KREDIT BERMASALAH SEBAGAI AKIBAT DARI PENGAWASAN INTERNAL YANG TIDAK EFEKTIF Prima Anindya Kartika, Yunus Husein, dan Aad Rusyad Nurdin Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424 Indonesia. e-mail:
[email protected]
Abstrak Dalam naskah ringkas ini akan dibahas tentang hubungan antara pengawasan internal dengan kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank, serta upaya untuk meningkatkan efektivitas pengawasan internal dalam rangka mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Pengawasan internal merupakan salah satu bentuk penerapan dari prinsip kehati-hatian dan prinsip kepercayaan untuk mengawasi kegiatan Perbankan salah satunya yaitu aktivitas perkreditan yang ditujukan untuk menghindari risiko kredit. Lemahnya pengawasan internal pada Bank dapat menjadi faktor penyebab kredit bermasalah. Beberapa kasus kredit bermasalah juga terjadi karena pengawasan internal yang kurang efektif, bahkan internal audit menjadi salah satu pihak yang turut bekerja sama dengan debitur. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengatasi ketidak berjalanan serta mengefektifkan pengawasan internal perbankan sehingga tidak mengakibatkan Kredit Bermasalah di kemudian hari dan memberikan solusi yang solutif bagi permasalahan yang timbul akibat pengawasan internal perbankan yang tidak berjalan dengan baik. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan jenis penelitian yang yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, menggunakan data sekunder dengan studi dokumen dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier dan dilengkapi dengan wawancara dari narasumber, dan diolah melalui metode analisis data yang kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pengawasan internal perlu ditingkatkan efektivitasnya sehingga hubungan antara pengawasan internal dengan kredit bermasalah yang dihadapi oleh Bank adalah sebagai upaya untuk memitigasi risiko kredit yang dapat timbul dan bukan sebagai pemicu timbulnya penyimpangan atau kredit bermasalah itu sendiri.
Non Performing Loan as a Consequences of Ineffective Internal Audit This paper will discussed about the relationship between internal audit and non performing loan and also how to improve the effectiveness of internal audit in order to prevent and save the non performing loan. Internal audit is one of application of prudential banking principle and fiduciary duty principle, to monitor Bank activities, included loan activities. Ineffective internal audit can caused non performing loan. The purpose of this study is to overcome ineffective internal audit an make it effective so that it will not causes internal fraud and also non performing loan. Research method which is used in this study is a juridical normative, descriptive, with qualitative method, and the shape of the research is descriptive-analytical, which is empirically gives an overview and explanation based on the analysis conducted in this research. Results from this research is that Bank should improve the effectiveness of internal audit based on the regulations and the policies that enforce to the Bank, so that , it will be used to mitigate the risk of credit, and will not causes the internal fraud or nonperforming loan. Keywords : Internal Audit, Non Performing Loan, Good Corporate Governance, Risk Management, Internal Control System
Pendahuluan Bentuk dari konsep penyaluran dana oleh Bank menjadi suatu kegiatan utama bank umum yang merupakan pemberian pinjaman atau kredit. Dengan adanya kredit, maka dapat
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
memungkinkan masyarakat untuk menggerakkan roda perekonomian bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk suatu negara. Fasilitas kredit ternyata bukan hanya menguntungkan masyarakat sebagai debitur melainkan juga menguntungkan bank sebagai kreditur. Dengan konsep kredit, maka semakin besar kredit yang diberikan akan menjanjikan semakin besar pula pendapatan yang dapat diperoleh bank. Meskipun menjanjikan, pemberian fasilitas kredit bukanlah suatu hal yang tidak mengandung resiko. Sebaliknya, fasilitas kredit memiliki resiko yang cukup rawan dikarenakan adanya kemungkinan ketika debitur melalaikan kewajiban untuk melunasi kredit yang telah ia peroleh. Hal ini menimbulkan efek berkepanjangan berupa kredit bermasalah (karena ketidaklancaran) hingga kredit macet (tidak dapat dibayar sama sekali). Untuk mencegah timbulnya efek ini, maka Bank memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas perkreditan. Penerapan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Perbankan dilaksanakan melalui berbagai pedoman yang dijadikan penilaian oleh suatu Bank dalam seluruh aktivitas perkreditan. Salah satunya adalah dengan melakukan pengawasan, mengingat pentingnya aktivitas perkreditan sebagai usaha yang dijalankan oleh Bank dan konsep penyaluran dana pada masyarakat, Bank harus menjaga dan mengawasi agar aktivitas perkreditan agar dapat memitigasi risiko-risiko yang dapat timbul dari aktivitas perkreditan tersebut. Sayangnya, salah satu faktor yang dapat menyebabkan suatu kredit bermasalah adalah dikarenakan lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Ketika pengawasan internal tidak dilakukan dengan baik, maka, bukan tidak mungkin akan timbul penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai internal Bank, sehingga risiko kredit bermasalah yang seharusnya dihindari, justru malah terjadi. Tentu saja hal ini akan merugikan bank. Hal tersebut dikarenakan kerugian yang ditimbulkan bisa berakibat fatal pada keberlangsungan dan tingkat kesehatan Bank itu sendiri. Lebih lanjut lagi keadaan tersebut tercipta sebagai efek domino dari pengawasan internal yang tidak dilakukan dengan baik oleh bank itu sendiri. Padahal seharusnya pengawasan internal dilakukan oleh Bank untuk menghindari risiko yang dapat terjadi termasuk dalam hal ini adalah risiko kredit sebagai bentuk penerapan prinsip kehati-hatian serta prinsip kepercayaan yang dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan, karena aktivitas perkreditan tidak hanya terhenti saat kredit diberikan, melainkan harus terus di-monitor hingga kredit dilunasi. Berdasarkan halhal tersebut maka rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah hubungan antara pengawasan internal dengan kredit bermasalah yang dihadapi oleh Bank?
