BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2011 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN TAHUN 2012 2.1. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1.1. Aspek Geografi Dan Demografi 2.1.1.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah Berdasarkan letak geografisnya wilayah Provinsi Sumatera Barat terletak antara 00 54’ Lintang Utara (LU), sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan (LS), dan 980 36’ sampai 1010 53’ Bujur Timur (BT), mempunyai luas daerah daratan ± 42.297,30 km² dan luas perairan (laut) ± 52.882,42 km² dengan panjang pantai wilayah daratan ± 375 km ditambah panjang garis pantai Kepulauan Mentawai ± 1.003 km, sehingga total garis pantai keseluruhan ± 1.378 km. Perairan laut ini memiliki 375 pulau-pulau kecil dengan jumlah pulau terbanyak yaitu 323 pulau berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Secara administratif, wilayah Sumatera Barat berbatasan sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan Samudera Hindia dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi. Menurut ketinggiannya, wilayah di Provinsi Sumatera Barat sangat bervariasi mulai dari dataran rendah di pantai dengan ketinggian 0 m hingga dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian > 3000 m di atas permukaan laut (dpl). Luas areal yang mempunyai ketinggian 0 sampai 100 m dpl meliputi 1.286.793 ha (30.41%), daerah dengan ketinggian 100 – 500 m dpl mencapai 643.552 ha (15,21%), antara 500 – 1.000 m dpl seluas 1.357.045 ha (32,07%), antara 1.000 – 1.500 m dpl terdapat 767.117 ha (18,13%), daerah dengan ketinggian 1.500 – 2.000 m dpl tercatat 113.116,6 Ha (2,67%), dan sisanya daerah dengan ketinggian di atas 2.500 m dpl. Dengan kondisi topografi tersebut diatas, potensi sumberdaya alam yang terdapat di Sumatera Barat dengan berbagai variasi intensitas dan penggunaannya. Pada dataran rendah intensitas penggunaan lahan dapat lebih maksimal, sementara itu pada dataran tinggi intensitas penggunaan lahannya akan dihadapkan pada faktor pembatas lahan. Untuk itu diharapkan pemanfaatan lahan agar dapat dikelola secara optimal, harus terlebih dahulu secara seksama memperhatikan kondisi lahan dengan tidak mengabaikan dampak lingkungan, sehingga tidak terjadi kerusakan berdampak negatif untuk masa kini dan yang akan datang. Dataran tinggi di wilayah Sumatera Barat sebagian besar merupakan jajaran perbukitan dan pegunungan termasuk rantai Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara hingga Selatan Pulau Sumatera. Lahan yang ada pada kawasan perbukitan dan pegunungan tersebut dengan kelerengan di atas 40% tercatat 1.017.000 Ha. 2.1.1.2
Wilayah Rawan Bencana
Secara geologis, wilayah Provinsi Sumatera Barat memiliki struktur dan batuan yang kompleks dan telah beberapa kali mengalami tumbukan dari proses tektonik karena posisinya terletak pada pertemuan lempeng Euroasia dan lempeng Australia yang membentang disepanjang pantai barat Sumatera Barat . Hal ini menyebabkan terbentuknya RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 1
rangkaian jalur patahan, rekahan dan pelipatan disertai kegiatan vulkanik. Jalur patahan tersebut, merupakan sumber bencana alam geologi berupa pusat-pusat gempa di darat, dan pemicu terjadinya letusan gunung berapi serta gempa dilaut pemicu terjadinya tsunami.. Sejarah telah mencatat beberapa bencana yang ditimbulkan oleh gempa bumi di Provinsi Sumatera Barat. Pada tanggal 28 Juni 1926, telah terjadi gempa bumi di Padang Panjang dengan kekuatan 7 Skala Richter yang merenggut 354 korban meninggal dunia dan lebih kurang 3000 rumah rusak. Gempa ini sangat populer diantara para orang-orang tua masyarakat yang berada di wilayah yang terkena gempa dan menjadikan kejadian ini sebagai referensi penunjuk waktu untuk mencatat sesuatu kejadian. Pada tanggal 6 Maret 2007, siklus gempa yang sama terjadi lagi dengan kekuatan 6,3 Sekala Richter dan merenggut 66 korban meninggal dunia dan lebih kurang 35.000 rumah rusak di 10 kabupaten/kota yang berdekatan dengan pusat gempa ini. Begitujuga gempa bumi pada tanggal 30 September 2009 yang berdampak pada 10 kabupaten/kota. Jumlah korban 1.195 orang meninggal. Kerusakan rumah lebih dari 249.000 dan termasuk kerusakan infrastruktur sosial ekonomi yang parah. Setelah gempa dan tsunami Aceh pada bulan Oktober 2004, bencana gempa bumi telah menjadi momok bagi masyarakat di Provinsi Sumatera Barat. Disamping itu, Peraturan Gempa Indonesia (SNI-1726, 2002) menempatkan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang memiliki percepatan gempa maksimum (PGA) tertinggi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Barat bisa dipastikan adalah daerah yang rawan terhadap bencana gempa bumi. Hasil kajian yang dilakukan para ahli geologi dan juga didukung oleh dokumen dari Pemerintahan Belanda menunjukkan bahwa di Kota Padang telah terjadi tsunami yang cukup besar yang terjadi pada tanggal 10 Februari 1797 dan 24 November 1833. Dilaporkan ketinggian tsunami saat itu lebih kurang 3 sampai 4 meter dan landaannya menjangkau lebih kurang 1 km. Disamping itu, Provinsi Sumatera Barat memiliki gunung api seperti Gunung Merapi, Gunung Tandikat, Gunung Talang dan Gunung Kerinci yang berpotensi menimbulkan bencana terhadap wilayah di sekitarnya. Tahun 2006, aktifitas Gunung Talang yang sempat menyembulkan lahar meskipun tidak sampai menimbulkan bencana besar dan telah menarik para ahli nasional maupun internasional untuk mengkaji lebih lanjut karakteristik gunung untuk memprediksi aktifitasnya dimasa yang akan datang. Begitu juga Gunung Marapi masih terus mengeluarkan asap pada beberapa tahun belakang ini, sehingga potensi bencana yang ditimbulkannya terhadap penduduk di sekitar gunung yang cukup besar. Provinsi Sumatera Barat juga memiliki sungai-sungai besar yang mengalir dari wilayah pegunungan di sebelah timur menuju ke arah pantai di bagian barat. Wilayah yang berada di sekitar sungai berpotensi terjadinya banjir terutama pada saat musim hujan. Telah dilaporkan bahwa banyak korban dan infrastruktur rusak ketika bencana banjir terjadi. Bencana lainnya adalah bencana longsor yang telah terjadi pada tanggal 4 Mei 1987 di Padang Panjang. Bencana ini telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 143 orang meninggal dunia, 49 rumah rusak, dan 1 buah bangunan sekolah tertimbun. Bencana ini diperkirakan merupakan bencana longsor terbesar di Provinsi Sumatera Barat.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 2
Provinsi Sumatera Barat juga berpotensi terhadap abrasi pantai, khususnya wilayah yang berbatasan dengan laut terbuka. Dilaporkan telah terjadi perubahan garis pantai akibat abrasi yang menyebabkan bangunan-bangunan yang ada di atasnya runtuh. 2.1.1.3.
Demografi
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2000, total penduduk Provinsi Sumatera Barat berjumlah 4.241.605 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki 2.0778.572 jiwa dan perempuan 2.163.033 jiwa. Sedangkan berdasarkan data sementara BPS tahun 2011, jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai 4.918.470 jiwa, yang terdiri atas 2.439.876 laki-laki dan 2.478.594 perempuan. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan, yang secara universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam hal kaitannya peran penduduk tersebut, maka kualitas penduduk perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Gambar 1 : Jumlah Penduduk Sumatera Barat Tahun 1971-2011
5000000
4,918,470
Jiwa
4900000
4,827,973
4,846,909
4,763,099
4800000 4,697,764
4700000 4600000 4500000 2007
2008
2009 Tahun
2010
2011
Jumlah…
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat
Pada tahun 2011 jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai 4,91 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah penduduk selalu menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun, sebagai perbandingan tahun 1971 jumlah penduduk Sumatera Barat hanya berjumlah 2,80 juta jiwa, pada tahun 1980 telah bertambah menjadi 3,05 juta jiwa, tahun 1990 meningkat terus menjadi 4,00 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 4,25 juta jiwa. Berdasarkan data sementara dari BPS Tahun 2011, sebaran penduduk Sumatera Barat 73,03 % berada di 12 Kabupaten sedangkan sebanyak 26,97 % berada pada 7 di Kota. Dilihat dari komposisi jumlah penduduk per kabupaten/kota maka, Kota Padang memiliki jumlah penduduk terbesar yaitu sebanyak 847.567 jiwa, diikuti Kabupaten Agam sebanyak 459.577 jiwa, dan Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 433.735 jiwa, sedangkan Kota Padang Panjang merupakan daerah dengan jumlah penduduk terkecil yaitu sebanyak 47.808 jiwa. Selanjutnya berdasarkan sex ratio maka Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki sex ratio tertinggi yaitu sebesar 108, diikuti oleh Kabupaten Dharmasraya sebesar 107, dan Kabupaten Pasaman Barat sebesar 102. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini : RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 3
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kabupaten/Kota Kabupaten Pesisir Selatan Solok Sijunjung Tanah Datar Padang Pariaman Agam Lima Puluh Kota Pasaman Kep. Mentawai Solok Selatan Dharmasraya Pasaman Barat Kota Padang Solok Sawahlunto Padang Panjang Bukittinggi Payakumbuh Pariaman Sumatera Barat
Penduduk Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Sex Ratio
214.431 173.452 102.816 165.609 193.554 225.377 174.689 126.945 40.434 74.116 102.023 188.481
219.304 178.400 103.132 174.464 200.820 234.200 178.170 129.802 37.539 73.252 95.474 185.522
433.735 351.852 205.948 340.073 394.374 459.577 352.859 256.747 77.973 147.368 197.497 374.003
98 97 100 95 96 96 98 98 108 101 107 102
422.261 30.012 28.506 23.765 54.933 58.983 39.489 2.439.876
425.306 30.709 29.061 24.043 58.636 60.048 40.712 2.478.594
847.567 60.721 57.567 47.808 113.569 119.031 80.201 4.918.470
99 98 98 99 94 98 97 98
Sumber: Data Sementara BPS Tahun 2011
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2011 dapat diketahui bahwa pertumbuhan penduduk Sumatera Barat adalah sebesar 1,45 % per tahun jika dibandingkan dengan penduduk pada tahun 2000. Laju pertumbuhan penduduk secara terperinci tahun 20072011 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Laju Pertumbuhan dan Jumlah Penduduk Tahun 2007 – 2011 TAHUN NO
URAIAN
1.
Laju Pertumbuhan Penduduk
2.
Jumlah Penduduk
Sumber : Data Sementara BPS Tahun 2011
2007
2008
2009
2010
2011
1,40
1,37
1,34
0,39
1,45
4.697.764
4.763.099
4.827.973
4.846.909 4.918.470
Laju pertumbuhan penduduk sangat dipengaruhi oleh struktur umur penduduk. Struktur umur penduduk pada suatu daerah sangat ditentukan oleh perkembangan tingkat kelahiran, kematian dan migrasi. Oleh karena itu, jika angka kelahiran pada suatu daerah cukup tinggi, maka dapat mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia muda dan kecenderungan laju pertumbuhan penduduknya tinggi. Kendali yang dilakukan selama ini adalah melalui Program Keluarga Berencana (KB) melalui akseptor KB dengan jumlah akseptor KB tahun tahun 2007 sebesar 108.296, tahun 2008 sebesar 122.589, tahun 2009 sebesar 140.369 dan tahun 2010 sebesar 152.104, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 10,88%. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 4
2.1.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Selama periode tahun 2007-2011, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Barat atas dasar konstan mengalami peningkatan sebesar dari Rp. 32.912 milyar tahun 2007 menjadi Rp. 41.276 milyar pada tahun 2011. Dilihat dari masing-masing sektor, sektor pertanian masih mendominasi dalam perolehan nilai tambah PDRB di Provinsi Sumatera Barat, di mana pada tahun 2007 adalah Rp 8.039 milyar dengan kontribusinya adalah sebesar 24,43%. Kondisi ini terus mengalami kenaikan pada tahun 2011 mencapai Rp 9.414 milyar dengan kontribusinya adalah sebesar 22,81%, seperti yang terlihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Nilai dan Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi dalam Pembentukan Nilai PDRB Sumatera Barat Periode 2007-2011 atas Dasar Harga Konstan (Milyar Rupiah) No
Sektor Ekonomi
1. 2.
Pertanian Pertambangan dan pengalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, sewa, &jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2007
2008
2009*)
2010**)
2011**)
Rp 8.039 1.029
% 24,43 3,13
Rp 8.437 1.081
% 24,10 3,09
Rp 8.773 1.138
% 23,92 3,10
Rp 9.094 1.204
% 23.40 3.10
Rp 9.414 1.252
% 22,81 3,03
4.209 394 1.627 6.057
12,79 1,20 4,94 18,40
4.464 408 1.739 6.463
12,75 1,17 4,97 18,46
4.671 431 1.822 6.708
12,73 1,18 4,97 18,29
4.788 441 2.072 6.941
12.32 1,14 5,33 17,86
5.011 458 2.261 7.419
12,14 1,11 5,48 17,97
4.527
13,75
4.916
14,04
5.256
14,33
5.778
14,87
6.294
15,25
1.693
5,14
1.811
5,17
1.902
5,18
2.011
5,18
2.110
5,11
5.339 32.912
16,22 100
5.688 35.177
16,25 100
5.982 36.683
16,31 100
6.531 38.860
16,81 100
7.056 41.276
17,09 100
Sumber : BPS Catatan: *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara
Sektor pertanian selama periode 2007-2011 telah memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan nilai PDRB Sumatera Barat, namun dalam perkembangan kontribusinya cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini ditunjukkan dari kontribusi sektor pertanian terhadap nilai PDRB sebesar 24,43% tahun 2007, yang mengalami penurunan menjadi 22,81% pada tahun 2011. Dalam hal ini berarti bahwa telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan nilai PDRB Sumatera Barat selama periode 2007-2011. Terjadinya penurunan kontribusi sektor pertanian ini telah diiringi oleh kenaikan kontribusi sektor jasa di mana tahun 2007 sektor ini berkontribusi dari 16,22% tahun 2007 menjadi 17,09% pada tahun 2011. Begitu juga dalam sektor pengangkutan dan komunikasi juga mengalami peningkatan dari 13,75% tahun 2007 menjadi 15,25% pada tahun 2011. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran, berkontribusi sebesar 18,40% tahun 2007, dan mengalami penurunan menjadi 17,97% pada tahun 2011. Sektor industri pengolahan kontribusinya juga semakin menurun, dimana tahun 2007 adalah sebesar 12,79% menjadi 12,14% pada tahun 2011. Hal ini berimplikasi bahwa perkembangan perekonomian Sumatera Barat telah mengalami perubahan dari dominasi sektor pertanian bergerak secara perlahan-lahan ke dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 5
Menyikapi hal tersebut, maka diharapkan untuk ke depan, pengembangan sektor pertanian haruslah diiringi dengan pengembangan sektor industri pengolahan, agar terjadi peningkatan nilai tambah, dan perekonomian lebih tahan terhadap berbagai goncangan yang disebabkan oleh perkembangan perekonomian di negara tujuan eksport. Setelah industri pengolahan berhasil dan melangkah ke industri manufaktur, yang pada gilirannya, barulah berorientasi ke perdagangan luar negeri guna memperluas pangsa pasar bagi output unggulan yang dihasilkan. Total PDRB atas harga berlaku pada tahun 2011 mencapai Rp. 98.917 milyar, atau meningkat 13,41% dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 97,221 milyar, sebagaimana tercantum dalam tabel 2.5. Jika dilihat selama periode 2007-2011 terlihat peningkatan PDRB dari harga berlaku yang sebesar 59.779 milyar tahun 2007 menjadi Rp. 98.917 milyar pada tahun 2011. Kontribusi sektor pertanian dari sisi harga berlaku terhadap pembentukan nilai PDRB tahun 2007 adalah sebesar 24,66% yang terus mengalami penurunan pada tahun 2011 yaitu sebesar 23,50%. Kontribusi industri pengolahan juga menunjukkan penurunan, dari 12,01% tahun 2007 menjadi 11,39% pada tahun 2011. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2007 berkontribusi sebesar 17,34%, dan terus mengalami kenaikan tahun 2011 menjadi 18,03%. Selanjutnya kontribusi sektor jasa-jasa juga mengalami peningkatan dari 15,64% tahun 2007 menjadi 16,31% pada tahun 2011. Dalam hal ini terlihat bahwa kontribusi sektor pertanian masih tetap dominan, tetapi perlahanlahan digantikan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Tabel 2.4 Nilai dan Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi dalam Pembentukan Nilai PDRB Sumatera Barat Periode 2007-2011 Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah) No
Sektor Ekonomi
1. 2.
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, sewa, &jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2008
2009*)
2010**)
2011**)
2007 Rp 14.744 2.060
% 24,66 3,44
Rp 17.273 2.351
% 24,46 3,33
Rp 18.120 2.545
% 23,75 3,34
Rp 20.792 2.764
% 23,84 3.17
Rp 23.244 2.948
% 23,50 2,98
7.179
12,01
8.554
12,11
9.195
12,05
10.197
11,69
11.265
11,39
822
1,37
863
1,22
899
1,18
925
1,06
966
0,98
3.290 10.368
5,50 17,34
3.905 12.529
5,53 17,74
4.314 13.727
5,65 17,99
5.499 15.475
6,30 17,74
6.529 17.837
6,60 18,03
9.009
15,07
10.603
15,02
11.543
15,13
13.439
15,41
15.513
15,68
2.963
4,95
3.463
4,90
3.783
4,96
4.145
4,75
4.483
4,53
9.352 59.799
15,64 100
11.073 70.614
15,68 100
12.171 76.295
15,95 100
13.985 97.221
16,03 100
16.133 98.917
16,31 100
Sumber : BPS Catatan: *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara
Apabila dibandingkan antara konribusi sektor ekonomi terhadap pembentukan nilai PDRB antara harga berlaku dengan harga konstan, maka terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran terlihat semakin meningkat perannya sejalan dengan menurunnya peran sektor pertanian. Meskipun ada peningkatan dari beberapa sektor, RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 6
belum menunjukkan kinerja aktual dari sektor yang bersangkutan, karena pada PDRB atas dasar berlaku masih terkandung inflasi. Masih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian dalam mendorong pembentukan nilai PDRB Sumatera Barat selama ini adalah disebabkan oleh masih rendahnya nilai tambah sektor pertanian ini dalam system pertukaran ekonomi. Sektor pertanian masih mengalami hambatan dalam system produksi (production plan), karena komoditinya masih didominasi oleh produk primer, dan sub sektor yang menjadi andalan dalam peningkatan nilai sektor ini terhadap pembentukan PDRB Sumatera Barat selama ini yakni sub sektor perkebunan komoditinya masih dalam bentuk produk primer, dan belum dikembangkan kearah industri pengolahannya seperti karet, kayu manis, sawit, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan ke depan, pengembangan sektor pertanian untuk meningkatkan nilai tambahnya dapat dilakukan dengan mengembangkan sektor industri pengolahan produk-produk pertanian yang merupakan komoditi eksport utama selama ini. Tabel 2.5 Pertumbuhan Kontribusi Sektor dan PDRB pada Harga Berlaku dan Harga Konstan dari Tahun 2010-2011 di Provinsi Sumatera Barat. No
Sektor Ekonomi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, sewa, &jasa Perusahaan
9.
Jasa-jasa PDRB
Pertumbuhan %HB 2010**) 13,11 8,13 9,89 2,89 27,34 13,00 15,15 9,53
%HB 2011**) 11,79 6,65 10,48 4,45 18,73 15,26 15,43 8,14
%HK 2010**) 3,66 5,80 2,51 2,35 13,73 3,48 9,91 5,75
%HK 2011**)
14,92 13,64
15,36 13,41
9,17 5,93
8,04 6,22
3,52 4,00 4,65 3,87 9,13 6,89 8,94 4,91
Sumber : BPS
Catatan: **) Angka Sementara Tabel 2.6 di atas memperlihatkan bahwa dari sisi harga berlaku, pertumbuhan nilai PDRB Sumatera Barat tahun 2010 sebesar 13,64%, dan pada tahun 2011 sebesar 13,41%. Dilihat dari sisi harga konstan, pertumbuhan nilai PDRB tahun 2010 sebesar 5,93%, dan mengalami peningkatan 6,22% pada tahun 2011. Adanya selisih pertumbuhan tersebut disebabkan pengaruh inflasi PDRB pada masing-masing sektor sehingga ikut mempengaruhi perkembangan nilai tambah dalam pembentukan PDRB masing-masing sektor. Pertumbuhan tertinggi dari sisi harga berlaku dan harga konstan terlihat pada sektor bangunan, yaitu sebesar 18,73% dari harga berlaku tahun 2011, dan sebesar 9,13% pada harga konstan. Kondisi tingginya pertumbuhan nilai PDRB pada sektor bangunan ini menunjukan adanya indikasi peningkatan pembangunan jasa konrtuksi pasca gempa 30 September 2009. Selama kurun waktu lima tahun, rata-rata pertumbuhan inflasi PDRB di Provinsi Sumatera Barat sebesar 6,97. Selama periode tahun 2007-2011 terlihat bahwa inflasi mengalami peningkatan dari sebesar 6,04 tahun 2007 menjadi 6,77 pada tahun 2011. Jika dilihat dari dari masing-masing lapangan usaha, laju inflasi tertinggi terjadi pada RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 7
sektor bangunan sebesar 8,80 pada tahun 2011, disusul oleh sektor pertanian sebesar 7,99 (tahun 2011), seperti terlihat pada Tabel 2.6 Kondisi tingginya lajunya inflasi pada sektor bangunan disebabkan adanya indikasi peningkatan pembangunan jasa kontruksi pasca gempa 30 September 2009. Tabel 2.6 Laju Inflasi PDRB Sumatera Barat Menurut Lapangan usaha Tahun 2007 – 2011 No.
Lapangan Usaha
2007
2008
2009*)
2010* *)
2011* *)
Rata-rata per tumbuhan***)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, sewa, & jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
4,93 7,34 12,06 1,90 5,09 7,80 2,72 5,06
11,68 8,25 11,77 1,60 11,31 13,24 8,26 8,24
2,21 3,66 4,21 1,60 5,29 5,31 3,05 4,99
9,12 2,20 7,20 0,53 11,97 9,20 4,77 3,57
7,99 2,52 5,56 0,56 8,80 7,83 5,96 3,08
7,19 4,79 8,16 1,24 8,49 8,68 4,95 4,99
5,34 6,04
11,70 11,02
3,97 3,73
5,27 7,27
6,78 6,77
6,61 6,97
9.
Sumber : BPS
Catatan: * ) Angka diperbaiki **) Angka Sementara ***) Data diolah
Kesejahteraan Sosial Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Sumatera Barat, yang tercermin pada angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, dan angka usia harapan hidup. Angka melek huruf mengalami peningkatan dari 98,26% tahun 2010 menjadi sebesar 98,83% pada tahun 2011. Sedangkan untuk rata-rata lama sekolah, juga mengalami peningkatan dari sebesar 8,00% menjadi 8,48% pada tahun 2010, dapat dilihat tabel 2.8. Tabel 2.7 Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah Di Sumatera Barat Tahun 2007-2011 No.
Uraian
1.
Angka Melek Huruf (%)
2.
Rata-Rata (tahun)
Catatan:
Lama
Sekolah
2007
2008
2009
2010
2011
96,10
96,66
96,81
98,26
98,83
8,18
8,26
8,45
8,48
8,48*
**) Angka Sementara
Gambaran kinerja pembangunan kesehatan dapat dicermati dari indikator Angka Harapan Hdup (AKH), yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari angka harapan hidup masyarakat Sumatera Barat sebesar 69,25 tahun 2009 RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 8
menjadi 69,50 pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat usia harapan hidup di Sumatera Barat sudah mendekati angka rata-rata nasional sekitar 70%. 2.1.3 Aspek Pelayanan Umum 2.1.3.1 Pelayanan Dasar Urusan Wajib Pembangunan bidang pendidikan di Sumatera Barat dilihat seberapa banyak penduduk usia sekolah yang memanfaatkan fasilitas pendidikan masing-masing tingkat pendidikan terlihat dari angka partisipasi sekolah dasar hasil Susenas tahun 2010 menunjukkan bahwa 98,24 persen penduduk usia sekolah sudah bersekolah di SD dan 89,51 persen sudah bersekolah di SMP, hal ini berarti bahwa di Sumatera Barat hampir 90 persen penduduknya sudah wajar (wajib belajar) sembilan tahun, sementara partisipasi sekolah untuk pendidikan menengah baru mencapai 65,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa lebih kurang 23,86 persen penduduk usia menengah tidak melanjutkan sekolah. Hal ini sejalan dengan angka rata-rata lama sekolah Provinsi Sumatera Barat tahun 2010 yang mencapai angka 8,48 tahun, berarti ini menunjukkan bahwa rata-rata pendidikan penduduk Sumatera Barat belum tamat Sekolah Menengah Pertama. Pembangunan pendidikan ditinjau dari fasilitas yang tersedia terlihat bahwa pada tingkat Sekolah Dasar dari 678.504 murid sekolah dasar sudah tertampung pada 103 unit, dengan rata-rata murid untuk satu sekolah dasar lebih kurang 165 orang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat SD tidak diperlukan lagi penambahan sarana pendidikan, karena untuk satu kelas sudah menampung 23 orang murid, sudah merupakan kondisi yang ideal. Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama dari 206.957 orang siswa sudah tertampung pada 747 unit sekolah, dengan rasio murid per kelas mencapai 30 orang. Rasio murid per kelas merupakan indikator yang menunjukkan banyaknya murid yang mengikuti pendidikan untuk setiap kelas. Pelayanan umum bidang pendidikan, dilihat dari rasio ketersediaan murid terhadap guru SD tahun 2011 mencapai 15,09 berarti bahwa 1 orang guru SD menangani 15 orang siswa, hal ini menunjukkan bahwa Guru SD sudah mencukupi di Provinsi Sumatera Barat, sementara untuk SMP dan SMA rasio guru terhadap murid masing-masing mencapai 11,26 orang dan 11,48 orang, berarti hal ini juga menunjukkan bahwa untuk tingkat SMP maupun SMA jumlah guru sudah mencukupi si Provinsi Sumatera Barat. Tabel 2.8 Jumlah Murid, Sekolah dan Kelas per tingkat Pendidikan tahun 2011 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan SD MI SMP MTs SMA MA SMK
Murid
Guru
678.504 17.437 206.957 71.477 130.011 25.547 65.570
44.956 1.715 18.372 8.330 11.321 5.947 7.145
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Sekolah 4.103 119 747 372 259 183 180
Kelas 28.989 1.073 6.861 2.447 3.886 987 2.136
Rasio murid/kelas 23,41 16,25 30,16 29,21 33,46 25,88 30,70
Rasio murid/guru 15,09 10,17 11,26 8,5 11,48 4,30 9,18
II- 9
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan adalah melalui peningkatan sarana dan prasarana kesehatan. Pelayanan di bidang kesehatan, dilihat dari hasil susenas 2010 terlihat lebih dari 70 persen kelahiran balita ditolong oleh bidan, oleh dokter 17,35 persen sedangkan oleh dukun hampir 15 persen. Tabel 2.9 Jumlah Sarana Kesehatan Tahun 2011
No.
