“Banking” Weekly Hotlist (13 April – 17 April 2015) Senin, 13 April 2015
Bank Cenderung Tempatkan Dana di Instrumen Jangka Pendek Perbankan masih menempatkan kelebihan likuditasnya pada instrumen jangka pendek. Menurut bankir dan ekonom, tren ini disebabkan kondisi likuditas yang masih ketat sehingga perbankan akan lebih mudah menarik dana pada instrumen jangka pendek. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, penemnpatan dana industri perbankan pada instrumen Bank Indonesia pada Januari 2015 meningkat 26,14% menjadi Rp 598,78 triliun dibandingkan dengan posisi Januari 2014 sebesar Rp 474,69 triliun. Penempatan dana perbankan pada instrumen fasilitas simpanan Bank Indonesia (Fasbi) meningkat paling tinggi, yaitu 66,9% menjadi Rp 128,87 triliun dibandingkan dengan Rp 77,21 triliun pada Januari 2014. (Sumber: Indonesia Finance Today, 13 April 2015, 4)
Perbankan Syariah akan Sasar Indonesia Bagian Timur Perbankan syariah diperkirakan akan menyasar Indonesia bagian timur dalam dua hingga empat tahun mendatang seiring dengan semakin ketatnya persaingan pembiayaan dengan bank konvensional di wilayah Indonesia bagian barat. Menurut pengamat perbankan syariah, segmen pembiayaan mikro di Indonesia bagian timur, misalnya Papua, prospek margin pembiayaan dan prospek kredit properti juga tinggi. (Sumber: Indonesia Finance Today, 13 April 2015, 10)
Bank Asing Siap Patuhi Aturan Kalangan bank asing akan mematuhi regulasi yang mengharuskan kantor cabang bank asing (KCBA) untuk menjadi badan hukum Indonesia. Kendati demikian, model cabang dinilai lebih
efisien bagi bank asing ketimbang harus menjadi perusahaan lokal yang mana entitas dengan induk menjadi terpisah. Sebagaimana diketahui, dalam draft rancangan undang-undang (RUU) perbankan yang tengah dibahas di parlemen, KCBA yang berkedudukan di Indonesia harus berbadan hukum perseroan terbatas. Menurut OJK, KCBA dengan berbadan hukum Indonesia, modal dari induk akan masuk ke dalam negeri karena saat ini modal bank asing hanya bersifat administratif. Adapun modal bank asing secara riil berada di kantor pusatnya. Berdasarkan data statistik OJK per Januari 2015 sepuluh KCBA mencatat perolehan laba sebesar Rp 1,33 triliun atau tumbuh 84,86% dari posisi Januari 2014 sebesar Rp 720 miliar. Pertumbuhan ini jauh melampaui pertumbuhan rata-rata industri yang hanya mencapai 12,41%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 13 April 2015, 23)
Perbarindo Desak Relaksasi Aturan Kalangan pelaku industri bank perkreditan rakyat (BPR) meminta OJK untuk merelaksasi penerapan manajemen risiko. Menurut Ketua Umum iPro BPR bahwa lebih dari 200 BPR belum memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan kepengurusan. Dengan adanya rencana POJK Tata Kelola BPR hampir dipastikan banyak jabatan direksi dan komisaris yang kosong. Terlebih adanya RPOJK tentang Penerapan Risiko bagi BPR, dapat dipastikan mayoritas BPR belum mampu mengimplementasikannya, baik dari segi kesiapan jumlah dan kualitas SDM maupun aspek pembiayaan terkait biaya tengaa kerja. Dalam RPOJK mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi BPR disebutkan BPR dengan modal inti lebih dari Rp 50 miliar atau lebih, kurang dari Rp 50 miliar, dan dengan modal inti Rp 50 miliar atau lebih tetapi tidak memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan manajemen untuk 4 jenis risiko, yakni risiko kredit, risiko likuiditas, risiko opersional, dan risiko kepatuhan. Sedangkan BPR dengan modal inti kurang dari Rp 50 miliar, namun memiliki ukuran dan kompleksitas usaha yang tinggi wajib menerapkan manajemen risiko untuk 6 jenis risiko, yakni 4 risiko ditambah dengan risiko strategik atau risiko akibat ketidaktepatan BPR dalam mengambil keputusan strategis serta risiko reputasi. Selain itu, kalangan BPR juga meminta pihak otoritas untuk membentuk peraturan yang berpihak kepada BPR. Karena industri perbankan membutuhkan suntikan modal untuk memperbesar bisnisnya. Namun, beberapa pemilik BPR meminta pembagian dividen yang cukup besar. (Sumber: Bisnis Indonesia, 13 April 2015, 23)
