Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP MASA SIDANG IV TAHUN SIDANG 2015-2016
I.
KETERANGAN
1. 2. 3.
Hari Tanggal Waktu
: : :
Kamis 21 April 2016 10.47 WIB – 12.42 WIB
4. 5.
Tempat Pimpinan Rapat
: :
R. Sidang 2B 1. Drs. H. Abdul Gafar Usman, MM (Ketua) 2. Ir. H. Ayi Hambali (Wakil Ketua) 3. Abdullah Manaray, ST (Wakil Ketua)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
Rapat Dengar Pendapat terkait permasalahan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT:
RAPAT DIBUKA PUKUL 10.47 WIB
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI) Kita mulai saja pak ya. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi. Salam sejahtera untuk kita semua. Waktu kita sudah jam 11 kurang 7 menit, di depan undangan kita jam 10.00 WIB oleh karena itu karena ini sifatnya tim yang akan mendapatkan informasi dan dari Walhi kita masih mengharapkan kehadiran lagi, 3 lagi tapi sampai sekarang tidak ada konfirmasi apa macet karena saya juga tadi membayar macet juga pak, saya coba jalan biasa tidak mampu masuk tol ternyata hanya sama saja cuma bedanya tol di bayar jalan biasa tidak dibayar, macetnya sama begitu jadi membayar macet kita. Baik bapak. Pertama, terima kasih atas kehadiranya bapak-bapak dan bapak-bapak para anggota para tim yang saya hormati. Kita buka rapat ini. Sesuai dengan konvensi BAP sebelum rapat kita mulai dengan doa bersama sesuai dengan agama dan kepercayaan kita berdoa mulai dengan ini rapat dibuka dan terbuka untuk umum. KETOK 1X Pak Sugeng serta Pak Dadang yang kami hormati. Jadi Dewan Perwakilan Daerah bicara daerah berarti bicara rakyat karena kita satu pun rakyat disini jadi sayang tidak berada di daerah, menteri, presiden pun harus mendapat KTP setelah memang mendapat rekomendasi dari RT, RW secara konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, daerah oleh karena itu Dewan Perwakilan Daerah kita daerah itukan ada 3 unsur menurut ketentuan rakyat atau biaya berarti perintah kita juga buat jadi 3. Mau dari rakyat dari pemerintah maupun dari wilayah, asas pokok dan fungsi dari Dewan Perwakilan Daerah. Nah oleh karena itu bagaimana daerah ini menjadi suatu rakyat menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia harus diperkuat hukum kalau kami diperkokoh dengan 3 pagar pak. Jadi DPD RI itu memagar NKRI ini dengan 3, apabila pagar 3 itu utuh maka seluruh warga negara yang berada di daerah akan merasa bangga menjadi orang Indonesia. Pagar itu 3 saja pak KKP namanya pagar dengan keadilan, pagar dengan kesejahteraan dan dipagar dengan perhatian. Jadi apabila keadilan, kesejahteraan dan perhatian itu merasa merugikan negara maka akan bangga menjadikan jadi orang ini kalau kemana-mana sama dia itu pak baru dia baik. Nah baik bapak. Nah oleh karena itu Badan Akutanbilitas Publik tugas pokoknya pertama pemeriksaan BPK yang terindikasi merugikan negara itu menjadi wilayah BAP untuk menindaklanjuti. Kedua pengaduan-pengaduan masyarakat baik dari masyarakatnya maupun dari pemerintahnya maupun dari wilayahnya perlu didalami setelah didalami setelah itu diadakan analisis perlu di setelah itu baru-baru langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Nah pada kesempatan yang masih mendapatkan suatu hasil reses kami ke daerah ternyata masih banyak pertanyaan-pertanyaan masyarakat terhadap urgensi kereta api. Nikmat dari hasil reses ini tidak boleh 2, dia hanya 1 yang boleh di matahari tidak boleh 2 begitu, baik. Nah oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin mendalami aspek keilmuan, RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
1
aspek yuridis, aspek faktual, aspek kondisional nah kami mengundang sebenarnya ada 5 disini ada Dewan Nasional Wahana Lingkungan mungkin ada yang mewakili dari masyarakat transportasi alhamdulilah hadir dari Pakar Hukum Tata Negara diliat dari segi ketatanegaraannya dari segi Perudang-undangannya. Nah saya perkenalkan tim yang akan mencoba karena kami sekarang juga setelah diadakan pendalaman ada tim analisis. Jadi pada kesempatan ini juga tim sudah turun ada yang dengan permasalahan yang berbeda kalau ada yang ke Sumatera Selatan, ada yang ke Riau, dan sekarang khusus masalah transportasi ini. Nah di berbagai dimensi tapi dari sudut transportasinya, apakah secara teknik, apakah secara apa nanti. Kami mohon melihat urgensi dan permasalahan yang dihadapi dari dimensi transportasinya, karena ini barangnya berjalan barangnya melalui alam dan melalui country tory kami minta nanti Walhi, memberikan gambaran terhadap krieteria itu setelah itu nanti pendalaman dari tim berdiskusi setelah itu ketiga kita ambil satu kesimpulan langkahlangkah yang akan kita lakukan. Jika kita sepakati mekanisme ini dengan waktu yang singkat kita berharap jam 12.30 menurut jam dinding itu kita sudah bisa bahan-bahan informasi itu. Dengan demikian kita mulai pertama dari Pak Sugeng, mungkin Pak Sugeng atau Pak Dedi kami beri kesempatan kepada masyarakat dan seterusnya. Kami persilakan pak. PEMBICARA: SUGENG PURNOMO (PRESIDIUM MTI) Terima kasih atas undangannya. Merupakan kehormatan bagi MTI untuk hadir di ruang dewan terhormat khususnya BAP DPD RI. Sebelumnya saya ucapkan Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mohon maaf ketua kami tidak bisa hadir sehingga salah satu ketua yang membidangi infrastruktur karena ini infrastruktur saya diminta untuk hadir. Perkenalkan nama saya Sugeng Purnomo, saya salah satu Presidium MTI pak, karena ketuanya ada 5 seperti KPK, satunya menjadi ketua presidium, sehingga yang lain adalah presidium begitu. Ya mulai ada pegurus baru MTI sebetulnya, kemarin undangannya masih atas nama ketua umum ini baru 4 hari yang lalu pak namanya konggres. Jadi ketua presidiumnya adalah Prof.Dr. Agus Taufik Mulyono, beliau adalah seorang professional, akademisi, juga ahli bandara dan ahli jalan, dan jembatan, jadi cukup komplit beliau. Kedua presidium saya sendiri, Sugeng Purnomo, saya lebih akrab dipanggil Ipung pak, nama kecil Ipung itu masih melekat sampai sekarang. Saya sendiri profesional bergerak di bidang konsultan untuk pembangunan infrastruktur transportasi baik udara, laut, rel, maupun jalan jadi saya kira pas betul kalau saya yang hadir ditugasi oleh Pak Ketua kami. Presidium yang kedua adalah Pak Muslih Zaenal Asegan, M.Si beliau juga profesional dan ahli transportasi, sekaligus akademisi. Dan kemudian presedium yang berikutnya adalah Ibu Helen Rangkudung, beliau adalah dosen UI akademisi sekaligus peneliti di bidang transportasi. Dan presidium yang terakhir adalah Ibu Noni Purnomo beliau adalah praktisi dan sekaligus operator, ini pemilik Blue Bird pak, yang punya Blue Bird itu. Nah barangkali perlu saya perjelas sebentar peran dan posisi MTI pak, di sana ada pihak regulator adalah pemerintah di atas, kemudian kanan kiri adalah masyarakat atau konsumen, dan sebelah kiri adalah pasar atau pelaku bisnis, nah kalau kami di tengah-tengah pak, MTI itu di tengah-tengah, membela kebenaran, dalam arti konsep-konsep transportasi pada umumnya karena kami bergerak di bidang transportasi agar masyarakat itu bisa memperoleh layanan yang memadai. Sebetulnya ini garis besar saja secara umum transportasi adalah membangun peradaban pak, kondisi saat ini transportasi sudah jauh dari sangat memadai, jauh dari memadai, obyektifnya adalah memenuhi kebutuhan dan tentunya pada the ultimate goal-nya adalah menuju kondisi ideal. Nah indikatornya adalah ketertiban. Ketika di sana ada transportasi atau pelaku transport atau sarana yang tidak menumbuhkan ketertiban pasti ada masalah. Dan kedua juga keteraturan meskipun tertib tapi kemudian RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
2
tidak teratur dan acak-acakan dan sebagainya tentunya disana pasti ada masalah transportasi dan semua itu sebetulnya bersumber dari keterpenuhan. Andaikata trasnportasi baik rel, udara, jalan, maupun laut itu terpenuhi pasti akan tercipta ketertiban dan keteraturan. Sebetulnya ini adalah siklus yang satu sama lain saling menjadi sebab dan akibat, kausalitas pak. Dan persoalan transportasi. Apa sih persoalan transportasi? Itu sebetulnya masalah pelayanan pak, pelayanan dari pemerintah atau dalam hal ini negara kepada masyarakatnya dalam hal ini juga konsumen karena tidak semua masyarakat bisa menjadi konsumen. Ada 3 pilar pokok sebetulnya, selamat sampai tujuan, aman sampai tujuan, dan kalau bisa nyaman. Nah itu ada gradasi, kalau selamat itu harus 100% sebetulnya, kalau aman kalau bisa 100% kalau tidak 90% ada copet-copet sedikit okelah dan berikutnya adalah nyaman, nyaman itu ya tidak ada ukurannya artinya kalau bisa terpenuhi ya tergantung dari masyarakatnya. Tetapi bahwa indikator utama adalah waktu tempuh. Jadi kita harus bisa memastikan pergi Jakarta ke Bandung itu berapa waktu tempuh yang akan kita capai, yang idealnya yang kita capai, dengan sarana apa, karena ini salah satu, satunya indikator transportasi adalah waktu tempuh. Bapak tadi sebutkan jalan tol macet juga, lewat jalan biasa macet juga, bedanya yang satu bayar satu tidak tapi dua-duanya tidak bisa memprediksi waktu tempuh saya kira. Tidak bisa seakurat hanya kira-kira barangkali. Tapi kalau di barangkali yang bisa kita contoh di luar negeri waktu tempuh itu bisa permenit pak bahkan detiknya kalau perlu di Jepang itu dengan kereta sudah jam sekian sekian detik, menit lah katakanlah, sampai dan sampai tujuan juga hampir 100% tidak pernah meleset, ini luar biasa. Nah ini adalah persoalan kalau membicarakan HST ini adalah