BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Rivai (2009) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
dan
pengendalian. Dessler (2006) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah – masalah keadilan. Sedangkan Marwansyah (2010) menjelasakan bahwa manajemen sumber daya manusia diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi,
pengembangan
sumber
daya
manusia,
perencanaan
dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, program keselamatan kerja dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Dari definisi tersebut dapat diketahi bahwa manajemen sumber daya manusia adalah bidang manajemen yang khusus mempelajari
9
10
hubungan dan peranan manajemen manusia dalam organisasi perusahaan melalui melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan
dan pengembangan
karir,
pemberian
kompensasi dan kesejahteraan, program keselamatan kerja dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial.
2.1.2 Pengertian Program keselamatan kerja Menurut
Mangkunegara
(2011),
keselamatan
kerja
menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Sedangkan menurut Mondy dan Noe (2005) program keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan. Resiko program keselamatan kerja merupakan
aspek-aspek
dari
lingkungan
kerja
yang
dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Sementara Khdair (2011) menyatakan bahwa, safety at work is a difficult and complex phenomenon, and the subject of safety performance across the industries is hard and challenging to be achieved. It needs a lot of measures and policies to be applied. Dapat
11
diartikan bahwa program keselamatan kerja adalah fenomena yang sulit dan kompleks, dan subjek kinerja program keselamatan kerja di industri sulit dan menantang untuk dicapai. Ini membutuhkan banyak langkah-langkah dan kebijakan yang akan diterapkan. Dari beberapa pendapat, dapat diketahui bahwa adalah keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, dengan perlakuan yang didapat dari lingkungan dan berpengaruh pada kualitas bekerja. Perasaan nyaman mulai dari dalam diri tenaga kerja, apakah dia nyaman dengan peralatan program keselamatan kerja, peralatan yang dipergunakan, tata letak ruang kerja dan beban kerja yang didapat bekerja.
2.1.2.1 Tujuan Program keselamatan kerja Tujuan program keselamatan kerja menurut pendapat Suma’mur (2001) adalah sebagai berikut: 1. Melindungi tenaga kerja atas program keselamatan kerjanya
dalam
melaksanakan
pekerjaan
untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produk nasional. 2. Menjamin program keselamatan kerja setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
12
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Dengan demikian, maka tujuan program keselamatan kerja mengisyaratkan bahwa kegiatan program keselamatan kerjadengan usaha mengenal dan merumuskan kegiatan pelaksanaan yang didukung dengan pengawasan agar didapat hasil yang memuaskan.
2.1.2.2 Indikator Program keselamatan kerja Menurut Moenir (2006) indikator program keselamatan kerja adalah : 1. Lingkungan Kerja Secara Fisik Secara
fisik,
upaya-upaya
yang
perlu
dilakukan
perusahaan untuk meningkatkan program keselamatan kerja adalah: a. Penempatan benda atau barang dilakukan dengan diberi tanda-tanda, batas-batas, dan peringatan yang cukup. b. Penyediaan
perlengkapan
yang
mampu
untuk
digunakan sebagai alat pencegahan, pertolongan dan perlindungan. Perlengkapan pencegahan misalnya: alat pencegahan
kebakaran,
pintu
darurat,
kursi
pelontarbagi penerbangan pesawat tempur, pertolongan
13
apabila terjadi kecelakaan seperti : alat PPPK, perahu penolong di setiap kapal besar, tabung oksigen, ambulance dan sebagainya. 2. Lingkungan Sosial Psikologis Sedangkan jaminan kecelakaan kerja secara psikologis dapat dilihat pada aturan organisasi sepanjang mengenai berbagai jaminan organisasi atas pegawai atau pekerja yang meliputi: a. Aturan mengenai ketertiban organisasi dan atau pekerjaan hendaknya diperlakukan secara merata kepada semua pegawai tanpa kecuali. Masalah-masalah seperti itulah yang sering menjadi sebab utama kegagalan pegawai termasuk para aksekutif dalam pekerjaan. b. Perawatan dan pemeliharaan asuransi terhadap para pegawai yang melakukan pekerjaan berbahaya dan resiko, yang kemungkinan terjadi kecelakaan kerja yang sangat besar. Asuransi meliputi jenis dan tingkat penderitaan yang dialami pada kecelakaan. Adanya asuransi jelas menimbulkan ketenangan pegawai dalam bekerja dan menimbulkan ketenangan akan dapat ditingkatkan karenanya.