Selasa, 14 April 2015
OJK Andalkan Agen Laku Pandai OJK akan mengandalkan jaringan agen layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif atau laku pandai untuk meningkatkan indeks literasi keuangan. Fungsi agen laku pandai untuk melakukan edukasi bersifat melekat. Paslnya, dalam menjalankan laku pandai, agen akan juga menjelaskan kepada nasabah terkait produk keuangan yang akan mereka tawarkan. Oleh karen itu, OJK mengharuskan bank untuk memberikan pelatihan dasar terkait dengan edukasi keuangan kepada agen. Total agen yang akan yang akan digunakan oleh 17 bank berjumlah 350.000 agen dan diyakini bisa menjangkau 75% wilayah Nusantara. (Sumber: Bisnis Indonesia, 14 April 2015, 23)
Bank masih Waspadai Sektor Tambang Sektor pertambangan masih menjadi sektor yang diwaspadai bank-bank dalam menyalurkan kredit pada tahun ini. Berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, kegiatan usaha pada triwulan I/2015 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 4,83% atau lebih rendah dari SBT triwulan IV/2014 yang sebesar 11,03%. Perlambatan ini terjadi terutama pada sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan SBT sebesar 1,12%. Selain mengalami penurunan SBT, sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan kapasitas produksi dari 79,01% menjadi 69,68%. Angka tersebut berada di bawah sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan yang mengalami penurunan kapasitas produksi dari 81,76% menjadi 71,74%. Kendati mengalami penurunan SBT dan kapasitas produksi, diperkirakan pada sektor pertambangan dan penggalian akan terjadi peningkatan harga jula pada triwulan II/2015 (SBT 0,67%). (Sumber: Bisnis Indonesia, 14 April 2015, 24)
Bank Operasional II : Dana PNS Jadi Target Sejumlah bank yang ditunjuk sebagai Bank Operasional II memprediksi adanya peningkatan dana pihak ketiga dan lonjakan permintaan kredit melalui kerja sama ini. Adapun, Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI bersama 20 bank umum yang ditunjuk sebagai Bank Operasional II menandatangani kerja sama dalam penyaluran gaji bulanan PNS pusat. Tujuan utama penandatanganan perjanjian ini adalah untuk menciptakan akuntabilitas dalam penyaluran belanja pegawai, serta untuk meningkatkan layanan pembayaran gaji PNS. Ratarata gaji PNS pusat di wilayah Jabar dan Bnaten diperkirakan sebesar Rp 5 juta. Dengan demikian, potensi penambahan DPK, khususnya dana murah, yang bisa digalang diperkirakan mencapai Rp 750 miliar. (Sumber: Bisnis Indonesia, 14 April 2015, 24)
Rabu, 15 April 2015
Kriteria Systemically Important Bank Tidak Masuk UU JPSK Pemerintah tidak akan memasukkan kriteria systemically important bank (SIB) dalam Rancangan Undang-Undang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Kriteria SIB akan masuk dalam peraturan pelaksanaan karena undang-undang harus fleksibel. Pemerintah akan mengajukan RUU Pemerintah akan mengajukan RUU JPSK ke DPR sebelum 22 April 2015. OJK menyatakan secara substansi poin-poin RUU JPSK sudah selesai dibahas. RUU ini menjadi penting karena merupakan guidelines dan backup hukum dalam mengambil keputusan. Selain itu dalam RUU tersebut, terlihat jelas tugas masing-masing institusi. Lembaga yang terlibat dalam JPSK adalah Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Untuk kriteria SIB dan metode resolusi bank, tidak akan dicantumkan dalam UU, tetapi hanya dalam peraturan pelaksana. Gubernur BI mengatakan, RUU JPSK ini menjadi prioritas sejak tiga tahun lalu. Selain UU JPSK, pemerintah juga kan mengajukan revisi UU BI dan revisi UU Perbankan. (Sumber: Indonesia Finance Today, 15 April 2015, 10)
