DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I.
KETERANGAN
1. 2. 3. 4.
Hari Tanggal Waktu Tempat
: : : :
Kamis 17 Maret 2016 14.55 WIB – selesai R. Rapat Nusantara V
5.
Pimpinan Sidang
:
1. H. Irman Gusman, SE., MBA (Ketua DPD RI) 2. GKR Hemas (Wakil Ketua DPD RI) 3. Prof. Dr. Farouk Muhammad (Wakil Ketua DPD RI)
6.
Sekretaris Sidang
:
1. Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto (Sekretaris Jenderal 2. DPD RI) 3. Zul Evi Astar, S.H. (Wakil Sekretaris Jenderal DPD RI)
7.
Panitera
8.
Acara
:
1. Laporan Pelaksanaan Tugas Alat Kelengkapan DPD RI; 2. Pengesahan Keputusan DPD RI; 3. Pidato Penutupan Pada Akhir Masa Sidang III Tahun Sidang 2015-2016.
9. 10.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
1. Ir. Sefti Ramsiaty, MM. (Kepala Biro Persidangan I) 2. Adam Bachtiar, S.H., M.H. (Kepala Biro Persidangan II)
II. JALANNYA SIDANG : SIDANG DIBUKA PUKUL 14.55 WIB
PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baiklah, Bapak-Ibu sekalian, karena waktu telah berjalan, kami mohon kita mulai Sidang Paripurna ini. Mohon untuk masing-masing anggota untuk kembali duduk di tempat yang telah ditentukan. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Om swastiastu. Sebagaimana biasanya, sebelum kita memulai Sidang Paripurna DPD ini, marilah kita sejenak menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan kepada seluruh Anggota DPD serta seluruh hadirin kami mohon untuk berdiri. Mari kita bersama-sama untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. PEMBICARA: PADUAN SUARA Hiduplah Indonesia raya… Indonesia tanah airku. Tanah tumpah darahku. Disanalah aku berdiri. Jadi pandu ibuku. Indonesia kebangsaanku. Bangsa dan Tanah Airku. Marilah kita berseru. Indonesia bersatu. Hiduplah tanahku. Hiduplah negriku. Bangsaku Rakyatku semuanya. Bangunlah jiwanya. Bangunlah badannya. Untuk Indonesia Raya. Indonesia Raya. Merdeka Merdeka. Tanahku negriku yang kucinta. Indonesia Raya. Merdeka Merdeka. Hiduplah Indonesia Raya. Indonesia Raya. Merdeka Merdeka. Tanahku negriku yang kucinta. Indonesia Raya. Merdeka Merdeka. Hiduplah Indonesia Raya.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
1
PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Hadirin kami persilakan untuk duduk kembali. PEMBICARA: DR (HC) A. M. FATWA (DKI) Saudara Ketua, saya usulkan untuk mengheningkan cipta untuk Almarhum Sulistyo. Langsung mengheningkan cipta dalam keadaan berdiri dan doa. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, ya ini sudah ada dalam agenda, tetapi kalau sepakat ya. Bapak-Ibu sekalian, marilah kita sejenak mengheningkan cipta seraya mendoakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semoga arwah almarhum Anggota DPD RI Dr. H. Sulistyo yang telah mengalami ... (tidak jelas, red.) atau sebuah peristiwa ... (tidak jelas, red.) almarhum di sisi Allah SWT. Semoga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Mengheningkan cipta mulai. Selesai. Silakan duduk kembali. Berdasarkan catatan daftar hadir yang disampaikan oleh Sesjen, sampai saat ini telah hadir 84 orang dari 131, karena ada tugas 4 orang, izin 4. Saat ini juga Ibu Wakil Ketua ada tugas sehingga tidak bisa menghadiri. Oleh karena itu, sidang ini telah memenuhi syarat untuk dibuka. Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, Sidang Paripurna DPD ke-9 ini kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETOK PALU 3X Sidang Dewan yang mulia, sesuai dengan jadwal acara Sidang Paripurna ini ke agenda pokok, yaitu: 1) laporan pelaksanaan tuga alat kelengkapan DPD RI; 2) pengesahan keputusan DPD RI, 3) dan penutupan Masa Sidang ke 3 Tahun Sidang 2015 – 2016. Sidang Dewan yang mulia, sebagaimana tadi telah kita laksanakan mengheningkan cipta, pada kesempatan ini dari meja pimpinan juga menyampaikan rasa duka dan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya sahabat kita Bapak Almarhum Dr. Sulistyo asal Provinsi Jawa Tengah yang wafat pada tanggal 14 Maret 2016 karena tidak hanya keluarga besar DPD RI yang merasa kehilangan, tetapi juga bangsa Indonesia, khususnya di dunia pendidikan. Beliau sangat aktif sekali ya dengan berbagai kebijakan pendidikan, termasuk juga guru. Oleh karena itu, kita kehilangan tokoh terbaik bangsa yang selalu memperjuangkan nasib pendidikan, khususnya guru. Dan, juga tahu selain sebagai senator DPD RI Provinsi Jawa Tengah, Almarhum juga adalah sebagai Ketua Umum PGRI yang merupakan pejuang pendidikan nasional yang sangat concern untuk memajukan pendidikan di Indonesia, khususnya hak-hak para guru yang selama ini dimarjinalkan. Kita telah lakukan mengheningkan cipta dengan ... (tidak jelas, red.) lagi kita berdoa supaya arwah Almarhum diterima di sisi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya, dan diharapkan keluarga yang ditinggalkan juga diberi ketabahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengimbau kepada seluruh anggota dewan untuk terus mewarisi semangat perjuangannya, meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dan guru. Oleh karena itu, kami mengucapkan selamat jalan sahabat kami. Kita semua akan melanjutkan perjuangannya. Sebelum memasuki agenda laporan perkembangan pelaksanaan tugas alat kelengkapan dan pengesahan keputusan DPD RI, kami ingin menginformasikan bahwa Pimpinan telah menerima surat dari Presiden dan Pimpinan DPD RI tanggal 12 dan 15 Februari 2016, serta tanggal 8 Maret 2016 perihal penyampaian RUU tentang Sistem SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
2
Perbukuan, RUU tentang Kebudayaan, RUU tentang Pengampunan Pajak, dan RUU tentang Kewirausahaan Nasional. Rapat Panmus tadi telah memutuskan RUU tentang Perbukuan dan RUU tentang Kebudayaan akan ditindaklanjuti oleh Komite III. Sedangkan, RUU tentang Pengampunan Pajak dan RUU tentang Kewirausahaan Nasional akan ditindaklanjuti oleh Komite IV. Selanjutnya, marilah kita mengikuti agenda kegiatan laporan perkembangan pelaksanaan tugas oleh alat kelengkapan DPD dan pengesahan keputusannya dan penyampaian laporan lain dari alat kelengkapan yang materi laporannya akan diambil keputusan. Laporan pertama ini kami persilakan kepada Pimpinan Komite I untuk menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya. Kami persilakan. PEMBICARA : BENNY RHAMDANI (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI) Interupsi, Ketua. Benny Rhamdani, Sulawesi Utara B-96 mohon izin kepada forum Paripurna yang terhormat dan DPD RI. Saya mengusulkan kiranya dalam laporan pelaksanaan tugas alat kelengkapan Badan Kehormatan diberikan tempat lebih awal untuk menyampaikan laporan. Ini juga tidak lepas tentu yang berkaitan dengan mandat Paripurna sebelumnya yang diberikan kepada Badan Kehormatan. Terima kasih. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, silakan yang lain. PEMBICARA: Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (DIY) Saya kira yang enteng-enteng dulu sajalah, yang berat-berat belakangan. Terima kasih, Pimpinan. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, kita sudah sepakati agenda ini di Panmus ya. Kita ambil dulu dengan yang mengambil keputusan lebih dahulu ya, baru yang lain. Kami persilakan Komite I untuk menyampaikan. PEMBICARA : MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Jangan dibaca semua, Pak. Itu tebal sekali saya lihat. PEMBICARA : BENNY RHAMDANI (WAKIL KETUA KOMITE I DPD RI) Laporan Komite I akhir Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016 pada Sidang Paripurna ke -4 DPD RI tanggal 17 Maret 2016. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Om swastiastu. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang kami hormati Pimpinan dan Anggota DPD RI seluruh Indonesia, para senator, hadirin serta undangan yang berbahagia. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia dan nikmatSIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
3
Nya hingga hari ini kita bisa hadir bersama-sama dalam Sidang Paripurna DPD RI untuk melaksanakan tugas-tugas kewajiabn dan konstitusional kita. Menyikapi dinamika politik nasional yang erat terkait dengan kepentingan strategis daerah, Komite I DPD RI senantiasa menjadi garda terdepan, avant garde, menyuarakan aspirasi masyarakat daerah, mendorong kebijakan-kebijakan strategis yang lebih memihak kepada daerah. Upaya-upaya ini kita lakukan dalam koridor kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh kita yang melekat pada lembaga DPD RI, baik itu kewenangan legislasi, kewenangan pengawasan dan pelaksanaan undang-undang, maupun pemberian pertimbangan. NKRI kuat apabila pemerintah serius memberi perhatian kepada daerah. Namun sayangnya, tampaknya keseriusan itu belum terlihat dari wajah pemerintahan sekarang ini. Keprihatinan terhadap perbatasan misalnya, ini merupakan masalah klasik yang mencuri perhatian banyak pihak. Namun, upaya-upaya nyata untuk menjadikan perbatasan sebagai etalase republik ini masih jauh panggang dari api. Oleh karenanya, berangkat dari penyerapan aspirasi masyarakat, terutama warga bangsa yang tinggal di perbatasan, DPD RI mendorong perubahan Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara untuk memberikan bobot perhatian kepada pengelolaan wilayah perbatasan yang lebih memberikan rasa keadilan. Demikian juga halnya dengan masalah Papua, satu wilayah bagian dari Republik Indonesia, Republik yang kita cintai. Papua yang tergambarkan sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi, namun sekali lagi kami menilai dan merasakan bahwa pemerintah belum memiliki keseriuasan untuk membangun dan memberdayakan masyarakat Papua. Oleh karena itu, Komite I DPD RI memandang perlu ada kesamaan visi, langkah, dan strategi antarkementerian dan lembaga untuk menyusun satu kerangka besar atau grand design terkait masalah Papua. Komite I DPD RI menaruh perhatian yang sangat besar terhadap Papua dengan mendorong kajian pelaksanaan otonomi khusus di Papua yang kiranya akan menguatkan substansi dan ruh otonomi khusus Papua yang harapannya tentu sejalan dengan kehendak kuat masyarakat Papua itu sendiri untuk menyempurnakan Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua. Dinamika perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan telematika juga menjadi salah satu concern Komite I DPD RI. Pesatnya teknologi dalam pandangan kami harus mampu dibuatkan koridor legislasi yang futuristic, mampu membaca arah perubahan teknologi informasi dan telematika sehingga tidak membuka celah terhadap penyalahgunaan teknologi, dalam hal ini salah satunya adalah maraknya cyber crime atau kejahatan cyber. Penguatan legislasi di bidang infomasi inilah yang mendorong Komite I DPD RI mengusulkan RUU tentang Konvergensi Telematika untuk menyatukan, mengkonfergenkan beberapa peraturan yang berkaitan dengan telekomunikasi dan informasi. Pada Masa Sidang III ini Komite I DPD RI telah melaksanakan berbagai agenda kegiatan sebagaimana yang ditugaskan oleh peraturan Tata Tertib DPD RI dalam Sidang Paripurna hari ini akan kami laporkan sebagai berikut. A. Di bidang legislasi 1. RUU tentang perubahan Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. 2. RUU tentang Konvergensi Telematika. 3. Kajian Komite I tentang implementasi otonomi khusus di Papua. 4. Pembahasan usulan pembentukan daerah otonomi baru, termasuk pembahasan RPP tentang Desartada dan RPP tentang Penataan Daerah. 5. Persiapan pembahasan, pembahasan dengan DPR RI dan pemerintah, pembahasan secara tripatit.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
4
B. Di bidang pengawasan 1. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.8 Tahun 2015. 2. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No.5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 3. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemberitaaan Daerah, dan 4. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 27 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang. C. Tindak lanjut aspirasi masyarakat dan advokasi terhadap masalah-masalah yang terjadi dan berkembang di daerah. Dari beberapa agenda kegiatan tersebut secara singkat, dapat kami laporkan lebih lanjut sebagai berikut. A. Di bidang legislasi 1. RUU tentang perubahan Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Gagasan untuk dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang tentang Wilayah Negara merupakan tindak lanjut dari hasil pengawasan Komite I atas pelaksanaan Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara pada Masa Sidang III Tahun 2014 – 2015 di mana salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah perlunya dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Sebagaimana kami uraikan di atas di awal bahwa sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian penuh, perhatian yang sangat serius terhadap masalah perbatasan. Komite I berpandangan bahwa upaya untuk secara serius dan sungguh-sungguh mendorong pemberdayaan potensi yang dimiliki daerah perbatasan merupakan satu keniscayaan mengingat bahwa sampai dengan saat ini kondisi negara-negara di perbatasan negara secara umum masih tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lain, bahkan dengan daerah perbatasan di negara itu sendiri. Komite I juga memandang bahwa Undang-Undang Wilayah Negara dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, serta undang-undang terkait lainnya belum mampu mendorong perkembangan daerah diperbatasan negara sebagaimana yang diharapkan kita bersama. Penyusunan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Wilayah Negara saat ini masih dalam tahap perubahan naskah akademik dan diharapkan pada tahun 2016 RUU ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan naskah akademik tersebut, Komite I pada masa sidang ini telah melakukan beberapa rangkaian kegiatan, di antaranya diskusi ahli dengan para pakar, rapat kerja dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 26 Januari 2016, rapat kerja dengan Kepala Staf Umum TNI pada tanggal 9 Februari 2016, rapat dengar pendapat dengan Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur NTT, Gubernur Kepulauan Riau, Bupati Malinau, dan Wakil Bupati Sintang pada tanggal 10 Februari 2016. Rangkaian rapat-rapat yang dilaksanakan oleh Komite I tersebut semakin meyakinkan bahwa pentingnya regulsi sebagai payung hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur secara tegas tentang manajemen pengelolaan wilayah perbatasan di Indonesia, baik revisi Undang-Undang Wilayah Negara maupun sebuah undang-undang tersendiri. Undang-Undang lex specialis inilah yang akan memaksa negara hadir di daerah perbatasan. Undang-Undang lex SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
5
specialis inilah yang akan memaksa hadir negara untuk secara serius dan sungguh-sungguh mengurus rakyatnya sendiri. Undang-Undang lex specialis inilah yang akan memaksa negara untuk benar-benar taat kepada konstitusi untuk melindugi segenap tumpah darah Indonesia dan tidak hanya melindungi segenap kawasan yang ada di Indonesia. 2. RUU tentang Konvergensi Telematika. Perkembangan arus teknologi informasi saat ini telah menyebabkan beberapa aturan mengenai telekomunikasi yang tertuang dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomukasi, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE, dan Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, dinilai sudah tak sesuai dengan perkembangan zaman sehingga diperlukan sebuah perangkat UU baru yang dapat mengharmonisasi seluruh pengaturannya, yaitu ke dalam Undang-Undang Konvergensi Telematika. Penguatan legislasi di bidang teknologi informasi harus dapat membaca arah perubahan teknologi ke depan, menutup celah-celah penyalahgunaan teknologi yang mungkin akan dating, mencegah kejahatan cyber, dan memberikan keadilan bagi masyarakat di daerah-daerah, tidak hanya di perkotaan serta maupun yang di pelosok-pelosok tanah air untuk dapat menikmati informasi tanpa terkecuali. Pembahasan terhadap RUU tentang Konvergensi Telematika juga berupaya untuk merumuskan beberapa kebijakan yang berkaitan erat dengan daerah, seperti pengaturan tarif, pengaturan frekuensi, percepatan pembangunan infrastruktur telekomunikasi daerah, dan lain-lain. Dalam melakukan penyusunan RUU Konvergensi Telematika, Komite I telah melakukan rangkaian kegiatan, antara lain kegiatan expert meeting dengan para pakar pada tanggal 25 Januari 2016 dan RDP Komite I dengan Kepala Pusat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 3 Februari 2016. Tentu semua ini diharapkan pada tahun 2016, Komite I dapat menyelesaikan RUU tentang Konvergensi Telematika. 3. Kajian terhadap implementasi otonomi khusus di Papua, satu wilayah Republik yang tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sakitnya orang Papua adalah sakitnya kita yang ada di ruangan ini. Masalah Papua adalah masalah kita juga yang ada di tempat ini. Papua senyatanyatanya adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karenanya, derita Papua sebagaimana ketidakadilan di wilayah-wilayah lain di Republik ini, khususnya penderitaan yang dialami oleh orang-orang daerah timur Indonesia adalah bagian dari tanggung jawab bersama untuk memperjuangkannya di gedung ini, di gedung DPD RI yang diberikan mandat politik oleh rakyat Indonesia. Terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Papua menurut hemat kami Komite I, pemerintah belum secara serius melaksanakan Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Hal ini setidaknya terlihat dari terabaikannya amanat penyusunan peraturan pelaksanaan undang-undang tersebut meskipun sudah berjalan lebih dari 15 tahun. Di sisi yang lain, perhatian pemerintah atas otsus Papua tereduksi hanya pada persoalan dana otsus sehingga mengaburkan substansi otsus itu sendiri. Menyikapi desakan aspirasi masyarakat dan daerah terhadap perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, Komite I sedang melakukan kajian komprehensif terhadap pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat. Pelaksanaan kajian tersebut dimaksudkan sebagai respons adanya aspirasi untuk SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
6
