“Banking” Weekly Hotlist (23 Februari – 27 Februari 2015) Senin, 23 Februari 2015
Sistem Ditjen Pajak Belum Siap Terkait penerapan Peraturan Dirjen Pajak No, Per-01/PJ/2015 mengenai kewajiban bank untuk melaporkan daftar serta bukti potong pajak giro dan deposito, Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jendral Pajak mengakui bahwa akan terjadi penundaan. Hal ini dikarenakan sistem dan sumber daya manusia (SDM) di Ditjen Pajak yang belum siap. Dengan diterapkannya peraturan ini diperkirakan setiap kantor wilayah akan mendapatkan banyak sekali bukti potong, sementara itu SDM belum memadai. Lebih lanjut, terkait protes dari OJK yang mengatakan bahwa peraturan ini menyalahi UU Perbankan mengenai kerahasian bank, Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa kerahasiaan bank pada akhirnya harus dihapuskan karena sejalan dengan kesepakan G-20. Menanggapi hal ini, Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, mengatakan bahwa peraturan ini akan mendorong risiko capital flight karena nasabah akan menarik dana depositonya dari bank dan akan mengalihkannya ke luar negeri. Menurut Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan RI mengatakan peraturan ini dibentuk untuk menambah penerimaan pajak negara. Adapun potensi penerimaan pajak dari peraturan ini adalah sebesar Rp 1,25 triliun untuk tahun ini. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Februari 2015, 5)
OJK Bakal Patok Rasio Modal 17% OJK merencanakan ketentuan rasio modal akan ditetapkan pada kisaran 16% - 17%. Menurut OJK, apabila kententuan ini telah disahkan maka industri keuangan tidak akan canggung menghadapi penerapan Basel III. Selain itu, OJK juga menekankan bahwa pentingnya penguatan modal anak usaha agar anak usaha tidak memicu keuangan bermasalah. Hal ini tertuang dalam POJK Nomor 17/POJK.03/2014 tentang Manajemen Resiko Terintegrasi dan POJK Nomor 18/POJK.03/2014 tentang Tata Kelola Terintegrasi. Irwan M. Habsjah, Komisaris PT BTPN Tbk mengatakan penerapan tata kelola terintegrasi bagi konglomerasi akan menciptakan sektor keuangan yang berkelanjutan dan stabil. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Februari 2015, 23)
Margin Bank Diperkirakan Terkerek Sejumlah kalangan perbankan memperkirakan Net Interest Margin (NIM) akan terkerek naik sebagai dampak dari penurunan BI Rate. Budi Gunandi Sadikin, Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan penurunan BI rate berpotensi menurunkan biaya dana sebesar 25 basis poin. Lebih lanjut, penurunan ini akan mendorong penurunan biaya bunga kredit, sehingga akan memicu perbaikan kualitas kredit. Yap Tjay Soen, Direktur Keuangan PT BNI Tbk, mengatakan NIM juga akan terdorong naik seiring kondisi likuiditas yang mulai longgar. Menanggapi hal ini, OJK menyarankan bank untuk menggenjot perhimpunan dana murah seperti tabungan dan giro untuk mengatasi beban biaya dana. (Sumber: Bisnis Indonesia, 23 Februari 2015, 24)
Selasa, 24 Februari 2015
