BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Entrepreneurship • Menurut
pendapat
entrepreneurship
Rambat
adalah
Lupiyoadi
sebuah
(Rambat
fenomena
penting
Lupiyoadi, bagi
2007,
p1),
kemajuan
dan
kesejahteraan dunia, bahkan menjadi pangkal dari pertumbuhan ekonomi. • Sedangkan menurut Zimmerer dan Scarborough (2004, p2), entrepreneurship bermanfaat untuk berbagai peluang, yaitu peluang mengendalikan nasib sendiri, kesempatan melakukan perubahan, peluang menggunakan potensi seutuhnya, peluang untuk meraih keuntungan tanpa batas, peluang untuk berperan untuk masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas usaha, dan peluang melakukan yang kita sukai. • Sedangkan Andrias Harefa (www.pembelajar.com) mengutip pernyataan Anugerah Pekerti, mantan Direktur Utama Lembaga Manajemen PPM, yang mendefinisikan kewirausahaan sebagai tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan inovatif.
2.1.1.1 Karakteristik Tingkah Laku Entrepreneur Berdasarkan pendapat Rambat Lupioyadi (2007, pp7-10) dalam entrepreneurship terdapat karakteristik tingkah laku yang sering ditemukan dalam penelitian-penelitian terhadap entrepreneur :
6
7
1. Sifat Instrumental
Entrepreneur dalam berbagai situasi selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada di lingkungannya untuk mencapai tujuan pribadi dalam berusaha. Hubungan interpersonal, kehadiran tokoh-tokoh masyarakat, maupun pakar dalam bidang tertentu . Dengan kata lain, segala sesuatu yang ada di lingkungannya dipandang sebagai alat instrument. 2. Sifat prestatif Sifat
prestatif
sebagai
karakteristik
entrepreneur
menunjukkan
bahwa
entrepreneur dalam segala situasi selalu tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan hasil yang dicapai sebelumnya. Entrepreneur selalu membuat target yang lebih baik dan tinggi dari sebelumnya. 3. Sifat keluwesan bergaul Sifat ini menunjukkan sifat yang selalu berusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar manusia. Selalu berusaha aktif bergaul, membina kenalan-kenalannya dan mencari kenalan baru serta berusaha untuk dapat terlibat dengan mereka yang ditemui dalam kegiatan sehari-hari.
Entrepreneur selalu menunjukkan wajah yang ramah, akomodatif terhadap berbagai ajakan untuk berdialog. Secara halus dapat menjadikan dirinya pusat perhatian dan merangsang orang lain untuk berdialog. 4. Sifat kerja keras Sifat kerja keras menunjukkan bahwa entrepreneur selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai. Entrepreneur mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan perbuatan yang nyata untuk mencapai tujuan. Keterlibatannya dalam kerja tidak semata-mata demi hasil akhir, apakah itu kegagalan atau keberhasilan, tetapi yang lebih penting
8
dia tidak berpangku tangan saja dan lebih nyaman bila terlibat dalam pekerjaan nyata. 5. Sifat keyakinan diri Sifat keyakinan diri sebagai karakteristik entrepreneur menunjukkan ia selalu percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak, bahkan memiliki kecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi. Optimismenya menunjukkan keyakinan bahwa tindakannya akan membawa keberhasilan. Bersemangat tinggi dalam bekerja dan berusaha secara mandiri menemukan alternatif jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi. 6. Sifat pengambilan resiko Sifat
ini
selalu
memperhitungkan
keberhasilan
dan
kegagalan
dalam
melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan berusaha. Entrepreneur akan mengambil langkah bila kemungkinan gagal tidak terlalu besar. Dengan keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan, seorang entrepreneur tidak takut menghadapi situasi yang tidak menentu dimana tidak ada jaminan keberhasilan.
Segala
tindakannya
diperhitungkan
dengan
cermat,
selalu
membuat antisipasi terhadap hambatan-hambatan yang dapat menyulitkan usahanya. 7. Sifat Swa Kendali Sifat ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi, batas-batas kemampuan dalam berusaha.
Entrepreneur selalu menyadari benar bahwa melalui pengendalian diri maka kegiatan-kegiatannya dapat lebih terarah pada pencapaian tujuan. Dengan pengendalian diri menunjuk pada bahwa pribadi entrepreneur yang memutuskan kapan harus bekerja lebih keras, kapan dia harus berhenti meminta bantuan dari
9
orang lain, dan kapan dia harus mengubah strategi dalam bekerja bila menghadapi hambatan. 8. Sifat Inovatif Sifat inovatif menunjukkan bahwa entrepreneur selalu mendekati berbagai masalah dalam berusaha dengan cara-cara baru yang lebih bermanfaat. Terbuka untuk gagasan, pandangan, dan penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya. Tidak terpaku pada masa lalu, tetapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk peningkatan kinerja. Cenderung untuk melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari hasil pemikirannya. 9. Sifat Kemandirian Sifat mandiri menunjukkan entrepreneur selalu mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi. Keberhasilan dan kegagalan merupakan konsekuensi pribadi entrepreneur. Ia mementingkan otonomi dalam bertindak, pengambilan keputusan dan pemilihan berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan. Dia lebih senang bekerja sendiri, menentukan dan memilih cara kerja yang sesuai dengan dirinya. Keuntungan pada orang lain merupakan suatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Ia dapat saja bekerja dalam kelompok selama mendapatkan kebebasan bertindak dalam pengambilan keputusan.
