No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI 2014 INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI) PROVINSI JAMBI SEBESAR 71,15 DARI SKALA 0 SAMPAI 100, ANGKA INI NAIK 6,74 POIN DIBANDINGKAN DENGAN IDI PROVINSI JAMBI 2013 SEBESAR 64,41.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Jambi 2014 sebesar 71,15 dari skala 0 sampai 100, angka ini naik 6,74 poin dibandingkan dengan IDI Provinsi Jambi 2013 sebesar 64,41. Meskipun mengalami kenaikan, tingkat demokrasi Provinsi Jambi masih tetap berada pada kategori sedang. Tingkat demokrasi dikelompokkan menjadi tiga katergori yakni “baik” (indeks >80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60). Kenaikan angka yang merupakan indeks komposit tersebut dipengaruhi perubahan dua aspek demokrasi yang mengalami kenaikan yakni Hak-Hak Politik (Political Rights) dari 41,91 pada tahun 2013 menjadi 54,01 pada tahun 2014 atau naik sebesar 12,10 poin, dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of Democracy) naik 15,15 poin dari 74,34 pada 2013 menjadi 89,48 pada 2014. Secara metodologis dalam pengumpulan data digunakan 4 sumber data berupa : (1) review surat kabar lokal, (2) review dokumen (Perda, Pergub, dll), (3) Focus Group Discussion (FGD), dan (4) wawancara mendalam.
1. Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia 2014 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Jambi 2014 sebesar 71,15 dari skala 0 sampai 100, angka ini naik 6,74 poin dibandingkan dengan IDI Provinsi Jambi 2013 sebesar 64,41. Meskipun mengalami kenaikan, tingkat demokrasi Provinsi Jambi masih tetap berada pada kategori sedang. Perkembangan IDI Provinsi Jambi dari 2009 hingga 2014 mengalami fluktuasi (2009 sebesar 71,00; 2010 sebesar 65,88, 2011 sebesar 70,46, 2012 sebesar 68,81, 2013 sebesar 64,41, dan 2014 sebesar 71,15). Meskipun demikian, tingkat demokrasi Provinsi Jambi berdasarkan penghitungan Indeks sejak tahun 2009 hingga 2014 tetap masih berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan IDI sebagai sebuah alat untuk mengukur perkembangan demokrasi yang khas Indonesia, memang dirancang untuk sensitif terhadap naik-turunnya kondisi demokrasi. Karena IDI disusun berdasarkan evidence based (kejadian) sehingga potret yang dihasilkan IDI merupakan refleksi realitas yang terjadi.
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
1
Grafik 1. Perkembangan IDI Provinsi Jambi, 2009-2014
Angka IDI 2014 merupakan indeks komposit yang disusun dari skor beberapa aspek yakni aspek kebebasan sipil sebesar 78,23; aspek hak-hak politik sebesar 54,01; dan aspek lembaga demokrasi sebesar 89,48. Secara lebih rinci, pada 2014 distribusi indeks dalam ketiga aspek demokrasi yang diukur terlihat aspek lembaga demokrasi dan hak-hak politik mengalami kenaikan yang cukup tinggi berturutturut 15,15 dan 12,10 poin. Sementara nilai indeks kebebasan sipil cenderung menurun dalam empat tahun terakhir. Pola sebaran nilai di atas mengalami perubahan dengan tahun pengukuran sebelumnya, yaitu lembaga demokrasi menjadi kategori “baik” setelah tahun sebelumnya kategori “sedang”, sementara untuk kebebasan sipil menjadi kategori “sedang” setelah tahun sebelumnya kategori “baik”, sedangkan aspek hak-hak Politik masih dalam kategori “buruk”. Perlu menjadi perhatian, pada aspek hak-hak politik kendati terdapat perbaikan pada hak memilih dan dipilih namun masih terdapat kecenderungan penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan seperti merusak, memblokir, membakar, dan melakukan penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah. Sementara dari aspek lembaga demokrasi peran DPRD masih cenderung rendah.
