TESIS
IMPLEMENTASI PASAL 11 AYAT (1) UNDANGUNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA: PERSPEKTIF PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN
NI WAYAN TIRTAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i
TESIS
IMPLEMENTASI PASAL 11 AYAT (1) UNDANGUNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA: PERSPEKTIF PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN
NI WAYAN TIRTAWATI NIM. 1192462025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
IMPLEMENTASI PASAL 11 AYAT (1) UNDANGUNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA: PERSPEKTIF PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN
Tesis ini dibuat untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI WAYAN TIRTAWATI NIM. 1192462025
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 19 NOVEMBER 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr.I Dewa Gde Atmadja, SH.,MS NIP. 19441231 197302 1 003
Dr. Gde Marhendra Wijaatmadja, SH.,MH NIP. 19581115198602 1 001
Mengetahui
Ketua Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., MH NIP. 19650221 199003 1 005
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
TesisiniTelahDiuji PadaTanggal: 12 November 2014
PanitiaPengujiTesis BerdasarkanSuratKeputusanRektorUniversitasUdayana Nomor:3901/UN14.4/HK/2014 Tanggal:15 Oktober2014
Ketua
:
Prof. Dr.I DewaGdeAtmadja, SH.,MS
Anggota : 1. Dr. GdeMarhendraWijaatmadja SH.,MH 2. Dr. Ni KetutSupastiDharmawan, SH.,M.Hum.,LLM 3. Dr. I WayanWiryawan, SH.,MH 4. Dr. DesakPutuDewiKasih, SH.,MH.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Ni Wayan Tirtawati
NIM
:
1192462025
Program Studi
:
Kenotariatan
Judul Tesis
:
Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia: Perspektif Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Perusahaan Perseroan Pegadaian
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas
plagiat.Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RINo. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 27 Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,
(Ni Wayan Tirtawati)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul ”Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia: perspektif perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada perusahaan perseroan pegadaian” Dalam penulisan ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun bagi penyempurnaan tesis ini. Besar harapan penulis semoga tesis ini dapat memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulisan tesis inipun tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari para pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Dewa Gde Atmadja, SH. MS. selaku pembimbing Utama dan terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Gde Marhendra Wijaatmadja, SH., MH. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.dr. Ketut Suastika Sp.PD KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana beserta seluruh jajaran dan staf atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana
vi
Universitas Udayana. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister dan kepada Prof. Dr I Made Arya Utama, SH., MH, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak dan Ibu Dosen pengajar di program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu kepada para mahasiswa termasuk Penulis, Bapak
dan Ibu seluruh staf Karyawan di Sekretariat Magister Kenotariatan
Universitas Udayana yang telah membantu penulis dalam proses administrasi, serta Bapak Kepala Cabang dan Bagian Analisis Kredit Perusahaan Pegadaian cabang Denpasar beserta Bapak Kepala Cabang dan Bagian Analisis Kredit Perusahaan Pegadaian Cabang Tabanan yang telah memberikan informasi dan arahan dalam penulisan Tesis ini. Seluruh teman-temen Angkatan tiga yang telah memberikan banyak bantuan, semangat, selama penulis mengikuti perkuliahan dan penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orang tua Penulis I Wayan Tegodan Ni Wayan Wateri, serta suami I Made Mertajaya, SH. dan anak-anak I Gde Anrizmadha dan Ni Made Ulan Iswari yang penulis sayangi, yang
telah
mendoakan,
membantu,
memotivasi
penulis
untuk
dapat
menyelesaikan tesis ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan tesis ini.
vii
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermamfaat bagi pengembangan ilmu hukum dan menambah kepustakaan di bidang Kenotariatan serta berguna bagi masyarakat.
Denpasar,27 Agustus 2014 Penulis
viii
ABSTRAK IMPLEMENTASI PASAL 11 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA: PERSPEKTIF PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN Perusahaan Perseroan Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang bergerak dalam bidang usaha memberikan jasa pelayanan kredit berdasarkan hukum gadai dan berlaku untuk siapa saja dengan syarat jaminan berupa benda benda bergerak, dalam rangka pengembangan usaha maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa pemberian uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia. Sebagai lembaga yang memberikan kredit dengan jaminan fidusia wajib mematuhi ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 terutama Pasal 11 ayat (1) yang menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, namun pada kenyataannya ada Perusahaan Perseroan Pegadaian yang tidak mematuhi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Berdasarkan atas kesenjangan das sein dan das sollen tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan bagaimana penerapan pendaftaran jaminan fidusia menurut ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 pada Perusahaan Perseroan Pegadaian dan bagaimanakah eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dan didaftarkan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian bila debitur melakukan wanprestasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, karena beranjak dari adanya kesenjangan antara das sein dan das sollen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan analitis. Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan lokasi penelitian di Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan. Data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah data primer/data lapangan dan data sekunder/kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam tesis ini adalah teknik wawancara berencana dan membaca literatur. Tehnik sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah purposife sampling dan data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian terhadap permasalahan yang dikaji adalah terjadinya perbedaan law in bookbenda yang menjadi jaminan fidusia wajib didaftarkan sedangkan law in actionada Perusahaan Perseroan Pegadaian yang tidak mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, tetapi eksekusi atas jaminan fidusia masih bisa dilaksanakan karena kesepakatan kedua belah pihak dengan cara kekeluargaan. Kata kunci: Pendaftaran, Kredit,Fidusia,wanprestasi,eksekusi
ix
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF ARTICLE 11 PARAGRAPH (1) OF LAW NO. 42 OF 1999 CONCERNING FIDUCIARY: THE PERSPECTIVES OF CREDIT AGREEMENT WITH FIDUCIARY LIABILITY ON PAWNSHOP COMPANY Pawnshop Company isa State Owned Enterprises(SOEs), which isengagedin the business ofprovidingcreditservicesandapplicablestatutorylienforanyone withamovingobjects collateralrequirement. Inorder to developthebusiness, soGovernment RegulationNo. 103 of2000 was issued, statedof thegranting ofthe loanbased on thecollateralof fiduciarymoney. As an institutionthat provides credittoguaranteethe fiduciaryshall comply withthe provisionsset out inLaw No.42of 1999, especially Article11,paragraph(1) which statesthat theobjectsareburdenedwithfiduciarycollateralrequired to be registered, but in realitythereisnoPawnshop Company comply withArticle11 paragraph(1) of Law No.42of 1999 onFiduciary. Based onthe gapdassein and das sollen, then can be formulated the problem of how fiduciary guaranteeenrollmentapplicationpursuant to Article11 paragraph(1) of Law No.42 of 1999onCompany Pawnshopandhowexecution offiduciary insurancecompanythat is notregistered bythe CompanyPawnshopwhenborrowersare in default. This thesis is used by empiricallegal research, because it’s getting out ofthe gapbetweendasSeinanddassollen. The approach usedin this thesisis thelegislation approach, case-based approach, and theanalyticalapproach. The nature ofthe researchin this studywasa descriptivestudy, sitesinthe Pawnshop CompanybranchDenpasarandTabanan. The data usedin this thesisis theprimary data/field dataandsecondary data/literature. Data collecting techniquesused inthisthesisisplanned interview techniquesandreadingliterature. Samplingtechniquesusedin this thesisispurposivesamplingandthe data obtainedare presentedin descriptivequalitative. The research result of problem examined is occurrence of differentiation between law in book, that objects which serve as fiduciary collateral are required to be registered and law in action that there are pawnshop companies those didn’t register theirs to the the fiduciary registration office. However in this case, the execution of fiduciary collateral is still able to be done because of agreement in both of side in family way. Keywords: Registration, Credit, fiduciary, breach of contract, execution
x
RINGKASAN Tesis ini menganalis mengenai implementasi Pasal 11 ayat (1) Undangundang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia : Perspektif perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Perusahaan Perseroan Pegadaian.Bab I, menguraikan tentang latar belakang masalah yang disebabkan karena adanya kesenjangan das sein dan das sollen. Pada Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 menyatakan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Namun pada kenyataannya Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan dalam proses pemberian kredit dengan jaminan fidusia tidak semuanya didaftarkan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka pada sub bab ini diuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, landasan teoritis, metode penelitian yang digunakan. Bab II, menguraikan tentang tinjauan umum, dijabarkan lagi menjadi 6 (enam) sub bab, yaitu Tinjauan umum Perusahaan Perseroan Pegadaian, Tinjauan umum tentang perjanjian, Asas dan syarat sahnya perjanjian kredit, Tinjauan umum tentang jaminan fidusia, Lembaga lembaga yang memberikan kredit dengan jaminan fidusia, Tinjauan umum tentang eksekusi. Pada sub bab Tinjauan umum Perusahaan Perseroan Pegadaian dibahas mengenai sejarah pegadaian, struktur organisasi pegadaian, jaringan kerja dan unit usaha pegadaian. Pada sub babTinjauan umum tentang perjanjiandibahas mengenai pengertian perjanjian dan dasar hukum perjanjian, pengertian perjanjian kredit, Pada sub bab Asas dan syarat sahnya perjanjian kredit dibahas mengenaiasas kebebasan berkontrak, asas konsesualisme, asas kepastian hukum, asas etikad baik, asas kepribadian. Pada sub bab Lembaga-lembaga yang memberikan kredit dengan jaminan fidusia dibahas mengenai, koperasi, bank, PT Permodalan Nasioanal Madani, Perusahaan Pembiayaan atau Finance. Pada sub bab tinjauan umum tentang eksekusi dibahas mengenai pengertian dan dasar hukum eksekusi, macam macam eksekusi. Bab III, menguraikan tentang hasil penelitian dari permasalahan pertama yang diuraikan dalam 5 (lima) sub bab yaitu struktur organisasi Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan Cabang Tabanan, prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia di Perusahaan Perseroan Pegadaian, pembebanan dan pendaftaran jaminan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian melalui notaris, pemberian kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, faktor-faktor ketidak patuhan Perusahaan Perseroan Pegadaian dalam mendaftarkan jaminan fidusia. Hasil penelitian dalam bab ini menunjukkan bahwa pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak seluruhnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 11 ayat (1) UU No 42 tahun 1999 tentang benda yang menjadi jaminan fidusia wajib didaftarkan. Bab IV, menguraikan tentang hasil penelitian dari permasalahan kedua yang diuraikan dalam 4 (empat) sub bab yaitu mengenai kriteria penggolongan wanprestasi pada Perusahaan Perseroan Pegadaian, eksekusi jaminan fidusia pada perusahaan Perseroan Pegadaian, eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh pegadaian bila debitur wan prestasi, eksekusi jaminan fidusia yang didaftarkan oleh pegadaian bila debitur wan prestasi. Berdasarkan wawancara
xi
yang dilakukan kepada bagian analis kredit pada Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan bagi debitur yang wanprestasi untuk mengeksekusi barang jaminannya dilakukan secara kekeluargaan. Bab V, sebagai bab penutup yang menguraikan mengenai simpulan dan saran. Adapun simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa pihak perusahaan perseroan pegadaian tidak sepenuhnya mengimplementasikan Pasal 11 ayat (1) Undang Undang No 42 tahun 1999, dan eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh Perusahaan Pegadaian bila debitur wanprestasi akan dilakukan secara kekeluargaan. Saran yang dapat diberikan kepada kedua permasalahan yang dikaji dalam penelitian tesis ini adalah seyogyanya pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang No 42 tahun 1999 mengenai memberikan sanksi yang tegas terhadap kreditur yang tidak mendaftarkan akta jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.........................................................v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................. ix ABSTRACT ...............................................................................................................x RINGKASAN ........................................................................................................ xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................15 1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................15 1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................15 1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................................15 1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................16 1.4.1 Manfaat Teoritis ......................................................................16 1.4.2 Manfaat Praktis........................................................................16
xiii
1.5 Kerangka Teoritis ................................................................................17 1.5.1 Teori KesadarandanKepatuhanHukum ......................................17 1.5.2 Teori Sistem Hukum................................................................. 23 1.5.3 Konsep Jaminan Fidusia ............................................................25 1.5.4 Konsep Kepastian Hukum Jaminan Fidusia ..............................27 1.5.5 Konsepwanprestasi ....................................................................28 1.6 Metode penelitian ................................................................................29 1.6.1 Jenis Penelitian ..........................................................................29 1.6.2 Jenis Pendekatan ........................................................................29 1.6.3 Sifat Penelitian ...........................................................................30 1.6.4 LokasiPenelitian ........................................................................31 1.6.5 Data danSumber data .................................................................32 1.6.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................33 1.6.7 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ........................................34 1.6.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................34 BAB II TINJAUAN UMUM ................................................................................36 2.1 Tinjauan Umum Perusahaan Perseroan Pegadaian .............................36 2.1.1 Sejarah Pegadaian....................................................................36 2.1.2 Struktur Organisasi Pegadaian Pusat .......................................40 2.1.3 Jaringan Kerja dan Unit Usaha Pegadaian ..............................40 2.1.4 SumberPermodalan Pegadaian ................................................44 2.2 Tinjauan umum Tentang Perjanjian ....................................................46
xiv
2.2.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian ...............46 2.2.2 Pengertian Perjanjian Kredit ...................................................48 2.2.3 Asas dan Syarat sahnya Perjanjian Kredit ..............................55 2.2.3.1 Asas Kebebasan Berkontrak ........................................55 2.2.3.2 Asas Konsensualisme ..................................................58 2.2.3.3 Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)............59 2.2.3.4 Asas Itikad Baik...........................................................60 2.2.3.5 Asas Kepribadian .........................................................60 2.3 Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia..........................................65 2.3.1 Sejarah Fidusia ............................................................................65 2.3.2 Asas-asas Fidusia .........................................................................66 2.3.3 Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia dilakukan dengan perjanjian secara tertulis yang dituangkan dalam akta Jaminan Fidusia ..........................................................................................69 2.3.4 Lahir dan Hapusnya Fidusia.........................................................73 2.4 Lembaga-Lembaga yang memberikan kredit dengan jaminan fidusia 74 2.4.1 Koperasi .......................................................................................74 2.4.2 Bank .............................................................................................74 2.4.3 PT. Permodalan Nasional Madani................................................75 2.4.4 Perusahaan Pembiayaan atau Finance .........................................75 2.5 Tinjauan Umum Tentang Eksekusi ..................................................... 76 2.5.1 Pengertian dan dasar hukum eksekusi..........................................76 2.5.2 Macam-macam eksekusi ..............................................................80
xv
BAB III PENERAPAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT KETENTUAN PASAL 11 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 OLEH PERUSAHAAN PERSEROANPEGADAIAN ...................................................................84 3.1 Struktur Organisasi Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan .......................................................84 3.2 Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan fidusia di Perusahaan Perseroan Pegadaian ......................................................86 3.3 Pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia oleh Perusahan Perseroan Pegadaian melalui notaris secara online system .............92 3.4 Pemberian Kredit dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan ...96 3.5 Faktor-faktor ketidakpatuhan Perusahaan Perseroan Pegadaian dalam mendaftarkan jaminan fidusia .............................................111 BABIV EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAKDIDAFTARKAN
DAN DIDAFTARKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN BILA DEBITUR MELAKUKAN WANPRESTASI ....119 4.1 Kriteria penggolongan wanprestasi pada Perusahaan Perseroan Pegadaian ........................................................................................119 4.2 Eksekusi jaminan fidusia pada Perusahaan Perseroan Pegadaian .121 4.3 Eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan oleh pegadaian bila debitur wanprestasi ..................................................................128 4.4 Eksekusi jaminan fidusia yang didaftarkan oleh pegadaian bila debitur wanprestasi ..................................................................130 BAB V PENUTUP.............................................................................................134 5.1 Simpulan ........................................................................................134 5.2 Saran ..............................................................................................135 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................136 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lamiran I
: Daftar Informan
Lampiran II
: Contoh Perjanjian Kredit Kreasi dan warkah
Lampiran III : Contoh Akta Jaminan Fidusia Lampiran IV : Contoh sertipikat fidusia
xvii
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut juga UUD 1945). Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan
dana yang
besar.
Seiring
dengan
meningkatnya kegiatan
pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam atau perjanjian kredit. Kredit sangat vital bagi pembangunan ekonomi, karena itu kredit selalu dibutuhkan bagi pengembangan usaha oleh para pengusaha baik pengusaha besar, menengah, ataupun kecil. Kredit merupakan penunjang pembangunan sehingga diharapkan masyarakat dari semua lapisan dapat berperan. Segala kebutuhan masyarakat supaya terpenuhi tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit sehingga setiap anggota masyarakat berusaha dengan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah keuangannya masing-masing. Cara yang dilakukan masyarakat adalah dengan menggadaikan harta benda miliknya kepada lembaga pegadaian, dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. Pemberian kredit kepada golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil adalah sesuatu yang wajar bahkan wajib jika ditujukan untuk 1
2 menciptakan masyarakat adil dan makmur secara merata di seluruh lapisan masyarakat. Namun harus diingat-ingat bahwa dalam hal kredit dari pihak pemberi (kreditur) memberikan pinjaman kepada penerima (debitur) dengan harapan bahwa pinjaman itu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk kemajuan usaha debitur. Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Pasal 1150 KUHPerdata. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. Lembaga gadai pertama kali didirikan oleh Pemerintah di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian. Pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman dengan hukum gadai. Dalam masa ini Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan PP. No.7 Tahun 1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan PP. No. 10 Tahun 1990 (yang diperbaharui dengan PP. No. 103 Tahun 2000). Tonggak awal kebangkitan Pegadaian yaitu Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tanggal 1 April 1990 selanjutnya disebut juga PP. No. 10
3 Tahun 1990. Perlu dicermati bahwa PP. Nomor 10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba. Misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP. Nomor 103 Tahun 2000 yang dijadikan landasan kegiatan dan pengembangan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang dan tanggal 13 Desember 2011 Perum Pegadaian berubah bentuk badan hukum menjadi Perseroan Terbatas, dengan PP. Nomor 51 tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. PT Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang bergerak dalam bidang usaha memberikan jasa pelayanan kredit berdasarkan hukum gadai dan berlaku untuk siapa saja dengan syarat jaminan berupa benda-benda bergerak. Perusahaan Perseroan (Persero) Pegadaian untuk selanjutnya disebut juga (Pegadaian) dalam rangka pengembangan usaha dan kegiatan dalam penyaluran uang pinjaman berdasar jaminan fidusia, untuk memperoleh dasar hukumnya jaminan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian pada Pasal 8 ayat (b) yang berbunyi : “Penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertipikasi logam mulia dan batu adi, unit toko emas serta usahausaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan”. Pemberian pinjaman berdasarkan jaminan fidusia juga tertuang ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) yaitu Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan:
4 Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) untuk melakukan usaha dibidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah kebawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah serta optimalisasi pemamfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas Pemberian pinjaman berdasarkan jaminan fidusia sangat jelas juga dicantumkan dalam Pasal 2 ayat (2) butir b. “Penyaluran pinjaman
berdasarkan jaminan
fidusia; ” merupakan salah satu kegiatan usaha utama dari Pegadaian ini. Penawaran pinjaman atau kredit pada lembaga keuangan lainnya banyak, tetapi Pegadaian tetap menjadi pilihan masyarakat yang membutuhkan dana, karena lembaga ini memberikan pembiayaan jangka pendek dengan syarat yang mudah dan cepat. “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” adalah slogan dari Pegadaian yang sangat sesuai dengan hal ini. Salah satu produk dari Pegadaian yang fleksibel adalah produk Kreasi (Kredit Angsuran Fidusia) suatu kredit dengan angsuran bulanan yang diberikan kepada usaha mikro kecil dan menengah. Nilai pinjaman bisa mencapai 100 (seratus) juta rupiah dengan ketentuan sebagai berikut: Syaratnya harus punya usaha minimal sudah berjalan setahun. Tempo pengajuan 3-4 hari dengan agunan motor atau mobil angsuran pinjaman mulai dari 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan ataupun 36 bulan. Sewa modal (bunga) pun relatif murah, hanya 0,9 % per bulan flat atau 11,8% per tahun. Pelunasan kredit dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan dengan jumlah angsuran tetap. Pelunasan sekaligus dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan pemberian diskon sewa modal.1 Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang
1
Danausaha.net/mengenal produkproduk-kreditpegadaian.html, diakses tanggal 18 Februari 2014.
dari
perum
5 lebih baik. Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan. Kemajuan tersebut dapat tergambar apabila mereka memperoleh keuntungan serta mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat atau negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak. Fungsi kredit pada dasarnya adalah untuk pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat (to service the society) dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, dan jasa-jasa bahkan konsumsi yang kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditur kepada debitur. Dalam hal ini perusahaan penerima fidusia kepada konsumen yang mengikutkan adanya jaminan dan jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan perusahaan penerima Fidusia. Pada umumnya Pegadaian didalam melaksanakan penyaluran pinjaman secara fidusia kepada konsumen dengan menggunakan perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia berupa Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Dalam prakteknya banyak dari
perjanjian yang dibuat oleh perusahaan tersebut tidak dibuat dalam Akta Notariil (Akta Notaris) dan
tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk
mendapat sertifikat Akta yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” walaupun secara tertulis Pegadaian tersebut dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, termasuk yang berada di luar wilayah Negara RI seperti tercantum
6 dalam Pasal 11 ayat (2). Dalam Konsiderans Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia antara lain dirumuskan bahwa keberadaan UndangUndang tentang Jaminan Fidusia diharapkan memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi yang berkepentingan dan jaminan tersebut perlu didaftarkan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Penggunaan kata-kata perlu dan wajib mengandung sifat ambigu/kemenduaan (ambiguity) dan multitafsir yang jauh dari prinsip kepastian hukum. Keragu-raguan tentang wajib atau tidaknya pendaftaran tersebut diperkuat dengan kendala tidak adanya batasan jangka waktu pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Hal tersebut akan mengurangi kepercayaan para pelaku bisnis khususnya kreditur sebab sifat spesialitas dan publisitas serta hak preferent (droit de preference) atau hak untuk didahulukan terhadap kreditur lain pasti mengalami kendala, apabila debitur melakukan wanprestasi. Fidusia menjadi semakin menarik bagi kalangan bisnis setelah keluarnya kebijakan Peraturan Menteri Keuangan RI No.130/PMK.010/2012.tanggal 7 Agustus 2012 dan mulai berlaku sejak 7 Oktober 2012. Seiring dengan itu peran Notaris sangat dibutuhkan dalam mendukung keluarnya pelaksanaan Permenkeu tersebut dengan memberikan pelayanan secara cepat dan efisien. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia : “Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN
7 YANG MAHA ESA". Demikian juga Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa: “Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Berikutnya Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia : “Apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri.” Melihat ketentuan diatas sebenarnya jika kreditur dalam hal ini Perusahaan Penerima Fidusia tersebut membuat Perjanjian ke dalam Akta Notariil (Akta Notaris) dan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia maka akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan sertifikat jaminan fidusia itulah kreditur/penerima fidusia secara serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie) tanpa memerlukan putusan Pengadilan karena Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Setelah mengetahui dasar dan ketentuan tersebut diatas, akibat hukum dari perjanjian Fidusia yang dibuat tanpa menggunakan bentuk Akta Notariil dan tidak didaftarkan, maka perjanjian dengan jaminan Fidusia tersebut hanyalah berupa Akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan konsumen. Permasalahan yang muncul adalah ketika konsumen tidak membayar angsuran
8 dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka Pihak Perusahaan Penerima Fidusia tidak dapat secara serta merta mengeksekusi secara langsung. Terkait dengan beberapa kendala di lapangan, perlu diketahui terlebih dahulu dalam sistem hukum jaminan, Tan Kamelo menegaskan bahwa sistem hukum jaminan yang baik dengan mengatur asas-asas dan norma-norma yang tidak tumpang tindih (overlapping) satu sarna lain.2 Menurut asas hukum dalam jaminan fidusia harus berjalan secara harmonis dengan asas hukum di bidang hukum jaminan kebendaan lainnya. Sedangkan menurut A.A. Andi Prajitno mengatakan bahwa: Ketidakselarasan pengaturan asas hukum dalam jaminan fidusia dengan jaminan kebendaan lainnya akan menyulitkan penegakan hukum jaminan fidusia tersebut, sehingga sebaiknya hukum jaminan harus memberikan kepastian hukum, baik bagi kreditor maupun untuk debiturnya yang mengadakan perjanjian dalam penjaminan.3 Dalam pemberian kredit sudah pasti dengan perjanjian dan juga adanya suatu jaminan. Salah satu lembaga jaminan yang dikenal adalah "Fidusia". Fidusia merupakan pengalihan dan kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, pembiayaan dengan jaminan fidusia akan mengalihkan kepemilikan kendaraan bermotor dari debitur kepada Perusahaan penerima fidusia.
