menyelam atau diving. Menyelam sudah menjadi bagian yang mendarah daging bagi Frans. Lahir di Manado, berbagai kegiatan yang berhubungan air dan alam sangat disukai olehnya. Untuk hobinya yang satu ini, minimal dalam satu bulan ia pasti akan melakukannya.”Saya menyelam
alam,” terangnya. Kegemarannya menyelam, selain diakui oleh Frans ia sebagai anak pantai, tetapi juga berawal dari kebiasaannya menonton acara televisi. “Berawal dari nonton National Geographic Channel dan membaca buku diving,” tutur pria kelahiran Pontianak ini ringan. Pada awalnya, menurut Frans olah raga ini cukup berbahaya. “Pertama mengenal saya kira menyelam berbahaya setelah dipelajari ternyata tidak”. Lalu ia mencoba belajar menyelam di kawasan Ancol. “Lima kali belajar saya langsung bisa. Dua kali belajar teori, ketiganya saya sudah langsung menyelam,” tambahbiasanya ke Bali dan Manado,” jelasnya. Meski bagi banyak pihak, kegiatan menyelam adalah sesuatu yang berbahaya, namun sebaliknya bagi Frans. Ia kerap membawa keluarga termasuk anak-anaknya. “Saya senang mengajak mereka ke tempat-tempat yang bersentuhan dengan
nya. Kecintaannya akan menyelam membuatnya ingin mengajarkan hal tersebut pada anak-anaknya. Diakui Frans, mereka kini baru pada tahap perkenalan. “Kalau nanti mereka sudah berusia 15 tahun baru saya akan ijinkan mereka diving,” paparnya.
Mengenai dana yang harus dikeluarkan untuk hobinya ini, dijelaskan Frans tidak terlalu mahal. “Murah kok, untuk satu orang menyelam 500 ribu cukup, sudah termasuk bot, instruktur, tabung di luar baju”. Ketika ditanyakan di mana nikmatnya menyelam, Frans menyatakan bahwa ia bisa menemukan sesuatu yang baru. “Kita bisa menemukan dunia baru, keindahannya tidak kalah dengan keindahan di darat,” jelasnya. “Kita bisa menikmati sesuatu yang belum pernah kita nikmati, bermacammacam aneka karang, ikan, binatang laut. Itu tidak bisa kita temui di darat. Tidak ada sesuatu yang menyeramkan, yang ada keindahan,” ujarnya bersemangat. Namun diakui Frans, ia belum pernah menyelam di luar negeri. “Laut di luar itu kurang bagus, masih lebih bagus di Indonesia,” yakinnya. Selain menyelam, kegiatan favoritnya yang lain adalah bermain pesawat kontrol. “Saya mempunyai sepuluh pesawat,” kata pria yang kerap bermain pesawat kontrol di kawasan Alam Sutra ini. Ketika ditanya mengenai harga, Frans mengatakan bahwa harga pesawat itu relatif. “ Mulai dari Rp 1 juta sampai harga satu mobil Kijang,” tuturnya. Namun jelas terlihat bahwa uang bukan menjadi suatu masalah, jika dapat memenuhi kepuasan seseorang ■
27
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
L i f e S t y l e
Salon Sari & Day Spa Perawatan Rambut dan Kulit Bergaya Tradisional W
anita, umumnya tak pernah lepas dari perawatan diri, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Meski sekarang kaum pria sudah mulai terbiasa dengan perawatan diri, namun tetap kaum wanita mendominasi hal ini. “Awalnya saya memang senang dengan perawatan kulit dan wajah. Makanya saya sering ikut seminar kecantikan hingga ke London, Jerman, Cina, dan Hongkong,” papar Sarwo Indah, pemilik Salon Sari & Day Spa. Konsep yang diambil dari perbandingan tersebut akhirnya membuat ia tergerak mendirikan salon sekaligus spa, yang kini menjadi gaya hidup kalangan menengah ke atas. Dengan dukungan suami Budianto dan kedua anaknya, Febrina Mandasari dan Rony Juniarto, Indah, demikian ia biasa disapa, mendirikan Salon Sari & Day Spa di kawasan Bintaro Sektor I, di bilangan selatan Jakarta. Dengan biaya sekitar Rp90 juta, ia mendirikan salon bertingkat dua dengan areal seluas 10m x 20m, pada tahun 1994. “Karena biaya sendiri, makanya saya tidak bisa ekspansi terlalu cepat,” papar Indah yang mengeluarkan biaya miliyaran rupiah untuk membuka satu salonnya di Bintaro Sektor 9. Sebagai penganut aliran tradisional dalam setiap perawatan, Indah berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap perawatan kepada pelanggannya dengan
menggunakan bahan-bahan alami serta fasilitas yang lengkap. Mulai dari perlengkapan manicure, pedicure, spa, sauna, hingga konsultasi gratis tentang kulit oleh seorang konsultan kulit. “Semua produk kecuali cat rambut, diproduksi sendiri oleh suami dengan nama ‘Sari Kosmetik’ sehingga dari sisi harga juga lebih kompetitif dibanding salon dan spa lainnya,” jelasnya dalam pembukaan salonnya di daerah Bintaro Sektor 9 beberapa waktu lalu. Produk kosmetik yang diproduksi Salon Sari & Day Spa, menurut Indah berasal dari bahan-bahan alami. Tak heran jika setiap harinya, salon Indah bisa menarik pelanggan hingga 200 orang per hari. Bahkan untuk salonnya yang berlokasi di kawasan Tebet, mencapai 400 orang mengingat areal luasnya mencapai 500m2 dengan 3 tingkat. “Langganan kami ternyata sudah menyebar ke berbagai penjuru, bahkan di Bintaro saja ada pelanggan yang datang dari Bekasi,” ujar Indah yang akan mengepakkan sayapnya ke kawasan Serpong, Pondok Pinang, Cileungsi, dan Pondok Cabe. Sebut saja Rina, salah seorang karyawan Bank pemerintah di kawasan Tangerang mengaku minimal seminggu sekali pergi Salon Sari & Day Spa, untuk creambath dan lulur. “Sesekali, saya juga spa dan sauna karena tempat ini harganya tidak terlalu mahal, tapi lengkap dan bagus,” tuturnya.
