TESIS
PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 45 CM LEBIH MENINGKATKAN LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK DARIPADA PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 30 CM PADA SISWA SMP NEGERI 5 KUPANG TIMUR SATAP KABUPATEN KUPANG
CORNALIUS O. LENATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 45 CM LEBIH MENINGKATKAN LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK DARIPADA PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 30 CM PADA SISWA SMP NEGERI 5 KUPANG TIMUR SATAP KABUPATEN KUPANG
CORNALIUS O. LENATI NIM 1290361028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
TESIS PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 45 CM LEBIH MENINGKATKAN LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK DARIPADA PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 30 CM PADA SISWA SMP NEGERI 5 KUPANG TIMUR SATAP KABUPATEN KUPANG
Tesis Untuk memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana
CORNALIUS O. LENATI NIM 1290361028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 27 JUNI 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And. AIFO Drs. Oktovianus Fufu, M.Pd NIP. 1944 0201 196409 1 001 NIP. 1960 0105198803 1 004 Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. dr. Susy. Purnawati, M.KK, AIFO NIP. 19680929 199903 2 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 27 JUNI 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana : No
: 1749/UN.14.4/HK/2014
Tanggal
: 16 Juni 2014
Ketua Sekertaris
: Prof. Dr. dr. J.Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, AIFO : Drs. Oktovianus Fufu, M. Pd
Anggota
: 1. Prof. Dr. dr. N. T. Suryadhi, MPH, PH. D 2. Dr. dr. Susy. Purnawati, M. KK, AIFO 3. Dr, Ir. I Ketut. Wijaya, M. Eng
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Cornalius O. Lenati
NIM
: 129036028
Program studi
: Fisiologi Olahraga
Judul Tesis
: Pelatihan
Interval
model
lari
gawang
45
cm
lebih
meningkatkat lompatan lompat jauh gaya jongkok daripada pelatihan interal model lari gawang 30 cm pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini bebas plagiat
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang – Uandangan yang berlaku.
Dempasar, 27 Juni 2014 Yang membuat pernyataan Materai 6000.
Cornalius O. Lenati
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan anugerah-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Fisiologi Olahraga (M. Fis) pada Program Studi Fisiologi Oahraga Program Pascasarsarjana Universitas Udayana. Tesis ini berjudul “Pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok daripada pelatihan interval model lari gawang 30 cm pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang” dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari Motivasi, Semangat, Bimbingan, Petunjuk dari berbagai pihak untuk itu penulis menyampaikan terima kasih Kepada : 1. Rektor Universitas Udayana. Dekan Fakultas Kedokteran. dan koordinator program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana. 2. Samuel Haning, S.H, M.H. selaku Rektor Universitas PGRI Kupang NTT atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. 3. Dr.dr. Susy. Purnawati, M. KK, AIFO. Sebagai Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga atas saran dan bimbingannya. 4. Prof.
Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc Sp. And. AIFO. Sebagai
pembimbing I atas petunjuk motivasi serta dorongannya
vi
5. Drs. Oktovianus Fufu, M. Pd sebagai pembimbing II atas petunjuk dan dorongannya. 6. Para Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 7. Rekan – rekan Mahasiswa Program Pascasarjana yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 8. Istri Tercinta dan anak tersayang yang selalu mendoakan dalam segala hal. 9. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan dukungan dan Doa serta motivasi dalam menyelesaikan studi ini. 10. Pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa isi dari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga bila terdapat kesalahan- kesalahan dalam penulisan. Penulis sangat mengharapkan saran bahkan kritik demi kesempurnaan penulisan ini. Sebagai penutup penulis sampaikan terima kasih dan semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khusunya bidang olahraga di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Dempasar, 27 Juni 2014 Penulis.
Cornalius O. Lenati
vii
PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 45 CM LEBIH MENINGKATKAN LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK DARIPADA PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 30 CM PADA SISWA SMP NEGERI 5 KUPANG TIMUR SATAP KABUPATEN KUPANG ABSTRAK Lompat jauh gaya jongkok merupakan bagian dari nomor lompat yang bertujuan untuk memindahkan tubuh jauh kedepan tanpa jatuh ke belakang disaat mendarat. Penelitian terhadap siswa SMP Negeri-5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang Telah dilakukan untuk meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok. Pada penelitian ini dilakukan dengan dua tipe pelatihan yaitu pelatihan interval model lari gawang 30 cm (3 repetisi 5 set), dan pelatihan interval model lari gawang 45 cm (5 repetisi 3 set). Pelatihan dilakukan di lapangan SMP Negeri-5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang pukul 16.00 sampai dengan 18.00 Wita selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Sampel dipilih secara acak sederhana sebanyak 24 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang terpilih dibagi menjadi dua kelompok, sehingga masing-masing kelompok berjumlah 12 orang, kemudian setiap kelompok diberikan pelatihan yang sama namun berbeda di repetisi dan set Kelompok-1 diberikan pelatihan interval model lari gawang 30 cm (3 repetisi 5 set) dan kelompok-2 diberikan pelatihan interval model lri gawang 45 cm (5 repetisi 3 set). Data berupa hasil lompatan yang diambil setelah pelatihan selesai, dianalisis dengan perangkat lunak komputer. Uji t berpasangan dipakai untuk menganalisis perbedaan lompatan lompat jauh gaya jongkok antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dan uji t tidak berpasangan dipakai untuk menganalisis perbedaan lompatan lompat jauh gaya jongkok antar kelompok pelatihan baik pada tes awal maupun tes akhir. Batas kemaknaan yang digunakan adalah p < 0,005. Rerata lompatan lompat jauh gaya jongkok pada pelatihan interval model lari gawang 30 cm sebelum pelatihan 2,21 meter dan sesudah pelatihan 3,59 meter yang secara statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna p = 0,02 (p < 0,05). Rerata lompatan sebelum pelatihan pada pelatihan interval model lari gawang 45 cm sebelum pelatihan 2,21 meter dan sesudah pelatihan 4,30 meter yang juga menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna p = 0,002 p < 0,05). Ini berarti bahwa pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. Kata kunci: Pelatihan interval model lari gawang, lompatan lompat jauh jongkok
viii
THE INTERVAL TRAINING OF HURDLE RUN MODEL 45 CM IS MORE INCREASE THE JUMPING MOVEMENT LONG JUMP SQUAT STYLE THAN THE INTERVAL TRAINING RUN GATE MODEL 30 CM AT SMP NEGERI 5 STUDENTS KUPANG TIMUR SATAP KUPANG REGENCY ABSTRACT The long jump squat style is a part of the jump number which aims to move the body far forward without falling over backwards while landing. The research of SMP Negeri 5 students East Kupan Satap Kupang Regency has been done to improve the jumping movement long jump squat style. In this study conducted with two types of training that the interval training hurdle run model 30 cm (3 reps 5 sets), and interval training hurdle run model 45 cm (5 reps 3 sets). The training is done in the yard of SMP Negeri 5 East Kupang Satap Kupang Regency beginning at 4 pm - 6 pm for eight weeks with a frequency of three times a week. The samples were selected simple randomly as many as 24 people who have met the inclusion and exclusion criteria. The selected sample was divided into two groups, so that each group totaled 12 people, and each group was given the same training, but different in reps and sets. Group-1 is given interval training hurdle run model 30 cm (3 sets of 5 reps) and group 2 is given hurdle run model 45 cm (5 reps 3 sets). The data is a jump result was taken after the training finished, is analyzed with computer software. T-paired test was used to analyze the differences of the jumping movement long jump squat style between before and after training in each group and the t-unpaired test used to analyze the differences of the jumping movement long jump squat style between each groups either at the initial test and final test. Limit of significance used was p <0.005. The mean of jumping movement long jump squat style on the interval training hurdle run model 30 cm before training and after training 2.21 meters to 3.59 meters which showed a statistically significant difference p = 0.02 (p <0.05). The mean jump before training on interval training of hurdle run model 45 cm before training is 2.21 meters and after training is 4.30 meters which also showed a significant difference p = 0.002 p <0.05). It is means that the interval training of hurdle run model 45 cm is more increase the jumping movement long jump squat style of SMP Negeri 5 students East Kupang Satap Kupang Regency. Keywords: interval training hurdle run model, jumping movement long jump squat style
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... PERSYARATAN GELAR ........................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………... UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. . ABSTRAK……………………………………………………. .................... ABSTRACT ……………………………………………………. ................. DAFTAR ISI…………………………………………………. ..................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN – LAMPIRAN ....................................................... BAB. I PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... BAB. II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Lompat Jauh Gaya Jongkok ........................................................ 2.2 Gerak pada Lompat Jauh Gaya Jongkok ..................................... 2.3 Metode Pelatihan Interval .......................................................... 2.4 Pelatihan ...................................................................................... 2.4.1 Pelatihan fisik .................................................................... 2.4.2 Pelatihan teknik ................................................................. 2.4.3 Pelatihan taktik .................................................................. 2.4.4 Pelatihan mental ................................................................ 2.5 Tujuan Pelatihan Fisik ................................................................ 2.6 Prinsip Pelatihan Fisik ................................................................ 2.7 Prosedur Pelatihan Fisik.............................................................. 2.7.1 Pemanasan ......................................................................... 2.7.2 Pelatihan Inti ..................................................................... 2.7.3 Pendinginan ....................................................................... 2.8 Daya Ledak Otot ......................................................................... 2.9 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lompatan ................ 2.9.1 Faktor internal ................................................................... 2.9.2 Faktor eksternal ................................................................. 2.10 Pelatihan Pliometrik .................................................................. 2.11 Takaran Pelatihan ...................................................................... 2.12 Pelatihan Interval Model Lari Gawang. .................................... 2.13 Metabolisme Energi ..................................................................
x
i ii iii iv v vi viii ix x xii xiii xiv 1 1 8 9 9 11 11 12 20 23 24 24 25 25 25 27 28 29 30 31 32 34 35 38 39 43 47 48
BAB. III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ........ 3.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian..................................................................... BAB. IV METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 4.3 Populasi dan sampel .................................................................... 4.3.1 Populasi ............................................................................. 4.3.2 Sampel ............................................................................... 4.3.3 Besar sampel ..................................................................... 4. 3.4 Teknik pengambilan sampel............................................. 4.4 Variabel Penelitian ...................................................................... 4.5 Devenisi Operasional Variabel ................................................... 4.6 Alat Pengumpulan Data .............................................................. 4.7 Prosedur Penelitian...................................................................... 4.7.1 Tahap persiapan................................................................. 4.7.2 Tahap pemelihan dan penentuan pampel .......................... 4.7.3 Tahap pelaksanaan penelitian............................................ 4.8 Analisis Data ............................................................................... 4.9 Alur Penelitian ............................................................................ BAB. V HASIL PENELITIAN ................................................................... 5.1 Data Analisis Karakteristik Subyek Penelitian ........................... 5.2 Data Karakteristik Lingkungan Penelitian .................................. 5.3 Data Uji Normalitas .................................................................... 5.4 Data Uji Beda Rerata jarak sebelum dan sesudah pelatihan.... ... 5.5 Data Uji Beda peningkatan antara kelompok 1 dan 2 .................. BAB. VI PEMBAHASAN............................................................................ 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian .................................................. 6.2 Karakteristik Lingkungan Penelitian............................................ 6.3 Pengaruh Pelatihan interval model lari gawang 45 cm terhadap peningkatan lomatan lompat jauh gaya jongkok .......................... 6.4 Pengaruh Pelatihan interval model lari gawang 30 cm terhadap peningkatan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok ............... 6.5 Pengaruh Pelatihan Terhadap peningkatan Lompatan lompat jauh gaya jongkok Kelompok 1 dan 2 ................................................. BAB. VII SIMPUL DAN SARAN ............................................................. 7.1 Simpulan ...................................................................................... 7.2 Saran .............................................................................................
51 51 53 53 55 55 56 56 56 56 57 58 59 59 62 63 63 64 64 65 67 68 68 69 70 71 71 73 73 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
85
LAMPIRAN – LAMPIRAN ......................................................................
89
xi
75 76 77 83 83 83
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Start, Ancang- ancang ..............................................................
13
Gambar 2.2 Saat Tinggal Landas .................................................................
14
Gambar 2.3 Teknik Terbang ........................................................................
17
Gambar 2.4 Teknik Menggantung ..............................................................
17
Gambar 2.5 Teknik Menendang ..................................................................
18
Gambar 2.6 Teknik Pendaratan ....................................................................
19
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .....................................................................
53
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................
55
Gambar 4.2 Desain Penelitian pelatihan interval model lari gawang 30 cm 3 repetisi 5 set...........................................................................
60
Gambar 4.3 Desain Penelitian pelatihan interval model lari gawang 45 cm 5 repetisi 3 set...........................................................................
61
Gambar 4.4 Alur Penelitian ........................................................................
67
xii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1. Karakteristik Fisik Siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang ..................................................................... 68 Tabel 5.2. Data Keadaan Lingkungan Pelatihan Pada Kedua Kelompok pelatihan ......................................................................................
69
Tabel 5.3. Hasil Uji Normalitas data jarak Lompatan sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok 1 dan 2 (Uji Saphiro Wilk) .................
70
Tabel 5.4. Hasil Uji Beda peningkatan jarak Lompatan Sesudah Pelatihan pada kelompok 1 dan 2 (Uji Wilcoxon) ......................................
71
Tabel 5.5. Hasil uji beda peningkatan jarak lompatan sesudah pelatihan antara kelompok 1 dan 2 (Uji Mann Whitney) ............................
72
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran-1 Surat Ijin Penelitian .................................................................
89
Lampiran-2 Surat Ijin Penelitian dari Pemprov NTT ..................................
90
Lampiran-3 Surat Selesai Penelitian dari Pemda ........................................
91
Lampiran-4 Surat Selesai Penelitian dari Sekolah ......................................
92
Lampiran-5 Data Hasil Analisis SPSS .......................................................
93
Lampiran-6 Data Kelembaban.....................................................................
97
Lampiran-7 Data Tes Lari 2, 4 KM ............................................................
98
Lampiran-8 Dokumen Penelitian.................................................................
99
Lampiran-9 Jadwal Penelitian ....................................................................
101
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lompat jauh gaya jongkok merupakan cabang olahraga atletik yang bertujuan melompat dengan pencapaian jarak lompatan yang sejauh jauhnya. Maka untuk mencapai jarak lompat yang jauh, terlebih dahulu pelompat harus memahami unsur – unsur pokok pada lompat. Dalam lompat jauh terdapat bak lompat yang berisi pasir sebagai tempat pendaratan akhir dari melompat Dalam lompat jauh. gaya dibagi menjadi 3 macam gaya, yaitu 1). Gaya jongkok 2). Gaya berjalan, dan 3). Gaya menggantung. Akan tetapi prinsip dasar dari ketiga gaya tersebut tetap sama. Loncat jauh dapat dibagi kedalam ancangancang, lepas tapak, melayang, dan mendarat. Pada semua teknik lonpat jauh ancang - ancang merupakan lari dengan percepatan dari start. Ancang - ancang sejauh 30 m- 45m. Frekuensi serta panjang langkah ancang - ancang makin meningkat sampai persiapan lepas tapak. Selama 3 - 5 langkah terakhir pelompat mempersiapkan diri untuk mengalihkan ancang - ancang (kecepatan horizontal) kepada lepas tapak (kecepatan vertical). Pada saat itu sebaiknya kecepatan jangan dikurangi, satu langkah sebelum terakhir, 10 cm - 15 cm lebih panjang dari langkah sebelumnya dan terakhir. Karena itu titik berat badan agak terbawa kebawah, dan sodokan tenaga vertical diperbesar. Dalam penelitian ini peneliti lebih fokus pada Gaya jongkok Peningkatan prestasi. Prestasi dapat dicapai melalui program pembinaan yang terarah, teratur, sistematis dan berkelanjutan. Pembinaan dan pengembangan
1
2
prestasi dapat dikembangkan sejak Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi. Prestasi olahraga seorang atlet sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi fisik, teknik, taktik, dan mental (Harsono, 1993). Prestasi seorang atlet sangat ditentukan oleh bermacam-macam faktor yang saling berkaitan, termasuk kondisi fisik, keterampilan teknik, taktik serta lingkungan. Semuanya itu dapat dicapai melalui suatu latihan yang sistematis dan terprogram sesuai dengan prinsip pembenan latihan. Pelatihan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama dan sistematis dan progresif sesuai dengan tingkat kemampuan individu dan bertujuan untuk meningkatkan fungsi tubuh sehingga melakukan kegiatan olahraga secara optimal (Soetopo, 2007). Pelatihan fisik merupakan unsur terpenting diperlukan dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi yang tertinggi (Soetopo, 2007). Dengan melakukan pelatihan fisik maka fungsi sistem organ tubuh akan lebih meningkat dibandingkan sebelum berlatih, yang sangat diperlukan untuk memenuhi penampilan dalam beraktivitas (Nala, 2002). Kondisi fisik, meliputi sepuluh komponen biomotorik yaitu: (1). Kekuatan (2). Daya tahan (3). Kecepatan, (4). Daya ledak (5). Kelentukan (6). Keseimbangan (7). Waktu reaksi (8). Kelincahan (9). Ketepatan (10). Koordinasi (Sajoto, 2002). Masing-masing komponen tersebut tidak dapat disamakan peran dan beban kerjanya, karena setiap cabang olahraga mempunyai persentase kebutuhan komponen biomotorik yang berbeda. Sehingga untuk membuat suatu program latihan pada cabang olahraga tertentu terlebih dahulu perlu diketahui
3
komponen biomotorik yang dominan dalam cabang olahraga yang dilatih (Nala, 2002). Daya ledak otot merupakan salah satu komponen biomotorik yang paling banyak dibutuhkan pada beberapa cabang olahraga seperti atletik khususnya pada lompat jauh. Lompat jauh merupakan bagian dari cabang olaharaga atletik yang bertujuan untuk berusaha memindahkan titik berat tubuh sejauh-jauhnya ke arah mendatar (horisontal), artinya atlet berusaha sedapat mungkin menempatkan kakinya sejauh-jauhnya ke depan tanpa jatuh ke belakang saat mendarat (Hay, 1978). Daya ledak ini ada yang membagi sesuai dengan spesifikasinya atas: daya ledak eksplosif (Explosive Power), daya ledak cepat (Speed Power), daya ledak kuat (Streing Power) dan daya ledak tahan lama (Endurance Power). Daya ledak merupakan kerja yang dapat dilakukan dalam satu kesatuan waktu dalam kepentingan olahraga daya ledak yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif yang terdiri atas dua kelompok biomotorik; yaitu unsur kekuatan dan unsur kecepatan (Nala, 1998). Daya ledak merupakan kemampuan untuk melakukan aktifitas secara tiba tiba dan cepat dengan mengunakan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat. Daya ledak ini sering pula disebut kekuatan eksplosif, ditandai dengan adanya gerakan atau perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana tubuh terdorong keatas atau vertikal baik dengan cara melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak, lompat tinggi) atau terdorong kedepaan (horizontal, lari cepat dan lompat jauh). Dengan menggerakkan kekuatan olahraga maksimal.
