BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PENELITIAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Internet 2.1.1.1 Pengertian Internet Internet sebagai sebuah jaringan yang besar antar komputer merupakan gabungan dari jaringan –jaringan komputer yang ada di seluruh dunia dan menyebabkan komputer-komputer yang terhubung dengan internet dapat saling berkomunikasi, tukar menukar informasi, dengan penggunaan internet lainnya di seluruh dunia. Menurut McLeod dan Schell (2004, P222), internet adalah kumpulan jaringan yang dapat saling berhubungan. Jika anda memiliki lokal area network (LAN) di satu kantor dan LAN di kantor lain, anda dapat menggabungkan keduanya dan itu akan menciptakan suatu internet. Menurut Diana (2001, P3) yang diterjemahkan oleh Tjiptono, internet merupakan jaringan komputer yang sangat besar yang terbentuk oleh jaringanjaringan kecil yang ada di seluruh dunia yang saling terhubungan satu sama lain. Jadi, internet adalah jaringan berisis kumpulan informasi yang terbesar di seluruh dunia dan saling berhubungan antara jaringan satu dengan yang lainnya.
2.1.1.2 Pengertian Intranet Organisasi dapat membatasi akses ke jaringan mereka hanya bagi anggota organisasinya dengan menggunakan intranet. Intranet menggunakan protokol
5
6
jaringan yang sama engan internet tetapi membatasi akses kesumberdaya komputer hanya bagi sekelompok orang didalam organisasi. Bagaimana intranet berebda dengan Local Area Network (LAN), yaitu LAN tidak memliki koneksi fisik ke jaringan lain. Intranet memiliki koneksi ek jaringan lain tetapi menggunakan piranti lunak, hardware, atau kombinasi keduannya.
2.1.1.3 Pengertian Ekstranet Ekstranet (Extended intranet) menggunakan jaringan protokol TCP/IP internet untuk
menghubungkan
berbagai
intranet
pada
lokasi
berebeda.
Ekstranet
bermanfaat dalam mewujudkan konektivitas aman antara intranet perusahaan dan intranet mitra bisnis, pemasok bahan mentah, penyedia jasa finansial, pemerintah dan pelanggan. Lingkungan ekstranet yang terproteksi memungkinkan setiap kelompok untuk berkolaborasi, berbagi informasi secara esklusif dan saling bertukan informasi secara aman.
2.1.2 E-bisnis 2.1.2.1 Pengertian E-bisnis E-bisnis mengarah ke e-commerce tetapi sebenarnya lebih dalam dari ecommerce itu sendiri yaitu dengan mengikut sertakan aplikasi teknologi informasi untuk bisnis proses internal dan juga untuk aktivitas komersial bisnis. Aktivitas ini bisa termasuk aktivitas fungsional seperti keuangan, marketing, human resource management dan operasi.
2.1.2.2 Aplikasi e-bisnis
7
Ada banyak sekali aplikasi e-bisnis, diantaranya home banking, berbelanja di online stores dan online malls, mencari pekerjaan, melelang barang, memesan tiket pesawat, menelusuri perpustakaan maya dan sebagainya. Aplikasi e-bisnis tersebut ditunjang oleh beberapa pilar dan infrastruktur.
2.1.2.2.1 Empat pilar e-bisnis Menurut Diana (2001, P15) yang diterjemahkan oleh Tjipno, empat pilah utama yang ada meliputi : •
Orang
(people),
meliputi
pembeli,
penjual,
perantara,
manegemen, dan staff sistem informasi •
Kebijakan publik (public policy), meliputi pajak, perundangundangan, nama domain
•
Standar teknis, baik untuk dokumen, keamanan, protokol jaringan, maupun pembayaran
•
Organisasi, yaitu mitra bisnis, pesaing, asosiasi, dan intansi pemerintah
2.1.2.2.2 Infrastruktur Pendukung E-bisnis Sedangkan infrastruktur pendukung e-bisnis meliputi : •
Common business service infrastruktur, seperti security smart cards / authentication, pembayaran elektronik, direktori dan katalog
•
Messaging and information distribution infrastruktur, diantaranya EDI, e-mail, dan Hypertext Transfer Protocol
•
Multimedia content and network publishing infrastruktur, seperti HTML, java, world wide web dan VRML
8
Network infrastruktur, diantaranya jasa telkom, TV kabel, wireless,
•
internet, WAN, LAN, intranet, dan extranet Interfacing struktur, baik untuk data base, pelanggan, maupun
•
aplikasi
2.1.3 Pelatihan Menurut Budi (2005, P73), istilah pelatihan (training) mengacu kepada serangkaian
kegiatan
yang
memberikan
peluang
untuk
dapat
meningkatkan
keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan diberikan baik kepada karyawan yang baru diterima maupun karyawan yang telah ada, dengan maksud untuk menghadapi situasi yang berubah.
2.1.3.1 Menentukan kebutuhan pelatihan Budi (2005, P74) Goldstein dan bukton, mengemukakan ada tiga analisis kebutuhan pelatihan. i.
Analisis organisasi Dalam hal ini manager perlu menganalisis tujuan dari organisasi, sumberdaya yang dimiliki, dan lingkungan organisasi. Analisis organisasi dapat dilakukan dengan cara survey mengenai sikap karywan terhadap kepuasan kerja, persepsi dan sikap karyawan. Disamping itu juga menggunakan turn over, absensi, kartu pelatihan, daftar perkembangan karyawan dan data perencanaan karyawan.
ii.
Analisis persyaratan kerja Keterampilan dan pengetahuan yang dipersyaratkan dalam uraian pekerjaan diperiksa kembali, jika ditemukan karyawan yang tidak memnuhi persyaratan maka mereka merupakan peserta bagi program pelatihan.
9
iii.
Analisis karyawan Analisis ini difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan training bagi karyawan yang bekerja pada jobnya. Kebutuhan pelatihan karyawan dapat dianalisa secara individu maupun kelompok.
