BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur dalam organisasi dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja dalam suatu organisasi. SDM dapat disebut juga sebagai personil, tenaga kerja, pekerja, karyawan, potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistansinya. Nawawi (2000) dalam Yani (2012) Menurut Dessler (2013), manajemen sumberdaya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Menurut Snell dan Bohlander (2010), manajemen sumber daya manusia bersifat intangible dan tidak dapat di samakan peraturannya seperti kita mengatur organisasi, mengatur pekerjaan dan produk-produk, dan teknologi. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Sutrisno (2014: 7) dapat juga diartikan sebagai kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Jadi manajemen sumber daya manusia adalah bagaimana perusahaan mengatur tenaga kerja dengan memanfaatkan kemampuan dan keahlian untuk mencapai tujuan bersama. Perencanaan SDM perlu bagi suatu organisasi, supaya organisasi tidak mengalami hambatan dalam bidang SDM dalam mencapai tujuannya.
2.1.2 Motivasi Kerja 2.1.2.1 Pengertian Motivasi Kerja Robbins (2003: 156) dalam Wibowo (2014: 322) motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha 9
terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Intensitas menunjukan seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi intensitas tinggi tidak selalu mengarah pada hasil kinerja yang baik, kecuali usaha dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karenanya harus dipertimbangkan kualitas usaha maupun intensitasnya. Motivasi menurut Feriyanto& Triana (2015:71) adalah suatu sugesti atau dorongan yang muncul karena diberikan oleh seseorang kepada orang lain atau dari diri sendiri. Dorongan itu dimaksudkan agar orang tersebut menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Sementara McCormick (1985) dalam Mangkunegara (2013) mendefinisikan
motivasi
sebagai
membangkitkan,
mengarahkan,
dan
kondisi
yang
memelihara
berpengaruh perilaku
yang
berhubungan dengan lingkungan kerja. Dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah sebuah dorongan dengan memberikan energi positif demi mencapai hasil yang optimal.
2.1.2.2 Teori- Teori Motivasi 1. Teori Hierarki Kebutuhan Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow, mengemukakan bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu: a) Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar, berupa kebutuhan akan makan, minum, rumah, pakaian, yang harus dipenuhi oleh seseorang upayanya untuk mempertahankan diri dari kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, dan sebagainya. b) Kebutuhan Keamanan Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, muncul kebutuhan akan rasa aman, keselamatan, kebebasan dari rasa takut dan cemas. c) Kebutuhan Hubungan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. d) Kebutuhan Harga Diri Keinginan untuk dihormati dan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. e) Kebutuhan Aktualisasi Diri Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh.
2. David McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi Teori
kebutuhan
McClelland
dikemukakan
oleh
David
McClelland (1974). Menurut teori ini, ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu: a) Need for achievement Kebutuhan
ini,
berhubungan
erat
dengan
pekerjaan,
dan
mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. b) Need for affiliation Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. c) Need for power Kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi terhadap orang lain.
3. ERG Theory Clayton Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti yaitu: a. Eksistensi (existence): berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. Dikaitkan
dengan penggolongan dari Maslow, ini berkaitan dengan kebutuhan fisik dan keamanan. b. Hubungan (relatedness): Kelompok hubungan adalah hasrat yang dimilikiuntuk memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang-orang lain, dan hasrat ini segaris dengan kebutuhan sosial Maslow. c. Pertumbuhan (growth): Suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen intrinsik dari katagori penghargaan Maslow dan karakteristik yang mencakup kepada aktualisasi diri.
4. Teori X dan Teori Y Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor, yaitu dengan mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Teori X (negatif)
didasarkan pada pola pikir konvensional yang
ortodoks, dan menyorot sosok negatif manusia. Sebagai berikut: -
Malas dan tidak suka bekerja
-
Kurang bisa bekerja keras, menghindari tanggung jawab
-
Mementingkan diri sendiri, dan tidak mau peduli pada orang lain
-
Kurang suka menerima perubahan
Sedangkan Teori Y (positif) merupakan suatu revolusi pola pikir dalam memandang manusia secara optimis. Sebagai berikut: -
Rajin, aktif, dan mau mencapai prestasi
-
Selalu ingin perubahan dan merasa jemu pada hal-hal yang monoton
-
Dapat berkembang
2.1.2.3 Dimensi Motivasi Kerja Teori Herzberg dalam Sutrisno (2009) bahwa orang melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, maintenance factor atau disebut hygiene factor dan motivator factor. a. Faktor Hygiene Merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman, dan kesehatan. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kebijakan organisasi, dan pengawasan supervisi. b. Faktor Motivasi Faktor motivasi menyangkut kebutuhan psikologis seseorang akan perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya prestasi kerja, pengakuan orang lain, tanggung jawab, dan pengembangan.