4
Prinsip dasar lompat jauh adalah meraih kecepatan awalan yang setinggitingginya sambil tetap mampu melakukan tolakan yang kuat ke atas dengan satu kaki untuk meraih ketinggian saat melayang yang memadai sehingga dapat menghasilkan jarak lompatan yang maksimal (Anne, 2010). Ada empat komponen utama pada lompat jauh yaitu: (1). Lari awalan (2). Tumpuan atau tolakan (3). Sikap di udara dan ( 4). Mendarat (Delta, 2010). Gerakan tolakan merupakan bagian yang terpenting dalam teknik gerak lompat jauh gaya jongkok dan untuk dapat melakukan gerakan menolakkan tubuh ke udara dibutuhkan daya ledak otot dan kekuatan tungkai yang maksimal (Jarver, 1999). Daya ledak ini sering disebut dengan kekuatan eksplosif, yang ditandai dengan adanya gerakan atau perubahan tiba-tiba yang cepat, dimana tubuh terdorong ke depan atas (Vertikal) baik dengan cara melompat (menapak dengan satu kaki) ataupun meloncat (menapak dengan dua kaki), atau terdorong ke arah depan (Horizontal) dengan mengerahkan otot maksimal seperti pada nomor lompat jauh (Nala, 2002). Daya ledak dalam lompat jauh merupakan kombinasi dari kekuatan dengan kecepatan dan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan lompat jauh (Azmi, 2000). Daya ledak yang diperlukan dalam lompat jauh adalah daya ledak dorongan tubuh ke depan horizontal (Nala, 2002). Kekuatan otot adalah komponen kondisi fisik yang menyangkut masalah kemampuan seseorang pada saat menggunakan otot-ototnya menerima beban dalam waktu kerja tertentu (Hay, 1978). Sedangkan kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan berkesinambungan dengan bentuk yang sama dalam waktu
5
sesingkat-singkatnya (Sajoto, 2002). Unsur lain yang perlu diperhatikan pada lompat jauh adalah gerak tolakan dan ancang-ancang. Gerak tolakan dipengaruhi oleh kemampuan melakukan sudut tolakan atau sudut tinggal landas, untuk mencapai tinggi yang optimal agar dapat dicapai jarak lompatan yang terjauh (Azmi, 2000). Untuk mendapatkan hasil lompatan terjauh dibutuhkan sudut lepas landas yang lebih kecil dari 450 yaitu berkisar antara 300. Tetapi pada kenyataannya sangat sulit sekali mendapatkan sudut lepas landas sebesar 450, karena dalam lompat jauh kecepatan ke arah vertikal dihambat oleh percepatan gravitasi sehingga kecepatan gerak ke arah vertikal selalu lebih kecil dari kecepatan gerak kearah horisontal (Linthorne, 2003). Untuk dapat menghasilkan sudut lompatan tersebut maka kecepatan ke arah vertikal dan daya ledak otot tungkai perlu ditingkatkan. Daya ledak otot dapat ditingkatkan, salah satunya adalah dengan memberikan pelatinan lari gawang. Pelatinan lari gawang saja tidak dapat menghasilkan lompatan yang maksimal akan tetapi harus diimbangi dengan pelatinan kecepatan lari yaitu dengan melatih lari cepat (Bernhard, 1993). Kecepatan lari dibutuhkan pada saat gerakan mengambil awalan atau ancang-ancang. Jarak ancang-ancang akan mempengaruhi hasil lompatan (Mackenze, 2005). Jarak ancang-ancang utuk laki-laki usia 17 tahun cukup 20-25 meter untuk seorang pemula, sedangkan untuk yang sudah berpengalaman dapat ditingkatkan sampai sejauh 30-45 meter, tergantung dari kemampuan yang bersangkutan menambah kecepatannya (Nigel dan Lewis, 2005). Sehingga jarak ancang-ancang tersebut dapat digunakan sebagai dasar
6
dalam membuat suatu program pelatihan untuk dapat menghasilkan pelatihan yang efektif. Usaha yang ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dan kecepatan reaksi secara efektif adalah dengan memberikan pelatihan pliometrik (Nala, 2002). Pelatihan pliometrik merupakan suatu pelatihan yang mempunyai ciri khusus yaitu kontraksi otot yang kuat dan merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot terkait (Radcliffe and Farentinos, 1985). Pelatihan pliometrik berhubungan langsung dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot, maka secara langsung juga akan mempengaruhi daya ledak otot (Nala, 2002). Beberapa penelitian mengenai pelatihan pliometrik pada lompat jauh sudah dibuktikan menghasilkan pelatihan yang efektif. Hasil penelitian Denny (2004) melaporkan pelatihan lari rintangan dengan tinggi rintangan (55cm, 50 cm dan 45 cm) dapat meningkatkan hasil lompatan pada lompat jauh dan pelatihan dengan tinggi rintangan 55 cm lebih baik dari pelatihan dengan tinggi rintangan 50cm dan 45 cm terhadap lompat jauh siswa putra kelas II SLTP Taleti Kabupaten Minahasa. Hasil penelitian yang menggunakan rintangan gawang juga dilaporkan oleh Purba (2008), bahwa pelatihan yang diterapkan dalam penelitian tersebut dapat meningkatkan hasil lompatan lompat jauh. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pada umumnya pelatihan lompat jauh yang diterapkan pada atlet menggunakan metode lompat rintangan tanpa awalan serta tinggi rintangan tidak disesuaikan dengan kemampuan atlet atau tanpa melakukan tes awal terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan
7
maksimal atlet melompati tinggi rintangan. Sebelum membuat suatu program pelatihan terlebih dahulu sebelum dilakukan tes awal untuk mengetahui kemampuan maksimal atlet dan ini merupakan salah satu prinsip yang harus diterapkan dalam suatu program pelatihan, untuk dapat mengahasilkan suatu pelatihan yang maksimal (Nala, 2002). Namun pada kenyataanya pelatih pada umumnya memberikan pelatihan sesuai dengan kebiasaan dan pengalaman yang pernah mereka dapatkan selama menjadi atlet tanpa memperhatikan prinsipprinsip pelatihan serta mereka pada umumnya juga tidak memahami tentang tipe dan takaran pelatihan yang tepat. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dicobakan tipe pelatihan yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan komponen biomotorik pada cabang olahraga yang akan dilatih, serta takarannya disesuaikan dengan kemampuan individu, sehingga diharapkan dapat menghasilkan pelatihan yang efektif. Pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini adalah Pelatihan interval model lari gawang dengan takaran repetisi dan set yang berbeda yaitu kelompok satu pelatihan interval model lari gawang 30 cm ( tiga repetisi lima set). sedangkan kelompok dua pelatihan interval model lari gawang 45 cm (lima repetisi tiga set). Penentuan tinggi gawang berdasarkan pada tes pendahuluan kemampuan maksimal subjek melompati rintangan terhadap tujuh orang siswa. Setelah mendapatkan jarak melompat maksimal, hasilnya dikalikan 80% untuk mendapatkan intensitas submaksimal yang disesuaikan untuk pemula (Nala, 2002). Sedangkan jarak berlari adalah 20 meter disesuaikan dengan jarak ancangancang untuk umur 13-15 tahun yaitu sejauh 20 meter.
8
Takaran pelatihan yang dipergunakan dalam penelitian lima repitisi tiga set atau sebaliknya dengan istirahat antar set selama lima menit (kembali ke denyut nadi istirahat). Dengan pertimbangan, takaran pelatihan yang dianjurkan untuk meningkatkan komponen daya ledak antara lain : repitisi (ulangan) 1-5 kali, set terdiri dari 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih dengan istirahat antar set 2-5 menit, dan frekuensi pelatihan tiga kali seminggu (Nala, 2002). Pelatihan berlangsung selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat). Pelatihan yang berlangsung selama 8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yaitu mengalami peningkatan 10-20%, maka sebaiknya evaluasi dilaksanakan setelah 6-8 minggu pelatihan (Pate dkk., 1984). Penelitian ini diterapkan pada siswa kelas VII dan VIII usia 13-15 tahun SMPN 5 Kupang Timur Satap. dengan pertimbangan siswa kelas IX lebih berkonsentrasi pada persiapan Ujian Akhir Nasional. Pertimbangan lain memilih siswa tersebut sebagai subjek penelitian karena peneliti merupakan guru olahraga subjek penelitian. Sehingga mereka akan semangat, serius dan disiplin dalam melakukan pelatihan selama penelitian ini berlangsung, selain pertimbangan teknis, dan kemudahan peneliti untuk memperoleh subjek penelitian serta populasi yang terjangkau oleh peneliti. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian pada cabang olahraga lompat jauh yaitu: 1.
Apakah Pelatihan interval model lari gawang 30 cm meningkatkan lompatan
9
lompat jauh gaya jongkok, pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang kelompok kontrol ”? 2.
Apakah Pelatihan interval model lari gawang 45 cm meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok, pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang”?
3.
Pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih baik meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok dari pada pelatihan interval model lari gawang 30 cm”?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. Untuk mengetahui pelatihan interval model lari gawang 30 cm meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok, pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. kelompok kontrol . b. Untuk mengetahui pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok, pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang c. Untuk mengetahui pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih baik dari pada pelatihan interval model lari gawang 30 cm”? 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut: 1.4.1 Secara teoritis: Pengembangan teori dan wawasan atlet maupun pelatih serta memperoleh konsep ilmiah tentang metode pelatihan dalam meningkatkan hasil
10
lompatan pada lompat jauh 1.4.2 Secara praktis: Dipergunakan sebagai pedoman oleh pelatih, guru olahraga dan atlet untuk diterapkan di lapangan dalam meningkatkan hasil lompatan pada lompat jauh.
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Lompat jauh gaya jongkok Lompat jauh gaya jongkok merupakan salah satu nomor dari cabang olahraga atletik yang selalu diperlombakan dalam setiap kejuaraan, baik antar sekolah (O2SN) pada tingkat daerah, Nasional maupun Internasional. Lompat jauh bertujuan untuk berusaha memindahkan titik berat tubuh sejauh-jauhnya ke arah mendatar (horisontal), artinya atlet berusaha sedapat mungkin menempatkan kakinya sejauh-jauhnya ke depan tanpa jatuh ke belakang saat mendarat atau mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya (Hay, 1978; and, Kosasih, 1993). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lompatan yang terjauh tanpa jatuh ke belakang yang dicapai oleh seorang atlet adalah merupakan keberhasilan atlet tersebut mencapai target yang diharapkan. Lompat jauh menurut (Azmi, 2000) adalah suatu yang diawali dengan berlari untuk mengambil awalan (awalan), dilanjutkan dengan menolak memakai satu kaki tumpu (tolakan), melayang di udara dan mendarat dengan dua kaki secara bersamaan (mendarat). Sedangkan gerakan dalam lompat jauh terdiri dari: lari awalan (ancangancang), fase tolakan atau persiapan lompat (tinggal landas), fase melayang dan fase pendaratan (Bernhard, 1993). Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dari atlet lompat jauh diantaranya; kondisi fisik terutama kecepatan dan tenaga lompat, dan faktor teknik yang menyangkut ancang-ancang (run-up), tinggal landas (take-off), saat melayang (flight), dan pendaratan (landing) (Bernhard, 1993; and, Jarver, 1999). Kecepatan di run-up, atau pendekatan, dan yang tinggi melompat dari papan adalah dasar-dasar keberhasilan lompat jauh (Delta, 2008).
11
12
2.2. Gerakan pada lompat jauh gaya jongkok Gerakan-gerakan pada lompat jauh gaya jongkok terdiri dari: gerakan berlari untuk mengambil awalan atau ancang-ancang; tolakan dengan bertumpu pada satu kaki; melayang di udara dan mendarat dengan dua kaki secara bersamaan (Azmi, 2000). a. Lari Awalan atau Ancang-Ancang (Run Up) Maksud berlari sebelum melompat ini adalah untuk meningkatkan kecepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu Take Off ”. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh, tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki menolak. Jarak awalan tersebut antara 3035 meter.Berkaitan dengan awalan lompat jauh. (Jes Jerver, 2005). Tujuan lari awalan atau ancang-ancang adalah untuk mendapatkan kecepatan yang setinggi-tingginya agar dorongan massa ke depan lebih besar atlit lebih besar dari berat badannya (Anonim, 2010). Jarak lari awalan yang digunakan oleh setiap pelompat berbeda-beda tergantung pada kemampuan untuk mencapai kecepatan maksimalnya. Mereka yang lebih cepat mencapai kecepatan maksimalnya akan memerlukan jarak awalan yang lebih pendek begitu juga sebaliknya (Anne, 2010). Panjang lari awalan atau ancang-ancang yang dipakai oleh atlet tergantung pada persentase kecepatan maksimal yang mampu dikontrol pada saat tinggal landas dan kemampuannya mempertahankan pola langkah dari satu langkah ke langkah berikutnya (Hay, 1978). Jarak lari harus cukup jauh untuk memungkinkan peningkatan kecepatan sampai maksimal pada menjelang tinggal landas serta gerakan lari harus dilakukan secara konsisten dan seragam sehingga tinggal landas dapat dilakukan
13
secara tepat (Jarver, 1999). Jarak ancang-ancang untuk laki-laki usia 12 tahun adalah sejauh 20-25 meter untuk seorang pemula, sedangkan untuk yang sudah berpengalaman dapat ditingkatkan sampai sejauh 30-45 meter, tergantung dari kemampuan yang bersangkutan menambah kecepatannya (Nigel and Lewis, 2005). Perpanjangan ancang-ancang 10-20 meter terhadap 60 orang remaja pada akhir pubertas tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Bernhard, 1993). Oleh karena atlet tidak ada yang memakai start jongkok, maka perlu ditambah 3-5 langkah disaat atlet menyiapkan diri secara fisik dan mental untuk tinggal landas (Gambar 2.1). Makin tinggi umur seseorang jarak ancang-ancang yang dibutuhkan untuk mencapai lompatan maksimal semakin panjang, begitu pula sebaliknya makin rendah umurnya ancang-ancang semakin pendek. Pada umur 11 tahun ancang-ancang yang diperlukan sebanyak 11 langkah, umur 13 tahun sebanyak 13 langkah, umur 15 tahun sebanyak 15 langkah, di bawah umur 17 tahun sebanyak 17 langkah, dan di 17 tahun membutuhkan jarak ancang-ancang 21 langkah (Mackenzie, 2005). Lari awalan dalam penelitian ini adalah disesuaikan dengan kemampuan subjek untuk pemula dengan jarak lari 20 meter.
Gambar 2.1 Ancang-Ancang Diantara Titik Start
b. Tolakan ( Take Off) Maksud dari take off adalah merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan, dengan melakukan lompatan tegak lurus,sambil mempertahankan kecepatan horisontal
14
semaksimal mungkin” . Lompatan dilakukan dengan mencondongkan badan ke depan membuat sudut lebih kurang 45ºdan sambil mempertahankan kecepatan saat badan dalam posisi horizontal (Jes Jerver, 2005). Tujuan dari lepas landas adalah untuk menciptakan dorongan vertikal melalui pusat gravitasi tubuh atlet dengan tetap menjaga keseimbangan dan kontrol (Delta, 2010). Tahap ini adalah salah satu bagian gerakan yang paling penting dari lompat jauh untuk menentukan hasil lompatan yang sempurna. Dalam teknik ini pelompat melakukan tolakan pada papan tumpuan menggunakan kaki yang terkuat dengan mengubah kecepatan horizontal menjadi kecepatan vertikal (Anne, 2010). Pada saat menumpu, posisi badan tidak boleh terlalu condong, tumpuan harus kuat, cepat, dan aktif, keseimbangan badan juga harus diperhatikan agar tidak goyang diikuti dengan gerakan ayunan lengan yang akan membantu memberi gaya untuk menambah ketinggian serta menjaga keseimbangan (Anonim, 2010). Gambar saat tinggal landas diperlihatkan seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Posisi Tungkai Atlet Saat Tinggal Landas.
Untuk
mendapatkan
lompatan
maksimal
menurut
Jarver
(1999),
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Perubahan dari kecepatan horisontal menjadi gerakan bersudut didapat dengan cara memberikan tenaga maksimal pada kaki yang akan tinggal landas. 2. Pusat gravitasi tubuh atlet harus langsung jatuh di atas papan tumpuan begitu kaki yang akan tinggal landas menyentuhnya.
15
3. Kaki yang akan tinggal landas diletakkan tepat di atas papan tumpuan dengan lutut sedikit ditekuk untuk mendapatkan kekuatan. 4. Gerakan ke atas dan kedepan dilakukan dengan sekuat tenaga dibantu oleh lutut dari kaki yang memimpin dan lengan yang berlawanan dengan kaki yang digunakan saat tinggal landas. Tujuannya adalah untuk memperkuat daya lompat. 5. Paling baik kalau sudut tinggal landas berkisar antara 30°, tergantung dari kemampuan atlet mengkombinasikan kecepatan horizontal dan gerakan membuat sudut tadi. 6. Lompatan yang lebih jauh dapat diperoleh apabila atlet menurunkan panggulnya sejak dua langkah sampai pada saat tinggal landas. Empat faktor yang mempengaruhi kecepatan arah vertikal menurut (Jarver, 1999), diantaranya: 1) Mekanisme sistem tuas, yang menggambarkan putaran arah maju dan naik dari tubuh atlet disekitar sumbu vertikal melalui pergelangan kaki. 2) Mekanisme konsentrik, yang menggambarkan aksi-aksi dari semua otot ekstensor pada saat tungkai melompat yang memendek tanpa pemanjangan. 3) Mekanisme eksentrik-konsentrik, yang menggambarkan aksi-aksi dari semua otot pada saat tungkai melompat yang mula-mula meregang dan kemudian memendek. 4) Mekanisme keleluasaan anggota gerak, yang menggambarkau gerakangerakan berayun arah naik dari lengan dan keleluasaan tungkai. c. Gerakan melayang Gerakan melayang dilakukan setelah meninggalkan balok tumpuan (Anne, 2010). Tujuan utama dari fase melayang adalah persiapan pendaratan dengan cara yang baik dengan tanpa kehilangan keseimbangan (Bernhard, 1993). Pada saat melakukan
16
gerakan melayang, keseimbangan badan harus terjaga dengan ayunan kedua tangan yang juga dapat membantu menjaga keseimbangan (Delta, 2010). Pada saat berada di udara tertuju pada bagaimana posisi tubuh mendarat dengan sempurna dengan menghilangkan rotasi ke depan yang hampir didapat setiap tinggal landas. Rotasi ke depan akan membawa kakinya di bawah gaya gravitasi sehingga lebih cepat mendarat. Jadi masalah utama atlet adalah berusaha untuk mengurangi efek dari rotasi ke depan (Anne, 2010). Sasaran pokok dari teknik melayang diudara merupakan pemelihara keseimbangan badan saat melayang; mengusahakan tahanan udara sekecil mungkin; mengusakan melayang diudara selama mungkin dan menyiapkan letak kaki dalam posisi yang menguntungkan pada waktu mendarat (Anonim, 2010). Ada tiga teknik melayang yang digunakan oleh para atlet lompat jauh yaitu; teknik terbang, menggantung, dan menendang (Hay, 1978). Teknik-teknik ini merupakan pola gerakan yang digunakan oleh atlet lompat jauh. Teknik-teknik tersebut ditujukan untuk menghindari cedera dan kalau dalam pertandingan- pertandingan resmi menjadi salah satu poin penilaian bagi para juri (Anne, 2010). 1. Teknik terbang Teknik ini sangat banyak digunakan oleh atlet pemula karena kesederhananya, walaupun kelemahannya sangat besar (Hay, 1978). Kelemahan dari teknik ini adalah pada saat menempatkan titik berat tubuh mendekati sumbu peralihan, dimana hal ini memberikan kemungkinan rotasi ke depan sehingga atlet jatuh kebelakang pada saat mendarat jarang terjadi, tetapi mengakibatkan kaki terlalu dini mendarat. Cara melakukannya adalah atlet membawa kedua tungkainya ke depan setelah tinggal landas seperti pada posisi duduk dengan lutut sedikit bengkok kira-kira membentuk
17
siku seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 Cara Melakukan Teknik Terbang
2. Teknik Menggantung Gaya ini cukup membiarkan kaki atlet menjuntai ke bawah dengan posisi badan tegak lurus serta kedua gerakan ini memeriukan keseimbangan badan yang sempurna (Anne, 2010). Kaki tumpu dibiarkan tergantung lurus badan tegak kemudian disusul oleh kaki tumpu dengan sikap lutut ditekuk sambil pinggul didorong ke depan yang kemudian ke dua lengan direntangkan ke atas. Keseimbangan badan perlu diperhatikan agar tetap terpelihara hingga mendarat (Anonim, 2010). Segera setelah menyentuh pasir, lutut ditekuk dan badan bergerak ke depan diatas kaki, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4 Cara Melakukan Teknik Menggantung
3. Teknik Menendang Merupakan gaya yang sekarang paling populer dari pada kedua gaya sebelumnya. Gaya ini lebih menjanjikan tinggal landas yang efisien dan kesempatan mempersiapkan pendapatan yang lebih awal (Anonim, 2010). Cara melakukan teknik
18
ini adalah; setelah melakukan ancang-ancang dengan kecepatan maksimal, atlet melakukan tinggal landas dengan kuat. Lutut dari tungkai yang memimpin ditekuk saat tinggal landas, kemudian diluruskan sehingga atlet menirukan sikap melangkah saat di udara. Tungkai yang memimpin diputar ke belakang dalam keadaan lurus dan kedua lutut ditekuk dan digerakkan ke depan untuk mendarat. Lengan diputar ke depan searah jarum jam mengimbangi gerakan tungkai. Atlet meluruskan kedua tungkai untuk mendarat, saat lengan diputar ke depan dan ke belakang. Setelah menyentuh pasir lutut ditekuk dan badan bergerak mendahului tungkai
Gambar 2.5 Cara Melakukan Teknik Menendang
d. Gerakan Mendarat ( Landing) Gerakan disaat pendaratan harus dilakukan dengan dua kaki yang dijatuhkan secara bersamaan dengan posisi badan condong ke depan. Sewaktu kaki menyentuh pasir kepala dirundukkan dan lengan diayunkan ke depan membawa pinggang ke depan mendekati titik berat badan melawati titik pendaratan di pasir sehingga badan tidak cenderung jaruh ke belakang yang dapat merugikan atlet (Anne, 2010). Suatu pendaratan yang baik yang telah disiapkan dan ditentukan dalam fase melayang memungkinkan untuk atlet tetap tegak selama mungkin. Dalam hal ini dibutuhkan tenaga otot perut yang tinggi (Bemhard, 1993). Tujuan dari pendaratan adalah untuk mendapatkan suatu posisi dengan kedua kaki menyentuh pasir sejauh mungkin di depan pusat gravitasi tubuh dan untuk menjaga jangan sampai jatuh ke
19
belakang (Jarver, 1999). Dari kedua faktor ini yang terpenting. posisi tubuh condong ke depan terhadap punggung (Gambar 2.6). Jika atlet memutuskan untuk condong ke depan selama akhir gerakan melayang maka kakinya diangkat dalam reaksinya untuk menunda pendaratan. Peningkatan waktu selama berada di udara memungkinkan untuk mendarat lebih jauh sepanjang lintasan parabola. Mencondongkan panggul ke depan mengurangi jarak pendaratan (supaya atlet tidak jatuh ke belakang) dengan memindahkan titik berat lebih dekat ke kakinya kemudian dapat mempertahankan posisi tubuh (Hay, 1978).