2
Tan Kamelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Penerbit Alumni, Bandung, 2006, hal. 173. 3 A.A. Andi Prajitno, 2011, Hukum Fidusia : Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Widya Pustaka, Malang, hal. 76.
9 Pemerintah telah menetapkan kebijakan perkreditan melalui lembagalembaga keuangan, milik pemerintah maupun swasta yang memberikan kredit bunga rendah dan kemudahan lainnya, hingga prosedur yang diterapkan dalam memperoleh kredit juga mudah dan cepat. Prosedur yang susah akan mengakibatkan sulitnya mengajukan kredit. Perjanjian kredit tersebut bila pihak debitur wanprestasi, maka pihak kreditur berhak untuk menarik benda jaminan dari kekuasaan debitur, kemudian pihak kreditur menjual benda jaminan di muka umum dan hasil penjualannya diperhitungkan dengan piutang debitur. Pasal 1131 KUHPerdata ditetapkan bahwa semua kebendaan seseorang secara umum menjadi jaminan bagi perikatannya. Jaminan secara umum ini kadang-kadang menyebabkan seorang kreditur hanya memperoleh sebagian dari uangnya saja, karena jaminan ini berlaku bagi semua kreditur. Jaminan seperti ini dinamakan jaminan kebendaan, yang dapat berbentuk Gadai, Hipotik, Hak Tanggungan ataupun Jaminan.Untuk itulah diperlukan suatu lembaga Jaminan yang dikenal dengan Lembaga Jaminan Fidusia, yaitu suatu bentuk jaminan hutang yang obyeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut. Fidusia sudah dikenal lama dalam bahasa Indonesia yang berarti kepercayaan. Menurut Undang-Undang Nomor 42 tahun1999 Tentang Fidusia ini disebut juga dengan istilah "penyerahan hak milik secara kepercayaan".4Fidusia adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan dari debitur kepada kreditur.
4
H. Martin Roestamy, 2009, Hukum Jaminan Fidusia, PT. Percetakan Penebar Swadaya, Jakarta, hal. 48.
10 Penyerahan hak milik secara kepercayaan dalam ini lazim disebut penyerahan Constitutum Possesorium (penyerahan dengan melanjutkan penguasaannya). Kontruksi fidusia adalah adanya penyerahan hak milik atas barang-barang kepunyaan debitur kepada kreditur. Sementara penguasaan fisik atas barangbarang itu tetap pada debitur (Constitutum Possesorium) dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi hutangnya, maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur.5 Pemberian kredit seperti ini pihak kreditur berharap pengembalian kredit yang telah diberikan dengan bunga yang telah ditetapkan tepat pada waktunya dan lancar. Namun dalam praktiknya tidaklah semuanya dapat berjalan dengan lancar, sebab banyak kredit yang mengalami penunggakan. Ada kalanya, pengembalian kredit yang telah diberikan oleh kreditur mengalami hambatan (problem loan), maka disinilah peran lembaga jaminan fidusia berfungsi, oleh karena setiap perjanjian kredit kendaraan bermotor yang telah didaftarkan di lembaga jaminan fidusia akan memperoleh atau berhak mendapatkan bantuan dari pihak yang berwajib untuk mengambil barang fidusia yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit tersebut. Pentingnya fidusia jo Pasal 3 tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No 130/PMK.010/2012 yang berbunyi :6 Pasal 1 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran 5
Munir Fuady,2003, Jaminan Fidusia Revisi Kedua. PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal. 10. 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3, hal. 2.
11 Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia. Pasal 3 Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertipikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada Perusahaan Pembiayaan Peraturan tersebut berfungsi memberikan kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan (fidusia) kepada perusahaan pembiayaan, Penyerahan itu perlu dilakukan pendaftaran jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, yaitu Kementrian Hukum dan HAM. Pendaftaran fidusia ini dimaksudkan untuk rnemberi kepastian hukurn kepada penerima fidusia (kreditur) untuk rnenerima pelunasan, apabila pihak pemberi fidusia (debitur) lalai atau wanprestasi, Dengan didaftarkannya benda yang dijaminkan dengan fidusia juga dapat memenuhi asas publisitas. Setelah didaftarkan berarti benda tersebut dicatatkan di kantor pendaftaran fidusia. Hal ini akan berpengaruh pula kepada kedudukan pihak perusahaan penerima fidusia dan lembaga pembiayaan (finance) sebagai pihak penerima fidusia (kreditur), dalam hal pihak debitur wanprestasi. Pihak kreditur memiliki hak didahulukan (preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil eksekusi benda yang difidusiakan. Berdasarkan hasil prapenelitian per Desember 2013, dalam pemberian fasilitas kredit secara fidusia pada perusahaan pemberi Fidusia yaitu Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan wawancara dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014,
12 pada pukul 10.00 Wita, dengan I Komang Gede Suardiana, Bagian analis Kredit: Jumlah transaksi sebanyak 7 transaksi jumlah akta yang didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia adalah 4 akta, yang hanya dibuatkan Perjanjian Kredit dan diwarmek oleh notaris berjumlah 3, dan Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar wawancara dilakukan pada tanggal 28 Januari 2014, Pukul 14.00 Wita, dengan Bapak Suryana, Bagian Analis kredit, Jumlah transaksi 19 transaksi, jumlah akta yang didaftarkan 6 akta, hanya dibuatkan Perjanjian kredit dan diwarmeck oleh notaris sebanyak 13 transaksi hal ini berarti dijumpai perusahaan pemberi Fidusia dalam pemberian kreditnya hanya dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan dan tidak dibuatnya akta jaminan fidusia sebagai dasar untuk pendaftaran ke Kantor Pendaftaran Fidusia sehingga tidak diperoleh sertipikat fidusia sebagai dasar untuk penarikan benda jaminan fidusia bila debitur wanprestasi. Pihak perusahaan penerima Fidusia selaku kreditur tidak melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia. Berdasarkan uraian diatas, terlihat adanya perbedaan antara pelaksanaan (das sein) dan pengaturan (das solen), sehingga menarik untuk diteliti dan diangkat karya ilmiah dalam bentuk tesis. Adapun judul penelitian ini adalah “IMPLEMENTASI PASAL 11 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA: PERSPEKTIF PERJANJIAN KREDIT
DENGAN
JAMINAN
FIDUSIA
PADA
PERUSAHAAN
PERSEROAN PEGADAIAN” Berdasarkan hasil penelusuran penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyangkut masalah”Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
13 Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia: Perspektif Perjanjian Kredit dengan Jaminan fidusia pada perusahaan perseroan pegadaian” Penulis tidak menemukan Tesis maupun karya tulis lainnya yang meneliti hal yang sama dengan penelitian penulis, Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh penelitipeneliti lainnya seperti disimak dari hasil penelusuran penelitian terkait sebagai berikut: Tesis dari Mirwan Syarief Bawazier, alumni dari mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Diponogero Semarang dengan
judul tesis
Akibat
Hukum Jika Debitur Wanprestasi Dalam Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia Pada PT. FIF Di Kota Pekalongan. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis empiris, adapun pokok permasalahan yang ditulis dalam tesis ini adalah Bagaimanakah Akibat Hukum jika debitur wanprestasi dalam pembiayaan konsumen dengan jaminan fidusia pada PT FIF cabang Pekalongan, dan upaya apa yang dilakukan oleh FIF cabang pekalongan jika debitur wan prestasi. Dari uraian tesis Mirwan Syarief Bawazier perbedaannya dia lebih cenderung menganalisis tentang akibat hukum jika debitur wanprestasi, sedangkan penulis membahas tentang Implementasi Pasal 11 ayat (1) UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia persamaannya yaitu sama-sama membahas tentang penyaluran pinjaman berdasarkan fidusia dan debiturnya wanprestasi. Tesis dari Efrizal Monti, alumni dari Universitas Dipenogoro Semarang, dengan judul tesis “Penyelesaian Kredit Macet dengan jaminan fidusia terhadap kendaraan bermotor di PT. Bhakti Finance Bandar Lampung”, metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis empiris, adapun permasalahan
14 yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana pelaksanaan pemberian kredit atas kendaraan bermotor pada PT Bhakti Finance Bandar Lampung, dan bagaimana penyelesaian kredit macet terhadap kendaraan dengan jaminan fidusia di PT Bhakti Finance Bandar Lampung. Dari uraian tesis yang dianalisa oleh Efrizal Monti perbedaannya lebih cendrung menganalisa penyelesaian kredit macet sedangkan tesis yang penulis kaji lebih banyak membahas tentang Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan persamaannya sama-sama membahas tentang jaminan fidusia terhadap kendaraan bermotor. Tesis dari Ilda Agnes, alumni dari Universitas Dipenogoro Semarang, dengan judul tesis Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Tidak didaftarkan Ke Kantor Pendaftaran Fidusia (studi kasus di PT BPR Arthaprima Danayasa Bekasi),
metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah normatif
empiris, adapun permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana pelakasanaan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit Bank Perkreditan Rakyat Arthaprima Danayasa Bekasi dan apa keuntungan secara yuridis terhadap Surat Kuasa Jual atas objek jaminan fidusia yang dipersyaratkan untuk diwarmerking oleh notaris. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun ada peneliti terdahulu yang pernah melakukan penelitian
mengenai
masalah
Fidusia,
namun
secara
permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini.
substansi
pokok
15 1.2.Rumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan pendaftaran jaminan fidusia menurut ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 pada
Perusahaan Perseroan Pegadaian? 2. Bagaimanakah eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dan didaftarkan
oleh
Perusahaan Perseroan Pegadaian bila debitur
melakukan wanprestasi? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus. Adapun kedua tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1.3.1.Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu Hukum, khususnya bidang hukum kenotariatan untuk mengetahui Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia: Perspektif perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. 1.3.2.Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum di atas dan dengan menekankan kepada aspek normatifnya, adapun tujuan khusus dari penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang dibahas yakni :
16 1. Untuk mengkaji dan menganalisis penerapan pendaftaran jaminan fidusia menurut ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No 42 Tahun 1999 pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. 2. Untuk mengkaji dan menganalisis eksekusi jaminan yang tidak didaftarkan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian bila debitur melakukan wanprestasi. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya sangat diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat tioritis maupun praktis sebagai berikut : 1.4.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan di bidang ilmu Hukum, khususnya pada Perusahaan Perseroan Pegadaian, dan nasabah. 1.4.2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada Perusahaan Penerima Fidusia (Debitur dan Kreditur), Notaris, masyarakat, maupun peneliti sendiri. Adapun manfaat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan Penerima Fidusia, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan
dan
pemahaman
berkenaan
pentingnya
pendaftaran jaminan fidusia untuk memberikan kepastian hukum dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia. 2. Bagi Notaris, untuk memberikan bantuan memperlancar proses pendaftaran jaminan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
17 3.
Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia bila debitur wanprestasi.
4.
Bagi peneliti sendiri, di samping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan serta wawasan di bidang hukum jaminan
mengenai Implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia: Perspektif perjanjian kredit dengan jaminan fidusia Pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. 1.5. Kerangka Teoritis 1.5.1
Teori Kesadaran dan Kepatuhan Hukum Penelitian dapat disebut sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.pada dasarnya pengertian dari penelitian itu adalah penerapan suatu pendekatan ilmiah untuk mengkaji sebuah masalah. Ini merupakan salah satu dari cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan, dari yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Penelitian pada dasarnya terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari), dengan demikian penelitian diartikan mencari atau menemukan sesuatu kembali. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan7
7
Soerjono Soekanto, 1986, Jakarta, hal. 33
Pengantar Penelitian Hukum,
UI Press,
18 Salah satu faktor yang mengikuti perkembangan hukum dalam masyarakat adalah Kesadaran hukum masyarakat itu sendiri. Faktor kesadaran hukum ini sangat memainkan peran penting dalam perkembangan hukum artinya semakin lemah tingkat kesadaran masyarakat, semakin lemah pula kepatuhan hukumnya sebaliknya semakin kuat kesadaran hukumnya semakin kuat pula faktor kepatuhan hukum. Oleh karena itu, proses perkembangan dan efektifitas hukum dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Di dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat tentang kesadaran hukum. Perihal kata atau pengertian kesadaran hukum, ada juga yang merumuskan bahwa sumber satu-satunya dari hukum dan kekuatan mengikatnya adalah kesadaran hukum dan keyakinan hukum individu di dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu, merupakan pangkal dari pada kesadaran hukum masyarakat.8 Selanjutnya pendapat tersebut menyatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat adalah jumlah terbanyak dari pada kesadaran kesadaran hukum individu sesuatu peristiwa yang tertentu. Kesadaran hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satunya konsepsi mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-ajaran kesadaran hukum lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik secara individual maupun kolektif.9 Konsepsi ini berkaitan dengan aspek-aspek kognitif dan perasaan yang sering kali dianggap sebagai faktor-faktor
8 9
Ibid, hal. 147 Ibid, hal. 217
19 yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat. Pengertian kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto pada hakekatnya berkaitan dengan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.10 Sudikno Mertokusumo juga mempunyai pendapat tentang pengertian kesadaran hukum menyatakan bahwa kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain.11 Paul Scholten juga mempunyai pendapat tentang arti kesadaran hukum. Menyatakan kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak dilakukan.12
10
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum, Edisi Pertama, CV. Rajawali, Jakarta, hal, 152. 11 Sudikno Mertokusumo, 1981, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta, hal. 3 12 Paul Scholten: Algemeen Deen, hal. 166 N.V. Uitgeversmaatschappij W.E.J Tjeenk Willink 1954, Kutipan diambil dari buku Sudikno Mertokusumo, 1981, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta, hal. 2.
20 Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, jelas bahwa kesadaran hukum mempunyai peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kebutuhan-kebutuhan utama atau dasar, dan para warga masyarakat menetapkan pengalaman-pengalaman tentang faktor-faktor yang mendukung dan yang mungkin menghalang-halangi usahanya untuk memenuhi kebutuhan
utama
atau
dasar
tersebut.
Apabila
faktor-faktor
tersebut
dikonsolidasikan, maka terciptalah sistem nilai-nilai yang mencakup konsepsikonsepsi atau patokan-patokan abstrak tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya harus dilakukan olah Perusahaan Perseroan Pegadaian.
Kewajibannya untuk
mendaftarkan perjanjian kredit dengan dengan cara fidusia ke Kantor pendaftaran Fidusia sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu Undang-Undang Fidusia tahun 1999 Pasal 11 ayat (1)
benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib
didaftarkan. Dalam menjadikan kesadaran hukum sebagai landasan dalam memperbaiki sistem hukum, Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah mengajukan 4 (empat) indikator, yaitu; kesadaran tentang ketentuan-ketentuan hukum,
kesadaran
tentang pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, kesadaran akan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, dan kesadaran pada penaatan atau kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum.13 Mengenai 4 (empat) indikator itu masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, dalam menuju adanya pengetahuan hukum, pemahaman hukum; sikap dan pola 13
Soerjono Soekanto, loc cit.
21 prilaku/penerapan hukum yang bukan saja menjadi milik bagi sarjana hukum, atau penegak hukum, tetapi milik semua masyarakat, karena dimasyarakatlah hukum dilaksanakan. Untuk membangun sistem hukum yang lebih baik, bukan semata membangun ketiga unsur sistem hukum yang sudah dikemukakan di atas, bukan pula hanya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, tetapi juga membina kesadaran hukum masyarakat. Pendapat Soekanto dan Mustafa Abdullah, bahwa kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap apa yang dianggap sebagai hukum yang baik dan/atau hukum yang tidak baik.14 Penilaian terhadap hukum tersebut didasarkan pada tujuannya, yaitu apakah hukum tadi adil atau tidak adil, oleh karena keadilan yang diharapkan oleh warga masyarakat. Permasalahan kesadaran hukum timbul di dalam kerangka mencari dasar sahnya hukum yang merupakan konsekwensi dari masalah yang timbul di dalam penerapan tata hukum atau hukum positif. Dengan demikian, berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat ditarik pemahaman bahwa kesadaran hukum merupakan suatu kategori penilaian, berdasarkan kenyataan tertentu yang sesungguhnya hidup dalam kejiwaan manusia yang menyebabkan manusia dapat memisahkan antara hukum (kebenaran) dan yang bukan hukum (kebatilan), jadi tidak ubahnya mana yang benar dan yang tidak benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Bagi masyarakat yang sedang berkembang, termasuk masyarakat Indonesia, bahwa masalah kesadaran hukum kian bertambah rumitnya, oleh karena berbagai faktor yaitu; bahwa masyarakatnya sedang mengalami masa transisi di mana sistem norma-norma yang lama ingin ditinggalkan, akan tetapi 14
Soerjono Soekanto, loc cit.
22 sistem norma-norma yang baru belum terbentuk secara mantap. Bahkan kesadaran akan kewajiban hukum ini sering timbul dari kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang nyata. Kalau suatu peristiwa terjadi secara terulang dengan teratur atau ajeg, maka lama-lama akan timbul pandangan atau anggapan bahwa memang demikianlah seharusnya atau seyogyanya dan hal ini akan menimbulkan pandangan atau kesadaran bahwa demikianlah hukumnya atau bahwa hal itu merupakan kewajiban hukum. Dalam
rangka
menjadikan
kesadaran
hukum
sebagai
landasan
memperbaiki sistem hukum, maka menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah diperlukan 4 (empat) faktor sebagai berikut:15 1. Pengetahuan tentang ketentuan-ketentuan hukum, artinya secara tradisional ada suatu peraturanperaturan yang secara legislative, maka dengan sendirinya peraturan-peraturan tadi akan tersebar luas dan diketahui umum. Setidak-tidaknya menjadi suatu asumsi
umum bagi para pembentuk hukum.
2. Pengakuan terhadap
ketentuan-ketentuan hukum, artinya pengakuan masyarakat terhadap ketentuanketentuan hukum tertentu berarti bahwa mereka mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu. Artinya adanya suatu derajat pemahaman yang tertentu terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Bahwa pada pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, memiliki tingkatan kesadaran hokum lebih tinggi dibandingkan dari sekadar pengetahuan belaka. 3. Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, artinya bahwa ketentuanketentuan hukum berlaku karena dihargai oleh masyarakat. Suatu ketentuanketentuan hukum dihargai atau tidak dihargai karena disebabkan dengan beberapa 15
Soerjono Soekanto, op. cit, hal. 59.