merevisi Undang-Undang Otsus Papua dan Papua Barat. Hal ini juga dimaksudkan untuk memastikan sejauh mana pelaksanaan Undang-Undang Otsus dan menemukan berbagai problema ketika menjadi kendala atas pelaksanaan Undang-Undang Otsus tersebut. Adapun rangkaian kegiatan penyusunan dalam pengkajian UndangUndang Otus yang dilakukan antara lain sebagai berikut: expert meeting dengan para pakar; rapat kerja dengan Menteri Polhukam, Kepala BIN, Wakil Gubernur Papua Barat, dan staf khusus presiden pada tanggal 9 Februari 2016; rapat dengar pendapat dengan DR. Agus Sumule dan Budi Setyanto pada tanggal 22 Februari 2016; dan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 29 Februari tahun 2016. 4. Pembahasan tentang daerah otonomi baru. Penataan daerah adalah kunci membangun pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Komite I pada posisi mendukung aspirasi pemekaran daerah sepanjang memenuhi koridor peraturan perundang-undangan. Bukti keseriusan Komite I terhadap masalah-masalah ini, kami memantau, mengikuti secara langsung, dan membahas secara bersama-sama dengan pemerintah dan DPR RI terkait dengan rancangan peraturan pemerintah tentang penataan daerah dan rancangan peraturan pemerintah tentang desain besar peraturan daerah. Dalam rapat kerja dengan Mendagri dan dilanjutkan dengan rapat dengar pendapat Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Komite I mendesak beberapa hal, di antaranya: 1. Komite I mendesak agar pemerintahan, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, segera menyelesaikan kedua rancangan peraturan pemerintah tersebut, pembentukan tim kajian independen, dan segera membahas usulan-usulan daerah otonomi baru melalui pembahasan secara tripartit yang melibatkan DPR RI, DPD RI, dan pemerintah. 2. Komite I mendesak agar kuota dan tolak ukur atau benchmark perkiraan tertentu jumlah maksimal provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia sampai dengan tahun 2025 dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Desain Besar Penataan Daerah atau Desartada dapat mencerminkan rasa keadilan dan proporsionalitas bagi masing-masing daerah dengan mempioritaskan daerah-daerah perbatasan, daerah-daerah bercirikan kepulauan, daerah terpencil, daerah terdepan, dan daerah daerah rawan konflik. 3. Komite I mendesak agar pemerintah mengakomodasi substansi Pasal 18B Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945. Ini yang sering diabaikan oleh kita semua. Alasan untuk mengakomodasi pasal-pasal tersebut adalah sebagai bentuk salah satu dasar mengingat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penataan Daerah dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Desain Besar Penataan Daerah untuk maksud memberikan pengakuan dan penghormatan bagi satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. 4. Komite I mendorong Kementerian Dalam Negeri dapat memastikan kebijakan desain besar penataan daerah dapat dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten. Antusiasme daerah-daerah yang memperjuangkan usulan DOB telah kami tindak lanjuti dengan memulai pembahasan terhadap usulan pembentukan daerah otonomi baru yang diawali dengan melakukan kegiatan audiensi dengan beberapa calon SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
7
otonomi baru sebagaimana terlampir dalam dokumen yang merupakan satu kesatuan yang akan dilaporkan dan diserahkan dalam forum Paripurna yang terhormat ini. Selain melakukan audiensi, Komite I juga telah melakukan kunjungan fisik kewilayahan ke daerah-daerah calon DOB yang telah melakukan audiensi dengan Komite I. Hal ini dimaksudkan untuk kami bisa memotret secara autentik dan merekam secara genuine apa yang menjadi problematika rakyat dan masalahmasalah di daerah. Yang kami kunjungi, antara lain calon Kabupaten Bone Selatan di Provinsi Sulawesi Selatan, calon Kabupaten Tabir Raya di Provinsi Jambi, calon Kabupaten Selaut Besar di Provinsi Aceh, calon Kabupaten Biak Napa Swandiwe di Provinsi Papua, calon Kabupaten Malamoi di Provinsi Papua Barat, dan calon Kabupaten Manokwari Barat di Provinsi Papua Barat. 5. Sejalan dengan dinamika pembahasan DOB, Komite I telah ikut membahas RPP tentang Desain Besar Penataan Daerah dan RPP Penataan Daerah secara tripartit dengan Komisi II DPR RI dan Dirjen Otda Kemendagri. Dalam rangka memaksimalkan penyusunan RPP tentang Desain Besar Pemerintahan Daerah, secara tersendiri Komite I telah rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri yang dilanjutkan secara khusus dengan Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri guna menampung semua aspirasi dari daerah melalui DPD RI. 6. Persiapan pembahasan dengan DPR RI dan pemerintah. Memperhatikan prolegnas prioritas tahun 2016, Komite I DPD RI akan mempersiapkan daftar inventarisasi masalah untuk pembahasan bersama dengan pemerintah dan DPR RI terkait masalah-masalah: 1) perubahan draf UU Pilkada; 2) RUU tentang Pengelolaan Terpadu Wilayah Jabodetabekjur, dan 3) RUU tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepulauan. Sesuai keterangan Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Kerja tanggal 2 Maret 2016 yang lalu di Ruang Komite I DPD RI, perubahan terhadap UU Pilkada akan dilakukan pembahasannya segera mengingat persiapan pilkada serentak tahun 2017. UU ini sudah harus diselesaikan sekitar bulan Juni tahun 2016. Pembahasan bersama sangat dimungkinkan akan dimulai pada masa reses yang akan datang. Oleh karena itu, Komite I telah membentuk tim kerja pembahasan perubahan terhadap UU Pilkada di DPR RI yang terdiri dari: 1. Drs. H. Akhmad Muqowam 2. Benny Rhamdani 3. Fachrul Razi, S.IP., M.Si. 4. H. Ahmad Kanedi, S.H., M.H. 5. Ir. H. Cholid Mahmud, M.T. 6. Abdul Qadir Amir Hartono, S.E., S.H., M.H. 7. Gede Pasek Suardika, S.H., M.H. 8. Hj. Robiatul Adawiyah, S.E. 9. Ir. H. Muhammad Mawardi, M.M., M.Si. 10. DR. Abdul Azis Khafia, S.Si., M.Si. 11. Drs. H. Rijal Sirait Sehubungan dengan hal tersebut, melalui forum Sidang Paripurna ini, kami meminta persetujuan sekaligus pengesahan tim kerja perubahan atas UU Pilkada untuk mewakili lembaga ini dalam pembahasan tripartirt bersama
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
8
DPR dan pemerintah. Tentu suratnya masih ditandatangani oleh Pimpinan yang ada di depan kita ini. B. Pengawasan terhadap pelaksanaan UU tertentu. 1. Pengawasan atas pelaksanaan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, Dan Bupati sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2015. Pada tanggal 9 Desember 2015, bangsa Indonesia telah memasuki sejarah baru dalam berdemokrasi di mana pada tanggal tersebut pilkada serentak dalam rangka memilih pemimpin daerah untuk pertama kali dilaksanakan di negeri tercinta yang bernama Republik Indonesia. Berdasarkan pengawasan Komite I DPD RI terhadap pelaksanaan UU No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota menjadi UU, maka dihasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut. a. Komite I meminta kepada pemerintah, mendesak bahkan: 1) Menjamin adanya data pemilih tunggal dalam penyelenggaran pilkada serentak. Penyederhanaan mekanisme penentuan DPT dengan menggunakan data DPT pemilu atau pilkada tahun lalu sebagai dasar penentuan pilkada serentak mendatang. 2) Menyelesaikan permasalahan anggaran untuk pendanaan pilkada serentak yang anggarannya belum dicairkan oleh pemerintah daerah. 3) Mendorong Kementerian Dalam Negeri RI, Kepolisian RI, dan BIN melakukan koordinasi yang intensif, bersinergis, untuk mencegah terjadinya gangguan sosial dan keamanan selama proses tahapan pelaksanaan pilkada serentak berlangsung. b. Komite I DPD RI meminta penyelenggaraan pilkada untuk: 1) Menjaga netralitas dan independensi sebagai penyelenggara pilkada serentak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada seluruh jajarannya untuk menjamin penyelenggaraan pilkada berjalan dengan aman, jujur, dan adil. c. Mendorong untuk dilakukannya revisi terhadap UU No. 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang dengan pokok-pokok substansi perubahan sebagai berikut. 1) Pasal 166 Ayat (1) Undang-Undang Pilkada yang menyatakan bahwa pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan kepada APBD dan dapat didukung oleh APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,maka hendaknya dilakukan perubahan pendanaan kegiatan pemilihan yang dibebankan hanya kepada APBN. 2) Terkait dengan calon tunggal hendaknya diatur oleh Undang-Undang Pilkada yang mengakomodasi keputusan MK Nomor 100/PUUXIII/2015 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota menjadi undang-undang.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
9
3) Perlu adanya perubahan Pasal 41 Undang-Undang Pilkada yang terkait persyaratan dukungan calon perseorangan yang tidak ditentukan berdasarkan jumlah penduduk, melainkan berdasarkan jumlah DPT. 4) Perlu adanya pengaturan mengenai ketentuan sanksi terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 53, Pasal 65, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 76, Pasal 162 Ayat (3), dan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, juga Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 82, Pasal 128, Pasal 129, dan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2104 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang; 5) Penguatan kewenangan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pilkada; d. Peninjauan kembali terhadap pasal dalam PKPU yang mengatur mengenai masa kampanye yang terlalu lama, yaitu 101 hari. e. Komite I akan melakukan kajian yang mendalam mengenai arah dan kebijakan pemilihan kepala daerah ke depan dengan mempertimbangkan beberapa isu pokok yang terkait dengan isu-isu kedaerahan, persatuan, dan konflik sebagai dasar dalam rangka mencarikan solusi alternatif bagi pilihan model berdemokrasi yang terbaik bagi daerah, demokrasi khas Indonesia secara khusus dan Indonesia secara umum. f. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang dikoordinasikan oleh Komite I melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pilkada serentak secara berkesinambungan. 2. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam rangka mendorong reformasi birokrasi, sekali lagi dalam rangka mendorong reformasi birokrasi, Komite I pada tahun 2016 juga telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Jadi, jika ada PNS atau aparatur sipil negara terlibat dalam politik praktis, bahkan mengantar calon untuk mendaftarkan diri di KPU yang foto-foto dan dokumentasinya ada di DPD RI, maka itu segera akan dilaporkan dan kiranya hukum ditegakkan untuk mengambil sanksi kepada staf-staf di kesetjenan ini misalnya. Dalam rangka beberapa rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Komite I, antara lain expert meeting dengan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Januari 2016 dan rapat kerja dengan Kepala KASN, Kepala BKN, Kepala LAN, BKD Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara pada tanggal 15 Februari 2016, dan rapat kerja dengan Menteri PAN RB pada tanggal 22 Februari 2016. Adapun rekomendasi yang diberikan dalam hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara adalah sebagai berikut. a. DPD RI mendorong dan mengawal pelaksanaan program kerja Menteri PAN RB yang terkait reformasi birokrasi, akuntabilitas, dan pengawasan pegawai ASN, penataan kelembagaan dan tata laksana ASN, peningkatan SDM pegawai ASN, dan peningkatan pelayanan publik di pusat dan di daerah dalam rangka mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, dan memiliki peranan publik yang berkualitas. b. DPD RI meminta komitmen Menteri PAN RB untuk menyelesaikan target penyusunan delapan rancangan peraturan pemerintah pada akhir Maret SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
10
tahun 2016 dan menyosialisasikannya secara intensif kepada pemerintah daerah mengingat ketentuan penutup Pasal 134 Undang-Undang ASN memerintahkan agar peraturan pelaksanaan undang-undang ini harus ditetapkan paling lama dua tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan, yaitu tanggal 15 Januari 2016. c. DPD RI meminta menteri PAN RB melakukan pemetaan dengan benar dalam rangka memenuhi kebutuhan dan distribusi pegawai ASN di Daerah Otonomi Baru atau DOB, tenaga pendidik dan tenaga medis dalam rangka peningkatan pelayanan dasar di daerah terpencil dan terluar, serta tenaga penyuluh pertanian di masing-masing daerah secara proporsional. d. DPD RI mendorong pemerintah pusat melakukan penyamaan persepsi dan visi tentang pemberlakuan Undang-Undang ASN sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik sampai ditingkat daerah. e. DPD RI meminta penyelesaian masalah tenaga honorer kategori 2. Sekali lagi DPD RI meminta penyelesaian masalah tenaga honorer kategori 2 atau THK2 dan masalah Satpol, Banpol PP, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang memberikan rasa keadilan, baik melalui jalur PNS dan PPPK secara proporsional yang didasarkan pada kebutuhan. f. DPD RI meminta konsistensi pelaksanaan kebijakan strategis Menteri PAN RB dalam rangka mendorong terwujudnya pegawai ASN dan jabatan pimpinan tinggi ASN yang profesional, berintegritas, dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tahapan dan capaian yang terukur, terutama pascapelantikan kepala daerah secara efektivitas, efisiensi, dan berkeadilan, disertai dengan pengawasan yang akurat. g. DPD RI mendorong penguatan Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN agar diberikan ruang atau fasilitasi dalam rangka penguatan struktur kelembagaan ASN dan kemandirian pengelolaan anggaran untuk meningkatkan efektivitas kinerja lembaga nonstructural dan independen sehingga KASN dapat melaksanakan fungsi tugas dan kewenangan secara maksimal dan optimal. h. DPD RI mendorong disusunnya beberapa undang-undang yang menjadi prioritas kementerian PAN RB, antara lain: 1) RUU tentang E-government; 2) RUU tentang Kelembagaan Pemerintah Pusat dan Daerah; 3) RUU tentang Etika Penyelenggaraan Negara; 4) RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah; 5) RUU Akuntabilitas Penyelenggaraan Negara. 3. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2104 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Komite I DPD RI pada Masa Sidang III Tahun 2015 – 2016 ini telah melakukan rangkaian kegiatan dalam penyusunan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Beberapa rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Komite I, antara lain melaksanakan rapat dengar pendapat dengan Gubernur Riau, Gubernur NTT SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
11
(Nanti Tuhan Tolong) dan Bupati Kutai Timur pada tanggal 27 Januari 2016 dan kunjungan kerja ketiga wilayah, yaitu Jambi, Kalimantan Tengah, dan NTB pada tanggal 31 Januari sampai dengan tanggal 2 Februari 2016. Adapun rekomendasi yang diberikan dalam hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang pemerintahan daerah adalah sebagai berikut. a. Mengingat banyaknya peraturan pelaksana yang merupakan delegasi dari Undang-Undang 23 Tahun 2014 belum selesai dibuat, Komite I DPD mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk menyelesaikan sebelum melewati batas dua tahun, yaitu tertanggal 30 September 2016. b. Komite I mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat penyelesaian pemindahan urusan, melakukan harmonisasi undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan, pertambangan, perkebunan, dan kehutanan, dan merevisi undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan, pertambangan, perkebunan, dan kehutanan agar tercipta satu kesatuan aturan yang harmonis sekaligus menghindari resentralisasi pemerintah yang merugikan daerah, termasuk daerah kepulauan. c. Mendesak kementerian dalam negeri untuk segera menerbitkan perubahan kedua atas Permendagri dengan mempertimbangkan penyederhanaan pengaturan dana hibah dan bantuan sosial dengan tetap mengedepankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan tepat sasaran. d. Terkait banyaknya segmen batas wilayah yang belum selesai, kurang lebih 60%, Komite I DPD RI mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk mempercepat penyelesaian batas wilayah administrasi sesuai dengan target yang sudah ditetapkan, yaitu 50 segmen setiap tahunnya. Di samping itu, penguatan kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah dalam menyelesaikan konflik batas administrasi sesuai dengan UndangUndang Pemerintahan Daerah untuk mengurangi tumpukan konflik batas wilayah daerah yang akan menjadi beban di masa depan. e. Mendesak Kementerian Dalam Negeri segera menyelesaikan RPP tentang Penataan Daerah dan RPP tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) dengan mempertimbangkan masukan dari DPD RI. 4. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penataan Ruang. Dalam rangka mengawal pelaksanaan RTRW di daerah, Komite I juga telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Jambi, dan Provinsi NTB pada tanggal 31 Januari sampai dengan tanggal 2 Februari 2016. Selain itu, Komite I telah melakukan rangkaian kegiatan, antara lain expert meeting dengan para pakar pada tanggal 22 Februari 2016 dan rapat kerja dengan Menteri Agraria dan tata ruang atau Kepala BPN pada tanggal 1 Maret 2016. Diharapkan hasil pengawasan tersebut terhadap pelaksanaan Undang-Undang Penataan Ruang dapat terselesaikan pada Masa Sidang IV. C. Yang terakhir, advokasi permasalahan daerah. 1. Penataan ruang di daerah. Dalam rangka mengawal pelaksanaan tata ruang di daerah, Komite I juga telah melakukan rangkaian kegiatan antara lain expert meeting dengan para pakar pada tanggal 22 Februari 2016 dan rapat kerja dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala BPN pada tanggal 1 Maret 2016. Permasalahan tata ruang di beberapa daerah yang hingga saat ini belum terselesaikan merupakan bagian dari prioritas Komite I di tahun 2016. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
12
2. Advokasi pertanahan di Provinsi Lampung. Sengketa lahan, hutan, dan premanisme terjadi pada tanggal 11 Maret 2016. Terdapat tiga warga tewas dengan luka tembak di kepala, sementara empat orang lainnya dalam kondisi kritis. Bentrok terjadi antara warga Bali dan warga Lampung di kawasan register 44 Dusun Terang Sakti, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung. Menunggu sikap DPD yang tidak muncul untuk menyikapi masalah yang sangat sensistif dengan persoalan rakyat ini, Komite I mengambil inisiatif dengan melakukan advokasi dan kunjugan kerja ke Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung dan melakukan pertemuan dengan Bupati Tulang Bawang Barat di kantor Bupati Tulang Bawang Barat Pemerintahan Daerah Kabupaten Tulang Bawang Barat, DPRD Kabupaten Tulang Bawang Barat, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah atau FKPD Tulang Bawang Barat, Kapolres Tulang Bawang Barat, Badan Intelijen Daerah atau Binda Lampung, tokoh masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya pada tanggal 16 – 17 Maret 2016. Kayaknya penting komite untuk kreatif sedikit jika berharap lembaga ini lebih jauh panggang dari api. D. Pengesahan hasil pengawasan Komite I. Setelah Komite I melakukan serangkaian kegiatan penyusunan hasil pengawasan seperti uraian di atas, maka Komite I meminta Sidang Paripurna hari ini untuk mengesahkan tiga hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang menjadi keputusan DPD RI, yaitu: 1. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, dan Bupati sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. 2. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 3. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Forum paripurna yang sangat kami hormati, demikian laporan akhir pelaksanaan tugas Komite I Masa Sidang III Tahun 2016. Atas perhatian pimpinan dan seluruh senator Anggota DPD RI, kami ucapkan terima kasih. Puji Tuhan. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Om shanti shanti shanti om. Jakarta, 17 Maret 2016. Telah bertanda, Pimpinan Komite I yang mulia, yang terhormat Almukarom Ketua Drs. H. Ahmad Muqowam, Wakil Ketua H. Fachrul Razi, M.I.P, Wakil Ketua Benny Rhamdani. Terima kasih. Merdeka. PEMBICARA : H. AHMAD JAJULI, S.IP. (LAMPUNG) Pimpinan, interupsi sebentar.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
