RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2013 DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
A.
Gambaran Umum Kondisi Daerah
2.1.
Aspek Geografi dan Demografi
2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Karakteristik Lokasi dan wilayah Provinsi Kepulauan Riau memberikan suatu gambaran secara umum terkait dengan luas dan batas wilayah, Kondisi Geografis, klimatologi, hingga gambaran umum peruntukan penggunaan lahan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. a.
Luas dan Batas Wilayah Administrasi Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2002 yang pada awalnya terdiri dari 2 Kota dan 3 Kabupaten. Pada tahun 2003 Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi Kabupaten Lingga dan Kabupaten Kepulauan Riau yang kemudian menjadi Kabupaten Bintan pada tahun 2006. Pada tahun 2008, Kabupaten Natuna dimekarkan menjadi Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Sehingga sampai tahun 2010, Provinsi Kepulauan Riau memiliki 7 Kabupaten/ Kota yaitu Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Sesuai dengan Undang-undang pembentukan Provinsi Kepulauan Riau luas wilayahnya adalah sebesar 251.810,71 Km², terdiri dari luas lautannya sebesar 241.215,30 Km² (95,79 %) dan sisanya seluas 10.595,41 Km² (4,21 %) merupakan wilayah daratan. Berdasarkan perhitungan dari Bakosurtanal, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai luas wilayah 425.214,676 km2. Dari luas wilayahnya, Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 9.982,88 km2 berupa daratan dan 415.231,79 km2 berupa lautan.
II-1
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Sedangkan jumlah Kecamatan yang ada pada Provinsi Kepulauan Riau saat ini sebanyak 59 Kecamatan yang terdiri dari 353 Kelurahan/Desa yang dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Wilayah Administrasi Provinsi Kepulauan Riau No.
Kabupaten/Kota
Luas Daratan (km2)
Kecamatan
Desa
Kelurahan
7.984
12
42
29
1
Kab. Karimun
2
Kab. Bintan
87.393,01
10
36
15
3
Kab. Natuna
264.198,37
12
70
6
4
Kab. Lingga
211,722
9
75
7
5
Kab. Kepulauan Anambas
46.664
7
52
2
6
Kota Batam
426.563,28
12
-
64
7.
Kota Tanjungpinang
239,5
4
-
18
PROVINSI KEPRI
426.563,28
66
275
141
Sumber: Biro Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013
Tabel 2.2 Nama Ibukota Kabupaten/Kota dan Jarak Ke Ibukota No.
Kabupaten / Kota
Nama Ibu Kota
Jarak Ke Ibukota Provinsi (Mil)
1
Tanjungpinang
Tanjungpinang
0
2
Batam
Batam
44
3
Bintan
Bintan Buyu
20
4
Karimun
Tanjung Balai
75,5
5
Natuna
Ranai
440
6
Lingga
Daik
60
7
Kepulauan Anambas
Tarempa
194
Sumber: Biro Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011
Berdasarkan data Tabel diatas dapat dilihat bahwa daerah yang paling luas daratannya adalah Kabupaten Karimun dan yang terkecil luas daratannya adalah Kota Tanjungpinang, sedangkan kabupaten yang paling jauh dari Ibukota Provinsi adalah Kabupaten Natuna sedangkan yang terdekat adalah Kota Tanjungpinang.
II-2
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
b.
Letak dan Kondisi Geografis
Posisi Astronomis dan Geografis Provinsi Kepulauan Riau terletak pada lokasi yang sangat strategis yakni
berada di wilayah perbatasan antar negara, bertetangga dengan salah satu pusat bisnis dunia (Singapura) serta didukung oleh adanya jaringan transportasi laut internasional dengan lalu lintas yang ramai. Secara astronomis, Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 0˚29’ LS dan 4˚40’ LU serta antara 103˚22’ 109˚4’ BT, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Negara Vietnam dan Negara Kamboja
Sebelah Selatan
: Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Jambi
Sebelah Barat
: Negara Singapura, Negara Malaysia dan Provinsi Riau
Sebelah Timur
: Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat
Gambar 2.1. Peta Wilayah Administrasi Provinsi Kepulauan Riau
II-3
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.3 Letak Geografis Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota Letak Geografis No.
Kabupaten / Kota Lintang Utara
Bujur Timur
1
Tanjungpinang
0º54’ LU – 0º58’ LU
104º26’ BT – 104º29’ BT
2
Batam
0º51’ LU – 1º09’ LU
103º52’ BT – 104º15’ BT
3
Bintan
0º47’ LU – 1º2’ LU
104º13’ BT – 104º38’ BT
4
Karimun
0º31’ LU – 1º2’ LU
103º22’ BT – 103º29’ BT
5
Natuna
2º31’ LU – 4º40’ LU
107º45’ BT – 109º4’ BT
6
Lingga
0º20’ LU – 0º29’ LS
104º26’ BT – 104º39’ BT
7
Kepulauan Anambas
2º55’ LU – 3º18’ LU
105º42’ BT – 106º19’ BT
0º29’ LS – 4º40’ LU
103º22’ BT – 109º4’ BT
Kepulauan Riau
Sumber: Biro Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Kepulauan Riau mempunyai 2.408 pulau, yang diantaranya berpenghuni sebanyak 366 pulau dan terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang letak satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh perairan/laut. Dari total jumlah pulau di Provinsi Kepulauan Riau, Hanya 1.795 pulau dari 2.408 pualu yang diakui, sedangkan 613 pulau sisanya masih dalam proses penetapan di PBB. Beberapa pulau yang relatif besar diantaranya adalah Pulau Bintan dimana Ibukota Provinsi (Tanjungpinang) dan Kabupaten Bintan berlokasi; Pulau Batam yang merupakan Pusat Pengembangan Industri dan Perdagangan; Pulau Rempang; dan Pulau Galang yang merupakan kawasan perluasan wilayah industri Batam; Pulau Karimun, Pulau Kundur di Karimun, Pulau Lingga, Pulau Singkep di Kab. Lingga, Pulau Bunguran di Natuna, serta Gugusan Pulau Anambas (di Kepulauan Anambas). Selain itu Provinsi Kepulauan Riau memiliki pulau-pulau kecil yang tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada, termasuk di antaranya pulaupulau kecil yang terletak di wilayah perbatasan Negara Republik Indonesia. Keberadaan pulau-pulau terluar ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat
II-4
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
memiliki kerentanan terhadap masalah keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar, Provinsi Kepulauan Riau mempunyai 19 pulau terluar/terdepan yang berbatasan dengan negara tetangga. Pulau-pulau terluar/terdepan tersebut banyak terdapat di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas. Tabel 2.4 Nama-nama Pulau Terluar/ Terdepan berbatasan dengan Negara di Provinsi Kepulauan Riau No
Nama Pulau
Koordinat
Keterangan
1
Tokong Burung
04o04'01"LU, 107o26'29"BT
Kab. Natuna
2
Kepala
02o38'43"LU, 109o10'04"BT
Kab. Natuna
3
Subi Kecil
04o01'51"LU, 108o54'52"BT
Kab. Natuna
4
Sebetul
04o42'25"LU, 107o54'20"BT
Kab. Natuna
5
Sekatung
04o47'38"LU, 108o00'39"BT
Kab. Natuna
6
Semiun
04o31'09"LU, 107o43'17"BT
Kab. Natuna
7
Senoa
04o00'48"LU, 108o25'04"BT
Kab. Natuna
8
Tokong Malang Biru
02o18'00"LU, 105o34'07"BT
Kab. Natuna
9
Tokong Berlayar
03o20'74"LU, 106o16'08"BT
Kab. Kepulauan Anambas
10
Mangkai
03o05'32"LU, 105o53'00"BT
Kab. Kepulauan Anambas
11
Damar
02o44'29"LU, 105o22'46"BT
Kab. Kapulauan Anambas
12
Tokong Nanas
03o19'52"LU, 105o57'04"BT
Kab. Kepulauan Anambas
13
Sentut
01o02'52"LU, 104o49'50"BT
Kab. Bintan
14
Nipah
01o09'13"LU, 103o39'11"BT
Kota Batam
15
Nongsa
01o12'29"LU, 104o04'47"BT
Kota Batam
16
Pelampung
01o07'44"LU, 103o41'58"BT
Kota Batam
17
Batu Berhantu
01o11'06"LU, 103o52'57"BT
Kota Batam
18
Iyu Kecil
01o11'25"LU, 103o21'08"BT
Kab. Karimun
19
Karimun Kecil
01o09'59"LU, 103o23'20"BT
Kab. Karimun
Sumber : Biro Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau 2011
II-5
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
c.
Topografi Pulau-pulau di wilayah Provinsi Kepulauan Riau umumnya merupakan
sisa-sisa erosi atau pencetusan dari daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia sampai Pulau Bangka dan Belitung. Gugusan beberapa pulau kondisi daratannya berbukit-bukit dan landai di bagian pantainya, dengan ketinggian rata-rata 2 - 5 meter dari permukaan laut. Topografi wilayah Provinsi Kepulauan Riau terbagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu: 1.
Wilayah Pulau-pulau Lepas Pantai Timur Sumatera Untuk Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Lingga, dan Kota Batam, ketinggian wilayah bervariasi antara 0 – 50 meter dpl, 50 – 200 m (paling dominan), dan diatas 200 meter, dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Lingga (1.163 meter dpl). Kemiringan lereng yang dominan adalah 15–25% pada wilayah perbukitan, serta 25 – 40% dan di atas 40% pada wilayah pegunungan.
2.
Wilayah Pulau-pulau di sebelah Timur Jauh Pulau-pulau ini terletak di wilayah Kabupaten Natuna pada perbatasan Laut Cina Selatan, seperti Pulau Anambas, Pulau Natuna, Pulau Tambelan, dan lain-lain. Kondisi morfologi, ketinggian, dan kemiringan lereng wilayah secara umum menunjukkan kesamaan dengan pulau-pulau di Kabupaten Bintan, dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Ranai (1.035 meter dpl).
3.
Wilayah Pulau-pulau di Bagian Tenggara dari Kepulauan Lingga-Singkep Pulau-pulau ini membentuk jajaran sesuai arah struktur utama geologi di Kepulauan Riau berarah Barat Laut Tenggara. Kelompok pulau ini merupakan relik morfologi tua memberi topografi bukit dan gunung.
4.
Kelompok Pulau Batam, Rempang dan Galang Gugusan pulau ini ditandai oleh bentang alam bergelombang sebagai sisa morfologi tua paparan tepian benua Sunda.
II-6
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
d.
Geologi Berdasarkan kondisi geomorfologinya, Provinsi Kepulauan Riau
merupakan bagian kontinental yang terkenal dengan nama ”Paparan Sunda” atau bagian dari kerak Benua Asia. Batuan yang terdapat di Kepulauan Riau diantaranya adalah batuan ubahan seperti mika geneis, meta batu lanau, batuan gunung api seperti tuf, tuf litik, batu pasir tufan yang tersebar di bagian timur Kepulauan Riau, batuan terobosan seperti granit muskovit dapat dijumpai di Pulau Kundur bagian timur, batuan sedimen seperti serpih batu pasir, metagabro, yang tersebar di Pulau Batam, Bintan dan Buru. Juga terdapat batuan aluvium tua terdiri dari lempung, pasir kerikil, dan batuan aluvium muda seperti lumpur, lanau, dan kerakal. Geomorfologi Pulau Kundur dan Pulau Karimun Besar terdiri dari perbukitan dan dataran, dengan pola aliran sungai radial hingga dendritik yang dikontrol oleh morfologi bukit granit yang homogen. Struktur geologi berupa sesar
normal
dengan
arah
barat-timur
atau
barat
daya-timur
laut.
Geomorfologi Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang berupa perbukitan memanjang dengan arah barat laut-tenggara, dan sebagian kecil dataran terletak di bagian kakinya. Geomorfologi Pulau Bintan berupa perbukitan granit yang terletak di bagian selatan pulau dan dataran di bagian kaki. Struktur geologi sesar Pulau Bintan dominan berarah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut, beberapa ada yang berarah utara-selatan atau barattimur. Pulau-pulau kecil di sebelah timur dan tenggara Pulau Bintan juga disusun oleh granit berumur Trias (Trg) sebagai penghasil bauksit. Geomorfologi Pulau Lingga berupa perbukitan dengan puncak Gunung Lingga, membentang dengan arah barat laut-tenggara dan dataran di bagian kaki, dengan pola aliran sungai trellis hingga sejajar. Juga geomorfologi Pulau Selayar dan Pulau Sebangka berupa perbukitan yang membentang dengan arah barat laut-tenggara dan dataran di bagian kakinya, pola aliran sungai adalah tralis yang dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan dengan sumbu memanjang barat laut-tenggara dan arah patahan utara-selatan.
II-7
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Stratigrafi keempat pulau ini tersusun oleh Formasi Pancur (Ksp) yang terdiri dari serpih kemerahan dan urat kwarsa, sisipan batu pasir kwarsa, dan konglomerat polemik. Geologi Pulau Singkep selain terdiri dari Formasi Pancur dan Formasi Semarung juga terdapat granit (Trg) yang mendasari kedua formasi di atas dan menjadi penghasil timah atau bauksit. Geomorfologi Pulau Bunguran berupa perbukitan yang membujur dari tenggara-barat laut dengan puncak Gunung Ranai dan dataran di bagian barat dari Pulau Bunguran. Pola aliran sungai adalah radial hingga dendritik di sekitar Gunung Ranai, sedangkan ke arah barat laut berubah menjadi pola aliran tralis. Kabupaten Kepulauan Anambas mempunyai tiga pulau relatif besar yaitu Pulau Matak, Siantan, dan Jemaja. Ketiga pulau disusun oleh granit Anambas (Kag) yang tersusun oleh granit, granodiorit dan syenit. Batuan granit Anambas (Kag) ini menerobos batuan mafik dan ultramafik (Jmu) yang terdiri dari diorit, andesit, gabro, gabro porfir, diabas dan basalt, bersisipan rijang-radiolaria. Pola struktur sesar dominan berarah barat laut-tenggara dan sedikit berarah utara-selatan hingga barat daya-timur laut seperti di Pulau Jemaja. Sehingga mempunyai potensi tambang granit yang merupakan cekungan tersier yang kaya minyak dan gas bumi yaitu Cekungan Natuna Barat yang masuk wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas dan Cekungan Natuna Timur yang masuk wilayah Kabupaten Natuna. Kota Batam, Kota Tanjungpinang serta Kabupaten Kepulauan Anambas menjadi daerah Kota/ Kabupaten yang tidak memiliki Gunung di daerahnya. Natuna menjadi Kabupaten yang memiliki Gunung paling banyak yaitu delapan buah gunung. Kabupaten Lingga memiliki gunung yang paling tinggi di Provinsi Kepulauan Riau yaitu Gunung Daik dengan ketinggian 1.272 m, dan Gunung Kute sebagai gunung dengan ketinggian terendah (232 m) yang terletak di Kabupaten Natuna.
II-8
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.5 Nama Gunung dan Ketinggiannya di Provinsi Kepulauan Riau No
Kabupaten/Kota
Gunung
Tinggi
1
Tanjungpinang
-
-
2
Batam
-
-
3
Bintan
Gunung Bintan
380 m
4
Karimun
Gunung Jantan
478 m
Gunung Ranai
959 m
Gunung Datuk
510 m
Gunung Tukong
477 m
Gunung Selasih
387 m
Gunung Lintang
610 m
Gunung Punjang
443 m
Gunung Kute
232 m
Gunung Pelawan Condong
405 m
Gunung Daik
1272 m
Gunung Sepincan
800 m
Gunung Tanda
343 m
Gunung Lanjut
519 m
Gunung Muncung
415 m
5
6
7
Natuna
Lingga
Kepulauan Anambas
-
-
Sumber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau
Struktur dan Karakteristik Geologi Kepulauan Riau Pulau-pulau di wilayah Provinsi Kepulauan Riau umumnya merupakan
sisa-sisa erosi atau pencetusan dari daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia sampai Pulau Bangka dan Belitung. Gugusan beberapa pulau kondisi daratannya berbukit-bukit dan landai di bagian pantainya, dengan ketinggian rata-rata 2 - 5 meter dari permukaan laut. Tekstur tanah di Provinsi Kepulauan Riau dibedakan menjadi tekstur halus (liat), tekstur sedang (lempung), dan tekstur kasar. Sedangkan jenis tanahnya, sedikitnya memiliki 5 (lima) macam jenis tanah yang terdiri dari
II-9
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
organosol, glei humus, podsolik merah kuning, latosol, dan aluvial. Jenis tanah Organosol dan glei humus merupakan segolongan tanah yang tersusun dari bahan organik, atau campuran bahan mineral dan bahan organik dengan ketebalan minimum 50 cm, dan mengandung paling sedikit 30% bahan organik bila liat atau 20% bila berpasir. Kepadatan atau bulk density kurang dari 0,6 dan selalu jenuh. Lapisan tanah Organosol tersebar di beberapa pulau Kecamatan Moro (Kabupaten Karimun), Kabupaten Natuna, Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Jenis lainnya adalah tanah Latosol, dijumpai di Kabupaten Natuna, Pulau Karimun, Pulau Kundur, dan beberapa pulau di Kecamatan Moro. Sementara tanah Aluvial yang belum mempunyai perkembangan, dangkal sampai yang berlapis dalam, berwarna kelabu, kekuningan, kecokelatan, mengandung glei dan bertotol kuning, merah, dan cokelat. Tekstur bervariasi dari lempung hingga tanah tambahan yang banyak mengandung bahan-bahan organik. Tanah ini terdapat di Pulau Karimun, Pulau Kundur, dan pulau-pulau lainnya di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. e.
Hidrologi Kondisi hidrologi di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari dua
jenis, yaitu air permukaan dan air bawah tanah (hidrogeologi). Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih, dapat diperoleh dari air permukaan berupa air sungai, mata air/air terjun, waduk, dan kolong, sedangkan air bawah tanah (hidrogeologi) didapat dengan menggali sumur dangkal. Kolong merupakan kolam bekas tambang bauksit, timah, dan pasir yang terbentuk akibat eksploitasi yang digunakan sebagai sumber air bersih, juga dimanfaatkan sebagai kawasan pariwisata. Kota Batam dan Kota Tanjungpinang merupakan dua daerah yang tidak memiliki Daerah Aliran Sungai. Sedangkan Kabupaten Bintan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) yang paling banyak yaitu sembilan buah Daerah Aliran Sungai (DAS).
II-10
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Terdapat dua daerah yang tidak memiliki air permukaan yang berasal dari mata air yaitu Kota Batam dan Kabupaten Karimun. Kabupaten Natuna (termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas) memiliki 6 mata air dari air permukaan, yaitu Nuraja, Gunung Datuk, Tarempa, Temurun, Gunung Bini, dan Gunung Kesayana. Provinsi Kepulauan Riau hanya memiliki dua daerah Dam/Waduk, yaitu Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Kota Batam memiliki Dam/Waduk yang terbanyak yaitu lima Dam/Waduk. Kolong terdapat pada tiga kabupaten/kota yang ada di Kepulauan Riau, yaitu Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan dan Kabupten Lingga. Adapun jumlah kolong terbanyak, terdapat pada wilayah Kabupaten Bintan. f.
