BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2. 1 Pengertian Manajemen Pengertian manajemen menurut Robbins Dan Coullter (2002, p7) mengatakan bahwa: Manajemen adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan – kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Berdasarkan pendapat Robert dan Jackson (2003, p4-5), Human Resource (HR)
Management the design of formal system in an organization to ensure effective and efficient use of human talent to accomplish organizational goals. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi 2. 1. 1
Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006, p4-5), Manajemen Sumber
Daya
Manusia
adalah
rancangan
sistem-sistem
formal
untuk
memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sumber menghasilkan
daya
manusia
barang
atau
adalah
jasa,
orang-orang
mengawasi
mutu,
yang
merancang
memasarkan
dan
produk,
mengalokasikan sumber finansial serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi. (Samsudin 2006, p20). Kemudian menurut Samsudin (2006, p23), terdapat hal yang esensial dari manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan secara
8
9
penuh dan berkesinambungan terhadap sumber daya manusia yang ada sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, efektif, dan produktif dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Masih menurut Samsudin (2006, p23), yang terdapat empat hal penting berkenaan dengan manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut : a. Penekanan yang lebih dari biasanya terhadap pengintegrasian berbagai kebijakan sumber daya manusia dengan perencanaan. b. Tanggung jawab pengelolaan sumber daya manusia tidak lagi menjadi tanggung jawab manajer khusus, tetapi manajemen secara keseluruhan. c. Adanya perubahan dari hubungan serikat pekerja manajemen menjadi hubungan manajemen karyawan. d. Terdapat aksentuasi pada komitmen untuk melatih para manajer agar dapat berperan optimal sebagai penggerak dan fasilitator. 2. 1. 2
Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p7-9) manajemen sumber daya
manusia adalah kegiatan mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumbersumber, dalam hal ini adalah manusia. • Mendapatkan Sumber Daya Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai sumber yang ini diperoleh dengan memperhatikan kuantitas, tipe, dan kualitas. • Mengelola Sumber Daya Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukkan kinerja yang baik selama mereka disana. Salah satunya adalah: menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjang tujuan organisasi dan
10
rencana
bisnis,
yaitu
strategi
pengupahan
yang
dapat
menarik
dan
mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya. • Pemutusan Sumber Daya Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasannya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak pelatihan, pemecatan, redudansi, dan sebagainya. 2. 1. 3
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p6-7) tujuan dari manajemen sumber
daya manusia bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi, yang mencakup hal-hal berikut : • Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan perkerjanya. • Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi • Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM. • Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka. • Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi. • Menyediakan
sarana
komunikasi
antara
karyawan
dengan
manajemen
organisasi. • Bertindak sebagai penjamin standard dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM.
11
2. 2 Kepuasan Kerja Menurut Danfar dalam kutipan Moh. As’ad yang terdapat pada buku “Psikologi Industri” (2000, p104), Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan”. Dan pendapat M.L. Blum yang dikutip oleh Moh. As’ad dalam buku “Psikologi Industri” (2000, p102) mendefinisikan kepuasan kerja adalah “suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan itu sendiri”. Susilo Martoyo berpendapat bahwa “kepuasan kerja merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang bersangkutan. Menurut Wibowo (2007, p300), kepuasan kerja memiliki dua teori. Teorinya mengatakan kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Di antara teori kepuasan kerja adalah Two-Factor Theory dan Value Theory. 1. Two-Factor Theory merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors. 2. Value Theory mengatakan bahwa kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan yang diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak mereka menerima hasil, semakin puas mereka. Semakin sedikit mereka menerima hasil, semakin kurang puas mereka. Berdasarkan pendapat Robbins dan Coulter (2002, p149), kepuasan kerja merupakan suatu variabel bergantung yang didefinisikan sebagai perbedaan antara
12
