7
BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Merek (Brand) Menurut Kotler (2003, p418) asosiasi pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai sebuah nama, tanda, istilah, symbol atau desain, atau kombinasi dari semuanya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa competitor lainnya. Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004, p1) merek merupakan nama, istilah, tanda, symbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004, p2) merek merupakan nama, istilah,
tanda,
symbol,
rancangan
atau
kombinasi
hal
–
hal
tersebut
untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Freddy Rangkuti (2004, p2) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol atau rancangan atau kombinasi dari hal – hal tersebut. Konsumen akan merasa senang dengan pilihan yang dibuat oleh sebuah produk sehingga tertarik untuk membeli dan menggunakannya tergantung dari apakah merek yang dikenal baik atau tidak. Sebuah merek yang baik akan selalu berada dalam benak konsumen sehingga membuat konsumen selalu teringat merek tersebut ketika hendak membutuhkan
sebuah
produk.
Merek
mempunyai
peranan
yang
penting
untuk
mengidentifikasikan sebuah produk, pengertian yang salah dari konsumen terhadap
8
sebuah merek akan berakibat fatal dan menyebabkan konsumen tidak dapat menangkap nilai dan tujuan dari merek yang ada. Dari definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa merek adalah sesuatu hal yang membuat sebuah produk seseorang menjadi berbeda dengan produk yang diberikan oleh para pesaing. Hal yang membuat berbeda diantaranya dapat berasal dari nama, istilah, tanda, symbol, rancangan dari setiap merek sendiri. Merek adalah sebuah symbol yang kompleks terhadap sebuah produk. Menurut Kotler (2005, p82), terdapat enam tingkat pengertian merek, yaitu: 1.
Atribut (Attributes) Merek mengingatkan pada atribut – atribut tertentu. Memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri. Contoh: berdaya tahan tinggi, mahal, kelas atas.
2.
Manfaat (Benefit) Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat fungsional maupun emosional. Contoh: Atribut berdaya tahan tinggi dapat diterjemahkan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan dengan kualitas lebih tinggi dibanding produk lain.
3.
Nilai (Value) Merek tersebut juga dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya. Contoh: Mercedes berarti kinerja tinggi, keselamatan, dan gengsi. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi dimata masyarakat.
4.
Budaya (Culture) Sebuah merek dapat turut serta mencerminkan budaya tertentu. Contoh: Mercedez melambangkan budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi, efisien, dan berkualitas tinggi.
9
5.
Kepribadian (Personality) Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya. Contoh: Mercedes menyiratkan bos yang serius, singa yang berkuasa, atau istana yang agung (objek). Pengguna Mercedes melambangkan kepribadian yang berkelas dari pemakainya.
6.
Pemakai (User) Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Contoh: Gambaran dari konsumen yang menggunakan Mercedes adalah top eksekutif yang sudah berumur dan bukan seorang mahasiswa yang masih muda. Pemakai Mercedes pada umumnya diasosiasikan dengan
orang kaya, kalangan
manajer puncak, dsb. 2.1.1
Peran Merek Merek
memegang
peranan
sangat
penting,
salah
satunya
adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat produsen menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bias saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004, p2), peranan dan kegunaan merek diantaranya adalah: 1. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang
10
paling fenomenal adalah coca –cola yang berhasil menjadi merek global diterima dimana saja dan kapan saja diseluruh dunia. 2. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin tampak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek telah terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini meningkatkan citra merek. 3. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. Contoh, keberhasilan paal mall dalam menembus perilaku konsumen mampu menciptakan pasar yang spesifik dan menguntungkan. 4. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggaan ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut. 5. Merek berkembang menjadi sebuah sumber asset terbesar bagi perusahaan. Hasil senuah penelitian menunjukan bahwa Coca – cola yang memiliki Stock Market
Value (SMV) yang besar, ternyata 97% dari SMV tersebut merupakan nilai merek. Produk dengan ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberiakan keuntungan bagi mereka. Dengan merek yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang akhirnya akan memperbesar volume penjualan produk tersebut.
Asset-asset ekuitas merek dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.
11
2.1.2
Manfaat Merek Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Keller dalam
Tjiptono (2005, pp20-21) manfaat merek bagi produsen adalah sebagai : Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan dan pelacakan produk
bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan
pencatatan akuntansi. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang luas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa datang. Sedangkan manfaatnya bagi konsumen adalah sebagai : identifikasi sumber produk, penetapan tanggung jawab para pemanufaktur atau distributor tertentu, pengurangan resiko, penekanan biaya pencarian internal dan eksternal, janji atau ikatan khusus dengan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri, dan sinyal kualitas. Sementara itu, Ambler dalam Tjiptono (2005, p21) mengelompokan manfaat-manfaat merek ke dalam tiga kategori, yaitu : Raritas (manfaat ekonomis atau value for money), Virtuositas (manfaat fungsional atau kualitas), dan
Complacibilitas (manfaat psikologis atau kepuasan pribadi).