14
2.1.3
Pengertian Kesehatan Kerja Menurut Mangkunegara (2011) Program Kesehatan Kerja menunjuk pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik. Menurut Moenir (2006) yang dimaksud kesehatan kerja adalah Suatu usaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang mempertahankan
kondisi
kesehatannya
dalam
pekerjaan.
Sementara itu Mondy dan Noe (2005) menyatakan bahwa Kesehatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik. Maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan kerja merupakan suuatu usaha dan keadaan yang memungkinkan seseorang mempertahankan kondisi kesehatannya dalam pekerjaan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
15
2.1.3.1 Tujuan Kesehatan Kerja Tujuan kesehatan kerja menurut Manullang (2000) adalah : 1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. 2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja. 3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja. 4. Meningkatkan produktifitas kerja. Menurut Mangkunegara (2011) tujuan program keselamatan kerja dan kesehatan kerja yaitu : 1. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan penungkatan kesehatan gizi karyawan. 2. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja. 3. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 4. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
16
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan kesehatan kerja adalah menjaga dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
2.1.3.2 Indikator Kesehatan Kerja Menurut Manullang (2000), indikator program kesehatan kerja meliputi: 1. Lingkungan kerja secara medis Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat dilihat dari sikap perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut : a. Kebersihan lingkungan kerja b. Suhu udara dan ventilasi ditempat kerja c. Sistem pembuangan sampah dan limbah industri 2. Sarana kesehatan tenaga kerja Upaya upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kesehatan dari tenaga kerjanya. Hal ini dapat dilihat dari penyediaan air bersih dan sarana kamar mandi 3. Pemeliharaan Kesehatan tenaga kerja yaitu pelayanan kesehatan tenaga kerja. Kesehatan
dalam
ruang
lingkup
kesehatan,
program
keselamatan kerja, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan
17
sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut UndangUndang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
2.1.4 Pengertian Program Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi program keselamatan kerja dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Sedangkan menurut Rivai (2005), menyatakan bahwa ”Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja merujuk pada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan”. Dari definisi program keselamatan kerja dan kesehatan kerja disimpulkan bahwa Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang menjamin program keselamatan kerja dan kesehatan pegawai di tempat kerja. Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja pada Pasal 86 yaitu “pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh
18
perlindungan atas program keselamatan kerja dan kesehatan kerja dan pada pasal 87 yaitu “setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen program keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan”.
2.1.4.1 Tujuan Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja Tujuan dari penerapan Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja menurut Mangkunegara (2007) adalah sebagai berikut: 1. Agar
setiap
pegawai
mendapat
jaminan
program
keselamatan kerja dan kesehatan kerja baik secara fisik, siosial, dan psikologis. 2. Agar stiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya seefektif mungkin. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 5. Agar meningkatkan kegairahan kerja, dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
19
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.1.4.2 Hubungan Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Program keselamatan kerja dan kesehatan kerja merupakan kondisi yang merujuk pada kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum. Tujuan program keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang efektif diperusahaan adalah mencegah kecelakaan atau cidera yang terkait dengan pekerjaan. Menurut Mangkunegara (2010), selain bertujuan untuk menghindari kecelakaan dalam proses produksi perusahaan, program keselamatan kerja dan kesehatan kerja juga bertujuan untuk meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja karyawan. Dengan meningkatnya kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja karyawan maka dapat berdampak pada meningkatnya kinerja dari karyawan. Berdasarkan pendapat Mangkunegara ini, maka hubungan program keselamatan kerja dan kesehatan kerja dengan kinerja karyawan bisa bersifat tidak langsung.
20
Handoko (2011) juga menyatakan hal yang serupa bahwa lingkungan kerja fisik yang menjadi perhatian utama dari program keselamatan kerja dan kesehatan kerja dapat berpengaruh terhadap hasil kerja manusia tersebut. Program keselamatan kerja dan kesehatan kerja karyawan merupakan tanggung jawab perusahaan, dimana hal tersebut dapat membawa dampak atau pengaruh secara langsung kepada para karyawan dalam bekerja. Pemberian fasilitas-fasilitas pendukung dan peraturan-peraturan sangat diperlukan dalam mewujudkan
usaha-usaha
meningkatkan
program
keselamatan kerja dan kesehatan kerja. Berdasarkan yang telah diungkapkan sebelumnya dapat diketahui bahwa program keselamatan kerja dan kesehatan kerja berkontribusi terhadap kinerja karyawan, karena lingkungan kerja fisik yang menjadi perhatian utama dari program keselamatan kerja dan kesehatan kerja dapat berpengaruh terhadap hasil kerja manusia. Dengan adanya jaminan program keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang diberikan oleh perusahaan maka diharapkan kinerja dari karyawan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan.