Gambar 2.6 Cara Melakukan Pendaratan
Untuk mendapatkan pendaratan yang baik atlet harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Jarver, 1999): 1. Posisi pendaratan yang terbaik hendaknya merupakan lanjutan dari pola melayang pusat gravitasi tubuh. Tentunya harus terletak sejauh mungkin, yaitu pada jarak horisontal terbesar antara tumit dan pusat gravitasi tubuh. 2. Tubuh bagian atas harus setegak mungkin dengan tungkai terjulur lurus ke depan. 3. Lengan yang terletak di belakang tubuh sebelum pendaratan harus segera dilemparkan ke depan, begitu kaki menyentuh pasir. Gerakan lengan ini akan membantu tubuh untuk bertumpu di atas kaki. 4. Posisi pendaratan yang efisien tergantung pada teknik yang digunakan pada waktu
20
melayang, yaitu dalam mengurangi atau memperlambat munculnya rotasi sewaktu tinggal landas. 2.3 Metode Pelatihan Interval Pelatihan Interval merupakan pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi terus berulang diselingi dengan pemulihan yang memadai (misalnya lari cepat di selang seling dangan jalan) tergantung spesialisasinya (Nala, 2002) Manfaat yang biasa didapat dari pelatihan interval antara lain memberikan pengaruh yang baik bagi jangtung dan otot, menghasilkan sesuatu yang dikenal dengan istilah After Training Burn yaitu kondisi yang setiap otot tetap melakukan pembakaran lemak, gula dan sedikit protein meski aktifitas suda berhenti. ( Anonim, 2009). Metode pelatihan interval merupakan pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi teratur yang berulang-ulang diselingi dengan pemulihan yang memadai (misalnya: lari cepat diselingi dengan jalan) dengan takaran yang sudah ditentukan. (Nala, 2002) Paulus (2003) Menyatakan, latihan dengan metode interval merupakan latihan yang menerapakan istirahat yang menguntungkan. Dalam latihan. Istirahat yang menguntungkan disederhanakan dengan menghitung denyut nadi istirahat diakhiri ketika denyut nadi mencapai 110-130 x/menit. Sedangkan dalam Sport Science pelatihan berselang intensitas tinggi adalah suatu bentuk pelatihan interval yang terdiri dari aktifitas kompetisi pendek habis-habisan dipisahkan dengan waktu istirahat antara 20 dan 5 menit. Ini adalah strategi volume rendah untuk menghasilkan keuntungan daya aerobik dan daya tahan biasanya terkait dengan serangan pelatihan lagi. Endurance atlit harus secara bartahap- tahap dalam kompetisi. Pelatihan berselang intensitas tinggi dalam membangun mengembalikan
21
untuk kompetisi (Alonso and Finn, 1992) Pelatihan interval merupakan suatu bentuk pelatihan yang diselingi oleh interval berupa masa istirahat (Suherman, 2008) Demikian pula dikatakan oleh (Nala 2002) pelatihan interval merupaka pemberian beban pada tubuh dalam waktu singkat tetapi teratur yang berulang-ulang diselingi dengan pemulihan yang memadai seperti lari diselingi dengan jalan. Selama berlatih interval atlit secara tidak langsung telah menerapkan ketrampilan atau bersaing, serta secara fisiologis pelatihan interval merangsang perbaikan pengambilan oksigen maksimum (VO2 Max) akibat adanya peningkatan intensitas atau jumlah mitokorida dalam sel otot (Nala, 2002) manfaat lain yang bias di dapatkan dari pelatihan interval antara lain memberikan pelatihan yang baik bagi jantung dan juga otot, menghasilkan sesuatu yang dikenal dengan istilah after training burn yaitu kondisi dimana setiap otot tetap melakukan pembakan karbohidrat, lemak, dan sedikit protein meskipun aktivitas sudah berhenti (Anonim, 2009) Pelatihan interval juga dapat membantu atlit dari tekanan pada tungkai dan paru yang pasti dirasakan ketika intensitas meningkat (Mamas, 2005) penurunan kadar laktat akan sangat cepat terjadi apabila pada setiap pulih asal diisi dengan istirahat aktif dibandingkan dengan istirahat dengan duduk diam sehingga hal ini akan menyebabkan pelatihan terasa lebih ringan (Fox dkk;1988) Terdapat beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pelatihan interval dari berbagai cabang olahraga antara lain. Hasil penelitian yang dapat dilaporkan oleh (Ansor, 2007) menyimpulkan metode pelatihan renang interval dapat menurunkan waktu tempuh berenang 1000 dan 50 meter. Penelitian eksperimental laboratories yang dilakukan oleh (Boleng, 2003) tentang pengaruh latihan interval dan kontinyu
22
terhadap pemulihan glikogen otot menyimpulkan, pemulihan glokogen otot pada latihan interval lebih meningkatkan dibandingkan dengan kelompok kontrol dan latihan kontinyu sedangkan pemulihan glikogen otot pada latihan kontinyu tidak meningkatkan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian mengenai pengaruh latihan interval dan kontinyu terhadap perubahan VO2 Max dan denyut nadi istirahat yang di lakukan oleh (Nasution, 2000) bentuk pelatihan interval lebih baik di bandingkan latihan kontinyu terhadap VO2 Max. Pelatihan interval juga menggunakan prinsip penambahan beban serta memberikan koreksi secara teliti terhadap (a) Jarak yang ditempuh, (b) Waktu istirahat antar ulangan, (c) Banyaknya ulangan yang harus di tempuh, (d) Waktu Pelatihan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas yang telah membuktikan bahwa bentuk pelatihan interval sangat efektif dipergunakan pada pelatihan beberapa cabang olahraga seperti cabang olahraga atletik nomor Lompat jauh yang juga membutuhkan kecepatan. Hal inilah yang mendasari penulis merancang penelitian bentuk interval dengan dua (2) tipe. Pelatihan interval model lari gawang 30 cm dan Pelatihan interval model lari gawang 45 cm meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jonngkok pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. Pelatihan meningkatkan komponen bomotorik kecepatan dapat juga ditempuh dengan cara yakni: model progresif atau dengan metode maksimum. Metode agresif adalah pelatihan diawali dengan intensitas, volume, dan frekuensi yang rendah kemudian secara bertahap bebannya di tingkatkan, atau untuk mudahnya diawali dengan kecepatan rendah, kemudian secara bertahap pada pelatihan selanjutnya kecepatan
ditingkatkan
sampai
mencapai
kecepatan
maksimum.
Sedangkan
mengunakan metode maksimum dari sejak awal sudah dilatih dengan kemampuan
23
maksimumnya. Dimana intensitas, volume dan frekuensi dipilih takaran maksimum. Biasanya metode maksimum ini dipergunakan untuk atlit yang sudah terlatih. (Nala, 2002). 2.4. Pelatihan Pelatihan terhadap remaja umur 12-15 tahun (remaja pertengahan) baik untuk tumbuh dan berkembang dikarenakan pada umur tersebut kekuatan masih dapat dibentuk. Kekuatan masih dapat dibentuk karena proses tersebut terjadi secara bersamaan dengan perkembangan System Neuromusculoscletal yang cepat dan masih berlangsung (Brandon, 2006). Hakekat dan tujuan latihan olahraga ialah meningkatkan ketrampilan,dan kinerja peserta pelatihan setinggi mungkin agar para olahragawan mampu berprestasi semaksimal mungkin (Pyke cit Kilpatrick, 2003). Karena itu tugas seorang pelatih adalah membantu atlit-atlitnya untuk meningkatkan prestasi olahraga semaksimal mungkin. Dengan demikian pelatihan merupakan suatu gerakan fisik dan atau aktifitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetisi) dalam jangka waktu (durasi) yang lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif (bertahap) dan individual, dengan tujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal (Nala, 2002). Pelatihan
didefenisikan sebagai suatu gerakan fisik/aktifitas mental yang
berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu (durasi lama) dengan pembebanan yang dapat ditingkatkan secara progresif dan individual serta secara fisiologis merupakan suatu proses pembentukan reflek bersyarat ,proses belajar gerak serta proses menghafalkan gerakan (Nala, 2011).
24
Secara garis besar ada empat aspek pelatihan yang diperlukan dalam meningkatkan penampilan seorang atlit yaitu: (1). Pelatihan Fisik (2). Pelatihan Teknik (3). Pelatihan Taktik dan (4). Pelatihan Mental Keempat aspek tersebut harus diterapkan secarasistematis berencana, sinergis dan serempak (Malisoux et al., 2006). 2.4.1. Pelatihan fisik Pelatihan fisik dilakukan secara teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalam program pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik secara nyata akan tetapi tidak tampak bila dilakukan secara tidak teratur (Fox dkk., 1988). Selanjutnya dinyatakan oleh Nala,( 2002), agar pelatihan fisik ini berlangsung efektif, mencapai hasil maksimum sesuai sasaran dan tanpa menimbulkan cidera, beberapa hal yang perlu diperhatikan: beban pelatihan yang sesuai dengan kemampuan masingmasing individu, pemilihan tipe pelatihan yang spesifik sesuai dengan tujuan pelatihan. Peningkatan beban pelatihan secara bertingkat (progresif), setelah melakukan aktivitas perlu diikuti dengan istirahat (waktu pemulihan). Adapun cara-cara melakukan pemanasan adalah dengan cara kalistenik, peregangan dan pelemasan gerakan tubuh secara umum yang berubungan dengan aktifitas saraf otot untuk mengantisipasi gerakan berikutnya (Mec Ardle dkk., 2001). Perkembangan kondisi fisik sangatlah penting untuk dapat mengikuti pelatihan dan perlombaan dengan sempurna Ada beberapa kondisi fisik yang perlu dikembangkan: daya tahan kardiovaskuler, daya tahan otot, kekuatan, kelentukan, kecepatan, kelincahan, daya ledak, ketepatan, keseimbangan, waktu reaksi, dan koordinasi (Sajoto, 2002). 2.4.2. Pelatihan teknik Pelatihan teknik adalah gerakan yang diperlukan untuk mempermahir teknik
25
gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu. Pelatihan teknik merupakan pelatihan yang khusus untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaankebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar dari bentuk teknik yang diperlukan dari cabang olahraga yang bersangkutan harus dapat dilatih dan dikuasai secara sempurna (Nossek, 1982). 2.4.3
Pelatihan taktik Pelatihan taktik atau siasat adalah cara-cara yang diperlukan untuk
memenagkan suatu pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku (Suhamo, 1993). Tujuan pelatihan taktik adalah untuk mengembangkan kemampuan interpretasi atau daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap pelatihan (Nossek, 1982). 2.4.4. Pelatihan Mental Kemajuan mental atlet tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ke tiga faktor pelatihan di atas, karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak mungkin akan tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet serta penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportifitas, percaya diri dan kejujuran. 2.5. Tujuan Pelatihan Fisik Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Bompa, 1994). Setiap penyusunan
26
program pelatihan, terlebih dahulu ditetapkan tujuan pelatihan sehingga perehcanaan dan pelaksanaan pelatihan dapat disesuaikan dengan tujuan (Nala, 2002). Secara garis besar tujuan pelatihan olahraga menurut (Bompa, 1993) adalah: 1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi pengembangan kemampuan biomotorik secara umum. 2. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen biomotorik ini disesuaikan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuninya. 3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan tipe atau spesialisasi olahraga yang ditekuninya. Pelatihan ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, 4. Memperbaiki strategi dan teknik bennain. Dalam hal ini diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan matang. 5. Meningkatkan kualitas kemauan atlet. Pelatihan ini lebih banyak menyangkut pelatihan mental. 6. Meningkatkan persiapan dan kerja sama tim. Pelatihan ini untuk cabang olahraga beregu, sehingga membutuhkan kerja sama dan saling pengertian yang baik antara sesama pemain. 7. Meningkatkan kesehatan atlet, melalui pemberian takaran dan peningkatan sesuai dengan kemampuan atlet, yang disertai dengan pemberian gizi yang seimbang. 8. Mencegah cedera dengan cara melakukan pemanasan sebelum pelatihan inti, yang bertujuan untuk meningkatkan kelentukan, kekuatan otot, tendon dan ligamentum terlebih dahulu bagi atlet pemula. 9. Menambah pengetahuan teori, terutama tentang fisiologi dan psikologi dasar-dasar
27
pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi. 2.6 Prinsip-Prinsip Pelatihan Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang hams ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2002). Punguasaan dasar prinsip pelatihan merupakan langkah awal dalam menyusun program pelatihan yang optimal dan efektif untuk dapat diaplikasikan (Soetopo, 2007). Untuk itu pelatih dituntut supaya memiliki pengetahuan kepelatihan, fisiologi dan pengalaman dalam menentukan bentuk pelatihan serta beban pelatihan bagi atlemya (Fox dkk., 1988). Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan oleh (Nala, 2002), terdiri dari 7 prinsip yaitu: 1. Prinsip Aktif dan bersungguh-sungguh Prinsip ini bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu pelatihan sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan. 2. Prinsip pengembangan multilateral Sebelum pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali terlebih dahulu pelatihan dasar-dasar kebugaran badan dan komponen biomotorik. Selain itu dikembangkan pula seluruh organ dan sistem yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut proses fisiologis maupun psikologisnya. 3. Pinsip spesialisasi dalam pelatihan. Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilatih, dilanjutkan dengan pengembangan khusus atau spesialisasi sesuai dengan cabang olahraga yang dilatih. Pelatihan spesialisasi baru dimulai setelah disesuaikan dengan umur yang
28
cocok untuk cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan. Untuk melatih cabang olahraga atletik, spesialisasi umur ynag dilatih antara 13-14 tahun. 4. Prinsip pelatihan individualisasi Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi dalam olahraga, yang berbeda satu sama lainnya, sehinggga cara pelatihannyapun akan berbeda. 5. Prinsip variasi atau keseragaman Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus menerus akan cukup membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program pelatihan yang ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam berlatih. 6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitiasi, suatu simulasi dari kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati yang mendekati keadaan sebenarnya. 7. Prinsip peningkatan beban progresif Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan, makin lama semakin berat atau dapat diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi gerakan yang semakin rumit. 2.7 Prosedur Pelatihan Fisik Prosedur pelatihan fisik terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian inti dan bagian pendinginan (Fox dkk., 1988).
29
2.7.1 Pemanasan Pemanasan amat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih maupun sebelum pertandingan (Nala, 2002). Tujuannya adalah untuk mempersiapkan fisik dan psikis dalam menghadapi pelatihan inti dan untuk menghindari atau untuk mencegah terjadinya cidera (Fox, 1983). Efek paling nyata dan besar manfaatnya dari pemanasan ini tampak berturut-turut terutama pada peningkatan komponen biomotorik kecepatan berlari, kecepatan gerakan lengan, kekuatan otot, daya tahan otot, daya ledak dan daya tahan kardio-vaskular (Nala, 2002). Selain itu pemanasan akan merangsang aktivitas sistem saraf yang akan mengkoordinasikan kerja sistem organ tubuh lainnya sehingga menjadi lebih baik dan juga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk merambatnya rangsangan melalui saraf mototrik ke otot skeletal, sehingga mempercepat timbulnya reaksi motorik, meningkatkan refleks dan kontraksi otot dan meningkatkan koordinasinya (Nala, 2002). Pemanasan yang umum dilakukan dalam olahraga adalah pemanasan aktif, yaitu dengan aktivitas fisik, bukan pemanasan pasif seperti: mandi uap, menggunakan selimut panas, sinar inframerah, dengan bahan kimia yang efeknya sangat terbatas pada organ tubuh, tidak setinggi aktivitas fisik yaitu dengan kontraksi otot (Bompa, 1994). Intensitas dan durasi pemanasan setiap aktivitas olahraga bervariasi, tergantung dari aktivitas yang dilakukan, misalnya lama pemanasan untuk mengerahkan seluruh otot tubuh berkisar antara 20-30 menit (Bompa, 1994). Ada pula dengan memakai patokan frekuensi denyut nadi, yaitu bila frekuensi denyut nadi telah meningkat 20-40 denyut di atas denyut nadi istirahat (Powers and Howley, 1990). Selain itu durasi
30
pemanasan tergantung pula dari berbagai faktor yaitu: suhu dan kelembaban lingkungan, umur, kebugaran fisik, berat ringannya aktivitas dan Iain-lain (Nala, 2002). Tipe pemanasan yang dilakukan selama pemanasan tergantung dari cabang olahraga yang dilakukan, tipe pemanasan ada tiga antara lain (1) peregangan yang merupakan aktivitas otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan; (2) kalistenik dengan cara menggerakkan sekelompok otot yang secara aktif berulang-ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang bersangkutan; (3) aktivitas spesifik yaitu aktivitas yang disesuaikan dengan jenis olahraga yang dilatih (Nala, 2002). Pemanasan yang diberikan dalam penelitian ini, dilakukan dengan berlari mengelilingi lapangan selama 10 menit, bertujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah ke seluruh otot lurik. Kemudian dilanjutkan dengan peregangan yang meliputi peregangan otot-otot leher, lengan, pinggang dan otot-otot tungkai, sehingga memungkinkan unit motorik otot tungkai mempersiapkan fungsinya. 2.7.2 Pelatihan inti Takaran pelatihan merupakan hal yang sangat penting peranannya dalam meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat dan efisien. Takaran pelatihan terdiri dari intensitas, volume dan frekuensi (Nala, 2002). Metode pelatihan inti yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah lompat rintangan dengan tinggi rintangan 30 dan 45 sentimeter dengan set dan repetisi berbeda. Kelompok satu menggunakan tiga repetisi lima set sedangkan kelompok dua lima repetisi tiga set Metode pelatihan kelompok satu dimana subjek berlari secepat-
31
cepaatya sejauh 14 meter kemudian melompati rintangan setinggi 30 sentimeter diulang sebanyak tiga kali (tiga repetisi) dan dilakukan sebanyak lima kali (tiga set) dengan istirahat antar set adalah lima menit (kembali ke denyut nadi semula). Sedangkan kelompok dua mengulang sebanyak lima kali (lima repetisi) dan dilakukan sebanyak tiga kali (tiga set). Pelatihan ini berlangsung selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (Senin, Rabu, Jumat). Pelatihan yang berlangsung selama 6-8 minggu dikatakan oleh (Pate dkk, 1984) akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yang akan mengalami penigkatan 10%-20%. Selanjutnya Fox (1983), menyatakan pelatihan dengan frekuensi tiga kali seminggu adalah sesuai untuk pemula dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti. 2.7.3 Pendinginan Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke keadaan semula. Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran sentral. Selain itu berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2002). Bentuk pelatihan pendinginan yang biasa dianjurkan adalah dengan istirahat aktif. Karena asam laktat cepat di metabolisme secara aerobik sehingga menghasilkan COa+HaO yang menyebabkan asam laktat cepat berkurang. Begitu selesai melakukan aktivitas atau pelatihan tidak langsung duduk tetapi melakukan gerakan-gerakan ringan seperti jalan-jalan atau mengerak-gerakkan anggota tubuh mulai dari anggota gerak atas (AGA) dan dilanjutkan anggota gerak bawah (AGB) secara ringan (Nala, 2002). Lamanya pendinginan berkisar antara 10-15 menit (Powers and Howley, 1990).
