Nomor :
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2015-2016
I.
KETERANGAN
1. 2. 3.
Hari Tanggal Waktu
: : :
Senin 15 Februari 2016 09.55 WIB – 12.00 WIB
4. 5.
Tempat Pimpinan Rapat
: :
R. Sidang 2B Pimpinan Rapat 1. Dr. H. Ajiep Padindang, S.E., M.M. (Ketua) 2. Drs. H. A. Budiono, M. Ed. (Wakil Ketua)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
Pembahasan Materi RUU KUP
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT :
RAPAT DIBUKA PUKUL 09.55 WIB
PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik Bapak sekalian yang saya hormati terutama narasumber kita yang duluan hadir dari saya saya mohon maaf. Bismillahirrahmannirahim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pukul 10.01 di dinding tapi di jam saya lagi lewat 2 menit ya bapak pimpinan sesama pimpinan saya hormati, Bapak Anggota Komite IV yang sama saya hormati, Bapak narasumber, saya pikir kita sudah bisa mulai Rapat Dengar Pendapat kita sekalipun masih ada sejumlah teman-teman akan menyusul hadir di tempat ini dengan agenda adalah rapat terakhir untuk usul inisiatif Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Ini adalah rapat yang kesekian kalinya dan Insya Allah di Komite IV hari ini selesai karena segera akan finalisasi pada tanggal 24-26 Februari 2016. Izinkan saya membuka rapat ini sekalipun masih kita berharap beberapa teman Komite IV lagi lainnya akan segera menyusul hadir dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim rapat saya buka. KETOK 1X Bapak narasumber yang saya hormati Pak Machfud bersama teman-teman atas nama Komite IV dan DPD RI menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya karena bapak begitu tekun, dari awal sudah 8 bulan kita bersama dalam kurang lebih 8 bulan dalam pembahasan ini, 2015 hingga nyeberang ke 2016 dan Insya Allah pada hari ini kami Komite IV kita bersama dalam bentuk disebut dengan Rapat Dengar Pendapat tetapi sesungguhnya intinya adalah pendalaman akhir terhadap substansi materi RUU perubahan atau pembentukan Undang-Undang tentang tata cara perpajakan ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Menghadapi jadi sekaligus pada hari ini adalah yang kedua itu untuk menghadapi finalisasi oleh Panita Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD yang kedua kalinya juga di sana kedua kalinya dan kami berharap kepada narasumber kita nanti justru ini yang bagi saya ini yang lebih fokus kita, mana pasal -pasal yang substansial tidak bisa tidak itu merupakan pertaruhan bagi Komite IV kalau berkait dengan teknis penulisan saya pikir memang salah satu kewenangan di PPUU untuk melakukan sinkronisasi, harmonisasi, baik kaitan teknis penulisan maupun teknis keterkaitan dengan Perundang-Undangan yang lain itu kewenangan yang ada di Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU). Sesungguhnya disana kalau mau konsisten dengan tata tertib tidak ada lagi pembicaraan substansial, substansial pembahasan itu ada di tingkat komite yang punya kewenangan penuh seperti itu. PPUU adalah sinkronisasi terhadap hal-hal yang terkait dengan Perundang-Undangan yang lain dan tata cara pembentukan suatu PerundangUndangan yang diatur menurut ketentuan tata tertib dan pedoman penyusunan PerundangUndangan DPD RI. Pak Machfud dan Bapak-bapak sekalian itupun bapak-bapak anggota Komite IV bahan ditangan kita ada yang sudah dikirim ke ruangan, kembali hari ini kita dibagikan saya pikir Pak Budi, Pak Ghazali kita langsung persilahkan Pak Machfud supaya RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
1
waktunya masih cukup kita diskusi. Insya Allah kita berharap kurang lebih pukul 12.00 WIB selesai. Hari ini kita punya jadwal saya dengan Pak Budi mungkin ini 3 kali rapat apa lainnya 2 kali rapat di komite karena jam 14.00 WIB ada rapat panmus untuk persiapan sidang Paripurna besok. Pak Machfud mungkin sudah siap. Dengan hormat saya persilahkan sepenuhnya tim bapak untuk 30 menit ke depan dengan hormat saya persilahkan PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perlu kami laporkan bahwa di depan bapak dan ibu sekalian di sini ada RUU hasil yang kami sajikan pada Bapak dan Ibu kemudian ada naskah akademik, kemudian ada paparan, kemudian ada satu ini lebih jelas lagi pokok-pokok muatan ini bagian dari yang paparan kami. Sesuai dengan arahan Bapak Pimpinan kami sampaikan pokok-pokok yang mewarnai daripada penggantian karena ini lebih dari 50% penggantian Undang-Undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Kalau bisa mohon slide kami bukan ini di satu lagi nah itu, nah barangkali agak susah kami ini untuk menyingkat tapi coba di halaman 3 langsung, halaman 3. Nah ini kenapa harusnya dilakukan reformasi di bidang perpajakan yang dimulai dengan sebenarnya ada beberapa Undang-Undang Bapak-bapak sekalian menurut kami yaitu ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak penghasilan, PPn, kemudian sedikit itu hanya satu pasal mungkin bea materai nah kemudian pengadilan pajak dan terakhir penagihan pajak dengan surat paksa, itu seharusnya tapi kita bicara disini baru umbrella-nya yaitu ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Nah kenapa harus ada reformasi ini kita lihat dari gambar ini singkat saja. Kinerja perpajakan kita dibandingkan dengan negara lain dikotak-katik itu ternyata jauh lebih rendah. Sejak 2 dekade yang itu kalau diukur dengan teks ratio kita kisaran baru 10 ini dibawah ini ada penjelasan kalau dibandingkan negara-negara OCD itu 25 sampai 30% kalau dibandingkan dengan negara sekawasan Asean itu kira-kira sekitar 18% dari PDB. PDB kita 12 trilyun, 12.000 trilyun jadi kalau itu 12% seharusnya melihat 18% ada 6% dari PDB. 6% PDB itu dari 12 trilyun berarti sekitar 6x120 sekitar 700 trilyun yang tidak bisa dikali yang seharusnya itu bisa di kali. Itu jumlah yang sangat signifikan. Ini kira-kira nah itu alasanalasannya ada di halaman 1 sampai dengan di halaman 10. Nah kami tidak baca kan tapi itu untuk bahan Bapak nanti di dalam rangka memperkuat kenapa Undang-Undang itu dirubah dan sebagainya, itu di penjelasan di apa itu ditransparan di halaman 2 sampai dengan halaman 10. Nah halaman 11 kami langsung di halaman 12 ini yang intinya yang akan mewarnai daripada perubahan itu sebagai penjelasan lebih lanjut dari halaman 1 sampai dengan halaman 11 tadi. Yaitu yang pertama menempatkan penyelesaian administrasi mendahului penyelesaian pidana di halaman 12, slide 12 13 kalau begitu. Oh ya ada tambahan-tambahan ini, ini punya saya malah yang ketinggalan. Slide 13 yang pertama adalah menempatkan penyelesaian administrasi mendahului penyelesaian pidana jadi di dalam ketentuan Undang-Undang perpajakan itu karena ketidakpatuhan daripada wajib pajak ini ya salah satunya itu adalah kesengajaan. Jadi penghindaran kewajiban per pajak itu kesengajaan nah ini sebenarnya dikategori sebagai pidana dibidang perpajakan akan tetapi di dalam Undang-Undang ini dikatakan bahwa ketika wajib pajak itu mengakui kesalahan dan sebagainya, itu di dalam Undang-Undang ini Menteri Keuangan kalau Undang-Undang yang lama kalau undang-undang yang baru nanti Badan Penerimaan Pajak itu punya kewenangan untuk menarik kembali penyidikan yang ada di Kejaksaan Agung untuk sepanjang pihak wajib pajak itu bisa membayar sanksi yaitu dalam ketentuan ini adalah 400% dari kewajiban yang harus dibayar. Jadi ini yang dimaksud dengan mendahulukan penyelesaian administrasi dibandingkan dengan penyelesaian pidana. Tentunya harus ada keterbukaan-keterbukaan.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
2
Kemudian yang kedua sanksi hanya merupakan sarana untuk membangun kepatuhan sukarela. Nah ini di dalam Undang-Undang ini RUU ini ada perubahan sanksi yang tadinya katakan 2% per bulan menjadi 1% misalnya. Jadi untuk mendidik bahwa wajib pajak itu pada akhirnya itu didorong untuk memenuhi kewajiban secara sukarela nah ini yang kedua. Yang ketiga peningkatan kepatuhan sukarela dan tidak diikuti dengan unforcement. Jadi kalau hanya sukarela saja tapi tidak diikuti dengan unforcement ini banyak pelanggaran. Jadi unforcement juga keras ketika tidak wajib pajak tidak mematuhi maka juga unforcement. Kemudian yang keempat hukum pajak menganut asas peristiwa hukum yang terjadi dilakukan sangat peristiwa hukum terjai tadi yang disebut dengan bahasa Jermannya apa ini (tidak jelas, red) ini ya saya tidak ini paham bahasa Jerman. Kemudian selanjutnya nah Undang-Undang ini pada masa lalu itu diterbitkan sejak pada awalnya itu pada tahun 1983. Nah ketika diterbitkan yang disebut dengan surat ketetapan pajak kurang bayar dan sebagainya yang disebut dengan SKP, wajib pajak punya hak untuk melakukan keberatan atau banding. Nah dirjen pajak itu diberi waktu 12 bulan untuk menganalisis, mereview, kemudian menolak atau menerima keberatan dari wajib pajak. Nah ini di dalam RUU yang kami usulkan diubah menjadi 6 bulan karena pada masa lalu itu kemampuan administrasi itu masih rendah, komputernya juga komputer yang jadul sekarang sedemikian canggihnya ya. Jadi ini waktunya harus lebih pendek 6 bulan. Nah kemudian untuk cek in balance yang menangani keberatan ya kalau di negera maju itu namanya appear process itu bukan lagi badan penerimaan pajak tetapi kuasi pengadilan yang disini dijembatani melalui dibentuknya yang namanya direktorat jenderal keberatan dan banding itu bedanya jadi yang nerbitkan koreksi atas kewajiban tambahan pembayaran yang dikenal dengan surat ketetapan pajak prabayar dan surat keterangan pajak kurang bayar tambahan dan lain-lain itu direktorat jenderal pajak sekarang ini dibentuk institusi yang lain yang disebut dengan dirjen keberatan dan banding. Ini perbedaan dari pada pemikiran yang sekarang dan ke depan yakni untuk perlakuan dari wajib pajak yang seimbang. Nah yang sekarang kalau itu dia mengajukan kepada dirjen pajak yang nerbitkan juga dirjen pajak, lah ini ada kecenderungan untuk ditolak nah kebetulan nah ini permasalahan ke depan ini menyangkut kelembagaan. Dirjen pajak invite pada saat ini tidak pernah hampir 100% tidak pernah menerima keberatan mesti ditolak walaupun itu secara substantif itu wajib pajak betul. Kenapa ini masalahnya kalau dia menerima dia ini dicurigai di (tidak terdengar, red) kamu dapat duit berapa ini permasalahan sehingga untuk amannya ya sudah tolak saja sehingga nanti dijelaskan oleh Pak Winarto perkaranya ada di pengadilan pajak dan Mahkamah Agung itu makin brudak. Nah ini situasi yang tidak sehat dan cashflow daripada pengusaha ini terganggu. Nah ini mesti harus diselesaikan untuk masa yang akan datang. Nah ada stigma wajib pajak dalam posisi salah termasuk mohon maaf termasuk DPR dan DPD karena kita banyak kepada kepentingan keuangan negara. Jadi keadilan di bidang perpajakan ini benar-benar harus kita benahi. Nah ini kedepan ini ketidakadilan ini ya menimpa pada wajib pajak di dalam posisi inferior. Oleh karena itu nantinya kelembagaan itu menjadi penting orang-orang yang harus bersih mohon maaf saya tidak apa tidak kenal Ahok ya keras sepertinya Ahok ya gitukan walaupun kontroversi juga ya gitu ya memang harus keras gitukan gitu. Nah kemudian sanksi yang terkait dengan keberatan dan banding ini apa itu dikurangi karena 6 bulan tadi kan 1 tahun itu keberatan itu kalau ditolak itu sanksinya adalah 50%. Jadi kewajiban pembayaran pajaknya itu katakan 10 M ditambah lagi sanksinya 5 M nah itu. Sekarang ya dikurangi menjadi 25% kenapa? Karena periode untuk memutuskan ditolak atau diterima itu tinggal 6 bulan. Nah sebagai catatan kepada bapak dan Ibu sebenarnya penerimaan bendera bajak itu cashflow-nya itu ada di Sesmen. Di (tidak terdengar jelas, red) dari komplek yang tadi wajib pajak itu menghitung kemudian membayar melaporkan itu prinsipnya disana nah itu menyangkut kira-kira sekitar 95% dari penerimaan pajak lebih kata Pak Winarto malah 97%. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