21
2.1.5 Pengertian Proyek Schwalbe ( 2004 ) project is a temporary effort to produce a unique product or service. Projects normally involve some interrelated activities and main sponsor of the project is usually interested in the effective use of resources to complete the project in an efficient and timely manner. Artinya proyek adalah suatu usaha yang bersifat sementara untuk menghasilkan suatu produk atau layanan yang unik. Proyek
normalnya
melibatkan
beberapa
orang
yang
saling
berhubungan aktivitasnya dan sponsor utama dari proyek biasanya tertarik dalam penggunaan sumber daya yang efektif untuk menyelesaikan proyek secara secara efisien dan tepat waktu. 2.1.5.1 Peraturan tentang K3 Proyek Konstruksi Dalam rangka terjaminnya program keselamatan kerja dan kesehatan kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, terdapat pengaturan mengenai K3 yang bersifat umum dan yang bersifat khusus untuk penyelenggaraan konstruksi yakni: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja. 2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1980 tentang Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
22
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja 4. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan
Umum
masing-masing
Nomor
Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Standar OHSAS 18001 : 2007 Occupational Health and Safety Management Systems ialah standar internasional dalam
(untuk)
membangun
dan
menerapkan
Sistem
Manajemen Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja dalam suatu organisasi (perusahaan) di tempat kerja. Standar OHSAS 18001 ialah standar yang paling secara umum banyak dianut (dirujuk) oleh banyak perusahaan (organisasi) dalam melaksanakan penerapan Sistem Manajemen Program keselamatan kerja dan Kesehatan Kerja dalam manajemen organisasi yang bersangkutan. Standar OHSAS 18001 disusun berdasarkan metode PDCA (Plan-Do-Check-Act) yang dijabarkan sebagai berikut :
23
1. Plan (Perencanaan) : membangun tujauan-tujuan dan proses-proses yang diperlukan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan Kebijakan K3 suatu organisasi. 2. Do (Pelaksanaan) : Menerapkan proses-proses yang telah direncanakan. 3. Check (Pemeriksaan) : Memantau dan mengukur prosesproses terhadap Kebijakan K3 organisasi. 4. Act (Tindakan) : Mengambil tindakan untuk peningkatan kinerja K3 secara berkelanjutan.
2.1.5.2 Perlengkapan dan Peralatan Kesehatan dan Program keselamatan kerja: 1. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010). Menurut
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per/Men/2006
24
Tentang Alat Pelindung Diri, ada beberapa tempat yang wajib menggunakan alat pelindung diri. 2. Beberapa peralatan standar K3 di proyek : 1. Pakaian Kerja Tujuan melindungi
pemakaian badan
pakaian
manusia
kerja
terhadap
adalah
pengaruh-
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya. 2. Sepatu Kerja Sepatu
kerja
(safety
shoes)
merupakan
perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras
25
supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas. 3. Kacamata Kerja Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas. 4. Sarung Tangan Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti mendorong gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.
26
5. Helm Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri. 6. Sabuk Pengaman. Sudah
selayaknya
bagi
pekerja
yang
melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau
pada
posisi
yang
membahayakan
wajib
mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan menara.
27
7. Penutup Telinga Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini. 8. Masker Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat kondisi lokasi proyek
itu
sediri.
Berbagai
material
konstruksi
berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong, mengamplas, mengerut kayu. 9. Tangga Tangga merupakan alat untuk memanjat yang umum digunakan. Pemilihan dan penempatan alat ini untuk mecapai ketinggian tertentu dalam posisi aman harus menjadi pertimbangan utama. 10. P3K Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di
28
proyek.
Untuk
itu,
pelaksana
menyediakan obat-obatan
konstruksi
wajib
yang digunakan
untuk
pertolongan pertama. Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang harus ada dan disediakan oleh kontraktor.