13
PIMPINAN SIDANG : H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. (KETUA DPD RI) Iya, silakan Pak Jajuli. PEMBICARA : H. AHMAD JAJULI, S.IP. (LAMPUNG) Ahmad Jajuli, B-30 dari Lampung. Singkat kata, kemarin Komite I sudah ke Tulang Bawang Barat untuk mengklarifikasi permasalahan yang terjadi yang disampaikan oleh Pak Benny Rhamdani tadi dan Komite I juga mendengar penjelasan langsung bahwa di sana tidak ada yang sifatnya konflik antara masyarakat Lampung dan masyarakat Bali. Jika kalimat ini dimasukkan, berarti mengingkari penjelasan dari Pemda yang kemarin memang betul-betul dari DPD Komite I datang ke sana. Saya harap kalimat yang berkaitan dengan nama sukunya itu harusnya ditiadakan karena pertanggungjawaban publiknya betul-betul terjadi tidak ada ya kasus antara Bali sama Lampung. Yang ada adalah preman yang memalak dan itu adalah masyarakat di dalam register. Jadi, sekali lagi mohon barangkali yang kemarin berangkat bisa menjelaskan soal ini. Terima kasih. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, ini menjadi catatan. Baiklah, Bapak-Ibu sekalian, setelah tadi kita mendengarkan laporan Pimpinan Komite I ya kepada kita diminta persetujuan ada tiga. Pertama, dapatkah kita menyetujui hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda sebagaimana telah diubah telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda? Yang kedua, apakah kita menyetujui hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk menjadi undang-undang? Yang ketiga, dapatkah kita menyetujui hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN? Setuju? KETOK 2X Baik, tepuk tangan buat kita semua khususnya buat Komite I yang telah melaksanakan tugasnya. Terima kasih. Selanjutnya, kami persilakan kepada Pimpinan Komite II untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugasnya. Tempat, waktu kami persilakan. Mohon dikelola waktunya Bu ya. Silakan. PEMBICARA : ANNA LATUCONSINA (WAKIL KETUA KOMITE II DPD RI) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Om swastiastu. Yang terhormat Pimpinan DPD RI, Pimpinan alat kelengkapan DPD RI, Anggota DPD RI sekalian, dan yang kami hormati Sekretaris Jenderal DPD RI beserta seluruh jajaran, hadirin yang berbahagia.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
14
Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas Komite II berupa laporan perkembangan penyusunan RUU usul inisiatif Komite II hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Perkembangan penyusunan RUU inisiatif yang tengah dilaksanakan Komite II pada Masa Sidang III ini telah menetapkan tim ahli yang terdiri dari para pakar dan akademisi untuk RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan RUU tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Saat ini, kedua RUU masih dalam tahap penyusunan daftar inventarisasi materi. Sedangkan, untuk pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, Komite II sudah menyusun hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam penyusunan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, telah melaksanakan kegiatan RDP dan RDPU dengan stakeholder terkait. Selanjutnya, dalam rangka memperkaya pembahasan materi pengawasan, Komite II telah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Maluku guna menyerap aspirasi daerah. Berdasarkan temuan hasil pengawasan, DPD RI merekomendasikan hal-hal sebagai berikut. 1. DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera menetapkan peraturan pelaksana, baik peraturan pemerintah maupun peraturan presiden, sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Pelayaran untuk menghindari konflik kepentingan dalam pengelolaan pelayaran dan memberikan kepastian hukum. 2. DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk meningkatkan sosialisasi, evaluasi, dan pengawasan sehingga efektivitas UndangUndang Pelayaran berjalan optimal. 3. DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan partisipasi pemerintah daerah dan swasta melalui alokasi anggaran yang memadai untuk membangun pelabuhan yang jumlahnya masih sangat terbatas, terutama di pulau-pulau terluar dan terpencil. 4. DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah untuk menerapkan sistem perizinan satu pintu dan memberikan kemudahan pembentukan badan usaha pelabuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 29. Untuk itu, DPD RI memandang perlu untuk segera dilakukan revisi atas peraturan Menteri Perhubungan Nomor PE45 Tahun 2015 tentang persyaratan kepemilikan modal badan usaha di bidang transportasi, terutama ketentuan tentang modal disetor untuk mempermudah upaya pendirian badan usaha pelabuhan atau BUP. 5. DPD RI mendesak pemerintah mendelegasikan beberapa kewenangan perizinan pelayaran yang masih berada di tangan pemerintah pusat sesuai dengan amanat otonomi daerah. 6. Untuk meningkatkan industri perkapalan dalam negeri, pemerintah perlu memberikan perlakukan khusus kepada industri perkapalan, seperti pemberian subsidi, keringanan pajak, bunga perbankan, dan lebih kompetitif dan sekaligus memberikan alokasi anggaran kepada industri galangan kapal dalam negeri dalam rangka meningkatkan suplai dan memenuhi permintaan pembuatan kapal yang sesuai dengan spesifikasi tertentu. 7. DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah untuk secara konsisten menjalankan fungsi regulator dan menyerahkan fungsi operator kepada otoritas pelabuhan dan pemerintah daerah. Pemisahan fungsi dalam rezim kepelabuhanan diperlukan untuk memberikan iklim kompetisi yang sehat sebagai pelaku usaha. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
15
8. Dalam rangka meningkatkan investasi di industri pelayaran, DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan perundangan mengenai jaminan hutang atas pembelian kapal, terutama untuk pelabuhan perintis. 9. Untuk menghindari tumpang tindih pengaturan pada unit penyelenggara pelabuhan, DPD RI merekomendasikan pada unit penyelenggara pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial untuk berbagi peran dengan pemerintah daerah. 10. Terkait dengan kewenangan penegakan hukum di laut dan wilayah yuridiksi Indonesia, DPD RI mendesak pemerintah segera menyelesaikan dualisme kewenangan antara kesatuan penjagaan laut dan pantai dengan badan keamanan laut. Perintah harus tegas menentukan institusi mana yang memiliki kewenangan sea and coast guard. 11. Untuk meningkatkan dan memenuhi permintaan sumber daya manusia pelayaran yang berkualitas, DPD RI merekomendasikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk membangun sekolah pelayaran, terutama di pulau-pulau terpencil dan terluar. 12. Terhadap peraturan dan perundangan yang mengatur pidana kejahatan dan pidana pelanggaran di laut, DPD RI merekomendasikan kepada penegak hukum untuk secara tegas menerapkan pasal tentang sanksi pidana yang diamanatkan dalam UndangUndang Pelayaran. Selanjutnya, pada kesempatan Sidang Paripurna yang mulia ini Komite II akan menyampaikan pandangan dan sikap terhadap pengesahan Undang-Undang Perumahan Rakyat dan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Komite II berpandangan bahwa bahasan kedua Undang-Undang tersebut cacat formil karena tidak sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang telah diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagaimana dalam putusan Nomor 92/PUU-10/2012 Tanggal 27 Maret 2012 dalam pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3. Yang kemudian diperkuat dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-12/2014 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Musyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain karena cacat formil, kedua undang-undang tersebut juga secara materil mengandung beberapa muatan yang perlu mendapat perhatian oleh DPD RI, yaitu: 1. Terhadap substansi dan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UndangUndang Tapera. a. DPD RI memandang bahwa Undang-Undang Tapera yang baru disahkan oleh DPR dan pemerintah tidak mengakomodasi tentang ketersediaan kepemilikan tanah serta kestabilan harga tanah. Undang-Undang Tapera juga mengalami tumpang tindih dengan Undang-Undang BPJS, terutama dalam hal iuran. Hal inilah yang menyebabkan pro dan kontra di kalangan pekerja dan pengusaha. b. Selain itu, Undang-Undang Tapera tidak boleh diarahkan untuk kepentingan ekonomi semata, tetapi harus lebih kepada kepentingan ketersediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Undang-Undang Tapera juga tidak mengatur tentang Bank Tanah sebagai solusi atas permasalahan lahan bagi penyediaan perumahan. c. Tidak adanya unsur masyarakat sebagai peserta Tapera dalam struktur badan pengelola Tapera menunjukkan belum adanya keadilan bagi peserta Tapera. Padahal, dikerahkan itu semuanya dana masyarakat. Pemilik dana membayar iuran Tapera, namun mereka tidak berdaulat atas dana yang dikumpulkan badan pengelola Tapera maupun pengawasan pengelolaan Tapera oleh komite Tapera. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
16
d. Masuknya unsur OJK dalam Komite Tapera melanggar independensi OJK yang bertugas mengawasi kegiatan jasa keuangan. Bagaimana pun BP Tapera melakukan kegiatan jasa keuangan. Oleh karena itu, tidak logis menyerahkan OJK yang mengawasi kegiatan jasa keuangan sebagai komite Tapera. 2. Terhadap subtansi dan pokok-pokok pikiran yang terkandung Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. a. DPD RI memiliki perhatian yang serius terhadap perlindungan dan pemberdayaan nelayan mengingat 2/3 luas wilayah Indonesia adalah laut. Perlindungan nelayan juga mendesak karena peranan nelayan sebagai penyedia produk kelautan dan perikanan dari hasil penangkapan secara ekonomi sangat signifikan. Alasan lain bahwa keberadaan nelayan dengan beragam suku dan budaya dapat menjadi faktor untuk mempererat dan memperkokoh integrasi sosial di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nelayan memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan serta ekosistem. b. B.DPD RI telah melakukan tahapan pembentukan, penyusunan, dan pembahasan sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang MD3 jauh sebelum DPR menyiapkan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. DPD RI telah menyiapkan naskah akademik dan draf RUU tersebut untuk dibahas bersama dengan pemerintah dan DPR. Ini berarti dari sisi persyaratan suatu RUU untuk dapat diusulkan dalam Prolegnas, maka yang dilakukan DPD RI sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang P3. Namun kemudian, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan menjadi usul inisiatif DPR. Sementara, pada saat pembahasan Prolegnas, DPR RI maupun pemerintah belum memiliki naskah akademik atau draf RUU. c. Dalam Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, terdapat perbedaan substansi antara undang-undang yang ditetapkan pemerintah dan DPR dengan draf RUU inisiatif DPD RI. Bahwa, dalam draf RUU Pemberdayaan Perlindungan Nelayan inisiatif DPD RI, terdapat ketentuan mengenai dana bantuan langsung yang diperuntukan bagi nelayan, kelompok usaha bersama nelayan, dan koperasi perikanan. Dana bantuan langsung ini penting untuk pembiayaan permodalan dan pemberdayaan nelayan, terutama diperuntukan kepada kelompok nelayan yang rentan terhadap kemiskinan. Draf RUU inisiatif DPD RI juga mengatur tentang penyelesaian sengketa antara nelayan yang diselesaikan melalui mekanisme mediasi. d. DPD RI juga mendorong agar undang-undang diatur ketentuan tentang larangan dan sanksi bagi nelayan yang menyalahgunakan bantuan atau fasilitas dari pemerintah dan pemerintah daerah, ataupun menggunakan sarana dan prasarana fasilitas penangkapan ikan yang berpotensi merusak lingkungan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka DPD RI menyampaikan keberatan atas disahkannya Undang-Undang Tapera dan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Oleh karena itu, Komite II DPD RI akan melakukan langkah-langkah konstitusional dengan mempertimbangan kemungkinan diajukannya uji materi atau judicial review kepada Mahkamah Konstitusi. Komite II juga melaporkan beberapa kegiatan advokasi yang telah dilakukan guna mempercepat penyelesaian beberapa permasalahan di daerah, antara lain advokasi atas percepatan penyelesaian pembangunan PLTU di Kabupaten Tebo Jambi di mana PLTU itu telah mangkrak pembangunannya sejak tahun 2012. Advokasi atas mangkrak-nya SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
17
pembangunan Jembatan Telo di Sulawesi Selatan dan peninjauan kembali Permendag Nomor 35/M-DAK/PER/2/2011 tentang Tata Niaga Ekspor Rotan yang telah mematikan usaha 400 ribu petani, pengumpul, agen transporter, pengrajin, pedagang, dan sektor usaha lain yang berkaitan. Sebelum kami mengakhiri laporan Komite II ini, kami mengharapkan Sidang Paripurna dapat mengesahkan keputusan DPD RI tentang hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Selanjutnya adalah masa reses kali ini, Komite II juga mencetak buku saku untuk semua Anggota Komite II sebagai bahan reses. Inilah kinerja kita sebagai Anggota DPD RI yang akan kita bawa ke daerah. Demikian laporan perkembangan pelaksanaan tugas Komite II pada Sidang Paripurna ke-9 Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016 yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Pimpinan dan seluruh Anggota DPD RI, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera buat kita semua. Om shanti shanti shanti om. PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Terima kasih kami ucapkan kepada Pimpinan Komite II. Dan, sehubungan dengan permintaan pengesahan, kami menawarkan apakah kita dapat menyetujui hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran? Setuju? KETOK 2X PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Terima kasih, Pak Waka. Selanjutnya, kami persilakan kepada Pimpinan Komite III untuk menyampaikan laporan perkembangan tugasnya. Waktu dan tempat dipersilakan. PEMBICARA: Pdt. CARLES SIMAREMARE, S.Th., M.Si. (WAKIL KETUA KOMITE III DPD RI) Laporan pelaksaan tugas Komite III DPD RI disampaikan pada Sidang Paripurna ke9 DPD RI Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016 pada tanggal 17 Maret 2016. Yang terhormat Saudara Pimpinan DPD RI, yang terhormat Saudara Pimpinan Alat kelengkapan DPD RI, yang terhormat Saudara-saudara Anggota DPD RI, serta hadirin yang berbahagia. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Om swastiastu. Pada Sidang Paripurna yang mulia ini, perkenankanlah kami menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas Komite III DPD RI. Sesuai dengan peraturan Tata Tertib DPD RI bahwa Komite III DPD RI memiliki tugas dan kewajiban pada bidang pendidikan, agama, kesehatan, kesejahteraan sosial, kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olah raga, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, tenaga kerja dan transmigrasi, pengendalian penduduk keluarga berencana, dan perpustakaan. Adapun program kegiatan yang menjadi prioritas pembahasan Komite III adalah: 1. Penyusunan RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
18
2. Penyusunan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. 3. Penyusunan pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 4. Penyusunan pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. 5. Penyusunan pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan. 6. Penyusunan pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota DPD RI yang kami hormati, Sidang Dewan yang kami banggakan. Berkenaan dengan program-program kegiatan Komite III tersebut di atas, dapat kami laporkan perkembangan pelaksanaan tugas Komite III sampai dengan hari ini, baik bidang penyusunan RUU, pandangan dan pendapat, maupun pengawasan. a. Penyusunan RUU sebagai usul inisiatif Komite III DPD RI. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Rancangan Undang-Undang inisiatif Komite III DPD RI ialah Rancangan Undang-Undang tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Adapun perkembangan penyusunan rancangan undang-undang tersebut sehingga saat ini masih dalam tahap pendalaman materi dengan melakukan serangkaian kegiatan rapat dengar pendapat maupun rapat dengar pendapat umum, baik dengan pemerintah, pakar, maupun organisasi kemasyarakatan yang memiliki keterkaitan dengan materi kedua rancangan undang-undang tersebut. b. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Komite III DPD RI dalam melaksanakan kegiatan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri telah melakukan pendalaman meteri melalui kunjungan kerja ke tiga wilayah pada tanggal 28 Februari sampai dengan 2 Maret 2016, yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Kalimantan Utara, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pembahasan inventarisasi masteri masih akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya. c. Penyusunan pandangan terhadap rancangan undang-undang tertentu. 1. Untuk kegiatan penyusunan pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, sebagai referensi Komite III telah menggunakan acuan pembanding keputusan DPD RI Nomor 17/DPD RI/2/2011-2012 tentang RUU perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang pernah dihasilkan DPD RI pada periode 2009 – 2014. Namun demikian, sebagai tambahan referensi Komite III juga melakukan kegiatan rapat dengar pendapat umum dengan Anis Hidayah dari Migrant Care dan Albert Bonasahat dari ILO Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2016. Setelah dilakukan analisis dan pembahasan secara mendalam pada kegiatan finaslisasi pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri yang dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2016, maka Komite III telah menyepakati draf pandangan DPD dimaksud untuk diajukan dalam Sidang Paripurna DPD. Adapun garis besar subtansi materi pandangan DPD terhadap RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri dapat dibaca sebagaimana tertera pada laporan sebanyak 8 poin pandangan. 2. Untuk kegiatan penyusunan pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Penyandang Disabilitas, serangkaian kegiatan telah dilaksanakan, baik rapat SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
19