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
2
Grafik 2. Perkembangan Indeks Aspek IDI Provinsi Jambi, 2009-2014 Kebebasan Sipil
Lembaga Demokrasi
Hak-hakPolitik
Dari sisi variabel, pada IDI 2014 terdapat tujuh variabel yang mengalami peningkatan skor yakni kebebasan berpendapat (naik 22,21 poin dari 77,79 pada 2013 menjadi 100,00 pada 2014), hak memilih dan dipilih (naik 21,26 poin dari 52,90 pada 2013 menjadi 74,16 pada 2014), partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan (naik 2,94 poin dari 30,92 pada 2013 menjadi 33,85 pada 2014), pemilu yang bebas dan adil (naik 9,49 poin dari 86,08 pada 2013 menjadi 95,57 pada 2014), peran DPRD (naik 1,82 poin dari 48,56 pada 2013 menjadi 50,38 pada 2014), peran partai politik (naik 55,27 poin dari 44,39 pada 2013 menjadi 99,66 pada 2014), peran birokrasi pemerintah daerah (naik 10,83 poin dari 89,17 pada 2013 menjadi 100 pada 2014). Sementara itu, terdapat dua variabel yang mengalami penurunan skor diantaranya kebebasan berkumpul dan berserikat (turun 87,50 poin dari 100 pada 2013 menjadi 12,50 pada 2014), kebebasan berkeyakinan (turun 2,45 poin dari 79,11 pada 2013 menjadi 76,67 pada 2014). Kemudian dua variabel sisanya yaitu kebebasan dari diskriminasi dan peran peradilan yang independen tidak mengalami perubahan. Tabel 1. Perkembangan Skor Variabel IDI Provinsi Jambi, 2012-2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Variabel Kebebasan Berkumpul dan Berserikat Kebebasan Berpendapat Kebebasan Berkeyakinan Kebebasan dari Diskriminasi Hak Memilih dan Dipilih Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan Pengawasan Pemilu yang Bebas dan Adil Peran DPRD Peran Partai Politik Peran Birokrasi Pemerintah Daerah Peran Peradilan yang Independen
2012 2013 2014 96,88 100,00 12,50 86,12 77,79 100,00 84,49 79,11 76,67 86,80 96,70 96,70 51,48 52,90 74,16 41,71
30,92
33,85
86,08 86,08 95,57 47,19 48,56 50,38 100,00 44,39 99,66 89,17 89,17 100,00 87,50 100,00 100,00
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
3
Grafik 3. Perkembangan Indeks Variabel IDI Provinsi Jambi, 2013-2014
Dari sisi indikator, pada IDI 2014 terdapat 16 indikator yang mengalami kinerja baik(merupakan indikator yang memiliki skor di atas 80) diantaranya yaitu indikator 2, 3, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27 dan 28 (lihat tabel 2 perkembangan skor indikator 2012, 2013 dan 2014). Kendati demikian, masih terdapat masalah kronis yang ditunjukkan melalui indikator 1, 15, 16, 21, dan 22 (merupakan indikator yang memiliki skor dibawah 50), diantaranya adalah ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat, Persentase perempuan di DPRD provinsi dan kabupaten/kota, demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan, perda yang merupakan inisiatif DPRD, dan rekomendasi DPRD kepada eksekutif. Oleh karena itu, indikator tersebut memerlukan perhatian khusus agar nilainya dapat membaik.
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
4
Tabel 2. Perkembangan Skor Indikator 2012, 2013, dan 2014 Indikator
2012
2013
1
Kebebasan Sipil Ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat
100,00
100,00
0,00
2
Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berkumpul dan berserikat
75,00
100,00
100,00
3
Ancaman /penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat
83,33
73,33
100,00
4
Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat
100,00
100,00
100,00
5
Aturan tertulis yang membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama Tindakan/pernyataan pejabat membatasi kebebasan menjalankan ibadah agama Ancaman/penggunaan kekerasan dari satu kelompok terkait ajaran agama
95,65
82,61
82,61
37,50
87,50
50,00
70,00
60,00
70,00
100,00
100,00
52,50
100,00
100,00 100,00
100,00
90,00
90,00
Hak memilih atau dipilih terhambat Kurang fasilitas sehingga penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak pilih
96,15
96,15
100,00
50,00
50,00
60,00 72,37 77,25 42,42 0,00 67,71
Nomor
6 7 8 9 10
Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, kelompok Tindakan/pernyataan pejabat yang diskriminatif dalam hal gender dst Ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat karena alasan gender
2014
Hak-Hak Politik 11 12 13
Kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT)
30,00
30,00
14
Voters turnout
74,57
74,57
15
% Perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD Propinsi
44,44
59,26
16
Demonstrasi/mogok yang bersifat kekerasan
16,09
0,00
17
Pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan
67,34
61,83
100,00
100,00
Lembaga Demokrasi 18
Keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan pemilu
