Nomor : RISALAHDPD/KMT.IV-RDPU/I/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -----------
RISALAH RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
I.
KETERANGAN
1. 2. 3.
Hari Tanggal Waktu
: : :
Senin 30 Januari 2017 14.25 WIB - 16.10 WIB
4. 5.
Tempat Pimpinan Rapat
: :
R. Sidang 2B 1. Dr. H. Ajiep Padindang, SE., MM (Ketua) 2. Drs. H. Ghazali Abbas Adan (Wakil Ketua) 3. Drs. H. A. Budiono, M.Ed (Wakil Ketua)
6.
Sekretaris Rapat
:
7.
Acara
:
8. 9.
Hadir Tidak hadir
: :
Pembahasan RUU Pengelolaan Kekayaan Daerah dengan narasumber: - Maret Priyatna, SH., MH. - Drs. Pardiman, M. Si. - Dr. Siswo Sujanto, DEA., dan - Drs. Susiadi Prayitno, CESS. Orang Orang
II. JALANNYA RAPAT :
RAPAT DIBUKA PUKUL 14:25 WIB
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Ini supaya seimbang kiri kanan kan jadi. Baik dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim rapat dengar pendapat komite IV dengan narasumber yang berkait dengan rencana penyusunan RUU kekayaan negara dan daerah dinyatakan kita buka. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam selamat sore. Salam sejahtera untuk kita sekalian. Alhamdulillah wasyukurillah kita bersyukur karena agenda kedua hari ini komite IV, yaitu kita akan brain storming atau curah pendapat awal terhadap rencana kegiatan komite IV berkait dengan penyusunan RUU kekayaan negara dan daerah. Kita laksanakan hari ini dan saya selaku pimpinan menyampaikan terima kasih, pertama kepada narasumber kita yaitu bapak Drs. Pardiman, M.SI. Saya pikir kalau Pak Pardiman sudah akrab dengan kita, sudah sering selalu terutama ditahun 2016 bersama kita dalam penyusunan RUU tentang penilai kuasa. Yang saya hormati, Bapak Drs. Susiadi Prayitno, ini Pak Susi baru barangkali bersama kita di Komite IV, beliau mantan Direktur Pengelolaan kekayaan negara dan sistem informasi DJKN Kementerian Keuangan nanti sebentar kita akan minta beliau memperkenalkan sedikit tentang dirinya supaya lebih akrab lebih dikenal oleh teman-teman di Komite IV. Bapak-bapak Ibu anggota komite IV yang sama saya hormati, staf ahli komite IV, dan hadirin sekalian, agenda kita hari ini sebenarnya sifatnya pengenalan awal kepada narasumber yang nantinya kita harapkan narasumber ini jika berkesempatan dan ada kesepahaman-kesepahaman dengan Komite IV khususnya dengan sekretariat Komite IV. Kita harapkan menjadi tim ahli penyusunan RUU Kekayaan Negara dan Daerah. Dalam prolegnas yang disepakati pemerintah DPR dan DPD 2014/2019 RUU Kekayaan Negara masuk dalam daftar yang disebut dengan long list prolegnas nasional ya, tapi belum masuk dalam prioritas tahunan, yang ada di sana adalah RUU Kekayaan Negara Komite IV yang mencoba mengembangkan gagasan pikiran dan sekaligus kemudian akan menjadikan sebagai suatu usulan menggabungkan atau menyebutkan antara RUU Kekayaan Negara dan Daerah, karena pada praktiknya selama ini kekayaan negara dan kekayaan daerah sudah sangat terpisah, baik secara regulasi maupun penguasaan, bahkan dengan kewenangan yang sangat jelas masing-masing. Oleh karena itu pada sore ini siang ini, 2 narasumber kita yang mestinya 4 tetapi 2 belum sempat mungkin, mungkin juga bisa menyusul. Tadinya kita harapkan ada bapak Dr. Siswo Suyanto, ahli hukum di keuangan negara kemudian Pak Maret Prianta, ini dulu sudah pernah juga bersama kita di RUU sistem perencanaan pembangunan. Karena baru 2 hadir dan 2 ini juga sudah cukup untuk sharing sore ini ini belum diskusi seriusnya sekali Pak Pardiman, jadi ini sifatnya pengenalan awal dari bapak-bapak narasumber kepada kami, dan mungkin juga kami nanti para anggota Komite IV juga akan memberikan gambaran-gambaran awal pemikirannya, sehingga dari situ kita bisa saling memahami atau saling mendalami, bahwa inilah aspek-aspek yang terkait dengan pengelolaan kekayaan negara dan daerah. Apalagi kita sadari betul bahwa setelah 70 tahun Indonesia merdeka, 70 tahun kemudian, 71 tahun Indonesia Merdeka secara spesifik kayaknya belum ada Undang-undang yang mengatur kekayaan negara. Bahkan yang RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
1
mengatur pengelolaan keuangan negara itupun setelah masa reformasi atau setelah tahun 2003. Ya jadi paket Undang-undang di bidang pengelolaan keuangan adalah nanti di tahun 2003 2004. Sebelumnya kita menggunakan banyak regulasi yang ditransformasikan dari zaman penjajahan ke zaman kemerdekaan. Pengeloaan kekayaan negara dan daerah ini amat penting dan Pak Susiadi kami adalah wakil-wakil daerah, representasi dari perwakilan daerah sehingga anggota Dewan Perwakilan Daerah mau tidak mau akan senantiasa akan selalu bicara pada tatanan kepentingan daerah di balik kepentingan atau di dalam kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya tidak perkenalkan satu-satu anggota Komite IV. Nanti selanjutnya kita kan seling berkenalan dalam diskusi ataupun di kesempatan lain atau pada saat diskusi sebentar. Sekali lagi karena Pak Pardiman itu sudah akrab dengan kita, maka saya ingin mendahulukan pak Susiadi. Saya mohon maaf kalau penyebutannya Pak Susiadi atau sudah betul Pak sudah betul? Baik Bapak Susiadi saya persilakan mungkin sepuluh sampai 15 menit baik perkenalan pribadi maupun mungkin dengan pengenalan terhadap substansi yang kita akan bahas ke depan. Dengan hormat saya persilakan. PEMBICARA: Drs. SUSIADI PRAYITNO, CESS (NARASUMBER) Yang terhormat Bapak Ketua Komisi Komite IV dan Bapak wakilnya Bapak bapakIbu-ibu anggota Komite IV serta para tenaga ahli Bapak-ibu sekalian, dan para hadirin yang hadir pada kesempatan saat ini. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semuanya. Betul apa yang disampaikan oleh Bapak Ketua tadi, bahwa kami karena belum baru pertama kali hadir di tengah-tengah Bapak memenuhi undangan dari Komite IV jadi kami perlu memperkenalkan diri secara pribadi nama saya sudah disebutkan tadi Bapak Susiadi Prayitno kami bersama dengan Pak Pardiman. Sebetulnya kami dari Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan kami saat ini sudah pensiun tahun 2012 kemarin. Jadi sudah cukup lama Pak saya tidak berkecimpung di dalam apa ya memikirkan apa ini tugas-tugas negara yang dilimpahkan kepada kami. Apalagi yang berat-berat begitu, sudah kami tinggalkan sebetulnya dan kami di Jogja Pak domisili itu sudah jadi petani Pak saya jadi saya itu menanam padi, memelihara ikan jadi yang sebagainya itu untuk hiburan saya, setelah masa pensiun jadi biar awet muda dan nggak cepet pikun begitu Pak. Nah ya, termasuk Pak karena yaitu kekayaan alam yang saya kelola itu, betul sekali Pak. Nah kami sudah pensiun dan nah kebetulan kemarin sebetulnya pada hari Kamis atau Jumat mendapat SMS dari Ibu Reni itu juga agak, agak terkejut juga, ada surprise lho ini ada to, kok terus ya sudah saya calling-calling dengan Pak Pardiman, ooo ternyata dari DPD ini komite IV ini akan menyusun rencana Undang-undang kekayaan negara. Wa ya terus saya ngobrol dengan Pak Pardiman gimana Pak Pardiman saya ini sebetulnya ya sudah cukup lama tidak memikirkan lagi hal-hal seperti itu. Bahkan, karena gini Pak waktu kita masih aktif sejak tahun 2004 2005 dan ke mari itu. Terus terang ya kami pada kesempatan ini kami kami harus mengatakan artinya secara jujur juga, apa yang sudah kita lakukan selama terkait dengan masalah kekayaan negara. Jadi memang kami dulu sejak tahun 2003, itu susah kita mulai merintis rencana RUU PKN. Nah ketika itu masih kita di Direktorat Jenderal Anggaran di Direktorat Jenderal Anggaran Pak. Lantas dalam perjalanannya kemudian Direktorat Jenderal Anggaran itu di-split menjadi menjadi anggaran dan pendanaan di mana di situ ada direktorat pengelolaan barang milik kekayaan Negara itu di Dirjen, di Direktorat Jenderal perbendaharan dan itu satu direktorat waktu itu .Nah dalam perkembangannya, direktorat PBMKN itu di merg di-merger dengan di DJPLN yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sampai sekarang itu tahun 2006. RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
2
Nah terus kami sebagai embrio dari pada pengelolaan kekayaan negara itu dengan Pak Pardiman itu masuk di Direktorat Jendral Kekayaan Negara itu jadi demikian ceritanya. Termasuk draft-draft yang kita sudah buat sejak tahun 2003 2004 itu kami bawa ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, karena yang akan meneruskan mengenai pengelolaan kekayaan negera itu adalah di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Nah jadi kami apa yang kami dengan tim waktu itu ya, mungkin timnya yang tersisa ya kami dengan Pak Pardiman ini yang mengawal terus ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Jadi dalam perjalanannya teman-teman yang lain itu ya sudah ada yang pensiun dimutasi ke anggaran ke direktorat Jenderal yang lainnya, sehingga yang ikut mengawal sampai saat ini sampai saat kita pensiun itu saya dengan Pak Pardiman, Pak. Jadi saya sepakat dengan Pak Pardiman bahwa walaupun nanti kita juga mungkin beraudiensi dengan teman-teman kami di JKKN, tapi tetap kita karena waktu itu juga kami sudah ikut menggeluti, ikut memproses kalau draft-fraft atau pun konsep-konsep pemikiran daripada RUU BKN ini. Sehingga kami pun kalau diminta sekarang ini kami juga akan berpikir, hati pun apa yang kita punya apa yang dalam benak dan pikiran kita yang selama ini kita punya tentunya, akan kita sumbangsihkan kepada terciptanya, terbentuknya RUU BKN di Komisi IV ini, Pak Komite IV ini Pak. Jadi itu sekelumit mengenai latar belakang saya dan kami betul, terakhir kami menjabat direktur BKNSI di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan kami pensiun di tahun 2012, dan ya hampir sama dengan Pak Pardiman, dan ternyata ya kita dengan Pak Pardiman ini, saya dengan Pak Pardiman ini sudah nasibnya disudah berpisah berbeda, Pak Pardiman masih berlanjut menggeluti yang apa ya sifatnya masih kaitannya dengan kedinasan begitu, sedangkan saya tidak. Saya itu sudah pensiun betul-betul pensiun menikmati hari tua dengan menyalurkan hobi. Nah tapi mungkin Pak Parjiman juga hobinya ngajar jadi ya sudah menyalurkan juga cuma beda bidang aja. Nah dalam perkembangannya ya sudah seperti itu dan kami ya diminta untuk duduk di dalam tim ini ya kami sangat terhormat merasa terhormat, Pak untuk diminta dari Komisi IV ini untuk duduk di dalam tim ini, jadi kami mudah-mudahan ya apa yang kami sampaikan itu bermanfaat. Andaikata apa yang ada di benak kami itu merasa bisa dimanfaatkan oleh Komisi IV untuk menyusun RUU