1
Rumah Sakit
40
Kapasitas Tempat Tidur
Penduduk
Puskesmas
2.186
4.918.470
1.118
Dokter
Rasio Dokter/ Penduduk (/1.000.000)
Rasio Sarana Kesehatan/ Penduduk (/1.000.000)
546
111
227
Rata-rata kunjungan ke Puskesmas per hari tiga tahun terakhir mengalami penurunan, pada tahun 2011 sebanyak 2.247 kunjungan, dari 4.346 pada tahun 2009 menjadi 3.162 pada tahun 2010, dengan penyakit menular yang paling banyak diderita adalah 109.917 orang, diikuti penyakit TBC sebanyak 6.664 orang. Walaupun sarana dan prasarana kesehatan masih terbatas, namun Umur harapan hidup di Provinsi Sumatera Barat makin membaik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tahun 2010 diperkirakan mencapai 71,1 persen. Kondisi kesehatan penduduk Provinsi Sumatera Barat dilihat dari Status kesehatan penduduk atau persentase penduduk yang mangalami gangguan kesehatan sehingga mengalami gangguan kesehatan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama tahun 2010 dilihat dari ada tidaknya keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir mencapai 33,70 persen. Selanjutnya keadaan ketenagakerjaan di Sumatera Barat menunjukkan adanya peningkatan kelompok penduduk yang bekerja serta penurunan tingkat pengangguran. Pada bulan Agustus 2011, jumlah angkatan kerja mencapai 2,21 juta orang, naik sebanyak 19,47 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2010, dengan peningkatan jumlah angkatan kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja perempuan. Selama periode Agustus 2010 – Agustus 2011 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurun sebesar 0,17 persen. Dibedakan menurut jenis kelamin, TPAK laki-laki naik sebesar 1,45 persen sedangkan TPAK perempuan turun sebesar 1,73 persen.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 10
Tabel 2-10 Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Kegiatan Agustus 2009 – Agustus 2011 di Provinsi Sumatera Barat No
Kegiatan Utama
1
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas a. Laki-laki b. Perempuan 2 Angkatan Kerja a. Bekerja b. Pengangguran 3 Bukan Angkatan Kerja 4 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 5 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumber : BPS Sumatera Barat
Agustus 2009 3.383.457 1.643.832 1.739.625 2.172.002 1.998.922 173.080 1.211.455 64,19 7,97
Agustus 2010 3.306.264 1.609.095 1.697.169 2.194.040 2.041.454 152.586 1.112.224 66,36 6,95
Agustus 2011 3.344.356 1.628.870 1.715.486 2.213.513 2.070.725 142.788 1.130.843 66,19 6,45
Jumlah penduduk bekerja pada Agustus 2011 sebanyak 2,070 juta orang, meningkat 29,3 ribu dibandingkan keadaan Agustus 2010 yaitu 2,041 juta orang, yang bekerja menurut lapangan usaha pada sektor industri, bangunan dan jasa mengalami peningkatan, sementara sektor pertanian justru mengalami penurunan. Penyerapan pekerja menurut lapangan usaha ini menunjukkan kecenderungan menaik pada penyerapan pekerja perempuan pada sektor jasa. Meskipun terus mengalami penurunan, sektor pertanian masih menyerap tenaga kerja terbanyak di Sumatera Barat pada bulan Agustus 2011 menyerap lebih dari 800 ribu pekerja (39,30 persen), diikuti sektor perdagangan sekitar 21,33 persen dan sektor jasa 16,79 persen. Dari 2,07 juta orang yang bekerja pada Agustus 2011, status pekerjaan utama terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan sebesar 622.607 orang (30,07 persen), diikuti berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap masing-masing sebesar 459.294 orang (22,18 persen) dan 352.078 orang (17,00 persen), sedangkan yang terkecil adalah pekerja bebas di non pertanian sebesar 100.117 orang (4,8 persen). Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan trend yang menurun dari 7,97 persen pada pada Agustus 2009 menjadi 6,95 persen pada Agustus 2010 dan mencapai angka 6,45 persen pada Agustus 2011, dengan TPT terendah terdapat pada Kabupaten Pasaman yaitu sebesar 4,18 persen. Sementara itu, TPT di Kota Padang masih berada pada level tertinggi yakni sebesar 9,29 persen turun sebesar 5,38 persen dibandingkan kondisi Agustus 2010, sedangkan Kota Sawahlunto justru turun drastis dari 14,39 persen menjadi 4,62 persen. 2.1.3.2 Pelayanan Penunjang Urusan Pilihan A. Pertanian Secara umum peran sektor pertanian dalam pembangunan di Sumatera Barat tahun 2009 – 2011
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 11
Tabel 2.11 Peranan Pertanian dalam Pembangunan di Sumatera Barat 2009 – 2011 No
Aspek
2009
2010
2011
1
ANGKATAN KERJA YG BEKERJA pada lapangan pekerjaan pertanian (%)
45,39
44,10
39,30
2
Kontribusi Pertanian dalam PDRB (%)
23,95
23,84
23,50
a. Tanaman Pangan dan Hortikuktura
12,47
12,45
12,33
b. Perkebunan
5,15
5,18
5,10
c. Peternakan
1,96
1,97
1,96
d. Kehutahanan
1,49
1,43
1,36
e. Perikanan
2,88
2,81
2,76
3
PERTUMBUHAN RIIL SEKTOR Pertanian (%)
3,47
3,66
3,52
4
Nilai Tukar Petani
103,7
105,6
106,25
5
Produktivitas Tenaga kerja Pertanian (Juta Rp)
9,66
10,10
11,57
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat
Dalam sektor pertanian, yang memberikan sumbangan besar terhadap pembentukan nilai PDRB Sumatera Barat diantaranya adalah sub sektor tanaman pangan dan Hortikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Ke empat sub sektor ini perlu dikembangkan ke arah peningkatan nilai tambah produknya dengan mendorongnya melangkah ke agroprosesing dan agroindustri. Pengembangan industri unggulan berbasis produk pertanian rakyat untuk peningkatan kualitas perekonomian Sumatera Barat, juga merupakan upaya peningkatan kesejahteraan petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan dan nelayan. Tabel 2.12 Produksi Beberapa Komoditi Utama Pertanian di Sumatera Barat Tahun 2009 – 2011 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komoditi Padi Jagung Daging sapi Telur Susu Karet Kelapa sawit Kakao
2009 2.105.790 404.795 18.322,3 65.361,5 3.478,4 133.816 853.702 40.250
2010 2.211.248 354.262 20.611,2 76.465,0 3.521,4 137.377 910.530 49.638
2011 2.279.756 472.489 20.287,1 69.640,0 1.800,1 139.687 922.780 59.836
Sumber Data : SKPD Provinsi Sumatera Barat Terkait
B. Kelautan dan Perikanan Usaha perikanan di Sumatera Barat merupakan komoditi penyediaan produk pangan kebutuhan konsumsi masyarakat baik untuk pemasaran di dalam maupun keluar daerah serta keperluan produk olahan untuk industri yang didominasi dengan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 12
Tabel 2.13 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Perikanan Darat di Sumatera Barat Tahun 2007 – 2011 (Ha) No 1
2
Uraian
2007
Luas Areal (Ha) a. Budidaya b. Perairan Umum Produksi (Ton) a. Budidaya b. Perairan umum
2008
Tahun 2009
2010
2011
11.429 52.416
12.054 53.413
12.789 49.931
12.840 50.281
12.899 49.997
54.787 9.360
65.653 8.542
84.865 8.551
109.372 9.941
126.975 8.945
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Dari luasan dan produksi tersebut di atas, kegiatan tekhnis pembudidayaan ikan yang telah dilakukan masyarakat adalah melalui kolam, sawah, tambak, keramba, kolam air deras, jaring apung, budidaya laut dan saluran irigasi bandar. Sedangkan potensi perikanan laut dengan panjang garis pantai 375 km ditambah dengan kepulauan Mentawai dan luas Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil laut, diukur mulai dari Kabupaten Pasaman sampai kabupaten Pesisir Selatan termasuk Kabupaten Kepulauan Mentawai, maka produksi perikanan laut serta jumlah nelayan. Tabel 2.14 Produksi Perikanan Laut dan Jumlah Nelayan di Sumatera Barat Tahun 2009 – 2011 No 1 2
Uraian Produksi Ikan Laut Segar (Ton) Jumlah Nelayan (Orang)
2009
Tahun 2010
2011
191.345 51.532
192.658 56.759
196.512 55.368
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Dari produksi perikanan laut tersebut di atas, alat tangkap nelayan seperti perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor pada tahun 2009 di Sumatera Barat berjumlah 9.913 unit
No 1 2 3
Tabel 2.15 Jumlah Perahu Motor dan Kapal Menurut Jenisnya di Sumatera Barat Tahun 2009 - 2011 (Unit) Tahun Uraian 2009 2010 Tanpa Motor 3.215 3.098 Motor Tempel 3.563 3.867 Kapal Motor 2.041 1.764
2011 2.329 4.471 1.912
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat
Sementara Prasarana perikanan tangkap yang ada terdiri dari pelabuhan perikanan, yaitu 1 (satu) PP Samudera Bungus (tipe A), 2 (dua) Pelabuhan Perikanan Pantai Sikakap dan Crocok Tarusan dan 6 (enam) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) serta beberapa TPI mini untuk melayani perahu-perahu kecil. Sedangkan Prasarana perikanan budidaya RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 13
terdapat 6 (enam) unit yaitu BBI Sicincin, BBI Baringin Rao, BBI Padang Tinggi, BBI Sungai Dareh, UPPU Singkarak dan BBIP Teluk Buo. Selain itu juga terdapat prasarana laboratorium pengujian mutu hasil perikanan (BLPPMHP) di Bungus untuk menunjang ekspor perikanan. Seiring dengan pertumbuhan produksi perikanan, maka dari segi nilai produksi perikanan juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dalam 5 tahun terakhir ratarata mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tersebut didominasi oleh produk perikanan laut, yaitu pada tahun 2009 sekitar 67% dari total nilai produksi perikanan Sumatera Barat. Dari produksi perikanan tersebut pada tahun 2009 telah berhasil diekspor sebesar 1.122 ton ikan, dengan nilai Rp. 71,4 juta US $. Ekspor komoditi perikanan selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata sebesar 887 % / tahun. Kenaikan ini terutama karena hadirnya perusahan industri perikanan PT. DEMPO dan berbagai perusahaan penangkapan ikan tuna. Tabel 2.16 Perkembangan Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2007 – 2011 No 1 2
Uraian
2007
Volume (kg) Nilai (Rp.000)
164.298 9.923.500
2008 391.297 42.922.896
2009 723.335 56.971.743
2010
2011
1.122.900 71.433.846
1.578.992 128.416.282
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap dan Budidaya Provinsi Sumatera Barat
Dilihat dari segi sumberdaya manusianya, maka pada tahun 2011 tercatat sebanyak 144.781 orang yang bekerja dalam bidang perikanan, antara lain sebagai nelayan laut, nelayan perairan umum dan pembudidaya ikan. Jumlah ini mengalami peningkatan setiap tahunnya rata-rata sebesar 1,13% setiap tahun. Jumlah terbanyak tercatat pada pembudidaya ikan, yaitu mendominasi sebesar 61,76% dari angkatan kerja perikanan. Dominasi ini juga selaras dengan target pengembangan produksi perikanan secara nasional, yaitu yang mengarah kepada produksi perikanan budidaya. Tabel 2.17 Jumlah Tenaga Kerja Masyarakat Perikanan tahun 2007 – 2011 (orang) Angkatan Kerja 1.Nelayan Laut 2.Nelayan Perairan Umum 3.Pembudidaya Ikan Jumlah
2007
2008
34.220 24.506 82.825 141.551
29.769 21.763 84.027 135.559
2009 34.984 21.775 86.793 143.552
2010 34.584 21.448 88.171 144.203
2011 34.256 21.112 89.413 144.781
Sumber : Dinas Kelautan Perikanan Prov Sumbar
C. Kehutanan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 422/KPTS-II/1999, kawasan hutan Sumatera Barat ditetapkan seluas 2,6 juta Ha, yang terdiri atas Hutan suaka Alam dan kawasan pelestarian Alam (0,85 juta Ha), hutan lindung 0,91 juta Ha, hutan produksi terbatas 0,25 juta Ha, hutan produksi tetap 0,40 juta Ha, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 0,19 juta Ha. Luasan kawasan hutan tersebut diatas meliputi seluas 61% RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 14
wilayah provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data tersebut, kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi merupakan kawasan yang paling luas. Izin usaha dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan alam maupun hutan tanaman terdapat pada 5 (lima) kabupaten. Bentuk-bentuk hasil hutan yang dihasilkan Sumatera Barat adalah dalam bentuk Kayu Bulat, Kayu Olahan dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Produksi hasil hutan berupa kayu bulat dari Sumatera Barat (dari IUPHHK, IPK, dan IPKTM), pada tahun 2005 adalah 257.287 m3, dan pada tahun 2009 produksi tersebut mengalami penurunan. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh karena adanya program pembatasan produksi hutan dalam rangka perlindungan lingkungan hidup. Tabel 2.18 Produksi Hasil Hutan Menurut Jenisnya di Sumatera Barat Tahun 2007 – 2011 No 1 2 3 4 5 6 7
Uraian Kayu bulat (M3) Kayu Gergajian (M3) Getah Pinus (Kg) Manau (Btg) Rotan (Kg) Damar (Kg) Tabu-tabu (Btg)
2007
Tahun 2009
2008
76.873,35 4.330,37 503.037,00 16.604,00 22,50 23,00 22.981,00
86.467,22 613,65 745.419,00 18.226,00 1.050,00 214.875,00 12.387,00
82.183,04 2.653,82 897.208,00 160.700,00 90.00,00 131.075,00 72.200,00
2010 58.900,44 4.681,65 1.120.205,00 12.206,00 0 131.075,00 1.250,00
2011 301.557,37 10.417,84 813.906,00 224.162,00 16.300,00 131.075,00 53.009,00
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
Luas reboisasi dan penghijauan di Sumatera Barat tahun 2011 adalah sebesar 9.798 Ha dengan rincian reboisasi seluas 7.651 Ha dan penghijauan seluas 2.147 Ha.
No
Tabel 2.19 Luas Reboisasi dan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2007 – 2011 (Ha) Tahun Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
1
Reboisasi
820
0
4.965
6.045
1.250
2
Penghijauan
1.607
323
1.751
1.405
9.900
Jumlah
2.427
323
6.716
7.450
11.150
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat
D. Pariwisata Sumatera Barat terkenal dengan keindahan alam dan budaya masyarakatnya yang ramah tamah. Di Sumatera Barat dapat ditemukan keindahan laut, danau dan gunung serta hutan yang masih terjaga dengan baik. Sumatera Barat terdiri dari beragam suku, bahasa dans eni daerah tradisional yang tersebar di Kabupaten dan Kota. Pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian provinsi Sumatera Barat, karena merupakan salah satu dari sepuluh tujuan wisata di Indonesia. Dari sektor pariwisata diharapkan dapat RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 15
memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya dan dapat memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sekaligus memperkenalkan identitas dan kebudayaan bangsa. Banyaknya tamu hotel tahun 2011mengalami peningkatan dari 613.392 orang tahun 2010 menjadi 880.590 orang atau naik sebesar 44 persen. Tamu asing yang tercatat di hotel tahun 2011sebesar 62.254 orang dan tamu dalam negeri sebanyak 818.336 orang. Pada tahun 2011 jumlah hotel yang ada 272 buah, dengan 5.153 kamar dan 9.476 tempat tidur, dengan tingkat penghunian kamar hotel berbintang pada tahun 2011baru mencapai 48,55 persen dan pada hotel tidak berbintang baru mencapai 36,08 persen. Tabel 2.20 Banyaknya Tamu Hotel Menurut Klasifikasi Hotel di Sumatera Barat pada Tahun 2011 (orang) NO
1
URAIAN
TAMU ASING
Hotel Bintang a. Bintang Satu b. Bintang Dua c. Bintang Tiga d. Bintang Empat
TAMU DALAM NEGERI
49.888 29.233 5.156 4.295 11.204
2
Hotel Tak Berbintang 12.366 a. <10 kamar 9.488 b.10-24 kamar c.25-40 kamar 1.690 d.41 kamar 1.188 JUMLAH 2011 62.254 2010 20.514 2009 34.866 2008 38.397 2007 35.400 Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat
JUMLAH
331.027 97.526 75.707 48.318 109.476
380.915 126.759 80.863 52.613 120.680
487.309 412.926 10.339 64.044
499.675 422.414 12.029 65.232
818.336 592.878 583.647 539.113 449.190
880.590 619.392 618.513 577.510 484.590
Rata-rata menginap tamu asing dan tamu dalam negeri di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2010 yaitu dari selama 1,52 hari menjadi 1,49 hari pada hotel berbintang, sementara pada hotel non berbintang dari 1,34 hari tahun 2010 menjadi 1,25 hari pada tahun 2011. Tabel 2.21 Rata-Rata Menginap Tamu Asing dan Tamu Dalam Negeri (Domestik) di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007-2011 (Hari) URAIAN 1. Hotel Berbintang 2. Hotel Non Berbintang
2007 1,61 1,55
2008 1,55 1,54
TAHUN 2009 1,50 1,45
2010 1,52 1,34
2011 1,49 1,25
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Barat RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 16
2.1.4 Aspek Daya Saing Daerah Daya saing daerah pada dasarnya adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Indikator utama yang dapat digunakan untuk menentukan peringkat daya saing daerah tersebut antara lain adalah: (1) Kemampuan Ekonomi Daerah, (2) Ketersediaan Infrastruktur, (3) Iklim Investasi dan (4) Kualitas Sumberdaya Manusia. Dalam hal ini peringkat ditentukan secara komperatif antar provinsi yang ada di Indonesia sesuai dengan ketersediaan data. Menurut World Economic Forrum (WEF) pada tahun 2011 Indonesia menempati posisi ke 46 dari 142 negara, turun dua tingkat dari tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh naiknya peringkat daya saing Italia (43), Lithuania (44) dan Portugal (45), serta turunnya Siprus (dari 40 menjadi 57). Pada Tabel 2.1 mengurutkan perubahan peringkat daya saing Indonesia menurut pilar-pilar daya saing. Terlihat bahwa hanya dua pilar daya saing yang menunjukkan kenaikan peringkat, yaitu Makro Ekonomi (12) dan Infrastruktur (6). Delapan pilar lain mengalami penurunan, dan dua pilar lagi tetap. Perubahan peringkat daya saing yang terburuk terjadi pada pilar-pilar Efisiensi Pasar Barang (-18), Institusi (-10), Efisiensi Pasar Tenaga Kerja (-10), Kecanggihan Bisnis (-8), dan empat pilar lainnya. Tabel 2.22 Urutan Perubahan Peringkat Daya Saing Indonesia menurut Pilar Tahun 2011
No
Pilar
Peringkat 2011
Peringkat 2010
Perubahan
1 Efisiensi pasar barang
67
49
-18
2 Institusi
71
61
-10
3 Efisiensi pasar tenaga kerja
94
84
-10
4 Kecanggihan bisnis
45
37
-8
5 Pasar keuangan
69
62
-7
6 Pendidikan tinggi
69
66
-3
7 Kesiapan teknologi
94
91
-3
8 Kesehatan dan pendidikan dasar
64
62
-2
9 Besaran pasar
15
15
0
10 Inovasi
36
36
0
11 Infrastruktur
76
82
6
12 Makro ekonomi
23
35
12
Sumber: WEF (2011) dalam (http://www.bappenas.go.id/blog/?p=491 tgl 17 Febr 2012)
Gambaran umum tentang daya saing daerah dapat diketahui dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan dan Studi Kebangsentralan Bank Indonesia (2002). Dengan melakukan sedikit modifikasi, yaitu hanya menggunakan hanya 4 indikator utama saja, maka rangkuman hasil studi tentang daya saing daerah tersebut adalah seperti terlihat pada Tabel 2.23. Pada tabel ini terlihat daya saing ekonomi dan sumber daya daerah di Indonesia, dimana posisi daya saing daerah Provinsi Sumatera Barat masih rendah yakni peringkat ke-6 di Pulau Sumatera dan ke-16 di Indonesia. Daya saing Sumbar terdiri dari kemampuan ekonomi daerah berada pada peringkat ke-16, daya saing ketersediaan infrastruktur peringkat 14, dan daya saing iklim investasi peringkat 17 RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 17
nasional. Provinsi yang mempunyai daya saing tertinggi adalah DKI Jakarta sedangkan provinsi sedangkan daya saing terendah adalah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Namun demikian, sangat disadari bahwa karena studi ini dilakukan pada tahun 2002 yang lalu, sehingga besar kemungkinan peringkat daya saing daerah ini sudah mengalami perobahan dewasa ini. Disamping itu, karena penilian dilakukan berdasarkan aspek yang cukup luas dan sebagian tidak bisa dinilai secara kuantitatif, maka penilaian juga akan cendrung menjadi kurang tepat dibandingkan dengan kondisi sesungguhnya dilapangan. Tabel 2.23 Peringkat Daya Saing Daerah Sumatera Barat di Indonesia Kemampuan Ketersediaan Iklim Provinsi Kualitas SDM Ekonomi Daerah Infrastrukur Investasi DKI Jakarta 1 1 1 1 Kalimantan Timur 3 2 6 6 Jawa Timur 9 3 2 5 Jawa Tengah 4 9 8 3 Jawa Barat 2 13 5 4 DIY Yokyakarta 7 15 3 2 Bali 12 8 7 7 Sumatera Utara 6 7 11 8 Sulawesi Selatan 10 5 9 14 Riau 5 4 10 20 Kalimantan Tengah 8 12 15 18 Lampung 19 18 4 10 Jambi 20 22 13 17 Sumatera Selatan 14 16 14 11 Kalimantan Selatan 23 6 12 16
Sumatera Barat
16
Kalimantan Barat 11 Sulawesi Tengah 21 Nusa Tenggara Barat 24 Sulawesi Tenggara 18 NusaTenggara Timur 13 Maluku 26 Irian jaya 17 Bengkulu 25 Aceh 22 Sumber Data : Bank Indonesia, Daya Saing Daerah:
14
17
20 19 17 18 19 23 23 20 21 22 26 21 11 25 25 24 24 26 Konsep dan Pengukurannya
13
Peringkat Keseluruhan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
16
23 17 21 18 24 19 19 20 25 21 12 22 26 23 18 24 22 25 di Indonesia, Yokyakarta;
BPFE, 2002, halaman 101-110 dengan melakukan beberapa modifikasi.
Bila dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pada tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat 108 dari 169 negara dan pada tahun 2011 turun ke peringkat 108 dari 187 negara, sedangkan provinsi Sumatera Barat berada pada peringkat ke 9 diantara 32 provinsi lain di Indonesia (Tabel 2.24).
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 18
Tabel 2. 24 Indeks Pembangunan Manusia Nasional Menurut Provinsi No.
2008
Provinsi
2009
2010
IPM
Ranking
IPM
Ranking
IPM
Ranking
1 2 3 4 5 6 7
N Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu
70.76 73.29 72.96 75.09 71.99 72.05 72.14
17 8 9 3 13 12 11
71.31 73.80 73.44 75.60 72.45 72.61 72.55
17 8 9 3 13 10 12
71.70 74.19 73.78 76.07 72.74 72.95 72.92
17 8 9 3 13 10 11
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
70.30 72.19 74.18 77.03 71.12 71.60 74.88 70.38 69.70 70.98 64.12 66.15 68.17 73.88
20 10 6 1 15 14 4 18 23 16 32 31 29 7
70.93 72.55 74.54 77.36 71.64 72.10 75.23 71.06 70.06 71.52 64.66 66.60 68.79 74.36
21 11 6 1 15 14 4 18 23 16 32 31 28 7
71.42 72.86 75.07 77.60 72.29 72.49 75.77 71.62 70.48 72.28 65.20 67.26 69.15 74.64
21 12 6 1 15 14 4 18 23 16 32 31 28 7
22 23
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
68.72 74.52
26 5
69.30 75.11
26 5
69.92 75.56
26 5
24
Sulawesi Utara
75.16
2
75.68
2
76.09
2
70.09 70.22 69.00 69.29 68.55 70.38 68.18 67.95 64.00 71.17
22 21 25 24 27 19 28 30 33
70.70 70.94 69.52 69.79 69.18 70.96 68.63 68.58 64.53 71.76
22 20 25 24 27 19 29 30 33
71.14 71.62 70.00 70.28 69.64 71.42 69.64 71.42 69.03 72.27
22 19 25 24 27 20 30 29 33
25 26 27 28 29 30 31 32 33
Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Papua Indonesia (BPS) Sumber : BPS 2011
Meskipun Provinsi Sumatera Barat memiliki IPM yang relative tinggi (peringkat 9) diantara 33 Provinsi lain di Indonesia, tetapi ada sejumlah permasalahan nasional (khususnya pengangguran, kemiskinan dan daya saing yang rendah) juga masih terjadi di Sumatera Barat. Untuk mengatasi segenap permasalahan tersebut dalam waktu yang relative pendek menjadikan Sumatera Barat sebagai provinsi yang maju, sejahtera, dan mandiri, maka kita harus mampu mendayagunakan segenap potensi pembangunan (SDM dan SDA) secara efesien, daya saing, berkeadilan, dan berkelanjutan. Diantaranya potensi pertanian (khusus perkebuanan) dalam agroindustri dan pemanfaatan secara optimal Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 19
Kondisi daya saing yang relatif rendah tersebut tentunya akan menyebabkan daya tarik investor untuk melakukan investasi di Sumatera Barat menjadi relatif kecil. Hal ini selanjutnya akan mengakibatkan pula relatif rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja di daerah, sehingga peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan juga akan relatif lambat. Dengan demikian terlihat bahwa upaya peningkatan daya saing Provinsi Sumatera Barat dimasa mendatang akan menjadi tantangan daerah yang cukup besar dan perlu segera dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. SKPD dan lembaga yang membidangi setiap pilar dan indicator yang mengalami penurunan peringkat perlu bekerja lebih dari biasa untuk menaikan peringkat pada masing-masing indikaror dan pilar daya saing tersebut. Selain itu, ada beberapa faktor umum yang menghambat peningkatan daya saing adalah korupsi, birokrasi pemerintahan yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak memadai, ketidak stabilan politik, akses pada pembiayaan, tenga kerja yang terdidik, etika kerja yang buruk, inflasi, peraturan pajak dan yang lainnya. 2.1.4.1 Potensi Pengembangan Ekonomi Wilayah Analisis potensi pengembangan ekonomi wilayah diperlukan untuk dapat mengetahui secara kongkrit menggunakan indikator tertentu tentang sektor dan subsektor yang mempunyai potensi pengembangan yang baik. Analisis ini diperlukan mengingat masingmasing daerah mempunyai potensi pengembangan yang bervariasi sesuai dengan kondisi daerah bersangkutan. Informasi ini diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah guna dapat menentukan arah dan prioritas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan sehingga pertumbuhan ekonomi daerah dapat diwujudkan secara optimal. Dengan demikian peningkatan kesejahteraan masyarakat akan menjadi lebih maksimal. Potensi pengembangan suatu wilayah dalam analisis ini ditentukan berdasarkan 3 indikator utama yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ketiga indikator tersebut adalah: 1.