3
Jadi yang enforce sebenarnya peranannya cuma 3% ya dari total penerimaan gitu akan tetapi enforcement-nya ini menjadi penting karena kalau tidak mereka akan mencoba untuk tidak patuh. Nah supaya itu volunteer itu jalan itu harus ada enforcement kemudian harus ada juga nantinya itu data yang harus bisa diakses oleh dirjen pajak spesial nanti Pak Winarto akan menjelaskan. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M. Ed. (JAWA TIMUR) Saya tanya dulu Pak Machfud. Yang pertama tadi ya tadi yang sanksi 2% menjadi 1% per bulan ya, yang berarti dalam 1 tahun kan maksimal 24 bulan ya, kan berarti 24% ya artinya 24 ya berarti kan 2 tahun berarti maksimalnya kalau dihitung 48%. Jadi dikurangi menjadi tinggal 24%. Itu kalau misalnya wajib pajak itu sengaja misalnya sengaja tidak melaksanakan mungkin hitung-hitungannya atau untung rugi dalam membayar itu. Mungkin 24% dalam berapa ini dalam setahun berarti ya eh maaf dalam 2 tahun ya. Itu mungkin angka yang kecil atau berarti kan pertahunnya kan berarti hanya 12% Pak karena 1 bulan kan 1% ya. Ini apa tidak relatif terlalu rendah dari 48 kemudian di cut off di 24%. Jadikan perlunya cukup praktis kalau hitung-hitungnya bunga mungkin bagi pengusaha 1% itu ringan itu, ya nggak nanti dibalik maksud saya PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Kemudian Itu jadi keberatan tidak lagi ditangani oleh dirjen pajak atau yang sekarang nanti badan penerimaan pajak tetapi oleh unit yang lain itu yang namanya koasi koard ya koasi pengadilan kemudian ada pengadilan pajak itu namanya banding kira-kira gitu. Itu berbagai negara yang maju demikian sehingga governancenya 3 dirjen pajak menentukan apa koreksi tapi untuk (tidak jelas terdengar, red) untuk keberatan dia sendiri yang menangani ya inpedensinya kurang itu gagasan dari itu artinya apa? Menempatkan wajib pajak dan otoritas pajak itu sederajat itu arahnya begitu. Nah setelah keberatan ditolak oleh dirjen keberatan dan banding maka wajib pajak masih punya hak untuk banding nah ini ke pengadilan pajak yang sekarang sudah ada pengadilan pajak akan tetapi ini nanti ke depan bukan sekarang pengadilan pajak itu kita tata lagi begitu itu isu yang lain gitu ya. Sekarang masih belum ideal juga itu. Itu beberapa yang mengenai keberatan. Kemudian juga kesetaraan hak dan kewajiban antara fiskes dan wajib pajak itu tercermin dalam berbagai pasal di dalam. Kemudian barangkali untuk mempersingkat ini kebanyakan nanti akan saya tambahin selain Pak Winarto yang hal-hal yang penting lainnya silahkan Pak Win diteruskan supaya bagi-bagi Pak ya. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Silahkan Pak Win, dilanjutkan hal-hal yang masih perlu dipertegas dulu terus sebentar kita coba diskusi. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Saya teruskan mengenai nomor 7 mengenai sanksi administrasi berupa bunga disesuaikan dengan kondisi saat ini dana propose masa mendatang jadi tadi akan dijelaskan bahwa semula 2% menjadi 1%. Waktu disusun berapa puluh tahun yang lalu 2% itu bunga bank masih tinggi waktu itu pak kemudian bunga bank turun mungkin bapak masih ingat kasus Gayus, Gayus itu memanfaatkan ini Pak dia akan mendapat wajib pajak kalau menang di dalam pengadilan pajak mendapat imbalan 2% kalau pinjam uang dari bank kurang dari RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
4
2%. Itu Gayus disitu pak selisihnya itu itu saja makanya 2% itu kita anggap terlalu tinggi karena bunga bank sudah dibawa jauh dibawa tidak sesuai dengan waktu dulu pak dulu itu bisa lebih dari itu jadi kami mengusulkan kita turunkan 1%. Demikian juga disini ada kesetaraan bahwa wajib pajak membayar bunga 1% kalau wajib pajak dibenarkan negara pun akan memberi imbalan 1% juga bukan 2% lagi pak perbulannya. Itu salah satu pertimbangannya dan mungkin nanti akan diatur dengan peraturan pemerintah sehingga lebih fleksibel nanti kalau bunga bank naik mungkin bisa kita sesuaikan lagi ini sementara 1% dulu pak saat ini masih bisa gitu. Kemudian berikutnya mengenai kesetaraan dalam pelaksanaan peraturan perundangundangan, seperti pelaksanaan pemeriksaan pajak yang cenderung memberikan beban yang berlebih kepada wajib pajak, mengenai jangka pemberian begitu akan dipersingkat karena selama ini dalam pemeriksaan wajib pajak selalu menjadi obyek mereka akan dimintai data banyak sekali tapi viscous tidak sempat mengolahnya pak dan viscous baru memberikan keputusan menjelang batas waktu 12 bulan sehingga wajib tidak punya kesempatan untuk membantah hasil pemeriksaan dan sekarang di luar ada suatu pameo bahwa kalau diperiksa silhkan keberatan saja yang penting pemeriksa bisa menghasilkan koreksi yang tinggi, wajib pajak yang tidak setuju silahkan keberatan. Keberatan pun demikian 12 bulan menjelang 11,5 bulan wajib pajak baru diberi tahu ini ada saya tolak keberatannya silahkan ke pengadilan pajak. Itu sekarang yang terjadi begitu pak jadi semua lepas tangan semua jadi yang jadi korban adalah wajib pajak perlu kita perhatikan disitu bahwa ini wajib pajak menjadi objek. Pemeriksaan pun demikian wajib kebanyakan pemeriksa itu tidak merencanakan itu mereka mendapat surat perintah pemeriksaan langsung minta buka buku B diminta semua tanpa mempelajari apa bidang bisnis dari perusahaan yang diperiksa itu jadi wajib pajak akan terbebani baik administrasi maupun waktunya kan harus melayani pemeriksa di sini. Kemudian untuk berikutnya nanti kita ke slide berikutnya kalau Pak Ajiep mau minta per pasal bisa Pak Ajiep mohon kita teruskan filosofinya atau perpasal Pak, Pak pimpinan bisa kita teruskan ini dulu atau langsung per pasal yang Bapak minta tadi. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Bukan perpasal juga yang kami minta Pak, pasal mana yang… PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Ya itu maksudnya itu. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Mungkin ada satu tiga pasal yang tapi tolong cukup diperlihatkan oh ini pasal begini yang mesti kita ini. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Ada sudah kita buat juga. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Atau yang sebenarnya ini yang bapak maksud barangkali ya.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
5
PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Iya. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Oh begitu baik silahkan dijelaskan singkat-singkat saja Pak. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Lompat dulu ya. Sama Pak sama ya. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Intinya itu begini Pak Win dan Pak Machfud, apa yang menurut rumusan kita yang paling ideal ini yang mesti kita pertaruhkansebaiknya di Komite IV di selanjutnya nah itu. Kalau masalah institusi kelembagaan buat saya bukan pertaruhan karena itu selain kewenangan di kita ada juga kewenangan lebih tinggi tentang penataan kenegaraan. Jadi pasal mana yang substantif dari 1% apa itu betul-betul kan bapak yang kaji, jadi kan gitu ya kira-kira seperti itu silahkan Pak. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Baik kita mulai ke nomor 3. Ini saat ini mengenai jangka waktu penyelesaian keberatan 12 bulan terlalu lama dan merugikan wajib pajak saat ini diatur dalam Pasal 26 ayat 1 pak sekarang kemudian jangka waktu penyelesaian keberatan dipersingkat menjadi 6 bulan sekarang di RUU diatur di Pasal 31 ayat 1. Kemudian jangka waktu resitusi saat ini diatur 12 bulan dianggap terlalu lama dan merugikan wajib pajak sebagaimana diatur di pasal 17 b ayat 1 KUP yang sekarang diusulkan jangka waktu resitusi dipersingkat menjadi 3 bulan dan hal ini sekarang diatur di Pasal 21 ayat 1 RUU. Kemudian ketiga wajib pajak saat ini hanya bisa mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat 1 KUP sekarang diusulkan wajib pajak mengajukan keberatan hanya kepada direktur jenderal keberatan dan banding sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat 1 mungkin kami bisa menanyangkan sedikit mengenai statistiknya yang tadi yang slide ya. Jadi di pengadilan pajak itu yang ditangani adalah keberatan yang ditolak atas pajak bea cukai dan pajak daerah. Pajak daerah hanya sedikit sebagian besar bea cukai dan pajak karena kami mengusulkan untuk keberatan bea cukai juga ditangani oleh dirjen yang baru ini Pak bukan hanya pajak saja kalau bisa bea cukai juga karena kasusnya sama pak mereka selalu menolak juga keberatan dari importir dan sebagiannya selalu ditolak sama dengan tapi nasibnya waktu di pengadilan pajak, wajib pajak banyak dimenangkan. Jadi saya kira untuk keadilan untuk bea cukai dan pajak sekaligus ditangani oleh dirjen keberatan dan banding. Sebetulnya untuk rancangan struktur organisasi pun kami sudah siap kira-kira bentuknya apa nanti kalau memang diperlukan ya dan alasan teknisnya apa dan juga belum ketemu Pak Pudji masih lama tidak tadi kami sengaja melampirkan tidak sulit, angka ini kan kita harus punya angka pak tidak hanya tulisan saja begitu. Kemudian berikutnya untuk masalah keadilan dan tadi masalah pelayanan ada di 3 poin mungkin yang pokok kemudian ke 4 berikutnya Pak Pudji masalah ke 4 keadilan nah ini tadi keadilan bahwa pengenaan sanksi administrasi 2% perbulan dianggap terlalu tinggi dibandingkan dengan bunga bank. Untuk sementara ini diatur di pasal 9 ayat 2a pasal 13 ayat 2 dan pasal 19 ayat 1 KUP yang sekarang Pak. Kemudian diusulkan menjadi 1 % dan sekarang di RUU RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
6
