Pengawasan Tidak Efektif
EVALUASI KINERJA PENGAWASAN FORMAPPI, JAKARTA, 9 OKTOBER 2011
I. Acuan • Ruang Lingkup: Pelaksanaan Undang-undang; APBN,Kebijakan pemerintah; serta pembahas dan tindaklanjut hasil pemeriksaan BPK dan DPD. • Cara Pengawasan: kunjungan kerja (kunker); Rapat Kerja (Raker) komisi dengan pasangan kerja; Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU); dan, Penggunaan hak-hak DPR. • Tindak Lanjut: dapat membentuk panitia kerja atau tim dengan tugas melakukan pendalaman masalah dan merumuskan kebijakan penyelesaiannya. Hasil pengawasan Komisi disampaikan kepada pemerintah, BPK, DPD, dan/atau pihak terkait lainnya (Pasal 56 Peraturan Tata Tertib).
II. Persoalan Pokok • Anggota DPR adalah wakil rakyat secara langsung, karenanya hasil kerja pengawasan harusnya dilaporkan kepada rakyat/pemilik kedaulatan. Namun prakteknya tidak begitu. terhambat oleh Pasal 56 Tatib DPR yang menyebutkan hasil pengawasan Komisi dilaporkan kepada Pemerintah, BPK, DPD/Pihak lain yang terkait (tidak tegas disebut kepada rakyat). • DPR tidak diwajibkan melaporkan hasil pengawasan secara berkala kepada yang diwakili. Itu dibenarkan oleh Pasal 96 ayat (7) UU No. 27/2009 yang menyebutkan “Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.” Tidak ada kewajiban susun laporan kinerja setiap tahun.
III. Pelaksanaan Pengawasan 2011 • Selama periode 1 Oktober 2010 – 30 September 2011, DPR telah melakukan fungsi pengawasan dengan cara: A. Membentuk Tim Pengawas (Timwas) Pelaksanaan Rekomendasi DPR 3 Maret 2010 atas Kasus Skandal Bailout Bank Century Rp. 6,7 trilyun; B. Memonitor pelaksanaan APBN; C. Melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke berbagai daerah ; D. Komisi-komisi Mengadakan Rapat Kerja dengan Pasangan Kerjanya masing-masing; E. Menggunakan hak-hak DPR.
A. Tim Pengawas Rekomendasi Century Gate
1. Pembentukan dan Status Timwas • 27 April 2010, Timwas terbentuk, beranggotakan 30 orang wakil dari 9 Fraksi dipimpin oleh Priyo Budisantoso dari Golkar dengan masa kerja sampai Desember 2011. • Tugas pokok Timwas: (1) mengawasi pelaksanaan rekomendasi oleh aparat penegak hukum; (2) mengawasi pengembalian aset dan aliran dana; (3) mengingatkan DPR dan pemerintah untuk merevisi UU moneter dan fiscal. • Untuk mengefektifkan koordinasi dan melakukan cek dan recek dengan Tim yang dibentuk KPK, Timwas DPR membentuk Tim Kecil beranggotakan 9 orang dipimpin oleh Fahri Hamzah dari PKS.
2. Evaluasi Internal DPR untuk Timwas • Setelah bekerja selama 8 bulan (akhir April – November 2010), hasilnya belum jelas. • Rapur DPR 17 Desember 2010 mendesak agar: Timwas bekerja maksimal untuk mendorong proses hukum; diberikan perpanjangan masa kerja; perlu rapat kerja bersama instansi penegakan hukum; dan mendesak Pemerintah agar mengajukan RUU-RUU pengelolaan sector moneter dan fiscal sesuai program legislasi nasional.
3. Perbedaan Penilaian Timwas vs KPK • Timwas DPR menemukan indikasi dugaan pelanggaran hukum pada pemberian FPJP; sebaliknya, KPK menyatakan tidak ada tindak pidana korupsi dalam pengucuran dana bailout kepada Bank Century. (hasil pemeriksaan terhadap berbagai pihak seperti: Robert Tantular, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Wakil Presiden Boediono, dan mantan Wapres Jusuf Kalla) dengan kata lain, DPR menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi, sebaliknya KPK belum menemukan. • Tim was DPR menilai telah terjadi pembiaran oleh KPK terhadap pelanggaran hukum skandal bailout Bank Century. Menurut KPK, bahwa DPR tidak pernah beres karena selalu mencari-cari kesalahan KPK.
