BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Manajemen Sumber Daya Manusia
a.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Ada berbagai macam pengertian manajemen sumber daya manusia
menurut beberapa ahli. Schuler, et al. (1992) dalam Sutrisno (2013:6), mengartikan manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan kegiatan untuk memastikan bahwa SDM tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, dan masyarakat. Marwansyah (2010:3) manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai “Pendayagunaan sumber daya manusia dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, kesehatan kerja, dan hubungan industrial”. Dessler (2011:5), manajemen sumber daya manusia adalah “Proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan”.
10
11
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia (human resources management) adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua praktik manajemen yang dapat mempengaruhi secara langsung terhadap organisasi. Keberhasilan dan kegagalan dari suatu organisasi atau perusahaan juga di tentukan oleh sumber daya manusia yang bekerja di dalam perusahaan tersebut.
b.
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia memiliki
keterkaitan antara fungsi satu dengan fungsi yang lainnya. Ada beberapa fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Dessler (2011:4) antara lain : 1) Fungsi Perencanaan Menentukan sasaran dan standar-standar dalam membuat aturan dan prosedur, menyusun rencana-rencana dan melakukan peramalan. 2) Fungsi Pengorganisasian Memberikan tugas spesifik kepada setiap bawahan dalam membuat divisidivisi,
mendelegasikan wewenang kepada bawahan, membuat jalur
wewenang dan komunikasi, dan mengkoordinasikan pekrjaan bawahan. 3) Fungsi Penyusunan Staf Menentukan tipe orang yang harus dipekerjakan dalam merekrut calon karyawan, memilih karyawan, menetapkan standar prestasi, memberikan
12
kompensasi kepada karyawan, mengevaluasi prestasi, memberikan konseling kepada karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan.
4) Fungsi Kepemimpinan Mendorong
orang
lain
untuk
menyelesaikan
pekerjaan
dalam
mempertahankan semangat kerja dan memotivasi bawahan. 5) Fungsi Pengendalian Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas, atau tingkat produksi, memeriksa untuk melihat bagaimana prestasi yang dicapai dibandingkan dengan standar-standar ini, dan melakukan koreksi jika dibutuhkan.
2.
Gaya Kepemimpinan
a.
Pengertian Kepemimpinan Pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan
arah dan tujuan dari suatu organisasi atau perusahaan. Berhasil tidaknya sebuah perusahaan dalam mencapai kesuksesan bergantung kepada manajernya sebagai pemimpin didalam perusahaan tersebut. Berikut beberapa definisi para ahli mengenai Kepemimpinan : Menurut Sutrisno (2013:216), kepemimpinan adalah gejala universal yang ada pada setiap kelompok manusia sebagai sebuah sistem sosial, mulai dari kelompok kecil yang terdiri dari beberapa orang sampai pada kelompok besar uang dinamankan bangsa. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu
13
mengelola atau mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan kepemimpinan secara efektif pula, dan pada gilirannya tujuan organisasi akan tercapai. Yukl
(2007)
dalam
Sunyoto
dan
Burhanudin
(2011:86),
kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukan tugas tersebug secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok mencapai tujuan bersama (shared goal). Menurut
Fiedler
(1967)
dalam
Moeheriono
(2012:381),
kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Samsudin (2006:287), kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas kepemimpinan dari seorang pemimpin di dalam organisasi atau perusahaan merupakan faktor yang penting dalam pencapaian keberhasilan dari tujuan organisasi atau perusahaan tersebut.