2.1.3.2 Metode pelatihan Metode pelatihan dibagi dua, yaitu : a.
Metode on the job training Metode ini memungkinkan para pekerjanya untuk terus melakukan tugas
dengan menyisihkan waktu mereka sambil belajar. Manfaat dari metode on the job training adalah peserta belajar dengan perlengkapan yang nyata dan dalam lingkungan pekerjaan yang jelas. Sebaliknya, pelatihan on the job seringkali menciptakan suasana jenuh karena peserta pelatihan tidak mendapat suasana baru dalam lingkungan kerjanya. Kelemahan lainnya adalah terlambatnya proses kerja yang disebabkan oleh kurang lancarnya karyawan yang dilatih dalam mengangani persoalan kerja. Beberapa teknik yang bisa dilakukan dalam metode on the job training adalah: 1. coaching, yaitu pelatihan yang terjadi ketika seseorang brpengalaman memberikan saran teknis spesifik kepada orang lain. Cara ini dapat terjadi secara lebih informal dalam bentuk bantuan secara spontan diberikan di dalam tim. Teknik ini dapat di terapkan apabila jumlah karyawan yang dilatih relatif sedikit dan memiliki cukup pengetahuan untuk itu. Contoh, karyawan yang berpengalaman ( sebagai pelatih) mendampingi karyawan baru (yang baru dilatih) dalam operasi komputer.
10
Kelebihan dari sistem coaching ini adalah adanya perhatian yang lebih besar dari karyawan yang dilatih dan tingginya tanggung jawab seorang instruktur karena mereka terlibat secara langsung dalam pembimbingan itu. Sebaliknya, kelemahan sistem coaching adalah diperlukannya instruktur yang banyak apabila jumlah pesertanya banyak juga. 2. magang atau under study training adalah melibatkan suatu penugasan kerja dimana sesorang berfungsi sebagai seorang yang sedang belajar atau asisten bagi seorang yang telah memiliki keterampilan pekerjaan yang diperlukan. Dalam hal ini proses pemagangan tetap dilakukan didalam lingkungan kerja itu sendiri. Contoh, untuk meningkatkan kemampuan mengajar dosen baru, mereka perlu mengikuti beberapa senior mereka untuk melihat secara langsung praktek belajar mereka. 3. permodelan, yaitu proses dimana sesorang memperlihatkan melalui perilaku personal apa yang diharapkan dari orang lain. Contoh, adalah dengan mengamati dan memperaktekan teknik-teknik dari para manajer yang baik. b. Metode off the job training Metode pelatihan ini menggunakan tempat di luar organisasi, tetapi menggambarkan kondisi yang ada di dalam organisasi. Pelatihan ini dapat juga dilakukan di dalam organisasi yang bersangkutan atau fasilitas pelatihan yang terpisah. Contoh, karyawan diikut sertakan dalam program pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh lembaga lain, misal universitas, departemen tenaga kerja, dan intansi terkait lainnya. Keuntungan metode ini adalah mengurangi kejenuhan dan stres kerja akibat suasana yang monoton.
11
2.1.3.3 Prinsip-prinsip pelatihan Mengembangkan dan mengimplementasikan program pelatihan tidaklah mudah. Untuk mencapai keberhasilan dan terpenuhinya sasaran pelatihan, maka diperlukan pedoman-pedoman. Budi (2005, P77) Dale Yode, mengembangkan prinsip-prinsip dasar dalam program pelatihan. Prinsip-prinsip dasar tersebut merupakan hasil penyelidikan dan pengalaman yang telah dilakukan menyangkut pendidikan dan pelatihan : a.
Perbedaan individu Prinsip utama dalam merencanakan pelatihan adalah pemahaman yang mendalam akan adanya perbedaan-perbedaan dalam individu. Perbedaan individu
disebabkan
oleh
berbagai
faktor,
misalnya
latar
belakang
pendidikan, keluarga, wilayah tempat tinggal, dan pengalaman. b.
Hubungan dengan analisa jabatan Program-program apa saja yang akan dilatih tergantung pada kesesuaian kebutuhan kerja yang tercermin pada analisa jabatan, baik menyangkut deskripsi jabatan maupun spesifikasinya. Misalnya karyawan yang perlu dilatih adalah karyawan bagian pergudangan, maka pelatihan harus diarahkan pada penguasaan tentang prosedur pembelian barang.
c.
Motivasi Untuk meningkatkan semangat karyawan dalam mengikuti program pelatiha, maka perlu diberikan rangsangan baik secara fisik (materi) maupun non fisik (moril). Pemberian rangsangan dimaksudkan untuk menghindari adanya ketidak jelasan maksud dan arah pelatihan.
d.
Prtisipasi aktif
12
Ketika program pelatihan dilaksanakan, peserta pelatihan harus dapat ikut terlibat secara langsung dan aktif dalam mengambil bagian. Dalam hal ini metode
pelatihan
harus
dikembangkan
untuk
menarik
minat
dan
kemampuan peserta di dalam setiap kegiatan. e.
Seleksi peserta Perbedaan individu menyebabkan ada sebagian peserta sulit menerima materi pelatihan, sedangkan yang lainnya dengan mudah dapat memahami materi yang diberikan. Oleh karena itu setiap calon peserta perlu dilakukan pemilihan (seleksi) agar memiliki standar-standar tertentu.
f.
Seleksi pelatih Tidak hanya peserta pelatihan, pelatih juga harus di seleksi. Tujuannya adalah menjamin bahwa mereka dapat memberikan materi pelatihan secara mudah sehingga dapat diterima secara baik oleh peserta.
g.
Sertifikasi pelatih Pelatih yang baik merupakan pelatih yang memiliki engalaman dan pegakuan oleh kelompok tertentu. Cara mudah untuk menilai adalah dengan melihat penghargaan yang di perolehnya.
h.
Metode pelatihan Metode pelatihan harus dipilih sehingga sesuai dengan tujuan pelatihan.
i.
Prinsip pembelajaran Harus disadari bahwa pelatihan merupakan proses pembelajaran, jika terdapat kekurangan, adalah suatu kewajaran yang perlu di tolelir tetapi memiliki komitmen untuk diperbaiki. Oleh karena itu pelaksanaan dari program pelatihan harus betul-betul
dipersiapkan sebaik mungkin. Hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian
13
sebelum kegiatanpelatihan dilaksanaan antara lain menyangkut tujuan pelatihan sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan antara lain menyangkut tujuan pelatihan, siapa yang dilatih, kapan (jadwal) pelatihan, tempat atau lokasi pelatihan, jumlah dan kualitas peserta, infrastruktur, dan metode pelatihan.
