TESIS
HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR
NANDINI PARAHITA SUPRABA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR
NANDINI PARAHITA SUPRABA NIM 1392161042
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana
NANDINI PARAHITA SUPRABA NIM 1392161042
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 9 Juni 2015
Pembimbing I
Dr. Luh Seri Ani, SKM, M.Kes NIP. 19691221 200812 2 001
Pembimbing II
Ni Putu Widarini, SKM, MPH NIP. 19791224 200501 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. dr. DN. Wirawan, MPH NIP. 19481010 197702 1 001
Prof. Dr. dr. AA Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 9 Juni 2015
Panitia Penguji Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1580/UNI4.4/HK/2015
Tanggal 10 Juni 2015
Ketua : Dr. Luh Seri Ani, SKM, M.Kes Anggota : 1. Ni Putu Widarini, SKM, MPH 2. Prof. DR. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA (K) 3. DR. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si 4. DR. dr. RA. Tuty Kuswardhani, SpPD, KGer, MARS FINASIM, M.Kes
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Nama
: Nandini Parahita Supraba
NIM
: 1392161042
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul Tesis
: Hubungan Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Dan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Nandini Parahita Supraba
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tesis yang berjudul “Hubungan Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Dan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar” dengan tepat waktu. Tesis ini disusun sebagai salat satu persyaratan dalam menempuh Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Uniersitas Udayana. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana atas semangat, dorongan, bimbingan dan saran dalam penulisan hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada Dr. Luh Seri Ani, SKM, M.Kes dan Ni Putu Widarini, SKM, MPH yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penulisan Tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.dr Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
Ucapan yang sama ditujukan kepada Tim Penguji pada sidang penelitian tesis yaitu Prof. DR. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA (K), DR. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si dan DR. dr. RA. Tuty Kuswardhani, SpPD, KGer, MARS FINASIM, M.Kes yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Kepala Puskesmas I Denpasar Utara, Bidan Pemegang Program Posyandu Lansia di Puskesmas I Denpasar Utara, Kepala Desa, Kader Lansia, serta Responden (Lansia) di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara yang telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Papa Mardi Yuwono (Alm) dan Mama Endang Ratna Sucini serta adik- adikku (Dita dan Ana) yang tak pernah henti memberi semangat dan mendoakanku, keluarga, sahabat serta semua teman Angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat. Penulis menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.
Penulis
ABSTRAK
HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR
Peningkatan jumlah penduduk lansia akan membawa dampak terhadap berbagai kehidupan. Dampak utama peningkatan lansia ini adalah peningkatan ketergantungan lansia. Untuk itu diharapkan lansia bisa memiliki kualitas hidup yang baik dan bisa hidup mandiri sehingga bisa mengurangi angka ketergantungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional analytic dengan pengambilan sampel sejumlah 144 lansia secara multistage sampling. Data dikumpulkan di wilayah Puskesmas I Denpasar Utara pada bulan April 2015. Analisis data secara bivariat menggunakan uji chi square dan secara multivariat menggunakan regresi logistik. Penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian kualitas hidup kurang pada lansia di wilayah Puskesmas I Denpasar Utara sebesar 64,58%. Variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup pada lansia adalah aktifitas sosial (OR=3,85, p=0,021), interaksi sosial (OR=5,59, p=0,001), fungsi keluarga (OR=21,7, p=0,000). Variabel yang turut berpengaruh adalah jenis kelamin (OR=6,42, p=0,004), pekerjaan (OR=9,81, p=0,001). Sebesar 43,50% kualitas hidup dipengaruhi oleh variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kesehatan, aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga. Kualitas hidup kurang di wilayah Puskesmas I Denpasar Utara masih tinggi dan yang paling berhubungan adalah fungsi keluarga sehingga dalam pengembangan program lansia diharapkan dapat melibatkan keluarga lansia untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.
Kata kunci : Kualitas Hidup Lansia, Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga
ABSTRACT THE RELATIONSHIP BETWEEN SOSIAL ACTIVITIES, SOCIAL INTERACTION AND FAMILY FUNCTION WITH QUALITY OF LIFE AMONG ELDERLY PEOPLE IN THE REGION OF NORTH DENPASAR HEALTH CENTER I DENPASAR CITY
Increase of elderly population will have an impact on a variety of life. The main effect of increase in the elderly people is the increase dependency of the elderly. Elderly is expected to have a good quality of life can live independently so that it can reduce the rate of dependence. This study aimed to determine the relationship between sosial activities, social interaction and family function with quality of life among elderly people in Health Public Center I North Denpasar. This study was cross sectional analytic study with total sample 0f 144 elderly people was determined by multistage sampling. Data collect in the region of North Denpasar Health Center I in april 2015. Bivariat analytic used chi square and multivariat analytic used logistic regression. Result showed that the incidence of less quality of life among the elderly in the region of Health Public Center I North Denpasar was 64,58%. Significant variables associated with quality of life among the elderly is social activity (OR=3,85, p=0,021), social interaction (OR=5,59, p=0,001), family function (OR=21,7, p=0,000). Gender (OR=6,42, p=0,004) and occupation (OR=9,81, p=0,001) wil also influence quality of life. Quality of life among the elderly people was 43,50% influenced by gender, education, employment, health status, social activity, social interaction, and family function. Less quality of life in the region of Health Public Center I North Denpasar still higher and the most variable that influence it is family function so in developing elderly program, family of the elderly is needed to increase quality of life. Keyword : Quality of life, social activity, social interaction, family function
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DEPAN………………………………………………………………
i
SAMPUL DALAM…………………………………………………………….
ii
PRASYARAT GELAR………………………………………………………..
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….......... iv LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………..
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME……………………………………. vi UCAPAN TERIMA KASIH…………………………………………………… vii ABSTRAK……………………………………………………………………… ix ABSTRACT……………………………………………..……………………..
x
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………....
xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… xv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG………………………………… xvi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………... xvii BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………… 5 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………. 5 1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………… 5 1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………………….. 5 1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………. 6 1.4.1 Manfaat Teoritis……………………………………………… 6 1.4.2 Manfaat Praktis………………………………………………
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………. .. 7 2.1 Kualitas Hidup Lansia………………………………………………. 7 2.2 Penurunan Pada Lansia……………………………………………... 8 2.3 Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia……………………..…………… 10
2.4 Faktor–Faktor Yang Berkaitan Dengan Kualitas Hidup Lansia……. 11 2.5 Hubungan Antara Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia………………..………… 20 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………………………………………………………… 25 3.1 Kerangka Berpikir………………………………………………….. 25 3.2 Konsep Penelitian………………………………...………………..
27
3.3 Hipotesis Penelitian……………...………………………………… 28 BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………........
29
4.1 Rancangan Penelitian…………………………………………........ 29 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………… 29 4.3 Penentuan Sumber Data…………………………………………… 30 4.4 Variabel Penelitian………………………………………………… 31 4.5 Instrumen Penelitian………………………………………………
34
4.6 Prosedur Penelitian…………….………………………………….
34
4.7 Analisis Data………………………………………………………
35
4.8 Etika Penelitian……………………………………………………
36
BAB V HASIL PENELITIAN……..……………………………………........
37
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………........ 37 5.2 Karakteristik Responden…..……………………………………… 38 5.3 Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga ………….…… 40 5.4 Hubungan Antara Karakteristik Responden Dengan Kualitas Hidup……………………………………………………………… 41 5.5 Hubungan Antara Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga, dan Dengan Kualitas Hidup…………………………………….… 44 5.6 Hasil Analisis Multivariat.…….…………………………………. BAB VI PEMBAHASAN…………..……………………………………........
45 48
6.1 Karakteristik Lansia……………………..……………………........ 49 6.2 Aktifitas Sosial dan Kualitas Hidup Lansia……….………….…… 54 6.3 Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup Lansia……….………….…… 55 6.4 Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Lansia…….………….……… 56
6.6 Keterbatasan Penelitian……………………..…….………………
57
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………...……………........
59
7.1 Simpulan……………………..…………………………….…........ 59 7.2 Saran……………………………………………….………….…… 60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR Halaman 3.1 Konsep Penelitian…………………………...…………………………….. 27
DAFTAR TABEL Halaman 4.1 Definisi Operasional Variabel……………………………………………..
31
5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015………………………………………………
39
5.2 Distribusi Frekuensi Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga, dan Kualitas Hidup di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015……………………………………………………………….
40
5.3 Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015………………………….…….
41
5.4 Hubungan Antara Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga, dan Kualitas Hidup di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015……………………………………………..………….…….
44
5.5 Hasil Analisis Multivariat Variabel Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga, Status Kesehatan dan Kualitas Hidup di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015……………………………………………..………….…….
46
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG SINGKATAN APGAR
: Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve
BPS
: Badan Pusat Statistik
Depsos
: Departemen Sosial
Dinkes
: Dinas Kesehatan
GDS
: Geriatric Depression Scale
Kemenkes
: Kementrian Kesehatan
KTP
: Kartu Tanda Penduduk
Lansia
: Lanjut Usia
MMSE
: Mini Mental State Examination
Posyandu
: Pos Pelayanan Terpadu
Puskesmas
: Pusat Kesehatan Masyarakat
WHO
: World Health Organization
WHOQOL
: World Health Organization Quality of Life
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Informed Consent Lampiran 2. Formulir Penelitian Lampiran 3. Lembar Observasi Lampiran 5. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Universitas Udayana Lampiran 6. Surat Keterangan Kelaikan Etik dari Ethical Clearance Universitas Udayana Lampiran 7. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Denpasar Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar Lampiran 11. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Puskesmas I Denpasar Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun. Banyaknya penurunan yang terjadi pada lanjut usia, menuntut lansia dapat menyesuaikan diri dengan penurunan tersebut. Beberapa masalah yang dihadapi oleh lanjut usia dalam proses penyesuaian diri tersebut yaitu permasalahan dalam hal ekonomi, permasalahan sosial budaya, permasalahan dalam hal kesehatan dan permasalahan psikologis lansia. WHO (World Health Organization) membagi lanjut usia menurut tingkatan usia lansia yakni usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut tua (75-84 tahun), usia sangat tua (>84 tahun) (Notoatmodjo, 2007). Hasil Sensus Penduduk 1971, jumlah penduduk lansia di Indonesia sekitar 5,31 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat pada tahun 2010 menjadi hampir 4 kali lipat yaitu sekitar 18,04 juta jiwa (BPS RI, 2010). Populasi lansia di Bali yaitu sebanyak 9% sehingga Bali memasuki era penduduk berstruktur tua karena jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas telah melebihi tujuh persen (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Kota Denpasar sebagai salah satu kabupaten di Bali juga memiliki populasi lansia lebih dari tujuh persen yaitu sebesar 8,4% pada tahun 2014 (Dinkes Kota Denpasar, 2014). Angka Harapan Hidup di Indonesia setiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2012, Angka Harapan Hidup Indonesia pada tahun 2012 yaitu 69,87 tahun lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup tahun 2011 yang sebesar 69,65 tahun (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2012, Angka Harapan Hidup Provinsi Bali mencapai 70,84 tahun lebih tinggi jika dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup tahun 2011 yang sebesar 70,78 tahun. Sementara di Kota Denpasar, Angka Harapan Hidup tahun 2012 mencapai 73,12 tahun lebih tinggi jika dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup tahun 2011 yang sebesar 73,06 tahun (Dinkes Provinsi Bali, 2014). Proses menua merupakan suatu kondisi yang wajar dan tidak dapat dihindari dalam fase kehidupan. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini akan membawa dampak terhadap berbagai kehidupan. Dampak utama peningkatan lansia ini adalah peningkatan ketergantungan lansia. Ketergantungan ini disebabkan oleh kemunduran fisik, psikis, dan sosial lansia. Untuk itu diharapkan lansia bisa memiliki kualitas hidup yang baik dan bisa hidup mandiri sehingga bisa mengurangi angka ketergantungan (Yuliati dkk, 2014). Pemerintah telah mencanangkan berbagai pelayanan di bidang sosial serta pelayanan di bidang kesehatan pada kelompok usia lanjut melalui beberapa jenjang. Posyandu lansia dengan kegiatan rutin berupa senam lansia merupakan suatu pelayanan di bidang kesehatan di tingkat masyarakat, adanya Puskesmas merupakan pelayanan di bidang kesehatan lansia tingkat dasar, dan adanya Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Namun upaya – upaya tersebut ternyata belum cukup maksimal karena masih ada lansia dengan kualitas hidup yang masih buruk (Depsos RI, 2003).