diatur dalam pasal 10 ayat 3, pasal 15 ayat 2, dan pasal 24 ayat 1. Kemudian sanksi administrasi tenda terhadap upaya keberatan dan banding. Sekarang kalau WP mengajukan keberatan kalau kalah dikenakan sanksi 50% kenaikan dan ditingkat banding akan dikenakan sanksi 100% itu diatur dalam pasal 25 ayat 9 dan pasal 27 ayat 5 d sekarang diusulkan jadi sanksi ditiadakan terhadap upaya keberatan dan banding demi keadilan karena bagi orang yang mengajukan keberatan kenapa harus diancam dengan sanksi kenaikan mereka kalau memang keberatan ditolakkan dikenakan sanksi 1% per bulan. Sekarang itu tidak diatur jadi memang sanksinya itu ditiadakan kemudian c. Mengenai WP yang membuka mengenai penguatan ketidakbenaran SPT sebelum penyidikan itu dikenakan harus membayar tambahan pajak 150% diatur dipasal 8 ayat 3 KUP, sekarang sanksinya diturunkan menjadi 100% diatur dalam pasal 9 ayat 5 yang baru pak RUU. Bapak bisa cek di RUU-nya pasal ini pak kemudian d. Sanksi administrasi kenaikan 100% dari PPH yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tapi tidak atau kurang disetor ini agak ruwet pak ini diatur di pasal 13 ayat 3 huruf b KUP ini sekarang kemudian diusulkan atas PPH yang tidak atau kurang dipotong utau kurang dipungut dikenakan sanksi administrasi sebesar denda sebesar 1% per bulan paling lama 24 bulan. Apabila PPH yang telah dipotong atau dipungut tapi tidak atau kurang disetor dikenai sanksi 100%. Jadi semula baik yang tidak dipotong atau dipotong tidak disetor sanksinya 100% kemudian kita bagi Pak. Kalau jadi wajib pajak memang tidak melakukan pemotongan mereka akan dikenakan sanksi 1% per bulan tapi kalau memungut tapi tidak menyetor itu tetap 100% keadilan karena itu uang negara. Itu diatur dalam pasal 15 ayat 3 KUP. Jadi kita pisah Pak demi keadilan jadi karena kalau WP tidak memotong dikenakan sanksi 100% padahal yang dipotong itu sudah melakukan kewajiban perpajakan mungkin negara dapat juga penerimaan kan tidak adil pak di SKP yang memotong dipakai yang dipotong sudah melaksanakan kewajiban pajak sendiri itu 2 kali pak selama ini jadi kami pisah 2 jadi yang tidak memotong 1% tapi yang memotong tidak menyetor tetap 100% itu Pak keadilannya inti dari pasal ini. Kemudian yang berikutnya mengenai imbalan bunga yang diberikan terhadap kelebihan pembayaran akibat surat keputusan keberatan banding, putusan peninjauan kembali, yang disetujui maupun tidak disetujui dalam pembahasan akhir yang di pers belum pengajuan keberatan tidak diberi imbalan bunga jadi setelah diperiksa kemudian WP melakukan penyetoran tambahan belum mengajukan keberatan kalau WP itu menang tidak diberi imbalam bunga yang sekarang terhadap kelebihan pembayaran WP yang dilakukan sebelum keberatan apabila WP memenangkan perkara kita usulkan tetap diberi imbalan bunga keadilan sebetulnya nanti semua sudah diatur di PP 74 2011 yang muatannya sudah di batalkan oleh MK PP 74 dari kami sekarang kita pertegas dalam RUU bahwa ini sebetulnya muatannya sudah dibatalkan di PP 74 ini karena ketidakadilan tadi Pak. Kemudian imbalan bunga yang diberikan terhadap kelebihan pembayaran akibat surat keputusan keberatan yang diajukan permohonan banding pengadilan pajak tidak diberi imbalan bunga jadi kalau WP memenangkan perkara ditingkat keberatan seharusnya WP mendapat imbalan bunga tapi kalau WP tersebut mengajukan banding kepengadilan pajak imbalan bunganya ditanggunhkan tidak diberikan sekarang kita tetap kita berikan kita usulkan untuk tetap diberikan itu hak WP karena WP telah mengeluarkan uang lebih dahulu kalau memang menang diberikan nanti kalau memang ditingkat banding WP dikalahkan akan ditagih kembali oleh kita. Untuk sekarang kalau keberatan WP banding imbalan bunga tidak diberikan Pak kita usulkan untuk tetap diberikan. Nanti kalau memang WP kalah ditagih kembali ada pasalnya nanti. Kemudian imbalan bunga yang diberikan terhadap kelebihan pembayaran akibat putusan banding yang diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung itu sama kalau WP menang dibanding tapi WPPK itu imbalan bunga tidak diberikan sekarang. Itu diatur semuanya imbalan bunga selama ini diatur dalam Pasal 27 a KUP diusulkan bahwa imbalan RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
7
bunga diberikan terhadap kelebihan pembayaran akibat putusan banding yang diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Jadi sekarang tetap diberikan dulu nanti kalau memang kalah tagih kembali. Itu tadi saya ulang bahwa semula di PP 74 sekarang sudah dicabut oleh MK. Kemudian yang F berikutnya sanksi administrasi kenaikan 100% dari PPN yang barang dan jasa dan pajak penjualan barang mewah yang tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih atau tidak diharusnya dikenai tarif 0% selama ini diatur dalam pasal 13 ayat 1 juncto ayat 3 huruf c KUP itu dikenakan 100% diusulkan dikenakan sanksi administrasi bunga 1% per bulan paling lama 24 bulan hal tersebut diatur dalam pasal 15 ayat 1 huruf c juncto ayat 2 RUU KUP. Ini untuk keadilan juga Pak jadi masalah PPN lebih bayar yang dikompensasikan itu hanya masalah administrasi saja tapi selama ini WP ini menjadi masalah dikenakan sanksi 100%. Ini yang sekarang banyak kasus Pak sampai ke pengadilan pajak disini karena si pemeriksa akan mengejar ayat ini supaya mendapat tambahan 100% dari wajib pajak jadi wajib pajak dianggap sebagai objek padahal wajib pajak hanya kesalahan mencantumkan atau perbedaan penafsiran saja atas PPN itu. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik Pak Win, saya pikir biarlah kami juga dalami membaca, Bapak saya lihat agak ya maksud saya nanti sebentar kalau memang ada pertanyaan mau mendalami baru bapak jelaskan lagi supaya bapak tidak terlalu tersita waktu untuk ya Pak. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Baik pak, kemudian kita teruskan untuk sanksi pidana. Semua wajib pajak yang tidak atau melaporkan SPT dengan benar hingga menyebabkan kerugian negara dapat dipidana baik karena kealfaan maupun kesengajaan itu diatur pasal 38 39 KUP diusulkan sanksi pidananya dikenakan terhadap wajib pajak yang menimbulkan kerugian pajak dengan minimal 1 M. Sekarang diatur dalam pasal 55 dan 56 RUU. Kemudian sanksi pidana terhadap aparat pajak terlalu ringan yaitu 1 tahun dan denda maksimal 25 juta untuk kealfaan dan 2 tahun dan denda 50 juta untuk kesengajaan sebagaimana diatur pasal 41 diusulkan sanksi pidana terhadap aparat pajak diperberat untuk kealfaan menjadi 1 tahun dengan denda maksimal 500 juta dan kesengajaan maksimal hukuman 3 tahun dengan membayar 1 M diatur pasal 60. Kemudian untuk sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 25 juta terhadap yang ketiga yang tidak melaporkan data kepada badan penerimaan pajak terhadap dirjen pajak ini sebetulnya Pak. Ini ini diatur dipasal 41a diusulkan sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun terhadap pihak ketiga dendanya dinaikan menjadi 500 juta yang tidak memberi data kepada badan penerimaan pajak diatur dalam pasal 61. Untuk berikutnya untuk kepastian hukum direktur jenderal pajak dapat menjeniskan SKPKB (Surat Ketepatan Pajak Kurang Bayar) dan SKPKBT (Kurang Bayar Tambahan) dalam jangka waktu 5 tahun diatur dalam pasal 13 ayat 1 dan pasal 15 ayat 1 KUP diusulkan kepala badan dapat menerbitkan SKPKB SKPKBT SKPN itu Surat Ketetapan Pajak Nihil dan SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) dalam waktu 5 tahun sebagaimana diatur pasal 14 ayat 1 kemudian B. SKP untuk PPN selama ini ditertibkan untuk setiap masa pajak bulanan dan diatur dalam peraturan menteri keuangan diusulkan agar diatur dalam Undang-Undang yaitu SKPPPN diterbitkan untuk beberapa masa pajak sepanjang tidak melampaui 1 tahun takwim itu sekarang diatur di pasal 14 ayat 5 RUU. Kemudian C. Identitas pembeli tidak wajib dicantumkan dalam faktur pajak dari termaksud dikendalikan dan tidak dikenai sanksi administrasi yaitu sebagaimana diatur RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
8
dalam pasal 14 ayat 1 huruf e juncto pasal 1 semula diatur 14 ayat 1 huruf e angka 1 juncto ayat 4 diusulkan identitas pembeli wajib dicantumkan dalam faktur pajak dan tidak termasuk yang dikecualikan dan sekarang diatur dipasal 16 ayat 1 huruf e juncto ayat 4. Kemudian D. Sanksi administrasi berupa bunga atas kelebihan pembayaran imbalan bunga tadi pak ya di tingkat banding karena permohonan peninjauan kembali oleh terbanding dikabulkan sebagian atau seluruhnya selama ini belum diatur tadi diatur dalam PP tadi yang sudah dicabut diusulkan akan ditagih dengan surat tagihan pajak diatur dalam pasal 16 ayat 1 berupa juncto ayat 6. Kemudian sanksi administrasi berupa bunga karena permohonan keberatan banding ditolak atau dikabulkan sebagian sebelum diatur dalam Undang-Undang sanksi administrasi akan sekarang diusulkan ditagih dengan STP (Surat Tagihan Pajak) diatur dalam pasal 16 ayat 1 huruf i juncto ayat 6. Kemudian sanksi administrasi terhadap pemotong atau pemungut PPH yang tidak atau kurang melakukan pemotongan atau pemungutan semula ditagih dengan SKPKB dan dengan denda 100% itu dipasal 13 ayat 3 huruf b sekarang diatur administrasinya dengan ditagih dengan STP diatur dalam pasal 16 ayat 1 huruf j juncto ayat 6. Kemudian untuk penyederhanaan pemeriksaan, direktorat pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum melakukan penyidikan pidana di bidang perpajakan diatur dalam pasal 43a ayat 1 diusulkan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana ditiadakan karena pemeriksaan sudah meliputi bagian dari kegiatan untuk mendapatkan bukti permulaan. Jadi cukup pemeriksaan biasa diatur dalam pasal 65 ayat 1. Yang terakhir itu mengenai perpajakan internasional dan bentuk kerjasama lainnya selama ini belum diatur dalam bentuk Undang-Undang Pak, mengenai pelaksanaan penghindaran pajak berganda dengan negara lain sekarang diusulkan dimasukkan dalam RUU KUP pemenang pelaksanaan penyetor pajak berganda sebagaimana diatur dalam pasal 44 dan pasal 45 RUU. Kemudian persetujuan bersama dan advance pressing agrement itu belum diatur juga dalam Undang-Undang diusulkan malah Badan Penerimaan Pajak melaksanakan persetujuan bersama dan advance pressing agrement dengan negara mitra maupun dengan wajib pajak diatur dalam pasal 46, 47, dan pasal 48. Demikian Pak untuk sementara ini terima kasih. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Mohon izin. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik silahkan. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Baik, ada 3 poin yang ingin saya tambahkan sudah dijelaskan oleh Pak Winarto yang pertama mengenai pemeriksaan pak pertambahan pemeriksaan itu kalau di Undang-Undang yang ada itu wajib terutama untuk restitusi kalau yang di undang-undang yang baru ini dapat tidak wajib tapi dapat tapi pemeriksaan itu dibikin semacam sistem yang sifatnya acak. Kalau sekarang itu lebih bayar mesti diperiksa karena itu dari negara kembali ke masyarakat harus diperiksa dulu. Ketika belum diperiksa ya tidak bisa kan kelebihan itu. Nah itu tekniknya pajak sekarang itu pemeriksaan itu di ketika itu restitusi pemeriksaan dilakukan setelah tahun pajak ini supaya uang yang ada di kantong pemerintah itu tidak keluar tapi ini merugikan bisnis nah sekarang di sistemnya tidak begitu model probabilistik. Jadi orang tidak merasa yakin apakah diperiksa atau tidak itu bedanya. Nah ketika administrasi makin kuat, ini kayak RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
9