2.1.3.4 Tahap-tahap pelatihan Menurut Budi (2005, P79-81), merumuskan tahap pelatihan dalam tiga tahap, yaitu : a.
Tahap penilaian Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam proses pelatihan dimana kebutuhan terhadap pelatihan ditentukan atau diidentifikasi terlebih dahulu. Tahap ini akan menjadi pedoman bagi tahap-tahap berikutnya. Identifikasi kebutuhan pelatihan dapat ditinjau dari tiga variable utama, yaitu : -
menganalisis kebutuhan organisasi
-
kecenderungan penyesuaian terhadap tugas-tugas
-
kemampuan dan keterampilan karyawan setelah pengidentifikasian selesai, proses berikutnya dalam tahap penilaian adalah menetapkan tujuan pelatihan.
b.
Tahap implementasi Berdasarkan hasil penilaian tahap pertama, proses immplementasi tentunya dapat di mulai. Dua kegiatan utama dalam tahap implementasi adalah pemilihan dan perancangan program pelatihan serta pelaksanaan terhadap program itu sendiri. Jika terdapat sejumlah alternatif kegiatan pelatihan yanga akan dikembangkan, tentunya manager harus dapat memilih metode pelatihan mana yang efektif dikembangkan sesuai dengan tujuan pelatihan. Selanjutnya
14
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan program yang dikembangkan tersebut. c.
Tahap evaluasi Tahap evaluasi dapat juga disebut sebagai tahap yang krusial. Karena pada tahap ini program pelatihan diukur efektifitasnya. Dengan demikian dapatlah dipastikan bahwa pelatihan yang dilaksanakan sudah mencapai target yang ditentukan. Tolak ukur dari tahap evaluasi adalah kesesuaian antara tujuan pelatihan dengan hasil nyata yang diperoleh. Tahap evaluasi ini juga dapat menjadi pedoman dasar dalam menetapkan program pelatihan untuk periode berikutnya.
2.1.4 Pengertian E-Learning. Di industri pendidikan saat ini banyak sekali praktik yang di sebut e-learning. Sampai saat ini penggunaan e-learning sering digunakan semua kegiatan pendidikan yang menggunakan media komputer dan atau internet. Banyak pula penggunaan terminologi yang memiliki arti hampir sama dengan e-learning. Web-based e-learning, computer-based training/learning, distance learning, computer aided instruction, dan lain sebagainya, adalah terminologi yang sering dipakai untuk menggantikan e-learning. Terminologi e-learning sendiri dapat mengacu pada semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi. E-learning menurut Effendi dan Zhuang (2005, P6) adalah semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi. Menurut Henderson (2003, P2), E-learning is learning at a distance that uses computer technology (usually the internet). Menurut Turban (2004, P 358) e-learning is the online of information for purpose of education, training, or knowledge management.
15
Karena ada bermacam penggunaan e-learning saat ini maka ada pembagian atau pembedaan e-learning.
2.1.4.1 Tipe-Tipe E-learning. Pada dasarnya, e-learning mempunyai dua tipe yaitu synchronous dan asynchronous. a. Synchronous Training Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P7) synchronous berarti “pada waktu yang sama”. Jadi, synchronous training adalah tipe pelatihan, dimana proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar. Hal tersebut memungkinkan interaksi yang baik antara murid dan pengajar, baik melalui internet maupun intranet. Pelatihan e-learning jenis ini lebih banyak digunakan pada seminar atau konferensi yang pesertanya berasal dari beberapa negara. Penggunaan tersebut sering pula dinamakan web conference atau webminar (web seminar) dan sering digunakan kelas atau kuliah universitas online. b. Asynchronous Training. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P7) asynchronous berarti ”tidak pada waktu yang bersamaan”. Jadi, seseorang dapat mengambil pelatihan pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan pelatihan. Pelatihan ini lebih populer di dunia e-learning karena memberikan keuntungan lebih bagi para peserta pelatihan karena dapat mengakses pelatihan kapanpun dimanapun. Pelatihan berupa paket pelajaran yang dapat dijalankan di komputer maupun tidak melibatkan interaksi dengan pengajar atau pelajar lain. Oleh karna itu, pelajar dapat memulai pelajaran dan menyelesaikan setiap saat. Paket pelajaran
16
berbentuk bacaan dengan animasi, simulasi, permainan edukatif, maupun latihan atau tes dengan jawabannya.
2.1.4.2 Keuntungan dari E-learning. Kemajuan penggunaan e-learning di dorong oleh kelebihan dan keuntungan penggunaanya. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P9-15) Keuntungannya antara lain : a. Biaya Pembelajaran melalui e-learning dapat mengurangi biaya pelatihan. Dengan adanya e-learning, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa pelatih dan ruang kelas serta transportasi peserta pelatihan dan pelatih. Perusahaan tidak perlu menyiapkan makan siang, kopi, maupun peralatan kelas. Penghematan biaya dengan cara e-learning sudah terbukti. Akan tetapi, pengelolaan pelatihan juga harus berhati-hati. Majajemen e-learning yang tidak tepat akan membuat biaya pelatihan semakin membengkak. b. Fleksibilitas waktu Administrator sering mengalami kesulitan menyesuaikan waktu beberapa karyawan yang ingin dilatih. Hal ini karena untuk mengikuti pelatihan di kelas, seseorang karyawan harus meninggalkan pekerjaanya selama satu atau dua hari. Dengan tuntutan kompetisi perusahaan yang kian meningkat, kekurangan pegawai selama lebih dari satu hari akan sangat mengganggu produktivitas perusahaan. Maka, tidak heran karyawan dan atasannya kurang menyenangi pelatihan yang memakan waktu lama. c. Fleksibilitas tempat
17
Adanya e-learning membuat karyawan santai mengakses pelatihan e-learning di kantor, bahkan di meja kerja. Selama komputer terhubung dengan komputer yang menjadi server e-learning maka mereka dapat mengaksesnya dengan mudah. Terlebih lagi, bila server e-learning terhubung dengan internet, maka karyawan dapat mengakses pembelajaran dari rumah. d. Fleksibilitas kecepatan pembelajaran E-learning dapat disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing siswa. Siswa mengatur sendiri kecepatan pelajaran yang diikuti. Apabila belum mengerti, ia dapat mempelajari modul tertentu dan dapat mengulanginya nanti. Apabila siswa mengerti dengan cepat, ia dapat menyelesaikan pelajarannya lebih cepat dan mengisi waktu dengan belajar topik lain. Hal ini beda sekali dengan pelatihan di kelas karena semua pelajar mulai dan berhenti di waktu yang sama. e. Standarisasi pembelajaran E-learning dapat menstandarisasi pengajaran sehingga pelajaran e-learning memiliki kualitas yang sama setiap kali di akses dan tidak tergantung suasana hati pengajar. f. Efektifitas pengajaran E-learning yang di desain dengan Instructional design muktahir membuat karyawan atau pelajar lebih mengerti isi pelajaran. Penyampaian pelajaran elearning dapat berupa simulasi dan kasus-kasus, menggunakan bentuk permainan dan menerapkan teknologi animasi canggih. g. Kecepatan distribusi e-learning dapat dengan cepat menjakau karyawan yang berada di luar wiayah pusat. Tim desain pelatihan hanya perlu mempersiapkan bahan pelatihan secepatnya dan menginstal hasilnya di server pusat pelatihan e-learning. Jadi,
18
semua komputer yang terhubung dengan server dapat langsung mengakses. Apabila terdapat cabang yang tidak memiliki sambungan network ke server, pelajaran hanya perlu disimpan di compact disc (CD) dan dikirim melalui post. Dengan e-learning, suatu pelatihan baru dapat langsung diterima oleh semua krayawan kurang lebih satu bulan. h. Ketersediaan On-Demand Karena e-learning dapat sewaktu-waktu di akses anda dapat mengangapnya sebagai ”buku saku” yang membantu anda setiap saat i. Otomatisasi proses administrasi E-learning menggunakan suatu learning management system (LMS) yang berfungsi
sebagai
platform-platform
pelajaran-pelajaran
e-learning.