Peningkatan jumlah penduduk lansia yang disebabkan oleh angka harapan hidup yang tinggi tentunya diikuti dengan ketersediaan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Jika akses terhadap pelayanan kesehatan rendah maka kualitas hidup lansia pun akan ikut rendah. Jumlah penduduk usia lanjut yang mendapat pelayanan kesehatan di Kota Denpasar pada tahun 2012 yakni sebanyak 14.397 jiwa (80,59%) dari jumlah sasaran sebanyak 17.864 jiwa (Dinkes Kota Denpasar, 2012). Pada tahun 2013, tidak mengalami peningkatan, jumlah lansia yang mendapat pelayanan kesehatan yakni sebanyak 15.837 jiwa (80,59%) dari jumlah sasaran sebanyak 19.651 jiwa (Dinkes Kota Denpasar, 2013). Jumlah penduduk usia lanjut yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar pada tahun 2012 yakni sebanyak 320 jiwa (23%) dari jumlah sasaran sebanyak 1369 jiwa (Puskesmas I Denpasar Utara, 2012). Pada tahun 2013, tidak mengalami peningkatan, jumlah lansia yang mendapat pelayanan kesehatan yakni sebanyak 336 jiwa (22%) dari jumlah sasaran sebanyak 1505 jiwa (Puskesmas I Denpasar Utara, 2013). Puskesmas Denpasar Utara dipilih sebagai tempat penelitian karena memiliki cakupan layanan kesehatan lansia terendah dibandingkan dengan puskesmas lain di Kota Denpasar. Hasil studi pendahuluan dengan metode survei kepada 10 lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara didapatkan hasil bahwa salah satu masalah yang terjadi pada penduduk lansia adalah masalah kualitas hidup lansia. Menurut hasil survei peneliti, sebagian besar kualitas hidup dalam kategori kurang yakni sebesar 70%. Kualitas hidup kurang lebih banyak dijumpai pada lansia dengan
interaksi sosial yang kurang (85%), aktivitas sosial yang kurang (85%) dan memiliki fungsi keluarga kurang (60%). Menurut Kaplan dan Saddock pada tahun (2007) lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatankegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan sebaliknya sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Penelitian oleh Rantepadang pada tahun (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara interaksi sosial dan lansia yang hidupnya berkualitas. Penelitian oleh Dewianti dkk pada tahun (2013) menyebutkan bahwa fungsi keluarga akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Dari hasil studi pendahuluan di Puskesmas 1 Denpasar Utara didapatkan 7 dari 10 lansia dengan kualitas hidup kurang. Pada lansia dengan kualitas hidup kurang juga lebih banyak dijumpai dengan status kesehatan yang kurang (70%), dengan tingkat pendidikan rendah (70%), lansia yang tidak bekerja (85%), lansia yang tidak memiliki penghasilan (85%). Penelitian oleh Nawi dkk pada tahun (2010) menyatakan bahwa perempuan, tidak menikah/janda/duda, umur lebih lebih tua, status pendidikan yang rendah dan status ekonomi yang rendah memiliki hubungan dengan status kesehatan yang rendah pada lansia serta berhubungan dengan kualitas hidup. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Adakah Hubungan Antara Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, dan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. 1.3.2
Tujuan Khusus Penelitian ini ingin mengetahui : a. Karakteristik sosio demografi lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. b. Proporsi kualitas hidup lansia berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, status gizi, status pernikahan dan status kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. c. Hubungan aktivitas sosial dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. d. Hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
e. Hubungan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Penelitian ini mendapatkan bahwa fungsi keluarga yang paling kuat berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Disamping itu, variabel confounding seperti jenis kelamin dan pekerjaan juga berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Sehingga penelitian lebih lanjut tentang kualitas hidup lansia diarahkan pada variabel – variabel tersebut. 1.4.2
Manfaat praktis a. Bagi pengembangan bidang kesehatan, hasil penelitian ini sebagai bahan untuk meningkatkan pelayanan dalam kesehatan lansia baik dari Dinas Kesehatan melalui program kesehatan maupun dari Puskesmas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. b. Bagi lansia, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi lansia agar lansia melalui peningkatan fungsi keluarga mendapat perhatian dari keluarga dan tenaga kesehatan. c. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi masyarakat tentang menjaga kualitas hidup lansia.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Hidup Lansia WHO (World Health Organization) membagi lanjut usia menurut tingkatan usia lansia yakni usia pertengahan (45-59 tahun), usia lanjut (60-74 tahun), usia lanjut tua (75-84 tahun), usia sangat tua (>84 tahun) (Notoatmodjo, 2007). Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari – hari, ketergantungan pada bantuan medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial, hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan, kendaraan, keamanan, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial. Kualitas hidup dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Pada umumnya lanjut usia mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pada lanjut usia menjadi mengalami penurunan. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sehingga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia (Yuliati dkk, 2014).
Agar kualitas hidup lansia meningkat, maka dalam penyesuaian diri dan penerimaan segala perubahan yang dialami, lansia harus mampu melakukan hal tersebut. Selain itu, lingkungan yang memahami kebutuhan dan kondisi psikologis lansia membuat lansia merasa dihargai. Tersedianya media atau sarana bagi lansia membuat lansia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki (Sutikno, 2007). Berdasarkan penelitian tentang kualitas hidup, kualitas hidup penduduk Indonesia dengan kriteria kurang, lebih banyak dijumpai pada golongan umur lanjut, perempuan, tingkat pendidikan rendah, tidak bekerja, tinggal di daerah pedesaan, serta sosial ekonomi tergolong miskin. Penduduk yang menderita penyakit tidak menular, cedera, menderita gangguan mental emosional, menyandang faktor risiko antara, dan tinggal di rumah dengan lingkungan terpapar memiliki kualitas hidup kurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penduduk adalah golongan umur, kemudian adanya gangguan mental emosional, tinggal di rumah dengan lingkungan terpapar dan jenis kelamin (Pradono dkk, 2007). 2.2 Penurunan Pada Lansia 2.2.1 Perubahan Kondisi Fisik Pada Lansia Perubahan kondisi fisik pada lansia antara lain : a. Penurunan jumlah sel, cairan tubuh serta cairan intraselular. Protein dalam otak, ginjal, otot, hati serta dan darah akan berkurang, mekanisme perbaikan sel menjadi terganggu, terjadi atrofi pada otak, berat otak berkurang 5 – 10 %.
b. Pada sistem persarafan lansia, lansia menjadi lambat dalam merespon sesuatu, saraf pancaindra mengecil. c. Sistem pendengaran pada lansia menurun ditandai dengan hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam. d. Terjadi sklerosis pupil dan hilangnya respon sinar bisa menyebabkan penglihatan lansia menjadi berkurang. e. Pada sistem kardiovaskuler, jantung sudah tidak bisa memompa darah secara optimal. f. Pada sistem pengaturan temperatur tubuh, tubuh seorang lansia sudah tidak bisa memproduksi panas yang maksimal. Ha ini menyebabkan aktifitas otot menjadi berkurang. g. Sistem pernafasan yang menurun ditandai dengan hilangnya elastisitas paru – paru. h. Pada sistem gastrointestinal, lansia akan kehilangan gigi, indra pengecap menurun, fungsi absorpsi akan mengalami penurunan. i. Sekresi lendir vagina pada lansia perempuan akan berkurang. Produksi testis pada lansia laki – laki semakin menurun. Produksi hormon pada lansia akan menurun. j. Hilangnya jaringan lemak pada lansia menyebabkan kulit keriput pada lansia. Rambut pada lansia akan semakin tipis serta terjadi perubahan warna yaitu menjadi lebih kelabu.
2.2.2 Perubahan Psikologis Pada Lansia Perubahan psikologis pada lansia dipengaruhi oleh keadaan fisik lansia yang mengalami penurunan, kondisi kesehatan pada lansia, tingkat pendidikan pada lansia, keturunan (hereditas), serta kondisi lingkungan dimana lansia berada. Perubahan psikologis pada lansia adalah kenangan (memory) serta IQ (Intellgentia Quantion) yakni kemampuan verbal lansia, penampilan lansia, persepsi lansia serta ketrampilan psikomotor lansia menjadi berkurang. 2.2.3 Perubahan Psikososial Lansia akan mengalami penurunan tingkat kemandirian dan psikomotor. Tingkat kemandirian yakni kemampuan lansia untuk melakukan sesuatu. Fungsi psikomotor yakni meliputi gerakan, tindakan, serta koordinasi. Adanya penurunan fungsi pada tingkat kemandirian serta psikomotor menyebabkan lansia mengalami suatu perubahan dari sisi aspek psikososial. Hal ini tentunya dikaitkan dengan kepribadian lansia (Hardywinoto dan T., 2005) 2.3 Alat Ukur Kualitas Hidup Lansia Bagian kesehatan mental WHO mempunyai proyek organisasi kualitas kehidupan dunia (WHOQOL). Proyek ini bertujuan mengembangkan suatu instrumen penilaian kualitas hidup. Instrumen WHOQOL – BREF ini telah dikembangkan secara kolaborasi di berbagai belahan dunia. Instrumen ini terdiri dari 26 item pertanyaan dimana 2 pertanyaan tentang kualitas hidup lansia secara umum dan 24 pertanyaan lainnya mencakup 4 domain. 4 domain tersebut adalah : a. Kesehatan Fisik yaitu pada pertanyaan nomer 3, 4, 10, 15, 16, 17 dan 18 b. Psikologis yaitu pada pertanyaan nomer 5, 6, 7, 11, 19 dan 26
c. Hubungan sosial yaitu pada pertanyaan nomer 20, 21, dan 22 d. Lingkungan yaitu pada pertanyaan nomer 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24 dan 25 (WHO, 2004). World Health Organization (WHO) telah mengembangkan sebuah instrumen untuk mengukur kualitas hidup seseorang yaitu WHO Quality of Life BREF (WHOQOL-BREF). Distribusi ke-26 pertanyaan dari WHOQOL-BREF adalah simetris dan hasil penelitian menunjukkan instrumen WHOQOL-BREF valid dan reliable untuk mengukur kualitas hidup pada lansia. Kemampuan crosscultural dari instrumen WHOQOL-BREF merupakan suatu keunggulan dan mendukung premis yang menyatakan instrumen ini dapat digunakan sebagai alat screening. WHOQOL-BREF merupakan suatu instrumen yang valid dan reliable untuk digunakan baik pada populasi lansia maupun populasi dengan penyakit tertentu. Instrumen ini telah banyak digunakan di berbagai negara industri maupun berkembang pada populasi penderita hati dan paru-paru yang kronik sebagai alat screening (Salim dkk, 2007). Instrumen WHOQOL-BREF merupakan instrumen yang sesuai untuk mengukur kualitas hidup dari segi kesehatan terhadap lansia dengan jumlah responden yang kecil, mendekati distribusi normal, dan mudah untuk digunakan (Hwang dkk, 2003).
2.4 Faktor – Faktor Yang Berkaitan Dengan Kualitas Hidup Lansia 2.4.1 Kondisi Fisik 2.4.1.1 Tingkat Kemandirian Untuk mengukur tingkat kemandirian lansia digunakan Indeks Barthel yang meliputi : a. Kemampuan makan dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10 b. Kemampuan berpindah dari atau ke tempat tidur dan sebaliknya, dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5-10 dan mandiri diberi nilai 15 c. Kemampuan menjaga
kebersihan diri,
mencuci
muka, menyisir,
mencukur, dan menggosok gigi dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberinilai 0 dan mandiri diberi nilai 5 d. Kemampuan untuk mandi dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 0 dan mandiri diberi nilai 5 e. Kemampuan berjalan dijalan yang datar dengan penilaian sebagai berikut bantuan 10 dan mandiri 15 f. Kemampuan naik turun tangga dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10 g. Aktivitas di toilet (menyemprot, mengelap) dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10 h. Kemampuan berpakaian dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10
i. Kemampuan mengontrol defekasi dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10 j. Kemampuan berkemih dengan penilaian sebagai berikut : dengan bantuan diberi nilai 5 dan mandiri diberi nilai 10 (Mahoney, F.L dan Barthel, 1965) 2.4.1.2 Keadaan Umum Pemeriksaan fisik secara umum pada lansia yakni meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, tekanan darah, tanda-tanda vital atau TTV, berat badan, tinggi badan serta postur tulang belakang pada lansia. Lansia yang sehat akan berada pada tingkat kesadaran penuh (composmentis), tekanan darah 140/90mmHg sampai dengan 160/90mmHg, tanda – tanda vital (nadi 60-70x/menit, pernafasan 14-16x/menit, suhu
) (Noorkasiani, 2009).