Keuntungan komparatif sektror dan subsektor daerah bersangkutan yang diukur dengan Indek Koefisien Lokasi (Location Quotient, LQ). Indikator ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan karena dalam era globalisasi seperti halnya dewasa ini, tingkat persaingan sangat tajam. Dalam kondisi yang demikian, sektor dan subsektor yang dapat berkembang dengan pesat adalah sektor dan subsektor yang mempunyai daya saing yang didukung oleh keuntungan komparatif yang cukup tinggi;
2.
Laju pertumbuhan sektor dan subsektor bersangkutan dalam perekonomian daerah. Indikator ini diperlukan untuk pengembangan sektor dan subsektor yang mempunyai potensi yang cukup tinggi sehingga dapat diketahui laju pertumbuhannya;
3.
Kontribusi sektor dan subsektor yang terkait dalam perekonomian daerah. Hal yang menjadi pertimbangan adalah bahwa suatu sektor dan subsektor mempunyai potensi pembangunan yang cukup besar bilamana kontribusinya terhadap perekonomian daerah cukup besar pula.
Penggunaan ketiga indikator untuk mengetahui potensi pengembangan ekonomi wilayah menurut sektor dan subsektor di Provinsi Sumatera Barat adalah seperti digambarkan pada Tabel berikut ini. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 20
Tabel 2. 25 Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011**)
No
Sektor/Sub-sektor
Struktur Ekonomi (%)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
1.
Pertanian 22,81 3,52 a. Tanaman Pangan 11,44 3,95 b. Perkebunan 5,75 3,15 c. Perternakan 1,84 3,66 d. Kehutanan 1,24 2,33 e. Perikanan 2,53 2,96 2. Pertambangan dan Penggalian 3,03 4,03 a. Migas dan Gas Bumi b. Non Migas 0,53 2,45 c. Penggalian 2,50 4,37 3. Industri Pengolahan 12,14 4,65 a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 12,14 4,65 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,11 3,87 a. Listrik 1,00 3,83 b. Gas c. Air Bersih 0,11 4,22 5. Bangunan 5,48 9,13 6. Perdagangan , Hotel & Restoran 17,97 6,89 a. Perdagangan Besar dan Eceran 17,32 6,89 b. Hotel 0,18 8,04 c. Restoran 0,48 6,55 7. Pengangkutan dan Komunikasi 15,25 8,94 a. Angkutan 11,14 8,75 b. Komunikasi 4,11 9,46 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Pershn 5,11 4,91 a. Bank 1,82 6,03 b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank & Jasa 1,24 5,39 Penunjang c. Sewa Bangunan 1,90 3,72 d. Jasa Perusahaan 0,14 2,82 9. Jasa- jasa 17,09 8,04 a. Pemerintahan Umum & Pertahanan 11,50 8,44 b. Swasta 5,59 7,23 PDRB 100,00 6,22 Catatan : 1. Struktur pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan distribusi persentase PDRB Sumatera Barat atas harga konstan 2000; 2. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan PDRB Sumatera Barat atas harga konstan 2000; 3. **) Angka Sementara BPS
Pada Tabel 1, terlihat bahwa, dalam tahun 2011, ternyata sektor pertanian masih merupakan satu potensi ekonomi wilayah yang cukup penting bagi pembangunan daerah RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 21
Provinsi Sumatera Barat. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sektor pertanian mempunyai Keuntungan Komperatif yang cukup tinggi. Sejalan dengan hal tersebut terlihat pula bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian ternyata cukup baik yaitu rata-rata 3,52 %. Sedangkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomi Sumatera Barat juga masih cukup besar yaitu sekitar 22,81 % pada tahun 2011. Di dalam sektor pertanian tersebut terlihat pula bahwa subsektor tanaman pangan termasuk potensi ekonomi utama Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini terlihat dari kontribusi terhadap perekonomian daerah yang cukup besar yaitu mencapai 11,44 % dengan laju pertumbuhan cukup memadai yaitu 3,95 %. Sedangkan subsektor perkebunan dalam sektor pertanian juga merupakan potensi ekonomi wilayah yang sangat besar dengan laju pertumbuhan yang mencapai rata-rata 3,15 % dalam periode tahun2 011. Sementara itu, kontribusi sektor ini dalam perekonomian daerah juga cukup memadai yaitu, 5,75 %. Potensi pengembangan sektor jasa ternyata juga cukup besar dalam perekonomian daerah Sumatera Barat. Sektor jasa yang dimaksudkan disini adalah dalam pegertian luas yang meliputi sektor: perdagangan, perhubungan dan komunikasi, dan jasa-jasa lainnya yang termasuk juga jasa pendidikan dan kesehatan. Seperti terlihat pada Tabel 1. potensi pembangunan yang dimiliki oleh sektor perdagangan ternyata sangat besar, kontribusi sektor ini dalam perekonomian Sumatera Barat yang mencapai 17,97 %. Sedangkan laju pertumbuhan nya sebesar 6,89 %. Perdagangan luar negeri Sumatera Barat tahun 2011, masih didominasi oleh komoditi pertanian yang sebahagian besar merupakan bahan mentah dan setengah jadi atau hasil olahannya. Keadaan ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur di Sumatera Barat masih belum berkembang. Ekspor produk industri utama berupa Karet Olahan, Semen, CPO, Minyak Inti Sawit dan Kayu Lapis. Semen merupakan produk andalan Sumatera Barat sedangkan Batubara menunjukkan tendensi produksi yang terus menurun karena menipisnya deposit tambang luar. Struktur ekspor demikian semakin memperkuat peranan sektor pertanian sebagai basis ekonomi Sumatera Barat di mana sekitar 46,91 % tenaga kerja berada di sektor pertanian. Sektor penting berikutnya adalah perdagangan, hotel dan restoran yang menampung sekitar 18,23 % jumlah angkatan kerja. Sektor yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi dalam perekonomian daerah mencapai 15,25 %. Bahkan, laju pertumbuhan sektor ini ternyata sangat tinggi yaitu mencapai rata-rata 8,94 % dalam tahun 2011, selanjutnya sektor jasa-jasa juga ternyata cukup potensial untuk dikembangkan di Provinsi Sumatera Barat yang ditunjukkan oleh cukup tingginya kontribusi sektor ini dalam perekonomian daerah adalah sebesar 17,09 %. Sedangkan pertumbuhan sektor ini juga cukup memadai yaitu 8,04 %. Salah satu potensi khusus Sumatera Barat adalah dibidang penyediaan tenaga listrik dan air minum karena didukung oleh sumberdaya alam spesifik. Sebagaimana diketahui bahwa daerah ini mempunyai beberapa sumberdaya yang sangat potensial digunakan untuk pembangkit tenaga listrik seperti tenaga air dan batubara. Dewasa ini telah berjalan dua Pusat Listrik Tenaga Air, yaitu PLTA Maninjau dan PLTA Singkarak dengan kapasitas yang cukup besar. Sumatera Barat juga mempunyai tambang batubara, sehingga RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 22
memberikan kontribusi terhadap operasional PLTU Ombilin dan dimanfaatkan pula untuk PLTU Bungus yang keduanya juga mempunyai kapasitas cukup besar. Tersedianya potensi pembangkit tenaga listrik yang cukup besar dengan pertumbuhannya sebesar 3,87 % pada tahun 2011. Namun demikian, kontribusi sektor ini dalam perekonomian daerah ternyata masih kecil yaitu hanya 1,11 %. Pada sektor industri pengolahan sudah sangat berkembang di Sumatera Barat hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor dalam perekonomian relatif cukup tinggi yaitu sebesar 12,14 %, sedangkan laju pertumbuhannya relatif rendah, yaitu sebesar 4,65 %. Hal yang sama juga terjadi dengan sektor pertambangan yang ternyata pertumbuhannya terus menurun karena semakin menipisnya deposit tambang luar, sedangkan eksploitasi tambang dalam memerlukan biaya produksi yang jauh lebih besar sehingga eksploitasinya sampai saat ini belum dapat dilakukan. Kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian daerah juga relatif kecil yaitu hanya 3,03 %, sementara itu sektor jasa keuangan juga ternyata belum berkembang secara optimal di Sumatera Barat yang terlihat dari sumbangannya dalam perekonomian daerah yang masih relatif rendah sebesar 5,11 % , dan laju pertumbuhan yang juga relatif rendah yakni sebesar 4,91 % tahun 2011. Sehingga sektor ini dimasa mendatang diperlukan upaya strategis dalam meningkatkan kontribusi maupun laju pertumbuhannya. Sebagaimana dengan periode tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2011 potensi pembangunan wilayah Sumatera Barat dikelompokkan atas beberapa wilayah atau kawasan. Dalam hal ini pengelompokkan didasarkan pada kandungan potensi sumberdaya alam pada masing-masing wilayah. Analisis ini diperlukan untuk dapat merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan wilayah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh wilayah dan kawasan bersangklutan, antara lain :
Kawasan Perikanan dan Kelautan : terbagi dalam 2 aktivitas yaitu perikanan air tawar (didaratan) dan perikanan laut/air payau (diwilayah laut). Akitifitas perikanan laut meliputi Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pasaman Barat. Sebagai daerah lautan (termasuk kawasan pantai), maka potensi pembangunan yang dimiliki adalah dalam aktifitas budidaya pembesaran dan penangkapan. Dewasa ini daerah-daerah perikanan laut yang cukup potensial untuk dikembangkan guna mendorong proses pembangunan daerah adalah Painan di Kabupaten Pesisir Selatan, Kecamatan Bungus di Kota Padang, Kota Pariaman dan Kecamatan Sasak di Kabupaten Pasaman Barat. Kawasan Bungus sudah sejak beberapa tahun yang lalu ditetapkan sebagai pusat perikanan laut untuk kawasan Pantai Barat Pulau Sumatera ini. Hal ini dilakukan mengingat hasil penelitian terdahulu memperlihatkan bahwa lautan Samudra Indonesia yang terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Barat ini ternyata mempunyai potensi ikan tuna yang besar dengan kualitas yang sangat baik, sementara aktivitas perikanan air tawar dalam bentuk pembenihan, pembesaran hampir seluruh kabupaten/kota memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Kawasan Tanaman Pangan yang meliputi Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman. Daerah ini merupakan daerah subur yang sejak lama berfungsi sebagai “lumbung pangan” Sumatera Barat dengan produksi utama adalah padi, palawija dan tanaman pangan lainnya. Untuk meningkatkan produktifitas lahan, daerah ini sudah sejak lama dilengkapi dengan fasilitas RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 23
irigasi yang cukup memadai. Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, kedepan daerah ini akan terus dikembangkan sebagai penghasil utama komoditi pangan untuk daerah Sumatera Barat maupun provinsi tetangga terutama Riau.
Kawasan Perkebunan yang meliputi Kabupaten Sijunjung, Dharmasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Produk utama daerah ini adalah karet, kelapa sawit dan teh yang merupakan komoditi ekspor utama Sumatera Barat. Untuk meningkatkan nilai tambah telah dibangun pula industri karet remah (crumb-rubber) terutama di kota Padang dan pabrik minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) terutama di daerah Pasaman Barat dan Dharmasraya. Kawasan ini akan terus dikembangkan sebagai daerah perkebunan besar dalam rangka mendukung peningkatan ekspor daerah Sumatera Barat.
Kawasan Pertambangan, yang meliputi Kota Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung dengan produksi utama adalah batubara. Walaupun sejak beberapa tahun terakhir ini terjadi penurunan jumlah produksi karena berkurangnya produksi tambang luar, namun demikian potensi tambang dalam sebenarnya masih sangat besar. Disamping itu kualitas batubara produksi daerah ini terkenal cukup baik dan mempunyai harga yang relatif cukup tinggi. Dalam rangka peningkatan produksi batubara daerah ini, pemerintah daerah telah mengundang beberapa investor asing baik dari Australia, Polandia dan China untuk mengelola tambang dalam yang memerlukan teknologi tinggi dibidang pertambangan.
2.1.4.2 Kemampuan Ekonomi Daerah Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomi daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka kepada persaingan dengan provinsi lain. Aspek daya saing daerah terdiri dari kemampuan ekonomi daerah, fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumberdaya manusia. Pada bagian ini akan dianalisis kinerja atas aspek kemampuan ekonomi daerah Sumatera Barat dengan menggunakan indicator pengeluaran konsumsi rumahtangga per kapita, pengeluaran konsumsi non pangan per kapita, produktifitas total daerah dan nilai tukar petani. Tabel 2.26 Perkembangan Konsumsi Rumahtangga Per Kapita Tahun 2005 s/d 2010 Provinsi Sumatera Barat No 1.
Uraian
Total Pengeluaran Rumahtangga Rp milyar) 2. Jumlah Pengeluaran bahan makanan (Rp milyar) 3. Jumlah Pengeluaran non makanan (Rp milyar) 4. Jumlah Rumahtangga (jiwa) 5. Konsumsi perkapita (Rp juta) Sumber : BPS dan Data Diolah
2005
2006
2007
2008
2009
2010
16.362
17.038
17.739
18.541
18.846
19.123
10.464
10.892
11.312
11.747
11.982
12.393
5.898
6.146
6.426
6.794
6.864
6.730
1.070.543
1.109.731
1.121.904
1.073.923
1.086.792
1.169.343
15,28
15,35
15,81
17,26
17,34
17,60
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 24
Berdasarkan kepada tabel di atas terlihat bahwa total pengeluaran rumahtangga di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan, tahun 2005 berjumlah Rp 16.362 milyar didominasi oleh pengeluaran jenis bahan makanan yakni sebesar Rp 10.464 milyar atau 63,95% dari total pengeluaran rumahtannga, sisanya untuk pengeluaran non pangan. Jumlah pengeluaran rumahtangga ini mengalami kenaikan yang sangat berarti sampai tahun 2010 yang mencapai Rp 19.123 milyar sehingga telah mengalami pertumbuhan sebesar 19,93% selama periode 2005 sampai 2010, sehingga rata-rata kenaikan per tahunnya adalah 2,82%. Besarnya proporsi untuk pengeluaran bahan makanan tahun 2010 adalah sebesar 64,80%, hal ini telah mengalami kenaikan sejak tahun 2005. Konsumsi perkapita Sumatera Barat telah mencapai Rp 17,60 juta tahun 2010 yang didominasi oleh pengeluaran untuk bahan makanan sebesar Rp 12.393 milyar dan konsumsi non pangan sebesar Rp 6.730 milyar. Apabila dibandingkan dengan tahun 2005, berarti telah mengalami pertumbuhan konsumsi per kapita sebesar 15,18 selama periode 2005 s/d 2010 dengan rata-rata pertumbuhan adalah sebesar 2,53% per tahun. Secara umum, meningkatnya proporsi pengeluaran untuk jenis pengeluaran non pangan telah memperlihatkan adanya pengurangan keadaan kemiskinan di tengah penduduk. Menurut ukuran kemiskinan yang diyakini benar selama ini adalah bahwa rumahtangga miskin adalah rumahtangga yang proporsi pendapatannyanya digunakan untuk konsumsi pangan lebih besar. Sehingga secara umum kemiskinan masih ada di tengah masyarakat Sumatera Barat, tetapi secara umum, angka kemiskinan itu secara perlahan mulai menurun, yang ditandai secara makro oleh semakin meningkatnya pengeluaran non pangan rumahtangga. Kemampuan perekonomian masyarakat juga dapat dilihat dari besarnya nilai tukar petani yang mengambarkan rasio antara jumlah penerimaan petani dalam system produksinya dengan jumlah harga yang dibayarkan petani dalam konsumsinya. Selama periode 2005 sampai 2011 nilai tukar petani terus mengalami peningkatan dari 70,3 tahun 2005 terus meningkat menjadi 106,25 tahun 2011, sehingga pertumbuhan nilai tukar petani selama 2005 sampai dengan 2011 adalah sebesar 51,13% dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,52%/tahun. Nilai tukar petani tertinggi selama enam periode lalu adalah pada tahun 2011 yang mencapai 106,25, artinya kemampuan daya beli petani lebih baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun begitu apabila dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan, memperlihatkan bahwa kemampuan daya beli petani mulai menurun apabila dibandingkan tahun sebelumnya (Tabel 2.16). Tabel 2.27 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2005 s/d 2010 Provinsi Sumatera Barat. No Uraian 1. Indeks yang diterima Petani 2. Indeks yang dibayar petani 3. Nilai Tukar Petani (NTP) Sumber : BPS
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
2005 368,8 524,7 70,3
2006 439.6 592.4 74,21
2007 455.7 606.1 75,19
2008 119.8 114.0 105,09
2009 125.1 120.6 103,73
2010 137.66 132.75 106.25
II- 25
Pertumbuhan indeks yang diterima petani selama tahun 2005 sampai 2009 adalah telah mengalami pertumbuhan negative sebesar 61,75%, artinya terjadi penurunan penerimaan petani selama ini, hal ini tentu saja disebabkan oleh karena harga relative komoditi pertanian yang dihasilkan petani mengalami penurunan nilainya, terutama produk yang berasal dari bahan mentah. Sedangkan pertumbuhan indeks pembayaran petani selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah mengalami pertumbuhan negative sebesar 75,27%. Data ini mengimplikasikan telah terjadi penurunan tingkat daya beli petani terhadap barang-barang bahan makanan dan bukan makanan selama periode 2005-2010. Oleh karena itu, dalam pembangunan ke depan perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkankan penerimaan rumahtangga tani, dan di lain sisi juga dapat dilakukan upaya peningkatan kemampuan daya beli petani untuk barang-barang makanan dan bukan makanan. Masih kecilnya indeks nilai tukar petani (<100) selama periode 2005 sampai 2007 memperlihatkan bahwa kemampuan daya beli petani masih rendah, barulah sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 kemampuan daya beli petani menjadi lebih baik. Tabel 2.28 Hasil Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat.
No 1. 1.1.
Aspek/Fokus/Bidang Urusan /Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
1.1.1.9. 1.1.1.10. 1.1.1.11 1.1.1.12. 1.1.1.13. 1.1.1.14. 1.1.1.15.
Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian Pertumbuhan PDRB Laju Inflasi PDRB perkapita PDRB Harga Berlaku (milyar) PDRB Harga Konstant (milyar) Kontribusi Sektor Pertanian Kontribusi sektor Industri Pengolahan Kontribusi Sektor Pedagangan, Hotel Restoran Kontribusi Sektor Jasa Konsumsi Masyarakat (%) Konsumsi Swasta (%) Konsumsi Pemerintah (%) Pembentukan Modal Tetap Bruto (%) Eksport (%) Impor (%)
1.1.1.16
ICOR
1.1.1.
1.1.1.1. 1.1.1.2. 1.1.1.3. 1.1.1.4. 1.1.1.5. 1.1.1.6. 1.1.1.7. 1.1.1.8.
Capaian Kinerja 2005
2006
2007
2008
2009
5,73 13,10 6,40 44.675 29.159 25,01 13,06 18,19
6,14 11,84 6,68 53.030 30.950 24,74 12,85 18,29
6,34 6,04 7,01 59.799 32.913 24,43 12,79 18,40
6,37 11,02 7,35 70.614 35.008 24,10 12,75 18,46
4,19 3,73 7,55 76.295 36.465 24,03 12,58 18,30
16,47 56,11 0.96 11.99 18.48 20.67 7.95
16,27 55,05 0.94 11.82 18.11 23.02 8.17
16,22 54.03 0.91 11.05 10.04 22.07 6.09
16,25 52.96 0.90 11.48 17.46 31.98 14.29
16,38 44.35 0.83 11.08 13.46 16.57 13.71
3.46
3.26
2.72
2.92
4.41
Standar (RPJPD)
Interpretasi Belum tercapai (<) sesuai (=) Melampaui (>)
6,90 6,50 8,50 68,4 40,7
(<) (<) (<) (>) (<)
4,06
(>)
Sumber : BPS, Data diolah
Pembangunan pertanian ke depan haruslah diarahkan kepada upaya untuk meningkatkan ksejahteraan rumah tangga petani. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penerimaan petani dengan meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan petani, sehingga nilai tukarnya menjadi lebih baik. Peningkatan nilai tambah produk petani dapat dilakukan dengan mengembangkan industri pengolahan produk pertanian.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 26
Upaya lain yang harus mendapat perhatian besar pula adalah memperbaiki system tataniaga pertanian masyarakat terutama pada komoditi eksport yang selama ini menjadi tumpuan rumahtangga petani dalam memperoleh pendapatannya, seperti karet, kayu manis, coklat, gambir, dan lain sebagainya, termasuk juga untuk tanaman palawija. Disamping peningkatan system tataniaga yang memberikan margin keuntungan lebih besar kepada rumahtangga tani, juga yang tidak kalah penting dapat dilakukan adalah peningkatan nilai tambah produk pertanian rumahtangga tani melalui agroindustri terutama agroprosesing pasca panen, dengan menurunkan teknologi tepat guna untuk peningkatan mutu ke tingkat rumahtangga tani. Produk pertanian yang dihasilkan di tingkat rumahtangga harus dalam bentuk barang setengah jadi bukan barang mentah, pengolahan atau prosesing bukan dilakukan oleh pedagang untuk mengup-grade mutu, tetapi rumahtangga tani. Sehingga harga di tingkat petani lebih tinggi dan keuntungan yang diterima akan lebih besar pula. Peran pemerintah disini adalah bagaimana pasar bersaing dalam keadaan sempurna dalam system tataniaga pertanian ini, mencegah terjadinya monopsoni alami yang diperankan oleh pedagang perantara pada pasar-pasar tradisional.
2.2.
Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Tahun Lalu dan Realisasi RPJMD
2.2.1. Pengamalan Agama dan ABS-SBK dalam Kehidupan Masyarakat Untuk mewujudkan Pengamalan Agama dan ABS-SBK Dalam Kehidupan Bermasyarakat, disadari tidaklah mudah, cukup banyak SKPD yang berperan dan menjalankan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan. Namun demikian, secara makro terdapat beberapa indikator utama yang menjadi tolak ukur pencapaian pada prioritas ini yakni :
INDIKATOR UTAMA
TAHUN 2011
REALISASI 2011
Kasus Perbuatan Maksiat
1.368
435*
Jemaah haji yang terlayani
4.398
7.877
Peringkat Sumbar di MTQ Nasional
5
-
Pelatihan Bagi SDM Lembaga Adat
4
6
Jumlah Adat, Seni dan Budaya
2
2
Sosialisasi Nilai-Nilai Adat, Seni dan Budaya
3
14
Selain itu juga pelaksanaan Program dan Kegiatan pada tahun 2011, dapat diukur/dinilai pencapaian indikator melalui Indikasi Rencana Program, untuk Pengamalan Agama dan ABS-SBK Dalam Kehidupan Bermasyarakat, seperti diuraikan pada tabel sebagai berikut :
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 27
Tabel Capaian Kinerja Prioritas Dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat
No
Sasaran
Program
Indikator
Satuan
Targ Realisa et si Tahun 2011
1
2
3
4
5
6
Meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran agama
Meningkatnya pelayanan kehidupan beragama
Meningkatnya pemahaman dan pengamalan nilainilai adat dan budaya
Berkurangnya kenakalan remaja dan perbuatan maksiat Berkembangnya lembaga seni dan sosial budaya Meningkatnya pemahaman dan pengamalan nilainilai adat dan budaya
Program Peningkatan Pendidikan Agama dan Keagamaan Program Peningkatan Pemahaman, Penghayatan Pengamalan dan Pengembangan Nilai agama Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan Beragama
Program Pengembangan Lembaga-lembaga Sosial Keagamaan dan Lembaga Pendidikan Keagamaan Program Pengembangan Nilai Budaya Program Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat Adat Program Peningkatan Pemberantasan Maksiat Program pemberdayaan lembaga-lembaga adat, seni dan budaya Program Pengembangan Pendidikan Budaya
Program Peningkatan Diplomasi Seni dan Budaya
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Wirid/Pelatihan/kegiata n ibadah yang dilaksanakan Peringkat Sumbar di MTQ Nasional Persentase kualitas pondok Al Quran Jemaah Haji yang terlayani (orang) Persentase jemaah haji yang mendapatkan pelayanan Pelatihan bagi SDM Lembaga Masyarakat Adat Koordinasi Lembagalembaga adat Persentase pemahaman terhadap nilai-nilai tradisional dan peninggalan kesejarahan Sinkronisasi program bidang Keagamaan Kasus Perbuatan Maksiat
SKPD terkait
%
80
80
Biro Bina Sosial
Peringk at
5
-
Biro Bina Sosial
%
70
70
Biro Bina Sosial
4.39 8 100, 00
7.877
Biro Bina Sosial Biro Bina Sosial
Orang %
179,10
kali pelatihan
4
6
Biro Bina Sosial
kali
3
3
Biro Bina Sosial
%
70
70
Biro Bina Sosial
%
70
70
Biro Bina Sosial
1.36 8
435*
Kasus
Satpol PP, Dinsos
Jumlah lembaga adat, seni dan budaya
lembaga
2
2
Biro Bina Sosial
Pelaksanaan praktek pendidikan adat, seni dan budaya daerah
Kali
5
5
Tersosialisasinya nilainilai adat, seni dan budaya
Kali
3
14
Jumlah produk wisata budaya yang dikembangkan
Produk
7
7
Dinas Kebudayaa n dan Periwisata Dinas Kebudayaa n dan Periwisata Dinas Kebudayaa n dan Periwisata
II- 28
2.2.2. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2010-2015 Provinsi Sumatera Barat mengarahkan pada penerapan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga profesionalitas pemerintahan dan pelayanan publik yang prima dapat dicapai. Dengan reformasi birokrasi akan terwujud; 1) Tata pemerintahan yang baik melalui pelayanan prima, 2) Terciptanya pemerintahan yang bersih dan profesional, 3) Terlaksananya pemerintahan yang transparan dan akuntabel, 4) Terwujudnya tata pemerintahan yang aspiratif dan partisipatif, 5) Terwujudnya aparatur pemerintah yang profesional dan bebas KKN, 6) Terwujudnya kepastian hukum, 7) Terhimpunnya data statistik yang handal dan berdayaguna tinggi, 8) Terwujudnya perencanaan yang partisipatif dan akuntabel, 9) Terwujudnya sinergi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, dan pembangunan lintas sektor. Hal diatas seiring dengan target nasional dalam Reformasi Birokrasi yaitu (1) Penguatan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih, bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), (2) Kualitas pelayanan Publik, (3) Kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan (4) Profesionalisme SDM aparatur. Untuk mewujudkan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan, disadari tidaklah mudah, cukup banyak SKPD yang berperan dan menjalankan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan. Pelaksanaan Program dan Kegiatan pada tahun 2011, dapat diukur/dinilai pencapaian indikator melalui Indikasi Rencana Program, untuk Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan melalui 35 Program, seperti diuraikan pada tabel sebagai berikut : Tabel Capaian Kinerja Prioritas Dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat Realis asi Tahun 2011
Target
SKPD terkait
No.