LMS
berfiungsi pula menyimpan data-data pelajar, pelajaran, dan proses pembelajaran yang berlangsung.
2.1.4.3 Keterbatasan dari E-learning. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P15-17) ada beberapa keterbatasan yang harus diwaspadai oleh pengelola pelatihan sebelum memutuskan menggunakan e-learning, yaitu : a. Budaya. Penggunaan e-learning menuntut budaya self-learning, diman sesorang memotifasi diri sendiri agar mau belajar. Sebaliknya, pada sebagian besar budaya pelatihan di indonesia, motivasi belajar lebih banyak tergantung pada pengajar. b. Investasi. Walaupun e-learning menghemat banyak biaya, tetapi suatu organisasi harus mengeluarkan investasi awal cukup besar untuk mulai mengimplementasikan e-
19
learning. Investasi dapat berupa biaya desain dan pembuatan program e-learning mangement system, paket pelajaran dan biaya-biaya lain, seperti promosi dan change management system. c. Teknologi. Karena teknologi yang digunakan beragam, ada kemungkinan teknologi tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada dan terjadi konflik teknologi sehingga e-learning tidak berjalan dengan baik. Oleh karna itu, kompabilitas teknologi
yang
digunakan
harus
diteliti
sebelum
memutuskan
untuk
menggunakan suatu paket e-learning. d. Infrastruktur. Internet belum menjangkau sampai pelosok-pelosok indonesia. Akibatnya belum semua orang dapat merasakan e-learning dengan internet. e. Materi. Walaupun e-learning menawarkan berbagai fungsi, ada beberapa materi yang tidak dapat diajarkan melalui metode e-learning. Pelatihan yang memerlukan banyak kegiatan fisik, seperti olahraga dan instrumen musik, sulit disampaikan melalui e-learning secara sempurna.
2.1.5 Strategi E-learning. 2.1.5.1 Defenisi Strategi. Rangkuti (2005, P3), menurut Chandler, pengertian strategi adalah “alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta proritas alokasi sumber daya.” Rangkuti (2005, P4), menurut Argyris, Mintzberg, Steiner dan Miner, strategi adalah “ respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang
20
dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.”
2.1.5.2 Pentingnya Strategi. Penyusunan strategi untuk e-learning dangat berguna untuk: 1. Memperjelas tujuan pelatihan atau pendidikan yang ingin dicapai, Tujuan pelatihan atau pendidikan dapat bermacam-macam dan berbeda-beda untuk masing-masing departemen atau anggota organisasi. Akan tetapi, tujuan pelatihan harus menopang dan selaras dengan tujuan organisasi. Misalnya, saat perusahaan membutuhkan peningkatan servis kepada pelanggan, pelatihan computer service sangat diperlukan, bukan pelatihan memakai komputer atau pealtihan cara memberikan persentasi. 2. mengetahui
sumberdaya
yang
dibutuhkan,
Strategi
yang
baik
harus
menggambarkan kondisi sekarang, kondisi yang ingin dicapai, dan hal-hal yang harus dilakukan (action plan). Perumusan strategi yang lengkap memperlihatkan secara jelas resource yang dibutuhkan, baik dalam bentuk sumber daya manusia, keuangan, infrastruktur dan lain-lain. 3. Membuat semua pihak yang terlibat untuk tetap mengacu pada tujuan yang sama, Seorang angota tim dari departemen pelatihan dapat memiliki tujuan untuk mengurangi proses administrasi pelatihan, sedangkan anggota tim dari departemen Teknologi Informasi (TI) dapat memfokuskan tujuan usaha pada perkembangan infrastruktur intranet. Adanya strategi yang jelas membuat seluruh pihak yang terlibat melihat dan mengerti apa yang sebenarnya diinginkan proyek. Kemudian, mereka dapat mengesampingkan tujuan pribadi
21
dan memfokuskan usaha terhadap tujuan yang tertera pada strategi penerapan e-learning. 4. Mengetahui pengukuran keberhasilan, strategi penerapan e-learning yang baik akan mengikutsertakan pengukuran. Strategi memiliki tujuan akhir berupa target pelaksanaan. Target tersebut dapat menjadi ukuran. Apabila taget tercapai, maka penerapan e-learning anda akan dikatakan sukses. Target dapat berupa orang yang mengikuti e-learning, jumlah orang yang mengerti pelajaran yang disampaikan, atau jumlah orang yang kinerjanya meningkat. Kita juga harus ingat bahwa tujuan pun harus dicapai dalam waktu yang telah dijadwalkan dan dana yang telah dianggarkan.