Entrepreneur lebih senang memegang kendali kelompok kerja, menentukan tujuan kelompok serta memilih alternatif strategi dalam mencapai tujuan. Anggota kelompok yang lain dilihat sebagai sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
10
2.1.1.2 5 p’s Entrepreneur dalam Entrepreneurship 1. Purposeful, menetapkan tujuan dan mencapainya. 2. Persuasive, dapat mempengaruhi orang lain untuk membantunya dalam mencapai tujuan. 3. Persistent, mencapai tujuan secara bertahap, walau kadang melewati masa sulit. Kegagalan dan kekecewaan tidak dapat menghalangi usahanya. 4. Presumptuous, berani bertindak sesuai keinginannya di saat orang lain masih ragu. Berani mengambil resiko yang sudah diperhitungkan dalam melakukan pendekatan yang inovatif. 5. Perceptive, mampu mengerti kaitan antara serangkaian pilihan dalam pencapaian tujuan.
2.1.2 Kepemimpinan ( Leadership )
2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan •
Menurut Zenger & Folkman (2004, pix-xi), keterampilan kepemimpinan sangat penting di dalam suatu perusahaan atau organisasi sejenisnya. Jika kepemimpinan selalu dikembangkan, maka merupakan salah satu kunci untuk sukses. Kepemimpinan mempengaruhi kinerja setiap orang yang bekerja dengan kita. Dengan tanggung jawab yang besar, pemimpin harus belajar tanpa henti. Para pemimpin besar tidak ditentukan oleh tidak adanya kelemahan, tetapi lebih oleh adanya kekuatan nyata. Kunci untuk mengembangkan kepemimpinan besar dan efektif adalah membangun kekuatan.
11
2.1.2.2 Visi Kepemimpinan Menurut (A.B.Susanto, 2007, pp5-10), sebuah visi berisi pernyataan yang singkat dan jelas mengenai tujuan organisasi dan bagaimana mencapainya pada suatu titik waktu di masa depan, sering dinyatakan dalam kata-kata atau istilah yang bersifat kompetitif. Visi adalah sebuah gambaran mengenai tujuan dan cita-cita di masa depan yang harus dimiliki organisasi sebelum disusun rencana bagaimana mencapainya. Visi tidak menerangkan secara spesifik mengenai cara-cara yang digunakan untuk mencapai cita-cita tersebut. Seorang pemimpin harus mengkomunikasikan angan-angan dan mimpinya yang dapat membangkitkan harapan, menyulut semangat agar beranjak dari situasi masa kini, yang kadangkala pahit dan getir. Seorang pemimpin harus menyampaikan sebuah visi yang membuka jendela masa depan. Kepemimpinan
yang
memberikan
semangat
yang
secara
konsisten
mengartikulasi visi, didukung oleh orang-orang seperti contohnya para karyawan yang bekerja dengannya, memotivasi orang-orang tersebut untuk dapat mencapai tujuan perusahaan. Elemen-elemen dalam Visi :
Direction Direction jika diterjemahkan memiliki pengertian yaitu arahan. Hubungannya dengan visi dan pimpinan adalah, arah dari pimpinan membawa perusahaan.
Business competition Business
competition
adalah
kompetisi
mempengaruhi terealisasinya sebuah visi.
Resource utilization
dalam
bisnis
yang
12
Resource
utilization
adalah
bagaimana
mempertimbangkan sumber daya
seorang
pimpinan
yang dimilikinya. Jadi dengan
pertimbangan akan sumber daya, maka seorang pimpinan dapat menentukan hal-hal yang dibutuhkannya dalam melaksanakan visi.
Benefactor Benefactor adalah pertimbangan dari pimpinan dalam melihat pihak mana yang diuntungkan, contohnya anggota organisasi dan
stakeholders.
Manfaat dari visi yang jelas :
Pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi lingkungan di masa depan dimana perusahaan akan beroperasi.
Pemahaman yang lebih baik mengenai seperti apa seharusnya organisasi di masa depan dan meraih kesuksesan dalam lingkungan yang ada.
Tujuan dan mimpi bersama yang berfungsi sebagai alat untuk membangun kerjasama tim dan memecahkan konflik.
Fokus yang lebih jelas pada hal-hal yang dianggap penting. Ini dapat menghindarkan
perusahaan
dari
menghabiskan
waktu
yang
berharga karena melakukan terlalu banyak hal.
Sebuah
visi
yang
komprehensif
akan
membantu
organisasi
menyederhanakan proses pengambilan keputusan. Selain dalam hal pengambilan keputusan, visi juga dapat membantu membentuk, mengarahkan
dan
mengkoordinasikan
organisasi atau perusahaan.
perilaku
para
anggota
13
Visi dapat menjadi alat untuk mengukur kemajuan dan efektivitas bagi
individu
dan
organisasi.
Bagi
individu,
visi
membantu
membedakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Bagi organisasi, visi memberikan kerangka kerja yang logis dimana setiap divisi atau pihak (contohnya para stakeholders) dapat menentukan sasaran.