BKN, ya kami siap untuk membantunya Pak. Pada temanteman di sini Bapak-ibu sekalian yang nantinya akan mengolah secara rampung RUU BKN ini dan kami hanya nanti membantu secara teknisnya bagaimana begitu saja, apa pun itu pun mungkin masih banyak kekurangan-kekurangan yang kami punyai dan tentunya nanti bisa saling melengkapi dari tenaga-tenaga ahli yang lain, yang mungkin bisa sharing di dalam diskusi-diskusi berikutnya. Baik demikian sekelumit tentang diri kami Ibu-ibu Bapak Ketua dan selanjutnya kami ingin menyampaikan apa yang ingin kami paparkan terkait dengan rencana RUUPKN. Jadi tadi perkenalan sebentar, dan kami ingin sampaikan bahwa, ini di dalam caption dalam slide ini kami mencoba tim waktu itu meringkas daripada lingkup daripada pengelolaan kekayaan negara Pak. Jadi mungkin saya langsung saja kan tidak begitu kelihatan. Sambil duduk saja tidak apa-apa ya Pak ya. Iya di dalam caption yang kami tayangkan ini pak jadi ini merupakan satu alur pikir daripada pengelolaan kekayaan negara di mana secara garis besar kekayaan negara itu kita bedakan menjadi 2 dua, yaitu barang milik kekayaan negara yang dimiliki oleh negara itu domain privat dan kekayaan negara yang kuasai oleh negara ya itu domain publik. Kita akan bicara terlebih dahulu mengenail barang milik negara atau daerah yang dimiliki oleh negara atau pemerintah Pak. Di sini kami tayangkan bahwa barang milik kekayaan barang milik negara atau yg dikuasai dimiliki oleh pemerintah ini adalah bentuknya bisa yang dipisahkan secara fisik, barang milik negara dan daerah, dan non fisik. Jadi yang secara intangible dan barang yang tangible itu barang yg dimiliki oleh pemerintah ataupun negara, sedangkan perolehannya yaitu bisa dengan cara melalui APBN mau pun perolehan lain yang sah. Bentuknya tadi yaitu yang dipisahkan, yaitu dan yang kedua yang RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
3
yang dipisahkan secara finansial yaitu investasi pemerintah. Kalau yang pertama tadi secara fisik ya, BMN dan BMD, dan walaupun yang tangible maupun intangible. Terus dasar pemilikannya tadi adalah perolehan atas beban APBN juga perolehan lain yang sah. Jadi perolehan APBN dan APBD ini jelas bahwa memakai dana-dana pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk memperoleh barang milik kekayaan negara ini, sedangkan perolehan lain-lain yang sah itu melalui kerjasama pemanfaatan aset-aset milik pemerintah tadi, terus mungkin juga melalui kontrak kerjasama, terus melalui pemindahtanganan dan lain sebagainya. Nah aset-aset tersebut dalam pengelolaannya itu merupakan representasi dari Pasal 23 Undang-undang Dasar 45. Jadi barang milik negara ini Pak yang dimiliki oleh pemerintah ini adalah dasar pengelolaannya berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Dasar 45. Dalam prestige-nya sekarang sudah berjalan itu Pak. Jadi dengan kelengkapan peraturan perundangannya PP, Peraturan Pemerintahan nomor 6 dan turunannya, PMK-PMK itu sudah menjadi dasar pengelolaan aset-aset barang milik negara, hingga saat ini. Jadi inilah yang aset barang milik negara yang mengacu kepada Pasal 23 Undang-undang Dasar 45. Di bawah juga kami cantumkan dasar pengaturannya yaitu Undang-undang keuangan negara, Undangundang perbendaharaan negara, dan Undang-undang BUMN. Di samping paling kiri itu adalah lingkup pengelolaan barang milik negara dan daerah itu ada beberapa yaitu ramah perencanaan kebutuhannya dan penganggaran, yang kedua pengadaan, ketiga penggunaan, ke empat pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Inilah lingkup pengelolaan barang milik negara dan daerah yang mengacu kepada Undang-undang perbendaharaan Pasal 41 sampai dengan Pasal 49 PP nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara dan daerah. Itu tadi yang terkait dengan barang milik negara yang diamanatkankan oleh Undangundang Dasar 1945 yaitu Pasal 23, Pasal 23 Undang-undang Dasar 45. Di awal tadi saya katakan ada dua kelompok aset kekayaan negara yaitu kekayaan negara yang dikuasai oleh negara, yaitu kekayaan negara yg dikuasai oleh negara, boleh dikatakan di sini domain publik. Nah kekayaan negara yang dikuasai oleh negara ini bisa dalam bentuk bumi, air, udara, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Kekayaan negara ini boleh dikatakan juga yang potensial, maupun yang masih di dalam apa ya, di dalam yang dieksploitir itu masih di dalam bumi ataupun di dalam permukaan air di bawah permukaan air yang belum dieksploitir yaitu merupakan kekayaan negara potensial. Nah dasar penguasannya adalah Pasal 33 butir 3, yaitu pada Undang-undang Dasar 45. Jadi kalau tadi itu Pasal 23 UndangUndang dasar 45 itu untuk BUMN dan BUMN dan BUMD, sedangkan untuk pasal 33 butir 3Undang-Undang Dasar 45 adalah merupakan presentasi dari Undang-undang penguasaan kekayaan negara. Penguasaan oleh negara dalam rangka mengatur penyediaan nya peruntukan untuk penggunaan, dan ini sampai dengan saat ini sudah kira-kira ada 100 lebih Undang-undang sektoral yang mengatur tentang pemanfaatandan penggunaan daripada kekayaan negara ini Pak. Jadi sekarang ini yang sudah berlaku adalah Undang-undang sektoral misalnya dalam Undang-undang agrarian, Undang-undang perikanan, Undangundang kelautan, Undang-undang bahkan juga lingkungan hidup itu sudah ada Undangundangnya untuk Undang-undang sektoral tersebut. Sedangkan lingkup pengaturan daripada RUU PKN itu ya itu pertama ini ruang lingkup kekayaan negara ini adalah kami sudah melangkah lebih jauh pak andaikata nanti itu dalam pengaturan di dalam draft RUU-nya. Jadi ini sebenarnya kami sudah melangkah agak ke depan sedikit itu ruang lingkup pada pengaturan RUU PKN yang ke depannya itu ya. Ada ruang lingkup, ada kelembagaan, ada lingkup pengelolaan, antara lain inventarisasi kekayaan negara, perencanaan, penguasaan, pelaksanaan dan pengusahaan pengawasan, dan pengendalian pelaporan dan pertanggungjawaban. Nah di bawah, itu ada sinkronisasi aspek RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
4
fiscal, fisik, dan pelestarian lingkungan. Ini maksudnya begini Pak, Jadi sekarang ini kita sudah sama-sama mengetahui bahwa sudah ada Undang-undang sektoral yang sudah berlaku. Tetapi di mana kita juga tahu bahwa Undang-undang sektoral yang sekarang berlaku, itu masih banyak hal yang masih perlu harus ditinjau kembali, karena mungkin juga apa yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 45 Pasal 33 bahwa kekayaan alam itu untuk kemakmuran sebesar besarnya rakyat Indonesia, ini belum terealisasi di dalamuUndangundang sektoral. Nah terus juga masalah fiskal, masalah sharing-nya bagaimana hasil dari pada pengelolaan kekayaan negera ini, manfaatnya kepada negara apakah sudah optimal atau belum, sudah maksimal atau belum, nah ini yang perlu barangkali Undang-undang yang akan kita buat akan kita terbitkan ini perlu mengatur ya hal-hal yang tidak yang perlu kita sinkron kan, yang belum sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-undang Dasar 45. Maka dari itu Undang-Undang yang akan kita buat ini bukan meniadakan atau bukan mengambil alih Undang-undang sektoral yang sudah ya tetapi adalah mensinkronkan. Mohon maaf bapak ibu sekalian kami ulang lagi bahwa Undang-undang Kekayaan Negara yang kita akan konsep, ini sifatnya adalah sinkronisasi Undang-undang sektoral yang sudah ada, bukan meniadakan bukan mengambil alih fungsi atau peranan daripada Undang-undang yang sudah tidak. Jadi ini mensinkronkan, nah nanti di dalam tubuhnya nanti di dalam tubuh pasal-pasal nya itu akan diatur mengatur mengenai bagaimana mensinkronkan itu baik sisi fiskalnya, baik fisiknya, dan pelestarian lingkungannya, itu intinya yang saya rasa yang paling penting di dalam undang esensinya adalah sinkronisasi. Karena kemarin juga ketika kita uji materi ke beberapa kementrian, itu ini hal yang sangat rentan untuk di-chalenge. Jadi mereka berpikiran bahwa ini mengambilalih peran daripada fungsi dari pada undang-undang sectoral. Padahal tidak sama sekali. Jadi sifatnya memang betul-betul sebagai sinkronisasi dan satu hal lagi, bahwa di dalam TAP MPR nomor 7 kalau tidak salah ya, maaf kalau salah itu sudah mengamanatkan tidak ada referensi ataupun mengenai undang-undang payung, sehingga ini juga bukan undang-undang pokok undang-undang payung yang akan memayungi undangundang sektoral tadi. Jadi betul-betul bahwa ini merupakan sinkronisasi dari pada undangundang sektoral yang sudah ada. Jadi jangan sampai nanti, instansi pemerintah terkait dengan masalah pengelolaan kekayaan negara itu merasa, domainnya merasa ini ya terambil dari undang-undang ini padahal mereka sudah menjalankan undang-undang sektoral hingga saat ini Pak. Baik pengelolaan eksploitasinya, hanya memang banyak hal yang perlu disempurnakan barangkali, dan ini juga sebetulnya TAP MPR Nomor 9 itu mengamanatkan, walaupun itu sudah tidak berlaku lagi di dalam referensi untuk pembuatan satu undang-undang, TAP MPR itu tetapi rohnya rohnya itu mestinya kita ambil ,termasuk juga amanatnya kepada pemerintah agar melakukan re ini kembali, pengkajian kembali terhadap undang-undang sektoral ini itu, itu barangkali anunya. Jadi kita tidak mengacu kepada tidak mereferensi undang apa TAP-nya tapi kita mengambil rohnya di dalam nanti di dalam apa membuat satu undang-undang ini. Nah di situlah Pak, jadi ya intinya yang ingin kami tekankan bahwa Undang-Undang RUU Ketahanan Negara yang akan kita siapkan ini adalah undang-undang yang sifatnya adalah mensinkronkan undang-undang yang sudah ada, dan inilah secara garis besar nantinya tentu ini masih banyak sekali hal-hal yang teknis, dan juga nanti banyak sekali yang perlu kita kritisi, kita diskusikan, itu untuk bisa kita buat di dalam undang-undang masuk dalam pasal-pasal begitu, sehingga tujuan tentunya sesuai dengan amanat pada Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 itu tujuan dari pada Undang-undang Dasar eh UndangUndang Pengelola Kekayaan Negara ini adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mungkin demikian Pak yang sedikit yang bisa kami sampaikan. Terima kasih atas waktu yang diberikan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
5
