BAB 2 Landasan Teori dan Kerangka Pemikiran 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Organisasi Organisasi adalah kesatuan sosial yang di koordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama (Stephen P. Robbins di kutip oleh Irham Fahmi, 2013:2). Organisasi berasal dari kata organ (sebuah kata dalam bahasa Yunani) yang berarti alat. Oleh karena itu kita dapat mendefinisikan organisasi sebagai sebuah wadah yang memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu memberikan serta mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tak terkecuali kepuasan bagi pemiliknya.
2.1.1.1 Bentuk-bentuk Organisasi Organisasi sebagai suatu bentuk dan hubungan yang mempunyai sifat dinamis dalam arti dapat menyesuaikan diri kepada perubahan. Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk yang diciptakan manusia untuk mencapai tujuan yang sudah di perhitungkan. Secara umum ada beberapa bentuk organisasi yang selama ini di pakai, yaitu: a. Organisasi Garis Organisasi garis menganut konsep yang bersifat vertical, yaitu dimana setiap perintah, kebijakan, aturan dan petunjuk penugasan bersumber dari atas ke bawah.Organisasi garis (Hierarki) yang dipelopori H.Fayol merupakan stelsel organisasi yang tertua. Dari segi konsep menunjukan bahwa pada organisasi ini penanggungjawab keputusan adalah pimpinan, dan penanggungjawab yang tertinggi adalah pimpinan yang tertinggi, dan seterusnya. Ciri-ciri utama organisasi garis (Faisal Afif dikutip oleh Irham Fahmi, 2013:3), yaitu: •
Adanya kesatuan pimpinan, yang berarti setiap partisipan dalam organisasi dipimpin oleh seorang pemimpin yang berada langsung diatasnya.
•
Adanya hierarki kekuasaan yang jelas, yang berarti setiap individu dalam organisasi adalah pemimpin dari tenaga kerja yang berada dibawahnya, dan menjadi pelaksana terhadap atasanya. 7
8
b. Organisasi Fungsional Organisasi ini memiliki konsep yang menempatkan pelaksanaan pekerjaan secara terpisah dan setiap bagian memiliki tanggumg jawabnya masing-masing, namun tetap melakukan kordinasi secara berkelanjutan dengan tujuan agar pelaksanaaan pekerjaan dapat terselesaikan secara sempurna.Konsep organisasi ini dikembangkan oleh F.W. Taylor, dimana Taylor mengembangkan konsep ini sebagai bentuk penyempurnaan dari organisasi garis. Ciri-ciri dari organisasi fungsional (Faisal Afif dikutip oleh Irham Fahmi, 2013:4) adalah: •
Adanya pemisahan antara pimpinan bagian perencanaan dan pelaksanaan, dengan tujuan membebaskan kerja dan mandor kelompok dari pekerjaanpekerjaan administratif.
•
Adanya hubungan langsung antara bagian perencanaan dan petugas pelaksana, sehingga setiap petunjuk dan pengarahan dapat disampaikan langsung kepada para pelaksana tanpa melalui pimpinan pelaksanaan.
•
Adanya pembagian tugas pimpinan yang berkaitan dengan pengawasan pelaksanaan pekerjaan
c. Organisasi Garis dan Staf Organisasi garis dan staf merupakan organisasi yang dibentuk dari penggabungan model garis dan staf dengan mempelajari beberapa kelemahan yang timbul pada kedua organisasi sebelumnya. Faisal Afif mengatakan bahwa, “Agar kesatuan perintah dapat dipertahankan, serta daya penanganan pimpinan dapat diperluas, H. Emerson telah menyusun stelsel organisasi garis dan staf, yakni suatu organisasi garis yang dilengkapi dengan staf ahli, yang disusun sebagai fungsionaris staf."