Untungnya, lanjut Rina, kulitnya yang tergolong sensitif cocok dengan kosmetik yang ditawarkan Salon Sari & Day Spa. Sementara Feni, salah seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang tinggal di Bintaro mengutarakan bahwa ia merasa lebih segar jika sudah melakukan spa. “Kalau soal tempatnya, tergantung saya maunya kemana. Kalau lagi ingin ke Salon Sari, saya pergi ke sini. Lagipula, tempatnya juga bagus dan harganya oke,” tukas Feni saat dihubungi via telepon. Ia mengaku paling senang di massage dan luluran jika pergi ke salon. Sebulan, ia bisa pergi ke salon
sekitar 4-5 kali, bahkan lebih. Untuk melayani pelanggan tersebut, Indah sengaja mendidik khusus tenaga pekerja yang berasal dari anak-anak putus sekolah selama satu bulan penuh, kecuali untuk creambath dan styling yang memang harus lulusan sekolah salon. “Mereka kami ajarkan bagaimana memotong rambut, menggunting kuku dan semua perawatan dengan baik sehingga pelanggan menjadi puas dan balik lagi ke sini,” kata Indah yang kini pegawainya sudah mencapai 300 orang yang tersebar di Bintaro, Tebet, dan Bali ■
28
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
K O L O M
Mengembangkan Model Kompetensi yang Strategis D
OLEH : LISA E. DEWI*
i era kapital intelektual ini, siapa yang tidak mengenal konsep ”kompetensi”? Sebagaimana terungkap dalam survei yang pernah dilakukan American Compensation Association (ACA) di tahun 1996, banyak perusahaan meyakini kompetensi sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan kinerja karyawan, mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, dan lebih jauh, membantu implementasi strategi perusahaan. Ironisnya, tidak sedikit perusahaan yang kecewa karena lebih banyak merasakan hambatan dalam implementasi kompetensi, daripada manfaatnya. Alasan yang antara lain dikemukakan adalah kebanyakan model kompetensi ”bicara dalam bahasa SDM/psikologi”, sulit dipahami, dan kurang terlihat kaitannya dengan bisnis perusahaan (studi Watson Wyatt, 2001). Apakah fakta di atas menunjukkan bahwa kompetensi merupakan konsep manajemen masa kini yang –sebagaimana terjadi pada banyak konsep manajemen lain– akan ’kehilangan masa’-nya? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pastikan bahwa pengembangan kompetensi di perusahaan Anda telah melewati keempat langkah kunci di bawah: LANGKAH 1 KLARIFIKASI STRATEGI BISNIS Tak jarang ditemui, dengan alasan efisiensi, perusahaan memilih cara instan membangun model kompetensi dengan langsung mengadopsi ”kamus kompetensi” yang siap pakai dan banyak beredar di pasaran, tanpa mengkaji ulang relevansinya dengan strategi perusahaan. Inisiatif ini
jelas menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Tapi bayangkanlah bila semua perusahaan melakukan hal yang sama – keunggulan kompetitif apa yang bisa dicapai perusahaan melalui karyawan-karyawan yang memiliki kompetensi yang generic (alias sami mawon dengan karyawan-karyawan perusahaan kompetitor)? Pastikan bahwa pengembangan kompetensi dimulai dengan mengklarifikasi strategi bisnis perusahaan. Apa tema strategi yang menjadi intensi perusahaan Anda: Orientasi pada layanan pelanggan? Fokus pada pelanggan tertentu? Reduksi biaya? Produk berkualitas dengan harga premium? Perpaduan dari tema-tema tersebut? LANGKAH 2 IDENTIFIKASI KAPABILITAS ORGANISASI Merupakan langkah penghubung antara strategi bisnis perusahaan dengan model kompetensi yang hendak dibangun. Katakanlah perusahaan ”X” yang bergerak di bidang jasa keuangan mempunyai sasaran bisnis ”mencapai pertumbuhan laba dari tahun ke tahun melalui peningkatan layanan pelanggan”. Pencapaian ”peningkatan layanan pelanggan” tersebut tentunya harus didukung dengan kapabilitas-kapabilitas