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik, Terima kasih Pak Susyadi. Kalau seseorang pernah bergelut dan berkecimpung habis di situ begitu dipancing sedikit langsung keluar semua ilmunya. Tetapi saya berharap siang ini jangan dulu dikeluarkan semua Pak. Nantilah kemudian kita kembangkan di waktu-waktu lain. Saya pikir memang pada saatnya banyak hal yang bisa kita nanti peroleh dari Pak Susiadi. Selanjutnya saya persilakan Pak Pardiman untuk juga memberikan sedikit gambaran awal kira-kira. termasuk kesiapan dan hal-hal yang mungkin perlu lebih awal kita sepahami kaitan dengan pemikiran untuk RUU Kekayaan Negara dan Daerah ini. Jadi sekali lagi saya selalu katakan Kekayaan Negara dan Daerah. Jadi kalau dulu PKN ini PKND, kenapa juga itu karena di DPD juga sudah pernah dikaji RUU Kekayaan Negara Pak Pardiman juga pernah memimpin tim untuk itu ya dan seterusnya. Silakan Pak Pardiman. PEMBICARA: DRS. PARDIMAN, M.Si (NARASUMBER) Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera buat kita semua. Yang kami hormati Bapak Ketua dan Wakil Ketua Komite IV, Bapak-ibu anggota Komite IV dan staf ahli. Bapak-ibu serta hadirin yang kami hormati terus terang saya merasa tersanjung bahwa mendapat kesempatan ulang untuk ikut berpartisipasi, karena itulah ingin, memang ingin apa yang saya punya itu kalau bisa bermanfaat untuk negara. Walaupun saya sudah pensiun begitu. Satu hal yang barangkali ingin kami sampaikan adalah kalau tadi masalah pola piker, mungkin bagi kami yang ingin kami sampaikan adalah bahwa rencana tentang penyusunan naskah akademik RUU PKND kami singkat saja jadi KN Negara dan Daerah itu sekali pun memang sudah pernah dibuat, tetapi kami menyadari belumlah, belum tentu itu sempurna dalam konteks yang sekarang, karena terus terang saja Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati bahwa tadi Pak Susiadi sampai tahun kami kebetulan dari tahun 2005 sampai 2011 kebetulan sebagai Ketua Timnya. Jadi mungkin kami memang sudah punya naskah akademik juga tentang Rancangan Undang-undang tapi itu kan kekayaan negara, dan yang ada pada saat itu. Saat sekarang misalnya berkembang bahwa isu daerah ingin, saya pikir itu langkah bagus juga karena kami menyadari juga apa yang disampaikan Pak Susiadi itu pada awal-awal di 2005 Pak, pada saat kami 2008 itu berkembang tidak seperti itu saja. Jadi bukan hanya domain publik saja, tetapi ternyata domain privat juga menjadi hal yang penting. Kenapa demikian? Karena untuk barang milik negara dan daerah yang saat ini ada legacy-nya itu baru pada saat dengan PP, peraturan pemerintah. Nah itupun juga belum seluruhnya meng-cover beberapa hal, yang buktinya adalah dari BPK sendiri menanyakan bagaimana dengan …? Binatang apa misalnya seperti itu. Nah kami menyadari bahwa itu memang ada beberapa yang mungkin konteksnya perlu di apakah disempurnakan atau diperbaiki termasuk dengan term yang digunakan. Misalnya tidak konsistennya di dalam Undang-undang Keuangan Negara dan Undangundang Perbendaharaan masih ada yang penyertaan modal negara tapi di lain sisi penyertaan modal pemerintah pusat. Jadi barangkali itu memang menurut kami memang ada beberapa yang perlu di-cover. Nanti terserah dari Pak Ketua, apakah lingkupnya nanti akan domain publik dan domain privat, baik itu pusat dan daerah atau pun mungkin oke kit, kita batasi saja pada sumber daya, tapi kami masih melihat memang suatu contoh misalnya untuk lingkup barang milik negara dan daerah saja hubungan antara BUMN dan BUMD ini juga mungkin perlu barangkali dalam perkembangan, perlu ditingkatkan. Mungkin tidak hanya dengan PP RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
6
tetapi kenapa nggak sekalian dengan menjadi undang-undang? Dengan demikian itu akan mengikat dan kita ada kesempatan untuk memperbaiki. Yang kedua termasuk juga kekayaan yang domain privat, tapi yang dipisahkan. Bukankah sudah ada Undang-Undang 19/2004 tentang BUMN misalnya dan Undang-undang Perseroan Terbatas Betul, tetapi di dalam beberapa hal kita sendiri sering dihadapkan pada kesulitan Fakta mengatakan bahwa Undang-undang 17/2003 tentang keuangan negara itu masih menyebutkan term bahwa kekayaan negara dipisahkan itu adalah uang negara. Sementara di Undang-undang BUMN itu mengatakan tidak. Sekarang siapa yang ini? Nah sebetulnya pintu inilah seharusnya mengambil peran Undang-undang Keuangan Negara dan Daerah itu bisa menjawab pertanyaan, sebetulnya uang BUMN itu uang negara atau bukan? Atau uang BUMD itu uang daerah atau bukan? Karena fakta di lapangan terus terang saja, pengadilan masih mengambil putusan bahwa sekian persen saham itu adalah milik negara, dengan begitu itu adalah uang negara. Nah, mungkin barangkali itu juga perlu. Termasuk kalau misalnya di saya tidak tahu ya di daerah Pak tapi di pemerintah pusat sendiri dengan keberadaan Undang-undang BUMN-BUMN yang berada sekarang kayak seperti di Kementerian Keuangan, ada SNI, ada BII, ada SMF itu juga terus kemudian keberadaan LPS dan sebagainya. Oleh karena itu di dalam perkembangannya memang Undang-undang Pengelolaan Negara, pada saat itu kita desain itu adalah meliputi domain publik dan domain privat Pak. Jadi berkembang dari kalau di 2005 itu hanya ini, tetapi kita bobotnya yang berbeda. Nah, sekarang nanti pada saat akan mengarah ke Rancangan Undang-undang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah itu kirakira bobotnya seperti apa? Nah itu barangkali nanti yang yang perlu kita sepakati, lingkupnya seperti apa, karena dari beberapa uji publik yang kita lakukan di provinsi-provinsi yang kaya akan sumber daya, itu di Aceh pernah kami ke Kaltim, kemudian Riau, dan Papua. Itu banyak misalnya di mana letaknya hak ulayat misalnya. Nah, itu juga juga bagian yang sebetulnya juga ada di sini. Kemudian untuk yang perlu nggak Pak ya kami sampaikan yang masalah kira-kira mungkin kisi-kisi, tetapi apa saya tidak tahu persis apakah ini sekarang atau nanti begitu misalnya untuk pengelolaan kekayaan negara domain publik. Kalau misalnya tidak diperlukan mungkin kami berhenti sampai di sini menunggu mungkin barangkali pertanyaan Bapak. Terima kasih Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Saya tidak persis membatasi tetapi mungkin siapa tahu malah nanti sebentar diskusi baru kita coba lagi Pak Pardiman ya. Terima kasih Bapak Pardiman, Bapak Susiadi yang saya hormati saya pikir kalau pakarnya atau para profesional berbicara soal itu berbicara tentang bidangnya memang kemudian kita menjadi sangat tidak terbatas rasanya ya, luar biasa. Bapak Ibu sekalian, memang perlu nanti kesepahaman-kesepahaman awal, kesepahaman awal ya untuk mendefinisikan definsikan kekayaan negara itu yang mana. Ketika misalnya salah satu saja produk Indonesia, jenis makanan atau apa di Malaysia diklaim dan dipatenkan di Malaysia kita ributnya bukan main. Contoh wayang saja ya, wayang itu misalnya mau dipatenkan di Malaysia kita bisa ribut, padahal apa benar wayang ini miliknya orang Jawa atau miliknya orang India atau milik orang China, kan gitu kira-kira begitu. Itu harus contoh kekayaan yang pernah ribut gitu Pak ya dan apakah itu masuk tangible atau intangible padahal ada barangnya, batik misalnya dan sebagainya. Nah, kira-kira begitu Pak, banyak sekali aspek yang kita bisa pikirkan kedepan dan harus pahami kedepan. RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
7
Saya pikir untuk me-refresh awal dari pertemuan kita hari ini dengan dua narasumber yang sangat kompeten Bapak Ibu saya persilakan untuk juga memberikan pikiran-pikiran awal sehingga nanti Pak Pardiman dan Pak Susiadi bisa, oh, kira-kira begini yang di, jadi saya juga belum bisa menjawab yang bagaimana kira-kira yang di inginkan itu Pak Pardiman ya. Nah, tapi dengan diskusi seperti ini kira-kira teman-teman saya sudah bisa memberikan pikiran-pikiran awal. Pak Sofwat atau Pak John dulu memulai ini? Pak John dulu ya. Oh, Pak Sofwat dulu, oh Pak Sofwat belum Pak karena Pak Sofwat itu melindungi kekayaan negara. Kita ini semua pengguna kekayaan negara, penikmat dan bagian dari kekayaan negara ya. Silakan Pak John PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Sudah ditembak, sebetulnya belum siap. Saya tertarik lingkup kekayaan negara itu. Pemerintah dan negara dua subjek. Di sini pemerintah memiliki dan negara menguasai, itu Pasal 33 itu Bapak, tidak salah soal itu. Nah, kalau dikaitkan dengan itu maka dalam pandangan saya hak menguasai itu bukan meguasai lantas memiliki tapi mengatur peruntukan pemanfaatan kekayaan negara itu dengan baik. Kita dalam diskusi-diskusi setahun lalu itu dirusak saraf kita mengenai apakah kekayaan negara yang dipisahkan di BUMN itu, ya pernah diskusi soal itu Pak ya, lalu tidak menjadi swasta dan negara tidak lagi, kalau ada korupsi berarti yaitu ya swasta yang melakukan korupsi itu lalu seolah-olah negara itu lepas tangan soal itu, itu yang pertama. Yang kedua, kalau memang negara menguasai dan pemerintah memiliki ya dan ada pernah terlontar itu tax amnesty itu mau dibagi ke BUMN-BUMN selain ya BUMN banyak bank-bank pemerintah ya dan BUMN-BUMN yang lain dan saya ragu soal itu. Sungguh saya ragu soal itu ya. Dalam perspektif tax amnesty itu pajak yang di bayar kemudian itu lalu dia menjadi pemasukan bagi negara, apakah itu kekayaan negara? Saya tolong diberikan pencerahan soal itu dan kalau boleh dalam lingkup pengaturan RUU PKN itu saya mengusulkan bahwa selain lingkup kekayaan negara terbersit di situ ada lingkup penguasaan negara atas kekayaan itu. Memang sudah ada di nomor 3 Pak, dilingkup pengelolaan itu. Yang pertama inventarisasi, yang kedua perencanaan, dan yang ketiga penguasaan, apakah yang saya maksudkan dengan penguasaan negara itu penguasaan dalam pengelolaan? Mohon saya diberikan pemahaman soal itu supaya saya tidak keliru. Ya bahwa dia berujung pada, di-ending poin ini sinkronisasi aspek-aspek fiskal fisik dan pelestarian lingkungan saya kira betul dan sebetulnya ini sebuah undang-undang yang memang alur pikirnya bagi saya cukup baik, cukup baik Pak Ketua ya. Jadi dia menyinkronisasikan, sinkronisasi norma-norma itu memang supaya satu dan satu lembaga dan lembaga negara yang lain mempunyai tafsir yang sama terhadap norma itu tidak justru saling bertentangan. Misalnya tadi pagi kita RDP mengenai Undang-Undang, Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan itu tadi jelaskan bahwa kalau soal perpajakan itu BI tidak akan masuk, ya itu kata narasumber, tetapi saya mengatakan tidak masalah, tidak masalah karena memang kalau normanya sama itu juga bagus, kalau norma berbeda itu ya juga berbahaya. Nah, yang terakhir kedaulatan yang diberikan negara oleh Undang-Undang Dasar 1945 itu berujung pada kemakmuran rakyat memang. Tolong dikaitkan dengan Pasal 33 Ayat yang ke (5) kalau tidak salah ya, tolong diberikan tafsir baru karena ini hal yang baru, Ayat (4) atau Ayat (5) saya lupa. Efisiensi yang berkeadilan itu apakah karena memang-memang kaum konservatif mengatakan bahwa kalau kekayaan negara itu untuk kemakmuran rakyat dia tidak boleh ada frase efisiensi ya. Frasenya seperti semula saja kembali kepada Pasal 33 yang awal tidak perlu dimasukan ayat baru ya bisa misalnya bumi, air, kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, bla-bla ya, lalu dibawah itu pengelolaan itu RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