banyaknya ganjaran yang diterima pekerjaan dan banyaknya yang bereka yakini seharusnya mereka terima. Kepentingan para manajer pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada kinerja karyawan. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa : 1. Kepuasan dan produktivitas Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas. 2. Kepuasan dan kemangkiran Masuk akal apabila dinyatakan bahwa karyawan yang tingkat kepuasan kerjanya rendah besar mempunyai kehadiran yang lebih rendah dan karyawan yang tingkat kepuasan kerjanya tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi. 3. Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan Secara khusus, tingkat kepuasan kerja kurang penting dalam meramalkan keluarnya karyawan untuk mereka yang berkinerja tinggi, karena lazimnya organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan mereka yang berkinerja tinggi. Sebagian
besar
orang
pada
umumnya
merasakan
kepuasan
terhadap
pekerjaannya, seperti yang tertulis dalam Wibowo (2007, p314), walaupun terdapat perbedaan kepuasan diantara mereka. Penelitian yang dilakukan Greenberg dan Baron (2003, p149) dalam Wibowo (2007, p314) tentang kepuasan kerja menunjukkan adanya indikasi berikut ini : • White-collar personnel (manajer dan profesional) cenderung lebih puas daripada
blue-collar personnel (pekerja fisik, pekerja pabrik) • Orang yang lebih tua pada umumnya lebih puas dengan pekerjanya daripada orang yang lebih muda
13
• Orang yang lebih berpengalaman di pekerjaannya sangat puas daripada mereka yang kurang pengalaman • Wanita dan angota kelompok minoritas cenderung lebih tidak puas terhadap pekerjaan daripada pria dan anggota kelompok mayoritas 2. 2. 1
Penyebab Kepuasan Kerja Faktor yang menentukan kepuasan karyawan menurut Robbins dan Coulter
(2002, p149), adalah : 1. Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. 2. Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima upah yang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan kerja bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi
14
adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan merasa puas dengan pekerjaannya. 3. Kondisi yang kurang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman, dan pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan baik. 4. Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Prilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. 2. 2. 2
Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi dimana sebagian terbesar pekerjanya memperoleh
kepasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil di antaranya merasakan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja dapat ditunjukkan dalam sejumlah cara. Robbins (2003, p32) dalam Wibowo (2007, p314) menunjukkan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Exit. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.
15
2. Voice. Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3. Loyalty. Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistic dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. 4. Neglect. Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif dengan cara membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2. 3 Kepemimpinan Menurut
Madura
(2001,
p223),
kepemimpinan
adalah
proses
untuk
mempengaruhi kebiasaan orang lain demi pencapaian bersama. Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Samsudin 2006, p287), sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Menurut kartono (2006, p38-39) pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya di satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang
lain
untuk
bersama-sama
melakukan
aktivitas-aktivitas
tertentu,
demi
pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu adalah seorang yang memiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan.
16
2. 3. 1
Gaya Kepemimpinan Menurut Madura (2001, p224) ada 3 macam gaya kepemimpinan :
1. Gaya otokrasi adalah gaya kepemimpinan yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengambil keputusan, para karyawan hanya memperoleh sedikit atau tidak memperoleh masukan. Sebagai contoh jika para manajer yakin bahwa salah satu rencana manufaktur mereka senantiasa mendatangkan kerugian, mereka mungkin akan mengambil keputusan untuk menutup pabrik, tanpa meminta masukan dari para pekerja pabrik. Karena manajer otokratis mungkin meyakini bahwa para karyawan tidak dapat memberikan masukan, yang dapat berkontribusi pada
suatu
keputusan.
Para
karyawan ditugaskan
untuk
melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajer dan tidak dianjurkan untuk bertindak kreatif. 2. Gaya Bebas (leissez – faire) adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin mendelegasikan sejumlah wewenang kepada karyawan. Gaya ini merupakan lawan ekstrim dari gaya otokratis. Para manajer yang memberikan kebebasan, menyampaikan sasaran-sasaran kepada karyawan, akan tetapi mengizinkan para karyawan memilih cara untuk menyelesaikan sasaran-sasaran tersebut. Sebagai contoh, para manajer mungkin memberitahukan kepada para pekerja dalam suatu pabrik manufaktur, bahwa kinerja pabrik harus ditingkatkan dan kemudian mengizinkan para pekerja untuk melaksanakan suatu strategi peningkatan. 3. Gaya partisipatif (demokratis) adalah gaya kepemimpinan dimana para pemimpin memperoleh beberapa masukan dari karyawan, tetapi umumnya menggunakan wewenangnya untuk mengambil keputusan. Gaya ini memerlukan komunikasi yang sering kali diadakan antara para manajer dan para karyawan. Sebagai contoh,
para manajer dari pabrik manufaktur mungkin akan
17
