TESIS
PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI PANTAI BERPASIR LEBIH MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER DARI PADA PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI LAPANGAN PADA SISWA KELAS X SMK N KAKULUK MESAK NTT
BENEDIKTUS NAHAK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI PANTAI BERPASIR LEBIH MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER DARI PADA PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI LAPANGAN PADA SISWA KELAS X SMK N KAKULUK MESAK NTT
BENEDIKTUS NAHAK NIM. 1290361029
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI PANTAI BERPASIR LEBIH MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER DARI PADA PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI LAPANGAN PADA SISWA KELAS X SMK N KAKULUK MESAK NTT
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
BENEDIKTUS NAHAK NIM :1290361029
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini telah disetujui pada tanggal : 27 Juni 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And. AIFO. NIP.1944 0201 196409 1 001
Drs. Oktovianus Fufu,M.Pd NIP. 19601005 198803 1004
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr.dr.Susy Purnawati, M.K.K, AIFO NIP. 19680929 1999032001
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Usulan Penelitian Tesis Ini Telah Disetujui dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Pada Program Studi Fisiologi Olahraga Pasca Sarjana Universitas Udayana Pada Tanggal: 27 Juni 2014.
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana : No
: 1749 / UN.14.4 / HK /2014
Tanggal
: 16 Juni 2014
Panitia Penguji Usulan Penelitian Tesis adalah : Ketua
:
Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp. And
Sekertaris
:
Drs. Oktovianus Fufu,M.Pd
Anggota
: 1. Prof. Dr. dr. N. T. Suryadhi, MPH,Ph.D 2. Dr. dr. Susy Purnawati, M. K.K, AIFO 3. Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M. Erg
iv
SURAT PERNYATAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Benediktus Nahak
NIM
:
1290361029
Program Studi
:
Fisiologi Olahraga
Judu Tesis
:
Pelatihan Lari Interval 4 x 50 meter di Pantai Berpasir Lebih Meningkatkan Kecepatan Lari 100 Meter Dari Pada Lari Interval 4 x 50 Meter di Lapangan Pada Siswa Kelas X SMK N Kakulukmesak NTT.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi Sesuai peraturan Mendiknas R.I No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang- Undangan yang Berlaku.
Denpasar, 1 Juni 2014 Yang membuat pernyataan
( Benediktus Nahak )
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas Anugerah dan BerkatNya yang berlimpah kepada penulis, dari awal hingga akhir sehingga dapat diselesaikannya penelitian ini dalam rangka terpenuhinya salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Fisiologi Olahraga, pada Program studi Fisiologi Olahraga Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Penelitian ini berjudul : Pelatihan Lari Inetrval 4 x 50 meter di pantai berpasir lebih meningkatkan kecepatan lari 100 meter dari pada pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak NTT. Penulis sadar bahwa untuk menyelesaikan penyusunan tesis ini membutuhkan waktu yang cukup lama dengan berbagai kesulitan yang dihadapi, Namun semuanya telah dilalui dan dilewati dengan sabar, tekun dan tabah. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari petunjuk, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. 1. Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And, AIFO sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Drs. Oktovianus Fufu, M.Pd sebagai Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Dr.dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO sebagai ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, yang telah banyak memberikan arahan, petunjuk, bimbingan dan perbaikan dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Para Dosen penguji Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp. And, AIFO, Prof. Dr. dr. N.T. Suryadhi MPH, Ph.D, Dr. dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO, Dr. Ir. I Ketut Wijaya, M.Erg dan Drs. Oktovianus Fufu, M.Pd, yang telah memberikan masukan, perbaikan dan penilaian, dalam penyusunan tesis ini.
vi
5. Semua Staf Doden dan Pegawai Tata Usaha Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Bali yang juga telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Rektor Universitas PGRI NTT bapak Samuel Haning S.H, M.H, yang telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan dalam menyelesaikan tesis ini. 7. Bapak Kepala Sekolah SMK N Kakuluk Mesak yang telah bersedia memberikan sekolahnya untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. 8. Guru Olahraga SMK N Kakuluk Mesak, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian. 9. Isteriku tercinta dan anak – anakku tersayang, yang setia mendampingi, mendukung, memotivasi dan mendoakan saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. 10. Pihak lain yang tidak sempat penulis menyebutkan namanya satu demi satu, namun telah memberikan banyak dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh ini dari kesempurnaan, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan untuk menyempurnakan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermamfaat dan bernilai tambah bagi dunia pendidikan, terutama bagi dunia olahraga prestasi, dalam pelatihan peningkatan kecepatan lari 100 meter.
Denpasar, Juni 2014 Penulis
Benediktus Nahak
vii
PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI PANTAI BERPASIR LEBIH MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER DARI PADA PELATIHAN LARI INTERVAL 4 X 50 METER DI LAPANGAN PADA SISWA KELAS X SMK N KAKULUK MESAK NTT. ABSTRAK Kecepatan adalah merupakan salah satu komponen biomotorik yang dominan dalam perlombaan lari 100 ,meter. Lari 100 meter merupakan bagian dari cabang olahraga atletik yang memiliki durasi singkat, intensitas yang tinggi dan mengembangkan sistem anaerobik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kecepatan lari 100 meter, karena itu penelitian ini merupakan studi experimental dan dilakukan di SMK N Kakulukmesak Kabupaten Belu NTT, selama 6 bulan dari bulan Maret – bulan Mei tahun 2014, dengan frekuensi latihan 3 kali seminggu. Penelitian ini menggunakan dua jenis pelatihan, dan dibagi dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelomopk satu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set dan kelompok dua pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set, yang dilaksanakan pada sore hari pukul 15.30 sampai 17.00 wita di lapangan SMK N Kakulukmesak dan Pantai Atapupu, Kabupaten Belu - NTT. Sampel penelitian ini berjumlah 20 orang, yang dipilih secara acak sederhana dari populasi sebanyak 53 orang yang memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel untuk masing – masing kelompok sebanyak 10 orang. Kecepatan lari 100 meter diukur menggunakan stophwatch, sedangkan data kecepatan lari 100 meter sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok, diuji dengan analisis statistik parametrik. Dengan uji paired t- tes didapatkan perbedaan rerata kecepatan lari 100 meter sesudah pelatihan pada masing – masing kelompok dengan nilai p < 0,05. Rerata kecepatan lari 100 meter sebelum pelatihan pada kelompok satu adalah 16,06 detik dan sesudah pelatihan 13,01 detik. Berarti peningkatan kecepatan 3.05 detik, atau sebesar = 19.02 %. Sedangkan rerata kecepatan lari 100 meter kelompok dua sebelum pelatihan 16,02 detik dan sesudah pelatihan 13,95 detik, peningkatan kecepatan sebesar 12.91 %. Hal ini menunjukan bahwa rerata kecepatan lari 100 meter sebelum dan sesudah pelatihan pada masing – masing kelompok ada perbedaan yang signifikan, dengan nilai p < 0.05. Dengan demikian pelatihan kelompok satu lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir dan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, sesudah pelatihan sama - sama meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak. Namun dalam analisis data pada paired sample tes, kecepatan pelatihan kelompok satu di pantai berpasir lebih cepat = 0.94 detik dari pada pelatihan kelompok dua di lapangan. Kata kunci : Pelatihan, Kecepatan, Lari Interval
viii
THE TRAINING OF INTERVAL RUNNING 4 X 50 METERS ON SANDY BEACH IS MORE INCREASE THE SPEED OF 100 METERS RUN THAN THE TRAINING OF 4 X 50 METERS RUN IN THE YARD OF 10TH GRADE STUDENTS SMK N IN KAKLUKMESAK ABSTRACT The speed is one of the biomotoric components which dominant in the run race 100 meters. 100 meters run is part of athletics which has a short duration, high intensity and anaerobic systems develop. The purpose of this study was to determine the increasing of 100 meter run speed, therefore this research is an experimental study was conducted in SMK N Kakulukmesak Belu regency NTT, for 6 months from March - May 2014, with the frequency of exercise 3 times a week. This study uses two types of training, and were divided into two treatment groups, ie group one is the training of interval run 4 x 50 meter on the sandy beach 4 reps 3 sets and group two is the interval run 4 x 50 meter in the yard 4 reps 3 sets, implemented in the afternoon at 15.30 to 17.00 pm in the yard of SMK N Kakulukmesak and Atapupu Beach, Belu regency - NTT. Sample was 20 people, chosen simple randomly from a population of 53 people who meet the requirements of inclusion and exclusion. The number of samples for each group is 10 people. The speed of 100 meter run was measured using stopwatch, while the 100-meter dash speed data before and after training in both groups, were tested with parametric statistical analysis. With a paired t-test of mean difference tests obtained the 100 meter dash speed after training on each group with p <0.05. The mean speed of 100 meters before training in the group one is 16.06 seconds and 13.01 seconds after training. Means increased speed of 3:05 seconds, or at = 19:02%. While the average running speed of 100 meters in group two before training is 16.02 seconds and after training is 13.95 seconds, the increasing of speed is 12.91%. This shows that the average speed of 100 meters before and after training on each group there is a significant difference, with value p<0.05. Thus the training of group 1 is interval run 4 x 50 meter on the sandy beach and interval training run 4 x 50 meters in the yard, after training is equal to increase the speed of the 100 meter in 10th grade student of SMK N Kakulukmesak. However, in the analysis of data on the paired sample test, the speed training of group one on the sandy beach is faster = 0.94 seconds than the training of group two in the yard. Keywords: Training, Speed, Interval Running
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................................
iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN PLAGIAT ...............................................................................
v
KATA PENGANTAR .......................................................................................................
vi
ABSTRAK .......................................................................................................................... viii ABSTRACT .......................................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................................
BAB I
BAB II
xv
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................
5
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lari Cepat 100 Meter ...............................................................................
6
2.2 Teknik Gerakan Lari Cepat ......................................................................
7
2.3 Pelatihan ...................................................................................................
9
2.3.1 Pelatihan fisik ................................................................................
10
2.3.2 Pelatihan teknik .............................................................................
14
2.3.3 Pelatihan taktik..............................................................................
15
2.3.4 Pelatihan mental ............................................................................
15
2.4 Prinsip- Prinsip Pelatihan .........................................................................
16
2.5 Prosedur Pelatihan Fisik ...........................................................................
18
2.6 Pelatihan Kecepatan Lari .........................................................................
21
2.7 Metode Pelatihan Interval ........................................................................
24
2.8 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Lari ...............................
26
x
BAB III
2.8.1 Faktor internal ...............................................................................
26
2.8.2 Faktor eksternal .............................................................................
28
2.8.3 Metabolisma energi .......................................................................
30
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................................
33
3.2 Konsep Penelitian .....................................................................................
34
3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................
35
BAB IV METODE PENELITIAN
BAB V
4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................................
36
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................
37
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................
37
4.3.1 Populasi .........................................................................................
37
4.3.2 Sampel...........................................................................................
37
4.3.3 Besar sampel .................................................................................
38
4.3.4 Teknik pengambilan sampel ........................................................
39
4.4 Variabel Penelitian ..................................................................................
40
4.5 Defenisi Operasional Variabel .................................................................
40
4.6 Instrumen Penelitian .................................................................................
43
4.7 Prosedur Penelitian ...................................................................................
44
4.7.1 Tahap persiapan ............................................................................
44
4.7.2 Tahap penelitian pendahuluan ........................................................
45
4.7.3 Tahap penelitian dan penentuan sampel .......................................
45
4.7.4 Tahap pelaksanaan penelitian .......................................................
46
4.8 Analisis Data ............................................................................................
47
4.9 Alur Penelitian..........................................................................................
48
HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ................................................................
49
5.2
Lingkungan Penelitian.............................................................................
50
5.3 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Waktu Tempuh Lari 100 Meter .
50
5.4 Hasil Analisis Uji Beda Rerata Kecepatan Lari 100 Meter Antara Sebelum dan Sesudah Pelatihan ..................................................
51
5.5 Hasil Analisis Uji Beda Rerata Kecepatan Waktu Tempuh Lari 100 Meter Kelompok Berpasangan, Sebelum dan Sesudah Pelatihan ............
52
xi
BAB VI
PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ................................................................
53
6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian ........................................................
54
6.3
BAB V
Pengaruh/ Efek Lari Interval 4 x 50 Meter di Pantai Berpasir dan 4 x 50 Meter di Lapangan Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter ...................
54
6.4 Kelemahan Penelitian ...............................................................................
59
SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ....................................................................................................
60
7.2 Saran ..........................................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
61
LAMPIRAN – LAMPIRAN ...............................................................................................
66
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Persentase penggunaan energi aerobik dan anaerobik .................................
11
Tabel 5.1
Karekteristik fisik siswa SMK N Kakulukmesak ........................................
49
Tabel 5.2
Karekteristik suhu dan kelembaban udara ...................................................
50
Tabel 5.3
Hasil uji normalitas dan homogenitas data waktu tempuh lari 100 meter, Sebelum dan sesudah pelatihan ...................................................................
Tabel 5.4
Hasil uji t- paired rerata kecepatan waktu tempuh sebelum dan sesudah pelatihan Antar ke dua kelompok (t-test).....................................................
Tabel 5.5
51
51
Hasil uji beda rerata waktu tempuh lari cepat 100 meter sebelum dan sesudah pelatihan antar ke dua kelompok (t-test independent) ...................
xiii
52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2 Konsep penelitian.........................................................................................
34
Gambar 4.1 Rancangan penelitian ...................................................................................
36
Gambar 4.2 Disain pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir ......................
41
Gambar 4.3 Disain pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir ......................
42
Gambar 4.4 Alur Penelitian .............................................................................................
48
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian......................................................................................
65
Lampiran 2. Surat Persetujuan Ikut Serta dalam Penelitian .............................................
66
Lampiran 3. Surat Keterangan Kepala Sekolah................................................................
67
Lampiran 4. Progran Pelatihan di Pantai Berpasir dan di Lapangan ................................
68
Lampiran 5. Norma Penilaian Tes Lari 2,4 km ( Cooper )...............................................
69
Lampiran 6. Daftar Nama Subjek Penelitian ....................................................................
70
Lampiran 7. Suhu dan Kelembaban Relatif Udara ...........................................................
71
Lampiran 8. Data Tes Awal Kelompok 1 ..........................................................................
72
Lampiran 9. Data Tes Awal Kelompok 2 .........................................................................
73
Lampiran 10. Data Deskriftif Statistik Umur BB, TB, IMT, dan Kebugaran Fisik, Suhu dan Kelembaban...........................................................................................
74
Lampiran 11. Uji Tes Normalitas Data ..............................................................................
75
Lampiran 12. Uji Beda Rerata Kelompok Berpasangan (t-test)........................................
76
Lampiran 13. Uji Beda Rerata Kelompok Tidak Berpasangan (t- test independent) ........
77
Lampiran 14. Dokumen Pelaksanaan Penelitian ................................................................
