No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI 2015 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI SEBESAR 70,68 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI TURUN 0,47 POIN DIBANDINGKAN DENGAN IDI PROVINSI JAMBI 2014 SEBESAR 71,15.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Jambi 2015 sebesar 70,68 dari skala 0 sampai 100, angka ini turun 0,47 poin dibandingkan dengan IDI Provinsi Jambi 2014 sebesar 71,15. Meskipun mengalami penurunan, tingkat demokrasi Provinsi Jambi masih tetap berada pada kategori sedang. Tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga katergori yakni “baik” (indeks >80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60). Penurunan angka yang merupakan indeks komposit tersebut dipengaruhi perubahan aspek demokrasi yang mengalami penurunan yakni Kebebasan Sipil mengalami penurunan dari 78,23 di tahun 2014 menjadi 75,89 pada tahun 2015 atau turun 2,34 poin dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of Democracy) turun 11,76 poin dari 89,48 pada tahun 2014 menjadi 77,22 pada tahun 2015. Secara metodologis dalam pengumpulan data digunakan 4 sumber data berupa : (1) review surat kabar lokal, (2) review dokumen (Perda, Pergub, dll), (3) Focus Group Discussion (FGD), dan (4) wawancara mendalam.
1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia 2015 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Jambi 2015 sebesar 70,68 dari skala 0 sampai 100, angka ini turun 0,47 poin dibandingkan dengan IDI Provinsi Jambi 2014 sebesar 71,15. Meskipun mengalami penurunan, tingkat demokrasi Provinsi Jambi masih tetap berada pada kategori sedang. Perkembangan IDI Provinsi Jambi dari 2009 hingga 2015 mengalami fluktuasi (2009 sebesar 71,00; 2010 sebesar 65,88, 2011 sebesar 70,46, 2012 sebesar 68,81, 2013 sebesar 64,41, 2014 sebesar 71,15 dan 2015 sebesar 70,68). Meskipun demikian, tingkat demokrasi Provinsi Jambi berdasarkan penghitungan Indeks sejak tahun 2009 hingga 2015 tetap masih berada pada kategori sedang. Perlu diketahui, mulai periode 2015 diterapkan 2 indikator baru komponen dari variabel ‘Peran Birokrasi Pemerintah Daerah’, sebagai langkah penyempurnaan agar lebih sensitif pada situasi Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
1
lapangan terkini. Fluktuasi angka IDI adalah cerminan situasi dinamika demokrasi di negara kita. IDI sebagai sebuah alat untuk mengukur perkembangan demokrasi yang khas Indonesia, memang dirancang untuk sensitif terhadap naik-turunnya kondisi demokrasi. Karena IDI disusun berdasarkan evidence based (kejadian) sehingga potret yang dihasilkan IDI merupakan refleksi realitas yang terjadi. Grafik 1. Perkembangan IDI Provinsi Jambi, 2009-2015
2. Perkembangan Indeks Aspek-aspek IDI Angka IDI 2015 merupakan indeks komposit yang disusun dari skor beberapa aspek yakni aspek kebebasan sipil sebesar 75,89; aspek hak-hak politik sebesar 62,12; dan aspek lembaga demokrasi sebesar 77,72. Secara lebih rinci, pada 2015 distribusi indeks dalam ketiga aspek demokrasi yang diukur terlihat aspek hak-hak politik mengalami kenaikan yang cukup besar yakni sebesar 8,11 poin. Sementara nilai indeks kebebasan sipil cenderung menurun dalam lima tahun terakhir, sedangkan nilai indeks untuk aspek lembaga demokrasi juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari 89,48 menjadi 77,72 atau turun sebesar 11,76 poin. Untuk pengkategorian nilai dari aspek kebebasan sipil tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu masuk dalam kategori “sedang”. Perubahan menggembirakan terlihat pada aspek hak-hak Politik, dimana pada tahun sebelumnya masuk dalam kategori “buruk” namun pada tahun ini mengalami peningkatan menjadi kategori “sedang”. Pada pada aspek hak-hak politik kendati masih terdapat kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dengan caracara kekerasan seperti merusak, memblokir, membakar, dan melakukan penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah, namun partisipasi masyarakat mulai terlihat dari meningkatnya jumlah pengaduan masyarakat dalam hal penyelenggaraan pemerintahan. Hal sebaliknya terjadi pada aspek lembaga demokrasi mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya yang termasuk kategori “baik” menjadi kategori “sedang” pada tahun 2015.
