“Banking” Weekly Hotlist (06 April – 10 April 2015) Senin, 06 April 2015
Hedging Syariah mampu Dorong Eksposur Dolar AS di Bank Syariah Fatwa dan peraturan ini bisa diterapkan oleh unit usaha syariah (UUS) yang memiliki induk bank devisa, seperti PT Bank CIMB Niaga, PT Bank Permata Tbk, dan PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Penerbitan fatwa terkait hedging syariah oleh MUI dinilai dapat mendorong eksposur transaksi valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat, di perbankan syariah nasional. Menurut Pejabat Dewan Syariah Nasional, saat ini eksposur bank syariah national terhadap dolar relatif kecil. Tetapi dengan adanya dana setoran haji berdenominasi dolar AS yang dilimpahkan ke bank syariah dapt mendorong eksposur dolar AS. Sehingga diharapkan bank syariah dapat meng-cover transaksi tersebut. OJK juga akan mengeluarkan relaksasi aturan uang muka pembiayaan konsumen bagi multifinance syariah yang akan mendorong permintaan pembiayaan dalam rupiah maupun dolar AS, sehingga OJK harus menerbitkan fatwa terkait lindung nilai syariah. Fatwa ini juga untuk mengantisipasi pembentukan Mega Islamic Infrastructure yang dibentuk oleh Presiden Islamic Development Bank (IDB). Fatwa tentang tranaksi lindung nilai atas nilai tukar digunakan tiga macam akad antara lain Aqd al-tahawwuth al-basith atau transaksi lindung nilai sederhana. Akad ini merupakan lindung nilai dengan skema wa’d bi al-‘aqd fi al-mustaqball atau forward agreement yang diikuti dengan transaksi mata uang asing secara spot pada saat jatuh tempo, serta penyelesaiannya berupa serah terima uang. Selain itu, ‘Aqd al-tahawwuth al-urakkab atau transaksi lindung nilai kompleks, yakni transaksi lindung nilai dengan skema berupa rangkaian transaksi spot dan wa’d bi al-‘aqd fi al-mustaqaball atau forward agreement yang diikuti dengan akad spot pada saat jatuh tempo, serta penyelesaiannya berupa serah terima mata uang. Serta ‘aqd al-tahawwuth fi al-sil’ah atau transaksi lindung nilai melalui bursa komoditas syariah, yaitu dengan skema rangkaian transaksi jual beli berjangka mata uang rupiah yang diikuti dengan jual beli berjangka dalam mata uang asing, serta penyelesaiannya berupa serah terima uang pada saat jatuh tempo. (Sumber: Indonesia Finance Today, 06 April 2015, 9)
NPF Berpotensi Tembus 9% OJK memprediksi ingkat pembiayaan bermasalah atau NPF perbankan syariah bisa menembus 9% jika terjadi goncangan ekonomi. Simulasi hasil tes ketahanan atau stress test OJK dalam Laporan Triwulan IV 2014, menunjukkan NPF akan naik sebesar 389 bais poin dari posisi NPF awal sebesar 5,29% dalam skenario terburuk. Kenaikan NPF dalam simulasi tes ketahanan ini lebih besar dibandingkan dnegan kenaikan kredit bermasalah secara industri yang mencapai 253 bps – 263 bps. Dalam simulasi tersebut, OJK menggunakan parameter pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, suku bunga, inflasi, dan harga minyak. Parameter tersebut dibagi dalam skenario moderat dan skenario terburuk. Angka dalam parameter yang digunakan berasal dari data perbankan per September 2014. Menurut Deputi Komisioner OJK, perbankan syariah memang lebih rentan dalam menghadapi guncangan ekonomi karena manajemen risiko tidak sekuat bank konvensional. (Sumber: Bisnis Indonesia, 02 April 2015, 23)
Tingkat Bunga Antarbank Mulai Turun BI menilai kondisi likuiditas di pasar perbankan kian terjaga, terbukti dari suku bunga penawaran anatarbank (Jibor) yang mulai turun. Peluncuran Jibor yang melibatkan rate ratarata dari 21 bank kontributor telah memberikan dampak barru, sebab bunga yang diberikan menunjukkan tren menurun. Jibor yang berlaku kini sama dengan suku bunga pasar uang antar bank. Namun, bila dibandingkan dengan transaksi repo, lebih rendah rate repo sebab memiliki kolateral. Adapun beleid baru yang dirilis BI terkait suku bunga penawaran antarbank diatur dalam Peraturan bank Indonesia Nomor 17/2/PBI/2015. Tujuan dari pembentukan PBI ini untuk meningkatkan transparansi dalam membentuk suku bunga referensi. (Sumber: Bisnis Indonesia, 02 April 2015, 24)
