Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 58- 66
9 Pages
PENGATURAN MATERI MUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING HELSINKI ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH Mirja Fauzul Hamdi1, M. Nur Rasyid2, M. Gaussyah3 1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Birth of a memorandum of understanding (MoU) between the Government of Indonesia and GAM aims for a peaceful settlement of the conflict in Aceh, comprehensive, sustainable and dignified. In order to create peace in Aceh, the Indonesian government, in this case the President of Indonesia issued Presidential Instruction No. 15 of 2005 on the Implementation of the Memorandum of Understanding between the Government of Indonesia and GAM, which in turn gave birth to the Law No. 11 of 2006 on Governing Aceh. Reality is happening shows that the existence of the MoU Helsniki not recognized as a legal basis, but an option to resolve the conflict. In addition , there are several provisions in the MoU that has not been accommodated in the BAL, and also there are some rules of the implementing regulations. This study aims to analyze the reasons/ MoU chosen by the government of Indonesia and GAM as how to resolve the conflict in Aceh. As well as, to analyze the substance of the MoU has been accommodated or not in the Law on Governing Aceh . This research is normative juridical approach to the study of historical and socio-juridical . Source of data used is through the library (library research) in the form of primary legal materials, legal materials and secondary and tertiary legal materials. In addition, the data field (field research) is also used to support the literature data and to support the analysis of secondary data. Data were analyzed qualitatively that will generate data prescriptive analytical. Keywords : The substance of MoU and LoGA Abstrak: Lahirnya nota kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM bertujuan untuk penyelesaian konflik Aceh secara damaidan berkelanjutan. Guna menciptakan perdamaian di Aceh, Pemerintah RI, dalam hal ini Presiden Indonesia mengeluarkan Inpres No. 15 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM, yang pada akhirnya melahirkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh. Realita yang terjadi bahwa keberadaan MoU Helsinki tidak diakui sebagai dasar hukum, sehingga legalitas MoU Helsinki baik materi maupun bentuk, layak diteliti menurut hukum ketatanegaraan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legalitas materi muatan Memorandum of Understanding Helsinki antara Pemerintah RI dan GAM menurut hukum ketatanegaraan Indonesia dan konsekuensi yuridis dengan berlakunya Undang-undang Pemerintahan Aceh. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan yuridis historis dan penelitian yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan adalah melalui kepustakaan (library research) berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Selain itu, data lapangan (field research) juga digunakan untuk mendukung data kepustakaan dan untuk mendukung analisis terhadap data-data sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif yang akan menghasilkan data yang bersifat preskriptif analitis. Kata kunci : Materi Muatan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki dan UUPA.
Yoesoef PENDAHULUAN Sejarah Konflik yang terjadi di Aceh selama kurun waktu 30 tahun merupakan salah satu konflik berdarah yang berlangsung dalam
et,al, 2009;13). Dilihat dari sejarah
konflik dan perperangan di Aceh telah dimulai selama lebih kurang 125 tahun, yang dimulai dengan gerakan perlawanan rakyat Aceh terhadap kolonial
Belanda
belanjut
pada
perang
interval waktu yang relatif lama (Moh. Daud Volume 2, No. 2, Mei 2014
- 58
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala kemerdekaan RI dan berakhir sejak ditanda
Pemerintah
tangani MoU antara Pemerintah RI dan GAM di
menyelesaikan masalah konflik di Aceh melalui
Helsinki Finlandia pada tanggal 15 Agustus 2005
perundingan.
(Moh. Daud Yoesoef et,al, 2009;10).
