TESIS
LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK
YULIANA RATMAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
TESIS
LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK
YULIANA RATMAWATI NIM 1190361035
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga-Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana
YULIANA RATMAWATI NIM 1190361035
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAH RAGA KONSENTRASI FISIOTERAPI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 ii
LEMBAR PERSETUJUAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 3 Oktober 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr.dr.J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And
S. Indra Lesmana, SKM, SSt.Ft, M.Or
NIP. 194402011964091001
NIDN.030 707 6801
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And
NIP. 194402011964091001
iii
Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 3 Oktober 2013
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.
: 1815/UN.14.4/HK/2013
Tanggal
: 25 September 2013
Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah : Ketua
: Prof. Dr. Dr. J. Alex Pangkahila,M.Sc.Sp.And
Sekretaris
: Syahmirza Indra Lesmana, SKM,SSt.FT, M.Or
Anggota: 1. Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M.Erg 2. Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis 3. dr. Ida Bagus Ngurah, M.For
iv
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS UDAYANA Kampus Bukit Jimbaran Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442
Laman: www.Unud.ac.id
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Yuliana Ratmawati
Nim
: 1190361035
Program Studi
: Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi
Judul Tesis
: Latihan Aerobik Intensitas Sedang dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini
bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini , maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No . 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 7 Oktober 2013. Pembuat pernyataan
(Yuliana Ratmawati) Nim: 1190361035
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan krunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul “Latihan Aerobik Intensitas Sedang dengan Diet Rendah Kolesterol Lebih Baik Dalam Memperbaiki Kognitif Daripada Intensitas Ringan Pada Penderita Sindroma Metabolik” dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga (M.Fis) pada Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pertama-tama perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Ketut
Suastika, Sp.PD,KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S.(K). dan Ketua Program Studi Pascasarjana Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pascasarjana di Universitas Udayana. Selama penyusunan tesis ini penulis memperoleh banyak bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat menyelesaikannya. Pada kesempatan ini penulis ingin menghanturkan ucapan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, selaku pembimbing I, dan, bapak S. Indra Lesmana, SKM, SSt.Ft, M.Or selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk, dorongan dan bimbingan serta memberikan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dr. H.M. Iqbal,Sp.PD sebagai dokter penanggungjawab PERSADIA di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Ibu Widiastuti,S.Kep.Ns ketua pengurus PERSADIA di RS PKU Muhammadiyah serta para Dosen Program Magister Fisiologi Olahraga, atas segala dorongan, semangat dan bimbingannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis yaitu Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M.Erg, Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis, dan dr. Ida Bagus Ngurah, M.For atas saran-saran untuk perbaikan tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada para anggota PERSADIA di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang telah bersedia menjadi subjek penelitian, serta rekan-rekan teman-teman yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Tidak lupa penulis juga sampaikan terima kasih kepada suamiku, Ayah dan Ibunda vi
tercinta, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran selalu mendampingi perjuangan penulis selama ini serta sebagai penyemangat bagi penulis. Penulis sadar bahwa isi dari tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan lain-lain, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Sebagai penutup penulis sampaikan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia kependidikan terutama bidang fisiologi olahraga.
Denpasar, Juli 2013 Penulis
Yuliana Ratmawati
vii
ABSTRAK LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK Sindroma metabolik merupakan sekumpulan faktor resiko penyebab terjadinya atherosklerosis. Adanya mikroemboli kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai satu mekanisme yang dapat mengganggu kognitif. Latihan aerobik adalah salah satu intervensi yang dapat memperbaiki fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik. Metode penelitian ini eksperimental dengan rancangan randomized control trial pre and post test design. Sampel sebanyak 26 penderita sindroma metabolik. Sampel dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan latihan intensitas ringan sedangkan kelompok kedua diberikan latihan intensitas sedang yang keduanya ditambah dengan diet rendah kolesterol. Penelitian dilakukan selama dua belas minggu di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Subyek penelitian dengan rentang usia 4555 tahun, indeks masa tubuh dengan rentangan 23-29. Hasil statistik uji beda sebelum dan sesudah kelompok perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol menggunakan uji paired sampel t-test didapatkan hasil p= 0,001 (p<0,05). Uji beda sebelum dan sesudah kelompok perlakuan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan Wilcoxon dengan p=0,001 (p<0,05). Uji beda sesudah perlakuan kelompok aerobik intensitas ringan dan sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan MannWhitney U dengan p=0,005 (p<0,05) bermakna terdapat perbedaan antara kedua kelompok perlakuan. Kelompok latihan aerobik sedang dengan diet rendah kolesterol 22,1% lebih meningkatkan kognitif dibandingkan dengan kelompok perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol. Kesimpulan pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol. Kata kunci : sindroma metabolik, fungsi kognitif, latihan aerobik
viii
ABSTRACT MODERATE INTENSITY AEROBIC EXERCISE WITH LOW CHOLESTEROL DIET MORE THAN IMPROVING COGNITIVE LIGHT INTENSITY ON THE METABOLIC SYNDROME PATIENTS Metabolic syndrome is a group of risk factors causing atherosclerosis. The presence of cholesterol microemboli carotid plaque is considered as one of the mechanisms that can interfere with cognitive. Aerobic exercise is one of the interventions that can improve cognitive function. The purpose of this study was to determine the aerobic exercise of moderate intensity with more cholesterol diet improve cognitive rather than light intensity in patients with metabolic syndrome. The experimental research method to design randomized control trial of pre and post test design. Sample of 26 patients with metabolic syndrome. Samples were divided into two groups. The first group was given exercise intensity light while the second group was given exercise intensity , both coupled with a low-cholesterol diet. The study was conducted over twelve weeks in RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Study subjects with an age range of 45-55 years old, with a body mass index 23-29 range. The results of the different test statistics before and after the treatment with mild intensity aerobic low cholesterol diet using paired sample t - test test showed p = 0,001 ( p < 0,05 ). Different test before and after the treatment of moderate-intensity aerobic with low cholesterol diet using the Wilcoxon p = 0,001 (p < 0,05). Different test groups after the treatment of mild and moderate intensity aerobics with low cholesterol diet using the Mann - Whitney U with p = 0,005 (p < 0.05) there is a significant difference between the two treatment groups. Moderate aerobic exercise group with low cholesterol diet improve cognitive 22,1 % more compared to the group treated with a mild intensity aerobic low-cholesterol diet. Conclusions in this study were of moderate intensity aerobic treatment group with low cholesterol diet for improving cognitive rather than light intensity aerobics with low-cholesterol diet.
Key words: metabolic syndrome, cognitive function, aerobic exercise
ix
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .............................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ..............................................................................
vi
ABSTRAK ..........................................................................................................
viii
ABSTRACT ........................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................
9
2.1 Gangguan Kognitif Pada Sindroma Metabolik ....................................
9
2.1.1 Definisi Sindroma Metabolik .....................................................
9
2.1.2 Klasifikasi Sindroma Metabolik ................................................
10
2.1.3 Etiologi dan Patofisiologi Sindroma Metabolik ........................
12
2.1.4 Komplikasi Sindroma Metabolik ................................................
15
2.2 Kognitif .................................................................................................
17
2.2.1 Struktur Otak ..............................................................................
18
2.2.2 Hubungan Struktur Otak dengan Fungsi Kognitif .....................
20
2.3 Penurunan Kognitif Pada Sindroma Metabolik ....................................
22
2.4 Latihan Aerobik ....................................................................................
24
x
2.4.1 Latihan Aerobik Intensitas Ringan ..............................................
27
2.4.2 Latihan Aerobik Intensitas Sedang .............................................
27
2.4.3 Sumber Energi Pada Pelatihan Fisik ............................................ 29 2.4.4 Kolesterol Sebagai Sumber Energi ..............................................
30
2.4.5 Diet Rendah Kolesterol ............................................................... 31 2.4.6 Adaptasi Latihan Aerobik ...........................................................
33
2.4.7 Manfaat Latihan Aerobik terhadap Fungsi Kognitif Pada Sindroma Metabolik ...........................................................
36
2.5 Mini Mental State Examination (MMSE) .............................................. 47 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ....................
50
3.1 Kerangka Berfikir ................................................................................... 50 3.2 Konsep Penelitian ................................................................................... 53 3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 53 BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 55 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................................. 54 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 56 4.3 Penentuan Sumber Data ........................................................................
56
4.3.1 Penentuan populasi ......................................................................
56
4.3.2 Penentuan sampel .........................................................................
57
4.3.3 Kriteria egilitas .............................................................................
57
4.3.4 Besar sampel .................................................................................
58
4.3.5 Tehnik pengambilan sampel ......................................................... 59 4.4 Variabel Penelitian .................................................................................. 60 4.4.1 Variabel penelitian ......................................................................... 60 4.4.2 Definisi operasional variabel ........................................................
60
4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 63 4.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 62 4.6.1 Cara penelitian ................................................................................ 62 4.6.2 Alur penelitian ............................................................................... 64 4.6.3 Prosedur pengukuran ..................................................................... 66 4.6.4 Prosedur pengumpulan data ........................................................... 67 4.7 Analisis Data ........................................................................................... 68 xi
BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................................
71
5.1 Deskripsi Karakteristik Subyek ............................................................. 71 5.2 Diagnosa Sindroma Metabolik .............................................................. 73 5.3 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas .................................................... 74 5.4 Uji Hipotesis .......................................................................................... 76 5.4.1 Uji Hipotesis I dan II....................................................................
76
5.4.2 Uji Kompatibilitas ........................................................................ 77 5.4.3 Uji Hipotesis III ...........................................................................
78
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................
79
6.1 Karakteristik Subyek .............................................................................. 79 6.2 Distribusi Varian dan Hasil MMSE ....................................................... 82 6.3 Efek Pelatihan Aerobik Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE ................................................................. 82 6.4 Efek Pelatihan Aerobik Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE ................................................................. 84 6.5 Efektifitas Pelatihan Aerobik Intensitas Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Dibandingkan Pelatihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE ........... 87 6.6 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 90 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
91
7.1 Simpulan .................................................................................................. 91 7.2 Saran ........................................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 93 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik Menurut WHO, NCEP-ATP III, IDF dan EGIR .................................................................................................. 12 4.1 Karakteristik IMT Berdasarkan Kriteria WHO 2000 ........................................ 62 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ........................................................................ 72 5.2 Distribusi Kejadian Sindroma Metabolik........................................................... 74 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data MMSE Sebelum dan Sesudah Pelatihan ...........................................................................................
75
5.4 Hasil Uji Beda Kedua Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan................
76
5.5 Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok .....................
77
5.6 Hasil Uji Beda Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan............................
78
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Anatomi Otak ................................................................................................... 19 3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................................ 52 3.2 Konsep Penelitian............................................................................................. 53 4.1 Rancangan Penelitian Pre Test dan Post Test Design ...................................... 55 4.2 Bagan Alur Penelitian ....................................................................................... 65 6.1 Prosentase Peningkatan MMSE Pada Kelompok Intensitas Ringan dan Intensitas Sedang ................................................................................................ 88
xiv
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN ACSM
: American College of Sport Medicine
APTT
: Activated Partial Tromboplastin Time
ATP
: Adenosin Tri Phosphate
BDNF
: Brain Devitred Neurotrophin Factor
CRP
: C-Reactive Protein
EGIR
: The European Group for the Study of Insulin Resistance
FFA
: Free Fatty Acids
HDL
: High Density Lipoprotein
HDL-C
: High density lipoprotein cholesterol
IDF
: International Diabetes Federation
IGF-I
: Insulin-Growth Factor I
LDL
: Low Density Lipoprotein
MHR
: Maximal Heart Rate
MMSE
: Mini Mental State Examination
NCEP ATP III
: National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III
NGF
: Nerve Growth Factor
NO
: Nitrit Oxide
OGTT
: Oral glucose tolerance test
PAI-I
: Plasminogen activator inhibitor
PJK
: Penyakit Jantung Koroner
RISKESDAS
: Riset Kesehatan Dasar
ROS
: Reactive Oxygen Species
SDH
: Succinate dehydroginase
SREBP1c
: Sterol Regulation Element Binding Protein
VLDL1
: Very Low Density Lippoprotein 1
WHO
: World Health Organization
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data penelitian ………………………………………………………………… 100 2 Hasil SPSS …………………………………………………………………….
101
3 Gerakan-gerakan senam DM ………………………………………………….. 108 4 Dokumentasi …………………………………………………………………... 118 5 Surat pernyataan persetujuan mengikuti penelitian ……………………………. 119 6 Status Mini Mental State Examination (MMSE) ……………………………… 120 7 Daftar Pertanyaan Pemeriksaan ……………………………………………….. 121 8 Surat Persetujuan Menjadi Pengukur ………………………………………….. 124
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dewasa ini tingkat kesejahteraan hidup manusia akan terus bergeser seiring
dengan berubahnya pola hidup manusia di zaman modern. Perubahan tersebut akan sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Penyakit saat ini juga telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit yang tidak menular. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, dimana penyebab kematian tertinggi diantara orang dewasa adalah penyakit kardiovaskular. Sindroma metabolik merupakan permasalahan kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang terus meningkat (Saunderajen, 2010). Sindroma metabolik ini merupakan kelainan metabolik kompleks yang dihasilkan dari peningkatan obesitas. Obesitas, retensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen sindroma metabolik (Kahn et al., 2005). Sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan yang berkaitan erat dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan kardiovaskular. Prevalensi populasi di dunia terhadap penyakit degeneratif saraf dan metabolik terus meningkat. Pusat kontrol penyakit dan prediksi pencegahan melaporkan bahwa lebih dari 29 juta orang di USA akan menderita diabetes millitus pada tahun 2050. Di US 5-10% pasien diabetes millitus tipe I dengan karakteristik
1
2
hiperglikemia dan defisiensi insulin, sedangkan diabetes tipe II 90-95% karakteristiknya
hiperinsulinemia,
obesitas,
hipertensi,
hiperkolesterolemia,
hiperlipidemia. Beberapa penelitian dilaporkan bahwa pasien dengan diabetes millitus beresiko terkena penyakit alzheimer. Faktanya, diklinik Mayo terdaftar 80% pasien dengan penyakit alzheimer terjadi gangguan toleransi glukosa (Janson et al., 2004). Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13% (Fattah, 2006 dalam Jafar, 2011). Pada penelitian Yaffe et al.,(2004) dilaporkan adanya penurunan fungsi kognitif pada sindroma metabolik. Penelitian Akbaraly et al., (2010) dilaporkan bahwa penderita sindroma metabolik persisten selama 10 tahun dapat menurunkan fungsi kognitif dibandingkan dengan penderita sindroma metabolik non persisten. Pada penelitian Rostam (2006) diperoleh hasil bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif lebih banyak terdapat pada penderita diabetes millitus. Velayudhan et al., (2010) juga memberikan kesimpulan bahwa diabetes millitus tidak hanya berisiko terhadap terjadinya kemunduran kognitif, tetapi juga meningkatkan progresivitas suatu kemunduran kognitif menjadi demensia. Banyak penelitian telah melaporkan hubungan antara demensia dengan faktor risiko vaskular seperti intoleransi glukosa, resistensi insulin, obesitas sentral, kelainan lipid dan hipertensi (Solfrizzi, 2004). Hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia berperan penting dalam patogenesis gangguan kognitif dan terkait dengan penyakit alzheimer serta demensia. Robinson et al., (2010) dilaporkan bahwa pasien dengan diabetes millitus meningkatkan risiko penyakit alzheimer dibandingkan orang sehat. Proses mekanisme biologikal penyakit diabetes millitus dapat menurunkan kognitif masih pro dan kontra. Gangguan
3
metabolisme protein, retensi insulin, oksidatif stress, intoleran glukosa, aktivasi inflamasi yang melatar belakangi kedua penyakit tersebut. Hiperkolesterolemia adalah faktor yang sangat penting berperan pada diabetes millitus dan penurunan kognitif (Robinson et al., 2010). Diabetes millitus dan komplikasinya memberikan dampak pada susunan saraf pusat yang berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif (Gundy, 2003). Beratnya gangguan fungsi kognitif ditentukan oleh tipe diabetes millitusnya, usia sejak kapan menderita diabetes millitus, kontrol derajat glukosa, lamanya menderita diabetes millitus (Brands et al., 2005). Berbeda dengan penelitian Armando (2011) dilaporkan bahwa usia berpengaruh pada status kognitif
sedangkan status pendidikan dan
pengendalian gula tidak berpengaruh terhadap penurunan kognitif. Sindroma metabolik berkontribusi terhadap respon inflamasi baik dengan mekanisme aterosklerosis atau inflamasi atau keduanya yang berkontribusi dalam penurunan kognitif (Gundy, 2003). Mikroemboli kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai satu mekanisme yang menimbulkan infark yang dapat mengganggu fungsi kognitif. Aterosklerosis sebagai akibat dari peningkatan efek neuro inflamatorik. Peningkatan neuro inflamatorik yang dilepas oleh jaringan adiposa menekan integritas otak dan berkontribusi terhadap fungsi kognitif (Fergenbaum et al., 2009 dalam Saunderajen, 2010). Studi sebelumnya telah ditemukan bahwa serum dan plasma Brain Devitred Neurotrophin Factor (BDNF) yang lebih rendah pada individu dengan diabetes millitus tipe 2 dibandingkan dengan individu non diabetes, hal tersebut menimbulkan pertanyaan semakin tingginya tingkat gangguan kognitif pada diabetes sebagian disebabkan oleh tingkat BDNF yang rendah (Karczewska,
4
2011). Penelitian yang serupa pada individu non diabetes yang lebih rendah tingkat serum BDNF telah dikaitkan dengan resistensi insulin dan tubuh tinggi lemak (Swift, 2012). Melihat dari masalah diatas fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bergerak dalam kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta meningkatkan derajat kesehatan salah satunya dengan memberikan latihan olahraga. Olahraga selain sangat bermanfaat dalam memelihara kesegaran atau kebugaran jasmani, juga dapat meningkatkan neuro kognitif oleh kontrol kognitif pada otak manusia (Kurniawati, 2010). Olahraga dapat meningkatkan berbagai aspek kognitif, efeknya tergantung pada jenis dan intensitas olahraganya. Olahraga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kognisi, melalui kombinasi efek peningkatan suplai darah dan pelepasan nerve growth factors. Salah satu bentuk latihan yang dapat diberikan fisioterapi adalah pelatihan aerobik. Pada penelitian latihan aerobik lebih berhubungan dengan metabolisme kolesterol dibanding latihan anaerobik (Mitchell & Gibbona, 1998). Menurut Giada et al., (1991) hanya latihan aerobik yang berpotensi berefek anti aterogenik atau aterosklerotik. Peningkatan aktivitas fisik memiliki efek fisiologis yang jelas bermanfaat bagi orang dengan intoleransi glukosa (Baker et al., 2010). Aktivitas fisik memiliki efek terapi potensial pada regulasi glukosa dan kesehatan kardiovaskular yang keduanya dapat mengancam integritas kognitif (Craft, 2007; Helzner et al., 2009). Pada penelitian Baker et al., (2010) dilaporkan bahwa latihan aerobik dapat meningkatkan fungsi kognitif, kebugaran kardiorespirasi dan sensitivitas insulin. Adapun energi yang dibutuhkan otak dalam menjalankan fungsi kognitif didapatkan dari hasil pembakaran glukosa darah, selain
5
itu juga substrat lain berupa keton dan asam laktat yang bisa digunakan sebagai sumber energi (Shah, 2012). Latihan aerobik selain berefek aterogenik, meningkatkan suplai darah dan pelepasan nerve growth factors juga dapat meningkatkan ukuran hipocampus anterior yang dikaitkan dengan peningkatan serum BDNF yang mengarah pada perbaikan memori (Erickson, 2010). Dewasa ini latihan arobik yang banyak dipilih oleh masyarakat untuk meningkatkan kebugarannya adalah senam aerobik. Senam aerobik adalah merupakan latihan fisik di mana di dalam latihan tersebut menggerakkan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan yang terus menerus, berirama maju dan berkelanjutan. Senam aerobik dipilih karena mudah, menyenangkan dan bervariasi yang memungkinkan seseorang untuk melakukannya secara teratur dalam kurun waktu yang lama. Intensitas latihan aerobik harus mencapai target zone sebesar 6090% dari frekuensi denyut jantung maksimal atau Maximal Heart Rate (MHR). Intensitas latihan ringan apabila mencapai 60-69% dari MHR, intensitas sedang mencapai 70-79% MHR. Dalam hal ini intensitas latihan dapat ditingkatkan dengan menambah beban latihan seperti meloncat-loncat atau dengan mempercepat gerakan senam (Pollock dan Wilmore, 1990). Latihan aerobik baik intensitas ringan maupun intensitas sedang memberikan efek terhadap perubahan jenis serabut otot, suplai kapiler, kadar myoglobin, fungsi mitokondria dan enzim oksidatif. Adapun yang membedakan antara intensitas ringan dan sedang adalah kecukupan oksigen pada saat latihan. Kecukupan oksigen dibatasi oleh transport oksigen ke otot rangka oleh sistem kardiovaskular dan respirasi. Pada intensitas ringan karena sistem kardiovaskular masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen untuk kontraksi otot
6
sehingga sumber energi utama untuk kontraksi adalah lemak. Sedangkan pada intensitas sedang sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang (McArdlle et al., 1986;Wilmore & Costill, 1994). Latihan aerobik intensitas tinggi tidak dilakukan karena dapat mengaktivasi fibrinolisis darah dan koagulasi secara simultan sebagai akibat pemendekan terjadinya APTT (Activated Partial Tromboplastin Time) (Wang, 2005). Latihan aerobik tidak akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan tanpa menerapkan diet. Berbagai macam prinsip diet yang dapat diterapkan antara lain diet yang seimbang artinya dalam jumlah yang cukup tidak kurang dan tidak berlebihan. Dalam hal ini bisa dilakukan salah satunya diet rendah kolesterol. Latihan aerobik disertai diet makanan memperbaiki profil lipid salah satunya kolesterol (Guo et al., 2011). Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam lagi tentang latihan aerobik intensitas ringan dan sedang dengan diet rendah kolesterol lebih dapat dalam memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik dan memaparkannya dalam bentuk tesis dengan judul “latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah penelitian
adalah sebagai berikut : 1. Apakah latihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik?