kita ngambil uang kita di bank kalau memang ada saldonya ya kasih kan kenapa tidak. Begitu nah itu dia punya 2 ini bisa dapat bisa dilakukan bisa tidak itu yang bedanya yang kedua untuk bisa dia menguasai mendapatkan informasi yang kuat itu ada akses data. Akses data lah ini akan ramai. Akses data di dalam Undang-Undang yang ada mengenai rahasia bank itu tidak boleh jadi untuk kepentingan pajak pun itu tidak bisa dirjen pajak untuk akses pada transaksi terutama transaksi keuangan. Kalau di sini itu ditiadakan tentunya ini akan benturan dengan undang-undang perbankan. Nah itu yang kedua kemudian yang terakhir tadi ada advance pressing agrement itu penjelasannya begini Pak, dirjen pajak atau nantinya badan penerimaan pajak itu meneliti transaksi dengan pihak-pihak asing terutama perusahaan yang punya yang sifatnya multi nasional itu atas dasar dokumen yang ada. Jadi kalau misalnya perusahaan Jepang punya anak perusahaan di Indonesia, itu dia bisa lakukan yang disebut dengan transfer pressing. Misalnya apa dia kirim barang dari Jepang bahan baku ke Indonesia harganya harusnya apa itu 1000 apa katakan 1 juta dolar dia bikin 2 juta dolar apa artinya? artinya perusahaan yang di sini jadi sapi perahaan tidak pernah untung kalau untung, untungnya sedikit nanti uangnya itu masuk diperusahaan induknya. Nah ini diatur yang disebut dengan advance pressing agreement. Jadi kalau anda bertransaksi dan itu punya hubungan istimewa jadi harga antara perusahaan indo dengan perusahaan anaknya itu di sini sudah ditentukan jadi tidak mengikuti dokumen tapi mengikuti standard market price yaitu kawan pajak itu harus punya datanya yang disebut dengan apa tadi itu. Jadi ini untuk apa itu mengurangi cara pembohongan mengurangi kewajiban-kewajiban perpajakan saya kira demikian terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik terima kasih Pak Machfud dengan Pak Win mungkin masih ada Pak cukup, baik. Saya kira Bapak Ibu sekalian karena sudah ada Ibu Siska jadi sudah ada Bapak Ibu. Sekali lagi temanya pagi ini supaya yang belum sempat tadi mengikuti dari awal adalah pendalaman terakhir rancangan Undang-Undang draft rancangan Undang-Undang ini sebelum kita memasuki finalisasi di PPUU dan kita sudah membahas berulang-ulang tapi kali ini kita minta kembali Pak Machfud dan kawan-kawan sebagai narasumber dalam kaitan beliau sebagai penyusun naskah akademik hingga draft RUU-nya untuk masih memperlihatkan kepada kita, mana pasal-pasal yang tadi disebutkan bahkan beliau sudah menyampaikan secara teknis sekali lagi ini mengantarkan kita untuk lebih mendalaminya. Target terakhir kita target pertama kita adalah bagaimana nanti di PPUU terutama Tim dulu yang saya ingat itu dan juga tadi kita sudah sampaikan mana yang memang betul-betul inilah pasal-pasal yang tidak bisa dikompromikan karena sedemikian jauh sudah dikaji, sudah didalami, sudah dirumuskan oleh Tim. Hanya memang Pak Win nanti urutannya dalam penyajian kita mesti urut dari bab ke pasal secara berurut karena ini kan lompat-lompat. Pada poin 5 bapak bicara sanksi pidana, pada poin 6 bicara kepastian hukum, ya kan pada bab pada poin sebelumnya bicara poin 4 keadilan. Ini kan satu rumpun kalau bicara keadilan itu apa yang menegakkan keadilan, kepastian hukum, seterusnya. Jadi ini nanti dalam ini sudah bagus sekali luar biasa ini kita akhirnya dengan membaca ini kita sudah tahu tetapi terurut. Ya kira-kira begitu. Baik mungkin masih ada Bapak-Bapak sekalian tadi Pak Budi sudah mulai sebenarnya diberikan komentar oleh Pak Win kita sampai pukul 12.00 Wib masih ada komentar dari Bapak-Bapak Ibu semua, silahkan saya tidak mengurut kiri kanan yang berkesempatan saja dan bersedia Pak Hafidh silahkan. PEMBICARA: Drs. H. A. HAFIDH ASROM, M.M. (D.I YOGYAKARTA) Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
10
Terima kasih pimpinan beserta seluruh anggota dan yang kami hormati para narasumber Pak Machfud Sidik saya ingin menanyakan tentang solusi kasus dilapangan Pak. Jadi gini kami memang ada pengaduan dari WP yang mendapatkan pemeriksaan hasil pemeriksaan ada surat pemberitahuan bahwa tunggakan. Kemudian itu sudah saya konfirmasi ke Kanwil juga kami dari Jogja pak Hafizh Asrom dari DIY. Intinya begini ada tunggakan yang memang di luar perhitungan WP yang bersangkutan begitu. Setelah ditelusur ternyata kasusnya ini itu ada surat dari pusat tentang tagihan berdasarkan informasi dari ikatan akuntan Pak. Ikatan akuntan yang mendapat laporan dari notaris, ikatan notaris maaf ikatan notaris yang dapat laporan dari masing-masing daerah tentang pekerjaan notaris, laporan rutin ya gitu ya, rugi laba dan lain sebagainya. Yang menjadi masalah itu adalah laporan keuangan itu ada 3 pihak Pak. Ini rahasia umum maksud saya. Pertama untuk bank ini mark up pak kemudian yang kedua untuk pajak cenderung diminimalisir kemudian yang ketiga yang riil Pak gitu. Nah yang dilaporkan karena ini terkait dengan pinjaman bank tentunya yang markup yang besar setelah diteliti ternyata kurang bayarnya luar biasa. Kemudian saya menyatakan bahwa Kanwil DIY cukup arif bijaksana karena setelah diteliti harta kekayaan yang bersangkutan ini kalau itu ditagihkan, kurang pak karena itu adalah warisan dari orangtua dulu yang sekarang yang pegang anaknya orangtuanya sudah meninggal yang pegangnya anaknya kemudian baru ditagih sekarang gitu Pak, nah ini solusinya bagaimana pak inikan ada semacam wajib pajak ini merasa juga kurang nyaman begitu karena ada intervensi ke bank tadi itu ada laporan yang ke bank dan lain sebagainya. Jadi ini barangkali nanti mau di pasal di mana ini karena ini jelas merugikan wajib pajak untuk kepentingan seterusnya. Kemudian yang kedua ini mungkin internal di institusi dirjen pajak Pak dengan adanya target kemarin, tahun kemarin itu saya kira tidak ada yang 100% memenuhi target dari pemerintah ya gitu dan sanksi yang diberikan oleh pemerintah kalau tidak salah ada pemotongan 20% gitu Pak ya dari remunerasi itu ini aspirasi dari Kanwil pajak artinya kami kemarin Januari sudah diskusi gitu pak tolong pak ini kalau bisa dicantolkan kalau kita yang mencapai tidak mencapai target namun hanya sedikit mbok tolong itu jangan disamakan dengan yang tidak mencapai target yang terlalu banyak gitu ini bapak sebagai orang dari pajak tentunya menjadi pertimbangan gitu ini solusinya bagaimana Pak terima kasih. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Ya paling tidak ini pertanyaan yang paling prinsip adakah pengaturan yang bisa menjawab pertanyaan tersebut dalam RUU ini, kan gitu. Ada yang mau menambahkan Pak atau biarkan dulu dikomentari ini supaya selesai, ya silahkan Pak Machfud. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Kami coba menjawab dari Pak Budi dulu kemudian Pak Hafizh Pak Budi tadi mempertanyakan terlalu ringan dong apa yang tadinya 2% menjadi 1% nah ini jadi kami berusaha untuk di dalam RUU ini mengikuti praktek-praktek yang berlaku di berbagai negara ya antara hak dan kewajiban wajib pajak dan hak dan kewajiban untuk taat pajak ya best practice tentunya disesuaikan dengan sejarah kemudian juga dengan kondisi dan harapan masa depan otoritas pajak di Indonesia. Nah tentunya juga itu akan terjadi perdebatan yang panjang termasuk nanti intinya adalah di dalam Undang-Undang ini juga punya spirit untuk memperkuat kelembagaan dirjen pajak tetapi hak wajib pajak itu juga harus diakomodir. Nah kalau bapak melihat sejarah masa lalu pada tahun kalau majunya seperti dengan pajak itu tahun berapa itu Pak sebelum 2000 ya, nah tahun 1990-an ya tahun 1990-an itu ya istilahnya RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
11
dalam tanda kutip protes terhadap ketentuan pajak itu diselenggarakan oleh yang disebut dengan majelis pertimbangan pajak. Itu benar-benar dalam lingkup dirjen pajak ya ada sih wisdem gitu ya tapi bagaimanapun juga karena juga orang-orangnya dirjen pajak dan sebagainya itu ya masih buyies pada kepentingan dengan direktorat pajak. Jadi intinya wajib pajak ini posisinya itu lebih rendah dari dirjen pajak. Kemudian diperjuangkan oleh DPR oleh masyarakat oleh pengusaha dan sebagainya. Lembaga ini kemudian lebih maju lagi beralih bukan majelis pertimbangan pajak tapi menjadi badan penyelesaian sengketa pajak. Nah itu 1998 nah itu evolusioner pak singkat cerita kemudian itu juga masih belum setara kemudian dibentuklah pengadilan pajak 2002 tapi itu pun pengadilan pajak paniteranya sekretarisnya sekjennya ya itu masih pegawai menteri keuangan kementerian keuangan. Hakim-hakimnya sampai sekarang itu masih mantan-mantan sebagian besar 80% mantan pejabat pajak dan bea cukai tapi arah keadilan sudah kentara. Nah ke depan pengadilan pajak itu harus nantinya itu, ya langsung dibawa Mahkamah Agung itu sesuai dengan jelas politika tapi itu perjuangan ke depan. Sekarang kita bicara KUP-nya ya itu ketentuan formalnya. Nah demikian pula sanksi, sanksi itu asumsinya dulu itu wajib pajak itu asumsinya nakal kalau tidak diatur gitu kan sehingga sanksinya itu lebih diperberat gitu ya lebih diperberat itu intinya nah padahal di negara maju ya yang namanya yang didorong itu adalah kepatuhan sukarela, kepatuhan sukarela itu aturan-aturan pajak yang harus diperkuat sehingga terpaksa itu orang patuh itu yang dipagari makanya itu kelembagaannya diperkuat wewenangnya juga diperkuat datanya juga dikasih bisa akses. Nah itu jawaban kami kepada Pak Budi. Kenapa 1%? Yaitu memang armiter dari iya pak ya kami terus terang saja dari tim iya itu perlu ada kajian yang lebih mendalam tapi intelijen intuisen 1% itu bisa membuat acceptable lah kira-kira gitu nah itu tidak ada kajian yang mendalam termasuk kawan-kawan pajak itu nanti menentukan 2% itu kajiannya itu kajian kuantitatif itu juga perlu waktu juga itu. Nah ini jawaban kami kepada Pak Budi. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M. Ed (JAWA TIMUR) Sebentar pak sebelum ke Pak Hafizh ya. Memang kalau kita cermati secara umum memang ini banyak memberikan ya katakan keadilan atau kemudahan atau keringanan bagi wajib pajak. Sebenarnya kalau kita runut dalam penetapan pajak itukan sudah diberikan assessment, yang berarti di sana sudah ada kesempatan bagi wajib pajak untuk ya meminimalkan ya bahasanya mungkin kalau kita tetap menggunakan kalau kita tetap ada pikiran atau curiga kalau berangkat dari kecurigaan Pak ya nantikan ada bahwa masih ada kecenderungan mungkin atau ada upaya agar meringankan di dalam penetapan yang dikenai pajak itu. Nah disisi lain pada RUU yang baru ini kan sebagian besar itu justru mereka lebih diberi keringanan-keringanan banyak. Jadi 1% itu hanya satu contoh tadi Pak tapi kalau kita lihat yang lainnya termasuk misalnya ya poin yang berikutnya seperti sanksi administrasi denda terhadap upaya hukum keberatan 50% dan banding 100%. Ini kan tinggi sekali itu Pak memang 50% dan 100% ya nah itu tidak ini justru ditiadakan Pak tidak ini itu yang lain lagi pak ditiadakan sanksi denda terhadap upaya-upaya jadi nah ini apakah tidak di antisipasi bahwa nanti akan ramai-ramai mengajukan upaya bukan banding karena kan tidak ada sanksinya. Ini Pak di sini tidak ada itu tidak tapi di sini coba kita lihat di poin 4 di sini yang ada di sini, ditiadakan sanksi denda terhadap upaya keberatan. Jadi tidak ada dendanya ditiadakan sanksi denda terhadap upaya keberatan. Jadi tidak ada dendanya tidak ada resikonya nomor 4 ini Pak iya yang 4b ini lho Pak Itu kan awalnya sanksinya di 6 jadi tidak.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
