“Banking” Weekly Hotlist (02 Maret – 06 Maret 2015) Senin, 02 Maret 2015
Protokol Krisis Harus Segera Diperbaiki Ketua Umum Perbanas mengungkapkan kinerja industri perbankan sepanjang lima tahun terakhir sudah sangat bagus, sehingga hal yang perlu ditingkatkan demi menjaga keberlangsungan pertumbuhan tersebut adalah cara mengelola krisis. Protokol manajemen krisis harus diperbaiki. Di negara maju pun ada koordinasi antara pemerintah, bank sentral, dan otoritas yang mengatur seperti OJK di Indonesia. Sigit menegaskan agar UU JPSK (Jaringan Pengaman Sistem Keuangan) harus segera diluncurkan. Menurutnya, jika terjadi ancaman krisis dan untuk menghindari kondisi 2008, UU perlu dibentuk. Tujuannya, agar orang-orang yang mengambil keputusan saat krisis tidak akan diadili lagi secara politis dan pidana. Bila ada satu bank yang melemah, hal itu akan menular pada bank-bank lain. Memburuknya kondisi satu bank itulah yang perlu diwaspadai agar tidak memicu krisis yang lebih besar. (Sumber: Bisnis Indonesia, 01 Maret 2015, 23)
Kredit Kendaraan Bermotor: Pertumbuhan Ekspansi Diprediksi Terbatas Sejumlah bank memprediksi pertumbuhan kredit kendaraan bermotor akan tumbuh terbatas di bawah 20% kendati pada tahun lalu mencatat titik balik setelah dalam dua tahun terakhir mengalami tekanan akibat kebijakan loan to value. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) sebelumnya memprediksi penjualan kendaraan roda empat akan relatif sama dengan 2014 sebnayak 12 juta unit. Senada dengan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) juga memprediksi penjualan sepeda motor tahun ini akan stagnan dari posisi 2014 sebanyak 7,9 juta unit. Secara industri, penyaluran kredit otomotif tahun lalu tumbuh 18%. Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak 2012 yang mencatat penurunan sebesar 6,6%. Kinerja kredit
otomotif sejak 2012 mengalami tekanan, salah satunya karena kebijakan regulator mengatur kebijakan uang muka atau down payment sebesar 20%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 02 Maret 2015, 23)
Inflasi Aman, Kredit Terakselerasi Data Survei Perbankan yang dipublikasikan BI, menunjukkan mayoritas pelaku industri perbankan optimis kredit tahun ini melaju di posisi 15,7%, kendati sepanjang 2014, pinjaman hanya tumbuh sebesar 11,4%. Sebanyak 42 bank umum yang mewakili 80% pangsa kredit nasional menilai kondisi ekonomi yang membaik akan menjadi pendorong utama menguatnya pertumbuhan pinjaman tahun ini. Kendati demikian, pada triwulan I/2015, para pelaku industri perbankan memperkirakan pertumbuhan kredit masih akan mengalami perlambatan akibat kebutuhan pembiayaan dari nasabah belum mengalami perubahan berarti dibandingkan dengan tahun lalu. (Sumber: Bisnis Indonesia, 02 Maret 2015, 23)
Perbankan Syariah: 2 POJK Segera Terbit OJK siap melakukan pengetatan regulasi untuk industri perbankan syariah, melalui dua beleid baru yang akan dirilis tahun ini. Pertama, regulasi yang akan mengatur aktivitas produk bank syariah dan penyesuaian permodalan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Adapun maksud pengaturan aktivitas produk seperti dalam produk core banking yakni penghimpunan dan penyaluran fungsi intermediasi. Selain itu, POJK syariah yang akan dirilis otoritas akan mengatur aktivitas trade finance, treasury,agunan dan kerja sama hingga produk terkait sistem sistem pembayaran bank. Adapun rencana pengaturan produk dan aktivitas bank syariah ini akan disesuaikan dengan kondisi permodalan perbankan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 02 Maret 2015, 24)
Selasa, 03 Maret 2015
