BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Pengertian Manajemen dan Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut pendapat Dyck dan Neubert (2010:7), Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling human and other organizational resources in order to effectively achieve organizational goals. Manajemen adalah proses perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan pengontrolan manusia serta sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Williams (2011:7) berpendapat, Management is getting work done through others. Manajemen adalah menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain. Manajemen adalah proses pengordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbins dan Coulter, 2007:8). Jadi, penulis dapat menyimpulkan manajemen merupakan proses perencanaan, mengorganisir, memimpin, dan pengontrolan manusia dan sumber organisasi lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi 2.1.2 Pengertian Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (2005) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan.
7
8
Menurut L.Byars dan W.Rue (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu aktivitas yang di desain untuk menyediakan dan mengkoordinasi sumber daya mansia pada suatu organisasi. Menurt L. Mathis dan H. Jakson (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. 2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Veithzal Rivai (2005:14) mengklasifikasikan fungsi manajemen sumber yang terdiri dari : a.
Fungsi Manajerial :
1. Perencanaan SDM (Human Resource Planning), yaitu perencanaan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan
program
kepegawaian.
Program
kepegawaian
meliputi
pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan.
2. Pengorganisasian (Organizing), adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
9
3. Pengarahan (Directing), yaitu kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. 4. Pengendalian (Controlling) adalah kegiatan pengendalian semua karyawan agar mentaati peraturan-peratuaran perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. b. Fungsi Operasional 1. Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 2. Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis,
konseptual
dan
moral
karyawan
melalui
pendidikan
dan
pelatihan.pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. 3. Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah
10
adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. 4. Pengintegrasian
(integration)
adalah
kegiatan
untuk
mempersatukan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan
dapat
memenuhi
kebutuhan
dari
hasil
pekerjaannya.
Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. 5. Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. 6. Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. 7. Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undang-undang No. 12 Tahun 1964.
11
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis Manajemen sumber daya manusia strategis adalah penggunaan karyawan
secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing (Mathis dan Jackson, 2006:67). Menurut Dessler (2004:13), manajemen sumber daya manusia yang strategis adalah hubungan MSDM dengan sasaran dan tujuan strategis untuk meningkatkan prestasi bisnis dan mengembangkan budaya organisasi yang membantu pengembangan inovasi dan fleksibilitas. Singkatnya, manajemen sumber daya manusia strategis adalah penggunaan karyawan untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing dan mengembangkan budaya organisasi
yang membantu
pengembangan inovasi dan fleksibilitas. 2.2.1 SDM Sebagai Mitra Strategis Aset strategis adalah serangkaian sumber daya dan kapabilitas yang sulit untuk ditukar dan ditiru, langka, tepat, dan istimewa, yang memberikan keunggulan kompetitif pada perusahaan. Aset strategis menjaga perusahaan untuk tetap kompetitif dalam jangka waktu lama, namun secara karakteristik sukar ditiru (Becker, Huselid, dan Ulrich, 2009:2). SDM disebut sebagai mitra strategis karena : 1. Persoalan SDM yang dampaknya terhadap strategi perusahaan sulit untuk ditiru. Para manajer SDM harus memahami strategi perusahaan. Selanjutnya, mereka harus bergerak dari perspektif “bottom-up” ke perspektif “top down”.
12
2. Sebuah perusahaan yang kehilangan seluruh peralatannya namun tetap menjaga keterampilan dan pengetahuan tenaga kerjanya dapat kembali ke dalam bisnis tersebut dengan relatif cepat. Namun, perusahaan yang kehilangan tenaga kerjanya, tapi masih memiliki peralatan, tidak akan pernah pulih. Terdapat beberapa pandangan atas peran SDM sebagai mitra strategis (Dessler, 2004:13), yaitu : 1. Pertama, SDM sekedar operasional dan bahwa aktivitas SDM tidak strategis sama sekali. Aktivitas SDM hanya menangani sedikit masalah, yaitu memastikan orang digaji dengan tepat waktu, dan mengiklankan lowongan pekerjaan sesuai tenggat waktu surat kabar. 2. Kedua, peran SDM mencocokkan atau beradaptasi dengan strategi perusahaan. Peran strategis SDM di sini untuk mengadaptasi praktik SDM individual
(perekrutan,
pemberian
penghargaan,
dan
seterusnya)
menyesuaikan dengan strategi khusus perusahaan dan keunggulan kompetitif. 3. Ketiga, manajemen SDM sebagai rekan setara dalam proses perencanaan strategis. Di sini, peran SDM bukan hanya untuk mengadaptasi aktivitasnya dengan strategi bisnis perusahaan dan menjalankan tugas operasional seharihari seperti membayar karyawan, akan tetapi SDM berpartisipasi dan memengaruhi keputusan. Menurut Becker, Huselid, dan Ulrich (2009:4), evolusi sumber daya manusia sebagai mitra strategis terbagi menjadi :
13
1. Perspektif personel (The personel perspective) : Perusahaan merekrut dan menggaji orang tetapi tidak berfokus untuk mengambil yang terbaik atau mengembangkan karyawan yang luar biasa. 2. Perspektif kompensasi (The compensation perspectives) : Perusahaan menggunakan bonus, insentif gaji, dan pembedaan gaji yang relatif lebih besar guna menghargai karyawan yang berkinerja tinggi dibanding dengan yang berkinerja rendah. Ini adalah langkah pertama dalam mempercayai orang sebagai sumber keunggulan kompetitif (competitive advantage), namun perusahaan belum secara penuh mengeksploitasi manfaat dari sumber daya sebagai asset strategis 3. Perspektif keselarasan (The alignment perspective): Para manajer senior memandang karyawan sebagai aset strategis, namun tidak berupaya untuk memeriksa dengan saksama kapabilitas-kapabilitas SDM. Sebab itu, sistem sumber daya manusia tidak dapat meningkatkan perspektif manajemen 4. Perspektif kinerja-tinggi (The high performance perspective) : Para eksekutif SDM dan yang lain memandang SDM sebagai sistem yang melekat di dalam sistem yang lebih besar, yakni implementasi strategi perusahaan. Perusahaan mengelola dan mengukur hubungan antara kedua sistem tersebut dengan kinerja perusahaan (linking people, srategy, and performance).