persoalan pembangunan Pak. Membangun itu tentunya ada sebuah apa perencanaan,dan penganggaran. Planning dan budgeting kemudian ada aspek engineering. Nah kalau kita nanti masuk ke engineering itu sangat detail tetapi itu kaedah-kaedah engineering semua regulasi, semua peraturan, ada semua disana bahkan standar-standar internasional juga ada, sehingga sebetulnya ruangnya itu sangat sempit untuk bisa membuat salah, semestinya begitu. Kemudian disana ada operation. Operation adalah pengoperasian. Nah ketika budget-nya mepet engineering-nya otomatis juga pas-pasan jelek, pengoperasiannya justru pasti mahal, itu sudah sesuatu yang tidak bisa terpisahkan sebab dan akibat satu dengan lainnya, dan tentunya indikator dari pada ketiganya adalah kemanfaatan. Kalau kita bangun dengan harga murah kemudian mogok-mogok terus jadi kemanfaatannya sangat rendah ya. Ibaratnya kalau kita hanya memberi kacang dapatnya monyet kan begitu pak ya, tidak bisa lebih dari itu. Nah untuk itu harus betul-betul di perhatikan masalah dari sejak awal, resiko-resiko pengoperasian itu harus ditarik ke atas, jadi kalau sekarang ini mau resiko membangun high speed train itu harus ditarik ke atas dari sisi perencanaannya, apakah perencanaannya sudah mengikuti patrun dan aturan yang ada, karena ini persoalan engineering pak nanti, engineering sudah tidak bisa, 2 kali 2 tetap 4, bisa diakalin mau pakai apa pun. Dan kedua, kalau saya masukan sedikit ini masalah persoalan bisnis sebetulnya. Ada juga dari dimensi bisnisnya, ada nilai yang diinvestasikan oleh swasta, swasta tidak mau rugi tentu hanya pengembalian dan itu memasuki area jangka waktu berupa konsesi. Dan tentunya karena pemerintah dalam HST ini tidak ingin memasukkan uangnya di sana ini adalah be to be murni, business to business, Jadi tidak bisa uang APBN masuk ada disana artinya uang rakyat tidak boleh ada disana, ini saya kira yang kita sepakati selama ini yang kita dengingdengungkan. Nah ini yang kita perlu kawal bersama pak, kalau kita tidak kawal bersama barangkali tahun ke-10 tahun ke- 11 kejadian di Malaysia, kejadian Hongkong, semua terjadi, akhirnya Negara yang mengambil alih, dan ini adalah kerugian rakyat, rakyat seluruh Indonesia, padahal yang memakai hanya rakyat yang antara Jakarta yang Bandung, rakyat Papua juga harus menderita ikut membayar, ini jangan sampai itu terjadi, dan inilah. Untuk itu ada syarat-syarat mutlak untuk pembangunan infrastruktur transportasi, artinya perlu RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
3
mengkaji kebutuhan secara seksama benar tidak sih, kita memerlukan itu. Kalau dari sisi perkeretaapian, sejarahnya Indonesia memiliki 7000 Km kereta api tetapi yang berfungsi hanya sekitar 5500. Yang 2500 mati sek sek sek, begitu. Jadi sebetulnya kalau mau revitalisasi itu dulu itu juga bisa memungkinkan, banyak kok di Jawa Barat, dari Bogor, Cianjur, Sukabumi sebetulnya itu masih bisa diaktifkan. Memang dari sisi ekonomi belum tumbuh di sana karena dulu Belanda yang membikin khusus untuk perkebunan. Tapi sekarang ini kalau ekonomi mau dimeratakan di daerah Sukabumi, Cianjur, dan kemudian ke Padalarang dan Bandung, saya rasa ini adalah sentra-sentra ekonomi yang bisa dibangun daripada membangun baru kalau pikiran saya seperti itu. Dari pada membangun HST barangkali itu perlu diaktifkan dulu. Ada syaratnya, jadi membangun HST silakan mengaktifkan yang ada dulu sehingga perekonomian di Jawa Barat bisa tumbuh. Kedua ini, berwawasan jauh memandang ke depan, meminimalasir dampak negatif serta resiko. Nah dampak itu macam-macam pak, ada dampak lingkungan itu sangat jelas, Undang-Undang Sumberdaya air mengindikasi karena dari sana ada celah atau aliran sungai, kalaupun tidak sungai adalah ini adalah bagian dari DAS yang perlu diselamatkan karena kalau kita melihat Jawa Barat, Jati Luhur saja ada 240000 hektar irigasi, yang semua tergantung dari aliran sungai ini. Nah apa yang terjadi ketika nanti aliran DAS ini, service water atau recharger-nya kepotong, saya tidak bisa membayangkan apakah lumbung padi yang 240.000 hektar ini nanti akan terganggu. Ini barangkali Walhi nanti bisa secara lebih detail menjelaskan. Dan tentunya resiko-resiko usaha, seperti yang saya sampaikan tadi, 80 triliun itu bukan uang yang barangkali kalau disusun ruangan ini penuh pak ya, 80 triliun, tentunya baru bunganya saja yang 2% itu sudah berapa? 16 triliun per tahun. Meskipun di sana ada grace periode 10 tahun, kemudian kalau dikalikan 16 ini sudah sebetulnya 160. Jangan terkecoh dengan angka awal, ini sebetulnya yang saya ingin sampaikan karena begitu dibangun nanti juga tidak langsung tiba-tiba muncul sekian jumlah passanger, apa namanya penumpang. Untuk membayar hitung-hitungan saya, untuk membayar bunga saja dengan tarif 200 ribu dengan jumlah penumpang perhari 20 ribu itu tidak cukup, untuk membayar bunga, apalagi untuk membayar pengoperasiannya. Artinya apa? Perlu kehati-hatian yang tinggi sehingga disana untuk membayar ulang itu dibikinlan sentra-sentra ekonomi baru seperti di Walini, itu Walini kemudian dibebaskan dan kemudian dijual sebagai TOD dari dunia transport itu, (Transit Oriented Development). Jadi membangun sentra-sentra baru sehingga hasil dari sini nanti juga untuk membayar HST itu sendiri. Artinya begitu mahalnya HST sampai harus mengambil mengorbankan yang Walini itu tadi padahal Walini kalau dari Jati Luhur adalah bagian sebagian besar dari run of water, daerah tadah hujan, penyerapan sehingga nanti Walhi bisa jelaskan lebih jauh dari sisi keilmuannya. Dan kita juga perlu mengantisipasi terhadap perkembangan dan tuntutan zaman. Kalau dari sisi kebutuhan sekarang kita membicarakan 150 kilometer dengan 80 triliun padahal yang saya yakin, haikul yakin nanti tidak hanya berhenti disana pasti akan memanjang entah ke Cirebon, entah ke Yogya, entah ke Surabaya, entah nanti sampai Bali. Nah ketika kita sudah commited dengan satu produsen tentunya semua ke belakangnya pasti akan satu produsen. Kalau saya jadi produsen investornya, tidak apa-apa saya rugi disini, 140 kilo nanti ada 1000 kilo lagi yang saya akan bikin, saya ambil untung di sana. Inilah resikoresiko bisnis dan tentunya yang saya tandakan, tuntutan zaman ke depan bahkan sebetulnya apakah itu nanti akan di monopoli. Monopoli ini menjadi penyakit yang luar biasa karena kemudian harga dikendalikan oleh sektor kereta api kita tidak bisa memainkan apa-apa. Bahwa Undang-Undang Perkeretaapian itu juga mengamanahkan di sana ada multiple operator sehingga ketika bapak menginginkan di jalur ini oh saya juga akan membikin kereta api cepat yang lain, itu boleh pak, diamanahkan dalam Undang-Undang Perkeretaapian. Jadi seumpama katakanlah Cina ini membikin di jalur itu kemudian nanti Jepang juga membikin di jalur yang sama dengan kereta sama, investor lain atau saya sendiri atau bapak mau jadi RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
4
investor lain juga boleh, ini sudah ada Undang-Undang Perkeretaapian dan itu sudah terbuka. Nah tentunya berikutnya adalah near conflic dengan regulasi, jika kita ingin membangun sesuatu kita tidak boleh ada konflik dengan regulasi karena itu tidak akan pernah ada ujungnya. Kalaupun regulasi sekarang kurang memadai barangkali perlu diadaptasi dengan melihat jauh ke depan, perlukah regulasi yang ada itu kita revisi atau tidak? Tetapi bahwa ini adanya kebutuhan dan kemudian ada suplai barangkali memang regulasi biasanya telat, dengan modernisasi sehingga perlu ditinjau ulang. Namun demikian jangan sampai ini jalan dulu sementara regulasinya juga belum dibenahi. Artinya apa? Di sana akan menimbulkan konflik yang tidak pernah ada ujungnya. Contoh konkrit sekarang adalah reklamasi, itu contoh yang paling sempurna, Nah ini jangan sampai terulang, ini adalah worning adalah ini ring of the bell begitu, HST, mari kita duduk dulu, jangan seperti yang reklamasi ini, regulasinya semua tumpang tindih, koordinasinya near koordinasi sehingga semua berkukuh dengan pegangannya masing-masing dengan payungnya masing-masing, padahal payung tidak cukup diperlukan tenda untuk menahan hujan yang deras. Ini saya kira menjadi perhatian bahwa near conflic dengan regulasi. Kemudian sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan, kaidah-kaidah pembangunan itu tentunya untuk pemanfaatan masyarakat, tidak ada satu pembangunan pun tidak untuk masyarakat. Nah ini kemudian pertanyaannya masyarakat yang mana, masyarakat yang hanya mampu tok kelas atas, atau masyarakat menengah atau masyarakat bawah atau masyarakat Jawa Barat atau masyarakat luas. Nanti kalau ini mengalami kerugian atau kekeliruan yang menderita itu masyarakat seluruh Indonesia, kita bicaranya hanya 150 kilo. Kemudian dengan memenuhi standar-standar yang berlaku. Standart itu ada Internasional ada standart nasional, standart internasional dalam konsep enginerring pak ya, itu sudah harus dipenuhi, tidak mungkin tidak. Artinya kalau menggunakan rel yang lebar tentunya karena high speed itu tetap harus menggunakan rel lebar dan pembangunannya juga harus tahap demi tahap dengan kehati-hatian, jangan terjadi, dengan kecepatan 300 kilometer kemudian anjlok sampai di mana ini, kita tidak ngerti lagi kalau sampai ini terjadi begitu. Nah standar-standar itu harus full of compliance, compliance itu menjadi apa namanya ya pre-request yang tidak bisa dinegosiasikan kembali karena seperti di awal tadi keselamatan adalah nomor satu meskipun indikatornya adalah waktu tempuh tapi waktu tempuh