kerja, RDP, RDPU, maupun kunjungan kerja ke daerah. Setelah dilakukan analisis dan pembahasan secara mendalam pada kegiatan finalisasi pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Penyandang Disabilitas yang dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2016, maka Komite III telah menyepakati draf pandangan DPD dimaksud untuk diajukan di dalam Sidang Paripurna DPD. Adapun garis besar subtansi materi pandangan DPD terhadap RUU tentang Penyandang Disabilitas dapat dibaca sebagaimana tertera pada laporan sebanyak 9 poin pandangan. 3. Sedangkan untuk penyusunan pandangan DPD terhadap Rancangan UndangUndang tentang Kekarantinaan Kesehatan akan dilaksanakan secara intensif pada masa sidang berikutnya. Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota DPD RI yang kami hormati, dan Sidang Dewan yang berbahagia, berdasarkan laporan yang telah kami sampaikan di atas melalui Sidang Paripurna yang mulia ini, mari Komite III DPD RI meminta persetujuan anggota untuk dapat mengesahkan pandangan DPD terhadap dua materi RUU, yaitu: 1. Pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. 2. Pandangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas. Demikian laporan pelaksanaan tugas Komite III DPD RI selama Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016. Pada akhirnya, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Pimpinan beserta seluruh Anggota DPD RI, dan semua pihak yang telah banyak membantu kami, termasuk Sekretariat Jenderal. Semoga segala upaya yang diberikan mendapat balasan kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Damai sejahtera bagi kita semua. Om shanti shanti shanti om. Terima kasih. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Tepuk tangan buat pendeta kita. Terima kasih kepada Pimpinan Komite III. Setelah kita bersama mendengarkan laporan Pimpinan Komite III, dapatkah kita menyetujui: 1) pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, 2) dapatkah kita menyetujui pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Penyandang Disabilitas? Setuju? KETOK 2X Terima kasih kepada Pimpinan Komite dan Anggota Komite III atas hasil kerjanya. Selanjutnya, kami persilakan kepada Pimpinan Komite IV untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas. Kami persilakan.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
20
PEMBICARA : Drs. H. GHAZALI ABBAS ADAN (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD RI) Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah shalatu wassalamu ‘ala rasulillah amma ba'du. Pimpinan, teman-teman Senator Indonesia yang kami muliakan, atas nama Pimpinan dan Anggota Komite IV, izinkan saya menyampaikan laporan pelaksanaan tugas Komite IV DPD RI pada Sidang Paripurna ke-9 DPD RI, Kamis, 17 Maret 2016. Pada kesempatan ini, kami atas nama Pimpinan, Anggota, dan Sekretariat Komite IV menyampaikan rasa duka cita yang mendalam atas wafatnya Allah yarhamu Pak Dr. H. Sulistyo, S.H., M.Pd.. Demikian pula kami sampaikan belasungkawa atas wafatnya putera dari Bapak A.A Ngurah Oka Ratmadi beberapa hari yang lalu. Selanjutnya, sesuai dengan agenda Sidang Paripurna ini, perkenankan kami menyampaikan laporan pelaksanaan tugas Komite IV tentang: 1) hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, 2) usul inisiatif RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan RUU KUP. A. Materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004. Sesuai dengan amanat Pasal 22D UUD 1945 serta Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 2014, yakni Pasal 249 Ayat (1) huruf E dan Pasal 256 huruf E, Komite IV melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan serta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilakukan melalui: 1) kunjungan kerja ke tiga provinsi, yaitu Babel, Sulteng, 2) kemudian ada RDP dengan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dan Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia tanggal 7 Maret 2016, 3) finalisasi materi pada tanggal 7 – 9 Maret 2016. Beberapa kesimpulan hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 tentang PKPD adalah sebagai berikut. Ini harus saya baca ini. Ini paling inti sebenarnya, mohon izin. 1. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang dan situasi yang akan datang. Undang-Undang tersebut tidak sinkron dengan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235 dan seterusnya tentang konversi penyaluran Dana Bagi Hasil dan atau Dana Alokasi Umum dalam bentuk nontunai melanggar bertentangan dengan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. 3. Kriteria luas wilayah laut bagi daerah kepulauan dan indeks kemahalan konsumsi telah dimasukkan sebagai dasar perhitungan DAU. Namun, bobotnya masih relatif kecil sehingga tidak dapat meningkatkan besaran DAU secara memadai dibandingkan dengan tingkat kesulitan geografis bagi daerah kepulauan, daerah tertinggal, serta daerah terluar, dan belum dapat mengurangi celah fiskal daerah. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
21
4. Usul DAK belum berbasis proposal. Semestinya memprioritaskan hasil musrenbang daerah masing-masing yang belum tertampung dalam APBD. Dengan demikian, tidak terjadi pengalokasian DAK yang lebih besar atau lebih kecil, tidak sesuai dengan pemerintah daerah. 5. Secara filosofis, dana perimbangan seharusnya menjawab tuntutan ekonomi seluas-luasnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, tetapi pada praktiknya anggaran KL pada APBN Tahun Anggaran 2016 lebih besar daripada dana perimbangan. Data Kementerian Keuangan menunjukkan dalam APBN Tahun 2016, untuk transfer ke daerah 723 triliun, sedangkan belanja KL sebesar 784 triliun. Artinya apa? Belanja KL lebih besar ketimbang uang ke daerah-daerah, padahal daerah itu banyak rakyat dan banyak masalah. 6. Informasi besaran DBH (Dana Bagi Hasil) yang diterima daerah terlambat sehingga berakibat pada terlambatnya penyusunan APBD. 7. Penyaluran dana desa tahun 2016 masih mengalami keterlambatan. 8. Daerah tidak memiliki akses informasi dan untuk melakukan check and balance mengenai akurasi besaran DBH minyak dan gas yang diterima. Hadirin yang berbahagia, terhadap kesimpulan hasil pengawasan tersebut, direkomendasikan sebagai berikut. 1. Aspek yuridis. 2. Ini saya baca semuanya, tidak usah substansinya. Aspek empiris. Pimpinan dan Anggota, hadirin yang kami muliakan, demikian hasil pembahasan Komite IV yang dapat kami sampaikan untuk dapat diambil keputusan dalam Sidang Paripurna Dewan DPD RI yang mulia ini. Sebagai, saya ulangi, demikian hasil pembahasan Komite IV yang dapat kami sampaikan untuk dapat diambil keputusan dalam Sidang Paripurna DPD RI yang mulia ini sebagai keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Data Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. B. Usul iniatif RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan RUU KPU. Usul inisiatif RUU KPU dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan perekonomian global dan domestik ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan kebijakan perpajakan dan administrasi perpajakan yang lebih modern sehingga perlu diganti. Sehubungan dengan itu mengingat Pasal 22D Ayat (1) dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945, Komite IV menyampaikan usul inisiatif RUU KUP setelah melalui serangkaian proses pembahasan a sampai z. Secara garis besar, RUU KUP yang disampaikan oleh Komite IV dimuat prinsip-prinsip sebagai berikut. Ini harus saya baca. 1. Pengaturan berkaitan undang-undang ketentuan umum tentang cara tata perpajakan dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal ini, RUU KUP menjadi induk undang-undang bidang perpajakan. 2. Pengaturan kedudukan undang-undang bidang perpajakan dengan undangundang atau peraturan perundang-undangan serta perjanjian kontrak tertentu. 3. Penempatan penyelesaian administrasi mendahului penyelesaian dana atau ultimum remedium. 4. Sanksi sebagai sarana membangun kepatuhan sukarela wajib pajak. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
22
5. Peningkatan kepatuhan sukarela dari kepatuhan paksaan harus berjalan beriringan. 6. Kesetaraan hak dan kewajiban antara fiskus dan wajib pajak. 7. Sanksi administrasi berupa bunga disesuaikan dengan kondisi saat ini dan prognosa mendatang. 8. Penegasan bahwa perlu dianut satu prinsip bahwa yang dapat dieksekusi hanyalah keputusan di bidang perpajakan yang sudah final dan berkekuatan hukum tetap dan merupakan suatu keputusan dari lembaga yudikatif. Adapun lembaga eksekutif, dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak, belum merupakan satu keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hadirin yang kami muliakan, prinsip-prinsip tersebut secara lebih terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Aspek kelembagaan. 2. Aspek pelayanan. 3. Aspek keadilan. 4. Aspek kepastian hukum. 5. Sanksi pidana. 6. Penyederhanaan pemeriksaan. 7. Perpajakan internasional dan bentuk kerja sama lainnya. Pimpinan yang terhormat, anggota yang kami muliakan. Demikianlah hasil pembahasan Komite IV terhadap RUU KUP yang dapat kami sampaikan. Untuk selanjutnya, dapat diambil putusan dalam Sidang Paripurna DPD yang mulia ini sebagai keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pimpinan, Anggota, dan hadirin Sidang Paripurna yang kami hormati, pada Sidang Paripurna yang mulia ini kami juga melaporkan perkembangan pembahasan Komite IV, yaitu rekomendasi DPD RI terhadap rencana kerja pemerintah tahun 2017 sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi anggaran DPD. Ini tidak saya baca. Demikianlah laporan Komite IV Masa Sidang yang lalu. Kiranya apa yang kami sampaikan ini menjadi perhatian kita semuanya dan tidak hanya tertera di atas kertas. Lebih dari itu adalah harus kita wujudkan sebagai bentuk peningkatan kapasitas kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Terima kasih kepada Pimpinan Komite IV yang telah menyampaikan laporan perkembangan dan juga kepada kita, kepada Paripurna ini diminta dua persetujuan. Pertama, dapatkah kita menyetujui RUU inisiatif DPD RI tentang revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan? Yang kedua, kepada kita diminta juga persetujuan mengenai hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dapatkah kita setujui? KETOK 2X Baik, terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komite IV yang telah melaksanakan tugas konstitusinya. Selanjutnya, kami persilakan kepada Pimpinan Pansus
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
23
Karhutla untuk bisa menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugasnya. Kami persilakan. PEMBICARA: PARLINDUNGAN KARHUTLA DPD RI)
PURBA,
S.H.,
M.M.
(KETUA
PANSUS
Terima kasih. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita. Om swastiatu. Pimpinan DPD yang terhormat, rekan-rekan senator DPD yang terhormat, saudara Sesjen dan Wakil Sesjen, beserta Sekretariat Pansus yang saya hormati, teman-teman dan para hadirin yang berbahagia. Izinkan pada kesempatan ini saya hanya membacakan beberapa hal saja yang terkait tentang Pansus Karhutla. Sebagaimana kita memahami bahwa Pansus Karhutlah ini adalah sesuai dengan SK daripada Paripurna, dan dalam melaksanakan tugasnya sudah mengadakan beberapa kali kunjungan media, yaitu ke Kompas dan Media Indonesia, juga kunjungan kerja ke Provinsi Riau, serta FGD di Jambi, dan rapat dengan Badan Restorasi Gambut, dan terakhir kemarin dengan Universitas Sriwijaya dan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Bersama ini kami sampaikan juga bahwa tadi telah kita lihat penandatanganan, yaitu Deklarasi Kaukus Parlemen Hijau Indonesia yang didukung oleh teman-teman dari DPRD tiga provinsi pada awalnya, yaitu Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Jambi. Terima kasih kami sampaikan kepada yang telah hadir dan kepada Saudara Azis khususnya yang mendeklarasikan pada saat itu. Latar belakang hutan Indonesia mengalami kerusakan yang parah antara tahun 2000 – 2012 telah kehilangan hutan primer sebanyak 15 juta hektar. Data dari strip menunjukkan adanya peningkatan titik panas (hotspot). Tahun 2010, sejumlah 9.880; tahun 2011, 28.000an; tahun 2012, 19.000; tahun 2014, 31.000; dan tahun 2015 itu banyak sekali. Total lahan yang terbakar sebesar 2.086.911 hektar dengan rincian 1.471.300 hektar lahan nongambut dan 615.611 hektar lahan gambut data dari LHK. Kebakaran hutan dan lahan berdampak sangat nyata dan serius. Kita melihat di Riau data ISPA sebanyak 65.232, selanjutnya di Sumsel 101.000, di Kalimantan Barat 43.477, di Kalteng sebanyak 52.000, dan data di Kalsel sebanyak 97.430. Kabut asap oleh kebakaran juga telah menyebabkan gangguan serius pada sistem transportasi, mengganggu perekonomian, bahkan juga menyebabkan terganggunya proses pendidikan di berbagai provinsi. Data World Bank menunjukkan bahwa kerugian tahun 2015 itu mencapai lebih daripada 16 miliar US dollar atau lebih dari dua kali kerugian ekonomi karena tsunami pada tahun 2004. Dari sisi lingkungan hidup, kebakaran juga telah menyebabkan pencemaran udara yang sangat parah. Bukan hanya negara di Indonesia, tetapi juga sampai kepada negara Singapura, Malaysia. Selain, kebakaran tersebut juga telah melepaskan 16 juta ton CO2 perhari, sedangkan dari World Research Institute menunjukkan data emisi CO2 yang dilepas oleh kebakaran Indonesia selama tiga minggu telah melebihi emisi CO2 dari Jerman selama setahun. Ironisnya, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, PP Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Pencemaran Lingkungan Hidup, dan PP Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, dan PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Hal di SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
24
atas menunjukkan bahwa setidaknya peraturan perundangan yang ada belum mampu berjalan secara efektif seperti yang diharapkan. Hal itu terjadi karena pada satu sisi masih kurang optimalnya penegakan hukum dan pada sisi lainnya adalah persoalan dalam perumusan peraturan. Fakta di lahan, fakta kebakaran itu pengelolaan sumber daya alam adalah tidak dibarengi dengan pengetahuan mengenai karakteristik sumber daya alam yang akan dikelola atau dimanfaatkan. Selanjutnya, penanganan kebakaran hutan lahan di Indonesia lebih difokuskan kepada aspek pemadaman daripada aspek pencegahan. Hal demikian dapat disimpulkan dari fakta bahwa sebagian besar instansi pemerintah hanya akan bergerak apabila telah terjadi kebakaran sehingga akan menghasilkan proyek yang membutuhakan dana besar dibanding program-program pencegahan. Dua, di dalam program-program jangka pendek dan kegiatan yang dilakukan lebih ditekankan pada aspek pemadaman. Ketiga, rendahnya komitmen dan keinginan untuk mengalokasikan dana personel, teknologi, peralatan, dan sebagainya dalam upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Keempat, infrastruktur dan logistik penangganan tidak terorganisasi. Kelima, koordinasi penanganan kebakaran terlambat sehingga kebakaran hutan semakin luas. Penanganan kebakaran hutan dan lahan belum memiliki pengaturan yang jelas dan keras terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan sehingga belum mampu efek jera yang optimal terhadap mereka. Berdasarkan hal tersebut di atas, mengambil sikap terhadap kebakaran hutan dan lahan sebagai berikut. 1. Terkait legislasi dan penegakan hukum. a. Menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan adalah kejahatan kemanusiaan. Saya ulang, menyatakan kebakaran hutan dan lahan adalah kejahatan kemanusiaan. b. Mengusulkan RUU tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada Sidang Paripurna sebagai usul inisiatif RUU dari DPD RI. a. Meminta kepada pemerintah untuk meneruskan, memperkuat, dan memperluas cakupan moratorium pemberian izin pemanfaatan lahan gambut serta untuk melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh izin pemanfaatan lahan gambut yang sudah diberikan. b. Meminta agar pemerintah meningkatkan penegakan hukum melalui pemberian sanksi administrasi, pidana, dan perdata berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan. c. Meminta pemerintah untuk untuk memastikan bahwa pendanaan bagi kegiatan pencegahan dan atau penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tidak akan bertentangan dengan azas pencemar pembayar, politers P principal. Atas dasar itu maka pada satu sisi, kami meminta pemerintah untuk melakukan semua langkah hukum guna memastikan bahwa penggunaan dana publik untuk pencegahan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan akan diganti oleh pencemar. Sedangkan, pada sisi lain kami juga mendorong pemerintah untuk segera menerima PP terkait Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Pasal 42 dan 43 tentang dana penanggulangan dan pemulihan pencemaran kerusakan lingkungan. 2. Penganggaran a. Mengusulkan pada pemerintah pusat agar mengizinkan kepada pemerintah daerah untuk mencairkan dana tidak terduga guna menanggulangi kebakaran secara cepat. b. Meminta agar seluruh daerah yang rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan dibekali dengan sarana dan prasarana yang dapat secara efektif mencegah pemadaman atau menanggulangi kebakaran serta dapat lebih menjamin
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
25
keselamatan dan keamanan pekerja personel pemadaman kebakaran, khususnya personel yang berada di lapangan. c. Meminta agar pemerintah menyediakan anggaran yang cukup untuk menjamin kelayakan upah gaji serta asuransi jiwa dan perlindungan kecelakaan kerja bagi para personel pemadam kebakaran. d. Mengusulkan adanya penyerahan mekanisme pencairan anggaran operasional untuk pencegahan dan penanggulangan dini kebakaran hutan dan lahan. e. Ini yang merupakan masukan baru, mengusulkan kepada pemerintah pusat agar dana desa dapat dipergunakan dalam penanganan awal kebakaran hutan dan lahan. 3. Pengawasan sebagai bentuk pelaksanaan fungsi DPD RI, Pansus merekomendasikan agar pemerintah: a. Membuat program pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, b. Membuat program penanganan lahan pascakebakaran hutan dan lahan, c. Meningkatkan koordinasi dan integrasi penanganan kebakaran hutan dan lahan Indonesia d. Melakukan penguatan, pencegahan, dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan melalui direktorat pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dan tadi Pansus Karhutla DPD RI telah bersepakat membentuk kaukus parlemen hijau Indonesia. Demikian laporan kami dan izinkan, Pak Ketua, kami juga sudah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Kebakaran Lahan dan Hutan yang pada tahun 2008 dahulu sudah ada, tetapi belum bisa kita sampaikan karena wewenang yang belum sehingga pada hari ini kami serahkan kepada kita sekalian untuk dapat menjadi masukan draf RUU Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan dan naskah akademiknya. Saya pikir ini yang dapat saya sampaikan, sekali lagi terima kasih atas kepercayaan yang disampaikan kepada kami. Izinkan juga kami ingin menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah menjadi anggota Pansus: Bapak Abdul Gafar Usman, Ibu Rosti Uli, Bapak Syukur, Daryati Uteng, Ibu Asmawati, Dedi Iskandar Batubara, Permana Sari, Muhammad Rahman S.E, Habib Abdurrahman Bahasyim, Rubaeti Erlita, Siska Marleni, Djasarmen Purba, Wa Ode Hamsinah Bolu, Anna Latuconsina, Mesakh Mirin, Abdullah Manaray, Abdul Aziz, Intsiawati Ayus, H. Novi Candra, Aji Muhammad Mirza Wardana, Ketua Parlindungan Purba dan Wakil Ketua Abdul Gafar Usman dan Wa Ode sebagai sekretaris. Sekian dan terima kasih. Terima kasih, Pak Ketua, ini kami serahkan dengan harapan ini bisa menjadi monumen untuk penanggulangan kebakaran hutan. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita. Om shanti shanti shanti om. Horas. Nuwun sewu. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Terima kasih kita ucapkan kepada Pimpinan Pansus Karhutla (Kebakaran Hutan dan Lahan). Setelah tadi kita mendengarkan laporan Pimpinan Pansus Karhutla, dapatkah kita menyetujui rekomendasi DPD tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan?