mempertimbangkan gagasan dari para pekerja, mengenai cara mengingkatkan kinerja pabrik, akan tetapi para manajer akan membuat keputusan akhir. Menurut Kartono (2006, p27) gaya kepemimpinan “sebagai suatu pola prilaku manajemen professional yang dirancang untuk memadukan minat dan usaha
pribadi
serta
organisasi
untuk
menjapai
tujuan”,
ada
3
macam
kepemimpinan : 1. Kepemimpinan Authoritarian (Authocratic) a. Kurang memperhatikan kebutuhan bawahan b. Lebih menciptakan penyelesaian tugas c. Semua aktivitas ditentukan oleh atasan d. Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja 2. Kepemimpinan Partisipasi (Democratie) a. Melibatkan bawahan dalam perencanaan / pengambilan keputusan b. Lebih memperhatikan kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi c. Menekankan 2 hal yaitu bawahan dan tugas 3. Kepemimpinan Laissez – Faire Merupakan kebalikan dari gaya kepemimpinan yang pertama : a. Disini pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri b. Manajer hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum c. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan dan mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok. Ada delapan tipe kepemimpinan, yaitu : • Tipe deserter (pembelot) Sifatnya : bermoral rendah, tidak memiliki rasa keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan. • Tipe birokrat
18
Sifatnya : correct, kaku, patuh pada peraturan dan norma-norma. • Tipe misionaris (missionary) Sifatnya : terbuka, penolong, ramah-tamah. • Tipe pembangun (developer) Sifatnya : kreatif, dinamis, inovatif, memberikan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan kepada bawahan. • Tipe otokrat Sifatnya : keras, diktatoris, mau menang sendiri, keras kepala, sombong. • Tipe otokrat yang bijak (benevolent autocrat) Sifatnya : lancer, tertib, ahli dalam mengorganisasikan. • Tipe kompromis (compromiser) Sifatnya : tidak punya pendirian, berpikir pendek dan sempit, tidak mempunyai keputusan. • Tipe eksekutif Sifatnya : bermutu tinggi, dapat memberikan motivasi, tekun. 2. 3. 2
Kepemimpinan Situasional Kebutuhan untuk memahami kepemimpinan yang dipertautkan dengan
situasi tertentu, pada hakikatnya telah dikenal dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh berbagai universitas seperti universitas Ohio, yang sebagaimana telah dibahas sebelumnya mengenai cara mengidentifikasi gaya kepemimpinan. Dalam Thoha (2007, p63) disebutkan bahwa situasional yang dimaksudkan ialah, sebuah konsepsi model yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard dalam bukunya, Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources (1982, p150) dapat dilihat bahwa kepemimpinan didasarkan saling berhubungan dengan hal-hal berikut : 1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
19
2. Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan. 3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditujukan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu. Konsepsi yang telah dikembangkan ini dihadirkan agar dapat membantu orang yang menjalankan tugas kepemimpinan dengan memperhatikan peranannya, yang lebih efektif di dalam setiap interaksinya dengan orang lain setiap harinya. Konsepsional melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan pengikutnya. Menurut Rahardjo (2007, p194) dalam jurnalnya kepemimpinan adalah seni dari seseorang untuk mempengaruhi orang atau kelompok orang dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Ida (2005, p51) ada empat hal yang penting dalam kepemimpinan : 1. Menciptakan iklim lingkungan yang tepat Menciptakan lingkungan atau budaya yang tepat dalam organisasi sangat penting untuk membantu perubahan yang biasanya hanya menunjukkan kinerja secara menonjol. Oleh karena bawahan bergerak maju dari waktu ke waktu, peran pemimpin kepada bawahan sebaiknya : a. Mendorong kejujuran dan keterbukaan setiap saat b. Melarang serangan kepada anggota lain c. Mengingatkan misi organisasi d. Mengidentifikasi peluang bagi orang untuk memperbaiki kelemahan mereka 2. Memotivasi bawahan Bonus, insentif berupa uang, hadiah dan pemberian penghargaan dan jabatan pekerjaan yang menggiurkan dapat memotivasi bawahan untuk bekerja lebih giat. Penghargaan yang diberikan dalam pujian lisan juga tidak boleh diabaikan
20
agar untuk membuat bawahan merasa benar-benar menghargai pekerjaan mereka. Biasanya bawahan perlu merasakan : a. Pemimpin mereka benar-benar mendengar dan mempertimbangkan gagasan mereka. Jangan pernah mengabaikan sari dari bawahan. b. Bawahan mengerjakan pekerjaan yang menantang 3. Memonitor kinerja bawahan Menilai bagaimana bawahan bekerja akan membantu pemimpin untuk bergerak dari pembiasaan kea rah menunjukkan kinerja. 4. Mengembangkan bawahan Lakukan pendekatan atau diskusi dengan masing-masing bawahan untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri mereka dalam ‘lingkungan aman’, jauh dari tekanan pemimpin 2. 3. 3
Kekuasaan dan Wewenang Menurut
pendapat
Samsudin
(2006,
p287)
kekuasaan
merupakan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Kewenangan adalah suatu kekuasaan atau hak pimpinan untuk bertindak dan memerintah orang lain atau bawahan. Unsur yang ada dalam wewnang adalah sebagai berikut 1. Wewenang
ditanamkan
pada
posisi
seseorang.