Klimatologi Sebagai konsekuensi dari bentuk wilayah yang berupa kepulauan,
maka kondisi iklim Provinsi Kepulauan Riau sangat dipengaruhi oleh angin. Provinsi Kepulauan Riau beriklim laut tropis basah, terdapat musim hujan dan musim kemarau yang diselingi musim pancaroba dengan suhu terendah ratarata 20,40C. Pada bulan November sampai Februari bertiup angin musim Utara dan pada bulan Juni sampai bulan Desember bertiup angin musim Selatan. Pada musim angin Utara ketinggian dan arus gelombang yang besar serta kecepatan angin yang besar sangat menghambat kelancaran arus transportasi udara dan laut, rawan terhadap abrasi dan menghambat kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang bergantung pada laut. Secara umum, keadaan iklim di Kepulauan Riau relatif seragam berdasarkan catatan lima stasiun yang ada, secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.
II-11
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.6 .ambaran Kondisi Klimatologi Menurut Kabupaten/Kota Se-Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 Stasiun Tanjung pinang
Hang Nadim Batam
Karimun
Ranai Natuna
Dabo Lingga
Tarempa Anambas
Minimum
21,0
22,8
22,0
21,0
21,3
20,4
Maksimum
33,6
33,2
34,8
34,0
32,5
34,8
Rata-rata
26,8
27,6
27,5
27,0
27,1
30,9
Minimum
43,0
43,0
54,0
63,0
56,0
45,0
Maksimum
100,0
100,0
100,0
98,0
100,0
100,0
Rata-rata
85,6
82,8
85,9
88,3
81,3
89,5
3.
Curah Hujan (mm)
324,4
244,1
238,3
198,9
232,4
228,6
4.
Tekanan Udara (mb)
1.010,1
1.009,5
1010,5
1.009,5
998,7
1.009,2
5.
Kecepatan Angin (knot)
7,0
5,0
4,0
18,0
3,0
4,6
6.
Penyinaran Matahari (%)
39,9
59,0
53,0
37,0
79,7
50,7
No.
1.
2.
Uraian Suhu ( 0C)
Kelembaban Udara (%)
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Sebagai wilayah yang beriklim tropis basah, musim kemarau dan musim hujan yang diselingi dengan musim pancaroba pada wilayah ini memiliki suhu rata-rata terendah yang tercatat di Stasiun Tarempa Kepulauan Anambas sebesar 20,4ºC dan suhu rata-rata tertinggi tercatat di Stasiun Hang Nadim Batam sebesar 22,8ºC, Adapun kelembaban rata-rata di Kepulauan Riau antara 81,3 persen sampai 89,5 persen. Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun 2011 di provinsi ini cukup beragam. Kisaran curah hujan tertinggi tercatat di stasiun Tanjungpinang sebesar 324,4 mm. berikut rata curah hujan di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011-2013
II-12
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar 2.2. Rata-rata Curah Hujan di Provinsi Kepulauan Riau
g.
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan suatu deskripsi peruntukan pemanfaatan
lahan di suatu daerah, baik itu untuk budidaya maupun yang merupakan lahan sebagai penyangga untuk kelestarian lingkungan (Kawasan Lindung). Kawasan budidaya merupakan kawasan daratan yang berpotensi untuk dikembangkan baik untuk kepentingan usaha produksi maupun pemukiman penduduk. Berikut gambaran penggunaan lahan di tiap Kabupaten/ Kota di Kepulauan Riau : Tabel 2.7 Kondisi Eksisting Tutupan Lahan/ Penggunaan Lahan di Kabupaten/ Kota Se-Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Tutupan Lahan Kabupaten Kep.Anambas
Ha
HTI
1.203,34
Hutan Lahan Kering Sekunder
26.551,95
Hutan Mangrove Primer
240,90
II-13
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Hutan Mangrove Sekunder
890,26
Hutan Rawa Primer
238,54
Kebun Masyarakat
2.907,37
Pemukiman
124,96
Perkebunan
196,01
Permukiman
2.831,62
Pertanian Lahan Kering
91,95
Pertanian Lahan Kering Campur
5.208,54
Semak/Belukar
23.797,08
Tanah Terbuka
113,91
Tutupan Lahan Kabupaten Karimun
Ha
Hutan Lahan Kering Sekunder
4.633,01
Hutan Mangrove Primer
6.420,91
Hutan Mangrove Sekunder
7.630,91
Pemukiman
4.171,39
Perkebunan
999,66
Pertambangan
2.287,15
Pertanian Lahan Kering
17.811,23
Pertanian Lahan Kering Bercampur
26.802,56 143,42
Rawa Semak/Belukar
10.551,83
Semak/Belukar Rawa
7.268,41
Tanah Terbuka
5.811,34
Tubuh Air
Tutupan Lahan Kabupaten Bintan Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder
455,26
Ha 5.425,19 331,08 9.866,25 165,09 476,74
Pemukiman
3.131,33
Perkebunan
12.290,98
Pertambangan
2.984,22
Pertanian Lahan Kering
21.205,58
Pertanian Lahan Kering Bercampur
25.318,56
Rawa
261,15
II-14
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Savana
263,33
Semak/Belukar
41.559,20
Semak/Belukar Rawa
2.910,54
Tanah Terbuka
5.445,12
Tubuh Air
1.133,49
Tutupan Lahan Kota Tanjungpinang Hutan Mangrove Sekunder
Ha 1.624
Hutan Rawa Primer
120
Hutan Rawa Sekunder
247
Pemukiman Pertambangan
1.774 115
Pertanian Lahan Kering
2.598
Pertanian Lahan Kering Bercampur
3.266
Semak/Belukar
2.391
Pertanian Lahan Kering
2.598
Pertanian Lahan Kering Bercampur
3.266
Semak/Belukar
2.391
Tutupan Lahan Kota Batam
Ha
Hutan Lahan Kering Primer
1.312,40
Hutan Lahan Kering Sekunder
7.949,62
Hutan Mangrove Primer
3.408,04
Hutan Mangrove Sekunder
19.512,56
Hutan Rawa Primer Permukiman Pertambangan
96,75 14.378,17 131,25
Pertanian Lahan Kering
13.155,76
Pertanian Lahan Kering Campur
14.622,90
Rawa
266,82
Semak/Belukar
15.803,85
Semak/Belukar Rawa
3.170,43
Tambak
2.935,94
Tanah Terbuka
4.426,31
Tubuh Air
1.051,23
II-15
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tutupan Lahan Kabupaten Lingga
Ha
HTI
1.470,95
Hutan Lahan Kering Primer
412,40
Hutan Lahan Kering Sekunder
73.118,82
Hutan Mangrove Primer
3.353,63
Hutan Mangrove Sekunder
7.890,09
Hutan Rawa Primer
1.383,20
Hutan Rawa Sekunder
2.357,63
Permukiman
2.774,55
Pertambangan
2.393,05
Pertanian Lahan Kering
1.322,85
Pertanian Lahan Kering Bercampur
27.926,86
Rawa
91,02
Semak/Belukar
84.127,97
Semak/Belukar Rawa
7.847,74
Tanah Terbuka
2.453,98
Tubuh Air
237,04
Tutupan Lahan Kabupaten Natuna
Ha
Hutan Lahan Kering Sekunder
68.353
Hutan Mangrove Sekunder
1.455
Hutan Rawa Sekunder
23.117
Pemukiman
2.428
Perkebunan
3.600
Pertanian Lahan Kering
7.276
Pertanian Lahan Kering Campur
22.823
Rawa
8.880
Savana
322
Sawah
22
Semak/Belukar
42.652
Semak/Belukar Rawa
8.523
Tanah Terbuka
7.269
Tubuh Air
1.452
Sumber : RTRW Provinsi Kepulauan Riau
Sedangkan
Kawasan
Lindung
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK. 463/menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan seluas 124.775 (seratus dua empat ribu tujuh ratus tujuh puluh lima) hektar,
II-16
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
perubahan fungsi kawasan hutan seluas 86.663 (delapan puluh enam ribu enam ratus enam puluh tiga) hektar dan perubahan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 1.834 (seribu delapan ratus tiga puluh empat) hektar di Provinsi Kepulauan Riau, luas kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung, yakni:
Tabel 2.8 Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten/ Kota Se-Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 No.
Kabupaten/Kota
Luas (Ha)
1
Kabupaten Bintan
33.289
2
Kabupaten Karimun
9.685
3
Kabupaten Lingga
32.929
4
Kabupaten Anambas
3.748
5
Kabupaten Natuna
11.945
6
Kota Batam
14.846
7
Kota Tanjungpinang
356
Jumlah
106.798
Sumber : RTRW Provinsi Kepulauan Riau
2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah Berdasarkan karakteristik wilayah Kepulauan Riau, dapat dilihat beberapa potensi pengembangan wilayah Kepulauan Riau. Pengembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari pengembangan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, budidaya perikanan, pariwisata dan pengembangan wilayah perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Arah pengembangan wilayah di Kabupaten/Kota di Kepulauan Riau berbeda-beda, seperti Kota Batam potensi pengembangan di sektor industri sangat mempunyai prospek yang bagus, serta di sektor
pariwisata
Pengembangan
Wilayah
Pariwisata
Kota
Batam
pengembangannya diarahkan untuk pengembangan wisata konferensi/ Meeting, Incentive, Conferrence, Exhibition (MICE), wisata belanja (Kawasan Nagoya,
II-17
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Jodoh, Batu Aji, Batam Centre, Muka Kuning), wisata terpadu (Kawasan Batu Ampar), wisata bahari (Kawasan Pulau Abang, Pulau Segayang, Kawasan Nongsa), wisata sejarah/budaya (Camp Pengusngsian Vietnam Pulau Galang), ekowisata (Kawasan Nongsa) dan wisata minat khusus (Kawasan Pulau Abang). Pada saat ini, terdapat kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup wilayah yang lebih luas lagi yakni wilayah Batam, Bintan, dan Karimun. Upaya pengembangan kawasan khusus tersebut telah mendapat dukungan dari Pemerintah, bahkan Pemerintah Singapura juga turut memberikan dukungan dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura pada tanggal 25 Juni 2006 tentang kerjasama pembentukan kawasan ekonomi khusus di Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Provinsi Kepulauan Riau ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46, 47, dan 48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, dan Karimun.
Gambar 2.3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Karimun
II-18
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Disamping pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Karimun, Provinsi Kepulauan Riau juga mempunyai potensi pengambangan sentra-sentra ekonomi dengan mengembangkan kabupaten lainnya sesuai dengan potensi masing-masing. Pengembangan Kabupaten Natuna dan Kepulauan Anambas berpotensi lebih kearah pengembangan kelautan dan perikanan, dan juga pariwisata. Disamping itu juga Kabupaten Natuna dan juga Kabupaten Kepulauan Anambas juga mempunyai sumberdaya Migas di wilayah lepas pantai yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kota Tanjungpinang
selain
dikembangkan
ke
arah
pengembangan
Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, juga di kembangkan sesuai dengan potensi sumberdaya alamnya, seperti Bintan dengan potensi lahan yang baik cocok untuk pertanian, perkebunan, peternakan. Selain itu juga terdapat potensi tambang dan pariwisata. Kota Tanjungpinang mempunyai potensi pengembangan ekonomi seperti perdagangan dan properti, dan juga pengembangan budaya. Kabupaten karimun mempunyai potensi lahan yang baik untuk dikembangkan kearah pertanian, perkebunan, dan peternakan, disamping potensi tambang yang dimilikinya. Sedangkan pengembangan Kabupaten Lingga, jika dilihat dari sumeber daya dan potensi yang dimilikinya sangat cocok untuk pengambangan di sektor kalutan dan perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dan juga sektor pengembangan pariwisata. Hal tersebut dikarenakan nilai historis kerajaan melayu yang terdapat di pulau lingga. Dalam mencapai pengembangan wilayah yang sinergi di Provinsi Kepulauan Riau, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menggunakan dua strategi pengembangan, yaitu pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan juga pengembangan kawasan straegis yang ada di Kepulauan Riau.
‘
II-19
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar 2.4. Kawasan Strategis di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : RTRW Provinsi Kepulauan Riau
2.1.3.
Wilayah Rawan Bencana Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia. Kawasan rawan bencana di Provinsi Kepulauan Riau, meliputi : a. Kawasan Rawan Tanah Longsor Kawasan ini banyak terdapat di area dan kawasan bekas tambang dan kawasan terkena pemotongan lereng terdapat di Pulau Karimun dan Pulau Kundur di Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Pulau Singkep di Kabupaten Lingga, dan Kota Batam. b. Kawasan Rawan Angin Puting Beliung Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Natuna merupakan kawasan rawan bencana angin puting beliung.
II-20
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
c. Kawasan Rawan Gelombang Pasang Kawasan Rawan Gelombang Pasang terletak di pulau-pulau kecil yang berada di laut lepas seperti Kabupaten Bintan Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas Gambar 2.5. Peta Kawasan Rawan Bencana Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah (Bappeda)Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010.
Gambar 2.6. Peta Indeks Rawan Bencana Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Februari 2010.
II-21
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
2.1.4. Demografi Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau yang saat ini berjalan belum merata, hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas ekonomi yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau yang masih banyak terjadi di daerah perkotaan. Kondisi tersebut tentunya secara tidak langsung menyebabkan tidak meratanya konsentrasi penduduk yang ada di Kepulauan Riau. Indikator dalam melihat hal tersebut adalah dengan melihat kepadatan penduduk di tiap Kabupaten/Kota.
Kepadatan
penduduk
yang
terbesar
ada
di
Kota
Tanjungpinang dengan kepadatan penduduk sebesar 833 jiwa/km2, hal tersebut dikarenakan luas daratan Kota Tanjungpinang yang tergolong kecil jika dibandingkan dengan Kabupaten/ Kota Lainnya. Penyebab tingginya kepadatan Kota Tanjungpinang dikarenakan Kota Tanjungpinang merupakan Ibu Kota Provinsi dimana kini terdapat pusat pemerintahan yang secara tidak langsung juga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi yang terjadi di Kota Tanjungpinang, disamping juga aktivitas ekonomi lainnya yang juga meningkat. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling kecil ada di Kabupaten Natuna dengan kepadatan penduduk sebesar 27 jiwa, hal ini dpat dikarenakan Kabupaten Natuna mempunyai luas daratan yang cukup besar dan jumlah penduduk yang masih sedikit. Faktor letak geografis Natuna juga sedikit menjadi persoalan dimana akses ke Kabupaten Natuna masih minim. Untuk melihat gambaran kepadatan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat seperti tabel berikut ini. Tabel 2.9 Luas Daratan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 No.
Kabupaten/Kota
Luas Daratan (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan per Km2
239,50
199.618
833
1.
Tanjungpinang
2.
Batam
1.570,35
1.065.036
678
3.
Bintan
1.739,44
151.510
87
4.
Karimun
1.524,00
225.861
148
II-22
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
5.
Natuna
2.814,26
74.615
27
6.
Lingga
2.117,72
91.054
43
7.
Kep. Anambas
590,14
39.784
67
10.595,41
1.847.478
174
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Kota Batam menjadi daerah yang memiliki penduduk terbanyak di Provinsi Kepulauan Riau. Lebih dari setengah penduduk Provinsi Kepulauan Riau berada di Kota Batam. Baik jumlah penduduk laki-laki maupun perempuan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan industri yang sangat pesat di Kota Batam membuat kota ini menjadi kota yang banyak didatangi orang untuk mencari pekerjaan (migrasi penduduk). Kota Batam mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, sedangkan Rasio Jenis kelamin di Kota Batam 104,60 yang berarti lebih banyak penduduk lakilaki daripada penduduk perempuan seperti tabel berikut. Gambaran jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kepulauan Riau beserta rasionya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Kepulauan Riau Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 No.
Kabupaten/Kota
Laki-laki
Perempuan
Jumlah (Orang)
Rasio Jenis Kelamin
1.
Tanjungpinang
101.395
98.223
199.618
103,23
2.
Batam
544.485
520.551
1.065.036
104,60
3.
Bintan
78.339
73.171
151.510
107,06
4.
Karimun
115.599
110.262
225.861
104,84
5.
Natuna
38.601
36.014
74.615
107,18
6.
Lingga
46.644
44.410
91.054
105,03
7.