lebih baik terlambat 5 menit sampai di tempat daripada lebih cepat 5 menit masuk rumah sakit, kan begitu pak. Itu ini sebenarnya harus di compliance dan rekomendasi dari MTI begitu ya, ini bukan persoalan dukung atau mendukung, tolak atau menolak, bukan persoalan itu tetapi bahwa nilai-nilai pemenuhan kebutuhan dan kemanfaatan bagi masyarakat luas ini yang menjadi apanamanya tujuan akhir dari kemanfaatan HST ini. Kemudian keterjangkauan tariff. Mau tidak mau kita harus bicara dengan tarif yang bisa dinikmati orang banyak, bukan hanya segelintir elite yang bisa memanfaatkan. Kemudian meminimalisir setiap resiko pembangunan agar sustainable karena kita bicara kereta itu bukan bicara 10 tahun, 50 tahun, tidak. Bicara 100 tahun ke atas pak. Bukti bahwa peninggalan Belanda yang sudah 150 tahun masih beroperasi, bahwa inilah membuktikan bahwa transportasi dengan investasi yang sedemikian masif pembangunan itu harus mengindahkan waktu sampai dengan durasi 100 tahun. Ini yang dari jadi artinya apa? Perlu kehati-hatian dari aspek regulasi harus sesuai. Kemudian juga aspek enginerring. Kemudian dari be to be nya jangan sampai kita kecolongan karena Malaysia sudah mengalami, dan jangan sampai juga ini menjadi must pro dalam arti 10 tahun kemudian rusak semua. Karena kalau di Cina itu ada terkenal pak itu, itu KW bukan KW satu, dua, tiga pak, tapi KW 33, ini dialami PLN pak, ya, ini dialami PLN. Saya kira kita tidak masuk ke sini isu-isu utama. Nah nanti sudah kita langsung ke diskusinya saja sebetulnya. Terima kasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
5
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI) Terima kasih Pak Ipung. Ternyata memang informasi ini bisa jadi nambah wawasan, baik wawasan secara keilmuan maupun wawasan secara praktis tugas-tugas kita. Namun sebelum kita diskusi mungkin kita persilakan kepada Pak Dadang, dilihat dari segi lingkungannya. Kami persilakan Pak. PEMBICARA: DADANG RAMDAN (WALHI) Untuk men-share ataupun berbagi. Berbagi informasi, berbagi pengetahuan, dan juga fakta-fakta yang terjadi dan juga bacaan Walhi terhadap mega project pembangunan kereta api cepat. Saya sendiri mewakili Walhi sendiri, nama Dadang Ramdan, yang langsung mewakili dari Provinsi Jawa Barat, karena Walhi sekarang sedang ada agenda PLNH pertemuan nasional jadi semua energi tersedot ke Palembang yang untuk Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup. Saya akan coba men-share beberapa informasi dan mungkin saja bukan hanya soal aspek lingkungan begitu pak tapi juga aspek lainnya yang yang ini juga bacaan kita terhadap mega project ini. Jadi kalau kita merujuk kepada historis atau riwayat munculnya project ini dari dokumen-dokumen yang ada dan juga informasi media kami menemukan bahwa memang mega project ini berasal dari hasil kunjungan Presiden RI ke Cina karena mereka melakukan nota kesepahaman antara Komisi Pembangunan dan Reformasi Negara Cina atau Tiongkok dengan Kementerian BUMN RI. Artinya ada nota kesepahaman yang ditandatangani dengan Kementerian BUMN dalam kerjasama Project Kereta Api Cepat Jakarta – Bandung. Jadi sudah jelas bahwa bukan berangkat dari kebutuhan di daerah prosesnya tapi berangkat dari suatu kerjasama ekonomi, politik antara 2 negara. Saya pastikan itu. Lanjut. Saya mencoba melihat profil ini juga meskipun bapak-bapak tahu bagaimana siapa saja yang kemudian berperan tapi kami juga penting menjelaskan kembali bahwa beberapa kerjasama atau skema yang dilakukan ini melibatkan beberapa BUMN. Artinya saya agak tidak sependapat dengan bahwa tidak ada aset negara begitu yang ke luar. Buktinya bahwa di sana ada PTPN, PTPN yang kemudian memiliki tanah, tanah perkebunan dan itu juga akan digunakan sebagai aset karena ada skema ekuitas dan juga pinjaman. Ekuitas itu artinya berhubungan dengan aset, mungkin nanti bisa di perjelas. Jadi struktur pembiayaannya juga 25% buat ekuitas dan 75% pinjaman. Jadi sudah jelas sumber dari pendanaan ini adalah pinjaman atau hutang. Hutang siapa? Kalau ini kemudian dilakukan oleh PSBI sebagai satu konsorsium 4 perusahaan atau 4 BUMN maka ini akan menjadi hutangnya PSBI, karena PSBI didalamnya BUMN dan BUMN itu siapa? Negara juga, bukan tidak, bukan swasta BUMN itu tapi bagian dari negara juga dan Cina konsorsium yang itu juga melibatkan beberapa perusahaan ya, dan saya pastikan yang Sinohidro ini adalah salah satu perusahaan konstruksi yang membangun pembendungan Waduk Jati Gede yang banyak mendatangkan, banyak mendatangkan konsultan ataupun pekerja-pekerja kasar ketika membangun Waduk Jati Gede. Ini PT. Sinohidro. Jadi pinjaman bersumber dari China Development Bank. Artinya bagaimana juga istitusi perbankan Cina yang itu bagian dari AIIB. jadi Asian Infrastruktur Invesment Bank itu menjadi apa, pemberi pinjaman, pemberi hutang. Porsi pinjaman 40% dengan rate 3,4% per tahun dan 60% US dolar dengan rate 2% pertahun. Jadi sudah jelas bahwa kita tidak diberikan hibah, uang ini tidak hibah dan negara bukan berarti tidak nol aset yang dikeluarkan karena ada aset perhutani, ada aset perkebunan begitu, ada set pertahanan yang kemudian itu harus dijadikan modal ya, modal bagi bisnis ini. Jadi kalau business to business, jadi aset negara dipakai bisnis antara perusahaan dari Cina dengan RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
6
BUMN dari kita. Lanjut. Ini saya kira sama ya karena PT. Pilar Sinergi kemudian kawin dengan China real one Internasional lahirlah KCIC. Ini juga kita tidak tahu seperti apa proses secara hukum bagaimana muncul PT. KCIC itu sendiri. Lanjut. Nah kalau kita melihat alur perjalanan proyek kereta cepat yang ada ini di apa Jakarta - Bandung ini memang tak lepas dari start-nya dari sini. Jadi kalau saya kumpulkan beberapa informasi start-nya dari, secara teknis ini ya, jadi 2 Oktober 2015 pembentukan Pilar Sinergi BUMN atau PSBI tadi yang gabungan antara BUMN ini juga perlu dipertanyakan. Kemudian 2 Oktober, 9 Oktober keluar Pepres. Keluar Pepres 107/2016 mengenai percepatan penyelenggaraan prasarana kereta api cepat antara Jakarta – Bandung. Kemudian 10 Oktober terbentuk KCIC, ini juga hal-hal yang kemudian luput dari satu rekaman publik atau dari satu dari satu apa ya, pandangan ataupun opini publik karena begitu saja kemudian percepatan ini terjadi. Kemudian tanggal 12 baru ada penetapan izin trase, inipun baru izin trase, yang itu baru dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Kemudian sebelum izin pelaksanaan, sebelum Amdal selesai, apa sebelum izin teknis pembangunan dilakukan kemudian 21 sudah ground breaking. Izin usaha belum keluar, izin teknis pembangunan belum keluar, Presiden sudah melakukan ground breaking atau peletakan batu pertama di Mendala Wangi Maswati, Desa Maswati Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat. Nah ini sekilas bagaimana proses sehingga ground breaking dilakukan meskipun tanggal 21 Januari memang ada surat penetapan kelayakan lingkungan dan juga izin lingkungan. Memang ini benar. Jadi begitu izin lingkungan keluar ground breaking dilakukan tapi ground breaking dilakukan sebelum izin teknis dan izin usaha keluar, itu yang terjadi. Lanjut. Nah kami memandang, kami juga coba kaji Walhi berarti subjek dalam rencana itu seperti jadi tidak ada dalam RW Nasional, menunjuk Pepres Nomor 26 Tahun 2008 Kemudian tidak ada dalam RPJMN Perpres Nomor 3 Tahun 2015, RPJM nya Jokowi nya sendiri begitu. Kemudian tidak ada dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, Permen Perhubungan Nomor 43/2011 karena kami menilai, kami meriksa yang ada itu Merak, Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya sampai Banyuwangi. Jadi tidak ada Jakarta - Bandung kalau kita mau menunjuk pada rencana induk, bisa diklarifikasi oleh MTI ya, karena ini dokumen yang kami baca. Kemudian tidak ada dalam rencana tata ruang kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, ini juga tidak ada, dalam dokumen tata ruang. Makanya ketika ini dibuat Pepres 107 meminta penyesuaian rencana RT/RW masing-masing Kabupaten Kota, itu yang terjadi. Lanjut. Nah karena ada wilayah kawasan hutan yang dipakai maka ini harus juga di perhitungkan begitu, harus juga jadi dasar. Ada izin pinjam pakai kawasan, ada peraturan tukar menukar kawasan karena di dokumen Amdal yang kami baca itu ada sekitar 279 hektar kawasan yang akan dipakai. Jadi harus ada surat tukar menukar kawasan dan juga izin pinjam pakai kawasan. Dan kami memeriksa dari dokumen yang ada ternyata itu juga belum keluar dan harus memenuhi syarat administratif dan juga syarat teknis untuk keluar, keluarnya surat tukar menukar kawasan hutan. Perlu kami jelaskan juga bahwa Jawa Barat itu hanya memiliki sekitar 18% kawasan hutan itupun campur antara hutan lindung, hutan produksi, hutan konservasi. Jadi sangat jauh dari angka 30%. Jadi kalau ini habis terus di beralih fungsi jadi infrastruktur begitu ya, jadi bendungan, jadi hotel, jadi pabrik, jadi apartemen, hutan di Jawa Barat semakin mengecil. Ini juga harus menjadi perhatian. Lanjut. Ini juga sama terkait tukar menukar kawasan bagaimana sebenarnya peran KLHK dan juga ini. Ketika ada tukar menukar kawasan maka harus ada pertimbangan dari DPR RI, ini kita merujuk kepada Permenhut 32/2010 Junto Permenhut 41 Tahun 2012 tentang tukar menukar kawasan hutan baru perubahan di akomodir dalam prinsip provinsi dan kabupaten ini selesai baru kemudian revisi ini bisa dijalankan. Revisi pun itu harus melibatkan DPRD tidak hanya eksekutif saja. Lanjut.
