BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:3) adalah rancangan sistem sistem
formal
dalam
sebuah
organisasi
untuk
memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan - tujuan organisasional. Menurut Garry Dessler (2011:5), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Kesimpulan dari manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu yang mengatur proses pemanfaatan tenaga kerja agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prosedur yang sudah ada agar menghasilkan kinerja yang baik, demi tercapainya tujuan perusahaan.
13
14
2.1.1.2 Fungsi – Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Veithzal Rivai (2010:13), manajemen SDM merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan dari pada SDM. Adapun fungsi - fungsi manajemen SDM, seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu : 1) Fungsi Manajerial -
Perencanaan (planning)
-
Pengorganisasian (organizing)
-
Pengarahan (directing)
-
Pengendalian (controlling)
2) Fungsi Operasional -
Pengadaan tenaga kerja (SDM)
-
Pengembangan
-
Kompensasi
-
Pengintegrasian
-
Pemeliharaan
-
Pemutusan hubungan kerja
2.1.2 Motivasi Kerja 2.1.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:114), motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu
15
alasan : untuk mencapai tujuan. Jadi, motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Nawawi (2005:351) motivasi adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti sesuatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab sadar. Munandar (2008:323) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses di mana kebutuhan - kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu.
2.1.2.2 Pengertian Kerja Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:187), kerja adalah usaha yang ditujukan untuk memproduksi atau mencapai hasil. Menurut A.A Waskito (2009:248), mendefinisikan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan dan juga dan dapat diartikan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
16
2.1.2.3 Pengertian Motivasi Kerja Kreitner dan Kinicki (2008:210), motivasi kerja adalah kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan. Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2009:178), motivasi kerja adalah suatu kumpulan kekuatan yang energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja yang mendorong usaha kerja dalam menetukan arah, intensitas, dan kegigihan.
2.1.2.4 Teori Motivasi Higiene Herzberg Teori motivasi Higiene Fredrick Herzberg dalam Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:115), mengasumsikan bahwa sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivitas kerja yang tinggi. Akan tetapi faktor - faktor hygiene, dapat menimbulkan ketidakpuasan. Tabel 2.1 Model Motivasi Kerja Dua Faktor Herzberg Motivator
Faktor - faktor Higiene
-
Prestasi
-
Hubungan antarpersonal
-
Pengakuan
-
Administrasi atau kebijakan perusahaan
-
Pekerjaan itu sendiri
-
Pengawasan
-
Tanggung jawab
-
Gaji
-
Kemajuan
-
Kondisi kerja
Sumber : Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:115)
17
Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih
keras
walaupun
manajer
mempertimbangkan
dan
menyampaikan faktor – faktor hygiene dengan hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.
2.1.2.5 Jenis – Jenis Motivasi Kerja Adapun jenis - jenis motivasi menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:99) sebagai berikut : a) Motivasi Positif (Insentif Positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan memotivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik - baik saja. b) Motivasi Negatif (Insentif Negatif), manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja karyawan dalam jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.
18
Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek saja. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.
2.1.2.6 Tujuan Motivasi Kerja Menurut Hasibuan (2007:97) tujuan pemberian motivasi yaitu : 1) Mendorong gairah dan semangat karyawan; 2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 3) Meningkatkan produktivitas karyawan; 4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; 5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan; 6) Mengefektifkan pengadaan karyawan; 7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; 8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan; 9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan; 10) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugastugasnya; 11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku; 12) Dan lain sebagainya.
19
2.1.2.7 Manfaat Motivasi Kerja Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja sehingga produktifits kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang – orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Maknanya adalah suatu pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, maka karyawan yang melakukan pekerjaan tersebut merasa tidak terlalu dibebankan. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat karyawan senang mengerjakannya. Karyawanpun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul – betul berharga bagi karyawan yang termotivasi, sehingga karyawan tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan output sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi, (Arep Ishak & Hendri Tanjung, 2003 : 26-17).