Selasa, 07 April 2015
Bank Umum Gandeng BPR OJK menyarankan agar bank umum bermitra dengan BPR ketika membuka layanan keuangan tanpa kantor di daerah. Cara ini perlu ditempuh agar pangsa pasar BPR tidak tergerus saat bank umum mengembangkan fitur kredit dalam program yang diberi nama Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif) itu di desa. BPR nantinya bisa mendapatkan bagi hasil sebagaimana agen pada umumnya yang dapat menjadi sumber fee based income. Sejauh ini, OJK telah mengizinkan empat bank umum nasional untuk menjalankan Laku Pandai dari 17 bank yang telah memasukkan program itu dalam Rencana Bisnis bank (RBB) tahun ini. Keempatnya meliputi Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) dan BCA. (Sumber: Bisnis Indonesia, 07 April 2015, 24)
Rabu, 08 April 2015
S&P: Jumlah Bank Harus Dipangkas Standard & Poor’s Ratings Services menilai perang likuditas di industri perbankan di Indonesia tak akan berakhir jika entitas di sektor ini tak segera melakukan konsolidasi. Menurut Direktur Financial Service Ratings S&P pengurangan jumlah bank mesti dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu 10 tahun. Dari 119 bank yang ada di Indonesia mesti terpangkas 50% sehingga yang bersisa maksimal 60 entitas. Jika tidak dilakukan maka Indonesia akan memiliki sistem perbankan yang terlalu padat, perang harga likuditas akan terus berlangsung dan akibatnya kondisi ketatnya likuiditas juga tak akan berubah. Konsolidasi tersebut hanya bisa dilakukan jika OJK dan BI segera menerapkan intervensi berupa regulasi. Regulasi tersebut bisa berupa penetapan permodalan yang lebih tinggi untuk bankbank kecil yang secara tidak langsung memaksa terjadinya konsolidasi. Dalam pantauan S&P likuditas di Indonesia memang telah mengalami pengetatan sejak 2006. Penyebab utamanya yakni pertumbuhan kredit yang dipacu jauh di atas penghimpunan dana pihak ketiga. Untuk melonggarkan kembali likuditas, relaksasi untuk perhitungan loan to deposit ratio (LDR) menjadi loan to funding ratio (LFR) pun tak akan begitu berpengaruh.
Pasalnya, alternatif pendanaan di Indonesia masih minim. Bahkan, era baru perbankan yang berharap pada program branchless banking untuk menghimpun DPK pun tak seefektif opsi konsolidasi dalam melonggarkan likuiditas. (Sumber: Bisnis Indonesia, 08 April 2015, 3)
Pertumbuhan Kredit Properti Diestimasi Membaik Sejumlah bank mengestimasi pertumbuhan kredit properti sepanjang tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Estimasi ini berdasarkan pada kenaikan penyaluran kredit di sektor properti pada Februari 2015 yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan Januari 2015. Berdasarkan data BI, kredit properti tumbuh 16,9% pada Februari 2015 menjadi Rp 551,2 triliun (yoy). Pertumbuhan kredit properti pada Februari ini lebih tinggi dibandingkan dengan januari 2015 sebesar 16,8% (yoy). Peningkatan kredit properti didorong oleh kenaikan kredit konstruksi 28,4% dan real estate 16,5%. (Sumber: Indonesia Finance Today, 08 April 2015, 1)