32
Pelatihan pendinginan yang dalam penelitian mi dilakukan selama 15 menit yang diawali dengan gerakan-gerakan lambat dimulai dari kepala, leher, bahu, lengan, pinggang, dan anggota gerak bawah dengan hitungan delapan kali pada masingmasing gerakan. Selanjutnya dilakukan peregangan mulai dari leher, lengan, bahu, pinggang dan anggota gerak bawah sebanyak delapan kali hitungan pada masingmasing serta menarik nafas panjang secara perlahan dan menghebuskan nafas juga secara perlahan. 2.8 Daya Ledak Otot Daya ledak merupakan salah satu komponen yang penting untuk melakukan aktivitas yang berat seperti meloncat, melempar, memukul, dan sebagainya (Jensen and Fisher, 1983). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa, 1994). Ada dua macam daya ledak ditinjau dari aspek beban yang harus diatasi pada waktu melakukan gerakan yaitu daya ledak absolut dan daya ledak relatif. Daya ledak absolut adalah daya ledak untuk mengatasi beban luar yang maksimum, sedangkan daya ledak relatif berhubungan dengan beban berupa berat badan sendiri (Berger, 1982). Berdasarkan gerakan olahraga yang dilakukannya maka daya ledak dibagi menjadi dua yaitu: daya ledak asiklik dan daya ledak siklik (Bompa, 1994). Daya ledak asiklik biasanya digunakan pada cabang olahraga yang gerakannya tidak sama seperti pada cabang olahraga atletik (lempar dan lompat) dan olahraga yang membutuhkan loncatan ke atas (bola voli, boal basket dan Iain-lain), sedangkan daya ledak siklik biasanya digunakan pada cabang olahraga yang gerakannya sama dan berulang-ulang seperti lari cepat, berenang, balap sepeda dan olahraga yang memerlukan kecepatan tinggi (Bompa, 1994).
33
Sedangkan (Nala, 1998) membagi daya ledak menjadi empat sesuai dengan spesifikasinya yaitu: daya ledak eksplosif (eksplosif power), daya ledak cepat (speed power), daya ledak kuat (strength power) dan daya ledak tahan lama (endurance power). Dalam kepentingan olahraga daya ledak yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif, yang terdiri atas dua komponen biomotorik yakni unsure kekuatan dan kecepatan (Nala, 1998). Selanjutnya (Nala, 2002) menyatakan, apabila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan maka terjadilah daya ledak kekuatan (strength power), penekanan pada komponen kecepatan maka terjadilah daya ledak cepat (speed power) dan penekan pada daya tahan maka terjadilah daya ledak tahan lama (endurance power). Daya ledak adalah kemapuan otot untuk mengatasi tahanan dengan kontraksi yang sangat cepat untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan sangat penting untuk cabang-cabang olahraga yang eksplosif seperti: sprint, lari gawang, nomor-nomor lempar dan nomor-nomor lompat dalam atletik. Juga dikatakan bahwa power adalah hasil dari Force x velocity, dimana Force adalah sepadan (Equivalen) dengan Strength dan velocity dengan speed) (Harsono, 1993). Daya ledak berkaitan dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan ekplosif, ini melibatkan pengeluaran kekuatan otot maksimal dalam satu durasi waktu yang singkat (Sudaryanto, 2009). Daya ledak ini sering pula disebut kekuatan ekplosif, ditandai adanya gerakan atau perubahan yang tiba-tiba yang cepat dimana tubuh terdorong keatas atau vertikal baik dengan cara melompat (satu kaki menapak) ataupun meloncat (dua kaki menapak, melompat tinggi) atau terdorong ke depan (horisontal, lari cepat, lompat jauh) dengan menggerakan kekuatan olahraga maksimal (Radcliffe and Farentinos, 1985).
34
Terdapat pertalian yang kuat antara kekuatan maksimum, kekuatan kecepatan dan kualitas kecepatan pada daya ledak dalam gerakan tiba-tiba dan cepat pada lari ke lompat (Jensen and Fisher, 1983). Kekuatan kecepatan tergantung secara langsung pada perlawanan yang hendaknya ditanggulangi (berat badan dalam lompatan dan lari, berat lemparan peralatan, dan sebagainya) dan jumlah kontraksi-kontraksi gerakan tunggal pada lari dan lompat dan kontraksi yang berulang-ulang dalam olahraga lari (Nossek, 1982). Dengan demikian, jelas daya ledak merupakan satu komponen kondisi fisik yang dapat menentukan basil prestasi seseorang dalam keterampilan gerak. 2.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Lompatan Daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik dominan yang dibutuhkan dalam cabang olahraga lompat jauh (Nala, 2002). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa, 1994). Pendapat yang sama juga dikemukan oleh (Jensen and Fisher, 1983) menyatakan, daya ledak dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan yang berupa kekuatan kontraksi otot dan kecepatan baik kecepatan rangsangan syaraf maupun kekuatan kontraksi otot. Usaha untuk meningkatkan daya ledak dapat dilakukan dengan cara: meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau titik beratnya pada kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau titik beratnya pada kecepatan, serta meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan dilatih secara simultan (Jensen and Fisher, 1983). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil lompatan menurut (Bernhard, 1993) antara lain: a. Faktor-faktor kondisi fisik: kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang diarahkan pada keterampilan. b. Faktor-faktor teknik: ancang-ancang, persiapan lompat dan perpidahan, fase
35
melayang dan pendaratan. Kecepatan lari merupakan salah satu syarat terpenting dalam mencapai prestasi puncak lompat jauh dan tetap berada dalam pengawasan yang arahnya telah diubah oleh dorongan tenaga yang diarahkan ke atas (Bernhard, 1993). Tenaga lompat dari pelompat jauh muncul terutama dari dorongan tenaga yang ditujukan saat melompat. Oleh karena itu kecepatan ancang-ancang diubah pada satu saat dalam ketinggian (mencapai sudut perbatasan yang maksimal), dan selanjutnya perpidahan kaki akan dapat mengurangi kecepatan. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya tenaga lompat, yang akhirnya akan meningkatkan hasil lompatan. Kecepatan ancang-ancang dan tenaga lompat harus selalu dalam perbandingan yang tepat satu sama lainnya (Bemhard, 1993). Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kekuatan daya ledak adalah dengan cara antara lain: meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan; meningkatkan kecepatan tanpa mengaikan kekuatan serta meningkatkan kekuatan dan kecepatan sekaligus dengan dilatih secara simultan (Jensen and Fisher, 1983). Secara garis besar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil lompatan adalah faktor internal dan faktor eksternal (Bompa, 1994). 2.9.1 Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri diantaranya; umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kebugaran fisik dan genetik. 1. Umur Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau diameter otot dan kematangan seksual (Astrand and Rodahl, 1986). Kekuatan lebih rendah pada
36
anak-anak dan meningkat di usia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun. Puncak prestasi atletik dapat dicapai antara umur 18-23 tahun (Nala, 2002). Pelatihan olahraga atletik termasuk lompat jauh mulai dilatih dari umur 10-12 tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak prestasinya pada umur 18-23 tahun (Bompa, 1995). Umur yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 13-14 tahun. 2. Jenis kelamin Secara biologis pria dan wanita sudah berbeda. Perbedaan kekuatan otot antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun, kekuatan otot anak laki-laki lebih kuat sedikit daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat dengan bertambahnya umur (Nala, 2002). Pada umur 18 tahun ke atas laki-laki mempunyai kekuatan dua kali lebih besar dari wanita (Bompa, 1994). Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh hormon testoteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan otot. Dengan demikian jelas bahwa jenis kelamin mempengaruhi kecepatan, kekuatan dan Iain-lain (Nala, 2002). Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka akibatnya jenis kelamin akan mempengaruhi daya ledak. Jenis kelamin yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin laki-laki. 3. Berat badan Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lompatan. Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat grafitasi yang nantinya akan menenrukan keseimbangan statik maupun keseimbangan dinamik. Keseimbangan akan menenrukan besaraya daya ledak saat terjadi gerakan melompat (take off) saat di udara dan mendarat (Hay, 1978).
37
4. Tinggi badan Secara biomekanika menjelaskan semakin tinggi titik tempat melompat maka semakin tinggi kemungkinan proyektil mencapai titik maksimum menyebabkan semakin jauh hasil lompatan. Dengan demikan tinggi badan akan berpengaruh terhadap hasil lompatan (Hay, 1978). 5. Kebugaran fisik Kebugaran fisik sangat diperlukan oleh setiap individu sehingga aktivitas dapat dilakukan dengan baik (Hairy, 1998). Kebugaran fisik berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang. Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya (Sukannan, 1986). Kebugaran fisik dari aspek ilmu Faal menunjukkan kesanggupan atau kemampuan dari tubuh manusia untuk melakukan penyesuaian atau adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapinya tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Giriwijoyo and Muchtamaji, 2005). Dengan demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik yang tinggi akan mampu melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti, sehingga daya ledak otot yang dihasilkan akan lebih baik pada orang yang memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik. 6. Genetik Bersifat pembawaan yang sering kal;i ikut berperan dalam penampilan fisik seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot putih dan otot merah dan suku (Baley, 1986). Pengaruh genetik terhadap kecepatan, kekuatan dan daya tahan pada umumnya berhubungan dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki lebih banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang lebih banyak
38
memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat aerobik (Nala, 2002). Dengan demikian faktor genetik juga berpengaruh terhadap basil lompatan. Berbagai faktor mempengaruhi hasil lompatan baik secara langsung maupun karena pengaruh pada komponen biomotorik lainnya terutama kecepatan dan kekuatan otot. Kemampuan daya ledak tergantung pada: (1). Kekuatan dasar otot, (2). Kecepatan kontraksi otot yang aktif (otot cepat dan otot lambat); (3). Besar gerak yang digerakkan; (4). Kontraksi inter dan intra muscular; (5). Panjang awal otot dalam memulai kontraksi; (6). Posisi sendi (Bompa, 1994). 2.9.2 Faktor eksternal Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet. Faktor tersebut menyangkut; suhu dan kelembaban lingkungan, arah dan kecepatan angin, dan ketinggian tempat. 1. Suhu dan kelembaban relatif udara. Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi aktivitas kerja otot (Pate dkk., 1984). Toleransi setiap individu berbeda satu sama lainnya. Orang Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim yang tropis yang cukup sekitar 29-300C, dengan kelembaban relatif sekitar 85-95%. Apabila olahraga dilakukan pada udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban tambahan untuk melawan panas (Manuaba, 1983). Apabila atlet biasa berlatih pada suhu kering sebesar 290C kemudian akan bertanding pada tempat panas dengan temperatur lebih tinggi, maka harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan selama 12-14 hari dan bila temperature tempat
39
bertanding lebih kecil dibandingkan tempat latihan penyesuaian hanya beberapa hari saja. Penyesuaian ini dilakukan dengan cara berlatih di tempat bertanding dalam waktu tertentu atau membuat ruangan tempat berlatih yang suhunya sama dengan tempat bertanding (Berger, 1982). Oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan pada tempat yang nyaman dengan mempertimbangkan tempat dan waktu penelitian. 2. Kecepatan angin. Kecepatan angin yang terlalu tinggi dari arah yang berlawanan akan dapat menghambat aktivitas sehingga akan mempengaruhi hasil lompatan. Dalam Penelitian ini arah dan kecepatan angin dalam batas toleransi, diharapkan pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecimya. 3. Ketinggian tempat. Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet. Semakin tinggi suatu tempat makan akan semakin rendah kadar oksigennya. Kondisi ini akan membutuhkan adaptasi yang lebih baik dari atlet yang sedang berlatih (Pate dkk., 1984). 2.10 Pelatihan Pliometrik Pelatihan pliometrik merupakan salah satu latihan yang favorit dilakukan oleh pelatih saat ini, terutama kepada cabang olahraga yang membutuhkan kemampuan daya ledak otot tungkai atau otot lengan (Anne, 2010). Pelatihan pliometrik adalah latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif. Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan lompat yang berulang-ulang atau latihan reflek regang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif (Lubis, 2005). Pelatihan pliometrik termasuk salah satu bentuk pelatihan fisik untuk mengembangkan sistem neuro-muskular (Bompa, 1993). Pliometrik adalah model
40
pelatihan daya ledak otot tungkai yang diartikan sebagai menambah ukuran daya ledak otot (Nala, 2002). Latihan Pliometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot-otot yang terlibat. Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa latihan pliometrik adalah. Metode latihan untuk meningkatkan daya Power dengan bentuk kombinasi latihan Isometrik dan Isotonik (EksentrikKosentrik) yangmempergunakan pembebanan dinamik. Regangan yang terjadi secaramendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang memungkinkan otot-otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktuyang sesingkat mungkin. (Radcliffe and Farentinos, 2002) Menurut Dintiman, Ward and Tellez latihan pliometrik mempergunakan tenaga gravitasi untuk menyimpan energi dalam otot dan dengan segera melepaskan energi yang berlawanan (Lubis, 2005). Selanjutnya Lubis (2005) menyimpulkan menyatakan bahwa pelatihan pliometrik adalah metode latihan untuk meningkatkan daya ledak otot dengan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isotonik (eksentrik-kosentrik) yang mempergunakan pembebanan dinamik. Regangan yang terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang memungkinkan otot-otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pliometrik adalah suatu metode pelatihan yang diperuntukan meningkatkan muscle explosive power. Tekanan pelatihan pliometrik terhadap otot tungkai dan pinggul (Bompa, 1993) dengan cara: a. Skips adalah melompat dan melangkah bergantian, dengan tujuan baik tinggi lompatan maupun jauhnya jarak lompatan horisontal.
41
b. Bonds adalah lompatan dengan kedua tapak kaki bertumpu
pada lantai,
melambung maksimum ke atas agar tercapai lompatan horisontal sejauh-jauhnya. c. Hops adalah lompatan (dua tapak kaki) vertikal maksimum dengan didahului menekukkan tungkai pada lutut, dimana yang dipentingkan adalah luasnya gerakan sendi lutut. d. Jumps adalah melompat (dua telapak kaki) setinggi mungkin tanpa menghiraukan berapa jauhnya lompatan horisontal ke depan. e. Leaps adalah melompat vertikal dan horisontal semaksimal mungkin, dengan satu (lompat) atau dua (loncat) tungkai. f. Ricochets adalah melompat-lompat (dua tapak kaki) dengan cepat, dimana tinggi dan jauhnya lompatan seminimal mungkin. Pelatihan pliometrik diawali dengan fase kontraksi yang menimbulkan peregangan dari tendon, ligamen, elemen elastis dan elemen kontraksi otot. Peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas sistem saraf sensoris dan motoris otot. Peningkatan aktivitas sistem saraf akan membangkitkan kontraksi otot dan peregangan yang terjadi akan memacu aktivitas sistem saraf sensoris dan motoris otot. Selanjutnya peningkatan aktivitas sistem saraf akan membangkitkan kontraksi kosentrik yang lebih kuat dan cepat (eksplosif). Gerakan yang berulang-ulang akan menambah kepekaan dari sistem neuron mouscular. Pelatihan pliometrik berhubungan langsung dengan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot, maka secara langsung juga akan mempengaruhi daya ledak otot (Nala, 2002). Pelatihan pliometrik ini bersifat anaerobik. Energi yang dipakai untuk menunjang aktivitas berasal dari sistem energi asam laktat (Adenosin Tri Fosfat-Creatin Fosfat, ATP-CP) dan asam laktat. Maksimal tenaga anaerobik ini akan habis dalam waktu 34
42
detik (Suharno, 1993). Karena bersifat anaerobik proses pemulihan memerlukan waktu yang berkisar 3-5 menit. Ada dua kelompok besar dari aspek benturan terhadap bidang tumpuan kaitannya dengan pelatihan pliometrik yaitu; kelompok low impact exercises dan high impact exercises (Bompa, 1993). Aktivitas yang termasuk benturan tinggi antara lain lompat jauh dengan awalan. Aktivitas seperti skipping, rope, lompat langkah pendek dan rendah termasuk pelatihan pliometik benturan rendah. Peningkatan daya ledak otot bergantung pada pemakaian takaran pelatihan. Takarannya meliputi tipe aktivitas, jangka waktu pelatihan dan fase pelatihan yaitu pemanasan, peregangan dan pendinginan (Nala, 1998). Takaran pelatihan pliometrik biasa dimulai dari intensitas rendah, dengan volume (6-10 repetisi, tiga set, dan istirahat antar set dua menit) dan frekuensi latihan 3 - 4 kali seminggu (Nala, 2002). Secara bertahap tubuh akan mengadaptasi beban pelatihan. Selama jangka waktu pelatihan akan terjadi perubahan pada kapasitas fungsi tubuh seperti fungsi sistem vaskuler, sistem neuro-muskular dan sistem penyediaan energi (Soepartono, 1990). Besarnya perubahan ditentukan oleh kapasitas fungsi organ dalam mengantisipasi beban-beban pelatihan seperti peningkatan kekuatan, kecepatan fungsional organ (Clarke, 1975). Intensitas pelatihan adalah kualitas beban pelatihan terdiri dari; repetisi, volume, interval istrahat (Harsono, 1993). Tingkatan-tingkatan intensitas beban pelatihan adalah; 1. Intensitas rendah 30-50 % dari kemampuan maksimal 2. Intensitas ringan 51-60 % dari kemampuan maksimal 3. Intensitas sedang 61-75 % dari kemampuan maksimal 4. Intansitas sub maksimal 76-85 % dari kemampuan maksimal
43
5. Intensitas maksimal 86-100 % dari kemampuan maksimal 6. Intensitas super maksimal 100-105 % Jumlah ulangan gerakan pada waktu melakukan pelatihan disebut repitisi. Repitisi maksimum adalah jumlah ulangan maksimum yang mampu dilakukan seseorang. Dalam kaitannya dengan beban pelatihan maka maksimum repitisi ditentukan berdasarkan tingkatan beban pelatihan. Pada pelatihan pliometrik kualitas intensitas pelatihan berbanding langsung dengan tinggi rintangan serta jauhnya jarak lompatan. Volume pelatihan berhubungan dengan kualitas beban pelatihan yang dapat dinyatakan dengan jumlah lompatan (berapa kali), jarak (meter), waktu (menit), dan set (jumlah giliran). initerval istrahat dibebankan antara set yang satu dengan set yang berikutnya (Pate dkk., 1984). 2.11 Takaran Pelatihan Sebuah program pelatihan akan membuahkan hasil yang baik, apabila disusun berdasarkan atas pengembangan kemampuan fisiologis khusus yang dibutuhkan dalam penampilan suatu cabang dengan takaran yang tepat. Takaran dalam dunia olahraga dipergunakan sebagai suatu ukuran untuk menentukan kuantitas dan kualitas pelatihan yang menjadi bagian dari metodologi kepelatihan. Oleh karena itu sangat penting peranannya dalam meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan, terutama kemampuan komponen biomotorik secara tepat dan efisien. Suatu takaran pelatihan akan mencapai sasaran atau tujuan, jika dalam program pelatihannya sudah mencakup: 1) jenis atau tipe pelatihan yang dipilih, 2) unsur intensitas (presentase beban dan kecepatan), 3) volume (durasi, jarak dan jumlah repetisi), serta 4) densitas (kekerapan, frekuensi) pelatihan (Nala, 2002).