Penyaluran Kredit Diestimasi Naik Kuartal II OJK mengestimasi penyaluran kredit perbankan akan meningkat pada kuartal II 2015. Menurut pejabat OJK dan survei yang dilakukan BI, kenaikan penyaluran kredit akan ditopang oleh kondisi ekonomi yang mulai membaik dan suku bunga yang relatif stabil. Kenaikan kredit pada kuartal II tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) dengan perkiraan kredit baru kuartal II tumbuh 92,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan 13,7% pada kuartal sebelumnya. Otoritas juga masih melihat optimisme perbankan nasional dalam menyalurkan kredit tahun ini akan berada pada kisaran 16% hingga 17%. Menurut survei perbankan triwulanan BI, optimisme peningkatan kredit baru tersebut didorong oleh perkiraan responden terhadap membaiknya kondisi ekonomi ke depan dan suku bunga kredit yang relatif stabil. Prioritas utama perbankan dalam penyaluran kredit baru pada kuartal II 2015 adalah sektor perdagangan besar dan eceran serta sektor industri pengolahan dan sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi. Dari sisi orientasi penggunaan, responden masih lebih mengutamakan kredit impor daripada kredit ekspor. (Sumber: Indonesia Finance Today, 15 April 2015, 11)
Penjualan Langsung Aset Bank Gagal Diusulkan Masuk RUU LPS mengusulkan agar opsi penjualan langsung aset bank gagal dimasukkan dalam draft RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). LPS menyatakan metode penanganan atau resolusi bank bermasalah harus diperbanyak, tidak sekedar penyelamatan secara langsung seperti dilakukan terhadap Bank Century pada 2008. Ketentuan penaganan aset perlu dimasukkan agar LPS memiliki payung hukum yang rinci ketika harus menangani bank gagal berdampak sistemik. LPS ingin supaya pada saat krisis nanti, di mana LPS harus menyelamtkan beberapa bank gagal, LPS memiliki dasar hukum dan opsi-opsi untuk melakukannya secara efektif, cepat, dan efisien, terutama cost efficiency-nya. Klau tidak, opsi penyelamatan tetap open bank assistance. Usulan LPS didasari pengalaman saat harus mengambil alih 90% saham Bank Century pada 2009 pescapenetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik. Adapun dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 4/2008 tentang JPSK, penanganan bank gagal oleh LPS tidak dijabarkan secara terperinci. Di sisi lain, BI berharap amanat Presiden (Ampres) segera keluar sehingga RUU dapat diajukan pemerintah ke DPR sebelum reses masa sidang III pada 27 April. Dengan demikian, RUU dapat mulai dibahas ketika masuk masa sidang IV pada 18 Mei. (Sumber: Bisnis Indonesia, 15 April 2015, 4)