Pertumbuhan Perbankan Melambat hingga 2017 Lembaga S&P menyatakan industri perbankan Indonesia hingga dua tahun ke depan diprediksi melambat. Menurut lembaga ini, perlambatan terjadi di sisi kredit, DPK, maupun NIM. Mulai tahun 2015 akan ada norma baru, di mana pertumbuhan kredit melambat jadi sekitar 13% 15%, pertumbuhna DPK jadi sekitar 14% - 16%, sementara rata-rata pertumbuhan NIM hanya 4%. Dengan norma baru ini, secara umum perbankan di Indonesia masih tumbuh berkelanjutan dengan penekanan pada pendanaan. Salah satu indikator positif dari pertumbuhan berkelanjutan adalah pencabutan subsidi BBM. Perbankan diuntungkan dengan pencabutan subsidi BBM karena dana subsidi dialokasikan untuk sektor infrastruktur. Sementara itu, untuk bank menengah dan bank kecil akan mengalami tekanan lebih kuat. Pasalnya, mereka tidak memiliki modal kuat untuk mendukung pertumbuhan pinjaman serta ada pembatasan bunga deposito. Dengan demikian, bank menengah dan kecil belum memiliki level keyakinan yang tinggi seperti bank besar. S&P mencatat terdapat dua kekuatan perbankan Indonesia dalam menghadapi persaingan regional. Dua kekuatan tersebut membantu perbankan Indonesia melanjutkan pertumbuhan kinerja di masa depan. Kekuatan pertama, ROA perbankan Indonesia hingga 2014 merupakan yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Tingginya ROA didorong oleh kenaikan NIM yang mencapai 4% atau merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Selain itu, margin perbankan Indonesia dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan di
negara tetangga, seperti Malaysia 2% dan Singapura 1,6%. Pasalnya, perbankan Indonesia menetapkan biaya layanan yang tinggi akibat perbedaan geografis wilayah Indonesia. Kekuatan kedua, rasio kecukupan modal (CAR) yang kuat, S&P mengestimasi, dengan berjalannya sistem Basel III maka bank besar di Indonesia akan menjaga rasio modal inti (Tier I) antara 12% - 13,5% setelah mempertimbangkan adanya cadangan modal (capital buffers). Hal ini menunjukkan bahwa perbankan Indonesia sehat. (Sumber: Indonesia Finance Today, 08 April 2015, 9)
Indeks Literasi Keuangan Masih Rendah Pemahaman masyarakat Indonesia yang masih tergolong rendah membuat OJK memacu indeks literasi keuangan industri jasa keuangan bisa menembus 30% pada 2018. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai negara paling rendah literasi keuangannya. Pada 2013, OJK mencatatkan literasi keuangan Indonesia Indonesia hanya 21,8%, sedangkan Singapura sudah mencapai 95%. Dan 2018 otoritas optimis perseroan bisa mencapai 31,8%. Adapun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan indeks tersebut maka OJK menyusun strategi nasional literasi keuangan yang terdiri dari tiga pilar yakni komprehensif dan sistematis untuk mencapai masyarakat yang well literated. Literasi keuangan yang lebih baik maih berada pada sektor perbankan. OJK juga akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memasukkan literasi keuangan dalam pelajaran siswa. (Sumber: Bisnis Indonesia, 08 April 2015, 23)
Kamis, 09 April 2015
KCBA Diminta Berbadan Hukum RI OJK meminta kantor cabang bank asing segera beralih menjadi badan hukum Indonesia agar lebih fokus menyalurkan pembiayaan. KCBA nantinya diharuskan menyetor modal sesuai dengan profil risiko sat beralih menjadi perseroan terbatas. Modal itu terpisah dari perusahaan induknya di luar negeri. Saat ini, KCBA hanya membawa modal secara administrative, di mana secaar riil modal tetap berada di negeri asal. Kendati demikian, tidak mudah mengimbau KCBA
untuk berubah menjadi perseroan terbatas (PT). Sejauh ini, baru HSBC Bank Indonesia yang telah beralih menjadi PT. Perubahan tersebut menciptakan peluang bagi korporasi untuk menerbitkan obligasi. (Sumber: Bisnis Indonesia, 09 April 2015, 22)