B. Pengawasan Pelaksanaan APBN
1. Pengakuan Anggota DPR • Pengakuan sejumlah anggota DPR: ada calo-calo, bahkan mafia anggaran, lebih-lebih yang berkaitan dengan dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID) maupun dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID). • Mereka yang mensinyalir terjadinya percaloan Anggaran itu misalnya: Wakil Sekjen PKS, yang juga Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddiq, Wakil Ketua Banggar dari PKS, Tamsil Linrung, Anggota Komisi III dan juga anggota Banggar dari Golkar, Bambang Susatyo, juga anggota Komisi III dari F-PDI, Trimedya Panjaitan, serta anggota Banggar dari Fraksi PAN, Wa Ode Nurhayati, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang juga pernah menjadi anggota DPR menyatakan adanya 3 anggota Banggar bermain penganggaran wisma atlet Sea Games di Palembang.
2. Sinyalemen dari luar DPR • Dari kalangan luar DPR (kantor Kemenakertrans), ketika ditangkap KPK mengaku bahwa dari “fee” 10% proyek, sebagian mengalir ke Banggar DPR. • Posko Pengaduan Praktik Mafia Anggaran yang digagas Wakil Ketua DPD RI La Ode Ida dan Zainal Bintang telah menerima 20 laporan praktik mafia anggaran yang melibatkan 10 anggota DPR. Menurut evaluasi mereka, berdasarkan pengaduan tersebut telah terjadi persekongkolan dalam pembahasan APBN yang diduga melibatkan oknum pimpinan komisi, Banggar DPR, pejabat kementerian, pejabat daerah dan calo. Zainal Bintang menyatakan, dari data yang ada, umumnya mafia anggaran mengambil fee sebesar tujuh persen dari biaya keseluruhan proyek.
3. Sangkaan balik dari DPR • Sementara anggota DPR, misalnya Mahfudz Siddiq, Bambang Susatyo, menyebut bahwa Calo anggaran lebih banyak terjadi di Pemerintah. Karena itu Wakil Ketua DPR dari Golkar, Priyo Budi Santoso menyatakan tidak fair kalau hanya DPR yang disalahkan dalam soal calo anggaran di parlemen. Sebab alur anggaran itu dominannya justru dari pemerintahan. • Sinyalemen bahwa calo anggaran banyak terjadi di pemerintah itu harusnya dijadikan amunisi untuk pengawasan yang efektif atas proses penyusunan dan pelaksanaan APBN. Ungkapan anggota DPR bahwa calo anggaran lebih banyak terjadi di pemerintah, patut diduga ingin cari selamatnya DPR saja.
4. Pro Kontra Panja Mafia Anggaran di DPR • Penilaian publik serta Pengakuan anggota DPR tentang adanya calo anggaran, atau mafia anggaran, DPR merespon dengan: 1. DPR perlu membentuk Panitia Kerja Mafia Anggaran;
2. KPK perlu diikutsertakan dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan di Banggar. • Terkait wacana pembentukan Panja Mafia Anggaran, terjadi pro-kontra diantara pimpinan DPR. • Tentang pelibatan KPK dalam proses pembahasan RAPBN DPR setuju, namun perlu dibahas mekanismenya.
5. Pagar Makan Tanaman • Fakta menunjukan adanya keterlibatan sejumlah anggota DPR dalam praktek percaloan anggaran. • Praktek Percaloan anggaran oleh anggota DPR menimbulkan beberapa hal: 1. Terjadi konspirasi dalam Proses pembahasan dan penetapan APBN antara Pengusaha, Pemerintah dan DPR. 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBN oleh pemerintah menjadi tidak efektif. 3. Banyak alokasi anggaran yang tumpang tindih atau terjadi duplikasi anggaran
C. Kunker Daerah
1. Pelaksanaan Kunker Berbeda dengan kunker periode sebelumnya, pada 2010-2011 sudah menjangkau sampai ke Kabupaten/Kota bahkan ke komunitas-komunitas tertentu, misalnya dilakukan oleh Komisi I, II, IV, V, VI, IX: • Komisi I berdialog dengan PRSSNI dalam Kunker di Sumbar. • Komisi II bertemu dengan tokoh-tokoh masyarakat di Maluku Utara dan ke Kabupaten+Kota di beberapa daerah di Kalimantan Tengah dan Kepulauan Riau. • Komisi IV berdialog dengan Gapoktan di Cilegon Banten, para peternak sapi di Aceh, dan nelayan di Kabupaten Kulon Progo dan lain-lain. • Komisi V sempat meninjau infra struktur sampai ke Kabupaten kabupaten, misalnya di Jawa Tengah: Magelang, Solo, Kota Semarang, Singkawang (Kalbar), Simalungun (Sumatra Utara). • Komisi IX: ke Kabupaten Banjar (Kalsel), Pemko Banda Aceh (Provinsi NAD), Kabupaten Pasir (Kaltim), Pemkot Balikpapan dan Pemkab Kutai Kartanegara (Kaltim)
2. Kunker Yang Kurang Membumi Sejumlah Komisi masih tetap melakukan kunker hanya sampai pada tingkat Propinsi, yaitu: Komisi III, VI, VII, VIII, X, XI: • • •
Komisi III: ke Kalsel, Kalteng, Sultra. Komisi VI: ke Provinsi Jawa Tengah dan Bulgaria, Malaysia serta Hongkong. Komisi VII: ke Kabupaten Ketapang untuk bertemu dengan beberapa Bupati guna membahas ijin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan beberapa kabupaten. • Komisi VIII: Kota Tomohon (Sulut) mengunjungi korban letusan gunung Lokon (kunker lain lebih difokuskan di Provinsi, misal: Banten dan Bali) ke Australia dan RRC) • Komisi X: ke Provinsi NTB, Provinsi Banten, Provinsi Bengkulu, Sulawesi Selatan, provinsi Aceh. • Komisi XI: ke Kabupaten Penajam Paser Utara (Kaltim), Provinsi Jambi.