organisasi tertentu, misalnya: riset pemasaran dan pengembangan produk yang inovatif. Bergerak di industri yang sama dengan ”X” dan dengan tema strategi yang hampir serupa, perusahaan lain mungkin saja mensyaratkan kapabilitas organisasi yang berbeda. Perusahaan ”Y”, misalnya, memilih manajemen hubungan pelanggan yang didukung teknologi informasi yang memungkinkan cakupan pelanggan yang luas sebagai kapabilitas yang lebih perlu dimiliki. Intinya, tentukan kapabilitas organisasi yang unik untuk mendukung strategi perusahaan Anda. Tidak perlu melibatkan semua kapabilitas organisasi, melainkan fokuskan pada beberapa kapabilitas saja yang sungguh-sungguh bernilai strategis dan menunjukkan kesenjangan paling besar dengan kinerja yang diinginkan. Perlu diingat untuk selanjutnya meninjau-ulang kapabilitas yang telah diidentifikasi ini secara periodik, karena bukannya tidak mungkin pada periode-periode selanjutnya perlu perubahan prioritas kapabilitas organisasi. LANGKAH 3 IDENTIFIKASI DAN KEMBANGKAN MODEL KOMPETENSI Sebagaimana halnya kapabilitas organisasi diturunkan dari strategi perusahaan, demikian pula halnya model kompetensi hendaknya diturunkan secara langsung dari kapabilitas organisasi yang telah diidentifikasi. Singkatnya, yang perlu diidentifikasi pada langkah ini adalah pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku karyawan yang relevan dengan tuntutan kapabilitas organisasi. Kembali ke contoh perusahaan ”X”, untuk memungkinkan pengembangan produk yang inovatif, dibutuhkan kompetensi-kompetensi seperti: pengetahuan produk, pemahaman pasar target, inovasi, dan kreatifitas. Proses pengembangan model kompetensi dilanjutkan dengan melengkapi kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi tadi dengan definisi dan tingkatantingkatan pencapaian (misalnya, skala 1-5). Lebih jauh, kelompokkan kompetensi dalam kategori kompetensi inti (berlaku untuk semua fungsi dan posisi), manajerial, dan fungsional (berlaku untuk fungsi-fungsi tertentu saja). Petakan dengan jabatanjabatan di organisasi dan sertai dengan tingkatan minimum yang dipersyaratkan untuk tiap kompetensi.
Yang perlu dicatat, hindari kompetensikompetensi yang lebih merupakan atribut personal, seperti integritas, nilai moral, kejujuran. Bukan saja karena jenis kompetensi ini sulit diukur maupun dikembangkan, tetapi terutama karena kekurang-terkaitannya dengan kapabilitas organisasi secara langsung. LANGKAH 4 IMPLEMENTASIKAN DALAM APLIKASI KAPITAL MANUSIA Bila aksi yang Anda tuju adalah memanjat pohon, tindakan apakah yang Anda pilih: me-”rekrut” seekor tupai, atau melatih seekor ayam untuk bisa memanjat pohon? Akan lebih bijaksana bila memilih alternatif yang pertama, tentunya! Analogi di atas berlaku dalam implementasi model kompetensi. Pada proses rekrutmen dan seleksi, prioritaskan pada kompetensi-kompetensi yang sulit dikembangkan (untrainable). Untuk seleksi calon tenaga penjual, misalnya, ketrampilan interpersonal sebaiknya menjadi salah satu kriteria seleksi karena relatif sulit dikembangkan (daripada pengetahuan produk, misalnya). Selanjutnya, gunakan model kompetensi yang sudah dipetakan ke tiap jabatan (dan lebih bersifat trainable) sebagai basis pelatihan dan pengembangan karyawan. Monitor pencapaiannya dengan mengintegrasikan model kompetensi dengan sistem manajemen kinerja. Lebih jauh, model kompetensi bahkan dapat diterapkan pada aplikasi kapital manusia lain dan menjadi basis dari berbagai keputusan: perencanaan karir/suksesi, asesmen, bahkan kompensasi. Apapun aplikasinya, pastikan bahwa model kompetensi yang telah dibangun dapat ”bekerja” melalui integrasinya dengan proses internal perusahaan, yang dalam hal ini adalah proses dan kebijakan kapital manusia. Kesimpulannya, rasanya tidak ada yang salah dengan konsep kompetensi itu sendiri. Hanya saja perlu dihayati bahwa kompetensi pada dasarnya ”cuma” sebuah alat. Sejauh mana alat ini mampu menunjukkan manfaat strategis, tentunya tergantung pada kejelian si pengguna alat dalam mengoptimalkan efektifitasnya melalui empat langkah di atas! ■ * Lisa E. Dewi adalah Human Capital Group Consultant di Watson Wyatt.