b. Teori Pendekatan Kepemimpinan Terdapat banyak teori kepemimpinan yang menekankan pada satu variabel
atau
kategori
tertentu
sebagai
pedoman
untuk
menjelaskan
14
kepemimpinan yang efektif. Menurut Yukl (2007) dalam Sunyoto dan Burhanudin (2011:88), pendekatan dalam mempelajari teori kepemimpinan dapat digolongkan menjadi lima pendekatan, yaitu pendekatan ciri/sifat/trait, pendekatan perilaku, pendekatan kekuasaan-pengaruh, pendekatan situasional,
dan pendekatan
integratif. 1) Pendekatan Teori Sifat Sunyoto dan Burhanudin (2011:88), teori sifat kepemimpinan merupakan teori-teori yang mempertimbangkan berbagai sifat dan karakteristik pribadi yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Asumsi dasar pendekatan ini adalah bahwa orang memiliki ciri-ciri dari keterampilan tertentu
yang
akan
membuat
mereka
efektif
menduduki
posisi
kepemimpinan.Menurut Sutrisno (2013:226), seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin. Namun pandangan teori ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga ducapai melalui pendidikan dan pengalaman. 2) Pendekatan Teori Perilaku Sutrisno (2013:227), teori perilaku dilandasi pemikiran bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antara pemimpin dengan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang menganalisis dan memersepsikan apakah menerima atau menolak kepemimpinannya.Menurut Sunyoto dan Burhanudin (2011:93), teori perilaku dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
15
a) Menguji bagaimana manajer menggunakan waktunya dan pola aktivitas, tanggung jawab dan fungsi dari pekerjaan manajerial. Pemimpin yang memiliki pertimbangan tinggi dideskripsikan sebagai seseorang yang membantu bawahannya yang memiliki masalah pribadi, ramah, dan memperlakukan bawahan dengan adil. Seorang pemimpin yang memberi perintah kepada bawahan untuk menjalankan tugas-tugas tertentu, mengharapkan agar karyawan dapat mempertahankan kinerjanya. b) Mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Perilaku kepemimpinan yang efektif merupakan perilaku pemimpin yang berorientasi pada tugas, dimana pemimpin tidak akan mengerjakan tugas yang sama dengan bawahannya, tetapi pemimpin lebih berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas. Pemimpin berorientasi pada hubungan, dimana pemimpin lebih perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan. Pemimpin yang partisipatif, berkaitan dengan usaha pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam pengambilan keputusan. c) Teori Pendekatan Kekuasaan-Pengaruh Menurut Sunyoto dan Burhanudin (2011:95), studi mengenai kekuasaanpengaruh mencoba menjelaskan efektivitas pemimpi berdasarkan pada jumlah dan jenis kekuatan yang dimiliki oleh soerang pemimpin serta bagaimana kekuatan tersebut digunakan. Kekuatan merupakan sesuatu yang penting untuk memengaruhi bawahan, rekan sekerja, atasan, dan orang lain yang berada diluar organisasi.
16
3) Teori Pendekatan Situasional Sunyoto dan Burhanudin (2011:100), menjelaskan bahwa efektivitas teori situasional dari suatu gaya kepemimpinan tergantung pada situasi yang dihadapinya.
Dalam pandangan ini, hanya pemimpin yang mengetahui
situasi atau kebutuhan organisasi yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. 4) Pendekatan integratif Menurut Yukl (2007) dalam Sunyoto dan Burhanudin (2011:105), pendekatan. integratif atau terpadu menggunakan lebih dari satu pendekatan atau lebih dari satu jenis variable kepemimpinan. Pendekatan ini sering digunakan oleh peneliti maupun para ahli untuk studi kepemimpinan mereka. Pendekatan integratif ini antara lain adalah kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional.
c.
Tipe Gaya Kepemimpinan Keberhasilan atau kegagalan yang dicapai suatu organisasi ditentukan
oleh gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin dalam organisasi tersebut. Menurut Robbins & Coulter (2005:130), bahwa ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan, yaitu : 1) Gaya Otokratis, menggambarkan gaya pemimpin yang biasanya cenderung memusatkan wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.
17
2) Gaya Demokratis, menggambarkan pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan
dalam
mengambil
keputusan,
mendelegasikan
wewenang,
mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja, dan menggunakan umpan balik sebagai peluang untuk melatih karyawan. 3) Gaya Laissez Faire, umumnya memberi kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap sesuai.
d. Kompetensi Kemimpinan Menurut Hitt (1993) dalam Moeherdiono (2012:407), terdapat 25 kompetensi penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi, yaitu : 1) Penalaran (reason) Setiap pemikiran manusia dipenuhi oleh konsep dan fakta, nalar bisa mengonsolidasikan fakta dan konsep yang berlainan menjadi satu kesatuan yang bermakna. Perwujudan nalar dapat meliputi : a) Keterampilan konseptual, yang merupakan kemampuan untuk melakukan abstraksi dan generalisasi. b) Pemikiran logis, yaitu kemampuan menerapkan pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. c) Pemikiran kreatif, merupakan kemampuan untuk membawa gagasan menjadi kenyataan. d) Pemikiran holistik, dimana pemimpin mampu mengangkat situasi total.