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
2. Bagimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan internal dalam rangka pencegahan dan penyelamatan kredit bermasalah? Penelitian
ini
memiliki
tujuan
untuk
mengatasi
ketidak
berjalanan
serta
mengefektifkan pengawasan internal perbankan sehingga tidak mengakibatkan Kredit Bermasalah di kemudian hari dan memberikan solusi yang solutif bagi permasalahan yang timbul akibat pengawasan internal perbankan yang tidak berjalan dengan baik. Tinjauan Teoritis Kredit merupakan salah satu aktivitas perbankan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 Undang-Undang Perbankan. Kredit merupakan usaha yang dijalankan oleh Bank yang merupakan kewajibannya dalam melaksanakan konsep penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan. Kredit merupakan suatu aktivitas yang harus dijalankan dengan aturan-aturan baku yang telah ditentukan, sehingga aktivitas perkreditan tidak menimbulkan risiko kredit yang dapat mengganggu atau merugikan Bank. Oleh karena itu, pada pembahasan ini, sebelum melakukan tinjauan tentang kredit bermasalah, maka perlu dijabarkan terlebih dahulu tinjauan umum tentang kredit, agar diketahui bagaimanakah seharusnya suatu aktivitas perkreditan dijalankan, sehingga tidak timbul persoalan kredit bermasalah dikemudian hari. Berdasarkan pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan1, kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam ketentuan pasal 1 butir 5 Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk : (a) cerukan (overdraft) yaitu saldo negative pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari ; (b) pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang dan
1
Indonesia, Undang-Undang tentang Perbankan,UU No. 7 Tahun 1992, LN. No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472 Tahun 1998, Ps. 8 ayat (1) (sebagaimana telah diubah dengan Undng-Undang No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790).
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
(c) pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.2 Ketika suatu aktivitas kredit berjalan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, hal ini tentu saja akan dapat merugikan bagi Bank. Hal ini dikarenakan ketika suatu aktivitas kredit tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka, risiko kredit bukan tidak mungkin akan semakin tinggi, yang membuat suatu kredit yang telah dicairkan dikhawatirkan tidak dapat dikembalikan. Sebenarnya, meskipun aktivitas kredit telah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, risiko kredit masih memiliki kemungkinan untuk dapat terjadi, akan tetapi, bisa saja risiko yang mungkin timbul tidak akan terlalu tinggi. Ketika suatu kredit mulai mengalami ketersendatan dalam pembayaran dan dikhawatirkan tidak dapat dikembalikan, hal ini sudah harus menjadi suatu pertanda bagi Bank untuk mengawasi aktivitas kredit sehingga kredit tidak akan mengalami suatu kondisi yang disebut sebagai kredit bermasalah. Kredit bermasalah didefinisikan sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan tersendat-sendat sampai dengan kredit yang sulit memperoleh pelunasan.3 Suatu kredit dapat dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau non performing loan apabila kualitas kredit tersebut tergolong pada tingkatan kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lima kolektibilitas yaitu:4-5 1. Kredit Lancar ; 2. Kredit Dalam Perhatian Khusus; dengan kriteria: 3. Kredit Kurang Lancar ; dengan kriteria: 4. Kredit Diragukan ; dengan kriteria: 5. Kredit Macet; dengan kriteria : Ketika suatu kredit mengalami kondisi sebagaimana dimaksud dalam nomor 3, nomor 4 atau nomor 5, maka suatu kredit sudah dapat dikatakan dalam kondisi bermasalah, sehingga Bank sudah harus mewaspadai hal ini dan mengawasi secara ketat agar kredit sebisa mungkin dapat dikembalikan lagi kualitasnya seperti semula atau jika keadaan sudah terlalu tidak memungkinkan untuk kredit dikembalikan kualitasnya seperti semula, maka kredit sebisa mungkin diselesaikan dengan cara-cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku bagi Bank. 2
Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum PBI No. No14/15/PBI/2012, LN No. 202 Th. 2012,TLN. No. 5354, ps.1. 3 Ibid., hlm. 23. 4 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, PBI No. No14/15/PBI/2012, LN No. 202 Th. 2012,TLN. No. 5354, ps. 12 ayat 3. 5 Kriteria kolektibilitas kredit selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tertanggal 31 Juli 2013 yang terdapat dalam lampiran 1.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Fungsi pengawasan kredit itu sendiri menurut SK Direktur Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR harus diawali dari adanya upaya yang bersifat pencegahan sedini mungkin dari terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam perkreditan atau terjadinya pemberian praktek perkreditan yang tidak sehat yang juga meliputi pengawasan sehari-hari oleh manajemen bank atas setiap pelaksanaan pemberian kredit (pengawasan melekat) dan audit intern terhadap semua aspek perkreditan. Berdasarkan fungsi tersebut maka fungsi pengawasan kredit terdiri atas: 1. Struktur Pengendalian intern. Pengendalian intern harus dilakukan berdasarkan struktur yang memadai serta mampu menjamin bahwa dalam pelaksanaan perkreditan dapat dicegah dari penyimpangan wewenang berbagai pihak yang dapat merugikan bank serta terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat. 2. Pengawasan Melekat. Pengawasan melekat dilakukan terkait dengan: a. Penilaian atas kualitas portfolio perkerditan secara menyeruluh disertai penjelasan atas kerdit yang kualitasnya menurun untuk kredit-kredit yang berada pada tanggung-jawab pengawasanya. b. Adanya kredit-kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan perbankan dan ketentuan intern bank. c. Besarnya tunggakan bunga yang ditambahkan pada saldo debit kredit dari kredit-kredit yang diplafondering yang tidak termasuk kredit dalam rangka penyalamatan untuk kredit-kredit yang berada pada pengawasanya. d. Pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan pejabat perkerditan yang berada dalam cakupan pengawasannya disertai dengan tindakan atau saran perbaikan. 