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
7
Ini Pak yang yang akan terjadi di jalur di jalurnya jadi dari Jakerta akan kesini kemudian di tegalluar kalau kita lihat ternyata disini ada kawasan hutan produksi tetap. Kemudian di sini ada kawasan industry, yang akan dilintasi juga ada kawasan industry. Tercatat ada 5 perusahaan yang komplain terhadap rencana ini, 5 industri di Karawang. Kemudian yang ini mereka akan membangun TOD jadi Transit Oriented Development Karawang 210 hektar. Kemudian di sini ternyata juga akan dibangun bandara. Bandara yang akan mengalih fungsi sekitar 10.000 hektar. Di sini juga ada kawasan resapan air ini Waduk Jati Luhur, ini Cirata, ini Saguling jadi akan melintas di Waduk Jati Luhur dan ini kawasan pertanian produktif semuanya. Jadi kalau TOD dibangun kemudian di Amdal mengatakan dalam radius 40 kilometer itu akan mengalami perubahan, kebayang wilayah ini juga akan mengalami alih fungsi. Kemudian maju ke Kabupaten Purwakarta ini juga ada kawasan pertanian tanaman pangan, kemudian pemukiman. Di Jakarta juga disini ada pemukiman, kemudian juga kawasan perkebunan. TOD ini juga memakan lahan sekitar 1207 hektar sementara rencana kota baru ini akan dikembangkan 3000 hektar padahal kondisi atau Walini sendiri atau daerah Cikalong Wetan sendiri itu merupakan daerah tangkapan air atau resapan air bagi cekungan Bandung yang ada disini. Ini juga menjadi apa akan membawa dampak jika kemudian TOD dibangun secara besar-besaran alih fungsi lahan perkebunan dan juga lainnya terjadi. Maju ke Kabupaten Bandung disini juga akan dibangun TOD Tegal Luar, sementara kawasan teknofolis Summarecon juga akan dibangun seluas 800 hektar tapi kami mengakumulasi disini dengan Kabupaten Bandung itu 5000 hektar bisa saja terjadi perubahan, ya alih fungsi dari sawah dari tegalan kemudian menjadi apartemen, menjadi properti dan itu bukan untuk rakyat begitu tapi untuk pengembang bisnis property. Jadi ini sesungguhnya kita pertanyakan untuk siapa Kereta Api Cepat Jakarta - Bandung, kalau kemudian setiap 20-30 km harus berhenti, berhenti di TOD-nya di Karawang, berhenti di Walini, sehingga dalam nalar atau logika saya kenapa kereta api cepat harus berhenti, begitu dekat begitu. Iya, 50 kilo, 50 kilo berhenti. Jadi ada apa sebenarnya dengan wilayah-wilayah ini. Jadi kadang itu pertanyaan ini juga ya, yang sering ya kita sampaikan begitu. Lanjut, ini klaim di Amdal, ya di dokumen Amdal mereka Walini 12 hektar, Karawang TOD-nya 15 padahal tadi versi Bappeda tadi sekitar 210. Versi apa provinsi Jawa Barat tadi beberapa teori itu ternyata lebih lebih besar ya luasannya, termasuk yang apa Walini, bukan 15 hektar tapi tadi 1.270 hektar. Ini juga hal yang kemudian pertanyaan bagi kita terhadap akuntabilitas atau kebenaran atau pun transparansi dari projek ini, seapa transparansi dari projek ini dengan, sehingga publik juga bisa menerima dengan utuh, informasi projek ini. Lanjut, ini kebutuhan pembebasanlahan sudah jelas pemukiman di perkotaan tadi yang kota Jakarta, Jakarta Timur Halim, kemudian di pedesaan kemudian Tanah Awu, kemudian beberapa Rumija ya, di jalan tol karena sebagian nanti ada yang sejajar dengan jalan tol ada yang di atas tanah, ada yang membuat terowongan, tunel ya atau ada di dalam terowongan karena melintasi beberapa perbukitan di Purwakarta menuju Bandung Barat. Ini juga klaim dalam Amdal, jadi saya kutip ini dari dokumen Amdal, PT.KCIC yang telah dibuat. Lanjut, ini juga dari dokumen tim Amdal-nya KCIC jadi sawah, kebon campuran, segini ya luasnya, ini bisa dihitung, bisa dilihat, lanjut. Ini juga dampak kehilangan kesempatan berusaha jadi sudah jelas dampaknya juga warga setempat itu akan kehilangan pekerjaan, ini baru menurut saya ini baru kasar, karena kita juga sedang melakukan survei atau pun investigasi data pembanding, apakah memang 328 KK yang akan kehilangan pekerjaan akibat dari pembangunan trase saja gitukan, karena bukan hanya trase, tapi juga tadi TOD dan yang lainnya. Lanjut, ini jumlah bangunan, kita juga masih periksa kalau ini menurut dokumen Amdal ada sekitar 2.343 bangunan, kemudian yang bangunan usaha ada sekitar 1.113 ini juga masih klaimnya mereka di dokumen Amdal kita juga masih telusuri ya di di lapangan. Lanjut, ini dampak negatif negatif kesempatan berusaha, jadi yang akan kehilangan RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
8
pekerjaan baik usaha pertanian maupun usaha nonpertanian ini juga artinya ada dampak walaupun saya belum percaya 100 % terhadap data ini begitu. Kita juga perlu pembanding di lapangan, dengan jumlah 840 KK yang akan kehilangan pekerjaan. Lanjut, nah kami juga merekam beberapa perizinan yang sudah ada, kita pun mengkaji beberapa dokumen di Amdal jadi perizinan yang sudah mereka miliki, ini mulai dari rencana kegiatan kereta api cepat, jadi KA andal keputusan Menteri Perhubungan penetapan jalur, kalau penetapan jalur sudah dikeluarkan oleh menteri perhubungan trasenya. Kemudian keputusan Menteri Perhubungan juga tentang penetapan PT.KCIC sebagai badan usaha. Jadi, tanggal 15 Januari menteri perhubungan sudah menetapkan PT. KCIC sebagai badan usaha penyelenggara prasarana kereta api cepat Jakarta – Bandung. Ini juga akan saya sampaikan agar clear ya, juga beberapa aspek perizinan sudah mereka tempuh gitu, sehingga nanti DPD ataupun BAP untuk menindaklanjuti bisa lebih mudah. Izin prinsip tentang pemanfaatan lahan ini sudah keluar, dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat tertanggal 12 Januari rekomendasi penggunaan dari penggunaan lahan dari Kementerian Pertahanan lanud Halim 15 Januari, kemudian izin lingkungan juga sudah dikeluarkan 21 Januari, kemudian keputusan direktur ini yang terakhir, yang ke luar baru. Nah izin pembangunan itu baru trase jalur kereta api CK 95 sampai CK 100 ini di wilayah 5 kilo, yang 5 kilo itu di wilayah yang ground breaking itu. Nah, yang lainnya belum, ini yang terakhir ini tertanggal saya lupa mencantumkannya sekitar 18 Maret 2016 yang 5 kilometer itu, dan itu di ground breaking itu di perkebunan Mandalawangi desa Maswati kabupaten Bandung Barat, jadi bukan dari Halim membangunnya, tapi dari tengah, dari tengah, mereka memulai dari tengah. Kemudian keputusan menteri perhubungan tahun 2016 tentang pemberian izin usaha, jadi izin usaha pun sudah di keluarkan oleh Kementerian Perhubungan, nah kami belum mengkaji apakah memang oleh Kementrian Perhubungan atau Kementerian lain nanti mungkin bisa di bahas lebih lanjut. Next, perizinan yang belum ada ini artinya kami belum menemukan dokumen, dokumen yang memastikan pertama izin konsesi atau kontra yang tadi oleh Pak Ipung ya karena harus ada kontrak waktu dan lain sebagainya. Ini juga masih sulit dilacak. Izin teknis pembangunan sarana cara keseluruhan karena baru 5 kilometer tadi izin pinjam Pakai kawasan hutan kalau itu menggunakan skema pinjam Pakai karena ada kawasan hutan yang diPakai, kemudian putusan Menhut soal tukar menukar kawasan di hutan ini juga belum ada, belum kami temukan dalam berbagai dokumen yang kami miliki. Faktanya, ya kalau dihubungkan dengan prinsip-prinsip akutanbilitas, tata penyelenggaraan pemerintah yang baik ternyata lahirnya projek kebijakan ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi yang mendepankan transparasi, akutabilitas, dan partisipasi penyelenggaraan atas sas umum pemerintahan yang baik, karena proses perencanaan dan partisipasi yang tidak ada meruPakan. Kami lihat ini melanggar prinsip negara hukum yang demokratis yang taat hukum ini pandangan dari kita terhadap fakta yang terjadi proyek ini. Lanjut, ini yang terjadi di lapangan sudah diberi izin itu yang ini jadi ini di Manadalawangi Mas Wati jadi di lapangan sudah ada pematangan lahan, pembokaran kebun kemudian penempatan alat-alat berat sebelum ground breaking juga dilakukan jadi ground breaking dilakukan izin pembangunan belum ada Kementrian Perhubungan proyek berjalan, izin pembangunan dari Kementrian Perhubungan belum dikeluarkan inilah terbaru pematokan sudah mulai. Jadi ini jadi ini beberapa informasi soal ada cat merah gitu ya, kemudian ini lahan warga yang telah dipatok ini juga juga terjadi hingga saat mengira revisi RTRW masing-masing Kabupaten, Kota belum semuanya dilakukan dengan melibatkan DPRD. Jadi kalau mau dibangun kemudian kalau PT KCEC di lapangan sedang membangun sementara berbagai revisi berbagai aturan-aturan lainnya belum ada sekira itu juga hal yang melanggar prinsi-prinsp-prinsip tadi prinsip-prinsip taat terhadap hukum dan juga dan juga presensif akutanbulitas, dan juga dan juga transparansi. Lanjut kalau kita rujuk kepada RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
