BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Asas Publisitas dalam Pendaftaran Fidusia Secara Elektronik
Pendaftaran merupakan suatu hal yang penting bagi sebuah jaminan kebendaan, termasuk jaminan fidusia. UU Jaminan Fidusia mengatur dan mewajibkan setiap jaminan fidusia harus didaftarkan pada pejabat yang berwenang. Hal ini dilakukan untuk menghindari berbagai permasalahan hukum yang dapat ditimbulkan dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia, sebab disamping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut menjadikan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga sangat sulit dikontrol. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam prakteknya, seperti adanya fidusia ulang, adanya pengalihan objek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditornya, dan lain-lain. Sejalan dengan hal tersebut, pada tahun 2013 Kementerian Hukum dan HAM meluncurkan pendaftaran fidusia secara online sebagai pengganti sistem manual karena lonjakan jumlah pendaftaran fidusia sampai tiga kali lipat pada kantor-kantor pendaftaran fidusia dan terjadi tunggakan pendaftaran fidusia luar biasa pada kantor-kantor pendaftaran fidusia. Pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia mulai meningkat ketika Menteri Keuangan mewajibkan semua Lembaga Pembiayaan Non Bank dalam pembiayaan kendaraan bermotor untuk mendaftarkan jaminan Fidusia yang telah dipungut biayanya ke KPF paling lama 30 hari sejak perjanjian. Melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik,
41
42
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, pendaftaran fidusia telah sepenuhnya dilakukan secara online, dan menutup lembaran pendaftaran fidusia manual ke dalam khazanah sejarah. Pasca fidusia online, waktu yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran fidusia dipotong menjadi hanya tujuh menit. Kementerian Hukum dan HAM terus melakukan penyempurnaan. Kuartal pertama 2015 pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Namun, dilihat dari semangatnya, pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya menekankan pada efektifitas waktu semata tanpa memerhatikan aspek-aspek lain yang tidak kalah penting. Pendaftaran fidusia secara elektronik justru menimbulkan masalah hukum yang berkaitan dengan asas publisitas dan kepastian hukum di dalamnya. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia ditentukan bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pasal 13 ayat (4) UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Artinya, segala benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan, dan tata cara pendaftaran maupun biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sejak bulan April 2015, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia telah resmi diundangkan. Peraturan Pemerintah tersebut secara resmi telah menutup sejarah pendaftaran jaminan fidusia secara manual, yang dahulu didaftarkan ke KPF (Kantor Pendaftaran Fidusia), sekarang didaftarkan melalui sistem online. Pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia telah sepenuhnya melalui sistem online, yang hanya dapat diakses oleh Notaris. Prosedur selengkapnya tentang langkah-langkah mendaftarkan jaminan fidusia telah dijabarkan
43
lengkap oleh Direktorat Jendral AHU dalam sebuah Buku Petunjuk Pendaftaran Jaminan Fidusia Online Ver 1.0 yang telah mengalami beberapa kali penyempurnaan, dan penyempurnaan terakhir diterbitkan pada tanggal 9 November 2015. Buku tersebut penulis lampirkan dalam penelitian hukum ini. Berdasarkan Buku Petunjuk Pendaftaran Fidusia Online Versi 1.0 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Umum (AHU) yang penulis akses melalui Kantor Notaris dan PPAT Wahyu Nugroho, S.H.,Sp.N.,M.H., dan buku inilah yang dijadikan pedoman dalam praktek pelaksanaan jaminan fidusia online yang hanya bisa diakses oleh Notaris dan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Tampilan halaman login
Pada halaman login, pengguna wajib mengisi username dan password sesuai dengan username dan password yang telah diberikan oleh Ditjen AHU, setelah itu klik tombol Submit.
44
Gambar 2. Tampilan halaman menu pemohon
Pada Menu Pemohon terdapat 3 pilihan menu yang tersedia : 1. Menu Pendaftaran Digunakan untuk melakukan pengisian formulir pendaftaran jaminan fidusia. 2. Menu Perubahan Digunakan untuk melakukan perubahan terhadap sertifikat jaminan fidusia. 3. Menu Daftar Transaksi Digunakan untuk melihat daftar transaksi yang telah dilakukan.