RI
dan
GAM
kembali
serius
Perundingan antara Pemerintah RI dan
Penyelesaian konflik di Aceh dilakukan
GAM
awalnya menunjuk Singapura sebagai
dengan melakukan pendekatan terhadap GAM.
pihak ketiga namun itu ditolak oleh pihak GAM
menggunakan jalur perundingan dengan GAM.
dengan alasan pihak Singapura akan lebih
Proses perundingan dimulai pada tahun 2000
cendrung ke Pemerintah RI dan mengabaikan
pada saat Henry Dunant Centre Jenewa (HDC)
tuntutan
yang sekarang di kenal sebagai pusat untuk dialog
mengusulkan perundingan dilakukan di Kota
kemanusiaan (Aguswandi dan Judith Large,
Helsinki Negara Finlandia dan pihak Pemerintah
2008; 9). Peran HDC melahirkan penyelesaian
RI setuju terhadap usul pihak GAM (Henny Lusia,
konflik di Aceh pada tahun 2000 yang dikenal
2010;46).
mereka,
kemudian
pihak
GAM
sebagai “jeda kemanusiaan”, yang berlangsung
Perundingan tersebut di mediasi oleh Crisis
hingga tahun 2001. Selain itu adapun peran HDC
Management Initiative (CMI) (Henny Lusia,
di Aceh, pada akhir tahun 2002 menghasilkan
2010;45), Matti Ahtisaari mengusulkan hasil
kesepakatan ketika para pihak Pemerintah RI dan
perundingan antara Pemerintah RI dan GAM
GAM
gencatan
dibentuk dalam bentuk MoU. Pemerintah RI dan
permusuhan yang dikenal dengan Cessation of
GAM setuju dengan usul yang disampaikan Matti
Hostilities Agreement (CoHA). Perjanjian ini
Ahtisaari yang membentuk hasil perundingan
membahas tentang gencatan senjata dilanjutkan
dalam bentuk MoU (Aguswandi dan Judith, 2008,
dengan tindakan demilitarisasi dan termasuk
9).
menandatangani
perjanjian
selanjutnya dialog tentang aturan otonomi yang
Berdasarkan hal demikian, Pemerintah RI
akan dilanjutkan dengan pemilihan daerah di
yang dipimpin oleh Presiden Indonesia Susilo
Aceh.
kemudian,
Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi
kekuatan
Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 2005 Tentang
Dalam
perjanjian
beberapa
tersebut
bulan
dilanggar,
dan
keamanan Indonesia melancarkan operasi militer
Pelaksanaan
terbesar di Aceh (Aguswandi dan Judith Large,
Pemerintah RI dan GAM. Inpres ini merupakan
2008; 9).
cikal bakal menyiapkan Rancangan Undang-
Semakin
panjangnya
penderitaan
Undang
Nota
Kesepahaman
antara
Pemerintahan Aceh (RUU PA), yang
masyarakat Aceh. Pada tanggal 24 Desember
pada
akhirnya
melahirkan
Undang-Undang
2004 masyarakat Aceh semakin di uji dengan
Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh
adanya bencana gempa bumi dan tsunami yang
(UUPA).
menghancurkan infrastruktur dan menelan banyak
Menurut aspek materi pengaturan dalam
korban dari masyarakat Aceh. Dengan adanya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh,
Pemerintah
59 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Aceh,
yang
merupakan
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pengejewantahan dari MoU Helsinki merupakan
undang-undang sebagai „barang keramat‟, dan
suatu upaya itikad baik dari Negara Indonesia,
mendorong para penguasa untuk memperbanyak
khususnya Pemerintah RI dalam menegakkan
undang-undang sampai seluruh kehidupan diatur
perdamaian di Aceh. Terdapat ketidak tepatan
secara yuridis, bila terdapat peraturan-peraturan
hukum dalam implikasi MoU Helsinki dalam
yang baik, hidup bersama akan berlangsung
UUPA Dimana MoU tidak dikenal dalam hukum
dengan baik ( Lili Rasjidi,1993;59).
ketatanegaraan Indonesia. Namun, UUPA, lahir
Positivisme hukum atau dikenal dengan
akibat adanya amanah dari MoU sendiri yang
aliran
didasari oleh Inpres No. 15 Tahun 2005.