78
xv
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para ilmuwan dibidang olahraga masih berupaya terus menerus untuk menerapkan teori dan metode baru yang berguna dalam perkembangan dunia olahraga. Pembina, pelatih dan atlit terus berlatih untuk mendapatkan teknik dan taktik pelatihan yang baik, demi meraih prestasi dalam berbagai cabang olahraga. Cabang olahraga lari juga menjadi perhatian bagi pembina, pelatih dan atlit dalam pembinaan dan pelatihan olahraga prestasi. Lari jarak pendek yang sering dilombakan baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional adalah lari 100 meter dan 200 meter. Dari kedua jenis lari jarak pendek ini, nomor lari cepat 100 meter merupakan nomor yang menarik dan digemari karena kecepatannya dalam menempuh jarak yang pendek. Meraih prestasi yang tinggi dalam nomor lari 100 meter merupakan impian dan kebanggaan seorang atlit, namun untuk menciptakan atlit berprestasi dalam nomor lari cepat 100 meter membutuhkan proses pelatihan yang terprogram, teratur, terus-menerus/kontinu, didukung struktur tubuh yang ideal dengan ukuran tungkai kaki yang panjang dan stamina yang baik, serta mampu berlari menggunakan kekuatan penuh sejauh jarak tempuh 100 meter dan dapat menghasilkan kecepatan maksimal dengan prestasi yang gemilang. Prestasi olahraga dapat dicapai melalui pembinaan pelatihan secara baik dan benar yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik dan kemampuan yang nantinya akan mencapai kondisi fisik secara khusus, sesuai dengan cabang olahraga yang digelutinya ( Bompa, 1994 ). Prestasi olahraga dapat diperoleh melalui pembinaan, dan ditunjang oleh berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan cabang olahraga itu sendiri. Ilmu yang menunjang teori dan metodologi pelatihan meliputi fisiologi, biomekanika, statistik, psikologi, tes dan pengukuran, kesehatan, olahraga, ilmu gisi, sejarah dan sosiologi ( Harsono 1993 ). Faktor1
2
faktor pendukung lain yang ikut menentukan kecepatan lari 100 meter adalah komponen biomotorik yaitu : 1. daya tahan, 2. kekuatan, 3. daya ledak, 4. kecepatan, 5. kelentukan, 6. keseimbangan, 7. waktu reaksi, 8. kelincahan, 9. ketepatan, 10. koordinasi (Sajoto, 2002 and Nala, 2002). Antara kesepuluh komponen biomotorik ini, komponen yang harus mendapat perhatian lebih adalah komponen kecepatan. Karena tujuan akhir dari pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah untuk meningkatkan kecepatan lari maksimal dengan waktu tempuh yang sesingkat-singkatnya, pada lari cepat 100 meter. Proses pelatihan yang sudah dirancang secara baik dan teratur, harus memperhatikan keterlibatan latihan fisik, teknik dan mental (Soetopo, 2007). Pelatihan fisik merupakan unsur yang pertama dan terpenting yang diperlukan dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi yang tertinggi. Tujuan dari pelatihan fisik dimaksud adalah untuk memberi tekanan kepada tubuh secara sistimatis sehingga kapasitasnya meningkat. Dengan demikian atlit tersebut mampu melaksanakan aktifitas yang direncanakan secara baik. Berkaitan dengan pelatihan fisik diatas, perlu diketahui dan ditentukan komponen biomotorik yang dominan dan dibutuhkan pada setiap cabang olahraga yang akan dilatih (Nala, 2002). Kecepatan merupakan salah satu komponen biomotorik yang paling dominan dibutuhkan dalam perlombaan lari cepat 100 meter. Kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan lari. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan suatu aktifitas berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Nala, 2002). Pelatihan untuk meningkatkan kecepatan lari dapat dilakukan dengan beberapa metode atau cara pelatihan. Salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan kecepatan lari adalah metode pelatihan interval (Nala, 1992). Pelatihan interval adalah pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi teratur dan berulang - ulang, diselingi interval. misalnya jalan atau jogging (Nala, 1992) atau interval yang diberikan pada saat antar sesi, antar sirkuit atau antar sesi per unit latihan (Sukadiyanto, 1997). Selanjutnya (Sukadiyanto, 1997) menegaskan
3
pemberian waktu interval dan recoveri merupakan faktor penting agar latihan kekuatan dapat diadaptasi oleh otot. Waktu recoveri dan interval tergantung dari kekuatan yang dilatih, otot otot yang terlibat, kemampuan olahragawan, irama dan durasi latihan. Secara fisiologis pelatihan interval merangsang perbaikan pengambilan oksigen maksimal (VO2 max) akibat adanya peningkatan densitas atau jumlah mitokondria dalam sel otot (Nala, 1992). Ada pula keuntungan lain dari pelatihan interval adalah seorang atlit belajar tentang tempo, menetapkan panjang langkah atau kecepatan melangkah per satuan waktu, serta pelatihan itu sendiri secara tidak langsung telah menerapkan ketrampilan kompetitif atau bersaing (Mamas, 2005). Seorang pelatih harus benar-benar menguasai dan memahami secara baik mengenai bentuk dan takaran yang tepat untuk melatih jenis cabang olahraga yang dilatih. Bila dalam menetapkan suatu pelatihan tanpa memperhatikan jenis pelatihan yang akan dipergunakan, walaupun takarannya telah benar hasilnya tidaklah maksimal (Nala, 1992). Bentuk pelatihan yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan komponen biomotorik pada cabang olahraga yang dilatih, serta takaran yang disesuaikan dengan kemampuan individu diharapkan dapat menghasilkan pelatihan yang efektif. Metode pelatihan yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan metode pelatihan lari interval. Pelatihan yang berlangsung selama 6-8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlit yaitu akan mengalami peningkatan kecepatan 10-20%, karena itu evaluasi efektivitas pelatihan dilakukan setelah 6-8 minggu pelatihan tersebut (Pate, dkk.,1994). Volume pelatihan untuk meningkatkan kecepatan lari dapat dilakukan dengan jumlah set sebanyak 3-4 kali, dengan frekuensi pelatihan tiga kali seminggu (Nala, 2011). Penelitian di pantai berpasir lebih meningkatkan kecepatan lari karena kondisi pasir yang tidak rata, sehingga ada tekanan kaki kebawah / ada beban saat berlari, maka ketika atlit tersebut berlari pada kondisi lapangan yang rata dankeras, tidak ada beban sehingga kecepatan
4
lari akan bertambah. Alasan/pertimbangan peneliti memilih atlit disekolah SMK N Kakulukmesak sebagai subjek penelitian, karena sejak tahun 2003 mereka belum pernah meraih prestasi di nomor lari cepat 100 meter antar SMA/SMK di Kabupaten Belu. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas X usia 16-17 tahun, yang sebelumnya didahului dengan penelitian pendahuluan pada bulan Desember tahun 1013.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, 4 repetisi 3 set dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter ? 2. Apakah pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, 4 repetisi 3 set dapat meniningkatkan kecepatan lari 100 meter ? 3. Apakah pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set lebih meningkatkan kecepatan lari 100 meter, daripada latihan interval 4 x 50 meter di lapangan pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari pada penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, 4 repetisi 3 set dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 2. Untuk mengetahui pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kecepatan lari 100 meter, pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set dan peningkatan kecepatan lari 100 meter, pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak.
5
1.4 Manfaat Penelitian a. Secara teoritis dapat memperoleh konsep ilmiah, tentang metode pelatihan lari interval dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter b. Secara praktis dapat dipergunakan sebagai pedoman oleh pembina, pelatih, guru olahraga dan atlit untuk melakukan pelatihan dilapangan guna meningkatkan kecepatan lari 100 meter.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lari Cepat 100 Meter Sprint atau lari cepat 100 meter adalah merupakan salah satu nomor lari jarak pendek yang sering diperlombakan baik ditingkat daerah, Nasional maupun tingkat Internasional Didalam perlombaan seorang atlit/pelari cepat 100 meter harus benar-benar mengarahkan kekuatan untuk berlari dengan kecepatan penuh menempuh jarak 100 meter. Pelaksanaan lari cepat 100 meter ini harus membutuhkan kecepatan yang tinggi (Suherman, 2008). Lari cepat sprint 100 meter merupakan jenis lari dimana sejak start hingga finish haruslah dilakukan dengan kecepatan maksimal dan kekuatan penuh sehingga menciptakan hasil/ catatan waktu yang singkat dan cepat. Kelangsungan gerak lari cepat/sprint dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu start, gerakan lari cepatdan gerakan finish (Anonim, 2009). Gerakan lari terdapat dalam setiap nomor lomba mulai dari nomor lari jarak pendek sampai dengan nomor lari jarak jauh. Dalam lomba lari cepat /sprint seorang atlit berlari/berlomba dengan persediaan energi yang tersimpan atau kapasitas anaerobik. Sprint/lari cepat yang baik membutuhkan reaksi yang cepat, kecepatan yang baik, lari yang efisien dan kecepatan dorongan badan ketika start, serta berusaha untuk mempertahankan kecepatan puncak. Seorang atlit/pelari cepat harus berusaha untuk berlari pada kecepatan puncak sepanjang lintasan lari (Anonim, 2009). Untuk dapat mengembangkan kapasitas anaerobik, harus jelas intensitas latihan yang diberikan kepada atlit, terutama unsur kecepatanya. Penggunaan energi tidak dapat ditentukan dari jarak tempuh saja, namun harus memperhatikan pula intensitasnya yakni kecepatannya. Semakin tinggi intensitas latihan, semakin besar kontribusi sumber energi anaerobik. Cadangan kecepatan adalah salah satu faktor yang membatasi pengembangan daya tahan. 6
7
Semakin tinggi cadangan kecepatannya, maka potensi untuk mengembangkan daya tahan anaerobik semakin besar (Bompa, 1994).
2.2 Teknik Gerakan Lari Cepat Teknik dasar lari cepat/sprint merupakan hal mendasar yang harus dipelajari dan dikuasai oleh seorang pelari jarak pendek. Beberapa teknik dasar lari cepat yang harus dipelajari dan dikuasai oleh seorang atlit lari cepat/sprint (Anonim, 2011) adalah: 1. Berlari cepat dengan tubuh bagian atas sedikit condong kedepan, kedua lengan dibengkokan dengan sudut siku-siku sebesar 90o dan diayun searah dengan gerakan lari. 2. Kedua tangan dan otot-otot bagian depan tetap dalam keadaan rileks. 3. Tungkai kaki ditolakan dengan kuat sampai lurus, dan pengangkatan paha depan diusahakan sampai posisi sejajar dengan tanah. 4. Pinggang tetap dalam ketinggian yang sama selama berlari. 5. Badan dicondongkan dengan serentak kedepan untuk mengantarkan bagian dada menyentuh pita finish ketika mencapai garis finis. Reaksi dan dorongan badan, lari akselerasi, transisi/ perubahan, kecepatan maksimum, pemeliharaan kecepatan dan gerakan finish adalah merupakan tahapan- tahapan gerakan lari cepat 100 meter yang harus di pelajari dan dikuasai oleh seorang pelari (Anonim, 2011) Selain tahapan-tahapan gerakan diatas, seorang pelari jarak pendek harus memiliki kemahiran dan pemahaman yang mendalam tentang 3 macam gerakan yang paling penting dan mendasar dalam perlombaan lari cepat 100 meter. Ketiga macam gerakan dasar tersebut adalah : a. Gerakan start Hal-hal penting yang harus dikuasai seoarang atlit dalm sikap start (Anonim, 2011) : 1. Letak tangan lebih lebar sedikit dati bahu, jari-jari dan ibu jari membentuk huruf V terbalik, bahu condong kedepan/sedikit didepan tangan, lengan lurus.
8
2. Kepala sedemikian rupa sehingga leher tidak tegang, mata memandang kelintasan kira-kira 2 meter atau pandangan diantar kedua lengan menghadap garis start. 3. Tubuh rileks/tidak kaku. 4. Pikiran dipusatkan pada aba-aba berikutnya. 5. Jarak letak kaki terhadap garis start tergantung dari bentuk sikap yang digunakan. Start yang umumnya digunakan pada lari jarak pendekadalah start jongkok. Start jongkok terdri dari 3 macam, yaitu bunch start/start pendek, mediunstart/start menengah dan longstart/start panjang. Dalam perlombaan lari, pelari akan memilih jenis start mana yang cocok untuk digunakan. Namun kebanyakan atlit/pelari lebih memilih bunchstart/start pendek karena lebih efisien dan efektif dalam upaya untuk kecepatan dorongan badan kedepan. Cara melakukannya adalah meletakan kaki belakang terpisah kira-kira 25-30 cm dari kaki depan dan ujung kaki belakang ditempatkan sejajar/segaris dengan tumit kaki depan dengan jarak kira-kira satu kepalan tangan. Kaki depan kira-kira 45 cm dan kaki belakang 70 cm jaraknya dengan garis start, tergantung dari panjang tungkai masing-masing atlit (Anonim, 2011). b. Gerakan lari cepat/ sprint. Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam perlombaan lari cepat (Soebroto, 1976) antara lain: 1. Gerakan lari cepat harus dilakukan dengan seluruh tenaga dan gerakannya harus tetap rileks. 2. Harus menggunakan ujung kaki sebagai tumpuan. 3. Tumit hanya sedikit saja menyentuh tanah saat kaki akan menolak 4. Berat badan harus selalu berada didepan kaki pada waktu menapak. Sehingga badan harus selalu condong kedepan.
9
5. Kaki bertolak kuat sampai tertendang lurus, lutut diangkat setinggi pinggul, tungkai bawah diayunkan kedepan agar didapatkan langkah yang panjang. 6. Usahakan badan tetap rileks dan condong kedepan dengan sudut terhadap lantai antara 25-30o. 7. Lengan bergantung disamping tubuh secara rileks. 8. Siku ditekuk kurang lebih 900 dengan genggaman tangan agak kendor, ayunan tangan kemuka dan belakang secara wajar. Ayunan lengan semakin cepat berimbang dengan gerakan kaki yang semakin cepat pula. c. Gerakan Finish Cara/ teknik yang harus dilakukan pelari saat mencapai garis finish ada 3 macam (Anonim, 2005) : a. Lari terus tanpa merubah arah dan kecepatan. b. Dada dicondongkan ke depan, kedua tangan diayun kebelakang. c. Dada diputar dengan ayunan tangan kedepan atas, sehingga bahu sebelah maju kedepan yang lasim disebut the string. Jarak 20 meter dengan finish adalah merupakan perjuangan terakhir untuk mencapai kemenangan dalam perlombaan lari. Maka yang perlu diperhatikan adalah kecepatan langkah, tidak menoleh/menengok lawan, melompat dan memperlambat langkah sebelum melewati garis finish (Prasetyo, 2011). 2.3 Pelatihan Pelatihan merupakan suatu proses yang sistimatis. Dari pelatihan/bekerja berulangulang dengan penambahan beban pelatihan dan pekerjaan secara progresif (Harsono, 1993). Pada dasarnya semua pelatihan merupakan suatu aktifitas atau suatu kinerja dari atlit yang dilakukan secara sistimatis dalam durasi yang panjang, progresif dan berjenjang secara individual (Bompa, 1994). Pelatihan adalah kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu
10
lama serta sistimatis dan progresif sesuai dengan tingkat kemampuan individu dan bertujuan untuk meningkatkan fungsional tubuh sehingga dapat melakukan kegiatan olahraga secara optimal (Soetopo, 2007). Pelatihan didefenisikan sebagai suatu gerakan fisik/aktifitas mental yang berulangulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi lama) dengan pembebanan yang dapat ditingkatkan secara progresif dan individual serta secara fisiologis merupakan suatu proses pembentukan reflek bersyarat, proses belajar gerak serta proses menghafalkan gerakan (Nala, 2002). Secara garis besar ada 4 aspek pelatihan yang diperlukan dalam meningkatkan penampilan/ perform seorang atlit, Pelatihan tersebut menyangkut pelatihan fisik, pelatihan teknik, pelatihan taktik dan pelatihan mental (Soetopo, 2007). 2.3.1 Pelatihan fisik Prinsip dasar dalam program pelatihan adalah, untuk mengetahui sistem energi utama yang digunakan untuk melakukan suatu aktifitas dan penggunakan prinsip beban lebih dalam menyusun suatu program pelatihan yang akan mengembangkan lebih banyak sistem energi tertentu (Fox, dkk.,1988). Sistem energi yang dikenal tergantung pada jumlah dan penggunaan waktu, yaitu bila waktunya pendek menggunakan energi yang berasal dari ATPPC maupun asam laktat, dan menggunakan sistem energi anaerobik. Sebaliknya bila penggunaan energi dalam waktu yang panjang dengan kekuatan yang kecil akan lebih dominan menggunakan sistem aerobik (Sukarman, 1998). Berdasarkan uraian diatas agar pelatihan dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam hal mempersiapkan sistem energinya, maka perlu diketahui energi mana yang lebih dominan digunakan dalam cabang olahraga tersebut. Persentase penggunaan energi yang dominan pada cabang olahraga atletik (Sukarman, 1998) disajikan sebagai berikut:
11
Tabel 2.1 Persentase Penggunaan Energi Aerobik dan Anaerobik Jarak Lari
Waktu
Aerobik %
Anaerobik %
100 m
10 detik
10
90
400 m
45 detik
25
75
1500 m
3 mnt, 35 detik
55
45
5000 m 13 mnt, 30 detik Sumber : Sukarman 1998
85
15
Dari tabel diatas untuk lari 100 meter persentase penggunaan energi secara aerobik adalah 10%, sedangkan persentase anaerobik adalah 90 %. Penggunaan energi untuk kedua nomor tersebut sangat jauh berbeda. Maka dalam menyusun program pelatihan dapat diarahkan secara anaerobik. Tetapi bila pelatihan menggunakan lari jarak 1500 meter dengan interval istirahat, maka berdasarkantabel di atas pengaturan energi yang dibutuhkam adalah energi aerobik. Pelatihan fisik harus diupayakan secara sistematis dan terencana untuk meningkatkan fungsional tubuh agar dapat mencapai kondisi fisik yang prima. Jika pembinaan fisik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya maka pelatihan akan memberikan pengaruh yang baik berupa peningkatan kualitas fisik. Perubahan-perubahan yang terjadi seperti perubahan pada sistem kardiorespirasi (cardio respiratory system), perubahan pada serabut otot, perubahan tekanan darah (cardio vaskuler), perubahan aklimasi terhadap panas dan perubahan jaringan ikat (Fox, dkk.,1988). Pengaruh pelatihan fisik yang teratur dan kontinu secara fungsional terhadap komponen-komponen fisik sebagai berikut: a. Perubahan pada sistem kerja jantung. Dengan pelatihan jantung menjadi efisien, dapat mengedarkan darah dengan jumlah denyut nadi yang lebih sedikit, kontraksi jantung menjadi lebih kuat, mengosongkan dirinya lebih sempurna pada saat kerutan (systole), isi sekuncup, serta cardiac output bertambah besar (Fox, dkk.,1988). Pelatihan fisik dapat mempengaruhi fungsi jantung, terutama pengangkutan
12
O2 didalam tubuh, yang melibatkan berbagai sistem secara terpadu memperlancar pengangkutan O2 kebagian tubuh yang aktif dan mengurangi pengiriman O2 kebagian tubuh yang kurang aktif (Fox, dkk., 1988). Perubahan-perubahan pada jantung antara lain : 1. Perubahan ukuran jantung. Ukuran jantung membesar akibat dari pelatihan. Dengan teknik ekokardiografi dapat diungkap bahwa pembesaran ukuran jantung atlit disebabkan oleh membesarnya rongga ventrikel, sedangkan tebal dindingnya tetap. Hal ini menunjukan bahwa volume darah didalamnya saat diastole lebih banyak sehingga volume sekuncup juga meningkat (Fox, dkk., 1988). 2.