23 hal, yaitu: a) Ketentuan-ketentuan hukum tertulis tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan masyarakat yang terjadi. b) Hukum tidak sesuai dengan sistem nilai yang berlaku. c) Khususnya mengenai hukum baru, dapat timbul perbedaan oleh karena hukum tadi berhasil mengubah pendapat umum masyarakat. d) Adanya perbedaan-perbedaan antara apa yang dikehendaki dari hukum dengan apa yang dikehendaki masyarakat umum. 4. Penaatan/kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, artinya bahwa dengan diumumkannya suatu ketentuan hukum, dengan sendirinya masyarakat akan mengetahuinya dan selanjutnya mematuhinya. Kesadaran hukum sebagai landasan di dalam memperbaiki sistem hukum, yang terpenting pula adalah kesesuaian antara nilainilai yang ada pada diri seseorang dan masyarakat dengan peraturan hukum yang berlaku, sehingga pada gilirannya peraturan hukum yang berlaku tersebut memiliki kedaulatan. Dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum tercermin pada sikap bathin manusia dan perilaku masyarakat terhadap hukum yang berlaku. Dengan demikian faktor kesadaran hukum menjadi faktor utama dalam menunjuk keberhasilan penegakan hukum dalam masyarakat dalam hal ini adalah Perusahaan Perseroan Pegadaian, yang pada gilirannya akan menjadi landasan dalam memperbaiki sistem hukum, sebab tanpa kesadaran hukum amatlah sulit mencapai apa yang dinamakan supremasi hukum. 1.5.2 Teori Sistem Hukum Permasalahan Pertama dan kedua dibahas dengan teori system hukum, teori Lawrence M. Friedman terkenal dengan nama Theree Elements of legal System, menurut Lawrence M. Friedman tersebut mengajarkan bahwa hukum itu
24 harus dipersepsikan sebagai suatu sistem, maksudnya yaitu hukum itu bukan anasir tunggal melainkan eksistensinya mesti didukung beberapa unsur yang saling mempengaruhi. Unsur yang dimaksud menurut Lawrence M. Friedman adalah: ”legal structure (struktur hukum)”, ”legal substance (subtansi hukum)”, ”legal culture (budaya hukum)”,16 tiga sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman dalam Ahmad Ali yang dimaksud sistem hukum tersebut adalah: 17 a. Struktur hukum, yaitu keseluruhan institusi-institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakup antara lain kepolisian, dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan hakimnya, dan lain-lain; b. Subtansi hukum, yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan; c. Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan (keyakinankeyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak, baik dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum. Tiga unsur sistem hukum oleh Friedman dapat diibaratkan seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan18. Kultur hukum menurut Lawrence M. Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
16
Lawrence M. Friedmann, 1985, American Law, W.W. Norton & Company New York London, hal. 5 17 Ahmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Teory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Kencana Prenada Media Group , Jakarta, hal. 204 18 http://www.scribd.com/doc/132230281/ Teori Sistem Hukum Friedman, diakses tanggal 13 Maret 2014.
25 harapannya.19 Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. 1.5.3
Konsep Jaminan Fidusia Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999, maka Indonesia mempunyai aturan sendiri tentang jaminan fidusia dalam hukum positif nasional. Sebelumnya eksistensi
jaminan
nama“Fiduciaire
fidusia
dalam
praktik
eigendomsoverdracht”
yang
sehari-hari kemudian
dikenal disingkat
dengan FEO.
Kebiasaan tersebut lahir berdasarkan yurispredunsi yang diberlakukan di Belanda, yang dikenal dengan nama Bierbrouwerij – Arrest. FEO mempunyai pengalihan hak milik secara kepercayaan. Peraturan jaminan FEO timbul berkenaan dengan ketentuan Pasal 1152 ayat (2) B.W. yang mengatur tentang gadai tidak dapat digunakan untuk lembaga fidusia. Timbulnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia selain dibuat untuk memacu aktivitas perekonomian dengan jaminan kepastian hukum terutama bagi pengusaha-pengusaha kecil untuk menghadapi ekonomi global, sehingga dapat diharapkan lebih tahan dan tidak mudah terpengaruh menghadapi perubahan perekonomian yang sangat pesat. Lembaga 19
Ahmad Ali, loc. cit.
26 jaminan fidusia tercipta karena kebutuhan dari praktik dan perkembangan masyarakat dalam praktik operasional perbankan, juga dalam praktik notaris. Lembaga Jaminan Fidusia tersebut telah dipraktikkan dan diakui sebagaimana dalam yurisprudensi di Indonesia sejak tahun 1932. Kegiatan ekonomi tersebut mengandung pengertian bahwa kegiatan dimaksud merupakan suatu proses yang harus dilakukan dengan beberapa cara dan tahapan sebagai berikut. 1. Secara terus menerus dan tidak putus-putus atau suatu kegiatan yang berkelanjutan; 2. Dilakukan secara terang-terangan sah bukan illegal sesuai ketentuan peraturan yang berlaku; dan 3. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan orang lain. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat disimak bahwa Jaminan Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu, bahwa yang dimaksudkan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan dengan syarat bahwa benda yang menjadi obyeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.
27 1.5.4
Konsep Kepastian Hukum Jaminan Fidusia Kepastian hukum menurut Roscou Pound memungkinkan adanya
predicability.20 Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu : Pertama
: Adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Kedua
: Keamanan
hukum
bagi
individu
dari
kesewenangan
pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu21 Nyatalah antara dua pengertian ini ada hubungan yang erat. Norma dalam aspek kepastian hukum terkait dengan administrasi pendaftaran fidusia adalah: a. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dijabarkan sesuai hak dengan keadaan sifat dan tujuannya, b. Hak atas jaminan fidusia dalam bentuk sertifikat memiliki kekuatan hukum. c. Memberikan jaminan kepastian hukum dengan terbitnya sertifikat bagi kreditur. d. Jaminan fidusia wajib didaftarkan oleh kreditur dengan memberikan kuasa kepada Notaris untuk mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Norma dalam aspek kepastian hukum akan memberikan peran masingmasing dalam proses Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk dapat memberikan 20
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 137. 21 Ibid.
28 jaminan kepastian hukum. Dengan demikian sebuah proses penyelenggaraan pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan rangkaian kegiatan, dari pengajuan permohonan hak oleh pemohon hak yang dilengkapi dengan data pemilikan kendaraan, hingga diterbitkannya sertifikat sebagai pegangan kuat bagi kreditur, bila ada debitur yang macet atau tidak lancar. 1.5.5. Konsep Wanprestasi Istilah Prestasi dalam bahasa Inggris disebut juga “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan“term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Mengenai model-model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa : 1. Memberikan sesuatu; 2. Berbuat sesuatu; 3. Tidak berbuat sesuatu Wanprestasi, atau pun yang disebut juga dengan istilah breach of contract yang
dimaksudkan
adalah
tidak
dilaksanakan
prestasi
atau
kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan dalam perjanjian kredit terhadap pihakpihak tertentu seperti yang disebutkan dalam perjanjian kredit pinjam meminjam uang di Perusahan Perseroan Pegadaian. Konsekuensi terhadap tindakan wanprestasi adalah
timbulnya hak pihak yang dirugikan
(debitur) untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
29 1.6. Metode Penelitian Dalam membuat suatu tulisan ilmiah tentunya akan selalu didahului dengan
penelitian,
karena
penelitian
merupakan
sarana
pokok
dalam
pengembangan ilmu penegetahuan dan teknologi. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodelogis dan konsisten.22 Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.23 1.6.1
Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis
empiris, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah berlakunya hukum dalam praktek di masyarakat sudah sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, serta memperoleh data tentang hubungan dan pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dengan jalan melakukan penelitian atau terjun langsung ke dalam masyarakat atau lapangan untuk mengumpulkan data yang obyektif, dimana peneliti meneliti mengenai bagaimana pelaksanaan pendaftaran fidusia apakah sudah sesuai menurut Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 1.6.2. Jenis Pendekatan Guna menjawab isu hukum yang dikaji oleh peneliti, dipakai beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendektatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case 22
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 1. 23 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, hal. 42.
30 approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)24 Untuk membahas permasalahan yang diangkat dalam penelitian tesis ini menggunakan beberapa pendekatan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah: 1. Pendekatan
perundang-undangan
(statute
approach),
yaitu
pendekatan yang dilakukan untuk meneliti ketentuan jaminan fidusia khususnya mengenai benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan seperti dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Pendekatan kasus (case approach), yaitu pendekatan yang dilakukan untuk meneliti pemberian kredit dengan jaminan fidusia tidak di ikat dengan akta jaminan fidusia dan tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia pada Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan Cabang Tabanan. 1.6.3. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi, dalam hal ini pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. Kenyataan tersebut mengenai implementasi Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Tujuan dari penelitian deskriftif adalah menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, gejala, keadaan, atau kelompok tertentu dan menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 24
Peter Mahmud Marsuki, 2009, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marsuki II), hal. 93.
31 1.6.4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini adalah pada Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan, dan Perusahaan Perseroan Pegadaian
Cabang
Denpasar
Penelitian
ini
hanya
dilakukan
terhadap
permasalahan bagaimana penerapan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. Lokasi penelitian di dipilih di Kantor Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan dan Kantor Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar karena kedua daerah ini perkembangan ekonominya sangat pesat sekali. Informan merupakan sumber informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Informan yang dimaksud adalah meliputi : 1. Bagian Analisis Kredit
Perusahaan Perseroan
Pegadaian
Cabang
Tabanan. 2. Bagian Analisis Kredit Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar. 3. Notaris di Denpasar, peran notaris disini sangat penting, yaitu sebagai pejabat publik yang berwenang membuat akta notariil, dalam hal ini tentunya segala perjanjian kredit dan akta jaminan fidusia.
32 1.6.5. Data dan Sumber Data Di dalam penelitian ini ada dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.25 Data primer atau data lapangan, sumber data yang diperoleh dari yang terlibat langsung di masyarakat. Data sekunder merupakan data awal, yaitu bersumber dari bahan kepustakaan. 1. Data primer (primary data), yaitu data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian di dalam masyarakat. 2. Data sekunder (Secondary data)
26
yaitu data yang diperoleh peneliti
dari penelitian kepustakaan/library research, yaitu dari berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang – undangan antara lain meliputi, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook); Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2011, tentang Perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 25
Peter Mahmud Marsuki, 2006, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marsuki II), hal. 141-142. lihat juga Wahid, Muchtar, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah: Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu secara Normatif dan Sosiologis, Cetakan 1, Republika, Jakarta, hal. 108. 26 Hilman Hadikusumo, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV Mandar Maju, Bandung, hal. 65.
33 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran jaminan fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia, serta peraturan perundang – undangan lainnya sepanjang berkaitan dengan pokok permasalahan. b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan – bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer, seperti literatur, hasil – hasil penelitian, makalah – makalah dalam seminar, artikel – artikel berkaitan dengan pembahasan dalam pemecahan masalah-masalah yang diangkat penelitian ini. c. Bahan hukum tertier berupa bahan – bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang meliputi kamus hukum, kamus besar Bahasa Indonesia, maupun ensiklopedia. 1.6.6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah : wawancara, wawancara secara mendalam (indepth interview) dilakukan untuk mendapatkan data otentik melalui percakapan secara terstruktur dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan, Wawancara atau interview adalah situasi antara pribadi bertatap muka (face to face) ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitan secara umum, wawancara dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu standardized interview (wawancara berencana) dan unstandardized
34 interview (wawancara tidak berencana).27 Dalam penelitian ini dipergunakan teknik wawancara berencana, wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang dipersiapkan terlebih dulu dengan daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis kemudian ditanyakan oleh pewawancara kepada responden dengan cara membacakannya. 1.6.7. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik pengambilan sampel dari sejumlah populasi. Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri yang sama, dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus – kasus, waktu, atau tempat, dengan sifat atau ciri.28 Populasi dalam penelitian ini adalah
Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar dan
Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan. Sedangkan yang dijadikan sampel adalah bagian populasi, dalam hal ini adalah, Bagian analisis kredit, Notaris, Pengambilan sampel yang dipergunakan adalah Non Probality Sampling yaitu tidak memberi kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi yang dipilih,29 sedangkan teknik yang digunakan adalah sacara Purposife Sampling yaitu peneliti menggunakan pertimbangannya sendiri untuk memilih anggota – anggota sampel serta menentukan responden yang dianggap dapat mewakili populasi, sehingga informasi yang dikehendaki bisa diperoleh sesuai tujuan penelitian.
1.6.8. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitan ini data dianalisis secara kualitatif atau disebut juga deskriptif kualitatif. Selurah data primer maupun data sekunder diklasifikasikan 27
Bagong Suyanto dan Sutinah, 2011, Metode Penelitian Sosial, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, hal. 77. 28 Bambang Sunggono, 1996 Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Rajawali Pers, Jakarta, hal. 121. 29 Nasution, 2007, Metode Research, PT Bumi Aksara, Jakarta, hal. 86.
35 atau dikelompokkan sesuai dengan permasalahan kemudian dianalisis dengan teori dan konsep yang relevan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada.
36 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1.Tinjauan Umum Perusahaan Perseroan Pegadaian 2.1.1 Sejarah Pegadaian Sejarah Lembaga Pegadaian berasal dari Negara Romawi, yang kemudian berkembang ke seluruh Eropah, dari negara inilah lembaga pegadaian masuk ke Indonesia. Penyebarannya ke Indonesia melalui perdagangan dan penjajahan. Gadai di masa hukum Romawi, berbeda dengan pegadaian yang diatur oleh KUHPerdata. Pengaruh perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dari abad ke abad menyebabkan ada perbedaan. Perusahaan Perseroan Pegadaian dari awal berdirinya telah banyak mengalami perubahan. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan sampai dewasa ini pegadaian telah mengalami 5 (lima) periode pemerintahan, yaitu: 1. Periode VOC (1746-1811) 2. Periode Penjajahan Inggris (1811-1816) 3. Periode Penjajahan Belanda (1816-1952) 4. Periode Penjajahan Jepang (1942-1945 5. Periode Kemerdekaan30 1. Periode VOC (1746-1811) Berdirinya Bank Van Leening pada masa VOC (Verinigde Oost Indische Compagnie) pada tanggal 20 Agustus 1746 di Jakarta, merupakan tonggak awal 30
Mariam Darus Badrulzaman, 1989, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, hal 98. 36
37 lahirnya lembaga Pegadaian di Indonesia. Bank Van Leening selain memberikan pinjaman gadai, juga bertindak sebagai wesel bank berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Van Imhof. Pada saat itu lembaga ini merupakan perusahaan campuran antara pemerintah (VOC) dan swasta dengan perbandingan modal 2/3 modal VOC dan 1/3 modal swasta. Tetapi sejak tahun 1794 usaha patungan itu dihapuskan. Bank Van Leening diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah dan menjadi bank monopoli pemerintah. 2. Periode Penjajahan Inggris (1811-1816) Tahun 1811 terjadi peralihan kekuasaan dari pemerintah Belanda kepada pemerintahan Inggris yang dipinpin oleh Raffles. Bank Van Leening dihapuskan oleh Rafles karena Rafles tidak menyetujui Bank Van Leening dikelola oleh Pemerintah. Maka dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang dapat mendirikan badan perkreditan asal mendapat ijin dari penguasa. Peraturan ini dikenal dengan dengan sebutan Licentie Stensel. Ternyata dalam perkembangannya Licentie Stensel tidak menguntungkan pemerintah, melainkan menimbulkan kerugian terhadap masyarakat karena timbulnya penarikan bunga yang tidak sepantasnya.
Lincentie Stelsel dihapuskan dan diganti dengan Pacht
Stelsel terjadi pada tahun 1814 yaitu anggota masyarakat umum dapat menjalankan usaha gadai dengan syarat sanggup membayar sewa kepada pemerintah. 3.
Periode Penjajahan Belanda (1816-1942) Pada tahun 1816 Belanda kembali menguasai Indonesia. Pacht Stelsel
semakin berkembang, tetapi para penerima gadai banyak yang sewenang-wenang dalam menetapkan bunga, tidak membayar uang kelebihan kepada yang berhak.
38 Akibatnya pada tahun 1870 Pachts Stelsel dihapuskan dan kembali diganti menjadi Licentie Stelsel dengan maksud untuk mengurangi pelanggaranpelanggaran yang merugikan masyarakat dan pemerintah. Ternyata usaha inipun mengalami kegagalan, karena penyelewengan masih terus berjalan tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Kemudian timbulah keinginan pemerintah untuk menyelenggarakan sendiri (monopoli) badan perkreditan gadai ini, terbukti dengan dikeluarkannya peraturan tentang monopoli diantaranya Stbl. No. 794 Tahun 1915 dan Stb No. 131 tanggal 12 Maret 1901, didirikanlah pegadaian pertama di sukabumi, Purworejo, Bogor, Tasikmalaya, dan Bandung pada tahun 1902. Semua pegadaian di Jawa dan Madura sudah ditangani seluruhnya oleh Pemerintah pada tahun 1917, dan perkembangannya sangat baik. Kemudian pada tahun 1930 berdasarkan Stb No. 226 tahun 1930, pegadaian Negara diubah statusnya menjadi perusahaan Negara,
harta kekayaan pegadaian Negara
dipisahkan dari harta kekayaan Negara (Pemerintah). 4. Periode Penjajahan Jepang (1942-1965) Pada periode ini Pegadaian masih merupakan instansi pemerintah dengan status jawatan. Tetapi pada periode ini lelang dihapuskan dan barang berharga seperti emas, intan dan berlian di pegadaian diambil oleh pemerintah jepang. 5. Periode Kemerdekaan Periode ini adalah periode terakhir sampai dengan berubahnya bentuk pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas. Dalam Periode ini pegadaian mengalami perubahan status bentuk perusahaan yaitu:
39 1.
Status Perusahaan Negara. Pegadaian diubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Pegadaian dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961.
2.
Status Perusahaan Jawatan Pegadaian ditetapkan menjadi Perusahaan Jawatan Pegadaian yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun1969 yang mencabut Peraturan Pemerintah 178 Tahun 1961 dan menyatakan mulai berlaku 1 Mei 1969.
3.
Status Perusahaan Umum Status hukum Pegadaian dari Perjan menjadi Perusahaan Umum melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990, yang selanjutnya diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103/2000, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah ini, menjadi landasan kegiatan pengembangan usaha.
4.
Status Perseroan Terbatas Perum Pegadaian dan pada tanggal 13 Desember 2011 Perum Pegadaian berubah bentuk badan hukum menjadi Perseroan Terbatas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2011.
40 2.1.2. Struktur Organisasi Pegadaian Pusat 31
2.1.3. Jaringan Kerja dan Unit Usaha Pegadaian Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas
dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata Pasal 1150 di atas. Tugas Pokoknya adalah memberi 31
https://www. google. com/ search? q=struktur + pegadaian di+indonesia, diakses tanggal 26 Mei 2014
organisasi +
41 pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan
oleh
kegiatan
lembaga
keuangan
informal
yang
cenderung
memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. Kegiatan Usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian terbagi menjadi tiga bidang yaitu pembiayaan, emas dan aneka jasa. Kegiatan usaha pembiayaan terdiri dari: 32 1. KCA (Kredit cepat aman) 2. RAHN (Gadai berprinsip syariah) 3. KRASIDA (Kredit angsuran dengan sistem gadai) 4. KREASI (Kredit angsuran sistem fidusia) 5. AMANAH (Pembiayaan kepemilikan kendaraan bermotor bagi karyawan) 6. ARRUM (Pembiayaan usaha mikro kecil berprinsip syariah) 7. KAGUM (Kredit aneka guna untuk umum) 1. KCA (Kredit Cepat Aman) Kredit dengan sistem gadai yang diberikan kepada semua golongan nasabah, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun produktif. Nasabah cukup membawa perhiasan emas dan barang berharga lainnya. 2. RAHN Pembiayaan RAHN dari pegadaian syariah adalah solusi tepat kebutuhan dana cepat yang sesuai syariah, jaminan barang perhiasan, barang elektronik atau kendaraan bermotor.
32
www.pegadaian.co.id/pegadaian-gadai.php, September 2014
diakses
tanggal
11
42 3. KRASIDA Kredit Pinjaman angsuran bulanan yang diberikan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan system gadai. 4. KREASI (Kredit Angsuran Sitem Fidusia) Kredit yang diberikan dengan angsuran bulanan yang diberikan kepada usaha mikro dan menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan system fidusia. 5. AMANAH Pembiayaan amanah dari Pegadaian syariah adalah pembiayaan berprinsip syariah kepada pegawai negeri sipil dan karyawan swasta untuk memiliki motor atau mobil dengan cara angsuran 6. ARRUM Pembiayaan ARRUM dari Pegadaian syariah memudahkan para pengusaha untuk mendapatkan modal usaha sehari-hari. 7. KAGUM (Kredit aneka guna untuk umum) Kredit angsuran bulanan dengan system fidusia yang diperuntukkan bagi pegawai atau karyawan suatu instansi yang telah memiliki penghasilan tetap. Kegiatan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian emas dengan kredit MULIA yaitu pelayanan penjualan logam mulia kepada masyarakat secara tunai atau angsuran dengan proses cepat33
33
www.pegadaian.co.id/pegadaian.mulia.php, September 2014
diakses
tanggal
11
43 Sampai saat ini Perusahaan Perseroan Pegadaian terus mengembangkan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian di bidang aneka jasa yaitu terdiri dari: 34 1. KUCICA 2. Multi Pembayaran online 3. Persewaan Gedung 4. Jasa Sertifikasi batu mulia 5. Jasa taksiran 6. Jasa Titipan 1. KUCICA (Kiriman uang cara instan cepat dan aman) Layanan pengiriman uang dari luar dan dalam negeri
dengan biaya
kompetitif yang bekerja sama dengan beberapa remiten berskala internasional. 2. Multi Pembayaran online Layanan pembayaran berbagai tagihan bulanan seperti listrik, telepon, PDAM dan lain sebagainya secara online di outlet pegadaian seluruh Indonesia. 3. Persewaan Gudang (Langen Palikrama) Auditorium yang dikelola oleh Pegadaian untuk disewakan kepada masyarakat luas guna keperluan berbagai kegiatan acara dan seremoni.
34
www.pegadaian.co.id/pegadaian September 2014
.kucica.php,
diakses
tanggal
11
44 4. Jasa Sertipikasi Batu Mulia (Gemelogi Lab) Pegadaian G-Lab menyediakan berbagai layanan professional untuk sertifikasi keaslian dan identifikasi kualitas batu permata. 5. Jasa Taksiran Layanan kepada masyarakat yang ingin mengetahui karatase dan kualitas harta perhiasan emas, berlian dan batu permata, baik untuk keperluan investasi ataupun keperluan bisnis. Dalam rangka kegiatan pengembangan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian yang tercantum dalam Pasal 8 (delapan) ayat (b) Bagian Keempat Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000, menyatakan bahwa: penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertipikasi logam mulia, dan batu adi, unit toko emas, dan industri perhisan emas serta usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana dimaksuda dalam pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keungan. 2.1.4 Sumber Permodalan Pegadaian Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito, dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, perusahaan Perseroan pegadaian memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut :35 1. Modal sendiri 2. Penyertaan modal pemerintah 3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan 4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari kredit lunak Bank Indonesia 5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi 35
www.pegadaian.co.id . diakses tanggal 12 September 2014.
45 6. Dana jangka pendek Dana yang berhasil dihimpun kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian. Dana tersebut antara lain digunakan untuk hal-hal berikut : a. Uang kas dan dana likuid lain b. Pembelian dan pengadaan berbagai bentuk aktiva tetap dan inventaris c. Pendanaan kegiatan operasional d. Penyaluran dana e. Investasi lain Barang-barang yang dapat digadaikan pada Perusahaan Perseroan Pegadain termasuk di Perusahaan Perseroan Pegadaian di cabang Denpasar maupun cabang Tabanan. Barang-barang tersebut meliputi: a. Barang perhiasan b. Perhiasan yang terbuat dari emas, perak, platina, intan, mutiara, dan batu mulia. c. Kendaraan d. Mobil, sepeda motor, sepeda,dan lain-lain e. Barang elektronik f. Kamera, refrigerator, freezer, radio, tape recorder, video player, televise, dan lain-lain g. Barang rumah tangga h. Perlengkapan dapur, perlengkapan makan, dan lain-lain i. Mesin-mesin j. Tekstil
46 k. Barang lain yang dianggap bernilai oleh Perum pegadaian. Barang yang diterima dari calon peminjam terlebih dahulu harus ditaksir nilainya oleh petugas penaksir. Pedoman dasar penaksiran telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian agar penaksiran atas suatu barang bergerak dapat sesuai dengan nilai sebenarnya. 2.2. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 2.2.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi : perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perikatan yang lahir karena perjanjian mengikat yaitu menimbulkan kewajiban dan hak dari adanya perikatan tersebut dapat dipaksakan secara hukum36. Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian itu.
Perjanjian
memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban. Perjanjian ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum dan memberikan kepastian dalam penyelesaian suatu sengketa37 Pendapat lain dari para sarjana mengenai perjanjian adalah : Menurut R. Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.38 Menurut R. Subekti pula, perkataan “perikatan” (verbintenis) 36
R.Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 82. I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan Hukum Perjanjian ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press. Denpasar, hal. 28. 38 R. Subekti loc cit . 37
47 mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”, Karena dalam buku III KUHPerdata itu diatur mengenai hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming), tetapi sebagian besar dari buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan perjanjian.39 Menurut M.Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.40 Pengertian perjanjian juga dikemukakan oleh H. Chairun Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis mengungkapkan bahwa: Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Di dalam hukum kalau perbuatan itu mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan dengan perbuatan hukum”.41 Selanjutnya Menurut Chaterine Elliot dan Frances Quinn, istilah perjanjian sama dengan kontrak. Adapun yang mereka maksudkan yaitu: Normally a contract is formed when an effective acceptance has been communicated to be offeree. A communication will be treated as an offer if it indicates the terms on which the offeror is prepared to make contract (such as the price of the goods for sale). And gives a clear indication that the offeror intends to be bound by those terms if they are accepted by the
39
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intemasa, Jakarta (selanjutnya disebut R. Subekti II), hal. 122. 40 Ibid, hal. 82. 41 H. Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, hal 1.
48 offeree. Acceptance of an offer means unconditional agreement to all the term of that offer42 (Biasanya kontrak terbentuk ketika penerimaan efektif telah dikomunikasikan menjadi offeree. Suatu komunikasi akan diperlakukan sebagai tawaran jika menunjukkan persyaratan yang offeror siap untuk membuat kontrak (misalnya harga barang untuk dijual). Dan memberikan indikasi yang jelas bahwa efferor bermaksud untuk terikat oleh syarat-syarat tersebut jika mereka diterima oleh offeree. Penerimaan tawaran berarti kesepakatan tanpa syarat untuk semua persyaratan penawaran). 2.2.2 Pengertian Perjanjian Kredit Secara etimologis kata kredit berasal dari bahasa Romawi “credere” yang berarti kepercayaan.
Dengan demikian seseorang yang mendapatkan kredit
berarti orang tersebut telah mendapatkan kepercayaan dari kreditur.43 Menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (uang/barang) dengan kontra prestasi akan terjadi pada waktu mendatang.44
Dewasa ini
kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi sebagai koperatif antara pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko, atau kredit dalam arti luas didasarkan atas
komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran
ekonomi dimasa mendatang. Komponen kepercayaan berarti bahwa setiap pelepasan kredit, dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan, waktu berarti antara pelepasan kredit oleh bank dengan
42
Chatherine Elliot and Frances Quin, 2005, Contract Law, Perason Education Limited, England, hal 10. 43 Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konseps Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 140. 44 Ibid.
49 pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu, untuk komponen resiko berarti setiap pelepasan kredit akan terkandung resiko dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran kembali (semakin panjang jangka waktu kredit semakin tinggi resiko kredit tersebut)45 Menurut Achmad Anwari, pengertian kredit sebagai berikut : “Suatu pemberian prestasi oleh satu pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang akan datang dengan disertai suatu kontra prestasi (balas jasa yang berupa biaya).46Selanjutnya menurut Savelberg dalam Edy Putra Tje’ Aman mengenai arti kredit adalah : “Sebagai dasar dari setiap perikatan (Verbintenis) dimana seorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain dan sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan”.47 Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang dimaksud dengan kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu yang tertentu dengan pemberian bunga”. Selanjutnya menurut Mariam Darus Badrulzaman, istilah kredit juga
45
Hassanudin Rahman, 1995, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 106. 46 Achmad Anwari, 1980, Praktek Perbankan di Indonesia, (Kredit Investasi), Balai Aksara, hal. 14. 47 Edy Putra Tje’ Aman, 1986, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, hal.1.
50 dipergunakan untuk penyerahan uang sehingga kita mempergunakan kata-kata kredit, istilah itu meliputi baik perjanjian kreditnya yang bersifat konsensional maupun penyerahan uangnya yang bersifat riil.48 Tujuan Kredit adalah untuk membantu masyarakat dalam memperoleh modal usaha maupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kompensasi berupa pemberian bunga terhadap sejumlah kredit yang diterimanya, sedangkan untuk pihak Pegadaian tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan yang berupa bunga dari kredit yang diberikan. Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomi baik bagi debitur, kreditur maupun masyarakat dapat membawa pengaruh kepada tahapan yang lebih baik, maksudnya dengan kredit bagi debitur dan kreditur mendapatkan kemajuan dalam usahanya. Berdasarkan beberapa pengertian kredit tersebut, maka dalam pemberian kredit terdapat dua pihak yaitu Pemberi Kredit (Kreditur) dan Penerima Kredit (debitur). Kreditur meminjamkan uangnya dalam jangka waktu tertentu, dengan menerima imbalan dari debitur atau dengan kata lain Pegadaian sebagai Pemberi Kredit senantiasa harus menjalankan peranan berdasarkan kepada kebijaksanaan agar terpelihara kesinambungan yang akhirnya tercapai keseimbangan antara keuntungan sesuai dengan yang diharapkan Perusahaan Perseroan Pegadaian dan debitur. Pemberian kredit pada umumnya mengacu pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian yang diadakan antara Perusahaan Pegadaian dengan calon debitur untuk mendapat
48
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, PT. Citra Aditya, hal. 32.
51 kredit dari Perusahaan Perseroan Pegadaian bersangkutan. Menurut Subekti mengatakan bahwa : “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur oleh KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.49 Pendapat Marhainis Abdul Hay mirip dengan pendapat Subekti, yang menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III KUHPerdata.50 Berbeda dengan pendapat Mariam Darus Badrulzaman, menurutnya perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang. Djuhaendah Hasan sependapat dengan pendapat Mariam Darus, menurut Djuhaendah Hasan perjanjian kredit mempunyai identitas sendiri dan berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam, dimana perbedaan itu terletak pada beberapa hal yaitu :51 a. Perjanjian Kredit selalu bertujuan artinya pemberian kredit sudah ditentukan tujuannya, sedangkan pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut uang dapat digunakan secara bebas. b. Sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberian pinjaman dapat oleh individu. 49
R.Subekti, 1982, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia,Alumni, hal. 13. 50 Marhainis Abdul hay, 1975, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, hal. 67. 51 Ibid.
52 c. Untuk perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari Buku III KUHPerdata, sedangkan bagi perjanjian kredit akan berlaku : ketentuan
bidang
ekonomi
dalam
GBHN,
ketentuan
umum
KUHPerdata, UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Paket Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi terutama bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia(SEBI) dan sebagainya. d. Pada Perjanjian Kredit ditentukan bahwa pengembalian pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil,
sedangkan dalam
perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bunga inipun ada apabila diperjanjikan. e. Pada Perjanjian Kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materii maupun immateriil, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam baru ada apabila diperjanjikan terlebih dahulu dan jaminan secara fisik atau materiil saja. Menurut Muhamad Djumhana, bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1754. Pasal 1754 KUHPerdata menyebutkan bahwa: Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak-pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.52
52
Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 385.
53 Bentuk perjanjian kredit, pengaturannya dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang berbunyi: “Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis”. Dalam prakteknya, secara yuridis bentuk perjanjian kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya ada dua macam, yaitu: a. Perjanjian kredit di bawah tangan ialah perjanjian kredit yang dibuat hanya diantara bank dengan nasabahnya (calon debitur) tanpa notaris. Biasanya perjanjian kredit ini ditandatangani oleh bank, calon debitur dan saksi. b. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris (Notariil) atau akta otentik Akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat. Dalam akta perjanjian kredit notariil terdapat tiga macam kekuatan pembuktian. Adapun ketiga macam kekuatan pembuktian tersebut yaitu: a). Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tadi. b). Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan dalam akta telah terjadi. c). Membuktikan tidak saja antara pihak yang bersangkutan, tetapi juga pada pihak ketiga bahwa tanggal tersebut dalam akta, kedua
54 belah pihak tersebut sudah menghadap di hadapan notaris dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Perjanjian kredit dalam prakteknya mempunyai 2 (dua) bentuk. Bentuk perjanjian kredit yang dimaksud adalah: 1. Perjanjian dalam bentuk Akta di bawah tangan (diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata) Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang berakibat akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik 2. Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik (diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata). Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam praktek perjanjian kredit tumbuh sebagai perjanjian tertulis yang berbentuk formulir-formulir yang dibakukan atau sebagai perjanjian standar.53 Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de controhendo), perjanjian kredit mendahului perjanjian hutang piutang (perjanjian pinjam pengganti), sehingga perjanjian hutang piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian kredit. Perbedaan perjanjian kredit dan perjanjian hutang piutang adalah sebagai berikut, dari segi yuridisnya perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pokok) sedangkan perjanjian hutang piutang merupakan 53
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit .hal. 70.
55 perjanjian runtut (ikutan). Apabila dilihat dari sifatnya perjanjian kredit termasuk perjanjian nonsensual sedangkan perjanjian hutang piutang termasuk dalam perjanjian riil. Jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan Perusahaan Perseroan Pegadaian dalam memberikan kreditnya, yaitu Perjanjian atau pengikatan kredit dibawah tangan atau akta dibawah tangan. Perjanjian kredit yang dibuat baik dibawah tangan maupun pada umumnya dibuat dengan bentuk perjanjian baku yaitu dengan cara kedua belah pihak yaitu pihak Pegadaian dan pihak nasabah menandatangani suatu perjanjian yang sebelumnya telah dipersiapkan isi atau klausul-klausulnya oleh Pegadaian dalam suatu formulir tercetak. 2.2.3 Asas dan Syarat sahnya Perjanjian Kredit Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata. Terdapat 5 (lima) asas dalam membuat perjanjian yaitu : Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract), Asas Konsensualisme (concensualism), Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda), Asas Itikad Baik (good faith), Asas Kepribadian (personality). 2.2.3.1 Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
56 d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan 54 Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengakui asas kebebasan berkontrak dengan menyatakan, bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-Undang. Menurut sejarahnya, Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mencerminkan tipe perjanjian pada waktu itu yang berpijak pada Revolusi Perancis, bahwa individu sebagai dasar dari semua kekuasaan. Pendapat ini menimbulkan konsekuensi, bahwa orang juga bebas untuk mengikat diri dengan orang lain, kapan dan bagaimana yang diinginkan kontrak terjadi berdasarkan kehendak yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.55 Pada sistem Hukum Indonesia istilah kontrak dan perjanjian adalah sama. Menurut Roger Vickery dan Wayne Pendelton, kontrak ialah: A Valid contract is an agreement made between two or more parties (including business organitation ) that create right and obligations that are enforceable by law. People may make hundreds of thousands of agreement in their lifetime, but only some will be classified as contract and not all of these will be valid and legally enforceable.56 54
H.S. Salim. 2006, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cetakan Ketiga. Sinar Grafika. Jakarta, hal. 30. 55 Purwahid Patrik, 1986, Asas Iktikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 3. 56 Roger Vickery and Wayne Pendelton, 2003, Australia Business Law Principle & Application, Pearson Education Australia, New South Wales, hal. 186.
57 (Sebuah kontrak yang valid adalah perjanjian yang dibuat antara dua pihak yang diberlakukan oleh hukum. Orang mungkin membuat ratusan ribu perjanjian dalam hidup mereka, tetapi tetapi hanya beberapa akan diklasifikasikan sebagai kontrak dan tidak semua ini akan berlaku dan memiliki kekuatan hukum). Dalam
perkembangannya,
ternyata
kebebasan
berkontrak
dapat
menimbulkan ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan berkontrak harus didasarkan pada posisi tawar (bargaining position) para pihak yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sulit (jika dikatakan tidak mungkin) dijumpai adanya kedudukan posisi tawar yang betul-betul seimbang atau sejajar. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi seringkali memaksakan kehendaknya. Dengan posisi yang demikian itu, ia dapat mendikte pihak lainnya untuk mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi perjanjian. Dalam keadaan demikian, pemerintah atau negara seringkali melakukan intervensi atau pembatasan kebebasan berkontrak dengan tujuan untuk melindungi pihak yang lemah. Pembatasan tersebut dapat dilakukan melalui peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan. Pasal 1320 KUHPerdata sendiri sebenarnya membatasi asas kebebasan berkontrak.
Pengaturan persyaratan sahnya perjanjian yang harus memenuhi
kondisi sebagai berikut: 1. Adanya persetujuan atau kata sepakat para pihak; 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian; 3. Adanya objek tertentu; dan 4. Ada kausa hukum yang halal. Di negara-negara dengan sistem common law, kebebasan berkontrak juga dibatasi melalui peraturan perundang-undangan dan public policy. Hukum
58 perjanjian Indonesia juga membatasi kebebasan berkontrak dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Pembatasan ini dikaitkan dengan kausa yang halal dalam perjanjian. Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata suatu kausa dapat menjadi terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Selain pembatasan tersebut di atas, Ridwan Khaiarandy mencatat beberapa hal yang menyebabkan makin berkurangnya asas kebebasan berkontrak, yakni:57 1. Makin berpengaruhnya ajaran iktikad baik di mana iktikad baik tidak hanya ada pada saat perjanjian dilaksanakan juga telah harus ada pada saat perjanjian dibuat; dan 2. Makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan dalam kontrak (misbruik van omstandigheden, undue influence). 2.2.3.2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan
57
Ridwan Khairandy, 2004, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal 27.
59 perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Berarti bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian. Perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihakpihak yang membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut paham bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak (convergence of wills) atau konsensus para pihak yang membuat kontrak.58 2.2.3.3 Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bermakna bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undangundang. Asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian, yaitu asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati 58
Ibid, hal. 82.
60 substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas Pacta Sunt Servanda, setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya59 2.2.3.4. Asas Itikad Baik Asas etikad baik baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan
dengan etikad baik.
Pentingnya etikad baik tersebut sehingga dalam perjanjian antara pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh etikad baik dan hubungan khusus itu akan membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingankepentingan yang wajar dari pihak lain.60 2.2.3.5. Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan
dan/atau
membuat
kontrak
hanya
untuk
kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” 59
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Rajawali Press, Jakarta, hal 5. 60 Ibid.
Kontrak dan Perancangan Kontrak,
61 Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini memberi pengertian bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
62 Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki ruang lingkup yang luas. Dalam pelaksanaannya, perjanjian kredit pada umumnya harus dapat memenuhi persyaratan sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan 4 syarat sahnya perjanjian, yaitu : 1.
Kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian Hal ini maksudnya para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau
setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat. Kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila diberikan karena kekeliruan/kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Adapun unsur kesepakatan terdiri dari offerte (penawaran) dan acceptasi (penerimaan)61 hal itu sejalan dengan pendapat John D. Ashcroft dan Janet E. Ashcroft yang mengatakan bahwa:
61
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, hal l47.
63 Two essensial elements of a contract are (1) an offer, either expressed or implied: and (2) an acceptance, either expressed or implied62. Offer a definite promise to be bound provided that certain specified terms are accepted. An acceptance is a final and unqualified assent to all the terms are accepted63 (Dua elemen penting dalam kontrak, yaitu (1) penawaran yang menyatakan secara tersurat atau tersirat; dan (2) penerimaan yang dinyatakan secara tersurat dan tersirat. Penawaran janji tertentu untuk terikat akan berlaku apabila persyaratan-persyaratan tertentu yang dinyatakan diterima. Penerimaan merupakan persetujuan final dan tanpa syarat terhadap semua persyaratan yang diterima) 2.
Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian Maksudnya, cakap adalah orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran,
dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Sedangkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu: - Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata jo. Pasal 47 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah anak di bawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan. - Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPerdata, yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros. - Orang-orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, 3.
Adanya obyek tertentu
62
John D. Ashcroft and Janet E. Ashcroft, 2008, Law Bussiness, Thomson Eiger Education, USA. hal 55. 63 Cavendish, 2004, Contract Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain, hal 2.
64 Syarat ketiga mengenai sahnya perjanjanjian adalah adanya objek tertentu. Artinya, dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
4.
Adanya suatu sebab yang halal Suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang
diperbolehkan oleh Undang-Undang.
Kriteria atau ukuran sebab yang halal
adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Dalam ilmu hukum, syarat kesatu dan kedua dinamakan syarat subjektif, karena mengenai subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif, karena mengenai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian. Jika syarat-syarat subjektif tidak dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan, perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan, kalau syarat-syarat objektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum. Artinya, dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim (pengadilan). Empat syarat tersebut diatas merupakan syarat essensial dari suatu perjanjian, artinya tanpa 4 syarat tersebut perjanjian dianggap tidak pernah ada. Adapun syarat yang pertama dan kedua disebut dengan syarat subyektif, yaitu syarat mengenai orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan
65 syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
2.3.Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia 2.3.1 Sejarah Fidusia Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership. Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pengertian fidusia sangat banyak. Untuk lebih memahami tentang istilah fidusia, berikut beberapa pengertian fidusia menurut pendapat beberapa ahli : 1. A.Hamzah dan Senjun Manullang memberikan definisi tentang fidusia sebagai berikut : Fiducia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya suatu perjanjian pokok (perjanjian hutang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridische levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh
66 debitur tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter melainkan hanya sebagai detentor atau houder untuk dan atas nama kreditor eigenaar”.64 2. Munir Fuady menyatakan kadang-kadang dalam bahasa Indonesia untuk fidusia ini disebut juga dengan istilah Penyerahan Hak
Milik Secara
Kepercayaan.65 3. Oey Hoey Tiong menyatakan bahwa : “Fidusia atau lengkapnya Fiduciaire Eigendoms Overdracht sering disebut sebagai Jaminan Hak Milik Secara Kepercayaan, merupakan suatu bentuk jaminan atas benda-benda bergerak di samping gadai yang dikembangkan oleh yurisprudensi”.66 Dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Fidusia disebutkan bahwa
definisi fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Definisi jaminan fidusia, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Fidusia adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya”. 2.3.2 Asas-asas fidusia 64
A.Hamzah dan Senjun Manullang, 1987, Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia, Indhill Co.Jakarta, hal. 37. 65 Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, Cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 3. 66 Oey Hoey Tiong, 1985, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 21.