8
yang efisiensi, berkeadilan. Pada waktu pasal itu dibahas, Pak Ketua, kaum konservatif tidak menerima efisiensi itu, tidak mau, jadi seperti sekarang efisiensi ini. Kasus Freeport, kasus Blok Masela dan kasus macam-macam itu. Nah, tolong diberikan kepada kami, apakah harus dipisahkan dalam undang-undang yang baru itu atau jangan menggunakan efisiensi yang berkeadilan tetapi betul-betul dalam rangka keadilan dan kemakmuran rakyat atau sebesar-besarnya kemakmuran rakyat? Terima kasih Pak Ketua. Saya belum punya pikiran lain karena satu minggu saya berpisah dengan Pak Ketua, saya urus yang lain. Baru saya ada waktu yang cukup panjang saya harus datang lagi di Komite IV, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik. Terima kasih Pak John tapi dengan agak kaget tapi sudah cukup memberikan kontribusi pemikiran. Dipikiran saya tadi ingin melihat dari aspek hukum tata negara, antara kekayaan negara, penguasaan pemerintah. Jadi negara dan pemerintah memang, disitu saya mau lihat negara atau pemerintah sehingga apakah RUU Kekayaan Negara atau Kekayaan Pemerintah, kan begitu. Pak Rugas silakan. PEMBICARA: Dr. Pdt. TENGAH)
RUGAS BINTI, BD., M.Div., D.Min. (KALIMANTAN
Terima kasih Pimpinan, narasumber dan teman-teman yang saya hormati. Saya ingin sedikit mengomentari sinkronisasi Pak tadi ya Bapak tekankan. Dari beberapa perundang-undangan yang ada, pengalaman dengan Undang-Undang Desa misalnya, di lapisan masyarakat di desa-desa itu Pak kesulitan karena bebarapa kementerian itu punya undang-undang yang mengatur desa. Ada dari kemendagri, ada keuangan, ada kementerian desa, dan seterusnya sampai kepada keturun-turunnya. Nah, orang-orang di desa inikan, apalagi dikaitkan dengan Undang-Undang Kekayaan Daerah ini susah mengerti Pak, pertentangan kalau ada konflik kepentingan antar undang-undang itu mana yang harus diikuti makanya ada tuntutan untuk Undang-Undang Desa itu kalau ada petunjuk-petunjuk teknisnya untuk pelaporannya, pertanggungjawabannya, untuk perencanaan agar disederhanakan katanya. Tuntutan itu kalau melihat logika berpikir masyarakat seperti ini, kalau hanya sekedar sinkronisasi tanpa ada kejelasan mana leading sektor dari berbagai kepentingan ini kalau ada konfliknya nanti, kepentingan daerah, kepentingan pusat, kepentingan yang punya sertifikat atau hak ulayat misalnya. Siapa yang didahulukan, inikan susah kita. Betul, misalnya bisa diklaim ini untuk penggunaan lahan perkebunan ataupun sudah dialokasikan tetapi masyarakat tradisional kan sudah lama menggunakan daerah itu, alam itu untuk usahanya turun-temurun walaupun mereka tidak punya sertifikat dan bagi yang punya sertifikat berani dia melawan pemerintah, yang punya tanah ini bukan negara, ini saya yang punya tanah, sertifikatnya atas nama saya begini. Jadi atas nama saya katanya kalau ada sertifikat ya, bukan atas nama negara ini. Tolonglah diberi penjelasan sedikit supaya ada bayangan kepada kita kalau kita terlanjur nanti membuat undang-undang hanya sekedar sinkronisasi tanpa ada kejelasan mana yang jadi leading sektornya, kalau ada kepentingan itu beda antar kepentingan pusat dan kepentingan daerah terutama masyarakat di desa, mana yang lebih didengarkan? Kalau nggak ada itu susah sengketa, kalah masyarakat tidak punya sertifikat secara hukum, kalah dia. Jadi harus ada dari awal kita membayangkan kesulitan seperti ini Pak supaya tidak terulang
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
9
pengalaman pemindahan desa dengan segala kementeriannya, itu punya banyak undangundang dan kepentingan juga. Saya kira itu Pak, terima kasih. PEMBICARA: Drs. H. GHAZALI ABBAS ADAN (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD RI) Kalau gak dibalas rasanya gak enak kan, kita tunda-tundai ni Pak Ajiep sudah datang, tidak saya sambung lagi. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Lanjut yang lain, silakan yang lain. PEMBICARA: Drs. H. ABDUL RAHMI (KALIMANTAN BARAT) Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang pertama, terima kasih Pimpinan ya, narasumber, rekan-rekan Komite IV, staf ahli. Pertama kami akan menyoroti yang disampaikan oleh Ketua juga tadi ya tentang istilah yang tepat yang kita gunakan. Memang awal tadi kami juga agak, agak terganggu rasa bahasanya ya terkait dengan kekayaan negara dan daerah karena kalau kita secara definitif melihat negara itu kan pemerintah wilayah dan rakyat Pak ya, itu negara. Pemerintah gubernur baru diatas dan seterusnya. Nah, mungkin dalam konteks ini sepertinya memang jadi menjadi tidak pas kalau istilah negara dikaitkan dengan daerah ya. Nah jadinya memang memerlukan sebuah sebuah kata yang lebih tepat ya itu yang pertama. Yang kedua, terkait dengan ini, dengan kekayaan negara yang dikuasai negara. Bumi, air, udara, dan seterusnya, nah, ini memang kami agak sangat belum jelas ya seandainya nanti undang-undang ini dibentuk. Kalau dalam misalnya ini, dalam konteks aset ya, misalnya sekarang kan ada aset desa Pak Rugas ya, kabupaten ada aset profil seterusnya. Nah, demikian pula kekayaan juga menjadi begitu juga ya, ada tanah desa dan seterusnya. Nah, kemudian undang-undang, kadang-kadang berubah-ubah, misalnya tentang perizinan misalnya, sekarang terkait dengan pertambangan berubah dari kabupaten ke provinsi misalnya dan seterusnya. Ini kan semuanya juga menyangkut kewenangan yang telah dibagikan, yang kadang-kadang berubah-ubah ya antara pusat dan daerah. Nah, apakah nanti, apakah nanti pembagian kekayaan menurut stratifikasi pemerintahan ini akan seperti itu. Contoh misalnya karena pertambangan galian apa misalnya galian B menjadi kewenangan pusat, nah sehingga nanti dalam pencatatan kekayaannya itu menjadi kekayaan negara misalnya. Contoh begini, kemarin saya pergi ke daerah lalu ada orang yang pernah bermitra dengan investor, emas misalnya wah ini, di Sambas ini ada sekian hektar, 110 hektar setelah dilakukan eksplorasi di sana ada 24 ton emas katanya tetapi kewenangan ini berada di provinsi misalnya. Nah, apakah nanti pengertian kekayaan daerah itu akan merujuk ke sana? Jadi terkait dengan kewenangan yang diberikan oleh negara kepada daerah ya menurut undang-undang yang berlaku apakah seperti itu? Nah, ini memerlukan sebuah kerigasan karena kalau dulu lebih mudah, kalau hanya kekayaan negara titik ya, nggak ada repot apa-apa lagi, lewat-lewat lagi ini ya, kita memisahmisahkannya ini tadi dengan adanya negara atau pun pemerintah dan daerah. Nah, ini nanti akan ada sebuah apa namanya pemisahan yang secara jelas, nah apakah seperti itu? Nah, jadi kami perlu adanya pencerahan yang lebih jauh dengan masalah ini. RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
10
Terima kasih. Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Bu Sis, kalau selama ini Ibu Siska bernyanyi tentang Indonesia yang kaya raya, ya menghampar hijau bagaikan zamrud khatulistiwa tapi sesungguhnya kekayaan itu yang mana itu? Yang dimaksud itu yang mana itu begitu ya? Ini kan kita lagi sharing-sharing awal ini begitu. Bisa dilanjutkan Bu Siska? Silakan. PEMBICARA: SISKA MARLENI, S.E., M.Si (SUMATERA SELATAN) Terima kasih Pimpinan. Terima kasih juga kepada narasumber, rekan-rekan Komite IV yang saya banggakan. Sebenarnya sangat menarik pemikiran kita bersama, pembicaraan kita bersama tentang hal ini karena dalam hal ini saya melihat DPD ini sangat berkepentingan langsung secara substansi dengan RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan daerah ini dan secara teknis tentunya nantinya harapannya RUU ini memang seharusnya bisa memberikan peningkatan kepada penerimaan negara. Termasuk juga detail disampaikan secara jelas tentang sharing design-nya, pengelolaan kekayaan negara tersebut antara pusat dan daerah karena yang memang dipahami bahwa kekayaan daerah itu merupakan pendapatan atau sumber pendapatan bagi daerah. Poin yang saya merasa nanti juga penting untuk disampaikan karena RUU ini pasti dilakukan ada beberapa hal yang menjadi urgensi ataupun yang melatarbelakanginya ya termasuk bahwa pengelolaan kekayaan negara mungkin belum dilakukan secara optimal. Termasuk juga mungkin keterbatasan atau ketersediaan SDM-nya, termasuk juga penganggaran dalam pengelolaan tersebut dan yang tidak kalah pentingnya juga nanti dalam RUU ini juga mengatur tentang koordinasi antarkementerian. Yang saya maksudkan demikian tentang koordinasi tersebut. Saya contoh misalnya begini di wilayah Sumatera Selatan, di Provinsi Sumatera Selatan itu ada sebuah daerah otonomi baru yang sudah menginjak usia kelima tahun dan merupakan salah satu sumber penerimaan negara dari sektor migas yang sedang menjadi permasalahan yang keterkaitan dengan saya maksudkan tadi koordinasi antarkementerian tadi adalah bahwa salah satu masalah dari yang melatarbelakangi RUU juga termasuk persengketaan antarwilayah atau juga antar Badan Usaha Milik Negara atau Milik Daerah. Contohnya yang di kabupaten atau di daerah otonomi baru di Sumatera Selatan itu di Kabupaten Pali. Sebenarnya Pertamina itu sudah menghibahkan sejumlah atau seluas tanah kepada pemerintah daerah untuk difungsikan sebagai lokasi perkantoran terpadu tetapi bagaimana itu akan terakomodir dalam ke APBN karena dari kementerian keuangan justru statusnya adalah pinjam pakai dan itu terus bergulir dan berlarut-larut. Nah, jadi yang menimbulkan pertanyaan bagaimana ini koordinasinya sehingga secara langsung maupun tidak langsung ini pasti akan berpengaruh kepada kinerja pemerintah daerah khususnya lagi pemerintah daerah otonomi baru. Terima kasih Pimpinan PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik terima kasih Bu Siska. Masih ada Bapak Ibu sekalian? Kalau ada mau ditambahkan bank daerah, belum? Baik Pak Ghazali silakan. RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
11