44
1. Tipe pelatihan Tipe pelatihan dipilih terlebih dahulu sebelum ditetapkan besar kecilnya takaran pelatihan berupa: intensitas, volume, densitas atau frekuensi. Tipe pelatihan yang akan dipilih disesuaikan dengan komponen biomotorik yang dibutuhkan pada cabang olahraga yang akan dilatih. Untuk meningkatkan daya ledak otot jenis pelatihan yang paling efektif adalah pelatihan pliometrik salah satunya adalah pelatihan lompat rintangan (Nala, 2002). Pelatihan lompat rintangan yang diterapkan pada penelitian ini dengan tinggi rintangan 30 cm dan 45 cm Penentuan tinggi rintangan ini diperoleh dari hasil penelitian pendahuluan terhadap tujuh orang siswa, yaitu kemampuan maksimal melompati rintangan dikalikan 80%. 2. Intensitas pelatihan Intensitas pelatihan menunjukkan komponen kualitatif yang harus ditetapkan sebelum menentukan volume dan frekuensi suatu pelatihan. Derajat intensitas dapat diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas yang dilakukan (Nala, 2002). Tingkat intensitas berdasarkan kualitas yang menyangkut kecepatan abu kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya persentase dari kemampuan maksimalnya, menurut (Bompa, 1993) terdiri dari intensitas rendah (30 - 50% dari kemampuan maksimal) sampai intensitas supermaksimal (100-105% dari kemampuan maksimal). Sedangkan intensitas berdasarkan atas durasi atau lamanya aktivitas dan sistem energi yang dipergunakan, misalnya membagi intensitas berdasarkan frekuensi denyut nadi selama kerja yaitu intensitas rendah (120-150 denyut per-menit), sedang (150-170 denyut per-menit), tinggi (170-185 denyut per-menit) dan maksimal (lebih besar dari 185 denyut per-menit). Intensitas pelatihan yang digunakan dalam peneltian ini adalah intensitas submaksimal (80%) sesuai untuk pemula (Nala, 2002).
45
3. Volume pelatihan Volume pelatihan merupakan komponen takaran kuantitatif yang paling penting dalam setiap pelatihan. Unsur volume berapa durasi atau lama pelatihan, jarak tempuh atau jumlah suatu aktivitas serta jumlah repetisi dan set. Volume pelatihan merupakan jumlah seluruh aktivitas yang dilakukan selama pelatihan yang terdiri atas: a) Durasi atau lama waktu (dalam detik, menit, jam, hari, minggu atau bulan); pelatihan, b) Jarak tempuh (meter), berat badan (kilogram), jumlah angkatan dalam satuan waktu (berapa kilogram dapat diangkat dalam satuan waktu) dan c) Jumlah repetisi, set atau penampilan unsur teknik dalam satu kesatuan waktu yaitu: berapa kali ulangan dapat dilakukan dalam waktu semenit (Nala, 2002). Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban. Jumlah ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu sesion pelatihan atau jumlah sesion yang dilakukan selama pelatihan (Nala, 2002). Sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi (Sajoto, 2002). Penggunaan set amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik (Nala, 2002). Pelatihan yang diterapkan pada peneltian ini menggunakan unsur volume, tiga repetisi lima set untuk kelompok satu, sedangkan kelompok dua menggunakan lima repetisi tiga set. Pelatihan dengan menggunakan pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan tersebut menjadi sangat intensif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu komponen yang mendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan (Fox, 1983). Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi akan menghasilkan kecepatan lebih besar daripada pelatihan yang menggunakan repetisi rendah (Pate dkk., 1984). Daya ledak merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa, 1993).
46
Dengan demikian pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan daya ledak yang menggunakan repetisi lebih banyak akan lebih efektif dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan repetisi lebih sedikit dengan total volume yang sama, 4. Densitas pelatihan Densitas pelatihan menunjukkan kepadatan (densitas) atau kekerapan (frekuensi) dari suatu sen rangsangan per satuan waktu ketika sedang berlatih. Densitas bersifat kuantitatif menunjukkan hubungan antara fase aktivitas yang dilakukan dengan fase istirahat atau fase pemulihan. Suatu pelatihan yang densitasnya sesuai tidak akan menyebabkan kelelahan yang berlebihan (Nala, 2002). Untuk melatih daya ledak, fase istirahat antar set yang digunakan pada kecepatan atau intensitas sedang adalah 2-5 menit, kecepatan sedang atau rendah (m/dt) adalah 2-4 menit, dengan frekuensi (Nala, 2002). Frekuensi tiga kali seminggu adalah sesuai untuk pemula dan akan mengahasilkan peningkatan yang berarti. Waktu istirahat antar set yang digunakan pada pelatihan ini adalah 5 menit karena pelatihan ini menggunakan intensitas sedang (Fox, 1983). Pelatihan yang berlangsung selama 6-8 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi olahragawan yaitu mengalami peningkatan 10-20%, maka sebaiknya evaluasi dilaksanakan setelah 6-8 minggu (Pate dkk., 1984). Sehingga pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini berlangsung selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu, dengan pertimbangan selain waktu tersebut sudah dapat memberikan hasil pelatihan yang efektif juga terkait dengan pertimbangan waktu karena melibatkan pelajar SMP sebagai subjek penelitian serta pertimbangan efisiensi dana atau biaya yang diperlukan selama pelaksanaan penelitian.
47
2.12 Pelatihan Interval Model Lari Gawang Pelatihan interval model lari gawang merupakan salah satu bentuk pelatihan untuk melatih daya ledak otot tungkai, dimana atlet melakukan pelatihan melompat tinggi ke atas ke depan dengan menggunakan rintangan. Pelatihan ini termasuk pelatihan pliometrik yang menekankan pada otot tungkai (Nala, 2002). Lompat rintangan adalah suatu bentuk pelatihan pliometrik dengan cara berlari, melompati rintangan dengan tolakan (tumpuan) satu kaki dengan gerakan mengeper (Radcliffe and Ferentinos, 1985). Gerakan model pelatihan lari rintangan yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan lari kemudian melompati rintangan setinggi 30 cm diperoleh dari hasil lompatan terendah (45 cm) dari tujuh orang coba, dikalikan 80% (intensitas submaksimal) dengan jarak berlari adalah 14 meter (sesuai dengan ancang-ancang). Pelatihan kelompok satu diawali dengan berlari sejauh 14 meter kemudian melompati rintangan (30 cm) dan dilakukan sebanyak tiga kali (tiga repetisi) selanjutnya diulang sebanyak lima kali (lima set). Sedangkan pelatihan kelompok dua berlari sejauh 14 meter kemudian melompati rintangan (45 cm) ini dilakukan lima kali (lima repetisi) dan diulang sebanyak tiga kali (tiga set). Lari rintangan membutuhkan atlet bertubuh tinggi dengan memiliki teknik lari rintangan yang baik dikombinasikan dengan kemampuan sprint yang baik (Carr, 1997). Tinggi rintangan disesuaikan dengan tingkat kedewasaan atlet baik usia atau jenis kelamin. Atlet remaja menempuh jarak lebih pendek dengan menggunakan rintangan lebih sedikit dan lebih pendek dibandingkan dengan yang digunakan oleh orang dewasa. Tinggi rintangan dan jarak antar rintangan untuk atlet putri lebih pendek dari atlet putra.
48
Lari rintangan mengajarkan ritme, langkah dan tempo. Atlet belajar menghargai hitungan dan panjang langkah. Keuntungan dari pelatihan lari lompat rintangan ini adalah atlet diajarkan mengatur panjang langkah dan menghitung langkah yang sangat dibutuhkan dalam ancang ancang lompat jauh (Carr, 1997). 2.13 Metabolisme Energi Penampilan seorang atlet sangat ditentuka tergantung dari kemampuannya mengeksplotasi energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi (Gerry, 1991). Metabolisme adalah perubahan-perubahan kimiawi yang terjadi di dalam tubuh untuk melaksanakan berbagai fungsi vitalnya (Pearce, 2006). Upaya penyediaan energi untuk gerak ditinjau dari keterlibatan oksigen terdiri dari dua mekanisme yaitu metabolisme aerobik dan anaerobik (Giriwijoyo and Muchtamaji, 2005). Penyediaan energi sistem metabolisme Anaerobik berasal dari system. ATP-CP (Adenosin Tri Posfat - Creatin Posfat) yang sering disebut dengan sistem phospagen dan sistem laktat disebut juga sebagai sistem Glikolisis. Sedangkan sistem metabolisme Aerobik energinya berasal dari pembakaran Glikogen otot oleh oksigen melalui proses Glikogenolisis, Glikolisis dan siklus Krebs (Guyton and Hall, 2007). Dalam dunia olahraga kebanyakan atlet mempergunakan kedua sistem tersebut baik Aerobik maupun Anaerobic. (Nala, 2002). Energi adalah suatu kapasitas atau sumber yang dapat dipergunakan untuk melakukan kerja atau aktivitas (Fox, 1983). Dasar dalam penyusunan program pelatihan adalah mengetahui sistem energi yang utama digunakan yang dikenal dengan istilah sistem energi predominan. Pengetahuan ini perlu untuk menentukan model pelatihan yang dapat berpengaruh terhadap sistem energi yang dibutuhkan. Sistem energi dalam tubuh manusia dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: Sistem ATP-PC.
49
Sistem Asam Laktat dan Sistem Aerobik (Fox dkk., 1988). Energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu energi kinetik dan energi potensial. Energi kinetik adalah energi yang berhubungan dengan obyek karena menghasilkan gerakan. Sedangkan energi potensial adalah yang berhubungan dengan subjek, karena struktur dan potensinya. Makanan yang dikomsumsi tidak dapat langsung digunakan untuk kontraksi otot. Oleh karena itu haras diubah menjadi energi kimia yang berbentuk ATP (Fox, 1983). Selain digunakan untuk kontraksi otot, ATP juga digunakan untuk proses-proses lain yang vital bagi kehidupan manusia seperti sintesis protein, transport aktif dan aktivitas metabolisme. Apabila ATP pecah menjadi ADP dan Pi, maka sejumlah energi akan dikeluarkan, energi ini merupakan sumber tenaga yang dapat digunakan untuk kontraksi. Apabila salah satu senyawa dilepaskan dari ATP maka akan keluar energi sebesar 7-12 Kcal (Fox dkk., 1988). Klasifikasi pemakaian energi berdasarkan aktivitas olahraga dikemukakan oleh (Fox, 1983) sebagai berikut: 1. Pemakaian energi lebih kecil dari 30 detik, menggunakan sistem ATP-CP (Sistem Phospagen). 2. Pemakaian energi antara 30-90 detik, menggunakan sistem ATP-CP dan asam laktat. 3. Pemakaian energi antara 90-180 detik, menggunakan sistem asam laktat dan oksigen. 4. Pemakaian energi lebih besar dari 180 detik, menggunakan system oksigen. Penampilan seorang atlet sangat tergantung dari penampilannya menggunakan energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi (Carr, 1997). Pemahaman tentang metabolisme setiap gerakan sangat diperlukan sebelum
50
merancang program pelatihan, karena untuk meningkatkan kinerja atlet membutuhkan pengetahuan tentang prinsip sistem energi yang dipergunakan selama berolahraga (Nala, 2002). Bila sistem energi anaerobik yang dominan, maka program pelatihannya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Anaerobik, demikian juga sebaliknya bila sistem Aerobik yang lebih dominan, maka tujuan pelatihan adalah untuk peningkatan kapasitas aerobik. Melalui sistem penambahan beban (Over Load) diharapkan tubuh dapat memiliki persediaan energi secara terus menerus (Costill and Wilmore, 1988). Ketentuan dasar dalam setiap program pelatihan adalah mengetahui sistem energi utama yang digunakan atau yang lebih dikenal dengan sistem energi predominan pada cabang olahraga yang bersangkutan (Fox, 1983). Persediaan ATP menjadi lebih besar apabila otot terlatih lebih banyak, akan tetapi jumlah ATP yang tersedia dalam otot sangat terbatas. Oleh karena itu apabila menginginkan otot dapat berkontraksi berulang-ulang maka ATP yang digunakan oleh otot harus dibentuk kembali dengan bantuan Phospat Creatine (Guyton and Hall, 2007).
51
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka seperti yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya maka dapat dibuat kerangka berfikir sebagai berikut: Pelatihan fisik merupakan unsur yang utama dan terpenting diperlukan dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi yang tertinggi karena dengan melakukan pelatihan fisik maka fungsi dari sistem organ tubuh akan lebih meningkat dibandingkan sebelum berlatih, fungsi ini sangat diperlukan untuk memenuhi penampilan dalam beraktivitas. Masing-masing komponen tersebut tidak dapat disamakan peran dan beban kerjanya, karena setiap cabang olahraga mempunyai persentase kebutuhan komponen biomotorik yang berbeda. Sehingga untuk membuat suatu program pelatihan pada cabang olahraga tertentu terlebih dahulu perlu diketahui komponen biomotorik yang dominan ditampilkan dalam cabang olahraga yang dilatih. Komponen bomotorik yang dominan dalam gerakan olahraga lompat jauh adalah daya ledak otot. Daya ledak adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas secara tibatiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat. Daya ledak dalam kegiatan olahraga yang dimaksud adalah daya ledak eksplosif, yang terdiri atas dua kelompok komponen biomotorik yaitu unsur kecepatan dan kekuatan. Salah satu usaha yang ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dan kecepatan reaksi secara efektif adalah dengan memberikan pelatihan pliometrik. Merupakan suatu pelatihan yang mempunyai ciri khusus yaitu kontraksi otot yang kuat
51
52
dan yang merupakan respons dari pembebanan dinamik atau regangan yang cepat dari otot. Salah satu bentuk pelatihan pliometrik adalah pelatihan lompat rintangan. Penelitian ini menggunakan dua model pelatihan yaitu pelatihan lompat rintangan (30 cm) dengan volume (repetisi dan set) berbeda, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil lompatan. Pelatihan yang diterapkan pada penelitian ini menggunakan unsur volume: tiga repetisi lima set untuk kelompok satu yang sekaligus merupakan dalam penelitian ini sedangkan kelompok dua 45 cm menggunakan lima repetisi tiga set. Pelatihan yang menggunakan pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan menjadi sangat intensif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu komponen yang mendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan. Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi juga akan menghasilkan kecepatan lebih besar dari pelatihan yang menggunakan repetisi rendah. Dengan demikian pelatihan untuk meningkatkan daya ledak yang menggunakan repetisi lebih banyak akan lebih efektif dibandingkan dengan pelatihan yang menggunakan repetisi lebih sedikit dengan total volume yang sama. Pelatihan dalam penelitian ini berlangsung selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (Selasa,Kamis, Sabtu). Pelatihan yang berlangsung selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi olahragawan yaitu mengalami peningkatan 10-20%, maka sebaiknya evaluasi dilaksanakan setelah delapan minggu. Keberhasilan pelatihan dalam meningkatkan jarak lompatan pada lompat jauh gaya jongkok dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain: Umur, Jenis Kelamin, Berat dan Tinggi Badan,Indeks Masa Tubuh, Kebugaran Fisik dan, Denyut Nadi genetik. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal
53
yaitu: Suhu dan Kelembaban, Arah dan Kecepatan Angin serta Ketinggian Tempat. 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep dalam bentuk bagan sebagai berikut: FAKTOR PELATIHAN 1. 2.
FAKTOR INTERNAL -
Lari Gawang 30 cm Lari Gawang 45 cm
FAKTOR EKSTERNAL
Umur Berat Badan Tinggi Badan Indeks Masa Tubuh PAGB Kebugaran Fisik
-
JARAK LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK (Meter / Centimeter)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Suhu dan kelembababn Arah angin dan kecepatan angin Keembaban udara
54
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konsep di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Pelatihan ini dapat meningkatkan lompat jaguh gaya jongko siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. 2. Pelatihan ini dapat meningkatkan lompat jauh gaya jongko, pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang Terhadap 3. Pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok daripada pelatihan interval model lari gawang 30 cm
55
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian experimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Pre and Post Test Control Group Design (Bakta, 1997; Pocock, 2008). Masing-masing kelompok yang terdiri dari 12 orang kelompok-1 dan kelompok-2. Semua kelompok diberikan tes awal dan Antara perlakuan satu dan perlakuan dua diberikan pelatihan bersamaan, kemudian masing-masing perlakuan diobservasi. KP1 01
02
RA P
R
S
03
KP2
04
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Dimana: P
= Populasi
R
= Randomisasi
S
= Sampel
RA
= Random alokasi
Kp1
= Kelompok perlakuan I (Kontrol ), Pelatihan Interval Model Lari Gawang (30 cm) tiga repetisi lima set.
Kp2
= Kelompok perlakuan II, Pelatihan Interval Model Lari Gawang (45cm) 5 repetisi 3 set
55
56
01
= Observasi hasil lompatan kelompok satu sebelum pelatihan
02
= Observasi hasil lompatan kelompok satu setelah enam minggu pelatihan
03
= Observasi hasil lompatan kelompok dua sebelum pelatihan
04
= Observasi hasil lompatan kelompok dua setelah enam minggu pelatihan
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Lapangan SMP Negeri. 5 Kupang Timur Satap. Waktu penelitian selama tiga bulan terhitung mulai bulan Maret sampai dengan April 2014, sedangkan pelatihan fisik dilakukan selama delapan minggu mulai pada pukul 16.0018.30 Wita. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri. 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. 4.3.2. Sampel Sampel diambil dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria yang ditetapkan untuk dapat dipilih sebagai sampel adalah sebagai berikut: a. Kriteria sampel inklusi. Kriteria sampel inklusi adalah: 1. Jenis kelamin laki-laki 2. Umur 13 -14 tahun 3. Siswa kelas VII dan kelas VIII 4. Indeks massa tubuh, kategori normal yaitu 18 - 22 5. Kebugaran fisik dengan kategori sedang
57
6. Berbadan sehat dan tidak cacat, berdasarkan pemeriksaan dokter. 7. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai selesai, dengan menandatangani surat persetujuan kesediaan sebagai sampel. b. Kriteria sampel eksklusi. Kriteria sampel eksklusi adalah: 1. Ada riwayat patah tulang 2. Berdomisili di luar Kab Kupang dan sekitarnya c. Kriteria drop out. Kriteria drop out adalah: 1. Subjek sakit, cedera, sehingga tidak bisa mengikuti pelatihan. 2. Dua kali berturut-turut tidak mengikuti pelatihan 3. Menarik diri dari subjek penelitian 4.3.3. Besar sampel Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan oleh Sudiarta 2011 pada lompat jauh terhadap tujuh orang siswa, rerata hasil lompatan sebelum pelatihan adalah 4,53 meter (µ1) dengan standar deviasi σ = 0,38. (µ2) adalah 5,21 meter Harapan peningkatan lompatan setelah pelatihan sebesar 13 % (Nossek, 1982). Besar sampel (n) dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008) sebagai berikut: n=
2 2 x f ( , ) ( 2 1)
Keterangan: n
=
Jumlah sampel
α
=
Batas kemaknaan diambil 5% atau 0,05.
σ
=
Standar deviasi
58
1-β
=
kekuatan (power) penelitian 0,8 atau (β = 0,2)
f(α,β) =
7,9 (dari tabel value of f(α,β).
