9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Pengertian Manajemen Dan Manajemen Sumber Daya Manusia 1. Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Pengaturan itu dilakukan melalui proses yang diatur berdasarkan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian. Jadi manajemen merupakan proses yang bertujuan untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan atau yang sudah dibuat oleh suatu perusahaan atau organisasi. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas tentang manajemen berikut akan dipaparkan pengertian manajemen menurut beberapa ahli. Menurut Terry yang dikutip oleh Samsudin (2006:17) “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the us of human being and other resources’.(Manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri
dari
tindakan
perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan,
dan
pengendalian, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber sumber daya lainnya. Sedangkan menurut Newman dan Terry yang dikutip oleh Manullang (2006:2) manajemen adalah “the art of getting things done through the effort
10
ofother
people”.(Manajemen
adalah
fungsi
yang
berhubungan
dengan
memperoleh hasil tertentu melalui orang lain). Dari paparan para ahli diatas dapat dibuat kesimpulan tentang manajemen yaitu suatu ilmudan seni untuk mencapai tujuan yang telah dibuat melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan dan atau dilaksanakan melalui orang lain atau sumber daya manusia yang lain. 2.Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan sumber daya manusia didalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekruitmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir,pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Perencanaan dan implementasi fungsi-fungsi ini harus didukung analisis jabatan yang cermat dan penialaian kinerja yang obyektif (Marwansyah, 2010:4). Sedangkan menurut Rifai (2008:1) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran, keuangan maupun kepegawaian. Karyawan baru yang belum mempunyai keterampilan dan keahlian dilatih, sehingga menjadi karyawan yang terampil dan ahli. Apabila dia dilatih lebih lanjut serta diberikan pengalaman dan motivasi, dia akan menjadi karyawan yang matang. Pengelolaan sumber daya manusia inilah yang disebut manajemen sumber daya manusia.
11
3.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Berikut ini adalah fungsimanajerial dan operasional manajemen sumber
daya manusia menurut Hasibuan (2007:21), meliputi : 1. Fungsi manajerial :
Perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan
dan
pengendalian. 2. Funsi operasional : Pengadaan, pengambangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedislipinan, pemberhentian.
B. Konflik 1. Pengertian konflik Menurut Robins et al (2008:173) konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki presepsi bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative, atau akan mempengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Sedangkan menurut Rifai (2008:507) konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua orang atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi atau perusahaan) yang harus membagi sumber daya manusia yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau presepsi. Konflik kerja juga bisa diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain seperti perbedaan, pertentangan, dan perselisihan. Kemudian Robbin dalam Sofyandi dan Iwa (2007:136) menyatakan bahwa konflik sebagai “a procces in wich an effort is purposely made by A to offset the
12
effort of B by some from of blocking that will result in frustrating B in attaining his or her goals or furthering his on her interest.” (Suatu proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A mengimbangi usaha-usaha B dengan cara merintangi yang menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau meningkatlkan keinginannya).
Albanese,
memberi rumusan pengertian konflik
sebagai
“perceived condition that exist between parties (a) goal incompability and (b) some opportunity for parties perceive interferingwith the goal of accomplishment of other.” (Kondisi yang dipresepsikan ada diantara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang utnuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain). Catur (2005:14) dalam Fauji (2013) mengemukakan bahwa konflik adalah pertentangan yang terjadi dalam suatu organisasi dapat terjadi karena adanya perdebatan pendapat mengenai tujuan perusahaan, kompetisi antar department, antar bagian, antar unit kerja, para manajer yang bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan posisi dan kekuasaan. Dari pengertian para ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik adalah suatu perbedaan, pertentangan atau perselisihan yang terjadi karena ketidaksesuaian atau presepsi negative yang timbul dari individu, anggota ataupun kelompok.