12
PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Kenaikan iya kalau yang akan datang ini 1% per bulan. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M. Ed (JAWA TIMUR) Cadangan dihasilkan kembali pada di sini kan ada pernyataan ditiadakan sanksi denda terhadap upaya keberatan banding depan pengadilan ini kita tidak bisa (tidak jelas, red) bisa langsung. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Jadi begini Bapak membenarkan bahwa ini tidak akan mendidik oke kan, memang ditiadakan tapi dipikiran Bapak itu kan dikatakan tadi diganti, itu pikiran lain. Oke yang pasti bahwa di ayat di poin 4 itu ditiadakan, Betul kan Pak. Nah makanya pertanyaan Pak Budi tadi apa tidak ada kekhawatiran bahwa dengan kata itu ramai-ramai wajib pajak mengajukan keberatan. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Pasal 25 Ayat 9 dan Pasal 27 ayat 5d, sekarang ayat itu, pasal itu dihapuskan yang semula Pasal 25 Ayat Iya tapi kalau nganu tetap dikenakan sanksi di pasal lain. Iya ditolak tapi tetap sanksi tapi 1%. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Jadi jawabannya yang benar Pak Win supaya lebih konsepsional. Kita memberi ruang kepada wajib pajak untuk lebih menggunakan haknya itu maknanya justru. Jadi ini bagus memberi ruang kepada wajib pajak menggunakan haknya Itu intinya itu karena selama ini wajib pajak kita merasa kurang melihat. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Environment sekarang dan masa depan sangat berbeda. Itu satu paket Dirjen Pajak sekarang nggak punya data Pak. Saya misalnya bertransaksi dengan Pak Ajiep sekian miliar begitu ya kalau saya ngaku Bapak tidak ngaku atau Bapak ngaku saya, itu baru lain. Sekarang di dalam RUU ini itu Dirjen Pajak punya akses data, itu bedanya sehingga pada waktu dia menerbitkan koreksi itu ya, menerbitkan koreksi itu atas data-data yang dia miliki, otentik. Nah itu kalau itu terjadi nanti seperti di negara lain di Jepang misalnya itu 90% daripada keberatan wajib pajak itu probabilitasnya itu ditolak Karena kita kuat datanya. Kalau sekarang itu kucing dalam karung Itu kira-kira, environment-nya berbedanya di sana Pak Tentunya nantinya diperkuat kelembagaannya, orangnya dan sebagainya. Inilah yang terjadi sekarang makanya ini nanti komprehensif Pak. Sekarang ini Ikatan Akuntan Indonesia Akuntan, Asosiasi Akuntanlah ya IAI itu punya code of conduct ya sebagainya kemudian dia meriksa tapi oleh Dirjen Pajak hasil pemeriksaan sama-sama lulusan dari UGM, UI, Unpad, dan lain-lain tapi tidak dipercaya oleh Dirjen Pajak malah yang IAI ini cumlaude ya kan, tapi yang aparat pajak ini pas-pasan. Tetap saja tidak diakui apa bedanya ilmunya sama Iya kan karena hanya beda baju saja. Nah karena ada suspect bahwa akuntan itu bisa dimaini akuntan bisa disuruh bikin dua pembukuan. Nah ke depan ini rentetan dari ini Undang-Undang ini, UU Akuntan harus dibenahi kalau akuntan melakukan RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
13
mal praktek itu langsung digorok langsung di pengadilan. Jadi itu Pak anu-nya sehingga nantinya kalau sudah ada laporan audit akuntan itu Dirjen Pajak bisa mereka melatih apa gunanya wong sama-sama ilmunya Jadi ini code of conduct kemudian komplain kepada aturan itu semua pihak itu yang dilakukan. Sekarang bisa dibuat 3 pembukuan Nah bank juga bisa merahasiakan informasi. Nah itunya yang environment ini akan diusulkan untuk diubah, begitu Tentunya aparat pajak juga dibenahi nanti yang tukang-tukang pers itu harus tidak ada lagi. Nah di dalam RUU ini badan penerimaan pajak itu nantinya aparat pajak masuk di badan ini tidak otomatis bedol desa tetapi diseleksi sesuai dengan kompetensi dan moral. Itu Pak anu-nya Pak Masa kita ini Pak kayak begini terus gitu ya. Nah ini pembenaran itu harus utuh, begitu kan. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Itu optimisme Pak Machfud. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Masalahnya adalah waktu dikeluarkan penetapan bahwa wajib pajak langsung penagihan, itu mungkin Mungkin ada masalah di bawah masalah itu kemudian wajib pajak kan punya hak untuk mengajukan keberatan Pak dalam waktu 3 bulan kalau waktunya… PEMBICARA: (Tidak jelas, red) wajib pajak. Stres (tidak jelas, red) cari-cari begitu dihilangkan sekarang ganti apa? Nah itu yang mungkin stigma itu yang mesti PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Dan di sinilah tadi saya lihat ada pasal yang cukup bagus tentang pelayanan. Nah itu kan intinya di situ Pak ya, jawaban terhadap hal-hal seperti itu kita pertajam di pelayanan. Kan begitu Pak Wien? Oke, saya kira. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Kami tambahi ya. Ke depan Pak, itu ukuran yang tadi ini kan umbrella-nya ukuran bahwa modernisasi Badan Penerimaan Pajak itu adalah model kalau kontak antara wajib pajak dan otoritas pajak itu minimal mendekati nol. Jadi lewat otomatis Itu Pak. Jadi itu dia hanya akan muncul kontak kalau ada pemeriksaan penyidikan Nah itu yang memang ditakuti Nah begitu. Nah pemeriksaan penyidikan itu sifatnya probabilitas tidak bisa diakali nah itu Pak kira-kira begitu. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Terima kasih Pak Mahfud, Pak Rugas silakan. PEMBICARA: Dr. Pdt. RUGAS BINTI, BD., M.Div., D.Min. (KALTENG) Terima kasih Pimpinan, narasumber yang saya hormati, teman-teman saya melihat di kepastian hukum Pak di butir 6, makalah yang 2 halaman ini, tadi berdasarkan keterangan narasumber sekarang Dirjen Pajak punya data atau akses data yang otentik ya enggak RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
14
mungkin dia tidak mengetahui. Misalnya masalah kekurangan bayar ya di Pasal 6 butir A ini kalimat begini, "Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan dan seterusnya" Ini kata "dapat" ini ngga pasti ini Pak ya ini butir 6. Apakah ini berdasarkan negosiasi yang di 2 halaman ini. Iya yang sekarang ini Pak ya jadi pemahaman saya kata "dapat" ini sesuatu yang belum pasti, bisa dilakukan bisa tidak. Padahal ini pasalnya tentang kepastian hukum, apalagi tadi katanya Dirjen Pajak mengetahui data otentik wajib pajak itu. Harusnya jelas ini harus pasti aja dia, wajib dia menerbitkan ketetapan pajak tentang kekurangan bayar itu bukan "dapat" karena kami trauma dengan kata "dapat" ini. DPD ini kan kewenangannya "dapat" di UUD itu. Bisa didengar atau bisa tidak didengar pertimbangannya, usulnya, dan sebagainya mohon penjelasan Pak. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Bahwa kata-kata "dapat" mungkin saya sedikit akan tadi dijelaskan Pak Mahfud bahwa kita mengatur prinsip self asssesment sebagian saya bacakan di pasal 12 ayat 1 KUP "Setiap wajib pajak wajib membayar pajak terhutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak". Jadi pada prinsipnya WP tidak akan ditagih tapi dalam waktu tertentu dapat ditagih, seharusnya kan self assesment mereka akan melaksanakan kewajiban sendiri Pak dan Dirjen Pajak tidak perlu menagih SKP tapi dalam hal tertentu Dirjen Pajak dapat menagih gtu, kata "dapat" di situ tapi prinsipnya bayar sendiri Pak itu statusnya Itu saja "dapat" di sini itu dalam arti seolah-olah official assesment di sini ya begitu PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Jadi Pak Rugas tadi begini Pak Wien, coba dicermati dulu. Ini kita bicara kepastian hukum. Kalau bicara kepastian hukum maka bahasa hukum harus pasti. Kata "dapat" di dalam pengertian bahasa hukum itu bisa tidak bisa iya. Apakah memang pengertian kepastian hukum pajak yang Bapak maksud itu itu kata "dapat"? Ataukah bisa kita hilangkan "dapat" supaya dia lebih berkepastian? Oh jadi kalau dalam 5 tahun kalau tidak dalam mereka wajib pajak tidak begini begini selama 5 tahun maka ada kewenangan diberikan kepada pemerintah untuk dapat dan apabila ini tidak digunakan ya dalam tahun, apabila tidak digunakan pemerintah itu berarti aman lah itu wajib pajak, lewat itu barang wajib pajak kan? PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Itu diatur di Pasal 15 ayat 1. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Bukan, tunggu dulu Pak, inilah yang dimaksud. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Di sini kita perluas Pak bukan hanya SKP. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik-baik, ini yang secara hukum inilah yang dimaksud dengan memberikan kepastian hukum kepada pemerintah dimana pemerintah juga menjamin kepastian hukum RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
15
kepada masyarakat tapi ada yang tidak pasti apabila pemerintah tidak menggunakan haknya di pasal itu maka dia juga menjadi tidak pasti. Jadi itu begitu maksudnya Pak Win Jadi kepastian hukum itu juga punya batasan untuk ada saatnya dia tidak pasti. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Kepastian hukumnya itu setelah lewat 5 tahun. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Iya setelah lewat 5 tahun, nah itu begitu. Itu kira-kira yang dimaksud. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Mohon maaf kami jelaskan jadi pemerintahan Indonesia negara-negara yang menganut self assesment itu menghadapi pilihan apakah menganut official atau self? Indonesia sejak tahun 1983 menganut self assesment akan tetapi ini mohon maaf dalam periode 1983 sampai sekarang 17 plus 16, 33 tahun ini yang kita sesalkan, baik itu dari sisi pemerintah maupun wajib pajak tapi pondasi-pondasi pilar-pilar self assesment tidak dibangun tapi perubahan-perubahan Undang-Undang Pajak itu secara formal menganut self assesment tapi pelan-pelan itu sudah meletakan dasar-dasar official. Ini RUU ini kita letakan lagi ke posisinya. Kita tidak official apa self? Self. Kalau self kemudian memang tidak di seluruh negara itu tidak menganut murni self asssement di situ dibumbui dengan yang disebut dengan with holding Nah itu ada. Jadi kalau ditanya apa murni self assesment? Tidak juga supaya ada di Undang-Undang ini pada dasarnya self assesment punya ada with holding. Kemudian ditambah lagi ada beberapa hal yang sifatnya official tetapi tidak turut membengkakmembengkak. Nah itu Pak. Nah sekarang kalau self itu harus ada instrumennya instruemnnya itu akses data supaya orang takut. Takut kalau melanggar ini probabilitas ketahuan itu 95% itu yang kita bikin dan sekarang ini akses data belum diberikan kepada Dirjen Pajak Nah inilah nanti terjadi perdebatan. Ya itu ini yang konsep ini menganut akses data untuk Dirjen Pajak atau Badan Penerimaan Pajak itu terbuka, termasuk untuk transaksi keuangan. Ini akan berbenturan dengan Undang-Undang yang lain dan ini berlaku sudah dilakukan oleh semua negara termasuk Switzerland yang selama ini konservatif untuk pajak itu dan sekresi itu tidak dilakukan. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Masih ada Ibu Bapak sekalian? Pak Chok dulu Pak Chok, duluan tangannya baru Pak Fatwa. PEMBICARA: A.A NGR OKA RATMADI, S.H (BALI) Saya ikut nimbrung di sini dalam membahas rencana Undang-Undang di sini. Apa yang menyebabkan ini negara kita begini-begini terus. Salah satu hal yang menyebabkan tidak menghayati bahwasanya negara Indonesia yang dibentuk dengan falsafat Pancasila dan seterusnya itu adalah negara gotong royong dalam bentuk modern. Oleh rakyat, untuk rakyat, melalui mekanisme demokrasi. Akhirnya melalui parlemen yang mengesahkan ini. Kalau parlemen dapet sogokan berbahaya dari segi Undang-Undang pun berbahaya ini Saya tadi RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