Penurunan denyut jantung. Subjek yang terlatih umumnya memiliki denyut jantung istirahat yang lebih rendah dari pada yang tidak terlatih (bradyacardia) yang disebabkan karena pada subjek yang terlatih terjadi peningkatan rangsangan parasimpatis dan terjadi penurunan rangsangan simpatis.
3.
Peningkatan volume sekuncup, yang disebabkan oleh peningkatan kontraktil otot jantung dan perubahan kontraksi ion kalsium cairan ekstrasel yang dapat mempengaruhi elemen kontraksi otot jantung (Fox, dkk., 1988).
4.
Peningkatan volume darah dan haemoglobin. Akibat pelatihan yang teratur, volume darah yang mengalir bertambah, juga haemoglobinya, namun tidak merubah konsentrasi haemoglobin (Fox,dkk.,1988). khusus pada pelatihan sub maksimal terjadi peningkatan volume oksigen maksimum (VO2 maks). Peningkatan ini dalam pelatihan sub maksimal berkisar antara 5-20% selama 8-12 minggu, yang disebabkan karena pengiriman O2 ke otot yang aktif, lebih cepat dan lebih banyak. Demikian juga penyerapan O2 dalam sel akan meningkat.
13
b. Perubahan fungsi pernapasan. Pelatihan yang teratur dapat meningkatkan volume pernapasan, ventilasi permenit, efisiensi ventilatorik dan kapasitas difusi (Fox, 1988). Pengaruh pelatihan terhadap sistem pernapasan otot-otot disekitar paru-paru akan terlatih melakukan kerja lebih banyak, sehingga bagi atlit yang terlatih bila melakukan suatu aktifitas akan mempunyai kemampuan menghisap O2 lebih banyak dalam periode waktu yang lebih lama, dan mampu menghembuskan sisa-sisa pembakaran/ CO2 lebih banyak. c. Perubahan serabut otot. Akibat pelatihan otot yang berulang-ulang akan membuat serabut otot menjadi lebih aktif sehingga otot skeletal bertambah besar. Pelatihan fisik akan mempengaruhi proporsi kedua jenis otot cepat (fast twitch fiber) dan serabut otot lambat (slow twitch fiber) secara berbeda dalam terjadi hipertropi. Pelatihan anaerobik lebih nyata pengaruhnya pada serabut otot cepat, sedangkan pelatihan aerobik lebih nyata pada serabut otot lambat (Fox, dkk., 1988). Perubahan kemampuan tubuh yang beradaptasi dari hasil pelatihan fisik seperti yang dikemukakan diatas akan mempengaruhi kemampuan terhadap komponen kesegaran fisik, yaitu daya tahan dan kecepatan, dimana unsur –unsur kesegaran jasmani seorang atlit/pelari cepat 100 meter sangat ditentukan oleh kedua komponen kesegaran jasmani tersebut. Pelatihan fisik diartikan sebagai suatu proses mempersiapkan atlit secara sistematis, dengan pemberian beban fisik dan mental secara teratur meningkat dan berulang-ulang yang bertujuan untuk mencapai mutu prestasi yang maksimal (Straus, 1984). Pelatihan fisik yang dituangkan dalam suatu program pelatihan yang dilakukan secara teratur, sistematis dan
14
berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata, tidak nampak bila dilakukan secara tidak teratur (Fox, dkk., 1988). Pelatihan fisik merupakan faktor utama dan terpenting, sebagai unsur yang diperlukan dalam pelatihan, untuk mencapai prestasi yang tertinggi serta dalam setiap pengaturan program pelatihan fisik harus dikembangkan secara bertahap yaitu pelatihan fisik umum, pelatihan fisik khusus dan pelatihan komponen biomotorik (Soetopo, 2007). Sebelum melakukan pelatihan fisik harus dilakukan pemanasan yang merupakan syarat umum dan harus menjadi bagian dari pelatihan. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan fisik dan mental untuk mencapai tujuan pelatihan berikutnya (Bompa, 1994). Caranya adalah dengan kalistenik, peregangan dan pelemasan bagian tubuh secara umum yang berhubungan dengan aktifitas saraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya (Sajoto, 2002). Pelatihan fisik yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah jenis pelatihan interval dengan beban yang akan disesuaikan dengan kemampuan subjek. Pelatihan ini terdiri dari 3 bagian yaitu latihan pendahuluan/pemanasan, latihan inti dan latihan penenangan/pendinginan. 2.3.2 Pelatihan teknik Pelatihan teknik adalah gerakan yang dibutuhkan untuk mempermahir / menguasai gerakan-gerakan guna memenangkan suatu kompetisi/perlombaan. Pelatihan teknik merupakan pelatihan khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakangerakan dasar dari bentuk teknik yang diperlukan pada cabang olahraga yang bersangkutan, harus dapat dilatih dan dikuasai secara sempurna (Nossek, 1982). Penguasaan teknik sprint diartikan sebagai kemampuan atlet dalam mengetahui atau memahami teknik lari sprint dan dapat menggunakan teknik lari sprint dengan baik. Aplikasi
15
teknik merupakan penerapan penggunakan teknik lari sprint yang dilakukan oleh atlet di dalam perlombaan, mereka akan berusaha untuk mengeluarkan semua kemampuan yang dimiliki untuk mencapai penampilan terbaik dan prestasi maksimal. Setiap atlet memiliki kemampuan yang berbeda dengan cara yang berbeda pula dalam menerapkan atau mengaplikasikan teknik sprint dalam perlombaan. Atlet yang tangkas memiliki teknik yang baik dan konsisten dan juga tahu kapan dan bagaimana menggunakan teknik, guna menghasilkan prestasi yang baik (Anonim, 2011) 2.3.3 Pelatihan taktik. Pelatihan taktik merupakan cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku (Suharno, 1993). Tujuan pelatihan teknik adalah untuk mengembangkan kemampuan interpretasi atau daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik dan harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap pelatihan (Nossek, 1982). 2.3.4 Pelatihan mental Pelatihan mental atlet sangat penting karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan taktik apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet serta penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportivitas, percaya diri dan kejujuran (Nossek, 1982). Dari beberapa diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual yang bertujuan untuk memperbaiki sistem saraf, fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada saat melakukan aktifitas olahraga, dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 2011).
16
2.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011). Prinsip-prinsip dasar pelatihan terdiri dari 7 (Nala, 2011) yaitu : a. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan, sehingga atlit dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan. b. Prinsip pengembangan multilateral Pelatihan dasar-dasar kebugaran badan dan komponen biomotorik hendaknya dibekali dahulu sebelum pelatihan yang mengarah kepada spesifikasi olahraga yang digeluti. Selain itu dikembangkan pula seluruh organ dan sistem yang ada dalam tubuh, yang menyangkut proses fisiologis yaitu perubahan yang ditunjukan oleh bertambahnya satu kekuatan dan daya tahan statis dan daya tahan dinamis. Tiga kecepatan transmisi syneptic dan neutron muskoler. Demikianlah maka latihan otot akan menyebabkan otot menjadi lebih kuat, lebih tahan, dan lebih cepat c. Prinsip spesialisasi dalam pelatihan Spesialisasi merupakan proses yang komplek yang didasarkan pada pengembangan menyeluruh (Soetopo, 2007). Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih dilanjutkan dengan pengembangan khusus atau spesialisasi dengan cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlit bersangkutan (Nala, 2011). Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang cocok untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlit bersangkutan, untuk melatih cabang olagraga atletik, spesialisasi umur yang dilatih antara 13-14 tahun (Bompa, 1994).
17
d. Prinsip pelatihan individualisasi. Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi dalam olahraga yang berbeda satu sama lainnya, sehingga cara pelatihan pun berbeda (Nala, 2011). e. Prinsip variasi. Pelatihan yang yang bersifat monoton yang dilakukan secara terus menerus akan cukup membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program program pelatihan yang ditetapkan, sehingga atlit tetap bergairah dan semangat dalam berlatih (Nala, 2011). Variasi ini akan dapat dilakukan melalui serangkaian pelatihan, modalitas, peralatan, repetisi dan set yang berbeda sehingga dapat mengembangkan pola gerak, pola teknik, ataupun biomotorik. Oleh karena itu seorang pelatih harus merencanakan program pelatihan secara matang sehingga dapat mengatasi pelatihan yang monoton dan membosankan (Soetopo, 2007). f. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitasi, suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamatai mendekati keadaan sebenarnya (Nala, 2011). g. Prinsip beban berlebih. Prinsip beban berlebih sering disarankan oleh para ahli dan merupakan prinsip merupakan prinsip
dasar
pelatihan.
Prinsip
ini
menjelaskan
bahwa
kemajuan
prestasi
seseorang,merupakan akibat langsung dari jumlah dan kualitas kerja yang dicapainya dalam pelatihan (Soetopo, 2007). Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlit bersangkutan. Makin lama semakin
18
berat atau dapat diwali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi gerakan yang semakin rumit (Nala, 2011).
2.5 Prosedur Pelatihan Fisik. Prosedur pelatihan fisik terdiri dari tiga bagian yaitu: bagian pendahulaun, bagian inti dan bagian pendinginan (Fox, dkk., 1988). 1. Bagian Pendahuluan (Pemanasan atau Warming-Up) Suatu aktifitas fisik seperti olahraga sangat perlu dilakukan pemanasan yang cukup memadai, karena ketika beristirahat sistem tubuh berada dalam keadaan tidak aktif. Untuk itu perlu diadakan adaptasi selama beberapa menit, baik fisik, maupun fisiologis dari sifat pasif kesifat aktif. Selama pemanasan akan terjadi peningkatan intensitas secara progresif, menaikan kapasitas organ tubuh serta fungsi saraf, diikuti pula oleh proses metabolik yang lebih cepat akibatnya aliran darah meningkat, suhu tubuh naik sehingga merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan pasokan oksigen ke sel otot dan organ tubuh lainnya (Nala, 2011). Pemanasan yang umum dilakukan dalam olahraga adalah pemanasan aktif, yaitu dengan aktivitas fisik, bukan pemanasan pasif seperti: mandi uap, menggunakan selimut panas, sinar inframerah, dengan bahan kimia yang efeknya sangat terbatas pada organ tubuh,karena cara-cara ini tidak setinggi gerak badan / aktifitas fisik dan tidak ada kontraksi otot (Bompa, 1994). Lama pemanasan untuk menggerakan seluruh otot tubuh berkisar antara 20-30 menit atau 10-20 menit (Bompa, 1994). Ada pula dengan memakai patokan frekuensi denyut nadi, yaitu bila frekuensi denyut nadi telah meningkat 20-40 denyut diatas denyut nadi istirahat (Powers and Howle, 1990). Bentuk pemanasan yang dilakukan selama pelatihan sangat bergantung dari cabang olahraga yang dilakukan, bentuk pemanasan ada 3 tiga macam antara lain : 1) peregangan yang merupakan aktifitas otot pertama kali dilakukan; 2) kalistenik dengan
19
cara menggerakan sekelompok otot yang secara aktif berulangulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang bersangkutan; 3) aktivitas spesifik yaitu aktivitas yang disesuaikan dengan olahraga yang dilatih (Nala, 2011). Tujuan dari pemanasan adalah untuk mempersiapkan sistem organ tubuh supaya dapat bekerja dalam tingkat efisiensi yang tinggi sewaktu berlatih atau bertanding (Powers, 1990). Selain itu pemanasan aktivitas dapat menyebabkan suhu tubuh, tertutama suhu otot skeletal akan meningkat dengan cepat, jumlah dan oksigen yang mengalir menuju otot juga akan meningkat (Nala, 2002). Pemanasan yang diberikan dalam penelitian ini, dilakukan dengan berlari mengelilingi lapangan selama 5 menit, bertujuan untuk meningkatkan suhu tubuh dan aliran darah ke seluruh otot, kemudian dilanjutkan dengan peregangan yang meliputi peregangan otot leher, lengan, pinggang dan otot tungkai. 2. Pelatihan Inti Pelatihan meningkatkan komponen biomotorik kecepatan dapat ditempuh dengan metode progresif yang diawali dengan intensitas, volume, dan frekuensi yang rendahkemudian secara bertahap bebannya ditingkatkan. serta
sejak awal sudah dilatih dengan
kemampuan maksimum yang biasa digunakan untuk atlit (Nala, 2002). Intensitas pelatihan merupakan ukuran atau tingkat kerja yang dapat dilakukan dalam suatu waktu (Nala, 2002). Metode pelatihan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pelatihan lari interval, yaitu lari cepat diselingi jalan dengan intensitas pelatihan yang disesuaikan untuk pemula yaitu intensitas atau kemampuan submaksimum (100% dari kemampuan maksimum). Sedangkan volume pelatihan adalah jarak tempuh pelatihan sejauh 100 meter.