14
2.2.2 Arsitektur SDM sebagai Aset Strategis Human
Resource
Architecture
adalah
rangkaian
kesatuan
dari
professional sumber daya dalam fungsi sumber daya (The human resource function), sampai sistem yang berkaitan dengan kebijakan dan praktik (The human resources system), mencakup juga kompetensi, motivasi, dan perilaku yang berkaitan dari karyawan perusahaan. Fondasi peranan sumber daya manusia dalam implementasi strategi organisasi adalah human resource architecture yang terdiri atas tiga dimensi rantai nilai (value chain), yaitu fungsi sumber daya manusia, sistem sumber daya manusia, dan perilaku karyawan. Arsitektur Strategis SDM menurut Becker, Huselid, dan Ulrich (2009:13) : Gambar 2.1 Arsitektur Strategis SDM FUNGSI SDM Profesional SDM dengan kompetensi strategis
SISTEM SDM Kinerja tinggi, kebijakan dan praktik yang selaras secara strategis
PERILAKU KARYAWAN Kompetensi, motivasi, dan perilaku yang terfokus secara strategis
1. Fungsi SDM. Terdapat dua dimensi esensial dalam efektivitas manajemen sumber daya manusia. Pertama, manajemen SDM teknis, yang mencakup penyampaian dasar-dasar SDM seperti perekrutan, kompensasi, dan tunjangan. Kedua, manajemen SDM strategis melibatkan penyampaian jasa-jasa tersebut dengan cara yang secara langsung mendukung implementasi strategi perusahaan.
15
2. Sistem SDM. Sistem sumber daya manusia adalah kebijakan, prosedur, dan praktik sumber daya manusia yang dibangun sejalan dengan strategi perusahaan serta sebagai unsur utama yang berpengaruh dalam sumberdaya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High Performance Work System (HPWS). High Performance Work System (HPWS) adalah unsur-unsur dalam sistem sumber daya manusia yang dirancang untuk memaksimalkan mutu keseluruhan modal manusia organisasi (overall quality of human capital throughout the organization), HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi dengan model-model kompetensi yang tervalidasi. b. Mengembangkan strategi yang memberikan dukungan tepat waktu dan efektif untuk keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi. c. Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan dan memotivasi karyawan berkinerja tinggi. Hal di atas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi
berkualitas.
Agar
sumber
daya
manusia
mampu
menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung dan memperkuat tenaga kerja berkinerja tinggi.
