BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya (Hasibuan, 2013). Cushway dalam Priyono (2010) mendefinisikan MSDM sebagai ‘Part of the process that helps the organization achieve its objectives’. Pernyataan ini dapat diterjemahkan sebagai ‘bagian dari proses yang membantu organisasi mencapai tujuannya’. Menurut Hasibuan (2013) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni dalam mengatur proses hubungan dan proses tenaga kerja agar efektif dan efesien serta membantu terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat; sedangkan Dessler (2015) mengatakan bahwa “Human resource management is the process of acquiring, training, appraising and compensating employess, and of attending to their labor relations, health and safety, and fairness concerns”. Artinya, manajemen sumber daya manusia merupakan proses memperoleh, melatih, menilai dan memberi imbalan pegawai, memperhatikan hubungan antar pegawai, kesehatan dan keselamatan serta memperhatikan keadilan.
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
Priyono (2010) berpendapat bahwa MSDM merupakan suatu alat manajerial
yang
dibutuhkan
untuk
merencanakan,
mengelola
dan
mengendalikan sumber daya manusia. Menurut Guest dalam Priyono (2010) kebijakan yang diambil organisasi dalam mengelola SDM-nya diarahkan pada penyatuan elemen-elemen organisasional, komitmen pekerja, kelenturan organisasi dalam beroperasi serta pencapaian kualitas hasil kerja secara maksimal. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang mengatur suatu hubungan antar manusia di dalam suatu organisasi yang dimulai dari merencanakan, mengembangkan, pemberian kompensasi, pelatihan, pengarahan, pengawasan, dan pemeliharaan serta pemutusan hubungan kerja dengan maksud tercapainya tujuan organisasi. 2. Pengertian Turnover Intention Turnover Intention terdiri dari dua kata yaitu Turnover dan Intention. Turnover adalah suatu tindakan penarikan diri secara sukarela atau tidak sukarela dari suatu organisasi (Dessler, 2015). Sedangkan Intention diambil dari bahasa Inggris yang artinya “niat atau keinginan”, sehingga jika digabungkan Turnover Intention adalah keinginan seorang karyawan untuk keluar dari perusahaan secara sukarela. Green & Baron dalam Wibowo (2016) mengatakan Turnover intention is defined as the degree to which the respondent intends to leave or stay at their organization. Jika diartikan, Turnover Intention menggambarkan sejauh mana
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
seorang karyawan berniat untuk meninggalkan atau bertahan di organisasi mereka. Turnover intention menggambarkan persepsi individu dan penilaian terhadap pekerjaan alternatif. Tet dan Meyer dalam Rodly (2012) telah memberikan definisi intention to leave sebagai niat karyawan untuk meninggalkan organisasi sebagai sadar dan hasrat disengaja dari karyawan untuk meninggalkan organisasi. Bluedorn dalam Widodo (2010) menyatakan bahwa turnover adalah kecenderungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari pekerjaannya. 2.1 Dimensi dan Indikator Turnover Intention Menurut Mueller dalam Adityo (2015) ada beberapa aspek yang bisa digunakan sebagai prediktor dari turnover, yaitu: 1. Variabel Kontekstual Menurut Eagly dan Chaiken dalam Mueller yang dikutip oleh Adityo (2015) permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai dalam menghargai perubahan pekerjaan. Variabel kontekstual ini mencakup: a.
Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi
Umumnya individu membentuk intensi untuk pindah kerja berdasarkan pandangan subyektif terhadap pasar tenaga kerja dan akan benar-benar
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
melakukan perpindahan kerja jika persepsi yang dibentuk sesuai dengan kenyataan dan mereka merasa aman dengan pekerjaan yang baru (Muchinsky dan Morrow dalam Adityo, 2015). b.
Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi
Menurut Cable dan Turban dalam Mueller yang dikutip oleh Adityo (2015) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang penting adalah tersedianya alternatif di dalam organisasi tersebut. Niat karyawan untuk pindah kerja dapat diurungkan jika karyawan tersebut mempunyai kesempatan untuk pindah ke posisi lain yang dianggapnya lebih baik di dalam organisasi yang sama (internal transfer). c.