7
2. Apakah latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik? 3. Apakah latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini :
1.3.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dan intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik 1.3.2 Tujuan khusus : 1. Untuk mengetahui latihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik 2. Untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik 3. Untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik.
8
1.4
Manfaat Penelitian Dengan penelitian ini maka akan didapatkan berbagai macam manfaat, antara
lain : 1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta digunakan sebagai referensi dalam penelitian berikutnya yang lebih mendalam. 2. Bagi Praktisi Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kedokteran dan fisioterapi, dengan adanya data-data yang menunjukkan program latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Gangguan Kognitif pada Sindroma Metabolik
2.1.1 Definisi sindroma metabolik Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko, antara lain : obesitas sentral, hipertrigliseridemia, rendahnya High density lipoprotein cholesterol (HDL-C), hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia yang mengacu pada timbulnya risiko penyakit kardiovaskular (Gatto et al., 2008). Berbagai organisasi memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh kelompok setuju bahwa obesitas, resistensi insulin, dislipidemia, dan hipertensi merupakan komponen utama sindroma metabolik. Meskipun, sindroma metabolik mempunyai definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama dengan mengenali secara dini gejala gangguan metabolik sebelum terkena komplikasi (Grundy, 2004). Definisi yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) dan the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) mengidentifikasi komponen sindroma metabolik sebagai berikut : 1) Obesitas abdominal, salah satu bentuk obesitas yang memiliki hubungan paling kuat dengan sindroma metabolik 2) Dislipidemia aterogenik diidentifikasi melalui peningkatan trigliserid dan penurunan HDL
9
10
3) Peningkatan tekanan darah sangat berkaitan dengan obesitas dan biasanya timbul pada orang yang mengalami retensi insulin 4) Retensi insulin; status proinflamatori ditandai dengan peningkatan C9 Reactive Protein (CRP) akibat kelebihan jaringan adipose akan menghasilkan
sitokin
yang
menimbulkan
reaksi
inflamasi;
status
protrombotik ditandai dengan peningkatan plasminogen activator inhibitor (PAI)-I plasma dan fibrinogen (Soegih R dan Kunkun, 2009). 2.1.2 Klasifikasi sindroma metabolik Kelompok pakar telah mengembangkan definisi dan kriteria sindroma metabolik. Definisi dan kriteria yang paling banyak digunakan adalah yang dibuat oleh WHO, the European Group for the Study of Insulin Resistance (EGIR), NCEP ATP III dan International Diabetes Federation (IDF). Keempat definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama dengan penentuan kriteria yang berbeda (Soegih R dan Kunkun, 2009). Adapun kriteria dikatakan menderita sindroma metabolik adalah menurut NCEP-ATP III yaitu apabila memenuhi 3 dari 5 kriteria, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL. Berdasarkan kriteria IDF seseorang dikatakan mengalami sindroma metabolik bila mengalami; obesitas sentral (lingkar pinggang 94 cm untuk pria dan 80 cm untuk wanita), ditambah dua faktor-faktor berikut : peningkatan trigliserid> 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang memperoleh pengobatan kadar lipid yang
11
abnormal, penurunan kadar HDL kolesterol < 40 mg/dL (0,9 mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,1 mmol/L pada wanita) atau sedang memperoleh pengobatan kadar lipid yang abnormal, peningkatan tekanan darah sistolik 130 atau diastolik 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi, peningkatan kadar glukosa puasa plasma 100 mg/dL (5,6 mmol/L) atau telah didiagnosa menderita diabetes tipe 2. Jika > 100 mg/dL atau 5,6 mmol/L, sangat dianjurkan untuk dilakukan oral glucose tolerance test (OGTT) (Soegih R dan Kunkun, 2009). Berdasarkan kriteria EGIR sindroma metabolik jika 2 dari 4 kriteria terpenuhi, antara lain: rasio lingkar pinggang-panggul > 94 cm untuk pria dan 80 cm untuk wanita, trigliserida > 2,0 mmol/L, kolesterol HDL baik pria maupun wanita < 1,0 mol/L, tekanan darah 140/90 mmHg, Glukosa darah puasa 6,1 mmol/L (Soegih R dan Kunkun, 2009). Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik Menurut WHO, NCEP-ATP III, IDF dan EGIR WHO Minimal 2 dari 4 Rasio lingkar pinggang Pria Wanita Lingkar pinggang Pria Wanita Trigliserida Kolesterol HDL Pria Wanita Tekanan darah Glukosa
ATP III 3 dari 5
IDF 2 dari 4
EGIR 2 dari 4 > 94 cm 80 cm
> 90 cm > 85 cm
>102 cm >88 cm
94 cm 80 cm
150 mg/dL
>150mg/Dl
>150mg/dL
>2,0mmol/L
< 35 mg/dl < 39 mg/dl
< 40 mg/dl < 50 mg/dl
< 40 mg/dl < 50 mg/dl
< 1,0 mol/l
>140/90mmHg
>130/85mmHg
130/85mmHg
140/90mmHg
>110mg/dl
>100mg/dl
6,1 mmol
(sumber : Soegih R dan Kunkun, 2009)
12
2.1.3 Etiologi dan patofisiologi sindroma metabolik Etiologi sindroma metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Mekanisme yang dipercaya sebagai penyebab terjadinya sindroma metabolik saat ini bersumber pada resistensi insulin dan obesitas sentral atau viseral. Lemak viseral lebih aktif dari lemak perifer. Penumpukan sel lemak akan meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis, yang akan menurunkan sensitifitas terhadap insulin. Peningkatan asam lemak bebas di hati akan meningkatkan glukoneogenesis, meningkatkan produksi glukosa dan menurunkan ekstraksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia (Jafar N, 2011). Retensi insulin merupakan gambaran klinik sindroma metabolik. Retensi insulin berkorelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hati, otot, skeletal dan jaringan adiposa digunakan sebagai jaringan responsif utama, namun
vaskular juga
dipertimbangkan sebagai organ responsif insulin. Pada keadaan sindroma metabolik, resistensi insulin terkait dengan berbagai macam gangguan yang melibatkan trigliserida dan metabolisme glukosa, kenaikan tekanan darah dan inflamasi vaskular (Suastika et al., 2003). Sindroma metabolik adalah gangguan fungsi sel dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskular, selain itu kerusakan berat pada sel menyebabkan penurunan progresif sekresi
insulin,
sehingga
menimbulkan
hiperglikemia. Hal ini lebih menyebabkan komplikasi mikrovaskular (Anggraeni, 2007).
13
Sindroma metabolik diduga disebabkan salah satunya hipertensi akibat peningkatan reabsorbsi sodium dan air, sehingga terjadi ekspansi volume intra vaskular yang berhubungan dengan hiperinsulin (Defronzo et al., 1976). Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K, ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan Na dan calsium intrasel yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah (Williams & Pickup, 2004). Disfungsi endotel dan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron juga sangat berperan pada terjadinya hipertensi pada sindroma metabolik (Jafar N, 2011). Dislipidemia pada sindroma metabolik sering ditemui pada resistensi insulin, meskipun kadar gula terkontrol. Ciri spesifik dislipidemia pada resistensi insulin adalah peningkatan trigliserida (TG), penurunan High Density Lipoprotein (HDL), peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL) meskipun kadang normal. Dislipidemia berhubungan dengan hiperinsulinemia. Pada resistensi insulin terjadi lipolisis, sehingga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam hati.
Disamping itu terjadi
peningkatan sintesis trigliserid karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi Sterol Regulation Element Binding Protein (SREBP1c), protein ini berfungsi sebagai transkripsi yang mengaktifasi gen yang terlibat lipogenesis di hati. Protein kolesterol ester transferase dan hepatic lipase juga meningkat yang mengakibatkan peningkatan Very Low Density Lippoprotein 1 (VLDL1) yang kemudian menjadi small dense LDL. Peningkatan kadar VLDL
ini menyebabkan peningkatan
katabolisme HDL menjadi rendah. Beberapa mekanisme diatas menerangkan rendahnya HDL, tingginya trigliserid dan small dense LDL pada diabetes millitus
14
tipe II. Pola dislipidemia ini sering disebut diabetic dyslipidemia atau tipe B yang berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskular pada populasi umum. Berdasarkan epidemiologi, rendahnya HDL dan tingginya trigliserid berhubungan erat dengan kejadian penyakit jantung koroner dibanding dengan total kolesterol dan LDL pada sindroma metabolik (Adiels et al., 2006). Sebagai lipoprotein yang bersifat protektif, disamping berfungsi untuk membawa lemak ke hepar, HDL terbukti dapat menghambat
sel busa dan pada saatnya akan menghambat
progresifitas
aterosklerosis. Dengan rendahnya HDL efek protektif tersebut menjadi jauh berkurang (Olsson et al., 2005). 2.1.4 Komplikasi sindroma metabolik Komplikasi sindroma metabolik meliputi penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, stroke dan komplikasi lain meliputi peningkatan terjadinya risiko tromboembolisme vena dan penurunan kognitif (Jafar N, 2011). Komponen utama terjadinya sindroma metabolik adalah obesitas. Obesitas akan menyebabkan peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) baik disirkulasi maupun di sel adiposa apabila diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak. Akibat peningkatan ROS didalam sel adiposa dapat menimbulkan ketidakseimbangan reaksi reduksi oksidasi, sehingga terjadi penurunan enzim antioksidan didalam sirkulasi. Keadaan tersebut yang disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stress oksidatif dapat menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan timbulnya patofisiologi sindroma metabolik, hipertensi dan aterosklerosis (Fukurawa et al., 2004 dalam Jafar 2011).
15
Pada penderita sindroma metabolik akan terjadi peningkatan stres oksidatif akibat adanya hiperglikemia. Peningkatan stres oksidatif dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotel angiopati diabetik. Selain itu, peningkatan stres oksidatif dapat menghambat pengambilan glukosa di sel otot dan sel lemak serta dapat menurunkan sekresi insulin. Aterosklerosis pada penderita sindroma metabolik terjadi akibat adanya pengaruh secara langsung dari peningkatan stres oksidatif terhadap dinding pembuluh yang berperan penting pada patofisiologi diabetes millitus tipe II (Ceriello, 2004). Aterosklerosis pada sindroma metabolik terjadi akibat adanya proses inflamasi kronis pada lapisan sel endotel pembuluh darah yang didahului oleh disfungsi endotel. Pada penderita sindroma metabolik penumpukan monosit dan platelet lebih mudah terjadi, sehingga sindroma metabolik juga dikenal dengan ciriciri peningkatan proses inflamasi (Gundy, 2003). Proses inflamasi aterosklerosis ini bertambah cepat dan luas, sehingga plak aterosklerosis lebih mudah ruptur dan plak aterosklerosis sangat tergantung pada tingginya proses inflamasi yang terjadi. Semakin tinggi proses inflamasi maka semakin besar kemungkinan pecahnya plak aterosklerosis (Nakamura et al., 2004). Penemuan terkini juga menunjukkan bahwa sindroma metabolik ditandai pula dengan berkurangnya fungsi trombolisis dan peningkatan koagulasi, akibat peningkatan PAI-1 dan fibrinogen (Standl, 2005). Apabila plak aterosklerosis pecah dan kemudian merangsang pembentukan trombus, tidak mudah mengalami lisis. Peningkatan inflamasi dan trombogenik ini dapat menerangkan
tingginya
angka
kesakitan
dan
kardiovaskular pada penderita sindroma metabolik.
kematian
akibat
penyakit
16
Gagal jantung pada penderita sindroma metabolik terjadi akibat adanya hipertropi pada jantung. Pada pembuluh darah terjadi kelainan aterosklerosis arteri karotis, carotid stiffness dan aortic stiffness (Mule et al., 2006). Penyakit jantung koroner yang menyebabkan disfungsi miokard juga memperbanyak prevalensi gagal jantung pada penderita sindroma metabolik. Proses inflamasi dan HDL yang rendah pada penderita sindroma metabolik, proses remodeling jaringan jantung sangat mudah terjadi, terutama setelah oklusi arteri koroner. Keberadaan tersebut bersamasama memperberat dan mempercepat timbulnya gagal jantung pada sindroma metabolik. Gagal jantung pada sindroma metabolik diperberat oleh adanya gangguan ginjal karena nefropati DM maupun hipertensi. 2.2
Kognitif Kognitif adalah suatu proses berpikir yaitu kemampuan individu untuk
menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif sehubungan dengan tingkat intelegensi yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Kognitif merupakan proses berpikir yang terjadi pada susunan saraf pada waktu manusia berpikir. Intelegensif merupakan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, kognitif lebih berhubungan dengan aktivitas berpikirnya intelegensi dan kecerdasan berhubungan dengan kualitas berpikirnya. Kognitif sebagai suatu proses manipulasi informasi (internal dan eksternal) di dalam otak. Menurut Stedman (2002) kognitif adalah mental yang berhubungan dengan pengetahuan, mencakup persepsi, menalar, mengenali, memahami, menilai dan membayangkan. Pengertian yang lebih sesuai dengan behaviour, neurology dan neuropsikologi, kognitif adalah suatu proses
17
dimana semua masukan sensoris (taktil, visual dan auditorik) akan diubah, diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk hubungan antarneuron yang sempurna sehingga individu mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut (Saunderajen, 2010). Kognisi adalah konsep yang komplek yang melibatkan sekurang-kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan fungsi psikomotor. Didalam aspek tersebut jauh lebih komplek, antara lain; memori meliputi proses encoding, penyimpanan, pengambilan informasi serta dapat diinformasikan kembali menjadi memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Perhatian atau attention secara selektif, terfokus, terbagi atau terus – menerus dan persepsi meliputi beberapa tingkatan proses untuk mengenal objek yang didapatkan dari rangsangan indera yang berlainan (visual, auditori, perabaan, penciuman). Fungsi eksekutif melibatkan penalaran, perencanaan, evaluasi, strategi berpikir dan lain-lain. Aspek bahasa adalah mengenai ekspresi verbal, perbendaharaan kata, kefasihan dan pemahaman bahasa. Fungsi psikomotor adalah berhubungan dengan pemprograman dan eksekusi motorik (Wiyoto, 2002). 2.2.1 Struktur otak Salah satu yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah dalam fungsi luhur. Otak manusia jauh berbeda dengan otak binatang, karena adanya korteks asosiasi yang menduduki daerah antar berbagai korteks perseptif primer. Otak manusia bukan terdiri dari gumpalan protein yang utuh, tetapi terdiri dari berbagai bagian yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Otak manusia terdiri dari batang otak, dua belahan otak besar (hemisfer kanan dan kiri) dan otak
18
kecil (cerebellum). Masing-masing bagian atau struktur terbagi dalam bagian- bagian yang lebih rinci dan mempunyai fungsi yang khusus. Proses mental manusia merupakan sistem fungsional yang kompleks dan tidak dapat dilokalisasi secara sempit menurut bagian otak terbatas, tetapi berlangsung melalui partisipasi semua struktur otak dan setiap strukturnya mempunyai peranan tertentu sendiri untuk organisasi sistem fungsional tersebut. Didalam fungsi luhur yang termasuk didalamnya fungsi kognitif diatur oleh bagian-bagian otak yang menghasilkan dan memelihara perilaku yang normal (Chusid, 1983).
Gambar 2.1 Anatomi Otak (Sumber : anonim, 2010)
19
Otak terbagi dalam bagian-bagian yang disebut lobus dan mempunyai fungsi – fungsi tertentu. Fungsi panca indera seperti pusat penglihatan terletak di 31 lobus oksipitalis (dibelakang otak), pusat pendengaran di lobus temporalis (pelipis otak), pusat perabaan di lobus post sentral (atas otak), pusat penghidu di bagian lobus temporalis, pusat pergerakan berada di lobus presentral (atas otak) (Chusid, 1983). Pusat-pusat panca indera tersebut dinamakan pusat sensoris dan masing-masing pusat sensoris mempunyai asosiasi untuk memahami rangsangan sensoris yang masuk. Kemampuan kognitif juga berada di berbagai lobus secara khusus seperti perhatian atau konsentrasi berada di lobus frontalis (di bagian dahi) terutama bagian otak sisi kanan, pusat berbahasa di lobus frontalis dan temporalis terutama di bagian otak sisi kiri, pusat visuospasial (persepsi dan orientasi) di lobus parietal (di bagian atas otak) terutama bagian otak sisi kanan, pusat daya ingat di lobus temporalis (di bagian pelipis otak), untuk daya ingat visual atau apa yang dilihat di belahan otak sisi kanan. Lobus yang paling besar dan paling akhir berkembang adalah lobus frontalis yang berada di daerah dahi, lobus ini merupakan pusat integrasi dari semua fungsi lobus yang ada. Bersama dengan lobus yang ada di depannya, lobus pre frontal dan struktur lain dalam kemampuan memori kerja (working memory) dan kemampuan seseorang dalam pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan (executive function) (Chusid, 1983). 2.2.2 Hubungan struktur otak dengan fungsi kognitif Bagian - bagian otak tersebut berhubungan dengan struktur yang berada didalam otak yang disebut limbic system dan berpengaruh terhadap kemampuan emosional. Kedua belahan hemisfer kanan dan kiri disekat oleh korpus kalosum dan
20
komisura hippocampus yang merupakan jembatan yang menghubungkan kedua belahan otak tersebut. Struktur ini merupakan sarana kerjasama antar kedua hemisfer dengan cara peralihan, pergeseran dan integrasi antara kedua belahan otak tersebut. Struktur ini mempunyai peranan penting bagi keberhasilan peningkatan sumber daya otak, dengan fungsinya menyalurkan stimulus dari belahan otak kanan ke kiri maupun sebaliknya (Chusid, 1983). Otak bekerja untuk bereaksi terhadap stimulus yang datang dari bagian luar dan lain dari otak bekerja untuk membantu fungsinya. Lobus frontal adalah daerah pusat utama untuk bertindak berpikir dan mengingat fungsi sebagai pikiran. Area motor adalah pusat untuk memesan setiap otot rangka untuk bergerak, adapun setiap sensasi memiliki area khusus seperti area sensori, optik dan pendengaran. Daerah lain dari korteks otak baru memiliki peran yang menghubungkan dengan informasi dan penyimpanan informasi yang disebut dengan memori. Di dalam menjalankan fungsi kognitif, otak bekerjasama dengan sistem limbik. Antara lain mengacu pada hypocampus, circulum dan amigdala yang merupakan pusat emosi. Semua informasi sensorik dari organ-organ sensori dikumpulkan di thalamus dan informasi tersebut dikirim ke daerah sensorik korteks. Informasi ini dimodifikasi dan ditransfer ke lobus frontal dan amigdala. Di lobus frontal terjadi pengenalan informasi dan di amigdala informasi dianalisis sebagai emosi dan hasilnya dikirim di hipotalamus (Chusid, 1983). Di dalam otak semakin rimbunnya hubungan antar sel saraf di otak akan terjadi peningkatan kecerdasan dan intelektual atau kognitif. Makin banyaknya asupan program yang terjadi dalam pembelajaran makin banyak percabangan julur-
21
julur yang terjadi dan dapat membuat daya ingat menjadi meningkat. Ingatan terjadi akibat julur-julur sel dan sinapsis-sinapsisnya. Secara anatomis gangguan proses pembelajaran akibat adanya gangguan kerjasama antar sel dan banyaknya julur-julur saraf yang rusak (Setiawan, 2010). 2.3
Penurunan Kognitif Pada Sindroma Metabolik Peningkatan dan penurunan konsentrasi glukosa pada penderita sindroma
metabolik dapat berpotensi menurunkan fungsi kognitif. Akan tetapi, pada saat terjadi hiperglikemi akut dapat terkait dengan perbaikan memori, oleh karena keadaan hiperglikemia mampu memperbaiki memori dimana glukosa bertindak sebagai substrat yang diperlukan dalam fungsi metabolik untuk asetilkolin dan neurotransmitter lain yang terlibat dalam fungsi memori dan kognitif lain (Lezak, 1995). Ridker (2003) melaporkan bahwa peningkatan kadar glukosa kronik akan meningkatkan potensi penurunan fungsi kognitif, dan kontrol glikemia akan terkait dengan rendahnya performa tes memori dan kognitif. Penurunan performa kognitif terjadi akibat peningkatan kadar glukosa atau hiperglikemia kronik yang dapat memicu strepzotocin menyebabkan penurunan sintesis asetilkolin dan pelepasannya dalam otak sehingga menyebabkan hilangnya neuron kortikal secara signifikan, neuroglikopenia dipicu oleh transfer glukosa melewati sawar dalam otak. Penurunan transmisi kolinergik akan berakibat pada gangguan memori (Ridker, 2003). Pada sindroma metabolik otak tidak dapat menjalankan fungsi kognitif dengan baik akibat adanya penumpukan kolesterol plak karotis yang dianggap sebagai salah satu mekanisme yang menimbulkan infark yang dapat mengganggu fungsi kognitif (Fergenbaum et al., 2009 dalam Saunderajen, 2010). Dengan adanya
22
penumpukan kolesterol tersebut nutrisi ke otak mengalami penurunan. Sindroma metabolik berkontribusi terhadap respon inflamasi baik dengan mekanisme aterosklerosis atau inflamasi atau keduanya, di mana keduanya berkontribusi dalam penurunan kognitif (Gundy, 2003). Resistensi insulin pada sindroma metabolik dapat secara langsung mengganggu fungsi endotel. Sel endotel tersebut berespon terhadap insulin dan resistensi insulin dengan vasodilatasi endotel mengganggu respon terhadap asetilkolin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi hiperinsulinemia dapat meningkatkan
perlekatan
makropag
pada
endotelium
dan
menyebabkan
aterosklerosis yang berkonstribusi dalam penurunan kognitif (Saunderajen, 2010). Penemuan bahwa serum BDNF langsung terkait dengan insulin puasa dan homeostatik pemeriksaan insulin, semakin tingginya tingkat gangguan kognitif pada diabetes sebagian disebabkan oleh tingkat BDNF yang rendah (Fujinami et al., 2008 dalam Swift 2012). BDNF adalah protein yang dikodekan oleh gen BDNF. BDNF adalah neutrophin yang terlibat di saraf, diferensiasi plastisitas kelangsungan hidup dan terdapat di pusat dan sistem saraf perifer. Rendahnya tingkat BDNF memiliki keterkaitan dengan pembelajaran atau disfungsi kognitif, depression, kondisi degeneratif saraf dan kematian. Studi sebelumnya telah ditemukan bahwa serum dan plasma BDNF tingkat yang lebih rendah pada individu dengan diabetes tipe II dibandingkan individu dengan non diabetes, menimbulkan pertanyaan semakin tingginya tingkat gangguan kognitif pada diabetes disebabkan oleh tingkat BDNF yang rendah. Temuan yang serupa telah dilaporkan bahwa individu di non diabetes
23
yang lebih rendah tingkat serum BDNF telah dikaitkan dengan resistensi insulin dan tubuh tinggi lemak (Swift, 2012). 2.4
Latihan Aerobik Latihan aerobik adalah latihan yang menggunakan energi yang berasal dari
pembakaran dengan oksigen. Contoh latihan aerobik adalah lari-lari, jalan, treadmill, bersepeda, renang dan senam. Efek latihan aerobik adalah kebugaran kardiorespirasi, karena latihan tersebut mampu meningkatkan pengambilan oksigen, meningkatkan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen dan denyut nadi menjadi lebih rendah saat istirahat maupun beraktifitas. Manfaat lainnya, aerobik bisa meningkatkan jumlah kapiler, menurunkan jumlah lemak dalam darah dan meningkatkan enzim pembakar lemak (Kurniawati, 2010). Menurut American College of Sport Medicine (ACSM) intensitas latihan aerobik harus mencapai 60-90% dari MHR. Berdasarkan MHR yang dicapai untuk latihan aerobik intensitas ringan 60-69% MHR, Intensitas sedang 60-79% MHR, dan intensitas tinggi 80-89% MHR. Latihan aerobik dengan intensitas yang berbeda, energi utama yang digunakan juga berbeda pula. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam latihan aerobik yaitu : a. Tidak berhenti di tengah – tengah latihan sedang berlangsung b. Menggunakan alas kaki yang khusus untuk senam aerobik, yaitu dengan bantalan lunak di bagian bola kaki dengan penguat di bagian samping tumit Hal hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan latihan aerobik yaitu : a. Prinsip-prinsip latihan yang harus diperhatikan, antara lain: 1) Jenis, macam latihan harus diseleksi dan diteliti
24
2) Pelaksanaan gerak harus tepat (harus selalu dikoreksi) 3) Dilakukan dengan sikap permulaan dan sikap akhir yang benar 4) Semua latihan mempunyai disis yang sesuaikan dengan tujuannya b. Tahap pelaksanaan latihan dengan tingkat kesukaran yang berurutan sebagai berikut: 1) Setelah menguasai latihan yang lama, kemudian meningkat ke latihan yang baru 2) Latihan dimulai dari tingkatan yang mudah ke yang sulit 3) Latihan dimulai dari tingkatan yang sederhana ke yang kompleks 4) Latihan dimulai dari tingkatan yang ringan ke yang berat c. Tahapan senam aerobik Dalam senam aerobik dibagi dalam fase-fase sebagai berikut : 1.