67 Jaminan fidusia merupakan jaminan perseorangan, dimana antara Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia saling memberikan kepercayaan, Pemberi Fidusia menyerahkan hak kepemilikannya kepada Penerima Fidusia, namun Penerima Fidusia tidak langsung memiliki objek yang menjadi jaminan fidusia tersebut yang diserahkan oleh Pemberi Fidusia, sehingga jaminan fidusia merupakan suatu konsep jaminan. Menurut Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa asas-asas hukum jaminan adalah sebagai berikut: 1. Pancasila sebagai asas filosofi/idealis, 2. UUD 1945 sebagai asas konstitusional, 3. TAP MPR sebagai asas politik, 4. Undang-Undang sebagai asas operasional.67 Menurut Lawrence M. Friedmann, suatu sistem hukum terdiri dari 3 unsur yaitu struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).68 Berkaitan dengan suatu sistem hukum tersebut, maka hukum jaminan fidusia mempunyai sifat dan asas, sifat-sifat tersebut antara lain yaitu jaminan kebendaan dan perjanjian ikutan (accesoir), sedangkan menurut Tan Kamelo asas-asas jaminan fidusia antara lain sebagai berikut:69 1. Asas Hak mendahului dimiliki oleh Kreditur 2. Asas objek jaminan fidusia yang mengikuti bendanya 3. Asas jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan 4. Asas objek jaminan fidusia terhadap utang kontijen 67
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit .hal. 85. Munir Fuady, op.cit, hal. 92. 69 Tan Kamelo, op. cit, hal. 159 68
68 5. Asas objek jaminan fidusia dapat dibebankan pada benda yang akan ada 6. Asas objek jaminan fidusia diatas tanah milik orang lain 7. Asas objek jaminan fidusia diuraikan lebih terperinci 8. Asas Pemberi Jaminan Fidusia harus memiliki kewenangan hukum 9. Asas Jaminan Fidusia harus didaftarkan 10. Asas benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh Kreditur. 11. Asas bahwa jaminan fidusia mempunyai hak prioritas 12. Asas bahwa Pemberi Fidusia harus beritikad baik 13. Asas bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi Dengan memahami hakikat asas hukum yang bersifat abstrak, sementara norma hukum merupakan konkretisasi asas hukum, maka jelaslah sistem penormaan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia pada dasarnya tidak didasarkan pada asas hukum yang melandasi tata cara penormaan pembuatan undang-undang.70 Gejala ini sangat membahayakan, karena dengan kesalahan tersebut, bukannya tercipta kepastian hukum dalam masyarakat, tetapi bakal memunculkan problem-problem hukum baru yang bakal mengganggu dan menjadi beban para pelaku usaha yang memberikan kredit dengan cara fidusia.
Masih banyak kelemahan dalam pembentukan Undang-
undang Jaminan Fidusia dan pengaturannya serta penafsirannya. Untuk melaksanakan asas-asas tersebut di atas seharusnya dalam pembuatan akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris, antara Pemberi Fidusia atau Debitur dengan Penerima Fidusia atau Kreditur, haruslah dibuat dengan lengkap. Dimulai 70
AA. Andi Prajitno, op cit, hal. 181.
69 dengan penandatanganan perjanjian pokok, Surat Kuasa untuk mendaftarkan fidusia dari Penerima Fidusia kepada Notaris atau karyawan Notaris. Surat Kuasa pendaftaran tersebut dapat disubstitusikan kepada karyawan Notaris, apabila didalam Surat Kuasa tersebut Penerima Fidusia hanya memberikan kuasanya kepada Notaris. Proses selanjutnya setelah
pembuatan akta jaminan fidusia
adalah proses pendaftaran jaminan fidusia yang berfungsi untuk menjamin kepastian hukum serta perlindungan hukum terhadap debitur maupun kreditur. 2.3.3 Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia Dilakukan Dengan Perjanjian Secara Tertulis Yang Dituangkan Dalam Akta Jaminan Fidusia Pada prinsipnya pemberian kredit diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu. Selama proses pemberian kredit antara Perusahaan Perseroan Pegadaian (kreditur) dan nasabah (debitur) disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur untuk menyerahkan uang yang telah diperjanjikan kepada debitur. Dengan hak untuk menerima kembali uang dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang telah disepakati oleh para pihak. Pada dasarnya tujuan pemberian kredit haruslah didasarkan pada kelayakan usaha, agar usaha yang dibiayai dapat berkembang, menyerap tenaga kerja, dan pada akhirnya dapat menyumbang peningkatan ekonomi masyarakat disekitarnya. Jaminan secara umum ini kadang-kadang menyebabkan seorang kreditur hanya memperoleh sebagian dari uangnya saja, oleh karena jaminan secara umum ini berlaku bagi semua kreditur. Perjanjian jaminan fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya perjanjian kredit.
Apabila nasabah debitur wanprestasi, Perusahaan
Perseroan Pegadaian dapat mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan
70 barang jaminan fidusia. Dalam praktek ada kecenderungan bahwa objek jaminan fidusia akan dikuasai Perusahaan Perseroan Pegadaian jika nasabah atau debitur tidak
sanggup
melunasi
utang.
Konsep
fidusia
yang
menjadi
pedoman dalam penulisan ini adalah perjanjian pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kepemilikkan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Dengan dibuatnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ini dimaksudkan untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Pendaftaran Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda baik yang berada di dalam maupun yang berada di luar wilayah Republik Indonesia yang dibebani dengan jaminan fidusia tersebut wajib didaftarkan. Pada intinya fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda yang dapat difidusiakan tersebut berdasarkan kepercayaan yang penguasaannya tetap dilakukan oleh si pemilik benda tersebut. Tahap pengikatan dengan jaminan fidusia yaitu pada tahap ini kedua belah pihak debitur maupun kreditur menghadap kepada notaris untuk melakukan pengikatan dengan jaminan fidusia. Sebelum pembuatan akta oleh notaris terlebih dahulu harus mengenal kedua belah pihak. Notaris dapat mengenal pihak debitur lewat Kartu Tanda Penduduk (KTP) sedangkan untuk pihak debitur harus
71 memperlihatkan surat dari instansinya. Setelah mengenal para pihak, dan para pihak hadir dihadapan notaris barulah notaris bisa membuatkan akta jaminan fidusia. Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Alasan UndangUndang menetapkan dengan akta notaris, adalah: 71 1) Akta Notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian sempurna. 2) Obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak. 3) Undang-Undang melarang adanya fidusia ulang. Seorang Notaris dalam membuat sebuah akta memerlukan data-data antara kedua belah pihak. Akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris, memuat sekurangkurangnya: 1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. 2) Data perjanjian pokok yang di jamin fidusia. 3) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. 4) Nilai penjaminan. 5) Nilai benda yang dijadikan jaminan fidusia. Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk ditempati dimana akta dibuatnya (Pasal 1868 KUHPerdata). Sementara R. Supomo memberikan pengertian akta otentik sebagai berikut :
71
Purwadi Patrik dan Kashadi, 2008, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUTH, Fakultas Hukum Universitas Diponogoro Semarang, hal. 55.
72 Akta otentik adalah surat yang dibuat oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat surat itu, dengan maksud untuk menjadikan surat tersebut sebagai alat bukti.72 Sedangkan akta dibawah tangan adalah surat yang ditandatangani dan dimuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum.73 Ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya, atau para pengganti haknya. Hal inilah yang menyebabkan Undang-Undang Jaminan fidusia menetapkan perjanjian fidusia harus dibuat dengan akta notaris.74 Alasan lain kenapa akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta otentik (akta notaris) adalah mengingat obyek jaminan fidusia tidak saja barang-barang bergerak yang sudah terdaftar. Objek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang bergerak yang tidak terdaftar, maka sudah sewajarnya bentuk akta otentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan obyek jaminan fidusia.75 Untuk memberikan kepastian hukum, maka Pasal 11 ayat (1) UndangUndang Jaminan Fidusia (UU No. 42 tahun 1999) mewajibkan benda yang dibebani jaminan fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Kewajiban ini bahkan tetap berlaku meskipun benda yang dibebani jaminan fidusia berada diluar wilayah Negara Republik Indonesia.
72
R. Supomo, 1980, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 76-77. 73 Ibid 74 Gunawan Widjaja, & Ahmadyani, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 136. 75 Ibid
73
2.3.4 Lahir dan Hapus Fidusia Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia dan kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie), Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hapusnya jaminan fidusia menurut ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia” adalah sebagai berikut: (1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut: a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Fidusia b. Pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh penerima Fidusia; atau c. Musnahnya Benda yang menjadi objek jaminan fidusia (2) Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b. (3) Penerima fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataaan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan fidusia tersebut. Apabila hutang dari pemberi fidusia telah dilunasi, menjadi kewajiban bagi penerima fidusia, kuasanya, atau wakilnya untuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia yang disebabkan karena hapusnya hutang pokok. Dengan diterimanya surat
74 pemberitahuan tersebut, maka ada 2 (dua) hal yang dilakukan Kantor Pendaftaran Fidusia yaitu: 76 1. Pada saat yang sama mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia; dan 2. Pada tanggal yang sama dengan tanggal pencoretan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan “sertipikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi” 2.4 Lembaga-lembaga yang memberikan kredit dengan jaminan fidusia 2.4.1 Koperasi Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi yang secara etimologi merupakan suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan. Memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada, dengan bekerjasama secara kekeluargaan, menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya77 untuk mempertinggi kesejahteraan dan kepentingan para anggotanya, koperasi juga memberikan kredit dengan jaminan fidusia. 2.4.2 Bank Bank adalah salah satu bentuk lembaga keuangan yang diatur oleh undang undang dengan fungsinya sebagai penyalur kredit kepada masyarakat. Lembaga yang dikenal umum mengeluarkan fasilitas kredit oleh masyarakat adalah bank 76
Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 89. 77 R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, 2000, Hukum Koperasi Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 1.
75 disamping lembaga-lembaga lainnya. Fasilitas kredit yang diberikan oleh bank adalah APHT (pemberian hak tanggungan) dengan jaminan sertifikat tanah disamping itu bank juga mengeluarkan fasilitas kredit dengan jaminan fidusia dengan jaminan kendaraan bermotor. 2.4.3. PT. Permodalan Nasional Madani PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau disingkat PNM adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang jasa keuangan. Perusahaan ini didirikan pada tanggal 1 Juni 1999 dan bertujuan membantu pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.78
Unit Layanan
Modal Mikro (ULaMM) dilakukan untuk meningkatkan daya saing UMKM guna menjawab kompetisi bisnis yang semakin ketat di sektor UMKM. Salah satu kredit yang dikeluarkan oleh ULaMM adalah pemberian kredit dengan jaminan fidusia. 2.4.4. Perusahaan Pembiayaan atau Finance Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha: Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Usaha Kartu Kredit dan atau Pembiayaan Konsumen.79 Skema bisnis perusahaan pembiayaan didasari oleh adanya underlying asset; dekatnya jaringan industri pembiayaan dengan industri manufaktur, distributor dan pemegang merek tunggal; serta mudah dan cepatnya
78
http://id.wikipedia.org/wiki/ Permodalan_ Nasional_ Madani, diakses tanggal 5 Juni 2014. 79 http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Pembiayaan diakses tanggal 9 Juni 2014
76 pelayanan, membuat industri pembiayaan lebih dekat ke konsumennya dibandingkan industri pemberi kredit sejenis. Adapun yang paling terkenal adalah perusahaan pembiayaan konsumen (Consumers Finance Company) dimana badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran ataupun pembayaran secara berkala oleh konsumen. Contoh
pembayaran angsuran pembelian secara cicilan antara lain cicilan
kendaraan roda dua, cicilan kendaraan roda empat dan lain-lain, dengan jaminan fidusia. 2.5. Tinjauan Umum Tentang Eksekusi 2.5.1 Pengertian dan Dasar Hukum eksekusi Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan. Menurut R. Subekti eksekusi adalah pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa.80 Jadi di dalam arti kata eksekusi sudah mengandung arti secara sukarela pihak yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum. Makna dari
kekuatan umum adalah polisi
bahkan kalau perlu militer (angkatan bersenjata).81 Sedangkan menurut M. Yahya H. adalah merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan tata cara lanjutan dari
80
R. Subekti, 1989, Hukum Acara Perdata, cet. 3, Binacipta, Bandung,
hal.130. 81
Ibid.
77 proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata.82 Selanjutnya menurut Yahya Harahap
akibat dari keadaan tidak ada
kepastian jika putusan dilaksanakan secara sukarela, sering dijumpai berbagai praktik pemenuhan putusan secara sukarela berbeda antara satu pengadilan dengan pengadilan yang lain.83 Ada pengadilan yang tidak mau campur tangan atas pemenuhan secara sukarela, ada pula pengadilan yang aktif ambil bagian menyelesaikan pemenuhan putusan secara sukarela. Walaupun dilakukan secara sukarela, Ketua Pengadilan Negeri melalui juru sita seharusnya: 1. Membuat berita acara pemenuhan putusan secara sukarela; 2. Disaksikan oleh dua orang saksi; 3. Pembuatan berita acara dan kesaksian dilakukan di tempat pemenuhan putusan dilakukan; dan 4. Berita acara ditandatangani oleh juru sita, para saksi, dan para pihak (penggugat dan tergugat) Campur tangan pengadilan dalam pemenuhan putusan pengadilan secara sukarela dimaksudkan agar terhindar dari ketidakpastian penegakan hukum. Menurut Djazuli Bachar menyatakan eksekusi adalah: melaksanakan putusan pengadilan, yang tujuannya tidak lain adalah untuk mengefektifkan suatu putusan menjadi suatu prestasi yang dilakukan dengan secara paksa. Usaha berupa tindakan-tindakan paksa untuk merealisasikan putusan kepada yang berhak menerima dari pihak yang dibebani kewajiban yang merupakan eksekusi.84 82
M. Yahya Harahap, 1991, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet.3, PT. Gramedia, Jakarta, hal. 1. 83 Ibid. 84 Djazuli Bachar, Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Segi Hukum dan Penegakan Hukum, hal. 6.
78
Menurut R. Supomo adalah hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan.85 Eksekusi juga berarti melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela. Dasar hukum adalah Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIR, atau Pasal 206 sampai dengan Pasal 258 Rbg. Peraturan ini tidak hanya mengatur tentang menjalankan eksekusi putusan pengadilan saja akan tetapi juga memuat pengaturan tentang upaya paksa dalam eksekusi yakni sandera, sita eksekusi, upaya lain berupa perlawanan (Verzet) serta akta otentik yang memiliki alasan eksekusi yang dipersamakan dengan putusan yakni akta grosse hipotik dan surat hutang dengan kepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.86 Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1964 tanggal 22 Januari 1964 juncto Surat Edaran Mahkamah Agung No. 04 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975 membekukan keberlakuan pasal 209 sampai dengan pasal 222 HIR, karena sandera bertentangan dengan salah satu sila dari dasar falsafah negara Indonesia, yaitu bertentangan dengan sila Prikemanusiaan, salah satu dari Pancasila.87 85
R. Supomo, 1986, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, cet. 9, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 11. 86 Djazuli Bachar, op.cit., hal 12. 87 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, cet. VI. Mandar Maju, Bandung, hal. 122.
79 Selain peraturan-peraturan sebagaimana yang disebutkan diatas masih ada peraturan lain yang dapat menjadi dasar penerapan eksekusi yaitu : 1. Pasal 33 ayat (3) UU No. 14 tahun 1970 juncto pasal 60 UU No. 2 tahun 1985 tentang Peradilan Umum menyatakan bahwa yang melaksanakan putusan pengadilan dalam perkara perdata adalah panitera dan jurusita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. 2. Undang-undang tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 33 ayat (4) yaitu tentang kewajiban hukum yang bersendikan norma-norma moral, dimana dalam melaksanakan putusan pengadilan diusahakan supaya prikemanusiaan dan prikeadilan tetap terpelihara. 3. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1980 yang disempurnakan pasal 5 dinyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi. 4.
Mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan Agama
diatur dalam
Stb.1982 No. 152 Pasal 2 ayat (5) menyatakan, sesudah itu keputusan dapat dijalankan menurut aturan-aturan biasa tentang menjalankan keputusan-keputusan Pengadilan Umum dalam perkara ini dan Stb. 1937 No. 63-639, pasal 3 ayat (5) alinea 3 berbunyi, sesudah itu keputusan dapat dijalankan menurut aturan-aturan menjalankan keputusan Sipil Pengadilan Negeri (Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 pasal 4 ayat (5) dan pasal-pasal lain yang berhubungan). 5. SEMA No. 4 Tahun 1975 menyatakan bahwa: Penyanderaan ditujukan pada orang yang sudah tidak mungkin lagi dapat melunasi hutang-hutangnya dan kalau disandera dan karena itu kehilangan kebebasan bergerak, ia tidak lagi ada kesempatan untuk
80 berusaha mendapatkan uang atau barang-barang untuk melunasi hutangnya.88 2.5.2 Macam-macam Eksekusi Menurut Pasal 180 H.I.R pada asasnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti yang dapat dijalankan. Pengecualiannya adalah apabila suatu putusan dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu. Selain itu perlu juga dipahami, bahwa tidak semua putusan yang sudah mempunyai kekuatan pasti harus dijalankan. Adapun yang
perlu
dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melaksanakan suatu perbuatan. Dalam Hukum Acara Perdata ada tiga macam eksekusi yaitu: 1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 H.I.R dan seterusnya, dimana seseorang dihukum untuk membayar sejumlah uang. Bunyi putusan dimana ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, dan apabila seseorang enggan dengan sukarela memenuhi maka sebelum putusan dijatuhkan telah
dilakukan sita jaminan,
maka
sita jaminan itu setelah
dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekutorial. Kemudian eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang milik orang yang dikalahkan, sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah semua biaya sehubungan dengan pelaksanaan putusan tersebut. Eksekusi dilanjutkan dengan menyita sekian banyak barang-barang bergerak bila sita jaminan belum dilakukan sebelumnya, apabila tidak cukup juga barang-barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya-biaya 88
Djazuli Bachar, op.cit., hal. 13.
81 pelaksanaan putusan tersebut. Penyitaan yang dilakukan ini disebut sita eksekutorial. Pihak yang kalah dalam perkara maka pelaksanaan melalui penjualan lelang terhadap berang-barang miliknya, sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim tersebut ditambah biaya-biaya pengeluaran untuk pelaksanaan eksekusi tersebut. Dalam praktik berdasarkan atas ketentuan Pasal 197 ayat (1) H.I.R dan Pasal 208 RBg, maka terlebih dahulu akan dilakukan sita eksekusi (executoir beslag) terhadap barangbarang pihak yang kalah sebelum penjualan lelang dilakukan, kemudian proses eksekusi dimulai dari barang-barang bergerak dan jika barang-barang bergerak tidak ada atau tidak mencukupi barulah dilakukan terhadap barang-barang yang tidak bergerak (barang tetap). 1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 H.I.R dimana seseorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan. Seseorang yang dihukum melakukan suatu perbuatan tersebut dalam waktu yang ditentukan maka pihak yang dimenangkan dalam putusan itu dapat meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri agar perbuatan yang sedianya dilaksanakan atau dilakukan oleh pihak yang kalah dalam perkara dinilai dengan sejumlah uang. Dengan kata lain pelaksanaan perbuatan itu dilakukan oleh sejumlah uang. Menurut Pasal 225 H.I.R yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat dalam jumlah uang. Tergugat lalu dihukum untuk membayar sejumlah uang sebagai pengganti dari pada pekerjaan yang harus ia lakukan berdasar putusan hakim yang menilai besarnya penggantian ini adalah
82 Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dengan demikian, maka dapatlah dianggap bahwa putusan yang semula ditarik kembali atau dengan lain perkataan, putusan hakim yang semula tidak berlaku lagi, dan Ketua Pengadilan Negeri mengganti putusan tersebut dengan putusan lain. Perlu di catat, bahwa bukan putusan Pengadilan Negeri saja, akan tetapi putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung pun dapat diperlakukan demikian, tegasnya putusan yang sedang dilaksanakan itu yang lebih menarik perhatian adalah bahwa perubahan putusan ini dilakukan atas kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri yang sedang memimpin eksekusi tersebut, jadi tidak dalam sidang terbuka. 2. Eksekusi Riil, yang diatur dalam praktek banyak dilakukan akan tetapi tidak diatur dalam H.I.R. Jika putusan pengadilan yang memerintahkan pengkosongan barang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka Ketua akan memerintahkan dengan surat kepada Jurusita supaya dengan bantuan alat kekuasaan negara, barang tidak bergerak itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang kepunyaannya. Dengan demikian dapat dikatakan lebih detail berdasarkan ketentuan Pasal 1033 Rv bahwa yang harus meninggalkan barang tidak bergerak yang dikosongkan itu adalah pihak yang dikalahkan beserta sanak saudaranya dan bukan pihak penyewa rumah oleh karena dalam sebuah rumah disita dan atasnya telah diletakkan perjanjian sewa menyewa sebelum rumah itu disita maka pihak penyewa dilindungi oleh asas koop breekst geen huur yakni asas jual beli tidak menghapuskan hubungan sewa menyewa sebagaimana ditentukan Pasal 1576 KUHPerdata.