Kepulauan Anambas
20.637
19.147
39.784
107,78
954.700
901.778
1.847.478
104,87
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
II-23
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar 2.7. Grafik sebaran Penduduk di Kabupaten/ Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Untuk menggambarkan kondisi kependudukan di Provinsi Kepulauan Riau lebih lanjut dapat dilihat struktur kependudukan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hal ini sangat penting sebagai bahan pertimbangan perencanaan kedepannya. Untuk melihat kondisi tersebut tampak pada piramida penduduk di Kepulauan Riau pada gambar berikut. Gambar 2.8. Piramida Penduduk Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau pada dokumen data sosial ekonomi 2013
II-24
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Ada yang menarik dari piramida penduduk Provinsi Kepulaun Riau ini, yaitu penduduk kelompok umur 0-4, 20-24, 25-29, 30-34, dan 35-39 tahun. Penduduk Provinsi Kepulaun Riau masih tergolong “penduduk muda” hal ini bisa dilihat dari penduduk usia 0-4 tahun yang masih besar jumlahnya (12,57%). Sementara itu penduduk usia 20-39 tahun juga cukup besar (43,13%), hal ini disebabkan oleh migrasi masuk penduduk dari luar Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 14,25% selama 5 tahun terakhir, atau sebesar +250.000 orang. Sebagian besar migrasi masuk ke Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten Bintan. Cukup besarnya komposisi penduduk yang tergoong penduduk muda (penduduk usia 0-4 tahun) salah satunya dapat dikarenakan banyaknya penduduk pendatang yang tergolong usia produktif yang datang untuk mencari kerja di Kepulauan Riau. Kondisi ini secara tidak langsung memberikan kemungkinan penduduk pendatang tersebut juga untuk menetap dalam jangka waktu lama dan juga untuk berumah tangga. Kondisi ini tentunya menjadi masukan tersendiri bagi Pemerintah Kepulauan Riau, dimana jika dalam sepuluh tahun kedepan akan banyak sekali penduduk yang sudah masuk usia tidak produktif dan jumlah penduduk usia produktif akan sedikit turun, tetapi dengan asumsi jumlah laju pertumbuhan penduduk tetap sama, maka piramida penduduk diperkirakan kurang lebih berpola sama, serta kemungkinan tingginya usia muda. Jika dilihat dari rasio ketergantungan penduduk di Kepulauan Riau, dimana dengan kondisi lebih dari dua pertiga (67,55%) penduduk di Provinsi Kepulauan Riau adalah penduduk usia produktif, yaitu usia 15-64 tahun. Sedangkan penduduk pada kelompok usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun ke atas dianggap sebagai penduduk usia tidak produktif. Semakin besar persentase penduduk yang masuk ke dalam kelompok usia tidak produktif, berarti semakin besar pula beban secara ekonomi yang harus ditanggung oleh penduduk yang masuk dalam kategori usia produktif. Indikator yang dapat dipakai untuk dapat menggambarkan seberapa besar beban yang harus
II-25
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
ditanggung oleh penduduk usia produktif terhadap penduduk usia tidak produktif adalah dependency ratio atau rasio ketergantungan. Besarnya rasio ketergantungan penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 adalah 48,04%, artinya bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung sebanyak 48 orang penduduk yang tidak produktif (usia 0-14 tahun dan usia 65 tahun atau lebih). Besarnya komposisi penduduk pada usia produktif di Kepulauan Riau terdiri dari berbagai macam jenjang pendidikan, dimana gamabaran jenjang pendidikan penduduk usia produktif tersebut nantinya dapat digambarkan penyerapan lapangan pekerjaan menurut jenis pekerjaan dan tempat bekerjanya. Berikut tabel gambaran penduduk angkatan kerja yang ada di Kepulauan Riau. Tabel 2.11 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Daerah Tempat Tinggal di Provinsi Kepulauan Riau, Agustus 2012 Pendidikan
Perkotaan
Pedesaan
Tidak/Belum Pernah Sekolah
9 404
6.820
Tidak/Belum Tamat SD
52.555
30.009
Sekolah Dasar
77.095
44.689
SMTP
116.227
21.777
Umum
229.301
18 880
Kejuruan
152.191
7.588
Diploma I/II/III
37.508
4.084
Universitas
58.718
4.539
Agustus 2012
732.999
138.366
Agustus 2011
704.216
143.781
Agustus 2010
697.656
128.879
Agustus 2009
577.452
104.317
SMTA
Total
Sumber : Kepulauan Riau Dalam angka 2013
Berdasarkan data di atas, angkatan kerja yang ada di perkotaan Provinsi Kepulauan Riau paling besar tamatan SMTA Umum sebesar 195.034
II-26
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
jiwa, sedangkan di perdesaan masih tingginya angka belum tamat SD dengan jumlah 30.009 jiwa. Tabel 2.12 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Umum dan Daerah Tempat Tinggal di Provinsi Kepulauan Riau, Agustus 2012 Lapangan Pekerjaan Utama
Perkotaan
Pedesaan
Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
35.168
63.168
Pertambangan dan Penggalian
12.095
5.371
Industri Pengolahan
184.507
9.716
Listrik, Gas dan Air
2.077
1.143
Bangunan
53.202
8.779
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel
206.485
19.649
Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi
53.919
5.509
Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan
27.491
930
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
116.080
19.278
Agustus 2012
691.024
133.543
Agustus 2011
645 898
135 926
Agustus 2010
648 350
121 136
Agustus 2009
529 059
97 397
Total
Sumber : Kepulauan Riau Dalam angka 2013
Berdasarkan data Tabel di atas, angkatan kerja yang ada di perkotaan Provinsi Kepulauan Riau mengalami sedikit pergeseran, diaman pada bidang industri pengolahan terjadi penurunan dari 188.407 jiwa pada tahun 2011 menjadi 184.507 jiwa pada tahun 2012. Angkatan kerja yang tinggi pada daerah perkotaan pada tahun 2012 terdapat pada bidang perdagangan besar, eceran, rumah makan dan Hotel. Kemungkinan ini disebabkan juga karena terjadi pergeseran aktivitas perekonomian yang terjadi di Kota Batam, dimana walaupun industri pengolahan masih menjadi sektor utama, tetapi pada bidang perdagangan menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal lain yang memicu kondisi ini antara lain adalah melambatnya investasi di batam. Sedangkan di perdesaan yang bersifat agraris, masih didominasi sebagian besar pekerja di sektor Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan
II-27
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Perikanan dengan jumlah 63.168 jiwa. Jika dirinci berdasarkan status pekerjaan utama, maka dapat digambarkan sebagai berkut Tabel 2.13 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama dan Daerah Tempat Tinggal di Provinsi Kepulauan Riau, Agustus 2012 Perkotaan Status Pekerjaan Utama
Pedesaan
2011
2012
2011
2012
Berusaha Sendiri
139 407
101.801
86 858
49.071
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar
29 844
31.609
24 436
5.778
Berusaha dengan Buruh Tetap/Buruh Dibayar
37 742
36.249
35 432
2.962
Pekerja/Buruh/Karyawan
527 770
481.361
470 931
57.680
Pekerja Bebas di Pertanian
6 498
452
1 726
3.908
Pekerja Bebas di Non Pertanian
15 202
5.901
10 788
5.769
Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga
25 361
33.651
15 727
8.375
Total Agustus 2012
691.024
133.543
Agustus 2011
781 824
645 898
Agustus 2010
648 350
121 136
Agustus 2009
529 059
97 397
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
2.2.
Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2.2.1.
Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang ± 95 persen lebih terdiri laut
mengandung potensi yang amat besar. Potensi yang dimaksud adalah potensi perikanan atau potensi kelautan lainnya misalnya pariwisata atau budidaya. Namun potensi yang ada, belum dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan perekonomian masyarakat pada khususnya dan Kepulauan Riau pada umumnya. Seperti Nelayan Sedanau, Natuna dalam pemasaran ikan hasil
II-28
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
tangkapan masih sangat tergantung kapal-kapal asing (Hongkong) yang membeli hasil laut mereka. Bila kapal Hongkong tidak datang maka mereka tidak bisa menjual ikan tangkapan mereka. Maka dari itu perlu adanya inventarisasi potensi-potensi yang lebih jeli terutama potensi kelautan dan perikanan, baik perikanan tangkap dan budidaya. Dengan adanya inventarisasi ini pasti akan banyak ditemukan kendala-kendala di masyarakat terutama dalam upaya pengembangan potensi kelautan dan perikanan. Sehingga nantinya dapat diketahui daerah mana yang perlu peran pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang mereka hadapi untuk meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat. Hal ini berkaitan dengan pengembangan potensi kelautan dan perikanan di Kepulauan Riau yang begitu besar. Bila aspek yang berhubungan dengan kelautan, misalnya pariwisata laut atau budidaya ikan laut, potensi wilayah pesisir dapat lebih dikembangkan dan dikelola dengan baik bukan tidak mungkin bisa menjadi sumber pendapatan daerah yang cukup besar disamping industri pengolahan ataupun perdagangan. Namun perlu diperhatikan juga kondisi geografis Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan negara lain, membuat Provinsi Kepulauan Riau harus seksama dalam menyikapi dan menjaga kekayaan lautnya. Karena pencurian hasil laut di wilayah Indonesia pada umumnya dan Kepulauan Riau khususnya oleh nelayan negara lain yang berdalih masih merupakan wilayah perairan internasional tentunya perlu diwaspadai. Pemanfaatan potensi kelautan, perikanan, dan Wilayah pesisir di Provinsi Kepulauan Riau dari tahun ke tahun menunjukkan trend yang meningkat, seperti jumlah tangkapan ikan dan produksi budi daya perikanan. Sumbangan dari sektor kelautan dan perikanan cukup memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perekonomian.
II-29
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau sebagai daerah kepulauan memang masih di dominasi oleh sektor industri pengolahan, tetapi sektor kelautan dan perikanan menunjukkan trend kenaikan dari tahun ke tahu. Untuk melihat sgambaran kondisi perekonomian di Kepulauan Riau secara utuh dapat dilihat pada pertumbuhan PDRB Kepulauan Riau.
a)
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan
guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional, dan berupaya mengurangi ketergantungan tinggi terhadap sektor primer. Sebaliknya sektor sekunder atau tersier terus diupayakan memiliki andil yang lebih baik. Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini, dimana pemerintah daerah menentukan sendiri ke mana arah pembangunan ekonominya (buttom up planing), tentu membutuhkan data statistik perekonomian yang akurat dan terbaru serta dapat tersaji secara kontinyu. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau sepanjang tahun 2013 secara umum mengalami kondisi perlambatan pertumbuhan bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi melambat pada tahun 2013 menjadi 6,13 persen dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 6,82 persen. Pada tahun 2013, nilai PDRB Kepulauan Riau mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini terjadi pada nilai PDRB tahun 2013 dengan migas ataupun tanpa migas, serta berdasarkan harga konstan maupun berdasarkan harga berlaku. Berikut gambaran nilai PDRB Kepulauan Riau dari tahun 2010-2013.
II-30
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.14. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Riau Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2013 (Juta Rupiah) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas
2010
2011
2012*
2013**
1.799.712,14 2.108.251,99 20.876.469,60 217.815,75 1 931 026.73 9.452.702,39 1.829.326,86
1.870.861,24 2.140.381,91 22.239.552,91 248.219,67 2.122.242,93 10.115.037,31 2010923.65
1.905.624,75 2.255.952,92 23.503.047,25 262.310,85 2.339.513,97 11.101.182,50 2.152.040,04
1.940.790,07 2.334.904,32 24.835.220,22 274.010,11 2.607.393,54 11.975.179,65 2.259.023,32
1.921.025,28 939.528,10 39.144.832,11 39.349.760,26
2.059.518,84 1.009.980,13 41.805.794,94 42.079.012,16
2.199.252,74 1.077.756,66 46.796.681,68 44.964.298,00
2.317.625,28 1.123.078,12 49.667.224,63 47.772.232,58
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
Tabel 2.15. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Riau Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2013 (Juta Rupiah) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Dengan Migas PDRB Tanpa Migas
2010
2011
2012*
2013**
3.434.219,69
3.712.921,64
3.989.491,48
4.296.147,25
5.936.974,33 33.488.733,74 403.727,54 5.275.841,96 14.180.068,31 3.243.134,49
6.125.134,25 38.343.836,20 477.708,32 6.252.046,67 15.568.076,09 3.602.226,78
6.677.262,39 43.371.350,97 5.311.771,21 7.152.028,68 17.951.963,01 4.030.242,35
7.112.642,49 47.844.497,08 585.843,12 8.380.003,16 20.147.445,81 4.476.778,84
3.717.777,14
4.001.087,58
4.451.886,72
4.862.699,35
1.934.037,11 71.614.514,31 66.504.856,51
2.159.756,10 80.242.793,63 75.007.338,25
2.412.217,44 95.348.214,25 84.861.542,46
2.604.358,60 100.310.415,70 94.240.432,32
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
II-31
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pertumbuhan nilai PDRB yang terjadi di Kepulauan Riau dapat dikatakan merupakan total dari keseluruhan pertumbuhan PDRB di Kabupaten/ Kota se-Provinsi Kepulauan Riau. Besaran petumbuhan PDRB Kabupaten/ Kota tersebut tentunya berbeda-beda. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini, dimana Kota Batam masih menjadi penyumbang angka pertumbuhan PDRB terbesar di Provinsi Kepulauan Riau
Tabel 2.16. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 – 2012 (dalam Miliar Rupiah) Kabupaten/Kota
2009
2010*
2011*
2012**
Karimun
1.915,67
2.041,43
2.185,28
2.343,89
Bintan
2.947,05
3.110,79
3.302,99
3.501,79
Natuna
405,65
431,02
458,62
488,66
Lingga
563,84
601,08
640,98
683,67
Kepulauan Anambas
252,91
271,02
291,02
312,61
Batam
26.079,85
28.107,28
30.137,29
32.180,73
Tanjungpinang
2.363,29
2.530,71
2.709,45
2.901,39
KEPULAUAN RIAU
36.600,78
39.349,76
42.072,12
45.548,49
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
Menurut besaran nilai PDRB diatas, maka dapat dilihat persentase distribusi PDRB menurut lapangan usahanya dari tahun ke tahun, dimana terjadi dinamika pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat tren laju pertumbuhannya, banyak sektor yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Sektor yang mengalami tren positif (kenaikan) antara lain sektor bangunan, perdagangan hotel dan restoran, dan pengangkutan dan komunikasi. Sektor industri pengolahan masih menjadi sektor yang yang dominan di Kepulauan Riau.
II-32
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.17. Distribusi Persentase PDRB dengan Migas Provinsi Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 – 2012 Lapangan Usaha
2009
2010
2011*
2012**
4,72
4,38
4,27
4,06
a. Tanaman Bahan Makanan
0,25
0,25
0,26
0,27
b. Tanaman Perkebunan
0,24
0,22
0,22
0,21
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
0,76
0,74
0,69
0,68
d. Kehutanan
0,06
0,05
0,05
0,05
e. Perikanan
3,41
3,29
3,05
2,86
5,44
5,13
4,88
4,82
a. Minyak dan Gas Bumi
4,48
4,20
3,97
3,92
b. Pertambangan Tanpa Migas
0,59
0,56
0,55
0,54
c. Penggalian
0,41
0,37
0,37
0,37
53,30
50,82
50,76
50,23
-
-
-
-
53,30
50,82
50,76
50,23
0,55
0,53
0,57
0,56
a. Listrik
0,21
0,22
0,24
0,24
b. Gas
0,30
0,27
0,29
0,28
c. Air Bersih
0,04
0,04
0,04
0,04
5. Bangunan
4,73
4,70
4,84
4,98
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
23,57
23,01
23,08
23,72
a. Perdagangan Besar dan Eceran
19,53
19,06
19,03
19,57
b. Hotel
2,70
2,64
2,73
2,81
c. Restoran
1,34
1,31
1,33
1,34
4,70
4,45
4,59
4,63
4,11
3,87
3,99
4,02
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 4. Listrik, Gas dan Air Bersih
7. Pengangkutan dan Komunikasi a. Pengangkutan 1.
Angkutan Jalan Raya
2,11
1,97
2,05
2,05
2.
Angkutan Laut
1,10
1,03
1,04
1,03
3.
Angkutan Udara
0,63
0,61
0,63
0,67
4.
Jasa Penunjang Angkutan
0,27
0,26
0,27
0,27
0,59
0,59
0,60
0,61
4,91
4,68
4,70
4,70
3,40
3,15
3,17
3,17
b. Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan a. Bank
II-33
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank
0,18
0,17
0,18
0,18
c. Sewa Bangunan
1,39
1,32
1,32
1,31
d. Jasa Perusahaan
0,03
0,03
0,03
0,03
2,43
2,29
2,31
2,30
a. Pemerintahan Umum
1,19
1,11
1,13
1,14
b. Swasta
1,24
1,17
1,17
1,16
9. Jasa – Jasa
1.
Sosial Kemasyarakatan
0,17
0,17
0,18
0,18
2.
Hiburan dan Rekreasi
0,28
0,26
0,27
0,27
3.
Perorangan dan Rumah Tangga
0,79
0,74
0,73
0,71
100
100
100
100
PDRB Sumber : Kepri Dalam Angka Tahun 2012 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara
2.2.2.
Kesejahteraan Sosial
a).
Pendidikan
Angka Melek Huruf Angka Melek Huruf juga merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Karena kemampuan membaca dan menulis merupakan keterampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat menuju hidup sejahtera. Pemerintah telah berupaya untuk menekan sekecil mungkin angka buta huruf. Yang dimaksud melek huruf disini adalah kemampuan seseorang dalam membaca maupun menulis sehingga maksud yang terkandung didalam dapat dipahami dan dimengerti serta dimungkinkan terjadinya proses transformasi informasi dari aktivitasnya tersebut. Angka melek huruf di Provinsi Kepulauan Riau mulai tahun 2007 sampai 2009 hanya berkisar di 40-50 persen saja namun pada tahun 2010 cukup menunjukkan perkembangan yang baik yaitu meningkat menjadi 95,85 persen. Hingga tahun 2012 angka melek huruf di Kepulauan Riau terus mengalami peningkatan. Program pemberantasan buta huruf sangat terkait dengan program Wajib Belajar 9 Tahun, artinya peningkatan APK/ APM pada jenjang SD/ MI dan SMP/ MTs juga akan berpengaruh pada angka melek huruf atau pemberantasan buta huruf. Selain melalui jenjang pendidikan formal, upaya pemberantasan buta huruf juga dapat dilakukan dengan mengoptimalkan jenjang pendidikan non-
II-34
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
formal dan pendidikan luar sekolah. Partisipasi masyarakat perlu terus didorong, untuk meningkatkan angka melek huruf ini. Seperti yang tertera dalam tabel berikut ini: Tabel 2.18 Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2007 - 2012 Provinsi Kepulauan Riau Uraian Angka melek huruf
2007
2008
2009
2010
2011
2012
51.47
51.72
52.70
95.85
97,67
97,80
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi kepulauan Riau
Gambar. 2.9. Angka Melek Huruf Tahun 2011 dan 2012 Menurut Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS)
Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah di Provinsi Kepulauan Riau yaitu 9,16 untuk
tahun 2010, artinya secara rata-rata penduduk hanya menyelesaikan pendidikan hingga kelas 3 SLTP. Pada tahun 2011 angka rata-rata lama sekolah di Kepulauan Riau meningkat menjadi 9,73 dan pada tahun 2012 sebesar 9,81. Untuk melihat kondisi rata-rata lama sekolah di Kepulauan Riau dapat dilihat dari angka rata-rata
II-35
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
lama sekolah di tiap Kabupaten/ Kota. Angka rata-rata lama sekolah yang tertinggi terdapat di Kota Batam dan juga Kota tanjungpinang, yaitu sebesar 10,84 dan 10,18. Tabel 2.19 Rata-rata lama Bersekolah pada Kabupaten/ Kota Se-Provinsi Kepulauan Riau No.
Kabupaten/ Kota
2011
2012
1
Karimun
8,14
8,16
2
Bintan
8,91
8,95
3
Natuna
7,64
7,78
4
Lingga
7,24
7,27
5
Kepulauan Anambas
6,38
6,67
6
Batam
10,78
10,84
7
Tanjungpinang
9,68
10,18
Kepulauan Riau
9,73
9,81
Sumber : survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS)
Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Sekolah Murni (APM) merupakan proporsi penduduk
pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan usianya, yang dibagi dalam tiga kelompok jenjang pendidikan, yaitu SD/MI untuk usia 7 - 12 tahun, SMP/MTs untuk usia 13 – 15 tahun, dan SMA/MA/SMK untuk penduduk usia 16 – 18 tahun. Perkembangan angka partisipasi murni Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 baik untuk jenjang pendidikan SD/MI (90,16), SMP/MTs sederajat (81,79 persen), maupun untuk SMA/MA/SMK sederajat sebesar (54,10 persen), sedangkan untuk tahun 2010 angka partisipasi murni untuk SD/MI sebesar 87.88, SMP/MTs sebesar 84,75 persen dan APM untuk SMA/MA/SMK hanya sebesar 43,71. Peningkatan ini terjadi karena semakin besar komitmen pemerintah daerah dalam bidang pendidikan. Program-program pemerintah yang strategis ini dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam menikmati layanan pendidikan yang
II-36
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
dibutuhkan, sehingga anak-anak usia sekolah dapat bersekolah sesuai dengan layanan yang diberikan. Tabel 2.20. Perkembangan Angka Partisipasi Murni Tahun 2007 - 2011 Provinsi Kepulauan Riau NO 1
JENJANG PENDIDIKAN
2007
2008
2009
2010
2011
SD/MI
1.1.
Jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI
136.271
142.349
151.717
155.898
162.018
1.2.
Jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun
149.981
156.155
170.576
177.387
179.693
1.3.
APM SD/MI
90.85
91.15
88.94
87.88
90,16
2
SMP/MTs
2.1.
Jumlah siswa kelompok usia 13-15 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs
46.423
47.712
49.913
51.309
47.601
2.2.
Jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun
62.545
57.469
64.743
62.194
62.106
2.3.
APM SMP/MTs
74.22
83.02
77.09
77.24
81,79
3
SMA/MA/SMK
3.1.
Jumlah siswa kelompok usia 16-18 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK
31.860
33.098
34.448
35.939
36.271
3.2.
Jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun
61.899
63.984
65.363
66.809
68.076
3.3.
APM SMA/MA/SMK
51.47
51.72
52.70
53.79
54,10
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
Sedangkan angka partisipasi murni Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011 untuk tingkat SD/MI sederajat sebesar 90,16 persen, untuk tingkat SMP/MTs sederajat sebesar 81,79 persen dan untuk tingkat SMA/MA/SMK sederajat sebesar 54,10 persen. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.21 Angka Partisipasi Murni Tahun 2011 Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau PERSENTASE No.
Kabupaten/Kota SD/MI
APM SMP/MTs
SMA/MA/SMK
1
Kota Batam
91,79
71,60
66,18
2
Kota Tanjungpinang
92,14
121,44
94,93
3
Kab. Bintan
91,64
65,22
56,59
II-37
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
4
Kab. Karimun
96,80
59,61
58,33
5
Kab. Natuna
72,96
109,97
30,85
6
Kab. Lingga
77,77
68,35
48,08
7
Kab. Kep. Anambas
74,10
76,34
23,77
90,16
81,79
54,10
Provinsi Kepri
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
Angka partisipasi murni di Kepulauan Riau hingga tahun 2012 ini tetap mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2012 ini APM untuk tingkat SD/MI sebesar 99,0, untuk tingkat SMP/ MTS sebesar 94,1, sedangkan untuk tingkat SMA/MA/SMK sebesar 61,77. Berikut besaran APM di Kepulauan Riau dari tahun ke tahun.
Gambar. 2.10. Angka Partisipasi Murni Tahun 2009-2013 Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Angka Partisipasi Kasar (APK) Berbeda halnya dengan Angka partisipasi murni, Angka partisipasi kasar
(APK) mengukur proposi penduduk seluruh kelompok umur yang bersekolah pada tingkat pendidikan tertentu. Angka ini memberikan gambaran secara umur tentang banyaknya anak yang telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu dan bukan angka yang menunjukkan tingkat kemajuan pendidikan. Angka Partisipasi Kasar di Kepulauan Riau secara garis besar telah memenuhi target yang telah ditetapkan pada indikator pembangunan di Kepulauan Riau
II-38
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar. 2.11. Angka Partisipasi Kasar Tahun 2009-2013 Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Data Olahan Dinas Pendidikan Pada Review RPJMD
Angka Pendidikan yang di Tamatkan (APT) Sementara itu, persentase penduduk yang memiliki ijazah SD untuk tahun 2011/2012 sebesar 100 meningkat dari tahun 2010-2011, ijazah SMP sebesar 92,10 persen menurun dari tahun sebelumnya begitu juga dengan penduduk yang memiliki ijazah MA dan SMK yang masing-masing sebesar 82,46 dan 97,71, sedangkan untuk SMA meningkat menjadi sebesar 99,03 persen. Seperti yang tertera di tabel dibawah ini Tabel 2.22 Angka Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 2011-2012 Provinsi Kepulauan Riau Tahun
Jenjang Pendidikan 2006/2007
2007/2008
2008/2009
2009/2010
2010/2011
2011/2012
SD/MI
100
99,75
92,45
98,85
100
100
SMP/MTs
89,72
91,17
81,97
82,64
96,69
92,10
SMA
92,06
93,45
81,89
84,86
97,17
99,03
MA
85,64
77,70
75,19
74,05
94,26
82,46
SMK
91,28
89,24
83,73
84,52
99,12
97,71
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
II-39
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
b).
Kesehatan
Angka Kematian Bayi Salah satu ukuran kematian yang cukup menjadi perhatian adalah jumlah
kematian bayi. Jumlah kematian bayi ini dipublikasikan dengan sebuah indikator yang disebut angka kematian bayi (AKB). Angka Kematian Bayi atau AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Salah satu indikator yang menjadi kriteria dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDG’s) adalah menurunnya Angka Kematian Anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1.000 kelahiran bayi pada tahun 2015. AKB Provinsi Kepulauan Riau tahun 2012 adalah 4,29/1.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun bila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 8,67/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kematian yang dilaporkan tahun 2011 jumlah bayi mati adalah 341 dari 50.368 kelahiran hidup. Angka ini sudah melebihi target MDG’s yaitu 20/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Demikian juga halnya pada tahun 2012, jumlah kematian yang dilaporkan jumlah bayi mati sebesar 223 dari 51.752 kelahiran hidup atau 4,29/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Pada tahun 2013 menunjukkan bahwa AKB Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 5,89/1.000 kelahiran hidup, dimana angka ini lebih besar dari tahun sebelumnya.
Angka Kematian Balita (AKABA) Angka kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang dilahirkan
pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian Balita (AKABA) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 yaitu 6,2/1.000 kelahiran hidup mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2010 yaitu 9,59/1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan kematian yang dilaporkan tahun 2011 jumlah balita mati adalah 349 dari 50.368 kelahiran hidup. Angka ini sudah melebihi target MDG’s yaitu 20/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Pada tahun 2013, AKABA Provinsi
II-40
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Kepulauan Riau sebesar 6,86/1.000 kelahiran hidup, dimana angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Gambar. 2.12. Angka Kematian Bayi dan Balita Tahun 2009-2012 Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
Angka Kematian Ibu (AKI) Tinggi rendahnya angka maternal mortality dapat dipakai mengukur taraf
program kesehatan di suatu negara khususnya program kesehatan ibu dan anak. Semakin rendah angka kematian ibu di suatu negara menunjukkan tingginya taraf kesehatan negara tersebut. Berdasarkan tabel berikut, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan angka kematian ibu (berdasarkan kematian yang dilaporkan) selama kurun waktu 20072010, dan menglami penurunan pada tahun 2011 dan mengalami kenaikan pada tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 106,9. Gambar. 2.13. Angka Kematian Ibu Tahun 2009-2012 Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau
II-41
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Perihal faktor penyebab kematian ibu berdasarkan hasil berbagai penelitian yang telah dilaksanakan menyebutkan bahwa sekitar 90% kematian ibu disebabkan oleh pendarahan, teksemia gravidarum, infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah. Angka Usia Harapan Hidup (AHH) Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator/penilaian derajat kesehatan suatu negara dan digunakan sebagai acuan dalam perencanaan program-program kesehatan. Indikator UHH juga merupakan salah satu komponen dalam penilaian keberhasilan pencapaian MDG’s. Angka Harapan Hidup disebut juga lama hidup manusia didunia. Didasarkan pada perkiraan CIA World Factbook pada tahun 2011, Indonesia berada pada nomor urut 108 berdasarkan daftar PBB dari 191 Negara yang dipublikasikan di Wikipedia, dengan angka harapan hidup 70,76 (laki-laki 68,26 dan perempuan 73,38). Angka Harapan Hidup yang semakin meningkat merupakan indikator semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Derajat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu faktor Lingkungan, Pelayanan Kesehatan, Keturunan dan Perilaku masyarakat. Umur harapan hidup ini juga merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka harapan hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan. Angka Harapan Hidup Provinsi Kepulauan Riau tahun 2009 adalah 69,80 tahun. Artinya bayi-bayi yang akan dilahirkan menjelang tahun 2010 akan dapat hidup sampai 69 atau 70 tahun lebih tinggi dari angka harapan hidup nasional yang hanya 68 sampai 69 tahun saja.
II-42
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.23. Angka Harapan Hidup Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 – 2012 No 1 2 3 4 5
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Angka Harapan Hidup 69,60 69,70 69,80 69,80 69,85
6.
2012
69,91
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012
Persentase balita gizi buruk Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator antara lain
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita subur Kurang Energi Kronis (KEK) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dan TB tersebut disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan kedalam bentuk nilai standar (zscore) dengan menggunakan baku antropometri WHO-NCHS tahun 2006. Kategori status gizi dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan prevalensi gizi kurang dari seluruh jumlah balita yaitu: 1. Rendah
: di bawah 10 persen
2. Sedang
: 10 – 19 persen
3. Tinggi
: 20 – 29 persen
4. Sangat tinggi
: 30 persen
Berdasarkan data tahun 2008 – 2013, persentase gizi buruk Provinsi Kepulauan Riau di bawah 10% dan termasuk dalam kategori rendah.
II-43
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.24. Persentase Balita Gizi Buruk di Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 – 2013 No.
Kabupaten/Kota
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1
2
3
4
5
6
7
8
Tanjungpinang
0,30
0,35
1,22
1,22
0,26
0,15
Batam
0,04
0,46
0,46
0,55
0,47
0,47
Bintan
0,75
0,08
0,20
0,20
0,53
0,76
Karimun
0,58
0,07
2,80
2,80
0,12
1,36
Natuna
0,61
0,67
0,73
0,73
4,83
2,31
Lingga
0,38
0,43
3,06
2,40
0,85
0,78
-
-
0,26
1,22
1,16
1,16
0,29
0,38
0,84
0,99
0,58
0,66
1 2 3 4 5 6 7
Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau 2008 – 2012.
Tabel 2.25. Balita Gizi Kurang di Kepulauan Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013 KABUPATEN/KOTA Karimun Bintan Natuna Lingga Batam Tanjungpinang Kep. Anambas Provinsi Kepulauan Riau
L JUMLAH
%
547 217 224 227 869 32 157 2.273
6,35 3,50 11,56 5,19 2,48 0,37 13,05 3,44
GIZI KURANG P JUMLAH %
452 187 262 187 838 20 145 2.091
5,49 3,08 13,64 4,62 2,52 0,24 8,04 3,28
L+P JUMLAH
999 404 486 414 1.707 52 302 4.364
%
5,93 3,29 12,59 4,92 2,50 0,30 10,04 3,36
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau 2012.
Berat Badan Lahir Rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah
II-44
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
lahir. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Persentase BBLR Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011 adalah 1,50%. Persentase ini menurun bila dibandingkan 2 (dua) tahun terakhir yaitu 2,33% pada tahun 2009 dan 2,49% pada tahun 2010. Pada tahun 2013, bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah turun menjadi 1,3%. Persentase BBLR di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.26. Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 – 2013 Persentase Berat Badan No Tahun Lahir Rendah (BBLR) 1 2007 2,04 2 2008 0,51 3 2009 2,33 4 2010 2,49 5 2011 1,50 6 7
2012 2013
1,33 1,3
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau 2008 – 2013.
II-45
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.27. Angka Kelangsungan Hidup Bayi Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 di Provinsi Kepulauan Riau JUMLAH KELAHIRAN NO
KABUPATEN/ KOTA
LAKI-LAKI HIDUP
MATI
PEREMPUAN
HIDUP + MATI
HIDUP
MATI
LAKI-LAKI + PEREMPUAN
HIDUP + MATI
HIDUP
MATI
HIDUP + MATI
1
Karimun
2.626
29
2.655
2.433
20
2.453
5.059
49
5.108
2
Bintan
1.570
15
1.585
1.490
11
1.501
3.060
26
3.086
3
Natuna
809
11
820
751
11
762
1.560
22
1.582
4
Lingga
1.255
10
1.265
1.164
13
1.177
2.419
23
2.442
5
Batam
17.116
42
17.158
15.989
18
16.007
33.105
60
33.165
6
Tanjungpinang
2.987
19
3.006
2.868
11
2.879
5.855
30
5.885
7
Kep. Anambas
323
7
330
371
6
377
694
13
707
26.686
133
26.819
25.066
90
25.156
51.752
223
51.975
JUMLAH (PROVINSI) ANGKA LAHIR MATI
5,0
3,6
4,3
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau, 2012
II-46
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Penyakit Menular
Malaria Malaria
adalah
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
parasit
(plasmodium) yang ditularkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan komitmen internasional dalam MDG’s. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil. Selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja. Gambar 2.14. Angka Kesakitan Malaria (per 1.000) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007-2013
7,00 5,72
6,00 5,00 4,00 3,00
3,56 2,29
2,13 1,52
2,00
1,45
1,24
1,00 0,00 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau, 2007-2012
Gambar di atas menunjukkan kecenderungan peningkatan angka kesakitan malaria (API) Provinsi Kepulauan Riau selama kurun waktu 4 (empat) tahun berturut-turut yaitu tahun 2008 (1,52), 2009 (2,29), 2010 (3,56), 2011 (5.72), 2012 (1,24), dan 2013 (1,45). Hal ini berarti terjadi peningkatan kasus malaria di
II-47
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
kabupaten/kota sampai dengan tahun 2011 dan menurun drastis pada tahun 2012 dan menunjukkan peningkatan di tahun 2013. Kondisi geografis Kepulauan Riau yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah perairan/rawa-rawa menyebabkan semua kabupaten/kota di wilayah ini merupakan daerah endemis malaria. Faktor lain selain faktor lingkungan alam yang memegang peranan terhadap penyebaran penyakit malaria adalah lingkungan buatan manusia seperti adanya bekas galian tambang yang dibiarkan terbuka, selokan-selokan yang menggenang akan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk anopeles yang merupakan vektor penyebaran penyakit ini. Gerakan seluruh elemen masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan perlu ditingkatkan agar dapat menekan angka kejadian malaria di masyarakat.
TB Paru Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB Paru. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TB Paru di dunia. Penyakit TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyakit TB Paru biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB Paru batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB Paru dewasa. Millenium Development Goals (MDG’s) menjadikan penyakit TB Paru sebagai salah satu penyakit yang menjadi target untuk dihentikan dan dicegah penyebarannya. Angka Insiden TB Paru Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 adalah 64,14 per 100.000 penduduk, dengan persentase lebih banyak kasus TB Paru pada laki-laki (59,18%) bila dibandingkan dengan kasus pada perempuan (40,82%). Sedangkan Angka Kematian TB Paru Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 adalah 1,9 per 100.000 penduduk, dengan persentase kematian laki-laki (57,90%) lebih besar dibandingkan dengan perempuan (42,10%).
II-48
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Angka penemuan BTA (+) Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011 mengalami peningkatan dari tahun 2010 dan terus naik sampai tahun 2012, namun menurun pada tahun 2013 dengan jumlah kasus sebesar 1.265 kasus. Berikut gambar perbandingan jumlah kasus Tuberkulosis Provinsi Kepulauan Riau selama kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir.
Gambar 2.15. Perbandingan Jumlah Kasus Tuberkulosis Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
HIV & AIDS HIV merupakan singkatan dari “human immunodeficiency virus”. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari “acquired immunodeficiency syndrome” dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV merupakan penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.
II-49
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Jumlah kasus baru HIV pada tahun 2011 adalah 730 orang dengan jumlah laki-laki 341 orang dan perempuan 389 orang. Jumlah kasus baru AIDS adalah 262 orang dengan jumlah 162 orang laki-laki dan 96 orang perempuan. Sedangkan jumlah kematian yang disebabkan oleh AIDS adalah 89 orang dengan pembagian 45 laki-laki dan 44 perempuan. Sedangkan pada tahun 2012, jumlah kasus baru HIV adalah 906 orang dengan jumlah laki-laki 434 orang dan perempuan 472 orang. Jumlah kasus baru AIDS adalah 560 orang dengan jumlah 326 orang laki-laki dan 234 orang perempuan. Sedangkan jumlah kematian yang disebabkan oleh AIDS adalah 117 orang dengan pembagian 65 laki-laki dan 52 perempuan. Pada tahun 2013, jumlah kasus baru HIV menurun menjadi 847 orang, namun jumlah kasus baru HIV meningkat menjadi 577 orang, dengan jumlah kematian akibat AIDS sebesar 113 orang.
NO
Tabel 2.28 Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2013 JUMLAH KASUS BARU JUMLAH KEMATIAN KABUPATEN/ HIV AIDS AKIBAT AIDS KOTA 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 121
137
57
49
68
63
12
8
7
Bintan
36
39
31
13
20
34
4
8
9
3
Natuna
7
13
13
0
3
2
2
4
2
4
Lingga
9
16
8
0
0
0
0
2
1
5
Batam
410
535
535
158
411
411
59
59
59
6
Tanjungpinang
147
166
194
42
58
61
12
36
31
7
Kepulauan Anambas
0
0
9
0
0
6
0
0
4
730
906
847
262
560
577
89
117
113
1
Karimun
2
JUMLAH (PROVINSI)
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau, 2011 – 2013
II-50
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pneumonia Pneumonia adalah penyakit umum yang terjadi pada semua kelompok umur, dan merupakan penyebab utama kematian di antara orang tua dan orangorang yang kronis dan sakit parah. Selain itu, adalah penyebab utama kematian pada anak di bawah lima tahun di seluruh dunia. Jumlah perkiraan penderita pada tahun 2013 sebesar 21.321 balita dengan rincian 10.980 balita laki-laki dan 10.342 balita perempuan. Jumlah penderita yang ditemukan dan ditangani adalah 2.268 balita (10,6%) dengan rincian 1.194 laki-laki (10,9% dari jumlah perkiraan penderita balita laki-laki) dan 1.074 perempuan yang ditangani (10,4% dari jumlah perkiraan penderita balita perempuan). Penemuan kasus Pneumonia dan ditangani pada balita pada tahun 2007 – 2012 dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.16. Kasus Pneumonia pada Balita di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
jumlah penderita (balita)
3.500 3.000
2.876
2.500 2.268
2.000
2.037 1.592
1.500
1.144
1.000 500
1.592
491
0 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
II-51
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Kusta Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Indonesia dikenal sebagai satu dari tiga negara yang paling banyak memiliki penderita kusta. Jumlah penderita kusta penyakit kusta di Kepulauan Riau relatif sedikit. Gambar 2.17. Jumlah Penderita Penyakit Kusta Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013 83 68
45 33
33
24
PEND PB PEND MB
17 6 5
5
9
14
13
4
2007 : Profil 2008 Kesehatan 2009 2010 2011 2012Riau 2013 Sumber Provinsi Kepulauan Tahun 2007-2011 Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
Jumlah penderita kusta di tahun 2011 tercatat sebanyak 5 penderita kusta PB, dan 9 penderita kusta MB. Pada tahun 2010 cenderung mengalami penurunan dibandingkan 3 (tiga) tahun sebelumnya. Jumlah penderita kusta PB tahun 2007 tercatat sebanyak 68 penderita, tahun 2008 sebanyak 24 penderita, tahun 2009 sebanyak 17 penderita, dan di tahun 2010 sebanyak 6 penderita. Sedangkan jumlah penderita kusta MB tahun 2007 sebanyak 45 penderita, tahun 2008 sebanyak 33 penderita, mengalami peningkatan di tahun 2009 sebanyak 83 penderita dan kembali turun di tahun 2010 sebanyak 5 penderita. Namun, pada tahun 2013, jumlah penderita kustaPB dan MB kembali meningkat, dengan jumlah penderita sebesar 33 penderita. Kedepannya diharapkan adanya sosialisasi dari tenaga kesehatan yang berkompeten kepada masyarakat tentang gejala penyakit kusta dan akibatnya bagi penderita. Dengan demikian di dapatkan deteksi dini terhadap kasus kusta dan penderita mendapatkan pengobatan tanpa mengalami cacat fisik.
