BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian Pemasaran Menurut The American Marketing Association (AMA) dan Lamb, Hair, McDaniel (2004,
p6) telah merumuskan definisi pemasaran yang baku, yakni sebagai proses merencanakan dan mengeksekusi konsepsi, menetapkan harga, mempromosikan serta mendistribusikan ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individual dan organisasional. Menurut Kotler (2003, pp9-15), pemasaran dapat di pahami lebih lanjut dengan mendefinisikan beberapa konsep inti dari pemasaran sebagai berikut: 1) Kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan permintaan (demands) Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat berlindung, keamanan, dan harga diri. Mereka merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuasan kebutuhan yang spesifik, keinginan manusia terus dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan dan lembaga sosial. Permintaan (demands) adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya, keinginan menjadi permintaan dengan membuat suatu produk cocok, menarik, terjangkau dan mudah didapatkan oleh konsumen yang dituju. 2) Produk (barang, jasa, gagasan) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Kadang-kadang kita akan memakai istilah lain untuk produk seperti penawaran (offering) dan pemecahan (solution).
6
7
1) Biaya, nilai dan kepuasan Nilai (value) adalah perkiraan konsumen atas seluruh kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhan. 2) Hubungan dan jaringan Pemasaran
hubungan
(relationship
marketing)
adalah
praktek
membangun
hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci (pelanggan, pemasok, penyalur) guna pertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang mereka. 3) Pasar Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. 4) Pemasar dan calon pembeli Pemasar adalah seseorang yang mencari satu atau lebih calon pembeli yang akan terlibat dalam pertukaran nilai (value). Calon pembeli adalah seseorang yang diidentifikasi oleh pemasar sebagai orang yang mungkin bersedia dan mampu terlibat dalam pertukaran nilai. Menurut Rangkuti (2006, p48), “Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Menurut Umar (2005, p31), pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan usaha yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Menurut Kotler (2004, p10), Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses
8
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Hadi Sugito mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Definisi ini berdasarkan pada konsep inti yaitu: kebutuhan, keinginan dan permintaan; produk, nilai, biaya dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan; pasar, pemasaran dan pemasar. Adapun tujuan pemasaran adalah mengenai dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. (http://hadisugito.fadla.or.id/2005/12/11/strategi-pemasaran-dan-pengendalian-mutu produk/). Menurut Ali Hasan (2008, p1), “Pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, pemegang saham). Sebagai ilmu, marketing (pemasaran) merupakan ilmu pengetahuan yang obyektif, yang diperoleh dengan penggunaan instrument-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja dari aktivitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen atau pemakai. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya melalui proses pertukaran barang atau jasa. Dengan adanya kebutuhan tersebut mendorong manusia mengadakan hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual melalui penciptaan dan pertukaran barang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
9
2.1.1. Strategi Pemasaran Menurut Lupiyoadi (2006, p190), “Strategi pemasaran adalah suatu strategi yang berurusan dengan penetapan harga (pricing), penjualan (Selling) dan pendistribusian produk”. Menurut Tull dan Kohle (Dalam Tjiptono, 2005, p6), “Strategi pemasaran didefinisikan sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut”. Dari kedua teori tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran sangat dibutuhkan perusahaan dalam mencapai tujuan pemasarannya. Menurut Cravens dan Piercy (2006, p31) tentang Strategi Pemasaran: “Marketing
strategy
consists
of
the
analysis,
strategy
development
and
implementation activities in: Developing a vision about the markets of interest to the organization, selecting market target strategies, setting objective, and developing, implementing, and managing the marketing program positioning strategies designed to meet the value requirements of the customers in each market target. Pernyataan diatas berarti bahwa: “Strategi pemasaran terdiri dari analisis, strategi pengembangan dan pelaksanaan kegiatan dalam: Mengembangkan suatu visi mengenai pasar yang menarik bagi organisasi, memilih strategi pasar sasaran, penetapan tujuan dan pengembangan pemasaran, pelaksanaan serta pengelolaan startegi pemosisian program pemasaran yang dirancang untuk memenuhi keinginan pelanggan dalam setiap target tersebut.
A marketing strategy is a process that can allow an organization to concentrate its limited resource on the greatest opportunities to increase sales and achieve a sustainable competitive advantage. (menurut situs http://en.wikipedia.org/wiki/MarketingStrategy).
10
Pernyataan diatas berarti bahwa: “Strategi pemasaran merupakan suatu proses yang dapat memperbolehkan suatu organisasi untuk berkonsentrasi pada keterbatasan sumber daya didalam kesempatan atau peluang yang terbesar untuk meningkatkan penjualan dan mencapai keuntungan kompetitif yang berkelanjutan”.
2.1.2. Proses Perencanaan Pemasaran Menurut Ali Hasan (2008, p31), para pakar marketing yakin bahwa perencanaan pemasaran yang baik akan membimbing kegiatan dalam setiap tahapan yang seharusnya dilakukan oleh pemasar dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar sasaran. Agar lebih mudah dipahami terdapat siklus proses perencanaan pemasaran seperti gambar berikut.
1. Analisis Peluang Pasar 6. Evaluasi Pengendalian Program Pemasaran
2. Perencanaan Pemasaran Stratejik
MARKET ORIENTED 3. Desain Strategi Pemasaran
5. Implementasi Program Pemasaran 4. Merumuskan Program Pemasaran
Sumber : Ali Hasan (Marketing,2008, p31)
Gambar 2.1. Proses Perencanaan Pemasaran
11
1) Analisis peluang pasar Analisis peluang pemasaran terdiri dari analisis lingkungan, pelanggan dan pemasaran itu sendiri. 2) Perencanaan pemasaran strategik Perencanaan pemasaran harus dimulai dari penetapan tujuan perusahaan, misalnya tujuan yang ingin dicapai: a. Menciptakan kepuasan pelanggan melalui tawaran produk, b. Meningkatkan kualitas produk, c.
Memperluas pasar, dan
d. Mendapatkan laba dalam jangka pendek dan jangka panjang. Setiap tujuan yang jelas akan membantu perusahaan mengidentifikasi: a. Peluang lingkungan dengan peluang perusahaan, b. Kemungkinan sumber-sumber yang dimiliki untuk memenuhi semua peluang yang ada c.
Daya tarik setiap peluang yang ada
d. Kendala atau hambatan sebelum dan saat kegiatan pemasaran dijalankan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 3) Desain strategi pemasaran Meskipun beberapa perusahaan mempunyai tujuan yang sama, tetapi strategi yang digunakan berbeda-beda. Umumnya strategi pemasaran adalah: a. Memilih pelanggan sasaran yang dituju atau dilayani, b. Mengindetifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan c.
Menentukan bauran pemasarannya.
4) Merumuskan program pemasaran Agar strategi pemasaran dapat dijalankan, manajer pemasaran diharuskan untuk mengembangkan program-program pemasaran, seperti berikut:
12
a. Target penjualan, b. Anggaran pemasaran, c.
Alokasi bauran pemasaran,
d. Penetapan harga, dan e. Alokasi anggaran pemasaran pada masing-masing produk. 5) Implementasi program pemasaran Implementasi rencana pemasaran akan menjadi aktivitas terbaik perusahaan harus diorganisasikan melalui struktur organisasi yang mencerminkan kegiatan pemasaran yang optimal. 6) Pengendalian pemasaran Proses pengendalian ini dilakukan oleh masing-masing manajer sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pengendalian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan sesuai dengan target-target perencanaan tahunan tujuan yang ingin dicapai.
2.2.
Kualitas Pelayanan
2.2.1. Pengertian Kualitas Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskannya kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong (2001, p310), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat.