83 Pasal ini memberi petunjuk sedikit tentang bagaimana eksekusi riil harus dijalankan. Pengosongan dilakukan oleh jurusita apabila perlu dibantu oleh beberapa anggota Polisi atau anggota Polisi Militer, apabila yang dihukum untuk melakukan pengosongan rumah itu anggota ABRI misalnya. Meskipun eksekusi riil tidak diatur secara baik dalam HIR, eksekusi riil sudah lazim dilakukan, oleh karena dalam praktek sangat diperlukan. Berdasarkan objeknya eksekusi dapat dibedakan menjadi : eksekusi putusan hakim, eksekusi benda jaminan (objek gadai, hak tanggungan, fidusia, cessie, sewa beli, leasing), eksekusi grosse surat utang notariil, eksekusi piutang negara baik yang timbul dari kewajiban (utang pajak, utang bea masuk) maupun perjanjian kredit (bank pemerintah yang macet, piutang BUMN maupun BUMD), eksekusi putusan lembaga yang memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa, eksekusi terhadap suatu yang mengganggu hak atau kepentingan, dan eksekusi terhadap bangunan yang melanggar izin mendirikan bangunan.
BAB III PENERAPAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT KETENTUAN PASAL 11 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN 3.1.Struktur organisasi Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan Tabanan
84 Menurut Bapak Suryana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian Cabang Denpasar yang diwawancarai tanggal 16 Mei 2014 dan Bapak Komang Gede Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan yang diwawancarai tanggal 17 Mei 2014 menyatakan bahwa dalam menjalankan program-programnya Perusahaan Perseroan Pegadaian mempunyai beberapa bagian. Adapun bagian-bagian yang dimaksud adalah: a. Kepala Cabang -
Asmen KCA (Kredit Cepat Aman)
-
Penaksir
-
Kasir
b. Asmen Mikro - Analis Kredit - Paul - Penaksir Mulia
Kepala Cabang
84 Asmen KCA
Asmen Mikro
Penaksir
Analisis Kredit
Penaksir Mulia
87 Kasir
Paul (Petugas Administrasi usaha lain)
85 Mengenai tugas dari
masing-masing bagian pada Perusahaan Perseroan
Pegadaian adalah sebagai berikut: a. Kepala Cabang : - Bertugas dan bertanggung jawab kepada Perusahaan Perseroan pegadaian Kanwil Bali - Memimpin Perusahaan Perseroan Pegadaian -Menyetujui permohonan kredit yang diajukan. b. Asmen KCA, bertugas menilai pekerjaan penaksir c. Asmen Mikro, bertugas menilai pekerjaan Analis kredit dan Penaksir Mulia d. Penaksir, bertugas menaksir barang jaminan e. Kasir, bertugas memberikan pelayanan pembayaran kepada debitur. f. Paul, bertugas melaksanakan penagihan.
Kegiatan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian semakin berkembang. Adapun kegiatan usaha Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan, meliputi: 1. Gadai 2. Jual Mulia 3. Pemberian kredit dengan jaminan fidusia 4. Pembayaran online seperti bayar listrik, bayar PDAM, jual pulsa 5. Jasa Titipan 6. Jasa Taksiran Untuk jasa titipan, Perusahaan Perseroan Pegadaian menerima titipan emas dan surat berharga misalnya sertipikat dan lain-lain. Titipan emas dihitung per 100
86 gram setiap bulan dikenakan biaya Rp 20.000 (duapuluh ribu Rupiah) sedangkan untuk surat surat berharga dihitung per amplop setiap bulan dikenakan biaya sebesar Rp 20.000 (duapuluh ribu Rupiah). 3.2. Prosedur Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Di Perusahaan Perseroan Pegadaian Dalam
rangka
lebih
meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas
penyelenggaraan penyaluran pinjaman khususnya kepada masyarakat menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, perlu mengubah bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (Persero) untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011, Perusahaan Perseroan (Persero) melaksanakan kegiatan usaha utama berupa: a. penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;
87 b. penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan c. pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi. Berikut wawancara dilakukan kepada Bapak Suryana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian Cabang Denpasar, menyatakan bahwa pada Perusahaan Perseroan Pegadaian pelaksanaan prosedur pemberian kredit dengan jaminan fidusia sama dengan prosedur pemberian kredit dengan jaminan yang lain, namun khusus untuk kredit dengan jaminan fidusia calon penerima kredit yang megajukan permohonan datang ke pegadaian
untuk memperoleh informasi
mengenai persyaratan dalam pemberian kredit yang bersangkutan. Adapun persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon debitur untuk mengajukan permohonan kredit yaitu: a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Suami Istri; b. Foto copy Kartu Keluarga (KK); c. Bukti Pembayaran PBB tahun terakhir/rekening listrik bulan terakhir; d. Asli BPKB dan Foto copy STNK (yang masih berlaku) e. Situ/siup/Tdp/ surat keterangan usaha dari desa f. Chek phisik kendaraan yang telah disahkan (hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Komang Gede Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan diwawancara tanggal 19 Mei 2014 dan 17 Mei 2014) Setelah syarat-syarat diatas lengkap,
kemudian melalui tahapan
selanjutnya seperti mengisi permohonan kredit, mengisi identitas pemohon jumlah pinjaman yang diminta, melampirkan data serta informasi dokumen yang
88 diperlukan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian. Perusahaan Perseroan Pegadaian harus memastikan kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan kredit. Kemudian jaminan fidusia itu harus dibuatkan dengan Akta Fidusia di notaris dan harus didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Dalam mengajukan permohonan, calon nasabah akan di interview atau diwawancara terlebih dahulu. Pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian sebagai pemberi kredit (kreditur) melakukan wawancara terhadap calon nasabah (debitur) mengenai identitasnya, baik mengenai nama, alamat dari nasabah, maupun bidang usaha yang dijalankan. Perusahaan Perseroan Pegadaian didalam memberikan kredit kepada calon debitur terlebih dahulu akan meninjau mengenai usaha apa yang akan dilakukan oleh calon debitur tersebut. Jadi, Perusahaan Perseroan Pegadaian dapat memperkirakan apakah calon debitur tersebut dapat memperoleh pinjaman uang dalam melakukan usahanya. Selanjutnya Perusahaan Perseroan Pegadaian akan melakukan penilaian jaminan yang dilakukan pada saat debitur mengajukan permohonan kredit dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Penilaian oleh juru taksir. 2) Pedoman penilaian terhadap benda-benda bergerak seperti : a) Kendaraan, pedoman penilaiannya adalah dari segi penyusutan berdasarkan tahun dari pembuatan, harga pasar, status, dalam kendaraan baru atau bekas, hukum,serta kondisi terpelihara atau tidak. b) Mesin, pedoman penilaiannya adalah kondisi terpeliharanya, harga pembelian keadaan baru, penyusutan dengan tahun pembuatan.
89 c) Penilaian dokumen-dokumen yang berkaitan dengan usaha, maksudnya semua dokumen jaminan yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh nasabah agar diteliti status, kelengkapan dan keasliannya, untuk menghindari adanya kepalsuan dokumen. Setelah itu staf bagian analis kredit melakukan peninjauan setempat untuk mengetahui dan menilai keadaan fisik barang yang akan dijaminkan dengan jaminan fidusia, apakah barang tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam berkas-berkas dokumen yang ada. Tahap selanjutnya adalah menganalisis kredit, dari semua data dan informasi yang telah diperoleh dalam tahapan-tahapan sebelumnya, Perusahaan Perseroan Pegadaian melakukan analisis dari berbagai aspek, resiko kredit keuangan, sosial ekonomi, agunan. Dalam memberikan keputusan kredit, pejabat yang berwenang akan memutuskan atau menolak permohonan yang diajukan. Jika permohonan kredit itu ditolak maka akan disertai dengan alasan-alasan penolakannya. Apabila
permohonan tersebut diterima maka diputuskan antara
lain berapa besar suku bunganya, berapa lama jangka waktu kreditnya, berapa besar kredit yang diberikan, bagaimana sistem pembayaran bunga dan pokok yang menjadi kewajiban debitur nantinya. Setelah melakukan peninjauan maka akan dilakukan penilaian. Hal terakhir yang dilakukan dalam proses ini adalah membuat Berita acara mengenai penaksiran barang jaminan, dimana dilaporan tersebut dipersiapkan untuk diserahkan kepada kepala kantor untuk disetujui. Dilanjutkan ketahap pencairan kredit, sebelum melakukan proses pencairan, harus dilakukan pemeriksaan kembali semua kelengkapan dokumendokumen yang harus dipenuhi berdasarkan prinsip sebagai berikut :
90 a) Perusahaan Perseroan Pegadaian hanya menyetujui pencairan kredit apabila seluruh syarat-syarat yang ditetapkan dalam persetujuan dan pencairan kredit telah dipenuhi oleh pemohon kredit. b) Sebelum pencairan kredit dilakukan Perusahaan Perseroan Pegadaian harus memastikan bahwa seluruh aspek yang berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi Perusahaan Perseroan Pegadaian. Apabila debitur menerima semua syarat-syarat yang telah tercantum dalam keputusan kredit itu maka ia harus menandatangani tanda persetujuan kredit dalam suatu perjaanjian yang disebut dengan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan serta formulir-formulir perjanjian lainnya sebagai perjanjian pokok antara Perusahaan Perseroan Pegadaian dengan debitur. Pada tahapan selanjutnya adalah debitur maupun kreditur menghadap kepada notaris untuk melakukan pengikatan dengan jaminan fidusia. Bapak Notaris I Made Mertajaya, SH, Notaris di Kota Denpasar menyatakan sebelum pembuatan akta oleh notaris terlebih dahulu harus mengenal kedua belah pihak dengan melihat Kartu Tanda Penduduk (KTP) para pihak sedangkan untuk pihak kreditur harus memperlihatkan surat dari instansinya. Setelah mengenal para pihak, barulah notaris melakukan pembacaan akta dan para pihak melakukan penanda tanganan akta fidusia, selanjutnya dibuatkan salinan
akta jaminan
fidusia. Biasanya pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian dalam pembuatan akta jaminan fidusia, untuk pihak debitur tidak hadir dihadapan notaris karena menggunakan surat kuasa untuk mengurus dan menyelesaikan segala urusan yang
91 berhubungan dengan pembuatan akta fidusia (wawancara pada tanggal 10 Mei 2014). Setelah Akta Jaminan Fidusia tersebut selesai dibuat di notaris, hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia untuk Bali berada Denpasar di bawah lingkup Departemen Hukum dan HAM. Tujuan Akta Jaminan Fidusia itu didaftarkan adalah untuk memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur juga memberikan kepastian hukum. Kreditur yang pertama kali mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia maka ia adalah kreditur yang diutamakan pelunasan hutangnya terhadap kreditur yang lain.
3.3. Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian Melalui Notaris Secara Online System Notaris mempunyai peranan yang sangat besar dalam mendukung pembuatan perjanjian atau pengikatan yang dilakukan oleh kreditur dan debitur serta dalam rangka pembuatan akta dalam hal ini adalah khususnya akta fidusia. Dalam kaitanya dengan pembuatan perjanjian fidusia, kedudukan Notaris tidak hanya melakukan tugas hukum sebagai pejabat Negara untuk urusan–urusan yang berhubungan dengan keperdataan, tetapi juga dalam jabatannya sebagai pejabat yang mempunyai kompetensi penuh, dimana notaris berperan untuk menentukan dalam membuat dan menerbitkan akta otentik mengenai keberadaan perjanjian fidusia.
terjadinya serta
92 Perjanjian fidusia apabila tidak dibuat dihadapan dan oleh seorang Notaris, maka akta itu tidak akan memiliki nilai otentik, sehingga secara hukum akan berakibat pada lemahnya nilai pembuktian akta tersebut, atau akan turun derajatnya menjadi akta dibawah tangan yang tentunya pula akan berdampak kerugian terhadap pihak-pihak yang perjanjian. Demikian juga Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak mengatur serta tidak memberikan alternatif bentuk akta yang lain kecuali akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris, sehingga akta Notaris merupakan bentuk satu-satunya akta dalam hal perjanjian fidusia. Fidusia Online System merupakan terobosan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kini dan nanti demi Indonesia yang lebih baik. Diharapkan dengan Fidusia Online System terhadap pelayanan jasa hukum di bidang fidusia dapat berjalan dengan cepat, akurat, bebas dari pungli dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Di samping itu fidusia Online System akan meningkatkan pendapatan Negara dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Notaris menyambut hangat akan kebijakan pendaftaran jaminan fidusia secara Online System karena diharapkan akan lebih mengakomodasi kebutuhan para Notaris untuk melakukan pendaftaran terhadap akta jaminan fidusia yang dibuatnya. Namun dalam kebijakan tersebut, sebagai seorang Notaris harus lebih waspada karena pendaftaran Fidusia Online System dapat dilakukan sendiri di kantor Notaris. Dalam hal ini, Notaris juga
93 harus mempersiapkan baik dari segi kesiapan kantor khususnya perangkat dan keamanan penggunaan sistem tersebut.89 Pemberlakuan Sistem Administarsi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Online System, sistem ini diluncurkan selain untuk menyeimbangi permohonan pendaftran fidusia yang semakin meningkat, memangkas waktu pendaftaran menjadi lebih singkat dan juga untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya pungutan liar ataupun KKN dalam bentuk lainnya. Menurut Surat Edaran Dirjen AHU, pemberlakuan sistem pendaftaran jaminan fidusia Online System merupakan pelaksanaan amanat Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia selanjutnya akan dijadikan dasar pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris. Pembuatan akta jaminan fidusia ini dikenakan tarif sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dapat dilihat pengenaan tarif yang berlaku dalam Lampiran PP No. 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam pelaksanaan pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik Online system yang paling penting adalah harus adanya jaminan kepastian hukum baik itu bagi pemberi fidusia, penerima fidusia maupun bagi pihak ketiga. Memberikan kepastian hukum sebagai tujuan dari dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia menjadi sorotan dalam pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik terutama menyangkut Benda yang menjadi Objek Jaminan, dalam menu pemohonan
89
http://medianotaris. com/fidusia_on _line_ dan _tanggung _ jawab notaris_ berita237.html (diakses tanggal 10 Juni 2014).
94 pendaftaran Objek Jaminan Fidusia. Kita tak perlu khawatir akan kemungkinan bagi pemberi fidusia untuk melakukan fidusia untuk yang kedua kalinya karena hal tersebut mendapat jawaban merujuk pada akta autentik yang dibuat oleh notaris. Sehingga kemungkinan bagi pemberi fidusia untuk melakukan fidusia untuk yang kedua kalinya dapat dicegah sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Notaris sendiri yang akan melakukan pendaftaran jaminan fidusia secara Online system untuk lebih menjamin kepastian hukum bagi para pihak, dengan menginput data sesuai dengan akta pembebanan yang dibuat tentunya dengan mendapat kuasa dari penerima fidusia dan juga karena mengingat username dan password untuk masuk ke dalam menu layanan Pendaftaran Jaminan fidusia secara Online System hanya dimiliki oleh notaris sebagai pejabat umum yang berwenang. Bapak Notaris I Made Mertajaya, SH, Notaris di Kota Denpasar menjelaskan bahwa permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia harus dilengkapi dengan salinan akta jaminan fidusia dari notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia dan Surat Kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia serta bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia. Syarat pendaftaran fidusia adalah: surat permohonan pendaftaran, surat kuasa bermeterai cukup (apabila dkuasakan, salinan Akta Jaminan Fidusia bermeterai, mengisi formulir pernyataan pendaftaran, membayar biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) (1) untuk nilai Rp 25.000,00
pinjaman sampai
dengan
Rp
50.000.000,00 sebesar
95 (2) untuk nilai penjaminan lebih dari Rp 50.000.000,00 sebesar Rp 50.000,00 (wawancara pada tanggal 10 Mei 2014). Kewajiban pendaftaran fidusia ini dilakukan bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditur yang dalam hal ini adalah Perusahaan Perseroan Pegadaian dari debitur atau nasabah yang tidak beritikad baik, karena pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lain. Dalam Jaminan Fidusia, memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan atas kepercayaan. Di dalam skema penjaminan fidusia, Perusahaan Perseroan Pegadaian mengajukan pembebanan jaminan fidusia kepada debiturnya, sehingga apabila debitur tidak dapat membayar cicilan pembiayaan kendaraan bermotor, maka Perusahaan Perseroan Pegadaian dapat mengambil kendaraan bermotor milik debitur bersangkutan. Perusahaan Perseroan Pegadaian yang melakukan penjaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dan membayar sejumlah uang administrasi. Keberadaan Undang-Undang Jaminan Fidusia ini masih belum dipahami oleh banyak pihak. Undang-Undang ini dalam praktiknya bertujuan melindungi Perusahaan Perseroan Pegadaian melalui hak preferen, bukan melindungi kepentingan konsumen. Pertimbangan penerbitan peraturan itu antara lain untuk memberikan kepastian hukum bagi Perusahaan Perseroan Pegadaian dan konsumen sehubungan dengan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor dari konsumen secara kepercayaan fidusia kepada Perusahaan Perseroan Pegadaian.
96 Setelah Akta Jaminan Fidusia tersebut selesai dibuat di notaris, hal yang harus dilakukan adalah mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia untuk Bali berada Denpasar di bawah lingkup Departemen Hukum dan HAM. Perusahaan Perseroan Pegadaian maupun notaris tidak perlu khawatir dengan keabsahan sertifikat yang keluar dari pendaftaran secara Online System tersebut. Sertifikat tersebut murni dan sah secara hukum karena yang mengeluarkannya adalah Kementrian Hukum dan Ham. Kehadiran Fidusia Online System diharapkan dapat mengurangi beban biaya, artinya Perusahaan Perseroan Pegadaian hanya membayar notaris dan biaya sertifikasi saja. 3.4. Pemberian Kredit Dengan Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan Perjanjian Kredit adalah suatu perjanjian pendahulan (voorovereenkomst). Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual (pacta de contrehendo) obligator.90 Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja melalui perjanjian utang piutang antara kreditur dengan debitur, dengan adanya perjanjian utang piutang maka masing-masing pihak antara kreditur dan debitur menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Dalam pemberian kredit unsur kepercayaan mutlak diperlukan sehingga dalam penyaluran kreditnya, Perusahaan Perseroan Pegadaian diwajibkan agar memiliki keyakinan atas kembalinya kredit yang diberikan kepada nasabah tersebut tepat pada waktu yang
90
H. Martin Roestamy, 2009, Hukum Jaminan Fidusia, PT. Percetakan Penebit Swadaya, Jakarta, hal. 23.
97 telah diperjanjikan, sehingga dengan adanya keyakinan tersebut pihak kreditor yang dalam hal ini adalah Perusahaan Perseroan Pegadaian akan merasa terlindungi hak haknya untuk memperoleh kembali uang atau barang yang diberikan kepada nasabah tersebut secara kredit. Barang yang diterima kreditur sebagai jaminan harus diikat secara yuridis. Kegunaan jaminan yang diikat secara yuridis antara lain : 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur apabila debitur cidera janji tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang diperjanjikan. 2. Membuat debitur berperan dalam mengurus usahanya, untuk merugikan diri sendiri dapat diperkecil jadinya. 3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk melakukan pembayaran utangnya sesuai dengan perjanjian dan untuk agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang dijaminkan.91 Demi tercapainya perekonomian masyarakat yang sehat pada umumnya Perusahaan Perusahaan selaku pemberi kedit melakukan penelitian terhadap debitur selaku penerima kredit pada faktor faktor yang harus dimiliki debitur sebelum menerima kredit. Faktor-faktor yang harus dimiliki oleh debitur itu adalah92 : 1). Character (watak) adalah keadaan sifat dan watak dari calon konsumen, baik dalam dalam lingkungan usahanya maupun kehidupan pribadinya. Penilaian watak ini
91
Thimas Suyatno, 1998, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 8. 92 Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 81.