2.1.5.3 Struktur Strategi E-learning. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P 25-32) Strategi e-learning melibatkan empat tahap : 1. Analisa, faktor-faktor yang dibahas dalam analisa yaitu : iv. kebutuhan organisasi : dengan melihat keadaan organisasi sekarang apakah
keberadaan e-learning dapa memberikan dampak positif.
Dalam melakukan analisa kebutuhan organisasi, ada beberapa hal yang perlu dicermati. v.
Tujuan perusahaan, tujuan pelatihan organisasi adalah membantu organisasi mencapai tujuannya. Yaitu, meningkatkan kemampuan kerja karyawan sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Oleh karena itu perlu terlebih dahulu mengetahui tujuan organisasi untuk menyelaraskan dan menganalisa tujuan organisasi. Yaitu dengan
22
mengetahui visi dan misi organisasi derta mengetahui terget yang ingin dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang. vi. Perubahan teknologi, sekarang ini, perubahan teknologi berjalan begitu cepat sehingga organisasi perlu bertindak cepat pula bila tidak ingin ketinggalan, apabila organisasi yang bergerak dalam industri yang mengalami perubahan teknologi yang luarbiasa cepat, maka perusahaan harus memikirkan cara yang cepat meluncurkan dan
menerapkan
teknologi
menerapkan
teknologi
baru
menentukan
keberhasilan
tersebut.
Kecapatan
sangat
vital
organisasi.
Oleh
organisasi
perananya karna
itu,
dalam kepala
pelatihan di organisasi harus memikirkan cara memperkenalkan teknologi baru kepada karyawan dengan cepat. Akan tetapi, cara konvensional
dengan
menggunakan
pelatihan
di
kelas
akan
memperlambat proses pelatihan, terutama bila organisasi memiliki karyawan yang jumlanya sangat besar dan tesebar di berbagai pulau. Pada keadaan seperti ini, pemakaian e-learning yang memiliki kelebihan yang menonjol dalam hal penyebaran informasi dengan cepat, akan sangat membantu kebutuhan pelatihan perusahaan. Elearning dapat ditempatkan di server pusat dan semua karyawan di kantor cabang dapat mengikutinya. E-learning dapat digunakan pula dalam bentuk CD-ROM yang hanya perlu dikirimkan kekantor-kantor cabang melalui pos. vii. Struktur organisasi, merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan strategi pelatihan atau strategi e-learning yang akan diterapkan perusahaan.
23
viii. Lingkungan perusahaan, disamping faktor-faktor internal, faktorfaktor eksternal juga dapat mempengaruhi keputusan penggunaan e-learning disuatu organisasi. ix. Kebutuhan pelatihan : analisa kebutuhan pelatihan akan melihat kebutuhan organisasi dari segi pelatihan secara lebih spesifik dan hubunganya dengan e-learning. Sehingga dapat dilihat perbedaan antara
kinerja
yang
dibutuhkan
organisasi
dengan
kinerja
sumberdaya manusia yang sebenarnya. Dalam analisa ini, akan berhubungan
dengan
pihak
karyawan
dan
atasannya
agar
mengetahui kondisi dan masalah pelatihan. Langkah-langkah yang diambil dalam analisa kebutuhan pelatihan ini adalah : •
Menentukan kinerja yang diinginkan, seorang praktisi bagian pelatihan harus dapat menentukan pekerjaan dan keahlian yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau target organisasi. Lebih baik lagi, jika bisa membuat deskripsi pekerjaan (job description) mengenai pekerjaan yang diperlukan sehingga akan lebih mudah melakukan perbandingan dan pengamatan terhadap kinerja para karyawan, kemudian tentukan standar kinerja keahlian.
•
Menentukan kinerja saat ini dan melihat perbedaan (Gap Analysis),
setelah
mengetahui
standar
kinrja
yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, seorang praktisi pelatihan perlu melihat kinerja organisasi yang sebenarnya.
Setelah
melakukan
pengukuran,
lalu
24
membandingkan antara tingkat kinerja yang diinginkan dan tingkat kinerja yang benar-benar terjadi di organisasi. •
Mencari penyebab perbedaan, adanya perbedaan antara kinerja yang diinginkan dengan kinerja yang sebenarnya membuat sesorang praktisi pelatihan harus mencari penyebab terjadinya perbedaan. Lebih lanjut, seorang praktisi pelatihan perlu melihat dan menggali sampai keakar penyebabnya sehingga tindakannya lebih efektif.
•
Pemecahan
masalah
non-pelatihan,
apabila
akar
permasalahan yang ditemukan tidak berhubungan dengan pengetehuan, keahlian dan sikap karyawan, pemecahan masalah nonpelatihan akan lebih efektif. Meskipun akar masalah yang ditemukan menuntut pemecahan masalah nonpelatihan, tetapi pemakaian sistem seperti e-learning dalam hal ini berfungsi tidak hanya sebagai sarana pelatihan, tetapi dapat pula sebagai alat penyebaran informasi atau komunikasi. •
Pemecahan
masalah
pelatihan,
apabila
akar
permasalahan yang ditemukan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, keahlian, dan sikap karyawan, maka para karyawan sebaiknya diberikan pelatihan. x.
Budaya
organisasi : analisa terhadap budaya perusahaan dan
apakah budaya tersebut cocok dan kondusif untuk menerapkan elearning. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa budaya organisasi :
25
•
Motivasi pelatihan, pelatihan yang diadakan sering tidak dianggap serius oleh para anggota organisasi. Karyawan perusahaan seringkali mengangap pelatihan sebagai waktu untuk istirahat. Dalam keadaan seperti ini, elearning akan lebih sulit untuk diperkenalkan karena menuntut komitmen tinggi karyawan. Didalam suatu ruangan kelas, energi yang keluar sebagian dari pengajar. Sebaliknya dalam e-learning, seratus persen tenaga yang dikeluarkan dari karyawan sendiri. Jadi, dapat dimengerti mengapa karyawan dalam kasus ini sering menolak penggunaan e-learning.