9
hukum lingkungan, jadi kami melihat ada Undang-Undang 32, PP 27 2012 2012 jadi ini yang terjadi. Proses Amdal tidak sesuai prosedur, Amdal dibuat 10 hari isi Amdal masih dangkal, kajian masih lemah, aturan Amdal juga belum ada dalam konsultasi publik tidak melibatkan pihak yang terkena dampak langsung. Memang betul konsultasi publik tidak melibatkan pihak yang terkena dampak langsung, kades camat ya. Meskipun ini yang menarik ketika kita ke lapangan ada informasi dari pemerintah lokal setempat itu ada jadi hampir tapil warga yang terkena dampak langsung itu juga juga tidak dilibatkan keseluruhan secara keseluruhan lanjut. Nah, kalau kita menunjuk pada partisipasi publik di dalam proyek ini dalam penyusunan Amdal proyek ini maka kami melihat ada 9 tahapan, di mana ini harus ada partisipasi publik. Mulai dari pengumuman rencana usaha dimana warga negara harus memberikan masukan sampai kepada penerbitan izin ada 9 mandat PP 27 Permen LH 2012 tentang izin lingkungan dan juga bagaimana penyusunan Amdal dari aspek lingkungan. Jadi mulai rencana usaha, konsultasi publik, penyusunan dokumen Amdal, pembahasannya Amdal, penilaian Amdal, penetapan dokumen kelayakan pengumuman izin lingkungan sampai kepada penerbitan izin lingkungan. Ini butuh waktu kurang lebih paling lama itu 6 bulan, paling cepat sebulan karena untuk Amdal sendiri harus dikaji secara konfrehensip kemudian melibat dua musim, musim kemarau dan musim hujan. Jadi tidak hanya di satu musim dari lakunya sesuai dengan kembali lagi ini sesuai dengan aturan PP tadi. Ada 10 hari ada yang 30 hari, 75 hari, 10 hari, 5 hari, 10 hari, dan ini semua yang ini, ini partisipasi warga harus ada, dan Walhi, Walhi hanya dilibatkan pernah diundang, di sini nah di sini. Pernah diundang di Halim untuk membahas ini tapi kita juga menyampaikan kemudian walk out lagi karena ini ini kita tidak pernah di undang dalam proses-proses di atasnya sehingga kita juga menyatakan ketika setuju an terhadap dokumen Amdal tadi lanjut. Nah ini juga hasil wawancara kita di lapangan ternyata sebagian rakyat yang akan tergusur sampai sekarang masih belum mengetahui rencana detail. Jadi kalau klaim bahwa KCIC sudah melakukan konsultasi publik soisalisasi, kita menemukan fakta bahwa warga belum mengetahui mengenai rencana detail pembangunan kereta cepat rakyat, tidak pernah diajak diskusi, bahkan lebih parah lagi ini Camat Cikalong Wetan sendiri beserta seluruh kepala desanya tidak mengetahui detail rencana seperti apa. Kemudian karena tidak pernah ada sosialilasi dan kecamatan Cikalong Wetan ini menjadi salah satu wilayah yang akan terkena dampak dari pembangunan kereta api cepat dan juga TOD Walininya. Jadi ini juga temuan kita di lapangan ketika ngobrol dengan beberapa warga. Lanjut, nah sehingga kami secara prinsip rencana pembangunan kereta api cepat ini sama sekali tidak ada kaitan dengan masalah penghidupan rakyat. Kami berani menyatakan itu yang semakin mengalami kemerosotan akibat ekspansif modal dan utang atau pinjaman. Pembangunan justru akan menambah beban penderitaan rakyat khususnya di area sekitar pembangunan, di mana tanah dan rumah mereka serta fasilitas hidup mereka akan hilang meskipun diganti rugi besar gitu ganti rugi kompensasi besar tetap mereka akan kehilangan tanah, kehilangan kebunnya, dan kehilangan sumber penghidupannya. Proyek ada yang proyek ini tak lebih dari perampasan tanah dan ruang hidup rakyat ya akan menambah kerusakan penurunan fungsi layanan alam itu sendiri, karena dari beberapa kajian kita misalnya tadi soal Jatiluhur, kemudian juga radius area yang akan beralih fungsi, kemudian data kerawanan bencana ada Baribis ada Patahan Lembang dan ada juga Patahan Cimandiri ini juga menjadi menjadi faktor yang harus dipertimbangkan, dan. Lanjut, oke ini indikasi aturan yang dilanggar, jadi kalau demikian faktanya dari regulasi yang ada dan fakta lapangan seperti tadi, maka kami melihat gitu ada paling tidak empat undang-undang yang berpotensi dilanggar tata ruang lingkungan hidup administrasi pemerintahan dan juga pelindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Jadi paling tidak minimal empat ini ya selain mungkin Undang-Undang perkeretaapian kita juga belum kaji, RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
10
bukan keahlian kita sebenernya ini tadi paling tidak itu yang kemudian ada indikasi. Nah ini dari kampanye kita lanjut ini yang menarik ketika kami dengan Unpad. Presiden RI melanggar etika dan meletakan batu pertama sebelum kegiatan usaha diterbitkan ini pernyataan ahli hukum Unpad, PT KCC melanggar hukum telah melaksanakan kegiatan sebelum memperoleh izin kegiatan usaha dari kementerian perhubungan. Yang kedua tidak ikuti prosedur dan dan tata cara yang seharusnya ditempuh dalam permohonan. Itu pandangan yang kami kutip dari diskusi FGD soal hukum soal kereta api cepat ini. Itu mungkin Pak dan kami juga sampaikan bahwa kami itu sedang membuat surat terbuka ini juga mau disampaikan nanti sebagai lampiran kami juga membuat surat penolakan dari Jabar membuat surat penolakan yang akan disampaikan kepada DPD dilampirkan kronologis dan juga surat terbuka beberapa organisasi ada LSM, KPA, YLBHI, Pilnet, Walhi dan ICL kepada Presiden RI kepada Mentri KLHK untuk mencabut Pepress kalau presiden mencabut Pepress dan KLHK mencabut izin lingkungan. Jadi ini sekaligus jelas kami berikan ke Bapak nanti. Terima kasih mohon maaf terlalu panjang dan kita bisa perdalam lagi. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PEMBICARA: Terima kasih ke Pak Dadang yang kami hormati. Kajian lingkungan itu bisa di luar, bisa di dalam, ini luar dalam Pak saya mendapat suatu informasi keilmuan Pak tapi benar apa tidak ini mohon juga manusia normal itu minimal tiga lapis bepikirnya. Jadi minimal tiga lapis itu baru normal, kalau kurang dari itu dianggap tidak normal. Apa benar tolong Pak Dadang. Pertama jika dia mengambil keputusan itu pertama lapisan pertama dia putuskan, lapisan kedua dia sudah tahu risiko, lapisan ketiga dia sudah mengantisipasi resiko yang akan muncul itu minimal tiga lapis. Makanya mobil kenapa Pakai ban serep padahal tidak mutlak itu, tapi kenapa sudah mengantisipasi. Nah kalau kurang dari tiga itu dianggap tidak normal ini salah atau benar minimal tiga lapis itu satu. Yang kedua dalam kita mengambil satu langkah itu, biasanya tidak bisa lepas dari tiga juga Pak. Pertama mengetahui aturan ya Ketua penuhi syarat yang ketiga lalui prosedur kalau orang beragama Islam ini mohon maaf mungkin, Bapak orang muslim syarat itu sebelum rukun dilakukan jadi tidak bisa dia karena saya mau cepat sholat nanti setelah shalat baru saya wudhu, atau karena mau cepat apa cepat untuk ya cuci aja dulu kaki, karena nanti akhirnya besok setelah shalat nanti baru saya cuci muka, tidak boleh, jadi kalau syarat tidak dipenuhi jadi syarat itu sebelum rukun, kalau rukun dikerjakan syarat tidak dipenuhi maka dia batal demi hokum. Jadi kalau sholat tanpa wudhu itu batal demi hukum itu secara logika. Dalam melakukan rukun itu prosedur, bahwa memang takdir dulu baru ruku’, baru i'tidal baru sujud, karena kita mau cepat-cepat ini proses sudah takdir atau belum nanti ruku’ menyusul. Ini sekedar-sekedar logika baik bagi, nah oleh karena itu dilihat ini dari prospek dan kondisi yang dilakukan ini niat baik tidak boleh melanggar aturan. Nah oleh karena itu kami mendapat suatu pengayaan informasi saya lebih ngerti formasi transportasi ini dan juga dari lingkungan, sangat menarik Pak. Jadi kami juga mendapat keilmuan saya ini guru ngaji Pak saya ini guru ngaji dulunya saya montir radio sehngga elektronik saya bawa ke agama bagaimana elektronik tadi alurnya. Baik Bapak-Bapak tim-tim Pak Ayi atau Pak atau Pak Ruri mungkin ada yang ingin bertanya untuk pendalaman. Saya kira kita mulai dari Pak Ayi dulu pendalamannya silakan. PEMBICARA: AYI HAMBALI (JAWA BARAT) Terima kasih Pak Pimpinan.