PEMBICARA: Drs. H. GHAZALI ABBAS ADAN (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik dalam nomenklatur dana transfer ke daerah ada DBH, bagi hasil. Artinya apa? Aset yang ada di daerah, ada konsep bagi hasil antara daerah dan pusat. Ini bermakna secara legal formal lah daerah juga punya hak terhadap aset yang ada di daerah itu dan saya kira selama ini ya negara punya kekayaan kan dari daerah-daerah sebenarnya bukan dari pusat dalam konteks itulah dalam konteks kepemilikan dan penguasaan aset daerah itu perlu ada kejelasan dari dalam RUU kita ini. Selama ini kan sering ribut antara pusat dan daerah terhadap bagi hasil. Orang daerah hanya menerima bagi hasilnya tapi tidak tahu berapa yang dapat sebenarnya. Orang daerah maunya harus tahu berapa dapat kotor dan bersih dan berapa bagi hasil yang sebenarnya, ini yang pusat tidak pernah transparan, malah daerah selalu menghendaki sejak pengelolaan pun orang daerah juga ikut sehingga tau ya pendapatan dari bagi hasil yang ada di daerah itu, ini sebaiknya perlu kita masukan dalam rancangan undangundang kita ini sehingga tidak terjadi pertengkaran panjang antara daerah dan pusat menyangkut dengan hasil yang ada di daerah sehingga daerah-daerah yang agak kaya itu kan akhirnya iri juga lah ya. Misalnya Aceh, Kaltim, Riau yang notabenenya adalah anugerah Allah terhadap aset yang ada di daerah itu dan sebagainya. Ini perlu saya kira dalam rangka, bukan daerah-sentris ini ya, dalam rangka daerah dalam rangka NKRI, kita sering mendengar orang-orang pemerintah pusat mengatakan mengapa sekarang ada dana desa karena pemerintah ingin bangun Indonesia dari desa. Dengan desa makmur maka Indonesia akan makmur, kan begitu yang sering kita dengar kan? Sama halnya dengan darah makmur, Indonesia juga akan makmur. Oleh karena itu sejatinyalah ya aset-aset daerah itu juga harus bisa secara maksimal daerah bisa menikmatinya. Ini bagaimana formulasi bahasa nanti bisa kita masukan dalam konteks advokasi kita kepada daerah dalam rangka NKRI. Saya tidak banyak ilmu soal itu Pak Narasumber. Saya ini, ya selalu saya katakan A semua sekolah saya. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik, terima kasih Pak Ghazali. Jadi dari situ saja sudah luar biasa Pak Pardiman ya. Pak Ghazali tidak mau mengatakan kekayaan negara di Aceh tapi kekayaan Aceh di negara. Iya kan begitu tadi? Kekayaan Aceh di negara, menjadi kekayaan negara, bukan kekayaan negara yang di Aceh, begitu tapi saya setuju sebenarnya kalau secara konsepsional negara terbentuk dari. Baik, silakan Pak Budi. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD RI) Terima kasih. Melengkapi yang sudah disampaikan tadi, bahwasanya saya pernah mendengar atau membaca bahwa, tidak tahu ini benar apa salah Pak, bahwa Presiden Jokowi tidak suka dengan adanya atau terlalu banyak undang-undang. Pernah saya mendengar itu atau pernah membaca seperti itu. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah apakah pemerintah ini lebih suka ada Undang-Undang PKND ini atau tidak? Sebab kalau ada ini jelas pasti tugas pemerintah pasti akan lebih berat. Pertangguingjawabannya juga akan lebih berat karena pada saat ditanya misalnya sebenarnya, kalau misalnya ada pertanyaan begini sebenarnya
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
12
berapa sih kekayaan negara itu? Atau kalau dirupiahkan itu berapa nolnya berapa itu ya? Sudah angkanya, sudah kita tidak bisa bayangkan kalau dirupiahkan berapa. Nah sama halnya dengan daerahpun juga seperti itu. Ya itu sementara itu kekayaan yang berupa yang domain publik ya Pak ya yang termasuk bumi, air, udara dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Ini kan sebenarnya kan sulit kalau dirupiahkan, katakanlah seperti itu ya. Jadi berapanya, apa, dimana dan kemudian nilai berapanya itu yang akan sangat sulit, itu satu sisi. Kemudian sisi lain kalau kita tadi melihat yang domainnya privat ini Pak, kita tahu bahwa setiap tahun ada APBN ada APBD di sana ada belanja modal. Belanja modal itu pasti menghasilkan penambahan aset atau kekayaan. Itupun kadang-kadang juga ada kesulitan. Satu contoh kesulitan adalah katakanlah jalan sudah ada, kalau jalan baru sih gampanglah dihitung ya tapi kalau jalan sudah ada itu kan butuh pemeliharaan, butuh perbaikan. Artinya kan menambah nilai. Jadi bukan aset baru tapi mungkin penambahan nilai dari aset tersebut ya dan itu hal yang paling sulit di daerah. Selama bertahun-tahun daerah itu tidak mendapatkan opini BPK itu Wajar Tanpa Pengecualian karena masalah aset ini karena memang dari sisi pencatatan aset ini nampaknya menjadi permasalahan yang cukup besar dan ini juga terus terang pejabat pusat maupun daerah ini rasanya malas ini kalau disuruh mencatat dan akhirnya menambah kekayaan negara maupun kekayaan daerah. Nah, ini apakah nanti dengan undang-undang ini berarti bahwa negara maupun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus bisa menyajikan, menyajikan data-data kekayaan negara dan kekayaan daerah. Baik dilihat dari jenisnya, kemudian juga lokasinya dan juga nominalnya atau nilainya berapa. Ini saya pikir bukan suatu yang yang sulit karena katakanlah kalau tambang itu misalkan nanti eksplorasi lebih besar lagi tumbukan lagi tumbukan lagi Pak. Nah, ini kan juga sesuatu yang mungkin akan, akan terus berubah yang namanya kekayaan-kekayaan negara maupun daerah itu. Kemudian satu pemetaan kecil pak dari lingkup pengelolaan barang milik negara daerah. Di sana mulai a sampai z, sampai izin mulai perencanaan kebutuhan anggaran, pengadaan dan seterusnya, nah saya ingin bertanya letak pencatatan ini dimana ini Pak? Karena disini hanya ada penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan. Nah apakah pengamatan ini juga disana termasuk pencatatan atau apa? Demikian Pak, terima kasih. Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik Pak Budi, tidak, seandainya tadi kekayaan negara bisa dijawab sekian nolnya maka tidak perlu skeptis terhadap utang yang hampir 4.000 triliun yang begitu dikembangkan bahwa utang kita sekian ribu triliun negara kita akan bangkrut. Tolak ukurnya bangkrut itu dimana? Kan begitu Pak ya kira-kira begitu. Baik, Pak, oh, masih ada? PEMBICARA: SISKA MARLENI, S.E., M.Si (SUMATERA SELATAN) Pimpinan tambah sedikit. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Silakan.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
13
PEMBICARA: SISKA MARLENI, S.E., M.Si (SUMATERA SELATAN) Terima kasih Pimpinan. Saya menambahkan sedikit yang disampaikan oleh, atau memberikan tanggapan sedikit yang disampaikan oleh Pak Budi tadi didepan apakah terhadap inisiasi RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah ini apakah Pak Jokowi nanti nanti akan senang atau tidak karena banyaknya undang-undang yang sudah existing sekarang tapi yang informasi terakhir yang saya dengar keterkaitan dengan RUU Pengolahan kekayaan negara dan daerah ini, pemerintah melalui dirjen BMN, barang milik negara pada DJKN memang sedang mempersiapkan RUU keterkaitan Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah ini, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Ya sejak tahun 2005 Bu Sis tadi Pak ini sudah siapkan tetapi apakah sengaja atau tidak yang jelas sampai hari ini belum ada undang-undangnya, nah itu kan kayanya seperti kesengajaan tetapi Pak Abubakar mungkin punya jawabannya, silakan. PEMBICARA: H. ABU BAKAR JAMALIA (JAMBI) Nggak, bukan, saya lain lagi Pak, saya bukan. Saya cuman ini, terima kasih Pak Pimpinan, rekan-rekan serta narasumber kita, terima kasih. Ini dalam Undang-Undang Nomor 19 Pak tahun 2003 tentang BUMN Pak. Ini kita sedikit agak rancu ini Pasal 4 disebutkan bahwa modal BUMD itu merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Pada beberapa kasus terdahulu, Pak, yang menyangkut tindak pidana korupsi yang berhubungan BUMN seringkali kontroversi terjadi, akibat perbedaan pendapat tentang pengertian status uang negara di dalam BUMN. Nah apakah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan atau tidak bagaimana coba? Bagaimana pendapat Pak ahli mengenai rancangan naskah akademik RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah yang dapat meng-clear-kan perbedaan pendapat tersebut di atas sejauh mana nantinya RUU ini dapat menjamin tidak terjadinya tindak pidana korupsi kekayaan negara melalui penjualan aset-aset negara yang ada di BUMN. Saya kira itu saja saya, satu pertanyaannya, terima kasih. Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Pak Pardiman, ternyata demikian banyak ini, inipun baru berapa orang dari Komite IV belum lengkap betul sudah begitu banyak hal yang menarik untuk didiskusikan yang kemudian nanti di Pak Pardiman dengan teman-teman ini kita akan percayakan untuk merumuskan suatu kerangka pemikiran, baik di naskah akademik maupun sampai kepada draf RUU-nya begitu ya. Ini saja sudah begitu banyak saya kira dan saya akan beri kesempatan untuk. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Belum Pak, sebelumnya saya tambah satu. Proyeksi kita, proyeksi narasumber itu apakah penguasaan negara atas kekayaan negara ini lebih besar dari sebelumnya ataukah hanya menyinkronisasikan norma saja dan RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
14