•
Persepsi
terhadap
mengetahui
persepsi
departemen anggota
pelatihan, organisasi
setelah terhadap
pelatihan di organisasi, kita harus mengetahui pula persepsi mereka terhadap departemen pelatihan. Sering terjadi seorang anggota organisasi sebenarnya memiliki motivasi tinggi untuk belajar, tetapi tidak mempercayai departemen pelatihan diorganisasi sehingga ia memilih mencari program pelatihan di luar. •
Dukungan manajemen, harus mengetahui bagaimana dukungan manajemen tingkat atas terhadap pelatihan dan e-learning. Mereka harus ikut serta dalam pelatihan, proses pengambilan keputusan, merekomne dasikan pelatihan dan lain-lain.
26
•
Demografi peserta, dengan melihat kondisi anggota organisasi yang akan menjadi peserta pelatihan. Melihat mayoritas umur, struktur pendidikan, jenis kelamin. Apabila
karaktristik
karyawan
kurang
lebih
sama,
penerapan e-learning akan lebih mudah. •
Budaya
kerja,
memberikan
apabila
kesibukan
suatu sangat
organisasi tinggi
bagi
terbiasa semua
anggotanya, maka kegiatan pelatihan dapat dianggap mengganggu. xi.
Infrastruktu: menganalisa keadaan teknologi dan infrastruktur organisasi dari segi pelaksanaan e-learning. Harus menganalisa teknologi
dan
infrastruktur
yang
tersedia
untuk
proses
pembelajaran. Pertanyaan yang paling sederhana adalah apakah memiliki fasilitas untuk mengakses e-learning. Dalam hal ini kita perlu bekerjasama dengan staf bidang Teknologi Informasi (IT) di organisasi. 2. Perencanaan, yang ditinjau adalah : i.
Teknologi dan Network: sebagus apapun program e-learning yang dimiliki, tidak akan ada artinya bila orang-orang tidak bisa mengakses dan memainkannya di komputer mereka. Apabila ingin menggunakan akses internet atau intranet untuk e-learning, kaita harus melihat keandalan network. Jika network tersebut selalu rusak atau down, maka orang-orang akan frustasi dan menolak e-learning.
ii.
Leaning management system (LMS), ada dua bagian utama elearning, yaitu learning managament system (LMS) dan learning
27
content atau materi pelajaran e-learning yang akan dipelajari oleh pemakai. Learning management system (LMS): adalah system yang membanru administrasi dan berfungsi sebagai platform e-learning content. Apabila memiliki banyak materi memerlukan banyak materi pembelajaran e-learning, kita tidak hanya meletakkannya pada layar deskop komputer dalam bentuk icon. Oleh karna itu, kita perlu memiliki LMS sebagai sistem yang mengatur e-learning content atau mata pelajaran e-learning. e-learning dapat membantu administrasi kegiatan pelatihan. LMS inilah yang berperan banyak dalam membantu administrasi. LMS pun mengatur semua kegiatan e-learning. Beberapa fungsi LMS adalah : •
Katalog, LMS yang lebih baik harus dapat menunjukkan materi pealtihan yang dimiliki. Materi-materi dapat berupa pelajaran elearning, artikel, thesis, hasil diskusi. Katalog yang baikpun harus
membedakan
materi
berdasarkan
jenis
materi,
departemen yang memerlukan. Misal : Marketing Mix untuk departemen marketing dan penjualan. Katalog yang baik harus dapat menampilakan informasi tentang sesuatu pelajaran dengan lengkap, meliputi judul, tujuan, cakupan atau outline, durasi, target pelajar,tanggal tersedia, materi pendahuluan, tes yang harus diikuti, dan lain sebagainya. •
Registrasi dan persetujuan, fungsi ini memungkinkan seseorang calon peserta pelatihan mendaftarkan diri secara online, baik untuk pelajaran online maupun di kelas.
28
•
Menjalankan dan memonitor e-learning, LMS harus menjalankan materi pelajaran e-learning dengan baik. Setelah materi pelajaran
e-learning
dijalanakan,
LMS
harus
mempunyai
kemampuan merekam tentang berapa lama peserta latihan mengakses materi pelatihan atau pelajaran, berapa kali, tanggal dan jamnya. •
Evaluasi,
harus
dapat
mengukur
seberapa
jauh
peserta
pelatihan menyerap materi, LMS secara otomatis menyarankan untuk mengulang kembali pelajaran, membaca beberapa artikel tambahan. •
Komunikasi,
LMS
dapat
menyajikan
atau
memberikan
pengumuman kepada para pelajar tertentu. Pengumuman dari pengajar atau administrator pelatihan. Komunikasi disini dapat berarti pengajar memberikan materi bacaan tambahan kepada peserta
pelatihan
melalui
sistem.
Pengajar
dapat
pula
memasukan atau meng-upload sebuah artikel yang ditujukan kepada
beberapa
pelajar
tertentu
dan
LMS
dapat
menginformasikannya kepada mereka, agar mengaksesdan men-download artikel melalui LMS. •
Laporan, melalui LMS para administrator pelatihan dapat memperoleh
laporan
berisi
data
pelatihan.
Atasan
dan
manajemen harus dapat mengakses sistem dan mencetak laporan langsung, tanpa meminta bantuan administrator. •
Rencana pelatihan, dapat diikutsertakan dalam LMS. Jadi berdasarkan
rencana
pelatihan,
LMS
secara
otomatis
29
merekomendasikan
program
pelatihan
yang
sesuai
dan
mengatur jadwalnya. Jadi, karyawan dapat melihat pelatihan yang dia butuhkan melalui LMS, kapan karyawan tersebut dapat mengikuti dan harus menyelesaikan. •
Integrasi,
dalam
suatu
organisasi
ada
beberapa
sistem
komputer. Misalnya, bagian SDM memiliki sistem personalia (PeopleSoft, SAP) dan bagian keuangan memiliki sistem akutansi (Accpac, MyOB) LMS yang baik dapat berkomunikasi dan berintegrasi dengan sistem-sistem yang ada. Selain kedelapan fungsi dasar, dapat pula menambahkan fungsifungsi penunjang lain, misalnya forum diskusi atau chatroom agar pengajar dan pelajar dapat berdiskusi mengenai topik pelatihan, dan lain-lain. Oleh karena itu, tim e-learning harus berdiskusi tentang fungsi-fungsi yang diperlukan Learning Content Management System (LCMS): adalah sistem yang fungsi utamanya menyusun dan mengatur materi atau content e-learning. Jadi, dalam LCMS seorang pengembang materi
e-learning
menggabungkan
dapat
materi,
menciptakan
mengubah
isi
materi
storyboard, dan
lain
sebagainya. LCMS dan LMS memiliki perbedaan. Fungsi LMS lebih fokus kepada proses pembelajaran, sedangkan fokus pada LCMS adalah pembuatan materi atau content. iii.