13
2. Bentuk konflik terhadap perusahaan Menurut Ivancevich (2007:43) dalam Rizky, et al (2014) ada beberapa bentuk konflik berdasarkan akibatnya terhadap perusahaan dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Konflik fungsional (function conflict), adalah konfrontasi antar kelompok yang dapat meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi. Konflik fungsional dapat meningkatkan kesadaran organisasi akan masalah-masalah yang harus diatasi, mendorong pencarian solusi secara lebih luas dan produktif, dan lazimnya memfasilitasi perubahan yang positif, adaptif dan inovatif. b. Konflik disfungsional (dysfunctional conflict), adalah setiap konfrontasi atau interaksi antar kelompok membahayakan organisasi atau menghambat organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Manajemen harus mencari cara untuk menghilangkan konflik disfungsional. 3. Jenis-jenis konflik Konflik bisa terjadi baik internal maupun external, yang terjadi didalam diri individu maupun dari anggota ataupun kelompok lain. Berikut ini adalah jenisjenis konflik. a. Konflik dalam diri seseorang Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan, ia merasa bimbang mana yang harus
14
dipilih atau dilakukan. Konflik dalan diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuan. b. Konflik antar individu terjadi oleh adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentukan. c. konflik antar anggota kelompok Suatu kelompok dapat mengalami konflik substansif atau afektif. Konflik subsantif adalah konflik yang terjadi karena latar belakang keahlian yang berbeda. Jika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama, dikatakan kelompok tersebut mengalami konflik substantive. Sedangkan afektif adalah konflik yang terjadi didasarkan atas tanggapan emosional terhadap situasi tertentu. d. konflik antar kelompok Terjadi karena dari kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompoknya masing-masing. e. Konflik intra-perusahaan Konflik
intra-perusahaan
meliputi
empat
subjenis,
yaitu
konflik
vertical,horizontal, lini-staff, dan peran. Konflik vertical terjadi terjadi antara manajer dengan bawahan, konflik horizontal terjadi antara department yang memiliki hierarki yang sama dalam organisasi, konflik lini-staff terjadi terjadi karena adanya perbedaan presepsi tentang manajer lini. Sedangkan konflik peran terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran yang saling bertentangan. f. Konflik antar perusahaan
15
Terjadi antar organisasi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain terhdap pemasok, pelanggan, maupun distributor. 4. Indikator-indikator Konflik Berdasarkan indikatornya, Robbins (1996:430) dalam Fauji (2013) membagi dalam dua macam yaitu, konflik fungsional (functional conflict) adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok dan konflik disfungsional (dysfunctional conflict) adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok. Berikut indikator konflik fungsional dan disfungsional : a. Konflik Fungsional 1. Bersaing untuk meraih prestasi 2. Pergerakan positif menuju tujuan 3. Merangsang kreatifitas dan inovasi 4. Dorongan melakukan perubahan b. Konflik Disfungsional 1. Mendominasi diskusi 2. Tidak senang bekerja dalam kelompok 3. Benturan kepribadian 4. Perselisihan antar individu 5. ketegangan
16
C. Stress Kerja 1. Pengertian Stress Kerja Stress merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya. Kondisi-kondisi tersebut dapat ditimbulkan dari dalam individu maupun dari lingkungan luar individu (Hidayati et al dalam Kurniasari, 2013). Menurut Robbins (2008:368) Stress adalah keadaan dinamis yang dihadapi seseorang ketika terpaksa menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang berkaitan dengan apa yang dikehendakinya yang pada saat bersamaan hasilnya dianggap tidak pasti tetapi sangat penting. Sedangkan menurut Handoko (2010:200) stress adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Gejala-gejala ini menyangkut baik kesehatan phisik maupun kesehatan mental. Sedangkan menurut Luthans (2006:440) dalam Noviasyah (2011) mendefinisikan stress adalah interaksi individu dengan lingkungan, tetapi kemudian mereka memperinci definisi menjadi sebagai berikut “respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi,atau kejadian eksternal (lingkungan)
yang
menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik yang berlebihan pada seseorang.