kedua apakah kepemilikan pemerintah atas kekayaan negara itu diproyeksikan, diperluas, ditambah ataukah hanya mengatur pengelolaan saja. Ada hal yang penting disini memunculkan kedaulatan negara yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33, harap dikaitkan itu dengan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 2 Ayat (2) ya. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Saya khawatir kalau kedaulatan itu ada di tangan negara dalam perspektif Pasal 33 negara, lalu “seenaknya”. Ambil contoh Pasal 14 sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah itu merugikan daerah, sangat merugikan daerah, dalam bidang migas barang kali tidak, tetapi di luar itu merugikan negara. Dana bagi hasil bidang perikanan saja, ya. Ambil contoh Pak, survey saya di Tual, Kota Tual itu kota kepulauan di Maluku Tenggara, itu satu tahun dia mendapat 75 juta Pak Ketua. Lalu saya ke Ambon saya survey lagi 100 juta karena Ambon memiliki jumlah penduduk lebih banyak. Saya survei di Bogor itu, Bogor dapat setengah milyar tidak ada pantai, tidak ada laut karena jumlah penduduknya lebih besar, ya itu-itu Pak. BOS, BOS ternyata juga Pak, dana BOS itu kalau jumlah siswanya besar, dia dapat lebih besar. Padahal rentang kendali di provinsi-provinsi kepulauan itu, nothing, tidak dapat apa-apa karena sama jumlahnya ya, dan muridnya sedikit bagaimana mau mengelola kekayaan itu untuk kepentingan pendidikan? Jadi titipan saya harus hati-hati membuat itu. Dana bagi hasil perikanan itu, Maluku sebagai provinsi penghasil terbesar itu sekarang 3,7 juta ton per tahun cuma mendapat dari izin usaha dan pajak, hasil produksi tidak. Semuanya diberikan kepada negara, ya kedaulatan itu, Pak atas laut. Saya dulu ketua pansus DBH Dana Bagi Hasil Pak Ketua, kita mengusulkan itu untuk merombak total itu pasal 14 sampai 19 itu supaya tidak atas negara, tidak saja atas nama negara lantas kekayaan daerah itu dikuras habis-sehabisnya. Terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Itu mempertegas tentang pemikiran negara dan daerah tadi dalam konteks RUU ini. Saya mau memulai Pak Pardiman justru punya komentar dulu lagi ini karena berkait dengan pengalaman di dalam penyusunan dulu terhadap RUU Kekayaan Negara. Artinya komentarkomentar balik dari Bapak terhadap semua yang disampaikan kami punya teman-teman itu bisa tidak nanti dielaborasi nanti menjadi muatan dalam naskah akademik sampai kepada draf RUU? Silakan Pak Pardiman. PEMBICARA: Drs. PARDIMAN, M.Si. (NARASUMBER) Terima kasih Pak Ketua. Jadi dinamika didalam pertemuan ini menunjukkan bahwa sebetulnya UndangUndang Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah ini adalah tidak mudah dalam benak saya, kenapa? karena melibatkan kebutuhan dari kementerian lembaga yang notabenenya wakil-wakil, presiden itu mendelegasikan kepada kementerian lembaga dan dia adalah pemegang sektor. Belum lagi juga untuk kepentingan daerah, oleh karena itu dengan, dalam benak saya saya tadi bincang-bincang sama Pak Khodir ini Undang-Undang PKND ini tidak sebanding kalau dibandingkan dengan undang-undang penilai yang hanya kebutuhan dari dari apa istilahnya profesi tapi ini membutuhkan dari pengalaman kami sekitar 4 tahun itu Pak itu dari dengan BPN dengan PU saja begitu alotnya sehingga pada kesimpulan bahwa okelah kalau gitu tentang peraturan yang sudah jalan mari kita tetapkan. Tetapi kira-kira yang ada loop hole didalam aturan itu yang kita isi.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
15
Jadi sampai sedemikian dan bahkan terjadi, bagaimana kalau misalnya terjadi friksi antara pusat-daerah, antarkementerian? Kita usulkan ada dewan yang kira-kira itu representasi dari presiden yang bisa memutuskan. Nah itu, itu satu contoh bahwa sebetulnya Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara ini diperlukan tetapi konsekuensi dari diperlukan ini memang, ini adalah cukup berat itu Pak Ketua, satu. Yang kedua, juga makanya tadi kami ingin menjajaki sebetulnya kira-kira sampai lingkup apa yang akan digagas dari dewan ini karena mengingat sekarang contoh aja Pak John tadi masalah aset daerah. Aset daerah itu BMN dan BMD itu sebetulnya sudah jalan tetapi saya bilang, saya kebetulan mantan direktur pengelolaan barang milik negara, itu belum belum bagus, kenapa? Tahun 2007, nilai aset kita dari merdeka, dari 1945 itu baru tercatat sekitar 300 triliun, betul Pak tapi setelah kita lakukan, pada saat itu. Saya agak-agak hafal karena kebetulan saya pelaku Pak sehingga pada saat itu yang terpikir oleh kami adalah coba mari kita inventarisasi ini dan dinilai. Nah, setelah dilakukan inventarisasi dan penilaian maka jadilah pada saat kami turun itu 2.000 sekian triliun. Nah, artinya apa, bahwa banyak aset yang tidak ada, tetapi tidak dicatat, dimana pencatatannya tidak tahu tapi juga ada aset, aset tidak ada, tidak dicatat tapi catatannya ada, barangnya tidak ada, beralih tempat misalnya. Itu satu contoh saja dan itu perlu waktu sekitar 5 tahun sehingga pada akhirnya kementerian lembaga banyak yang WTP. Memang betul Pak tadi disampaikan masalah aset adalah masalah yang paling menggerogoti opini dari BPK, kenapa? Karena memang ngurus duit ini ibarat kata direncanakan kemudian dibelanjakan sesuai dengan pengadaan barang dan jasa jika dipertanggungjawabkan dengan benar maka selesai sudah tetapi aset kemudian misalnya bisa bertahun-tahun. Buktinya banyak, banyak pihak yang kadang-kadang dijerat setelah beliau pensiun, kami banyak Pak . Yang kedua kaitannya dengan apakah tax amnesty Pak John, oh tidak ada jadi saya lewat tetapi tidak apa-apa saya jawab tax amnesty yang di, ini akan dibagikan ke BUMD misalnya sebetulnya kan pot itu semua pak, bapak di dewan yang menangani masalah keuangan bahwa semua itu masuknya adalah di pot penerimaan negara dari apakah pajak atau PNBP masuk, kemudian soal mau didistribusikan kemana itu ada pintunya dan itu harus persetujuan dengan dewan jadi tidak-tidak bisa semena-mena misalnya Kementerian Keuangan mau diialihkan ke BUMN bentuknya apa? Satu-satunya adalah hanya penyertaan modal negara. Jadi tidak ada CSR nya pemerintah tidak ada satu-satunya adalah penyertaan modal kalaulah misalnya itu di tapi apa mungkin sekarang kondisi negara pada seperti ini mau menanamkan penyertaan modal pertanyaan itu mungkin. Kemudian terkait dengan masalah sinkronisasi yang ditanyakan beliau juga tadi memang sinkronisasi atau kordinasi banyak gampang diucapkan tetapi implementasinya agak susah itulah makanya pada tataran di draft yang coba kami tawarkan itu kita ingin bahwa disamping inventarisasi untuk Sumber daya alam baik itu apakah berupa apa yang ada di atas tanah, di dalam tanah, atau di dalam air dan diangka diinventarisir potensinya berapa nah DJKN itu baru punya sekitar ada 50-an penilai Sumber Daya Alam. Jadi memang kita ini kembangkan, sekolah kan ke luar negeri itulah nanti akan angkanya akan dimanfaatkan bahwa potensi Sumberdaya alam sampai sekarang itu belum punya. Jadi kalau kalau Bapakbapak tanya apakah sudah belum data itu ada di mana adanya di Kementrian Lembaga nah itu yang kami berkepentingan sekali di Kementerian Keuangan waktu itu bahwa masalah fiskal ini penting tidak hanya untuk pusat tapi juga untuk daerah soal pembagiannya seperti apa leading sektornya ada di yang pemegang sektor itu pak, jadi itu kira-kira pertanyaan yang Pak John tadi kalau misalnya sektor gitu pak tidak saya ulang ya pak tapi intinya bahwa yang tax amnesti itu masuk ke negara kemudian masuknya pun harus melalui penyertaan modal negara. Jadi tidak bisa bagi-bagi ini. Misalnya kalau mau ke BUMN. Soal sinkronisasi…
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
16
PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Yang saya baca di media itu justru gagasan dari Menteri Keuangan. Kita tahu bahwa banyak sekali BUMN kita ini collapse. Ya di situ sumber korupsi yang tertinggi saya kira pak ketua. Ini harus kita bicara apa adanya begitu lho. Ya karena itu dipisahkan nah itu mainnya di situ ya disitu biasanya kuat dari situ sorry sorry saya potong itu. PEMBICARA: Drs. PARDIMAN, M. Si. (NARASUMBER) Baik ya saya lanjut saja setuju jadi yang saya tahu ini kan normatifnya Pak, normatifnya sesuai dengan peraturan perundangan bahwa masuknya harus melalui penyertaan modal. Soal apakah kondisi collapse atau tidak memang di DJKN itu ada earning warning system jadi terhadap BUMN bahwa mereka yang kira-kira ini kalau tidak disuntik, mati ini misalnya atau seperti apa misalnya itu ada Pak jadi atau kalau tidak ya sudah dibubarkan, dipailitkan misalnya. Ada yang memang dimatikan begitu, banyak yang. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Pak Ketua begini, Pak Ketua kita tahu itu dia menampung 70% orang partai Pak BUMN-BUMN itu ya disitu mainnya bisa tidak Undang-undang ini coba sedikit mengingatkan kita pak ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Oke, tetapi jangan hanya menyebut orang partai Pak, menampung banyak pihak karena tadi itu termasuk pejabat Kementrian Keuangan hampir semua eselon 2-nya itu komisaris di BUMN kecuali kalau sudah pensiun. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Betul Pak Ketua. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Wakil menteri SDM dua tempat dia jadi komisaris. Jadi kan yang muda disebut orang partai padahal ada yang kelihat tidak terlalu kelihatan ini. Silakan bapak. PEMBICARA: Prof. Dr. JOHN PIERIS, S.H., M.S. (MALUKU) Selorohnya katanya wakil pemerintah di ini karena pemegang saham jadi harus ada, selorohnya tetapi bukan karena saya sudah pensiun Pak. Baik, jadi yang tadi ada pertanyaan tetapi saya agak lupa, terkait saya mengalir saja bagaimana menyelamatkan tentang, tentang kekayaan negara dipisah jadi saya masuk sebagai negara dipisahkan bahwa Profesor, kami pernah mengundang Prof. Hikmahanto Juwono, itu dari guru besar UI, khusus untuk tinjauan umum hukum perusahaan. Nah beliau pun juga menyampaikan ada 2 pendapat bahwa uang BUMN bukan uang negara didasarkan pada doktrin atau instrumen pendirian yang menyatakan bahwa kekayaan negara, kekayaan yang negara ada dipisahkan. Kemudian yang kedua uang BUMN adalah uang negara. Ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
17