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
26
KETOK 2X Terima kasih, tepuk tangan buat Pansus Karhutla. Baik, Bapak-Ibu sekalian, selanjutnya kita akan mendengarkan laporan perkembangan pelaksanaan tugas, progress report alat kelengkapan yang tidak diambil keputusan. Untuk itu, kami persilakan BPKK untuk menyampaikan laporannya. Kami persilakan. Silakan. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (KETUA BPKK DPD RI) Laporan BPKK DPD RI Pada Sidang Paripurna ke-9, 17 Maret 2016. Yang Terhormat Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Para senator yang berbahagia. Hadirin yang dimuliakan. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita sekalian dan, Om swastiastu. Izinkanlah kami Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan DPD RI menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas BPKK DPD RI pada sidang yang terhormat ini, tetapi sebelumnya Saudara-saudara, kami ingin menyampaikan beberapa hal sebagai berikut. 1. Berdasarkan visi DPD RI sesuai dengan renstra adalah bahwa menjadikan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai lembaga perwakilan yang mampu secara optimal dan akuntabel memperjuangkan aspirasi daerah untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut, maka misi utama yang harus dijalankan pimpinan dan segenap anggota DPD adalah memperkuat kewenangan DPD RI melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tahap kelima. 2. Mengoptimalkan pelaksanaan fungsi legislasi pengawasan dan penganggaran sesuai kewenangan yang ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang turunannya. 3. Memperkuat kapasitas pelaksanaan fungsi representasi yang mencakup penampungan dan penindaklanjutan aspirasi daerah dan pengaduan masyarakat serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan DPD dalam rangka akuntabilitas publik. Dari visi dan misi tersebut, tujuan utama yang ingin dicapai BPKK DPD RI adalah terwujudnya DPD RI sebagai salah satu lembaga negara yang berperan aktif dan menjaga keseimbangan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara terlebih oleh legislatif melalui optimalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi keparlemenan. 4. Selain tujuan utama, tujuan strategis yang ingin dicapai adalah terwujudnya titik keseimbangan baru pada kekuasaan legislatif antara DPR RI dan DPD RI untuk membangun sistem bikameral yang efektif dan berimbang atau yang dikenal dengan effective and balance bicameral. 5. Untuk menunjang visi misi dan mencapai tujuan tersebut, maka tugas dan tanggung jawab BPKK sebagai alat kelengkapan DPD RI, yaitu: a. Pengembangan kapasitas kelembagaan DPD dengan melaksanakan penguatan kewenangan melalui upaya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagaimana rekomendasi Nomor 4 Tahun 2014 sehingga fungsi yang dapat dioptimalkan sebagai pemegang kekuasaan legislatif dan kekuasaan penyeimbang checked balances atau double checked dalam sistem ketatanegaraan
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
27
dengan pola 2 kamar atau bicameralism sesuai dengan prinsip-prinsip masyarakat yang demokratis. b. Penerapan peran DPD dalam pelasanaan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran DPD secara optimal sesuai ketentuan peraturan perundangundangan disertai upaya penguatan kapasitas kelembagaan dalam undang-undang terkait sesuai amanat konsititusi sehingga kekuatan DPD dapat dirasakan manfaatnya oleh pemangku kepentingan dalam kehidupan masyarakat yang semakin demokratis. c. Peningkatan peranan dan optimalisasi pelaksanaan fungsi representasi, terutama dalam memperjuangkan aspirasi daerah, termasuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan permasalahan yang disampaikan pemerintah daerah terkait hubungan antara pemerintah daerah dan atau pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. d. Peningkatan kapasitas keanggotaan sebagai senator dan legislator yang kami kenal dengan perlu dikembangkan, diciptakan legal actor dan political actor dalam melaksanakan fungsi-fungsi kenegaraan dan keparlemenan. 6. Selanjutnya dalam rangka merekonstruksi atau memperkuat DPD diperlukan strategi menuju amandemen UUD 1945, yaitu: a. Melakukan pengkajian dan perumusan kembali draf usulan DPD untuk amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang mencakup usul perubahan Pasal 22D dan usul perubahan pasal-pasal terkait lainnya yang disesuaikan dengan konsepsi dari fraksi-fraksi yang diajak berkolaborasi. b. Membangun kerja sama dengan fraksi-fraksi di MPR beserta partai politik pendukungnya di MPR guna mendukung upaya penguatan kewenangan DPD melalui amandemen kelima c. Membangun kerja sama dengan kekuatan-kekuatan nonpartai politik sehingga dapat memberikan dukungan nyata dalam mendorong MPR melakukan amandemen UUD 1945, khususnya terkait kekuatan kewenangan DPD. Hadirin yang terhormat. Dalam melakukan upaya penataan sistem ketatanegaraan melalui usul perubahan UUD 1945 di MPR, BPKK serius berjuang dengan merasakan beberapa kegiatan strategic antara lain: 1. Penelitian BPKK yang mengenai fungsi legislasi, pengawasan, dan fungsi anggaran. Hasil penelitian akan menjadi modal dasar bagi BPKK dalam mendorong pembahasan penataan sistem ketatanegaraan di Indonesia yang saat ini tengah berproses di Badan Pengkajian di MPR serta modal untuk melakukan pendekatan dan komunikasi politik dengan partai-partai politik. Dalam pelaksanaan penelitian tersebut, BPKK melibatkan beberapa mitra kerja, antara lain Universitas Islam Yogyakarta, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Diponegoro Semarang. 2. Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR RI, BPKK RI bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Krisnadwipayana Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, dan Fakultas Hukum Universitas Balikpapan Kalimantan Timur. 3. Komunikasi Politik dengan Partai Hanura dilakukan pada tanggal 12 November di Kantor DPP Hanura 12 November 2015, maaf. Kemudian, komunikasi politik dengan Partai Keadilan Sejahtera tanggal 6 November bertempat di Kantor DPP PKS. Komunikasi dengan 5 partai politik, pertemuan ini dihadiri oleh pimpinan partai politik dari Golkar, Gerindra, PKS, PAN, Hanura dan tanggal 7 Februari 2016 di Uluwatu Bali. Yang belum kami lakukan adalah dengan Partai Nasdem, Gerindra, dan SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
28
PKB. Diharapkan, Pimpinan, setelah reses mungkin kita melakukan komunikasi politik dengan tiga partai yang cukup berpengaruh saat ini. 4. Focus Group Discussion (FGD) dengan Media Research Center, Metro TV Group pada tanggal 10 Maret dilakukan untuk membentuk opini publik agar memberi ruang kepada DPD bisa lebih kuat secara konstitusi. FGD dengan tema “DPD Kuat, Indonesia Mantap: Menyemai Substansi tanpa Sensasi” dan sudah di-publish cukup luas menggunakan media cetak maupun media elektronik, dua hari yang lalu ada dua halaman. Sangat luar biasa kegiatan itu. Selanjutnya, dalam menyikapi ketatatanegaraan yang terjadi, Pimpinan sekalian, sidang yang terhormat, BPKK mengunakan strategi dua model pendekatan, yakni SWOT Analysis dan Smart Approach. SWOT Analysis Perlu disampaikan bahwa dengan mengenal kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, kita bisa mendeteksi dini perkembangan politik ketatanegaraan, terus ditambah perspektif teori, ideologis, maupun sosiologis. Sebagai kekuatan utama kita adalah: 1. Bahwa sistem parlemen bikameral yang dianut memungkinkan posisi DPD memiliki kewenangan yang kuat seperti DPR 2. Kekuatan adalah isu demokratisasi dan desentralisasi daerah, dan permasalahannya menjadi daya dorong yang kuat dalam mewujudkan keadilan sosial. 3. Anggota DPD merupakan perwakilan daerah yang termasuk teritorial. PEMBICARA: dr. DELIS JULKARSON HEHI, MARS (SULTENG) Interupsi, Pimpinan. Pimpinan, interupsi. Karena agenda kita mungkin masih banyak Pimpinan, waktu berjalan terus. Ini kan kita bisa baca di buku deskripsi perjuangan DPD RI, mungkin bisa disingkat saja pimpinan, terima kasih. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (KETUA BPKK DPD RI) Bagaimana, Pimpinan? PEMBICARA: H. IRMAN GUSMAN, S.E., MBA. (KETUA DPD RI) Mohon ambil kesimpulannya, Pak. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (KETUA BPKK DPD RI) Karena Komite I menyita 45 menit. Ya saya kira artinya kita tidak bisa mempunyai kebiasaan kalau yang telat-telat itu, lalu dipotong-potong sebab kami juga bergumul tentang konsep ini juga berbulan-bulan. Tetapi, ya usul simpatik dari dr. Delis saya kira juga tidak salah. Kalau itu bisa dibaca ya syukur alhamdulillah, sebab begitu kita masuk ke ruang kerja kita sudah menumpuk itu dokumen-dokumen. Izinkan saya lanjut Pak ya? PEMBICARA: H. IRMAN GUSMAN, S.E., MBA. (KETUA DPD RI) Lanjut, Pak.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
29
PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (KETUA BPKK DPD RI) 4. Persepsi publik bahwa anggota DPD tidak berasal dari partai politik sehingga menjadi harapan positif dari kondisi yang terjadi di DPR. 5. Sebagian anggota DPD memiliki pengaruh politik yang luar biasa di daerah-daerah. 6. Beberapa judicial review yang diajukan oleh DPD dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Itu kekuatan-kekuatan kita. Bila diperhatikan bahwa UUD 1945 saat ini sangat jauh berbeda dengan semangat awalnya. Besarnya dukungan publik terhadap amandemen UUD 1945 yang ditunjuk melalui hasil survei, itu kekuatan-kekuatan yang harus kita jaga.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nah ini kelemahannya, Saudara-Saudara: Gerakan DPD yang terbatas pada 22D itu dibatasi hanya dapat mengajukan dan seterusnya. Kapasitas anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi belum dilakukan secara maksimal. Jumlah anggota DPD kurang dari sepertiga dari anggota DPR, itu kelemahan juga. 4. Melakukan lobi terhadap partai politik yang belum serius atau intens. Pelaksanaan komunikasi publik yang masih minim. Memanfaatkan media massa, baik untuk level nasional maupun daerah, yang masih minim juga Pemanfaatan media online dan mencitrakan dirinya yang masih minim. Kinerja DPD tidak banyak diketahui oleh publik. Wartawan yang bertugas di DPD belum dapat didorong lebih maksimal memberitakan DPD di media.
Nah, peluang-peluang opportunity itu banyak. 1. Adanya semangat yang sama untuk melakukan amandemen, itu semangat kolektif ya, dari partai-partai politik juga seperti itu. 2. Dinamika politik yang cair antara DPD dan DPR bisa dimanfaatkan untuk melakukan pendekatan terhadap partai politik. 3. Adanya semangat untuk menata sistem ketatanegaraan yang lebih baik. 4. Peluangnya adanya keinginan memperkuat mekanisme checks and balances dalam sistem parlemen di Indonesia. Karena memang ada salah satu hakim konstitusi pada putusan 79, Saudara-Saudara, dia mengatakan bahwa Indonesia menggunakan sistem unikameral, monokameral, dan dia mengatakan istilah senator itu tidak tepat. Untung itu tidak masuk di amar keputusan. 5. Kemudian, melemahnya kepercayaan publik terhadap DPR sekaligus adanya harapan masyarakat terhadap DPD, tetapi ini jangan sampai kita GR begitu ya. Bahwa, sebetulnya bukan melemahnya kepercayaan publik terhadap DPR, tetapi ada beberapa anggota sama juga dengan kita yang memang membuat lemahnya kelembagaan itu. 6. Citra DPD yang masih baik bagi publik dalam memperjuangkan kepentingan dan memajukan daerah-daerah. 7. Rancangan agenda pemilu yang kurang dari tiga tahun, ya kita mempunyai waktu yang agak singkat. 8. Kurangnya dukungan dari eksekutif, presiden belum memberikan sesuatu yang kita pegang ya. 9. Kurangnya dukungan dari partai politik yang dominan di DPR, ya masih sebagian abu-abu. 10. Sebagian masyarakat ataupun media massa yang agak ragu dengan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
30
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
Smart Approach Sementara, Smart Approach ya specific, measurable, achievable, realistic, dan timely. Kita bisa melihat bahwa spesifik kita adalah: Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 itu diupayakan bertujuan tetap mempertahan sistem bikameral yang telah dianut selama ini, bukan monokameral. Spesifikasi yang lain adalah amandemen UUD tetap menjaga semangat desentralisasi dan demokratisasi yang selama ini dilaksanakan dalam sistem politik di Indonesia. Anggota DPD menggali dukungan di daerah masing-masing dalam rangka upaya amandemen UUD Persepsi publik harus di-manage sedemikian rupa supaya lebih berpihak kepada kita penguatan DPD melalui amandemen Undang-Undang Dasar. Membangun dukungan dari partai politik khususnya elit partai melalui serangkaian lobi-lobi politik. Mendorong agar hasil judicial review yang dikabulkan oleh MK dihormati dan dijalankan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan. Karena itu, tim litigasi telah melakukan kodifikasi, kompilasi atas empat putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah disampaikan juga ya, dalam tas itu tinggal dibaca. Terkait hal tersebut dilakukan penormaan di dalam Undang-Undang Dasar terkait kedudukan dan fungsi DPD. Melakukan survei secara berkala dalam rangka membangun persepsi publik bahwa amandemen Undang-Undang Dasar sebagai suatu kebutuhan, suatu keniscayaan.
Measurable adalah atau terukur: 1. Setiap unsur baik kalangan politisi ataupun akademisi secara terus-menerus mendukung sistem bikameral. 2. Masyarakat harus selalu berbicara tentang demokratisasi dan desentralisasi sebagai unsur terpenting dalam amanademen Undang-Undang Dasar. 3. Lobi politik dilakukan secara intens terhadap partai politik khususnya 10 partai politik yang memiliki kursi di parlemen. 4. Setiap waktu melakukan komunikasi terhadap organisasi sosial kemasyarakatan. 5. Secara intensif membangun kerja sama dengan media massa. 6. Melakukan publikasi secara berkala minimal 4 kali dalam setahun. Achievable atau orientasi kepada hasil supaya berhasil: 1. Tujuannya ialah anggota parlemen tetap mempertahankan sistem bikameral. 2. Tujuannya ialah menjaga isu disentralisasi dan mendemokratisasi tetap mengemuka. 3. Kepala daerah dan elite politik dan pemerintah di daerah mendukung dilakukannya amandemen Undang-undang Dasar. 4. Tokoh masyarakat ikut sering menyuarakan Amandemen Undang-undang Dasar dan penguatan DPD. 5. Partai politik secara terbuka mendukung amandemen dan penguatan DPD, baik secara langsung maupun melalui media massa. 6. Survei dilakukan secara berkala minimal perenam bulan. Realistic, sesuatu yang nyata: 1. Kita harus melihat itu sebagai sebuah tantangan baru, tetapi juga potensi mempertahankan sistem bikameral merupakan hal realistis karena saat ini sistem ketatanegaraan Indonesia ialah menjalankan sistem tersebut.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
31
2. Isu desentralisasi dan demokratisasi merupakan isu yang tetap hidup pada kalangan elite dan masyarakat. Ini menunjukkan bahwa amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilakukan melalui pendekatan dus isu tersebut. 3. Anggota DPD sangat dikenal oleh masyarakat di daerah sehingga tidak sulit untuk memperoleh dukungan dari elite politik. 4. Partai melihat terdapat manfaat politik dalam mengamandemen Undang-Undang Dasar sehingga dengan melakukan pendekatan kepada partai politik, maka mereka mendukung langkah amandemen tersebut. 5. Hasil putusan MK dapat dinormakan dalam Undang-Undang Dasar sebagai manivestasi wujud MK sebagai penjaga konstitusi dan survei dapat dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun dan seterusnya. Timely, tepat waktu: 1. Kita harus lakukan itu seluruh agenda tentang wacana bikameral, desentralisasi, dan demokratisasi dukungan daerah, partai politik, dan publik dilakukan selama 1 tahun. 2. Survei dilakukan dua kali setahun, tepatnya pada bulan Juni dan Desember. 3. Publikasi dilakukan pada bulan April, Agustus, dan Desember. Hal ini tentunya sidang yang terhormat mendorong amandemen Undang-undang Dasar 1945 sesuai dengan mekanisme Pasal 37 dengan memperhatikan kekuatan politik yang ada di MPR 2014 – 2019. Sidang Dewan yang terhormat. Sejalan dengan hal tersebut, pada kesempatan Sidang Paripurna kali ini, izinkanlah kami BPKK membagikan materi kepada Anggota DPD RI yang sudah dikemas sedemikian rupa. Belum maksimal tentu saja yang terdiri atas: 1) deskripsi perjuangan DPD RI; 2) menakar arah amandemen; 3) executive summary penelitian BPKK DPD RI; 4) renstra BPKK DPD RI dan dokumen pendukung lainnya. Atas dasar hal tersebut, kami titipkan materi perkembangan penataan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang saat ini sedang bergulir di MPR RI untuk dapat disosialisasikan dengan stake holders di daerah pada saat kegiatan anggota DPD di daerah. Besar harapan kami juga agar pada Anggota DPD dapat solid dan menyuarakan kepada stakeholder di daerah pada saat reses mengenai pentingnya materi rekonstruksi lembaga perwakilan masuk menjadi salah satu materi amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Yang terhormat Pimpinan Anggota DPD RI. Melalui Sidang Paripurna yang terhormat ini, BPKK mengimbau agar seluruh Anggota DPD perlu menaruh harapan dan tekat yang kuat untuk mengikuti secara cermat setiap perkembangan politik ketatanegaraan, utamanya mengenai rencana dan agenda amandemen ke-5 Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, setiap materi penataan sistem ketatanegaraan dan materi terkait lainnya perlu dipelajari dengan baik supaya seluruh anggota DPD RI memiliki visi, persepsi, dan perspektif yang sama dalam perjuangan amandemen tersebut. Semoga tekad dan semangat utuh untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tetap terjaga dan mendapatkan kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Demikian yang dapat kami sampaikan dalam Sidang Paripurna ke-9 Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016 pada kali ini. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pimpinan BPKK DPD RI. Terima kasih. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
32