Menurut WHO pada tahun (2002) adanya kifosis atau pembengkokan pada tulang belakang lansia dapat menyebabkan pengukuran tinggi badan pada lansia sulit untuk dilakukan. Lansia tidak dapat berdiri tegak sehingga diperlukan pengukuran tinggi lutut untuk mengukur tinggi badan pada lansia. Rumus untuk pengukuran tinggi badan lansia melalui pengukuran tinggi lutut adalah sebagai berikut : Tinggi Badan (Laki-Laki)
= 59,01 + (2,08 x TL)
Tinggi Badan (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x TL) Catatan : TL = Tinggi Lutut (dalam satuan centimeter)
Gizi lebih atau kegemukan merupakan masalah yang sering terjadi pada lanjut usia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kegemukan pada lanjut usia. Pada lansia terjadi penurunan kegiatan sel-sel dalam tubuh, sehingga kebutuhan akan zat-zat gizi juga ikut menurun. Asupan makanan yang tetap namun kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh lansia mengalami penurunan menyebabkan penumpukan makanan dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan kegemukan bahkan menjadi penyakit. Kencing manis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi adalah beberapa penyakit yang berkaitan dengan gizi lebih pada lansia. Untuk itu diperlukan adanya pengaturan diet bagi lansia (Irianto, 2014) Masalah gizi yang kurang pada lansia dapat disebabkan oleh anoreksia yang berkepanjangan. Hal tersebut menyebabkan penurunan berat badan pada lansia. Gizi kurang juga sering diakibatkan oleh penyakit infeksi kronis, penyakit jantung kongestif, masalah sosial dan ekonomi atau sebab lain. Kehilangan berat badan terjadi amat berlebihan sehingga asupan makanan tak dapat mengimbangi kehilangan yang cepat itu. Keadaan kurang gizi pada lansia ini juga perlu mendapat penanganan diet khusus (Irianto, 2014). IMT (Indeks Massa Tubuh) adalah suatu alat untuk pemantauan status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan cara :
IMT = [
]
2.4.1.2 Kondisi Psikologis Lansia Penuaan pada lanjut usia sangat dikaitkan dengan perubahan anatomi, perubahan fisiologi, terjadi kesakitan atau hal – hal yang bersifat patologi dan
perubahan psikososial. Depresi adalah gangguan psikologis yang kita ketahui sering dialami lanjut usia. Interaksi faktor biologi, fisik, psikologis, serta sosial pada lanjut usia bisa mengakibatkan depresi pada lanjut usia (Soejono dkk, 2009). Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi dalam diri manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih serta gejala yang menyertainya, termasuk perubahan pada pola tidur, perubahan nafsu makan, perubahan psikomotor, sulit berkonsentrasi, merasa tidak bahagia, sering merasa kelelahan, sering timbul rasa putus asa, merasa tidak berdaya, serta keinginan bunuh diri (Kaplan dan Saddock, 2007). Depresi pada usia lanjut lebih sulit diseteksi karena : 1. Kecemasan serta histeria yang merupakan suatu gejala dari depresi justru sering menutupi depresinya 2. Masalah sosial sering membuat depresi menjadi rumit 3. Usia lanjut sering menutupi kesepian serta rasa sedih dengan justru lebih aktif dalam kegiatan di masyarakat (Soejono dkk, 2009). Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien geriatri dapat memperbaiki kualitas hidup, status fungsional, dan mencegah kematian dini. Tanda dan gejala depresi yakni: 1. Hilangnya minat atau rasa senang, hampir setiap hari 2. Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna 3. Insomnia atau hipersomnia, hampir setiap hari 4. Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari 5. Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energi), hampir tiap hari
6. Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari 7. Sulit konsentrasi 8. Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri (Soejono dkk, 2009) Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada usia lanjut. Pertanyaan yang panjang dan banyak pada GDS-30 pertanyaan membuat peneliti mengembangkan versi yang lebih pendek, bervariasi antara 15 pertanyaan dan 1 pertanyaan. Di antara versi-versi tersebut, GDS 15 pertanyaan paling sering digunakan untuk mendeteksi depresi pada lanjut usia dan dapat berfungsi sebaik GDS 30 pertanyaan (Wongpakaran N, 2013). 2.4.3. Fungsi Kognitif Fungsi kognitif adalah kemampuan berfikir rasional yang terdiri dari beberapa aspek. Fungsi kognitif diukur dengan Mini Mental State Examination (MMSE). Hasil skornya yaitu kognitif normal (skor : 16–30) dan gangguan kognitif (skor : 0-15). Aspek yang dinilai pada MMSE adalah status orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori, bahasa dan kemampuan menulis serta menggambar spontan (Folstein dkk, 1975). Fungsi
kognitif
yang
menurun
dapat
menyebabkan
terjadinya
ketidakmampuan lansia dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari. Hal ini dapat mengakibatkan para lansia sering bergantung pada orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia (Reuser dkk , 2010).
Olahraga atau latihan fisik merupakan kegiatan yang dapat menghambat kemunduran kognitif akibat dari penuaan. Peningkatan kebugaran fisik serta senam otak (Senam Vitalisasi Otak)
dapat meningkatkan potensi kerja otak
(Markam dkk, 2006). Faktor usia dapat berhubungan dengan fungsi kognitif. Perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi penyimpanan informasi (storage) hanya mengalami sedikit perubahan. Sedangkan fungsi yang mengalami penurunan yang terus menerus adalah kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi baru dan kecepatan beraksi terhadap rangsangan sederhana ataukompleks, penurunan ini berbeda antar individu (Lumbantobing, 2006). 2.4.2 Aktivitas Sosial Aktivitas sosial merupakan salah satu dari aktivitas sehari – hari yang dilakukan oleh lansia. Lansia yang sukses adalah lansia yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. Contoh aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan aktivitas sosial yang dikemukan oleh Marthuranath pada tahun (2004) dalam Activities of Daily Living Scale for Elderly People adalah lansia mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya bersama lansia lainnya atau orangorang terdekat, menjalankan hobi serta aktif dalam aktivitas kelompok. Aktivitas sosial merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat di lingkungan sekitar (Napitupulu, 2010). Menurut Yuli pada tahun (2014) Teori aktivitas atau kegiatan (activity theory) menyatakan bahwa lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah lansia yang sukses.
2.4.3 Interaksi Sosial Sebagai makhluk sosial manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya, makhluk yang mampu berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dari proses berpikir muncul perilaku atau tindakan sosial. Ketika seseorang bertemu dengan orang lainnya, dimulailah suatu interaksi sosial. Seseorang dengan orang lainnya melakukan komunikasi baik secara lisan maupun isyarat, aktivitas-aktivitas itu merupakan suatu bentuk interaksi sosial. Terdapat beberapa macam interaksi sosial. Dari sudut subjek, ada 3 macam interaksi sosial yaitu interaksi antar perorangan, interaksi antar orang dengan kelompoknya atau sebaliknya, interaksi antar kelompok. Dari segi cara, ada 2 macam interaksi sosial yaitu interaksi langsung yaitu interaksi fisik, seperti berkelahi, hubungan seks dan sebagainya, interaksi simbolik yaitu interaksi dengan menggunakan isyarat (Subadi, 2009). Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi sosial merupakan suatu proses di mana manusia melakukan komunikasi dan saling mempengaruhi dalam tindakan maupun pemikiran. Penurunan derajat kesehatan dan kemampuan fisik menyebabkan lansia secara perlahan akan menghindar dari hubungan dengan orang lain. Hal ini akan mengakibatkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto dan T., 2005). Teori pembebasan (disengagement theory) menyatakan bahwa seseorang secara perlahan mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya dengan semakin bertambahnya umur. Sering terjadi kehilangan (triple loss) yakni kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya kontak komitmen yang
disebabkan karena interaksi sosial lansia menurun baik secara kualitas maupun kuantitas (Yuli, 2014). Penelitian Rantepadang pada tahun (2012) menyebutkan bahwa ada hubungan yang kuat antara interaksi sosial dengan kualitas hidup pada lansia. Semakin baik interaksi sosial lansia, semakin tinggi pula kualitas hidupnya. Penelitian oleh Sanjaya dan Rusdi pada tahun (2012) menyatakan bahwa responden yang memiliki interaksi sosial yang baik tidak akan merasa kesepian dalam hidupnya dan hal ini tentu dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan resiko kematian. Lansia sering kehilangan kesempatan partisipasi dan hubungan sosial. Interaksi sosial cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan kognitif, kematian teman, fasilitas hidup atau home care (Estelle dkk, 2006). Menurut (Santrock, 2003) interaksi sosial berperan penting dalam kehidupan lansia. Hal ini dapat mentoleransi kondisi kesepian yang ada dalam kehidupan sosial lansia. 2.4.4 Fungsi Keluarga Menurut Yuli pada tahun (2014) fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antar anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu. Kuisioner APGAR digunakan untuk mengukur level kepuasan hubungan di dalam suatu keluarga, yakni penilaian terhadap lima fungsi pokok keluarga, yaitu :
1) Adaptasi (Adaptation) Penilaian adaptasi yaitu dengan menilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang dibutuhkannya dari anggota keluarga yang lain. 2) Kemitraan (Partnership) Penilaian kemitraan yaitu dengan menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dan musyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah. 3) Pertumbuhan (Growth) Penilaian pertumbuhan yaitu dengan menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan kedewasaan setiap anggota keluarga. 4) Kasih Sayang (Affection) Penilaian kasih sayang yaitu dengan menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang yang terjadi dalam keluarga. 5) Kebersamaan (Resolve) Penilaian kebersamaan yaitu dengan menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi banyak hal dalam keluarga. 2.5 Hubungan Antara Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, dan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Penelitian oleh Sutikno pada tahun (2007) memenukan bahwa faktor umur lansia mempunyai hubungan dengan kualitas hidup pada lansia. Menurut
Nugroho, pada tahun (2000) kualitas hidup lansia akan semakin buruk dengan bertambahnya usia. Dengan pertambahan usia maka akan ada perubahan dalam cara hidup seperti merasa kesepian dan sadar akan kematian, hidup sendiri, perubahan dalam hal ekonomi, penyakit kronis, kekuatan fisik semakin lemah, terjadi perubahan mental, ketrampilan psikomotor berkurang, perubahan psikososial yaitu pensiun, akan kehilangan sumber pendapatan, kehilangan pasangan dan teman, serta kehilangan pekerjaan dan berkurangnya kegiatan. Semakin bertambahnya umur membuat kualitas hidup lansia terus menurun. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci
mempertahankan
status
sosialnya
berdasarkan
kemampuannya
bersosialisasi. Interaksi sosial yang menjadi syarat utama terjadinya aktivitasaktivitas sosial ini merupakan hubungan sosial yang dinamis. Hasil penelitian oleh Rosmalina,dkk pada tahun (2003) menunjukkan bahwa aktivitas sosial mempunyai hubungan yang bermakna dengan tingkat kesegaran jasmani lansia yang tentunya dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Dengan interaksi sosial, lansia dapat berpikir positif dan optimis tentang kehidupan melalui keanggotaan dalam sebuah perkumpulan (Noorkasiani, 2009). Menurut Nugroho pada tahun (2009) bahwa lansia juga perlu diberi kesempatan untuk bersosialisasi atau berkumpul dengan orang lain sehingga dapat mempertahankan keterampilan berkomunikasi, juga untuk menunda kepikunan. Menurut Abdullah pada tahun (2006) hubungan antara satu manusia atau lebih dengan manusia lainnya melalui komunikasi mempunyai tujuan dalam kehidupan di masyarakat dimana terjadi kontak sosial antar-perorangan, antar-kelompok,
atau antara kelompok dengan perorangan yang dapat bersifat primer atau langsung dan sekunder atau tidak langsung. Lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatankegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan apabila penyesuaian diri lanjut usia itu tidak baik dengan kurang berinteraksi dengan tetangga dan masyarakat sekitar maka dukungan sosial yang di dapatkan lanjut usia tidak baik juga. Penyesuaian diri sangat berhubungan erat terhadap dukungan sosial sehingga berpengaruh terhadap kehidupan lanjut usia baik kehidupan sekarang ataupun yang akan datang (Kaplan dan Saddock, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rantepadang pada tahun (2012) interaksi sosial juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis lansia. Semakin baik interaksi sosial, maka semakin baik pula kondisi psikologis lansia dan tentunya hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup pada lansia tersebut. Menurut (Pradono dkk, 2007) menurunnya kondisi kesehatan akan menimbulkan limitasi aktivitas sehingga akan menirnbulkan keluhan kualitas hidup yang buruk. Krause pada tahun (2009) menyatakan bahwa adanya aktivitas sosial lansia yang berupa kehadiran pelayanan keagamaan dan adanya dukungan emosional kepada lansia dapat
membantu lansia mencari kesejahteraan dan
tujuan dalam hidup. Sebuah penelitian di Cina mengenai kualitas hidup pada lanjut usia menyatakan interaksi lansia serta ikatan dalam keluarga sangat mempengaruhi kualitas hidup (Gillespie, 2011).
Keluarga merupakan kelompok dimana kelompok ini memiliki peranan yang sangat penting untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada anggota keluarga. Kualitas hidup dipengaruhi oleh status ekonomi. Kualitas hidup akan buruk jika status ekonomi rendah karena menyebabkan hambatan untuk memperoleh makanan sehat serta bergizi, pendidikan yang memadai, tempat tinggal yang layak, serta pelayanan dalam mengatasi masalah kesehatan yang optimal akan terganggu. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup, jika tingkat pendidikan rendah maka kualitas hidup akan buruk karena pengetahuan lansia tentang kualitas hidup menjadi rendah (Sutikno, 2007). Hasil penelitian oleh Dewianti dkk pada tahun (2013) menunjukkan bahwa fungsi keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup lansia (p<0,05), dengan peran sebesar 2,3 kali terhadap peningkatan kualitas hidup lanjut usia. Sebagian besar responden berumur 60-74 tahun serta memiliki riwayat pendidikan SD. Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh, sehingga akan berakibat pada penurunan fungsi jalan, penurunan keseimbangan, serta penurunan pada kemampuan fungsional. Tingkat kemandirian pada lanjut usia akan menurun sehingga kualitas hidupnya juga akan mengalami penurunan (Utomo, 2010). Suatu penelitian di Makassar mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kemandirian dengan kualitas hidup lanjut usia (Aziz, 2015). Depresi dapat menjadi suatu permasalahan baik pada lanjut usia maupun keluarganya, menyebabkan parahnya penyakit, mengakibatkan adanya kecacatan,
dan membutuhkan sistem pendukung yang luas. Hal ini akan berdampak pada kesehatan jiwa dan kualitas hidup lansia (Carito, 2009). Hasil penelitian sebelumnya di Jakarta menunjukkan menunjukan ada hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dan kualitas hidup lansia dengan p value sebesar 0,000 (Kasuma, 2015). Di kalangan para lansia penurunan fungsi kognitif merupakan penyebab terbesar terjadinya ketidakmampuan dalam melakukan aktifitas normal seharihari, dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya ketergantungan terhadap orang lain untuk merawat diri sendiri (care dependence) pada lansia (Reuser dkk , 2010). Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia, namun seringkali fungsi kognitif sering dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada lansia (Firdaus, 2010). Sebuah penelitian di Depok menyatakan bahwa fungsi kognitif berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia (Lidwina, 2011).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Berpikir Kualitas hidup dipengaruhi aktifitas sosial, interaksi sosial,
fungsi
keluarga serta dukungan sosial (baik dari pasangan, keluarga, maupun masyarakat). Kualitas hidup akan semakin buruk dengan semakin tuanya umur lansia. Pertambahan usia lansia mengakibatkan perubahan dalam cara hidup seperti semakin sadar akan kematian, merasa kesepian, terjadi perubahan ekonomi, mengalami penyakit kronis, kekuatan fisik semakin lemah, terjadi perubahan mental, ketrampilan psikomotor berkurang, terjadi perubahan psikososial yaitu pensiun, kehilangan sumber pendapatan, kehilangan pekerjaan dan kegiatan sehari – hari, ditinggalkan oleh pasangan dan teman. Seorang lansia yang dapat berinteraksi sosial dengan tetangga dan masyarakat sekitar dan melakukan aktivitas sosial dengan mengikuti kegiatankegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, hal tersebut akan mempengaruhi kondisi kesehatan baik dari segi fisik maupun psikologis lansia dan akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup lansia tersebut. Keluarga memiliki suatu peran yang sangat besar dalam menentukan kesehatan seorang lansia yang kemudian akan berhubungan dengan kualitas hidup lanjut usia. Bila fungsi suatu keluarga lansia tersebut dalam keadaan baik maka dapat mempengaruhi perkembangan emosi para anggotanya.Keadaan emosi pada lanjut usia pada umumnya sangat labil, terutama jika terjadi perubahan pola kehidupan.