yang berlaku misalnya Pasal 2 huruf G Undang-Undang keuangan Negara yang mendefinisikan kekayaan negara adalah uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan negara yang dipisahkan pada perusahaan negara/BUMN/Perusahaan Pak Abu Bakar tadi ya kalau gak salah yang tanya. Jadi kalau melihat ini sebetulnya dari sekitar term norma ini juga masih perlu pak disempurnakan jadi kalau enggak begini masih tetap tetep harus masi tetap begitu. Jadi oleh karena itu slotnya memang harus di Undang-Undang kekeayaan negara ini yang harusnya menjadi mempertegas harus seperti apa apakah itu yang 51% itu ataukah itu kan sudah masuk di perusahaan. Nah itu yang bapak tadi sampaikan itu kan buat istilahnya yang di sana itu baik Pak. Kami lanjutkan kemudian lingkup apakah penguasaan itu nanti bagaimana hubungan Kementerian Lembaga dan daerah yang terkait dengan sinkronisasi kembali saya sampaikan bahwa sinkronisasi adalah bagian yang ingin, yang kita coba inventarisir bahwa dari mohon maaf saya kebetulan bawa beberapa pendapat para ahli di dalam pertemuan nasional pengarusutamaan lingkungan hidup dalam perencanaan pembangunan yang diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dia mensinyalir memang ada 12 UndangUndang yang telah diterbitkan terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan namun dalam keduabelas itu tidak konsisten dalam substansi. Ada 7 tujuh hal misalnya disoroti masalah orientasi, akses memanfaatkan, hubungan negara dengan obyek dengan daerah, ini yang tidak saya sebutkan semua tetapi ini adalah bagian dari suatu pertemuan ilmiah yang mencoba mengiventarisir Undang-Undang bahwa fakta-faktanya memang ada. Nah sekarang kita mau benerin atau tidak. Nah ini sebetulnya kita sudah mencoba me-mapping kan kalau lihat data seperti ini bagusnya seperti apa menurut saya sih mestinya itu harus diperbaiki kalau memang kita betul-betul tahu bahwa antarkementerian negara sendiri tidak tahu waktu harmonisasinya seperti apa tetapi sebenarnya kalau menurut saya kalau begitu ada Undangundang yang gak pasti harusnya diharmonisasi. Termasuk di dalam yang disampaikan tadi lari ke Pak Ghazali mohon maaf Pak, izin. Jadi memang apa yang Bapak sampaikan betul Pak, jadi keluhan kami pada saat disampaikan ke Syahwala kemudian ke Unchen dan sebagainya dan itu kita koordinasikan dengan para pakarnya memang ya harusnya masuk ke perahu layar dan sebegainya. Nah oleh karena itu kesempatan ini memang sebagusnya harusnya itu yang dimasukkan. Oleh karena itu di undang-undang yang draft yang dari keuangan sebetulnya beberapa sudah kita coba tampung kelemahan-kelemahan di dalam kementerian lembaga. Sebetulnya yang yang pegang leg sektornya pembagian tidak adil itu kelihatannya memang kementerian keuangan padahal Kementerian Keuangan Pak kita itu tidak punya data tentang sumber daya alam. Dikasih berapa kita terhadap ini makanya di dalam penekanan kita adalah inventarisasi dan ini jadi kita-kita tidak tahu persis Pak kenapa karena kita belum punya potret sumber daya alam itu berapa. Baru kita sekarang sadar, oh yang ada itu tapi sudah keburu rusak misalnya. Sudah keburu eksploitasinya tidak terkendali dan sebagainya dan itu adalah bagian yang kita coba lihat kenapa sih di beberapa negara misalnya yang air itu di Swedia kebetulan Pak Swedia dan Finlandia, begitu dia banyak bagus natanya di tanah-tanah yang seperti Afrika Selatan, kemudian di Kanada, di Australia, yang tanahnya luas dia bisa mengatur dengan baik misalnya. Nah itu coba kita bagus tidak ya itu kita terapkan di negara kita. Jadi kami sudah mencoba mempotret termasuk seperti yang di Newzeland, di Newzeland semua dirangkul jadi satu. Jadi sektornya semua misalnya. Jadi kami sudah mencoba memetakan nanti tadi saya sudah ke Pak Win cerita-cerita Pak bahwa di beberapa negara itu sudah kami sudah beberapa ini. Nah kemudian itu yang sinkronisasi. Kemudian kalau yang menyangkut masalah ini Pak term atau definisi apakah negara atau pemerintah pusat barangkali itu yang wajib ini nanti ahli hukum tata negara saja Pak. Jadi mungkin Bapak-bapak di sini saya kira saya tidak perlu jawab. Jadi kami hanya melihat bahwa ini kok RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
18
tidak konsisten sih. Di satu sisi barang milik negara, satu pemerintah daerah. Kenapa tidak pemerintah pusat dan pemerintah daerah Nah kemarin di Rancangan Undang-Undang Penilai sudah kita cobakan dengan merubah penyertaan modal negara menjadi modal pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kita mencoba walaupun sedikit, paling tidak kita punya alasan yang memadai. Kemudian di Pasal 5 Undang-Undang Pasal 33 tadi Pak yang masalah efisiensi yang ber itu karena menyangkut masalah Undang-Undang Dasar saya tidak berani tapi beberapa mungkin para penyusun itu melihat dari konsep di Australi. Di Australi itu ada konsep value for money, itu kalau kita jabarkan juga sebetulnya seperti halnya efisiensi berkeadilan Jadi penjabarannya ada. Mungkin barangkali Pak kami tidak dalam kapasitas untuk menjawab itu. Kemudian Pak Rugas masalah Undang-Undang Desa, kesulitan ada pertentangan. Ya kembali Pak hubungan antara pusat daerah memang yang lead sebetulnya Kementerian Dalam Negeri, mungkin diantaranya ada Bapak baca juga di ini. Saya tidak tahu persis tapi yang jelas bahwa karena tidak adanya potret tidak adanya berapa sih potensi sumber daya alam yang ada di kita? Kita tidak tahu persis harus membaginya berapa. Idealnya memang ada dengan saya lupa ada komite apa saya tapi pernah ikut di situ yang membagi untuk pusat dan daerah. Jadi wakil-wakil dari anu. Jadi sebetulnya pada pada kesempatan itu bisa menyampaikan. Kalau memang tidak pas harusnya seperti apa yang pas tetapi mudahmudahan dengan adanya penilai di daerah juga nanti ada, saya pikir itu akan menjadi bagus, karena apa? Kita tidak punya bargaining power untuk kenapa mesti angkanya sekian? Nah itu barangkali tapi kalau kita tahu seperti misalnya yang kita tahu hanya SDA-nya kita dieksplorasi tapi barang-barangnya ditinggalkan, berantakan, tidak ini nah itu yang kita kita jaga bagaimana Undang-Undang ini termasuk melestarikan lingkungan. Jadi ada di dalam naskah akademik yang mudah-mudahan nanti jika diteruskan kami akan coba. Terus Pak Ramly, oh ya tadi sudah saya kira. Leading sektor juga sudah saya jawab. Kewenangan Bu Siska tadi, koordinasi di saya lupa tadi. Kalau yang Pertamina tadi setahu saya saya begini Bu kebetulan saya belum lama itu ke Arun. Jadi saat tidak produksi Pertamina menyerahkan kepada negara, dalam hal ini DJKN. Nah saya kebetulan diminta untuk membantu teman-teman di sana bahwa memang di dalam Undang-Undangnya K3S itu begitu aset itu masuk di sini sebetulnya tercatat negara Pak yang Nah kalau misalnya itu diserahkan kepada daerah itu harus melalui proses hibah itu, yang hibahnya itu tidak boleh langsung dari Pertamina langsung tetapi harus melalui Kementerian Keuangan. Dicatat dulu di Kementerian Keuangan karena itu aset lain-lain. Kemudian dari situ dihibahkan. Banyak hal yang sudah di ini. Di Aceh misalnya. Di Aceh itu beberapa Pak Gubernur tempo hari minta tangki ini mau diini, katanya untuk gas tapi ternyata tidak juga terwujud gasnya saya lupa yang bagian barat Pak bupatinya juga. Itu ada beberapa sebetulnya tapi prosesnya supaya kita tidak bermasalah di kemudian hari. Sebetulnya bisa ditempuh dengan permohonan hibah kemudian dialihkan jadi bukan langsung Pertamina langsung ke Pemda misalnya jadi mekanismenya seperti itu karena Undang-Undang K3S itu mengatakan bahwa begitu ada apa mulai perjanjian ya Pak Sus ya jadi itu sudah tercatat di ini tapi digunakan oleh perusahaan gitu. Saya kira itu kemudian Pak Budi tadi saya lupa privat mungkin Pak Sus dulu lah saya lupa. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Silakan Pak Sus.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
19
PEMBICARA: Drs. SUSIADI PRAYITNO, CESS. (NARASUMBER) Oh iya sorry Pak, ini agak penting saya perlu clear-kan jangan-jangan yang kebetulan kenapa kita sudah membiayai aset jalan dan sebagainya tetapi kok tidak nilainya tidak bertambah pak pasti ada yang salah itu termasuk juga kalau misalnya siklus yang sampaikan Pak Sus tadi sampai tidak ada penata usahanya salah katanya kurang karena di dalam situs itu seingat saya harusnya pencatatan itu ada di dalam penatausahaan dan itu sekarang dengan bahasa lain akutansi ya Pak, dicatat dengan akutansi. Nah barang inilah misalnya konstruksi dalam pengerjaan dan sebagainya itu harusnya mengkapitalisasi Pak, jadi menambah kapitalisasi. Kalau tidak nambah itu berarti Pemdanya yang yang lupa mencatat atau ini, harusnya begitu ini ada mungkin Pak Win lah ahlinya jadi saya tidak jadi terus terakhir pak yang dari saya ini pak saya cuman ingin infokan saja bahwa pemerintah memang sudah membuat supaya tidak ada selip informasi, Undang-Undang kekayaan negara sampai pada pusi saya pensiun itu di September itu sudah PHK. Nah tapi berikutnya saya coba pantau katanya sudah masuk dia-dia biasanya kalau teman-teman itu ganti ini dan dia tidak begitu, harusnya kan istilahnya digiring dikawal begitu. Nah bisa jadi yang dikawal oleh temanteman dari keuangan itu misalnya yang betul-betul diperintah Menteri misalnya seperti Tax Amnesti terus yang tapi kalau yang tidak ya karena ini kerjanya seperti kami pun untuk Undang-Undang ini jam 5 ke ini Pak. Jadi setelah pulang kerja baru mulai kerja jadi tidak pada jam kerja, karena enggak, betul Pak, serius kita serius cuman masalahnya karena melibatkan beberapa, tidak supaya tidak terlalu mengganggu ini jadi kita di luar di luar ini. Saya kira demikian Pak, terima kasih. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Jadi silakan langsung Pak. PEMBICARA: Drs. SUSIADI PRAYITNO, CESS. (NARASUMBER) Terima kasih Bapak Pimpinan. Seperti di permulaan tadi Pak Pardiman sudah menyampaikan bahwa dinamika diskusi ataupun pembahasan awal daripada rencana RUU PKN ini memang nampak sekali bahwa RUU PKN itu sangat luas dan perlu suatu keseriusan dan pemikiran yang luar biasa dan bahkan harus melibatkan antarsektor. Artinya mungkin juga dalam hal ini pakar-pakar yang kita perlu bisa harus mintakan masukan-masukan dari sektor-sektor yang potensial yang terkait dengan masalah RUU PKN ini nampak sekali dalam diskusi tadi itu. Jadi sudah terbayang ke depannya Pak, andaikata memang betul ini nanti akan kita buat UndangUndang ini memang perlu suatu effort yang luar biasa dan juga melibatkan bukan hanya kita berdua begini dan perlu dipikirkan oleh Bapak Pimpinan nanti tim ahli itu kami kira perlu juga melibatkan beberapa sektor yang dominan di dalam kekayaan negara ini Mungkin itu yang perlu kita sampaikan untuk kelanjutannya begitu ya dan juga bahkan kalau kita ini nanti merangkap jadi sekretariat itu juga saya rasa ini juga kurang bisa berjalan dan perlu ada didukung oleh tenaga sekretariat entah 2-3 orang tapi itu perlu Nah tadi sudah banyak sekali Pak pertanyaan-pertanyaan, masukan-masukan tapi sudah hampir semua di cover semua oleh Pak Pardiman Pak Pardiman banyak sekali tadi menyampaikan kejelasan terkait dengan barang milik negara barang milik daerah barang milik kekayaan negara yang dipisahkan dimana itu mengacu kepada Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang BUMN.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
20