Sasaran
Program
Indikator
Satuan
1
Meningkatnya status opini BPK terhadap laporan keuangan dan aset
Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas kinerja aparatur Program peningkatan fungsi pengawasan dan penegakan hukum Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah Program Pembangunan Materi Hukum
Jumlah SKPD yang dibina
SKPD
5
12
Inspektorat
Opini BPK (Kualitas LKPD)
Opini
WDP
WDP
Inspektorat
%
100
100
DPKD
Perda
15
15
Biro Hukum, Setwan
Program Peningkatan Penataan Perundangundangan
Persentase perundangundangan yang dapat tersusun dan
%
75
2
3
Terciptanya produk hukum daerah yang aspiratif dan akomodatif Meningkatnya kualitas perlindungan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Meningkatnya efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan penganggaran pemb. Produk Hukum Daerah yang ditetapkan
Biro Hukum
II- 29
No.
Sasaran
Program
hukum dan HAM
Program Sarana Informasi Hukum
Meningkatnya manajemen penyelenggaraan pemerintah daerah
Program Peningkatan Supremasi dan Perlindungan HAM Program Peningkatan Manajemen Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Program Pengembangan Data dan Informasi Program Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Program Penerapan Kepemerintahan Yang Baik (good governance) Program Pengembangan Komunikasi dan Informatika Program Kerjasama Pembangunan
5
Meningkatnya kinerja aparatur daerah
Satuan
Realis asi Tahun 2011
Target
SKPD terkait
terdokumentasikan Program Peningkatan Budaya Hukum
4
Indikator
Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Daerah Program peningkatan kinerja perangkat daerah dan ketatalaksanaan pemerintah daerah Program Pendidikan Kedinasan Program Peningkatan Manajemen SDM Aparatur
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Persentase peningkatan budaya sadar dan taat hukum di tengah masyarakat Persentase Ketersediaan sarana dan informasi hukum Persentase penegakan hukum
%
50
50
Biro Hukum
%
45
45
Biro Hukum
%
75
80
Biro Hukum
Persentase Peningkatan tertib manajemen penyelenggaraan pemerintahan daerah Terlaksananya pembinaan komunikasi dan informasi penyelenggaraan komunikasi Penyebaran informasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan melalui pemberitaan Persentase pemerintah daerah menerapkan prinsip pemerintahan yang baik Ketersediaan data informasi penyelenggaraan komunikasi Persentase peningkatan sinergitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Jumlah Kunjungan kerja
%
65
65
Paket
1
1
Ro. Pemduk & Pem Kab/Kota Dishub&Inf okom
Pemb eritaa n
12
14
%
15
Buku
1
%
70
kali kunju ngan %
15
15
Set DPRD
50
40
Biro Organisasi
org
290
791
Badiklat
%
50
98,9
Badiklat
Persentase peningkatan kinerja perangkat pemerintah daerah Jumlah aparatur yang melaksanakan Diklat PIM, Teknis, Fungsional Persentase Aparatur bereselon yang dilakukan penilaian
Biro Humas
Biro Pemduk 1
Dishub&Inf okom Bappeda
II- 30
No. 6
7
8
9 10
11
Sasaran Meningkatnya efektivitas perencanaan pembangunan
Program Program Perencanaan Pembangunan Daerah Program Pengembangan Data dan Informasi Statistik
Meningkatnya koordinasi dan sinergitas pelaksanaan pembangunan
Program Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah
Meningkatnya ketersediaan sistem informasi kependudukan yang terpadu Meningkatnya pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik Meningkatnya kompetensi aparatur daerah Meningkatnya kemampuan Pemerintah Nagari/Desa/Kelura han
Program Pengembangan Sistim Informasi Administrasi Kependudukan Program Pengembangan manajemen pelayanan publik
Terselenggaranya penatausahaan kerasipan secara efektif dan efisien
Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur Program Peningkatan Pengelolaan Administrasi Pemerintahan Nagari Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Program perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan Program Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen/ arsip daerah
12
Terwujudnya partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi kearsipan Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Indikator
Satuan
Realis asi Tahun 2011
Target
SKPD terkait
Jumlah Dokumen perencanaan
Buah
4
4
Bappeda
Tersedianya dokumen data dan informasi statistik pembangunan/ publikasi statistik yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan Jumlah koordinasi dan kerjasama perencanaan pembangunan daerah Persentase peningkatan sinerjitas dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan tertib Administrasi Kependudukan
Buku
4
4
Bappeda
Kali
78
78
Bappeda
%
70
70
Bappeda
Kab/K ota
3
19
Ro. Pemduk & Pem Kab/Kota
Persentase anggaran melalui tender melalui elektronik
%
30
30
Persentase Aparatur yang dibina
%
50
50
Meningkatkan tertib pengelolaan administrasi pemerintahan nagari
%
75
75
Ro. Humas & Protokol, Bappeda (LPSE) BKD, Badan Diklat Ro. Pemduk
Meningkatnya kelembagaan masyarakat
%
70
70
BPM
Persentase arsip/dokumen daerah yang Terhimpun, tersusun dan terselamatkan Persentase arsip yang terselamatkan sebagai bahan pertanggungjawaban daerah/nasional Jumlah SKPD yang terlayani dalam kearsipan
%
50
50
Badan Perpustak aan & Arsip
%
65
65
SKPD
15
13
%
35
35
Persentase partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan KKN
Ro. Hukum
II- 31
No.
Sasaran pemerintahan
Program Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Keamanan dan Ketertiban Umum
Indikator
Satuan
Persentase partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum
Realis asi Tahun 2011
Target
%
80
SKPD terkait
80
Pol PP
Selanjutnya untuk realisasi terhadap indikator makro capaian kinerja Bidang Urusan Pemerintahan, fokus pada Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan target adalah mendapatkan opini BPK yaitu WDP, selanjutnya untuk tahun 2012 diharapkan minimal opini WDP, dan untuk indikator makro terhadap prioritas 2 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan, dapat dilihat pada tabel berikut; No.
Indikator Utama
1. 2.
Opini BPK Produk Hukum Daerah yang ditetapkan Persentase Penegakan Hukum Jumlah dokumen, Data dan Statistik Persentase aparatur yang dibina
3. 4. 5.
Target Realisasi Tahun 2011 WDP WDP 15 Produk 15 Produk Hukum Hukum 75% 80% 4 4 dokumen dokumen 50 % 40%
2012 WDP 17 Produk Hukum 80% 4 dokumen 65%
Target 2013 2014 WTP WTP 19 Produk 19 Produk Hukum Hukum 85% 90% 5 5 dokumen dokumen 75% 85%
2015 WTP 21 Produk Hukum 95% 5 dokumen 95%
2.2.3. Peningkatan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan Untuk mewujudkan Peningkatan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan, disadari tidaklah mudah, cukup banyak SKPD yang berperan dan menjalankan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan. Pelaksanaan Program dan Kegiatan pada tahun 2011, dapat diukur/dinilai pencapaian indikator melalui Indikasi Rencana Program, untuk Peningkatan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan, seperti terurai sebagai berikut : Tabel Capaian Kinerja Prioritas Dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No.
Sasaran
Program
Indikator
Satuan
Target
Realis asi
Tahun 2011 1
2 3
Meningkatkan angka partisipasi sekolah Meningkatkan angka partisipasi sekolah pendidikan dasar Meningkatkan angka partisipasi sekolah menengah
Program Peningkatan Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini Program Peningkatan Akses Pendidikan Dasar Program Peningkatan Akses Perluasan dan Pemerataan Pendidikan Menengah
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
SKPD terkait
Jumlah Alat Permainan Edukatif PAUD
Jumlah APE
124
124
Disdikpora
Wajib Belajar 12 tahun
%
10
21,05
Disdikpora
Sekolah
28
28
Disdikpora
Akreditasi pendidikan menengah
II- 32
No.
Sasaran
Program
Indikator
Satuan
Target
Realis asi
Tahun 2011 Program Peningkatan Pelayanan Pendidikan Non Formal dan Informal Program Pendidikan Luar Biasa
4
5
Meningkatnya SDM unggul yang berkarakter dan mutu pendidikan Meningkatnya pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi Meningkatnya prestasi olah raga
Program Manajemen Pelayanan Pendidikan dan Tugas Teknis Lainnya Program Pendidikan Berkarakter Program Peningkatan Koordinasi dan Fasilitasi Pendidikan Program penelitian dan pengembangan IPTEK untuk menunjang pemerintahan dan pembangunan daerah Program pembinaan dan pemasyarakatan olahraga
6
7
Meningkatnya peran serta pemuda dalam bidang olah raga dan pembangunan
Program peningkatan sarana dan prasarana olah raga Program Peningkatan Peranserta Kepemudaan
Program peningkatan penyadaran kepemudaan
8
9
Meningkatnya kemandirian pemuda dan organsasi kepemudaan
Berkembangnya budaya dan minat baca masyarakat
Program pengembangan organisasi pemuda dan manajemen olahraga Program pengembangan kepemimpinan pemuda Program Pengembangan Budaya Baca Dan Pembinaan Perpustakaan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Meningkatnya keterampilan peserta didik pendidikan non formal Persentase ketersediaan sarana dan prasarana PLB Persentase peserta didik terlayani
40
SKPD terkait
%
40
Disdikpora
%
70
Disdikpora
Dokum en
1
Disdikpora
Penyelenggaraan Kab/Kot Pendidikan Berkarakter a Persentse buku % pembelajaran pendidikan bernuansa surau Jumlah penelitian dan Judul pengembangan terapan
19
19
Disdikpora
80
80
Binsos
14
14
Bappeda
Meningkatnya budaya olahraga, kesehatan jasmani, mental dan rohani masyarakat Persentase sarana olahraga
%
65
65
Disdikpora , Binsos
%
65
65
Disdikpora
Persentase peran pemuda dan lembaga kepemudaan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Persentase partisipasi pemuda dalam pembangunan Persentase kemandirian organisasi pemuda dan olahraga Persentase keterampilan dan semangat wirausaha pemuda Persentase keterampilan dan semangat wira usaha pemuda Jumlah ketersediaan buku perpustakaan
%
65
65
Disdikpora , Binsos
%
70
70
Disdikpora
%
70
70
Disdikpora
%
70
70
Disdikpora
%
70
Paket
15
Disdikpora
15
Badan Perpustak aan & Arsip
II- 33
2.2.4. Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Untuk mewujudkan Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat, disadari tidaklah mudah, cukup banyak SKPD yang berperan dan menjalankan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan. Pelaksanaan Program dan Kegiatan pada tahun 2011, dapat diukur/dinilai pencapaian indikator melalui Indikasi Rencana Program, untuk Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat, seperti diuraikan pada tabel sebagai berikut : Tabel Capaian Kinerja Prioritas Dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No. 1
Sasaran Meningkatnya Umur Harapan hidup
Program
Indikator
Satuan
Realis asi Tahun 2011
Target
SKPD terkait
Program Penyediaan obat dan pembekalan kesehatan
Persentase ketersediaan obat essensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar
%
85
85
Program upaya kesehatan masyarakat
Persentase pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat
%
70
70
Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
Persentase promosi kesehatan kepada masyarakat
%
72
69,38
Program pengembangan lingkungan sehat Program pencegahan dan penanggulangan penyakit (menular/tidak menular)
Pertemuan/sosialisasi kali penyehatan lingkungn pertemuan
7
14
%
55
58,30
Dinkes
per 1000 penddk %
2
0,30
Dinkes
90
100
Dinkes
Kasus baru Tuberculosis Kasus Malaria (Annual Paracite Index-API) ODHA yang diobati
Dinkes, RSJ. HB Saanin, RS.AM, RS Solok, RS Pariaman Dinkes, RSJ. HB Saanin, RS.AM, RS Solok, RS Pariaman Dinkes, RSJ. HB Saanin, RS.AM, RS Solok, RS Pariaman Dinkes
Program pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit / rumah sakit jiwa / rs. paru / rs.mata
Persentese pengelolaan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan
%
100
100
RSJ. HB Saanin, RS.AM, RS Solok, RS Pariaman
Program pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit/rumah sakit jiwa/rs. paru/rs.mata
Persentese tersedianya sarana, prasarana dan peralatan kesehatan
%
100
100
Program sumber daya kesehatan
Tugas belajar Dokter Spesialis Pendidikan dan
org
2
12
kali
12
50
RSJ. HB Saanin, RS.AM, RS Solok, RS Pariaman Dinas Kesehatan Dinas
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 34
No.
Sasaran
Program
Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
Program penelitian dan pengembangan kesehatan Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan Program Peningkatan Pelayanan BLUD RSUD 2 3
Menurunnya persentase gizi buruk Meningkatnya Indeks Pembangunan Gender dan Pemberdayaan Gender
Indikator
Satuan
pelatihan tenaga kesehatan Pertemuan peningkatan pelayanan kesehatan Sinkronisasi Program kesehatan Jumlah masyarakat mendapat jaminan kesehatan Persentaseketersedia an data kesehatan secara cepat akurat dan tepat Persentase kesiapsiagaan bencana Jumlah Penelitian
pelatiha n kali pertemu an %
Jumlah Rumah Sakit Kab/Kota yang memberikan pelayanan kepada penduduk miskin Standarisasi, akreditasi dan peningkatan mutu pelayanan di RS BLUD
Realis asi Tahun 2011
Target
SKPD terkait Kesehatan
11
21
Dinas Kesehatan
80
80
63,8
61,60
Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan
%
80
80
Dinas Kesehatan
%
80
100
Dinas Kesehatan
Dok. penelitian
1
1
Dinas Kesehatan
Kab/Kota
11
21
%
85
56,80
RSAM, RSJ. HB Saanin, RSUD Solok Dinas Kesehatan
Jumlah RS BLUD %
1
2
8,2
8,20
% penduduk
RSAM, RSJ. HB Saanin, Dinkes
Program Perbaikan gizi masyarakat
Angka Gizi Kurang (BB/TB); (pada Balita)
Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan Program peningkatan peran serta dan kesetaraan gender dalam pembangunan Program penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak Program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan Program peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak
Evaluasi KDRT KPA
%
60
95,38
BPPr & KB
Pembinaan terhadap peran serta gender dalam pembangunan
%
75
75
BPPr & KB
Indeks pemberdayaan gender
%
62,76
68,50
BPPr & KB
Pelatihan/Sosialisasi bagi peningkatan kualitas perempuan
kali pertemuan
5
1
BPPr & KB
Sistem Informasi Gender dan Anak Sosialsiasi bagi Anak
Sistem Informasi kali pertemuan
1
1
BPPr & KB
5
4
BPPr & KB
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 35
Realis asi Tahun 2011
Target
No.
Sasaran
Program
Indikator
Satuan
4
Menurunnya laju pertumbuhan penduduk
Program keluarga berencana Program pelayanan alat kontrasepsi Program Kesehatan reproduski remaja Program promosi kesehatan ibu, bayi dan anak melalui kelompok kegiatan di masyarakat Program penyiapan tenaga pendamping kelompok bina keluarga balita
Informasi tentang KB
kali
2
9
Sosialisasi Pelatihan Alat kontrasepsi Informasi tentang perkawinan usia dini
Kali Sosialisasi %
2
3
80
kali
1
%
80
Sosialisasi dan promosi kesehatan ibu, bayi dan anak Persentase tenaga pendamping terampil
???
SKPD terkait BPPr & KB BPPr & KB BPPr & KB
1
30
Dinas Kesehatan BPPr & KB
2.2.5. Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan Prioritas pegembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan diarahkan untuk mengembangkan pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan dan kelautan) yang mempunyai nilai tambah (added value) tinggi, sehingga masyarakat dapat menikmati tingkat keuntungan yang tinggi dari gabungan hasil usaha pertaniannya melalui berbagai komoditi unggulan. Dengan prioritas tersebut diharapkan: 1) Berkembangnya kawasan sentra produksi pertanian, 2) Berkembangnya agroindustri dan agribisnis sesuai potensi daerah, 3) Terwujudnya Sumatera Barat sebagai Provinsi agraris dengan petani yang yang sejahtera, 4) Berkembanganya penerapan teknologi pertanian, 5) Meningkatnya pemasaran hasil produksi pertanian, 6) Terwujudnya ketahanan pangan, 7) Terwujudnya Sumatera Barat sebagai daerah penghasil pengusaha profesional, 8) Terwujudnya pola pembangunan berbasis kawasan, 9) Terwujudnya pola pembangunan berbasis komoditi unggulan dan prinsip one village one product. Tabel Capaian Kinerja Prioritas Dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
Sasaran
Program
Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Program Peningkatan Produksi dan Mutu Pertanian Secara Berkelanjutan
Program Pengembangan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Indikator Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian Peningkatan produksi pertanian, peternakan, perkebunan Menurunnya serangan hama dan penyakit tanaman Meningkatnya produksi benih unggul
Satuan
Tahun 2011 Realisas Target i
%
4
%
-
2
%
30
2
SKPD Terkait
Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan
Meningkatnya teknologi informasi pertanian
II- 36
No
2.
Sasaran
Meningkatnya jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan
Program
Indikator
Satuan
Teknologi Informasi Pertanian dan Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian Tepat Guna
Terpenuhinya alsintan bagi petani
Program Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pertanian dan Perikanan
Berkembangnya Kawasan Sentra Produksi (KSP) a. KSP Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura a. KSP Perkebunan b. KSP Peternakan c. KSP Perikanan d. Agropolitan e. KSP Terpadu
Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Pembangunan Pertanian dan Perikanan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
%
Tahun 2011 Realisas Target i 70 20
SKPD Terkait Pertanian Perkebunan Peternakan
Kawasa n
43
64
Pertanian
Kawasa n Kawasa n Kawasa n Kawasa n Kawasa n
14
20
Perkebunan
6
6
Peternakan
15
15
Perikanan
1
2 SKPD Pertanian dan Perikanan
100
f. Meningkatnya luas tanam komoditi kakao
Ha
110
117
g. Meningkatnya luas tanam komoditi Kopi h. Meningkatnya produksi komoditi Manggis i. Meningkatnya produksi komoditi Jagung j. Meningkatnya produksi Daging Sapi k. Meningkatnya produksi komoditi unggas m.Meningkatnya produksi komoditi kambing n. Meningkatnya jumlah produksi komoditi tuna p. Meningkatnya jumlah produksi komoditi nila q. Meningkatnya jumlah produksi komoditi kerapu Meningkatnya sarana dan prasarana pertanian Perluasan Areal Pertanian Pengembangan Balai Benih Evaluasi penggunaan dana kredit bagi petani (skim) Berfungsinya pasar ternak Peningkatan luas lahan budidaya sesuai target Rumah percontohan pembuatan pupuk organik (RPPPO) Unit pengelolaan pupuk organik (UPPO) Perluasan areal
Ha
55
Perkebunan
Ha
44
Pertanian
Ha
488.978
474.086
Pertanian
ton
56.222
20.287
Peternakan
ekor
94.525
94.553
Peternakan
ton
762
780
Peternakan
ton
890
3.478
Perikanan
ton
50
12.986
Perikanan
ton
70
56,77
Perikanan
% Unit
2 11
1
Pertanian Perkebunan Pertanian Perkebunan
5
Perkebunan
Unit Ha
1 1
4
Unit
14
14
Peternakan Pertanian Perkebunan Pertanian
Unit
19
19
Pertanian
Ha
690
690
Pertanian
II- 37
No
Sasaran
Program
Program Pengembangan dan Pengelolaan perikanan tangkap
3
Berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian (Agro-industri) dan pengolahan hasil perikanan laut Fishery Processing).
Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian dan Perikanan Meningkatnya kesejahteraan petani
Program Gerakan Terpadu Pensejahteraan Petani
Jumlah lokasi dan ekosistem yang dilindungi dan diperkaya stok (lokasi/pertahun) Jumlah izin usaha perikanan tangkap sesuai ketentuan yang berlaku (dokumen/tahun) Peningkatan KUB nelayan skala kecil yang mandiri Peningkatan kapal, alat tangkap dan awak kapal
Tahun 2011 Realisas Target i
SKPD Terkait
3
3
Perikanan
lokasi
2
4
Perikanan
Dokum en
50
101
Perikanan
Kelom pok
2
10
Perikanan
%
0,5
1,32
Perikanan
Unit
1
1
Unit
6
11
1
1
2
20
15
Pertanian Perkebunan Peternakan
90
5
3
3
100
100
Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan
2 10
7 15
Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Penanganan GHP dan Unit GMP Produk Segar olahan (jenis produk 20 unit/tahun) Peningkatan produksi Ha olahan hasil pertanian (5 komoditi/tahun) Peningkatan mutu dan % daya saing produk pertanian (%) Register Kebun Buah Ha (100 Unit/tahun) dan register lahan sayur 25 unit/tahun Sertifikasi produk pangan Unit Peningkatan jumlah Unit UP3HP (10 Unit/Tahun) Meningkat pemasaran hasil produksi Terbentuknya kontrak 2 kerjasama antara Gapoktan dengan pengusaha agribisnis Meningkatnya jumlah rumah tangga petani yang sejahtera (KK)
Meningkat jumlah rumah tangga petani yang sejah-
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Satuan
hortikultura Pengembangan Balai Unit Benih Perikanan Meningkatnya pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap
Terkembangnya Balai Alih Teknologi Pertanian (BATP/Agro Techno Park Terbangunnya Science/Techno Park untuk mendukung pengembangan produkproduk inovatif Berkembangnya Agrocity/Agropolitan Program Peningkatan Nilai Tambah, Daya saing, Produk Hasil Pertanian dan Perikanan
4
Indikator
2
BKP Pertanian Perkebunan Pertanian Perkebunan Peternakan
Jumlah KK
1.780
2.480
Jumlah Nagari Jumlah Nagari
62
62
SKPD Pertanian dan Perikanan
90
II- 38
No
Sasaran
Program
Indikator tera di Nagari tertinggal Terbentuknya model budidaya tanaman hutan 150 Ha Terbentuknya model pengembangan lebah madu/gula enau dll 99 unit Terbinanya Model social forestry dan agroforestry 250 Ha Terfasilitasinya pembangunan hutan tanaman (HTR/HKm/HR) oleh 10 Unit kel. Tani
Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan SDM Petani
Program Pengembangan Satu Petani Satu Sapi Program Peningkatan Ketahanan dan Keamanan Pangan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Satuan
Tahun 2011 Realisas Target i
SKPD Terkait
Ha
20
20
Kehutanan
Unit
19
15
Kehutanan
Ha
50
0
Kehutanan
Kelom pok
2
2
Kehutanan
5
5
Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Usaha pertanian Peningkatan produksi % benih/bibit Peningkatan kelembagaan penangkar benih/bibit
Unit
33
50
Peningkatan petani pengusaha organik (15 unit/Tahun)
Unit
15
15
Peningkatan modal usaha petani mandiri (25 Klp/th)
Klp/Th n
25
25
Perencanan, penganggaran, monitoring evaluasi yang terintegrasi dan tepat waktu (%)
%/Tahu n
60
Pertanian Perkebunan Peternakan Pertanian Perkebunan Peternakan BKP
KK
640
640
Peternakan
Tahun
2
BKP
%
50
BKP
%
80
%
80
BKP
%
20
BKP
%
10
BKP
%
-
BKP
%
-
BKP
-
BKP
Peningkatan KK Petani Pemilik Sapi (KK) Meningkatnya ketahanan dan keamanan pangan Kebijakan Pembangunan tanaman pangan yang terintegrasi (2 kebijakan/Th) Tercapainya ketahanan pangan daerah dan RT Tercapainya pola pangan harapan (PPH) Terjaminnya pangan pada daerah beresiko pangan Berkembangnya usaha kelembagaan pangan masyarakat (LDPM, tunda jual, PDRP, KWT) Teristribusinya pangan sampai pada tingkat konsumen (rumah tangga) Tercapainya penguatan cadangan pangan Tercapainya ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di dunia Terlaksananya penga-
81,34
BKP
II- 39
No
Sasaran
Program
Program Diversifikasi Pangan
Program Pengamanan Sumberdaya Hewani
5
Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi perikanan
Program Pensejahteraan Ekonomi Nelayan Program Pemberdayaan dalam pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan Program Pengembangan Budidaya Perikanan
Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Indikator
Satuan
wasan dan pembinaan tanaman pangan Terlaksananya penangan daerah rawan pangan Meningkatnya ketahanan pangan mela-lui konsumsi dan keamanan pangan segar, distribusi dan pemberdayaan ditingkat masyarakat serta terkoordi-nasinya kebijakan ketahanan pangan Termanfaatnya lahan % pekarangan dalam pemenuhan pangan masyarakat Berkembangnya kelom% pok pengolah tepungtepungan non beras dan non terigu Konsumsi pangan yang % aman, beragam, bergizi dan berimbang Menurunnya kasus Kasus penyakit hewan menular (Kasus) Meningkatnya jumlah Unit pelayanan keswan Terpenuhinya sarana dan Unit prasarana pelayanan keswan sesuai standar Meningkatnya aplikasi Unit teknologi medik veteriner Meningkatnya jumlah rumah tangga nelayan sejahtera Terawasinya lokasi perLokasi airan yang bebas dari kerusakan dan pencemaran Pengembangan dan peningkatan data dan Informasi Peningkatan Kapasitas kelembagaan dan usaha pertanian Peningkatan produksi benih/bibit Peningkatan Kelembagaan Perbenihan Rakyat Peningkatan Luas Lahan budidaya sesuai target produksi Peningkatan Produksi Perikanan Menurunnya serangan hama dan penyakit ikan Pengembangan Balai Benih Peningkatan Kapasitas Penyuluh
%
Tahun 2011 Realisas Target i
SKPD Terkait
-
BKP
25
BKP
10
BKP
10
BKP
30
30
Peternakan
65
80
Peternakan
1
1
Peternakan
1
1
Peternakan Perikanan
2
2
Perikanan
70
80
Perikanan
Perikanan
%
3
13,23
Perikanan
Unit
1
50
Perikanan
Ha
20
65
Perikanan
%
27
27,45
Perikanan
%
4
6
Perikanan
Unit
3
3
Perikanan
Orang
40
62
Perikanan
II- 40
Dari
tabel
diatas,
terlihat
sasaran peningkatan kualitas dan pertanian, perkebunan, peternakan dan
bahwa
produktivitas berbagai komoditi perikanan belum tercapai. Hal ini disebabkan 2 (dua) program yang diharapkan dapat
mendukung peningkatan kualitas dan produktivitas komoditi pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, ternyata realisasi indikator pendukung program masih rendah. Ada 2 (dua) indikator yang masih rendah dukungannya terhadap sasaran peningkatan kualitas dan produktivitas komoditi pertanian, antara lain : 1. Indikator peningkatan produksi benih unggul, dimana dari target yang sebanyak 30 % hanya terealisasi sebanyak 2 % pada Tahun 2011. Rendahnya realisasi diatas disebabkan karena :
ditetapkan
a. Kelembagaan perbenihan yang masih kurang b. Ketersediaan benih unggul dan bermutu belum dapat memenuhi kebutuhan petani baik dari aspek jumlah dan waktu yang sesuai dengan kegiatan usaha tani. c. Penyediaan Sumber benih unggul masih sangat terbatas dan tidak terintegrasi d. Masih terbatasnya jumlah penangkar benih. e. Kurang berfungsinya UPTD menghasilkan benih bermutu dan benih unggul 2. Indikator terpenuhinya alsintan bagi petani, dimana dari target yang ditetapkan sebanyak 70 % hanya terealisasi sebanyak 20 % pada Tahun 2011. Rendahnya realisasi diatas disebabkan karena : a. Penyediaan alat-alat mesin pertanian masih sangat terbatas. b. Petani masih mempergunakan alat-alat yang bersifat tradisional. c. Kurang aktifnya petani bekerjasama dengan pengrajin alsintan. Sasaran peningkatan jumlah dan luas kawasan sentra produksi komoditi unggulan bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang didukung oleh 3 (tiga) program mengalami peningkatan. Adapun program tersebut adalah : 1.