20
2.1.3 Pelatihan 2.1.3.1 Pengertian Pelatihan Menurut Garry Dessler (2011:280), pelatihan adalah proses mengajar keterampilan yang dibutuhkan karyawan baru untuk melakukan pekerjaannya. Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:301), pelatihan adalah sebuah proses di mana orang - orang mendapatkan kapabilitas
untuk
membantu
dalam
pencapaian
tujuan
organisasional. Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2010:211-212), mendefinisikan
pelatihan
sebagai
bagian
pendidikan
yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori. Pelatihan adalah program - program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi atau perusahaan, (Hadari Nawawi, 2005).
21
2.1.3.2 Pengertian Karyawan Menurut A.A Waskito (2009:265), karyawan adalah orang dalam sebuah lembaga (kantor, perusahaan dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah), karyawan juga disebut sebagai pegawai, buruh, pekerja. Karyawan menurut pendapat penulis adalah identitas seseorang di dalam suatu lembaga dengan memperoleh imbalan dari hasil kerjanya.
2.1.3.3 Jenis – Jenis Pelatihan Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:318), pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum meliputi : 1) Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru); 2) Pelatihan pekerjaan / teknis : memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik (misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan hubungan pelanggan); 3) Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah : dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta
22
meningkatkan (misalnya
:
hubungan
dalam
pekerjaan
komunikasi
antar
pribadi,
organisasional keterampilan
–
keterampilan manajerial / kepengawasan, dan pemecahan konflik); 4) Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan (misalnya : praktik – praktik bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional).
2.1.3.4 Tujuan Pelatihan Karyawan Menurut
Garry Dessler (2009) tujuan pelatihan dapat
dijelaskan sebagai berikut : 1) Mengembangkan
keahlian,
sehingga
pekerjaan
dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif; 2) Mengembangkan
pengetahuan,
sehingga
pekerjaan
dapat
diselesaikan secara rasional; 3) Mengembangkan
sikap,
sehingga
menimbulkan
kemauan
kerjasama dengan teman - teman karyawan dan manajemen (pimpinan).
23
2.1.3.5
Manfaat Pelatihan Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2010:217),
manfaat pelatihan adalah : 1) Manfaat bagi karyawan -
Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif;
-
Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan;
-
Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik;
-
Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap;
-
Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan;
-
Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi;
-
Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatihan;
-
Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan;
-
Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan;
-
Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan;
24
-
Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru.
2) Manfaat bagi perusahaan -
Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit;
-
Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan;
-
Memperbaiki moral SDM
-
Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan;
-
Membantu menciptakan image perusahaan yang lebih baik;
-
Mendukung otentisitas, keterbukaan dan kepercayaan;
-
Meningkatkan hubungan antara atasan dan bawahan;
-
Membantu pengembangan perusahaan;
-
Belajar dari peserta;
-
Membantu mempersiapkan dan melaksanakan kebijakan perusahaan;
-
Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan;
-
Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif;
-
Membantu pengembangan promosi dari dalam;
-
Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan;
25
2.1.3.6 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pelatihan Karyawan Menurut Veithzal rivai (2010:225-226), dalam melakukan pelatihan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan, dan lingkungan yang menunjang. Metode pelatihan terbaik tergantung dari berbagai faktor. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelatihan yaitu : 1) Cost effectiveness (efektivitas biaya) 2) Materi program yang dibutuhkan 3) Prinsip-prinsip pembelajaran 4) Ketepatan dan kesesuaian fasilitas 5) Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan 6) Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan
2.1.4 Kepuasan Kerja Karyawan 2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Menurut Nursalam (2008:118), kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk ataupun harapannya.
26
2.1.4.2 Pengertian Kerja Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:187), kerja adalah usaha yang ditujukan untuk memproduksi atau mencapai hasil. Menurut A.A Waskito (2009:248), mendefinisikan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu pekerjaan dan juga dan dapat diartikan sesuatu yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.4.3 Pengertian Kepuasan kerja Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:121), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi
pengalaman kerja seseorang.
Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Menurut Muchinsky dalam Soedjono (2005:26), kepuasan kerja dapat dilihat dari tingkat absensi, tingkat keluar masuk karyawan (turnover) dan menurunnya kinerja (performance). Menurut Robbins dan Judge (2008:40), kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik. Munurut Wijono (2010:97), kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyenangkan merupakan hasil dari persepsi individu
27
dalam rangka menyelesaikan tugas atau memenuhi kebutuhannya untuk memperoleh nilai - nilai kerja yang penting bagi dirinya.
2.1.4.4 Penyebab Kepuasan Kerja Menurut Robbins dan Coulter dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:L-5), penyebab kepuasan kerja yaitu : 1) Kerja yang sesuai dengan keahlian Pekerjaan yang sesuai dengan keahlian karyawan akan membuat karyawan
mampu
mengerjakan
tugas-tugas
dengan
baik
sehingga akan tercipta kepuasan kerja. 2) Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung menyukai pekerjaan – pekerjaan yang memberikan
mereka
kesempatan
untuk
menggunakan
keterampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
28
3) Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat secara adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standart pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja dilokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai kekuasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Namun, kunci yang mengaitkan upah dengan kepuasan bukan jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara adil kemungkinan akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. 4) Kondisi kerja yang mendukung Karayawan
perduli
akan
lingkungan
kerja
baik
untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan
29
aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugas dengan baik. 5) Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan atau interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah akan membuat kepuasan kerja meningkat.
2.1.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Robbins dalam Darsono P dan Tjatjuk Siswandoko (2011:216), menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor - faktor sebagai berikut : 1) Tipe kerja 2) Rekan kerja 3) Tunjangan 4) Diperlakukan dengan hormat dan adil 5) Keamanan kerja 6) Peluang menyumbang gagasan 7) Upah 8) Pengakuan terhadap kinerja 9) Kesempatan untuk maju
30
2.1.5 Kinerja karyawan 2.1.5.1 Pengertian Kinerja Menurut Wibowo (2008:67), kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukkan kinerja.
2.1.5.2 Pengertian Karyawan Menurut A.A Waskito (2009:265), karyawan adalah orang dalam sebuah lembaga (kantor, perusahaan dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah), karyawan juga disebut sebagai pegawai, buruh, pekerja. Karyawan menurut pendapat penulis adalah identitas seseorang di dalam suatu lembaga dengan memperoleh imbalan dari hasil kerjanya.
2.1.5.3 Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113114), kinerja para karyawan individual adalah faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika karyawan terus menerus meninggalkan perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun tidak efektif, maka sumber daya manusia dalam organisasi dalam keadaan rugi.
31
2.1.5.4 Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113), kinerja karyawan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : 1) Kemampuan individual untuk melakukan perkerjaan tersebut Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat kemampuan individual adalah bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan seperti pengetahuan, pemahaman,
kemampuan,
kecakapan
interpersonal,
dan
kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan memiliki kinerja yang baik adalah jika karyawan tersebut memiliki kemampuan individual yang cukup. 2) Tingkat usaha yang dicurahkan Usaha dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran dan motivasinya. Tingkat usaha merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, walaupun karyawan memiliki kemampuan individual untuk mengerjakan pekerjaan, tetapi tidak akan bekerja tanpa tingkat pencurahan usaha yang rendah. 3) Dukungan organisasi Dalam dukungan organisasional artinya fasilitas apa yang perusahaan sediakan bagi karyawan dapat berupa pelatihan, pengembangan, peralatan teknologi, dan manajemen.