Nah mohon maaf Bapak Ibu sekalian. Jadi kami mungkin lebih kepada ingin menyampaikan kepada Bapak Ibu sekalian, kepada Bapak Pimpinan, mungkin kita perlu ada suatu kefokusan Jadi memang diskusi tadi itu sebetulnya diskusi yang memang untuk nanti sebetulnya ini masih sangat awal karena banyak sekali hal-hal teknis, hal-hal materi yang sudah disampaikan padahal kita belum membahas ke sana begitu ya sehingga kami kira karena memang sebetulnya tadi sudah dibatasi bahwa ini awal-awal dulu begitu lho, kita belum membicarakan naskah akademis, belum menuangkan dalam batang-batang tubuh undang-undangnya sendiri sehingga apa sih yang akan diatur itu di dalam undang-undang ini? Ini yang perlu kami kira kalau jangan kita melebar. Artinya hal-hal yang kita tidak perlu describe sampai lebih teknis. Itu saya rasa mungkin ya kita harus sepakati bersama, ini harus kita anu Pak karena kita menyadari bahwa kita sudah ada undang-undang yang sudah eksis, sudah ada aturan turunannya ya sehingga mana yang akan kita masukan di dalam undangundangnya ininya, apa yang akan kita atur? Jangan sampai nanti redundant atau double ini pengaturan bahkan bertabrakan. Nah ini yang harus kita hati-hati. Artinya kearifan kita untuk bisa mengarahkan fokusnya apa. Nah kita kembali kepada fokus kita adalah ingin mengatur kekayaan negara yang didasarkan kepada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kekayaan potensial, kekayaan domain publik yang ada di negara ini dimana kita ini sudah diatur dalam banyak undangundang, ada 100an lebih tahun 2005 itu kita inventarisasi ada 99, 100 kurang satu tapi sekarang pasti sudah bertambah banyak, itu Undang-Undang sektoralnya Pak termasuk lingkungan hidup, pengaturan dan lain-lain itu sudah. Nah kita harus saya rasa nah ini sebelumnya kami mohon maaf apabila mungkin sebetulnya saya dengan Pak Pardiman ini sama, sebetulnya sama, hanya mungkin ada sedikit perbedaan kalau saya lebih berfokus kepada pengaturan ini pada kekayaan negara yang potensial atau kekayaan negara yang dikuasai oleh negara sehingga tidak melebar kemana-mana sehingga kita bisa memfokuskan dan melihat pengaturannya itu akan lebih fokus dan khusus hanya untuk mengatur kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah dimana itu kekayaan negara yang itu adalah asalnya dari rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa ini lho negara Indonesia itu kaya dikasih sama Tuhan, kekayaan yang melimpah ruah itu yang kita sambut kita harus atur sedemikan rupa sehingga sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat masyarakat Indonesia. Nah barangkali ini dulu yang ingin kita inikan kepada Bapak Pimpinan agar kita fokus. Jadi nanti karena kalau kita melebar kemana-mana sedangkan kita mau fokus kepada pengelolaan kekayaan negara seperti caption yang saya inikan itu sudah jelas bahwa untuk barang milik negara itu sudah ada undang-undangnya, sudah ada aturan pelaksanaannya dan lain-lainnya sedangkan kita yang didua baris dari kanan itu ke kanan itu adalah memang itu fokusnya yang harus kita atur di dalam UndangUndang ini sehingga nanti kalau kita sudah masuk ke dalam membuat naskah akademis dan masuk ke batang tubuhnya itu akan terasa Pak anunya wah ini saling ininya itu akan nampak sekali bahwa ini perlu ini tidak perlu atau gimana atau bahkan sebenarnya nanti ini tidak ada kaitannya di dalam menimbang dan sebagainya itu konsideran, di dalam konsideran itu pasti nanti akan akan terasa sekali kalau kita sudah membahas masuk ke dalam batang-batang tubuhnya begitu. Nah itu barangkali Pak yang terkait dengan secara umum apa yang yang kami perlu sampaikan di dalam forum ini Nah ini juga terkait sebenarnya tadi Bapak banyak pertanyaanpertanyaan yang mengkait juga dengan masalah draft RUU sendiri yang terkait masalah misalnya sinkronisasi. Tadi dikhawatirkan seperti misalnya contohnya tadi, saya tidak ingat Bapak, yang tidak mencatat saya, masalah sinkronisasi antara Undang-Undang Desa dan Artinya tiap menteri menerbitkan di desa itu Undang-Undang yang demikian. Nah ini kan pasti akan ada konflik, ada tidak seirama ataupun pasti ada yang tidak matching gitu antara satu dengan yang lainnya. Nah gitu ya, nah ini bapak menanyakan ini kalau misalnya mau RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
21
menengahi untuk menyelesaikan itu leading sektornya siapa? Nah ini Pak jadi di dalam Undang-Undang yang pernah kita buat itu sebetulnya kita sudah menyusun kelembagaannya di Undang-Undang Dasar ini eh undang-undang maaf Undang-Undang kekayaan negara ini bahwa di dalam kelembagaan nanti yang kita atur itu adalah intinya bahwa Presiden itu adalah pemegang kekuasaan pengelolaan kekayaan negara yang dikuasai negara. Nah kewenangan pengelolaan kekayaan negara sebagaimana yang disebutkan tadi oleh presiden itu dilaksanakan didelegasikan kepada menteri, pimpinan lembaga, gubernur, bupati, walikota selaku pengelola sector. Nah itu yang untuk fisiknya Pak. Jadi jangan artinya begini bahwa menteri lembaga yang menguasai sektor dengan gubernur bupati di daerah itu sama kedudukannya sama. Jadi itu dia sebagai pengelola sektor pengelola fisik daripada sektor-sektor yang ini. Jadi tadi kalau sudah didiskusikan dikhawatirkan mengenai aset daerah bagaimana pembagiannya. Nah ini di sini nanti pak karena gubernur, bupati, dan kementerian itu mempunyai posisi yang sama sebagai pengelola sector. Nah terus menteri keuangan itu juga delegasi dari presiden selaku pengelola fiskal yang didelegasikan kepada presiden, maaf kepada menteri keuangan dari presiden. Jadi tadi kalau kementerian lembaga itu adalah pengelola sektor yang di delegasikan dari presiden sedangkan presiden mendelegasikan pengelola sektor fiskal kepada menteri keuangan dan ada satu lagi nah ini Pak, jadi komite pengelolaan kekayaan negara selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan kekayaan negara. Ini juga diketuai oleh presiden, nah diketuai oleh presiden dan ini tugasnya, sebentar Pak saya ini PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Bagaimana kalau simpan itu Pak Rudaedi karena sudah agak terlalu teknis PEMBICARA: Drs. SUSIADI PRAYITNO, CESS. (NARASUMBER) Oke. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Ya bahwa ada pemikiran saudara konsep seperti itu nantilah kita diskusikan lebih lanjut kira-kira bagaimana kalau begitu? PEMBICARA: Drs. SUSIADI PRAYITNO, CESS. (NARASUMBER) Oke Pak, jadi ini memang sebetulnya diskusi selanjutkannya jadi intinya begini intinya bahwa nanti untuk menyelesaikan permasalahan apa sajapun konflik di dalam Undang-Undang ini adalah ada komite, komite yang dibentuk oleh Undang-Undang ini yang diketuai oleh presiden itu barangkali yang terkait dengan ini masalah sinkronisasi terus nah ini juga termasuk bahwa dengan tadi ada pertanyaan atau menanyakan itu mengenai kalau diterbitkan RUU Undang-Undang kekayaan negara ini tentunya diharapkan akan menaikkan penerimaan negara terus penerimaan pusat dan daerah itu ya harus mempunyai ini yang setara gitu ya artinya ada peningkatan begitu justru di sini pak memang kalau sekarang mungkin yang sekarang apa dikawatirkan atau pun yang terjadi sekarang ini memang belum maksimal sehingga dengan adanya Undang-Undang sektor ini justru fiskalnya justru untuk mengatur penerimaan negara ini yang justru kita belum maksimalkan.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
22
Nah nanti dengan Undang-Undang kekayaan negara ini akan diatur bahwa nanti sharing-nya dari operator kepada negara ini adalah harus betul-betul sesuai dengan amanat UUD 1945 jadi ya jangan sampai hanya menguntungkan pengelolaan atau operator saja. Nah begitu jadi tentunya ini memang arahnya ke sana gitu ya terus. Oke barangkali Pak sementara dari saya karena tadi sudah banyak dari Pak Pardiman nanti mungkin lebih ini diskusi-diskusi berikutnya kami bisa describe lebih lanjut. Terima kasih Bapak Pimpinan, kami kembalikan. PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA KOMITE IV DPD RI) Baik terima kasih Pak apalagi sudah pukul 14.00 lewat jadi memang sifatnya tadi pukul 14.00, pukul 16.00 Lewat ya pukul 16.00 lewat dari target saya berakhir pukul 16.00 WIB. Semua pertanyaan tadi sesungguhnya adalah membuka jalan pemikiran Pak Suherdi dan Pak Pardiman kira-kira nanti framenya untuk memulai dari mana dan apa saja harus di kerjakan belum pada diskusi kita tapi ini sudah bagus karena sudah langsung malah sifatnya sudah menyelesaikan malah diskusinya pak, baik ya jadi banyak hal nanti kita kembangkan Pak Susiadi ya. Saya kira Bapak Ibu sekalian untuk sore ini cukup dulu terima kasih banyak kepada 2 narasumber kita. Saya pikir kalau dua-duanya sudah bersedia tadi juga ada penyampaian dari Pak salah satu narasumber lagi hanya karena belum sempat hadir maka nanti teknis-teknisnya akan dikoordinasikan oleh sekretariat kami sekretariat Komite IV yang akan berkomunikasi dengan bapak karena di dalam persedia pelaksanaan kegiatan ini ada ya memang berada dikewenangan sekretariat bersama dengan tim ahli dan ada dikewenangan di Komite IV yang nanti dipertemukan setiap saat. Saya pikir Pak Pardiman sudah kerjasama pada kami selama ini dan kerjasama tersebut berlangsung dengan harmonis dan hasilnya alhamdulillah kita sudah selesaikan dengan jadwal yang sesuai jadwal yang kita sudah sepakati saya kira itu Pak Suherdi cukup ya bapak ibu sekalian kita anggap cukup dan besok insya Allah kita ketemu lagi pukul 09.30 WIB mudah-mudahan tidak semacet ibukota tadi pagi sehingga kita bisa lebih awal ketemunya, jam 09.30 WIB Pak Budi ya 09.30 WIB saya kira demikian sekali lagi terima kasih banyak semuanya mohon maaf kalau ada hal yang kurang dan Bu Reni dikomunikasikan kembali dengan narasumber kita untuk persiapan pembentukan tim penyusun ya tim penyusun atau tim ahli penyusun NA dan draft RUU baik tadi siang tadi pagi tentang RUU pajak penghasilan maupun sekarang ini RUU tentang pengolahan kekayaan negara dan daerah dan Komite IV ini masih harus akan bicarakan lagi dengan PPUU hari Kamis tentang kedua usulan ini saya kira demikian Pak Gazali ada sesuatu yang sebelum saya tutup? Pak Budi cukup? Pak Pardiman cukup dulu ya?. Artinya jangan dulu terlalu ini nanti habis semuanya bahan kita pak ya jadi jangan semua selesai hari ini Pak Suherdi ya tadi sebelum saya tutup kekayaan negara yang dikelola di Jogya itu misalnya siapa tahu ini perlu kejelasan juga tidak, tadi kan Pak Susiadi itu memulai bahwa dia lagi menyendiri di sana ya memelihara ikan dan kebetulan kami bertiga ini penggemar ikan begitu. Baik, tidak itu hanya ini saja sekali terima kasih banyak dan mohon maaf kalau ada yang kurang dalam pertemuan kita itu kekurangan saya selaku pimpinan rapat dan saya ingin menutup dengan ucapan Alhamdulillahirrabbilalamiin. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Selamat sore. RAPAT DITUTUP PUKUL 16.10 WIB
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUM,BER (SIANG) MS III TS 2016-2017 (SENIN, 30 JANUARI 2017)
23