Bank Syariah Berencana Perbaiki NPF Sejumlah bank syariah berencana menurunkan rasio pembiayaan macet atau non performing financing (NPF) tahun ini. Perusahaan berniat mendirikan divisi yang khusus mengelola NPF. Menurut direksi, penurunan NPF dilakukan untuk memperbaiki kualitas aset dan meningkatkan laba bersih bank. PT Bank Syariah mandiri (BSM) akan memisahkan pengelolaan bisnis dan pengelolaan NPF. BSM akan membentuk sebuah unit penanganan untuk menganalisis pembiayaan bermasalah yang disebut regional, recovery, dan restrukturisasi (R3). Selain itu, BSM juga akan mempercepat lelang aset nasabah yang sudah tidak prospektif dan dianggap tidak mampu membayar tunggakan pembiayaannya. Serta, akan mengubah komposisi penyaluran pembiayaan pada tahun ini. Sama halnya dengan PT Bank Syariah Bukopin (BSB), perusahaan telah menyiapkan strategi untuk menurunkan NPF dengan cara melakukan restrukturisasi, penagihan insentif, dan lelang aset. Selain itu, akan meningkatkan prudential banking agar NPF bisa ditekan. (Sumber: Indonesia Finance Today, 03 Maret 2015, 9)
Bank Ekspansif, Transaksi PUAB Naik Bank Indonesia memprediksi volume transaksi di pasar uang antarbank akan meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan likuiditas untuk mendanai ekspansi kredit tahun ini. Dengan adanya penurunan suku bunga pasar uang antar bank (PUAB), volume transaksi diperkirakan bisa meningkat hingga Rp 15 triliun secara harian. Menurut Ketua Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, transaksi PUAB masih cukup kontraktif hingga semester I/2015 sehingga kebutuhan likuiditas perbankan meningkat. Adapun volume PUAB secara total hingga Januari 2015 tercatat senilai Rp 210,15 triliun, naik 6,2% (yoy) atau secara rata-rata harian Rp 10,01 triliun per hari, atau meningkat 1,2%. Pengetatan likuditas di pasar uang relatif mereda, sehingga berpotensi memacu penyaluran kredit dan fungsi intermediasi bank. Bank Indonesia memproyeksikan suku bunga PUAB akan stabil di kisaran 5,65%, sejalan dengan operasi moneter BI yang difokuskan untuk menjaga kecukupan likuiditas perbankan. (Sumber: Bisnis Indonesia, 03 Maret 2015, 1)
NPF Sumbang Anjloknya Laba Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) menunjukkan sepanjang tahun 2014, industri perbankan syariah mencatatkan koreksi laba sebesar 45,53%. Penurunan laba terbesar dibukukan kelompok Bank Umum Syariah (BUS) yakni 65,53%. Sementara itu, kelompok Unit Usaha Syariah (UUS) mencatatkan koreksi laba sebesar 12,72%. Perlambatan pertumbuhan terjadi sejak 2013. Pasalnya, pada 2010, 2011, dan 2012, laba industri perbankan syariah terpantau terus menanjak atau tumbuh masing-masing sebesar 33,02%, 40,34%, dan 72,33%. Sementara itu, sejalan dengan turunnya laba, laju pembiayaan dan penghimpunan DPK industri ini juga menunjukkan pelemahan. Di tengah penurunan laba yang cukup dalam, rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) industri perbankan syariah terpantau naik 171 basis poin (bps) dari 2,62% pada akhir 2013 menjadi 4,33% pada akhir tahun 2014. Koreksi laba cukup dalam pun terjadi di bank syariah terbesar di Indonesia. Sepanjang tahun 2014 lalu, PT Bank Syariah Mandiri (BSM) membukukan laba senilai Rp 71,77 miliar atau terkoreksi 91,21% dari Rp 816,7 miliar pada tahun 2013. (Sumber: Bisnis Indonesia, 03 Maret 2015, 24)
Rabu, 04 Maret 2015
