BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha Saka Jogja, Cocak Nguntal Elo, dan Nona Sekretaris memperlihatkan gagasan tentang kehidupan perempuan modern yang telah mampu mengokupasi ruang publik namun tidak sepenuhnya terbebas dari ruang domestik. Betty Friedan dengan konsepkonsepnya mengenai mistik feminin menyayangkan sikap perampasan kebebasan perempuan untuk bergerak dan menentukan hidupnya tanpa ada batasan-batasan hasil ciptaan dari budaya patriarki. Suparto Brata menghadirkan perempuan-perempuan modern yang pada dasarnya hanya mengikuti pola citra perempuan yang seharusnya, yakni perempuanperempuan yang cantik, cerdas tetapi tidak melebihi laki-laki, berada di bawah kontrol laki-laki, dan menjadi sosok yang tidak bisa terlepas dari laki-laki. Perempuan-perempuan yang tetap berada dalam batasan tersebut akan memperoleh penghargaan dan rasa nyaman, sedangkan perempuan-perempuan yang tidak mampu memenuhi kriteria akan menghadapi tekanan dari berbagai pihak, baik dari laki-laki maupun perempuan yang lain. Perempuan-perempuan dalam karya-karya Suparto Brata telah menunjukkan keberhasilannya keluar dari ranah domestik dan masuk ke ranah publik, namun mereka belum mampu merasakan kebebasan yang seutuhnya. Perempuan-perempuan modern ini harus terikat pada aturan-aturan yang dibuat oleh mistik feminin. Mistik feminin secara terang-terangan menyatakan bahwa perempuan yang berpendidikan
129
tinggi dan bekerja adalah perempuan yang berbahaya. Perempuan yang baik adalah perempuan yang hanya sibuk dengan urusan domestik, menjaga kecantikan, memberikan kebahagiaan bagi suami dan anak-anaknya. Tuntutan mistik feminin pada perempuan membuat perempuan sibuk dan mengabaikan mimpinya akan dunia publik serta tidak akan lagi mempunyai waktu untuk mencerdaskan dirinya. Perempuan tidak akan sepenuhnya memperoleh kebebasan dan ruang gerak yang tak terbatas selama ia masih berusaha hidup sesuai dengan tuntutan masyarakat. Perempuan-perempuan modern yang berkarir dibuat seolah-olah menderita krisis identitas sehingga perempuan tidak akan berhenti melakukan pencarian identitas melalaui laki-laki. Perempuan-perempuan yang telah berhasil mensubjekkan dirinya secara paradoks ditarik mundur ke ranah domestik agar menjadi objek oleh Suparto Brata. Perempuan selain memerlukan pemenuhan identitas, juga memerlukan pemenuhan kebutuhan seksual dari laki-laki. Suparto Brata membuat perempuanperempuan ciptaannya dalam karya-karyanya sebagai objek dalam proses pemenuhan kebutuhan seksualnya, meskipun beberapa perempuan sudah berusaha untuk mensubjekkan dirinya. Pemenuhan kebutuhan seksual pada perempuan dijadikan senjata oleh mistik feminin untuk menghentikan ketertarikan perempuan pada dunia publik. Perempuanperempuan yang telah sukses berada di ranah publik ditunjukkan oleh Suparto Brata menjadi objek dalam hal pemenuhan seksual karena pendidikan dan karir perempuan tidak akan memberikan peningkatan kepuasan seksual bagi perempuan. Laki-laki tetap memegang peran yang penting dalam kehidupan seksual perempuan. Jadi, jika 130
laki-laki menginginkan perempuan untuk tetap tinggal di ranah domestik, perempuan akan menuruti perintah tersebut demi mendapatkan kepuasan seksual dari laki-laki. Selain itu, perempuan-perempuan tersebut sebagian besar digambarkan berada dalam norma dan adat Jawa yang berlaku hingga kini, yakni bahwa kewajiban seorang perempuan untuk tetap menjaga keperawanannya hingga masa pernikahan dan perempuan terus menerus menjadi objek dalam setiap hal yang berhubungan dengan kepuasan seksual. Perempuan-perempuan modern yang hidup dalam bentukan mistik feminin sungguh bukanlah suatu pilihan karena perempuan harus mampu memberikan anak bagi suaminya. Semua perempuan yang telah berhasil mengokupasi ruang publik dalam karya-karya Suparto Brata tidak ada satupun yang menginginkan kehadiran anak