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral.
Pembentukan UUPA dilandasi dengan inpres
Dalam kacamata positivis, tiada hukum lain
tersebut. Sementara MoU Helsinki tidak dijadikan
kecuali perintah penguasa. Bahkan, bagian dari
landasan hukum dalam UU No. 11 Tahun 2006.
aliran hukum positif yang dikenal dengan nama
Hal tersebut dipahami karena MoU Helsinki
Legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa hukum
bukanlah
itu
sebuah
perjanjian
melainkan
kesepahaman yang tidak memiliki kekuatan
hukum
identik
positif
dengan
memandang
perlu
undang-undang
(Darji
Darmodiharjo dan Shidarta, 2008;114).
hukum yang kuat. Sehingga legalitas MoU
Positivisme hukum dapat dibedaklan dalam
Helsinki baik materi maupun bentuk, layak diteliti
dua macam yaitu aliran hukum positif analitis dan
menurut hukum ketatanegaraan.. Berdasarkan
aliran hukum positif murni. Terhadap aliran
uraian diatas menarik untuk dilakukan penelaah
hukum positif analitis dipelopori oleh John Austin
lebih lanjut, legalitas pengaturan materi muatan
sedang aliran hukum positif murni dipelopori oleh
MoU Helsinki dalam UUPA dan apa yang
Hans Kelsen (Arief Sidharta,1994;51)
menjadi konsekuensi berlakunya UUPA .
Hans Kelsen, mengembangkan mazhab hukum murni, dan mengemukakan teori stufenbau,
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Pengaturan materi muatan MoU helsinki ke dalam UUPA tidak terlepas dari beberapa
suatu hierarki norma-norma sehingga berlapislapis dan berjenjang-jenjang. Suatu peraturan baru
1. Legalitas positivisme hukum terlebih dahulu ada aliran pemikiran dalam ilmu hukum yaitu legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad pertengahan
Inti ajaran teori ini dimaksud untuk menyusun
dan
telah
banyak
berpengaruh
diberbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Aliran ini mengidentikkan hukum dengan undangundang, tidak ada hukum di luar undang-undang tertulis, satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Aliran legisme, menganggap
dapat diakui secara legal, bila tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku pada suatu jenjang yang lebih tinggi Hans Nawiasky mengembangkan pemikiran gurunya
Hans
Kelsen
dalam
“Teorie
von
stufenbau des rechtsordnung” dimana ada 4 (empat) perjenjangan perundang-undangan : (A. Hamid S. Attamimi,1990;287). 1) Norma fundamental (Staatsfundamentalnorm) Volume 2, No. 2, Mei 2014
negara
- 60
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2) Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz) 3) Undang-undang formal (formell gesetz) 4) Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung)
undang-undang untuk Aceh yang akan diajukan ke
Pengaruh Pemahaman yang diajarkan oleh
dari ketentuan yang terdapat dalam MoU Helsinki.
Hans Kelsen dan Hans Nawiasky berdampak
Jika dihubungkan dengan ajaran hukum murni
besar dalam produk hukum di Indonesia. Hal ini
yang diaplikasikan oleh Indonesia, dimana ajaran
di buktikan dengan adanya pengaturan tentang
tersebut dalam membentuk sebuah aturan hukum
pembentukan hukum di Indonesia dalam Undang-
harus dipisahkan dari anasir-anasir diluar hukum,
Undang
maka MoU bukanlah sebagai dasar pembentuk
Nomor
Pembentukan
12
Tahun
Peraturan
2011
tentang
Perundang-undangan.