29
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
K i a t
CARA MEREKRUT Tenaga Rekruter Senior Terbaik M
anajer Human Resources atau Rekrutmen seringkali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan staf spesialis, khususnya rekruter untuk membantu upaya rekrutmen. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membantu Anda dalam mendapatkan rekruter terbaik, seorang rekruter senior berpengalaman: ● Memahami bisnis Anda dan kompetitor ● Paham industri dari mana ia direkrut ● Mempunyai pengalaman sebelumnya pada posisi staf yang memenuhi persyaratan Anda ● Berhasil menyelesaikan rekrutmen secara penuh, termasuk menutup transaksi penerimaan kandidat ● Bisa menyediakan contoh dari upaya mendapatkan sumber kandidat ● Memiliki pengalaman ekstensif dalam rekrutmen, SDM, isu kepatuhan (legal), dan sebagainya. ● Tertarik dan mampu menyediakan perhatian personal ● Setiap peluang penempatan ditangani secara professional ● Menjaga betul kualitas proses seleksi ● Melakukan pemeriksaan terhadap latar belakang kandidat secara ekstensif ● Hanya menawarkan kandidat terbaik, bukan kandidat terbaik yang ada
berpengalaman harus memulai dari nol untuk setiap kali penugasan. Terlalu sering rekruter yang kurang berpengalaman meminta masukan manajer SDM atau rekrutmen tentang resume kandidat sebelum menyelesaikan proses seleksi awal. Hal ini sangat mengganggu sang manajer dan perusahaan. 2. Keahlian konsultansi. Seorang rekruter senior mempunyai keahlian konsultansi yang bagus. Mereka bisa mengelola ekspektasi klien, memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, dan memberi informasi arahan kepada kandidat. Mereka fokus bukan hanya pada eksekusi proses rekrutmen dan hasil-hasilnya, tetap juga pada hubungan erat dengan klien. Rekruter senior memahami benar kebutuhan klien, di luar isu teknis, termasuk pengetahuan komprehensif terhadap lingkungan kerja, kultur, dan dinamika kelompok kerja. Dengan memahami “gambar besar”, rekruter senior mampu mengidentifikasi dan menghadirikan
Banyak alasan kenapa rekruter senior jauh lebih dicari ketimbang rekruter yunior, seperti diuraikan di bawah ini: 1. Mengelola Ekspektasi Pelanggan dan Memaksimalkan Hasil. Seorang rekruter senior memiliki pemahaman yang tinggi terhadap apa yang diharapkan klien terhadap kandidat yang sukses. Mereka bisa menyodorkan kandidat yang sangat mendekati kebutuhan klien. Seorang rekruter senior telah mengembangkan jaringan kandidat excellent dan kontak berharga. Sedangkan rekruter yang belum
kandidat yang bakal berhasil dalam kelompok kerja ataupun organisasi. Semuanya ini dibangun atas keahlian fundamental: kemampuan kuat dalam berkomunikasi, kerjasama tim, dan presentasi. Kalaupun ada masalah yang muncul belakangan, mereka juga siap mengantisipasi dan mencegah dampak yang serius. 3. Keahlian Menjual. Rekruter senior sangat efektif menjual kesempatan begitu memulai mencari kandidat. Mereka lihai dalam melakukan intrik terhadap kandidat. Maklumlah, mereka mencari kandidat terbaik, bukanlah orang-orang yang mencari kerja. Kandidat terbaik harus diyakinkan bahwa ini adalah kesempatan berkarir yang baik buat mereka. 4. Akses Terhadap Kandidat. Rekruter senior senantiasa mencari cara baru dan inovatif untuk mengidentifikasi talenta yang diinginkan. Mereka kreatif, cermat, dan bekerja cepat. Sebaliknya, rekruter yang belum berpengalaman masih belajar untuk mencoba dan mendapatkan teknik terbaik. Rekruter senior mampu melaksanakan keseluruhan mata rantai rekrutmen, dan dalam banyak kasus tanpa membutuhkan sumberdaya tambahan. 5. Keahlian Multi Tugas. Rekruter senior mampu menjalankan beberapa kegiatan rekrutmen secara simultan, seperti mencari sumber, menyeleksi, wawancara, mencari referensi, pemecahan masalah, menawarkan negosiasi, dan seterusnya. 6. Keahlian Menutup Transaksi. Untuk mendapatkan kesepakatan akhir dengan kandidat terbaik dibutuhkan keahlian yang cukup canggih, termasuk menangani negosiasi tawar-menawar yang sensitif. Keahlian ini dipelajari dan dikembangkan selama bertahun-tahun. 7. Tekun. Sebagian besar rekruter senior sukses karena mencintai pekerjaan ini. Oleh karenanya, mencari rekruter senior merupakan jalan terbaik untuk mendapatkan hasil rekrutmen terbaik.