16
HPWS secara langsung menciptakan customer value atau nilai lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini proses kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik HPSW tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktik sumberdaya manusia yang tepat, tetapi juga cara praktik-praktik tersebut dijalankan. 3. Perilaku Karyawan Perilaku karyawan adalah keluaran dari pelaksanaan fungsi sumber daya manusia dan sistem sumber daya manusia. Brian E. Becker dan kawankawan mengartikan strategic behavior sebagai "the subset of productive behavior that directly serve to implement the firm's strategy" Peran sumberdaya manusia yang strategis akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti : a. Perilaku inti (core behaviours) adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi
inti
perilaku
(behavioral
core
competencies)
yang
didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental terhadap keberhasilan perusahaan, melintasi seluruh unit dan tingkat usaha keberhasilan organisasi. b. Perilaku dalam situasi tertentu (situation-specific behaviors) adalah perilaku yang penting dalam rantai nilai (value chain) perusahaan atau
17
unit tertentu, misalnya keterampilan cross-selling pada cabang bank riset tertentu. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk memengaruhi dan mengukur kontribusi sumberdaya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Karena, pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan untuk implementasi strategi organisasi, dan cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak memengaruhi perilaku strategis secara langsung. Perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur sumberdaya manusia secara luas. Dua langkah (two-step process) yang harus dilewati untuk mendapatkan pengukuran strategic yang seimbang (balanced performance measurement). Proses dua langkah yang dimaksud adalah : 1. Manajer harus secara utuh memahami "jalan cerita" bagaimana nilai (value) diciptakan dalam perusahaan. 2. Setelah manajer mendapatkan pemahaman tersebut, ia kemudian dapat merancang suatu sistem pengukuran berdasarkan "cerita" tersebut. Langkah-langkah diatas dilakukan dengan mengajukan pertanyaan : a. Bagaimana strategi diimplementasikan dalam perusahaan ?. Pertanyaan ini berfokus pada dua dimensi, yaitu : 1. Cakupan (breadth). Perusahaan harus lebih memperhatikan tidak hanya sematamata pada aspek keuangan, yang merupakan hasil dari implementasi strategi (outcomes of strategy implementation). Agar dapat benar-benar memahami "cerita" tentang penciptaan nilai, organisasi harus juga memfokus pada penentu kinerja/performance drivers atau value
18
drivers, atau critical success factors (seperti loyalitas pelanggan) yang didentifikasi sebagai "key success factors (KSFS)”. 2. Jalinan sebab akibat (causal flow). Ini merupakan kaitan antara faktor finansial dan non-finansial yang menentukan kinerja perusahaan. b. Ukuran kinerja (performance measures) apa yang dapat menangkap proses implementasi yang telah ditetapkan ? Pertanyaan ini mendorong manajer untuk mengembangkan suatu ukuran yang bisa digunakan untuk mengukur "jalan cerita" penciptaan nilai perusahaan. 2.2.3 Strategic Human Resource Deliverables Becker, Huselid & Ulrich (2009:12) mendefinisikan Strategic Human Resource Deliverables sebagai “Those outcomes of the Human Resource Architecture that serve to execute the firm's strategy" Untuk mengintegrasikan sumber daya manusia ke datam sistem pengukuran kinerja usaha, manajer harus mengidentifikasi titik perpotongan (points of intersection) antara sumber daya manusia dan rencana implementasi strategi organisasi. Titik perpotongan ini dinamakan Strategic Human Resources Deliverables. Kontribusi Sumber Daya Manusia Strategik (Strategic Human Resources Deliverables) terdiri atas 2 kategori, yaitu penentu kinerja (performance drivers) dan pendukung kinerja (enablers). Brian E. Becker dan kawan-kawan mengartikan penentu kinerja (performance drivers) sebagai "core-people related capabilities or assets such as employee productivity or employee satisfaction"
19
Penentu kinerja adalah kapabilitas atau aset inti yang terkait dengan orang, seperti produktivitas dan kepuasan karyawan. Masing-masing
perusahaan
biasanya
mengidentifikasikan
penentu
kinerja (performance drivers) ini secara berbeda. Namun sering terjadi manajer sumber daya manusia memfokuskan pada penentu kinerja tertentu saja tanpa
dapat
menunjukkan
mana
yang
terpenting
bagi
keberhasilan
imptementasi strategi perusahaan. Hal ini disebabkan sulitnya mewujudkan kontribusi sesungguhnya dari sumber daya manusia pada keseluruhan misi dan strategi perusahaan. Brian E. Becker dan kawan-kawan mengartikan pendukung kinerja (enablers) sebagai
kontribusi
sumber
daya
manusia
yang
berfungsi
memperkuat penentu kinerja (enablers reinforce performance drivers). Misalnya perubahan khusus dalam struktur imbalan perusahaan dapat mendorong tindakan pencegahan kesalahan (preventive maintenance) daripada perbaikan kesalahan (reactive maintenance).