DPR untuk disahkan, inpres tersebut menjadi dasar lahirnya UUPA. Mengenai materi muatan yang terdapat dalam UUPA merupakan cerminan
dari UUPA,
MoU merupakan sebuah moral
Pasal 7 ayat (1) undang-undang ini mengeskan
belaka yang tidak bisa dijadikan landasan dalam
susunan pembentukan hukum di indonesia , yaitu :
pembentukan hukum di Indonesia. Jika dikaitkan
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat 3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 4) Peraturan Pemerintah 5) Peraturan Presiden 6) Peraturan Daerah Provinsi 7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) di atas jelas ada
tingkatan-tingkatan
hukum
di
mempunyai
Indonesia materi,
dalam dan
fungsi
pembentukan
setiap dan
tingkatan pengaturan
tersendiri. Dalam melahirkan suatu aturan hukum, satu aturan hukum harus memiliki dasar atau landasan dari aturan hukum tertinggi dalam pembentukannya sehingga aturan tesebut tidak bertentangan dengan aturan di atasnya (Lili
Lahirnya UUPA merupakan hasil dari kebijakan dari Pemerintah RI dalam Inpres Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Pelakasanaan Nota Pemerintah
RI
dan
GAM.
Pemerintah RI membentuk suatu rancangan 61 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Perundang-undangan, MoU bukanlah bagian dari dasar pembentukan hukum di Indonesia dan MoU tidak pernah dikenal dalam Ketatanegaraan baik pratik maupun teori. 2. Teori Pembentukan peraturan perundangundangan Terhadap terbebas
dari
mempengaruhi
pembentukan berbagai hukum,
hukum
harus
anasir-anasir
yang
dengan
terbebasnya
pembentukan hukum dari anasir-anasir tersebut dapat dikatakan hukum itu murni, Hans Kelsen merupakan salah satu pemikir dibidang hukum yang lahir dari pasangan menengah yahudi berbahasa Jerman di Pregue (Jimly Assiddiqie dan M. Ali Syafa‟at 2006; 23).
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi.2007;56)
Kesepahaman
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Friedmann
mengungkapkan
dasar-dasar
esensial dari pemikiran Kelsen sebagai berikut : a. Tujuan teori tentang hukum, seperti juga setiap ilmu, adalah untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan (unity).
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala b. Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada. c. Ilmu hukum adalah normatif, bukan ilmu alam. d. Sebagai suatu teori tentang normanorma, teori hukum tidak berurusan dengan persoalan efektivitas normanorma hukum. e. Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola yng spesifik. f. Hubungan antara teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada (W.Friedman 1993;170). Fokus utama teori hukum murni,
Pemerintah Aceh. Apabila di tinjau dari hukum murni maka materil dalam UUPA berisikan beberapa materi muatan dalam MoU Helsinki, tidak semua ketentuan dalam MoU Helsniki diakomodir dalam UUPA mengingat hukum murni dalam pembentukan hukum dan pembentukan peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif maksudnya penelitian ini ingin dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti buku-buku dan aturan-aturan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti atau
menurut Hans Kelsen, Teori Hukum
melihat bagaimana implimentasi hukum positif yang
Murni melepaskan hukum dari relik-relik
sedang berlaku di Indonesia.
animisme yang menganggap alam sebagai
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
legislator dan melepaskan hukum dari
adalah pendekatan yuridis historis yaitu meneliti
karakter ideologis menyangkut konsep
sejarah
keadilan (Bambang
dan
atau
Setia
hukum
yang
dapat
mengungkapkan
value
judgment.
perkembangan dan latar belakang dipilihnya MoU
Merpati
Praptomo,
oleh pemerintah RI dan GAM sebagai cara mengatasi
2011;32)
konflik di Aceh yang pada akhirnya terbentuklah
Melihat MoU Helsinki merupakan
UUPA. Selain itu, metode yuridis sosiologis juga
suatu cakupan nilai-nilai moral yang telah
digunakan untuk dapat mengungkapkan bagaimana
disepakati oleh Pemerintah RI dan GAM
fungsi, peranan, dan kedudukan UUPA dalam
dalam menyelesaikan konflik yang terjadi
pelaksanaan menjaga kemanan dan ketertiban di Aceh.