3. Temuan-temuan Kunker •
•
• •
Komisi I di Maluku dan Sumatra Barat menemukan minimnya alat-alat dan persenjataan TNI, minimnya daya jangkau siaran TVRI dan RRI, tidak dimilikinya radar AURI di Lanud, kurangnya personil militer maupun PNS di Maluku, dan lain-lain. Komisi II di Maluku Utara menemukan permintaan-permintan pemekaran Kabupaten bahkan provinsi, pungutan biaya mengurus KTP di Ternate @ Rp. 20.000,-/KTP; dalam pelaksanaan Proyek Nasional Agraria (Prona) dalam rangkja sertifikasi tanah, bagi masyarakat di Kalimantan Tengah masih dipungut biaya; Dinas Kependudukan Kabupaten dan Kota di Kepri belum maksimal mendata nomor induk kependudukan (NIK), padahal pendataan tersebut harus sudah selesai pada tahun 2011. Komisi IV diminta membuka blokir anggaran untuk proyek Gerakan Nasional Kakao di Sulawesi Barat, menyelesaikan tertunda-tundanya pembangunan TPI di Kabupaten Kulon Progo, DIY. Komisi V di Kabupaten Singkawang diminta memperjuangkan pembangunan lapangan terbang, di Simalungun dilapori 70% jalan rusak. Komisi IX di Kabupaten Paser (Kaltim) menemukan adanya sengketa lahan eks transmigrasi di desa Padang Pengrapat dan Desa Jone kecamatan Tanah Grogot sejak 1986 belum selesai secara tuntas. Komisi IX diminta membantu menyelesaikan sengketa tersebut. Kabupaten Garut dan Ponorogo ditemukan kasus tidak berjalan program Jamkesmas di RS UD.
4. Penilaian • • •
•
•
Empat komisi yang melakukan Kunker sampai kabupaten dan kota, namun 7 Komisi hanya ke tingkat provinsi. Laporan Hasil Kunker, sebagian besar mudah ditemukan di website. Beberapa Komisi berhasil menemukan persoalan-persoalan penting yang perlu tindak lanjut oleh pasangan kerjanya di eksekutif namun tindaklanjut oleh mitra kerjanya sulit diketahui masyarakat. Kunker sebagai salah satu wujud pengawasan pelaksanaan Undangundang, APBN dan kebijakan Pemerintah masih sebatas basa-basi. Studi banding Komisi-komisi ke luar negeri lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
5. Rekomendasi • Pada periode mendatang kunker Komisi diharapkan lebih efektif dengan menjakau seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. • Tindak lanjut hasil kunker Komisi dilaporkan kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan, tidak hanya kepada Pemerintah, BPK, DPD. • Kunker perlu mempersiapkan tujuan, agenda serta dokumen yang jelas dan terencana sehingga lebih efektif. • Perlu perubahan UU MD3 kususnya berkenaan dengan laporan komisi yang dilakukan akhir periode, menjadi setiap tahun masa sidang.
D. Rapat Kerja Komisi
1. Pengawasan Pelaksanaan UU • Pengawasan melalui RK, RDP dan RDPU terkait pelaksanaan UU mendominasi pelaksanaan rapat setiap komisi. • Hasil rapat pengawasan terhadap pelaksanaan UU bermuara pada beberapa langkah tindak lanjut : 1. Perubahan terhadap UU lama. 2. Evaluasi terhadap institusi pelaksana UU (KPU, KPK, MA dll).