II-52
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
c).
Kemiskinan Perkembangan Tingkat Kemiskinan di provinsi Kepulauan Riau dalam
lima tahun terakhir menunjukan perkembangan yang baik. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 10,30% dan terus menurun sampai tahun 2010 yang mencapai 8,05%. Namun pada tahun 2011, dengan adanya Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, jumlah penduduk miskin Provinsi Kepulauan Riau meningkat menjadi 12,99% yang merupakan angka kemiskinan mikro. Kenaikan penduduk miskin pada tahun 2011 ini disebabkan metode yang digunakan untuk pendataan penduduk miskin lebih detail dan mendapatkan data riil penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan kata lain, data yang didapatkan merupakan data kemiskinan mikro. Berdasarkan data kemiskinan makro, pada September 2011, angka kesmikinan makro di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 6,79% dan terus menurun pada tahun 2012, dimana penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau turun menjadi 6,83%. Hal ini sangat dipengaruhi oleh Program Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepulauan Riau. Gambar 2.18. Jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005–2013
Sumber : Data BPS Kepulauan Riau yang diolah
II-53
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Jumlah penduduk miskin menurut daerah, penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau lebih besar di daerah perkotaan dari tahun ke tahun, tetapi jika dilihat berdasarkan persentase penduduk miskin, persentase penduduk miskin di perdesaan menunjukkan trend yang meningkat. Gambar 2.19. Jumlah Penduduk Miskin Berdasarkan Daerah Di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
Sumber : Data BPS Kepulauan Riau yang diolah
Gambar 2.20. Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Daerah Di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2013
Sumber : Data BPS Kepulauan Riau yang diolah
II-54
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
d).
Kesempatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja merupakan persentase angkatan kerja
terhadap penduduk usia kerja. Pada Agustus 2012, Tingkat Partispasi Angkatan Kerja Provinsi Kepulauan Riau sebesar 66,25% yang dihitung dari jumlah penduduk usia kerja (usia 15 tahun ke atas) di Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.315.268 jiwa, sedangkan jumlah angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 871.365 jiwa. Dari yang 871.365 jiwa angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau, baru sekitar 824.365 jiwa bekerja dan 46.798 jiwa masih menganggur. Dengan kata lain, sebanyak 5,37% dari angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau masih menganggur. Sedangkan sebanyak 109.174 jiwa merupakan pekerja tidak penuh. Lebih jelasnya mengenai kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.29. Rasio Penduduk yang Bekerja dengan Angkatan Kerja Provinsi Kepulauan RiauTahun 2012 Jenis Kegiatan Utama 1. Angkatan Kerja Bekerja Penganggur 2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 4. Pekerja Tidak Penuh Setengah Penganggur Paruh Waktu 5. Penduduk Usia Kerja (15+ tahun)
2012 Februari Agustus 891.217 871.365 838.934 824.567 52.283 46.798 69,33 66,25 5,87 5,37 192.598 109.174 84.504 34.482 108.094 74.692 1.315.268
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2012
f).
Seni Budaya dan Olahraga Pembangunan bidang seni, budaya dan olah raga sangat terkait erat dengan
kualitas hidup manusia dan masyarakat. Sesuai dengan 2 (dua) sasaran capaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (1) mewujudkan
II-55
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
masyarakat Indonesia yang berahlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyrakat yang lebih makmur dan sejahtera. Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 2.30. Perkembangan Sanggar Seni Budaya Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 - 2010 No I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. IV. 1. 2. 3. 4. V. 1. 2. 3. 4. VI. 1. 2. 3. 4. VII. 1. 2. 3.
Kabupaten/Kota /Tahun Tanjungpinang 2007 2008 2009 2010 Total Batam 2007 2008 2009 2010 Total Bintan 2007 2008 2009 2010 Total Karimun 2007 2008 2009 2010 Total Lingga 2007 2008 2009 2010 Total Natuna 2007 2008 2009 2010 Total Kepulauan Anambas 2007 2008 2009
Jumlah 11 Sanggar 3 Sanggar 8 Sanggar 4 Sanggar 26 Sanggar 7 Sanggar 3 Sanggar 3 Sanggar 2 Sanggar 15 Sanggar 6 Sanggar 2 Sanggar 4 Sanggar 2 Sanggar 14 Sanggar 6 Sanggar 3 Sanggar 4 Sanggar 2 Sanggar 15 Sanggar 6 Sanggar 4 Sanggar 3 Sanggar 3 Sanggar 16 Sanggar 4 Sanggar 4 Sanggar 2 Sanggar 3 Sanggar 13 Sanggar 0 Sanggar 1 Sanggar 2 Sanggar
II-56
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
4.
2010
3 Sanggar 6 Sanggar 105 Sanggar
Total Provinsi Kepulauan Riau Sumber : Dinas Budaya dan Pariwisata 2010
Tabel 2.31. Potensi Seni Dan Budaya di Provinsi Kepulauan Riau No.
Kabupaten/Kota
Potensi Kesenian
1
2
3
1
Kota Tanjungpinang
2
Kota Batam
Tari Zafin Penyengat Gazal / Tari Tradisi & Kreasi Bangsawan Teater Makyong Tari Jogi Tari Melemang
3
4
Kabupaten Bintan
Kabupaten Karimun
5
Kabupaten Natuna
5
Kabupaten Natuna
6
Kabupaten Lingga
Teater Makyong Tari Dangkong
Zapin Kompang Melayu Dangkong Mendu Hadrah Ayam Sudur Lang-lang Buana Kompang Zapin Barzanji Beredah Topeng Gendang serasan Ratip Tumbuk Suluk Gubang
Cacah Inai Tari Tradisi Tari Kreasi Seni Bangsawan
Potensi Budaya 4
Sembahyang Laut Mandi Sapar Bentuk Bangunan / Arsitektur Mandi Safar Cukur Rambut Sunat Rasul Sampan Kolek/festifal Laut Melayu Gasing Jong Ziarah Mandi Safar Pinang Meminang Perkawinan Menyambut Tamu Cukur Rambut Saiful Anam Gasing sarang Nyok Ringkep Pacu Kolek & Jongkong Cek Le-Le Deng deng Pucuk Mati-mati Lu -lu Cina Buta Tarik Tambang Silat Kerriyan Jung kate Canang Alu Tepung Tawar Berbalas Pantun Makan sirih Tabur Beras Kuning Kitanan Katam Al – Quran Berisik dan Buang Ancak Pusung Tangan Mandi Tolak Bala Malok Sagug Mandi Safar Besemah Sunat Rasul Berzanji
II-57
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
7
Gendang Siantan (Nyabuk) Tarian Topeng (Gubang) Mendu / Sandiwara Rakyat
Kabupaten Kepulauan Anambas
Gasing Layang-layang Tepung Tawar Kehidupan Suku laut
Sumber : Profil Provinsi Kepulauan Riau 2010
Tabel 2.32. Kampung Adat dan Rumah Adat di Provinsi Kepulauan Riau No.
Kabupaten/kota
1 1
2 Tanjungpinang
2
Batam
3
Bintan
4
Karimun
Nama Kampung/ Rumah Adat 3
Rumah Limas
Kampung Desa Parit
Adat
Rumah Adat Rumpun Melayu Bersatu (RMB) Rumah Adat Lembaga Adat Melayu (LAM) Kampung Adat Moro 5
Natuna
Objek Wiasata Lokasi/Nama Objek
Jenis Wisata
4 Pulau Penyengat dan Senggarang Pulau Terkulai, Pulau Bayan dan Pulau Dompak, Melayu Sqare,Tepi Laut Hanaria, Bintan Mall, Bestari Mall dan Ramayana
5 Sejarah/ Agama Wisata Bahari Pusat Makanan Rakyat Permainan Rakyat Taman Permainan Anak-anak, Pusat Belanja dan Sovenir Sejarah, Pusat Perbelanjaan TmnPermainan/ Rekreasi
P. Bulan Bintang (Bekas Kerajaan Lingga, Makam pengungsi Vietnam, Camp pengungsi Vietnam, Candi Vihara Chua Ain Q Huang, Pagoda, Vihara Cetya Tri Dharma) P. Galang (Geraja Nha Tho Due Me Vo Nhiem, Sisa kapalkapal bekas, Jembatan Balerang, Pantai Pasir Putih, Marina dan Pantai Batam (Kabil, Melur, Tanjung Pinggir dan Setoko), Nagoya, Jodoh, Occarina Lagoi Resort Desa Wisata Sebong Pereh Pantai Wisata Sebong Pereh, Patai Trikora, Lahan Wisata KM. 35,54,52, Pantai Sakera, Sungai Lepah, Teluk Tabik, Teluk Penepat, Pulau Panjang, Pulau Bungin, Makam Datuk Penaon, Makam Sulthan Abdurrahman Muhayat Syah, Air Terjun Gunung Bintan Goa Gunung Bintan, Danau Bekas Galian Bouksit, Air Terjun Gunung Lengkuas Pantai Pongkar Pelawan., Pantai Air Dagang, Pantai Sawang, Pantai Gading, Pantai Lubuk, Batu Limau. Air Panas Alam, Air Terjun Tebing, Batu Betulis, Tanjung Melolo, Makam Sebidang,
Pulau Karang Aji, Pulau Perayun, Pulau Datuk Serasan, Pulau Sepadi, Pulau Bungli,, Pulau Ayam, Pulau Letung, Pulau Kelong, Pulau Batu Alam, Pulau Midai, Pulau Timau, Pulau Jelek, Pulau Antu, Pulau Kukop, Pulau Tanjung, Segeram, Pulau Sedanau, Pantai Panjang,
Resort, Wisata Budaya & Bahari, Sejarah, Wisata Alam
Wiasata Bahari
Wisata Alam
Wisata Bahari Wisata Sejarah
II-58
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
6
Lingga
Rumah Limas
Pantai Tepian, Pulau Laut, Pulau Seluan, Pulau Penjaul, Pulau Punjong, Bunker Jepang, Meriam Tua, Rumah Tua Gunung Ranai. Gedung Nasional Meriam Tegak, Meriam dilapangan Merdeka, Mesjid Al Zulfa, Cetiya Dharma Ratna, Reflika Istana Dammah, Situs Sejarah Pondasi Bilik 44, Situs Sejarah Peninggalan Istana Damanah, Situs Sejarah Peninggalan Istana Robart, Situs Peninggalan Mesjid Lama, Benteng Kubu Parit, Benteng Bukit Caning, Benteng di Pulau Mepar, Musium Mini Langgam Cahaya, Rumah Tahan Peninggalan Zaman Belanada, Mesjid Sultan Lingga, Cetiya Loka Shanti, Kelenteng di Pulau Penuba, Klenteng Sambau di Centeng, Komplek Makam di Belakang Mesjid Sultan Lingga, Makam yang di Pertuan Muda X Riau Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi, Komplek Makam Bukit Cengkeh, Komplek Makam Keluarga Temenggung Jamaluddin dan Datuk Kaya Montel, Pemandian Tengku Ampuan Jahara.
Wisata Alam Sejarah, Wisata Bahari Wisata Budaya/ Alam
Pantai Batu Berdaun, Pantai Indah Serenggang Laut, Pantai Nusantara, Pantai Penat, Pantai Tajung Sawang, Pantai Serang, Pulau Lalang, Pulau Berhala, Pulau Lampu, Pantai Dungun, Pantai Sekanah, Pantai Lundang, Pantai Mentulat diDesa Duara, Pasar Pancur, Pantai Laboh, Pantai Benan, Pantai Dipulau Penaah, Pulau Penaah, Pulau Belading, Pulau Mensanak, Pulau Duyung, Pulau Buaya, Pulau Mesemut, Pulau Burung, Pulau Pekajang, Perkjampungan Suku Laut, Pantai Pasir Pendek di Desa Mepar, Pantai Pasir Panjang Karang Bersulam, Pantai Teluk Empuk, Pantai Seriam, Pantai Penarik, Pantai Mentanak, Pantai Teluk Andang. Air Terjun Batu Ampar, Air Terjun Bedegam, Pemandian Air Panas Balerang, , Air Terjun Cik Latif, Sumur Hangtuah, Bukit Tumang, Perkampungan Suku Laut Pulau Lipan, Perkampungan Suku Laut Pulau Tembuk, Perkampungan SukuLaut Desa Kelumu,
7
Desa Mengkait Desa Candi Desa Mampok Desa Langir Sumber : Profil Provinsi Kepulauan Riau 2010 Kepulauan Anambas
Pasar Dabo, Makam Datuk Penaon, Ratif Saman, Air Terjun Resun Air Tejun Temurun
Wisata Alam
II-59
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
2.3.
Aspek Pelayanan Umum
2.3.1.
Layanan Urusan Wajib
a).
Pendidikan
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi untuk
mengukur keberhasilan dibidang pendidikan adalah dengan melihat tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri. Biasanya masalah yang sangat pokok berkaitan dengan angka partisipasi sekolah adalah akses penduduk terhadap berbagai fasilitas pendidikan yang tersedia, disamping kemampuan ekonomi yang merupakan faktor penentu utama. Gambar 2.21. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011–2013
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau
Angka partisipasi sekolah (APS) di Kepulauan Riau secara umum menunjukkan tren naik dari tahun 2011-2013. Angka partisipasi sekolah pada tingkat
pendidikan
SMP
mengalami
kenaikan
yang cukup signifikasn
dibandingkan tingkat pendidikan SD dan SMA. Walupun demikian, angka partisipasi sekolah di Kepulauan Riau pada dasarnya telah mencapai target pembangunan yang telah ditetapkan.
II-60
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Rasio Ketersediaan Sekolah Terhadap Penduduk Usia Sekolah Rasio Ketersediaan Sekolah adalah jumlah sekolah tingkat pendidikan
dasar per 10.000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Rasio ini juga menunjukkan tingkat kemampuan untuk menampung semua penduduk usia pendidikan dasar. Tabel. 2.33. Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2007 – 2011 di Provinsi Kepulauan Riau NO
JENJANG PENDIDIKAN
1 1.1.
SD/MI Jumlah gedung sekolah Jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun Rasio (Jumlah Gedung Sekolah/Jumlah Penduduk Usia 7-12 tahun) SMP/MTs Jumlah gedung sekolah Jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun Rasio (Jumlah Gedung Sekolah/Jumlah Penduduk Usia 13-15 tahun) SMA/MA/SMK Jumlah gedung sekolah jumlah penduduk kelompok usia 16-19 tahun Rasio (Jumlah Gedung Sekolah/Jumlah Penduduk Usia 16-19 tahun)
1.2. 1.3. 2 2.1. 2.2. 2.3. 3 3.1. 3.2. 3.3.
2007
2008
2009
2010
2011
742
767
824
844
881
149.981
156.155
164.051
170.576
179.693
49.47
49.11
50.22
49.47
49.02
221
255
280
293
321
65.545
57.469
64.743
66.427
62.106
35.33
44.37
43.24
44.10
51.68
149
160
162
164
193
61.899
63.984
65.363
66.809
68.076
24.07
25.00
24.78
24.54
28.35
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
Jumlah ketersediaan sekolah di Kepulauan Riau telah berusaha ditingkatkan, hal tersebut tampak pada data diatas, dimana rasio ketersediaan sekolah terhadap penduduk usia sekolah meningkat tiap tahunnnya. Kondisi rasio ketersediaan sekolah pada tingkat SD pada tahun 2011 memang mengalami sedikit penurunan, hal ini disebabkan tingginya jumlah penduduk usia 7-12 tahun.
Rasio Guru Terhadap Murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru per 1.000 jumlah murid.
Rasio ini menunjukkan ketersediaan tenaga pengajar dan dapat juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai maksimal mutu pengajaran. Rasio guru terhadap murid di Kepulauan Riau masih cukup tinggi dan
II-61
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
terjadi ketimpangan pada tingkat Kabupaten/ Kota. Berikut gambaran kondisi rasio guru terhadap murid di Kepulauan Riau Tabel 2.34. Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 – 2011 NO 1
Jenjang Pendidikan
2007
2008
2009
2010
2011
9.632
9.953
10.188
10.658
11.463
136.271 70.68
142.349 69.91
151.717 67.15
155.898 68.36
193.540 59.22
4.069 53.558 75.97
4.251 55.709 76.30
4.390 57.722 76.05
4.526 59.869 75.59
4.615 67.385 68.49
72,17
71,71
69,60
70,37
61,39
SD/MI
1.1.
Jumlah Guru
1.2. 1.3. 2 2.1. 2.2. 2.3.
Jumlah Murid Rasio SMP/MTs Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Rasio Guru dan murid pendidikan dasar
2.4.
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
Tabel 2.35. Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun 2011 Menurut Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepulauan Riau NO
Kabupaten / Kota
1 Tanjungpinang 2 Batam 3 Bintan 4 Karimun 5 Natuna 6 Lingga 7 Kepulauan Anambas Jumlah Se-Provinsi
JUMLAH GURU
JUMLAH MURID
RASIO
1.678 5.955 1.680 2.870 1.434 1.685 776 16.078
34.003 128.109 21.258 39.110 15.272 14.735 8.438 260.925
20 22 13 14 11 9 11 16
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
Tabel. 2.36. Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Menengah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 – 2011 NO 1
Jenjang Pendidikan
2007
2008
2009
2010
2011
SMA/MA/SMK
1.1.
Jumlah Guru
5.031
5.310
5.422
5.539
4.156
1.2.
Jumlah Murid
38.439
40.590
42.066
43.590
52.248
1.3.
Rasio
1.308
1.308
1.288
1.270
0.795
Sumber : Profil Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2011
II-62
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel. 2.37. Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Menengah Perkelas Rata-Rata Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 – 2010 NO 1
JENJANG PENDIDIKAN
2006
2007
2008
2009
2010
SMA/MA/SMK
1.1.