di Aceh. Dalam pembentukan hukum di
Setelah data dikumpulkan dan diklasifikasi, maka
Indonesia, MoU Helsinki tidak bisa
akan diolah menjadi sebuah karya ilmiah dengan
menjadi
pendekatan kualitatif.
dasar
pembentuk
hukum.
dikeluarkan Inpres Nomor 15 tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman
HASIL PEMBAHASAN
Antara Pemerintah Republik Indonesia
1. Legalitas Materi Muatan Memorandum of
Dan Gerakan Aceh Merdeka. Inpres
Understanding Helsinki Menurut Hukum
tersebut menjadi asal lahirnya Undang-
Ketatanegara Indonesia
Undang Nomor 11 tahun 2006 Tentang
Sumber dasar pembentukan hukum di Indonesia Volume 2, No. 2, Mei 2014
- 62
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor
undang-undang Pemerintah Aceh (RUU PA) ke DPR.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Pembentukan RUU PA, tidak terlepas dari apa
Perundang-Undangan.. Ketentuan hirarki Pasal 7 ayat
yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Nomor 12 tahun 2011. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1)
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,yakni :
Undang-Undang nomor 12 tahun 2011, untuk
1) UUD 1945 2) TAP MPR 3) Undang-Undang/ Peraturan Perngganti Undang-Undang (Perpu) 4) Peraturan Pemerintah 5) Peraturan Presiden 6) Peraturan Daerah Provinsi 7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
memenuhi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) di atas jelas ada
kebijakan pelaksanaan Nota Kesepahaman antara
tingkatan-tingkatan dalam pembentukan hukum di
Pemerintah RI dan GAM. Berdasarkan hal tersebut,
Indonesia dan setiap tingkatan mempunyai materi,
Inpres Nomor 15 Tahun 2005 inilah yang menjadi
fungsi dan pengaturan tersendiri. Dalam melahirkan
dasar hukum pembentukan dan lahirnya Undang-
suatu aturan hukum, satu aturan hukum harus
Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
memiliki dasar atau landasan dari aturan hukum
Aceh.
tertinggi dalam pembentukannya sehingga aturan
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Pemerintah RI mengeluarkan Inpres Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM. Dalam Inpres ini memuat pengaturan tentang peyusunan dan perumusan suatu
Kedudukan Inpres Nomor 15 Tahun 2005 yang
tesebut tidak bertentangan dengan aturan di atasnya
dikeluarkan oleh Pemerintah RI,
karena melihat
(Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi., 2007;56).
keadaan atau kondisi Aceh yang telah lama
Pengaturan mengenai rancangan undang-undang
mengalami konflik dan terjadinya bencana alam
yang datang dari Pemerintah RI diatur dalam Pasal 5
berupa gempa bumi dan tsunami dan yang terutama
ayat (1) UUD 1945 perubahan kesatu. Terhadap
demi menjaga kedaultan negara dan bangsa. Maka
proses rancangan undang-undang yang diusulkan oleh
diperlukan
pemerintah berpedoman pada pengaturan tahapan atau
Keadaan tersebut didasarkan pada Pasal 3 ayat (1) dan
tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang
(2) Perpres Nomor 68 Tahun 2005.
dibentuknya
suatu
undang-undang.
diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 tentang
Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui bahwa
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-
penyusunan sebagai MoU Helsinki dalam muatan
Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti
RUU PA merupakan transformasi pemerintah dalam
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,
mewujudkan integritas kebangsaan yang berdaulat.
Dan Rancangan Peraturan Presiden.