Seseorang
mempunyai
wewenang karena posisi yang didudukinya, bukan karena karakteristik pribadinya yang dimiliki. 2. Wewenang diterima oleh bawahan. Individu pada posisi kedudukan sosialnya yang sah akan melaksanakan wewenangnya dan akan dipatuhi oleh bawahan karena dia memiliki hak yang sah. 3. Wewenang digunakan secara vertikal. Wewenang mengalir dari atas ke bawah mengikuti hirarki kepemimpinan dalam organisasi.
21
2. 3. 4
Kriteria Seorang Pemimpin Seorang pemimpin paling sedikit harus mampu memimpin bawahan untuk
mencapai tujuan organisasi, mampu menangani hubungan antar karyawan, mempunyai interaksi antarpersonel yang baik, dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. (Samsudin 2006, p293). Menurut pendapat Samsudin (2006, p293), beberapa sifat pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : • Keinginan untuk menerima tanggung jawab. Seorang pemimpin yang menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan berarti bersedia bertanggung jawab pada pimpinannya atas segala yang dilakukan bawahannya. • Kemampuan untuk “perceptive”. Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus mengenal tujuan organisasi sehingga dapat beerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. • Kemampuan untuk bersikap objektif. Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan persepsi. Perseptivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta, kejadian, dan kenyataan yang lain. • Kemampuan untuk menentukan prioritas. Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk menentukan hal yang penting dan yang tidak penting. • Kemampuan untuk berkomunikasi. Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Oleh karena itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.
22
2. 3. 5
Perilaku Pemimpin Menurut Samsudin (2006, p294), pemimpin yang efektif terlihat tidak
mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan pemimpin yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku manajemen tidak lagi meneliti persyaratan kriteria seorang pemimpin yang efektif. Para ahli lebih memilih meneliti hal-hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif, seperti cara mendelegasikan tugas, mengambil keputusan, melakukan komunikasi, dan memotivasi bawahan. Seorang pemimpin memang harus memiliki kualitas tertentu untuk memimpin. Perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Jadi, seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Perilaku pemimpin ini disebut juga gaya kepemimpinan. Berikut ini merupaka macam-macam gaya kepemimpinan : a. The Autocratic Leader. Seorang pemimpin yang menganggap semua kewajiban untuk mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberi motivasi, dan mengawasi bawahannya terpusat di tangannya. b. The Participative Leader. Apabila seorang pemimpin menggunakan gaya partisipasi, ia akan menjalankan gaya kepemimpinan dengan konsultasi. Ia tidak mendelegasikan
wewenangnya
untuk
membuat
keputusan
akhir
dan
memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya. Ia akan mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahannya mengenai keputusan yang diambil. c. The
Free
Rein
mendelegasikan
Leader. wewenang
Dalam untuk
gaya
kepemimpinan
mengambil
keputusan
ini,
pemimpin
kepada
para
bawahannya dengan lengkap. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada bawahannya.
23
2. 3. 6
Pemimpin Sebagai Pengambil Keputusan Menurut pendapat Samsudin (2006. P296), pengambilan keputusan dapat
dilihat
sebagai
salah
satu
fungsi
kepemimpinan.