Jumlah Guru per kelas
12
12
12
12
12
1.2.
Jumlah Murid per kelas
40
40
40
40
40
1.3.
Rasio
0.3
0.3
0.3
0.3
0.3
Sumber : Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau 2010
b).
Kesehatan
Rasio Pelayanan Terpadu (Posyandu) Per Satuan Balita Posyandu
merupakan
salah
satu
bentuk
Upaya
Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang paling dikenal di masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, Posyandu dikelompokkan ke dalam 4 strata posyandu yaitu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri. Tabel 2.38. Jumlah Posyandu Menurut Strata Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 No
KABUPATEN/ KOTA
1 Karimun 2 Bintan 3 Natuna 4 Lingga 5 Batam 6 Tanjungpinang 7 Kep. Anambas JUMLAH
PRATAMA Jumlah %
13 3 21 50 26 0 33 146
5,88 2,05 18,26 29,94 7,22 0,00 56,90 12,26
MADYA Jumlah %
109 17 66 84 232 46 17 571
49,32 11,64 57,39 50,30 64,44 37,10 29,31 47,94
POSYANDU PURNAMA Jumlah %
81 109 26 32 78 56 7 389
36,65 74,66 22,61 19,16 21,67 45,16 12,07 32,66
MANDIRI Jumlah %
18 17 2 1 24 22 1 85
8,14 11,64 1,74 0,60 6,67 17,74 1,72 7,14
JUMLAH Jumlah %
221 146 115 167 360 124 58 1.191
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
II-63
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pada tahun 2012, jumlah Posyandu di Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 1.191 unit dengan jumlah terbanyak pada Strata Madya dengan jumlah 571 unit (47,91%). Rasio Posyandu per 100 balita di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 sebesar 0,84. Dengan kata lain, rasio posyandu per 100 Balita di Provinsi Kepulauan Riau belum memenuhi target. Seharusnya, tiap 100 balita terdapat 1 unit posyandu, atau dengan kata lain, rasio posyandu per 100 balita = 1. Jumlah posyandu, jumlah balita serta rasio posyandu per 100 balita di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2007 – 2012 dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.39. Jumlah Posyandu, Balita dan Rasio Posyandu Per 100 Balita di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007-2012 No
Uraian
1.
Jumlah posyandu
2.
Jumlah balita
3.
Rasio Posyandu per 100 Balita
2007
2008
2009
2010
929
998
1.032
1.044
179.726
190.011
198.279
0,52
0,53
0,52
2011
2012
1.129
1.191
229.963
158.147
143.284
0,45
0,71
0,83
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007–2012
Rasio Posyandu per 100 Balita di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2012 paling besar aalah Kabupaten Lingga sebesar 2,31 dimana jumlah posyandu sebesar 167 unit yang melayani 7.229 balita. Sedangkan Kabupaten/Kota yang Rasio Posyandu per 100 Balita masih rendah yaitu: Kota Batam dengan rasio 0,49; Kota Tanjungpinang dengan rasio 0,65 dan Kabupaten Karimun dengan rasio 0,96. Lebih jelasnya mengenai Rasio Posyandu per 100 Balita menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.40. Jumlah Posyandu dan Balita Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepri Tahun 2012 NO 1 2 3 4 5
Kabupaten / Kota
Karimun Bintan Natuna Lingga Batam
Jumlah Posyandu
221 146 115 167 360
Jumlah Balita
Rasio
23.010 10.749 5.903 7.229 73.204
0,96 1,36 1,95 2,31 0,49
II-64
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
6 7
Tanjungpinang Kep. Anambas
Se-Provinsi Kepulauan Riau
124 58
19.042 4.147
0,65 1,40
1.191
143.284
0,83
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Rasio Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang biasa disebut Puskesmas adalah
unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam menyelenggarakan upaya kesehatan terintegrasi dengan peran dan fungsi sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat penggerakan peran serta masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan dasar. Puskemas adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar yang disediakan oleh pemerintah. Puskesmas serta unit penunjangnya, seperti posyandu, pustu, pusling, dan polindes, sangat penting peranannya karena merupakan
pelayanan
kesehatan
utama
yang
dapat
menyebar
sampai
kemasyarakat tingkat desa dan biayanya relatif dapat dijangkau oleh masyarakat miskin. Rasio Puskesmas di Provinsi Kepulauan Riau berbanding dengan jumlah penduduk, dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.41. Jumlah Puskesmas dan Rasio per 1.000 Penduduk Tahun 2008 – 2012 NO 1. 2.
3. 4.
URAIAN Jumlah Puskesmas Perawatan Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu Jumlah Puskesmas Jumlah Penduduk Rasio Puskesmas per Satuan penduduk
2008
2009
2010
2011
2012
52
65
66
26
27
320
372
322
321
333
372 1.698.766
437 1.693.084
388 1.777.461
347 1.868.011
360 1.988.792
0,22
0,26
0,22
0,19
0,18
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012
Dari tabel di atas, Rasio Puskesmas per 1.000 penduduk di Provinsi Kepulauan Riau dari tahun 2009 – 2012 cenderung menurun. Hal ini dikarenakan penambahan jumlah Puskesmas yang telah dilaksanakan, tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau.
II-65
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Sedangkan jika dirinci tiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kepulauan Riau, rasio Puskesmas yang ada, dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.42. Jumlah Puskesmas dan Rasio per 1.000 Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 NO
KABUPATEN/ KOTA
JUMLAH PENDUDUK
JUMLAH PUSKESMAS
RASIO PUSKESMAS PER 1.000 PENDUDUK
1
Karimun
233.075
48
0,21
2
Bintan
158.805
41
0,26
3
Natuna
82.242
60
0,73
4
Lingga
102.377
48
0,47
5
Batam
1.137.894
103
0,09
6
Tanjungpinang
229.396
23
0,10
7
Kep. Anambas
45.003
37
0,82
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Rasio Puskesmas per 1.000 penduduk di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 paling besar di Kabupaten Kepulauan Anambas (0,82), Kabupaten Natuna (0,73) dan Kabupaten Lingga (0,47). Hal ini terkait dengan jumlah penduduk di Kabupaten tersebut yang masih rendah.
Rasio Rumah Sakit per Satuan Penduduk umlah rumah sakit di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan tahun 2012
berjumlah 27 unit. Namun, Rasio Rumah Sakit per 1.000 penduduk di Provinsi Kepulauan Riau masih berkisar 0,014. Berikut gambaran rasio rumah sakit per satuan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau. Tabel 2.43. Jumlah Rumah Sakit Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012 NO 1. 2.
URAIAN Jumlah Rumah Sakit Umum (Pemerintah Pusat) Jumlah Rumah Sakit Umum Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
2008
2009
2010
2011
2012
2
2
2
2
1
5
6
6
6
12
II-66
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah Rumah Sakit TNI/POLRI Jumlah Rumah Sakit Swasta dan BUMN Jumlah seluruh Rumah Sakit Jumlah Penduduk Rasio Rumah Sakit per 1.000 penduduk
2
2
2
2
2
13
15
15
14
12
22
25
25
24
27
1.698.766
1.693.084
1.777.461
1.868.011
1.988.792
0.013
0.015
0.014
0,013
0,014
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012
Tabel 2.44. Jumlah Rumah Sakit Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 Provinsi Kepulauan Riau NO
KABUPATEN/ KOTA
JUMLAH PENDUDUK
RUMAH SAKIT
RASIO RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK
1
Karimun
233.075
2
0,009
2
Bintan
158.805
2
0,013
3
Natuna
82.242
2
0,024
4
Lingga
102.377
2
0,020
5
Batam
1.137.894
14
0,012
6
Tanjungpinang
229.396
3
0,013
7
Kep. Anambas
45.003
2
0,044
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Dari tabel tersebut di atas, rata-rata Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau terdapat 2 unit Rumah Sakit. Jumlah rumah sakit paling banyak terdapat di Kota Batam, dengan jumlah rumah sakit sebanyak 14 unit. Namun, jika dilihat dari Rasio Rumah Sakit per 1.000 Penduduk, paling besar di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga.
Rasio Dokter per Satuan Penduduk Rasio dokter per jumlah penduduk menunjukkan tingkat pelayanan yang
dapat diberikan oleh dokter dibandingkan jumlah penduduk yang ada. Idealnya adalah 1 : 100.000 artinya satu orang dokter melayani 100.000 penduduk, ini sesuai dengan standar sistem pelayanan terpadu. Masalah yang sering muncul adalah jumlah dokter yang masih sangat terbatas serta distribusinya baik untuk dokter umum maupun dokter spesialis tidak merata di samping kualitasnya juga
II-67
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
masih harus terus ditingkatkan. Gambaran jumlah dokter yang ada di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari tabel-tabel berikut
Tabel 2.45. Jumlah Dokter Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012 NO Uraian 1 Jumlah Dokter *) 2 Jumlah Penduduk Rasio Dokter Per 3 2.500 Penduduk
2008 895 1.698.766
2009 895 1.693.084
2010 805 1.777.461
2011 579 1.868.011
2012 776 1.988.792
52,69
52,86
45,29
31,00
39,02
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012 *) Dokter Spesial dan Dokter Umum, tidak termasuk Dokter Gigi
Tabel 2.46. Jumlah Dokter Umum dan Spesialis Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012 NO
KABUPATEN/ KOTA
JUMLAH PENDUDUK 233.075
JUMLAH DOKTER 99
RASIO DOKTER PER 100.000 PENDUDUK 42,48
1
Karimun
2
Bintan
158.805
102
64,23
3
Natuna
82.242
58
70,52
4
Lingga
102.377
14
13,67
5
Batam
1.137.894
357
31,37
6
Tanjungpinang
229.396
103
44,90
7
Kep. Anambas
45.003
43
95,55
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2012 jumlah dokter yang terbanyak ada di Kota Batam dengan jumlah Dokter Umum dan Dokter Spesialis sebanyak 357 dokter. Sedangkan jika dilihat berdasarkan Rasio Dokter per 100.000 Penduduk, rasio terbesar da di Kabupaten Kepulauaan Anambas sebesar 95,55, Kabupaten Natuna sebesar 70,52 dan Kabupaten Bintan sebesar 64,23. Sedangkan Kabupaten Lingga, jumlah dokter yang ada paling sedikit dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya, yaitu sebanyak 14 dokter. Demikian juga halnya dengan Rasio Dokter, hanya sebesar 13,67.
II-68
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Rasio Tenaga Medis per Satuan Penduduk Tenaga Medis yang dimaksud adalah tenaga kefarmasian, ahli gizi,
perawat, bidan, dan tenaga teknis kesehatan (analis lab, penata anestesi, fisioterapi, Tenaga Elektromedis & Penata Rontgen). Rasio tenaga medis per satuan penduduk menunjukkan seberapa besar ketersediaan kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada penduduk. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah tenaga medis Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012. Tabel 2.47. Jumlah Tenaga Medis Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 Provinsi Kepulauan Riau NO
KABUPATEN/ KOTA
BIDAN PERAWAT JUMLAH PENDUDUK JUMLAH RASIO JUMLAH RASIO
1
Karimun
233.075
186
79,80
339
145,45
2
Bintan
158.805
155
97,60
295
185,76
3
Natuna
82.242
122
148,34
264
321,00
4
Lingga
102.377
141
137,73
200
195,36
5
Batam
1.137.894
570
50,09
1.278
112,31
6
Tanjungpinang
229.396
178
77,60
545
237,58
7
Kep. Anambas
45.003
91
202,21
174
386,64
1.988.792
1.443
72,56
3.095
155,62
JUMLAH (PROVINSI)
Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
c).
Lingkungan Hidup
Persentase Penduduk Berakses Air Minum Pada tahun 2012, Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan
terhadap air minum layak di perkotaan dan perdesaan sebesar 58,36%, dengan rincian perkotaan 67,26% dan perdesaan 11,1%. Menurut Kementerian Kesehatan, air yang dapat diminum adalah air yang tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak mengandung logam berat. d).
Sarana Dan Prasarana Umum Jalan merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting untuk
memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan makin meningkatnya usaha pembangunan maka akan menuntut peningkatan pembangunan jalan untuk
II-69
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Karakteristik wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari pulau-pulau kecil menyebabkan pendekatan pengembangan jaringan jalan di Provinsi Kepulauan Riau berbeda dengan pengembangan jaringan jalan pada umumnya di daerah daratan. Hal ini dikarenakan lebih berfungsinya peran pelabuhan dan bandara sebagai simpul transportasi yang menghubungkan antara pusat-pusat kegiatan wilayah daripada jaringan jalan. Berikut tersaji data jaringan jalan beserta kondisi jalan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Dari data indikator pembangunan rata-rata panjang jalan perluas wilayah dan juga proporsi panjang jaringan jalan dengan kondisi baik menunjukkan tren yang positif dan telah mencapai target yang telah ditetapkan pada indikator pembangunan. Sebagai gambaran penyediaan jalan sebagai sarana dan prasarana umum dapat dilihat dari data dinas Pekerjaan Umum Tahun 2011 sebagai berikut: Tabel 2.48. Panjang Jaringan Jalan Menurut Kabupaten/Kota dan Statusnya Tahun 2008 – 2012 (dalam Km) NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7
URAIAN Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Jumlah 2012 2011 2010 2009 2008
PANJANG JALAN JALAN JALAN NASIONAL PROVINSI 145,35 108,65 10,71 162,77 92,10 149,25 45,00 148,21 67,60 29,72 54,12
JALAN SECARA KESELURUHAN 254,00 173,48 92,10 149,25 45,00 215,81 83,84
333,99
679,49
1.013,48
333,99 333,99 514,67 845,49
679,49 679,49 743,92 421,82
1.013,48 1.013,49 1.258,59 1.267,31
Sumber : Kepri dalam Angka (data Dinas P.U Prov. Kepri) : data tidak tersedia
II-70
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
e).
Permukiman Penduduk
Provinsi
Kepulauan
Riau
pada
beberapa
wilayah
kabupaten/kota, misalnya Kota Batam, meningkat dengan laju yang cukup tinggi. Peningkatan pertambahan penduduk secara langsung akan berpengaruh terhadap penyediaan sarana perumahan. Secara umum, karakteristik perumahan dan permukiman di Provinsi Kepulauan Riau dapat diuraikan sebagai berikut: komplek perumahan di Kota Tanjung Pinang, dengan tipe perumahan kecil sampai menengah pada lahan dengan kemiringan yang bergelombang, komplek perumahan di Batam dengan tipe perumahan menegah sampai besar, perumahan perorangan banyak terdapat di Kabupaten Natuna, yang masih banyak menggunakan kayu sebagai bahan utama perumahan, dan adanya keberadaan Rumah Toko (RUKO) yang banyak tersebar pada hampir setiap jalan di wilayah Kota Batam, yang difungsikan sebagai rumah tinggal dan tempat usaha. Selain pengembangan bangunan perumahan secara pribadi maupun developer/pengembang, juga berkembang perumahan–perumahan liar, terutama pada wilayah Kota Batam. Hal tersebut merupakan dampak dari perkembangan Kota Batam sebagai pusat kegiatan masyarakat di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. f).
Perhubungan Guna menunjang pengembangan dan pembangunan Provinsi Kepulauan
Riau, ketersediaan sarana dan prasarana transportasi mempunyai peranan penting. Karakteristik daratan dan kepulauan di Provinsi Kepulauan Riau menyebabkan aksesibilitas antar pulau harus menggunakan sistem perhubungan dengan tiga moda transportasi yaitu transportasi laut, darat merupakan
moda
utama
transportasi
dan udara. Transportasi laut
Provinsi
Kepulauan
Riau,
yang
menghubungkan wilayah-wilayah antar pulau maupun wilayah Provinsi Kepulauan Riau dengan wilayah di sekitarnya. Fasilitas
pelabuhan laut
bagi
pelayanan umum
berdasarkan
fungsinya
diklasifikasikan atas:
II-71
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
a.
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas, serta merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi laut internasional.
b.
Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas dan lebih besar peranannya sebagai simpul pada sistem jaringan transportasi nasional.
c.
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengah.
d.
Pelabuhan Pengumpan Regional adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil dan jangkauan pelayanan yang relatif dekat, serta merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama.
e.
Pelabuhan Pengumpan Lokal adalah pelabuhan yang berfungsi khususnya untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut dalam jumlah kecil serta merupakan pengumpan pada Pelabuhan Utama dan Pelabuhan Pengumpan Regional. Tabel 2.49. Nama Pelabuhan yang Tersebar di Kepulauan Riau
Nama Kabupaten/Kota
Kab. Karimun
Nama Pelabuhan Tanjung Balai Teluk Paku Malarko Parit Rempuk Pasir Todak Tj. Selamah Tj. Batu Moro Durai Tj. Sebatak
Jenjang Fungsi PPU PKInd PPR PPR -
II-72
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Nama Kabupaten/Kota
Kota Tj. Pinang
Kab. Bintan
Kab. Lingga
Kota Batam (P. Batam, Rempang Galang, Galang Baru)
Kab. Natuna
Nama Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang Batu G Dompak Kampung Tg. Unggat Pelantas I Pelantas II Tg. Siambang Tg. Dukuh Tg. Ayun Sakti Kp. Bugis Senggarang Kp. Datuk Mesjid Seijang Tg. Uban ASDP Sri Kolak Kijang Barek Motor Lobam Lagoi P. Mapur Trikora Senayang Pewuba Pancur Tg. Butom Sei Tenaum Daik Sei Buluh Dabo-Singkep Jaguh Kabil Batu Ampar Sabulung Tg. Riau P. Galang Batam Centre Sekupang Telaga Punggur Harbour Bay Selat Mui Nongsa Pura P. Sambu Belakang Padang Selat Lampa *) Kuala Naras
Jenjang Fungsi PKPar PPU PPR PPK PKInd PKPar PKPar PKPar PPL PPL PPL PPR PPR PU PPK PPK PPU PPU PPU PKBbm PU -
II-73
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Nama Kabupaten/Kota
g).
Nama Pelabuhan Tambelan Sedanau Letung Matak Serasan Peragi Subi
Jenjang Fungsi PKInd PPL PPL PPL PPL -
Sosial Untuk melihat kemajuan pembangunan tidak cukup bila kita hanya
melihat pada indikator makro ekonomi saja, maka untuk melengkapi evaluasi kinerja pembangunan perlu juga kita menggunakan indikator sosial. Berikut data penyandang masalah kesejahteraan sosial di Provinsi Kepulauan Riau Tabel 2.50. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Anak Di Kepulauan Riau Menurut Jenis & Kabupaten/Kota Tahun 2007-2012
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
II-74
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
II-75
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
Sumber : Kepulauan Riau Dalam Angka 2012
II-76
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
h).
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan
masyarakat
adalah
upaya
untuk
menciptakan/
meningkatkan kapasitas masyarakat baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan perempuan di Provinsi Kepulauan Riau disajikan dalam tabel berikut ini.