12
Merek yang kuat adalah yang memiliki asset merek tinggi. Merek yang kuat tersebut, menurut Davis dalam Simamora (2003, pp49-51) akan memperoleh manfaat-manfaat sebagai berikut : loyalitas yang memungkinkan terjadinya transaksi berulang,
memungkinkan perusahaan menetapkan
harga
yang
lebih
tinggi
(premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi perusahaan, memberikan kredibilitas pada produk lain yang menggunakan merek tersebut, memungkinakan
return yang lebih tinggi, memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, memungkinkan fokus internal yang jelas. Artinya, dengan merek yang kuat, para karyawan mengerti untuk apa merek ada dan apa yang perlu mereka lakukan untuk mengusung merek itu. Semakin kuatnya merek, semakin tinggi loyalitas, maka konsumen akan lebih toleran terhadap kesalahan produk atau perusahaan. Menjadi factor yang menarik karyawankaryawan berkualitas, sekaligus mempertahankkan karyawan-karyawan. Menarik konsumen untuk hanya menggunakan factor merek dalam pengambilan keputusan kualitas pembelian.
2.1.3
Pentingnya Merek Sebuah merek merupakan hal yang penting untuk memudahkan konsumen
mengidentifikasi poduk atau jasa. Disamping itu, merek bisa membuat pembeli yakin akan kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang. Bagi penjual, merek merupakan sesuatu yang dapat diiklankan dan akan dikenali konsumen di toko-toko. Merek juga menolong penjual mengendalikan pasar karena pembeli tidak mau dibingungkan oleh produkyang satu dengan yang lain, menurut Davis dalam Simamora (2003, pp47)
13
2.1.4
Tipe-Tipe Merek Pemahaman mengenai peran strategi merek tidak bisa dipisahkan dari tipe-
tipe utama merek, karena masing-masing tipe memiliki citra merek yang berbeda. Menurut Whitwell, et al dalam Tjiptono (2005, p22) tipe-tipe merek tersebut meliputi: a.
Attribute brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang mampu
mengkomunikasikan keyakinan/kepercayaan terhadap atribut fungsional produk. Kerapkali sangat sukar bagi konsumen untuk menilai kualitas dan fitur secara obyektif atas begitu banyak tipe produk, sehingga mereka cenderung memilih merek-merek yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya. b.
Aspirational brands, yaitu merek-merek yang menyampaikan citra tentang
tipe orang yang membeli merek bersangkutan. Citra tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakinan yang dipegang konsumen adalah bahwa dengan memiliki merek semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan kelompok aspirasi tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius dan populer). Dalam hal ini, status, pengakuan social, dan identitas jauh lebih penting daripada sekedar nilai fungsional produk.
14
Experience brands, mencerminkan merek-merek yang menyampaikan citra
c.
asosiasi dan emosi bersama (shared association and emotions). Tipe ini memiliki citra melebihi sekedar aspirasi dan lebih berkenaan dengan kesamaan filosofi antara merek dan konsumen individual. Kesuksesan sebuah experience brand ditentukan oleh kemampuan merek bersangkutan dalam mengekspresikan individualitas dan pertumbuhan personal.
2.1.5
Karakteristik Merek yang Baik Sebelum produk diluncurkan ke pasar, perusahaan terlebih dahulu memilih
nama merek yang cermat. Sebuah nama merek yang baik dapat menunjang keberhasilan dan suksesnya suatu produk. Pemilihan nama merek harus meliputi tujuan produk, manfaat, pasar sasaran dan strategi pemasarannya. Menentukan nama merek meliputi: 1.
Nama merek harus menunjukan sesuatu tentang manfaat dan mutu produk tersebut.
2. Harus mudah diucapkan, dikenal, diingat. Nama yang sangat singkat sangat membantu. 3. Nama merek harus identik dan mudah terbedakan. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan dalam bahasa asing. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk di daftarkan dan mendapat perlindungan hukum.
15
2.2 Brand Equity Menurut Keller, K. L. (2003), Dalam dua dekade terakhir, ada dua pendekatan yang menjadi
acuan
dalam
pengembangan
kegiatan
marketing.