20
Takaran pelatihan ini dipilih berdasarkan pertimbangan kecepatan lari 100 meter, sehingga jika dilatih dengan jarak yang melebihi jarak sasaran maka subjek akan terbiasa serta lebih ringan untuk menempuh jarak 100 meter. Metode palatihan lari interval pada penelitian ini terdiri dari kelompok satu yang melaksanakan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir dan kelompok dua yang melakukan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, yaitu dengan lari secepat-cepatnya sejauh 4 x 50 meter diselingi dengan jalan sebanyak 4 x 50 meter. Pelatihan untuk ke dua kelompok ini dilakukan dengan jumlah repetisi dan jumlah set yang sama yaitu dilakukan sebanyak 4 repetisi 3 set, dengan frekuensi pelatihan adalah tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat) selama enam minggu. 3. Pelatihan pendinginan/colling down Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke keadaan semula. Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali secapatnya darah yang berkumpul diotot skeletal yang telah aktif sebelumnya keperedaran sentral. Selain itu berfungi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2002). Pendinginan membantu mempercepat pemulihan dari kelelahan serta dengan aktivitas ringan ini akan merangsang kerja pompa otot, sehingga mencegah penumpukan darah pada anggota tubuh terutama di daerah tungkai (Fox, 1988). Bentuk pelatihan pendinginan yang biasa dilakukan adalah dengan istirahat aktif, yaitu selesai melakukan aktivitas atau berolahraga tidak langsung duduk tapi melakukan gerakan-gerakan ringan, seperti jalan-jalan atau menggerak-gerakkan otot tubuh mulai dari anggota gerak atas dan dilanjutkan anggota gerak bawah secara ringan (Nala, 2002). Lamanya pendinginan berkisar antara 10-20 menit (Powers dan Howley, 1990). Pelatihan pendinginan yang dilakukan dalam penelitian ini, dimulai dari gerakangerakan ringan dari kepala, leher, bahu, lengan, pinggang, dan anggota gerak bawah.
21
Selanjutnya melakukan olah nafas yaitu menarik nafas panjang dan perlahan serta menghembuskan nafas panjang perlahan. 2.6 Pelatihan Kecepatan Lari Kecepatan adalah elemen penting pada hampir semua cabang olahraga (Brantly, 2001). Kecepatan lari merupakan faktor yang paling penting dalam upaya mencapai prestasi puncak cabang olahraga lari cepat (Bernhard, 1993). Kecepatan lari yang dimaksudkan disini adalah kecepatan berlari menempuh lintasan tertentu dalam waktu tertentu. Kecepatan ini dinyatakan dengan rumus (Alonso dan Finin, 1992) :
Keterangan : Vx = Kecepatan lari (m/dt) Sx = Jarak/lintasan yang ditempuh (m) t
= Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh lintasan tersebut (dt)
Kecepatan diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bergerak dari satu tempat ketempat yang lain dalam waktu sesingkat mungkin (Corbin, 1990). Selanjutnya dikatakan bahwa kecepatan merupakan suatu gerakan tungkai pada seorang pelari atau gerakan lengan pada seorang pemain golf (Anonim, 2009). Lari cepat merupakan perpindahan tubuh dari satu titik ke titik lainnya yang dilakukan dengan gerakan berulang dan berkesinambungan, oleh anggota gerak bawah (Nala, 2002). Kecepatan berlari sprint adalah kemampuan alami untuk mencapai percepatan lari yang sangat tinggi, dan untuk menempuh jarak pendek (Anonim,2009). Dalam perlombaan atletik dikatakan kecepatan berlari adalah suatu kemampuan menempuh jarak tertentu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya atau cepat (Jarver, 1999).
22
Kecepatan terdiri dari tiga bagian yaitu waktu reaksi, frekuansi setiap satuan waktu dan kecepatan untuk menempuh jarak (Bompa, 1994). Pelatihan kecepatan mengikuti prinsipprinsip seperti pengulangan, intensitas tinggi dengan irama yang meningkat, metode hambatan, metode permainan (Bompa, 1994). Metode pelatihan lari pada prinsipnya otot-otot tungkai harus berkontraksi berulang-ulang dengan secepat-cepatnya (Jarver, 1999). Prinsipprinsip pelatihan kecepatan lari adalah memperbaiki kemampuan tubuh dalam mentransfer darah dan oksigen, meningkatkan kemampuan otot yang sedang berlari agar secara efektif menggunakan oksigen yang tersedia, meningkatkan VO2 max, menggeser ambang laktat untuk dapat menyesuaiklan kecepatan lari, memperbaiki kecepatan, menjadikan aktvitas berlari lebih sedikit (Daniels, 2000). Pelatihan meningkatkan komponen biomotorik kecepatan dapat ditempuh dengan metode progresif yang diawali dengan intensitas, volume dan frekuensi yang rendah kemudian bebannya ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai maksimum, sedangkan metode maksimum dalam pelatihan sejak awal sudah memakai intensitas, volume dan frekuensi pelatihan dengan takaran maksimum (Nala, 2002). Jika menginginkan kecepatan yang meningkat, dapat melakukan dengan metode lari yang cepat dengan metode interval yang dilakukan dengan situasi kelompok yang mempunyai kemampuan yang hampir sama (Brown, 1997). Ada tiga hal penting yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kecepatan lari (Jansen dan Fisher, 1979) diantaranya : 1) Meningkatkan tenaga dan otot-otot ekstensor anggota gerak bawah dengan gerakangerakan lari, yang dilakukan secara berulang-ulang untuk meningkatkan tahanan dengan aturan tertentu dan bertahap sehingga lebih banyak tenaga dinamis yang ditimbulkan. 2) Peningkatan kondisi neoromuskuler melalui pelatihan lari yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kecepatan maksimal.
23
3) Mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam mekanika gerak lari. Bentuk pelatihan kecepatan (Nossek, 1982) dapat dilakukan dengan cara : 1. Pengulangan menempuh jarak tertentu dengan kecepatan maksimal 2. Peningkatan kecepatan dari waktu ke waktu dengan jarak yang sama 3. Jarak tertentu ditempuh dengan kecepatan maksimal 4. Intensitas pelatihan antara submaksimal dan maksimal 5. Pelatihan kecepatan dengan frekuensi 3 kali perminggu Program pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan pelari (Fox, dkk; 1983) dapat dilakukan dengan cara : 1. Intensitas maksimal dari kemampuan 2. Frekuensi pelatihan antara 3-5 kali perminggu. Pengembangan kecepatan (Bompa, 1994) dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: Metode pengulangan : 1) Intensitas tinggi dengan irama yang menigkat 2) Metode hambatan (rintangan) 3) Metode permainan 4) Metode kecepatan dengan penggunaan rintangan (speed barrier). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian ini diterapkan pada subjek yang memiliki kemampuan hampir sama yaitu siswa kelas X berumur 16-17 tahun dan mereka bukan atlit. Mereka yang akan dipilih sebagai subjek penelitian adalah yang memiliki kebugaran fisik sama yaitu kategori sedang, dengan demikian diasumsikan subjek memiliki kemampuan yang sama dan dapat mengikuti pelatihan yang akan diberikan sesuai dengan kemampuannya.
24
2.7. Metode Pelatihan Interval Pelatihan interval yakni pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi teraturdan berulang-ulang diselingi dengan pemulihan yang mamadai seperti lari diselingi dengan jalan (Nala, 2011). Pelatihan interval adalah suatu bentuk pelatihan yang diselingi oleh interval berupa masa istirahat (Suherman, 2008). Sistim organ dalam tubuh yang paling berpengaruh dan sangat berperan dalam pelatihan interval adalah sistim kardiorespirasi (Fox, 1988). Konsumsi oksigen dan fentilasi paru meningkat sekitar 20 kali pada aktivitas fisik pelatihan dengan intensitas maksimal (Guyton and Hall, 2007). Beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun pelatihan interval (Harsono, 1993) antara lain : lama pelatihan, beban pelatihan, ulangan pelatihan, masa istirahat setiap repetisi pelatihan. Lamanya pelatihan dapat diartikan dalam jarak lari yang harus ditempuh, beban pelatihan dengan waktu menempuh jarak tersebut, ulangan pelatihan diartikan sebagai berapa kali jarak yang harus ditempuh. Sedangkan yang dimaksud dengan masa istirahat interval adalah masa istirahat diantara setiap ulangan lari yang dilakukan dengan istirahat aktif yaitu dengan cara jalan (Harsono, 1993). Selanjutnya (Nala, 2011) mengemukakan ada beberapa persyaratan agar pelatihan bisa berhasil diantara lama kerja interval lebihdari 60 detik, intensitas latihan 85-100% dari kemampuan maksimum, repetisi, set, interval dan disesuaikan dengan kemampuan. frekuensi latihan tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat). Manfaat yang biasa didapat dari pelatihan interval antara lain memberikan pengaruh yang baik bagi jantung dan otot, menghasilkan sesuatu yang dikenal dengan istilah after trainingburn yaitu kondisi dimana setiap otot tetap melakukan pembakaran lemak, gula dan sedikit protein meskipun aktifitas sudah berhenti (Anonim, 2005). Suatu penurunan kadar laktat akan sangat cepat terjadi apabila pada setiap pulih asal diisi dengan jalan atau lari perlahan dibandingkan dengan istirahat dengan duduk diam, dengan demikian pelatihan terasa lebih ringan (Fox, dkk., 1988). Selain itu dengan pelatihan
25
interval suatu jarak yang panjang dapat ditempuh dengan kecepatan lebih tinggi tetapi terasa lebih ringan dibanding dengan pelatihan yang terus menerus tanpa istirahat. Hal ini disebabkan karena pada pelatihan interval setelah melakukan suatu aktivitas dengan intensitas maksimal akan selalu diikuti oleh suatu periode asal yaitu jalan atau lari perlahan (Brown, 1997). Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pelatihan interval dari berbagai cabang olahraga antara lain : 1. Penelitian eksperimental laboratories yang dilakuakn oleh Boleng (2003) tentang pengaruh latihan interval terhadap pemulihan glikogen otot menyimpulkan, pemulihan glokogen otot pada latihan interval lebih meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol. 2. Penelitian mengenai pengaruh latihan interval dan continyu terhadap perubahan VO2 max dan denyut nadi istirahat yang dilakukan oleh Nasution (2000) bentuk pelatihan interval lebih baik dibanding pelatihan kontinu terhadap VO2 max. 3. Sedangkan hasil penelitian pelatihan interval lari dengan 5 model pelatihan yang dilakukan oleh Gelatang (2009) melaporkan ke-5 model pelatihan lari interval tersebut dapat menurunkan waktu tempuh lari 800 meter. 4. Selanjutnya Juliasih (2010) melaporkan, hasil penelitian pelatihan lari 8 x 100 meter lebih baik dari pelatihan lari 4 x 200 meter dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa SMK Negeri 5 Denpasar. 5. Hasil penelitian Ardana G.A.A mengatakan pelatihan lari cepat 100 meter interval aktif lebih baik dibanding dengan lari cepat lari cepat 100 meter dan dan 800 meter pelari pemula putra SMK Negeri I Denpasar. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas membuktikan bahwa bentuk pelatihan interval sangat efektif dipergunakan pada pelatihan beberapa cabang olahraga seperti cabang
26
olahraga yang membutuhkan kecepatan. Pertimbangan iniyang mendasari penulis merancang pelatihan lari interval terhadap peningkatan kecepatan lari jarak pendek 100 meter.
2.8 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Lari Kecepatan lari dipengaruhi oleh berbagai faktor anatar lain faktor keturunan, jenis kelamin, berat badan, panjang tungkai, waktu reaksi, kemauan untuk mengatasi tahanan luar, teknik, konsentrasi serta kekuatan otot (Bompa, 1994). Kecepatan ditentukan dengan jenis otot atau banyaknya otot cepat atau otot lambat, koordinasi otot dan saraf, biomekanika atau teknik gerakan serta kekuatan otot (Pate, dkk., 1988). Atlet jarak pendek mempunyai komposisi serabut otot cepat (fast twitch fiber) lebih besar dibandingkan dengan serabut otot lambat (slow twitch fiber) sehingga kcepatan gerakan lebih tinggi (Anonim, 2009). Hal ini disebabkan oleh kemampuan otot cepat berkontraksi lebih cepat dari otot lambat (Pate, dkk.,1988). Pendapat-pendapat diatas menjelaskan bahwa secara garis besar kecepatan dipengaruhi faktor internal dan eksternal yang diuraikan sebagai berikut : 2.8.1 Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri diantaranya : 1. Umur. Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Biasanya kecepatan lebih rendah pada usia anak-anak dan meningkat diusia remaja dan mencapai puncaknya pada usia 25 tahun. Pelatihan olahraga atletik termasuk lari cepat jarak 100 meter mulai dilatih dari umur 1012 tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak prestasinya pada umur umur 18-23 tahun (Bompa, 1994). Umur yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 16-17 tahun.
27
2. Genetik Pengaruh genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan merah. Atlit yang memiliki lebih banyak serabut otot putih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, seperti pelari jarak pendek sedangkan yang lebih banyak memiliki serabut otot merah lebih tepat melakukan kegiatan yang bersifat aerobik, seperti pelari jarak jauh. Dengan demikian faktor genetik juga mempengaruhi terhadap kecepatan lari. Tetapi dilapangan hal ini sulit diterapkan, hanya untuk diketahui saja bahwa di dalam tubuh manusia ada jenis otot yang namanya otot cepat dan otot lambat, yang fungsinya masing-masing berbeda (Nala, 2011). 3. Jenis kelamin Perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan proporsi dan besar otot dalam tubuh. Pada umur yang sama setelah wanita mengalami menstruasi ada peningkatan jaringan lemak sehingga wanita yang aktif relatif sedikit. Perbedaan nilai kekuatan otot tidak sama setiap kelompok otot. Pada otot ekstensor dan fleksor panggul nilai kekuatan otot wanita 80% dari pada laki-laki kekuatan alat tubuh bagian atas hanya 50% dari laki, sedangkan organ tubuh bagian bawah berkisar antara 30% lebih lemah dari laki-laki (Astrand and Rodhal, 1986). Dengan demikian jelas bahwa jenis kelamin mempengaruhi kecepatan lari. Jenis kelamin yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki. 4. Berat badan Berat badan sangat mempengaruhi kecepatan lari. Tubuh yang lebih berat dengan kekuatan otot yang sama akan menghasilkan kecepatan lari yang lebih rendah. Hal ini disebabkan kerena berat badan merupakan gaya berat yang dipengaruhi oleh percepatan gravitasi. Makin tinggi gaya berat maka gaya otot yang dibutuhkan untuk mengangkat
28
atau memindahkan berat badan semakin besar. Sehingga dengan gaya otot yang sama pada berat badan yang lebih kecil akan lebih mudah tubuh diangkat atau dipindahkan dan kecepatan tubuh bergerak akan semakin tinggi (Kosen, 1980). 5. Tinggi badan Tinggi badan berhubungan erat dengan panjang tungkai, sehingga makin panjang tungkai seseorang langkahnya akan semakin panjang dan mempengaruhi kecepatan lari (Wahyudi, 2000). 6. Panjang anggota gerak bawah Panjang tungkai merupakan faktor penunjang kecepatan lari, karena panjang tungkai mempengaruhi panjang langkah dan frekuensi langkah. Dikatakan bahwa kecepatan pada nomor lari cepat tergantung pada frekuensi langkah dan panjang langkah (Jarver, 1999). 7. Kebugaran fisik Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh setiap individu untuk dapat melakukan aktivitas dengan baik (Hairy, 1988). Kebugaran fisik merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa lelah berlebihan dan masih memiliki cadangan tenaga untuk menikmati waktu luang dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mendadak (Nala, 2011). Kebugaran fisik berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang, semakin baik kapasitas aerobik seseorang maka semakin baik pula kebugaran jasmaninya (Sukarman, 1998). Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki kebugaran fisik kategori sedang, memiliki kemampuan fisik yang hampir sama untuk melakukan pelatihan yang diterapkan. 2.8.2 Faktor eksternal Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlit. Faktor tersebut menyangkut suhu dan kelembaban lingkungan, arah dan kecepatan angin, juga ketinggian tempat.