45
Gambar 3. Tampilan halaman formulir pendaftaran
Proses Pendaftaran Fidusia Online : 1. Klik menu pendaftaran, akan muncul formulir pada Gambar 3. 2. Isikan informasi secara bertahap sebagai berikut : a. Pemohon mengisikan identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Pihak pemberi maupun
penerima dapat berupa
PERUSAHAAN atau PERSEORANGAN;
46
Gambar 4. Tampilan kolom identitas pemberi fidusia
Gambar 5. Tampilan kolom identitas penerima fidusia
b. Pemohon mengisikan akta notaris jaminan fidusia berupa nomor akta Jaminan Fidusia, tanggal, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia;
47
Gambar 6. Tampilan kolom akta notaris jaminan fidusia
c. Pemohon mengisikan data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
Gambar 7. Tampilan kolom perjanjian pokok
d. Pemohon mengisikan uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
48
Gambar 8. Tampilan kolom uraian objek jaminan fidusia
e. Pemohon mengisikan nilai penjaminan.
Gambar 9. Tampilan kolom nilai penjaminan
f. Nilai Benda yang menjadi objek jaminan fidusia sudah tertuang dalam akta notaris jaminan fidusia.
Gambar 10. Tampilan kolom nilai objek jaminan fidusia
49
3. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian
dengan cara
menandai pernyataan. 4. Pemohon meng-klik Proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan melanjutkan proses berikutnya atau menekan tombol Ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya. 5. Setelah melakukan Submit maka akan muncul konfirmasi bahwa Data Berhasil diproses, lalu klik Ok
Gambar 11. Tampilan kolom kode pengamanan dan peringatan
Gambar 12. Tampilan konfirmasi bahwa data berhasil diproses
6. Pemohon
mencetak
bukti
permohonan
pendaftaran
melakukan pembayaran ke bank persepsi. Apabila
untuk tidak
melakukan pembayaran selama 3 hari maka data permohonan pendaftaran akan dibatalkan atau dihapus dari database.
50
Gambar 13. Tampilan bukti pendaftaran fidusia
Gambar 14. Tampilan siap cetak untuk bukti pendaftaran fidusia
7. Pemohon
melakukan
pembayaran
pendaftaran
jaminan fidusia di bank persepsi dan memperoleh bukti register pendaftaran jaminan fidusia dari bank persepsi.
Penulis dalam penelitian hukum ini bermaksud untuk menelaah isu hukum terkait pendaftaran fidusia secara elektronik ini, yang pada pelaksanaannya belum memenuhi asas publisitas di dalam jaminan
51
kebendaan. Berikut ini adalah alasan-alasan belum terpenuhinya asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik : 1. Informasi database tidak dapat diakses melalui sistem online ini. Pasal 13 ayat (3) UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia mancatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Hal ini kemudian dilengkapi di dalam Pasal 18 UU Jaminan Fidusia yang mengatur bahwa segala keterangan mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terbuka untuk umum. Maksud dari “terbuka untuk umum” adalah kreditor dan khalayak ramai dapat mengetahuinya atau memiliki akses untuk mengetahui informasi-informasi penting seputar jaminan hutang tersebut, semakin terpublikasinya sebuah jaminan hutang, akan semakin baik (Munir Fuady, 2003: 29). Kedua Pasal di atas menekankan pentingnya publisitas dalam jaminan fidusia. Salah satu ciri jaminan kebendaan yang modern adalah terpenuhinya asas publisitas, seluruh masyarakat diperkenankan untuk melihat dan mengecek benda-benda apa saja yang sudah menjadi obyek jaminan fidusia. Penting bagi pihak yang sedang berkepentingan untuk mengetahui apakah benda yang dijadikan obyek jaminan piutangnya bebas dari segala pembebanan atau tidak. (Munir Fuady, 2003: 30). Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (selanjutnya akan disebut PP No. 21 Tahun 2015) juga mengatur tentang hal tersebut di atas mengingat begitu pentingnya publisitas di dalam jaminan fidusia. Pasal 20 ayat (1) PP No. 21 Tahun 2015 mengatur bahwa Seluruh data yang tersimpan dalam pangkalan data sebagai hasil proses pendaftaran Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan buku daftar fidusia. Pangkalan data (database) jaminan fidusia saat ini, memiliki peran yang sama dengan buku daftar fidusia pada masa sebelumnya ketika pendaftaran jaminan fidusia masih manual ke Kantor