Fase I Latihan Pemanasan (Warming up)
Pada fase latihan pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan tubuh menghadapi latihan yang lebih intensif sehingga terhindar dari cidera saat melakukan latihan. a). Adapun gerakan – gerakannya meliputi : 1) Gerakan di mulai dari yang mudah 2) Gerakan ringan 3) Gerakan perlahan-lahan 4) Menyeluruh 5) Dengan iringan musik ringan ritme 2/4-4/4 irama tetap 6) Dalam waktu antara 5-10 menit.
25
b). Gerakan pada fase ini meliputi: 1) Pelemasan 2) Pemanasan pada sendi, 3) Peregangan pendek, 4) Stimulan kardiorespirasi. 2. Fase II latihan inti Fase ini merupakan puncak latihan dimana seluruh organ tubuh bekerja secara optimal sesuai dengan kemampuan atau mencapai target heart rate. Latihan ini merupakan latihan lanjutan dari fase I. Latihannya berupa pola gerak dan langkah-langkah kombinasi dengan gerakan yang terus-menerus. Durasi pada latihan ini berkisar 15-30 menit, bila berlebihan berisiko menimbulkan cedera (Nala, 2002). 3. Fase III pendinginan (Cooling down) Pada fase ini bertujuan untuk mencegah penimbunan asam laktat pada otot, menurunkan kerja jantung dan nadi. Mengusahakan kondisi tubuh kembali ke keadaan seperti semula. Adapun waktu yang dibutuhkan 5-10 menit. Gerakangerakannya diperlambat dengan intensitas yang paling rendah dan diiringi musik dengan beat ¾ atau 4/4 lambat (Wikipedia, 2008). Latihan aerobik dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan apabila frekuensi, intensitas serta durasi yang cukup. Frekuensi adalah latihan per minggu, intensitas adalah seberapa berat latihan tesebut dilakukan dan durasi adalah lama latihan dalam setiap latihan (Giam & Teh, 1993). Dari beberapa penelitian latihan aerobik sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3-5 perminggu dengan durasi latihan 20-50 menit (Wilmore & Costill,
26
1994). Durasi latihan 15-30 menit sudah dinilai cukup apabila latihan dilakukan terus – menerus, didahului 5 – 10 menit pemanasan dan diakhiri 5 – 10 menit pendinginan. Latihan fisik dilaporkan baru akan memberikan hasil apabila latihan tersebut dilakukan 4-6 minggu, dan akan hilang pengaruhnya setelah 6 minggu jika dihentikan (Anonim, 2008). 2.4.1 Latihan aerobik intensitas ringan Latihan aerobik intensitas ringan mencapai 60-69% dari MHR. Pada senam aerobik intensitas ringan karena waktu sudah mencukupi sistem kardiovaskular masih mampu memenuhi kebutuhan otot sehingga sumber energi utama berasal dari kolesterol. Sedangkan pada senam aerobik intensitas sedang sumber energi yang dibutuhkan dari karbohidrat dan kolesterol secara seimbang (Mc. Ardle et al., 1986; Wilmore & Costill, 1994). Latihan aerobik intensitas rendah sampai sedang selama 30 menit akan membakar 250 kalori dan jika dilakukan selama 20 menit atau lebih maka akan membakar lemak didalam tubuh (Anonim, 2008). 2.4.2 Latihan aerobik intensitas sedang Latihan aerobik intensitas sedang mencapai 70-79% MHR. Latihan aerobik pada intensitas sedang akan menurunkan lemak lebih optimal jika dibandingkan dengan latihan aerobik pada intensitas tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa sumber energi yang digunakan pada kedua intensitas berbeda. Pada senam aerobik intensitas sedang sumber energi yang dibutuhkan berasal dari karbohidrat dan kolesterol secara seimbang, sedangkan pada intensitas tinggi menggunakan karbohidrat secara lebih dominan, sehingga enzim-enzim untuk okdidasi lipid kurang terangsang dan pembakaran lemak tubuh tidak optimal (Anonim, 2008).
27
Karbohidrat, lemak dan protein juga merupakan sumber energi yang dibutuhkan untuk aktivitas. Tetapi jika energi tersebut tidak digunakan maka akan disimpan sebagai energi cadangan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Lemak terdiri dari asam lemak dan gliserol. Jika lemak tidak digunakan akan disimpan dalam bentuk trigliserid. Protein terdiri dari unsur-unsur pembentuk protein yang disebut asam amino. Dalam aktifitas fisik terutama saat melakukan latihan aerobik intensitas sedang energi yang dibutuhkan berasal dari glikogen. Akan tetapi jika energi tersebut tidak mencukupi maka akan mengambil dari energi cadangan yang berasal dari lemak dan protein dengan cara glukoneogenesis atau glikogenesis yaitu mengubah kembali cadangan glikogen menjadi glukosa. Oksidasi karbohidrat sebagai sumber energi utama menghasilkan 39 molekul ATP dari satu molekul glikogen. Satu molekul ATP digunakan untuk mengkonversi glukosa 6-phospate sebelum glikolisis dimulai. Jika energi tersebut tidak mencukupi selama latihan maka energi dari lemak akan diproses. Walaupun masih dalam beberapa bentuk kimia dari lemak (trigliserid, phospholipide dan kolesterol) hanya trigliserid yang dominan digunakan sebagai sumber energi. Sumber energi trigliserid dipecah menjadi unit-unit terkecil yaitu satu molekul gliserol dan tiga molekul Free Fatty Acids (FFA) yang disebut dengan lipolisis dan menggunakan enzim lipase. Melalui peristiwa difusi FFA dan gliserol akan masuk ke darah dan ditransfer oleh serabut otot. Metabolisme yang terjadi hampir sama meskipun berbagai macam bentuk FFA. FFA yang masuk ke serabut otot adalah FFA yang sudah teraktifkan dan sebagai sumber energi karena mengandung ATP melalui proses katabolisme, dengan menggunakan enzim beta
28
oksidasi. Dalam oksidasi ini karbon pada FFA bergabung menjadi dua unit carbonacetic. Adanya beta oksidasi akan menjadi delapan molekul acetic acid masing-masing berkonversi atau bergabung dengan acetyl COA (Willmore & Costill, 1994). 2.4.3 Sumber energi dan pelatihan fisik Energi sangat penting untuk aktifitas fisik selama melakukan latihan. Sumber energi berasal dari makanan yang kita makan sehari-hari, adapun tujuan makan selain untuk menghilangkan rasa lapar adalah untuk pertumbuhan dan mengganti selsel yang rusak. Menurut Pate (1984) energi adalah daya untuk melakukan kerja yang umumnya diukur dengan satuan panas yaitu kilokalori (kkal). Dalam latihan fisik diperlukan adanya pemakaian sumber energi karbohidrat dan lemak. Pada kinerja otot yang ringan dan sedang setelah energi awal didapat dari ATP dan Creatine Phospate, selanjutnya energi diperoleh dari lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang sama besar. Apabila kerja otot lebih lama, lemak menjadi energi utama dari pada karbohidrat. Cadangan lemak akan dipecah dengan bantuan hormone noreepinephrine untuk memobilisasi asam lemak bebas yang kemudian dioksidasi di dalam Siklus Krebs. Akan tetapi pada aktivitas otot yang berat sumber energi utama tubuh adalah karbohidrat (glycogen). Oleh karena itu cadangan glycogen hati dan otot haruslah cukup besar apabila kita akan melakukan aktivitas otot yang berat (Fox, 1993 dalam Sugiharto, 2010). Kemampuan untuk menjalankan aktivitas fisik yang berat dan lama berhubungan langsung dengan jumlah cadangan glycogen initial di dalam otot. Pada diet seimbang, glycogen otot akan mencapai 1,5 gr/100gr otot, yakni akan cukup
29
untuk kerja berat selama 2 jam atau dengan uptake oxygen maximal 75% dan jika melewati jangka waktu tersebut akan kelelahan. Kadar glycogen otot dapat diperbesar dengan diet tinggi karbohidrat sehingga mencapai 2,5gr/100gr otot. Hal ini akan menghasilkan cadangan tenaga yang cukup untuk dipakai dalam aktivitas berat yang lebih lama (Fox, 1993 dalam Sugiharto, 2010). Pemberian glukosa atau gula akan sangat berpengaruh hanya pada saat-saat cadangan glycogen tubuh sudah hampir habis. Jumlah glycogen di hati kira-kira antara 50 – 100 gram. Cadangan glycogen di hati akan memberikan kadar glucose dalam darah yang dapat dipakai sebagai sumber energi bagi otak dan jaringan saraf lainnya. Jaringan-jaringan tersebut hanya tergantung pada energi dari karbohidrat, sedangkan cadangan karbohidrat tidak dapat dipunyai oleh jaringan ini (Fox, 1993 dalam Sugiharto, 2010). 2.4.4 Kolesterol sebagai sumber energi Kolesterol merupakan salah satu senyawa lemak, maka kolesterol merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori yang sangat tinggi bagi tubuh. kolesterol merupakan steroida penting karena merupakan komponen membran tetapi juga karena merupakan pelopor biosintetik umum untuk steroida lain termasuk hormon steroida dan garam empedu (Almatseir, 2004) . Kolesterol dihubungkan dengan metabolisme lipid, dan merupakan sumber sintesa hormon steroid. Kolesterol diekskresi kedalam empedu sebagai kolesterol yang tak berubah, kolesterol dipertahankan dalam bentuk larutan didalam empedu oleh garam-garam empedu dan fosfolipid. Kolesterol yang dilepaskan dari jaringan diesterifikasi di dalam plasma dengan asam lemak yang berasal dari lesitin oleh
30
lesitin kolesterol asiltransferase dan diangkut sebagai HDL ke hepar. Ester kolesterol ini bisa diangkut ke lipoprotein lain oleh penukaran dengan trigliserid (Almatseir, 2004). 2.4.5 Diet rendah kolesterol Kolesterol merupakan sterol utama dalam tubuh manusia. Kolesterol merupakan komponen struktural membran sel dan lipoprotein plasma, dan juga merupakan bahan awal pembentukan asam empedu serta hormon steroid. Sterol dan derivatnya sukar larut dalam larutan berair tetapi larut dalam pelarut organik, terutama alkohol. Sehingga senyawa ini dimasukkan kedalam golongan lipid. Ketidaknormalan dalam metabolisme atau pengangkutan kolesterol lewat plasma rupa-rupanya ada kaitannya dengan perkembangan aterosklerosis. Selain itu batu empedu yang terjadi tersusun terutama dari kolesterol (Almatseir, 2004). Kolesterol berasal dari makanan dan sintesis endogen di dalam tubuh. adapun sumber makanan seperti kuning telur, susu, daging, lemak atau gajih dan sebagainya terutama dalam keadaan ester. Dalam usus, ester tersebut kemudian dihidrolisis oleh kolesterol esterase yang berasal dari pankreas dan kolesterol bebas yang terbentuk diserap oleh mukosa usus dengan kilomikron sebagai alat transport ke sistem limfatik dan akhirnya ke sirkulasi vena. Kira-kira 70% kolesterol yang diesterifikasi atau dikombinasikan dengan asam lemak, serta 30% dalam bentuk bebas (Almatseir, 2004). Pengangkutan kolesterol didalam tubuh karena kolesterol merupakan lemak maka kolesterol tidak dapat mengapung didalam medium darah. Untuk itu perlu adanya pengangkut kolesterol dan lemak-lemak lainnya yang disebut dengan
31
lipoprotein. Sebagian besar kolesterol yang terkandung dalam makanan yang kita makan setelah melalui berbagai proses, masuk ke dalam cairan darah sebagai lipoprotein (HDL, LDL dan lain-lain), namun ada pula yang keluar dari tubuh bersama dengan faeces. Dalam proses tersebut jika terjadi kelebihan asupan kolesterol maka akan terjadi penumpukan kolesterol yang akan menyebabkan timbulnya plak didalam pembuluh darah yang disebut aterosklerosis (Almatseir, 2004). Penderita sindroma metabolik yang meliputi obesitas sentral, diabetes millitus, hipertensi terjadi disebabkan antara lain oleh adanya penumpukan kolesterol didalam tubuh atau hiperkolesterolemia. Pada penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh yang disebabkan karena pola makan yang abnormal yaitu makan yang dalam jumlah banyak dan makan di malam hari (Sukeksi & herlisa, 2010). Penyebab utama peningkatan kolesterol dalam darah adalah faktor keturunan dan asupan lemak yang tinggi. Asupan lemak total berhubungan dengan obesitas, yang merupakan faktor risiko utama untuk terserang aterosklerosis. Pengaruh lemak yang paling utama adalah pengaruh komponen asam lemak dan kolesterol terhadap kolesterol darah, terutama kolesterol LDL (Almatseir, 2004). Dalam aktifitas fisik tanpa disertai dengan adanya diet makanan tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Pada kondisi sindroma metabolik dengan adanya peningkatan kadar kolesterol atau dislipidemia maka perlu adanya diet kolesterol. Adapun untuk program diet kolesterol dengan melihat kadar kolesterol awal. Jika kolesterol < 300 mg untuk diet dislipidemia tahap I yaitu 10% dari kebutuhan energi
32
total. Sedang untuk kolesterol < 200 mg untuk diet dislipidemia tahap II yaitu < 7 % dari kebutuhan energi total (Almatseir, 2004). 2.4.6 Adaptasi latihan aerobik Latihan aerobik yang dilakukan setiap hari, seperti jogging atau renang, senam akan menimbulkan beberapa perubahan karena adanya stimulus pada otot. Menurut Sugiharto (2010) beberapa perubahan yang timbul pada otot dan sistem energi. a. Perubahan pada jenis serat otot Latihan aerobik salah satunya seperti senam dan latihan dengan intensitas rendah sampai sedang lebih banyak menggunakan jenis otot slow twicth, sehingga pada latihan aerobik terjadi perkembangan pada serat slow twitch (otot merah). Karena pada latihan dengan intensitas 7%-22% serat otot Slow Twitch menjadi lebih besar dari pada serat otot fast twicth. b. Perubahan suplai kapiler pada latihan aerobik terjadi perubahan supplai kapiler dimana pada setiap ototnya menjadi lebih banyak 5-10% dan pada latihan dengan durasi yang lama dapat meningkat sampai dengan 15%. Adapun akibat peningkatan jumlah kapiler tersebut memungkinkan adanya pertukaran gas, panas, sisa metabolisme dan nutrisi serta otot semakin besar. Hal tersebut menjaga produksi energi dan kontraksi otot yang berulang-ulang. c. Perubahan kadar myoglobin Pada latihan aerobik sangat banyak dibutuhkan oksigen. Adapaun yang membawa oksigen dari membran sel ke membran sel ke mitokondria adalah
33
myoglobin, sehingga kadar myoglobin dapat meningkat 75 s/d 85 %, myoglobin ini banyak terdapat pada serat otot slow twich. d. Perubahan fungsi mitokondria Otot untuk melakukan suatu kontraksi ataupun relaksasi memerlukan suatu energi. Adapun energi yang didapat untuk kontraksi dan relaksasi adalah dari Adenosin Tri Phosphate (ATP). ATP adalah merupakan senyawa fosfat yang berenergi tinggi yang menyimpan energi didalam tubuh. Pada latihan aerobik energi yang didapat adalah dari proses pembentukan kembali ATP melalui fosfolirasi oksidatif di mitokondria. Adapun produksi ATP tergantung pada jumlah, ukuran dan efisiensi pada mitokondria. Sehingga pada latihan aerobik jumlah dan ukuran mitokondria menjadi lebih besar, hal ini disebabkan oleh mitokondria bekerja keras untuk pembentukan ATP kembali. e. Perubahan enzim oksidatif Pada latihan aerobik akan terjadi peningkatan aktivitas enzim oksidatif. Salah satu enzim yang memegang kunci enzim oksidatif adalah succinate dehydroginase (SDH). Otot untuk melakukan suatu kontraksi dan relaksasi diperlukan adanya suatu energi. Energi tersebut didapatkan dari pemecahan makanan secara oksidatif dan produksi ATP yang bergantung pada aksi enzim mitokondria. Karena untuk kontraksi dan relaksasi diperlukan banyak energi sehingga untuk memenuhi hal tersebut maka enzim oksidatif ikut membantu pembentukan energi membuat perubahan pada enzim oksidatif. f.