II-77
Tabel 2.51. Kelompok Binaan PKK Tahun 2005 - 2010 Provinsi Kepulauan Riau Thn 2005 NO
Uraian
Thn 2006
Thn 2007
Thn 2008
Thn 2009
Thn 2010
Jmlh PKK
Jmlh Kelompok Binaan
Ratarata Jumlah PKK
Jmlh PKK
Jumlah Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah PKK
Jmlh PKK
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah PKK
Jmlh PKK
Jumlah Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah PKK
Jmlh PKK
Jumlah Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah PKK
Jmlh PKK
Jumlah Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah PKK
(1)
(2)
(3)
(4)
(5=3/4)
(6)
(7)
(8=6/7)
(9)
(10)
(11=9/10)
(12)
(13)
(14=12/13)
(15)
(16)
(17=15/16)
(18)
(19)
(20=18/19)
1.
Kota Tanjung pinang
-
-
-
-
-
-
4
89
22.25
4
89
22.25
18
147
8.167
18
147
8.167
2.
Kota Batam
-
-
-
-
-
-
12
1083
90.25
12
1083
90.25
65
305
4.69
65
305
4.69
3.
Kabupaten Bintan
-
-
-
-
-
-
6
776
129.34
6
776
129.34
10
807
80.7
10
807
80.7
4.
Kabupaten Karimun
-
-
-
-
-
-
9
340
37.78
9
340
37.78
9
269
29.89
9
269
29.89
5.
Kabupaten Natuna
-
-
-
-
-
-
16
471
29.44
16
471
29.44
16
457
28.56
16
457
28.56
6.
Kabupaten Lingga
-
-
-
-
-
-
5
463
92.6
5
463
92.6
5
149
29.8
5
149
29.8
7.
Kabupaten Anambas
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Se-Provinsi
-
-
-
-
-
-
52
3222
401.65
52
3222
401.65
123
21.34
181.81
123
21.34
181.81
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Prov. Kepri
II-78
Tabel 2.52. Kelompok Binaan LPM Tahun 2005 - 2010 Provinsi Kepulauan Riau Thn 2005 NO
(1)
Uraian
(2)
Thn 2006
Thn 2007
Thn 2008
Thn 2009
Thn 2010
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Ratarata Jumlah LPM
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah LPM
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah LPM
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah LPM
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah LPM
Jmlh LPM
Jmlh Kelompok Binaan
Rata-rata Jumlah LPM
(3)
(4)
(5=3/4)
(6)
(7)
(8=6/7)
(9)
(10)
(11=9/10)
(12)
(13)
(14=12/13)
(15)
(16)
(17=15/16)
(18)
(19)
(20=18/19)
1.
Kota Tanjung pinang
-
-
-
4
-
-
3
-
-
3
-
-
18
-
-
2
-
-
2.
Kota Batam
-
-
-
5
-
-
3
-
-
3
-
-
6
-
-
3
-
-
3.
Kabupaten Bintan
-
-
-
5
-
-
3
-
-
3
-
-
5
-
-
2
-
-
4.
Kabupaten Karimun
-
-
-
5
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
2
-
-
5.
Kabupaten Natuna
-
-
-
-
-
-
3
-
-
2
-
-
2
-
-
2
-
-
6.
Kabupaten Lingga
-
-
-
5
-
-
3
-
-
3
-
-
3
-
-
2
-
-
7.
Kabupaten Anambas
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Se-Provinsi
-
-
-
24
0
0
18
0
0
17
0
0
37
0
0
13
0
0
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Prov. Kepri
II-79
Tabel 2.53. GEM/GDI Menurut Kabupaten/ Kota se-Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011
Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012
II-80
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
i).
Tenaga Kerja dan Tingkat Pengagguran Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Kepulauan
Riau cukup fluktuatif, dan pada Agustus 2012 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau sebesar 6,38%. Hal ini berbeda dengan Tingkat Pengangguran Terbuka yang terus menurun, dimana pada tahun 2012 sebesar 6,14%. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 masih cukup besar dibandingkan Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional. Lebih jelasnya Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2.54. Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2012 No.
Tahun
Provinsi Kepulauan Riau
Nasional
1.
2008
8,01
8,39
2.
2009
8,11
7,87
3.
2010
6,90
7,14
4
2011
7,80
6,56
5
2012
6,39
6,14
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2012
2.3.2.
Layanan Urusan Pilihan
Perikanan Kepulauan Riau memiliki wilayah yang sebagian besar merupakan
lautan, sehingga diharapkan kedepan sektor perikanan di Kepulauan Riau dapat dioptimalkan
dengan
cara
meningkatkan
pemberdayaan
masyarakat,
mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam kelautan yang nantinya secara tidak langsung dapat mendorong perekonomian di Kepulauan Riau. Tiap Kabupaten/Kota di Kepulauan Riau mempunyai potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang berbeda-beda, serta arah pengembangan kawasan kelautan dan perikanan yang berbeda-beda pula.
II-81
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.55. Jumlah Armada Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 – 2013 Kabupaten/Kota 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007
PTM 11.460 11.769 12.596 18.899 11.976 10.053 9.575
MT 7.881 7.546 5.586 18.388 4.418 4.367 4.158
KM 34.481 34.380 21.891 26.686 15.993 15.873 15.068
Jumlah 53.822 53.695 40.073 63.973 32.387 30.293 28.801
Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Prov. Kepri
Keterangan: PTM = Perahu Tanpa Motor; MT = Motor Tempel; KM = Kapal Motor
Tabel 2.56. Produksi Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidaya Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2013 (dalam Ton) Kabupaten/Kota 2013 2012 2011 2010 2009 2008
Tangkap 361.941,68 360.559,99 308.755,32 275.453,08 276.677,00 216.010,75
Jenis Budidaya Budidaya Rumput Laut 17.683,00 11.700,00 14.200,65 11.115,70 6.647,00 21.129,50 54.900,00 3.843,10 5.875,00 -
Sumber : Dinas Kelautan Dan Perikanan Prov. Kepri
Hingga tahun 2013 ini, di Kepulauan Riau telah memiliki 4 (empat) pelabuhan perikanan dan juga 4 (empat) kawasan minapolitan. Sedangkan kawasan konservasi laut di Kepulauan Riau ada sebanyak 21 (dua puluh satu) kawasan. Dalam menjual hasil produksi dari hasil kelautan tersebut, di Kepulauan Riau hingga tahun 2013 telah memiliki 45 unit pasar ikan. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dimana posisi geografis Kepulauan Riau juga rawan akan kasus ilegall Fishing. Pada tahun 2012 terdapat 12 kasus ilegall Fishing yang terdata pada Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan pada tahun 2013 jumlah kasus yang terdata meningkat menjadi 42 kasus.
II-82
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
b).
Pertanian Kawasan pertanian ini terdiri dari lahan sawah, lahan bukan sawah serta
lahan bukan sawah. Sedangkan untuk perkebunan di Provinsi Kepulauan Riau, komiditi yang terbesar adalah karet, kelapa dan lada. Tabel 2.57. Luas Lahan Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten/Kota dan Komoditi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 – 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Jumlah 2011 2010 2009 2008
Kelapa(Ha)
Karet(Ha)
Lada (Ha)
TBM 366 481 712 444 794 168 18
TM 1.898 2.851 8.864 1.256 7.383 168 48
TTR 671 1.793 3.780 974 1.751 112 28
TBM 2.542 312 672 806 354 54 -
TM 8.434 2.172 1.954 4.650 1.799 13 16
TTR 9.955 3.195 813 4.327 339 83 9
TBM 2 18 42 20 -
TM 3 22 92 40 -
TTR 2 10 40 -
2.983 3.328 4.398 -
22.468 21.863 19.758 -
9.109 9.201 13.092 -
4.740 4.711 4.153 -
19.037 19.536 17.451 -
18.721 19.211 20.353 -
82 73 83 -
156 141 177 -
52 25 43 -
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010. *) Data Kab. Natuna masih bergabung Kab.Kep.Anambas TBM : Tanaman Belum Menghasilkan TM : Tanaman Menghasilkan TTR : Tanaman Tua Rusak
c).
Energi berdasarkan updating data hingga januari 2014 Kabupaten Natuna,
Kabupaten
Kepulauan
Anambas,
dan
Kota
Tanjungpinang
merupakan
kabupaten/kota yang mampu mengaliri listrik seluruh desa/kelurahannya. Sementara yang lain masih ada desa yang belum dialiri listrik. Berikut ini kondisi daya listrik terpasang, menurut Sistem Pembangkit listrik yang ada di Kepulauan Riau serta rasio elektrifikasi Provinsi Kepulauan Riau. Secara umum kondisi elektrifikasi Provinsi Kepulauan Riau adalah sebesar 69,66%.
II-83
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.58. Kondisi Existing Kelistrikan di Provinsi Kepulauan Riau (Update Januari 2014)
NO
SISTEM
1 2
Tanjungpinang Rayon Kijang Rayon Tjg.Balai Karimun Rayon Tjg.Uban Rayon Belakang Padang Rayon Tanjung Batu Rayon Dabo Singkep Rayon Ranai JUMLAH
3 4 5 6 7 8
D. TERPASANG MW
D. MAMPU MW
B. PUNCAK MW
SURPLUS/ DEFISIT MW
87,95 1,46
61,96 0,73
53,2 0,44
8,76 0,29
37,27 8,92
25,65 6,85
24,21 6,56
1,44 0,29
5,76 16,41 10,01 17,17 184,95
4,94 10,7 7,1 12,45 130,38
1,88 7,85 6,15 10,36 110,65
3,06 2,85 0,95 2,09 19,73
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi
Tabel 2.59. Kondisi Elektrifikasi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 Realisasi sd Desember 2013 NO
XI
PROPINSI/ KABUPATEN
KEPULAUAN RIAU 186 Kota Tanjung Pinang 187 Karimun 188 Natuna 189 Lingga 190 Kota Batam 191 Kepulauan Anambas 192 Bintan
Plg R PLN
343,230 50,949 38,052 11,320 15,814 192,580 5,633 28,882
Plg Non PLN 13,544 688 2,129 2,816 818 2,135 4,958
RE (%)
67 100 70 60 65 61 58 74
RE Total (%)
70 100 71 71 77 61 80 87
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi
II-84
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
2.4. 2.4.1.
Aspek Daya Saing Daerah Kemampuan Ekonomi Daerah Kemampuan ekonomi daerah Kepulauan Riau dari tahun ke tahun terjadi
peningkatan, hal tersebut dapat dilihat pada realisasi pendapatan daerah Provinsi Kepulauan Riau. Sumbangan pendapatan yang besar berasal dari sektor pajak dan juga dana Bagi Hasil, dan juga Dana alokasi Umum. Tabel 2.60. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 – 2013 No
Jenis Pendapatan Daerah
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
Pendapatan Asli Daerah
530.849.010.375,00
612.856.056.100,00
632.816.186.000,00
1.1
Pajak Daerah
503.849.010.375,00
583.293.000.600,00
597.241.828.000,00
1.2
Retribusi Daerah
1.150.000.000,00
1.700.000.000,00
1.870.000.000,00
1.3
Lain-lain PAD yang Sah
25.983.820.000,00
27.863.055.500,00
33.704.358.000,00
1.299.055.888.098,00
1.407.886.870.889,00
1.635.850.472.231,00
881.407.146.098,00
923.863.463.889,00
943.109.932.231,00
2
2.1
Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak
2.2
Dana Alokasi Umum
395.745.542.000,00
460.857.807.000,00
656.067.630.000,00
2.3
Dana Alokasi Khusus
21.903.200.000,00
23.165.600.000,00
36.672.910.000,00
9.000.000.000,00
163.364.580.000,00
188.219.503.000,00
1.838.904.898.473,00
2.184.107.506.989,00
2.456.886.161.231,00
3
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Pendapatan Daerah
2.4.2.
Fasilitas Wilayah / Infrastruktur Fasilitas wilayah/ infrastruktur di Kepulauan Riau sudah cukup memadai,
Secara umum permasalahan transportasi yang dihadapi Provinsi Kepulauan Riau adalah
belum
tersedianya
transportasi
laut
yang
handal.
Kebutuhan
pengembangan pelabuhan laut masih diperlukan di beberapa wilayah.
II-85
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
2.4.3.
Iklim Berinvestasi Iklim berinvestasi di Kepulauan Riau tergolong sudah baik, hal itu
diantaranya dapat dilihat dari waktu pengurusan perijinan berinvestasi yang sudah menggunakan layanan satu atap, angka kriminalitas yang tertangani yang sudah baik, rendahnya jumlah demonstrasi. a)
Perijinan Dalam mendukung pelayanan iklim berinvestasi, Provinsi Kepulauan
Riau telah mensederhanakan pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan perijinan baik itu terkait PMA dan juga PMDN terlihat peningkatan pada tahun 2012. Tabel 2.61. Persetujuan Modal Asing dan Dalam Negeri Menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 – 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kab / Kota Karimun Bintan Natuna Lingga Kep. Anambas Batam Tanjungpinang Jumlah 2012 2011 2010 2009
Penanaman Modal Asing Nilai Investasi Proyek (US$) 575.459.000 5 8.789.124 7 417.566.500 94 1.001.814.624 216.993.611 255.830.102 114.540.000
106 114 126 93
Penanaman Modal Dalam Negeri Nilai Investasi Proyek (Ribu Rupiah) 0 384.853.956 4 123.136.191 91 1.755.000 2 577.836.109 191 1.087.581.257 280.035.270 1.954.834.600 360.625.000
288 69 8 18
Sumber : Kepri Dalam Angka 2012
b)
Kriminalitas Terciptanya situasi yang kondusif dengan mewujudkan kesadaran
masyarakat dalam mematuhi peraturan perundangan yang ada merupakan penunjang keberhasilan pembangunan suatu daerah. Kepulauan Riau juga harus terus berusaha mewujudkannya sehingga iklim pembangunan dapat terjaga dengan baik.
II-86
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.62 Angka Kriminalitas Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 Kasus Pencurian dengan Pemberatan Pencurian Kendaraan Bermotor Pencurian dengan Kekerasan Penganiayaan Berat Kebakaran Pembunuhan Perkosaan Penadahan Uang Palsu Narkoba
Kejadian 249 411 139 36 15 11 18 3 1 231
Tertangani 105 60 42 13 4 11 8 12 1 236
Sumber : Kepolisian Daerah Kepulauan Riau, 2011.
2.4.4.
Pembangunan Manusia Pembangunan Manusia diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). IPM didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging the choice of people). IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan dari suatu daerah/wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan yaitu lamanya hidup, pengetahuan/tingkat pendidikan dan standard hidup layak. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah Negara adalah Negara maju, Negara berkembang, atau Negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Angka IPM memberikan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia sebagai dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh suatu
negara/daerah. Semakin tinggi nilai IPM suatu
Negara/daerah, menunjukkan pencapaian pembangunan manusianya semakin baik.
II-87
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 2.63 Indek Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2012 Menurut Kabupaten/ Kota IPM
Kabupaten/ Kota
Peringkat IPM
2011
2012
2011
2012
Karimun
73,99
74,45
4
4
Bintan
75,17
75,68
3
3
Natuna
71,26
71,77
6
6
Lingga
71,68
72,09
5
5
Kepulauan Anambas
69,50
70,11
7
7
Kota Batam
78,03
78,46
1
1
Kota Tanjung Pinang
75,25
75,97
2
2
KEPULAUAN RIAU
75,78
76,20
6
6
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
B.
Evaluasi Pelaksanaan RKPD Tahun 2013 dan Realisasi RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2013 merupakan
merupakan penjabaran tahun ketiga Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010 – 2015 yang merupakan penjabaran visi dan misi Kepala Daerah Lima Tahunan. Dalam rangka mencapai tujuan Visi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau: “Terwujudnya Kepulauan Riau Sebagai Bunda Tanah Melayu Yang Sejahtera, Berakhlak Mulia dan Ramah Lingkungan”, RKPD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 mengambil tema “Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Masyarakat Serta Pengentasan Kemiskinan melalui Percepatan Pembangunan Industri
Kelautan dan
Perikanan Terpadu”. Sedangkan Prioritas Pembangunan Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1.
Peningkatan kualitas dan jangkauan layanan Pendidikan dan Kesehatan
2.
Pengembangan infrastuktur dan percepatan penyelesaian RTRW
II-88
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
3.
Pengentasan kemiskinan dan pengembangan potensi pulau terluar
4.
Percepatan dan peluasan pertumbuhan ekonomi daerah melalui kekuatan ekonomi kelautan, pertanian dan industri pengolahan serta pariwisata yang berwawasan lingkungan
5.
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Berdasarkan Prioritas Pembangunan Kepulauan Riau di atas, telah
dilaksanakan berbagai Program Pembangunan sesuai dengan bidang urusannnya. Pelaksanaan Program Pembangunan yang menjadi prioritas dan Program lainnya yang dapat mendukung pembangunan secara umum terealisasi dengan baik. Program-program tersebut dirasa mendukung pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau, hal tersebut tampak dari indikator capaian pembangunan di tahun 2013. Gambaran pelaksanaan Program Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2013 beserta Capaian pelaksanaan RKPD Tahun 2013 (indikator pembangunan) dapat dilihat pada dalam bentuk matriks. (tabel terlampir)
II-89
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
a)
Pendidikan Secara umum kondisi capaian indikator pendidikan di Kepulauan Riau
sudah baik dalam artian dimana sebagian besar indikator capaian yang telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD 20102015) telah berhasil dicapai. Namun demikian masih adanya beberapa indikator yang masih sulit dicapai targetnya. Dalam pelaksanaan pembangunan pada tahun 2013 diprioritaskan terhadap peningkatan kualitas dan pelayanan pendidikan, telah menunjukkan kinerja yang baik. hal itu tampak pada beberapa indikator capaian Angka Partisipasi Sekolah dan juga rasio guru terhadap murid yang meningkat dari tahun sebelumnya.
b)
Kesehatan Pelaksanaan prioritas pembangunan yang ditekankan terhadap peningkatan
kualitas dan pelayanan lesehatan, juga menunjukkan hasil capaian indikator pembangunan. Peningkatan Kualitas Kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau, difokuskan pada penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, pengendalian dan pencegahan penyakit menular, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar serta peningkatan sarana dan prasarana kesehatan. Secara umum, kondisi indikator kesehatan di Kepulauan Riau hingga tahun 2013 sudah sebagian yang tercapai seperti angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu. Tetapi masih banyak indikator kesehatan yang belum tercapai sepeerti rasio puskesmas terhadap 100.000 penduduk..
c)
Pertumbuhan Perekonomian Daerah Laju pertumbuhan ekonmi pada tahun 2013 tumbuh sebesar 6,13 persen,
terjadi perlambatan pertumbuhan yang dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,82 persen. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor bangunan tumbuh sebesar 11,45 persen.