20
2.2.4 Human Resource Doables Bedakan pengertian antara Human Resource Doables dan Human Resource Deliverables. Sistem pengukuran sumber daya manusia harus secara jelas membedakan human resource delilverables, yang mempengaruhi implementasi strategik dan human resources doables, yang tidak mempengaruhi implementasi strategik. Human resource deliverables adalah hasil dari arsitektur sumber daya manusia yang berfungsi untuk menjalankan strategi. Human resource doables memfokus pada human resource efficiency dan activity counts. Sebagai contoh, imptementasi kebijakan bukanlah suatu kontribusi (deliverables) sampai implementasi kebijakan tersebut menciptakan perilaku karyawan yang mendorong implementasi strategi. 2.2.5 Lagging Indicators dengan Leading Indicators Lagging indicators, seperti tolak ukur finansial/financial metrics (misal EVA, ROI), biasanya menggambarkan apa yang telah terjadi di masa yang lalu (what has happened in the past). Tolak ukur demikian dapat secara akurat mengukur pengaruh dari keputusan sebelumnya, namun mereka tidak akan menolong anda untuk membuat keputusan saat sekarang, ataupun mereka dapat menjamin hasil di masa yang akan datang. Tolak ukur generik (generik outcome measures) cenderung merupakan lag indicators, seperti kemampuan pelabaan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, dan keterampilan karyawan. Perfomance drivers atau lead indicators adalah indikator-indikator yang cenderung unik untuk unit usaha
21
tertentu. Performance drivers menggambarkan keunikan dari strategi unit usaha, sebagai contoh, pemicu keuangan tentang kemampuan pelabaan (financial drivers of profitability), segmen pasar dimana unit memilih untuk bersaing, dan proses internal tertentu dan tujuan-tujuan pembelajaran dan pertumbuhan yang akan memberikan proposisi nilai (value propositions) kepada segmen dan pelanggan yang ditargetkan. Suatu HR scorecard harus mempunyai bauran dari outcome measures dan performance drivers. Outcome measures tanpa performance drivers tidak dapat mengkomunikasikan bagaimana
outcomes dicapai. Mereka tidak
memberikan suatu indikasi awal mengenai apakah strategi telah diterapkan secara berhasil. Sebaliknya, performance drivers - seperti cycle times dan part per - million defects rates - tanpa outcome measures memungkinkan unit usaha mencapai
perbaikan
operasional
jangka
pendek,
namun
akan
gagal
mengungkapkan, apakah perbaikan operasional telah diterjemahkan kedalam usaha yang diperluas dengan pelanggan yang ada dan pelanggan yang baru, dan pada akhirnya, meningkatkan kinerja keuangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu HR scorecard yang baik mempunyai bauran yang tepat, yang terdiri atas outcome (logging
indicators)
dan
disesuaikan
performance
drivers
(leading
(customized) dengan strategi unit usaha.
indicators)
yang
tetah
22
2.3
Human Resource Scorecard (HRSC) Menurut Dessler (2005:16), HR Scorecard adalah pengukuran efektivitas
dan efisiensi fungsi HR dalam menghasilkan perilaku karyawan yang diperlukan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan. Human Resource Scorecard mengukur efektivitas dan efisiensi fungsi sumber daya manusia dalam mengarahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan sehingga dapat membantu menunjukkan bagaimana sumber daya manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Perbedaan antara Human Resource Scorecard dengan Balanced Scorecard adalah bahwa balanced scorecard lebih mengukur kinerja seluruh perusahaan berupa tangible assets sedangkan human resource scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia perusahaan yang berupa intangible assets. Becker, Huselid & Ulrich (2009:12) berpendapat bahwa HR Scorecard merupakan “alat pengungkit” yang penting, yang dapat digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif. Masruroh (2008) mengemukakan bahwa Human Resource Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja sumber daya manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab)
23
menjadi berwujud/ltangible (lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia dapat mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha. HR Scorecard merupakan Balance Scorecard dengan pendekatan Human Resources Department di mana sistem pengukuran kinerja terintegrasi menggambarkan
sistem
sumber
daya
manusia
dan key
performance
indicators yang dihasilkan berdasarkan pada manajemen sumber daya manusia. Puspita (2008) mengemukakan bahwa salah satu pendekatan pengukuran kinerja adalah Human Resource Scorecard yang merupakan sebuah pendekatan yang menggabungkan antara faktor-faktor sukses kritis (critical success factor) dengan strategi dan tujuan organisasi secara keseluruhan. Sehingga penulis dapat menyimpulkan, Human Resource Scorecard adalah pengukuran fungsi Human Resource yang dapat digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging (akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources
24
Scorecard itu harus terdapat hubungan sebabnya dahulu, setelah itu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah “Gets Managed, Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola, barulah bisa diimplementasi dan dinilai. Menurut Becker, Huselid & Ulrich Human Resources Scorecard yang baik mencakup 4 dimensi, yaitu : Kontribusi Sumber Daya Manusia (Human Resource Deliverables), sistem SDM (High Performance Work System/HPWS), Kesesuaian sistem SDM (Human Resource System Alignment) dan efisiensi kontribusi SDM (Human Resource Efficiency). Yang dimaksud High Performance Work System (HPWS) adalah peran SDM (sistem, proses, peraturan, kebijakan, praktik) untuk meningkatkan kualitas SDM. Human Resource System Alignment merupakan peran SDM
yang
berkaitan dengan Human Resource Deliverables. Human Resource Deliverables merupakan keluaran dari fungsi SDM yang berdampak langsung pada usaha. Human Resource Efficiency merupakan ukuran efisiensi dari sumber daya manusia. Brian. E. Becker dan kawan-kawan membedakan Human Resource Efficiency Measures (doables) ke dalam 2 kategori, yaitu : core efficiency measures dan strategic efficiency measures.