Bank Jadi Garda Terakhir Pemerintah akan menempatkan bank sebagai garda terakhir dalam melakukan assesment kredit usaha rakyat untuk menekan laju kredit bermasalah pinjaman mikro ini. Berdasarkan data dari Deputi Bidang Pengembangan dan Restsrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil menengah (UKM), sepanjang tahun 2014, total rasio kredit bermasalah (NPL) bankbank penyalur kredit usaha rakyat (KUR) mencapai 3,3%. Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan akan ada 2 juta debitur KUR. Adapun, bunga yang ditetapkan sebesar 21% atau turun dari 22% pada tahun ini. Sementara itu, tahun ini, pemerintah juga memastikan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk bakal menjadi 3 bank pionir yang menyalurkan KUR. Tahun ini, dana KUR yang disalurkan bersumber dari kas tiap bank penyalur. Pemerintah hanya mengucurkan dana Rp 1 triliun untuk penjaminan dari Jamkrindo dan Askrindo. KUR tahun ini difokuskan untuk kredit ke sektor pertanian dan maritim. Ke depannya,ketentuan ini akan tertuang dalam keputusan Presiden yang diharapkan keluar sebelum 10 Maret 2015. (Sumber: Bisnis Indonesia, 04 Maret 2015, 24)
Nasabah Buru Sukuk Ritel Sebagaimana diketahui, pemerintah akan menerbitkan SR 007 pada 11 maret 2015 mendatang dengan menawarkan tingkat kupon sebesar 8,25%. Investor dapat memesan SR 007 dengan nominal minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 5 miliar. Adapun, target indikatif yang dipatok oleh pemerintah mencapai Rp 20 triliun. Sebelumnya, pemerintah telah menunjuk 22 agen penjual dan akan mendapat penjatahan pada 9 maret 2015. Permintaan yang tinggi dari nasabah membuat BNI meminta tambahan alokasi guna mengakomodasi keinginan nasabah. BNI meminta ke Depkeu senilai Rp 4 triliun, tetapi pada akhirnya di beri jath Rp 2,1 triliun. PT Bank OCBC NISP Tbk juga mengalami kebanjiran pesanan. OCBC NISP berharap bisa mendapatkna kuota di atas Rp 2 triliun. (Sumber: Bisnis Indonesia, 04 Maret 2015, 24)
Kamis, 05 Maret 2015
KUR Mikro Ditambah, KUR Ritel Ditiadakan Pemerintah memperbarui pola penyaluran kredit usaha rakyat. Setelah dikaji sejak pertengahan Desember 2014, pola barunya segera diluncurkan. Pemerintah memutuskan untuk kembali mangucurkan kredit usaha rakyat (KUR) mikro mulai 10 Maret. Plafon kredit untuk setiap debitor Rp 25 juta dengan bunga 21 persen. Pada 2014, plafonnya Rp 20 juta dengan bunga 22 persen. KUR ritel umum dengan plafon kredit Rp 25 juta-Rp 500 juta yang berlaku pada tahun-tahun sebelumnya ditiadakan. Alasannya, banyak kredit macet pada KUR ritel. Nantinya, KUR ritel akan diganti dengan KUR untuk sektor tertentu diantaranya perikanan. Hal yang membedakan KUR pada tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya adalah sistem aplikasi dalam jaringan yang disebut Sistem Informasi Kredit Program (SIKP). Melalui sistem ini, profil debitor dan kinerja pengembalian utang terekam dengan baik. Hal ini menjadi basis data yang memudahkan calon debitor, perusahaan penjamin, dan bank penyalur. Untuk tahap awal, baru tiga bank penyalur KUR yang siap dengan SIKP tersebut, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Penjamin kredit, yakni Jamkrindo dan PT Askrindo, siap dengan SIKP. (Sumber: Kompas, 05 Maret 2015, 17)
BOPO Diestimasi Turun Kalangan bankir dan ekonom memprediksi rasio beban operasional (BOPO) akan turun menyusul beban bunga simpanan yang makin mengempis seiring dengan likuiditas yang mulai longgar. Berdasarkan data statistik perbankan OJK, rasio BOPO perbankan naik 221 basis poin menjadi 76,29%. Kenaikan tertinggi dicatat kelompok bank daerah sebesar 459 basis bps menjadi 78,08%. Sementara itu kelompok bank asing mencatat penurunan rasio BOPO sebesar 376 bps menjadi 79,3%. Artinya, bank asing makin efisien. Di sisi lain, kendati mencatat rasio BOPO terendah, kelompok bank persero mencatat kenaikan beban operasional tertinggi sebesar 29% menjadi Rp 150,5 triliun. Kenaikan beban operasional ini disumbang beban bunga simpanan yang naik 53% menjadi Rp 55 triliun. Dengan demikian, rasio BOPO bisa stagnan karena pertumbuhan pendapatan operasional tidak terkerek kendati beban operasional bisa turun seiring penurunan bunga deposito. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 23)