Kualitas hidup akan buruk jika status ekonomi rendah karena menyebabkan hambatan untuk memperoleh makanan sehat serta bergizi, pendidikan yang memadai, tempat tinggal yang layak, serta pelayanan dalam mengatasi masalah kesehatan yang optimal akan terganggu. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi kualitas hidup, jika tingkat pendidikan rendah maka kualitas hidup akan buruk karena pengetahuan lansia tentang kualitas hidup menjadi rendah. Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh aktivitas sosial, interaksi sosial serta fungsi keluarga.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir, dapat digambarkan konsep penelitian sebagai berikut ini:
Karakteristik Lansia 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Status pekerjaan 5. Penghasilan 6. Status Gizi 7. Status Pernikahan 8. Status Kesehatan
Interaksi sosial Fungsi Keluarga
Aktifitas Sosial
Kualitas Hidup Lansia a. Kesehatan Fisik b. Psikologis c. Hubungan sosial d. Lingkungan Dukungan sosial : - Pasangan - Keluarga - Masyarakat
Gambar 3.1 Konsep penelitian Konsep penelitian merupakan modifikasi teori tentang kualitas hidup dari (WHO, 2004), (Mahoney, F.L dan Barthel, 1965), (Wongpakaran N, 2013) dan (Folstein dkk, 1975). Variabel yang tidak diteliti adalah dukungan sosial baik dari pasangan, keluarga dan masyarakat.
3.3 Hipotesis Penelitian Dari konsep penelitian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu: a. Ada hubungan aktivitas sosial dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. b. Ada hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. c. Ada hubungan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dalam penelitian ini adalah cross-sectional analitik
dengan pendekatan survei kuantitatif. 4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara
Kota Denpasar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret – April 2015. 4.3
Penentuan Sumber Data
4.3.1
Populasi Populasi target dalam penelitian ini adalah semua lansia di wilayah kerja
puskesmas, sedangkan populasi terjangkau adalah semua lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar pada tahun 2015. Sampel pada penelitian ini adalah lansia terpilih yang berdomisili di wilayah kerja di Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar . 4.3.2 Kriteria inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60-84 tahun yang bersedia menjadi responden. 4.3.3
Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia sedang dalam keadaan
sakit parah yang tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara terhadapnya.
4.3.4 Besaran sampel Besarnya sampel yang diambil dihitung dengan menggunakan rumus sampel untuk dua proporsi (Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2011).
√
√
keterangan : n
: besarnya sampel : nilai z untuk tingkat kemaknaan α tertentu (1,96 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05) : nilai z untuk power (1- ß) tertentu (0,842 untuk power 80%)
P1
: proporsi efek standar P1 (dari pustaka) yaitu proporsi kualitas hidup baik dengan fungsi keluarga baik (Dewianti dkk, 2013)
P2
: proporsi efek yang diteliti P2 (clinical judgement) proporsi kualitas hidup baik dengan fungsi keluarga kurang (Dewianti dkk, 2013)
P
: ( P1 + P2 )
Q
:1–P
Maka
√
√
72
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk satu kelompok yaitu sebanyak 72 orang, jadi total sampel keseluruhan adalah 144 orang.
4.3.5 Teknik penentuan sampel Teknik penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan multistage sampling. Di Puskemas 1 Denpasar Utara ada 4 desa yaitu Desa Dangin Puri Kangin, Desa Dangin Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kauh, dan Kelurahan Tonja. Dari masing – masing desa akan dipilih satu banjar. Lansia yang terdaftar di banjar secara consequtive akan menjadi sampel dalam penelitian. Semua lansia sejumlah 144 orang dari masing – masing banjar dijadikan responden. 4.4
Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel Variabel penelitian pada penelitian ini adalah aktivitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga dan kualitas hidup pada lansia. 4.4.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel
Tabel 4.1 Definisi operasional Definisi Cara dan Alat Operasional Ukur
Variabel Bebas Aktivitas Aktivitas sosial sosial adalah kegiatan yang dilakukan bersama dengan masyarakat di lingkungan sekitar. Interaksi sosial
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.
Wawancara menggunakan kuisioner aktivitas sosial yang terdiri dari satu pertanyaan
Wawancara menggunakan kuisioner interaksi sosial yang terdiri dari 5 pertanyaan
Skala Pengukuran Nominal 0=Kurang bila lansia tidak mengikuti aktifitas sosial 1=Baik bila lansia mengikuti aktifitas sosial (Rosmalina dkk, 2003) Ordinal 0=Kurang jika score 050 1=baik jika score 51100 (Rantepadang, 2012)
Fungsi keluarga
Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antar anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu. Terdapat 5 fungsi pokok keluarga yaitu : 1) Adaptasi (Adaptation) 2) Kemitraan (Partnership) 3) Pertumbuhan (Growth) 4) Kasih Sayang (Affection) 5) Kebersamaan (Resolve) Variabel Terikat
Wawancara menggunakan kuisioner APGAR yang terdiri dari 5 pertanyaan
Ordinal 0=kurang jika score 050 1=baik jika score 51100 (Yuli, 2014)
Kualitas Hidup Lansia
Kuesioner dengan wawancara WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26 pertanyaan
Ordinal 0=kurang jika score 050 1=baik jika score 51100 (Sutikno, 2007)
Kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial dan kondisi lingkungan. Definisi Variabel Operasional Karakteristik Umur Pengurangan tanggal pengumpulan data dengan tanggal lahir yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) subjek
Cara dan Alat Ukur Kuesioner dengan wawancara dan observasi
Skala Pengukuran
Interval 0= 75 - 84 tahun 1= 60 -74 tahun (Notoatmodjo, 2007)
Jenis Kelamin
Jenis kelamin lanjut usia
Kuesioner dengan wawancara
Pendidikan
Proses pembelajaran yang yang diselesaikan subjek di sekolah formal
Kuesioner dengan wawancara terstruktur
Pekerjaan
Aktivitas yang dilakukan subjek untuk menghasilkan uang
Kuesioner dengan wawancara terstruktur
Penghasilan Penghasilan lansia dalam rupiah
per
bulan
Kuesioner dengan wawancara terstruktur
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan
Observasi
Status pernikahan
Status pernikahan lansia saat penelitian dilakukan
Kuesioner dengan wawancara terstruktur
0=perempuan 1=laki-laki (Simanullang, 2011) Ordinal 0= rendah (≤SMP) 1= tinggi (SMA) (Sutikno, 2007) Nominal 0= tidak bekerja 1= bekerja (Sutikno, 2007) Interval 0= ≤ rerata(≤ Rp. 182.569,-) 1= > rerata(> Rp. 182.569,-) (Sutikno, 2007) 0=kurus (<18,5) 1=normal (18,5-25) 2=gemuk (>25) (Irianto, 2014) Nominal 0=janda/duda 1=menikah (Fitri, 2011)
Status kesehatan
Status kesehatan adalah kondisi kesehatan lansia saat penelitian dilakukan yang terdiri dari status penyakit, fungsi kogntif, tingkat kemandirian, dan depresi
Wawancara menggunakan kuisioner status penyakit, MMSE, tingkat kemandirian, GDS-15
Ordinal 0=kurang jika ada satu / lebih dari empat kriteria yang bernilai buruk 1=baik jika keempat kriteria bernilai baik (Rosmalina et al., 2003)
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian Pada penelitian ini data tentang karakteristik lansia, aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga diperoleh menggunakan kuesioner dengan metode wawancara langsung kepada responden. Pada penelitian ini instrumen penelitian telah diujicobakan terhadap lansia dengan karakteristik sejenis. 4.6 Prosedur Penelitian 4.6.1 Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data dimulai dari pengurusan ijin dan administrasi lainnya yang dibutuhkan dan melakukan uji coba kuisioner pada 15 orang lansia dengan kriteria memiliki ciri-ciri yang sama dengan responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar yang tidak terpilih menjadi sampel yaitu lansia di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat Kota Denpasar. Uji coba kuisioner dilakukan setelah ujian proposal serta sebelum pelatihan terhadap tenaga interviewer (pewawancara) untuk
memastikan apakah responden memahami
pertanyaan dan mampu menjawab dengan baik. Pengumpulan data dilakukan pada banjar – banjar pada saat kegiatan senam lansia. Data dikumpulkan oleh peneliti
bersama interviewer dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner terstruktur kepada responden di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. 4.6.2 Teknik pengolahan data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi: editing,coding, counting, transfering, dan tabulating yang akan dilakukan sebelum melakukan analisis data. 4.7
Analisis Data
4.7.1 Analisis univariat Untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel maka data dari hasil penelitian ini akan dideskripsikan dalam bentuk tabel. Pada penelitian ini analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk besaran proporsi dari kualitas hidup lansia berdasarkan karakteristik lansia. Selain itu, analisis univariat juga digunakan untuk menampilkan hasil penelitian dalam bentuk besaran proporsi pada variabel aktivitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia. 4.7.2 Analisis bivariat Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui perbedaan antar masing-masing karakteristik responden berdasarkan kualitas hidup lansia. Analisis bivariat juga digunakan untuk mengetahui hubungan kemaknaan antara variabel aktivitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square dengan Confidence Interval (CI) 95% melalui software analisis data
4.7.3 Analisis multivariat Analisa multivariat digunakan untuk melihat secara keseluruhan hubungan variabel bebas yakni aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga dengan variabel terikat yakni kualitas hidup lansia. Analisis yang digunakan adalah Logistic Regression dengan Confidence Interval (CI) sebesar 95%. 4.8 Etika Penelitian 4.8.1
Surat Ijin Penelitian Penelitian mengenai Hubungan Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, dan Fungsi
Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar perlu memperhatikan prinsip – prinsip etik yaitu anonymity dan confidentiality. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan mengurus Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 4.8.2
Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent) Lembar persetujuan ini diberikan kepada subyek yang menjadi sampel
dalam penelitian ini, dan mendapatkan penjelasan secara detail tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerahasiaannya akan dijaga dan peneliti tidak akan dirugikan dalam hal apapun. Hak – hak selama dalam penelitian seperti hak jika menolak menjadi responden dan kewajiban jika bersedia menjadi responden. 4.8.3
Confidentiality Kerahasiaan responden harus terjaga dengan tidak mencantumkan nama
pada lembar pengumpulan data ataupun lembar kuisioner, yang dicantumkan hanya kode tertentu.
BAB V HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara pada bulan April 2015. 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sebagian besar lansia di Bali tinggal di daerah pedesaan. Akan tetapi, jika
dilihat menurut jenis kelamin, jumlah lansia perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan yang laki-laki. Status perkawinan lansia baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun pedesaan polanya relatif sama. Lebih dari 65% lansia masih berstatus kawin, kemudian proporsi besar kedua yaitu sekitar 27% berstatus cerai mati, kemudian disusul oleh yang belum kawin (sedikit diatas 4%) dan cerai hidup (hampir 2%). Jika status perkawinan lansia dilihat dari jenis kelamin ternyata polanya berbeda. Lansia yang berstatus kawin lebih banyak pada lakilaki, sedangkan untuk status yang lain terjadi keadaan sebaliknya. Perbedaan yang menonjol terjadi pada status cerai mati, dimana selisih angkanya mencapai 25,4 persen point. Ini menunjukkan bahwa pasangan suami istri yang lebih awal meninggal adalah yang laki-laki. Padahal secara umum dalam satu rumah tangga yang bertindak sebagai kepala keluarga dan sekaligus juga sebagai penopang ekonomi keluarga adalah pihak suami. Kondisi seperti ini dapat mempercepat munculnya masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa khususnya bagi lansia perempuan cerai mati (Rimbawan, 2012).