PIMPINAN SIDANG : H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. (KETUA DPD RI) Terima kasih saya ucapkan BPKK. Siap-siap PPUU, silakan. PEMBICARA: ADRIANUS GARU, SE., M.Si (NTT) Saya dulu, Pimpinan. Terkait apa yang disampaikan oleh Ketua BPKK, saya mohon izin untuk menyampaikan satu hal. Sebelum kita bicara amandemen, yang pertama tolong dimasukkan dulu dalam Prolegnas kaitan dengan Undang-Undang tentang DPD RI. Karena, ini kemarin juga di teman-teman DPR RI ini diskusi. Percuma kita panjang lebar terus nanti kalau ini juga tidak dijadikan prioritas. Supaya apa? Seluruh keputusan DPD RI itu dimanfaatkan oleh daerah. Jadi ini tolong Ketua, tolong ini. Terus yang kedua, merujuk apa juga yang disampaikan tadi bahwa ada empat keputusan kaitan dengan putusan MK, ini juga tolong lakukan komunikasi kedua pimpinan lembaga agar semua ini bermanfaat buat daerah dan bermanfaat buat lembaga, sebelum kita bicara kepada masalah Tatib dan lain sebagainya. Terima kasih. Saya kembalikan. PIMPINAN SIDANG : H. IRMAN GUSMAN, SE., MBA. (KETUA DPD RI) Sekalian nanti dijawab oleh PPUU. Silakan Pimpinan PPUU. PEMBICARA: DJASARMEN PURBA (WAKIL KETUA PPUU DPD RI) Laporan pelaksanaan tugas Panitia Perancang Undang-Undang Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016. Saudara Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang kami hormati. Saudara-saudara Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dan hadirin yang kami hormati. Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera buat kita semua Om swastiastu. Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita sidang pada hari ini dapat kita laksanakan. Pada Sidang Paripurna kali ini kami akan melaporkan terkait dengan perkembangan pelaksanaan tugas PPUU dalam penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Undang-Undang dan RUU tentang Sistem Perekonomian Nasional. Hadirin yang kami hormati. Sebelum kami baca lebih lanjut, kami boleh menjawab apa yang dipertanyaan oleh saudara kami dari Senator NTT. Bahwa kami telah mengajukan RUU DPD ketika Prolegnas, namun pada saat itu DPR menyatakan harus bersamaan dengan RUU DPR, RUU MPR, sehingga waktu itu ditunda dan kita akan siapkan kembali sesuai dengan apa yang diajukan oleh Senator kami dari NTT. Saya kira itu harapan kita. Terima kasih. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan UndangUndang kami telah melakukan inventarisasi materi di daerah dan beberapa kali rapat dengar pendapat umum dengan mengundang para pakar hukum tata negara dan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM. Hasil dari inventarisasi SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
33
tersebut di antaranya mengaskan bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang saat ini menjadi acuan dalam pembentukan undang-undang dinilai tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang secara tegas mengamanatkan bahwa tata cara pembentukan undang-undang seharusnya diatur dengan undang-undang tersendiri. Secara terstruktur, dari 104 pasal yang terdapat dalam Undang-Undang P3, hanya 52 pasal yang mengatur tentang proses pembentukan undang-undang. Sedangkan, selebihnya mengatur tentang tata cara pembentukan peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah, sebagai aturan pelaksanaan aturan otonom yang lebih tepat diposisikan dalam ranah eksekutif. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan atau dikenal istilah UU P3 belum memuat seluruh proses pembentukan undangundang secara material. Dapat dilihat bahwa pengaturan tentang proses interaksi kelembagaan dalam kerangka pembentukan undang-undang justru diatur dalam undangundang yang seharusnya memuat pengaturan tentang kelembagaan, dalam hal ini UndangUndang Dasar MD3. Demikian pula dengan proses penyusunan RUU di masing-masing lembaga DPR, DPD, maupun pemerintah yang diatur oleh peraturan lembaga masing-masing dalam peraturan DPR, peraturan DPD, dan peraturan presiden. Seharusnya, muatan norma penyusunan RUU yang ada dalam peraturan DPR, peraturan DPD, dan peraturan presiden dimuat dalam Undang-Undang tentang Pembentukan Undang-Undang. Dengan adanya RUU tentang Pembentukan Undang-Undang ini, maka implementasi dari Pasal 22D Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat dimaksimalkan sesuai dengan maksud dan tujuan kehadiran DPD sebagai lembaga representasi daerah dalam tatanan pembentukan kebijakan nasional. Hadirin yang kami hormati. Terkait dengan RUU inisiatif tentang Sistem Perekonomian Nasional, hasil inventarisasi di daerah dan rapat dengar pendapat dengan pakar ekonomi bahwa pengejawantahan lebih lanjut dari Pasal 33 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 harus ditegaskan dalam perekonomian secara imperatif, tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri mengikuti kehendak dan selera pasar. Dengan demikian, peran negara tidak hanya sekadar mengintervensi, tetapi menata, mendesain wujud, dan menstruktur untuk mewujudkan bangun kebersamaan dan asas kekeluargaan serta terjaminnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan adanya penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pembangunan ekonomi haruslah inherent dengan kemajuan pembangunan nasional. Oleh karenanya, pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah harus juga memberdayakan serta mengembangkan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat-masyarakat kecil sebagai langkah partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Adapun tujuan pembentukan RUU ini adalah menjunjung tinggi demokrasi dan juga menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Pembangunan nasional haruslah dilakukan dengan tercapainya tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan kata lain, yang menjadi fokus pembangunan adalah manusianya, bukan sekadar ekonominya. Perekonomian Indonesia harus diurus dan dikelola seperti apa pun, harus berpangkal pada usaha bersama dan berujung pada kesejahteraan social, yaitu pada kemakmuran bersama. Untuk konsepsi RUU tentang sistem perekonomian nasional ini lebih lanjut akan dirumuskan oleh sekretariat dan tim ahli ke dalam naskah akademik dan draf naskah akademik dan RUU. Hadirin yang kami hormati. Selain hal tersebut di atas, berdasarkan surat masuk dari Komite IV melalui surat Nomor DN sekian, tertanggal 16 Februari 2016 mengenai RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PPUU telah melakukan harmonisasi pembulatan dan pemantapan SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
34
konsepsi tentang RUU tersebut. Adapun hasil dari kegiatan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi tersebut, Rancangan Undang-Undang tentang ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan telah dikomunikasikan antara tim ahli RUU dengan sekretariat Komite IV bersama staf ahli dan sekretariat PPUU sehingga semua penyempurnaan yang berkembang dalam proses harmonisasi telah diakomodiasi dalam satu naskah. Substansi secara lengkap akan disampaikan Komite IV sebagai penyusun RUU tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yang tadi telah disampaikan kepada kita semua. Adapun substansi secara umum, PPUU hanya mengapresiasi PPUU tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang telah disusun Komite IV. Seharusnya DPR dan pemerintah membahas RUU ini sebelum membahas RUU Tax Amnesty yang menjadi polemik. Selain itu, RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2016 sehingga apabila dalam Sidang Paripurna ini RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah disusun Komite IV dapat disahkan, maka DPD RI harus menyampaikan RUU itu sebagai RUU inisiatif DPD RI. PPUU sangat berkeinginan bahwa RUU ini merupakan RUU yang sangat urgent dalam prioritas pembahasannya. Untuk ini, mohon izin Pimpinan supaya untuk Komite IV kita berikan apresiasi dulu. Terakhir, dalam rangka pengembangan kelembagaan law center, DPD RI rencananya pada tahun 2016 ini law center akan melakukan kerja sama dengan 12 perguruan tinggi di daerah untuk melakukan penelitian dan kajian terhadap permasalahan yang ada di daerah. Dan selain itu, kami mengadakan seminar nasional dengan mengundang 38 perguruan tinggi di daerah yang telah kita MoU ditambah dengan 12 perguruan tinggi rintisan baru untuk melakukan kerja sama dengan law center. Kerja sama dengan perguruan tinggi ini penting sekali untuk dukungan kelembagaan dalam memperkuat fungsi legislasi DPD RI. Bahkan, kami informasikan bahwa mereka yang 50 ini nantinya sudah siap untuk mendeklarasikan penguatan dari pada DPD itu. Oleh karena ini, kita harap dukungan dari pada kawan-kawan semua. Demikian laporan yang dapat kami sampaikan dalam Sidang Paripurna kali ini. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Om shanti shanti shanti om. Pimpinan Panitia Perancanang Undang-Undang. Ketua Drs. Muhammad Afnan Hadikusumo ditandatangani, Wakil Ketua Djasarmen Purba, Wakil Ketua Baiq Diah Ratu Ganevi, tanda tangan. Terima kasih. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Pak Ketua, izin interupsi Pak Ketua. 114. Apa memungkinkan Pak Djasarmen sebelum meninggalkan forum menjawab pertanyaan kami dulu? Izin Pak Ketua, interupsi. Saya, Pak Ketua mohon maaf hanya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa alur kerja kita di DPD ini kan ada. Tentu saya mengapresiasi hasil kerja dari PPPU. PPPU. PPU. PEMBICARA: DJASARMEN PURBA (WAKIL KETUA PPUU DPD RI) PPUU. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Saya PPPU. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
35
PEMBICARA: DJASARMEN PURBA (WAKIL KETUA PPUU DPD RI) Salah. PPUU. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) PPUU. PEMBICARA: DJASARMEN PURBA (WAKIL KETUA PPUU DPD RI) Iya betul. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Saya mengapresiasi hasil kerja teman-teman, tetapi melalui forum ini karena ini forum yang tidak mengambil keputusan untuk seperti yang penyampaian oleh Pimpinan tadi, saya ingin bertanya tentang alur kerja, Pak Ketua. Kami di Sulawesi Barat menunjuk siapa yang duduk di PPUU, saya harus tulis dulu supaya enak mengucapkan. Saya hanya ingin bertanya, di luar dari apa yang disampaikan di laporan tadi. Paripurna sebelumnya saya mantan Ketua Pansus Tatib. Alur kerja Pansus Tatib ada. Amanah Paripurna memberikan Pansus Tatib yang harus melakukan penyisiran adalah Badan Kehormatan. Pertanyaan saya kepada PPUU adalah menanggapi surat pimpinan bahwa di surat itu menyatakan melakukan penyisiran terhadap hasil kerja Pansus. Saya tanya kepada teman-teman di PPUU, apa pernah ada pleno? Tidak pernah ada pleno. PPUU tiga-tiganya Pimpinan bertanda tangan meneruskan surat Pimpinan DPD kepada Badan Kehormatan. Apa begitu alur kerja kita di alat kelengkapan? Mengeluarkan surat yang kemudian notabenenya adalah mengambil, adalah sebuah sikap alat kelengkapan, tetapi tidak melalui pleno? Tolong berikan jawaban kepada kami. Saya tanyakan kepada teman saya di Sulawesi Barat, pernah tidak pleno itu? Tidak pernah. Kami menerima dan membaca surat itu. Surat itu melanjutkan permintaan Pimpinan DPD, dijawab oleh Badan Kehormatan. Saya hanya ingin ada penghargaan dan pernghormatan terhadap seluruh alur-alur kerja alat kelengkapan. Saya tidak mau PPUU itu seperti alat kelengkapan yang sudah diperalat untuk kepentingan. Kasih tahu saya, saya tanya anggota-anggota di PPUU, tidak pernah ada pleno mengeluarkan surat Pimpinan, mencoba menegaskan hasil keputusan paripurna yang notabene adalah saya Ketua Pansusnya. Ada apa itu PPUU? Tolong dijawab. Kenapa? Kita tidak ingin masingmasing alat kelengkapan mencoba menegasi hasil kerja kita. Kita ingin PPUU bekerja sesuai dengan relnya. Kita ingin output PPUU itu kualitasnya output-nya bagus, begitu. Tolong diberikan klarifikasi. Saya tanya kepada anggota-anggota PPUU, itu tidak pernah diputuskan di pleno, bersurat menindaklanjuti surat Pimpinan. Tolong diberikan jawaban, Pak Ketua. Ini butuh klarifikasi. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik. Saya terima dulu, nanti kalau ada waktu dijawab. Silakan. Nanti di depan duduk saja. Serahkan dulu, nanti baru dijawab. Baik, mohon waktunya karena kita masih ada tiga lagi ya. PEMBICARA: Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (KETUA PPUU DPD RI) Pimpinan, boleh saya menjawab Saudara Asri? SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
36
Ya, jadi kenapa surat PPUU itu ditandatangani tiga orang? Karena tiga orang ini, saya ketua, dua wakil ketua, itu yang punya legal standing apabila Tatib itu diberlakukan. Jadi, yang kena efek dari Tatib itu adalah tiga orang pimpinan itu, saya dengan dua wakil ketua saya. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Saya potong dulu, Pak Ketua. PEMBICARA: Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (KETUA PPUU DPD RI) Tidak usah dipotong. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Saya potong dulu. Bukan itu pertanyaan saya. Pertanyaan saya adalah plenonya, mekanismenya. Dari mana legal standing-nya Anda? Tidak benar itu. PEMBICARA: Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (KETUA PPUU DPD RI) Sebentar. Saya tadi mendengarkan Anda ngomong, sekarang gantian Anda mendengarkan saya ngomong. Kalau mau ngomong, selesaikan dulu karena tidak bisa dipotong-potong begitu. Jadi, mekanismenya ya seperti itu. Kami punya hak untuk itu. Kenapa? Karena, landasannya di UU MD3 Pasal 300 tentang Tatib. Jadi, Tatib itu harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Karena kita melihat bahwa ada sesuatu hal yang belum pas, maka kami, kami itu yang mengurusi hubungan antara Undang-Undang dengan UndangUndang, hubungan Undang-Undang dengan Tatib, hubungan Undang-Undang dengan Undang-Undang Dasar dan ini kebetulan yang kena apabila Tatib itu diberlakukan adalah kita, pimpinan alat kelengkapan ini. Kita punya legal standing untuk mengajukan itu. Yang tanda tangan tiga orang, tidak harus dirapatkan, karena itu sudah otomatis kita punya hak untuk itu. Saya kira itu, Pimpinan. Terima kasih pimpinan. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, cukup. Selanjutnya, kami persilakan PURT. PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUKU UTARA) Saya anggota PPUU, berhak untuk mempertanyakan sikap Pimpinan PPUU. Itu sikap pribadi atau alat kelengkapan? Saya interupsi sebentar. Sebentar saya minta izin. 123, Basri Salama. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Sebentar. Silakan.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
37
PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUKU UTARA) Apa yang diberi jawaban oleh Pak Afnan sebagai Pimpinan PPUU, saya tidak tahu ini jalan pikirannya di mana. Jadi, kalau mau menyurati itu atas nama karena takut terhadap risiko hukum, itu saudara sendiri, jangan atas nama alat kelengkapan. Setiap keputusan alat kelengkapan yang disampaikan antar alat kelengkapan maupun keluar, itu adalah keputusan kolektif. Bukan resiko-resiko by perorang. Tidak. Nah, apa yang dilakukan oleh tiga pimpinan ini, ini pelanggaran konstitusi. Ini harus dimengerti agar saudara tidak boleh sekalikali mengatas nama alat kelengkapan, atas nama pimpinan, tanpa melalui sebuah rapat, tanpa melalui sebuah pleno, ambil keputusan sendiri. Enak saja, dong. Kalau begitu tidak usah ada anggota. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Pertanyaan saya, Pak Basri, lanjutkan. Apakah PPUU pernah melakukan. PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT) Interupsi, Benny Rhamdani, Sulawesi Utara, B-96. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, saya rasa nanti kita kembalikan ke alat kelengkapan PPUU ya. PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT) B-96, Sulawesi Utara, interupsi. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Interupsinya apa? Silakan. PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT) Saya anggota PPUU. Mohon maaf ya, Saudara Afnan. Apa yang saudara sampaikan mengatasnamakan PPUU layak untuk digugat secara kelembagaan, secara alat kelengkapan. Saya paham PPUU menerima surat dari Pimpinan DPD dan PPUU sebagai alat kelengkapan memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti itu. Tetapi, langkah yang diambil oleh Pimpinan PPUU itu tidak pernah dibicarakan, tidak pernah dirapatkan secara kelembagaan alat kelengkapan PPUU. Kita belum bicara substansi kalau bicara substansi kita bisa berdebat. Semua orang tahu keputusan Paripurna adalah keputusan tertinggi di lembaga ini. PEMBICARA: BASRI SALAMA, S.Pd. (MALUKU UTARA) Cara kerja begini ini yang DPD mau dibubarkan, kan wajar, karena pimpinan saja kayak begini.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
38
PEMBICARA: BENNY RHAMDANI (SULUT) Mohon maaf, kita bisa berdebat lagi. Jadi, Pak Afnan tidak bisa mengatasnamakan alat kelengkapan PPUU. Ya, clear ini. Kita belum berdebat pada masalah materi. Terima kasih. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, saya rasa cukup. Sudah. Kita lanjutkan, nanti kita kembalikan kepada alat kelengkapan PPUU ya. Selanjutnya, PURT kami persilakan. PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Pak Ketua, izin. Karena ini memiliki hubungan, Pak Ketua, saya mohon kalau bisa PURT dibuat di belakang sama dengan pengalaman kita selama ini. Mohon maaf, pengalaman kita selama ini, PURT selalu di belakang. Kalau bisa BK dulu, Pak Ketua,karena ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh PPUU. Pengalaman kita selama ini PURT itu selalu paling di belakang setiap pengambilan akhir. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Sebentar, sebentar. Kita ini kan supaya tertib juga. Kalau PURT-nya tidak ada, ada ya? Kita sudah sepakat, kan kita harus ikuti mekanisme di Panmus sudah diputuskan tadi. Kan sudah ada perwakilannya, ya hadir semuanya kok. Ini saya sudah agendakan. Yang pokoknya saja. Silakan PURT. PEMBICARA: H. NOVI CANDRA, S.E. (WAKIL KETUA PURT DPD RI) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Laporan Panitia Urusan Rumah Tangga DPD RI. Salam sejahtera buat kita semua. Om swastiastu. Yang terhormat Pimpinan DPD RI beserta seluruh anggota yang hadir pada Sidang Paripurna ke-9 DPD RI. Dalam rangka pelaksanaan tugas, PURT telah melakukan pembahasan khususnya terkait keuangan dan administrasi anggota DPD RI. Terhadap hak-hak keuangan dan administratif ini, beberapa hal yang perlu kami sampaikan sebagai berikut. 1. PURT telah menyampaikan surat edaran tentang pedoman pelaksanaan anggaran pada masa kegiatan anggota DPD RI di daerah pemilihan MS III TS 2015 – 2016 sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan secara teknis administratif. 2. Berdasarkan hasil kesepakatan rapat pleno ke-2 dan ke-3 PURT DPD RI dengan memperhatikan hasil Sidang Paripurna ke-8 DPD RI tanggal 16 Februari 2016 yang memutuskan petunjuk operasional kegiatan rapat dan pertemuan di luar kantor dan perjalanan dinas DPD RI. Terdapat beberapa kebutuhan dukungan anggaran sehingga perlu dilakukan revisi terhadap anggaran DPD RI Tahun 2016. Adapun beberapa kebutuhan anggaran yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Kenaikan tunjangan anggota DPD RI. b. Kenaikan honorarium staf kantor DPD RI di daerah. c. Peningkatan uang jamuan pada kegiatan di daerah menjadi sebesar Rp6.500.000.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