Dimana Pemerintah RI menjadikan materi muatan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
MoU Helsinki melalui Inpres Nomor 15 Tahun 2005
yang merupakan hasil hak
sebagai bagian dari usul legislasi dari Pemerintah RI di
inisiatif yang dimiliki oleh Presiden untuk menjaga
luar Prolegnas yang pada saat bersamaan juga sedang
kedualatan negara dan bangsa. Melalui hak inisiatif
dibahas di DPR. Penguatan materi muatan MoU
tersebut Pemerintah RI mengajukan sebuah rancangan
Helsinki dalam bentuk undang-undang adalah sebagai
63 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala wujud pengakuan yuridis terhadap keberadaan materi
pelaksana yang diamanahkan dalam Undang-Undang
muatan MoU Helsinki dalam RUU PA. Pengakuan
Pemerintahan Aceh baik itu peraturan pemerintah (PP)
materi muatan MoU Helsinki dalam RUU PA
maupun peraturan presiden (Perpres) dan Qanun.
diselaraska dengan legalitas pembentukan hukum
Peraturan
Pelaksanaan
Undang-Undang
yang telah diatur dalam Hukum Positif di Indonesia
Pemerintahan Aceh yang harus dibentuk oleh
sehingga tidak semua materi muatan MoU Helsinki di
Pemerintah RI dapat dianggap sebagai bagian yang
Akomodir atau di implimentasikan dalam RUU PA.
tidak terpisahkan dari kewajiban Pemerintah RI.
Perlu digaris bawahi Inpres Nomor 15 tahun 2005
Menurut bapak Junaidi kepala Task Force Biro
merupakan dasar hukum lahirnya Undang-Undang
Hukum sekda Prov. Aceh mengatakan, ada 9 aturan
Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
pelaksana yang tercantum dalam Undang-Undang
Terhadap pembentukan hukum di Indonesia,
Pemerintahan Aceh yang menunggu untuk dibentuk, 3
MoU tidak bisa dijadikan suatu dasar pembentukan
(tiga) diantara telah diasahkan menjadi Peraturan
hukum di Indonesia karena MoU bukanlah sebagai
pemerintah, Sedangkan 2 (dua) masih dalam
sumber pembentuk peraturan perundang-undangan
pembahasan dan 4 (empat) masih belum ada draf.
seperti yang tertuang dalam pasal 7 ayat (1) Undang-
Selain itu ada 3(tiga) R Perpres, 2 (dua) diantaranya
Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan dalam
telah disahkan.
ketatanegaraa Indonesia MoU tidak dikenal baik
Selain
pemenuhan
yang
dilakukan
oleh
sebagai sumber pembentuk hukum maupun sebagai
Pemerintah RI terhadap ketentuan dalam Undang-
hukum. MoU merupakan kesepahaman antara kedua
Undang Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh juga
belah pihak, dimana kekuatan yang dimiliki dalam
berkewajiban memenuhi ketentuan yang terdapat
MoU tersebut sebatas kesepahaman (ikatan moral)
dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Bapak
yang tidak memiliki konsekuensi
junaidi menjelaskan terdapat 43 (empat puluh tiga )
dikaitkan
dengan
azhab
hukum. jika
hukum positif
yang
rancangan qanun yang harus di bentuk
oleh
dipaparkan oleh John Austin dan Hans Kelsen, MoU
Pemerintah Provinsi Aceh, untuk kondisi saat ini
tersebut merupakan ikatan moral diluar hukum
sudah terbentuk 32 qanun yang sesuai dengan
sehingga dalam pembentukannya MoU tidak dapat
ketentuan
menjadi dasar pembentukan hukum.
Pemerintahan Aceh.
yang diatur
dalam Undang-Undang
Berdasarkan uraian di atas, Konsekuensi yuridis 2. Konsekuensi yuridis dengan berlakunya UndangUndang Pemerintahan Aceh. Terbentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memberikan kewajiban bagi Pemerintah RI dan Pemerintah Daerah Aceh dalam melakukan pemenuhan ketentuan yang terkandung dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh dalam hal ini pemenuhan terhadap aturan
berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh, bahwa segala bentuk aturan hukum pelaksana yang lahir harus sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh baik itu dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan qanun. Ini memberikan cerminan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Pemerintahan Aceh maka segala tindakan atau kebijakan yang Volume 2, No. 2, Mei 2014
- 64
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dilakukan oleh pemerintahan Aceh harus berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila,
ketentuan
bukan MoU Helsinki. Hal tersebut disebabkan
yang diatur
dalam Undang-Undang
Pemerintahan Aceh bukan MoU Helsinki.