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
2
Grafik 2. Perkembangan Indeks Aspek IDI Provinsi Jambi, 2009-2015
3. Aspek Indeks Variabel IDI Dari sisi variabel, pada IDI 2015 terdapat empat variabel yang mengalami peningkatan skor yakni kebebasan berkeyakinan (naik 9,94 poin dari 76,67 pada 2014 menjadi 86,61 pada 2015), hak memilih dan dipilih (naik 0,07 poin dari 74,16 pada 2014 menjadi 74,23 pada 2015), partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan (naik 16,15 poin dari 33,85 pada 2014 menjadi 50,00 pada 2015), peran DPRD (naik 1,10 poin dari 50,38 pada 2014 menjadi 51,48 pada 2015). Sementara itu, terdapat lima variabel yang mengalami penurunan skor diantaranya kebebasan berkumpul dan berserikat (turun 4,69 poin dari 12,50 pada 2014 menjadi 7,81 pada 2015), kebebasan berpendapat (turun 54,88 poin dari 100,00 pada 2014 menjadi 45,12 pada 2015), kebebasan dari diskriminasi (turun 11,13 poin dari 96,70 menjadi 85,57), peran partai politik (turun 0,02 point dari 99,66 menjadi 99,64), serta peran birokrasi pemerintah daerah (turun 52,75 poin dari 100 di tahun 2014 menjadi 47,25 di tahun 2015). Kemudian dua variabel sisanya yaitu pemilu yang bebas dan adil serta peran peradilan yang independen tidak mengalami perubahan.
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
3
Grafik 3. Perkembangan Indeks Variabel IDI Jambi, 2014-2015
4. Perkembangan Skor Indikator IDI Dari sisi indikator, pada IDI 2015 terdapat 11 indikator yang mengalami kinerja baik (merupakan indikator yang memiliki skor di atas 80) diantaranya yaitu indikator 5, 7, 8, 11, 17, 18, 19, 23, 24, 27 dan 28 (lihat tabel 2 perkembangan skor indikator 2013, 2014 dan 2015). Kendati demikian, masih terdapat masalah kronis yang ditunjukkan melalui indikator 1, 4, 15, 16, 21, 22, dan 26 (merupakan indikator yang memiliki skor dibawah 50), diantaranya adalah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat, jumlah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat, Persentase perempuan di DPRD provinsi dan kabupaten/kota, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan, perda yang merupakan inisiatif DPRD, rekomendasi DPRD kepada eksekutif, dan Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, indikator tersebut memerlukan perhatian khusus agar nilainya dapat membaik.
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
4
Tabel 2. Perkembangan Skor Indikator 2013, 2014 dan 2015 Indikator
2013
1
Kebebasan Sipil Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat
100,00
0,00
0,00
2
Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat
100,00
100,00
62,50
3
Ancaman /penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat
73,33
100,00
54,17
4
Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat
100,00
100,00
0,00
5
Aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama Tindakan/pernyataan pejabat membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama Ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama
82,61
82,61
86,96
87,50
50,00
62,50
60,00
70,00
100,00
Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, kelompok
100,00
Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminatif dalam hal gender dst Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender
100,00
100,00 100,00
100,00 78,13
90,00
90,00
75,00
Hak memilih atau dipilih terhambat Kurang fasilitas sehingga penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak pilih
96,15
100,00
100,00
50,00
60,00
60,00
72,37 77,25 42,42 0,00 67,71
72,37 77,25 42,42 0,00 100,00 100,00 91,14 72,15 12,50 10,71 100,00 96,39 73,68
Nomor
6 7 8 9 10
2014
2015
Hak-Hak Politik 11 12 13
Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
30,00
14
Voters turnout
74,57
15
% Perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD Propinsi
59,26
16
Demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan
17
Pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan
18
Lembaga Demokrasi Keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan pemilu
19
Kecurangan dalam penghitungan suara
72,15
20
Alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan
66,63
21
Perda yang merupakan inisiatif DPRD
21,05
22
Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif
7,14
23
Kegiatan kaderisasi yang dilakukan partai peserta pemilu
38,57
24 25
% perempuan pengurus partai politik Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah/
96,75
100,00 91,14 66,28 30,00 10,71 100,00 96,63
-
-
95,01
100,00
-
Keterlibatan PNS dalam kegiatan parpol peserta pemilu
83,33
100,00 100,00 100,00
26
0,00 61,83 100,00
27
Keputusan hakim yang kontroversial
100,00
28
Penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi
100,00