MEMO SPONSOR DARI ATASAN? Bagaimana Mengatasinya? I ndra, seorang manajer komunikasi pemasaran sebuah institusi keuangan suatu hari mengucap janji dalam hati. Ia tengah gundah memilih apakah harus bertahan dengan pekerjaannya yang bergaji besar tapi kerap membuatnya stress? Atau menerima pinangan perusahaan lain yang menawarkan gaji lebih kecil tapi menjanjikan harapan hidup lebih damai? Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ternyata dari salah satu direktur yang belum pernah menghubungi dirinya. Indra bahkan yakin sang direktur tak akan mengenalinya jika bertemu. Pembicaraan di telepon sangat singkat, tapi Indra jelas menangkap pesannya. Intinya sang direktur mengetahui Indra sering berhubungan dengan pihak ketiga atau supplier. Dan baru saja beliau meminta Indra membantu salah satu calon supplier yang mengaku kesulitan mendapat order dari Indra. Ketika telepon ditutup, Indra jengkel alang kepalang. Tapi setengah menit kemudian ia tersenyum lega. Indra merasa mendapatkan pilihan. Sendirian ia bergumam: “Berarti ini isyarat bahwa aku harus pindah kerja. Sesuai dengan janji hati jika ada 1 hal saja hari ini yang menyesakkan luar biasa, berarti aku harus keluar dari kantor ini.” Indra melenggang santai menuju meja kerjanya dan mulai menghubungi perusahaan lain yang menawarinya pekerjaan. Besoknya ia menyampaikan pengunduran diri
pada atasannya. Kisah ini ekstrim tetapi benar-benar nyata. Bagaimana jika Anda berada di posisi Indra? Pernahkah Anda mendapatkan memo sponsor khusus dari jajaran tinggi di kantor Anda yang berusaha mempengaruhi keputusan Anda? Beberapa rekan berbagi pengalaman berikut ini:
FIFI, ASSISTANT MANAGER GENERAL AFFAIR Alhamdullillah belum pernah mengalami yang begitu. Ya kalau usulan atau saran dari atasan sih ada. Tapi bagusnya kami selalu konsisten menerapkan system tender yang fair dan terbuka. Team penilai juga terdiri dari berbagai macam bagian sehingga pilihan melalui keputusan bersama berdasarkan kualifikasi yang ditetapkan. JOKO, IT OFFICER Hmm… sensitif ya ngomongin ginian. Gini aja deh… Kalau saya, sepanjang kualitas bisa dipertanggungjawabkan tidak masalah. Boleh saja. Tapi apapun hasilnya, saya selalu membuat memo rekomendasi mengenai pihak ketiga itu dengan tembusan ke pihak-pihak berwenang lain. Kan ada komite yang berhak memutuskan itu. Kalau misalnya rekomendasi saya jelek dan pihak ketiga itu tetap dipakai biar saja mereka yang bertanggungjawab. Yang penting saya sudah sampaikan penilaian saya dan ada dokumentasinya.
DIAN, PROMOSI & KOMUNIKASI MANAGER Wah… nggak kena tuh saya dibegituin. Udah nggak jaman lagi! Ini kan sudah masa reformasi. Lagian saya punya 1001 cara menolak memo kayak gitu. Dari mulai saya anggap angin lalu, sampai saya permasalahkan ke pihakpihak yang bisa membantu, seperti atasannya si pembuat memo (kalau ada), ke HRD, atau ya langsung saja saya counter orangnya. Minta tandatangan si pembuat memo untuk menjamin bahwa yang dia rekomendasikan itu memang lebih baik dari kandidat lain. Kalau sampai terbukti tidak, dia yang harus ganti. Berani nggak? BUDI, HUMAN RESOURCE MANAGER Umumnya saya sikapi dengan tetap menjalankan proses sesuai prosedur. Apapun hasilnya akan saya sampaikan kepada pihak-pihak yang berhak menilai dan membuat keputusan. Ada juga sih satu dua kandidat pembawa memo sponsor yang akhirnya lulus dan bisa bekerja di kantor saya karena kesaktian memonya. Tapi belakangan, para pengirim memo sponsor itu menyadari kok kalau sembarang memberi rekomendasi itu bisa mengganggu strategi pengembangan perusahaan sehingga akhirnya mereka bisa lebih selektif dan obyektif ■
30
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
H C P e r s p e k t i f
NURLELY SUSETYO, Manajer Transquality Indonesia Perubahan Sebagai Sesuatu yang Tak Terelakkan “S egala sesuatu di dunia ini selalu berubah kecuali perubahan itu sendiri.” Artinya, yang abadi hanyalah perubahan. Demikian juga halnya dalam bisnis. Perusahaan harus senantiasa berubah karena konsumen dari perusahaan tersebut juga terus berubah. Perubahan yang terjadi dalam perusahaan itu biasa disebut culture change. Tapi arti dari istilah itu sendiri bisa berbeda-beda. “Culture change yang saya maksud adalah perubahan-perubahan yang harus dilakukan sehingga membentuk suatu budaya suatu perusahaan,” kata Manajer Transquality Indonesia Nurlely Susetyo. Meski tidak gampang, dalam bisnis perubahan itu sesuatu yang harus dilakukan agar tidak terlempar dari arena persaingan. “Standarnya saja sudah begitu. Sedangkan