Program Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pertanian dan Perikanan Program Pengembangan KSP didukung oleh beberapa indikator yang mengalami peningkatan yaitu a. KSP Tanaman Pangan dan Hortikultura yang ditargetkan 43 Kawasan ternyata terealisasi 64 Kawasan pada Tahun 2011. b. Untuk indikator KSP Perkebunan dari yang ditargetkan 14 Kawasan ternyata terealisasi 20 Kawasan. Tingginya realisasi diatas disebabkan karena : a. Tersedianya dukungan dana pembentukan kawasan di Kab/Kota baik dari dana Pusat, Provinsi maupun dana Kab/Kota. b. Masyarakat sangat menyadari pentingnya pembentukan kawasan, sehingga pemasaran lebih terjamin Program Pengembangan KSP lainnya yang mengalami peningkatan indikator yaitu :
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 41
a. Meningkatnya jumlah produksi komoditi tuna yang ditargetkan 890 ton ternyata terealisasi 3.478 ton pada Tahun 2011. b. Untuk indikator peningkatan jumlah produksi komoditi nila dari yang ditargetkan 50 ton ternyata terealisasi 12.986 ton Tingginya realisasi diatas disebabkan karena : a. Adanya bantuan kapal-kapal ikan yang berukuran 30 GT baik dari dana APBN maupun dari dana DAK. b. Petani juga dilatih panggunaan kapal longline, sehingga produksi tuna meningkat. c. Saat ini peningkatan produksi perikanan lebih diarahkan pada perikanan budidaya. Dengan adanya bantuan benih ikan nila, baik yang dananya berasal dari APBD maupun APBN menyebabkan peningkatan produksi nila. 2. Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Pembangunan Pertanian dan Perikanan Program Penyediaan sarana dan prasarana Pembangunan Pertanian dan Perikanan didukung oleh beberapa indikator yang mengalami peningkatan seperti berfungsinya pasar ternak, dari yang ditargetkan 1 Unit ternyata pada tahun 2011 meningkat menjadi 4 Unit. Meningkatnya pasar ternak, disebabkan karena program satu petani satu sapi yang dicanangkan oleh Gubernur Sumatera Barat mampu menghidupkan peternakan rakyat di Provinsi Sumatera Barat. 3. Program Pengembangan dan Pengelolaan perikanan tangkap Program Pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap didukung oleh beberapa indikator yang mengalami peningkatan seperti meningkatnya jumlah izin usaha perikanan tangkap yang mana pada Tahun 2011 ditargetkan sebanyak 50 dokumen, terealisasi sebanyak 101 dokumen. Indikator lainnya yang mengalami peningkatan adalah peningkatan KUB nelayan skala kecil yang mandiri dari target 2 kelompok terealisasi menjadi 10 kelompok pada tahun 2011. Meningkatnya realisasi tersebut diatas disebabkan karena : a.
Nelayan/perusahaan perikanan menyadari pentingnya bergabung dalam kelompok/organisasi perikana/asosiasi sehingga memudahkan dalam pengurusan izin usaha perikanan.
b.
Nelayan menyadari dengan membentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama) maka diharapkan meningkatnya kemampuan dan pendapatan nelayan melalui pengembangan kegiatan usaha nelayan skala kecil di perdesaan sesuai dengan potensi sumberdaya ikan.
Sasaran berikutnya dari pengembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan adalah berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian (Agro-industri) dan pengolahan hasil perikanan laut Fishery Processing). Sasaran ini masih belum memperlihatkan perkembangan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari program peningkatan nilai tambah, daya saing, produk hasil pertanian dan perikanan yang beberapa indikator realisasinya terlalu rendah, antara lain : RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 42
a. Penanganan GHP dan GMP Produk Segar olahan yang ditargetkan 20 unit ternyata hanya terealisasi 15 unit pada Tahun 2011. b. Peningkatan produksi olahan hasil pertanian (5 komoditi/tahun) ditargetkan 90 Ha ternyata hanya terealisasi 5 Ha.
Rendahnya realisasi diatas disebabkan karena : a. Kurangnya sosialisasi dari penyuluh tentang penanganan GHP dan GMP produk olahan komoditi pertanian dan perikanan. b. SDM petani yang masih rendah c. Kurangnya pelatihan pengolahan hasil pertanian dan perikanan.
Sasaran berikutnya dari pengembangan pertanian berbasis kawasan dan komoditi unggulan adalah meningkatnya kesejahteraan petani. Banyak program yang mendukung peningkatan kesejahteraan petani antara lain adalah : a. Program Gerakan Terpadu Pensejahteraan Petani b. Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan SDM Petani c. Program Pengembangan Satu Petani Satu Sapi d. Program Peningkatan Ketahanan dan Keamanan Pangan e. Program Diversifikasi Pangan f. Program Pengamanan Sumberdaya Hewani g. Program Pensejahteraan Ekonomi Nelayan h. Program Pemberdayaan dalam pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan Program gerakan terpadu pensejahteraan petani yang didukung oleh 5 SKPD (Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, serta Kehutanan) ternyata mampu meningkatkan jumlah rumah tangga petani yang sejahtera, dimana pada tahun 2011 dari yang ditargetkan 1.780 KK terealisasi 2.480 KK. Tingginya realisasi disebabkan karena petani yang dulunya hanya berusaha 1 (satu) komoditi dan dikerjakan oleh 1 (satu) orang, tapi dengan adanya program ini maka petani telah memaksimalkan jam kerja dengan berusaha 3 (tiga) komoditi dengan melibatkan keluarga lainnya. Kemudian juga terjadi peningkatan waktu, dimana dulunya petani hanya bekerja 3,5 Jam/hari, dengan adanya program Gerakan Terpadu Pensejahteraan Petani sudah dapat memaksimalkan jam kerja menjadi 8 jam/hari. Salah satu indikator dari Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan SDM petani yang mengalami peningkatan adalah kegiatan peningkatan kelembagaan penangkar benih/bibit baik pertanian, perkebunan dan peternakan, dimana dari yang ditargetkan 33 unit ternyata terealisasi sebanyak 50 Unit pada Tahun 2011. Tingginya realisasi ini disebabkan karena petani menyadari pentingnya menggunakan benih/bibit bermutu, karena dengan menggunakan benih/bibit bermutu akan berdampak kepada peningkatan produksi dan produktivitas komoditi tanaman. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 43
Program Peningkatan Satu Petani Satu Sapi dengan indikator peningkatan KK Petani Pemilik Sapi ditargetkan 640 KK telah terealisasi sesuai dengan target yaitu 640 KK. Kegiatan ini telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani di Sumatera Barat. Program Peningkatan Ketahanan dan Keamanan Pangan yang mencakup kegiatan ketersediaan dan kebutuhan pangan telah dapat terpenuhi, hal ini disebabkan karena adanya peningkatan produksi dari komoditi yang bersangkutanseperti padi, ubikayu, ubijalar, sayuran, kelapa, kelapa sawit, daging, telur dan susu. Sedangkan kualitas konsumsi pangan penduduk dapat digambarkan dengan pola pangan harapan (PPH). Dari Tabel diatas terlihat bahwa terjadi peningkatan pola pangan harapan (PPH) dari yang ditargetkan 80% terealisasi 81,34 %. Program Diversifikasi Pangan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan telah mampu menumbuhkan kelompok-kelompok pengolah tepung-tepungan non beras dan terigu di Provinsi Sumatera Barat, dan pada tahun 2011 ditargetkan penumbuhan kelompok sebanyak 10 %. Kepada Kelompok diberikan bantuan alat-alat pengolahan tepung. Khusus untuk sasaran Meningkatnya kualitas dan produktivitas berbagai komoditi perikanan mengalami peningkatan karena didukung oleh 3 (tiga) program yakni program pengembangan budidaya perikanan, program penyediaan sarana dan prasarana serta program pemberdayaan Penyuluh Pertanian. Indikator pendukung peningkatan program antara lain peningkatan produksi benih/bibit ikan yangmana ditargetkan 3 % terealisasi 13,23 % pada Tahun 2011. Sedangkan kegiatan peningkatan kelembagaan perbenihan rakyat dari target 1 Unit terealisasi 50 Unit. Demikian pula dengan peningkatan luas lahan budidaya perikanan yang ditargetkan 20 Ha terealisasi 65 Ha. 2.2.6.
Pengembangan Industri Olahan dan Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi
Prioritas pengembangan industri olahan dan perdagangan diarahkan untuk mengembangkan industri skala kecil dan menengah dan jasa berbasis bahan baku dan potensi daerah. Dengan pengembangan industri ini diharapkan: 1) Berkembang sentra industri dan jasa berdasarkan potensi lokal, 2) Penerapan teknologi tepat guna dalam proses produksi, 3) Meningkatnya daya saing produk industri dan jasa, 4) Meningkatnya jumlah ekspor produk industri, 5) Meningkatnya kesempatan kerja pada sektor industri dan jasa, 6) Terwujunya Sumatera Barat sebagai pelopor pertumbuhan UMKMK dan ekonomi kerakyatan, 7) Terwujudnya promosi dan pemasaran produk industri, 8) Peningkatan Investasi. Berikut ini gambaran dari realisasi perkembangan priroitas keenam yaitu Pengembangan Industri Olahan, UMKMK Perdagangan dan Iklim Investasi seperti pada tabel berikut ini.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 44
Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1
Sasaran
Program
Berkembangnnya usaha Program Peningkatan mikro, kecil, menengah, Kualitas Kelembagaan dan koperasi Koperasi
Pogram Peningkatan Kompetensi SDM UMKMK dan Aparatur Pembina UMKMK
Program Peningkatan dukungan dan Akses Permodalan UMKMK Program Terpadu peningkatan kesejahteraan pelaku usaha mikro kecil
2
Meningkatnya investasi daerah
Tahun 2011 Realis Target asi
Indikator
Satuan
- Jumlah koperasi yang ditingkatkan kualitasnya (unit) - Jumlah Koperasi yang bersertifikasi (Unit) - Penurunan koperasi tidak aktif - Jumlah koperasi yang berprestasi dan akuntabel (unit) - Jumlah pengelola Koperasi dan IKM yang di latih - Jumlah Aparatur pembina yang di latih - Jumlah UMK yang dilatih (orang) - Jumlah PKL yang diberi bantuan modal - Jumlah UMK yang difasilitasi - Jumlah KSP/USP, KJKS/UJKS dan LKM yang berperan dalam pembiayaan
Unit
38
45
Unit
0
-
%/th
2
1,70
unit
20
16
Orang
120
180
Orang
90
90
Orang
90
180
Unit
7000
-
UMK
0
15
unit
20
36
SKPD Terkait Koperindag
Koperindag
Koperindag
Program peningkatan Lembaga Keuangan Non Bank dalam pembiayaan UMKMK Program Pengembangan - UMKMK yang bermitra %/th 15 17 Koperindag Kemitraan UMKMK dengan BUMN dan Usaha skala menengah Program Peningkatan - Jumlah Koperasi yang Unit 10 15 Peranan Koperasi dalam berperan dalam sektor riil sektor riil Program Peningkatan Meningkatnya kualitas Unit 0 1 Badan Daya Saing Penanaman pelayanan penanaman Persetuju 18 40 Koordinasi Modal modal dan realisasi investasi an 404,65 1.678,38 Penanaman Milyar 17,81 65,46 Modal Provinsi rupiah (BKPMP) Juta US Program Peningkatan Meningkatnya calon investor $ 46 27 Promosi dan Kerjasama dan kerjasama di bidang Investasi investasi Calon Investor Program Penyiapan Menyiapkan potensi 0 2 BKPMP yang Potensi Sumber daya sumberdaya daerah berminat daerah Regulasi tentang mineral Jumlah dan batubara MoU Program Pengelolaan, Beroperasinya kegiatan 0 2 BKPMP pembinaan dan pertambangan yang pengawasan investasi telah diberkan izin 30 Dinas ESDM sumberdaya mineral dan Meningkatnya jumlah Macam batubara PETI yang mempunyai Dokumen 0 Dinas ESDM Izin Usaha Izin Pertambangan Rakyat unit
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 45
No
Sasaran
Program
3
Meningkatnya jumlah pasar yang layak bagi perdagangan
Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Pasar
4
Meningkatnya ekspor daerah
Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor Daerah
Indikator
Satuan
Meningkatnya jumlah Sarana Kab/Kota pasar - Jumlah Kab/kota yang mendapat bantuan sarana perdagangan - Persentase peningkatan % transaksi pasar - Meningkatnya nilai ekspor daerah - Jumlah produk yang potensial diekspor
Tahun 2011 Realis Target asi -
9
Koperindag
1
137,7
Koperindag
US $
2.219
-
Komoditi
1
2
Program Peningkatan Kualitas SDM Pelaku Usaha dan Aparatur Perdagangan Peningkatan Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan
5
6
Meningkatnya jumlah industri pengolahan unggulan daerah
Meningkatnya serapan tenaga kerja pada industri olahan
- Jumlah negara tujuan Negara 40 -45 ekspor - Jumlah peserta pelatihan Orang 0 - Berkurangnya konsumen % 6 yang dirugikan - Jumlah produk yang Produk 6 memenuhi SNI. - Peningkatan jumlah UTTP % 10 yang ditera / tera ulang Program pengembangan - Jumlah sentra industri yang Unit sentra 5 sentra-sentra industri dibina Potensial Program Peningkatan - Meningkatnya investasi %/tahun 2 Iklim Usaha Industri usaha IKM. Program Revitalisasi dan - Jumlah unit usaha industri unit 1 Penumbuhan Industri unggulan daerah Unggulan Berbasis Agro dan manufaktur Program Revitalisasi dan - Tumbuh dan Ratio pengembangan industri berkembangnya industry kecil dan menengah kecil dan menengah secara profesional Program Pengembangan - Jumlah rekayasa teknologi Teknologi Tepatguna tepat guna Program Pengembangan - Jumlah klaster yang Klaster Industri dikembangkan Unggulan Program Pengembangan - Meningkatnya produktifitas SDM Industri kecil dan SDM IKM Menengah dan Aparat pembina
SKPD Terkait
40 81 -
Koperindag
6 10 2
Koperindag
1,82
Koperindag
5*
Koperindag
1:163
Koperindag
Unit
6
6
Koperindag
Klaster
1
1
Koperindag
orang
50
65
Koperindag
Sesuai dengan tabel diatas, bahwa sasaran untuk berkembangnnya usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi didukung oleh beberapa program antara lain program peningkatan kompetensi SDM UMKMK dan Aparatur Pembina UMKMK yang terdiri dari indikator antara lain jumlah pengelola Koperasi dan IKM yang di latih, jumlah aparatur pembina yang di latih dan jumlah UMK yang dilatih. Pada tahun 2011 ditargetkan meningkatnya jumlah anggota koperasi sebesar 3% ( 577.142 orang) dari jumlah anggota koperasi pada tahun 2010. Dimana pada tahun 2010 RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 46
anggota koperasi berjumlah 560.332 orang, ternyata pada tahun 2011 anggota koperasi hanya berjumlah 543.685 orang, berarti terjadi penurunan jumlah anggota koperasi sebesar 2,97%. Hal ini disebabkan karena adanya anggota koperasi yang mengundurkan diri. Untuk jumlah simpanan koperasi ditargetkan meningkat Rp. 135 milyar dari tahun sebelumnya atau sama dengan Rp. 2.033 milyar. Ternyata jumlah simpanan koperasi mencapai Rp. 2.355 milyar (115,84%), hal ini disebabkan karena adanya penambahan modal sendiri dan modal luar dari koperasi yang aktif. Sedangkan target jumlah wirausaha baru yang dilatih sebanyak 60 orang dan telah direalisasikan sesuai dengan yang ditargetkan yaitu sebanyak 60 orang (100%). Tahun 2011, ditargetkan volume usaha (omset) UMKM meningkat sebesar 15 % atau sama dengan Rp. 283.602 juta dan terealisasi sebesar Rp. 324.634 juta (114,47%), hal ini disebabkan karena bertambahnya unit usaha UMKM binaan yang aktif pada tahun 2011. Sedangkan ditergetkan untuk koperasi aktif sebanyak 2.379 unit koperasi dan terealisasi sebanyak 2.482 unit ((104.33%), terjadi peningkatan sebanyak 7.05 % dari jumlah koperasi aktif tahun 2010 (2.319 unit). Untuk program pengembangan kemitraan dan program peningkatan peranan koperasi dalam sektor riil terdiri atas 2 indikator yaitu UMKMK yang bermitra dengan BUMN dan usaha skala menengah dari 15%/tahun menjadi 17%/tahun dan jumlah koperasi yang berperan dalam sektor riil dari 10 unit menjadi 15 unit. Sasaran untuk meningkatkan investasi daerah didukung oleh beberapa program diantaranya program peningkatan daya saing penanaman modal dengan indikator meningkatnya kualitas pelayanan penanaman modal dan realisasi investasi ditinjau dari persetujuan investasi dari target 18 persetujuan mencapai 40 persetujuan dengan investasi yang meningkat dari 404,65 menjadi 1.678,38 persetujuan. Pada sasaran meningkatnya jumlah pasar yang layak bagi perdagangan yang didukung oleh program peningkatan prasarana dan sarana pasar dengan indikator meningkatnya jumlah sarana pasar di kabupaten sebanyak di 9 kabupaten Pada sasaran peningkatan eksport daerah didukung oleh beberapa program antara lain program peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri, program peningkatan dan pengembangan eksport daerah, program peningkatan kualitas SDM pelaku usaha dan aparatur perdagangan bahwa ;
Pada tahun 2011 ditargetkan jumlah klaster yang dikembangkan sebanyak 1 klaster dan terealisasi sebanyak 1 klaster yaitu klaster industri semen dengan capaian 100%.
Jumlah unit usaha industri unggulan daerah yang dikembangkan untuk tahun 2011 ditargetkan 1 unit industri unggulan daerah dan telah terealisasi sebanyak 1 unit industri unggulan daerah yaitu industri tenun.
Jumlah rekayasa teknologi tepat guna pada tahun 2011 ditargetkan sebanyak 6 unit dan telah terealisasi sebanyak 6 unit (100%) prototype hasil dari kegiatan UPTD Balai Perekayasaan.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 47
Jumlah profuk yang potensi dieksport dari 1 komoditi meningkat menjadi 2 komoditi, jumlah negara tujan eksport dari 40-50 negera maka telah tercapat 40 negara.
Pada Program Peningkatan Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan bahwa tahun 2011 ditargetkan sebanyak 6 produk yang memenuhi SNI dan terealisasi sebanyak 6 produk (100%) yaitu terhadap produk Elektronik, Lampu Hemat Energi (LHE), Selang dan Regulator Gas, Kipas Angin, Ban mobil penumpang dan helm. Pada sasaran meningkatnya jumlah industri pengolahan daerah yang terdiri dari Program pengembangan sentra-sentra industri Potensial, Program Peningkatan Iklim Usaha Industri, Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Agro dan manufaktur, Program Revitalisasi dan pengembangan industri kecil dan menengah, Program Pengembangan Teknologi Tepatguna, Program Pengembangan Klaster Industri Unggulan. Pada tahun 2011 ditargetkan kontribusi sektor industri dalam PDRB sebesar 12,20% dan berdasarkan data sementara posisi November 2011 kontribusi sektor industri dalam PDRB adalah sebesar 11,50% (94,26%). Jumlah sentra industri yang dibina ditargetkan sebanyak 2 unit sentra dan telah terealisasi sebanyak 2 unit sentra binaan (100%) dan untk peningkatan investasi usaha IKM sebesar 2% atau sama dengan Rp. 1.076,76 milyar dan terealisasi sebesar 1% atau sama dengan Rp. 1.066,20 milyar (99,02%). Untuk jumlah klaster yang dikembangkan sebanyak 1 klaster dan terealisasi sebanyak 1 klaster yaitu klaster industri semen dengan capaian 100% dan jumlah unit usaha industri unggulan daerah yang dikembangkan untuk tahun 2011 ditargetkan 1 unit industri unggulan daerah dan telah terealisasi sebanyak 1 unit industri unggulan daerah yaitu industri tenun. Disamping itu, jumlah rekayasa teknologi tepat guna pada tahun 2011 ditargetkan sebanyak 6 unit dan telah terealisasi sebanyak 6 unit (100%) prototype hasil dari kegiatan UPTD Balai Perekayasaan. 2.2.7.