Dana Valas Kian Terbatas Di tengah penguatan dolar terhadap rupiah, penyaluran kredit dan penghimpunan dana bermata uang valuta asing (valas) perbankan kian melambat. Dalam statistik perbankan Indonesia (SPI) , pertumbuhan DPK industri perbankan bermata uang asing hanya mencapai 6,5% secara year on year pada 2014. Melambatnya himpunan DPK valas pada tahun lalu juga berdampak pada penyaluran fungsi intermediasi yang slow down. Pada 2014, penyaluran kredit valas mencapai Rp 616,34 triliun sepanjang 2014, tumbuh 7,68% dari posisi Rp 572,37 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk mencukupi kebutuhan valas, maka OJK telah mencatatkan ada 7 bank yang berencana menerbitkan surat utang. Rencana penerbitan obligasi tersebut terdiri dari Rp 32,84 triliun denominasi rupiah dan Rp 11,8 triliun berdenominasi valas. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 23)
OJK Pacu Industri Keuangan Syariah OJK terus mendorong industri keuangan syariah untuk dapat mengembangkan bisnisnya tahun ini. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah adalah mendorong para pelaku industri ini untuk ikut serta dalam pembiayaan proyek infrastruktur
yang digalakkan pemerintah saat ini. Proyek infrastruktur dapat dijadikan underlying asset penerbitan surat berharga berbasis syariah, seperti sukuk negara ritel SR-007. Hasil sukuk yang diterbitkan pada 11 Maret 2015 ini akan digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur tiga kementerian, yaitu Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pekerjaan Umum. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 23)
Penyaluran KUR: Skema Penjaminan Langsung Diterapkan Pemerintah akan menerapkan skema penjaminan langsung dalam pemberian kredit usaha rakyat dengan menjadikan Kabupaten Kudus sebagai daerah pilot project. Sebagai pilot project, Kabupaten Kudus akan menggunakan surat penjamin dari pemerintah daerah juga. Sehingga Pemda harus benar-benar menjalankan pekerjaannya dengan baik. Jika penerapan skema penjaminan langsung di Kabupaten Kudus sukses, sistem serupa bakal diterapkan secara nasional. Kendati demikian, diakui bahwa kapasitas Perum Jamkrindo dan PT askrindo (Persero) sebagai penjamin kredit masih terbatas. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 23)
Sektor Pangan Perlu Basis Data Valid Sejumlah kalangan menilai peningkatan panyaluran kredit ke sektor pangan, terutama di sektor pertanian dan perikanan memerlukan basis data yang valid untuk membangun skim pembiayaan yang tepat sesuai dengan karakteristik di dua sektor tersebut. Sektor pangan memiliki karakteristik khusus yang unik dimana setiap turunan sektor tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Misalnya, pola tanam dan pascapanen tanaman padi berbeda dengan holtikultura. Pemahaman risiko yang baik di sektor ini juga dinilai akan mendorong perbankan lebih gencar menyalurkan kredit. Untuk memperdalam penetrasi di sektor pangan, Direktur Bisnis UMKM PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyebut bahwa BRI pada April 2015 berencana mengembangkan seribu pegawai yang memiliki keahlian khusus di sektor pangan. Di sisi lain, untuk menjaring basis data petani, BRI akan menduplikasi produk Kartu Tani ke berbagai wilayah. Produk ini merupakan kartu debit yang bisa berfungsi sebagai kartu identitas petani untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 24)