29
1. Suhu dan kelembaban relatif udara. Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi kecepatan atlet. Pelatihan yang dilakukan pada suhu yang sangat panas dapat menyebabkan atlet dapat mengalamai dehidrasi. Sebaliknya pelatihan yang dilakukan pada suhu dingin akan menyebabkan kram, (Pate, dkk., 1988). Oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan pada tempat yang nyaman dengan mempertimbangkan tempat dan waktu penelitian. Penyesuaian terhadap cuaca lingkungan pada penelitian ini, tidak menjadi masalah karena siswa biasa beraktivitas dengan temperatur lingkungan dan kelembaban relatif udara yang tidak jauh berbeda dari tempat pengambilan data. 2. Arah dan kecepatan angin Salah satu syarat pertandingan atletik adalah arah dan kecepatan angin harus diukur sebelum kejuaraan dimulai. Kecepatan angin yang terlalu tinggi akan menghambat gerakan berlari sehingga dapat menguragi kecepatan. Arah angin diukur dengan bendera angin/kantong angin sedangkan kecepatannya dengan anemometer (Gabriel, 2003 and Kanginan, 2000). Dalam penelitian ini arah dan kecepatan angin berada dalam batas toleransi, diharapkan pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilnya dan tempat pengambilan data berada pada kondisi yang sama atau disatu tempat. 3. Ketinggian tempat Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet, oleh karena semakin tinggi suatu tempat akan semakin rendah oksigen. Kondisi ini akan memerlukan adaptasi yang lebih baik dari atlet yang sedang berlatih (Pate, dkk., 1988). Selain faktor lingkungan di atas, asupan makanan juga dapat mempengaruhi kecepatan. Ketersediaan nutrisi didalam tubuh akan mempengaruhi kinerja otot. Hasil penelitian Sumosarjono (1999) menyatakan bahwa para atlet lari sebaiknya makan-makanan yang terakhir 3-4 jam sebelum lomba.
30
2.8.3 Metabolisme energi Penampilan seorang atlet sangat tergantung dari penampilan mengeksploitasi energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi (Carr, 1997). Nomor lari cepat 100 meter membutuhkan daya tahan yang singkat 4-2 menit dan sumber energi utamanya anaerobik,oleh sistem fospagen dan
sistem laktat. Untuk lari 100 meter sistem energi anaerobik
berkontribusi sebesar 80%, sisanya aerobik. Semakin tinggi intensitas semakin besar kontribusi sumber energi anaerobik (Bompa, 1994). Selanjutnya (Nala, 2011) mengemukakan pelatihan anaerobik pada umumnya merupakan usaha untuk meningkatkan sistem glikolisis ATP-KP (Adenosin Tryfosfat-Kreatinfosfat) atau sistem asam laktat (AL). Secara garis besar sistem produksi energi cepat atau sistem metabolisme anaerobik dan sistem energi lambat atau sistem reaksi kimia tidak membutuhkan oksigen, sedangkan metabolisme aerobik merupakan rangkaian reaksi kimia yang memerlukan oksigen (Howley, 1990). Penyediaan energi sistim metabolisme anaerobik berasal dari sistim adenosine trifosfat-keratin fosfat yang sering disebut dengan sistim phospages dan sistim laktat disebut juga sebagai sistim glokolisis. Sedangkan sistim metabolisme aerobik energinya berasal dari pembakaran glikogen otot oleh oksigen melalui proses glikogenolisis, glikolisis (Guyton and Hall, 2007). Selanjutnya Nala (2011) mengatakan dalam dunia olahraga kebanyakan atlit mempergunakan kedua sistim tersebut baik aerobik maupun anaerobik. Pemahaman tentang metabolisme setiap gerakan sangat diperlukan sebelum merancang program pelatihan, karena untuk meningkatkan kinerja atlet membutuhkan pengetahuan tentang prinsip sistim energi yang dipergunakan selama berolahraga (Nala, 2011). Bila sistem energi anaerobik yang dominan, maka program pelatihannya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik, demikian juga sebaliknya bila sistim aerobik yang lebih dominan, maka tujuan pelatihan adalah untuk peningkatan kapasitas aerobik. Melalui
31
sistim penambahan beban (over load) diharapkan tubuh dapat memiliki persediaan energi secara terus menerus (Costill and Wilmore, 1998). Ketentuan dasar dalam setiap program pelatihan adalah mengetahui sistim energi utama yang digunakan atau yang lebih dikenal dengan sistim energi predominan pada cabang olahraga yang bersangkutan (Fox, 1988). Persediaan ATP menjadi lebih besar apabila otot terlatih lebih banyak, akan tetapi jumlah ATP yang tersedia dalam otot sangat terbatas. Oleh karena itu apabila menginginkan otot dapat berkontraksi berulang-ulang maka ATP yang digunakan oleh otot harus dibentuk kembali dengan bantuan phospo Creatine (Guyton and Hall, 2007). Proses penyediaan energi ATP-KP disebut dengan sistim phospagen yang merupakan sumber energi yang dapat digunakan dengan cepat pada setiap olahraga yang membutuhkan waktu singkat seperti lari jarak pendek. Penyebabnya karena sistem phospagen tidak tergantung pada reaksi kimia yang panjang, tidak membutuhkan oksigen, dan ATP-KP tersimpan dalam mekanisme kontraksi otot. Proses ini diperkirakan akan berlangsung sampai 10 detik (Fox, 1988). Pada saat aktivitas yang berat sering cadangan ATP-KP atau sistim phospagen habis, karena tidak tersedianya oksigen maka ATP akan disediakan melalui glikolisis anaerobik (Brooks, dkk., 1996). Proses ini dinyatakan karena hanya mempergunakan karbohidrat (glikogen dan glukosa), yang mensintesis ATP dalam jumlah sedikit dan juga akan menghasilkan asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan (Fox, 1988). Sistem glikogenasam laktat dapat menyediakan energi untuk aktivitas yang maksimal selama 1,3 – 1,6 menit. Penyediaan energi dari sistim ini sangat dominan untuk lari jarak pendek 200 meter sampai 800 meter (Guyton dan Hall, 2007). Sedangkan energi metabolisme aerobik didapat terutama dari karbohidrat dan lemak, energi yang berasal dari proses aerobik mula-mula berasal dari penguraian glikogen otot, apabila aktivitas olahraga terus berlangsung maka pembentukan ATP berasal dari glukosa dan
32
cadangan glikogen. Selanjutnya ATP berasal dari penguraian lemak (Trigliserida) dan terakhir dari protein (Guyton, 2007). Pengklasifikasian pemakain energi berdasarkan aktivitas olahraga (Fox, 1988) sebagai berikut : 1. Pemakaian energi lebih kecil dari 30 detik, menggunakan sistim ATP-KP (sistim hospagen). 2. Pemakaian energi antara 30-90 detik, menggunakan sistim ATP-KP dan asam laktat 3. Pemakaian energi antara 90-180 detik, menggunakan sistim asam laktat dan oksigen. 4. Pemakaian energi lebih besar dari 180 detik, menggunakan sistim oksigen.
33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Berpikir Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka seperti yang telah dikemukakan
dalam bab sebelumnya, maka dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut : lari 100 meter adalah salah satu nomor lari yang dalam aktivitasnya mempergunakan kecepatan penuh sejauh 100 meter. Kecepatan merupakan salah satu komponen biomotorik yang paling dominan dibutuhkan dalam lomba lari cepat 100 meter. Kecepatan gerakan adalah kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas berulang yang sama serta berkesenambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan kecepatan lari adalah metode lari interval. Latihan interval adalah pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat, tetapi teratur dan berulang-ulang di selingi interval misalnya jalan atau jogging. Suatu penurunan kadar laktat akan sangat cepat terjadi, apabila pada setiap pulih asal diisi dengan jalan atau lari perlahan dibandingkan dengan istirahat dengan duduk diam, sehingga hal ini akan menyebabkan pelatihan terasa lebih ringan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan lari antara lain faktor eksternal dan internal serta faktor pelatihan. Faktor eksternal seperti suhu dan kelembaban, kecepatan angin serta ketinggian tempat, faktor-faktor ini akan ikut serta selama pelaksanaan penelitian. Selanjutnya faktor internal yaitu : umur, jenis kelamin, kebugaran fisik yang akan dikontrol dalam penelitian. Sedangkan berat badan, tinggi badan, panjang anggota gerak bawah akan diukur sebelum pelatihan. Sedangkan faktor pelatihan yang diterapkan, menggunakan metode pelatihan lari interval yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan komponen biomotorik kecepatan.
33
34
Penelitian ini mempergunakan satu jenis pelatihan pada siswa kelas X umur 16-17 tahun siswa SMK N Kakulukmesak, yaitu lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir. Pelatihan ini dilaksanakan dengan intensitas 100% dari kemampuan maksimal, frekuensi 3 kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat) selama enam minggu. Dengan durasi pelatihan tersebut sudah dapat diperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah teradaptasi dengan pelatihan tersebut.
3.2 Konsep Penelitian Konsep penelitian dibuat dalam bentuk bagan sebagai berikut: Faktor Pelatihan -
Lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir
-
Lari interval 4 x 50 meter di lapangan
-
Faktor Internal - Umur - Jenis kelamin - Berat tubuh - Tinggi tubuh - Indek massa tubuh - Kebugaran fisik - Psikis
Faktor Eksternal Suhudan kelembaban Arah dan kecepatan Ketinggian tempat
Hasil Kecepatan Lari 100 meter
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
35
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan atas rumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, 4 repetisi 3 set dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak. 2. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, 4 repetisi 3 set dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak. 3. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, 4 repetisi 3 set lebih meningkatkan kecepatan lari 100 meter, dari pada pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set pada siswa kelas X SMK N Kakulukmesak.
36
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pre and post test group control design (Pocock, 2008 dan Bakta, 1997). Kelompok penelitian initerdiri dari 10 (sepuluh) orang subjek penelitian, dan hanya terdiri dari satu kelompok perlakuan, yang melaksanakan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set selama enam minggu, kemudian hasil penelitian kelompok ini, diukur melalui post testuntuk menilai besarnya peningkatan kecepatan lari 100 meter. 01 P
RA
Klp 1
02
S Klp 2 03
Klp 2
04
Gambar 4.1 Rancangan penelitian Keterangan : P
= Populasi penelitian
RA
= Random alokasi
S
= Sampel
KLP1 = kelompok perlakuan 1, pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir KLP2 = kelompok perlakuan 2, pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan O1
= observasi kecepatan lari kelompok 1 sebelum pelatihan.
O2
= observasi kecepatan lari kelompok 1 setelah 6 minggu pelatihan
O3
= observasi kecepatan lari kelompok 2 sebelum pelatihan
O4
= observasi kecepatan lari kelompok 2 setelah 6 minggu pelatihan 36
37
4.2 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lapangan Sepak bola SMK N Kakulukmesak dan dipantai Atapupu, yang letaknya berdekatan yaitu jarak lapangan ke pantai kurang lebih 100 meter. Pelaksanaan pelatihan selama 6 minggu terhitung mulai dari pertengahan Maret sampai dengan akhir bulan April 2014, dilakukan mulai pukul 16.00 – 17.30 WITA.
4.3
Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi. Populasi target
dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK N
Kakulukmesak yang berjumlah 102 orang. Sedangkan populasi terjangkau yaitu seluruh siswa putra kelas X SMK N Kakulukmesak yang berjumlah 53 orang. 4.3.2. Sampel Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut : a. Kriteria sampel inklusi : 1. Bersedia menjadi subjek penelitian dari awal sampai selesai, dengan mendatangi surat persetujuan kesediaan sebagai sampel. 2. Berbadan sehat dan tidak cacat, berdasarkan pemeriksaaan dokter 3. Jenis kelamin-laki-laki. 4. Umur 16-17 tahun 5. Siswa kelas X 6. Indeks massa tubuh, kategori normal yaitu 18,5 – 24,9 kg. (WHO, 1990) 7. Kebugaran fisik dengan kategori sedang
38
b. Kriteria sampel eksklusi : 1. Ada riwayat patah tulang 2. Ada riwayat penyakit tertentu c. Kriteria Drop Out : 1. Sakit, cedera, saat pelatihan berlangsung. 2. Menarik diri dari subjek penelitian. 3. Subjek tidak mampu menyelesaikan beban latihan yang diberikan. 4.3.3. Besar sampel Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan oleh Benediktus Nahak, tahun 2013 pada nomor lari cepat 100 meter terhadap 5 (lima) siswa kelas X yang berumur 16-17 tahun SMK N Kakulukmesak, didapatkan kecepatan lari 100 meter sebelum pelatihan adalah 16,28 dt dengan standar daviasi
dan sesudah pelatihan 13,84 pelatihan. (Nahak, 2013).
Besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus (Pocock 2008) sebagai berikut :
(
)
(
)
keterangan : n
= Jumlah sampel = 0,05 ( batas kemaknaan ) = Standar daviasi ( 1,57 detik ) ( kekuatan / pawer penelitian ) (
) = 10,5 ( Nilai yang ada pada tabel ) = rerata kecepatan lari 100 meter sebelum pelatihan ( 16, 28 detik ) = rerata kecepatan lari 100 meter setelah pelatihan ( 13,84 detik )
39
Berdasarkan hasil penghitungan dengan rumus diatas maka diperoleh hasil sebagai berikut : ( (
) )
= n = 8,69. dibulatkan menjadi 9. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out selama penelitian berlangsung, maka jumlah sampel ditambah 10 % dari jumlah n sehingga jumlah sampel menjadi 10 orang. Total keseluruhan sampel sebanyak 2 kelompok x 10 orang = 20 orang. 4.3.4 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi siswa SMK N Kakulukmesak berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. 2. Jumlah sampel yang terpilih diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi. 3. Memilih sampel sebanyak 20 orang siswa secara acak sederhana. 4. Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan masing-masing kelompok sebanyak 10 orang. Pembagian kelompok ini dilakukan dengan cara acak sederhana, yang prosesnya dilakukan dengan pola pengundian. 5. Selanjutnya kelompok 1 melakukan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir sebanyak 2 repetisi 3 set, dan kelompok 2 mendapatkan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan.
40
4.4 Variabel Penelitian Berdasarkan fungsi dan peranannya, variable penelitian dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Variable bebas yaitu : pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir dan 4 x 50 meter di lapangan. 2. Variable kontrol yaitu : jenis kelamin, umur, indeks masa tubuh, dan kebugaran fisik 3. Variable tergantung yaitu : kecepatan lari 100 meter. 4. Variable rambang yaitu : suhu lingkungan, kelebaban relative udara lingkungan, ketinggian tempat diatas permukaan laut, arah dan kecepatan angin.