25
Core efficiency measures
merupakan pengeluaran sumber daya
manusia yang signifikan, namun tidak mempunyai kontribusi langsung terhadap implementasi strategi perusahaan. Contohnya : - benefit costs as a percentage of payroll - worker's compensation cost per employee - percentage of correct entries on Human Resource Information system. Strategic efficiency measures menilai efisiensi dari aktivitas sumber daya manusia dan proses yang dirancang untuk menghasilkan kontribusi sumber daya manusia (Human Resource Deliverables). Contohnya : - cost per hire - cost per trainee hour - Human Resource per employee Pengeluaran-pengeluaran tersebut merupakan investasi yang akan menghasilkan nilai strategic (strategic value).
26
2.3.1 Model Tujuh-Langkah untuk Penerapan Peran Strategis SDM Definisikan strategi bisnis secara jelas
Bangun argumen bisnis untuk SDM sebagai aset strategis
Ciptakan peta strategi - Leading dan lagging indicator - Tangible dan intangible
Bandingkan ukuran dengan peta strategi secara teratur
Identifikasi HR Deliverable dalam peta strategi
Selaraskan arsitektur SDM dengan HR Deliverable Fungsi SDM-Sistem SDM-Perilaku strategis karyawan
Rancang sistem pengukuran strategis - Kembangkan HR Scorecard (leading, lagging, pengendalian biaya, dan ukuran penciptaan nilai) - Mengukur SDM Intangible Hubungan kinerja perusahaan
Implementasikan manajemen berdasarkan pengukuran
Sumber : Becker, Huselid & Ulrich (2009) Gambar 2.3 Mentransformasikan Arsitektur SDM ke dalam Aset Strategis
27
Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2009:38) perlu diilustrasikan bagaimana Sumber daya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsi-fungsi yang dilaksanakannya kedalam proses implementasi strategis organisasi perusahaan. 1. Definisikan strategi bisnis secara jelas. Memfokuskan pada implementasi strategi dari pada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri sehingga pemimpin senior sumber daya manusia dapat memfasilitasi pembahasan mengenai
bagaimana
mengomunikasikan sasaran
perusahaan kepada
keseluruhan organisasi. 2. Bangun argumen bisnis untuk SDM sebagai aset strategis. Di dalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut : hasil penelitian menunjukkan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari stratregi itu sendiri. 3. Ciptakan peta strategi. Kejelasan strategi organisasi menetapkan langkahlangkah untuk pelaksanaan strategi. Di kebanyakan organisasi, nilai pelanggan (customer value) tercakup di dalam produk dan jasa yang dihasilkan organisasi sebagai suatu hasil yang kompleks dan proses kumulatif yang disebut sebagai “Value Chain”. Semua organisasi memiliki value chain walaupun itu belum diartikulasikan, dan sistem pengukuran kinerja organisasi harus memerhatikan setiap hubungan di dalam rantai itu. 4. Identifikasi kontribusi sumber daya manusia (HR Deliverable) dalam peta strategi. Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi
28
yang saling berhubungan. Bila manajer sumberdaya manusia tidak memahami aspek bisnis, maka para manajer tidak akan menghargai bagian sumberdaya manusia tersebut. Dalam hal ini menetapkan apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta strategi dan berusaha fokus
pada
tingkah
laku
strategis
yang
memperluas
fungsi
kompetensi, reward, dan tugas organisasi. Misalnya: perusahaan memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R&D (high performance driver). 5. Selaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverable. Adanya ketidaksejajaran antara sistem sumber daya manusia dengan implementasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan. 6. Rancang sistem pengukuran strategis. Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja sumberdaya manusia, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh profesional sumberdaya manusia. 7. Implementasikan manajemen berdasarkan pengukuran. Bila Human Resource scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka profesional sumber daya manusia akan menemukan apa yang harus benarbenar dilakukan untuk mengelola sumber daya manusia sebagai asset strategis.
29
2.3.2 Membuat HR Scorecard Sebagaimana dalam banyak unit bisnis, (Resource & Development) memiliki sasaran profitabilitas yang akan memengaruhi pertumbuhan pendapatan dan peningkatan produktivitas, yang merupakan pendorong kinerja yang penting. Berikut merupakan uraian dari dua dimensi tersebut (Rivai, 2010:662) : 1. Pertumbuhan pendapatan (revenue growth). Didapatkan dari kepuasan pelanggan, yang berasal dari : a. Inovasi produk sangat bergantung pada kehadiran staf berbakat serta pengalaman organisasi. b. Jadwal pengiriman yang andal merupakan bagian dari pengoptimalan staf pada manufaktur. 2. Peningkatan produktivitas. Berkaitan dengan pemeliharaan jadwal produksi yang optimal, yang bergantung pada pemeliharaan staf-staf yang sesuai. a.
Mengembangkan Sistem Pengukuran SDM Langkah-langkah pendekatan HR Scorecard untuk mengembangkan
sistem pengukuran sumber daya manusia (Rivai, 2010:662) 1. Mengidentifikasi HR
Deliverable..
Terdapat
dua HR
Deliverable.