Bank Syariah Patok Target 20% Sekelompok bankir bank umum syariah memasang target pertumbuhan bisnis dengan target pertumbuhan bisnis yang optimis di atas 20% pada tahun ini. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), industri perbankan syariah mencatatkan koreksi laba hingga 45,53%. Pada tahun lalu, tekanan laba paling dalam ada pada kelompok bank umum syariah (BUS), hingga 65,53%. Adapun, kelompok unit usaha syariah (UUS) mencatatkan koreksi laba sebesar 12,72%. Perlambatan pertumbuhan mulai terjadi sejak 2013. Sebelumnya, pada 2010, 2011, dan 2012, laba industri perbankan syariah terpantau terus menanjak atau tumbuh masing-masing sebesar 33,03%, 40,34%, dan 72,33%. (Sumber: Bisnis Indonesia, 05 Maret 2015, 24)
Jumat, 06 Maret 2015
Migrasi Kartu Debit Diestimasi Mundur Bank Indonesia menyatakan migrasi teknologi kartu debit dari magnetic ke chip berpotensi mundur jika industri belum siap untuk melakukan migrasi hingga akhir tahun nanti. Deputi Gubernur BI, mengatakan bank sentral sebagai regulator yang mengatur industri sistem pembayaran tengah memeriksa kesiapan industri. Ada dua bank yang siap melakukan migrasi namun di lain pihak sejumlah bank juga menyatakan belum siap. Migrasi teknologi tidak hanya dilakukan pada kartu debit, tetapi juga pada mesin EDC dan ATM. Jumlah kartu debit yang masif juga membuat bank perlu usaha ekstra agar migrasi bisa rampung. (Sumber: Bisnsi Indonesia, 06 Maret 2015, 23)
BI Tinjau Ulang Aturan Layanan Keuangan Digital Bank Indonesia berencana menerbitkan aturan baru terkait pelaksanaan Layanan Keuangan Digital (LKD). Sebagaimana diketahui, pelaksanaan LKD diatur dalam PBI No.16/8/PBI/2014. LKD merupakan layanan keuangan melalui agen yang menggunakan uang elektronik sebagai instrument pembayaran. Dalam PBI tersebut, hanya bank BUKU IV yang diizinkan menggandeng agen individu sebagai unit perantara layanan keuangan. Sedangkan, bank
dengan modal di bawah Rp 30 triliun hanya diizinkan menggandeng agen yang memiliki badan hukum. Saat ini ada dua bank yakni, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sudah mengajukan izin LKD dan operasionalnya sudah berjalan. Aturan baru yang akan diterbitkan akan mengatur peran operator telekomunikasi dan bank dengan modal di bawah 30 triliun. Sikap BI ini setidaknya mulai sepaham dengan kebijakan Laku Pandai OJK. (Sumber: Bisnis Indonesia, 06 Maret 2015, 24)
Volume Transaksi Antarbank Melambat Meski tercatat melambat, tetapi bankir-bankir mengklaim kenaikan biaya transaksi debit anrtarbank tidak membuat volume transaksi berkurang. Kendati demikian, Statistik Pembayaran yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan transaksi debit antarbank mencatatkan perlambatan yang cukup signifikan. Pada 2014, volume transaksi debit antarbank mencapai 340, 47 juta transaksi, atau tumbuh 29,5% dari posisi 262,87 juta transaksi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal, bila dibandingkan dengan periode 2013, volume transaksi antarbank tumbuh hingga 77,87%. Data menunjukkan volume transaksi antarbank sepanjang empat tahun terakhir bertumbuh, akan tetapi paling lambat pada 2014. Bank Indonesia telah menetapkan batas maksimal kenaikan biaya transfer antarbank melalui ATM senilai Rp 6.500 pertransaksi, lebih rendah dibandingkan dengan biaya transaksi tarik tunai antarbank senilai Rp 7.500. Pada intinya, BI memahami alasan kenaikan biaya transaksi antarbank karena alasan inflasi dan lain sebagainya. Khusus transfer memang dibatasi untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). (Sumber: Bisnis Indonesia, 06 Maret 2015, 24)
***