Pengembangan Kawasan Wisata Alam dan Budaya
Prioritas pengembangan kawasan wisata alam dan budaya diarahkan untuk mengembangkan objek-objek wisata alam dan situs-situs budaya Minangkabau yang sudah ada menjadi objek wisata yang menarik. Dengan pengembangan parawisata alam dan budaya ini diharapkan: 1) Berkembang objek-objek wisata alam yang potensial, 2) Berkembang objek-objek wisata budaya yang sudah ada pada setiap daerah, 3) Mewujudkan Sumatera Barat sebagai tujuan wisata alam dan budaya. Adapun gambaran dari realisasi perkembangan kawasan wisata alam dan budaya seperti pada tabel berikut ini.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 48
Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1
2
Sasaran Berkembangnya wisata seni dan budaya
Program Program Peningkatan Diplomasi Seni dan Budaya Program Pengelolaan Kekayaan Budaya
Indikator
produk
5
5
- Meningkatnya kualitas cagar budaya
unit
3
4
0
18
2
2
kawasan
0
2
%
-
-
orang
100
125
Program Peningkatan - Meningkatnya kualitas jenis produk dan Pengembangan produk wisata budaya wisata Produk Wisata Budaya yang dikembangkan budaya Minangkabau Meningkatnya Program Pengembangan Meningkatnya Kawasan jumlah dan kualitas Kawasan Wisata Alam pemanfaatan wisata kawasan wisata alam alam dan wisata budaya yang sudah tertata dengan baik
Meningkatnya Program Pengembangan jumlah wisatawan Pemasaran Wisata nusantara dan mancanegara Program Pengembangan SDM Pariwisata
Tahun 2011 Target Realisasi
- Meningkatnya jumlah event budaya
Program Pengembangan Meningkatnya KawasanDestinasi pemanfaatan wisata Wisata Budaya budaya 3
Satuan
Meningkatnya jumlah wisatawan dalam dan luar negeri Meningkatnya kompetensi dan profesionalisme SDM pelaku pariwisata
SKPD Terkait Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Dinas Kehutanan, , Disbun, Disnaker,PS DA, Bapedalda, Dinas prasjal Tarkim Disnaker, Binsos, Dinas prasjal Tarkim Dinas Budpar, BKPM Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Sumatera Barat terkenal dengan keindahan alam dan budaya masyarakatnya yang ramah tamah. Di Sumatera Barat dapat ditemukan keindahan laut, danau dan gunung serta hutan yang masih terjaga dengan baik. Sumatera Barat terdiri dari beragam suku, bahasa dan seni daerah tradisional yang tersebar di Kabupaten dan Kota. Pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian provinsi Sumatera Barat, karena merupakan salah satu dari sepuluh tujuan wisata di Indonesia. Dari sektor pariwisata diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitarnya dan dapat memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sekaligus memperkenalkan identitas dan kebudayaan bangsa. 2.2.8. Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan, Pengangguran dan Daerah Tertinggal Untuk mewujudkan Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, disadari tidaklah mudah, cukup banyak SKPD yang berperan dan menjalankan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangan. Namun demikian secara makro terdapat beberapa indikator utama dalam mengukur pencapaian prioritas ini yakni :
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 49
Indikator utama
Tahun 2010
Realisasi 2011
Tingkat Kemiskinan (%)
8,55
9,04*)
Tingkat Pengangguran (%)
6,59
6,45
8
8
Jumlah Kabupaten Tertinggal
Sedangkan pelaksanaan Program dan Kegiatan pada tahun 2011, dapat diukur/dinilai pencapaian indikator melalui Indikasi Rencana Program, untuk Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan, Pengangguran, seperti terurai sebagai berikut : Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No. 1
2
3
Sasaran Terwujudnya pelayanan terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Terwujudnya koordinasi bidang kesejahteraan sosial Meningkatkan keterampilan, keahlian dan kompetensi tenaga kerja dan produktivitasnya
Program
Indikator
Satuan
Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) & Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Program Pembinaan Anak Terlantar Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Eks Trauma Program Pembinaan Panti Asuhan/ Panti Jompo Program Koordinasi Bidang Kesejahteraan Sosial
persentase partisipasi sosial potensi sumber kesejahteraan soial
%
jumlah Fakir Miskin, Komunitas Adat terpencil dan Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial yang mandiri
Orang
Persentase Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
%
Jumlah Panti Anak Terlantar Jumlah Panti Penyandang cacat
Program Produktifitas Tenaga Kerja Program Peningkatan Kesempatan Kerja dan diversikasi usaha Program Perlindungan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Target Realisasi Tahun 2011 70
70 Dinas Sosial
4.500
4691 Dinas Sosial
70
70
Jumlah Panti Jumlah Panti
2
2
2
2
Jumlah Panti Anak Asuhan dan Panti Jompo Rapat koordinasi pembangunan kesejahteraan sosial
Jumlah Panti
2
2
Kali
6
6
Jumlah tenaga kerja yang mengikuti pelatihan Jumlah angkatan kerja yang mendapatkan kesempatan kerja Jumlah SPMN
Jml
416
416
org
2350
879
Harmonisasi hubungan kerja antar pelaku produksi
SKPD terkait
Org %
Dinas Sosial Dinas Sosial Dinas Sosial
36
36
95
85
Dinas Sosial Biro Binsos Disnakertr ans Disnakertr ans
Disnakertr ans
II- 50
No.
4
5
Sasaran
Menurunnya tingkat kemiskinan
Berkurangnya Jumlah Daerah tertinggal
Target Realisasi
Program
Indikator
Satuan
Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Laboratorium Program Perlindungan Tenaga Kerja dan Sistem Pengawasan Tenaga Kerja Program Pengendalian Terpadu Penanganan Kemiskinan Program Gerakan Terpadu Pensejahteraan Fakir Miskin
Persentase keakuratan hasil uji labor ketenagakerjaan
%
Kabupaten/Kota yang di Fasilitasi penyediaan Poliklinik pada perusahaan
Kab/Kot a
3
Jumlah rapat koordinasi
Kali Rapat
4
Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan/Nagari Program Koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal
Tahun 2011 70
SKPD terkait
75 Disnakertr ans 3 Disnakertr ans
Bappeda & BPM
Tingkat Pengangguran
%
6,59
6,45
Disnakertr ans
Tingkat Kemiskinan
%
8,55
9,04
Biro Bina Sosial
Pemberian bantuan stimulan
kab
2
2
Jumlah Daerah Tertinggal
Kabupat en
8
8
Jumlah koordinasi dan kerjasama perencanaan pembangunan daerah tertinggal
Kab/Kot a
19
19
BPM
Bappeda
Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan dilaksanakan di setiap wilayah dengan mendasarkan pada rasa keadilan, namun masalah ketimpangan antar wilayah masih juga terjadi dan saat ini merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian. Upaya pembangunan pada wilayah yang relatif masih tertinggal terus dilakukan dan telah dimulai beberapa tahun yang lalu namun hasilnya masih belum dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tertinggal tersebut. Yang dimaksud dengan daerah tertinggal adalah suatu daerah kabupaten yang masyarakatnya serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Ketertinggalan daerah dimaksud dapat berupa keterisolasian akibat minimnya infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, listrik dan pelayanan publik lainnya. ekonomi yang kurang berkembang diakibatkan akses pasar yang tidak ada, serta prasarana sosial seperti sekolah dan puskesmas yang minim. Dalam upaya mempercepat pembangunan daerah tertinggal di Sumatera Barat telah dilakukan berbagai program dann kegiatan pembangunan yang dibiayai dari dana APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan DAK dan Bantuan Sosial dari Kementerian Daerah Tertinggal. Pencapaian sasaran melalui beberapa indikator kinerja makro seperti halnya Jumlah Daerah Tertinggal, dan Jumlah Tertinggal Berbasis Nagari. Peningkatan RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 51
pertumbuhan jumlah nagari tertinggal menunjukan capaian kinerja rata-rata sebesar 4,74%. Namun demikian untuk mencapai kinerja yang lebih baik, masih sangat diperlukan dukungan program dan kegiatan dari berbagai sektor untuk mencapai optimalisasi nilai pembangunan di daerah tertinggal. Perkembangan jumlah Nagari Tertinggal di Sumatera Barat Tahun 2010-2011 No
Kabupaten
Jumlah Nagari Tahun 2010
Tahun 2011
1
Padang Pariaman
35
35
2
Solok
24
24
3
Solok Selatan
24
24
4
Dharmasraya
32
32
5
Pasaman Barat
11
10
6
Pesisir Selatan
51
38
7
Sijunjung
34
34
8
Kep. Mentawai
43
43
Sumatera Barat
253
241
Perkembangan (%)
25,49
4,74
Alokasi Anggaran Bantuan Sosial Bidang Infrastruktur Kementerian PDT untuk Nagari Tertinggal di Sumatera Barat Tahun 2010-2011 No
Program/Kegiatan/Rincian Kegiatan
I. 1 2 3 II. 1 III.
Bantuan Peningkatan Infrastruktur Transportasi Padang Pariaman Solok Pesisir Selatan Bantuan Peningkatan Infrastruktur Infotel Padang Pariaman Bantuan Peningkatan Infrastruktur Sosial (Prasarana dan Sarana Air Bersih) Pesisir Selatan Solok Sijunjung Padang Pariaman Solok Selatan Pasaman Barat Peningkatan Ekonomi Masyarakat pada Daerah Rawan Bencana Kepulauan Mentawai
1 2 3 4 5 6 IV.
Jumlah Anggaran (Rp.Jt) Tahun 2010 Tahun 2011 300 300 300 350
700
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
150.
2.2.9. Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait dengan realita yang menunjukkan bahwa gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak dapat pisahkan dari ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, irigasi, telekomunikasi, dan energi. Oleh karena itu, RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 52
pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi dan merupakan katalisator proses pembangunan daerah. Disisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa infrastruktur merupakan salah satu pengeluaran pembangunan terbesar disamping pendidikan dan kesehatan, dengan demikian belanja publik yang dialokasikan untuk infrastruktur harus mampu menstimulasi tumbuh dan terdistribusinya ekonomi masyarakat serta mampu mendorong investasi serta ekspor. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur di Provinsi Sumatera Barat dilaksanakan dengan sasaran : (1) meningkatnya kualitas dan kuantitas jalan dan jembatan; (2) meningkatnya pengelolaan sumberdaya air; (3) tersedianya perumahan dan pemukiman masyarakat; (4) meningkatnya pengendalian dan pemanfaatan ruang; (5) meningkatnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara; (6) meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik. Berdasarkan hasil evaluasi indikator kinerja bidang infrastruktur, dapat dilihat bahwa investasi publik untuk infrastruktur telah dimanfaatkan dengan hasil yang cukup signifikan. Ini dapat dilihat dari capaian indikator kinerja program pada bidang infrastruktur pada tahun 2011 berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan sebagai berikut: Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja
1.
Meningkatnya kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan
2.
Meningkatnya kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan
Peningkatan partisipasi investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur (public private infrastruktur) Percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur pada kawasan khusus dan tertinggal
Daftar rencana proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (PPP Book) Provinsi Sumbar Peningkatan pertumbuhan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal Peningkatan pertumbuhan pembangunan infrastruktur Padang Metropolitan Kemantapan jalan provinsi Pembangunan dan peningkatan jalan Rao-Rokan dan jalan Provinsi Pembangunan jalan 2 jalur Teluk Bayur-BIM Pembangunan jalan nasional dua jalur Padang-Payakumbuh Pembangunan jalan provinsi antar kab/kota
3.
Meningkatnya kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan
Pembangunan jalan dan jembatan di Provinsi Sumbar
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Target
Capaian
SKPD
1 buku
1 buku
Bappeda
8 kabupaten
8 kabupaten
Prasjaltarkim
5%
Prasjaltarkim
82%
83%
Prasjaltarkim
15 km
41 km
Prasjaltarkim
4 km
Prasjaltarkim
kajian
kajian
Prasjaltarkim
15 km
17,6 km
Prasjaltarkim
II- 53
No
4.
Sasaran
Meningkatnya kuantitas dan kualitas jalan dan jembatan
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan
Pembangunan jembatan provinsi Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan provinsi
Target
Capaian
SKPD
25 m
42 m
Prasjaltarkim
1150 m
1035 m
Prasjaltarkim
Penyusunan buku Public Private Partnership (PPP) Infrastruktur Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 dilakukan dalam upaya untuk memberikan informasi kepada stakeholder dan masyarakat tentang Proyek yang berpotensi untuk dikerjasamakan dengan swasta baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dengan tujuan akhirnya adalah untuk mendorong keikutsertaan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Dengan adanya daftar proyek yang dapat dikerjasamakan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan dokumen detail setiap proyek, seperti rencana pembiayaan, agenda realisasi, dokumen tender, dan kejelasan peran pemerintah, dengan demikian diharapkan pihak swasta dapat memberikan kontribusi pendanaan dan mengurangi beban pemerintah dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Hal prioritas lainnya yang perlu diperhatikan adalah percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur pada kawasan khusus dan tertinggal yang terutama diarahkan pada upaya untuk mengurangi dan meminimalisir keterisoliran wilayah serta menyelenggarakan pembangunan infrastruktur dasar. Pada tahun 2011 telah dilakukan pembangunan pada 32 kecamatan di 8 kabupaten/kota tertinggal, namun dari kondisi yang ada dilihat dari masih adanya ketimpangan pengembangan wilayah dan pembangunan infrastruktur antara bagian utara yang lebih maju dan bagian selatan Provinsi Sumatera Barat yang sebagian besar masih merupakan Kabupaten tertinggal, maka perlu prioritisasi pembangunan infrastruktur dasar pada daerah tersebut, termasuk jalan, air bersih, listrik, pasar, serta prasarana sosial lainnya. Berdasarkan data yang ada, kemantapan jalan provinsi mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, kemantapan jalan provinsi sekitar 80% dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 83%, melebihi target 2011 sebesar 82%. Untuk lebih meningkatkan kemantapan jalan ini, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian, antara lain kepatuhan penerapan standar berkaitan dengan perencanaan dan mutu pelaksanaan serta pengawasan konstruksi jalan; kepatuhan penerapan standar berkaitan dengan pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan, termasuk pengendalian beban sumbu gandar kendaraan berat angkutan barang serta gangguan terhadap fungsi dan manfaat jalan; serta kepatuhan penerapan standar yang berkaitan dengan penataan pemanfaatan ruang yang berada di luar rumija (ruang milik jalan), termasuk pengendalian luasan catchment area air hujan agar tidak membanjiri badan jalan.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 54
Selanjutnya kondisi jalan provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Data kondisi jalan provinsi 2009 – 2011 No. 1.
Panjang Jalan Prov (km) 1.153,94
Baik
2009 283,12 (24,54%)
Tahun 2010 87,73(7,60%)
2011 226,92 (19,66%)
Sedang
718,54 (62,27%)
875,52 (79,34%)
681,45 (50,39%)
Rusak ringan
39,63 (3,43%)
66,57 (5,77%)
128,62 (11,15%)
Rusak berat
112,65 (9,76%)
124,12 (7,76%)
116,95 (12,68%)
Kondisi Jalan (km)
Berdasarkan data yang ada, dapat dilihat bahwa kondisi jalan rusak ringan mengalami peningkatan dari tahun ke depan, sedangkan untuk jalan rusak berat, pada tahun 2010 menurun, akan tetapi pada tahun 2011 penambahan kerusakan cukup signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini, antara lain masih belum optimalnya operasi dan pemeliharaan jalan, masih belum direhabilitasinya sebagian besar jalan yang rusak akibat gempa 30 September 2009 serta masih banyaknya kendaraan yang melebihi tonase yang diizinkan. Hal ini perlu perhatian khusus dalam bentuk pengalokasian program dan kegiatan yang bertujuan untuk meminimalisasi kerusakan prasarana jalan. Selanjutnya dari sisi rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan provinsi tidak memenuhi target RPJM yang telah ditetapkan. Dari rehabilitasi dan pemeliharaan yang ditargetkan sepanjang 1150 hanya bisa tercapai 1035 m. Hal ini perlu disikapi dengan pengalokasian anggaran yang mencukupi karena dengan tidak optimalnya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, maka tingkat kerusakan jalan dan jembatan akan semakin tinggi, jalan tidak akan berfungsi secara optimal dan pada akhirnya membutuhkan biaya yang semakin besar untuk mengembalikan fungsi dan pelayanan optimal jalan . Untuk infrastruktur jembatan, dari 546 buah jembatan provinsi dengan panjang 7293,05 m, 463 buah (6518,35 m) berada dalam kondisi mantap, dan 83 buah (778,40 m) berada dalam kondisi tidak mantap, dengan rincian kategori jembatan yang sempit 28 buah, jembatan kayu 25 buah dan jembatan rangka baja Belanda 30 buah. Disamping itu, berdasarkan data dari Satkorlak Penanggulangan Bencana, tercatat jembatan yang mengalami rusak akibat gempa sebanyak 68 buah, terdiri dari 21 rusak berat, 30 rusak sedang dan 17 rusak ringan. Merujuk kepada data tersebut, program rehabilitasi dan pemeliharaan jembatan juga harus diprioritaskan, terutama jika dilihat keterkaitannya dengan fungsi jembatan sebagai penghubung transportasi terutama pada kawasan terpencil/terisolir. Disamping itu, pada tahun 2010 telah terbangun 163 m jembatan provinsi, dan pada tahun 2011 telah dibangun jembatan provinsi sepanjang 42 m, melebihi target RPJM tahun 2011 sebanyak 25 jembatan. Selain jembatan provinsi, pada tahun 2011 juga telah selesai dibangun jembatan pada kawasan strategis provinsi sepanjang 40 m. Selanjutnya untuk pencapaian sasaran peningkatan pengelolaan sumberdaya air telah dilakukan program/kegiatan dengan capaian target indikator kinerja pada tahun 2011 sebagai berikut:
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 55
Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
2.
3. 4. 5.
Sasaran Meningkatnya pengelolaan sumberdaya air
Meningkatnya pengelolaan sumberdaya air Meningkatnya pengelolaan sumberdaya air Meningkatnya pengelolaan sumberdaya air Meningkatnya pengelolaan sumberdaya air
Program/Kegiatan Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya Pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber air lainnya Pengendalian banjir dan pengamanan pantai Penyediaan dan pengelolaan air baku Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan
Indikator kinerja Panjang irigasi terbangun
target 3 km
capaian 11,126 km
SKPD PSDA
Luas layanan jaringan irigasi yang direhabilitasi Luas layanan jaringan irigasi yang di OP Pembangunan embung pertanian
24.206 ha
50.736 ha
PSDA
31.720 ha
48.427 ha
PSDA
Pembangunan chekdam
1 unit
3 unit
PSDA Dipert a PSDA
Pengamanan areal pertanian, permukiman dan jalan Penyediaan dan pengelolaan air baku
40 km
6.735 km
PSDA
3 Kawasan
3 kawasan
PSDA
Penetapan perda/pergub/sk gub Laporan pengelolaan SDA Sistem informasi SDA
2 buah
1 buah
PSDA
1 laporan
1 laporan
PSDA
1 sistem
1 sistem
PSDA
20 buah
50 unit
Dilihat dari pembangunan sektor sumberdaya air dan irigasi, menunjukkan kontribusi yang signifikan terutama untuk peningkatan ketahanan pangan, penyediaan kebutuhan air baku untuk air minum, industri, kebutuhan air masyarakat perkotaan, pedesaan, dan pertanian. Dari data yang ada dapat dilihat terjadi peningkatan luas layanan jaringan irigasi dan peningkatan pembangunan jaringan irigasi. Jika dibandingkan dengan target pembangunan jaringan irigasi dan luas layanan irigasi yang direhabilitasi dan di OP pada tahun 2011, terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Dukungan dari sektor sumberdaya air dan irigasi ini diharapkan dapat mendukung arahan presiden untuk menciptakan surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun 2014. Hal lain yang harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi dalam menjalankan perannya untuk pembinaan dan penguatan kapasitas penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya air dan irigasi adalah upaya meminimalisir degradasi jaringan irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Berdasarkan kondisi yang ada, selama kurun waktu 5 tahun terjadi degradasi kondisi jaringan irigasi yang cukup besar (mencapai 344 ribu/tahun) di Indonesia dan sebagian besar pada kewenangan Pemerintah Daerah. Dari total area irigasi di Provinsi Sumatera Barat seluas 313.681 ha, 31,31% merupakan kewenangan pusat, 16,16% kewenangan provinsi dan 52,53% kewenangan kabupaten/kota. Merujuk kepada Fakta penurunan kondisi daerah irigasi , terutama pada kewenangan pemerintah daerah menuntut adanya peningkatan perhatian dalam pengelolaannya untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan nasional. Dalam rangka pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber air lainnya serta mendukung ketersediaan air baku bagi masyarakat telah dilaksanakan pembangunan chekdam, embung/situ serta OP embung/situ sesuai yang telah ditargetkan RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 56
pada tahun 2011. Namun, dalam implementasi ke depannya, mengingat dampak dari perubahan iklim, kegiatan ini harus menjadi perhatian dalam upaya untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air. Disisi lain, untuk pengendalian daya rusak air dilakukan secara terpadu mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan untuk pengamanan areal pertanian, pemukiman dan jalan. Untuk itu pada tahun 2011 telah dibangun dan dilakukan pengamanan tebing sungai sepanjang 6.735 m (seluas 4.500 ha). Selain itu ke depannya yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Sungai dan pembangunan pengaman pantai dari ancaman abrasi, mengingat sebagian besar dari pantai di Provinsi Sumatera Barat sangat rawan terhadap abrasi. Yang juga penting dalam pengelolaan sumberdaya air adalah upaya untuk penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan sumberdaya air, mencakup kegiatan perkuatan kelembagaan Komisi Irigasi serta Dewan Daerah Sumber Daya Air serta penyelenggaraan sistem informasi dan manajemen sumberdaya air dan irigasi. Hal ini telah dilaksanakan pada tahun 2011, namun kedepannya perlu untuk lebih meningkatkan peran lembaga pengelola sumberdaya air dan irigasi, meningkatkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisitas dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta penetapan regulasi yang mengatur pengelolaan dan pengembangan sumberdaya air dan irigasi secara terpadu. Sasaran prioritas pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi rakyat berikutnya adalah penyediaan perumahan dan pemukiman masyarakat dimana untuk pencapaiannya telah dilaksanakan melalui berbagai program/kegiatan pada tahun 2011 sebagai berikut: Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
2.
Sasaran
Program/Kegiatan
Tersedianya perumahan dan pemukiman masyarakat
Pengembangan perumahan permukiman
Tersedianya perumahan dan pemukiman masyarakat
Penataan bangunan dan lingkungan
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
dan
Indikator kinerja Perkuatan kelembagaan dalam pelayanan penyediaan perumahan Pembangunan dan pengembangan sistem drainase Rehabilitasi kantor SKPD dan Kanwil K/L yang rusak Rekonstruksi bangunan SKPD dan kanwil K/L yang roboh Pembangunan gedung serbaguna Pembangunan minang expo Revitalisasi kawasan tradisional dan bersejarah Pembangunan mesjid raya sumatera barat
target
capaian
SKPD
1 paket
1 paket
Prasja ltarkim
8 kawasan
7 kawasan
Prasja ltarkim
40%
64%
Prasja ltarkim
40%
35%
Prasja ltarkim
kajian
-
DED
DED
3 paket
2 paket
50 %
95%
Prasja ltarkim Prasja ltarkim Prasja ltarkim Prasja ltarkim
II- 57
Pembangunan infrastruktur lainnya terkait dengan kebutuhan masyarakat adalah pembangunan serta pengembangan perumahan dan kawasan pemukiman dan penataan bangunan dan lingkungan. Penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan pemukiman yang memadai menjadi syarat mutlak untuk sebuah kawasan yang sehat. Untuk memenuhi hal tersebut telah dilakukan berbagai kegiatan antara lain pembangunan jalan lingkung, fasilitas pelayanan air limbah, persampahan dan drainase. Realisasi penataan dan revitalisasi kawasan perumahan dan pemukiman, pembangunan dan pengembangan sistem drainase, sanitasi dan persampahan pada tahun 2011 masih lebih rendah daripada target yang ditetapkan. Hal ini terkait dengan persyaratan pendanaan yang ditetapkan dalam program pembangunan keCiptakaryaan yang didanai oleh pemerintah Pusat, antara lain program/kegiatan yang diusulkan daerah harus tercantum dalam Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota sebagai dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan infrastruktur pemukiman didaerah antara Pemerintah Pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota; ketersediaan lahan, serta dokumen perencanaan yang kadangkala tidak dapat dipenuhi oleh daerah. Ini berarti untuk peningkatan pembangunan sektor perumahan dan pemukiman membutuhkan komitmen yang kuat dari Kabupaten/Kota untuk memenuhi persyaratan Pemerintah Pusat tersebut. Hal lainnya yang juga menjadi prioritas adalah rehabilitasi bangunan kantor SKPD/Kanwil/KL yang rusak/roboh akibat gempa. Dari 50 bangunan SKPD dan Kanwil K/L yang rusak telah dilakukan rehabilitasi terhadap 32 bangunan (64%), sedangkan dari 20 bangunan kantor SKPD dan Kanwil K/L yang roboh telah dilakukan rekonstruksi terhadap 7 bangunan (35%). Rekonstruksi kantor SKPD dan Kanwil K/L yang roboh masih jauh dari target, ini disebabkan oleh keterbatasan pendanaan dari APBD Provinsi untuk mendanai program rekonstruksi tersebut. Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan serta pentingnya rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan kantor tersebut untuk meningkatkan pelayanan publik, maka dibutuhkan komitmen baik dari Pusat maupun Pemerintah daerah untuk prioritisasi dan percepatan pembangunan gedung-gedung kantor tersebut. Selanjutnya untuk pencapaian sasaran peningkatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, telah dilakukan beberapa program/kegiatan dengan target capaian kinerja pada tahun 2011 sebagai berikut: Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
2.
Sasaran Meningkatnya pengendalian dan pemanfaatan ruang Meningkatnya pengendalian dan pemanfaatan ruang
Program/Kegiatan
Indikator kinerja
Perencanaan tata ruang
dokumen RDTR Kawasan strategis dan perbatasan Penetapan perda, pergub dan SK Gub dalam penataan ruang Menurunnya penyimpangan pemanfaatan lahan terhadap rencana Tata Ruang Kab/Kota dokumen zoning regulation
Pengendalian pemanfataan ruang
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
target
capaian
SKPD
3 buku
3 buku
Prasja ltarkim Prasja ltarkim
1 perda
-
25%
25%
Prasja ltarkim
2 buku
3 buku
Prasja ltarkim
II- 58
Dari sisi penataan ruang, jika dilihat persoalan penataan ruang di Indonesia pada dasarnya berakar pada bagaimana pelaksanaan pembangunan dilakukan. Dalam pelaksanaannya suatu pengembangan kawasan seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan menjadikan keduanya sebagai suatu produk yang bertentangan. Rencana tata ruang yang telah disusun akan tetap menjadi suatu dokumen sedangkan pelaksanaan pembangunan tetap berjalan berdasarkan permintaan pasar. Ketidaksesuaian antara rencana tata ruang yang telah disusun dengan pelaksanaan pembangunan ini membutuhkan pengendalian yang merupakan bagian dari proses penyelenggaraan penataan ruang yang berupaya untuk mewujudkan tertib tata ruang untuk memastikan bahwa proses pemanfaatan ruang telah sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. Pada tahun 2011 proses penetapan Perda Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Barat Tahun 2009-2029 masih menemui kendala karena harus menunggu evaluasi dari Mendagri, namun dari sisi perencanaan telah dihasilkan produk berupa dokumen RDTR Kawasan strategis dan perbatasan sebanyak 3 buku. Demikian juga dengan dokumen zoning regulation telah dihasilkan sebanyak 3 Buku. Dengan dipedomaninya dokumen perencanaan penataan ruang tersebut telah menurunkan penyimpangan pemanfaatan lahan terhadap rencana Tata Ruang Kab/Kota sebesar 25%. Dengan disusunnya perencanaan dan dilakukannya pengendalian pemanfaatan ruang tersebut diharapkan akan terwujud tertib tata ruang sesuai rencana struktur tata ruang dan rencana pemanfaatan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Untuk peningkatan dan pengoptimalan pengendalian pemanfaatan ruang tersebut juga perlu dilakukan melalui perijinan pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Pada sektor perhubungan telah ditetapkan sasaran peningkatan sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara dengan capaian kinerja program/kegiatan pada tahun 2011 antara lain: Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
2.