Harga atau nilai dari perubahan kerja
Salah satu faktor yang dapat membuat individu tetap bertahan adalah faktor keterikatan. Individu yang terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi (Mitchell et al dalam Adityo, 2015). Keterikatan menunjukan pada kesulitan yang dihadapi oleh individu untuk berpindah atau berganti pekerjaan meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik di luar. Salah satu faktornya adalah pertimbangan akan biaya yang terjadi jika berpindah kerja. Hubungan finansial ini juga berkaitan erat dengan komitmen kontinuans (continuence commitment), yaitu kesadaran karyawan bahwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
perpindahan kerja atau berganti pekerjaan akan membutuhkan biaya (Meyer dan Allen dalam Mueller yang dikutip oleh Adityo, 2015). 2. Sikap Kerja (Work Attitude) Proses turnover pada umumnya dimulai dengan premis yang menyatakan bahwa keputusan berpindah kerja dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja yang rendah dan komitmen organisasi yang rendah pula (Hom dan Griffeth dalam Adityo, 2015). Mencakup sikap kerja diantaranya adalah: a. Kepuasan Kerja Kepuasaan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover. Hasil studi menunjukan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan proses kognisi menarik diri (pre-withdrawl cognition), intensi untuk pergi, dan tindakan nyata berupa turnover (Kinicki et al. dalam Mueller yang dikutip oleh Adityo, 2015). b. Komitmen Organisasi Selain kepuasan kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan. Beberapa teori menempatkan komitmen organisasi sebagai faktor kuat yang menghambat terjadinya turnover dibandingkan kepuasan kerja. 3. Kejadian-kejadian Kritis (Critical Events) Menurut Beachs dalam Mueller yang dikutip oleh Adityo (2015) kebanyakan individu jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak ataupun kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi atau menerima tawaran yang lebih menjanjikan. Semua kejadian-kejadian tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk melakukan turnover, karena setiap kejadian dapat disikapi secara berbeda antara individu satu dengan yang lain. Tercakup dalam kejadian-kejadian kritis adalah: a. Kejadian yang berulang (Continuation events) b. Kejadian yang bersifat netral (Neutral events) c. Kejadian yang tidak berulang (Discontinuation events) Kejadian-kejadian ini merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan serta usaha mencari pekerjaan lain dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari pekerjaan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keinginan berpindah kerja (Turnover Intention) adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk bertahan di perusahaan atau berhenti bekerja secara sukarela, kemudian menerima pekerjaan lain yang memberikan rasa aman. Keinginan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
pindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum mewujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi yang terdiri dari aspek variabel kontekstual, sikap kerja (Work Attitude), dan kejadian-kejadian kritis (Critical Events). 3. Pengertian Kompensasi Compensation is the human resource management function that deals with every type of reward individuals receive in exchange for performing organizational tasks (Ivancevich and Konopaske, 2013). Menurut Dessler (2015), Kompensasi adalah segala jenis pembayaran kepada karyawan yang timbul dari adanya hubungan kerja yang meliputi pembayaran langsung seperti: upah, tunjangan, insentif, komisi, dan bonus serta pembayaran tidak langsung seperti: hak cuti, asuransi kesehatan, dan lain-lain. Sedangkan menurut Rivai dan Sagala (2009), Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh karyawan yang dapat berupa bayaran dan hadiah sebagai balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan. 3.1 Tujuan Kompensasi Mello (2015), berpendapat bahwa Kompensasi merupakan area stratejik kunci bagi sebuah organisasi. Pentingnya kompensasi menurut Mello yaitu: a. Kemampuan pengusaha untuk menarik dan mempertahankan karyawan (Employee retention).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
b. Memastikan tingkat kinerja karyawan optimal dalam memenuhi tujuan stategis organisasi. Mello membagi sistem kompensasi di perusahaan yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Sistem Kompensasi
Langsung
Gaji Pokok
Tidak Langsung
Insentif: 1. Bonus, 2. Komisi, 3. Pembagian keuntungan, 4. Saham
Wajib Menurut Hukum:
1. Jaminan sosial, 2. Kompensasi PHK, 3. Kompensasi TK, 4. Cuti
Pilihan: 1. Penggantian hari libur, 2. Asuransi kesehatan, 3. Asuransi kematian, 4. Asuransi disabilitas, 5. Biaya pendidikan, 6. Tanggungan keluarga, 7. Jam kerja flesibel
GAMBAR 2.1. Sistem Kompensasi Perusahaan Sumber: Mello (2015) 3.2 Dimensi Kompensasi dan Indikator Menurut Dessler (2015), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besaran kompensasi terdiri atas: pengalaman, pendidikan, dan kompleksitas pekerjaan (tingkat jabatan). Lebih lanjut Dessler mengatakan bahwa, Kompensasi karyawan terbagi menjadi dua komponen yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
1.