Pengambilan
keputusan
merupakan masalah yang berat karena menyangkut kepentingan orang banyak. Tidak ada sesuatu yang pasti dalam pengambilan keputusan. Pemimpin harus memilih diantara berbagai alternative yang ada dengan kemungkinan implikasi atau akibat dari pengambilan keputusan yang diambilnya. 2. 3. 6. 1 Hakikat Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan harus didasarkan pada sistematika tertentu, antara lain mempertimbangkan kemampuan organisasi, personel yang tersedia, dan situasi lingkungan yang akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan coba-coba, tetapi harus didasarkan pada fakta yang terkumpul secara sistematis, baik, dan dapat dipercaya. Keputusan yang baik adalah keputusan yang diambil dari berbagai alternative yang ada setelah alternatif-alternatif tersebut dianalisis secara matang. (Samsudin 2006, p296). 2. 3. 6. 2 Langkah Pengambilan Keputusan Masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin terikat pada suatu tempat, situasi, orang, dan waktu tertentu. Masalah dalam pengambilan keputusan senantiasa dihubungkan dengan tujuan yang jelas. Jenis-jenis masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin berdasarkan internitasnya dapat digolongkan menjadi masalah yang kecil, berdiri sendiri, dan tidak atau kurang mempunyai kaitan dengan masalah lain. Masalah yang kompleks adalah masalah yang besar, tidak berdiri sendiri, berkaitan dengan masalah-masalah lain dan mempunyai akibat yang luas. Pemecahannya umumnya dilakukan bersamaan antara pimpinan dengan stafnya.
24
Pengambilan keputusan, antara lain juga diartikan sebagai teknik memecahkan suatu masalah dengan mempergunakan teknik-teknik ilmuah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa terdapat tujuh langkah yang perlu diambil sebagai usaha untuk memecahkan masalah dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah. Langkah-langkah tersebut (Siangian SP, 1973), dalam buku Samsudin (2006, p298) adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui hakikat dari masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain, mendefinisikan masalah yang dihadapi dengan setepat-tepatnya. 2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan. 3. Mengelola fakta dan data tersebut. 4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh. 5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang. 6. Memutuskan tindakan-tindakan yang hendak dilakukan. 7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat dari keputusan yang telah diambil 2. 4 Kinerja Karyawan 2. 4. 1
Pengertian Manajemen Kinerja dan Kinerja Berdasarkan pendapat Vroom dalam Fred Luthans (2006, p279), tingkat
sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut “”level of performance. Biasanya orang yang level of performance – nya tinggi disebut orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang level of performance – nya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
25
obyektif bukanlah tugas yang sederhana, penilaian harus dihindarkan dari adanya “like and dislike” dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusankeputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka. Manfaat penilaian kinerja menurut Fred Luthans (2006, p619) bahwa manajemen sumber daya manusia tidak lagi bisa berpuas diri hanya dengan mencoba sesuatu yang baru dan berbeda dan berharap dapat meningkatkan kinerja. Saat ini tekanan terhadap segala sesuatu perlu dibuktikan bahwa dia memiliki nilai. Kebutuhan akan empat tingkat evaluasi Kirkpatrick dalam Fred Luthans (2006, p619) yang terkenal (reaksi, belajar, perubahan perilaku dan peningkatan kinerja) lebih ditekankan. Sistem p377)
terdiri
manajemen kinerja yang dikutip oleh Mathis dan Jackson (2006, atas
proses
untuk
mengidentifikasi,
mendorong,
mengukur,
mengevaluasi, meningkatkan dan memberikan penghargaan atas kinerja karyawan. Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. Kelompok atau organisasi terdiri dari beberapa individu, sehingga kinerja individu akan mempengaruhi kinerja kelompok atau organisasi. Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Mathis dan Jackson (2006, p378) berpendapat bahwa kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meluputi elemen sebagai berikut : kuantitas dari hasil; kualitas dari hasil; ketepatan waktu dari hasil; kehadiran; dan kemampuan bekerja sama.
26
Kinerja individu yang dikutip oleh Simanjuntak (2005, p10), adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa factor : kemampuan dan keterampilan kerja; motivasi dan etos kerja. Kinerja setiap individu dipengaruhi oleh beberapa factor yang digolongkan, yaitu kompetensi orang yang bersangkutan, dukungan organisasi dan dukugan manajemen. 2. 4. 2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara
satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun
karyawan-karyawan
bekerja
pada
tempat
yang
sama
namun
produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu : faktor yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu : 1. Variabel individual, terdiri dari : a. Kemampuan dan keterampilan : mental dan fisik b. Latar belakang : keluarga, tingkat social, penggajian c. Demografis : umur, asal-usul, jenis kelamin 2. Variabel organisasional, terdiri dari : a. Sumberdaya b. Kepemimpinan c. Imbalan d. Struktur e. Desain pekerjaan 3.