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan pada dasarnya dapat dilihat dari bermacam-macam sudut pandangan. Bila kita lihat dari sudut perilaku pemimpin, maka apa yang dikemukakan oleh Tannenbaum dan Schmidt dalam Suryadi (2008:45) adalah yang umum dipakai sebagai model. Kedua pakar ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin membentuk suatu kotinum dari sifat otokratik sampai demokratik. Kedua sifat ekstrem ini, kata mereka, dipengaruhi oleh intensitas penggunaan kekuasaan oleh pemimpin dan penggunaan kekuasaan oleh pengikut. Kombinasi dari kedua
9
faktor inilah yang menentukan pada tingkat mana seorang pemimpin mempraktekkan perilaku kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh pemimpin dalam mempengaruhi para pengikut untuk merealisasikan visi (Wirawan, 2013:351) dalam Intan et al. (2014). Northouse (2013:96) dalam Intan et al. (2014) menyatakan gaya kepemimpinan mengandung pola perilaku dari seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi orang lain. Dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya.
2.1.3 Kepemimpinan Transformasional Seorang pemimpin dapat memilih jenis gaya kepemimpinan yang tepat sesuai dengan tujuan yang dicapai pemimpin dalam organisasi yang dipimpinnya. Banyak tipe kepemimpinan yang masing–masing memiliki ciri khas tersendiri seperti: pemimpin atribusi yang mengemukakan bahwa pemimpin semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang bagi individu-individu lain, pemimpin kharismatik yang menyatakan bahwa para pengikutnya membuat atribusi dari kemampuan pemimpin yang heroik atau luar biasa, pemimpin otokratik, dan pemimpin transformasional. Kepemimpinan transformasional akhir–akhir ini semakin banyak dibicarakan orang dan tipe kepemimpinan inilah yang menjadi salah satu variabel dalam penelitian ini. Menurut Robbins dan Coulter (2009:396) Kepemimpinan transformasional adalah Pemimpin yang merangsang dan menginspirasi (mengubah) pengikut (pegawai) untuk mencapai hasil yang luar biasa, Model Kepemimpinan transformasional lebih dari berkharisma karena kepemimpinan transformasional berupaya untuk menanamkan kemampuan pada pengikut (pegawai) yang tidak hanya didirikan pada sebuah pandangan tetapi pandangan dipegang oleh para pemimpin. Burns dalam Sudarwan Danim (2006:222) adalah orang yang merupakan penggagas pertama
tipe
kepemimpinan
transformasional.
Menurutnya
kepemimpinan
transformasional sebagai suatu proses di mana pemimpin dan pengikutnya merangsang diri satu sama lain bagi penciptaan level tinggi moralitas dan motivasi yang dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi bersama mereka. Gaya kepemimpinan semacam ini akan mampu membawa kesadaran pengikut (followers) dengan memunculkan ide–ide produktif, hubungan yang sinergikal, kebertanggungjawaban, kepedulian edukasional, cita–cita bersama, dan nilai – nilai moral (moral values).
10
Menurut Bass (1985) dalam Yukl (2013:313) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah suatu keadaan dimana para pengikut dari seorang pemimpin transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin tersebut, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan mereka. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan cara membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasil–hasil suatu pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri, dan mengaktifkan kebutuhan – kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Maka pemimpin transformasional memperhatikan hal dengan suatu kebutuhan dan keinginan dari pengikut mereka dan membantu mereka untuk mendapatkan potensi tertinggi mereka (Crawford, 2005) Menurut Bass dalam Robbins dan Judge (2007:387) kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan memiliki kharisma. Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang mempunyai peran sentral serta strategi dalam membawa suatu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan pola kepemimpinan yang menjadikan seorang pimpinan lebih dekat kepada karyawan. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
2.1.3.1 Dimensi Kepemimpinan Transformasional Dalam jurnal Boateng (2012) menyatakan bahwa Bass mengusulkan kepemimpinan transformasional ditandai oleh empat faktor termasuk; karisma yang melibatkan pengikut rasa hormat dan kepercayaan untuk pemimpin visioner; motivasi inspirasional yang melibatkan penggunaan simbol-simbol atau daya tarik emosional untuk memperoleh dukungan bagi visi; stimulasi intelektual yang mendorong pengikutnya untuk berpikir tentang persoalan lama dalam beberapa hari baru; dan pertimbangan individu yang mencerminkan keprihatinan pribadi yang diungkapkan oleh pemimpin untuk pengikut.