Pembarayan Langsung (Direct Compensastion) a. Upah/Gaji b. Tunjangan langsung c. Insentif d. Komisi e. Bonus
2.
Pembayaran Tidak Langsung (Indirect Compensation) a. Hak cuti b. Asuransi kesehatan c. Tunjangan liburan Sistem kompensasi ini harus dikelola secara serius dan tepat oleh
perusahaan. Apabila tidak dikelola dengan baik bisa mengakibatkan pay dissatisfaction, yaitu perasaan ketidakpuasan karyawan terhadap balas jasa yang diterimanya. Pay Dissatisfaction ini bisa berdampak pada penurunan kinerja, pemogokan, tingkat ketidakhadiran meningkat, rendahnya komitmen terhadap perusahaan hingga sikap penarikan diri dari perusahan. 4. Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang sedang mengamati dari luar (Robert dalam Rully, 2014). 4.1 Faktor-faktor Kepemimpinan Dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Reitz dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014), yaitu: a. Kepridian (Personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan. b. Harapan dan perilaku. c. Karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan. d. Kebutuhan tugas, serta setiap tugas bawahan. e. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan. f. Harapan dan perilaku rekan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terlihat bahwa aktivitas pemimpin yang sukses akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan pemimpin. Tujuan organisasi dapat tercapai apabila di dalam organisasi tercipta hubungan harmonis antara atasan dan bawahannya. 4.2 Peranan Seorang Pemimpin Peranan seorang pemimpin menurut Purwanto dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014) adalah: a. Sebagai pelaksana (excecutive).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
b. Sebagai perencana (planner). c. Sebagai seorang ahli (expert). d. Mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative). e. Sebagai pengawas hubungan antara anggota kelompok (controller of internal relationship). f. Sebagai pemberi pujian atau hukuman (rewards and punishment). g. Sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator). h. Merupakan bagian dari kelompok (member of the group). i. Merupakan lambang dari kelompok (symbol of the group). j. Pemegang tanggung-jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility). k. Sebagai pencipta atau memiliki cita-cita (ideologist). l. Sebagai seorang ayah (father figure). m. Sebagai kambing hitam (scape goat). Berdasarkan peran di atas, lebih lanjut Purwanto dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014) mengungkapkan beberapa tugas yang dimiliki seorang pemimpin, yakni: 1. Menyelami
kebutuhan-kebutuhan
kelompok
dan
keinginan
kelompoknya. 2. Dari keinginan itu dapat dipetik kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
3. Meyakinkan kelompok mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. 4.3 Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Hakekat dari pemimpin transaksional menekankan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya. Di samping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Para pemimpin transaksional sangat mengendalikan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman (reward and punishment) kepada bawahannya untuk memotivasi agar bawahannya melakukan tanggung jawab mereka. Sedangkan menurut Bycio et al. dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan bawahannya yang melibatkan hubungan pertukaran, pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Full range leadership model dari Bass dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014), mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional membantu perusahaan mencapai tujuan secara efisien dengan cara memberi pengarahan kepada bawahan bagaimana melakukan pekerjaan, mengaitkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
kinerja bawahan dengan penghargaan konstruktif (contingent reward) bila karyawan mencapai sasaran kerja atau tindakan korektif (management-byexception) seperti menegur bila karyawan melakukan kesalahan kerja, dan memastikan karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan sumber daya yang memadai. Kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja, dan bawahannya. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan apa yang dibutuhkan dan bagaimana spesifikasi kondisi dan upah/hadiah jika bawahan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 4.4 Dimensi dan Indikator Kepemimpinan Transaksional Dimensi gaya kepemimpinan transaksional menurut Bass dan Avolio dalam Kurniawati yang dikutip oleh Rully (2014) yaitu: a. Contingent Reward Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan yang menguntungkan organisasi, maka kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal. b. Management by Exception-Active Pemimpin secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya agar tidak membuat kesalahan atau kegagalan. Dengan kata lain agar kesalahan dan kegagalan tersebut dapat secepatnya diketahui untuk diperbaiki. c. Management by Exception-Passive
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
Pemimpin baru bertindak setelah terjadi kegagalan dalam proses pencapaian tujuan, atau setelah benar-benar timbul masalah yang serius. Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanakan masih berjalan sesuai standar dan prosedur maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan. Lebih lanjut Bass mengemukakan bahwa pemimpin yang berhasil akan
mempraktikan
kepemimpinan
transaksional
yang
membuat
perusahaan beroperasi lebih efisien, kepemimpinan transformasional yang memandu perusahaan menjadi lebih kompetitif di industrinya, namun tidak melakukan gaya laissez-faire (tidak mau terlibat dalam suatu masalah atau tidak berada di tempat bila dibutuhkan bawahannya). 5. Penelitian Terdahulu Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai hubungan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terhadap turnover intention yang dirangkum dalam Tabel 2.1.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
TABEL 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu No. Peneliti
Judul
Hasil
1
Putra, Handi Mulya (2009)
Pengujian Komitmen Organisasional dalam memediasi hubungan antara Gaya Kepemimpinan Transaksional dan keinginan berpindah karyawan (Turnover Intention) pada industri surat kabar harian di sumatera barat.