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
11
Bapak-Bapak para narasumber, Bapak para anggota dan staf ahli serta sekretariat BAP. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Barangkali saya Ayi Hambali dari Jawa Barat kalau namanya Ayi pasti orang Jawa Barat. Memang kegiatan ini RDP hari ini bukan RDP yang ujug-ujug barangkali ya, jadi kami saya dengan Pak A.M Fatwa dulu dulu sudah pernah mengajukan hak bertanya kepada Presiden dan kemudian saya berdua didukung oleh kurang lebih 70 anggota DPD mengajukan hak bertanya kemudian presiden menyuruh saudari Rini Suwndi untuk menjawab pertanyaan kami dan Bapak pasti tahu jawabannya seperti apa, normatif dan tidak menjawab pertanyaan kami. Kemudian tapi dari paripurna luar biasa itu diputuskan bahwa pendalaman akan dilakukan oleh komite-komite dan Alat Kelengkapan dan salah satunya adalah BAP DPD RI INI. Kemudian pada reses kami atau tugas kami mengerjakan bertugas di daerah pemilihan, kami selalu mendapat pertanyaan tentang kereta api cepat ini dan kami merasa bahwa barangkali kalau infrastruktur itu adanya di Komite II, kalau masalah RPJMN dan lain-lain itu ada nya di Komite IV, tapi kami lebih ke pengaduan masyarakat. Oleh sebab itu maka pada masa sidang yang pendek ini kita mengadakan RDP. Sesungguhnya RDP ini tadinya akan di mengundang beberapa apa namanya beberapa apa namanya sumber-sumber lain ya Pak ya, seperti tadi disampaikan bahwa sebetulnya kita juga butuh hukum tata negara. Jadi yang sampaikan oleh dari Walhi Pak Dadang tadi itu kan orang lingkungan hidup tapi dia mencoba mengurai dengan apa namanya masalah aturanaturan hukum barangkali, justru kami ingin dari ahli hukum tata negara apakah misalnya sebuah Undang-Undang yang namanya Undang-Undang RTRW kemudian diubah dengan Keppres, ini seperti apa gitu, kedudukan hukumnya dan lain-lain. Tapi karena kebetulan barangkali belum siap, jadi, pada hari ini kita kita perdalam saja dari Bapak dari masyarakat transportasi dan dari sisi lingkungan hidup. Untuk Pak Ipung ya Pak ya biar kata Bapak ini panggilan manisnya barangkali Pak Ipung tadi Pak masalah pertama pertanyaan sebetulnya kereta api ini untuk siapa, itu adalah pertanyaan kami Pak yang disampaikan oleh kami kepada Presiden, dan ada sebagian anggota yang menjawab secara spontan, ini untuk rakyat katanya, tapi rakyat Tiongkok gitu Pak, karena rakyat Indonesia pasti tidak menikmati itu kemudian itu yang pertama Pak. Yang kedua, dari tadi kalau masalah tadi masalah ekonomi dan finansial barangkali teman-teman di masyarakat trasnportasi, ini sakti juga sebetulnya bagaimana dalam studi tadi kita sudah menetapkan ongkos Rp 200.000,00 per orang gitu ya, untuk sebuah apa namanya bagaimana kita menghitung break event point. Harusnya kan kita melihat dulu besarnya biaya yang akan dikeluarkan, kemudian kalau kira-kira jumlah penumpangnya ada berapa baru dibagi menjadi ongkos. Nah ini sudah ditetapkan harganya Rp 200.000,00 karena takut diprotes Pak, karena takut diprotes kalau lebih dari itu barangkali kita sudah punya pesawat dari Halim ke Bandung, kita sudah punya jalan tol, kita juga punya kereta api, Parahiyangan atau apa namanya sekarang, ya. Nah, ini kemudian ditetapkan Rp 200.000,00 jadi saya tidak tahu ini ilmu ekonomi mana yang dipakai Pak. Barangkali kalau tadi Bapak sudah menyampaikan bahwa sebetulnya ada pengalaman yang apa namanya pengalaman kereta api cepat yang dibangun oleh China yang kemudian, gagal, seperti Malaysia, kalau tidak salah Korea ya Pak ya, Malaysia sama di mana ada dua, dua negara yang memang gagal secara ekonomi, secara ekonomi. Kita tidak bicara tentang teknologi yang KW Pak ya, karena saya, saya orang Jawa Barat, tapi saya adalah orang listrik Pak, dulu saya ingat sekali waktu Cilacap, waktu Cilacap itu PLTU Cilacap itu wah dengan bangganya Pak JK, hebat, pokoknya ada proyek pembangkit listrik tenaga batu bara, selesai dengan jangka waktu satu tahun, gitu ya. Hebat pokoknya ini baru namanya proyek yang hebat katanya, tapi terus 6 bulan mati Pak, tidak jalan lagi itu pembangkit, jadi bukan pembangkitnya kw Pak tapi bekas, jadi pabrik apa namanya PLTU bekas dari China dipindah RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
12
ke Indonesia. Itulah sebabnya kenapa pekerjanya orang China semua Pak, jadi mereka tidak ingin ketahuan kalau barang-barang yang dipasang itu adalah barang-barang bekas, barang bekas diamplas sedikit dikasih minyak supaya kelihatan licin baru dipasang, 6 bulan mati Pak, ya. Nah, saya membayangkan gitu membayangkan kalau kw 33 Pak ya, bukan kw 3 kata Pak Ipung tadi kw 33 ini bagaimana ini apa namanya kerugiannya ya, tanpa memperhitungkan tadi misalnya kerugian yang diakibatkan penyertaan modal. Penyertaan modal BUMN itu adalah duit negara itu adalah duit rakyat tanpa menghitung itu dulu lah, katakanlah dari hitung-hitungan untung rugi Pak ya. Dari hitunghitungan untung rugi bisa enggak kita perkirakan kira-kira dengan modal 28 trilyun bunga 2% untuk dolar dan 3,5% untuk remimbi, itu kira-kira berapa sih kalau saya sih bukan menghitung break event Pak, jadi tahun keberapa perusahaan KCIC ini akan bangkrut Pak tanpa menghitung TOD Pak ya, tanpa menghitung TOD. Karena kalau misalnya kita libatkan TOD artinya yang kita bangun ini bukan sarana transportasi, jadi tidak ada bedanya dengan teluk Jakarta dengan teluk Banua di Bali ya Pak ya, tidak ada bedanya. Artinya kita membangun sebuah area apa namanya area untuk property tapi dengan alih-alih dengan menggunakan kereta api cepat ini ya, karena aneh gitu, kenapa bukan yang jauh yang dibangun itu kereta api cepat kenapa malah Bandung yang hanya 150 kilo, ya katanya akan ditempuh dalam 35 menit dan anak kecil pun tidak akan percaya itu karena harus dua kali berehenti, berhenti di Karawang dan berhenti di mana begitu kecepatan 300 terima 300 kilometer perjam apa bisa capai dalam dalam 10 menit, tidak mungkin. Saya belajar fisika tapi gak gitu-gitu amat-amat fisika kita ya Pak ya. Jadi barangkali disini lah kepastian waktu tadi itu tidak tercapai jadi pertanyaan kepada bapal itu Pak apakah sudah diperkirakan itu dari sisi finansial karena kalau hitung-hitungan saya tidak masuk itu Pak. Jadi saya ingin menghitung bukan break event tahun berapa kereta ini bangkrut tanpa menghitung TOD, kemudian apa namanya kalau kita bicara kolektivitas. Nah ini yang dihebat-hebatkan sama Ibu Rini Suwandi ini kan ini makanya dia ngotot, masalah konektivitas. Konektivitas yang mana yang mau disambung antara Bandung ke Jakarta kalau kita bicara tentang misalnya biaya logistik Pak ya. Indonesia itu terkenal dengan biaya logistik yang terlalu tinggi jadi satu-satunya biaya logistik yang sampai 30 % itu adalah Indonesia jadi saya pernah ngangkut barang harganya 100 juta. Ongkosnya 30 jadi ongkos itu biaya logistik 30% seperti itu nah kemudian sekarang dengan kereta api cepat apa yang akan diatasi apakah ini. Kemudian dari transportasi yang lain apakah mungkin atau tidak kalau jalan kereta yang ada seperti Bapak tadi Jakarta Bandung itu kemudian direvitalisasi sehinggakan kecepatan kereta api sekarang juga kan 150 kilo perjam Pak hanya saja dia tidak bisa secepat itu karena ada perlintasan yang tanpa pintu palang, tapi sekarang kalau tidak salah yang ke Sukabumi Pak ya, itukan sudah dipagar semua sekarang, kecepatannya sudah menjadi lebih tinggi, sehingga Bogor-Jakarta dan Sukabumi frekuensi lebih ditingkatkan, karena dengan adanya pemagaran itu jadi karena tidak ada pelintasan dengan, kan masinis kalau nabrak bus tetap dia salah Pak walaupun itu busnya yang lewat barangkali dari sisi itu apakah mungkin kita sebetulnya merevitalisasi, kalau apa namanya jalan kereta api yang ada sehingga ini menjadi bagian dari alasan kita untuk balap menyampaikan sesuatu lagi. Jadi kami memang ada dalam Undang-Undang nasib kami adalah DPD RI dan ruangannya juga seperti nih, mike-nya putus karena kami sama saudara Ketua kami belum dikasih ruangan yang benar dan itu menurut Undang-Undang kami setelah bertanya diri jawab oleh presiden kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi, tapi biarlah Undang-Undang seperti itu dan kreativitas kami akan coba untuk menyampaikan bahwa ini sesuatu yang benar, tapi kalau itu tidak benar menurut pertimbangan para pakar. Sayang memang tadi masalah hak teman-teman dari hukum tata negara RI sebetulnya kami ingin ini karena kalau misalnya satu ketika kita melakukan class action tapi kita harus punya hal apa yang data yang akurat, karena hari ini saya melihat Pak Dadang fotonya ada di pikiran rakyat hari ini. RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
13