2. Pengawasan APBN • Tidak terlihat secara jelas efektifitas pengawasan pelaksanaan anggaran terutama untuk mencegah penyimpangan anggaran. Yang terjadi justru penyimpangan anggaran terjadi dari pusat hingga daerah. • DPR terjebak dalam konspirasi anggaran bersama pengusaha dan pemerintah sehingga tumpul dalam melaksanakan pengawasan. • Anehnya, setiap tahun anggaran selalu ada usulan penambahan anggaran oleh Pemerintah dan disetujui DPR.
3. Pengawasan Kebijakan • Pengawasan kebijakan oleh DPR tidak terencana dengan baik, sifatnya reaktif. Jika terjadi tragedi atau masalah baru DPR melakukan pengawasan terhadap kebijakan, Misalnya, kasus TKI, E-KTP, Ibadah Haji, transportasi, divestasi saham PT, Newmont dll. • Pengawasan kebijakan seringkali dipakai sebagai alat tawar menawar dengan pemerintah, karena bisa berujung pada penggunaan hak interpelasi atau angket. Misalnya, Mafia Pajak, mafia anggaran dll.
E. Penggunaan HAK
1. Wacana Penggunaan Hak-hak DPR • Selama tahun 2011 terdapat wacana bahwa DPR ingin menggunakan hak-haknya. • Hak Interpelasi: Pada 19 Juli 2011, Wakil Ketua Pansus Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Pansus BPJS), Surya Chandra Surapaty menyatakan kemungkinan DPR akan menggunakan hak interpelasi agar pembahasan RUU BPJS segera rampung (Rencananya disahkan 22 September 2011 tetapi terancam gagal krn belum ada titik temu antara DPR dengan pemerintah tentang peleburan 4 BUMN menjadi 2 Badan Pengelola BPJS). Keempat BUMN itu adlh: PT Jamsostek, PT Asabri, PT Taspen dan PT Askes. Pemerintah menginginkan peleburan itu dilakukan 10 tahun kemudian. Pada 29 Juli 2011, Wakil Ketua MPR, Hajrianto Thohari menyatakan bahwa Partai Golkar melihat banyak sekali persoalan saat ini yang memungkinkan diajukannya hak interpelasi oleh DPR, termasuk kasus proyek fasilitas olah raga kejuaraan Sea Games di Hambalang dan mafia pajak. Golkar akan mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggara negara yg menyimpang, bahkan akan memimpin digunakannya hak-hak DPR: interpelasi dan angket.
• Hak Angket: Pada 28 Juli 2011, Fraksi Partai Golkar dan Gerindra sedang menyiapkan Hak Angket kebocoran anggaran negara. Alasannya karena adanya dugaan kebocoran APBN tahun 2011 sebesar 55%. Menurut Sadar Subagyo bocornya anggaran ini ditandai dengan adanya beberapa kasus korupsi yang menguras APBN di beberapa kementerian, misalnya Kemenakertrans, Kemenpora, Kemendiknas,dan Kemenkes serta adanya calo anggaran di DPR.
• Hak Menyatakan Pendapat Mencermati lambannya kerja KPK dalam menindaklanjuti Rekomendasi DPR tentang Skandal Century dan perbedaan pendapat antara keduanya, DPR mewacanakan akan menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Penggunaan HMP akan didasarkan pada telah adanya hasil sementara audit forensik BPK (35%) dan hasil rapat Timwas DPR dengan PPATK, Kejaksaan serta Kepolisian.
2. Hak Angket: berhenti di Paripurna • Diantara begitu banyak wacana akan digunakannya hak-hak DPR, selama tahun 2011 hanya satu hak yang berhasil lolos sampai ke paripurna DPR, yaitu: usul penggunaan hak angket mafia pajak. • Penggunaan Hak Angket Mafia Pajak diajukan kepada pimpinan DPR pada 25 Januari 2011 ditandatangani 31 anggota dari semua fraksi termasuk Partai Demokrat. Menurut Anggota Badan Anggaran DPR RI, Bambang Soesatyo, berdasarkan analisis berbagai kalangan, pihaknya memperkirakan pencurian pajak oleh kelompok mafia mendekati jumlah Rp300 hingga Rp400 triliun per tahunnya.
3. Antara Kepentingan Politik dan Efektivitas Pengawasan • Pembatalan dan atau penolakan berbagai penggunaan hak DPR itu mengindikasikan paling kurang dua soal: – Inisiator penggunaan hak sekedar ingin mendulang popularitas, karena itu tidak terlalu siap dan sungguhsungguh memperjuangkan – Terhambat kuat oleh kepentingan kekuatan politik besar di DPR
• Sebaiknya basa-basi penggunaan hak-hak DPR tidak dilakukan lagi di masa mendatang, karena hanya akan memperburuk citra DPR