2.1.2.3 Misi Kepemimpinan Menurut (A.B.Susanto, 2007, pp71-76), pernyataan misi yang baik harus secara akurat menjelaskan mengapa organisasi perlu ada dan apa yang diharapkan di masa depan. Pernyataan misi mengartikulasikan sifat-sifat utama, nilai-nilai dan aktivitas perusahaan. Pernyataan juga harus mampu menumbuhkan keyakinan bagi para anggota organisasi, serta mampu pula mengekspresikan tujuan organisasi dengan cara yang dapat memberi inspirasi, komitmen, inovasi, dan keberanian. Tujuan pernyataan misi :
Memastikan adanya kesamaan tujuan dalam organisasi.
Sebagai dasar untuk memotivasi pemanfaatan sumber daya perusahaan.
Sebagai dasar atau standar bagi pengalokasian sumber daya organisasi.
Untuk membangun sebuah iklim bagi organisasi, misalnya untuk menentukan jenis operasi bisnis.
Sebagai titik fokal untuk menentukan siapa saja yang dapat mengidentifikasikan tujuan dan arah organisasi dan siapa saja yang tidak boleh melakukannya.
14
Sebagai fasilitas untuk menerjemahkan tujuan dan arah organisasi ke dalam struktur kerja yang melibatkan perlimpahan tugas dan tanggung jawab kepada elemen-elemen yang ada dalam organisasi.
Untuk menjelaskan secara spesifik tujuan dari organisasi dan penerjemahan tujuan tersebut ke dalam sasaran dalam sebuah cara dimana biaya, waktu, dan parameter kinerja dapat dinilai dan dikendalikan.
Proses pendefinisian misi perusahaan bagi sebuah bisnis yang berhubungan dengan kepemimpinan mencakup keyakinan entrepreneur sebagai berikut :
Produk dan jasa yang dihasilkan harus memberi manfaat, paling tidak seimbang dengan harganya.
Produk dan jasa yang dihasilkan harus mampu memberikan kepuasan pelanggan pada segmen pasar tertentu yang sampai saat ini masih kurang terpenuhi.
Teknologi
yang
digunakan
dalam
proses
produksi
harus
menghasilkan produk berkualitas yang dapat bersaing di pasaran dengan biaya yang efisien.
Dengan kerja keras dan juga dukungan dari pihak lain, bisnis yang ada bukan hanya harus mampu bertahan, namun juga harus mampu bertumbuh dan menghasilkan keuntungan.
Filosofi
manajemen
mengenai
bisnis
yang
dijalankan
akan
menghasilkan gambaran publik (public image) yang baik dan menguntungkan dan akan menghasilkan reward financial dan psikologis bagi mereka yang bersedia menginvestasikan tenaga kerja dan uang untuk membantu kesuksesan usaha.
15
Self concept yang dimiliki oleh para pendiri mengenai bisnis yang
dijalankannya dapat dikomunikasikan dan diadaptasi oleh karyawan dan stakeholders.
2.1.3 Entrepreneurial Leadersip
2.1.3.1 Pemahaman Entrepreneurial Leadership
Entrepreneur yang memiliki visi dan misi dan melihat suatu peluang dalam pasar, pada akhirnya dengan segala resiko yang telah diperhitungkan, memulai suatu
bisnis
usahanya
sendiri.
Entrepreneurial
berasal
dari
kegiatan
entrepreneurship, dimana kegiatan suatu usaha atau bisnis dimulai dari seorang entrepreneur. Kepemimpinan berusaha untuk mempengaruhi manusia dalam organisasi,
maka
entrepreneurial
merupakan
keberanian
bertindak
untuk
menetapkan pemikiran dalam bentuk konkrit yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan yaitu stakeholders. Diperlukan keberanian untuk melakukan hal-hal baru atau untuk melakukan sesuatu dengan cara-cara yang berbeda. Kepemimpinan lebih fokus kepada pengembangan manusia dalam organisasi, sedangkan entrepreneurship fokus kepada pengembangan produk atau jasa yang kreatif dan inovatif. Sehingga untuk menunjang kelangsungan suatu usaha dapat tercipta entrepreneurial leadership. Jadi, dengan pendekatan entrepreneurial
leadership, sebuah organisasi, terutama organisasi bisnis, harus memperhatikan sumber daya manusia di dalam perusahaannya. Bahwa organisasi yang dikendalikan oleh entrepreneurial leader akan menjadi organisasi bisnis yang mampu bertahan dalam jangka panjang, karena kepedulian mereka terhadap masalah-masalah sosialekonomi dan lingkungan hidup di sekitarnya. Dalam bukunya, (J.Winardi, 2008, p99)
16
menulis bahwa menurut Stevenson dan Gumpert, kultur entrepreneurial adalah kultur korporat yang memusatkan perhatian pada munculnya peluang-peluang baru, alat-alat untuk mengkapitalisasinya, dan pembentukan struktur yang tepat untuk melaksanakan upaya-upaya tersebut.
2.1.3.2. Pengertian Entrepreneurial Leadership •
Entrepreneurial leadership menurut Esiri (2002, p182), adalah kepemimpinan yang memimpin secara inovatif, terlibat penuh dalam bekerja, mampu melihat peluang dan memanfaatkannya menurut cara dan metodenya sendiri. Jadi, entrepreneurial
leadership bukanlah kepemimpinan yang rumit, namun jelas timbul jika seseorang juga memiliki jiwa atau pemikiran entrepreneur. Maka fokus kepemimpinan seperti ini, cenderung terletak pada pemimpin perusahaan. •
Entrepreneurial leadership menurut Corbin (2007, p61) adalah gaya kepemimpinan yang mampu mendelegasikan, mampu membangun karyawan-karyawan berperilaku bertanggungjawab, mampu membuat dan menetapkan keputusan, dan bekerja secara independen. Dari pengertian ini, terlihat bahwa kepemimpinan terdapat pada orang-orang yang memiliki pengaruh positif kepada orang lain yang bekerjasama dengannya dan turut terlibat penuh dalam pekerjaan yang telah ia tetapkan dan keputusan yang dia ambil.