Materi : hasil analisa kebutuhan pelatihan yang dilakukan pada tahap sebelumnya berhubungan erat dengan merencanakan materi paleajaran e-learning. Materi tersebut harus sesuai dengan hasil
30
analisa kebutuhan pelatihan. Yang harus diperhatikan dalam desain materi pelajaran adalah : •
Tampilan Latar belakang yang ditampilkan harus menarik secara visual, tetapi jangan sampai menggangu konsentrasi belajar. Grafik yang ditampilkan dapat berupa 2D atau 3D. Gunakan foto untuk menambah kedekatan dengan dunia nyata Animasikan membuat pelajar tidak bosan. Namun, gunakan seperlunya. Animasi berlebihan akan menggangu konsentrasi belajar. Suara akan melibatkan indera lain dari pelajar. Jika memungkinkan, dapat menggunakan video untuk memberikan hasil terbaik, terutama bila pelajaran e-learning perlu menggunakan demonstrasi.
•
Interaksi, pada e-learning pelatihan diperlukan agar materi lebih mudah diserap dan dimengerti, serta menghindari kebosanan
•
Kontrol, agar dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri, seorang pelajar harus dapat mengontrol kecepatan materi pelajaran e-learning melalui beberapa mekanisme berikut:
Menu : dalam suatu pelajaran, pelajar dapat melihat bab-bab di dalam pelajaran. Pelajar dapat memilih bab yang akan diikuti, dilewati dan diulangi.
Panel: digunakan untuk mengontrol maju mundurnya halaman pelajaran. Materi pelajaran harus dilengkapi
31
pula dengan kontrol panel, dimana pelajar dapat berhenti sementara dan keluar dari pelajaran kapanpun.
Help: apabila pelajar tidak mengetahui tombol yang harus ditekan, ia dapat melihat menu pertolongan dengan menekan tombol help atau tanda tanya.
•
Bentuk: suatu materi pelajaran e-learning dapat memiliki banyak bentuk dan metodologi. Dia dapat berupa simulasi, permainan dan lain-lain.
•
Susunan: hal lain yang harus diperhatikan adalah instructional design untuk materi e-learning berbeda dengan pelatihan di kelas,
dapat
penjelasan
menyusun
konsep
materi
besarnya
pelajaran
dahulu
lalu
berdasarkan masuk
detil
pembahasan, atau terbalik dari topik yang detil kecil menuju topik yang lebih besar, atau gabungan kedua susunan. Penyusunan berdasarkan materi sendiri disebut contentcentric. Sebaliknya, bila penyusunan materi e-learning hanya berdasarkan materi yang ada, pelajar akan sulit mencerna materi, merasa bosan dan meninggalkan pelajaran. Dalam elearning, pelajar harus menggunakan energi sendiri yang lebih besar untuk menyerap pelajaran sehingga materi harus semenarik mungkin. iv. Marketing: agar mencapai hasil maksimal, perusuhaan harus membuat karyawan tertarik, berminat mencoba dan dapat menerima
32
e-learning. Oleh karena itu, harus merencanakan cara pemasaran dan promosi yang cocok.
3. Pelaksanaan, tahapnya dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan waktu pelaksanaan: i.
pre-Launch:
melaksanakan
kegiatan
yang
harus
dipersiapkan
sebelum peluncuran e-learning di organisasi. Harus memastikan bahwa produk tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. ii.
Launch : yaitu peluncuran atau perkenalan e-learning kepada seluruh anggota organisasi.
iii. Post-Launch : yaitu melakukan beberapa kegiatan untuk menjaga tingkat keikut sertaan anggota dalam program e-learning dan cara menjaga kepuasan pembelajaran peserta pelatihan. 4. Evaluasi, dilakukan untuk menilai keberhasilan program. Pelatihan dapat dilakukan secara bertingkat sebagai berikut : a. Level 1: mengukur kepuasan peserta pelatihan dari segi interaksi dan tampilan program e-learning. b. Level 2: mengukur hasil pembelajaran, apakah peserta pelatihan dapat menyerap materi. c.
Level 3: mengukur apakah materi pembelajaran benar-benar digunakan oleh peserta pelatihan ketika melakukan kegiatan perusahaan sehingga kineja meningkat.
d. Level 4: mengukur berapa banyak hasil yang didapati oleh organisasi dengan adanya pelatihan e-learning sehingga kinerja sumberdaya manusia perusahaan meningkat. Hasil tersebut dapat dibandingkan
33
dengan jumlah investasi
agar mendapatkan hasil return on
investment (ROI) dari penerapan e-learning.
2.1.6 Evaluasi Melakukan evaluasi terhadap program pelatihan yang telah dilaksanakan adalah penting untuk mengukur seberapa jauh program pelatihan tersebut dapat memberikan dampak pesitif bagi perkembangan dan kemajuan organisasi.
2.1.6.1 Krickpatrick Evaluation Method. Hasil reaksi atau tanggapan peserta pelatihan yang dikumpulkan pada akhir acara pelatihan dulu dianggap ukuran yang baik untuk menilai kesuksesan pelatihan. Akan tetapai, peserta pelatihan yang memberikan nilai tinggi pada lembar feedback belum tentu menunjukkan kinerja lebih baik dan produktif saat kembali ke tempat kerjanya. Oleh karna itu, anda memerlukan analisa evaluasi lebih mendalam ke level berikutnya. Donald Kirkpatrick mengeluarkan teori evaluasi pelatihan yang terdiri atas 4 (empat) level pada tahun 1998. level itu adalah : a.
Level 1/Reaction Mengukur effektifitas pelatihan berdasarkan persepsi dan reaksi pelajar sendiri.
b.
Level 2/Learning Mengukur keberhasilan pelatihan berdasarkan pencapaian tujuan pelatihan berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c.