μl
=
Rata-rata hasil lompatan sebelum pelatihan
μ2
=
Rata –rata hasil lompatan sesudah pelatihan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus di atas maka diperoleh hasil sebagai berikut: Diketahui: 1
= 4,53 meter
2
= 5,21 meter
= 0,38 meter
n
=
n
= 10,86 (dibulatkan menjadi 11 orang)
2 x.(0,38) 2 x 7,9 .(5,21 4,53)
Setelah disubstitusikan data di atas ke dalam rumus Pocock diperoleh besar sampel setiap kelompok 11 orang dan untuk mengantisipasi kriteria drop out maka peneliti menambah 10 % sehingga jumlah sempel per kelompok menjadi 12 orang Dengan demikian jumlah sampel keseluruhan menjadi: 2 x 12= 24 orang. 4.3.4. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Mengadakan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi siswa SMP Negeri. 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang sebanyak 75 roang
berdasarkan
kriteria inklusi. 2. Jumlah sampel yang terpilih, diseleksi lagi berdasarkan kriteria eksklusi.dan ditetapkan sebagai sampel.
59
3. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 24 orang siswa secara acak sederhana dari subjek yang terpilih. 4. Melakukan pembagian kelompok sebanyak dua kelompok dengan masing-masing kelompok sejumlah 12 orang. Pembagian kelompok dilakukan dengan cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok sejumlah 12 0rang satu akan menerima pelatihan interval model lari gawang 30 cm (tiga repetisi lima set). dan kelompok dua melakukan pelatihan interval model lari gawang 45 cm (lima repeisi tiga set). 4.4 Variabel Penelitian Berdasarkan fungsi dan peranannya, variable penelitian dapat diklasifikasikan menjadi: 1) Variabel bebas yaitu: Pelatihan interval model lari gawang (30 cm) dan (45 cm). 2) Variabel tergantung yaitu: hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok. 3) Variabel Kontrol yaitu: jenis Kelamin, (Umur), (Indeks Massa Tubuh) (Tinggi (Badan dan Berat Badan) dan (Kebugaran Fisik). 4) Variabel rambang yaitu: suhu lingkungan, kelembaban relatif udara lingkungan, ketinggian tempat di atas permukaan laut, arah dan kecepatan angin. 4.5 Definisi operasional variabel Pelatihan kelompok 1. Pelatihan interval model lari gawang 30 cm dengan mengambil awalan sejauh 14 meter kemudian lari melompati rintangan (30 cm) yang terbuat dari potongan pipa paralon, diulang sebanyak tiga kali (tiga repetisi lima set. Sedangkan interval waktu yang di pakai sehabis melakukan adalah jogging (lari kecil) dilakukan setiap repetisi / pengulangan. Intensitas pelatihan
: 60 - 80% (kecepatan submaksimal)
Repetisi
: 3 repetisi
60
Set
: 5 set
Istirahat antar set
: 5 menit (Kembali ke denyut nadi istirahat)
Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu (Selasa, Kamis, Sabtu)
Lama pelatihan
: 8 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan kelompok Kontrol dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah ini.
Start Klp. 1 Finish
Gambar 4.2. Disain Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM.
Pelatihan kelompok 2. Pelatihan interval model lari gawang 45 cm dengan mengambil awalan sejauh 14 meter kemudian lari melompati rintangan (45 cm) yang terbuat dari potongan pipa paralon, diulang sebanyak lima repetisi tiga set. Sedangkan interval waktu yang di pakai sehabis melakukan lari gawang adalah jogging (lari kecil) dilakukan setiap repetisi / pengulangan. Intensitas pelatihan
: 60 - 80% (kecepatan submaksimal)
Repetisi
: 5 repetisi
Set
: 3 set
Istirahat antar set
: 5 menit (kembali ke denyut nadi istirahat)
Frekuensi pelatihan
: 3 kali seminggu (Selasa, Kamis, Jumat)
Lama pelatihan
:` 8 minggu
Untuk lebih jelasnya disain pelatihan kelompok dua dapat diilustrasikan seperti pada gambar dibawah ini.
61
Start Klp. 2 Finish Gambar 4.3 Disain Pelatihan Interval Model Lari Gawang 45 cm.
Hasil lompatan adalah jarak dari batas depan papan tumpuan sampai batas belakang dari tumit yang menyentuh pasir pada lapangan lompat jauh tanpa jatuh ke belakang, yang diukur dengan meteran logam merk "Stanly" buatan USA dengan batas ukur delapan meter, ketelitian 0,001 meter. Tes ini dilakukan di awal pengambilan data atau sebelum pelatihan (Pre-Test) dan diakhir pengambilan data atau sesudah pelatihan (Post-Test). 1. Umur adalah usia dalam tahun berdasarkan tanggal bulan kelahiran yang diambil dari akte kelahiran berkisar antara 13-15 tahun. 2. Jenis kelamin adalah laki-laki yaitu jenis kelamin yang terlihat dari penampakan luar dan yang tertulis dalam administrasi sekolah. 3. Berat badan adalah bobot tubuh orang coba yang diukur dengan timbangan badan elektronik merek "Magic" buatan USA, ketelitian 0,1 kg gaya dan batas ukur 120 kg sebelum dan setelah perlakukan, dan hanya memakai pakaian seminim mungkin. 4. Tinggi badan adalah tinggi tubuh yang diukur dengan antropometer merek TNT, dengan ketelitian 0,1 cm. Sikap orang coba berdiri tegak, pandangan lurus ke depan, yang diukur dari telapak kaki sampai dengan ubun-ubun (vertex). 5. Kebugaran fisik adalah tingkat kemampuan fisik melakukan tes lari 2,4 Km, yang dinyatakan dalam waktu tempuh (menit). Selanjutnya hasil tersebut dikonversikan Tabel tes lari 2,4 mk ( Cooper. 2001). Untuk menetukan Kebugaran fisik ini diukur
62
dengan stopwatch digital merek Yusaka dengan ketelitian 0,01 menit. Pengukuran dilakukan satu minggu sebelum pelatihan dimulai. 6. Suhu udara adalah temperatur sekitar lapangan pelatihan yaitu suhu kering dan suhu basah dalam derajat Celcius. 7. Kelembaban relatif udara adalah persentase uap air dalam udara yang diukur dengan higrometer elektronik digital merek Extech buatan Jerman, dengan ketelitian 1%. 8. Arah angin adalah arah datangnya angin pada tempat penelitian yang diukur dengan bendera angin. Arah kibaran bendera menunjukkan arah angin berhembus. 9. Kecepatan angin adalah kecepatan hembusan angin pada tempat pelatihan, yang diukur dengan anemometer dalam satuan kilometer per jam. 10. Ketinggian tempat adalah ketinggian tempat penelitian yang dihitung dari atas permukaan laut, dengan mengambil data yang ada pada Dinas Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Kupang. 4.6 Alat Pengumpulan Data Alat-alat yang diperlukan dalam pengumpulan data yaitu : 1) Meteran logam merek Stanley buatan USA dengan batas ukur 8 meter dengan ketelitian 0,001 yang dipakai untuk mengukur panjang lintasan. 2) Timbangan badan merek Magic buatan USA, untuk menimbang berat badan, satuan Kg gaya dan ketelitian 0,1 kg. 3) Antropometer merek Antioch buatan USA, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tinggi tubuh orang, dengan ketelitian 0.1 cm 4) Stopwatch digital merek Yasuka buatan China untuk mengukur waktu tempuh lari 2,4 Km, lama pelatihan dan lama waktu istirahat tiap set. Ketelitian 0.01 menit
63
5) Norma penilaian tes lari 2,4 Km, untuk mengukur status kebugaran fisik orang . 6) Tennometer elektronik digital merek Extech buatan Jerman, untuk mengukur suhu kering lingkungan, satuan °C, ketelitian 0,10C. 7) Higrometer elektronik digital merek Extech dipakai untuk mengukur kelembaban relatif udara, ketelitian 1%. 8) Rintangan yang terbuat dari pipa paralon dan tali karet dengan tinggi 30 cm
dan
45 cm. 9) Bendera sebagai tanda batas lintasan 10) Nomor dada dan Alat-alat tulis untuk mencatat data 11) Alat dokumentasi untuk merekam jalannya penelitian. 4.7 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian terdiri dari tahap-tahap penelitian, dapat dijelaskan sebagai berikut: 4.7.1 Tahap persiapan Tahap persiapan menyangkut: 1) Studi kepustakaan dari buku, jumal, proseding, internet dan Iain-lain yang relevan dengan topik penelitian. 2) Mengurus surat-surat penelitian. 3) Meminta persetujuan penelitian kepada kepala sekolah. 4) Membuat jadwal pelaksanaan penelitian 5) Mengadakan pelatihan pengukuran untuk surveyor penelitian. 6) Menyiapkan alat-alat ukur yang baku dan punya ketelitian yang dapat dipercaya dan diakui secara ilmiah. 7) Mengukur lintasan lompat rintangan (30 cm dan 45 cm).
64
4.7.2 Tahap pemilihan dan penentuan sampel Prosedur pemilihan dan penentuan sampel menyangkut: 1. Semua siswa yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebagai sampel diberikan nomor unit yang berbeda. 2. Selanjutnya sampel dipilih secara acak sederhana dengan menggunakan teknik undian. Jumlahnya sesuai dengan hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan penelitian pendahuluan.yaitu 12 x 2 = 24 orang 3. Melakukan pembagian kelompok pelatihan secara acak sederhana, dengan teknik undian sebanyak dua kelompok, yang masing-masing kelompok beranggotakan 12 rang. 4.7.3 Tahap pelaksanaan penelitian Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagi berikut: 1. Sebelum pelaksanaan penelitian subjek diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, jadwal dan tempat penelitian, tatalaksana penelitian, dan hakhak subjek dalam pelaksanaan penelitian. 2. Mengukur suhu kering lingkungan tempat pengumpulan data dalam satuan 0C dan mengukur kelembaban relatif udara. 3. Subjek datang ke tempat penelitian 10-15 menit sebelum pelatihan dimulai, setelah subjek istirahat selama 10 menit dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan metode 30 detik, subjek dalam keadaan duduk relaksasi. 4. Subjek dipisahkan menjadi dua kelompok sesuai dengan kelompoknya. 5. Mengukur hasil lompatan sebelum melakukan pelatihan, ini sebagai data awal (Pre-Test), terlebih dahulu mereka melakukan pemanasan sebelum tes maupun
65
sebelum pelatihan selama 10 menit 6. Melakukan pelatihan sesuai dengan tipe pelatihan yang telah ditetapkan selama delapan minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu (Selasa, Kamis, Sabtu). 7. Pelatihan di lakukan dilapangan sekolah masing-masing kelompok diberi pelatihan interval model lari gawang dengan tingggi gawang dan sesion yang berbeda. Kelompok 1 melakukan pelatihan dengana tinggi gawang 30 cm ( tiga repetisis lima set). Kelompok 2 melakukan pelatihan dengan tinggi gawang 45 cm (lima repetisi tiga set). Demikian seterusnya pelatihan ini dilakukan secara berkelompok setiap hari ( Selasa, Kamis, Sabtu) setiap minggu selama delapan minggu. 8. Setelah delapan minggu pelatihan subjek menjalani tes akhir (Pos-Test) dengan mengukur jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok. 4.8 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis Diskriptif
untuk menganalisis umur, tinggi badan,berat badan, indek
masa tubuh, panjang anggota gerak bawah dan kebugaran fisik yang datanya diambil sebelum tes awal dimulai. 2. Uji Normalitas data
jarak lompatan sebelum dan sesudah pelatihan dengan
Saphiro Wilk Test yang bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok perlakuan dari ke dua kelompok pelatihan. Batas kemaknaan (p < 0,05). 3. Uji homogenitas data jarak lompatan sebelum dan sesudah pelatihan dengan Levene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi data. Batas kemaknaan atau tingkat kepercayaan yang digunakan adalah p< 0,05.
66
4. Uji Wilxocon Signed Ranks ( t- berpasangan ). untuk mengetahui peningkatan jarak lompatan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok dengan batas kemaknaan p < 0,05 5. Uji beda peningkatan jarak lomatan antara kelompok 1 dan 2 sesudah pelatihan di analisis dengan uji Mann Whitney (t- tidak berpasangan). Batas kemaknaan p < 0,05.
67
4.9 Alur Penelitian Populasi
Kriteria Inklusi & Eksklusi
Acak Sederhana
Sampel (n = 24)
Tes Awal
Kelompok. I Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 cm rintangan 30 cm
Pelatihan Interval
Kelompok. II Pelatihan Interval Model Lari Gawang 45 cm
Tes Akhir
Analisis Data
Tes Akhir
Penyusunan Laporan
68
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Selama 8 Minggu menggunakan rencangan eksperimental terhadap dua kelompok pelatihan. Subyek penelitian berjumlah 24 orang, yang dibagi menjadi dua kelompok, masing–masing kelompok terdiri dari 12 orang. Kelompok satu diberikan pelatihan interval model lari gawang 30 cm tiga repetisi lima set dan kelompok dua diberikan pelatihan interval model lari gawang 45 cm lima reptisi tiga set. Data yang didapat berupa karakteristi subjek penelitian data ingkungan penelitian dan data jarak lompatan kedua kelompok penelitian.
5.1
Data Analisis Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik subyek penelitian yang meliputi: Umur (thn), Tinggi Badan (TB),
Berat Badan (BB), Indeks Masa Tubuh (IMT), Panjang Anggota Gerak Bawah (PAGB), dan Kebugaran Fisik (KF). Sebelum pelatihan pada ke dua kelompok pelatihan. dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Data karateristik subjek penelitian pada ke dua kelompok perlakuan Karakteristik Umur (th) Tinggibadan (cm) Beratbadan (kg) IMT (kg/M2) PAGB (cm) K.Fisik (Menit)
n 12 12 12 12 12 12
Kelompok I (3 Repetisi 5 set) Rerata SB 13.9167 0,667 152.666 4.634 46.750 3.165 20.083 1.699 92.166 0,834 11.220 2.808
68
Kelompok 2 (5 Repetisi 3 set) Rerata SB 14,166 0.834 152,916 5.142 47.667 3.366 20.375 1.400 92.166 0,717 10.914 0,547
69
Tabel 5.1 menunjukan bahwa karakteristik subyek pada kedua kelompok pelatihan interval model lari gawang 30 cm (3 repetisis 5 set ) dan 45 cm (5 repetisi 3 set ) cm meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. Karkteristik Kelompok 1. dari segi umur dengan rata- rata 13,9167± 0,667 tahun, rerata tinggi badan152,666± 4,634 cm, rerata berat badan 46,750± 3,165 kg dan rerata indeks masa tubuh (IMT) 20,083 ± 1,699 kg/m2,rerata (PAGB) 92,166 ± 0,834 rerata dan Kebugaran Fisik 11,22 ± 2,808. Karakteristik kelompok 2. Dari segi umur denga rata- rata 14,166± 0,834 tahun, rerata tinggi badan 152 ± 5,145 cm rerata berat badan 47,667 ± 3,366 kg dan rerata indeks masa tubuh (IMT) 20,375 ± 1,400 kg/m2 rerata (PAGB) 92,166 ± 0,717, rerata Kebugaran Fisik 10,914 ± 0,547. 5.2
Data Karakteristik Lingkungan Penelitian Kondisi lingkungan yang diukur selama pelaksanaan penelitian adalah Suhu, dan
Kelembaban tempat penelitian. Hasilnya di cantumkan pada table 5.2. Tabel 5.2 Data Keadaan Lingkungan Pelatihan Pada Kedua Kelompok pelatihan Keadaan Lingkungan Suhu (ºC) Kelembaban (%) Kecepatan angin km/jam
Rerata
SB
Maximun
Minimum
27.70 (ºC)
1.61
30 (ºC)
25 (ºC)
79.50 %
6.22
89 %
68 %
9.83
5.48
25.00
4.00
Berdasarkan tabel 5.2 rentang suhu berkisar antara 27,7ºC – 25,ºC, sedangkan kelembaban relative berbeda pada 79.5% atau berkisar antara 89% - 68%. Sedangkan kecepatan angin Kondisi lingkungan selama pelatihan dan pengukuran dapat
70
diadaptasikan oleh anggota sampel karena anggota sampel bertempat tinggal di sekitar lokasi pelaksana penelitian. Dengan demikian kondisi lingkungan tidak mempengaruhi pelaksanaan penelitian. 5.3
Uji Normalitas Data Untuk distribusi sampel, maka dilakukan uji normalitas dengan menggunakan
Saphiro Wilk Test . Uji dilakuan terhadap data yang diperoleh pada ke dua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan variabel yang di uji adalah jarak lompatan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing masing kelompok. Disajikan dalam tabel 5.3 Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas data jarak Lompatan Jongkok Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada kelompok 1 dan 2 (Uji Saphiro wilk) Uji
Rerata (m)
Simpang Baku
P
Jarak Pre 1 Jarak Pos 1
Saphiro Wilk Test Saphiro Wilk Test
2,208 3,587
0,024 0,303
0,025 0,062
Jarak Pre 2 Jarak Pos 2
Saphiro Wilk Test Saphiro Wilk Test
2,208 4,298
0,013 0,103
0,242 0,023
Berdasarkan hasil uji normalitas (Saphiro Wilk Test)
pada jarak lompatan
sebelum pelatihan pada kedua kelompok pada kelompok satu sebelum pelatihan menunjukkan data yang tidak berdistribusi normal dengan nilai p< 0,005 (0,025), sedangkan sesudah pelatihan menunjukkan data yang berdistribusi normal dengan nilai p > 0,005 (0,062). Pada kelompok dua sebelum pelatihan menunjukkan data yang berdistribusi normal denga nilai p> 0,005 (0,242), sedangkan sesudah diberikan pelatihan data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dengan nilai p< 0,05 (0,023). Berdasarkan uji normalitas data, maka data penelitian tidak berdistribusi normal sehingga uji statistik yang digunakan adalah non parametrik.
71
5.4
Uji beda rerata peningkatan jarak Lompatan pada kelompok 1 dan 2 Untuk mengetahui perbedaan rerata peningkatan jarak lompatan pada masing –
masing kelompok digunakan uji non-parametrik
Wilcoxon Signed Ranks Test
(berpasangan), dengan batas kemaknaan p< 0,005 yang disajikan pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Hasil Uji Beda Peningkatan jarak Lompatan sesudah pelatihan pada kelompok 1 dan 2 (Uji Wilcoxon) Perlakuan
Uji
Kelompok 1
Wilcoxon
Kelompok 2
Wilcoxon
Peningkatan Jarak lompatan setelah pelatihan Rerata P (Mean Rank) 0,002 6,50 6,50
0,002
Tabel 5.4 menunjukkan rerata jarak lompatan sesudah pelatihan pada masing – masing kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,005 (p < 0,005). Hal ini berarti pada masing- masing kelompok terjadi peningkatkan jarak lompatan sesudah pelatihan secara bermakna. Dengan demikian pelatihan antara kedua kelompok efektif dalam meningkatkan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok. 5.5
Uji beda rerata jarak lompatan Sesudah Pelatihan Uji beda rerata bertujuan untuk membandingkan
rerata peningkatan jarak
lompatan antara kedua kelompok. Hasil analisis kemaknaan rerata peningkatan jarak lompatan antara kedua kelompok di analisis dengan Mann Whitney Test ( Tidak Berpasangan ) yang di sajikan dalam tabel 5.5
72
Tabel 5.5 Hasil uji beda peningkatan jarak lompatan antara kelompok 1 dan 2 Setelah pelatihan (uji Mann Whitney) Perlakuan
Uji
Kelompok 1 dan kelompok 2
Mann Whitney
Rerata (m) 3.587 4.298
SB
Bedah
P
0,711
0,000
0.303 0.103
Tabel 5.5 di atas menunjukan bahwa rerata peningkatan jarak lompatan antara kedua kelompok memiliki nilai p lebih kecil dari 0,005 ( p < 0,005 ). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rerata peningkatan jarak lompatan antara kelompok satu dan kelompok dua.