•
Berdasarkan pendapat Andrias Harefa (www.pembelajar.com), entrepreneurial
leadership timbul dari pergeseran harapan terhadap peran manajer dalam organisasi, baik organisasi bisnis maupun organisasi pemerintahan (terutama BUMN dan BHMN). Mereka yang menduduki posisi manajerial tidak lagi diharapkan sekadar menjalankan fungsi-fungsi manajemen, karena itu saja tidak cukup untuk menopang pertumbuhan
17
organisasi di tengah arus perubahan yang semakin cepat. Mereka juga diharapkan memainkan peranan sebagai entrepreneur dalam skala dan intensitas tertentu. Meski pernah memikirkan kemungkinan matinya ilmu manajemen, namun belakangan ini manajemen (dalam arti birokrasi, aturan dan prosedur) tetap akan diperlukan dalam batas-batas tertentu. Manajemen itu ibarat tubuh manusia yang melaksanakan berbagai aktivitas sesuai dengan arahan akal sehat dan hati nuraninya. Tubuh penting, namun bukan yang terpenting. Kegagalan paradigma manajemen terletak pada dominasinya terhadap hal-hal yang tidak bisa dimanajemeni, yakni spirit manusia.
2.1.3.3 Elemen dalam Entrepreneurial Leadership Menurut (J.Winardi, 2008, pp17-18), terdapat sejumlah elemen dari profil
entrepreneurial, yaitu : 1. Tanggungjawab Para entrepreneur memiliki tanggung jawab mendalam terhadap hasil usaha yang dibentuk mereka. Mereka sangat berkeinginan untuk mampu mengendalikan sumber-sumber daya mereka sendiri, dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuantujuan yang ditetapkan mereka. 2. Preferensi untuk menghadapi risiko moderat
Entrepreneur merupakan pihak yang berani menerima resiko, namun resiko yang telah diperhitungkan secara matang (calculated risk takers). Orang lain mungkin beranggapan bahwa tujuan mereka terlalu tinggi, namun entrepreneur yakin bahwa tujuan-tujuan yang ingin dicapai mereka bersifat realistik. 3. Keyakinan dalam kemampuan mereka untuk meraih keberhasilan
18
Sikap
ini
adalah sifat
yang
optimistik, sehubungan
dengan
kemungkinan-
kemungkinan mereka mencapai kesuksesan. 4. Keinginan untuk mencapai umpan balik Para entrepreneur menikmati tantangan-tantangan sehubungan dengan upaya mengelola suatu bisnis, dan mereka ingin mengetahui bagaimana hasil yang dicapai mereka, dan secara konstan mencari informasi (umpan balik). 5. Energi tingkat tinggi
Entrepreneur
bekerja lebih lama dan dengan energi yang tinggi, mereka juga
bekerja dengan keras. 6. Orientasi ke depan Para entrepreneur memilii naluri yang kuat untuk mencari serta menemukan peluang-peluang. Mereka melihat ke depan, dan mereka melihat potensi-potensi, dimana orang lain belum memperhatikan. 7. Toleransi terhadap ambiguitas Para entrepreneur pada tingkat tertentu harus mengambil keputusan dalam kondisi baik mendapat informasi yang jelas ataupun tidak jelas. Entrepreneur juga menghadapi resiko dalam kaitan dengan usaha mencari nafkah. Keputusan
entrepreneur mempengaruhi seluruh pihak yang bekerja dengannya, sehingga dalam waktu singkat keputusan harus diambil oleh seorang pimpinan perusahaan.
2.1.3.4. Dimensi Entrepreneurial Leadership Dalam bukunya (J.Winardi, 2008, pp193-196) menyebutkan bahwa terdapat 5 dimensi di dalam perusahaan yang dijalankan dengan entrepreneurial leadership, yaitu : 1. Orientasi strategi yang didorong persepsi peluang
19
Seorang entrepreneur tergantung kepada persepsinya tentang peluang yang ada.
Entrepreneur menggunakan sistem-sistem perencanaan dan pengukuran kinerja guna mengendalikan sumber-sumber daya yang ada. 2. Komitmen terhadap peluang-peluang
Entrepreneur dengan jelas bersedia menerima resiko dari keputusun dan peluangpeluang yang diambilnya. Dan entrepreneur dengan teliti dan dalam jangka waktu singkat mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkannya. 3. Komitmen sumber-sumber daya Seorang entrepreneur terbiasa dengan kondisi di mana ia menyalurkan sumbersumber daya dan memantaunya secara periodik. 4. Pengendalian sumber-sumber daya
Entrepreneur yang menyediakan sumber-sumber daya bagi perusahaan, juga ikut mengendalikan. Mereka disiplin dalam aturan mengendalikan sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga bersikap kurang fleksibel, namun bukan pula memaksa. Terhadap pihak-pihak yang bekerja dengannya dalam perusahaan, seorang entrepreneur yang memimpin secara entrepreneurial akan senantiasa memberikan ide-ide kepada mereka. Ikut membantu mereka saat mengalami kesulitan dalam mencari suatu metode atau cara terbaik yang dapat ditempuh dalam perusahaan. 5. Visi yang realistik
Entrepreneur memang bersedia mengambil resiko yang telah diperhitungkan, hal ini dikarenakan mereka memiliki visi yang realistik yang sudah mereka rencanakan akan metode dalam pencapaian tujuan. Visi tersebut pun direalisasikan dengan mendukung penuh orang-orang dalam perusahaannya.