Kemarin di ITB ya Pak, di ITB bahawa sudah banyak sekarang rakyat yang, saya juga aneh Pak, jadi tanha rakyat di bor dan rakyatnya tidak tahu itu untuk apa itu jadi ironis memang, kecuali tentara barangkali banyak yang ngebor itu sehingga rakyat tidak berani apa-apa. Jadi ini lebih sadis dari zaman katanya dulu Pak Harto otoriter, ini lebih Pak saya kira lebih. Jadi rakyat izin boro-boro dimintain izin boro-boro dibayar dikasih tahu saja tidak, dibor dulu baru lurahnya datang ke dia bahwa ini adalah untuk ini. Jadi itu luar biasa saya ingin fokus ke ini mengenai sisi finansial dan apa. Kemungkinan sebetulnya ada yang lebih, ada yang lebih baik daripada ini. Kemudian ke Kang Dadang barangkali saya ingin malah memperdalam Pak mengenai bencana geologi yang akan ditimbulkan oleh adanya kereta api cepat ini, karena seperti tadi ada Patahan Lembang ada apa segala macam apa yang akan terjadi itu ya. apakah kita bisa melakukan kajian secara lebih mendalam, ya mungkin kerjasama antara Walhi dengan DPD. Kalau kita melakukan kajian yang lebih mendalam, bencana ekologi, bencana geologi yang mungkin ditimbulkan dengan adanya pembangunani ini ya. Saya sebgagai orang Jawa Barat Pak sedih memang, di utara daerah kami sudah habis sama pembangunan. Jadi kalau orang-orang di luar Jawa itu Pak di anggota DPD dan kebetulan sekarang sudah sedang pada pergi bertugas itu selalu hentikan melakukan moratorium pembangunan di Jawa gitu, karena seolah-olah kami pembangunan di Indonesia hanya di Jawa ya seperti ini. Padahal kami juga tidak ingin gitu tidak ingin dan kami ingin menolak tapi pemerintah pusat justru memaksakan. Jadi maksud saya apakah jadi faktor keadilan Pak, yang saya lupa faktor keadilan antara wilayah akan di apa namanya visi pembangunan Pak Jokowi itu ada apa namanya pemerataan antar wilayah, antar wilayah nah ini di mana sebetulnya letak pemerataan antar wilayah ini dengan adanya pembangunan kereta api cepat ini. Karena yang kami rasakan adalah wilayah utara Jabar, daerah-daerah penghasil pangan sudah habis, jadi cita-cita tujuan Pak Jokowi dalam membuat kedaulatan pangan itu ya kalau dikatakan bohong besar barangkali ya boleh juga sih di selatan juga sama Pak, di selatan kita sekarang sedang pembangunan ini Kang Dadang barangkali apa namanya penggalian- penggalian tambang tambang di selatan itu luar biasa saya tidak tahu, teman-teman pemerintah daerah DPRD propinsi apakah menyadari hal ini Kang. Jadi barangkali kita sebagai rakyat Jawa Barat barangkali ya yang ingin mencoba bagaimana menyelamatkan Jawa Barat jadi itu Pak. Jadi ke Bapak sisi finansial, ke Kang Dadang ini sisi bagaimana dampak dari bencana lingkungan. Terima kasih Pak Ketua kami kembalikan. Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (RIAU) Ada yang lain tidak Bapak? PEMBICARA: Ada saya Pak. Terima kasih atas kesempatannya pertama Walhi ya Kang Dadang ini kalau saya simpulkan kira-kira dari Walhi mengatakan bahwa pelaksanaan proyek ini bertentangan dengan asas-asas yang baik, kira-kira itu secara umum ya bahkan di akhir tadi itu adanya pertentangan, penyimpangan atas hukum yang berlaku sehingga Walhi menyimpulkan kira-kira bahwa proyek ini harus batalkan? Nah tentunya kami ingin menyerap ini, tentunya ada alasan-alasan yang lebih komprehensif ya kalau kita ingin batal tuh kenapa? Itu satu. Karena ini kan kita sudah, bukannya kita, pemerintah sudah berjalan cukup jauh ....(tidak jelas, red.) mungkin masalah ... (tidak jelas, red.) sudah bukan, gengsinya sudah ada disanalah masa harus melangkah mundur, gitu kan, itu satu. Yang kedua kalau tidak salah info saya bahwa ... (tidak jelas, red.) dari China itu kan sudah masuk, berarti kan dipakai tidak dipakai kan bayar itu. RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
14
Nah yang berikut ini kan yang berikutnya Mas Ipung ini dari MTI kan ada 3 kriteria tadi, aspek suatu proyek infrastruktur ya, transportasi, aspek pelayanan indikatornya kan waktu tempuh. Ini gak ada masalah kan karena waktu tempuhnya okelah dengan misalnya mengenyampingkan adanya banyaknya berhenti tadi. Yang kedua aspek kebutuhan, indikator kan ke manfaatan, yang ini mungkin gak masuk ya Mas Ipung. Ini ada yang ketiga adalah aspek bisnis, indikatornya tarif, ini juga gak masuk juga keliatannya karena 200.000 tadi. Nah tapi kami belum melihat kira-kira kesimpulan atau kajian MTI yang akhir, kira-kira proyek ini mau kita teruskan atau tidak sih? Dari aspek transportasi ya, kalau dari Walhi jelas tadi, kami tidak setuju, harus berhenti, karena ada beberapa penyimpangan itu tadi. Nah MTI ini dari aspek trasnportasi sendiri, dengan dari 3 aspek hanya 2 yang masuk, hanya 1 yang masuk ya, 1 masuk, aspek waktu saja yang 2 tidak. Nah ini MTI kira-kira gambarannya seperti apa Pak, jadi sehingga kami dapat data yang komprehensif, kalau kita menolak dari MTI kira-kira kenapa? Dari aspek pelayanan transportasinya? Dari Walhi, juga kenapa? Saya kira itu saja ringkasnya Pak, mohon jawaban dari Bapak berdua, terima kasih. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI) Baik, terima kasih Pak. Jadi tadi menarik, kita bukan soal tolak-menolak tapi soal pendapat, karena RPP kita ini kan mengumpulkan pendapat jadi bukan soal keputusan, kita tidak memberikan keputusan, tapi pendapat begitu. Nah oleh karena itu kami minta merespon pertanyaan Bapak-bapak ini. Kami persilakan Pak Ipung dulu atau Pak Dadang kami persilakan. PEMBICARA: SUGENG PURNOMO (NARASUMBER) Ya, terima kasih, terima kasih Pak Dadang saya duluan. Kalau melihat lahirnya ini kan sebetulnya, seperti Bapak tadi rukun, ibaratnya memakai sepatu dulu baru kaos kaki, kan jadi aneh gitu, namun memang betul Pak. Pak Ayi, pertanyaan Bapak sangat tajam ini sebetulnya, langsung ke pokok permasalahannya. Kereta api cepat Jakarta – Bandung ini untuk siapa? Kalau dihitung bahwa dalam perhitungan laporan itu penumpang perharinya ada 20.000 dan ini bolak-balik tentunya kan 40.000 Pak, yang menggunakan jasa itu barangkali kalau asumsinya ya 10% dari orang yang menggunakan atau frekuensinya 10% berarti ada 400.000 orang, 10 kalinya. Saya mencoba mengalkulasi dengan matematika, artinya kalaupun ini di-double saja menjadi 800.000 atau paling tidak bagi masyarakat sejumlah 1 juta. Saya kira itu hitung-hitungan kasarnya. Pertanyaannya apakah kemanfaatan HSTI ini dipakai untuk 1 juta orang diantara 250 juta orang itu bermanfaat atau tidak? Itu rasa keadilan barangkali yang bisa dijawab Bapak-bapak karena ruangan saya bukan ruang politik, jadi ruang hitung-hitungan. Kemudian kalau dari, kalau saya boleh mengomentari bahwa studi MTI bersamasama dengan rekan-rekan kami dari Manila, ada di Tokyo, karena kami ada di kalau MTI ini hanya wilayah Indonesia Pak, masyarakat transportasi, anggota masyarakat transportasi Asia, kami melakukan studi bersama-sama 5 tahun yang lalu, bahwa pembangunan mega proyek, pembangunan mega proyek diberbagai kota-kota metropolitan ini ada kecenderungan income-nya ditinggi-tinggiin, biayanya direndah-rendahin, ada kecenderungan itu sehingga pada tahun, semestinya konsesi 30 tahun, hanya selesai pada usia 10 sampai 11 tahun, dan ini kegagalan di Malaysia maupun yang di Hongkong diambil alih, tetapi yang di China tadi jelas-jelas gagal itu ada di Meksiko dan Ekuador, bangkrut. Jadi saya tidak tahu persis usianya tahun ke berapa tapi bangkrut, gagal. Ini barangkali referensinya bisa lebih detail, Pak Dedi direktur eksekutif saya bisa mengambil laporannya jadi ini, dan dari sisi keekonomian, BEP, kalau hitung-hitungannya RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
15
pemakaiannya tadi katakanlah 20.000 perhari, pulang-pergi adalah 40.000 penumpang, dikalikan dengan tiket yang 200 itu tadi, itu hanya menghasilkan uang kira-kira 4 miliar per hari, kalau dikalikan 30 berarti 1,2 triliun per bulan, itu dikalikan saja. Mohon maaf saya salah hitung Pak, 1,2 triliun itu pertahun Pak, karena 4 miliar tadi dikalikan 300 sekian jadi pertahun 1,2 triliun. Itu kalau dikalikan masa konsesi yang 50 tahun, itu baru pas, pas dengan modalnya, belum biaya operasi, bukan biaya perawatan, bukan belum biaya bunga, belum, belum, dan biasannya, biasanya ini, biaya pengoperasikan tiket farebox itu, istilahnya farebox income, itu sekitar 20 – 25% dari biaya pengoperasian, sehingga yang 75% itu tadi harus dikorbankan yang Walini-Walini itu tadi Pak, ada 3.000 hektar di Walini buka kota baru itu developer yang punya harga sudah ditingkatin. Kemudian ada di Karawang yang sampai dengan hampir mendekati 1000 hektar itu tadi, dan itu semua saya kira memakan lahan, yang kalau saya nyentil sedikit kearah lingkungan adalah pertanian, perkebunan, dan lahan-lahan yang sekarang terpakai di sana. Karena apa? Karena kereta cepat itu tidak bisa belok begitu saja Pak, tidak bisa, dia lingkungannya harus sangat jauh, jadi semuanya ditabrak, tidak ada ceritanya itu, tidak ada ceritanya, jadi radiusnya itu sangat lebar, bukan seperti di pertigaan lampu merah belok kanan tidak, tidak bisa demikian. Artinya apa? Semua yang dilewati harus dikorbankan, suka tidak suka, entah itu di sana adalah pusat gempa, pusat air, entah pusat apa tidak peduli. Nah inilah hitung-hitungan ekonominya itu, bahwa kalau saya bandingkan dengan 80 triliun ini untuk membangun jalan tol itu dapat 800 kilo Pak, 800 kilo. Bahkan sampai Banyuwangi Pak, karena sekarang sudah ada dari Cikampek – Banyuwangi nyambung jalan tol atau kalau mau keberpihakan ke daerah Jawa Selatan, dari Bandung sampai ke Banyuwangi jalan tol baru, itu sama duitnya dengan dengan membangun HST yang 80 triliun ini. Kemudian kalau dari sisi konektivitas, panjang jalan di Indonesia ini 420.000 kilometer, dimana jalan nasionalnya 48.000, jalan nasional Pak, kemudian jalan provinsinya 42.000 kilometer dan sisanya 300 sekian ribu itu adalah jalan-jalan kabupaten maupun jalanjalan desa. Kalau idealnya panjang jalan di Indonesia, setidaknya, 2,5 kali lipat dari kondisi yang sekarang, artinya 1 juta kilo, itu perhitungan dari berapa jumlah penduduk dan berapa luas wilayah. Sengan rasio 2 itu seharusnya kita memerlukan jalan 1 juta kilo. Nah padahal jalan itu kalau kita bangun dengan katakanlah jalan itu 10 miliar perkilometer, 80 triliun itu dapat paling tidak 800 atau 80.000 kilo, cukupan, artinya ini luar biasa gitu. Saya tidak tepat ngitungnya mohon maaf, dan kaitannya dengan konektivitas artinya kita hanya membangun Jakarta dan Bandung, dimana di sana sudah jalan tol, ada jalan nasional dan ada kereta. Begitu muncul jalan tol, kereta api mati, begitu muncul jalan tol, jalan ruas Purwakarta mati, nah begitu muncul HST, saya hampir yakin tiga-tiganya mati, kalau yang digunakan tadi hanya 40.000 orang. Nah ini artinya competition between the mode, diantara moda, ini kan menjadi tidak sehat gitu. Apakah benar gitu, kalau mau mundur barangkali sudah keburu malu dengan pemerintah China, ya oke. Kemudian kaitannya dengan, kalau dengan jalan rel, rel kita itu yang mati 2.500 kilo dan biaya untuk merevitalisasi sekitar 35 sampai 40 miliar, artinya dengan 80 triliun ini andaikata kita pakai revitalisasi yang 2.500 kilo itu tadi, jalan rel, sehat, jadi semuanya hidup kembali menjadi 7.000 kilo. Nah, kaitannya dengan keadilan dan pemerataan, sudah sangat jelas ketika ini nanti gagal apalagi ini uang APBN, kalau pengalaman kami melakukan studi bahwa mega proyek biasanya digede-gedein income-nya, dikecil-kecilin biayanya dan pada akhirnya bangkrutkrut-krut-krut gitu Pak ya, masyarakat yang tidak ikut menikmatinya, ya namanya hanya 40.000 atau 1 juta itu tadi yang paling banyak, itu ditanggung oleh masyarakat yang paling miskin sekalipun di ujung gunung lah. Ini sebuah pertimbangan, barangkali, saya tidak