II-90
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku dan harga konstan dengan migas, pada tahun 2013 mengalami peningkatan mencapai Rp 100.310.415,70 juta, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp 49.667.224,63 juta. Secara keseluruhan terkait indikator ekonomi cukup dinamis, ada sebagian yang terjadi perlambatan pertumbuhan, dan ada juga yang mengalami kenaikan. Jika dilihat dari penekanan pembangunan Kepulauan Riau Tahun 2013 yaitu Percepatan dan peluasan pertumbuhan ekonomi daerah melalui kekuatan ekonomi kelautan, pertanian dan industri pengolahan serta pariwisata yang berwawasan lingkungan telah dilakukan dengan upaya yang optimal. Terkait dengan prioritas pembangunan ekonomi di Kepulauan Riau Tahun 2013, beberapa indikator terkait memang menunjukkan kondisi yang belum tercapainya target indikator yang telah ditetapkan. Pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, dan pariwisata cenderung masih memiliki kontribusi yang
d)
Perikanan dan Kelautan Pembangunan perikanan dan kelautan dilaksanakan melalui Program
Peningkatan Peningkatan Pengelolaan dan Pelestarian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Program Peningkatan dan Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Kelautan dan Perikanan, Program Peningkatan dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Program Tangkap,
Program
Peningkatan
Peningkatan
dan
Monitoring
Pengembangan
Evaluasi
dan
Perikanan
Pengendalian
Pembangunan, Program Pengendalian, Pengujian dan Penjaminan Mutu Produk Kelautan dan Perikanan. Berdasarkan capaian indikator pembangunan daerah, Sektor Kelautan dan Perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Riau.. Berdasarkan uraian tersebut di atas, untuk meningkatkan kontribusi Sektor Kelautan dan Perikanan dalam PDRB Provinsi Kepulauan Riau, perlu adanya upaya-upaya dalam hal:
II-91
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
1.
Peningkatan produksi perikanan budidaya
2.
Peningkatan produksi rumput laut
3.
Peningkatan nilai ekspor hasil perikanan
4.
Peningkatan sarana penangkapan ikan baik berupa kapal motor, motor tempel maupun perahu tanpa motor
e)
Pertanian Kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Provinsi Kepulauan Riau masih
sangat kecil, dan belum mencapai target dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau yang ditetapkan sebesar 1,31%. Sub sektor yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kontribusi PDRB Provinsi Kepulauan Riau berupa: Tanaman Bahan Makanan, Tanaman Perkebunan, Peternakan dan hasil-hasilnya serta Kehutanan. Rendahnya kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Provinsi Kepulauan Riau tersebut disebabkan belum tercapainya Sasaran Produksi Padi, Sasaran Produksi Jagung, Sasaran Luas Panen Padi, Sasaran Luas Panen Jagung, serta populasi ternak sapi
f)
Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau memiliki potensi pariwisata yang sangat
beragam baik dari sisi destinasi wisata maupun pasar wisatawan. Keindahan alam dan budaya yang dimiliki tersebut merupakan modal dasar dalam pengembangan daya tarik wisata. Namun demikian, sektor pariwisata di Provinsi Kepulauan Riau belum menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Rendahnya kontribusi Sektor Pariwisata terhadap PDRB terkait dengan kunjungan wisatawan kunjungan wisatawan ke Provinsi Kepulauan Riau, dimana target RPJMD tahun 2013 kunjungan wisatawan ke Provinsi Kepulauan Riau ditargetkan sebesar 1,8 juta wisatawan, namun pada tahun 2013 jumlah wisatawan
II-92
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
yang yang berkunjung ke Provinsi Kepulauan Riau sebesar 1.859.066 wisman. Jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan pintu masuk Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut. Jumlah kunjungan wisman ke Provinsi Kepulauan Riau tersebut didukung beberapa event kepariwisataan dan kegiatan antara lain adalah: 1.
Promosi Pariwisata di Dalam Negeri
2.
Pengelolaan Website Pariwisata Kepri
3.
Familiaration Trip
4.
Rakernis Bidang Pemasaran
5.
Pameran Artcraft and Tourism
g)
Pembangunan Infrastruktur Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum, kecilnya panjang jalan
yang ditingkatkan terebut karena adanya keterbatasan anggaran serta belum jelasnya status jalan Kabupaten/Kota yang ditingkatkan menjadi Jalan Provinsi. Selain itu, dalam upaya penyediaan listrik di daerah-daerah terpencil, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah melaksanakan kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di daerah-daerah terpencil. Salah satu yang ingin digesa oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau adalah penetapan RTRW Provisni kepulauan Riau. Bentuk dari keinginan tersebut, pemerintah telah berusaha mengadakan Rapat konsultasi dan Evaluasi Perda RTRW Provinsi Kepulauan Riau dan Pendampingan, Penyusunan dan Pembahasan Perda RTRW provinsi Kepulauan Riau
h)
Pembangunan Desa Pembangunan desa di Provinsi Kepulauan Riau merupakan satu kesatuan
kebijakan dalam Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun
II-93
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Desa. Pada tahun 2013, kegiatan yang terkait pemberdayaan masyarakat seperti Kegiatan Percepatan Pembangunan Desa/Kelurahan yang selama ini dilaksanakan untuk
meningkatkan
infrastruktur
dasar
desa/kelurahan
tertinggal
tidak
dilaksanakan karena target 169 desa/kelurahan yang dibantu telah diselesaikan. Program Percepatan Pembangunan Desa/Kelurahan (P3DK) ini perlu dilakukan evaluasi untuk mengukur tingkat manfaat yang dirasakan masyarakat, yang dalam pelaksanaannya diatur oleh PERMENDAGRI No.39 Tahun 2012
i)
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Fokus pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Provinsi
Kepulauan Riau pada penanganan rendahnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) serta rendahnya nilai Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Sebagian besar indikator yang ditetapkan terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak telah tercapai. Penekanan terhadap pemberdayaan perempuan dilakukan hingga ke penekanan program pemberdayaan perempuan serta pengembangan kota layak anak
j)
Pengurangan Kemiskinan Upaya penanggulangan/ pengentasan kemiskinan merupakan amanat
konstitusi dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kondisi terkait dengan indikator target pengentasan kemiskinan di Kepulauan Riau telah berhasil menurunkan persentase angka kemiskinan di tiap tahunnya. Yang menjadi penekanan lebih lanjut adalah berusaha mengurangi angka kemiskinan yang ada di daerah perdesaan yang cenderung masih tinggi.
II-94
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pada tahun 2013 angka kemiskinan di perkotaan melonjak dikarenakan naiknya angka pengangguran. Tujuan penanggulangan kemiskinan dalam jangka panjang adalah mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif agar dapat menjalani kehidupan yang bermartabat, dan menurunkan jumlah penduduk miskin. Hal ini sejalan dengan pembukaan UUD 1945 dan komitmen dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals atau MDGs). Penanggulangan kemiskinan telah menjadi agenda dan prioritas utama pembangunan nasional sejak lama dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Berbagai strategi, kebijakan, program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan. Selanjutnya dalam rangka percepatan upaya penanggulangan kemiskinan,Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bersama Pemerintah Kabupaten Kota pada tanggal 20 Agustus 2010 telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama untuk lebih fokus dan lebih meningkatkan koordinasi, sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan kemiskinan. Nota Kesepahaman Bersama tersebut kemudian dijabarkan dalam Bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Kepulaun Riau Nomor 23 Tahun 2010 tentang Penyaluran Dana Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota Untuk Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Kemudian untuk memberikan arahan yang jelas kepada Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Program pengentasan kemiskinan tersebut maka telah pula disusun Pedoman Umum Pelaksanaan Program Pengentasan Kemiskinan yang disusun secara bersama-sama antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota. Program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari tiga program utama yaitu : 1. Program Pemenuhan Hak-Hak Dasar Penduduk Miskin 2. Program Rumah Layak Huni 3. Program Pembinaan Unit UsahaPenduduk Miskin/Desa Tertinggal. Ketiga program ini disusun secara bersama-sama antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten/Kotadanmerupakan satu
II-95
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
kesatuan yang tidak terpisahkan, dilaksanakan dalam rangka untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Ketiga program tersebut diberikan kepada penduduk miskin yang sama dalam waktu yang bersamaan pula, dan tidak dibenarkan diberikan secara terpisah-pisah. Ringkasnya satu rumah tangga miskin mendapat ketiga program tersebut dalam waktu yang bersamaan. Pengecualian dapat dilakukan jika rumah tangga miskin tersebut sudah memiliki/ mendapatkan salah satu dari program/kegiatan yang akan diberikan. Program pengentasan/penanggulangan kemiskinan terdiri dari 11 (sebelas) kegiatan andalan yang sepenuhnya akan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota, dimana pelaksanaannya akan dikoordinir oleh Tim
Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan
(TKPK)
Kabupaten/Kota, sementara SKPD Provinsi berkewajiban untuk melaksanakan supervisi, monitoring dan evaluasi di bawah koordinasi TKPK Provinsi Kepulauan Riau.Adapun arah kebijakan umum Ketiga Program tersebut adalah : 1. Program
Pemenuhan
Hak-Hak
Dasar
Penduduk
Miskin/DesaTertinggal Program ini dilaksanakan dalam rangka memberikan akses yang lebih besar kepada penduduk miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memadai sehingga mereka menjadi lebih berdaya dan mampu mengembangkan dirinya. Penanggungjawaban program ini adalah Dinas Kesehatan bersama Dinas Pendidikan. Program ini terdiri dari lima kegiatan yaitu : a.
Pemberian
Makanan
Tambahan
Bagi
Penduduk
Miskin/Desa
Tertinggal, telah didistribusikan untuk 24.749 orang. b.
Perawatan kasus gizi buruk bagi masyarakat miskin/ desa untuk 913 orang.
c.
Pengobatan gratis bagi penduduk miskin/desa tertinggal melalui Jamkesda untuk 286.633 orang.
d.
Pembangunan/ Rehabilitasi/ Revitalisasi Posyandu/Pustu sebanyak 110 unit.
II-96
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
e.
Pemberian beasiswa bagi siswa SLTA dan Keluarga Miskin/Desa Tertinggal untuk 12.323 siswa.
2. Program Rumah Layak Huni Dari 14 indikator kemiskinan mikro, 6 indikator diantaranya adalah berkaitan dengan kondisi rumah. Oleh karena itu, program rumah layak huni menjadi sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka mempercepat pengentasan kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau.Selain itu, program ini juga dimaksudkan untuk menciptakan
rumah dan
lingkungan yang sehat bagi penduduk miskin. Program ini dilaksanakan secara terpadu antra Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertambangan dan Energi. Program rumah layak huni merupakan satu paket kegiatan yang meliputi: a.
Rehabilitasi rumah tidak layak huni termasuk fasilitas jamban keluarga sebanyak 4.417 unit rumah.
b.
Penyediaan sarana lingkungan dan sumber air bersih penduduk miskin/desa tertinggal untuk 1.408 unit.
c.
Penyediaan listrik rumah penduduk miskin/desa tertinggal untuk 11.508 unit rumah.
3. Program Menumbuhkembangkan Unit Usaha Penduduk Miskin/Desa Tertinggal Program ini dimaksudkan untuk memberikan mata pencaharian/pekerjaan tetap atau pekerjaan tambahan kepada kepala keluarga/anggota rumah tangga miskin sehingga mereka mempunyai pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga atau mendukung ekonomi keluarga sehingga mereka menjadi lebih mapan secara ekonomi yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik, lebih sejahtera dari sebelumnya, sehingga dapat mengubah status mereka dari miskin menjadi tidak miskin (sejahtera). Program ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu :
II-97
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
a.
Kegiatan menumbuhkembangkan kelompok usaha bersama dan atau koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) diutamakan ibu-ibu/perempuan pada penduduk miskin/ desa tertinggal untuk 3.136 orang dan 125 unit KUMKM.
b.
Kegiatan Menumbuh Kembangkan Kelompok Usaha Pertanian bagi Penduduk Miskin/Desa Tertinggal untuk 11.415 orang dan 338 unit usaha pertanian.
c.
Kegiatan menumbuhkembangkan usaha nelayan dan pembudidayaan ikan serta keluarga pengolah hasil perikanan (motorisasi, budidaya dan pengelolaan hasil perikanan) bagi penduduk miskin/ desa tertinggal untuk 1.740 orang dan 54.193 unit usaha.
k)
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pengembangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dilaksanakan
dalam rangka pencapaian kebijakan pembangunan pengurangan pengangguran (Pro job). Capaian indikator terkait dengan usaha kecil menengah di Kepulauan Riau masih banyak yang belum tercapai.
l)
Penanganan Pulau-pulau Terluar Pada tahun 2013, penanganan Pulau-pulau Terluar di Provinsi Kepulauan
Riau baru telah dilakuakan aksi dengan adanya badan pengelola perbatasan di provinsi Kepulauan Riau. Penanganan pulau-pulau terluar akan diarahkan pemanfaatannya pada segi keamanan dan juga segi ekonomi (pengembangan pulau tersebut)
2.3
Permasalahan Pembangunan Daerah Pembangunan daerah pada beberapa tahun belakangan ini telah
memberikan hasil dan manfaat kepada masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau,
II-98
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
dimana pembangunan telah dilakukan pada berbagai sektor untuk mewujudkan apa yang ditargetkan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Pembangunan di Kepulauan Riau secara umum telah mencapai target yang telah direncanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau, namun masih banyak kendala dan permasalahan dalam proses pembangunan daerah. Bentuk geografis yang merupakan daerah kepulauan yang letaknya sedikit berjauhan menjadi salah satu tantangan dalam pelaksanaan pembangunan di Kepulauan Riau, karena hal ini tentu saja dapat mencipatakan kesenjangan pembangunan. Berbagai permasalahan pembangunan yang terdapat di Kepulauan Riau ini secara rinci dijelaskan sebagai berikut.
Perluasan Penyediaan Pelayanan Dasar dalam Rangka Percepatan Pencapaian Target MDG’s Sebagian Indikator MDG’s Bidang Pendidikan dan Kesehatan dalam status Tercapai. Namun, ada beberapa target yang dalam status Akan Tercapai bahkan ada beberapa target dalam status Perlu Perhatian Khusus. Belum tercapainya beberapa indikator RPJMD terkait dengan pendidikan, antara lain:
1.
Angka Melek Huruf,
2.
Angka rata-rata lama Sekolah
3.
Angka Partisipasi Murni (APM) SMA
4.
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA
Belum meratanya pembangunan infrastruktur transportasi, ketenagalistrikan, energi, sumber daya air, pelayanan air minum, serta penyehatan lingkungan.
Perlunya peningkatan konektivitas untuk menunjang pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, peningkatan keselamatan transportasi dan pengembangan transportasi, peningkatan penyediaan infrastruktur sumber daya air (SDA) melalui sekema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) guna mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
Perlu adanya penambahan Jalan Nasional dan Jalan Strategis Nasional di Provinsi Kepulauan Riau untuk mendukung pertumbuhan sekonomi dalam koridor Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
II-99
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Indonesia (MP3EI) yang semula sepanjang 333,995 km (sesuai SK Menteri Pekerjaan Umum No.630-631 tahun 2009). Usulan penambahan Jalan Nasional dan Jalan Strategis Nasional tersebut sepanjang 206,137 km yang terdiri dari: Jalan Nasional sepanjang 126, 394 km dan Jalan Strategis Nasional sepanjang 79,743 km.
Adanya kesenjangan pembangunan daerah antara Kawasan BBK (Batam–Bintan–Karimun, termasuk Tanjungpinang) dengan Kawasan NAL (Natuna–Kepulauan Anambas– Lingga) yang disebabkan karena aksesibilitas. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan konektivitas di Kawasan NAL terutama pembangunan pelabuhan dan dermaga, trayek pelayaran serta pengembangan bandara dan bandara perintis (airstrip).
Rendahnya rasio elektrifikasi di Provinsi Kepulauan Riau. Oleh karena itu, perlu alokasi khusus gas dari wilayah Natuna untuk pembangunan pembangkit listrik (power plant), industri petro kimia, dan untuk keperluan rumah tangga. Khusus untuk wilayah terpencil dan pulau-pulau kecil, perlu adanya
pengembangan
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Surya
(PLTS),
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) serta jika memungkinkan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut.
Rendahnya capaian target MDG’s terutama pada Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air Minum Layak Perdesaan. Oleh karenanya, perlu adanya usaha-usaha penanganan penyediaan air minum terutama di perdesaan melalui jaringan perpipaan dengan memanfaatkan sumber-sumber air baku yang ada.
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kepulauan Riau pada September 2013 sebanyak 125.021 orang (6,35%). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 131.215 orang (6,83%), secara absolut mengalami penurunan sebanyak 6.194 orang atau turun sebesar 0,48%.
Meskipun, Program capaian Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau telah bagus namun Pengentasan Kemiskinan masih perlu dilaksanakan, dengan adanya kerjasama Pemerintah Provinsi dan
II-100
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pemerintah Kabupaten/Kota serta masuknya Program Pengentasan Kemiskinan sebagai Program Prioritas Nasional dalam Masterplan Percepatan
dan
Perluasan
Pengurangan
Kemiskinan
Indonesia
(MP3KI).
PDRB Kepri pada tahun 2013 tumbuh sebesar 6,13 persen, terjadi perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,28 persen. Sektor Strategis selain Sektor Industri Pengolahan yang diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau adalah: - Sektor Kelautan dan Perikanan - Sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah - Sektor Pariwisata - Sektor Perindustrian, Perdagangan, Tenaga Kerja dan Penanaman Modal - Sektor Pertanian dan Peternakan
Dikaitkan dengan arahan Bapak Presiden Republik Indonesia yang menetapkan target pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau di atas 10%, hal ini optimis dapat dicapai, jika diantaranya adanya kepastian hukum tentang penataan ruang daerah di Provinsi Kepulauan Riau.
Pengelolaan perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau masih belum berjalan secara optimal. Beberapa permasalahan terkait pengelolaan perbatasan antara lain: - Masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan - Sarana dan prasarana dasar masih kurang, seperti: prasarana perhubungan (jalan, jembatan, dermaga), jaringan listrik, telekomunikasi, prasarana pendidikan/sekolah dan prasarana kesehatan - Rawan terhadap kegiatan illegal (fishing, logging, mining, Trans National Crime) - Belum tersedianya rencana detail tata ruang kawasan perbatasan, sehingga tidak diketahui secara pasti pembagian zonasi ruang dan arah pemanfaatan ruang
II-101
RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
- Rendahnya investasi/penanaman modal yang masuk ke kawasan perbatasan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang melimpah.
perlu adanya penanganan dan pengelolaan perbatasan berdasarkan Lokasi Prioritas Penanganan sebagaimana yang sudah ditetapkan, serta rencana tata ruang kawasan perbatasan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam satu kesatuan kawasan pertahanan dan keamanan.
II-102