Perubahan pada sumber energi
34
Sumber energi yang digunakan pada latihan aerobik lebih banyak dan efisien menggunakan dari lemak. Sehingga memungkinkan penyimpanan glikogen pada hati dan otot. Orang yang terlatih lebih tahan beraktifitas dan tidak cepat lelah dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih dikarenakan simpanan glikogen dalam otot lebih besar dari pada orang yang tidak terlatih. Selain itu pada orang yang terlatih juga menyimpan lebih banyak trigliserida didalam otot. Pada saat latihan aerobik lemak dipecah menjadi energi oleh enzim yang berperan dalam beta oksidasi. Meningkatnya penggunaan lemak sebagai energi dan glikogen otot lebih banyak tersimpan disebabkan oleh peningkatan reaksi beta oksidasi tersebut (Wilmore dan Costill, 1994). g. perubahan pada pembuluh darah Latihan aerobik bersifat aterogenik hal ini disebabkan oleh adanya elastisitas pembuluh darah yang bertambah akibat berkurangnya timbunan lemak dan penambahan kontraksi otot pada dinding pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah yang meningkat akan memperlancar jalannya darah dan mencegah timbulnya hipertensi. Kelancaran aliran darah juga dapat mempercepat pembuangan zat-zat lelah sisa pembakaran sehingga diharapkan pemulihan kelelahan lebih cepat (Wilmore dan Costill, 1994). 2.4.7 Manfaat latihan aerobik terhadap fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolik Pada penderita sindroma metabolik terjadi penurunan fungsi kognitif akibat adanya penumpukan plak karotis pada dinding pembuluh darah yang mana menyebabkan nutrisi ke otak mengalami penurunan. Dengan adanya latihan fisik
35
dapat meningkatkan nitric oksid yang membantu menjaga dinding pembuluh darah terbuka lebar. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah mensuplai darah keseluruh tubuh. Tanpa adanya latihan fisik maka akan terjadi penurunan nitric oksid yang akan menyebabkan perubahan dinding pembuluh darah dan aliran darah menjadi terbatas sehingga aliran darah ke otak akan terbatas yang kemudian menyebabkan penurunan fungsi otak (Kurniawati, 2012). Latihan aerobik dengan intensitas sedang menghasilkan katekolamin dengan jumlah yang sedikit dan Nitrit Oxide (NO) yang lebih tinggi dari pembuluh sel endotelial. Nitrit Oxide (NO) mencegah formasi thrombus di bawah aliran yang besar dan melemahkan agonist dan menyebabkan peningkatan regulasi dari P-selectin dan GPIIb/IIIa komplek dengan regulasi negatif cGMP dalam trombosit (Wang, 2005). Latihan fisik mempertajam kekuatan mental dan menambah kapasitas dalam berpikir, merangsang produksi endorphin dari otak. Endorpin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituatari yang dapat memberikan perasaan tenang dan daya tahan kepada perasaan nyeri, bila dikombinasikan dengan makan yang baik, olah raga akan mengurangi risiko aterosklerosis, tekanan darah tinggi, diabetes, osteoporosis obesitas kanker dan penyakit kronis lainnya. Membantu untuk mengurangi kolesterol LDL dan trigliserid dan kenaikan HDL bila terlalu rendah, menolong otak untuk berfungsi dengan lebih baik dalam berpikir (Kuntaraf, 1992). Latihan aerobik dapat meningkatkan aliran darah otak dan perfusi oksigen, yang dapat menyebabkan peningkatan kinerja kognitif (Kluding, 2011). Temuan bahwa latihan aerobik saja tidak meningkatkan kinerja memori adalah tidak diprediksi adanya temuan. Meskipun tidak jelas mengapa olahraga aerobik meningkatkan
36
fungsi kognitif lainnya, tetapi tampaknya menguntungkan kerja memori, temuan ini agak konsisten dengan studi pencitraan otak latihan aerobik sebelumnya. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perubahan otak yang terkait dengan latihan yang istimewa terjadi dalam daerah hippocampal, trek materi anterior putih dan cingulate anterior. Meskipun ada tumpang tindih substansial dalam sirkuit otak untuk melaksanakan proses kognitif yang kompleks, seperti kerja memori. Ada penelitian pencitraan telah menunjukkan perubahan volume di korteks prefrontal dorsolateral yang terutama oleh proyeksi materi putih dari corpus callosum dan dikaitkan dengan kinerja memori. Perhatian ditingkatkan dan memori bekerja untuk tingkat yang lebih besar daripada latihan aerobik saja konsisten dengan tinjauan sebelumnya, serta studi mekanistik menunjukkan kekuatan pelatihan yang dapat meningkatkan fungsi neuro kognitif oleh faktor insulin meningkatkan pertumbuhan yang telah terlibat sebagai mediator dari hubungan olahraga dan neuro kognitif. Hal ini juga kemungkinan bahwa gabungan intervensi lebih efektif dalam mengurangi faktor risiko tekanan darah tinggi dan meningkatkan kebugaran aerobik daripada pelatihan aerobik saja (Smith, 2010). Perbaikan dalam fungsi kardiovaskular dapat mengurangi degradasi materi putih dan iskemia otak kemungkinan bahwa gabungan intervensi dapat mengakibatkan peningkatan yang lebih besar dalam kesehatan pembuluh darah dan tingkat peradangan basal meskipun hubungan ini belum bisa diselidiki (Smith, 2010). Latihan aerobik meningkatkan ukuran hippocampus anterior, yang mengarah ke perbaikan memori spasial. Latihan meningkatkan volume hippocampus dalam 2%, yang efektif membalikkan volume terkait berkurangnya usia. Penelitian Erickson
37
(2011) menunjukkan bahwa peningkatan volume hipocampus dikaitkan dengan tingkat serum BDNF lebih besar, mediator dari neurogenesis dalam gyrus. Volume hippocampus menurun dikelompok kontrol, tetapi lebih tinggi kebugaran preintervention parsial, yang menunjukkan kebugaran melindungi terhadap kehilangan volume. Nukleus dan volume thalamus adalah dipengaruhi oleh intervensi. Temuan teoritis ini penting menunjukkan bahwa latihan aerobik yang efektif mengembalikan volume hippocampal di masa dewasa akhir, yang disertai dengan meningkatkan fungsi memori (Erickson, 2011). Kegiatan fisik dapat bermanfaat bagi fungsi saraf dengan meningkatkan kadar BDNF dan mengurangi oksidatif stres. Lebih khusus lagi, olahraga memainkan peran penting dalam pemeliharaan struktur
sinaptik,
perpanjangan aksonal dan
neurogenesis di otak orang dewasa (Van Praag et al., 1999 dalam pinilla 2011). Olahraga sebagai terapi untuk menyeimbangkan efek dari pada pilihan diet dan untuk meningkatkan BDNF. Secara khusus, telah ditemukan pada tikus yang diberikan latihan untuk melawan penurunan BDNF hippocampal, plastisitas sinaptik, dan kognitif karena konsumsi diet tinggi lemak jenuh dan sukrosa (Molteni et al.,2004 dalam Pinilla 2011). Efek dari penerapan gabungan dari diet sehat dan olahraga dapat memberikan efek menguntungkan dalam meningkatkan penyembuhan otak dan plastisitas daripada latihan dan diet yang terpisah. Misalnya, olahraga dan omega-3 asam lemak mampu meningkatkan efek sehat pada plastisitas sinaptik dan kognisi (Wu et al., 2008, Pinilla, 2011). Kombinasi pengalaman dan berbagai jenis nutrisi merupakan atribut umum kita hidup sehari-hari. Sungguh luar biasa bahwa kemajuan baru dalam biologi molekuler menunjukkan bahwa nutrisi dan pengalaman
38
berbagai mekanisme umum yang tampaknya memiliki efek komplementer pada fungsi otak. Adapun tantangannya adalah bagaimana untuk mengambil keuntungan dari kemampuan ini dalam rangka untuk meningkatkan kesehatan otak dan plastisitas serta untuk melawan sumber gangguan neurologis (Pinilla, 2011). Penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan menunjukkan bahwa sistem hippocampal memiliki peran utama dalam fungsi kognitif yang tampaknya dimediasi oleh proyeksi kolinergik dari otak depan basal. Menariknya, insulin signaling protein yang berhubungan dengan hidup berdampingan dengan kolin asetiltransferase di terminal terletak di CA1 sel piramidal hippocampal dan temuan ini meningkatkan kemungkinan bahwa insulin dan sistem kolinergik dari hippocampus berinteraksi dalam mediasi fungsi kognitif (Brito, 2009). Oleh karena itu relevansi yang signifikan bahwa studi eksperimental telah menunjukkan bahwa latihan fisik menyebabkan perubahan neurobiologis dalam sistem otak yang sama terlibat dalam fungsi kognitif. Latihan fisik meningkatkan tingkat mRNA BDNF dan Nerve Growth Factor (NGF) atau faktor pertumbuhan saraf, transkrip neuropeptida gen terkait, gen yang mengkode protein matriks ekstraseluler dan proses biosintesis di hippocampus. Selain itu, olahraga meningkatkan protein heat shock sort (SHSP) dan protein pra dan postsynaptic, dan synapsin synaptophysin di hippocampus dan protein tersebut diketahui berperan dalam plastisitas sinaptik. Selain itu, latihan menghapuskan blokade selektif dari reseptor BDNF di hippocampus menunjukkan latihan yang memodulasi sifat sinaptik bawah arahan BDNF. Perubahan neurobiologis yang diinduksi oleh latihan fisik di hippocampus telah ditunjukkan untuk memfasilitasi akuisisi tugas memori spasial pada tikus, labirin lengan radial. Selain itu, tikus yang
39
diberikan latihan dalam tugas spasial-memori yang sama menunjukkan ekspresi tertinggi dari BDNF dan CAMP response element-binding protein dan synapsin dalam hippocampus, dan blokade BDNF reseptor mengurangi kemampuan kognitif tikus ke tingkat menetap. Selain itu, sebuah studi neurofisiologis menunjukkan bahwa peningkatan ekspresi gen BDNF berkorelasi dengan peningkatan transmisi sinaptik dalam populasi sel piramidal hippocampal dan BDNF dikenal untuk menginduksi potensiasi jangka panjang, jenis plastisitas sinaptik yang berkaitan dengan belajar dan memori dalam hippocampus. Selain itu, pada tikus menunjukkan berkurangnya serapan otak serum insulin-Growth Factor I (IGF-I) dibandingkan dengan hewan yang dilatih dan IGF-I penting untuk latihan mengurangi neurogenesis di hippocampus dan selain itu, IGF-I meningkatkan kinerja memori pada tikus tua. Menariknya, baru-baru ini menunjukkan bahwa olahraga mencegah defisit dalam memori spasial streptozotocin akibat tikus diabetes (Brito, 2009). Proses pembelajaran dan memori adalah dua proses yang penting dalam menentukan kecerdasan di mana kedua proses tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas otak. BDNF adalah salah satu dari keluarga neurotropin yang berperan dalam plastisitas sinaptik dan proses pembelajaran, akurasi memori, konsolidasi dan rekonsolidasi, memori retensi dan recall. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas otak, terutama pada pertumbuhan termasuk genetik faktor, gizi, lingkungan dan stimulasi dini misalnya adalah aktivitas fisik (Saunderajen, 2010). Pada penelitian Argarini (2011) menyimpulkan bahwa intensitas latihan renang pada tikus putih muda mempengaruhi BDNF expressio pada hippocampus. Penelitian tersebut adalah Control Group Design dengan subyek penelitian 24 tikus
40
jantan (Rattus norvegicus strain wistar), umur 1 sampai 1,5 bulan, berat badan 60100 gram dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok kontrol adalah kelompok yang diberikan lingkungan berair selama 4 minggu. Kelompok perlakuan adalah kelompok dengan bentuk tertentu latihan renang dengan intensitas rendah (beban 3% dari berat badan), intensitas sedang (beban 6% dari berat badan) dan intensitas tinggi (berat 9% dari berat badan). Setiap perlakuan diberikan sekali sehari dengan 1 menit waktu dan 45 detik, 3 set dengan waktu istirahat 3 kali latihan selama 4 minggu. Hasil dari penelitian tersebut adalah, ekspresi BDNF di hippocampus pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata (0,00 ± 0,00), pada kelompok perlakuan 1 (intensitas rendah) adalah (1,00 ± 1,09)%, di kelompok perlakuan 2 (intensitas sedang) adalah (4,17 ± 3,43)% dan pada kelompok perlakuan 3 (intensitas tinggi) adalah (7,67 ± 4,41)%. Penelitian tersebut menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan perlakuan 2 dan 3, kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 dan 3 dan kelompok perlakuan 2 dan 3. Dengan demikian, kesimpulan dari penelitian ini adalah moderat dan intensitas latihan renang tinggi meningkatkan ekspresi BDNF pada hippocampus, sedangkan latihan intensitas rendah tidak memiliki efek dalam ekspresi BDNF di hippocampus (Argarini, 2011). Latihan menyebabkan perubahan tidak hanya di otak tapi juga di otot rangka. Kurangnya aktivitas fisik dapat membuat bagian penting dari jaringan otot rangka. sebaliknya, sebuah program pelatihan fisik memaksa otot untuk merombak sendiri untuk memungkinkan energi yang akan digunakan lebih efisien. Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat aktivitas otot rangka memodulasi ekspresi gen
41
sedemikian rupa untuk memfasilitasi, misalnya, efek dari insulin dalam memindahkan glukosa ke dalam otot. Dalam sel otot beristirahat, transporter glukosa GLUT4 protein terletak di bawah vesikel membran plasma dan sebagai respon terhadap insulin atau latihan tersebut sekering GLUT4 vesikel dengan membran plasma untuk mengangkut glukosa dari darah ke dalam sel, sebuah program olahraga secara teratur menginduksi peningkatan produksi GLUT4 protein melalui aktivasi gen dan aktivitas fisik berkurang GLUT4 ke tingkat yang ditemukan pada pasien dengan diabetes millitus tipe II. Ada kemungkinan bahwa perubahan yang sama dalam GLUT4 aktivitas juga terjadi di otak. Sejalan dengan hal ini, telah dilaporkan bahwa kombinasi dari latihan aerobik dan resistensi memberikan peningkatan terbesar dalam kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes millitus tipe II dibandingkan
kedua
jenis
pelatihan
saja.
Dalam
pengertian
ini,
fitur
neuropathological alzheimer disease ditemukan pada pasien dengan diabetes millitus tipe II independen dari kehadiran cedera mikrovaskular mungkin mencerminkan gangguan pada insulin yang berhubungan dengan sistem otak dalam bentuk berkurang sensitivitas reseptor insulin atau akumulasi terkait dengan hiperglikemia intermiten kronis. Laporan terbaru menunjukkan bahwa resistensi insulin di otak dikaitkan dengan penurunan aktivitas theta dengan penuaan dan aktivitas theta penting bagi hippocampus tergantung fungsi kognitif. Sangat mungkin bahwa garis fraktur alami yang disebut di atas termasuk sistem hippocampal. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa perubahan dalam fungsi sistem insulin otak mungkin disebabkan oleh pecahnya hubungan evolusi antara otot rangka dan fungsi saraf akan sepenuhnya konsisten dengan gagasan bahwa perubahan ini merupakan jenis
42
diabetes mellitus III seperti yang disarankan oleh beberapa peneliti. Penyelidikan klinis harus meneliti perubahan dinamis dalam glikemia selama pengembangan pada fungsi neuro behavioral untuk memastikan neurotoksisitas glukosa dini dan memverifikasi efek intervensi pada fungsi kognitif. Parameter tingkat glukosa dan toleransi glukosa mungkin yang relevan dari tingkat stres metabolik pada insulin terkait sistem dan pemeriksaan validitas mereka dalam hal fungsi neuro kognitif dapat memberikan informasi klinis yang penting sebagai bukti baru-baru ini muncul untuk ditunjukkan. Studi pencitraan otak juga dapat digunakan untuk mengevaluasi validitas neurobiologis kadar glukosa sebagai indeks dari stres metabolik pada sistem insulin otak (Anonim, 2012). Penelitian pada hewan percobaan menyediakan sistem model untuk mempelajari efek buruk dari hiperglikemia atau hiperinsulinemia pada pembuluh darah otak dan saraf kemo-arsitektur dengan hewan transgenik penyakit alzheimer. Penelitian eksperimental dapat mencakup protokol untuk penilaian neurobehavioral untuk membangun efek pada fungsi kognitif. Selain itu, efek dari latihan pada fungsi kognitif dalam sistem dapat dievaluasi misalnya, kemungkinan interaksi antara latihan dan dosis obat antidiabetes. Selain itu, tambahan eksperimental studi tentang kompleksitas interaksi antara insulin sinyal sistem dan peptida amiloid yang dibutuhkan untuk membuka kemungkinan baru untuk pengobatan penyakit alzheimer dan peran obat antidiabetes seperti metformin dalam modulasi metabolisme prekursor amiloid protein harus diperjelas dalam rangka untuk menggambarkan efek potensial berbahaya pasien diabetes millitus tipe II. Sebuah studi dari Journal of American Geriatrics Society menemukan bukti bahwa olahraga melindungi
43
kemampuan kognitif. Orang tua yang memiliki kapasitas aerobik yang lebih baik yang berarti mereka berada dalam kondisi fisik yang lebih baik pada awal penelitian adalah yang paling mungkin untuk mempertahankan tingkat dari fungsi kognitif enam tahun kemudian. Orang yang dinyatakan sehat tetapi memiliki kapasitas aerobik kurang maka memiliki skor kognitif lebih buruk setelah enam tahun. Dalam studi lain yang diterbitkan online oleh National Academy of Sciences, peneliti menemukan bahwa latihan aerobik meningkatkan fungsi memori pada orang dewasa lanjut usia. Dalam studi tersebut, peneliti di University of Pittsburgh dimana 120 orang dewasa lanjut usia tanpa demensia ke grup latihan aerobik atau kelompok peregangan untuk menilai efek latihan aerobik memiliki pada volume hippocampus, bagian dari otak yang mengubah memori jangka pendek ke memori jangka panjang dan membantu dalam navigasi spasial. Biasanya, volume hippocampus menurun sesuai dengan bertambahnya usia dan kemungkinan berhubungan dengan penurunan memori. Para peneliti menemukan bahwa latihan aerobik dikaitkan dengan peningkatan volume hippocampus. Secara khusus, mereka menemukan peningkatan 2 persen dalam volume hippocampus pada kelompok latihan aerobik, sedangkan kelompok peregangan mengalami penurunan sekitar 1,4 persen. Latihan aerobik meningkatkan volume hippocampus dan fungsi memori (Anonim, 2012). Pada penelitian Nishida (2010) dilaporkan hasil penelitian setelah dilakukan pelatihan aerobik intensitas rendah dapat meningkatkan sensitivitas insulin sebesar 20%, tingkat insulin puasa menurun 13%, sirkulasi IGF-I sebesar 9% dan IGFBP-1 meningkat 16%. Manfaat diberikannya latihan aerobik pada penderita sindroma metabolik salah satunya meningkatkan fungsi kognitif. Olahraga secara teratur
44
meningkatkan jumlah serabut otot dan sel endotel, memperluas pembuluh aorta, dan lipatan diameter arteri. Sel otot polos dan sel endotel menimbulkan diferensiasi dan peningkatan jumlah kapiler yang berkontribusi terhadap hasil yang menguntungkan dalam pembuluh darah (Bloor 2005 dalam Kwon, 2011). Sedangkan pada penderita sindroma metabolik terjadi peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) baik disirkulasi maupun di sel adiposa apabila diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak. Akibat peningkatan ROS didalam sel adiposa dapat menimbulkan ketidakseimbangan reaksi reduksi oksidasi sehingga terjadi stres oksidatif. Meningkatnya stress oksidatif dapat menyebabkan disregulasi jaringan adiposa dan merupakan timbulnya patofisiologi sindroma metabolik, hipertensi dan aterosklerosis (Fukurawa et al., 2004 dalam Jafar 2011). Bukti yang muncul untuk meningkatkan nitrat bioavailabilitas dengan cara diberikan pelatihan sebagai akibat dari peningkatan sintesis dan mengurangi stres oksidatif (Jafar, 2011). Pada penderita sindroma metabolik Xiang (2004) melakukan penelitian selama enam bulan pada subyek dengan intoleran glukosa. Subyek mereka dilakukan latihan aerobik 4 sampai 6 kali per minggu selama 40 sampai 45 menit diintensitas 70% sampai 75% dari detak jantung maksimum (HRmax), yang mengakibatkan perbaikan yang signifikan terhadap fungsi endotel. efek dari 14 bulan resistensi progresif program latihan (75% sampai 85% 1RM, 3set, 8 repetisi) pada subyek obesitas dengan DM tipe 2, penelitian tersebut dilaporkan adanya perbaikan dalam fungsi endotel (Cohen, 2008). Penelitian lain banyak yang telah melaporkan peningkatan pada fungsi sel endotel yang dihasilkan dari latihan. Akan tetapi, pada penelitian Wycherley (2008) dilaporkan 12 minggu yang melibatkan kombinasi latihan dan diet
45
terapi pada subyek DM tipe 2, dan tidak dilaporkan ada perubahan dalam fungsi endotel. Perbedaan latihan aerobik intensitas ringan dan sedang, berdasarkan uraian diatas maka secara garis besar adalah sebagai berikut : 1) Efek perbaikan fungsi endotel latihan aerobik intensitas sedang > intensitas ringan 2) Efek peningkatan hipokampus mengakibatkan peningkatan BDNF latihan aerobik intensitas sedang > intensitas ringan 3) Efek peningkatan nitric oksid latihan aerobik intensitas sedang > intensitas ringan 4) Efek peningkatan sensitivitas insulin latihan aerobik sedang > intensitas ringan Dari penjelasan teori dan penelitian – penelitan diatas bahwa latihan aerobik intensitas ringan dan sedang akan sangat memberikan manfaat dalam perbaikan fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolik. Akan tetapi, latihan aerobik intensitas sedang lebih memberikan pengaruh terhadap faktor-faktor perbaikan fungsi kognitif. 2.5 Mini Mental State Examination (MMSE) MMSE merupakan metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah banyak digunakan oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian. Pemeriksaan kognitif dengan menggunakan MMSE hanya memerlukan waktu yang singkat (10-15 menit). Adapun pemeriksaan MMSE meliputi penilaian integrasi registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali serta bahasa. Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut dengan nilai sempurna adalah 30 (Saunderajen, 2010).