98 merupakan penilaian terhadap ketulusan, kepatuhan, kejujuran, akan janji serta kemauan untuk membayar hutang-hutangnya. 2). Capital (dana) Kapital adalah dana yang dimiliki oleh calon konsumen untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap kapital adalah untuk mengetahui keadaan, permodalan, sumber sumber dana dan penggunaanya 3). Capacity (kapasitas) Kapasitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh calon konsumen untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh keuntungan yang diharapkan. Sehingga pada akhirnya calon konsumen tersebut dapat melunasi hutang hutangnya dikemudian hari. 4). Collateral (jaminan) Collateral adalah barang barang yang diserahkan calon konsumen sebagai agunan dari kredit yang akan diterimanya. Tujuan penilaiannya collateral adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana resiko tidak dipenuhinya kewajiban financier kepada pihak pemberi kredit dapat ditutup oleh nilai agunan tersebut. 5). Condition Of Economi (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi adalah keadaan sosial ekonomi suatu saat yang akan mungkin dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon konsumen. Penilaian terhadap kondisi yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha
99 calon
konsumen
mengantisifasinya
dan sehingga
bagaimana usahanya
konsumen tersebut
mengatasi
tetap
bertahan
atau dan
berkembang. Bapak Suryana, bagian analis kredit
pada Perusahaan Perseroan
Pegadaian cabang Denpasar menyatakan bahwa pada Perusahaan Perseroan Pegadaian 3 (tiga) dari 5 (lima) faktor faktor diatas juga diterapkan misalnya dalam character (watak)
dalam perjanjian kredit ditulis kemauan atau
kesanggupan debitur untuk melunasi hutang-hutangnya, sedangkan capital atau dana atau modal yang diperoleh dari Perusahaan Perseroan Pegadaian oleh calon debitur hanya untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Collateral (jaminan) barang barang yang dijadikan jaminan calan debitur sebagai agunan dari kredit yang akan diterimanya dalam hal ini pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian memberikan tugas kepada penaksir untuk menilai jaminan dari debitur. (wawancara pada tanggal 3 Juni 2014). Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dimasyarakat, maka kredit yang yang disalurkan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian
dapat memberikan
kreditnya kepada debitur yang mana debitur tersebut telah memenuhi kriteria harus dibuat dengan prinsip kehati hatian. Mempunyai kesanggupan dan kenyakinan bahwa debitur untuk melunasi hutang sesuai dengan perjanjian serta harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dengan ditempuhnya caracara yang tidak merugikan kedua belah pihak. Secara operasional pemberian jaminan fidusia dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap pertama adalah pemberian jaminan fidusia dan tahap kedua adalah pendaftaran jaminan fidusia. Dalam pemberian jaminan fidusia dituangkan dalam
100 bentuk akta notaris sesuai dengan amanat Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusa dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Sedangkan untuk tahap pendaftaran jaminan fidusia yaitu dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa “benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Dalam praktek pemberian kredit di Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak semua dilakukan pendaftaran jaminan fidusia, mengingat jumlah pinjaman yang diberikan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak besar atau kecil karena akan membutuhkan banyak biaya, dan terlalu banyak potongan yang menyebabkan jumlah pinjaman dari nasabah (debitur) berkurang. Wawancara berikut dilakukan kepada Bapak Suryana, bagian analis kredit pada Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar menjelaskan jumlah transaksi kredit fidusia pada perusahaan perseroan pegadaian cabang Denpasar dari tahun 2009 sampai dengan bulan Mei 2014 terlihat pada Tabel III.1 sampai dengan Tabel III.6 (wawancara pada tanggal 18 Juni 2014)
TABEL III.1 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2009 Tahun 2009
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari - Juli
7
22
Agustus – September
5
27
101 Oktober-November
9
21
Desember
0
9
21
59
Jumlah
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar
TABEL III.2 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2010 Tahun 2010
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari
2
21
Februari-Maret
8
22
April-Juni
39
17
Juli-September
11
48
Oktober-Desember
11
36
Jumlah
71
144
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar
102
TABEL III.3 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2011 Tahun 2011
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari-Maret
6
20
April-Agustus
7
26
September-Desember
5
11
18
57
Jumlah
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar
TABEL III.4 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2012 Tahun 2012
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari-April
6
24
Mei-Juli
9
21
Agustus-Desember
36
16
Jumlah
51
61
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar
TABEL III.5 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2013 Tahun 2013
Didaftarkan
Tidak didaftar
103 Januari-April
22
53
Mei-Agustus
29
62
Agustus-Desember
35
92
Jumlah
86
207
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar
TABEL III.6 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR TAHUN 2014
Tahun 2014
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari - Maret
18
31
April - Mei
25
46
43
77
Jumlah
Sumber : Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar Bapak I Komang Gede Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan mengatakan jumlah transaksi kredit fidusia pada perusahaan perseroan pegadaian cabang Tabanan dari bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2014 terlihat pada Tabel III.7 sampai dengan Tabel III.10 (wawancara pada tanggal 04 Juli 2014)
TABEL III.7 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG TABANAN TAHUN 2012 Tahun 2012 Mei - Juli
Didaftarkan
Tidak didaftar
10
4
104 Agustus - November Jumlah
26
26
36
30
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan
TABEL III.8 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG TABANAN TAHUN 2013 Tahun 2013
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari - April
32
19
Mei - Agustus
31
29
September-Desember
31
23
84
71
Jumlah
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan
TABEL III.9 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA DI PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG TABANAN TAHUN 2014 Tahun 2014
Didaftarkan
Tidak didaftar
Januari - Maret
22
19
April - Juni
19
28
41
47
Jumlah
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan
Tabel III.10 REKAPITULASI
105 TRANSAKSI KREDIT FIDUSIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN CABANG DENPASAR DAN CABANG TABANAN PER TAHUN Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014 (jan-mei)
Pegadain 100 215 75 112 293 120 Cabang Denpasar 66 165 118 Pegadaian Cabang Tabanan Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan dan Cabang Denpasar
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar
106
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan
107
Sumber: Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Tabanan Berdasarkan tabel dan bagan diatas Pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian selaku kreditur pemberi jaminan dengan jaminan fidusia, tidak secara penuh melaksanakan tata cara pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia yang tercantum dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Praktek yang dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak sejalan dengan prinsip hukum yang terkandung di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terutama dalam Pasal 11 ayat (1), padahal dalam Pasal tersebut sudah jelas-jelas tersirat benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. Merupakan suatu norma yang harus dipatuhi guna memberikan kepastian hukum kepada kreditur. Tiga komponen dari sistem hukum tidak dapat berjalan dengan baik yang menyebabkan kepastian hukum tidak dapat tercapai. Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa ketiga komponen dari sistem hukum terdiri dari struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum. Struktur hukum berhubungan dengan aparat penegak hukum, kemudian substansi hukum dipengaruhi oleh perangkat
108 perundang-undangan, dan budaya hukum merupakan opini, kepercayaan, kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak para penegak hukum.93 Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan telah melakukan praktek menyimpang dari ketentuan yang berlaku,
kedua
perusahaan ini yang dijadikan objek penelitian dalam penulisan ini mempunyai kebiasaan-kebiasaan dan cara berpikir sendiri dalam mengambil keputusan untuk tidak melakukan pengikatan akta jaminan fidusia dan tidak mendaftarkan ke kantor Pendaftaran fidusia pada saat pemberian kredit dengan jaminan fidusia. Kebiasaan kebiasaan dan cara berpikir
dari pihak Perusahaan Perseroan
Pegadaian tersebut mempengaruhi kepatuhan dan kesadaran mereka terhadap ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, padahal ketentuan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut memberikan kepastian hukum kepada Perusahaan Perseroan Pegadaian. Tidak adanya kesadaran
dan kepatuhan hukum perusahaan perseroan
pegadaian terhadap ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang dilakukan secara terus menerus menyebabkan perilaku menyimpang dari Perusahaan Perseroan Pegadaian tersebut akan menjadi suatu budaya,
maka
budaya yang telah dilaksanakan tersebut akan sulit untuk dirubah, sehingga ketiga komponen yang terkandung dalam sistem hukum menjadi tidak seimbang, karena Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan cabang Tabanan mempunyai suatu kebijaksanaan dan cara cara tersendiri dari kantor pusat yakni Pegadaian Kanwil Bali, yang sudah diterapkan dalam melaksanakan kegiatan pemberian kredit kepada debitur. 93
Ahmad Ali, loc.cit.
109 Menurut penulis
hal demikian akan mengakibatkan hilangnya hak
preferen dari Perusahaan Perseroan Pegadaian karena jaminan fidusia tersebut tidak didaftarkan. Apabila dikemudian hari debitur wanprestasi maka pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian selaku kreditur akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan eksekusi, apabila tidak segera mungkin mendaftarkannya jaminan fidusia tersebut. Perjanjian jaminan fidusia dapat sempurna, bila dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, kemudian para pihak dan notaris serta pejabat yang berkompeten harus bekerja sama dengan baik dan mempunyai pengertian yang sama, dengan tidak menunda-nunda dalam mendaftarkan akta jaminan fidusia tersebut sebagaimana yang dinyatakan dengan tegas dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pada Perusahaan Perseroan Pegadaian yang penulis teliti dalam pembuatan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia memang menggunakan perjanjian kredit tetapi akta jaminan fidusianya tidak segera didaftarkan dikarenakan mengingat terlalu banyak potongan dan pinjamannya kecil. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyatakan, bahwa Undang-Undang Fidusia berlaku untuk setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda yang menjadi jaminan fidusia artinya bahwa untuk melaksanakan hak-hak dari pada pemberi dan penerima fidusia sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, harus dipenuhi dengan syarat bahwa jaminan fidusia itu harus dituangkan dalam bentuk akta notariil, maka akta notaris disini merupakan syarat materiil untuk berlakunya
110 ketentuan Undang-Undang Fidusia atas perjanjian pemberian fidusia, disamping akta notaris tersebut sebagai alat bukti. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata akta notariil merupakan salah satu wujud akta otentik, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan mengapa harus notariil agar suatu tindakan yang membawa akibat hukum yang sangat luas bagi para pihak untuk mendapat perlindungan dari tindakan yang keliru dan gegabah. Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia diperlukan mendapat suatu perlindungan hukum bagi kreditur. Terdapat 2 jenis Perlindungan hukum yaitu; perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum yang preventif adalah bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa sedangkan
sebaliknya
perlindungan
hukum
prepesif
bertujuan
untuk
menyelesaikan sengketa. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dapat disimpulkan bahwa setiap pembebanan jaminan fidusia dibuat secara akta otentik dan didaftarkan. 3.5.Faktor-faktor ketidakpatuhan Perusahaan Perseroan Pegadaian Dalam Mendaftarkan Jaminan Fidusia Syarat lahirnya jaminan fidusia adalah mutlak harus didaftarkan sebagai bentuk untuk memenuhi asas publisitas. Ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi : “benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, dan selain itu
111 pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum.94 Pendaftaran benda jaminan diperlukan untuk diketahui umum. Dalam sistem hukum, dikenal dua jenis pendaftaran yaitu: a. Pendaftaran benda Pendaftaran suatu benda merupakan suatu pembukuan/registrasi benda tertentu, dimana dalam buku register tersebut dicatat dengan teliti ciri-ciri benda dan pemilik benda yang bersangkutan, dan benda yang telah didaftarkan tersebut disebut dengan istilah benda terdaftar atau benda atas nama.
b. Pendaftaran ikatan jaminan Pendaftaran ikatan jaminan yang berlaku dalam sistem hukum kita adalah Pendaftaran ikatan jaminan atas benda terdaftar.95 Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Pendaftaran fidusia dimaksudkan adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap para pihak yang terkait dalam fidusia. Dengan demikian sebelum keluarnya Undang-Undang Fidusia pendaftaran fidusia tidak diwajibkan. Kreditur harus sungguh-sungguh dan jeli dalam memanfaatkan lembaga pendaftaran yang telah disediakan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Adanya kewajiban untuk mendaftarkan 94 95
13.
Tan Kamelo, op.cit hal. 213. Media Notariat, Edisi Juli-September 2002, “Pendaftaran Fidusia”, hal.
112 fidusia sesuai yang dercantum dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang merupakan syarat mutlak harus didaftarkan, karena benda atau obyek yang menjadi jaminan fidusia akan beralih kepemilikannya dari pemberi kepada penerima fidusia, walaupun penguasaannya diberikan secara sukarela kepada pemberi fidusia. Pemberi fidusia tidak lagi berhak untuk memperjualbelikan atau memindahtangankan obyek jaminan fidusia tersebut. Tanggung jawab penuh terhadap keselamatan obyek jaminan fidusia sebagai akibat pemakaian dan berada dalam penguasaannya karena obyek jaminan fidusia sepenuhnya berada dalam penguasaan pemberi fidusia termasuk memperoleh manfaat dari obyek jaminan fidusia tersebut96, tetapi sebagaimana realita yang terjadi di masyarakat masih terdapat jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Perjanjian kredit dengan jaminan yang tidak didaftarkan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian ke Kantor Pendaftaran Fidusia dikarenakan jumlah pinjaman yang dipinjam oleh debitur kecil, bila didaftarkan akan membutuhkan banyak biaya, dan terlalu banyak potongan yang menyebabkan jumlah pinjaman dari nasabah (debitur) berkurang. Karena terlalu kecilnya pinjaman nasabah dan terlalu banyak potongan sehingga jumlah pinjaman nasabah terjadi berkurang maka pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian memilih perjanjian fidusia dibawah tangan yang lebih mudah, cepat dan tidak memerlukan biaya tinggi dari pada melaksanakan pendaftaran fidusia sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
96
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2001, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisnis), Cet. II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 129.
113 Bapak Suryana bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Denpasar menjelaskan, bahwa pihak Perusahaan Pegadaian memberikan kebijaksanaan dalam pemberian kredit dengan jaminan fidusia. Kebijakan tersebut diberikan bagi debitur yang meminjam kredit kurang dari
Rp. 10.000.000
(sepuluh juta Rupiah), Kartu Tanda Penduduk Bali, punya usaha, dan mau mematuhi peraturan mengenai kredit yang akan dipinjam di Perusahaan Pegadaian cabang Denpasar, maka golongan nasabah tersebut dalam proses pemberian kreditnya dengan jaminan fidusia tidak melakukan pengikatan dengan akta jaminan fidusia dan tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Tetapi untuk debitur yang meminjam diatas Rp. 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah) melakukan pengikatan dengan akta jaminan fidusia dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. (wawancara pada tanggal 16 Mei 2014). Debitur yang meminjam kredit dengan nominal dibawah Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) mendapat kebijakan dari Perusahaan Pegadaian yaitu tidak perlu melakukan pengikatan akta fidusia ke kantor notaris. Kebijakan tersebut diberikan dengan pertimbangan bahwa nominal kredit yang dipinjam oleh debitur sudah tergolong sangat kecil, jika dilakukan pengikatan dengan akta jaminan fidusia dan di daftarkan ke kantor pendaftaran fidusia, maka pihak debitur akan merasa terbebani dengan biaya terhadap pengikatan tersebut. Hasil wawancara yang sama juga disampaikan oleh Bapak Komang Gede Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan. (wawancara pada tanggal 17 Mei 2014). Jadi dapat disimpulkan terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh Perusahaan
114 Perseroan Pegadaian ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Dalam faktor internal pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak adanya kesadaran dan kepatuhan hukum. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu merupakan perlindungan kepentingan Perusahaan Perseroan Pegadaian. Bukanlah hukum itu merupakan kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Jadi kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya harus dilakukan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian yaitu kewajibannya untuk mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Kultur hukum menurut Lawrence M. Friedmen adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya, budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum97. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Pada
hakekatnya kesadaran
hukum Perusahaan Perseroan Pegadaian kurang, dan tidak adanya sanksi yang tegas dan tidak tercantum kapan seharusnya jaminan fidusia itu didaftarkan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, sehingga para penerima fidusia menjadi raguragu akan jangka waktu terhadap jaminan fidusia tersebut.
Ketidaktegasan
Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut menyebabkan adanya celah bagi Pemberi Fidusia, Penerima Fidusia atau Notaris untuk tidak membebani objek jaminan fidusia dan tidak mendaftarkannya kepada instansi yang berwenang. Halhal tersebut telah secara jelas melanggar ketentuan yang dimaksud dalam Jaminan Fidusia yang mewajibkan objek jaminan fidusia harus dibebani dan harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai dengan tempat dan kedudukan 97
Ahmad Ali, loc.cit
115 Pemberi Fidusia. Pembebanan dan pendaftaran tersebut untuk memenuhi asasasas jaminan fidusia dan untuk menghindari adanya fidusia ulang, sehingga dengan adanya pembebanan dan pendaftaran akan memberikan perlindungan dan kepastian hukum. Sehingga Undang-Undang Jaminan Fidusia belum memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap kreditur. Faktor lainnya yaitu karena melaksanakan kebijakan dari kantor pusat yaitu Perusahaan Perseroan Pegadaian Kanwil Bali, Perusahaan Perseroan Pegadaian di seluruh Indonesia di bawah naungan Perusahan Perseroan Pegadaian Pusat. Kebijakan- kebijakan dan pengawasan langsung dari pusat yaitu dari Dewan Pengawas selanjutnya ke Direksi dari Direksi langsung Ke Kantor Wilayah. Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan Perusahaan Perseroan cabang Tabanan di bawah pengawasan Perusahaan Perseroan Pegadaian Kantor Wilayah Bali. Kebiasaan dan kebijakan dari Perusahaan Perseroan Pegadaian Kantor Wilayah Bali untuk menerapkan kebijakan saldo pinjaman debitur di bawah sepuluh juta tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Faktor eksternal tidak didaftarkannya jaminan fidusia oleh Perusahaan Perseroan adalah dari faktor masyarakat. Fidusia sendiri lahir karena kebutuhan masyarakat, kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pendaftaran jaminan fidusia sangat berpengaruh terhadap efektifitas pendaftaran fidusia sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam peminjaman kredit masyarakat tidak mau mendaftarkan jaminan fidusia dikarenakan tidak ingin dikenakan biaya tambahan, yang dalam hal ini kesadaran masyarakat masih sangat kurang. Masyarakat masih
116 terlihat awam dan cenderung tidak mengerti mengenai jaminan fidusia. Permasalahan tersebut disebabkan karena masih kurangnya sosialisasi Kantor Pendaftaran Fidusia yang dalam hal ini di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal tersebut menunjukan kesadaran hukum relatif masih rendah untuk ditegakkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Faktor ekternal tidak didaftarkannya jaminan fidusia oleh Perusahaan pegadaian erat hubungannya dengan budaya hukum yang dilakukan oleh masyarakat pengguna fasilitas kredit angsuran fidusia. Kultur hukum seperti yang dikatakan oleh Lawrence M. Friedman dalam Ahmad Ali Kultur
Hukum,
yaitu
opini-opini,
tersebut adalah:
kepercayaan-kepercayaan
(keyakinan-
keyakinan) kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir, dan cara bertindak baik dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan dengan hukum.
98
Cara berpikir telah dilakukan oleh
masyarakat untuk tidak berkurangnya dana yang diperoleh dari kreditur, maka memilih untuk tidak mendaftarkan ke kantor jaminan fidusia. Jadi diharapkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar lebih sering mengadakan sosialisasi dan penyuluhan. Supaya masyarakat melakukan pendaftaran fidusia sehingga masyarakat dapat mengetahui dan memahami akan pentingnya pendaftaran fidusia sesuai dengan apa yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Ketidaktahuan masyarakat mengenai adanya pendaftaran jaminan fidusia diakibatkan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan, pengetahuan hukum 98
Ahmad Ali, loc cit.
117 yang rendah dan kesadaran hukum yang rendah dari masyarakat. Dengan menyadari problema ini, dewasa ini harus pula dikembangkan penyebarluasan informasi mengenai isi normatif hukum Jaminan Fidusia dan pendaftarannya serta informasi hukum lain yang masih berkaitan dengan fidusia, bahkan juga mengenai ide-ide pembenarannya melalui jalur-jalur formal dan informal. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dengan diterbitkannya sertipikat sebagai pegangan kuat bagi kreditur bila ada debitur yang wanprestasi. Faktor yang lainnya adalah tidak adanya jangka waktu jaminan kapan jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan akan menimbulkan persepsi bahwa jaminan fidusia didaftarkan apabila Perusahaan Perseroan Pegadaian mengalami masalah kredit. Karena Perusahaan Perseroan Pegadaian lebih memilih perjanjian fidusia dibawah tangan yang cepat dan lebih mudah serta tidak memerlukan biaya tinggi dari pada melaksanakan pendaftaran fidusia sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia apabila tidak didaftarkan maka akan menimbulkan tidak adanya kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, hal tersebut jelas sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dimana hukum yang baik adalah harus memenuhi 3 aspek yaitu aspek yuridis, aspek sosiologis dan aspek filosofis.
118
BAB IV EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN DAN DI DAFTARKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN PEGADAIAN BILA DEBITUR MELAKUKAN WANPRESTASI 4.1. Kriteria penggolongan wanprestasi pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. Kriteria penggolongan wanprestasi atau dalam Perusahaan Perseroan pegadaian cabang Denpasar dan Cabang Tabanan biasanya disebut juga dengan cidera janji yang diatur dalam perjanjian kredit angsuran fidusia dalam Pasal 7 : PIHAK KEDUA dinyatakan cidera janji atau terbukti lalai, yaitu apabila PIHAK KEDUA melakukan salah satu tindakan sebagai berikut: a. Tidak melaksanakan pembayaran angsuran (menunggak) selama 3 (tiga) kali berturut-turut atau berselang b. Sampai dengan tanggal pembayaran pelunasan .
jatuh
tempo
tidak
melaksanakan
c. Melakukan pelanggaran ketentun-ketentuan yang terdapat dalam pasal 5.
119 d. Tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya atau melanggar ketentuan didalam perjanjian kredit, satu dan lain hal semata-mata menurut penetapan atau pertimbangan PIHAK PERTAMA Kredit kurang lancar, kredit di ragukan, dan kredit macet kalau dilihat dari konsep wanprestasi sudah termasuk wanprestasi. Prestasi adalah suatu kegiatan pemberian kredit yaitu perjanjian pinjam meminjam uang serta pengembalian kredit atau angsuran kredit yang dibayar tiap bulannya. Apabila pihak debitur tidak tepat waktu dalam kewajibannya untuk melakukan pembayaran angsuran kredit seperti apa yang tercantum dalam perjanjian kredit angsuran fidusia, maka perbuatannya itu disebut dengan wan prestasi. Oleh karena itu dapat dirumuskan 119 kapan terjadinya wanprestasi oleh pihak debitur berdasarkan konsep wanprestasi tersebut diatas. Wanprestasi dianggap terjadi, apabila99: 1. Hutang tidak dikembalikan sama sekali Hutang yang sama sekali tidak dikembalikan oleh pihak debitur, dapat dianggap dibitur tersebut beritikad tidak baik. Utang yang tidak dibayar
sama
sekali
perlu
diketahui
penyebabnya,
apakah
penyebabnya memang karena kesengajaan atau pihak debitur tertimpa musibah di luar kehendaknya. Jika telah diketahui penyebabnya, maka pihak
kreditur
dapat
mengambil
sikap
untuk
meminta
pertanggungjawaban pihak debitur. 2. Mengembalikan utang hanya sebagian
99
Gatot Supramono, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 31-35.