Simpanan Jumbo Tumbuh Pesat Kenaikan suku bunga deposito sejak tahun lalu mendorong porsi simpanan di atas Rp 2 miliar meningkat. Berdasarkan data LPS, porsi dana yang tidak dijamin per Desember 2014 tercatat 4,22% atau Rp 1.893,53 triliun, meningkat 18,52% dibandingkan posisi tahun sebelumnya (yoy). LPS menilai suku bunga yang tinggi mencerminkan risiko yang tinggi pula, sehingga pihaknya menyetujui kebijakan pembatasan suku bunga deposito oleh OJK. Jumlah simpanan dengan nominal Rp 2 miliar ke atas tercatat meningkat 6,37% dari 204.840 rekening pada November 2014 menjadi 217.897 pada Desember 2014. Sebaliknya, justru jumlah nominal simpanan turun sebesar 1,58% mtm dari Rp 2.279,33 triliun pada November 2014 menjadi Rp 2.279,33 triliun pada Desember 2014. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya porsi simpanan dengan nominal diatas Rp 2 miliar. Adapun kelompok simpanan yang paling tinggi mencatatkan pertumbuhan adalah simpanan dengan nominal Rp 2-5 miliar dan diatas Rp 5 miliar. Kondisi ini diperkuat oleh tingginya pertumbhuan produk deposito yakni 21%. Dengan adanya kebijakan pembatasan suku bunga deposito, LPS yakin bahwa tingkat suku bunga deposito akan lebih terjaga tahun 2015. (Sumber: Bisnis Indonesia, 24 Februari 2015, 23)
Bank Perkuat Infrastruktur Sejumlah bank tengah mendorong penguatan infrastruktur nontunai untuk mendorong pendapatan nonbunga atau fee based income. Bank Mandiri mengatakan pihaknya fokus pada pengembangan infrastruktur melalui fitur isi ulang produk elektronik. Sementara itu, Bank BRI berencana menambah 35.000 mesin Electronic Data Capture (EDC) untuk mendorong transaksi kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan nonbunga sebesar 20% - 25%. Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi menggunakan kartu akan meningkat seiring peningkatan sistem pelaporan data nasabah yang menjangkau masyarakat yang unbankable. (Sumber: Bisnis Indonesia, 24 Februari 2015, 24)
OJK Awasi Layanan Internet Banking Kasus pembobolan internet banking di Bank Permata mendorong OJK untuk fokus mengawasi kegiatan operasional perbankan, khususnya dalam hal internet banking. Terkait kasus Bank Permata, pihaknya saat ini masih mengumpulkan informasi dan belum memutuskan sanksi atau denda kepada pihak siapa pun. Kaspersky Lab mengungkapkan bahwa terdapat 100 bank dan lembaga keuangan dunia yang mendapatkan serangan kejahatan melalui internet dengan total kerugian sebesar US$ 1 milyar. Di Indonesia sendiri, menurut lembaga riset global internasional, 47% perusahaan di Indonesia mulai memperbaiki sistem Teknologi Informasi (TI). Untuk mengantisipasi kejahatan perbankan, Bank Mandiri melakukan pemeriksaan rutin yang lebih intensif pada sistem. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bank BCA. (Sumber: Bisnis Indonesia, 24 Februari 2015, 24)
Rabu, 25 Februari 2015
Bunga Fasbi Turun, Bank Alihkan Dana ke Kredit Penurunan suku bunga Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (Fasbi) atau deposit facility rate akan mendorong perbankan mengurangi penempatan dana pada instrumen tersebut. Perbankan diestimasi akan mengalihkan dananya ke penyaluram kredit yang memberikan imbal hasil lebih
tinggi. BI berharap bank akan menurunkan bunga kredit setelah BI menurunkan BI Rate dan Fasbi sehingga permintaan kredit meningkat. Penurunan Fasbi akan diikuti dengan penurunan bunga simpanan di bank meskipun agak lambat. Penurunan bunga kredit bank biasanya dilakukan sekitar tiga bulan hingga enam bulan sejak penurunan Bi Rate. Penurunan bunga deposito bisa langsung terasa pada bulan yang sama atau minimal satu bulan setelah penurunan BI Rate dan Fasbi. Besaran penurunan bunga deposito maupun bunga kredit minimal sebesar 25 basis poin. Hal ini terjadi karena likuiditas perbankan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. (Sumber: Indonesia Finance Today, 25 Februari 2015, 9)