Pertama, staffing yang bertalenta dalam unit R&D. Kedua, pengoptimalan staf dalam unit manufaktur. Kedua deliverable ini berdampak pada kinerja keseluruhan perusahaan. Salah satunya berkontribusi pada pertumbuhan pendapatan, produktivitas.
sementara
yang
lain
berpengaruh
pada
peningkatan
30
2. High-Performance Work System. Dengan merancang dan menerapkan kompetensi yang terkait dengan semua elemen pada sistem SDM, dan melakukan penilaian kinerja karyawan. 3. Identifikasi Penempatan Sistem SDM. Dengan adanya staf yang bertalenta tinggi pada unit R&D, perusahaan juga harus melakukan kebijakan-kebijakan retensi, yang mana kebijakan retensi merupakan leading indicator yang penting. Kebijakan retensi adalah kebijakan yang ditetapkan perusahaan untuk mempertahankan karyawan yang bertalenta dan berkinerja baik. 4. Identifikasi Pengukuran Efisiensi SDM. Perusahaan mampu mengidentifikasi biaya perekrutan (cost per hire) sebagai ukuran pengukuran yang efisien. Biaya perekrutan mungkin akan lebih tinggi daripada rata-rata. Namun, manfaat proses tersebut juga akan berada di atas rata-rata. HR Scorecard yang dikembangkan perusahaan harus melihat hubungan antara biaya dan manfaat penting ini. b.
Mengonstruksi HR Scorecard Penggunaan empat dimensi untuk mengonstruksi Scorecard menurut
Becker, Huselid dan Ulrich (2009:67). 1. High-Performance Work System. Terdapat ukuran-ukuran agar dimensi kinerja aktivitas SDM tetap memperoleh perhatian utama mereka
31
Tabel 2.3 Ukuran-ukuran High-Performance Work System Rata-rata peningkatan penghargaan
Persentase karyawan yang
yang diberikan berdasarkan klasifikasi
bayarannya bergantung pada
pekerjaan dan kinerja karyawan
kinerja
Rasio antara karyawan berbakat dan
Persentase karyawan dengan
penggantinya (backup talent ratio)
neraca pengembangan
Belanja pengembangan kompetensi
Persentase gaji total berisiko
per karyawan Rasio gaji perusahaan/gaji perusahaan
Kualitas sistem umpan-balik
pesaing
karyawan
Perbedaan kompensasi insentif
Rentang (distribusi) peringkat
(kinerja rendah vs tinggi)
penilaian kinerja
Jumlah dan kualitas tim-tim lintas Rentang peningkatan penghargaan Fungsi
berdasarkan klasifikasi
Jumlah dan tipe “proyek khusus”
Jumlah usulan yang dihasilkan
untuk mengembangkan karyawan
dan/atau diimplementasikan
berpotensi tinggi
32
2. Penyelarasan sistem SDM. Untuk memilih ukuran penyelarasan yang tepat, fokuslah pada unsur-unsur sistem SDM yang menciptakan kontribusi pada HR Deliverable. 3. Efisiensi SDM : Metrik Inti vs Metrik Strategis Dilakukan pembagian efisiensi kunci ke dalam dua kategori, yaitu inti dan strategis. Efisiensi inti mengukur pengeluaran SDM yang tidak memiliki kontribusi langsung pada pengimplementasian strategi perusahaan. Efisiensi strategis mengukur efisiensi kegiatan dan proses SDM untuk menghasilkan HR Deliverable. 4. HR Deliverables. Ukuran-ukuran HR Deliverable membantu dalam mengidentifikasi menghasilkan
hubungan
nilai
dalam
sebab-akibat, perusahaan.
yang
mana
Pemilihan
sistem
SDM
ukuran-ukuran HR
Deliverable yang tepat bergantung kepada peran yang akan dimainkan oleh SDM dalam implementasi strategi. Dalam pembuatan bagian tersebut, harus lebih focus pada HR Performance Driver dan HR Enabler daripada kapabilitas potensial organisasi. 2.3.3 Perspektif HR Scorecard Dengan menggunakan HR Scorecard terdapat empat perspektif yang dapat dilihat (Masruroh:2008). 1) Perspektif Keuangan Tolak ukur keuangan untuk memberi ringkasan dari konsekuensi ekonomis dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil.
33
2) Perspektif Pelanggan Tolak ukur karyawan sebagai aset, sebagai pengguna dari implementasi strategi sumber daya manusia. 3) Perspektif Proses Bisnis Internal Fokus pada proses internal yang memberikan dampak kepuasan pelanggan dan mencapai tujuan finansial perusahaan. 4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Fokus pada sistem dan strategi untuk pengembangan sumber daya manusia.