MoU Helsinki bukanlah dasar hukum. 2. Diharapkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemerintah
RI
dan
Pemerintahan Aceh agar segala muatan hukum
Kesimpulan
pelaksana Undang-Undang Pemerintahan Aceh
Legalitas materi muatan MoU Helsinki dalam muatan
bagi
Undang-Undang
Pemerintahan
Aceh
merupakan transformasi Pemerintah RI dalam mewujudkan integritas kebangsaan yang berdaulat. Dikarenakan MoU Helsinki bukanlah dasar hukum, maka Pemerintah RI menjadikan materi muatan MoU Helsinki melalui Inpres Nomor 15 Tahun 2005 tentang
harus segera ditindak lanjuti demi menjaga perdamaian dan Pemerintah Aceh dalam menjalankan
amanah
Undang-Undang
Pemerintahan Aceh dalam pembentukan hukum harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM. Inpres Nomor 15 tahun 2005 menjadi
DAFTAR KEPUSTAKAAN
dasar
Buku
penyusunan
dan perumusan
ke
dalam
Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang diajukan Pemerintah RI melalui hak inisiatif ke DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Konsekuensi yuridis lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bahwa segala kegiatan Pemerintah Aceh harus didasarkan
pada
ketentuan
Undang-Undang
Pemerintahan Aceh bukan MoU. Selaian itu UUPA memberikan kewajiban bagi Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh dalam melakukan pemenuhan ketentuan yang terkandung dalam UUPA baik itu peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (Perpres) dan qanun. Dalam penyusunan aturan tidak terlepas dari aturan pembentukan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Saran 1. Diharapkan kepada Pemerintah Aceh dalam pelaksanaan
Undang-Undang
Pemerintahan
Aceh harus berlandaskan pada aturan dasar yaitu 65 -
Volume 2, No. 2, Mei 2014
Aguswandi dan Judith Large, Rekonfigurasi Politik : Proses Perdamaian Aceh, Conciliation Resource, London, 2008. Arief Sidharta, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya. Remaja Rosda Karya, Bandung:, 1994. Bambang Setia Merpati Praptomo, Pemikiran Hans Kelsen Dalam Teori Hukum Murni, Tesis,universitas indonesia.2011. Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008. Hamid S Attamimi. A., Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Studi Analisis mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu PELITA I-PELITA IV, Jakarta: Disertasi Doktor Universitas Indonesia, 1990. Henny Lusia, Mediasi Yang Efektif dalam Konflik Internal Studi Kasus : Mediasi Crisis Management Initiative Dalam Proses Perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Repubulik Indonesia,Tesis, Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Program Pasca sarjana Departemen Hubungan Internaional, Universita Indonesia, Jakarta, 2010. Jimly Assiddiqie dan M. Ali Syafa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006. Johni Najwan, Implikasi Aliran Positivisme Terhadap Pemikiran Hukum. disampaikan dalam
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Perkuliahan Filsafat Hukum pada Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Jambi, Tanpa Tahun Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum. Citra Aditya Bakti ,Bandung, 1993. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditiya Bakti, Bandung, 2007 Moh. Daud Yoesoef et,al, .Sejarah Lahirnya UUPA, Kerjasama Fakultas Hukum Unsyiah dan Sekretaris Dewan Rakyat Aceh, Banda Aceh, 2009. W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum:Telaan Kritis Atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Judul Asli : Legal Theory, Penerjemah : Mohammad Arifin, Cetakan kedua, raja Grafindo, Jakarta, 199.
Volume 2, No. 2, Mei 2014
- 66