20
2.1.4 Intervensi Retensi Karyawan
2.1.4.1 Pemahaman Intervensi Retensi Karyawan Intervensi Retensi Karyawan merupakan usaha yang dilakukan suatu perusahaan untuk mengatur perputaran karyawannya. Intervensi dilakukan demi melindungi salah satu sumber daya yang penting di dalam perusahaan, dengan meminimalkan karyawan yang keluar dan masuk perusahaan, maka diharapkan karyawan dapat memberikan sumbangan berupa kinerja yang lebih ditingkatkan. Perusahaan berusaha memberikan kondisi di mana harapan karyawan saat memasuki dan bekerja di perusahaan dapat tercapai. Menurut Mathis (2006, pp141-143), beberapa langkah intervensi retensi karyawan oleh perusahaan adalah : 1. Kegiatan perekrutan Rekrutmen adalah suatu proses untuk mencari calon atau kandidat pegawai, karyawan, buruh, manajer, atau tenaga kerja baru untuk memenuhi kebutuhan sdm oraganisasi atau perusahaan. Dalam tahapan ini diperluka analisis jabatan yang ada untuk membuat deskripsi pekerjaan atau job description dan juga spesifikasi pekerjaan atau job specification. Pada saat perusahaan akan merekrut tenaga kerja, maka dari awal, pekerjaan harus diuraikan dengan jelas. Perekrutan didasari kepada GAT yaitu General
Apitude Test yang kegiatannya adalah tes yang umum saat rekrutmen yaitu draft pertanyaan yang diisi pelamar, yang menyangkut perilakunya atau tes secara psikologis. Contohnya : etika kerja pelamar kerja, bagaimana visi yang dianutnya, bagaimana budaya kerja yang biasa dijalankan, dan sebagainya 2. Seleksi
21
Proses seleksi dilakukan agar dapat menyesuaikan para pelamar dengan pekerjaan dengan lebih baik. Sehingga jika karyawan berada di posisi yang tepat, maka diharapkan agar karyawan tersebut dapat bekerja dengan lebih baik. Seleksi dilakukan dengan melakukan tes akademis. Tes kemampuan sesuai dengan posisi yang dilamar oleh pelamar kerja. Contohnya, bila posisinya yang berhubungan dengan sistem informasi komputer, maka tes yang diberikan juga yang menyangkut sistem informasi komputer. 3. Pelatihan Hal ini untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan memberi mereka orientasi dan praktek metode bekerja yang diterapkan perusahaan agar dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa cara atau metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan pegawai baru :
a. Magang / Apprenticeship Training Magang adalah suatu pembekalan pegawa baru dengan cara belajar langsung dengan senior dan diawasi oleh para pakar atau ahlinya. Untuk mendapatkan skill yang sama dengan masternya dibutuhkan waktu yang relatif cukup lama.
b. Learning By Doing / On The Job Training (Bekerja Sambil Belajar) On the job training adalah suatu bentuk pembekalan yang dapat mempercepat proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja / transfer knowledge dan para karyawan senior ke junior. Pelatihan ini langsung menerjunkan pegawai baru bekerja sesuai dengan job description masing-masing di bawah supervisi atau karyawan senior.
22
c. Vestibule Training Vestibule training adalah memberikan pelatihan semacam kursus yang dijalankan di luar lingkungan kerja. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan pada kursus tersebut tidak jauh berbeda dengan pekerjaan yang nantinya akan digeluti oleh para peserta.
4. Kompensasi Hal ini penting diperhatikan oleh perusahaan, karena sistem gaji yang kompetitif, adil, dan pantas dapat mengurangi perputaran karyawan, dengan begitu, karyawan berada dalam jangka waktu yang panjang dalam perusahaan, yang membuat kinerja mereka semakin meningkat.
Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi / perusahaan sebagai berikut di bawah ini : a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing / kompetitor
5. Pengembangan karier Karyawan juga melihat keuntungan yang mereka dapat selain kompensasi, yaitu berkembang tidaknya mereka dalam perusahaan. Karyawan secara umun selalu melihat peluang untuk kemajuan pengembangan karier.
23
6. Hubungan karyawan Dalam hal ini yang diperhatikan adalah perlakuan adil atau diskriminatif dan pelaksanaan kebijakan perusahaan.