Tabel 2.4 Perspektif HR Scorecard Perspektif Perspektif Perspektif Perspektif Pembelajaran dan Proses Bisnis Pelanggan Keuangan Pertumbuhan Internal - Kemampuan - Inovasi - Market Share - Cost Karyawan - Proses - Customer Effectiveness - Kemampuan - Pelayanan Acquisition Sistem - Customer Informasi Retention - Motivasi - Customer - Pemberdayaan Satisfaction - Kesesuaian - Customer dengan standar Profitability kinerja Sumber : Puspita, 2008
34
2.3.4 Key Performance Indicator Key performance indicator atau indikator kinerja utama adalah metrik finansial ataupun non-finansial yang digunakan untuk membantu suatu organisasi atau perusahaan menentukan dan mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi, dan digunakan dalam intelijen bisnis untuk menilai keadaan kini suatu bisnis dan menentukan suatu tindakan terhadap keadaan tersebut. KPI sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan. KPI umumnya dikaitkan dengan strategi organisasi Menurut Kaplan dan Norton (2007), KPI terbagi menjadi lagging indicator dan leading indicator. Hursman (2010) membagi lima kriteria untuk KPI yang efektif : 1. Specific (spesifik) 2. Measurable (dapat diukur) 3. Attainable (dapat dicapai) 4. Relevant (relevan) 5. Time bound (ada jangka waktu) Peta strategi merupakan bagian penting pada HR Scorecard dan merupakan dasar untuk mengatur KPI yang tepat.
35
2.3.5 Keuntungan HR Scorecard Keuntungan dari HR Scorecard (Rivai, 2010:674) : 1. Memperkuat
perbedaan
antara HR
doable dan HR
Deliverable.
HR
Doable fokus pada hitungan efisiensi dan aktivitas SDM. Sedangkan HR Deliverable merupakan hasil arsitektur SDM yang bertindak untuk mengeksekusi strategi perusahaan. HR Deliverable ini terdiri dari dua kategori : performance driver (kapabilitas atau aset inti dari manusia, seperti produktivitas
dan
kepuasan
karyawan),
dan
enablers
(memperkuat performance driver, seperti struktur reward). (Becker, Huselid dan Ulrich (2009:32). 2. Memungkinkan pengendalian biaya dan penciptaan nilai HR Scorecard membantu manajer SDM untuk menyeimbangkan kedua tujuan tersebut. 3. Mengukur leading indicator. Leading indicator merupakan indikator yang menilai status faktor keberhasilan kunci yang mendorong implementasi strategi perusahaan dan lebih menekankan pada masa depan. Di mana berbanding terbalik dengan lagging indicator yang mencerminkan apa yang terjadi di masa lalu. 4. Menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi 5. Manajer SDM harus memiliki strategi yang jelas untuk pengukuran HR Deliverable. 6. Memungkinkan profesional SDM mengatur tanggung jawab mereka secara efektif HR Scorecard mendorong manajer SDM untuk fokus pada keputusan yang memengaruhi keberhasilan implementasi strategi perusahaan.
36
7. Mendorong fleksibilitas dan perubahan. Human Resource Scorecard mendorong fleksibilitas dan perubahan, karena scorecard fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang membutuhkan perubahan secara konstan.
2.4
SDM Profesional
2.4.1 Definisi Profesional
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, profesional diartikan sebagai “sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya”. Dengan kata lain, profesional yaitu serangkaian keahlian yang dipersyaratkan untuk melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan secara efesien dan efektif dengan tingkat keahlian yang tinggi dalam rangka untuk mencapai tujuan pekerjaan yang maksimal.
Istilah profesional berasal dari kata profesi. Dalam kamus “The advanced Learner’s Dictionary of Current English, yang ditulis A.S. Hornby, dkk. Dinyatakan bahwa “profession is accuption, esp. one requiring advanced educational and special training”. Artinya jabatan yang memerlukan suatu pendidikan tinggi dan latihan secara khusus. Suatu jabatan akan menentukan aktivitas-aktivitas sebagai pelaksana tugas. Berarti bukan jabatannya yang menjabat predikat profesional, tetapi keahliannya dalam melaksanakan pekerjaan.
Berlandaskan pada pengertian tersebut di atas, Suharsimi Arikunto memberikan definisi profesional sebagai berikut. Pertama, di dalam pekerjaan
37
profesional diperlukan teknik serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual yang dipelajari dari suatu lembaga (baik formal maupun tidak), kemudian diterapkan di masyarakat untuk pemecahan masalah. Kedua, seorang profesional dapat dibedakan dengan seorang teknisi dalam hal pemilikan filosofi yang kuat untuk mempertanggung-jawabkan pekerjaannya, serta mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Ketiga, seorang yang bekerja berdasarkan profesinya memerlukan teknik dan prosedur yang ilmiah serta memiliki dedikasi yang tinggi dalam menyikapi lapangan pekerjaan yang berdasarkan atas sikap seorang ahli.
Sehingga penulis dapat menyimpulkan, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan.
Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual (Lekatompessy, 2003). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan itu merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang manajer yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan sesama manajer untuk berperilaku semestinya
38
2.4.2 Dimensi Profesionalisme Menurut Hall R (1968) dalam Wahyu dan Aida (2006) menyatakan ada lima dimensi profesionalisme, yaitu : pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap profesi. Tetapi pada penelitian ini akan menggunakan 4 indikator yaitu (pengabdian pada profesi, kemandirian, hubungan sesama profesi, dan keyakinan pada profesi) a. Pengabdian Pada Profesi Pengabdian pada profesi diceminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan, meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi. b. Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain dalam hal ini meliputi pemerintah, klien, dan mereka yang bukan anggota profesi. Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
39
c. Hubungan Dengan Sesama Profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan. d. Keyakinan Terhadap Profesi Adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu pekerjaan mereka.
2.5
Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengemukan hipotesis sebagai
berikut: HA :
Terdapat
pengaruh
analisis
human
resource
Profesionalitas Sumber Daya Manusia (SDM)
scorecard
terhadap
40
2.6
Kerangka Pemikiran Universitas Mercu Buana Visi, Misi, Tujuan strategis perusahaan HR Scorecard
Perspektif Keuangan
-Mengurangi biaya yang berhubungan dengan HR -Meningkat kan nilai dan HR ROI
Perspektif Pelanggan
- Meningkat kan kepuasaan pelanggan - Completed
Actions
Perspektif Bisnis Internal
-Meningkatkan kepuasan karyawan -Meningkatkan komitmen karyawan -Memperkuat penghargaan dan recognition program -Memperkuat perekrutan dan penyewaan orang yang tepat, di tempat dan waktu yang tepat -Workforce planning -Succession Planning -Meningkatkan informasi dan ketersediaan data -HR Process Improvement -A diverse workforce -Mengurangi resiko yang berhubungan dengan kegagalan hukum, kebijakan, dan kontrak buruh -Memperbesar rasa tanggung jawab staff HR
Kontribusi HRD terhadap perusahaan Usaha untuk meningkatkan kontribusi HRD
Sumber : data diolah penulis
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran -Meningkat kan pengetahuan dan skill karyawan -Meningkat kan komitmen karyawan HR -Membuat model manajemen kinerja dan komunikasi di dalam HR
41
Keterangan : Langkah awal dalam mengukur kontribusi departemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan strategis perusahaan adalah dengan mengetahui visi, misi, dan tujuan strategis perusahaan dan menerjemahkannya kedalam 4 perspektif HR scorecard yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan dan pembelajaran. Setelah menerjemahkan tujuan strategis perusahaan, maka didapatkan kontribusi apa saja yang di berikan oleh departemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan strategis perusahaan tersebut. Setelah mengetahui kontribusi yang bisa diberikan oleh departemen sumber daya manusia dalam pencapaian tujuan strategis perusahaan, langkah selanjutnya adalah mengukur kontribusi yang telah diberikan oleh sumber daya manusia tersebut. Setelah itu langkah terakhir yang dilakukan adalah melakukan analisis untuk mengetahui usaha apa yang bisa dilakukan oleh departemen sumber daya manusia untuk meningkatkan kontribusinya dalam pencapaian tujuan strategis perusahaan.
42
2.7
Penelitian Terdahulu
Peneliti / Tahun 1. Gabcanova Iveta /2012
Judul Hasil Penelitian Human Resources Key Key performance indicators (KPI) Performance Indicators mencerminkan kinerja organisasi. Peta strategi yang mana merupakan bagian penting dalam HR Scorecard dan menjadi dasar dalam menspesifikasikan KPI. Tujuan utamaorganisasi harus memiliki HRScorecard yang manageable dan berkelanjutan dengan KPI yang nyata dan dapat diukur Human Resource Perlu dilakukan pengukuran 2. Widya Ayu Scorecard terhadap kinerja SDM, yang salah Puspita / 2008 dalam Pendidikan satunya menggunakan pendekatan Nonformal dan HRSC. Dengan menggunakan Informal pendekatan ini, organisasi pendidikan nonformal dan informal dapat merancang strategi untuk kinerja yang unggul yang umumnya menuntut investasi yang signifikan pada orang, sistem dan proses yang mampu membangun kemampuan organisasi untuk terus bertumbuh dan berkembang. Selain itu, HR Scorecard juga dapat digunakan sebagai alat untuk menilai apakah strategi yang dilakukan sudah tepat, dan juga untuk mengawasi apakah strategi organisasi telah dijalankan. Pengukuran Kinerja Hasil penelitian dapat disimpulkan 3. Nisa Masruroh Menggunakan Human bahwa skor pengukuran kinerja / 2008 Resources sumber daya manusia di PT Scorecard dalam Rajawali Tanjungsari pada tahun rangka Meningkatkan 2005 adalah 2,506 yang Kinerja di PT Rajawali digolongkan kinerja sumber daya Tanjung Sari manusia kurang dan tahun 2006 adalah 3,139 yang digolongkan kinerja sumber daya manusia sedang
Sumber : data diolah penulis