18
e) Komunikasi, kemampuan berdialog dengan orang lain, beradu nalar dengan orang lain untuk mencari kebenaran yang bisa diterima dua pihak. 2) Sumber Kekuasaan (sources of power) Saat ini kekuasaan dianggap sesuatu yang penting dalam kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif harus memiliki sumber-sumber kekuasaan yang utama, antara lain : 1) Staf, merupakan orang-orang yang punya kesiapan, bersedia bekerja, dan memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaaan. 2) Informasi, yaitu pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, dan jaringan, kontak pribadi, dengan siapa gagasann, informasi maupun sumber daya bisa dibagi. 3) Pengetahuan (knowledeg) Pemimpin yang efektir harus memiliki pengetahuan. Meskipun pemimpin yang efektif memiliki lima karakter pengetahuan, meliputi : 1) Mengetahui diri sendiri, seorang pemimpin harus mengetahui dirinya sendiri seperti kekuatan dan kelemahan diri sendiri, serta secara efektif mencari umpan balik untuk pertumbuhan. 2) Mengetahui pekerjaan,
seperti
memahami persyaratan
kerja
dan
bagaimana pekerjaan memberikan kontribusi pada organisasi. 3) Mengetahui organisasi, memahami budaya bisnis, dan memahami lingkungan eksternal dengan baik untuk mengetahui kebutuhan klien dan apa yang bernilai bagi klien.
19
4) Mengetahui dunia, seperti memahami komunitas duia dan bagaimana komunitas yang kecil berhubungan dengan yang besar. 4) Fungsi Inti Kepemimpinan (core leadership functions) Pemimpin yang efektif harus mampu mengangkat nilai-nilai pengikutnya dengan terus mendorong para pengikut untuk mendaki hierarki sehingga muncul nilai-nilai baru. Pemimpin yang efektif menjalankan enam fungsi inti, yaitu : 1) Menilai, mengetahui nilai-nilai organisasi dan mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut dalam praktik. 2) Membuat memiliki gambaran mental yang jelas tentang masa depan yang dikehendaki organisasi. 3) Memandu, yaitu membuat orang lain mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut. 4) Memberdayakan, dalam membantu orang lain bergerak mencapai misi tersebut. 5) Membangun tim dan membangun koalisi dengan orang yang membangun komitmen pada diri mereka sendiri untuk mencapai visi tersebut. 6) Mempromosikan kualitas guna mencapai reputasi untul selalu memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. 5) Karakter (character) Pemimpin yang baik harus memiliki enam karakteristik, yaitu : 1) Identitas, seorang pemimpin harus mengetahui dia siapa dan bukan siapa, memiliki keutuhan dan integrasi.
20
2) Kemandirian,menjadi orang yang bisa mengarahkan irinya sendiri. 3) Keaslian, pemimpin harus menunjukkan jati diri yang sesungguhnya pada orang lain, mempertahankan kesesuaian antara nilai diri sendiri dengan nilai yang ada di luarnya. 4) Tanggung jawab terhadap tindakan dan keputusan yang dilakukan. 5) Keberanian untuk terus melangkah meskipun ada hambatan. 6) Integritas dipandu oleh sejumlah prinsi-prinsip moral dan diakui oleh orang lain sebagai orang yang berintegritas.
3.
Kompensasi
a.