Ditinjau dari topografi Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%. Wilayah Denpasar dibagi menjadi empat kecamatan yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Utara. Terdapat 11 puskesmas yang tersebar di keempat kecamatan tersebut. Di wilayah Denpasar Utara terdapat tiga puskesmas yaitu Puskesmas I Denpasar Utara, Puskesmas II Denpasar Utara, dan Puskesmas III Denpasar Utara (Dinkes Kota Denpasar, 2013). Jumlah penduduk lanjut usia di Kota Denpasar pada tahun 2013 yakni sebanyak 19.651 jiwa. Sedangkan jumlah lansia yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas I Denpasar Utara yakni sebanyak 336 jiwa (22%) dari jumlah sasaran sebanyak 1505 jiwa (Puskesmas I Denpasar Utara, 2013). 5.2
Karakteristik Responden Tabel 5.1 menyajikan karakteristik responden mencakup umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, status gizi dan status pernikahan responden di Puskesmas I Denpasar Utara tahun 2015. Berdasarkan Tabel 5.1, dari 144 responden diketahui bahwa sebanyak 83,33% responden berada dalam kelompok umur 60-74 tahun dan 16,67% berada dalam kelompok umur 75-84 tahun. Rerata umur responden 68±5,29. Jika dilihat dari jenis kelamin bahwa sebanyak 76,39% responden adalah perempuan dan 23,61% responden adalah laki-laki. Sebanyak 83,33% responden berpendidikan rendah (tidak sekolah, SD, SMP), dan 16,67% berpendidikan tinggi (SMA dan S1).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015 Karakteristik Umur (Mean±SD, n=144) 60-74 tahun 75-84 tahun Jenis Kelamin (n=144) Laki – laki Perempuan Pendidikan (n=144) Rendah Tinggi Pekerjaan (n=144) Bekerja Tidak bekerja Penghasilan (n=29) Rendah Tinggi Status Gizi (n=144) Kurus Normal Gemuk Status Pernikahan (n=144) Janda/duda Menikah Status Kesehatan (n=144) Kurang Baik
(%) 68±5,29 120 (83,33) 24 (16,67) 34 (23,61) 110 (76,39) 120 (83,33) 24 (16,67) 29 (20,14) 115 (79,86) 19 (65,52) 10 (34,48) 3 (2,08) 91 (63,19) 50 (34,72) 41 (28,47) 103 (71,53) 84 (58,33) 60 (41,67)
Jika dilihat dari distribusi pekerjaan, 79,86% tidak bekerja dan 20,14% bekerja. Jika dilihat dari distribusi penghasilan, 65,52% berpenghasilan rendah dan 34,48% berpenghasilan tinggi. Jika dilihat dari status gizi, 2,08% dalam keadaan kurus, 63,19% lansia dalam keadaan normal dan 34,72% dalam keadaan gemuk. Jika dilihat dari status pernikahan, 28,47% berstatus janda/duda dan 71,53% berstatus menikah, 58,33% berstatus kesehatan kurang.
5.3
Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga, dan Kualitas Hidup Tabel berikut menyajikan beberapa variabel yang diteliti mencakup aktivitas
sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga, dan kualitas hidup. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015 Variabel (n=144) Aktifitas Sosial Kurang Baik Interaksi Sosial Kurang Baik Fungsi Keluarga Kurang Baik Kualitas Hidup Kurang Baik
f (%) 88 (61,11) 56 (38,89) 76 (52,78) 68 (47,22) 84 (58,33) 60 (41,67) 93 (64,58) 51 (35,42)
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa jika dilihat dari distribusi aktifitas sosial, 61,11% lansia dengan aktifitas sosial kurang di lingkungannya dan 38,89% lansia dengan aktifitas sosial baik. Jika dilihat dari distribusi interaksi sosial,52,78% responden memiliki interaksi sosial yang kurang dan 47,22% memiliki interaksi sosial yang baik. Jika dilihat dari distribusi fungsi keluarga, 58,33% responden dengan fungsi keluarga yang kurang dan 41,67% responden dengan fungsi keluarga yang baik. Jika dilihat dari distribusi kualitas hidup, 64,58% responden dengan kualitas hidup yang kurang dan 41,67% responden dengan kualitas hidup yang baik.
5.4
Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Lansia Tabel berikut menyajikan hubungan antara karakteristik responden dengan
kualitas hidup lansia. Tabel 5.3 Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015
Karakteristik Umur (n=144) 75-84 tahun 60-74 tahun Jenis kelamin (n=144) Perempuan Laki-laki Pendidikan (n=144) Rendah Tinggi Pekerjaan (n=144) Tidak bekerja Bekerja Penghasilan (n=29) Rendah Tinggi Status Gizi (n=144) Normal Gemuk Status Pernikahan (n=144) Janda/duda Menikah Status Kesehatan Kurang Baik
Kategori Kualitas Hidup Kualitas Kurang Hidup Baik f (%) f (%)
OR
Nilai p
24 (100) 69 (57,50)
0 (0) 51 (42,50)
0,86
0,000
74 (67,27) 19 (55,88)
36 (42,50) 15 (44,12)
1,62
0,225
80 (66,67) 13 (54,17)
40 (33,33) 11 (45,83)
1,69
0,243
80 (69,57) 13 (44,83)
35 (30,43) 16 (55,17)
2,81
0,013
9 (47,37) 4 (40,00)
10 (52,63) 6 (60,00)
1,35
0,705
58(61,70) 35(70,00)
36(38,29) 15(30,00)
0,96
0,460
41 (100) 52 (50,49)
0 (0,00) 51 (49,51)
10,3
0,000
63 (75,00) 30 (50,00)
21 (25,00) 30 (50,00)
3
0,002
Berdasarkan Tabel 5.3, pada kelompok kualitas hidup kurang, 100% berada dalam kelompok berisiko (75-84 tahun), sedangkan sebesar 0% pada kelompok
dengan kualitas hidup baik. Ada perbedaan antara kedua kelompok dan secara statistik bermakna (p<0,05). Jika dilihat dari nilai OR dengan memakai nilai rerata (karena umur tidak berdistribusi normal), maka nilai OR adalah 0,866 yang artinya adalah setiap umur lansia meningkat satu tahun, peluang untuk kualitas hidup baik menurun sebanyak 0,134 (13,4%). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 67,27% berada dalam kelompok berisiko (perempuan), sedangkan sebesar 42,50% pada kelompok dengan kualitas hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden laki- laki 1,62 kali lebih besar dibandingkan responden perempuan namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 66,67% berada dalam kelompok berisiko (pendidikan rendah), sedangkan sebesar 33,33% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang berpendidikan tinggi 1,69 kali lebih besar dibandingkan responden yang berpendidikan rendah, namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 69,57% berada dalam kelompok berisiko (tidak bekerja), sedangkan sebesar 30,43% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang bekerja 2,81 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak bekerja dan secara statistik bermakna (p<0,05). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 47,37% berada dalam kelompok berisiko (penghasilan rendah), sedangkan sebesar 52,63% pada kelompok kualitas
hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok dan secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Jika dilihat dari nilai OR, risiko kualitas hidup baik pada responden yang berpenghasilan tinggi 1,35 kali lebih besar dibandingkan responden yang berpenghasilan rendah. Pada kelompok kualitas hidup kurang, 70% berada dalam kelompok berisiko (lansia dalam keadaan gemuk), sedangkan sebesar 30% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR 0,96 artinya adalah setiap peningkatan 1 satuan IMT (kg/
ada
kecenderungan meningkatkan kualitas hidup sebanyak 1 kali. Namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 100% berada dalam kelompok berisiko (status pernikahan janda/duda), sedangkan sebesar 0% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan pada kedua kelompok dan secara statistik bermakna (p<0,05). OR minimal pada populasi (OR lower level) yaitu sebesar 10,3 yang artinya adalah serendah-rendahnya pengaruh status pernikahan terhadap kualitas hidup, maka pengaruh status pernikahan di populasi yakni sebesar 10,3. Pada kelompok kualitas hidup kurang, 75,00% berada dalam kelompok berisiko (status kesehatan kurang), sedangkan sebesar 25,00% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan antara kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang status kesehatannya baik yaitu 3 kali lebih besar dibandingkan responden yang status kesehatannya kurang dan secara statistik bermakna (p<0,05).
5.5
Hubungan Antara Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga dan dengan Kualitas Hidup Lansia
Tabel berikut menyajikan hubungan antara aktifitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga dan status kesehatan dengan kualitas hidup lansia Tabel 5.4 Hubungan Antara Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial, Fungsi Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015
Variabel Aktifitas Sosial Kurang Baik Interaksi Sosial Kurang Baik Fungsi keluarga Kurang Baik
Kategori Kualitas Hidup Kualitas Hidup Kurang Baik f (%) f (%)
OR
Nilai p
65 (73,86) 28 (50,00)
23 (26,14) 28 (50,00)
2,83
0,004
63 (82,89) 30 (44,12)
13 (17,11) 38 (55,88)
6,14
0,000
68 (80,95) 25 (41,67)
16 (19,05) 35 (58,33)
5,95
0,000
Berdasarkan tabel 5.4, pada kelompok kualitas hidup kurang, 73,86% berada dalam kelompok berisiko (aktifitas sosial kurang), sedangkan sebesar 26,14% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan antara kedua kelompok dan secara statistik bermakna (p<0,05). Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang aktifitas sosialnya baik yaitu 2,83 kali lebih besar dibandingkan yang aktifitas sosialnya kurang. Pada kelompok kualitas hidup kurang, 82,89% berada dalam kelompok berisiko (interaksi sosial kurang), sedangkan sebesar 17,11% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan antara kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang interaksi sosialnya baik 6,14 kali
lebih besar dibandingkan responden yang interaksi sosialnya kurang dan secara statistik bermakna (p<0,05). Pada kelompok kualitas hidup kurang, 80,95% berada dalam kelompok berisiko (fungsi keluarga kurang), sedangkan sebesar 19,05% pada kelompok kualitas hidup baik. Ada perbedaan antara kedua kelompok. Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang fungsi keluarganya baik yaitu 5,95 kali lebih besar dibandingkan responden yang fungsi keluarganya kurang dan secara statistik bermakna (p<0,05). 5.6
Hasil Analisis Multivariat Analisis multivariat untuk variabel dengan skala kategorikal menggunakan
uji regresi logistik. Sebelum dilakukan analisis perlu dilakukan uji goodness of fit test untuk mengetahui apakah data fit untuk model ini. Berdasarkan hasil output goodness of fit test didapatkan nilai p=0,388 yang menunjukkan bahwa data fit dengan model regresi logistik, artinya hasil prediksi dari model tidak jauh berbeda dengan data hasil observasi. Berdasarkan hasil analisis bivariat, semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 akan disertakan dalam analisis multivariat. Berdasarkan tabel 5.3 dan 5.4 didapatkan bahwa variabel yang akan dimasukkan dalam model yaitu variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kesehatan, aktifitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga. Variabel umur dan status pernikahan tidak dimasukkan dalam model karena ada cell yang bernilai 0.
Tabel berikut menyajikan hasil analisis multivariat variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kesehatan, aktifitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga terhadap kualitas hidup pada responden. Tabel 5.5 Hasil Analisis Multivariat Variabel Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Status Kesehatan Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial, dan Fungsi Keluarga Terhadap Kualitas Hidup Lansia Di Puskesmas I Denpasar Utara Tahun 2015 Variabel
OR
Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Status Kesehatan
6,42 0,74 9,81 8,65
Aktifitas Sosial Interaksi Sosial Fungsi Keluarga
3,85 5,59 21,7
95% CI Lower Upper 1,79 23,0 0,21 2,61 2,45 39,1 2,57 29,02 1,22 2,01 6,09
12,1 15,5 77,7
Nilai p 0,004 0,642 0,001 0,000 0,021 0,001 0,000
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari hasil analisis multivariat didapat faktor yang secara independen berhubungan dengan kualitas hidup pada responden yaitu jenis kelamin, pekerjaan, aktifitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga, dan status kesehatan (p<0,05). Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang berjenis kelamin laki- laki 6,42 kali lebih besar dibandingkan responden yang berjenis kelamin perempuan. Kualitas hidup baik pada responden yang bekerja 9,81 kali lebih besar dibandingkan responden yang tidak bekerja. Kualitas hidup baik pada responden yang status kesehatannya baik 8,65 kali lebih besar dibandingkan responden yang status kesehatannya kurang. Kualitas hidup baik pada responden yang aktifitas sosialnya baik 3,85 kali dibandingkan responden yang aktifitas sosialnya kurang. Kualitas hidup baik pada
responden yang interaksi sosialnya baik 5,59 kali lebih besar dibandingkan responden yang interaksi sosialnya kurang. Kualitas hidup baik pada responden yang fungsi keluarganya baik 21,7 kali lebih besar dibandingkan responden yang fungsi keluarganya kurang. Aktifitas sosial, interaksi sosial, fungsi keluarga yang baik dapat mencegah kualitas hidup buruk. Hasil analisis mutivariat juga menunjukkan bahwa nilai R-square sebesar 0,4350, yang berarti bahwa sekitar 43,50% kemungkinan kualitas hidup baik pada responden dipengaruhi oleh variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kesehatan, aktifitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga.
BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup kurang pada lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara sebesar 64,58%. Pemerintah telah mencanangkan berbagai pelayanan di bidang sosial serta pelayanan di bidang kesehatan pada kelompok usia lanjut melalui beberapa jenjang. Posyandu lansia dengan kegiatan rutin berupa senam lansia merupakan suatu pelayanan di bidang kesehatan di tingkat masyarakat, adanya Puskesmas merupakan pelayanan di bidang kesehatan lansia tingkat dasar, dan adanya Rumah Sakit merupakan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. (Depsos RI, 2003). Namun upaya – upaya tersebut ternyata belum cukup maksimal karena masih ada lansia dengan kualitas hidup yang masih kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya pencegahan yang lebih komprehensif terkait kualitas hidup pada lansia masih sangat diperlukan, terutama di Puskesmas I Denpasar Utara. Kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari – hari, ketergantungan pada bantuan medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial, hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan, kendaraan, keamanan, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian
sosial. Kualitas hidup dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Pada umumnya lanjut usia mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup pada lanjut usia menjadi mengalami penurunan (WHO, 2004). 6.1
Karakteristik Lansia Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara umur lansia dengan kualitas hidup (p<0,05). Dengan pertambahan usia maka akan ada perubahan dalam cara hidup seperti merasa kesepian dan sadar akan kematian, hidup sendiri, perubahan dalam hal ekonomi, penyakit kronis, kekuatan fisik semakin lemah, terjadi perubahan mental, ketrampilan psikomotor berkurang, perubahan psikososial yaitu pensiun, akan kehilangan sumber pendapatan, kehilangan pasangan dan teman, serta kehilangan pekerjaan dan berkurangnya kegiatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidupnya (Nugroho, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama bahwa umur lansia berhubungan dengan kualitas hidup (Pradono et al., 2007). Penelitian di Kediri Jawa Timur juga menyatakan bahwa faktor umur berhubungan dengan kualitas hidup lansia (Sutikno, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 110 (76,39%) lansia berjenis kelamin perempuan dan 34 (23,16%) lansiaberjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Berdasarkan teori yang ada, pada umumnya lansia perempuan mengalami keluhan sakit akut dan kronis yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga dapat mempengaruhi kualitas
hidupnya. Hal ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kualitas hidup lansia (Simanullang & Zuska, 2011). Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada laki-laki 6,42 kali daripada perempuan. Hasil penelitian tingkat pendidikan lansia menunjukkan bahwa 83,33% lansia berpendidikan rendah, yaitu tidak sekolah, telah menyelesaikan SD atau telah menyelesaikan SMP. Sedangkan 16,67% lansia termasuk berpendidikan tinggi, yaitu telah menyelesaikan SMA atau telah menyelesaikan S1. Berdasarkan hasil analisis multivariat, menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kualitas hidup lansia (p>0,05). Keadaan ini mengikuti pola pendidikan dari golongan lanjut usia di Indonesia yang umumnya sekitar 71,2% belum mengenal pendidikan formal, sehingga lansia sudah bisa menyesuaikan diri sejak dahulu dengan tingkat pendidikannya sehingga tidak mempengaruhi keadaan mood, perasaan dan kualitas hidupnya (Darmojo, 2006). Teknologi yang berkembang pesat saat ini memudahkan seseorang untuk mengakses informasi tentang berbagai hal khususnya yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia. Oleh karena itu, pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia dapat diketahui tanpa melalui pendidikan formal. Pendidikan formal tidak lagi menjadi faktor yang utama terkait kualitas hidup lansia. Sebuah penelitian di Jeneponto menunjukkan hasil yang sama bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup lansia (Fitri, 2014) .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 79,86% lansia tidak bekerja dan berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Lanjut usia yang tidak memiliki pekerjaan cenderung mengalami rasa cemas dan ketakutan, terutama ketergantungan dalam hal ekonomi (Nugroho, 2009). Hal ini berkaitan pula dengan pensiunnya seorang lansia. Tujuan ideal dari masa pensiun yaitu supaya para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya, tetapi realita yang ada di masyarakat bahwa masa pensiun sering diartikan sebaliknya, masa pensiun dianggap sebagai suatu masa dimana para lanjut usia kehilangan banyak hal dari masa tersebut yakni kehilangan penghasilan, jabatan, kegiatan, serta harga diri. (Affandi, 2009) mengemukakan tidak sedikit lansia yang masih menghidupi keluarga anaknya yang tinggal bersamanya, karena hidup dalam keluarga yang tidak mampu. Berkaitan dengan hal tersebut lansia yang masih menghidupi keluarga anaknya ini karena statusnya masih menjadi kepala keluarga dalam rumah tangga tersebut. Tanggung jawab kepala rumah tangga yang sangat besar dari sisi psikologis maupun ekonomis, ternyata masih banyak diemban oleh penduduk lansia yang seharusnya menikmati hari tua tanpa beban berat keluarga (Kemenkes RI, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 79,86% berpenghasilan rendah dan berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dan kualitas hidup (p>0,05). Jika status ekonomi rendah, seseorang akan mengalami suatu hambatan untuk memperoleh makanan sehat serta bergizi, pendidikan yang memadai, tempat tinggal yang layak, serta
pelayanan dalam mengatasi masalah kesehatan yang optimal akan terganggu (Sutikno, 2007). Hubungan yang tidak bermakna antara penghasilan dan kualitas hidup lansia pada penelitian ini bisa disebabkan karena penghasilan lansia tidak hanya didapat dari diri sendiri namun juga bisa didapat dari keluarga lansia tersebut. Faktor lain yang turut mempengaruhi kualitas hidup pada lansia adalah status gizi yang diukur melalui Indeks Massa Tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3% lansia dalam keadaan kurus dan 50% lansia dalam keadaan gemuk dan berdasarkan analisis bivariat didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kualitas hidup (p>0,05). Hasil penelitian sebelumnya di Makassar menunjukkan hasil yang sama bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan kualitas hidup dengan nilai (p=0,306) (Tami, Bahar, & Najamuddin, 2014). Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang status gizinya normal sebesar 0,96 kali dibandingkan responden yang status gizinya gemuk yang artinya adalah setiap peningkatan 1 satuan IMT (kg/
ada kecenderungan meningkatkan kualitas
hidup sebanyak 1 kali. Namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Dari hasil analisis bivariat terdapat hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan kualitas hidup (p<0,05).
Status pernikahan sangat
mempengaruhi kualitas hidup lansia. Seorang lansia yang hidup sendiri dalam hal ini status perkawinan (cerai/tidak cerai) mempunyai kualitas hidup yang berbeda dari seorang lansia yang keluarganya masih utuh (Suardana, 2011). Kehilangan pasangan
hidup yang terjadi pada lanjut usia umumnya lebih banyak disebabkan oleh
kematian. Kehilangan pasangan hidup karena kematian merupakan peristiwa yang dapat menimbulkan stres bagi lanjut usia. Penyebab stres ini dikarenakan banyaknya kegiatan yang sebelumnya dapat dibagi atau dilakukan bersama pasangan kini harus dilakukan sendiri, misalnya membahas tentang masa depan anak, masalah ekonomi rumah tangga maupun tentang hubungan sosial. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 58,33% lansia dengan status kesehatan kurang dan 41,67% lansia dengan status kesehatan baik. Setelah dilakukan analisis bivariat diketahui bahwa status kesehatan memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup (p<0,05), bahkan setelah dilakukan analisis secara multivariat diketahui bahwa status kesehatan tetap berhubungan dengan kualitas hidup (p<0,05). Berdasarkan analisis multivariat didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status kesehatan dengan kualitas hidup (p<0,05). Status kesehatan lansia dipengaruhi oleh ada tidaknya penyakit dalam tubuh lansia dan merupakan permasalahan subjektif, sehingga menyebabkan perbedaan lansia dalam menyikapi permasalahan kesehatan yang terjadi di dalam tubuhnya. Lansia yang tidak mempunyai keluhan terhadap penyakit, akan selalu mampu melakukan aktivitasnya dan mampu melakukan semua kegiatan secara mandiri. Hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup pada lansia (Ediawati, 2012). Status kesehatan dalam penelitian ini yakni depresi, fungsi kognitif, tingkat kemandirian dan status penyakit. Penuaan, perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan menurunnya kemandirian sosial berdampak pada munculnya suatu depresi. Perubahan alamiah yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan
perilaku pada dirinya dan dapat mengganggu fungsi kehidupannya mulai dari kognitif, motivasi, emosi dan perasan, tingkah laku, sampai pada menurunnya kondisi fisik seorang lansia. Gangguan mood seperti depresi tersebut mengakibatkan penderitaan pada lansia dan keluarganya, memperberat penyakit medis yang dialami di usia lanjut, menyebabkan kecacatan serta membutuhkan sistem pendukung yang luas. Hal ini akan berdampak pada kesehatan jiwa dan kualitas hidup lansia (Carito, 2009). Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia, namun seringkali fungsi kognitif sering dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada lansia (Firdaus, 2010). Penurunan fungsi kognitif menyebabkan lansia menjadi tidak mampu dalam melakukan aktifitas normal sehari-hari dan juga merupakan alasan tersering yang menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kemandirian pada lansia. Ketidakmandirian tersebut menyebabkan kulitas hidup lansia menjadi semakin buruk. 6.2
Aktifitas Sosial dan Kualitas Hidup Lansia Sebanyak 93 lansia yang kualitas hidupnya buruk diketahui bahwa 69,89%
lansia dengan aktifitas sosial yang kurang. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas sosial dengan kualitas hidup lansia (p<0,05), bahkan setelah dilakukan analisis multivariat diketahui bahwa aktifitas sosial tetap berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Kualitas hidup baik pada responden yang aktifitas sosialnya baik 2,83 kali dibandingkan responden yang aktifitas sosialnya kurang. Hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan aktivitas sosial berhubungan
secara signifikan dengan kualitas hidup lansia (Rosmalina et al., 2003). Menurut Yuli pada tahun (2014) Teori aktivitas atau kegiatan (activity theory) menyatakan bahwa lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah lansia yang sukses. Lansia yang selalu aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial adalah lansia yang sukses. Aktifitas sosial pada lansia dapat menurunkan kecemasan pada lansia karena lansia dapat berbagi dengan sesama lansia lain melalui aktifitas yang dilakukan bersama dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga dengan adanya aktifitas sosial dalam hidupnya maka dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. 6.3
Interaksi Sosial dan Kualitas Hidup Hasil penelitian menunjukkan sebesar 47,22% lansia dengan interaksi
sosial baik dan 52,78% lansia dengan interaksi sosial kurang. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia (p<0,05), bahkan setelah dilakukan analisis multivariat diketahui bahwa interaksi sosial tetap berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Kualitas hidup baik pada responden yang interaksi sosialnya baik 5,59 kali dibandingkan responden yang interaksi sosialnya kurang. Interaksi sosial merupakan suatu proses di mana manusia melakukan komunikasi dan saling mempengaruhi dalam tindakan maupun pemikiran. Penurunan derajat kesehatan dan kemampuan fisik menyebabkan lansia secara perlahan akan menghindar dari hubungan dengan orang lain. Hal ini akan mengakibatkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto dan T., 2005). Berkaitan dengan kualitas hidup, lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik seperti dapat berinteraksi sosial dengan tetangga dan
masyarakat sekitar dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di daerah lanjut usia berada, maka timbal balik dari dukungan sosial itu sendiri juga akan baik dan berpengaruh terhadap kehidupan lanjut usia baik kehidupan sekarang ataupun yang akan datang. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian di Tomohon Selatan menyatakan bahwa lansia memiliki interaksi sosial yang baik dan kualitas hidup yang tinggi (p=0,000) (Rantepadang, 2012). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial berhubungan dengan kualitas hidup lansia. 6.4
Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa lansia dengan
fungsi keluarga kurang di Puskemas I Denpasar Utara sebesar 58,33%. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia (p<0,05), bahkan setelah dilakukan analisis multivariat diketahui bahwa fungsi keluarga tetap berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup lansia (p<0,05). Jika dilihat dari nilai OR, kualitas hidup baik pada responden yang fungsi keluarganya baik yaitu 21,7 kali dibandingkan responden yang fungsi keluarganya kurang. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup lansia (p<0,05), dengan peran sebesar 2,3 kali (95%CI: 1,02-5,45) terhadap peningkatan kualitas hidup lansia (Dewianti et al., 2013). Keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kesehatan seseorang, yang nantinya akan berhubungan dengan kualitas hidup seseorang. Apabila keluarga bahagia akan berpengaruh pada perkembangan emosi para
anggotanya. Kebahagiaan diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi dengan baik untuk mencapai masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas atau kewajiban yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil di masyarakat. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan bahwa lansia yang tinggal bersama keluarga memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada lanjut usia yang tinggal di panti werdha. Lanjut usia yang tinggal bersama keluarga di rumah tidak hanya mendapatkan perawatan fisik, namun juga mendapatkan kasih sayang, kebersamaan, interaksi atau komunikasi yang baik, serta menerima bantuan dari anggota keluarga yang merupakan fungsi dari keluarga (Mahareza, 2008) 6.5
Keterbatasan Penelitian Penggunaan metode cross sectional dalam penelitian ini menyebabkan
hubungan yang ditentukan dari variabel independen dan variabel dependen lemah untuk menentukan hubungan sebab akibat karena penelitian ini dilakukan dalam waktu bersamaan dan tanpa adanya follow up. Pengambilan data kualitas hidup pada penelitian ini menggunakan wawancara yang bersifat subjektif sehingga dapat menimbulkan bias. Pengambilan data untuk aktifitas sosial dalam penelitian ini hanya pada melakukan atau tidaknya aktifitas sosial sehingga tidak dapat mengkaji lebih dalam bagaimana cara, frekuensi dan durasi dalam melakukan aktifitas sosial.
Pekerjaan lansia dalam penelitian ini hanya berupa bekerja atau tidaknya lansia, namun tidak dikaji secara mendalam apa jenis pekerjaan dan apakah pekerjaan tersebut untuk menghidupi keluarga atau mengisi waktu luang bagi lansia.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 7.1.1
Simpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 60-74 tahun (83,33%), berjenis kelamin perempuan (76,39%), berpendidikan rendah (83,33%), tidak bekerja (79,86%), berpenghasilan rendah (65,52), berstatus gizi normal (63,19%), berstatus menikah (71,53%), berstatus kesehatan kurang (58,33%)
7.1.2
Kualitas hidup kurang cenderung terjadi pada lansia yang berumur lebih tua, perempuan, berpendidikan rendah, tidak bekerja, berpenghasilan rendah, berstatus janda/duda.
7.1.3
Aktifitas sosial berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia dengan nilai p=0,021 dan nilai OR 3,85.
7.1.4
Interaksi sosial berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia dengan nilai p=0,001 dan nilai OR 5,59.