39
d. Penetapan jumlah kegiatan anggota pada masa kegiatan anggota DPD RI di daerah atau reses sebanyak 15 kali dan beberapa kegiatan di unit kerja yang memerlukan penambahan alokasi anggaran. Berdasarkan kebutuhan anggaran tersebut, total anggaran DPD RI tahun 2016 mengalami kekurangan sebesar. PEMBICARA : MESAKH MIRIN (PAPUA) Interupsi. Interupsi pimpinan. Tadi bilang 6 juta sekian itu berapa kali realisasinya? Sampai hari ini hanya baru dapat 3. Ini yang harus diputuskan sekarang ini. Ini pembohongan yang selama ini kemarin putusan, pada akhirnya reses kemarin kita cuma baru dapat 3, ini cuma hanya 3 kali. Biar diputuskan hari ini apakah 15 kali atau tidak. Rp6.500.000 itu jelas. Ini kan kebohongan terus ini. PEMBICARA: H. NOVI CANDRA, S.E. (WAKIL KETUA PURT DPD RI) Saya selesaikan dulu. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Mohon jaga etika sidang. PEMBICARA: H. NOVI CANDRA, S.E. (WAKIL KETUA PURT DPD RI) Terkait dengan kekurangan anggaran tersebut. PEMBICARA : MESAKH MIRIN (PAPUA) Ketua yang jaga marwah DPD ini. Kita tidak akan ribut begini. Justru Ketua yang salah ini yang kita ribut. PEMBICARA: H. NOVI CANDRA, S.E. (WAKIL KETUA PURT DPD RI) Terkait dengan kekurangan anggaran tersebut bahwa PURT akan melakukan pembahasan untuk merevisi anggaran ini yang mana nantinya telah ditunjuk tim kecil dari PURT sendiri. Terakhir, sesuai dengan rapat pleno PURT tanggal 4 Februari tahun 2016 telah diputuskan untuk menyampaikan buku saku kepada masing-masing anggota DPD RI. Untuk itu, buku saku tersebut akan disampaikan kepada anggota DPD RI setelah Sidang Paripurna sambil terus dilakukan penyempurnaan sesuai dengan kondisi keterkinian. Demikian yang dapat kami sampaikan. Terima kasih. Wssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Om shanti shanti shanti om. PEMBICARA: MESAKH MIRIN (PAPUA) Sebelum, PURT saya minta mohon penjelasan lagi tentang yang tadi itu dulu, yang jelas dulu. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
40
PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik, terima kasih PURT. Selanjutnya kami persilakan BAP. Pimpinan BAP. PEMBICARA : H. ABDUL GAFAR USMAN, MM. (KETUA BAP DPD RI) Dipersilakan kepada Wakil Ketua, Pak. PEMBICARA : Ir. H. AYI HAMBALI (WAKIL KETUA BAP DPD RI) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semuanya. Atas permintaan, jadi saya melaporkan singkat saja. Bapak Pimpinan dan para anggota yang saya hormati. Alhamdulillah, kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa bahwa pada hari ini kita bisa melaksanakan rapat paripurna yang mulia ini mudah-mudahan bisa berjalan dengan baik sampai akhir. Bapak-bapak sekalian, kami sampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas Badan Akuntabilitas Publik DPD RI pada Sidang Paripurna yang ke-9 ini Masa Sidang II Tahun Sidang 2015-2016 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Bapak-bapak dan Ibu-ibu anggota Senator yang saya hormati. Seperti dipahami bahwa BAP DPD RI mempunyai tugas pokok ada dua hal, yaitu pertama menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berindikasi kerugian negara; dan yang kedua adalah menindaklanjuti pengaduan masyarakat, baik yang merupakan luncuran dari BAP periode sebelumnya maupun pengaduan masyarakat yang baru. Untuk melaksanakan tugas tersebut, BAP DPD RI telah melakukan, melaksanakan beberapa hal. Pertama adalah kunjungan kerja ke beberapa daerah. Dalam hal in,i ke daerah Jawa Barat, kemudian yang kedua ke Aceh, dan ketiga ke Sulawesi Selatan. Bapak-bapak yang terhormat, barangkali kalau kita bacakan sudah terlalu lama, tetapi untuk cepatnya akan kami sampaikan laporan kerja ini. Mudah-mudahan nanti bisa ditindaklanjuti pada masa sidang yang akan datang. Terima kasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Terima kasih kepada Pimpinan BAP. Selanjutnya, kami persilakan Pimpinan BKSP. PEMBICARA : A.M. IQBAL PAREWANGI (KETUA BKSP DPD RI) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang terhormat Saudara Pimpinan DPD Republik Indonesia. Yang terhormat Saudara-saudara pimpinan alat kelengkapan DPD RI. Yang terhormat Saudara-saudara anggota DPD Republik Indonesia para Senator Indonesia yang berbahagia. Yang terhormat Saudara Sekretaris Jenderal DPD RI beserta jajaran sekretariat dan hadirin yang berbahagia. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia serta hadirin yang kami hormati. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
41
Oleh karena BKSP masih belum cukup familier, maka izinkan saya membacakan laporannya yang relatif juga tidak familier dalam aktivitas DPD Republik Indonesia. Tidak lama, paling lama hanya sekitar setengah jam. Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas perkenan dan ridho-Nya kita bersama dapat menghadiri Sidang Paripurna ini. Khususan saya mau sebutkan pada Saudara-saudara PURT, terima kasih bahwa karena besok kami sudah bisa melaksanakan tugas di daerah setelah masuknya di rekening tadi. Sebelum kami menyampaikan laporan pelaksanaan tugas yang telah dilakukan oleh BKSP Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016, izinkanlah kami atas nama anggota dan pimpinan BKSP menyatakan bahwa Senat Republik Indonesia berduka atas berpulangnya ke Rahmatullah Senator Republik Indonesia asal Jawa Tengah yang juga anggota BKSP DPD RI yang terhormat Senator Dr. Sulistyo, MPD. Innalillahi wa innailaihi roji'un. Saya mendapat amanah dari BKSP untuk membacakan dua paragraf terkait dengan Almarhum. Ketua Umum PGRI yang di BKSAP DPD RI kerap kami sebut sebagai Presiden Guru se-Indonesia itu adalah pribadi yang cerdas santun dan bersahabat. Beliau berkinerja dengan penuh komitmen, tak banyak bicara kecuali hal yang substantif, tetapi banyak memberi solusi, rendah hati, dan tidak pernah terkesan berniat menyakiti orang lain. Kami saksikan itu semua selama kami bersama di BKSP DPD RI. Beliau adalah senator dalam makna yang sebenarnya. Kalaupun beliau harus disebut politisi karena beliau memang bergelut di lembaga politik DPD Republik Indonesia. Maka, sebutan yang tepat untuk beliau almarhum adalah politisi berakhlak. Banyak anak bangsa merasa kehilangan atas kehilangan beliau, kepergian beliau, termasuk para guru dan kita para Senator Indonesia. Selamat jalan sahabat yang terhormat Senator Dr. Sulistiyo, senator sejati yang rendah hati, penuh bakti, dan berkomitmen tinggi Insya Allah khusnul khotimah, amin ya robbal'alamin. Pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Berikut adalah pelaksanaan tugas-tugas BKSP Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016 yang kami ringkas dalam dua poin bercatatan panjang. Pertama, partisipasi DPD pada forum parlemen internasional delegasi DPD Republik Indonesia telah menghadiri pertemuan tahunan atau Annual Meeting ke-24 Asia Pacific Parliamentary Forum pada Januari 2016 di Vancouver, Kanada. Delegasi tersebut terdiri atas 1 orang pimpinan serta 6 orang anggota Badan Kerjasama Parlemen DPD Republik Indonesia. Perlu saya sampaikan bahwa terkait dengan kunjungan itu, saudara tua di sebelah tidak memberikan ruang atas keterlibatan DPD Republik Indonesia. Tetapi, yang menarik bahwa panitia pusat dari Asia Pacific Parliamentary Forum sendiri secara langsung memberikan undangan kepada DPD Republik Indonesia. Pimpinan dan anggota delegasi DPD RI terlibat dalam berbagai kegiatan pada pertemuan Plenary dan Working Group. Di sela-sela kegiatan, delegasi DPD RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Prof. Farouk Muhammad juga telah mengadakan pertemuan formal bilateral dengan delegasi parlemen Kanada, Malaysia, Fiji, dan misi diplomatik Republik Filipina di Kanada, di samping pertemuan-pertemuan yang bersifat informal dengan para peserta pertemuan APPF ke-24 tersebut. Satu catatan bahwa di hari ketika ditetapkan tuan rumah Fiji sebagai pelaksana APPF mendatang, maka pada hari itu juga sudah secara resmi panitia Fiji langsung mengundang DPD Republik Indonesia untuk hadir pada tahun 2017 mendatang. Saya lompati beberapa halaman, izin Pak Andri. Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Hal kedua dan bagi kami ini yang menjadi laporan penting, yaitu pelaksanaan kegiatan sosialisasi, advokasi, serap aspirasi, sekaligus perumusan afirmasi kebijakan terkait dengan Masyarakat Ekonomi Asean yang diawali di awal 2016 ini. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan di Sulawesi Utara pada tanggal 3 Maret 2016 dan di Sumatera Utara pada tanggal 4 Maret 2016 yang lalu. Terkait kesiapan daerah, MEA dipandang merupakan sebuah SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
42
instrumen kerja sama ekonomi yang dapat memberikan dampak positif, terutama dalam hal perluasan pasar dari 250 juta jiwa menjadi 620 juta jiwa, berkurangnya hambatan-hambatan perdagangan dan Indonesia dapat memanfaatkan perubahan ekonomi global yang bergerak ke Asia Pasifik untuk meningkatkan jumlah ekspor ke negara Asean yang relatif di bawah dibandingkan dengan Thailand, Malaysia dan Singapura, serta memperkuat hubungan kepada jaringan pemasok global. Penting melakukan ssosialisasi MEA ini dikarenakan hasil survei terhadap daerah Jabodetabek terhadap mahasiswa, termasuk di antaranya adalah mahasiswa Universitas Indonesia menunjukan bahwa baru 17% mahasiswa yang mengetahui tentang MEA, apalagi saudara-saudara kita yang berada di kampung Papua, di Sumatera Utara, di Aceh, di Makassar. Kalau di Jakarta saja hanya 17% mahasiswa yang tahu, maka sosialisasi ini menjadi urgent ke depan. Jasa transportasi dan logistik Indonesia pada tahun 2013 masih mencatat defisit neraca pembayaran sebesar 8,9 miliar US Dollar. Kok bicara bidang ekonomi, ya memang Masyarakat Ekonomi Asean. Jadi, mohon teman-teman Komite IV tidak interupsi. Jasa transportasi dan logistik menjadi tulang punggung kemajuan pembangunan daerah dan oleh karena kegiatan industri didorong antara lain tingginya ekspor produk manufaktur perdagangan internasional dalam Masyarakat Ekonomi Asean serta kualitas infrastruktur daratan dan kepulauan untuk menarik minat investasi dalam dan luar negeri. Peluang usaha jasa transportasi dan logistik memerlukan penguatan industri manufaktur dalam negeri, penguatan jasa layanan logistik khususnya kargo, kapal pengangkut orang dan kargo, dan penggunaan jasa logistik dalam e-commerce. Mohon Pimpinan tidak interupsi. Di Provinsi Sulawesi Utara for example, status pelabuhan laut internasional di tempat Benny Ramdani perlu ditingkatkan untuk mendorong arus barang-barang dan jasa yang lebih besar di Sulawesi Utara maupun di kawasan timur Indonesia. Konsekuensi geografis Sulawesi Utara yang berubah dari daerah pinggiran Indonesia menjadi lebih ke tengah dalam peta MEA seharusnya dapat memberikan perubahan geostrategis untuk memanfaatkan ALKI II dan ALKI III. Selanjutnya, kebijakan bebas visa atau visa on arrival belum diberlakukan di Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado walaupun secara nasional pemerintah pusat telah mengumumkan pemberlakuan preferensi bebas visa kepada lebih dari 100 negara. Itu di Sulawesi Utara, tempat pelaksanaan hari pertama sosialisasi MEA. Di Provinsi Sumatera Utara yang menjadi tempat hari kedua pelaksanaan sosialisasi MEA, mengemuka usulan diperlukannya suatu blue print sistem logistik daerah yang terintegrasi dengan sistem logistik nasional. Sebagai ilustrasi, pengapalan minyak sawit dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sorong relatif lebih mahal dibandingkan dengan pengapalan minyak sawit dari Belawan ke negara-negara kawasan Eropa. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam kesiapan dan produktivitas sumber daya manusia masih terkendala pada politik anggaran dan musrenbang yang belum mencatat tema-tema daya saing dan produktivitas sumber daya manusia dalam APBD provinsi dan kabupaten. Selain itu, terkait peningkatan sumber daya terampil Sulawesi Utara peningkatan kualifikasi tenaga kerja melalui sertifikasi profesi dilakukan melalui lembaga sertifikasi profesi pariwisata Bunaken, namun untuk profesi lainnya belum didirikan. Pelatihan kerja sekolah-sekolah kejuruan di Sulawesi Utara saat ini sudah bermitra dengan Filipina dan Singapura. Di Sumatera Utara, Kadin dan Apindo mencermati motor penggerak ekonomi daerah adalah pengusaha pada sektor substitusi impor yang menunjang ekspor dan memasarkan produk.... PEMBICARA: MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Interupsi ketua, interupsi Ketua.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
43
Izin Pak Iqbal, mohon maaf. Mengingat waktu, Ketua, sebentar lagi kita salat Magrib. Mohon dipersingkat saja yang penting-penting saja, Ketua. Semua penting, tetapi semua bisa dibaca di narasi. Terima kasih. PEMBICARA : A.M. IQBAL PAREWANGI (KETUA BKSP DPD RI) Baik, saya akan membacakan rekomendasi afirmasi kebijakan karena ini akan dimintakan untuk kemudian menjadi rekomendasi Sidang Paripurna. Terima kasih, Saudaraku Asri Anas. Rekomendasi afirmasi kebijakan loncat setelah interupsi. Di antara kita bersaudara kan bagus, diperingatkan seperti itu. Afirmasi kebijakan yang dihasilkan dari forum sosialisasi dan advokasi MEA sekaligus mengukuhkan peranan dan fungsi legislasi DPD RI untuk menguatkan kesiapan dan daya saing daerah di sektor perdagangan, penanaman modal, dan peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia, antara lain, ini akan direkomendasikan ke alat-alat kelengkapan Komite I sampai IV: 1. Mendesak pemerintah meninjau ulang paket kebijakan ekonomi 10 pada 81 sektor dari daftar negatif investasi. Artinya, 100% pemodal asing dapat berusaha di 81 sektor tersebut. Iklim persaingan usaha yang sehat masih membutuhkan peranan pemerintah. Itu satu. 2. Mendorong pemerintah untuk menyusun road map keunggulan komparatif sumber daya manusia bersertifikasi berbasiskan sektor-sektor unggulan daerah. 3. Mendesak pemerintah meninjau kembali penerapan SNI terhadap produk dan jasa impor serta menjadikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai penentu strategi bersaing. 4. Yang dimintakan rekomendasi dari 8 adalah mendesak pemerintah mengelola hambatan regulasi dengan baik dalam rangka kesiapan daya saing daerah yang terekam pada perencanaan dan program-program pembangunan maupun penganggaran program strategis di daerah. 5. Dari yang kedelapan, mendorong pemerintah meningkatkan status pelabuhan laut Bitung sebagai pelabuhan laut internasional dan mengimplementasikan keunggulan geografis Sulawesi Utara di tepian Samudera Pasifik maupun posisi yang dekat dengan beberapa negara Asean dalam peta MEA. 6. Mendesak pemerintah untuk mengkaji dan mengimplementasikan kebijakan bebas visa atau free visa on arrival di Bandar Udara Sam Ratulangi Menado agar menjadi basis tujuan wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition, red.). 7. Mendesak pemerintah mengembangkan balai latihan kerja melalui revitalisasi balaibalai latihan kerja serta memfasilitasi keterlibatan pihak ketiga, baik melalui universitas, pelabuhan, atau magang kerja di luar negeri seperti Singapura dan Filipina, dan pengawasan atas kualitas sertifikasi profesi yang berbasis keterampilan atau keahlian bukan sekadar mengeluarkan license bekerja semata; dan yang 8. Mendesak pemerintah mengembangkan lembaga sertifikasi profesi berbasis kearifan dan keunggulan daerah yang memenuhi standar MEA pada berbagai profesi, seperti akuntansi, insinyur, perawat, kedokteran umum, kedokteran gigi, arsitektur, profesional wisata, maupun provinsi lainnya. Sebelum saya menutup, izinkan saya memohon kepada Sidang Paripurna memohonkan mewakili BKSP agar delapan poin ini diterima dan bersedia disahkan sebagai rekomendasi Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
44
Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia serta hadirin. Demikianlah laporan pelaksanaan tugas BKSP pada Masa Sidang III Tahun Sidang 2015 – 2016. Mohon maaf bilamana ada hal yang kurang. Pimpinan Badan Kerjasama Parlemen, AM. Iqbal Parewangi, Ketua, ditandatangani. Haripinto Tanuwijaya, Wakil Ketua, ditandatangani. Prof. Dr. Dailami Firdaus, Wakil Ketua, ditandatangani. Terima kasih banyak atas kesabaran sahabat-sahabat Senator Republik Indonesia yang terhormat dan penuh martabat. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Tepuk tangan buat Pimpinan BKSP yang semangat. Baik, selanjutnya kami persilakan kepada Pimpinan Badan Kehormatan. PEMBICARA : DR (HC) A. M. FATWA (KETUA BK DPD RI) Bismilahirahmanirahim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang terhormat Ketua Sidang, Pimpinan DPD RI dan Pimpinan Alat Kelengkapan lainnya serta rekan para Senator dari seluruh Daerah wilayah NKRI, Saudara Sesjen, Wasesjen dan Staf Kesektariat Jenderal serta rekan-rekan wartawan dan hadirin yang berbahagia. Teriring salam dan doa, semoga rahmat karunia dengan rasa syukur kepada Allah SWT atas kesehatan dan kesempatan serta kebersamaan kita untuk menghadiri Sidang Paripurna ini dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional dan pertanggung jawaban kita kepada rakyat bangsa dan negara lebih dari itu pertanggung jawaban kita kepada Allah Swt Tuhan Yang Maha Kuasa. Selanjutnya izinkanlah saya selaku Ketua Badan Kehormatan kali ini menyampaikan laporan pada Sidang Paripurna ini, tentang hal yang cukup prinsipil, sebagai diketahui bahwa pada Sidang Paripurna tanggal 9 Juli 2015 kami melaporkan keputusan Badan Kehormatan yang cukup sensitif karena berhubungan dengan masalah sara, namun telah berhasil meredam situasi menjadi suasana yang kondusif, pada Sidang Paripurna tanggal 29 Oktober 2015 kami melaporkan keputusan Badan Kehormatan yang harus di anggap biasa saja karena hanya bersifat teguran atau ketidak disiplinan seseorang Anggota tentang kehadirannya pada sidang-sidang Paripurna dan rapat-rapat Alkel yang dianggap melewati batas toleransi berdasarkan undang-undang MD3 dan tatib, peringatan dalam bentuk surat tertutup juga beberapa kali kami sampaikan pada anggota tertentu yang kehadirannya di bawah 50%. Saudara Ketua dan sidang yang terhormat, masalah kedisiplinan dan disiplin hidup, bekerja dan berjuang haruslah dianggap sebagai masalah keseharian dalam kehidupan kita yang semuanya itu haruslah kita yakini sebagai amal jariyah politik dari insan warga negara yang memilih pengabdian kehidupan sebagai politisi di Parlemen yang terhormat, harus kita sadari bahwa dengan posisi terhormat kita sebagai anggota parlemen dan Senator kita telah menyandang gelar resmi dari negara sebagai yang terhormat. Jadi kita tidak boleh main-main dengan gelar terhormat itu, apalagi dengan mempermainkan Lembaga Parlemen lebih mengutamakan atau menonjolkan sikap dan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Saudara Ketua dan sidang yang terhormat, sebelum kami lanjutkan laporan ini izinkanlah sedikit lagi saja saya mengutarakan beberapa kalimat pengantar yang agak filosofis. Bahwa tugas yang paling mendasar bagi pemimpin ialah mengambil keputusan nilai pribadi seseorang apalagi seorang Pemimpin ialah keberanian bersikap dengan cepat untuk SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