Pengertian Kompensasi Dessler (2007:46), menyatakan kompensasi adalah semua bentuk
pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan dan muncul dari pekerjaan karyawan. Sedangkan menurut Hasibuan (2011:118), Kompensasi adalah pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung, atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan. Menurut Nawawi (2011:316), Kompensasi bukan hanya berupa uang atau gaji namun bisa berupa penghargaan atau apresiasi atas hasil kerja keras karyawan untuk menunjang dan meningkatkan kepuasan dan kinerja. Panggabean (2002)
dalam
Sutrisno
(2013:181),
mengemukakan
kompensasi
dapat
didefinisikan sebagai bentuk penghargaan yang di berikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
21
Dari definisi-definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan hak yang harus diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas jasa atau kinerja yang diberikan kepada perusahaan dan merupakan kewajiban perusahaan dalam memberikan imbalan atau kompensasi tersebut kepada setiap karyawannya.
b. Tujuan Kompensasi Kompensasi yang diberikan kepada karyawan merupakan salah satu cara perusahaan untuk dapat mencapai tujuan keberhasilan perusahaan. Apabila pemberian kompensasi dapat berjalan dengan baik dan adil, maka perusahaan akan memperoleh, memelihara dan menjaga karyawan yang kompeten dan produktif dengan baik. Namun, apabila pemberian kompensasi tidak adil dan tidak sesuai dengan kinerja karyawan, maka perusahaan akan kehilangan karyawan dan perusahaan akan kesulitan untuk melakukan penempatan kembali. Sutrisno (2013:188), pemberian kompensasi yang layak bukan saja memengaruhi kondisi materi para karyawan, tetapi juga dapat menentramkann batin karyawan untuk bekerja lebih tekun dan mempunyai inisiatif. Sebaliknya, pemberian kompensasi yang tidak layak akan meresahkan gairah kerja, sehingga prestasi kerja akan merosot. Oleh karena itu, untuk meningkatkan prestasi kerja perusahaan harus memberikan kompensasi layak kepada para karyawan sesuai dengan kemampuan perusahaan sendiri. Rivai dan Sagala (2010:743), tujuan dari manajemen kompensasi efektif, meliputi:
22
1) Memperoleh SDM yang Berkualitas Kompensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi utuk mendapatkan karyawan yang diharapkan. 2) Mempertahankan Karyawan yang Ada Para karyawan dapat keluar jika besaran kompensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan peputaran karyawan yang semakin tinggi. 3) Menjamin Keadilan Manajemen kompensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayar dengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerja merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di pasar kerja. 4) Penghargaan terhadap Perilaku yang Diinginkan Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan rencana sebagai insentif untuk perbaikan perilaku di masa depan, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya. 5) Mengendalikan Biaya Sistem kompensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa
23
manajemen kompensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas standar. 6) Mengikuti Aturan Hukum Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan. 7) Memfasilitasi Pengertian Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan. 8) Meningkatkan Efisiensi dan Administrasi Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.
c.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kompensasi Menurut Rivai dan Sagala (2010:746), ada dua faktor yang
memengaruhi dalam kebijakan kompensasi, antara lain : 1) Lingkungan Eksternal Faktor-faktor eksternal yang memengaruhi upah dan kebijakan kompensasi, seperti pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan serikat pekerja.
24
2) Lingkungan Internal Faktor-faktor internal yang memberikan pengaruh dalam upah dan kebijakan kompensasi, seperti anggaran tenaga kerja, dan siapa yang membuat keputusan kompensasi.
d. Jenis-jenis Kompensasi Menurut Panggabean (2002) dalam Sutrisno (2013:187), pada dasarnya kompensasi dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kompensasi finansial dan bukan finansial. 1) Kompensasi Finansial a) Kompensasi finansial langsung adalah kompensasi yang langsung dirasakan oleh penerimanya, yakni terdiri dari gaji dan insentif. -
Gaji adalah kompensasi yang diberikan kepada seorang karyawan secara periodik (biasanya sebulan sekali).
-
Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan prestasi atas prestasinya.
b) Kompensasi finansial tidak langsung adalah pemberian kompensasi yang tidak dikaitkan dengan hasil kerja karyawan yang bersangkutan, yakni terdiri dari fasilitas dan tunjangan. -
Fasilitas adalah kompensasi pendukung atau pelengkap yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Pada umumnya, jenis fasilitas yang sering disediakan yakni fasilitas lingkungan kerja, kesehatan, antarjemput, makan siang, dan fasilitas perumahan.
25
-
Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya, karena karyawan tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan.
2) Kompensasi Nonfinansial Kompensasi nonfinansial atau kompensasi bukan finansial, biasanya dapat diberikan berupa pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.
4.
Kepuasan Kerja
a.
Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (2003) dalam Sinambela (2012:256),
kepuasan kerja adalah sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaannya. Sedangkan menurut Mangkunegara (2009:117), kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Sinambela (2012:256), kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya yang dihasilkan oleh usahanya sendiri (internal) dan yang didukung oleh hal-hal yang dari luar dirinya (eksternal), atas keadaan kerja, hasil kerja, dan kerja itu sendiri. Menurut Robbins dan Judge (2008:99), kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu sikap positif yang menyangkut penyesuaian diri karyawan terhadap situasi kerja atau pekerjaannya. Dari definisi-defini di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan penggambaran dari perasaan seseorang terhadap pekerjaannnya yang
26
dapat dilihat dari sikap positif atau negatif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya.
b. Teori-teori Kepuasan Kerja Banyak ahli yang merumuskan konsep atau teori tentang kepuasan kerja. Berikut teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal, dalam Sinambela (2012:257): 1) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory) Teori ini dikemukakan oleh Proter, yang intinya berpendapat bahwa mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan oleh pegawai. Locke (1969) mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dengan apa yang diharapkan oleh pegawai. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi. Sebaliknya jika yang diperoleh pegawai jusstru lebih rendah dari pada yang diharapkan maka akan menyebabkan ketidakpuasan. 2) Teori Keseimbangan (Equity Theory) Teori ini dikemukakan oleh Adam, yang intinya bependapat bahwa dalam organisasi harus ada keseimbangan. Adapun komponen dari teori ini adalah Input, Outcome, Comoarison Person, Equity in Equity. Wexley dan Yukl (1977) mengemukakan bahwa “Input is anything of value that employeee perceives that he contributed to his job”. Input adalah semua nilai yang
27
diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan, pengalamman, keahlian , usaha dan lain-lain.
Outcome is
anything of value the employee perceives he obtains from the job (outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai), seperti upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali dan lainlain.Sedangkan Comparison person may be someone in the same organization, some in a different organization, or even the person himself in a pervious job (comparison adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya). Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari perbandingan yang mereka lakukan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain. Jadi apabila perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai tersebut akan merasa puas. Sebaliknya, jika pada kenyataannya tidak seimbang maka dapat menyebabkan ketidakpuasan. 3) Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Hezberg ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai acuan. Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi sangat bergantung pada
pendapatan
kelompok
yang oleh
kepauasan dan
ketidakpuasan kerja adalah dimensi yang terpisah berdasarkan teori Hezberg, oleh sebab itu pegawai dalam pelaksanaan pekerjaannya dapat masuk ke dalam berbagai kombinasi hasil yang positif yang akan membayangi
28
kepuasan kerjayang tinggi atau ketidakpuasan yang rendah. Kepuasan kerja seseorang berhubungan timbal balik dengan kepuasan hidup Sinambela (2012), dimana kepuasan hidup diperoleh dari faktor non kerja misalnya penghargaan diri, kepuasan keluarga, kedua kepuasan tersebut akan memengaruhi kepuasan hidup yang terlihat dari kesehatan fisik, kesehatan rohani, dan lain-lain. 4) Teori Nilai (value theory) Konsep ini terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas, dan sebaliknya. Fokusnya pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan kerja dalam pendekatan ini adalah perbedaan aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Dalam hal ini, semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang. Implikasi teori ini pada aspek pekerjaan yang perlu diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Teori ini lebih menekankan bahwa kepuasan kerja dapt diperoleh dari banyak faktor, yaitu dengan cara edektif untuk memuaskan pekerja dengan menemukan apa yang mereka inginkan dan apabila mungkin memberikannya. 5) Teori Pemenuhan Kebutuhan Menurut teori ini, kepuasan pegawai begantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas jika mereka mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, maka semakin puas pula mereka.