7.1.5
Fungsi keluarga berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup lansia dengan nilai p=0,000 dan nilai OR 21,7.
7.1.6
Faktor yang berhubungan paling kuat dengan kualitas hidup lansia adalah fungsi keluarga dengan nilai OR 21,7.
7.2
Saran
7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Tenaga Kesehatan Kepada Dinkes, Puskesmas, dan Tenaga Kesehatan diharapkan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia melalui upaya peningkatan fungsi keluarga. Upaya tersebut dapat berupa sosialisasi kepada keluarga. Keluarga yang memiliki lansia diharapkan melibatkan lansia dalam pengelolaan keluarga karena hal tersebut dapat meningkatkan harga diri pada lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah konseling, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah, manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat. Pencegahan sekunder berupa deteksi dini status kesehatan secara sederhana seperti kontrol hipertensi dan lain sebagainya. Pencegahan tersier dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit dan cacat, mencegah cacat dan ketergantungan. 7.2.2 Bagi peneliti selanjutnya Disarankan bagi peneliti selanjutnya agar meneliti tentang kualitas hidup lansia secara kualitatif agar bisa menggali secara mendalam faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Dengan ditemukannya variabel pekerjaan dan jenis kelamin sebagai faktor yang turut mempengaruhi kualitas hidup lansia maka perlu adanya evaluasi ulang tentang pekerjaan yang dilakukan oleh lansia apakah untuk mendukung kualitas hidup atau justru menurunkan kualitas hidup serta evaluasi tentang kebutuhan lansia yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. 2006. Sosiologi Untuk SMP Dan MTS VII. Jakarta: Grasindo. Affandi, M. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penduduk Lanjut Usia Memilih Untuk Bekerja. Journal Of Indonesian Applied Economics Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Vol. 3 No. Aziz, N. 2015. Hubungan Tingkat Kemandirian Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia Di Kelurahan Rappokalling Kecamatan Tallo, Makassar. Makassar : Unhas. BPS RI. 2010. Statistik Penduduk Lanjut Usia Indonesia 2010: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta : BPS. Carito, H. 2009. Pendekatan Kelembagaan Dalam Pembinaan Keagamaan Bagi Lanjut Usia. Jurnal Multikultural Dan Multireligius “Harmoni” Nomor 29 Jakarta, VIII, 15–20. Darmojo, B. 2006. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Fk UI. Depsos RI. 2003. Kebijakan Dan Program Pelayanan Sosial Lansia. Jakarta: Depsos RI. Dewianti, Adhi, T., & Kuswardhani, T. 2013. Laporan Hasil Penelitian Fungsi Keluarga , Dukungan Sosial Dan Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Selatan (Tesis). Denpasar : Universitas Udayana Dinkes Kota Denpasar. 2012. Profil Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2012. Denpasar. Dinkes Kota Denpasar. 2013. Profil Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2013. Denpasar. Dinkes Kota Denpasar. 2014. Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2014. Denpasar. Dinkes Provinsi Bali. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014. Denpasar. Ediawati. 2012. Gambaran Tingkat Kemandirian Dalam Activity Of Daily Living Dan Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Wredha Bumi Mulia 01 Dan 03 Jakarta Timur (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.
Estelle, Kirsch, & Pollack. 2006. Enhancing Social Interaction In Elderly Communities Via Location- Aware Computing. CBI Journal. Firdaus, R. 2010. Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Fungsi Kognitif Lansia Di Panti Wredha Wening Wardoyo Semarang (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Fitri, A. 2011. Kejadian Dan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro. Fitri, N. A. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Binamu Kota Kabupaten Jeneponto. Makassar : Universitas Hasanudin. Folstein, M., Folstein, S., & Mchugh, P. 1975. Mini-Mental State. A Practical Method For Grading The Cognitive State Of Patients For The Clinician. Journal Of Psychiatric Research, 12 (3), 189–98. Gillespie, K. 2011. Factor Determining Quality Of Life Perception Of The Elderly Residing In A Nursing Home And Assisted Living Facility. Medical Sciences, Gerontology And Geriatrics. Hardywinoto, & T., S. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan Dari Berbagai Aspek. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama. Hwang, Liang, Chiu, & Lin. 2003. Suitability Of The Whoqol-Bref For Community-Dwelling Older People In Taiwan. Global Health Action. Irianto, K. 2014. Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta. Kaplan, & Saddock. 2007. Sinopsis Psikiatri Alih Bahasa. Jakarta: Binarupa Aksara. Kasuma, C. Y. S. 2015. Hubungan Tingkat Depresi Dan Kualitas Hidup Lansia Di Panti Wredha Berea Jakarta Barat. Jakarta : Universitas Esa Unggul. Kemenkes RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan. Jakarta. Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Krause. 2009. Meaning In Life And Mortatility. The Journals Of Gerontology, 64(4), 517, 11.
Lidwina. 2011. Pengaruh Tingkat Kemandirian Dan Fungsi Kognitif Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Posbindu Lansia Pergeri Depok Rw 02 (Tesis). Jakarta : UPN Veteran Jakarta. Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut Dan Demensia. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Mahareza. 2008. Perbedaan Kualitas Hidup Lanjut Usia Yang Tinggal Di Panti Werdha Dan Yang Tinggal Bersama Keluarga (Tesis) Surabaya: Universitas Airlangga. Mahoney, F.L & Barthel, D. 1965. Functional Evaluation: The Barthel Index. Maryland State Medical Journal, 14:56-61. Markam, S., Mayza, A., Pujiastuti, H., Erdat, M. S., Suwardhana, & Solichien, A. 2006. Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta: Grasindo. Marthuranath. 2004. Instrumental Activities Of Daily Living Scale For Dementia Screening In Elderly People. Journal International Psyhogeriatrics. India: Department Of Neurology, Sctimst, Trivandrum 695011 India. Napitupulu, Y. M. N. 2010. Hubungan Aktivitas Sehari-Hari Dan Successful Aging Pada Lansia. Malang : Universitas Brawijaya, 1–19. Nawi Ng, Hakimi M, Byass P, Wilopo S, W. S. 2010. Health And Quality Of Life Among Older Rural People In Purworejo District Indonesia,. Glob Health Action V3. Noorkasiani, S. T. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Notoatmodjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Pt.Rineka Cipta. Nugroho. 2000. Keperawatan Gerontik (Edisi 2). Jakarta: Egc. Nugroho, H. W. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: Egc. Pradono, J., Hapsari, D., & Sari, P. 2007. Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Menurut International Classification Of Functioning, Disability And Health (Icf) Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2007). Jakarta : Pusat Penelitian Dan Pengembangan Ekologi Dan Status Kesehatan, (3). Puskesmas I Denpasar Utara. 2012. Laporan Tahunan Puskesmas I Denpasar Utara. Denpasar.
Puskesmas I Denpasar Utara. 2013. Laporan Tahunan Puskesmas I Denpasar Utara. Denpasar. Rantepadang, A. 2012. Interaksi Sosial Dan Kualitas Hidup Lansia Di Kelurahan Lansot Kecamatan Tomohon Selatan. JKU, Vol. 1, No. 1, Juni 2012, 1(1). Reuser, Bonneux, & Willekens. 2010. The Effect Of Risk Faktors On The Duration Of Cognitive Impairment: A Multistate Life Table Analysis Of The U.S. Health And Retirement Survey. Netspar Discussion Paper 01/2010-036. Rimbawan, N. D. 2012. Profil Lansia Di Bali Dan Kaitannya Dengan Pembangunan (Deskripsi Berdasarkan Hasil Supas 2005 Dan Sakernas 2007). Denpasar. Rosmalina, Y., Permaesih, D., Christian, F., & Reviana, E. 2003. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Lansia Laki-Laki Tldak Anemia. PGM 2003,26(1): 11-20, 26(1), 11–20. Salim, O. C., Sudharma, N. I., Kusumaratna, R. K., & Hidayat, A. 2007. Validitas Dan Reliabilitas World Health Organization Quality Of Life -Bref Untuk Mengukur Kualitas Hidup Lanjut Usia, 26(1), 27–38. Sanjaya, A., & Rusdi, I. 2012. Hubungan Interaksi Sosial Dengan Kesepian Pada Lansia. Universitas Sumatera Utara. Santrock. 2003. Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Sastroasmoro, S., & Sofyan Ismael. 2011. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis (P. 362). Jakarta: Cv. Sagung Seto. Simanullang, P., & Zuska, F. 2011. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Soejono, Probosuseno, & Nk., S. 2009. Depresi Pada Pasien Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo Aw,Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V (Pp. Pp.845–850). Jakarta: Interna Publ. Soejono, Probosuseno, S. N. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid I (P. 845). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Suardana, I. W. 2011. Hubungan Faktor Sosiodemografi, Dukungan Sosial Dan Status Kesehatan Dengan Tingkat Depresi Pada Agregat Lanjut Usia Di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali (Tesis). Jakarta: UI.
Subadi, T. 2009. Sosiologi Dan Sosiologi Pendidikan. (R. Farida, Ed.). Surakarta: Fairuz Media Duta Pertama Ilmu. Sutikno, E. 2007. Hubungan Antara Fungsi Keluarga Dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol. 2/No. 1/Januari/2011, 73–79. Tami, D. R., Bahar, B., & Najamuddin, U. 2014. Hubungan Pola Makan, Status Gizi, Dan Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Kecamatan Tamalanrea (Tesis). Makassar : Unhas. Utomo, B. 2010. Hubungan Antara Kekuatan Otot Dan Daya Tahan Otot Anggota Gerak Bawah Dengan Kemampuan Fungsional (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. WHO. 2002. Keep Fit For Life : Meeting The Nutritional Needs, Pp 83 : 62 – 69. WHO. 2004. WHO Quality Of Life Bref. Geneva: World Health Organization. Wongpakaran N, D. 2013. The Use Of Gds-15 In Detecting Mdd: A Comparison Between Residents In A Thai Long Term Care Home And Geriatric Outpatients. Chiang Mai. J Clin Med Res, 5(2), 101–11. Yuli, R. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. (T. Ari, Ed.). Jakarta: Cv. Trans Info Media. Yuliati, A., Baroya, N., & Ririanty, M. 2014. Perbedaan Kualitas Hidup Lansia Yang Tinggal Di Komunitas Dengan Di Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( The Different Of Quality Of Life Among The Elderly Who Living At Community And Social Services ), 2(1), 87–94.
Lampiran 1. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Selamat pagi/siang/malam, kami adalah tim pewawancara dari Universitas Udayana. Kami bermaksud untuk melaksanakan penelitian terkait kualitas hidup lansia.
JUDUL
: HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA
DI
WILAYAH
KERJA
PUSKESMAS
I
DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR PENELITIAN : NANDINI PARAHITA SUPRABA
LATAR BELAKANG Kualitas hidup pada lansia masih menjadi suatu masalah kesehatan di Indonesia. Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan aktivitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup di Puskesmas I Denpasar Utara.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar. Tujuan Khusus a.
Mengetahui karakteristik penduduk lansia di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
b.
Mengetahui proporsi kualitas hidup lansia berdasarkan umur, status kesehatan, status pernikahan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan penghasilan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
c.
Mengetahui hubungan aktivitas sosial dengan kualitas hidup lansia wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
d.
Mengetahui hubungan interaksi sosial dengan kualitas hidup lansia wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
e.
Mengetahui hubungan fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat teoritis Penelitian ini bisa digunakan sebagai dokumentasi serta masukan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia. Dokumentasi dapat dibaca serta dimanfaatkan sebagai referensi penelitian yang akan datang dan masukan bagi peneliti berikutnya untuk memilih judul atau melanjutkan penelitian ini. Manfaat praktis a. Bagi pengembangan bidang pendidikan, hasil penelitian ini sebagai pengembangan ilmu pengetahuan di dunia pendidikan dan bahan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia. b. Bagi pengembangan bidang kesehatan, hasil penelitian ini sebagai bahan untuk meningkatkan pelayanan dalam kesehatan lansia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. c. Bagi masyarakat umum, hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi masyarakat tentang kualitas hidup lansia. PROSEDUR PENELITIAN Keikutsertaan Anda dalam penelitian ini yaitu wawancara yang akan berlangsung sekitar 20-30 menit. Anda dapat mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan yang tidak Anda sukai. Semua informasi yang Anda berikan akan dirahasiakan. Selama wawancara, kami akan
menanyakan hal-hal tentang diri Anda yang mungkin menurut Anda bersifat pribadi dan sensitif. KERAHASIAAN Kami akan melakukan segala hal untuk menjaga kerahasiaan dan anonimitas Anda. Semua informasi yang dikumpulkan akan disimpan hanya dengan mencantumkan kode, dimana nama Anda sama sekali tidak akan ada di data penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda.
FORMULIR PERSETUJUAN Penyataan oleh Responden Persetujuan untuk berpartisipasi pada penelitian mengenai “HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL, DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN
KUALITAS
HIDUP
LANSIA
DI
WILAYAH
KERJA
PUSKESMAS I DENPASAR UTARA KOTA DENPASAR” Bahwa saya telah membaca lembaran informasi yang diberikan kepada saya (atau telah dibacakan untuk saya), dan saya telah memahami tujuan penelitian ini dan sifat pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan pada saya.