13
Menurut Tjiptono (2001, p52), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut W. Edwards Deming (dlm Yamit, 2004, p7), kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Zulian Yamit (2004, p47) menyatakan, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, maka kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskannya, memenuhi atau melebihi kebutuhan konsumen yang tersirat
2.2.2. Pengertian Pelayanan Menurut Hasibuan (2007, p152) “pelayanan adalah kegiatan pemberian jasa dari satu pihak ke pihak lainnya. Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah, adil, cepat, tepat, dan dengan etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerimanya”. Menurut Tjiptono (2005, p86), “pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Pelayanan yang membutuhkan secara luas mencakup baik yang kelihatan (tangibles) maupun yang tidak kelihatan (intangibles)”. Kualitas jasa atau kualitas layanan (service quality) berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi bersaing setiap organisasi pemasaran, baik perusahaan manufaktur maupun penyedia jasa. (Tjiptono, 2005, p109). Menurut Tjiptono (2005, p115) kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional
14
semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan,
dimana
perusahaan
memaksimumkan
pengalaman
pelanggan
yang
menyenangkan dan meminimumkan atau mengadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Selanjutnya, kepuasan pelanggan berkontribusi pada terciptanya rintangan beralih (switching barriers), biaya beralih (switching cost) dan loyalitas pelanggan. Menurut Gerson (2002), “pelayanan adalah sarana untuk mencapai kepuasan dan ikatan”. Sedangkan menurut Rangkuti (2006) “layanan atau service adalah nilai yang berkaitan dengan pemberian jasa pelayanan kepada konsumen”. Ciri-ciri pelayanan yang baik yang harus diterapkan oleh perusahaan yang melayani pelanggan (Gerson Richard, 2002, p39) adalah antara lain: 1) Bertanggung jawab kepada setiap pelanggan sejak awal sampai selesai, 2) Mampu melayani secara cepat dan tepat, 3) Mampu berkomunikasi, dan 4) Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, maka pelayanan adalah suatu kegiatan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan relasi dengan perusahaan.
2.2.3. Kualitas Pelayanan Pengertian kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk membarengi harapan pelanggan. Menurut Kotler (2002, p67), mutu atau kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”.
15
Menurut Gordon dan Davis (2004, p47), “Quality is a dynamic associated wiyh
product, service, people, and environments that meets or exceeds expectation”. Artinya, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses, tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Menurut Tjiptono (2005, p20), “kualitas merupakan kondisi yang dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi harapan pelanggan”. Menurut Collier (1987) sebagaimana dikutip oleh Zulian Yamit (2005, p22) dalam buku “Manajemen Kualitas Produk dan Jasa” menyimpulkan pengertian kualitas jasa pelayanan, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Menurut Lewis dan Booms (1983) sebagaimana dikutip oleh Tjiptono (2005, p121) kualitas pelayanan adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.2.4. Kesenjangan Kualitas Pelayanan Menurut Lupiyoadi (2006, pp184-186), ada 5 (lima) kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan sebagai berikut: 1) Kesenjangan persepsi manajemen Yaitu perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan konsumen, serta terlalu banyak tingkat manajemen.
16
2) Kesenjangan spesifikasi kualitas Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifkasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas dan tidak memadainya penyusunan tujuan. 3) Kesenjangan penyampaian jasa Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh konflik peran, kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakan, kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai, dan fleksibilitas untuk menentukan cara pelayanan. 4) Kesenjangan komunikasi Yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi karena: a. Tidak memadainya komunikasi horizontal. b. Adanya kecendrungan untuk memberikan janji berlebihan. 5) Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan Yaitu perbedaan presepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh konsumen. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif.
2.2.5. Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Umar (2005, pp38-40), terdapat 4 (empat) dimensi pokok dari dimensi kualitas pelayanan: 1) Tangibles (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan dan sarana komunikasi. Dimensi ini umumnya digunakan perusahaan untuk menaikkan image dimata
17
konsumen. Indikator yaitu Karyawan dan atasan berpenampilan rapi dan penataan produk yang teratur. 2) Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Dimensi ini sangat penting bagi sebagian pelanggan, sehingga mereka bersedia mengeluarkan biaya tambahan agar perusahaan melaksanakan transaksi seperti yang dijanjikan. Indikator yaitu produk yang ditawarkan bebas dari kerusakan dan pengiriman tepat waktu. 3) Responsiveness (ketanggapan) yaitu kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan dalam menghadapu permintaan, pertanyaan, keluhan serta kesulitan pelanggan. Indikator yaitu Memberikan respon dengan cepat dan Sigap dalam memberikan pelayanan. 4) Assurance (keyakinan) yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. Konsumen menganggap dimensi ini penting untuk perusahaan yang bergerak dibidang jasa dengan resiko tinggi. Indikator yaitu Pengetahuan karyawan terhadap produk dan melayani pelanggan dengan ramah. Tujuan peningkatan kualitas layanan adalah menimbulkan kepuasan konsumen, kepuasaan disini merupakan perasaan emosional yang muncul secara spontan apabila apa yang dipikirkan atau harapankan konsumen terpenuhi. Oleh karena itu, maka pihak manajemen perlu menyediakan layanan yang benar-benar berkualitas supaya terwujud kepuasaan konsumen yang berdampak pada loyalitas pelanggan.
18
Tangibles (Bukti (bukti langsung) Reliabilitykeandalan (Keandalan ) )
Service Quality
Responsiveness (ketanggapan (Ketanggapan ) ) Assurance Assurance(Keyakinan (keyakinan ) )
Sumber : Umar (2005, pp38-40)
Gambar 2.2. Dimensi Kualitas Pelayanan
2.2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Pelayanan Terdapat 6 (enam) unsur dasar yang mempengaruhi kualitas pelayanan menurut Kotler (2002, p12), yaitu: 1) Manusia (Man) Sumber daya manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan nilai. Kemampuan merek untuk melakukan suatu tugas adalah kemampuan, pengalaman, pelatihan dan potensi kreativitas yang beragam sehingga diperoleh suatu hasil (output). 2) Metode (Method) Metode ini merupakan prosedur kerja terbaik agar setiap orang dapat melaksanakan tugasnya
secara
efektif
dan
efisien.
Walaupun
seseorang
dapat
saja
menginterprestasikan tugas-tugasnya secara berbeda satu sama lain, asalkan saja pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai rencana. 3) Mesin (Machines) Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses penambahan nilai menjadi
output. Dengan memakai mesin sebagai alat pendukung pembuatan suatu produk
19
memungkinkan berbagi variasi dalam bentuk, jumlah dan kecepatan proses penyelesaian kerja. 4) Bahan (Materials) Bahan baku yang diproses, diproduksi agar menghasilkan nilai tambah menjadi
output, jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan baku yang digunakan akan mempengaruhi nilai output yang beragam pula. 5) Ukuran (Measurement) Dalam setiap tahap proses produksi, harus ada ukuran sebagai standar penilaian agar setiap tahap proses produksi dapat nilai kinerjanya. 6) Lingkungan (Environment) Lingkungan dimana proses produksi berada, sangat mempengaruhi hasil kinerja proses produksinya.
2.2.7. Faktor-faktor penyebab Buruknya Kualitas Jasa Menurut Tjiptono dan Chandra (2005, pp175-176) setiap perusahaan harus benarbenar memahami sejumlah faktor potensi yang bisa menyebabkan buruknya kualitas jasa diantaranya: 1) Produksi dan Konsumsi yang terjadi secara simultan Artinya satu karakteristik unik jasa adalah inseparability artinya jasa diproduksi dan dikosumsi pada saat bersamaan. Hal ini kerap kali membutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan dalam proses penyampaian jasa. Beberapa kelemahan yang mungkin ada pada karyawan jasa dan mungkin berdampak negatif terhadap persepsi kualitas meliputi: a. Tidak terampil dalam melayani pelayanan, b. Cara berpakaian karyawan kurang sesuai dengan konteks, c.
Tutur kata karyawan kurang sopan atau bahkan menyebalkan,
20
d. Bau badan karyawan mengganggu kenyamanan pelanggan, dan e. Karyawan selalu cemberut atau pasang tampang “angker”. 2) Intensitas Tenaga Kerja yang Tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhinya antara lain: upah rendah (umumnya karyawan yang melayani atau berinteraksi langsung dengan pelanggan memiliki tingkat pendidikan dan upah yang paling rendah dalam sebuah perusahaan), pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, tingkat perputaran karyawan terlalu tinggi dan lain-lain. 3) Dukungan Terhadap Pelanggan internal Kurang Memadai Karyawan merupakan ujung tombak sistem penyampaian jasa. Agar mereka dapat memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan dan SDM). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan, pelatihan keterampilan, maupun informasi. Selain itu yang tidak
kalah
pentingnya
adalah
unsur
pemberdayaan
(empowerment),
baik
menyangkut karyawan maupun manajer. Pemberdayaan dalam konteks ini tidak diartikan secara sempit sebagai sekadar penghapusan hierarki, arahan, atau akuntabilitas pribadi. Akan tetapi, pemberdayaan lebih dipandang sebagai state of
mind, karyawan dan manajer yang diberdayakan akan lebih mampu: a. Mengendalikan
dan
menguasai
cara
melaksanakan
pekerjaan
dan
tugasnya. b. Memahami konteks dimana pekerjaannya dilaksanakan dan kesesuaian pekerjaannya dalam rangka pekerjaan yang lebih luas. c.
Bertanggung jawab atas output kerja pribadi.
21
d. Mengembangkan
tanggung
jawab bersama atas
kinerja unit
dan
organisasi. e. Menjamin keadilan dalam distribusi balas jasa berdasarkan kinerja individual dan kinerja kolektif. 4) Gap Komunikasi Bila terjadi gap komunikasi, maka bisa timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas pelayanan. Gap-gap komunikasi dapat berupa: a. Penyedia
jasa
memberikan
janji
berlebihan,
sehingga
tidak
mampu
memenuhinya. b. Penyedia jasa tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada para pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur atau aturan, perubahan susunan barang dirak pajangan pasar swalayan, dan lain-lain. c.
Pesan komunikasi penyedia jasa tidak dipahami pelanggan.
d. Penyedia jasa tidak memperhatikan atau tidak segera menanggapi keluhan dan atau saran pelanggan. 5) Memperlakukan Semua Pelanggan Dengan Cara Yang Sama Pelanggan merupakan individu unik dengan preferensi, perasaan dan emosi masingmasing. Dalam hal interaksi dengan penyedia jasa, tidak semua pelanggan bersedia menerima jasa yang seragam (standardized service). Hal ini memunculan tantangan bagi penyedia jasa dalam hal kemampuan memahami kebutuan spesifik pelanggan individual dan memahami perasaan pelanggan terhadap penyedia jasa dan layanan yang mereka terima. 6) Perluasan atau Pengembangan Jasa Secara Berlebihan Di satu sisi, mengintroduksi jasa baru atau menyerpurnakan jasa lama dapat meningkatkan peluang pertumbuhan bisnis dan menghindari terjadinya layanan yang buruk. Di sisi lain, bila terlampau banyak jasa baru dan tambahan terhadap jasa
22
yang sudah ada, hasil yang didapatkan belum tentu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinkan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. Selain itu, pelanggan juga bisa bingung membedakan antara variasi penawaran jasa, baik dari segi fitur, keunggulan, maupun tingkat kualitasnya. 7) Visi Bisnis Jangka Pendek Visi jangka pendek (misalnya orientasi pada pencapaian target penjualan dan laba tahunan dan lain-lain) bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Menurut Yamit (2005, p32), ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas pelayanan. Faktor-faktor tersebut terdiri: a. Kurangnya otoritas yang diberikan kepada pelanggan, b. Terlalu birokrasi seingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen, c.
Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan,
d. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik, e. Petugas sering tidak ada ditempat pada waktu jam kerja sehingga sulit dihubungi, f.
Banyak interest pribadi,
g. Budaya tip, h. Aturan main yang tidak terbuka dan jelas, i.
Kurang professional dan terampil dalam menguasai bidangnya,
j.
Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat,
k. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu, l.
Tidak ada keselarasan antar bagian dalam memberikan pelayanan,
m. Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal”, n. Ada distriminasi dalam memberikan pelayanan, dan o. Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegras.
23
2.2.8. Strategi Penyempurnaan Kualitas Pelayanan Banyak
faktor
yang
perlu
dipertimbangkan
secara
cermat,
karena
upaya
penyerpurnaan kualitas jasa berdampak signifikan terhadap budaya organisasi secara keseluruhan. Berikut merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan menurut Tjiptono dan Chandra (2005, p177-p181), yaitu: 1) Mengidentifikasi Determinan Utama Kualitas Jasa Setiap penyedia jasa wajib berupaya menyampaikan jasa berkualitas terbaik kepada para pelanggan sasarannya. Upaya ini membutuhkan proses mengidentifikasi determinasi atau faktor penentu utama kualitas jasa berdasarkan sudut pandang pelanggan. Oleh karena itu, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan riset mendalam dalam rangka memahami determinan terpenting yang digunakan pelanggan sebagai kriteria utama dalam mengevaluasi jasa spesifik. Langkah berikutnya, adalah memperkirakan penilaian yang diberikan pelanggan sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Seiring dengan dinamika kompetisi dan perubahan perilaku konumen, perusahaan harus memantau perkembangan setiap determinan sepanjang waktu, Karena sangat mungkin prioritas pasar sasaran mengalami perubahan. 2) Mengelola Ekspetasi Pelanggan Tidak jarang sebuah perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya kepada para pelanggan dengan tujuan memikat sebanyak mungkin pelanggan. Hal ini bisa menjadi “boomerang” bagi perusahaan. Pada gilirannya ini akan memperbesar peluang tidak terpenuhinya ekspektasi pelanggan oleh penyedia jasa. 3) Mengelola Bukti Kualitas Pelayanan Manajemen bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa disampaikan. Oleh karena, jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang fisik, maka pelanggan cenderung
24
memperhatikan dan mempersepsikan fakta-fakta tangibles yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. Dari sudut pandamg penyedia jasa, bukti kualitas meliputi segala sesuatu yang dipandang konsumen sebagai indikator “seperti apa jasa yang akan diberikan” (pre-service expectation) dan “seperti apa jasa yang telah diterima” (post-service evaluation). 4) Mendidik Konsumen Tentang Jasa Membantu pelanggan dalam memahami sebuah jasa merupakan upaya positif untuk mewujudkan proses penyampaian dan pengkonsumsian jasa secara efektif dan efiensi. Oleh karenanya, kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen bisa dilakukan dalam wujud: a. Penyedia jasa mendidik pelanggannya agar melakukan sendiri jasa atau layanan tertentu. b. Penyedia jasa membantu pelanggan mengetahui kapan menggunakan suatu jasa, yaitu sebisa mungkin menghindari periode puncak atau sibuk dan memanfaatkan periode biasa (bukan puncak). c.
Penyedia
jasa
mendidik
pelanggannya
mengenal
prosedur
atau
cara
menggunakan jasa. d. Penyedia jasa dapat pula meningkatkan persepsi terhadap kualitas jasanya dengan cara menjelaskan kepada pelanggan alasan-alasan yang mendasari. e. Suatu kebijakan yang memungkinan bisa mengecewakan mereka, misalnya kenaikan harga 5) Menumbuh kembangkan Budaya Kualitas Budaya
kualitas
(quality
culture) merupakan sistem nilai organisasi yang
menghasilkan lingkungan yang konduktif bagi proses penciptaan dan penyerpurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, produser, dan harapan yang berkenaan dengan peningkatan
25
kualitas. Upaya menumbuh kembangkan budaya berkualitas dapat dilakukan melalui pengembangan suatu program yang terkoordinasi dan diawali dengan proses seleksi dan pengembangan karyawan. Pembentukan budaya kualitas membutuhkan 8 (delapan) program pokok yang saling terkait: 1.
Pengembangan individual Perusahaan menyusun manual terprogram mengenai intruksi pekerjaan, sehingga setiap karyawan baru dapat memperoleh keterampilan dan pengetahuan teknis yang diperlukan untuk menjalankan tugas sesuai dengan posisi atau jabatannya. 2. Pelatihan manajemen Perusahaan mengikutsertakan manajemennya data program pengembangan manajemen seperti seminar, kursus singkat, dan sebagainya. 3. Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) Perusahaan mengidentifikasi calon-calon potensial untuk menduduki posisi kunci dalam perusahaan untuk periode yang akan datang. 4. Standar kinerja Perusahaan
menyusun
pedoman
yang
berisi
instruksi
dan
prosedur
melaksanaan suatu tugas, misalnya cara menyapa, dan berinteraksi dengan klien. 5. Pengembangan karir Melalui program pengembangan pekerjaan dengan tuntutan keahlian dan tanggung jawab yang semakin besar, diharapkan setiap karyawan memiliki kesempatan untuk berkembang dalam perusahaan. 6. Survey opini Perusahaan perlu melalukan survey opini tahunan agar bisa mendapatkan masukan berharga demi penyempurnaan kualitas dan pencegahan timbulnya
26
perilaku yang tidak diharapkan. 7. Perlakuan adil Karyawan perlu diberi buku pegangan yang berisi harapan dan kewajiban perusahaan terhadap mereka. Buku pegangan tersebut juga berisi ketentuan dan prosedur yang harus dilalui oleh setiap karyawan yang membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalah atau kesulitan-kesulitan. 8. Pembagian laba (profit sharing) Adanya rencana pembagian laba dapat menstimulasi para karyawan untuk lebih bertanggung jawab atas kesuksesan perusahaan secara keseluruhan. 6) Menciptakan Automating Quality Otomatisasi berpotensi mengatasi masalah variabilitas kualitas jasa yang disebakan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki organisasi. Akan tetapi, sebelum memutuskan akan melalukan otomatisasi, penyedia jasa wajib mengkaji secara mendalam aspek-aspek yang membutuhkan sentuhan manusia (high touch) dan elemen-elemen yang memerlukan otomatisasi (high tech). Keseimbangan antara
high touch dan high tech sangat dibutuhkan untuk menunjang kesuksesan penyampaian jasa secara efektif dan efiensi. 7) Menindaklanjuti Jasa Menindaklanjuti jasa diperlukan dalam rangka menyempurnakan atau memperbaiki aspek-aspek jasa yang kurang memuaskan dan mempertahankan aspek-aspek yang sudah baik. Perusahaan dapat mengupayakan kemudahan bagi para pelanggan dalam berkomunikasi dengan pihak manajemen maupun karyawan kontak, sehingga mereka bisa menyampaikan kebutuhan spesifik, keluhan dan atau saran. 8) Mengembangkan Sistem Informasi Kualitas Jasa Sistem informasi kualitas jasa merupakan sistem yang mengintegrasikan berbagi macam rancangan riset secara sistematis dalam rangka mengumpulkan dan
27
menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencangkup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan, pelanggan dan pesaing. Secara umum, sistem informasi kualitas jasa dapat memberikan sejumlah manfaat, diantaranya: a. Memungkinkan pihak manajemen untuk memasukan “suara pelanggan” dalam pengambilan keputusan. b. Dalam mengidentifikasi dan memahami prioritas jasa pelanggan. c.
Memperlancar proses identifikasi prioritas penyempurnaan jasa dan menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya.
d. Memungkinkan dipantaunya kinerja jasa perusahaan dan pesaing setiap waktu. e. Memberikan gambaran mengenai dampak inisiatif dan investasi kualitas jasa. f.
Memberikan
performance-based
data
untuk
keperluan
penilaian,
yaitu
memberikan imbalan kepada jasa yang unggul dan melakukan koreksi atas jasa yang buruk.
2.3.
Produk
2.3.1. Definisi Produk
Kata produk berasal dari bahasa Inggris product yang berarti "sesuatu yang diproduksi oleh tenaga kerja atau sejenisnya". Bentuk kerja dari kata product, yaitu produce, merupakan serapan dari bahasa latin prōdūce (re), yang berarti (untuk) memimpin atau membawa sesuatu untuk maju.
Produk merupakan hasil yang dirancang oleh pemasar untuk ditawarkan kepada konsumennya. Pemasar akan melihat seberapa besar penjualan produk yang telah laku
28
dipasar. Karena dengan melihat seberapa besar hasil penjualan produk itulah, perusahaan dapat mengetahui apakah produk yang dibuat dapat diterima oleh konsumen atau tidak.
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
Menurut Tjiptono (2002, p95) menyatakan bahwa produk adalah suatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Produk mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan pemasaran. Menurut Kotler dan Amstrong (2003, p337) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumennya. Produk dikatakan baik apabila produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan pasar. Perkembangan penjualan produk yang tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli, tidak dapat dibantu dengan strategi promosi penjualan yang efektif sekalipun karena tidak dapat membantu merubah produk tersebut menjadi sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan pembeli. Produk adalah barang-barang fisik maupun jasa yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen. (Jeff, 2001, p393). Sedangkan menurut Zulian Yamit (2005, p24) produk adalah sesuatu yang memiliki nilai dan ditawarkan pasar untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Angipora (2004, p26), produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan oleh seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. Sedangkan Kotler (2006, p54), produk merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen.
29
Terdapat tiga aspek perlu diperhatikan yaitu: 1. Produk inti Adalah manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen. 2. Produk yang diperluas Produk yang diperluas merupakan manfaat tambahan diluar produk inti disebut produk yang diperluas tambahan manfaat itu berupa pemasangan instalasi, pemeliharaan pemberian garansi serta pengiriman. 3. Produk formal Adalah produk yang merupakan penampilan dan perwujudan dari produk inti maupun perkuasan produk. Produk formal ini yang dikenal pembeli sebagai daya tarik yang tampak langsung dimata konsumen. Terdapat 5 (lima) komponen yang terdapat pada produk formal: a. Desain/bentuk/corak, b. Daya tahan/mutu, c.
Daya tarik/keistimewaan,
d. Pengemasan/bungkus, dan e. Nama merk/brand name.
2.3.2. Tingkatan Produk Angipora (2004) menyebutkan bahwa terdapat 5 tingkatan produk, terdiri dari: 1) Produk utama/inti (benefit product) adalah produk yang sesungguhnya dibeli konsumen karena memiliki manfaat utama atau sesungguhnya. 2) Produk dasar (basic product) adalah produk yang mencerminkan versi dasar (fungsional) dari suatu produk. 3) Produk yang diharapkan (expected product) adalah suatu kumpulan atribut dan
30
kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pelanggan ketika mereka membeli produk tersebut. 4) Produk yang ditingkatkan (augmented product) adalah suatu pelayanan tambahan yang diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan dan bahkan melampaui harapan mereka, sehingga mampu membedakan penawaran perusahaan dengan penawaran perusahaan pesaing. 5) Produk potensial (potential product) adalah semua tambahan yang mencakup segala peningkatan dan transformasi pada produk yang mungkin dilakukan di masa mendatang.
2.3.3. Hirarki produk Menurut Kotler (2006) mengidentifikasi 7 (tujuh) tingkat hirarki produk sebagai berikut: 1) Kelompok kebutuhan merupakan kebutuhan inti yang nantinya akan membentuk kelompok produk. 2) Kelompok produk merupakan seluruh kelas produk yang dapat memuaskan suatu kebutuhan inti dengan tingkat efektivitas yang kurang lebih memadai. 3) Kelas produk merupakan sekumpulan produk di dalam kelompok produk yang dianggap memiliki hubungan fungsional tertentu. 4) Lini produk merupakan sekumpulan produk di dalam kelas produk yang berhubungan erat karena fungsinya yang sama atau karena dijual pada kelompok konsumen yang sama atau karena dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama, atau karena harganya berada dalam skala yang sama. 5) Tipe produk merupakan barang atau hal yang berada dalam lini produk dan memiliki bentuk tertentu dari sekian banyak kemungkinan bentuk. 6) Merek merupakan nama yang dihubungkan atau diasosiasikan dengan satu atau
31
lebih barang atau hal yang melihat dalam lini produk dan digunakan untuk mengenai sumber atau ciri barang tersebut. 7) Jenis produk merupakan sesuatu yang khusus didalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan dengan ukuran, harga, penampilan atau atribut yang lain.
2.3.4. Klasifikasi Produk Pemasar
mengklasifikasikan
produk
ke
dalam
berbagai
jenis
berdasarkan
karakteristik-karakteristik produknya. Gagasan yang mendasari pemikiran ini ialah bahwa masing-masing jenis produk perlu memiliki strategi bauran pemasaran yang memadai. Menurut Kotler (2006) menyebutkan klasifikasi produk dan implikasinya terhadap strategi pemasaran adalah sebagai berikut: 1) Barang tahan lama, tidak tahan lama dan jasa. Berdasarkan daya tahan atau berwujud tidaknya, produk bisa diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok: a. Barang tidak tahan lama, merupakan barang berwujud yang biasanya dikonsumsikan satu atau beberapa kali. Barang ini dikonsumsi dengan cepat dan sering dibeli, maka strategi yang bisa digunakan adalah menyebarkannya seluas mungkin, menarik keuntungan per unit tidak terlalu besar, serta memasang iklan dengan gencar untuk merangsang orang agar mencoba dan memiliki. b. Barang tahan lama, merupakan barang terwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian. Jenis barang ini menuntut cara penjualan perorangan, keuntungan yang lebih besar dan jaminan penjual yang lebih pasti. c.
Jasa, yaitu kegiatan, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Strategi
yang
digunakan
pada
umumnya
membutuhkan
pengawasan mutu, tingkat kepercayaan tinggi dan kesesuaian.
lebih
banyak
32
2) Barang konsumsi Barang konsumsi dikelompokkan berdasarkan kebiasaan konsumen dalam membeli. Barang konsumsi dibedakan menjadi: a. Barang kebutuhan sehari-hari (convenience goods), merupakan barang yang pada umumnya sering dibeli, segera dan memerlukan usaha yang sangat kecil dalam pembandingan dan pembeliannya. Barang ini dibagi menjadi barang pokok yang dibeli konsumen secara tetap, barang impulsive yang dibeli tanpa perencanaan dan barang darurat yang dibeli bila kebutuhan konsumen sudah mendesak. Strategi yang digunakan adalah dengan menempatkan barangnya di beberapa tempat yang tersebar. b. Barang belanjakan (shopping goods) merupakan barang yang dibeli konsumen dengan cara membanding-bandingkan berdasarkan kesesuaian, mutu, harga dan modalnya. Barang ini dipisahkan menjadi barang homogen yang memiliki kesamaan dalam hal mutu namun cukup berbeda dalam hal harga dan
heterogen yang lebih beragam jenis dan mutunya. Strategi yang digunakan untuk barang homogen adalah dengan menawarkan harga yang kompetitif, sedangkan heterogen adalah dengan memperbanyak variasi barang, agar selera konsumen bisa terpenuhi. c.
Barang khusus (specialty goods), merupakan barang yang memiliki ciri unik dan atau merek khas dimana sekelompok konsumen bersedia berusaha lebih keras dalam proses membeli. Strategi yang digunakan adalah dengan memberitahu konsumen di mana lokasi penjualannya, pemasar tidak perlu menyediakan tempat penjualan yang mudah dicapai, karena konsumen akan tetap berusaha membelinya meskipun tempat tersebut jauh sekalipun.
d. Barang yang tidak dicari (unsought goods), merupakan barang yang tidak terpikirkan
oleh
konsumen
untuk
membeli,
konsumen
cenderung
tidak
33
mengetahui tentang barang ini. Barang ini membutuhkan tantangan yang besar untuk memasarkannya, sehingga strategi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pemasaran secara gencar dalam bentuk iklan maupun penjualan perorangan. 3) Barang industri Barang industri dapat dikelompokkan dari segi bagaimana peran mereka dalam proses produksi dan biaya relatifnya. Barang ini dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: a. Bahan jadi dan suku cadang, yaitu barang-barang yang seluruhnya masuk ke dalam produk jadi. Kebanyakan bahan jadi dan suku cadang dijual langsung kepada pemakai industri. Harga dan mutu pelayanan di sini merupakan pertimbangan pemasaran yang utama, sementara merek dan iklan cenderung kurang penting. b. Barang modal, yaitu barang-barang yang sebagian masuk ke hasil barang jadi akhir. Barang modal dipecah menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: 1. Barang instalasi, pada umumnya dibeli langsung dari produsen dengan didahului dengan negosiasi yang panjang dan lama. Sehingga strategi yang digunakan adalah dengan menggunakan tenaga penjual yang ahli, serta harus bersedia merangsang segala spesifikasi yang rumit dan juga pelayan purna jual. Iklan tetap diadakan meskipun jauh kurang penting dibanding penjualan perorangan. 2. Barang peralatan tambahan, memiliki konsumen yang tersebar secara geografis, banyak meskipun pesanan masing-masing kecil. Mutu, ciri-ciri, harga dan pelayanan merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan strategi pemasaran. Peran tenaga penjual cenderung menjadi lebih penting dari pada iklan, walaupun iklan pun dapat dimanfaatkan dengan efektif.
34
c.
Perbekalan dan pelayanan, merupakan jenis produk yang sama sekali tidak masuk ke barang jadi akhir. Perbekalan biasa dipasarkan melalui pedagang perantara karena jumlah pembeliannya yang sangat banyak, tersebar secara geografis dan rendahnya nilai per satuannya. Harga dan pelayanan merupakan faktor pertimbangan yang penting dalam strategi pemasaran karena seragamnya pembekal dan kesetiaan pada merek tidak tinggi. Sedangkan pelayanan dipasarkan berdasar pada reputasi dan keahlian dari pemasok. Selain itu, perlengkapan yang lengkap dalam melakukan usaha pelayanan, terutama dengan perlengkapan aslinya menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memilih pelayanan yang baik.
2.3.5. Daur Hidup Produk Konsep daur hidup produk adalah suatu upaya untuk mengenali berbagai tahap yang berbeda dalam sejarah penjualan suatu produk (Kotler, 2006, p462). Pada tahap-tahap ini terdapat peluang dan masalah yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan strategi pemasaran dan potensi laba. Adapun tahap-tahap daur hidup produk adalah sebagai berikut: 1. Perkenalan Periode pertumbuhan penjualan lambat karena
produk baru saja diperkenalkan
kepada konsumen. Biaya sangat tinggi sehingga produk tidak menghasilkan laba sama sekali. 2. Pertumbuhan (growth) Pasar dengan cepat menerima produk baru sehingga penjualan melonjak dan menghasilkan laba yang besar. 3. Kedewasaan (maturity) Periode dimana pertumbuhan penjualan mulai menurun karena produk sudah bisa menerima oleh sebagian besar pemberi potensi. Jumlah keuntungan stabil atau
35
menurun yang disebabkan oleh meningkatnya biaya pemasaran untuk melawan persaingan yang ketat. 4. Penurunan (decline) Dalam periode ini penjualan menurun dengan tajam diikuti dengan menyusutnya laba. Tahap-tahap daur hidup produk tersebut dapat digambarkan dalam bentuk sebagai berikut:
Penjualan dan Laba
Penjualan
Laba
Perkenalan Pertumbuha Kedewasaan Kemunduran Usia Produk Sumber : Kotler (2006, p462)
Gambar 2.3. Daur hidup penjualan dan laba
2.3.6. Perencanaan produk Salah satu tanggung jawab bagian pemasaran adalah untuk membantu perusahaan dalam mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan akan pasar yang baru serta menanggapi kebutuhan dan kesempatan tadi secara cermat dan efektif dengan mencari jalan keluar atas pemecahan produk tersebut (Kotler, 2006). Tanggung jawab tersebut harus dilaksanakan dengan cepat, mengingat bahwa produk memiliki daur hidup, sehingga produk yang sekarang dalam masa kedewasaan sebentar lagi akan mengalami kemunduran. Produk
36
tersebut perlu diganti dengan produk yang baru supaya volume penjualan perusahaan dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Masalah perencanaan produk baru bisa ditempuh dengan dua metode, yaitu: akuisisi dan pengembangan produk baru. Akuisisi bisa ditempuh dengan tiga bentuk yaitu: Pertama, perusahaan menyusun rencana akuisisi perusahaan termasuk penelitian mengenai perusahaan-perusahaan yang lebih kecil dan memiliki lini produk yang menarik. Kedua, perusahaan bisa mengusahakan akuisisi paten yaitu pengalihan atau pembelian hak atas produk-produk baru dari pemegang hak paten. Ketiga, perusahaan melakukan akuisisi lisensi untuk memproduksi berbagai produk. Sedangkan pengembangan produk baru dapat ditempuh dengan dua bentuk pokok. Pertama, perusahaan menjalankan pengembangan produk baru intern dengan membentuk bagian penelitian dan pengembangan sendiri. Kedua, perusahaan memilih pengembangan produk baru dengan kontrak, yaitu menyewa jasa peneliti atau biro pengembangan produk yang independen agar menyiapkan segalanya mengenai produk tertentu bagi perusahaan. Dalam melakukan perencanaan dan pengembangan produk, bagian pemasaran perlu memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan keputusan strategi perusahaan dalam usaha untuk tetap hidup dan bertahan.
2.4.
Pengembangan Produk Pengembangan produk bertujuan untuk menambahkan produk atau jasa yang sudah
ada ataupun untuk menggantikan produk atau jasa yang sudah habis waktunya atau tidak disukai konsumen lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan usaha-usaha seperti memperbaharui tampilan produk yang sudah usang dan menambahkan desain baru pada produk yang sudah ada. Menurut Alma (2004, p139) pengembangan produk adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pabrik atau produsen dalam menentukan dan mengembangkan produknya,
37
memperbaiki produk lama, menambahkan kegunaan produk atau jasa yang sudah ada dan mengurangi biaya-biaya produksi dan biaya per bungkusnya. Menurut
Kotler
(2006,
p2),
“Pengembangan
Produk
adalah
produk
asli,
penyempurnaan produk, modifikasi produk dan merek-merek yang dikembangkan produknya dari produk lama menjadi produk baru. Selain itu juga dijelaskan bahwa pengembangan produk harus dilakukan oleh setiap perusahaan, karena pengembangan produk akan mempengaruhi konsumen agar selalu setia kepada perusahaan dan menjadikan perusahaan tetap dapat bersaing dengan perusahaan lainnya dalam jangka waktu panjang. Sementara Booz, et,al dalam Kotler (2006, p2) menggolongkan pengembangan produk menjadi beberapa golongan, yaitu: 1) Produk baru bagi dunia Produk ini mencipta pasar yang baru sama sekali. 2) Lini produk baru Dengan produk ini perusahaan untuk pertama kalinya memasuki pasar yang sudah ada. 3) Tambahan pada lini produk yang sudah ada Produk yang menambah lini produk yang sudah ad di suatu perusahaan. 4) Penyempurnaan atau revisi atas produk yang sudah ada Produk yang dengan daya kerja atau kegunaan yang disempurnakan atau dengan nilai yang lebih tinggi dan mengganti produk yang sudah ada. 5) Penempatan kembali atau repositioning Produk yang sudah ada dipasarkan pada pasar atau segmen pasar. 6) Penekanan biaya Produk yang daya kerja atau kegunaannya sama dengan yang sudah ada pada biaya yang lebih rendah.
38
Biasanya suatu perusahaan menggabungkan beberapa dari enam golongan diatas. Kenyataannya, hanya sekitar 10% dari produk tersebut yang benar-benar baru. Jenis produk tersebut melibatkan biaya yang sangat tinggi dan risiko yang sangat besar karena benarbenar baru baik bagi perusahaan maupun pasar. Pentingnya inovasi produk dilatarbelakangi oleh adanya pembenaran terhadap sosial ekonomi bisnis untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen secara terus menerus. Menurut Angipora (2004, p212) menyebutkan bahwa pengembangan produk dalam istilah yang terbatas meliputi kegiatan teknis seperti: 1. Riset produk yang dibutuhkan oleh konsumen pada masa yang akan datang. 2. Rekayasa yang berkaitan dengan pembuatan produk yang diperlukan. 3. Desain yang berkaitan dengan perenaan terhadap suatu produk yang akan dibuat. Pengembangan produk merupakan masalah yang mendasar bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Dalam melakukan pengembangan produk, perusahaan akan selalu memperhatikan perubahan kebutuhan, keinginan dan motivasi dari konsumen melalui pelaksanaan pengembangan produk secara berkala berdasarkan kepada perencanaan pemasaran umumnya dan perencanaan produk khususnya yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.4.1. Langkah-langkah Dalam Pengembangan Produk Dalam usaha mencapai tujuan perusahaan dalam bidang pemasaran, manajemen perlu memperhatikan langkah-langkah dalam pengembangan produk. Penetapkan yang jelas apakah pengembangan produk tersebut perlu dilanjutkan atau tidak harus berdasarkan pada langkah-langkah yang sudah disusun oleh manajemen perusahaan. Jika pada tertentu, riset pasar membuktikan bahwa pengembangan produk tidak akan menghasilkan keuntungan
39
yang signifikan, maka manajemen harus dapat mengambil keputusan apakah akan membatalkan atau perlu mencari data dan informasi tambahan guna melengkapi produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar. Menurut Kotler dan Amstrong (2003, p392) tahapan pengembangan produk ada delapan tahapan yaitu: 1. Penggalian ide Pengembangan produk dimulai dengan timbulnya suatu gagasan atau ide yang berasal dari berbagai sumber, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan misalnya: a. Sumber dari dalam perusahaan tersebut seperti: departemen pemasaran, departemen penelitian dan pengembangan serta gagasan dari pihak manajemen puncak. b. Sumber dari luar perusahaan seperti, gagasan dari pelanggan, distributor, salesman perusahaan ataupun dari produk yang dihasilkan oleh pesaing. 2. Penyaringan ide Setelah gagasan itu dikumpulkan maka perlu diadakan terlebih dahulu penyaringan supaya dapat diketahui dan disingkirkan gagasan-gagasan yang kurang baik sedini mungkin sebelum gagasan itu dilaksanakan. Dalam tahap penyaringan ada 2 (dua) jenis kesalahan yang harus dihindari yaitu: a. Kesalahan membuang (drop error) Kesalahan ini terjadi jika perusahaan ternyata membuang gagasan yang sebenarnya baik untuk dikembangkan. b.
Kesalahan jalan terus (go error) Kesalahan ini terjadi jika perusahaan meloloskan gagasan tidak baik ke tahap pengembangan hingga tahap kegiatan komersial.
3. Pengembangan dan pengujian konsep
40
Pada langkah ini ide yang dipilih maka dikembangkan konsep produk yang berupa penyesuaian konsep produk dengan selera konsumen atau pelanggan serta mengantisipasi kondisi persaingan yang akan dihadapi oleh produk baru. 4. Pengembangan strategi pemasaran Selanjutnya perusahaan harus menetapkan strategi pemasaran yang tepat bagi produk baru yang akan diperkenalkan kepada konsumen. Biasanya pengembangan strategi pemasaran ini mencangkup hal-hal berikut: a. Rencana penempatan (product posisioning) dan hasil yang diharapkan dari penjualan bagian pasar serta sasaran kuntungan jangka panjang. b. Rencana penetapan harga produk, penyaluran dan anggaran pemasaran yang dicadangkan. c.
Sasaran jangka panjang dalam penjualan dan keuntungan serta strategi bauran pemasarannya.
5. Analisis bisnis Masing-masing gagasan yang telah terpilih dalam tahap penyaringan perlu dianalisa dari segi bisnisnya untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gagasan tersebut menghasilkan laba kemudian mengembangkannya. 6. Pengembangan produk Gagasan yang telah masuk analisis bisnis dan dinyatakan layak dari segi bisnis kemudian diwujudkan kedalam produk nyata. Pada tahap inilah nilai penanaman modal akan terasa semakin meningkat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Karena akan dapat dibuktikan apakah gagasan produk yang baik dapat berlangsung dengan baik pula. 7. Pemasaran uji coba Pemasaran
ini
dilakukan
didaerah
geografis
tertentu
untuk
memastikan
terlaksananya program pemasaran dalam skala penuh. Dalam tahap ini desain dan
41
variabel produk dapat disesuaikan menurut uji pemasaran. Sasaran pokok uji pemasaran ini adalah pengkajian atas tanggapan konsumen dan penyalur terhadap masalah-masalah. Masalah yang sering dijumpai pada tahap ini karena pesaing berusaha menggagalkan penelitian tersebut untuk memperkenalkan produk baru mereka. 8. Komersialisasi Dalam tahap ini, program pemasaran dan produksi dalam skala penuh perlu direncanakan dan diproduk pun mulai dilunsurkan serta memasuki daur hidup. Kotler (2004, p401) menyatakan bahwa ada empat keputusan yang harus diambil sebelum memuaskan produk yaitu: 1. Kapan (penentu waktu) Menentukan kapan saat yang tepat untuk memasarkan produk baru tersebut. 2. Dimana (strategi geografis) Menentukan apakah produk tersebut akan dipasarkan secara regional, nasional atau internasional. 3. Kepada siapa (target pasar) Menentukan kelompok pembeli yang potensial mana yang akan dijadikan sasaran promosi dan distribusi. 4. Bagaimana (strategi perkenalan pasar) Menyusun suatu rencana tindakan akan action plan dalam perkenalan pasarpasar tersebut. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu pengembangan produk sangatlah penting bagi suatu perusahaan, sehingga perusahaan wajib memperhatikan tahapan-tahapan dalam pengembangan produk. Karena dalam pengembangan produk dapat membuat peningkatan penjualan bagi perusahaan tersebut.
42
2.4.2. Sasaran Pengembangan produk Dalam usaha untuk memberikan arah yang jelas bagi manajemen untuk pengambilan keputusan terhadap pengembangan produk, tentunya sasaran dari usaha pengembangan harus ditetapkan secara jelas. Menurut Angipora (2002, pp227-229) secara spesifik menetapkan ada 4 (empat) jenis sasaran pokok bagi pengembangan produk, yaitu: 1. Program modifikasi lini produk Modifikasi dari produk lama pada umumnya dipilih dengan sasaran meningkatkan penjualan dari lini produk yang ada saat ini. Perubahan besar pada rancangan atau bahkan sekedar perubahan sederhana pada kemasan dapat mengakibatkan pemakaian yang lebih cepat atas produk. 2. Program perluasan lini produk Penerapan program ini adalah untuk menjaring pelanggan pesaing dalam segmen di mana perusahaan ini tidak mempunyai produk untuk ditawarkan., atau untuk merangsang permintaan. 3. Program produk pelengkap Produk pelengkap adalah produk yang pada umumnya digunakan bersama-sama dengan produk yang sudah ada. Produk tersebut dikembangkan untuk meningkatkan penjualan produk yang sudah ada ataupun untuk memantapkan pertumbuhan penjualan dipasar yang bersangkutan. 4. Program diversifikasi Diversifikasi merupakan suatu kebijaksanaan penambahan produk berguna melayani pasar yan baru. Program diversifikasi pada umumnya dirancang untuk mendirikan perusahaan baru guna mencapai sasaran seperti peluang pertumbuhan baru atas stabilitas penjualan.
43
2.4.3. Dilema Pengembangan Produk Di satu sisi, perusahaan harus selalu mempersiapkan pengembangan produk, di sisi lain, perhitungan dalam pengeluarkan biaya untuk mengembangkan produk baru tersebut juga harus menjadi pertimbangan perusahaan. Seringkali dihadapi bahwa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengembangkan produk yang baru lebih besar dari anggaran yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Selera konsumen yang berubah-ubah, teknologi baru, daur hidup suatu produk yang semakin pendek, persaingan dari perusahaan lain, baik dalam maupun luar negeri, bahkan peraturan pemerintah semakin menempatkan perusahaan pada posisi yang sulit. Menurut
Kotler
(2006,
p4)
merumuskan
beberapa
penyebab
yang
bisa
mengakibatkan makin sulitnya keberhasilan pengembangan produk di masa yang akan datang, antara lain: 1. Kurangnya gagasan pada jenis barang tertentu Beberapa ilmuwan menyatakan sedikitnya teknologi baru yang setara dengan penemuan. 2. Pasar yang terpecah-pecah Persaingan yang tajam menyebabkan pasar terpecah-pecah. Perusahaan terpaksa mengarahkan produk barunya pada segmen pasar yang lebih sempit, bukan pasar atau massa dan ini berarti penjualan dan laba yang lebih kecil dari masing-masing barang. 3. Kendala sosial dan pemerintah Produk baru harus memenuhi persyaratan umum seperti keselamatan konsumen dan tidak mencerminkan lingkungan. Peraturan pemerintah menyebabkan lambatnya pembauran pada industri jasa dan juga membuat industri dan mainan lebih berhatihati dalam hal desain dan periklanan.
44
4. Mahalnya proses pengembangan produk Biaya pengembangan dan peluncuran untuk masing-masing produk akan meningkat tinggi terutama pada laju inflasi yang nyata pada biaya-biaya produksi, periklanan dan distribusi. 5. Kurangnya modal Kebanyakan perusahaan tidak mampu mengumpulkan dana yang diperlukan bagi penelitian untuk inovasi yang sesungguhnya. Akhirnya mereka hanya menekankan pada modifikasi dan peniruan. 6. Pendeknya rentang waktu menyelesaikan produk Tidak sedikit pesaing yang mungkin saja mendapat gagasan yang sama pada saat yang sama pula, dan pada akhirnya kemenangan tadi diperoleh lebih cepat. Karenanya, kesiapan perusahaan untuk mempersingkat waktu pengembangan perlu dipertinggi
dengan
menggunakan rancangan
dan
teknik
memproduksi
dan
merencanakan strategi yang unggul. 7. Pendeknya masa manfaat bagi produk yang berhasil Bila suatu produk berhasil di pasar, para pesaing dengan cepat akan menirunya, sehingga dengan demikian memperoleh daur hidup produk tadi.
2.4.4. Dimensi Pengembangan Produk Menurut Gerson Richard (2002, pp2-3) untuk menilai kinerja usaha pengembangan produk yang sukses agar produk dapat diproduksikan dan dijual untuk menghasilkan laba. Dengan didorongnya 4 karakteristik, yaitu: 1. Kualitas produk Kualitas mempengaruhi pangsa pasar dan menentukan harga yang ingin dibayar oleh pelanggan untuk produk tersebut.
45
2. Atribut produk Biaya untuk modal dan alat bantu produk setiap unit produk. Biaya produk menentukan seberapa besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan oleh volume penjualan dan harga penjualan tertentu. 3. Waktu pengembangan produk Waktu
ini
akan
menentukan
kemampuan
perusahaan
dalam
berkompetisi
menentukan kecepatan perusahaan untuk menerima pengembalian ekonomis dari usaha yang dilakukan tim pengembangan. 4. Kapabilitas pengembangan Hal ini merupakan sebuah aset yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan produk yang lebih efektif dan ekonomis dari masa yang akan datang.
2.4.5. Fungsi penting proses pengembangan produk Menurut Gerson Richard (2002, pp3-4) pengembangan produk membutuhkan kontribusi dari semua fungsi perusahaan, namun 3 (tiga) fungsi yang paling penting bagi proses pengembangan produk, yaitu: 1. Fungsi pemasaran Fungsi pemasaran menjembatani interaksi antara perusahaan dengan pelanggan. Peran lain adalah memfasilitasi proses indentifikasi peluang produk. Bagi pemasar juga secara khusus merancang komunikasi antara perusahaan dengan pelanggan, menetapkan target harga dan merancang promosi produk. 2. Perancangan (design) Fungsi perancangan memainkan peranan penting dalam mendefinisikan bentuk fisik produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
46
3. Manufaktur Fungsi dari manufaktur terutama bertanggung jawab untuk merancang dan mengoperasikan sistem produksi produk secara luas, fungsi manufaktur sering kali mencakup pembelian, distribusi dan instalasi.
2.5.
Loyalitas pelanggan
2.5.1. Pengertian Pelanggan Definisi customer (pelanggan) memberikan pandangan mendalam yang penting untuk memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai “membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan “mempraktikkan kebiasaan”. (Griffin, 2005, p31). Sesuai pandangan tradisional pelanggan adalah setiap orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan tersebut. Sesuai pandangan modern pelanggan mencakup pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan eksternal adalah setiap produk yang membeli produk dari perusahaan, sedangkan pelanggan internal adalah semua pihak dalam organisasi yang sama, yang menggunakan jasa suatu bagian atau departemen tertentu (Tjiptono, 2001, p5). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang terdiri dari pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, merupakan bagian terpenting bagi perkembangan suatu perusahaan. Tanpa pelanggan suatu perusahaan tidak akan dapat menjalankan kegiatan usaha, karena pelanggan adalah seseorang yang secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginan atau kebutuhannya dengan memiliki produk atau jasa dari perusahaan tersebut. Berdasarkan pendapat Hurriyati (2008, pp103-104) pelanggan dalam melakukan pembelian akan memperhitungkan penawaran yang akan memberikan nilai tertinggi. Mereka
47
menginginkan nilai maksimal, dengan dibatasi oleh biaya pencarian serta pengetahuan, mobilitas dan penghasilan yang terbatas, mereka membentuk suatu harapan akan nilai dan bertindak sesuai dengan hal itu. Pelanggan dapat memberikan persepsi kepada orang lain, tentang kualitas jasa yang pernah didapatnya dari sebuah perusahaan (Hurriyati, 2008, p63).
2.5.2. Pengertian Loyalitas Pelanggan Loyalitas
pelanggan
memiliki
peran
penting
dalam
sebuah
perusahaan,
mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal tidak bisa dilakukan sekaligus, tetapi melalui beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan potensial sampai memperoleh partners. Menurut Oliver (1996, p392) didalam (Hurriyati, 2008, p129) loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Sedangkan berdasarkan pendapat Griffin (Hurriyati, 2008, p129) loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Loyalitas dinyatakan sebagai berikut: loyalitas pelanggan didasarkan pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terusmenerus terhadap produk atau jasa suatu perusahaan yang dipilih”. Seperti halnya dikemukakan oleh Griffin (2005, p16). Loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi kurang dari dua kali. Terakhir unit pembelian keputusan menunjukkan
48
bahwa keputusan untuk membeli dilakukan lebih dari satu orang. Loyalitas juga dapat menunjukkan komitmen pelanggan yang bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun harga yang ditawarkan terbilang lebih tinggi ataupun terkait beberapa faktor lainnya. Loyalitas pelanggan menurut Griffin (2005, p113): when a cutomer is loyal, he or she
exhibits purchase behavior defined as non-random purchase expressed over time by some decision-making unit. Selanjutnya Griffin (2005, p223) mengenukkan keuntungankeuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain: 1) Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal). 2) Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan). 3) Mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian pelanggan yang lebih sedikit). 4) Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5) Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. 6) Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pergantian dan lainnya). Menurut Olson (1993) loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut. (Musanto, 2004). Ada 3 (tiga) kriteria untuk mendefinisikan pelanggan setia (loyal), yaitu: 1. Keinginan
untuk
membeli
produk
atau
jasa
dari
perusahaan
tanpa
49
membandingkan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. 2. Merekomendasikan perusahaan, produk dan pelayanan perusahaan dari mulut ke mulut kepada orang lain. 3. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk atau jasa baru dan memperbaharui produk-produk dan jasa yang sudah ada. 4. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk atau jasanya 5. Kurang peka terhadap harga dan tindakan pro-aktif untuk memberikan saran produk atau jasa kepada perusahaan. Pelanggan yang membeli barang atau jasa tertentu secara berulang kali belum tentu merupakan pelanggan yang setia. Pelanggan ini bisa saja melakukan pembelian secara berulang karena tidak ada pilihan lain. Kesetiaan pelanggan yang sebenarnya mencerminkan komitmen psikologis pelanggan terhadap merek tertentu. Kesetiaan sebagai suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten barang atau jasa dimasa yang akan datang.
2.5.3. Karakteristik Loyalitas Pelanggan Banyak
perusahaan
mengandalkan
kepuasan
pelanggan
sebagai
jaminan
keberhasilan dikemukan hari tetapi kecewa mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat produk atau jasa pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan, berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pembeli. Pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005, p31), pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan Griffin (2005, p31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut:
50
1. Melakukan pembelian secara teratur Merupakan pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah melakukan pembelian atas produk yang sama banyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 2. Membeli diluar lini produk atau jasa Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh produk pesaing. 3. Merekomendasikan produk atau jasa Maksudnya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur, selain itu mereka mendorong temanteman mereka agar membeli barang atau menggunakan jasa perusahaan serta merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran bagi perusahaan dan membawa konsumen bagi perusahaan. 4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing Maksudnya, tidak mudah terpengaruh oleh barang atau jasa dari perusahaan pesaingnya.
2.5.4. Tahap-tahap Pertumbuhan Loyalitas pelanggan Menurut Griffin (2005, p35) menyatakan bahwa tahap-tahap loyalitas pelanggan terdiri dari:
1) Suspect Meliputi semua orang ysng diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang barang/jasa perusahaan.
51
2) Prospect Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini, meskipun melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain (word of mouth).
3) Disqulified prospect Adalah prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.
4) First time customers Konsumen yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen baru.
5) Repeat customers Konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.
6)
Clients Meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang atau jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama, dan mereka telah memiliki sifat retention (bertahan).
7) Advocated Pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang atau jasa di perusahaan tersebut.
52
Advocat Client Repeart First Time customer Disqulified Prospect Prospect Suspect
Sumber : Griffin, 2005, p35
Gambar 2.4. The Loyalty Pyramid
2.5.5. Jenis-jenis loyalitas pelanggan Menurut Griffin (2005, p22), menyatakan bahwa jenis loyalitas dapat dibagi menjadi: 1) Tanpa loyalitas Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Tanpa loyalitas ditandai dari keterikatan yang rendah dikombinasikan dengan tingkat pembelian yang rendah pula. Secara umum, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan menjadi pelanggan yang loyal. 2) Loyalitas yang lemah Ditandai dengan keterlibatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli.
53
3) Loyalitas Tersembunyi Tingkat keterikatan yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukan loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. 4) Loyalitas Premium Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian ulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan di setiap perusahaan.
2.6
Penelitian sebelumnya
2.6.1
Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Berdasarkan DeReMa Jurnal Manajemen Vol.2 no.2, Mei 2007 “Pengaruh Kualitas
Pelayanan Restoran Platinum Lippo Karawaci Terhadap Loyalitas Pelanggan” adalah bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi positif terhadap loyalitas pelanggan. 2.6.2 Hubungan antara Pengembangan Produk Terhadap Loyalitas Pelanggan Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengaruh Pengembangan Produk Terhadap Tingkat Loyalitas Pelanggan Pada Toko Kue Citra Rasa (studi Pada Pelanggan Toko Kue Citra Rasa Di Wilayah Baleendah Kabupaten Bandung) adalah dari hasil penelitian yang dilakukan, koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,369 artinya terdapat pengaruh antara pengembangan produk terhadap loyalitas pelanggan Toko Kue Citra Rasa yaitu rendah. Pengujian dengan tingkat signifikan derajat kesalahan α = 0,05 dan df = 65 dimana angka probabilitas (sig) sebesar 0,007<0,05 artinya terdapat pengaruh antara pengembangan produk
terhadap
loyalitas
pelanggan
pada
Toko
Kue
Citra
Rasa.
(Permalink
http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-s1-2005devirizkin-1154)
54
2.7.
Kerangka Pemikiran
PT. BUMI TEGAL ALUR PERMAI
Kualitas Pelayanan (X1)
Pengembangan Produk (X2)
Loyalitas Pelanggan (Y)
Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran
2.8.
Hipotesis Beberapa hipotesis dari penelitian ini adalah: T-1: Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan (X1) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (X1) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H1: Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (X1) terhadap loyalitas pelanggan (Y).
55
T-2: Untuk mengetahui pengaruh pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H1: Ada pengaruh yang signifikan antara pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y).
T-3: Untuk mengetahui pengaruhi kualitas pelayanan (X1) dan pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (X1) dan pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y). H1: Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (X1) dan pengembangan produk (X2) terhadap loyalitas pelanggan (Y).