29
6) Teori Pandangan Kelompok Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, akan tetapi sangat bergantung pada pendapatan kelompok yang oleh para pegawai dianggap sebagai kelompuk rujukan. Kelompok rujukan tersebut dijadikan tolak ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, para pegawai akan merasa puas jika hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok rujukan.
c.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Gilmer (1996) dalam Sutrisno (2013:77), faktor-faktor yang
memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan, yaitu : 1) Kesempatan Untuk Maju Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja. 2) Kemanan Kerja Faktor ini disebut sebagai faktor penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat memengaruhi perasaan karyawan selama kerja. 3) Gaji Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekpresikan diperolehnya.
kepuasan
kerjanya
dengan
sejumlah
uang
yang
30
4) Perusahaan dan Manajemen Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini menentukan kepuasan kerja karyawan. 5) Pengawasan Sekaligus atasan, supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over. 6) Faktor Intrinsik dari pekerjaan Atribut yang ada dalam pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau megurangi kepuasan. 7) Kondisi Kerja Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parkir. 8) Aspek Sosial Dalam Pekerjaan Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja. 9) Komunikasi Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyakk dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
31
10) Fasilitas Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi, akan menimbulkan rasa puas.
d. Penyebab Kepuasan Kerja Terdapat banyak variabel yang menyebabkan puastidaknya seseorang dalam pekerjaannya. Menurut Keitner dan Kinicki (2001) dalam Sinambela (2012:261), terdapat lima penyebab kepuasan kerja, yaitu : 1) Need Fulfillment (pemenuhan kebutuhan) Dalam hal ini, kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan yang memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya. 2) Discepancies (perbedaan) Kepuasan menurut faktor ini merupakan sejauh mana hasil dapat memenuhi harapan, yang mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. 3) Value Attainment (pencapaian nilai) Pencapaian nilai dalam hal inii menunjukkan bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting. Nilai yang diharapkan satu orang dengan orang lain pasti berbeda baik kuantitas maupun kualitas dari nilai tersebut.
32
4) Equity (keadilan) Keadilan berkontribusi signifikan terhadap kepuasan kerja. Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan ditempat kerja. Sulitnya adalah menyamakan persepsi satu dengan yang lain tentang kriteria dan urutan keadilan tersebut, mengingat kadar keadilan dimaksud adalah hal yang persepsional. 5) Dispositional/genetic Components (komponen genetik) Kepuasan dalam hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan dungsi alat pribadi dari faktor genetik, indikator yang dijadikan acuan untuk melihat kepuasan kerja ini dihubungkan dengan lingkungan kerja baik internal (terkait dengan fasilitas, rekan sekerja dan lainlain) maupun eksternal. Dari kelima faktor tersebut sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi dua faktor saja, yaitu : 1) Faktor kerja, yang terdiri dari gaji yang bagus dan aktifitas pekerjaan yang bervariasi. 2) Perbedaan individu, seperti harga diri dan faktor yang tidak terkait dengan pekerjaan seperti kepuasan dalam keluarga.
5.
Kinerja
1.
Pengertian Kinerja Murty (2012), Kinerja yang lebih tinggi mengandung arti terjadinya
peningkatan efisiensi, efektivitas, atau kualitas yang lebih tinggi dari penyelesaian
33
serangkaian tugas yang di bebankan kepada seorang karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Stolovitch dan Keeps (1992) dalam Sinambela (2012:7), kinerja adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelakasaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Menurut Mangkunegara (2010:9), bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hersey dan Blachard (1993) dalam Sinambela (2012:7), kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Menurut Rivai dan Sagala (2010:548), Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
34
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang yang diselesaikan berdasarkan kemampuan yang ia miliki dan berdasar pada motivasi dari diri orang tersebut.
2.