16
dengar soal dapat dan tidak 5 tahun dapat dikena dan tidak bisa mendapat duit, bisa habis itu. Jangan dikenakan dapat duit siapa yang dapat duit Saya mengerti perpajakan di Indonesia brengsek semua. Sumber korupsi di sana. Tolong Bapak dalam Rancangan Undang-Undang ini betul-betul saya menginginkan betul-betul negara itu hidup dari rakyat itu sendiri. Turun lagi dari mana? Dari modal … (kurang jelas, red) luar negeri terus. Duit kita lari ke luar tidak pernah budget. Tolong temanteman terutama staf ahli betul-betul dipikirkan betul-betul dengan telornya UU ini diserahkan, jangan kayak sekarang, masih percuma begini lebih baik berontak dan tadi gerombolan semua (tidak jelas, red). Ada pajak pertambahan nilai rakyat yang kena, penghasilan rakyat banyak kena. Itu semua rakyat yang kaya-kaya tidak apa-apa. Kita hidup memang gotong royong. Kalau tidak begitu dari mana cari duit? Kasih ABRI, duit, ke pegawai negeri DPR lagi dapat duit, DPD dapat duit, dari mana duitnya ini? Karena (tidak jelas, red) kalau kasian kepada republik ini katanya ini, Bapak bekas Dirjen Pajak Pak ya? Sama yang dahulu dengan sekarang sama. Soal dapat itu lho Hati-hati, dapat dan tidak itu hati-hati, bisa ah tidak dikenakan pajak, bisa dikenakan pajak masuk Hati-hati soal itu dan lain-lain saya tidak baca Mas, terus terang saya tidak baca ini. Baru saya ini sudah ada konsep saya bisa banyak. Mudah-mudahan ke depan saya ingin kalau ada rapat lagi saya lengkapi soal perpajakan ini. Pajak ganda, nggak ada mungkin Pak ya? Orang asing di sini bagaimana? Karena itu bahaya juga orang asing, nanti masyarakat ini. Berapa orang asing yang kemari? Ada tenaga kerja yang datang ke mari berapa mereka kena? dan sebagainya. Tolong Pak saya Pak Dirjen ini yang bekas dirjen ini tolong ini betul-betul jangan lembaganya sudah baik, orang-orangnya tidak ngertilah atau tidak kasian sama republik ini lho. Tolong itu yang saya sampaikan, sebab saya mengingikan negara Pancasila ini negara gotong royong. Negara gotong royong bukan negara apa-apa. Terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Pak Fatwa dulu baru Pak Haripinto. PEMBICARA: DR (HC) A.M. FATWA (DKI JAKARTA) Iya, ini pertanyaan agar khusus kepada Pak Machfud ya ini titik tolaknya dari pokokpokok muatan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ini ada permasalahan lama dan perdebatan lama yang belum pernah ada bisa kesepakatan antara pajak dan zakat. Jadi kalau ini bisa diselesaikan saya kira tidak akan ada lagi orang yang akan menipu di dalam soal pajak karena maaf ya karena ini kebetulan mayoritas rakyat Indonesia adalah penganut Islam ya, muslim artinya pembayar pajak itu sebenarnya kebanyakan dari orang Muslim ya tetapi mereka merasa berat dari segi keadilan dan imbalan. Ini ada ini masalah keadilan dan imbalan. Jadi yang di Malaysia misalnya sudah diberlakukan kalau misalanya 10% dia sudah bayar zakat 2,5% tinggal dia bayar 7,5%. Nah di Indonesia ini masalah wakaf sudah ada undang-undangnya. Masalah bank syariat sudah ada undang-undangnya. Saya bisa memahami bahwa masalah pajak ini memang agak lebih rumit tetapi bukan berarti tidak bisa ditemukan suatu kesepakatan. Ini Pak Mahfud sebagai orang yang lama sekali malang-melintang di dunia perpajakan mudahmudahan bisa memberikan jalan keluar bagaimana mencantumkan muatan di dalam ketentuan umum ini masalah jalan keluar dari masalah pajak ini. Contoh kecil misalnya ini maksudnya bukan riya ya. Kalau saya ini penghasilan saya hanya dari gaji. Kalau pajak itu sudah otomatis di potong dari adminstrasi keuangan sini. Nah semua gaji yang masuk pada saya itu dipotong 5%. 2,5% untuk zakat dan 2,5% untuk untuk infak. Infak itu sebenarnya RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
17
tidak terbatas tapi pokoknya saya patok 2,5% bahwa boleh saja lebih lagi dari kantong lain. Nah karena kalau kepada negara kepada pemerintah orang pasti berani menipu tapi kalau kepada Tuhan itu saya kira orang berpikir untuk menipu. Nah kalau ini bisa ditemukan jalan keluar saya kira di lingkungan umat Islam sendiri bisa ditertibkan karena sekarang ini juga di berbagai unit-unit organisasi atau unit pendidikan banyak bergantung dari zakat-zakat lingkungannya sendiri untuk membangun kegiatan-kegiatan dan dengan itu nantinya bisa pajak, bagaimana pajak dan zakat ini bisa disatukan di dalam Undang-Undang, tidak akan ada keberatan kalau digunakan untuk membangun jembatan misalnya, karena toh jembatan untuk kepentingan umum juga tapi kalau sekarang ini zakat pernah ada Presiden Jokowi mau mencoba menggunakan zakat ini untuk kepentingan pembangunan secara umum yang sebenarnya kalau dipikir secara luas itu mestinya juga boleh tapi tentu ada yang merasa keberatan karena dia juga sudah dipungut pajak. Nah ini mohon saya kira pemikiran dari Pak Machfud untuk mencoba mencari jalan keluar dari sini. Terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Pak Haripinto. PEMBICARA: DR (HC) A.M. FATWA (DKI JAKARTA) Ini diskusi saya dengan Pak Kombes di samping saya ini. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik, nanti sebentar sekaligus Pak karena waktu jadi biarkan sekaligus saja dulu Bapak jawab. Pak Haripinto silakan. PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU) Terima kasih Pak Ketua, ini berangkat dari kasus-kasus juga. Jadi ada bukan pepatah ya, ada di iklan bisnis begini, Kalau sekarang ini kalau kita ikuti aturannya kita mau bisnis tidak bisa bersaing. Contoh begini, kita bayar pajak lebih bayar kita mau tarik kembali itu sulit sangat sulit dan sudah pasti keluar biaya ya 50:50 dan waktunya panjang tapi tadi sudah dijelaskan, mudah-mudahan ke depan bisa tapi sementara itu di lain pihak di luaran banyak beredar faktur pajak fiktif, orang yang bermain-main seperti ini masih ada kesempatan luas masih banyak. Saya nggak tahu permasalahnya apakah karena aturannya atau memang aparatnya atau sistemnya kemudian tadi disampaikan ini draft RUU ini bisa berjalan kalau kelembagaan itu dan sistemnya dan orangnya itu semua diperbaiki. Tadi sampaikan juga dirjen pajak tidak sekarang ini belum punya akses terhadap data tapi saya pikir akses itu sebetulnya ada Pak. Contoh ya mungkin sudah intensif data-data pertanahan, kemudian datadata di Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II, Tingkat I, tentang kendaraan bermotor itu sangat banyak orang yang punya kendaraan bermotor yang bagus-bagus tapi mungkin bayar PPh pribadinya mungkin tidak ada. Jadi mungkin banyak data yang ada tapi itu tidak menjadi informasi yang bisa digunakan untuk diolah oleh sistem sehingga bisa meningkatkan penghasilan pajak negara. Nah pertanyaan saya, saya sampai sekarang Pak Mahfud, saya belum yakin bagaimana caranya ini lembaga kita itu menjadi lebih baik. Ya caranya bagaimana dalam 5 tahun misalnya karena kenyataannya reformasi birokrasi itu udah berjalan tapi ya dibawah ada perbaikan tapi masih seperti itu. Yang niatnya baik memang lebih bayar mau itu sulit tapi di lain pihak, mafia-mafia pajak masih gentayangan dimana masyarakat bisa diyakinkan gimana RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
18
saya bisa yakin bahwa kelembagaan dan sistem dan aparat yang memang diperlukan yang baik supaya kita punya sistem yang modern itu bisa berjalan. Saya pernah dengar cerita IT sistem IT itu di beacukai di pajak itu mau diperbaiki 4 tahun yang lalu tapi baru berjalan belum setahun atau apa. Stop sabotase atau ada masalah korupsi atau apa masalah perbaikan IT itu di mana-mana seperti itu nggak cuma di Irian yang pajak atau di kementerian keuangan masalah besar bagaimana caranya Pak saya enggak, saya bukan ahli kelembagaan atau ahli birokrasi tapi inilah yang dirasakan oleh banyak orang. Ini saya minta tolong diyakinkan gimana Bapak yang lebih ngerti. Terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik silakan pak Machfud nanti kalau masih ada teman selesai dulu penjelasan Pak Mahfud silakan. PEMBICARA: PAK MACHFUD (NARASUMBER) Terima kasih Bapak Pimpinan yang pertama kepada Pak Oka mengenai tadi itu adalah dapat. Memang saya bukan ahli hukum ya ini menjadikan ketidakpastian tapi pemerintah menghadapi pilihan Pak. Kalau itu harus itu artinya apa yang dilaporkan oleh wajib pajak semua diperiksa 100% diperiksa. Itu sama dengan official assessment. Jadi seperti PBB, PBB itu kewajiban bayar pajak setelah terbit SPPD itu yang dilakukan ada beberapa pajak itu demikian ini tapi untuk sebagian besar pajak itu pemerintah sudah dan DPR dan DPD sekarang itu sudah sepakat menganut self assessment. Nah self assesment seperti itu uji petik Pak. Untuk menguji apakah wajib pajak itu yang katakan sekarang jumlahnya 20 juta patuh atau tidak itu diuji petik sesuai dengan kekuatan pemeriksa. Kalau kekuatan pemeriksa itu merika 3%, ya 3% itulah trik teriknya itu lah kata dapat disana nih. Itu anu Pak ya jawaban saya. Kemudian pajak anda dan sebagainya itu nanti sabar dulu ini kita baru payung itu nanti kita bicara PPh. Termasuk juga terhormat yang belinya Pak A.M Fatwa, pajak dan zakat itu Undang-Undang PPh. Nah yang kita bahas sekarang itu baru payungnya atau ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Nah tapi walaupun demikian, pada periode saya pada tahun 2000 waktu saya dirjen pajak ini zakat itu sudah diakomodir Pak. Jadi kalau kita membayar zakat tapi ada catatan asal disalurkannya lewat lembaga yang diakui pemerintah yang didaftarkan pada pemerintah itu bisa dipotong ya mengurangi kewajiban membayar pajak bukan dikreditkan bisa dipotongkan. Nah Undang-Undang yang baru PPh tahun 2008 tahun 36 kemudian tidak hanya zakat, charity juga untuk umat beragama di luar Islam, Kristen, dan sebagainya. Itu bisa Pak. Jadi sudah Pak sudah diakomodir. PEMBICARA: DR (HC) A.M. FATWA (DKI JAKARTA) Diketahui umum Pak? PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Sudah Pak.