Tata Kelola Remunerasi: Aturan Baru Rampung Maret 2015 OJK telah menerbitkan rancangan peraturan OJK (RPOJK) tentang Tata Kelola yang Baik Dalam Pemberian Remunerasi Berdasarkan Kinerja dan Risiko Bagi Bank Umum. Dalam rancangan tersebut disebutkan peraturan akan mulai berlaku bagi bank umum kelompok usaha (BUKU) III, BUKU IV, dan bank asing pada 1 Januari 2016, sedangkan untuk kelompok bank BUKU I dan BUKU II pada Januari 2017. Ketentuan ini akan mengatur tata kelola dalam menentukan remunerasi bagi negara-negara anggota Basel Committee on Banking Supervison di mana Indonesia merupakan salah satu anggotanya. Pada pasal 22 RPOJK itu disebutkan bank diwajibkan menetapkan kelompok pegawai yang mempunyai peran penting dalam mengambil keputusan atau material risk taker. Kelompok pegawai ini wajib diikat dalam perjanjian remunerasi yang ditangguhkan. Penangguhan dilakukan jika bank menilai ada risiko yang terealisasi dalam jangka panjang. Guna menyesuaikan dengan aturan ini, OJK meminta perbankan untuk mengkaji ulang kontrak kerja yang berlaku. Bank yang melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi teguran tertulis dan penurunan peringkat tata kelola (GCG) dalam penilaian kesehatan bank (Sumber: Bisnis Indonesia, 25 Februari 2015, 24)
Kamis, 26 Februari 2015
OJK Juga Kaji Gabung Bank BUKU I untuk Bentuk Tiga Bank Khusus OJK mengkaji pembentukan tiga bank BUMN khusus, yakni bank infrastruktur, bank industri, dan bank pertanian tahun ini. Pembentukan tiga bank BUMN ini akan menjadi fokus perhatian pemerintah dan diwacanakan akan berasal dari penggabungan bank kategori BUKU I. OJK masih mengkaji pembentukan tiga bank khusus melalui dua opsi. Pertama, penggabungan bank BUKU I. Kedua, melalui opsi penunjukkan oleh OJK dan pemerintah. Sebelumnya, merger bank BUKU I masuk dalam rumusan Master Plan Percepatan Perbankan (MP2I) sebagai strategi menghadapi MEA 2020. Namun, opsi merger bank BUKU I ini kurang mendapat respon positif. (Sumber: Indonesia Finance Today, 26 Februari 2015, 9)
NPL UMKM Perlu Diwaspadai Rasio kredit bermasalah di sektor UMKM sepanjang tahun 2014 cukup tinggi mencapai 5,27%. Padahal, BI telah menetapkan batas maksimal NPL di level 5%. Dalam Laporan Nusantara yang dirilis BI pada Februari 2015, diketahui rasio kredit bermasalah UMKM tertinggi terjadi di sektor kontruksi dan perdagangan. Kualitas kredit UMKM terbaik berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan NPL sebesar 3,74%, sedangkan kualitas terburuk terdapat di Provinsi Aceh dengan NPL mencapai 11,56%. Secara sektoral, kredit UMKM mayoritas disalurkaan ke sektor pertanian 20,4%, dan industri pengolahan 6,6%. Total kredit UMKM sepanjang 2014 mencapai Rp 329,47 triliun, disusul usaha kecil dan mikro Rp 140,27 triliun Jika dilihat per daerah, penyaluran kredit UMKM terbesar ditujukkan ke provinsi Sumatra Barat dengan pangsa 33,83%, diikuti dengan Bengkulu 32,02%. Pada tahun ini, BI akan mengeluarkan paket kebijakan dengan memberikan insentif berupa jasa giro kepada bank-bank yang mencatatkan NPL di bawah 5%. Kebijakan tersebut akan dimatangkan sepaket dengan relaksasi perhitungan LDR. (Sumber: Bisnis Indonesia, 26 Februari 2015, 23)