11
Bass dan Avolio dalam Suwatno dan Donni Juni (2013:159) mengusulkan empat dimensi kepemimpinan transformasional dalam kadar kepemimpinan seseorang, yaitu : a) Pengaruh Ideal (Idealized Influence): yang dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orangorang yang dipimpinnya. Idealized Influence mengandung makna saling berbagi resiko, melalui pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin di atas kebutuhan pribadi. Pengaruh yang ideal berkaitan dengan reaksi bawahan terhadap pemimpin. Pemimpin diidentifikasikan dengan dijadikan sebagai panutan, dipercaya, dihormati dan mempunyai visi dan misi yang jelas menurut persepsi bawahan dapat diwujudkan. b) Motivasi yang Inspirasi (Inspirational Motivation): yang tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk didalamnya adalah perilaku yang mampu mendemostrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi dan pemimpin yang bertindak dengan cara memotivasi dan menginspirasi bawahan, Semangat ini dibangkitkan melalui antusiasme dan optimisme. c) Stimulasi
Intelektual
(Intellectual
Stimulation):
Pemimpin
yang
mendemostrasikan tipe kepemimpinan dengan senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. d) Perhatian yang bersifat Individual (Individualized Consideration): yang di refleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya.
2.1.3.2 Prinsip-prinsip Kepemimpinan Transformasional Menurut Eka Prihatin dalam Sudaryono (2014:208), terdapat 7 prinsip dalam kepemimpinan transformasional, yaitu: 1. Simplifikasi: Keberhasilan diawali dengan visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama.
12
2. Motivasi: Kemampuan untuk komitmen dari tiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan, dia bisa memotivasi dan memberi energi para pengikutnya. 3. Fasilitasi: Untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok/individu. 4. Inovasi: Kemampuan untuk berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bila mana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. 5. Mobilitas: Pengerahan sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperlakukan setiap orang yang terlibat di dalamnya untuk mencapai visi dan tujuan. 6. Siap Siaga: Kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif. 7. Tekad: Tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas
2.1.4 Motivasi Kerja 2.1.4.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya ada secara internal dan eksternal yang dapat positif atau negatif mengarahkannya (Ardana et al. 2012:193). Menurut Kreitner dan Kinicki (2008:210), motivasi adalah kumpulan proses psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada tujuan. Menurut Ardana et al. (2012:193) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2010:94) mengemukakan bahwa motivasi kerja sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan menurut Robbins dalam buku Vietzhal dan Sagala (2008:838), motivasi adalah kesediaan untuk mengerahkan upaya tingkat tinggi menuju target organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan dan upaya untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah faktor pendorong dalam mencapai target dan prestasi suatu pekerjaan.
13
2.1.4.2 Teori Motivasi Kerja a. Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Robbins dan Coulter (2012:459) teori hierarki kebutuhan ini dicetuskan oleh Abraham Maslow, ia menghipotesiskan bahwa di dalam diri manusia ada lima jenjang kebutuhan berikut : 1. Fisiologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan, seks dan kebutuhan jasmani lainnya 2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional 3. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima-baik, dan persahabatan. 4. Penghargaan: Mencakup rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor hormat eksternal misalnya status, pengakuan, dan perhatian. 5. Aktualisasi-diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu, mencakup pertumbuhan, dan pemenuhan diri. b. Teori Kebutuhan McClelland Menurut Robbins dan Coulter (2012:460) teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland dan kawan-kawannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan: prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Kebutuhan ini ditetapkan sebagaoi berikut: •
Kebutuhan akan prestasi: Dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, berusaha keras untuk sukses.