2.1.6 Pengertian Kinerja Mangkunegara (2010) mengemukakan bahwa, kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan
tugas
kerjanya
sesuai
dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Mathis “Kinerja
dan
Jackson
(Performance)
(2006)
pada dasarnya
mendefinisikan adalah
apa
yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh karyawan”. Rivai (2005) juga memberikan pengertian “Kinerja sebagai suatu fungsi dari motivasi
dan
kemampuan untuk menyelesaikan
pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki kemampuan
kesediaan
tugas
atau
dan tingkat
tertentu”. Sedangkan Wahyu (2009) mengemukakan
29
bahwa “kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja
yang
dihasilkan
oleh
karyawan
sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Dari beberapa pengertian mengenai kinerja yang telah diuraikan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kinerja atau performance mempunyai hubungan erat dengan masalah produktivitas. Kinerja merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu perusahaan atau instansi. Kinerja dapat diukur berdasarkan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.
2.1.6.1 Pengukuran Kinerja Menurut Mangkunegara (2010) menyatakan bahwa kriteria dalam pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Kuantitas, yang berkaitan dengan jumlah yang harus diselesaikan.
Merupakan
ukuran
kuantitatif
yan
melibatkan perhitungan dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah yang dihasilkan, sehingga untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan tersebut dibandingkan dengan standar kuantitas yang ditetapkan oleh perusahaan.
30
2. Kualitas, yang berkaitan dengan mutu yang dihasilkan (baik
atau
buruknya).
Ukuran
kuantitas
yang
mencerminkan ”tingkat kepuasan” yaitu seberapa baik penyelesaian dari suatu perusahaan walaupun standar kualitas sulit diukur atau ditentukan tetapi hal ini penting sebagai acuan pencapaian sasaran penyelesaian suatu pekerjaan. 3. Ketepatan waktu, yang berkaitan dengan sesuai tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan. Merupakan suatu jenis khusus dari ukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Dalam hal ini
penetapan
standar
waktu
biasanya
ditentukan
berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasarkan studi gerak waktu.
2.1.6.2 Penilaian Kinerja Kinerja pegawai merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam usaha perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan perusahaan untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Meggison dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa :
31
“Performance appraisal is the procee an employer uses to determine whether an employee is performing the job as intended (performance appraisal). Artinya Penilaian Kinerja adalah suatu proses menentukan
apakah
yang digunakan majikan untuk eseoiran
pegawai
melakukan
pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan)” Menurut Rivai (2005) “Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilakanakan secara formal yang dikaitan dengan standar kerja yang
telah
ditentukan
peruahaan.
Rivai
(2005)
juga
menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan: 1. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kinerja. 2. Salah satu cara untuk menentukan penilaian kinerja dengan melakukan penilaian mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan. 3. Alat yang baik untuk menganalisa kinerja karyawan dan membuat rekomendasi perbaikan. Dari beberapa definisi diatas, maka penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan
32
yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.
2.1.7 Penelitian Sebelumnya Penilitian
Indria
(2013),
mengenai
Pengaruh
Program
keselamatan kerja Dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Tetap Bagian Produksi PR.Sejahtera Abadi Malang) diketahui bahwa program keselamatan kerja dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian Rahman (2013), mengenai Pengaruh Program keselamatan kerja Dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Ceria Utama Abadi Cabang Palembang diketahui bahwa program keselamatan kerja dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Indriasari
(2008)
melakukan
penelitian
mengenai
Pengaruh
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Bagian produksi PT. Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas) diketahui bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian
Lazim
(2008),
mengenai
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja (K3) pada Bengkel Kerja Mesin Studio Kriya Kayu Di PPPPTK-SB Yogyakarta diketahui bahwa keselamatan kerja dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
33
Sementara itu, penelitian Adhitya
(2012), mengenai Pengaruh
Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Nusantara Beta Farma diketahui bahwa program keselamatan kerja dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan teori pendukung dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, dibawah ini adalah suatu rerangka pemikiran yang berfungsi untuk menuntun sekaligus mencerminkan alur berfikir yang merupakan dasar bagi perumusan hipotesis.
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran 2.3
Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan maka penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut : 1. Program keselamatan kerja berpengaruh terhadap kinerja teknisi. 2. Program kesehatan kerja berpengaruh terhadap kinerja teknisi. 3. Program keselamatan kerja dan kesehatan kerja secara simultan berpengaruh terhadap kinerja teknisi.