17
Orang-orang yang mengalami stress biasanya menjadi nerveous dan merasakan kekawatiran kronis. Mereka sering mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, atau menunjukan sikap yang tidak kooperatif. Disamping itu, mereka bisa terkena berbagai penyakit phisik seperti masalah pencernaan, tekanan darah tinggi serta sulit tidur (Handoko 2010:200). 2. Penyebab–Penyebab Stress Kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut dengan stressors. Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressor, biasanya karyawan mengalami stress karena kombinasi stressor. Ada dua kategori penyebab stress yaitu on the job dan off the job. Berikut adalah kondisi-kondisi (on the job) yang dapat menyebabkan stress kerja menurut (Handoko 2010), diantaranya sebagai berikut : a. Beban kerja yang berlebihan b. Tekanan atau desakan waktu c. Kualitas supervise yang jelek d. Iklim politis yang tidak aman e. Umpan balik tentang pelaksaan kerja yang tidak memadai f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksasnakan tanggung bjawab g. Kemenduaan peranan (role ambiguity) h. Frustasi i.
Konflik antar pribadi dan antar kelompok
j.
Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan
k. Berbagai bentuk perubahan
18
Dilain pihak stress juga dapat disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi diluar perusahaan (of the job), antara lain : a. Kekuatiran financial b. Masalah–masalah yang bersangkutan dengan anak c. Masalah–masalah phisik d. Masalah–masalah perkawinan (misalnya, perceraian) e. Perubahan–perubahan yang terjadi ditempat tinggal f. Masalah–masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. 3. Gejala–Gejala Stress Menurut Igor (1997:249) dalam Septianto (2010) mengemukakan bahwa ada beberapa gejala yang timbul akibat stress, yaitu sebagai berikut : a. Menolak perubahan b. Produktivitas dan efisiensi berkurang c. Kehilangan motivasi, ingatan, perhatian, tenggang rasa dan pengendalian d. Kurang tidur dan kehilangan nafsu makan e. Tidak menyukai tempat bekerja dan orang–orang yang bekerja bersama anda. 4. Dampak Stress Menurut Gibson (1996:363) dalam Septianto (2010) menyatakan bahwa banyak dampak yang terjadi akibat stress. Dampak positif dari stress kerja diantaranya motivasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras,dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan berbahaya.
19
Stress kerja tidak hanya berpengaruh pada individu, namun juga terhadap organisasi atau perusahaan. Begitu besar dampak stress kerja, oleh para ahli perilaku organisasi telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahan output organisasi Iswanto (1999) dalam Fauji (2013). Menurut Jacinta (2002) dalam Fauji (2013) stress kerja juga dapat mengakibatkan hal-hal berikut : a. Dampak terhadap perusahaan 1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional 2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan b. Dampak terhadap individu 1.
Kesehatan Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat stress terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maagh, alergi, gangguan pencernaan, sulit tidur atau kebanyakan tidur, struk dan beberapa penyakit lainnya.
2.
Psikologis Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stress kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan.
3.