murni dari hatinya. Dua perempuan menginginkan anak karena keinginan dari calon ibu mertua, dan dua perempuan yang lain menginginkan anak karena perintah suami. Karya-karya Suparto Brata tersebut mendorong perempuan untuk melahirkan anak dengan tujuan utama untuk mengubur ambisi perempuan berada di ranah publik. Setelah usaha-usaha mistik feminin berhasil untuk melumpuhkan kekuatan dan daya nalar perempuan, mistik feminin menciptakan konsep bentuk fisik dan sikap ideal seorang perempuan. Tidak ada satupun laki-laki yang tertarik dengan perempuan karena kepandaian, tingkat pendidikan, atau karir perempuan. Semua laki-laki hanya tertarik karena kecantikan dan sikap feminin perempuan. Suparto Brata membentuk citra perempuan seperti yang diinginkan oleh mistik feminin, yakni perempuan yang menjaga feminitas mereka dengan sikapnya yang lemah dan selalu membutuhkan laki-laki. Suparto Brata melalui konsep yang modern dalam karya-karyanya sesungguhnya sedang menyeret perempuan untuk kembali 131
seperti gambaran yang diinginkan oleh gambaran kuno yang dibentuk kelas atas, bahwa perempuan Jawa yang cantik adalah perempuan yang memiliki tubuh tinggi langsing, rambut hitam legam, payudara berisi, kulit yang kuning mengkilat, dan senyum menawan. Suparto Brata sebagai penulis yang hidup di era penjajahan Belanda, Jepang, dan kemerdekaan Indonesia berasal dari golongan kelas atas, sehingga mudah baginya untuk mereproduksi konsep yang telah diciptakan oleh kelas atas. Usaha Suparto Brata untuk mengembalikan perempuan-perempuan modern ciptaannya ke dalam ranah domestik untuk menunjukkan bahwa sisi lain perempuan modern adalah kehidupan yang yang timpang dan tidak lengkap, sehingga Suparto Brata berusaha melengkapi kehidupan perempuan modern ciptaannya dengan kehadiran laki-laki. Suparto Brata menghadirkan bentuk-bentuk paradoksalitas ruang domestik dengan cara menghadirkan nuansa ruang domestik dalam ruang publik dan ruang domestik tipuan. Bentuk-bentuk paradoksalitas ini menyamarkan usaha sesungguhnya untuk menyeret mundur perempuan ke dalam ranah domestik. Perempuan pada awalnya berlomba-lomba untuk keluar dari ranah domestik, namun secara tidak disadari bahwa sesungguhnya dirinya terjebak dalam ranah domestik yang semakin dalam. 5.2 Saran Secara khusus penulis telah memusatkan perhatian pada usaha-usaha untuk menciptakan citra perempuan modern yang telah berhasil mengokupasi ruang publik. Perempuan berusaha untuk mengeyam pendidikan tinggi dan mandiri secara finansial sehingga tidak bergantung dengan laki-laki. Akan tetapi, konsep perempuan yang 132
merupakan konstruksi masyarakat patriarki masih membelenggu citra perempuanperempuan modern tersebut. Pengkajian persoalan konsep-konsep citra perempuan modern ini sebaiknya menggunakan teori mistik feminin. Tinjauan mistik feminin dalam mengulas masalah citra perempuan modern merupakan usaha untuk menemukan konsep-konsep pembentukan citra perempuan modern yang justru menindas dan membatasi ruang gerak perempuan dalam karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha Saka Jogja, Cocak Nguntal Elo, dan Nona Sekretaris hanya merupakan salah satu alternatif pemecahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan lebih banyak variasi pengembangan penelitian agar dapat ditemukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Seperti kata pepatah, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa analisis dalam penelitian ini jauh dari kata sempurna yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan penulis. Penulis mengharapkan kekurangan tersebut dapat diteliti lebih lanjut dan disempurnakan oleh peneliti lain sehingga apa yang diharapkan oleh pengarang dalam karya ini dapat digali dan diungkapkan lebih mendalam dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya studi kajian kesusatraan dalam perspektif mistik feminin.
133