Gaya Kepemimpinan Transaksional yang dimediasi oleh Komitmen Organisasional mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap turnover intention. Komitmen Organisasional berperan sebagai media penuh dalam memediasi hubungan antara Gaya Kepemimpinan Transaksional dengan Turnover Intention.
2
Dewanti, Rully Nur (2014)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformational serta Kepuasan Gaji Terhadap Turnover Intention di PT. PMMK.
Gaya Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Turnover Intention.
3
Deon N., Riley (2006)
The effects of sales management leadership styles on salesperson organizational commitment and salesperson turnover intention.
Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional berpengaruh positif terhadap Komitmen karyawan terhadap organisasi sehingga menurunkan tingkat Turnover Intention.
4
William G., Epstein (2005)
A study of transformasional and transactional leadership and the effect on project manager turnover intention.
Hasil statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan dalam 6 dari 7 gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional terhadap project manager turnover intention. Dimensi gaya kepemimpinan transaksional management by exception-passive memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap project manager turnover intention.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
TABEL 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No. Peneliti
Judul
Hasil
5
Putrianti, A.D., et al (2014)
Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja terhadap Turnover Intention di PT TIKI Jalur Nugraha Ekakurir Malang.
Kompensasi mempunyai pengaruh dominan terhadap Turnover Intention karyawan.
6
Agung, W. Handaru dan Nailul M. (2012)
Pengaruh Kepuasan Gaji dan Komitmen Organisasi terhadap Intensi Turnover pada Divisi PT Jamsostek.
Kepuasan Gaji berpengaruh signifikan terhadap Turnover Intention.
7
Christian, V. and Michel, T. (2008)
The role of Pay Satisfaction and Organizational in Turnover Intentions: A Two-sample Study.
Pay Satisfaction berpengaruh penuh terhadap Turnover Intention dengan mediasi Komitmen Afektif dan Sacrifice Commitment.
8
Kashif A.B. and Mohammad A.J. (2008)
Impact of Compensastion on the Turnover Intentions of employees. A case of Pakistan Telecom sector.
Kompensasi memiliki dampak positif terhadap retensi karyawan dan akibatnya dapat mengurangi keinginan berpindah.
9
Choi Sang L. and Panniruky Perumal (2012)
The impact of Human Resource Management Practices on Employees Turnover Intention: A Conceptual Model.
Kompensasi memberikan dampak yang signifikan dan berpengaruh secara positif terhadap Turnover karyawan.
10
Anggita D.H. (2015)
Kompensasi berpengaruh secara signifikan terhadap Turnover Intention.
11
Andrias (2016)
Pengaruh Kepemimpinan, Kompensasi dan Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention karyawan (di PT Midi Utama Indonesia, Tbk. Area Jakarta). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Kompensasi dan Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention ( Study kasus pada PT Sayap Mas Utama).
Direct Compensation adalah faktor yang paling dominan yang mempengaruhi Turnover Intention.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
TABEL 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No. Peneliti
Judul
Hasil
12
Iskhak (2016)
Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan, dan Manajemen Karir terhadap Turnover Intention di PT XYZ.
13
Singh, Parbudyal (2016)
Pay Satisfaction and Turnover Intent.
Kompensasi memiliki hubungan negatif namun tidak signifikan terhadap Turnover Intention, artinya semakin kecil tingkat Kompensasi yang diterima karyawan akan menimbulkan keinginan karyawan untuk keluar semakin besar. Kepuasan gaji berhubungan negatif dengan Turnover Intention dengan intensitas bervariasi.