120
120 Utang yang dikembalikan hanya sebagian oleh pihak debitur memiliki 2 (dua) kemungkinan pertama, yaitu pengembalian utang sebagian kecil
dan
pengembalian
utang
sebagian
besar.
Utang
yang
dikembalikan dalam jumlah sebagian kecil maupun besar tetap saja masih terdapat sisa utang. Sisa utang tersebut dapat berupa bunga yang terbayarkan oleh pihak debitur atau hutang pokok yang belum terbayarkan sedangkan bunganya sudah dilunasi. 3. Mengembalikan utang tetapi terlambat waktunya Keterlambatan pembayaran utang oleh pihak debitur dapat dilihat dari segi waktunya, apakah waktu keterlambatan tersebut dalam hitungan hari, bulan atau tahun. Keterlambatan pembayaran utang baik dalam waktu yang lama ataupun tidak tetap digolongkan sebagai wanprestasi. 4.2 Eksekusi Jaminan Fidusia Pada Perusahaan Perseroan Pegadaian. 4.2.1.Proses Eksekusi Fidusia Dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia pada Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Pengertian jaminan fidusia tersebut diartikan bahwa jaminan fidusia merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan pelunasan (pembayaran) utang debitur kepada kreditur,
121 dibuatnya akta oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia adalah untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur. Nanti kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang didalamnya dicantumkan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), sesuai Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Kepastian mengenai saat didaftarkannya akta jaminan fidusia tersebut adalah sangat penting bagi kreditur, terutama pada saat melaksanakan eksekusi untuk pelunasan piutangnya apabila debitur wanprestasi. Pendaftaran jaminan fidusia akan memberikan hak mendahulu seperti apa yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) Undang Undang Jaminan Fidusia Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. Droit de preference
merupakan sifat khusus yang dimiliki oleh hak
kebendaan100 adalah hak yang didahulukan penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debiturnya wanprestasi. Kreditur tersebut berhak didahulukan untuk mengambil hasil eksekusi benda yang telah diperikatkan untuk dijadikan jaminan tagihan pihak kreditur, sehingga kedudukan preferent baru mempunyai suatu peranan penting dalam hal eksekusi101
100
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak Tanggungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 173. 101 J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 281.
122 Dalam prakteknya Perusahaan Perseroan Pegadaian menyediakan barang bergerak yang diminta konsumen (semisal mesin industri atau motor) kemudian diatas
namakan
konsumen
sebagai
debitur
(penerima
kredit/pinjaman).
Konsekuensinya debitur menyerahkan kepada kreditur (pemberi kredit) secara fidusia. Artinya debitur sebagai pemilik atas nama barang menjadi pemberi fidusia kepada kreditur yang dalam posisi sebagai penerima fidusia. Praktek sederhana dalam jaminan fidusia adalah debitur/pihak yang punya barang mengajukan pembiayaan kepada kreditur, lalu kedua belah pihak sepakat mengunakan jaminan fidusia terhadap benda milik debitur dan dibuatkan akta notaris lalu oleh notaris didaftarkan secara online ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditur sebagai penerima fidusia akan mendapat sertifikat fidusia, dan salinannya diberikan kepada debitur. Kreditur/penerima fidusia mempunyai hak eksekusi langsung (parate eksekusi) setelah mendapat sertifikat jaminan fidusia, seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia pada Pasal 4 dikatakan bahwa debitur dan kreditur dalam perjanjian jaminan fidusia berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Secara a contrario dapat dikatakan bahwa apabila debitur atau kreditur tidak memenuhi kewajiban melakukan prestasi, salah satu pihak dikatakan wanprestasi. Wanprestasi dari debitur pemberi fidusia adalah fokus perhatian dalam masalah jaminan fidusia. Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak menggunakan kata wanprestasi melainkan cedera janji. Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia diatur di dalam Pasal 29
123 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia : 1. Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia; b. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pibak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal merupakan proses eksekusi yang harus dilakukan hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya.
124 Dalam prakteknya Perusahaan Perseroan Pegadaian untuk mengambil alih objek jaminan fidusia yang debiturnya telah dinyatakan wanprestasi telah dianstisifasi dengan menanda tangani surat perjanjian kreadit secara fidusia yang memberikan kuasa kepada pihak kreditur untuk mengambil alih atau menarik barang jaminan yang berada dibawah penguasaan pihak debitur, seperti apa yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) perjanjian kredit angsuran fidusia : Bilamana PIHAK KEDUA melakukan cidera janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka PIHAK PERTAMA diberikan kuasa oleh PIHAK KEDUA untuk mengambil alih atau menarik barang jaminan yang berada dibawah penguasaan PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA wajib menyerahkan barang jaminan secara sukarela dalam keadaan terawat baik dengan tanpa syarat apapun kepada PIHAK PERTAMA dan kuasa untuk menjual barang jaminan untuk pelunasan kredit PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA Rasio yuridis penjualan jaminan fidusia secara di bawah tangan adalah untuk memperoleh biaya tertinggi dan menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu, perlu kesepakatan antara debitur dengan kreditur tentang cara menjual benda jaminan fidusia. Misalnya, apakah yang mencari pembeli adalah debitur atau kreditur. Uang hasil penjualan diserahkan kepada kreditur untuk diperhitungkan dengan hutang debitur. Kalau ada sisanya, uang tersebut dikembalikan kepada debitur pemberi fudusia, tetapi jika tidak mencukupi untuk melunasi hutang, debitur tetap bertanggung jawab untuk melunasinya.102 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia : Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Penjelasannya : Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia 102
Tan Karmelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni Bandung, hal. 358-359.
125 pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang. Pasal 31 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia : Dalam hal Benda yang menjadi objek Jamiman Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia : Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia : Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitur cidera janji, batal demi hukum. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia : (1) Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia. (2) Apabila basil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar. Dari pengaturan pasal-pasal yang tercatum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia bahwa eksekusi Jaminan Fidusia dapat dilakukan melalui cara-cara, antara lain : a. Eksekusi langsung dengan titel eksekutorial yang berarti sama kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
126 Eksekusi ini dibenarkan oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jarninan Fidusia karena menurut Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, sertifikat Jaminan Fidusia menggunakan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti kekuatannya sama dengan kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Berarti akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa harus melalui suatu putusan pengadilan karena irah-irah ini memberikan titel eksekutorial. kemudian dimaksud dari fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara meminta persetujuan penuh dan resmi dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan memimpin eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR. b. Pelelangan Umum atau Parate eksekusi Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan dengan lembaga pelelangan umum (kantor lelang), dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran tagihan penerima fidusia. Parate eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sebagaimana diatur Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. c. Penjualan di bawah tangan. Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan. Menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia menentukan syarat-syarat agar suatu fidusia dapat di eksekusi secara dibawah tangan adalah:
127 1. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia. 2. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. 3. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Diumumkan dalam sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah tersebut. 5. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis. d. Eksekusi lewat gugatan biasa Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak menyebutkan eksekusi lewat gugatan ke pengadilan, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan ke pengadilan. Sebab, keberadaan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum. Tidak ada indikasi sedikit pun dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang. 4.3. Eksekusi Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan oleh Pegadaian Bila Debitur Wanprestasi Perubahan yang paling cukup besar dari perkembangan jaminan fidusia adalah mengenai pendaftaran. Sebelum ada Undang Undang Jaminan Fifusia,
128 masalah pendaftaran bukanlah suatu kewajiban, tetapi setelah keluarnya UndangUndang Jaminan Fidusia, masalah pendaftaran menjadi sangat penting. Pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari proses terjadinya perjanjian fidusia. Meskipun pendaftaran fidusia itu sangat penting, namun dalam prakteknya masih ada Perusahaan Perseroan Pegadaian yang tidak mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia tersebut. Akibat hukum dari perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut. Sehingga karakter dari kebendaan droit de suite dan hak preferensi tidak melekat pada kreditur pemberi jaminan fidusia. Masih adanya keraguan dalam pendaftaran jaminan fidusia sampai saat ini. Sebab dari keraguan itu adalah kurang tegasnya Undang-Undang Jaminan Fidusia menentukan hal apakah yang harus didaftarkan. Masalah ini sampai saat ini masih menjadi perbedaan pendapat bagi para ahli hukum. Jangka waktu kapan harus didaftarkan juga tidak di uraikan secara jelas dalam Undang-undang Jaminan Fidusia. Fasilitas kredit yang telah diberikan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian kepada
debitur
tidak
seluruhnya
mengalami
kelancaran
dalam
proses
pengembalian kredit. Didalam praktek kemungkinan ada debitur yang tidak dapat mengembalikan kreditnya dengan lancar seperti apa yang tercantum dalam perjanjian kredit angsuran fidusia. Mamfaat dari didaftarnya akta jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia adalah sangat penting bagi kreditur, terutama pada saat melaksanakan eksekusi guna pelunasan piutangnya apabila debitur wanprestasi. Pendaftaran akta
129 jaminan fidusia akan memberikan hak mendahului kepada Perusahaan Perseroan Pegadaian dari kreditur kreditur lainnya (droit de preference). Ketentuan dari Pasal 15 Undang-Undang Jaminan Fidusia mencantumkan hanya yang memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta otentik dan didaftarkan yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sehingga bagi perjanjian dengan jaminan fidusia yang dibuat dengan akta dibawah tangan dan tidak didaftarkan ketika debitur wanprestasi atau cidera janji tidak bisa menggunakan lembaga parate executie (eksekusi langsung). Menurut keterangan dari Bapak Suryana bagian analis kredit Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar karena ketatnya seleksi yang dilakukan untuk calon debitur, maka sampai saat ini belum ada debitur yang wanprestasi atau ingkar janji. Pada perusahaan perseroan pegadaian bila ada pelaksanaan eksekusi akan dilakukan dengan jalan kekeluargaan, dikarenakan jika dilanjutkan ke tingkat pengadilan maka akan memakan waktu yang panjang serta biaya yang relatif besar. Tindakan yang juga dapat dilakukan oleh Perusahaan Perseroan Pegadaian adalah dengan mengeluarkan surat peringatan, dan menggunakan surat pernyataan yang telah dibuat pada awal perjanjian bahwa kalau nanti pembayarannya macet maka barang jaminan bersedia di eksekusi. Pelaksanaan eksekusi dapat dilakukan dengan menjual sendiri oleh debitur atau Perusahaan Perseroan Pegadaian membantu menjualkan barang jaminan tersebut dengan harga yang sesuai. Apabila sudah terjual maka maka hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk melunasi hutang debitur, dan apabila terdapat sisa hasil dari penjualan barang jaminan maka akan dikembalikan kepada debitur, sedangkan
130 apabila terjadi kekurangan pembayaran maka debitur wajib melunasi sisa dari kekurangan pembayarannya. Demikian juga dikatakan oleh Bapak Komang Gede Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan (wawancara pada tanggal 16 Mei 2014 dan 17 Mei 2014). 4.4 Eksekusi Jaminan Fidusia yang didaftarkan oleh Pegadaian Bila debitur wanprestasi Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dalam pasal tersebut dijelaskan tentang wajib didaftarkannya benda yang dibebani jaminan fidusia kemudian tempat pendaftaran jaminan fidusia dan cara pendaftaran hingga lahirnya sertipikat jaminan fidusia. Adapun tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada kreditur, memberikan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain serta memenuhi asas publisitas. Perjanjian
jaminan
fidusia
merupakan
perjanjian
perjanjian
tambahan/perjanjian ikutan atau accessoir, untuk itu perjanjian pokoknya tetap sah meskipun perjanjian jaminannya pembebanan bendanya tidak menggunakan akta otentik dan tidak didaftarkan, tetapi untuk tindakan eksekutorialnya tidak bisa dilaksanakan dengan lembaga parate executie (eksekusi langsung). Selanjutnya Pasal 15 ayat (2) menetapkan bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pasal 15 ayat (3) menetapkan apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia
131 mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. Proses eksekusi dalam Perusahaan Perseroan Pegadaian cabang Denpasar dan Cabang Tabanan pengaturannya terdapat dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia yaitu pada Pasal 9 sebagai berikut: 1. PIHAK PERTAMA berhak untuk mengambil alih atau menarik barang jaminan untuk selanjutnya menjual barang jaminan bilamana PIHAK KEDUA dinyatakan cedera janji sebagaimana kuasa diberikan oleh PIHAK PERTAMA, atau diperkirakan tidak akan mampu lagi memenuhi ketentuan atau kewajiban dalam perjanjian ini, karena terjadinya antara lain : PIHAK KEDUA tidak melakukan pekerjaannya lagi, dijatuhi hukuman pidana atau dinyatakan pailit atau tidak mampu membayar. 2. Dalam hal terjadi eksekusi, maka dengan ini PIHAK PERTAMA berhak berdasarkan surat kuasa yang diberikan PIHAK KEDUA, untuk melakukan penjualan barang jaminan didepan umum menurut cara dan dengan harga yang dianggap baik oleh PIHAK PERTAMA. Atau melakukan penjualan dibawah tangan barang jaminan dengan persetujuan PIHAK KEDUA. 3. Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk membayar seluruh kewajiban PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, termasuk biayabiaya yang timbul dari pelaksanaan perjanjian ini dan apabila terdapat kelebihan menjadi kewajiban PIHAK PERTAMA untuk menyerahkan kelebihan tersebut kepada PIHAK KEDUA. 4. Apabila hasil penjualan barang jaminan tidak cukup untuk membayar seluruh hutang PIHAK KEDUA sanggup melunasinya dengan cara sejumlah uang secara tunai atau menyerahkan barang lain milik PIHAK KEDUA secara sukarela dan akan dijual oleh PIHAK PERTAMA dengan cara sebagaimana ayat 2 dan hasil penjualan barang lain tersebut untuk membayar sisa hutang PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. Menurut keterangan Bapak Suryana bagian analis kredit Perusahaan Perseroan Pegadaian Cabang Denpasar, bahwa proses eksekusi baik jaminan fidusia yang didaftarkan maupun tidak di daftarkan perlakuan eksekusinya sama saja dilakukan dengan cara kekeluargaan. Dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Demikian juga dikatakan olah Bapak Komang Gede
132 Suardiana, bagian analis kredit Perusahaan Pegadaian cabang Tabanan (wawancara pada tanggal 16 Oktober 2014). Bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undangundang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan dan tidak didaftarkan tidak dapat dilakukan eksekusi dengan lembaga parate executie (eksekusi langsung). Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia dan biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Walaupun demikian, dalam kenyataannya jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tetap dapat dilakukan eksekusi oleh perusahaan perseroan pegadaian dengan cara kekeluargaan.
133
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan pendaftaran jaminan fidusia pada Perusahaan Perseroan Pegadaian tidak sepenuhnya mengimplementasikan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 karena berdasarkan penelitian terjadi perbedaan law in book benda yang menjadi jaminan fidusia wajib didaftarkan sedangkan law in action ada Perusahaan Perseroan Pegadaian yang tidak mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, seperti yang termaktub dalam Pasal 11 ayat (1) “semua benda yang dibebani dengan
134 jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Tidak adanya kesadaran dan kepatuhan dari pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian karena tidak adanya sanksi yang tegas dan batas waktu pendaftaran jaminan fidusia pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 2. Eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maupun didaftarkan oleh pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian
bila debiturnya wanprestasi,
adalah tidak bisa menggunakan lembaga parate executie (eksekusi langsung), karena seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di dalam Pasal 15
ayat (2)
menyatakan bahwa, Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Cara Perusahaan Perseroan Pegadaian dengan 134 menggunakan cara musyawarah, tanpa melibatkan pihak lain, diselesaikan yang
digunakan
pihak
secara kekeluargaan, dengan membicarakan secara bersama mencari jalan keluar yang terbaik. 5.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan terkait dengan permasalahan yang dikaji adalah sebagai berikut: 1. Kepada pihak Pemerintah diharapkan melakukan revisi atau amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 terutama mengenai pendaftaran, dengan menambahkan klausul batas waktu pendaftaran dan sanksi-sanksi bila tidak mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan disarankan agar Departemen Hukum dan HAM memberikan keringanan
135 biaya atau menghapuskan biaya pendaftaran jaminan fidusia untuk jaminan kredit yang nilainya dibawah Rp 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah). 2. Kepada Pihak Perusahaan Perseroan Pegadaian untuk memperoleh kepastian hukum, sebaiknya melakukan pengikatan dengan akta notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, sehingga memperoleh sertipikat jaminan fidusia, sertipikat inilah yang berkekuatan eksekutorial, yaitu title yang mensejajarkan kekuatan sertipikat tersebut dengan putusan pengadilan apabila debitur melakukan wanprestasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hay, Marhainis, 1975, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita. Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Teory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Aman, Edy Putra Tje, 1986, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta. Anwari, Achmad, 1980, Praktek Perbankan di Indonesia, (Kredit Investasi), Balai Aksara. Artadi, I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi Ketentuan Hukum Perjanjian ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press. Denpasar. Ashcroft, John D and Janet E Ashrcroft, 2008, Law Bussiness, Thomson Eiger Education,USA.
136 Badrulzaman, Mariam Darus, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya, Bandung. Bachar, Djazuli Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Segi Hukum dan Penegakan Hukum. Cavendish, 2004, Contract Law, Cavendish Publishing Limited, Great Britain Djumhana, Muhamad, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Elliot, Chatherine and Frances Quin, 2005, Contrct Law, Perason Education Limited, England. Friedmann, Lourence M. 1985, American Law, W.W. Norton & Company New York London. Fuady, Munir. 2003. Jaminan Fidusia Revisi Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta. Hadikusumo, Hilman, 1995,Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV Mandar Maju, Bandung. Hamzah, A dan Manullang Senjun, 1987, Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia, Indhill Co.Jakarta. 136 Hasan, Djuhaendah, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konseps Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hoey Tiong, Oey, 1985, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta. Harahap, Yahya M., 1991, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, cet 3, Gramedia, Jakarta. Kamelo, Tan, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Penerbit Alumni, Bandung. Khairandy, Ridwan, 2004, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Marzuki, Peter Mahmud, 2006. Penelitian Hukum. Cetakan ke-2. Kencana Prenada Media Grup, Jakarta. ---------,2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
137 ---------,2009, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta Mertokusomo, Sudikno, 1981, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Liberty, Jakarta. Ahmadi, Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Press, Jakarta. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2005, Hak Tanggungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Nasution, 2007, Metode Research, PT. Bumi Aksara, Jakarta Pasaribu, H. Chairuman dan Suhrawadi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta. Patrik, Purwadi, 1986, Asas Etikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Badan Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang. Patrik, Purwadi dan Kashadi, 2008, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUTH, Fakultas Hukum Universitas Diponogoro Semarang. Prajitno, A.A. Andi, 2008, Hukum Fidusia: Problematika Yuridis Pemberlakukan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999, Bayumedia, Malang. ----------, 2011. Hukum Fidusia : Problematika Yuridis Pemberlakuan UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999. Penerbit : Widya Pustaka, Semarang Rahman, Hassanudin, 1995, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung. Raharjo, Handri, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta. Roestamy, H. Martin. 2009. Hukum Jaminan Fidusia, PT. Percetakan Penebar Swadaya, Jakarta. Salim, H.S, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta _____, 2006, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan ketiga, Sinar Grafika, Jakarta. Satrio, J, 2002, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Soekanto, Soerjono,1982, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta.
138
______,1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, dalam Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Mamudji Sri, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Subekti, R. 1982, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Alumni. ----------, 1989, Hukum Acara Perdata, cet 3, Binacipta, Bandung. ______, 1992, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta. Sunggono, Bambang, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Rajawali Pres, Jakarta. Supomo, R, 1980, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta. ----------,1986, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, cet. 9, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Supramono, Gatot, 2013, Perjanjian utang Piutang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, cet. VI. Mandar Maju, Bandung. Suyanto, Bagong dan Sutinah, 2011, Metode Penelitian Sosial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Suyatno, Thimas, 1998, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Nasution, 2007, Metode Research, PT Bumi Aksara, Jakarta. Vickery, Roger and Wayne Pendelton, 2003, Australia Business Law Principle & Application, Pearson Education Australia, New South Wales. Widjaja, Gunawan dan Ahmadyani, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. --------, 2001, Jaminan Fidusia (Seri Hukum Bisnis), Cet. II, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
139 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia.
KARYA TULIS Mirwan Syarief Bawasier, 2010 “Akibat Hukum jika Debitur Wanprestasi Dalam Pembiayaan Konsumen Dengan Jaminan Fidusia Pada PT. FIF di Kota Pekalongan” Thesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Efrizal, Monti. 2011, “Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Fidusia Terhadap Kendaraan Bermotor di PT. Bhakti Finance Bandar Lampung”, Thesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Ilda Agnes, 2009, “Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia (Studi Kasus di PT BPR Arthaprima Danajasa Bekasi)”, Thesis, Universitas Diponegoro, Semarang INTERNET Danausaha.net/mengenalproduk-produk-kredit-dari-perumpegadaian.html http://www.scribd.com/doc/132230281/Teori-SistemHukumFriedman. https://www.google.com/search?q=struktur+organisasi+pegadaian+di+indon esia http://medianotaris.com/fidusia_on_line_dan_tanggung_jawab_notaris_berita237. html www.pegadaian.co,id/pegadaian.php
140
MAJALAH Media Notariat, Pendaftaran Fidusia, Edisi Juli-September 2002