Yang
pertama
adalah pendekatan brand equity, konsep yang menganggap brand sebagai asset perusahaan yang dapat berkontribusi terhadap penjualan atau profit. Yang satunya lagi adalah pendekatan customer equity, konsep yang menitikberatkan managemen hubungan dengan customer sebagai asset perusahaan. Bagi sebagian orang, kedua pendekatan ini kelihatan saling bersaing untuk mendapatkan pengakuan publik. Anggapan seperti ini tidaklah sepenuhnya salah, tapi kalau dilihat lebih mendalam lagi kedua konsep ini bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Dalam framework brand equity, hubungan dengan customer bukanlah hal yang tidak penting. Hubungan yang baik dengan customer bisa membantu meningkatkan brand loyalty terhadap brand yang bersangkutan. Demikian juga dalam framework customer equity, brand mempunyai peranan penting dalam menjalin hubungan dengan customer. Kualitas brand yang tinggi bisa memudahkan manager dalam akuisisi customer baru dan kegiatan retensi. Yang membedakan kedua pola pikir ini terletak pada fokus atau titik berat dalam pembuatan strategi dan program marketing, brand atau customer. Perbedaan titik berat ini bisa mempengaruhi pilihan jenis kegiatan dan alokasi anggaran marketing.
Menurut Keller, K. L. (2003, p.67), customer based brand eguity terjadi ketika konsumen memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi pada suatu brand dan memiliki brand associations yang kuat, disukai, dan unik di ingatan mereka. Ada dua elemen yang terkandung dalam brand equity, yakni brand awareness dan brand image /
brand associations.
16
2.3 Brand Awareness (Kesadaran Merek) 2.3.1
Pengertian Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p54), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Jika kesadaran mereka dalam benak konsumen dangat rendah, maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Brand awareness yang tinggi dapat meningkatkan familiarity yang positif dan kemungkinan masuk dalam list brand untuk dibeli. Kesadaran (awareness) menggambarkan kesadaran merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam
brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Menurut Keiler, K. L.(2003, p.67) Brand awareness terdiri dari brand
recognition dan brand recall performance. Brand recognition terkait pada kemampuan konsumen dalam menanggapi suatu brand ketika diberikan petunjuk. Sedangkan brand recall berkaitan dengan kemampuan konsumen untuk mengingat kembali suatu brand ketika diberikan petunjuk berupa kategori produk, kebutuhan
17
yang perlu dipenuhi oleh suatu kategori produk, atau situasi pembelian atau pemakaian.
2.3.2
Tingkatan Brand Awareness
Informasi mengenai tingkatan brand awareness dapat diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Menurut Durianto, Sugiarto dan Lie Joko Budiman (2004, p6), tingkatan – tingkatan dari piramida brand awareness (kesadaran merek) dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
Gambar 2-1 Piramida Brand Awareness (Kesadaran Merek) Sumber: Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2001, p55)
Tingkatan-tingkatan dari tiap level piramida Brand Awareness (kesadaran merek) dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
18
1. Puncak pikiran (top of mind)
Top of mind adalah merek yang pertama kali diingat oleh konsumen atau pertama kali disebut ketika konsumen ditanya tentang suatu produk tertentu.
Top of mind menggunakan single respona questions yang artinya konsumen hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. 2. Mengingat kembali merek (brand recall)
Brand recall adalah pengingat kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh konsumen setelah konsumen menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakan multi respond question yang artinya konsumen memberikan jawaban tanpa bantuan. 3. Pengenalan merek (brand recognition)
Brand recognition adalah pengenalan merek dimana tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek diukur dengan diberikan bantuan dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk tersebut. Tingkat minimal dari kesadaran merek, konsumen dapat mengenali suatu merek setelah peneliti menyebutkan merek tersebut. Pertanyaan diajukan untuk mengetahui berapa banyak konsumen yang perlu diingatkan tentang keberadaan merek tersebut. 4. Tidak menyadari merek (Unware of brand)
Unware of brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaraan merek, dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana brand awareness (kesadaran merek) menciptakan nilai.
19
Gambar 2-2 Nilai-nilai Kesadaran Merek Sumber: Durianto (2004, p.7)
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut. 2. Familier / rasa suka jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek
20
yang kita pasarkan. “Tak kenal maka tak sayang” merupakan ungkapan yang tepat untuk situasi ini. 3. Substansi / komitmen
Brand Awareness dapat menandakan keberadaan, komitmen,dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaraan atas merek tinggi, kehadiran merek ini akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Diiklankan secara luas
Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu
Jangkauan distribusi yang luas
Merek tersebut dikelolah dengan baik
Karena itu, jika kualitas dua merek adalah lama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian. 4. Mempertimbangkan merek Proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai/positif atau dibenci/negatif. 2.3.3
Cara Mencapai Brand Awareness (Kesadaran Merek) Agar brand awareness (kesadaran merek dapat dicapai dan diperbaiki, dapat
ditempuh beberapa cara berikut (Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak 2001, p57):
21
1.
Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya.
2.
Melakukan pengulangan untuk mengingat pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
3.
Perluasan nama merek dapat dipakaiagar merek semakin banyak diingat pelanggan.
4.
Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik.
5.
Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton.
2.4 Perceived Quality ( Persepsi Kualitas Produk ) 2.4.1
Pengertian Perceived Quality Menurut David A. Aaker (2004, p.15) persepsi kualitas merupakan persepsi
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkan. Perceived Quality (Persepsi Kualitas Produk) adalah salah satu kunci dimensi Brand Equity (ekuitas merek). Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p96) persepsi kualitas dapat diidentifikasi sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau unggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Dan sebaliknya, bila persepsi kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan lama bertahan di pasar. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk.
22
Jadi dapat ditarik kesimpulan, persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang terhadap suatu produk. Bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk bersifat positif, maka akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut. Akan tetapi bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk bersifat negatif, maka tidak akan mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut, yang akhirnya akan berdampak buruk bagi suatu produk yaitu produk tersebut tidak akan bertahan lama di pasar.
Perceived Quality mempunyai atribut penting yang dapat di aplikasikan dalam berbagai hal, seperti:
Kualitas aktual dan objektif Perluasan ke suatu bagian dari produk atau jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.
Kualitas isi produk Karakteristik
dan
kuantitas
unsur,bagian,
atau
pelayanan
yang
disertakan.
Kualitas proses manufacturing Kesesuaian dengan spesifikasi hasil akhir yang “tanpa cacat” (zero
defect).
23
Gambar 2-3 Nilai-nilai Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Sumber: Durianto (2004, p 17)
Keterangan: Gambar 2.2 menggambarkan nilai-nilai dari Perceived Quality (persepsi kualitas) dalam bentuk: 1. Alasan untuk membeli Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah pada objektifitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. 2. Diferensiasi atau posisi
24
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi
persepsi
kualitas,
yaitu
apakah
merek
tersebut
superoptimum,optimum bernilai atau ekonomis. Juga, berkenaan dengan
perceived quality (persepsi kualitas), apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain. 3. Harga optimum Keuntungan perceived quality (persepsi kualitas) memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum. Harga optimum bisa meningkatkan laba dan atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan perceived quality, yaitu “Anda mendapatkan yang anda bayar” 4. Minat saluran distribusi
Perceived quality juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat menawarkan suatu produk yang memiliki persepsi kualitas tinggi dengan harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen. 5. Perluasan merek Sebuah merek yang kuat dalam hal perceived quality dapat dieksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang
25
lemah. Caranya adalah dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru. Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil. o
Pertama, merek tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit diperluas.
o
Kedua, merek tersebut masih bias diperluas, jadi belum
overextension. Merek yang sudah terlalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebingungan dibenak mereka. o
Ketiga, keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak.
Cara yang paling mudah untuk mengukur efektivitas perluasan merek adalah mengukur efek dari perluasan merek tersebut dalam hal kepercayaan, kesukaan,dan kejelasan. Jadi jika setelah merek tersebut diperluas, konsumen semakin percaya, semakin suka, dan merek tersebut semakin jelas di benak konsumen,maka perluasan tersebut berhasil. 2.4.2
Dimensi Perceived Quality Berbagai dimensi yang mendasari penilaian desain kualitas akan bergantung
pada konteksnya. Dimensi-dimensi kualitas menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001) terdiri dari: 1.
Kualitas Produk a. Tampilan (performanced),
26
berkaitan dengan aspek fungsional dari suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut. b. Fitur (features), aspek kedua dari penampilan yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya. c.
Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu barang berhasil dijalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
d. Konformasi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan, Konformasi menunjukan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan. e. Daya tahan (durability), menunjukan umur ekonomis yaitu ukuran daya tahan atau masa pakai suatu barang. f.
Pelayanan (serviceability), yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan ketepatan dalam memberikan layanan untuk perbaikan.
g. Nilai keindahan (estetika), niali-nilai estetika yang bersifat subyektif berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan preferensi individual. 2.