52
Pendaftaran Fidusia. Artinya, seluruh informasi mengenai rician obyek jaminan fidusia yang tersimpan dalam database jaminan fidusia seharusnya terbuka untuk umum dan dapat diakses oleh siapapun. Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik ini sebenarnya diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan yang ada semasa pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan secara manual, seperti jangka waktu penerbitan sertifikat fidusia yang begitu memakan waktu, antrian di Kantor Pendaftaran Fidusia yang begitu panjang dan lokasi KPF yang hanya ada di ibu kota tiap provinsi saja. Namun sepertinya pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik ini hanya menekankan pada efektifitas waktu semata tanpa memikirkan aspek-aspek hukum lainnya yang sebenarnya jauh lebih penting. Ada beberapa masalah hukum baru yang ditimbulkan dari sistem pendaftaran online ini. Seluruh database yang ada hanya dapat diakses oleh Notaris, karena hanya Notaris yang diberikan password dan username untuk mengakses fidusia online. Artinya, dalam hal ini database jaminan fidusia tidak terbuka untuk umum, padahal seharusnya terbuka untuk umum. Masalah lainnya adalah seperti di tampilan halaman awal situs online fidusia, dapat ditemui sebuah menu pengecekan data. Pengecekan apa yang dimaksudkan dalam halaman ini? Kantor Pendaftaran Fidusia selama ini banyak menghadapi pertanyaan dari berbagai kalangan, seperti Lembaga Pembiayaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Kejaksaan, Kepolisian, perorangan dan pihak-pihak lainnya terutama yang berkaitan dengan jaminan fidusia yang obyek jaminannya adalah kendaraankendaraan bermotor. Pengecekan data yang dimaksud di dalam halaman awal situs online ini adalah pengecekan obyek yang sudah dijaminkan secara fidusia dengan memasukkan nomor sertifikat fidusia, nama pemberi fidusia, nomor serial (untuk kendaraan bermotor), atau jenis barang untuk obyek yang tidak berserial nomor. Keterangan di dalam menu pengecekan tertulis
53
bahwa data yang tersimpan di dalam database adalah data sejak tahun 2003, namun ketika Penulis mengakses pengecekan data ini, menu ini tidak dapat menemukan semua obyek yang dicari, terutama untuk obyekobyek yang didaftarkan secara manual. Hal ini mungkin disebabkan oleh belum selesainya input data jaminan fidusia yang dilakukan secara manual ke database fidusia online. Menu pengecekan tersebut juga masih memiliki kelemahan lainnya, yaitu setelah memasukan nomor sertifikat jaminan fidusianya. Menu pengecekan tersebut, ternyata hanya mampu menyajikan informasi dalam database yang sangat terbatas, kita hanya bisa melihat nomor pendaftaran, nama dan alamat penerima fidusia, jenis fidusia, jenis disini misalnya adalah untuk pendaftaran jaminan fidusia atau pencoretan jaminan fidusia, kemudian waktu daftar, tanggal akta, nomor akta, nama Notaris dan area Kantor Wilayahnya. Hanya informasi-informasi itu saja yang bisa kita cek atau lihat. Padahal rincian mengenai obyek jaminan yang sangat dibutuhkan dalam pengecekan tersebut. Hal tersebut di atas tentu saja belum mampu menjawab keresahankeresahan dari berbagai pihak dan belum mampu mengakomodasi kebutuhan semua pihak. Praktek yang terjadi di lapangan sungguh menunjukan tidak terpenuhinya asas publisitas dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Pangkalan data (database) jaminan fidusia online seharusnya berfungsi seperti buku daftar fidusia yang terbuka untuk umum dengan rincian lengkap data obyek jaminan fidusia yang didaftarkan. Hal ini memastikan bahwa pelaksanaan pendaftaran fidusia secara elektronik telah melanggar Pasal 18 UU Jaminan Fidusia dan belum memenuhi asas publisitas.