kalau kita mau leading, maka kita harus menciptakan perubahan supaya menjadi trend. Sehingga.semua harus siap untuk berubah kalau dibutuhkan,” tandas Nurlely yang menangani jasa konsultan culture change. Sayangnya, bukan suatu yang mudah untuk melakukan perubahan karena karena orang cenderung tidak berubah. Kendala itu muncul, lantaran dalam perubahan itu sendiri terkandung faktor ketidakjelasan. “Kalau ada perubahan apakah hal itu akan membawa ke kondisi yang lebih baik?,” demikian sering orang bertanyatanya. Untuk mengatasi kegamangan itu, papar Nurlely, ada tiga hal yang harus disiapkan sebelum melakukan perubahan. Pertama, perubahan itu memang benar-benar dibutuhkan, bukan hanya sekadar ikut-ikutan. Perubahan yang benar-benar dibutuhkan ini biasanya disebabkan karena adanya ketidakpuasan terhadap situasi yang ada. “Bisa karena ketidakpuasan konsumen tetapi juga bisa disebabkan karena ketidakpuasan karyawan. Hal ini ujung-ujungnya akan berpengaruh terhadap perfomance perusahaan,” ujarnya. Kedua, lanjut Nurlely, kalau perubahan
itu sebagai sesuatu yang tidak bisa ditawartawar lagi maka perlu dirumuskan perubahan apa yang dikehendaki dan arahnya kemana. “Maka clear direction sangat perlu. Kadang-kadang, kita harus berubah tetapi tidak tahu kemana, road map-nya apa. Langkah-langkahnya bagaimana?” Setelah hal-hal elementer dalam perubahan itu dirumuskan, maka semua harus dibungkus dengan komunikasi yang jelas kepada para pelaksananya. Ditegaskannya, perubahan itu harus bersifat top-down. “Akan kurang efektif kalau bottom-up, bahkan middle-up sekalipun.” Perubahan itu sendiri biasanya berasal dari internal perusahaan. Dengan adanya persoalan yang dihadapi oleh suatu perusahaan maka harus ada perubahan-perubahan, minimal penyesuaian. “Setelah itu baru dipikirkan perlu tidaknya bantuan konsultan untuk mendapatkan metodologi
tertentu yang terbukti efektif.” Menurutnya, bukan suatu keharusan bagi perusahaan untuk memahami metodologi guna melakukan perubahan itu tetapi perusahaan harus tahu mengapa perlu melakukan perubahan dan apa yang ingin dicapainya. “Biasanya pihak perusahaan sudah punya keinginan untuk berubah guna mencapai target tertentu tetapi butuh bantuan bagaimana cara mewujudkannya.” Nurlely sendiri mengaku, pihaknya lebih banyak menangani masalah proses kegiatan dalam suatu perusahaan yang ia sebut sebagai process improvement. “Semakin bagus, semakin simple, semakin cepat dan akurat suatu proses maka semua pihak akan terpuaskan. Ia memberikan contoh. Dari aplikasi mengajukan kredit sampai nasabah itu mendapatkan dana merupakan suatu proses. Semakin cepat nasabah itu menda-
TARIF IKLAN BURSAKERJA
Rp10.000 per(lebar milikolom per kolom 58mm)
patkan kredit yang ia butuhkan maka ia akan semakin puas. Dengan rasa puas itu maka ia akan semakin loyal pada bank tersebut. Dari sisi karyawan bank, proses yang sederhana membuat ia tidak bolak-balik. “Proses yang sempurna adalah one step, semakin panjang proses akan semakin banyak kemungkinan kesalahan-kesalahan dan tidak efisien,” kata Nurlely yang pernah bekerja sebagai bankir di Citibank ini. Dipaparkan Nurlely, perusahaan sudah dari awal mendesaian proses ini. Proses yang mereka desain berdasarkan costumer requirement. Kemudian untuk menyakinkan bahwa proses ini akan berjalan menjadi standar, mereka juga punya matriks. “Apa yang mereka jadikan ukuran itu selalu dikontrol,” ujarnya. Misalnya, setiap minggu mereka akan selalu mengevaluasi mengenai indikator-indikator itu. Nurlely menyebutkan metode culture change yang paling komprehensif saat ini adalah Six Sigma. Metodologi ini semula dipakai oleh Motorolla dan GE Capital. Six Sigma merupakan metodologi yang dijabarkan dengan indikator-indikator statistik. Pendekatannya, menggunakan defect per million opportunity (DPMO). Tujuannya, menghilangkan semua defect dari semua proses yang ada. Toleransi defect dalam Six Sigma hanya tiga. Gamblangnya, misalnya ada 1 juta nasabah, maka hanya tiga nasabah yang boleh tidak puas. “Six Sigma menggunakan pendekatan data driven,” ungkap Nurlely. Sebagai metodologi, kata Nurlely, Six Sigma bisa dipakai oleh siapa pun. Hanya saja, karena Six Sigma semula diterapkan di dalam pabrik, maka dalam aplikasinya di tempat lain harus disesuaikan lagi, tak terkecuali di industri jasa. Di industri jasa metodologi itu disesuaikan dengan matriksmatriks tertentu. Itu juga yang dilakukan oleh Headquarter Citigroup. “Metodologi Six Sigma di-adjust oleh Headquarter Citigroup baru kemudian dipakai oleh Citibank.”