Kualitas Pelayanan
27
a. Tangibles, penampilan fisik, peralatan, personil, material komunikasi.
b. Realibility, kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
c. Assurance, pengetahuan dan kesopanan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menciptakan keyakinan akan kualitas pelayanan dalam diri konsumen.
d. Responsiveness, kesediaan untuk membantu konsumen dan daya tanggap karyawan terhadap permintaan pelayanan dalam waktu yang singkat.
e. Emphaty, perhatian dan kesungguhan dalam memahami kebutuhan konsumen. 2.5 Keputusan Pembelian Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu. Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003, p289) mendefinisikan suatu keputusan adalah sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Jika konsumen tidak memiliki pilihan alternatif, maka hal tersebut bukanlah situasi konsumen melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan tersebut maka disebut sebagai sebuah Hobson’s choice. Semua aspek dari afeksi dan kognisi terlibat dalam pembuatan keputusan konsumen, termasuk pengetahuan, makna, dan kepercayaan yang digerakkan dari memori dan atensi serta proses komprehensi yang terlibat di dalam interpretasi informasi
28
baru dilingkungan. Proses kunci didalam pembuatan keputusan konsumen ialah, proses integrasi dengan mana pengetahuan dikombinasikan untuk mengevaluasi dua atau lebih alternatif perilaku kemudian pilih satu. Hasil dari proses integrasi ialah suatu pilihan, secara kognitif terwakili sebagai intensi perilaku. Intensi perilaku disebut rencana keputusan (Supranto dan Limakrisna 2007, p211). Penemuan informasi di lingkungan
Proses kognitif
Proses intrepetasi
Perhatian thdp pemahaman
Pengetahuan & kepercayaan yg baru
Ingatan
Pengetahuan & kepercayaan yg tersimpan
Proses integrasi
Sikap & keinginan pengambilan keputusan
Perilaku Gambar 2-4 Model Proses Kognitif dalam Pembuatan Keputusan Konsumen Sumber: Peter & Olson dalam Supranto dan Limakrisna (2007, p212)
Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, menurut Hawkins et al, dalam Simamora (2003, p8), pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
29
1.
Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk (atribut based choice) Pada pengambilan keputusan ini memerlukan pengetahuan tentang apa atribut suatu produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut. Asumsinya keputusan diambil secara rasional dengan mengevaluasi atribut-atribut yang dipertimbangkan.
2.
Pengambilan keputusan berdasarkan sikap (attitude based choice) Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesan umum, intuisi maupun perasaan. Pengambilan keputusan seperti in bias terjadi pada produk yang belum dikenal atau tidak sempat dievaluasi oleh konsumen.
2.5.1 Tingkat Pengambilan Keputusan Konsumen Tidak
semua
atau membutuhkan Kanuk
situasi
tingkat
pengambilan
pencarian
keputusan
informasi
yang
konsumen sama.
menerima
Schiffman
dan
(2007, p487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen
yang spesifik, yaitu: 1. Pemecahan masalah yang luas Pada
tingkat
ini,
konsumen
membutuhkan
berbagai
informasi
untuk
menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai dipertimbangkan.
Pemecahan
mengenai
setiap
merek
yang
akan
masalah yang luas biasanya dilakukan pada
pembelian barang tahan lama dan barang-barang mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik. 2. Pemecahan masalah yang terbatas Pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk
dan
berbagai
konsumen belum memiliki
merek
preferensi
dalam
kategori
tersebut.
Namun,
tentang
merek
tertentu.
Mereka
30
membutuhkan
informasi tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai
merek. 3. Perilaku sebagai respon yang rutin Pada
tingkat
ini,
konsumen
sudah
mempunyai
beberapa
pengalaman
mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan. Konsumen mungkin mencari informasi tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui. 2.5.2 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Schiffman dan Kanuk (2007, pp491-507) menggambarkan model sederhana dalam pengambilan keputusan konsumen menjadi tiga komponen utama, yaitu: 1. Input Komponen input terdiri dari berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan produk. Yang paling utama dalam komponen input ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran dan pengaruh sosiobudaya. •
Input Pemasaran Kegiatan pemasaran perusahaan yang merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Usaha-usaha tersebut meliputi berbagai strategi bauran pemasaran, yaitu produk, promosi, harga dan saluran distribusi.
•
Input Sosial budaya Input sosiobudaya ini terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial seperti
31
pengaruh dari keluarga, sumber informasi nonkomersial, kelas sosial, budaya dan subbudaya. 2. Proses Komponen keputusan. Untuk
proses
berhubungan
memahami
proses
dengan ini,
cara
maka
konsumen harus
mengambil
dipertimbangkan
pengaruh berbagai konsep psikologis yang merupakan pengaruh dari dalam diri. Pengaruh-pengaruh tersebut adalah motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap. Proses pengambilan yaitu
keputusan
konsumen
terdiri dari
tiga
tahap,
pengenalan kebutuhan, penilaian sebelum penelitian dan penilaian berbagai
alternatif. •
Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu masalah. Di kalangan konsumen, tampaknya ada dua gaya pengenalan kebutuhan atau masalah yang berbeda. Pertama, merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. Kedua, tipe keadaan yang diinginkan, di mana bagi konsumen keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan.