Variabel psikologis, terdiri dari : a. Persepsi
27
b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi 2. 4. 3 Dimensi Kinerja Karyawan Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut Mitchel T.R dan Larson yang dikutip oleh Sedarmayanti (2000, p51), dimensi kinerja karyawan dapat meliput : kemampuan, inisiatif, ketepatan waktu, kualitas hasil kerja dan komunikasi. 2. 4. 4 Proses Manajemen Kinerja Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p89-107) ada 4 langkah pokok dalam pengenalan terhadap proses manajemen kinerja yang luas: 1. Merencanakan kinerja : seperti halnya mengenali proses-proses yang lain, pertama-tama kita harus jelas tentang alasan utama mengenalkan manajemen kinerja, juga harus memiliki pandangan yang jelas tentang apa yang diharapkan akan
diperoleh.
Harus
ada
komitmen
yang
kuat
dari
atasan
dalam
memperkenalkan proses ini, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan bantuan dari tingkatan yang lebih rendah, dan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi. Tahap berikutnya dalam merancang proses manajemen kinerja adalah menetapkan tujuan.tujuan ini dikembangkan dari arah dan strategi organisasi secara keseluruhan dan dari pernyataan yang mengandung maksud dan tujuan organisasi yang akan diperbaiki secara bertahap dan mengalir kebawah sampai dalam bentuk target individual. Hal ini dikenal dengan nama pendekatan dari atas ke bawah.
28
Alternyatifnya adalah pendekatan dari bawah ke atas. Seperti namanya, maka prioritas dan target ditentukan oleh organisasi yang lebih rendah. Dalam beberapa hal seperti tidak logis, karena bertentangan dengan teori, yaitu keberadaan suatu pekerjaan adalah untuk maksud tertentu dengan maksud tersebut ditentukan oleh manajemen organisasi. Jika pertimbangan diberikan untuk penentuan target individual, maka harus diingat bahwa individu-individu tersebut mempunyai tujuan yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan saja. Sebenarnya prioritas mereka lebih pada hal-hal seperti prospek ada tidaknya promosi, upah, jati diri, cuti, gaya hidup, hubungannya dengan rekan sekerja dan atasan. 2. Mengelola kinerja : bila tujuan kinerja sudah ditetapkan, dan rencana tindakan telah disetujui, langkah berikutnya dalam proses manajemen kinerja adalah memastikan bahwa rencana tersebut dilaksanakan, dan hasil yang ditentukan dapat tercapai. 3. Meninjau kinerja : peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengaturan kinerja. Namun, dengan melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkan pada aspek proses, maka akan lebih mudah dalam proses pemeriksaan sebagai bagian yang terpisah. Penilaian kinerja, biasanya terjadi pada saat wawancara yang diadakan beberapa waktu antara karyawan dengan para manajernya. Seringkali hasil dari wawancara tersebut berpengaruh langsung pada pelatihan, dan pengembangan. 4. Memberi imbalan : imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja
yang
mencoba
memberikan
karyawan
semacam
imbalan
atas
pencapaian targetnya. Seringkali apa yang dicari oleh pekerja adalah pengakuan atas kinerja yang telah dilakukannya, hanya saja ketika uang yang menjadi
29
ukuran, maka imbalan kinerja akan menjadi suatu masalah yang rumit, dan penekanan masalah tersebut terdapat pada aspek finansial.
2. 5 Kerangka Pemikiran
• • • •
Kepuasan Kerja (X1) Tantangan dalam bekerja Kondisi lingkungan kerja Rekan yang mendukung Imbalan yang pantas
Kinerja Karyawan (Y) • Kemampuan • Inisiatif • Ketepatan waktu • Kualitas hasil kerja • Komunikasi
Gaya Kepemimpinan (X2) • Kepemimpinan tipe otokrasi • Kepemimpinan tipe bebas • Kepemimpinan tipe partisipatif
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber : Analisis 2. 6
Hipotesis Menurut Sekaran (2006, p135), Hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Hipotesis yang diuji adalah :
30
Untuk T-1 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja Karyawan Untuk T-2 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Untuk T -3 Ho = Tidak ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan Ha = Ada pengaruh atau kontribusi secara signifikan antara kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja Karyawan