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
25,00 100,00 100,00
5
5. Penjelasan Teknis Pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang penting dan terus diupayakan oleh pemerintah. Namun, untuk mengukur pencapaiannya baik di tingkat daerah maupun pusat bukan sesuatu hal yang mudah. Pembangunan demokrasi memerlukan data empirik untuk dapat dijadikan landasan pengambilan kebijakan dan perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan demokrasi politik di Indonesia maka sejak tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) bersama stakeholder lain seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (KEMENKOPOLHUKAM), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI), United Nations Development Programme (UNDP) dan Tim Ahli yaitu Prof. Maswadi Rauf (UI), Prof. Musdah Mulia (UIN Syarif Hidayatullah), Dr. Syarif Hidayat (LIPI), dan Dr. Abdul Malik Gismar (Universitas Paramadina) merumuskan pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek demokrasi, yaitu Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembagalembaga Demokrasi (Institution of Democracy). IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi. Dari indeks tersebut akan terlihat perkembangan demokrasi sesuai dengan ketiga aspek yang diukur. Di samping level nasional, IDI juga dapat memberikan gambaran perkembangan demokrasi di provinsi-provinsi seluruh Indonesia.IDI merupakan indikator yang tidak hanya melihat gambaran demokrasi yang berasal dari sisi kinerja pemerintah/birokrasi saja. Namun, juga melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masyarakat, lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan dan penegak hukum. Oleh karena itu, perkembangan IDI merupakan tanggung jawab bersama semua stakeholder, tidak hanya pemerintah saja. Komponen Penghitungan IDI 2009 - 2015
Catatan: *) = rincian indikator dapat dilihat pada Tabel 1
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
6
Pengumpulan data IDI mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling melengkapi. Pada tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan dan surat keputusan kepala daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Temuan-temuan tersebut kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui focus group discussion (FGD) sebagai tahap pengumpulan data kedua, sekaligus menggali kasuskasus yang tidak tertangkap di koding surat kabar/dokumen. Pada tahap ketiga data-data yang telah terkumpul tersebut diverifikasi melalui wawancara mendalam dengan narasumber yang kompeten memberikan informasi tentang indikator IDI. Semua tahapan pengumpulan data dilakukan oleh BPS Provinsi, diolah di BPS RI, dan diverifikasi oleh Dewan Ahli beserta mitra kerja lain pada semua tahapannya Penghitungan IDI melalui tiga tahapan proses yakni pertama, menghitung skor akhir untuk setiap indikator; kedua, menghitung indeks provinsi; dan ketiga, menghitung indeks keseluruhan atau IDI Nasional. Ketiga tahapan ini secara hierarkhis terkait satu dengan yang lain. Skor masing-masing indikator IDI (28 indikator) di setiap provinsi memberikan kontribusi dalam penghitungan indeks 11 variabel IDI, selanjutnya indeks 11 varibel memberikan kontribusi terhadap penghitungan indeks tiga aspek IDI. Komposit indeks ketiga aspek IDI inilah yang merefleksikan indeks demokrasi di masingmasing provinsi. Dan pada akhirnya komposit indeks provinsi menentukan IDI Nasional. Untuk menggambarkan capaian tingkat demokrasi dalam IDI digunakan skala 0 – 100. Skala ini merupakan skala normatif di mana 0 adalah tingkat terendah dan 100 adalah tingkat tertinggi. Tingkat terendah (nilai indeks = 0) secara teoretik dapat terjadi bila semua indikator mendapatkan skor yang paling rendah (skor 0). Sebaliknya, tingkat tertinggi (nilai indeks = 100) secara teoritik dimungkinkan apabila seluruh indikator memperoleh skor tertinggi. Selanjutnya, untuk memberi makna lebih lanjut dari variasi indeks yang dihasilkan, skala 0 – 100 tersebut dibagi ke dalam tiga kategori tingkat demokrasi, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60). Pada 2015 sejalan dengan dinamika demokrasi dan agar sensitif dengan kondisi lapangan terkini maka diterapkan dua indikator baru yakni indikator 25 “Kebijakan pejabat pemerintah daerah yang dinyatakan bersalah oleh keputusan PTUN” dahulu “Laporan dan berita penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan calon/parpol tertentu dalam pemilu legislatif” dan indikator 26 yakni “Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah” dahulu “Laporan dan berita keterlibatan PNS dalam kegiatan politik parpol pada pemilu legislatif”.
Berita Resmi Statistik No. 045/08/16/Th.IX, 3 Agustus 2016
7