Tujuan dan Sasaran Kinerja Menurut Wibowo (2009:41), pada dasarnya tujuan adalah sesuatu
yang diinginkan dan ditetapkan untuk dicapai. Tujuan dan sasaran kinerja disusun bersumber pada visi, misi, dan rencana strategi suatu organisasi. Tujuan dan sasaran kinerja tidak lain adalah untuk menjamin agar proses kinerja dapat berlangsung seperti yang diharapkan dan tercapainya kinerja tinggi. Menurut
Sinambela
(2012:33),
kinerja
merupakan
kegiatan
pengelolaan sumber daya organisasi untuk mencapi tujuan organisasi. Tujuan adalah tentang arah secara umum, sifatnya luas, tanpa batasan waktu dan tidak berkaitan dengan prestasi tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan merupakan sebuah aspirasi. Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikann harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kerja individual dengan organisasi. Wibowo (2009:59), sasaran kinerja merupakan suatu penyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan, sifatnya dapat di hitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Furtwengler (2000) dalam Sinambela (2012:41),
35
sasaran kerja mencakup perbaikan kinerja, pengembangan pegawai, kepuasan pegawai, keputusan kompensasi, dan keterampilan berkomunikasi. Wibowo (2009) dalam Sinambela (2012:41), Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur diantaranya : 1) The Performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja. 2) The action atau performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan oleh performer. 3) A time element, menunjukan waktu kapan pekerjaan dilakukan. 4) An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekejaan dapat dicapai. 5) The place, menunjukan tempat dimana pekerjaan dilakukan.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Menurut Simamora (1995) dalam Mangkunegara (2010:14), kinerja
(performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 1) Faktor individual yang terdiri dari : a) Kemampuan dan keahlian b) Latar belakang c) Demografi 2) Faktor psikologis yang terdiri dari : a) Persepsi b) Attitude c) Personality
36
d) Pembelajaran e) Motivasi 3) Faktor organisasi yang terdiri dari : a) Sumber daya b) Kepemimpinan c) Penghargaan d) Struktur e) Job design Menurut Mangkunegara (2010:16), terdapat faktor yang memengaruhi kinerja, antara lain : 1) Faktor Individu Secara psikologi, individu normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secra optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi. 2) Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efekti, hubungan kerja yang
37
harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
4.
Aspek-aspek standar pekerjaan dan Kinerja Karyawan
Husein Umar dalam Mangkunegara (2010:18), membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut : 1) Mutu pekerjaan 2) Kejujuran Karyawan 3) Inisiatif 4) Kehadiran 5) Sikap 6) Kerjasama 7) Keandalan 8) Pengetahuan tentang pekerjaan 9) Tanggung jawab 10) Pemanfaatan waktu kerja Adapun aspek-aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi : 1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan 2) Waktu yang dipergunakan atau lamana melaksanakan pekerjaan 3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan 4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja Sedangkan aspek kualitatif meliputi :
38
1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan 2) Tingkat kemampuan dalam bekerja 3) Kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin atau peralatan 4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen)
6.
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini
antara lain : a.
Penelitian yang dilakukan oleh Murty dan Hudiwinarsih (2012) dengan judul “pengaruh kompensasi, motivasi dan komitmen organisasional terhadap kinerja karyawan bagian akuntansi pada perusahaan manufaktur di Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kompensasi, motivasi, komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan pada karyawan perusahaan manufaktur bagian akuntansi di Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua hipotesis memberikan nilai positif tentang kompensasi, motivasi, komitmen organisasi, dan kinerja karyawan perusahaan manufaktur bagian akuntansi yang ada di Surabaya, tetapi tidak semua hipotesis memberikan nilai signifikan.
b.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristianto et, al (2013) yang berjudul “analisis pengaruh motivasi kerja, pengembangan karir dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di PT Kapasari di Surabaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
variabel
motivasi,
pengembangan
karir
dan
39
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja pada karyawan PT Kapasari di Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis motivasi,
pengembangan karir, dan kepemimpinan secara serempak memberi pengaruh positif terhadap kepuasan kerja pada karyawan PT Kapasari di Surabaya walaupun tidak semua hipotesis memberi nilai yang signifikan. Motivasi kerja dan kepemimpinan berpengaruh secara parsial terhadap kepuasan kerja. Sedangkan, variabel pengembangan karir secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. c.
Astuti dan Sudharma (2013) melakukan penelitian dengan judul “pengaruh kompensasi dan motivasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan pada Hotel Bakung’s Beach Cottages Kuta-Bali”. Dari hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dan kepuasan kerja berpengaruh kinerja karyawan, kepuasan karyawan yang sudah terpenuhi atau sesuai dengan harapan akan mempengaruhi terjadinya kinerja yang baik dan mencapai hasil yang maksimal.
d.