45
mengambil keputusan kemudian dengan berani pula mempertanggung jawabkan keputusan dan juga dengan berani memikul resiko apapun atas keputusan itu. Seorang Pemimpin sebagai manusia biasa tentu wajar saja jika ada keputusannya yang kurang tepat bahwa, bahkan mungkin salah, tapi lebih salah lagi jika dengan saja menunda-nunda keputusan atau bahkan tidak mengambil keputusan alias pembiaran. Saudara Ketua dan Sidang yang terhormat, kami laporkan juga bahwa Badan Kehormatan DPD RI pada tanggal 2 Maret 2016 yang lalu, atas permintaan Badan Kehormatan DPRD Provinsi Bengkulu telah melaksanakan Kelompok Diskusi Terarah di Provinsi Bengkulu dalam rangka sosialisasi penegakan martabat kehormatan dan citra Dewan Perwakilan Daerah kepada para pemangku kepentingan dengan Tema “ Penguatan dan Sosialisasi Tugas Badan Kehormatan dan Menjaga Kehormatan dan Kode Etik Lembaga” pelaksanaan FGD ini dihadiri Pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu, Pimpinan Badan Kehormatan DPRD Provinsi Bengkulu, Pimpinan Badan Kehormatan DPRD Kabupaten dan Kota seprovinsi Bengkulu dan Anggota Badan Kehormatan DPD RI, diawali dengan resmi sambutan Gubernur Bengkulu yang dibacakan oleh Wakil Gubernur. Sebelumnya pada periode yang lalu juga atas permintaan Badan Kehormatan Provinsi Aceh, itu juga kita selenggarakannya serupa, dalam diskusi yang cukup hangat dan berkualitas di Provinsi Bengkulu juga di Aceh dulu, terdapat benang merah bersamaan tujuan untuk penegakan harkat, martabat, kehormatan citra Lembaga dan Anggota Parlemen melalui Badan Kehormatan yang kuat dan bermartabat. Saudara Ketua dan Sidang yang terhormat, kami lanjutkan bahwa yang kami sebutkan keputusan Badan Kehormatan yang cukup prinsipil ialah bahwa sesuai dengan agenda Sidang Paripurna hari ini kami akan menyampaikan laporan pelaksanaan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan Tata Tertib hasil Sidang Paripurna Luar Biasa Ke-3 hari Jumat tanggal 15 Januari 2016 yang lalu, pelaksanaan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan Tata Tertib hasil Sidang Paripurna tersebut merupakan amanat yang diberikan kepada Badan Kehormatan. Oleh karena itu, Badan Kehormatan telah melakukan serangkaian proses pembahasan yang intensif antara lain dengan melakukan rapat-rapat pleno, rapat konsultasi bersama pimpinan alat kelengkapan lainnya dan expert meeting dengan mendengar pendapat pakar dan praktisi hukum sebagai narasumber. Perlu kami sampaikan catatan bahwa dalam kita memanfaatkan para pakar dalam berbagai keahlian khususnya dalam tugas kita dengan persoalan yang kita hadapi sekarang, tentunya banyak diminta dari kalangan ahli atau praktisi hukum tata negara. Dari namanya saja narassumber haruslah dianggap sebagai bahan pertimbangan yang memang juga penting sebagai salah satu unsur dalam menentukan pilihan keputusan dari seorang politisi atau pemimpin parlemen sebagai pejabat negara. Sekali lagi yang menentukan pilihan politik ialah kita sendiri sebagai Anggota Parlemen atau Senator. Dan untuk seorang politisi, khususnya politisi parlemen yang harus menjadi pertimbangan utama ialah hati nurani politik kenegarawanan yang dipandu oleh etika dan moral bagi kepentingan rakyat. Saudara Ketua dan sidang yang terhormat, berkenaan dengan evaluasi dan penyempurnaan peraturan tata tertib yang telah diputuskan dalam Sidang Paripurna Luar Biasa ke 3 tanggal 15 Januari 2016, perlu kami jelaskan bahwa yang dilakukan oleh Badan Kehormatan DPD RI bukanlah penyempurnaan terhadap draf B, tidak ada draf B itu seperti yang disebut atau yang ditulis dalam surat Pimpinan DPD maupun surat yang kami terima dari Pimpinan PPUU. Hal ini perlu kami tegaskan untuk menghindari kesalah pahaman mengenai 1 produk Sidang Paripurna DPD RI. Dengan istilah itu kami mengharapkan tidak terkesan seolah-olah telah mereduksi atau tidak mengakui bahwa yang diketok palu Pimpinan Sidamg Paripurna adalah berupa draf, sehingga dianggap belum sah untuk ditetapkan sebagai Peraturan DPD RI setelah mengalami penyempurnaan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib oleh Badan Kehormatan sesuai dengan kewenangan Badan SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
46
Kehormatan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 92 Ayat 2 Peraturan Tata Tertib No. 1 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa selain tugas sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 Badan Kehormatan melakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan DPD tentang tata tertib kode etik DPD, maka Badan Kehormatan telah melakukan penyempurnaan redaksional, harmonisasi penyelarasan pasal pasal dengan didahului serangkaian kegiatan. Jadi tidak ada lagi kata draf yang ada adalah Keputusan Paripurna. Satu, tanggal 28 Januari 2016 dengan agenda rapat konsultasi Badan Kehormatan DPD RI dengan mengundang Pimpinan Alat Kelengkapan lainnya. Tanggal 29-30 Januari 2016 Badan Kehormatan melakukan penyisiran pasal per pasal dalam rangka melakukan harmonisasi penyelarasan terhadap pasal pasal dalam peraturan tata tertib. Tanggal 24 Februari 2016 Badan Kehormatan telah melakukan kegiatan expert meeting dengan mengundang narasumber Bapak Zain Badjeber dan Ketua Pansus Tatib tahun 2015 senator dari Sulawesi Barat M. Asri Anas. Tanggal 25 – 27 Februari 2016, Badan Kehormatan melakukan finalisasi penyempurnaan Tata Tertib DPD RI. Saudara Ketua dan Sidang yang terhormat, dari rangkaian kegiatan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi dan penyempurnaan Tatib dimaksud sudah cukup maksimal yang dilakukan terhadap redaksional, harmonisasi penyelarasan pasal perpasal peraturan Tata Tertib tersebut yang dapat disimpulkan bahwa: 1. Terjadi koreksi dalam penggunaan huruf kapital pada awal kata tertentu, misalnya penggunaan huruf kapital pada huruf awal kata “anggota” dan huruf awal frasa “alat kelengkapan” serta huruf awal kata “ketua”. 2. Penyesuaian terhadap penunjukan pasal yang seharusnya pasal yang terkait dengan materi muatan yang diatur penempatannya mestinya di pasal yang terkait. 3. Penambahan kata, misalnya kata “pusat” setelah kata “pemerintah” untuk ditambahkan dalam Pasal pada Bab Ketentuan Umum supaya selaras dengan pasalpasal berikutnya yang menyebut kata “pemerintah pusat” serta penambahan kata “dan”, penambahan “atau”, dan penambahan kata “DPD” setelah kata “pimpinan untuk penyelarasan harmonisasi. 4. Penyempurnaan frasa, misalnya dengan penyisipan kata dan huruf serta penghapusan kata atau huruf dan lain sebagainya dalam rangka penyelarasan harmonisasi. 5. Penyesuaian singkatan atau istilah yang terdapat Ketentuan Umum untuk disesuaikan dengan singkatan atau istilah yang terdapat pada pasal-pasal berikutnya, misalnya untuk frasa “proglam legislasi nasional” yang tadinya tidak disingkat, kemudian diubah menjadi “prolegnas”, anggaran pendapatan dan belanja negara disingkat “APBN” dan lain-lain sebagainya untuk disesuaikan dengan pasal-pasal berikutnya yang menyebut hal yang sama. Dengan demikian, BK tetap menjaga untuk tidak melakukan perubahan terhadap substansi peraturan Tata Tertib hasil keputusan Sidang Paripurna ke-3 tanggal 15 Januari 2016 dimaksud. Setelah hasil evaluasi dan penyempurnaan peraturan tersebut sudah dianggap cukup, telah disampaikan kepada Pimpinan DPD RI untuk ditandatangani sebagaimana proses yang harus dilakukan. Namun demikian, terjadi adalah surat-menyurat kayak surat cinta antara Pimpinan DPD RI dan ikut sertanya Pimpinan PPUU yang tidak lazim dalam penyempurnaan peraturan tata tertib dimaksud. Dapat dijelaskan surat menyurat yang terjadi sebagai berikut : 1) Surat dari Pimpinan DPD RI kepada Pimpinan Badan Kehormatan nomor sekian tanggal 27 Januari 2016 perihal tindaklanjut hasil Pansus perubahan Tata Tertib DPD RI yang intinya meminta Badan Kehormatan kerjasama dengan PPUU dalam hal melakukan kajian baik dari segi hukum material sesuai dengan Undang-Undang MD3 maupun dari segi hukum formal sesuai
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
47
2)
3)
4)
5)
6)
7)
dengan Undang-Undang P3 terhadap alternatif B tata tertib, pakai masih alternatif draf disini, B. Dijawab dengan surat Pimpinan Badan Kehormatan kepada Ketua DPD nomor sekian tanggal 29 Januari 2016 perihal tindaklanjut Putusan Sidang Paripurna tanggal 15 Januari 2016 tentang tata tertib yang intinya bahwa Badan Kehormatan telah melakukan rapat konsultasi bersama seluruh pimpinan alat kelengkapan DPD RI termasuk PPUU yang menyimpulkan bahwa hasil kerja Pansus Tatib yang telah diputuskan Sidang Paripurna tanggal 15 Januari 2016 perlu ditindaklanjuti dan segera diterbitkan peraturan DPD RI tentang tata tertib yang baru. Surat dari Pimpinan PPUU kepada Pimpinan Badan Kehormatan nomor sekian tanggal 17 Februari 2016 perihal penyampaian kajian penyempurnaan peraturan DPD RI tentang tata tertib yang intinya antara lain tentang masa jabatan alat kelengkapan dengan menunjuk kepada draf opsi B, masih ada kata draf ini bertentangan dengan Undang-Undang MD3 dan lain sebagainya yang tidak sesuai dengan kewenangan PPUU sebagaimana dimaksud dengan Pasal 52 Peraturan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2014. Penggunaan frasa draf opsi B nampak senada dengan frasa yang dipergunakan dalam surat Pimpinan DPD RI yang tersebut pada angka 1 diatas. Penggunaan frasa tersebut yang benarnya adalah seperti telah dikemukakan dalam uraian kami diatas yaitu peraturan tata tertib hasil Keputusan Sidang Paripurna Luar Biasa ke-3 tanggal 15 Januari 2016. Dijawab kembali dengan surat dari Pimpinan Badan Kehormatan kepada Pimpinan DPD RI nomor sekian tanggal 26 Februari 2016 perihal penyampaian penyempurnaan tindaklanjut Keputusan Sidang Paripurna Luar Biasa ke-3 tanggal 15 Januari 2016 tentang tata tertib yang pada intinya Badan Kehormatan bersama pimpinan alat kelengkapan lainnya telah melakukan serangkaian pembahasan intensif dalam rangka penyempurnaan peraturan tata tertib berupa rapat konsultasi pada tanggal 28 Januari 2016, expert meeting tanggal 24 Februari 2016 maupun Rapat Pleno Badan Kehormatan 25 Februari 2016 dan melampirkan hasil penyempurnaan peraturan tata tertib tersebut untuk ditandatangani Pimpinan DPD RI menjadi Peraturan DPD RI tentang tata tertib sebagaimana mestinya. Surat dari Pimpinan Badan Kehormatan kepada Pimpinan DPD RI nomor sekian tanggal 2 Maret 2016 perihal susulan surat nomor sekian yang intinya sekedar pembetulan kesalahan salah ketik. Surat Pimpinan DPD RI kepada Pimpinan Badan Kehormatan nomor sekian tanggal 3 Maret 2016 perihal undangan lagi expert meeting yang intinya Pimpinan DPD RI mengundang Pimpinan Badan Kehormatan dalam acara expert meeting tanggal 7 Maret 2016 dengan agenda antara lain paparan Pimpinan Badan Kehormatan terhadap pelaksanaan penyempurnaan tata tertib untuk dibahas bersama PPUU dan pada ahli hukum, dan para ahli. Hal ini tidak lazim dan tidak menjadi kewenangan Pimpinan DPD RI dan PPUU untuk menggelar suatu rapat yang dinamakan expert meeting seperti hendak menguji Pimpinan Badan Kehormatan terhadap hasil pekerjaannya. Surat dari Pimpinan Badan Kehormatan kepada Pimpinan DPD RI nomor sekian tanggal 4 Maret 2016 perihal tanggapan terhadap undangan expert meeting Ketua DPD RI yang intinya Badan Kehormatan telah menyelesaikan tugas yang diamanatkan oleh Sidang Paripurna tanggal 15 Januari 2016 sesuai ketentuan Peraturan Tata Tertib DPD RI. SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
48
8) Surat dari Pimpinan DPD RI kepada Pimpinan Badan Kehormatan nomor sekian tanggal 4 Maret 2016 perihal expert meeting lagi, yang intinya pengagendaan ulang kegiatan expert meeting berkenaan dengan tidak dapat hadirnya Pimpinan PPUU. 9) Surat dari Pimpinan DPD RI kepada Pimpinan Badan Kehormatan nomor sekian Tanggal 11 Maret 2016 perihal tindak lanjut penandatangan tata tertib DPD RI yang intinya bahwa hasil penyisipan, penyisiran terhadap rancangan tata tertib draf B. Wah dikatakan lagi draf ini, masih terdapat substansi ketentuan yang bertentangan melebihi dan atau menyimpang dari UndangUndang MD3. Hal tersebut tidak lazim dilakukan oleh Pimpinan DPD RI terhadap Keputusan Sidang Paripurna. 10) Surat dari Pimpinan Badan Kehormatan kepada Pimpinan PPUU nomor sekian tanggal 14 Maret 2016 perihal penyempurnaan peraturan DPD RI tentang tata tertib sesuai Keputusan Sidang Paripurna DPD RI tanggal 15 Januari 2016, penegasan saja. 11) Dari Pimpinan Badan Kehormatan kepada Pimpinan DPD RI nomor sekian tanggal 15 Maret 2016 perihal undangan yang intinya berdasarkan Keputusan Rapat Pleno Badan Kehormatan tanggal 15 Maret 2016 untuk meminta penjelasan Pimpinan DPD RI pada tanggal 16 Maret 2016 pukul 19.30 tadi malam. Sesungguhnya itu Badan Kehormatan berhak memanggil tetapi kita perhalus karena ini sebagai undangan ya, tapi Pimpinan Badan Kehormatan sesungguhnya punya wewenang untuk memanggil dan minta pertanggungjawaban kenapa tidak ditandatangani ya tapi langkah pertama kita itu dulu yang ditempuh. Dalam Rapat Pleno Badan Kehormatan berkenaan dengan belum ditandatanganinya Peraturan DPD RI tentang tata tertib sesuai Keputusan Sidang Paripurna tanggal 15 Januari 2016. Pimpinan DPD RI, Ketua dan Wakil Ketua I hadir dalam Rapat Pleno Badan Kehormatan tersebut mulai pukul 20.00 dimana Pimpinan DPD RI telah memberikan penjelasan yang pada intinya bahwa Pimpinan DPD RI belum dapat menandatangani Peraturan Tata Tertib hasil Keputusan Paripurna tanggal 15 Januari 2016 walaupun telah melalui penyempurnaan oleh Badan Kerhormatan, karena Pimpinan DPD RI menganggap masih terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Undang-Undang MD3 dan Undang-Undang P3. Saudara Ketua dan sidang yang terhormat, Badan Kehormatan berpendirian bahwa apabila diperlukan adanya perubahan yang bersifat substansif, dapat dilakukan dengan menempuh mekanisme sebagaimana diatur dalam bab tentang tata cara perubahan tata tertib dan kode etik dari Peraturan Tata Tertib DPD RI yang disahkan oleh Sidang Paripurna Luar Biasa ke-3 tanggal 15 Januari 2016 yang secara administratif harus ditandatangani oleh Pimpinan DPD RI dan diberi nomor sekian, tanggalnya tetap 15 Januari 2016. Sekarang kesimpulan, terakhir. Perlu ditegaskan bahwa sesungguhnya tandatangan Pimpinan DPD RI hanya bersifat administratif dan tidak memiliki implikasi pertanggungjawaban secara hukum bagi penandatanganan, apabila ternyata Peraturan Tata Tertib tersebut memiliki kekurangan ataupun bertentangan dengan hukum karena pertanggungjawaban tersebut tetap menjadi kewenangan Sidang Paripurna yang telah memutuskannya. Berapa banyak undang-undang yang ditelorkan oleh DPR dan pemerintah ternyata ada yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, tetap sah berlaku sampai nanti ada instansi yang dalam hal ini MK membatalkannya. Begitu mestinya. Jadi meskipun memiliki
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
49
kekurangan atau bertentangan dengan hukum, karena pertanggungjawaban tersebut tetap menjadi kewenangan Sidang Paripurna yang telah memutuskannya. Nah sekarang, Saudara Ketua Sidang, saya ini diamanati dengan berbagai cara komunikasi. Saya diminta membawa apa yang telah menjadi.. membawa ke mimbar ini apa yang telah menjadi keputusan Sidang Paripurna dan ini adalah momen kesempatan terakhir bagi Saudara Pimpinan yang secara terhormat untuk menandatangani di muka sidang ini. PEMBICARA : MESAKH MIRIN (PAPUA) Setuju. Tandatangan itu. PEMBICARA : DR (HC) A. M. FATWA (KETUA BK DPD RI) Kalau Saudara tidak menandatangan, kita sulit mempertanggungjawabkan dan sulit memperhitungkan apa yang akan terjadi. Ini bukan ancaman, sama sekali saya tidak ada ancaman, tapi saya sudah mendengar dan sebagai politisi saya punya intuisi, saya punya insting sebagai politisi senior. Jadi sebelum saya akhiri, sebelum saya tutup pidato saya ini, saya antarkan kepada Saudara... PEMBICARA : MESAKH MIRIN (PAPUA) Interupsi sebentar. Interupsi sebelum turun Pak Pimpinan BK di sana. Ketua tandatangan dulu baru nanti duduk di depan. Kalau tidak saya larang tidak boleh duduk di sini, harus tandatangan dulu. Kalau tidak, kembali. PEMBICARA : MUH. ASRI ANAS (SULBAR) Setuju. Cerdas Kakak Mesakh. PEMBICARA : Serahkan dulu. Serahkan dulu. PEMBICARA : dr. DELIS JUKARSON (SULTENG) Penolakan menandatangan berarti perlawanan terhadap Paripurna, Pimpinan. Harap diingat itu. PEMBICARA : LALU SUHAIMY (NTB) Serahkan dulu. PEMBICARA : Tandatangan, Pimpinan. PEMBICARA : Sesuai aturan atau ndak, ini kan... (tidak jelas, red.)
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
50
PEMBICARA : Drs. MUHAMMAD AFNAN HADIKUSUMO (DIY) Pimpinan kembali ke agenda. Agenda kita adalah menerima laporan alat kelengkapan DPD. Jadi kembali ke agendanya. Sudah, titik. PEMBICARA : MUH. ASRI ANAS (KETUA PANSUS TATIB DPD RI) Pak Ketua, mohon maaf Pak Ketua. Saya Ketua Pansus interupsi Pak Ketua. Pak Afnan, berhentilah kita main akal-akalan. PEMBICARA : MESAKH MIRIN (PAPUA) Betul, Pak Afnan... (suara tidak jelas, red.). PEMBICARA : MUH. ASRI ANAS (KETUA PANSUS TATIB DPD RI) Pak Afnan ini Anggota Pansus. Jangan akal-akalan terus. Pak Ketua, mohon izin. Maaf Pak Ketua, kalau bicara.. Pak Ketua, apa yang disampaikan oleh... Berhentilah kita main akal-akalan dengan mengulur dan lain sebagainya. Tolong bukalah. Kita tidak pernah bekerja di luar rel ini. PEMBICARA : BENNY RHAMDANI (SULUT) Benny Rhamdani. Sulawesi Utara, B-96. PIMPINAN SIDANG: H. IRMAN GUSMAN, S.E., M.B.A. (KETUA DPD RI) Baik Saudara-saudara sekalian, kami ingin bacakan tadi Rapat Panmus telah memutuskan bahwa masalah Tatib akan dibicarakan lebih lanjut sesuai dengan amanat Pasal 74 Tatib (tidak jelas, red.) pada Sidang Panmus berikutnya. Oleh karena itu kita telah mengikuti keseluruhan Sidang Paripurna. Akhirnya dengan mengucapkan alhamdulillah Sidang Paripurna ini kami tutup. KETOK 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 18.05 WIB
SIDANG PARIPURNA KE-9 DPD RI MS III TS 2015-2016 KAMIS, 17 MARET 2016
51