Interaksi interpersonal
20
Orang yang sedang stress akan lebih sensitive dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress. Oleh karena itu sering salah presepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stress selalu mengatakan sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. 5. Indikator-indikator Stress Kerja Indikator stress kerja menurut Robbins (2008:375) dapat dibagi dalam tiga aspek yaitu : 1. Psikologis, meliputi : a. Cepat tersinggung b. Tidak komunikatif c. Banyak melamun d. Lelah mental 2. Fisik, meliputi a. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah b. Mudah lelah secara fisik c. Pusing kepala d. Problem tidur (kelebihan atau kekuarangan tidur) 3. Perilaku, meliputi a. Merokok berlebihan b. Menunda atau menghindari pekerjaan c. Perilaku sabotase
21
d. Perilaku makan yang tidak normal (kelebihan atau kekurangan)
D. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan rasa loyalitas terhadap perusahaan atau organisasi, Individu yang mempunyai komitmen tinggi cenderung lebih bisa bertahan lebih lama dan rendah absensinya dibandingkan dengan individual yang mempunyai komitmen rendah. Loyalitas karyawan adalah suatu hal yang penting untuk
menghadapi
tingkat
persaingan
yang
semakin
kompleks,
untuk
menumbuhkan loyalitas karyawan, manajemen harus memberikan kepercayaan dan jaminan keamanan kerja yang kondusif yang memungkinkan karyawan berkembang (Marchington 1986 dalam Jangkung 2005:17). Jadi komitmen organisasi merupakan sikap penting yang mempengaruhi kinerja karyawan pada suatu perusahaan atau organisasi. Menurut Blau dan Boal dalam Sopiah (2008:155) menyebutkan komitmen organisasi sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan tujuan organisasi, sedangkan menurut Robbins (2001:140) dalam Anindya (2011) komitmen pada organisasional adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak
organisasi
tertentu
serta
tujuan
dan
keinginannya
untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Kemudian Lutans (1992) dalam Haryanto (2010) mengartikan komitmen organisasi menjadi tiga yaitu : a. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
22
b. Kerelaan untuk melakukan usaha-usaha tertentu sebagai bagian dari organisasi. c. Rasa percaya yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai–nilai organisasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan rasa kecintaan atau loyalitas dan identifikasi seseorang individu terhadap perusahaan atau organisasi serta tujuan–tujuannnya dan niatan untuk mempertahankan keanggotaannya. 2.Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Mayer dalam Haryanto (2010:27), mengemukakan tiga komponen model komitmen organisasi, yaitu : a. Affective commitment Adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi. b. Normatif comitmen Merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara psychological terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada peraaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemikiran,kebanggaan, kesenangan. c. Continuance commitment Adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi
23
3.Tingkatan dalam Komitmen Organisasi Randall dalam Haryanto (2010:31), dari Washingtom State University mencoba membahas mengenai konsekuensi positif dan negative dari berbagai macam tingkatan komitmen, baik bagi karyawan maupun organisasi sebagai berikut : a. Low Level Of Comitmen 1. Konsekuensi positif bagi individu. Komitmen yang rendah secara tidak langsung dapat mempunyuai konsekuensi yang positif bagi individu maupun organsisasi.Komitmen yang rendah dapat menajdi sumber kreativitas dan inovasi. 2. Konsekuensi positif bagi organisasi. Tingkat turn over karyawan yang tinggi dari individu–individu yang memiliki komitmen yang rendah terhadap organsiasai mungkin bermanfaat jika mereka adalah orang yang menganggu dan pelaku yang kurang baik. Artinya kerugian yang diakibatkan pleh orang–orang macam ini bisa dikurangi dengan kata lain perilaku buruknya tidak mempengaruhi orang lain. 3. Konsekuensi negative bagi individu. Komitmen yang rendah dapat mempengaruhi karir individu secara negative 4. Konsekuensi negative bagi organisasi. Komitmen yang rendah pada kebanyakan angkatan kerja dihubungkan dengan tingginya turn over, tingkat absen yang tinggi, keterlambatann yang lebih besar, kurangnya keinginan untuk tetap dalam perusahaan, kuantitas kerja yang rendah, tidak
24
loyal pada perusahaan, keterlibatan dalam tindak kejahatan terhadap organisasi seperti penggalapan, dan perilaku peran ekstra yang terbatas untuk melindungi atau memajukan kepentingan organisasi. Komitmen yang rendah diantaranya para professional juga dapat menimbulkan masalah bagi organisasi.Akhirnya jika manajer memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi maka sikap dan performance organisasi secara keseluruhan menjadi kacau. b. Moderate Level of Comitment 1. Konsekuensi positif bagi individu. Tingkat komitmen yang moderat bukan berarti loyalitas seseorang tidak terikat pada organisasi, tetapi individu mneghindari menerimka begitu saja. Jadi tingkat bkomitmen yang moderat merefleksikan kemampuanuntuk menerima nilai – nilai organisasi, tetapi tidak sama. Individu mempertahankan itegritas dan nilai – nilai pribadi sekaligus memenuhi keperluan organisasi. 2. Konsekuensi positif bagi individu. Konsekuensi positif bagi organisasi dan jugva bagi individu adalah berupa masa kerja yang lama, kurnagnya keinginan untuk keluar, turn over yang rendah dan semakin besarnya kepuasan kerja. 3. Konsekuensi negative bagi individu. Komitmen yang moderat terhadap organisasi tidak selalu optimal bagi individu.Individu yang tidak memberikan prioritas utama pada majikan bisa mengahdapi peningkatan karir yang lambat atau tidak pasti.