4.5. Defenisi Operasional Variabel 1. Pelatihan adalah proses yang sistematis dari berlatih/ bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan penambahan beban secara bertahap (Harsono, 1988). 2. Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar sesi, antar sirkuit atau antar sesi per unit latihan (Sukadiyanto, 2010). Waktu dihitung dengan detik atau menit. 3. Pelatihan interval adalah pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi teratur dan berulang- ulang diselingi dengan interval misalnya jalan dan jogging (Nala, 1993). 4. Repetisi adalah ulangan dari pada pelatihan (Sukarman, 1997). 5. Set adalah suatu rangkaian dari repetisi (Nala, 1997). 6. Lari cepat 100 meter adalah lari secepat-cepatnya menempuh jarak sejauh 100 meter dengan kecepatan maksimal. Jarak ini diukur dengan meteran logam merek “Stanley” buatas USA dengan batas ukur 8 meter. 7. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir adalah joging atau jalan selang seling masing-masing sejauh 50 meter, di mana pada saat penurunan kecepatan dari lari 50 meter
41
memerlukan jarak 10 meter dan di lanjutkan dengan jalan kembali ke garis start, sebanyak 4 repetisi 3 set. 1. Intensitas pelatihan
: 80% (kecepatan submaksimal)
2. Volume atau jarak
: 200 meter
3. Repetisi
: 4 repetisi
4. Set
: 3 set
5. Istirahat
: 2-5 menit (kembali kedenyut nadi semula)
6. Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat)
7. Lama Pelatihan
: 6 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir diselingi jalan dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut : Lari 50 m
Jalan 10 m
Jalan kembali ke garis star Gambar 4.2 Disain Pelatihan Lari Interval 4 x 50 Meter di Pantai Berpasir 8. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan adalah lari sejauh 50 meter diselingi jalan sejauh 50 meter, di mana pada saat penurunan kecepatan dari lari 50 meter memerlukan jarak 10 meter dan di lanjutkan dengan jalan sejauh 50 meter kembali ke garis start sebanyak 4 repetisi 3 set. a. Intensitas pelatihan
: 80 % ( kecepatan submaksimal )
b. Volume atau jarak
: 200 meter
c. Repetisi
: 4 repetisi
d. Set
: 3 set
e. Istirahat
: 2-5 menit ( kembali kedenyut nadi semula )
f. Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu ( Senin, Rabu, Jumat )
42
g. Lama Pelatihan
: 6 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan lari interval 4 x 50 meter diselingi jalan dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :
Lari 50 m
Jalan 10 m
Jalan / Joging kembali ke garis star Gambar 4.3 Disain Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan 9. Kecepatan waktu tempuh adalah waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak 100 meter dengan lari secepat-cepatnya. Waktu ini dinyatakan dalam satuan detik, makin kecil nilai angka waktu tempuh makin cepat pula waktu tempuh, dinyatakan dalam nilai waktu yang lebih kecil. Alat ukur yang digunakan adalah stopwatch digital merek Seiko dengan ketelitian 0,01 menit. Kecepatan lari 100 meter dinyatakan dengan waktu tempuh m/dt. 10. Jarak lintasan adalah jarak yang ditempuh sejauh 100 meter. Jarak ini dipakai untuk tes awal dan tes akhir sedangkan jarak 50 meter adalah jarak untuk ke dua jenis pelatihan. Masing-masing pembagian jarak diberikan tanda sebagai petunjuk batas berlari maupun berjalan pada subjek. Lintasan ini diukur dengan meteran logam merek “StanleY” buatan USA dengan ketelitian 0,001 meter. 11. Umur adalah umur subjek menurut tanggal lahir pada ijazah atau akte kelahiran yang dibulatkan menurut tahun. 12. Jenis kelamin adalah jenis kelamin subjek yang tercatat dalam ijazah atau akte kelahiran. 13. Berat tubuh adalah berat tubuh subjek yang diukur dengan timbangan badan elektronik merek “Magic” buatan USA, ketelitian 0,1 kg. dan hanya memakai celana pendek olahraga saat pengukuran.
43
14. Tinggi tubuh adalah tinggi tubuh yang diukur dengan antropometer merek Antioch, dengan ketelitian 0,1 cm. subjek berdiri tegak membelakangi alat ukur dan pandangan lurus ke depan. Panjang diukur mulai dari lantai tempat berpijak sampai ubun-ubun. 15. Kebugaran fisik yaitu kategori kebugaran jasmani subjek yang diperoleh melalui kemampuan melakukan tes lari 2,4 km. hasilnya dicatat dalam satuan menit selanjutnya dikonversikan kebentuk skor yang dikategorikan sedang. 16. Kebugaran fisik diukur dengan stopwatch digital merek Seiko dengan ketelitian 0,01 menit. Pengukuran dilakukan sebelum pelatihan dimulai. 17. Psikis adalah berupa motivasi yang ada di dalam diri subjek yang dapat memacu dirinya untuk berusaha melakukan pelatihan semaksimal mungkin.Untuk memotivasi subjek dalam penelitian ini maka subjek pada setiap pelatihan diberikan konsumsi, dan absensi secara intensif. Selain itu subjek dijelaskan tentang pentingnya hasil penelitian yaitu bahwa hasil penelitian ini berdampak pada kebugaran jasmani dan pencapaian prestasi. 18. Suhu udara adalah suhu kering rata-rata yang diukur setiap waktu penelitian dengan thermometer elektronik merek Extech buatan Jerman, ketelitian 0,1oC. 19. Kelembaban relatif adalah persentase uap air dalam udara yang diukur dengan hygrometer elektronik digital merek extech buatan Jerman, dengan ketelitian 1%. 20. Ketinggian tempat adalah ketelitian ketinggian tempat yang dihitung dari atas permukaan laut, dengan mengambil data yang ada pada dinas meteorologi dan geofisika setempat.
4.6 Instrumen Penelitian Alat-alat yang diperlukan dalam pengumpulan data adalah : 1. Meteran logam merek Stanley buatan USA yang dipakai untuk mengukur panjang lintasan. Satuan meter. 2. Timbangan badan merek magic buatan USA, untuk menimbang berat badan. Satuan kg.
44
3. Antropometer merek antioc buatan USA, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tinggi tubuh. Satuan cm. 4. Stopwatch digital merek Seiko buatan Jepang untuk mengukur waktu tempuh lari 2,4 km waktu tempuh lari 100 meter, lama pelatihan dan lama waktu istirahat tiap set. Satuan detik/ menit. 5. Norma penilaian tes lari 2,4 km cooper, untuk mengukur status kebugaran fisik. Satuan menit. 6. Thermometer elektronik digital merek Extech buatan jerman untuk mengukur suhu kering lingkungan, satuan oC. 7. Hygrometer elektronik digital merek Extech dipakai untuk mengukur kelembaban relatif udara. Satuan %. 8. Tali rafiah untuk batas lapangan. 9. Alat-alat tulis untuk mencatat data. 10. Alat dokumentasi untuk merekam jalannya penelitian. 4.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 4.7.1. Tahap persiapan Tahap persiapan menyangkut : 1. Studi kepustakaan dari buku, jurnal, proseding, internet dan lain-lain yang relevan dengan topik penelitian. 2. Mengurus surat-surat yang mendukung jalannya penelitian. 3. Melakukan penentuan sampel secara acak sederhana dengan cara undian, berdasarkan metode dan kriteria yang telah ditentukan.
45
4. Meminta persetujuan penelitian kepada kepala sekolah dan mengkoordinasikan dengan wali kelas dan guru olahraga dari kelas yang terlibat dalam penelitian ini. 5. Mengadakan pelatihan dan pengukuran dengan guru olahraga dan teman-teman yang terlibat dalam penelitian untuk menyamakan persepsi. 6. Membuat jadwal penelitian sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar dan waktunya tepat untuk melakukan pelatihan. 7. Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah. 8. Mengukur jarak lintasan lari 9. Melakukan uji coba pelatihan teknik berlari serta batas-batas berlari dan berjalan. 4.7.2 Tahap penelitian pendahuluan Langkah-langkah yang ditempuh pada penelitian pendahuluan adalah : 1. Memberikan penjelasan tentang pelaksanaan penelitian 2. Menentukan subjek yang akan dilibatkan 3. Melakukan pengukuran pada variable seperti umur, berat badan, tinggi badan dan kecepatan lari (100 m/dt). 4. Mengolah hasil penelitian pendahuluan untuk menentukan besar sampel dalam penelitian selanjutnya 4.7.3 Tahap penelitian dan penentuan sampel Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut : 1. Semua siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagi sampel diberikan nomor urut yang berbeda 2. Selanjutnya sampel dipilih sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan, secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian
46
3. Melakukan pemilihan kelompok pelatihan secara acak sederhana, dengan teknik undian, yang beranggotakan 10 orang. 4.7.4 Tahap pelaksanaan penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebelum pelaksanaan penelitian subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hak-hak subjek dalam pelaksanaan penelitian 2. Mengukur suhu kering kering lingkungan tempat pengumpulan data dalam satuan derajat (OC) dan mengukur kelembaban relatif udara. 3. Subjek datang ke tempat penelitian 10-15 menit sebelum pelatihan dimulai, pada setiap hari Senin, Rabu dan Jumat (pertengahan Maret- akhir April 2014) pukul 7.00- 8.30. WITA. 4. Setelah subjek istirahat selama 10 menit dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan metode 15 detik, subjek dalam keadaan duduk relaksasi. 5. Subjek dipisahkan menjadi dua kelompok sesuai dengan kelompoknya. 6. Mencatat waktu tempuh tes awal (sebelum pelatihan) dengan lari secepat-cepatnya sejauh 100 meter, kedua kelompok perlakuan dan mencatat hasilnya dalam satuan detik 7. Melakukan pemanasan selama 10-15 menit secara dinamis dan statis yaitu dengan cara jogging mengelilingi lapangan sebanyak satu putaran dilanjutkan dengan peregangan pada otot tungkai. 8. Melakukan pelatihan ini, sesuai dengan jenis pelatihan yang telah ditetapkan selama 6 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu ( Senin, Rabu, Jumat). 9. Hari Senin kelompok satu melaksanakan pelatihan 4 x 50 meter di pantai berpasir, yang dimulai pada pukul 16.00-15.30. Pelatihan yang sama dilakukan juga oleh kelompok dua
47
4 x 50 meter di lapangan, hal yang sama dilanjutkan pada pelatihan berikutnya, yaitu hari Rabu dan Jumat, setiap minggu selama enam minggu pelatihan 10. Setelah enam minggu pelatihan, subjek menjalani tes akhir (post-test) lari cepat 100 meter di lapangan, dan dicatat waktu tempuh dalam satuan detik. 4.8 Analisis Data Berdasarkan data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis Statistik Diskriptif untuk menganalisis umur, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, dan kebugaran fisik yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai. 2. Uji normalitas kecepatan lari (100 m/dt) sebelum dan sesudah pelatihan dengan Saphiro Wilk Test yang bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masingkelompok perlakuan yang melaksanakan pelatihan. Batas kemaknaan adalah
(
)
3. Uji homogenitas data kecepatan lari (100 m/dt) sebelum dan sesudah pelatihan dengan Levene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi data. Batas kemaknaan atau tingkat kerpercayaan yang digunakan adalah
.
4. Uji komparasi data (tes) antara sebelum dan sesudah pelatihan pada ke duakelompok perlakuan menggunakan uji komparasi para metrik uji t- berpasangan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui efek dari pelatihan terhadap kecepatan lari (100 m/dt) sesudah pelatihan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah
.
5. Bila distribusi data uji komparasi kecepatan lari (100m/dt) sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok perlatihan normal, maka menggunakan t-independent test. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata kecepatan lari (100 m/dt) sebelum dan hasil lari sesudah pelatihan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah berdistribusi normal dianalisis dengan uji Mann Whitney.
. Bila data tidak
48
4.9 Alur Penelitian.
Populasi 4 5
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Acak Sederhana
Sampel
6 Awal Tes (Kecepatan Lari 100 m) Alokasi Acak 7 Sederhana
Kelompok 2 (Lari Interval 4 x 50 m di Lapangan). Pelatihan selama 6 minggu
Kelompok 1 (Lari Interval 4 x 50 m di Pantai ) Pelatihan selama 6 minggu
Tes Akhir (Kecepatan Lari 100 m)
Analisis Data
Penyusunan Tesis
Gambar 4.4 Alur Penelitian.
49
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan di SMK N Kakuluk Mesak Kab. Belu, NTT selama enam bulan. Subjek penelitian berjumlah 20 orang yang terbagi menjadi dua kelompok perlakuan, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Kelompok satu diberikan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set, sedangkan kelompok dua diberikan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set. Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian meliputi : umur, berat badan, tinggi badan, indeks masa tubuh dan kebugaran fisik (lari 2,4 km) pada kedua kelompok, dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.1 Karekteristik siswa kelas X SMK N Kakulukmesak
Karakteristik Subjek
Kelompok 1 Pelatihan di pantai berpasir
Kelompok 2 Pelatihan di lapangan
Rerata ± SB
Rerata ± SB
Umur ( tahun )
16.40 ± 0.51
16.50 ± 0.52
Berat badan ( kg )
55.03 ± 2.98
54.30 ± 2.16
Tinggi badan ( cm )
1.65 ± 2.32
1.65 ± 2.22
IMT ( kg/m2
20.16 ± 1.12
19.40 ± 0.96
Kebugaran fisik ( menit )
11.30 ± 0.45
11.25 ± 0.81
Keterangan. SB : Simpangan baku
49
50
5.2 Karektristik Lingkungan Penelitian Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah suhu dan kelembaban relatif udara. Hasilnya di cantumkan pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Suhu dan Kelembaban Relatif Udara Lingkungan Pelatihan Keadaan lingkungan Suhu ( 0C ) Kelembaban %
Rerata 28.51 70.79
Maksimum 30.00 79,00
Minimum 27.10 65,00
Berdasarkan Tabel 5.2 maka rentangan suhu reratanya: 28.51 0C berkisar antara 270C– 30 0C. Sedangkan kelembaban relatif reratanya: 79.79 % berada pada 65%-79%. Kondisi lingkungan selama pelatihan dan pengukuran, dapat diadaptasi oleh subjek penelitian, karena mereka bertempat tinggal disekitar lokasi tersebut, dan juga digunakan sebagai tempat latihan olahraga. Kondisi lingkungan nyaman untuk pelaksanaan pelatihan.
5.3 Uji Normalitas Data dan Homogenitas Kecepatan Waktu Tempuh Lari 100 Meter Untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan, maka dilakukan uji normalitas. Uji normalitas dicari agar dapat ditentukan analisis uji berikutnya, untuk menentukan data kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, sebelum dan sesudah pelatihan. Uji normalitas dengan menggunakan uji Saphiro Wilk Test, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene Test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.3
51
Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Kecepatan Waktu Tempuh lari 100 meter, Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kecepatan waktu tempuh lari 100 meter ( detik )
Sebelum Pelatihan Sesudah Pelatihan
Uji Normalitas ( Saphiro Wilk Test ) nilai p Kelompok 1 Kelompok 2 Pelatihan Pelatihan di Pantai di Lapangan 0,072 0,691 0,978
0,668
Uji Homogenitas ( Levene Test ) nilai p
0,973 0,068
Dari hasil uji normalitas, didapatkan bahwa semua data berdistribusi normal dengan p>0,05. Hal ini berarti kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, sebelum dan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok berdistribusi normal. Karena itu uji beda dilakukan dengan uji perametrik. Data yang memiliki sebaran normal merupakan data parametrik (Dahlan, 2004).
5.4 Hasil Analisis Uji Beda Rerata Kecepatan Waktu Tempuh Lari 100 Meter Kelompok Berpasangan, Sebelum dan Sesudah Pelatihan. Untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan kecepatan waktu tempih lari 100 meter, sesudah dan sebelum pelatihan pada masing- masing kelompok, menggunakan uji tpaired. Batas kemaknaan = 0,05, hasilnya disajikan pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Rerata Kecepatan Waktu Tempuh Lari 100 Meter, Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kelompok Berpasangan ( t- paired )
Kelompok 1 Di pantai Kelompok 2 Di lapangan
n
Sebelum Pelatihan
Sesudah Pelatihan
Mean Different
t
p
10
16,06 ± 0,67
13,01 ± 1,04
3,05
14,248
0,000
10
16,02 ± 0,60
13,95 ± 0,48
2,06
16,28
0,000
52
Pada tabel 5.4. Rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok, memiliki nilai p<0,05. Hal ini berarti pada masing- masing kelompok, terjadi perubahan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan secara bermakna dan signifikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa ke dua jenis pelatihan, samasama meningkatkan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter. Peningkatan ini terjadi karena pelatihan yang diterapkan.
5.5 Hasil Analisis Uji beda rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sebelum dan sesudah pelatihan Antar kelompok Perlakuan ( t- independen test ). Hasil uji beda di cari untuk mendapatkan beda rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter antara kedua kelompok perlakuan. Batas kemaknaan = 0,05. Hasilnya tertera pada tabel 5.5 Tabel 5.5 Hasil Uji Beda Rerata Kecepatan Waktu Tempuh Lari 100 Meter ( t- independen test )
Sebelum Pelatihan Sesudah Pelatihan
N
Kelompok 1 Pelatihan di Pantai berpasir
Kelompok 2. Pelatihan di Lapangan
t
p
10
16,06 ± 0,67
16,02 ± 0,60
0,165
0,871
10
13,01 ± 1,04
13,95 ± 0,48
2,594
0,018
Dari hasil analisis uji beda, didapatkan perbedaan rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan, antara kelompok 1 dan kelompok 2 dengan nilai p < 0,05. Hal ini berarti pada masing-masing kelompok, baik kelompok 1 maupun kelompok 2 terdapat peningkatan kecepatan lari atau penurunan waktu tempuh lari 100 meter secara bermakna dan signifikan. Perbedaan rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan antara kelompok satu dan kelompok 2 adalah: 0.94 detik.