19
Kecurangan dalam penghitungan suara
72,15
72,15
20
Alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan
21
Perda yang merupakan inisiatif DPRD
60,67 33,33
66,63 21,05
22
Rekomendasi DPRD kepada Eksekutif
10,71
7,14
23
Kegiatan kaderisasi yang dilakukan partai peserta pemilu
100,00
38,57
24
% perempuan pengurus partai politik
100,00
96,75 95,01
25
Penggunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan parpol
95,01
26
Keterlibatan PNS dalam kegiatan parpol peserta pemilu
83,33
83,33
27
Keputusan hakim yang kontroversial
75,00
100,00
28
Penghentian penyidikan yang kontroversial oleh jaksa atau polisi
100,00
100,00
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
100,00 91,14 66,28 30,00 10,71 100,00 96,63 100,00 100,00 100,00 100,00
5
2. Catatan Teknis Pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang penting dan terus diupayakan oleh pemerintah. Namun, untuk mengukur pencapaiannya baik di tingkat daerah maupun pusat bukan sesuatu hal yang mudah. Pembangunan demokrasi memerlukan data empirik untuk dapat dijadikan landasan pengambilan kebijakan dan perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan demokrasi politik di Indonesia itulah maka sejak tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) bersama stakeholder lain seperti Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (KEMENKOPOLHUKAM), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri (KEMENDAGRI), United Nations Development Programme (UNDP) dan Tim Ahli yaitu Prof. Maswadi Rauf, Prof Musdah Mulia, Dr. Syarif Hidayat, dan Dr. Abdul Malik Gismarmerumuskan pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi, diantaranya adalah Kebebasan Sipil (Civil Liberty), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembagalembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Pada dasarnya IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat perkembangan demokrasi. Dari indeks tersebut akan terlihat perkembangan demokrasi sesuai dengan ketiga aspek yang diukur. Di samping level nasional, IDI juga dapat memberikan gambaran perkembangan demokrasi di provinsiprovinsi seluruh Indonesia. Pengumpulan data IDI mengombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sebagai tahapan yang saling melengkapi. Pada tahap pertama data kuantitatif dikumpulkan dari koding surat kabar dan dokumen tertulis seperti Perda atau peraturan dan surat keputusan kepala daerah, yang sesuai dengan indikator-indikator IDI. Temuan-temuan tersebut kemudian diverifikasi dan dielaborasi melalui focus group discussion (FGD) sebagai tahap pengumpulan data kedua, sekaligus menggali kasus-kasus yang tidak tertangkap di koding surat kabar/dokumen. Pada tahap ketiga data-data yang telah terkumpul tersebut diverifikasi melalui wawancara mendalam dengan narasumber yang kompeten memberikan informasi tentang indikator IDI. Semua tahapan pengumpulan data dilakukan oleh BPS Provinsi, diolah di BPS RI, dan diverifikasi oleh Dewan Ahli beserta mitra kerja lain pada semua tahapannya.
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
6
Komponen Penghitungan IDI 2009 - 2014
Dari sisi penghitungan Indeks, IDI harus melalui tiga tahapan proses yakni pertama, menghitung indeks akhir untuk setiap indikator; kedua, menghitung indeks provinsi; dan ketiga, menghitung indeks keseluruhan atau IDI Nasional. Ketiga tahapan ini secara hierarkhis terkait satu dengan yang lain. Indeks masing-masing indikator IDI (28 indikator) di setiap provinsi memberikan kontribusi dalam penghitungan indeks 11 variabel IDI, selanjutnya indeks 11 varibel memberikan kontribusi terhadap penghitungan indeks tiga aspek IDI. Komposit indeks ketiga aspek IDI inilah yang merefleksikan indeks demokrasi di masing-masing provinsi. Dan pada akhirnya komposit indeks provinsi menentukan IDI Nasional. Untuk menggambarkan capaian tingkat demokrasi dalam IDI digunakan skala 0 – 100. Skala ini merupakan skala normatif di mana 0 adalah tingkat terendah dan 100 adalah tingkat tertinggi. Tingkat terendah (nilai indeks = 0) secara teoretik dapat terjadi bila semua indikator mendapatkan skor yang paling rendah (skor 0). Sebaliknya, tingkat tertinggi (nilai indeks = 100) secara teoritik dimungkinkan apabila seluruh indikator memperoleh skor tertinggi. Selanjutnya, untuk memberi makna lebih lanjut dari variasi indeks yang dihasilkan, skala 0 – 100 tersebut dibagi ke dalam tiga kategori tingkat demokrasi, yakni “baik” (indeks > 80), “sedang” (indeks 60 – 80), dan “buruk” (indeks < 60).
Berita Resmi Statistik No. 49/08/15/Th.IX, 13 Agustus 2015
7