25
4. Konsekuensi negative bagi organisasi. Individu yang tidak komit sepenuhnya terhadap organisasi mungkin membatasi peran ekstra bagi organisasi. Smit et al.dalam Haryanto (2010), mengatakan bahwa citizenship behaviuor seperti: kerja sama, suka membantu, suka member saran suka menolong adalah penting karena dapat menjadikan organisasi dengan fleksibilitas yang diperlukan untuk mengatasi kemungkinan–kemungkinan yang tak terduka. c. High Level of Comitment 1. Konsekuensi positif bagi individu. Pada situasi tertentu, high level of comitmen dapat meningkatkan karir dan kompensasi. 2. Konsekuensi positif bagi organisasi. Karyawan dengan tingkat komitmen yang tinggi dapat memberikan kepada organisasi tenaga kerja yang aman dan stabil. 3. Konsekuensi negative bagi individu. Komitmen yang tinggi tehadap organisasi dapat menghalangi perkembangan individu dan membatasi kesempatan untuk mkobilitas, juga dapat melemahkan kreativitas dan inovasi.Durkheim juga memperingatkan bahaya individu yang terlalu kuat terintegrasi kedalam kelompok. Komitmen yang tinggi dapat mengakibatkan stress dalam hubungan keluarga, karena pekerjaan dan keluarga saling mempunyai ketergantungan yang tinggi. Kesuksesan dalam karir seringkali memerlukan waktu yang ekstensif dan komitmen pada peran kerja, hal ini sering menimbulkan konflik.
26
4. Konsekuensi negative bagi organisasi. Terlalu banyak komitmen juga dapat mengurangi fleksibilitas organisasi. Individu yang mempunyai komitmen total terhadap organisasi mungkin tidak dapat melaksanakan alternative tindakan lain. Akhirnya salah satu yang paling signifikan dan konsekuensi negative yang tidak disadari atas komitmen yang tinggi mungkin lebih mau untuk melakukan perilaku yang tidak etik dan illegal atas nama organisasi (Imronuddin, 2003 dalam Haryanto 2010). Dari uraian mengenai level komitmen diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa low level of comitmen merupakan gangguan fungsi yang besar baik bagi organisasi maupun individu,
perkembangan karir individu mungkin menjadi
penghalang kemudian perusahaan akan mengalami kerugian akibat karyawan yang kurang mempunyai rasa loyalitas pada perusahaan tersebut. Sedangkan individu dengan komitmen yang tinggi mungkin akan dapat meningkatkan karirnya secara cepat tetapi bisa mengalami masalah pribadi, keluarga, sossial dan masalah-masalah lainnya. Dalam keadaan seperti itu, perusahaan tidak lagi memberikan kepuasan kepada anggota.