2.1.4.2 Retensi Karyawan Baik para pemberi kerja maupun karyawan telah mengetahui bahwa beberapa bidang umum memengaruhi retensi karyawan. Apabila komponen organisasional tertentu diberikan, faktor-faktor yang lain mungkin mempengaruhi retensi karyawan. Menurut Mathis (2006, pp128-136), faktor–faktor lain tersebut adalah : 1. Komponen Organisasional Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif dan berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Beberapa komponen organisasional yang dapat mempengaruhi retensi karyawan adalah : a. Nilai dan budaya Budaya organisasional adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang memberikan arti dan peraturan perilaku bagi anggota organisasional. Menciptakan budaya yang menghargai orang memungkinkan beberapa perusahaan untuk menarik dan memelihara karyawan dengan baik. Nilai organisasional utama yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk bertahan adalah kepercayaan. b. Strategi dan Peluang Komponen organisasional lain yang mempengaruhi retensi karyawan berhubungan dengan strategi, peluang dan manajemen organisasi tersebut. Faktor yang mempengaruhi bagaimana karyawan memandang organisasi mereka adalah kualitas perencanaan masa depan dari kepemimpinan di dalam perusahaan. Sering kali visi
24
seperti itu ditunjukkan dengan memiliki rencana strategis yang diidentifikasi yang menuntun perusahaan pada perubahan. 2. Peluang Karier Organisasional Organisasi menyampaikan peluang dan pengembangan karier dalam berbagai cara. Usaha pengembangan karier organisasional dirancang untuk memenuhi harapan para karyawan bahwa para pemberi kerja mereka berkomitmen untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan, dan pengetahuannya saat ini. 3. Penghargaan dan Retensi Karyawan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja datang dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan. Gaji dan tunjangan harus kompetitif dan sesuai dengan kinerja karyawan. Kenyataannya, uang mungkin merupakan alasan beberapa karyawan pindah kerja, tetapi faktor-faktor yang lain merupakan alasan banyak orang untuk bertahan di perusahaan mereka. Para pemberi kerja juga mempelajari bahwa memiliki lebih sedikit fleksibilitas tunjangan membantu retensi karyawan. Pengakuan karyawan sebagai bentuk penghargaan dapat nyata atau tidak nyata. Nyata adalah seperti pemilihan karyawan terbaik setiap bulan, karyawan dengan absensi terbaik, dan lain-lain. Tidak nyata adalah memberi umpan balik yang positif seperti pujian bila karyawan bekerja sesuai dengan harapan perusahaan. 4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan. Karena karyawan menghabiskan waktu yang signifikan di tempat kerja, mereka berharap untuk bekerja dengan peralatan dan teknologi modern serta memiliki kondisi kerja yang baik, mengingat sifat pekerjaan tersebut. Karyawan juga menginginkan lingkungan kerja yang aman dimana resiko kecelakaan dan luka diperhatikan. Hal ini khususnya benar bagi para pemberi kerja
25
dalam industri manufaktur, pertanian, peralatan sehari-hari, dan transportasi yang memiliki risiko keselamatan yang lebih tinggi daripada dalam banyak industri jasa dan lingkungan kantor. 5. Hubungan Karyawan Kumpulan terakhir yang mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada hubungan karyawan dalam organisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari kebijakan sdm, keadilan dari tindakan disipliner, dan cara yang digunakan untuk memutuskan pemberian kerja dan peluang kerja, semuanya mempengaruhi retensi karyawan.
2.1.4.3 Tindakan intervensi pimpinan dalam mempertinggi retensi karyawan Menurut Menurut Mathis (2006, p142), beberapa tindakan yang dapat dilakukan pemimpin untuk mempertinggi retensi karyawan: 1. Clarify expectations Beri karyawan pemahaman yang jelas atas pekerjaan mereka, dan apa standarstandar
yang
mereka harapkan untuk mencapai baik "percepatan waktu dan
penghindaran konflik. Sedikit konflik berarti bekerja dengan lebih bahagia, sehingga karyawan akan cenderung kerasan di perusahaan. 2. Know your workers Pelajari hobi-hobi dan minat-minat karyawan, dan terutama tujuan-tujuan jangka panjang mereka. Hal itu akan membantu Anda memahami kebutuhan mereka, sekaligus memperlihatkan bahwa Anda peduli. 3. Give feedback Selalu komentari apa yang sedang dikerjakan oleh karyawan. Tanamkan bahwa mencintai pekerjaan itu penting, tapi juga tak kalah penting untuk memastikan
26
bahwa pekerjaan juga mencintai kita. 4. Create a team culture Ciptakan budaya kerja sama di mana semua anggota tim mendukung satu sama lain. 5. Educate and train Karyawan yang melihat bahwa pimpinan sedang melakukan investasi pada diri mereka, akan merasa lebih dihargai dan diapresiasi. 6. Offer incentives and rewards Berbagai bentuk insentif dan reward bisa menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan dan penuh tanggung jawab, serta memperlihatkan kepekaan apresiasi yang lebih besar. 7. Empower employees Biarkan karyawan mengambil keputusan sebanyak mungkin. Pemberdayaan merupakan sinyal yang akan dibaca oleh karyawan bahwa Anda percaya kepada mereka. 8. Evaluate regularly Mulai dengan pujian, lalu diskusikan tantangan-tantangannya dan bergabunglah untuk mengembangkan rencana untuk membantu mereka. Kemudian tutup dengan catatan yang positif.
27
2.1.5 Manajemen Kinerja
2.1.5.1 Pengertian Manajemen Kinerja •
Menurut pendapat Barry Cushway (2002, p87) definisi manajemen kinerja adalah : suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan korporasi dapat bertemu. Ada asumsi yang perlu digarisbawahi, yaitu jika sesorang merasa puas karena tujuannya tercapai dan pada saat yang bersamaan ikut serta dalam pencapaian organisasi, maka dia akan benar-benar termotivasi dan akan mendapatkan kepuasan yang lebih besar. Asumsi ini juga merupakan inti dari manajemen sumber daya manusia (MSDM).