46
Pada pemeriksaan tes MMSE antara lain tes orientasi ; untuk menilai kesadaran juga daya ingat. Tes regritasi; untuk menilai kerja memori. Tes recall untuk menilai memori mengenal kembali. Penurunan konsentrasi dapat terjadi apabila ada gangguan pada tes atensi dan kalkulasi. Tes bahasa, pasien diminta menyebutkan nama, bila ada gangguan penamaan berarti ada lesi fokal di otak atau disfungsi hemisfer. Tes repetisi, pasien diminta mengulang kalimat, bila ada gangguan repetisi berarti ada gangguan pada perisylvian hemisfer kiri. Tes lainnya adalah dengan menyuruh pasien untuk melakukan tiga perintah bertahap atau bahasa komprehensif, bila ada gangguan pada tes ini berarti ada disfungsi lobus temporal posterior kiri atau korteks pariotemporal. Untuk tes eksekutif, pasien diminta untuk menulis kalimat perintah dan melakukan hal tersebut, menulis kalimat spontan dan menyalin gambar pentagon (Setyopranoto, 1999). Beberapa penelitian dilaporkan bahwa penilaian MMSE dipengaruhi oleh faktor sosiodemografik, termasuk didalamnya adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, faktor lainnya faktor lingkungan dan faktor perilaku termasuk didalamnya beban kehidupan secara umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik, merokok dan minum alkohol (Setyopranoto, 1999). Penelitian lain melaporkan bahwa umur dan pendidikan akan mempengaruhi MMSE. Sedangkan penelitian lain melaporkan nilai MMSE hanya pada tingkat pendidikan saja (Folstein et al., 1993). Folstein et al., (1993) mendapatkan nilai MMSE normal (27-30) curiga ganggun fungsi kognitif (22-26), pasti gangguan fungsi kognitif (<21). Nilai MMSE normal 27.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
1.1 Kerangka Berpikir Sindroma metabolik adalah suatu kumpulan faktor risiko, antara lain : obesitas sentral, hipertrigliseridemia, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, hiperkolesterolemia yang mengacu pada timbulnya risiko penyakit kardiovaskular. Kumpulan faktor resiko tersebut akan berkontribusi terhadap respon inflamasi yang menyebabkan aterosklerosis, dimana dalam hal ini aterosklerosis berkontribusi dalam penurunan fungsi kognitif. Selain
peningkatan konsentrasi glukosa kronis pada
penderita sindroma metabolik juga dapat berpotensi menurunkan fungsi kognitif. Aterosklerosis terjadi oleh adanya mikroemboli kolesterol plak karotis dianggap sebagai suatu mekanisme yang menimbulkan infark dan mengganggu fungsi kognitif. Aterosklerosis ini terjadi akibat adanya proses inflamasi kronis pada lapisan sel endotel pembuluh darah yang diawali dengan disfungsi endotel. Hal ini disebut dengan peningkatan neuro inflamatorik. Adapun peningkatan neuro inflamatorik yang dilepas oleh jaringan adiposa menekan integritas otak dan berkontribusi terhadap fungsi kognitif. Kognitif memiliki peranan penting dalam kehidupan. Kognitif merupakan proses berpikir dimana seseorang mampu untuk memecahkan suatu masalah yang berhubungan dengan tingkat berpikir dan kecerdasan. Fungsi kognitif
meliputi
fungsi memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan psikomotor. apabila
47
48
seseorang mengalami gangguan kognitif maka kualitas hidup orang tersebut sudah mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut, penderita sindroma metabolik yang merupakan kumpulan dari berbagai risiko untuk meningkatkan kualitas hidupnya terutama dalam hal fungsi kognitif diperlukan adanya perbaikan dalam mengurangi faktor risiko tersebut. Aktivitas fisik berupa latihan aerobik intensitas ringan dengan maksimal heart rate mencapai 60-69% MHR dan intensitas sedang 70-79% MHR diharapkan mampu meningkatkan kognitif pada penderita sindroma metabolik. Di dalam melakukan latihan aktivitas fisik secara teratur tanpa adanya pengaturan pola makan tidak dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan, sehingga diperlukan adanya diet atau pengaturan pola makan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Diet rendah kolesterol diharapkan dapat membantu dalam mengurangi terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan penurunan kognitif pada penderita sindroma metabolik. Latihan aerobik intensitas ringan dan intensitas sedang ditambah dengan diet kolesterol akan memberikan manfaat terhadap perbaikan fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolik. Adanya perbaikan fungsi endotel, peningkatan BDNF, peningkatan nitric oksid dan peningkatan sensitivitas insulin yang lebih pada latihan intensitas sedang dapat memperbaiki fungsi kognitif.
49
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 1.2
Konsep Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian pustaka, kerangka konsep
yang dapat disusun adalah sebagai berikut. Pada penelitian ini akan dilakukan selama 12 minggu pada masing-masing kelompok, kelompok pertama latihan aerobik berupa senam aerobik intensitas ringan pada zona 65% MHR. Dalam pelaksanaannya
50
dilakukan 4 kali perminggu durasi 80 menit selama 12 minggu. kelompok kedua, senam aerobik intensitas sedang pada zona 75% MHR. Dalam pelaksanaannya dilakukan 4 kali perminggu durasi 60 menit selama 12 minggu. kedua kelompok ditambah dengan diet rendah kolesterol untuk kolesterol < 200 mg yaitu 7 % dari kebutuhan energi total. Agar energi yang dikeluarkan hampir sama maka dilakukan modifikasi latihan dengan perpanjang waktu pada bagian inti senam aerobik. Berdasarkan uraian di atas, maka konsep penelitian dibuat dalam bentuk sebagai berikut :
Gambar 3.2 Konsep Penelitian 3.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan analisis sintesis dari teori yang menjadi landasan berpikir
peneliti, maka ditetapkan hipotesis : 1.
Latihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik
2.
Latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik
51
3.
Latihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah pen elitian eksperimental dengan menggunakan
rancangan penelitian pre test dan post test group design (Pocock, 2008). Skema rancangan penelitian digambarkan berikut : KP1 O1
P
S
R
O2
KP2 O3
O4
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Pre Test dan Post Test Design Keterangan gambar : P : Populasi S : Sampel R : Randomisasi KP-1 : Kelompok perlakuan-1 (Latihan aerobik intensitas ringan dengan rendah kolesterol) KP-2 : Kelompok perlakukan-2 (latihan aerobik intensitas sedang dengan rendah kolesterol) O1 : pre test kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan rendah kolesterol) O2 : post test kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dengan rendah kolesterol) O3 : pre test kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan rendah koleterol) O4 : post test kelompok perlakuan latihan aerobik intensitas sedang dengan rendah kolesterol)
52
diet diet diet diet diet diet
53
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian latihan aerobik intensitas ringan dan intensitas sedang dengan diet kolesterol terhadap perbaikan kognitif pada penderita sindroma metabolik. Pada penelitian ini variabel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan I yang diberikan latihan aerobik intensitas ringan dengan diet kolesterol dan kelompok II yang diberikan latihan intensitas sedang dengan diet kolesterol. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok 13 orang. 4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian
dilaksanakan selama 12 minggu terhitung mulai bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Penelitian diawali dengan pemeriksaan tekanan darah, Tinggi badan, berat badan, kolesterol, gula darah, trigliseride, pre test MMSE dan diakhiri post test MMSE. 4.3
Penentuan Sumber Data
4.3.1 Penentuan populasi 4.3.1.1 Populasi target Populasi target dalam penelitian ini adalah penderita sindroma metabolik 4.3.1.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah sejumlah penderita sindroma metabolik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
54
4.3.2 Penentuan sampel Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah sampel yang diambil dari populasi terjangkau, disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kriteria eligibilitas. 4.3.3 Kriteria eligibilitas Kriteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi terjangkau, yaitu: 4.3.3.1 Kriteria inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Pasien sindroma metabolik (glukosa darah > 110mg/dl, kolesterol total > 200 mg/dl; tekanan darah > 130/85 mm/Hg, trigiserid > 150 mg/dl) b. Laki-laki dan perempuan berusia 45 - 55 tahun c. Tidak ada riwayat stroke d. Sudah mendapat pengobatan medika mentosa optimal e. Tidak sedang mengikuti jenis senam atau jenis latihan lainnya f. Menyatakan bersedia menjadi sampel dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti tentang proses penelitian g. Mampu mengerti instruksi yang diberikan 4.3.3.2 Kriteria eksklusi a. Menderita penyakit neuromuskular atau musculoskeletal yang membatasi atau mengganggu gerakan dalam melakukan latihan aerobik intensitas ringan dan sedang b. Menderita gangguan respirasi c. Menderita gangguan kognisi
55
4.3.3.3 Kriteria penggugur Jika memenuhi salah satu dari kriteria dibawah ini : a. Tidak memenuhi frekuensi pelatihan yang ditetapkan b. Mengalami penurunan kondisi umum yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pelatihan c. Menyatakan mundur dalam program penelitian 4.3.4 Besar sampel Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus Pocock (2008) : 2 2
( , )
n= ( 2 - 1 ) 2
Keterangan : n = Jumlah sampel α = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05) interval kepercayaan (1- ) = 0,95 β = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20) Tingkat kekuatan uji/power of test 0.80 1 = rerata nilai pada kelompok kontrol 2 = rerata nilai pada kelompok perlakuan σ = standar deviasi / simpang baku ( , ) = interval kepercayaan 7,9 Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shuba dan Karan tahun 2012 didapatkan hasil rerata total MMSE, 1 = 24,48, standart deviasi σ = 3,97 dengan harapan peningkatan setelah latihan sebesar 20% yaitu rerata 29,37 dengan demikian dapat dihitung sebagai berikut :
2 =
56
2 ( 3,97) 2 n=
x 7,9 (29,37-24,48)
2
2 ( 15,76 ) n=
x 7,9 ( 4,89 )
2
31,52 n=
x 7,9 23,91
n = 10,41 n = 10,41 x 20% = 12,49 Dari hasil perhitungan sampel diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 13 responden (12,49 dibulatkan menjadi 13) setiap kelompok sehingga jumlah keseluruhan sampel pada kedua kelompok sebesar 26 responden. 4.3.5 Tehnik pengambilan sampel Tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik sampel random sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang diambil secara acak dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menentukan lokasi dan populasi sampel b. Menentukan sampel terjangkau
57
c. Melakukan pemilihan acak sederhana dengan undian untuk menentukan kelompok perlakuan 4.4
Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel bebas : 1) Latihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol 2) Latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol b. Variabel terikat : fungsi kognitif 4.4.2 Definisi operasional variabel Adalah penarikan batasan yang lebih menjelaskan ciri-ciri spesifik yang lebih substantif dari suatu konsep penelitian : a. Sindroma metabolik adalah kumpulan faktor resiko hipertensi, diabetes millitus, hiperkolesterolemia, hipertrigliserid, dan obesitas b. Latihan aerobik berupa senam aerobik intensitas ringan pada zona 65% MHR. Dalam pelaksanaannya dilakukan 4 kali perminggu durasi 80 menit selama 12 minggu c. Senam
aerobik
intensitas
sedang
pada
zona
75%
MHR.
Dalam
pelaksanaannya dilakukan 4 kali perminggu durasi 60 menit selama 12 minggu d. Diet rendah kolesterol adalah pengaturan pola asupan rendah kolesterol. Pada penelitian ini diet rendah kolesterol 7% dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi total pada penelitian ini : Untuk laki-laki : 2500 kkal dan
58
untuk perempuan : 2100 kkal. Diet dalam penelitian ini menggunakan sistem recall dari kebiasaan makan pagi, siang dan malam dari setiap sampel penelitian. Data recall akan didapat data : 1) Pola konsumsi makanan 2) Asupan kalori, lemak, Protein dan karbohidrat 3) Setelah didapatkan pola konsumsi, dilakukan modifikasi menu atau asupan zat gizi yang diubah menjadi kolesterol 7% Setelah didapatkan data recall, dilakukan perhitungan diet pada masingmasing sampel penelitian. Rumus perhitungan diet kolesterol 7% adalah : Total konsumsi lemak x 7% = X Misal : Total lemak = 458,40 gram 458,40 x 7% = 32,08 gram 32,08 gram, dapat dilakukan modifikasi asupan gizi, dengan mengurangi lemak. Diganti dengan protein. e. Kognitif adalah proses berpikir dimana seseorang mampu untuk memecahkan suatu masalah yang berhubungan dengan tingkat berpikir dan kecerdasan. Fungsi kognitif meliputi fungsi memori, perhatian, fungsi eksekutif, persepsi, bahasa dan psikomotor f. Umur adalah usia yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan dan tahun pada akte kelahiran sampel penelitian
59
g. Tinggi badan adalah panjang tubuh diukur dari telapak kaki sampai tertinggi kepal (ubun-ubun) pada posisi tegak, pandangan lurus ke depan dengan menggunakan alat stadinometer dengan satuan cm dan ketelitian 0,1 cm h. Berat badan adalah bobot tubuh yang diukur dengan timbangan berat badan merk camry dalam satuan kilogram dan ketelitian 0,1 kg i.
Indeks massa tubuh adalah angka yang digunakan untuk mengukur tingkat obesitas seseorang dengan menggunakan rumus : IMT = Berat Badan (Kg) / (tinggi badan) 2 m Tabel 4.1 Karakteristik IMT Berdasarkan Kriteria WHO 2000 Kategori Underweight Normoweight overweight pre-obese obese I obese II
j.
imt <18,5 18,5 - 25 23 23-24,9 25-29,9 30
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami oleh pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh. diperiksa dengan menggunakan tensimeter/sphygmomanometer
k. Basal Metabolic Rest (BMR) adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat istirahat. Diukur dengan rumus : BMR = 8,7 X BB +829 (Almatseir, 2004) l.
Total Energy Expenditure (TEE) adalah jumlah energi yang digunakan saat melakukan aktivitas fisik berupa senam aerobik intensitas ringan dan sedang
60
4.5
Instrumen Penelitian Terdiri dari instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data : a. Formulir pengkajian fisioterapi meliputi data pasien dan pemeriksaan pasien b. Lembar persetujuan atau informed consent c. Alat tulis untuk mencatat data d. Formulir MMSE alat ukur kognitif e. Timbangan untuk mengukur berat badan merk camry satuan kg ketelitian 0,1 kg f. Tensimeter merk one med g. Tinggi badan diukur dengan alat stadinometer dengan satuan cm dan ketelitian 0,1 cm h. Alat pengukur beat ritme senam aerobik dengan metronome
4.6
Prosedur Penelitian
4.6.1 Cara penelitian Cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Menentukan judul penelitian
b. Mencari sumber data dan referensi (dari buku, jurnal, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian) c.
Menentukan sampel penelitian
d.
Membuat jadwal pelaksanaan penelitian
e. Melakukan pengukuran Tinggi badan, Berat badan, tekanan darah sebelum perlakuan
61
f. Melakukan pemeriksaan laboratorium gula darah, kolesterol total, trigliserid sebelum perlakuan g.
Melakukan pengukuran kognitif dengan MMSE sebelum perlakuan
h.
Pelaksanaan perlakuan pada masing-masing kelompok
i.
Melakukan pengukuran kognitif dengan MMSE setelah perlakuan
j.
Melakukan analisis pengolahan data
4.6.2 Alur penelitian a. Alur penelitian pada penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dari 55 responden yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 26 responden, pengambilan sampel dilakukan secara acak b. Sampel dibagi menjadi dua kelompok dengan alokasi acak sederhana c. Sampel dilakukan tes awal pada kedua kelompok d. Setiap kelompok diberikan perlakuan. Pada kelompok I diberikan perlakuan latihan aerobik intensitas ringan dan kelompok 2 diberikan perlakuan latihan aerobik intensitas sedang e. Perlakuan dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Tiap-tiap kelompok diberikan perlakuan 4 kali seminggu selama 12 minggu f. Untuk diet kolesterol pada kedua kelompok perlakuan diberikan program diet kolesterol 7% g. Setelah waktu yang ditentukan berakhir maka akan dilakukan pengambilan data akhir atau post test h. Dilanjutkan analisis data dan penyusunan tesis. Alur Penelitian sebagai berikut :
62
4.6.3 Prosedur pengukuran a. Perhitungan Basal Metabolic Rest (BMR) Rumus BMR = 8,7 x BB +829 Misal = 8,7 X 65 + 829 = 1394,5 kcal
63
b. Perhitungan Total Energy Expenditure (TEE) dengan rumus : TEE = lama kegiatan x PAR x BMR Keterangan : PAR : Physical Activity Ratio (PAR intensitas sedang 4, intensitas ringan 3) BMR : Basal Metabolic Rest TEE aerobik ringan = 1/24 jam x 3 x BMR = 1/24 jam x 3 x 1394,5 = 174,3 kcal TEE aerobik sedang = 1/24 jam x 4 x BMR = 1/24 jam x 4 x 1394,5 = 232,4 kcal c. Pengukuran durasi intensitas Pengukuran durasi aktivitas aerobik intensitas ringan terhadap intensitas sedang agar energi yang dikeluarkan sama. Perhitungan sebagai berikut: TEE aerobik ringan TEE = lama kegiatan x PAR x BMR 1/24 x 3 x 1394,5 = 4183,5 kcal Senam aerobik intensitas sedang TEE = lama kegiatan x PAR x BMR 1/24 x 4 x 1394,5 = 5578 kcal Hasil dari TEE ringan dan sedang digunakan untuk menghitung perpanjangan waktu fase inti pada senam aerobik ringan, dengan cara: 5578 kcal x 60 mnt = 4183,5 kcal x B B = 5578 kcal x 60 mnt
64
4183,5 = 80 mnt Berdasarkan hasil perhitungan durasi intensitas ringan dan sedang diatas maka, pada kelompok intensitas ringan dilakukan selama 80 menit dan intensitas sedang dilakukan 60 menit. d. pengukuran denyut nadi cara mengukur denyut nadi secara manual dengan cara menempelkan tiga jari pada pergelangan tangan yang lain kemudian bisa dilakukan perhitungan denyut nadi 4.6.4 Prosedur pengumpulan data Adapun prosedur yang akan diterapkan dalam penelitian ini dalam pengumpulan data-data antara lain : a. Peneliti melakukan proses perizinan pada institusi yang akan menjadi tempat penelitian (di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta) b. Peneliti memberikan penjelasan pada pada fisioterapis / pelaksana yang melakukan penelitian : 1) Fisioterapis atau pelaksana meminta persetujuan penderita sindroma metabolik (informed consent) untuk menjadi sampel penelitian 2) Fisioterapis atau pelaksana mengambil data pasien (terlampir) 3) Fisioterapis atau pelaksana melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, tekanan darah, kolesterol total, gula darah, trigliseride 4) Fisioterapis atau pelaksana melakukan pemeriksaan MMSE awal pada setiap subyek penelitian sebelum perlakuan
65
5) Fisioterapis atau pelaksana memberikan perlakuan pada subyek penelitian sesuai dengan variabel pada penelitian yaitu kelompok I berupa senam aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol, sedangkan kelompok II berupa senam aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol 6) Fisioterapis atau pelaksana melakukan pemeriksaan MMSE akhir pada setiap subyek penelitian setelah mendapat perlakuan selama 12 minggu 7) Peneliti melakukan pengumpulan data, analisa data dan pembuat laporan penelitian 4.7
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : a. Statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik subyek penelitian yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan, riwayat DM, Kolesterol, hipertensi, TB, BB, tekanan darah, kolesterol total, gula darah, trigliseride dan nilai MMSE sebelum perlakuan. b. Uji normalitas data (nilai MMSE) dengan Saphiro Wilk Test sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah = 0,05. Hasilnya p > 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal dan p < 0,05 maka data dikatakan berdistribusi tidak normal. c. Uji homogenitas data dengan Lavene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi nilai MMSE sebelum dan sesudah perlakuan. Dilakukan pada kedua kelompok batas kemaknaan adalah = 0,05, p > 0,05 maka data homogen.
66
d. Uji beda sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok menggunakan uji parametrik (paired sample t-test) bila data berdistribusi normal, sedangkan bila data berdistribusi tidak normal maka digunakan uji non parametrik Wilcoxon Sign Rank Test. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata hasil MMSE sebelum dengan hasil MMSE sesudah diberikan perlakuan. Batas kemaknaan adalah = 0,05, p < 0,05 , maka Ho ditolak artinya hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan data sebelum dengan data sesudah pada kelompok perlakuan. e. Uji kompatibilitas sebelum perlakuan pada kedua kelompok berdistribusi normal maka menggunakan uji independent t – test dengan batas kemaknaan
= 0,05,
p > 0,05 maka tidak ada perbedaan antara kedua kelompok
sehingga menggunakan data sesudah perlakuan untuk uji komparasi. f. Uji beda pada kedua kelompok sesudah perlakuan menggunakan uji Mann Whitney U. Uji ini bertujuan untuk membandingkan hasil setelah perlakuan diantara kedua kelompok. Batas kemaknaan adalah = 0,05. Hasilnya p < 0,05 , maka Ho ditolak artinya hipotesis penelitian diterima atau ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian yang telah dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta di Yogyakarta selama 12 minggu menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua kelompok pelatihan. Subyek sebanyak 26 subyek turut berpartisipasi dalam penelitian ini, yang dibagi dalam 2 kelompok perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 13 orang. 5.1 Deskripsi Karakteristik Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah penderita sindroma metabolik yang dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Karakteristik subyek penelitian meliputi : umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, indeks masa tubuh, status, tingkat pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit dahulu pada kedua kelompok perlakuan yang dapat dilihat pada Tabel 5.1.