E. Kinerja Karyawan 1. Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Wirawan (2009:5), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi–fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Sedangkan menurut Moeheriono (2009:60) menjelaskan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program
27
kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,tujuan,visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan, dimana ukuran kesuskesan yang dicapainya tidak disamakan dengan kesuksesan orang lain (Ghiselli dan Brown dalam Diansyah, 2010). Menurut Hasibuan (2005:94) dalam Kurniadi (2012) Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Dari pengertian kinerja diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masingmasing dalam upaya mencapai tujuan organisasi. a.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Menurut Scermerhon et al dalam Kurniadi (2012), terdapat tiga faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja, yaitu : 1. Atribut individu Dengan adanya berbagai atribut yang melekat pada individu yang satu dengan ynag lainnya. Faktor ini merupakan kecakapan individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya yang telah ditentukan (capacity to perform) terdiri dari : a. Karakteristik demografi, misalnya: umur,jenis kelamin dan lain-lain
28
b. Karakteristik kompetisi, misalnya: bakat, kecerdasan,kemampuan dan keterampilan c. Karakteristik psikologi,yaitu nilai-nilai yang dianut,sikap dan kepribadian. 2. Kemampuan untuk bekerja Dengan berbagai atribut yang melekat pada individu menunjukan adanya kesempatan yang sama untuk mencapi suatu prestasi, hanya untuk mencapai kinerja yang baik diperlukan usaha dan kemauan untuk bekerja keras karena kemauan merupakan suatu kekuatan pada individu yang dapat memacu usaha serta kerja serta dapat memberikan suatu dan ketekunan. 3. Dukungan organisasional Dalam mencapai kinerja karyawan yang tinggi diperlukan juga adanya dukungan atau kesempatan dari organisasi atau perusahaan. Hal ini untuk mengantisipasi keterbatan baik dari karyawan maupun perusahaan. Jadi kesimpulannya tinggi rendahnya kinerja yang dicapai karyawan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu kemauan,dukungan serta kesempatan yang diberikan perusahaan adalah hak mutlak diperlukan sedangkan kemampuan merupakan suatu yang ada didalam diri individu yang dapat dikembangkan. b.
Indikator-Indikator Kinerja Menurut Moeheriono (2009:74) indikator kinerja (performance indicator)
sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya meskipun keduanya merupakan sama-sama dalam kriteria pengukuran kinerja, akan tetapi terdapat perbedaan arti dan maknanya. Pada indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang bersifat
29
hanya merupakan indikasi kinerja saja sehingga bentuknya kualitatif atau tidak dapat dihitung, sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria yang mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung sehingga bersifat kuantitatif atau dapat dihitung, dalam keberhasilan utama organisasi atau disebut critical success factors (CSF) adalah area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja pada unit kerja organisasi. CSF dapat dipergunakan sebagai indikator kinerja atau sebagai masukan dalam menentukan indikator kinerja. Berikut ini CSF sebagai contoh penetapan indikator kinerja : Tabel 2.1 CFS (critical success factors) No 1
2
Keberhasila Utama Organisasi (CSF) Layanan yang berkualitas tinggi dan tepat waktu Karyawan yang berkualitas tinggi
Tujuan Strategik Memantau dan mengendalikan pada pelayanan setiap waktu Memantau proses penerimaan seleksi karyawan untuk menghasilkan karyawan yang berkualitas
Indikator Kinerja Pelayanan yang tepat waktu
Tingkat keterampilan karyawan sesuai dengan tugas pekerjaannya 3 System keuangan Menciptakan system Efektifitas system yang baik dan teratur keuangan yang efektif dan pelaporan efisien keuangan 4 Hasil produk yang Membuat produk yang Jumlah omset berkualitas berkualitas dan dapat diterima penjualan pasar Sumber : Moeheriono (2009:75).
F. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut :
30
1. Penelitian yang dilakukan oleh Diansyah (2010) dengan judul “Pengaruh job stressordan konflik kerja terhadap kinerja karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi menggunakan seluruh pegawai dilingkungan Dinas pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta yang berjumlah 150 orang yang terdiri dari semua level, sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah karyawan yang dipilih acak dan menggunakan teknik sample random sampling. Pengukuran variable kinerja karyawan dengan menggunakan 11 item pernyataan yang diambil dari model yang dikembangkan oleh Edwin B. Flippo (1984), dengan skala likert 5 dari 1 sampai dengan 5. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negative signifikan antara job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan, sedangkan job stressor dan konflik kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu hasil penelitian ini menemukan bahwa konflik kerja merupakan factor yang paling dominan berpengaruh dalam menurunkan kinerja karyawan dibandingakan job stressor. 2. Kurnia (2011), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh motivasi, gaya kepemimpinan,stress kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan PT Ciptalift Sejahtera”. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh antara motivasi, gaya kepemimpinan, stress kerja dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan PT Ciptalift Sejahtera. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perusahaan yang bekerja diperusahaan PT Ciptalift Sejahtera dengan
31
sampel karyawan dan beberapa manajer dengan jumlah sampel yang digunakan adalah 30 responden. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala semantic differensial yang merupakan skala yang dipakai untuk mengukur sikap, pendapat dan presepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena social dan metode yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari masing–masing variable terhadap kinerja karyawan. Namun hanya variable konflik kerja yang berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini juga menemukan bahwa variable stress kerja berpengaruh negative dan tidak signifikan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rantika dan Sunjoyo (2010) dengan judul penelitian “Pengaruh stress kerja dan konflik pekerjaan–keluarga (work family conflik) terhadap komitmen organisasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja pada profesi perawat dirumah sakit umum daerah (RSUD) DR. Moewardi Surakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh variable konflik pekerjaan –keluarga dan stress terhadap komitmen organanisasi dan kepuasan kerja pada profesi perawat dirumah sakit umum daerah (RSUD) DR. Moewardi Surakarta. Populasi yang digunakan dalam penlitian ini adalah perawat
RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner sebanyak 152 responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis SEM dengan program aplikasi AMOS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua dari lima hipotesis didukung, dengan hasil work interfering with the family (WIF) mempengaruhi
32
kepuasan kerja secara negative, kemudian kepuasan kerja mempengaruhi komitmen organisasional secara positif, studi ini juga menemukan tidak ada pengaruh negative antara family intervering with the work (FIW) dengan kepuasan kerja, WIF dan komitmen organisasional, FIW dengan komitmen organisasional . 4. Han dan Gusti (2014), dengan judul “Pengaruh konflik terhadap stress kerja dan kepuasan kerja karyawan”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konflik terhadap stress kerja dan stress kerja terhadap kepuasan kerja di PT Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Denpasar. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini karyawan PT BRI kantor cabang denpasar dengan pengambilan sampel dengan cara 5 sampai 10 lokasi jumlah parameter yang diestimasi, dengan jumlah 105 responden. Metode yang digunakan dalam analisisi ini adalah analisis Structural Equation Modelling (SEM). Hasil dari penelitian ini konflik berpengaruh positif terhadap stress kerja, namun konflik berpengaruh negative terhadap kepuasan kerja dan stress kerja berpengaruh negative terhadap kepuasan kerja. 5. Firdausy dan Mohammad Rafki (2014), dengan judul penelitian “Pengaruh komitmen organisasi, profesionalisme, konflik peran, serta ketidakjelasan peran pada kinerja auditor (survey pada auditor internal BUMN yang berkantor dipusat di Bandung), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara
komitmen
organisasi,
profesionalisme,
konflik
peran,
serta
ketidakjelasan peran pada kinerja auditor (survey pada auditor internal BUMN yang berkantor dipusat di Bandung). Populasi yang digunakan dalam penelitian
33
ini adalah Auditor Internal BUMN yang berkantor pusat dibandung, metode sampel yang digunakan adalah Convenience sampling,dengan jumlah 74 Responden.Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa semua variable berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor internal BUMN Bandung.