OJK Terima Laporan Konglomerasi OJK telah menerima laporan dari 34 entitas utama konglomerasi keuangan di Tanah Air yang bergerak hampir pada semua lini usaha, mulai perbankan, multifinance, hingga asuransi. Seluruh induk usaha yang menjadi entitas utama konglomerasi harus mematuhi peraturan OJK (POJK) yang mengatur manajemen risiko dan tata kelola konglomerasi. Sejauh ini, otoritas telah menerbitkan dua regulasi konglomerasi yakni POJK No 17/POJK.03/2014 tentang Manajemen Risiko Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan dan POJK No 18/POJK.03/2014 tentang Penerapan Tata Kelola Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 09 April 2015, 23)
Jumat, 10 April 2015
Laporan IMF: Dunia Perbankan Ubah Strategi Bisnis Pascakrisis global 2008, industri perbankan di seluruh dunia mengubah strategi bisnisnya dengan berfokus pada pembiayaan regional untuk meminimalisasi risiko guncangan jika sewaktu-waktu krisis menghantam. Dalam laporan bertajuk Global Financial Stability, IMF menjabarkan pergeseran strategi itu ditunjukkan dengan turunnya ekspansi perbankan raksasa ke luar negeri. Berdasarkan studi di 64 negara baik negara berkembang maupun maju selama 2008-2013, diketahui jumlah bank yang terafiliasi dengan perbankan asing menyusut sekitar 5%. Tren ini terjadi di hampir seluruh dunia, tetapi terutama di Eropa yang memperketat regulasinya. Bersamaan dengan pergeseran strategi ini, perbankan kini lebih berfokus pada pembiayaan lokal untuk mengurangi risiko. Hal ini tercermin pada depresiasi kredit lintas negara (crossborder lending). IMF mencatat, pinjaman lintas negara itu turun menjadi 51% dari 57% pada 2007. Pinjaman cross-border merujuk pada fasilitas kredit dalam valas yang diberikan langsung oleh bank pada sebuah perusahaan asing yang beroperasi di luar negeri. Sementara itu, model
pinjaman multinasional adalah kredit dalam mata uang lokal yang diberikan melalui anak usaha atau cabang yang juga beroperasi secara lokal. (Sumber: Bisnis Indonesia, 10 April 2015, 4)
Pertumbuhan Kredit 2015 Dikontribusikan Segmen UKM Lembaga Pemeringkat PT ICRA Indonesia mengestimasi total kredit perbankan akan tumbuh 13% - 15% tahun ini dibandingkan dengan 11,6% pada 2014. Dari sisi nasabah, pertumbuhan kredit perbankan akan dikontribusi paling bnayak dari sektor korporasi yakni dari sektor UKM untuk memenuhi kuota 20% kontribusi kredit di 2018. Beberapa segmen yang akan mendorong pertumbuhan kredit tahun ini , antara lain, dari segmen trading, manufaktur, konstruksi dan infrastruktur. Dengan catatan, kredit infrastruktur akan mneingkat pada semester II seiring dengan bergulirnya proyek pemerintah. Sektor real estat dan pertambangan juga diestimasi akan mendorong pertumbuhan kredit tahun ini. Untuk kredit infrastruktur ini, banyak hal yang harus diatur dulu sebelum dimulai sehingga kredit bank tidak akan mengucur dengan cepat. (Sumber: Indonesia Finance Today, 10 April 2015, 8)
11 BPR Siap Terapkan Laku Pandai OJK menyatakan sebanyak 11 BPR di Indonesia siap menerapkan layanan keuangan tanpa kantor (Laku Pandai). Laku Pandai dapat diterapkan BPR dengan persyaratan cukup ketat antara lain modal inti Rp 100 miliar, CAR minimal 12%. BPR bersangkutan juga harus dinyatakan sehat secara keuangan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Penerapan Laku Pandai harus didukung dengan kematangan manajemen, infrastruktur teknologi informasi yang memadai serta SDM yang mumpuni. OJK sengaja memberikan aturan cukup ketat dalam penerapan Laku Pandai bagi industri BPR agar tidak ada persoalan di belakang hari. Penerapan layanan keuangan tanpa kantor ini tidak merebut pangsa bank umum yang juga menerapkan program serupa. Agen yang dibidik BPR harus berbeda dengan bank umum supaya tidak terjadi overlap. Pribadi yang sudah terdaftar sebagai agen di bank umum, tidka boleh lagi mnedaftar sebagai agen di BPR. (Sumber: Indonesia Finance Today, 10 April 2015, 22) ***