BRC Jilid II Dirilis Bulan Depan OJK memastikan rancangan Bank Pembangunan Daerah Regional Champion Jilid II bakal diluncurkan pada akhir Maret 2015. Jika dibandingkan, BRC Jilid I lebih mengutamakan target, sedangkan BRC Jilid II akan lebih membenahi pondasi untuk transformasi BPD. Peluncuran BRC Jilid II dengan menggandeng Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) yang bertujuan untuk meningkatkan porsi kredit produktif di BPD yang dinilai belum memadai. Secara bertahap, dari penerapan BRC Jilid II, diharapkan BPD mampu membukukan porsi kredit ke sektor produktif hingga 50%. Beberapa pembenahan yang dilakukan diantaranya pada bidang sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, serta good corporate governance (GCG). Dalam BRC Jilid II akan ada indikator yang menunjukkan kesiapan BPD untuk masuk ke sektor kredit produktif. BPD yang memenuhi indikator tersebut, akan diizinkan memacu kredit di sektor produktif. Berbagai platform di BRC Jilid II akan mengikuti platform di Sparkasse, bank asal Jerman sebagai benchmark. (Sumber: Bisnis Indonesia, 26 Februari 2015, 24)
Pembahasan RUU Perbankan: Perbanas Usulkan Bank Khusus Ketua Umum Perbanas menuturkan dalam pertemuan dengan komisi XI DPR bahwa beberapa waktu mendatang akan mengajukan pembentukan bank khusus. Di dalamnya akan masuk BPR, bank syariah, bank infrastruktur, bank investasi, bank perumahan, dan bank mikro. Dalam pembentukan bank khusus tersebut akan ada perbedaan aturan perhitungan rasio keuangan bank antara lain aturan rasio kredit bermasalah (NPL), dan jumlah modal minimum. Kekhususan bank tersebut juga ditandai dari jenis usaha yang akan dibiayai. Selain mengajukan pembentukan bank khusus, Perbanas juga akan mengusulkan kepemilikan saham asing di entitas bank nasional agar tidak perlu diatur. Karena dikhawatirkan jika kondisi krisis kembali terulang dan pemerintah perlu mengundang investor asing, maka akan sulit untuk kembali mengubah UU. Aturan besaran kepemilikan saham asing sebaiknya hanya diatur di peraturan pemerintah atau peraturan OJK (POJK). Komisi XI DPR menargetkan revisi RUU Perbankan ditaregetkan rampung tahun ini. Salah satu prioritas pembahasan, yakni besaran porsi kepemilikan asing atas entitas bank di Indonesia. Komisi XI telah menyetujui agar kepemilikan pihak asing tidak boleh lebih dari 50%. Yang jelas asing tidak boleh memegang saham prioritas. (Sumber: Bisnis Indonesia, 26 Februari 2015, 24)
Jumat, 27 Februari 2015
Bunga Bank BUMN Mulai Turun Bank-bank BUMN mulai merespons penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia dengan menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Direktur Utama PT Bank tabungan Negara Tbk (BTN) mengatakan menyusul penurunan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar 75 basis poin (bps), BTN juga akan menurunkan suku bunga deposito bulan depan. Selain berencana menurunkan uang muka kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi 1% dari nilai rumah per 1 Maret 2015. Penurunan uang muka ini berlaku untuk semua nasabah yang memenuhi syarat kredit FLPP dengan prioritas rumah susun. PT BRI Tbk (BRI) juga menurunkan suku bunga deposito dan pinjaman masing-masing sebesar 75 bps dan 25 bps. Dengan penurunan ini, maka suku bunga deposito akan berada di kisaran 4,5% hingga 7,25%. Sementara Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk menyatakan pihaknya masih melakukan pengkajian penurunan suku bunga baik deposito dan pinjaman setelah adanya penurunan BI Rate dan imbauan dari OJK serta Presiden Jokowi. Sama halnya dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) masih akan memikirkan risiko kredit masing-masing segmen sebelum menurunkan suku bunga kredit. BNI akan melakukan penyesuaian tingkat suku bunga lredit pada segmen yang memiliki risiko rendah. (Sumber: Bisnis Indonesia, 27 Februari 2015, 23) ***