67
68
Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik subyek Umur (th) TB (cm) BB (Kg) IMT Jenis kelamin: Laki-laki Perempuan Status : Menikah Tingkat pendidikan : - Tamat SD - Tamat SLTP - Tamat SLTA - Tamat Akademik - Tamat Perguruan tinggi Pekerjaan : - Buruh - Guru - Wiraswasta - Pegawai/karya wan Riwayat penyakit dahulu : - Hipertensi < 5 th 5-10 th Tidak tahu DM Ya Tidak tahu - Kolesterol Ya Tidak Tidak tahu Keterangan : N = Jumlah sampel SB = Simpang Baku TB = Tinggi Badan
n
%
5 21
19,2 80,8
26
100
4 7 10 2 3
15,4 26,9 38,5 7,7 11,5
8 1 9 5
30,8 3,8 34,6 19,2
11 13 2
42,3 50 7,7
19 7
73,1 26,9
4 7 15
15,4 26,9 57,7
Rerata 51,96 158,807 65,615 26,230
SB 3,156 4,996 4,299 1,582
Min-maks 45-55 153-169 58-75 23-29
69
BB IMT DM
= Berat Badan = Indeks Massa Tubuh = Diabetes Millitus Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa karakteristik subyek penelitian dengan
jumlah sampel sebanyak 26 orang pada kedua kelompok dengan rentang usia antara 45-55 tahun. Karakteristik indeks massa tubuh (IMT) dari hasil perhitungan didapatkan rentangan antara 23-29. Pada penelitian ini 80,8% terdiri dari subyek wanita dan dari keseluruhan sampel tersebut 100% berstatus menikah. Dilihat dari tingkat pendidikan sampel yang memenuhi kriteria inklusi mayoritas berpendidikan tamatan SLTA sebanyak 38,5% dari total keseluruhan sampel kemudian diikuti 26,9% tamatan SLTP, yang paling sedikit tamatan akademik sebanyak 7,7% dari total keseluruhan sampel penelitian. Dilihat dari karakteristik pekerjaan 34,6% subyek penelitian bekerja sebagai wiraswasta dan yang paling sedikit 3,8% sebagai guru. Karakteristik subyek penelitian dilihat dari riwayat penyakit dahulu. Dari total subyek penelitian 50% menderita hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu, 73,1% menderita diabetes millitus, dan 57,7% tidak tahu bahwa mereka mempunyai riwayat kolesterol tinggi. 5.2
Diagnosa Sindroma Metabolik Diagnosa sindroma metabolik pada subyek penelitian ini menurut NCEP ATP
III modifikasi Asia. Komponen kriteria tersebut yaitu apabila memenuhi 3 dari 5 kriteria, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmHg;
70
dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL. Karakteristik dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Kejadian Sindroma Metabolik Kriteria sindroma metabolik Sistole (mmHg)
n 13
KEL I KEL II Rerata SB Rerata SB 140,769 8,623 141,538 12,142
Diastole (mmHg) Gula darah sewaktu (mg/dl) Trigliseride (mg/dl) Cholesterol (mg/dl)
13 13 13 13
90,769 162 250,769 231,923
6,0711 27,477 30,722 21,933
89,6154 166,307 240,769 237,076
6,6022 41,714 21,198 24,122
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan distribusi kejadian sindroma metabolik pada subyek penelitian ini. Tekanan sistolik dan diastolik pada subyek penelitian ini 140/90 mmHg menurut kriteria NCEP ATP III 2001 modifikasi Asia sudah termasuk kategori abnormal. Kadar Gula darah sewaktu pada subyek penelitian ini > 110 mg/dl berdasarkan kriteria NCEP ATP III 2001 modifikasi Asia sudah termasuk kategori abnormal. Kadar Trigliseride dan kolesterol total pada penelitian ini > 200 mg/dl sudah termasuk abnormal. 5.3
Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka
dilakukan uji normalitas dan homogenitas data hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan. Untuk semua variabel, baik variabel bebas, maupun variabel terikat pada kelompok perlakuan latihan intensitas ringan dengan diet kolesterol dan intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol, penguji melakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk Test, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene Test, dan hasilnya tertera pada Tabel 5.3.
71
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data MMSE Sebelum dan Sesudah Perlakuan P. Uji Normalitas Variabel
(Saphiro Wilk- Test)
P. Homogenitas
Kelompok 1
Kelompok II
Sebelum pelatihan
0,139
0,07
1,000
Sesudah pelatihan
0,078
0,001
0,158
Berdasarkan pada tabel 5.3 hasil uji normalitas (Saphiro Wilk- Test) pada kelompok perlakuan intensitas ringan sebelum dan sesudah latihan memiliki nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti data MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok perlakuan intensitas ringan berdistribusi normal. Sedangkan pada kelompok perlakuan intensitas sedang sebelum latihan memiliki nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) yang berarti data MMSE sebelum pelatihan pada kelompok intensitas sedang berdistribusi normal akan tetapi kelompok perlakuan intensitas sedang sesudah latihan memiliki nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) yang berarti data MMSE sesudah pelatihan pada kelompok perlakuan intensitas sedang berdistribusi tidak normal. Dari tabel 5.3 diatas dapat disimpulkan data berdistribusi tidak normal sehingga untuk uji hipotesisnya menggunakan uji non parametrik. Uji homogenitas (Levene-Test) data hasil MMSE pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai MMSE sebelum perlakuan antara kelompok perlakuan intensitas ringan dengan kelompok perlakuan intensitas sedang. Sedangkan Uji homogenitas (Levene-Test) data hasil MMSE pada kedua kelompok
72
sesudah diberikan perlakuan menunjukkan nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai MMSE sesudah perlakuan antara kelompok perlakuan intensitas ringan dengan kelompok perlakuan intensitas sedang. 5.4
Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji normalitas sesuai tabel 5.3, maka untuk uji hipotesis I
menggunakan uji parametrik dimana untuk menguji signifikansi hipotesis dua sampel yang berpasangan pada kelompok perlakuan intensitas ringan (uji hipotesis I) dengan menggunakan uji paired sample t-test. Sedangkan untuk menguji signifikansi hipotesis dua sampel yang berpasangan pada kelompok perlakuan intensitas sedang (uji hipotesis II) menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test karena dari hasil uji normalitas kelompok perlakuan intensitas sedang menunjukkan distribusi data yang tidak normal. 5.4.1 Pengujian Hipotesis I dan II Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Kedua Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan Variabel Kelompok 1 Kelompok 2
N
13 13
Sebelum perlakuan Rerata SB 27,53 0,96 8 7 27,84 0,98 6 7
Setelah perlakuan Rerata SB
Beda
t
28,615
0,96 1,077 6,062
29,615
0,65 1,769
z
p
0,001 3,228 0,001
Uji beda kelompok perlakuan I menggunakan uji paired sample t-test dari data pengukuran MMSE sebelum dan sesudah pelatihan aerobik intensitas ringan dengan n=13 diperoleh nilai p value < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak. Karena itu
73
dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan MMSE yang signifikan setelah diberikan pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol. Uji beda kelompok perlakuan II menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test dari data pengukuran MMSE sebelum dan sesudah pelatihan aerobik intensitas sedang dengan n=13 diperoleh nilai p value < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan MMSE yang signifikan setelah diberikan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol. 5.4.2 Uji Kompatibilitas data mini mental state examination (MMSE) sebelum perlakuan pada kedua kelompok Untuk mengetahui perbedaan rerata MMSE sebelum perlakuan pada masingmasing kelompok. Serta untuk mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan skor MMSE sebelum perlakuan pada masing-masing kelompok. Tabel 5.5 Hasil Uji Kompatibilitas Sebelum Perlakuan Kedua Kelompok Variabel Sebelum Perlakuan
N 13
Kelompok 1
Kelompok 2
Rerata
SB
Rerata
SB
27,538
0,967
27,846
0,987
t
p
0,803
0,43
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok sebelum perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan p > 0,05. Dengan demikian data yang diuji pada hipotesis ketiga menggunakan data sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa data sesudah perlakuan kelompok kedua berdistribusi tidak normal, maka pengujian untuk hipotesis ketiga dengan menggunakan Mann-Whitney U Test.
74
5.4.3 Pengujian Hipotesis III Tabel 5.6 Hasil Uji Beda Antara Kedua Kelompok Setelah Perlakuan Variabel Setelah Perlakuan
N
13
Kelompok 1
Kelompok 2
Rerata
SB
Rerata
SB
28,615
0,96
29,615
0,65
Beda
z
p
1
2,788
0,005
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney U Test dari data MMSE sesudah perlakuan antara kelompok perlakuan I yang melakukan pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet kolesterol dan kelompok perlakuan II yang melakukan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol dimana n = 26 diperoleh nilai p value < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya bahwa ada perbedaan pengaruh pemberian pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol terhadap peningkatan penilaian MMSE.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subjek Subyek penelitian sebanyak 26 orang penderita sindroma metabolik di RS
PKU Yogyakarta. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini, berkisar antara 45-55 tahun dengan rerata 51,96 ± 3,156 tahun. Rentang umur subjek menunjukkan bahwa semua subjek tergolong usia dewasa tua yang diharapkan belum mengalami penurunan skor kognitif. Pada penelitian Saunderajen (2010) subyek penelitian usia 40-65 tahun mengalami penurunan kognitif pada penderita sindroma metabolik. Hal tersebut berbeda pada penelitian Yaffe et al., (2004) yang subyek penelitiannya berusia > 60 tahun karena usia tersebut secara fisiologis akan mempengaruhi fungsi kognitif. Pada penelitian Akbaraly et al., (2010) usia 30 - 55 tahun pada penderita sindroma metabolik persisten selama sepuluh tahun terdapat penurunan kognitif dibandingkan dengan penderita sindroma metabolik non persisten. Pada penelitian Suleen et al., (2012) subyek penelitian yang diambil dengan usia 40-66 tahun diberikan latihan aerobik intensitas sedang pada subyek obesitas/ overweight untuk diketahui pengaruhnya terhadap fungsi kardiovaskular. Subyek penelitian berdasarkan kriteria tinggi badan dan berat badan didapatkan nilai indeks massa tubuh, dimana didapatkan hasil rerata 25,846 1,724 pada kelompok perlakuan intensitas ringan dan rerata 26,615 1,386 pada kelompok perlakuan intensitas sedang. Dari data tersebut dapat disimpulkan rerata subyek pada penelitian ini obesitas > 25 kg/m 2 (WHO,2000). Hal tersebut sama pada penelitian
75
76
Suleen et al., (2012) subyek penelitian yang diambil untuk mengetahui efek 12 minggu latihan aerobik intensitas sedang terhadap fungsi kardiovaskular
pada
subyek penelitian dengan IMT > 25kg/m 2 . Berdasarkan tabel 5.1 karakteristik subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan yang mayoritas didominasi tamatan SLTA dan bekerja wiraswasta serta tingkat pengetahuan terhadap riwayat penyakit dahulu yang kurang memungkinkan adanya pengaruh terhadap penurunan fungsi kognitif. Meskipun pada penelitian Brands (2005) dilaporkan bahwa beratnya gangguan fungsi kognitif ditentukan oleh tipe diabetes millitusnya, usia sejak kapan menderita diabetes millitus, kontrol derajat glukosa dan lamanya menderita diabetes millitus. Berbeda dengan penelitian Armando (2011) dilaporkan bahwa usia berpengaruh pada status kognitif sedangkan status pendidikan dan pengendalian gula tidak berpengaruh terhadap penurunan kognitif. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan hasil data tekanan darah didapatkan hasil > 130/85 mmHg, berdasarkan NCEP-ATP 2001 hasil deskriptif tekanan darah pada subyek penelitian ini abnormal. Subyek penelitian yang diambil dengan kriteria sindroma metabolik persisten dimana lebih dari dua komponen yaitu hipertensi, hiperkolesterol, hipertrigliserid dan hiperglikemia. Dari hasil data deskriptif karakteristik subyek didapatkan hasil rerata 162 27,477 untuk GDS pada kelompok intensitas ringan, rerata 166,307 41,714 untuk GDS pada kelompok intensitas sedang. Trigliseride rerata 250,769 30,722 pada kelompok intensitas ringan, rerata trigliseride 240,769 21,1980 pada kelompok intensitas sedang. Kolesterol dengan rerata 231,923 21,933 pada kelompok intensitas ringan, rerata
77
237,076 24,122 pada kelompok intensitas sedang. Berdasarkan NCEP-ATP III (2001) hasil deskriptif subyek penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa baik pada kelompok perlakuan intensitas ringan dan intensitas sedang menunjukkan angka yang abnormal pada GDS dengan rerata > 110 mg/dl, trigliseride menunjukkan angka yang abnormal > 150 mg/dl dan kolesterol total > 200 mg/dl. Kejadian sindroma metabolik pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kriteria yang mendominasi penyebab terjadinya penurunan kognitif adalah hiperglikemia. Peningkatan kadar glukosa kronik dapat memicu penurunan strepzotocin
yang
akan
menyebabkan
penurunan
sintesis
asetilkolin
dan
pelepasannya didalam otak. Hal tersebut menyebabkan hilangnya neuron kortikal secara signifikan sehingga terjadi penurunan transmisi kolinergik yang berakibat pada gangguan memori. Penelitian ini relevan dengan penelitian McEvoy (2012) yang melaporkan komponen yang paling berperan menurunkan kognitif pada penderita sindroma metabolik adalah hiperglikemia. Adapun peningkatan trigliseride juga berperan pada penurunan fungsi kognitif. Pada penelitian Saunderajen (2010) ditemukannya peningkatan trigliseride berhubungan dengan disfungsi endotel dan menyebabkan aterosklerosis yang berkontribusi terhadap penurunan fungsi kognitif, walaupun demikian perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait pemeriksaan untuk mendeteksi adanya aterosklerosis didalam pembuluh darah otak. 6.2
Distribusi dan Varians Hasil MMSE Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test dan uji homogenitas
dengan Levene Test data hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan, menunjukkan nilai p data kelompok intensitas ringan tersebut lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).
78
Dengan demikan data hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok intensitas ringan berdistribusi normal. Data yang memiliki sebaran normal dan homogen
merupakan data parametrik, sehingga uji selanjutnya digunakan uji
parametrik (Dahlan, 2004). Sedangkan data hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan kelompok intensitas sedang, menunjukkan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Dengan demikian data hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok intensitas sedang berdistribusi tidak normal sehingga untuk uji selanjutnya menggunakan uji non parametrik Wilcoxon Sign Rank Test. 6.3
Efek Pelatihan Aerobik Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE Berdasarkan hasil MMSE pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet
kolesterol selama dua belas minggu dari tes awal dan tes akhir didapatkan data rerata hasil sebelum pelatihan 27,538 ± 0,967 dan sesudah pelatihan 28,615 ± 0,960 (tabel 5.4). Berdasarkan analisis data hipotesis I skor MMSE antara tes awal dan tes akhir pada kelompok pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dengan menggunakan uji (tabel 5.4) dapat disampaikan bahwa rerata hasil MMSE sebelum dan setelah pelatihan diperoleh nilai p = 0,001, dengan demikian maka hasil MMSE sebelum dan setelah pelatihan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol terdapat perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa pelatihan aerobik intensitas ringan yang diterapkan memiliki efek dalam meningkatkan nilai
79
MMSE. Dengan demikian berarti hipotesis satu terbukti, yaitu pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet kolesterol memperbaiki kognitif. Terjadinya peningkatan MMSE pada masing-masing kelompok diakibatkan karena pelatihan yang diterapkan selama tiga bulan atau dua belas minggu dengan frekuensi empat kali seminggu. Pelatihan yang diberikan dalam jangka waktu 6 - 8 minggu akan diperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah teradaptasi dengan pelatihan tersebut (Nala, 2002). Latihan aerobik 3-5 kali perminggu seperti yang direkomendasikan ASCM dapat menurunkan massa lemak subkutan dan kolesterol viseral (Abe et al., 2000). Selanjutnya Astrand dan Rodahl (1986) bahwa
pelatihan
fisik
yang
dilakukan
secara
sistematis,
melaporkan teratur
dan
berkesinambungan akan dapat meningkatkan kemampuan fisik secara nyata. Pada penelitian Kwon (2011) latihan aerobik dengan frekuensi 5 kali/minggu dengan durasi 60 menit selama 12 minggu dapat meningkatan fungsi endotelium pada subyek wanita dengan diabetes millitus tipe dua. Dari beberapa penelitian sebelumnya penelitian Mikus et al., (2011) dilaporkan bahwa latihan aerobik menggunakan treadmill dan latihan sepeda selama 60 menit dengan intensitas 6075% dalam 7 hari dapat memperbaiki pembuluh darah arteri pada penderita diabetes millitus tipe 2. Berdasarkan beberapa penelitian yang mengemukakan adanya perbaikan fungsi endotel setelah diberikan latihan aerobik sehingga dapat membuat pembuluh darah mensuplai darah keseluruh tubuh mengakibatkan meningkatnya aliran darah otak dan perfusi oksigen, yang dapat menyebabkan peningkatan kinerja kognitif (Kluding, 2011).
80
Penjelasan lain adalah bahwa latihan fisik dapat mempertajam kekuatan mental dan menambah kapasitas dalam berpikir, merangsang produksi endorpin dari otak. Latihan fisik dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia dimana glukosa bertindak sebagai substrat yang diperlukan dalam fungsi metabolik untuk neurotransmiter otak yang kemudian memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja kognitif (Lezak, 1995). Pada penelitian ini pelatihan aerobik dengan intensitas ringan 65% MHR dapat meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik. Hal tersebut relevan dengan penelitian Erickson (2010) dimana latihan aerobik dengan intensitas 50-60% dan 60- 75% MHR dapat meningkatkan ukuran hippocampus anterior yang mengarah pada perbaikan memori spasial. Latihan
aerobik dapat meningkatkan
volume hipocampus 2%. Hal tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan serum BDNF yang dapat meningkatkan fungsi memori. 6.4
Efek Pelatihan Aerobik Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE Berdasarkan hasil MMSE pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet
kolesterol selama dua belas minggu dari tes awal dan tes akhir didapatkan data rerata hasil sebelum pelatihan 27,846 ± 0,987 dan sesudah pelatihan 29,615 ± 0,650 (tabel 5.4) Berdasarkan analisis data hipotesis II skor MMSE antara tes awal dan tes akhir pada kelompok pelatihan intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test (Tabel 5.4) dapat disampaikan bahwa hasil MMSE sebelum dan setelah pelatihan diperoleh nilai p = 0,001 dengan
81
demikian maka rerata hasil MMSE sebelum dan setelah pelatihan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) pada kelompok perlakuan. Hal ini berarti bahwa hasil MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok pelatihan intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol terdapat perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa pelatihan intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol yang diterapkan memiliki efek dalam meningkatkan nilai MMSE. Dengan demikian berarti hipotesis dua terbukti, yaitu pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol dapat memperbaiki kognitif. Pada pelatihan aerobik dengan intensitas sedang 75% MHR dapat meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik. Hal tersebut relevan dengan penelitian Kwon (2011) yang dilaporkan adanya perbaikan fungsi endotel pada subyek wanita dengan diabetes tipe dua setelah diberikan latihan aerobik dengan durasi 60 menit, 5 kali per minggu selama 12 minggu. Penelitian Xiang dan Wang (2004) dilaporkan adanya perbaikan endotelium pada subyek dengan kelainan glukosa setelah diberikan latihan aerobik 4-6 kali per minggu selama 40-45 menit dengan intensitas 70%-75% MHR. Pada penelitian Cohen (2008) dilaporkan adanya perbaikan fungsi endotelium setelah diberikan latihan aerobik dengan intensitas 75%-85% dengan 2 set, 8 pengulangan pada subyek dengan diabetes millitus tipe 2. Akan tetapi hal ini berbeda pada penelitian Middlebrooke (2006) dilaporkan tidak ada perbaikan fungsi endotelium setelah diberikan 6 bulan latihan aerobik. Hal tersebut juga sama dengan penelitian Wycherly (2008) dilaporkan tidak adanya perbaikan fungsi endotelium setelah diberikan latihan arobik selama 12 minggu pada subyek diabetes millitus tipe dua.
82
Latihan fisik bermanfaat bagi fungsi saraf dengan meningkatnya kadar BDNF yang dapat memperbaiki fungsi saraf dan mengurangi oksidatif stress dan lebih khusus lagi hal tersebut memainkan peranan penting dalam pemeliharaan struktur sinaptik, perpanjangan aksonal dan neurogenedisis otak pada orang dewasa (Van Praag, 1999 dalam Pinilla 2011). Berdasarkan temuan diatas, penulis menyimpulkan bahwa latihan aerobik baik intensitas ringan dan sedang dengan diet kolesterol dapat meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik. Dan dari grafik 5.9 bisa dilihat bahwa sebelum mengikuti pelatihan dan sesudah pelatihan terdapat peningkatan nilai MMSE. Hasil menunjukkan bahwa baik pelatihan aerobik intensitas ringan maupun aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol bermanfaat untuk fungsi luhur otak yang dalam hal ini kognitif. Hal ini tampak bahwa hasil dari peningkatan nilai MMSE disebabkan oleh adanya perbaikan fungsi endotelium dan adanya peningkatan volume hippocampus yang dikaitkan dengan peningkatan BDNF sehingga dapat meningkatkan supplai aliran darah menuju ke otak dan neurotransmitter otak yang kemudian memperbaiki fungsi kognitif. 6.5
Efektifitas Pelatihan Aerobik Intensitas Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Dibandingkan Pelatihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE Sebelum dilakukan uji komparasi sesudah perlakuan antara kedua kelompok
dilakukanlah uji kompatibilitas data sebelum perlakuan antara kedua kelompok. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan hasil p > 0,05 yang menunjukkan tidak adanya
83
perbedaan data sebelum perlakuan sehingga untuk uji komparasinya menggunakan data sesudah perlakuan pada kedua kelompok. Karena data sesudah perlakuan kedua kelompok berdistribusi tidak normal maka uji untuk mengetahui perbandingan dari efek ke dua pelatihan dapat dilihat melalui uji non parametrik (uji Mann Whitney U Test). Berdasarkan uji Mann Whitney U Test (Tabel 5.6), menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol dalam meningkatkan MMSE dengan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p <0,05), dimana peningkatan MMSE kelompok dua lebih besar dari kelompok satu. intensitas Intensitas ringan sedang; Prosentase Intensitas Peningkatan ringan;MMSE; 59,73 Prosentase Peningkatan MMSE; 37,63
intensitas sedang
Intensitasintensitas ringan; ; 0sedang; ; 0
Intensitasintensitas ringan; ; 0sedang; ; 0
Grafik 6.1 Prosentase Peningkatan MMSE Pada Kelompok Intensitas ringan dan Intensitas Sedang Berdasarkan grafik 6.1 Kelompok intensitas sedang lebih menunjukkan prosentase lebih besar dari kelompok intensitas ringan dengan perbedaan peningkatan sebesar 22,1 % sehingga dapat disimpulkan pemberian latihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol lebih efektif dibandingkan dengan aerobik
84
intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dalam memperbaiki fungsi kognitif. Dengan demikian hipotesis tiga terbukti yakni pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih memperbaiki kognitif daripada pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol. Pada Penelitian Argarini (2011) dilaporkan bahwa intensitas latihan renang pada tikus putih muda mempengaruhi BDNF expressio pada hippocampus. Dua puluh empat tikus jantan (Rattus norvegicus strain wistar), umur 1 sampai 1,5 bulan, berat badan 60-100 gram dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok kontrol adalah kelompok yang diberikan lingkungan berair selama 4 minggu. Kelompok perlakuan adalah kelompok dengan bentuk tertentu latihan renang dengan intensitas rendah (beban 3% dari berat badan), intensitas sedang (beban 6% dari berat badan) dan intensitas tinggi (berat 9% dari berat badan). Setiap perlakuan diberikan sekali sehari dengan 1 menit waktu dan 45 detik, 3 set dengan waktu istirahat 3 kali latihan selama 4 minggu. Hasil dari penelitian tersebut adalah, ekspresi BDNF di hippocampus pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata (0,00 ± 0,00), pada kelompok perlakuan 1 (intensitas rendah) adalah (1,00 ± 1,09)%, di kelompok perlakuan 2 (intensitas sedang) adalah (4,17 ± 3,43)% dan pada kelompok perlakuan 3 (intensitas tinggi) adalah (7,67 ± 4,41)%. Hasil uji penelitian tersebut, ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan perlakuan 2 dan 3, kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 dan 3 dan kelompok perlakuan 2 dan 3 (p = 0,001). Dengan demikian, kesimpulan dari penelitian ini adalah moderat dan intensitas latihan renang tinggi meningkatkan ekspresi BDNF pada hippocampus, sedangkan latihan intensitas rendah tidak
85
memiliki efek dalam ekspresi BDNF di hippocampus. Pada penelitian Griffin E.W et al., (2011) dilaporkan peningkatan volume hipocampal dan serum BDNF terdapat pada perlakuan yang diberikan latihan aerobik intensitas sedang dibandingkan dengan latihan aerobik intensitas ringan. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Erickson (2010) dilaporkan bahwa latihan aerobik intensitas ringan, sedang dan stretching pada subyek sebanyak 120 selama 6 bulan dapat memperbaiki meningkatkan kognitif. Latihan aerobik ringan dan sedang dapat meningkatkan ukuran hipocampus 1,97% dan 2,12%. Pada penelitian tersebut latihan aerobik intensitas sedang lebih menunjukkan prosentase peningkatan volume hipocampal lebih besar daripada latihan aerobik intensitas ringan. Latihan aerobik meningkatkan volume substansia abu dan putih pada prefrontal cortex pada orang dewasa dan meningkatkan fungsi kontrol eksekutif. Peningkatan volume hipocampus juga berkaitan dengan peningkatan serum BDNF. BDNF merupakan neurothropin yang berperan dalam plastisitas sinaptik dan proses pembelajaran, akurasi memori, konsolidasi, memori retensi dan recall
sehingga
dengan meningkatnya serum BDNF ini akan mengakibatkan perbaikan dari fungsi kognitif. Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori-teori yang ada, pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol pada penelitian ini lebih baik dalam memperbaiki fungsi kognitif dibandingkan dengan intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol pada penderita sindroma metabolik.