RPP Jaminan Pensiun : Iuran 8% Dinilai Berlebihan Rencana iuran jaminan pensiun sebesar 8% dinilai berlebihan dan membebani ekonomi. Menurut aktuaris sekaligus pimpinan Dayamandiri Dharmakonsilindo, negara bertanggung jawab penuh terhadap program jaminan pensiun sesuai undang-undang. Penumpukan iuran di BPJS Ketenagakerjaan dari Juli 2015 hingga manfaat kali pertama dibayarkan pada 2030 merupakan tindakan yang keliru. Padahal ada mekanisme lain yakni pay as you go (PAYG) yang dapat diterapkan sehingga tidak membebani dunia usaha. PAYG merupakan skema pendanaan jangka pendek. Perhitungan manfaat pensiun yang disiapkan hanya untuk yang jatuh tempo pada masa tertentu. Metode ini juga tidak bergantung pada asumsi jangka panjang seperti risiko pasar keuangan, inflasi, investasi, kebocoran hingga salah kelola. Adapun program jaminan pensiun yang disiapkan untuk BPJS ketenagakerjaan mendekati skema fully funded. Melalui skema ini, iuran yang dihimpun akan diinvestasikan sehingga cukup untuk membayar manfaat pensiun di masa mendatang. Saat ini beban program wajib yang harus ditanggung pengusaha telah menumpuk. Setidaknya sebuah perusahaan harus membayar iuran wajib 15,24% - 17,74% dari beban gaji setiap bulannya, sedangkan pekerja menanggung 3%. Beban ini akan semakin besar jika iuran jaminan pensiun diterapkan seketika 8% dengan komposisi 5% pengusaha dan 3% pekerja. Besaran jaminan pensiun di Indonesia termasuk yang terendah di dunia karena hanya program Jaminan Hari Tua yang diberlakukan. Namun iuran jaminan negara lain tinggi karena sistem jaminan sosialnya telah berlangsung lama. Sedangkan Indonesia, tidak ada pembayaran pensiun dalam 15 tahun ke depan sehingga tidak perlu langsung diterapkan iuran dalam jumlah besar. Kekhawatiran skema PAYG akibat berakhirnya bonus demografi dan meningkatnya angka harapan hidup, dapat ditanggulangi dengan menjaga rasio ketergantungan penduduk usia lanjut pada kisaran 20%. Rasio ini maka usia pensiun akan bergeser jadi 65 tahun pada tahun 2040. (Sumber: Bisnis Indonesia, 15 April 2015, 21)
Pasar Keuangan Syariah : IIIB Segera Terbentuk 2016 Tahun depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah pembentukan Islamic Investment Infrastructure Bank (IIIB) yang merupakan institusi berskala global dengan pendekatan berbasis syariah. Dengan entitas ini, pertumbuhan aset pasar keuangan syariah di Indonesia diprediksi akan meroket. BI menyatakan bahwa bank infrastruktur berbasis syariah tersebut merupakan entitas patungan antara Islamic Development Bank (IDB) dan Kementerian Keuangan. Pihak IDB
sempat menyatakan akan menyetorkan dana senilai US$ 1 miliar untuk lembaga tersebut. Sementara, Kementerian Keuangan masih mengkaji besaran dana yang bakal disuntik untuk entitas syariah tersebut. Nantinya, Islamic Investment Infrastructutre Bank (IIIB) ini akan berbentuk multinational bank karena bakal membiayai proyek-proyek infrastruktur di seluruh negara muslim di dunia. Entitas ini, akan menghimpun dana dari investor untuk membeli project sukuk yang diterbitkan pemerintah. Markasnya di Indonesia, tapi saham mayoritsnya akan dimiliki IDB. Pembentukan entitas berbasis syariah ini juga diprediksi akan mempercepat target regulator agar aset industri syariah di Tanah Air meningkat. Dalam jangka panjang, akan menggandeng OJK dan pemerintah, bank sentral menargetkan setidaknya mampu menjadikan 30% aset industri perbankan di Indonesia akan menggunakan prinsip syariah. Optimisme tersebut juga disumbang pembentukan International Working Group on Zakat Core Principles dan mega bank syariah. (Sumber: Bisnis Indonesia, 15 April 2015, 23)