3. Audit Internal Audit internal adalah upaya lanjutan dalam pengawasan kredit untuk memastikan apakah pemberian kredit telah dilakukan dengan benar sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan bank (KPB) dan telah memenuhi prinsip perkreditan bank yang sehat serta
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
mematuhi ketentuan yang berlaku dalam perkreditan yang wajib dilakukan oleh bank dan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Audit Intern inilah yang melaksanakan pengawasan internal. Pengawasan internal ialah bagian lapis ketiga dari sistem pengendalian internal yang memastikan agar pekerjaanpekerjaan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi sesuai dengan yang direncanakan untuk menjaga dan mengamankan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan atas tujuan organisasi. Pengawasan Internal dalam sistem perbankan merupakan bagian dari sistem pengendalian internal yang merupakan salah satu cakupan dalam penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf d Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diamanatkan dalam pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Pengawasan internal dilakukan oleh internal audit atau satuan aparat pengawas internal, tidak hanya berkewajiban untuk mendeteksi apabila terjadi suatu fraud atau kesalahan yang dilakukan aparat internal, akan tetapi ia mengawasi aktivitas yang telah melewati tahap first line of defences dan second line of defences. Di bidang perkreditan, maka pengawasan internal akan fokus pada pemeriksaan keseluruhan proses perkreditan yang telah terjadi dan telah melewati tahapan first line of defences dan second line of defences yaitu terkait apakah dalam hal pemberian kredit, standar prosedur pemberian kredit telah dipenuhi baik oleh debitur maupun oleh pegawai yang memproses pemberian kredit sampai pejabat pemutus kredit. Metode Penelitian Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan kali ini ialah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang mana menggambarkan secara tepat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala6 yang dilakukan terhadap hukum positif yang tertulis untuk menarik asas-asas hukum yang terdapa di dalam hukum perkreditan perbankan.7
6
Sri Mamudji, et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4. 7
Ibid., hlm. 4.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Oleh karena itu, maka data-data yang akan dipergunkan dalam penelitian ini adalah berasal dari data sekunder melalui studi dokumen yang berasal dari peraturan perundangundangan, yurisprudensi, buku, jurnal dan internet yang man memiliki ciri-ciri umum diantaranya : 1.
Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat siap dipergunakan dengan segera
2.
Baik bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh penelitipeneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian tidak mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa , maupun konstruksi data8
Lebih lanjut bahwasanya dalam penelitian ini berbagai macam data sekunder yang akan diambil adalah berupa:9 1.
Bahan hukum primer. yaitu bahan hukum yang paling memiliki kekuatan yang mengikat pada masyarakat dan terdiri dari: a. Norma atau kaedah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. b. Peraturan dasar. 1.Batang Tubung Undang-Undang Dasar 1945. c. Peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini akan dipergunakan berbagai peraturan perundangundangan diantaranya seperti : 1.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 ( atau selanjutnya dalam skripsi ini akan disebut sebagai Undang-Undang Perbankan).
2.
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
3.
Undang-Undang lain yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian.
d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan seperti peraturan yang dibuat dari Bank Indonesia terkait dengan perkreditan seperti : 1.
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
14/15/PBI/2012
Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
8
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 2 (Jakarta : UI Press, 1982) hlm. 12. Ibid., hlm.52.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
tentang
2.
Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tertanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Perkreditan Bank Umum.
3.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tertanggal 31 Juli 2013 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
4.
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 ( atau selanjutnya dalam skripsi ini disebut sebagai Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum).
5.
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
8/4/PBI/2006
tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. 6.
Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) Dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum.
7.