Saya setuju dan menyatakan bahwa:
1. Saya akan berpartisipasi dalam studi Hubungan Aktivitas Sosial, Interaksi Sosial, Dan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Utara Kota Denpasar 2. Saya akan diwawancarai oleh petugas lapangan selama 20-30 menit 3. Identitas saya akan dilindungi dengan cara menggunakan kode. Kode ini akan muncul pada kuesioner yang menyimpan semua informasi yang saya berikan, tetapi nama saya tidak akan disebutkan di sana. 4. Jawaban-jawaban saya akan dijaga kerahasiaannya dengan upaya maksimal sepanjang waktu. 5. Keikutsertaan dalam studi ini bersifat sukarela dan saya bisa mengundurkan diri kapanpun saya mau. 6. Saya boleh tidak menjawab suatu pertanyaan, oleh karena alasan apapun.
7. Saya memahami para peneliti adalah orang yang berpengalaman dalam bidang ini, dan akan melakukan setiap langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi kerahasiaan saya.
Nama [kode]:
(diisi oleh subjek penelitian)
Tanda tangan [kode]:____________________Tanggal:
/
/
Pernyataan oleh Petugas Lapangan
Saya________________________________
menyatakan
bahwa,
sepanjang
pengetahuan saya, responden sepenuhnya mengerti tujuan dan sifat dari keterlibatan mereka dalam penelitian ini dan secara sukarela menyetujui untuk berpartisipasi.
Tanda tangan [kode]:____________________Tanggal:
/
/
Lampiran 2. Formulir penelitian FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN AKTIVITAS SOSIAL, INTERAKSI SOSIAL DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR UTARA MARET 2015
PENDAHULUAN : 1. Ucapkan salam (misalnya : selamat pagi, selamat siang) 2. Perkenalkan diri dan jelaskan tujuan dari penelitian ini (lihat penjelasan di halaman selanjutnya) 3. Tekankan mengenai kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan beritahukan bahwa nama responden tidak akan dicatat. Tanyakan pula keinginan mereka untuk menjadi responden dan bersedia menjawab pertanyaan dengan jujur / apa adanya PASTIKAN TIDAK ADA ORANG LAIN YANG MENDENGARKAN PERCAKAPAN SELAMA PROSES WAWANCARA BERLANGSUNG KECUALI PEWAWANCARA DAN PENDAMPING LANSIA BLOK I : PENGENALAN TEMPAT 1. Alamat / Lokasi :
2. Nomor urut responden
BLOK II : KETERANGAN PEWAWANCARA 1. Tgl / bln / thn wawancara :
2. Jam mulai wawancara : 3. Nama dan kode pewawancara :
Catatan Pewawancara
BLOK III : KARAKTERISTIK LANSIA 1 Jenis kelamin
2
Berapa usia anda?
3
Bagaimana status pernikahan anda?
4
Apa pendidikan terakhir anda?
5
Apakah anda bekerja?
6
7
1. Laki-laki 2. Perempuan
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
tahun Menikah Tidak Menikah Janda Duda Tidak sama sekali TK SD SMP SMA D3 S1 S2 S3
1. Bekerja 2. Tidak bekerja Berapa penghasilan anda per bulan? Rp. 1. ≤ Rerata 2. > Rerata Bagaimana kondisi kesehatan anda 1. Sehat saat ini? 2. Sakit. Sakit apa? Sejak kapan?
BLOK IV : PERTANYAAN TENTANG AKTIVITAS SOSIAL 1 Apakah anda mengikuti kegiatan – 1. Tidak kegiatan yang ada di lingkungan anda? 2. Ya, sebutkan (jawaban boleh lebih dari satu, contoh : arisan, kegiatan keagamaan, dan lain – lain) BLOK V : PERTANYAAN TENTANG INTERAKSI SOSIAL Petunjuk pengisian (diisi oleh pewawancara) : Berilah tanda ( √) sesuai dengan hasil wawancara terhadap lansia No. Pernyataan Selalu Sering Kadang – Jarang kadang 1 Apakah anda memberi senyuman kepada teman yang dijumpai di jalan? 2 Apakah anda menyapa teman yang dijumpai di jalan? 3 Apakah anda menghadiri salah satu atau lebih perkumpulan yang ada di lingkungan anda? 4 Apakah anda menjenguk bila ada teman yang sakit? 5 Apakah anda melayat tetangga yang meninggal dunia?
Tidak pernah
BLOK VI : PERTANYAAN TENTANG FUNGSI KELUARGA Petunjuk pengisian (diisi oleh pewawancara) : Berilah tanda ( √) sesuai dengan hasil wawancara terhadap lansia No. Pernyataan Selalu Sering Kadang – Jarang kadang Adaptasi 1 Apakah anda puas bahwa anda dapat kembali kepada keluarga anda, bila anda menghadapi masalah? Kemitraan 2 Apakah anda puas dengan cara – cara keluarga anda membahas serta membagi masalah dengan anda? Pertumbuhan 3 Apakah anda puas bahwa keluarga anda menerima dan mendukung keinginan anda melaksanakan kegiatan dan ataupun arah hidup yang baru? Kasih Sayang 4 Apakah anda puas dengan cara – cara keluarga anda menyatakan rasa kasih sayang dan menanggapi emosi? Kebersamaan 5 Apakah anda puas dengan cara keluarga anda membagi waktu bersama?
Tidak pernah
BLOK VII : PERTANYAAN TENTANG KUALITAS HIDUP Petunjuk pengisian (diisi oleh pewawancara) : Berilah tanda ( √) sesuai dengan hasil wawancara terhadap lansia a. Pertanyaan Kualitas Hidup secara umum : nomer 1 dan 2 b. Kesehatan Fisik : 3, 4, 10, 15, 16, 17 dan 18 c. Psikologis yaitu : 5, 6, 7, 11, 19 dan 26 d. Hubungan sosial : 20, 21, dan 22 e. Lingkungan : 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24 dan 25 No
Pertanyaan
1
Menurut anda, bagaimana kualitas hidup anda?
No
Pertanyaan
2
Sangat buruk
Buruk
Biasa saja
Baik
Sangat baik
Sangat tidak memuaskan
Tidak memuaskan
Biasa saja
Memuaskan
Sangat memuaskan
Tidak pernah
Jarang
Cukup sering
Sangat sering
Berlebihan
Seberapa puaskah anda dengan kesehatan anda?
No
Pertanyaan
3
Seberapa sering anda merasa lelah untuk beraktivitas karena kondisi anda sedang sakit?
4
Seberapa sering anda membutuhkan bantuan medis untuk dapat melakukan kegiatan sehari – hari?
5
No
Seberapa jauh anda menikmati hidup? Pertanyaan
6
Seberapa jauh anda merasa hidup anda berarti?
7
Seberapa jauh anda merasa mampu berkonsentrasi ketika melakukan suatu pekerjaan? (misalnya bekerja, menjahit, memasak, dan lain-lain.
No
Pertanyaan
8
Seberapa sering anda merasa aman dalam kehidupan anda sehari – hari? (terbebas dari ancaman bahaya) Seberapa sering anda merasa lingkungan tempat tinggal anda sehat? (Air, polusi, iklim, ventilasi)
9
Tidak pernah
Jarang
Cukup sering
Sangat sering
Berlebihan
Tidak pernah
Jarang
Cukup sering
Sangat sering
Berlebihan
No
Pertanyaan
10
Apakah anda mempunyai cukup energi untuk beraktivitas?
11
Apakah anda dapat menerima penampilan tubuh anda?
12
Apakah anda memiliki cukup biaya untuk memenuhi kebutuhan anda?
No
Pertanyaan
13
14
No
15
Tidak sama sekali
Sedikit
Sedang
Sangat sering
Sepenuhnya dialami
Tidak sama sekali
Sedikit
Sedang
Sangat sering
Sepenuhnya dialami
Sangat buruk
Buruk
Biasa saja
Baik
Sangat baik
Seberapa jauh ketersediaan informasi bagi kehidupan anda dari hari ke hari? Seberapa sering anda memiliki kesempatan untuk bersenang – senang / berekreasi? Pertanyaan
Seberapa baikkah kemampuan anda dalam bergaul?
No
Pertanyaan
16
Seberapa puaskah anda dengan waktu istirahat anda? Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk melakukan aktivitas sehari – hari? Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk bekerja?
17
18
No
19
20
21
22
Pertanyaan
Seberapa puaskah anda dengan diri anda? Seberapa puaskah anda dengan hubungan sosial anda? Seberapa puaskah anda dengan kehidupan seksual anda? Seberapa puaskah anda dengan dukungan yang anda peroleh dari teman anda?
Sangat tidak memuaskan
Tidak memuaskan
Biasa saja
Memuaskan
Sangat memuaskan
Sangat tidak memuaskan
Tidak memuaskan
Biasa saja
Memuaskan
Sangat memuaskan
No
Pertanyaan
23.
Seberapa puaskah anda dengan kondisi tempat tinggal anda sekarang? Seberapa puaskah anda dengan akses anda terhadap pelayanan kesehatan? Seberapa puaskah anda dengan transportasi yang anda gunakan?
24
25
No
26
Pertanyaan
Sangat tidak memuaskan
Tidak memuaskan
Biasa saja
Memuaskan
Sangat memuaskan
Tidak pernah
Jarang
Cukup sering
Sangat sering
Selalu
Seberapa sering anda memiliki perasaan cemas dan khawatir terhadap sesuatu? BLOK VIII : PERTANYAAN TENTANG TINGKAT KEMANDIRIAN Petunjuk pengisian (diisi oleh pewawancara) : Berilah tanda ( √) sesuai dengan hasil wawancara terhadap lansia No Pertanyaan Ya Tidak 1 Apakah anda makan dengan bantuan orang lain? 2 Apakah anda berpindah dari / ke tempat tidur dengan bantuan orang lain? 3 Apakah anda menjaga kebersihan diri, mencuci muka, mencukur dan menggosok gigi dengan bantuan orang lain? 4 Apakah anda beraktifitas di toilet (menyemprot dan mengelap) dengan bantuan orang lain? 5 Apakah anda mandi dengan bantuan orang lain? 6 Apakah anda berjalan di jalan datar dengan bantuan orang lain? 7 Apakah anda naik turun tangga dengan bantuan orang lain?
No Pertanyaan 8 Apakah anda berpakaian dengan bantuan orang lain? 9 Apakah anda buang air besar dengan bantuan orang lain? 10 Apakah anda buang air kecil dengan bantuan orang lain? BLOK IX : PERTANYAAN TENTANG SKALA DEPRESI Petunjuk pengisian (diisi oleh pewawancara) : Berilah tanda ( √) sesuai dengan hasil wawancara terhadap lansia No Pertanyaan Ya 1 Apakah bapak/ibu sebenarnya puas dengan kehidupan bapak/ibu 2 Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan bapak/ibu? 3 Apakah bapak/ibu merasa kehidupan bapak/ibu hampa? 4 Apakah bapak/ibu sering merasa bosan? 5 Apakah bapak/ibu mempunyai semangat yang baik setiap saat? 6 Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada bapak/ibu? 7 Apakah bapak/ibu merasa bahagia untuk sebagian besar hidup bapak/ibu? 8 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak berdaya? 9 Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru? 10 Apakah bapak/ibu merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat bapak/ibu dibandingkan kebanyakan orang? 11 Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini menyenangkan? 12 Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga seperti perasaan bapak/ibu saat ini?
Ya
Tidak
Tidak
No 13 14
15
Pertanyaan Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat? Apakah bapak/ibu merasa bahwa keadaan bapak/ibu tidak ada harapan Apakah bapak/ibu pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari bapak/ibu?
Ya
Tidak
BLOK X. PENGUKURAN FUNGSI KOGNITIF No
Aspek
1
Orientasi
Nilai maksimal 5
2
Orientasi registrasi
5 3
3
Perhatian dan kalkulasi
5
4
Mengingat
3
Nilai lansia
Kriteria Menyebutkan dengan benar : - Tahun berapa sekarang? … - Tanggal berapa sekarang? … - Hari apa sekarang? … - Bulan apa sekarang? … Dimana sekarang kita berada? - Negara … - Propinsi … - Kabupaten … Sebutkan 3 nama objek (kursi, meja, kertas) kemudian lansia menjawab : 1. Kursi 2. Meja 3. Kertas Meminta lansia berhitung mulai dari 100 kemudian dikurangi 7 sampai 5 tingkat 1. 100, 93, … , … , … Meminta lansia untuk menyebutkan objek pada poin 2 : 1. Kursi 2. Meja 3. Kertas
5
Bahasa
9
Total
30
Menanyakan kepada lansia tentang benda (sambil menunjuk benda tersebut) : 1. Jendela 2. Jam dinding Meminta lansia untuk mengulangi kata berikut :tak ada jika, dan, atau, tetapi” Lansia menjawab “dan, atau, tetapi” Meminta lansia untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah Ambil pulpen di tangan anda, ambil kertas, menulis “saya mau tidur” 1. Ambil pulpen 2. Ambil kertas 3. … Perintahkan lansia untuk hal berikut (bila aktivitas sesuai perintah maka nilai 1 poin) “tutup mata anda” 1. Lansia menutup mata Perintahkan pada lansia untuk menulis kalimat atau menyalin gambar
Lampiran 3. LEMBAR OBSERVASI BLOK I : KONDISI FISIK LANSIA KU (pilih salah satu) : composmentis / apatis / somnolen / sopor Postur tubuh (pilih salah satu) : tegap / kifosis / skoliosis / lordosis BB : … kg TB : … cm Tekanan Darah : …/… mmHg Nadi : … x/menit Suhu tubuh :
C
Pernafasan : … x/menit
LAPORAN JALANNYA WAWANCARA : A. Siapa saja yang hadir saat wawancara dilakukan? B. Apakah wawancara dilakukan di tempat yang dapat terjaga kerahasiannnya? C. Catatan lain :
Sebelum mengakhiri wawancara, teliti kembali kelengkapan isian / jawaban responden dan ucapkan terimakasih atas partisipasinya