•
Kebutuhan akan kekuasan: Kebutuhan untuk membuat orang lain berprilaku dalam suatu cara yang orang-orang itu tidak akan berprilaku demikian.
•
Kebutuhan akan afiliasi: Hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan akrab. David McClelland menekankan bahwa teori jenjang kebutuhan sudah ada
dalam diri seseorang sejak ia lahir, maka David McClelland dalam teorinya menekankan bahwa kebutuhan seseorang itu terbentuk melalui proses belajar dan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. McClelland percaya bahwa lingkungan berperan sekali terhadap setiap macam kebutuhan, lebih lanjut ia mengukapkan bahwa aktivitas belajar dan latihan di masa dini yang lalu memberi dampak serta memodifikasi kebutuhan yang ada dalam diri seseorang.
14
c. Teori X dan Y Menurut Stephen dan Marry (2010:110) Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia. Asumsi negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Setelah melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut:
Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti: •
Karyawan sebernarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja.
•
Karena karyawan tidak menyukai bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
•
Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bilamana dimungkinkan.
•
Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukan sedikit ambisi.
Sebaliknya teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut: •
Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang wajar, lumrah dan alamiah layaknya tempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.
•
Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
•
Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif adalah tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya melulu dari kalangan top management atau dewan direksi. Pada umumnya kita bisa mengatakan bahwa pemberian motivasi positif akan
memberikan peningkatan semangat, mengurangi keluhan dan secara umum, mengurangi kesulitan. Tetapi peningkatan semangat (moral) saja tidak cukup. Bagaimana pengaruh motivasi berdampak positif pada produktivitas? Apakah karyawan akan bekerja lebih baik apabila digunakan motivasi dengan cara negatif atau menakut-nakuti dengan sanksi hukuman?
Dari
berbagai
penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan 'ancaman' atau motivasi negatif, seringkali
15
menghasilkan yang lebih banyak, berupa peningkatan produktivitas, dalam jangka pendek. Dengan demikian, hasilnya akan segera tampak dalam jangka waktu pendek. Tetapi penggunaan motivasi positif akan berhasil dalam jangka panjang. Karyawan, dengan semangat yang lebih baik, akan meningkat produktivitasnya dalam jangka panjang. Jadi, penggunaan motivasi negatif akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan semangat dalam jangka pendek dan motivasi positif akan meningkatkan semangat dan produktivitas dalam jangka panjang.
2.1.4.3 Motivasi Kerja Intrinsik Dan Ektrinsik Menurut George and Jones (2005:177-179), perbedaan yang harus diperhatikan dalam mendiskusikan motivasi adalah perbedaan antara sumber motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik. Perilaku dengan motivasi intrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk kepentingannya sendiri, dengan kata lain sumber motivasi biasa datang dari penunjukan perilaku itu sendiri. Perilaku dengan motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk memperoleh materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman. Perilaku tersebut ditujukan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi lebih kepada konsekuensinya Ada hubungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan nilai kerja intrinsik dan ekstrinsik. Karyawan yang memiliki nilai kerja intrinsik ingin menentang pencapaian, kesempatan untuk membuat kontribusi dalam pekerjaan mereka dan perusahaan, dan kesempatan untuk mencapai seluruh potensinya ditempat kerja. Karyawan dengan nilai kerja ekstrinsik menginginkan beberapa dari konsekuensi kerja, misalnya menghasilkan uang, mendapatkan status dalam sebuah komunitas, kontak sosial, dan waktu bebas dari pekerjaan untuk waktu keluarga dan bersantai. Hal ini memberikan alasan bahwa karyawan dengan nilai kerja intrinsik yang kuat biasanya akan termotivasi secara intrinsik ditempat kerja dan mereka yang memiliki nilai kerja ekstrinsik akan termotivasi secara ekstrinsik.