•
Penelitian Sebelum Pembelian Penelitian ini dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan pada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Jika tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, mungkin konsumen harus melakukan penelitian lebih dalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk meperoleh informasi yang
32
berguna sebagai dasar pemilihan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada gabungan pengalaman yang lalu (sumber internal) dan informasi pemasaran dan nonkomersial (sumber eksternal). Tingkat risiko yang dirasakan juga dapat mempengaruhi tahap proses pengambilan keputusan. •
Penilaian Alternatif Ketika menilai berbagai alternative potensial, konsumen cenderung menggunakan dua tipe informasi, yaitu daftar merek yang akan konsumen rencanakan untuk dipilih dan criteria yang akan mereka gunakan untuk menilai setiap merek.
3. Output Komponen output menyangkut kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat, yaitu perilaku pembelian dan penilaian pasca pembelian. Tujuan dari kedua kegiatan itu adalah untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembeliannya. •
Perilaku pembelian Konsumen melakukan dua tipe pembelian, yang pertama adalah pembelian percobaan, yang bersifat sebagai penjajakan konsumen untuk menilai suatu produk melalui pemakaian langsung. Yang kedua adalah pembelian ulang, biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan konsumen bersedia memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.
•
Penilaian pasca pembelian Unsur terpenting
dari
pengurangan ketidakpastian konsumen
evaluasi atau
terhadap pilihannya.
pasca keragu-raguan
Tingkat
analisis
pembelian yang
adalah dirasakan
oleh
pasca-pembelian
yang
dilakukan para konsumen tergantung pada pentingnya keputusan produk dan pengalaman yang diperoleh dalam memakai produk tersebut. Jika kinerja produk
sesuai
harapan,
maka mungkin konsumen akan membelinya lagi.
33
Sebaliknya, jika tidak sesuai harapan maka konsumen akan mencari berbagai alternatif yang lebih sesuai. 2.5.3 Perilaku Pembelian Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis keputusan pembelian. Assael dalam Kotler (2003, p201-202) membedakan empat perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan diantara merek, yaitu: 1. Perilaku membeli yang komplek (complex buying behavior) Mengembangkan
kepercayaan
tentang
produknya.
Kedua
pembeli
mengembangkan sikap terhadap produk. Kemudian yang ketiga, pembeli membuat pilihan pembelian yang telah dipikirkan secara matang sebelumnya. Konsumen berperilaku membeli seperti ini ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lainnya. Hal ini biasanya terjadi ketika produknya mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. 2.
Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan ( dissonance Reducing
Buying Behavior) Perilaku
membeli
semacam
ini
terjadi
ketika
konsumen
sangat
terlibat
dengan pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan di antara merek-merek yang ada. Setelah pembelian, mungkin konsumen akan mengalami ketidakcocokkan, dan menemukan kelemahan-kelemahan tertentu atau mengetahui merek lain yang lebih
baik.
Pada
situasi
seperti
ini,
komunikasi pemasaran
sebaiknya
memberikan bukti-bukti dan dukungan yang membantu konsumen menyenangi pilihan merek mereka.
34
3. Perilaku membeli karena kebiasaan (habitual buying behavior) Perilaku membeli seperti ini berada dalam keterlibatan yang rendah dan sedikitnya perbedaan merek. Seperti misalnya ketika konsumen membeli garam, konsumen akan membeli merek apa saja. Jika ternyata mereka tetap membeli
merek
yang sama, ini hanya karena kebiasaan, bukan loyalitas
terhadap merek. Biasanya hal ini terjadi pada produk-produk yang murah dan sering dibeli. Jadi perilaku membeli seperti secara
ekstensif
tersebut,
dan
mengenai
mengambil
suatu
ini
tidak
mencari
informasi
merek, mengevaluasi sifat-sifat merek
keputusan
yang
berarti merek apa yang akan
mereka beli. 4. Perilaku membeli yang mencari variasi (variety seeking buying behavior) Situasi
membeli
seperti
ini
memiliki
keterlibatan
adanya perbedaan merek yang cukup berarti.
yang
Dalam
rendah, kasus
namun
semacam
ini, konsumen seringkali mengganti merek. Contohnya ketika membeli biskuit, tidak perlu banyak evaluasi dan mengevaluasi merek tersebut selam dikonsumsi. Penggantian merek ini terjadi karena ingin variasi, bukan karena ketidakpuasan.
35
Gambar 2-5 Perilaku Pembelian
Perbedaan mendasar yang ada di antara merek
Sedikit perbedaan di antara merek yang ada
Keterlibatan tinggi
Keterlibatan rendah
Perilaku membeli
Perilaku membeli
yang komplek.
yang mencari variasi.