2. Tampilan sertifikat fidusia online Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia juga mengatur tentang tampilan sertifikat fidusia, misalnya data apa saja yang harus ada di dalam sertifikat tersebut, frasa apa yang harus tertera di
54
dalam sertifikat, dan lain-lain. Pasal 14 ayat (2) UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2). Mari kita lihat apa yang diatur dalam Pasal 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia. Pasal 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia mengatur bahwa Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat : a. Identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor, akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Berdasarkan UU Jaminan Fidusia di atas, sudah sangat jelas ditekankan bahwa sertifikat jaminan fidusia harus mencantumkan informasi atau data yang lengkap sesuai dengan ketentuan perundangundangan di atas. Berikut ini adalah tampilan atau bentuk fisik dari sertifikat jaminan fidusia yang didaftarkan secara online.
55
Gambar 15. Tampilan sertifikat fidusia
Nama Pemberi Fidusia dan Debitor sudah tercantum, sedangkan mengenai obyek jaminan fidusianya sama sekali tidak tercantum. Baik jenisnya, bukti kepemilikannya, maupun nilainya, sama sekali tidak ada dalam sertifikat jaminan fidusia online. Surat pernyataan pendaftaran fidusia juga memiliki kendala yang sama, mengenai obyek jaminan fidusianya hanya ditulis menggunakan frasa “sesuai yang tertuang dalam akta nomor” saja. Hal ini menimbulkan banyak keluhan dari Penerima Fidusia, karena bagi pelaku bisnis seperti Lembaga Pembiayaan maupun Bank, akan sangat sulit membedakan dari sekian banyak Sertifikat Jaminan Fidusia yang ada di kantor mereka. Lebih lanjut lagi, tidak ada uraian mengenai obyek jaminannya, seperti halnya jika obyek jaminannya
56
kendaraan bermotor, maka di dalam uraian obyek jaminan, memerlukan nomor polisi, nomor rangka, nomor mesin, warna kendaraan, atau spesifikasi lainnya. Hal ini merupakan suatu kemunduran, karena pada sertifikat jaminan fidusia sebelumnya, pada saat belum memasuki era online, sertifikat fidusia sangat lengkap isinya sesuai dengan apa yang diatur oleh UU Jaminan Fidusia. Masalah berikutnya adalah tanda tangan yang langsung tercetak pada sistem dan tidak ada stempelnya. Hal ini juga banyak mendapatkan keluhan dari pelaku bisnis. Tampilan Sertifikat Jaminan Fidusia dikhawatirkan dapat ditiru dengan mudah oleh para pelaku kejahatan. Masalah lainnya yaitu tidak adanya pengamanan, entah jenis kertasnya, stempelnya atau tanda tangannya, tidak ada standarisasi dalam hal-hal tersebut, pastinya akan menimbulkan banyak kekhawatiran akan sangat rawan akan pemalsuan. Harus ada usaha pembenahan di sini, karena sudah sangat jelas bahwa tampilan sertifikat fidusia online telah melanggar ketentuan di dalam UU Jaminan Fidusia dan telah mencederai asas publisitas. Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structure of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat (Lawrence M. Friedman, 2009: 5). Sistem online pendaftaran jaminan fidusia yang saat ini berlaku di Indonesia dapat disimpulkan tidak akan berjalan secara efektif. Lewat teori di atas, pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tidak memenuhi unsur struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Secara struktural, para pembuat regulasi dan penegak hukum tidak cermat saat meluncurkan sistem online ini, terdapat lubang hukum yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan.