• Manajemen kinerja yang dikutip oleh Payaman (2005,p1) adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
2.1.5.2 Proses Manajemen Kinerja Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p89-107) ada 4 langkah pokok dalam pengenalan terhadap proses manajemen kinerja yang luas: 1. Merencanakan kinerja Harus ada komitmen yang kuat dari atasan dalam memperkenalkan proses ini, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan bantuan dari eselon yang lebih rendah, dan sumber yang tersedia untuk mencapai hasil akan tidak mencukupi. Tahap berikutnya dalam merancang proses manajemen kinerja adalah menetapkan tujuan. Tujuan ini dikembangkan dari arah dan strategi organisasi secara
28
keseluruhan dan dari pernyataan yang mengandung maksud dan tujuan organisasi yang akan diproses secara bertahap – mengalir kebawah sampai dalam bentuk target individual. Hal ini dikenal dengan nama pendekatan dari atas ke bawah. Alternatifnya adalah pendekatan dari bawah ke atas. Seperti namanya, maka prioritas dan target yang ditentukan oleh organisasi yang lebih rendah. Dalam beberapa hal sepertinya tidak logis, karena bertentangan dengan teori, yaitu keberadaan suatu pekerjaan adalah untuk maksud tersebut ditentukan oleh manajemen organisasi. Jika pertimbangan diberikan untuk penentuan target individual, maka harus diingat bahwa individu-individu tersebut mempunyai tujuan yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan saja. Sebenarnya prioritas mereka pada hal-hal seperti prospek ada tidaknya promosi, upah, jati diri, cuti, gaya hidup, hubungannya dengan rekan sekerja dan atasan. 2. Mengelola Kinerja Bila tujuan kinerja sudah ditetapkan dan rencana tindakan telah disetujui, langkah berikutnya dalam proses manajemen kinerja adalah memastikan bahwa rencana tersebut dilaksanakan dan hasil yang ditentukan dapat tercapai. 3. Meninjau Kinerja Peninjauan kinerja merupakan bagian dari proses pengaturan kinerja. Namun, dengan melihat pertimbangan khusus yang dapat diterapkan pada aspek proses, maka akan lebih enak untuk memeriksanya sebagai bagian yang terpisah. Penilaian kinerja, bila ada, biasanya terjadi pada saat wawancara yang diadakan sekali atau dua kali dalam setahun antara pejabat dengan atasannya. Kadang-kadang hasil wawancara ini berpengaruh langsung pada upah dan promosi, sedang dalam kasus lain penekanan ada pada pelatihan dan pengembangan. Bagian yang penting dalam
29
penilaian kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Biasanya menilai hasil akhir lebih mudah daripada menilai kualitas hasil akhir tersebut, tetapi ini dapat saja jauh dari keterusterangan, walaupun pengukurannya sudah tampak jelas. 4. Imbalan Kinerja Imbalan kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja yang mencoba memberikan kepada pegawai semacam imbalan atas pencapaian target mereka. Ini lebih luas dari sekedar imbalan dalam bentuk finansial dan meliputi hal-hal seperti pujian,
kesempatan
yang
lebih
besar
untuk
mendapatkan
pelatihan
dan
pengembangan, dan promosi. Seringkali apa yang dicari oleh pekerja adalah pengakuan bahwa dia telah melakukan kerja yang bagus, misalnya, diungkapkan dalam bentuk bonus; acap kali pengakuanlah yang lebih penting daripada uang kontan. Hanya saja, ketika uang menjadi ukuran, maka imbalan kinerja menjadi sangat pelik, dan penekanan di sini tentu saja terletak pada aspek finansial. Orang sering melihat manajemen kinerja hanya dari sudut pembayaran sesuai dengan kinerja (performance related pay = PRP). Bila ada tekanan bisnis untuk meningkatkan kinerja, reaksi manajer yang paling umum adalah membayar sesuai hasil, meskipun mungkin saja organisasi tidak memiliki sistem manajemen kinerja yang luas.
2.1.5.3 Pembinaan Kinerja Peningkatan kinerja dapat dilakukan antara lain dengan: •
Mendorong pekerja memahami uraian tugas dan uraian jabatannya, serta memahami tanggung jawabnya
•
Mendorong pekerja memahami sasaran yang harus dicapai
30
•
Membantu pekerja memahami bagaimana melakukan pekerjaan dengan menggunakan alat-alat kerja yang sesuai
•
Memberdayakan pekerjaan melalui bimbingan, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, rotasi penugasan, dan lain-lain.
•
Menumbuhkan motivasi dan etos kerja
•
Menciptakan iklim kerja yang kondusif
2.1.6. Kinerja Karyawan Menurut Mathis (2006, pp113-114), kinerja para karyawan individual adalah faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Selain karyawan dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga dapat menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika karyawan terus menerus meninggalkan perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun tidak efektif, maka sumber daya menempatkan organisasi dalam keaadaan merugi. Kinerja individu, motivasi, dan retensi karyawan merupakan faktor utama bagi organisasi untuk memaksimalkan efektivitas sumber daya manusia. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi bagaimana karyawan bekerja, yaitu : 1. Kemampuan individual Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan
berupa
pengetahuan,
pemahaman,
kemampuan,
kecakapan
interpersonal, dan kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memiliki tingkat keterampilan yang cukup maka akan menghasilkan kinerja yang baik.