Insentif LDR Rilis Bulan Depan BI segera menerbitkan peraturan baru terkait perluasan cakupan definisi simpanan dan pemberian insentif berupa pelonggaran batas atas loan to deposit ratio (LDR) bulan depan. BI akan segera mengeluarkan kebijakan makroprudensial tersebut untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan dana pihak ketiga dan kredit tahun ini, yakni 14% - 16% dan 15% - 17%. Dalam kebijakan makroprudensial tersebut definisi simpanan akan diperluas dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). – LDR. Sedangkan pemberian insentif berupa pelonggaran batas atas LDR akan diberikan bagi bank yang telah memenuhi kewajiban penyaluran kredit ke sektor UMKM secara lebih awal. Untuk jenis surat-surat apa saja yang masuk dalam perluasan definisi simpanan dan berapa batas atas LDR setelah diberi insentif masih dikaji oleh BI. Peraturan baru ini juga sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM yang mewajibkan 20% porsi penyaluran UMKM secara bertahap. (Sumber: Bisnis Indonesia, 15 April 2015, 24)
Kamis, 16 April 2015
LPS Rate Diproyeksikan Tak Berubah Kendati suku bunga deposito di industri perbankan nasional menunjukkan tren penurunan, LPS mengklaim belum akan mengubah tingkat bunga penjaminan, mengingat likuditas diproyeksi masih akan menghadapi tekanan. Perhitungan tingkat bunga penjaminan didasarkan pada ratrata suku bunga deposito perbankan. Suku bunga LPS juga mencerminkan besaran bunga deposito yang ditawarkan bank-bank di Indonesia. Hingga 14 Mei 2015, LPS Rate untuk simpanan rupiah 7,75% dan valas 1,5%, sedangkan untuk BPR 10,25%. Proyeksi tersebut juga didasarkan pada prediksi masih berlanjutnya pelemahan rupiah serta prospek kenaikan Fed Fund Rate. Selain itu, sinyal yang diberikan BI adalah bias ketat, sehingga masih wait and see. (Sumber: Bisnis Indonesia, 16 April 2015, 24)
Jumat, 17 April 2015
Korea Selatan Minati Bisnis Perbankan di Indonesia Perusahaan jasa keuangan di Korea Selatan memiliki minat yang tinggi terhadap industri jasa keuangan Indonesia. Oleh sebab itu, otoritas jasa keuangan Korea Selatan, yakni Korea Financial Services Commission (Korea FSC) dan Korea Financial Supervisory Services (Korea FSS) tertarik menjalin kerja sama resiprokal dengan industri keuangan Indonesia. Kerja sama ini merupakan pengembangan kapasitas kelembagaan dan pertukaran informasi di bidang pengaturan dna pengawasan lembaga jasa keuangan. Kerja sama ini tidak hanya untuk perbankan, tetapi juga untuk semua lembaga keuangan, seperti asuransi dan multifinance. Perjanjian tersebut juga dimanfaatkan sebagai sarana edukasi keuangan untuk masyarakat Indonesia di Korea Selatan. (Sumber: Indonesia Finance Today, 17 April 2015, 7)
Penempatan Likuiditas Antarbank Meningkat Penyaluran dana antarbank mencatatkan pertumbuhan yang lebih agresif dibandingkan dengan dana kepada pihak ketiga seiring dengan terbatasnya serapan kredit. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis OJK penyaluran kredit kepada bank lain tumbuh sebesar 22,97% dari posisi januari 2014. Sementara pertumbuhan kredit kepada pihak ketiga hanya 11,54% (yoy). Menurut pelaku perbankan hal ini terjadi karena bank-bank memiliki kelebihan likuiditas. Banyak dana yang tidak terserap ke kredit sehingga diletakkan di antarbank atau Fasbi. Kelebihan likuditas industri perbankan didorong oleh dana pertumbuhan DPK lebih tinggi dari fungsi intermediasi. Dalam Survei Perbankan Kuartal I/2015 yang dirilis Bank Indonesia, pertumbuhan tabungan diperkirakan semakin tinggi pada kuartal II/2015, tercermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) yang meningkat dari 92,2% menjadi 95,2%. Di sisi lain, pertumbuhan deposito diperkirakan melambat yang terindikasi dari nilai SBT menjadi 57,3%, lebih rendah dibandingkan 91,8% pada kuartal sebelumnya. Perkiraan suku bunga dana yang stabil dan membaiknya kondisi kecukupan modal responden menjadi faktor utama yang menahan laju pertumbuhan DPK pada kuartal II/2015. (Sumber: Bisnis Indonesia, 17 April 2015, 24) ***