Segera hubungi bagian iklan HumanCapital
Telp. 021-5220575
Fax.021-5290102
E-mail :
[email protected]
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
B u r s a K e r j a
| S TA R T |
YOUR CAREER WITH US We are global leader in outsourcing company. Our client is one of Indonesia’s premier banking industry, the company is seeking ‘Innovative and Driven Individuals’ to fill this challenging positions: ADMINISTRATION (ADM) / DATA ENTRY (DE) You will be responsible to creates or set up file management system, input data, and manage all relevant data and records. You should hold min. D1 degree from reputable university, with min GPA of 2.75. You should have high attention to detail and hands on with standard computer packages. CALL CENTER (CC) You will be responsible to handle incoming call and complain from customer. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 2 years experience as call center, preferably in banking industry. You must have excellent communication skill with pleasant voice, high tolerance for stress, and willing to work on shift schedule. CREDIT OFFICER (C0) As Credit Officer, you will responsible for processing loan transaction (e.g appraisal, document verification, loan agreement and disbursement, provide reporting internal & BI). You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 1 years experience demonstrated top performance in mass market credit management role in fields such as BPR, BRI unit Desa, mass market consumer goods (low end electronic). You should be a team player, concern for excellent, following procedure and able to building relationship. CUSTOMER SERVICE (CS) You will responsible to serve and handle complain from customer. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. You should have excellent communication and interpersonal skill, good administration skill and high attention to detail. You should also have excellent customer orientation. MARKETING / SALES (MKT/SLS) Your main responsibility will be to offer and sell our client’s product. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 2 years experience in the same position, preferably for banking industry. You should also have excellent communication and negotiation skill. An open-minded professional with high initiative and creativity are highly preferred.
SUPPORT OFFICER (SO) You will responsible to seek and open new channel for new outlet. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75 located in Karawang, Bandung, Tasikmalaya, and Surabaya. You should have excellent communication and interpersonal skill, good analyzing skill and high attention to detail, and experienced in banking industry preferably in BPR or BRI unit Desa min. 1 year. TELLER (TLR) / GREETER (GRT) As Teller / Greeter, you will be responsible to serve cash and non cash transaction, including to handle incoming customer. You should have min. 2 years experience in the same position, preferably in banking industry. Ideally, you hold min. D3 degree from Economy, Accountancy or Finance with min. GPA of 2.75. You must have high attention to detail and integrity, and able to learn new things. UNIT MANAGER (UM) As Unit Manager, you will responsible for P & L of our unit focused on micro businesses, small businesses and lower income consumers. Manages sales, books and operations. Can approve loans up to IDR50M. You should hold min. S1 degree from reputable university with min. GPA 2.75 and with 3 years experience in management role of Sub Branch, BPR or BRI unit Desa. You must have high integrity, able to demonstrate core values of DSP, good leadership skill and target oriented. Your location must be in Rengasdengklok. VERIFICATION (VER) As Verification Staff, You will be responsible to verify data, based on incoming application. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2,75. Ideally, you have min. 2 years experience as verificator, preferably in banking industry. You must have excellent communication skill and good analytical thinking.
The successful candidate will be offered competitive remuneration package and opportunity to work for well-known company. To apply, please submit your complete application with brief description about your achievement & job description, within 2 weeks to:
PT. Perdana Perkasa Elastindo PO BOX 8231 JKS SB Please indicate the position applied on upper left of your envelope.
31
32
| HumanCapital | Nomor 06 | Tahun 2004 |
R e h a l
50 HUKUM DASAR KEPEMIMPINAN Judul The Feiner Points of Leadership The 50 Basic Laws that Will Make People Want to Perform Better for You Penulis Michael Feiner Penerbit Warner Business Books Halaman 287 halaman
T
opik kepemimpinan (leadership) tidak akan pernah basi untuk dikupas. Ketika seorang Chief Executive Officer (CEO) dianggap sukses, maka hal pertama yang terlintas dalam pikiran pastilah sang CEO memiliki jiwa kepemimpinan yang hebat. Darinya kalangan media massa atau penulis buku menggali prinsip-prinsip kepemimpinan yang dianut. Satu hal yang membuat kepemimpinan selalu menarik karena luasnya keragaman keahlian yang dibutuhkan. Di satu sisi, pemimpin harus bisa mengkomunikasikan secara meyakinkan urgensi dan pentingnya perjalanan perusahaan kepada seluruh jajaran perusahaan. Orang-orang di sekitarnya harus merasakan bahwa ia terlibat
TUNGGU EDISI BERIKUTNYA
dalam sebuah misi, dan mereka ingin melihat pemimpin yang bisa menunjukkan harapan, komitmen, dan nilai-nilai dalam mewujudkan misi itu. Di sisi lain, pemimpin mesti mampu menavigasi arah perusahaan secara jitu, melalui rapat, permintaan informasi, alokasi sumberdaya, keputusan bujet, dan lainnya. Mereka harus mengambil tanggung jawab untuk memprediksi dan mengontrol kondisi di mana karyawan diminta untuk berkinerja. Michael Feiner, penulis buku The Feiner Points of Leadership, untuk sukses, pemimpin harus terlibat dalam dua kegiatan berbeda, yaitu kepemimpinan dan manajemen. Seringkali penggunaan kedua istilah itu tertukar. Sulit sekali menentukan apakah seorang pemimpin sukses karena kepemimpinannya atau karena manajemennya. Atau membedakan antara memimpin (to lead) dan mengelola (to manage). Dalam buku ini, mantan Chief People Officer Pepsi-Cola ini tidak secara gamblang menjelaskan perbedaan antara keduanya. Ia hanya mengambil ilustrasi tentang kedua hal itu dengan mengisahkan Pete, mantan anak buahnya yang menjabat Division Head. Pada bagian akhir bab tentang kepemimpinan itu, Feiner menegaskan bahwa seorang pemimpin tidak hanya memberikan
Nomor
07 Th. 2004 SENGKETA KETENAGAKERJAAN
SETELAH P4P DAN P4D BUBAR, LANTAS BAGAIMANA?