PEMBICARA: DR (HC) A.M. FATWA (DKI JAKARTA) Artinya ya memang Undang-Undang wajib diketahui umum. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
19
PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Baitul-Baitul yang laziz dan sebagainya itu bisa Pak, di Undang-Undang PPh bukan di sini kita sekarang membahas KUP Pak. Jadi sabar dulu nanti kalau DPD mengambil inisiatif undang undang PPH itu akan kita bicarakan kemudian. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Sebentar-sebentar Pak Machfud jadi kesimpulannya itu undang undang pelaksanaan undang undang teknis jadi tidak diatur dalam RUU yang ini tapi dia sudah diatur di UndangUndang PP pajak pengahasilan intruksi pak PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Maksudnya gini Pak, ada Undang-Undang tentang perbankan jenis-jenis bank di situ dicantumkan terakhir adalah bank Syariah. Dengan cantumkan bank Syariah maka dibuatlah Undang-Undang tentang bank Syariah padahal banyak yang protes tapi begitu dikatakan karena Undang-Undang perbankan menyebut bangsa syariah maka wajib untuk menjabarkan dalam Undang-Undang. Nah sekarang kalau di perpajakannya tidak dicantumkan soal zakat kalau saya sampai sekarang belum ada PPh yang bisa dikurangi karena bayar zakat Pak terima kasih. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Sudah Pak. PEMBICARA: Sekedar informasi aja ada undang undang 23 tahun 2011 tentang pengelolan zakat kalau saya nggak salah ya Pak. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Itu undang undang tentang penyelenggara zakat tapi undang undang tentang zakat belum ada. Lucu memang penyelenggaranya ada undang-undangnya tapi tentang zakatnya belum ada. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Begini bukan situ perdebatanya pak ini ketentuan umum tata cara perpajakan. Beda kalau Undang-Undang induk kalau seperti yang Bapak lakukan Undang-Undang perbankan ya seakan-akan induk dari Undang-Undang perbankan. Ini tata caranya perpajakan secara umum nanti kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang parsial, Undang-Undang PPh, Undang-Undang PBB, Undang-Undang pajak, dan distribusi daerah, gitu di sana baru diatur soal-soal itu Pak Mahfud jaminkan bahwa sudah ada pengaturan tentang zakat itu di UndangUndang PPh dan bisa dikomplain sebagai pengurang terhadap kewajiban pajak. Kalau soal sosialisasinya belum begitu meluas nah ini mungkin kelemahan di pemerintah lagi. Ya baik, saya kira itu intinya Pak ya. Asal konti di sini Pak, suasananya di sini.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
20
PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Ini belum Pak Haripinto, faktur fiktif. Nah faktur fiktif ini mengenai PPN Pak memang aparat pajak bisa dianggap tidak kredibel. Kemudian karena administrasinya yang masih IT-nya yang masih tadi itu, bermasalah dan sebagainya, saya mengatakan demikian. Kalau Dirjen Pajak belum bisa menyelesaikan permintaan restitusi itu secepatnya, itu berarti IT-nya gak jalan. Nah sampai sekarang kalau permintaan restitusi itu malah di situ malah ada ketentuan yaitu satu tahun ya 12 bulan. Nah ini ke depan tidak begitu Pak, ke depan tidak begitu. Nah itu nanti di Undang-Undang PPN Pak di situ juga ada ya pasal 39 nah itu. Jadi ya. Nah ini sudah kita payungi juga ada mengenai itu. Memang kredibilitas aparat pajak itu tergantung pada kelembagaan, tergantung pada orangnya, tergantung pada sistemnya. Kemudian juga polisinya itu di Undang-Undang tapi polisi itu sebenarnya yang ini itu hanya menurut saya itu hanya 20% Pak yang 80% itu tergantung pada admisrisen di situ pelaksanaan kelembagaan, orang, termasuk mentalnya dan sebagainya, sistem dan prosedur dan sebagainya, ini menjadi payung Undang-Undang ini akan men-triger bahwa pajak harus berubah setelah undang undang ini disahkan. Tentunya DPR dan DPD mengawal sampai pada ketentuan yang lebih rendah. PP, peraturan presiden, sampe peraturan kepala badana. Saya kira demikian Pak. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Pak Haripinto ada kata kunci yang tadi pagi dari bapak. Dengan RUU yang kita coba rancang demikian lama ini bagaimana memberi keyakinan bahwa memang menjamin terjadinya lebih baik dari pada intinya lebih baik dari pada intinya lebih baik dari pada sekarang dan kemarin-kemarin lah kan begitu Pak Haripinto ya. Nah di mana keyakinan itu terjadi Pak Machfud. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Mohon kita tidak pesimis ya ini adalah struktur pondasinya. Struktur kedepannya itu pelaksanaan dari Undang undang ini. Ini kalau tidak dikawal balik lagi ke penyakit yang lama gitu. Saya kira demikian terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Cukup Pak Haripinto, baik, baik. Pak Ayi ya. PEMBICARA: Ir. H. AYI HAMBALI, M.M. (JAWA BARAT) Ya terima kasih pak pimpinan ini saya karena tertarik aja dengan faktur fiktif. Masalahnya bukan faktor fiktif Pak, faktur itu adalah katakanlah begini nih curhat saya punya faktur di gunakan orang dan kemudian orang itu melakukan dan sebetulnya itu sudah selesai secara hukum karena orang itu sudah keburu kabur keluar negeri dan sudah tidak bisa diapa-apakan. Waktu itu mungkin ada peristiwa besar Pak merasa institusi pajak jumlahnya puluhan akhirnya kabur dan salah satunya adalah faktur pajak yang dari perusahaan saya. Nah problem-nya adalah ketika kita dikenakan wajib pajak dan kita mau mengajukan sanggahan, aturan itu kan wajib pajak harus membayar dulu Pak ya, baru boleh mengajukan sanggahan atau keberatan ke pengadilan dan ini saya kira akan kemungkinan terjadi lagi sekarang. Sekarang ini memang pake e-faktur ya Pak ya, e-faktur itu setiap wajib pajak kalau RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
21
akan membuat mengeluarkan faktur maka dia harus meminta e-faktur dan dikasih 10 nomor ya kan pak ya padahal saya butuhnya cuma 1 nomor tapi dikasihnya 10 gitu. Nah saya khawatir malah yang 9 dipake orang. Ini kenapa harus 10 karena memang ruwet Pak. Pada saat kita mengajukan e-faktur, itu e-faktur itu harusnya otomatis saja. Ketika kita masukan apa NPWP kita keluarlah e-faktur satu setiap kita butuh keluar satu ini tidak kita butuhnya satu dikasihnya 10 yang 9 saya khawatir dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Ya untung dari luar pak kalau dari kantor pajak yang menggunakannya kan ini susah lagi buat kita dan celakanya si wajib pajak itu tidak bisa mengajukan penolakan terhadap apa atau untuk mengajukan ke pengadilan pajak atau mengajukan keberatan kecuali dia membayar dulu kewajiban pajaknya. Nah ini yang repot kan kita tidak punya transaksi, tidak apa-apa tiba-tiba kita harus membayar bajak karena kita faktur kita dipake orang. Itu barang kali pak jadi seharusnya barangkali kalau pengadilan itu membayar, nanti setelah di putus bahwa dia itu bersalah harus membayar baru dibayar dulu baru pengadilan diproses gitu. Padahal kita orang dagang itu kan itu kan Pak ya uang yang di saku orang itu kan bukan uang kita itu uang orang lain. Terima kasih Pak. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Ada komentar Pak Machfud. Sebelum Pak Mahfud masih ada, terakhir ini Pak. PEMBICARA: Drs. H. ANDI SURYA (LAMPUNG) Terima kasih Pak Ketua, yang pertama barangkali saran-saran aja untuk apanya untuk penguatan kita di situ terutama untuk pokok-pokok RUU, ketentuan umum tata cara perpajakan ini pak. Yang pertama adalah saya kalauh melihat ini ketentuan-ketentuan yang kita buat ini memang sangat teknis sekali karena memang itulah yang harus di lakukan namun lebih banyak ke arah paradigma pajak ini dengan pendekatan kekuatan, kekuasaan, dan anggaran penerimaan betul Pak. Jadi aspek kekuasaan ini sangat kental saya lihat sementara seharusnya yang namanya sosialisasi pajak itukan lebih pada pendekatan budaya dengan sosial. Jadi barang kali dalam ketentuan umumnya kalau bicara soal pendekatan budaya untuk sosial ini, tentu kita kita harus melihat pajak ini dari sisi sebuah kebiasaan atau sebuah sikap yang memang harus dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebetulnya. Nah maka oleh karenanya saya lebih cenderung kalo umpamanya dalam ketentuan pajak ini juga bisa masuk dalam kurikulum-kurikulum sekolah itu loh maksud saya dari mulai SD SMP sampai SMA sehingga pajak ini bukan sesuatu yang menakutkan bukan sesuatu yang harus dihindarkan bukan sesuatu yang harus ditakuti tapi sesuatu memang kesadaran masyarakat kita untuk membayarnya itu yang pertama itu yang ke 2 saya juga kok aga sedikit kegilitik juga kalo ada aturan-aturan yang mengatakan bahwa tidak membayar pajak ini harus dipidana gitu loh pak apakah memang harus dipidana. Seperti di sini saya katakan di buat bahwa sangsi pidana hanya di kenakan pada WP yang menimbulkan pemberian pajak dengan minimal 1 milyar ini salah satunya sanksi-sanksi pidana yang tidak membayar. Padahal ini kan persoalanpersoalan perdata sebetulnya Pak. Persoalan-persoalan dimana orang-orang atau wajib wajib pajak ini harus paham bahwa membayar pajak itu adalah sebuah kewajiban bagi mereka. Kewajiban perdata mereka Pak. Nah kalau dikaitkan dengan pidana tentu kita harus berfikir lagi apakah benar seperti itu ya. Padahal kalau kita bicara soal orang yang tunggakan pajaknya tinggi bukan orang saja tetapi juga institusi ya apakah pemerintah maupun swasta kan ada aturan-aturan kita bisa buat kalau umpamanya dia ada tunggakan satu milyar, dua milyar, dia bisa kita sita hartanya dan kita bisa harta dari perusahaan ataupun kalau ada tunggakan-tunggakan yang muncul RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
22
seperti itu kita bisa cabut izin usaha dan lain sebagainya tetapi tidak harus mendera badan dalam kaitan dengan hukum pidana di sini. Persoalan perdata diarahkan masuk ke persoalan pidana. Nah ini kan harus kita coba kita sharing lagi dengan pakar-pakar hukum, apakah bisa seperti itu sehingga kita membuat sebuah ketentuan-ketentuan pajak ini lebih smooth ya bukan hanya soal ancam-mengacam gitu loh pak ancaman hukum pidana yang tentunya menurut saya itu kurang baik gitu loh Pak. Kalau ada ancaman yang lain bisa kita lakukan dengan lebih baik, seperti pencabutan izin ya kemudian penyitaan barang dan lain sebagainya barang kali itu lebih manusiawi lah menurut saya. Barangkali itu dari saya Pak, terima kasih. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Makasih Pak. Mungkin cukup komentar dan anggapan dari seluruh anggota komite. Sebelum bapak komentari akhir, ini di segi struktur bab memang masih mungkin tolong di pertimbangkan. Struktur bab jadi bukan di bab mungkin teknis ini struktur-struktur babnya kita itu masih ada supaya nanti dipenyelesain kita itu hal teknis yang dijadikan koreksian pada kita. Misalnya begini itu bab 7 tentang ketentuan khusus. Coba-coba perhatikan ya. Bab 7 itu ketentuan khusus. Biasanya yang terkait dengan ketentuan itu di bab-bab akhir. Nah kenapa di bab 7 jadi ketentuan khusus kemudian sesudah itu baru masuk malah bab 8 ketentuan pidana, bab 9 penyidikan dan justru bab 10 kelembagaanya yang disebut dengan badan itu. Nah karena ini mungkin kelembagaan di belakang kita bicarakan waktu dan sepakati maka dia berada di belakang. Kalau RUU itu Pak dia terstruktur dan tidak merubah ini hanya memutar saja. Jadi ini bisa ditukar bab 7 ketentuan khusus pindah ke belakang kemudian terdorong ke depan bab 7 itu adalah kelembagaan bab pajak kemudian ketentuan pidana, penyidikan, barulah ketentuan khusus. Sebenarnya ini hanya saya tidak mau diskusikan dengan Bapak-Bapak harus ada ketentuan khusus karena ada ketentuan peralihan nah karena ini sudah menjadi kesepakatan bapak sekalian, saya hanya minta tolong buat nanti catatannya dalam diskusi kita di PPUU. Kalau mereka meminta dicabut ini kata ketentuan khusus di PPUU saya pribadi cenderung setuju karena tidak ada dalam satu Undang-Undang ada ketentuan khusus sekalipun memang ada ketentuan umum tapi ketentuan umum domilisi jadi ketentuan umum di depan itu adalah semua definisi kemudian yang dimaksud dengan ketentuan khusus sesungguhnya itulah penjabaran pasal. Penjabaran umum secara umum ada di bab, penjabaran secara sub tema ada di pasal, penyebaran teknis ada di ayat. Begitu sebenarnya dalam struktur-struktur Undang-Undang Pak ya. Kalau kata ketentuan khusus ini satu bab dan setelah saya baca sekilas sebenarnya tidak cukup menjawab juga tapi ndak apaapa karena Bapak ini Bapak sudah selesai, nanti di PPUU kita coba diskusikan untuk sekarang ini tidak ada masalah. Hanya urutan aja barangkali yang perlu diurut silakan. Pak Mahfud atau Pak Win. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Mengenai zakat Pak bisa dilihat di Pasal 4 ayat 3 huruf A angka 1 Undang-Undang PPh atau pelaksananya di PP Nomor 60 tahun 2010, itu jelas sekali mengenai zakat. UndangUndang pasal 4 ayat 3 huruf A angka 1 Undang-Undang PPh. Bidang pelaksanaannya diatur peraturan pemerintah nomor 60 tahun 2010 yaitu tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Jelas kalimat di sini Bapak bisa di PP 60 2010 teknisnya. Itu aja tambahan dari saya, terima kasih.