73
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Sampel penelitian berjumlah 24 orang siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang Tahun 2013/2014. Sampel ini mewakili populasi target yaitu, seluruh siswa kelas VII – VIII yang berjumlah 75 orang siswa. Rerata umur siswa yang di ambil sebagai sampel penelitian pada kedua kelompok pelatihan adalah 13 – 15 tahun. Pelatihan spesialisasinya khusus untuk olahraga atletik sudah bisa diberikan pada anak yang berusia 12-14 tahun (Bompa, 1994). Dengan demikian usia dari sampel penelitian sudah dapat diberikan pelatihan olahraga cabang atletik yang dalam penelitian ini diterapkan pada lompat jauh gaya jongkok. Rerata tinggi badan subyek penelitian adalah 152,666 ± 4,634 cm pada kelompok satu dan 152, 916 ± 5,142 cm pada kelompok dua. Tinggi badan dan berat badan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan (Bompa, 1994). Selanjutnya kecepatan akan mempengaruhi daya ledak karena secara sistimatis daya ledak (Power) merupakan hasil dari perkalian kekuatan ( Forece ) dengan kecepatan (Velocity ) (Adiatmika, 2002). Rerata berat badan subyek penelitian adalah 46,750 ± 3,165 kg pada kelompok satu dan 47,667 ± 3,366 kg pada kelompok dua. Data tersebut menunjukan subyek penelitian pada kedua kelompok pelatihan memiliki rerata berat badan dan tinggi badan hampir sama, sehingga tidak akan mempengaruhi hasil dari penelitian. Rerata indeks masa tubuh sebagai subyek penelitian adalah 20,083± 1,699 kg/m2 pada kelompok penelitian satu, dan 20,375 ± 1,400 kg/m2 pada kelompok dua. Indeks masa tubuh menggambarkan status gizi seseorang, dengan demikian berdasarkan
73
74
indeks masa tubuh pada kedua kelompokpelatihan menjelaskan bahwa status gizi subyek penelitian berada dalam kategori normal (Adiatmika, 2002). Rerata panjang anggota gerak bawah subyek peneliti pada kelompok satu adalah 92,166 ± 0,834 cm dan 92,166± 0,717 cm pada kelompok dua. Panjang tungkai merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kekuatan otot (Tackett, 2009). Dengan demikian panjang tungkai juga akan berpengaru pada daya ledak yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil lompatan. Rerata waktu tempuh tes lari 2,4 km subyek penelitian adalah 11, 220± 2,808 menit, detik pada kelompok -1 dan 10,914 ± 0,57 menit, detik pada kelompok-2. Nilai rerata waktu tersebut pada kedua kelompok menunjukan bahwa kebugaran fisik subyek penelitian berada pada kategori sedang yaitu 10,49 – 12,10 menit (Cooper, 2001). Tingkat kebugaran fisik seseorang sangat mempengaruhi ketrampilan motorik (Bustaman, 2002). Kebugaran fisik kategori sedang dipilih dengan pertimbangan subyek penelitian diasumsikan mempu melakukan pelatihan yang akan diterapkan. Apabila subyek penlitian memiliki tingkat kebugaran fisik kategori kurang maka akan dapat mengakibatkan kelelahan sehingga pelatihan yang diterapkan tidak dapat berlangsung secara maksimal dan hal ini tentu akan mempenaruhi hasil penelitian. Karakteristik subyek penelitian yang meliputi : umur, tinggi badan, berat badan indeks masa tubuh, panjamg anggota gerak bawah dan kebugaran fisik pada kedua kelompok.memiliki karakteristik yang hampir sama karena subyek penelitian telah dikontrol berdasarkan kriteria inklusi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi subyek penelitian kedua kelompok pelatihan memiliki karakteristik subyek penelitian yang berbeda dalam kondisi yang sama. Sehingga variabel umur, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, panjang anggota gerak bawah dan kebugaran fisik tidak
75
menimbulkan efek yang berarti terhadap hasil penelitian. 6.2 Karakkteristik Lingkungan Penelitian Pelatihan dilakukan di lapangan SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. Pada pukul 17,00 s/d 18. 00 dengan kondisi suhu antara 27,7 – 30,0C dan kelembababn relatif berada pada 64% - 80%. Berdasarkan data kelembaban relatif tempat pelatihan berlangsung masih dalam batas nyaman. Kondisi ini akan sangat mendukung pelaksanaan pelatihan, karena menurut Manuebah, (1983), daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan aktivitas pelatihan adalah pada kelembaban relatih yang berkisar antara 70% - 80%. Berdasarkan data kelembaban relatif tempat pelatihan berlangsung masih dalam batas nyaman. Sehingga tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian. 6.3 Pengaruh pelatihan interval model lari gawang 45 cm terhadap peningkatan lompatan lompat jauh gaya jongkok Data hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok selama pelatihan delapan minggu dari tes awal dan tes akhir di uji normalitas ( Shapiro Wilk Test) diperoleh data rerata hasil lompatan sebelum pelatihan 2,21 ± 0,013 cm sesudah pelatihan 4,30 ± 0,103 cm pada kelompok 2 yaitu pelatihan interval model lari gawang 45 cm (lima repetisi tiga set). Peningkatan hasil lompatan sesudah pelatihan pada kelompak 2 sebesar 2,09 meter dengan demikian rerata hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok 2 terdapat perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat dikatakan bahwa model pelatihan yang di terapkan memiliki penggaruh terhadap peningkatkan hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok. Peningkatan hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok yang terjadi pada pelatihan yang di terapkan diakibatkan karena pelatihan yang di terapakan selama delapan
76
minggu dengan frekwensi tiga kali seminggu. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Nala, 2002). Bahwa pelatihan yang diberikan dalam jangka waktu 6-8 minggu akan di peroleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah teradaptasi dengan pelatihan tersebut. Gerakan pelatihan yang di terapkan berulang selama delapan minggu pada kelompok pelatihan akan terpola pada sistem saraf sebagai pengalam sensoris (Guytonn dan Hall, 2007). Sehingga pengalaman yang semakin sering dilaksanakan akan semakin kuat terpola pada sistem saraf. Dengan demikian pelatihan kelompok 2 yang memiliki repetisi lebih tinggi dari pada kelompok 1 (Kelompok kontrol) akan membentuk tingkat respont motorik ( Penampilan) lebih kuat daripada kelompk 1. 6.4 Pengaruh Pelatihan interval model lari gawang 30 cm terhadapa peningkatan Jarak Lompatan Pelatihan interval model lari gawang 30 cm (tiga repetisi lima set). Data hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok selama pelatihan delapan minggu dari tes awal dan tes akhir diperoleh data rerata hasil lompatan sebelum pelatihan 2,21 ± 0,024 cm sesudah pelatihan 3,59 ± 0,302 cm. Peningkatan hasil lompatan sesudah pelatihan sebesar 1, 38 cm berdasarkan analisis data hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatiahan pada kelompok 1 dengan mengunakan uji (Shapiro Wilk Test) di peroleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p< 0,05). tercantum pada tabel 5.4. Hal ini berarti rerata lompatan sebelum pelatihan berbeda bermakna. Dengan demikian lompatan sebelum pelatihan kelompok 1 tidak sebanding. Berdasarkan analisis data tes hasil lompatan lompat jauh gaya jongkok antara kedua kelompok tes awal dan ters akhir pada masing – masing kelompok dengan mengunakan uji t- tdak berpasangan (tabel 5.4) rerata hasil lompatan sebelum pelatihan dan setelah pelatihan di peroleh nilai p < 0,002 pada kelompok 1 sedang
77
pada kelompok 2 nilai p< 0,002. Dengan demikian maka rerata hasil lompatan sebelum dan sesudah pelatihan pada masing – masing kelompok pelatihan terdapat perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa kedua tipe pelatihan yang di terapkan memiliki pengaruh pelathan dalam meningkatkan lompatan lompat jauh gaya jongkok. 6.5 Perbadaan pelatihan terhadap peningkatan lompatan lompat jauh jongkok kelompok 1 dan 2
gaya
Berdasarkan data rerata jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok selama pelatihan delapan minggu dari tes awal dan test akhir diperoleh data rerata lompatan sebelum pelatihan 2,21 meter dan sesudah pelatihan 3,59 meter pada kelompok -1 pelatihan interval model lari gawang 30 cm (tiga repetisi lima set). Sedangkan pada kelompok-2 pelatihan interval model lari gawang 45 cm (lima repetisi tiga set) memiliki rerata jarak lompatan sebelum pelatihan 2,21 meter dan sesudah pelatihan 4,30 meter. Berdasarkan analisis data tes hasil lompatan antar tes awal dan tes akhir pada masing-masing kelompok dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test, di dapat bahwa rerata jarak lompatan sesudah pelatihan di peroleh nilai p < 0,002 pada kelompok-1, sedangkan pada kelompok-2 nilai p < 0,002. Dengan demikian maka rerata jarak lompatan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok perlakuan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,00 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa rerata jarak lompatan sesudah pelatihan Pada kedua kelompok perlakuan masing-masing kelompok pelatihan terdapat perbedaan yang bermakna. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa kedua tipe pelatihan yang di terapkan memiliki pengaruh pelatihan dalam meningkatkan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok. Peningkatan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok yang terjadi pada pelatihan
78
yang di terapkan diakibatkan karena pelatihan yang di terapkan selama delapan minggu dengan frekwensi tiga kali seminggu. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nala 2002). Bahwa pelatihan yang di berikan dalam jangka waktu 8 minggu akan di peroleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah teradaptasi dengan pelatihan tersebut. Sedangkan (Fox, 1983) menyatakan bahwa pelatihan dengan frekwensi tiga kali seminggu sesuai dengan pemula dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti. Selanjutnya (Bompa 1994) menyatakan bahwa pelatihan fisik yang dilakukan secara sistematis, progresif dan berulang akan memperbaiki sistem organ tubuh sehingga penampilan atlet mancapai optimal. Pelatihan fisik yang diterapkan secara teratur dan terstruktur, terukur dengan takaran waktu yang cukup, akan menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada kemepuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara cepat dan kuat, akan memberikan perubahan yang meliputi peningkatan substrak anaerobik seperi ATP-PC, Kreatin dan Glikogen serta peningkatan pada jumlah dan aktifitas enzim (Mc Ardle dkk., 2001). Selain itu menurut
(Fox dkk, 1988) pengaruh pelatihan yang teratur akan
menyebabkan terjadinya hipertopi fisiologi otot, ini terjadi dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan pembulu darah kapilar, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil terutama protein kontraktil miosin meningkat secara proporsional. Selanjutnya (Hairy, 1986) menyatakan perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (Fast Twitch). Sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kecepatan kontraksi otot. Pelatihan yang di terapakan pada subyek penelitian merupakan model pelatihan
79
pliometrik. Peltihan pliometrik ditujukan untuk mengembangkan daya ledak eksplosif dan kecepatan reaksi, serta ditujuhka kepada tiga kelompok besar otot dalam tubuh yaitu: Kelompok otot tungkai dan pinggul, kelompok otot bagian tengah tubuh, kelompok otot dada, bahu serta lengan (Bompa, 1994). Pelatihan pliometrik merupakan salah satu model pelatihan yang paling efektif untuk meningkatkan daya ledak otot, seperti pelompat jauh. Pelatihan pliometrik dapat diartikan sebagai menambah ukuran daya ledak otot (Nala, 2002). Daya ledak dapat ditingkatkan dengan memberikan pelatihan beban (Nala, 2002). Pelatihan beban adalah pelatihan yang terorganisir dengan membuat otot-otot tubuh berkontraksi sebagai respon terhadap beban eksternal, tahanan tubuh atau peralatan lain untuk menstimulus pertumbuhan dan kekuatan (Rogers, 2009). Principle (Wilmore dan Costil, 2004). Pengertian dari prinsip ini adalah memberikan beban kerja diatas beban kerja yang biasa dilakukan oleh otot agar kemampuan otot tersebut dapat meningkat dan setelah terjadi peningkatan maka beban yang diberikan harus ditingkatkan lagi untuk menghasilkan kemampuan yang lebih meningkat lagi. Pelatihan yang di terapkan menyebabkan juga terjadinya peningkatan terhadap kontrol otot fleksor dan ekstensor anggota gerak bawah selama tahap persiapan lari (Lari Awalan) yang cepat sebelum melompat. Gerakan lari Awalan menunjukan aktivitas yang tinggi. Hal ini terjadi karena dibutuhkan untuk menarik (ekstensi) tungkai bawah pada sendi lutut. Selain itu otot tungkai atas depan mendapatkan tambahan tugas, yaitu menjaga agar pada waktu terjadi pergantian gerakan ekstensor dan fleksor harus berlangsung secara mulus. Jika koordinasinya tidak baik akan terjadi gangguan dalam kecepatan gerak untuk berlari (Nala, 2002). Hal ini sangat menunjang
80
pada hasil atau jarak lompatan pada lompat jauh gaya jongkok. Pelatihan interval model lari gawang 45 cm lebih meningkatkan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok daripada pelatihan interval model lari gawang 30 cm. Disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perbedaan tinggi gawang menyebabkan kelompok 2 lebih efektif dibandingkan dengan kelompok 1, karena subjek penelitian kelompok 2 (Pelatihan interval model lari gawang 45 cm). melakukan gerakan lompatan atau tolakan dengan sudut yang lebih tinggi selama pelatihan berlangsung. Sehingga subjek kelompok 2 teradaptasi dengan melompat sudut tersebut. Sedangkan subjek penelitian pada kelompok 1 (Pelatihan interval model lari gawang 30 cm ) melakukan gerakan yang sama dengan tinggi gawang 30 cm karena subjek penelitian kelompok 1 , melakukan gerakan lompatan atau tolakan dengan sudut yang lebih kecil selama pelatihan berlangsung. Sehingga subjek kelompok 1 teradaptasi
dengan
melompat sudut tersebut. Pemakaian rintangan pada pelatihan ke dua kelompok menyebabkan terjadinya regangan otot paling panjang dan berulang. Dengan regangan yang panjang akan mempunyai daya dorong atau tolakan yang sebesar besarnya saat kaki diluruskan sehingga dapat diubah menjadi gerakan keatas (Hukum Newton III: aksi reaksi). Sudut tolakan keatas dengan sudut 45º akan didapatkan jarak lompatan yang paling jauh karena komponen vertikal sama dengan komponen horisontal sehingga akan menghasilkan waktu maksimal di udara serta kecepatan hoisontal akan lebih tinggi (Sugiono dkk, 2008). Gerakan pelatihan yang dilakukan berulang selama delapan minggu pada kedua kelompok pelatihan akan terpola pada sistem saraf sebagai pengalaman sensoris. (Guyton dan Hall, 2007). Sehingga pada saat tes akhir lompatan lompat jauh gaya
81
jongkok tingkat respon motorik (Penampilan) pada masing- masing kelompok disesuaikan dengan pola sensorik yang tersimpan, yang menyebabkan penampilan lompatan lompat jauh gaya jongkok pada masing-masing kelompok akan berbeda karena pelajaran reflek rengang yang mempengaruhi gerakan saat tubuh melakukan lompatan lompat jauh gaya jongkok. Perbedaan repetisi dan set pada masing-masing kelompok berbeda. kelompok 2 dengan lima repetisi tiga set sedangkan kelompok 1 dengan tiga repetisi lima set. Repetisi adalah jumlah ulangan yang menyangkut suatu beban. Jumlah ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu sesion pelatihan atau jumlah sesion yang dilakukan selama pelatihan (Nala, 2002). Sedangkan set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi (Sajoto, 2002). Penggunaan set amat penting dalam meningkatkan kemampuan komponen biomotorik (Nala, 2002). Pelatihan yang diterapkan pada peneltian ini menggunakan unsur volume, tiga repetisi lima set untuk kelompok satu, sedangkan kelompok dua menggunakan lima repetisi tiga set. Pelatihan dengan menggunakan pengulangan yang tinggi akan menjadikan pelatihan tersebut menjadi sangat intensif dan hal ini akan sangat baik untuk mengembangkan serabut otot tipe cepat yang merupakan salah satu komponen yang mendukung daya ledak yaitu kecepatan dan kekuatan (Fox, 1983). Pelatihan yang dirancang dengan repetisi tinggi akan menghasilkan kecepatan lebih besar daripada pelatihan yang menggunakan repetisi rendah. Secara fisioogis, tipe gerakan pelatihan pada anggota gerak bawah yang dilakukan secara berulang akan menyebabkan terjadinya proses pembentukan refleks bersyarat, belajar bergerak serta penghafalan gerak (Nala, 2002). Sehingga pada saat melakukan lompatan lompat jauh gaya jongkok sesudah pelatihan (Test Akhir), tingkat
82
fleksibilitas, kekuatan otot dan kecepaan kontraksi otot sudah meningkat dibandingkan sebelum pelatihan. Peningkatan fleksibilitas pada sendi anggota gerak bawah sesudah pelatihan mengakibatkan tungkai atas yang diangkat pada saat berlari akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperpanjang jarak langkah, sehingga lompatan lompat jauh gaya jongkok juga akan meningkat.
83
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pelatihan interval model lari gawang 30 cm (tiga repetisi tiga set). dapat meningkatkan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. 2. Pelatihan interval model lari gawang 45 cm
(lima repetisi tiga set). Lebih
meningkatkan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. 3. Pelatihan interval model lari gawang 45 cm (lima repetisi tiga set). lebih daripada Pelatihan interval model lari gawang 30 cm (tiga repetisi lima set) pada siswa SMP Negeri 5 Kupang Timur Satap Kabupaten Kupang. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan dengan peningkatan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok: 1. Metode pelatihan interval model lari gawang 45 cm dapat digunakan untuk meningkatkan jarak lompatan dengan jumlah repetisi dan set di sesuaikan dengan kemampuan subyek pelatihan. 2.
Metode pelatihan yang mengunakan repetisi tinggi dapat dipilih dalam meningkatkan daya ledak yang digunakan dalam kemampuan lompat nomor lompat jauh gaya jongkok.
83
84
3.
Dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui peningkatan jarak lompatan lompat jauh gaya jongkok dengan metode interval, repetisi yang lebih rendah atau tinggi tetapi perlu disesuaikan dengan kemampuan subyek penelitian.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ambrosius, P. 2008. Maksimilisasi Atleit Lompat Jauh dan Daya Ledak Otot Tungkai Dengan Latihan Lompat Jauh Menggunakan Rintangan Gawang Atau Beban Rompi [Cited 2011 Jan-5]. Avaible from:http://www.mbkonline.org//index.php?-option.com. Anne, A. 2010 Mengenal cabang olahraga Atletik Lompat Jauh. [Cited 2011 Jan-5]. Available from: http/www.anneahira.com/Atletik Lompat Jauh. Thm Anonim, 2010. Lompat Jauh [Cited 2011 Jan htpp://ww.scribd.com/doc/36273165/Lompat –Jauh.
5].
Available
at:
Adiatmika, I P.G. 2002. Pengukuran Kesegaran Jasmani. Denpasar : Udayana University Press. Asmi, C. H. 2000. Metode Latihan Lompat Jauh. Journal Iptek Olahraga Vol.2 Nomer 1 Januari 2000. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Iptek Olahrag (PPPTTOR). Kantor Mentri Negara Pemuda dan Olahraga. Astrand, P. O. K. Rodahl. 2003 Text Bool Of Work Physiology. New York: Mc. Grew Hill Book Company. Bakta, I. M. 1997. Diktat Mata Kuliah Metodelogi Pelatihan. Dempasar: Program studi Ergonomi dan Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. Baley, J. A. 1986. Pedoman Atlet Teknik Peningkatan Ketangkasan dan Stamina. Semarang: Dahara Frize. Berger, R. A. 1982. Applied Exercise Physiolgy. Philadelphia: Saunders Collage. Bernhard, G. 1993. Prinsip Dasar Latihan Loncat Tinggi, Jauh, Jangkit, dan Loncat Galah. Semarang : Dahara Price. Boleng, M. L. 2003 Pengaruh Latihan Interval dan Kontinyu Terhadap PemulihanGlikogen Otot, [ cited 2009 june 10 ] Available from: http://www.adln.ac.id. Bompa, T. O. 2009. Power Training Fro Sport Plyometrics For Maksimum Power Development. New York: Mosaic Price. Bompa, T. O. 1994. Theory and Methodology Of Training: The Key to Athletic Performance. Third Edition. Iowa : Kendall/ Hunt Publishing Company. Bustaman, H. A. 2002. Pembinaan Kesegaran Jasmani Untuk Lanjut Usia. JakartA: Divisi Buku Sport. PT Raja Grafindo Persada.