Sadhana dan Sintaasih (2015) melakukan penelitian dengan judul “pengaruh kepemimpinan dan kompensasi finansial terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan Ubud Aura Accomodation di Ubud Gianyar.” Hasil penelitian ditemukan bahwa kepemimpinanberpengaruh terhadap kepuasan kerja secara
40
positif dan signifikan. Kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja secara positif dan signifikan. Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja secara positif dan signifikan. Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan secara positif dan signifikan. e.
Pada tahun 2008 penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno dengan judul “pengaruh moivasi kerja, kepemimpinan, dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan serta dampaknya pada kinerja perusahaan pada PT Pei Hai Internasional Wiratama Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Motivasi kerja tidak berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
perusahaan.
Kepemimpinan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
B. Rerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis 1.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Anoraga (1992) dalam Sutrisno (2013), mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk
41
menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu. Widiatmayanti, et al (2015), bahwa ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawan. Kristianto, et al (2013), variabel kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Pemimpin memiliki kapasitas untuk melakukan pembagian tugas yang adil dan merata terhadap karyawan-karyawannya. Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan Alfamart di Wilayah Kecamatan Cipondoh.
2.
Pengaruh Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Tujuan utama setiap organisasi memberikan kompensasi terhadap
karyawannya adalah agar karyawan dapat merasa puas atas kinerja yang telah mereka berika kepada perusahaan. Sutrisno (2013:189), pemberian kompensasi tidak hanya memengaruhi kondisi materi para karyawan, tetapi juga dapat menentramkan batin karyawan untuk bekerja lebih tekun dan mempunyai inisiatif. Penelitian Lukiyanto (2014), menghasilkan bahwa kompensasi finansial mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Maka dapat dijelaskan bahwa semakin baik kompensasi finansial maka akan semakin meningkat kepuasan kerja karyawan.
42
Berdasarkan penyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H2 : Kompensasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan Alfamart di Wilayah Kecamatan Cipondoh.
3.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan Menurut
Sutrisno (2013:233),
pimpinan perusahaan memiliki
kemampuan mempengaruhi dan memberikan motivasi kerja kepada karyawannya yang berdampak pada peningkatan kinerja. Apabila\ gaya kepemimpinan tidak tepat, maka tujuan organisasi atau perusahaan dapat teganggu serta para karyawan dapat merasakan frustasi, kebencian, kegelisahan, dan ketidakpuasan. Sadhana dan Nitaasih (2015), membuktikan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja. Pengaruh positif ini berarti semakin baik perilaku dan sikap pemimpin terhadap karyawan yang diterapkan dalam perusahaan maka, karyawan akan merasa nyaman dalam pekerjaan sehingga kinerjanya akan semakin baik. Berdasarkan penyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Alfamart di Wilayah Kecamatan Cipondoh.
43
4.
Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan Singodimedjo (2000) dalam Sutrisno (2013:182), mengemukakan
kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima seorang karyawan dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah diberikannya pada perusahaan tersebut. Bagi karyawan, kompensasi dipandang sebagai hak dan merupakan sumber pendapatan utama. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Sudharma (2013), dari hasil pengujian kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, kompensasi yang diberikan oleh perusahaan akan berdampak pada kinerja karyawan, besar kecilnya kompensasi yaitu berupa gaji, upah, insentif atau kompensasi tidak langsung akan sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Berdasarkan penyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan Alfamart di Wilayah Kecamatan Cipondoh.
5.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Davis
dan
Newstroom
(1994)
dalam
Sinambela
(2012),
mengemukakan bahwa sebagian manajer berasumsi bahwa kepuasan kerja yangtinggi selamanya akan menimbulkan prestasi yang tinggi. Tidak diragukan lagi bahwa kepuasan kerja berhubungan signifinak dengan kinerja pegawai. Penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008), membuktikan bahwa kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif terhadap
44
kinerja perusahaan, artinya bahwa secara umum kepuasan kerja karyawan yang tinggiakan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Berdasarkan penyataan di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan Alfamart di Wilayah Kecamatan Cipondoh. Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis yang sudah dibangun, maka dapat digambarkan model kerangka konseptual dari penelitian ini sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.1. berikut ini.
GayaKepemimpinan (X1)
H3 H1 Kepuasan Kerja (Y1)
H5
H2
Kompensasi (X2)
H4
Gambar 2.1 Model Rerangka Konseptual Penelitian
Kinerja Karyawan