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
23
PEMBICARA: PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Ya Pak Mahfud silakan. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Secara singkat aja untuk Pak Ayi Hambali mengenai ya sengketa di bidang perpajakan dan lain-lain tadi dipersoalkan menunjukkan ketidakadilan. Oleh karena itu di RUU ini disetarakan, diupayakan disetarakan. Salah satu di Undang-Undang pengadilan pajak itu ada syarat memang bayar dulu tadi. Bayar dulu tapi sudah dianulir di UndangUndang KUP yang kemarin ya. Itu bisa gak bayar itu sudah ada perubahan ya iya. Jadi SKP itu belum final nanti putusan pengadilan yang di anggap final. Kemudian memang UndangUndang Pajak ini kekuatan memaksanya luar biasa. Di situ nanti ada yang namanya penagihan pajak dengan surat paksa itu ada … (tidak jelas terdengar, red) tetapi di RUU ini tadi udah diutamakan bahwa yang diutamakan itu adalah pemenuhan kewajiban pajak, pidananya itu di belakang. Nah kemudian untuk Pak Andi itu sekurang-kurangnya 1 M itu bisa dipidana. Nah yang sekarang KUP yang sekarang itu tidak ada aturan kurang 1 M. Pokoknya sengaja melanggar ketentuan pajak itu pidana. Jadi ini yang dikatakan tadi Pak Budi ini kok ringan gitu. Ini apa kita itu mau mencari kesalahan mau mencalon 1 M itu memang abriliteralluy ya kalau ukuran untuk dengan negara ya salah satu kerjaan untuk pengamanan kewarganegaraan itu baru boleh itu itu tindak pidana kepajakan tapi kalau melanggar misalnya nilepnya di bawah 1M itu nanti penyelesain administrasi saja. Jadi ini yang tadi dipesen oleh Pak Budi tadi kita harus menyeimbangkan antara kepentingan negara, pemerintah, dan masyarakat. Itu Pak ya arahnya apa itu mind set-nya itu ke sana gitu. Kemudian Pak Ketua nanti mengenai struktur sistematika kami akan ini. Kami melihat struktur yang lama itu bagaimana kita ada buyes menyesuaikan sistematika yang lama. Saya kira demikian. PEMBICARA: PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Termasuk pasal 80 itu jangan diisi dulu Pak, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal dikosongkan Pak. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Ya. PEMBICARA: WINARTO SUHENDRO (NARASUMBER) Saya tertarik mengenai pajak kenapa setelah tanya memaksa memang kalau kita kembali ke UUD kita, di pasal 23A katakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Di sini negara lebih tinggi kedudukannya dari masyarakat di sini di Pasal 23A sudah mengamanatkan definisi pajak di KUP bahwa pajak adalah suatu kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memakasa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Jadi juga ada orang yang mengatakan bahwa pajak ini dalam tanda petik seolah-olah perampokan kata rakyat seolah-olah itu dalamnya tanda petik disini tapi memang UUD mengamanatkan bahwa bisa negara bisa memaksakan memungut pajak untuk keperluan negara disini aja memang UUD demikian Pak, makasih. RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
24
PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik Bapak-Bapak Ibu sekalian tepat pukul 12, kurang sedikit tepatnya itu kurang sedikit. Sama juga hitungan pajak ini sudah tepat tapi masih kurang bayar nanti. Jadi RUU kita ini yang akhirnya Insya Allah selesai hari ini kita di tingkat Komite IV adalah 12 Bab, 80 Pasal 12 Bab 80 Pasal. Urutan babnya masih bisa ini hanya hanya soal pertukaran tempat saja. Kemudian di pasal 80 itu selalu begitu. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal titk-titik jangan diisi dulu. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) Maaf tanggalnya jelas 1 Januari tapi tahunnya yang titik-titik karena KUP itu masih berlaku tahun pajak yang Baru. PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Ya tapi itu kan diisi kalau sudah disahkan ya. PEMBICARA: MACHFUD SIDIK (NARASUMBER) PBB, BPHTB Itu bisa 31 Januari PEMBICARA: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (SULSEL) Baik jadi mungkin nanti di situ berlakunya Undang-Undang ini. Saya belum mencoba melihat tapi ini harusnya staf kami yang akan membantu nanti melihat ya, berapa PP yang diamanahkan di sini dan peraturan lebih lanjut itu juga tolong dibuatkan sedikit lagi. Jadi beberapa yang ditindaklanjuti dalam peraturan badan penerimaan pajak artinya peraturan tindak lanjut itu biasanya mestinya kita buat semua dan Pak Machfud dengan Pak Win dan teman teman di tim ahli, saya minta izin nanti, sesuai kaidah penulisan perundangan kita itu tidak bisa lagi kita cantumkan kata draft di atas ya bahwa ini sudah menjadi hukum aturan kita bahwa ini adalah produk hukum apabila disahkan oleh paripurna malah dia menjadi terbuka tapi pada saat pembahasan seperti ini saya sependapat dengan Bapak ini adalah ya saya paham sebenarnya maksud Bapak supaya jangan dijadikan dikutip sebelum kita sepaham betul-betul karena tentu pertanggungjawabannya dipikirkan. Baik jadi Bu Reni Sekretariat saya minta tolong diurut penulisan ulang ini bukan penulisan, format-formatnya supaya teman-teman di PPUU biar tahu bahwa Komite IV sangat paham juga dengan tata cara penulisan perundang-undangan ya. Jadi jangan ada kalimat di atas masih ada kata draft. Saya kira cukup Bapak sekalian, saya atas nama komite IV Pak Mahfud tak henti-hentinya menyampaikan terima kasih kepada Bapak tapi belum selesai Pak belum selesai Pak, Insya Allah nanti Bu Reni akan konsultasi dengan Bapak soal finalisasi tanggal 24 sampai tanggal 28 itu, 24 sampai 26 karena di sana yang sudah punya acara adalah PPUU bukan lagi Komite IV. Komite IV diundang untuk menyampaikan ini dengan dukungan staf ahli penyusun. Nah karena itu Komite IV sangat berharap Pak Machfud dan tim tapi tim itulah nanti disepakati dengan staf Komite IV sesuai dengan aturan yang dibuat oleh PPUU. Jadi kami juga harus ikut di PPUU sana dan begitu pun Bapak Ibu Anggota Komite IV yang nanti masuk dalam tim di finalisasi 24-26 seperti tim yang lalu itu yang ini kan masih rangkaian dari tim kunjungan kita yang lalu pembahasannya gitu. Kalau ada teman-teman tidak ikut di sana itu kaitan dengan alokasi oleh PPUU tapi kalau ada teman yang tidak ikut, yang mestinya ikut baru tidak ikut kita akan gantikan posisinya. Koordinator RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
25
hariannya sebenarnya ini Pak Haripinto, memang begitu Pak. Jadi koordinator harian penyusun ini Pak Haripinto, mohon maaf saya harus kemukakan di forum ini, yang tadinya Pak Fabian tapi karena Pak Fabian punya kesibukan lain di PURT, di dapilnya maka pada saat itu Komite IV, ini Komite IV hanya kan tidak dibuka ini notulen. Komite IV menugaskan Pak Haripinto bukan mengambil alih tapi melanjutkan dengan sampai kepada SR-nya waktu itu namun surat keputusan ya. Baik jadi nanti juga dalam finalisasi ini Pak Haripinto 24-26 ya. Di Wakil Ketua di pimpinan komite itu sebenarnya Pak Budi atau Pak Ghazali? Oh Pak Ghazali ya. Nah ini Pak Ghazali sebenarnya karena yang akan kita jaga ini urusan zakat. Baik atas nama Komite IV sekali lagi Pak Machfud dan teman teman makasih banyak atas kerja-kerja kerasnya selama ini. Apa yang kita rancang di komite 4 ini menandakan kita kerja terus, kerja serius dan ini secara tanggal 24-26 mudah-mudahan tidak ada perubahan di PPUU, kita akan bertemu lagi di sana dalam rangka finalisasi. Kepada semua anggota Komite IV makasih banyak untuk session siang ini kita kembali bertemu pukul 13.30 tepat dalam RDP ke-2. Yang diundang untuk ikut rapat di Panmus menyesuaikan karena yang di Panmus itu kan hanya Ketua-Ketua yang diundang tapi temanteman yang lain, saya nanti dengan Pak Budi akan berbagi tugas karena saya akan mewakili Komite IV di Panmus. Saya tutup session ini dengan mengucapkan Alhamdulillahirrabilalamin. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang. Selamat istirahat, satu setengah jam kurang lebih. RAPAT DITUTUP PUKUL 12.00 WIB
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI MS III TS 2015-2016 SENIN, 15 FEBRUARI 2016
26