2.1.3 Kepuasan Kerja 2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan perasaan senang atau tidak pekerja dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Apabila seseorang senang terhadap pekerjaanya, maka orang tersebut puas terhadap pekerjaannya. Sutrisno (2009) Menurut Robbins (2003) dalam Wibowo (2014) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Menurut Priansa (2014: 291) kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan terhadap pekerjaannya, apakah senang atau tidak senang sebagai hasil interaksi pegawai dengan lingkungan pekerjaannya.
Kepuasan kerja menurut Handoko (2014) adalah suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering kurang ideal dan semacamnya. Kepuasan kerja merupakan variabel utama karena dua alasan, yaitu: (1) menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja; dan (2) merupakan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi (Wibowo, 2014).
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Sutrisno (2014: 80) ada beberapa faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu: a.
Faktor Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan.
b.
Faktor Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
c.
Faktor Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan.
d.
Faktor Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi.
2.1.3.3 Respons terhadap Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi di mana sebagian terbesar pekerjaannya memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukkan dalam sejumlah cara. Robbins (2003: 32) dalam Wibowo
(2014) menunjukkan empat tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut: a) Exit Ketidakpuasan
ditunjukkan
melalui
perilaku
diarahkan
pada
meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. b) Voice Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. c) Loyalty Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi di hadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. d) Neglect Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif
dengan
membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.1.3.4 Dimensi Kepuasan Kerja Beberapa aspek yang digunakan untuk mengevaluasi kepuasan kerja dari pekerjaan mereka, yaitu:
1.
Pekerjaan itu Sendiri Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta
pekerjaan yang dapat memberikan status untuk setiap karyawan dengan cara memberikan kesempatan mereka untuk memberikan ide bagi perbaikan produk atau layanan yang diberikan organisasi.
2.
Upah/Gaji Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil.
3.
Promosi Kesempatan untuk dipromosikan nampaknya memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Hal ini disebabkan promosi mengambil beberapa bentuk yang berbeda dan memiliki keanekaragaman dari yang menyertai kompensasi. Contohnya, apabila seorang karyawan naik jabatan, gaji karyawan tersebut juga naik sesuai dengan jabatannya dan kepuasan kerja karyawan tersebut juga meningkat.
4.
Supervisi Hubungan antara atasan dan bawahan bisa disebut dengan hubungan fungsional
dan
keseluruhan
(entity).
Hubungan
fungsional
mencerminkan sejauh mana atasan membantu bawahan, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi karyawan.
5.
Kelompok kerja Hubungan yang ada antar pekerja adalah hubungan ketergantungan sepihak yang bercorak fungsional. Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam satu ruangan, sehingga mereka dapat saling berinteraksi, dalam artian kebutuhan sosialnya terpenuhi. Rekan kerja memberikan sumber-
sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok kerja yang baik dapat membuat pekerjaan menjadi menyenangkan.
6.
Kondisi Kerja/Lingkungan Kerja Keadaan atau suasana di tempat kerja merupakan faktor lain yang memengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih, atraktif, dan nyaman, maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhankebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
2.1.4 Komitmen Organisasi 2.1.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasional atau loyalitas pekerja menurut Newstrom (2011: 223) dalam Wibowo (2014:428), yaitu tingkatan dimana pekerja mengidentifikasi dengan organisasi dan ingin melanjutkan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Komitmen organisasional merupakan ukuran tentang keinginan pekerja untuk tetap dalam perusahaan di masa depan. Komitmen berhubungan dengan kuat dan terikat dengan organisasi di tingkat emosional. Sering mencerminkan keyakinan pekerja dalam misi dan tujuan perusahaan, keinginan mengembangkan usaha dalam misi dan tujuan perusahaan, keinginan mengembangkan usaha dalam penyelesaian, dan intensi melanjutkan bekerja di sana. Komitmen biasanya lebih kuat di antara pekerja berjangka panjang, mereka yang mempunyai pengalaman keberhasilan personal dalam organisasi dan mereka yang bekerja dengan kelompok kerja yang mempunyai komitmen. Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2008: 184) dalam Wibowo (2014: 427) menyatakan bahwa komitmen adalah perasaan identifikasi, pelibatan, dan loyalitas dinyatakan oleh pekerja terhadap perusahaan. Dengan demikian, komitmen menyatakan tiga sifat: (a) perasaan
identifikasi dengan tujuan organisasi, (b) perasaan terlibat dalam tugas organisasi, dan (c) perasaan loyal pada organisasi. McShane dan Von Glinow (2010 113) dalam Wibowo (2014) memandang komitmen organisasi sebagai loyalitas organisasional. Cara untuk membangun komitmen organisasi adalah melalui: a. Justice and support (keadilan dan dukungan) Memenuhi kewajiban pada pekerja dan tinggal dengan nilai-nilai humanitarian seperti kejujuran kehormatan, kemauan memaafkan dan integritas moral. Organisasi yang mendukung kesejahteraan pekerja cenderung menuai tingkat loyalitas lebih tinggi.