53
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Karakeristik Subjek Penelitian Subjek penelitian berjumlah 20 orang siswa kelas X SMK N Kakulukmesak, dengan menggunakan teknik acak sederhana dari populasi yang berjumlah 53 orang. Umur siswa yang dilibatkan menjadi subjek penelitian pada ke dua kelompok adalah kelompok satu rentangan 16 - 17 tahun, rerata 16,40 tahun, dengan simpang baku 0,51 dan kelompok dua rentangan 16 -17 tahun, rerata 16,50 dengan simpang baku 0,52. Hal ini menunjukan subjek penelitian memiliki karakteristik umur yang tidak berbeda bermakna. Pelatihan spesialisasi pada cabang atletik dapat diberikan pada usia 13-16 tahun (Juliantine, dkk., 2007) sehingga pelatihan yang diterapkan tidak berpengaruh buruk terhadap struktur dan fungsi tubuh serta aman bagi subjek. Rentangan Berat badan subjek penelitian pada kelompok satu adalah 51 - 59 kg, rerata 55,30 kg, simpang baku 2,98, dan pada kelompok dua rentangan berat badan 52 - 58 kg, rerata 54,30 kg, simpang baku 2,16. Sedangkan rentangan tinggi badan kelompok satu adalah 162 – 169 cm, rerata 165 cm, simpang baku 2,31, dan pada kelompok dua rentangan tinggi badan 162 - 169 cm, rerata 1,65 cm, simpang baku 2,22. Dengan demikian subjek penelitian memiliki karakteristik tinggi badan dan berat badan yang tidak berbeda bermakna. Indeks masa tubuh subjek penelitian pada kelompok satu adalah rentangan 18,60 – 21,90 kg/m2, rerata 20,16 kg/m2, simpang baku 1,12, sedangkan kelompok dua rentangannya 18,60 -21,30 kg/m2, rerata 19,81 dan simpang baku 0,83. Berdasarkan indeks masa tubuh pada subjek penelitian berada dalam kategori normal (Sutjiningsih,1995). Rentangan waktu tempuh tes lari 2,4 km subjek penelitian pada kelompok satu adalah 10,84 -12,08 menit, rerata 11,30 menit, simpang baku 0,45. 53
54
Sedangkan kelompok dua rentangan waktu tempuh tes lari 2,4 km adalah 10,09 -12,17 menit, rerata 11,25, simpang baku 0,81. Menurut norma Cooper ( penilaian tes lari 2,4 km ) berdasarkan umur untuk putra 13-19 tahun, dengan rentangan waktu diantara 10,45 - 12,10 menit, kebugaran fisiknya termasuk kategori sedang. Derajat kesegaran jasmani seseorang sangat menentukan kemampuan fisiknya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Semakin tinggi derajat kesegaran jasmani seseorang semakin tinggi pula kemampuan kerja fisiknya (Satriya, dkk., 2007). Dengan memiliki fisik kategori sedang diasumsikan subjek mampu melakukan pelatihan yang akan diberikan berjalan dengan baik. Selain itu atlit yang memiliki kesegaran jasmani yang baik, akan terhindar dari kemungkinan cedera yang biasanya terjadi jika melakukan kerja fisik yang berat.
6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian Pelatihan dilaksanakan di Pantai Atapupu, dan di Lapangan SMK N Kakulukmesak pada pukul 15.30 17.30 WITA, dengan rentang suhu 27.10 – 30.00oC rerata 28.51oC dan kelembaban relatif berada pada 65% - 79%, rerata 71,16 %. Berdasarkan data kelembaban relatif, tempat berlangsung penelitian masih dalam batas nyaman. Lingkungan yang nyaman akan mengurangi beban bagi tubuh dan mengurangi pengeluaran keringat yang berlebihan, sehingga subjek dapat melakukan pelatihan dengan baik. Daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan aktifitas pelatihan adalah pada kelembaban relatif yang berkisar antara 70-80% (Manuaba, 1998).
6.3 Efek Pelatihan Lari Interval 4 x 50 Meter di Pantai Berpasir dan 4 x 50 Meter di Lapangan terhadap kecepatan Waktu Tempuh lari 100 meter. Berdasarkan hasil tes kecepatan lari 100 meter selama 6 minggu dari tes awal sampai tes akhir, diperoleh rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter pada kelompok satu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir sebelum pelatihan 16.06 ± 0,67 detik dan
55
setelah pelatihan 13.01 ± 1.04 detik dengan peningkatan kecepatan 3.05 detik, sedangkan rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sebelum pelatihan pada kelompok dua adalah 16,02 ± 0,60 detik dan setelah pelatihan 13.95 ± 0,48 detik, dengan peningkatan kecepatan 2.06 detik. Dengan demikian analisis data kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, antara tes awal dan tes akhir pada masing-masing kelompok dengan menggunakan paired t test (tabel 5.4) didapatkan bahwa kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sebelum dan sesudah pelatihan, pada masing- masing kelompok diperoleh nilai
p < 0,00, baik kelompok satu maupun
kelompok dua. Karena itu dikatakan bahwa, rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok, terdapat peningkatan kecepatan atau penurunan waktu tempuh secara signifikan. Analisis rerata kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, sesudah pelatihan antara kelompok satu dan kelompok dua menggunakan independen t- test ( tabel 5.5 ), diperoleh rerata waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan dengan nilai p < 0,05, pada ke dua kelompok perlakuan.
Karena itu dapat dikatakan bahwa
ke dua jenis pelatihan yang
diberikan, memiliki pengaruh / efek dalam meningkatkan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter, baik pelatihan kelompok 1 lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set, maupun pelatihan kelompok 2 lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set. Analisis data kecepatan waktu tempuh lari 100 meter antara kelompok satu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir dengan kelompok dua pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, menunjukan bahwa ada perbedaan kecepatan waktu tempuh antara kedua kelompok perlakuan, dimana kelompok satu pelatihan di pantai berpasir peningkatannya 3,05 detik, atau peningkatan kecepatan sebesar 19,02 %, sedangkan pelatihan kelompok dua di lapangan, peningkatan kecepatannya 2,06 detik, atau peningkatan kecepatan sebesar 12,91 %.
56
Hal ini disebabkan oleh perbedaan tempat pelatihan yang berbeda yaitu pantai berpasir dan lapangan. Pelatihan yang diberikan kepada atlit pemula dalam jangka waktu 6-8 minggu dengan frekwensi 3 kali seminggu akan memperoleh
hasil yang konstan, dimana tubuh dapat
teradaptasi dengan pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti ( Nala, 2002). Selanjutnya dengan melakukan pelatihan secara intensif 6-8 minggu akan meningkatkan kecepatan, kekuatan, kelentukan dan daya tahan ( Satria, dkk., 2007). Pelatihan yang diterapkan menggunakan sistem energi anaerobik karena rentang waktu pelaksanaan pelatihan setiap repetisi antara 6-7 menit. Metabolisme energi dominan anaerobik akan menghasilkan produk berupa asam laktat, yang apabila terakomodasi dapat menghambat kontraksi otot sehingga menimbulkan gerakan yang bertenaga, tetapi tidak dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang, maka harus diselinggi dengan pemulihan (Irawan, 2007). Dalam pelatihan lari interval, pemulihan berjalan menuju start, dengan istirahat 2 menit antar set. Penggunaan energi dalam pelatihan ini, dalam jumlah besar dan waktu yang singkat, dengan gerakan-gerakan yang eksplosif (Giriwijoyo and Muchtamaji, 2007). Dalam pelatihan lari interval ini, difokuskan pada kecepatan yang melibatkan kekuatan, waktu reaksi, daya ledak, koordinasi dan daya tahan. Dalam komponen kecepatan terdapat dua unsur penting, yaitu kekuatan dan daya tahan. Karena itu untuk meningkatkan kecepatan otot, diberikan pelatihan kekuatan dan daya tahan sebesar 40 % - 80% dari kemampuan maksimal. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set, yang dilakukan oleh kelompok satu, menggunakan waktu antara 6-7 detik tiap repetisi, dengan waktu pemulihan antar repetisi yaitu berjalan menuju start, istirahat 2 menit antar set dari 4 repetisi yang dilakukan oleh kelompok satu dapat istirahat 2 menit. Sedangkan pelatihan lari interval
57
4 x 50 meter dilapangan, 4 repetisi 3 set yang dilakukan kelompok dua menggunakan waktu antara 6-7 detik tiap repetisi, dengan waktu pemulihan antar repeitsi berjalan menuju start istirahat 2 menit antar set dari 4 repetisi yang dilakukan dapat istirahat 2 menit. Perbandingan antara ke dua pelatihan pelatihan menimbulkan efek dalam pelatihan tersebut. Dengan menggunakan uji t tidak berpasangan ( t independent test ), menunjukan bahwa perbedaan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter sesudah pelatihan pada kelompok satu berbeda bermakna, dibanding kelompok dua dengan nilai p < 0,05, sehingga kecepatan waktu tempuh lari 100 meter kelompok satu lebih baik atau lebih cepat dari lelompok dua. (Gambar 5.6). Karena itu hipotesis membuktikan bahwa, pelatihan lari interval 4 x 50 meter 4 repetisi 3 set di pantai berpasir, lebih efektif dan dapat meningkatkan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter dari pada lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set. Berdasarkan sistim penggunaan energi dan memperhatikan waktu selama pelatihan pada ke dua kelompok perlakuan berdasarkan lama pelatihan, maka energi yang digunakan untuk pelatihan lari interval berasal dari metabolisme anaerobik sistim ATP-PC (Anonim, 2012), karena latihan yang menggunakan waktu 3-15 detik akan mendapatkan potensi kecepatan, kekuatan dan daya tahan secara maksimal atau yang paling besar. Berdasarkan repetisi pelatihan kelompok satu dan kelompok dua menggunakan repetisi dan jumlah set yang sama, tetapi perbedaan yang signifikan terlihat pada tempat pelatihan dan catatan waktu yang diperoleh setelah pelatihan, yaitu kelompok perlakuan dengan pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir waktunya lebih cepat atau lebih baik, dimana waktu berbeda / terpaut 0.94 detik. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh tempat pelatihan, dimana kelompok satu yang melakukan pelatihan di pantai berpasir, dengan keadaan pasir yang tidak rata, tidak keras sehingga kaki yang harus cepat gerakannya, terhambat oleh beban pasir yang cenderung menarik kaki kebawah, sehingga ketika kelompok satu yang melakukan pelatihan selama enam minggu di pantai berpasir, dibawa ke tempat
58
pelatihan yang berbeda yaitu di lapangan yang kondisinya rata dan keras, maka kecepatannya lebih baik atau lebih cepat. Hasilnya dibuktikan melalui post test, dimana rerata kecepatan meningkat atau catatan waktunya menurun menjadi 13,01 detik, dari tes awal yang kecepatannya 16,07 detik. Hal ini terjadi karena kelompok pelatihan satu, yang melaksanakan pelatihan selama 6 minggu dengan kondisi pasir yang ada beban, yaitu tidak rata dan tidak keras sehingga ada tarikan kaki kebawah saat berlari. Pelatihan yang menggunakan beban, akan menjadikan pelatihan itu sangat efektif bila diatur dengan dosis yang benar, yaitu beban pelatihan diatur atau ditingkatkan secara progresif atau meningkat secara bertahap sesuai dengan program pelatihan yang telah dirancang. Pelatihan yang menggunakan beban akan menjadikan pelatihan itu sangat efektif karena baik sekali untuk mengembangkan serabut otot putih, yang merupakan salah satu komponen pendukung kecepatan yaitu kekuatan, daya ledak dan daya tahan (Brown ,dkk., 2000). Pelatihan kecepatan maksimal yang dilakukan dengan menggunakan beban latihan, akan meningkatkan frekwensi langkah, panjang langkah dan merangsang serabut otot putih untuk bekerja secara maksimal, sehingga terjadilah kecepatan yang diharapkan (Sidik, 2011). Efek pelatihan atau pengaruh pelatihan kelompok perlakuan 4 x 50 meter dipantai berpasir, 4 repetisi 3 set, memacu bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan beban kerja, sehingga menimbulkan reflek kerja yang lebih baik dan pengalaman sensorik yang lebih kuat, terpola pada sistem saraf pusat, serta memaksimalkan pelepasan berbagai hormon termasuk hormon testosteren dan hormon pertumbuhan (Lawrensen, 2008). Persentasi Peningkatan kecepatan waktu tempuh lari 100 meter kelompok satu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, 4 repetisi 5 set adalah sebesar = 19,02%, sedangkan persentasi peningkatan kelompok dua pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan, 4 repetisi 3 set sebasar = 12,91 %.
59
6.4 Kelemahan Penelitian Beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini, yang dapat mempengaruhi hasil penelitian adalah sulit untuk mengontrol atau mengendalikan motivasi dan psikis subjek, baik selama pelatihan atau di luar pelatihan, misalnya kurang semangat, kurang serius dan kurang konsentrasi dalam mengikuti pelatihan. Hal ini berpengaruh terhadap beban pelatihan dan tingkat kesegaran jasmani. Untuk mengatasinya maka siswa selalu dimotivasi pada setiap awal pelatihan, dengan menjelaskan hasil penelitian, bahwa pelatihan dengan tertib, teratur dan disiplin yang tinggi, akan meningkatkan kesegaran jasmani yang baik, daya tahan yang kuat dan prestasi yang tinggi, yang menjadi harapan dan kebanggaan. Kata- kata pujian pada setiap akhir pelatihan, harus dilakukan untuk memotivasi mereka, absensi dilakukan pada setiap pelatihan, dan konsumsi selama pelatihan juga harus harus mendapatkan perhatian.
60
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat dirumuskan kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Ada perbedaan yang bermakna ( p < 0,05 ) pada rerata kecepatan lari 100 meter setelah pelatihan lari interval 4 x 50 meter 4 repetisi 3 set di Pantai berpasir, dan pelatihan lari interval 4 x 50 meter d 4 repetisi 3 set di Lapangan selama 6 minggu pada siswa SMK N Kakulukmesak. 2. Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set selama 6 minggu, lebih baik dari pada pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan 4 repetisi 3 set dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter siswa SMK N Kakuluk mesak. 7.2. Saran Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan kepada pelatih, Pembina, guru olahraga dan atlit agar dapat menggunakan pelatihan ini,untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter yaitu pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir 4 repetisi 3 set.
60
61
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, M., Finn E..J. 1992. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga. Anonim , 2009. Lari jarak pendek, [ cited 2009 June 12 ]. Available at: http://niczetsupendekarblankdone 9-98.blgsport.com/2009/lari-jarak-pendek.httml. Anonim, 2011. Teknik Lari Sprint. [cited 2011 jun 12]. at:http://mandricom.wordpres.com/2009/12/18/teknik-lari-sprint
Available
Anonim, 2011.Teknik Dasar Lari Sprint. [citet 2011 jun at:http://meutuah.com/edukasi/teknik-dasar-lari-sprint.htm
Available
12].