2.1.4.4 Dimensi Motivasi Kerja Menurut
Murjanto Jayadi (2011) dimensi-dimensi motivasi kerja dibagi
menjadi 3, yaitu sebagai berikut:
16
1. Match a. Pekerjaan sesuai dengan minat b. Menyukai pekerjaan yang ada tantangannya c. Mempunyai kompetensi dibidang pekerjaannya 2. Return a. Tanggung jawab pada pekerjaan b. Menyenangi tantangan dalam bekerja 3. Expectation a. Inovasi dalam bekerja b. Fasilitas pekerjaan c. Pengakuan dan perhatian
2.1.5 Efektivitas Organisasi Semua organisasi memiliki visi, misi dan sasaran yang ingin dicapai; sasaran tersebut lazim dikenal sebagai efektivitas organisasi (organizational effectiveness). Agar mendorong pencapaiannya, maka sasaran organisasi harus dapat diukur.Setiap organisasi mempunyai sasaran yang khas. Efektivitas organisasi adalah konsep mengenai bagaimana efektivitas sebuah organisasi dalam mencapai hasil organisasi yang bertujuan untuk menghasilkan (Muhammad, et al, 2011). Yankey & McClellan (2003) dalam Muhammad et al (2011) menyatakan bahwa efektivitas organisasi adalah sejauh mana sebuah organisasi telah memenuhi tujuan dan sasaran ditetapkan dan seberapa baik dilakukan dalam proses. Malik et al (2011) menyatakan bahwa efektivitas adalah sebuah konsep abstrak dan pada dasarnya tidak mungkin untuk mengukur. Alih-alih mengukur efektivitas organisasi, organisasi menentukan langkah-langkah proxy, yang akan digunakan untuk mewakili efektivitas. Di dalamnya dapat mencakup halhal seperti efisiensi manajemen, kinerja karyawan, kompetensi inti, jumlah orang yang dilayani, jenis dan ukuran segmen penduduk yang dilayani dan sebagainya. Pada umumnya definisi organisasi mengacu pada pendekatan “rasional” yaitu pencapaian sasaran melalui pengelolaan manusia sehingga organisasi dipandang sebagai suatu instrumen pencapaian sasaran. Para pakar yang dapat dikelompokkan pada pendekatan rasional antara lain adalah Taylor, Fayol, Wever, dan Gilbert. Scott
17
mengemukakan pendekatan lain yaitu natural dan system terbuka selain pendekatan rasional. Pada pendekatan sistem alami (natural system), organisasi dipandang sebagai kumpulan manusia yang memiliki kepentingan bersama demi kelangsungan hidup organisasi sebab itu mereka melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan bersama dalam organisasi dan membentuk suatu struktur informal. Dengan kata lain, organisasi dipandang sebagai suatu sistem organik yang memiliki dorongan untuk hidup, bertumbuh dan bertahan sebab itu para anggotanya berupaya berada dalam suatu sistem yang mengupayakan kelangsungan hidup organisasi. Kepuasan dan semangat para anggota organisasi yang sangat penting. Para pakar yang dapat dikelompokkan pada pendekatan ini antara lain adalah Barnard, Selznick, Parsom dan Mayo.
2.1.5.1 Dimensi Efektivitas Organisasi Dimensi Efektivitas Organisasi menurut Kavlan dan Norton 1996 dalam Armia (2012) - Keuaangan - Pelanggan - Internal proses - Inovasi 2.1.5.2 Indikator Efektivitas Organisasi Indikator efektivitas organisasi menurut Smith 1997 dalam Armia (2012) - Keuangan dapat diukur dengan indikator pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar - Pelanggan dapat diukur dengan indikator penjualan produk baru, ketepatan waktu dan kualitas pelayanan - Internal proses dapat diukur dengan indikator pemeringkatan teknologi, produktivitas, dan biaya per unit - Inovasi dapat diukur dengan indikator waktu yang digunakan untuk mengembangkan suatu produk, waktu yang digunakan untuk merespon pasar dan fokus terhadap produk baru
18
2.1.6 Penelitian Terdahulu Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penulusuran lebih lanjut dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut adalah penelitian terdahulu: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Judul
Pengarang
Objek
Hasil Penelitian
Penelitian 1
The Influence of
Tahsildari
Karyawan
Kepemimpinan
Transformational
Hamed,
Universiti
transformasional
Leadership on
Hashim
Teknologi of
memiliki pengaruh
Organizational
Mohd Taib,
Malaysia, Kuala
yang positif dan searah
Effectiveness
Wan Wan
Lumpur
terhadap keefektifan
through
Normeza
organisasi.