Lembaga yang secara tradisional menangani sengketa ketenagakerjaan kini bubar. Sementara, lembaga penggantinya belum berfungsi. Hakim ad hoc yang akan menjalankan tugas memutuskan perkara masih belum juga diseleksi. Bagaimana masa depan penyelesaian kasus-kasus tenaga kerja? Siapa berminat menjadi Hakim ad hoc, dan apa saja persyaratannya?
HC TREND BERLOMBA MERAIHSimak SERTIFIKASI PROFESIONAL jawaban tuntasnya di rubrik FOKUS
Para professional semakin rajin mencari sertifikasi professional untuk kesuksesan karir. Aneka pendidikan professional bersertifikat tersedia untuk setiap profesi. Apa saja program bersertifikasi favorit? Bagaimana cara mendapatkannya, dan seberapa mahal? Sejauh mana hal itu menambah bobot professional mereka?
MEDIA SATU-SATUNYA MENGUPAS TUNTAS MASALAH SDM
kepada pengikutnya struktur, organisasi, dan kontrol, namun juga menunjukkan harapan, tujuan, komitmen, akuntabilitas, dan nilai-nilai. Keahlian manajemen dan kepemimpinan tidak bisa dipisahkan. Tidak berarti setiap orang harus hebat sebagai manajer maupun pemimpin. Sangat jarang orang yang jago dalam kedua hal itu. Penulis menyimpulkan berdasarkan observasi, setiap pemimpin berkinerja tinggi memiliki keahlian manajemen dan keahlian kepemimpinan yang sama baiknya. Manajemen, menurutnya, fokus untuk menghasilkan perintah (order), konsistensi (concsistency), dan hal-hal yang bisa diprediksikan (predictability) yang esensial, maka kepemimpinan fokus memproduksi perubahan (change) dan kemampuan beradaptasi (adaptability) – terhadap pesaing baru, produk baru, pasar baru, regulasi baru, dan pelanggan baru. Kedua keahlian itu perlu dan harus seimbang. Ketidakseimbangan antara kepemimpinan dan manajemen bisa menyebabkan masalah, tidak hanya untuk individual tetapi juga bagi organisasi keseluruhan. Organisasi yang memiliki fokus kuat pada pengelolaan bisnis memiliki banyak sistem dan proses dalam organisasi, termasuk sistem perencanaan strategik, sistem perencanaan opeasional tahunan, sistem penghargaan, dan sistem komunikasi. Manajemen tanpa kepemimpinan menyebabkan organisasi terlalu birokratis, berpikiran sempit, dan lambat bergerak. Organisasi semacam ini
terlalu fokus kepada hal internal dan tidak punya waktu melihat ke luar. Merasa safe di pasar, tetapi kenyataannya tidak juga. Kontras dengan hal itu adalah organisasi fokus pada kepemimpinan, di mana proses dan sistem manajemen dianggap tidak terlalu penting – di mana visi dan misi dianggap hal terpenting untuk kesuksesan perusahaan. Organisasi seperti ini, yang lebih fokus pada kepemimpinan dan sedikit sekali pada manajemen, sesungguhnya dalam kondisi bahaya. Feiner menegaskan tidak ada formula khusus kapan seseorang harus memimpin dan kapan harus mengelola. Pemimpin berkinerja tinggi selalu melakoni kedua hal itu dalam waktu bersamaan. Pertanyaannya, bagaimana caranya menentukan keseimbangan yang pas antara keduanya? Anda harus mau menoleh ke belakang, melihatlihat kembali kalendar kegiatan dan kejadian selama beberapa bulan terakhir. Feiner menawarkan 50 hukum dasar kepemimpinan, yang mencakup segala hal dari mengelola bos dan anak buah yang susah hingga mengatasi resistensi terhadap perubahan perusahaan. Sebagai mantan praktisi, dan kini menjadi professor manajemen di Columbia Graduate School of Business, pandangan dan kajian Feiner jelas sangat berguna bagi siapa saja pemimpin dan calon pemimpin setiap organisasi ■ (Buku ini bisa diperoleh, antara lain, di QB World Books, red)