Peraturan lain yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian.
e. Yurisprudensi (apabila dibutuhkan). f. Traktat (apabila dibutuhkan). g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). 2. Bahan hukum sekunder lainnya yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku ataupun skripsi, tesis atau disertasi yang telah dibuat sebelumnya, yang dalam pengutipan atau pengambilan data akan dicantumkan melalui footnote dan/atau daftar pustaka. 3. Bahan hukum tertier seperti bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan sebagainya yang dalam pengutipan atau pengambilan data akan dicantumkan melalui footnote dan/atau daftar pustaka. Pada dasarnya, penelitian dimaksudkan untuk mengisi kekosongan-kekosongan yang ada baik itu berdasarkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Meskipun penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yuridis normatif akan tetapi penulis tidak membatasi alat pengumpulan data pada studi dokumen saja. Untuk mendukung data sekunder maka penulis
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
juga akan menggunakan wawancara sebagai alat pengumpulan data, yang dilakukan terhadap narasumber-narasumber ahli yang dapat menunjang penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini juga akan menggunakan metode analisis data yang kualitatif, yang sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis sehingga akan menghasilkan suatu data yang deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh.10 Hasil Penelitian Pengawasan internal merupakan implementasi dari pelaksanaan good corporate governance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 huruf c Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 yang mana harus dilaksanakan oleh Bank dalam menjalankan seluruh kegiatan operasional perbankan termasuk aktivitas perkreditan. Pengawasan internal merupakan konsep yang dikembangkan untuk menjaga sistem pengendalian internal. Sistem pengendalian internal diatur dalam 4 ayat 2 jo. Pasal 2 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Dalam menjaga sistem pengendalian internal tersebut dikembangkan konsep three lines of defenses yang terdiri dari first line of defenses yang dipegang oleh SOP dan manajemen (atau dalam aktivitas perkreditan sebagaimana diatur dalam SK Direktur BI No. 27/162/Kep/Dir sebagai Struktur Pengendalian Internal). Sementara second line of defenses dipegang oleh Kegiatan Control yang dilakukan terhadap
suatu unit tertentu (Pengawasan Melekat, dalam SK
Direktur BI No. 27/162/Kep/Dir) serta third line of defenses yang dipegang oleh pengawasan internal atau internal audit. Untuk melakukan pengawasan internal dalam bidang perkreditan maka ruang lingkup Internal Audit meliputi:11 1. Credit worthiness of loan, yaitu pemeriksaan terhadap penggunaan dana kredit oleh nasabah. Pemeriksaan ini antara lain untuk mengetahui: a. Pembiayaan kredit digunakan untuk proyek apa dan bagaimana prospek dari proyek tersebut. b. Apakah penggunaan kredit tersebut merupakan satu-satunya sumber dana bagi proyek tersebut. 10 11
Op. Cit, hlm. 32. Ibid., hlm. 100.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
c. Apakah memungkinkan bagi nasabah mengembalikan kredit pada waktunya. d. Apakah posisi keuangan debitur cukup sehat sehingga memungkinkan untuk diberikan fasilitas kredit. e. Apakah izin usaha telah lengkap dan masih valid. f. Apakah calon debitur telah memenuhi syarat sebagai subyek hukum. g. Apakah wewenang dan tanggung jawab pengurus-pengurus perusahaan debitur. h. Apakah debitur tidak termasuk yang di black-list di Bank Indonesia.12 2. Legal Effectiveness of Documentation, yaitu pemeriksaan terhadap dipenuhi atau tidaknya syarat-syarat hukum. Dalam pemeriksaan ini dilakukan antara lain: a. Meneliti apakah akte pendirian dan akte perusahaan debitur memenuhi syarat untuk memperoleh kredit investasi atau apakah status yuridis perusahaan memenuhi syarat untuk memperoleh kredit investasi. b. Meneliti apakah izin usaha dari instansi yang berwenang telah lengkap dan masih valid. c. Meneliti apakah calon nasabah telah memenuhi syarat-syarat sebagai subyek hukum. d. Meneliti wewenang dan tanggung jawab pengurus perusahaan debitur. e. Meneliti apakah debitur termasuk dalam daftar black list yang dikeluarkan Bank Indonesia. f. Meneliti apakah debitur telah memiliki nomor wajib pajak yang masih berlaku dan yang bersangkutan telah menyelesaikan semua kewajiban fiskalnya.13 3. Adequacy Security for Loan yaitu pemeriksaan terhadap jaminan pinjaman yang dijaminkan oleh debitur. Dalam pemeriksaan ini antara lain dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Meneliti daftar barang jaminan nasabah dan mengelompokkannya atas barang-barang menurut nilai jual kembalinya (resalevalue).