Perilaku membeli yang
Perilaku membeli
mengurangi
karena kebiasaan
ketidakcocokkan Sumber: Assael dalam Kotler (2003, p201) 2.6 Perilaku Konsumen Menurut Mowen dan Minor (2002, p.5), perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan,konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide. Menurut Schiffman dan Kanuk (2002, p.6), studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang merekabeli, mengapa mereka membeli, kapan yang mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakan. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
36
2.6.1
Peran Keputusan Peran keputusan pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli dan
penjual itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun terdapat hal lain yang harus juga diperhatikan perusahaan yaitu pemegang peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Menurut Simamora (2004, p.15) terdapat lima peran yang terjadi dalam keputusan pembelian, yaitu: 1. Pemrakarsa (initiator), orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk. 2. Memberi pengaruh (influencer), orang yang pandangan atau nasehatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan terakhir. 3. Mengambil keputusan (decider), orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan membeli. 4. Pembeli (buyer), orang yang melakukan pembelian nyata. 5. Pemakai (user), orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk ata jasa.
2.6.2
Pengambilan Keputusan Menurut Schiffman dan Kanuk (2000, p.347), keputusan adalah penyeleksian
dari pilihan-pilihan dua atau lebih alternative. Menurut Schermerhorn (2002, p.72) keputusan adalah pilihan diantara alternative tindakan yang ada. Jadi keputusan adalah memilih satu atau daua alternative untuk menyeleksi tingkatan yang ada.
37
2.6.3
Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Menurut Gordon (2002, p.144) pembuatan keputusan mencakup: “Do the
decision makers know they are making the decision and are they aware if they are optimizing or satisficing”. Perusahaan yang cerdik, melakukan riset atas proses keputusan pembelian kategori produk. Proses keputusan pembelian dapat digambarkan sebagai berikut:
Sikap orang lain
Penilaian berbagai alternatif
Maksud untuk membeli
Keputusan membeli
Faktor tak terduga
Gambar 2-6 Proses Keputusan Pembelian Sumber: Saladin dan Oesman (2002, p.20)
Menurut Kotler (2003, p.204) terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu:
38
Gambar 2-7 Proses Pembelian Model Lima Tahap Sumber Kotler (2003, p.204) 2.7
Kekuatan Persaingan Menurut Michael E. Porter Situasi persaingan dalam industri bergantung pada lima kekuatan pokok. Gabungan
dari factor-faktor ini menentukan potensi laba suatu perusahaan. Kekuatan atau factor persaingan terkuat akan menentukan kemampuan suatu industri untuk menghasilakan laba dan karenanya merupakan factor paling penting dalam perumusan strategi. Lima kekuatan pokok tersebut, yaitu: 1. Ancaman Masuk Pendatang baru kesuatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar (market share), dan seringkali sumber daya yang cukup besar. Jika hambatan masuk yang tinggi dan calon pendatangbaru memperkirakan akan
39
menghadapi perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini jelas tidak merupakan ancaman yang serius. a. Skala ekonomis Skala ekonomis menghalangi masuknya pendatang baru ke suatu industri karena memaksa pendatang baru ini untuk masuk dengan skala besar atau harus memikul biaya tinggi (cost disadvabtage). b. Diferensiasi produk Identifikasi merek menimbulkan hambatan karen amemaksa pendatang baru untuk mengeluarkan biaya besar guna merebut kesetiaan pelanggan. c.
Kebutuhan model Keharusan menanamkan sumber daya keuangan yang besar agar dapat bersaing menimbulkan hambatan masuk, khususnya modal dibutuhkan bukan hanya untuk fasilitas tetap, melainkan juga untuk kredit pelanggan, persediaan, dan menutup kerugian awal.
d. Hambatan biaya bukan karena skala Perusahaan yang sudah ada mungkin memiliki keunggulan biaya yang tidak dimiliki calon pendatang baru, terlepas dari ukuran dan skala ekonomis yang dapat mereka capai. Adakalanya keunggulan biaya diperoleh dari jalan hokum, seperti melalui hak paten. e. Akses ke Saluran Distribusi Pendatang baru, tentu saja harus mengamankan distribusi produk dan jasa mereka. Makin terbatas saluran pedagang besar dan pengecer yang ada dan makin erat ikatan perusahaan yang sudah ada dengan saluran ini, jelas makin sukar usaha masuk ke dalam suatu industri. f.