Level 3/Behaviour
34
Mengukur keberhasilan pelatihan berdasarkan peningkatan kinerja pelajar di lingkungan pekerjaan. d.
Level4/Result Mengukur keberhasilan pelatihan berdasarkan perubahan pada organisasi atau bisnis yang disebabkan pelatihan.
2.1.6.2 Penilaian Kinerja Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar ”kerja” yang terjemahan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. http://id.wikipedia.org Jadi kinerja adalah kemampuan seseorang untuk mengasilkan bagi suatu perusahaan. Menurut Budi (2005, P85), pada umumnya ukuran yang dapat digunakan untuk menilai suatu cara latihan adalah dengan melihat tujuan dari masing-masing yang bersangkutan. Bilamana tujuan pelatihan dapat direalisisr petugas yang mengikuti pelatihan, maka cara latihan dinyatakan efektif. Jika tolak ukur keberhasilan pelatihan di perinci lagi maka akan terdapat beberapa aspek utama yang menjadi perhatian dalam evaluasi atas keberhasilan pelatihan. Aspekaspek itu meliputi antara lain : a. Produktifitas sebelum dan sesudah pelatihan dilaksanakan b. Adanya perubahan cara atau metode kerja c. Loyalitas kepada pekerjaan d. Semangat dan motivasi kerja e. Kecenderungan pengehematan biaya atau anggaran f.
Dampak pelatihan terhadap stamina atau fisik
g. Lancarnya sistem komunikasi
35
h. Minimalisasi konflik
2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja. Menurut Mathis, et all. (2003, 82) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: Kemampuan mereka, Motivasi, Dukungan yang diterima, Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan
untuk
berprestasi.
Menurut
http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi
(situasion)
kerja.
Motivasi
merupakan
kondisi
yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja ada pendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik
36
baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2. Berani mengambil resiko 3. Memiliki tujuan yang realistis 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2.
Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja 3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system)
2.1.7 Efesiensi dan Efektifitas Manajemen Efesiensi mengacu pada hubungan antara keluaran dan masukan (output/input). Menurut http://id.wikipedia.org/wiki/Efisiensi_(ekonomi), ”efisiensi berarti mengerjakan sesuatu dengan benar (doing things right), sedangkan efektif adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing right things). Menurut Budi (2005, P5) Dalam bahasa yang lebih sederhana efesiensi menunjukan kemampuan organisasi dalam menggunakan
37
sumberdaya dengan benar dan tidak ada pemborosan. Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat output dan input yang seoptimal mungkin. Sedangkan, efektifitas menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasarannya (hasil akhir) yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektifitas operasionalnya. Dengan demikian antara efektifitas dan efesiensi itu saling terkait. Organisasi tidak hanya dituntut mengejar tujuan semata, akan tetapi bagaimana tujuan itu dapat dicapai dengan cara efektif dan efesien.
2.1.8 Analisis Porter Lima elemen kekuatan persaingan dalam industri : Pendatang Baru Potensial (Ancaman Pendatang)
Pemasok (Kekuatan Pemasok)
Pesaing-Pesaing Industri (Rival Segment)
Pembeli (Kekuatan Pembeli)
Pengganti atau Subsitusi (Ancaman Subsitusi) Gambar 2.1 Lima Elemen Kekuatan Persaingan Dalam Industri Sumber: David (2005, 218)
2.2 Kerangka Pemikiran
38
Variabel pertama adalah e-learning adalah sebuah variabel independen yang menerangkan faktor-faktor pemanfaatan e-learning, ukurannya adalah kepuasan karyawan terhadap faktor-faktor ini. Faktornya ada dua yaitu reaction (reaksi user terhadap e-learning secara umum) dan learning (reaksi user terhadap materi yang diberikan), menurut saya faktor-faktor ini sudah cukup menggambarkan pemanfaatan e-learning karna sudah menyangkut kepada penilaian media perantara e-learning dan penilaian konten/materi dari e-learning itu sendiri. Variabel ke dua adalah variabel peningkatan kinerja karyawan sebagai variabel dependen, didalam penelitian ini penulis tidak mencari besarnya kinerja karyawan tetapi besarnya peningkatan kinerja karyawan. Variabel peningkatan kinerja karyawan juga memiliki banyak indikator yang nantinya akan menjadi pertanyaan di dalam kuesioner yang dibagikan kepada karyawan. Hubungan
kedua
variable
diatas
akan
dimanfaatkan
untuk
melihat
apakah
pemanfaatan e-learning efektif terhadap peningkatan kinerja karyawan, apakah ada impak terhadap peningkatan kinerja karyawan dan bagaimana hubunganya apakah berbanding lurus atau berlawanan. Variabel ke tiga adalah strategi e-learning, dimana dalam variabel ini penulis mencari strategi apa yang dipakai PT. TELKOM dalam memanfaatkan e-learningnya. Untuk mencari strategi apa yang dipakai penulis menggunakan analisis SWOT.
39
PT. Telekomunikasi Indonesia HUMAN RESOURCES CENTER AREA II DIVISI REGIONAL II
Analisis SWOT
Strategi E-learning PT. TELKOM Saat Ini
E-Learning PT TELKOM
Karyawan Perusahaan yang Menggunakan E-learning (HR02)
Variable X Independent (E-learning)
Variable Y Dependent (peningkatan kinerja)
Rekomendasi Strategi
Hubungan peningkatan kinerja dengan pemanfaatan e-learning
Regresi Linear
Efektifitas pemanfaatan E-learning terhadap peningkatan kinerja karyawan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis Sumber: Penulis
Peningkatan kinerja karyawan
40
2.3 Hipotesis Hipotesis yang saya buat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. untuk tujuan 1 (mengetahui keefektifan penerapan e-learning): Ho = penerapan e-learning pada PT. TELKOM tidak efektif terhadap peningkatan
•
kinerja karyawan. Hi = penerapan e-learning pada PT.TELKOM efektif terhadap peningkatan kinerja
•
karyawan. 2. Untuk tujuan 2 (hubungan penerapan e-learning terhadap kinerja karyawan): •
Ho = tidak ada pengaruh signifikan antara pemanfaatan e-learning dengan peningkatan kinerja karyawan perusahaan.
•
Hi = ada pengaruh signifikan antara pemanfaaatan e-learning dengan peningkatan kinerja karyawan.