85
86
Carr, G. A. 1997. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Cooper, K. H. 2001. Sehat Tanpa Obat, 4 Langkah Revolusi Antioksidan Terjamahan Bandung: Kaifa. Costill, D. L., J.H. Wilmore. 1988. Training Of Sport and Activity. The Physiological Basic Of The Conditioning Proces. USA: WMC. Brown Publishing. Dahlan, S.M.2004 Statistik untuk Kedokteran. Jakarta: PT Arkans. Danny, 2004. “Pelatihan Lompat Rintangan 55 cm lebih bak dari Pelatihan 50 cm dan 45 cm terhadap Peningkatan Lompat Jauh Siswa Kelas II SLTP Taleti Kabupaten Minahasa” (Tesis). Dempasar Universitas Udayana. Dreste, M. 2010. “Pelatihan Lompat Tegak Delapan Repetisi Tiga Set Lebih Baik dari Pada Enam Repetisi Empat Set Dalam Meningkatkan Daya Ledak Otot” Dempasar Universitas Udayana. Fox, E. L. 1983. Sport Physiology. New York: CBS College Publishing. Fox, E.L., R.W. Bower, M.L Foss. 1988. The Physiological Basis Education and athletic. Philadelphia: Saunders Publishing.
of
physical
Giriwijoyo, S.,H. Muchtanaji. 2005. Ilmu Faal Olahraga Fungsi Tubuh ManusiaPada Olahraga. Bandung: Fakultas Ilmu OLahraga. Guyton, A.C.,J. E. Hall, 2007. Fisiologi Kedokteran ( Terjemahan ). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hairy. 1998. Buku Materi Pokok Dasar- Dasar Kesehatan Olahraga, Jakarta: Depdikbud. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Harsono, 1993. Prinsip- Prinsip Pelatihan Fisik. Jakarta: KONI Pusat.
Jansen, C.R., A.G. 1983 Scientific Basic of Athletic Conditioning. Philadelphia: Lea and Fibiger Jerver, J. 1999. Belajar dan Berlatih Atletik. Bandung : Pionir Jaya, Kosasi, I. 1993 Olahraga. Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika Persindo. Linthorne, N. 2003. Standing Long -Jump.[ cited 2010 Mei 10 ]. Availble From: http://www. Brunel.ac.uk/-spstpl/biomechanics/ standing long jump.Htm.
87
Manuaba, A. I. B. 1983. Aspek Ergonomi dalam perencanaan Komplek Olahraga dan Rekreasi. Naskah Lengkap Panel Diskusi Rencana Induk Gelora. Jakarta 21 September 1983. Mamas, 2005. Interval Training, Available from: http://www. Mamashealth.com/exercise/run.asp. McArdle, W. D., and F.I. Kact. 2001. Exercise Physiology Energy, Nutrition, and Human Performance Philadephia : Lea and Febiger. Meckenzie,s. 2005 Standing – Jump [cited 2010 Mei 10] Available from: http://www. Briancere. Demon.co.uk/longjump/inkek. Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Olahraga (Monograf). Dempasar Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Dempasar: Komite Olahrga Nasional Indonesia Daerah Bali. Nigel and Lewis. 2005. Aproach Run and Take off [ cited 2010 Mei 10 ]. Available from: http:// freespace.virgin.net/nigellewis2a/index-files/page323htm/. Nosek, J. 1982. General Theory Of Training. Lagos: Pan Efrican Press Ltd. Pate, R., R. Chenaghan, Rottela 1984 Scentific Fondation of Couching, Philadelphia: Sounders Company Publishing. Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. Jakarta: penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Poccok, S. J. 2008, Clinincal Trial A Practical Approach. New York: A. Willey Medical Publication. Power, S.K., E. J Howley,. 1990. Exercise Physiology. Dubuque: Wm. C. Brown Published. Radcliffe. J.L., and R.C. Farentinos. 1985. Plyometrics Explosive Training Illionis:Kinetics Publisher.Inc. Rogers, P. 2009. Basic Strength and Mucle Weight Training Program. [ cited 2011 Jan 10 ]. Alvailable from: http//weighttraining. Abaut.com. Sajoto, M. 2002. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Semarang: Effhar dan Dahara Prize.
88
Saputra, G. 2004 Pelatihan Pliometrik Loncat Tegak 45 Repetisi 4 Set Lebih Baik Daripada 30 Repetisi 6 Set untuk meningkatkan Daya Ledak Otot Anggota gerak bawahpada siswa sekolah sepak bola Guntur dempasar (Tesis) Dempasar Universitas Udayana. Soepartono, 1990 Super Kompensasi Dalam Proses Berlatih Melatih. Yogyakarta: Seminar Kepelatihan dan Kongres IAIFI – PPKORI. Sudaryanto, 1990 Perbedaan Pengaruh Quardicep Bacnh Exercise Antara Beban 5 RM dan 10 RM Terhadap Peningkatan Daya Ledak Otot Tungkai. [Cited 2011 Jan5]. Available from: http:// Ikafisioterpimks.org/index/ Sudiarta, 2011 Pelatihan lompat rintangan lima repetisi tiga set meningkatkan hasil lompatan lompat jauh siswa SMA Negeri 2 Amlapura. Suetopo, A. S. 2007 Dasar- Dasar Kepelatihan Pada Olahraga Profesional Indonesia Sugiono, B.; E. Derajat; Darmilih. 2008. Hubungan Antara Waktu Tempuh Lari 40 Meter dan daya Tolak Hasil Lompat Jauh. [Cited. 2010Jan 10 ]. Available from: http://www.koni.or.id/files/dokumentasi/journal/5 Suharno, H. P. 1993 Ilmu Kepelatihan Olahraga. Bandung: PT. Karya Ilmu. Sukarman, R. 1996 Energi dan Sistem Energi Predominan Pada Olahraga. Pusat Ilmu Olahraga. Jakarta: Koni Pusat. Tackett, C. 2009. Factors Affecting Strenght, Develop Strenght & Muscle. [Ceted 2011 Jan 10] Available from: http// www. Muscleblitz.com/index.html. Wilmore, J. H., and Costil.D.L 2004. Physiology of Sports and Exercise, 3 th edition. Champaign: Human Kintics.
89
Lampiran-1 Surat Ijin Penelitian
90
Lampiran-2 Surat Ijin Penelitian dari Pemda
91
Lampiran-3 Surat Selesai Penelitian dari Pemda
92
Lampiran-4 Surat Selesai Penelitian dari Sekolah
93
Lampiran-5 Data Hasil Analisis SPSS Data Karakteristik Siswa Sebelum & Sesudah Pelatihan Kelompok. I Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 cm (3 Repetisi 5 Set ) No Kls NamaSIswa Usia TB BB IMT PAGB KEB. PRE POST FISIK TEST TEST VII AH 13 151 50 21.9 2,2 3,6 1 91 10.08 VII CS 14 141 45 22.6 2,23 3,9 2 92 11.09 VII ETB 14 152 50 21.6 2,22 3,8 3 93 10.09 4 5 6 7 8 9 10 11 12
VII VII VII VII VII VII VIII VIII VIII
IL MB OF RAR YB YAK AAT OFM RIL
13 14 14 14 14 13 15 15 14
152 156 157 158 154 154 151 149 157
52 50 45 45 43 46 45 42 48
22.5 20.5 18.3 18.0 18.1 19.4 19.7 18.9 19.5
93 91 93 92 92 91 92 93 93
10.34 10.26 11.45 10.18 10.55 10.43 10.05 10.03 10.09
2,2 2,2 2,23 2,19 2,2 2,19 2,23 2,2 2,21
3,2 3,97 3,84 3,4 3,9 3,27 3,26 3,7 3,2
Data Karakteristik Siswa Sebelum & Sesudah Pelatihan Kelompok. II Pelatihan Interval Model Lari Gawang 45 cm (5 Repetisi 3 Set) No
Kls
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
VII VII VII VII VII VIII VIII VIII VIII VIII VIII VIII
NamaSiswa
DWT HAM RT EMT YTES AS AJM AOM HIS LIK NEO YS
Usia
TB
BB
IMT
PAGB
KEB. FISIK
PRE TEST
POST TEST
13 14 13 14 14 13 15 15 15 15 15 14
150 149 157 158 154 154 151 141 152 152 156 161
45 43 50 45 47 43 50 45 50 52 50 52
20.00 19.40 20.30 19.00 9.00 8.10 21.90 2.60 1.60 2.00 20.50 0.10
92 92 92 93 92 91 92 93 93 91 93 92
10.58 11.23 10.55 10.14 10.98 10.97 10.15 11.34 11.58 10.47 11.86 11.12
2,23 2,19 2,2 2,22 2,21 2,2 2,23 2,21 2,19 2,21 2,2 2,21
4,22 4,24 4,45 4,25 4,45 4,19 4,21 4,19 4,25 4,45 4,34 4,33
94
Data Karakteristik Kelompok I Descriptive Statistics N Usia TB BB IMT PAGB Kebugaran_FIsik Valid N (listwise)
12 12 12 12 12 12 12
Minimum
Maximum
13.00 141.00 42.00 18.00 91.00 10.05
15.00 158.00 52.00 22.60 93.00 20.03
Mean
Std. Deviation
13.9167 152.6667 46.7500 20.0833 92.1667 11.2200
.66856 4.63844 3.16587 1.69911 .83485 2.80841
Data Karakteristik Kelompok II Descriptive Statistics N Usia TB BB IMT PAGB Kebugaran_FIsik Valid N (listwise)
12 12 12 12 12 12 12
Minimum
Maximum
13.00 141.00 43.00 18.10 91.00 10.14
15.00 161.00 52.00 22.60 93.00 11.86
Mean
Std. Deviation
14.1667 152.9167 47.6667 20.3750 92.1667 10.9142
.83485 5.14266 3.36650 1.40008 .71774 .54720
Mean
Std. Deviation
2.2083 3.5867 2.2083 4.2975
.01528 .30254 .01337 .10323
Descriptives Descriptive Statistics N Lompatan sebelum pelatihan Klp-1 Lompatan setelah pelatihan Klp-1 Lompatan sebelum pelatihan Klp-2 Lompatan setelah pelatihan Klp-2 Valid N (listwise)
12 12 12 12 12
Minimum 2.19 3.20 2.19 4.19
Maximum 2.23 3.97 2.23 4.45
95
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Lompatan sebelum pelatihan Klp-1
df
.291
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
12
.006
.837
12
.025
*
.868
12
.062
Lompatan setelah pelatihan Klp-1
.186
12
.200
Lompatan sebelum pelatihan Klp-2
.200
12
.198
.914
12
.242
Lompatan setelah pelatihan Klp-2
.261
12
.024
.833
12
.023
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N Lompatan setelah pelatihan Klp-1 - Negative Ranks Lompatan sebelum pelatihan Klp-1 Positive Ranks
Mean Rank 0
.00
.00
b
6.50
78.00
d
.00
.00
e
6.50
78.00
12
c
Ties
0
Total
12
Lompatan setelah pelatihan Klp-2 - Negative Ranks Lompatan sebelum pelatihan Klp-2 Positive Ranks
0
Sum of Ranks
a
12
f
Ties
0
Total
12
a. Lompatan setelah pelatihan Klp-1 < Lompatan sebelum pelatihan Klp-1 b. Lompatan setelah pelatihan Klp-1 > Lompatan sebelum pelatihan Klp-1 c. Lompatan setelah pelatihan Klp-1 = Lompatan sebelum pelatihan Klp-1 d. Lompatan setelah pelatihan Klp-2 < Lompatan sebelum pelatihan Klp-2 e. Lompatan setelah pelatihan Klp-2 > Lompatan sebelum pelatihan Klp-2 f. Lompatan setelah pelatihan Klp-2 = Lompatan sebelum pelatihan Klp-2 b
Test Statistics
Lompatan setelah pelatihan Klp-1 -
Lompatan setelah pelatihan Klp-2 -
Lompatan sebelum pelatihan Klp-1
Lompatan sebelum pelatihan Klp-2
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a
-3.059
.002
a
-3.063
.002
96
Uji Homogenitas Data Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Lompatan sebelum
.835
1
22
.371
Lompatan sesudah
24.349
1
22
.000
Mann-Whitney Test Ranks Kelompok Lompatan sebelum
Lompatan sesudah
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Klp-1
12
12.25
147.00
Klp-2
12
12.75
153.00
Total
24
Klp-1
12
6.50
78.00
Klp-2
12
18.50
222.00
Total
24
b
Test Statistics
Lompatan sebelum Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
Lompatan sesudah
69.000
.000
147.000
78.000
-.179
-4.164
.858
.000
.887
a
.000
a
97
Lampiran-6 Data Kelembaban
SUHU NO
HARI/TANGGAL
SUHU KERING ºC
1
Selasa,04 Maret 2014
28,2
25,3
68
2
Kamis, 06 Maret 2014
29.0
25,8
65
3
Sabtu, 08 Maret 2014
28.6
24,7
70
4
Selasa, 11 Maret 2014
28.5
26,0
69
5
Kamis, 13 Maret 2014
27.1
25,6
67
6
Sabtu, 15 Maret 2014
29.3
24,9
70
7
Selasa 18 Maret 2014
29.1
25,2
70
8
Kamis, 20 Maret 2014
27.8
25,3
65
9
Sabtu, 22 Maret 2014
27.5
25,8
75
10
Selas 25 Maret 2014
28.2
24,7
72
11
Kamis, 27 Maret 2014
28.7
26,0
75
12
Sabtu, 29 Maret 2014
29.3
25,6
69
13 14
Selasa, 02 April 2014 Kamis, 04 April 2014
27.3 28.2
24,9 25,2
76 78
15
Sabtu, 06 April 2014
28.7
25,3
68
16
Selasa, 09 April 2014
29.3
25,8
65
17
Kamis, 11 April 2014
30.0
24,7
70
18
Sabtu, 13 April 2014
28.9
26,0
69
19
Selasa, 16 April 2014
28.5
25,6
67
20
Kamis, 18 April 2014
27.1
24,9
70
21
Sabtu, 20 April 2014
29.3
25,2
76
22
Selasa, 23 April 2014
28.6
24,6
78
23
Kamis, 25 April 2014
28.5
25,1
75
24
Sabtu, 27 April 2014
30.0
25,8
72
28.57
25.33
70.79
BASAH ºC
KELAMBABAN %
PENELITI
CORNALIUS O. LENATI
98
Lampiran-7 Data Tes Lari 2, 4 KM NORMA PENILAIAN TEST LARI 2,4 KM MENURUT COOPER UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEBUGARAN FISIK SAMPEL PENELITIAN
NO 1 1
JENS
Kategori
13-.19 thn
20-29 thn
30-39 thn
40-49 thn
50-59 thn
60 Thn Keatas
KELAMIN
Kesegaran
Mnt, dtk
Mnt, dtk
Mnt, dtk
Mnt, dtk
Mnt, dtk
Mnt, dtk
2
3
4
5
6
7
8
9
PRIA
Kurang Sekali
≥15 : 31
≥ 16:31
≥ 16:31
≥ 17:31
≥ 19:01
≥ 20:01
WANITA 2
PRIA
≥ 18 : 31
≥ 19 : 31
≥ 19:31
≥ 19:31
≥ 20:31
≥ 21:01
12:11 - 15:30
14:01-16:00
14:46-16:30
15:36-17:30
17:01-19:00
19:01-20:00
16:55 - 18:30
19:01-19:30
19:01-19:30
19:31-20:00
20:01-20:30
20:00-21:00
10:49 - 12:10
12:01-14:00
12:31-14:45
13:01-15:35
14:31-17:00
16:16-19:00
14:31 - 16:54
15:55-18:00
16:31-19:00
17:31-19:30
19:01-20:30
19:30-20:30
09:41 - 10:48
10:46- 12:00
11:01-12:30
11:31-13:00
14:31-14:30
14:00-16:15
12:30 - 14 :30
13:31-15:45
14:31-15:54
15:56-17:30
19:01- 20:00
17:31-19:30
Baik Sekali
08:37 - 09:40
09:45-10:45
10:00-11:00
10:30-11:30
11:00-12:30
11:15-13:59
11:50 - 12:29
12:30-13:30
13:00- 13:30
13:45-15:55
14:30-16:30
16:30- 17:30
Baik Sekali
≤ 33:00
≤ 34:30
≤ 35 :00
≤ 36: 30
≤ 39:00
≤ 41 :00
≤ 35:00
≤ 36:30
≤ 37 : 00
≤ 39: 00
≤ 42 : 00
≤ 45 :00
Kurang
WANITA 3
PRIA
Sedang
WANITA 4
PRIA
Baik
WANITA 5
PRIA WANITA
6
PRIA WANITA
PENELITI
CORNALIUS O. LENATI
99
Lampiran-8 Dokumen Penelitian
(Meteran Roll)
Microtois Merek TNT
Lari gawang
Timbangan Digital Merek TNT
Stop Wacth dan Lifrik
Menghitung denyut nadi
100
Bak Lompatan
Teknik terbang
Teknik Melayang
Saat tinggal landas
Teknik tinggal landas
Teknik pendaratan
101
Lampiran-9 Jadwal Penelitian PROGRAM LATIHAN MINGGUAN ( 2 Bulan 8 Minggu ) PELATIHAN INTERVAL MODEL LARI GAWANG 30 CM DAN 45 CM MENINGKATKAN LOMPATAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA SMP NEGERI 5 KUPANG TIMUR SATAP KABUPATEN KUPANG
NO
HR/TGL
MATERI PELATIHAN Berdoa
REPETISI 30 cm
45 cm
SET 30 cm
45 cm
WAKTU
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Selasa, 4 Maret 2014
1
b. Pre Test ( Test Awal ) Melakukan Lompatan Lompat Jauh Gaya Jongkok (Masingmasing kelompok)
30 Menit
c. Istirahat
10 Menit
Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM 20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Kamis, 6 Maret 2014
2
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing- masing)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali
20 Menit
Streaching statis dan dinamis Penjelasan Sabtu, 08 Maret 2014
3
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing- masing) c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
KET
102
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM 20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan selasa, 11 Maret 2014
4
3
5
5
3 30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis
Kamis, 13 Maret 2014
Penjelasan 5
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Sabtu, 15 Maret 2014
6
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
7
Selasa, 18 Maret 2014
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM 20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3
103
10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis
Kamis, 20 Maret 2014
Penjelasan 8
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Sabtu, 22 Maret 2014
9
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis
11
Kamis, 27 Selasa, 25 Maret 2014 Maret 2014
Penjelasan 10
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM c. Istirahat
3
5
5
3 10 Menit
Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali
20 Menit
104
Streaching statis dan dinamis Penjelasan 30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Sabtu, 29 Maret 2014
12
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Selasa, 01 Aprol 2014
13
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Kamis, 03 April 2014
14
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
3
5
5
3 10 Menit
105
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM 20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Sabtu, 05 April 2014
15
30 Menit
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Selasa, 08 April 2014
16
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Kamis, 10 April 2014
17
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok) c. Istirahat
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
18
Sabtu, 12 April 2014
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali
20 Menit
Streaching statis dan dinamis Penjelasan b. Pelatihan Inti
30 Menit
106
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Selasa, 15 April 2014
19
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Kamis, 17 Aril 2014
20
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan
Sabtu, 19 Aril 2014
21
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok) c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
107
Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM 20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Selasa, 22 April 2014
22
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan Kamis, 24 April 2014
23
b. Pelatihan Inti Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM (Masing2 Kelompok)
30 Menit 3
5
5
3 10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa Pelatihan Interval Model Lari Gawang 30 CM dan 45 CM
20 Menit
a. Pemanasan Joging diikuti gerakan angkat kaki dan meregangkan kaki sambil berlari 5-8 kali Streaching statis dan dinamis Penjelasan 24
25
30 Menit
b. Pelatihan Inti POS TEST KEDUA KELOMPOK PELATIHAN
10 Menit
c. Istirahat Colling dawn ( Pelemasan atau Pemulihan ) Penutup Berdoa
PENELITI
CORNALIUS O. LENATI