Anonim, 2005. Speed Training, [ cited 2010 jun 10 ]. Available at: info (a ) speed training on line.com. Anonim.2010. Lari sprint, [cited 2011 at:http://www.scribd.com/doc/39989895/lari-Sprint
june
12].Available
Ansori, 2007. Metode Pelatihan Renang Interval 1:1 dan 1:3 Terhadap penurunan Waktu Tempuh Berenang100 meter dan 50 Meter gaya Bebas (citet 2008 August 21).Available from: http//www.adln.lib.unair.ac.id. Ardana, G. A. A. 2004.” Pelatihan lari cepat 100 meter Interval Aktif lebih Baik dibandingkan dengan lari cepat 100 Meter dan 800 Meter Istirahat Pasif untukMeningkatkan Kecepatan lari 800 Meter Pelari Pemula Putra SMK Negeri I Denpasar Tahun Ajaran 2003 / 2004 ( Tesis ). Denpasar Universitas Udayana. Astrand P. O, Rodahl K. 1986. Text Book of Work Physiology. New York:Mc. Graw Hill Book Company. Bakta, I. M 1997. Diklat Mata Kuliah Metodelogi Penelitian. Denpasar : Program Studi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. Bernhard, G. 1993. Prinsip Dasar Latihan Loncat Tinggi, Jauh, Jangkit, dan Loncat Galah. Semarang : Dahara Price. Boleng, M. L. 2003. Pengaruh Latihan Interval dan Kontinyu Terhadap Pemulihan Glikogen Otot,[cited 2009 June 10].Available from http://www adaln.ac.id. Bompa, T. O. 1994. Theory and Methodology of Training : The Key to Performance. Third Edition : Kendall / Hunt Publishing Company.
Athletic
Brantly, K. 2001. Amazing Race, Amazing Grace, [cited 2011 Des 17]. Available from : Florida Running and Triathlon. Kbrantly@aolccom. Broks, G. A, Fahey T.D., White T.P. 1996. Exercise Physiology. California: Mayfield Publishing Co. 61
62
Brown, E 1997. Getting Faster with Interval Training, [cited 2011 Des 17]. Available from:http://www.cool.running.co.nz. Brown, R.L., Handerson, J. 1996. Bugar Dengan Lari. Terjemahan Bagus Pribadi. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. Carr, G.A 1997. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. Cooper, K. 1982.a. The Aerobics Program For Total Well Being. New York, M. Evans and Company Inc. Cooper, K. 1982.b.Aerobic. New York: Batam Book Inc. Corbin, C.B. 1990. A. Text Book of Motor Development, lowa: W. M. Brown Company. Costill, D.L., Wilmore, J. H. 1998. Training of Sport and Aktivity. The Physilogical Basic of The Conditioning Process. USA: WMC. Brown Publishing. Dahlan, S. M. 2004. Statistik Untuk Kedoktern. Jakarta PT. Arkans. Daniels, 2000. Running Training, Principles and Needs Part 5, [cited 2011 Des 11]. Available from:www.exry.net/store/hk/Daniel running formula.html. Fox, E.L,. 1983. Sport Physiology.New York:CBS College Publishing. Fox, E.L., Bower, R. W. Foss, M.L. 1988. The Physiological Basis of Physical Education and Athletic. Philadelphia: Saunders Publishing. Gabriel, J.F. 2003. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Galatang, A. 2009. Pelatihan Interval Lari Menurunkan Waktu tempuh Lari 800 Meter Tanpa Meningkatkan Kadar SGOT-SGPT Mahasiswa Putra Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Manado (disertasi). Denpasar: Universitas Udayana. Giri Wijaya, S., Sidik, D. Z. 2010 Ilmu Faal Olahraga; Fungsi Tubuh Manusia untuk Kesehatan dan Prestasi.Bandung: Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia. Guyton, A.C. dan Hall, J..E. 2007. Fisiologi Kedokteran. ( Terjemahan ). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hairy, J. 1988. Buku Materi Pokok Dasar-dasar Kesehatan Olahraga. Jakarta: Depdikbud. Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Harsono. 1993. Prinsip-prinsip Pelatihan Fisik. Jakarta: KONI Pusat. Jansen, C.R., Fisher, A.G. 1979.. Scientific Basic of Athletic Conditioning. Philadelphia: Lea and Fibiger. Jarver, J. 1999. Belajar dan Berlatih Atletik. Bandung: Pionir Jaya.
63
Juliasih,, N.K..A. 2010. Pelatihan Lari Interval 8 x 100 M Lebih Baik Dari Pelatihan Lari 4 x 200 M dan 2 x 200 M Dalam Meningkatkan Kecepatan Lari 100 M Siswa SMK Negeri 5 Denpasar ( tesis ). Denpasar: Universitas Udayana. Kanginan, M. 2000. Fisika 2000 Untuk SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga. Kossen, K.O. 1980. IAAF. Seoul Course. Lawrensen, 2011. Efek Pelatihan Kelompok satu memacu bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan beban kerja dengan repetisi. Mamas,
2005.Interval Training, [cited 2009 from:http//www.mamashealth.com/exercise/run.asp.
June
9].
Available
Manuaba, A. I. B. 1983. Aspek Ergonomi dalam Perencanaan Komplek Olahraga dan Rekreasi. Naskah Lengkap Panel Diskusi Rencana Induk Gelora. Jakarta 21 September 1983. Nahak,
B. 2013. Pelatihan Lari Interval 4 x 50 meter di Pantai Berpasir 4 epetisi 3 Set, Lebih Meningkatkan Meningkatkan Kecepatan Lari 100 Meter dari pada Pelatihan Lari Interval 4 x 50 Meter di Lapangan pada Siswa Kelas X SMK N Kakulukmesak NTT
Nala , N. 1992. Kumpulan Tulisan Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali. Nala, N. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Cetakan Pertama, Udayana University Press, ISBN Nasution, M. 2000. Pengaruh Latihan Interval dan continyu Terhadap Perubahan VO2 max dan Denyut Nadi Istirahat, [cited 2009 June 17]. Available from:http:www. Org./index/fisiologi gerakan lari. Nossek, J. 1982. General Theory of Training. Lagos: Pan Efrican Press Ltd. Pate, R. R., Clenaghan, Rottela. 1984. Scientific Fondation of Couching. Philadelphia: Sounders Company Publishing. Pearce, E. C. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis Jakarta: Penerbit PT. Gramesdia Pustaka Utama. Pesurnay, P. L., Sidik, D. Z, 2006 Latihan Kecepatan. Koni Pusat. Pocock, S.J. 2008. Chemical Trial, a Pratical Aproach, New York: A Willey Medical Publication.
64
Power, S. K., Howlay, E. J. 1990. Published.
Exercise
Physiology.
Dubuque: Wm. C. Brown
Prasetyo, 2011. Teknik Lari Sprint. [cited 2011 June 9]. Available from:http//wsor.blogsport.com/2011/04/teknik-lari=sprint.html. Sajoto, M. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan akondisi Fisik. Semarang: Effhar dan Dhara Prize. Straus, R.H. 1979. Sport Medicine and Physiology. Sounder Company. Satriya., Sidik, S., Imanudin, I. 2007. Metodologi Kepelatiohan Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI. Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta. Soetopo, A.S. 2007. Dasar- Dasar Kepelatihan pada Olahraga Profesional. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pengawasan Olahraga Profesional Indonesia. Suharno, H. P. 1993. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Bandung: PT. Karya Ilmu. Suherman, M. 2008. Pengaruh Interval Training dengan Istirahat Aktif dan Istirahat Pasif dalam Lari 100 m, [cited 2011 August 10]. Available from:http://www. Ipmpjabar.go.id. Sukadiyanto, 1997. Pembinaan Kondisi Fisik Petenis Jakarta. PB PELTI. Sukarman, R. 1998.Energi dan system Energi Predominan pada Olahraga. Pusat Ilmu Olahraga. Jakarta: Koni Pusat.
65
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian
66
Lampiran 2. Surat Persetujuan Ikut Serta dalam Penelitian
67
Lampiran 3. Surat Keterangan Kepala Sekolah
68
Lampiran 4. Tabel 4.1 Program pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, dan 4 x 50 meter di lapangan. Minggu Jarak Waktu Tempuh Istirahat Hari Set Ulangan Ke (Meter) (Detik) (Detik) Senin 1 4 200 Diantara 2 I. 2 8 400 40 - 45 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 40 - 45 4 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 40 - 45 4 3 12 600 6 Senin 1 4 200 Diantara 2 II. 2 8 400 35 -40 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 35 -40 4 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 2 2 8 400 Diantara 4 3 12 600 35 – 40 6 III. Senin 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 30 - 35 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 30 - 35 4 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 30 - 35 4 3 12 600 6 Senin 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 25 - 30 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 25 - 30 4 IV. 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 25 - 30 4 3 12 600 6 Senin 1 4 200 Diantara 2 V. 2 8 400 20 - 25 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 20 - 25 4 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 Diantra 20 - 25 2 2 8 400 4 3 12 600 6 Senin 1 4 200 Diantara 2 VI. 2 8 400 20 – 25 4 3 12 600 6 Rabu 1 4 200 Diantara 20 - 25 2 2 8 400 4 3 12 600 6 Jumat 1 4 200 Diantara 2 2 8 400 20 - 25 4 3 12 600 6
69
Lampiran 5. Norma penilaian tes lari 2,4 km ( Cooper ) Tabel Penilaian tes lari 2,4 km. Kategori
Pa/Pi
13-19th
20-29 th
30-39 th
40-49 th
Pa
>15:81
>16:01
>16:31
>17:31
Pi
> 18:31
>19:01
>19:31
>20:01
Pa
12:11-15:30 14:01-16:00
14:44-16:20
15:36-17:30
Pi
16:55:18:30
18:31-19:00
19:01-19:30
19:31-20:00
Pa
10:45-12:10 12:01-14:00
12:31-14:45
13:01-15:35
Pi
14:31-16:54 15:55-18:30
16:31-19:00
17:31-19:30
Pa
09:41-10:48 10:46-12:00
11:01-12:30
11:31-13:00
Pi
12:30-14:30 13:31-15:54
14:31-16:30
15:56-17:30
Pa
08:37-09:40 09:45-10:45
10:00-11:00
10:30-11:30
Pi
11:50-12:29 12:30-13:30
13:00-14:30
13:45-15:55
Pa
<08:37
<09:45
<10:00
<10:30
Pi
<11:50
<12:30
<12:30
<13:45
Jelek sekali
Jelek
Sedang
Baik
Baik sekali
Luar biasa
70
Lampiran 6. Daftar nama subjek penelitian kelompok satu, pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir, dan kelompok dua pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan.
Subjek
Klp 1
Klp 2
Manuel S
Robert B
Ludovikus B
Martin D. C
Jemi D S
Karlus K
Fransisco C
Paulus N
Habelson W
Petrus M
Imanuel L
Lukas A. S
Petrus D M
Yulius L. M
Etakheus E T
Simon P. B
Yosrianus K
Mik. A. T
Atanayu K
Primus U.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
71
Lampiran 7. Data suhu kering, suhu basah dan kelembaban relatif udara, setiap pelatihan. Minggu ke
Hari
Suhu kering
Suhu basah
Kelembababan
1
Senin
27,3
24,9
76
2
Rabu
28,2
25,2
78
3
Jumat
28,7
25,3
68
1
Senin
29,3
25,8
65
2
Rabu
30,0
24,7
70
3
Jumat
28,9
26,0
69
1
Senin
28,5
26,0
69
2
Rabu
27,1
25,6
67
3
Jumat
29,3
24,9
70
1
Senin
28,2
25,3
68
2
Rabu
29.0
25,8
65
3
Jumat
28,6
24,7
70
1
Senin
28,2
25,3
78
2
Rabu
29,0
25,8
79
3
Jumat
28,6
24,7
79
1
Senin
29,1
25,0
70
2
Rabu
27,8
25,3
65
3
Jumat
27,5
25,8
75
72
Lampiran 8. Data Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 1. Pelatihan di Pantai Berpasir. No
Nama
Tes awal
Tes akhir
Tinggi badan
Berat badan
IMT
Kebugara n fisik
Umur
1
16.19
13.12
164
59
21.9
10.87
17
2
15.73
12.47
167
52
18.6
10.98
17
3
15.95
12.96
166
54
19.6
11.08
16
4
16.48
13.78
169
56
19.6
11.42
16
5
15.83
11.28
165
51
18.7
11.57
16
6
14.47
11.83
162
52
19.8
7
16.77
14.92
163
55
20.7
12.08
16
8
15.98
12.60
165
59
21.7
11.03
16
9
16.69
13.59
166
57
20.7
11.16
16
10
16.59
13.57
169
58
20.3
12.03
17
10.84
17
73
Lampiran 9. Data Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 2. Pelatihan di Lapangan
No
Nama
tes awal
tes akhir
Tinggi
Berat
badan
badan
IMT
Kebugaran
Umur
fisik
1
16.58
14.11
167
53
19,0
12.17
17
2
16.49
14.02
165
58
21,3
12.08
16
3
15.93
13.81
168
55
19,5
10.69
17
4
15.26
13.60
163
54
20,3
10.54
16
5
15.14
13.53
167
52
18,6
10.32
16
6
16.95
14.37
166
52
18,9
12.00
17
7
15.97
13.85
164
54
20,1
11.00
16
8
16.13
14.02
162
52
19,8
11.60
17
9
15.41
13.24
169
57
20,0
10.09
16
10
16.35
15.00
165
56
20,6
12.09
17
74
Lampiran 10. Data deskriptif Statistik tinggi badan, berat badan, umur, suhu, kelembaban. Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Suhu
18
27.10
30.00
28.5167
.75790
Kelembaban
18
65.00
79.00
71.1667
4.97346
Umur Klp-1
10
16.00
17.00
16.4000
.51640
Umur Klp-2
10
16.00
17.00
16.5000
.52705
Tinggi badan Klp-1
10
162.00
169.00
165.6000
2.31900
Tinggi badan Klp-2
10
162.00
169.00
165.6000
2.22111
Berat badan Klp-1
10
51.00
59.00
55.3000
2.98329
Berat badan Klp-2
10
52.00
58.00
54.3000
2.16282
Indeks massa tubuh Klp-1
10
18.60
21.90
20.1600
1.12171
Indeks massa tubuh Klp-2
10
18.60
21.30
19.8100
.83327
Kebugaran Fisik Klp-1
10
10.84
12.08
11.3060
.45559
Kebugaran Fisik Klp-2
10
10.09
12.17
11.2580
.81758
Valid N (listwise)
10
75
Lampiran 11. Uji Tes Normalitas Data Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Statistic
Df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
df
Sig.
Pretes Klp-1
.208
10
.200*
.858
10
.072
Pretes Klp-2
.146
10
.200*
.952
10
.691
Postes Klp-2
.130
10
.200*
.983
10
.978
Postes Klp-2
.175
10
.200*
.950
10
.668
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
76
Lampiran 12. Uji Beda Rerata Kelompok Berpasangan (t-test) Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Pair 2
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pretes Klp-1
16.0680
10
.67354
.21299
Postes Klp-1
13.0120
10
1.04086
.32915
Pretes Klp-2
16.0240
10
.60329
.19078
Postes Klp-2
13.9550
10
.48838
.15444
Paired Samples Test Paired Differences
95% Confidence Interval of the Difference
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
t
Sig. (2tailed)
df
Pair 1
Pretes Klp-1 Postes Klp-1
3.05600
.67829
.21449
2.57078
3.54122
14.248
9
.000
Pair 2
Pretes Klp-2 Postes Klp-2
2.06900
.40173
.12704
1.78162
2.35638
16.286
9
.000
77
Lampiran 13. Uji Beda Rerata Kelompok Tidak Berpasangan (t- test independent) Independent Samples Test t-test for Equality of Means Levene's Test for Equality of Variances
F Waktu tph sebelum
Equal variances assumed
.001
Equal variances not assumed Waktu tph sesudah
Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.757
Sig. .973
95% Confidence Interval of the Difference
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Std. Error Difference Difference
Lower
Upper
.154
18
.879
.04400
.28594
-.55674
.64474
.154
17.786
.879
.04400
.28594
-.55726
.64526
.068 -2.594
18
.018
-.94300
.36358
-1.70686
-.17914
-2.594
12.780
.023
-.94300
.36358
-1.72985
-.15615
78
Lampiran 14. Dokumen Penelitian
Gambar 1 : Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di lapangan
Gambar 2 : Pelatihan start jongkok sebelum pelatihan.
79
Gambar 3 :Pengukuran tinggi dan berat badan subjek penelitian.
Gambar 4 : Pemanasan sebelum pelatihan.
80
Gambar 5 : Pelatihan lari interval 4 x 50 meter di pantai berpasir.
81
Gambar 6 : Pemanasan sebelum pelatihan di pantai berpasir.