32
2.1.6 Analisis Jalur Analisis jalur yang dikenal dengan path analysis dikembangkan pertama pada tahun 1920-an oleh seorang ahli genetika, yaitu Sewall Wright. Model path analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Teknik analisis jalur akan digunakan dalam menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, terhadap Y Riduwan dan Kuncoro, 2008 dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:107). Analisis jalur merupakan model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh David Garson (2003). Kesimpulan dari definisi-definisi diatas bahwa sebenarnya analisis jalur merupakan kepanjangan dari analisis regresi berganda (dalam Sarwono, 2007:1-2). Berdasarkan Mueller dalam Sugiarto (2006:93), path analysis (analisis jalur) dikembangkan sebagai metode untuk mempelajari terhadap efek secara langsung dari variabel bebas terhadap variabel tergantung. Analisis jalur ini merupakan sejumlah variabel di dalam model. Analisis ini merupakan metode yang baik untuk menerangkan apabila terhadap seperangkat data yang besar untuk dianalisis dan mencari hubungan kausal.
33
Menurut Sugiarto (2006:93), analisis jalur digunakan untuk menelaah hubungan antara model kausal yang telah dirumuskan peneliti atas pertimbangan teoritis dan pengetahuan tertentu. Hubungan kausal selain didasarkan pada data juga didasarkan pada pengetahuan, perumusan hipotesis, dan analisi logis. Sehingga, dapat dikatakan analisis jalur dapat digunakan untuk menguji seperangkat hipotesis kausal serta menafsirkan hubungan tersebut.
2.1.7 SPSS VS LISREL 2.1.7.1 Pengertian SPSS Menurut Priyatno (2008:13) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:113), SPSS adalah program atau software yang digunakan untuk olah data statistik. Banyaknya program olah data statistik lainnya, SPSS merupakan yang paling banyak digunakan. Dahulu SPSS adalah Statistical Package for the Social Sciences, tetapi seiring berjalannya waktu SPSS mengalami perkembangan dan penggunaannya semakin kompleks untuk berbagai ilmu sosial, psikologi, pertanian, teknologi, industri, dan lain - lain. Sehingga, kepanjangan SPSS adalah Stasticall Product and Service Solution. SPSS diciptakan oleh Norman Nie, seorang lulusan Fakultas Ilmu Politik dari Stanford University.
34
2.1.7.2 Pengertian LISREL Menurut Sugiarto (2006:3) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:113), LISREL adalah merupakan salah satu program komputer yang dapat mempermudah analisis untuk menyelesaikan masalah - masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh alat analisis konvensional. LISREL diperkenalkan oleh Kark Joreskog pada tahun 1970 dan sejauh ini telah dikembangkan serta digunakan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan sosial. Dalam versi yang lebih maju, penggunaan LISREL menjadi lebih interaktif, lebih mudah, banyak fitur statistik baru yang terkait dengan penanganan missing data, imputation data, serta multilevel data analisis. Terapannya pada persoalan ilmu sosial dan ilmu perilaku dapat kita temui secara luas dan sangat berguna sebagai acuan pengambilan keputusan dalam kondisi yang makin rumit. Sugiarto (2006:3-4) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:113). Menurut Sugiarto (2006:4) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:114), secara umum analisis dalam LISREL dapat dipilah dalam dua bagian. Pertama, yang terkait dengan model pengukuran (measurement model) dan kedua yang terkait dengan model struktual (structural equation model). Model pengukuran adalah gambaran hubungan pokok yang ditunjukkan untuk mengukur dimensi - dimensi yang membentuk sebuah faktor atau
35
variabel. Menurut Wijanto (2008:12) dalam Sarjono Haryadi dan Julianita Winda (2011:114), model struktural adalah model yang menggambarkan hubungan - hubungan yang ada diantara variabel variabel laten. Dengan menggunakan LISREL, peneliti dapat menganalisis struktur convariance (struktur yang menunjukkan hubungan linier antar variabel) yang rumit, variabel latin, saling ketergantungan antar variabel, dan sebab akibat yang timbal balik dimana dapat ditangani dengan mudah dengan menggunakan model pengukuran dan persamaan terstruktur. Menurut Ghozali (2008:5), variabel laten adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator.
36
2.2
Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Jurnal Penelitian Sebelumnya
No 1.
2.
3.