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator kinerja
target
Meningkatnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara
Pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana prasarana dan fasilitas lalu lintas angkutan jalan
Tersedianya jalur baru KA (4,5 km)
Kajian, ganti rugi tanah dan fisik 76%
-
Dishu bkomi nfo
50%
Dishu bkomi nfo
1 paket
5 paket
2 paket
-
Dishu bkomi nfo Dishu bkomi nfo
Meningkatnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara
Rehabilitasi, pemeliharaan peningkatan transportasi laut
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
dan
Pelayanan berklasifikasi baik berdasarkan standar pelayanan perhubungan darat Perlengkapan jalan pada ruas jalan kewenangan provinsi Perda/pergub/SK Gub
capaian
SKPD
II- 59
No 3.
4.
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator kinerja
target
capaian
SKPD
Meningkatnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara Meningkatnya sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara
Rehabilitasi dan pemeliharaan transportasi udara
Pembangunan bandara three in one di Mentawai
Kajian
-
Dishu bkomi nfo
Pengembangan angkutan kereta api
Pembangunan Padang-Solok
shortcut
-
Dishu bkomi nfo
Rencana pembangunan KA Sumbar
induk jaringan
DED dan pembebasan lahan Kajian dan pembebasan lahan
-
Dishu bkomi nfo
Pembangunan infrastruktur lainnya yang tak kalah pentingnya adalah pembangunan sektor transportasi yang berperan penting sebagai connector untuk mendukung domestic connectivity. Dengan adanya konektivitas wilayah diharapkan dapat menurunkan biaya ekonomi, meningkatkan daya saing daerah dan mempercepat penurunan tingkat kemiskinan. Yang menjadi prioritas Pembangunan sektor transportasi meliputi pembangunan, rehabilitasi, pemeliharaan serta peningkatan sarana prasarana dan fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan, Transportasi laut, transportasi udara dan kereta api. Pemasangan fasilitas angkutan lalu lintas jalan telah menampakkan peningkatan seperti pada Jalan Negara dan Jalan Provinsi telah mencapai Angka 60 % terpenuhi dari kebutuhan. Yang masih menjadi persoalan adalah bagaimana upaya untuk meningkatkan pelayanan berklasifikasi baik berdasarkan standar pelayanan perhubungan darat, karena dari 76% target pada tahun 2011 baru tercapai sebesar 50%. Beberapa hal yang harus ditingkatkan untuk memenuhi standar pelayanan minimal ini antara lain peningkatan Sumber Daya Manusia; teknologi dan peralatan,; sistem dan prosedur; serta finansial/pendanaan. Komponen-komponen tersebut harus diprioritaskan mengingat peran transportasi darat sebagai feeder (pengumpan) terhadap sistem transportasi dan memiliki potensi yang besar dalam mengintegrasikan pengembangan moda transportasi lainnya. Dalam rangka percepatan pengembangan transportasi laut, melalui dana Pemerintah Pusat telah dilakukan penambahan 1 (satu) unit Kapal RO – RO 500 GRT untuk melayani 3 (tiga) Pelabuhan di Kep. Mentawai, sedangkan untuk peningkatan Pelayanan telah dibangun Dermaga Penyeberangan di Ma. Siberut, Tua Pejat dan Sikakap ( Kab. Kep. Mentawai ). Guna meningkatkan Pelayanan Angkutan Laut, melalui dukungan Pemerintah Pusat telah dibangun beberapa Pelabuhan seperti Pelabuhan Teluk Tapang di Pasaman Barat dan Pelabuhan Laut Carocok Painan sebagai Pelabuhan Pengumpul untuk mendukung Pelabuhan Utama Teluk Bayur. Fasilitas lainnya yang harus segera dilengkapi adalah pembangunan dermaga dan gudang. Untuk transportasi udara juga telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Ini dibuktikan dengan peningkatan penumpang dan barang dengan ratarata pertumbuhan 15 s/d 17 % per – tahun, dijadikannya Bandara sebagai Embarkasi / Debarkasi Haji untuk wilayah Sumbar, Jambi dan Bengkulu, dengan rata-rata penumpang RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 60
Haji ± 7.500 orang dengan menggunakan pesawat Airbus 330 / Boeing 767 dengan kapasitas 325 seat. Disamping itu juga telah dikembangkan terminal penumpang dan rencana pembangunan perpanjangan Landasan Pacu guna dapat melayani Boeing 747 kapasitas 450 seat / penumpang. Untuk percepatan pertumbuhan Kabupaten/Kepulauan Mentawai juga harus segera diinisiasi pembangunan bandara three in one di Mentawai yang direncanakan akan dilakukan kajiannya pada tahun 2011 namun tidak terlaksana. Khusus untuk Sarana dan Prasarana Perkeretaapian difokuskan pada peningkatan Jalan dan Jembatan Perkeretaapian Sumbar guna menunjang angkutan wisata ke Pariaman, serta rencana pembangunan jalan Kereta Api Bandara ( Duku – BIM ) sepanjang 4,5 Km. Prioritas lainhya adalah pembangunan Short-cut Padang – Solok dan penyusunan rencana induk perkeretaapian Sumatera Barat. Kegiatan pembebasan lahan jalan Kereta Api Duku – BIM dan pembebasan lahan short cut jalan kereta api Padang- Solok tahun 2011 tidak dapat terlaksana karena terkait dengan keterlambatan persyaratan administrasi baik dari Pemerintah Provinsi maupun dari Kementerian Perhubungan. Kegiatan penyusunan rencana induk perkeretapian Sumatera Barat juga tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2011 karena gagal lelang. Mengingat pentingnya ketiga kegiatan tersebut untuk pengembangan perkeretaapian Sumatera Barat maka pelaksanaan kegiatan tersebut harus diprioritaskan untuk dilaksanakan pada tahun berikutnya. Berikutnya untuk pencapaian sasaran peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik telah dilaksanakan beberapa program/kegiatan pada tahun 2011 dengan capaian target indikator kinerja sebagai berikut: Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
2.
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator kinerja
Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik
Pembinaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan
Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik
Penyempurnaan restrukturisasi dan reformasi sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan
Cakupan layanan listrik Rasio elektrifikasi Operator pelaku usaha kelistrikan terlatih Pembangunan dan rehabilitasi PLTMH/Pikohidro daerah tertinggal Dokumen kebijakan Perda/pergub/sk gub Dokumen perencanaan bidang energi dan kelistrikan Laporan pengembangan energi panas bumi Laporan perkembangan bidang energi dan kelistrikan
target
capaian
SKPD
91% 71% 20 orang
91% 71% 20 orang
ESDM ESDM ESDM
3 unit
3 unit
ESDM
1 paket
1 paket
ESDM
1 buku
1 buku
ESDM
1 buku
1 buku
ESDM
1 buku
1 buku
ESDM
Konsumsi energi setiap tahun mengalami peningkatan tajam akibat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri. Guna memenuhi konsumsi energi tersebut, perlu dipikirkan upaya untuk mengalihkan dominasi BBM sebagai sumber energi utama ke energi terbarukan, dan bagaimana upaya untuk pengembangan energi RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 61
terbarukan. Disisi lain, ketersediaan energi listrik terutama untuk daerah terisolir, terpencil dan perbatasan masih menjadi masalah utama dalam mewujudkan pemerataan energi untuk menunjang pengembangan wilayah tersebut. Potensi pembangkit energi baru terbarukan di Sumatera barat cukup tinggi seperti PLTMH/pikohidro dan pembangkit listrik tenaga panas bumi, namun belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena membutuhkan dana/investasi yang cukup besar. Disamping itu karena letaknya yang dilintasi garis khatulistiwa, di Provinsi Sumatera Barat sangat berpotensi dikembangkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Berbagai program disektor energi dan kelistrikan telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah, pada tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan cakupan layanan listrik dari 90% menjadi 91% dan rasio elektrifikasi pada tahun 2011 juga sesuai dengan yang ditargetkan pada RPJM yaitu sebesar 71%. Capaian ini diperoleh melalui dukungan pembangunan 3 unit PLTMH pada tahun 2011, serta upaya peningkatan kelembagaan, pengembangan sumberdaya manusia melalui berbagai pelatihan, penyusunan regulasi ketenagalistrikan, perencanaan dan pengelolaan sektor kelistrikan. Khusus untuk daerah terisolir, tertinggal dan perbatasan kedepannya harus diprioritaskan kegiatan pembangunan PLTMH, pikohidro maupun PLTS untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan energi listrik. Terlepas dari capaian berbagai sasaran yang telah ditetapkan dalam prioritas pembangunan infrastruktur penunjang ekonomi rakyat, penekanan lain yang harus dilakukan dan diprioritaskan dalam pembangunan infrastruktur adalah upaya untuk mendukung terwujudnya Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia 20112025 (MP3EI) sesuai Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011. Untuk ini perlu diprioritaskan pembangunan berbagai sarana dan prasarana penghubung antar dan menuju koridor ekonomi dan kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi. 2.2.10. Pelaksanaan Penanggulangan Lingkungan Hidup
Bencana
Alam
dan
Pelestarian
Dalam pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam dilakukan oleh beberapa SKPD terkait sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya dengan sasaran meningkatnya prasarana penanggulangan bencana, tersedianya informasi wilayah rawan bencana serta meningkatnya kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Adapun sumber pendanaan yang dipergunakan melalui APBD, APBN dan sumber lainnya. Beberapa program, indikator kinerja dan target dengan pendanaan APBD serta capaiannya terlihat pada tabel berikut : Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No. 1.
Sasaran 1.Meningkatnya sarana prasarana penanggulangan bencana
Program/Kegiatan Peningkatan Mitigasi Bencana
2.Tersedianya informasi wilayah
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Indikator Kinerja
Target
Capaian
Panjang jalan evakuasi
10
2,5
Jalan evakuasi yang dibangun
3,5
2,5
Jembatan evakuasi yang dibangun (buah)
3
3
SKPD Prasja Tarkim Prasja Tarkim PrasjalTarkim
II- 62
No.
Sasaran
Program/Kegiatan
rawan bencana
2.
Meningkatnya kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan bencana
3.
Indikator Kinerja
Target
Panjang penguatan tebing sungai yang dibangun (Km) Panjang tanggul pengendali banjir yang dibangun Km) Jumlah unit pengaman pantai yang dibangun Penetapan pembentukan dan Pembinaan Tim Reaksi Cepat (TRC) Prov. / Kab. / Kota
Peningkatan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
Penanganan Tanggap Darurat
Capaian
SKPD
0,5
PSDA
1
PSDA
3
PSDA
3
BPBD Prov.
1
Penetapan dan pembinaan Forum Pengurangan risiko Bencana (Prov. / Kab. / Kota) Kampanye, Publikasi Media, Pameran, Baliho, Brosur (paket)
3
3
BPBD Prov.
1 1
7 1
BPBD Prov.
Operasional PUSDALOPS Prov. (Paket)
1
1
BPBD Prov.
Simulasi/ Pelatihan PB bagi Masyarakat (Kab. / Kota)
20
20
BPBD Prov.
Peningkatan akses Data Informasi BencanaIndonesia (DIBI) - Paket Pembuatan peta distribusi penduduk kawasan rawan bencana gunung api (lembar)
1
1
BPBD Prov.
1
0
ESDM
Pembuatan peta kawasan rawan gerakan tanah (lembar)
1
ESDM.
Jumlah monitor gunung api prov. Sumatera Barat (paket)
1
ESDM.
Koordinasi Penangganan Tanggap Darurat
70
50
BPBD Prov.
Koordinasi penangganan tanggap darurat yang ditargetkan sebanyak 70 kali namun dengan koordinasi yang telah dilakukan selama ini dipandang cukup yaitu sebanyak 50 kali dengan dana APBD. Dalam rangka Pelestarian Lingkungan Hidup telah dilakukan beberapa program dan kegiatan untuk pencapaian target indikator kinerja yang ada di RPJMD seperti tabel dibawah ini : Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat No 1.
Sasaran Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup
Program/Kegiatan Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
Indikator Kinerja Jumlah kegiatan yang terawasi dan terkendali dampak kerusakan lingkungan hidupnya
Target Capaian 7
8
SKPD Bapedalda
II- 63
No
Sasaran
2.
3.
4.
Program/Kegiatan Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam
Meningkatnya konservasi, rehabilitasi dan pemulihan ekosistem
Tata lingkungan dan Penataan Hukum Lingkungan
Menurunnya jumlah ilegal logging dan ilegal fishing
Pengamanan dan pengendalian hutan serta mitigasi perubahan iklim
Indikator Kinerja
Target Capaian
SKPD
Jumlah Kab/Kota penerima Adipura
5
2
Bapedalda
Masyarakat pelopor pelestarian lingkungan 20 orang dan Kelompok Pemantauan pencemaran 18 sungai dan 4 danau
4
1
Bapedalda
2
2
Penetapan daya dukung dan daya tampung sungai, danau dan lahan Status Kehati 2 Provinsi dan 14 Kabupaten/Kota Rehabilitasi terumbu karang 15 Ha Fasilitasi dan Pengawasan KLHS terhadap Dokumen Perencanaan
2
1
Bapedalda, PSDA BPWS V Bapedalda
4
4
Bapedalda
3
1
DKP
2
2
Bapedalda
Kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan Kasus ilegal loging dan tindak pidana pelanggaran/kejahatan bidang kehutanan 30% dari tahun sebelumnya Pengawasan hot spot dan pengendalian kebakaran hutan
100
100
Bapedalda
Pemahaman Aparatur tentang REDD pada 10 Kab
4
4,6
6
6,1
2
3
Dishut, BKSDA TNKS Wil. II, TNS Dishut, BKSDA TNKS Wil. II, TNS Dishut
Beberapa kegiatan penilaian lingkungan hidup telah diikuti oleh pemerintah daerah dan kelompok masyarakat namun standar penilaiannya di perketat dari tahun sebelumnya sehingga target yang diharapkan tidak tercapai, seperti pada kegiatan Adipura yang ditargetkan dimenangkan oleh 5 Kabupaten/ Kota namun hanya 1 Kota yang menang dan 1 Kota mendapat sertifikat, untuk kegiatan kalpataru yang ditargetkan dimenangi oleh 4 orang hanya 1 yang tercapai. Sementara itu untuk kegiatan CSR lingkungan pada perusahaan yang ditargetkan 2 namun karena dana yang belum tersedia sehingga kegiatan tidak dapat dilakukan. Pada pencapaian indikator rehabilitasi terumbu karang yang ditargetkan 3 Ha pada tahun 2011 hanya dapat direalisasikan 1 Ha saja karena keterbatasan pendanaan. Dalam meningkatkan konservasi, rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dilakukan melalui beberapa program dan indikator Untuk antisipasi kebijakan yang ada agar pembangunan yang berkelanjutan maka dilakukan pembangunan konservasi berupa Dam Pengendali, Dam Penahan dan Guliv Plug, Sumur Resapan, Embung dan Biopori yang melibatkan beberapa SKPD seperti Dinas Kehutanan, ESDM dan PSDA melalui dana APBD dan APBN. Pemberdayaan masyarakat sekitar hutan agar dapat mengembangkan hasil hutan bukan kayu seperti mengembangkan lebah madu, gaharu, gula enau, dsb.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 64
Tabel Capaian Kinerja Prioritas dan Program Tahun 2011 Berdasarkan Sasaran RPJMD Provinsi Sumatera Barat
No. 1.
Sasaran Meningkatnya konservasi, rehabilitasi dan pemulihan ekosistem
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Perencanaan dan Pengembangan Hutan Pemantapan Kawasan Hutan
2
Meningkatnya kesejahteraan petani
5.
Meningkatnya konservasi, rehabilitasi dan pemulihan ekosistem
Pemberdayaan Masyarakat sekitar hutan
Peningkatan Kapasitas SDM dan Lembaga Pengelolaan Hutan
Indikator Kinerja
Target Capaian
SKPD
200.000
200.000
Dishut
24
40
Dishut,
1
1
Dishut
185
80
Dishut
Data potensi hasil hutan kayu & Non kayu, NSDH penggunaan, pemanfaatan kawasan hutan sebanyak 107judul Model budidaya tanaman hutan 150 Ha
15
16
Dishut
20
20
Dishut
Model pengembangan lebah madu/gula enau dll 99 unit
19
15
Dishut
Model social forestry dan Agroforestry 250 Ha
50
0
Dishut
2
2
Dishut
19
19
Dishut
19
19
Dishut
19
19
Dishut
Kuantitas dan kualitas bibit tanaman hutan 77.545.500 batang Rehabilitasi lahan kritis diluar kawasan hutan 106.154 ha Perencanaan pembangunan kehutanan yang sinergis, dinamis, terarah dan terpadu sesuai dengan perkembangan daerah Batas kawasan hutan 835 Km
Pembangunan hutan tanaman (HTR/HKm/HR) oleh 10 unit Kelompok tani Produksi dan kinerja pengusahaan hasil hutan di Kab/Kota Tertib penatausahaan hasil hutan Legal di Kab/Kota Performance industri Hasil hutan di Kab/Kota
2.3. Permasalahan Pembangunan Daerah, 2.3.1.
Pengamalan Agama dan ABS-SBK dalam Kehidupan Masyarakat
Yang masih menjadi permasalahan serta sasaran yang belum tercapai dalam prioritas Pengamalan Agama dan ABS-SBK dalam kehidupan masyarakat adalah : 1. Belum optimalnya pengembangan seni dan budaya 2. Belum optimalnya pemanfaatan, peran dan fungsi pemangku dan lembaga adat dalam penanaman dan pengamalan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau, 3. Belum optimalnya peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam penanaman dan pengamalan ajaran agama. 4. Belum optimalnya apresiasi dan kebanggaan terhadap budaya daerah bagi generasi
muda. RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 65
2.3.2.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat. Untuk menciptakan otonomi daerah yang berpihak kepada masyarakat, diantaranya dengan menerapkan tata pemerintahan yang baik, karena dengan hal tersebut akan membuka lebar kesempatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Reformasi Birokrasi berperan untuk merubah cara pandang aparatur negara agar mampu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan maksimal, aparatur negara jangan berpikir untuk dilayani tetapi harus menyadari bahwa aparatur adalah yang melayani (abdi negara dan abdi masyarakat), aparatur negara sebagai ujung tombak pelaksanaan setiap kebijakan. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam pemerintahan, merupakan bagian dan menjadi prioritas dari agenda Pembangunan Provinsi Sumatera Barat yaitu “Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan Daerah”. Berkenaan hal tersebut, sebagaimana telah disampaikan pada Bab II Sub Bab 2.2.2 Evaluasi pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Tahun lalu dan Realisasi RPJMD untuk prioritas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan, terlihat pada beberapa target yang ada yang sudah tercapai dan juga ada yang melebihi target, tetapi masih terdapat beberapa target program yang belum tercapai, dan khusus untuk ini perlu menjadi perhatian bersama terutama oleh SKPD terkait yang bertanggung jawab dalam pencapaian target tersebut. Selanjutnya, penyelenggaraan Reformasi Birokrasi Dalam Pemerintahan perlu dievaluasi secara terus menerus karena dinamikanya cukup kuat, dan juga masih terdapat beberapa target program RPJMD yang belum tercapai, sebagaimana diketahui bahwa pencapaian target program tersebut melibatkan beberapa SKPD baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Masih terdapat beberapa kelemahan, diantaranya terdapat tumpang tindih tugas serta penempatan jabatan yang tidak sesuai dengan manajemen organisasi, belum optimalnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, antara lain disebabkan belum mantapnya pelaksanaan sistem perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Misalnya, masih sulit untuk memastikan bahwa terdapat hubungan yang lebih jelas antara tujuan, sasaran, program, dan kegiatan instansi pemerintah dengan anggaran yang dikeluarkan. Permasalahan lain yang setiap tahunnya, yaitu program dan kegiatan pada masing-masing SKPD pada umumnya belum sepenuhnya disertai dengan indikator kinerja yang jelas, sehingga sulit diukur pencapaian dan akuntabilitas kinerjanya.
2.3.3.
Peningkatan Pemerataan dan Kualitas Pendidikan
Masalah mendasar yang memerlukan penanganan segera yaitu masih rendahnya tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Provinsi Sumatera Barat, yang sampai saat ini baru mencapai hampir tamat SLTP atau baru mencapai kelas 3 SLTP atau mencapai 8,48 tahun.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 66
Permasalahan lain yang perlu menjadi perhatian serius adalah masih belum meratanya kesempatan dan kualitas pendidikan. Hal ini terlihat dari masih adanya perbedaan akses pendidikan di kota dan di desa, yang tergambar dari adanya disparitas dari APK pada semua tingkat pendidikan. APK pada tahun 2011 pada jenjang SD/MI/Paket A mencapai 107,06 lebih rendah daripada target yang telah ditetapkan yang seharusnya telah mencapai 118,48, APK SMP/MTs/Paket B mencapai 94,03 atau lebih rendah dari target sebesar 98,92, APK SMA/AMK/MA/Paket C mencapai 76,99 dari yang seharusnya telah mencapai 84,33. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan, makin belum meratanya pendidikan antara kota dan desa atau antara Kabupaten dengan Kota, dan pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberikan pelayanan merata, berkualitas dan terjangkau serta juga terjadi penurunan capaian APK pada semua jenjang pendidikan di Sumatera Barat dibandingkan pada tahun 2010. Selain itu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan adalah relatif besarnya disparitas ketersediaan sarana pendidikan. Di satu pihak, kota umumnya memiliki sekolah yang berkualitas dengan biaya pendidikan yang relatif mahal, dan dikelola mandiri. Di pihak lain, beberapa daerah masih terfokus pada peningkatan cakupan, atau belum beranjak pada peningkatan kualitas dalam proses pendidikannya. Secara umum terdapat beberapa permasalahan di sektor pendidikan, antara lain yakni : 1. Program kesetaraan paket A masih belum menjadi alternative bagi anak-anak usia 7-12 tahun untuk melanjutkan pendidikannya 2. Program kesetaraan paket B sudah cukup baik dan setiap tahunnya mengalami peningkatan meskipun kontribusi masih kecil. 3. Masih terdapat siswa kelai 1 SD dan MI yang sebelumnya berasal dari TK, tidak pernah mengikuti pendidikan PAUD atau TK, sehingga sangat mempengaruhi sikap dan mental anak. 4. Masih adanya ancaman siswa putus sekolah terutama bagi keluarga kurang mampu. 5. Adanya faktor eksternal yakni banyaknya Kabupaten/Kota yang mengalami kerusakan akibat gempa tanggal 30 September 2009 sehingga mengakibatkan banyaknya terjadi kerusakan sarana dan prasaran pendidikan seperti di Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Solok, Kota Padang Panjang, Kabupaten Pariaman , Kabupaten Agam, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pesisir Selatan 6. Masih rendahnya minat masyarakat memasuki pendidikan kesetaraan pendidikan non formal 7. Belum meratanya rasio guru bidang studi dengan jumlah siswa pada Kabupaten/Kota 8. Masih minimnya jumlah pusat kegiatan belajar masyarakat yang memiliki taman bacaan 9. Masih belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan dan kualitas pendidikan. 10. Siswa tinggal kelas dominan terjadi pada siswa laki-laki, artinya termajinalnya dalam masalah siswa tinggal kelas dan putus sekolah adalah siswa laki-laki 11. Partisipasi siswa perempuan untuk memilih keahlian bidang tertentu seperti teknik masih sangat terbatas, demikian juga siswa laki-laki berminat di bidang periwisata dan RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 67
kerajian juga terbatas, terhambat karena adanya persepsi yang salah bahwa pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh jenis kelamin tertentu 12. Orientasi pembangunan Sumatera Barat belum responsif gender 2.3.4.
Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat
Secara umum permasalahan dan beberapa indikator kinerja yang perlu menjadi perhatian untuk peningkatan kinerja pada perencanaan mendatang adalah sebagai berikut: 1.
Capaian Prevalensi gizi kurang di Sumatera Barat masih 17,1% (Reskesdas 2010) sedangkan target MDG’s adalah 15%
2.
Capaian Prevalensi balita pendek mencapai 32,8% (Riskesdas 2010) sedangkan target MDG’s 32%
3.
Disparitas prevalensi gizi kurang antar wilayah yang sangat tinggi
4.
Masih tingginya angka kematian bayi di Sumbar 28/1000 kelahiran hidup sedangkan target MDG’s 23/1000 kelahiran hidup ( hasil survey kerjasama FK-UA dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar)
5.
MAsih rendahnya Cakupan iminisasi campak yang sebesar 67,6 % (Riskesdas 2010)
6.
Masih rendahnya status gizi ibu hamil, masih rendahnya ASI eksklusif, masih tingginya angka kesakitan terutama diare, asfiksia, dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) akibat buruknya kondisi kesehatan lingkungan.
7.
Belum optimalnya pemanfaatan posyandu disamping determinan social budaya lainnya.
8.
Masih rendahnya Angka kunjungan neotus umur 3-7 hari yang baru mencapai 48,4% dan angka kunjungan neonatus lengkap umur 8-28 hari yaitu 28,6% (Riskesdes 2010)
9.
Masih tingginya Angka kematian ibu yaitu 208/100.000 kelahiran hidup sedangkan target tahun 2015 sebesar 102/100.000 Kelahiran Hidup
10. Bersalin dengan tenaga kesehatan 85,5% yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan baru mencapai 72% 11. Masih tingginya angka Unmet need yaitu 12 % 12. Masih rendah angka pasangan usia subur yang memasang KB terlihat dari CPR 59% dan TFR 3,6% (SDKI 2007) 13. Walaupun pemeriksaan kehamilan pertama kali sudah 93,7% tetapi pemeriksaan kehamilan yang lengkap hanya 54,6% 14. Terbatasnya jumlah tenaga lapangan KB yang melakukan KIE pada sasaran 15. Belum semua Kab/Kota menganggarkan secara optimal program pengendalian malaria dan penyakit utama lainnya 16. Pengendalian malaria bekerja sama dengan Linmas Sektoral, dalam hal ini PU dan lingkungan belum optimal dilaksanakan 17. Belum optimalnya penemuan kasus baru TB
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 68
18. Belum semua Kab/Kota menganggarkan secara optimal pengendalian HIV/AIDS di daerahnya 19. Belum optimalnya penjaringan kasus HIV/AIDS. 20. Belum semua Kab/Kota mempunyai KPAD 21. Belum optimalnyaperan KPAP dan KPAD 22. ODHA ditemukan pada kelompok usia produktif dan mahasiswa 23. RS CST di Sumbar baru terdapat 2 RS 24. Obat-obat pendamping untuk HIV/AIDS belum ditanggung pemerintah 25. Tidak terakomodirnya ODHA dalam program di Jamkesmas dan Jamkesda 2.3.5.