86
6.6
Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah : a.
Subyek pada penelitian ini yaitu penderita sindroma metabolik tidak dikategorikan oleh peneliti ke dalam kategori sindroma metabolik ringan, sedang ataupun berat.
b.
Tingkat pendidikan pada subyek penelitian ini mayoritas hanya sampai tingkat SLTA dimana untuk tingkat kognitif hanya sampai C3 tidak sampai pada analisa.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
penelitian sebagai berikut : a. Pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol (Intensitas 65% MHR) selama 4 kali per minggu dalam dua belas minggu, dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik b. Pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol (Intensitas 75% MHR) selama 4 kali per minggu dalam dua belas minggu, dapat memperbaiki kognitif pada penderita sindroma metabolik c. Pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif dengan peningkatan skore MMSE 22,1% lebih besar dari intensitas ringan. Dengan demikian latihan
aerobik intensitas
sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik 7.2
Saran Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal : a. Latihan aerobik baik intensitas ringan dan sedang dengan diet rendah kolesterol dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif pada penderita sindroma metabolik yang mengalami penurunan fungsi kognitif.
87
88
b. Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dan kriteria sindroma metabolik c. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang perbaikan kognitif pada penderita sindroma metabolik dimana lebih menggambarkan pencitraan otak sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif d. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait fungsi kognitif dengn menggunakan alat ukur yang valid dan reliabel
DAFTAR PUSTAKA
Abe, T., Kawakami, Y., Sugita, M. & Fukunaga, T.2000.Relationship between training frequency and subcutaneous and visceral fat in women. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Adiels, M., Olofsson S.O, Taskinen. 2006. Diabetic dyslipidemia.Curr Opinion in lipid: 17:238-246. [cited 2012 april 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Akbaraly, T.N., Mika Kivimaki, Martin J.Shipley, Adam G. Tabak, Markus Jokela, Marianna Virtanen, Michael G. Marmot, Jane E. Ferrie, Archana Sigh. 2010. Metabolic Syndrome Over 10 Years and Cognitive Functioning in late Midlife.Diabetes care.vol. 33: 84-89. [cited 2012 january 22].available from : URL:http:/www.pubmed.com Almatsier, S. 2004. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Edisi agustus. PT Gramedia Pustaka Jakarta: Hal 151-152 Anggraeni, D. 2007. Mewaspadai Adanya Sindrom Metabolic. [cited 2012 nov 10] available from: http://labcito.co.id Anonim, 2008. Senam aerobik. Maula personal, my words,my memories,my feeling, my experience,my job : mostly it’sme : http://senam-aerobik.htm Anonim. 2010. http://www.google.com/imgres?imgurl=http://netsains.net) Anonim. 2012. The Power of Aerobic Exercise to Improve Memory Function. [cited 2013 feb 17]; Available from http://www. johnshopkinshealthalerts. com/alerts/memory/Aerobic-Exercise-Improves-Memory_6420-1.html Argarini. 2011. “Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Ringan, Sedang dan Berat Terhadap Ekspresi Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada hipokampus”(tesis). Fakultas Kedokteran Departemen Ilmu Faal Kedokteran.Universitas Airlangga Armando, F.N. 2011. “Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap status kognitif pada penderita diabetes millitus tipe II Lanjut usia” (tesis). Fakultas kedokteran. Universitas diponegoro Astrand, P.O & Rodahl.K. 1986. Text Book of work Physiology. 2nd edition.Mc.Graw Hill Company, pp11
89
ATP III (Adult Treatment Panel III). 2001. The Third Report of The NCEP Expert Pannel Executive Summary. Detection Evaluation and Treatment oh High Blood Cholesterol in Adult. NCEP. NHL nd Blood Institute. NIH : NIH Publication Baker, D., Laura, Laura L. Frank, Karen Foster-Schube, Pattie S. Green,Charles W. Wilkinson, Anne McTiernan, Brenna A. Cholerton, Stephen R. Plymate, Mark A. Fishel, G. Stennis Watson, Glen E. Duncan, Pankaj D. Mehta, and Suzanne Craft. 2010. A Aerobic Exercise Improves Cognition for Older Adults with Glucose Intolerance, A Risk Factor for Alzheimer’s Disease. [PubMed: PMC3049111]. 569–579. [cited93 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Brands, A.M., Biessels G.J, de Haan E.H, Kappelle L.J, Kessels R.P. 2005. The effects of type 1 diabetes on cognitive performance: a meta-analysis. Diabetes Care. [PubMed: 15735218] 28:726–735. [cited 2012 february 20].available from : URL:http:/www.pubmed.com Brito, Gilberto N.O.2009. Exercise and cognitive function: a hypothesis for the association of type II diabetes mellitus and Alzheimer's disease from an evolutionary perspective. Diabetology & Metabolic Syndrome. [cited 2013 feb 17]; Available from http://www.dmsjournal.com/content/1/1/7 1:7 doi:10.1186/1758-5996-1-7 Ceriello, A., Motz E. 2004. Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism Underlying Insulin Resistance, Diabetes and CVD?, Arterioscler Thromb Vac Bio; 24 : 816-823.l. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Cohen, N.D., Dunstan DW, Robinson C,Vulikh E, Zimmet PZ, Shaw JE.2008. Improved endhotelial function following a 14-month resistance exercise training program in adults with type 2 diabetes. Diabetes Res Clin Pract; 79;405-11. [cited 2012 6 april 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Craft, S. 2007. Insulin resistance and Alzheimer’s disease pathogenesis: potential mechanisms and implications for treatment. Curr Alzheimer Res. [PubMed] .4:147–152. [cited 2012 februari 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com Chusid, J.G. 1983. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Bagian Satu dan Dua. Terjemahan. Gajah Mada University Press. Hal 3 - 49 Dahlan, S.M. 2004. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba Defronzo, R.A., Martin goldberg, Zalman S. Agus. 1976. The effects of glucose and insulin on renal electrolyte transport.J Clin Invest. [PubMed]; 58:83-90. [cited 2012 februari 8].available from : URL:http:/www.pubmed.com
90
Erickson, K.I., et al. 2010. Brain-derived neurotropic factor is associated with agerelated decline in hipocampal volume. [PubMed].J neurosci:30:5368-5375. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Erickson, K.I., Michelle W. Voss, Ruchika Shaurya Prakashd, Chandramallika Basake, Amanda Szabof,Laura Chaddockb, Jennifer S. Kimb, Susie Heob, Heloisa Alves, Siobhan M. Whitef, Thomas R. Wojcicki, Emily Maileyf, Victoria J. Vieiraf, Stephen A. Martinf, Brandt D. Pencef, Jeffrey A. Woods, Edward McAuleyb, and Arthur F. Kramer. 2011. Exercise training increases size of hippocampus and improves memory. [PubMed].vol. 108 : no. 7 :3017–3022. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Folstein, M.F., Rosa M.C, James C.A, Susan S. 1993. Population based norm for the mini mental state examination by age and educational level. JAMA,269;238691. Gatto, M. Nichole, Victor W. Henderson, Jan A.St John, Carol McCleary, Howard N. Hodis, and Wendy J. Mack1. 2008. Metabolic Syndrome and cognitive Function in Healthy Middle-Aged and Older Adults without Diabetes. Neuropsychol Dev Cogn B Aging Neuropsychol Cogn; 15(5): 627–641. [cited 2012februari 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com Giada, Baldo, Enzi, Baiocchi, Zulliani., Vitale & Fellia. 1991. Specialized Physical Training Programs ;Effects on Serum Lipoprotein Cholesterol, Apoprotein A-1 & B and Lipolytic Enzymes Activities : J.Sports Med. Phys. Fitness. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Giam & Teh., 1993. Sport Medicin,, Exercise and Fitness. Singapore : P.G.Publishing. Pte. Ltd. Griffin E.W, Mullally S, Foley C, Warmington SA, O’Mara SM. 2011. Aerobic exercise improves hippocampal function and increases BDNF in the serum of young adult males. Physiology and Behavior 104: 934–941. Grundy, S.M. 2004. Obesity, Methabolic Syndrome, and Cardiovascular Disease. The Journal of Clinical Endocrininology & Metabolism. Vol. 89,No.6:25952600. [cited 2012 may 23].available from : URL:http:/www.pubmed.com Gundy, S.M. 2003. Inflamation, hypertension and the metabolic syndrome.JAMA.[PubMed];239:3000-2. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Guo, W., Kawano H, Piao L, Itoh N, Node K, Sato T. 2011. Effects of aerobic exercise on lipid profiles and high molecular weight adiponectin in Japanese workers. 50(5):389-95. [cited 2012 juni 20].available from : URL:http:/www.pubmed.com
91
Helzner, E.P., Luchsinger J.A, Scarmeas N, Cosentino S, Brickman A.M, Glymour M.M, Stern Y. 2009. Contribution of vascular risk factors to the progression in Alzheimer disease. Arch Neurol. [PMC free article] [PubMed] .;66:343–348. [cited 2012 februari 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com Jafar, N. 2011. “Sindroma Metabolik” (disertasi). Fakultas kesehatan masyarakat. :Universitas hasanuddin Janson, J., Laedtke T, Parisi J.E, O'Brien P, Petersen R.C, Butler P.C. 2004. Increased risk of type 2 diabetes in Alzheimer disease.diabete. [PubMed:14747300] 53:474-481. [cited 2012 juni 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com Kahn, R., Buse J, Ferrannini E, Stern M. 2005. The metabolic Syndrome: Time for a Critical Appraisal: Join Statement from the American Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care; [PubMed] ;28: 2289-2304. [cited 2012 juni 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com Karczeska, K.M., Straczkowski M, Adamska A,Nikolajuk K, Otziomek E. 2011. Decreased serum brain-derived neurothropic factor concentration in young nonobese subjects with low insulin sensitivity. Clinical Biochemistry 44: 817820. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Kluding, P.M, Benjamin Y. Tseng, and Sandra A. Billinger et al. 2011. Exercise and Executive Function in Individuals with Chronic Stroke: A Pilot Study University of Kansas Medical Center, Department of Physical Therapy and Rehabilitation Science, Kansas City, KS. [cited 2013 feb 17]; Available http://www.dmsjournal.com/content/1/1/7 Kuntaraf, J & Kathleen L. Kuntaraf. 1992 . Olah raga sumber kesehatan. Cetakan ke sembilan. Indonesia. Hal 12-13 Kurniawati, N. 2010. “Pelatihan interval meningkatkan attention span dari pada pelatihan aerobik pada remaja putri usia 18-21 tahun” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana Kwon, H.R., Kyung Wan Min, Hee Jung, Hee Geum Seok, Jae Hyuk Lee, Gang Seo Park, Kyung Ah Han. 2011. Effects of Aerobic Exercise vs. Resistance Training on Endothelial Function in Women with Type 2 Diabetes Mellitus. [PubMed]. 35:364-373. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Lezak, M.D. 1995. Neuropscychological assessment. 3nd ed.New York :Oxford university press;20-30
92
Mc Ardle, W.D., Katch, F.i & Katch, V.L. 1986. Exercise physiology, Energy, Nutrition and Human Performance, 2nd Ed. Lea& Febiger Philadelphia McEvoy, L. K., PhD1, Gail A. Laughlin, PhD2, Elizabeth Barrett-Connor, MD2, Jaclyn Bergstrom, MS2, Donna Kritz-Silverstein, PhD2, Claudia DerMartirosian, PhD2, and Denisevon Mühlen, MD., PhD2. 2012. Metabolic Syndrome and 16-year Cognitive Decline inCommunity-Dwelling Older Adults.[cited 2012 september 20].available from : URL:http:/www.pubmed.com Middlebrooke, AR,Elston LM,Macleod KM,Mawson DM, Ball CI,Shore AC, Tooke JE. 2006. Six Month of aerobic exercise does not improve microvaskular function in type 2 diabetes millitus.diabetalogica;49;2263-71 Mikus, C.R., Seth T. Fairfax, Jessica L. Libla, Leryn J. Boyle, Lauro C. Vianna, Douglas J. Oberlin, Grace M. Uptergrove, Shekhar H. Deo, Areum Kim, Jill A. Kanaley, Paul J. Fadel, John P. Thyfault.2011. Seven days of aerobic exercise training improves conduit artery blood flow following glucose ingestion in patients with type 2 diabetes. cited 2012 may 9]. Mitchel & Gibbons., 1998. Controlling Blood Lipids. part I. APractical Role for Diet and Exercise.The physicion & Sports medicine. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Mule, G., Cottone S, Mongiovi R et al. 2006. Influence of metabolic syndrome on aortic stifness in never treated hypertensive patients.Nutr, metab cardiovasc dis:54-59 [Pubmed]. cited 2012 juni 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com Nakamura, M., Lee D.P., Yeung A.C. 2004. Identifiication and Treatment of vulnerable Plaque. Reviews in Cardiovascular Medicine . [Pubmed].;5 ; 22-23.[ cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali. Nishida, Y.,Takeshi Matsubara,Takuro Tobina, Munehiro Shindo,Kumpei Tokuyama, Keitaro Tanaka, and Hiroaki Tanaka. 2010. Effect of Low-Intensity Aerobic Exercise on Insulin-Like Growth Factor-I and Insulin-Like Growth Factor-BindingProteins in HealthyMen. International Journal of Endocrinology. [PubMed].Volume 2010.1-8. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Olsson, A.G., Schwartz G.G,Szarek M. 2005. High density lipoprotein, but not low density lipoprotein cholesterol levels influence short term prognosis after acute coronary syndrome results from the miracl trial.Eur Heart J ; [Pubmed];26: 890896. cited 2012 februari 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
93
Pate, R.R. 1984. Dasar-dasar Ilmiah Kepelatihan. CBS.College Publishing AS. Terjemahan IKIP Semarang Press 1993 Pinilla, F.G. 2011. Collaborative effects of diet and exercise on cognitive enhancement. Nutr Health. Department of Physiological Science, Department of Neurosurgery, University of California Los Angeles, Los Angeles; 20(3-4): 165– 169. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Pocock, Stuart J. 2008. Clinical Trials-Practice approach. Chicester:John wiley and Sons –A Wiley Medical Publication. Hal 127-129 Pollock, M.L & Wilmore, J.H. 1990. Exercise in health and disease. Evaluation and Prescription for Prevention an Rehabilitation.2nd. Ed Saunders, Philadelphia Ridker, P.M.,Buring J.E, Cook N.R, Rifai N. 2003. Creactive protein, the metabolic syndrome, and risk of incident cardiovascular events: an 8 year follow up of 719 initially healthy American women. Circulation; [Pubmed].;107:391-397. cited 2013 maret 23].available from : URL:http:/www.pubmed.com Riskesdas. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan. Republik Indonesia Robinson, C.S., Bhumsoo Kim, Andrew Rosko and Eva L. Feldman. 2010. How does diabetes accelerate Alzheimer disease pathology?. [PubMed] 6 (10) 551559. cited 2012 juli 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com Rostam, S. 2006. Cognitive Functions in Diabetes Mellitus Patients. American Journal of Applied Sciences. [cited 2012 Nov 16]; 3(1): 1682-1684.Available from;http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas311682-1684. Saunderajen. 2010. “Pengaruh Sindroma Metabolik terhadap Gangguan Fungsi Kognitif” (tesis). Universitas Diponegoro Semarang Setyopranoto, I., Lamsudin R. 1999. Kesepakatan penilaian Mini mental State Examination (MMSE) pada penderita Stroke Ishemik Akut di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta. Berkala Neurosains Setiawan. 2010. Perkuliahan Neurosains. Poltekkes Kemenkes Surakarta Shah, K., Shanal Desilva, Thomas Abbruscato. 2012. The Role of Glucose Transporters in Brain Disease: Diabetic and Alzheimer’s Disease. Molecular Siences. [PubMed];13: 12629-12655. cited 2012 may 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com
94
Shuba, N., Karan. 2012. Assessment of the Cognitive Status in Diabetes Mellitus. [PubMed ];6(10): 1658–1662. cited 2013 january 2].available from : URL:http:/www.pubmed.com Smith, P.J., MA1, James A. Blumenthal, PhD1, Benson M. Hoffman. Harris Cooper, Timothy A. Strauman, Kathleen Welsh-Bohmer, Jeffrey N, Browndyke, and Andrew Sherwood. 2010. Aerobic Exercise and Neurocognitive Performance: a Meta-Analytic Review of Randomized Controlled Trials. Psychosom Med.[PubMed] ; 72(3): 239–252. Soegih, R., Kunkun Wiramihardja. 2009. Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta. Cetakan I: Hal 23-26 Solfrizzi, V., Panza F, Colacicco AM, D'Introno A, Capurso C, Torres F, Grigoletto F, Maggi S, Del Parigi A, Reiman EM, Caselli RJ, Scafato E, Farchi G, Capurso A; Italian Longitudinal Study on Aging Working Group. 2004.Vascular risk factors, incidence of MCI, and rates of progression to dementia. Neurology. 2004 Nov 23;63(10):1882-91. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Standl, E., 2005. Aetiology and consequences of the metabolic syndrome. Eur Heart J. Suppl 7; [Pubmed];D10-D13. cited 2013 may 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com Steadman. 2002. Kamus kedokteran. Universitas sumatera. Anvailable from :repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf Suastika, K., Aryana IGPS, Saraswati IMR. 2003. Epidemiology Study of Metabolic Syndrome in Rural Population, Bali. J ASEAN Fed of Endocrin Soc,;21:107 Sukeksi, A., Herlisa Anggraini.2010. Kadar Kolesterol Darah pada Penderita Obesitas di Kelurahan KORPRI Sambiroto Semarang. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang Sugiharto. 2010. Adaptasi Metabolik Pada Latihan. Jurusan IKOR FIK UNNES Semarang Suleen, S Ho., Satvinder S Dhaliwal, Andrew P Hills, and Sebely Pal. 2012. The Effect of 12 weeks of aerobic, resistance or combination exercise training on cardiovascular risk factors in the overweight and obese in a randomized trial. BMC Public Health. cited 2013 maret 3].available from : http://.www.biomedcentral.com/1471-2458/12/704 Swift, D.L., Neil M. Johannsen, Valerie H. Myers Conrad P. Earnest, Jasper A. J. Smits,Steven N. Blair, Timothy S. Church. 2012. The Effect of Exercise
95