12
Yanthi Marlenia, “Peranan Fungsi Internal Auditing dan Control dalam upaya meminimasi kredit macet pada suatu bank pemerintah,” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok , 1996), hlm. 19. 13
Ibid., hlm. 19-20.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
b. Membandingkan estimasi nilai jual kembalinya (resalevalue) barangbarang jaminan posisi utang debitur apakah memadai. c. Meneliti apakah barang-barang jaminan yang diserahkan tersebut milik dari nasabah yang bersangkutan dan apabila bukan apakah telah dilengkapi dengan surat kuasa yang memadai menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. d. Melakukan pengecekan kembali (rechecking) apakah bukti-bukti asli dari dokumen pemilikan barang-barang jaminan telah dikuasai bank secara lengkap.14 4. General Administration and Operation of Loan, yaitu pemeriksaan terhadap prosedur-prosedur atau tata cara pemberian kredit. Dalam pemeriksaan ini yang dilakukan antara lain: a. Mereviu prosedur-prosedur pemberian kredit apakah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada bank yang bersangkutan. b. Mengetahui apakah proses pengajuan kredit dilakukan oleh pihak debitur yang bersangkutan atau melalui pihak ketiga. c. Mengetahui apakah pemutusan kredit didasarkan pada prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. d. Mengetahui apakah plafon kredit yang diberikan tidak melebihi plafon atau wewenang pemutusan kredit eksekutif bank yang bersangkutan. e. Mengetahui apakah penarikan kredit dari rekening debitur yang dibuka dilakukan setelah syarat-syarat pemberian kredit dipenuhi oleh nasabah.15 Dalam melakukan pengawasan internal, maka internal audit mengevaluasi ruang lingkup tersebut terhadap keseluruhan proses pemberian kredit bank terkait apakah pemberian kredit telah dilakukan dengan benar sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan bank (KPB) dan telah memenuhi prinsip perkreditan bank yang sehat misalnya prinsip kepercayaan, kehati-hatian serta the 5c’s of credit yang menjadi prinsip-prinsip utama dalam melakukan perkreditan serta mematuhi ketentuan yang berlaku dalam perkreditan yang wajib dilakukan oleh bank dan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pengawasan internal akan melakukan pengawasan terkait pada proses persetujuan kredit, maka pengawasan internal melakukan pengawasan atas: 14 15
Ibid., hlm. 20. Ibid., hlm. 20-21.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
1. Tahap pengajuan permohonan. Dalam tahapan ini, maka pengawasan internal akan mengevaluasi kembali terkait dengan apakah dalam tahap ini, calon debitur telah mengajukan permohonan kredit dengan dilengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh bank sebagai kreditur. Selain itu, pengawasan internal juga perlu untuk melakukan evaluasi terkait apakah tujuan dan manfaat kredit yang ada saat kredit telah diberikan sama dengan tujuan dan manfaat saat kredit belum diberikan. Pengawasan internal juga perlu untuk mengawasi apakah besarnya kredit serta cara pengembalian kredit yang diajukan oleh calon debitur adalah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan oleh Bank. Pengawasan internal juga mengawasi terkait dengan apakah pada saat pengajuan permohonan, calon debitur menyerahkan agunan atau jaminan yang sesuai dengan nilai kredit yang hendak diajukan. 2. Tahap analisis kredit. Dalam tahap ini, maka pengawasan internal melakukan review terhadap apakah analisis kredit yang dilakukan telah mengikuti bentuk dan format dalam analisis kredit, jumlah dan jenis kredit sesuai dengan peraturan Bank Indonesia yang berlaku. Selain itu, pengawasan internal juga melakukan pengawasan atas analisis kredit terkait dengan apakah analisis kredit yang dibuat kala itu telah Menggambakan semua informasi yang berkaitan dengan usaha dan data pemohon termasuk hasil penelitian pada daftar kredit macet, Penilaian atas kelayakan jumlah permohonan kredit dengan proyek atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan sasaran menghindari kemungkinan terjadinya praktek mark up yang dapat merugikan bank, menyajikan penilaian yang obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan pemohon kredit. Pengawasan internal terhadap tahap analisis kredit ini sangat penting. Hal tersebut dikarenakan analisis kredit akan memberikan rekomendasi terhadap apakah suatu kredit pantas untuk diberikan pada calon debitur atau tidak. Sehingga apabila ternyata analisis dibuat secara asal dan pengawasan internal melepaskan hal tersebut, risiko akan semakin besar kemungkinannya untuk terjadi. Pengawasan internal juga dalam hal ini harus memastikan apakah analisis kredit telah dibuat berdasarkan the 5c’s of credit, dan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perkreditan. 3. Tahap pemberian persetujuan kredit.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Dalam tahapan ini maka pengawasan internal melakukan pengawasan terkait apakah
keputusan
pemberian
persetujuan
kredit
diberikan
berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh tim analisis kredit serta telah menyesuaikan batasan yang diberikan direksi (kantor pusat). Apabila memang tidak diberikan berdasarkan dua hal tersebut, maka pengawasan internal memastikan bahwa alasan yang diberikan pun harus jelas dan memang bukan semata-mata dilakukan untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan. Setelah pengawasan internal dilakukan terhadap proses persetujuan kredit, maka pengawasan internal dilanjutkan terhadap proses perjanjian kredit. Dalam proses perjanjian kredit maka pengawasan internal harus melakukan pengawasan terhadap perjanjian yang dibuat oleh bank sebagai kreditur dengan calon debitur. Pengawasan dilakukan terkait dengan keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank serta terkait dengan jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit tersebut. Selanjutnya, pengawasan internal akan mengawasai terkait dengan proses pencairan kredit. Pengawasan di proses persetujuan pencairan kredit dilakukan atas apakah kredit diberikan setelah seluruh syarat-syarat yang ditetapkan dalam persetujuan dan pencairan kredit telah dipenuhi oleh pemohon kredit, serta harus dipastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi Bank. Apabila ternyata pengawasan internal menemukan adanya ketidak sesuaian dan penyimpangan-penyimpangan dalam proses perkreditan tersebut, maka pengawasan internal akan
melakukan
evaluasi
terhadap
proses
ini
secara
menyeluruh
dan
dapat
merekomendasikannya pada Direksi. Apabila terdapat penyimpangan yang diakibatkan oleh pengawasan internal yang tidak efektif, maka dalam hal ini telah terjadi beberapa pelanggaran yang cukup berlapis, mengingat peraturan terkait dengan perbankan tidak hanya sebatas Undang-Undang Perbankan saja. Beberapa pelanggaran yang dapat terjadi dalam pengawasan internal diantaranya adalah : 1. Pelanggaran terhadap prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam konsep penyaluran dana oleh bank dibutuhkan suatu prinsip kehati-hatian dan prinsip kepercayaan atas nasabah sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang didasari pada analisis terhadap the 5C’s of Credit. Apabila pengawasan internal dilakukan secara tidak efektif yang menimbulkan adanya penyimpangan-penyimpangan, maka terdapat
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
pelanggaran atas dua prinsip tersebut. Konsekuensi terhadap pelanggaran pasal ini dapat merujuk pula terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 dan pasal 50 Undang-Undang Perbankan. 2. Pelanggaran atas Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Dalam pasal 33 ayat 4 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, apabila bank tidak memberikan laporan secara lengkap atau tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang material maka Bank dapat dikenakan sanksi administrative. Dalam hal ini bentuk penyimpangan dalam pengawasan internal juga dapat dikenakan sansi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat 5 Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, dikarenakan laporan yang dibuat oleh Bank haruslah dengan dokumen dan informasi material yang teruji kebenarannya melalui pengawasan internal terlebih dahulu. 3. Pelanggaran terhadap Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance. Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa pengawasan internal merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan Good Corporate Governance. Dalam pasal 70 Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance, maka apabila direktur kepatuhan serta fungsi audit intern tidak dijalankan sebagaimana mestinya, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Pelanggaran yang dimaksud adalah terhadap pasal 8 Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Fungsi Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum . Pengawasan internal secara tidak langsung akan dapat mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Hal in dikarenakan pengawasan internal akan berbanding lurus dengan kredit itu sendiri. Semakin bagus pengawasan internal dilaksanakan maka akan semakin baik pula keberlangsungan suatu kredit, namun sebaliknya ketika pengawasan internal tidak baik maka performance serta suatu risiko akan kredit bermasalah bisa terjadi. Efektivitas dari pengawasan internal akan dapat menjaga sistem pengendalian internal apabila suau
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
permasalahan ternyata menembus first line of defenses serta second line of defenses. Oleh karena itu pengawasan internal perlu untuk ditingkatkan. Hal-hal yang harus ditingkatkan diantaranya : a. Penerapan GCG dalam pengawasan internal harus ditingkatkan b. Peningkatan kompetensi internal audit melalui peningkatan pengetahuan internal audit terkait informasi bisnis serta keberlangsungan kredit dan harus pula dapat memberikan solus atas risiko kredit bermasalah yang terjadi c. Pemantauan secara rutin terhadap pengawasan internal d. Dukungan terhadap pengawasan internal Metode peningkatan dilaksanakan dengan cara a.
Pelaksanaan GCG terhadap perkreditan baik dalam proses pemberian maupun pemantauan kredit
b.
Memperbaiki first line dan second line karena pengawasan internal tidak diapat dilaksanakan sendiri
c.
Apabila ditemukan adanya kelemahan dalam aktivitas pengawasan internal maka harus dilaporkan terhadap pihak yang berwenang untuk hal tersebut
d.
Pemberian dukungan terhadap seluruh aktivitas pengawasan internal
e.
Pengawasan internal juga harus terus mengikuti praktik modern, perkrembangan zaman serta ilmu pengetahuan.
f.
Pemahaman terkait dengan prinsip-prinsip perbankan
g.
Pemantauan rutin pengawasan internal
h.