Pengembangan Pertanian Berbasis Kawasan dan Komoditi Unggulan
A. Sektor Pertanian Tanaman Pangan Fokus Pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultikultura adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pengembangan ekonomi rakyat, yang bersumber bukan hanya dari kegiatan usaha tani (on-farm) saja, tetapi justru sebagian besar dari kegiatan diluar usaha tani (off-farm). Kebijakan dan strategi dalam membangun pertanian di Provinsi Sumatera Barat ke depan perlu analisis faktor-faktor lingkungan internal maupun eksternal yang sangat dominan berbpengaruh dalam proses pembangunan pertanian. Beberapa permasalahan dalam pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura dapat dilihat dari 4 aspek permasalahan yakni : 1. Aspek Permasalahan Teknis Dari segi permasalahan teknis, beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain : a. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian b. Alih Fungsi Lahan c. Perbaikan infrastruktur di pedesaan. d. Peningkatan mutu dan keamanan pangan e. Kelembagaan perbenihan tanaman pangan dan hortikultura f. Peningkatan ketersediaan sarana produksi pertanian. 2.
Aspek Permasalahan Ekonomis Dari segi permasalahan ekonomis, beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain : a. b. c. d.
Penguatan daya saing ekonomi Peningkatan akses permodalan petani Peningkatan akses pemasaran hasil pertanian Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani
3. Aspek Permasalahan Sosial Dari segi permasalahan Sosial, beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain a. Peningkatan kemampuan kelembagaan petani RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 69
b. Peningkatan kualitas sumber daya manusia pertanian c. Pengembangan pola kemitraan dengan petani penangkar 4. Aspek Permasalahan Ekologis Dari segi permasalahan Ekologus, beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain : a. Peningkatan kemampuan ilmu dan teknologi yang berwawasan lingkungan b. Pelestarian dan pemanfaatan agen hayati dan pestisida nabati. c. Pengelolaan air dan tanah berwawasan lingkungan dan berkesinambungan B. Sektor Perkebunan Kegiatan di sub sektor perkebunan berpeluang besar menggerakkan kegiatan ekonomi di Sumatera Barat karena hasilnya dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Usaha dibidang perkebunan cukup kompleks, diusahakan oleh petani kecil sampai pengusaha besar, pasarnya mulai dari pasar dusun hingga pasar manca negara yang dikelola oleh pedagang pengumpul sampai eksportir yang jalur dan margin pemasarannya sampai saat ini masih belum transparan karena bentuk pasarnya umumnya bersifat monopsoni. Oleh sebab itu usaha di bidang perkebunan perlu diatur, diawasi dan difasilitasi oleh pemerintah supaya tidak terjadi eksploitasi oleh investor berupa terjadinya penghisapan (backwash effect) terhadap sumberdaya alam dan manusia suatu daerah secara perlahan. Permasalahan pokok dalam rangka pengelolaan bidang perkebunan di Sumatera Barat adalah sebagai berikut : 1.
Penyediaan Sumber benih unggul masih sangat terbatas dan tidak terintegrasi
2.
Masih terbatasnya jumlah penangkar benih komoditi perkebunan.
3.
Penyediaan alat-alat mesin pertanian masih sangat terbatas/ petani masih mempergunakan alat-alat yang bersifat tradisional. Untuk itu perlu dilakukan kerjasama dengan pengrajin.
4.
Ketersediaan pupuk yang sangat kurang saat diperlukan oleh petani.
5.
Masih terbatasnya penyediaan infrastruktur perkebunan.
6.
Lahan perkebunan yang sangat terbatas serta terjadinya alih fungsi lahan perkebunan.
7.
Masih banyaknya masyarakat yang menggunakan benih/bibit perkebunan yang ilegal
8.
Masih rendahnya mutu dari komoditi perkebunan serta masih banyak yang belum memenuhi standar SNI.
9.
Sangat kurangnya tenaga penyuluh pertanian dilapangan
10. Masih tingginya serangan hama dan penyakit tanaman komoditi perkebunan. 11. Panen dan Pasca Panen yang belum sesuai dengan SOP Perkebunan. 12. Pemanfaatan kemampuan lahan masih belum optimal. C. Sektor Perikanan Peranan Kelautan dan Perikanan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat cukup besar sebagai sumber lapangan kerja, sumber protein hewani yang berasal dari ikan dan RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 70
sebagai penghasil devisa dengan pertimbangan mempunyai 185 buah pulau kecil dengan panjang pantai 375 km yang membentang dari Kabupaten Pasaman Barat hingga Kab. Pesisir Selatan serta 2.420 km jika termasuk pantai di Kepulauan Mentawai sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan perikanan tangkap. Selain perikanan tangkap, Sumatera Barat juga memiliki potensi untuk pengembangan perikanan budidaya baik perikanan air tawar, payau maupun laut. Hal ini didukung oleh adanya empat danau yang menyebar di Kab/Kota diantaranya Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Diatas dan Danau Dibawah, ditambah dengan kolam, waduk, embung dan sungai. Dalam rangka peningkatan pembangunan Kelautan dan Perikanan banyak hal yang harus dan perlu dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat diantaranya berupa peningkatan sarana dan prasarana produksi bagi nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar ikan, peningkatan SDM baik bagi aparatur maupun masyarakat perikanan, peningkatan koordinasi dengan instansi terkait, dan lain – lain. Adapun permasalahan yang dihadapi dibidang kelautan dan perikanan di Sumatera Barat, antara lain : a. Masih kurangnya modal kerja bagi petani pembudidaya ikan, karena pembudidaya terbanyak adalah pembudidaya skala kecil. b. Masih adanya kendala dalam peningkatan produksi budidaya akibat adanya gangguan hama penyakit ikan dan lingkungan serta kurangnya pengetahuan pembudidaya dalan pengelolaan usahanya. c. Masih kurangnya sarana dan prasarana bagi nelayan untuk tempat hasil tangkapan. d. Pada umumnya masyarakat nelayan masih menggunakan sistem dan alat tangkap tradisional dan usaha masih berskala kecil. e. Masih belum tersedianya peraturan perizinan tentang usaha perikanan diwilayah Sumatera Barat. f. Belum optimalnya pengolahan hasil perikanan disaat produksi tangkapan melimpah. g. Masih adanya penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan lokal dan nelayan asing dengan alat dan bahan yang terlarang. h. Masih adanya kapal-kapal yang belum dilengkapi SIUP dan SIPI i. Masih belum optimalnya keterampilan petugas di UPTD dalam mengoperasikan sarana yang ada serta kurangnya tenaga penyuluh untuk memberikan bimbingan kepada pembudidaya. j. Masih belum optimalnya mobilisasi dan kelancaran operasional kelembagaan seperti untuk pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, penyidikan bagi petugas PPNS, jaringan data dan informasi usaha. k. Masih Kurangnya Sarana dan Prasarana untuk menunjang Provinsi Sumatera Barat sebagai sentra tuna di wilayah Indonesia Bagian Barat.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 71
D. Sektor Peternakan Peternakan mempunyai fungsi strategis dalam pembangunan dan sangat berperan dalam menunjang pembangunan daerah diera otonomi daerah. Posisi peternakan dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah dapat dilihat dari kontribusinya terhadap pembentukan produk domestik regional bruto yang terus meningkat. Pembangunan Peternakan disamping dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi daerah, juga mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia bahan pangan asal ternak berupa daging, telur dan susu. Program pembangunan peternakan pada hakekatnya adalah serangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan berkelanjutan dan desentralistis untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Beberapa permasalahan dalam pembangunan peternakan antara lain : a. Penurunan populasi ternak sapi potong karena berkurangnya ketersedian betina produktif akibat ; 1) Peningkatan pemotongan dan pengeluaran betina produktif, 2) Gangguan/ kegagalan reproduksi, 3) Tingginya permintaan ternak dan daging dari dalam dan luar daerah b. Rendahnya penanganan reproduksi c. Penurunan produktifitas dan reproduktifitas ternak sapi akibat ; 1) Kurang dalam pengelolaan dan penanganan pakan ternak, 2) Penanganan ternak lokal yang masih dikelola secara tradisional (pemeliharaan yang ektensif/dilepas) yang berdampak terhadap penurunan performan (berat, tinggi, efisiensi reproduksi), 3) Rendahnya penanganan reproduksi ternak. d. Ancaman terhadap mewabahnya penyakit hewan menular akibat ; penyebaran melalui 1) lalulintas ternak, 2) daging & ternak impor 3) endemik (SE, dan Jembrana) e. Infrastruktur peternakan masih kurang belum mampu mendukung perkembangan sub sektor peternakan seperti ; 1) Puskeswan dan fasilitasnya, 2) Pos IB beserta fasilitasnya, 3) Alat dan mesin peternakan, 4) Padang pengembalaan dan kebun hijauan makanan ternak (HMT), 5) Penanganan sumber air, 6) jalan sebagai sarana transportasi di kawasan peternakan/kawasan industri peternakan, f.
Penanganan pasca panen belum ditangani secara maksimal serta belum memenuhi standar NKV (Nomor Kontrol Veteriner), Good Manufactoring Practice (GMP) dan lainlain.
g. Penanganan pasca panen yang belum optimal sehingga kebutuhan produk unggas (daging & telur) untuk kebutuhan hotel/restoran waralaba masih didatangkan dari luar. h. Ancaman penyakit hewan menular (Flu Burung/AI) dan Industri perunggasan menghadapi tantangan karena pemberitaan wabah AI yang berlebihan, tidak diimbangi dengan pemberitaan keamanan mengkonsumsi produk unggas. i.
Bahan baku pakan masih tergantung dari luar, sementara pemanfaatan bahan baku lokal belum optimal karena ketersediaanya sporadis/musiman/tidak kontinue.
j.
Daya saing usaha sapi potong local rendah dibandingkan sapi ex import
k. Posisi tawar peternak dalam pemasaran sangat lemah l.
Akses peternak/pelaku agribisnis terhadap sumber permodalan sangat terbatas
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 72
E.
Sektor Ketahanan Pangan
Pembangunan Ketahanan Pangan memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis ketahanan pangan tersebut, digambarkan melalui konstribusi yang nyata dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, distribusi dan konsumsi pangan. Berbagai peran strategis ketahanan pangan dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumatera Barat, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdayaalam dan lingkungan hidup. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Barat meliputi 3 aspek : 1.
Aspek Ketersediaan a. Berkurangnya lahan pertanian produktif karena alih fungsi lahan untuk perumahan. b. Penyediaan sarana produksi (pupuk an organik) belum sepenuhnya terjamin sampai ketingkat petani, sementara pupuk organik belum bisa di andalkan sebagai substitusi pupuk an organik. c. Masih tinggi nya tingginya tingkat kehilangan hasil selama proses pasca panen. d. Dibeberapa lokasi terjadi kegagalan panen di sebabkan oleh bencana alam, antara lain banjir, longsor dan kekeringan. e. Terbatasnya infrastruktur irigasi (teknis/setengah teknis/sederhana) yang potensial dan dapat diandalkan.
2.
Aspek Distribusi Pangan a. Belum adanya jaminan dan pengaturan harga peoduk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali gabah/baras. b. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan kecuali gabah/beras c. Bervariasinya kemampuan distribusi pangan antar wilayah, antar musim yang menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar tersedia sepanjang waktu di konsumen. d. Belum berperannya kelembagaan pangan secara baik dalam menyanggah kestabilan distribusi dan harga pangan.
3.
Aspek Konsumsi Pangan a. Pola konsumsi masyarakat Sumatera Barat belum mengacu pada beragam, bergizi dan berimbang. b. Belum berkembangnya industri pengolahan pangan berbasis pangan lokal c. Belum berkembangannya pangan alternatif yang berbasis sumberdaya pangan lokal d. Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun e. Rendahnya kesadaran masyarakat atas perlunya pangan sehat. f. Ketidak mampuan penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi gizi sehat.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 73
2.3.6.
Pengembangan Industri Olahan dan Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi
Dalam pengembangan Industri bahwa belum optimalnya produktivitas dan daya saing produk yang kurang baik dari segi mutu maupun harga jika dibandingkan dengan produk sejenis dari provinsi atau provinsi lainnya. Disamping itu, terbatasnya pemanfaatan teknologi tepat guna bagi pelaku usaha sektor industri, karena kesulitan memperoleh modal untuk investasi serta lambatnya pemahaman terhadap perkembangan teknologi di bidang industri Untuk pengembangan perdagangan bahwa permasalahan perdagangan dalam negeri adalah ada pada distribusi pupuk bersubsidi baik di tingkat nasional maupun di Provinsi Sumatera Barat sendiri. Permasalahan perdagangan dalam negeri adalah masih adanya barang ekspor yang tidak tercatat masuk ke Provinsi Sumatera Barat dan banyaknya barang impor illegal yang beredar di pasaran Untuk urusan koperasi dan ukm bahwa belum banyak lembaga Koperasi yang dilibatkan dalam berbagai krgiatan pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan serta pembangunan ekonomi kerakyatan. Hal ini pada umumnya disebabkan lemahnya manajemen koperasi, belum memadainya SDM perkoperasian serta belum optimalnya dedikasi aparat pembina Koperasi, di samping belum tingginya kesadaran berkoperasi di masyarakat. Produktivitas yang belum optimal serta daya saing produk yang dihasilkan masih rendah. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh kurangnya kualitas sumber daya manusia serta masih terbatasnya akses KUKM ke sumberdaya produktif Dalam upaya meningkatkan investasi di Sumatera Barat, BKPMP Sumatera Barat selalu berupaya untuk berkoordinasi dengan instansi terkait pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta dunia usaha. Baik dalam upaya penyelesaian permasalahan/kendala didalam pelaksanaan penanaman modal maupun dalam mensinergikan progam kegiatan secara formal melalui forum dan pertemuan koordinasi perencanaan. Pada tahun 2011 BKPMP telah mengadakan Pertemuan koodinasi perencanaan dengan instansi terkait provinsi dan kabupaten/kota serta telah mengikuti Konsolidasi Perencanaan dan Pelaksanaan Penanaman Modal (KP3MN) ditingkat regional dan nasional. Pada masingmasing pertemuan tersebut telah dibahas permasalalahan dan tindak lanjut terhadap perencanan dan pelaksanaan penanaman modal dengan instansi terkait provinsi dan kabupatenkota serta di wilayah Sumatera dan Nasional. Pada pertemuan tersebut juga telah disinergikan program/kegiatan antara kabupaten/kota, regional dan nasional. Pada tahun 2011, permasalahan dan hambatan yang masih dihadapi dalam Pengembangan Industri Olahan dan Perdagangan, Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi, dan Iklim Investasi adalah : 1)
Koordinasi kelembagaan investasi yang belum optimal dapat memperlambat upayaupaya peningkatan penanaman modal;
2)
Masih belum tersedianya informasi yang akurat dan minimnya dokumen perencanaan pendukung investasi (master plan, feasibility study, DED, Business plan) yang dibutuhkan oleh calon investor dalam kaitannya dengan penanaman modal di daerah;
3)
Masih belum optimalnya pelayanan perizinan dalam rangka PTSP bidang penanaman modal karena persepsi tentang penyelenggaraan PTSP bidang penanaman modal oleh
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 74
SKPD terkait masih belum sama, sehingga dalam implementasinya dukungan sebagian SKPD/Instansi terkait terhadap penyelenggaraan PTSP khususnya dalam pelayanan perizinan dan non perizinan teknis belum maksimal; 4)
Masih belum terwujudnya jaminan stabilitas politik, keamanan dan penegakan hukum yang konsisten. Lemahnya penegakan hukum yang terkait dengan kinerja pengadilan niaga. Disamping itu, efisiensi peradilan dalam penyelesaian sengketa masih rendah dan biaya untuk mendapatkan kepastian hukum dari peradilan di Indonesia relatif tinggi. Dibandingkan Negara-negara di Asia, peradilan di Indonesia termasuk lama dalam penyelesaian sengketa usaha;
5)
Berlarutnya penyelesaian Ranperda Penanaman Modal Provinsi Sumatera Barat dan belum tersedianya peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan penanaman modal.
6)
Promosi potensi dan peluang investasi belum maksimal;
7)
Masih kurangnya kesadaran PMA/PMDN dalam menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), hal ini disebabkan kurang tegasnya sanksi yang diberikan; dan
8)
Keuangan negara dan keuangan daerah belum mampu mencukupi kebutuhan pembangunan infrastruktur publik, fasilitas kesehatan, sanitasi dan pendidikan yang memadai serta untuk pembiayaan upaya-upaya peningkatan penanaman modal
2.3.7. Pengembangan Kawasan Wisata Alam dan Budaya Untuk proritas pengembangan kawasan wisata alam dan budaya masih mempunyai permasalahan serta sasaran yang belum tercapai dalam bidang kebudayaan adalah sebagai berikut : 1) Belum optimalnya pengembangan seni dan budaya 2) Belum optimalnya fasilitasi dan pemeliharaan koleksi museum daerah, 3) Belum optimalnya pemanfaatan, peran dan fungsi pemangku dan lembaga adat dalam penanaman dan pengamalan nilai-nilai adat dan budaya minangkabau, 4) Belum tersedianya rencana induk pengembangan kebudayaan dan standar pelayanan minimal kesenian sebagai arah dan tahapan pengembangan kebuyadayaan 5) Belum optimalnya apresiasi dan kebanggaan terhadap budaya daerah bagi generasi muda. 6) Kesulitan dalam pengambilan gambar di objek wisata yang menjadi tujuan kegiatan karena belum tersedianya akses yang baik. 7) Belum terorganisirnya informasi tentang sejarah purbakala di Kabupaten / Kota yang dituju. 8) Masih terbatasnya bahan baku perak dan SDM yang ahli dalam membuat cenderamata. 9) Belum banyak seniman/pelaku seni yang terakomodir untuk di pergelarkan karyanya di Taman Budaya Sumbar, mengingat keterbatasan anggaran, namun hal ini bisa di atasi dengan jalan kerjasama dengan berbagai pihak
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 75
Permasalahan yang sedang dihadapi dunia pariwisata Sumatera Barat adalah mulai dari minimnya informasi, rendahnya kualitas obyek wisata, infrastruktur yang kurang baik sampai kepada mutu pelayanan yang diberikan kepada para wisatawan. Kendala pembangunan pariwisata dimaksud dapat digambarkan dalam uraian berikut ini. 1)
Rendahnya kualitas produk wisata.
2)
Kurangnya promosi pariwisata.
3)
Kesadaran wisata masyarakat yang masih rendah.
4)
Belum terintegrasinya seni budaya dengan paket-paket wisata.
5)
Partisipasi publik masih rendah.
6)
Lemahnya koordinasi kabupaten/kota.
7)
Lemahnya promosi dan informasi pariwisata.
8)
Lemahnya dukungan infrastruktur pendukung pariwisata.
9)
Belum terjadwalnya dengan baik iven-iven pariwisata yang dilaksanakan ( jadwal sering berubah )
10)
Iven promosi pariwisata yang belum dikemas dengan baik
11)
Jumlah materi promosi yang masih terbatas dan belum memenuhi standar
12)
Belum maksimalnya pemanfaatan forum-forum antar lembaga seperti : IMT-GT,NGO dll.
pemerintah
provinsi
dengan
dan
sesama
pemerintah
2.3.8. Percepatan Penurunan Tingkat Kemiskinan, Pengangguran dan Daerah Tertinggal Beberapa permasalahan yang masih dihadapi untuk terus menurunkan kemiskinan yaitu: 1) Terbatasnya cakupan dan kualitas pelayanan bantuan sosial; 2) Masih adanya ketimpangan tingkat kesejahteraan masyarakat antar masyarakat perkotaan dan perdesaan; 3) Akses masyarakat terhadap kebutuhan dasar secara rata-rata masih rendah, dan terdapat perbedaan akses antar kelompok pendapatan; 4) Adanya globalisasi yang meningkatkan gejolak ekonomi dan menimbulkan kerentanan di dalam masyarakat terutama masyarakat miskin dan rentan; 5) Meningkatnya kerentanan masyarakat miskin sebagai akibat dari perubahan iklim.
Sedangkan permasalahan-permasalahan yang tertinggal di Provinsi Sumatera Barat antara lain adalah:
dihadapi
masyarakat
daerah
1) Rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan 2) Rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan 3) Rendahnya akses masyarakat terhadap lapangan kerja RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 76
4) Rendahnya akses masyarakat terhadap modal usaha 5) Rendahnya akses masyarakat terhadap pasar 6) Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan kawasan tertinggal dengan kawasan yang lebih maju. 2.3.9.
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Ekonomi Rakyat
Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, berbagai permasalahan sering menjadi penghambat untuk tercapainya tujuan pembangunan infrastruktur. Permasalahan tersebut tidak saja dari sisi pelaksanaan pembangunan maupun perencanaan tetapi juga berakar dari kurang optimalnya kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur. Beberapa permasalahan yang mengemuka antara lain: 1) Seringnya terjadi bencana alam yang merusak prasarana fisik, dan berdampak kepada tingginya biaya pembangunan dan pemeliharaan yang harus dialokasikan; 2) Belum dilakukannya pengelolaan infrastruktur secara terpadu/integrated, baik untuk pengelolaan sumber daya air maupun penanganan sistem dan jaringan jalan kabupaten, kota, provinsi dan nasional; 3) Rendahnya pemahaman dan keterlibatan masyarakat serta swasta dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur, seperti keterlibatan dalam operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana sumberdaya air, serta rendahnya kesadaran dari pengguna jalan/jembatan yang membawa muatan melebihi beban yang diizinkan sehingga mempercepat kerusakan jalan/jembatan dan menurunkan tingkat kemantapan jalan. 4) Peningkatan jumlah masyarakat yang menempati rumah tidak layak huni yang tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, 5) Masih adanya permukiman kumuh, 6) Belum tersedia dana murah jangka panjang untuk meningkatkan akses dan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah, 7) Regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung terciptanya iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, 8) Kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman belum optimal, 9) Masih kurangnya pendanaan untuk membiayai rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan kantor pemerintah dan Kanwil K/L yang rusak/roboh akibat bencana gempa; 10) Masih rendahnya akses terhadap air minum dan sanitasi (air limbah, pengelolaan sampah dan drainase), 11) Belum optimalnya sistim perencanaan penyediaan air minum dan terbatasnya pendanaan untuk mendukung keseluruhan aspek penyediaan air minum, 12) Belum optimalnya penanganan sampah dan sistim perencanaan pengelolaan sampah. 13) Ketersediaan infrastruktur jaringan jalan dan Kereta Api belum memadai; RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 77
14) Rendahnya mutu pelayanan transportasi yang mengabaikan aspek kenyamanan, keselamatan dan keamanan; 15) Tidak optimalnya fungsi terminal yang ada; 16) Masih lambatnya pertumbuhan transportasi keperintisan; 17) Keterlibatan swasta dan masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan sistem transportasi masih rendah; 18) Kurang terpadunya antarmoda dan intermoda transportasi. 19) Ketersediaan infrastruktur kelistrikan di sebagian besar daerah terisolir/terpencil masih belum memadai 20) Tingkat penggunaan dan pengembangan energi terbarukan (renewable energy) masih rendah 2.3.10.
Penanggulangan Bencana Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup
Bencana selalu berdampak terhadap aktifitas perekonomian suatu daerah. Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, baik berupa bencana alam, seperti gempa, tanah longsor dan banjir. Dampak yang paling dirasakan dengan adanya bencana adalah terganggunya aktivitas perekonomian masyarakat baik dilokasi bencana maupun daerah tetangga. Sementara itu kualitas lingkungan Sumatera Barat terus menurun. Hal itu ditunjukkan dengan meningkatnya pencemaran air, daerah aliran sungai (DAS) dan lahan yang telah menyebabkan menurunnya fungsi daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia. Masalah terkait bencana alam 1. Belum optimalnya informasi kebencanaan kepada masyarakat 2. Sarana prasarana penanggulangan bencana belum memadai 3. Masih rendahnya pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana 4. Pengelolaan dan penanganan dampak bencana alam belum memadai
Masalah terkait kuantitas/ketersediaan air 1. Terjadi perbedaan debit air sungai antara musim kemarau dan musim hujan yang sangat menyolok di beberapa sungai. 2. Terjadi perbedaan tinggi permukaan air yang signifikan pada danau yang dimanfaat PLTA, 3. Terjadi kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA) sebagai sumber dari ketersediaan air. Masalah terkait kualitas air 1. Sungai-sungai yang alirannya melewati pusat kota masih mengalami masalah pencemaran yang cukup tinggi, RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 78
2. Pada sungai-sungai di pedesaan yang terdapat aktifitas penambangan emas, cendrung terdapat logam-logam lainnya yang menyebabkan kualitas air menurun, 3. Permasalahan kualitas air danau terkait dengan sistim perikanan dan limbah domestic. Masalah terkait kualitas udara 1. Kualitas udara kabupaten.kota masih baik kecuali beberapa titik di Kota Padang, 2. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan perkembangan industri pabrik kelapa sawit akan salah satu penyumbang pencemaran udara yang potensial ke depannya. Masalah terkait dari lahan dan hutan 1. Terjadi perubahan fungsi lahan yang cukup akibat perubahan fungsi lahan ke perkebunan, 2. Terjadi peningkatan lahan kritis di penambangan, pembalakan hutan secara illegal. Masalah terkait keanekaragaman hayati 1. Perkembangan status keanekaragaman hayati belum terdata secara kuantitatif, 2. Kecendrungan peningkatan tekanan terhadap ekosistim cagar alam terutama yang dilintasi jalan utama, Masalah terkait wilayah pesisir dan laut 1. Kerusakan mangrove akibat laju erosi yang tinggi, 2. Kerusakan terumbu karang akibat penggunaan sistim penangkapan yang tidak ramah lingkungan, 3. Terjadi abrasi pantai pada daerah-daerah pesisir yang tekanan pada pada sempadan pantainya tinggi. Masalah terkait dengan lingkungan pemukiman 1. Beberapa daerah belum memadai sanitasi lingkungannya. 2. Tingginya pemanfaatan sempadan dan kawasan berbahaya.
RKPD Provinsi Sumatera Tahun 2013
II- 79