57
Substansi hukum yang meliputi perangkat perundang-undangan dalam pendaftaran jaminan fidusia melalui sistem online ini juga masih ditemukan lubang hukum yang dapat dimanfaatkan berbagai pihak untuk melakukan kejahatan, seperti pertentangan antara UU Jaminan fidusia dengan PP No. 21 Tahun 2015. UU Jaminan Fidusia mengamanatkan agar sertifikat jaminan fidusia memuat data rinci mengenai subjek jaminan fidusia maupun objek jaminan fidusia, namun di dalam PP No. 21 Tahun 2015 hal tersebut dikesampingkan. Budaya hukum di dalam masyarakat juga masih mengalami berbagai kekurangan. Hal ini terlihat dari budaya masyarakat yang belum menyadari pentingnya mendaftarkan jaminan hutang, masyarakat masih berpikir bahwa kesepakatan antara kedua belah pihak saja sudah cukup tanpa harus didaftarkan ke Ditjen AHU. Budaya seperti ini semakin membuka peluang bagi berbagai pihak untuk melakukan kejahatan.
B. Akibat Hukum yang Ditimbulkan Ketika Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Belum Memenuhi Asas Publisitas
Pendaftaran dalam jaminan fidusia merupakan suatu hal yang penting, di mana pendaftaran yang dilakukan harus memenuhi unsur pencatatan dan publikasi untuk umum. Tiap individu dalam masyarakat pasti berhubungan dengan anggota masyarakat lainnya ketika melaksanakan kegiatan seharihari, baik yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Setiap “persinggungan” yang terjadi antara sesama anggota masyarakat tidak hanya membawa akibat terhadap diri orang perorangan dalam anggota masyarakat itu sendiri saja melainkan juga mempengaruhi anggota masyarakat lainnya. Pengaruh yang diterbitkan itu dapat saja memberikan akibat positif maupun negatif terhadap masyarakat. Suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang di dalam setiap aktifitasnya, di satu sisi mungkin memberikan pengaruh yang baik pada satu pihak, namun di sisi yang lain dapat menerbitkan kerugian terhadap pihak yang lainnya (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007: 60).
58
Berbagai norma dalam masyarakat, apakah itu norma kesusilaan, norma ketertiban, ataupun norma hukum, dibentuk oleh masyarakat guna mengatur hubungan antar anggotanya. Secara umum masyarakat dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang diakui oleh masyarakat haruslah diakui juga oleh anggotanya. Pada masyarakat yang sederhana hal ini mungkin tampak mudah, karena setiap anggota masyarakat mengenal anggotanya satu sama lain dengan baik, sehingga kelompok masyarakat tersebut mengetahui tiap perbuatan dan kegiatan anggota masyarakat yang satu dengan yang lain dengan pasti. Seiring dengan bertambahnya jumlah populasi dunia, serta semakin rumitnya hubungan antar masyarakat yang terjalin, manusia mulai merumuskan suatu sistem yang efektif untuk melindungi setiap haknya dan kejadian-kejadian penting di dalam hidupnya. Sistem pertama yang paling lama dikenal adalah sistem pencatatan yang dilakukan oleh Gereja Kristen atas setiap perkawinan yang dilangsungkan dalam gereje tersebut. Pencatatan ini kemudian terus berkembang dan mulai dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk melakukan pencatatan terhadap kejadian penting seperti kelahiran, kematian, dan kejadian-kejadian penting lainnya (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007: 60). Pencatatan pada dasarnya dilakukan untuk melindungi kepentingan, hak, dan memberi kepastian hukum kepada para pihak yang melakukan perbuatan hukum. Sebagai contoh perbuatan hukum jual beli tanah, harus dilakukan pencatatan tentang berpindahnya hak milik dari penjual ke pembeli, sehingga ada bukti yang sah atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir penyimpangan hukum di kemudian hari. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata dirasakan pula pentingnya perlindungan terhadap pihak ketiga yang beritikad baik, maka sejak saat itu diperkenalkanlah sistem publikasi dalam aturan hukum yang berlaku. Pencatatan dan publikasi akhirnya menjadi suatu kesatuan dan menjadi hal yang penting untuk melindungi kepentingan hukum semua pihak.