Employees’
(Kepemimpinan
Innovative
transformasional
Behaviour
membantu organisasi agar lebih efektif dalam mencapai tujuan mereka. Oleh karena itu, pemimpin ttransformational meningkatkan baik efisiensi individu dan organisasi. Penelitian masa depan bisa menjadi penyelidikan variabel yang didefinisikan oleh teori yang relevan untuk hubungan kepemimpinan transformasional dan efektivitas organisasi.)
19
2
Contribution of
Susi
Private limited
Hasil penelitian
Motivation and
Hendriani,
companies in
menunjukkan bahwa
Competence to the
Yulia Efni,
Indonesia
motivasi memiliki
Change of
Nanang
kontribusi yang
Organization
Siswanto
signifikan terhadap
Effectiveness
efektivitas organisasi
(2014) 3
Impact of
Quratul-Ain
Sektor
Penelitian ini dilakukan
Employees
Manzoor
telekomunikasi
kepada 130 responden.
Motivation on
dan perbankan
Hasil menunjukkan
Organizational
di Pakistan
bahwa terdapat
Effectiveness
hubungan yang positif
(2012)
dan signifikan antara motivasi karyawan dengan efektivitas organisasi
4
Pengaruh Gaya
Karyawan PT.
Hasil penelitian
Kepemimpinan
Bank Jatim
menunjukkan bahwa
Transformasional
Cabang Utama
pengaruh gaya
terhadap efektivitas
Surabaya
kepemimpinan
organisasi melalui
sebanyak 71
transformasional
pengambilan
karyawan
berpengaruh positif dan
keputusan
Lizawati Ita
signifikan terhadap efektivitas organisasi, gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengambilan keputusan, pengambilan keputusan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
20
efektivitas organisasi, gaya kepemimpinan transformasional memiliki positif dan signifikan efek terhadap efektivitas organisasi melalui pengambilan keputusan. Sumber : Penulis
2.2 Kerangka Pemikiran
Kepemimpinan Transformasioanal (X1) •
Pengaruh Ideal
•
Motivasi yang Inspirasi
•
Stimulasi Intelektual
•
Perhatian yang Bersifat Individu
Motivasi Kerja (X2) •
Match
•
Return
•
Expectation
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis
Efektivitas Organisasi (Y) •
Keuangan
•
Pelanggan
•
Internal Proses
•
Inovasi
21
2.3 Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris (Erwan Agus Purwanto & Dyah Ratih S, 2007:137). Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih,
disini harus dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut
mempengaruhi gejala-gejala tertentu dan kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam variable yang lain. Untuk dapat diuji, suatu hipotesis harus dinyatakan secara kuantitatif. Hipotesis statistik adalah suatu pernyataan tentang bentuk fungsi suatu variabel atau tentang nilai sebenarnya dari suatu parameter. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah: 1)
Untuk T-1 Ho
:
Tidak
ada
pengaruh
yang
signifikan
antara
kepemimpinan
transformasional terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada. Ha
: Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan transformasional terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada.
2) Untuk T-2 Ho
: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada.
Ha
: Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada.
3)
Untuk T-3 Ho
:
Tidak
ada
pengaruh
yang
signifikan
antara
kepemimpinan
transformasional dan motivasi kerja secara simultan terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada. Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja secara simultan terhadap efektivitas organisasi PT. Tribangun Usaha Persada.