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
16
mencoba mendramatisir tapi hanya mengingatkan bahwa ketika ini gagal, tanggung jawab semua bangsa Indonesia ini. Nah, kaitannya kita butuh atau tidak? Bahwa pertanyaan kedua tadi, waktu tempuh akan terjawab, tapi yang jelas tidak efisien, karena begitu kecepatan 300 kilometer baru 15 menit berhenti di Karawang, meskipun waktu tempuhnya jauh lebih singkat, tapi waktu tempuh yang sedemikian singkat itu dibayar dengan sedemikian mahal, artinya waktu tempuh terjawab tapi tarif tidak terjawab, bahkan harusnya kan empat-empatnya terjawab. Kemudian ketika baru nge-gas lagi sampai Walini sudah harus berhenti lagi, dan oleh karena itu secara keseluruhan dengan waktu tempuh yang meskipun kecepatannya bisa 300 tapi sebetulnya itu bisa lebih Pak, tergantung listriknya ya, tergantung power-nya karena kecepatan kereta itu bisa sampai 500 – 600, kalau hanya dipakai 300 berarti yang 300 itu terbuang, terbuang sia-sia. Saya pernah mencoba memakai kereta yang biasa, China beberapa pakai, saya dari Shanghai turun sampai ke Guang Tzu namanya 150 kilo, itu memang 1 jam 20 menit, dan itu dengan kecepatan 120 – 130 itu sudah konstan, cukup nyaman, sudah, saya kira sangat nyaman, dan itu bisa 120 menit. Nah kalau saya bayangkan hanya kereta yang medium itu tadi, ya karena itu yang medium yang saya naiki dari Shanghai turun ke bawah, itu sudah menjawab kebutuhan, Jakarta – Bandung itu jadi bisa dijawab kebutuhan menjadi 120 menit. Kalau yang sekarang ada Parahyangan yang sudah almarhum, itu memang tadinya 3 jam kemudian dipercepat menjadi 2,5 jam, tetapi kondisi relnya tidak memungkinkan, akhirnya dikembalikan lagi 3 jam. Nah kalau ini ada yang baru dengan katakanlah 120 kilo meter per jam, 150 kilo meter jam plus berhenti-berhenti sehingga menjadi 2 jam saya rasa itu masih layak, tapi biayanya pasti seperempatnya. Pertanyaan yang paling sensitif tadi, mau terus atau jalan, kalau saya MTI tadi dikemukakan bahwa ini bukan soal tolak-menolak, bukan soal dukung-mendukung, tetapi perlu dikaji ulang secara cermat jangan sampai hal-hal yang pelanggaran itu terjadi. Saya rasa itu rekomendasi, Bapak, silakan dikaji ulang secara cermat, gitu Pak dari kami, terima kasih. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI) Silakan Pak Dadang merespon. PEMBICARA: DADANG RAMDAN (NARASUMBER) Terima kasih. Saya mencoba untuk menanggapi beberapa hal terkait dengan pendalaman data-data, data-data geologi, kemudian juga data-data bencana ekologis sedang berjalan ini Pak. Jadi kami kemarin sudah mengirimkan surat untuk mendapatkan data resmi dari badan geologi atau BBMPG terkait dengan kondisi jumlah bencana yang terjadi, jadi ini soal data ya, data yang memang itu dikeluarkan oleh institusi, instansi resmi. Jadi ada, memang ada 3 patahan di sana yang ketemu, jadi ada patahan Lembang, yang itu sesar Lembang, cekungan di Bandung Utara, ada patahan Cimandiri, yang itu memanjang ke arah Sukabumi, kemudian Baribis yang itu nyambung dengan Jatigede. Jadi kalau mitologi kelompok kebudayaan, itu ketemu antara sidat ular naga, naga, ada sidat dan naga kemudian ditengah-tengahnya itu, ini naga kemudian sidat dan kepiting begitu, jadi itu hal-hal yang jadi kami sedang meminta data itu. Jadi kami juga tidak mampu untuk mengkaji sendiri gitu ya, melakukan itu sendiri, perlu institusi resmi dan kalaupun nanti mau dikerjasamakan dengan DPD ataupun dengan pihak lainnya, kami justru sangat mendukung itu, untuk kajian kebencanaan geologi dan juga soal tadi, misalnya resapan Walini, berapa daya dukung, daya tampung, karena tidak dijawab oleh dokumen amdal. RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
17
Dokumen amdal yang ada itu sangat permukaan sekali dan menggunakan data-data sekunder yang lama. Jadi jumlah penduduk itu BPS tahun 2013 misalnya, ini juga hal-hal yang kemudian tidak update, mengeluarkan jumlah jiwa saja tidak muncul, yang terkena dampak, artinya memang sangat dangkal karena dibuat tergesa-gesa. Nah ini berkaitan dengan tadi alasan-alasan yang sangat konfrehensif, memang apa yang saya jelaskan tadi, baru di permukaan kita pun menyadari Walhi juga bukan ahli hukum gitu, ya memang perlu administrasi negara, dari tata usaha negara, dari kebijakan publik yang kemudian menjelaskan, jadi sayang sekali memang ketika hari ini tidak bisa hadir ya. Pakar tata negara padahal ini sangat penting, kalau kami sendiri walaupun di lingkungan, tapi ketika bicara aturan ini sudah melecehkan begitu, melecehkan aturan-aturan yang ada, ini juga harusnya pakar tata negara gitu, administrasi negara juga bisa memberikan pandangan yang lebih obyektif, kemudian juga benar, tadi bahwa kita bukan menolak atau tidak, mendukung atau tidak tapi memang untuk para pakar penting memberikan kajian-kajian secara akdemik dan juga objektif. Kalau Walhi karena Walhi memang sudah memihak kepada lingkungan dan rakyat yang akan terkena dampak, memang tidak akan bisa berdiri di sisi atau di tengah gitu, kami memang, kaki kita ada di lingkungan yang hari ini kita baca situasinya jumlah bencana di Jawa Barat saja begitu per Maret 2016 itu sudah ada 150 kejadian. Dengan total orang meninggal hampir 27 orang karena longsor, karena banjir, apalagi nanti kalau data apa nanti kalau itu terjadi, kemudian pembangunan besar-besaran, bukan hanya trasenya, tetapi juga nanti OTD-OTD-nya ini juga akan mengancam, dan pendalaman data-data yang ada memang sudah kami lakukan Pak. Jadi apakah ini akan mengubah keputusan Presiden, Presiden mau mendengar, ini juga menjadi, menjadi sangat ditentukan oleh bukan, mungkin saja bukan soal data, mungkin data kita diberikan secara lengkap, tapi ada soal politik, ada soal kepentingan, yang itu akan kental dan sulit.....(tidak jelas, red.) dilakukan oleh salah satu perusahaan yang akan nanti beroperasi ya akan membangun, itu juga sebenarnya ada momen baik bagi pemerintah Indonesia mempertanyakan kredibilitas, integritas dari perusahaan itu sendiri, perusahaan China yang akan membangun, yang menjadi bagian dari konsorsiumnya China. Walaupun kita sadari ketika kami, misalnya ketika mengadvokasi Jatigede, saya telepon kedutaan China di Jakarta, selalu mengatakan kami tidak ada urusan dengan sosial, ekonomi, budaya. Urusan kami adalah bagaimana memberikan pinjaman, itu kedutaan besar China langsung menelepon kami gitu ketika kami surati ke mereka soal dampak buruk Bendungan Jatigede hari ini dan ketika kita lihat, memang China bukan anggota misalnya Komisi DAM dunia dan lain sebagainya, dan kadang memang mengabaikan aspek-aspek lingkungan dan juga aspek-aspek budaya, aspek-aspek kearifan lokal yang ada. Ini juga menjadi catatan kita. Bank dunia buruk juga tetapi tidak seburuk China gitu, masih mampu Pak. Kalau Cisokan misalnya kita lihat ada.... (suara tidak terekam, red.) PEMBICARA: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI) Baik, terima kasih Bapak-bapak yang saya hormati. Sesuai dengan beberapa informasi ini nanti akan kami coba menganalisis tapi kelihatannya sih setiap surat keputusan itu kan ada tiga itu, membaca, menimbang, mengingat, ternyata membacanya kurang teliti, menimbangnya belum begitu mendalam, mengingatnya ternyata ada yang kontradiktif dalam mengingat. Nah biasanya niat yang baik, mungkin niatnya baik, tapi pelaksanaanya tidak baik. Nah mungkin input baik, proses salah juga kan tidak akan berpengaruh gitu.
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
18
Nah oleh karena itu, kita hari ini berpendapat ternyata antara (tidak jelas, red.) belum seirama, belum seimbang, moderatnya dengan manfaatnya, baik dalam aspek teknik, aspek proses, aspek yuridis. Terima kasih Pak, ini nanti akan menjadi tim analisis kami dengan bahan-bahan yang Bapak berikan akan memperkuat pendapat tim analisis. Nanti kalau memang Bapak berkenan nanti mungkin juga kita akan melakukan komunikasi hal-hal yang sifatnya teknis. Kami ucap terima kasih, saya kira dari berbagai rekaman dan pendapat ini, Sekretariat ada? Bahan tadi ada ya, ada diserahkan Pak ya. Dengan demikian kami ucapkan terima kasih, ya, kami ucapkan terima kasih dan jalinan pikiran kini ini merupakan elektron untuk bersama-sama membangun negara ini. Terima kasih Pak Ipung dan Bapak Dadang. Maka dengan demikian RDP kita ini kita akhiri dengan berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing, berdoa mulai, terima kasih. Yang disampaikan oleh Pak Ayi, bagi kami DPD, penting bagaimana eksistensi, jadi bukan fasilitas, jadi kalau dianggap oleh Pak, ya mungkin fasilitas kami ini belum, tapi sesungguhnya bukan urgensinya, bukan fasilitas, urgensinya bagaimana kita sekarang merubah cara berpikir dari output, outcome jadi kita outcome-nya yang kita harapkan. Kalau perlu benefit-nya jadi bukan oreintasi output, kalau orientasi output kan bisa kuantitatif ini selesai ini, tapi kami lebih kepada outcome dan kepada pendamping dan kedukungan BapakBapak kami ucapkan terima kasih dan kami mohon dalam waktu-waktu yang akan kita lakukan nanti. Terakhir ini ada Sekretariat mengundang Bapak untuk makan bersama ala DPD, sesuai dengan fasilitas yang dimiliki DPD. Terima kasih. Dengan demikian rapat kita tutup dengan mengucap alhamdulillahi robbil 'alamin. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. RAPAT DITUTUP PUKUL 12.42 WIB
RAPAT DENGAR PENDAPAT BAP DPD RI MS IV TS 2015-2016 KAMIS, 21 APRIL 2016
19