Peneliti Ali Kesuma
Ludi Wishnu Wardana
Musafir
Sumber : Jurnal
Sumber Jurnal Vol. 1, No. 4 Desember 2007, Hal. 310 - 322
Topik Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Serta Dampaknya Terhadap Kinerja
Jurnal Ekonomi Manajemen dan Bisnis Vol. II No. 1, April 2008
Analisis Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Pendidikan, Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Gayungan Kota Surabaya
Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 2 No 3. Agustus – Oktober 2007
Pengaruh Kemampuan Dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai Pemerintah Provinsi Gorontalo
Variabel
Kesimpulan
1.
Lingkungan Kerja
2.
Motivasi
3.
Budaya
4.
Organisasi
5.
Kepuasan
6.
Kinerja
Ada hubungan yang signifikan antara motivasi terhadap kepuasan kerja, motivasi juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan kepuasan kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.
1.
Motivasi Kerja
2.
Disipilin Kerja
3.
Pelatihan
4.
Kinerja
1.
Kemampuan
2.
Motivasi
3.
Kinerja Pegawai
Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dan pelatihan terhadap kinerja karyawan.
Ada hubungan yang cukup kuat antara motivasi terhadap kinerja karyawan.
37
2.3
Kerangka Pemikirian
Motivasi Kerja (X1) Motivator : 1. Prestasi 2. Pengakuan 3. Pekerjaan itu sendiri 4. Tanggung Jawab 5. Kemajuan Faktor – Faktor Higiene : 1. 2.
3. 4. 5.
Hubungan antar personal Administrasi atau kebijakan perusahaan Pengawasan Gaji Kondisi Kerja
Sumber : Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006:115)
Pelatihan Karyawan (X2) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Cost effectiveness (efektivitas biaya) Materi program yang dibutuhkan Prinsip-prinsip pembelajaran Ketepatan dan kesesuaian fasilitas Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan
Sumber : Veithzal rivai (2010:225-226)
Sumber : Penulis, 2012
Kepuasan Kerja (Y) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Tipe kerja Rekan kerja Tunjangan Diperlakukan dengan hormat dan adil Keamanan kerja Peluang penyumbang gagasan Upah Pengakuan terhadap kinerja Kesempatan untuk maju
Sumber : Robbins dalam Darsono P dan Tjatjuk Siswandoko (2011:216)
Kinerja Karyawan (Z) 1. 2. 3.
Kemampuan individual Tingkat usaha yang dicurahkan Dukungan organisasi
Sumber : Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:113)
38
2.4
Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : -
Untuk T – 1 H 0 : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap kepuasan kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur H a : Ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap kepuasan kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur
-
Untuk T – 2 H 0 : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap kinerja karyawan
(Z )
melalui kepuasan kerja pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur
kinerja karyawan (Y ) H a : Ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap kinerja karyawan (Z )
melalui kepuasan kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur -
Untuk T – 3 H 0 : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap kinerja karyawan
(Z ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur Ha :
Ada pengaruh pengaruh motivasi kerja
(X 1 )
terhadap kinerja
karyawan (Z ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur -
Untuk T – 4 H 0 : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan
(X 2 )
kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur
terhadap kepuasan
39
H a : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( X 2 ) terhadap kepuasan kerja (Y )
pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur -
Untuk T – 5 H 0 : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan
(X 2 )
terhadap kinerja
karyawan (Z ) melalui kepuasan kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur H a : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( X 2 ) terhadap kinerja karyawan
(Z ) melalui kepuasan kerja (Y ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur -
Untuk T – 6 H 0 : Tidak ada pengaruh pelatihan karyawan
(X 2 )
terhadap kinerja
karyawan (Z ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur H a : Ada pengaruh pelatihan karyawan ( X 2 ) terhadap kinerja karyawan
(Z ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur -
Untuk T – 7 H 0 : Tidak ada pengaruh motivasi kerja ( X 1 ) terhadap pelatihan karyawan
( X 2 ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur H a : Ada pengaruh motivasi kerja
(X 1 )
terhadap pelatihan karyawan
( X 2 ) pada PT PP Dirganeka Jakarta Timur