G. Kerangka Pemikiran, Pengembangan Hipotesis dan Model Penelitian 1. Pengaruh Konflik terhadap Komitmen Organisasi Menurut Sunyoto (2012:218) dalam Rizky, et al (2014) menjelaskan bahwa konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan presepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut mencoba untuk menjelaskan duduk persoalan dari pandangan mereka. Oleh karena itu konflik mempunyai hubungan dengan komitmen organisasi. Menurut Fatullah (2007) menemukan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi, kemudian hal ini diperkuat oleh penemuan Rantika dan Sunjoyo (2010) bahwa konflik berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan pernyataan rumusan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : konflik berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi
34
2. Pengaruh Stress Kerja terhadap Komitmen Kerja Stress kerja dapat mempengaruhi komitmen organisasi, karyawan yang mengalami stress kerja yang relatif sering dapat menyebabkan jenuh bekerja atau bahkan berniat untuk meninggalkan perusahaannya. Hal ini dapat menurunkan komitmen pada perusahaan Rulestari dan Henry (2013). Menurut Rusdi dan Dian (2008:202) seseorang yang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Nursyamsi (2012) menemukan bahwa stress kerja berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasi, hal ini juga diperkuat oleh penelitian Rulestari dan Henry (2013) yang menemukan bahwa stress kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan rumusan pernyataan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Stress kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi 3. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Secara teoritis, komitmen organisasional mempengaruhi berbagai perilaku penting agar organisasi berfungi efektif. Berbagai studi menunjukan komitmen organisasional berkaitan dengan beraneka ragam perilaku bekerja seperti voluntary turnover, employee performance, organizational citizhep dan absen teeism. Gibson et al (1997) dalam Nugroho (2011) menyebutkan tanpa komitmen akan menurunkan keefektifan organisasi.
35
Robbin dalam Nugroho (2011) menyebutkan bahwa karyawan yang mem iliki komitmen tinggi akan membawa keberhasilan bagi organisasi, sepeerti tumbuhnya saling percaya, komunikasi menjadi terbuka, menonjolnya sikap kebersamaan, mempercepat pengambilan keputusan serta terselesaikan konflik. Dan Hanna dan Firnanti (2013) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya akan mempengaruhi motivasinya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan organisasinya sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dengan demikian komitmen mempunyai hubungan yang penting dengan kinerja karyawan. Aprilia dan Gunasti (2012) menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Wara (2013) yang menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif sisnifikan terhadap kinerja karyawan. Dari uraian pada pernyataan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 4. Pengaruh Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Menurut Sofyandi dan Iwa (2007:135) konflik tidak harus bersifat buruk, tetapi memiliki potensi kesatuan yang positif didalam menentukan kinerja kelompok. Dan paham yang lainnya menyatakan, bahwa konflik tidak hanya dapat menjadikan kekuatan positif didalam kelompok tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat menghasilkan kinerja yang efektif. Pandangan ini
36
disebut sebagai paham interaksionis. Ini menunjukan bahwa konflik sangat berpengaruh terhadap kinerja. Ahirudin (2011) menemukan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat dengan penemuan Kristi dan Dwiarko (2013) yang menemukan bahwa konflik berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan rumusan pernyataan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : konflik berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan 5. Pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan Mas’ud (2002:20) dalam Noviansyah dan Zunaidah (2014) menjelaskan bahwa pengaruh stress kerja dengan kinerja disajikan dalam model stress – kinerja (hubungan U terbalik) yakni hukum Yarkes Podson. Pola U terbalik tersebut menunjukkan pengaruh tingkat stress (rendah-tinggi) dan kinerja (rendah-tinggi). Bila ada stress, tantangan kerja juga tidak ada dan kinerja menurun. Rangsangan yang terlalu kecil, tuntutan dan tantangan yang terlampau sedikit dapat menyebabakan kebosanan, frustasi, dan perasaan bahwa kita tidak sedang menggunakan kemampuan-kemampuan kita secara penuh (Looker 2005:144) dalam Noviansyah dan Zunaidah (2014). Penelitian Fikriadi (2013) menemukan bahwa stress kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, ini diperkuat dengan penelitian Hermita (2011) yang menemukan bahwa stress kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.
37
Dari uraian pada pernyataan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Stress kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan
H4
Konflik
H1 H2 Stress kerja
H3 Komitmen organisasi
H5
Gambar 2.1. Model Penelitian
Kinerja karyawan