b. Shared values (nilai bersama) Para pekerja nyaman dan yakin pada nilai-nilai organisasi. Ketika mereka sepakat dengan nilai-nilai mendasari keputusan korporasi.
c. Trust (kepercayaan) Kepercayaan menunjukkan harapan positif satu orang terhadap orang lain dalam situasi yang melibatkan resiko. Kepercayaan berarti menempatkan nasib pada orang lain atau kelompok.
d. Organizational Comprehension (pemahaman organisasional) Pemahaman organisasi menunjukkan seberapa baik pekerja memahami organisasi, termasuk arah strategis, dinamika sosial, dan tata ruang fisik.
e. Employee involvement (pelibatan pekerja) Pelibatan pekerja memperkuat identitas sosial pekerja dengan organisasi. Pekerja merasa bahwa mereka menjadi bagian dari organisasi apabila mereka berpartisipasi dalam keputusan yang mengarahkan masa depan organisasi.
2.1.4.2 Dimensi Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Wibowo (2014: 429) bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan dukungan untuk 3 model komponen yang diajukan oleh Meyer dan Allen yaitu: 1) Komitmen Afektif (Affective commitment) adalah bagian komitmen organisasi yang lebih menekankan pada sejauh mana pegawai mengenal dan melibatkan diri dalam pencapaian tujuan organisasi. Komitmen afefktif merupakan tingkat dimana individu terkait secara psikologis terhadap organisasi melalui perasaan loyal dan kasih sayang.
2) Komitmen Kelanjutan (Continuance commitment) adalah komitmen organisasi dimana karyawan akan bertahan atau meninggalkan organisasi karena melihat adanya pertimbangan rasional mengenai keuntungan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen kontinyu merupakan perasaan cinta pada organisasi karena pegawai menghargai besarnya biaya yang dikorbankan seandainya ia meninggalkan organisasi.
3) Komitmen Normatif (Normative commitment) adalah satu bagian dari komitmen organisasi dimana karyawan bertahan dalam organisasi karena merupakan refleksi dari perasaan wajib pegawai untuk tetap bertahan di organisasi.
2.1.5 Kinerja Karyawan 2.1.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan Setiap
perusahaan
menginginkan
karyawannya
memiliki
kemampuan menghasilkan suatu kinerja yang tinggi. Hal ini sangat sulit dicapai apabila karyawan yang bekerja di dalamnya merupakan orang-orang yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit, banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang
sehingga perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik. Padahal karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk selalu dipelihara agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin. Istilah kinerja menurut Mangkunegara (2013:67) berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mathis dan Jackson (2006, 378) kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan pada umumnya untuk kebanyakan pekerja meliputi elemen-elemen yaitu kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama. Kinerja mempunyai makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi Armstrong dan Baron, (1998:15) dalam Wibowo (2014).
2.1.5.2 Faktor Utama Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2006, 113) kinerja karyawan adalah awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan dan ada 3 faktorfaktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan antara lain: 1. Kemampuan yang dimiliki individu Meliputi minat, bakat, dan faktor kepribadian dari individu tersebut. Tingkat keterampilam merupakan bahan mentah yang dimiliki seseorang
karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan Meliputi motivasi, etika dalam bekerja dan kehadiran. Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran dan budaya organisasinya. Tingkat usaha merupakan gambaran budaya organisasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik, jika hanya sedikit upaya yang diberikan.
3. Dukungan organisasional Meliputi dukungan dari perusahaan yang berupa penyediaan fasilitas seperti pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kerja, manajemen, serta rekan kerja dalam organisasi.
2.1.5.3 Dimensi Kinerja Elemen kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006, 378)
2.2
1.
Kualitas dari hasil
2.
Kuantitas dari hasil
3.
Ketepatan waktu dari hasil
4.
Kehadiran, dan
5.
Kemampuan bekerja sama
Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan diatas , dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai hubungan antara Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan adalah sebagai berikut:
Motivasi Kerja(X1) •
Faktor Hygiene
•
Faktor Motivasi (Sutrisno, 2009)
Kinerja Karyawan (Y)
Kepuasan Kerja(X2)
•
Kualitas dari hasil
•
Kuantitas dari hasil
Promosi
•
Ketepatan waktu dari hasil
•
Supervisi
•
Kehadiran
•
Rekan Kerja
•
Kemampuan bekerja sama
•
Kondisi Kerja
(Mathis dan Jackson,
(Priansa, 2014)
2006)
•
Pekerjaan Itu Sendiri
•
Upah/Gaji
•
Komitmen Organisasi (X3) •
Komitmen Afektif
•
Komitmen Kelanjutan
•
Komitmen Normatif (Wibowo, 2014)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti