BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal Menurut Nasarudin dan Surya (2004, p13) pasar modal didefinisikan sebagai pasar yang memperjual belikan instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan penerbit. Sementara menurut Usman, Riphat dan Ika (1997, p11) dalam pasar modal diperdagangkan sekuritas janka panjang, baik modal sendiri perusahaan atau dalam bentuk saham maupun surat utang yang di terbitkan swasta dan pemerintah. Dan menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001, p1), pasar modal merupakan pasar untuk berbagai intrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Sememtara Siahaan (2008, p5) mendefinisikan pasar saham sebagai suatu tempat atau mekanisme dimana perusahaan atau emiten dapat memperoleh dan jangka panjang tanpa jatuh tempo dan tanpa biaya tetap. Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya (www.idx.co.id). Di dalam pasar modal terjadi transaksi perdagangan sekuritas. Instrumen sekuritas yang diperdagangkan di pasar modal adalah instrumen jangka panjang
7
8
yang mempunyai waktu lebih dari satu tahun seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Pasar modal diatur didalam Undang-undang. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001, p2), menurut Usman, Riphat dan Ika (1997, p11), pasar modal memiliki fungsi strategis dimana mempertemukan pihak yang memiliki dana dan memerlukan dana. Jadi, pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Emiten selanjutnya akan memperoleh dana dari penerbitan sahamnya. Selanjutnya dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lainlain. Sehingga di sinilah terjadi pertemuan antara pihak yang menbutuhkan dana tersebut dengan pihak yang menginvestasikan dananya. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. Pasar modal sendiri dibedakan menjadi dua bagian yaitu pasar primer, dimana sekuritas baru dijual, dan pasar sekunder, dimana saham yang beredar diperjual belikan (Reilly dan Brown, 2005, p107).
9
2.1.2 Saham Saham merupakan kepemilikan atas suatu perusahaan (Reilly dan Brown, 2005, p84). Dimana pemegang saham akan berbagi masalah dan kesuksessan dalam perusahaan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001, p5) saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Menurut Copeland dan Weston (1999, p38) saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001, p6), jenis saham dibedakan menjadi dua yaitu saham biasa dan saham preferen. 1. Saham biasa Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada urutan paling terakhir terhadap hak atas dividen dan hak aset perusahaan jika terlikuidasi. 2. Saham preferen Saham preferen memiliki karakteristik layaknya obligasi yaitu mendapatkan pendapatan tetap. Tetapi sama seperti saham biasa yang tidak memiliki tanggal jatuh tempo layaknya obligasi. Saham merupakan instrumen pasar modal yang paling sering diperdagangkan. Saham adalah salah satu pilihan bagi perusahaan untuk menanbah pendanaan perusahaan. Di sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat resiko dan return yang menarik. Saham juga sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan
10
perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Menurut Reilly dan Brown (2005), saham dikelompokan menjadi lima macam berdasarkan analisis teknikalnya, yaitu:
1.
Growth stock Growth stock adalah saham dengan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari saham lain dipasar dengan karakter resiko yang tinggi pula. saham ini merupakan kelompok saham yang perusahaanya mencapai pendapatan yang tinggi dan rata-rata tingkat pengembaliannya lebih tinggi dari pada tingkat pengembalian yang terjadi di indiustrinya, karena sahamnya biasanya dinilai
undervalue. 2.
Defensive stock Karakter yang ada pada defensive stock adalah tingkat pengembalian tidak diharapkan menurun selama keseluruhan tingkat pengembalian pasar menurun atau sedikit menurun dari pada yang terjadi di pasar. Saham mempunyai beta kecil, kuang dari satu atau bahkan negatif. Saham dengan tingkat risiko sistemik yang rendah tidak terlalu sensitif dengan pasar.
3.
Cyclical stock Cyclical stock akan mengalami perubahan jika tingkat pengembalian lebih besar dari pada tingkat pengembalian pasar. Saham mempunyai beta yang tinggi. Cyclical stock adalah saham yang mempunyai tingkat pengembalian yang lebih volatile dan mempunyai korelasi dengan agregat pasar dan lebih volatile.
4.
Speculative stock Saham ini memiliki kemungkinan besar tingkat pengembalian yang rendah atau negatif dan kemungkinan kecil tingkat pengembalian yang normal atau tinggi. Secara khusus, speculative stock yang dinilai sudah overprice dan
11
kemungkinan besar yang selama periode mendatang ketika pasar menyesuaikan posisinya, harga saham bisa kembali ke nilai yang sebenarnya. Saham ini kemungkinan memiliki tingkat pengembalian negatif jika terjadipada perusahaan yang tumbuh dengan price earning ratio yang tinggi sehingga menyatakan saham tersebut overvalue.
5.
Value stock Value stock merupakan saham yang biasanya mempunyai price earning ratio yang rendah atau rasio nilai buku yang rendah. Saham ini dinilai undervalue dari potensi pertumbuhannya. Pada dasarnya, ada resiko dan return yang diperoleh investor dengan membeli
atau memiliki saham (www.idx.co.id). Resiko dan return tesebut adalah: 1. Dividen Hasil dari pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan adalah deviden. Keputusan pembagian deviden dimuat dalam RUPS. Apabila investor ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama sehingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang dicatatkan yang berhak mendapatkan dividen. 2. Capital Gain Selisih atas harga beli dan harga jual terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder adalah capital gain. Investor mengoleksi saham WXYZ pada posisi harga per saham Rp 5.000 dan melepasnya pada posisi harga Rp 5.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
12
3. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain. Kondisi apabila investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. STUV yang di beli dengan harga Rp 5.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 3.000,- per saham. Investor takut harga saham tersebut akan terus turun dan
menjual pada harga Rp 3.000,-
tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp 2.000,- per saham. 4. Risiko Likuidasi Resiko likuidasi terjadi pada perusahaan yang sahamnya dimiliki pemegang saham, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Apabila masih terdapat residu atau sisa dari kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Tetapi apabila tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Hal ini merupakan risiko dari pemegang saham. Jadi, pemegang saham harus secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Di lantai Bursa pada pasar sekunder, harga saham mengalami fluktuasi. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Dan ada factor-faktor yang mempengaruhinya, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi,
13
nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya. 2.1.3 Dividen Menurut Sullivan dan Sheffrin (2003, p273), dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham yang proposinya berdasarkan saham yang dimiliki. Dividen akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi memaksimalkan kekayaan pemegang saham adalah tujuan bisnis. Menurut Reilly dan Brown (2005, p370) dividen dapat digunakan untuk mengukur cash flow secara langsung oleh investor yang yang menyiratkan bahwa harus menggunakan biaya ekuitas sebagai tingkat diskonto. Dividen pada umumnya ada dua jenis (Weston dan Copeland, 1999, p90,120): 1. Dividen tunai, dividen dibayarkan dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. 2. Dividen saham, dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham tambahan, biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan. Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah kapitalisasi. Menurut (Cohen, Zeikel, dan Zinbarg, 2001dividend yield adalah perbandingan dividen yang dibayarkan pada sebuah periode dengan harga saham saat periode yang sama.
Dividend yield =
Dividend Current Stock Price
14
Menurut Ang (1997) jenis dividen menurut pembagian berdasar pada tahun buku, dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Dividen Interim, merupakan dividen yang dibayarkan oleh emiten antara satu tahun buku dengan tahun buku selanjutnya, atau antara dividen final tahun buku dengan dividen final selanjutnya. Pada umumnya dividen interim dibayarkan dengan tujuan untuk memacu kinaerja saham pada perdagangan di Bursa. 2. Dividen Final, merupakan dividen yang merupakan hasil pertimbangan setelah penutupan tahun buku emiten pada tahun sebelumnya, yang dibayarkan pada tahun buku berikutnya. Dividen final memperhitungkan dan mempertimbangkan hubungannya dengan dividen interim yang telah dibayarkan untuk tahun buku tersebut. Tentang kebijakan dividen, dimana kebijakan dividen menentukan penempatan laba, antara membayar pemegang saham dan menginvestasikan kembali ke perusahaan dalam bentuk laba ditahan. Dividen dipengaruhi beberapa variabel. Perusahaan dalam membagikan dividen juga mempertimbangkan faktor kebutuhan modal. Sehingga perusahaan tidak akan serta merta memberikan dividen tunai yang bernilai tinggi. Manajemen mempunyai pilihan alternatif mengenai perlakuan terhadap laba bersih sesudah pajak perusahaan apakah dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen atau diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retaired earning). Pada umumnya yang terjadi pada sebagian laba bersih setelah pajak dibagi dalam bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya earning after taxes yang dibagikan sebagai dividen.
15
Dalam Weston dan Copeland (1999, p98-101) dan dalam Triyono (2006) beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen: 1.
Undang-undang, segala peraturan yang mengikat perseroan apakah seluruh dividen harus dibagikan.
2.
Perjanjian Hutang, hutang merupakan kewajiban perusahaan. Pada umumnya perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditor akan membatasi pembayaran dividen. Dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau rasio-rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.
3.
Pembatasan dari saham Preferen, tidak ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.
4.
Posisi likuiditas atau ketersediaan kas, dividen berupa uang tunai (cash
dividend) hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen. 5.
Pengendalian, jika
manajemen
ingin
mempertahankan
kontrol
terhadap
perusahaan. Maka manajemen cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana baru. Akibatkanya
dividen
yang
dibayar
menjadi
kecil.
Faktor
ini
menjadi
penting pada perusahaan yang relatif kecil 6.
Tingkat ekspansi aktiva dan kebutuhan dana untuk investasi, perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyekproyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri (equity) dapat berupa penjualan saham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham
16
baru menimbulkan biaya peluncuran saham (flotation cost). Oleh karena
itu
semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout ratio. 7.
Fluktuasi Laba, jika laba perusahaan besar dapat dibagikan dalam bentuk dividen yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak
menggunakan
hutang
guna
mengurangi
risiko kebangkrutan.
Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen mengecil. 2.1.4 Penelitian Terdahulu Tentang Pengumuman Dividen Miller dan Modligiani (1961) dalam Wetson dan Copeland (1999, p134) telah membuktikan bahwa pembayaran deviden tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham.
Tapi
masalah
utamanya
adalah
pemegang
saham
menggunakan
pengumuman deviden untuk menaksir tingkat pengembalian. Jadi, benarkah jika deviden diumumkan akan membuat harga saham mengalami kenaikan. Dasilas, Lyroudi, dan Ginoglou (2009) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Namun, mereka mengusulkan bahwa dividen mungkin memiliki kandungan informasi, jika manajer memiliki informasi lebih baik dari investor tentang prospek masa depan perusahaan dan menggunakan informasi tersebut dalam wujud dividen. Dan juga pernyataan tentang kandungan informasi dividen yang menyatakan bahwa manajer menggunakan pengumuman dividen untuk menyampaikan kepercayaan mereka tentang posisi keuangan saat ini dan masa depan perusahaan. Sehingga pengumuman kenaikan dividen mencerminkan keyakinan manajemen bahwa laba masa depan perusahaan akan disimpan cukup tinggi untuk mempertahankan dividen meningkat. Akibatnya, pengumuman kenaikan dividen memberikan informasi kepada pasar tentang sesuatu
17
yang tercermin dalam reaksi positif terhadap perdagangan harga saham pada hari pengumuman. Di sisi lain, sebuah pengumuman penurunan dividen mencerminkan pesimisme manajemen tentang laba masa depan perusahaan. Hasil langsung adalah menurunya harga saham pada hari pengumuman. Menurut Grinblatt dan Titman (2002, p664) menemukan sacara empiris dalam tingkat pengembalian saham saat pengumuman dividen. Ketika perusahaan mengumumkan kenikan dividen, harga sahamnya secara umum akan meningkat sekitar dua persen (menurut Ahanory dan Swary, 1980 dalam Grinblatt dan Titman, 2002, p664). Harga saham meningkat secara rata-rata ketika perusahaan menaikan dividen dan menurun secara rata-rata ketika perusahaan menurunkan dividen. Eksekutif perusahaan akan berintrepretasi reaksi positif pada pengumuman dividen dengan kenaikan dividen sebagai temuan bahwa investor tertarik pada kenaikan dividen sebagai keputusan yang bagus bagi perusahaan. Tetapi temuan ini tidak sepenuhnya berdampak bahwa kenaikan dividen akan menaikan nilai intrinsik perusahaan. Keputusan finansial yang berisi informasi yang menguntungkan pasar cenderung meningkatkan saham bahkan ketika keputusan yang tidak bagus untuk profitabilitas perusahaan mendatang. Kenaikan dividen dapat mengurangi nilai intrinsik tetapi masih memicu respon tingkat pengembalian positif karena merupakan sinyal yang menguntungkan. Beberapa penelitian menemukan bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi bila mengacu pada dividend yield bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu sinyal kepada perusahaan
memprakirakan suatu
para investor bahwa manajemen
penghasilan
yang
baik
dividen
masa
18
mendatang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah keanaikan normal, oleh investor diyakini sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dividen waktu mendatang. Seperti teori dividen yang lain yang di ungkapkan oleh Modigliani dan Miller dalam Triono (2006) dalam tulisannya tentang dividen yang juga sulit dibuktikan secara empiris. Kenyataan bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau karena efek sinyal dan preferensi terhadap dividen. Miller dan Rock (1985) dalam Grinblatt dan Titman (2002, p665) menyatakan berdasar analisis semua ekuitas keuangan perusahaan menyatakan operating cash
flow dihasilkan sebagai aset adalah sebagai pengeluaran investasi dikurangi perubahan ekuitas dan ditambah dividen. Jadi, menurut Grinblatt dan Titman (2002, p665) berdasar asumsi bahwa investor tidak bisa mengamati operating cash flow sebuah peusahaan, mungkin karena manajer dapat memanipulasi dengan angka yang relevan dalam akuntansi, selain investor juga tidak dapat mengamati semua pengeluaran investasi perusahaan, seperti pemeliharaan peralatan dan data base pelanggan, maka dapat diasumsikan investor mengetahui bagaimana perusahaan harus berkinerja untuk memaksimalkan nilai saham. Yang investor lakukan tentu saja hanya mengamati dividen yang diterima sebagai indikator peningkatan kapitalisasi perusahaan. Miller dan Modigliani (1961) dalam Emery J., Moreno, J.,Simpson, M. (2009, p292) menunjukkan kemungkinan bahwa dividen bisa menambah nilai jika disampaikan
juga
informasi
mengenai
prospek
pertumbuhan
masa
depan
perusahaan. Modigliani dan Miller dalam Pujiono (2001) dalam Subagyo (2003, p693) menunjukan bahwa investor sebenarnya lebih memilih prospek yang dimiliki oleh
19
perusahaan dalam menilai perusahaan. Penilaian pasar ini akan tercermin pada reaksi terhadap saham perusahaan saat pengumuman dividen. Bajaj dan Vijh (1990) dalam Deshmuk (1997, p10) menyatakan bahwa respon terhadap harga saham saat pengumuman perubahan dividen tergantung pada preferensi dividen yield dari investor marjinal di saham perusahaan. Dan Desmukh (1997, p10) menunjukkan bahwa investor di perusahaan dengan yield rendah akan melihat peningkatan dividen secara negatif sementara investor di perusahaan dengan yield tinggi akan melihat peningkatan yang sama secara positif. Dan Desmukh (1997, p10) berpendapat bahwa harga saham bereaksi pada pengumuman perubahan deviden akan menjadi fungsi dari hasil dividen perusahaan. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Lonie AA, Abeyratna, Power, Sinclair pada tahun 1996 dalam Urooj dan Zafar (2008, p326) menunjukkan bahwa dividen mempunyai peran sebagai sinyal kepada investor dan mengaitkan bahwa meningkatkan dividen cenderung dikaitkan dengan menaikan tingkat pengembalian dan menurunkan deviden cenderung dikaitkan dengan menurunkan tingkat pengembalian pada sekitar waktu pengumuman deviden. Bhattacharya pada tahun 1979, Olson dan McCann (1994), Bapat (2004), Scottfung dan Jayendu (2005), Below dan Johnson (1994), John, Klaeboe dan Marshall (2004) & Bessler dan Nohel (1996) dalam Urooj dan Zafar (2008) menyatakan bahwa ditemukan hubungan yang signifikan dari pengumuman deviden dan harga saham. Mereka menyatakan bahwa tingkat pengembalian positif yang ditemukan pada saat sekitar pengumuman deviden yang positif dan sebaliknya. Mereka secara empiris membuktikan bahwa kenaikan harga ekuitas akibat dari pengumuman
peningkatan
deviden
dan
berdampak negatif terhadap harga ekuitas.
pengumuman
penurunan
deviden
20
Gunasekarage dan Power (2006, p212) menyatakan pada saat pengumuman,
return saham cenderung positif saat di mana perusahaan mengalami peningkatan deviden dan laba, begitu pula sebaliknya. Dan ada juga bukti yang menunjukkan bahwa pasar saham telah mengantisipasi beberapa berita ini dalam 12 bulan sebelumnya. Namun, informasi deviden atau laba tidak nampak sebagai sinyal tentang kinerja perusahaan jangka panjang di masa depan dan perusahaan yang umumnya memotong deviden dan melaporkan pendapatan yang lebih rendah daripada return saham. Sebagian besar kinerja saham dalam jangka panjang pada masa depan adalah disebabkan oleh laba daripada deviden. Beberapa
penelitian
yang
menunjukan
hubungan
sebaliknya
antara
pengumuman dividen dan pendapatan saham (misalnya, Pettit, 1972; Blume, 1980; dan Kalay dan Loewenstein, 1986) dalam Emery J., Moreno, J.,Simpson, M. (2009, p292) juga menemukan bahwa dampak kenaikan harga saham saat pengumuman dividen tergantung pada tren pasar sesuai dengan kebenaran informasi laba sebelumnya. Dalam studi kemudian, Mikhail, Walters, dan Willis (2003), Emery ,Moreno, Simpson, (2009, p292) menemukan bahwa pasar tidak begitu bereaksi untuk kenaikan dividen pada perusahaan dengan tingkat laba tinggi, tetapi reaksi pasar terhadap penurunan dividen tidak berpengaruh terhadap informasi laba. Watts (1973) dalam Emery J., Moreno, J.,Simpson, M. (2009, p292) dengan menggunakan data tahunan, tidak menemukan reaksi yang signifikan pada harga saham saat periode pengumuman dividen. Alien dan Michaely (2003) dalam Capstaff, Klæboe, Marshall (2004) mengungkapkan pandangan bahwa, "Bukti akumulasi keseluruhan tidak mendukung pernyataan bahwa perubahan dividen menyampaikan informasi tentang laba masa depan." Benartzi, Michaely, dan Thaler (1997) dalam penelitiannya tidak menemukan hubungan yang signifikan antara pengumuman dividen dan perubahan laba di masa depan.
21
Dari sini kemudian menimbulkan pertanyaan bagi peneliti, dividen dapat menstimulus pasar, terutama menggerakkan perdagangan yang cenderung naik. Jadi, ada dugaan bahwa pengumuman dividen menyebabkan harga saham akan meningkat pula. Dalam pembagian deviden terdapat beberapa waktu yang penting yang di jadikan dasar untuk mengambil keputusan investasi oleh investor, yaitu sebagaimana pada prosedur pembagian berikut ini (Weston dan Copeland, 1999, p98): 1. Tanggal pengumuman dividen. Misalnya direksi mengadakan rapat dan disetujui RUPS, megeluarkan pengumuman bahwa tangga 19 Mei 2011 akan membagikan deviden tunai kepada pemegang saham. 2. Recording date Tanggal pencatatan dimana daftar pemegang saham berhak dengan dividen. Perusahaan menentukan bahwa tanggal 17 Juni 2011 merupakan tanggal pencatatan. Maka pemegang saham yang tercatat setelah tanggal 17 Juni 2011 tidak berhak atas dividen 3. Cum dividend date
Cum dividend date yaitu akhir periode perdagangan saham dengan hak dividen. 4. Ex-Dividend date
Ex-Dividend date yaitu awal periode perdagangan saham tanpa hak dividen. Untuk menghindari konflik, badan keagenan teleh menetapkan suatu perjanjian yang menyatakan bahwa hak untuk memperoleh dividen akan tetap ada pada saham sampai dengan 4 hari sebelum tanggal pencatatan. Maka 4 hari sebelum tanggal pencatatan disebut Ex-Dividend date. Seseorang yang membeli saham
22
pada periode ini (tanggal 14-17 Juni 2011) tidak akan memperoleh hak atas dividen. 5. Tanggal pembayaran dividen. Tanggal dimana dividen dibayarkan oleh badan keagenan. 2.1.5 Tingkat Pengembalian Saham Menurut Wahyudi (2003), return saham atau tingkat pengembalian saham adalah keuntungan yang dinikmati
investor
atas
investasi saham. Tingkat
pengembalian yang didapatkan tersebut terdiri dari dua hal, yaitu capital gain dan dividen. Capital gain sendiri diperoleh jika investor mendapat selisih nilai penjualan yang lebih besar dari pada saat pembelian saham tersebut. Sedangkan
dividen
adalah keuntungan emiten yang dibagikan kepada investor sesuai dengan kondisi dan peraturan perusahaan. Menurut Adenso dan Gascon (1997) kinerja suatu saham dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk alat pengukur efisiensi perusahaan. Jika harga saham merefleksikan seluruh informasi mengenai perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, maka kenaikan harga saham dapat dianggap sebagai indikasi perusahaan yang efisien.
Sementara tingkat pengembalian tersebut
diperoleh dari capital gain. Pembahasan mengenai tingkat pengembalian saham menurut Shiller (2000) dalam Frimpong (2010), harga yang tinggi hanya dapat bertahan sementara oleh minat investor terhadap faktor fundamental. Investor, menurut Shiller (2000), percaya bahwa merasa aman untuk membeli saham bukan karena nilai intrinsik mereka atau karena pembayaran dividen yang diharapkan di masa depan, tetapi karena mereka dapat dijual kepada orang lain dengan harga yang lebih tinggi. Secara sederhana, harga saham didorong oleh prakiraan yang didasarkan pada
23
keyakinan semacam itu dari sebagian besar investor. Dalam pasar keuangan, resiko dan tingkat pengembalian investasi sangat berbeda karakteristiknya. Rekening bank tabungan menawarkan kepastian tingkat pengembalian yang lebih tinggi, likuiditas yang tinggi dan memiliki resiko kecil. Sementara yang lain seperti saham mungkin tidak menawarkan pengembalian yang sesegera mungkin dan memiliki risiko yang berkelanjutan. Namun, beberapa penelitian juga telah melaporkan hubungan positif
non risk-return tapi hanya untuk data berdasarkan pengamatan harian. Harvey (1989) dalam Frimpong (2010) berpendapat bahwa tanda koefisien risiko yang tergantung pada tren pasar. LeBaron (1989) dalam Frimpong (2010) merujuk bahwa hubungan risk-return negatif dapat menjadi hasil dari perdagangan tidak sinkron di mana pasar ditandai oleh inliquidity. Menurut Mensah (2008) dalam Frimpong (2010, p188), dalam rangka untuk membuat keputusan investasi yang sehat, penting untuk memiliki kemampuan untuk mengevaluasi tingkat pengembalian dan risiko berbagai alternatif investasi. Hubungan antara tingkat pengembalian dan risiko, seperti yang sering didefinisikan oleh varians atau standar deviasi. Menurut Frimpong (2010 ,p189), teori investasi konvensional menyatakan bahwa ketika investor membangun sebuah portofolio yang terdiversifikasi baik, sumber risiko sistematis yang terdiversifikasi dan meninggalkan risiko yang tidak dapat didiversifikasikan karena risiko yang relevan. Tentu saja setiap pembahasan teori perilaku harga saham harus dimulai dengan Markowitz (1952). Membangun kerangka Markowitz, Sharpe (1964), Lintner (1965) dan Mossiii (1966) dikembangkan dengan apa yang kemudian dikenal sebagai Capital Asset Pricing Model (CAPM). Menurut Frimpong (2010, p190), persamaan CAPM mengatakan bahwa pengembalian yang diharapkan dari setiap aset berisiko merupakan fungsi linier dari kecenderungan searah dengan portofolio pasar. Selanjutnya, ketika beta disertakan
24
sebagai variabel penjelas, tidak ada variabel lain harus bisa menjelaskan perbedaan
cross-sectional dalam pengembalian rata-rata. CAPM adalah model sederhana berdasarkan beberapa asumsi yang mendasari model umumnya dianggap realistis. Mengutip pada Majalah Manajemen (1996), perhitungan tingkat pengembalian saham dengan CAPM merupakan model yang dikembangkan untuk menjelaskan suatu keadaan keseimbangan hubungan antara resiko setiap aset apabila pasar modal berada dalam keseimbangan. Dalam pengembangan CAPM diasumsikan bahwa para pemodal akan bertindak semata-mata atas pertimbangan
value dan
deviasi standar tingkat keuntungan portofolio. Tidak ada pajak atas biaya transaksi. Terdapat riskless lending dan borrowing rate sehingga pemodal bisa menyimpan dan meminjam dengan tingkat bunga yang sama. Hal yang paling utama dari CAPM ini adalah pernyataan mengenai hubungan antara risk premium dari individual assets dan systematic risk-nya. Jack Treynor, William Sharpe dan John Lintner pada sekitar tahun 1960-an dalam Majalah Manajemen (1996) memformulasikan CAPM sebagai:
Ri = Rf + (Rm – Rf)* β Formulasi di atas mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu saham (Rj) sama dengan tingkat resiko (Rf) ditambah dengan premi resiko [(Rm-Rf)*b]. Semakin besar resiko saham (β), semakin tinggi resiko yang diharapkan dari saham tersebut dan dengan demikian semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan. Sesuai dengan konsep CAPM, maka jika kita melakukan suatu pegujian empiris terhadap CAPM, maka semakin tinggi resiko, maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan seperti terlihat pada gambar 2.01. Hal ini juga berlaku pada tingkat keuntungan memiliki hubungan yang linier dengan resiko. Resiko tidak sistematis tidak relevan, dalam artian tidak akan ada imbalan bagi pemodal untuk
25
memperoleh keuntungan yang lebih besar kalau mereka menanggung resiko tidak sistematis. Gambar 2.01 Risk and Return Portfolio
Majalah Manajemen, ISSN: 0216-1400, edisi Sep-Okt 1996
Aksi korporasi mengakibatkan perubahan harga sekuritas yang diperdagangkan saat itu juga menyesuaikan dengan peristiwa yang terjadi. Seperti saat perusahaan mengumumkan dividen. Adapun besarnya perubahan tersebut merupakan estimasi pembelokan nilai dari kejadian pada harapan arus kas masa depan perusahaan. Cara tersebut telah banyak digunakan untuk mempelajari efek aktivitas yang terkait dengan harga pasar saham perusahaan (Lane dan Jacobson, 1995 dalam Swaminathan, Murshed, Hulland, 2008). Dan berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menghitung return: 1. Tingkat pengembalian saham (Rose, 2003).
Rit
= tingkat pengembalian saham i pada periode t.
Pt
= harga saham i pada periode t.
Pt-1
= harga saham i pada periode t -1.
26
2. Return of market portfolio dalam obyek penelitian adalah Indeks Harga Saham Gabungan (Sularso, 2004).
Rmt
= market return.
ISHGt
= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t.
ISHGt-1
= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t -1.
4. Beta emiten (Swaminathan, Murshed, Hulland, 2008) sesuai konsep CAPM.
β = tingkat resiko sistemik. n = jumlah sampel. Rxi = Market excess return
(market proxy return minus risk-free proxy return). Ryi = Portfolio's excess return
(portfolio return minus risk-free proxy return). 5. Tingkat pengembalian geometrik saham. Tingkat pengembalian rata-rata geometrik digunakan untuk mengukur suku bunga majemuk dari pertumbuhan nilai pasar portfolio awal selama periode, dengan asumsi seluruh distribusi kas diinvestasikan ke portolio.
GMR = Tingkat Pengembalian Geometrik. RP = pengembalian portofolio. N = Jumlah sampel.
27
2.1.6 Sensitivitas Pasar Sensitivitas pasar diukur dengan beta. Menurut Block dan Hirt (1999, p674) beta merupakan ukuran dari volatilitas sekuritas yang ada di pasar secara umum. Sensitivitas pasar diukur dengan beta. Semakin besar koefisien beta maka semakin terindikasi resiko sistemik terhadap pasar yang semakin besar pula, sedangkan semakin kecil beta atau bernilai kurang dari satu maka indikasi resiko sistemik terhadap pasar semakin kecil. Ketika ada perubahan besar di pasar, yaitu tidak adanya kestabilan yang cukup lama dimana harga sekuritas selalu berubah-ubah. Fluktuasi pasar secara umum terjadi ketika investor merubah opini mereka tentang kondisi makro ekonomi mendatang. Beberapa perusahaan terpengaruh terhadap perubahan tersebut. Dalam kondisi penawarannya, beberapa sekuritas lebih sensitif terhadap perubahan pasardaripada yang lainnya. Sekuritas tersebut secara relatif keadaan tersebut ditunjukan terhadap hubungan kuantitasnya.
Sesuai dengan
pernyataan berikut yang dinyatakan oleh Sharpe (1972, p84). Jika pasar naik satu persen lebih dari yang diharapkan, harga sebuah sekuritas akan naik
sebesar
presentase yang diharapkan pula. Menurut Cohen, Zeikel, dan Zinbarg (2001, p140-3) prosedur untuk membagi
return atas saham biasa menjadi dua dasar-komponen elemen pasar dan komponen saham tertentu. Dengan teknik statistik standar, yaitu dengan regresi (alpha, beta dan rho) dapat secara kuantitatif memdiskripsikan hubungan antara return saham dengan return pasar. Beta adalah slope dari regresi linier, jumlah dari gerakan vertikal (return saham) per unit dari gerakan horizontal (market return). Kenaikan yang diharapkan tersebut adalah sensitivitas pasar. Jika nilai kurang dari 1.00, maka sekuritas tersebut bersifat defensif. Dan bergerak lebih lambat dari tipe saham yang ada di pasar atau yang sejalan fluktuasi pasar. Disisi lain, jika
28
sensitivitas pasar lebih besar dari 1.00, maka sekuritas tersebut begitu agresif, dan bergerak sesuai dengan fluktuasi pasar. Beta (β) merupakan parameter untuk mengukur perubahan pada Ri jika terjadi perubahan pada Rm.
Jika nilai Beta (β) = 1 maka terjadi perubahan
tingkat
pengembalian saham i paralel dengan perubahan tingkat pengembalian pasar. Sedangkan
jika nilai
Beta (β) > 1, perubahan
tingkat pengembalian
saham i
diatas tingkat pengembalian pasar atau disebut sebagai excess return saham i, sebaliknya jika nilai Beta (β) < 1, perubahan tingkat pengembalian pasar diatas tingkat pengembalian sekuritas i atau disebut excess return portofolio pasar Sharpe (1972, p84). Gambar 2.02 Grafik Beta Saham 0
The narrower this band higher correlation (rho)
Return Saham (%)
Beta Alpha Return Indeks (%) (Cohen, Zeikel, dan Zinbarg, 2001, p141)
Sementara alpha merupakan intersep dari regresi linier, yang mana menunjukan jumlah tingkat pengembalian yang dapat di hasilkan saham, secara rata-rata dan tidak tergantung dari market return (Cohen, Zeikel, dan Zinbarg, 2001, p141). Dan mengukur komponen sepesifik dari saham. Sememtara rho menunjukan variabilitas tingkat pengembalian saham. ini untuk mengetahui substansial alfa positif atau negatif dan dapat memiliki rho yang rendah.
29
Hal
ini
memungkinkan
untuk
menemukan
parameter
dari
pengukuran
sensitivitas tersebut. Satu untuk satu persen kenaikan di pasar, atau satu untuk satu persen penurunan di pasar, atau bisa saja satu untuk kenaikan dua persen pasar. Tapi tidak sesederhana itu. Dalam penelitian biasanya menggunakan satu angka, dengan menyertakan asumsi yang apabila presentase perubahan harga sekuritas dari nilai yang diharapkan, yang biasanya sama dengan sensitivitas pasar ketika presentasenya berubah sesuai dari nilai yang diharapkan. Sensitivitas pasar portofolio adalah hanya rata-rata tertimbang dari sensitivitas pasar dari komponen sekuritas, dengan menggunakan nilai relatif sebagai bobot. Dan untuk mengukur sensitivitas menggunakan Beta. Beta juga disebut elastisitas keuangan atau volatilitas relatif yang berkorelasi, dan sebagai ukuran sensitivitas mengembalikan aset untuk market return, risiko non-diversifiable, risiko sistematis, atau risiko pasar. Pada tingkat aset individu, pengukuran beta dapat memberikan petunjuk untuk volatilitas dan likuiditas di pasar. 2.1.7 Volume Perdagangan Saham Setelah harga, volume adalah salah satu data yang tak terpisahkan yang terkait dengan pasar saham (Cohen, Zeikel, dan Zinbarg, 2001, p257). Mencerminkan aktivitas keseluruhan di saham atau pasar, volume menunjukan jumlah pembelian dan penjualan saham yang disepakati. Jumlah saham atau kontrak sekuritas yang diperdagangkan di seluruh pasar selama periode waktu tertentu menunjukan volume perdagangan. Dan hanya jumlah saham yang diperdagangan dari penjual kepada pembeli
sebagai
ukuran
aktivitas
perdagangan.
Dengan
demikian,
volume
merupakan indikator penting bagi para pedagang dalam menganalisis aktivitas pasar dan strategi perencanaan.
30
Analisis teknikal menurut Cohen, Zeikel, dan Zinbarg (2001, p257-9) menyatakan bahwa volume selalu mengikuti harga. Secara khusus, sebagian besar orientasi volume mengikuti pasar sebagai masalah keseluruhan atau individu. Harga naik disertai dengan meningkatnya volume merupakan karakteristik pasar normal dan tidak memiliki implikasi sejauh tren potensi pembalikan yang bersangkutan. Reli yang mencapai puncak harga baru pada peningkatan volume tetapi yang secara keseluruhan tingkat aktivitas lebih rendah dari reli sebelumnya, secara potensial merupakan peringatan dari trens pembalikan. Reli yang berkembang dari naiknya volume merupakan peringatan potensi pembalikan harga. Terkadang baik harga dan volume meningkat perlahan, bertahap secara eksponensial dengan ledakan pada tahap akhir. Mengikuti perkembangan ini, baik volume dan harga akan turun sama tajam. Ini merupakan titik puncak dan merupakan karakteristik dari sebuah tren pembalikan. Signifikasi pembalikan akan tergantung pada sejauh mana kemajuan sebelumnya dan tingkat ekspansi volume. Ketika suatu kenaikan harga setelah mengalami penurunan dan kemudian bereaksi pada suatu kenaikan lebih tinggi dari tren sebelumnya disertai dengan meningkatnya volume, hal tersebut meupakan tanda bullish. Sementara ketika harga yang kedua berada lebih tinggi daripada yang pertama atau sebelumnya, sisi positifnya keluar dari pola trendline harga atau rata-rata bergerak disertai dengan volume yang besar, hal ini merupakan tanda permulaan bearish. Menurut Cohen, Zeikel, dan Zinbarg (2001, p257-9), sebuah klimaks terjadi ketika harga jual menuruh untuk waktu yang cukup pada cepatnya disertai dengan naiknya volume. Setelah klimaks jual, harga bisa diharapkan meningkat, dan kestabilan pada saat klimaks tidak mungkin dicapai untuk waktu yang cukup. Jika pasar bearish sering kali, namun tidak selalu, disertai dengan keputusan jual saat klimaks. Ketika pasar telah meningkat selama berbulan-bulan, kenaikan harga
31
disertai dengan volume tinggi menunjukkan tindakan pembalikan dan akan bearish. Setelah penurunan, volume yang besar dengan perubahan harga sedikit adalah indikasi akumulasi dan biasanya akan bullish. Menurut Abbondante (2010, p287) volume merupakan indikator penting dalam analisis teknis seperti yang digunakan untuk mengukur nilai pergerakan pasar. Jika pasar telah membuat harga bergerak menguat naik atau justru turun, hal tersebut dirasakan tergantung pada volume untuk periode tersebut. Semakin tinggi volume selama harga terus bergerak semakin signifikan pergerakannya. Teknik analisis volume merupakan upaya untuk mengidentifikasi tren dalam pergerakan harga saham dan kemudian membuat rekomendasi investasi baik akan panjang atau pendek untuk itu saham tertentu. Aktivitas perdagangan berkaitan dengan likuiditas sekuritas tersebut, karena itu, ketika volume perdagangan harian dengan rata-rata tinggi, saham dapat dengan mudah diperdagangkan dan memiliki likuiditas yang tinggi. Akibatnya, volume perdagangan harian rata-rata dapat berpengaruh pada harga sekuritas. Jika volume perdagangan tidak terlalu tinggi, harga sekuritas akan cenderung lebih murah karena permintaan investor berkurang. Ketika meningkatnya rata-rata volume perdagangan harian meningkat atau justru menurun secara drastis, ini merupakan sinyal bahwa telah ada beberapa berita dirilis yang telah mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap sekuritas tersebut. Biasanya, lebih tinggi rata-rata volume perdagangan harian berarti bahwa sekuritas tersebut lebih kompetitif, dengan sedikit selisih harga dan biasanya sedikit berfluktuasi. Saham yang sedikit berfluktuasi saat mencapai
rata-rata volume
perdagangan harian lebih tinggi. Hal ini karena perdagangan yang jauh lebih besar berpengaruh terhadap harga sekuritas tersebut. Volume adalah ukuran likuiditas pasar berdasarkan jumlah saham yang diperdagangkan selama periode tertentu. Volume data yang dicatat untuk setiap
32
saham, terkait pilihan saham, dan untuk indeks secara keseluruhan. Volume normal untuk masing-masing saham telah memiliki jangkauan sendiri, dengan patokan yang secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah yang dianggap sebagai indikator penting. Selain pengukuran volume normal, investor juga melihat volume-by-price, yang biasanya ditampilkan sebagai histogram vertikal. Jenis grafik menunjukkan jumlah perdagangan saham dengan kenaikan berbagai harga, memberikan informasi tentang level of support dan level of resistence yang cenderung memicu pembelian atau penjualan saham. Menggabungkan harga dan volume menjadi sebuah grafik tunggal, volume-by-price adalah indikator kuat yang menggambarkan bagaimana para profesional menggunakan data pasar internal dengan rencana perdagangan yang menguntungkan. Volume mencerminkan penawaran dan permintaan untuk saham. Sebuah saham dengan volume rendah dikatakan tidak likuid, yang memiliki risiko yang unik dan pada tingkat pengembaliannya juga. Ketika volume rendah, selisih antara penawaran dan permintaan meningkat, membuat perdagangan menjadi sulit terlaksana karena ada tawar menawar yang cukup lama. Akibatnya, menjual saham yang tidak likuid dengan cepat, bisa menjadi sulit atau tidak mungkin tanpa menerima tawaran harga yang lebih rendah. Juga karena spread yang lebar, saham tidak likuid ditawarkan dengan harga yang berfluktuasi lebih besar di kedua arah ketika mereka melakukan perdagangan. Pertimbangan investor sering melihat ke volume dalam menentukan keyakinan kearah mana saham akan bergerak. Mengingat harga yang hanya merupakan indikasi dari perdagangan terakhir. 2.1.8 Analysis of Varian (Anova) Menurut Aczel dan Sounderpadanian (2002, p373) anova adalah metode statistik yang digunakan untuk menetukan eksistensi perbedaan diantara sejumlah rata-rata
33
populasi. Anova bertujuan untuk mendeteksi perbedaan rata-rata diantara beberapa populasi. Dalam penelitian ini mengguanakan One Way Anova. Pengujian dari test anova adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Hipotesis One Way Anova. Dalam uji One Way Anova hanya memperhitungkan satu faktor saja yang menyebabkan variasi. Sedangkan langkah dalam pengujian ini meliputi : Ho : µ1 = µ2 = µ3 =… µn (tidak ada perbedaan diantara rata – rata dari beberapa populasi ) Ho : µ1 # µ2 # µ3 #….# µn atau µ1 = µ2, tetapi µ2 # µ3 # …..# µn (bahwa satu atau lebih µ tidak sama dengan µ lainnya). 2. Menentukan daerah penerimaan Ho dan Ho Didalam pengujian signifikansi perbedaan rata – rata populasi (pengujian hipotesis) dengan metode Anova digunakan distribusi F sebagai berikut: Gambar 2.03 Grafik Anova
Terima Ho
Tolak Ho
Titik Kritis
Titik kritis dicari dengan bantuan Tabel F. Titik kritis ini ditentukan oleh taraf nyata (α) dan derajat bebas, jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka pernyataan hipotesis H0 ditolak dan jika F hitung lebih kecil atau sama dengan dari F tabel, maka pernyataan hipotesis H0 diterima.
34
3.
Menghitung F hitung
Numerator = (k – 1) dan k adalah jumlah factor yang memmepengaruhi. denumerator = (n – k) dan n adalah jumlah keseluruhan sample. Tabel 2.01 Perhitungan Anova
Source of Variation
Sum of Square
Between Groups
SST = ∑nj (xij − xG )2
Degree of freedom
Mean Square
F hitung
k-1
SS Coloums/k-1
MSE/MSR
n-k
SS Residual/n-k
nj
j =1
Within
k
Groups/Residual
nj
SSE = ∑∑( xij − x j )2 j =1 i =1
k nj
Total
SStotal = ∑∑(xij − xG)2
(k-1)+(n-1)
j=1 i=1
2.2 Kerangka Pemikiran
IHSG Harian
Data
Harga Saham TLKM Harian
Volume Perdagangan Harian
Rm CAPM
Logaritma Normal
Ri
Beta
Uji Anova
Simpulan dan Saran
Gambar 2.04 Kerangka Pemikiran
35
2.3 Hipotesis 1. Rata-rata tingkat pengembalian saham sesudah pengumuman dividen lebih besar secara signifikan dari pada rata-rata tingkat pengembalian saham sebelum pengumuman dividen. Rix1 < Rix2 2. Rata-rata volume perdagangan saham sesudah pengumuman dividen lebih besar secara signifikan dari pada rata-rata return saham sebelum pengumuman dividen. µ vol1< µ vol2 3. Sensitivitas perubahan Indeks Harga Saham Gabungan terhadap perubahan harga saham TLKM sesudah pengumuman dividen secara signifikan lebih besar dari pada sebelum pengumuman dividen. β1 < β2