31
2. Usaha yang dicurahkan Usaha dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat upaya, merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu, kalaupun karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara
tingkat
keterampilan
dengan
tingkat
upaya.
Tingkat
keterampilan
merupakan cermin dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang akan dilakukan.
3. Dukungan organisasional Dalam dukungan organisasional, perusahaan yang menyediakan fasilitas bagi karyawan berupa pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, dan manajemen.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada orang.
2.1.7 Korelasi Entrepreneurial Leadership dengan Kinerja Karyawan Korelasi Peranan Kepemimpinan terhadap Peningkatan Kinerja Beberapa hasil penelitian di bawah ini, yang ditulis oleh John westernan &
Pauline Donoghue (2003,pp56-59), memperlihatkan pengaruh
atau hubungan antara pola kepemimpinan terhadap peningkatan kinerja organisasi/ perusahaan:
32
1. Hasil penelitian Litwin
dan Stringer menyimpulkan pola kepemimpinan
yang otoriter, di mana pengambilan keputusan dilakukan secara terpusat (sentralisasi) dan perilaku pekerja diatur melalui prosedur yang baku, bukan hanya mengakibatkan rendahnya kinerja dan kreativitas bahkan tidak tercapainya sikap positif terhadap kelompok kerja. Sedangkan pola kepemimpinan yang afiliatif, di mana terdapat hubungan interpersonal yang baik di antara para pekerja dan pimpinan, menghasilkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi dan tumbuhnya sikap positif terhadap kelompok kerja, walaupun kinerja mereka sedang-sedang saja. 2. Hasil penelitian Frederickson memperlihatkan bahwa pola kepemimpinan yang mampu menumbuhkan komunikasi terbuka, sikap saling mendukung di antara pekerja dan pimpinan, pengambilan keputusan yang tidak terpusat (desentralisasi), pada umumnya akan meningkatkan kinerja, menurunkan biaya produksi, dan mempersingkat waktu pekerjaan. 3. Hasil
penelitian
Litwin
memperlihatkan
bahwa
pola
kepemimpinan
berpengaruh terhadap motivasi pekerja. Ia menyatakan, bahwa pola kepemimpinan tertentu mampu membentuk harapan-harapan dalam diri pekerja dan memperkuat motivasi mereka, sedangkan pola kepemimpinan lainnya justru dapat menghambat tumbuhnya motivasi untuk berprestasi. Litwin juga menggambarkan hubungan antara pola kepemimpinan dengan motivasi berdasarkan pengaruh masing-masing
dimensinya
terhadap
kebutihan akan berprestasi ( Need for Achievement / n-Ach), kebutuhan akan kekuasaan ( Need for Power / n-Pow), dan kebutuhan akan afiliasi ( Need for Affiliation / n-Aff). Standar dan kejelasan tugas, misalnya, merupakan pendorong yang kuat terhadap timbulnya motivasi untuk
33
berkuasa,
karena
memberi
kemungkinan
untuk
meningkatkan
pengendalian. Komitmen dan tanggung-jawab merupakan pendorong yang kuat terhadap timbulnya motivasi untuk berafiliasi, karena berkaitan dengan kualitas hubungan antara individu. Dari tiga hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa, pada prinsipnya, pola kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi/perusahaan sangat berpengaruh
terhadap
pencapaian
kinerja
perusahaan.
Hal
itu
lebih
dikarenakan, pola kepemimpinan merupakan sistem utama manajemen. Artinya, pola kepemimpinan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan dan bentuk dari organisasi itu sendiri. Jika hal ini diterapkan, maka dengan sendirinya akan mendorong para pekerja untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat bagi organisasi/perusahaan dan menumbuhkan perasaan berharga di dalam diri mereka.
2.1.8 Korelasi Intervensi Retensi Karyawan Oleh Perusahaan dengan Kinerja Karyawan Menurut Mathis (2006,p130), intervensi retensi karyawan merupakan usaha yang dilakukan suatu perusahaan untuk mengatur perputaran karyawannya. Intervensi dilakukan demi melindungi salah satu sumber daya yang penting di dalam perusahaan, dengan meminimalkan karyawan yang keluar dan masuk perusahaan, maka diharapkan karyawan dapat memberikan sumbangan berupa kinerja yang lebih ditingkatkan. Perusahaan berusaha memberikan kondisi di mana harapan karyawan saat memasuki dan bekerja di perusahaan dapat tercapai.
34
2.2 Kerangka Pemikiran
CV.ADISTIRA
ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP
Intervensi Retensi Karyawan Oleh Perusahaan
•
Orientasi Strategis
•
Perekrutan
•
Komitmen terhadap peluang
•
Seleksi
•
Komitmen terhadap sumber-
•
Kompensasi
sumber daya
•
Pengembangan karier
Pengendalian sumber-sumber
•
Hubungan karyawan
•
daya
•
Visi yang realistis
Kinerja Karyawan
35
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.3 Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan intervensi retensi karyawan oleh perusahaan terhadap kinerja Karyawan. H1 : Ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan intervensi retensi karyawan oleh perusahaan terhadap kinerja karyawan.