Kebijakan pemerintah
40
Pemerintah dapat membatasi atau bahkan melarang masuknya pendatang baru ke dalam industri melalui tindakan-tindakan seperti keharusan adanya ijin dan pembatasan akses ke bahan baku. 2. Pemasok yang Kuat Kekuatan masing-masing pemasok atau pembeli bergantung pada sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada tingkat kepentingan relative penjualan atau pembeliannya dalam industri tersebut dibandingkan dengan keseluruhan bisnisnya. Kelompok pemasok kuat jika:
Kelompok ini didominasi oleh sedikit perusahaan dan lebih terkonsentrasi ketimbang industri tempat mereka menjual produk
Pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri
Industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok
3. Pembeli yang Kuat Pembeli atau pelanggan dapat juga menekan harga, menuntut kualitas, lebih tinggi atau layanan yang lebih banyak, dan mengadu domba sesame anggota industri semua ini dapat menurunkan laba industri. Kelompok pembeli kuat jika
Pembeli terkonsentrasi atau membeli dalam jumlah besar
Produk yang dibeli dari industri bersifat standar atau tidak terdiferensiasi
Pembeli menerima laba yang rendah
Produk industri tidak penting bagi kualitas produk atau jasa pembeli
4. Produk Subtitusi Dengan menetapkan batas harga tertinggi (celling price), produk atau jasa subtitusi membatasi potensi suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya, laba dan pertumbuhan industri dapat terancam.
41
5. Persaingan diantara Para Anggota Industri Persaingan di kalangan anggota industri terjadi karena mereka berebut posisi dengan menggunakan taktik seperti persaingan harga ,introduksi produk, dan perang iklan. Persaingan tajam seperti ini bersumber pada sejumlah faktor:
Biaya tetap tinggi atau produk bersifat mudah rusak
Penambahan kapasitas harus dalam jumlah besar
Hambatan keluar tinggi
Para peserta persaingan beragam dalam hal startegi, asal usul, dan kepribadian
Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri menurut Michael E. Porter:
Pendatang baru
Persaingan kalangan industri
Pemasok
Pembeli Persaingan antar perusahaan
Substitusi
Gambar 2-8 Kekuatan Persaingan Menurut Michael E Porter
42
Sumber Kotler (2002, p.203) 2.8
Kerangka Berpikir Banyaknya bisnis asseccories saat ini khususnya di kota Jakarta, membuat Brand
Awareness dari masing-masing produk tersebut dirasakan penting. Perceived Quality akan suatu produk juga sangatlah menetukan dalam keputusan yang diambil oleh konsumen pada saat membeli sebuah produk. Karena dengan kondisi persaingan yang ketat ini, maka pelanggan yang ada dapat dengan mudah berpindah atau ditarik oleh pesaing lain. Melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa jauh masyarakat Jakarta mengenal Elizabeth Wahyu Asseccories, ini dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada konsumen produk Elizabeth Wahyu Accessories, dan juga mencari tahu apakah brand awareness dan
perceiveid quality produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian.
43
Gambar 2-9 Kerangka Berpikir
44
Secara garis besar hipotesis dari penelitian ini adalah: Variabel:
1.
X1 = Brand awareness
X2 = Perceived quality
Y = Keputusan pembelian
Hipotesis 1 Æ Brand awareness yang telah terbentuk dikalangan konsumen Elizabeth Wahyu Accessories.
2.
Hipotesis 2 Æ Penilaian konsumen terhadap perceived quality Elizabeth Wahyu Accessories yang telah mereka terima.
3.
Hipotesis 3 Æ Keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen di Elizabeth Wahyu Accessories.
4.
Hipotesis 4 Æ Pengaruh brand awareness terhadap keputusan pembelian konsumen Elizabeth Wahyu Asseccories. • H0 = tidak ada pengaruh yang signifikan antara brand awareness terhadap
keputusan
pembelian
konsumen
Elizabeth
Wahyu
Accessories • H1 = ada pengaruh yang signifikan antara brand awareness terhadap keputusan pembelian konsumen Elizabeth Wahyu Accessories 5.
Hipotesis 5 Æ Pengaruh perceived quality terhadap keputusan pembelian konsumen di Elizabeth Wahyu Asseccories. • H0 = tidak ada pengaruh yang signifikan antara perceived quality terhadap keputusan pembelian konsumen di Elizabeth Wahyu Accessories
45
• H1 = ada pengaruh yang signifikan antara perceived quality terhadap keputusan pembelian konsumen di Elizabeth Wahyu Accessories 6.
Hipotesis 6 Æ Pengaruh brand awareness dan perceived quality secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian konsumen Elizabeth Wahyu Accessories • H0 = tidak ada pengaruh yang signifikan antara brand awareness dan perceived quality secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian konsumen Elizabeth Wahyu Accessories • H1 = ada pengaruh yang signifikan antara brand awareness dan
perceived
quality
secara
bersama-sama
terhadap
pembelian konsumen Elizabeth Wahyu Accessories
keputusan