14
Ayuninnisa (2015)
The effect of Pay Satisfaction and Affective Commitment on Turnover Intention.
Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung antara Kepuasan Gaji dengan Turnover Intention yang dimediasi oleh Affective Commitment.
15
Supriadi (2016)
Pengaruh Kompensasi, Stres Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention pada PT Mitra Alas Selaras.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Turnover Intention dipengaruhi oleh variabel Kompensasi yang memiliki hubungan negatif.
B. Rerangka Pemikiran Dari penjabaran di atas dapat digambarkan pola pemikiran hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat dalam konsep penelitian ini yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. (X1) Kompensasi
H1 (Y) Turnover Intention
(X2) Gaya Kepemimpinan Transaksional
H2
GAMBAR 2.2 Pola Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
C. Hipotesis Menurut Sugiyono (2015), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Penulis menggunakan hipotesis asosiatif yang dimana menurut (Sugiyono, 2010) adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif yang menanyakan pengaruh antara dua variabel atau lebih. Berdasarkan rumusan masalah yang didukung landasan teori dan hasil dari penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran pada bagan Gambar 2.2 maka, dalam penelitian ini diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Hubungan antara Kompensasi dengan Turnover Intention Penelitian yang dilakukan Han Guan, et al. (2016) terhadap pekerja Professionals, Managers, Executives and Technicians (PMET) di Singapura menemukan bahwa gaji bulanan secara tidak langsung melalui mediator dan moderator kepuasan kompensasi mempengaruhi turnover intention para pekerja PMET di Singapura. Dalam penelitiannya, Han Guan, et al. mengatakan bahwa kompensasi yang baik dan tunjangan-tunjangan dapat mengarahkan kepada kepuasana kerja dan komitmen terhadap organisasi, sehingga mengurangi turnover. Penelitian oleh Anggita (2015) terhadap karyawan perusahaan ritel di Jakarta menyatakan bahwa kompensasi non financial sangat mempengaruhi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
turnover intention karyawan di perusahaan tersebut. Sehingga perusahaan perlu memperhatikan dengan seksama tidak hanya pada kompensasi yang berupa keuangan saja namun juga yang berupa non-keuangan untuk menurunkan keinginan keluar dari karyawan-karyawannya. Supriadi (2016), melakukan penelitian terhadap karyawan PT. Mitra Selaras, salah satu produsen produk clothing di Jakarta. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa turnover intention karyawan dipengaruhi oleh variabel kompensasi. Dimana upah menjadi indikator utama yang mempengaruhi. Gaji pokok yang diberikan perusahaan dirasakan kurang oleh karyawan jika dibandingkan dengan beban pekerjaan yang diterima sehingga karyawan merasa bahwa mereka tidak memiliki prospek yang baik di perusahaan. Berdasarkan uraian beberapa penelitian diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: H1 : Kompensasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover Intention. 2. Hubungan antara Kepemimpinan Transaksional dengan Turnover Intention Menurut Iskhak (2016), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan, dan Manajemen Karir terhadap Turnover Intention” terhadap karyawan salah satu perusahaan pengembang di Indonesia menunjukkan hasil bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh negatif signifikan terhadap turnover intention karyawan. Kepemimpinan dalam perusahaan XYZ
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
yang diteliti menjadi salah satu faktor karyawannya untuk meninggalkan perusahaan. Syarief Iskandar (2013) melakukan penelitian terhadap karyawan departemen front office di hotel Ibis Bandung, dengan menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment ditemukan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh signifikan terhadap turnover intention. Sehingga disarankan agar manajemen dapat meningkatkan cara dan kemampuan pemimpin dalam memberikan pengajaran dan penjelasan materi pekerjaan, pemberian promosi jenjang karir yang lebih baik terhadap karyawan. Dalam penelitian yang dilakukan Anang Nurprianto (2013), dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention karyawan. Nilai originalitas penelitian ini memberikan pemahaman bahwa tingkat keterlibatan karyawan dan turnover intention dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasan langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Choi Sang, et al. (2012) yang berjudul Leadership Styles and Employees’ Turnover Intention: Exploratory Study of Academic Staff in a Malaysian College dengan menggunakan analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan Transaksional secara langsung memiliki pengaruh negatif terhadap Turnover Intention. Berdasarkan uraian beberapa penelitian di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
H2 : Gaya Kepemimpinan Transaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover Intention.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z