59
Salah satu contoh paling nyata adalah kewajiban untuk melaksanakan pencatatan dan publikasi atas jaminan fidusia yang telah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan tentang adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia dapat dikatakan merupakan suatu terobosan yang penting mengingat bahwa obyek jaminan fidusia pada umumnya adalah benda bergerak yang tidak terdaftar, sehingga sulit untuk mengetahui siapa pemiliknya. Akibat hukum yang ditimbulkan ketika pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik ini belum memenuhi asas publisitas adalah rawan terjadinya fidusia ulang. Syarat sahnya suatu jaminan fidusia adalah pemberi fidusia mempunyai hak kepemilikan atas suatu benda pada saat benda tersebut akan dijadikan obyek jaminan fidusia. Pemberi Fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang telah menjadi obyek jaminan fidusia yang terdaftar, karena hak kepemilikan atas obyek jaminan fidusia tersebut telah berpindah kepada penerima fidusia. Larangan fidusia ulang ini diatur di dalam Pasal 17 UU Jaminan Fidusia. Yurisprudensi dari Belanda yaitu Arrest Hoge Raad tanggal 22 Mei 1953 (Sio Arrest) telah memutus sebuah kasus fidusia ulang. Kasusnya adalah sebagai berikut, Sio sebagai penggugat melawan De Jong sebagai tergugat. De Jong meminjamkan uang kepada Peuschgen seorang pemilik pabrik mainan anak dengan jaminan hak milik secara kepercayaan atas mesin-mesin pabrik yang akan didatangkannya. Mesin-mesin pabrik itu pun datang, namun barang tersebut difidusiakan ulang kepada Sio, kemudian Peuschgen tidak memenuhi kewajibannya baik kepada De Jong maupun kepada Sio. De Jong kemudian menyita mesin-mesin pabrik tersebut, tetapi Sio sebagai penerima fidusia juga merasa berhak atas mesin itu dan kemudian menggugat De Jong. Sio mendasarkan gugatannya pada Pasal 1198 ayat (5) BW Belanda mengenai pemegang gadai yang beritikad baik yang menerima barang gadai dari orang yang tidak berwenang, gadai tersebut adalah sah, dan menurut Sio hal ini dapat dianalogikan di dalam jaminan fidusia. Keputusan Hof adalah
60
menolak gugatan Sio, dengan pertimbangan bahwa Pasal 1198 ayat (5) BW Belanda tidak dapat dianalogikan dengan jaminan fidusia dan penguasaan atas barang yang akan datang dapat diserahkan hak kepemilikannya karena hal itu sudah merupakan kesepakatan bersama. Sio menyatakan dalam tingkat kasasi bahwa ketidakcakapan Peuschgen untuk mengalihkan hak milik atas barang-barang bergerak kepada Sio sebagai penerima fidusia yang beritikad baik tidaklah membatalkan peralihan itu. Sio juga menyatakan bahwa penguasaan atas barang-barang yang masih akan dating tidak dapat diserahkan kepada De Jong atas dasar kesepakatan belaka. Barulah setelah mesing-mesin tersebut diterima Peuschgen ia dimungkinkan untuk menyerahkan penguasaan secara nyata atas barang-barang tersebut. Hoge Raad dalam putusannya menolak semua alasan-alasan penggugat demikian pula dengan semua tuntutan penggugat. Yang menjadi pertimbangan Hoge Raad dalam putusannya adalah bahwa penyerahan kekuasaan atas barang-barang yang masih akan datang dapat dilakukan sebab sudah dapat dipastikan sebelumnya barang-barang tersebut segera menjadi milik Peuschgen. Fidusia tidak dapat diberikan kepada dua penerima fidusia, penyerahan yang pertama adalah sah, sedangkan penyerahan yang kedua dan seterusnya adalah batal. Prakteknya memang sangat sulit bagi penerima fidusia untuk menyelidiki terlebih dahulu apakah debitor benar-benar belum memfidusiakan obyek jaminannya tersebut. Kreditor dalam hal ini hanya mampu meminta debitor untuk berjanji bahwa ia benar-benar belum memfidusiakan obyek jaminan tersebut (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007: 146). Mengantisipasi terjadinya fidusia ulang, Pasal 35 UU Jaminan Fidusia memberikan sanksi pidana kepada debitor nakal yang memberikan keterangan yang menyesatkan sehingga terjadi fidusia ulang yang dilarang ini dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).