Melalui kepatuhan serta integritas
Pembahasan
Pengawasan internal merupakan tindakan pencegahan atau sistem peringatan dini yang dilakukan terhadap aktivitas perbankan termasuk perkreditan dengan cara mendeteksi penyimpangan dan mengevaluasi apakah kredit telah diberikan dan dijalankan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku terhadap Bank tersebut. Pengawasan internal dilakukan terhadap keseluruhan aktivitas perkreditan dengan menggunakan metode risk based approach, yaitu terhadap risiko-risiko yang dianggap berpotensi tinggi untuk membahayakan aktivitas perbankan serta kesehatan Bank
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Apabila pengawasan internal dilaksanakan secara efektif maka ia mampu untuk mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Karena diharapkan ia mampu untuk menjadi bagian dari solusi serta mampu memberikan rekomendasi perbaikan yang mampu mengeliminir penyebab yg sistemik dari suatu penyimpangan yang dapat menimbulkan kredit bermasalah. Ia akan mendeteksi kesalahan administrasi maupun fraud sehingga risiko kredit bermasalah dapat dihindari Atau bahkan membantu untuk menyelamatkan kredit bermasalah yang terjadi karena adanya kesalahan yang terjadi. Sebaliknya jika pengawasan internal tidak dilaksanakan secara efektif maka risiko tidak akan teridentifikasi secara dini yang akan menimbulkan banyak permasalahan termasuk kredit bermasalah atau berdampak pada kolektibilitas kredit. Hal ini disebabkan karena dengan tidak efektifnya pengawasan internal maka akan dapat menimbulkan penyimpanganpenyimpangan yang dilakukan dalam internal Bank yang bisa menimbulkan kredit bermasalah dengan manipulasi aktivitas perkreditan. Efektivitas pengawasan internal dalam rangka mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah dapat ditingkatkan dengan adanya pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance terhadap perkreditan, baik itu dalam proses pemberian kreditnya hingga proses pemantauan kreditnya. Bank dalam hal ini perlu untuk memperbaiki first line dan second line of defences terutama yang menjadi panduan dalam perkreditan karena efektivitas pengawasan internal tidak dapat berdiri sendiri untuk dapat menjaga sistem pengendalian internal. Selain itu, apabila pengawasan internal ternyata menemukan adanya kelemahankelemahan, maka hal itu haruslah segera dilaporkan terhadap pihak-pihak yang berwenang untuk itu, sehingga kelemahan dapat segera teratasi. Efektivitas pengawasan internal dalam perkreditan juga harus didukung oleh seluruh elemen yang ada di perbankan itu sendiri, sehingga pengawasan dapat dilakukan secara maksimal dan hasil dari pengawasan pun dapat menjadi rekomendasi yang baik untuk mengatasi permasalahan kredit yang terjadi. Pengawasan internal juga seharusnya dilaksanakan dengan mengikuti praktik-praktik modern dan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan sehingga diharapkan pengawasan internal dapat memberikan solusi pada kredit bermasalah. Internal audit harus memahami prinsip kehati-hatian dan prinsip kepercayaan serta prinsip 5C, hingga Peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia terkait dengan perkreditan baik itu berupa Peraturan Bank Indonesia maupun Surat Edaran Bank Indonesia, baik itu berupa Good Corporate Governance, Penerapan Manajemen Risiko hingga Pedoman Penyusunan Kebijakan Kredit Bank untuk melakukan pengawasan internal terhadap perkreditan yang terkandung dalam Undang-Undang Perbankan.
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Efektivitas daripada pengawasan internal terhadap perkreditan juga terus perlu untuk dipantau secara rutin, agar selalu terjaga efektivitasnya dan terus meningkat. Pengawasan internal juga harus dilaksanakan melalui Kepatuhan dari internal audit selaku pengawas internal terhadap hukum yang ada dan berlaku bagi dirinya serta adanya integritas. Pemantauan terhadap keberlangsungan kredit pun harus dilaksanakan semaksimal mungkin untuk dapat meningkatkan pengawasan internal dalam rangka mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Kesimpulan Hubungan yang terjadi antara pengawasan internal dengan kredit bermasalah yang dihadapi oleh Bank adalah bahwa pengawasan internal itu sendiri memiliki pengaruh sebagai third line of defences untuk menjaga sistem pengendalian internal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang dilakukan oleh Bank untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan secara hukum maupun administratif yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan, kebijakan serta ketentuan internal bank dalam melaksanakan kegiatan operasional Bank, termasuk perkreditan. Pengawasan internal yang dilakukan secara efektif dapat mengupayakan adanya pencegahan kredit bermasalah ataupun penyelamatan kredit bermasalah, namun sebaliknya apabila pengawasan internal tidak dapat dilakukan secara efektif, maka dapat menimbulkan permasalahan terkait penyimpangan yang bisa menjadi factor penyebab dari kredit bermasalah. Pengawasan internal dilakukan untuk melakukan tindalan pencegahan (preventive action), atau membangun sistem peringatan dini (early warning system or alert system) yang efektif dari Bank, dimana berbagai risiko yang mungkin terjadi beserta dampaknya dapat diidentifikasi, diukur, dan akhirnya dapat diminimalkan sekecil mungkin (controllable risk). Dalam melakukan pengawasan internal, maka internal audit mengevaluasi ruang lingkup tersebut terhadap keseluruhan proses pemberian kredit bank terkait apakah pemberian kredit telah dilakukan dengan benar sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan bank (KPB) dan telah memenuhi prinsip perkreditan bank yang sehat misalnya prinsip kepercayaan, kehati-hatian serta the 5c’s of credit yang menjadi prinsip-prinsip utama dalam melakukan perkreditan serta mematuhi ketentuan yang berlaku dalam perkreditan yang wajib dilakukan oleh bank dan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director)