Training Modality on Serum BrainDerived Neurotrophic Factor Levels in Individuals with Type 2 Diabetes. [PubMed] vol.7:1-7 cited 2013 maret 6].available from : URL:http:/www.pubmed.com Velayudhan, L., Poppe M, Archer N, Protisi P, Brown RG, Lovestone S.Risk of Developing Dementia in People with Diabetes and Mild Cognitive Impairent The British Journal of Psychiatry [serial online]. 2010 [cited 2012 Dec 16]; 196(1): 36-40, Available from:http://bjp.rcpsych.Org/cgi/reprint/196/l/36 Wang, Jong-Shyan. 2005. Exercise Prescription and Thrombogenesis, Journal of Biomedical Science, volume 13, halaman 753-761 Wikipeda. 2008., Aerobic Exercise, The Free Encyclopedia. Wikipeda. Williams, G., Pickup JC. 2004. Handbook of diabetes 2nd. Backwell Hypertens; 22: 1991-1998. Science 1999;8:53-158 Wilmore, J.H & Costill, D.L. 1994. Physiology of sport and exercise. Human Kinetic Publisher Inc, Champaign Wiyoto. 2002. Gangguan Fungsi Kognitif Pada Stroke in Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Surabaya: Bag ilmu penyakit saraf fakultas kedokteran UNAIR Wycherley, T.P., Brinkworth G.D, Noakes M, Buckley J.D, et al. 2008. Effect of caloric restriction with and without exercise training on oxidative stress and endothelial function in obese subjects with type 2 diabetes. Diabetes Obes Meta ;[PubMed]10: 1062-73. cited 2013 februari 21].available from : URL:http:/www.pubmed.com Xiang, G.D., Wang Y.L. 2004. Regular aerobic exercise training improves endothelium-dependent arterial dilation in patients with impaired fasting glucose. Diabetes Care [PubMed] 27:801-2. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com Yaffe, K., Kanaya A, Lindquist K, Simonsick EM, Harris T, Shorr R.I, Tylavsky F.A, Newman A.B. He .2004. Metabolic syndrome, inflammation, and risk of cognitive decline. JAMA;292:2237-42 Alberti G.Introduction to the metabolic syndrom.eur herat J. [PubMed]:7:D3-D5 . cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
96
Lampiran 2
HASIL DESKRIPTIF TOTAL Descriptives
N Umur Jk Tb Bb Imt sistole diastole Gds Tg choles Bmr premmse postmmse Valid N (listwise)
26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
Range 10 1,00 16,00 17,00 6,00 40,00 20,00 118,00 98,00 83,00 147,90 3,00 3,00
Descriptive Statistics Minimu Maximu m m 45 55 1,00 2,00 153,00 169,00 58,00 75,00 23,00 29,00 130,00 170,00 80,00 100,00 130,00 248,00 204,00 302,00 204,00 287,00 1333,60 1481,50 26,00 29,00 27,00 30,00
Mean 51,96 1,8077 158,8077 65,6154 26,2308 141,1538 90,1923 164,1538 245,7692 234,5000 1400,5231 27,6923 29,1154
Std. Deviation Variance 3,156 9,958 ,40192 ,162 4,99615 24,962 4,29955 18,486 1,58260 2,505 10,32547 106,615 6,24192 38,962 34,67644 1202,455 26,35801 694,745 22,74071 517,140 36,97402 1367,078 ,97033 ,942 ,95192 ,906
HASIL DESKRIPTIF KELOMPOK I
N umur jk tb bb imt sistole diastole gds tg choles bmr premmse postmmse Valid N (listwise)
13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
Range 10 1,00 16,00 12,00 5,00 30,00 20,00 118,00 98,00 83,00 104,40 3,00 3,00
Descriptive Statistics Minimu Maximu m m 45 55 1,00 2,00 153,00 169,00 58,00 70,00 23,00 28,00 130,00 160,00 80,00 100,00 130,00 248,00 204,00 302,00 204,00 287,00 1333,60 1438,00 26,00 29,00 27,00 30,00
Mean 52,62 1,7692 158,6923 64,2308 25,8462 140,7692 90,7692 162,0000 250,7692 231,9231 1387,8077 27,5385 28,6154
Std. Deviation Variance 3,618 13,090 ,43853 ,192 5,25015 27,564 3,65499 13,359 1,72463 2,974 8,62316 74,359 6,07116 36,859 27,47726 755,000 30,72229 943,859 21,93347 481,077 31,79844 1011,141 ,96742 ,936 ,96077 ,923
HASIL DESKRIPTIF KELOMPOK II Descriptives
N umur jk tb bb imt sistole diastole gds tg choles bmr premmse postmmse Valid N (listwise)
Range 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13 13
9 1,00 16,00 17,00 4,00 40,00 20,00 118,00 73,00 68,00 147,90 3,00 2,00
jk N
Valid Missing
26 0
Descriptive Statistics Minimu Maximu m m 46 55 1,00 2,00 153,00 169,00 58,00 75,00 25,00 29,00 130,00 170,00 80,00 100,00 130,00 248,00 204,00 277,00 212,00 280,00 1333,60 1481,50 26,00 29,00 28,00 30,00
status 26 0
Mean 51,31 1,8462 158,9231 67,0000 26,6154 141,5385 89,6154 166,3077 240,7692 237,0769 1413,2385 27,8462 29,6154
Deskriptif Statistics pddkn pkrjaan hipertensi 26 26 26 0 0 0
Std. Deviation Variance 2,594 6,731 ,37553 ,141 4,94067 24,410 4,58258 21,000 1,38675 1,923 12,14232 147,436 6,60225 43,590 41,71408 1740,064 21,19809 449,359 24,12282 581,910 38,55683 1486,629 ,98710 ,974 ,65044 ,423
DM
cholesterol 26 26 0 0
Frequency Table jk
Valid lakilaki prempuan Total
Valid mnkh
Frequenc y Percent 5 19,2 21 80,8 26 100,0
status Frequenc y Percent 26 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 19,2 19,2 80,8 100,0 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 100,0 100,0
pddkn Frequenc y Percent Valid tmt Akad 2 7,7 tmt PT 3 11,5 tmt SD 4 15,4 tmt 10 38,5 SLTA
Valid Cumulative Percent Percent 7,7 7,7 11,5 19,2 15,4 34,6 38,5 73,1
tmt SLTP Total
7
26,9
26,9
26
100,0
100,0
100,0
pkrjaan
Valid buruh Guru peg/kryw n tdk bkrj Wiraswst Total
Frequenc y Percent 8 30,8 1 3,8 5 19,2 3 9 26
11,5 34,6 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 30,8 30,8 3,8 34,6 19,2 53,8 11,5 34,6 100,0
65,4 100,0
Hipertensi Frequenc y Percent Valid <5 11 42,3 5-10 13 50,0 tdk tahu 2 7,7 Total 26 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 42,3 42,3 50,0 92,3 7,7 100,0 100,0
DM Frequenc y Percent Valid tdk tahu 7 26,9 ya 19 73,1 Total 26 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 26,9 26,9 73,1 100,0 100,0
cholesterol Frequenc y Percent Valid tdk 7 26,9 tdk tahu 15 57,7 ya 4 15,4 Total 26 100,0
Valid Cumulative Percent Percent 26,9 26,9 57,7 84,6 15,4 100,0 100,0
UJI NORMALITAS Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. premmse1 ,222 13 ,080 ,901 13 ,139 postmmse1 ,271 13 ,010 ,883 13 ,078 a. Lilliefors Significance Correction Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. premmse2 ,189 13 ,200* ,879 13 ,070 postmmse2 ,415 13 ,000 ,650 13 ,000 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. UJI HOMOGENITAS Test of Homogeneity of Variances Premmse Levene Statistic df1 df2 Sig. ,000 1 24 1,000 Test of Homogeneity of Variances Postmmse
Levene Statistic 2,124
df1
df2 1
24
Sig. ,158
UJI HIPOTESIS I
Pair 1 premmse postmmse
Paired Samples Statistics Std. Mean N Deviation 27,5385 13 ,96742 28,6154 13 ,96077
Std. Error Mean ,26831 ,26647
Paired Samples Test
Pair 1 premmse postmmse
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Difference Std. Error Mean Deviation Mean Lower Upper ,64051 ,17765 -1,46398 -,68987 1,07692
t -6,062
df 12
Sig. (2tailed) ,000
premmse postmmse
UJI HIPOTESIS II Wilcoxon Signed Ranks Test Descriptive Statistics Std. Minimu Maximu N Mean Deviation m m 13 27,8462 ,98710 26,00 29,00 13 29,6154 ,65044 28,00 30,00 Ranks N
postmmse premmse
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total a. postmmse < premmse b. postmmse > premmse c. postmmse = premmse
0a
Mean Rank ,00
13b 0c 13
Test Statisticsb postmmse premmse Z -3,228a Asymp. Sig. (2,001 tailed) a. Based on negative ranks.
7,00
Sum of Ranks ,00 91,00
Test Statisticsb postmmse premmse Z -3,228a Asymp. Sig. (2,001 tailed) a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test UJI KOMPATIBILITAS Group Statistics kelompok Std. N Mean Deviation premmse d ringan 13 27,5385 ,96742 i sedang 13 27,8462 ,98710 m e n s i o n 1
Std. Error Mean ,26831 ,27377
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
prem Equal mse variances assumed Equal variances not assumed
F Sig. t ,000 1,000 -,803
postmmse kelompok
t-test for Equality of Means 95% Confidence Std. Interval of the Error Difference Sig. (2Mean Differen df tailed) Difference ce Lower Upper 24 ,430 -,30769 ,38333 -1,09885 ,48346
-,803 23,99 0
,430
-,30769
,38333
UJI HIPOTESIS III Descriptive Statistics Std. Minimu Maximu N Mean Deviation m m 26 29,1154 ,95192 27,00 30,00 26 1,5000 ,50990 1,00 2,00
-1,09887 ,48348
Ranks Kelompo k postmmse d Ringan i Sedang mTotal e n s i o n 1
N 13 13 26
Mean Rank 9,58 17,42
Test Statisticsb postmmse Mann-Whitney U 33,500 Wilcoxon W 124,500 Z -2,788 Asymp. Sig. (2-tailed) ,005 Exact Sig. [2*(1-tailed ,007a Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Sum of Ranks 124,50 226,50
Lampiran 3 GERAKAN-GERAKAN SENAM DM Gerakan-gerakan senam diabetes : a. Pemanasan Latihan I
Gerakan : jalan ditempat dan gerakkan kepala Tujuan : mempersiapkan diri untuk gerakan selanjutnya, melatih kelenturan persendian dan otot leher Latihan II
Gerakan : mengangkat dan memutar bahu Tujuan : melatih dan merileksasikan otot dan persendian bahu Latihan III
Gerakan : dada dan lengan Tujuan : melatih dan merilekskan otot dada lengan dan punggung Latihan IV
Gerakan : dada , lengan dan punggung Tujuan : melatih dan merilekskan otot dada, lengan dan punggung
Latihan V
Gerakan : mengayun lengan Tujuan : melatih dan merillekskan lengan Latihan VI
Gerakan: menyilang lengan Tujuan : melatih dan merilekskan otot lengan dan otot dada
Latihan VII
Gerakan : tekuk siku dan dorong lengan Tujuan : melatih dan merilekskan otot dada, lengan dan punggung Latihan VIII
Gerakan : menarik siku memutar lengan Tujuan : melatih dan merilekskan otot lengan dan punggung
Latihan IX
Gerakan : peregangan dinamis dan statis Tujuan : meregangkan otot lengan dan kaki Latihan X
Gerakan : peregangan statis Tujuan : meregangkan otot lengan dan kaki b. Inti Gerakan peralihan I
Gerakan : step touch, tepuk tangan teriak HA Tujuan : untuk memacu denyut nadi dan penyesuaian irama yang lebih cepat, persiapan melakukan gerakan inti dan pengaturan nafas Latihan I
Gerakan : kombinasi tangan dan kaki Tujuan : melatih dan merileksasikan otot lengan bagian bawah dan persendian kaki, menguatkan tungkai atas dan bawah, melatih koordinasi gerakan tangan dan kaki Gerakan peralihan II (sama degan peralihan I) Latihan II
Gerakan : kombinasi tangan dan kaki Tujuan : sama dengan tujuan latihan I Gerakan peralihan III (sama degan peralihan I) Latihan III
Gerakan : Gerakan : kombinasi tangan dan kaki Tujuan : sama dengan tujuan latihan I Gerakan peralihan IV(sama degan peralihan I)
Latihan IV
Gerakan : Gerakan : kombinasi tangan dan kaki Tujuan : sama dengan tujuan latihan I c. Pendinginan Latihan I
Gerakan :Kaki dibuka selebar bahu, badan tegak menghadap ke depan. Tangan kanan memegang bahu kiri, tangan kiri memeluk pinggang kanan. Tekuk kaki kanan dua hitungan, kaki kiri lurus; lalu ganti tekuk kaki kanan dua hitungangan, kaki kiri lurus Latihan II
Gerakan : Buka kaki selebar bahu, badan tegak menghadap ke depan, tangan direntangkan. Tekuk kaki kanan dua hitungan, kaki kiri lurus; lalu ganti tekuk kaki kiri dua hitungan, kaki kanan lurus. Latihan III
Gerakan : Atur nafas dengan menghirup udara dari hidup dan dihembuskan pelan-pelan lewat mulut
Latihan IV
Gerakan : Atur nafas dengan menghirup udara dari hidup dan dihembuskan pelan-pelan lewat mulut dibarengi dengan mengangkat kedua lengan kedepan lanjut kesamping
Lampiran 4
DOKUMENTASI
Gambar 1 Pengukuran tekanan darah
Gambar 2&3 Pelaksanaan senam DM
Lampiran 5 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama
:
Alamat
:
Dengan ini menyatakan bersedia mengikuti penelitian yang akan dilakukan oleh Yuliana Ratmawati yang berjudul “Latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik.” Saya
telah
mendengar
penjelasan
penelitian
ini
dan
sudah
mengetahui/mengerti tujuan penelitian dan latihan yang akan saya lakukan disertai resiko dan keuntungannya. Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri setiap saat sebagai peserta penelitian tanpa ada konsekuensi.
Yogyakarta, ..............................................2013 Peneliti
(Yuliana Ratmawati)
pembuat pernyataan
(................................................)
Lampiran 6
Nama Pemeriksa No
: :
STATUS MINI MENTAL Mini Mental State Examination (MMSE) tanggal : Tes
Nilai maks
Sekarang (tahun), (bulan),(tanggal), hari apa, musim? Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (alamat klinik), (lantai/kamar) REGISTRASI Sebutkan 3 buah nama benda (Apel, Meja, Koin) ATENSI DAN KALKULASI Kurangi 100 dengan 7. Atau disuruh mengeja terbalik kata “ WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan ; misalnya UYAHW = 2 nilai) MENGINGAT KEMBALI (RECALL) Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda diatas BAHASA Pasien disuruh menyebutkan nama pensil, buku Pasien disuruh mengulang kata-kata :”namun”, “tanpa”, “bila” Pasien disuruh melakukan perintah “ Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai” Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah “ Pejamkanlah mata anda” Pasien disuruh menulis dengan spontan Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini
5 5
Total
30
ORIENTASI 1 2
3 4
5 6 7 8
9 10 11
3 5
3 2 1 3
1 1 1
nilai
Lampiran 7 DAFTAR PERTANYAAN DAN PEMERIKSAAN PENELITIAN LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PENDERITA SINDROMA METABOLIK Tanggal pengisian : No PERTANYAAN JAWABAN IDENTITAS 1. No. Penelitian : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 4. Umur : ...............tahun 5. Status : ........................................ 6. Alamat : ........................................ ......................................... 7. Pendidikan : 1 : Tamat SD 2 : Tamat SLTP 3 : Tamat SLTA 4 : Tamat akademi 5 : Tamat Perguruan Tinggi 8. Pekerjaan : 1 : Tidak bekerja 2 : Buruh / pekerja kasar 3 : Guru 4 : Administrasi 5 : Wiraswasta 6 : Pegawai/karyawan 7 : Pensiunan PNS ANAMNESIS Keluhan Utama :............................................... ................................................ Riwayat penyakit dahulu Darah tinggi 1.Ya Lamanya , a < 5 th b. 5-10 th c. > 10 th 2.Tidak 3.Tidak tahu Kontrol : 1. Teratur 2. Tidak teratur Obat yang rutin diminum :................................ Diabetes mellitus 1.Ya 2. Tidak 3.Tidak tahu Kontrol : 1. Teratur 2. Tidak teratur Obat yang rutin diminum :................................ Kolesterol
1.Ya 2. Tidak 3.Tidak tahu Kontrol : 1. Teratur 2. Tidak teratur Obat yang rutin diminum :............................... Riwayat keluarga Diabetes millitus ada/tidak Hipertensi ada/tidak Stroke ada/tidak Penykit jantung ada/tidak Obesitas ada/tidak Pemeriksaan fisik Kedaan umum Tekanan darah sistolik :.................mmHg Diastolik:................mmHg Nadi ............................x/mnt Respirasi .............................x/mnt Temperatur .............................. 0 C Antropometri Berat badan ..............................kg Tinggi badan ..............................cm Indek massa tubuh ..............................kg/m 0 Lingkar pinggang ................................cm Lingkar panggul ................................cm Laboratorium Gula darah puasa ...............mg% GD2PP ...............mg% HbA1C ................mg% Trigliseride ...............mg% HDL ................mg% LDL .................mg% Kolesterol total .................mg%
Lampiran 8 SURAT PERSETUJUAN MENJADI PENGUKUR
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya : Nama
: ..........................................
Umur
: ..........................................
Pekerjaan
: ..........................................
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian dengan judul “latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih meningkatkan kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik”, maka dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Bersedia menjadi pengukur pada saat pengambilan data penelitian ini. 2. Bersedia mematuhi peraturan yang telah disepakati antara pengukur dengan peneliti. 3. Bersedia bertanya kepada peneliti apabila ada hal-hal yang belum dimengerti tentang pelaksanaan pengukuran. 4. Bersedia melakukan pengukuran sesuai dengan waktu yang telah disepakati Demikian pernyataan ini saya buat tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun. (…………………….)
Lampiran 1 Data penelitian Kelompok perlakuan I nama
umur
jk
tb
bb
imt
sistole
diastole
gds
tg
choles
bmr
status
pddkn
pkrjaan
hipertensi
DM
Hipercholes
premmse
rumini
54
prempuan
154
65
28
140
95
160
250
287
1395
mnkh
tmt SLTP
buruh
5-10
tdk tahu
27
slamet agus tukijo
55 55 55
prempuan lakilaki lakilaki
159 169 167
60 68 64
24 24 23
140 140 130
90 90 90
162 158 165
245 287 213
247 240 216
1351 1421 1386
mnkh mnkh mnkh
tmt SLTP tmt SLTA tmt SLTA
buruh Wiraswst Wiraswst
5-10 tdk tahu <5
tdk tahu tdk tahu tdk tahu
26 27 27
27 28 29
sulis marsini
45 55
lakilaki prempuan
164 156
69 59
26 24
140 150
100 90
153 164
240 258
204 242
1429 1342
mnkh mnkh
tmt SLTA tmt SLTA
Wiraswst peg/krywn
5-10 5-10
tdk tahu tdk tahu
28 27
30 28
marsilah
55
prempuan
156
63
26
130
90
155
211
226
1377
mnkh
tmt SD
buruh
5-10
tdk tahu
26
27
miskiyah
55
prempuan
153
66
28
130
80
158
284
207
1403
mnkh
tmt SLTP
buruh
5-10
tdk tahu
28
29
sarjiyem endang wjibatun yatmini puji rhy
55 46 53 52 49
prempuan prempuan prempuan prempuan prempuan
160 154 158 153 160
70 58 64 64 65
28 25 27 27 26
150 140 160 140 140
100 90 80 90 95
159 148 248 146 130
269 232 302 204 265
249 220 234 221 222
1438 1334 1386 1386 1395
mnkh mnkh mnkh mnkh mnkh
tmt SLTA tmt PT tmt SD tmt PT tmt Akad
peg/krywn Wiraswst buruh Guru peg/krywn
5-10 <5 5-10 <5 <5
tdk tahu ya ya tdk tahu ya tdk tahu tdk tahu tdk tahu ya ya ya ya ya
Post mmse 29
tdk tahu tdk tahu tdk tahu tdk tdk
28 28 28 29 29
28 29 29 29 30
Kelompok perlakuan II nama
umur
jk
tb
bb
imt
sistole
diastole
gds
tg
choles
bmr
status
pddkn
pkrjaan
hipertensi
DM
Hipercholes
premmse
narni dw
49
prempuan
158
67
27
130
90
132
232
229
1412
mnkh
Wiraswst
5-10
ya
ya
29
subekti sri iriy
51 54
prempuan prempuan
161 153
68 65
27 28
130 130
90 80
148 156
222 243
212 217
1421 1395
mnkh mnkh
tdk bkrj Wiraswst
5-10 tdk tahu
29 28
30 30
50
prempuan
162
70
26
150
90
248
232
234
1438
mnkh
Wiraswst
5-10
ya tdk tahu ya
tdk tdk tahu
siti
tdk
29
30
sutarmni salipan mujiyono winoto
53 55 46 53
prempuan lakilaki prempuan prempuan
156 168 158 154
69 75 62 58
28 26 25 25
140 130 170 150
95 90 100 80
145 143 248 130
204 210 258 260
246 229 234 279
1429 1482 1368 1334
mnkh mnkh mnkh mnkh
buruh peg/krywn tdk bkrj Wiraswst
<5 <5 <5 5-10
ya ya ya ya
tdk tahu tdk ya tdk
27 27 28 28
30 29 30 30
titik
53
prempuan
156
68
28
140
90
148
240
212
1421
mnkh
Wiraswst
<5
ya
tdk
27
28
halim
54
prempuan
158
65
27
150
90
162
277
214
1395
mnkh
tmt SLTA tmt SD tmt SLTA tmt SLTA tmt SLTP tmt Akad tmt SLTP tmt SLTA tmt SLTA tmt SD
Post mmse 30
buruh
<5
tdk tahu
26
29
jumariya ita budi karsadi
50 50 49
prempuan prempuan lakilaki
158 155 169
70 62 72
29 25 25
150 130 140
80 90 100
210 162 130
265 244 243
229 280 267
1438 1386 1455
mnkh mnkh mnkh
tmt SLTP tmt SLTP tmt PT
buruh tdk bkrj peg/krywn
5-10 <5 <5
tdk tahu ya ya ya
tdk tahu ya ya
27 28 29
30 29 30