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum. Dengan demikian, maka pengawasan internal adalah mutlak adanya dimiliki oleh setiap Bank berdasarkan peraturan-peraturan tersebut. Peningkatan efektivitas pengawasan internal perlu dilakukan dikarenakan peranan penting yang ia miliki dalam aktivitas Perbankan, termasuk dalam perkreditan yang merupakan salah satu aktivitas utama Bank dalam penyaluran dana pada masyarakat. Peningkatan efektivitas diharapkan mampu untuk mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Dalam rangka mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah , maka efektivitas pengawasan internal perlu ditingkatkan dengan cara : 1. Meningkatkan penerapan Good Corporate Governance dalam pengawasan internal terhadap perkreditan. 2. Memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam perkreditan dan memperkuat three lines of defences. 3. Peningkatan dukungan terhadap eksistensi pengawasan internal dalam perkreditan. 4. Meningkatkan fungsi pengawasan internal melalui praktik-praktik modern dan perkembangan
zaman
serta
ilmu
pengetahuan
sehingga
diharapkan
pengawasan internal dapat memberikan solusi pada kredit bermasalah. 5. Melakukan upaya pemantauan terhadap efektivitas dari pengawasan internal itu sendiri. 6. Meningkatkan integritas serta komitmen dari internal audit serta menerapkan sanksi atas fraud yang dapat menimbulkan persoalan kredit bermasalah. Saran Berdasarkan simpulan tersebut maka Bank perlu untuk melaksanakan pengawasan internal secara efektif terhadap perkreditan mengingat sifat dari pengawasan internal yang berbanding lurus dengan perkreditan. Peranan pengawasan internal yang efektif dapat membantu Bank untuk mencegah dan menyelamatkan kredit bermasalah. Dalam hal ini, pengawasan internal haruslah didukung oleh seluruh elemen yang ada di Bank, karena pengawasan internal adalah lini terakhir dalam penjagaan sistem pengendalian internal, yang secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap persoalan kredit bermasalah itu sendiri. Bank juga harus menerapkan kebijakan serta sanksi yang tegas dalam pelaksanaan pengawasan internal itu. Sehingga diharapkan penyimpangan-penyimpangan hukum tidak
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
akan terjadi dan tidak menimbulkan adanya faktor penyebab kredit bermasalah agar risiko kredit dapat dihindari. Daftar Referensi Buku Bahsan, M. (2008) Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. ed.1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Daniri, Mas Achmad. (2014). Lead by GCG. cet.1. Jakarta: Gagas Bisnis Indonesia Fuady, Munir. (1996). Hukum Perkreditan Kontemporer. Cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Harun, H.M. Hazniel. (1995). Aspek-Aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit Perbankan. Jakarta : IND HILL Co. Hermansyah. (2008). Hukum Perbankan Nasional Indonesia. ed.rev. cet. 4. Jakarta: Kencana. ______. (2007). Manajemen Perbankan. Ed.1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kumaat, Valery G. (2011). Internal Audit. Jakarta: Erlangga. Mamudji, Sri. et.al. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Muljono, Teguh Pudjo. (1987). Bank Auditing Petunjuk Pemeriksaan Intern Bank. Jakarta: Djambatan. ___________________. (1996). Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersiil. ed.3. cet.3. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Rahman, Hassanudin. (1995). Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Soekanto, Soerjono. (1982). Pengantar Penelitian Hukum. cet. 2. Jakarta : UI Press. Sutarno. (2005). Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank. cet.3. Bandung: CV. Alfabeta. Suyatno, Thomas. (1989). Dasar-dasar perkreditan. Jakarta: PT. Gramedia. Skripsi, Tesis dan Disertasi Amilianti, Sri. (1995). Pengawasan kredit pada BRI . Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 1995 Suriandhi, Denny. (1993). Prosedur Pengawasan Kredit pada Bank “X” dan Bank “Y”. Skripsi Universitas Indonesia, Depok. Marlenia, Yanthi. (1996). Peranan Fungsi Internal Auditing dan Control dalam upaya meminimasi kredit macet pada suatu bank pemerintah. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok , 1996 Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Lainnya Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. PBI No. 8/4/PBI/2006. LN No. 6 Th. 2006. TLN No. 4600 Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) Dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum. PBI No. 1/6/PBI/1999. LN No. 158 Th. 1999. TLN No. 3883 Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. PBI No. 5/8/PBI/2003. LN No. 56 Th. 2003. TLN No. 4292 Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. PBI No. 14/15/PBI/2012. LN No. 202 DPNP Th. 2012. TLN No. 5354 Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. PBI No. 11/25/PBI/2009. LN No. 103 Th. 2009. TLN No. 5029
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014
Indonesia. Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No. 37 Tahun 2004. LN No. 131 Th. 2004, TLN No. 4443 Indonesia. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun 1998. LN. No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790 Indonesia. Undang-Undang tentang tentang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992. LN. No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472 Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013 Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tertanggal 31 Juli 2013 Surat Edaran Bank Indonesia No.5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 Internet www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=80 diunduh tanggal 28 November 2014 www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=131 diunduh tanggal 1 Desember 2014 www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=133 diunduh tanggal 1 Desember 2014 www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=134 diunduh tanggal 1 Desember 2014 www.itjen.kemenkeu.go.id/page/detil.aspx?id=135 diunduh tanggal 1 Desember 2014
Kredit Bermasalah sebagai ..., Prima Anindya Kartika, FH UI, 2014